PERSEPSI COUCHSURFING TERHADAP

advertisement
PERSEPSI COUCHSURFING TERHADAP
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA YANG EFEKTIF
Agatha Josephine
Abstrak
Penelitian ini berjudul Persepsi Couchsurfing Terhadap Komunikasi Antarbudaya yang
Efektif (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Persepsi Anggota Couchsurfing di
Medan,Bangkok,dan Vietnam Terhadap Komunikasi Antarbudaya yang Efektif). Skripsi ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi lintas budaya yang terjadi di antara anggota
Couchsurfing di Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori komunikasi antar budaya dan persepsi budaya. Dengan metode deskriptif kuantitatif
dan data Peneliti menyebarkan kuesioner kepada 99 responden dari populasi 8.396 orang. Jumlah
sampel ini didapat dengan menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat
kepercayaan 90%. Teknik pengambilan sampel menggunakan Random Sampling, sedangkan
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel tunggal. Tahapantahapan dalam pengolahan data dimulai dengan penomoran kuesioner, editing, coding,
inventarisasi tabel, dan tabulasi data. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa gambaran
komunikasi antarbudaya di Medan, Bangkok, dan Ho Chi Minh didasari motif yang berbedabeda. Selain itu faktor yang mempengaruhi cara berkomunikasi antarbudaya diantara anggota
Couchsurfing di ketiga kota tersebut berbeda-beda juga. Selain itu, komunikasi diantara anggota
akan semakin efektif jika semakin sering mereka mengakses situs Couchsurfing, sehingga
diantara ketiga kota yang diteliti,komunikasi dengan couchsurfer Ho Chi Minh sedikit terhambat
karena mereka jarang mengakses situs Couchsurfing.
Kata Kunci : komunikasi efektif, Couchsurfing,
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi sangat mendukung para wisatawan di seluruh dunia dalam
melakukan perjalanan wisatanya. Terdapat banyak situs travel agent, situs pemesanan hotel, situs
penerbangan murah, bahkan situs yang memungkinkan seorang wisatawan berkomunikasi
dengan wisatawan atau penduduk lokal di daerah yang dikunjunginya, situs ini berupa jejaring
sosial dengan tujuan silahturahmi. Ada dua situs yang banyak digunakan, Hospitality Club dan
Couchsurfing. Namun peneliti memfokuskan kepada situs Couchsurfing, Oleh karena pada
akhirnya Couchsurfing ini tidak hanya menjadi sebuah situs jejaring sosial saja, tapi juga
menjadi sebuah komunitas travelling terbesar di dunia.
Couchsurfing, sebuah komunitas yang terbentuk dari sebuah situs dan layanan jejaring
sosial berupa hospitality exchange atau Jaringan Silaturahmi. Kegiatan yang ada di Couchsurfing
secara garis besar ada tiga, yaitu hosting, dimana seseorang menerima tamu dan memberikan
akomodasi gratis bagi tamu yang datang. Surfing, disini anggota Couchsurfing bertamu ke rumah
anggota Couchsurfing lainya, dan mendapatkan akomodasi gratis. Gathering, adalah pertemuan
yang sifatnya tentatif, dimana semua anggota Couchsurfing, bertemu dan biasanya bertukar
1
informasi dengan tamu yang datang. Salah satu yang paling sering ditanyakan oleh tamu yang
datang adalah apa saja kebiasaan penduduk lokal yang harus mereka perhatikan, dan penduduk
lokal yang juga anggota Couchsurfing bisa bertanya tentang kebudayaan tamu yang datang,
membagikan informasi mengenai kebudayaan penduduk lokal, dan juga bisa membandingkan
kebudayaan tamu yang datang dengan kebudayaan mereka. Untuk mendapatkan informasi yang
mereka butuhkan, apalagi untuk mendapatkan izin menginap di rumah couchsurfer lain, maka
harus terjalin komunikasi yang efektif diantara Couchsurfer. Komunikasi yang dilatarbelakangi
perbedaan bahasa, warganegara, perbedaan budaya, dan terkadang perbedaan jenis kelamin.
Walaupun berada di satu regional di Benua Asia, negara-negara di Asia Tenggara
memiliki kebudayaan yang beberapa diantaranya sama dan yang lainnya berbeda. Malaysia dan
Singapura, secara ekonomi berada lebih tinggi keberadaannya dibandingkan negara-negara Asia
Tenggara yang lain yang masih di tingkat negara berkembang. Malaysia secara ekonomi berada
di tingkat negara industri baru, dan Singapura sebagai negara maju.Kedua negara ini sudah lebih
terglobalisasi, dengan alasan tersebut maka peneliti tidak memilih kedua negara tersebut. Brunei
Darusalam memiliki kekayaan alam yang sangat kaya dan penghasilan negara yang tinggi itu
berhasil menempatkan Brunei Darusalam sebagai negara ke lima terkaya di dunia. Namun
peraturan dan budaya mereka yang sangat ketat dan konservatif menyebabkan interaksi
penduduk asing sangat minim. Oleh karena hal itulah peneliti tidak memilih Brunei Darusalam.
Laos dan Myanmar merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yang rawan
konflik. Situasi politik yang tidak stabil menyebabkan banyak akses informasi tentang negara
tersebut terhambat dan hal ini lah yang membuat peneliti tidak melakukan penelitian di kedua
negara tersebut. Timor Leste, sebuah negara yang pada tahun 1999 berpisah dari Republik
Indonesia. Namun sampai sekarang, masih banyak pemberontakan yang terjadi di Negara
tersebut.(www.wikipedia.org). Oleh karena itu peneliti tidak melakukan penelitian di negara
tersebut.
Peneliti telah memilih tiga negara yang menjadi tempat tujuan penelitian. Indonesia,
negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki banyak objek wisata yang tersebar di setiap
pulau, ada Pulau Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Papua dengan keindahan pantainya, dan juga
Pulau Jawa dengan dua candi yang sangat terkenal di dunia yaitu Candi Prambanan dan
Borobudur, serta Pulau Sumatera, dengan Danau Toba, Sungai Musi, dan Titik Nol di Pulau
Weh. Thailand sebuah negara yang sangat dikenal dunia, dengan keindahan Pantai Phuket dan
Phi Phi Island, Pataya dan kehidupan malamnya, dan juga Chiang Mai dengan Eco-tourism-nya.
Vietnam merupakan Negara yang sangat terkenal dengan Ho Chi Minh City, yang menjual
keindahan arsitektur peninggalan Perancis, Nha Trang, kawasan pantai yang indah, dan Halong
bay, teluk yang terdiri dari 1969 pulau batu kapur. (www.wikipedia.org)
Ketiga negara ini berada di kawasan di Asia Tenggara, dan sama-sama merupakan negara
berkembang, dan juga menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber pemasukan utama
negaranya, selain itu kebudayaan di ketiga negara ini sangat kuat dan beragam, dan juga
penduduk lokalnya terkenal ramah kepada wisatawan. Ketiga negara ini berada di regional yang
sama, budaya yang ada pastinya memilikiperbedaan, tetapi masih berpatokan kepada kebudayaan
timur, yang dimana beberapa kegiatan dianggap masih tabu untuk diterapkan, contohnya saja
mempersilahkan tamu berbeda jenis kelamin menginap, bagi beberapa orang masih diangggap
tidak biasa.
2
Keberadaan situs ini tujuannya adalah untuk mempermudah wisatawan mendapatkan
informasi dan juga dapat membantu wisatawan mendapatkan akomodasi yang murah.
Kebanyakan Couchsurfer, sebutan bagi anggota Couchsurfing, yang melakukan perjalanan
wisata, bisa menginap di tempat tinggal Couchsurfer lokal.
Selain itu mereka juga bisa
mempelajari kebudayaan setempat. Untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan,
apalagi untuk mendapatkan izin menginap di rumah couchsurfer lain, maka harus terjalin
komunikasi yang efektif diantara Couchsurfer. Komunikasi yang dilatarbelakangi perbedaan
bahasa, warganegara, perbedaan budaya, dan terkadang perbedaan jenis kelamin. Oleh Oleh
karena itulah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran komunikasi
antarbudaya yang terjadi di antara anggota Couchsurfing di Indonesia, Thailand, dan Vietnam
dan juga untuk mengetahui gender umur, lama menginap dan kewarganegaraan mempengaruhi
cara berkomunikasi antara anggota Couchsurfing di Indonesia, Thailand dan Vietnam. Selain itu
untuk mengetahui keefektifan komunikasi antar anggota komunitas Couchsurfing dalam setiap
kegiatan Couchsufing di Indonesia, Thailand dan Vietnam melalui jejaring sosial.
KAJIAN LITERATUR
Komunikasi Antarbudaya
Terdapat beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang telah diuraikan oleh
beberapa ahli, diantaranya Fred. E. Jandt yang mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai
interaksi tatap muka diantara orang yang berbeda-beda budaya. Komunikasi antarbudaya
merupakan bagian dari komunikasi multikultural. Colliers dan Thomas mengartikan komunikasi
antarbudaya sebagai komunikasi yang terjadi diantara orang yang memiliki perbedaan budaya.
Stephen Dahl sendiri mengartikan komunikasi antarbudaya secara spesifik, yaitu komunikasi
yang terjadi di dalam masyarakat yang berasal dari dua ataupun lebih kebangsaan yang berbeda,
seperti perbedaan rasial dan latar belakang etnik. Definisi lain tentang komunikasi antarbudaya
dikemukakan oleh Stuward L. Tubbs. Beliau mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai
komunikasi yang terjadi diantara dua anggota yang berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda baik secara rasial, etnik maupun sosial-ekonomi. Dari definisi yang telah diuraikan oleh
beberapa ahli, maka dikemukakan kesimpulan definisi komunikasi antarbudaya, yaitu suatu
tindak komunikasi dimana para partisipan berbeda latar belakang budayanya (Purwasito,
2003:122-124).
Sitaram dan Cogdell (1976) mengidentifikasi komunikasi antarbudaya sebagai
komunikasi yang berlangsung antara para anggota kebudayaan yang sama namun tetap
menekankan pada sejauh mana perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai budaya yang
mereka miliki bersama. Analisis komunikasi antarbudaya selalu dimulai dengan mengulas
keberadaan kelompok/subbudaya dalam satu kebudayaan, juga tentang nilai subbudaya yang
dianut. Jadi, studi antarbudaya memusatkan perhatian pada komunikasi antara para anggota
subbudaya dalam satu kebudayaan. Komunikasi antarbudaya pun dapat dijadikan sebagai
indikator untuk mengukur tingkat efektivitas pengiriman, penerimaan dan pemahaman bersama
atas nilai yang ditukar diantara partisipan komunikasi yang kebudayaannya homogeny (dalam
Liliweri, 2001:9).
3
Setiap hubungan antarmanusia dalam satu budaya selalu diatur dengan sosialisasi
indoktrinasi dan instruksi-instruksi nilai. Perlu diketahui bahwa komunikasi antarbudaya
merupakan suatu gejala yang selalu ada dalam konteks kebudayaan tertentu. Hubungan
antarbudaya selalu didasarkan pada sikap diskriminasi geopolitik dan lain-lain (Liliweri.
2001:11-13).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan komunikasi antarbudaya sebagai teori dasar
pada penelitian, karena sesuai dengan permasalahan penelitian.
Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikator. Komunikator
dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak yang mengawali proses pengiriman pesan
terhadap komunikan. Baik komunikator maupun komunikan ditentukan oleh faktor-faktor makro
seperti penggunaan bahasa minoritas dan pengelolaan etnis, pandangan tentang pentingnya
sebuah percakapan dalam konteks budaya, orientasi terhadap konsep individualitas dan
kolektivitas dari suatu masyarakat, orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan faktor
mikronya adalah komunikasi dalam konteks yang segera, masalah subjektivitas dan objektivitas
dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan percakapan dalam bentuk dialek dan aksen, dan nilai
serta sikap yang menjadi identitas sebuah etnik (Liliweri, 2004: 25-26).
Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikan. Komunikan
merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dalam komunikasi
antarbudaya, komunikan merupakan seorang yang berbeda latar belakang dengan komunikator.
Tujuan komunikasi yang diharapkan ketika komunikan menerima pesan dari komunikator adalah
memperhatikan dan menerima secara menyeluruh. Ketika komunikan memperhatikan dan
memahami isi pesan, tergantung oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt
action. Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu yang benar, kemudian
afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa pesan tidak hanya benar namun baik dan
disukai, sedangkan overt action merupakan tindakan yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap
pesan yang benar dan baik sehingga mendorong suatu tindakan yang tepat (Liliweri, 2004:2627).
Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, dan
perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan sesuatu yang digunakan untuk mewakili
maksud tertentu seperti kata-kata verbal dan simbol nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama,
yaitu content (isi) dan treatment (perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan terhadap pesan
tergantung dari keterampilan komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi dalam sistem sosial
dan kebudayaan (Liliweri, 2004: 27-28).
Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan
saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe saluran yang disepakati para
ilmuwan sosial, yaitu sory channel, yakni saluran yang memindahkan pesan sehingga akan
ditangkap oleh lima indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi, tangan,
hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized channel yaitu saluran yang sudah sangat
dikenal manusia seperti percakapan tatap muka, material percetakan dan media elektronik. Para
ilmuwan sosial menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan yang disampaikan
melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris (Liliweri, 2004:28-29).
4
Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek atau umpan balik. Tujuan
manusia berkomunikasi adalah agar tujuan dan fungsi komunikasi dapat tercapai. Tujuan dan
fungsi komunikasi antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menerangkan tentang
sesuatu, memberikan hiburan dan mengubah sikap atau perilaku komunikan. Didalam proses
tersebut, diharapkan adanya reaksi atau tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut
umpan balik. Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses komunikasi
antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk memahami pikiran dan ide atau
gagasan yang terkandung didalam pesan yang disampaikan. Unsur keenam dalam proses
komunikasi antarbudaya adalah suasana. Suasana merupakan salah satu dari 3 faktor penting
(waktu, tempat dan suasana) didalam komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2004:29-30).
Unsur ketujuh dalam proses komunikasi antarbudaya adalah gangguan. Gangguan
didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala sesuatu yang menghambat laju pesan yang
ditukar antara komunikator dan komunikan dan dapat juga mengurangi makna pesan
antarbudaya. Gangguan tersebut menghambat penerimaan pesan dan sumber pesan. Gangguan
yang berasal dari komunikator bersumber akibat perbedaan status sosial dan budaya, latar
belakang pendidikan dan keterampilan berkomunikasi. Gangguan yang berasal dari pesan
disebabkan oleh perbedaan pemberian makna pesan yang disampaikan secara verbal dan
perbedaan tafsir atas pesan non verbal. Sedangkan gangguan yang berasal dari media, yaitu
karena kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi sehingga
kurang mendukung komunikasi antarbudaya. De Vito (1997) menggolongkan tiga macam
gangguan, yaitu fisik, psikologis dan semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan
transmisi fisik isyarat atau pesan lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif atau
mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan pendengar memiliki arti yang
berlainan (Liliweri, 2004:30-31).
Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan
mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara
kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Secara
umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka
mempersepsi dunia yang sedemikian rupa pula (Mulyana, 2005: 25).
Untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami
kerangka persepsinya. Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan
banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Tetapi karakter budaya yang cenderung
memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama, dan oleh karenanya
membawa kita kepada persepsi yang berbeda-beda atas dunia eksternal (Mulyana, 2005: 26).
Menurut Sarbaugh (1998) dan Samover,et,al(2006:12-14) ada tiga elemen pokok persepsi
budaya yang memiliki tiga pengaruh besar dan langsung terhadap individu-individu peserta
komunikasi antarbudaya. Yang pertama adalah pandangan budaya dunia(kepercayaan, nilai
sistem tingkah laku), kedua sistem lambang (verbal dan non verbal) dan ketiga organisasi sosial
(keluarga dan institusi). (Lubis,2012 :63)
5
Pandangan dunia merupakan dasar dari suatu budaya. Impaknya mempengaruhi
kepercayaan/agama,nilai-nilai, perilaku, penggunaan waktu dan banyak aspek budaya lainnya.
Oleh itu pandangan dunia membentuk budaya dan berfungsi untuk membedakan satu budaya
dengan budaya lainnya. Pandangan dunia meliputi, kepercayaan, nilai, perilaku atau sistem
tingkah laku. Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana
kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan
oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Nilai merupakan norma dimana suatu etnis
memberitahukan pada seseorang mengenai baik,buruk,benar dan salah,yang boleh dan tidak
boleh. Meskipun memiliki penilaian yang unik tentang nilai,tetapi nilai-nilai itu tidak bersifat
universal karena kecenderungannya berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya, dan
nilai-nilai itu dipelajari. Perilaku atau sistem tingkah laku adalah perwujudan daripada
kepercayaan dan nilai-nilai yang dipedomani oleh setiap individu.Sistem Lambang : Menurut
Ruben (1984: 129-155), perwujudan dari perilaku itu adalah melalui sistem lambang yang
digunakan seperti melalui percakapan, tertulis dan melalui isyarat badan (bahasa tubuh),
penampilan dan lain-lainnya. .(dalam Lubis, 2012:72) Organisasi sosial adalah cara bagaimana
suatu kebudayaan dikomunikasikan kepada anggot-anggotanya.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada metode deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya ( Best,1982 : 119). Dengan penelitian metode
deskriptif, memungkinkan peneliti untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis,
mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal
(west, 1982).
Pada umumnya tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara
sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Dalam
perkembangannya, akhir-akhir ini metode penelitian deskriptif banyak digunakan oleh peneliti
karena dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan
penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk
mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah
laku manusia.
Di samping kedua alasan tersebut di atas, penelitian deskriptif pada umumnya menarik
bagi para peneliti muda, karena bentuknya sangat sederhana dengan mudah dipahami tanpa perlu
memerlukan teknik statiska yang kompleks.Tujuan dari penelitian deskriptif adalah
menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah
proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal,
menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan
mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk
menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Couchsurfing di Medan, Bangkok dan Ho
Chi Minh City yang jumlahnya 8396 anggota. Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi
tersebut makan digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan
90% (Rakhmat,2004:82), maka besar sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 99 orang.
6
Dengan menggunakan sampling berstrata disproporsional, maka sampel dari penelitian ini
berjumlah 99 orang dibagikan 3 kota, maka hasilnya dari setiap kota diambil 33
responden(www.Couchsurfing.org diakses tanggal 26 Desember 2012)
Pengumpulan data dilakukan melalui dua teknik sebagai berikut :
a. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui
literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian
kepustakaan dilakukan dengan membaca buku–buku, literatur serta tulisan yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data yang meliputi kegiatan survei di
lokasi penelitian, pengumpulan data dari responden melalui: Kuisioner, Observasi dan
Wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Para pakar komunikasi antarbudaya mengakui bahwa persepsi budaya adalah sesuatu
yang komplek,abstrak,dan persevasif(berubah sejalan dengan waktu). Tetapi dapat dijelaskan
dengan melihat tiga elemen penting dari persepsi guna menghasilkan efek komunikasi yang
diinginkan bersama diantar orang-orang yang berbeda budaya. Ketiga elemen tersebut adalah :
pandangan dunia, sistem lambang dan organisasi sosial (Samovar dan Porter, 2003:11: Samovar
dan Porter, 1993 :13-14; Samovar,et.al, 1981:37).
Couchsurfing sebagai sebuah situs sosial media dan komunitas traveler yang terbesar di
dunia menjadi sebuah wadah komunikasi antarbudaya,dimana semua anggotanya berasal dari
latar belakang budaya yang berbeda. Oleh karena Couchsurfing juga dijadikan wadah pertukaran
budaya.(wawancara dengan moderator Couchsurfing Medan). Tiga elemen penting dalam
persepsi budaya menghasilkan efek komunikasi yang diinginkan bersama diantara orang-orang
yang berbeda budaya yaitu pandangan dunia,sistem lambang dan organisasi sosial. Didalam situs
Couchsurfing ,pandangan dunia dipengaruhi oleh kepercayaan. Kepercayaan anggota
Couchsurfing dipengaruhi saat mereka melihat vouch dan reference negatif .
Ada lima indikator dari Komunikasi antarbudaya yang efektif yaitu
komunikator,pesan,komunikan,media,dan efek.
Sebagai Komunikator untuk membuat
komunikasi antarbudaya yang efektif maka mereka harus bisa berbahasa asing, karena persepsi
budaya terbentuk dari sistem lambang, bahasa merupakan bagiannya. Dan responden dari
penelitian ini memiliki persepsi bahwa bahwa bahasa asing merupakan salah satu hal yang
mereka butuhkan untuk menciptakan komunikasi antarbudaya yang efektif, sehingga mereka
mempelajari bahasa asing dimotivasi dari sekolah mereka, karena sekolah merupakan tempat
mereka bertemu dengan orang-orang dengan budaya yang berbeda. kebanyakan responden
belajar bahasa Inggris secara serius sejak Sekolah Menengah Pertama(36,4%), karena pada saat
itu pelajaran bahasa asing semakin dalam dipelajari, dan sejak SMP, selain bahasa Inggris ada
7
bahasa lain yang dipelajari. (hasil wawancara dengan beberapa anggota Couchsurfing di
Medan,Bangkok dan Vietnam).
Proses komunikasi yang terjadi diantara anggota Couchsurfing di Medan, Bangkok, dan
Ho Chi Minh merupakan salah satu bentuk komunikasi lintas budaya . Karena setiap anggota
Couchsurfing akan selalu bertemu dengan anggota yang lain yang bisa saja berbeda negara dan
kebudayaannya. Maka salah satu yang bisa menyebabkan komunikasi lintas budaya yang efektif
diantara anggota Couchsurfing tersebut adalah kemampuan berbahasa asing yang dimana semua
anggota Couchsurfing ternyata mampu untuk berbahasa asing (bahasa di luar bahasa ibu
mereka)
Namun tetap saja sebagai anggota Couchsurfing di Medan, Bangkok, dan Ho Chi Minh ,
kota yang berada di kawasan Asia Tenggara masih memiliki norma dan nilai-nilai yang berlaku ,
terbukti bahwa tidak semua anggota Couchsurfing mau menerima host/surfer yang berbeda jenis
kelamin , pada saat akan mengirim dan menerima couchrequest beberapa anggota masih memilih
anggota yang berjenis kelamin sama. Walaupun beberapa orang tidak memperdulikan jenis
kelamin. Tapi di Ho Chi Minh(Vietnam) ,dikarenakan negara tersebut merupakan bekas negara
komunis, mereka mempunyai peraturan bahwa mereka tidak bisa menerima tamu orang asing
yang berbeda jenis kelamin . Mereka bisa mendapat hukuman dari pemerintah. Bagi anggota
Couchsurfing di Thailand , bagi yang bukan penduduk asli Thailand,mereka tidak perduli akan
jenis kelamin host/surfer , tapi bagi anggota Couchsurfing lokal, yang wanita akan memilih
surfer/host pria ,terutama yang merupakan ras kaukasian dan hispanik , karena banyak dari
mereka yang menggunakan situs ini sebagai ajang pencarian pasangan . Bagi anggota
Couchsurfing Medan, masih ada perasaan tidak nyaman dengan penilaian orang-orang di sekitar
mereka , jika mereka membawa orang asing yang berbeda jenis kelamin , pengecualian jika tamu
tersebut datang secara berkelompok atau pasangan.
Asal negara host/surfer juga menjadi perhatian bagi anggota yang lain , karena beberapa
anggota Couchsurfing di Medan masih kurang bisa menerima couchsurfer dari negara lain
seperti Iran, Pakistan, India , atau Afrika . Di Bangkok , kebanyakan anggota Couchsurfing ,
wanita memilih couchsurfer dari Eropa atau Amerika . Di Ho Chi Minh , mereka tidak
memperdulikan kewarganegaraan couchsurfer
yang lain ,karena mereka hanya ingin
berinteraksi dan memperdalam bahasa Inggris mereka , hal ini juga dipengaruhi karena Vietnam
berusaha untuk mengejar ketertinggalan mereka selama ini , dan situs Couchsurfing ini adalah
salah satu wadah mereka untuk mendapatkan informasi dan pertukaran budaya. Umur
merupakan hal yang tidak terlalu diperhatikan bagi beberapa anggota Couchsurfing tapi tetap
saja ada yang memperhatikannya karena merasa tidak nyaman dengan penilaian orang-orang
sekitar jika membawa orang asing yang usianya jauh lebih tua. Jumlah vouch memang tidak
mempengaruhi kepercayaan satu anggota Couchsurfing , lama bergabung di situs Couchsurfing
juga hanya sedikit memberi pengaruh , tetapi referensi negatif couchsurfer cukup memberikan
pengaruh bagi anggota Couchsurfing yang lain .Lama masa tinggal couchsurfer juga sering
sekali menjadi perhatian , karena terkadang anggota Couchsurfing yang lain hanya memilih
untuk menghost pada waktu weekend .Dikarenakan Couchsurfing ini merupakan sebuah
komunitas yang terbentuk karena kesamaan minat , maka bukan menjadi kewajiban bagi semua
anggota untuk datang menghadiri gathering (pertemuan) sehingga mereka hanya datang pada
saat memiliki waktu kosong saja. Dikarenakan waktu yang terbatas terkadang para anggota
8
Couchsurfing terkadang tidak saling meninggalkan informasi e-mail atau jejaring sosial media,
sehingga kadang-kadang tidak bisa terus berhubungan melalui internet.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah dilakukan sesuai dengan langkahlangkah yang dituntut dan telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi
antarbudaya yang terjadi diantara anggota Couchsurfing di Medan lebih dikarenakan anggota
Couchsurfing lokal ingin mengetahui informasi mengenai negara dari tamu mereka, terutama
dari sisi kebudayaan dan pariwisata.Demikian juga dengan setiap tamu yang datang, mereka
datang untuk mengetahui bagaimana kebudayaan kota yang mereka datangi dan tempat-tempat
pariwisata yang bisa mereka kunjungi. Sedangkan di Bangkok, komunikasi antarbudaya mereka
terjadi didasari oleh ketertarikan mereka terhadap penampilan tamu mereka. Tujuan mereka
meggunakan situs Couchsurfing adalah untuk mencari pasangan hidup. Gambaran komunikasi
antarbudaya yang terjadi antara anggota Couchsurfing di Ho Chi Minh, Vietnam dikarenakan
couchsurfer lokal ingin lebih mempraktekan bahasa inggris mereka. Selain itu di Indonesia
masih banyak hal yang harus dipertimbangkan saat menerima tamu, seperti umur , jenis kelamin,
dan kewarganegaraan dari tamu mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai di lingkungan sekitar
mereka. Di Bangkok, kebanyakan para couchsurfer wanita memilih untuk menerima tamu pria
dari Eropa atau Amerika. Di Ho Chi Minh, Vietnam , umur, jenis kelamin, dan kewarganegaraan
tidak berpengaruh, tetapi lama tinggal couchsurfer sangat berpengaruh karena pemerintah
Vietnam membuat peraturan bahwa lama tinggal orang asing di rumah orang lokal adalah satu
kali dua puluh empat jam. Intensitas membuka internet juga mempengaruhi kefektifan
komunikasi antara anggota, karena komunitas ini memang pada awalnya terhubung melalui
internet. Sebelum host dan surfer bertemu komunikasi mereka dilakukan melalui media
internet. Jadi komunikator dan komunikan harus sama-sama sering membuka internet agar
komunikasi mereka tetap terjaga.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah peneliti peroleh selama
melakukan penelitian, maka peneliti mengajukan sejumlah saran agar dengan adanya situs
Couchsurfing ini, diharapkan bisa membantu pertukaran budaya diantara anggotanya, karena
dari komunikasi lintas budaya yang terjalin banyak nilai positif dari masing-masing kebudayaan
yang bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari.
DAFTAR REFERENSI
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Universitas Airlangga
Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antara budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
----------------. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lubis, Lusiana Andriani. 2012. Pemahaman Praktis Komunikasi Antar Budaya. Medan: USU
Press
Lubis, Suwardi. 1999. Komunikasi Antara Budaya: Kajian Khusus Etnik Batak Toba dan Etnik
Tionghoa di Sumatera Utara. Medan: USU Press
9
Mulyana, Deddy & Jalaludin Rakhmat. 2000. Komunikasi Antara Budaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya
--------------------. 2004. Komunikasi Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya
--------------------. 2005. Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi Dengan OrangOrang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Paige, R.M & Martin J.N. 1996. Ethnics in Intercultural Training In D.Landis & R.S.Bhagat
(Eds). Handbookof Intercultural Training. 2nd(ed). Thousand. Oaks Los Angeles: Sage
Publication
Samovar, L.A. et al. 2006. Intercultural Communication (A Reader). 11th (ed). Belmont
California: Thomson and Wadsworth Publishing Company
Samovar, L.A & Richard E. Porter. 1993. Intercultural Communication. 7th (Ed). Belmont
California: Thomson and Wadsworth Publishing Company
Sarbaugh, L.E. 1988. Intercultural Communication. New Brunswick,N.J.USA: Mila Citation
Singarimbun, Masri & Sofyan Effendy. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES
Usman, Husaini & Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
PT. Bumi Aksara
Internet:
www.Couchsurfing.org (diakses tanggal 26 Desember 2012)
http://raditaryo.wordpress.com/2013/01/ (diakses tanggal 28 Desember 2012)
10
Download