PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi guna menunjang kesehatan dan kegiatan sehari-hari. Selain dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, konsumsi daging masih banyak diminati masyarakat karena rasanya yang enak. Daging merupakan salah satu pangan hasil ternak yang dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terutama protein. Protein sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Terutama protein hewani, yang di antaranya seperti daging sapi, daging unggas, daging kambing, ikan dan lain sebagainya. Protein adalah unsur gizi yang sangat esensial dan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan yang salah satunya terdapat dalam daging. Selain mengandung protein, daging juga sebagai pembawa energi, air, mineral, dan vitamin. Daging adalah semua jaringan pada hewan yang dapat dimakan, bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Daging mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi karena mengandung nutrien-nutrien esensial yang lengkap dan seimbang. Kebiasaan masyarakat sebelum mengkonsumsi daging adalah dengan memasak daging tersebut terlebih dahulu. Proses pemasakan pada daging akan mempengaruhi komposisi kimia dari daging tersebut. Kadar air dalam daging dapat berkurang selama proses pemasakan, hal ini sering dinamakan susut masak daging. Pada umumnya, makin tinggi temperatur pemasakan dan makin lama proses pemasakan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan (Soeparno, 2009). Proses pemasakan akan mempengaruhi kandungan protein dalam daging. Pemasakan akan mempengaruhi solubilitas protein daging. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi protein. Pada temperatur antara 30 sampai 40˚C protein miofibril mulai mengalami koagulasi dan pada suhu 55˚C protein miofibril mengalami denaturasi sempurna. Pada temperatur 60˚C protein sarkoplasmik hampir mengalami denaturasi sempurna (Soeparno, 2009). Proses pemasakan akan mempengaruhi komposisi lemak pada daging. Kandungan lemak meningkat dengan bertambahnya waktu pemasakan. Penurunan kandungan protein terlarut dan kandungan air diikuti dengan kenaikan kandungan lemak. Kenaikan kandungan lemak disebabkan karena keluarnya air akibat pemasakan (Domiszewski et al., 2011). Pemasakan menyebabkan protein berkurang kelarutannya. Pemasakan menyebabkan protein terdenaturasi sehingga menjadi bentuk satu rantai polipeptida. Polipeptida ini memungkinkan memiliki aktivitas antioksidan. Hidrolisis daging dengan enzim-enzim dari saluran pencernaan seperti pepsin, tripsin dan kemotripsin dapat menghasilkan komponen-komponen aktif. Salah satu komponen aktif yang dihasilkan dari hidrolisis protein daging dengan enzim tersebut adalah peptida bioaktif. Beberapa penelitian tentang pencernaan secara in vitro membuktikan bahwa peptida yang dihasilkan dari protein makanan tertentu oleh enzim pencernaan manusia memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Kerang merupakan sumber potensial antioksidan peptida yang dihasilkan dari sistem pencernaan. Kerang yang tercerna menghasilkan peptida aktif 1.6 kDa dengan urutan asam amino Leu-Lys-Gln-Glu-LeuGlu-Asp-Leu-Leu-Glu-Lys-Gln-Glu. Peptida ini menghambat peroksidasi lipid dan menetralkan hidroksil dan radikal superoksida. Antioksidan digunakan untuk melindungi DNA terhadap kerusakan radikal. Antioksidan peptida juga diperoleh dari hidrolisis menggunakan enzim pencernaan. Peptida yang terdiri dari 16 asam amino (1.8 kDa) menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat diperoleh dari hidrolisat protein ikan hoki. Hidrolisat protein lebih efektif menghambat peroksidasi lemak daripada α tokoferol dan efisien menangkap radikal bebas termasuk • OH dan O2-•. Hidrolisat protein juga mengurangi peroksida yang menghasilkan sitotoksisitas pada fibroblast paru-paru embrio manusia dan juga melindungi DNA dari kerusakan radikal (Xiong, 2010). Berbagai antioksidan peptida diproduksi dari makanan sumber protein. Pada dasarnya hidrolisat protein hewani dan nabati semuanya mengandung peptida antioksidan. Tidak semua peptida bersifat antioksidasi dan beberapa ada yang prooksidasi, komposisi spesifik peptida dari hidrolisat protein menentukan potensi antioksidannya. Oleh sebab itu tipe substrat protein, enzim yang digunakan dan kondisi dimana peptida dilepaskan dari protein tertentu (pH, kekuatan ion, temperatur, perlakuan pemanasan terlebih dahulu) mempengaruhi tipe dan efisiensi produksi peptida antioksidan (Xiong, 2010). Umumnya antioksidan peptida mampu bertindak sebagai pengikat radikal bebas, donor proton dan menghambat pengikatan ion logam. Peptida antioksidan umumnya terdiri dari 2 – 10 residu asam amino, dan urutan asam amino menjadi faktor penentu keberhasilan antioksidan peptida. Keberadaan asam amino tertentu terutama histidin, tirosin, triptofan, methionin, sistein dan prolin, berkorelasi signifikan dengan aktivitas peptida menangkap radikal bebas. Pengikatan ion logam oleh peptida juga bisa merubah siklus redoks yang sangat penting untuk beberapa oksidasi pembentukan logam. Menggunakan ferritin (serum polipeptida) sebagai contoh, ion (Fe3+) yang tidak terlalu reaktif dibatasi dalam rongga polipeptida, membentuk atom dan bersatu membentuk Fe(OH)3 yang tidak bisa dikonversi menjadi ion (Fe2+) yang lebih reaktif. Terganggunya keseimbangan redoks besi menyebabkan berkurangnya Fe2+ bebas, dengan demikian mencegah penguraian hidroperoksida (Xiong, 2010) Terdapat antioksidan endogen di dalam daging segar, baik yang didapat secara proses enzimatik yang menghasilkan peptida-petida maupun produk sampingan dari reaksi maillard yang terbentuk selama proses pemasakan (Decker and Mei, 1996). Berdasarkan hal tersebut, penelitian pengaruh temperatur dan lama pemasakan terhadap komposisi kimia daging dan potensinya sebagai antioksidan merupakan upaya untuk mengungkapkan kemampuan antioksidan dari daging sapi dan mengetahui komposisi kimianya dan memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur dan lama pemasakan terhadap komposisi kimia dan potensi antioksidan dalam daging sapi. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai komposisi kimia dan potensi antioksidan daging sapi dengan pengaruh temperatur dan lama pemasakan. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lain dalam rangka peningkatan kualitas dari pangan hasil ternak.