7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga
Pengertian keluarga
Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami istri dan
anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (BKKBN 1996).
Gross, Crandall dan Knoll (1973) mengungkapkan bahwa keluarga
merupakan suatu manajerial unit yang mampu mengelola sumberdaya keluarga
yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga. Berdasarkan pendekatan sistem,
keluarga memiliki hubungan dengan sistem yang lebih luas, dimana keluarga
menjadi bagian di sistem tersebut. Hubungan keluarga dengan lingkungannya
digambarkan melalui suatu sistem yang saling berkaitan, bergantung, dan
berinteraksi satu sama lainnya. Sistem-sistem ini terdiri dari subsistem yang saling
mempengaruhi.
Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan keluarga sebagai subsistem
dari sistem masyarakat. Keluarga terdiri dari subsistem personal dan manajerial.
Subsistem manajerial berfungsi untuk merencanakan dan melaksanakan
penggunaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan subsistem
personal merupakan bagian yang berhubungan dengan interaksi dinamis dari
suatu jalinan hubungan sosial yang akhirnya memberi ciri pada kepribadian
seseorang, yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan manajerial. Subsistem
personal terdiri dari komponen input, throughput, dan output.
Teori Struktural Fungsional
Teori struktural fungsional melihat keluarga, kelompok, organisasi, klub
sosial, dan lain-lain sebagai sebuah sistem yang dapat diterapkan dalam berbagai
situasi. Keluarga merupakan bagian subsistem dari masyarakat, yang saling
berinteraksi dengan subsistem-subsitem lainnya dalam masyarakat, misalnya
sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Interaksi yang terjalin
merupakan wujud fungsi keluarga untuk menjaga keseimbangan sosial dalam
masyarakat atau dikenal dengan istilah equilibrium state. Selain itu, keluarga
bersifat adaptif yang selalu menyesuaikan dirinya dalam menghadapi perubahan
8 lingkungan. Sesuai dengan Parson yang menyatakan bahwa keluarga selalu
beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi tersebut
dikatakan keseimbangan dinamis atau dynamic equilibrium (Megawangi 1999).
Teori struktural fungsional juga memandang keluarga sebagai sebuah
sistem terkait anggota dalam keluarga. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran
dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Dalam
pandangan teori struktural fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling
berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Selanjutnya, Megawangi
(1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat suatu keseimbangan dalam
masyarakat yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial
tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata sehingga anggota keluarga
mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Struktur
dalam keluarga dapat menjadikan institusi dalam keluarga sebagai sistem
kesatuan. Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu
status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial.
Berdasarkan status sosial, struktur pada keluarga nuklir terdiri dari tiga
struktur utama yaitu bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak. Struktur dapat juga
berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, remaja,
dan sebagainya. Sedangkan peran sosial merupakan gambaran peran dari status
sosial yang dimiliki. Misalnya, orangtua memiliki peran instrumental yang
dipegang oleh bapak/suami sebagai pencari nafkah dan peran ekspresif yang
melekat pada ibu/istri dengan memberikan cinta dan kelembutan terhadap
keluarga. Norma sosial merupakan peraturan yang menggambarkan bagaimana
sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya, misalnya dalam
hal pembagian tugas dalam keluarga (Megawangi 1999) .
Aspek kedua dari teori struktur fungsional yang sulit dipisahkan dengan
aspek struktural adalah aspek fungsional. Aspek fungsional diartikan sebagai
bagaimana subsistem dapat berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan
sosial. Adapun fungsi sebuah sistem mengacu pada sebuah sistem untuk
memelihara dirinya sendiri dan memberikan kontribusi pada berfungsinya
subsistem dari sistem tersebut (Megawangi 1999). Seseorang dalam sistem
keluarga yang memiliki status sosial tertentu memiliki peran yang harus
9
dijalankan dari status sosial tersebut. Levy dalam Megawangi (1999)
mengungkapkan bahwa tanpa pembagian tugas yang jelas dari status sosial, maka
fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.
Teori Gender
Gender merupakan pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan yang telah ditetapkan masyarakat maupun budaya. Megawangi (1999)
mengungkapkan bahwa peran gender merupakan peran yang diciptakan oleh
masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan menjalankan
peran instrumental atau sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan
menjalankan peran yang bersifat ekspresif atau berorientasi pada manusia.
Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan ini bukan didasarkan pada
perbedaan biologis melainkan disebabkan oleh faktor sosial budaya. Namun
seiring dengan berkembangnya teknologi mengakibatkan peran perempuan tidak
hanya berada dalam sektor domestik saja melainkan juga mampu bekerja di
sektor-sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan UNFAPA
(2005) mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender
adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada
perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun komunitas. Peran
perempuan di dalam rumah seperti mencuci, mengurus anak dan suami, memasak,
dan lainnya. Sedangkan peran laki-laki seperti melindungi dan mencari nafkah
untuk semua anggota keluarga. Pembagian peran yang baik dan seimbang tidak
akan membuat suatu masalah antara laki-laki dan perempuan, namun juga akan
menguntungkan kedua belah pihak.
Handayani dan Sugiarti (2008) menjelaskan konsep gender sebagai sifat
yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktorfaktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran
sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Perempuan dikenal sebagai makhluk
yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki
dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat
tersebut dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,
konsep gender dapat diartikan sebagai konsep yang membedakan peran laki-laki
10 dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan tidak
ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrati (seks), namun dibedakan
berdasarkan kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan (Tabel 1).
Tabel 1 Perbedaan konsep jenis kelamin (sex) dan gender
Seks
Menyangkut perbedaan organ biologis lakilaki dan perempuan (alat reproduksi)
Gender
Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan
tanggung jawab laki-laki dan perempuan
sebagai hasil kesepakatan
Peran reproduksi tidak dapat berubah
Peran sosial dapat berubah
Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan; Peran sosial dapat dipertukarkan. Istri dan
tidak mungkin peran laki-laki melahirkan,
suami bertukar peran misalnya suami
perempuan membuahi
mengurus rumah tangga sedangkan istri
mencari nafkah
Peran reproduksi kesehatan berlaku
Peran sosial bergantung pada masa dan
sepanjang masa
keadaan
Peran reproduksi kesehatan berlaku di
Peran sosial bergantung budaya masingmana saja sama
masing
Peran reproduksi kesehatan berlaku bagi
Peran sosial berbeda antara satu
semua kelas/strata sosial
kelas/strata sosial dengan strata lainnya
Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Peran sosial bukan kodrat Tuhan tetapi
Tuhan atau kodrat
buatan manusia
Sumber : Puspitawati (2010)
Manajemen Keuangan keluarga
Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa uang merupakan salah satu
jenis sumberdaya materi sekaligus merupakan alat pengukur sumberdaya. Uang
memiliki empat fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan, sebagai
mekanisme bagi pertukaran dan perekonomian secara umum, sebagai hak untuk
kebutuhan sumberdaya masa depan, dan sebagai media dalam pertukaran dan
perpindahan dengan pemerintah, instansi, kelompok personal, dan individu
(Deacon dan Firebaugh 1988).
Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga tidak lagi terbatas,
tetapi tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam
pencarian pendapatan. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga
menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimilikinya. Dengan
kepemilikan uang, seseorang atau keluarga dapat memenuhi keinginannya.
Pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut dapat mencapai optimum,
diperlukan usaha manajemen keuangan yang baik dan efektif (Guhardja et al.
11
1992). Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Saharia (1989), mengungkapkan
bahwa manajemen merupakan pengelolaan terkait dunia usaha dan aspek lainnya.
Deacon dan Firebaugh (1988), menjelaskan manajemen merupakan suatu
bentuk yang dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan penggunaan sumberdaya
yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen sebagai proses
dalam mengubah input yang terdiri dari zat/bahan, energi dan informasi menjadi
output. Secara umum, dikenal dengan planning (perencanaan), atau implementing
(pelaksanaan) yang terkait dengan standar aktifitas spesifik, permintaan dan tidak
berhubungan langsung dengan pemahaman aktifitas manajerial.
Menurut Olson dan Beard, perencanaan merupakan bagian dari sistem
manajerial
yang
menerima
tujuan
dan
permintaan
lainnya.
Berfungsi
mengumpulkan informasi mengenai karakteristik alternatif baik kualitatif maupun
kuantitatif yang berpotensial. Dalam mewujudkan perencanaan, dibutuhkan
pengambilan keputusan mengenai bagaimana merubah permintaan dan bagaimana
meningkatkan sumberdaya atau menggunakannya dengan berbeda untuk
menghasilkan
tujuan
aktifitas/tindakan
yang
yang
optimal.
dilakukan
dari
Sedangkan
perencanaan.
pelaksanaan
Dalam
adalah
mengontrol
perencanaan, dibutuhkan pelaksanaan, pengelolaan, dan pengecekkan yang pada
akhirnya akan menghasilkan feedback atau hubungan timbal balik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses
tindakan yang dapat dilakukan sendiri maupun bersama dengan menggunakan
sumberdaya yang dimiliki melalui berbagai tahapan-tahapan untuk mencapai
keinginan atau tujuan yang ditetapkan. Walaupun manajemen tidak bisa membuat
sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi
cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan
sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga
(Guhardja et al. 1992)
Secara umum terdapat beberapa alasan perlunya seseorang atau keluarga
mengelola keuangan, antara lain: adanya tujuan keuangan yang ingin dicapai;
tingginya biaya hidup; naiknya biaya hidup dari tahun ke tahun/inflasi; keadaan
perekonomian tidak akan selalu baik; fisik manusia yang tidak selalu sehat,
kualitas hidup yang lebih baik dari generasi sebelumnya serta faktor kecelakaan;
12 banyaknya alternatif produk pangan (Rahmayani dan Hartoyo 2009). Oleh karena
itu, dibutuhkan suatu pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimiliki sehingga
dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk hasil yang memuaskan.
Salah satu bentuk manajemen keuangan keluarga adalah manajemen cash
flow atau arus kas, yaitu aliran uang yang mengalir mulai mendapatkan uang
tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan mengeluarkannya dengan
secara teratur, bijak dan disiplin (Rahmayani dan Hartoyo 2009).
Anonimous (2007) menjelaskan bahwa terdapat dua konsep utama tentang
manajemen keuangan keluarga yang wajib diketahui oleh keluarga yaitu tentang
Neraca dan Rugi/Laba serta Manajemen Cashflow/Arus Kas. Pengetahuan akan
cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga tidak akan kacau balau dan
terpantau (Gambar 1).
Gaji
Uang Tunai
Pengeluaran
Pendapatan
ATM/Bank
Hasil
Investasi
Rumah Tangga
Pekerja
Cicilan Utang
Hiburan
Rekreasi
Deposito
Hasil Usaha
Premi
Asuransi
Keperluan
Anak
Properti
Reksadana
Transportasi
Fashion
Obligasi
Zakat/Pajak
Dll
Saham
Sosial
Keluarga Besar
Dll
Gambar 1 Konsep Utama Manajemen Arus Kas/Cash-Flow
Sumber: www.myfamillyaccounting.wordpress.com
Pendapatan
Menurut Alabi, Ogbimi dan Soyebo (2006), pendapatan merupakan
sumberdaya material yang digunakan untuk membelanjakan atau mendapatkan
sumberdaya lain seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya.
Pendapatan sangat penting untuk dikelola dengan sebaik-baiknya. Pendapatan
merupakan imbalan yang diperoleh seorang konsumen dari pekerjaan yang telah
13
dilakukannya untuk mencari nafkah. Pada umumnya, pendapatan yang diterima
dalam bentuk uang.
Jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli seseorang. Daya beli
seseorang akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan
dikonsumsi oleh seseorang dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan diukur
tidak hanya yang diterima oleh seorang individu, melainkan juga semua
pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Hal ini berarti, daya beli
rumah tangga ditentukan oleh pendapatan dari semua anggota rumah tangga yang
telah memiliki penghasilan kemudian dikelola bersama dengan tujuan
mewujudkan kesejahteraan keluarga.
Pencatatan pendapatan dari semua anggota keluarga penting dilakukan
karena biasanya sebuah rumah tangga memiliki lebih dari satu orang yang
bekerja. Misalnya suami, istri, anak, dan lainnya. Adapun pengukuran pendapatan
yang berprofesi sebagai pegawai, karyawan, buruh atau pegawai negeri terdiri dari
gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pendapatan lainnya (Sumarwan 2002). Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pendapatan antara lain: pekerjaan, pendidikan
dan kecakapan, misalnya seorang pembantu rumah tangga mendapatkan
penghasilan yang lebih murah dibandingkan seorang juru ketik; pengalaman dan
umur seseorang; besarnya tanggung jawab keluarga; dan tempat bekerja (Sadikin
1975).
Alokasi pengeluaran keluarga
Survei BPS (2002) menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola konsumsi
karena adanya penurunan standar hidup secara drastis akibat meningkatnya hargaharga kebutuhan hidup setelah krisis ekonomi tahun 1997. Akibatnya, keluarga
yang memiliki penghasilan rendah terpaksa memprioritaskan pengeluaran untuk
pangan.
Pengeluaran keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian, antara lain
pengeluaran untuk pangan dan nonpangan. Pengeluaran untuk pangan yaitu
pengeluaran untuk konsumsi bahan pangan berupa padi-padian, ikan, daging,
telur, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak,
minuman, makanan serta minuman jadi. Sedangkan pengeluaran untuk nonpangan
yaitu pengeluaran untuk konsumsi perumahan, bahan bakar, penerangan, air,
14 barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama lainnya. Adapun persentase
pengeluaran keluarga terbesar di negara berkembang adalah pengeluaran untuk
pangan yang kemudian diikuti oleh barang dan jasa (BPS 2002).
Pengeluaran perkapita atau pengeluaran per orang Penduduk Indonesia
dari tahun ke tahun makin meningkat cukup signifikan. Sejak masa krisis 1998,
pengeluaran perkapita sebesar Rp 317 800,00 meningkat menjadi Rp 1 240
900,00 pada tahun 2007 atau meningkat hampir 300 persen selama 10 tahun
(SUSENAS 2010).
BPS (1994), menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin
tinggi pendapatan seseorang maka semakin berkurang persentase pendapatan yang
dibelanjakannya untuk makanan. Oleh karena itu, komposisi pengeluaran
rumahtangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi
penduduk dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran mrupakan
gambaran meningkatnya perekonomian penduduk.
Perempuan dan Buruh Pabrik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa
buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam
bentuk lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua orang yang bekerja
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan dan menerima upah dan imbalan
adalah buruh.
Buruh atau karyawan merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain
atau instansi baik pemerintah atau swasta dengan menerima upah atau gaji baik
berupa uang maupun barang (BPS 1994). Kebanyakan perempuan yang bekerja
sebagai buruh, bukanlah pekerjaan pokok tetapi bagi keluarga yang mengandalkan
sektor informal, penghasilan yang didapat dapat menjadi penghasilan utama.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan keadaan ini antara lain besarnya jumlah
anggota keluarga dan kegigihan para buruh untuk keluar dari lingkungan
kemiskinan (Gardiner et al. 1996).
Anonimous (2011) mengungkapkan beberapa alasan seorang perempuan
bekerja, antara lain: (1) Kebutuhan finansial, kebutuhan keluarga yang tinggi dan
kekurangan dalam mencukupi kehidupan sehari-hari mendesak perempuan
15
bekerja di luar rumah; (2) Kebutuhan sosial-relasional, perempuan yang bekerja
memiliki kebutuhan akan penerimaan sosial dan adanya identitas sosial yang
diperoleh melalui komunitas kerja, seperti bergaul; (3) Kebutuhan aktualisasi diri,
melalui
bekerja,
perempuan
dapat
berkarya,
mengekspresikan
diri,
mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman,
menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan atau
prestasi adalah bagian dari proses pencapaian kepuasan diri. Sebuah studi tentang
kepuasan hidup wanita bekerja menunjukkan bahwa wanita yang bekerja
memiliki tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang tidak bekerja, meskipun ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.
Kesejahteraan Keluarga
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 menyebutkan bahwa
keluarga sejahtera merupakan keluarga yang dibentuk atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang antar
anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan
menurut Undang-Undang terbaru Nomor 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa yang
disebut sebagai ketahanan atau kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik
materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk
hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.
Schmidt dan Welsh (2010), kesejahteraan subjektif terdiri dari tiga bagian
yaitu perasaan positif, perasaan negatif, dan kepuasan yang dirasakan dalam hidup
yang akan stabil atau tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan
Pichler (2006) menjelaskan kesejahteraan subjektif merupakan hasil evaluasi
kehidupan seseorang. Evaluasi tersebut mencakup reaksi emosional, suasana hati
yang dirasakan, dan pendapat tentang kepuasan. Guhardja et al. (1992)
menjelaskan bahwa kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat
kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda untuk setiap
individu atau bersifat subjektif.
Kesejahteraan juga merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan
16 ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara berusaha
dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, rumah tangga serta masyarakat (Rambe 2004). Maslow (1943), menjelaskan
bahwa konsep kesejahteraan keluarga berdasarkan Maslow’s Hierarchy of Needs
adalah keadaan atau kondisi dimana keluarga dapat memenuhi kebutuhannya,
antara lain self actualization, esteem, belongingness and love, safety, dan
physiological need. Kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan
kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain.
Zhang (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa studi yang
menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah
umur, gender, pendidikan, dan status finansial. Penelitian Simanjuntak (2010)
menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu
yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan
keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi
koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap
peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Chen (2010) menjelaskan bahwa
faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia di China adalah perbedaan gender
dan frekuensi peran. Frekuensi peran yang tinggi akan meningkatkan rata-rata
kesejahteraan perempuan. Sedangkan penelitian Firdaus menunjukkan terdapat
hubungan nyata antara manajemen keuangan keluarga dengan kesejahteraan
keluarga. Contoh yang menerapkan manajemen keuangan dengan baik maka
kesejahteraan keluarga akan lebih tinggi.
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait manajemen keuangan keluarga dan kesejahteraan
keluarga telah banyak dilakukan. Penelitian Firdaus (2009) menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang nyata dan positif antara pendidikan suami dengan
manajemen keuangan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami maka semakin
baik keterampilan keluarga dalam mengelola keuangan keluarga. Selain itu,
kesejahteraan keluarga berkorelasi negatif dengan besar keluarga. Semakin
banyak anggota keluarga yang dimiliki maka semakin rendah tingkat
kesejahteraan keluarga. Terdapat hubungan antara manajemen keuangan keluarga
dengan kesejahteraan keluarga. Semakin baik pengelolaan keuangan keluarga
17
maka semakin meningkat kesejahteraan suatu keluarga. Berlawanan dengan
penelitian Nurulfirdausi (2010) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara
manajemen keuangan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.
Penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang
semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan
pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi
keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan
memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
keluarga subjektif. Hasil penelitian terdahulu tersebut dijadikan acuan dalam
penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu terlihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Penelitian pendahulu terkait topik penelitian
No.
Tahun
Penulis
1.
2003
2.
2004
Rambe A
2007
Suandi
Modal Sosial dan
Kesejahteraan
Ekonomi Keluarga
3.
2008
Firdaus
4.
2010
Nurulfirdausi
K
Hubungan Tekanan
Ekonomi,
Manajemen
Keuangan, dan
Mekanisme Koping
dengan
Kesejahteraan
Analisis Pengaruh
Kontribusi Ekonomi
Perempuan dan
Manajemen
Keuangan Keluarga
terhadap
Kesejahteraan
Keluarga TKW
Saleha Q
Judul
MSDK: Suatu
Analisis Gender
dalam Kehidupan
Keluarga Nelayan di
Pesisir Bontang
Kuala, Kaltim
Alokasi Pengeluaran
Rumah Tangga dan
Tingkat
Kesejahteraan
Hasil
• Ada hubungan antara
pendidikan istri dan relasi
gender
• Ada hubungan antara
pengambilan keputusan
dan kepuasan istri
• Faktor determinan
kesejahteraan subjektif
adalah pendidikan kepala
rumah tangga, umur
kepala rumah tangga dan
pendapatan
• Manajemen keuangan dan
manajemen anggota
keluarga berpengaruh
positif terhadap
kesejahteraan ekonomi
objektif keluarga
• Ada hubungan antara
tekanan ekonomi,
manajemen keuangan,
mekanisme koping dan
kesejahteraan keluarga
• Kontribusi ekonomi TKW
tidak berpengaruh pada
kesejahteraan keluarga
• Kesejahteraan subjektif
dipengaruhi nyata positif
oleh jumlah anak
18 No.
Tahun
5.
2010
6.
2011
Penulis
Irzalinda V
Rusydi L N
Judul
Kontribusi Ekonomi,
Peran Perempuan
dan Kesejahteraan
Keluarga di Kota dan
Kabupaten bogor
Analisis
Perbandingan
Manajemen
Sumberdaya dan
Kesejahteraan
Keluarga pada
Keluarga Miskin dan
Tidak Miskin
Hasil
• Rata-rata kontribusi nilai
ekonomi pekerjaan istri
terhadap pendapatan total
keluarga adalah 16,4 dan
46,2 persen pada masingmasing dua daerah lokasi
penelitian
• Faktor yang berpengaruh
terhadap kesejahteraan
keluarga subjektif adalah
permasalahan keluarga.
• Manajemen waktu dan
keuangan pada keluarga
miskin dan tidak miskin
tergolong rendah
• Pada keluarga miskin,
semakin tua istri dan
suami maka semakin
rendah manajemen
keuangan keluarga.
Sedangkan keluarga tidak
miskin, semakin lama
pendidikan istri maka
semakin baik manajemen
keuangan keluarga
Download