KARAKTERISASI SIMPLISIA dan UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)
Tanaman jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) ini diklasifikasikan sebagai
berikut (Corner, EJH and Watanabe, 1996):
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Rosales
Suku
: Fabaceae
Marga
: Pithecellobium
Spesies
: Pithecellobium lobatum Benth
2.1.2 Habitat Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)
Tanaman jengkol sudah sejak lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini hidup
dengan baik di daerah tropis, banyak ditemukan di Malaysia dan Thailand. Namun,
asal-usul tanaman jengkol tidak diketahui dengan pasti. Di Sumatera, Jawa Barat dan
Jawa Tengah, tanaman jengkol banyak ditanam di kebun atau pekarangan secara
sederhana (Eka, A, 2007).
2.1.3 Nama Daerah
Di Indonesia, jengkol disebut dengan banyak nama, yaitu jengkol (Jawa),
jaring (Sumatera), jaawi (Lampung), kicaang (Sunda), lubi (Sulawesi Utara) dan
blandingan (Bali) (Depkes RI, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)
Tanaman jengkol berupa pohon dengan tinggi sekitar 20 meter. Batang tegak,
bulat, berkayu, licin, percabangan simpodial, coklat kotor. Memiliki daun majemuk
yang berhadapan, lonjong, panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, tepi rata, ujung runcing,
pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5-1 cm, hijau tua.
Bunganya tersusun majemuk, bentuk tandan, di ujung dan ketiak daun, tangkai bulat,
panjang sekitar 3 cm, ungu, kelopak bentuk mangkok, benang sari kuning, putik
silindris, kuning, mahkota lonjong, putih kekuningan. Buah jengkol berupa bulat
pipih, coklat kehitaman. Biji pipih, berkeping dua, putih kekuningan. Akar tunggang
berwarna coklat kotor (Depkes RI, 1994).
2.1.5 Kandungan Kimia
Biji, kulit batang dan daun jengkol mengandung saponin, flavonoida dan
tanin (Depkes RI, 1994). Buah jengkol mengandung karbohidrat, protein, vitamin A,
vitamin B, vitamin C, fosfor, kalsium, zat besi, alkaloid, steroid, glikosida, tanin,
flavonoid dan saponin (Eka, A, 2007).
2.1.6 Manfaat Tanaman Jengkol
Daun jengkol berkhasiat sebagai obat eksim, kudis, luka dan bisul. Buah
jengkol dimanfaatkan sebagai bahan pangan, kulit buahnya berkhasiat sebagai obat
borok (Depkes RI, 1994).
2.2 Ekstrak
2.2.1 Pengertian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
Universitas Sumatera Utara
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes RI, 1995).
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas
(Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan
senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan
kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut
cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus
mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan
campuran air etanol (Depkes RI, 1979).
2.2.2 Metode Ekstraksi
Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi:
1. Cara dingin
i.
Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
ii.
Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
2. Cara panas
i.
Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
ii.
Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
iii.
Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
iv.
Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 9698oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
v.
Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air.
2.3 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk tujuan membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada suatu objek atau
spesimen.
Cara-cara sterilisasi yaitu:
a. Sterilisasi dengan bahan kimia, contoh: senyawa fenol dan turunannya.
Desinfektan ini digunakan misalnya untuk membersihkan area tempat
bekerja.
b. Sterilisasi kering, digunakan untuk alat-alat gelas misalnya cawan petri,
tabung reaksi. Cara ini cocok untuk alat-alat gelas karena tidak ada
pengembunan dan tetes air.
c. Sterilisasi basah, biasanya menggunakan uap panas bertekanan dalam
autoklaf. Media biakan, larutan dan kapas dapat disterilkan dengan cara ini.
Universitas Sumatera Utara
Autoklaf merupakan suatu alat pemanas bertekanan tinggi, dengan
meningkatnya suhu air maka tekanan udara akan bertambah dalam autoklaf
yang tertutup rapat. Sejalan dengan meningkatnya tekanan di atas tekanan
udara normal, titik didih air meningkat. Biasanya pemanasan autoklaf berada
pada suhu 1210 C selama 15 menit.
d. Filtrasi bakteri, digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terurai atau
tidak tahan panas. Metode ini didasarkan pada proses mekanik yaitu
menyaring semua bakteri dari bahan dengan melewatkan larutan tersebut
melalui lubang saringan yang sangat kecil.
e. Incenerasi, yaitu sterilisasi dengan pemanasan atau pembakaran pada api
langsung. Misalnya untuk sterilisasi jarum ose dan pinset (Beisher, L, 1991).
2.4 Bakteri
2.4.1 Uraian Umum
Bakteri termasuk dalam golongan procaryotes, ukurannya sangat kecil (dalam
ukuran mikron) sehingga hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri
memiliki inti sel yang terdiri atas DNA dan RNA namun tidak memiliki pembungkus
inti. Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembang biak dengan membelah
diri (binary fission), dapat dibiakkan pada perbenihan buatan serta dapat dihambat
dengan antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki
flagella (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003).
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh:
1. Zat makanan (nutrisi)
Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,
Universitas Sumatera Utara
tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan
pertumbuhannya.
2. Keasaman dan kebasaan (pH)
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5,
namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau
sangat alkali.
3. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 030oC, temperatur optimum adalah 10-20oC.
b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 560oC, temperatur optimum adalah 25-40oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50100oC, temperatur optimum adalah 55-65oC.
4. Oksigen
Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya
spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Aerobik
yaitu
bakteri
yang
membutuhkan
oksigen
untuk
pertumbuhannya.
b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.
Universitas Sumatera Utara
c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen
ataupun tanpa oksigen.
d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya
sedikit oksigen.
5. Tekanan osmosa
Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis
terhadap isi sel bakteri.
6. Kelembaban
Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada
lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya
(Pelczar et al, 1988).
Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:
a. Bentuk basil
Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau
silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek
atau panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:
- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung
tumpul.
- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.
- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung
tajam.
Contoh: Escherichia coli, Bacillus anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella
dysenteriae.
b. Bentuk kokus
Universitas Sumatera Utara
Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup
sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:
- Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.
- Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.
- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan merupakan suatu untaian.
- Streptokokus yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang berupa
rantai.
- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.
Contoh: Monococcus gonorhoe, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis,
Staphylococcus aureus, Sarcina luten.
c. Bentuk spiral
Dapat dibedakan atas:
- Spiral yaitu bentuk yang menyerupai spiral atau lilitan.
- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.
- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam
kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.
Contoh: Spirillum, Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk and Wheeler, 1989).
2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri
Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu:
1) Fase lag
Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh
dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk
pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk
menyeimbangkan pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
2) Fase log
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang
teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas
metabolisme sel.
3) Fase tetap
Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari
media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh
dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.
4) Fase kematian
Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel
baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee, J, 1983).
2.4.3 Media Pertumbuhan Bakteri
Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat
hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan
untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan
pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara
sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan
Universitas Sumatera Utara
dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan
vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:
I. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas:
1) Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan
diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium
fosfat.
2) Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui
secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya:
ekstrak daging, pepton (Lay, BW, 1994).
II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi:
1) Media selektif
Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu
bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang
tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme
tertentu yang ingin diisolasi.
2) Media diferensial
Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai
jenis dalam suatu lempengan agar.
3) Media diperkaya
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh
dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat
dalam jumlah sedikit (Irianto, K, 2006).
III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Irianto, K, 2006):
1) Media padat/ solid
Universitas Sumatera Utara
2) Media semi solid
3) Media cair
2.4.4 Metode Isolasi Biakan Bakteri
a) Cara gores
Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang
diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling
menutupi di atas permukaan agar yang telah padat.
b) Cara sebar
Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara merata
dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat.
c) Cara tuang
Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri steril
dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni
yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut (Stanier, RY et al,
1982).
2.4.5 Pengukuran Aktivitas Antimikroba
Penentuan kepekaan bakteria patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan
dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting sekali
menggunakan
metode
standar
untuk
mengendalikan
semua
faktor
yang
mempengaruhi aktivitas antimikroba.
a. Metode Dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara
bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji
dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat
Universitas Sumatera Utara
atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya
dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al, 2001).
b. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram
kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium
padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah
inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan
hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan
kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian,
standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan
baik (Jawetz et al, 2001).
2.4.6 Bakteri Escherichia coli
Berikut sistematika bakteri Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1998):
Divisi
: Bacteriophyta
Kelas
: Bacteria
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Bacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 mikrometer dan diamater 0,5 mikrometer, bersifat anaerob
fakultatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini umumnya
hidup pada rentang 20-400 C, optimum pada 370C.
Universitas Sumatera Utara
Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam
usus dan berperan dalam proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bakteri
ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khususnya
air. Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan
dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare (Anonim, 2008).
2.4.7 Bakteri Shigella dysenteriae
Berikut sistematika bakteri Shigella dysenteriae (Dwidjoseputro, 1998):
Divisi
: Bacteriophyta
Kelas
: Bacteria
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Bacteriaceae
Genus
: Shigella
Spesies
: Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerobik,
berbentuk batang yang tidak bergerak, tidak membentuk spora. Bakteri ini berukuran
sekitar 0,5-0,7 mikrometer dan tumbuh baik pada suhu 370C (Anonim, 2007).
Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu dari
berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama
kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan
lendir (Pelczar et al, 1988).
2.4.8 Bakteri Salmonella typhimurium
Berikut sistematika bakteri Salmonella typhimurium (Dwidjoseputro, 1998):
Divisi
: Bacteriophyta
Kelas
: Bacteria
Universitas Sumatera Utara
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Bacteriaceae
Genus
: Salmonella
Spesies
: Salmonella typhimurium
Bentuk tubuh dari Salmonella typhimurium adalah batang lurus pendek
dengan panjang 1-1,5 mikrometer. Tidak membentuk spora, bersifat gram negatif.
Biasanya bergerak motil dengan menggunakan flagella dan kadang menjadi bentuk
non-motilnya. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu optimum sekitar 370C. Biasanya
memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol dan sorbitol, tetapi tidak
memfermentasi laktosa dan sukrosa. Tidak membentuk indol dan gelatin cair.
Salmonella typhimurium dapat menyebabkan penyakit tifus yang ditandai dengan
demam, mual, muntah, diare dan hilangnya nafsu makan (Anonim, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Download