ringkasan penelitian dampak krisis global terhadap perekonomian

advertisement
RINGKASAN PENELITIAN
DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN KEPULAUAN RIAU
I.
Latar Belakang
Krisis keuangan global yang berawal dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat telah
berimbas terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Koreksi harga-harga saham
perusahaan skala dunia berimbas pada kejatuhan nilai aset keuangan perusahaan. Kondisi ini
pada akhirnya menyebabkan kelangkaan likuiditas dan penurunan daya beli masyarakat. Pada
kuartal akhir tahun 2008, beberapa negara bahkan telah mengalami kontraksi ekonomi yang tajam,
seperti Amerika Serikat, Jepang, Hongkong dan Singapura.
Bagi Indonesia, imbas tersebut semakin dirasakan baik melalui jalur pasar barang maupun
pasar uang. Di pasar barang, indikasinya terlihat dari adanya pembatalan beberapa kontrak
ekspor, penundaan pengiriman barang dan pembayaran yang terganggu, khususnya pada
transaksi ekspor. Kondisi ini diperparah dengan harga komoditas yang turun, sehingga
mempengaruhi nilai ekspor dan di sisi lain menjadi potensi masuknya barang impor dengan harga
yang relatif murah ke pasar domestik. Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi awal tahun. Sementara itu, pembiayaan
ekspor-impor melalui perbankan terganggu seiring dengan memburuknya kepercayaan terhadap
kondisi perekonomian.
Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap perdagangan luar negeri (ekspor-impor) yang berasal dari
proses produksi sektor industri manufaktur. Dengan kondisi tersebut, menurunnya daya beli global
terutama Singapura berkorelasi langsung terhadap perlambatan ekspor. Ekspor tercatat
mengalami kontraksi 1,39% di kuartal akhir 2008 setelah terus mengalami perlambatan sejak awal
tahun 2008. Nilai tambah ekspor memberi kontribusi yang sangat penting dalam struktur
perekonomian Kepulauan Riau dengan pangsa sebesar 102,7%, sedangkan impor mencapai
77,5% pada tahun 2008. Imbasnya, laju pertumbuhan ekonomi terkoreksi tajam dari 6,52% di
kuartal III menjadi 3,05% (yoy) di akhir tahun 2008. Meski demikian, kondisi ekonomi regional
sepanjang tahun 2008 tergolong cukup kondusif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,65%,
sedangkan di tahun sebelumnya tumbuh 7,01%.
Dari sisi konsumsi, penurunan daya beli masyarakat domestik akan mendorong penurunan
konsumsi masyarakat itu sendiri. Bagi kota Batam, turunnya kapasitas utilisasi industri pengolahan
mencapai 30% - 40% secara langsung mempengaruhi pendapatan pekerja/buruh sektor industri
yang mencapai 264.489 orang atau hampir sepertiga penduduk kota Batam (Dinas kependudukan
Kota Batam). Beberapa industri besar bahkan telah melakukan langkah rasionalisasi karyawan
untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Selain itu, turunnya daya beli masyarakat global
terutama Singapura dan Malaysia juga berimbas pada penurunan kinerja pariwisata dan sektorsektor pendukungnya. Sementara di sisi pembiayaan, krisis keuangan mulai berdampak pada
penurunan ekspansi kredit oleh perbankan di akhir tahun 2008. Kredit konsumsi yang berperan
dalam peningkatan konsumsi masyarakat mulai tumbuh menurun, dan pada akhirnya berakibat
pada penurunan konsumsi masyarakat.
Adapun investasi sebagai salah satu penggerak roda perekonomian juga tak terlepas dari
imbas krisis ekonomi dunia. Turunnya kemampuan ekonomi dunia berakibat pada penurunan
investasi asing di Kepulauan Riau. Berbagai langkah ekspansi baik dalam bentuk perluasan usaha
maupun investasi baru dipastikan tertahan merespon kerugian keuangan yang dialami sebagian
besar perusahaan global, yang diantaranya telah melakukan investasi di Kepulauan Riau. Hal ini
juga diperparah dengan turunnya kemampuan ekonomi dalam negeri yang berdampak pada
turunnya kemampuan investor dalam negeri. Investasi yang turun juga disebabkan oleh turunnya
prospek perekonomian baik dalam skala nasional maupun regional Kepulauan Riau.
Secara umum, transmisi krisis keuangan global terhadap perekonomian provinsi Kepulauan Riau
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Transmisi Krisis Keuangan Global
terhadap Perekonomian Kepulauan Riau
II.
Metodologi
Data yang digunakan dalam penelitian berupa data triwulanan periode 1996 Q1 s/d 2008
Q4. Karena provinsi Kepulauan Riau baru resmi berdiri pada tahun 2002, maka data Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) komponen penggunaan dari tahun 1996-2001 diperoleh dengan
menggunakan proxy laju pertumbuhan komponen PDRB kota Batam, sebagai kekuatan ekonomi
dominan di Kepulauan Riau. Selain itu, karena keterbatasan data di daerah, maka akan dilakukan
interpolasi dari data tahunan menjadi triwulanan. Adapun data primer yang diolah dalam penelitian
ini bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia, Direktorat Statistik Moneter Bank Indonesia,
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Otorita Batam, dan Dinas Tenaga Kerja Kota Batam.
Penelitian menggunakan variabel FTZ yang berperan sebagai dummy pada persamaan
Investasi. Hal ini dilatarbelakangi adanya anomali penurunan investasi secara siginifikan pada
tahun 2001 dan 2005 di tengah pertumbuhan output ekonomi yang tinggi. Penyebab dominannya
adalah perubahan struktural terkait kebijakan pemerintah dalam menertibkan kembali penerapan
kawasan Special Economic Zone (SEZ) di kota Batam, dimana dalam pelaksanaannya justru
terjadi de facto Free Trade Zone (FTZ). Perubahan kebijakan tersebut menghasilkan UU No.36
tahun 2000 namun justru menjadi penghambat iklim investasi karena pemberlakuan PPn dan PPNBM. Selanjutnya pada akhir tahun 2004 kembali terjadi perubahan kebijakan status Batam sebagai
kawasan ekonomi khusus (Bonded Zone). Pembebasan pajak dan insentif fiskal lainnya hanya
diberikan untuk kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan khusus. Perjuangan untuk menjadikan
Batam sebagai kawasan FTZ terus berlanjut dan terjadi tarik ulur kepentingan berbagai pihak, baik
di daerah maupun di tingkat pusat.
Tabel 1. Keterangan Data
Variabel
PDRB Riil Kepulauan Riau
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor
Kumulatif Investasi Swasta
Notasi
Y_KEPRIt
CIt
PMTBt
EKSt
IMPt
PRIVATEt
Pajak
Tt
Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Kerja
Upah Minimun Kota Batam
Nilai Tukar IDR/SGD
Suku Bunga Riil
Indeks Harga Konsusen
PDB Riil Singapura
Polemik FTZ
Output Gap
POP
LABORt
UMKt
SGDt
R_RIIL
IHK
PDB_SGt
FTZt
Y–Ŷ
Notasi
BPS
BPS
BPS
BPS
BPS
Otorita Batam
Dirjen Perimbangan
Keuangan
BPS
BPS
Disnaker Batam
BI
BI
BPS
BI
Berbagai sumber
BPS
Keterangan
Proxi Pertumbuhan PDRB Batam
dan diinterpolasi untuk periode
tertentu
Interpolasi untuk periode tertentu
Interpolasi untuk periode tertentu
Interpolasi untuk periode tertentu
Interpolasi untuk periode tertentu
Interpolasi untuk periode tertentu
Berdasarkan asumsi teori ekonomi yang dijabarkan dalam laporan penelitian, persamaanpersamaan yang akan diestimasi melalui metode ekonometrik adalah sebagai berikut (dalam
logaritma natural atau persen) :
Persamaan Konsumsi
CIt = 0 + 1 (Y_KEPRIt - Tt) + 2POPt + 3SGDt + μ ............................................................................ (1)
Persamaan Investasi
PMTBt = β0 + β1R_RIILt + β2Y_KEPRIt + β3PRIVATEt +β4LABORt + β5UMKt + β6SGDt + β7FTZ + μ ..... (2)
Persamaan Ekspor
EKSt = γ0 + γ1SGDt + γ2PDB_SGt + μ .................................................................................................... (3)
Persamaan Impor
IMPt = δ0 + δ1SGDt + δ2Y_KEPRIt + δ3IMPt-1 + μ.................................................................................... (4)
Persamaan Inflasi
IHKt = θ0 IHKt-1 + θ1(Y – Ŷ) + θ2PDB_SGt + μ ......................................................................................... (5)
III. Analisis
Hasil estimasi ekonometrika menghasilkan persamaan sebagai berikut :
Konsumsi
CIt = 5.31 + 0.73 (Y_KEPRIt - Tt) + 0.65 POPt - 0.04 SGDt
(4.09)*
R2 = 98.90
(5.11)*
(9.65)*
(-2.83)*
DW = 1.44
Investasi
PMTBt = 18.2 – 0.55 R_RIILt - 1.12 Y_KEPRIt + 0.08 PRIVATEt + 1.78 LABORt - 1.08 UMKt + 0.46 SGDt - 0.37
FTZ
15.45)*
(10.74)*
R2 = 91.99
(-6.78)*
(-7.74)*
(3.64)*
(11.62)*
(-11.38)*
(8.93)*
(-
DW = 1.59
Ekspor
EKSt = 2.18 + 0.10 SGDt + 1.18 PDB_SGt
(4.30)*
R2 = 90.44
(3.19)*
(23.51)*
DW = 1.51
Impor
IMPt = -5.16 – 0.09 SGDt + 0.52 Y_KEPRIt + 0.85 IMPt-1
(-2.51)** (-3.88)*
R2 = 98.28
(2.38)**
(9.76)*
DW = 1.79
Inflasi
IHKt = 0.99 IHKt-1 + 0.10 (Y – Ŷ) + 0.02 PDB_SGt
(61.26)*
R2 = 99.25
(0.15)
(1.73)***
DW = 1.76
Keterangan : * Signifikan 1%; ** Signifikan 5%; dan *** Signifikan 10%
Hasil regresi pada persamaan konsumsi menginterpretasikan bahwa setiap peningkatan
pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat (disposable) sebesar 1% akan meningkatkan
konsumsi sebesar 0,84%. Sejalan dengan itu, kenaikan 1% konsumsi periode sebelumnya juga
akan juga akan berpengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat sebesar 0,58%.
Sebaliknya, jika kurs IDR/SGD terdepresiasi sebesar 1% maka konsumsi masyarakat akan
menurun pada level 0,04%.
Pada persamaan Investasi PMTB, ketersediaan tenaga kerja dan upah minimum kota Batam
merupakan faktor yang paling mempengaruhi iklim investasi di Kepulauan Riau. Setiap 1%
penambahan tenaga kerja di Kepulauan Riau akan meningkatkan investasi fisik sebesar 1,86%.
Sedangkan kenaikan Upah Minimum Kota Batam sebanyak 1% akan berimplikasi pada penurunan
investasi sebesar 1,1%. Sementara itu, pengaruh suku bunga riil pada model simultan terlihat
sedikit lebih besar dibanding pada persamaan struktural, dimana kenaikan suku bunga riil sebesar
1% akan direspon dengan menurunnya investasi fisik sebesar 0,49%.
Hasil estimasi juga menggambarkan adanya pola hubungan negatif antara output ekonomi
dengan investasi fisik. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh penurunan investasi secara
signifikan pada tahun 2001 yang kemudian kembali terkoreksi lebih tajam pada tahun 2005,
sedangkan output perekonomian terus meningkat secara linier. Penyebab utamanya adalah
adanya perubahan struktural terkait kebijakan pemerintah di akhir tahun 2000 dan 2004 dalam
menertibkan kembali penerapan kawasan Special Economic Zone (SEZ) di kota Batam yang
dalam pelaksanaannya justru terjadi de facto Free Trade Zone (FTZ). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa selama periode penelitian, perkembangan provinsi Kepulauan Riau secara
keseluruhan tidak mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk
investasi fisik, tetapi lebih karena faktor stabilitas kebijakan pemerintah. Gejolak kebijakan tersebut
berusaha digambarkan oleh variabel dummy FTZ akan berdampak negatif terhadap iklim investasi
dengan pengaruh sebesar 0,37%.
Peran investasi swasta baik domestik maupun asing signifikan dalam mendorong
peningkatan investasi fisik di Kepulauan Riau. Setiap pengingkatan persetujuan investasi swasta
sebesar 1% akan direspon dengan peningkatan investasi fisik sebesar 0,079%. Selanjutnya peran
investasi asing yang cukup besar menyebabkan nilai tukar menjadi pertimbangan penting dalam
keputusan investasi. Depresiasi nilai tukar IDR/SGD sebesar 1% akan mempengaruhi peningkatan
investasi sebesar 0,47%.
Dari persamaan Ekspor diketahui bahwa ekspor Kepulauan Riau dipengaruhi oleh nilai tukar
SGD dan kondisi perekonomian Singapura, dimana setiap peningkatan output ekonomi Singapura
dan depresiasi kurs SGD sebesar 1% akan memberi pengaruh terhadap peningkatan ekspor
masing-masing sebesar 1,17% dan 0,09%. Sedangkan di sisi impor diketahui bahwa kondisi
perekonomian regional dan impor pada periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap impor
Kepulauan Riau. Setiap peningkatan output dan impor periode sebelumnya sebesar 1% akan
meningkatkan impor masing-masing sebesar 0,41% dan 0,88%. Sebaliknya, pengaruh kurs yang
negatif sesuai dengan teori ekonomi, dimana depresiasi kurs SGD sebesar 1% akan menurunkan
impor pada level 0,08%.
Berdasarkan estimasi pada persamaan Inflasi diketahui bahwa inflasi secara signifikan
dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi pada periode sebelumnya dan fluktuasi nilai tukar Rupiah
terhadap Singapura Dollar. Setiap 1% kenaikan indeks harga periode sebelumnya akan
mempengaruhi peningkatan harga di periode berjalan mencapai 0,99%. Sementara itu, shock pada
nilai tukar IDR/SGD sebesar 1% menyebabkan indeks harga konsumen (IHK) meningkat sebesar
0,02%. Adapun variabel output gap tidak signifikan mempengaruhi tingkat harga di Kepulauan
Riau. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri dalam melakukan estimasi output gap dalam skala
regional akibat tingginya mobiltias sumber daya manusia, barang dan jasa (interregional). Atas
dasar itu maka tidak relevan untuk menganalisis tingkat kapasitas produksi serta pengangguran
siklis yang terjadi di Kepulauan Riau akibat krisis keuangan global. Berdasarkan persamaan inflasi
dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab inflasi yang dominan di Kepulauan Riau adalah costpush dibanding demand pull yang dari adanya kesenjangan produksi. Secara faktual, inflasi di
Kepulauan Riau juga banyak dipengaruhi oleh faktor kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok
dari luar wilayah, yang biasanya terganggu akibat gelombang laut tinggi di bulan-bulan tertentu.
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dampak krisis global terhadap aktivitas perekonomian Kepulauan Riau semakin intens di
penghujung tahun 2008. Penurunan daya beli global berkorelasi langsung terhadap perlambatan
ekspor disebabkan besarnya pengaruh perdagangan internasional terhadap pembentukan PDRB.
Kontribusi ekonomi yang dihasilkan dari aktivitas ekspor mencapai 102% sedangkan impor
sebesar 77,5%. Ekspor berkontraksi 1,39% di kuartal akhir 2008 menjadi determinan utama
perlambatan laju ekonomi dari 6,52% di kuartal III menjadi 3,05% di akhir kuartal IV-2008 (yoy).
Meski demikian, kondisi ekonomi regional sepanjang tahun 2008 tergolong cukup kondusif dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 6,65%, sedangkan di tahun sebelumnya tumbuh 7,01%.
Adapun komponen konsumsi masyarakat dan investasi secara umum relatif belum terimbas
dampak krisis keuangan global. Laju konsumsi rumah tangga tercatat berakselerasi dari 12,64% di
tahun 2007 menjadi 19,03% di tahun 2008. Bersamaan dengan itu pertumbuhan Investasi fisik
PMTB juga mengalami peningkatan dari 27% menjadi 29%. Kedua komponen permintaan tersebut
sekaligus menjadi penyangga terjadinya perlambatan ekonomi yang lebih tajam di tahun 2008.
Saran yang dikemukakan terkait hasil analisis menyangkut pada 4 aspek, yakni nilai tukar,
tenaga kerja, implementasi FTZ dan kuatnya pengaruh ekonomi Singapura. Pengaruh variabel
kurs IDR/SGD pada seluruh komponen permintaan menjadi perhatian penting dalam penelitian ini,
terlebih pengaruhnya yang negatif terhadap penurunan konsumsi masyarakat. Bank Indonesia
Batam dan seluruh stakeholders di Kepulauan Riau sebaiknya lebih intens dalam melakukan
langkah sosialisasi yang mengajak masyarakat terutama kalangan pengusaha retail agar
menjadikan Rupiah sebagai acuan penetapan harga guna mengeliminir dampak fluktuasi nilai
tukar.
Sementara ketersediaan tenaga kerja, upah minimun serta stabilitas kebijakan fiskal
pemerintah merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan investasi fisik di Kepulauan Riau.
Langkah rasionalisasi karyawan yang dilakukan beberapa perusahaan manufaktur seharusnya
direspon pemerintah daerah dengan menciptakan lapangan kerja yang padat karya melalui
percepatan realisasi anggaran belanja pembangunan, sekaligus membendung kepulangan tenaga
kerja ke daerah asalnya. Langkah ini sangat penting guna memperkecil dampak krisis keuangan
global dalam konteks regional Kepulauan Riau, maupun imbasnya bagi daerah asal pekerja, yang
pada akhirnya turut membantu pemulihan perekonomian Nasional. Selain itu juga untuk menjaga
ketersediaan tenaga kerja saat kondisi permintaan global mulai pulih.
Adapun tarik ulur implementasi FTZ sangat tidak mendukung kondisi sektor riil di Kepulauan
Riau yang mulai terkena dampak krisis global, dimana dampaknya diperkirakan lebih besar di
tahun 2009. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran lalu lintas barang dan jasa,
serta berpotensi memicu kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat yang berasal dari impor.
Ketidaksamaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk belum adanya
Roadmap Action Plan FTZ-BBK yang memuat kerangka kerja dan aturan yang komprehensif untuk
seluruh kegiatan terkait FTZ di Batam, Bintan dan Karimun menyebabkan mekanisme pengaturan
dilakukan secara parsial. FTZ hendaknya dipandang sebagai suatu sistem Otonomisasi Kawasan,
melalui berbagai distribusi atau pelimpahan kewenangan kelembagaan Pusat ke Kawasan. Jika
hal yang dikhawatirkan kelembagaan Pusat berupa terjadinya loosing power atau out of control
terhadap dinamika Kawasan, maka instrumen yang perlu dibangun adalah sebuah mekanisme
relasi kelembagaan vertikal (Pusat) dengan kelembagaan FTZ (Kawasan) secara komprehensif.
Melalui mekanisme ini, kelembagaan Pusat masih memiliki peranan penting pada aspek-aspek
yang menyangkut technical assistances. Namun hal-hal yang terkait dengan kebijakan-kebijakan
teknis termasuk berbagai insentif fiskal di
Kawasan FTZ-BBK menjadi otoritas penuh
kelembagaan Kawasan atau Dewan Kawasan FTZ. Dengan demikian kelembagaan Pusat tidak
lagi secara langsung mengurus Kawasan untuk hal-hal bersifat teknis, sehingga tercipta sebuah
sistem Otonomi Kawasan yang pertanggungjawabannya tetap ke Pemerintah Pusat.
Terakhir, besarnya pengaruh Singapura terhadap perekonomian Kepulauan Riau dalam
jangka pendek memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan ekonomi daerah. Namun
dalam jangka panjang pengaruhnya diperkirakan semakin kecil bahkan berbanding terbalik
sebagaimana pola hubungan negatif yang ditujukkan oleh output PDRB dengan investasi fisik
PMTB. Untuk itu diperlukan upaya menciptakan kekuatan ekonomi yang berbasis domestik dengan
memberikan peran yang lebih besar terhadap industri lokal dalam mendukung operasional industriindustri besar. Selain itu, paradigma keunggulan komparatif melalui upah buruh yang murah
sebaiknya mulai digantikan dengan upaya penciptaan daya saing bagi para industri lokal sehingga
perannya dalam mendukung pertumbuhan industri besar menjadi lebih optimal. Sejalan dengan itu
dukungan dari sisi pembiayaan perbankan lokal menjadi semakin penting dalam menstimulus
perekonomian regional.
Download