BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Pengertian Drainase dan Perubahan Konsep Drainase Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau goronggorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir. Terdapat 2 jenis sistem drainase (Efriyandi, Dodie. 2013) yaitu sistem drainase konvensional dan sistem drainase ramah lingkungan (ecodrainase). Perbedaan kedua sistem drainase ini adalah sebagai berikut : a. Sistem Konvensional Konsep dari sistem konvensional adalah membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai tanpa sebelumnya diresapkan kedalam tanah. Akibat dari sistem konvensional ini adalah : 1. Sungai akan menerima beban yang melampui kapasitasnya yang bisa menyebabkan banjir di musim hujan, 2. Menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah yang bisa menyebabkan kekeringan di musim kemarau, 3. Fluktuasi kandungan air tanah musim kemarau dan hujan yang sangat tinggi yang bisa menyebabkan tanah longsor. Agar air hujan yang turun tidak langsung terbuang ke sungai, maka air hujan diresapkan ke dalam tanah untuk menambah muka air tanah. Cara yang digunakan bisa menggunakan alat memanen air hujan model resapan contohnya Biopori, Sumur Resapan, atau bisa menggunakan memanen air hujan model tampungan contohnya membuat model tampungan air untuk wadah air hujan mulai dari konsep yang paling sederhana sampai menggunakan teknologi multifungsi dan tepat guna, bisa juga dengan membuat Embung atau Waduk kecil. 1 b. Sistem Drainase Ramah Lingkungan (eko-drainase) Mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Akibat dari sistem ini adalah 1. Air tidak secepatnya dialirkan ke sungai, 2. Meresapkan air ke dalam tanah guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Biopori adalah salah satu cara agar air yang turun di atap rumah, tidak langsung mengalir ke saluran dan berakhir ke laut. Dengan adanya biopori, maka sebagian air yang jatuh ke tanah akan meresap ke dalam tanah dan dapat meningkatkan lapisan air bawah tanah. 1.1.2 Keadaan Geografis Indonesia Indonesia merupakan Negara dengan tipe daerah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga curah hujan di Indonesia cukup tinggi, yakni 2.000 - 4.000 milimeter per tahun, dengan rata-rata hujan tahunan 2.779 mm, termasuk negara nomor lima yang kaya air di dunia. Namun ketersediaan air yang besar ini tidak jadi berkah. Bila musim hujan, air berubah menjadi banjir. Ini karena lebih 50 persen dari 2.779 mm air hujan berubah jadi air limpasan permukaan (run off), yang tidak termanfaatkan. Upaya memanen hujan (rain water harvesting) di dunia internasional saat ini telah menjadi bagian penting dalam agenda global environmental water resources management dalam rangka lack of water atau penanggulangan ketimpangan air pada musim hujan dan kering, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan. Hasil pengamatan penulis menunjukkan meskipun memanen air hujan merupakan teknik yang sederhana, murah dan tidak membutuhkan keahlian atau pengetahuan khusus namun belum banyak dilakukan di Indonesia. Padahal praktek memanen air hujan penting sebagai alternatif sumber air. Diperkirakan sebagian besar masyarakat belum menyadari pentingnya memanen air hujan sebagai salah satu upaya menghemat air akibat kurangnya pengetahuan dan informasi. Selain itu 2 kemungkinan masyarakat juga merasa yakin tidak akan mengalami kekurangan air karena secara umum air melimpah di Indonesia. Untuk mengetahui lebih detail mengenai hal itu tentu perlu dilakukan penelitian secara lebih lanjut. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan peran pemerintah agar praktek memanen air hujan dapat dilakukan secara luas. Pemerintah perlu melakukan komunikasi, informasi dan edukasi public agar masyarakat dapat tertarik perhatiannya, memahami, menyadari dan bersedia melakukannya di rumah masingmasing. Jika memanen air hujan dipraktekkan secara luas, maka masalah kekurangan air pada asas rumah tangga dapat dihindari. Berikut ini contoh desain sistem memanen air hujan yang sederhana yang dapat diterapkan masyarakat pada asas rumah tangga. Seperti daerah Gunung Kidul Yogyakarta yang tidak memiliki sumber air yang mencukupi. Setiap tahunnya mereka kesusahan untuk mendapatkan air bersih dan pada puncaknya ketika musim kemarau tiba, mereka hanya memiliki danau kecil yang pada musim kemarau akan mengering. Pohon yang ada disana juga tidak subur Struktur tanah yang berongga dan memiliki sifat kapur mengakibatkan air yang tertampung di telaga cepat habis. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal di pegunungan sulit mendapatkan air bersih. Ketika kemarau tiba, kebanyakan mereka mengambil air dengan berjalan kaki menuju sumber air yang nyatanya sangat jauh dengan rumah tinggalnya. Mereka yang setiap hari berjalan menempuh perjalanan yang jauh hanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. padahal air merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk kelangsungan kehidupan makhluk hidup. Sehingga kekeringan yang terjadi membuat suatu masalah yang serius yang harus segera ditanggulangi. Tidak hanya kekeringan dan banjir saja, didaerah Kota Yogyakarta masih terdapat pemukiman kumuh di pinggir bantaran sungai belik tepatnya di daerah Karanggayam, masalah ekonomi dan kebutuhan hidup kita juga harus bantu agar masyarakat mau berpikir lebih kreatif dan maju untuk daerah mereka dengan lahan yang tersedia sekarang. 3 1.2 Rumusan Masalah Dari studi kasus pengamatan alat pemanen air hujan yang ada di Universitas Gadjah Mada penulis akan mendeskripsikan jenis pemanen air hujan berdasarkan kecocokan dalam matrik penyelesaian masalahnya, penulis juga akan mengkombinasikan dua teknik filtrasi yang diterapkan dalam pemanen air hujan agar lebih tepat guna di dua musim, untuk mewujudkan sistem eco-drainase di UGM. 1.3 Tujuan Tujuan dari Tugas Akhir ini secara umum adalah sebagai suatu kegiatan penunjang syarat kelulusan oleh Program Diploma Teknik Sipil, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada. Adapun tujuan dari kegiatan Tugas Akhir yang dilakukan adalah : 1. Mendeskripsikan jenis alat pemanen air hujan yang ada di UGM untuk mendukung sistem eco-drainase, 2. Mengkombinasikan dua teknik filtrasi ke teknologi pemanen air hujan menjadi satu teknologi tepat guna di dua musim 3. Menghitung jumlah pemanen air hujan yang ada di UGM, menghitung debit air hujan yang masuk, debit resapan, kedalaman efektif sumur resapan, dan volume tampung air hujan yang ada di Laboratorium Hidrologi Diploma Teknik Sipil UGM. 1.4 Ruang Lingkup / Batasan Masalah Batasan masalah yang ditinjau dalam penulisan ini adalah solusi perubahan sistem drainase dari konvensional ke drainase ramah lingkungan (eco-drainase) dengan teknologi yang efisien untuk diterapkan yaitu dengan Alat Pemanen Air Hujan meliputi : Biopori, Sumur Resapan, dan Pemanen model tampungan sederhana yang tepat guna. Pada topik Tugas Akhir ini penulis akan meneliti jumlah pemanen air hujan yang ada dan akan mengelompokan berdasarkan fungsinya masing masing di Kampus Universitas Gadjah Mada, apakah jumlahnya sudah memenuhi kriteria untuk menuju ke sistem drainase yang ramah lingkungan berdasarkan 4 jumlah data Pemetaan lokasi pemanen air hujan yang sudah ada, data tersebut didapatkan dari DPPA (Direktorat Pengawasan dan Pemeliharaan Aset) UGM. 1.5 Manfaat Manfaat yang diharapkan penulis dari Tugas Akhir ini adalah : 1. Teknologi yang dibahas dapat memecahkan permasalahan drainase yang ada di Universitas Gadjah Mada, 2. Dapat memperbaiki dan mengembangkan tatanan drainase menjadi lebih ramah lingkungan (eco-drainase), 3. Mendukung terciptanya Kampus yang go green dan menuju ke “Blue Campus”, 4. Dapat saling berbagi ilmu melalui Tugas Akhir ini, 5. Menambah wawasan yang lebih luas tentang konsep memanen air hujan, 6. Mengurangi banjir, 7. Mengisi konservasi air tanah, 8. Meningkatkan Kualitas Ekosistem dan Lingkungan. 1.6 Sistematika Penulisan Sistemika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut : I. Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan, ruang lingkup, manfaat, dan sistematika penulisan. II. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Bab ini berisi tentang lingkup istilah Perubahan Drainase, Keuntungan menerapkan drainase ramah lingkungan dengan Alat Pemanen Air Hujan (Rainwater Harvesting), landasan teori rumus perhitungan volume pemanen air hujan. III. Metodologi Bab ini berisi tentang Pejelasan Alur Pengamatan, Bahan – bahan Pengamatan, Alat – alat Pengamatan, Konsep/Metode yang dipakai dalam pengamatan. 5 IV. Penyajian Data, Analisis, dan Pembahasan Bab ini berisi tentang penyajian data yang didapat dan menaganalisisnya sebagai bahan pembahasan. V. Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan pembahasan yang dilakukan, dan saran-saran yang perlu dikemukakan. Daftar Pustaka Lampiran 6