J. Sains MIPA, April 2009, Vol. 15, No. 1, Hal.: 42 - 50 ISSN 1978-1873 BIOMONITORING PENGOLAHAN AIR LIMBAH PABRIK GULA PT GUNUNG MADU PLANTATION LAMPUNG DENGAN ANALISIS BIOMARKER: INDEKS FISIOLOGI DAN PERUBAHAN HISTOLOGI HATI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn) Tugiyono1, *, Nuning Nurcahyani1 R. Supriyanto2, dan Mala Kurniati1 1Jurusan Biologi, 2Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 *Alamat korespondensi e-mail: [email protected] Diterima 9 Oktober 2008, disetujui untuk diterbitkan 2 April 2009 ABSTRACT PT Gunung Madu Plantation (GMP) is a pioneer in sugar industry outside Java Island (Lampung). This industry produced liquid huge waste. The liquid waste was processed in waste installation unit. The biomonitoring done to the waste installation unit is by planting nila fish (Oreochromis niloticus Linn) in some of the waste processing pool units used as bioindicator. Therefore this research aims to: (1) know the histological structure change on nila fish lever; (2) know the effect of factory liquid waste towards physiological indexes, i.e. Condition Factor (CF), Liver Somatic Index (LSI) and Gonad Somatic Index (GSI); and (3) know the effectivity of using biomarker as a quality indicator of waste installation unit pools at PT GMP, Lampung. The results showed that there was histological structure on nila fish (O.niloticus) in the form of congestion or hyperemia and steatosis/fatty changes at waste installation unit pools of first and second aeration, stabilization, and, monitoring. The water of factory processing affected the physiological indexes of nila fish (O. niloticus). The condition factor (CF) of the pools were: at first aeration was 1.666; second aeration was 1.634; monitoring 1.521) ; stabilization was 1.719; and control was 1.729; The LSI first aeration was 1.222; second aeration was 1.142 ; monitoring was 1.032; stabilization was 0.998; and control was 2.118, the GSI, first aeration was 1.598; second aeration was 1.421; stabilization was 0.816; and control was 1.411. The biomarker analysis by knowing the physiological index and histological structure change may be used as effective biomonitoring to know the effectivity degree of processing waste liquid. Keywords : biomarker, physiological index, congestion, fatty change 1. PENDAHULUAN PT Gunung Madu Plantations (GMP) merupakan perintis industri gula di Luar Jawa (Lampung) yang menerapkan pola perkebunan besar dengan mengintegrasikan perkebunan tebu dan unit pabrik gulanya. Industri ini juga menghasilkan limbah yang bersifat cair. Limbah tersebut berasal dari bahan baku pabrik gula yang sekitar 65% nya terdiri dari air1). Limbah cair pabrik gula adalah limbah organik yang mengandung material-material non-toksik dan bukan bahan B3 (bahan beracun dan berbahaya), dan yang terutama adalah gula-gula terlarut (sukrosa dan gula reduksi). Limbah cair ini berpotensi mengandung partikel-partikel halus yang berasal dari ampas tebu, jelaga, serta abu1). Salah satu sistem pengendalian pencemaran yang banyak diterapkan untuk pengolahan limbah adalah menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL). IPAL yang merupakan sistem pengolahan limbah untuk menghasilkan limbah yang memenuhi syarat baku mutu. Dalam menjalankan fungsinya IPAL harus berpedoman kepada Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 yang mengatur pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran2). Sistem pengolahan limbah cair yang diterapkan di PT GMP adalah sistem konvensional biologis. Limbah cair pabrik gula PT GMP, Lampung dikelola melalui dua tahapan, yakni penanganan di dalam pabrik 42 2009 FMIPA Universitas Lampung J. Sains MIPA, April 2009, Vol. 15, No. 1 (in-house keeping) dan penanganan setelah limbah keluar dari pabrik melalui IPAL. Sistem IPAL yang diterapkan dalam pengolahan limbah cair PT GMP Lampung menggunakan sistem konvensional biologis menggunakan kolam/lagoon bertingkat. Skema instalasi pengolahan limbah pada Gambar 1 1). SKEMA INSTALASI PENGOLA H A IR LIMBA H GMP KOLAM FAKULTATIF PABRIK KOLAM PENA NGKAP PA DATAN 3 4 KOLAM AERASI 2 2 1 5 PO MPA T RANSFER 1 KOLAM ANAERO B KOLAM EKUALISASI KOLAM STABILISASI KOLAM MO NITO R 10 SUNGAI Gambar 1. Skema instalasi pengolah air limbah PT GMP, Lampung1) Pengolahan limbah cair yang dilakukan IPAL belum tentu menghasilkan hasil olahan limbah yang tidak lagi mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksik. Perubahan kualitas lingkungan akibat pencemaran oleh limbah, dapat diketahui berdasarkan perubahan dalam sistem atau parameter biologi yang terpilih, yaitu dengan penggunaan organisme hidup sebagai pendugaan residu bahan pencemar dalam jaringan organisme sampai pendugaan akhir pengaruh biologi spesifik3), istilah ini dikenal dengan Biomonitoring. Biomonitoring yang dilakukan di PT GMP, Lampung dalam sistem pengolahan limbahnya yaitu dengan memasukkan ikan nila (O. niloticus Linn) dibeberapa kolam pengolahan limbah yang digunakan sebagai bioindikator di beberapa kolam pengolahan limbah. Ikan merupakan salah satu hewan uji yang digunakan sebagai bioindikator adanya tekanan perubahan lingkungan khususnya di perairan. Perubahan struktur histologis hati ikan dapat dijadikan parameter efek sublethal bahan pencemar pada ikan karena fungsi detoksifikasi terutama dilakukan oleh hati. Jenis analisis pada biomonitoring yang digunakan adalah analisis biomarker sebagai respon secara biologi terhadap pencemaran lingkungan yang memberikan besarnya pajanan dan pengaruh toksik bahan pencemar4), yaitu menganalisis perubahan histologi hati dan menghitung indeks fisiologinya. Analisis histologi merupakan serangkaian proses yang panjang untuk membuat preparat awetan yang diamati di bawah mikroskop. Perubahan pada tingkat sel maupun tingkat jaringan baik secara morfologi maupun secara fisiologi merupakan dasar analisis histopatologi5). Selain analisis perubahan histologi hati, penentuan indeks fisiologi yang meliputi condition faktor (CF), liver somatic index (LSI) dan gonad somatic index (GSI) juga merupakan bentuk analisis biomarker yang menjadi indikator kesehatan ikan akibat adanya tekanan perubahan lingkungan6). 2. METODE PENELITIAN 2.1. Pengambilan Sampel Ikan Uji Sampel ikan nila diambil dari kolam IPAL PT. GMP (aerasi 1, aerasi 2, stabilisasi, dan monitoring), masing-masing 5 ekor. Sedangkan kontrol ikan diambil dari kolam yang tidak menerima air limbah. 2009 FMIPA Universitas Lampung 43 Tugiyono dkk… Biomonitoring Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula Pt Gunung Madu Plantation 2.2. Pengukuran Indeks Fisiologi Ikan diambil dari tiap-tiap kolam (aerasi I, aerasi II, stabilisasi,monitoring dan kontrol) untuk diukur dan ditimbang. Kemudian diukur total panjang tubuh ikan dari ujung kepala sampai ujung pinnae caudalis dalam posisi normal dan dalam satuan cantimeter (cm) dengan menggunakan alat ukur. Setelah diukur, ikan ditimbang berat tubuhnya, berat gonad, dan berat hati menggunakan timbangan dalam satuan gram (gr). Dilakukan perhitungan Indeks Fisiologi dengan menggunakan rumus 7;8), sebagai berikut: -Condition Factor (CF) = - Liver Somatic Index (LSI) = - Gonad somatic Index (GSI) = Berat tubuh x100 ( Panjang total )3 Berat hati x100 Berat tubuh Berat gonad x100 Berat tubuh 2.3. Analisis Kualitas Air Kolam IPAL Air limbah diambil dari 5 kolam IPAL (aerasi , aerasi 2, stabilisasi, monitoring dan kontrol), parameter kualitas air meliputi: pH, BOD5 (Biological Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended Solid). 2.4. Analisis Data Untuk mengetahui perubahan struktur histologis hati ikan nila (O. niloticus Linn) digunakan pengamatan deskriptif efek patologik serta untuk mengetahui beda tiap-tiap kolam olahan limbah terhadap Indeks Fisiologi digunakan analisis variansi satu arah dan jika terdapat beda nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf kepercayaan 5 (%) persen. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Indeks Fisiologi Hasil perhitungan indeks fisiologi menunjukkan perbedaan di setiap grafik meliputi Condition Factor (CF), Liver Somatic Index (LSI) dan Gonad Somatic Index (GSI). Indeks Fisiologi merupakan salah satu indikator pajanan bahan pencemar secara kronis pada suatu lingkungan sehingga dapat menggambarkan kualitas kehidupan biota akuatik. Hasil perhitungan nilai CF disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Indeks Fisiologi – Condition Factor (CF) Ikan Nila pada kolam IPAL; Huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf (α) = 0,05 CF merupakan indikator fisiologi yang efektif untuk mengetahui pengaruh pakan atau nutrisi, fluktuasi populasi, atau oleh polusi6), jika nilai CF ≤ 1,7 berarti ikan dalam lingkungan yang tertekan hal ini menandakan bahwa kondisi kesehatan ikan tidak memenuhi syarat dan habitat dari ikan tersebut mengalami 44 2009 FMIPA Universitas Lampung J. Sains MIPA, April 2009, Vol. 15, No. 1 gangguan atau tekanan lingkungan9). Pada larva ikan snapper merah (Lutjanus argentimaculatus) dalam kondisi lingkungan yang tertekan mempunyai nilai CF yang lebih rendah dibandingkan nilai CF pada ikan yang hidup pada lingkungan normal10). Ikan nila yang dipelihara di bak-bak pengolahan IPAL limbah cair Rumah Sakit Umum Daerah Serang memiliki perbedaan nilai CF atau koefisien nilai nutrisi ikan yang signifikan antara kelompok bak pengolahan IPAL11). Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia air yang meliputi suhu, pH, BOD, padatan tersuspensi, dan pergerakan air pada masing-masing bak perlakuan. Hasil perhitungan nilai Gonad Somatic Index (GSI) disajikan pada Gambar 3, nilai GSI merupakan gambaran kematangan organ reproduksi. Data tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan nilai GSI sebagai akibat dari adanya perbedaan Tingkatan Kematangan Gonad (TKG). Gambar 3. Indeks Fisiologi – Gonad Somatic Index (GSI) Ikan Nila pada kolam IPAL, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf (α) = 0,05 Jika kondisi perairan dalam keadaan normal, nilai indeks GSI akan relatif stabil dan rendahnya nilai GSI mengindikasikan bahwa organisme tersebut mengalami keterlambatan kematangan gonad atau gonad belum mengalami kematangan6. Nilai GSI sangat bervariasi setiap saat, berganting kepada jenis dan pola pemijahannya. Pada grafik di atas didapatkan nilai perhitungan GSI yang bervariasi dengan indeks terkecil pada kolam stabilisasi yaitu 0.8164 dan indeks terbesar pada kolam aerasi I yaitu 1.5980. Sampel ikan pada penelitian ini adalah betina sehingga dalam standar nilai GSI, indeks GSI pada kolam stabilisasi tingkat kematangannya adalah tingkat II yaitu gonad sedang matang. TKG II pada betina mempunyai morfologi gonad mulai membesar, butiran belum terlihat. Nilai GSI ikan belanak Liza subviridis dewasa dari muara sungai Cimanuk pada berbagai TKG didapatkan nilai GSI sebagai berikut. Untuk ikan belanak betina GSI rata-rata dengan nilai 0,8204 menunjukkan TKG tingkat II ; nilai 2,4042 menunjukkan TKG tingkat III ; dan nilai 8,6009 menunjukkan TKG tingkat IV12). Gambar 4. Indeks Fisiologi – Liver Somatic Index (LSI) Ikan Nila pada tiap kolam IPAL, huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf (α) = 0,05 2009 FMIPA Universitas Lampung 45 Tugiyono dkk… Biomonitoring Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula Pt Gunung Madu Plantation Hasil perhitungan LSI pada penelitian ini seperti disajikan pada Gambar 8, menunjukkan perbedaan nilai LSI. Pada kolam pengolahan air limbah, kolam aerasi I memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kolam aerasi II, monitoring, dan stabilisasi. Hasil analisis LSI disajikan pada Gambar 4, pada kolam yang terkena pajanan limbah dapat meningkatkan nilai LSI dibandingkan dengan perairan kontrol. Karakteristik limbah cair pabrik gula merupakan limbah organik yang mengandung material-material non-toksik terutama adalah gula-gula terlarut (sukrosa dan gula reduksi) dan berpotensi mengandung partikel-partikel halus yang berasal dari ampas tebu setelah digiling, jelaga, abu, atau percikan minyak pelumas1). Pada ikan Salmo Truta yang diujicobakan di laboratorium dengan kondisi perairan yang dibuat tercemar logam berat, memiliki nilai LSI yang lebih tinggi dibandingkan ikan dengan jenis yang sama dan hidup diperairan sungai Eagle River, USA yang alami13). Meskipun beberapa zat tidak menimbulkan efek toksik pada hati, dalam kasus tertentu peningkatan berat hati atau LSI merupakan kriteria yang paling peka untuk toksisitas14). 3.2. Perubahan Histologi Sel Hati (Hepatosite) Berdasarkan hasil analisis preparat irisan sel hati ikan nila (O. niloticus) yang disajikan pada Gambar 5 memperlihatkan perubahan struktur sel hati yaitu terjadi perlemakan patologik atau disebut dengan perlemakan hati (steatosis). Perlemakan ditandai dengan terlihat banyaknya bulatan-bulatan kosong pada jariangan, bulatan-bulatan kosong tersebut terlihat pada tepi, dipusat, di daerah pertengahan atau diseluruh lobuli. Patologik perlemakan yang terlihat pada jaringan disebut dengan fatty change. Kelainan tersebut dapat kita temukan pada sampel hati ikan yang berasal dari beberapa kolam pengolahan air limbah yaitu kolam stabilisasi dan monitoring. Hal ini menunjukkan bahwa air dari kedua kolam pengolahan air limbah mempengaruhi struktur histologis hati ikan nila (O. niloticus Linn). Fatty change dapat disebabkan karena ikan tersebut kekurangan oksigen (hipoksemi) sehingga hati tidak dapat membakar lemak15), kondisi ini menyebabkan intrusi sel darah merah ke pembuluh darah besar pada jaringan hati dan berakibat akumulasi sel darah merah atau yang disebut dengan hyperemia atau kongesti16). Lebih lanjut selain hipoksemi, fatty change juga dapat disebabkan oleh zat toksin yang menyebabkan fungsi lipofitik pada hati tidak maksimal atau bahkan hilang. Fungsi ini dilakukan oleh organel reticulum endoplasma halus sel parenkim hati yang mengandung enzim lipofitik yang terlibat dalam biosintesa lemak15). Beberapa toksikan seperti tetrasiklin, menyebabkan banyak butiran lemak kecil dalam suatu sel atau disebut dengan istilah mikrovesicular, sementara toksikan lainnya, seperti etanol, menyebabkan butiran lemak besar yang menggantikan inti dan disebut juga macrovesicular14. Air pada kolam stabilisasi dan kolam monitoring merupakan air olahan limbah yang terakhir diproses pada system kolam IPAL PT.GMP. Kondisi kandungan oksigen yang rendah menyebabkan ikan di kolam stabilisasi dan kolam monitoring mengalami hipoksemi. Oksigen pada kolam stabilisasi dan monitoring hanya dihasilkan dari prose salami yaitu fotosintesis dan proses difusi gas oksigen dari udara ke perairan. Kondisi hipoksemi pada air kolam olahan tersebut menyebabkan ikan nila yang dipelihara di kolam stabilisasi dan monitoring mengalami perubahan struktur histologis pada tingkat fatty changes. Gambar 6 menunjukkan struktur histologis hati ikan nila (O. niloticus Linn) pada kolam aerasi I dan II. Dari kedua kolam olahan limbah tersebut menggambarkan bahwa air kolam mempengaruhi struktur histology hati ikan. Intrusi sel darah merah pada hati akan melewati pembuluh darah kecil atau sinusoid dan terakumulasi pada pembuluh darah besar. Hal ini ditunjukkan pada gambar 7 atau menujukkan vena sentralis yang bermuara pada vena hepatica. Sel darah merah ikan, berinti dengan bentuk dan ukuran bervariasi antara satu spesies dengan lainnya. Beberapa spesies ikan memiliki sel darah merah. Berbentuk lonjong dengan diameter 11-14 µm , memiliki inti dengan ratio volume sel dan inti adalah 3,5 – 4,0. Jumlah sel darah merah pada masing-masing spesies juga berbeda, tergantung aktivitas ikan tersebut17). Kongesti terjadi dengan meningkatnya volume darah akibat pelebaran pembuluh darah kecil. Kongesti dimulai pada vena sentralis karena vena sentralis merupakan penampung darah yang berasal dari 46 2009 FMIPA Universitas Lampung J. Sains MIPA, April 2009, Vol. 15, No. 1 arteri hepatica dan vena porta15). Akibat lebih lanjut dari kongesti adalah terganggunya sirkulasi darah, terjadinya kongesti akan menyebabkan venula dan kapiler semakin permeable16). Hal ini akan menyebabkan keluarnya cairan plasma ke dalam jaringan dan meningkatkan viskositas darah sehingga sel darah menggumpal dan tekanan terhadap aliran darah akan lebih tinggi. Selain terganggunya sirkulasi darah, kongesti juga menyebabkan sel-sel hati mengalami degenerasi atau akan berlanjut pada nekrosis karena kekurangan nutrient dan oksigen15). Hati menerima sekitar 25 % dari seluruh darah dari jantung atau sekitar 1 ml darah tiap menit untuk tiap gram jaringan hati. Sekitar 75 % darah hati disuplai oleh vena porta yang menyalurkan darah dari saluran cerna dan 25 % berasal dari arteri hepatica. Kebanyakan darah yang mengalir melalui hati akan melalui sinusoid18). Gambar 8 adalah histologi hati pada kolam kontrol. Bagian-bagian dari sel hepatosit terlihat jelas yaitu bagian inti dan membran sel. Hepatosit (sel parenkim hati) menyusun sebagian besar organ hati. Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu. Lebih lnjut sel kupfer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari system retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatica, dan disalurkan melalui vena sentral dan kemudian vena hepatica ke dalam vena kava 14). 3.3. Analisis Kualitas Air Hasil Analisis kualitas air pada kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Gunung Madu Plantation disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis kualitas air limbah (IPAL) No. 1. 2. 3. 4. 5. Sampel Aerasi I Aerasi II Stabilisasi Monitoring Kontrol BOD (mg/l) 67,39 9,85 101,71 105,96 35 Parameter TSS (mg/l) 34 132 122 100 30 pH 8,31 8,89 8,89 9,01 7,03 Pengukuran kualitas air pada kolam olahan limbah pabrik merupakan salah satu parameter pendukung penelitian. Karakteristik limbah cair dapat diketahui menurut sifat-sifat dan karakteristik kimia, fisika dan biologis. Kualitas air dapat menunjukkan kondisi perairan tersebut dan mengalami fluktuasi tergantung kepada bahan-bahan dan sisa zat buangan limbah yang masuk dalam perairan2). Limbah cair tersebut menyebabkan kelarutan oksigen di perairan kolam pengolahan memiliki nilai yang rendah. Nilai BOD menunjukkan penurunan yang signifikan. DO yang merupakan kelarutan oksigen di perairan yang menjadi kebutuhan primer organisme mempunyai korelasi nilai yang berbanding terbalik dengan BOD. Sehingga nilai BOD yang tinggi mengindikasikan bahwa perairan tersebut mempunyai DO yang rendah. Potensi limbah cair pabrik gula yang dapat mengandung partikel-partikel halus yang berasal dari ampas tebu setelah digiling, juga jelaga, abu, serta mungkin juga terpercik oleh minyak pelumas tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya nilai TSS. Nilai TSS yang tinggi mengindikasikan kondisi perairan pada kolam olahan limbah pabrik memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Kondisi kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen di perairan. Pengolahan limbah di IPAL PT GMP pada tahap kolam fakultatif air limbah dipompa masuk kedalam aerasi sehingga muncul dalam bentuk pancaran (spray) yang sekaligus meningkatkan tangkapan oksigen. Unit surface aerator dipasang cukup banyak di dua kolam aerasi yang ada agar proses degradasi berjalan maksimal dan tuntas1). 2009 FMIPA Universitas Lampung 47 Tugiyono dkk… Biomonitoring Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula Pt Gunung Madu Plantation Gambar 6. Gambar histologis hati ikan nila ( ) menunjukkan intrusi sel darah merah di daerah fatty changes pada kolam monitoring, HE X100. Gambar 5. Gambar histologis hati ikan nila tanda ) menunjukkan terdapat perlemakan (fatty change) pada kolam stabilisasi, HE X 100. Gambar 7. Histologi hati ikn nila tanda ( Menunjukkan akumulasi sel darah merah di Pembuluh besar pada kolam Aerasi I, HE X 100.. ) Gambar 8. Gmbar histology hati ikan nila pada kolam control (A: Membram sel, B: Inti sel), HE X 400 4. KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapat disimpulkan: (1) Terjadi perubahan struktur histologi hati ikan nila (O. niloticus) berupa kongesti atau hyperemia dan perlemakan hati (steatosis/fatty changes) pada kolam pengolahan air limbah yaitu kolam aerasi 1, aerasi 2, stabilisasi, dan monitoring; (2) Air olahan limbah pabrik pada kolam pengolahan limbah mempengaruhi indeks fisiologi ikan nila (O. niloticus). Condition Faktor (CF), kolam (aerasi 1 (1,666); aerasi 2 (1,634); monitoring (1,521); stabilisasi (1,719); kontrol (1,729) ), Liver Somatic Index (LSI), kolam (aerasi 1 (1,222); aerasi 2 (1,142); monitoring (1,032); stabilisasi (0,998); kontrol (2,118) ). Gonad Somatic Index (GSI), kolam (aerasi 1 (1,598); aerasi 2 (1,421); monitoring (1,241); stabilisasi (0,816); kontrol (1,411) ); (3) Analisis biomarker dengan mengetahui indeks fisiologi dan perubahan struktur histologi pada tingkatan biota akuatik khususnya hewan uji ikan dapat dijadikan sebagai bioindikator dan biomonitoring yang efektif untuk mengetahui tingkat efektivitas pengolahan air limbah. 48 2009 FMIPA Universitas Lampung J. Sains MIPA, April 2009, Vol. 15, No. 1 UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dilaksanakan dengan bantuan dana dari Peneltian Hibah Peneltian Fundamental, Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Surat Perjanjian NO. 028/SP2H/PP/DP2M/III/2007, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.Untuk itu, Peneliti mengucapkan terima kasih atas segela bantuaannya. Selain itu peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada PT. Gunung Madu Plantation, yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kolam IPAL perusahan tersebut. Kepada Kepala Laboratorium Patologi di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung atas bantuan pembuatan dan analisa preparat hati ikan DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. 1995. Implementasi Pengelolaan Limbah Cair Di PT Gunung Madu Plantations, Lampung. Tim Pengelolaan Limbah dan Lingkungan PT GMP. Disampaikan Pada Lokakarya Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Limbah Cair Agro-Industri, 15 Desember 2005. Bandar Lampung. 2. Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. CV. Yrama Widya. Bandung. 3. Lam dan Wu, 2003. Use of biomarkers in environmental monitoring. Ministry of Environment, Government of Japan. Tokyo 4. Tugiyono, N. Nurcahyani, dan Supriyanto., R. 2007. Biomarker Sebagai Biomonitoring Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Industri: Respon Dini Pada Tingkat Molekuler Terhadap Kualitas Lingkungan. Laporan Akhir Penelitian Fundamental. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 5. Solehadin.2003.Studi Histopatologi Perubahan Organ Dalam Ayam Kampung (Gallus domestica) yang terserang Newcastle Disease (penyakit tetelo). Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 6. Webb, D. 2001. Use of Native Fish As Biological Indicators of Environmental Health In The SwanCanning River System. School of Enviromental Biology. Curtin University of Technology. 7. Arndt, S. K. A., Benfey., T. J., and Cunjak. R. A.1996. Effect of temporary reduction in feeding on protein synthesis and energy storage of juvenile Atlantic salmon. Journal of Fish Biology. 8. Kukkonen, J.V.K., Punta, E., K., K., Paranko. J., L., H., H., I., dan Hyvarinen, H. 1999. Biomarker Responses by Crucian Carp (Carracius carracius)Living in a pond of Secondary Treated Pulp Mill Effluent. Published by Elsevier Science. Wat. Sci. Tech. 40 (11-12): 123-130. 9. Lucky, Z., 1977. Methods for the diognosis of fish diseases. Amerind Publishing Co, Put.Ltd.New Delhi. P.137. 10. Estudillo, C.B. Duray, M.N, Marasigan E.T., and Emata, A.C. 2000. Salinity tolerance of larvae of mangrove red snapper (Lutjanus argentimaculus) during ontogeny. Aquaculture. 190: 155-167. 11. Rosmawati. 2004. Uji Hayati Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Air Olahan Limbah Cair Rumah Sakit Umum Daerah Serang : Koefisien Nilai Nutrisi Dan Perubahan Histologi Hati. Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 12. Effendie, I. 2002. Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Pusaka Nusatama. Bogor. 13. Norris, D.O., Camp, J., M., Maldonado, T., A., Woodling, J., D. 2000. Some aspects of hepatic function in feral brown trout, Salmo trutta, Living in metal contaminated water. Published by Elsevier Science. Comparative Biochemistry and Physiology Part C. 127: 71 – 78. 2009 FMIPA Universitas Lampung 49 Tugiyono dkk… Biomonitoring Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula Pt Gunung Madu Plantation 14. Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 15. Ressang, A. A. 1984. Buku Pelajaran Patologi Khusus Veteriner. Edisi 1. Bali Castle Disease Investigation unit. Denpasar. Bali. 16. Hibiya, T.. 1982. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological Features. College of Agriculture and Veterinari Medicine, Nihon Univ.,Tokyo. Japan. 17. Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 18. Johnson, K. E. 1994. Histologi dan Biologi Sel. F. Arifin gunawijaya (ed). Alih Bahasa. Staf Pengajar Bagian Histologi. FK Universitas Trisakti. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta. 50 2009 FMIPA Universitas Lampung