1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini menyebabkan persaingan di antara para pelaku usaha juga semakin kompetitif. Semakin ketatnya persaingan bisnis di dunia usaha menuntut usaha bekerja lebih efisien dan lebih efektif untuk selalu menjaga kondisi usaha agar tetap bertahan dan berkembang dengan baik dalam dunia usaha khususnya di Kota Buntok Kabupaten Barito Selatan. Dari segi sekmen pasar khususnya yang membidangi dunia usaha peternakan ayam broiler yang juga disebut ayam ras sangat banyak sekali yang mengkonsumsi daging tersebut selain dagingnya yang lembut dan harganya lebih murah dibandingkan dengan ayam kampung. Peternakan merupakan salah satu sumber perekonomian khususnya bagi petani peternak. Dengan memperdagangkan ternak, petani peternak dapat memenuhi kebutuhan keluarga seperti menyekolahkan anak dan biaya kesehatan, bahkan pada saat kondisi kritis seperti gagal panen, komoditi ternak justru diandalkan untuk menopang pengadaan ketersediaan pangan keluarga. Usaha peternakan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Pembangunan sektor peternakan bertujuan untuk meningkatkan 1 2 pendapatan dan taraf hidup masyarakat petani peternak, selain itu membuka lapangan kerja dan kesempatan untuk berusaha, oleh karena itu pembangunan sektor peternakan perlu untuk dilanjutkan dan ditingkatkan melalui kemampuan pengelolahaan dan penerapan teknologi yang tepat (Murtidjo,1992). Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Menurut Cahyono (1995), Menyatakan bahwa ayam broiler memiliki keunggulan berproduksi yang tinggi dibanding jenis unggas lainnya karena memiliki kemampuan tinggi dalam mengubah bahan makanan menjadi daging, sedangkan menurut Rasyaf (2003) Broiler dapat dipotong pada umur dibawah 7 minggu, menghasil daging berkualitas tinggi, dapat diproduksi dengan berat hidup 1,8 kg hingga 3 kg. Kebutuhan akan protein banyak disuplai dari dunia perunggasan, baik yang berupa daging atau berupa telur, namun selama ini kebutuhan daging banyak disuplai dari daging unggas terutama ayam broiler. Broiler selama ini dikenal karena pertumbuhanya yang sangat cepat dan efisien untuk dipasarkan, sehingga kebanyakan daging yang ada dipasaran adalah daging broiler. 3 Menurut Chan dan Zamrowi (1988) dalam Teti (2002), dengan berkembangnya pembangunan terutama dalam bidang ekonomi dan pendidikan, maka ayam broiler telah menjadi salah satu sorotan untuk dijadikan salah satu sumber atau sasaran pembangunan yang sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan dan gizi protein hewani terutama bagi masyarakat tani di pedesaan. Dengan penjualan ayam broiler, akan diperoleh uang tunai secara cepat, sehingga dapat dipenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dan biaya anak-anak sekolah, bayar pajak dan kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak. Pada saat ini bahwa para pedagang pengecer ayam broiler di Pasar Saik Buntok melakukan jual beli secara tradisional, namun pentingnya penelitian ini untuk melihat harga yang ditetapkan oleh pedagang pengecer menyesuaikan dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Daya beli konsumen terhadap Ayam Broiler di Pasar Saik Buntok hanya sesuai kebutuhannya. Sehingga hal inilah yang melatar belakang dilakukannya penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Harga Jual Terhadap volume Penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok”. 4 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalah dalam penelitian yaitu : 1. Untuk Mengetahui Harga Jual Terhadap Volume Penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. 2. Bagaimana Pengaruh Harga Jual Terhadap Volume Penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok”. 1.3. Batasan Masalah Mengingat kemampuan penulis dan keterbatasan waktu yang ada, maka penulis membatasi permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. 2. Penelitian ini hanya berfokus pada analisis pengaruh harga jual dan volume penjualan yang digunakan oleh pedagang Ayam Broiler Pada Pengecer di Pasar Saik Buntok. 3. Penelitian ini hanya menganalisa data selama 6 (enam) bulan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2012. 5 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Ingin mengetahui analisis pengaruh harga jual terhadap volume penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. 2. Untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh harga jual terhadap volume penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang pengecer dalam mengambil keputusan untuk penetapan volume penjualan pada masa tertentu. 2. Pentingnya penelitian ini untuk mengetahui dan menentukan harga jual terhadap volume penjualan Ayam Broiler Pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. 3. Sebagai sumber pengetahuan dan informasi bagi peneliti. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Ayam Broiler Ayam Broiler dikenal juga sebagai ayam pedaging, merupakan ayam ras yang pertumbuhannya tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Dengan demikian, tidak memerlukan waktu yang lama untuk bisa segera dipanen oleh peternak. Jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Ahira, 2011). Ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Oleh karena itu, istilah broiler adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya rekayasa genetika yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak, dengan kandungan protein yang tinggi (Irawan, 1996). Menurut Rasyaf (1999), ayam broiler merupakan ayam pedaging yang mengalami pertumbuhan pesat pada umur 1-5 minggu. Selanjutnya dijelaskan bahwa ayam broiler yang berumur 6 minggu sudah sama besarnya dengan ayam kampung dewasa yang dipelihara selama 8 bulan. Keunggulan ayam broiler tersebut didukung oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan yang 6 7 meliputi makanan, temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Pada umumnya di Indonasia ayam broiler sudah dipasarkan pada umur 5- 6 minggu dengan berat 1,3 – 1,6 kg walaupun laju pertumbuhannya belum maksimum, karena ayam broiler yang sudah berat sulit dijual. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Menurut Indro (2004), broiler merupakan hasil rekayasa genetika dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika prosesnya sendiri diawali dengan mengawinkan sekelompok ayam dalam satu keluarga, kemudian dipilihlah turunannya yang tumbuh paling cepat. Diantara mereka disilangkan kembali. Keturunannya diseleksi lagi, yang cepat tumbuh kemudian dikawinkan dengan sesamanya. Demikian seterusnya hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam broiler. Ayam ini mampu membentuk 1 kg daging atau lebih dalam tempo 30 hari, dan bisa mencapai 1,5 kg dalam waktu 40 hari. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai 8 umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai mencapai dewasa (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). 2.2. pengertian Harga Jual Harga merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual. Sebenarnya konsep tersebut terlalu sederhana. Harga juga disebut nilai. Menurut teori ekonomi, nilai adalah ungkapan secara kuantitatif tentang kekuatan barang untuk dapat menarik barang lain dalam pertukaran. Tetapi kondisi masyarakat sekarang sudah lain. Untuk mengukur nilai suatu barang dalam pertukaran dapatlah digunakan uang. Sehingga istilah yang dipakai adalah harga. Secara singkat, harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya (Swastha, 2000). Menetapkan harga memang mudah, tetapi menetapkan harga yang tepat itulah persoalannya. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dan banyak pihak yang berkepentingan dengan harga.Bagi perusahaan, harga jelas mempengaruhi keuntungan.Jelasnya harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rata-rata perproduk kalau perusahaan ingin memperoleh keuntungan (Simamora, 2002). Harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar. Penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang 9 diharapkan akan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawar lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga (Swastha, 2000). Nitisemito (1994), menambahkan bahwa harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang ditukar dengan sejumlah uang, dimana berdasarkana nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimilikinya pada orang lain. Jadi dalam hal ini harga menjadi alat ukur yang dinyatakan dalam uang untuk mendapatkan suatu barang dan pemiliknya baru bersedia melepaskan barangnya apabila mendapatkan imbalan berupa sejumlah uang sesuai kesepakatan. Harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga (Kotler, 1994). Masalah harga sebenarnya merupakan salah satu dari empat variabel utama harus dikendalikan secara serasi, selaras dengan tujuan yang akan dicapai oleh manajer perusahaan. Segala keputusan yang berhubungan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan perusahaan, baik yang menyangkut kegiatan penjualan maupun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer suatu perusahaan harus berhati-hati dalam menentukan harga jual (Nitisemito, 1994). 10 2.3. Tujuan Penetapan Harga Jual Dalam hubungannya dengan harga jual banyak perusahaan yang mengadakan pendekatan dan menjadikan tujuan perusahaan sebagai tolak ukur dalam menetapkan harga jual, serta mempertimbangkan faktor-faktor yang pengaruhnya sangat kuat terhadap keberadaan suatu produk di pasar. Menurut Kotler (1994), menyatakan bahwa ada enam tujuan usaha yang utama memungkinkan perusahaan melalui penetapan harga yaitu bertahan hidup, memaksimalkan laba jangka pendek, memaksimalkan pendapatan jangka penjang, pertumbuhan penjualan maksimum, penyaring pasar secara maksimal, dan unggul dalam mutu produk. Perusahaan memutuskan bahwa bertahan hidup akan dijadikan sebagai tujuan utamanya, bila menghadapi kapasitas yang tinggi, persaingan yang gencar atau perubahan keinginan konsumen. Agar perusahaan bisa terus berproduksi serta persedian terus berputar, maka perusahaan harus memegang harga jual yang rendah dengan harapan bahwa pasar akan peka terhadap harga. Dalam hal ini mampu bertahan hidup dianggap memiliki arti yang lebih besar daripada jumlah keuntungan. Akan tetapi, bertahan hidup hanyalah jangka pendek. Dalam jangka panjang perusahaan harus mencari agar produksinya mendapat nilai lebih di pasar atau bangkit ke permukaan. Kebanyakan perusahaan menentukan tingkat harga yang akan menghasilkan keutungan setinggi mungkin. Mereka mempertimbangan bahwa permintaan dan biaya ada hubungannya dengan tingkat harga, dan kemudian 11 memutuskan satu harga tertentu yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan maksimal, arus kas sebanyak mungkin. Dalam banyak hal perusahaan lebih menekankan prestasi keuntungan jangka pendeknya daripada jangka panjang. Beberapa perusahaan ingin menentukan tingkat harga yang nantinya dapat memaksimumkan pendapatan dari penjualan. Kalau fungsi biaya sulit diperkirakan karena adanya biaya-biaya gabungan dan biaya tidak langsung, maka tujuan memaksimumkan pendapatan dalam jangka panjang pada gilirannya akan memaksimumkan laba dan pertumbuhan pangsa pasar. 2.4. Jenis-jenis Persediaan dalam menentukan harga jual Menurut Sofjan Assauri, jenis-jenis Persediaan Berdasarkan Fungsinya adalah : a. Batch Stock/Lot Size Inventory Yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Persediaan ini timbul dimana bahan/barang yang dibeli, dikerjakan/dibuat atau diangkut dalam jumlah yang besar (bulk), sehingga barang-barang diperoleh lebih banyak dan cepat daripada penggunaan atau pengeluarannya, dan untuk sementara tercipta suatu persediaan. Perlu kita ketahui bahwa adalah relatif lebih menguntungkan apabila kita melakukan pembelian dalam jumlah yang 12 besar, karena kemungkinan untuk mendapatkan potongan harga pembelian, biaya pengangkutan yang lebih murah per unitnya dan penghematan dalam biaya-biaya lainnya yang mungkin diperoleh. b. Fluctuation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut. c. Anticipation Stock Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan atau permintaan yang meningkat. Disamping itu anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi atau menghindari kemacetan produksi. Menurut Sofjan Assauri, jenis-jenis persediaan fisik adalah : 1. Persediaan bahan baku (Raw Materials Stock) 13 Yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari suplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Bahan baku diperlukan oleh pabrik untuk diolah, yang setelah melalui beberapa proses diharapkan menajdi barang jadi. 2. Persediaann produk atau parts yang dibeli (purchased parts/componennts stock) Yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi. 3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) Yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi. 4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work ini process/progress stock) Yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, 14 tetapi mungkin perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. Tetapi mungkin saja barang setengah jadi bagi suatu pabrik, merupakan barang jadi bagi pabrik lain karena proses produksi produksinya memang hanya sampai disitu saja. Mungkin pula barang setengah jadi itu merupakan bahan baku bagi perusahaan lainnya yang akan memprosesnya menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi barang jadi ini adalah merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual. Biaya-biaya yang meliputi pembuatan produk selesai terdiri dari biaya bahan baku, upah buruh langsung, serta biaya overhead yang berhubungan dengan produk tersebut. Menurut Yulian Yamit,1999 tipe persediaan adalah : - Persediaan alat-alat kantor adalah persediaan yang dibutuhkan dalam menjalankan fungsi organisasi dan tidak menjadi bagian dari produk akhir. - Persediaan bahan baku adalah item yang dibeli dari para supplier untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi. Bahan baku ini akan ditransformasikan menjadi barang akhir. 15 - Persediaan barang dalam proses adalah bagian dari produk akhir tetapi masih dalam proses pengerjaan, karena masih menunggu item yang lain untuk diproses. - Persediaan barang jadi adalah persediaan produk akhir yang siap untuk dijual didistribusikan atau disimpan. 2.5. Fungsi persediaan didalam penentuan harga Jual Menurut Yulian Tamit,1999 Fungsi Persediaan adalah : Persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses persediaan. Oleh karena ada beberapa faktor yang dijadikan fungsi persediaan : Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat skedul produksi, memotong bahan baku, pengiriman barang jadi ke pedagang biasa atau konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu. Faktor ketidakpastian waktu datang dari suplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi mampu keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Persediaan bahan baku terikat pada suplier, persediaan barang dalam 16 proses terikat pada departemen produksi, dan persediaan barang jadi terikat pada konsumen. Ketidakpastian waktu datang mengharuskan perusahaan membuat skedul operasi lebih teliti pada setiap level. Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku menurut Agus Ahyar,1990 : Faktor-faktor yang memepengaruhi persediaan bahan baku ini ada beberapa macam. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut akan saling berkaitan, sehingga secara bersama-sama akan memepengaruhi persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah : Perkiraan pemakaian Sebelum kegiatan pembelian bahan baku dilaksanakan maka manajemen harus dapat membuat perkiraan bahan baku yang akan dipergunakan di dalam proses produksi pada suatu periode. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang berapa besar/jumlahnya bahan 17 baku yang akan dipergunakan oleh perusahaan untuk keperluan proses produksi pada periode yang akan datang. Harga dari bahan Harga daripada bahan baku yang akan dibeli menjadi salah satu faktor penentu pula dalam kebijaksanaan persediaan bahan. Harga bahan baku ini merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dalam persediaan bahan baku ini. Biaya-biaya persediaan Biaya-biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku ini sudah selayaknya diperhitungkan pula didalam penentuan besarnya persediaan bahan baku. Di dalam perhitungan biaya persediaan ini dikenal adanya dua type biaya, yaitu biaya-biaya yang semakin besar dengan semakin besarnya rata-rata persediaan, serta biaya yang justru semakin kecil dengan semakin besarnya rata-rata persediaan. Kebijaksanaan pembelanjaan Seberapa besar persediaan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan akan tergantung kepada kebijaksanaan pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut. Apakah perusahaan akan memeberikan fasilitas yang pertama, kedua atau justru yang terakhir untuk dana bagi persediaan bahan baku ini. Disamping itu juga dilihat apakah dana yang 18 disediakan tersebut cukup untuk pembayaran semua bahan yang diperlukan perusahaan, ataukah hanya sebagian saja. Pemakaian senyatanya. Pemakaian bahan baku senyatanya dari priode-periode yang lalu (actual demand) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisa. Dengan demikian maka akan dapat disusun perkiraan kebutuhan bahan baku mendekati kepada kenyataan. Waktu tunggu Waktu tunggu (lead time) adalah merupakan tenggang waktu yang diperlukan pada saat pemesanan bahan baku sampai datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini sangat perlu untuk diperhatikan oleh karena hal ini sangat perlu kembali (re order). Dengan diketahuinya waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. 2.6. Tinjauan Umum Pedagang Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan, memperjual belikan barang yang tidak di produksi sendiri untuk memperoleh keuntungan. Pedagang dapat dikategorikan menjadi : 19 1. Pedagang grosir, beroperasi dalam rantai distribusi antara produsen dan pedagang eceran. 2. Pedagang eceran, disebut juga pengecer, menjual produk komoditas langsung ke konsumen. Pemilik toko atau warung adalah pengecer (Anonim, 2011). Sedangkan menurut Akhinayasrin (2011) berpendapat bahwa pedagang sendiri jenisnya bermacam-macam. Ada pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang dari pintu ke pintu (door to door), pedagang kios, pedagang kaki lima, pedagang grosir (pedagang besar), pedagang supermarket dan sebagainya. Jenis-jenis pedagang ini lazimnya dibedakan berdasarkan pada cara menawarkan barang dagangannya masing-masing. - Pedagang Keliling Pedagang keliling adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara berkeliling. Berkeliling disini biasanya dilakukan dari RT ke RT, dari RW ke RW, dari kampung ke kampung, atau dari desa ke desa. Barang yang mereka tawarkan biasanya digendong, dipikul, didorong dengan gerobak, atau diangkut dengan sepeda atau kendaraan bermotor.Yang termasuk pedagang jenis ini adalah pedagang jamu gendong, pedagang bakso, pedagang es krim, dan lain-lain. 20 - Pedagang Asongan Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menempatkannya di kotak kecil yang mudah dibawa dan dipindah-pindahkan. Kotak tersebut biasanya mereka kalungkan di leher seperti tas, dan barang-barang yang mereka tawarkan biasanya berupa rokok, korek api, kembang gula, kertas tissue, kacang, kuaci, buah, dan barang-barang ringan lainnya. - Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menggelarnya di trotoar atau di tepi jalan yang ramai. Untuk menggelar dagangannya, mereka menggunakan tikar, terpal, atau semacam balai-balai. Barang yang mereka tawarkan umumnya berupa sepatu, pakaian, makanan, buah-buahan, dan lain-lain. - Pedagang Grosir Grosir adalah pedagang yang dalam menawarkan barang tidak langsung berhadapan dengan calon pembeli. Pedagang grosir tidak langsung menawarkan barang kepada calon pembeli sebagaimana pedagang eceran, melainkan calon pembelilah yang mendatangi pedagang grosir (Akhinayasrin, 2011). Badan-badan yang berusaha dalam bidang tataniaga, menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual beli, dikenal sebagai perantara (middlemen, intermediary). Badan-badan ini dapat dalam bentuk 21 perseorangan, perserikatan ataupun perseroan. Berdasarkan pemilikan atas barang dagangan, mereka dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang memiliki barang dagangan dan kelompok yang tidak memiliki barang dagangan (Hanafiah, 2006). 2.7 Pengertian Volume Penjualan 2.7.1. Volume Volume adalah jumlah/hasil atas barang seperti yang telah dijelaskan oleh Abdullah Assegaf (1991:444) yang menyatakan : “ Volume adalah unit yang terjual dari unit produksi yang terjadi, dimana terjadi suatu pindahan dari pihak produsen kepada pihak konsumen, dan tetap pada suatu periode tertentu”. 2.7.2. Penjualan a. Pengertian Penjualan Penjualan adalah aktivitas berpindahnya barang atau jasa yang merupakan bagian dari strategi pemasaran untuk memenuhi keinginan konsumen guna mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak tanpa saling merugikan oleh karena itu sukses tidaknya suatu perusahaan ditentukan oleh penjualan dan penjualan biasa disebut sebagai top function dengan tujuan memperoleh profit yang sebanyak-banyaknya. 22 Adapun untuk lebih lanjut pengertian penjualan yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu : Moekijat (2000:488), mengungkapkan bahwa : “ Penjualan adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi dan memberi petunjuk agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannya dengan produksi yang ditawarkan serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua belah pihak”. Adapun penujualan menurut Basu Swastha (1996:9), yaitu : “Penjualan adalah satu bagian dari promosi dan merupakan bagian dari program pemasaran secara keseluruhan”. Menurut Basu Swastha DH (2004 : 403) penjualan adalah interaksi antara individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Penjualan dapat diartikan juga sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang bagi mereka yang memerlukan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan atas persetujuan bersama. b. Tujuan Penjualan Kemampuan perusahaan dalam menjual produknya menentukan keberhasilan dalam mencari keuntungan, apabila perusahaan tidak 23 mampu menjual maka perusahaan akan mengalami kerugian. Menurut Basu Swastha DH (2004 : 404) tujuan umum penjualan dalam perusahaan yaitu : 1) Mencapai volume penjualan 2) Mendapatkan laba tertentu 3) Menunjang pertumbuhan perusahaan c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha (2005) sebagai berikut : 1) Kondisi dan Kemampuan Penjual Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah: a) Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan b) Harga produk atau jasa c) Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman 2) Kondisi Pasar 24 Pasar mempengaruhi kegiatan dalam transaksi penjualan baik sebagai kelompok pembeli atau penjual. Kondisi pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : jenis pasar, kelompok pembeli, daya beli, frekuensi pembelian serta keinginan dan kebutuhannya. 3) Modal Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya. Modal perusahaan dalam penjelasan ini adalah modal kerja perusahaan yang digunakan untuk mencapai target penjualan yang dianggarkan, misalnya dalam menyelenggarakan stok produk dan dalam melaksanaan kegiatan penjualan memerlukan usaha seperti alat transportasi, tempat untuk menjual, usaha promosi dan sebagainya. 4) Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjualan ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan. 5) Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena 25 diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama. faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi volume penjualan adalah saluran distribusi yang bertujuan untuk melihat peluang pasar apakah dapat memberikan laba yang maksimun. Secara umum mata rantai saluran distribusi yang semakin luas akan menimbulkan biaya yang lebih besar, tetapi semakin luasnya saluran distribusi maka produk perusahaan akan semakin dikenal oleh mayarakat luas dan mendorong naiknya angka penjualan yang akhirnya berdampak pada peningkatan volume penjualan. Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan penjualan adalah kegiatan mencari pembeli untuk menawarkan produk dan mengadakan janji yang menguntungkan kedua belah pihak. Dalam melakukan penjualan, perusahaan membutuhkan konsep penjualan yang mendukung kegiatan penjualan yang diadakan oleh perusahaan. Adapun pengertian konsep penjualan menurut para ahli adalah sebagai berikut : Menurut Kotler (2000:21), menjelaskan konsep penjualan, bahwa : 26 “ Konsep penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan bisnis, jika dibiarkan, tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produk-produk yang ditawarkan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif”. 2.7.3. Volume Penjualan Volume penjualan adalah pendapatan yang diterima oleh para penjual dari pembayaran atas barang yang dibeli konsumen. Nilainya adalah sama dengan harga dikalikan dengan jumlah barang yang dibeli oleh pembeli. Kalau harga berubah maka otomatis volume penjualan dengan sendirinya akan berubah (Sukirno, 1997). Analisis volume penjualan merupakan suatu studi mendalam tentang masalah penjualan bersih dari laporan rugi laba perusahaan (laporan operasi). Manajemen perlu menganalisis volume penjualan total dan juga volume itu sendiri. Analisis tersebut dapat didasarkan pada product line dan segmen pasar (teritorial, kelompok pembeli dan sebagainya) (Swastha, 2001). Tingkat volume penjualan yang menguntungkan merupakan tujuan dari konsep pemasaran, artinya laba itu dapat diperoleh dari pemasaran konsumen. Dengan laba perusahaan dapat memperkuat posisinya dalam membina kelangsungan hidupnya, sehingga lebih leluasa menyediakan 27 barang dan jasa yang memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar kepada konsumen (Swastha, 2000). Volume penjualan merupakan hasil akhir yang dicapai perusahaan dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Volume penjualan tidak memisahkan secara tunai maupun kredit tetapi dihitung secara keseluruhan dari total yang dicapai. Seandainya volume penjualan meningkat dan biaya distribusi menurun maka tingkat pencapaian laba perusahaan meningkat tetapi sebaliknya bila volume penjualan menurun maka pencapaian laba perusahaan juga menurun. Menurut Kotler (2000). Volume penjualan adalah barang yang terjual dalam bentuk uang untuk jangka waktu tertentu dan didalamnya mempunyai strategi pelayanan yang baik. Ada beberapa usaha untuk meningkatkan volume penjualan, diantaranya adalah : 1) Menjajakan produk dengan sedemikian rupa sehingga konsumen melihatnya. 2) Menempatkan dan pengaturan yang teratur sehingga produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. 3) Mengadakan analisa pasar. 4) Menentukan calon pembeli atau konsumen yang potensial. 5) Mengadakan pameran. 6) Mengadakan discount atau potongan harga. 28 2.8. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Penjualan a. Harga jual Harga suatu produk mempengaruhi posisi persaingan dipasar penjualan, sehingga mempengaruhi volume penjualan. Oleh karena itu harga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendapatan dan laba bersih perusahaan (Prawirosentono, 1999). b. Ketersediaan ayam Broiler Penawaran adalah kuantitas barang yang dijual dan dapat ditawarkan dengan berbagai variabel yang mempengaruhi penawaran seperti harga produk, harga input, musim, tekhnologi dan tujuan perusahaan (Sudiyono, 2004). c. Musim permintaan Permintaan pasar akan daging ayam meningkat dari tahun ke tahun sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Kebiasaan masyarakat seperti hari raya Idul Fitri. Idul Adha, Natal, serta konsumsi menjelang tahun baru dan hari hari besar lainnya menimbulkan variasi musim tertentu dalam penjualan barang-barang konsumsi (Ahmad, 2004). 29 2.9. Kerangka Pikir Pemikiran tersebut secara skematis ditunjukkan dalam kerangka pikir penelitian ini seperti Gambar 1. Harga Jual Pedagang Pengecer Volume Penjualan Gambar 1. Skema mengenai Analisis Pengaruh Harga Jual Terhadap Volume Penjualan. 30 2.10. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara atas permasalahan yang diteliti dan perlu dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Diduga bahwa analisis pengaruh harga jual sangat berpengaruh terhadap volume penjualan ayam broiler pada pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok”. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan melakukan pengujian hipotesis (eksplanatori). Penelitian ini akan menjelaskan tentang hubungan kausal antara variabel independen yaitu analisis pengaruh harga jual terhadap variabel dependen yaitu volume penjualan ayam broiler pada pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok. 3.2. Variabel dan Pengukuran 3.2.1. Variabel Menurut pendapat Masri Singarimbun dan Sofian Effendi “Variabel data adalah proses penyederhana data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interprestasikan” (1995 : 362), pengertian lain dari variable menurut M. Nazir adalah : “Variabel data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena dengan variable data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok, diadakan kategori dilakukan manipulasi serta dikemas sedemikian rupa sehingga data tersebut 31 32 mempunyai makna untuk menjawab masalah dan manfaat untuk menguji hipotesa”. (1988 : 405) 3.2.2. Pengukuran Banyak ahli yang menyatakan pengertian tentang pengukuran variabel, diantaranya adalah Davis dan Consenza (1993): Sebuah skala pengukuran dapat didefinisikan sebagai perangkat yang digunakan untuk menetapkan nomor untuk aspek objek dan peristiwa, dan Malhotra (1996): Scaling adalah proses menempatkan responden pada continum sehubungan dengan sikap mereka terhadap benda atau peristiwa. Jadi dapat disimpulkan bahwa variable adalah suatu teknik pengelolaan data dengan menegadakan analisa terhadap pokok masalah yang diteliti dimana variable tersebut memerlukan pemecahan yang tepat. Metode variable data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan analisis kuantitatif. 3.3. Lokasi penelitian Peneliti ini dilakukan dilokasi Pasar Saik Buntok Kab. Barito Selatan yang memiliki pedagang pengecer ayam broiler sangat banyak, serta dapat dengan mudah memberikan data dalam penelitian ini. 33 3.4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deskriftif data yang bersifat kuantitatif adalah representative realisasi yang disimbolkan secara mumerik dengan angka-angka (Simamora, 2004: 223). Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data yang meliputi harga jual dan volume penjualan ayam broiler yang diperoleh pedagang pengecer. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer adalah data yang belum harga jual sehingga untuk menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya (Simamora,2004:222) Data primer dalam penelitian ini berupa data yang berkaitan dengan proses harga jual terhadap volume penjualan yang dilakukan pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok. 2. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia atau sudah dikumpulkan untuk suatu tujuan sebelumnya (Simamora,2004:222). Data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari pihak atau instansi terkait yang meliputi keadaan umum lokasi penelitian. 3.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dalam hal ini pedagang pengecer di pasar saik Buntok. 34 2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara langsung kepada para pedagang pengecer ayam broiler yang menjadi responden peneliti. 3. Metode Angket/Kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. 3.6. Alat Analisa Data Alat analisis data yang digunakan dalam penelitin ini adalah Regresi Linier Sederhana dengan menggunakan perhitungan SPSS V17.0. Y=a+bX+e Dimana : X = Volume penjualan a = Konstanta b = Koefisien regresi untuk X Y = Harga jual ayam broiler e = standar eror Rumus t hitung pada analisis regresi adalah : t hitung = b sb Keterangan ; b = Koefisien Regresi sb = Standar Error 35 3.7. Konsep Operasional Ayam broiler adalah ayam ras atau yang biasa dikenal dengan ayam pedaging yang diperuntuhkan untuk dipotong dan berada di Pasar Saik Buntok. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual ayam broiler langsung ke konsumen di Pasar Saik Buntok. Volume Penjualan adalah jumlah yang terjual oleh pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok. Harga Jual nilai yang ditetapkan oleh pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok. 36 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Keadaan Geografis Kota Buntok merupakan kota yang terdapat di Kabupaten Barito Selatan. Secara geografis, Kota Buntok terletak antara Astronomis 1° 20’ Lintang Utara – 2° 35’ Lintang Selatan dan 114° – 115° Bujur Timur. Perbatasan Kabupaten Barito Selatan yang meliputu 6 (enam) Kecamatan. Batas-batas wilayah Kota Buntok adalah sebagai berikut : - Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara - Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Barito Timur - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara (Provinsi Kalimantan Selatan) - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kapuas 4.1.2. Topografi Dari luas Kabupaten Barito Selatan yang 8.830 Km2, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0 sampai 38 meter di atas permukaan laut. Daerah yang memiliki dataran tinggi sampai berbukit hanyalah sebagian kecamatan Gunung Bintang 36 37 Awai sebelah Selatan dan Timur. Dengan demikian maka wilayah Kabupaten Barito Selatan adalah hutan hujan tropis dataran rendah (377.395 hektar), hutan rawa (271.550 hektar), sungai dan danau (44.623 hektar) serta penggunaan lainnya (189.432 hektar), dengan jenis tanahnya adalah tanah organol dan alluvial, dimana tingkat kesuburannya sedang. Topografi wilayah yang bercirikan dataran rendah dan rawa meliputi seluruh tepian sungai Barito, sementara bagian hilir merupakan daerah rawa pasang surut. Sebagian besar ketinggian daratan antara 0 – 38 M di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah antara 39 – 55 M di atas permukaan laut yang merupakan plateau hanya sebagian kecil dari Kabupaten Barito Selatan. 4.1.3. Klimatologi Menurut Dr. A.H. Schmit dan Ir. J.H.A. Ferguson dalam verhandelingen Nomor 42 dari Jawatan Meteorologi dan Geofisika, iklim Kalimantan masuk tipe A dan sebagian tipe B. Tipe A adalah iklim suatu daerah yang dalam setahun ada 12 bulan penghujan yang bulan hujannya lebih dari 100 mm. Sedangkan tipe B adalah daerah yang iklimnya memiliki 10-11 bulan penghujan dan memiliki 1-2 bulan kemarau. Sedangkan menurut Dr. Mohr, iklim Kalimantan termasuk tipe I dan IA. Tipe I adalah iklim dimana daerah itu tidak memiliki musim kemarau 38 sedangkan IA memiliki 1-2 bulan kemarau. Karena itu Kalimantan sebagai daerah dengan iklim tipe A dan B menurut Dr. Schmit dan Ir. J.H.A Ferguson atau tipe I dan IA menurut Dr. Mohr adalah daerah yang kaya dengan hutan hujan tropis khatulistiwa yang sangat lebat. Iklim Kabupaten Barito Selatan adalah tropis dan lembab, dengan temperatur siang hari antara 26 – 33° C, malam hari antara 14 – 20° C. Suhu rata-rata minimum 29° C dan maksimum 36° C. Curah hujan bulan Oktober – Maret rata-rata 2.000 – 3.000 mm per tahun dan rata-rata bulanan antara 175 – 490 mm. 4.1.4. Gambaran Demografi a. Kependudukan Kabupaten Barito Selatan dengan luas wilayah 8.830 Km2, memiliki jumlah penduduk pada akhir tahun 2012 sebanyak 135.553 jiwa. Berikut perincian penduduk berdasarkan data ”Barito Selatan Dalam Angka 2013”: No Kecamatan Jumlah Seluruh Jiwa 1 Jenamas 10.061 2 Dusun Hilir 16.708 3 Karau Kuala 16.369 4 Dusun Selatan 46.461 5 Dusun Utara 17.719 6 Gunung Bintang Awai 17.232 Jumlah 135.553 39 Tabel 1. Badan Pusat Statistik Kota Buntok 2013 Berdasarkan komposisi tersebut maka jumlah penduduk Barito Selatan 135.553 orang, dengan sexratio 104 orang laki-laki untuk 100 orang perempuan. Dari perbandingan luas daerah yang dimiliki dengan jumlah penduduk yang menghuni maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Barito Selatan adalah 14 jiwa per Km2. Adapun tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing Kecamatan adalah : No Kecamatan Luas Wilayah (Km2) 10.061 Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 708 Jumlah Penduduk (Jiwa) 14,2 1 Jenamas 2 Dusun Hilir 16.708 2.065 8,1 3 Karau Kuala 16.369 1.099 14,9 4 Dusun Selatan 46.461 1.829 25,4 5 Dusun Utara 17.719 1.196 14,8 6 Gunung Bintang Awai 17.232 1.933 8,9 Jumlah 135.553 8.830 Tabel 2. Badan Pusat Statistik Kota Buntok 2013 15,3 Untuk mencari persentase (%) jumlah kepadatan penduduk (jiwa) sebagai berikut : Luas wilayah (Km2) : tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) = Jumlah penduduk (Jiwa) Contoh : 10.061/708 = 14,2 40 b. Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa Data penduduk Kabupaten Barito Selatan Tahun 2008 berdasarkan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut adalah : No Agama Jumlah Pemeluk (Jiwa) 1 Islam 85.861 2 Kristen Protestan 26.112 3 Katolik 8.977 4 Hindu / Kaharingan 5.755 5 Buddha 6 Lain-lain Tabel 3. Badan Pusat Statistik Kota Buntok 2008 c. 216 333 Kondisi Perekonomian Pertumbuhan ril perekonomian Kabupaten Barito Selatan mengalami peningkatan positif sepanjang tahun 2001-2005. Tahun 2001, PDRB Barito Selatan mengalami pertumbuhan 0,57 %, tahun 2002 meningkat menjadi 1,36 %, tahun 2003 menjadi 2,83%, tahun 2004 menjadi 3,79%, maka dalam tahun 2005 menjadi 5,07%. Secara garis besar, kehidupan ekonomi kerakyatan masyarakat Kabupaten Barito Selatan adalah pertanian, menyerap 69,91 % tenaga kerja, sektor jasa 9,80 % dan perdagangan 9,09 %. Selama kurun waktu 2001-2005, terjadi perkembangan rata-rata luas tanaman padi sawah 30,27%, pertumbuhan peternakan budidaya 41 14,36%, pertumbuhan produksi daging rata-rata 10,38% dan produksi perikanan tumbuh 7,4%. Dengan demikian maka mayoritas masyarakat kabupaten Barito Selatan mengandalkan hidupnya sebagai petani, peladang, peternak maupun nelayan. 4.1.5. Struktur Organisasi Unit Pelaksanaan Tehnik Dinas (UPTD) KEPALA UPTD SUB. BAGIAN TATA USAHA PETUGAS UNIT PEMUNGUTAN PETUGAS UNIT KEBERSIHAN PETUGAS UNIT KEAMANAN KETERTIBAN PASAR Gambar 2. Struktur Organisasi Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) 42 Kepala UPTD Pasar Daerah Buntok bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Barito Selatan serta mempunyai tugas : 1. Mengkoordinir secara aktif semua pelaksanaan tugas dilingkup UPTD sesuai ketentuan yagn berlaku; 2. Mengkoordinir dan membina/mengarahkan Staf UPTD; 3. Melaksanakan pungutan/pendistribusian Karcis Retribusi Pasar dan Pungutan Sewa Kios, Los sesuai ketentuan; 4. Melakukan pembinaan, pengawasan terhadap Petugas Pasar; 5. Melakukan pengawasan terhadap penyetoran hasil pungutan ke kas Pembantu BKP UPTD sesuai ketntuan; 6. Melakukan pengaturan dan penataan terhadap para pedagang dilingkungan pasar; 7. Menyusun dan membuat laporan hasil UPTD setiap bulan kepada Kepala Dinas Pendapatan, pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Barito Selatan; 8. Melakukan Koordinasi dengan sekertariat dan bidang terkait dilingkup Dinas PPKAD Kabupaten Barito Selatan; 9. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait (Kepolisian, Setpol PP dan Dinas Perhubungan) sesuai bidang tugas; 10. Menyiapkan laporan penyelenggaraan ketatausahaan dan kepegawaian UPTD Kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan 43 Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Barito Selatan secara tertib Memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas. 4.1.6. Deskripsi Responden a. Umur Keadaan umum responden berdasarkan tingkat umur di Pasar Saik Butok dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur di Pasar Saik Buntok. Jumlah (Orang) 1 21-30 2 2 31-40 7 3 41-50 6 4 51-60 2 Jumlah 17 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2013. No Umur (Tahun) Persentase (%) 11,76 41,17 35,29 11,76 100 Pada tabel 4, dapat dilihat bahwa responden yang berumur 31 – 40 tahun memiliki jumlah yang terbesar persentase yaitu 7 orang dengan 41,17%, dan responden yang berumur 41-50 tahun memiliki jumlah yang terbesar yaitu 6 orang dengan persentase 35,29. Melihat hal tersebut maka dapat dikatakan rata-rata pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok masih berada pada kelompok usia produktif yang memiliki kemampuan fisik untuk melakukan 44 pekerjaan atau menjalankan usaha dagangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Swastha (2000) yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas kerja seseorang akan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan umur, kemudian akan menurun kembali menjelang usia tua. b. Jenis Kelamin Selain faktor umur, responden dapat pula dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Adapun keadaan umum responden berdasarkan jenis kelamin di Pasar Saik Buntok dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Pasar Saik Butok. No 1. 2. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Laki-Laki 1 Perempuan 16 Jumlah 17 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2013. Persentase (%) 5,88 94,11 100 Pada tabel 5, dapat dilihat bahwa pedagang pengecer yang lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 16 orang dengan persentase 94,11%. Hal ini disebabkan karena usaha dagang ayam broiler membutuhkan tenaga yang lebih besar, walaupun tidak 45 menutup kemungkinan kaum laki-laki juga lebih mampu untuk melakukannya. c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis pekerjaan tertentu atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Adapun keadaan umum responden berdasarkan tingkat pendidikan di Pasar Saik Buntok dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Pasar Saik Buntok. No 1. 2. 3. Pendidikan Jumlah (Orang) SD 9 SMP 5 SMA 3 Jumlah 17 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2013. Persentase (%) 52,94 29,41 17,64 100 Pada table 6, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyelesaikan pendidikannya sampai pada tingkat SMA/sederajat yaitu berjumlah 3 orang dengan persentase 17,64%. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa mayoritas pedagang pengecer adalah masyarakat yang telah mengenal pendidikan. Hal ini akan 46 berpengaruh pada pola pikir mereka dalam mengelolah usaha dagang ayam broiler termasuk mempertahankan usaha dagang tersebut. d. Pengalaman Berdagang Pengalaman merupakan guru yang paling baik. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh pedagang, maka akan semakin terampil dalam mengelola suatu usaha dagang. Pengalaman berdagang merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang pedagang dalam meningkatkan produktivitas dan kemampuan kerjanya dalam usaha dagang. Adapun keadaan umum responden berdasarkan lama usaha dagang yang dimiliki di Pasar Saik Buntok dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Lama Usaha Dagang yang Dimiliki di Pasar Saik Buntok. Lama Usaha Jumlah (Orang) (Tahun) 1. 1 – 10 10 2. 11 – 20 3 3. 21 – 30 4 Jumlah 17 Sumber : Data primer yang telah diolah, 2013. No Persentase (%) 58,82 17,64 23,52 100 Pada tabel 7, dapat dilihat bahwa pengalaman usaha dagang responden di Pasar Saik Buntok berkisar dari 1 – 30 tahun. Adapun jumlah responden terbanyak yaitu 10 orang dengan persentase 47 58,82%, yang memiliki pengalaman berdagang 1-10 tahun. Dengan kenyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok sudah cukup berpengalaman dalam usaha dagang ayam broiler. Pedagang pengecer yang memiliki pengalaman berdagang yang cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan pedagang pengecer yang baru saja menekuni usaha dagang ayam broiler. Untuk mengetahui identitas masing-masing responden, dapat dilihat pada lampiran II. 4.2. Analisis Data dan Interprestasi 4.2.1. Hasil dan Pembahasan a. Gambaran Harga Jual dan Volume Penjualan Pedagang Pengecer Ayam Broiler di Pasar Saik Buntok Harga jual merupakan jumlah yang dibayarkan oleh pembeli atas barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Harga jual merupakan harga yang ditetapkan oleh pedagang pegecer tersebut. Volume penjualan adalah banyaknya penjualan atas barang atau jasa yang dilakukan oleh penjual. Adapun rata-rata harga jual dan volume penjualan ayam broiler di Pasar Saik Buntok dapat dilihat pada tabel 8. 48 Tabel 8. Rata-Rata Harga Jual dan Volume Penjualan Ayam Broiler di Pasar Saik Buntok. Januari Rata-rata (Ekor/Hari) 51 Harga Jual (Rp) 31882 Volume Penjualan (Ekor) 1530 Pebruari 54 31970 1620 Maret 53 31911 1590 April 58 32382 1740 Mei 58 35265 1740 Juni 94 40529 2820 Bulan Sumber : Data primer yang telah diolah, 2013. Pada tabel 8, harga jual rata-rata yang terdapat di Pasar Saik Buntok yang merupakan daerah penelitian berkisar antara Rp. 31.882,- sampai dengan Rp. 40.529,- per ekor. Hal ini diakibatkan karena harga jual di pasar tersebut merupakan ketetapan harga pedagang pengecer. Pada saat bulan pebruari terjadi peningkatan jumlah ayam broiler berkisar 54 ekor/harinya sedangkan untuk volume penjualan 1620 ekor/bulannya, harga jual ayam broiler berkisar Rp.31970,- per ekornya itu dikarenakan adanya pemesanan-pemesanan dari konsumen/pelanggan untuk acara-acara seperti syukuran dan pernikahan. 49 Sedangkan pada bulan maret jumlah rata-rata ayam broiler yang terjual 53 ekor/hari, harga jual berkisar Rp. 31911,- per ekor dan volume penjualan 1590 ekor/bulannya ini terjadi penurunan dikarenakan sedikitnya pemesanan dari pelanggan/konsumen. Untuk bulan april jumlah rata-rata ayam broiler terjual 58 ekor/harinya, harga jual meningkat pesat berkisar Rp. 32382 per ekor dan volume penjualan 1740 ekor/bulannya, ini diakibatkan harga pakan ternak terjadi peningkatan jadi berpengaruh pada penjualan ayam broiler. Pada bulan juni jumlah rata-rata ayam broiler terjual sama halnya pada bulan april, tetapi untuk harga jual ayam tersebut meningkat menjadi Rp. 35264 per ekornya, dibandingkan pada bulan april Rp.32382 per ekornya. Ini disebabkan kebutuhan perekonomian masyarakat semakin meningkat dan juga dilihat dari kenaika BBM sekarang ini menjadikan efek bagi pedagang, pengusaha dan kita semua, dan disamping itu juga kebutuhan masyarakat mengkonsumsi daging semakin meningkat pula dikarnakan daging ayam broiler memiliki protein lemak yang sangat banyak sekali. 50 Sedangkan untuk bulan juni kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi daging semakin meningkat dan peningkatan harga ayam broiler tersebut yaitu rata-rata Rp. 40529,- per ekornya, tetapi kebutuhan untuk mengkonsumsi ayam broiler tersebut juga meningkat yaitu berkisar 94 ekor/harinya, peningkatan ini dikarenakan jumlah pemesanan baik itu secara langsung bertemu antara penjual dan pembeli atau lewat pemesanan. Untuk mengetahui lebih jelas, dapat dilihat pada lampiran IV dan V. b. Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis Pengaruh Harga Jual Terhadap Volume Penjualan Ayam Broiler pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok. Dari hasil regresi linier sederhana, Analisis Pengaruh Harga Jual Terhadap Volume Penjualan Ayam Broiler pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok dapat dilihat pada tabel 9. 51 Tabel 9. Hasil Regresi Linier Sederhana. Bulan = n X 1 31.882 1.530 1.016.461.924 2.340.900 48.779.460 2 31.970 1.620 1.022.080.900 2.624.400 51.791.400 3 31.911 1.590 1.018.311.921 2.528.100 50.738.490 4 32.382 1.740 1.048.593.924 3.027.600 56.344.680 5 35.265 1.740 1.243.620.225 3.027.600 61.361.100 6 40.529 2.820 1.642.599.841 7.952.400 114.291.780 203.939 11.040 6.991.668.735 21.501.000 383.306.910 𝑛 =6 Y x² y² Sumber : Data primer yang telah dioleh, 2013 Persamaan Regresi Linier sederhana adalah : Y=a+bX Untuk mencari nilai a dan b digunakan rumus : 𝑏= 𝑛. 𝑎=( 𝑋𝑌 − 𝑋. 𝑌 𝑛. 𝑋² − ( 𝑋)² 𝑋−𝑏 𝑋) / 𝑛 Perhitungan persamaa Regresi : 𝑏= 𝑛. 𝑋𝑌 − 𝑋. 𝑌 𝑛. 𝑋² − ( 𝑋)² xy 52 𝑏= 6. 383306910 − 203939 . (10040) 6. 6991668735 − (203939)² 𝑏= 2299841460 − 2251486560 41950012410 − 41591115721 𝑏= 48354900 358896689 𝒃 = 𝟎, 𝟏𝟑𝟒𝟕𝟑𝟐𝟎𝟖𝟕 𝑎=( 𝑦−𝑏 𝑥 )/𝑛 𝑎 = 11040— 0,134732087 . (203939)/6 𝑎 = 11040— (27477,13)/6 𝑎 = 16437,1/6 𝒂 = −𝟐𝟕𝟑𝟗, 𝟓𝟐𝟏 𝒑𝒆𝒓𝒔𝒂𝒎𝒂𝒂𝒏 𝑹𝒆𝒈𝒓𝒆𝒔𝒊 ∶ 𝒀 = −𝟐𝟕𝟑𝟗, 𝟓𝟐𝟏 + 𝟎, 𝟏𝟑𝟓 𝑿 53 Berdasarkan persamaan regresi linear sederhana di atas, maka diperoleh nilai regresi yaitu harga jual (X) sebesar 0,135 yang bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa harga jual terhadap volume penjualan pedagang pengecer (Y) terdapat pengaruh yang searah artinya jika terjadi penurunan 1 variavel X (harga jual) maka akan menurunkan volume penjualan pedagang pengecer sebesar 0,135/ekor/bulan. Adapun nilai konstanta sebesar -2739,521 menunjukkan bahwa pada saat nilai harga jual (X) mengalami perubahan harga, maka volume penjualan (Y) akan bernilai -2739,521 /ekor/bulan. Tabel. 10. Persamaan regresi linier menggunakan perhitungan SPSS V 17.0. Coefficients Model 1 (Constant) sederhana a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error -2739.521 703.342 .0,135 .021 Hargajual dengan Beta t .956 Sig. -3.895 .018 6.539 .003 a. Dependent Variable: volumepenjualan Sumber : Data primer yang telah diolah menggunakan perhitungan SPSS V17.0 54 Persamaan regresinya sebagai berikut : Y=a+bX Y = -2739,521 + 0,135 Arti persamaan ini sebagai berikut : - Konstanta sebesar -2739,521; artinya jika harga jual (X) nilainya adalah 0, maka volume penjualan (Y) sebesar Rp. -2739,521 - Koefisien regresi variabel harga jual (X) sebesar 0,135; artinya jika harga jual mengalami kenaikan Rp. 1, maka volume penjualan (Y) akan mengalami penurunan sebesar Rp. 0,135. Koefisien bernilai negatif artinya apabila harga jual semakin meningkat maka volume penjualan akan mengalami penurunan. c. Penghitungan Uji Koefisien Regresi Sederhana (Uji t) Rumus t hitung pada analisis regresi adalah : 𝐭 𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 = 𝒃 𝒔𝒃 Keterangan ; b = Koefisien Regresi sb = Standar Error 55 𝑠𝑥𝑦 = Sxy = Sxy = Sxy = Sxy = Sxy = Sb = 𝑦 2−𝑎 𝑥−𝑏 𝑛−2 21.501.000− −2739,521 . 11.040 − 0,134732087 . (383.306.910) 6−2 21.501.000− −30244312 – 51.643.740 4 101.572 4 25.393 159,352 𝑆𝑥𝑦 [ 𝑥2– Sb = 𝑥𝑦 𝑥 2/ 𝑛 ] 159,352 6.991.668.735 −41.591.115.721 / 6 56 Sb = Sb = Sb = 159,352 6.991.668.735 −6.931.852.620,167 159,352 59.816.114,833 159,352 7734,352 Sb = 0,021 t hitung = 𝑏 𝑠𝑏 𝟎, 𝟏𝟑𝟓 𝐭 𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 = = 𝟔, 𝟒𝟐𝟗 𝟎, 𝟎𝟐𝟏 Dapat dilihat pada tabel 10. Hal 53. Yaitu persamaan regresi linier sederhana dengan menggunakan perhitungan SPSS V 17.0 57 Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : 1. Menentukan hipotesis Ho : ada pengaruh antara harga jual dengan volume penjualan. Ha : tidak ada pengaruh antara harga jual dengan volume penjualan. 2. Menentukan tingkat signifikansi Tingkat siknifikansi menggunakan 0,05. Signifikansi 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian. 3. Menentukan t hitung Berdasarkan output diperoleh t hitung sebesar 6,539 4. Menentukan t tabel Tabel distribusi t dicari pada α = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-1 atau 6-2-1 = 3 (n adalah jumlah kasus dan k = 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 3,182 (lihat pada lampiran) 5. Kriteria pengujian Ho diterima jika – t tabel < t hitung > t tabel Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel 6. Membandingkan t hitung dengan t tabel Nilai t hitung > tabel ( 6,539 > 3,182 ) maka Ho ditolak 58 7. Gambar 8. Kesimpulan Oleh karena nilai t hitung > t tabel (6,539 > 3,182) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada pengaruh secara signifikan antara harga jual dengan volume penjualan. Jadi dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa harga jual berpengaruh terhadap volume penjualan pada pedagang pengecer ayam broiler di Pasar Saik Buntok. 59 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa harga jual sangat berpengaruh terhadap volume penjualan ayam broiler pada pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok. 2. Besarnya Pengaruh harga jual terhadap volume penjualan selama periode penelitian adalah rata-rata sebesar 61 ekor/bulannya. 3. seiring dengan terjadinya harga jual pada bulan juni jumlah rata-rata ayam broiler terjual sama halnya pada bulan april, tetapi untuk harga jual ayam tersebut meningkat menjadi Rp. 35264 per ekornya, dibandingkan pada bulan april Rp.32382 per ekornya. Ini disebabkan kebutuhan perekonomian masyarakat semakin meningkat dan juga dilihat dari kenaika BBM sekarang ini menjadikan efek bagi pedagang, pengusaha dan kita semua, dan disamping itu juga kebutuhan masyarakat mengkonsumsi daging semakin meningkat pula dikarnakan daging ayam broiler memiliki protein lemak yang sangat banyak sekali. 4. disamping itu kebutuhan konsumen dalam menghadapi hari bulan puasa/lebaran yaitu 94 ekor/harinya ekor/harinya. 59 dengan harga Rp.40.529 60 5.2. Saran 1. Adapun saran dalam penelitian ini kepada pedagang pengecer sebaiknya senantiasa memperhatikan harga jual sehingga produk yang ditawarkan kepada konsumen dapat diterima dengan baik yang pada akhirnya akan meningkatkan penjualan. 2. Kepada para pedagang pengecer di Pasar Saik Buntok untuk menyiapkan stok persediaan ayam broiler niminal 54 ekor/harinya terlebih lagi ketika menghadapi hari-hari besar. 61 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Pedagang.HTTP://id.wikepedia.org Diakses pada tanggal 7 agustus 2012 Akhinayasrin,2011.definisi perdagangan dan jenis pedagang. Http://id.shvoong.com Diakses pada tanggal 24 september 2011 Ahira, 2011. Budidaya ayam broiler. http://www.anneahira.com/ayam-broiler.htm. (diakses tanggal 18 februari 2011). Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Assegaf Abdullah, 1991:444, ”Kamus Akuntansi”, PT. Mario Grafika : Jakarta. Agus Ahyar, Manajemen Produksi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1990.Hal 4 Basu Swastha.(1996:9) Manajemen Penjualan. Edisi 3, cetakam kelima.Yogyakarta : BPFE, 2001. B. Simamora,2004:223. Panduan Riset Prilaku Konsumen. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama Cahyono, B. T. 1995. Pemasaran Bisnis: Analisis bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Program Magister Manajemen. Davis, D. and Cosenza, R.M. (1993) Business Research for Decision Making. Belmont: PWS-KENT Publishing Company. Hanafiah,A.M.2006.Tata Niaga Hasil Perikanan.UI Jakarta Irawan, A. 1996. Ayam-ayam Pedaging Unggul. Penerbit CV.Aneka , Solo. Indro. 2004. Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi Cet. 1 Airlangga University Press: Surabaya Kartasudjana dan Suprijatna E. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya. Kotler Philip, 2000:21.” Manajemen Pemasaran”, Jilid 1, Edisi Milenium, Jakarta : PT.Prehalindo. 62 Murtidjo, B.A. 1992. Beternak Ayam Potong. Kanisius, Yogyakarta. Moekijat, 2000. “ Kamus Itilah Ekonomi Manajemen “ , Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung. Moh. Nazir, (1988), Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Malhotra,N.K. Marketing Research, 1996 Nitisemito, A. S. 1994. Marketing. Ghalia, Jakarta. Prawirosentono, 1999.Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Rasyaf,1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat Belas. Penebar Swadaya. Jakarta. Sofjan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi FE UI, Jakarta,1999.Hal 169 Sukirno, S., 1997.Pengantar Teori Ekonomi Mikro. CV. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Swastha, B., 2000. Manajemen Penjualan. PT. BPFE, Yogyakarta. Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang. Yulian Yamit, Manajemen Persediaan, Ekonisia FE UI, Yogyakarta, 1999, Hal 3 63 Lampiran I. Jadwal Kegiatan Penelitian I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Persiapan / survei awal Diskusi / konsultasi Pembuatan makalah proposal Seminar proposal Pengumpulan data Tabulasi data Analisa data Konsultasi pembimbing Seminar hasil penelitian Penyusunan skripsi II III IV V VI VII VIII Keterangan 64 Lampiran II. Identitas Responden Pedagang Pengecer Ayam Broiler di Pasar Saik Buntok No Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun) Tingkat Pendidikan Lama Usaha (Tahun) 1 ANIKA P 32 SMP 8 2 BENAWATI P 53 SD 22 3 FAUZIAH P 23 SMP 5 4 DEWI. S P 18 SMP 2 5 FITRIAH P 32 SD 5 6 PANDY L 33 SMA 8 7 ENDANG. S P 43 SD 25 8 MASKIAH P 41 SD 3 9 MASNIAH P 49 SD 15 10 SITI P 36 SMP 6 11 Hj. ITA P 50 SD 25 12 JUMIATI P 31 SMA 6 13 INDAH KISMARIAH P 41 SD 6 14 Hj. KIAH P 47 SD 22 15 MASRIAH P 54 SD 15 16 PITRIAWATI P 35 SMP 1 17 ERVINA P 36 SMA 15 65 Lampiran III. Kuisioner Penelitian DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN “ANALISIS HARGA TERHADAP VOLUME PENJUALAN AYAM BROILER PADA PEDAGANG PENGECER DI PASAR SAIK BUNTOK” Peneliti : EDI CHANDRA I. Identitas Responden Nama : ................................... Jenis kelamin : ................................... Umur : ................................... Tingkat Pendidikan : ................................... Lama Usaha : ................................... II. Harga Jual Bulan 1 2 3 4 5 6 Jumlah Ternak Terjual (ekor) Harga 66 REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT volumepenjualan /METHOD=ENTER Hargajual. Regression Notes Output Created 03-Sep-2013 17:06:49 Comments Input Active Dataset DataSet0 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working Data 6 File Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing. Cases Used Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. Syntax REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT volumepenjualan /METHOD=ENTER Hargajual. Resources Processor Time 0:00:00.047 Elapsed Time 0:00:00.032 Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots 1356 bytes 0 bytes 67 [DataSet0] Variables Entered/Removed Model 1 Variables Variables Entered Removed Hargajual b Method a . Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: volumepenjualan Model Summary Model R 1 .956 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate R Square a .914 .893 159.353 a. Predictors: (Constant), Hargajual b ANOVA Model 1 Sum of Squares Regression Residual Total df Mean Square 1085826.101 1 1085826.101 101573.899 4 25393.475 1187400.000 5 F Sig. 42.760 .003 a a. Predictors: (Constant), Hargajual b. Dependent Variable: volumepenjualan Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Hargajual Std. Error -2739.521 703.342 .135 .021 Coefficients Beta t .956 Sig. -3.895 .018 6.539 .003 68 b ANOVA Model 1 Sum of Squares Regression Residual Total df Mean Square 1085826.101 1 1085826.101 101573.899 4 25393.475 1187400.000 5 a. Predictors: (Constant), Hargajual a. Dependent Variable: volumepenjualan F 42.760 Sig. .003 a 69 Lampiran IV. Rata-Rata Harga Jual Ayam Broiler pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok Harga Jual (Rp/ekor/bulan) Responden 1 2 3 4 5 1 33000 32000 31000 33000 2 32000 33000 31500 3 32500 31500 4 33000 5 6 45000 33500 36000 34000 32500 32500 34000 34500 31500 33000 33000 35000 45000 32000 32000 32000 32000 35000 41500 6 31000 32500 31000 33500 33500 40000 7 31000 33000 33000 33000 34000 37000 8 30000 31000 32000 32000 33000 40500 9 31500 31500 31000 31000 34000 39500 10 31500 32500 31000 33000 35500 40500 11 32000 33000 33000 32000 36500 38000 12 32500 32000 32000 31000 37500 41000 13 33000 31000 32500 31000 37000 43500 14 31000 33000 33000 33000 34000 44500 15 31000 32000 32000 32000 34500 39000 16 32000 31000 31000 33000 38500 38500 17 33000 31000 31000 32000 37500 38000 Total 542000 31882 543500 31970 542500 31911 550500 32382 599500 35265 689000 40529 Rata-Rata 43000 57 70 Lampiran V. Rata-Rata Volume Penjualan Ayam Broiler pada Pedagang Pengecer di Pasar Saik Buntok Volume Pejualan (Ekor/bulan) Responden 1 2 3 4 5 1 40 40 35 45 2 60 63 65 3 35 40 4 60 5 6 80 60 50 45 35 40 45 60 45 60 45 50 70 100 120 140 160 180 350 6 35 35 30 30 34 60 7 40 45 40 45 40 45 8 35 35 40 35 40 45 9 40 45 40 45 40 45 10 50 55 35 55 50 55 11 200 210 200 240 220 450 12 40 40 45 35 45 40 13 25 30 25 30 25 70 14 15 15 20 15 25 45 15 20 25 20 25 30 40 16 35 30 40 35 30 35 17 40 45 35 45 40 45 Total 870 51 918 54 905 53 985 58 989 58 1600 94 Rata-Rata 65 58 71 RIWAYAT HIDUP EDI CHANDRA (102.09.000024) lahir di Buntok pada tanggal 26 Mei 1985, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan bapak Basri dan ibu Noorsidah. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD Negeri Hilir Sper Buntok lulus tahun 1999 Kemudian setelah lulus di SD penulis melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada MTs Negeri Buntok dan lulus pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas pada SMA Negeri 02 Dusun Selatan dan lulus pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Swasta (SMPTS) di Jurusan Manajemen, STIE Dahani Dahanai Buntok, dan lulus pada tahun 2009. 72