BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu bank pada suatu periode tertentu. Secara umum ada empat bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan perusahaan yaitu laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan aliran kas. Dari keempat laporan tersebut hanya 2 macam yang umum digunakan untuk analisis, yaitu laporan neraca, dan laporan laba rugi. Hal ini disebabkan laporan perubahan modal dan laporan aliran kas pada akhirnya akan diikhtisarkan pada laporan neraca dan laporan laba rugi (IAI, 2004 : 2). Analisis laporan keuangan merupakan analisis mengenai kondisi keuangan suatu bank yang melibatkan neraca dan laporan laba rugi. Neraca suatu bank menggambarkan jumlah kekayaan, kewajiban, dan modal dari bank tersebut pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun pembukuan (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva, sedangkan kewajiban dan modal disajikan pada sisi pasiva. Laporan laba rugi suatu bank menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari bank tersebut pada periode tertentu. Sebagaimana halnya dengan neraca, laporan laba rugi biasanya disusun setiap akhir tahun pembukuan (31 Desember). Dalam Laporan Laba Rugi disusun jumlah pendapatan dan jumlah biaya yang terjadi selama satu tahun yaitu mulai tanggal 1 11 Januari - 31 Desember. Apabila jumlah pendapatan melebihi jumlah biaya akan menghasilkan laba, sedangkan apabila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka perusahaan mengalami kerugian (Mudrajad dan Suhardjono, 2002). Tujuan penyusunan laporan keuangan suatu bank secara umum adalah sebagai berikut: 1) memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva, kewajiban dan modal bank pada waktu tertentu. 2) memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam periode tertentu. 3) memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban dan modal suatu bank. 4) memberikan informasi tentang kinerja manajemen bank dalam suatu periode. Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi dasar apakah manajemen berhasil atau tidak dalam melaksanakan kebijakan yang telah digariskan dalam bidang manajemen keuangan khususnya dan hal ini akan dapat tergambar dari laporan keuangan yang disusun oleh pihak manajemen. 2.1.2 Pihak-Pihak yang Berkepentingan terhadap Laporan Keuangan Banyak pihak yang mempunyai kepentingan untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan keuangan oleh perusahaan. Masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan tujuan tersendiri terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Ada beberapa pihak yang mempunyai kepentingan 12 terhadap laporan keuangan, antara lain: masyarakat, pemerintah, pemilik perusahaan, karyawan, perpajakan, dan manajemen bank (Sofyan, 2011 : 7). 1) Bagi Masyarakat Bagi masyarakat luas merupakan suatu jaminan terhadap uang yang disimpan di bank. Jaminan ini diperoleh dari laporan keuangan yang ada dengan melihat angka-angka yang ada di laporan keuangan. Dengan adanya laporan keuangan, pemilik dana dapat mengetahui kondisi bank bersangkutan. Selain itu dengan diumumkannya laporan keuangan secara luas, maka bonafiditas dari bank yang bersangkutan akan diketahui dengan mudah, sehingga bagi calon debitur akan dapat memilih bank mana yang akan mampu membiayai proyeknya. 2) Bagi Pemerintah Bagi pemerintah, baik bank pemerintah maupun bank swasta adalah untuk mengetahui kemajuan dan kepatuhan bank dalam melaksanakan kebijakan moneter dan pengembangan sektor-sektor industri tertentu. Mengingat kedudukannya yang sangat strategis tersebut tidaklah mengherankan apabila Bank Indonesia merasa perlu mengadakan pengawasan dan pembinaan yang intensif terhadap bank-bank pemerintah maupun bank-bank swasta. Bahkan jika perlu akan ikut campur tangan langsung apabila ada suatu bank mengalami berbagai kesulitan yang serius, dan sudah tentu hal ini pula cukup melegakan para penyimpan dana. 3) Bagi Pemilik Perusahaan/Pemegang Saham Bagi pemegang saham sebagai pemilik, memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan untuk kemajuan perusahaan dalam menciptakan laba dan pengembangan usaha bank tersebut. Jika dianggap tidak memuaskan maka 13 kemungkinan manajemen yang ada sekarang segera akan diganti dan sebaliknya. Penilaian pemegang saham akan lebih ditekankan pada kemampuan manajemen dalam mengembangkan modalnya untuk memperoleh laba yang rasional, dan kemampuan manajemen bank yang bersangkutan dalam mendukung perkembangan usahanya. 4) Bagi Karyawan Karyawan berkepentingan untuk mengetahui kondisi keuangan bank, sehingga mereka juga merasa perlu mengharapkan peningkatkan kesejahteraan apabila bank memperoleh keuntungan dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan bank sebagai perusahaan jasa memang selayaknya kesejahteraan para karyawan harus mendapatkan perhatian yang lebih, mengingat para karyawan tersebut merupakan faktor produksinya yang utama. Di samping itu dengan mengetahui perkembangan keuangannya para karyawan juga berkepentingan terhadap penghasilan yang diterimanya tiap akhir tahun apakah sudah sepadan dengan pengorbanan yang diberikan kepada bank di mana ia bekerja. 5) Bagi Perpajakan Pihak pajak akan dapat lebih mudah menjalankan tugasnya dalam menetapkan besarnya pajak perseroan bagi bank yang bersangkutan, dengan mempelajari laporan keuangan yang telah diumumkan. Hal ini karena laba bank yang bersangkutan akan terlihat jelas dari laporan laba rugi. Selain dari itu dapat untuk mengukur kewajaran laba atau rugi yang diumumkan tersebut pihak pajak juga akan dapat membandingkanya dengan bank-bank lain yang sejenis. 14 6) Bagi Manajemen Bank Untuk menilai kinerja manajemen bank dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. Kemudian juga untuk menilai kinerja manajemen dalam megelola sumber daya yang dimilikinya. 2.1.3 Analisis Rasio Keuangan Bank Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangandengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Perbedaan jenis perusahaan dapat menimbulkan perbedaan rasio-rasio yang penting, misalnya mengenai rasio likuiditas untuk bank berbeda dengan rasio likuiditas pada perusahaan manufaktur (Sofyan, 2011 : 297 ). Oleh karena itu Bank Indonesia dan Ikatan Akuntansi Indonesia menerbitkan panduan penyusunan laporan keuangan perbankan dan proses akuntansinya yang lebih dikenal dengan Standar Khusus Akuntansi Perbankan Indonesia (SKAPI) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). Untuk lebih mempermudah pemahaman tentang laporan keuangan perbankan di Indonesia, ada beberapa hal dari materi SKAPI dan PAPI yaitu: 1) laporan keuangan bank harus disajikan dalam mata uang rupiah. 2) kurs tengah yaitu kurs jual ditambah kurs beli Bank Indonesia dibagi dua. 3) bank wajib mengungkap posisi neto aktiva dan kewajiban dalam valuta asing yang masih terbuka (posisi devisa neto) menurut jenis mata uang. 15 4) untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, laporan keuangan bank harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan SKAPI. 5) laporan keuangan bank terdiri dari: neraca, laporan komitmen dan kontijensi, perhitungan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, dan catatan atas laporan keuangan. 2.1.4 Jenis Rasio Keuangan Bank 1) Rasio Likuiditas Suatu bank dikatakan liquid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban utang-utangnya, dapat membayar kembali semua deposito, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Oleh karena itu, bank dapat dikatakan liquid apabila: 1) bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang digunakan untuk memenuhi likuiditasnya; 2) bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari kebutuhan likuiditasnya, tetapi mempunyai aset atau aktiva lainnya (misal surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya; dan 3) bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk hutang. Dalam rasio likuiditas, rasio yang dapat diukur antara lain: quick ratio, banking ratio, dan loans to assets ratio. a. Quick Ratio Rasio ini untuk mengetahui kemampuan dalam membiayai kembali kewajibannya kepada para nasabah yang menyimpan dananya dengan aktiva lancar yang lebih liquid yang dimilikinya. 16 b. Banking Ratio/Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kreditkredit yang telah diberikan kepada para debiturnya (Sawir, 2005 :30). c. Loan to Assets Ratio Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi permintaan para debitur dengan aset bank yang tersedia. Semakin tinggi rasionya semakin rendah tingkat likuiditasnya (Sawir, 2005 : 32). 2) Rasio Solvabilitas (Capital) Rasio permodalan sering disebut juga rasio-rasio solvabilitas atau capital adequacy ratio. Analisis solvabilitas digunakan untuk: 1) ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan; 2) sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang penjualan aset yang tidak dipakai dan lain-lain; 3) alat pengukuran besar kecilnya kekayaan bank tersebut yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya; dan 4) dengan modal yang mencukupi, memungkinkan manajemen bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut. Pada rasio permodalan, dapat diukur dengan (Sawir, 2005 : 35).: Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. 17 3) Rasio Rentabilitas Rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Pada rasio rentabilitas (keuntungan), rasio yang dapat diukur antara lain: return on assets, biaya operasi/pendapatan operasi, gross profit margin, dan net profit margin (Lukman Denda Wijaya. 2003). a. Return On Assets (ROA) Rasio ini mengukur kemampuan bank didalam memperoleh laba dan efisiensi secara keseluruhan. b. Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BO/PO) Rasio ini digunakan untuk mengukur perbandingan biaya operasi/biaya intermediasiterhadap pendapatan operasi yang diperoleh bank. Semakin kecil angka rasio BO/PO, maka semakin baik kondisi bank tersebut. c. Gross Profit Margin Rasio ini untuk mangetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba dari operasi usahanya yang murni. Semakin tinggi rasionya, semakin baik hasilnya. d. Net Profit Margin Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak (net income) ditinjau dari sudut pendapatan operasinya. 4) Rasio Resiko Usaha Bank Setiap jenis usaha selalu dihadapkan pada berbagai resiko, begitu pula didalam bisnis perbankan, banyak pula resiko yang dihadapinya. Resiko-resiko ini 18 dapat pula diukur secara kuantitatif antara lain dengan: deposit risk ratio, dan interest risk rate ratio (Lukman Denda Wijaya. 2003). a. Deposit Risk Ratio Rasio ini memperlihatkan resiko yang menunjukkan kemungkinan kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban kepada para nasabah yang menyimpan dananya diukur dengan jumlah permodalan yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. b. Interest Risk Rate Ratio Rasio ini memperlihatkan resiko yang mengukur kemungkinan bunga (interest) yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. 5) Rasio Efisiensi Usaha Untuk mengukur kinerja manajemen suatu bank apakah telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan hasil guna, maka melalui rasio-rasio keuangan disini juga dapat diukur secara kuantitatif tingkat efisiensi yang telah dicapai oleh manajemen bank yang bersangkutan. Rasio-rasio yang digunakan antara lain: leverage multiplier ratio, assets utilazation ratio, dan operating ratio (Lukman Denda Wijaya. 2003). a. Leverage Multiplier Ratio Rasio ini untuk mengukur kemampuan manajemen suatu bank didalam mengelola aktiva yang dikuasainya, mengingat atas pengunaan aktiva tetap tersebut bank harus mengeluarkan sejumlah biaya yang tetap. Semakin banyak atau semakin cepat bank mengelola aktivanya semakin efisien. 19 b. Assets Utilazation Ratio Rasio ini untuk mengukur kemampuan manajemen suatu bank didalam memanfaatkan aktiva yang dikuasainya untuk memperoleh total income. c. Operating Ratio. Rasio ini untuk mengukur rata-rata biaya operasional dan biaya non operasional yang dikeluarkan bank untuk memperoleh pendapatan. Dalam penelitian ini menggunakan rasio-rasio CAR, NPL, BOPO, dan LDR untuk mengukur pengaruh dari variabel capital, assets, earnings, dan liquidity kinerja keuangan bank karena menurut peneliti sebelumnya rasio tersebut berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan. 2.1.5 Penilaian Kesehatan Bank Menurut Metode Camel Kesehatan sebuah bank sangat dipentingkan oleh semua pihak, seperti pemilik (pemegang saham) bank, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan bank sentral yaitu Bank Indonesia selaku pembina bank-bank (Sudirman: 113). Budisantoso dan Triandaru mengartikan kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penilaian bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas serta pembina bank-bank dapat memberikan arahan bagaimana bank tersebut harus dijalankan dengan baik atau bahkan dihentikan operasinya. 20 Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penialian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank dan saat ini Bank Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan baik dari segi kualitatif dan kuantitatif. Ukuran untuk penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang RI No 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 29, yang isinya adalah (Harmono, 2011 : 114): 1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia 2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. 3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsipprinsip kehati-hatian. 21 Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang perbankan tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991 (Harmono, 2011 :114). Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut diatas kemudian dikenal dengan metode CAMEL. Karena telah dilakukan perhitungan tingkat kesehatan bank berdasarkan metode CAMEL selanjutnya dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank pada beberapa ketentuan khusus, metode tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah CAMEL Plus. Penilaian kesehatan bank meliputi 5 aspek yaitu: 1) capital, untuk rasio kecukupan modal 2) assets, untuk rasio kualitas aktiva 3) management, untuk menilai kualitas manajemen 4) earning, untuk rasio-rasio rentabilitas bank 5) liquidity, untuk rasio-rasio likuiditas bank 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Zainudin dan Jogiyanto (1999) meneliti tentang “Manfaat Raiso Keuangan dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba: Suatu Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. meneliti tentang manfaat rasio keuangan dalam mempredikasi kinerja keuangan (dilihat dari pertumbuhan laba), dengan mengambil sampel perusahaan yang terdaftar di BEJ yang mengeluarkan Laporan Keuangan Tahunan untuk tahun buku 1989-1996, mengambil sampel 15 bank pada tahun buku 1990-1992, dan 22 bank untuk 22 tahun buku 1993-1996. Menggunakan alat analisis AMOS (Anaysis of Moment Structure) dan regresi, diperoleh kesimpulan bahwa construct rasio keuangan capital, assets, management, earning, liquidity signifikan dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan perbankan untuk periode 1 tahun ke depan, sedangkan untuk 2 tahun ke depan ditemukan kenyataan rasio keuangan tingkat individu tidak signifikan. 2) Surifah (2002) meneliti tentang “Kinerja Keuangan Perbankan Swasta Nasional Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi”. Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio Capital, Assets, Management, dan Liquidity berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah krisis ekonomi dan kebanyakan rasio menunjukkan bahwa setelah krisis ekonomi justru lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis ekonomi. Namun pada aspek Earning atau kemampuan perusahaan memperoleh laba tidak berbeda secara signifikan, dan setelah krisis mengalami penurunan earning. Hal ini menunjukkan bahwa pada perbankkan yang sehat, artinya tidak dilikuidasi dan tetap menjalankan operasinya dengan selalu memperoleh laba, pengaruh krisis ekonomi tersebut malah baik jika dilihat dari aspek capital, kualitas aktiva produktif, aspek management, dan aspek liquidity, hal ini bisa jadi karena bank tersebut dapat bertahan menghadapi krisis sehingga mendapat limpahan kepercayaan dari nasabah bank lainnya yang bermasalah. Namun karena perekonomian juga belum membaik, spread negatif berkepanjangan, berfluktuasinya tingkat bunga bank, dan sector riil juga banyak mengalami kemacetan, maka meskipun aspek lainnya lebih baik setelah krisis, tetap saja aspek earning atau profitabilitas tidak meningkat, sehingga tidak berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah krisis ekonomi. 23 3) Lely (2007) dengan judul penelitian “Evaluasi Pengaruh CAMEL Terhadap Kinerja Perusahaan”. Penelitian ini dilakukan pada 17 bank dengan tahun dasar 1997-2001 dan menggunakan alat statistik regresi. Hasil penelitian menemukan bahwa CAMEL pada tahun 1996-2000 berpengaruh signifikan terhadap ROA 1998-2001. CAMEL pada tahun 1997 tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 1998. CAMEL pada tahun 1999 berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 2000. CAMEL pada tahun 2000 berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 2001. 4) Haryanto dan Prayudo (2008) meneliti tentang “Tinjauan Tentang Variabelvariabel CAMEL Terhadap Laba Usaha Pada Bank Umum Swasta Nasional”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel CAMEL yang meliputi CAR, ATM, ETA, NPL, PPAP, LEA, RORA, NPM, NIM, ROA, ROE, BOPO, LDR, dan CBSTD terhadap laba usaha Bank Umum Swasta Nasional serta untuk mengetahui variabel yang berpengaruh dominan. Penelitian ini pada periode laporan keuangan perbankan mulai triwulan akhir tahun 2000 (Oktober-Desember) hingga triwulan kedua tahun 2002 (April-Juni), hasil analisis menunjukkan bahwa empat belas variabel CAMEL yang meliputi CAR, ATM, ETA, NPL, PPAP, LEA, RORA, NPM, NIM, ROA, ROE, BOPO, LDR, dan CBSTD mempunyai hubungan dan pengaruh simultan terhadap laba usaha pada Bank Umum Swasta Nasional. Hasil metode regresi stepwise menunjukkan bahwa tujuh variabel CAMEL yang meliputti ROA, ROE, ETA, NPM, BOPO, NIM, dan LDR berpengaruh signifikan terhadap laba usaha pada Bank Umum Swasta Nasional, dan ditunjukkan pula dengan uji t bahwa CAR, ATM, NPL, 24 PPAP, LEA, RORA, dan CBSTD tidak berpengaruh signifikan terhadap laba usaha Bank Umum Swasta Nasional (Tbk.). 5) Ziyad (2010) melakukan penelitian dengan judul penelitian “Analisis Perbandingan Kinerja Bank Umum Sebelum dan Sesudah Terbitnya Fatwa Haramnya Bunga Perbankan oleh MUI”. Berdasarkan hasil perhitungan rasio keuangan perbankan pada bank Muamalat Indonesia hanya Net Interest Margin (NIM) saja yang kondisinya menurun, walaupun masih dalam kondisi sehat menurut kriteria Bank Indonesia. Menurut peneliti, hal ini kemungkinan disebabkan karena porsi pembiayaan jangka panjang dengan sistem musyarakah yang semakin meningkat dibandingkan sistem jual beli atau margin. Selain itu, secara keseluruhan terdapat perbedaan positif kinerja keuangan bank Muamalat sebelum dan sesudah fatwa MUI tentang suku bunga. 6) Luciana, Winny, dan STIE PERBANAS Surabaya (2005) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Lembaga Perbankan Periode 2000-2002”. Penelitian ini menggunakan metoda statistik yaitu regresi logistik. Hail penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang mengalami kebangkrutan. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, dan BOPO secara statistik berbeda untuk kondisi bank yang bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang yang tidak bangkrut dan tidak mengalami kondisi kesulitan keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan CAR dan BOPO yang secara statistik 25 signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan. 7) Septiawan (2010) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Rasio CAMELS Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Pada Bank Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Selama Periode 2004-2009)”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh rasio CAMELS terhadap harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa secara bersama-sama rasio CAMELS yang terdiri dari variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Earning Per Share (EPS), Non-Performing Loan (NPL),Operating Expense to Operation Income (BOPO) , dan Loan To Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap harga saham. Besarnya pengaruh cukup besar hal tersebut dapat dilihat dari nilai R square yang lebih dari 50%,. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya di luar penelitian, seperti Return on Asset, Deviden Per Share, dan Return on Equity. Secara parsial variabel CAR, EPS, dan LDR berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan variabel NPL dan BOPO tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hal ini dikarenakan manajemen kurang berhati-hati dalam hal memberikan kredit kepada nasabah dan juga kinerja manajemen kurang efisien dalam meminimumkan biaya seoptimal mungkin. 8) Rindy dan Tintri (2010) meneliti tentang “Effect On The Quality Of Earnings Ratio CAMEL (Case Study Of Registered Commercial Banks In Indonesia Stock Exchange)”. Dalam penelitian ini peneliti akan membahas tentang ada atau tidaknya pengaruh CAR, NPL, ROA, ROA, dan LDR pada kualitas rasio pendapatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 26 berupa laporan keuangan bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2004-2008 , dan memiliki laporan keuangan yang komprehensif. Dari 28 data yang tersedia, hanya 15 bank yang memenuhi kriteria untuk penelitian ini. dalam metode penelitian adalah metode analisis yang digunakan regresi linier berganda dengan SPSS 17. Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian inimenunjukkan bahwa rasio CAMEL (CAR, ROA, BOPO, NPL dan LDR) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba industri perbankan di Indonesia. Sedangkan secara parsial hanya rasio ROA yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba industri perbankan di Indonesia. 9) Faisol (2007) meneliti tentang “Analisis Kinerja Keuangan Bank Pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.”. Penelitian ini menggunakan alat analisis rasio likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas. Dalam penelitian ini rasio likuiditas yang diwakili rasio likuiditas wajib minimum atau reserve requirement(RR) pada tahun 2004, 2005, 2006 menunjukkan hasil sebesar 7,85%, 16,48%, 17,21%yang berarti telah memenuhi standar yang telah ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, ini berarti rasio RR dapat dikatakan baik. Rasio Rentabilitas yang diwakili rasio Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), diperoleh ROA tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 0,93%, 1,86%, dan 1,93%, sedangkan ROE tahun 2004, 2005, dan 2006 diperoleh hasil 14,26%, 18,09%, dan 20,49%, yang berarti kedua rasio tersebut meningkat setiap tahunnya dan mengalami kecenderungan membaik. Rasio Solvabilitas diwakili oleh rasio kecukupan modal atau Capital Adquecy Ratio (CAR) memperlihatkan pada tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 14,58%, 47,58%, dan 40,90%, yang berarti telah memenuhi standar Bank Indonesia sebesar 8% sehingga dapat 27 dikatakan baik. Melalui perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia (BMI) belum baik adalah tidak terbukti. 10) Yuliani (2007) dengan penelitian yang berjudul “Hubungan Efisiensi Operasional Dengan Kinerja Probabilitas Pada Sektor Perbankan Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Berdasarkan hasil statistik deskriptif dari sampel penelitian perbankan menunjukkan rata-rata MSDN sebesar 13,73%, rata-rata BOPO sebesar 89,51%, rata-rata CAR 20,20% dan rata-rata LDR 62,97%. (2) Dalam tiga periode pengamatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 keseluruhan perbankan yang menjadi sampel penelitian mempunyai MSDN, BOPO, CAR dan LDR yang berfluktuasi hamper setiap tahun. (3) MSDN tertinggi adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan terendah dimiliki PT. Bank Eksekutif International Tbk. BOPO yang sudah memenuhi standar BI adalah milik PT. Bank Niaga Tbk sedangkan bank yang tidak efisien dengan BOPO tinggi adalah PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk. PT. Artha Graha International Tbk memiliki rata-rata CAR tertinggi dan PT. Bank Century Tbk memiliki rata-rata CAR terendah. PT. Bank Bumiputera Indonesia Tbk memiliki LDR yang bagus dan PT. Bank Century Tbk memiliki LDR yang masih jauh dibawah ketentuan BI. 4. Berdasarkan hasil perhitungan besarnya koefisien determinasi R2 adalah 0,792 yang berarti bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini secara bersama-sama/simultas mampu memberikan kontribusi terhadap variabel terikatnya (ROA) adalah 79,2%, sedangkan sisanya sebesar 20,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. (5) 28 Berdasarkan hasil uji parsial bahwa variabel BOPO dan CAR berpengaruh signifikan terhadap ROA. Sedangkan MSDN dan LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Perbedaan yang terjadi pada penelitian ini jika melihat 25 emiten perbankan yang menjadi sampel penelitian secara keseluruhan memiliki LDR yang belum sesuai dengan ketentuan standar BI. Bahwa LDR sehat suatu bank jika rasio ini berkisar antara 85%-110%, sedangkan secara ratarata tahunan LDR hanya 60,54% (2004), 63,77 (2005) dan 64,60% (2006). Selain itu perbedaan ini mungkin disebabkan oleh periode pengamatan yang pendek. Vought dan Vu (2000) mengemukakan bahwa periode pengamatan yang panjang akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan periode pengamatan yang lebih pendek. 11) Suardana (2009) meneliti tentang “ Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Return Saham”. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan rasio keuangan CAMEL berpengaruh positif terhadap return saham. Secara parsial hanya rasio CAR (Capital Adequacy Rasio) yang berpengaruh positif terhadap return saham. Rasio lainnya Return on Risked Assets (RORA), Operating Expence to Operating Income(OEOI/BOPO), Earning Per Share (EPS), dan Loan to Deposits Rasio (LDR) tidak berpengaruh terhadap return saham. 12) Payamta dan Mas’ud (1999) meneliti tentang “Evaluasi Kinerja Perbankan Sebelum dan Sesudah Menjadi Perusahaan Publik Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Penelitian ini menggunakan metode Wilcoxon Signed Ranks Test dan uji Manova. Dari penelitian ini, berdasarkan hasil uji hipotesis tentang perbedaan rasio-rasio CAMEL pada laporan keuangan bank-bank yang go public antara tahun-tahun sebulum dan sesudah IPO, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan 29 kinerja bank yang signifikan untuk tahun-tahun sebelum dan sesudah IPO. Meskipun beberapa rasio CAMEL (CAR, RORA, dan CML) member indilasai adanya perbedaan kinerja yang signifikan untuk tahun-tahun sebelum dan sesudah IPO, namun perbedaan kinerja tersebut sifatnya hanya temporer dan tidak konsisten. 13) Anita dan Rahadian (2003) meneliti tentang “Analisis Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di Indonesia”. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kinerja bank devisa dan bank non devisa. Hasil dari penelitian ini adalah dengan kondisi perbankan yang sangat dinamis, hasil pengujian saat ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat perbedaan kinerja antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROA, ROE dan LDR. Hal ini kemungkinan terjadi karena bank devisa tidak secara maksimal memanfaatkan peluang memperoleh laba dari transaksi dengan mempergunakan mata uang asing. Faktor lain adalah besarnya kredit macet yang dimiliki oleh bank devisa akibat melambungnya tingkat suku bunga bank. Sedangkan hasil dari uji statistik untuk tahun 2001 juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja antara bank devisa dengan bank non devisa jika dilihat dari ROA dan ROE. Sedangkan untuk indikator LDR hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara bank devisa dan non devisa. Hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, yang diikuti penurunan tingkat suku bunga perbankan sehingga berdampak positif untuk sektor perbankan. 14) Sri, Susi, dan Universitas Gunadarma (2003) meneliti tentang “Analisis Kinerja Keuangan Mengenai Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL (Studi Kasus Pada PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. dan PT. 30 Bank Bukopin Tbk. Periode 2006-2008)”. Dalam penelitian ini, objek yang penulis analisis yaitu PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT. Bank Bukopin Tbk, dimana data yang digunakan yaitu data sekunder periode 20062008 yang didapat dari BI, Internet dan situs-situs yang berhubungan dengan penelitian. Berdasarkan perhitungan dan analisis dengan menggunakan rasio CAMEL yang sudah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT. Bank Bukopin Tbk dapat dikatakan sebagai bank yang sehat. Walaupun kedua bank tersebut tergolong sebagai bank yang sehat, tetapi jika dibandingkan tingkat kesehatannya antara kedua bank tersebut, maka PT. Bank Bukopin Tbk lebih sehat dibandingkan dengan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Hal ini dapat dilihat dari aspek Asset, Management, Earning, dan Liquidity yang dimiliki oleh PT. Bank Bukopin Tbk lebih baik daripada yang dimiliki oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 15) Endi (2009) meneliti tentang “Analisis Kinerja Bank Swasta Nasional Devisa Dan Non Devisa Di Indonesia”. Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja bank devisa dan bank non devisa berbeda secara signifikan dilihat dari rasio LDR, dimana bank non devisa memiliki rata-rata rasio LDR lebih tinggi dari bank non devisa. Hal ini menunjukkan bahwa bank non devisa menjalankan fungsi intermediasi lebih baik dibandingkan bank devisa. Kinerja bank devisa dan bank non devisa berbeda secara signifikan dilihat dari rasio NIM, dimana bank non devisa memiliki rata-rata rasio NIM lebih tinggi dari bank non devisa. Hal ini menunjukkan bahwa bank non devisa mampu memperoleh bunga dalam memanfaatkan aktiva yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan bank devisa. Secara keseluruhan selama periode tahun 2000 sampai dengan 2008, bank non 31 devisa memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan bank devisa dilihat dari rasio ROA, BOPO, LDR, NPL, dan NIM, hanya untuk rasio CAR saja bank devisa lebih unggul dibandingkan bank non devisa. Kinerja bank devisa dan non devisa selama tahun 2000 sampai dengan 2008 semakin membaik, tetapi fungsi intermediasi belum berjalan optimal, hal ini dapat dilihat dari rasio LDR yang pertumbuhannya masih lambat. 16) Nimalathasan (2008) dengan penelitian yang berjudul “A Comparative Study of Financial Performance of Banking Sector in Bangladesh-An Application of CAMELS Rating System”. Penelitian ini dimulai dari studi perbandingan kinerja keuangan sektor perbankan di Bangladesh yang menggunakan sistem penilaian CAMELS dengan 6562 Cabang dari 48 Bank di Bangladesh dari tahun keuangan 1999-2006. Penelitian ini menunjukkan bahwa tiga bank mendapatkan nilai sangat memuaskan (kuat), tiga puluh satu bank mendapat nilai memuaskan, tujuh bank mendapat nilai rata-rata (standar), lima bank dinilai tidak memuaskan, dan dua bank mendapatkan nilai sangat tidak memuaskan. 17) Jean, Michel, dan Mehdi (2009) meneliti tentang “Determinants of Banking distress and Merger as Strategic Policy to Resolve Distress”. Penelitian ini mengembangkan model logit ekonometrik untuk mengidentifikasi satu set indikator yang spesifik dan faktor makroekonomi yang berkaitan dengan distress bank individu dan dinilai kemungkinan marabahaya bank di kawasan MENA. Untuk secara rasional memilih variabel bank tertentu, kita secara luas diadopsi rasio keuangan dari literatur empiris pada industri perbankan dan terkait dengan sistem penilaian CAMEL. Hasil dari model logit menunjukkan bahwa bank faktor spesifik memiliki dampak signifikan terhadap kemungkinan marabahaya 32 bank. Namun dari faktor makro yang digunakan, hanya pertumbuhan PDB secara signifikan meningkatkan tekanan bank individu. Namun, indikator kebijakan moneter lainnya seperti suku bunga riil dan CPI tidak muncul secara signifikan meningkatkan tekanan perbankan di negara-negara MENA. Mengingat bahwa perkembangan ekonomi global mempengaruhi probabilitas dan waktu kegagalan bank, secara signifikan meningkatkan tekanan perbankan di negara-negara MENA. Mengingat bahwa perkembangan ekonomi global mempengaruhi probabilitas dan waktu kegagalan bank, perbankan peraturan dan pengawasan juga harus memperhitungkan pengaruh perkembangan makroekonomi pada individual bank (yaitu, menilai eksposur lembaga keuangan untuk guncangan sistemik) untuk membuat sistem perbankan lebih kuat. 18) Prasad, Ravinder, dan Maheshwara (2011) meneliti tentang “A CAMEL Model Analysis Of Public & Private Sector Banks In India”. Penelitian ini menggunakan semua bank sektor publik dan tiga belas bank swasta. Penelitian ini dilakukan untuk menguji ketahanan ekonomi dari sampel tiga puluh sembilan bank di India menggunakan metode CAMEL. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, karur vysya bank yang berdiri di posisi teratas dalam hal kecukupan modal dan kualitas aset. Kedua, di depan efisiensi manajemen merupakan bank yang berada di posisi paling atas. Ketiga, Dalam konteks bank kualitas laba AXIS diposisikan pada awalnya. Keempat, dalam hal likuiditas BOB berkelanjutan posisi teratas. Kelima, Tabel kinerja secara keseluruhan menunjukkan bahwa, bank Karur vysya berada pada peringkat pertama diikuti oleh bank Andhra, bank Baroda, bank P & S, bank serikat kota dan Bank Korporasi, bank Punjab nasional. Bank sektor publik terbesar di India 33 SBI penarikan ke-36 posisi dan ICICI ditempatkan di 24. Terakhir, di bawah lima, bank sentral India berada di posisi terakhir, setelah bank lain UCO bank, bank Maharashtra, negara bagian tepi India dan Karnataka Bank Ltd. 19) Mustafa (2009) meneliti tentang “An Analysis of the Northern Cyprus Banking Sector in the Post – 2001 Period Through the CAMELS Approach”. Penelitian ini menganalisis sektor perbankan TRNC dalam periode pasca-2001 untuk menilai kinerja sektor ini setelah krisis perbankan TRNC tahun 2000-2001 melalui pendekatan CAMELS. Dari hasil analisis CAMELS, menunjukkan bahwa komponen profitabilitas dan kualitas manajemen bank telah meningkat di sektor perbankan TRNC sejak krisis sedangkan tingkat kecukupan modal, kualitas aset dan likuiditas menurun, yang menyebabkan meningkatnya kekhawatiran mengenai masa depan sektor perbankan. 20) Mihir dan Annyesha (2005) meneliti tentang “A CAMELS Analysis of the Indian Banking Industry”. Penelitian ini menggunakan metode CAMELS untuk mengalisis kinerja perbankan di India. Penelitian ini menunjukkan bank-bank swasta/asing memiliki hasil yang lebih baik daripada bank sebagian besar bank sector publik yang ada. Dua faktor yang berkontribusi untuk kinerja yang lebih baik dari bank swasta/asing yaitu manajemen tingkat kesehatan dan laba dan profitabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank sektor publik harus beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kondisi pasar agar dapat bersaing dengan bank swasta/asing. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam kebijakan kredit, layanan pelanggan, kemudahan akses dan adopsi dari layanan TI dalam sistem perbankan mereka. Bank sektor publik harus meningkatkan kebijakan kredit pinjaman mereka sehingga untuk meningkatkan kualitas aset 34 dan profitabilitas. Bank perlu untuk terus memantau kesehatan dan profitabilitas peminjam bank, sehingga risiko aktiva non-performing menurun. Bank juga harus meningkatkan pemasaran dan strategi distribusi untuk menarik pelanggan dan menyediakan layanan pelanggan yang lebih baik. Bank juga harus mengambil langkah untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas karyawan. 21) Wirnkar, Dept. of Accounting, Faculty of Social Science, Gombe State University, dan Gombe (2009) meneliti tentang “Camel Based Derived W-Score Function For Banks Performance Evaluation : An Urgent Necessity”. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Penelitian ini didasarkan pada koefisien dari rasio terbaik untuk CAMEL yang sekarang CLEAM seperti dalam Wirnkar dan Tanko (2008) di SSRN-id1150968. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan fungsi berasal berbasis CAMEL dikenal sebagai fungsi WScore. Fungsi W-Skor berasal dari rasio terbaik di masing-masing komponen CAMEL. Fungsi ini dapat menangkap kinerja holistik dari sebuah bank. Fungsi W-Score (WS (fn) = 0,197834192 0.197883635L 0.20886579C-L-0.197730975A-0.197685405M. Peneliti menyimpulkan bahwa W-Skor dari 5,53 dan di atas menunjukkan bahwa bank merupakan salah satu bank dengan kinerja terbaik dalam hal apapun . Di sisi lain, bank melakukan rata-rata akan memiliki W-Skor dari 1,218 sementara bank sangat lemah atau bank mengalami gejala tekanan akan memiliki W-Skor dari -0,014 peneliti menyimpulkan bahwa setiap bank dengan penurunan W-Skor menandakan masalah yang mengkhawatirkan margin keamanan untuk setiap komponen dalam CAMEL. 35 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1) variabel capital, assets, earnings dan liquidity mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan secara simultan. 2) variabel capital, assets, earnings, dan liquidity mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan secara parsial. 36