BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Konstruktivisme Apabila seorang peneliti melakukan penelitian, secara sadar atau tidak dalam dirinya ada cara memandang hal atau peristiwa tertentu. Hal ini secara wajar terjadi karena dalam diri peneliti sudah terbentuk suatu perangkat kepercayaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu yang dinamakan aksioma (pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian) atau paradigma. Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur atau bagaimana bagian-bagian berfungsi. Ritzer mengatakan dalam penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada garis yang digunakan dibidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan istilah paradigma (dalam Bogdan & Biklen, 1982). Paradigma adalah kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti (Alsa, 2010). Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) pertama sekali diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Treatise in The Sociological of Knowledge”. Buku ini menjelaskan proses sosial melalui tindakan dan interaksi, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2008: 189). Asumsi dasar dalam pendekatan konstruktivis ini adalah realitas itu dibentuk dan dikonstruksi dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Hal ini karena setiap orang mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya masingmasing. Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekannya. Konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut paradigma ini, realitas 10 11 tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009: 107). Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivisme adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Konsep konstrusi realitas awalnya dikemukakan oleh Peter Berger & Thomas Luckman yang mengajukan gagasan bahwa realitas sosial bukanlah sesuatu yang terjadi sematamata, melainkan hasil interpretasi atau pemaknaan manusia. Pemahaman konstruktivisme menunjukkan realitas berwajah plural karena setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas berdasarkan nilai-nilai, pengalaman, preferensi, pendidikan, dan kondisi sosial tertentu yang mempengaruhi pemahaman sesorang dalam menafsirkan realitas sosial tersebut. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep kajian komunikasi melingkupi teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto, 2004: 13). Konstruksi sosial adalah pengembangan pola pikir masyarakat atau khalayak melalui isi yang terdapat pada media. Pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang lain (Sendjaja, 2007: 83). Ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, secara sadar atau tidak disadari keduanya akan saling bertukar nilai-nilai yang dianut. Hal ini juga yang akan mempengaruhi atau bahkan merubah pola pikir individu setelah selesai melakukan interaksi dengan orang lain. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis (Eriyanto, 2002: 40-41): 1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna Universitas Sumatera Utara 12 bukanlah suatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. 2. Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari isi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari isi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Paradigma konstruktivisme dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya pada proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. 2.2 Kerangka Teori Kerangka teoritis adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Kerangka teoritis secara logis dikembangkan, digambarkan, dan dielaborasi jaringan-jaringan dari asosiasi antar variabel-variabel yang diidentifikasi melalui survei atau telaah literatur (Silalahi, 2009: 92). Berbagai macam literatur yang tersedia dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian tentu tidak semuanya akan dijadikan pondasi atau dasar pemikiran peneliti dalam melakukan penelitian, tetapi peneliti akan memilih teori yang benar-benar membahas secara mendalam terkait permasalahan yang diteliti. Karl Pooper seorang ahli filosofi di abad ke-20an pertama yang memberikan sumbangan pengertian teori menyebutkan bahwa “theories are nets cast to catch what we call „the world‟ (Miller, 2001: 18). Berdasarkan pengertian tersebut, segala sesuatu yang ada di muka bumi ini berasal dari adanya sebuah teori sehingga setiap Universitas Sumatera Utara 13 manusia dapat mengungkapkan apa saja yang dilihat, dirasakan, dan sebagainya yang merupakan pengantar bagaimana manusia dapat mengetahui individu lainnya dan bisa melakukan komunikasi. Sedangkan Emery dan Cooper mengatakan bahwa teori merupakan suatu kumpulan konsep, defenisi, proposisi, dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menjelaskan suatu fenomena tertentu (Umar, 2002: 55). Teori pada dasarnya dibentuk agar setiap individu dapat menggunakannya untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang ada, untuk itu teori bersifat universal, artinya setiap orang yang mempelajarinya memahami pesan yang ingin disampaikan melalui teori tersebut. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Uraian di dalam kerangka teori merupakan hasil berpikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspekaspek yang terdapat didalam masalah ataupun sub-sub masalah (Nawawi, 2002: 3940). Jadi, didalam bab ini peneliti menjelaskan berbagai teori yang merupakan kutipan dari berbagai literatur terpercaya yang dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti. Miles (2001: 20) menyebutkan terdapat hal terpenting dalam teori, yaitu teori harus mencakup: 1. Menjelaskan fenomena yang ada dalam kehidupan sosial 2. Adanya hubungan yang terjalin diantara fenomena-fenomena tersebut. Terkadang ini merupakan bentukan dari kaidah yang semula merupakan dalil. 3. Merupakan mata rantai diantara riwayat kehidupan dan fenomena yang diamati serta hubungannya. Terkadang disebut sesuai dengan kaidah atau jembatan dari prinsip-prinsip yang kuat (Philips, 1992: 130). 2.2.1 Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk merubah sikap, pendapat, ataupun perilaku baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media (Effendy, 2003: 5). Mulyana (2005: 5) menyebutkan fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk mengkonstuksikan Universitas Sumatera Utara 14 konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, dan memupuk hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Keberadaan simbol atau bahasa menjadi penting dalam membentuk realitas. Berbagai kelompok dengan identitas, pemaknaan, pengalamaan, kepentingan, dan sebagainya mencoba mengungkapkan diri dan selanjutnya akan memberi sumbangan dalam membentuk realitas secara simbolik. Bahasa dapat diandaikan sebagai suatu kode atau sistem simbol, yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan verbal. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena adanya kesamaan suku, satu negara atau bangsa, adanya perkumpulan suatu lokal atau tempat tinggal tertentu. Bahasa tersebut bisa saja berbunyi sama dengan bahasa lainnya, namun memiliki perbedaan makna. Oleh sebab itu, dalam berbahasa pun seseorang harus menyesuaikannya dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses komunikasi (Musliha, 2010), yaitu: 1. Perkembangan Tenaga medis dalam penelitian ini dokter dan bidan harus mengerti pengaruh perkembangan usia, bahasa, maupun proses berpikir dari pasien agar dapat berkomunikasi efektif. Misalnya, cara berkomunikasi pada usia remaja yang cenderung berbahasa “gaul”. 2. Persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi terkadang dapat memperhambat komunikasi. Masyarakat yang berasal dari kalangan pedesaan memiliki pemikiran yang lebih kaku atau tertutup. Pengetahuan dan pengalaman yang sedikit juga mempengaruhi Universitas Sumatera Utara 15 pola pikir atau persepsi individu. Sehingga dengan demikian, individuindividu tersebut cenderung berpikiran singkat dan mudah menyimpulkan suatu hal, tanpa mempertimbangkan kebenaran baik dan buruknya hal tersebut. 3. Nilai Nilai adalah standar yang memengaruhi perilaku sehingga penting bagi tenaga medis untuk menyadari nilai yang dipegang oleh pasien atau keluarga pasien. Dokter dan bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan pasien. 4. Latar belakang sosial budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahasa ada beragam di dunia ini. Bahasa bukan sekedar karakter dari suatu negara, bahkan bahasa dimiliki oleh lingkupan yang lebih kecil lagi, yaitu bahasa daerah yang lebih sering disebut “bahasa ibu”. Perbedaanya pun sangat signifikan. Tekanan dan gerakan tubuh saat mengucapkan suatu bahasa pun mempengaruhi komunikannya dalam mempersepsi makna pesan tersebut. 5. Emosi Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian akan dapat memengaruhi cara seseorang berkomunikasi. Tenaga medis perlu mengkaji emosi pasien dan keluarganya sehingga tenaga medis mampu memberikan asuhan keperawatan degan tepat. 6. Jenis kelamin Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya berkomunikasi. Wanita sejak berumur 3 tahun, ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman; sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian dari aktivitas bermainnya dimana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya dengan bermain. Universitas Sumatera Utara 16 7. Pengetahuan Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi. Pelayan kesehatan perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien atau keluarga pasien sehingga pelayan kesehatan dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien. 8. Peran dan hubungan Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara orang yang berkomunikasi. Cara berkomunikasi seorang pelayan kesehatan dengan koleganya dengan cara berkomunikasi seorang pelayan kesehatan pada pasien akan tergantung pada perannya. 9. Lingkungan Lingkungan interaksi akan memperngaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising, tidak ada ruang privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. 10. Jarak Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan control. Hal ini terjadi ketika pasien pertama kali berinteraksi dengan pelayan kesehatan. Devito menjelaskan (dalam Liliweri, 1991: 12), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan telah diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang berlangsung. Devito membuat beberapa ciri komunikasi antarpribadi, antara lain: 1. Keterbukaan Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut malu. Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa orang harus membuka semua riwayat tentang hidupnya namun harus ada kesediaan untuk mengungkapkan informasi yang biasanya Universitas Sumatera Utara 17 disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Artinya terbuka adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang orang lontarkan adalah memang miliknya dan harus dipertanggungjawabkan. 2. Empati Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain. Henry Backrack (dalam Devito, 1997: 260) mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka di masa mendatang. Pengertian yang empati ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. 3. Dukungan Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan dan hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat untuk melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diharapkan. 4. Rasa positif Setiap pembicaraan yang disampaikan diberikan tanggapan yang positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi. Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi ada dua cara yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. 5. Kesamaan Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadipun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu, seperti kesamaan pandangan, sikap, dan sebagainya. Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak Universitas Sumatera Utara 18 sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal atau hubungan emosional yang baik. Kegagalan komunikasi terjadi apabila isi pesan kita pahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Bila seseorang berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan dirinya, maka seseorang tersebut akan merasa gembira, dan terbuka. Sebaliknya bila ia berkumpul dengan orang-orang yang ia benci, maka itu akan membuatnya merasa tegang, resah, dan tidak enak. Dengan demikian seseorang tersebut akan menutup diri dan menghindari komunikasi atau ingin segera mengakhiri komunikasi tersebut (Rakhmat, 2003: 119). Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa kata-kata. Komunikasi yang pesannya dikemas secara verbal disebut komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang pesannya dikemas secara nonverbal disebut komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal adalah penyampaian makna dengan menggunakan kata-kata. Sedang komunikasi nonverbal tidak menggunakan kata-kata. Dalam komunikasi sehari-hari 35% berupa komunikasi verbal dan 65% berupa komunikasi nonverbal (Hardjana, 2003: 22). 2.2.2 Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting (Hardjana, 2003: 22). Komunikasi verbal memerlukan fungsi fisiologis dan mekanisme kognitif yang akan menghasilkan bicara. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi (Musliha, 2010: 13). Universitas Sumatera Utara 19 Salah satu komunikasi verbal yang penting dalam keperawatan adalah wawancara (Musliha, 2010: 15). Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data dari pasien yang spesifik, yaitu untuk mendapatkan riwayat kesehatan, mengidentifikasi kebutuhan, kesehatan dan faktor resiko, dan untuk menentukan perubahan spesifik dari tingkat kesehatan dan pola hidup. Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal (dalam Hardjana, 2003: 24), yaitu: - Bahasa. Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain. - Kata. Kata merupakan inti lambang terkecil dalam bahasa. Kata melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang. 2.2.3 Komunikasi Nonverbal Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ketika memersepsi, seseorang tidak melihat hanya dari bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya” (Mulyana, 2005: 308). Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Nyatanya, komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Ketika berkomunikasi, hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal Universitas Sumatera Utara 20 yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana, 2003: 26). Menurut Hunaker sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi nonverbal (Musliha, 2010). Deddy Mulyana (2005) mengelompokkan komunikasi nonverbal secara umum, terdiri dari: a. Kinesics Kinesics merupakan komunikasi yang dilakukan melalui pergerakan tubuh, terdiri dari ekspresi muka, gesture (gerak, isyarat, sikap), gerakan tubuh dan postur, serta gerak mata atau kontak mata. Bidang kesehatan, komunikasi nonverbal kinesics tampak jelas ketika seorang pasien mengerutkan wajah, kening, mulut sambil memejamkan mata menunjukkan pasien tersebut sedang menahankan rasa sakitnya. Ketika hal ini terjadi, dokter ataupun bidan yang sedang menanganinya akan tersenyum dalam arti memberi support (dukungan) bagi si pasien. Penggegas studi mengenai kinesik adalah Ray Birdwhistel, yang menggunakan linguistik sebagai model bagi studi kinesik (Musliha, 2010). Paul Ekman dan Wallace Friesen (dalam Musliha, 2010) melakukan riset atas teori yang dikembangkan Birdwhistel sebelumnya sehingga menghasilkan model umum perilaku kinestik yang sangat bagus dengan memberikan fokus perhatian pada wajah dan tangan. Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Tenaga medis sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan pasien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga tenaga medis tidak tampak dominan jika kontak mata dengan pasien dilakukan dalam keadaan sejajar. b. Paralanguage Paralanguage menunjukkan pada bahasa itu sendiri. Vokal dapat membedakan emosi yang dirasakan oleh seseorang. Misalnya, ketika seseorang sedang marah ia berbicara dengan volume yang kuat. Untuk beberapa orang bahkan Universitas Sumatera Utara 21 ketika ia menunjukkan ketidaksukaannya terhadap orang lain, ia memilih menanggapi pembicaraan yang sedang dilakukan hanya dengan suara, misalnya hanya mengucapkan “hmm”. Beberapa komponen paralanguage menurut Musliha (2010), terdiri dari: 1. Kualitas suara: irama, volume, kejernihan 2. Vokal tanpa bahasa: suara tanpa adanya struktur linguistik, misalnya sedu sedan, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan nafas, nafas panjang. c. Orientasi ruang dan jarak pribadi (Proxemics) Proxemics adalah ilmu yang mempelajari tentang jarak hubungan dalam interaksi sosial. Proxemics atau bahasa ruang, yaitu jarak yang Anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi Anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian Anda terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial. d. Sentuhan Sentuhan merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, dapat menimbulkan reaksi positif dan negatif tergantung dari individu yang terlibat dalam proses komunikasinya dan lingkungan disekeliling berlangsungnya interaksi tersebut. Musliha (2010) menyebutkan bahwa sentuhan penting dilakukan pada situasi emosional, sentuhan dapat menunjukkan makna “saya peduli”. Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan tenaga medis-pasien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, tenaga medis menyentuh pasien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat pasien tergantung kepada tenaga medis untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. e. Penampilan fisik (Cultural artifact) Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 Universitas Sumatera Utara 22 menit pertama. 84% dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Tenaga medis yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik tenaga medis mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang tenaga medis. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan tenaga medis, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi tenaga medis untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika tenaga medis tidak memenuhi citra pasien. f. Bau-bauan Bau tubuh seseorang juga akan mempengaruhi penilaian ataupun keberlangsungan komunikasi antarpribadi. Ketika seorang individu ingin menemui kekasihnya tentu penampilan bukan satu-satunya hal yang diperhatikan, minyak wangi juga akan dipakainya untuk menambah kesan dan nilai pada kerapiannya. Kondisi rumah sakit yang cenderung tidak sebersih rumah kita akan mengurangi kenyamanan setiap orang yang berada di rumah sakit tersebut, untuk itu dengan bau tubuh yang wangi dari orang-orang di rumah sakit baik tenaga medis maupun pasien atau keluarga pasien akan memberi pengaruh positif bagi kelancaran komunikasi yang terjalin. g. Konsep waktu (chronemics) Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Kronemika adalah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan. Bagaimana kita memersepsi dan memperlakukan waktu secara simbolik dapat menunjukkan sebagian dari jati diri kita: siapa diri kita dan bagaiman kesadaran kita akan lingkungan kita. h. Diam Ruang dan waktu adalah bagian dari lingkungan kita yang juga dapat diberikan makna. John Cage (dalam Mulyana, 2005: 373) mengatakan, tidak ada sesuatu yang disebut ruang atau waktu yang kosong. Selalu ada sesuatu untuk dilihat, sesuatu untuk didengar. Penulis dan filosof Amerika Henry David Thoreau (dalam Mulyana, 2005: 374) menuliskan “Dalam hubungan manusia, tragedi dimulai bukan Universitas Sumatera Utara 23 ketika ada kesalahpahaman mengenai makna kata-kata, namun ketika diam tidak dipahami”. i. Warna Kita sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasan emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan. Devito menyebutkan hingga derajat tertentu, ada hubungan antara warna yang digunakan seseorang dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya, misalnya frekuensi kedipan mata seseorang akan bertambah ketika dihadapkan pada cahaya merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya biru. Hal ini menunjukkan kekonsistenan pada perasaan naluriah manusia akan warna biru yang lebih menyejukkan dan warna merah lebih bersifat aktif (dalam Mulyana, 2005: 379). j. Artefak Artefak adalah benda apa saja yang dohasilkan kecerdasan manusia. Aspek ini merupakan penjelasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan. Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam interaksi manusia sering mengandung makna-makna tertentu. Hal menarik dari komunikasi nonverbal ialah studi Albert Mahrabian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal, 38% dari vocal suara, dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal (http://changingminds.org/explanations/behaviors/body_language/ mehrabian.htm) Stuart dan Sundeen menyebutkan tujuan dari komunikasi nonverbal (dalam Musliha, 2010), yaitu mengekspresikan emosi; mengekspresikan tingkah laku interpersonal; membangun, mengembangkan, dan memelihara interaksi sosial; menunjukkan diri; terlibat dalam ritual; dan mendukung komunikasi verbal. 2.2.4 Impression Management Theory Orang lain akan menilai pribadi seseorang berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diberikan, dan dari hasil penilaian itulah mereka memperlakukan orang tersebut. Bila orang lain menilai seseorang berstatus rendah, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan pelayanan istimewa. Bila dianggap bodoh, kemungkinan Universitas Sumatera Utara 24 orang lain akan mengatur orang tersebut untuk itu, setiap orang sengaja menampilkan diri (self-presentation) seperti yang dikehendaki. Menurut Erving Goffman yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi mengatakan bahwa impression management (pengelolaan kesan) sebagai kecermatan persepsi interpersonal dimudahkan oleh petunjukpetunjuk verbal dan nonverbal, dan dipersulit oleh faktor-faktor personal penanggap. Kesulitan persepsi juga timbul karena personal stimuli berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap (Rakhmat, 2005: 96) Berdasarkan penejelasan sebelumnya, gagasan pengelolaan kesan juga mengarah pada praktek dalam komunikasi profesional, di mana istilah ini digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan citra publik perusahaan atau organisasi. Hal ini biasanya digunakan bersamaan dengan ketika seseorang mempresentasikan dirinya dikarenakan individu tersebut mencoba untuk memengaruhi persepsi mengenai citra dirinya. Pengelolaan kesan juga mengacu pada prakteknya ketika seseorang berada pada kegiatan profesinya. Misalnya, ketika seorang dokter ingin membentuk kesan baik terhadap pelayanan di Rumah Sakit X pada pasien yang sedang ia tangani. 1. Konsep diri (self concept) Konsep diri (self concept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Konsep diri yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga dan orang-orang dekat lainnya disekitar individu tersebut, termasuk kerabat (Mulyana, 2005). Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Bech, William dan Rawlin lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual (Dalami, 2009: 3). Universitas Sumatera Utara 25 Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993: 6) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000: 7). Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005: 105). Konsep diri berarti segala yang seseorang ketahui tentang dirinya sendiri, semua apa yang dipercayai, dan apa yang telah terjadi dalam hidup seseorang terekam dalam mental hard-drive kepribadian seseorang, yaitu di dalam self-concept seseorang. Self-concept seseorang mendahului dan memprediksi tingkat performa dan efektivitas setiap tindakannya. Tingkah laku nyata seseorang akan selalu konsisten dengan self-concept yang terdapat di dalam dirinya. 2. Self-Presentation Impression Manajement dan self-presentation sering digunakan secara bergantian, beberapa penulis berpendapat bahwa mereka tidak sama. Selfpresentation digunakan untuk menggambarkan upaya untuk control relevant yang diproyeksikan dalam "interaksi sosial yang nyata atau dibayangkan". Karena itu seseorang dapat mengelola tayangan dari entitas lain dari diri mereka sendiri seperti perusahaan, kota-kota dan individu lainnya (Leary & Kowalski, 1990). Terdapat beberapa motif yang mengatur impression management. Motif pertama adalah menyampaikan kesan yang tepat membantu memperoleh hasil sosial dan hasil materi diinginkan. Hasil sosial dapat mencakup persetujuan, persahabatan, bantuan atau kekuasaan saat menyampaikan kesan kompetensi dalam angkatan kerja dapat membawa manfaat materi positif seperti gaji yang lebih tinggi atau kondisi kerja yang lebih baik. Motif kedua self presentation adalah sikap ekspresif. Seseorang membangun sebuah citra diri untuk mengklaim identitas pribadi dan menampilkan diri dengan cara yang konsisten dengan citra tersebut. Bila seseorang merasa seperti dibatasi, maka seseorang akan menunjukkan pembangkangan. Seseorang mencoba untuk menegaskan kebebasan seseorang terhadap orang lain yang akan berusaha untuk membatasi ekspresi self presentation seseorang. Universitas Sumatera Utara 26 2.2.5 Komunikasi Terapeutik Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh seorang pelayan kesehatan dan merupakan bagian integral dari asuhan pelayan kesehatan. Komunikasi ini disebut dengan komunikasi terapeutik, merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang pelayan kesehatan pada saat melakukan intervensi pelayan kesehatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan sehingga terapeutik juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan (Damaiyanti, 2008). Melalui ketrampilan yang dimliki dalam berkomunikasi terapeutik, seorang dokter diharapkan akan lebih mudah dalam menjalin hubungan saling percaya dengan pasien sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan dan memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan kesehatan. Menurut Purwanto (dalam Damaiyanti, 2008), tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: 1. Membantu pasien untuk memeperjelas juga mengurangi beban perasaan dan pikiran serta daat mengambil tindakan untuk mengubah situai yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. 2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif, dan memertahankan kekuatan egonya. 3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri. Adapun manfaat komunikasi terapeutik (dalam Taufik & Juliane, 2010) adalah sebagai berikut: 1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara tenaga kesehatan dalam hal ini, tenaga medis dengan pasiennya. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, pengkaji masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh seorang pelayan kesehatan. Menurut Nursalam (2011) komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran dan perasaan dan pendapat dalam memberikan nasehat dimana terjadi antara dua orang atau lebih bekerjasama. Sedangkan Supriyanto (2010) mengatakan bahwa Universitas Sumatera Utara 27 komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Arwani (2009) mengatakan bahwa dalam dalam menjalin hubungan dengan pasien diperlukan komunikasi, karena komunikasi adalah hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tersebut hubungan tidak mungkin terjadi. Hubungan yang baik antara pelayan kesehatan dan pasien sehingga pasien puas dengan pelayan yang diberikan. Hubungan yang terapeutik akan terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antara keduanya. 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti yang melatarbelakangi terjadinya penelitian tersebut. Adapun kerangka pemikiran yang ingin diteliti, yaitu: Impression Management Pelayan Kesehatan Komunikasi Verbal Komunikasi Nonverbal Komunikasi Terapeutik Pasien Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Universitas Sumatera Utara