1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian. Inflasi
merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang
melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan
harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam
jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil
(intrinsik) mata uang suatu negara. (Tajul Kahalwaty, 2000:5).
Menurut Lepi T. Tarmidi (EKI:1999) secara umum penyebab terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia adalah bukan disebabkan karena lemahnya
fundamental ekonomi, tetapi karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap US$.
Utang luar negeri swasta jangka pendek sejak awal 1990-an telah terakumulasi
sangat besar yang sebagian besar tidak di-hedging (dilindungi nilainya terhadap
mata uang asing). Hal inilah yang kemudian menambah tekanan terhadap nilai
tukar rupiah, karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar hutang jatuh
tempo beserta bunganya.
Pada sekitar pertengahan tahun 1997, permasalahan inflasi dan krisis nilai
tukar semakin mencuat karena tingkat inflasi sudah mencapai angka dua digit
yaitu sekitar 11.05 persen dan menyebabkan nilai mata uang rupiah merosot
tajam. Krisis yang demikian selain menyebabkan merosotnya nilai mata uang juga
1
2
berpengaruh terhadap transaksi saham yang terjadi baik di Bursa efek Jakarta
(BEJ) maupun di Bursa Efek Surabaya (BES). Krisis yang terjadi pada tahun 1997
menyebabkan merosotnya nilai transaksi saham yang terjadi di BEI. Walaupun
jumlah saham yang diperdagangkan mengalami peningkatan, tetapi nilai transaksi
dan indeks BEI rata-rata tahun 1998 mengalami penurunan sebesar 17.9% dan
19.7% dari tahun sebelumnya yaitu tahun 1997.
Dibawah ini disajikan data-data jumlah saham yang diperdagangkan, nilai
transaksi saham, dan indeks BEI rata-rata per tahun selama 15 (lima belas) tahun
terakhir periode 1993-2007 yang diperoleh dari website Bank Indonesia.
Tabel 1.1.
Jumlah Saham yang Diperdagangkan, Nilai Transaksi, dan Indeks BEI
Rata-rata Per tahun Periode 1993-2007
Tahun
Jumlah Saham
Nilai Transaksi
Indeks BEI
yang
(Milliar Rp)
Rata-rata Per
Diperdagangkan
tahun
(Ribuan Lembar)
1993
4110893
20235
430.39
1994
5785078
27269
391.55
1995
12361591
37621
439.95
1996
31079421
79830
603.01
1997
81584759
132230
376.83
1998
91848072
102775
374.77
1999
185506888
161079
621.77
2000
140739656
132418
341.97
2001
171314103
117139
306.46
2002
174505521
1216085
338.89
2003
228207672
1212668
527.16
3
2004
429860985
1209069
623.11
2005
419767789
413936
834.58
2006
440740877
1071355
1000.49
2007
1045818817
1053238
1607.02
Sumber :
Diolah dari Buku Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa hanya nilai transaksi saham
cenderung mengalami fluktuatif dimana, selama lima tahun terakhir (2003-2007)
nilai transaksi saham mengalami empat kali penurunan yaitu nilai transaksi dari
tahun 2003 hingga 2005 terus mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 2006
nilai transaksi mengalami kenaikan dan turun kembali pada tahun 2007.
Sedangkan jumlah saham yang diperdagangkan dan indeks BEI tidak mengalami
penurunan bahkan cenderung mengalami peningkatan dalam 2 (dua) tahun
terakhir (2006-2007). Berikut ini data persentase pertumbuhan yang dialami nilai
transaksi saham periode 1993-2007.
Tabel 1.2.
Data Persentase Pertumbuhan Nilai Transaksi Saham Periode 1993-2007
Tahun
Nilai Transaksi
Pertumbuhan (%)
1993
20235
0
1994
27269
34.76
1995
37621
37.96
1996
79830
112.19
1997
132230
65.64
1998
102775
-22.28
1999
161079
56.73
2000
132418
-17.79
4
2001
117139
-11.54
2002
1216085
938.15
2003
1212668
-0.28
2004
1209069
-0.29
2005
413936
-65.76
2006
1071355
158.82
2007
1053238
-1.69
Sumber: Diolah dari Buku Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)
Berdasarkan data persentase pertumbuhan nilai transaksi diatas dari tahun
1993-2007 nilai transaksi saham terus mengalami fluktuatif dan cenderung
mengalami penurunan setelah tahun 2003. Pada tahun 2002 terjadi peningkatan
nilai transaksi saham yang sangat fantastis yaitu sebesar 938.15%. Sedangkan
Pada tahun 2003, 2004 dan 2005 terjadi penurunan secara terus menerus yaitu
sebesar -0.28, -0.29% dan -65.76%. Di tahun 2006 nilai transaksi saham kembali
mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 158.82% dan turun
kembali di tahun 2007 yaitu sebesar -1.69%.
Sedangkan bila data nilai transaksi diambil secara triwulan, maka dapat
dilihat bahwa sepanjang tahun 2007 nilai transaksi saham terus mengalami
kenaikan setiap triwulannya. Berikut ini data persentase pertumbuhan secara
triwulan yang dialami nilai transaksi saham periode 1993-2007.
5
Tabel 1.3.
Data Persentase Pertumbuhan Nilai Transaksi Saham Secara Triwulan
Periode 1993-2007
Tahun
Bulan
Nilai Transaksi
Pertumbuhan
(%)
3595
0
1993
Januari - Maret
3794
April - Juni
5.54
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Juli - September
4733
24.75
Oktober - Desember
8113
71.41
Januari - Maret
8308
2.40
April - Juni
5033
-39.4
Juli - September
6432
27.8
Oktober - Desember
7496
16.54
Januari - Maret
9318
24.31
April - Juni
7356
-21.1
Juli - September
9241
25.63
Oktober - Desember
11706
26.67
Januari - Maret
19857
69.63
April - Juni
19503
-1.78
Juli - September
19303
-1.03
Oktober - Desember
21169
9.67
Januari - Maret
30395
43.58
April - Juni
32603
7.26
Juli - September
40502
24.23
Oktober - Desember
28730
-29.1
Januari - Maret
41069
42.95
April - Juni
21343
-48
Juli - September
20055
-6.03
Oktober - Desember
20308
1.26
Januari - Maret
11961
-41.1
April - Juni
50250
320.1
Juli - September
46165
-8.13
Oktober - Desember
52704
14.16
Januari - Maret
60623
15.03
April - Juni
30619
-49.5
Juli - September
20060
-34.5
6
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Oktober - Desember
21117
5.27
Januari - Maret
23479
11.19
April - Juni
23807
1.397
Juli - September
29632
24.47
Oktober - Desember
40222
35.74
Januari - Maret
253968
531.4
April - Juni
483371
90.33
Juli - September
237822
-50.8
Oktober - Desember
240924
1.304
Januari - Maret
127797
-47
April - Juni
258147
102
Juli - September
368660
42.81
Oktober - Desember
458064
24.25
Januari - Maret
658452
43.75
April - Juni
416211
-36.8
Juli - September
49893
-88
Oktober - Desember
84514
69.39
Januari - Maret
137049
62.16
April - Juni
111576
-18.6
Juli - September
97314
-12.8
Oktober - Desember
67997
-30.1
Januari - Maret
88143
29.63
April - Juni
345373
291.8
Juli - September
517343
49.79
Oktober - Desember
120497
-76.7
Januari - Maret
160651
33.32
April - Juni
263621
64.1
Juli - September
270515
2.62
358605
32.56
28.51
Oktober - Desember
Rata-rata
116451.8
Sumber: Diolah dari Buku Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)
Berdasarkan data tabel persentase pertumbuhan nilai transaksi triwulan
diatas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 15 (lima belas) tahun terakhir
7
(1993-2007), nilai transaksi saham per triwulan cenderung mengalami fluktuatif.
Pada tahun 1993, nilai transaksi saham triwulan I – IV terus mengalami kenaikan
dan baru mengalami penurunan ketika memasuki triwulan II pada tahun 1994.
Selain itu, rata-rata transaksi saham selama periode 1993-2007 yang dihitung
secara triwulan menunjukkan angka sebesar 116451,8 milyar dan persentase
pertumbuhan sebesar 28.51%.
Penurunan secara terus menerus terjadi pada tahun 2005 yaitu pada
triwulan II-IV. Hal itu sesuai dengan data per tahun (tabel 1.2), dimana pada tahun
2005 nilai transaksi memang mengalami penurunan yang cukup tajam. Memasuki
tahun 2007, selama triwulan I-IV nilai transaksi saham tidak mengalami
penurunan tetapi cenderung mengalami kenaikan. Tetapi bila dibandingkan
dengan nilai transaksi tahun sebelumnya (2006), nilai transaksi pada tahun 2007
secara keseluruhan mengalami penurunan (tabel 1.2.).
Inflasi sebagai salah satu penyebab krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada tahun 1997 bila tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah akan
menjadi penyebab tidak stabilnya kondisi perekonomian. Ketidakstabilan kondisi
ekonomi akan menimbulkan asumsi-asumsi negatif terhadap kegiatan transaksi
saham yang akan dilakukan. Pelaku pasar akan menilai bahwa kondisi pasar
saham di Indonesia tidak dapat memberikan keuntungan. Apabila hal ini terjadi,
maka kegiatan transaksi saham Indonesia akan mengalami penurunan.
Pembelian saham merupakan salah satu kegiatan investasi. Seperti yang
telah kita ketahui bahwa investasi dipengaruhi salah satunya oleh faktor tingkat
suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka investasi akan mengalami
8
penurunan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah suku bunga, maka investasi
akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu pemerintah, sebagai penentu tingkat
suku bunga bank, dapat memprediksi bersarnya investasi atau pembelian saham
dengan mengatur besarnya nilai tingkat suku bunga.
Produk domestik bruto perkapita seringkali dijadikan acuan sebagai
pertimbangan untuk melihat perkembangan kondisi ekonomi suatu negara.
Semakin tinggi PDB maka dapat diasumsikan bahwa kegiatan perekonomian
negara tahun tersebut mengalami peningkatan dan ini dapat dijadikan indikator
akan adanya keuntungan untuk menanamkan saham atau membeli saham
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang penurunan nilai transaksi saham BEJ di Indonesia dengan
mengambil judul mengenai ”Pengaruh Tingkat Laju Inflasi, Nilai Tukar Rupiah
(USD/Rp), Produk Domestik Bruto Perkapita (PDB Perkapita), dan Tingkat
Suku Bunga Deposito Terhadap Transaksi Saham di Bursa Efek Indonesia
Periode Triwulan.I 1993 – Triwulan.IV 2007.
1.2. Identifikasi Masalah
Untuk memberikan alasan yang jelas mengenai permasalahan yang akan
diteliti, maka terlebih dahulu dilakukan identifikasi masalah dari penelitian ini.
Adapun yang menjadi masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh tingkat laju inflasi terhadap transaksi saham di Bursa
Efek Indonesia?
9
2. Bagaimana pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap transaksi saham di Bursa
Efek Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh produk domestik bruto perkapita terhadap transaksi
saham di Bursa Efek Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap transaksi
saham di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui pengaruh tingkat laju inflasi terhadap transaksi saham di
Bursa Efek Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap transaksi saham di
Bursa Efek Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh produk domestik bruto perkapita terhadap
transaksi saham di Bursa Efek Indonesia.
4. Mengetahui tingkat suku bunga deposito terhadap transaksi saham di
Bursa Efek Indonesia.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1.Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :
10
1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
ekonomi,
khususnya
perkembangan
Ekonomi
Makro
dan
perkembangan Pasar Modal mengenai pengaruh Tingkat Laju Inflasi,
Nilai Tukar Rupiah, Produk Domestik Bruto Perkapita (PDB
Perkapita), dan Tingkat Suku Bunga Deposito terhadap Transaksi
Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Untuk memperkuat atau membantah teori ekonomi yang digunakan
dalam penelitian ini khususnya teori ekonomi mengenai Pasar Modal.
1.3.2.2.Manfaat Praktis
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan baru tentang
pengaruh tingkat laju inflasi, nilai tukar rupiah, produk domestik bruto
perkapita (PDB Perkapita), dan tingkat suku bunga deposito terhadap
transaksi saham di Bursa Efek Indonesia periode 1993 – 2007
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
para pelaku bursa saham dalam melakukan kegiatan transaksi saham.
3. Bagi akademis, penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai dasar
penelitian selanjutnya mengenai nilai transaksi saham di Bursa Efek
Indonesia.
1.4. Kerangka Pemikiran
Menurut Samuelson (1994:219) Saham biasa atau saham adalah suratsurat berharga yang mudah berubah, yang dapat mengubah nasib seseorang dalam
11
satu malam. Sedangkan Bursa saham atau pasar saham atau stock market adalah
suatu tempat di mana saham-saham dari perusahaan yang dimiliki oleh
masyarakat luas diperjual-belikan.
Transaksi Saham adalah keadaan dan kondisi pasar dimana tingkat harga
secara umum meningkat (bull-market/menguntungkan) atau menurun (bearmarket/tidak menguntungkan). Keadaan ini sangat tergantung pada sikap investor,
aktivitas perekonomian kebijakan/tindakan pemerintah untuk memacu atau
menurunkan kegiatan ekonomi (www.jakarta.go.id). Sedangkan menurut Suad
Husnan (1998) yang dimaksud dengan transaksi saham adalah kegiatan jual-beli
saham dengan menggunakan jasa perusahaan efek yang menjadi anggota bursa
efek.
Transaksi saham dapat dilihat dari dua hal yaitu volume transaksi dan nilai
transaksi saham (Suad Husnan, 1998:34). Volume transaksi adalah jumlah lembar
saham yang terjual dalam transaksi saham. Sedangkan nilai transaksi saham
adalah volume transaksi dikalikan dengan harga saham.
Menurut teori Makro yang dipelopori oleh Fama (1981) menyatakan
bahwa saham dipengaruhi oleh variabel ekonomi riil seperti Gross Domestic
Product (GDP), jumlah uang beredar, tingkat harga umum, tingkat bunga dan
pajak
Hal senada juga diungkapkan oleh Geske dan Roll dalam teori Geske
and Roll (1983) dimana Geske dan Roll mempertimbangkan variabel Produk
Domestik Bruto, jumlah uang yang beredar, tingkat harga umum, tingkat bunga
dan besarnya pajak sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi saham.
12
Ada dua teori Makro ekonomi yang menjelaskan tentang korelasi nilai
transaksi saham dengan tingkat inflasi, yaitu teori yang dipelopori oleh Eugene F.
Fama (1981) dan teori Geske dan Roll (1983). Kedua teori tersebut menyatakan
bahwa harga saham adalah indikator yang baik tentang aktivitas ekonomi riil,
sehingga transaksi saham dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan
Gross Domestic Product (GDP) riil, kinerja industri, corporate earnings dan
employment.
Teori Makro ekonomi yang dipelopori oleh Fama (1981) mengajukan
suatu proposisi bahwa hubungan negatif antara saham dan tingkat inflasi adalah
karena faktor permintaan uang. Dengan menggunakan teori permintaan uang
tradisional, Fama mengklaim bahwa jika antisipasi GDP rendah berarti ex ante
stock riil saham rendah. Dengan tingkat penawaran uang yang tetap, antisipasi
GDP yang rendah ini menyebabkan tingkat harga umum cenderung naik atau
inflasi. Jadi menurut Fama, penurunan ex ante stock riil saham adalah suatu tanda
penurunan GDP. Jika jumlah uang beredar cenderung tetap maka akan
mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi.
Geske dan Roll (1983) melihat hubungan antara saham dan tingkat inflasi
berdasarkan penawaran uang. Prinsip model Geske-Roll adalah bahwa penurunan
antisipasi GDP yang berarti penurunan ex ante stock riil saham dapat
mengakibatkan penurunan penerimaan pajak. Jika tingkat pengeluaran pemerintah
tetap, penurunan penerimaan pajak ini akan mengakibatkan kenaikan defisit
anggaran yang berakibat pada inflasi. Hal ini karena pemerintah akan melakukan
hutang untuk menutup defisit anggaran.
13
Menurut A. Yusuf Imam Suja’i (2007) dalam penelitiannya yang
menggunakan teori Arbitrage Pricing Theory (Ross, 1976) menyatakan bahwa
transaksi saham dipengaruhi oleh Inflasi, Suku Bunga Deposito, Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Kurs Rupiah Terhadap US Dollar (Rupiah/USD),
Pertumbuhan Jumlah uang Beredar dan Rasio Pembelian dengan Penjualan Saham
oleh Pemodal Asing Surprise Makroekonomi.
Sedangkan menurut Elvi Yuliati (2002) dalam penelitiannya di Bursa
Efek Jakarta menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi transaksi
saham (volume dan nilai) adalah harga saham, tingkat suku bunga deposito dan
capital gain/loss.
Ami Dwi Nur Malasari (2007) berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, menyatakan bahwa
transaksi saham (volume dan nilai) dipengaruhi oleh tiga faktor makro yaitu
tingkat inflasi, suku bunga SBI dan nilai kurs Dollar AS.
Berdasarkan teori-teori dan pendapat tersebut diatas, faktor-faktor yang
mempengaruhi transaksi saham adalah tingkat laju inflasi, nilai tukar Rupiah,
PDB Perkapita dan tingkat suku bunga deposito.
Pengaruh tingkat laju inflasi terhadap transaksi saham adalah negatif. Hal
tersebut berarti ketika tingkat laju inflasi mengalami kenaikan, maka transaksi
saham akan mengalami penurunan. Begitu juga sebaliknya, ketika tingkat laju
inflasi mengalami penurunan, maka transaksi saham akan mengalami kenaikan
(Geske dan Roll, 1983)
14
Pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap transaksi saham adalah negatif yang
berarti ketika nilai tukar Rupiah mengalami penurunan, maka transaksi saham
akan mengalami kenaikan. Dan bila nilai tukar Rupiah mengalami kenaikan, maka
transaksi saham akan mengalami penurunan (A. Yusuf Imam Suja’i, 2007)
Pengaruh PDB Perkapita terhadap transaksi saham adalah positif. Hal
tersebut berarti ketika PDB Perkapita mengalami kenaikan, maka transaksi saham
juga akan mengalami kenaikan. Dan bila PDB Perkapita mengalami penurunan,
maka transaksi saham akan mengalami penurunan (Fama, 1981)
Pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap transaksi saham adalah
negatif. Hal tersebut berarti ketika tingkat suku bunga bank mengalami kenaikan,
maka transaksi saham akan mengalami penurunan. Begitupun sebaliknya, bila
tingkat suku bunga deposito mengalami penurunan, maka transaksi saham akan
mengalami kenaikan (Elvi Yuliati, 2002).
Dari uraian diatas, secara ringkas dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai
berikut :
X1
X2
Y
X3
X4
Gambar 1.1.
Kerangka Pemikiran
15
Keterangan :
X1 = Tingkat laju inflasi
X2 = Nilai tukar Rupiah (USD/Rp)
X3 = Produk Domestik Bruto Perkapita (PDB Perkapita)
X4 = Tingkat suku bunga deposito
Y = Transaksi saham BEI
1.5. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka diturunkan
hipotesis sebagai berikut.
1. Tingkat Laju Inflasi berpengaruh negatif terhadap Transaksi Saham di Bursa
Efek Indonesia
2. Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap Transaksi Saham di Bursa
Efek Indonesia
3. Produk Domestik Bruto Perkapita berpengaruh positif terhadap Transaksi
Saham di Bursa Efek Indonesia.
4. Tingkat Suku Bunga Deposito berpengaruh negatif terhadap Transaksi Saham
di Bursa Efek Indonesia.
Download