BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EPIDEMIOLOGI DAN INDIKASI DARI HISTEREKTOMI 3 Pada saat ini, histerektomi merupakan operasi mayor kedua yang paling sering dilakukan pada wanita di Amerika Serikat, mengikuti operasi Seksio Sesarea. Lebih dari 600.000 histerektomi dilakukan setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan biaya rata-rata 5 juta dolar. Namun terdapat angka penurunan yang berarti dalam beberapa dekade terakhir sekitar 10,4 dari 100 wanita pada tahun 1975 sampai 6 per 1000 wanita pada tahun 1997, menjadi 5,4 per 1000 wanita pada tahun 2002 dan 2004.. Penjelasan yang dapat diambil dari fenomena tersebut adalah dikarenakan adanya perubahan dari sikap wanita dan dokter dalam menyikapi tindakan histerektomi tersebut dan didapatkan peningkatan terapi alternatif lain terhadap kelainan ginekologi. Pada beberapa dekade ini, perkembangan operasi histerektomi telah berkembang secara pesat. Sekitar dua pertiga histerektomi dilakukan perabdominal di Amerika Serikat dan telah berubah dalam dua dekade terakhir ini dikarenakan ditemukan keuntungan yang lebih pada pendekatan prosedur pervaginam dan perlaparoskopik, yang berupa lama rawatan, lama penyembuhan dan biaya yang diperlukan. Angka rata-rata dari histerektomi laparoskopi meningkat sekitar 0,3 % pada tahun 1990 menjadi 11,8% di tahun 2003. Sekitar 5,5 % dari histerektomi, mulut rahim dipreservasi (subtotal histerektomi). Universitas Sumatera Utara 2.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN HISTEREKTOMI 3 Faktor yang ikut mempengaruhi tingkat angka histerektomi disamping indikasi medis adalah diantaranya : paritas, kesehatan yang rendah, menarche dini, peningkatan BMI, , status merokok, sosioekonomis yang rendah, geografi, dan faktor tenaga kesehatan. Usia juga mempunyai peranan penting dalam histerektomi. Beberapa penelitian juga menunjukkan perbedaan ras sangat berpengaruh terhadap tingkat kejadian histerektomi, antara wanita berkulit hitam dan berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan karena angka kejadian leiomioma sangat tinggi di wanita dengan ras kulit hitam. Walaupun hubungan antara tingkat histerektomi dengan berbagai faktor belum sangat jelas, namun beberapa faktor telah ditetapkan berupa : usia, geografi, sosioekonomi dan faktor tenaga kesehatan. 2.2.1 Usia 3 Prevalensi histerektomi di Amerika Serikat meningkat sejalan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun, dan kemudian menurun. Pada usia reproduksi ( 18-44) tahun, angka histerektomi mencapai 18 % dan pada usia 75 tahun mencapai 48%. Usia juga memegang peranan penting terhadap indikasi dari histerektomi itu sendiri. Universitas Sumatera Utara 2.2.2. Variasi Geografis3 Prevalensi histerektomi juga berbeda dari setiap negara. Prevalensi histerektomi sangat tinggi di negara Amerika Serikat dan Australia yang merupakan 2 x lipatnya dari negara Norwegia, Denmark dan Italia. Begitu juga dengan rute dari histerektomi itu sendiri berbeda dari negara dengan negara yang lain. Sebagai contoh, proporsi dari hiterektomi perabdominal di Australia sekitar 46%-52 % dibandingkan dengan 80% di negara Inggris, dan 90% di Turki. Perbedaan tersebut belum dapat dijelaskan, namun dianggap karena adanya perbedaan sistem kesehatan dan kemampuan tenaga kesehatan itu sendiri. 2.2.3. Faktor Sosioekonomi3 Rendahnya tingkat sosioekonomi berhubungan erat dengan peningkatan prevalensi histerektomi yang didapatkan data dari berbagai penelitian. Sebagai tambahan obesitas dan merokok juga mempunyai hubungan yang sama. Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa hubungan antara rendahnya sosioekonomi dengan meningkatnya histerektomi. Namun penelitian lain di Inggris pada tahun 1920 dan 1930 menunjukkan hal yang sebaliknya. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan adanya perbedaan sistem kesehatan, perbedaan keputusan antara wanita dengan dokter, budaya yang berhubungan dengan infertilitas yang selalu berubah dari waktu ke waktu. 3,4 Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Faktor Tenaga Kesehatan3 Faktor ini dianggap berperan dengan tingkat prevalensi histerektomi, termasuk di dalamnya jenis kelamin, jenis praktek, dan pengalaman kerja dari tenaga kesehatan itu sendiri. 2.3. INDIKASI HISTEREKTOMI Secara garis besar, adapun indikasi dilakukannya tindakan histerektomi adalah untuk mengobati keluhan seperti: nyeri, pendarahan, dan ataupun keduanya. Berdasarkan perkiraan, leiomioma, prolapsus organ panggul dan endometriosis adalah indikasi yang paling sering dilakukan, sebanyak 70% dari semua tindakan histerektomi. 3 Tabel.1 Perkiraaan persentase Histerektomi : Amerika Serikat 2000-20045 Indikasi Hiperplasia Tahun Mioma Kanker Prolapsus Lain- uterus lain* Endometriosis endometrium uterus 2000 8,9 2,3 44,2 15,3 15,5 13,6 2001 9,2 2,4 39,0 20,1 15,1 14,2 2002 9,2 2,6 41,6 17,8 13,5 15,4 2003 9,2 3,1 39,8 18,3 14,0 15,7 2004 9,4 3,0 38,7 17,1 14,5 17,3 9,2 2,7 40,7 17,7 14,5 15,2 Ratarata *Termasuk di dalamnya displasia dan kelainan menstruasi Adaptasi dari Whiteman MK, Hillis SD, Jamieson DJ, et al : Inpatient Hysterectomy Surveillamce in United States, 2000-2004. Am J Obstet Gynecol 2008;198-34 Universitas Sumatera Utara Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, usia memegang peranan penting dalam hubungannya dengan tindakan histerektomi. Pada usia reproduksi, mioma uterus, dan iregularitas dari menstruasi adalah indikasi terbanyak. Di usia post menopause, prolapsus organ panggul, premalignansi dan malignansi tumor adalah indikasi terbanyak. Pada tahun 1997-2005, angka kejadian histerektomi untuk mioma uterus menurun walaupun angka kejadian perdarahan menstruasi, endometriosis dan nyeri meningkat. Hal ini mungkin dikarenakan adanya pengobatan aternatif lain terhadap penyakit ini tanpa perlu dilakukannya histerektomi. 3 Secara umum, sebelum dilakukan tindakan histerektomi, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :3 1. Pasien harus punya keturunan 2. Telah dilakukan terapi medis ataupun tindakan non operasi yang adekuat 3. Pemeriksaan telah dilakukan untuk mengetahui penyebab di luar rahim yang menyebabkan gejala yang dialami pasien atau berbagai penyebab yang dapat mengakibatkan tindakan histerektomi tidak tepat 4. Jika memang terdapat indikasi histerektomi, maka keganasan harus dapat disingkirkan 5. Persetujuan tindakan medis harus dilakukan termasuk di dalamnya keuntungan dan kerugian dari histerektomi dan dilakukan diskusi Universitas Sumatera Utara Rekomendasi : 1 Penyakit Jinak • Leiomioma : untuk mioma yang memiliki gejala, histerektomi akan memberikan solusi tehadap menorargia dan gejala penekanan yang diakibatkan oleh pembesaran rahim (I-A • Perdarahan uterus abnormal : lesi endometrium harus disingkirkan dan pengobatan alternatif harus dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama. (III-A) • Endometriosis : histerektomi sering diindikasikan karena adanya gejala yang berat dengan kegagalan terapi dengan pengpbatan dan fertilitas tidak lagi diinginkan. (I-B) • Relaksasi Pelvic : pembedahan dengan histerektomi pervaginam menjadi indikasi yang bagus. (II-B) • Nyeri Panggul : pendekatan multidisiplin sangat direkomendasikan, sebab sangat sedikit evindense dari histerektomi yang dianggap dapat mengobati dismenorea atau penyakit panggul yang lainnya (II-C) Penyakit pre-invasive : • Histerektomi diindikasikan terhadap hiperplasia endometrium dengan atipia . (I-A) • Intraepitelial neoplasia servikal tidak merupakan indikasi untuk histerektomi (I-B) Universitas Sumatera Utara • Simpel histerektomi sebagai pengobatan pilihan terhadap adenokarsinoma serviks insitu ketika penyakit invasive telah disingkirkan. (I-B) Penyakit Invasive: • Histerektomi telah diterima sebagai pengobatan ataupun prosedur staging untuk karsinoma endometrium. dapat berperan sebagai staging ataupun pengobatan terhadap karsinoma serviks, epitel ovarium dan tuba falopi. (II-B) Kondisi Akut : • Histerektomi diindikasikan sebagai pengobatan terhadap perdarahan post partum yang tidak tertangani setelah pemberian medikamentosa dilakukan. (II-B) • Abses Tubo Ovarium yang telah ruptur atau tidak respon dengan pemberian antibiotik dapat diterapi dengan histerektomi dengan bilateral salphingo-oophorektomi pada beberapa kasus (I-C) • Histerektomi diperlukan pada kasus menorargia yang akut sebagai pertimbangan lain dengan terapi medikamentosa. (II-C) Indikasi lain : • Konsultasi dengan ahli onkologi atau genetik diperlukan dalam mempertimbangkan histerektomi dan oophorektomi propilaktik pada riwayat keluarga dengan kanker ovarium (III-C) Universitas Sumatera Utara Pendekatan Pembedahan : • Rute vaginal menjadi pilihan pertama untuk semua kondisi jinak. Pendekatan laparoskopik harus dipertimbangkan. 2.4. PEMILIHAN RUTE HISTEREKTOMI 6 Pemilihan rute histerektomi ini didasarkan kepada individualisasi pasien itu sendiri dan indikasi pembedahan. Faktor yang sangat penting dalam hal ini adalah tingkat keparahan penyakit dan perlunya prosedur tambahan, resiko dan keuntungan histerektomi itu sendiri, pilihan pasien, kompetensi ahli bedah, dan tersedianya fasilitas. Dalam memilih rute histerektomi, ahli bedah harus memikirkan beberapa faktor yang diantaranya : 1. Akses apa yang terbaik yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakit sehingga memerlukan histerektomi? 2. Rute manakah yang paling aman terhadap pasien? Teknik yang mana yang memiliki resiko paling kecil terhadap pasien? 3. Adakah tindakan spesial atau tindakan tambahan yang masih diperlukan? Dan akses mana yang terbaik terhadap tindakan tersebut? 4. Tindakan mana yang terbaik yang dapat dilakukan sehingga pasien cepat sembuh? 5. Apakah pasien setuju setelah mendapat penjelasan terhadap prosedur tindakan ini? Universitas Sumatera Utara Adanya penyakit tambahan diluar uterus, misalnya penyakit adneksa, endometriosis, tumor pada Kavum Douglas, atau adhesi pelvis menjadi penghalang dilakukannya histerektomi per abdominal. Oleh karena itu diagnosa ataupun pemeriksaan diperlukan sebelum dilakukannya tindakan tersebut, yaitu laparoskopi yang kemudian diikuti dengan tindakan histerektomi pervaginal. Laparaskopi operatif yang dilakukan terhadap rahim masih menjadi perdebatan mengenai indikasi yang tepat dan keuntungan dan kerugiannya bila dibandingkan dengan tipe histerektomi yang lain. Universitas Sumatera Utara Gambar 1 Pemilihan Rute Histerektomi6 Tindakan Histerektomi untuk Kelainan Ginekologis Aksesbilitas uterus Tindakan Histerektomi untuk Kelainan Ginekologis Iya tidak Uterus < 280 gr (<12 minggu) Adanya kemungkinan dilakukan histerektomi laparoskopi Iya tidak Iya Iya Histerektomi laparoskopi tidak Dapat diakukan pengecilan massa Patologi berada pada uterus tidak Histerektomi Pervaginam Pencarian ekstrauterine patologi Abdominal histerektomi Atau Atau Tidak Laparoskopi operatif jika diperlukan Adanya endometriosis berat dengan adhesi Aksesbilitas dari Cul-De-Sac Iya Tidak tidak Iya Pemeriksaan Laparoskopi Iya Iya Tidak Iya Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Perbandingan antara Rute Histerektomi6 Histerektomi Vaginal Histerektomi Laparaskopi Versus Abdominal Versus Laparoskopi Versus Abdominal Histerektomi Histerektomi Histerektomi Rawat inap yang singkat Cepat Waktu operasi yang Pemulihan yang lebih lebih singkat kembali ke cepat untuk kembali ke aktifitas normal. aktivitas yang normal Rawat inap yang Penurunan singkat,Jumlah darah kejadian demam angka yang hilang lebih sedikit, penurunan Hb juga sangat sedikit Penurunan kejadian demam dan infeksi luka yang sedikit Waktu operasi relatif lama namun tingginya kejadian trauma kandung kencing dan ureter Berdasarkan review dari Cochrane, telah ditetapkan bahwa histerektomi pervaginam menjadi rute dalam melakukan histerektomi.7 Universitas Sumatera Utara 2.5. KOMPLIKASI HISTEREKTOMI Penelitian dari Maryland Women’s Health, penelitian kohort prosepective dari 1299 wanita yang dilakukan histerektomi untuk penyakit yang bukan keganasan, dilaporkan 66,8% dari pasien memiliki satu atau lebih dari komplikasi sedang, 11,1% memiliki satu atau lebih dari komplikasi berat, dan hanya 0,7% yang mendapatkan komplikasi berat. (kjerulff et al 200a). Kunjungan ulangan ke rumah sakit yang berkaitan dengan histerektomi sekiar 4% dalam tahun pertama. Dengan alasan yang paling sering adalah komplikasi luka operasi, perlengketan karena operasi, sumbatan saluran pencernaan, dan masalah dari saluran kemih. 8 Angka rata-rata komplikasi sangat bervariasi tergantung dari rute histerektomi itu sendiri. Angka komplikasi yang paling rendah adalah simpel vagina histerektomi, walaupun komplikasi itu sendiri akan meningkat bersamaan dengan tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki prolaps. Penelitian yang membandingkan antara laparoskopi dengan histerektomi abdominal dan antara laparoskopi dengan histerektomi pervaginam untuk penyakit non keganasan ( Garry et al, 2004). Sebanyak 1346 pasien yang dilakukan operasi, uterus dengan besar lebih dari usia kehamilan 12 minggu dan prolapsus uterus dengan grade 2 atau lebih di singkirkan. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. menunjukkan komplikasi yang terjadi. 9 Abdominal Abdominal Vaginal Laparoskopi Vaginal Laparaskopi Histerektom Histerektomi Komplikasi histerektomi histerektomi (%) (%) i (%) (%) 6,2 7,2 5,4 6,7 - 3,9 4,2 6,7 2,4 4,6 2,9 5,1 Cedera usus 1 0,2 0 0 Cedera ureter+ 0 0,9 0 0,3 1 2,1 1,2 0,9 2,1 2,4 1,8 3,9 Sedikitnya komplikasi mayor * Konversi intraoperative menjadi laparotomi Perdarahan banyak Cedera kandung kencing Lain-lain - *selain konversi intraoperatif menjadi laparotomi +perdarahan banyak didefenisikan perdarahan yang membutuhkan transfusi darah -termasuk di dalamnya komplikasi anastesi, kembali ke ruang operasi, hematoma, wound dehiscense. Universitas Sumatera Utara Penelitian ini juga memperlihatkan keuntungan yaitu rasa sakit yang sedikit, rawatan lebih singkat, penyembuhan yang cepat dan meningkatnya kualitas hidup pada pasien degan histerektomi laparoskopi.9 Komplikasi intraoperative yang paling serius dari histerektomi adalah perdarahan dan cedera dari saluran kemih bagian bawah. Dengan defenisi perdarahan adalah kehilangan darah lebih dari 1000 ml atau dengan kriteria perdarahan yang memerlukan transfusi darah. Dengan menggunakan defenisi tersebut, perdarahan pada saat histerektomi berkisar antara 1 % sampai 3%. Perdarahan setelah operasi biasanya terjadi dari pembuluh darah dari uterus dan ovarium. Perdarahan arteri dari vagina biasanya dari ikatan arteri uterina yang terlepas. Perdarahan dari vena dapat menyebabkan hematoma panggul. Berdasarkan riview sistematis dari Cochrane, angka transfusi antara abdominal, vaginal atau laparoskopi, subtotal histerektomi memiliki angka yang paling rendah dalam perdarahan. Resiko perdarahan meningkat dengan adanya endometriosis , keganasan, pembesaran uterus dengan mioma (> 500gr) dan adanya massa pelvic yang ditemukan durante operasi. 9 2.5.1. Demam dan infeksi intraoperative10 2.5.1.1 Demam Komplikasi post operatisi yang paling sering adalah demam yang terjadi sekitar 10%-20% wanita. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai alasan : 1) infeksi pada area operasi, 2) infeksi dari tempat yang jauh dari Universitas Sumatera Utara area operasi, 3) penyebab yang tidak diketahui. Demam dapat mengakibatkan peningkatan lama rawatan sekitar 1 sampai 2 hari. Demam yang tidak hilang dengan tanda dan simptom dan adanya temuan laboatorium dengan sangkaan berasal dari area operasi, membutuhkan antibiotik. 2.5.1.2. Infeksi pada Area Operasi 10,11,12 Walaupun data yang ada sangat bervariasi, namun infeksi pada daerah operasi histerektomi berkisar antara 3%-5%, dan meningkat 12% pada wanita obese. Faktor pasien yang dapat meningkatkan infeksi pada area operasi : obesitas, usia, kondisi medis, kehilangan darah, trauma jaringan, malnutrisi, merokok, flora normal pada vagina, immunosupresif (Walsh et al, 2009; Boesch and Umek,2009). Faktor yang mempengaruhi wanita obese menyebabkan peningkatan angka infeksi dikarenakan : sedikitnya vaskularisasi subtcutaneus, peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan regangan pada jahitan luka operasi, pertumbuhan bakteri pada kulit, angka prevalensi hiperglisemia, lamanya operasi, dan penurunan kadar antibiotik profila ksis pada jaringan ( walsh et al, 2009). Rute histerektomi juga sangat berperan: Rievie Cochrane (Nieboer et al 2009) melaporkan bahwa histerektomi vagina memiliki angkat komplikasi demam dan infeksi yang paling sedikit dibandingkan dengan histerektomi abdominal (OR 0,42). Dan histerktomi laparoskopi lebih sedikit infeksi dinding abdomen dibandingkan dengan histerekotomi abdominal (OR 0,31). Universitas Sumatera Utara 2.5.2.Trauma Saluran Kemih bagian bawah10 Termasuk di dalamnya trauma kandung kencing, trauma ureter, trauma urethral, fistula vesikovagina, sekitar 0,5%-3% dari tindakan histerektomi. Terdapat peningkatan kejadian trauma saluran kemih bagian bawah pada wanita dengan riwayat operasi seksio sesarea, penyakit panggul, kehamilan, keganasan. Sistematis review dari 27 penelitian memperlihatkan mengalami histerektomi resiko trauma laparoskopi saluran memiliki kemih resiko dibandingkan 2,6 kali dengan histerektomi perabdominal. 2.5.3. Trauma kandung kencing 10 Trauma kandung kencing yang terjadi pada histerektomi sekitar 0,5-2% dari semua kasus. Beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan trauma kandung kencing pada histerektomi pervaginam, namun penelitian lainnya tidak. Trauma kandung kencing terjadi karena ligasi, trauma panas dan kauter, atau sistostomi. Perlengketan antara uterus dan kandung kencing, misalnya pada riwayat operasi seksio sesarea, dapat meningkatan angka kejadian sistostomi. Dan usaha untuk memperbaiki trauma kandung kencing harus secepat mungkin dilakukan karena dapat meningkatkan angkat kesakitan seperti demam, peningkatan lama rawatan, fistua vesiko vagina, dan tambahan operasi lainya. Jika ada sangkaan terjadinya trauma pada kandung kencing, maka dapat dilihat dengan melakukan pengisian secara retrograde kandung kencing dengan cairan methyen blue, dan dilihat ada atau tidaknya ekstravasasi dari Universitas Sumatera Utara cairan tersebut. Jika terjadi trauma kandung kencing, dapat dijahit dengan menggunakan benang 2-0/3-0. 2.5.4. Trauma ureter10 Resiko terjadinya trauma ureter terjadi pada 0,2%-0,8% setelah abdominal histerektomi, 0,05% - 1% setelah vaginal histerektomi, dan 0,2%-3,4% setelah laparoskopi histerektomi. Lokasi yang paling sering adalah 3-4 cm distal ureter pada tempat bersilangnya ureter dengan arteri uterina memasuki kandung kencing. Penilaian trauma ureter harus dilakukan secara cepat selama operasi untuk menghindari komplikasi lebih lanjut. Jika terdapat kecurigaan terjadinya trauma ureter, maka durante operasi dapat dilakukan sistoskopi dengan indigo carmine untuk melihat patensi ureter. Dan sebagai tambahan, bahkan ada beberapa para ahli yang menyarankan melakukan sistoskopi secara rutin terhadap semua tindakan histerektomi. Ureteral cateter dapat ditempatkan sebelum operasi walaupun tidak direkomendasikan. Intraoperative retrograde uterogram sangat efektif dalam melokalisasi trauma ureter dan sangat efektif dalam memeperbaiki ureter tersebut. Tehnik lain adalah dengan melakukan open atau laparoskopi dengan retroperitoneal diseksi ureter untuk melihat truma, atau dengan sistoskopi melalui insisi sistostomi. 2.5.5. Fistula Vesikovagina10 Komplikasi ini merupakan komplikasi jarang dalam histerektomi dengan angka insidensi 0,1%-0,2%. Langkah yang dapat dilakukan untuk Universitas Sumatera Utara menghindari komplikasi ini adalah dengan mengidentifikasi tempat yang tepat antara serviks dan kandung kencing, dengan menggunakan gunting diseksi daripada menggunakan diseksi secara tumpul atau elektrokauter. Melalui penelitian dengan menggunakan hewan, kejadian fistula sangat erat hubungannya dengan trauma kandung kencing yang tidak terdeteksi. Diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan sistoskopi atau mengisi kandung kencing dengan methylen blue dan menempatkan tampon pada vagina. Jika tidak ada tampak methilen blue, maka fistel harus ditegakkan dengan menggunakan rute intravenous atau dengan menggunakan evaluasi radiologis dengan IVP atau CT-Scan. Fistula yang kecil dapat sembuh spontan setelah 6-12 minggu setelah dilakukan drainage vagina, namun jika tidak terjadi penyembuhan, terapi operasi diperlukan. 2.5.6. Trauma Usus10 Trauma usus terjadi sekitar 0,1%-1% dari tindakan histerektomi. Trauma usus halus biasanya terjadi saat hendak memasuki kavum abdomen terutama pada pasien dengan adhesi intrabdomen. Laserasi kecil dapat diperbaiki dengan jahitan dua lapis Trauma usus dapat dilakukan penjahitan dua lapisan, lapisan pertama dengan benang 3-0 yang dapat diabsobrsi untuk mukosa dan lapisan kedua dengan menggunakan benang silk 3-0/2-0 dengan jahitan interrupted. Trauma rektum sering terjadi pada tindakan histerektomi pervaginam, ketika melakukan usaha perbaikan rektokel, atau pada kasus perlengketan kavum douglas dengan keganasan atau malignansi. Laserasi kecil dapat Universitas Sumatera Utara diperbaiki dengan jahitan dua lapis namun jika laserasi besar harus dilakukan tindakan pembedahan diversi colostomi atau rektal reseksi. 2.5.7. Eviserasi Puncak Vagina10,13 Dehisense dari puncak vagina sangat jarang terjadi, apakah dengan atau tanpa eviserasi dari usus halus, sangat jarang namun dapat terjadi dengan menggunakan operasi robotik atau total laparoskopi. Waktu rata-rata antara terjadinya eviserasi tersebut sekitar 11 minggu, dan 6 dari 10 pasien dengan komplikasi ini mengalami juga eviserasi usus. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya eviserasi puncak vagina pada penggunakan bedah robotik dan radikal histerektomi 4,1% dengan eviserasi usus sepertiga kasus (Kho et al 2009). Universitas Sumatera Utara 2.6. KERANGKA KONSEP K O M P L I K A S I Universitas Sumatera Utara