C M Y CM MY CY CMY K Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TIM EDITORIAL Franky Slamet, S.E., M.M. Dra. Ninawati, M.M. Henny, S.E., M.Si., Ak, BKP, CA. TIM REVIEWER Harryadin Mahardika, Ph.D. (Universitas Indonesia) Dr. Rizal Edy Halim, S.E., M.M. (Universitas Indonesia) Dr. Ir. Chairy, S.E., M.M. (Universitas Tarumanagara) Dr. Indra Widjaja, S.E., M.M. (Universitas Tarumanagara) Dr. Ign. Roni Setyawan, S.E., M.Si. (Universitas Tarumanagara) Dr. Keni, S.E., M.M. (Universitas Tarumanagara) Dr. Hetty Karunia Tunjungsari, S.E., M.Si. (Universitas Tarumanagara) Dr. Herman Ruslim, S.E., Ak., M.M., CA.,CPA., MAPPI (Cert) (Universitas Tarumanagara) Dr. Masmira Kurniawati, S.E., M.M. (Universitas Airlangga) Dr. Tri Siwi Agustina, S.E., M.Si. (Universitas Airlangga) Dr. Asep Mulyana, S.E., M.C.E. (Universitas Padjadjaran) Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito, S.E., M.Sc. (Universitas Padjadjaran) Dr. Heru Kristanto, M.T. (MM Universitas Kristen Duta Wacana) Kandi Sofia Senastri Dahlan, M.B.A., Ph.D. (Universitas Bunda Mulia) Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 KATA PENGANTAR Tema Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII adalah “Sinergi Nilai-nilai Keluarga dan Bisnis dalam Pengelolaan Bisnis Keluarga di Kancah Persaingan Global”. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Studi S1 Manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi bekerjasama dengan Magister Manajemen Universitas Tarumanagara, UPT Mata Kuliah Umum (MKU) Universitas Tarumanagara, Universitas Bunda Mulia, dan Magister Manajemen Universitas Kristen Duta Wacana. Seminar dan call for paper ini ditujukan bagi seluruh akademisi maupun praktisi yang ingin memaparkan hasil penelitian, pemikiran, maupun praktik-praktik terkait dengan Kewirausahaan dan Manajemen. Buku prosiding ini terdiri dari 63 (enam puluh tiga) makalah-makalah yang terkait dengan topik mengenai Kewirausahaan dan Manajemen. Semua makalah yang diterima telah direview oleh tim reviewer. Keterlibatan tim reviewer yang memiliki keahlian di bidang ilmu Kewirausahaan dan Manajemen dari sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia memiliki andil yang sangat besar dalam proses penerimaan makalah. Oleh karena itu, kami berharap buku prosiding ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pengetahuan dan implementasi mengenai Kewirausahaan dan Manajemen. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para pemakalah, tim reviewer dan semua panitia yang terlibat. Jakarta, 24 Mei 2017 Tim Editorial Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 DAFTAR ISI JUDUL FAKTOR-FAKTOR YANG MERUPAKAN PREDIKTOR KESUKSESAN BISNIS KELUARGA Joyce A. Turangan, Andi Wijaya CHINESE FAMILY BUSINESS AND GENDER ISSUE Cindy Utama, Edi Purwanto PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN HUBUNGAN ANTAR KELUARGA TERHADAP PROSES SUKSESI PADA PERUSAHAAN KELUARGA Ian Marvin, Mei Ie PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN BISNIS TERHADAP KERAGAAN BISNIS MILIK KELUARGA (STUDI KASUS: USAHA SONGKET PALEMBANG) M. Amirudin Syarif, Gagan Ganjar Resmi, Andrian Noviardy KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS DAN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA Sarwo Edy Handoyo, Albert THE ROLE OF SYNERGY, INNOVATION AND CREATIVITY IN THE SUCCESS OF “WAROENG PENYET BU SUNGKONO” Selfiana PENGARUH MODAL MANUSIA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DAN MOTIVASI TERHADAP KESUKSESAN KARIR PADA UKM DI TANGERANG HAL 1 10 21 28 38 50 60 Muhammad Tony Nawawi FENOMENA MAKANAN INSTAN DAN MAKANAN TRADISIONAL PADA SISWA SMA SLH PALOPO Selvi Esther Suwu PETA MODEL RESILIENSI RANTAI PASOK UMKM DI JAWA TIMUR Lilia Pasca Riani MARKET ORIENTATION DALAM MANAJEMEN DAN PRAKTEK BISNIS PERUSAHAAN KECAP TRADISIONAL Ruth Oktavia Kusumawardani, John JOI Ihalauw MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT KABUPATEN SIAK UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI KREATIF Jumiati Sasmita ANALISIS PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI GUNA MENCETAK LULUSAN YANG BERBASISKAN BISNIS Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya MEMBANGUN DAYA SAING & DAYA TAWAR USAHA JAMU MELALUI SISTEM KUALITAS Kartika Nuringsih & Rodhiah PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA DENGAN LOGIKA DOMINAN SEBAGAI MEDIASI PADA WIRAUSAHA DI GADING SERPONG Louis Utama, Nina Budianto LIMA PILIHAN BISNIS KELUARGA DENGAN INVESTASI DI BAWAH 70 79 89 100 109 117 128 137 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 SEPULUH JUTA Uswita Tina Ruhiyat , Nur Faiz Al-Adiyah, Apriani Simatupang PENGARUH INOVASI PRODUK DAN EKUITAS MERK TERHADAP 147 KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SEPATU UGAMA CIMAHI Sri Wiludjeng SP PERBANDINGAN KARAKTER WIRAUSAHA DAN MANAJER BERDASARKAN LIMA FAKTOR KEPRIBADIAN: STUDI PADA WIRAUSAHA DAN MANAJER DALAM BIDANG KULINER DI JAKARTA UTARA Jesslyn, Hannes Widjaya, Kurniati W Andani PENGARUH PERANAN DARI ORANG TUA, ANGGOTA KELUARGA DAN ANGGOTA NON KELUARGA TERHADAP KESUKSESAN BISNIS KELUARGA DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI Lydiawati Soelaiman, Sanny Ekawati, Ida Puspitowati PENGARUH DESAIN LOGO TERHADAP CITRA NEGARA DAN KEINGINAN UNTUK BERKUNJUNG KE NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA DAN THAILAND Belinda Kinarwan, Franky Slamet PENGARUH REPUTASI, BRAND IMAGE, PERCEIVED RISK, E-SATISFACTION TERHADAP NIAT MENGGUNAKAN UBER Margaretha Pink Berlianto PENGARUH BRAND IMAGE, PRODUCT KNOWLEDGE, DAN WORD OF MOUTH TERHADAP PURCHASE INTENTION Tobias Hansel Budiono, Keni PENGARUH CITRA MEREK, HARGA, KEPERCAYAAN DAN NILAI TERHADAP MINAT BELI RESERVASI HOTEL DI TRAVELOKA PADA MAHASISWA/I UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN MEDIASI MELALUI VARIABEL HARGA, KEPERCAYAAN, DAN NILAI Fenny Tong, Herlina Budiono PENGARUH MATERIALITY, ASSURANCE DAN TASTE TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION KONSUMEN STARXXX DI MALL CIPUTRA Hannes Widjaja dan Tommy Setiawan Ruslim PENGARUH ORIENTASI HEDONIK-UTILITARIAN PADA KEGIATAN CAUSE RELATED MARKETING Singgih Santoso SEGMENTASI PERILAKU PELANGGAN MENGGUNAKAN MODEL RFM (RECENCY, FREQUENCY AND MONETARY) DAN FUZZY C-MEANS Fitri Rizki Amelia, Yan Puspitarani, Abdulah Fajar KEPUASAN MAHASISWA DILIHAT DARI PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PELAYANAN AKADEMIK PADA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA Mailani Hamdani, Irmawaty 156 166 177 185 196 205 215 223 234 244 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 DAFTAR ISI JUDUL HAL 254 MANFAAT LITERASI KEUANGAN BAGI BUSINESS SUSTAINABILITY Zarah Puspitaningtyas ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP 263 KEPUTUSAN PEMBELIAN APARTEMEN SILKWOOD Bernadus Ivan Santoso & Rina Adi Kristianti 273 KINERJA AKUISISI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2013 Imelda & Rina Adi Kristianti PENGARUH PERILAKU KEUANGAN, ANALISIS FUNDAMENTAL DAN 285 ANALISIS TEKNIKAL TERHADAP KEPUTUSAN TRANSAKSI DAN TRADING PERFORMANCE KONTRAK BERJANGKA FOREX Steven Andrian Candy , Hendra Wiyanto PENGARUH LEVERAGE, LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI TERHADAP 296 RETURN SAHAM Acep Edison PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, ASIMETRI INFORMASI, DAN PENEKANAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN Verinda Christy, Agustini Dyah Respati ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SPRINGATE, ZMIJEWSKI DAN GROVER PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI RITEL YANG TERDAFTAR DI BEI PADA PERIODE 2011-2015 Vincentia Wahju Widajatun, Neneng Susanti, Ibrahim EFEKTIVITAS PELATIHAN KEUANGAN DALAM MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN UMKM Muhammad Saiful Hakim1, Aang Kunaifi2 , Venny Oktavianti3 307 PEMODELAN DAN PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN BURSA EFEK INDONESIA MENGGUNAKAN VECTOR AUTOREGRESSION MODEL Khairina Natsir 336 PENGARUH PROFITABILITAS, STRUKTUR ASET, KEBIJAKAN DIVIDEN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG Julia Cornaliza, Ary Satria Pamungkas PENGARUH EPS, ROA DAN ROE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN KELUARGA DI INDUSTRI RITEL Hary S. Sundoro IMPLEMENTASI METODE ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN Mochamad Kohar Mudzakar PENGARUH ABNORMAL RETURN TERHADAP INDEKS SEKTORAL DENGAN PROPORSI PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI Umi Murtini PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP AGENCY COST Neneng Susanti, Vincentia Wahju, Mochamad Rizal 347 318 326 359 369 381 391 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 APAKAH KEPUASAN KERJA MEMOTIVASI DOSEN BEKERJA? Niko Sudibjo PENGARUH BUDAYA KERJA DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Niko Sudibjo, Ganjar Mulyadi ANALISIS KEPUASAN KERJA DILIHAT DARI MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI UNIVERSITAS TERBUKA Irmawaty , Mailani Hamdani PENGARUH KEPEMIMPINAN PEMBERDAYAAN PADA KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT Muhammad Faza Muzakki, Tur Nastiti PENGUKURAN KINERJA PERGURUAN TINGGI SWASTA: APLIKASI MALCOM BALDRIGE CRITERIA Nuryasman, Hendro Lukman PENGARUH PEMAHAMAN MANAJER MENGENAI AKUNTANSI PERBANKAN DAN PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERN (Studi Kasus Pada PT. BPR Trisurya Marga Artha Bandung) Dini Arwati ANALISIS PERLINDUNGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI PADA INOVASI PRODUK KERIPIK SINGKONG PEDAS ‘MAICIH’) Febriansyah PENGARUH METODE PENGEMBANGAN, BUDAYA AKADEMIK, DAN KOMITMEN DOSEN TERHADAP KINERJA DAN KEMAJUAN KARIR DOSEN Yun Iswanto, Irmawaty, Mailani Hamdani ENTREPRENEURIAL ORIENTATION DAN MANAGEMENT SKILL SEBAGAI ANTESEDEN KINERJA BISNIS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) Ade Octavia ANALISIS PERBEDAAN GAYA KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA BERDASARKAN VARIABEL DEMOGRAFIS PADA WIRAUSAHAWAN MUDA DI DKI JAKARTA Rusminto Wibowo, Aristo Surya Gunawan HUBUNGAN KOMPETENSI AKADEMIK, ORIENTASI ENTREPRENEURSHIP, DAN KINERJA DOSEN Agung Widhi Kurniawan EFEKTIVITAS PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL TERHADAP KEBERLANGSUNGAN BISNIS KELUARGA Oktafalia Marisa M, Janny Rowena THE IMPACT OF TRUST ON KNOWLEDGE SHARING: A CASE STUDY OF PT ASOKA MAS Vincent Adrian Joseph, Radityo Fajar Arianto KAJIAN ANALISIS PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA (KMK) SEKTOR USAHA KECIL MITRA BINAAN PT. TELKOM CABANG BATURAJA Anis Feblin PENGARUH KECERDASAN EMOSI, BUDAYA ORGANISASI, DAN 401 410 421 432 443 454 465 472 483 491 502 512 523 530 541 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DI SEKOLAH BOGOR RAYA Arning Rani Wulandari, Innocentius Bernarto ANALISIS KAPABILITAS PROSES INDUSTRI SURAT KABAR UNTUK 551 MEREDUKSI PRODUK CACAT Ayi Tejaningrum STRATEGI PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN SENTRA 563 PETERNAK SUSU SAPI KELURAHAN CIPAGERAN KOTA CIMAHI Yuyus Yudistria PERANAN PENGENDALIAN KUALITAS, PENGARUHNYA TERHADAP 574 PRODUK CACAT DAN KINERJA PT. DIRGANTARA INDONESIA Wien Dyahrini , Ibnu Rachman , Galih Panji Wibawa ANALISA MANAJEMEN PERUSAHAAN KELUARGA AGAR TETAP DAPAT 585 BERTAHAN DAN BERKELANJUTAN STUDI PADA TOKO KUE AMANDA BROWNIES BANDUNG Yenny Maya Dora 596 GAYA KEPEMIMPINAN DALAM BISNIS KELUARGA Meike Kurniawati PENGARUH LMX, KEPUASAN KERJA, KEADILAN ORGANISASIONAL, 607 PEMBERDAYAAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KINERJA KARYAWAN BANK DI SURABAYA Anik Suhartatik, P. Julius F. Nagel, Arini PERSPEKTIF ORIENTASI PERUSAHAAN, STRATEGI BISNIS, INOVASI 618 PROSES, ETIKA PENJUAL DAN ADAPTABILITAS LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA BISNIS Asyhari, Sri Hindah Pudjihastuti, Dian Marhaeni Kurdaningsih 629 FAMILY COMPANY BRANDING MELALUI NILAI-NILAI KELUARGA DALAM HAL PRODUKTIFITAS, ORIGINALITAS DAN KEBERLANGSUNGAN HIDUP Mahjudin, Achmad Daengs GS Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 FAKTOR-FAKTOR YANG MERUPAKAN PREDIKTOR KESUKSESAN BISNIS KELUARGA Joyce A. Turangan1, Andi Wijaya2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Penelitian ini menganalisis bagaimana variabel dari keterlibatan generasi terdahulu, keterlibatan anggota bukan keluarga, dan keterlibatan anggota keluarga lain sebagai variable yang merupakan prediktor kesuksesan bisnis keluarga. Populasi penelitian ini adalah para pedagang di Pasar Pagi Mangga Dua dan sekitarnya. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah teknik judgemental. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 responden yang selanjutnya atas semua data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lain merupakan prediktor terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Kata Kunci: generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, anggota keluarga lain, kesuksesan bisnis keluarga. ABSTRACT: This research analyzes how the variables of the involvement of the previous generation, not a family member involvement, and the involvement of other family members as variable which predict the success of the family business. The study population is the traders at Pasar Pagi Mangga Dua and surrounding areas. The method of selecting the sample in this study is a non-probability sampling technique and the sample selection techniques used are judgmental. The data collection is done by distributing questionnaires to 100 respondents who further analyzed using multiple regression analysis. The results showed that the variable involvement of the previous generation, not a family member, and other family members are predictors of the success of the family business. Keywords: previous generation, not a family member, other family members, family business success. PENDAHULUAN Perusahaan keluarga menjadi fenomena yang menarik dalam dunia bisnis di Indonesia. Perusahaan keluarga tersebut terbukti telah memberikan kontribusi bagi 1 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pendapatan per kapita. Indonesia merupakan negara dengan jumlah perusahaan keluarga yang besar, dimana sebagian besar dari perusahaan di Indonesia dimiliki dan dikendalikan oleh satu keluarga. Perusahaan keluarga harus mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam suatu industri, hal ini merupakan suatu masalah yang menarik adalah bagaimana cara mempertahankan keberadaan perusahaan keluarga tersebut. Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), faktor yang mempengaruhi kelangsungan atau kesuksesan perusahaan keluarga antara lain adalah pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Pihak ini antara lain adalah generasi senior, generasi yang sedang menjabat, keluarga yang tidak aktif, dan anggota yang bukan keluarga yang berada di dalam perusahaan. Davis dan Taguiri dalam Hoover (2000), menyatakan bahwa terdapat tiga elemen yang mempengaruhi dalam bisnis keluarga, yaitu: (1) keluarga, yang diukur dari harmoni, kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia dengan harga diri yang solid dan positif, (2) bisnis, keberhasilan diukur bukan pada harga diri dan kesenangan interpersonal individu, tetapi dalah produkstivitas dan profesionalisme, (3) kepemilikan, didasarkan atas peran seseorang dalam investasi di perusahaan, peranan meminimalkan risiko, mewakili perusahaan dalam berhubungan dengan pihak luar. Dilihat dari sisi budaya perusahaan, bisnis keluarga akan berhasil jika dikelola secara professional, karena banyak kita jumpai pada saat ini bisnis keluarga yang masih bertahan, karena pengelolaan yang baik. Intinya, membangun budaya perusahaan yang baik dan didukung oleh sumber daya yang ada dalam perusahaan dapat membuat perusahaan tersebut menjadi besar dan tumbuh secara professional. Membahas masalah kepemimpinan dalam bisnis keluarga, masalah konflik yang sering terjadi dalam bisnis keluarga, suksesi, kompetensi, dan budaya dalam bisnis keluarga sebagai tawaran paradigma baru dalam bisnis keluarga. Semua ini tidak lain sebagai counter attack terhadap mitos: Generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan. Banyak perusahaan keluarga sulit melewati tiga generasi karena banyak perusahaan keluarga terlibat dalam konflik untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. (Widyasmoro, dalam Wahjono, 2009). Menurut Majalah SWA (2013), tingkat keberhasilan peralihan (survival rate) dari generasi pertama ke generasi kedua dalam perusahaan keluarga hanya 30%. Artinya, sebanyak 70% usaha keluarga gagal melakukan transisi ke generasi penerus. Lebih parah, keberhasilan survival dari generasi kedua ke generasi ketiga merosot tajam hingga 7%. Terdapat tiga langkah untuk mempertahankan bisnis keluarga, yaitu: professionalisasi artinya anggota keluarga harus punya pandangan yang jernih seputar sistem dan proses bisnisnya. Dengan membesarnya skala bisnis dari tahun ke tahun, diperlukan sistem dan kontrol yang profesional, termasuk transparansi. Kedua adalah membangun people platform yang mapan. Pekerjaan ini memerlukan waktu bertahuntahun, bahkan seumur hidup, disamping itu perusahaan keluarga juga perlu berinvestasi untuk mempertahankan SDM terbaik. Ketiga merupakan jawaban untuk masalah transisi generasi. Seiring bertambahnya anggota keluarga pada generasi berikutnya, bisnis juga makin rumit. Karena itu, diperlukan tata kelola keluarga. Tata kelola keluarga akan memperjelas persoalan suksesi supaya perselisihan terjadi antara anakanak pendiri. Dengan cara demikian, bisnis keluarga dijamin lebih awet. Terdapat tiga model untuk meningkatkan bisnis keluarga, pertama model helikopter. Sebelum memasuki perusahaan keluarganya, calon penerus menimba pengalaman dulu di perusahaan lain, melalui pengalaman di luar, generasi penerus bisa 2 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 membawa ide segar ke dalam bisnis keluarga atau cara-cara untuk menjalankan sistem yang sudah ada secara lebih baik. Kedua, model elevator, calon penerus langsung memulai kariernya di perusahaan keluarga, mulai dari posisi dasar lalu naik dengan cepat. Dia harus mendapatkan banyak eksposur dalam waktu singkat. Ketiga disebut model escalator, calon penerus juga bisa langsung “diceburkan” ke bisnis keluarga namun, keluarga memberinya lebih banyak waktu untuk belajar lebih lama di posisi dasar. (SWA: 2013) Pada perusahaan keluarga, kepemilikan saham secara mayoritas dimiliki oleh keluarga. Perusahaan sebagai bisnis keluarga apabila suatu keluarga memiliki minimal 20% persen dari total saham perusahaan. (Susanto, 2007). Tingkat kepemilikan saham akan menentukan kekuatan suara dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Hal ini dapat menimbulkan efek pada saat menyusun dewan direksi. Keluarga bertindak sebagi pemegang saham mayoritas, keluarga tersebut cenderung memilih dari anggota keluarganya sendiri. Anggota keluarga memiliki komitmen yang lebih tinggi pada perusahaannya karena mereka ingin mempertahankan perusahaan agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu, perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih unggul daripada perusahaan non-keluarga. Pada perusahaan keluarga yang anggotanya terlibat aktif dalam pengelolaan perusahaan ternyata menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan non-keluarga atau yang dimiliki oleh masyarakat luas. Namun, pengaruh positif kepemilikan keluarga itu tidak berlaku apabila keluarga tersebut hanya bertindak sebagai investor. Kinerja perusahaan akan baik hanya jika anggota keluarga pemilik perusahaan terlibat secara aktif dalam pengelolaan perusahaan. Aspek yang tak kalah penting adalah suksesi, mengingat generasi baru cenderung mempunyai pandangan berbeda dibanding generasi sebelumnya. Suksesi merupakan isu yang krusial, terutama pada saat kendali perusahaan sudah mulai bergerak ke arah generasi selanjutnya. Agar konflik antar calon pengganti tidak terjadi, perlu dilakukan perencanaan suksesi kepemimpinan. Perencanaan suksesi tersebut juga ditujukan agar tidak ada perebutan jabatan dan hak dalam perusahaan keluarga sehingga keluarga juga tetap tentram (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013). Di sini terlihat betapa keluarga memiliki standar yang tidak jelas. Walaupun suksesi bukan satu-satunya penentu kelanggengan bisnis keluarga, namun mau tidak mau generasi pendahulu harus memberikan tongkat estafet perusahaan kepada generasi berikutnya. Suksesi tidak hanya berarti pada tingkat pimpinan dan managerial saja, termasuk pada kebijakankebijakan perusahaan. TINJAUAN LITERATUR Generasi Terdahulu Menurut Moser (2011), generasi terdahulu adalah generasi yang akan membimbing generasi junior di dalam organisasi keluarga.Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013),generasi terdahulu adalah generasi pertama dalam suatu bisnis keluarga yang merupakan founder dari perusahaan. Generasi terdahulu berisi para pemimpin atau karyawan bisnis keluarga yang sudah dulu bekerja di dalam perusahaan dan akan digantikan oleh penerusnya. 3 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Anggota Bukan Keluarga Menurut Ward, John L., Arnoff, Craig E. (2002), anggota bukan keluarga adalah investor dan karyawan yang bukan merupakan anggota keluarga pemegang saham mayoritas.Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), anggota bukan keluarga adalah anggota di dalam bisnis keluarga yang bukan termasuk anggota keluarga. Menurut Ying (2009), anggota bukan keluarga adalah karyawan perusahaan yang bukan anggota keluarga. Anggota Keluarga Lain Menurut Ying (2009), anggota keluarga lainadalah generasi di dalam bisnis keluarga yang sedang menjabat. Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), anggota keluarga lain adalah generasi yang di dalam bisnis keluarga berkewajiban mengelola perusahaan. Menurut Craig (2011),anggota keluarga lain adalah generasi yang sedang bertugas mengelola perusahaan. Kesuksesan Bisnis Keluarga Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan bisnis keluarga dan keberhasilan dalam bidang finansial. Menurut Matser dan Lievens (2010), kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi perusahaan di masa depan. Menurut Ying (2009), kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Kaitan Antar Variabel Penelitian yang dilakukan oleh Ying (2009) menunjukkan bahwa semakin baik kesesuaian antara gaya manajemen incumbent dan penggantinya, semakin besar kemungkinan bisnis keluarga akan mengadopsi pola suksesi kelangsungan bisnis. Di sisi lain, jika incumbent dan penggantinya tidak berbagi gaya manajemen yang sama, bisnis keluarga akan lebih mungkin untuk mengadopsi pola suksesi inovasi bisnis. Incumbent biasanya melewati kendali bisnis keluarga untuk anak-anak mereka, bahkan ketika mereka tahu bahwa anak-anak mereka tidak cukup kompeten untuk posisi itu. Namun, di bawah pola suksesi kelangsungan bisnis dan inovasi bisnis, meskipun incumbent tahu satu-satunya penerus akan anak-anak mereka, kecocokan gaya manajemen mereka akan meningkatkan rasa saling membutuhkan, sehingga bisnis keluarga cenderung berkembang dalam aliran bisnis yang sama setelah suksesi sebenarnya terjadi. Bisnis yang lebih stabil secara finansial pada saat transisi, besar kemungkinan usaha tersebut untuk terus menguntungkan, sertastakeholder lebih puas terhadap proses suksesi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ketika berbagai stakeholder menganggap keamanan keuangan generasi senior memuaskan, hal itu akan menyebabkan peningkatan keharmonisan keluarga dan masa depan bisnis keluarga (Venter, Merwe, dan Farrington. 2013). Menurut Farrington dan Venter (2010), kinerja pertumbuhan kemitraan keluarga memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja keuangan bisnis dan pada Kepuasan terhadap pekerjaan dan hubungan keluarga. Saudara lebih cenderung puas 4 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dengan kerja mereka dan hubungan keluarga, dan bisnis lebih mungkin untuk sukses secara finansial, ketika bukti pertumbuhan penjualan, karyawan dan keuntungan ada. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen lain dan kinerja keuangan. Namun, hubungan yang signifikan telah diidentifikasi antara keterlibatan orang tua pada masa lalu, ada keterlibatan anggota keluarga lainnya dan keterlibatan Non-keluarga dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan kinerja keuangan yang secara tidak langsung mempengaruhi faktor-faktor ini dianggap melalui pengaruh mereka pada kinerja pertumbuhan. Venter, Merwe, dan Farrington (2013), menemukan hubungan positif antara persentase orang luar (bukan anggota keluarga) di dewan direksi dan tingkat perencanaan berkesinambungan dalam bisnis. Karakteristik bisnis keluarga efisien adalah kesiapan untuk memperoleh keahlian dari para profesional yang berpengalaman. Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), semakin sedikit keikutsertaan anggota keluarga yang tidak aktif (saudara non-aktif dan pasangan) yang terlibat dengan atau campur tangan dalam bisnis keluarga maka cenderung hubungan antar keluarga menjadi lebih harmonis. Sejauh mana pasangan mengganggu atau terlibat dalam bisnis memainkan peran penting, dan bisnis keluarga membutuhkan pasangan untuk mendukung dari keluarga dan bisnis. Langkah pertama untuk memastikan pasangan bahagia dan mendukung adalah bahwa harus ada konsensus di antara semua pemangku kepentingan dengan kepemilikan mengenai sejauh mana pasangan dan saudara nonaktif lainnya harus terlibat dalam bisnis. Makin banyak keluarga yang mampu mewujudkan impian mereka sendiri melalui keterlibatan mereka dalam hubungan saudara, makin besar kemungkinan bahwa mereka akan puas dengan pekerjaan mereka dan hubungan keluarga. Hipotesis Berdasarkan ulasan di atas maka hipotesis yang diajukan yaitu: H1: Terdapat pengaruh yang signifikan minimal satu variabel (keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan/atau anggota keluarga lain) terhadap kesuksesan bisnis keluarga. H2: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu dengan kesuksesan bisnis keluarga. H3: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota bukan keluarga dengan kesuksesan bisnis keluarga. H4: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota keluarga lain dengan kesuksesan bisnis keluarga. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling), artinya teknik pemilihan sampel yang tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Malhotra, 2004). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah sampling di mana pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel 5 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 tersebut representative atau mewakili populasi. Teknik ini digunakan agar mendapat sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria yang ditentukan untuk menjadi sampel didasarkan pada tujuan penelitian (Aritonang, 2007). Terkait dengan itu, Hair, Jr., dkk. (1995) maupun Tabachnick dan Fidell (1983) menyatakan bahwa rasio antara jumlah unsur sampel dan jumlah variabel dalam suatu penelitian minimal lima kali jumlah variabelnya, dan lebih disarankan sepuluh kali dari jumlah variabelnya. Mereka mengemukakan lebih lanjut bahwa beberapa peneliti bahkan mengusulkan minimal 20 subyek untuk tiap variabel independennya. Makin kecil rasionya makin dituntut residunya terdistribusi secara normal. Atas dasar itu, ukuran minimal sampel penelitian ini adalah 80, yakni 4 (variabel independen) dikalikan dengan 20. Sementara menurut Sekaran (2003), jumlah sampel yang memadai minimal sebanyak 50 sampel. Namun dalam penelitian ini akan digunakan sebanyak 100 sampel. Untuk mengukur variabel penelitian, beberapa instrumen diadaptasi dari studi literatur peneliti sebelumnya. Instrumen yang digunakan (kecuali profil responden) menggunakan skala Likert 5-poin dengan jumlah butir pernyataan terlihat seperti pada tabel I berikut ini: Tabel 1. Variabel dan Pengukuran Variabel Jumlah Butir Pernyataan Sumber Variabel Bebas Generasi Terdahulu Anggota Bukan Keluarga Anggota Keluarga Lainnya 5 5 4 Farrington & Venter (2010) Farrington & Venter (2010) Farrington & Venter (2010) Variabel Terikat Kesuksesan Bisnis Keluarga 9 Farrington & Venter (2010) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Validitas dan Reliabilitas Hasil analisis validitas dan reliabilitas pada pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini seperti sikap, norma subyektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan dan intensi berbelanja online memiliki corrected item-total correlation dari setiap butir pernyataan yang lebih besar 0,2. Begitupula dengan uji reliabilitas dari seluruh variabel yang digunakan memiliki nilai Alpha Cronbach dari setiap variabel yang lebih besar dari 0,6. Berdasarkan hasil analisis validitas dan reliabilitas tersebut maka seluruh variabel dalam penelitian ini dikatakan valid dan reliabel. Pengujian Asumsi Klasik Dari hasil analisis uji asumsi klasik terhadap model regresi ganda, dapat disimpulkan bahwa analisis regresi ganda dapat digunakan untuk menganalisis data, karena telah memenuhi persyaratan asumsi klasik, antara lain: terdapat normalitas, tidak terdapat multikolinieritas, dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Sementara uji 6 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 otokorelasi tidak dilakukan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan data cross section. Pengujian Hipotesis Hasil analisis regresi ganda untuk mengetahui generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lainnya menjadi prediktor dari kesuksesan bisnis keluarga menghasilkan persamaan: KB = - 0,888 + 0,333GT + 0,596ABK + 0,271AKL + e, dimana KB = Kesuksesan Bisnis Keluarga; GT = Generasi Terdahulu; ABK = Anggota Bukan Keluarga; AKL = Anggota Keluarga Lainnya. Dari persamaan tersebut diketahui bahwa nilai koefisien regresi (b) yang terbesar adalah nilai b untuk anggota bukan keluarga diikuti oleh generasi terdahulu. Uji F pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lainnya terhadap variabel dependen kesuksesan bisnis keluarga menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat satu variabel independen yang merupakan prediktor dari kesuksesan bisnis keluarga. Hasil uji t (uji secara parsial) pada perumusan hipotesis yang pertama menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,003 (lebih kecil dari 0,05). Hal tersebut berarti Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat satu variabel independen yang mempengaruhi kesuksesan bisnis keluarga. Jadi dapat disimpulkan H1 (hipotesis pertama) tidak ditolak. Pada pengujian hipotesis kedua, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel keterlibatan generasi terdahulu mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,007. Hal ini berarti bahwa keterlibatan generasi terdahulu merupakan prediktor kesuksesan bisnis keluarga, dengan tingkat signifikansi tersebut (0,007) lebih kecil daripada 0,05, sehingga dapat disimpulkan H2 (hipotesis kedua) tidak ditolak. Sementara pada pengujian terhadap hipotesis ketiga, menunjukkan bahwa keterlibatan anggota bukan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa keterlibatan anggota bukan keluarga merupakan prediktor yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Karena tingkat signifikansi tersebut (0,000) lebih kecil daripada 0,05, sehingga dapat disimpulkan H3 (hipotesis ketiga) tidak ditolak. Pengujian t pada hipotesis keempat atau terakhir juga menunjukkan bahwa keterlibatan anggota keluarga lain terhadap kesuksesan bisnis keluarga mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti bahwa keterlibatan anggota keluarga lain merupakan prediktor yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Karena tingkat signifikansi tersebut (0,002) lebih kecil daripada 0,05, sehingga dapat disimpulkan H4 (hipotesis keempat) tidak ditolak. Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lainnya merupakan prediktor terhadap kesuksesan bisnis keluarga baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Merwe (2009) menyimpulkan bahwa semakin sedikit keikutsertaan anggota keluarga yang tidak aktif (saudara non-aktif dan pasangan) yang terlibat dengan atau campur tangan dalam bisnis keluarga maka cenderung hubungan antar keluarga menjadi lebih harmonis. Sejauh mana pasangan mengganggu atau terlibat dalam bisnis memainkan peran penting, dan 7 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 bisnis keluarga membutuhkan pasangan untuk mendukung dari keluarga dan bisnis. Langkah pertama untuk memastikan pasangan bahagia dan mendukung adalah bahwa harus ada konsensus di antara semua pemangku kepentingan dengan kepemilikan mengenai sejauh mana pasangan dan saudara non-aktif lainnya harus terlibat dalam bisnis. Ketika anggota keluarga yang aktif mengalami konflik di antara mereka sendiri, anggota keluarga tidak aktif harus melakukan upaya untuk tetap keluar dari situasi konflik dan menghindari bermain anggota keluarga melawan satu sama lain. Dalam studi ini, bagaimanapun, tidak ada hubungan yang ditemukan antara anggota nonkeluarga dan keharmonisan keluarga. Lebih lanjut, temuan ini juga selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Farrington dan Venter (2010) yang menyimpulkan bahwa kinerja pertumbuhan kemitraan suatu keluarga memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan bisnis dan pada kepuasan terhadap pekerjaan dan hubungan keluarga. Saudara lebih cenderung puas dengan kerja mereka dan hubungan keluarga, dan bisnis lebih mungkin untuk sukses secara finansial, ketika bukti pertumbuhan penjualan, karyawan dan keuntungan ada. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen lain dan kinerja keuangan. Namun, hubungan yang signifikan telah diidentifikasi antara keterlibatan orang tua pada masa lalu, ada keterlibatan anggota keluarga lainnya dan keterlibatan non-keluarga dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan kinerja keuangan yang secara tidak langsung mempengaruhi faktor-faktor ini dianggap melalui pengaruh mereka pada kinerja pertumbuhan. Demikian pula, ada hubungan yang signifikan telah diidentifikasi antara variabel independen ada keterlibatan anggota keluarga lainnya dan keterlibatan non-keluarga, dan kepuasan variabel terikat dengan pekerjaan dan hubungan keluarga. Hubungan signifikan, bagaimanapun, ditemukan antara variabel independen tersebut dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan bahwa ada keterlibatan anggota keluarga lainnya dan variabel keterlibatan Non-keluarga secara tidak langsung mempengaruhi Kepuasan dengan hubungan kerja dan keluarga melalui pengaruh mereka pada kinerja pertumbuhan. Keterlibatan anggota non-keluarga di Kemitraan antar saudara memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja pertumbuhan bisnis. Sementara penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ying (2009) yang menyimpulkan bahwa semakin baik kesesuaian antara gaya manajemen incumbent dan penggantinya, semakin besar kemungkinan bisnis keluarga akan mengadopsi pola suksesi kelangsungan bisnis. Di sisi lain, jika incumbent dan penggantinya tidak berbagi gaya manajemen yang sama, bisnis keluarga akan lebih mungkin untuk mengadopsi pola suksesi inovasi bisnis. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diketahui bahwa seluruh hipotesis penelitian telah teruji secara empiris. Atas dasar itu dapat dirumuskan menjadi empat kesimpulan sebagai berikut: - Terdapat pengaruh yang signifikan minimal satu variabel (keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan/atau anggota keluarga lain) terhadap kesuksesan bisnis keluarga. 8 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 - Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu dengan kesuksesan bisnis keluarga. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota bukan keluarga dengan kesuksesan bisnis keluarga. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota keluarga lain dengan kesuksesan bisnis keluarga. DAFTAR PUSTAKA Aritonang, R. L. (2007). Riset pemasaran: Teori dan praktik. Bogor: Ghalia Indonesia. Farrington, S. & Venter, E. (2010). The influence of family and non-family stakeholders on family business success. The Southern African Journal of Entrepreneurship and Small Business Management. Vol. 3. Hair, J. F. et al. (1995). Multivariate data analysis. New Jersey: Prentice Hall International. Hoover, E. A., Dan, H., Collot, L. (2000). Getting along in family business the relationship intellegence handbook, ed. Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Malhotra, Naresh. K. (2004). Marketing research: An applied orientation. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Matser, Ilseand Lievens, Jozef. (2010). The succession scorecard, A tool to assist family business trans-generational continuity. Sekaran, U. (2003), Research methods for business: A skill building approach. New York-USA: John Wiley and Sons, Inc. Susanto, A. B. (2007). The Jakarta consulting group on family business. Jakarta: The Jakarta Consulting Group. Venter, E; Merwe, S; and Farrington, S. (2013). The Impact of Stakeholders on Family Business Continuity and Family Harmony. Southern African Business Review Vol 16 No 2. Wahjono (2009). Suksesi dalam perusahaan keluarga. Retrieved Agustus, 30, 2012. Journal/index.php/unm/article/view/17158/17120+&hl=1d&gl=id&pid=bl&srcid=A DGEESipzmZiG7LmMjniHZnHMePBYOKyUgEBFjS_q. Ward, John L., Arnoff, Craig E. (2002). Just what is a family business dalam Arnoff et all family business sourcebook. Marietta: Family Enterprise Publishers. Ward, John L. (2004). Managerial Economics & Decision Science: Entrepreneurship & Innovation Clinical Profesor of Family Enterprise Director of The Center for Family Enterprise. Ying, Z. Z. (2009). Study on the effect of incumbent-successor fit on succession patterns. http://swa.co.id/swa/trends/management/resep-sukses-wariskan-perusahaan-keluarga BIODATA Penulis pertama dan kedua adalah dosen tetap S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara yang memfokuskan penelitian pada konsentrasi keuangan dan kewirausahaan. 9 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 CHINESE FAMILY BUSINESS AND GENDER ISSUE Cindy Utama1, Edi Purwanto2 1 Department of Management Bunda Mulia University, Jakarta, [email protected] Department of Management Bunda Mulia University, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Tujuan - Penelitian ini dilakukan dengan menginvestigasi apakah benar usaha keluarga Tionghoa Indonesia akan selalu dilanjutkan oleh anak laki-laki pada generasi selanjutnya. Metodologi - Penelitian ini mengunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap para informan yang sudah lama menjalankan bisnis keluarga dan sedang mempersiapkan masa suksesi ke generasi berikutnya. Untuk data sekunder, penelitian ini mengunakan tinjauan pustaka untuk menambah informasi dan mengisi kesenjangan dari temukan penelitian. Hasil - Telusur pustaka sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata bisnis keluarga Tionghoa akan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Pada umumnya, anak laki-laki akan melanjutkan usaha, dan bukan anak perempuan. Kebalikan dari telusur pustaka, ditemukan bahwa tidak selamanya teori tersebut benar karena tergantung pada situasi keluarga masing-masing. Narasumber penelitian ini juga menambahkan bahwa tidak ada perbedaan antara anak laki-laki atau perempuan dalam hal suksesi kepemimpinan usaha keluarga. Hal ini disebabkan karena pemikiran dan gaya hidup yang lebih modern. Orisinalitas/Nilai - Penelitiaan ini akan mengisi kesenjangan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa budaya membentuk persepsi orang Tionghoa Indonesia bahwa anak laki-laki akan melanjutkan nama keluarga dan memiliki kekuatan lebih dibandingkan anak perempuan karena anak perempuan akan mengikuti suami ketika sudah menikah, yang mana pada kenyataannya hal tersebut tidak selalu benar. Kata Kunci - Family Business, Gender, Ethnicity succession planning, Family Dynamics ABSTRACT: Purpose - This paper was to investigate about the true of the reasons of Chinese-Indonesian family business succession to be continued by the son of the next generation in the family. Methodology-This research used qualitative primary data through in-depth interview from people that have been long time ago run family business and preparing to succession to the next generation. The secondary data from previous research enriched the literature review to fill the gaps of the findings. Results - Previous literature suggests that most of Chinese-Indonesian family business will be continued by the next generation of the family. It is usually inheritable to be continued by the son instead of the daughter of the family. On the other hand, it is discovered that it is not necessary to be true as it depends on each of the family conditions. Our interviewees also added that it is the same whether the son or daughter of the family that continue the family business as long as they are having the capabilities to run the business. This is due to modern way of thinking due to changes of lifestyle. Originality/Value- This research fill the gap from previous literature review that culture has built Chinese-Indonesian perception that the son is the one that will continue the family name and having more power whereas the daughter will follow her husband once she got married, which the fact is not always true. Keywords - Family Business, Gender, Ethnicity succession planning, Family Dynamics. 10 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 INTRODUCTION The largest waves of Chinese migration occur during the earlier colonial era where they aim to find new and better opportunities for trade at that time. Many ChineseIndonesian have been fabulously rich mostly by doing business where there are around 9 million Chinese-Indonesian throughout archipelago. The Chinese community economic activities and wealth in Indonesia is very diverse from small-scale merchants until high level entrepreneurs. One of the reasons majority of Chinese-Indonesian is doing business due to race relations between the Chinese-Indonesians with native Indonesians where it was discouraged for any Chinese-Indonesian to dedicate their lives for Indonesian national development such as working in the government body as well as forbidden from all public jobs at that time. As a result, almost of the Chinese-Indonesian become private entrepreneurship and concentrated their efforts in those area and become very successful (Living in Indonesia, n.d). During the New Order era (1966-98), there is extensive discrimination of political, economic, social and cultural spheres towards Chinese in Indonesia. There is a frequent and violent mass attacks on Chinese property and life at that time. After the fall of Suharto which is in 1998, the social environment situation of Chinese-Indonesian in Indonesia change dramatically. There is less derogatory against Chinese-Indonesian and Mandarin courses have been widespread. Not every Chinese-Indonesian still practice traditional Chinese values in their daily life where it is differentiated by totok and jiaosen. In era of globalization, a good command of Mandarin is important as a strategy to success for the business negotiations. The family business succession to the next generation in overseas Chinese family is a common. According to Tan and Fock (2001), Garment Co. is the family business that three sons involved in performing the business where two of them become the chairman (WL) and one of them become the deputy chairman (WS). In 1985, the patriarch is alive but no longer involved in the business where the patriarch’s son (WL) is having full control to take over the company’s Singapore operations. On the other hand, the fourth son of the family (WS) assisted the older brother in operating the business. Hotel Co is a family business that focus on hotel properties in many countries which includes Singapore, Myanmar, China and Vietnam. When the founder arrived in Singapore, he was a carpenter but he developed a construction business. As a results of an accident in 1962, he become paralyzed and his son (JR) took over the business (Tan and Fock, 2011). In 1960s, the founder of Logistics Co started a transportation business ferrying the British army as well as for the Public utilities. There is a transformation of the business due to the left of British army after closing its bases in the Far East which is from the transportation of people and become cargo. Bob who is the eldest son of the founder joined the business to help out in the crisis at the persuasion of his parents in 1974. The father did not trust Bob completely with the leadership of the business at the beginning. However, Bob’s father persuaded him to stay when he planned to leave the company (Tan and Fock, 2001). During the reminisced at the founder funeral in 2000, Retail Co founder’s employees of more than 25 years testified to his Chinese values about how amazing the employer was. In 1982, another son (CS) took over the business and assisted by his 11 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 younger brother although CW who is the eldest son was introduced into the business (Tan and Fock, 2011). Travel Co began the business after the founder saw an opportunity in the travel industry in 1960s whereas the founder also engaged in trading Haw Par Tiger Balm medicated oils at the same time. During the critical period, Tony who is the eldest son left his job in an international bank in order to rescue Travel Co (Tan & Fock, 2001). Many of Chinese-Indonesian parents are having the same logic where they are having more expectations towards their son to take care of them compared with the daughter. The parents of the groom must paid a dowry and wedding ceremony for the married. Parents will be less invested in the lives of their daughter whereas the husband will have economic control over the wife. In earlier days, many families choose the gender composition where they choose to abort female fetus or they neglect it when the child got disease as a way of get rid of unwanted children. On the other hand, people may have children until the number of boys that they want when the children that they do not want did not die before or after birth (Banerjee and Duflo, 2011). There are many family businesses in Indonesia such as the family of Hartono, Riady and Eka Cipta Widjaja with their Djarum cigarette company, Lippo Group and Sinar Mas Group respectively. 80% to 90% of the business enterprises can be classified as family business but there is only 70% of them can survive for one generation, 30% for two generations and 15% for more than three generations (Karsono and Suprapto, 2014). There are many small-medium sized of family business in Indonesia that operates since long time ago and most of Chinese-Indonesian family will be continued by the next generation of the family. It is usually inheritable to be continued by the son instead of the daughter of the family.It is useful to investigate the reasons from the practitioner of family business to fill the gaps from previous researchers. Therefore, the main focus of this research is to investigate about the true of the reasons of Chinese-Indonesian family business succession to be continued by the son of the next generation in the family. LITERATURE REVIEW Confucianism in Chinese Family Business Nevertheless, we do summarize the Confucian ideology that linked to the family interpersonal relationship as well as family values which could impact the resistance towards family business succession (Yan and Sorenson, 2006). In Confucianism, it is taught the collective ideology where the family is the prototype of all social organization (Hofstede, 1991) as well as that the family instead of individual is the basic unit of society. One of the most emphasized is the relationship between the parents and children in Confucianism where this relationship is a type of reciprocal relationship the children serve their parents with submission and filial piety (xiao). Yan and Sorenson (2006) stated that in Confucianism, filial piety is the most crucial virtue. Father-son identification as well as the notion of family continuity is also strongly characterized in Confucian filial piety (Hsu, 1998). Furthermore, Confucianism also teaches that they all have equal rights to inherit the family property although they are not equal in the relationship between the older and younger brothers (Jacobs, et.al, 1995). 12 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 According to Deng (2015)There are three aspects of obedience that is outlines in Confucian teaching about women which are woman needs to obey her father before marriage, her husband after married as well as her sons in widowhood. On the other hand, there are four virtues which are proper speech, morality, diligent work and modest manner. Primogeniture is the norm in terms of succession where it is believed that the family leadership position will be replaced by the oldest son when the father passes away (Tu, 1998). Succession Issue of Overseas Chinese Family Business The process of inter-generational succession tends to be competitive in the Anglo region where the successors organize themselves through becoming educated as well as gaining some work experience at the operating levels whether inside or outside the family business. The availability of the children who aimed to become the successor leader of the family business is one of the best predictors because they will actually do so. The candidates must show their competence in order to earn leadership regardless with the criteria for successors that are commonly clearly specified. Cyr and Richer (2005) studied about small-medium sized of family enterprise in Quebec where it is found that the eligibility for the successors included the successor motivation, qualifications as well as the abilities. There is adequately active leadership role for women in Anglo family business as long as they are interested and having competent in order to participate in the family business. Furthermore, there is equal rights for the daughters to receive the family estate although the sons in the family still exists (Gupta, et.al, 2009). According to Gupta, et.al (2009), the process of inter-generational succession tends to be harmonious in Confucian Asia as the criteria for succession are hardly articulated. In deciding who will be the successor for the family business, personal factors plays very crucial role whereas non-family employees may also be considered for succession if there is no successor available in the family. However, the employees are expected to coach the children when they grow up and hand over the leadership power to them. It is relatively limited leadership role in Confucian Asian family business towards women where most of succession take place only to the son except there is no available male children that is competent in the family. The daughter is morally obligated to help the parents and join the family business if there is no available son that is interested and competent to continue the family business. Managerial Ideology There are three concepts of the managerial ideology at the organizational level which are patrimonialism, personalistic relations of patronage and obligation and limited or bounded trust. Patrimonialism refers to the belief or idea where power cannot exist as well as can be legitimate except that it is connected to the ownership. Power is not derived by individual but from ownership is vested to the family. In Chinese company, the inseparability of the management as well as the ownership as a basic survival unit is closely related to the value of the family. On the other hand, the son is the one who will inherit the company as Chinese organizations duplicate family structure. The head of the company is the head of the household whereas the core employees is the family members. Furthermore, the family will reinvest the profits to an unrelated but 13 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 commercially promising business venture or in branch establishment. At the death of the head of family, the assets will be divided by allocating separate businesses to the surviving sons when different family members run different company (Suryadinata, 2006) In patrimonialism, it followed autocratic-paternalistic leadership due to centralizing authority where the subordinates does not have an authority to make decisions as they must followed what the superiors told them to do. The employees should have strong adherence towards their bosses as well as to be diligence in performing their jobs (Suryadinata, 2006) In personalistic relationship, who you know is more important compared to what you know as friendship is important in building work relations. It means that, personal relationships and feelings about other people will come first compared with the company objectives such as neutral assessment of abilities or organizational efficiency. In terms of authority, it is based upon the exchange of balancing obligations highly personal and interpersonal processes. In order to lessen the hostility of subordination and to stabilize the structure, the upward flow of conformity as well as loyalty is exchanged for the downward flow of protection (Suryadinata, 2006). Limited or bounded trust means that it use the trustworthy of persons or family members to run the critical functions of the company in order to increase the efficiency of the organization in terms of motivation, identification with goals and confidentiality of information. Suspicion of professionals might exist as they are seen as having potentials to undermine the patronage or paternalistic relationship which is built by the employers or owners. Therefore, trust-based personal relationship is preferred as opposed to neutral relations whereas Nepotism is usually used as a means about counteracting the problem of limited trust that strengthen and a result of the form of the family business. As a results of ethnic antagonism and suspicion between indigenous and Chinese-Indonesian that was shaped and strengthened by the New Order regime, many Chinese-businessmen trust more on Chinese employees compared with indigenous employees in Indonesian context (Suryadinata, 2006). Deng (2014) founded that there is an adverse results from previous studies about female succession on family businesses. On Deng study, it is discovered that the daughter were prepared to run the family business as well as encouraged to be involved in the business in at an early stage. Confucian values on parent-child relationships and family maintain productive working relationship with their fathers and encouraged the participation of the daughters in the family business. On the other hand, the daughters required more time to establish the authority, inheriting as well as maintaining the father’s Guanxi networks results a daunting challenges for the daughters. METHODOLOGY The study used primary data by interviewing the practitioner in family business succession. The practitioner that we interviewed are having family business that is classified as small-medium enterprise and already been continue by at least one generation in the family. Our interviewer are Chinese-Indonesian that are having family business whether in Jakarta or outside Jakarta. Furthermore, the secondary data from the literature and previous research can help us to understand the concept and as a foundation to create hypothesis in order to investigate more about our research objectives. 14 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Here are some real examples of Chinese-Indonesian family business succession but we cannot interview the founder as they all already pass away. However, this source is reliable as it is the writer’s family business and we interviewed the next generations of the family. There is a Chinese people from China that migrate directly to Jakarta around the year 1941, got married and become Indonesian citizens. Therefore, he and all of his next generation is called Chinese-Indonesian where he got 2 sons and 1 daughters. In Jakarta, he established business where all of his child continued the family business. This succession of the Chinese-Indonesian family business still continue to the next generation where it will be discovered more through the interview. Another similar case but he migrated to Semarang first for several years before he decided to spend of his life in Jakarta. This family is having 4 sons and 5 daughter where all of the children continued the family business but one of the daughter decided to set up her own business but in the same industry. At first, the oldest daughter is the one who continued the business, followed by the second oldest daughter, the oldest son and continued to the rest of the children. In this case, the first three child that continue the business are having more power until all of them are getting older. Today, the oldest son and youngest son are the one who having more power towards the family business although there is relatively equal power towards all of the child compared as the first time of the family business succession. Based on our interview from various practitioner of Chinese-Indonesian family business in Jakarta, it is discovered that: Interviewee 1: The interviewee business operates in textiles industry where he already operates the business for more than 25 years old. He is not the founder where he continues his father business. This family is having 2 sons and 1 daughter where the first son continued the family business and followed by the second son. There is a family conflict between the first son and the parents where he decided to have his own way and do not want to continue his father business. Therefore, the father inherited the business to the second son whereas the daughter start to help her brother just few years ago. Interviewee 2: The interviewee business operates in textiles industry where he already operates the business for more than 25 years but he is the founder of the business. This family is having 2 sons where the oldest son continued the family business and the youngest son help his brother because of considerable difference in age between them. Interviewee 3: The interviewee business operates in textiles industry since 1975 where at that time the interviewee only help the father and he start to operate everything by himself since 1992. This family is having 2 sons and 1 daughter where all of the children are having capabilities for the family business succession. The father also wants all of the children to continue the business. However, the second son in the family is the one that continued the family business instead of the oldest sons. It is because the oldest brother chose to have his own business with his friends that are not related with the family business. On the other hand, the daughter prefers to have her own working experiences first where maybe she will continue the family business in future. Interviewee 4: The interviewee is the founder of the business that operates on plastic industry for more than 20 years. This family is having 1 daughter and 2 sons where the 15 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 oldest daughter and the second son is the one who continued the family business whereas the youngest son still study. Interviewee 5: The interviewee is the founder of the business that operates in food and beverage industry since 15 years ago. This family is having 3 daughters where the oldest daughter is the one that continue the family business where the other daughters still study in overseas. Besides that, it is also discovered Chinese-Indonesian family business succession in Indonesia but outside Jakarta: Interviewee 6: The interviewee is the founder of petroleum and agricultural products business where it already operates for around 25 years ago. The family business is located in Bangka where this family are having 2 sons and 1 daughter where both the sons is the one that continue the family business but the daughter also help the brothers. It is because the daughter spend more of her time in Jakarta compared with her brothers where they more focus on the business. Interviewee 7: The interviewee business operates on snacks where he is the founder and already operates the business for 22 years. This family business is located in Malang where this family are having 2 daughters and 2 sons. The second daughter is the one who continued the family business whereas the oldest daughter just helping her father for the taxation as she prefer more to become beauticians and makeup artist. Furthermore, both of the sons still study in overseas but taking different major compared with his father business which is engineering and hospitality. Interviewee 8: The interviewee business operates in property sector for 20 years where he is the founder of the business. The family business is located in Malang where this family is having 4 sons. The first and second son is the one that already continue the family business whereas the third and youngest son is still junior and senior high school. Interviewees 9: The interviewee convection business already operates since 1985 which is around 32 years ago where he is the founder of the business. The family business is located in Magelang where this family is having 2 sons and both of the sons continue the family business. RESULTS AND DISCUSSIONS Family vs. Non Family Successor We interview the interviewees with the follow question: “Who do you expected to continue your business in the future or who will replace your leadership role? Your own children or not family members but having the ability to continue the business?” All of interviewees want their children to replace his leadership role in the family business. It is because they believe in the purpose of the business building, the family business for their children. Interviewee 5 said that he want his children to continue the business because he set up this business to be continued by the children. And Interviewee 7 also said that he set up the business since the beginning by himself and want the children to expand the business. Interviewee 3 said that he does not want other people that are not family member to continue the business as he believed that it become not family business anymore. Interviewee 2 said that he want his children to continue the business as he have been worked very hard since the beginning and he do not want other people just continue the business that already success. Interviewee 6 want the business to be continue by family and the next generation because it is a family 16 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 business but it does not mean that he did not hiring employees that is not family member. However, he want that the share and director is handle by his own children. Interviewee 9 said that he want his children to continue the business as he aimed to set up the business since the beginning so that he can give a legacy for the son. They believe that their children can be trained to have ability to continue the business. As Interviewee 1 said that he wants his children to continue the business instead of other people that is having more abilities as he believed that the ability of the children can be trained and it can become better by the number of experienced. Interviewee 4 said that he will teach the children in order to have ability to continue the business as he start from the beginning and he hope that the business will always thrive to the next generation. Interviewee 8 said that he will trained the children ability to run the business as the successors of the business instead of other people that is having capabilities where he is having four sons. Confucianism Tradition In general tradition of the Chinese people, the son will continue the family name and the daughters will follow her husband family. Therefore, the family business is more deserve to be continued by the son. And we want know, what is the interviewees’ opinion about this. Two interviewees believe in the tradition that their son(s) is first candidate for their successor. Interviewee 1 said that he agree that the sons is the one that is more deserve to continue the family business as the son will continue the family name. Interviewee 6 said that by its nature, the sons are the one that will continue the family business in general as they are having big responsibilities on behalf of the family name and must work harder to satisfy the needs and wants of the family. But other interviewees look at both sons and daughters is equal in leadership of the family business succession. Interviewee 7 said that there is no differentiation between the son and daughter to continue the business as long as they can develop and promote the business although the son is the one that will continue the family name in the Chinese tradition. Interviewee 4 said that there is no different between the son and daughter as skills and hard work is more important at the end. He also hopes that all of the children can collaborate to expand the business as every people is having different skills and can help each other. Although the Interviewee 8 does not have daughter, he believed that the successors of the family business is not necessary to be the son as passion is what he need. Other interviewees do not believe in gender equality, but they also consider as most important is ability and not gender issue. Interviewee 2 said that if his daughter can make the family business is success, it is better to be continued by the daughter but success although the daughter will follow the husband once she got married in the Chinese tradition. Interviewee 3 said that his daughter has ability more than his sons, he does not agree that the sons is more deserve to continue the family business as the ability is more important compared with the tradition that the daughter will follow the husband. Interviewee 5 believed that business required intelligent compared with gender especially that the education between male and female is already equal in today society And then interviewee 9 wants his children, both son and daughter, can collaborate in lead the business. He has two sons where he hope that they all can collaborate together to continue the business as co-owner. If he has both son and daughter, he will 17 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 give same opportunity as he believed that it is not necessary that the son is better to continue the business. Sons in Succession We ask question to the interviewees: “Do you will consider the son first that is deserve to continue the family business or replace your leadership in future?” Interviewee 1 believed that the sons will be more success on the industry that the business operates and daughter only help her brother in operating the business. Interviewee 6 said that he will consider the son first to continue but also give opportunities for the daughter if she is interested and having ability to run the business. Interviewee 2 said that he does not differentiate between the sons and daughter. Interviewee 3 said that he does not have the problem who will continue as long as the children are the one that continue the business. Interviewee 5 said that he will not consider the son first to continue the business but it will depends on who is the first children where he will teach the oldest children about the business. Interviewee 8 believed that the successors of the family business are not necessary to be the son as passion is what he need. Although interviewee 9 do not has daughter, but if he has, he said that he will not see base on gender. He also will welcome the son in law if he can continue the business and become more successful. Interviewee 7 said that he will see the ability of the children instead of the gender where he will give the family business to be continued by the daughter if the daughter is seen to be more capable to continue the business. And interviewee 4 said that he will give the business to be continued by the daughter as his oldest children. He has opinions that every people can be teach to become capable to run the business. Daughters in Succession The fourth question for the interviewees is: “If your daughter seen to be more capable and having more abilities to continue your business or replace your leadership in future, will you give the family business under the leadership of your daughter?” All of them believe that their daughter can become successor candidate of their leadership. Interviewee 1 said that although he agree that the sons is the one that is more deserve to continue the family business as the son will continue the family name, however, he will allow his daughter to continue the family business if the daughter is seen to be more capable and having more abilities but the husband cannot join on the business and must have other jobs or business. Interviewee 3 said that he will give the business to be continued by the daughter if she is seen to be more capable and he also allowed the son in law to help the daughter as long as having abilities because the interviewees believed that the son in law already become his children too. Interviewee 6 said that although he will consider the son first to continue the business, but he also give opportunities for the daughter if she is interested and having ability to run the business. He said that all of the children are entitled for the family business and they all are having same trust as well as having same value in future. Interviewee 7 said that he will give the family business to be continued by the daughter if the daughter is seen to be more capable to continue the business, but on the other hand, he will provides jobs on the business in order to prevent dominant and control of the daughters. Interviewee 8 said that although the interviewees does not have daughter, he believed that the successors of the family business is not necessary to be the son as passion is what he 18 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 need. Likewise, interviewee 9 has no daughter, but if he has, he said that he will welcome his daughter and the son in law if he can continue the business and become more successful. Interviewee 2 also has no daughter, but if he has, he said that if his daughter have more capabilities, he will give the family business to the daughter to continue but he will make possessions separation letter before marriage in order to avoid the husband to be dominant or took control of the daughter. Interviewee 4 said that in today society, he view that there is also many woman that is dominant but he will structure the organization inside the factory to make that there is no one that is more dominant but it will make everything good for the company. Interviewee 5 has three daughters, but has not son. In order to prevent the husband to be more dominant or control the daughter when the daughter is the one who continue the family business, the interviewees will made premarital agreement. Family Management Strategy The fifth question is: “Do all your children will join to operate your family business in future? Or you prefer only one of them to look after the family business and the rest of the child to find other jobs outside or build their own business? Or you will help all your children to build their own business?” Interviewee 1 said that he prefer to give his second son to continue the family business as there is family conflict with the first son where he prefer to leave and have his own way of life whereas the interviewee daughter is more on housewife. Interviewee 2 wants both of his sons to continue the family business. Interviewee 4 wants all his children to continue the family business unless they already have talent on other field. Interviewee 7 wants all the children to continue the family business but he want the children to find jobs outside first in order to have more working experienced. Interviewee 3 said that although he wants the children to continue the family business, but he will support through financial and non-financial support what the children want as long as it is positive. Interviewee 5 will set up business for every of the children. Interviewee 6 said that in future, it will depend on the children decision whether they want to continue the family business or want to pursue their own dream where the interviewees will support as long as it is having good prospect. Interviewee 8 will give freedom towards all their children based on their interest and talent to follow their own dream. Interviewee 9 will support his sons to set up new business although he wants both the son to continue the business as co-owner. CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS Based on our interview, most the family business already founded for more than 20 years ago. It is found that most of family business succession is done by the next generation of the family whether the son or daughter. Passion and ability is more important compared with gender in the succession of the Chinese family business in today society. All of our interviewees are reluctant that other people who is not related with the family although they are having more ability to continue the business. All of our interviewees also said that the family business is prepared for their next generation such as to be expanded by the children and inherited for the children when they already passed away. 19 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 In future, it is useful to conduct another research by using same interviewees but the children in order to know the reality of the Chinese family business succession when the parents is already pension or passed away. It is because the children already continue the family business but their parents also still running the business. On the other hand, many of the children are still young to operate the business but we did not know how it will be in the future. Reference Banerjee, A.V., & Duflo, E. (2011). Poor Economics: A Radical Rethinking of the Way to Fight Global Poverty (1st ed). Perseus, USA. Deng, X. (2015). Father-daughter succession in China: facilitators and challenges. Journal of Family Business Management, Vol. 5 Iss 1 pp. 38 – 54. Gupta, V., Levenburg, N., Moore, L., Motwani, J. and Schwarz, T. (2009). Anglo vs. Asian Family Business: A Cultural Comparison and Analysis. Journal of Asia Business Studies, Vol. 3 Iss: 2 pp. 46 – 55 Hofstede, G. (1991). Cultures and organizations. London: McGraw-Hill Hsu, F. L. K. (1998). Confucianism in comparative context. In W. H. Slote & G. A. DeVos (Eds.), Confucianismand the family (pp. 53–71). Albany: State University of New York Press. Jacobs, L., Goupei, G., & Herbig, P. (1995). Confucian roots in China: A force for today’s business.ManagementDecision, 33(10), 29–34. Karsono, O. M. F., & Suprapto, W. (2014). The Downfall of Chinese Family Businesses in East Java, Indonesia. International Journal of Academic Research, 6(6), 298304. Living in Indonesia. (n.d.). Chinese-Indonesians. [Web log]. Retrieved from http://livinginindonesia.info/item/chinese-indonesians Suryadinata, L. (2006). Southeast Asia’s Chinese Businesses in an Era of Globalization: Coping with the Rise of China. ISEAS Publications, Singapore. Tan, W-L., & Fock, S. T. (2001). Coping with Growth Transitions: The Case of Chinese Family Businesses in Singapore. Family Business Review 14(2), 123-140 Tu, W.-M. (1998). Probing the ‘three bonds’ and ‘five relationships’ in confucian humanism. In WH Slote, G.D.V. (Ed.), Confucianism and the Family, State University of New York Press, Albany, NY, pp. 121-136. Yan, J. & Sorenson, R. (2006). The Effect of Confucian Values on Succession in Family Business. Family Business Review, vol. XIX, no. 3, pp. 235-250. Biography Cindy Utama, BA., MBA graduated from University of Gloucestershire in the year 2015 with major Business Management and Strategy. She continue study Master programs at James Cook University with major Business Administration and graduated on 2016. She is a lecturer at Bunda Mulia University. Dr. Edi Purwanto, SE., MM graduated from Satya Wacana Christian University. He is a lecturer at Bunda Mulia University. Courses that he teach includes Dynamics of Global Competition, Corporate Strategy, Cross Cultural Management and Strategic Management. He is actively write research, call for papers, book publication, seminar and scientific articles in repute international journals that is indexed such as in Scopus, Scimago JR; EBSCO, GoogleScholar, DOAJ, ProQuest and Copernicus that is mostly focus on business culture. 20 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN HUBUNGAN ANTAR KELUARGA TERHADAP PROSES SUKSESI PADA PERUSAHAAN KELUARGA Ian Marvin1, Mei Ie2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Perusahaan keluarga merupakan fenomena yang menarik dalam dunia bisnis. Pengembangan perusahaan keluarga berhubungan dengan suksesi kepemimpinan. Suksesi kepemimpinan mempengaruhi keberlangsungan hidup perusahaan keluarga. Penelitian ini bertujuan menganalis pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. Populasi penelitian ini adalah perusahaan keluarga di Jakarta Barat. Sampel yang diambil sebanyak 50 perusahaan keluarga. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Metode analisis data menggunakan analisis regresi ganda. Hasil peneltian menunjukkan bahwa faktor personal dan hubungan antar keluarga berpengaruh secara bersama-sama terhadap proses suksesi. Faktor personal dan hubungan antar keluarga masing-masing berpengaruh secara parsial terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. Kata Kunci: faktor personal, hubungan antar keluarga, proses suksesi, perusahaan keluarga ABSTRACT: Family business is an interesting phenomenon in the business world. The development of a family business is related to the influence of the leadership succession. Leadership succession greatly affect the continuity of the family business. This study aimed to analyze the influence of personal factor and family relationships on succession process. The population in this study was family businesses in West Jakarta. The sample in this study was 50 family businesses. The sampling technique used purposive sampling. Data collection technique was using questionnaire. Datas were analyzed using multiple regression method. Results of the analysis concluded that there was significant effect of personal factors and intrafamily relationship on succession process simultaneously, personal factors and intra-family business partially influenced on the succession process,with confidence level 95%. Keywords: personal factors, intra-family relationship, succession process, family business. PENDAHULUAN Perusahaan keluarga menjadi fenomena yang menarik di dalam dunia bisnis. Hal yang menarik di dalam perusahaan keluarga adalah struktur perusahaan keluarga yang terdiri dari banyak anggota keluarga sehingga dalam pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan keberadaan anggota keluarga tersebut. Kecenderungan pemilik bisnis untuk mempercayai pengelolaan perusahaannya kepada anggota keluarga adalah hal yang banyak dilakukan oleh pemilik perusahaan keluarga namun kepercayaan pemilik kepada keluarga kadang bukan merupakan keputusan yang tepat. Keputusan ini hanya berdasarkan kepercayaan saja dan mengesampingkan faktor profesionalitas. Banyak sekali perusahaan di dunia yang merupakan perusahaan keluarga. Perusahaanperusahaan keluarga tersebut banyak memberikan kontribusi bagi negara. Perusahaan 21 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 keluarga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian negara (Halim, 2013). Perkembangan bisnis/perusahaan keluarga tentunya tidak lepas dari pengaruh suksesi kepemimpinan yang diterapkan dari setiap pemimpin di setiap generasi. Suksesi kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan keluarga. Potensi konflik yang terjadi pada suksesi kepemimpinan dalam bisnis/perusahaan keluarga adalah konflik nilai yang terjadi antara pendiri yang masih berperan sebagai motor penggerak bisnis utama dan anggota keluarga yang kemudian terlibat di dalam perusahaan (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013). Mengingat generasi baru cenderung mempunyai pandangan berbeda dibanding generasi sebelumnya. Suksesi merupakan isu yang krusial, terutama kalau kendali perusahaan sudah mulai bergerak ke arah generasi kedua, apalagi generasi ketiga. Isuisu dalam suksesi antara lain adalah rencana suksesi yang tidak jelas dan konflik antara calon-calon pengganti. Kata kunci dalam suksesi adalah kapan dan kepada siapa perusahaan akan diwariskan. Oleh karena itu, agar konflik antar calon pengganti tidak terjadi, perlu dilakukan perencanaan suksesi kepemimpinan. Perencanaan suksesi tersebut juga ditujukan agar tidak ada perebutan jabatan dan hak dalam perusahaan keluarga sehingga keluarga juga tetap tentram (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013). Perencanaan dalam suksesi kepemimpinan sangat penting untuk dilaksanakan di dalam sebuah perusahaan, terutama perusahaan keluarga. Dengan perencanaan yang baik, maka suksesi kepemimpinan perusahaan akan jatuh pada orang yang tepat sehingga dapat mempertahankan keberadaan perusahaan dan mengembangkannya. Isu suksesi dalam sebuah perusahaan keluarga juga penting apalagi jika pemilik usaha memiliki anak lebih dari satu. Hal ini diakibatkan oleh kemungkinan timbulnya perbedaan sudut pandang dalam menjalankan perusahaan, perbedaan visi dan misi kedepan, dan perbedaaan karakter dari masing-masing anak yang akan menjadi penerus perusahaan tersebut. Hal ini menjadikan proses suksesi lebih kompleks (De Massis, Chua, dan Chrisman, 2008). TINJAUAN LITERATUR Menurut Sharma, et. al (2000), proses suksesi adalah transfer kepemimpinan dari pemimpin terdahulu ke pemimpin penerusnya, sedangkan menurut Venter, Boshoff, dan Maas (2005), proses suksesi adalah proses peralihan pemegang jabatan. Menurut Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) faktor yang mempengaruhi proses suksesi perusahaan keluarga adalah faktor personal, hubungan antar keluarga, faktor konteks, dan faktor keuangan. Sedangkan, De Massis, Chua, dan Chrisman (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi proses suksesi adalah faktor hubungan. Menurut De Massis (2012), faktor personal merupakan faktor yang berhubungan dengan profil atau motivasi dari individu. Menurut Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013), faktor personal adalah ambisi suksesor untuk melanjutkan bisnis keluarga. Tingkat persiapan penerus yang baik adalah kunci keberhasilan proses suksesi dari generasi yang menjabat untuk penerus. Namun kenyataannya masih banyak proses suksesi yang tidak melihat persiapan penerus sehingga bisnis keluarga dipandang sebagai bisnis yang harus dilanjutkan saja tanpa adanya kesiapan dari penerus. 22 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hubungan antar keluarga adalah tradisi dan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Hubungan antar anggota keluarga di dalam bisnis keluarga mempengaruhi kesuksesan proses suksesi. Hubungan yang harmonis terhadap sesama anggota keluarga di dalam perusahaan keluarga dapat mendukung kerja sama antar anggota keluarga sehingga penerus dapat memperoleh dukungan dari anggota keluarga lainnya. Dalam praktiknya hubungan antar anggota keluarga tidak selamanya harmonis dan sering terjadi konflik antar anggota keluarga sehingga penerus tidak dapat melaksanakan perannya sebagai pimpinan dengan baik (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013). Pengaruh Faktor Personal dan Hubungan antar Keluarga terhadap Proses Suksesi Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) menyimpulkan bahwa masalah utama dalam proses suksesi adalah karena faktor personal dari kedua pihak, yaitu penerus potensial dan incumbent. Hal ini meliputi penerus memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengoperasikan bisnis/perusahaan keluarga, kesediaan penerus untuk bergabung dengan bisnis/perusahaan keluarga, dan tingkat persiapan yang penerus potensial memiliki sebelum bergabung dengan bisnis/perusahaan keluarga. Jika potensi penerus di bawah kualifikasi karena kurangnya keterampilan yang diperlukan dan kurangnya persiapan, maka dapat menyebabkan gangguan dalam proses suksesi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika penerus memiliki karakteristik yang kuat untuk meneruskan bisnis keluarga, maka semakin tinggi peluang keberhasilan proses suksesi bisnis/perusahaan keluarga. Keharmonisan keluarga dan hubungan antar keluarga juga sangat mempengaruhi proses suksesi. Konflik antara anggota keluarga (misalnya, persaingan saudara) dapat menghalangi kelancaran proses suksesi (Massis, Chua, dan Chrisman, 2008). Oleh karena itu, semakin baik persiapan penerus dan hubungan antara incumbent dengan penerus, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan proses suksesi bisnis keluarga. Dengan demikian faktor personal dan hubungan antar keluarga dapat dikatakan sangat berpengaruh terhadap proses suksesi dalam perusahaan keluarga. Pengaruh Faktor Personal terhadap Proses Suksesi Tingkat persiapan penerus yang baik adalah kunci keberhasilan proses suksesi dari generasi yang menjabat untuk penerus. Namun kenyataannya masih banyak proses suksesi yang tidak melihat persiapan penerus sehingga bisnis keluarga dipandang sebagai bisnis yang harus dilanjutkan saja tanpa adanya kesiapan dari penerus (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013) Dua kondisi, yang sangat penting untuk proses suksesi perusahaan keluarga adalah kesediaan penerus untuk menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap bisnis dan atau kemampuannya untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan, keterampilan, kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola dalam waktu yang terbatas dan mengarah kepensiun dari inkumben (Mutunga, 2013). Bagi sebagian besar bisnis milik keluarga, pendahulu tidak ingin memikirkan suksesi karena mereka takut kehilangan kekuasaan dan status. Sebagian besar perusahaan dengan transisi dari generasi pertama sampai dengan generasi ketiga perusahaan mulai bekerja pada rencana suksesi formal yang melibatkan kedua generasi. Sementara pemilik generasi pertama yang mengembangkan bisnis mengalami kesulitan dalam melepaskan kontrol, penerus generasi ketiga, sering dididik di luar negeri, 23 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memungkinkan peningkatan lapangan kerja staf non-keluarga di perusahaan mereka, melembagakan gagasan memisahkan kepemilikan dan manajemen. Ada kebutuhan untuk menjaga bisnis dalam keluarga karena merupakan penentu utama bagi perusahaan-perusahaan yang dikelola keluarga secara global. Proses suksesi hanya selesai ketika penerus telah memperoleh legitimasi dan diterima secara luas oleh para pemangku kepentingan (Mutunga, 2013). Penyelesaian proses ini bergantung pada kemampuan penerus untuk melatih kepemimpinan yang tepat dalam bisnis. Delegasi progresif wewenang kepada penggantinya adalah penting jika penggantinya mengambil kendali penuh. Kurangnya delegasi tidak hanya menggagalkan proses pembelajaran penerus, tetapi juga dapat mengurangi kredibilitas mereka di mata karyawan dan stake holder kunci lainnya. Oleh karena itu, semakin siap penerus dalam meneruskan usaha keluarga, maka semakin lancar proses suksesi (Mutunga, 2013). Pengaruh Hubungan antar Keluarga terhadap Proses Suksesi Hipotesis Penelitian H1 : Ada pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga secara bersama-sama terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. H2 : Ada pengaruh positif faktor personal terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. H3 : Ada pengaruh positif hubungan antar keluarga terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah perusahaan bisnis keluarga yang berada di daerah Jakarta Barat. Dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak lima puluh perusahaan keluarga yang ada di Jakarta Barat. Metode Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Teknik ini digunakan agar mendapat sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria pemilihan responden berdasarkan perusahaan bisnis keluarga yang akan atau yang sudah melakukan proses suksesi di perusahaannya. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner digunakan karena merupakan mekanisme pengumpulan data yang efisien ketika peneliti mengetahui dengan pasti data yang dibutuhkan dan bagaimana mengukurnya (Sekaran, 2003). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013). Operasionalisasi Variabel Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 24 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Variabel Definisi Indikator Penerus/penyambung bisnis keluarga Ambisi Pengetahuan yang cukup untuk melanjutkan bisnis penerus untuk keluarga Faktor personal melanjutkan Kesediaan untuk melanjutkan bisnis keluarga bisnis keluarga Bisnis keluarga adalah bisnis yang menarik untuk dilanjutkan Kesiapan untuk melanjutkan bisnis keluarga Adanya tingkat kepercayaan yang tinggi antar anggota keluarga Faktor yang Adanya tingkat kesatuan yang tinggi antar anggota Hubungan berhubungan keluarga antar keluarga dengan Anggota keluarga memiliki tingkat kepercayaan yang dukungan tinggi pada saya untuk melanjutkan bisnis keluarga keluarga Anggota keluarga percaya bahwa saya memiliki kemauan untuk melanjutkan bisnis keluarga Tidak ada konflik antar anggota keluarga Penunjukan secara formal untuk melanjutkan bisnis Adanya keputusan yang kuat dari keluarga mengenai Proses penunjukan penerus Proses suksesi peralihan Adanya rencana peralihan kepemimpinan yang efektif kepemimpinan Adanya pemberian kekuasaan kepada penerus untuk menjalankan perusahaan Adanya persiapan penerus untuk mengambil alih bisnis keluarga Sumber: Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) Skala Likert Likert Likert HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner, responden sebagian besar merupakan pebisnis berjenis kelamin pria, berusia 33 – 38 tahun, membuka usaha di bidang kuliner, lamanya usaha lebih dari 15 tahun, memiliki calon penerus usaha keluarga, dan mayoritas juga merupakan generasi kedua. Adapun hasil analisis regresi ganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Ganda Model Unstandardized Coefficient B Std. Error 2,433 0,868 0,278 0,076 Constant Faktor Personal Hubungan antar 0,618 keluarga Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 0,069 Standardized Coefficient Beta t Sig. 0,284 2,801 3,632 0,007 0,001 0,705 9,019 0,000 Hasil analisis regresi ganda menghasilkan persamaan: Y’ = 2.433 + 0.278 X1 + 0.618 X2 + e, dengan nilai koefisien determinasi ganda sebesar 0,907 yang berarti 90,7% variabel dependen (proses suksesi) dapat dijelaskan oleh dua variabel 25 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 independen (faktor personal dan hubungan antar keluarga), sedangkan sisanya sebesar 9,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian, seperti kesediaan mengambil alih, tingkat persiapan, dan lainnya. Hasil pengujian hipotesis (H1) menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga secara bersama-sama terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) serta Massis, Chua, dan Chrisman (2008). Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hal utama yang mempengaruhi proses suksesi adalah karakteristik pribadi (faktor personal) dari kedua pihak, yaitu penerus potensial dan incumbent serta keharmonisan keluarga (hubungan antar keluarga). Apabila penerus mempunyai keterampilan dan kemauan untuk menjalankan bisnis keluarga dan penerus juga didukung oleh anggota keluarga yang lain, maka proses suksesi akan berjalan dengan lebih baik. Dengan demikian keberlangsungan bisnis pada perusahaan keluarga juga dapat lebih terjamin. Hasil pengujian hipotesis (H2) menunjukkan bahwa signifikansi pada variabel faktor personal adalah sebesar 0,001 (lebih kecil dari 0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif faktor personal terhadap proses suksesi, jika hubungan antar keluarga dianggap konstan dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) dan Mutunga (2013) yang menyimpulkan bahwa faktor personal memiliki pengaruh positif terhadap proses suksesi. Penerus bisnis pada perusahaan keluarga harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan harus memiliki keterampilan manajerial untuk menjalankan bisnis. Jika potensi penerus di bawah kualifikasi karena kurangnya keterampilan yang diperlukan, maka ada kemungkinan penerus ditolak atau dapat juga penerus menolak posisi yang ditawarkan karena merasa tidak mempunyai keterampilan yang memadai. Jika hal tersebut terjadi, maka proses suksesi akan terhambat. Hasil pengujian hipotesis (H3) menyatakan bahwa nilai signifikansi variabel hubungan antar keluarga adalah sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif hubungan antar keluarga terhadap proses suksesi, jika faktor personal dianggap konstan dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil ini sejalan dengan penelitian De Massis, Chua, dan Chrisman (2008) yang menyimpulkan bahwa kualitas hubungan antara incumbent dan potensi penerus sangat penting untuk suksesi. Jika ada konflik, proses suksesi dapat ditempatkan pada risiko. Keharmonisan keluarga sangat membantu keberhasilan proses suksesi. Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) juga menyimpulkan bahwa kualitas hubungan antar keluarga dengan penerus memiliki pengaruh yang positif. Kualitas hubungan antar keluarga dengan penerus harus ditingkatkan sehingga penerus merasa bersedia dan disambut dengan baik di dalam bisnis yang akan dikelola. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 26 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Terdapat pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga secara bersamasama terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. 2. Terdapat pengaruh faktor personal secara parsial terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. 3. Terdapat pengaruh hubungan antar keluarga secara parsial terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. DAFTAR PUSTAKA Chaimahawong, V., dan Sakulsriprasert, A. (2013). Family business and post succession performance: evidence from thai SMEs. International Journal of Business and Management,Vol. 8 (2), 19-28. De Massis, A. (2012). Factor preventing intra-family succession. Transeo Academic Award, 1-6. De Massis, A., Chua, J. H., dan Chrisman, J. J. (2008). Factor preventing intra-family succession. Family Business Review, Vol. 21 (2), 183-199. Halim,Y. (2013). Analisa suksesi kepemimpinan pada perusahaan keluarga PT Fajar Artasari di Sidoarjo. AGORA, Vol. 3 (1), 1-15. Mutunga, F. (2013). Factor affecting succession planning in small and medium enterprise in Kenya. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 3 (8), 285-300. Sekaran, U. (2003). Research methods for business a skill building approach. New York John Wiley & Sons, Inc. Sharma et. al. (2000). Determinants of initial satisfaction with the succession process in family firms: a Conceptual Model. Family Business Review, Vol. 16 (1), 1-27. Venter, E., dan Boshoff, C. (2006). The influence of family-related factors on the succession process in small and medium-sized family businesses. SAJEMS NS,Vol. 9 (1), 17-32. Venter, E., Boshoff, C., dan Maas, G. (2005). The influence of successor-related factors on the succession process in small and medium-sized family business. Family Business Review, Vol. 18 (4), 283–303. 27 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN BISNIS TERHADAP KERAGAAN BISNIS MILIK KELUARGA (STUDI KASUS: USAHA SONGKET PALEMBANG) 1 M. Amirudin Syarif, 2Gagan Ganjar Resmi , 3Andrian Noviardy 1 Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected] 2 Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected] 3 Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected] ABSTRAK: Banyak Bisnis Milik Keluarga (BMK) masih menerapkan pola manajemen kekeluargaan. Pola manajemen ini seringkali menjadi pertanyaan apakah menjadi pemicu keberhasilan BMK ataukah sebaliknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan pada era awal bisnis tersebut, dan karakteristik bisnisnya berpengaruh terhadap keragaan BMK. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah penerapan manajemen bisnis dapat berpengaruh terhadap keragaan BMK sebagaimana manajemen kekeluargaan. Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah: Manajemen bisnis berpengaruh terhadap keragaan BMK. Objek penelitian adalah BMK usaha songket Palembang. Pemilihan objek ini karena usaha songket Palembang adalah BMK yang paling banyak menerapkan manajemen kekeluargaan pada masa awal bisnis, yang kemudian berkembang lebih modern pada saat ini. Dimensi yang digunakan antara lain adalah tata kelola institusi, profesionalisme, dan suksesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari penerapan manajemen bisnis pada keragaan BMK usaha songket Palembang. Walaupun demikian ternyata pada masa masa awal berdirinya BMK menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan adalah pilihan terbaik sesuai dengan karakteristik bisnis songket Palembang. Kata Kunci: bisnis milik keluarga, manajemen kekeluargaan, manajemen bisnis ABSTRACT: Many Family Owned Business (BMK) is still implementing a familial management. The pattern of management is often a question of whether to trigger the success of BMK or vice versa. Some research indicates that the application of family management at the beginning of the era of the business, and the characteristics of the business affect the performance of BMK. This research was conducted to see whether the application of business management can affect the performance of BMK as familial management. The hypothesis proposed in this study: Business Management affect the performance of BMK. The object of research is BMK of Palembang songket business. Selection of this object because business Palembang songket is most widely implement a family management in the early days of business, which later developed a more modern at this time. Dimensions are used, among others, is the governance of the institution, professionalism, and succession. The results showed that there was not a significant effect of the application of business management on the performance of the business BMK Palembang songket. However it turns out during the founding days of BMK indicate that familial management application is the best choice according to the characteristics of Palembang songket business. Keywords: family-owned business, family management, business management 28 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Bisnis Milik Keluarga (selanjutnya disebut BMK) adalah bisnis yang dijalankan oleh orang orang yang saling memiliki hubungan dalam satu keluarga inti, sebagai contoh antara suami-istri-anak ataupun hubungan kekerabatan, sebagai contoh antara saudara dalam sepupu (cousin). Hubungan keluarga ini di Palembang sangat erat. Hal ini dicirikan dalam kehidupan yang tinggal dalam suatu rumah besar yang disebut rumah panggung. Dalam rumah besar ini dihuni oleh orang tua-anak anak-cucu, yang mana mereka saling memiliki kekerabatan. Kehidupan ini juga ditandai dengan adanya bisnis yang dikelola keluarga. Salah satu bisnis yang dijalankan keluarga adalah bisnis songket Palembang. Songket Palembang adalah salah satu produk bisnis yang dilakoni masyarakat etnis Palembang sejak bertahun tahun yang lalu, disamping bisnis kuliner empek empek. Sebagai bagian dari produk yang menjadi kebanggaan masyarakat etnis Palembang maka songket menjadi bisnis yang juga dikelola secara bersama sama dalam entitas keluarga inti maupun dalam keluarga besar (extended family). Kemampuan membuat Songket Palembang diwariskan secara turun-temurun. Songket secara kualitas adalah songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini disematkan julukan sebagai “Ratu Segala Kain.” Industri kerajinan kain songket di Palembang telah berkembang sejak akhir abad kedua puluh sampai sekarang. Industri tersebut dikembangkan dan didominasi oleh kewirausahaan berbasis kekerabatan yang berawal dari bisnis keluarga. Bisnis keluarga ini memproduksi dan memperdagangkan kain songket yang merupakan warisan budaya Palembang. Pada BMK songket Palembang; keluarga dan bisnis adalah sistem sosial yang purposive dan rasional. Kedua sistem sosial tersebut mampu mengubah sumber daya yang tersedia dan kendala-kendalanya melalui transaksi interpersonal dan sumber daya dalam upaya untuk menggapai prestasi bisnis. Prestasi dalam model ini dapat menjadi objektif atau subjektif (Olson et al., 2003). Dalam model lanjutannya, diakui bahwa keluarga dan bisnis keduanya dipengaruhi oleh lingkungan dan struktur perubahan, dan bahwa respon akan berbeda ketika hal itu terjadi. Pola manajemen kekeluargaan dalam BMK adalah pola manajemen yang dikelola oleh sejumlah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik suami-istri maupun keturunannya, termasuk hubungan persaudaraan. Donnelley (2002) menyatakan bahwa suatu organisasi dinamakan usaha keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan. Menurut Arnoff (2003), dapat disebut sebagai usaha keluarga adalah bila dalam perusahaan ada dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. Pola manajemen bisnis adalah penerapan prinsip prinsip manajemen yang profesional dimana pengambilan keputusan melibatkan orang di luar lingkaran keluarga. Banyak Bisnis Milik Keluarga masih menerapkan pola manajemen kekeluargaan demikian pula dengan BMK Songket Palembang. Pola manajemen ini seringkali menjadi pertanyaan apakah menjadi pemicu keberhasilan BMK ataukah sebaliknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan pada era awal bisnis tersebut, dan karakteristik bisnisnya berpengaruh terhadap keragaan BMK. 29 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah penerapan manajemen bisnis dapat berpengaruh terhadap keragaan BMK sebagaimana manajemen kekeluargaan. TINJAUAN LITERATUR Bisnis milik keluarga menurut (Gabrielsson dan Huse, 2005) merupakan suatu perusahaan dengan kepemilikan dikuasai secara penuh oleh seorang atau lebih anggota keluarga. Keberlangsungan Bisnis Milik Keluarga adalah yang menarik dari teori sistem keluarga, memberikan pengakuan yang sama tentang keluarga dan sistem bisnis serta interaksi antara mereka yang diperlukan untuk mencapai saling keberlanjutan (Stafford et.al., 1999). Sustainable Family Business (SFB) Model dari Stafford et.al (1999) menempatkan BMK dalam konteks sosial keluarga, menunjukkan bahwa jaringan sosial adalah lingkungan luar dimana bisnis keluarga memulai, tumbuh, dan dalam pertemuan yang bersifat transisi. Kestabilan wirausaha yang menempatkan kewirausahaan dalam konteks keluarga diperkuat oleh Karya Aldrich (1999) di jaringan sosial perusahaan milik keluarga. Mengenai permasalahan dalam pengelolaan BMK dapat ditemui dari berbagai pendapat para ahli dalam berbagai literatur bahwa saat ini perusahaan keluarga yang sukses dalam bisnis dan kinerja seringkali mengalami permasalahan dalam sistem bisnis. Sebagai contoh, sejumlah penulis telah menunjukkan bahwa tugas-tugas dan nilai-nilai keluarga sering ditempatkan bertentangan dengan orang-orang profesional dalam bisnis nya (Olson, 2003). Ada kecenderungan untuk mempertimbangkan keluarga sebagai sistem yang menghambat fungsi tersebut dalam bisnis, dan keluarga dipandang sebagai bagian dari situasi yang harus dikelola. The SFB Model memungkinkan pendekatan bersifat netral dan tidak menganggap bahwa keluarga adalah pesaing dengan atau bertentangan dengan bisnis. SFB Model juga mengakui bahwa gangguan diciptakan oleh perubahan adalah normal dan terjadi di antara keluarga dan bisnis. Lebih lanjut menunjukkan bahwa manajemen konflik berkembang dari berbagai gangguan yang berfungsi untuk proyek keluarga atau bisnis ke perubahan yang bersifat konstruktif. Sistem bisnis yang berdasarkan manajemen kekeluargaan berbasiskan kepada hubungan baik (relationship based system=RBS) sementara bisnis yang berdasarkan profesionalitas atau manajemen bisnis berbasiskan kepada keragaan (performance based system=PBS). Di dalam RBS, tujuan bisnis yang bersifat finansial dan perilaku bisnis menjadi tidak rasional secara ekonomi, sebaliknya dalam PBS menjadi rasional secara ekonomi (Arthurs and Busenitz, 2003). Suksesi adalah salah satu kendala yang terjadi dalam BMK. Ketidak mampuan bertahan setelah generasi ke-3 dikarenakan konflik internal yang terjadi diantara anakanak para penerus BMK. Adanya keirian hati dan rasa yang tidak adil akan membuat konflik yang semakin besar dalam bisnis keluarga. Oleh sebab itu maka sebuah program suksesi sangat penting bagi keberhasilan, keberlanjutan, dan stabilitas dari setiap perusahaan (Goldman dan Bernshteryn, 2007). Performa suksesi dapat dilihat dari dimensi keluarga dan dimensi organisasi menurut Sharma (2004). Dimensi keluarga ini dilihat bagaimana keharmonisan yang terjadi setelah suksesi, sedangkan dimensi organisasi bagaimana situasi organisasi baik keuangan maupun keharmonisan terjadi setelah suksesi. Ada 4 kuadran yang diajukan oleh Sharma (2004), yaitu: 30 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 1.Performa Pasca Suksesi Dimensi Bisnis Dimensi Keluarga Positif I: relasi terjalin baik, finansial baik III: relasi terjalin baik, finasial buruk Positif Negatif Negatif II: relasi buruk, finansial baik IV: relasi buruk, finansial buruk METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah kampung songket yang merupakan sentra industri songket di Palembang. Terletak di Jalan Ki Gede Ing Suro dan Jalan Kirangga Wirasantika sebagai pusat kerajinan songket di kota Palembang. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah para pemilik bisnis songket yang merupakan BMK yang berada di kampung songket. Ada 23 orang yang menjadi pemilik BMK dan 23 orang yang bekerja pada usaha tersebut sehingga Populasi ini keseluruhannya menjadi responden penelitian. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rancangan sampling non probabilitas dengan teknik sampling purposif (purposive sampling) dengan maksud sampel yang diambil dengan sengaja dipilih untuk kepentingan penelitian. Jumlah responden yang menjadi sampel adalah keseluruhan populasi yang berjumlah 46 orang. Sumber dan Metode Pengumpulan Data Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat data kualitatif maupun data kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013) 1. Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, gambar dan foto. 2. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang di angka kan atau scoring. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan pada BMK bersangkutan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penelitian, dengan cara: a) Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien. 31 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Untuk skala penilaian, digunakan bentuk rating scale sesuai dengan skala pengukuran yang dipakai, yaitu skala ordinal. Skor 1 = Sangat Tidak Puas Skor 2 = Tidak Puas Skor 3 = Netral Skor 4 = Puas Skor 5 = Sangat Puas Skala ordinal kemudian men-skala individu yang bersangkutan dengan menambahkan bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masingmasing responden dapat dikelompokan dalam kelas interval, dengan jumlah kelas adalah 5 maka intervalnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: I: interval R: range K: kelas I= Interval = 0,8 (nol koma delapan) Dari skala tersebut skala distribusi terhadap jawaban responden adalah: a. 1,00 – 1,80 = sangat tidak puas b. 1,81 – 2,60 = tidak puas c. 2,61 – 3,40 = netral d. 3,41 – 4,20 = puas e. 4,21 – 5,00 = sangat puas b) Interview (wawancara) Wawancara adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti melakukan pengumpulan data mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai (responden pada BMK). c) Observasi Observasi adalah pengamatan terhadap pola perilaku responden di BMK dalam situasi tertentu, untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang diinginkan. Observasi merupakan cara yang penting untuk mendapatkan informasi yang pasti tentang orang, karena apa yang dikatakan orang belum tentu sama dengan apa yang dikerjakan. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan dilakukan peneliti dengan cara membaca buku literaturliteratur, mengumpulkan dokumen, arsip, maupun catatan penting organisasi BMK yang ada hubungannya dengan permasalahan penulisan ini dan selanjutnya di olah kembali. 32 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Definisi Operasional Variabel Dimensi dalam penelitian ini adalah: Tata kelola institusi, Profesionalisme, dan Suksesi. Dimensi penelitian ini menjadi operasional variabel. Berikut ini merupakan definisi operasional variabel dalam penelitian ini: Tata Kelola Institusi Tata kelola institusi adalah cerminan atau proyeksi gambaran dari budaya organisasi yang ditetapkan melalui suatu rangkaian nilai nilai dan ide orisinal dalam konteks institusi. Indikator dari tata kelola institusi dalam penelitian ini dari Barley dan Tolbert (1997), yaitu: (1) konsili keluarga (family council) yaitu kebijakan yang berhubungan dengan pengaruh kesertaan keluarga, (2) Aturan baku (formal rule) yaitu aturan aturan yang ditetapkan dalam lingkup organisasi institusi, dan disepakati bersama sebagai pokok aturan utama, (3) Legitimasi dalam sistem sosial institusi. Profesionalisme Profesionalisme adalah penerapan konsep manajemen bisnis sebagai bagian dari tugas tugas pokok manajerial yang dicerminkan dari pelaksanaan instrumen instrumen manajemen yang meliputi indikator profesionalisme dari Nonaka dan Takeuchi (1995), yaitu: (1) Informasi, (2) Pengetahuan, (3) Proses pengambilan keputusan Suksesi Suksesi adalah regenerasi kepemimpinan yang berjalan di dalam organisasi. Indikator suksesi yang digunakan adalah dari Alcorn (1982), yaitu: (1) Memiliki kemampuan beradaptasi, (2) Memiliki minat dan partisipasi, (3) Memiliki visi dalam keberlanjutan usaha. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode normatif-deskriptif dengan pendekatan deduktif. Menurut Bungin (2007), dalam pendekatan deduktif, teori digunakan sebagai awal menjawab pertanyaan penelitian. Teori dan prinsip dijadikan sebagai ‘kacamata’ atau instrumen dalam melihat masalah penelitian. Dengan demikian, penulis terlebih dahulu akan menemukan teori-teori maupun prinsip-prinsip manajemen bisnis yang ideal untuk dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam praktek bisnis keluarga (family business). Penalaran deduksi didasarkan pada aspek filosofis dan doktrinal untuk memperoleh kebenaran praktis yang dapat dipergunakan dalam membangun kegiatan bisnis yang baik. Penelitian ini juga melakukan metode analisis data dengan menggunakan metode analisis statistik uji beda komparatif dua sampel berpasangan Wilcoxon. Menurut Sugiyono (2003), Wilcoxon Signed Rank Test adalah sebuah tes hipotesis non-parametrik statistik untuk menilai apakah dua sampel berpasangan dari pengamatan memiliki nilai sama besar. Uji ini juga adalah uji komparatif 2 sampel apabila skala data ordinal, tetapi tidak berdistribusi normal. Uji ini digunakan sebagai alternatif untuk test signifikansi perbedaan antara dua populasi (dalam penelitian ini adalah kelompok BMK yang menerapkan manajemen kekeluargaan, dan yang menerapkan manajemen bisnis). 33 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data hasil observasi dan interview kepada para pemilik BMK menunjukkan bahwa seluruh usaha songket Palembang saat ini berada di kampung songket. Beberapa BMK melakukan pemasaran produknya secara daring. Berikut adalah data BMK tersebut pada tabel 2: Tabel 2. Daftar Nama Usaha dan Nama Pemilik BMK No 1 Nama usaha BMK Songket Kiagus H. Muslim H. Amancik Nama Pemilik No Kiagus H. Muslim H. Amancik 13 Nama usaha BMK Mayang Kiagus Songket Cek IpahCek Ila; butik I Songket Cek IpahCek Ila; butik II Songket Cek IpahCek Ila; butik III Makmur Jaya” Vicki Collection Nama Pemilik Bahsen Fikri 2 Songket Rumah Limas H. Hamid 14 3 Songket Asmi Astari Nyayu Hj. Asmi Astari 15 4 Songket Tujuh Saudara H. Dungtjik 16 5 Songket Benang Emas Kiagus Hasan Basri 17 6 Mawar Songket Nyimas Widyawati 18 Zainal Songket Kiagus H. Zainal Arifin 7 Griya Songket Cek Nani Cek Nani 19 Dilla Songket Linda 8 Cantik Manis Songket 9 Fikri Koleksi Songket Yusuf Effendy Songket Hj. Laila H Aguscik Zainal Arifin (Zainal Songket), butik II 21 Songket Hj. Cek Ipah HS Songket Cek Onah Kiagus Hasan Basri Cek Onah 22 Songket Cek Una Cek Una 23 Songket Ny. Hj. Romlah Fauzi Kiagus H. Muhammad Fauzi 10 11 12 Umi Kalsum dan Nyayu Nurhayati Kiagus Bahsen Fikri Kiagus Yusuf Effendy Hj. Laila H. Aguscik 20 Kiagus Masri Kiagus Masri Kiagus Masri Kiagus Ansori Kiagus H. Zainal Arifin Dari hasil wawancara didapat keterangan bahwa para pemilik bisnis songket Palembang ini saling berhubungan keluarga dekat, sebagai kakak beradik maupun keluarga sepupu dalam satu garis keturunan. Nilai nilai bisnis dalam BMK yang dipegang atau yang menjadi filosofi bisnis nya adalah nilai nilai gotong royong keluarga. Oleh karena itu hampir tidak ada konflik yang besar maupun persaingan bisnis yang hebat diantara pelaku BMK ini. Dari hasil olah data, berikut (lihat tabel 3: Descriptive Statiscs) menunjukkan rerata dalam tiap tiap indikator berada pada kisaran 3.41 – 4.20 = puas. Sebagai contoh OwnTK1, nilai reratanya adalah 3.65 yang berada pada kisaran puas, artinya (1) konsili keluarga (family council) yaitu kebijakan yang berhubungan dengan pengaruh kesertaan keluarga dianggap memuaskan. Sedangkan nilai rerata PegTK1 adalah 3.69 yang merupakan pendapat dari pegawai yang bukan keluarga juga menyatakan puas terhadap kebijakan yang diambil. 34 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Secara keseluruhan maka dapat dinyatakan bahwa dimensi tata kelola, profesionalisme, dan suksesi yang diwakili oleh masing masing indikator yang ada yaitu: konsili keluarga (family council), Aturan baku (formal rule), Legitimasi dalam sistem sosial institusi, Informasi, Pengetahuan, Proses pengambilan keputusan, Memiliki kemampuan beradaptasi, Memiliki minat dan partisipasi, Memiliki visi dalam keberlanjutan usaha bernilai puas baik dari pemilik maupun pegawai BMK. Tabel 3. Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean OwnTK1 23 3.00 5.00 3.6522 OwnTK2 23 3.00 5.00 3.6087 OwnTK3 23 3.00 5.00 3.7826 OwnPr1 23 3.00 4.00 3.6522 OwnPr2 23 3.00 5.00 3.7391 OwnPr3 23 3.00 5.00 3.6087 OwnSK1 23 3.00 4.00 3.6087 OwnSK2 23 2.00 5.00 3.5652 OwnSK3 23 2.00 5.00 3.5652 PegTK1 23 3.00 5.00 3.6957 PegTK2 23 3.00 4.00 3.4783 PegTK3 23 3.00 5.00 3.6957 PegPr1 23 3.00 5.00 3.5652 PegPr2 23 3.00 5.00 3.5217 PegPr3 23 2.00 4.00 3.3043 PegSK1 23 2.00 4.00 3.3043 PegSK2 23 2.00 4.00 3.3913 PegSK3 23 2.00 4.00 3.3043 Valid N (listwise) 23 35 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 4. Wilcoxon Test Test Statisticsc Z Asymp. PegTK1 - PegTK2 - PegTK3 - PegPr1 - PegPr2 - PegPr3 - PegSK1 - PegSK2 - PegSK3 - OwnTK1 OwnTK2 OwnTK3 OwnSK2 OwnSK3 OwnPr1 OwnPr2 OwnPr3 OwnSK1 -.268a -.677b -.436b -.500b -.910b -1.615b -1.698b -.876b -1.500b .788 .499 .663 .617 .363 .106 .090 .381 .134 Sig. (2tailed) a. Based on negative ranks. b. Based on positive ranks. c. Wilcoxon Signed Ranks Test Dasar Pengambilan Keputusan dalam Uji Wilcoxon. Jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih kecil dari < 0,05, maka Ha diterima, dan sebaliknya, jika nilai Asymp.Sig. (2tailed) lebih besar dari > 0,05, maka Ha ditolak. Dari hasil olah data pada tabel 4, “Ha ditolak”. Artinya tidak ada perbedaan antara penerapan manajemen keluarga dan manajemen bisnis terhadap keragaan BMK Songket Palembang. Hal ini memperkuat hasil dari olah data kuesioner yang mewakili masing masing indikator pada tabel 3. Beberapa penjelasan dapat diajukan oleh peneliti terhadap fenomena ini, yaitu: (1) karakteristik bisnis songket adalah proyeksi atau gambaran dari entnis Palembang, hal ini berkaitan dengan masyarakat Palembang yang lebih mengenal keluarga besar (extended family) sebagai the real family bukan keluarga batih (nuclear family). Jadi bisnis adalah kebersamaan bukan persaingan. (2) Masyarakat etnis Palembang cenderung in orchestra harmony dalam bisnis bukan in competitiveness selama kepentingan bersama terjaga dalam arti berada dalam kuadran I: relasi terjalin baik, finansial baik (lihat tabel 1). Ukuran relasi dan finansial ini masih dapat diperdebatkan, bahkan mungkin dapat menjadi topik penelitian selanjutnya. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah : (1) BMK songket Palembang memunculkan fenomena atau dapat menjadi contoh bahwa penerapan bisnis dengan prinsip model manajemen keluarga dapat tetap berhasil, dan menjadikan bisnis berjalan dengan baik, disamping penerapan manajemen bisnis. (2) Karakteristik bisnis yang sesuai dengan karakter pelaku BMK adalah salah satu faktor yang membuat bisnis songket Palembang dapat terus berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Alcorn, P.B. (1982). Success and Survival in the Family-Owned Firm. New York: Mc Graw Hill. Aldrich, H.E. (1999), Organizations Evolving, London: Sage Publications. Arthurs, J.D. and L.W. Busenitz. (2003), ‘The Boundaries and Limitations of Agency Theory and Stewardship Theory in The Venture Capitalist/Entrepreneur Relationship’, Entrepreneurship Theory and Practice, 28(2), 145–62. 36 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Aronoff, C.E., S.L McClure., and J.L.Ward. (2003). Family Business Succession. Family Business Enterprise Barley, S., and P. Tolbert. (1997), ‘Institutionalisation and structuration: studying the links between action and institution’, Organization Studies, 18(1), 93–117. Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif (komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu sosial lainnya), Kencana, Jakarta Donnelley, R.G. The Family Business. Dalam Aronoff et. al.(2002). “Family. Business Sourcebook”. Merietta : Family Enterprise Publishers Gabrielsson, J., and M. Huse. (2005). ‘‘Outside’’ Directors in SME boards: A call for Theoretical Reflections, Corporate Board: Role. Duties & Composition, 1, 28–38. Goldman, M., R. Bernshteryn. (2007). Succession planning: Building a talent pipeline. Talent Management, 3, 40-43. Nonaka, I., H. Takeuchi. (1995), The Knowledge-creating Company, Oxford: Oxford University Press. Stafford, K., K.A. Duncan, S.M. Danes and M. Winter (1999), ‘A research model of Sustainable Family Businesses’, Family Business Review, 12(3), 197–208. Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Manajemen. Alfabeta, Bandung. Olson, P.D., V.S. Zuiker, S.M. Danes, K. Stafford, R.K.Z. Heck and K.A. Duncan (2003), ‘The impact of The Family and The Business on Family Business Sustainability’, Journal of Business Venturing, 18(5), 639–66. BIODATA 1. M. Amirudin Syarif Pekerjaan: Dosen tetap Universitas Bina Darma Palembang Pendidikan terakhir: MBA ITB lulus tahun 1998 Email: [email protected] 2. Gagan Ganjar Resmi Pekerjaan: Dosen PNSd pada Universitas Bina Darma Palembang Pendidikan terakhir: Magister Sains UNPAD lulus tahun 2004 Email: [email protected] 3. Andrian Noviardy Pekerjaan: Dosen tetap Universitas Bina Darma Palembang Pendidikan terakhir: Magister Sains UNSRI lulus tahun 2006 Email: [email protected] 37 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS DAN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA Sarwo Edy Handoyoˡ, Albert² ˡUniversitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ²Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK Negara maju memiliki ciri populasi penduduknya yang menjadi wirausaha relatif lebih besar daripada negara yang sedang berkembang. Keberadaan wirausaha yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan berperan dalam membantu negara untuk menyejahterakan rakyatnya. Indonesia adalah negara sedang berkembang dengan populasi penduduknya yang menjadi wirausaha masih relatif kecil. Menjadi hal yang penting untuk membuktikan karakteristik psikologi yang menentukan intensi masyarakat terutama mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Responden penelitian ini adalah 50 mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner secara acak. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan regresi ganda. Berdasarkan uji F dan t menunjukkan lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Dengan demikian karakteristik psikologiS tersebut menjadi penentu intensi berwirausaha. Kata Kunci: lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, kelayakan yang dirasakan, intensi berwirausaha. ABSTRACT Developed countries have the characteristics of its population to become entrepreneurs is relatively larger than the developing countries. The existence of entrepreneurs capable of creating jobs plays a role in helping the country for the welfare of its people. Indonesia is a developing country with its population being entrepreneurial is still relatively small. Becomes important to prove the psychological characteristics that determine the intentions of the public, especially students to become entrepreneurs. Respondents of this study were 50 students of the Department of Management, Faculty of Economics, University of Tarumanagara. Data were collected using questionnaires at random. Data analysis techniques used using multiple regression. Based on F test and t shows the locus of control, selfconfidence, tolerance for ambiguity, and the feasibility of the perceived effect to the intention of entrepreneurship students. Thus the psychological characteristics that determines the entrepreneurial intentions. Keywords: locus of control, self-confidence, tolerance for ambiguity, perceived worthiness, entrepreneurship intention.try with its population being entrepreneurial is intentio PENDAHULUAN Pengangguran menjadi persoalan klasik disemua negara, tak terkecuali Indonesia. Upaya berbagai pihak untuk mengurangi pengangguran terus dilakukan. Perguruan tinggi menjadi ujung tombak untuk mengatasi pengangguran, karena menghasilkan lulusan yang diharapkan tidak hanya siap memasuki dunia kerja tetapi juga mampu memberikan kontribusi menciptakan lapangan pekerjaan. Secara garis besar, mahasiswa memiliki pilihan berkarir untuk menjadi pegawai atau menjadi pengusaha. Kedua pilihan tersebut sama baiknya tergantung kecocokan karakteristik psikologi mahasiswa dengan pilihannya. 38 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Realisasi pilihan berkarir mahasiswa tersebut, terutama menjadi pengusaha dapat mengurangi pengangguran. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryawin mengatakan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen dari total jumlah angkatan kerja yang sebanyak 127,7 juta orang (Warta Ekonomi, Kamis 5 Mei 2016). Melalui penanaman jiwa kewirausahaan pada mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus menekan angka pengangguran dan meningkatkan perekonomian bangsa. Suatu negara bisa dikatakan makmur apabila terdapat minimal 2 persen dari jumlah penduduknya yang menjadi wirausaha (McClelland, 1961). Menurut Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Agus Muharram berdasarkan data Kemenkop UKM tahun 2016 jumlah wirausaha di Indonesia hanya sekitar 1,56 persen dari jumlah penduduk di Indonesia yang sekitar 252 juta jiwa. Menurutnya jumlah wirausaha di Indonesia masih tertinggal ketimbang tiga negara di kawasan Asia Tenggara yakni Singapura, Malaysia, dan Thailand. Ketiganya mencatatkan angka 7 persen, 5 persen, dan 4 persen dari total jumlah penduduk masing-masing. Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda (Kourilsky and Walstad, 1998). Terkait dengan pengaruh pendidikan kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya pemahaman tentang bagaimana mengembangkan dan mendorong lahirnya wirausaha-wirausaha muda yang potensial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keinginan berwirausaha para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan (Gorman et al., 1997; Kourilsky and Walstad, 1998). Sikap, perilaku dan pengetahuan mereka tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk membuka usaha-usaha baru di masa mendatang. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha adalah latar belakang pendidikan seseorang yang berkaitan dengan bidang usaha, seperti manajemen dan bisnis. Drucker (1985) menyatakan bahwa pendidikan formal dan pengalaman kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi potensial utama untuk menjadi wirausaha yang berhasil. Menurut Zimmerer (2002) salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak perguruan tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang kongkrit berdasar masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha (Yohnson 2003, Wu and Wu, 2008). Wirausaha tidak hanya dilahirkan dengan bakat dan potensi sang anak yang melekat pada dirinya pada saat lahir ke dunia, melainkan wirausaha juga dapat diciptakan melalui pendidikan kewirausahaan yang efektif. Orang dapat menerapkan ilmu yang yang telah ia pelajari untuk menciptakan dan mengembangkan sebuah bisnis baru. Asumsi yang melekat dalam pendidikan kewirausahaan adalah bahwa karakteristik dan keterampilan kewirausahaan dapat dikembangkan. Penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan terhadap kewirausahaan telah dihubungkan dengan beberapa 39 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 karakteristik pribadi yang dapat dipengaruhi oleh program pendidikan formal (Gorman et. al. 1997). Karakteristik psikologi individu dapat berupa lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas serta kelayakan yang dirasakan. Anabela et al. (2013) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa percaya diri berpengaruh terhadap intensi berwirausaha sedangkan lokus kendali, toleransi terhadap ambiguitas tidak berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Hasil yang berbeda dibuktikan oleh Yusof et al. (2006) bahwa lokus kendali dan toleransi terhadap ambiguitas memiliki pengaruh terhadap intensi berwirausaha. Selanjutnya penelitian yang dilaukan oleh Linan (2008), Shook and Bratianu (2008), Bektas (2011), dan Dissanayake (2013) menunjukkan bahwa kelayakan yang dirasakan berpengaruh terhadap intensi berwirausaha sedangkan penelitian Linan and Santos (2007) menunjukkan bahwa kelayakan yang dirasakan tidak berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi terhadap permasalahan maka artikel ini memiliki tujuan untuk mengungkap pengaruh karakteristik psikologi terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Lebih spesifik, tujuan tersebut dapat diperinci untuk mengetahui pengaruh lokus kendali, percaya diri, tolerance for ambiguity dan kelayakan yang dirasakan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. TINJAUAN LITERATUR Intensi Berwirausaha Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar (Inpres No.4 tahun 1995). Ifham et. al., (2002) mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap, perilaku individu alam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kewirausahaan adalah proses yang memiliki resiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi wirausahawan. Hisrich et. al., (2008) mengartikan kewirausahaan sebagai proses menciptakan sesuatu yang baru, yang bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi. Kewirausahaan merupakan sebuah cara berpikir yang tidak terbatas pada bisnis, usahawan didefinisikan sebagai seseorang bekerja mandiri atau memulai memiliki bisnis sendiri (Li Wei, 2006). Intensi kewirausahaan juga dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Indarti, 2008). Menurut Lee and Wong (2004) intensi berwirausaha merupakan langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang. Menurut Krueger (1993) intensi berwirausaha adalah komitmen seseorang untuk memulai usaha 40 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 baru dan merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses kewirausahaan untuk pendirian usaha baru. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Anabela et. al., (2013) meneliti tentang karakteristik psikologi dan intensi berwirausaha pada kalangan pelajar sekolah menengah di Portugal. Sampel penelitian berjumlah 74 orang pelajar. Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner self-administered yang disebarkan ke kalangan pelajar sekolah menengah di Portugal. Dari penelitian ini memberikan hasil bahwa percaya diri mempengaruhi intensi berwirausaha para pelajar sekolah menengah di Portugal, sedangkan lokus kendali, toleransi terhadap ambiguitas tidak berpengaruh secara signifikansi terhadap intensi berwirausaha. Penelitian yang dilakukan oleh Yusof et. al. (2006) meneliti tentang hubungan karakteristik psikologis dan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Tun Abdul Razak di Malaysia. Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner selfadministered. Kuisioner yang berhasil dikumpulkan dan yang dapat digunakan untuk analisis data sebanyak 361. Dari penelitian ini memberikan hasil bahwa lokus kendali, toleransi terhadap ambiguitas memiliki pengaruh pada intensi berwirausaha mahasiswa Universitas Tun Abdul Razak di Malaysia. Penelitian yang dilakukan oleh Bektas (2011) meneliti tentang intensi berwirausaha mahasiswa di Turki. Sampel penelitian berjumlah 209 orang mahasiswa. Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner yang disebarkan ke mahasiswa. Dari penelitian ini memberikan hasil bahwa kelayakan yang dirasakan mempengaruhi intensi berwirausaha mahasiswa di Turki. Penelitian yang dilakukan oleh Linan (2008), Shook and Bratianu (2008), Dissanayake (2013), membuktikan bahwa perceived feasibility berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirusaha, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Linan et. al., (2007) membuktikan bahwa kelayakan yang dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha. Pengaruh Lokus Kendali terhadap Intensi Berwirausaha Lokus kendali dibagi menjadi dua yaitu lokus kendali internal dan ekstrenal. Individu dengan lokus kendali internal yang lebih tinggi lebih memiliki sifat kewirausahaan daripada dengan lokus kendali internal yang lebih rendah (Diaz and Rodgriguez, 2003: Rotter, 1996). Lokus kendali dapat didefinisikan sebagai persepsi individu tentang manfaat dan hukuman dalam hidupnya (Pervin, 1980). Menurut Pervin (1980) individu dengan lokus kendali internal percaya bahwa mereka dapat mengontrol peristiwa kehidupan mereka sendiri. Selain itu, menurut Gasse (1985) individu yang mempunyai niat untuk berwirausaha dan memiliki lokus kendali internal percaya bahwa hasil dari usaha bisnis akan dipengaruhi oleh usaha mereka sendiri. Lokus kendali, yang berkaitan dengan persepsi individu dari kemampuannya untuk mempengaruhi peristiwa dalam kehidupan (Rotter, 1966; Begley and Boyd, 1987), is one of the most frequently examined psychological variables in the literature. Individu dengan lokus kendali internal percaya bahwa mereka berada dalam kendali kehidupan mereka. Orang-orang dengan lokus kendali eksternal percaya bahwa kekuatan eksternal 41 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memiliki masukan yang jauh lebih besar dalam hidup mereka daripada tindakan mereka sendiri (Begley and Boyd, 1987). Lokus kendali merupakan sejauh mana individu percaya bahwa prestasi mereka bergantung pada perilaku mereka sendiri. Individu yang menganggap bahwa pencapaian sasaran atau tujuan lebih tergantung pada kemampuan dan tindakan mereka sendiri, bukan keberuntungan atau usaha orang lain (Kuip and Verheul, 2003). Penelitian longitudinal oleh Brockhaus (1980) menunjukkan adanya korelasi positif antara orientasi lokus kendali dan keberhasilan kewirausahaan. Robinson et al. (1991) menyatakan bahwa lokus kendali internal mengarah pada sikap kewirausahaan yang positif dan sebagian besar siswa yang menerima pembentukan wirausaha dapat mengembangkan tingkat lokus kendali yang lebih tinggi dan self-efficiency. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. Ha1: Terdapat pengaruhpositif lokus kendali terhadap intesi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Pengaruh Percaya Diri terhadap Intensi Berwirausaha Tingkat kepercayaan diri yang tinggi merupakan karakteristik standar seorang pengusaha. Pada kenyataannya, karakteristik ini muncul terus-menerus dalam kompilasi studi empiris (Davidsson, 1989). Menurut Robinson et al. (1991) seseorang yang memiliki intensi untuk membuka suatu usaha harus mempunyai sifat percaya diri karena lebih sering berpergian untuk mengurus bisnisnya sendiri, dengan memiliki sifat percaya diri dapat mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Sementara itu menurut Robinson et al. (1991), seorang pengusaha diharapkan memiliki rasa harga diri dan kompetensi dalam hubungannya dengan urusan bisnisnya. Ho and Koh (1992) menyebut rasa percaya diri sebagai karakteristik kewirausahaan dan bagaimana hal itu berkaitan dengan karakteristik psikologis lainnya, seperti lokus kendali, kecenderungan untuk mengambil risiko dan toleransi ambiguitas. Studi empiris dalam literatur kewirausahaan telah menemukan pengusaha memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-pengusaha (Robinson et al., 1991; Ho and Koh, 1992). Mengingat bahwa pengusaha umumnya dianggap sebagai salah satu yang lebih suka untuk memiliki bisnis sendiri, dapat diharapkan bahwa pengusaha harus percaya bahwa ia mampu mencapai tujuan yang ditetapkan (Koh, 1996). Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. Ha2: Terdapat pengaruh positif percaya diri terhadap intesi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Pengaruh Toleransi untuk Ambiguitas terhadap Intensi Berwirausaha Budner (1962) mendefinisikan toleransi terhadap ambiguitas sebagai “kecenderungan untuk melihat situasi ambigu sebagai sumber ancaman”. Dari definisi ini, toleransi terhadap ambiguitas dapat disimpulkan menjadi kecenderungan untuk memandang situasi ambigu dalam cara yang lebih netral. Sementara itu menurut Mitton (1989), pengusaha tidak hanya beroperasi di lingkungan yang tidak pasti, tetapi mereka juga bersemangat melakukan ketidakpastian yang tidak diketahui dan secara aktif mengelola. Oleh karena itu, toleransi terhadap ambiguitas mungkin dianggap sebagai karakteristik kewirausahaan dan seorang wirausaha diharapkan menampilkan toleransi terhadap ambiguitas yang lebih daripada yang lain. 42 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Menurut Begley and Boyd (1987), seseorang yang mempunyai intensi untuk berwirausaha memerlukan sifat toleransi terhadap ambiguitas. Hal ini disebabkan karena banyak keputusan yang harus diambil berdasarkan informasi yang tidak jelas. Seorang wirausaha menghadapi lebih banyak ambiguitas, karena banyak hal yang dilakukan pertama kali untuk menghadapi risiko dalam berwirausaha. McMullen and Shepherd (2006) mengatakan bahwa seorang wirausaha yang sukses harus mempunyai kemampuan untuk menanggung situasi yang tidak pasti. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut. Ha3: Terdapat pengaruh positif toleransi untuk ambiguitas terhadap intesi berwirausaha maha-siswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Pengaruh Kelayakan yang Dirasakan terhadap Intensi Berwirausaha Katz and Gartner (Indarti dan Rostiani, 2008) menyatakan bahwa seseorang dengan intensi untuk memulai suatu usaha akan memiliki kesiapan dan kelayakan yang lebih baik dalam usaha yang akan dijalankannya bila dibandingkan dengan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha. Krueger (1993) memperluas lingkup pengertian tentang kelayakan berwirausaha seseorang yaitu berhubungan kepercayaan diri seorang individu tersebut dengan kemampuannya sendiri untuk membuka bisnis baru yang mana kepercayaan tersebut memiliki hubungannya dengan intensi berwirausaha seseorang untuk menjadi pengusaha. Sagiri and Appolloni (2009) menyatakan intensi berwirausaha berasal dari persepsi kelayakan, keinginan dan kecenderungan untuk bertindak berdasarkan peluang yang ada. Individu mempunyai intensi berwirausaha yang kuat untuk mempunyai usaha ketika mereka merasa usaha tersebut ada kemungkinan untuk dikerjakan (Hisrich, 2008). Dengan demikian hipotesis penelitiannya dapat dinyatakan sebagai berikut. Ha4: Terdapat pengaruh positif kelayakan yang dirasakan terhadap intesi berwirausaha maha-siswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagar yang mengambil konsentrasi kewirausahaan pada tahun 2016. Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode probability sampling. Data primer penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner. Penelitian ini mempunyai empat variabel independen (X) yaitu lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan, dan satu variabel dependen (Y) yaitu intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Operasionalisasi variabel nampak pada table 1 berikut ini. Tabel1 Operasionalisasi Variabel Variabel Pernyataan Skala Lokus Ordi Kegagalan seseorang akibat dari kesalahan yang mereka kendali nal buat (Anabela, et. Banyak hal yang tidak bahagia dalam kehidupan masyarakat al., 2013) yang sebagian disebabkan oleh nasib buruk Saya tidak menikmati hasil, tidak peduli seberapa menguntungkan, jika hasil itu tidak berasal dari usaha saya sendiri 43 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Percaya diri (Anabela, et. al., 2013) Toleransi terhadap Ambiguitas (Anabela, et. al., 2013) Kelayakan yang dirasakan (Kruger,Reilly and Carsud, 2000). Intensi berwirausaha( Anabela, et. al., 2013) Saya bersedia untuk menerima konsekuensi positif dan negatif dari keputusan dan tindakan saya Yang mempengaruhi hasil dari peristiwa dalam hidup saya adalah saya sendiri bukan keberuntungan Saya tidak bisa menunggu dan melihat sesuatu terjadi, saya lebih memilih untuk membuat sesuatu terjadi Saya percaya kesuksesan adalah keberuntungan daripada usaha pribadi Saya mencapai sesuatu ketika saya seorang diri, tanpa ada pengawasan dari siapapun Saya memiliki keyakinan pada kemampuan saya untuk menggapai sesuatu Saya memiliki kelemahan dan ketakutan yang jauh dari terselesaikan Saya meragukan kemampuan saya untuk memulai sesuatu yang baru yang belum diuji Saya menemukan kesulitan dalam menegaskan diri terhadap pendapat mayoritas Bahkan jika saya mampu, pekerja keras dan ambisius, jika saya tidak punya uang, saya tidak bisa memulai bisnis. Keamanan kerja sangat penting bagi saya Pekerjaan yang baik adalah salah satu dengan instruksi yang jelas untuk apa harus dilakukan dan bagaimana hal itu harus dilakukan Saya menikmati bekerja dalam situasi yang tidak terstruktur Mudah bagi saya untuk memulai bisnis saya sendiri Itu akan sangat praktis bagi saya untuk memulai bisnis baru Itu akan tidak ada masalah bagi saya untuk memulai bisnis saya sendiri Ordinal Ordinal Ordinal Ordi Saya siap untuk melakukan apapun untuk menjadi seorang nal pengusaha Tujuan saya adalah untuk menjadi seorang pengusaha Saya akan melakukan segala upaya untuk memulai dan menjalankan perusahaan saya sendiri Saya bertekad untuk membuat sebuah perusahaan di masa depan Saya telah sangat serius berpikir tentang memulai sebuah perusahaan Saya mempunyai niat untuk memulai sebuah usaha suatu hari Data penelitian ini dianalisis menggunakan metode regresi ganda dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 95%. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS (statistical product and service solution). 44 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Responden penelitian ini sebanyak 50 mahasiswa. Seluruhnya merupakan mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara angkatan 2013 yang mengambil konsentrasi kewirausahaan dengan rincian 13 wanita dan 37 pria, 5 mahasiswa berumur di bawah atau sama dengan 22 tahun dan 45 mahasiswa berumur di atas 22 tahun, serta 24 mahasiswa tidak pernah merintis usaha dan 26 mahasiswa pernah merintis usaha. Angket untuk mengumpulkan data telah memenuhi persyaratan uji validitas, reliabilitas dan uji asumsi klasik. Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika signifikansi < 0,05; maka variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika signifikansi > 0,05; maka variabel independen secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Tabel 2 Hasil Pengujian Pengaruh Lokus Kendali, Percaya Diri, Toleransi terhadap Ambiguitas, dan Kelayakan yang Dirasakan terhadap Intensi Berwirausaha secara Parsial (Uji t) Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) B Std. Error 2,631 3,482 TOT_LK ,245 ,085 TOT_PD ,274 TOT_TA TOT_KD Standardized Coefficients Beta t Sig. ,756 ,454 ,321 2,902 ,006 ,086 ,365 3,191 ,003 ,368 ,173 ,246 2,129 ,039 ,561 ,160 ,403 3,513 ,001 a. Dependent Variable: TOT_IB Sumber : output SPSS ver. 22.0 Berdasarkan tabel 2 tersebut maka besarnya sig. variabel lokus kendali (LK), percaya diri (PD), toleransi terhadap ambiguitas (TA), dan kelayakan yang dirasakan (KD) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara semuanya di bawah <0.05. Hal ini menunjukkan hipotesis alternatif pertama (Ha1) lokus kendali berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, hipotesis alternatif kedua (Ha2) percaya diri berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, hipotesis ketiga (Ha3) toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, dan hipotesis alternatif keempat (Ha4) kelayakan yang dirasakan berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Uji koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi di hitung dengan cara mengkalikan adjusted R square dengan 100%. 45 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel3 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate 1 ,700a ,491 ,445 2,104 a. Predictors: (Constant), TOT_KD, TOT_LK, TOT_PD, TOT_TA b. Dependent Variable: TOT_IB Sumber : output SPSS ver. 22.0 Berdasarkan tabel 3 tersebut besar adjusted R square adalah 0,445 yang artinya sebesar 44,5% intensi berwirausaha (Y) dapat dijelaskan oleh lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan. Sisanya sebesar 55,5% dijelaskan oleh variabel lainnya. Pembahasan Untuk hasil uji parsial (uji t), nilai sig. lokus kendali (X1) sebesar 0,006 < 0,05 artinya Ha1 tidak ditolak yaitu: lokus kendali berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Yusof, Sandhu, dan Jain (2006) yang menyatakan bahwa lokus kendali memiliki pengaruh negatif terhadap intensi berwirausaha. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan negara atau daerah, dimana kebudayaan dan karakteristik responden serta status sosial dan ekonomi yang dimiliki cukup beragam dan berbeda-beda. Pada pengujian hipotesis kedua (Ha2) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,003 < 0.05 dengan t hitung = 3,191 pada variabel percaya diri yang artinya H2 tidak ditolak, yaitu: percaya diri berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hal ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Anabela, et. al., (2013) menyimpulkan bahwa percaya diri berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Hasil pengujian hipotesis ketiga (Ha3) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,039 < 0,05 dengan t hitung = 2,129 pada variabel toleransi terhadap ambiguitas yang artinya Ha3 tidak ditolak, yaitu: toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hal ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Yusof, Sandhu, dan Jain (2006) menyimpulkan bahwa toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Begley dan Boyd (2003; dalam Winardi, 2003:33) menyebutkan bahwa seseorang yang mempunyai intensi berwirausaha memerlukan sifat toleransi terhadap ambiguitas. Hasil pengujian hipotesis keempat (Ha4) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,001 < 0,05 dengan t hitung = 3,513 pada variabel kelayakan yang dirasakan yang artinya H4 tidak ditolak, yaitu: kelayakan yang dirasakan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Linan (2008), Shook & Bratianu (2008), Dissanayake (2013) yang juga menyimpulkan bahwa kelayakan yang dirasakan (perceived feasibility) berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha. Menurut Krueger, et. al., (2000) kelayakan yang dirasakan (perceived feasibility) 46 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 merupakan faktor yang berpengaruh dalam mendorong peningkatan intensi berwirausaha. Seorang memutuskan berwirausaha tergantung keyakinan akan kemampuannya dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Semakin tinggi keyakinan kemampuan seseorang seorang berwirausaha maka akan semakin tinggi minatnya untuk mewujudkan usaha. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lokus kendali berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Percaya diri berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Kelayakan yang dirasakan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Saran untuk penelitian berikutnya diharapkan memperluas variabel responden penelitian dan menambah jumlah variabel independen dalam penelitian yang berhubungan dengan intensi berwirausaha. Perguruan tinggi dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk meningkatkan minat mahasiswa untuk berwirausaha. DAFTAR PUSTAKA Anabela, D., Arminda, D. P., Joao, F., Mario, R., Ricardo, G. R., (2013). Psychological characteristics and entrepreneurial intentions Among secondary students. Education and Training, Vol 55, pp. 763-780 Begley, T. M. & Boyd, D. P. (1987). Psychological characteristics of associated with performance in entrepreneurial firms and small businesses. Journal of Business Venturing, Vol. 2. hal. 79-84. Bektas, Fatos. (2011). Entrepreneurial intentions of turkish university students. International Journal of Arts & Sciences. 4(8). hal. 167-181. Turkey: Bogazici University. Brockhaus, R. H. (1980), “Risk-taking propensity of entrepreneurs”, Academy of Management Journal, Vol. 23. No.3. hal. 509-520. Budner, S. (1962), “Intolerance for ambiguity as a personality variable”, Journal of Personality, Vol. 30. hal. 29-50. Diaz, F. & Rodriguez, A. (2003). Locus of control and values of community entrepreneurs. Social Behavior and Personality, Vol. 31 (8). hal. 739-748. Dissayanake, D. M. N. S. W. (2013). The impact perceived desirability and perceived feasibility among undergraduated students in Sri Lanka: an extended model. The Kelaniya Journal of Managemen. Vol. 2 (1), hal. 33-57 Drucker, Peter. F. (1985). Innovation and Entrepreneurship Practice and Principles. New York: Harper and Row, Publishers, Inc. Gasse, Y. (1985). A strategy for the promotion and identification of potential entrepreneurs at the secondary level. Frontiers in Entrepreneurship Research. hal. 538-554. 47 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gorman, G., Hanlon, D., dan King, W. (1997). Entrepreneurship Education: the Australian perspective for nineties. Journal of Small Business Education. Vol. 9. hal. 1-14. Hisrich, D. R., Peters, P. M., and Shepred A. D. (2008). Entrepreneurship 7th ed. New York: McGraw Hill. Ho, T. S. dan Koh, H. C. (1992). “Differences in psychological characteristics between entrepreneurially inclined and non-entrepreneurially inclined accounting graduates in Singapore”. Entrepreneurship, Innovation and Change: An International Journal. Vol. 1, hal. 43-54. Ifham, A. dan Avin, F. H. (2002). Hubungan kecerdasan emosi dengan kewirausahaan pada mahasiswa. Jurnal Psikologi. No. 2. hal. 89-111. Indarti, N. dan Rostiani, R. (2008). Intensi kewirausahaan mahasiswa: studi perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Journal of Economic and Business. Vol. 23. No. 4. http://directory.umm.ac.id Koh, H. C. (1996). “Testing hypotheses of entrepreneurial characteristics: A study of Hongkong MBA students”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 11. No. 3. hal. 12-25. Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad. (1998). Entrepreneurship and female youth: knowledge, attitude, gender differences, and educational practices. Journal of Business Venturing. Vol. 13 (1). hal. 77-88. Krueger, N. (1993). The Impact of Prior Entrepreneurial Exposure on Perceptions of New Venture Feasibility and Desirability. Entrepreneurial Theory Practice, Vol. 18 (1). hal. 5-21. Li, Wei. (2006). Entrepreneurial intention among international students: testing a model of entrepreneurial intention. Journal University of Illinois. Urbana-Champaign. Vol. 12. hal. 449-501. Linan, F. (2008). Skill and value perceptions: how do they affect entrepreneurial intentions? International Entrepreneurship and Management Journal. Vol 4, hal. 257-272 _____, and Santos, F. J. (2007). Does social capital affect entrepreneurial intentions? International Atlantic Economic Society. Vol. 13, hal. 443-45 Mc. Clelland, David C. (1961). The Achieving Society. New York: D. Van Nostrand Company, Inc. McMullen, J. S., & Shepherd, D. A. (2006). Entrepreneurial action and the role of uncertainty in the theory of the entrepreneur. Academy of Management Review. Vol. 31 (1). hal. 132-152. Mitton, D. G. (1989). “The complete entrepreneur”, Entrepreneurship: Theory and Practice. Vol. 1. hal. 9-19. Pervin, L. A. (1980). Personality: Theory, Assesment and Research. New York: John Wiley & Sons. Robinson, P. B., Stimpson, D. V., Huefner, J. C., & Hunt, H. K. (1991). An attitude approach to the prediction of entrepreneurship. Entrepreneurship Theory & Practice, Summer. Vol. 15 (4). hal. 13-30. Rotter, J. B. (1966). Generalized expectations for internal versus external control of reinforcement. Psychological Monographs: General and Applied. Vol. 80 (609). hal. 1-28. 48 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sagiri dan Andrea Appolloni. (2009). Identifying the Effect of Psychological Variables on Entrepreneurial Intentions. DSM Business Review. Vol. 1. No. 2. Shook, C. R. and Britianu, C. (2008). Entrepreneurial intent in a transitional economy: an application of the theory planned of behavior to Romanian students. International Entrepreneurship Management Journal. Vol. 6, No. 3, hal. 231-247. Wu, S. & Wu, L. 2008. The Impact of Higher Education on Entrepreneurial Intentions of University Students in China. Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 15 (4). hal. 752-774. Yohnson. (2003). Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young Entrepreneurs. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 5 (2). hal. 97-111 Yusof, Mohar; Sandhu, Manjit Singh dan Jain, Kamal Kishore. (2007). Relationship between psychological characteristics and entrepreneurial inclination: a case study of students at University Tun Abdul Razak (unitar). Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability, Vol. 3. _____. (2002). Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management. Third Edition. New York: Prentice Hall International Inc. BIODATA Nama Pekerjaan : Sarwo Edy Handoyo, S.E., M.M. : Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara JJA : Lektor Kepala Mata Kuliah yang diampu: 1. Dasar-dasar Kewirausahaan 2. Manajemen Keuangan 3. Penganggaran Perusahaan E-mail : [email protected] Hand phone : 089686777681 49 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 THE ROLE OF SYNERGY, INNOVATION AND CREATIVITY IN THE SUCCESS OF “WAROENG PENYET BU SUNGKONO” Selfiana Akademi Sekretari dan Management Bina Insani, Bekasi, [email protected] ABSTRAK: Waroeng Penyet Bu Sungkono adalah warung yang menyajikan menu favorit ayam bakar, sayur asem dan sambal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sinergi keluarga, kreativitas, inovasi dan produk dalam mengembangkan usaha. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan model analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sinergi keluarga Sungkono,yang terdiri dari anak pertama keluarga Sungkono beserta suaminya, Bapak dan Ibu Sungkono, Mertua dan Pakde dalam bersatu dan bekerjasama mendukung usaha diperlukan. Latar belakang pendidikan pelaku usaha meningkatkan kepercayaan pelanggan. Kreativitas dalam pemilihan nama warung, usaha promosi, pemilihan bahan berkualitas, cara menyajikan, kebersihan produk, tempat memasak, tempat usaha, pemilihan menu, layanan antar, pemesan nasi box, pemilihan pemasok ayam dilakukan untuk menarik minat pelanggan. Inovasi dalam menu yang disajikan, cara memasak membuat produk favorit warung ini memiliki keistimewaan dalam cita rasa yang menggugah selera pelanggan. Sajian yang mengenyangkan dan cita rasanya yang lezat membuat pelanggan melakukan pembelian berulang. Pada akhirnya keunggulan ayam bakar olahan warung ini mampu menjual dirinya sendirinya dan membuat warung menjadi semakin dikenal orang hingga keluar lokasi warung. Produknya bahkan direkomendasikan untuk mengisi kantin di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Ditemukan kesulitan dalam mencari sumber daya manusia jujur dan loyal, kenaikan harga bahan baku utama yaitu ayam dan terutama cabe rawit merah, penentuan harga jual paket box yang berbeda di tempat penjualan yang berbeda, regenerasi dalam hal keahlian memasak menjadi perhatian usaha ini. Kata Kunci: inovasi, kreativitas, produk, sinergi keluarga ABSTRACT: Waroeng Penyet Bu Sungkono is a warung that serves people’s favorite menu of grilled chicken, sayur asem, and sambal. The study aims to determine the role of a family synergy, creativity, innovation and products in developing businesses. This research uses descriptive method with qualitative analysis model. The Sungkono family consists of the Sungkono family's first child and her husband, Mr. and Mrs. Sungkono, her parents in-laws and her uncle (Pakde), The results showed that the family’s synergy of collaboration in supporting a business is required. The educational background of its owner increased customers’ trust. In addition, creativity in forming the warung’s name, promotional efforts, material quality selection, presentation, products hygiene, cooking manner, location, menu selection, delivery services, box order, and chicken supplier selection are selected to attract customers. Innovations in menus and cooking manner resulted on a particular flavor of its favorite menu desirable to the palate. Full plate servings and delicious taste cause repeat orders from customers. At the end, this particular blend of grilled chicken is a hot selling item and became well known even beyond its neighborhood. This warung is even requested by a reputable company in Jakarta to sell their product in the company’s canteen. The owners endure difficulties in finding appropriate human resources who are honest and loyal. Other aspects that become their main concern are the price increase of main ingredients such as chicken and chili, determining different selling price of box orders for different sales areas, as well as passing on the culinary expertise. Keywords: innovation, creativity, product, synergy. 50 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 INTRODUCTION Culinary business is one of the businesses that are currently expanding in Indonesia in particular in West Java. In 2012 The Statistical Agency (BPS) announced a growth of the medium to large size restaurant businesses. In 2007 there were 1,615 and became 2,977 in 2011. In West Java there were 132 in 2007 and grew to 289 in 2011. This data shows that culinary business is a big potential business. Micro, Small and Medium Businesses (UMKM) plays a significant contribution to businesses in general, according to the Indonesian Bank Development Agency. UMKM’s share in the total business activities in Indonesia is 99.99% or 57.54 million units. The UMKM’s contribution to the country’s gross domestic product (GDP) in 2011 is 58.05% and 59.08% in 2012 According to the ISIC’s (International Standard Classification of All Economic Activities) concept, the main economic sectors have nine classifications. This is the data for those sectors based on the Indonesian Bank Development Agency: 1) Agriculture, farming, forestry, and fishery (48.85%); 2) Trade, hotel and restaurant (28,83%); 3) Transportation and Communication (6.88%); 4) Processing Industry (6.41%); 5) Services (4.52%); 6) Financial, Leasing, and Service companies (2.37%); Construction (1,57%); 8) Mining (0.53%); 9) Electricity, Gas and Water (0.03%). Waroeng Penyet Bu Sungkono is a food stall restaurant. The entrepreneur is the first born of the Sungkono family. She and her husband have achieved a fast growth in their business since the business was established in 2012 by renting a location at the front end of Duta Indah Housing Complex at Jl. Raya Duta Indah, Blok A71, Jati Makmur, Bekasi. Consumers visiting this restaurant will sit outside at the outer edge of the restaurant. In the second year, the warung expanded when a neighboring location owner offered his location for lease. The preparation and cooking of food was then done outside whereas the consumers eat inside in a lesehan fashion (sitting on the floor). Following the expansion, the restaurant owner was entrusted to cater a cafeteria of a well known company in Jakarta. Within a short time, the owner will open their third restaurant at Jl. Raya Jati Makmur, Pondok Gede at the Kologad housing complex. This restaurant’s favorite menu is grilled chicken, sayur asem and chili sauce (sambal). The typical sweet flavor spices are well immersed into the chicken meat and the grilling process is done without charcoal which makes it very desirable to the palate. Even the chicken breast which is a non-favorite portion of the chicken becomes desirable. The rice portion is also very generous and thus satisfies consumers. The size of each chicken piece is quite big and will make consumers feel they are given their money’s worth. In short, eating in Waroeng Penyet Bu Sungkono will give consumers high value of money and therefore becomes people’s favorite. This success is due to the support and a solid teamwork from Mr. and Mrs Sungkono, the owner’s parents-in-law and an uncle (Pak De), who chip in and play a role in the growth of the business. Nevertheless, they do face obstacles too. They have problems in finding honest and loyal helpers; they endure price increases in particular in the price of chicken, and red chili; they have difficulties in setting up selling price for box packages for different point of sales, and above all, they encounter issues in the re-generation of chef as well. Amidst these obstacles, with strong determination and motivation to grow their business 51 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 in meeting the people’s need in delicious and hygienic food, the business continues to prosper in gaining potential market share around Duta Indah housing complex, Bekasi. LITERATURE REVIEW 1. Synergy. Synergy is what is called a third alternative. It is neither my way, nor your way but a third and better way than what we each can achieve by our own selves. Synergy is a fruitful effort of respectful and tolerant behaviors that celebrate differences between different people. Synergy involves efforts to solve problems, reach opportunities, and solve differences. A synergic team is a team that self complete and is arranged in a way that members can cover the weaknesses of each other ( Covey, 2010 ). 2. Entrepreneur Entrepreneur, according to Chapter 1 item 3 of the Consumer Protection Law No. 8 of 1999, is individual or business entity that is legally or not legally established and does business in the lawfully vicinity of the Indonesian Republic, both alone or collaboratively, through an agreement to set up business in the economic sector. Entrepreneur in this case includes company, corporation, BUMN, cooperatives, importer, trader, distributors, etc. 3. Product Product is anything that could be offered to a market in order to get attention, bought, used, or consumed and could satisfy needs and wants. The product life cycle can be extended by creative, innovative, or breakthrough efforts such as: 1. Product expansion, where existing product is largely marketed without doing any modification. 2. Product adaptation, where the main product undergoes modification to meet the needs of consumers in a targeted country. 3. Product re-launch, were product is considered old in a certain market but could be introduced in any new ones. (Abdullah & Tantri, 2012) 4. Food Stall (Warung) Business Warung business is a restaurant business of a smaller scale; in particular smaller in its capital. A warung business’ capital could possibly be under 50 million rupiah depending on the business concept and the location (Ayodya, 2016) 5. Creativity According to the Indonesian Dictionary, creativity is the ability to create, or creative power. 6. Innovation Innovation through added value means creating something new by giving added value to an existing product. By doing so, a company possesses an advantage from its competitor and could set higher selling price than the original product (Nusantara, 2016) 7. Previous Researches Theses of Endang Sarijani titled “The Role of Creativity and Innovation of Entrepreneurs in the Diversification of Culinary Product at Kedai Steak & Chicken in 52 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kabupaten Magetan in 2014 (Implementation of Entrepreneurship Education)” shows that the role of creativity and innovation are very important and well required in developing a product, because there will always be new ideas for improving culinary products. At the end, these efforts will increase turnover and thus increases income. RESEARCH METHOD This research uses descriptive method with qualitative analysis. RESULT AND DISCUSSION 1. Synergy Waroeng Penyet Bu Sungkono which is located in Duta Indah Housing Complex, Jati Makmur, Bekasi was initiated by the first born of the Sungkono family and her husband. HY is the entrepreneur and has always dreamed to own a restaurant business where people from every walk of life can enjoy. The knowledge of entrepreneurship that she acquired form a seminar and entrepreneurship lab has empowered this woman, with a master degree in computer, to fulfill her dreams. Her husband, GL, who has the same computer knowledge background, worked as an auditor in a well known hotel in Jakarta. Long before the warung of her dreams was established in 2012, HY and her husband confided their dreams of owning a restaurant to the Sungkonos, her parents. At the beginning, her parents were against this idea, but slowly and surely HY assured her parents of her idea until finally they gave in and gave their blessing and support. To gain more blessings, HY expressed this same dream to her parents-in-law and to an uncle who has experiences as an entrepreneur. These parents-in-law and the uncle gave them their blessings too. The uncle advised this couple to open a fried chicken restaurant and asked them to survey several popular fried chicken restaurants for benchmarking. She bought and brought home several products from different restaurants to be tasted by her mother, Mrs. SK, who has sensitive palate for food. According to Mrs. SK, those fried chicken that HY brought home were less tasty than what she herself can produce. Mrs. SK is an ordinary housewife but an extraordinary cook. HY adores her mother’s cooking. Her mother’s grilled and fried chicken have different taste than any other similar products she has eaten. The ability of Mrs. SK taste bud to taste and evaluate a dish is exceptionally high and well known to their neighbors. Mrs. SK was nominated ‘master chef’ who invented the fried chicken, grilled chicken, sayur asem and chili sauce a la bu Sungkono. Mr. SK is a retiree of a well known private bank in Jakarta. Mr. SK was entrusted by HY to supervise their warung. HY and her husband GL, then started, little by little, to buy the cooking utensils and equipments. They bought big and small equipments one at a time, both special equipment and supporting ones. The restaurant was opened on March 12th 2012 and during the first year; it was managed by Mr. and Mrs. SK with several assistants. The restaurant was opened from 9 am to 7 pm. At that time, HY worked during the day and her husband GL worked during the night, but they both were able to manage the restaurant after work. In 2013, HY and GL started to give more time and be more focused to the restaurant. In the same year, they decided to add a new dish, which is the grilled chicken. That was the turning 53 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 point for Waroeng Penyet Bu Sungkono. That year the restaurant showed development. In 2014 HY and GL finally decided to focus on their restaurant business and left their regular jobs. Now, Mr. SK is the person responsible for one new branch in Palmerah, Jakarta. HY is the entrepreneur with lots of idea to develop her business who takes care and is responsible for the operation of the restaurant. GL who has a passion in the culinary sector takes care of the kitchen and takes up the role as chef. The uncle does the training and monitoring of business. The in-laws helped in the financial side. This warung is a free interest business The knowledge background of the entrepreneurs have become the support that increase influenced of consumer’s trust 2. Innovation The warung’s main dish is grilled chicken, sayur asem and chili sauce. The chicken they used is a 1.1 kg chicken cut into 4 pieces. At the beginning, they could sell 10 whole chickens per day, now it has become a minimum of 100 chickens per day. The process of grilling pieces of chicken is done three times from 5 am for approximately two hours. For the grilled menu, each chicken is cut into the breast and thigh pieces, and then it is seasoned with spices and soya bean sauce, and then boiled in a pot. While it is simmering, the pot is shaken several times, and then the chickens are taken out. The seasoning is boiled until thick, and then the chicken pieces are put in this paste and left to simmer. After that, the seasoned pieces of chicken are put in a wok already filled with other seasonings, and then water is added and then cooked. For grilled chicken, the breast and thigh are not separated, and they are cooked with seasoning until all the spices are absorbed. This multiple steps of cooking resulted in a well seasoned chicken pieces that can last for more than 24 hours. Grilled chicken are barbequed on a specific grilled without using charcoal so that it is not hazardous to people’s health. The sweet and tender taste makes this a sought after product. Mrs. SK is the one who ensures that the taste of the dishes is guarantee according to her standard. Mrs. Sungkono’s sayur asem has three flavors: sweet, hot, and fresh. The content of this soup are chayote (labu siam), sweet corn, young corn (putren) and long green beans (kacang panjang) with chicken stock. It only contains 4 vegetables because the owner doesn’t want it to look like junk where lots of vegetables are mixed into one. Consumers can eat all the content without having to choose or leave out anything. Chili sauce (sambal) as a complementary dish goes through two processes. Small red chilies are boiled first, then crushed with a blender, then boiled again with salt. The warung offers delivery order in form of boxes. They offer a variation of packaged menus that meets the budget and need of consumers. 3. Creativity The decision to name the restaurant “Waroeng Penyet Bu Sungkono” was based on the Sungkono’s name. It is unique and has a selling sound and furthermore, people in the area are already familiar with the Sungkono’s name. At the sixth month after opening, HY tried to change the name to “Waroeng Penyet Bunda Heni”, but it does not sound familiar to consumers and could not replace the previous name which already became a brand name. So it was changed back to the original name. It has the name “penyet” because at first HY wanted to focus on the fried chicken penyet dish 54 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 The choice of location, in Duta Indah Housing Complex, Bekasi, West Jawa, was based on the home of HY. It is close to her house. Besides that, the Sungkono family is a well known name in that complex. The cooking process of frying and grilling the chicken pieces are done in the outer front of the dining area. The dishes offered are displayed in a glass covered cart so that consumers could choose the food themselves. The dining area is inside and free from the smoke and smell of cooking process, and it is laid out in a lesehan manner where people sit on mats from very low dining tables. The preparation of drinks and a ready to eat sayur asem are done inside because no cooking process is involved. The menu offered at the beginning of the establishment was fried chicken, sayur asem, chili sauce, soya bean cake and tofu (tahu and tempe) and fruit juices. Packaged menus are also offered to gain interest. A package of Rp 15.000 consists of rice, fried chicken, sayur asem, and chili sauce. As of 2013 their favorite menu is grilled chicken, sayur asem, lalapan (raw vegetables), chili sauce, tahu and tempe, grilled or fried catfish/nila fish, grilled rice and a variety of homemade dishes sold in plastic wraps The SK family also distributed 200 brochures by ojek drivers. They offered delivery service for consumers of the vicinity. Further request of delivery service are served based on minimal orders. The warung used to be opened at 9 am, but now it is opened as of 8 am until 9 pm with a 3 shift staff. HY thinks that the potential buyers are mostly in the morning, being employees going to work and housewives accompanying their children to schools. The dishes offered in the morning are homemade dishes such as a variety of vegetables dishes, grilled rice, a variety of sautéed dishes, noodles or rice noodles, and a variety of chilly sautéed dishes, all in individual plastics wraps The choice of supplier is also an item that the owners take careful attention to, in particular the supplier of chicken. They searched for supplier that is able to supply good quality chicken on time. HY and Mrs. SK decided to take two chicken suppliers to avoid being dependent to only one. The location of the supplier is relatively near to the location where they cook. One of the advantages of Waroeng Penyet Bu Sungkono is the good quality of the chicken. They are always fresh, delivered every day at 4.30 am and relatively big in size. The serving of food for eat-in consumers is in a rattan plate layerd with brown paper food wrap, filled with a large serving of rice, grilled/fried chicken, grilled/fried nila or catfish, chili sauce, lalapan, and other vegetables of choice. Servings are done quickly, simply, and results in satisfaction and comfort to consumers. The large serving makes it a filling meal with affordable price. Those are another satisfying point for the consumers which gives high value of money. Hygienic product and place to cook as well as to eat are also a point of interest to consumers. The process of cleaning is done several times. Cooking is done in HY’s house just in front of the warung so HY and her husband could well control their staff in the process of cooking and serving. Although the main warung is only 5x4m, consumers feel comfortable because staff always clean up after each consumer leave the premises. Box and deliver orders are offered by the warung. Currently, almost 500 boxes are produced each day and delivered to various destinations. Box orders will increase during Ramadhan month, end of a school year, and beginning of a school year. 55 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 4. Innovative Product Table1. Products of Waroeng Penyet Bu Sungkono Main Product 1. Rice 2. Grilled / fried chicken 3. Sayur Asem 4. Lalap 5. Chili sauce Complementary Product 1. Fried / grilled tahu and tempe 2. Chicken liver and gizzard (ati & ampla) 3. Gilled / fried nila fish 4. Grilled / fried catfish 5. Variety of vegetable : Soup, chilly sautéed krecek (sambal goreng krecek), urap, chilly sautéed potato (sambal goreng kenang), rice noodle 6. Packaged Menu : fried / grilled chicken, fried / grilled catfish, fried / grilled nila fish 7. Rice: white rice, grilled rice with tiny salted fish / chicken 8 Drinks : iced sweet tea, hot sweet tea, iced orange juice, hot orange juice, bottled / glassed mineral water, fresh tea Source: Waroeng Penyet Bu Sungkono The grilled chicken, sayur asem and chili sauce have such a delicious taste that their reputation exceed Duta Indah housing complex. In 2016 HY received an unexpected request from a big company in Palmerah, Jakarta to cater for their cafeteria. Someone who is impressed with the taste of their grilled chicken recommended the warung to the company. The opening of a new business in the cafeteria went smoothly after a sample was brought to the company, tasted, and met the company’s standard requirement. Table 2. Menu Prices of Waroeng Penyet Bu Sungkono Menu Fried / grilled chicken Fried / grilled nila fish Fried / grilled catfish Fried tempe / tahu Grilled Tempe / tahu Chicken ati & ampla Price ( in Rp ) 14.000 14.000 15.000 1.000 1.500 3.000 Menu Sayur asam Vegetable soup Sambal goreng krecek/kentang Urap Rice noodle Menu Price ( in Rp ) Packaged menu : (chicken/fish, tempe/tahu, sayur) - Fried / grilled chicken package 22.000 - Fried / grilled cat fish package - Fried / grilled nila fish package Drinks : - Iced sweet tea - Hot sweet tea - Fresh tea Price ( in Rp ) 7.000 7.000 7.000 7.000 6.000 Menu White Rice Grilled rice with tiny salted fish/chicken Price ( in Rp ) 4.000 10.000 22.000 23.000 3.000 3.000 4.000 Source : Waroeng Penyet Bu Sungkono 56 - Iced orange juice - hot orange juice - bottled mineral water 5.000 5.000 3.000 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Table 3. Varian Boxed Menu and Tumpeng Prices of Waroeng Penyet Bu Sungkono Product Boxed rice 8. Tumpeng Rice Remarks Menu : rice, fried rice, fried tahu, sambal goreng krecek, chili sauce & lalapan Menu : rice, fried chicken, capcay, sambal goreng kentang & ati, chili sauce & lalapan Menu : rice, grilled chicken, urap, fried tahu, chili sauce & lalapan Menu : yellow rice, sambal goreng tempe, grilled chicken, potato patty (perkedel kentang), chili sauce & lalapan Menu : grilled rice, fried meat, fried tahu dan tempe, chili sauce & lalapan Menu : rice, grilled chicken, sambal goreng krecek, capcay. Menu : rice, gudeg, chicken kari (opor ayam), sambal goreng krecek, bacam tahu/tempe, fruit Menu : yellow rice, fried/grilled chicken, sambal goreng tempe, eggs, perkedel kentang Source : Waroeng Penyet Bu Sungkono Current estimate of the turnover is minimum Rp 7.000.000 per day coming from two locations and boxed orders. Boxed orders per day are a minimum of 500 boxes requested by individual, school, government as well as private establishments. Boxed menu is available for customization. Unfortunately the entrepreneur does not have systematic bookkeeping records. The justifications of purchases are not systematically recorded. 5. Obstacles The main obstacle they endure is a difficulty to find trustworthy and loyal human resources to assist in the warung. Before HY and her husband totally focused themselves in the business, they often found discrepancies between the total sales and the total cash. They even underwent more than three changes of assistants in a year. Another obstacle is the price increase of their main raw material i.e. small red chilies that increased to Rp 150,000 per kilo to cater to their daily need of 40 kilos per day. At one time, price of chicken rose significantly too and the suppliers couldn’t sell their chicken at those high prices which then forced the owner to go and queue at a traditional market in Pasar Induk. Although some of the main raw material rose, HY kept her selling price unchanged. There is another obstacle with the delivery charges. It was set at Rp 500 per box. All her assistants comply with that price except Mr. SK. He sometimes feels that Rp 500 is nothing and thus omits the rate to some consumers. It becomes a problem for HY because she received complaints from consumer on that price difference. Last obstacle experienced is re-generation of chef. This warung is owned by the first generation of Sungkono. The recipe of all the dishes was set and held exclusively by Mrs. SK. Maintaining the quality of the flavor becomes a difficult task for others. HY as the daughter of the recipe’s owner, is not a chef and is only interested in managing the business and trying various ideas. In 2014, Mrs. SK got sick and HY and her husband are forced to try to fill in her role. They duplicated the measurements of all the spices to keep the warung going. From then on, HY and GL began to get the gist of cooking their chicken dishes. 57 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 CONCLUSION AND IMPLICATION The role of synergy, innovation, and creativity is required to develop Waroeng Penyet Bu Sungkono. Teamwork between the family members has empowered the development of the warung because family is the first loyal and trustworthy part of the business. Continuous innovation and creativity have kept the business going The entrepreneur must always innovate and be creative towards the products in particular to the menu offered. The addition of grilled chicken in 2013 was a turning point for this business to reach an exceptionally fast growth. The initial menu of fried chicken with lalap, chili sauce, tahu and tempe, has grown to various dishes including the rice box. The recipe derives from grilled chicken and applied to other menus so that it becomes effective and efficient. It is efficient because there is no left over seasoning for any dish. And promotion was done through word-of-mouth. This study could be used as reference by new entrepreneurs trying to get their hands in opening a warung. Family synergy, motivation, and determination to continuingly innovate and create, become the main capital of an entrepreneur. This research could be a reference to further studies. As a suggestion, this study would like to recommend that the owner of this business starts to record all outgoing and incoming fund regularly and in orderly manner in classified posts in order to have quick and accurate data vital to support a decision making. To keep track of customers’ satisfaction, the owner could formulate a questionnaire and make it available on each table for eat-in customers. REFERENCE Abdullah,T. dan Tantri, F, (2012). Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Ayodya, W., (2016). Business Plan Usaha Kuliner Skala UMKM. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Covey,S.R., (2010). The 8th Habit Melampaui efektivitas Menggapai Keagungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Kotler, P and Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran, Jakarta : Penerbit Airlangga. Nusantara, E., (2016). Monozukuri : Rahasia Mencapai Produk Berkelas Dunia. Jakarta : Pena Nusantara Sarijani, E., (2015). Peran Kreativitas dan Inovasi Pelaku Usaha dalam Diversifikasi Produk Kuliner Pada Kedai Steak & Chicken di Kabupaten Magetan tahun 2014 (Implementasi Pendidikan Kewirausahaan). Tesis Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta. Jurnal hukum, 2016. Pengertian Pelaku Usaha serta Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha (diupdate 6 Juni 2016 oleh Wibowo Turnady). Tersedia di http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/ [ Diakses pada 27 Maret 2017 ] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. Kreativitas. Tersedia di Pranala (link):http://kbbi.web.id/kreativitas [ Diakses pada tanggal 27 Maret 2017] 58 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 BIODATA Selfiana, S.E., M.M. was born in Jakarta on 2nd of September 1971. She graduated from Aksek / LPK Tarakanita Jakarta in 1993. In 2001 she graduated from University of Borobudur, Jakarta majoring in Management, and in 2013 graduated from a school of Management Currently holds a position of Head of Secretary Program in Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani (2015 – 2019), as well as being a lecturer of management and communication subjects. Researches and writing : “Hubungan Interpersonal Dalam Membentuk Komunikasi Antar Pribadi Yang Efektif dan Keberhasilan Peran Serta Tugas - tugas Sekretaris”; page. :213 - 230; Main author, Jurnal Administrasi Kantor; ISSN : 2337 - 6690; Vol.2; No. 1; Februari 2014; Nasional Tidak Terakreditasi. “Etika Profesi Sekretaris Yang Berlandaskan Pancasila”; page.: 377 - 388; Main author, Jurnal Administrasi Kantor; ISSN : 2337 - 6690; Vol.2; No. 2; Agustus 2014; Nasional Tidak Terakreditasi. “Budaya Organisasi Mempengaruhi Employee Engagement di Perusahaan Kontraktor Telekomunikasi alihan Perusahaan Jepang”; page.:447-465; Main author, Jurnal Administrasi Kantor; ISSN : 2527-9769; Vol. 4; No.2; Desember 2016; Nasional Tidak Terakreditasi. “Penggunaan Smartphone Sebagai Media Komunikasi Sekretaris di Profesinya:; Prosiding; Aksek Widya Mandala, Surabaya, 2016. Receiver of research fund (hibah pemula) from Kemenristekdikti 2017 as first author titled “Pengaruh Motivasi Penggunaan Media Sosial Terhadap Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Komplek Perumahan, Jati Melati, Pondok Melati, Bekasi ( Kasus Penggunaan Facebook )” 59 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH MODAL MANUSIA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DAN MOTIVASI TERHADAP KESUKSESAN KARIR PADA UKM DI TANGERANG Muhammad Tony Nawawi Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]. ABSTRAK: Ada empat tujuan dalam penelitian ini: Pertama, untuk mengeksplorasi efek dari modal manusia pada kesuksesan karier. Kedua, untuk mengeksplorasi efek dari kompetensi kewirausahaan pada kesuksesan karier. Ketiga, untuk mengeksplorasi efek motivasi pada kesuksesan karier. Keempat, untuk mengeksplorasi efek antara modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi secara simultan pada kesuksesan karier. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kecil di kota Tangerang. Sampel dari penelitian ini dikumpulkan dari pemilik usaha kecil di kota Tangerang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 50 responden. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis. Hasilnya: (a) modal manusia tidak memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (b) kompetensi kewirausahaan memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (c) motivasi tidak memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (d) modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir secara bersamaan. Kata Kunci: modal manusia; kompetensi kewirausahaan; motivasi ; kesuksesan karier; ukm. ABSTRACT: There are four purposes in this study: First, to explore the effects of human capital on career success . Second, to explore the effects of entrepreneurial competencies on career success. Third, to explore the effects of motivation on career success. Fourth, to explore the effects among human capital, entrepreneurial competencies, and motivation simultaneously on career success. The population of this research are all the owner of small business in Tangerang city. The samples of this research are collected from the owner of small business in Tangerang city . The method of data collection was conducted by distributing questionnaires to 50 respondents. The technique of data analysis used in this study was multiple regression analysis to examine the hypotheses. The results are: (a) human capital have no significant and positive effects on career success ; (b) entrepreneurial competencies have significant and positive effects on career success; (c) motivation have no significant and positive effects on career success; (d) human capital, entrepreneurial competencies, and motivation have significant and positive effect on career success simultaneously. Keywords: human capital; entrepreneurial competencies; motivation ; career success;SME. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh sektor perdagangan, baik perusahaan besar, menengah maupun usaha kecil. Peranan usaha kecil menengah (UKM) sangat besar pada kegiatan ekonomi masyarakat dalam hal ; penyediaan barang dan jasa, penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai tambah bagi produk daerah, peningkatan taraf hidup (Timothy, A, 1999). Dilihat dari jumlah unit usaha dan 60 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 penyerapan tenaga kerja, usaha mikro, kecil, dan menengah menempati posisi penting dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh data yang mengindikasikan bahwa jumlah usaha mikro dan kecil di Indonesia pada 2009 tercatat tidak kurang dari 52 juta orang (99,92%). Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha mikro dan kecil tercatat lebih dari 93 juta orang (88,59%) (Data Kemenkop dan UKM, 2010). Wirausaha dapat diartikan sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan tepat guna memastikan sukses (Mitchermore, 2013). Wirausaha-wirausaha yang memiliki modal manusia yang tinggi meningkatkan kesempatan bagi usaha mereka untuk bertahan dan sukses (Draganidis, Fischer, dan Mentzas, G.2006). Kesuksesan karir merupakan akumulasi dari hasil kerja dan kondisi psikologis yang positif, yang dihasilkan dari pengalaman kerja seseorang (Seibert dan Kraimer, 2001). Modal manusia disini seperti pendidikan formal, pengalaman kerja, dan pengalaman berwirausaha. Kompetensi kewirausahaan mencakup karakter individual, termasuk ciri-ciri pribadi, pengetahuan, dan keahlian, yang mendukung performa kerja kewirausahaan yang efektif atau tinggi (Man, 2005). Kompetensi kewirausahaan dibagi menjadi 10 kelompok, yaitu kompetensi peluang, relasi, analitis, inovasi, operasional, manusia, strategi, komitmen, pembelajaran,dan keunggulan diri. Motivasi adalah penghubung antara niat dan tindakan bagi wirausaha-wirausaha (Carin dan wiklund, j, 2010). Kesuksesan karir objektif dicerminkan dari pencapaian hasil objektif yang terlihat seperti jabatan organisasi, promosi jabatan, dan kompensasi. Kesuksesan karir objektif ditunjukkan dari pencapaian yang memperlihatkan “Pemahaman sosial bersama” baik di lingkungan organisasi maupun sosial (Carin dan wiklund, j, 2010). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modal manusia terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, mengetahui pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, mengetahui pengaruh motivasi terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang dan mengetahui pengaruh modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang. TINJAUAN LITERATUR 1. Modal Manusia (Human Capital). Modal manusia dapat menginvestasikan dirinya sendiri melalui berbagai bentuk investasi SDM, diantaranya pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman kerja, kesehatan, dan gizi serta transmigrasi (Nanang, 2004:7). Menurut Schermerhon dalam Saban,Echdar (2013:42), modal manusia dapat diartikan sebagai nilai ekonomi dari SDM yang terkait dengan kemampuan, pengetahuan, ide-ide, inovasi, energi dan komitmennya. Modal manusia merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan. Pembentukan nilai tambah yang dikontribusikan oleh modal manusia dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya 61 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 akan memberikan sustainable revenue di masa akan datang bagi suatu organisasi (Malhotra 2004 dan Bontis 2002 dalam Rachmawati dan Wulani 2004). 2.Kompetensi Kewirausahaan (Entrepreneurship Competencies). Menurut Nakhata (2007:3) kompetensi kewirausahaan mencakup karakter individual, termasuk ciri-ciri pribadi, pengetahuan, dan keahlian, yang mendukung performa kerja kewirausahaan yang efektif atau tinggi. Menurut Bird dalam Li Xiang (2009:2) kompetensi kewirausahaan didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasar seperti pengetahuan khusus, motif, sifat, gambar diri, peran sosial dan keterampilan yang menghasilkan lahirnya sebuah usaha, keberlangsungan dan / atau pertumbuhan. 3.Motivasi (Motivation). Menurut Zimmerman dan Chu (2013:78) motivasi adalah penghubung antara niat dan tindakan bagi wirausaha- wirausaha. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003:41). 4. Kesuksesan Karir. Menurut Gulsal, Karavardar (2014:1) kesuksesan karir didefinisikan sebagai akumulasi pekerjaan positif dan hasil psikologis akibat pengalaman kerja seseorang. Menurut Gattiker dan Larwood dalam Nakhata (2007:4) kesuksesan karir pada wirausaha UKM akan diukur dari pendapatan (kesuksesan karir objektif) dan kepuasan karir (kesuksesan karir subjektif) karena indikator tersebut telah banyak digunakan untuk penelitian. Menurut Becker dalam Nakhata (2007:3) modal manusia mengacu pada pendidikan, pribadi, dan pengalaman profesional seorang individu yang dapat meningkatkan pencapaian karir mereka dan sering diteliti sebagai prediktor keberhasilan karir. Untuk Mitchelmore dan Rowley, Jennifer (2013), kompetensi adalah semua fitur dan kualitas yang diperlukan orang untuk melakukan tugas sesuai kebutuhan dan harapan. Ini adalah tambahan dari semua kemampuan yang dikenali (bakat), tren perilaku (sikap), fitur kepribadian dan pengetahuan yang diperoleh, teoritis atau datang dari pengalaman. Menurut Boyatzis dalam Man,Thomas (2005:2) karakteristik yang mengarah ke kompetensi bisa menjadi motif, sifat, aspek citra diri seseorang atau peran sosial, keterampilan, atau isi pengetahuan di mana ia menarik. Menurut Zimmerman dan Chu (2013:77) memahami apa yang memotivasi individu untuk terlibat dalam kewirausahaan adalah penting dalam studi penciptaan bisnis. Menurut Carsrud dan Brannback dalam Zimmerman dan Chu (2013:78) mengemukakan bahwa motivasi adalah penghubung antara niat dan tindakan dari pengusaha, dan tampaknya ada hubungan antara motivasi dan kinerja. Menurut Zimmerman dan Chu (2013:78) faktor motivasi dapat meliputi faktor internal maupun eksternal bagi pengusaha mengklasifikasikan motivator dalam empat kategori: imbalan ekstrinsik, independen / otonomi, imbalan intrinsik, dan penjaminan keluarga. Menurut Yalcin dan Kapu (2008) dalam Zimmerman dan Chu (2013:78) mengklasifikasikan motivasi kewirausahaan dalam empat kategori: keuangan, pengakuan, kebebasan, dan tradisi keluarga (yaitu, motif untuk melanjutkan bisnis keluarga dan meniru anggota keluarga). 62 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian ini antara lain: Nakhata (2007) yang menjelaskan hasil penelitian nya bahwa human capital (modal manusia) dan entrepreneurial competencies (kompetensi kewirausahaan) memiliki hubungan positif terhadap kesuksesan karir objektif dan subjektif. Studi ini menyediakan bukti secara teoritis dan empiris untuk faktor- faktor penting dalam memahami kesuksesan karir pada pengusaha- pengusaha usaha kecil dan menengah. Dalam hasil penelitian yang dibuat oleh Zimmerman dan Chu (2013) dalam kaitannya dengan motivasi menyatakan bahwa faktor paling penting dalam memotivasi responden yang menjadi pengusaha adalah keinginan untuk menjadi pemilik usaha dan meningkatkan pendapatan. Modal Manusia ( ) Kompetensi Kewirausahaan( Motivasi ( ) H1 H2 H3 Kesuksesan Karir (Y) ) H4 Gambar 1. Model Penelitian Sumber: Nakhata (2007) Adapun hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi kewirausahaan terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang .H3: Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang .H4: Terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang . METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kecil (UKM) di Kota Tangerang. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non probability sampling yaitu convenience sampling. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 20 UKM . 63 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Angket yaitu dengan menyebarkan angket pada pemilik usaha kecil (UKM) di Kota Tangerang. Sedangkan pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala likert, yang merupakan bentuk skala yang hanya menandai atau menuliskan nomer yang sesuai dengan tingkat “setuju” atau “Ketidaksetujuan” responden terhadap setiap rangkaian pernyataan yang menggambarkan sikap terhadap obyek yang diteliti (Schiffman dan Kanuk, 2007). Kemudahan penggunaan skala likert menyebabkan skala ini lebih banyak digunakan oleh peneliti. Kelly and Tincani (2013), misalnya, menggunakan skala likert untuk mengukur perilaku kerjasama individu yaitu dengan meng-ukur variabel ideologi, perspektif, pela-tihan pribadi, dan pelatihan orang lain. Skor pernyataan positif dimulai dari 1 s.d 5 (sangat tidak setuju (STS) s.d. sangat setuju (SS). Skor pernyataan negative dimulai dari 1 s.d. 5 ( sangat setuju (SS) s.d. sangat tidak setuju (STS)). Penelitian ini menggunakan analisis data regresi ganda, dengan bantuan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.0 for Windows. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil dari uji validitas butir-butir pernyataan dengan SPSS : Tabel 1 Hasil Pengujian Validitas Modal Manusia Butir Pernyataan MM1 MM2 MM3 Corrected Item-Total Correlation .716 .642 .592 Keterangan Valid Valid Valid Berdasarkan tabel 1 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel modal manusia diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir pernyataan dari MM1 sampai dengan MM3 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan mengenai modal manusia dinyatakan valid. Tabel 2 Hasil Pengujian Validitas Kompetensi Kewirausahaan Butir Pernyataan KK1 KK2 KK3 KK4 KK5 KK6 KK7 KK8 KK9 KK10 Corrected Item-Total Correlation .250 .528 .492 .506 .590 .496 .533 .512 .569 .502 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Berdasarkan tabel 2 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel kompetensi kewirausahaan diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk 64 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 butir pernyataan dari KK1 sampai dengan KK10 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan mengenai kompetensi kewirausahaan dinyatakan valid. Tabel 3 Hasil Pengujian Validitas Motivasi Butir Pernyataan Corrected Item-Total Correlation Keterangan M1 .465 Valid M2 .258 Valid M3 .664 Valid M4 .358 Valid Berdasarkan tabel 3 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel motivasi diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir pernyataan dari M1 sampai dengan M4 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan mengenai motivasi dinyatakan valid. Tabel 4 Hasil Pengujian Validitas Kesuksesan Karir Butir Pernyataan Y1 Y2 Y3 Y4 Corrected Item-Total Correlation .276 .653 .628 .478 Keterangan Valid Valid Valid Valid Berdasarkan tabel 4 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel kesuksesan karir diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir pernyataan dari Y1 sampai dengan Y4 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan mengenai motivasi dinyatakan valid. Berikut adalah hasil dari uji reliabilitas dengan SPSS : Tabel 5 Hasil Pengujian Reliabilitas Cronbach's Variabel N of Items Keterangan Alpha MM .801 3 Reliabel KK .813 10 Reliabel M .641 4 Reliabel KKarir .707 4 Reliabel Berdasarkan tabel 5 yang merupakan hasil pengujian reliabilitas diketahui bahwa nilai alpha cronbach untuk semua variabel lebih besar dari 0,6. Maka semua variabel tersebut adalah reliabel dan layak digunakan. 65 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil Analisis Data Tabel 6 Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF Modal Manusia Kompetensi Kewirausahaan .984 1.016 .964 1.037 Motivasi .979 1.021 a. Dependent Variable: Kesuksesan Karir Pada tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa perhitungan nilai tolerance menujukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.1. Dan juga, perhitungan nilai VIF menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel independen (modal manusia, kompetensi kewirausahaan dan motivasi) yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Jadi dapat disimpulkan, bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi. Analisis Regresi Ganda Analisis regresi digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Tabel 7 Analisis Regresi Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig 1.588 .119 B Std. Error Beta Constant 1.881 1.185 Modal Manusia (MM) -.060 .108 -.073 -.556 .581 Kompetensi Kewirausahaan (KK) .634 .198 .426 3.206 .002 Motivasi (M) -.118 .157 -.099 -.753 .455 a. Dependent Variable: Kesuksesan Karir (Y) Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat diartikan sebagai berikut: Berdasarkan tabel 7 tersebut, dapat dirumuskan persamaan regresi ganda sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e 66 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Y = 1.881 - 0,06 MM + 0,634 KK - 0,118 M Dimana : Y MM KK M = Kesuksesan Karir = Modal Manusia = Kompetensi Kewirausahaan = Motivasi Tabel 8 Sum of Squares Model 1 ANOVAb of test F df Mean Square Regression Residual 3.610 3 1.203 13.046 46 .284 Total 16.656 49 F 4.243 Sig. .010a a. Predictors: (Constant), Motivasi, Modal Manusia, Kompetensi Kewirausahaan b. Dependent Variable: Kesuksesan Karir Berdasarkan analisis uji-F pada tabel 8 di atas, Sig < 0.05 dimana tingkat signifikansi adalah 0.010 dan F hitung > F tabel yaitu 4.243 > 2.81 maka dari hasil tersebut berarti H0 ditolak yaitu terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia (X1), kompetensi kewirausahaan (X2), dan motivasi (X3) secara bersama-sama terhadap kesuksesan karir (Y) pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang. Tabel 9 Model R R Square Model Summaryb Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .466a .217 .166 .533 a. Predictors: (Constant), Rata-rata Motivasi, Rata-rata Modal Manusia, Rata-rata Kompetensi Kewirausahaan b. Dependent Variable: Rata-rata Kesuksesan Karir Berdasarkan analisis pada tabel 9 di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai R square sebesar 0.217 yang berarti 21.7% dari variabel kesuksesan karir dapat dijelaskan oleh variabel modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi, sedangkan sisanya sebesar 78.3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini. PEMBAHASAN Hasil uji hipotesis pertama, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel modal manusia terhadap variabel kesuksesan karir. 67 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil uji hipotesis kedua, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel kompetensi kewirausahaan terhadap variabel kesuksesan karir. Hasil uji hipotesis ketiga, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel motivasi terhadap variabel kesuksesan karir. Hasil uji hipotesis keempat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi berpengaruh secara simultan terhadap kesuksesan karir. Pada penelitian ini variabel modal manusia dan motivasi secara parsial tidak terdapat pengaruh terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, hal tersebut dikarenakan modal manusia maupun motivasi saja tidak akan mempengaruhi kesuksesan karir jika tidak diimbangi dengan kompetensi kewirausahaan yang baik seperti salah satunya yaitu pembelajaran. Penelitian oleh Nakhata (2007) mendukung hasil dari variabel kompetensi kewirausahaan dan modal manusia yang berpengaruh terhadap kesuksesan karir secara simultan, dan variabel kompetensi kewirausahaan terhadap kesuksesan karir secara parsial, namun tidak dengan modal manusia yang hasil penelitian penulis tidak berpengaruh terhadap kesuksesan karir secara parsial. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Chu (2013) dalam kaitannya dengan motivasi adalah dikatakan bahwa faktor paling penting dalam memotivasi responden yang merupakan pengusaha adalah keinginan untuk menjadi pemilik usaha dan meningkatkan pendapatan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian dan Pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bahwa Modal manusia tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, Kompetensi kewirausahaan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, Motivasi tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, Modal manusia, Kompetensi kewirausahaan, dan Motivasi secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang. Dengan demikian implikasinya terhadap manajerial bagi pemilik UKM, supaya tetap meningkatkan kompetensi kewirausahaannya agar usaha mereka dapat lebih sukses sehingga dapat berkembang menjadi usaha kecil menengah yang mandiri dan profesional. Saran bagi peneliti yang selanjutnya , sebaiknya untuk menambah variabel latar belakang keluarga, modal sosial, kepribadian dan modal usaha pada penelitiannya sehingga lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Carin, Holmquist dan Wiklund, Johan (2010), Entrepreneurship and the cretion of small firms.,USA: Edward Elgar Publishing Limited. Gulsah Karavardar. (2014). Career commitment, subjective career success and career satisfaction in the context of hazelnut processing industry in giresun/turkey. International Journal of Business and Management; Vol. 9, No. 6. 68 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Judge, Timothy., Mueller, John K. dan Bretz, Robert. D. (2004). A longitudinal of sponsorship and career success. Business Administration. Vol.57. : 271-303. Kelly, Amy, and M Tincani. (2013). Collaborative Training and Practice among Applied Behavior Analysts who Support Individuals with Autism Spectrum Disorder. Education and Training in Autism and Developmental Disabilities 48(1) : 120–131 Li Xiang. (2009). Entrepreneurial competencies as an entrepreneurial distinctive: an examination of the competency approach in defining entrepreneurs. Journal of institutional knowledge Singapore. Malhotra, N.K. (2004). Marketing research : an applied orientation 4th Edition. New Jersey : Prentice- Hall. Man, Thomas W.Y dan Lau, Theresa. (2005). The context of entrepreneurship in Hong Kong: an investigation through the patterns of entrepreneurial competencies in contrasting industrial environments. Journal of Small Business and Enterprise Development. Mitchelmore, Siwan dan Rowley, Jennifer. (2013). Entrepreneurial competencies of women entrepreneurs pursuing business growth. Journal of Small Business and Enterprise Development. Nakhata, Chinintorn. (2007). The effects of human capital and entrepreneurial competencies on the career success of SME entrepreneurs in Thailand. Journal of Business Review. Nanang Fattah. (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Ng, Thomas W.H. (2005). Predictors of objective and subjective career success: a meta-analysis. Personnel Psychology 58.2. Schiffman,L.G. & L.L.Kanuk (2007). Consumer Behavior, 9 Pthed,Upper Saddle River, New Jersey:Prentice Hall. Saban, Echdar, (2013) .Effect of internal and external environment of human capital development. Journal of Business and Management. Suprihanto John, dkk. (2003). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Timothy A. Judge. (1999). The big five personality traits, general mental ability, and career success across the life span. Personnel Psychology 52.3, Autumn. Zimmerman, Monica. dan Chu, Hung Manh. (2013). Motivation, success, and problems of entrepreneurs in Venezuela. Journal of Management Policy and Pratice. BIODATA Nama NIK/NIDN Tempat dan Tanggal Lahir Status Perkawinan Perguruan Tinggi Alamat Alamat Rumah Alamat e-mail : Drs. M. Tony Nawawi, MM. : 10191031/0321036301 : Kalianda, Lampung-Selatan, 21 Maret 1963 : Kawin anak 3 orang. Agama : Islam : Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara sejak tahun 1991 – sekarang. : Jl. Let-jend S. Parman no. 1, Jakarta Barat.Telp./Faks. : 021-5655508-10 : Jln.H.Sikam Raya Gg.H.Kisan, Kunciran Indah Rt.03/013 no. 52, Kecamatan Pinang Kota Tangerang Provinsi Banten. Telp./Faks. : 0815 115 77 121/081906461741 : [email protected] 69 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 FENOMENA MAKANAN INSTAN DAN MAKANAN TRADISIONAL PADA SISWA SMA SLH PALOPO Selvi Esther Suwu Universitas Pelita Harapan, Tangerang, [email protected] ABSTRAK Indonesia mempunyai beragam jenis makanan karena Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya, jenis makanan ringan/snack hingga beragam makanan pokok yang berasal dari makanan tradisional hingga makanan instan. Walau mempunyai berbagai jenis makanan orang Indonesia mempunyai kebiasaan makan yang serupa yaitu tiga kali sehari, makan pagi/sarapan, makan siang dan makan malam, di antaranya dapat diselingi dengan makan makanan ringan/snack. Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui fenomena yang ada pada siswa SMA SLH Palopo terhadap makanan instan dan makanan tradisional. Peneliti berfokus pada perilaku konsumen, sebagai responden ialah siswa SMA SLH Palopo. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, data didapat dari kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah fenomena perilaku siswa SMA SLH Palopo dilihat dari frekuensi konsumsi maka terlihat hampir sama seringnya antara makan makanan instan dan makanan tradisional, jenis makanan instan yang disukai adalah mie instan dan makanan tradisional adalah nasi kuning, dan alasan menyukai makanan instan karena mudah dibuat sementara makanan tradisional rasanya yang sesuai dengan selera responden . Kata Kunci : Makanan Instan, Makanan Tradisional, Siswa SMA SLH Palopo ABSTRACT Indonesia has a variety of foods because Indonesia consists of various cultures, snacks to a variety of staple food, from traditional food to instant food. Despite having different types of food, Indonesians have similar eating habits three times a day, breakfast, lunch and dinner, among that can be interspersed with snack . The purpose of this research is to know the phenomenon that existed in SMA SLH Palopo students towards instant food and traditional food. Researchers focus on consumer behavior, as respondents are high school students SLH Palopo. The research methodology used is qualitative with descriptive analysis, data obtained from the questionnaire. The result of this research is the phenomenon of SMA SLH Palopo students seen from the frequency of consumption its almost same between eating instant food and traditional food, the preferred instant type of food is instant noodles and traditional food is Nasi Kuning, and the reason for instant food because it is easy to make while the traditional food taste appropriate to the respondents. Keywords : Instan Food, Traditional Food, SMA SLH Palopo Students PENDAHULUAN Natur dosa dalam diri manusia membuat manusia dalam menghadapi pilihan untuk mengonsumsi makananpun seringkali salah, hanya yang disukai bukan yang sesuai kaidah kesehatan seperti makan makanan sehat. Hal ini seharusnya dimengerti karena tubuh adalah pemberian Tuhan dan harus dijaga dengan baik. Namun yang terjadi adalah makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang sesuai selera/kebiasaan bahkan makanan kesukaan biasanya makanan yang tidak sehat dan menjadi makanan favorit. Kebiasaan makanan yang tidak baik seperti makanan cepat saji atau instan sebaiknya dihindari, karena kesehatan itu berasal dari akumulasi makanan yang kita konsumsi. Menurut (Suhardjo, n.d) pada bukunya “ Pola makanan / kebiasaan makan : cara seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap 70 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial disebut pola makanan/kebiasaan makan.” dapat dikatakan faktor-faktor yang banyak memengaruhi perilaku konsumen salah satunya adalah kekuatan sosial budaya. Ada banyak orang yang baru menjaga kesehatannya dengan makan makanan sehat setelah usia diatas 40 tahun atau bahkan ketika sudah terkena penyakit akibat dari yang dikonsumsi. Sementara sebenarnya kesehatan harus dijaga sejak dini. Hal ini disadari oleh pemerintah dimana pemerintah telah memberi pembelajaran mengenai hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat dan menghindari makanan instan sejak sekolah dasar. Pengetahuan makanan sehat ada pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas 3 SD , (Priyono dan Titik Sayekti, 2008) membahas mengenai makanan yang mengandung bahan pewarna, pengawet dan bahan penyedap. Dalam KBBI versi online menjelaskan arti kata instan adalah “instan/in·stan/ a langsung (tanpa dimasak lama) dapat diminum atau dimakan (tentang mi, sup, kopi, susu bubuk)” Biasanya makanan instan mengandung bahan pewarna, pengawet dan bahan penyedap. Tapi justru secara umum anak-anak dan remaja menyukai makanan instan, seperti dijelaskan dalam bukunya “Flavor –Bagi Industri Pangan” (Winarno, 2002)“Alison James, seorang anthropologist Inggris terkemuka di dunia memberi gambaran bagaimana para kawula muda dapat menggunakan apa yang mereka makan, untuk mencirikan dirinya sebagai anak untuk membedakan diri dari mereka yang telah dewasa.” Melihat ini peneliti ketika mengunjungi Sekolah Lentera Harapan Palopo di sebuah kota kecil di Sulawesi Selatan tertarik untuk meneliti mengenai fenomena makan yang terjadi di remaja sekolah tersebut. Palopo adalah kota kecil di daerah Sulawesi Selatan, jaraknya 6-7 jam dari Makassar, Palopo adalah kota pelabuhan yang otomatis menjadi tempat persinggahan kapal yang mendarat/menepi, hal itulah yang membuat Palopo lebih maju daripada daerah lain di sekitarnya, lebih maju maksudnya sudah ada pusat perbelanjaan walaupun kecil. Hotel atau penginapan cukup banyak di Palopo. Palopo tidak mempunyai makanan tradisional secara khusus, makanan tradisionalnya kurang lebih sama dengan kota lainnya di Sulawesi Selatan, seperti kue Bagea, nasi kuning, minuman saraba. Di Palopo terdapat beberapa sekolah, salah satunya adalah SLH yang terdiri dari sekolah TK-SD-SMP-SMA. Peneliti tertarik untuk meneliti siswa SMA karena menurut peneliti siswa SMA sudah mampu untuk menentukan makanan yang akan di konsumsi dengan memilih yang terbaik. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui fenomena yang ada pada siswa SMA SLH Palopo terhadap makanan instan dan makanan tradisional. TINJAUAN LITERATUR Makanan Instan Menurut KKBI online, Makanan instan : instan/in·stan/ a langsung (tanpa dimasak lama) dapat diminum atau dimakan (tentang mi, sup, kopi, susu bubuk) Makanan tradisional : makanan asli daerah asal Teori Perilaku konsumen Teori perilaku yang digunakan pada penelitian ini adalah perilaku konsumen yang terkait dengan kebiasaan yang diambil dari buku (Sutisna, 2002)Perilaku Konsumen : 71 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 “Kebiasaan dalam perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku pembelian yang berulang yang tanpa disertai dengan mencari informasi yang lebih banyak dan tanpa mengevaluasi pilihan dari alternatif yang tersedia.” Kebiasaan dalam mengonsumsi makanan dibahas dalam buku Laura J yang di terjemahkan oleh (Suhardjo, n.d) “Mengembangkan kebiasaan pangan, memperlajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, di mulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian perilaku yang berakar di antara kelompok penduduk.” (Suhardjo, n.d) Manusia memiliki indera perasa yang sama namun memiliki reaksi yang berbeda tiap orangnya, menurut (Suhardjo, n.d) “Reaksi indera rasa terhadap makanan sangat berbeda dari orang ke orang. Selain pengaruh reaksi indra terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi makin terpengaruh oleh pendekatan melalui media massa. Radio, televisi, pamflet, iklan dan bentuk media massa lain, yang beberapa diantaranya kini telah mencapai daerah pedesaan yang terpencil, efektif dalam merubah kebiasaan makanan.” (Suhardjo, n.d) Dalam penelitian ini selain dilihat perilaku konsumen dalam perilaku kebiasaan juga didapat bahwa ada pola makanan/ kebiasaan makanan, masih dalam buku yang diterjemahkan oleh Suhardjo (Suhardjo, n.d) “Pola makanan / kebiasaan makan : cara seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial disebut pola makanan/kebiasaan makan.”( Suhardjo, n.d) Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku konsumen salah satunya adalah kekuatan sosial budaya, seperti menurut (Mangkunegara, 2005) pada bukunya Perilaku Konsumen, “kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan (small refence groups), dan keluarga.” Pentingnya dampak sosial-budaya pada pangan yang meliputi hal-hal seperti dituliskan dibawah ini, menurut (Suhardjo, n.d) pada bukunya 1. Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan. 2. Arti mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam pembagian dan pola makanan. 3. Hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola makan dan status gizi. 4. Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan. 5. Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima sedangkan lainnya ditolak atau hanya dimakan jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi. Dilihat dari sudut Anthropologi masyarakat dalam memilih pangan yaitu menurut (Winarno, 2002) “Orang-orang Indonesia sebagai individu, keluarga dan masyarakat memiliki suatu sistem nilai, kepercayaan dan tradisi yang telah menjadi landasan bagaimana mekanisme terjadinya pilihan pangan terjadi, dan hal itu menjadi pengaruh yang memantapkan kebiasaan makan kita.” 72 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif seperti yang dijelaskan dalam buku Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial oleh (Iskandar, 2013). Menurut (Iskandar, 2013)pendekatan penelitian yang digunakan adalah “pendekatan penelitian fenomenologi, studi kasus, grounded theory dan penelitian sejarah, serta penelitian tindakan, yang diuraikan secara detail dalam bab jenis-jenis pendekatan penelitian kualitatif.” Penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel adalah sampel tujuan menurut (Iskandar, 2013) pada bukunya yaitu “pengambilan sampel berdasarkan penilaian subyektif peneliti berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya dengan pertimbangan tertentu.” Sampel yang diambil peneliti adalah keseluruhan siswa SMA Sekolah Lentera Harapan Palopo, sebanyak 103 siswa, tetapi saat penyebaran kuesioner siswa hanya ada 98 orang. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber data dengan penyebaran “kuesioner kepada subjek penelitian bertujuan untuk memperoleh data atau informasi mengenai masalah penelitian yang menggambarkan variabel-variabel yang diteliti.”(Iskandar, 2013) Validasi dilakukan oleh ahli berdasarkan isi dan bahasa. Tempat penelitian : Penelitian ini dilakukan di Sekolah Lentera Harapan Palopo, Sulawesi Selatan Waktu Penelitian : Oktober 2016 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh peneliti dari kuesioner dibuat presentase lalu dijabarkan secara deskriptif dan kemudian di analisis di bandingan mengenai pendapat responden antara makanan instan dan makanan tradisional. Tabel 1. Jenis makanan instan yang sering di konsumsi sehari-hari MI SOSIS BUBUR NO INSTAN INSTAN INSTAN LAINNYA 1 76 5 3 Nasi, ikan, sayur Gorengan Snack Susu Kopi Ikan Kaleng Siomai Tahu Teh Gelas Ayam goreng cepat Kentang, Ayam, saji Telur Roti kopi Minuman instan Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 1 sebanyak 84 siswa, 14 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 . 73 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Melihat dari tabel 1 ini responden menyebutkan jenis makanan instan yang sering mereka konsumsi, 76 responden = 76/84 X 100%= 90.48 % menyebutkan mie instan sebagai jenis makanan instan yang sering mereka konsumsi, 5/84 X 100%=5,95 % orang yang sering mengonsumsi sosis instan, 3/84 X100%= 3,57% orang sering mengonsumsi bubur instan sisanya lainnya. Tabel 2. Frekuensi konsumsi makanan instan 1 KALI 2 KALI 3 KALI > 3 KALI NO SEMINGGU SEMINGGU SEMINGGU SEMINGGU 1 28 26 18 21 Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 2 sebanyak 93 siswa, 5 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 . Tabel 2 responden menyebutkan frekuensi/banyaknya mereka mengonsumsi makanan instan tersebut dalam satu minggu, sebanyak 28 responden=28/93 X100%=30,11 % menyebutkan 1 kali seminggu, 26 responden=26/93 X100%=27,96 % menyebutkan 2 kali seminggu dan 18 responden=18/93 X100%=19,35 % menyebutkan bahwa 3 kali seminggu mengonsumsi makanan instan tersebut, 21 responden= 21/93 X 100%=22,58 % mengonsumsi lebih dari 3 kali seminggu. Tabel 3. Alasan responden menyukai makanan instan MUDAH HARGANYA MUDAH NO RASANYA DIDAPAT MURAH DIBUAT LAINNYA 1 39 22 15 56 Jika mendesak. Tidak ada makanan lain. Tidak mengantuk di sekolah. Tidak ada pilihan Lain jika ibu tidak memasak. Enak. Pada tabel 3 ini berisikan pendapat responden mengenai alasan responden menyukai makanan instan yang artinya responden dapat memilih beberapa alasan yang sesuai dengan kesukaannya dan artinya juga bahwa perhitungan pada tabel ini tidak dapat dibuat persentasenya karena tiap responden mungkin menjawab lebih dari satu alasan. Tabel 4. Jenis makanan tradisional yang sering dikonsumsi NASI KUE NO KUNING TRADISIONAL LAINNYA 1 54 40 Nasi, ikan, Kue bolu sayur Nasi goreng Sokko Gudeg Tempe, tahu Rw Piong 74 Gado-gado Coto Bakso daging kerbau Deppa, tori Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 4 sebanyak 94 siswa, 4 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 4. Sebanyak 54 responden=54/94 X100%= 57,45% menjawab nasi kuning yang sering mereka konsumsi dan sebanyak 40 responden mengatakan kue tradisional yang sering mereka konsumsi, 40/94 X 100% =42,55% Tabel 5. Frekuensi responden mengonsumsi makanan tradisional SATU KALI 2 KALI 3 KALI > 3 KALI NO SEMINGGU SEMINGGU SEMINGGU SEMINGGU 1 28 22 22 25 Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 5 sebanyak 97 siswa, 1 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 . Sebanyak 28 responden=28/97 X100%=28,87 % mengonsumsi makanan tradisional satu kali seminggu, 22 responden=22/97 X100%=22,68% mengatakan 2 kali seminggu, 22 responden=22/97 X100%= 22,68% juga mengatakan 3 kali seminggu dan 25 responden=25/97 X 100%=25,77% mengatakan lebih dari 3 kali seminggu mengonsumsi makanan tradisional. Tabel 7. Pendapat responden menyukai makanan tradisional MUDAH HARGANYA MUDAH NO RASANYA DIDAPAT MURAH DIBUAT LAINNYA 1 78 14 7 4 Karena setiap hari keluarga menyiapkan makanan tradisional Sehat Sudah menjadi kebiasaan Bahan-bahannya alami Tabel 7 ini juga berisikan pendapat responden mengenai makanan tradisional yang artinya alasan responden bisa berbagai macam maka tidak dapat dibuat persentasenya. Analisis Keseluruhan Hasil tabel 1 di temukan bahwa makanan instan yang paling sering di konsumsi oleh responden adalah mie instan sebanyak 90.48 % responden, sisanya sebesar 5,95%responden sering makan sosis instan dan 3,57% responden sering makan bubur instan. Hal ini memperlihatkan bahwa mie instan jenis makanan instan yang paling sering dimakan dan bila dilihat dari tabel 2 yang berisikan frekuensi responden mengonsumsi makanan instan tersebut akan terlihat bahwa frekuensinya merata cukup tinggi dalam seminggu yaitu 30,11 % responden mengonsumsi 1 kali seminggu, 27,96 % responden 2 kali seminggu dan terlihat lebih sedikit dalam 3 kali seminggu 19,35 % responden, kemudian 22,58 % responden mengonsumsi lebih dari 3 kali seminggu. Jadi frekuensi makan makanan instan ini merupakan perilaku kebiasaan seperti menurut 75 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 (Sutisna, 2002) “ Kebiasaan dalam perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku pembelian yang berulang yang tanpa disertai dengan mencari informasi yang lebih banyak dan tanpa mengevaluasi pilihan dari alternatif yang tersedia.” Jika dikaitkan dengan jenis makanan instan yang paling banyak dikonsumsi responden yaitu mie instan dengan frekuensi mengonsumsi yang cukup tinggi dalam seminggu akan ditemukan bahwa responden yaitu siswa-siswa SLH Palopo kemungkinan cukup banyak mengonsumsi mie instan sebanyak lebih dari 3 kali seminggu, artinya perilaku pembelian untuk produk mie instan cukup tinggi. Hasil pendapat dari responden mengenai alasan menyukai makanan instan yang paling besar adalah 56 responden mengatakan makanan instan mudah dibuat. Sementara pada makanan tradisional hanya ada 4 responden yang mengatakan makanan tradisional mudah dibuat. Ini memperlihatkan remaja sekarang menyukai kepraktisan dalam memilih makanan dan lebih mengedepankan hal ini dari pada rasa yang hanya 39 responden yang menyatakan menyukai makanan instan karena rasanya. Responden yang masih remaja terlihat menyukai makanan instan yang praktis dalam penyajian 22 responden mengatakan mudah didapat dan faktor harga yang terjangkau menjadi alasan terakhir responden sebanyak 15 menyukai makanan instan. Pendapat responden mengenai makanan tradisional mulai dari yang sering di konsumsi yaitu nasi kuning sebesar 57,45% responden memperlihatkan nasi kuning adalah makanan khas palopo yang rasanya enak ini didapat dari 78 responden berpendapat seperti itu. Mengonsumsi makanan tradisional dapat dikatakan sebagai kebiasaan makan seperti menurut (Suhardjo, n.d) “Pola makanan / kebiasaan makan : cara seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial disebut pola makanan/kebiasaan makan.” Jika ditelusuri lebih jauh lagi frekuensi responden mengonsumsi makanan tradisional ini hampir sama frekuensi makan makanan instan dalam seminggu 1 kali yaitu 28,87 % responden makan makanan tradisional sedangkan dalam mengonsumsi makanan instan sebanyak 30,11 % (perbedaan yang tipis), artinya walaupun responden mengonsumsi makanan instan mereka tetap mengonsumsi makanan tradisional karena memang sudah diperkenalkan oleh keluarga. Perbedaan frekuensi responden mengonsumsi makanan instan dan makanan tradisional pada penelitian ini tidak terlihat menyolok yang artinya memang responden seimbang dalam mengonsumsi makanan yang ada antara makanan instan dan tradisional yaitu 27,96 % responden yang mengonsumsi makanan instan dan 22,68% responden mengonsumsi dua kali seminggu dan tiga kali seminggu responden makan makanan tradisional, perbedaan hanya 5,28%. Sedangkan dalam mengonsumsi makanan instan lebih dari tiga kali seminggu sebesar 22,58 % dan 25,77% responden mengonsumsi makanan tradisional lebih dari tiga kali seminggu. Pendapat responden yang adalah siswa-siswa SMA SLH Palopo mengenai alasan menyukai makanan tradisional adalah rasanya, makanan tradisional yang menjadi khas daerah palopo yaitu nasi kuning mempunyai rasa yang memang sesuai dengan selera responden. “Orang-orang Indonesia sebagai individu, keluarga dan masyarakat memiliki suatu sistem nilai, kepercayaan dan tradisi yang telah menjadi landasan bagaimana mekanisme terjadinya pilihan pangan terjadi, dan hal itu menjadi pengaruh yang memantapkan kebiasaan makan kita.” (Winarno, 2002) 76 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil sebesar 14 responden mengenai alasan menyukai makanan tradisional adalah mudah didapat cukup berbeda walaupun tidak berbeda jauh dengan alasan responden menyukai makanan instan yang mengatakan mudah didapat yaitu 22 responden ini memperlihatkan makanan tradisional lebih sulit didapat daripada makanan instan. Hal ini hampir sama dengan persentase dalam responden berpendapat bahwa harga murah bukan faktor mereka mengonsumsi makanan tradisional maupun instan yaitu sebesar 15 responden yang mengatakan makanan instan murah dan 7 responden yang mengatakan makanan tradisional murah. Faktor harga tidak menonjol dalam pemilihan responden terhadap makanan karena harga makanan instan dan makanan tradisional di Palopo tidak berbeda jauh walaupun makanan tradisional masih lebih mahal . Berbeda dengan alasan responden menyukai makanan instan paling besar karena mudah dibuat sebesar 56 responden mengatakan demikian dan menurut 4 responden mudah membuat makanan tradisional, perbedaan yang terlihat jauh yang artinya makanan instan disukai karena praktis dan mudah dibuat daripada makanan tradisional. Alasan lain ditemukan bahwa siswa mengonsumsi makanan tradisional karena memang sudah disiapkan oleh keluarga dan makanan tradisional adalah makanan yang sehat hal ini sesuai dengan teori di mana menurut (Suhardjo, n.d) beberapa dampak sosial-budaya pada pangan salah satunya adalah “arti mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam pembagian dan pola makanan, hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola makan dan status gizi.” Selain keluarga memang menyiapkan sehari-hari, keluarga juga memperhatikan gizi dengan menyediakan makanan sehat. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat dari (Mangkunegara, 2005) bahwa seseorang menyukai makanan tradisional adalah karena keluarga memang menyiapkan setiap hari di rumah dan kebiasaan, juga alasan kesehatan, terbuat dari bahan-bahan alami . “kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan (small refence groups), dan keluarga.” KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Fenomena yang terjadi secara umum dapat dilihat dari frekuensi mengonsumsi makanan instan dan makan makanan tradisional, alasan responden menyukai makanan instan dan atau alasan responden menyukai makanan tradisional, terakhir adalah jenis makanan instan dan jenis makanan tradisional. Hasil penelitian memperlihatkan frekuensi konsumsi makanan instan dan tradisional rata-rata hampir sama besarnya per minggu. Alasan responden menyukai makanan instan lebih pada praktis (mudah dibuat) sedangkan untuk makanan tradisional responden berpendapat rasa menjadi alasan utama disukai. Sedangkan untuk jenis makanan instan yang paling banyak dikonsumsi adalah mie instan dan jenis makanan tradisional yang paling disukai ialah nasi kuning. Dari sini dapat terlihat bahwa siswa kelas 12 SMA SLH walaupun seperti remaja umumnya menyenangi makanan instan namun juga tetap menyenangi makanan tradisional, namun akan lebih baik bila makanan tradisional lebih disukai bukan sekadar rasanya tapi dari alasan kesehatan yaitu baiknya/alaminya bahan yang digunakan pada makanan tradisional, kembali ke intinya bahwa tubuh adalah pemberian dari Tuhan maka tubuh adalah bait Allah yang harus dijaga sejak dini. 77 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Saran 1. Melihat hasil penelitian ini peneliti memberikan masukan untuk pemerintah agar lebih mempromosikan makanan tradisional ke masyarakat umum terutama pada remaja, melalui acara-acara di kabupaten atau kecamatan 2. Sebaiknya makanan tradisional lebih diperkenalkan lagi melalui pembelajaran di sekolah bukan hanya disekolah dasar saja. DAFTAR PUSTAKA Iskandar. (2013). Metodologi penelitian pendidikan dan sosial. Ciputat, Jakarta : Referensi. KBBI online, http://kbbi.web.id/instan Mangkunegara. (2005). Perilaku konsumen, edisi revisi. Bandung : PT. Refika Aditama. Priyono, Titik Sayekti (2008), Ilmu pengetahuan alam 3, Untuk SD dan MI Kelas III, Jakarta- Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan. Tersedia di http://bse.kemdikbud.go.id/index.php/buku/read/dea747ab-5bd9-42f2-88dc4bb8cc6bcbf9 [Diakses pada tanggal 29 Maret 2017]. Suhardjo, (n.d), Pangan, gizi dan pertanian, (Laura J.H., Brady J.D., Judy A.D.)Fakultas Pertanian Bogor(Original work published 1981). Sutisna. (2002). Perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Winarno F.G.(2002).Flavor bagi industri pangan. Bogor : M-BRIO PRESS. BIODATA Nama : Selvi Esther Suwu, S.E., M.M. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Sept 1975 Institusi : Universitas Pelita Harapan, Tangerang Fakultas : FIP-TC, Pendidikan Ekonomi Email : [email protected] 78 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PETA MODEL RESILIENSI RANTAI PASOK UMKM DI JAWA TIMUR Lilia Pasca Riani Fakultas Ekonomi, Universitas Nusantara PGRI Kediri, [email protected] ABSTRAK: Sektor UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian nasional meskipun banyak terjadi turbulensi kondisi dan konjungtur ekonomi yang tidak pasti, UMKM dituntut tetap bertahan dan tetap menjalin partnership dengan stakeholdernya. Berdasarkan jenis barang yang diproduksi, UMKM dibagi menjadi 4 kategori, yaitu UMKM yang memproduksi makanan/minuman, UMKM yang memproduksi sandang dan alas kaki, UMKM produk kerajinan kayu, kulit dan tanaman, dan UMKM penghasil barangbarang dari logam. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan model rantai pasok yang diterapkan oleh UMKM, membuat formulasi rantai pasok menurut kategori UMKM berdasarkan jenis barang yang di produksi. Dan menganalisis kecenderungan resiliensi rantai pasok UMKM. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 9 (sembilan) pemetaan model rantai pasok UMKM sesuai dengan kategori UMKM berdasarkan jenis barang yang di produksi, dan 99% UMKM melakukan resiliensi rantai pasoknya sesuai dengan perubahan tren perekonomian di Jawa Timur Kata Kunci: Rantai Pasok, UMKM, resiliensi, Jawa timur ABSTRACT : SMEs sector has an important role in national economic despite the turbulence and economic conjunctures of uncertain conditions , SMEs are required to survive and maintain partnerships with stakeholders. Based on the type of goods produced, SMEs are divided into 4 categories, namely SMEs producing food / beverages, SMEs that produce clothing and footwear, SME produce wooden products, animal skin, and plants, and SMEs producing metal goods. The purpose of this research is to map out supply chain model applied by SMEs, to make supply chain formulation according to the SMEs category based on the type of goods in production. And analyze the trend of resilience of SMEs supply chain. The result of this research is there are 9 (nine) mapping of SME supply chain model according to the category of SMEs based on the type of goods in production, and 99% of UMKM conduct their supply chain resilience in accordance with the change of economic trend in East Java. Keywords: Supply Chain, SMEs, resilince, East Java. PENDAHULUAN Kecenderungan untuk bertahan merupakan keharusan bagi para pelaku ekonomi, terutama untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di era turbulensi konjungtur ekonomi yang tidak menentu ini. Menjalin partnership dengan stakeholder adalah salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam menghadapi ketidakpastian situasi. Mengelola rantai pasok yang dinamis dan adaptif merupakan langkah yang tepat. Mulai dari integrasi pemasok bahan-bahan baku dan bahan pembantu, sampai pada menjalin kolaborasi yang erat dengan distributor dan konsumen penggunanya. Persaingan yang semakin ketat menimbulkan berbagai masalah yang semakin kompleks disamping permasalahan klasik seperti kurangnya kesadaran pembuatan produk yang berkualitas, dan minimnya kesadaran proses produksi yang higienis, 79 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 penggunaan teknologi yang masih sederhana dengan menggunakan alat-alat produksi manual, serta ketidak sanggupan menyediakan produk dalam jumlah besar membuat UMKM di Jawa Timur sulit bersaing di pasar global. Dalam penyediaan bahan bahan, mayoritas UMKM masih membeli bahan baku maupun bahan-bahan pembantu secara insidental, dengan membeli di pasar atau di warung toko terdekat, belum ada pemikiran untuk berkolaborasi dengan penyedia bahan baku secara terstruktur dan kesepakatan periodik. Begitu juga dengan produk jadi yang sudah siap dijual, sistem pemasaran yang belum terstuktur seringkali menyulitkan pengusaha kecil dan menengah ini untuk menjual barangnya. Belum memiliki merk produk yang dikenal oleh masyarakat menjadi celah bagi distributor untuk membeli produk dari UMKM dengan harga yang murah kemudian diberi label tertentu oleh distributor kemudian dijual dengan harga yang mahal, serta perubahan teknologi informasi yang sangat cepat, dan komunikasi jejaring sosial yang dinamis. Sebuah tantangan bagi pelaku UMKM untuk bertahan dan beradaptasi dengan menjalin kolaborasi yang erat dengan stakeholdernya di era yang tidak pasti seperti sekarang ini. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan model resiliensi yang diterapkan oleh UMKM di Propinsi Jawa Timur. TINJAUAN LITERATUR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Terdapat beragam definisi mengenai UMKM yang dikemukakan oleh BPS, Kemenkeu, KemenkopUMKM, maupun Kementrian industri dan perdagangan, UMKM di Jawatimur dengan berbagai karakteristiknya memenuhi kriteria disebut UMKM. Ditinjau dari bahan bakunya, UMKM dibagi menjadi 4 jenis, yaitu UMKM pengolah makanan dan minuman, UMKM yang memproduksi barang atau kerajinan dari logam, UMKM pembuat pakaian dan alas kaki, serta UMKM pengolah kayu, kulit dan tanaman untuk kerajinan. Karakteristik UMKM menyebutkan bahwa, produk yang di buat oleh UMKM mayoritas merupakan produk untuk memenuhi keinginan seseorang, bukan memenuhi kebutuhan (Hamidin et, al., 2013). Misalnya UMKM pembuat anyaman rotan atau bambu atau kerajinan dari kayu. Konsumen membeli dengan harga yang sangat mahal. Contoh lain menunjukkan UMKM pengolah makanan dan minuman, meskipun makanan merupakan kebutuhan pokok, namun banyak UMKM restoran atau cafe yang memberi citra bahwa konsumen datang ke restorang atau cafe tersebut lebih dikarenakan keinginan bersantai atau berkumpul bersama komunitasnya dengan berbagai varian makanan minuman, bukan untuk sekedar makan. Manajemen Rantai Pasok Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) menurut Heizer dan Render (2014) merupakan pengintegrasian seluruh aktifitas mulai dari pengadaan bahan hingga pelayanan, perubahan bahan baku menjadi barang setengah jadi dan menjadi produk akhir serta pengiriman kepada pelanggan melalui sistem distribusi. Sejalan dengan pengertian tersebut, Hayati (2014) mengemukakan bahwa Supply Chain Management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan transformasi sehingga menjadi 80 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan sistem distribusi pengiriman ke konsumen. Hayati (2014) menambahkan tujuan dari SCM adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi mulai dari suppliers, manufacturers, warehouse, dan stores. Apabila tidak ada koordinasi yang baik dengan semua pihak yang terkait dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi UMKM. Resiliensi Menurut Walker et al. (2004) seperti dikutip oleh Dwiartama (2016), Resiliensi, atau daya lenting (dari akar kata latin resalire, yang berarti melenting) didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem untuk bertahan atau melenting kembali dari gangguan, tanpa mengubah identitas dan fungsi dari sistem tersebut. Lebih lanjut Dwiartama (2016) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kemampuan bertahan suatu kelompok masyarakat yang dilanda krisis. Di model-model pembangunan dunia, resiliensi bahkan menggantikan istilah keberlanjutan (sustainability). Menjadi lenting (being resilient) terhadap perubahan menjadi syarat penting bagi hidup berkelanjutan. Holling dan Gunderson (2002) menambahkan definisi konkrit dari istilah resiliensi adalah jumlah gangguan yang mampu diterima oleh sistem sebelum bergeser dari titik kestabilan ke titik kestabilan berikutnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, yakni mengembangkan framework mengadopsi dan memodifikasi metode penelitian riset sistem informasi dari Henver, et al. (2004). Tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Tahapan konstruksi : mendefinisikan konsep-konsep secara jelas, studi literature terhadap knowledge base dan tinjauan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan : a. Teori resiliensi b. Konsep manajemen rantai pasok dan elemen-elemen pendukungnya c. Kajian hasil penelitian terdahulu 2. Tahapan pendefinisian resiliensi rantai pasok UMKM : mengidentifikasi permasalahan UMKM, karakteristik, dan kecenderungan yang terjadi. Indentifikasi setiap kecenderungan akan menjadi knowlegde bse bagi terciptanya resiliensi rantai pasok UMKM. 81 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Berikut adalah gambaran mengenai alur dalam penelitian ini : Studi Pendahuluan tentang UMKM - Studi Literatur awal - Data UMKM dari BPS - Wawancara dengan pelaku UMKM Studi Literatur Hasil penelitian terdahulu - Strategi pemilihan supplier - Pemain utama rantai pasok - Hambatan mengelola rantai pasok Identifikasi Karakteristik UMKM Identifikasi entitas / pihak / pelaku yang terlibat - Studi Literatur Lanjutan - Observasi lanjutan Identifikasi resiliensi Rantai Pasok UMKM Gambar 1. Alur penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Identifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah sistem rantai pasok Berikut adalah 5 pihak yang berkepentingan dalam sistem rantai pasok yang diimplementasikan oleh UMKM. Setiap rantai menentukan kualitas dan harga dari sebuah produk. 1. Suppliers: sebahai pihak penyedia bahan-bahan untuk produksi, baik bahan baku utama, bahan-bahan pembantu, maupun penyedia mesin-mesin dan onderdil mesin. Pihak ini berperan sangat besar dalam penyediaan bahan yang berkualitas, dan harga yang terjangkau oleh UMKM. Besar kemungkinan nya status dari supplier ini juga merupakan UMKM. 2. Manufacturer : merupakan pihak yang membuat produk, baik pembuat produk jadi maupun produk setengah jadi. Pihak manufacturer seharusnya memiliki bergaining yang lebih tinggi dibandingkan dengan supplier karena pihak manufacturer-lah yang menentukan jenis bahan baku yang digunakan dengan harga yang disesuaikan dengan kemampuannya, namun tetap mengedepankan proses produksi yang higienis dan membuat produk yang berkualitas. 3. Distributor : merupakan pihak yang bertanggung jawab mengirimkan barang, baik berupa bahan mentah dari supplier menuju manufacturer, maupun produk jadi dari manufacturer menuju gudang-gudang di luar daerah. Kehandalan dalam pengiriman menentukan kualitas produk. 4. Wholeseller : merupakan pihak yang membeli produk dalam jumlah yang besar dari manufacturer untuk berikutnya dijual ke pengecer atau langsung ke konsumen. Biasanya mark up harga paling besar ada dirantai ini, pemilik modal lebih memilih menjadi wholeseller dari pada menjadi manufacturer karena margin laba yang lebih menjanjikan. 5. Konsumen : merupakan pembeli akhir, yaitu pengguna produk. 82 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Identifikasi hambatan pada setiap rantai Dalam setap rantai, terdapat banyak hambatan yang harus dapat diselesaikan demi kelancaran sistem rantai pasok. Berikut adalah identifikasi hambatan yang sering terjadi pada setiap rantai : 1. Suppliers : a. Tidak dapat memenuhi order b. Kehabisan stock c. Tidak dapat memenuhi spesifikasi bahan baku yang diinginkan manufacturer d. Permintaan barang dari manufacturer tidak menyebutkan spesifikasi yang jelas e. Menyediakan bahan baku yang dibeli dari perusahaan besar 2. Manufacturers : a. Bahan baku yang datang tidak memenuhi kualitas b. Barang yang datang tidak memenuhi spesifikasi c. Sangat tergantung pada pemasok insidental d. Kerusakan mesin e. Kelelahan pegawai f. Elemen-elemen produk berserakan g. Harga material yang akan dibeli terlalu mahal h. Tidak dapat memenuhi permintaan yang mendadak i. Sulit menentukan standarisasi produk 3. Distributors : a. Keterlambatan pengiriman barang dari suppliers b. Keterlambatan pengiriman barang dari manufacturer c. Tidak tersedianya alat angkut yang memadahi d. Alat angkut / transportasi / crane sering rusak e. Kondisi lalulintas yang tidak dapat diprediksi f. Tidak memberikan garansi untuk kerusakan barag saat pengiriman 4. Wholeseller : a. Mark up harga yang besar membuat harga barang menjadi mahal b. Melakukan labelling sendiri c. Merupakan decoupeling point dari banyak manufacturer 5. Konsumen : a. Permintaan yang bervariasi dalam jumlah sedikit menyulitkan manufacturer memproduksinya b. Sulit diprediksi kecenderunganya karena daur hidup produk yang semakin menurun c. Selalu menginginkan produk dengan harga yang terjangkau namun berkualitas tinggi Identifikasi strategi rantai pasok Pemilihan pemasok merupakan hal yang penting dalam keberlangsungan sebuah usaha, terutama untuk UMKM. Dalam hal ini UMKM bisa berada pada posisi sebagai supplier, manufacturer, distributor, maupun sebagai wholeseller. Keempat pihak dalam sistem rantai pasok ini, semuanya berstatus UMKM. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah UMKM yang berada pada rantai manufacturer. Berikut adalah identifikasi 83 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 strategi rantai pasok yang diterapkan oleh UMKM pada posisi rantai manufacturer ditinjau dari jenis produk yang dihasilkan : 1. UMKM pengolah makanan dan minuman : Berikut strategi rantai pasok dari UMKM pengolah makanan dan minuman a. Makanan dan minuman dengan jangka waktu kadaluwarsa kurang dari seminggu Supplier : petani Supplier : peternak Supplier : pembudidaya Retailer : pasar tradisional Wholeseller : supermarket Manufacturer : restoran, warung, produk dalam kemasan Konsumen Gambar 2. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu kadaluwarsa kurang dari seminggu b. Makanan dan minuman ringan dalam kemasan dengan jangka waktu kadaluwarsa lebih dari seminggu sampai sebulan, seperti kue-kue basah Supplier : pabrik tepung Supplier : pabrik susu Distributor : gudang wilayah Supplier : penghasil telur ayam Manufacturer : UMKM pembuat kue skala kecil dan menengah Distributor Retailer : distro, toko-toko, minimarket Konsumen Gambar 3. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu kadaluwarsa antara seminggu sampai sebulan c. Makanan dan minuman ringan dalam kemasan dengan jangka waktu kadaluwarsa lebih dari 3 bulan Supplier : perusahaan besar Supplier : perusahaan besar Supplier : perusahaan besar Manufacturer : UMKM makanan dan minuman dalam kemasan Wholeseller : Supermarket, toko grosir Distributor : gudang wilayah Konsumen Retailer : distro, toko-toko, minimarket Gambar 4. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu kadaluwarsa lebih dari sebulan 2. UMKM penghasil kerajinan kayu, kulit dan tanaman 84 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Contoh UMKM penghasil kerajinan kayu adalah pembuat meja, kursi dari kayu sengon atau kayu jati, sedangkan UMKM pembuat kerajinan kulit biasanya memproduksi wayang atau kaligrafi, dan UMKM mengolah tanaman untuk kerajinan yaitu tanaman enceng gondok untuk kerajinan tas, dan batok kelapa untuk manik-manik perhiasan, dan sovenir pernikahan. Gambar berikut mengilustrasikan karakteristik UMKM penghasil kerajinan kaju, kulit, dan tanaman. Supplier : perusahaan pengelola hutan Manufacturer : Pembuat kerajinan dari kayu, kulit, dan tanaman Supplier : usaha perorangan pengelola perkebunan Distributor di berbagai wilayah seperti bali, jakarta, dan yogyakarta Wholeseller : supermarket, pusat oleh-oleh Konsumen Retailer : distro, dan galeri kerajinan tangan Gambar 5. Strategi rantai pasok UMKM penghasil kerajinan kayu, kulit, dan tanaman 3. UMKM pembuat pakaian dan alas kaki UMKM Manufacturer pembuat pakaian dan alas kaki biasanya membeli bahan baku dan bahan-bahan pembantu maupun bahan pendukungnya dari industri besar, misalnya industri kain mori, kain katun, benang, dan pewarna tekstil. UMKM jenis ini keberlanjutan usahanya sangat bergantung pada kondisi industri besar. Berikut adalah ilustrasi model strategi rantai pasoknya : Supplier : usaha besar produk kain, benang, dan pewarna tekstil Supplier : usaha besar produk bahanbahan pendukung Manufacturer : Pembuat pakaian dan alas kaki Distributor di berbagai wilayah seperti bali, jakarta, dan yogyakarta Wholeseller : toko grosir, pusat kulakan Retailer : distro, dan galeri kerajinan tangan Konsumen Gambar 6. Strategi rantai pasok UMKM pembuat pakaian dan alas kaki 4. UMKM pengolah logam dan kerajinan dari logam UMKM pengrajin logam dibagi menjadi 4 jenis, yaitu pembuat perhiasan berbahan dasar logam, pembuat peralatan dapur, pertanian dan pertukangan, dan UMKM pembuat onderdil kendaraan bermotor dengan mesin sederhana seperti gerinda, dan mesin bubut, serta UMKM logam pembuat lemari, etalase toko, dan pagar teralis logam. Dibawah ini adalah gambar strategi rantai pasok untuk masing-masing jenis UMKM pengolah logam dan kerajinan dari logam: 85 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 a. Membuat perhiasan berbahan dasar logam Supplier : importir produk perak, tembaga, alumunium, dan perunggu Distributor berbagai wilayah seperti surabaya, jombang, nganjuk Manufacturer : Pengrajin perhiasan, manik-manik, hiasan dinding Wholeseller : toko grosir, pusat kulakan Konsumen Retailer : distro, dan galeri Gambar 7. Strategi rantai pasok UMKM pembuat pakaian dan alas kaki b. Membuat peralatan dapur, pertanian, dan pertukangan Supplier : limbah produk besi, baja, tembaga, alumunium Manufacturer : Membuat peralatan dapur, pertanian, dan pertukangan Retailer : pasar tradisional Konsumen Gambar 8. Strategi rantai pasok UMKM pembuat dapur, pertanian, dan pertukangan c. Pembuat onderdil kendaraan bermotor Supplier : limbah produk besi, baja, tembaga, alumunium Manufacturer : Membuat peralatan dapur, pertanian, dan pertukangan Konsumen Gambar 9. Strategi rantai pasok UMKM pembuat dapur, pertanian, dan pertukangan d. Pembuat lemari, etalase toko, dan pagar teralis logam Supplier : importir produk alumunium, dan besi batangan Distributor berbagai wilayah seperti surabaya, jombang, nganjuk Manufacturer : Pembuat lemari, etalase toko, dan pagar teralis besi Retailer : toko-toko dan distro Konsumen Gambar 10. Strategi rantai pasok UMKM pembuat lemari, etalase toko, dan pagar teralis logam Model resiliensi rantai pasok UMKM Resiliensi diartikan sebagai langkah adaptasi untuk bertahan pada situasi sulit, dalam hal ini UMKM untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya dituntut untuk beradaptasi sering berbagai permasalahan eksternal yang dihadapi, seperti tingkat inflasi, perubahan teknologi, perubahan selera konsumen, dan kelangkaan bahan baku. Persaingan harga tidak dapat dihindari, konsumen semakin selektif dalam memilih produk dengan selisih harga namun menyediakan manfaat yang sama. Berikut adalah peta model resiliensi strategi rantai pasok UMKM menurut jenis produk yang dihasilkan: 86 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Strategi resiliensi ke hilir : UMKM menerapkan strategi resiliensi rantai pasok dengan cara mempererat hubungan dengan pe-retail maupun konsumennya. Customer relationship management merupakan knowledge base yang harus dipahami dan diterapkan oleh pelaku UMKM. Mengumpulkan segala bentuk interaksi dengan pe-retail dan konsumen merupakan hal yang mutlak dilakukan, baik saran tentang perbaikan kualitas produk, maupun mengenai kemasan dan penentuan harga. Memperluas jaringan toko atau pe-retail yang menjual produk dari UMKM ditunjang dengan pemanfaatan media-media sosial untuk menjual produk akan meningkatkan penjualan dan lebih jauh membuat pelanggan menjadi loyal. 2. Strategi resiliensi ke hulu : UMKM menerapkan strategi resiliensi rantai pasok dengan cara mempererat hubungan dengan para pemasoknya. Konsep yang populer dalam konteks ini adalah Supplier relationship management, yaitu mengelola hubungan baik dengan pemasoknya, baik pemasok bahan baku, bahan pembantu, maupun komponen-komponennya. Hal ini sangat penting dalam menjaga komitmen bersama mengenai kualitas. Bahan baku yang berkualitas sangat menentukan nilai dari produk akhir yang dijual kepada konsumen. Dengan proses pengadaan bahan yang lancar, manfaat-manfaat lain akan diperoleh, seperti kepastian ketersediaan bahan, kepastian harga bahan, dapat lebih menfokuskan diri pada inovasi produk meskipun bahan-bahan yang digunakan sama. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Mengelola aliran barang, aliran uang, dan aliran informasi secara akurat merupakan tujuan utama dalam mengimplementasikan strategi resiliensi rantai pasok UMKM di Propinsi Jawa Timur. Adapun strategi resiliensi rantai pasok ada 2 macam, yaitu strategi resiliensi ke hilir dan strategi resiliensi ke hulu. Pemilihan strategi resiliensi yang tepat dapat membantu UMKM di Jawa Timur lebih fokus pada tujuannya. Ditinjau dari jenis produknya, maka strategi resiliensi ke hilir lebih tepat diterapkan oleh UMKM pembuat makanan minuman dan UMKM pembuat pakaian dan alas kaki, karena daur hidup produk yang sangat cepat, era fashion pada masa tertentu dapat berubah dengan cepat dan selera konsumen selalu mengikuti perubahan tersebut. UMKM pembuat kerajinan kayu, kulit, dan tanaman juga sangat tepat menerapkan strategi resiliensi ini, karena melalui media sosial dapat memperluas area pemasaran dan kesempatan memperkenalkan produk-produk kerajinan diluar negeri sangat terbuka. Sedangkan pemilihan strategi resiliensi ke hulu sangat tepat diterapkan oleh UMKM pengolah logam, karena pasar sudah terbentuk, namun pengadaan bahan bakunya sulit, karena impor dengan fluktuasi nilai tukar yang tidak menentu. DAFTAR PUSTAKA Dwiartama, Angga. (2016). “Membangun Kerangka Teoretis untuk Memahami Resiliensi Sistem Pertanian Pangan di Indonesia.” Lembaga Penelitian Sosial AKATIGA, Manajemen Sumber Daya Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB : Bandung. [Online] diakses tanggal 10 Maret 2017 tersedia di https://dwiartama.files.wordpress.com/2016/08/makalah_angga_akatiga.pdf 87 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Haizer, J., & Render, B., (2014). Manajemen Operasi. Edisi Sebelas. Penerbit : Salemba Empat, Jakarta. Hamidin, Dini, Yunani, Akhmad, Zakish, Azizah, 2013. “Penciptaan Kolaborasi Pada Manajemen Rantai Pasok UKM.” [Online] diakses tanggal 10 Maret 2017 tersedia di: http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/276/281. Hayati, Enty Nur. (2014). “Supply Chain Management (SCM) dan Logistic Management”. Jurnal Dinamika Teknik. Vol. 8 No. 1 Januari 2014 h. 25-34. ISSN : 1412-3339. [Online] diakses tanggal 15 Maret 2017 tersedia di https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/view/3039 Henver, A., March, S., Park, J., & Ram. S., ( 2004). Design Science in Information Systems Research. MIS Quarterly. Holling, C.S., Gunderson, L.H. (2002). “Resilience and Adaptive Cycles”. In L.H Gunderson & C.S Holling (Eds.). Panarchy : Understanding Transformations in Human and Natural Systems. Washington : Island Press. Walker, B., Holling, C., Carpenter, S.R., & Kinzing, A. (2004). Resilience, Adaptability And Transformability in Social-ecological Systems, Ecology dan Society, Vol. 9 No. 2. Pp. 5. BIODATA Penulis lahir di Kediri, 18 April 1985 merupakan staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri. Telah menyelesaikan Pendidikan Pascasarjana program Doktor di Universitas Negeri Malang. Bidang konsentrasi penulis adalah Manajemen Operasional dan Operations Research. Beberapa artikel yang sudah pernah dimuat dalam jurnal ilmiah dan dipresentasikan dalam sesi Call for Paper antara lain berkaitan dengan pengendalian kualitas dan pengukuran produktifitas kerja UMKM. 88 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 MARKET ORIENTATION DALAM MANAJEMEN DAN PRAKTEK BISNIS PERUSAHAAN KECAP TRADISIONAL Ruth Oktavia Kusumawardani1, John JOI Ihalauw2 1 Universitas Bunda Mulia , Jakarta, [email protected] 2 Universitas Bunda Mulia , Jakarta, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya sebuah perdagangan bebas internasional. Salah satu strategi yang harus dilakukan dalam menghadapinya adalah dengan menerapkan orientasi pasar dalam budaya perusahaan. Contohnya dalam menghadapi MEA, pemerintah dari semua negara diharuskan untuk membina dan membangun UKM karena memiliki peran yang penting di dalam perekonomian sebuah negara. Oleh karena itu, penelitian ini meneliti mengenai derajat atau tingkat penerapan orientasi pasar dalam sebuah UKM, baik pada manajemennya dan juga pada praktek bisnisnya, serta mengevaluasi komponen orientasi pasar yang masih rendah. Penelitian dilakukan di UKM produsen kecap di Salatiga yaitu PO Enggal Jaya dengan merek dagang Kecap Piring Tomat. Metode penelitian menggunakan tabel penilaian orientasi pasar yang dibuat oleh Hooley, Piercy, dan Nicolaud pada tahun 2012 dan melakukan analisis pada setiap indikator dan komponen dari orientasi pasar. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan orientasi pasar PO Enggal Jaya berada di tingkat moderat. Kata kunci: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, koordinasi antar fungsi, budaya keorganisasian, fokus jangka panjang. ABSTRACT This research is inspired by an international free trade. One of the strategies to face it is adopting market orientation into the corporate culture. Southeast Asia countries are required to develop SMEs in order to compete internationally, because SMEs have an important role in the economy of a country. Therefore, this study examined the degree or level of application of market orientation in an SME, both in management and in its business practices. Market orientation has five components: customer orientation, competitor orientation, long-term focus, interfunctional coordination, and organizational culture. This study was conducted at soy sauce manufacturer in Salatiga named PO Enggal Jaya with trademark Kecap Piring Tomat. The research method used an assessment table of market orientation made by Hooley, Piercy, and Nicolaud in 2012. Also analized each indicator and component of market orientation. The results revealed that the implementation of market orientation in PO Enggal Jaya is on a moderate level. Keywords: customer orientation, competitor organisational culture, long-term focus orientation, interfunctional coordination, PENDAHULUAN Dibukanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dapat menjadi tantangan sekaligus juga menjadi peluang bagi pelaku bisnis di Indonesia, dan jika perusahaan hanya berorientasi pada pasar domestik, maka hal ini dapat menutup potensi bisnis terbuka di ASEAN (Aprianto, Yuwana, Falah & Kariyam, 2015). Wangke (2014) menyatakan dalam Global Competitivenes Index, Indonesia masih berada di peringkat ke 38 dari 148 negara, sementara Singapura menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, Thailand di posisi 37, Vietnam di posisi 70, dan Filipina posisi 59. Menurutnya, 89 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 salah satu cara untuk meningkatkan daya saing di ASEAN adalah dengan melakukan pembinaan UKM. Buku Profil Bisnis UMKM tahun 2015 menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional dan terbukti tidak terpengaruh terhadap krisis. Selain itu UMKM berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan mendistribusikan hasil-hasil pembangunan. Di Indonesia sendiri, dalam website resmi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, melansir sampai dengan tahun 2012 total UMKM sudah berjumlah 56.539.560 unit. Sementara itu, pada tahun 2012 kontribusi UMKM terhadap lapangan pekerjaan meningkat sebesar 9,16 persen atau setara dengan 107 juta orang, dan berkontribusi 59,08 persen dari PDB Nasional (liputan6.com). Namun sayangnya dari hasil penelitian Bank Indonesia (2014) di Jawa Tengah sendiri hanya sekitar 58% pengusaha UMKM yang sudah mengetahui rencana adanya praktek MEA, 42% pengusaha lain masih belum mengetahui, dan bahkan terdapat 34% pengusaha yang tidak ambil pusing dengan pemberlakuan MEA. Kurang paham dan ketidaktahuan para pengusaha tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang rencana pemberlakuan MEA kepada masyarakat luas (Aprianto, Yuwana, Falah & Kariyam 2015). Dalam Rakernas pemberdayaan koperasi dan UMKM yang diselenggarakan pada tahun 2014, dijelaskan bahwa demi dapat bersaing di dunia internasional, UMKM harus berorientasi pada pasar guna memperkuat ketahanan ekonomi domestik dan membangun keunggulan global. Menurut Kohli dan Jaworski (1990), orientasi pasar merupakan budaya perusahaan yang bisa meningkatkan kinerja pemasaran. Narver dan Slater (1990) mendefinisikan orientasi pasar sebagai budaya organisasi yang paling efektif dan efisien untuk menciptakan perilaku yang dibutuhkan untuk menciptakan nilai superior (superior value) bagi pembeli dan menghasilkan kinerja superior (superior performance) bagi perusahaan, apalagi dalam lingkungan yang bersaing ketat. Penelitian ini meneliti mengenai besarnya orientasi pasar yang telah diterapkan UMKM yang bergerak dalam bidang produksi kecap di Salatiga. Dalam artikelnya, Argotekno.net (2013) menyatakan tingginya permintaan produk kecap menunjukkan bahwa industri kecap memiliki prospek yang cukup menjanjikan sebagai peluang bisnis. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini, produk-produk kecap lokal masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Kecap Bango (PT. Unilever) dan Kecap ABC, sedangkan produk kecap industri rumahan jumlahnya hanya sedikit, padahal teknologinya sederhana dan investasinya juga tidak terlalu besar. Masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah penerapan orientasi pasar dalam manajemen dan praktek bisnis pada UMKM. Persoalan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Seberapa tinggi adopsi orientasi pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan kecap yang diteliti? (2) Komponen apa saja dari orientasi pasar yang perlu ditingkatkan? (3) Bagaimana cara perusahaan dapat meningkatkan komponen orientasi pasar yang relatif masih rendah? 90 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Dalam website Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berikut adalah kriteria UMKM: No. 1. 2. 3. Jenis Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Kriteria Aset Maksimal 50 Juta >50 Juta – 500 Juta >500 Juta – 10 Miliar Omzet Maksimal 300 Juta >300 Juta – 2,5 Miliar 2,5 Miliar – 50 Miliar Sumber: www.depkop.go.id Karakteristik UMKM dan Usaha Besar Ukuran Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Karakteristik Jenis barang/komoditi tidak selalu tetap; sewaktu-waktu dapat berganti. Tempat usahanya tidak selalu menetap; sewaktu-waktu dapat pindah tempat. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun. Tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha. Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian sudah akses ke lembaga keuangan non bank. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah- pindah. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana. Keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga. Sudah membuat neraca usaha. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam keperluan modal. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning. Memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan. Sudah memiliki persyaratan legalitas antara lain izin tetangga. 91 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Usaha Besar Sudah memiliki akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik. Usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Sumber: Profil Bisnis UMKM, Bank Indonesia (2015) Orientasi Pasar Kohli dan Jaworski (1990) menyatakan bahwa orientasi pasar merupakan hal yang membedakan antara satu perusahaan dengan yang lainnya, yang bersaing secara sehat dalam ekonomi modern yang penuh tuntutan dan canggih. Orientasi pasar menurut Kook (2002), tidak hanya berfokus pada pelanggan tetapi juga pada para pesaing, berbagai masalah organisasi dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi preferensi kebutuhan pelanggan. Instrumen Pengukuran Orientasi Pasar Komponen Orientasi Pasar Orientasi Pelanggan Pengertian Memahami pelanggan dengan baik secara terus menerus untuk menciptakan nilai superior bagi pelanggan. Orientasi Pesaing Kesadaran akan kemampuan jangka pendek dan panjang dari pesaing. Fokus Jangka Panjang Sebuah tujuan utama bisnis. Koordinasi Antar Fungsi Menggunakan semua sumber daya perusahaan untuk menciptakan nilai bagi target pelanggan. Indikator Informasi tentang kebutuhan pelanggan dikumpulkan secara berkala. Kebijakan perusahaan ditujukan langsung untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Secara teratur diambil tindakan untuk memperbaiki tingkat kepuasan pelanggan yang masih rendah. Berusaha keras membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Menyesuaikan penawaran di segmen yang berbeda dengan kebutuhan yang berbeda. Informasi tentang aktivitas pesaing dikumpulkan secara berkala. Melakukan benchmarking (perbandingan) secara berkala untuk melawan penawaran pesaing. Ada respon yang cepat terhadap tindakan pesaing utama. Melakukan pembedaan diri dari pesaing. Menempatkan prioritas yang lebih besar pada keuntungan jangka panjang daripada keuntungan jangka pendek. Menempatkan penekanan lebih besar pada peningkatan kinerja pasar dari pada meningkatkan efisiensi internal. Keputusan dipandu oleh pertimbangan jangka panjang daripada kebijakan jangka pendek. Informasi tentang pelanggan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Semua karyawan bekerja secara efektif bersamasama untuk melayani kebutuhan pelanggan. Ketegangan dan persaingan antar karyawan tidak diperbolehkan dalam rangka melayani pelanggan 92 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Budaya Keorganisasian Menghubungkan karyawan dan perilaku manajerial untuk kepuasan pelanggan. secara efektif. Perusahaan lentur dalam mengambil peluang. Semua karyawan menyadari peran mereka dalam menciptakan kepuasan pelanggan. Struktur penghargaan terkait erat dengan kinerja pasar eksternal dan kepuasan pelanggan. Manajemen memberikan prioritas utama untuk menciptakan pelanggan yang puas. Melakukan rapat untuk membahas isu-isu yang memengaruhi kepuasan pelanggan. Sumber: Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012) METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus tunggal holistik (holistic single-case study) karena peneliti hanya memfokuskan penelitian pada satu kasus saja, yaitu membahas tentang derajat penerapan orientasi pasar pada suatu perusahaan. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan & Taylor, 1990). Menurut Yin (2014) studi kasus digunakan sebagai suatu penjelasan komprehensif yang berkaitan dengan berbagai aspek seseorang, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu program, atau suatu situasi kemasyarakatan yang diteliti, diupayakan dan ditelaah sedalam mungkin. Obyek yang akan diteliti adalah seberapa besar perusahaan sudah menerapkan orientasi pasar pada manajemen perusahaannya maupun dalam praktek bisnisnya. Subjek penelitian ini adalah pihak manajemen atau pemilik dari UMKM kecap bernama Samsa Sari Nikmat yang akan diwawancarai dengan pertanyaan seputar orientasi pasar. Teknik pengumpulan data melalui wawancara terstruktur dengan pihak manajemen. Data yang telah didapat akan dianalisis dengan menggunakan tabel pengukuran orientasi pasar yang dikemukakan oleh Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012). Dalam tabel ini, setiap pernyataan memiliki skor atau nilai dengan angka terendah adalah 0 dan angka tertinggi adalah 5, di mana angka 0 adalah sangat tidak setuju, dan angka 5 adalah sangat setuju. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Nama pemilik UMKM adalah bapak Drs. Daerobi, lahir di Kabupaten Semarang pada tanggal 3 Februari tahun 1963. Beliau adalah seorang alumnus IAIN Walisongo Semarang dari jurusan Penerangan Masyarakat, tepatnya Agama Islam, dengan gelar sarjana dan sudah memiliki 2 orang anak yang sekarang sudah beranjak dewasa. Saat ditanya mengapa memilih untuk memproduksi kecap dan bukan yang lain, dituturkan bahwa beliau hanya melanjutkan operasional perusahaan yang merupakan warisan dari orang tuanya sejak tahun 2001. Perusahaan diwariskan kepada bapak Daerobi oleh kedua orang tuanya yang melihat peluang bisnis dari gula merah dagangan mereka yang hancur. Mereka lalu berinisiatif untuk memanfaatkan gula merah yang sudah hancur tersebut menjadi kecap dan menjualnya. Maka didirikanlah Po. Enggal Jaya atau yang lebih dikenal dengan nama patennya Samsa Sari Nikmat pada tahun 1983. Industri kecap ini beralamat di 93 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Jalan Balai Rejo 1 No. 7 Gendongan RT 02 RW 04, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia dengan nomor Tanda Daftar Industri 510.2.2/010/TD1/03/2005 dengan merek Piring Tomat, DEPKES RI. P-IRT. No 113337301011. Saat ini jumlah asset yang dimiliki perusahaan berkisar Rp 50.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-, termasuk armada seperti pick up dan sepeda motor yang digunakan untuk melakukan pengiriman atau pendistribusian barang ke pelanggan. Berikut ini adalah uraian mengenai segmentasi, targeting, dan positioning dari kecap Piring Tomat: 1. Segmentasi: Secara geografis, kecap Piring Tomat dipasarkan di Jawa Tengah, namun juga melayani pembelian dari luar pulau, seperti ke Bali dan Jambi. Menurut segmentasi demografis, produk ditujukan bagi semua umur, jenis kelamin, agama, ras, dan latar belakang pendidikan. Namun secara psikografis, produk ditujukan bagi kelas menengah ke bawah karena harganya yang bisa dibilang murah. 2. Targeting: kecap Piring Tomat dipasarkan ke toko-toko sembako di pasar, serta ke warung-warung makan seperti pedagang bakso, mie ayam, dan sate. 3. Positioning: Untuk mendapatkan posisi di pasar kecap Piring Tomat terus berupaya untuk memberikan harga rendah dengan kualitas yang setara dengan kecap sekelasnya serta memberikan pelayanan yang beda dengan pesaingnya. Bapak Daerobi mengatakan pertama kali mengetahui tentang adanya MEA melalui media cetak, televisi, internet, dan bukan dari pemerintah. Meskipun sudah mengetahui tentang adanya MEA, strategi dan trik untuk menghadapinya masih belum dipahami. Hal ini disebabkan karena pemerintah belum pernah membahas mendalam mengenai MEA. Perusahaan juga mengeluhkan pelayanan pemerintah dalam hal pembiayaan modal. Perusahaan berharap bahwa pemerintah bersedia membantu dan memfasilitasi untuk bisa melakukan ekspor, misalnya mengikuti bazaar atau pameran produk Indonesia di Kedutaan Republik Indonesia di negara asing. Orientasi Pelanggan (Skor Total 25) Skor (0-5) Indikator Informasi tentang kebutuhan pelanggan dikumpulkan secara berkala. Kebijakan perusahaan ditujukan langsung untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Secara teratur diambil tindakan untuk memperbaiki tingkat kepuasan pelanggan yang masih rendah. Berusaha keras membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Menyesuaikan penawaran di segmen yang berbeda dengan kebutuhan yang berbeda. Total Skor Kontribusi 4 3.16 5 3.95 3 2.37 5 3.95 4 3.16 21 16.59 Orientasi Pesaing (Skor Total 20) Indikator Informasi tentang aktivitas pesaing dikumpulkan secara berkala. Melakukan benchmarking (perbandingan) secara berkala untuk melawan penawaran pesaing. Ada respon yang cepat terhadap tindakan pesaing utama. 94 Skor (0-5) 5 Kontribusi 3.95 3 2.37 4 3.16 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Melakukan pembedaan diri dari pesaing. Total Skor 4 16 3.16 12.64 Skor (0-5) Kontribusi 4 3.16 4 3.16 5 3.95 13 10.27 Skor (0-5) Kontribusi 2 1.58 4 3.16 5 3.95 4 15 3.16 11.85 Fokus Jangka Panjang (Skor Total 15) Indikator Menempatkan prioritas yang lebih besar pada keuntungan jangka panjang daripada keuntungan jangka pendek. Menempatkan penekanan lebih besar pada peningkatan kinerja pasar dari pada meningkatkan efisiensi internal. Keputusan dipandu oleh pertimbangan jangka panjang daripada kebijakan jangka pendek. Total Skor Koordinasi Antar Fungsi (Skor Total 20) Indikator Informasi tentang pelanggan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Semua karyawan bekerja secara efektif bersama-sama untuk melayani kebutuhan pelanggan. Ketegangan dan persaingan antar karyawan tidak diperbolehkan dalam rangka melayani pelanggan secara efektif. Perusahaan lentur dalam mengambil peluang. Total Skor Budaya Keorganisasian (Skor Total 20) Indikator Skor (0-5) Kontribusi 2 1.58 3 2.37 5 3.95 4 3.16 14 11.06 Semua karyawan menyadari peran mereka dalam menciptakan kepuasan pelanggan. Struktur penghargaan terkait erat dengan kinerja pasar eksternal dan kepuasan pelanggan. Manajemen memberikan prioritas utama untuk menciptakan pelanggan yang puas. Melakukan rapat untuk membahas isu-isu yang memengaruhi kepuasan pelanggan. Total Skor Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa komponen orientasi pasar yang memiliki kontribusi tertinggi adalah komponen nomor 1, yaitu 21. Sedangkan komponen orientasi pasar dengan kontribusi terendah adalah nomor 3, yaitu 13. Namun skor penerapan komponen orientasi pasar tertinggi adalah nomor 3 di mana hanya memiliki selisih 2 poin dari skor total, yaitu 13 dari 15. Dan penerapan komponen orientasi pasar terendah adalah nomor 5 dengan selisih 6 poin dari total skor, yaitu 14 dari 20. Penilaian Market Orientation Komponen Market Orientation Orientasi Pelanggan Orientasi Pesaing Fokus Jangka Panjang Koordinasi Antar Fungsi Budaya Keorganisasian Total Skor Skor Tertinggi 25 20 15 20 20 100 95 Skor 21 16 13 15 14 79 Kontribusi 16.59 12.64 10.27 11.85 11.06 62.41 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Dari tabel di atas, diketahui mendapatkan skor 79 atau kontribusi sebesar 62,41 dalam usahanya menerapkan orientasi pasar pada manajemen dan praktek bisnisnya. Hasil ini didapat melalui penjumlahan skor dari tiap-tiap indikator pada kelima komponen orientasi pasar. Dalam penafsiran skor menurut Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012), skor tersebut mengindikasikan bahwa orientasi pasar perusahaan berada di tingkat moderat, namun harus diidentifikasi komponen orientasi pasar yang mana yang masih rendah untuk dapat meningkatkan nilai orientasi pasarnya. Pembahasan Indikator Orientasi Pasar - Orientasi Pelanggan. Skor orientasi pelanggan adalah 21. Perusahaan mendapatkan skor tinggi pada indikator nomor 2 dan 4, yaitu kebijakannya yang ditujukan langsung untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan berusaha keras untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Perusahaan sudah mengutamakan kepuasan pelanggan dengan berusaha memberikan apa yang menjadi keinginan pelanggan, namun jika dirasa perusahaan belum mampu memberikan keinginan tertentu, maka perusahaan belum bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan tersebut. Itulah mengapa indikator nomor 3 mengenai perbaikan kepuasan pelanggan skornya masih rendah karena perusahaan masih belum bisa maksimal dalam melakukan perbaikan tingkat kepuasan pelanggan, karena perusahaan mengaku tidak bisa menyediakan semua keinginan pelanggan dan memuaskan seluruh pelanggannya. - Orientasi Pesaing. Perusahaan sudah menerapkan orientasi pesaing dengan cukup baik, terbukti dengan skor yang didapatkan yaitu 16 dari skor tertinggi 20. Indikator nomor 1 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan sering mengumpulkan informasi tentang pesaing. Walaupun tidak secara berkala, namun perusahaan tidak menyia-nyiakan kesempatan di mana bisa mencari tahu informasi pesaing melalui koneksinya. Yang menjadi kekurangan adalah indikator nomor 2 di mana perusahaan jarang melakukan perbandingan secara berkala dengan pesaing. - Fokus Jangka Panjang. Perusahaan sudah baik dalam menerapkan fokus jangka panjang, dilihat dari skor yang didapatkan yaitu 13 dari skor total 15. Indikator nomor 3 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan selalu mempertimbangkan jangka panjang dalam mengambil sebuah keputusan. Perusahaan selalu mengutamakan kepercayaan pelanggan dengan tidak melakukan sesuatu yang memberinya keuntungan jangka pendek namun membuatnya tidak memiliki masa depan. - Koordinasi Antar Fungsi. Koordinasi antar fungsi yang dilakukan perusahaan masih belum dilakukan dengan baik, dilihat dari skor yang didapatkan yaitu 15 dari skor total 20. Di komponen ini, indikator nomor 3 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan sangat baik dalam mengatur karyawannya untuk tetap bekerja secara profesional dengan tidak memperbolehkan adanya persaingan dan ketegangan antar karyawan yang dapat mengganggu pekerjaannya. Namun indikator nomor 1 memiliki skor paling rendah karena informasi mengenai pelanggan masih belum dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Manajemen berupaya untuk tidak menceritakan rahasia pelanggan kepada para karyawannya, yang sebenarnya tidak ada kaitan langsung antara pelanggan dengan karyawannya, sehingga informasi pelanggan tidak perlu dikomunikasikan. Karyawan yang 96 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 - memungkinkan mendapat informasi pelanggan biasanya adalah supir pengantar, itu pun juga hanya sebatas alamat dan jumlah orderan. Budaya Keorganisasian. Komponen yang terakhir ini penerapannya paling rendah dibandingkan dengan komponen yang lain. Komponen budaya keorganisasian mendapat skor 14 dari total skor 20. Hal ini dikarenakan kesadaran para karyawannya untuk bekerja dengan baik demi menciptakan kepuasan pelanggan, sehingga indikator nomor 1 skornya adalah yang terendah. Namun indikator nomor 3 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan sudah baik dalam hal memberikan prioritas untuk menciptakan pelanggan yang puas. Dari hasil penelitian yang ada, perusahaan kecap PO Enggal Jaya merupakan sebuah usaha kecil. PO Enggal Jaya sudah cukup bagus dalam menerapkan orientasi pasar dalam rangka mempersiapkan perusahaan menuju pasar internasional. Dilihat dari penilaian, perusahaan mendapat skor 79 dalam menerapkan orientasi pasar pada manajemen dan praktek bisnisnya. Perusahaan sudah berada di tingkat moderat dalam penerapan orientasi pasarnya. Dari kelima komponen orientasi pasar yang ada, orientasi pelanggan memiliki kontribusi tertinggi dalam menerapkan orientasi pasar dengan skor total 25. Sedangkan komponen orientasi pasar yang memiliki kontribusi terendah adalah fokus jangka panjang dengan skor total 15. Jika dilihat dari tingkat penerapan komponen, fokus jangka panjang memiliki selisih skor paling sedikit dengan skor total dalam komponen, yaitu 13 dari skor total 15, hanya 2 poin. Ini berarti perusahaan berhati-hati dalam menempatkan prioritas, meningkatkan kinerja pasar, dan selalu mempertimbangkan situasi jangka panjang dalam mengambil keputusan. Perusahaan selalu menjaga nama baik dan reputasinya agar dapat tetap eksis di pasar dengan tidak mengorbankan keuntungan jangka panjang demi mendapatkan keuntungan jangka pendek. Selanjutnya, penerapan komponen orientasi pasar yang terendah adalah budaya keorganisasian di mana selisih skor yang didapat dengan skor total adalah yang paling jauh di antara keempat komponen yang lain, yaitu 14 dari 20. Hal ini disebabkan karena karyawan tidak menyadari akan peran mereka dalam bekerja. Mereka masih harus diingatkan dan selalu diawasi agar bisa bekerja dengan baik. Perusahaan juga kurang memberi motivasi kepada karyawan melalui sistem reward and punishment di mana karyawan yang berkinerja bagus akan diberi hadiah, sedangkan yang kinerjanya jelek akan diberi sanksi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PO Enggal Jaya sudah berorientasi pada pasar pada tingkat moderat yaitu pada skor 79, dan harus ditingkatkan lagi. 2. Komponen dari orientasi pasar yang perlu ditingkatkan adalah budaya keorganisasian. 3. Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan komponen orientasi pasar yang relatif masih rendah adalah: Para karyawan harus diberikan pengertian lebih lagi dan diberi motivasi agar mereka menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka di perusahaan. Perusahaan harus mengajarkan kepada karyawan cara yang benar untuk memahami hubungan satu dengan yang lain. Tidak boleh giat bekerja hanya jika 97 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 ada yang mengawasi. Para karyawan perlu diberikan timbal balik berupa hadiah dan hukuman untuk menunjang kinerja mereka, karena selama ini tidak ada sistem seperti itu. Selain itu juga akan lebih baik jika mengadakan pertemuan manajemen dengan karyawan untuk membahas isu-isu mengenai pasar agar bisa memacu para pekerja memiliki inisiatif mengenai apa yang mereka bisa perbuat untuk ikut serta dalam mengembangkan perusahaan. 4. Komponen orientasi pasar pada PO Enggal Jaya dengan skor penerapan tertinggi adalah fokus jangka panjang dengan skor 13 dari skor total 15. Implikasi Teoritis dan Manajerial Meskipun dalam tulisan Dalgic (2000) sebuah orientasi pasar adalah merupakan budaya keorganisasian, namun hasil penelitian menyatakan bahwa pada sebuah UMKM, aspek budaya keorganisasian itulah yang memiliki tingkat penerapan terendah. Namun fokus jangka panjang menjadi aspek yang penerapannya paling tinggi pada UMKM. Implikasi manajerial yang didapat dari penelitian ini adalah agar pemilik UMKM PO. Enggal Jaya dapat meningkatkan derajat penerapan orientasi pasar perusahaannya. Melalui kesimpulan penelitian, diharapkan perusahaan dapat mengevaluasi kembali dan melakukan peningkatan dalam penerapan komponen orientasi pasar yang masih rendah, yaitu budaya keorganisasian. Dalam komponen ini, karyawan masih belum menyadari peran mereka dalam menciptakan kepuasan pelanggan. Sehingga perlu dilakukan pembinaan karyawan agar memiliki motivasi untuk bekerja lebih baik lagi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. DAFTAR PUSTAKA Aprianto, Bayu Rizqi: Yuwana, Jatmika Rahmawati; Falah, Mohammad Abdu; Kariyam. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaku Usaha Batik di Kota Yogyakarta Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. University Research Colloquium 2015, ISSN 2407-9189. Bank Indonesia, CEMSED UKSW.( 2014). Kesiapan UMKM dalam Menghadapi MEA Bank Indonesia. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (2015). Bogdan, Steven J. Taylor. (1990). Looking At The Bright Side: A Positive Approach To Qualitative Policy And Evaluation Research. Qualitative Sociology Summer 1990, Volume 13, Issue 2, pp 183-192. Dalgic, Tevfik. (2000). The Oxford Textbook In Marketing. Oxford University Press, Oxford 20-36. Hooley, Graham; Piercy, Nigel F.; Nicolaud, Brigitte. (2012). Marketing Strategy & Competitive Positioning 5th Edition. Prentice Hall. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (2012). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 20112012. Kohli, A. K., & Jaworski, B. J. (1990). Market orientation: The Construct, Research Propositions, and Managerial Implications. Journal of Marketing, 54(2), 1-18. 98 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Narver, J. C., & Slater, S. F.(1990). The Effect Of A Market Orientation On Business Profitability. Journal Of Marketing, 54(4), 20-35. Wangke, Humphrey. (2014). Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Info Singkat Hubungan Internasional. Vol. VI, No. 10/II/P3DI/MEI/2014, ISSN 2088-2351. Yin R. (2014). Case Study Research: Design and Methods, 5th Edition. Sage, Los Angeles. SUMBER-SUMBER LAIN http://www.depkop.go.id (diakses tanggal 17 Februari 2015) https://infoukm.wordpress.com/2008/08/29/klasifikasi-ukm/ (diakses tanggal 20 April 2015) http://disperindagsalatiga.blogspot.co.id/2009/12/kecap-manis.html (diakses tanggal 7 Januari 2016) 99 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT KABUPATEN SIAK UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI KREATIF Jumiati Sasmita Fakultas Ekonomi, Universitas Riau, Pekanbaru, [email protected] ABSTRAK: Kabupaten Siak adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau. Saat ini Kabupaten Siak menjadi primadona tujuan kunjungan wisatawan dari berbagai daerah dan Negara untuk tujuan wisata di Riau, Banyak wisatawan berkunjung ke Siak akan tetapi masih kesulitan untuk mendapatkan cenderamata berasal dari Siak, padahal masyarakat Siak masih banyak menganggur sehingga dapat diberdayakan dalam menghasilkan beraneka ragam hasil-hasil kerajinan, nantinya dapat dijadikan souvenir berasal dari Siak. Sebab itu perlu menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Siak. Penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten Siak sehingga melalui kegiatan penelitian ini dapat menghasilkan wirausaha baru yang mandiri berbasis ipteks dan dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengurangi pengangguran sehingga akan bermunculannya wirausaha baru di Kabupaten Siak. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah analisa deskriptif dan SWOT analisis. Untuk membangkitkan jiwa wirausaha masyarakat Kabupaten Siak adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Dengan adayanya pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan yang diberikan kepada masyarakat Siak sehingga dapat memotivasi masyarakat Siak untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan dengan menciptakan peluang usaha seperti pembutan tanjak dan kerajinan lainnya dengan demikian maka akan bertambahnya wirausaha baru di Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu dilanjutkan dengan melaksanakan pelatihan yang terus menerus kepada masyarakat Kabupaten Siak, sehingga dengan adanya pelatihan kewirausahaan bertambahnya wirausaha baru sesuai dengan yang diharapkan. Kata Kunci: Kewirausahaan, Wirausaha, Jiwa Kewirausahaan, Pelatihan ABSTRACT: Kabupaten Siak is a district in Riau Province, Currently Kabupaten Siak be excellent destination tourist arrivals from various regions and State to tourist destinations in Riau, Many tourists visit Siak but still difficult to get a souvenir from the Siak. Siak community, even though there are still many unemployed so that they can be empowered to produce diverse outcomes craft. can later be used as a souvenir from the Siak, therefore it needs to foster the entrepreneurial spirit of society Siak. This study aims to foster the entrepreneurial spirit among the community Siak so that through this research may produce new entrepreneurs based science and technology, and the presence of this study are expected to reduce the unemployment that would be the emergence of new entrepreneurs in Siak. The method used in this study is descriptive analysis and SWOT analysis and to generate an entrepreneurial spirit Siak Regency society is to provide education and training on entrepreneurship. by creating business opportunities such as the making and other crafts pose this growth in new entrepreneurs in Kabupaten Siak. Based on the research results, it is necessary to continue to implement ongoing training to the community Siak, so that with the new entrepreneurs entrepreneurship training increasing as expected. Keywords: Entrepreneurship, Entrepreneurial, the Spirit of Entrepreneurship, training. 100 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Kabupaten Siak adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia. Kabupaten Siak merupakan bekas Kerajaan Siak yang berdiri pada tahun 1723. Terbentuk melalui UU Nomor 53 Tahun 1999 hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Siak Terdiri dari 14 kecamatan, 122 desa/9 kelurahan. Kabupaten Siak memiliki potensi yang sangat strategis mengingat daerahnya berada di wilayah Segi Tiga pertumbuhan Ekonomi "SIJORI" Singapur Johor Riau dan IMGGT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle). Dengan jarak hanya 150 km dari Singapura, Siak diuntungkan sebagai persinggahan alternatif bagi kapal pedagang di Selat Malaka dan bahkan berpotensi besar menjadi relokasi industri dan layanan perdagangan internasional. Kabupaten Siak juga memiliki Potensi Wisata Sejarah: Istana Kerajaan, Komplek Makam Kerajaan, Aula pertemuan dua tingkat, Barang peninggalan Kapal Pesiar Kerajaan, Mesjid Kerajaan dan Pusara Sultan Syarif Qasim, Benteng dan Barak Militer Belanda, Rumah tradisional Melayu, Seni Tradisional, seperti musik dan tarian, pakaian/ tenunan Siak, Desa Wisata di Sungai Mempura, Danau alami di Zamrud (Danau Pulau Besar) dengan ukuran 28 hektar, di Kecamatan Sungai Apit (Danau Naga), Wisata Agro. Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Siak juga mengagendakan penyelenggaraan event-event wisata yang dikemas dalam bentuk kebudayaan serta olahraga bertarap Internasional, semua guna mendukung sektor kepariwisataan di Siak.Tidak hanya itu, pemerintah Kabupaten Siak juga telah mengagendakan napak tilas jelajah sejarah bersepeda dan festival Siak Bermadah setiap tahunnya serta pawai budaya melayu dan festival kuliner. Saat ini Kabupaten Siak menjadi primadona tujuan kunjungan wisatawan dari berbagai daerah dan Negara untuk tujuan wisata di Riau. Kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Siak mengalami peningkatan sepanjang tahun 2016. Pengunjung yang datang untuk melakukan wisata menembus angka 116.500 jiwa. Jumlah itu melebihi target yang ditetapkan Pemkab Siak sebanyak 105.000 jiwa pada tahun 2016 lalu. Artinya, ada kenaikan pengunjung sebanyak 11.500 jiwa atau 9.8 persen. Berdasarkan data diatas telihat bahwa Kabupaten Siak saat ini sudah menjadi incaran para wisatawan yang ingin berlibur. Dalam rangka mengembangkan kepariwisataan dan kebudayaan, Pemerintah Kabupaten Siak telah memiliki grand design pengembangan kebudayaan Melayu dan terus melakukan upaya publikasi promosi kepariwisataan, disamping melakukan pengembangan pembangunan dan penataan taman kota, pembangunan Air mancur serta pembangunan turap yang indah di sepanjang sungai Siak yang membelah kota Siak Sri Indrapura. Kota Siak Sri Indrapura tidak hanya cantik dan rapi, akan tetapi dikawasan sekitar kelenteng dan water front city. Kawasan ini sekarang makin indah dengan beragam polesan dari pemerintah daerah. Selain liburan hari raya Idul Fitri, pengunjung yang banyak datang ke Siak saat pergelaran Tour de Siak, Siak Bermadah dan Tahun Baru.Siak (Riausky.com) Dengan banyaknya agenda wisata yang dibuat pemerintah Kabupaten Siak diharapkan akan semakin ramai wisatawan yang datang ke Siak. Saat ini wisatawan sudah ramai berkunjung ke Kabupaten Siak namun wisatawan sering mengeluh karena 101 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 sulitnya mendapatkan souvenir yang akan dijadikan oleh-oleh asli yang berasal dari Siak. Kabupaten Siak memiliki peluang yang sangat besar dalam menghasilkan souvenir banyak ciri khas yang bersal dari Kabupaten Siak, yang dapat diangkat menjadi souvenir khas kabupeten Siak diantaranya, yang sedang hangat saat ini adalah tanjak. Tanjak tidak hanya sebagai lambang kebudayaan melayu Siak akan tetapi dapat dijadikan sebagai oleh-oleh bagi pengunjung yang datang ke Siak. Saat ini masih banyak dijumpai ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri di Kabupaten Siak yang masih mengagur dan memiliki banyak waktu luang, bahkan boleh dikatakan tidak memiliki jiwa kewirausahawan. Padahal Kabupaten Siak memiliki potensi yang sangat besar dalam menghasilkan kerajinan yang dapat dijadikan souvenir bagi wisatawan yang berkujung ke Siak Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, masyarakat harus dibekali dengan ilmu pengetahuan terutama Masyarakat Kabupaten Siak yang memiliki potensi kepariwisataan perlu diberikan pengetahuan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahan Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai peluang-peluang bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses, serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses dan pada akhirnya dapat pula meningkatkan pendapatan. Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Kabupaten Siak memiliki potensi sebagai daerah penghasil berbagai kerajinan dan dapat dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Siak yang memang merupakan daerah tujuan wisata di Provinsi Riau, Namun potensi yang dimiliki masyarakat Kabupaten Siak belum digali untuk dapat dikemas sebagai objek wisata karena tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat masih rendah. Guna menambah wawasan masyarakat masyarakat dan menumbuhkan minat kewirausahaan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat Kabupaten Siak dalam bidang kewirausahaan b Belum pernah dilakukan pelatihan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Kabupaten Siak c. Bagaimana upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Kabupaten Siak Penelitian ini bertujuan memberikan pengetahuan agar dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten Siak dengan melaksanakan pelatihan sejumlah kegiatan kreatif berupa kerajinan pembuatan tanjak dan beberapa sulaman yang dapat dijadikan sebagai souvenir daerah Siak sehingga melalui kegiatan pelatihan ini dapat menghasilkan wirausaha baru yang mandiri berbasis ipteks. TINJAUAN LITERATUR Pertumbuhan ekonomi suatu Negara pada dasarnya tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk yang berjiwa wirausaha. Kurangnya jumlah masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lain disebabkan oleh kurangnya 102 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pengetahuan tentang kewirausahaan, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras. Dalam hal ini, sikap mental yang baik dalam mendukung pembangunan, khususnya pertumbuhan perekonomian, perlu ditanamkan pada diri individu masing-masing masyarakat Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur.Sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya - sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses / meningkatkan pendapatan Schumpeter (dalam Alma, 2005:21) menyatakan bahwa wirausahawan adalah individu yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dan menggerakkan perekonomian masyarakat untuk maju ke depan. dan Robert Argene (2003:1) mengartikan wirausaha sebagai usaha-usaha yang mempunyai keunggulan tertentu untuk memodifikasi produk lama menjadi produk baru, dengan menciptakan lapangan pekerjaan, yang memanfaatkan pemberdayaan manusia dan kekayaan alam lainnya. Terdapat berbagai macam penggolongan mengenai wirausaha. Winarto (2003), menggolongan dua kategori aktivitas kewirausahaan. Pertama, berwirausaha karena melihat adanya peluang usaha (entrepreneur activity by opportunity). Kedua, kewirausahaan karena terpaksa tidak ada alternatif lain untuk ke masa depan kecuali dengan melakukan kegiatan usaha tertentu. Studi yang dilakukan Russel M. Knight (dalam Lupiyoadi, 2007:20-21) di Kanada menyimpulkan bahwa Seorang wirausaha utamanya tidak dimotivasi oleh financial incentive, tetapi oleh keinginan untuk melepaskan diri lingkungan yang tidak sesuai, selain untuk menemukan arti baru bagi kehidupannya. Selanjutnya Menurut Alma (2010), jalan menuju wirausaha sukses mau kerja keras, bekerjasama, penampilan yang menarik, yakin, pandai membuat keputusan, mau menambah ilmu pengetahuan, ambisi untuk maju, pandai berkomunikasi. Wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang, kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, kepribadian seorang entrepreneur diidentifikasi oleh beberapa peneliti (Siswoyo, 2006) sebagai berikut: Desire for responsibility yaitu memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap usaha yang baru dirintisnya. Preference for moder-ate risk. Entrepreneur lebih memperhitungkan risiko. Entre-preneur melihat peluang bisnis berdasar pengetahuan, latar belakang, dan pengalaman mereka. Confidence in their ability to succeed. Entre-preneurseringkali memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Menurut Hendro (2011:30), entrepreneurship atau kewirausahaan adalah “suatu kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada di dalam diri seseorang untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih optimal (baik) sehingga bisa meningkatkan taraf hidup di masa mendatang”. Entrepreneurship meliputi ilmu pengetahuan (knowledge), kepribadian atau sikap, filosofi, skill atau keterampilan. dan Menurut Raymond W.Y Kao menyebut bahwa ”kewirausah aan sebagai suatu proses, yakni proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi)” (dalam Lupiyoadi, 2007:4). 103 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kewirausahaan merupakan pilihan yang tepat bagi individu yang tertantang untuk menciptakan kerja, bukan mencari kerja. Menurut William Danko:”Seorang wirausahawan (entreprenuer) mempunyai kesempatan 4 kali lebih besar untuk menjadi milyuner”. Menurut majalah FORBES: ”75% dari 400 orang terkaya di Amerika berprofesi sebagai enter-prenuer”. Fakta membuktikan bahwa banyak entre-prenuer sukses yang berawal usaha kecil (Siswoyo, 2006). Menurut Hendro (2011:61-63) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk memilih jalur entrepreneurship sebagai jalan hidupnya. Faktor -faktor itu adalah factor individual/personal, suasana kerja, tingkat pendidikan, personality (kepribadian), prestasi pendidikan, dorongan keluarga, lingkungan dan pergaulan, ingin lebih dihargai atau self-esteem, serta keterpaksaan dan keadaan. Sedangkan menurut Edaryano, Teguh, (2016) Kewirausahaan adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan kemampuan ekonomi lokal. Menurut pujiastuti (2014) penelitian tentang niat kewirausahaan sangat penting karena jika siswa sudah memiliki niat kewirausahaan mahasiswa akan otomatis membuka usaha. Salah satunya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi niat kewirausahaan. Dengan demikian diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi niat bewirausaha dimiliki oleh orang lain selain faktor internal, seperti bakat atau sifat bawaan (keturunan), serta kepribadian dibentuk oleh faktor-faktor di sekitar (faktor eksternal). Melalui kewirausahaan akan memunculkan banyak manfaat pada masyarakat. Menurut Alma (2010) manfaat tersebut antara lain sebagai berikut: Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Sebagai generator pembangunan lingkungan,bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan, dan sebagainya. Menurut Sukardi (2003) ada sembilan karakteristik tingkah laku kewirausahaan yang paling sering ditemukan dalam penelitian-penelitian terhadap wirausaha di seluruh dunia, diantaranya sifat instrumental, sifat prestatif, sifat keluwesan bergaul, sifat kerja keras, sifat keyakinan diri,sifat pengambilan risiko, sifat swakendali, sifat inovatif, dan sifat kemandirian. serta menurut Siswoyo (2009), dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa dapat disimpulkan Masalah pengangguran menjadi masalah yang sangat serius, dan praktik kewirausahaan sebagai salah satu solusinya. Menurut Suryana (2003) Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orangorang yang memilliki jiwa dan sikap kewirausahaan: Percaya diri ( yakin,optimis dan penuh komitmen) , Berinisiatif , Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan kedepan),Memilki jiwa kepemimpinan (berani tampil beda dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan), Suka tantangan. Kompetensi kewirausahaan merupakan jumlah total Atribut pengusaha yang diwajibkan: sikap, nilai, kepercayaan, pengetahuan, kemampuan keterampilan, kepribadian, kebijaksanaan, keahlian (sosial, teknis, manajerial), yang dibutuhkan untuk sukses dan mempertahankan kewiraswastaan (Kiggundu, 2002: 244). Jiwa kewirausahaan itu bisa dibangkitkan melalui pembelajaran dan pelatihan. Orang-orang yang tadinya tidak memiliki jiwa wirausaha, setelah melalui pendidikan dan pelatihan bisa menjadi orang-orang yang hebat dan tangguh. Kewirausahaan berkaitan erat dengan ekonomi kreatif. 104 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Ekonomi kreatif adalah suatu konsep untuk merealisasikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan berbasis kreativitas. Pemanfaatan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tidak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta dan kreativitas. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi lebih kepada pemanfaatan kreativitas dan penciptaan inovasi melalui perkembangan teknologi yang semakin maju. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau kualitas produk saja, tetapi harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi. (Rachmat Aldy.P., 2016:8) Menurut (Larassaty, 2014:9) dimana menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan konsep ekonomi yang mengidentifikasikan dan mengimplementasikan informasi dan aktivitas dengan mengandalkan ide dan stok of knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor utama dalam kegiatan ekonomi agar mencapai tujuan yang telah di inginkan. Ekonomi kreatif merupakan kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan dan penggunaan pengetahuan serta informasi agar mencapai tujuan yang telah di inginkan”. Berdasarkan dari hasil penelitian diatas dapat di dukung oleh penelitian menurut Howkins, (2005) menyatakan bahwa “the creative economy is an economy where a person’s ideas, not land or capital, are the most important input and output” dimana dapat dijelaskan bahwa kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak . METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini berjumlah 60 orang calon wirausaha baru yang seluruhnya adalah masyarakat Kabupaten Siak terutama ibu-ibu dan remaja putus sekolah dan tidak memiliki pekerjaan. Semua populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel. Adapun analisa data yang digunakan dengan analisa deskriptif dan SWOT analisis HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil panelitian diperoleh hasil bahwa jiwa wirausaha masyarakat Kabupaten Siak belum berkembang hanya 5 % dari jumlah populasi 60 orang masyarakat yang memiliki minat untuk berusaha akan tetapi tidak mengetahui cara untuk memulainya, hal ini disebabkan kurangnya pengatahuan masyarakat tentang kewirausahaan. Sedangkan berdasarkan analisis SWOT diperoleh hasil sebagai berikut: KEKUATAN: Banyak masyakat Kabupaten Siak yang memiliki waktu luang untuk menghasilkan kerajinan tanganberupa tanjak dan kerajinan khas Siak lainnya. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Siak mencari souvenir khas Siak sehingga mempermudah untuk mensuplai hasil produksi,kerajinan maupun untuk pemesanan bahan mentah untuk membuat kerajinan . Peralatan yang digunakan untuk membuat kerajinan tanjak dan tas sulam sangat mudah di dapat. 105 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 KELEMAHAN: Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kewirausahaan Kurangnya kreatifitas masyarakat dalam menciptakan kerajinan yang dapat dijadikan souvenir khas Siak Kurang memiliki modal untuk memulai suatu usaha Kurangnya pembinaan dari pemerintah darah setempat dalam memberdayakan masyarakat untuk menghasilkan souvenir. harga yang ditawarkan untuk souvenir berupa tanjak masih tergolong mahal PELUANG: Banyak wisatawan yang berkunjung ke Sak mencari souvenir khas Kabupaten Siak akan tetapi para wisatawan masih sulit untuk mendapatkan souvenir tersebut ANCAMAN: Bermunculannya produk kerajinan yang sama berupa tanjak yang berasal dari daerah lain seperti Pekan Baru, dengan harga yang yang relative lebih murah, karena bahan baku seperti kain untuk pembuatan tanjak juga lebih murah di Pekanbaru. Bermunculannya souvenir dari daerah lain dengan harga yang lebih murah . Jumlah peminat untuk souvenir berupa tanjak dan tas sulam Siak hanya terbatas pada golongan tertentu saja. Untuk membangkitkan jiwa wirausaha masyarakat Kabupaten Siak adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Dengan adayanya pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan yang diberikan kepada masyarakat Siak sehingga dapat memotivasi masyarakat Siak untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan dengan menciptakan peluang usaha seperti pembutan tanjak dan kerajinan khas Siak lainnya. Dengan demikian maka akan bertambahnya wirausaha baru di Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pemerintah daerah Kabupaten Siak perlu melanjutkan dengan melaksanakan pelatihan yang terus menerus kepada masyarakat Kabupaten Siak, sehingga dengan adanya pelatihan kewirausahaan akan bertambahnya wirausaha baru sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian untuk dapat memasuki pasar global daya beli masyarakat bisa tumbuh,sehingga jumlah pengangguran bisa berkurang. Maka pemerintah harus lebih membenahi pembinaan, pelatihan, pendampingan dan evaluasi serta tindak lanjut terhadap masyarakat Siak, sudah sepatutnya menjadi skala prioritas. Keterbatasan pengetahuan, sedikit banyak akan berpengaruh pada kemampuan masyarakat untuk melakukan inovasi. Baik inovasi untuk menciptakan produk baru, inovasi pada proses produksi, juga inovasi dalam hal menjangkau konsumen.Rangkaian inovasi tersebut menjadi salah satu munculnya ekonomi kreatif pada UMKM.Itulah sebabnya dalam ekonomi kreatif memberikan fokus yang lebih besar pada penciptaan barang dan jasa dengan kandungan pegetahuan dan keahlian, serta bakat dan kreasi yang lebih dominan (Moelyono, 2010:100). KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal sebagai berikut: Masalah pengangguran menjadi masalah yang sangat serius pada masyarakat Kabupaten Siak 106 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 terutama pada anak-anak remaja putri putus sekolah, dan ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja maka kewirausahaan sebagai salah satu solusinya. Masa depan wirausahawan digambarkan akan terus cemerlang. dengan adanya pelatihan dan penanaman jiwa entrepreneur pada masyarakat Kabupaten Siak diharapkan dapat memotivasi masyarakat menjadi wirausahawan yang tangguh, ulet dan mandiri. Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang mambangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entre-preneur ini. Dengan menggalakan kewirausahaan berupa kerajinan pembuatan tanjak dan kerajinan lainnya yang dapat dijadikan sebagai souvenir dapat mendorong ekonomi kerakyatan, manfaat yang akan diterima masyarakat Kabupaten Siak adalah dapat mengurangi pengangguran sehingga akan bermunculannya wirausahawan baru. Ekonomi kreatif dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk mensejahterakan masyarakat karena dalam sistem ekonomi kreatif memberikan adanya nilai tambah baik kepada industrinya sendiri ataupun kepada sumber daya manusianya.Keberadaan ekonomi kreatif memberikan dampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran dan akhirnya akan meningkatkan tingkat perekonomian Untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten Siak maka sangat diperlukan pelatihan tentang kewirausahaan dengan pelatihan ini dapat meningkatkan kualitas masyarakat sehingga dapat menjadi seorang wirausahawan yakni orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan hakekat kewirausahaan dalam hidupnya DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari. (2010). Kewirausahaan (edisi revisi). CV Alfabeta, Bandung Bygrave, and William, D. (1994). The Portable MBA in En-trepreneurship. New York: John Willey & Sons, Inc Edaryano, Teguh, (2016). Identifikasi Motivasi wirausaha Perempuan Pedesaan dengan Hadirnya Mitra Pembangunan Berdasarkan Pendekatan Teori Harapan, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, volume 10 Nomor 2 Tahun 2016. Pujiastuti, Eny Endah, (2014). Pengaruh Kepribadian dan Lingkungan terhadap Intensi Berwirausaha pada Usia Dewasa, Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan , Vol 2, No 1 (2013): Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Published date:04 Mar 2014 Hendro, (2011). Dasar-Dasar Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa Untuk Mengenal, Memahami, Dan Memasuki Dunia Bisnis , Erlangga, Jakarta Hodijah, dkk. (2012) .Magang Kewirausahaan Pada Industri Mendong BagiI Mahasiswa PGSD UPI Sebagai Tindak Lanjut Program KWU.http://jurnal.upi.edu/file/diakses http://id.shvoong.com/businessanagement/entrepreneurship/diakses 21 Agustus 2013 Howkins, S. (2005). Asia-Pacific Creative Communities: A Strategy For The 21st Century Senior Expert. Symposium. Jodhpur. India. 22-26 February 2005. Iwantoro. (2006). Kiat Sukses Berwirausaha. Jakarta: PT. Gramedia. 107 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kiggundu, M. N. (2002). “Entrepreneurs and Entrepreneurship in Africa: What is Known and What Needs to be Done” in Journal of Developmental Entrepreneurship . Vol. 7 (3). 239-258 Longenecker, Justin G., et al. (2000_. Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil. Jakarta : Salemba Empat Lupiyoadi, Rambat, (2007). Entrepreneur:From Mindset To Strategy, Edisi Ketiga,Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , Jakarta. Larassaty, A. L. (2014). Kontribusi Sumber Daya Manusia Di Bidang Industri Kreatif Untuk Meningkatkan Kinerja Pariwisata (Studi pada Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Pasuruan) . Tesis Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Meredith, Geoffrey G. (2002). Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta : PPM 2013): Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Published date:04 Mar 2014 Moelyono, M. (2010). Menggerakkan ekonomi Kreatif Atara Tuntutan dan Kebutuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Puspita Handayani, (2016), Aisyiyah dan Ekonomi kreatif: Usaha Pemberdayaan Perempuan Melalui Pengembangan Kewirausahaan Keluarha di Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo, Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis & Call For Paper FEB UMSIDA 2016 Robert Argene, (2003), Strategi menjadi Wiraswasta Handal, Jakarta, CV. Restu Agung Rochmat Aldy, Purnomo. (2016). Ekonomi Kreatif Pilar Pembangunan Indonesia.www.nulisbuku.com Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat Sutrisno Jiwantara. (2000). Kiat Sukses Berwirausaha . Jakarta : PT. Gramedia. Selvia Nuriasari, (2013). Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol 1, No 2, 2013 Siswoyo, B,B. (2009). , Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa Jurnal Ekonomi Bisnis , Tahun 14, Nomor 2, JULI 2009, ISSN: 0853-7283 Winarto V (2003). Entrepreneurship : Semangat untuk memberikan solusi bagai masyarakat, Artikel http;//www.e-psikologi.com/pengembangan/rls.htm, 3001-2003. http://bisnisukm.com , diakses 9 Mei 2012 BIODATA Nama Lengkap Jenis kelamin Tempat, tanggal lahir Pekerjaan Alamat No. Hp/Telp E-Mail : Prof. Jumiati Sasmita, SE, MSI, Ph.D : Perempuan : Jakarta 31 Maret 1967 : Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Riau : Jl Garuda 133 Pekanbaru : 08127520914 : [email protected] 108 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 ANALISIS PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI GUNA MENCETAK LULUSAN YANG BERBASISKAN BISNIS Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] ABSTRAK: Indonesia saat ini memiliki banyak perguruan tinggi berbasiskan kewirausahaan (bisnis). Setiap perguruan tinggi dituntut untuk dapat menghasilkan wirausaha-wirausaha muda dibandingkan menjadi pegawai. Dengan tujuan untuk meningkatkan pemasukan negara dari bidang usaha baru yang ada. Untuk itu setiap perguruan ini saat ini mewajibkan ada mata kuliah kewirausahaan dalam kurikulumnya. Salah satunya Telkom University. Selama kurang lebih dua semester ini mata kuliah kewirausahaan diwajibkan terselenggara pada semua Program Studi dan dibuat terpusat di bawah unit PPDU. Kurikulum dibuat menyesuaikan objek kompetensi untuk melahirkan lulusan yang memiliki jiwa bisnis. Walaupun berbagai program dan penyesuaian kurikulum telah dilaksanakan namun masih banyak saja mahasiswa yang berpikiran ketika lulus tidak akan berwirausaha tetapi menjadi pegawai. Dalam penelitian akan ditujukan untuk melihat keselarasan antara program yang dibuat Perguruan Tinggi dalam hal ini objek studi Telkom University dengan persepsi mahasiswa. Kata Kunci: Kewirausahaan, Pendidikan, Perguruan Tinggi ABSTRACT: Indonesia currently has a lot of college-based entrepreneurship. Each university is required to be able to produce young entrepreneurs than being an employee. With the aim to increase state revenue from existing and new business areas. For that every university is currently require existing entrepreneurship courses in the curriculum. One of them Telkom University. For approximately two semester entrepreneurship courses are obliged held in all Faculty and created a centralized under unit PPDU. Made curriculum competencies align objects to deliver graduates who have the entrepreneurial spirit. Although a variety of programs and curriculum adjustments have been implemented but still many students who minded when passed will not be self-employed but being an employee. In the research will be devoted to see the alignment between Higher Education program created in this case the object of study Telkom University with student perceptions. Keywords: Entrepreneurship, Education, University PENDAHULUAN Menciptakan wirausaha sebanyak-banyaknya saat ini menjadi pekerjaan rumah yang utama bagi pemerintah di setiap negara saat ini. Kondisi globalisasi saat ini yang menyebabkan arus perubahan di segala sektor yang sangat cepat, menuntut kualitas dari sumber daya manusia yang ada. Indonesia sendiri dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, memiliki tugas yang sangat besar dalam rangka mengurangi angka pengangguran. Berdasarkan data dari BPS, berikut merupakan jumlah penduduk Indonesia berdasarkan lapangan pekerjaan pada tahun 2016: 109 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 1 Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan Lapangan Pekerjaan Th. 2016 Status Pekerjaan Utama Total 1 Berusaha Sendiri 20,392,400 2 Berusaha dibantu Buruh Tetap/Dibayar 3 Berusaha dibantu Buruh Tak Tetap/Dibayar 4 Buruh/Karyawan/Pegawai 20,997,852 5 Pekerja bebas pertanian 5,240,458 6 Pekerja bebas non pertanian 7,002,288 7 Pekerja keluarga/tak dibayar 16,689,576 4,023,653 46,301,470 9 Tak Terjawab - Total 120,647,697 Sumber: www.bps.go.id Berdasarkan data yang didapat dari BPS tersebut kita dapat lihat jumlah penduduk dengan lapangan pekerjaan sebagai wirausaha (Berusaha sendiri) masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang bekerja. Berdasarkan data yang dilansir dari tempo.co menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5 persen. Namun jumlah pengangguran tersebut menurun bila dibandingkan dengan Februari 2015, yang mencapai 7,45 juta orang (5,81 persen). Hal ini menunjukkan sebenarnya tingkat pengangguran di Indonesia sebenarnya dapat ditekan, dengan setidaknya meningkatkan angka wirausaha. Mengurangi jumlah pengangguran dengan cara meningkatkan angka wirausaha merupakan tanggung jawab yang besar dan melibatkan banyak komponen. Sinergi yang diharapkan dari pemerintah, pihak swasta, institusi pendidikan dan juga masyarakat, merupakan komponen yang diharapkan dapat mewujudkan angka tersebut. Pemerintah dalam hal ini sebagai regulator, pihak swasta selaku pemberi modal, pihak institusi pendidikan selaku tempat dalam mencetak seorang wirausaha dan dukungan masyarakat. Semua komponen tersebut jika dapat bersinergi dengan baik maka tidak akan menjadi mustahil suatu saat Indonesia berubah dari negara berkembang menuju negara maju karena tingkat wirausaha yang tinggi. Institusi pendidikan dalam hal ini memiliki peran yang besar yaitu sebagai pihak yang berperan dalam mencetak wirausaha yang unggul. Jumlah perguruan tinggi Indonesia saat ini mencapai 4.445 yang terdiri dari seluruh Perguruan Tinggi Negri dan Perguruan Tinggi Swasta (forlap.ristekdikti.go.id). Perguruan tinggi yang dimaksud dalam hal ini terdiri dari: Sekolah Tinggi, Politektik, Universitas, Institut, dan Akademi. Menurut Siswo Wiratno dalam penelitiannya mengungkapkan: “ Kompetensi yang wajib dimiliki oleh lulusan dari perguruan tinggi antara lain academic knowledge, skill of thinking, management skill, dan communication skill selain itu diharapkan juga lulusan memiliki keterampilan hidup yang tinggi (life skill). Berdasarkan pernyataan tersebut kita ketahui memang besar peran perguruan tinggi dalam mencetak seorang lulusan untuk menjadi wirausaha. Untuk itu setiap perguruan tinggi memiliki cara-cara tersendiri dalam mencapai hal tersebut. Salah satunya adalah melalui kurikulum dengan 110 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memberikan mata kuliah kewirausahaan. Setidaknya dalam kurikulum sudah terarah mengenai program belajar dan capaian pembelajaran dari masing-masing peserta didik. Perguruan tinggi yang menjadi objek penelitian ini adalah Universitas Telkom. Universitas Telkom merupakan perguruan tinggi yang memiliki tujuh Fakultas yang berbeda. Dalam dua semester berjalan ini memiliki suatu program yang baru dengan kurikulum baru yaitu ada beberapa mata kuliah yang wajib diberikan di semua Program Studi seluruh Fakultas salah satunya mata kuliah Kewirausahaan. Tujuan secara mendasar yaitu karena kebutuhan industri dan tuntutan pemerintah dimana lulusan perguruan tinggi diharapkan telah memiliki kompetensi bisnis. Sebelumnya penyelenggaran mata kuliah Kewirausahaan hanya dilaksanakan oleh beberapa program studi. Namun melalui kurikulum ini dibuatkan semuanya untuk mendapatkan mata kuliah kewirausahaan dengan system tersentralisasi di bawah unit PPDU. Penelitian ini akan melihat bagaimana pembelajaran dalam program ini guna mencetak seorang wirausaha. Dengan berbagai program yang sudah dirancang diharapkan dapat sesuai dengan tujuan awal. TINJAUAN LITERATUR Kewirausahan adalah hasil dari disiplin serta proses sistematis penerapan kreativitas dan inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar (Zimmerer, 2002). Selain pengertian tersebut masih banyak pengertian kewirausahaan yang dikemukakan oleh banyak tokoh. Pada dasarnya pemahaman kewirausahaan ini didapatkan dari pengalaman-pengalaman bisnis seseorang. Menurut Howard Stevenson dalam Cowdrey:2012 dijelaskan pengertian entrepreneurship yaitu : “The pursuit of opportunity without regard to the resources currently controlled” . Dari pengertian tersebut kita dapat lihat bahwa pengertian kewirausahaan ada seseorang yang dapat memanfaatkan peluang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Drucker (2002) juga mengatakan bahwa yang disebut seorang wirausaha adalah seseorang yang bias memindahkan sumber daya dari tempat berproduktivitas rendah ke tempat dengan produktivitas tinggi yang tentunya memiliki resiko yang besar. Seorang wirausaha biasanya digambarkan special karena ada beberapa hal yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang pada umumnya. Menurut Cowdrey (2012), untuk menjadi seorang wirausaha ada beberapa hal yang harus dimiliki yaitu: (i) Memiliki visi yang jelas, (ii) Visi yang dimiliki harus terukur dengan semua sumber daya yang ada, (iii) Memiliki kepedulian diri, (iv) Memiliki rasa percaya diri, (v) Memiliki motivasi diri, (vi) Memiliki kemampuan untuk menilai resiko, (vii) Memiliki kemampuan untuk mendengarkan orang lain, (viii) Tidak takut gagal, (ix) Pekerja keras. Guna mendapatkan seorang wirausaha unggul memang diperlukan pendidikan dini mengenai kewirausahaan. Untuk itu diperlukan sinergi dari pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Tinggi juga sudah memiliki kebijakan terkait pendidikan kewirausahaan ini. Program ini dikenal dengan istilah Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi yang sudah dimulai sejak tahun 1997. Dengan mencanangkan lima kegiatan utama yaitu: Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK), dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Program ini terus mengalami perkembangan hingga menjadi program hibah dengan program baru yang tercanang 111 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 yaitu Ipteks bagi Kewirausahaan (IbK). Dimana program tersebut memiliki tujuan untuk menghasilakan wirausaha-wirausaha baru dari perguruan tinggi. Teknis singkatnya dari program ini adalah setiap perguruan tinggi berhak mengelola satu program IbK dimana pengelolaannya melibatkan dosen-dosen yang berpengalaman dalam berwirausaha dari berbagai bidang ilmu. Program yang dirancangpun dapat beraneka ragam diantaranya bias dengan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, dapat melakukan pelatihan kewirausahaan, ataupun berbagai kegiatan lainnya yang pada dasarnya juga berbasiskan Ipteks. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Menurut Sugiyono (2012) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri (independen), baik satu varibel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain. Sehingga sesuai dengan penjelasan tersebut penelitian ini hanya bersifat untuk melakukan deskripsi dari pembejaran kewirausahaan yang dilakukan pada mata kuliah Kewirausahaan. Dengan melakukan survey mahasiswa pada salah satu prodi dengan asumsi prodi tersebut saat semester berjalan dengan beberapa kurikulum baru dimana ada beberapa angkatan untuk mata kuliah kewirausahaan ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perguruan tinggi merupakan salah satu pihak yang diharapkan dapat mencetak wirausaha-wirausaha yang unggul. Saat ini setiap perguruan tinggi berusaha semaksimal mungkin membuat program guna mencapai tujuan tersebut salah satunya yang menjadi obejek studi dalam penelitian ini yaitu Universitas Telkom. Universitas Telkom yang memiliki tujuh fakultas ini sebelumnya merupakan pecahan dari empat institusi yang berbeda. Tentunya karena perbedaan latar belakang tersebut kurikulum juga berbeda. Dengan digabungnya beberapa institusi maka kurikulum juga berubah. Untuk beberapa mata kuliah dasar dilaksanakan secara terpusat oleh unit PPDU (Program Perkuliahan Dasar dan Umum). Sehingga penataan kurikulum benar-benar dilakukan secara terstruktur. Sesuai dengan tujuan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai matakuliah Kewirausahaan (KWU). Matakuliah Kewirausahaan ini awalnya merupakan mata kuliah yang bersifat tidak wajib yang hanya ada pada beberapa Program Studi di Universitas Telkom. Sehingga dapat dikatakan tidak seluruh mahasiswa mendapatkan mata kuliah tersebut. Beban SKS pada matakuliah ini juga berbeda pada setiap prodi sesuai dengan kurikulum yang ada. Namun secara garis besar pada beberapa program studi, mata kuliah ini terselenggara dengan beban 3 SKS. Terhitung semenjak semester Ganjil Tahun akademik 2016-2017 dilakukan perubahan untuk matakuliah Kewirausahan ini. Perubahan tersebut yaitu: Matakuliah ini diwajibkan terselenggara pada seluruh program studi di Universitas Telkom, Matakuliah ini terkordinir secara terpusat dibawah unit PPDU, Beban SKS pada mata kuliah ini diseragamkan menjadi 2 SKS. Perubahan ini dilakukan diarenakan tujuan dari perguruan tinggi saat ini adalah 112 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 untuk dapat mencetak wirausaha sehingga semua program studi harus mengajarkan matakuliah kewirausahaan ini pada mahasiswanya. Adapun program baru yang dirancang ini dibuat semenarik mungkin guna menggali jiwa wirausaha yang ada pada setiap mahasiswa. Secara garis besar dapat dijelaskan pembelajaran yang dilakukan selama satu semester yaitu: 1) Teori-teori dasar kewirausahaan 2) Membuat rencana bisnis (business plan) 3) Melakukan negoisasi dengan investor (pitching investor) guna mendapatkan pemodalan bisnis 4) Menjalankan bisnis yang telah direncanakan dalam waktu yang telah ditentukan 5) Melakukan Pelaporan akhir dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan dan pengembalian modal. Program ini memang dirancang sedemikian rupa untuk mengasah jiwa kewirausahaan pada masing-masing mahasiswa. Sehingga baik dosen ataupun mahasiswanya memiliki beban yang besar dalam suksesnya proyek ini. Ada beberapa kegiatan yang mungkin baru dan menjadi terobosan dalam program ini yaitu: 1) Mahasiswa diminta untuk melakukan negoisasi dengan investor mengenai rencana bisnisnya untuk mendapatkan modal. Dalam program ini pihak institusi bekerja sama dengan pihak alumni Universitas Telkom (FAST) dalam bantuan peminjaman modal membuka usaha. Dengan ini mahasiswa diajarkan bagaimana caranya bernegoisasi. 2) Dengan dipinjamkannya modal dalam menjalankan usaha, mahasiswa menjadi bertanggungjawab terhadap modal yang telah dipinjam. Hal ini dirapkan membuat mahasiswa menjadi serius dalam menjalankan bisnisnya. Program pembelajaran yang baru dirancang ini merupakan suatu terobosan baru yang dirancang tim kordinator dosen kewirausahaan Universitas Telkom. Namun belum dilihat dari sisi mahasiswa. Untuk itu penelitian ini dirancang untuk menilai persepsi mahasiswa yang diukur dari beberapa aspek melalui pernyataan dalam kuesioner. Berikut merupakan hasil olahan kuesioner yang tersaji dalam tabel berikut: Tabel 2. Hasil Kuesioner No FOKUS/ASPEK EVALUASI 1 Disain Kurikulum Silabus dan Isi 2 Program Proses Dan Kegiatan 3 Pembelajaran Materi dan Bahan 4 Ajar INDIKATOR Disain kurikulum terencana dan terorganisir Silabus dan isi program relevan dengan tujuan yang ingin dicapai Kegiatan Pembelajaran dilaksanakan dengan tepat Materi dan Bahan Ajar digunakan sesuai dengan silabus dan isi program 113 Baik Cukup Kurang Tidak Sesuai 49,3% 42,3% 8,5% 0 61,4% 37,1% 1,4% 0 60,6% 36,6% 2,8% 0 75,7% 22,9% 1,4% 0 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 5 Pengajaran Dosen Praktika 6 kewirausahaan 7 Pitching Investor 8 Pemodalan Pemusatan mata 9 kuliah Keberhasilan capaian 10 pembelajaran Dosen membantu mahasiswa dalam pencapaian pembelajaran dalam hal ini membantu mahasiswa dalam mengasah keterampilan berwirausaha Praktika kewirausahaan dalam mata kuliah ini membantu mengasah keterampilan berwirausaha Konsep pembelajaran pitching investor membantu mahasiswa dalam bernegoisasi untuk mengasah keterampilan berwirausaha Konsep bantuan pemodalan dalam mendirikan usaha membantu mahasiswa dalam memulai menjalankan praktika kewirausahaan pada matakuliah ini. Pelaksaan mata kuliah ini dilaksanakan secara terpusat oleh PPDU untuk semua Program Studi Universitas Telkom. Secara keseluruhan program pembelajaran mata kuliah kewirausahaan dengan konsep yang baru ini sesuai dengan tujuannya mengasah keterampilan mahasiswa dalam berwirausaha. 81,7% 15,5% 2,8% 0 62% 36,6% 1,4% 0 45% 0 45% 8,5% 57,4% 36,8% 4,4% 1,5% 65,7% 32,9% 1,4% 67,7% 32,4% 0 0 Dari hasil kuesioner tersebut didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan mahasiswa menyetujui program baru tersebut dalam rangka mengasah jiwa bisnis/ wirausaha pada masing-masing individu. Dari beberapa pernyataan yang diberikan dalam kuesioner tersebut, ada beberapa yang menjadi poin bagi mahasiswa yaitu: 1) Beban matakuliah yang besar. Untuk mata kuliah Kewirausahaan memiliki beban 2 sks, sementara menurut mahasiswa dengan tingkat kesulitan yang tinggi seharusnya beban SKS juga lebih tinggi. 2) Mahasiswa masih awam pada beberapa kegiatan seperti pitching investor. Untuk itu diharapkan mendapatkan pematangan konsep yang lebih mengenai hal yang kurang tersebut. Selain dari mahasiswa sebenarnya hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dosen yang mengajar. Walaupun dosen-dosen yang mengampu mata kuliah ini merupakan orang 114 0 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 yang sudah ahli di bidangnya, namun tidak mudah untuk mengasah jiwa bisnis dari satu individu. Butuh usaha yang cukup keras untuk menggali minat wirausaha dari mahasiswa. Apalagi membuatnya menjadi berhasil. Untuk itu sebenarnya keberhasilan suatu perguruan tinggi dalam menghasilkan seorang wirausaha merupakan tanggung jawab seluruh pihak dalam institusi dan tentunya harus mendapatkan dukungan guna tercapainya capaian pembelajaran. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan: 1) Guna menghasilkan wirausaha-wirausaha muda yang berkompeten maka diperlukan sinergi dari seluruh pihak: pemerintah, pihak swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat untuk merealisasikannya. Sebagai contoh dalam program yang baru dirancang dalam mata kuliah Kewirausahaan Universitas Telkom, dimana bekerja sama dengan alumni dalam konteks peminjaman modal usaha. 2) Secara keseluruhan program ini telah berhasil membantu mahasiswa dalam mengasah jiwa bisnis yang dimilikinya. Sehingga berhasil menggali keinginan mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha. 3) Kesuksesan dalam suatu penyelenggaran mata kuliah kewirausahaan dinilai dari keberlanjutan mahasiswa dalam menjalankan bisnisnya. Untuk itu diperlukan suatu tindak lanjut dari program yang ada guna merealisasi lulusan untuk menjadi wirausaha. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2017. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Lapangan Pekerjaan, 2008 - 2016 [online] (diupdate 14 Sep 2016) Tersedia di: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1911 [Diakses tanggal 22 April 2017]. Cowdrey, Roger. 2012.Creating an Entrepreneurial Mindset. Ventus Publishing ApS Drucker, Peter. 2002. Innovation and Entrepreneurship. Harper & Row Publisher. Ristekdikti,2016. Statitistik Perguruan Tinggi. Tersedia di: http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/statistik-5/ [ Diakses Tanggal 22 April 2017]. Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung; Alfabeta. Tempo.co, 2016. BPS: Pengangguran Terbuka di Indonesia capai 7,02 juta orang. Tersedia di: https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bpspengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang [ Diakses tanggal 22 April 2017]. Wiratno, Siswo. (2012). Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012. Zimmerer, W. Thomas, and N.M Scarborough, 2002. Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: Prehallindo . 115 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 BIODATA CV AUTHORS Name Email Background Education Publication Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya, S.M.B, M.M [email protected] Bachelor Degree From Institute Management Telkom, Bandung – Indonesia Master Degree From Telkom University, Bandung Indonesia 1. Acceptance Level Measurement Information Systems Knowledge Management Batik Method Using UTAUT2 Case Study: Student Telkom Institute Of Management (Konferensi Nasional Sistem Informasi – Makasar 2014) 2. The Design Of The Study: "The Adoption Of The Use Of E-Commerce Technology In Smes Bandung Using Models UTAUT (Seminar Nasional; Strategi Indonesia Kreatif – Bandung 2015) 3. Analyse of Smart City Concept as Supporting the Government Information DisclosureCase Study: Bandung Smart City (ICOTIC – Bandung 2015) 4. Role of Techno Park for Create Technopreneurship in Education Industry.Case Study: Bandung Techno Park (WISS – Bandung 2016) Research Interest Management IT, Digital Marketing, Entrepreneurship 116 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 MEMBANGUN DAYA SAING & DAYA TAWAR USAHA JAMU MELALUI SISTEM KUALITAS Kartika Nuringsih1 & Rodhiah2 Universitas Tarumanagara, Jakarta, 1Email : [email protected] ABSTRAK: Aktivitas komersial pada kelompok kecil ini dijalankan oleh wanita yang berada di dalam lingkungan bottom pyramid sehingga aktivitas usahanya dikatagorikan sebagai grassroots herbs enterprises. Berdasarkan pada praktik usaha jamu, tujuan riset adalah untuk menganalisis kinerja kualitas jamu gendong berdasarkan daya saing dan daya tawar. Metode analisis mengunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat seperti wawancara, kuisioner dan observasi. Sebanyak 97 pedagang sekitar Jabodetabek dipilih sebagai responden. Hasil mengidentifikasi bahwa indikator daya saing & daya tawar memiliki nilai rata-rata di atas 4 sehingga persepsi pedagang jamu terhadap daya saing & daya tawar relatif bagus. Untuk mendorong kinerja usaha jamu tradisional diperlukan upaya pendampingan melalui wadah gugus kendali mutu sehingga dapat terpantau hasil secara aman, higienis dan berkhasiat. Pendampingan dengan pedagang jamu menigkatkan kinerja sehingga meningkatkan kepercayaan pelanggan & image masyarakat. Sekarang ini diperlukan partisipasi stakeholder untuk mengendalikan proses pengelolaan kualitas secara kontinyu sehingga dapat dikembangkan menjadi kewirausahaan berbasis herbal. Kata Kunci: jamu gendong, daya saing, daya tawar, gugus kendali mutu ABSTRACT: The commercial activity in this small group is run by women from the bottom of the pyramid. Therefore, their business is categorized as grassroots herbs enterprises. Based on the jamu business practices, the purpose of this research is to analyze the quality performance of jamu peddlers based on its competitiveness and bargaining power. This research uses the quantitive approach as analysis method by utilizing tools, such as interview, questionnaire, and observation. The respondents of this research are 97 peddlers from Greater Jakarta. The result identifies that the competitiveness and bargaining power indicators have higher score than 4 in average, which implies that the jamu peddlers’ competitiveness and bargaining power are relatively good. To improve the performance of traditional jamu peddlers, a supporting program in the quality circle is required to monitor the safety, hygiene, and quality of the herbs. This supporting program increases the performance of jamu peddlers to gain customers’ trust and to improve its public image. At the present moment, participation of stakeholders to control the quality management process continously is necessary in order to develop the business into herbal entrepreneurship. Keywords: Jamu peddler, bargaining power, competitive power, quality circle 117 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Indonesia kaya keaneragaman hayati potensial dikembangkan menjadi peluang usaha. Kegeniusan lokal telah memanfaatkan potensi alam tesebut sebagai produk jamu bernilai ekonomi tinggi, seperti Air Mancur, Sido Muncul, Njonja Meneer, Jamu Jago. Di tingkat usaha kecil-menengah berkembang brand jamu di Nguter Sukoharjo, seperti: PJ Sabdo Palon, Werkudoro dan sebagainya. Sementara tingkat grassroots ditemukan usaha jamu racikan (UJR) dan jamu keliling/usaha jamu gendong (UJG). Terbukti kearifan lokal tradisi & budaya masyarakat khususnya dari Jawa Tengah & Jogjiniakarta berpotensi dikembangkan sebagai entrepreneurship. Pemanfaatan potensi & kegeniusan lokal dikembangkan model kewirausahaan berbasis herbal (herbal entrepbrebeurship). Peran industri besar memberi kontribusi dalam pengembangan ekonomi dan kualitas hidup pada suatu negara (Paul et. al., 2013). Sinergi industri obat tradisional (IOT) dengan UKOT, UMOT, UJR dan UJG serta dukungan pemerintah, akan mengembangkan herbal entrepreneurship untuk meningkatkan kesejahteraan. Terkait khusus dengan jamu gendong (jamu peddler), saat ini mulai diangkat kembali oleh Kementrian Kesehatan melalui suatu gerakan nasional bugar dengan jamu atau Bude Jamu. Jamu Gendong merupakan penyedia swa medika harian (daily self medication) bagi masyarakat sehingga mendukung aktivitas pemeliharaan kesehatan masyarakat atau program Indonesia sehat. Keberadaan jamu tradisional terakui melalui Permenkes Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012 dengan pernyataan: Usaha Jamu Gendong adalah “Usaha yang dilakukan oleh perseorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan dijajakan langsung kepada konsumen”. Mengacu definisi disebut jamu gendong karena cara menjajakan jamu dengan digendong. Walaupun pedagang mulai menggunakan sepeda, gerobak atau sepeda motor tergantung kemampuan pendanaan & segmen pasar. Namun kelompok pedagang senior masih mempertahankan cara digendong karena tidak dapat mengendarai sepeda. Pendekatan mengangkat sektor jamu tidak sebatas menelaah aspek ekonomi, melainkan mencakup berbagai aspek pengembangan ekonomi. Argumentasi di atas sejalan dengan Torri (2012) menyatakan sistem jamu di Indonesia berkaitan dengan aspek small scale enterprises, traditional knowledge, women social empowerment. Sistem kewirausahaan mengintegrasikan aspek tersebut untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Mengacu Permenkes Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012 serta mengadopsi argumentasi Torri (2012) diperlukan perhatian khusus terhadap daya saing & daya tawar usaha jamu tradisional. Keyakinan konsumen terhadap kinerja jamu gendong dapat meningkatkan image masyarakat/konsumen sehingga makin percaya dengan kualitas jamu. Ketrampilan membuat jamu seperti Beras kencur, Cabe puyang, Kudu laos, Kunci suruh, Ayup-uyup, Kunyit asam, Pahitan dan Sinom banyak dimiliki oleh kaum wanita Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta atau Jawa Barat. Terbukti wanita menjual jamu gendong di Jabodetabek tidak sebatas wanita Wonogiri, Sukoharjo dan Karanganyar, melainkan dari Magelang, Kebumen dan daerah lain. Keramahan & kesederhanaan pedagang jamu merupakan profil keunikan sebagai ciri khas sistem jamu Indonesia. Pendampingan belum menyentuh seluruh lapisan sehingga mereka belum sepenuhnya memahami/mengetahui prosedur mengelola kualitas. Pengawasan BPOM belum ketat 118 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 terhadap proses produksi jamu rumahan sehingga perlu kepedulian & pendampingan di daerah urban seperti Jabodetabek. Sejalan dengan permasalahan mendasar komunitas jamu gendong serta potensi pengembangan herbal entrepreneurship, masalah kajian menfokuskan pada penguasaan daya saing & daya tawar komunitas jamu gendong dengan rumusan masalah: (1) Bagaimanakan gambaran kinerja kualitas usaha jamu tradisional seputar Jabodetabek? (2) Bagaimana cara mendorong daya saing & daya tawar komunitas usaha jamu tradisional secara berkelanjutan? Mengacu pada praktek usaha jamu, sasaran kajian mengidentifikasi kinerja kualitas usaha jamu sebagai dasar pengembangan rekayasa sosial pendampingan. Rekayasa ini sebagai model kemandirian anggota komunitas dalam pengelolaan kualitas secara kontinyu sehingga mereka mampu menjaga dan memperbaiki daya saing & daya tawar usaha jamu tradisional. TINJAUAN LITERATUR Dasar pendekatan dalam pengelolaan kualitas pada kajian ini menggunakan Total Quality Management (TQM) dengan menekankan pada tiga aktivitas utama yaitu: customer orientation, process control, continous improvement. Mengacu Goetsch and Davis (1997) kualitas didefinisikan: quality is a dynamic state associated with products, services, people, process, and environment that meets or exceeds expectations. Sejalan dengan pengertian kualitas di atas, untuk menghasilkan kinerja kualitas secara optimal dilandasi dengan pendekatan TQM. Perkembangan definisi TQM dijabarkan: TQM is astructured attempt to re-focus the organization’s behavior, planning and working practices a culture which is employee driven, problem solving, stakeholder oriented, values integrity, and open and fear free, furthemore, the organization’s business are based on seeking continous improvement, devolution of the decision, removal of fuctional barriers, eradication of sources of error, team working, honesty, and fact based decision making. (Ghobadian and Gallear; 1996) 1 2 TQM is a systematic quality improvement approach for firm-wide management for the purpose of improving performance in terms of quality, productivity, customer satisfaction, and profitability. (Gharakhani et al., 2013) 3 TQM is a firm-wide management philosophy of continously improving the quality of the products/services/processes by focusing on the customers’ need and expectations to enhance customer satisfaction on firm performance. (Sadikoglu and Olcay, 2014) Berdasarkan definisi tersebut, keberhasilan TQM berkaitan dengan perilaku organisasi, budaya kualitas dalam perencanaan & praktek kerja (Ghobadian and Gallear, 1996), sehingga melalui proses perbaikan berkelanjutan meningkatkan kepuasan konsumen & kinerja (Sadikoglu and Olcay, 2014; Gharakhani et al., 2013). Keberhasilan implementasi TQM ditentukan Quality Culture sehingga tanpa fondasi budaya, konsep kualitas total tidak optimal. Alotaibi (2014), quality culture sebagai lingkungan merefleksikan komitmen positif terhadap quality outcomes, products, systems, and processes. Mengacu pada Goetsch and Davis (1997), budaya kualitas didefinisikan sebagai berikut: 119 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Quality culture is an organizational value system that result in an environment that is conductive to the esthablish and continual improvement of quality. It consists of value, traditions, procedurs, and expectations that promote quality. Berdasarkan pernyataan tersebut budaya kualitas merupakan sistem nilai mengarahkan organisasi/kelompok usaha supaya memiliki komitmen membangun kualitas. Budaya dimanifestasikan melalui nilai, tradisi, prosedur dan harapan terhadap kualitas. Dengan demikian model manajemen kualitas pada usaha jamu gendong merupakan prosedur membangun sistem nilai berorientasi pada perbaikan kualitas berkelanjutan. Kedalaman implementasi budaya TQM tergantung skala usaha/komunitas, dimana keterbatasan akses informasi, pengetahuan, sumber daya, pengalaman atau teknologi berpengaruh pada keberhasilan usaha. Proses implementasi TQM pada komunitas produktif, akan dilakukan penyesuaian dengan skala usaha/profil pengguna. Kinerja daya saing diukur menggunakan (1) Sales & overall competitiveness (Ahmed & Hasan, 2003). (2) Profit (Husain et al., 2001, Hayati et al., 2013). (3) Product/service quality & supplyer performance (Brah et al., 2002). Pengukuran daya tawar menggunakan (1) Image (Husain et al, 2001). (2) Employee behavior atau employee morale (Chong et al, 2001, Kibe & Wanjau, 2014). (3) Society result (Tari et al, 2007). (4) Customer satisfaction & impact on society (Fotopoulos et al, 2009). (5) Customer relation (Amurugam et al., 2008). METODE PENELITIAN Metode analisis dilakukan secara kuanlitatif menggunakan statistik diskriptif untuk menganalisis kinerja daya saing & daya tawar usaha jamu gendong. Pengukuran kinerja usaha jamu gendong dibreakdown berdasarkan indikator (1) Daya saing sesuai target Gerakan Nasional Bude Jamu Kemenkes (Buletin Infarkes 2015), (2) Daya tawar seperti dijabarkan Tabel 1. Sampel diambil acak di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Tangerang, Bekasi dan Bogor pada April-Agustus 2016 dengan jumlah responden 97 pedagang jamu. Tabel 1. Pengukuran Kinerja Kualitas Variabel Daya Saing Item Penyataan Pertumbuhan/volume penjualan, profit, kualitas produk/jasa, kualitas suplayer. Daya Tawar Image masyarakat terhadap komunitas, perilaku komunitas, dampak masyarakat/lingkungan, kepuasan pelanggan, hubungan dengan pelanggan. Referensi Ahmed & Hasan (2003) Husain et al. (2001) Hayati et al. (2013) Brah et al. (2002) Husain et al. (2001), Chong et al. (2001), Kibe & Wanjau (2014), Tari et al. (2007), Fotopoulos et al. (2009), Amurugam et al. (2008) Melalui kuisioner responden diberi kesempatan memilih satu option dari 1 s/d 5 dengan pilihan: Tidak Pernah (1), Jarang (2), Kadang-kadang (3), Sering (4), Selalu (5). Alasan menggunakan skala 1-5 supaya memudahkan responden menentukan opsi penilaian dan menghindari ambiguitas. Uji reliabilitas digunakan menguji sejauhmana pengukur dapat dipercaya atau diandalkan dengan indikasi memiliki nilai t loading factor lebih besar 0.05. Uji validitas menguji sejauhmana alat pengukur dapat mengungkapkan ketepatan gejala yang dapat diukur (Sekaran; 2003) dengan indikasi memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,70. 120 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Pedagang Jamu Gendong Dari penyebaran kuisioner teridentifikasi 97 pedagang jamu di Jabodetabek. Profil pedagang dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, latar belakang pendidikan, usia, lama menjalankan usaha, jenis transportasi untuk menjajakan jamu dan informasi lain. Pertama: Sebagai informasi awal teridentifikasi 98,70% dilakukan pedagang wanita sedangkan sisanya pria. Kedua: Pedagang pernah mendapat pelatihan sebanyak 27.27% sedangkan 72.73% belum pernah pelatihan. Ketiga: Katagori usia pedagang jamu dengan usia tertua di atas 60 tahun, usia termuda 33 tahun, sedangkan terbanyak usia 41-50 tahun seperti ilustrasi berikut: Gambar 1. Pengelompokan Pertama Keempat kurun waktu usaha teridentifikasi: 1-10 tahun sebanyak 15.58%, 1115 tahun sebanyak 16.88%, 16-20 tahun sebanyak 12.98%, 21-25 tahun sebanyak 15.58%, 26-30 sebanyak 18.18%, 31-35 tahun sebanyak 6.49% dan sisanya 15.58% usaha terlama. Sudah sewajarnya mendapat apresiasi pemerintah & stakeholder untuk pelestarian jamu sebagai kearifan lokal Indonesia. Kelima latar belakang pendidikan teridentifikasi: tidak tamat pendidikan SD ada 5%, SD sebanyak 57%, SMP sebanyak 30% dan setingkat SMU ada 8%. Mengacu tingkat pendidikan seharusnya ketrampilan pedagang jamu perlu didampingi pelatihan sehingga produksi jamu lebih higienis, aman, mempertahankan material dan peralatan membuat jamu. Gambar 2. Pengelompokan Kedua 121 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sesuai Gambar 2 Keenam jenis transportasi menjajakan jamu meliputi: Motor ada 1%, gerobak jamu sebanyak 11%, sepeda jamu sebanyak 47 %, digendong (jalan kaki) sebanyak 40% dan kios ada 1%. Mayoritas sudah menggunakan sepeda supaya dapat menjangkau lokasi berdagang yang makin jauh dari tempat tinggal pedagang jamu. Bagi pedagang yang masih menggendong dikarenakan kebiasaaan sebelumnya, tidak dapat mengendarai sepeda dan lokasi pelanggan pada gang-gang sempit. Mereka lebih mudah mencapai pelanggan dengan berjalan kaki sambil mengendong jamu. Ketujuh berdasarkan motivator teridentifikasi 36% responden mengikuti jejak orang tua (ibu), sedangkan 3% mengikuti saudara perempuan dan 36% atas kemauan sendiri. Berdasarkan responden teridentifikasi 7.80% anak-anak pelaku UJG masih menjalankan usaha jamu, namun 92,20% kurang tertarik meneruskan usaha jamu seperti cara orang tua. Alternatif menjalankan usaha lain seperti: usaha bakso atau kreasi jamu gendong. Berbeda dengan kajian sebelumnya, responden bervareasi tidak sebatas Kabupaten Karang Anyar, Wonogiri dan Sukoharjo. Ditemukan pedagang dari Klaten, Magelang, Purworejo, Kebumen, Jepara, Semarang, Kendal, Wonosobo. Bahkan ada sebagian Jogjakarta, Cirebon, Bogor, Jember dan Trenggalek. Pada dasarnya aneka jenis jamu dapat dibuat oleh banyak orang di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jogjakarta. Namun yang kuat merantau dan mampu mengkoordinasi lokasi secara adil berasal dari tiga kabupaten di Jawa Tengah. 2. Gambaran Kinerja Kualitas Realitas menunjukan usaha jamu gendong tidak perlu perijinan atau pendaftaran dengan dinas kesehatan sehingga masyarakat mudah menjalankan usaha. Jamu gendong tersebar di urban & rural menyebabkan proses pendampingan belum menjangkau mayoritas pedagang. Proses kerja secara monoton mengikuti prosedur sebelumnya. Keterbatasan informasi menyebabkan praktek pengelolaan kualitas outodidak/sebatas referensi kelompok. Kondisi ini sebagai penyebab kurang ketertarikan masyarakat modern terhadap jamu gendong, bahkan keberadaan komunitas lokal termarginalkan (Torri, 2012). Untuk itu dilakukan penyebaran kuisioner kepada pedagang jamu untuk mengidentifikasi persepsi mereka terhadap kinerja atas daya saing dan daya tawar usaha jamu gendong. Namun sebelum analisis statistik diskriptif dilakukan pengujian validitas & reliabilitas kinerja kualitas, dengan hasil pada Tabel 2. Hasil mengindikasikan butir pertanyaan valid dikarenakan menghasilkan nilai t loading factor lebih besar 0.05 serta nilai Cronbachs Alpha di atas 0.70 sehingga intrumen dinyatakan reliabel. Tabel 2. Pengujian Intrumen Indicator Loading Factor t value D1 0.746561 12.722560 D2 0.705468 12.756134 D3 0.813635 15.439004 D4 0.715853 9.601544 D5 0.697930 8.692582 D6 0.786684 18.879462 D7 0.719538 13.161760 122 Cronbach Alpha 0.86431 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Berdasarkan jawaban 97 responden skala 1-5 teridentifikasi nilai rata-rata indikator di atas 4.00 sehingga disimpulkan responden menyatakan sering. Nilai rata-rata tertinggi D7 sebesar 4.485 sedangkan terendah D2 sebesar 4.021. D2 mengukur daya saing dari pertumbuhan profit menunjukan menghasilkan rata-rata terendah. Disebabkan kemampuan mengendong bakul terbatas sekitar 9-12 botol dan segmen pasarnya juga terbatas sehingga kurang maksimal menaikan laba. Sebaliknya D2 deviasi standart terbesar 0.645 mengindikasikan adanya perbedaan tinggi antara responden. Kenaikan laba harus dikuti dengan cara: (1) Berdagang 2x di pagi dan siang hari. (2) Menggunakan sepeda atau gerobak. (3) Menerima pesanan khusus seperti: cekhok galian kakung/putri atau menjual jamu kemasan. D7 mengukur daya tawar dari hubungan pelanggan, dikarenakan sebagian besar pedagang jamu ramah dengan konsumen dan mampu menjaga hubungan baik. D6 juga menghasilkan rata-rata tinggi mengindikasikan bahwa responden memberi penilaian sering pada item kepuasan pelanggan. Untuk mengembangkan segmen pasar diperlukan inovasi & sistem kualitas yang menjamin khasiat, higienitas dan keamanan produk. Untuk itu perlu memahami voice of customers sehingga teridentifikasi berbagai indikator yang diharapkan konsumen. Gambaran keseluruhan pada Tabel berikut. Tabel 3. Diskripsi Statistik Kinerja Kualitas Indikator Jml Sampel Minimal Maksimal D1 Rata-rata Std. Deviasi 97 3.00 5.00 4.093 .57884 D2 97 3.00 5.00 4.021 .64516 D3 97 4.00 5.00 4.309 .46460 D4 97 3.00 5.00 4.319 .49046 D5 97 3.00 5.00 4.216 .52494 D6 97 3.00 5.00 4.392 .55069 D7 97 3.00 5.00 4.485 .52268 3. Cara Mendorong Daya Saing & Daya Tawar Pedagang jamu dengan cara berkelompok atau berdekatan menyewa kontrakan selama di Jabodetabek. Sebagai ilustrasi lokasi tempat tinggal adalah: Jl. Aritma Jati Unggul Bekasi; Gg. Karang Congok, Jl. Karang Satria, Tambun Utara; Gg. Swadaya, Jl. Rawa Bugel, Bekasi; Setia Kawan Grogol Jakarta Barat; Jl. Haji Ung Kemayoran; Kampung Melayu Kecil, Jelambar Gg. Sosial; Cikokol, Ciledug dan sebagainya. Lokasi berjualan jamu antara lain: Pasar kaget Harapan Jaya, Pasar Seroja, Pasar Sunrise, Pasar Teluk Pucung, Pasar Darurat Tanah Abang, Pasar Grogol, Pasar Kopro, Pasar Jatinegara, Pasar Petojo, Pasar Tomang dan komplek perumahan/keramaian lain. Segmen pasar cenderung menengah-bawah sehingga melestarikan jamu gendong perlu pengembangan produk atau kreativitas. Mereka adalah pedagang jamu yang merantau ke Jakarta untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarga. Mengacu pada Gambar 3 & 4 dengan digendong, sepeda atau gerobak berkeliling menjajakan jamu. Terlihat bahwa botol digunakan adalah botol kaca/plastik minuman. Kemasan tersebut harus diingatkan supaya tidak menggunakan botol plastik dalam waktu lama atau dalam kondisi panas. 123 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gambar 3. Potret Jamu Gendong1 Gambar 4. Potret Jamu Gendong2 4. Pembahasan Menurut persepsi mereka merasa sudah menghasilkan kinerja dengan baik seperti cara orang tua sebelumnya. Perubahan lingkungan tempat tinggal, kualitas sumber air, tingkat kesadaran terhadap higienitas pribadi, ketersediaan bahan baku siap pakai serta alasan kepraktisan mengolah jamu mempengaruhi perilaku pedagang dalam mempertahankan jamu secara aman, berkasiat dan bermutu. Sumber air mayoritas menggunakan air sumur bukan air kemasan/isi ulang. Kondisi air sumur penting diperhatikan oleh pendamping. Gambar 5 keberadaan tempat tinggal di pemukiman padat penduduk, dekat aliran sungai, jarak septitank rumah petak relatif dekat sehingga perlu perencanaan pengadaan air bersih untuk mengolah bahan jamu. Pada lingkungan ini, beberapa saluran septitank/air buangan kamar mandi disalurkan langsung ke sungai. Jarak sumur ke sungai kurang dari 10 meter sehingga mempengaruhi kualitas sumber air untuk mencuci/memasak bahan baku jamu. Belum termasuk higienitas pribadi, material jamu, prosedur penyimpanan/cara pengolahan. Berdasarkan scanning lingkungan perlu diberikan pemahaman pentingnya proses manajemen kualitas. 124 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gambar 5. Salah Satu Gambaran Tempat Usaha Pengenalan model kualitas berbasis TQM merupakan terobosan penting dalam praktek usaha jamu tradisional. Penerapan philosofi mengacu (1) Proses pengelolaan input. (2) Proses pengolahan. (3) Proses output. (4) Proses servise kepada pelanggan jamu. (5) Proses menjalin hubungan dengan lingkungan (Kartika & Rodhiah, 2016). Secara bertahap diharapkan meningkatkan & menyempurnakan proses manajemen mutu dalam praktek pembuatan jamu. Gugus kendali mutu (Total Quality Circle) bagian penting TQM, merupakan salah satu pendekatan membangun budaya kualitas dari tingkatan dasar dengan tujuan meningkatkan mutu, produktivitas dan daya saing (Chaundhary & Yadav, 2012; Syla & Rexhepi, 2013; Kalirawna et al., 2015). Tujuan implementasi GKM komunitas jamu adalah: (1) Meningkatkan kemampuan manajerial. (2) Mendorong keterlibatan pelaku usaha pada aktivitas pengendalian & perbaikan kualitas (siklus P-D-C-A). (3) Meningkatkan moral & merukunkan hubungan sesama pedagang. (4) Mengarahkan partisipasi anggota gugus pada pemecahan masalah seputar kualitas produk, pelayanan, hubungan lingkungan dan masalah spesifik lain. Sejalan sebelumnya terdapat kendala implementasi TQM seperti: resistance to change, keterbatasan pengetahuan SDM atau orientasi jangka pendek (Mareno & Luzon, 1993 dikutip oleh Yusof & Aspinwall, 2000). Keterbatasan akses informasi, pengetahuhan, sumber daya, pengalaman atau teknologi berpengaruh terhadap keberhasilan. Ghobadian & Gallear (1996) kesulitan memahami TQM di tingkat SMEs disebabkan keterbatasan pengetahuan, akses informasi/pengetahuan serta komunikasi internal kurang efektif. Perlu upaya pendampingan mengelola kualitas secara kontinyu supaya terbangun daya tawar dan daya saing usaha jamu tradisional sebagai dasar mengembangkan herbal entrepreneurship di tingkat akar rumput. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Teridentifikasi 97 responden menghasilkan rata-rata di atas 4.00 sehingga disimpulkan sebagian besar pedagang jamu memberi respon sering pada instrumen daya saing & daya tawar. Nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.485 sedangkan terendah sebesar 4.021 pada item pertumbuhan profit. Sebaliknya, terjadi pada item hubungan pelanggan dikarenakan pedagang ramah dan mampu menjaga hubungan dengan konsumen. Implikasi hasil kajian untuk mendorong daya saing & daya tawar dilakukan melalui 125 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pendampingan dan gugus kendali kualitas usaha jamu. Rekayasa sosial berbasis manajemen mutu usaha jamu akan membantu meningkatkan kinerja kualitas usaha jamu tradisional yang tersebar di urban Kota Jakarta. Diperlukan partisipasi stakeholder secara kontinyu untuk mengendalikan pengelolaan kualitas sehingga kegeniusan lokal dapat dikembangkan sebagai grassroots herbal entrepreneurship. DAFTAR PUSTAKA Alotaibi, F.M.S. (2014). “Impact on Quality Culture of Total Quality Management Practice Factors”. International Journal of Business and Economic Development. Vol. 2. No. 3. November. 35-48. Arumugam, V., Ooi, K.B., and Fong, T.C. (2008). “TQM Practices and Quality Management Performance: An Investigation of Their Relationship using Data from ISO9001-2000 Firms in Malaysia”. The TQM Magazine. 20 (6). 636-650. Brah, S.A. Tee, S.S.L., and Rao, B.M. (2002). “Relationship Between TQM and Performance of Singapore Companies”. International Journal of Quality and Reliability Management. 9 (4). 356-379. Chaundhary, R., and Yadav. L. (2012). “Impact of Quality Circle Toward Employee And Organization A Case Study”. IOSR Journal of Engineering. Vol. 2. Issue 10 (October). 23-29. Fotopoulos, C.B., and Psomos, E.L. (2009). “The Impact of “Soft” and “Hard” TQM Elemen on Quality Management Results”. International Journal of Quality and Reliability Management. 26 (2).150-163. Gharakhani, D., Rahmati, H., Farrokhi, M.R., and Farahmandian, A. (2013). “Total Quality Management and Organizational Performance”. American Journal of Industrial Engineering. Vol. 1. No. 3. 46-50. Ghobadian, A. and Gallear, D.N. (1996). Total Quality Management in SMEs. Omega International Journal Management Science. Vol. 24. No. 1. 83-106. Goetsch, D. L., and Davis, S.B. (1997). Introduction to Total Quality. Second Ed. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Hoang, D.T, Igel. B. and Laosirihongthong. (2010). Total Quality Management (TQM) Strategy and Organizational Characteristivs: Evidence from a Recent Member. Total Management Quality. Vol 21.No.9 September. 931-951. Husain, N., Abdullah, M. Idris., F., and Sagir, R.M. (2001). The Malaysian Total Performance Excellence Model: A Conceptual Framework. Total Quality Management. 12(7&8). 926-931. Kalirawna, A., Attri, R., and Dev, N. (2015). “Identification of Factora in Implementation of Quality Circle”. International Journal of Advance Research In Science and Engineering (IJARSE). Vol. No. 4. Special Issue (01). April. 614-618. Kartika N & Rodhiah (2016). Manajemen Mutu Usaha Jamu Gendong Sebagai Model Meningkatkan Kinerja Kualitas Komunitas Jamu Gendong. Proseding SNKIB Ke-6. Universitas Tarumanagara Jakarta. April. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Peresmian Gerakan Bugar Dengan Jamu. Buletin Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Edisi 1. Januari-Oktober. Khairul, A.M.A., and Hayati, H.A.T. (2013). Total Quality Management Approach for Malaysian Foof Industry: Conseptual Framework. Journal of advanced Management Science. Vol. 1 No. 4. Desember. 405-409. 126 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kibe, E.Y. and Wanjau. K. (2014). The Effect of Quality Management Systems on the Performance of Food Processing Firms in Kenya. IOSR Journal of Business and Management. Vol 16. Issue 5. May. Pp: 61-72. Mendes, L. (2012). Employees’Involvement and Quality Improvement in manufacturing Small Medium Enterprise (SME): A Comparative Analysis. African Journal of Business Management. Vol. 6(23). June. 6980-6996. Paul, K.C., Hamzah. A., Samah, B.A., Ismail, I.A., D’Silva, J.L. (2013). Development of Rural Herbal Entrepreneurship in Malaysia. International Jornal of Business and Management, vol. 8 No. 18. 95-100. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012. Tentang Industri Dan Obat Tradisional. Sadikoglu, E., and Olcay, H. (2014). “The Effect of TQM Practises on Performance and the Reason of and the Barrier to TQM Practises in Tuekey”. Advances in Decisien Sciences. Article ID 537605.1-17. Sekaran., U. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building Approach, International Edition, John Willey & Sons, USA. Shireen, N. (2013). “Quality Circle: A Fundamental Unit of Increase Profitability”. International Journal of Management and Commerce Innovation. Vol. 2. Issue 1. April-September. 30-34. Syla, S., and Rexhepi, G. (2013). “Quality Circles: What Do They Mean and How to Implement Them?”. International Journal of Academic Research and Social Sciences. Vol. 3. No. 12 (December). 243-251. Tari, J., and Sabater, V. (2004). “Quality Tools and Techiques: Are They Necessary for Quality Management?”. International Journal of Productions Economic. Vol. 92. 267-280. Torri, M.C. (2012). “The Jamu System in Indonesia: Linking Small-Scale Enterprises, Traditional Knowledge and Social Empowerment Among Women in Indonesia”. Journal of International Women’s Studies. Vol. 3. Issue 1. March. 31-45. Yusof, S.M., and Aspinwall, E. (2000). “TQM Implementation Issues: Review and Case Study”. International Journal of Operation & Production Management. Vol. 20. No. 6. 634-655. BIODATA Kartika Nuringsih, SE., Msi dilahirkan di Kuponprogo 18 Agustus 1972, menyelesaikan S1 di Universitas UPN “Veteran” Jogjakarta tahun 1997 dan S2 di Program Magister Sains Fakultas Ekonomi UGM tahun 2002. Melakukan penelitian entrepreneurship, manajemen keuangan serta pengembangan kajian sustainable development di berbagai aspek manajemen. Dra. Rodhiah, MM Kartika Nuringsih, SE., Msi dilahirkan di Palembang 11 Oktober 1966, menyelesaikan S1 di Universitas Sriwijaya Palembang tahun 1990 dan S2 di Program Magister Management Universitas Tarumanagara Jakarta tahun 1995. Melakukan penelitian entrepreneurship dan manajemen pemasaran. 127 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA DENGAN LOGIKA DOMINAN SEBAGAI MEDIASI PADA WIRAUSAHA DI GADING SERPONG Louis Utama1, Nina Budianto2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Orientasi kewirausahaan merupakan salah satu dari bagian terpenting dalam riset kewirausahaan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja usaha. Penelitian ini membahas mengenai variabel logika dominan yang digunakan sebagai variabel mediasi untuk memberikan pengaruh lebih baik terhadap kinerja usaha. Metode yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner ke 30 wirausaha di pasar Sinpasa dan Salsa di gading Serpong untuk dijadikan sampel. Teknik analisis data menggunakan SEM yang diolah dengan program Smart PLS 3. Hasil menunjukan bahwa logika dominan bukan merupakan variabel mediasi namun memberikan pengaruh positif terhadap kinerja usaha dan memberikan pengaruh langsung dari orientasi kewirausahan ke kinerja usaha secara positif dan signifikan. Kata Kunci: orientasi kewirausahaan, logika dominan, kinerja usaha ABSTRACT: Entrepreneurial orientation is one of the most important parts of the entrepreneurial research to determine its impact on business performance. This study discusses the dominant logic of variable that is used as mediating variable to give a better effect on the performance of the business. The method used is by distributing questionnaires to 30 entrepreneurs in the Sinpasa and Salsa market in Gading Serpong to be sampled. Data were analyzed using SEM processed with PLS Smart 3 program. The results showed that the dominant logic is not a mediating variable, but have a positive impact on business performance and provide direct influence of entrepreneurship orientation to business performance positively and significantly. Keywords: entrepreneurial orientation, dominant logic, performance PENDAHULUAN Perkembangan kewirausahaan di Indonesia saat ini sedang berkembang dan digalakan oleh pemerintah. Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan kegiatan kewirausahaan terutama untuk usaha kecil mandiri dan usaha kreatif untuk mewujudkan keinginan bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Pada Indeks Tendensi Bisnis wirausaha di Indonesia tercatat meningkat pada triwulan II-2016. Data menunjukan pada triwulan I-2016, Indeks pada level 99,46 dan dalam kurun waktu triwulan II-2016 meningkat pada level 110,24. (Badan Pusat Statisik, 2016). Berdasarkan data diatas dapat diperoleh bahwa wirausaha baru terus bermunculan dengan harapan makin membaiknya situasi perekonomian negara. 128 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hal tersebut dimungkinkan untuk menjadi kenyataan karena banyaknya peluang yang bermunculan serta inovasi untuk kreasi usaha baru. Sebuah usaha baru dapat memperoleh peluang untuk meraih kesuksesan yang tinggi antara lain karena memiliki orientasi wirausaha yang matang dan logika dominan yang baik dalam menjalankan usaha untuk mendapatkan kinerja usaha yang maksimal. Orientasi kewirausahaan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan suatu bisnis. Orientasi wirausaha sendiri memiliki beberapa dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas kompetisi. (Lumpkin dan Dess, 1996). Namun orientasi kewirausahaan tidak mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja usaha (Matsuno, Mentzer dan Ozsomer, 2002). Logika dominan memiliki dua dimensi yaitu konseptualisasi internal dan konseptualisasi eksternal (Krogh, Erat and Macus, 2000). Di dalam konsep internal ada beberapa point-point penting yaitu orang, budaya, produk dan merek. Sedangkan di konsep eksternal ada pesaing, pelanggan dan konsumen, dan teknologi. Konsep internal di ukur melalui memeriksa sejauh mana keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi dari pendiripendiri-manajer menanamkan seluruh organisasi dan membentuk pengalaman belajar dari anggota kelompok selama tahap start-up (Schein, 1983). Konseptualisasi eksternal dinilai dengan meminta pendiri-manajer tentang kecenderungan mereka untuk mengatasi kompleksitas lingkungan dalam rangka mempertahankan kapasitas mereka untuk bertindak. Salah satu kunci sukses usaha baru adalah dengan menggunakan logika dominan (Nadkarni dan Narayanan,2007) . Namun seperti halnya diferensiasi, akan ada banyak cara untuk sukses di strategi logika dominan dan banyak cara yang berbeda karena ada target pasar (Finney, Spake dan Finney, 2011). Logika dominan tidak dapat memperbaiki suatu usaha untuk masa depan pemasaran. Kinerja usaha didefinisikan sejauh mana organisasi dapat memenuhi kebutuhan stakeholders dan kebutuhan usaha itu sendiri untuk bertahan. Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono,2009),. Kinerja bisnis didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi benar-benar kuasa untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan dan kebutuhan sendiri untuk kelangsungan hidup. Dari pemaparan latar belakang masalah di atas, peneliti ingin mengetahui apakah orientasi kewirusahaan mempengaruhi kinerja usaha baru (H1), apakah logika dominan mempengaruhi kinerja usaha baru (H2) dan apakah logika dominan merupakan faktor mediasi pada orientasi kewirausahaan dalam mempengaruhi kinerja usaha baru (H3). TINJAUAN LITERATUR Orientasi Wirausaha Dalam berwirausaha ada beberapa hal yang menentukan berhasil tidaknya suatu usaha yang dijalankan. Yang pertama adalah orientasi kewirausahaan. Definisi orientasi wirausaha adalah karakteristik dan nilai yang dianut oleh wirausaha itu sendiri yang merupakan sifat pantang menyerah, berani mengambil risiko, kecepatan, dan fleksibilitas (Liao dan Sohmen, 2001). 129 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Selain itu orientasi wirausaha menekankan pada semangat menciptakan inovasi usaha sebagai penyegaran dari kemacetan usaha yang sering mengiringi pada langkah awal inovasi (Zhou, et al, ,2005) . Dengan kata lain, pentingnya menjadi proaktif terhadap kesempatan-kesempatan baru, mendukung kemampuan perusahaan untuk menciptakan produk-produk, bukan hanya selangkah di depan pesaing tapi juga selangkah memahami keinginan konsumen (Slater dan Narver, 1994). Konsep wirausaha itu adalah bagian dari perspektif ini dan bergantung pada dimensi yang memungkinkan kita untuk mengkarakterisasi dan menguji perilaku kewirausahaan dari perusahaan tertentu. Untuk mengklarifikasi kebingungan dalam istilah, perlu diberikan perbedaan yang jelas antara orientasi wirausaha (entrepreneurial orientation) dengan kewirausahaan (Lumpkin dan Dess (1996). Jadi kewirausahaan dapat dianggap sebagai produk dari orientasi wirausaha. Proses, praktek dan aktivitas pembuatan keputusan (orientasi wirausaha) menghasilkan new entry (kewirausahaan). Orientasi wirausaha mencerminkan kecenderungan perusahaan untuk terlibat dalam perilaku inovatif, berani mengambil resiko dan proaktif untuk mengalahkan pesaing. Perusahaan yang terlibat dalam perilaku semacam ini dapat secara efektif berkembang atau meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan. Logika dominan Logika dominan memiliki beberapa konsep yang mampu membangkitkan kinerja usaha kecil menengah menjadi lebih baik. kunci sukses usaha baru adalah dengan menggunakan logika dominan. Dengan demikian maka kinerja usaha akan menjadi lebih baik apabila menggunakan startegi logika dominan (Nadkarni dan Narayanan, 2007). Kinerja Usaha Performa usaha merupakan komponen penting dalam keberhasilan suatu usaha. Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009),. Kinerja bisnis didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi benarbenar kuasa untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan dan kebutuhan sendiri untuk kelangsungan hidup Pengukuran kinerja mungkin bisa obyektif atau subyektif. Penggunaan ukuran subjektif adalah praktik umum dalam strategi-terkait penelitian ketika data laporan keuangan tidak tersedia atau mereka tidak memungkinkan untuk pengukuran perbandingan antara perusahaan. Selain itu literature juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang tinggi antara ukuran subyektif dan objektif dari kinerja suatu usaha. Orientasi Kewirausahaan, Logika Dominan dan Kinerja Usaha Orang yang mulai mulai menjadi wirausaha dengan membuat usaha baru untuk membuat dan dan membuka peluang kewirausahaan memerlukan kreasi dan inovasi untuk menjalankan usahanya (Shane, 2009). Perusahaan yang menerapkan orientasi kewirausahaan cenderung lebih toleran pula terhadap resiko dan inovatif (Kuratko, 130 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Ireland, Horsby, 2001). Toleran terhadap resiko dan inovasi juga berarti manager di perusahaan mendorong cara berpikir yang baru. Oleh karena itu wirausaha baru dapat mempunyai pemikiran terbuka karena wirausahawan tidak dibatasi oleh kerangka berpikir tertentu atau hukuman jika melakukan sesuatu kesalahan yang mengakibatkan mundurnya kinerja perusahaan. toleran terhadap kesalahan dan menghargai ide baru yang berkontribusi untuk inovasi dan perbaikan bisnis (Miller dan Friesen, 1982). Karena itu orientasi kewirausahaan secara internal dapat membuat cara berpikir dengan logika dominan lebih meningkat untuk berlangsung dalam kegiatan usaha. Konsep logika dominan sebagai salah satu cara bagi manager untuk membuat konsep bisnis dan membuat keputusan alokasi sumber daya kritis dengan menyarankan bahwa cara manajer puncak berurusan dengan meningkatnya berbagai keputusan strategis di perusahaan, yang karena perolehan atau perubahan struktural dalam bisnis inti perusahaan, tergantung pada peta kognitif dan dipengaruhi oleh manajer pengalaman-pengalaman sebelumnya (Prahalad dan Bettis, 1986). Para peneliti mencatat bahwa logika dominan didapatkan melalui skema bersama dan peta kognitif dan dipengaruhi oleh pengalaman manajer sebelumnya. Ketika manajer puncak memutuskan yang strategi untuk mengejar kinerja di masa depan, fungsi logika dominan sebagai teropong guna melihat masa depan dan dengan demikian membatasi rentang pilihan dibayangkan (Grant,1988). Sewaktu wirausahan memutuskan sebuah strategi, logika dominan memungkinkan untuk membuat keputusan yang sesuai, berarti bahwa strategi dasar bisnis di mana perusahaan beroperasi tidak dipertanyakan untuk masa depan. Logika dominan dapat memperkuat atau memperlemah kinerja usaha tergantung pada yang dirasakan atau kegagalan strategi yang diterapkan (Krogh, Erat, dam Marcus, 2000). Dalam memahami keterkaitan antara orientasi kewirausahaan, dan logika dominan terhadap kinerja usaha baru merupakan hal karena beberapa alasan. Pertama, mempertimbangkan tingkat analisis yang dikeluarkan, model tingkat kewirausahaan adalah sesuai dengan fenomena tingkat keefektifan sebuah perusahaan (Covin dan Slevin 1991). Hal ini adalah untuk mengatakan bahwa efektivitas seorang wirausaha dapat diukur dalam hal kinerja dalam perusahaannya. Kedua, dan terkait dengan poin pertama, kinerja perusahaan adalah fungsi dari organisasi. Perilaku individu dapat mempengaruhi tindakan strategi perusahaan ini (Brown, Davidsson, dan Wilklund, 2001). Argumen semacam ini jelas menempatkan wirausaha pendiri perusahaan berperan sentral dalam menenturkan perlikau perusahannya (Des, et al., 1999) dan usaha baru tidak akan bertahan jika mereka tidak mempertahankan kemampuan kewirausahawanannya (Drucker, 1985). Dari uraian berarti bahwa orientasi kewirausahaan berguna untuk memprediksi sifat dan keberhasilan kinerja sebuah usaha baru, dan yang mungkin bergantung pada faktor internal, seperti logika dominan (Covin dan Slevin, 1991). METODE PENELITIAN Populasi dari penelitian ini adalah pemilik usaha / wirausaha dalam skala kecil dan menengah yang ada di pasar Sinpasa dan Salsa di Gading Serpong Tangerang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun sampel yang digunakan adalah para wirausaha makanan yang sudah beroperasi minimal dua tahun 131 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 sebanyak 30 wirausaha yang akan diambil menjadi sampel. Karakteristik sampel yang diambil adalah lima wirausaha yang baru menjalankan usahanya selama dua tahun dan sisanya 25 wirausaha telah menjalankan usahanya lebih dari 3 tahun. Sampe yang digunakan adalah wirausaha yang bergerak dalam UMKM dengan penghasilan per tahun Rp. 300.000.000 – Rp. 2.500.000.000 sebanyak 26 wirausaha dan dengan omset Rp. 2.500.000.000 – Rp. 50.000.000.000 sebanyak 4 wirausaha. Sampel yang diambil merupakan wirausaha kuliner yang baru menjalankan usahanya serta mempunyai inovasi dan ciri khas yang membedakan usahanya dengan yang lainnya. Alasan dipilihnya sampel ini adalah karena banyak usaha makanan saat ini khususnya di daerah Gading Serpong dalam menjalankan usahanya harus melakukan inovasi untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya dalam menghadapi persaingan dengan memperhitungkan risiko, proaktif dan agresif menhadapi persaingan untuk mencapai kinerja usaha yang baik. Metode pengumpulan data diambil melalui menyebarkan kuesioner kepada sampel yang memenuhi kriteria dan hasilnya diukur dengan skala Likert, dimana rentang alternatif skornya berkisar antara 1 sampai 5. Operasionalisasi variabel Orientasi Kewirausahaan diambil dari Skala Miller/Covin dan Slevin (Brown et al., 2001) Orientasi wirausaha dapat dilihat dari beberapa dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas kompetisi. Untuk operasionalisasi variabel Logika Dominan kategori ini memiliki dua dimensi yaitu konseptualisasi internal dan konseptualisasi eksternal. Di dalam konsep internal ada beberapa point-point penting yaitu orang, budaya, produk dan merek. Sedangkan di konsep eksternal ada pesaing, pelanggan dan konsumen, dan teknologi (Krogh, Erat and Macus, 2000) . Untuk mengukur variabel kinerja usaha dilihat dari peningkatan volume penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan (Dess dan Robinson, 1984). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil dari Outer loadings (measurement model) atau validitas konvergen Hasil Outer loadings (measurement model) atau validitas konvergen digunakan untuk menguji unidimensionalitas dari masing-masing konstruk. Nilai yang digunakan untuk menguji unidimensionalitas dari masing-masing konstruk nilai indikator loading faktor yang lebih besar atau sama dengan 0,5 dapat dikatakan valid (Chin,1998). Hal ini dapat terlihat pada gambar 1. 132 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gambar 1. Hasil Outer Loadings Sumber : Hasil Pengolahan PLS Smart 3 Uji keandalan data penelitian ini dilakukan dengan composite reliability. Memperhatikan hasil Composite Reliability pada tabel 1, keseluruhan hasil uji berada diatas 0,70. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data Orientasi Kewirausahaan, Logikadominan dan Kinerja Usaha adalah reliabel dan terandalkan dan dapat dipergunakan untuk uji hipotesis. Tabel 1. Hasil Realibilitas variabel Sumber : hasil pengolahan PLS Smart 3 Penghitungan secara statistik pada tabel 2 mengenai jalur a diperoleh nilai pengujian tidak signifikan dan jalur b diperoleh nilai pengujian signifikan, serta jalur c diperoleh pengujian secara signifikan (Baron dan Kenny,1986), maka dapat dikatakan bahwa sebuah variabel dikatakan menjadi variabel mediator jalur a dan b menjadi signifikan dan jalur c menjadi tidak signifikan maka dapat dkatakan bahwa variabel 133 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 logika dominan tidak menjadi variabel mediasi antara orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha (H3 : tidak ditolak). Hal ini berbeda dengan penelitian yang memperoleh temuan para wirausaha menjalankan usaha tidak memperhatikan logika dominan dalam menjalankan usahanya untuk mencapai sebuah kinerja usaha yang baik (Campos et.al, 2004),. Hal ini dikarenakan pada pasar Sinpasa dan Salsa masih banyak yang menjalankan usaha berdasarkan intuisi pribadi. Tabel 2. Hasil Path Coefficient Sumber : hasil pengolahan PLS Smart 3 Untuk koefisien parameter untuk variabel orientasi kewirausahaan terhadap Kinerja perusahaan dengan nilai (original sample) 0,399 yang berarti terdapat hubungan positif antara oientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Sedangkan nilai t-Statistik diperoleh sebesar 2,331 dan nilai p value sebesar 0.020 sehingga dapat dikatakan pengaruh antara orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha signifikan (H1: ditolak). Para pelaku usaha yang berorientasi kewirausahaan akan dapat melihat peluang pasar dan memiliki tanggung jawab dalam menghadapi perubahan, dan juga untuk dapat memaksimalkan setiap potensi peluang pasar yang ada yang akan berdampak kepada kinerja usaha. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang menyimpulkan bahwa orientasi kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah (A. Khedaouria:2014). Untuk koefisien parameter untuk variabel logika dominan terhadap kinerja perusahaan dengan nilai (original sample) 0,574 yang berarti terdapat hubungan positif antara orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Sedangkan nilai t-Statistik diperoleh sebesar 2,942 dan nilai p value sebesar 0.003 sehingga dapat dikatakan pengaruh antara logika dominan dan kinerja usaha signifikan (H2: ditolak). Logika dominan merupakan salah satu faktor dalam kunci sukses untuk membuat kinerja usaha baru meningkat dimana setiap faktor internal dan eksternal yang ada di dalam variabel ini mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja usaha. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nadkarni dan Naryanan (2007) yang menyimpulkan bahwa logika dominan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan menengah. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Dari hasil analisis maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut terdapat pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha di Pasar Sinpasa dan Salsa Gading Serpong. Walaupun variabel logika dominan tidak dapat dijadikan variabel mediasi namun secara langsung menunjukan bahwa logika dominan mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Hal ini menunjukan bahwa selain melakukan orientasi kewirausahaan para pelaku usaha dapat mempertimbangkan unsur internal seperti orang, budaya, maupun produk dan merek serta unsur eksternal seperti pesaing, 134 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pelanggan dan kemajuan teknologi di dalam memilih strategi untuk menjalankan usaha guna mencapai kinerja usaha yang lebih baik. Terkait dengan hasil penelitian ini, peneliti akan memberikan beberapa saran yang untuk penelitian selanjutnya sampel dalam penelitian diharapkan para wirausaha yang lebih maju dalam pemikiran serta memakai logika dalam menjalankan usahanya. Selain itu diharapkan dapat membangun pengukuran yang lebih efektif untuk pengukuran variabel logika dominan sehingga secara konseptual dapat memberikan persepsi dan informasi yang lebih berguna untuk mengambil keputusan dalam menentukan strategi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016 . Indeks Bisnis dan Kondisi Ekonomi Konsumen triwulan III-2016 meningkat. [Online] (diupdate 7 November 2016 ) Tersedia di : https://www.bps.go.id/brs/view/1258 [Diakses pada tanggal 20 Maret 2017] Baron, R. M., and Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.51, 1173-1182. Brown, T.E., Davidsson, P., and Wilklund J. (2001), An operationalization of Stevenson’s conzeptualization of entrepreneurship as opportunity-based firm behavior. Strategic Management Journal, Vol.22 (10), 953-968. Campos, Héctor Montiel, Parra, José Pablo Nuño de la and Parellada, Francesc Solé The Entrepreneurial Orientation-Dominant Logic-performance relationship in new ventures: an exploratory quantitative study. BAR, Braz. Adm. Rev. vol.9 no.spe Rio de Janeiro May 2012 Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach to structural equation modeling. In G. A. Marcoulides (Ed.), Modern methods for business research (pp. 295–358). Covin, J. G., and Slevin, D. P. (1988). The influence of organization structure on the utility of an entrepreneurial top management style. Journal of Management Studies, Vol. 25(3), 217-234. Covin, J. G., and Slevin, D. P. (1991). A conceptual model of entrepreneurship as firm behavior. Entreprenuership Theory and Practice, Vol 16(1), 7-25. Debbie Liao and Philip Sohmen, 2001, The Development of Modern Entreprenuership in China, Stanford Journal of East Asia Affair, Vol 1, 2001 Dess, G.G., Lumpkin, G.T., and McGee, J.E., (1999), Linking corporate entrepreneurship to strategy, structure, and process: suggested research directions. Entrepreneurship Theory and Practice, 23(3), 85-102 Dess, G.G., and Robinson, R.B., Jr. (1984), Measuring organizational performance in the absence of objective measures : the case of the privately-held firm and conglomerate business unit. Strategic Management Journal, Vol.5(3), 265-273. Drucker,P. (1985), Entrepreneurship and Innovation. New York : Harper and Row. Finney, R. Z., Spake, D. F., and Finney, T. G. (2011). Lost in transition? The human influence on marketing's emerging service-dominant logic. Journal of Management and Marketing Research, Vol.6, 1-16. Grant, R.R. (1988). On dominant logic, relatedness and the link between diversity and performance. Strategic management Journal, Vol 9 (6), 639-642. 135 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Khedhaouria, A. ,Gurău, C., and Torrès,O. (2015) , Creativity, self-efficacy, and smallfirm performance: the mediating role of entrepreneurial orientation, Small Business Economics An Entrepreneurship Journal, 44, 485-504. Krogh, G. von, Erat, P., and Macus, M. (2000). Exploring the link between dominant logic and company performance. Creativity and Innovation Management, Vol. 9(2), 82-93. Kuratko, D.F., Ireland,R. D., Covin, J.G., and Hornsby, J.S., (2005). A model of middlelevel manager’s entrepreneurial behavior. Entrepreneurship Theory and Practice, Vol : 29(6), 699-716. Lumpkin, G.T., and Dess, G.G. (1996). Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance. Academy of Management Review, Vol/ 97(1): 135-172. Mikller, D., and Friesen, P.H. (1982). Innovation in conservative and entrepreneurial firms: two models of strategic momentum. Strategic Management Journal, Vol 3(1), 1-25. Matsuno, K., Mentzer, J.T. and Ozsomer, A. (2002). The Effects of entrepreneurial Proclivity and Market Orientation on Business Performance. Journal of Marketing. Vol.66 (3), 18-32 Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia Indonesia. Nadkarni, S. and Narayanan, V.K. (2007). Strategic schemas, strategic flexibility, and firm performance: The moderating role of industry clockspeed. Strategic Management Journal , Vol. 28 (3), 243–270 Prahalad, C.K., and Krishnan, M.S. (2008), The New Age of innovation. New York : McGraw-Hill. Schein, E. H. (1983). The role of the founder in creating organizational culture. Organizational Dynamics, Vol. 12(1), 13-28. Shane, S. (2009). Technology strategy for managers and entrepreneurs. Englewood Cliff, NJ : Prentice Hall. Slater, S. F., and Narver, J. C. (1994). Does competitive environment moderate the market orientation-performance relationship?, Journal of Marketing, Vol. 58(1): 46-55. Zhou, et al, 2005, The Effect of Strategic Orientations on Technology and Market Based Breakthrough Innovations, Journal of Marketing, Vol.69, April, pp.42-60 136 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 LIMA PILIHAN BISNIS KELUARGA DENGAN INVESTASI DI BAWAH SEPULUH JUTA Uswita Tina Ruhiyat1 , Nur Faiz Al-Adiyah2, Apriani Simatupang3 1 Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected] Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected] 3 Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected] 2 ABSTRAK: Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan data BPS saat ini 7.024.172 orang, berkisar 6,18 persen dari jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka tertinggi pada lulusan SLTA Umum/SMU lebih banyak dibandingkan tingkat lulusan pendidikan lainnya. Pengangguran terbuka lulusan SLTA Umum (SMU) berjumlah 1.546.699 orang. Hal ini menunjukkan penyerapan tenaga kerja lulusan SMU cenderung lambat. Tingginya jumlah pengangguran tersebut karena rendahnya soft skill, alokasi lapangan kerja yang kurang mencukupi untuk lulusan SMU dan mentalitas untuk mencari kerja rendah. Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja melalui bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan investasi di bawah sepuluh juta. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah bisnis yang masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil dan jumlah pekerja masih terbatas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengamatan langsung dengan cara wawancara. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil pengamatan dan hasil perhitungan Payback Period Investasi dari lima (5) pilihan bisnis keluarga dengan investasi di bawah sepuluh juta yang tenaga kerjanya membutuhkan lulusan pendidikan SLTA Umum/SMU. Kata Kunci : , Investasi, Payback period, UMKM. ABSTRACT: Based on data from the national Statistical Center Agency (BPS), the total figure of unemployment in Indonesia is 7,024,172 people which are 6.18 percent of the total labor force. Open unemployment is highest for graduates of general high school which reaches 1,546,699 persons. This shows that employment absorption of high school graduates is relatively slow. The high number of unemployment is due to low soft skills, low availability of employment for high school graduates, and low mentality to search for work. The purpose of this study is to provide information on creating jobs through under ten million rupiahs UMKM businesses both self-managed and family managed. Medium, Small, and Micro Business (UMKM) is a small scale business with small capital and limited number of workers. The method used in this study is observation and interviews. Data analysis was carried out by describing the observations and the results of the Investment Payback Period calculation of five (5) businesses that are investment under ten million chosen based on the need to employ high school graduates. Keywords: Investment, Payback period, UMKM. 137 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Berdasarkan informasi yang diperoleh dari http://bisnis.liputan6.com Jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 200 juta pada 2017 dan angka itu merupakan rekor tertinggi baru. Jumlah pengangguran tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh International Labor Organization atau Organisasi Buruh Internasional (ILO). ILO menyatakan bahwa pengangguran global diperkirakan naik 3,4 juta pada 2017 dan akan menjadi 2,7 juta pada 2018. Hal itu terjadi karena jumlah tenaga kerja tumbuh lebih cepat dari pekerjaan yang diciptakan. Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan data BPS saat ini 7.024.172 orang, berkisar 6,18 persen dari jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka tertinggi pada lulusan SLTA Umum/SMU lebih banyak dibandingkan tingkat lulusan pendidikan lainnya. Pengangguran terbuka lulusan SLTA Umum (SMU) berjumlah 1.546.699 orang. Hal ini menunjukkan penyerapan tenaga kerja lulusan SMU cenderung lambat. Tingginya jumlah pengangguran tersebut karena rendahnya soft skill, alokasi lapangan kerja yang kurang mencukupi untuk lulusan SMU dan mentalitas untuk mencari kerja rendah. Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja melalui bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan investasi di bawah sepuluh juta. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat pengangguran tersebut adalah dengan cara membuka UMKM. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah bisnis yang masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil dan jumlah pekerja masih terbatas.. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk membuka UMKM yaitu dengan mempersiapkan suatu usaha. Mempersiapkan suatu usaha, kegiatan yang harus dilakukan seseorang sebelum memulai usahanya. Tujuan mempersiapkan usaha untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh. Mempersiapkan yang dimaksud adalah apabila "tindakannya nyata", seperti: mengumpulkan modal atau perlengkapan atau alat, mencari lokasi atau tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah atau sedang dilakukan. Mempersiapkan usaha dikenal dengan Perencanaan Usaha. Perencanaan usaha yang dilakukan salah satunya dengan mempersiapkan modal dan dapat melihat pasar yang telah ada, usaha apa yang cocok untuk dilakukan. Mendirikan usaha dapat dilakukan dengan melihat usaha orang lain yang sudah ada yang juga cocok kita lakukan sendiri. Paper ini membantu permasalahan pengangguran dalam menentukan UMKM dari aspek keuangan dengan metode payback period. Berdasarkan uraian latar belakang masalah judul paper kami “Lima (5) Pilihan Bisnis Keluarga dengan Investasi Di Bawah Sepuluh Juta”. Menilai suatu perusahaan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satunya metode payback period metode ini digunakan untuk mengetahui periode yang diperlukan untuk menutup kembali modal yang digunakan pada waktu pertama kali digunakan. Sehingga rumusan masalah penelitian: Bagaimanakah payback period dari lima (5) pilihan bisnis keluarga dengan investasi dibawah sepuluh juta?. Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja melalui bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan investasi di bawah sepuluh juta. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah bisnis yang 138 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil dan jumlah pekerja masih terbatas. Tujuan penelitian ini penulis memaparkan pilihan usaha kecil yang dapat dijalankan dengan investasi dibawah sepuluh juta. Penulis juga memberikan gambaran rincian keuangan usaha kecil dalam bisinis keluarga dengan investasi dibawah sepuluh juta. TINJAUAN LITERATUR Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria asset maksimum 50 juta dan omzet maksimum 300 juta. Martono dan Agus (2010:51) menyatakan analisis laporan keuangan merupakan analisis kondisi keuangan suatu perusahaan yang melibatkan neraca dan laba-rugi. Menurut Martono, laporan neraca menggambarkan jumlah kekayaan (harta), kewajiban (hutang), dan modal dan laporan laba-rugi merupakan laporan yang menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari suatu perusahaan. Kekayaan = Hutang + Modal Sendiri Perhitungan pay back period Sutrisno (2013 : 131) Pay back period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran suatu investasi dengan menggunakan aliran kas masuk neto (proceeds) yang diperoleh. Metode ini merupakan metode yang cukup sederhana untuk digunakan perhitungan investasi suatu usaha. Formula untuk mencari pay back period adalah sebagai berikut: Payback Period = x 1 Tahun Kelemahan Payback Period Martono dan Agus (2010:142) : a. Mengabaikan nilai waktu dari uang b. Mengabaikan proceeds setelah PBP dicapai c. Mengabaikan nilai sisa. METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Menurut Nazir (2014:170) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara 139 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Wawancara yang dilakukan penulis kepada pelaku UMKM dengan menanyakan terlebih dahulu modal awal investasi, yang selanjutnya menanyakan rincian keuangan dan arus kas pelaku UMKM. Menurut Nazir (2014:248-249) cara menarik sampel dapat digunakan dengan metode random sampling, yakni dengan cara undian dan cara menggunakan angka random. Penarikan sampel yang digunakan penulis dengan cara undian, memilih sampel sebanyak 5 (lima) pelaku UMKM dengan modal awal dibawah Rp. 10.000.000,Analisa Data Sugiyono (2013 : 255) membagi analisis data kualitatif menjadi 4 (empat) yaitu, analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis temakultural. Penulis menggunakan analisis data domain, memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari obyek/penelitian. Setelah memperoleh data, data diolah dengan melakukan perhitungan payback period. Data yang diperoleh penulis dari hasil wawancara akan dilakukan perhitungan payback period guna mengetahui periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang sudah dilakukan dari 5 (lima) bisnis keluarga dengan investasi dibawah Rp. 10.000.000,HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan wawancara secara langsung, hasilnya kami menemui 5 pilihan bisnis keluarga dengan berinvestasi dibawah sepuluh juta diantaranya UMKM Jasa cuci motor, UMKM dagang Cimol, UMKM dagang sosis, otak-otak, nugget, bakso, dan roti bakar, UMKM dagang kue cubit, dan UMKM dagang pop ice. UMKM Jasa Cuci Motor Perkembangan usaha jasa cuci motor sama halnya dengan perkembangan penjualan motor. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sekitar 12 persen setahun. Atau sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari. Peningkatan jumlah kenderaan bermotor di Jakarta memicu peningkatan permintaan akan jasa cuci motor tersebut. Modal awal jasa cuci motor Rp 8.373.000, dan waktu jam kerja 08.00 – 20.00. Tabel 1. Peralatan yang dibutuhkan Jasa Cuci Motor No Peralatan Qty Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1 Mesin Semprot salju 1 unit 3,000,000 3,000,000 2 Pompa air 1 unit 800,000 800,000 3 Selang 10 meter 10,000 100,000 4 Sepatu Karet 2 pasang 75,000 150,000 140 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 5 Tempat Penampungan air 225 liter 1 unit 430,000 430,000 6 Kanebo 2 pcs 20,000 40,000 7 Sikat 3 pcs 5,000 15,000 8 Kuas 2 pcs 4,000 8,000 9 Spons 4 buah 2,500 10,000 10 Ember 4 buah 20,000 80,000 TOTAL Sumber : hasil wawancara 4,633,000 Jika target permintaan dalam sehari 10 sepeda motor dengan tarif Rp 15.000 maka laporan keuangan usaha jasa cucimotortersebut sebagai berikut : LAPORAN LABA-RUGI JASA CUCI MOTOR BEKASI Periode Desember 2016 Penerimaan Jasa cuci motor dalam sebulan (tidak ada libur) : 30 hari x 10 motor x Rp 15.000 Biaya yang dikeluarkan per bulan : Biaya habis pakai (shampoo dan KIT) Biaya Listrik dan air Biaya Gaji (1 motor Rp 6000 sehari 10 motor) Rp 9.000 x 300 motor Biaya sewa tempat Biaya penyusutan peralatan (10% x Rp 4.633.000) Total Biaya Laba : Rp 4.500.000 : Rp 340.000 : Rp 200.000 : Rp 2.700.000 : Rp 500.000 : Rp 463.300 : Rp 4.203.300 : Rp 296.700 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 8.373.000 maka Payback Period sebesar PBP = 8.373.300 = 11 bulan 5 hari 760.000 UMKM Cimol Cimol jajanan berbahan Aci (kanji) ini perpaduan antara cilok dan cireng. Bentuknya yang bulat seperti cilok dan renyahnya seperti cireng karena diolah dengan cara digoreng, diberi bumbu kering dan bisa diberi bumbu saus, bumbu kering tersebut terdapat berbagai macam rasa, ada balado, barbeque, pizza, dan keju. Sedangkan untuk bumbu saus tersedia dengan bumbu kacang seperti halnya cilok dan cireng. UMKM Cimol ini berada di daerah Rawalumbu. Modal awal usaha dagang Rp 6.767.000 dan waktu jam kerja 08.00–17.00. Tabel 2. Peralatan yang dibutuhkan usaha dagang Cimol No Nama Qty Harga Satuan (Rp) 141 Jumlah Harga (Rp) Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1 Gerobak 1 1,000,000 1,000,000 2 Kompor Gas 1 Tungku 1 170,000 170,000 3 Penggorengan 1 100,000 100,000 4 Gas 2 130,000 260,000 5 Capitan 2 15,000 30,000 6 Saringan 2 15,000 30,000 7 Sodet 2 15,000 30,000 8 Wadah Cimol 2 25,000 50,000 TOTAL Sumber : Hasil wawancara 1,670,000 LAPORAN LABA-RUGI USAHA DAGANG CIMOL Periode Desember 2016 Penerimaan Usaha Dagang (tidak ada libur) : 25 hari x 70 porsi x Rp 3.000 Biaya yang dikeluarkan per bulan : Biaya bahan habis pakai Biaya Gaji Biaya sewa tempat Biaya penyusutan peralatan (10% x Rp 1.670.000) Total Biaya Laba : Rp 5.250.000 : Rp 2.230.000 : Rp 2.400.000 : Rp 300.000 : Rp 167.000 : Rp 5.097.000 : Rp 153.000 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Cimol sebesar Rp. 6.767.000 berdasar hasil wawancara maka Payback Period sebesar PBP = 6.767.000 = 21 bulan 3 hari 320.000 UMKM Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar Makanan ini disenangi anak – anak SD, membuka UMKM ini cocok di dekat sekolahan, rincian dana yang dibutuhkan untuk menjadi pilihan bisnis sebagai berikut: Modal awal Rp 6.045.500 dan waktu jam kerja 10.00 – 20.00 Tabel 3. Peralatan yang dibutuhkan usaha dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar. No Nama Qty Harga Satuan (Rp) 142 Jumlah Harga (Rp) Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1 Kompor 2 Tungku 1 220,000 220,000 2 Tabung Gas 1 130,000 130,000 3 Penggorengan 1 50,000 50,000 4 Pemanggang 1 125,000 125,000 5 Spatula 1 15,000 15,000 6 Pisau 1 10,000 10,000 7 Saringan 1 15,000 15,000 8 Meja Regulator + selang gas 1 200,000 200,000 1 80,000 80,000 9 TOTAL 845,000 Sumber : Hasil wawancara Tabel 4. Penerimaan Usaha Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar. No Jenis Penerimaan Qty Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1 Sosis 20 pcs 2,000 40,000 2 Otak-otak 25 pcs 2,000 50,000 3 Nugget 20 pcs 2,000 40,000 4 Bakso 25 pcs 2,000 50,000 5 Roti Bakar 25 pcs 2,000 50,000 Total Sumber : Hasil Wawancara 230,000 LAPORAN LABA-RUGI USAHA DAGANG SOSIS, OTAK – OTAK, NUGGET, BAKSO, DAN ROTI BAKAR Periode Desember 2016 Penerimaan Usaha Dagang (25 hari kerja) : 25 hari x Rp 230.000 Biaya yang dikeluarkan per bulan : Biaya bahan habis pakai Biaya Gaji Biaya sewa tempat Biaya penyusutan peralatan (10% x Rp 845.000) Total Biaya Laba : Rp 5.750.000 : Rp 2.736.000 : Rp 2.080.000 : Rp 300.000 : Rp 84.500 : Rp 5.200.500 : Rp 549.500 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Sosis, Otak – Otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar sebesar Rp. 6.045.500 berdasar hasil wawancara maka Payback Period sebesar 143 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PBP = 6.045.500 = 9 bulan 13 hari 634.000 UMKM Dagang Kue Cubit Kue cubit makanan atau jajanan cemilan tradisional asli dari Indonesia.Asal usul untuk nama kue cubit ini sendiri kurang jelas. Nama kue yang satu ini pun tergolong unik. Ada yang beranggapan nama kue cubit diambil dari cara pembuatannya yang menggunakan alat pencapit. Saat kue cubit sudah matang, pembuat kue ini biasanya mengambil kuenya dengan cara dicubit dengan sebuah alat pengapit dari cetakannya.Untuk taburan, kue cubit dapat ditaburi dengan berbagai varian taburan mulai dari coklat meses, kacang almond, keju, dan lain sebagainya. Modal awal Rp 6.910.000 dan waktu jam kerja 08.00 – 17.00. Tabel 5. Peralatan yang dibutuhkan Usaha Dagang Kue Cubit No Nama Qty Harga Satuan (Rp) Jumlah Harga (Rp) 1 Gerobak 1 500,000 500,000 2 Payung Besar 1 100,000 100,000 3 Payung Kecil 1 30,000 30,000 4 Cetakan Kompor Satu Tungku 2 20,000 40,000 1 100,000 100,000 1 130,000 130,000 7 Tabung Gas Regulator + selang gas 1 80,000 80,000 8 Baskom 2 20,000 40,000 5 6 TOTAL 1,020,000 Sumber : Hasil wawancara LAPORAN LABA-RUGI USAHA DAGANG KUE CUBIT Periode Desember 2016 Penerimaan Usaha Dagang Kue Cubit (25 hari kerja) : 25 hari x 250 pcs x Rp 1.000 Biaya yang dikeluarkan per bulan : Biaya bahan habis pakai Biaya Gaji Biaya sewa tempat Biaya penyusutan peralatan (10% x Rp 845.000) Total Biaya Laba : Rp 6.250.000 : Rp 3.558.000 : Rp 2.080.000 : Rp 150.000 : Rp 102.000 : Rp 5.890.000 : Rp 360.000 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Kue Cubit sebesar Rp. 6.910.000 berdasar hasil wawancara maka Payback Period sebesar PBP = 6.910.000 = 14 bulan 23 hari 144 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 462.000 UMKM Dagang Minuman “Pop Ice” Pop Ice yang minuman blender susu pertama di Indonesia dari PT. Forisa Nusa Ersada. Diluncurkan akhir tahun 2002, Pop Ice hadir membawa beragam inovasi rasa spesial.. Modal awal Rp 3.928.000 dan waktu jam kerja 10.00 – 17.00. Tabel 6. Peralatan yang dibutuhkan Usaha Dagang Minuman “Pop Ice” No Nama Qty 1 Blender 2 230,000 460,000 2 Meja Mesin Press Cup Sealer 1 250,000 250,000 1 20,000 20,000 3 Harga Satuan (Rp) Jumlah Harga (Rp) TOTAL 730,000 Sumber : Hasil wawancara LAPORAN LABA-RUGI Usaha Dagang Minuman “Pop Ice” Periode Desember 2016 Penerimaan (25 hari kerja) : Rasa Original - 25 hari x 10 Cup x Rp 5.000 Rasa Komplit – 25 hari x 15 Cup x Rp. 8.000 Total Penerimaan Biaya yang dikeluarkan per bulan : Biaya habis pakai (shampoo dan KIT) Biaya Listrik dan air Biaya Gaji Biaya sewa tempat Biaya penyusutan peralatan (10% x Rp 4.633.000) Total Biaya Laba : Rp 1.250.000 : Rp 3.000.000 : Rp 4.250.000 : Rp 1.468.000 : Rp 100.000 : Rp 1.300.000 : Rp 260.000 : Rp 70.000 : Rp 3.198.000 : Rp 105.200 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 3.928.000 maka Payback Period sebesar PBP = 3.928.000 = 22 bulan 10 hari 175.200 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil wawancara perhitungan payback period dari 5 (lima) pilihan Bisnis Keluarga yang memiliki investasi di bawah Rp 10.000.000.1. UMKM Jasa Cuci Motor Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp 8.373.000 Payback Period sebesar 11 bulan 5 hari. 2. UMKM Cimol 145 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Cimol sebesar Rp. 6.767.000 Payback Period sebesar 21 bulan 3 hari 3. UMKM Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Sosis, Otak – Otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar sebesar Rp. 6.045.500 Payback Period sebesar 9 bulan 13 hari. 4. UMKM Dagang Kue Cubit Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Kue Cubit sebesar Rp. 6.910.000 Payback Period sebesar 14 bulan 23 hari 5. UMKM Dagang Minuman “Pop Ice” Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 3.928.000 maka Payback Period sebesar 22 bulan 10 hari Berdasarkan temuan penulis dalam menentukan pilihan investasi dari 5 (lima) jenis investasi saran penulis: 1. Berdasarkan payback period tercepat usaha jasa cuci motor 2. Berdasarkan modal terkecil usaha dagang minuman “Pop Ice” 3. Berdasarkan jam kerja tercepat Usaha dagang minuman “Pop Ice” DAFTAR PUSTAKA Buku Martono dan Harjito A.(2010).Manajemen Keuangan.Yogyakarta: Ekonisia Nazir.M.(2014).Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Sutrisno.(2013).Manajemen Keuangan Teori Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia Sugiyono.(2013).Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta Website/laman Liputan 6,2017. Berita Bisnis [online] (di update 18 Januari 2017) Tersedia di. http://bisnis.liputan6.com/read/2830012/jumlah-pengangguran-global-bakal-cetakrekor-pada-2017 [Diakses pada tanggal 6 Februari 2017] BIODATA Apriani Simatupang, SE.,M.M lahir di Kota Padang Sidimpuan pada 01 April 1983, merupakan dosen di Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani Bekasi. Mata kuliah yang diampu adalah mata kuliah Manajemen Keuangan, Ekonomi Mikro dan Ekonomi Makro, Matematika Bisnis. Lulusan S1 dari Universitas Riau tahun 2005 dan Lulusan S2 dari STIE Kampus Ungu tahun 2008. Uswita Tina Ruhiyat dan Nur Faiz AlAdiyah merupakan mahasiswa terbaik pada mata kuliah Manajemen Keuangan di Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani Angkatan Tahun 2015. 146 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH INOVASI PRODUK DAN EKUITAS MERK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SEPATU UGAMA CIMAHI Sri Wiludjeng SP Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] ABSTRAK Perkembangan industri sepatu merupakan salah satu tahap kemajuan industri di Indonesia. Industri sepatu mempunyai peranan cukup penting di sektor penambahan ekonomi, yang mana industri sepatu di Indonesia telah bertransformasi menjadi produsen sepatu dalam skala besar, sekaligus mampu memproduksi sepatu berstandar nasional dan bahkan international. Industri sepatu di indonesia diawali dari industri-industri rumahan. Namun dengan adanya perubahan teknologi dan pengetahuan mampu merubah menjadi industri sepatu yang berskala besar, dan bahkan juga mampu merubah perilaku individu, atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk itu industri sepatu dituntut usaha yang kreatif dalam memenuhi dan memuaskan konsumennya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden tentang inovasi produk dan bagaimana tanggapan responden tentang ekuitas merk sepatu merk Ugama, serta bagaimana pengaruh inovasi produk dan ekuitas merk terhadap keputusan pembelian sepatu merk Ugama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode derskriptif dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah Analisis Regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi produk dan ekuitas merk berpengaruh positif dan significant terhadap keputusan pembelian. Untuk itu, dalam penelitian ini menyarankan kepada industri sepatu merk Ugama untuk melakukan inovasi, produk misalnya melalui design, warna, bahan yang berkualitas, harga yang terjangkau, pelayanan penjualan dan layanan purna jual, sehingga konsumen merasa nyaman, bangga, dll. Kata Kunci: inovasi produk, ekuitas merek, keputusan pembelian ABSTRACT The development of the shoe industry is one stage of industrial progress in Indonesia. The shoe industry has a significant role in the addition of the economic sector, which is where the shoe industry in Indonesia has been transformed into a large-scale shoe manufacturer, and able to produce shoes of national and even international standards. The shoe industry in Indonesia starting from home-based industries. But with the changes in technology and knowledge able to transform into a large-scale footwear industry, and even able to change the behavior of individuals or communities to meet their needs. For the footwear industry demanded creative effort in meeting and satisfying customers. This study aims to determine how respondents on product innovation and how respondents on the brand equity of Religious brand shoes, as well as the influence of product innovation and brand equity towards the purchase decision of Religious brand shoes. , The method used is the method derskriptif and sampling technique used was accidental sampling. The statistical analysis used is Multiple Regression Analysis. The results showed that the product innovation and brand equity and significant positive effect on purchasing decisions. Therefore, in this study suggest the shoe industry of Religious brand for innovation, for example through product design, color, material quality, reasonable prices, service sales and aftersales service, so that consumers feel comfortable, pride, etc. Key Words: product innovation; brand equity; buying decision 147 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya faktor teknologi yang semakin fantastis serta meningkatnya pengetahuan manusia, maka akan berdampak pada perubahan pola hidup atau gaya hidup. Di era teknologi ini masyarakat akan selektif dalam memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah kebutuhan sosial, misalnya kedudukan tertentu, mengenakan pakaian dan sepatu yang bagus dan pantas, sehingga masyarakat atau individu tersebut mengharuskan untuk berupaya dalam rangka memenuhi kebutuhannya itu. Tentunya kondisi ini mampu mendorong perusahaan-perusahaan untuk saling bersaing diantara mereka, satu sama lain saling merebut pasar. Masing-masing perusahaan mengeluarkan jurusnya masing-masing, ada yang melalui promosi, ada yang melalui kebijakan harga, dan juga tak jarang melalui inovasi produk, dalam rangka memenangkan persaingan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Ahmad Vian Abdul Fatah, Fe Unikom) bahwa inovasi produk berpengaruh secara positif dan significant antara inovasi produk dengan keunggulan bersaing Pada UKM batik Deden, Tasikmalaya. Strategi inovasi produk atau dengan kata lain pengembangan produk akan dapat meningkat nilai tambah bagi suatu produk. Inovasi produk dapat menciptakan produk baru, bisa berupa produk pengganti, produk imitasi dan produk benar-benar baru. Inovasi tersebut harus mampu membuat produk berbeda dengan produk yang lain dimata konsumennya. Perubahanan gaya hidup akan menjadi peluang bagi perusahaan-perusahaan, salah satunya adalah perusahaan sepatu. Hal ini mengakibatkan persaingan yang ketat diantara para industri sepatu. Masing-masing perusahaan berusaha merebut perhatian konsumennya dengan berbagai design, warna, kualitas, ukuran .dll. Perusahaan sepatu Ugama yang berkedudukan di cimahi, dalam rangka merebut hati dan memuaskan konsumen telah melakukan berbagai perubahan dari design hingga pelayanan purna jual. Namun berdasarkan survey penulis lakukan terhadap konsumen produk sepatu ugama sebanyak 36 orang menyatakan masih terdapat adanya ketidak cocokan item-item pada perubahan sepatu ugama tersebut misalnya ; warnanya masih terlalu muda, modelnya masih lama dlsb, berikut penulis sajikan tabel pra survey : Tabel : 1 Tentang Keluhan Konsumen Pertanyaan 1. Warna sepatu merk Ugama tidak menarik 2. Design sepatu Ugama terbatas 3. Kualitas sepatu merk Ugama kuat 4. Bahan baku sepatu merk Ugama keras 5. Harga sepatu merk Ugama mahal . Sumber : Pra Survey % (Ya) 76 % (Tidak) 24 83 77 31 17 23 69 11 89 Atas dasar pernyataan tersebut diatas, terlihat rata-rata 50% lebih konsumen belum merasa puas, padahal mereka sudah mengenal sepatu merk ugama ini. Perusahaan sepatu Merk Ugama berawal dari perusahaan home industri, yang mampu rata-rata per minggu memproduksi 500 pasang sepatu. 148 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam upaya memberikan kepuasan terhadap konsumen sepatu Ugama melalui “ Inovasi Produk dan Ekuitas Merk terhadap Kepuasan Konsumen sepatu merk Ugama di Cimahi “ perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Bagaimana tanggapan konsumen tentang inovasi produk dan ekuitas merk produk sepatu merk Ugama? b. Bagaimana tanggapan tingkat kepuasan konsumen sepatu merk Ugama ? c. Seberapa besar pengaruh inovasi produk dan ekuitas merk terhadap Keputusan Pembelian sepatu Merk Ugama ? TINJAUAN LITERATUR Persaingan diantara perusahaan semakin lama semakin kuat, hal tersebut dilakukan tidak lain adalah untuk merebut pangsa pasar yang ada. Berbagai cara atau strategi perusahaan dilakukan, salah satunya adalah strategi inovasi produk. Menurut (Stephen Robbins dan Timothy A. Judge, 2008) Inovasi “ sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.” Sedangkan (Everett M. Rogers ,1983) ; Mendefinisikan bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Lebih lanjut (Fandy Tjiptono ,et.al , 2008: 438) mengungkapkan bahwa inovasi bisa diartikan sebagai implementasi praktis sebuah gagasan ke dalam produk atau proses baru, dengan demikian evaluasi terhadap inovasi produk dapat dilakukan melalui dimensi perluasan produk, proses pengembangan produknya, produk baru (produk inovatif). Inovasi produk harus mampu memberikan nilai tambah produk, dengan dengan harapan konsumen dapat terpenuhi. Kondisi ini disebut dengan Ekuitas merk. Lebih lanjut (Kottler & Keller, 2009) menyatakan : “ Brand equity is the added value endowed on products and services, which may be reflected in the way consumer, think, feel, and act with respect to brand”. Sedangkan (Aaker dalam yansen, 2014) mengemukakan ekuitas merk adalah seperangkat asset dan liabilitas merk yang berkaitan dengan suatu merk, nama dan simbolnya, sehingga mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk kepada perusahaan atau pelanggannya. Merk merupakan sesuatu yang penting bagi konsumen atau produsen, karena dengan adanya merk mampu membantu konsumen dalam mengevaluasi sebuah produk yang hendak dibelinya, disamping itu merk juga dapat membantu meyakinkan konsumen bahwa produk yang dibelinya mempunyai kualitas atau merk yang baik. Selain itu, merk juga mampu membantu mengatur persediaan, menawarkan perlidungan hukum. Jika konsumen membeli sebuah produk karena karakteristiknya, misalnya harga, design, kualitas, kenyamanan, pelayanan, simbol, dllsb,nya, maka merk tersebut mempunyai nilai ekuitas yang tinggi (Astuti & Cahyadi, 2007). ( Aaker dalam Yansen, 2014) untuk meningkatkan sebuah merk dapat dilakukan melalui indikator-indikator Brand awarness, Perceived Quality, Brand Asosiation, dan brand Loyality. Ekuitas merk yang bernilai positif akan menguatka keputusan belinya, sedangkan ekuitas merk bernilai negatif akan mengurangi keputusan belinya. Ekuitas merk yang kuat memungkinkan perusahaan meningkatkan marjinnya, selain itu juga ekuitas merk 149 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 mampu meningkatkan penjualan karena mampu meningkatkan loyalitas distribusinya. Sedangkan (Schiffman dan Kanuk, 2007;492) menjelaskan yang dimaksud dengan proses pengambilan keputusan adalah “ A stage of the proses associated with the way consumers make purchase decisions “. Pada umumnya, konsumen sebelum melakukan pembelian terhadap suatu produk tertentu terlebih dahulu melewati beberapa tahap yaitu, pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku pasca membeli. Hal ini dilakukan agar dalam pembelian suatu produk tidak keliru. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis, bila suatu inovasi produk dan ekuitas merk sesuai dengan keinginan konsumen, maka konsumen akan melakukan proses keputusan Pembelian. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : Inovasi Produk (X1) Proses Keputusan Beli Ekuitas Merk (X2) Gambar : 1 Berdasarkan kerangka pemikiran di atas , maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat Pengaruh yang significant antara Inovasi Produk dan Ekuitas Merk terhadap Keputusan Pembelian” METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Variabel yang diteliti adalah inovasi produk sebagai variabel X1 dan ekuitas merk sebagai variabel X2. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan populasi penelitian ini adalah para konsumen yang produk sepatu Ugama di Cimahi. Penelitian ini menggunakan sample yang berjumlah 100 orang, yang dapat diperoleh dengan rumus : N = ----------------(1 + Ne 2) Dimana : n = Besarnya sample N = Jumlah populasi n 150 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Teknik sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling dengan kriteria penilaian jawaban sebagai berikut : Tabel 2. Skor Kriteria Jawaban Pernyataan Skor Sangat Setuju (SS) 5 Setuju (S) 4 Cukup Setuju (CS) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS ) 1 Sumber : Sugiyono Regresi Berganda Analisis regresi berganda dilakukan untuk menjelaskan kontribusi/pengaruh masingmasing variabel independent (X1 ; X2 ; .....dst) terhadap variabel dependent/terikat (Y) dengan rumusan sebagai berikut : Y = a + BX1 + BX2 +.... Bn Dimana : Y = Keputusan pembelian X1 = Inovasi produk X2 = Ekuitas Merk a = Konstanta b = Nilai arah/koefisien HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggapan responden mengenai inovasi Produk sepatu Ugama, dapat dijelaskan pada tabel 3. Tabel 3 Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Inovasi Produk NO Pernyataan A 1 Perluasan lini Produk Model Sepatu Ugama banyak pilihan 2 Sepatu Ugama mengede pankan model yang menarik. SS S CS TS STS RataRata Ket. 7 41 18 34 0 3.21 Cukup Baik 0 51 27 22 0 3.29 Cukup Baik 151 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 B 4 Pengembangan Produk Model sepatu Ugama selalu unik 5 Model Sepatu Ugama tidak meniru Inovasi Produk Model dan bahan sepatu Ugama tidak sama dengan yang lain. Model sepatu Ugama tidak mudah ditiru Jumlah C 6 7 46 43 5 6 0 4.29 Sangat Baik 4 25 52 19 0 3.14 Cukup Baik 28 39 30 3 0 3.92 Baik 4 9 57 30 0 2.87 Cukup Baik Rata- Rata X 20.72 3.45 Baik Sumber : Data Olahan Tabel 3, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Inovasi Produk adalah sebesar 3.45 artinya Inovasi Produk sepatu Ugama “Baik”, karena berada pada interval 3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena inovasi sepatu Ugama tidak ketinggalan jaman, warnanya menarik, model sesuai dengan keinginan konsumen serta bahan baku yang bagus dan kuat. Disamping itu pilihan modelnya mempunyai banyak pilihan, karena perusahaan sepatu Ugama selalu mengedepankan pelayanan terhadap konsumen. Tanggapan responden mengenai Ekuitas Merk Dapat dijelaskan pada tabel 4 Tabel 4 Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Ekuitas Merk NO Pernyataan A Brand Awarness Saya dapat mengingat logo dan simbol sepatu Ugama 1 2 3 B 4 5 6 7 C 8 9 10 SS S CS TS STS RataRata Ket. 15 67 17 1 0 3.96 Baik Bila diminta menyebutkan merk sepatu, yang ada dibenak saya adalah Merk Ugama Saya mengenal sekali produk sepatu merk Ugama Perceived Quality Sepatu yang berkualitas adalah merk Ugama 27 54 17 2 0 4.06 Baik 17 57 26 0 0 3,94 Baik 11 55 27 7 0 3,70 Baik Sepatu merk Ugama Kuat Sepatu merk Ugama sesuai dengan kebutuhan dan keinginan saya Sepatu merk Ugama nyaman dipakai Brand Assosiation Sepatu Ugama adalah sepatu dengan inovasi terbaru Lokasi penjualan Sepatu Ugama mudah dicari Sepatu Ugama memberikan 13 12 60 63 23 22 4 3 0 0 3,82 3.84 Baik Baik 29 48 23 0 0 4.06 Baik 23 53 16 8 0 3.91 Baik 12 53 28 7 0 3.70 Baik 10 72 10 8 0 3.84 Baik 152 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 D 11 12 13 manfaat . Brand Loyality Saya selalu menggunakan sepatu Ugama Saya akan merekomendasikan merk Ugama pada teman Saya tidak terpengaruh promosi merk sepatu lain Jumlah 11 61 19 9 0 3.74 Baik 24 57 19 0 0 4.05 Baik 17 71 10 2 0 4.03 Baik Rata- Rata X Rata- Rata 50.62 3,89 Baik Sumber : Data Olahan Tabel 4, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Ekuitas Merk adalah sebesar 3.89 artinya Ekuitas Merk sepatu Ugama “Baik”, karena berada pada interval 3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena sepatu Ugama dapat memberikan nilai, manfaat, kepada konsumennya. Misalnya, sepatu merk Ugama nyaman dipakai, awet, model menarik, merknya dapat dibanggakan, sehingga konsumen tidak merasa rugi untuk menggunakan sepatu merk Ugama. Tanggapan Responden tentang proses Keputusan Pembelian dapat dijelaskan pada tabel 5, di bawah ini: Tabel 5 Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Keputusan Pembelian NO Pernyataan A Pengenalan Masalah/kebutuhan Anda membeli sepatu sesuai untuk kebutuhan 1 SS S 35 46 CS 3 TS STS 3 0 RataRata 4.13 Ket. Cukup Baik B Pencarian Informasi 2 Sebelum melakukan pembeli an anda mencari informasi . Evaluasi Alternatif 28 53 16 3 0 4.06 Cukup Baik Baik Sebelum melakukan anda akan membanding-banding kan atau memilih-milih terlebih dahulu. Keputusan Pembelian Bila sesuai dengan kebutuhan dan keinginan akan melakukan pembelian Perilaku Pasca Membeli Produk sepatu Ugama pilihan anda yang membuat anda bangga Jumlah 24 56 20 0 0 4.04 Baik 40 39 15 6 0 4.13 Baik 28 53 16 3 0 4.06 Baik Rata- Rata X Rata- 20.42 4.08 Baik C 3 D 4 E 5 153 Rata Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sumber : Data Olahan Tabel 5, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Proses keputusan pembelian adalah sebesar 4.08 artinya proses pengambilan keputusan sepatu Ugama “Baik”, karena berada pada interval 3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena sepatu Ugama dibutuhkan konsumen karena model, warna, kualitas dan lain2. Analisis Pengaruh Inovasi Produk dan Ekuitas Merk terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Hasil analisis regresi berganda menunjukkan, seperti terlihat pada Tabel 6 Tabel 6 Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Model 1 Constant Inovasi_produk Ekuitas_merk Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 6.441 .235 .148 1.878 .100 .063 .248 .276 t Sig 3.336 2.338 3.338 .345 .661 .019 a.Dependent Variable : Keputusan Pembelian Hasil persamaan regresi linier berganda dapat diilustrasikan sebagai berikut: Y = 6.441+ 0,235 X1 + 0,148X2 Tanggapan responden tentang inovasi produk adalah baik, karena berada pada interval 3.4 - 4.1. hal ini menunjukkan bahwa perusahaan atau industri sepatu merk Ugama selalu melakukan inovasi terhadap produknya, apakah warnanya, desingnya, alternatif ukuran yang banyak pilihan, dll. Sedangkan tanggapan respoden tentang ekuitas merk juga baik, karena berada pada interval 3.40 – 4.19, artinya sepatu merk Ugama mampu memberikan sesuatu terhadap konsumennya, misalnya konsumen merasa bangga, merasa nyaman ,harga sepatu merk Ugama terjangkau, dll. Sedangkan hasil analisa regresi berganda menunjukkan hasil Y = 6.441+ 0,235 X1 + 0,148X2 , hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila inovasi produk dan ekuitas merk bernilai 0, maka keputusan pembelian sebesar 6.441. Hal ini mengingat bahwa sepatu sudah merupakan kebutuhan primer. Dalam arti tidak ada inovasi dan ekuitas merk konsumen tetap melakukan pembelian. Bila X1 sebesar 0,235, dapat dijelaskan bahwa pengambilan keputusan dipengaruhi oleh inovasi produk sebesar 0,235, dan kotribusi atau pengaruh ekuitas merk sebesar 0,148, artinya keputusan pembelian sepatu merk Ugama dipengaruhi ekuitas merk sebesar 0,148. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa inovasi produk dan ekuitas merk berpengaruh positif dan significant terhadap keputusan pembelian sepatu merk Ugama di 154 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Cimahi, dengan demikian hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi terhadap perusahaan atau produsen sepatu untuk lebih atau sering melakukan inovasi terhadap produk yang dihasilkan, sehingga dengan adanya inovasi produk tersebut perusahaan atau produsen mampu memberikan nilai bagi pelanggannya. Dengan demikian konsumen tidak ragu-ragu lagi untuk melakukan pembelian sepatu merk Ugama , yang pada akhirnya tujuan perusahaan dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA Artikel dalam Jurnal Publikasi Bagas Prakosa ( 2005), Pengaruh orentasi Pasar, inovasi dan orientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Perusahaan untuk mencapai Keunggulan Bersaing ( studi Empiris pada Industri Manufaktur di Semarang,) Jurnal studi Manajemen dan Organisasi Vol 2 No 1 Januari 2005. Buku Fandy Tjiptono, (2008), Strategi Bisnis Pemasaran. Andi. Yogyakarta. Kotler, Philip dan K. L. Keller. (2007). Manajemen Pemasaran, Ed.12. Jilid 1. Jakarta : Indeks. Kotler, P & Armstrong,G (2007), Manajemen Pemasaran, Edisi sembilan. Alih Bahasa: Drs Alexander Sindoro, Jakarta, Prehallindo Kotler, P dan Keller, K.L. (2009), Manajemen Pemasaran. Edisi duabelas. PT Indeks. Gramedia. Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi ke-12, Jakarta: Salemba Empat. Rogers ,Everett M. (1983) Diffusion of Innovation, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing C., Inc. New York.Shiffman L & Kanuk, LZ, (2008). Perilaku Konsumen , Edisi tujuh. Alih Bahasa Zoelkifli Kasip. Jakarta. Indeks. Disertasi/tesis/skripsi Astuti, Sri Wahyuni dan Cahyadi. I Gde. (2007). Pengaruh Elemen Ekuitas Merk Terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Ahmad Vian Abdul Fatah, Pengaruh Inovasi Terhadap Keunggulan Bersaing Pada UKM Batik Deden , Tasikmalaya , FE Unikom Dewi, Sensi Trihuana, (2006). Analisis Pengaruh Orientasi Pasar dan Inovasi Produk terhadap Keunggulan Bersaing untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran. Tesis. Semarang : Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro BIO DATA : Nama Tempat Lahir Alamat Mobile Pekerjaan : Sri Wiludjeng SP,SE,MP : Madiun : Bandung : 081 2237 8594 : Dosen Universitas Widyatama Bandung. 155 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PERBANDINGAN KARAKTER WIRAUSAHA DAN MANAJER BERDASARKAN LIMA FAKTOR KEPRIBADIAN: STUDI PADA WIRAUSAHA DAN MANAJER DALAM BIDANG KULINER DI JAKARTA UTARA Jesslyn 1, Hannes Widjaya 2 , Kurniati W Andani 3 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 3 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Pembangunan lima kepribadian yang besar sangat cepat di banyak penelitian kepribadian. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak hal yang bisa diprediksi dengan lima ciri-ciri kepribadian yang besar. Sejalan dengan ini, berbagai perangkat pengukuran telah dikembangkan untuk mengukur lima kepribadian yang besar. Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah ada perbedaan karakter antara pengusaha dan manajer berdasarkan model lima faktor kepribadian bahwa keterbukaan terhadap pengalaman, kesadaran, extraversion, keramahan, dan neuroticsm. Metode pemilihan sampel adalah dengan convenience sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 pengusaha dan 30 manajer bidang kuliner di Pantai Indah Kapuk, seperti analisis data responden.technic menggunakan sample t-test independent. Kata Kunci : lima faktor kepribadian, wirausaha, manajer ABSTRACT: Big five personality development is very rapid in many personality research. Various research has shown that many things that are able to be predicted with the big five personality traits. In line with this, various measuring devices have been developed to measure the big five personality. The purpose of this research is conducted in order to determine whether there are differences in character between entrepreneurs and managers based on five-factor model of personality that openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, and neuroticsm. Sample selection method is by convenience sampling. Method of data collection is done by distributing questionnaires to 30 entrepreneurs and 30 managers culinary field in Pantai Indah Kapuk, as responden.technic data analysis using independent sample t-test. Keywords : big five personality, entrepreneurs, managers PENDAHULUAN Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa menjadi seorang wirausaha hanya membutuhkan koneksi dan modal saja. Namun, dalam menjalankan bisnis tidak hanya semata-mata ditentukan oleh seberapa banyak koneksi dan besar modal yang dimiliki 156 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 oleh wirausaha tersebut. Sukses dalam dunia bisnis juga sangat dipengaruhi oleh beberapa indikator yang lain terutama dalam hal karakteristik seorang wirausaha. Berkembangnya bisnis sangat dipengaruhi oleh karakter seorang wirausaha dalam pengambilan keputusan, pengembangan produk, dan lain-lain. Seorang wirausaha harus mempunyai karakteristik yang baik dan kuat. Seorang wirausaha juga di tuntut untuk dapat menjadi pemimpin bagi karyawannya, maka dari itu lebih baik apabila seorang wirausaha sudah mengetahui jenis karakter yang dimilikinya untuk dapat menutupi kelemahan wirausaha dalam berbismis. Apabila kita lihat sekilas maka karakteristik wirausaha mempunyai kesamaan dengan manajer. Pengertian dari manajer sendiri adalah seseorang yang mempunyai tanggung jawab besar untuk seluruh bagian atau organisasi atau bisa diartikan juga sebagai seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatankegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Seorang manajer juga harus mempunyai wawasan dan pengetahuan yang sangat luas agar bisa memimpin dengan baik bagi bawahan di perusahaan atau organisasi tempat manajer tersebut bekerja. Chandler dan Hanks (1994, dalam Envick dan Langford, 2000:9) berpendapat bahwa kompetensi wirausaha berbeda dari kompetensi manajer, di mana kompetensi kewirausahaan terdiri dari enam item yaitu pertama, waktu dan energi yang dihabiskan untuk mencari produk/jasa yang memberikan manfaat nyata bagi pelanggan. Kedua, akurasi dalam mempersepsikan kebutuhan yang tak terpenuhi pelanggan. Ketiga, mengidentifikasi produk/jasa yang diinginkan pelanggan. Keempat, menangkap peluang yang berkualitas tinggi. Kelima, dorongan yang kuat untuk melihat keseluruhan usaha mereka. Keenam, kemampuan untuk mengembangkan secara teknis produk/jasa yang unggul. Sedangkan kompetensi manajer ditandai dengan pertama, alokasi sumber daya yang tepat. Kedua, mengatur dan memotivasi orang. Ketiga, mengkoordinasikan tugastugas. Keempat, kemampuan untuk mengawasi, mempengaruhi dan memimpin orangorang. Kelima, kemampuan untuk mendelegasikan secara efektif. Keenam, menjaga organisasi agar berjalan lancar. Hisrich (1990, dalam Envick dan Langford, 2000:9) membandingkan manajer dengan pengusaha. Dia menegaskan bahwa manajer berusaha untuk menghindari kesalahan dan kegagalan sementara pengusaha menerima kegagalan mereka. Tujuan manajer adalah jangka pendek, sementara tujuan wirausaha adalah jangka panjang (lima sampai sepuluh tahun kedepan). Dia juga menyatakan bahwa motivasi utama dari masing-masing kelompok sangat berbeda. Manajer termotivasi untuk memperoleh kekuasaan dan promosi. Wirausaha termotivasi oleh kesempatan dan kemandirian. Selain itu, manajer mendelegasikan tugas, sementara wirausaha lebih memilih keterlibatan langsung. Untuk membandingkan karakter kedua kelompok individu tersebut, penelitian ini menggunakan Five Factor ModelMcCrae (FFM) atau juga yang dikenal dengan sebutan Big Five Factor Model adalah pendekatan model tipe kepribadian yang dikembangkan oleh Pervin, Cervone & John (2005). Manusia dibedakan kepada karakter-karekter serta kepribadian yang dipunyai oleh setiap individu. Masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri, sikap, dan pola berfikir sendiri yang banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mereka dibesarkan dan bentuk pendidikan yang diperoleh. Teoriteori kepribadian yang ditonjolkannya adalah karakter-karakter kepribadian yang mungkin dipunyai oleh semua manusia di dunia ini, yaitu openness to experience, 157 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Kelima kepribadian tersebut biasanya disingkat menjadi OCEAN. Goldberg, L. R (1993: 27) menjelaskan kelima faktor tersebut yaitu pertama, openness adalah individu yang tertarik terhadap hal-hal baru dan mempunyai keinginan untuk mempelajari hal-hal baru. Kedua, conscientiousness adalah faktor pribadi ini cenderung berhati-hati, tepat waktu, tekun, peka terhadap suara hati, terorganisir, ambisius dan memiliki motivasi untuk mencapai tujuan. Ketiga, extraversion adalah faktor ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain. Seperti mudah bergaul, ceria dan cenderung perhatian terhadap orang lain. Keempat, agreeableness adalah dimensi ini cenderung lebih patuh dengan individu lainnya dan menghindari konflik dengan orang lain. Pribadi ini juga mempunyai hati yang lembut dan baik hati. Kelima, neuroticism adalah pribadi yang cenderung mudah menjadi cemas, mengasihi diri sendiri, emosional dan rapuh terhadap gangguan yang membuat orang tersebut stres. Dengan demikian penelitian perbedaan karakter wirausaha dan manajer akan berdasarkan lima faktor kepribadian tersebut dan yang akan bermamfaat untuk pengenalan karakter setiap individu. Dengan uraian tersebut maka inilah yang mendorong dilakukannya penelitian mengenai masalah penilaian karakter wirausaha dan manajer dengan judul: “Perbandingan Karakter antara Wirausaha dan Manajer Berdasarkan Model Lima Faktor Kepribadian: Studi pada Wirausaha dan Manajer dalam Bidang Kuliner di Jakarta Utara” Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian opennes to experience antara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (2)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian conscientiousness antara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (3)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian extraversionantara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (4)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian agreeablenessantara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (5)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian neuroticism antara wirausaha dan manajer bidang kuliner. TINJAUAN LITERATUR McCrae & Costa (1997: 509) mendefinisikan openness to experience adalah orang yang memiliki imajinasi yang kuat, perhatian terhadap perasaan hati seseorang, lebih menyukai keragaman dan memiliki keingintahuan intelektual. Seseorang yang mempunyai karakter openness to experience juga memiliki penilaian independen dan bukan penilaian yang berdasarkan kepentingan pihak manapun. Seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah cenderung konvesional dalam perilaku dan konservatif dalam pandangan, respon emosionalnya pun masih sedikit diredam. Barrick & Mount (1993, dalam Rothmann & Coetzer, 2003: 69) mendefinisikan conscientiousness adalah seseorang yang mempunyai kontrol diri dan aktif dalam perencanaan, pengoorganisasian dan melaksanakan tugas. Conscientiousness adalah orang yang memiliki tujuan, mempunyai tekad yang kuat dan kemauan yang keras serta orang yang terencana. Tetapi sisi negatif apabila seseorang memiliki nilai yang tinggi pada segi Conscientiousness dapat menyebabkan seseorang tersebut terlihat 158 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 menjengkelkan karena mereka akan cenderung rewel dan sangat pemilih. Sedangkan orang yang memiliki nilai rendah pada Conscientiousness mempunyai sikap yang ceroboh dan perhatiannya mudah teralih. Rothmann & Coetzer (2003: 69) mendefinisikan extraversion sebagai kepribadian yang senang bersosialisasi dengan orang lain, memiliki ketegasan, senang untuk beraktivitas, dan banyak bicara. Seseorang yang memiliki kepribadian extraversion juga adalah seseorang yang optimis dan enerjik. McCrae & Costa (1992: 657) mendefinisikan bahwa seseorang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dapat dicirikan sebagai seseorang yang penuh kepercayaan, pemaaf, peduli terhadap sesama dan mudah ditipu karena mereka cenderung gampang mempercayai orang lain. Seseorang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung hanya mementingkan diri sendiri dan gampang curiga terhadap orang lain. Gosling, Rentfrow & Swann (2003: 508) mendefinisikan bahwa seseorang yang mempunyai karakter neuroticism adalah seseorang yang memiliki emosi yang tidak stabil, tidak percaya diri, minder, dan mudah stres. Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) ia meneliti tentang perbedaan karakter antara wirausaha dan manajer dengan memfokuskan pada 218 subjek yang terdiri dari 119 wirausaha dan 99 manajer. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan kuesioner. Hasil riset Envick & Langfod (2000: 13) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan pada faktor kepribadian openness to experience, extraversion dan neuroticism antara wirausaha dan manajer. Dua hasil lainnya menunjukkan perbedaan yang signifikan pada faktor kepribadian agreeableness dan conscientiousness antara wirausaha dan manajer. Kemudian Zhao & Seibert (2006: 259) meneliti tentang hubungan antara kepribadian dan status kewirausahaan, untuk menguji kepribadian Zhao & Seibert menggunakan Five Factor Model (FFM) yaitu openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Sampel dalam penelitian ini adalah wirausaha dan manajer. Hasil riset Zhao & Seibert (2006: 264) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada faktor kepribadian extraversion antara karakter wirausaha dan manajer, sedangkan terdapat perbedaan yang signifikan pada faktor kepribadian openness to experience, conscientiousness, agreeableness dan neuroticism antara karakter wirausaha dan manajer.Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: METODE PENELITIAN Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yang termasuk non-probability sampling, artinya teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 218). Teknik yang digunakan dalam metode non-probability sampling adalah teknik purposive sampling. Jumlah responden yang digunakan sebagai sampel adalah 60 sampel yang terdiri dari 30 wirausaha dan 30 manajer didasarkan pada penentuan sampel besar, yaitu n lebih besar dari 30 (Supranto, 2003: 28). Responden dalam penelitian dalam penelitian ini adalah wirausaha dan manajer bidang kuliner di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan memalui pembagian angket kepada wirausaha dan manajer bidang kuliner di Pantai 159 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Indah Kapuk, Jakarta Utara. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab menggunakan indikator yang diadopsi dari Mccrae and John (1992:178). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan kompulasi program SPSS (Statistical Product and Service `Solution ) dengan tingkat kesalahan (α) sebesar 5%. Dalam penelitian komperatif ini, penulis menggunakan Uji Beda T-test untuk sampel yang independen (tak berhubungan). Penulis menggunakan alat bantu software SPSS dengan tingkat kesalahan (α) sebesar 5% untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer bidang kuliner di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara berdasarkan model lima faktor kepribadian. Dilakukannya pengujian Uji Beda T-test karena jumlah sampel dibawah 30, data dianggap berdistribusi normal dan data kedua kelompok sama (Santoso dan Tjiptono, 2001: 155). Berikut cara melakukan pengujian Uji Beda T-test: (1) Output bagian pertama (Group Statistics) Terdapat perbedaan rata-rata dalam dua kelompok, masalahnya apakah perbedaan tersebut nyata ataukah tidak. (2) Output bagian kedua (Independent Sample Test), ada dua tahapan analisis yaitu: Dengan Levine Test, diuji apakah varians populasi kedua sampel tersebut sama atau berbeda dan dengan t test dan berdasar hasil analisis Levine Test, diambil keputusan. Setelah diuji apakah mereka mempunyai varians yang sama atau tidak dengan ketentuan bahwa seharusnya varians kedua data adalah sama, lalu dilakukan pengambilan keputusan dengan dasar pengambilan keputusan yang dijadikan acuan adalah (1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. (2) Jika probablitias < 0,05, maka H0 ditolak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian openness to experience. hasil uji t menunjukkan bahwa wirausaha memiliki tingkat openness to experience lebih tinggi dibandingkan dengan manajer. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhao & Seibert (2006: 264) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer dalam kepribadian openness to experience, wirausaha dikenal sebagai pribadi yang terbuka terhadap pengalaman baru, wirasusaha juga selalu mencari sesuatu yang baru dan imajinatif, berbeda dengan manajer yang cenderung menghindari kesalahan, kegagalan dan risiko yang merugikan perusahaan. Pada pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian conscientiousness.Hasiluji t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat conscientiousness lebih tinggi dibandingkan dengan wirausaha. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) dan Zhao & Seibert (2006: 264) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer dalam kepribadian conscientiousness. Manajer lebih memiliki karakter seperti terorganisir, berhati-hati dan bertanggung jawab untuk melaporkan 160 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 kepada atasannya, sedangkan wirausaha lebih banyak mengambil risiko dalam pengambilan keputusan (Envick & Langford, 2000: 9) Pada pengujian hipotesis ketiga (H3) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian extraversion. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) dan Zhao & Seibert (2006:259) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian extraversion. Wirausaha dan manajer memiliki kepribadian extraversion yang ditandai dengan mudah bergaul, optimis dan enerjik, karena baik wirausaha dan manajer harus menjaga hubungan yang baik dengan investor, karyawan dan pelanggan. Pada pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian agreeableness.Hasil uji t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat agreeableness lebih tinggi dibandingkan wirausaha. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) dan Zhao & Seibert (2006:259) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian agreeableness. Manajer memiliki kepribadian agreeableness yang ditandai dengan murah hati dan tidak memetingkan diri sendiri. Manajer juga lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja sama dengan orang lain, sedangkan wirausaha cenderung lebih memntingkan diri sendiri. Pada pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian neuroticism. Hasil uji t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat neuroticism lebih tinggi dibandingkan wirausaha. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhao & Seibert (2006; 264) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer dalam kepribadian neuroticism, wirausaha cenderung memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan dengan manajer (Brandstatter, 1997). Tabel 1. Uji t Openness to Experience Levene's Test for Equality of Variances Openness to Equal Experience variances assumed Equal variances not assumed F Sig. 5.968 .018 t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Sig. (2tailed) Mean Differ ence Std. Error Differ ence 58 .000 3.567 .903 1.759 5.374 3.950 50.309 .000 3.567 .903 1.753 5.380 t df 3.950 Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS Berdasarkan hasil uji t pada tabel 1 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk openness to experience dengan equal variances assumed adalah 5,968 dengan probabilitas 0,018 < 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat 161 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 bahwa t hitung sebesar 3,950 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H1 tidak ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian openness to experience. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 50,309, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 13,26 %. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang tidak bertanda negatif, artinya bahwa kelompok pertama memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok kedua maka dapat disimpulkan bahwa wirausaha memiliki tingkat openness to experience yang lebih besar dibandingkan manajer Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu 1,753 < 3,567 < 5,380. Tabel 2 Uji t Concientiousness Levene's Test for Equality of Variances F Concientious ness Equal variances assumed Equal variances not assumed 11.889 Sig. t-test for Equality of Means t Sig. (2taile d) df .001 -2.391 Mean Differ ence Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 58 .020 -2.000 .836 -3.674 -.326 -2.391 46.544 .021 -2.000 .836 -3.683 -.317 Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS Berdasarkan hasil uji t pada tabel 2 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk conscientiousness dengan equal variances assumed adalah 11,889 dengan probabilitas 0,001 < 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat bahwa t hitung sebesar -2,391 dengan probabilitas 0,020 < 0,05 dan H2 tidak ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian conscientiousness. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 46,544, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 19,8 %. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang bertanda negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki tingkat conscientiousness yang lebih besar dibandingkan wirausaha. Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu -2,461 < -0,733 < 0,995. 162 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 3. Uji t Extraversion Levene's Test for Equality of Variances F Extraversion Equal variances assumed Equal variances not assumed t-test for Equality of Means Sig. 2.940 T .092 Std. Mean Error Sig. (2- Diffe Differe tailed) rence nce df 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper .599 58 .552 .500 .835 -1.172 2.172 .599 53.429 .552 .500 .835 -1.175 2.175 Sumber : Hasil Pengelolaahn SPSS Berdasarkan hasil uji t pada tabel 3. di atas, terlihat bahwa F hitung untuk extraversion dengan equal variances assumed adalah 2,940 dengan probabilitas 0,092 > 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians homogen, selanjutnya terlihat bahwa t hitung sebesar 0,599 dengan probabilitas 0,552 > 0,05 dan H3 ditolak. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian extraversion. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 53,429, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 7,9 %. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok tidak bertanda negatif, artinya bahwa kelompok pertama memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok kedua maka dapat disimpulkan bahwa wirausaha memiliki tingkat extraversion yang lebih besar dibandingkan manajer. Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu 1,172 < 0,500 < 2,172. Tabel 4. Uji t Agreeableness Levene's Test for Equality of Variances F agreeablen ess Equal variances assumed Equal variances not assumed 4.821 t-test for Equality of Means Sig. .032 t Mean Sig. (2- Differe tailed) nce df Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -3.959 58 .000 -4.000 1.010 -6.022 -1.978 -3.959 52.822 .000 -4.000 1.010 -6.026 -1.974 SUmber : Hasil Pengelolahan SPSS Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk agreeableness dengan equal variances assumed adalah 4,821 dengan probabilitas 0,032 163 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 < 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat bahwa t hitung sebesar -3,959 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H4 tidak ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian agreeableness. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 52,822, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 8,9 %. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang bertanda negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki tingkat agreeableness yang lebih besar dibandingkan wirasuaha. Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu -6,026< -4,000, <-1,974. Tabel 5. Uji t Neuroticism Levene's Test for Equality of Variances F neuroticism Equal variances assumed Equal variances not assumed 10.459 Sig. .002 t-test for Equality of Means t df Sig. (2tailed ) Mean Differe nce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -3.872 58 .000 -2.767 .715 -4.197 -1.336 -3.872 49.470 .000 -2.767 .715 -4.202 -1.331 Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS Berdasarkan hasil uji t pada tabel 5 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk neuroticism dengan equal variances assumed adalah 10,459 dengan probabilitas 0,002 < 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat bahwa t hitung sebesar -3,872 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H5 tidak ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian neuroticism. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 49,470, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 14,7 %. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok bertanda negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki tingkat neuroticism yang lebih besar dibandingkan wirausaha. Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu -4,202< -2,767 < 1,331. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dengan melalui tahap pengumpulan dan pengelolaan data, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan 164 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 untuk menjawab permasalahan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian openness to experience. (2) Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian conscientiousness. (3) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian extraversion. (4) Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian agreeableness. (5) Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian neuroticism. DAFTAR PUSTAKA Brandstatter, H. (1997). Becoming an entrepreneur-a question of personality structure, Journal of Economic Psychology, 18, 157-177. Ciavarella, M. A., Buchholtzb, A. K., Riordan, C. M., Gatewood, R. D. & Stokes, G. S. (2004). The big five and venture survival:is there a linkage, Journal of Business Venturing, 19, 465-483. Envick, B. R. & Langford, M. (2000). The five-factor model of personality:assesing entrepreneurs and managers, Academy of Entrepreneurship Journal, Vol 6, No.1. Goldberg, L. R. (1993). The structure of phenotypic personality traits,American Psychologist, Vol 48 No.1, 26-34. Gosling, S. D., Rentfrow, P. J. & Swann, W. B., Jr (2003). A very brief measure of the big-five personality domains, Journal of Research in Personality. 37, 504-528. Malhotra, N. K. (2004). Marketing research: an applied orientation, 4th Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Malhotra, N. & Birks, D. (2007). Marketing research, 3rd Edition, © Pearson Education Limited 2007. McCrae, R. R. & Costa, P. T. (1992). Four ways five factors are basic, Personality and Individual Differences,Vol. 52 No. 6, 667-673. McCrae, R. R. And Costa, P. T., Jr (1997). Personality trait structure as a human universality, Americant Psychologist, Vol. 52 No. 5, 509-516. McCrae, R. R. And John, O. P. (1992). An introduction to the five-factor model and its applications, Journal of Personality, 60, 175-215. Pervin, L. A., Cervone, D. & John, O.P. (2005). Personality: theory and research. Hoboken. NJ: Wiley. Rothmann, S. & Coetzer, E. P. (2003). The big five personality dimensions and job perfomance, Journal of Industrial Psychology, Vol. 29 No. 1, 68-74. Santoso, S. & Tjiptono, F. (2001). Riset pemasaran konsep dan aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Sekaran, U. (2003). Research methods for business: a skill building aproach, New York-USA: John Wiley and Sons, Inc. Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supranto, J.(2003). Metode penelitian hukum dan statistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Zhao, H. & Seibert, S. E. (2006). The big five personality dimensions and entrepreneurial status: a meta-analytical review, Journal of Applied Psychology, Vol.91 No. 2, 259-271. 165 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH PERANAN DARI ORANG TUA, ANGGOTA KELUARGA DAN ANGGOTA NON KELUARGA TERHADAP KESUKSESAN BISNIS KELUARGA DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI Lydiawati Soelaiman1, Sanny Ekawati2, Ida Puspitowati3 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 3 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Indonesia merupakan suatu Negara dengan jumlah perusahaan yang besar, bahkan banyak perusahaan go public yang dikendalikan oleh keluarga. Dalam beberapa penulisan menunjukkan pada umumnya perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan non keluarga.Dari kajian literatur, kelangsungan perusahaan keluarga dipengaruhi oleh peran orang tua, anggota keluarga dan anggota non keluarga, selanjutnya dalam tulisan ini dimasukkan keharmonisan keluarga sebagai variabel mediasi. Dalam penelitian ini diambil sebanyak 50 bisnis keluarga di Jakarta Barat dengan teknik judgemental sampling. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pada perusahaan keluarga di Jakarta Barat peranan orang tua dan peranan anggota non keluarga memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap keharmonisan keluarga, sementara peranan anggota keluarga tidak demikian. Selanjutnya hanya peranan anggota non keluarga bersifat signifikan terhadap kesuksesan bisnis keluarga . Dengan demikian, untuk bisnis keluarga di Jakarta Barat, orang tua berperan penting menjaga keharmonisan, namun peran orang tua sebagai generasi sebelumnya tidak lagi memiliki pengaruh pada kesuksesan bisnis keluarga. Selain itu, diperoleh kesimpulan bahwa semakin sedikit anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis maka akan semakin baik terhadap keharmonisan dalam keluarga. Kesuksesan pada bisnis keluarga justru tergantung pada anggota non keluarga yang memiliki kemampuan dan sikap yang lebih profesional. Pada penelitian ini, keharmonisan mampu memediasi kesuksesan bisnis keluarga. Kata Kunci: bisnis keluarga, peran orang tua, peran anggota keluarga, peran anggota non keluarga, keharmonisan keluarga, kesuksesan bisnis ABSTRACT: Indonesia is a country with a large number of companies, even many go public companies controlled by the family. In some writings indicate generally family companies tend to have better performance compared with non-family companies.From literature review, family company survival is influenced by the role of parents, family members and non-family members, then in this paper included family harmony as a mediation variable . In this research, there are 50 family business in West Jakarta with judgmental sampling technique. From the result of the research, it is found that in the family company in West Jakarta the role of parents and the role of non-family members has a significant and positive influence on family harmony, while the role of family members is not the case. Furthermore, only the role of nonfamily members is significant to the success of the family business. Thus, for family businesses in West Jakarta, parents play an important role in maintaining harmony, but the role of parents as previous generations no longer has an impact on the success of family businesses. In addition, the conclusion is that fewer family members are involved in the business, the better the harmony in the family. Success in family business is dependent on non-family members who have more professional skills and attitudes. In this study, harmony is able to mediate the success of family business. Keywords: family businesses, the role of parents, the role of family members, the role of non-family members, family harmony, business success 166 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan jumlah perusahaan keluarga yang besar. Perusahaan keluarga merupakan suatu organisasi dengan keterlibatan anggota keluarga dimana keluarga itu yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan. Lebih dari 90% perusahaan di Indonesia merupakan perusahaan keluarga dan dikendalikan oleh keluarga (Verawati Hansen dan Junarti, 2014). Bahkan, di Indonesia, banyak perusahaan go public yang sahamnya masih dikuasai oleh keluarga. Kondisi ini tentu berpengaruh pada sistem manajemen perusahaan. Mempertahankan keberadaan perusahaan merupakan salah satu tantangan tersendiri untuk perusahaan keluarga. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2012) kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan pada bisnis keluarga dan keberhasilan dalam bidang finansial. Menurut Ilse Matser dan Jozef Lievens (2010) kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi perusahaan di masa depan. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010), faktor yang berpengaruh langsung terhadap kelangsungan perusahaan keluarga adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan yang antara lain terdiri dari orang tua, anggota keluarga lain dan anggota non keluarga. Orang tua merupakan generasi utama yang menjalankan bisnis keluarga. Peran orang tua sangat berpengaruh pada kesuksesan bisnis keluaga. Peranan orang tua merupakan peranan yang utama bagi anak – anak mereka dan bertanggung jawab atas keberhasilan anak – anak mereka. Dimulai dari cara mendidik generasi selanjutnya sampai dengan cara mengelola perusahaan ( Munirwan Umar, 2015 ). Menurut Grant Gordon dan Nicholson (2008) peran orang tua sangatlah penting dan berpengaruh, terutama berkaitan dengan pembagian sumber – sumber modal. Di samping peranan orang tua, peranan anggota keluarga lain juga berpengaruh terhadap kelangsungan sebuah perusahaan. Pada umumnya, perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih unggul daripada perusahaan non-keluarga. Hal ini terjadi karena anggota keluarga lain juga memiliki komitmen yang tinggi pada perusahaannya karena mereka ingin mempertahankan perusahaan agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Hal ini terjadi karena anggota keluarga tersebut terlibat aktif dalam pengelolaan perusahaan (Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2010). Keterlibatan anggota non-keluarga di bisnis keluarga juga memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan bisnis. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010) yang dimaksud dengan anggota non-keluarga adalah anggota non keluarga yang memiliki pengaruh penting terhadap kesuksesan dan pertumbuhan dari perusahaan keluarga. Berdasarkan definisi tersebut anggota non keluarga dapat terdiri dari karyawan non-keluarga, para direktur dewan, dan penasihat profesional atau mentor. Anggota non-keluarga membuat kontribusi penting untuk memperluas basis pengetahuan tentang bisnis keluarga karena mempunyai kualifikasi tambahan dan keterampilan sehingga membantu dalam mengambil keputusan bisnis yang lebih strategis. Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga maka manajemen maupun kinerja perusahaan banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga. Namun, bisnis keluarga tentu tidak luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit dipecahkan. Misalnya adanya ketidakpercayaan antar sesama anggota keluarga, konflik 167 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dalam kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, perbedaan pola pikir manajerial antara generasi pertama dan generasi berikutnya, dan sebagainya. Akibatnya, tidak jarang bisnis keluarga mengalami kemerosotan, bahkan terpaksa tutup, akibat konflik yang berkepanjangan di internal keluarga (Agustinus Simanjutak, 2010). Oleh karena itu, keharmonisan dalam keluarga sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan atau kesuksesan perusahaan keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa dalam Maria N Nancy (2013) keharmonisan keluarga adalah kondisi keluarga yang merasa bahagia ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan diri anggota keluarga tersebut yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota keluarga. KAJIAN LITERATUR Pengaruh peranan orang tua, peranan anggota keluarga dan peranan anggota non-keluarga terhadap keharmonisan keluarga. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter( 2012) hubungan kekeluargaan dan non keluarga merupakan karakter utama yang akan berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Hal ini terjadi karena adanya keterlibatan antara para stakeholders keluarga dan non keluarga yang berpengaruh pada kenyamanan dan komitmen untuk di masa yang mendatang. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian adalah: H1a: Terdapat pengaruh positif peran orang tua terhadap keharmonisan keluarga H1b: Terdapat pengaruh posistif peran anggota keluarga terhadap keharmonisan keluarga H1c: Terdapat pengaruh positif peran anggota non-keluarga terhadap keharmonisan keluarga Pengaruh peranan orang tua, anggota keluarga dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Farrington dan Venter menyatakan bahwa peran orang tua, anggota keluarga , dan anggota non keluarga memiliki peran yang penting bagi kesuksesan bisnis keluarga. Keterlibatan orang tua dalam bisnis keluarga dan dalam hubungan masa kini antara anak-anak memiliki pengaruh pada kesuksesan bisnis keluarga (Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012). Menurut Leach (dalam Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012), anggota keluarga memiliki kesempatan untuk membangun karir yang menantang dan memperkaya untuk diri mereka sendiri dalam bisnis keluarga, menikmati beberapa keuntungan bagi kesuksesan bisnis keluarga. Chua, Chrisman dan Sharma (dalam Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2010) juga menunjukkan bahwa anggota nonkeluarga membantu bisnis keluarga mempercepat pertumbuhan dengan memberikan keterampilan yang dibutuhkan dan ide-ide baru. Bisnis keluarga dengan bantuan luar non keluarga akan meningkatkan kinerja karena adanya tenaga profesional. Usaha kecil yang melibatkan orang luar (non keluarga) dalam perencanaan strategis akan mengalami efisiensi dan peningkatan yang lebih besar. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian adalah: H2a: Terdapat pengaruh positif peran orang tua terhadap kesuksesan bisnis keluarga H2b: Terdapat pengaruh positif peran anggota keluarga terhadap kesuksesan bisnis 168 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 keluarga H2c: Terdapat pengaruh positif peran anggota non-keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga Pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga Penelitian Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2012) menunjukkan bahwa perusahaan keluarga yang sukses adalah keluarga yang mampu mempertahankan keharmonisan dalam keluarganya. Keberlangsungan masa depan yang dirasakan dari bisnis keluarga adalah dampak dari keharmonisan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian adalah: H3: Terdapat pengaruh positif keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga Keharmonisan keluarga memediasi peranan dari orang tua, anggota keluarga dan anggota non- keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Generasi penerus atau anggota keluarga memiliki kesempatan untuk membangun karir dan memperkaya diri mereka sendiri dalam bisnis keluarga untuk mencapai kesatuan tujuan bisnis yang memungkinkan bisnis berkembang lebih besar. Untuk itu, membina keselarasan pribadi dan kebutuhan bisnis adalah penting untuk mengoptimalkan kesehatan bisnis keluarga yang berdampak pada kesuksesan jangka panjang. (Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012). Agar bisnis keluarga untuk bertahan hidup dan untuk menjadi sukses, anggota keluarga harus memelihara hubungan pribadi mereka dengan satu sama lain (keharmonisan), serta dengan para pemangku kepentingan non-keluarga lainnya (Swart dalam Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012). Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian adalah: H4: Keharmonisan keluarga dapat memediasi pengaruh peran dari orang tua, anggota keluarga,dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Peran orang tua Peran anggota keluarga Peran anggota non keluarga H2a H1a H1b Keharmonisan Keluarga H3 H1c H2c H2b Gambar 1 METODE PENELITIAN Hubungan antar variabel Pengambilan Populasi dan Sampel 169 Kesuksesan Bisnis Keluarga Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan-perusahaan bisnis keluarga yang ada di Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel secara tidak acak (non- probability sampling), artinya teknik pemilihan sampel yang tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Naresh K Malhotra, 2005). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah judgemental sampling. Judgemental sampling adalah bentuk sampling dimana pemilihan elemen-elemen untuk menjadi anggota sampel berdasarkan pada pertimbangan yang tidak acak, biasanya sangat subjektif (J. Supranto, 2003). Perusahaan keluarga yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang minimal sudah diteruskan pada generasi kedua. Sampel kuesioner yang terpakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 bisnis keluarga yang berada di Jakarta Barat. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer. Data dapat diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada bisnis keluarga. Variabel bebas dari penelitan ini adalah peran orang tua, peran anggota keluarga, dan peran anggota nonkeluarga, sedangkan variabel terikatnya adalah kesuksesan bisnis keluarga dengan keharmonisan keluarga sebagai variabel mediasi. Tabel 1. Variabel dan Pengukuran Variabel Peran orang tua Pengukuran Mengacu pada peran dan keterlibatan orang tua terhadap kehidupan pribadi dan perusahaan Peran anggota keluarga Mengacu pada keterlibatan anggota keluarga lainnya pada bisnis keluarga Peran anggota non keluarga Mengacu pada keterlibatan anggota non keluarga pada bisnis keluarga Keharmonisan keluarga Mengacu pada hubungan yang harmonis antar anggota keluarga dan hubungan kerja yang menyenangkan dengan anggota non keluarga Kesuksesan bisnis keluarga Mengacu pada pertumbuhan perusahaan Sumber: Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010) Jumlah Indikator 7 3 6 8 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Berdasarkan sampel yang diambil, diperoleh data deskriptif subjek penelitian adalah 68% data bisnis keluarga yang diambil bergerak di bidang kuliner dengan lama usaha 170 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 90% sudah lebih dari 10 tahun. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis keluarga ini 86% menjawab kurang dari 5 orang sedangkan jumlah anggota non keluarga yan terlibat 90% menjawab kurang dari 50 orang. Validitas dan Reliabilitas Sebelum melakukan hubungan regresi antar variabel, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Beberapa indikator tidak memenuhi persyaratan validitas karena memiliki nilai outer loadings < 0,6 sehingga harus dibuang. Gambar di bawah ini adalah indikator yang telah memenuhi syarat validitas. Gambar 2 Uji Validitas Data Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas data untuk mengetahui reliabel atau tidaknya data pada penelitian ini. Data dianggap reliabel jika memenuhi persyaratan koefisien reliabilitas minimal 0,7. Tabel 2. Uji Reliabilitas Variabel Composite Keterangan Reliability Peran Orang Tua 0,804 Reliabel Peran Anggota Keluarga 0,782 Reliabel Peran Anggota Non Keluarga 0,854 Reliabel Keharmonisan Keluarga 0,873 Reliabel Kesuksesan Bisnis Keluarga 0,778 Reliabel Analisis Regresi 171 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gambar 3 Koefisien dan tingkat signifikan model pengaruh peranan orang tua, anggota keluarga, anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga dengan keharmonisan sebagai variabel mediasi Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota keluarga dan pengaruh anggota non keluarga terhadap keharmonisan keluarga untuk kesuksesan bisnis keluarga maka dilakukan analisis regresi dengan hasil sesuai pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota keluarga dan pengaruh anggota non keluarga terhadap keharmonisan keluarga Koefisien Sig Peran orang tua 0,425 0,003 Peran anggota keluarga 0,158 0,340 Peran anggota non keluarga 0,427 0,002 2 R 0,758 Hasil pada tabel 3 menyatakan bahwa peranan orang tua memiliki hubungan yang signifikan terhadap keharmonisan keluarga sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan positif antara peranan orang tua terhadap keharmonisan keluarga (H1a). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010) yang menyatakan bahwa orang tua mempunyai peran penting dalam menjaga keharmonisan dalam keluarga. Untuk peranan anggota keluarga, ternyata dari penelitian tidak diperoleh hasil yang signifikan terhadap keharmonisan keluarga (H1b). Berdasarkan penelitian Lambrecht (2008) ownership yang dipegang oleh beberapa anggota keluarga dapat meningkatkan permasalahan internal yang lebih kompleks dan menuju pada konflik dalam keluarga. Untuk peranan anggota non keluarga ternyata juga memiliki hubungan positif terhadap keharmonisan keluarga (H1c). Hal ini sesuai dengan penelitian L.R. Sorenson (2000) yang menyatakan bahwa anggota non keluarga khususnya profesional memiliki korelasi yang sangat baik terhadap bisnis dan keluarga karena adanya dukungan yang positif. 172 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 4. Pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota keluarga dan pengaruh anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga Koefisien Sig Peran orang tua 0,034 0,886 Peran anggota keluarga 0,185 0,244 Peran anggota non keluarga 0,422 0,014 2 R 0,534 Selanjutnya, jika dilihat pengaruh terhadap kesuksesan bisnis keluarga, ternyata hanya peranan anggota non keluarga yang memiliki pengaruh yang signifikan (H2c) sedangkan peranan orang tua dan anggota keluarga tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010) yang menyatakan bahwa terdapat tiga elemen penting yaitu peranan orang tua, anggota keluarga dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Tabel 5. keluarga Pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis Koefisien 0,183 Sig 0,536 Keharmonisan keluarga R2 0,423 Hasil pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga pada penilitian ini tidak memiliki nilai yang signifikan pada penelitian ini. Hal ini juga berbeda dengan penelitian A.L. Santiago (2000) yang menyatakan hubungan yang harmonis dalam keluarga merupakan kunci sukses dalam perkembangan bisnis keluarga. Efek Mediasi dari Keharmonisan Keluarga Untuk menguji kemungkinan efek mediasi keharmonisan keluarga antara pengaruh peranan orang tua, peranan anggota keluarga dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga (H4) maka dilakukan beberapa pengujian yang mengacu pada Baron dan Kenny (1986). Metode untuk mengidentifikasi efek mediasi didasarkan pada tiga kondisi yaitu: pertama adanya hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen; kedua ada hubungan yang signifikan hubungan antara variabel mediator dan variabel independen dan ketiga menguji hubungan variabel independen dan variabel mediator dengan variabel dependen. Jika hubungan antara mediator dan variabel dependen signifikan dan hubungan variabel independen dan variabel dependen tidak menjadi signifikan maka terjadi mediasi penuh. Sedangkan jika hubungan antara variabel independen dan dependen menjadi menurun namun tetap signifikan maka diperoleh mediasi parsial. Hasil dari pengujian mediasi disajikan pada gambar berikut: 173 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 0,797 (0,000) OT KK 0,669 (0,000) 0,62 (0,008) 0,56 (0,000) 0,048 (0,845) 0,81 (0,000) Gambar 4 0,215 (0,190) KK 0,697 (0,000) AN K 0,548 (0,000) AK KB K KK 0,464 (0,008) 0,517 (0,002) KB K 0,285 (0,011) KB K Hasil pengujian analisis mediasi Berdasarkan hasil pengujian analisis mediasi tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa keharmonisan keluarga mampu menjadi mediasi antara peranan orang tua, peranan anggota keluarga dan peranan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada bisnis keluarga di Jakarta Barat, orang tua memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga keharmonisan. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kedudukan orang tua yang masih disegani dan menjadi panutan. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memberikan panutan yang baik dalam mendampingi anak-anaknya dan mampu menjadi pengendali hubungan yang harmonis di antara anak-anaknya agar dapat saling bekerja sama. Untuk penelitian ini, peranan orang tua tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan pada kesuksesan bisnis keluarga dapat disebabkan karena sampel yang dipilih adalah perusahaan keluarga yang sudah dijalani oleh generasi kedua atau seterusnya, hal ini memungkinkan orang tua (sebagai generasi sebelumnya) sudah tidak terlibat lagi secara langsung dalam keberlangsungan usaha karena sudah melakukan suksesi perusahaan kepada anak-anaknya. Untuk peranan anggota keluarga lain yang terlibat dalam bisnis, hasil penelitian menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara peran anggota keluarga terhadap keharmonisan keluarga dan juga kesuksesan bisnis keluarga. Hal ini dapat terjadi karena meskipun dalam satu keluarga, namun dapat memiliki pandangan yang berbeda. Dalam bisnis keluarga sangat rentan terjadinya kepemimpinan ganda. Semakin sedikit jumlah anggota keluarga yang terlibat langsung (ownership) dalam bisnis akan semakin baik bagi kinerja pertumbuhan dari bisnis. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peran yang jelas dan tanggung jawab dari setiap pemilik anggota keluarga supaya tercapai kesepakatan dan hubungan yang saling mendukung sehingga akan membawa keharmonisan dalam hubungan keluarga dan juga pada pertumbuhan perusahaan. Peranan anggota bukan keluarga memiliki pengaruh signifikan yang positif baik terhadap keharmonisan maupun terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Anggota bukan keluarga akan memberikan kontribusi yang penting berdasarkan pengetahuan yang 174 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 mereka miliki sehingga dapat menambah kualitas dan kemampuan dari bisnis keluarga itu sendiri. Selain itu, anggota bukan keluarga juga membantu menghindari konflik internal, memiliki pandangan yang lebih objektif dan memiliki kinerja yang lebih profesional. Untuk itu, loyalitas dari anggota bukan keluarga perlu dipertahankan karena memiliki keterlibatan yang penting bagi bisnis keluarga. Pada penelitian ini, keharmonisan keluarga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan bisnis keluarga karena seperti telah diuraikan di atas, kesuksesan bisnis keluarga di Jakarta Barat lebih dipengaruhi oleh peranan anggota bukan keluarga sehingga keharmonisan keluarga tidak terlalu berdampak pada kinerja perusahaan keluarga. Di lain sisi, keharmonisan keluarga mampu menjadi mediasi antara peranan orang tua, anggota keluarga dan anggota keluarga lain karena keunikan dalam bisnis keluarga adalah kepercayaan dan loyalitas untuk mengembangkan usaha. Untuk itu, keharmonisan internal dalam keluarga sangat diperlukan untuk meningkatan kesuksesan bisnis keluarga. DAFTAR PUSTAKA Baron, Rueben M., dan Keny, David A. (1986). The moderator mediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 51. No. 6. hal. 1173-1182. Farrington,Shelley., dan Venter, Elmarie. (2010). The Influence of Family And Non Family Stakeholders on Family Business Success. The Southern African Journal of Entrepreneurship And Small Business Management. Vol. 3. No. 107. hal 32-60. Farrington, Shelley., dan Venter, Elmarie. (2012). The Impact of Selected Stakeholders on Family Business Continuity And Family Harmony. Southern African Business Review. Vol. 16. No. 2. hal 69-96 Gordon, Grant., dan Nicholson, Nigel. (2008). Family Wars. United Kingdom: Kogan page corporation. Hansen, Verawati., dan Juniarti. (2014). Pengaruh Family Control, Size, Sales Growth, Dan Leverage Terhadap Profitabilitas Dan Nilai Perusahaan Pada Sektor Perdagangan, Jasa, Dan Investasi. Business Accounting Review. Vol 2. No.1. hal. 121-130. Lambrecht, J. & Lievens, J. (2008). Pruning the family tree: An unexplored path to family business continuity and family harmony. Family Business Review. Vol 21, No.4, hal 295-313. Malhotra, Naresh K. (2005). Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia. Matser, Ilse and Lievens, Jozef. 2010. “The Succession Scorecard, A Tool to Assist Family Business Trans-Generational Continuity.” Entrepreneurship Journal, Vol. 2, No. 3, hal 256 - 278. Nancy, Maria N. (2013). Hubungan Nilai Dalam Perkawinan Dan Pemaafan Dengan Keharmonisan. Proceeding PESAT. Vol. 5. hal 32-39 Santiago, A.L. (2000). Succession Experiences in Philippine Family Businesses. Family Business Review, Vol 13 No.1, hal 15 – 40 Simanjutak, Agustinus. (2010). Prinsip-prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family 175 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Business) Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (PT). Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan. Vol. 12. No. 2. hal 183 – 200 Sorenson, L.R. (2000). The Contribution of Leadership Style And Practices to Family And Business Success. Family Business Review, Vol 13 No.3, hal 15 – 40 Supranto, J. (2003). Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta: Rineka Cipta. Umar, Munirwan. (2015). Peranan Orang Tua Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Anak. Jurnal Ilmiah Edukasi. Vol. 1. No. 1. hal 20-28. 176 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH DESAIN LOGO TERHADAP CITRA NEGARA DAN KEINGINAN UNTUK BERKUNJUNG KE NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA DAN THAILAND Belinda Kinarwan 1, Franky Slamet 2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh dari desain logo terhadap citra negara dan keinginan untuk berkunjung dari wisatawan Indonesia ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Variabel independen yang diteliti adalah disain logo sedangkan variabel dependen adalah citra negara dan keinginan berkunjung. Populasi yang diteliti merupakan kaum muda dari kalangan mahasiswa yang pernah berkunjung ke tiga negara tersebut. Penarikan sampel menggunakan metode nonprobabilitas dengan teknik konveniens. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang didistribusikan kepada 200 responden. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh desain logo terhadap citra negara dan keinginan untuk berkunjung ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemasar destinasi wisata Indonesia dalam menarik wisatawan mancanegara. Kata Kunci: disain logo, citra negara, keinginan berkunjung ABSTRACT: This study aims to investigate the effect of logo design on country image and willingness to visit of Indonesian tourists to Singapore, Malaysia and Thailand. The independent variable is logo design and dependent variables are country image and willingness to visit. Logo design consists of identity recognition, affective reaction and subject familiarity.The population in this study is young people from university student who have visited to those countries. Nonprobability sampling with convenience sampling technique was used in this study. Data were collected using questionnaires distributed to 200 respondents and then were analyzed using multiple regression analysis. The results of data analysis show that logo design have significant impact on country image and willingness to visit. The results are also expected to be reference to Indonesian marketers to attract tourist from abroad to visit Indonesia. Keywords: logo design, country image, willingness to visit PENDAHULUAN Pada saat ini, berwisata sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat. Keinginan untuk berwisata bukan menjadi hal yang sulit untuk sekarang ini. Semakin maraknya promosi objek wisata dan semakin murahnya jasa penunjang baik akomodasi dan transportasi, mempermudah masyarakat untuk berlibur. Menurut Meyer (2009), berwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan untuk memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur dengan tujuan-tujuan yang lain. Berwisata sudah menjadi bagian dari kebutuhan 177 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 sebagian masyarakat Indonesia. Tak hanya bagi kelompok ekonomi mapan, tetapi masyarakat kelas menengah dan bawah pun mulai memandang penting wisata sebagai momen rekreasi keluarga. Secara umum, tingkat penghasilan menjadi penanda intensitas berwisata masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin besar keinginan untuk berlibur. Data World Tourism Organization (WTO) mencatat, jumlah wisatawan Indonesia yang bepergian ke luar negeri pada tahun 2015 meningkat tiga persen dibanding tahun 2014 atau sebesar 6,31 juta wisatawan. Peningkatan jumlah wisatawan ke luar negeri ini bisa terlihat dari peningkatan transaksi belanja dengan menggunakan kartu kredit untuk perjalanan sepanjang tahun 2015 yang mencapai lebih dari Rp 800 miliar atau naik 5% dibanding tahun 2014 (www.bisniswisata.co.id, di akses 14 Oktober 2016). Tujuan wisata favorit wisatawan Indonesia terdiri dari lima negara Asia yakni Singapura menduduki peringkat pertama di ASEAN yang mencapai 31%, Malaysia menduduki peringkat kedua mencapai 25%, kemudian berikutnya adalah China sebesar 13% yang banyak dikunjungi karena pengobatan dengan ramuan-ramuan tradisional yang bagus dan berkhasiat. Selanjutnya, Arab Saudi 7,5% yang banyak dikunjungi untuk wisata religi, dan Thailand mencapai 5,9% untuk berwisata (www.bisniswisata.co.id, di akses 14 Oktober 2016). Dengan demikian tiga negara di kawasan ASEAN yang paling banyak dikunjungi wisatawan Indonesia adalah Singapura, Malaysia dan Thailand. Untuk memperkenalkan pariwisata ke penduduk dunia yang ada di negara lain, suatu negara membuat program branding wisata. Salah satu hal yang dilakukan dalam aktivitas branding wisata yaitu merancang logo dan slogan wisata yang mencerminkan kekayaan alam, peradaban seni dan budaya suatu negara. Slogan Your Singapore diluncurkan pada 2010 menggantikan brand lama, Uniquely Singapore. Logo baru pariwisata Singapura ini sendiri menunjukkan bentuk negara Singapura dengan warna-warninya. Slogan Malaysia Truly Asia merupakan salah satu branding slogan pariwisata paling sukses di Asia. Slogan wisata Malaysia ini bahkan memperoleh beberapa penghargaan, salah satunya sebagai Best Long Term Marketing and Branding Campaign Gold Awards pada Asian Marketing Effectiveness Awards 2008. Slogan Amazing Thailand merupakan salah satu slogan pariwisata tersukses di dunia. Thailand menggunakan slogan ini sejak tahun 1997 hingga kemudian diikuti negara-negara lain di Asia Tenggara. Berkat konsistensinya dalam memasarkan pariwisata, Thailand menjadi salah satu destinasi wisata primadona di Asia Tenggara. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2012) mengenai pengaruh desain logo terhadap citra negara dan keinginan untuk berkunjung. TINJAUAN LITERATUR Desain Logo Lee et al (2012) mengemukakan bahwa di dalam desain logo terdapat tiga dimensi yaitu pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif. Menurut Ackerman (2000:145) identitas adalah representasi paling murni untuk menciptakan nilai untuk membuat sumbangan milik kita pada dunia tempat kita tinggal. Tantangan khusus yang dihadapi adalah membebaskan identitas dari hadapan rintangan fisik, keuangan dan sosial yang menjadi halangan tumbuh. 178 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Menurut Baloglu & McCleary (1999) “Affective image is related to the feelings and emotions that a tourist destination evokes.” Citra afektif terkait dengan perasaan dan emosi yang dibangkitkan oleh destinasi wisata. Afektif mewakili perasaan individu mengenai sebuah objek yang mungkin disukai, tidak disukai atau netral (Fishbein, 1967, dalam Pike, 2008:207). Afektif biasanya menjadi operasional pada tahap evaluasi dari proses pemilihan destinasi (Gartner, 1993). Menurut Zajonc (dalam Lee et al, 2012) “Subjective familiarity can increase people’s affective reactions to logos over time.” Keakraban subjektif dapat meningkatkan reaksi afektif orang terhadap logo. Citra Negara Roth dan Diamantopoulos (dalam Carneiro dan Faria, 2016) mengemukakan bahwa “Strongly advise against the use of the conative aspect as a component of country image.” Selanjutnya ia mengemukakan bahwa citra negara adalah “The overall perception consumers form of products from a particular country.” Dengan demikian, citra negara merupakan bentuk pemahaman konsumen terhadap negara tertentu berdasarkan pengakuan akan keuntungan dan kerugian dari produk yang diproduksi dan dipasarkan dari negara tertentu di masa lampau. Keinginan untuk Berkunjung Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (dalam Fue et al, 2009) “Behavioural intentions can be viewed as indicator that signal whether customers will remain with or defect from the company.” Keinginan untuk berkunjung merupakan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu yaitu konsumen dapat membentuk keinginan untuk mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamannya dengan sebuah produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu Pengaruh Desain Logo terhadap Citra Negara Menurut Masten (1988) “People transfer sensations generated by visual elements such as logos to the product itself.” Ketika orang menilai kualitas logo tinggi, mereka menganggap bahwa produk mereka juga berkualitas tinggi. Logo yang kuat dapat meningkatkan evaluasi orang dari negara-negara yang mereka promosikan. Dengan kata lain logo berkualitas buruk dapat merusak citra negara, demikian pula sebaliknya. Orang biasanya memilih untuk melakukan perjalanan ke negara-negara yang mereka sukai dan memiliki citra negara yang baik. Menurut Kotler dan Gertner (2002) “Country images influences people’s purchasing, investing, residence and travel decisions.” Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif. H1b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif. H1c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif. Pengaruh Desain Logo terhadap Keinginan untuk Berkunjung Menurut Edllen dan Staelin (dalam Lee et al, 2012) “As visual symbol, logo are supposed to be recognize more quickly than words.” Simbol visual lebih cepat dikenali daripada kata-kata. Menurut Echtner & Ritchie (2003) “Individuals may have an image of a destination without visiting it.” Masyarakat memiliki pendangan dan pendapat yang berbeda tentang 179 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 negara-negara lainnya berdasarkan pengalaman pribadi, pendidikan, konsumsi berita, dan faktor lainnya. Kotler dan Gertner (2002) menyatakan bahwa logo negara sebagai “information processing short-cuts.” Masyarakat cenderung untuk memperhatikan informasi yang menegaskan pengetahuan dan sikap yang sudah ada, dibandingkan menerima informasi baru yang bertentangan dengan pandangan yang sudah ada. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. H2b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. H2c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah kaum muda dari kalangan mahasiswa di Jakarta yang pernah berkunjung ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode nonprobabilitas dengan teknik konveniens. Ukuran sampel ditetapkan sebesar 200. Responden merupakan mahasiswa Universitas Tarumanagara, Jakarta, yang terdiri atas 81 orang pria dan 119 wanita, yang pernah berkunjung ke negara-negara tersebut. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Untuk memudahkan dalam penilaian responden terhadap objek yang diukur, dilampirkan gambar logo promosi wisata dari ketiga negara tersebut seperti yang disajikan pada gambar 1 berikut ini: Gambar 1. Desain Logo Promosi Wisata Singapura, Malaysia dan Thailand Pengukuran variabel desain logo, citra negara dan keinginan untuk berkunjung mengadaptasi instrumen yang digunakan oleh Lee et al (2012), demikian pula dalam 180 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 mengukur pre-existing knowledge and attitude, yang berfungsi sebagai variabel kontrol, seperti disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1 . Operasionalisasi Variabel Variabel Desain Logo Pengenalan Identitas Reaksi Afektif Keakraban Subjektif Citra Negara Pernyataan Saya dapat mengidentifikasi logo negara ini. Logo ini menangkap karakteristik negara yang diwakilkannya. Saya suka logo ini. Logo ini membuat saya merasa bersemangat. Logo ini membuat saya merasa ingin berpetualang. Logo ini membuat saya bosan. Logo ini terlihat akrab bagi saya walaupun saya belum pernah melihatnya. Bagaimana perasaan Anda terhadap negara ini. Skala Likert 1-5 1= sangat tidak setuju. 5= sangat setuju. Likert 1-5 1= sangat tidak suka. 5= sangat suka. Keinginan untuk Berkunjung Saya ingin mengunjungi negara Likert 1-5 ini. 1= sangat tidak setuju. 5= sangat setuju. Pre-existing Knowledge and Saya mengetahui tentang Likert 1-5 Attitude 1= sangat tidak setuju. negara ini. Saya merasa positif terhadap 5= sangat setuju. negara ini. Pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner tersebut telah diuji validitas dan reliabilitasnya, dan dinyatakan valid dan reliabel. Koefisien validitas pernyataan sebagaimana ditampilkan di tabel secara berurut adalah: 0,448; 0,429; 0,508; 0,595; 0,389; 0,696; 0,475; 0,421; 0,548; 0,423; 0,417, dan dinyatakan valid karena lebih besar daripada 0,3 (Hair, 2006). Sementara koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,814, lebih besar daripada 0,6 sehingga dinyatakan reliabel (Malhotra, 2004:268). Sebelum data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu tidak terdapat multikolinearitas, memenuhi normalitas dan tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa syarat asumsi klasik telah terpenuhi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan meregresikan variabel independen, dependen dan kontrol. Hasil analisis regresi ganda dengan menggunakan koefisien standar (beta/ β) disajikan pada tabel 2 berikut ini: 181 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Ganda berdasarkan Koefisien Standar (Beta) Variabel Pengenalan Identitas Reaksi Afektif Keakraban Subjektif Pre-existing Knowledge Pre-existing Attitude Citra Negara 0,232 0,435 0,136 0.133 0,155 Keinginan untuk Berkunjung 0,195 0,437 0,118 0,174 0,170 Persamaan pertama adalah dengan meregresikan pengenalan identitas (X1), reaksi afektif (X2), keakraban subjektif (X3), pre-existing knowledge (C1) dan pre-existing attitude (C2) dan citra negara (Y). Persamaan regresi yang diperoleh dengan menggunakan nilai standar adalah Y= 0,232 X1 + 0,435 X2 + 0,136 X3 + 0, 133 C1 + 0,155 C2. Pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif menjadi prediktor yang signifikan terhadap citra negara, setelah pre-existing knowledge dan pre-existing attitude dikontrol. Reaksi afektif memiliki pengaruh yang paling kuat (β=0,435) dibandingkan pengenalan identitas (β=0,232) dan keakraban subjektif (β=0,136). Pre-existing knowledge dan pre-existing attitude menjadi prediktor yang signifikan terhadap citra negara dengan pre-existing attitude memiliki pengaruh yang lebih kuat (β=0,155) dibandingkan preexisting knowledge β=0,133). Persamaan kedua adalah dengan meregresikan pengenalan identitas (X1), reaksi afektif (X2), keakraban subjektif (X3), pre-existing knowledge (C1) dan pre-existing attitude (C2) dan keinginan untuk berkunjung (Y). Persamaan regresi yang diperoleh dengan menggunakan nilai standar adalah sebagai berikut Y= 0,195 X1 + 0, 437 X2 + 0.118 X3 + 0,174 C1 + 0, 170 C2. Pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif menjadi prediktor yang signifikan dari citra negara, setelah pre-existing knowledge dan preexisting attitude dikontrol. Reaksi afektif memiliki pengaruh yang paling kuat (β=0,437) dibandingkan pengenalan identitas (β=0,195) dan keakraban subjektif (β=0,118). Preexisting knowledge dan pre-existing attitude menjadi prediktor yang signifikan dari citra negara dengan pre-existing attitude memiliki pengaruh yang lebih kuat (β=0,174) dibandingkan pre-existing knowledge β=0,170). Hasil pengujian hipotesis ditampilkan pada tabel berikut ini: Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis H1a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif. H1b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif. H1c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi citra negara Signifikansi 0.00 Diterima/Ditolak Diterima 0.00 Diterima 0.00 Diterima 182 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 secara positif. H2a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. H2b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. H2c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. 0,00 Diterima 0.00 Diterima 0.00 Diterima H1a, H1b didukung oleh data dan mendukung temuan dari Lee et al (2012), bahwa pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi sikap responden terhadap citra negara secara positif. Sementara H1c juga didukung data tetapi tidak sejalan dengan temuan Lee et al (2012) bahwa keakraban subjektif tidak secara signifikan menjadi prediktor bagi citra negara meskipun juga menunjukkan pengaruh yang positif. H2a, H2b didukung oleh data dan mendukung temuan Lee et al (2012), bahwa pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara positif. Sementara H2c juga didukung data tetapi tidak sejalan dengan temuan Lee et al (2012) bahwa keakraban subjektif tidak secara signifikan menjadi prediktor bagi keinginan untuk berkunjung meskipun juga menunjukkan pengaruh yang positif. Perbedaan responden dapat menjadi penyebab terjadinya perbedaan hasil temuan. Responden penelitian ini merupakan mahasiswa yang pernah berkunjung ke tiga negara tersebut sehingga sudah cukup akrab dengan negara yang menjadi objek penelitian. Sementara penelitian terdahulu dengan objek negara Australia, Kenya dan Malawi yang mungkin belum banyak diketahui oleh responden. Namun demikian, ukuran sampel yang hanya mencakup mahasiswa di satu tempat menjadi keterbatasan di dalam penelitian ini sehingga hasilnya belum dapat untuk digeneralisasi. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa desain logo yang meliputi pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi citra negara dan keinginan untuk berkunjung secara positif. Bagi pemasar destinasi wisata, sebaiknya desain logo menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian khusus karena calon wisatawan amat memperhatikan hal tersebut, yang mempengaruhi citra negara yang akan dikunjungi dan keinginan untuk berkunjung. 183 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 DAFTAR PUSTAKA Ackerman (2000). Identity is Destiny, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Baloglu & McCleary (1999). A model of destination image formation. Analysis of Tourism Research, 26(4), 808-889. Bisnis Wisata, 2015. Jumlah Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri Meningkat Tersedia di: http://www.bisniswisata.co.id [Diakses pada tanggal 14 Oktober 2016]. Carneiro & Faria (2016). Quest for purposefully designed conceptualization of the country of origin image construct. Journal of Business Research, Vol. 69, No. 10, 4411-4420. Echtner & Ritchie (2003). The meaning and measurement of destination image. The Journal of Tourism Studies, Vol. 14, No. 1. Fue, Z., Zuohao, H., Rong, C., Zhilin, Y. (2009). Determinants of online service satisfaction and their impacts on behavioural intention. Total Quality Management, Vol. 20, No. 9, 953-969. Gartner, W.C. (1993). Image information process. Journal of Travel & Tourism Marketing, 2 (2/3), 191-215. Hair (2006). Multivariate Data Analysis, Sixth Edition, New Jersey: Pearson Education. Kotler, P. & Gertner, D. (2002). Country as brand, product and beyond: A place marketing and brand management perspective. Brand Management, 9, 249-261. Lee, S., Rodriguez, L & Sar, S (2012). The influence of logo design on country image and willingness to visit: a study of country logos for tourism. Public Relations Review, 38, 584-591. Malhotra, N.K. (2004). Marketing Research: An Applied Orientation. Fourth Edition, New Jersey: Pearson Education. Masten, D. L. (1988). Logo’s power depends on how well it communicates with target market. Marketing News, 22, 2. Meyer, K (2009). Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata, Jakarta: Unesco Office. Pike, S (2008). Destination Marketing, An Integrated Marketing Communication Approach. Oxford: Elsevier. 184 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH REPUTASI, BRAND IMAGE, PERCEIVED RISK, ESATISFACTION TERHADAP NIAT MENGGUNAKAN UBER Margaretha Pink Berlianto Universitas Pelita Harapan, Karawaci, [email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagimana reputasi, brand image, resiko yang dirasakan, kepuasan dan niat pengguna terhadap taksi UBER. Seperti yang diketahui bahwa saat ini moda transportasi online semakin marak sehingga mengakibatkan persaingan menjadi lebih sengit. Untuk itu diperlukan suatu investigasi mengenai pandangan pelanggan terhadap reputasi dan brand image UBER dan bagaimana resiko yang dirasakan, kepuasan dan niat penggunaan pelanggan. Penelitian ini terdiri dari tujuh hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah brand image berpengaruh positif terhadap kepuasan dan kepuasan berpengaruh terhadap behavioral intention. Kata Kunci: reputasi, citra merek, e-kepuasan, persepsi resiko, perilaku niat ABSTRACT: The purpose of this study to find out how are reputation, brand image, perceived risk, e-satisfaction and behavioral intention of UBER taxi users. As we known that the current online transportation more rampant, resulting competition in this industry becomes more fierce. It required an investigation about reputation, brand image, perceived risk, e-satisfaction and behavioral intention of UBER users. The study consists of seven hypotheses. The result shown that brand image has a positive and significant effect to satisfaction and satisfaction has a positive and significant effect to behavioral intention. Keywords: reputation, brand image, e-satisfaction, perceived risk, behavioral intention PENDAHULUAN Perkembangan internet dan teknologi telah membuat berdirinya berbagai macam ecommerce. Dimulai dari e-commerce yang memberikan layanan penjualan produk sampai dengan e-commerce yang menyediakan layanan penjualan jasa, seperti layanan jasa transportasi taksi online, yaitu Uber. Munculnya layanan taksi online seperti Uber menambah persaingan dalam bidang jasa transportasi, yaitu antara penyedia transportasi tradisional dan transportasi online seperti Go Car. Agar dapat unggul dalam persaingan ini dan dapat bertahan terus, masing-masing perusahaan harus dapat memberikan layanan yang baik agar pelanggan menjadi puas dan berniat untuk menggunakan transportasi tersebut. Selain layanan baik, faktor penting lainnya adalah reputasi, perceived risk (Kim dan Lennon, 2013), dan brand image dari penyedia layanan tersebut agar tercipta kepuasan dan perilaku pembelian dimasa datang. Kepuasan dan perilaku pembelian sangat penting bagi perusahaan agar dapat terus bertumbuh dan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan dalam melakukan strategi pemasarannya (Tsiotsou, 2006). Masih sedikit penelitian yang dilakukan dalam menginvestigasi bagaimana pengaruh reputasi, perceived risk dan citra merek terhadap kepuasan dan behavioral intention, khususnya di Jabodetabek dan di bidang layanan penyedia jasa transportasi online. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana reputasi, perceived risk, dan citra merek Uber berpengaruh terhadap kepuasan dan behavioral intention dari generasi Y. Selain memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu 185 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pengetahuan, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap penyedia layanan Uber. TINJAUAN LITERATUR Reputasi Terdapat berbagai titik pandang mengenai reputasi perusahan. Definsi reputasi perusahaan dapat dilihat dari berbagai macam persepktif. Dalam perspektif akuntansi, reputasi dilihat sebagai asset bernilai yang tidak berwujud (Chun, 2005). Reputasi dilihat sebagai sinyal atau ciri dalam sudut pandang ekonomis. Reputasi digambarkan sebagai karakter yang membedakan tipe perusahaan dan dapat menjelaskan perilaku strategis sebuah perusahaan dalam teori permainan (Fombrun dan van Riel, 1997). Reputasi menghasilkan persepsi sebuah perusahaan dan tindakannya diantara kompetitor, pegawai, investor, pelanggan dan umum dalam teori permainan (Fombrun dan van Riel, 1997). Dalam pandangan perilaku organisasi, reputasi dilihat sebagai pengalaman pegawai atau persepsi organisasi yang dipegang oleh pemangku kepentingan dari internal perusahaan (Fombrun dan van Riel, 1997). Dalam pandangan pemasaran, reputasi dilihat sebagai pandangan dari pelanggan atau perspektif pengguna akhir dan berpusat pada bagaimana reputasi tersebut dibentuk (Fombrun dan van Riel, 1997). Sedangkan definisi reputasi perusahaan berdasarkan pandangan institusi adalah evaluasi keseluruhan mengenai sejauhmana sebuah perusahaan secara substansial adalah baik atau buruk. Reputasi juga didefinisikan sebagai representasi persepsi dari tindakan masa lalu perusahaan serta perkiraan perilakunya di masa depan yaitu daya tarik universal yang dimiliki organisasi untuk konstituen kuncinya dibandingkan dengan pesaingnya. (Fombrun, 1996). Selain itu, Barnett et al. (2006) mendefinisikan reputasi perusahaan sebagai sejumlah pengalaman pemangku kepentingan dan persepsi dari identitas dan gambar dari perusahaan. Pada penelitian ini menggunakan definisi reputasi dari perspektif institusi. Reputasi perusahaan mempengaruhi sikap berbagai pemangku kepentingan terhadap organisasi, seperti retensi karyawan, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan (Chun, 2005). Bagi sebuah perusahaan baru, salah satu faktor penentu keberhasilannya adalah menciptakan dan memelihara reputasi yang positif (Fischer dan Reuber, 2007). Reputasi digunakan pelanggan sebagai sinyal dari kualitas sebuah produk atau jasa dan perusahaan tersebut dapat mengenakan harga yang lebih tinggi kepada pelanggannya (Shapiro, 1983). Selain itu, perusahaan yang memiliki reputasi positif juga menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan (Gatzert, 2015). Menurut Shandwick (2012), keputusan pembelian yang dibuat oleh pelanggan diambil berdasarkan reputasi perusahaan bukan berdasarkan produk atau layanan yang dibeli dan reputasi perusahaan memberikan kepastian mengenai produk yang dibeli dan kinerja keuangan bukanlah merupakan topik utama dalam keputusan pelangan dalam pembelian. Reputasi perusahaan juga berkontribusi terhadap market value perusahaan (Shandwick, 2012). Reputasi adalah sesuatu yang unik yang berasal dari fitur internal perusahaan yang unik sehingga sulit untuk ditiru (Fombrun dan van Riel, 1997). 186 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Perceived Risk Perilaku pembelian pelanggan dapat saja beresiko karena keputusan pembelian yang diambil dapat mengarah pada konsekuensi yang tidak dapat diprediksi dan konsekuensi yang tidak mengguntungkan (Bauer, 1960). Dalam menjelaskan dan memahami evaluasi pelanggan, pilihan dan perilaku pembelian, perceived risk merupakan konstruk penting dalam pemasaran. (Bauer, 1960). Perceived risk dalam pembelian tradisional, lebih rendah daripada dalam pembelian secara online. Dalam pembelian online, perceived risk dapat saja terjadi dalam beberapa hal seperti, resiko finansial, resiko kinerja, resiko psikologi, resiko fisik, resiko sosial, resiko waktu, resiko privasi, resiko pembayaran, resiko sumber situs dan resiko pengiriman. Kim dan Lennon (2013) menyatakan bahwa resiko (keuangan, kinerja, psikologi dan waktu) lebih tinggi pada bisnis online daripada toko offline. Menurut Dowling (1986), pelanggan akan mengambil strategi pengurangan resiko seperti mencari produk yang bermerek, produk yang bermutu atau mencari saran dari sumber terpercaya.Menurut Peter dan Ryan (1976), perceived risk adalah estimasi subjektif pelanggan yang terhubung dengan konsekuensi dari keputusan pembelian yang salah. Citra Merek Citra merek didefinisikan sebagai persepsi merek yang dicerminkan dari asosisasi mereka yang berada di dalam ingatan konsumen (Keller, 1993). Menurut Roy dan Banerjee (2007), brand image menggambarkan bagaimana konsumen berpikir mengenai merek dan perasaan yang dibangkitkan ketika mereka memikirkan merek tersebut. Oleh karena itu, memahami citra merek merupakan perhatian utama untuk manajemen jangka panjang merek. Citra merek diturunkan dari evaluasi dari kinerja merek dan mengacu pada asosiasi yang tidak berwujud dari pelanggan terhadap suatu merek atau industri (Alwi et al., 2016). E-satisfaction Kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyampaian pelayanan karena dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang dan pemberikan referensi dari pelanggan yang puas tadi, sehingga meningkatkan market share (Barsky, 1992). Menurut Martins et al. (2013) kepuasan berpengaruh terbalik terhadap niat untuk berpindah, dimana pelanggan yang puas kurang ingin berpindah dibandingkan dengan pelanggan yang tidak puas. Hal ini berarti bahwa pelanggan yang puas akan enggan untuk berpindah ke merek lain sehingga menyebabkan pelanggan tersebut menjadi loyal. Pelanggan yang loyal akan terus menerus menggunakan layanan tersebut dan merupakan asset bagi perusahaan untuk tetap berkelanjutan. Menurut Oliver (1980), kepuasan merupakan respon afektif berikut dengan pengalaman harapan-diskonfirmasi yang melibatkan proses kognitif. Esatisfaction adalah kepuasan pelangan dalam menggunakan atau berbelanja di toko online. Behavioral Intention Behavioral intention merupakan sinyal dari pilihan pembelian actual dan keinginan untuk memonitor (Zeithaml et al., 1996). Menurut Ajzen dan Fishbein (1977), behavioral intention merupakan komitmen atau keputusan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu dan sering berhubungan dengan perilaku dimasa depan yang jelas. 187 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pada penelitian ini, behavioral intention mengacu pada kecenderungan seseorang untuk melakukan pembelian atau menggunakan uber. Hubungan antara Reputasi, Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan Reputasi yang baik yang dimiliki oleh sebuah perusahaan menunjukkan bahwa banyak pelanggan yang puas dan sedikit pelanggan yang tidak puas dan terjadinya peningkatan keuntungan (Chun, 2005). Reputasi perusahaan juga berpengaruh terhadap perilaku pelanggan, seperti customer perceived value, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, switching cost, dan komitmen pelanggan; perilaku karyawan seperti komitmen organisasi, turnover intention dan kepuasan karyawan; perilaku investor seperti loyalitas dan kepuasan investor; behavioral intention seperti niat membeli, niat untuk bekerja di tempat tersebut dan niat untuk berinvestasi; dan word of mouth (Maden at al., 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gul (2014) di Pakistan menemukan bahwa reputasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Maden et al., 2012). Selain berpengaruh terhadap kepuasan, reputasi juga berpengaruh positif terhadap behavioral intention, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maden et al. (2012). Berdasarkan uraian diatas, maka: H1: Reputasi berpengaruh positif terhadap kepuasan H2: Reputasi berpengaruh positif terhadap behavioral intention Hubungan antara Perceived risk , Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan Persepsi pelanggan mengenai resiko memainkan peranan penting dalam menentukan keputusan mereka, seperti keputusan menjadi pelangan tetap dan berbelanja secara online lebih beresiko daripada berbelanja pada brick and mortar store (Van den Poel dan Leunis, 1995). Johnson et al. (2008) menemukan bahwa perceived risk berpengaruh negatif terhadap kepuasan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Chang (2013) pada konsumen elektonik di Taiwan. Kim dan Lennon (2013) pada penelitiannya yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan bahwa perceived risk memiliki pengaruh negatif terhadap behavioral intention. Hal ini juga didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Park et al. (2005) terhadap 244 mahasiswa yang berbelanja online di Amerika Serikat. H3: Perceived risk berpengaruh negatif terhadap kepuasan H4: Perceived risk berpengaruh negatif terhadap behavioral intention Hubungan antara Brand Image, Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan Menurut Gronholdt et al. (2000), salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan adalah dengan melakukan branding. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chitty et al. (2007) di Australia yang menemukan bahwa brand image memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan penelitian dan penelitian yang dilakukan oleh Martenson (2007) terhadap toko retail. Akan tetapi hasil yang ditemukan oleh Wu (2011) pada industri perawatan kesehatan menyatakan bahwa brand image tidak berpengaruh terhadap kepuasan. Brand image yang menyenangkan pada akhirnya akan menciptakan terjadinya behavioral intention, seperti revisit intention (Wu, 2011). Citra merek juga berpengaruh terhadap behavioral intention. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakuan oleh Wu (2011) pada bidang perawatan kesehatan di Taiwan. Maka berdasarkan uraian diatas: 188 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 H5: Brand Image berpengaruh positif terhadap kepuasan H6: Brand Image berpengaruh positif terhadap behavioral intention Hubungan antara Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan Berbagai penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kepuasan dengan behavioral intention, seperti penelitian yang dilakukan oleh (Wu, 2011) di industri perawatan kesehatan di Taiwan, dan penelitian yang dilakukan oleh Cham et al. (2016) di Malaysia dan Bahsir dan Madhavaiah, (2015) terhadap internet banking di India. Berdasarkan uraian diatas, maka: H7: Kepuasan berpengaruh posiitif terhadap behavioral intention Reputation H1 H2 H4 E-Satisfaction Perceived Risk H7 Behavioral Intention H5 H6 H3 Brand Image Gambar 1. Model Penelitian Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini (2017) METODE PENELITIAN Populasi pada penelitian ini adalah individu yang pernah menggunakan pelayanan taksi Uber. Jumlah kuisioner yang disebarkan terhadap 200 responden dengan teknik pengambilan adalah purposive sampling, yaitu orang yang pernah menggunakan taksi UBER. Dari 200 kuisioner yang disebarkan hanya ada 100 sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Semua item menggunakan skala pengukuran five point Likert Scale. Variabel reputasi terdiri dari tiga pertanyaan yang diadopsi dari Doney dan Cannon (1997) dan Kim dan Lennon (2013), variabel perceived risk terdiri dari tiga pertanyaan yang diadopsi dari Kim dan Lennon (2013), variabel brand image terdiri dari empat pertanyaan yang diadaptasi dari Bayol et al. (2000), variabel kepuasan terdiri dari tiga pertanyaan yang diadopsi dari Chu et al. (2012) dan variabel behavioral intention terdiri dari empat pertanyaan yang diadopsi dari Chen dan Barnes (2007). Analisis data menggunakan Structured Estimate Model dengan menggunakan smartPLS 3.0. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Profil Responden Seluruh responden pada penelitian ini pernah menggunaan taksi Uber (100%). Profil responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Profil Responden 189 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pernyataaan Pernah Menggunaakan Uber? Ya Tidak Gender Pria Wanita Usia < 17 tahun 17-24 tahun >24 tahun Frekuensi menggunakan Uber dalam waktu 3 bulan terakhir Tidak pernah 1 kali >1 kali Total Persentase (%) 100 0 100 0 45 55 45 55 3 93 4 3 93 4 7 18 75 7 18 75 Sumber: Hasil pengolahan SPSS, 2017 Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan convergent validitiy dan discriminant validity. Uji convergent validity indikator dapat dilihat dari factor loading tiap indikator yaitu ≥ 0,7. Pengujian validitas pada tabel dibawah menunjukkan bahwa seluruh item adalah valid karena memiliki nilai faktor loading ≥ 0,7. Pada pengujian reliabilitas, semua konstruk memiliki nilai average variance extracted (AVE) lebih besar dari 0,5 dan nilai composite reliability (CR) ≥ 0,7, sehingga semua konstruk yang ada reliabel. Tabel 2. Pengukuran Validitas and Reliabilitas Kontruks dan item Outer Loading Reputation (REP) (CR= 0.910,AVE= 0.771) RE1 0.868 RE2 0.904 RE3 0.862 Perceived Risk (PR) (CR= 0.871, AVE=0.694) PR1 0.908 PR2 0.761 PR3 0.824 Brand Image (BI) (CR=0.920, AVE=0.741) BI1 0.866 B12 0.872 B13 0.844 B14 0.860 Kepuasan (CR= 0,917, AVE= 0,787 ) CS1 0.911 CS2 0.878 CS3 0.873 Behavior Intention (CR= 0947, AVE= 0,818 ) IU1 0.890 IU2 0.919 IU3 0.905 IU4 0.904 Notes: CR= Composite Reliability; AVE= average variance extracted. Sumber: Hasil pengolahan PLS, 2017 190 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 3 menunjukkan pengujian validitas deskriminan. Discriminant validity yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model. Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa semua konstruk memiliki nilai lebih besar dari korelasi antarr konstruk dalam model. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua konstruk memiliki nilai validitas deskriminan yang baik. Tabel 3. Validitas Diskriminan Behavioral Intention Brand Image Perceived Risk Reputasi Kepuasan Behavioral Intention 0.905 0.502 0.058 0.438 0.514 Brand Image Perceived Risk Reputasi Kepuasan 0.833 -0.034 -0.048 0.878 0.593 0.887 0.861 -0.083 0.737 0.806 Sumber: Hasil pengolahan data PLS (2017) Tabel 4. Hasil Hipotesis Jalur H1 Reputasi kepuasan H2 Reputasi behavioral intention H3 Perceived Risk kepuasan H4 Perceived Risk behavioral intention H5 Brand Image kepuasan H6 Brand Image behavioral intention H7 Kepuasan behavioral intention Note: Tingkat signifikansi:p <0.05. P value 0.489 0.155 0.390 0.195 0.000 0.154 0.008 Hasil Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Signifikan Tidak signifikan Signifikan Sumber: Hasil pengolahan PLS, 2017 Pembahasan Pada hipotesis pertama menyatakan bahwa reputasi berpengaruh terhadap kepuasan. Akan tetapi hasil dari penelitian tidak mendukung hipotesis ini, yaitu reputasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan. Hasil nilai rata-rata dari reputasi Uber dalam penelitian ini adalah baik dan nilai rata-rata dari kepuasan menunjukkan bahwa pada dasarnya pengguna Uber cukup puas dengan Uber. Hal ini berarti bahwa walaupun sebuah pemberi layanan memiliki reputasi yang baik, hal ini tidak membuat pelangan menjadi puas. Kepuasan pelanggan tidaklah dilihat dari sebuah reputasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Hipotesis kedua menyatakan bahwa reputasi berpengaruh terhadap behavioral intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reputasi tidak berpengaruh terhadap behavioral intention. Nilai rata-rata dari behavioral intention menunjukkan bahwa behavioral intention dari pengguna Uber cukup baik. Hal ini berarti walaupun Uber memiliki reputasi yang baik bagi penggunanya akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi niat untuk menggunakan Uber. Meskipun reputasi yang dimiliki Uber baik, tetapi hal ini tidak mempengaruhi niat menggunakan Uber. Dapat dikatakan pelanggan memiliki beberapa alternatif untuk memilih menggunakan transportasi yang ada. Mereka dapat menggunakan transportasi pribadi, taksi tradisional dan lainnya. Uber bukanlah merupakan pilihan utama pelanggan dalam memilih mode transportasi walaupun memiliki reputasi yang baik. Bisa saja perusahaan transportasi lainnya memiliki reputasi yang sama sehingga niat menggunakan terbagi kepada beberapa alternatf lainnya. 191 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hipotesis ketiga dan keempat menyatakan bahwa perceived risk berpengaruh negatif terhadap kepuasan dan bahevioral intention. Hasil penelitian tidak mendukung hipotesis ini. Hipotesis kelima menyatakan bahwa brand image berpengaruh terhadap kepuasan. Hasil penelitian mendukung hipotesis ini. Berdasarkan hasil rata-rata pada penelitian ini menunjukkan bahwa citra merek Uber bagi pengguna cukup baik. Kepuasan pelanggan terhadap Uber juga cukup baik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yaitu Chitty et al., (2007) dan Martenson (2007). Hipotesis keenam menyatakan bahwa brand image berpengaruh terhadap behavioral intention. Hasil penelitian tidak mendukung hipotesis ini, bahwa brand image tidak berpengaruh terhadap behavioral intention. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna Uber tidak melihat citra merek dalam melakukan perilaku pembelian. Perilaku pembelian tidak dipengaruhi oleh citra merek perusahaan. Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh terhadap behavioral intention. Hasil penelitian mendukung hipotesis ini dan juga didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu Bahsir dan Madhavaiah (2015); Cham et al. (2016) dan L. Wu (2011). KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa reputasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan dan behavioral intention, perceived risk tidak berpengaruh terhadap kepuasan dan behavioral intention, brand image hanya berpengaruh terhadap kepuasan dan tidak berpengaruh terhadap behavioral intention dan kepuasan berpengaruh terhadap behavioral intention. Implikasi teori dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi terhadap literatur tambahan di bidang pemasaran bahwwa reputasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan dan behavioral intention, dan brand image tidak berpengaruh terhadap behavioral intention pada industri layanan transportasi online. Implikasi manajerial adalah memberikan masukan bahwa berdasarkan hasil dari penelitian ini, reputasi Uber dan citra mereka Uber berada pada tingkat yang cukup baik akan tetapi tidak mempengaruhi niat perilaku pengguna terhadap Uber. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa pesaing memiliki reputasi dan citra merek yang setara dengan Uber. Untuk itu, Uber perlu memikirkan strategi pemasaran atau layanan yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya. Agar dapat menaikkan niat untuk menggunakan Uber dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan responden yang telah bekerja, menggunakan data yang lebih besar, dilakukan di kota lain di Indonesia dan diaplikasikan pada bidang lain selain jasa transportasi taksi online. DAFTAR PUSTAKA Alwi, S. F. S., Nguyen, B., Melewar, T., Loh, Y. H., & Liu, M. (2016). Explicating industrial brand equity. Industrial Management & Data Systems, 116(5), 858–882. http://doi.org/10.1108/IMDS-09-2015-0364 Ajzen, I., & Fishbein, M. (1977). Attitude-Behavior Relations : A Theoretical Analysis and Review of Empirical Research. Psychological Bulletin, 84(5), 888–918. Bahsir, I., & Madhavaiah, C. (2015). Consumer attitude and behavioural intention towards Internet banking adoption in India. Journal of Indian Business Research, 192 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 7(1). http://doi.org/10.1108/JIBR-02-2014-0013 Barnett, M. L., Jermier, J. M., & Lafferty, B. A. (2006). Corporate Reputation: The Definitional Landscape. Corporate Reputation Review, 9(1), 26–38. http://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1550012 Barsky, J. D. (1992). Customer satisfaction in the hotel industry: meaning and measurement. Hospitality Research Journal, 16(1), 51–73. Bauer, R. . (1960). Consumer Behavior as Risk Taking (R.S Hancoc). Chicago: American Marketing Association. Bayol, M.-P., De la Foye, A., Tellier, C., & Tenenhaus, M. (2000). Use of PLS Path Modelling to estimate the European Consumer Satisfaction Index ( ECSI ) model. Statistica Applicata, 12(3), 361–375. Cham, T. H., Lim, Y. M., Aik, N. C., & Tay, A. G. M. (2016). Antecedents of hospital brand image and the relationships with medical tourists ’ behavioral intention. International Journal of Pharmaceutical and Healthcare Marketing, 10(4), 412– 431. http://doi.org/10.1108/IJPHM-02-2016-0012 Chen, Y.-H., & Barnes, S. (2007). Initial trust and online buyer behaviour. Industrial Management & Data Systems, 107(1), 21–36. http://doi.org/10.1108/02635570710719034 Chen, Y., & Chang, C. (2013). Towards green trust. Management Decision, 51(1), 63– 82. http://doi.org/10.1108/00251741311291319 Chitty, B., Ward, S., & Chua, C. (2007). An application of the ECSI model as a predictor of satisfaction and loyalty for backpacker hostels. Marketing Intelligence & Planning, 25(6), 563–580. http://doi.org/10.1108/02634500710819941 Chu, P. ., Lee, G. ., & Chao, Y. (2012). Service Quality , Customer Satisfaction , Customer Trust , and Loyalty in a E-Banking Context. Social Behavior and Personality, 40(8), 1271–1284. Chun, R. (2005). Corporate reputation: Meaning and measurement. International Journal of Management Reviews, 7(2), 91–109. http://doi.org/10.1111/j.14682370.2005.00109.x Doney, P. M., & Cannon, J. P. (1997). An examination of the nature of trust in buyerseller relationships. The Journal of Marketing, 61, 35–51. Dowling, G. R. (1986). Perceived risk: the concept and its measurement. Psychology & Marketing, 3, 193–210. Fischer, E., & Reuber, R. (2007). The good, the bad, and the unfamiliar: The challenges of reputation formation facing new firms. Entrepreneurship: Theory and Practice, 31(1), 53–75. http://doi.org/10.1111/j.1540-6520.2007.00163.x Fombrun, C. (1996). Reputation: Realizing Value from the Corporate Image. Harvard Business School Press. Boston: MA. Fombrun, C., & van Riel, C. (1997). The Reputational Landscape. Corporate Reputation Review, 1, 5–13. http://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1540024 Gatzert, N. (2015). The impact of corporate reputation and reputation damaging events on fi nancial performance : Empirical evidence from the literature. European Management Journal, 33(6), 485–499. http://doi.org/10.1016/j.emj.2015.10.001 Gronholdt, L., Martensen, A., & Kristensen, K. (2000). The relationship between customer satisfaction and loyalty: Cross-industry differences. Total Quality Management, 11(4–6), 509–514. http://doi.org/10.1080/09544120050007823 Gul, R. (2014). The Relationship between Reputation , Customer Satisfaction , Trust , 193 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 and Loyalty. Journal of Public Administration and Governance, 4(3), 368–387. http://doi.org/10.5296/ jpag.v4i3.6678 Johnson, M. S., Sivadas, E., & Garbarino, E. (2008). Customer satisfaction, perceived risk and affective commitment: an investigation of directions of influence. Journal of Services Marketing, 22(5), 353–362. http://doi.org/10.1108/08876040810889120 Keller, K. L. (1993). Conceptualizing, Measuring, Managing Customer-Based Brand Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1–22. http://doi.org/10.2307/1252054 Kim, J., & Lennon, S. J. (2013). Effects of reputation and website quality on online consumers’ emotion, perceived risk and purchase intention: Based on the stimulusorganism-response model. Journal of Research in Interactive Marketing, 7(1), 33– 56. http://doi.org/10.1108/17505931311316734 Maden, C., Arikan, E., Telci, E. ., & Kantur, D. (2012). Linking corporate social responsibility to corporate reputation : a study on understanding behavioral consequences. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 58, 655–664. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.1043 Martenson, R. (2007). Corporate brand image, satisfaction and store loyalty: A study of the store as a brand, store brands and manufacturer brands. International Journal of Retail & Distribution Management, 35(7), 544–555. http://doi.org/10.1108/09590550710755921 Martins, R. C., Hor-Meyll, L. F., & Ferreira, J. B. (2013). Factors affecting mobile users’ switching intentions: A comparative study between the Brazilian and German markets. BAR - Brazilian Administration Review, 10(3), 239–262. http://doi.org/10.1590/S1807-76922013000300002 Oliver, R. L. (1980). A Cognitive Model of the Antecedents and Conseqences of Satisfaction Decisions. Journal of Marketing Research (JMR), 17(4), 460–469. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Park, J., Lennon, S. J., & Stoel, L. (2005). On-line product presentation : Effects on mood , perceived risk , and purchase intention. Psychology & Marketing, 22(9), 695–719. http://doi.org/10.1002/mar.20080 Peter, J. P., & Ryan, M. J. (1976). An Investigation of Perceived Risk at the Brand Level. Journal of Marketing Research, 13(2), 184–188. http://doi.org/10.2307/3150856 Roy, D., & Banerjee, S. (2007). CARE-ing strategy for integration of brand identity with brand image. International Journal of Commerce & Management, 17(1/2), 140–148. http://doi.org/10.1108/10569210710776512 Shandwick, W. (2012). The Company Behind the Brand: In Reputation We Trust. Quality Assurance. Shapiro, C. (1983). Premiums for High Quality Products as Returns to Reputations Author ( s ): Carl Shapiro Published by : Oxford University Press Stable URL : http://www.jstor.org/stable/1881782 Accessed : 21-04-2016 15 : 39 UTC. The Quarterly Journal of Economics, 98(4), 659–680. http://doi.org/10.2307/1881782 Tsiotsou, R. (2006). The role of perceived product quality and overall satisfaction on purchase intentions. International Journal of Consumer Studies, 30(2), 207–217. http://doi.org/10.1111/j.1470-6431.2005.00477.x Van den Poel, D., & Leunis, J. (1995). The impact of price, branding and money-back guarantee on store choice. In Proceedings of the 8th International Conference on 194 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Research in the Distributive Trades (p. B4.21-9). Milan, Italty: Universita` Bocconi. Wu, C.-C. (2011). The impact of hospital brand image on service quality, patient satisfaction and loyalty. African Journal of Business Management, 5(12), 4873– 4882. http://doi.org/10.5897/AJBM10.1347 Wu, L. (2011). Beyond satisfaction. Managing Service Quality: An International Journal, 21(3), 240–263. http://doi.org/10.1108/09604521111127956 Zeithaml, V., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of Marketing, 60(2), 31–46. http://doi.org/10.2307/1251929 BIODATA Penulis adalah dosen Fakultas Ekonomi, jurusan Manajemen untuk konsentrasi Pemasaran di Universitas Pelita Harapan. Topik penelitian dari penulis adalah mengenai pemasaran, service quality, e-learning dan topik pemasaran lainnya. 195 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH BRAND IMAGE, PRODUCT KNOWLEDGE, DAN WORD OF MOUTH TERHADAP PURCHASE INTENTION Tobias Hansel Budiono1, Keni2 1 Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] Fakultas Ekonomi dan Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari brand image, product knowledge, dan word of mouth terhadap purchase intention. Populasi penelitian ini merupakan pengguna atau masyarakat yang mengetahui tentang produk iPhone 6 di Jakarta. Sampel yang digunakan merupakan 200 pengguna salah satu smartphone di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data. Non-probabilistic sampling digunakan dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier ganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya pengaruh positif brand image dan product knowledge terhadap purchase intention, namun word of mouth tidak mempengaruhi purchase intention. Kata Kunci: Brand Image, Product Knowledge, Word of Mouth (WOM), Purchase intention ABSTRACT: This study was conducted to investigate the effect of brand image, product knowledge, and word of mouth on purchase intention. The population of this research are the user or people who know iPhone 6 in Jakarta. The samples are 200 users of smartphone in all region of Jakarta. This is a descriptive research that using a questionnaire to collect the data. The non-probabilistic sampling method is used in this research. The data analysis technique is a multiple regression analysis. The results showed that brand image and product knowledge positively affect purchase intention, while word of mouth does not affect purchase intention. Keywords: Brand Image, Product Knowledge, Word of Mouth (WOM), Purchase intention PENDAHULUAN Keinginan konsumen untuk melakukan pembelian (purchase intention) adalah suatu hal yang sangat penting. Menurut Wu, Yeh, dan Hsiao (2011) intensi pembelian adalah suatu kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa depan. Intensi pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengadakan pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang diperlukan oleh konsumen tersebut (Anoraga, 2000). Dapat terlihat bahwa intensi pembelian menjadi suatu faktor penting sebelum konsumen melakukan tindakan pembelian. 196 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Lien (2015) menyatakan bahwa intensi pembelian dapat dijelaskan oleh faktor brand image. Menurut Nan-Hong Lin (2007) brand image dan product knowledge dapat menjelaskan intensi pembelian, sementara menurut Torlak (2014) word of mouth dan brand image dapat menjelaskan intensi pembelian. Selain beberapa faktor tersebut, dijelaskan pula bahwa Choudury (2013) menjelaskan bahwa purchase intention dapat dipengaruhi oleh service quality, dan Wu (2015) menjelaskan bahwa purchase intention dapat dipengaruhi dengan memunculkan iklan yang dibintangi oleh para selebriti. Produk-produk terkenal dengan citra yang baik merupakan salah satu bentuk nyata dari penerapan brand image. Brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004). Konsumen yang terbiasa menggunakan brand tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image. Sementara menurut Setiadi (2003) citra terhadap suatu brand berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu brand. Konsumen tentunya lebih berniat membeli produk dengan citra yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shah (2012) Lin dan Chen (2006) menjelaskan bahwa ketika konsumen membuat keputusan, konsumen akan mencari informasi lebih lanjut sebelum melakukan pembelian. Dalam kaitannya dengan intensi pembelian, pengetahuan produk merupakan elemen penting ketika membeli terutama dalam membeli produk yang memiliki banyak fitur dan fungsi yang beranekaragam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nan Hong Lin (2007), dimana terdapat pengaruh yang positif product knowledge terhadap purchase intention. Hal yang sama juga terjadi pada word of mouth (WOM), dimana dapat dikatakan bahwa word of mouth melalui referensi dan pesan-pesan akan meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli produk (Torlak, 2014). Dalam hal ini, WOM dapat menjadi acuan, maupun rekomendasi dalam membeli suatu produk. Hal ini terlihat dimana dalam perannya, WOM sering kali mempengaruhi niat beli konsumen untuk membeli suatu produk, terutama di Asia Tenggara. Dalam penelitian yang dilakukan Lin (2013) ditemukan bahwa word of mouth memiliki pengaruh positif terhadap intensi pembelian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh brand image, product knowledge dan word of mouth terhadap purchase intention. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi intensi pembelian untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian pada suatu produk, khususnya produk smartphone. TINJAUAN LITERATUR Purchase Intention Rodriquez (2008: 85) mengatakan “purchase intention define as an individual’s conscious plan to make an effort to purchase brand.” Sementara Wu, Yeh, dan Hsiao (2011: 32) menjelaskan bahwa “purchase intention represents the possibility that consumers will plan or be willing to purchase a certain product or service in the future.” Dengan demikian intensi pembelian adalah sebuah proses dimana sebelum konsumen akan mengambil keputusan pembelian, harus terlebih dahulu memunculkan 197 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 niat untuk membeli produk yang bersangkutan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan produk yang akan dibeli. Brand image Menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2010: 227) brand image dapat didefinisikan sebagai berikut “brand image refers to the schematic memory of a brand. It contains the target market’s interpretation of the product attributes, benefits, usage situations, users, and manufacturers/marketer characteristics.” Hsieh dan Lindrige (2005: 15) mengungkapkan bahwa brand image adalah “a set of perceptions about a brand as reflected by the brand associations held in consumers memory.” Pengertian brand image menurut Tjiptono (2005: 49) adalah: “brand image atau brand description yaitu deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu”. Pengertian brand image menurut Arafat (2006: 53) adalah “brand image didefinisikan sebagai persepsi terhadap merek yang direfleksi oleh asosiasi merek dalam memori konsumen yang mengandung makna bagi konsumen.” Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image. Product knowledge Menurut Rao dan Sieben (1992), definisi product knowledge adalah cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk. Beatty dan Smith (1987) mendefinisikan product knowledge sebagai berikut, “product knowledge as a perception consumers have towards certain products, including previous experience of using the product.” Dalam penelitiannya, Brucks (1985) mendefinisikan product knowledge sebagai berikut, “Product knowledge is based on memories or known knowledge from consumers.” Dari seluruh definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa product knowledge merupakan kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk, dan pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Word of mouth Dalam WOMMA atau Word of mouth Marketing Assocoation, definisi word of mouth adalah “the voice of the customer, a natural, genuine, honest process, people seeking advice from each other, consumers talking about products, services, or brands that they have experienced”. Menurut Rosen (2000) word of mouth adalah keseluruhan komunikasi dari orang ke orang mengenai suatu produk, jasa atau perusahaan tertentu pada suatu waktu. Sernovitz (2006) mengemukakan word of mouth marketing sebagai tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih mudah dan lebih suka membicarakan produk. Berdasarkan definisi di atas, word of mouth dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian dan menceritakan pengalamannya tentang produk/jasa tersebut kepada orang lain, sehingga secara tak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi yang dapat menarik minat beli konsumen lain yang mendengarkan pembicaraan tersebut. Pengaruh Brand Image, Product Knowledge dan Word of Mouth Terhadap Purchase Intention. 198 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Lee (2008) mengemukakan terdapat pengaruh dari brand image terhadap intensi pembelian. Melalui penelitiannya ditemukan indikasi bahwa brand image berpengaruh positif terhadap niat beli konsumen di beberapa negara. Jadi brand image mempengaruhi niat pembelian konsumen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shah (2012) dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh positif antara brand image dengan purchase intention. Waluyo dan Pamungkas (2003) mengemukakan bahwa dengan adanya pengetahuan yang detail akan suatu produk, maka konsumen akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu ingin membeli atau tidak ingin membeli. Lin (2007), menjelaskan bahwa konsumen yang memiliki product knowledge yang baik akan suatu produk tentu akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian dari produk tersebut. Menurut Sumardy (2011) word of mouth dapat mendorong pembelian dengan cara meningkatkan intensi pembelian. Hal ini terlihat bahwa referensi dapat mempengaruhi komunitas dalam hal pembelian. Menurut Hasan (2010) word of mouth dapat menjadi sumber informasi yang kuat dalam mempengaruhi minat beli konsumen. Lee (2014) memberikan pernyataan bahwa referensi dan kabar lisan dapat memberikan dampak bagi minat beli, baik secara positif maupun negatif. Hal ini sudah diperkuat dengan penelitiannya, dimana referensi yang positif mampu meningkatkan intensi pembelian. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Brand image berpengaruh secara positif terhadap purchase intention. H2: Product knowledge berpengaruh secara positif terhadap purchase intention. H3: Word of mouth berpengaruh secara positif terhadap purchase intention. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang pernah membeli atau mengetahui produk smartphone. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 pengguna smartphone di Jakarta. Metode sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel secara tidak acak dengan teknik convenience sampling. Berdasarkan data yang dikumpulkan, diketahui bahwa responden mayoritas adalah lakilaki (64%), usia 20-39 tahun (78,5%), berdomisili di Jakarta Barat ( 59,5%), pendidikan strata 1 (77%), dan memiliki pengeluaran Rp 3.000.001,- s/d Rp 6.000.000,- per bulan. Untuk mengukur variabel penelitian, beberapa instrumen diadaptasi dari penelitian terdahulu. Skala pengukuran (kecuali profil responden) diukur menggunakan skala Likert lima poin dengan 1 menunjukan “sangat tidak setuju”, dan 5 menunjukan “sangat setuju”. Tabel 1 menunjukan pengukuran masing masing variabel dan sumbernya. Instrumen tersebut telah dilakukan analisis validitas dengan hasil corrected item total correlation berkisar dari 0,353 sampai dengan 0,615, sementara untuk analisis reliabilitas menunjukan semua variabel penelitian memiliki nilai cronbach’s alpha berkisar dari 0,605 sampai dengan 0,798, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian telah memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Analisis regresi ganda digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor fundamental, yaitu: brand image, product knowledge, dan word of mouth terhadap purchase intention. Uji asumsi seperti uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas telah dilakukan sebelum analisis regresi ganda dilakukan dan 199 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 hasilnya menunjukkan semua uji asumsi sudah terpenuhi. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%. Tabel 1. Variabel dan Pengukuran Variabel Jumlah item Sumber Variabel Bebas 1. Brand Image 2. Product Knowledge 3. Word of Mouth 8 7 3 Chang, Hsu, dan Chung (2008) Lin dan Lin (2007); Brucks (1985) Babin et al. (2005), Ismail dan Spinelli (2012 Variabel Terikat Purchase Intention 3 Busler (2000), Lin&Lin (2007) . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian disajikan pada tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi yang paling besar adalah product knowledge (0,602), dan diikuti oleh variabel brand image (0,342) dan word of mouth (0,021), artinya pengetahuan produk terhadap smartphone berdasarkan penilaian konsumen merupakan faktor yang terpenting dalam mempengaruhi intensi pembelian. Tabel 2. Hasil Pengujian Hipotesis H1 H2 H3 Hipotes Brand image berpengaruh secara positif terhadap purchase intention Product knowledge berpengaruh secara positif terhadap purchase intention Word of mouth berpengaruh secara positif terhadap purchase intention B Sig. Kesimpulan 0,342 0,000 Tidak Ditolak 0,602 0,000 Tidak Ditolak 0,021 0,594 Ditolak Hasil uji hipotesis pertama yaitu brand image berpengaruh secara positif terhadap intensi pembelian. Hasil yang didapat dari penelitian dapat mendukung hipotesis tersebut karena brand image secara signifikan berpengaruh terhadap intensi pembelian produk. Uji hipotesis pertama memiliki hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Wu (2015) dimana salah satu variabel bebas yang diteliti yaitu brand image, memiliki pengaruh yang positif terhadap purchase intention. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitiannya yang memiliki kesimpulan bahwa brand image mempengaruhi purchase intention. Bagi perusahaan variabel brand image merupakan faktor penting karena tidak sedikit masyarakat yang lebih memilih produk dengan brand yang jelas, terutama produk dengan citra yang baik. Brand image juga menjadi faktor yang dapat membuat perbedaan (diferensiasi) dengan pesaing, dimana dengan adanya diferensiasi inilah, perusahaan diharapkan mendapat konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap brand tersebut. Seperti halnya pada hipotesis pertama, hasil uji hipotesis yang didapat dari penelitian mendukung hipotesis kedua karena product knowledge secara signifikan 200 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 berpengaruh secara positif terhadap intensi pembelian. Hasil uji hipotesis ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee (2014) dan Torlak (2014) dimana kedua penelitian tersebut memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini, yaitu product knowledge mempengaruhi secara positif terhadap purchase intention. Bagi konsumen, product knowledge sangatlah penting. Jika konsumen memiliki product knowledge yang baik akan suatu produk, maka keinginan untuk membeli produk akan semakin tinggi. Faktor ini tentu akan sangat berpengaruh bagi perusahaan dalam konteks meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penjualan. Terlebih dalam penelitian ini, produk yang diteliti adalah produk smartphone dimana spesifikasi-spesifikasi produk sangat penting untuk diketahui oleh calon konsumen sebelum melakukan pembelian, yang artinya jika produk yang dipasarkan memiliki fitur canggih dan rumit, product knowledge yang baik tentu akan sangat membantu. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa product knowledge merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar bagi purchase intention. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan word of mouth tidak berpengaruh terhadap intensi pembelian. Hasil uji hipotesis ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee (2014) dan Torlak (2014). Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, dimana terdapat beberapa argumen yang cukup logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut. Salah satu penyebabnya adalah sifat masyarakat di Indonesia, terutama di Jakarta yang bersifat individual sehingga sulit menerima referensi dari orang lain. Faktor lainnya adalah informasi yang diterima melalui word of mouth sering kali merupakan penilaian yang sangat meragukan. Hal ini terjadi karena perusahaan membayar buzzer untuk memberi kesan positif akan suatu produk meskipun mereka belum pernah melakukan konsumsi produk tersebut, sehingga informasi yang diberikan melalui word of mouth atau pun e-wom tidak dapat dipercaya 100%. Faktor terakhir yang mempengaruhi hasil temuan ketiga ini adalah adanya sifat orang Indonesia (dalam penelitian ini lebih khususnya di Jakarta) yang lebih mempercayai bukti asli (fisik) dibandingkan informasi subyektif yang diberikan oleh orang lain, dimana mereka belum tentu dapat mepercayai sepenuhnya informasi tersebut tanpa melihat bukti aslinya terlebih dahulu. Penemuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Saputra (2016) di Bandar Lampung menemukan hasil yang sama, yaitu word of mouth tidak berpengaruh terhadap purchase intention. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Salah satu kunci utama untuk keberhasilan suatu bisnis adalah pembelian dari jasa atau produk suatu perusahaan. Tentunya sebelum melakukan pembelian, calon konsumen harus memiliki dorongan atau niat untuk membeli produk atau jasa tersebut, dan hal ini disebut intensi pembelian (purchase intention). Untuk meningkatkan keinginan konsumen dalam melakukan pembelian, terdapat banyak faktor yang harus ditingkatkan seperti brand image dan product knowledge. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara brand image terhadap purchase intention. Seiring dengan beberapa penelitian sebelumnya, brand image masih memiliki peran yang cukup besar untuk mendorong minat beli konsumen. Penelitian ini juga menunjukan adanya pengaruh yang positif antara product knowledge terhadap purchase intention. Sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, product knowledge 201 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memiliki peran yang cukup besar untuk mendorong minat beli konsumen. Hal ini disebabkan karena adanya pemahaman yang cukup mendalam sehingga konsumen dapat mempertimbangkan suatu produk atau jasa sebaik mungkin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran kepada perusahaan agar meningkatkan maupun mempertimbangkan pentingnya faktor brand image dan product knowledge dalam kegiatan operasionalnya dikarenakan telah terbukti oleh penelitian yang dilakukan bahwa kedua faktor tersebut memberikan kontribusi dalam meningkatkan intensi pembelian dan diharapkan pada akhirnya calon konsumen melakukan pembelian pada produk atau jasa tersebut. Bagi peneliti lain, disarankan agar dapat memperluas jangkauan pengambilan sampel serta cakupan wilayah diperluas lagi untuk penelitian selanjutnya. Bagi peneliti lain disarankan untuk menambah variabelvariabel lainnya seperti, product quality, after sales, customer experience, price, guarantee, dan green marketing. DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Pandji. (2000). Manajemen Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: Rineka Cipta. Arafat, Wilson. (2006). Behind A Powerful Image : Menggenggam Strategi dab KunciKunci Sukses Menancapkan Image Perusahaan yang Kokoh. Yogyakarta: Andi. Beatty, S. E. and S. M. Smith. (1987). External Search Effort: An Investigation Across Several Product Categories. Journal of Consumer Research 14 (June): 83-95. Brucks, Merrie (1985). The Effects of Product Class Knowledge on Information Search Behavior. Journal of Consumer Research, 12 (June), 1–16. Choudhury, K. (2013). Service quality and customers’ purchase intentions: an empirical study of the Indian banking sector. International Journal of Bank Marketing, Vol. 31: .529 – 543. Hasan, A. (2010). Marketing Dari Mulut Ke Mulut Word of Mouth Marketing. Yogyakarta: Media Presindo. Hawkins, D. I., & David L. Mothersbaugh. (2010). Consumer Behavior, 10th Edition. McGraw-Hill Companies. Hsieh, M. & Lindridge, A. (2005). Universal appeals with local specifications. Journal of Product and Brand Management 14 (1): 14-28. Lee, M. Y., Knight, D., & Kim, Y-K. (2008) Brand Analysis of a U.S. Global Brand in Comparison with Local Brands in Mexico, Korea, and Japan. Journal of Product and Brand Management, 17(3), 163-174. Lee, Y. C. (2014). The Effect Of Word-Of-Mouth, Knowledge, And Promotions On Purchase Intention Of Medical Cosmetics. International Journal of Organizational Innovation , Vol. 6 Issue 3, 96-105. Lien, C. H. (2015). Online hotel booking: The effects of brand image, price, trust and value on purchase intentions. Journal International: International Business, and Entrepreneurship, Thompson Rivers University, Kamloops, BC, Canada, National Cheng Kung University, Tainan, Taiwan, ROC, Kun Shan University, Tainan, Taiwan. Lin, N. H. (2007). The Effect of Brand Image and Product Knowledge on Purchase Intention Moderated by Price Discount. Journal of International Management 202 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Studies. Tatung University, Taiwan. Journal of International Management Studies August 2007 : 121-132. Lin, L. Y. and Chun-Shuo Chen (2006). The influence of the country-of-origin image,product knowledge and product involvement on consumer purchase decisions:an empirical study of insurance and catering services in Taiwan. Journal of Consumer Marketing 23 (5): 248–265. Rangkuti, F. (2004). The Power of Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rao, Akshay and Sieben, Wanda (1992). The effect of prior knowledge on price acceptability and the type of information examined. Journal of Consumer Research 19: 256-270. Rodriguez, K. P. (2008) .Apparel Brand Endorsers and their Effects on Purchase Intentions: A Study of Philippine Consumers. Phillipine Management Review, 15, 83-99. Rosen, E. (2000). The Anatomy of Buzz: Creating Word of Mouth Marketing. New York: Doubleday. Saputra, D. (2016). Pengaruh Electronic Word of Mouth dan Brand Image Terhadap Smartphone Merek Apple Iphone di Bandar Lampung. Lampung: Universitas Lampung Sernovitz, A. (2006). Word of mouth marketing: How smart companies get people talking. Chicago, IL: Kaplan Pub. Setiadi, N. J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasinya untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media. Shah, Syed Saad Hussain. (2012). The Impact of Brands on Consumer Purchase Intentions. Asian Journal of Business Management. Vol : 105-110. Sumardy. (2011). The Power of Word of Mouth Marketing. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama Tjiptono, F. (2005). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publising. Torlak, O., Yalin, Behcet, Ali, Muhammet, Chengiz, Hankan. 2014. “TheEffect of Electronic Word of Mouth, Brand Image and Purchase Intentions: An Application Concerning Cell Phone Brands for Youth Consumers in Turkey”. Journal of Marketing Development and Competitiveness.Vol 8 : 61-68. Wu, P. C., Yeh, G. Y., & Hsiao, C. R. (2011). The effect of store image and service quality on brand image and purchase intention for private label brands. Australasian Marketing Journal. Vol. 19. No. 1. Hal. 30-39. Waluyo, P. dan Agus Pamungkas, (2003). Analisis Perilaku Brand Switching Konsumen dalam Pembelian Produk Handphone di Semarang. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. BIODATA Tobias Hansel Budiono, lahir di Sleman, 05 Oktober 1993. Merupakan alumni fakultas ekonomi manajemen Universitas Tarumanagara dan baru saja menyelesaikan program studi magister manajemen di Universitas Tarumanagara, Jakarta. Pada waktu duduk di bangku kuliah strata satu, ia aktif di organisasi mahasiswa bidang akademik. Pada organisasi inilah penulis belajar banyak akan kedisiplinan, pengembangan potensi, public speaking, dan kekeluargaan. Penulis beberapa kali menjadi perwakilan Universitas Tarumanagara di lomba debat berskala nasional. 203 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Keni, Doktor lulusan Universiti Sains Malaysia (USM), mengawali karir di dunia akademik sejak masa kuliah dengan menjadi asisten dosen. Setelah lulus S1 jurusan manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara (FE Untar), ia langsung menyelesaikan Magister Manajemen. Kecintaan terhadap dunia akademik telah membulatkan tekad Keni untuk mengabdikan diri terhadap almamaternya sejak 1999. Sepanjang karir sebagai dosen, Keni banyak melakukan riset di bidang pemasaran dan perilaku konsumen, yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal nasional maupun internasional. Pria kelahiran Tanjungpinang (Kepulauan Riau) yang memiliki keminatan di bidang ilmu pemasaran, metodologi penelitian dan statistika ini, juga telah beberapa kali menjadi pemakalah pada seminar-seminar nasional maupun internasional. 204 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH CITRA MEREK, HARGA, KEPERCAYAAN DAN NILAI TERHADAP MINAT BELI RESERVASI HOTEL DI TRAVELOKA PADA MAHASISWA/I UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN MEDIASI MELALUI VARIABEL HARGA, KEPERCAYAAN, DAN NILAI Fenny Tong1, Herlina Budiono2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari citra merek, harga, kepercayaan, dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel secara online melalui Traveloka pada mahasiswa/i Universitas Tarumanagara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode judgemental sampling dengan menyebarkan kuesioner kepada 150 responden yang merupakan mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang pernah mengakses Traveloka guna melakukan pencarian hotel secara online. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh harga, kepercayaan dan nilai terhadap minat pembelian reservasi hotel secara online melalui Traveloka, serta terdapat pengaruh harga terhadap minat pembelian dengan variabel mediasi melalui nilai, terdapat pengaruh kepercayaan terhadap minat beli dengan mediasi melalui variabel nilai, dan juga terdapat pengaruh citra merek terhadap minat pembelian dengan mediasi melalui harga dan kepercayaan. Namun, tidak terdapat pengaruh secara langsung antara citra merek Traveloka terhadap minat pembelian reservasi hotel secara online melalui Traveloka. Kata Kunci: citra merek, harga, nilai, kepercayaan, minat beli ABSTRACT: The purpose of this study was to determine whether there is influence of the brand image, price, trust, and values against online hotel reservations purchase intention through Traveloka on Tarumanagara University’s student. This research was conducted by using judgmental sampling by distributing questionnaires to 150 respondents who are University Tarumanagara’s students that ever accessing Traveloka to conduct online hotel search. The results of this study indicate that there are significant price, trust and values of the interest in the purchase online hotel reservations through Traveloka, and there is the influence the price of the interest in the purchase with mediating variables through the grades, there is the influence of confidence in the buying interest by mediation through the variable values, and also there is the influence of brand image to purchase intention to mediation through rates and confidence. However, there are no direct influence between the brand image of the purchase intention Traveloka online hotel reservations through Traveloka. Keywords: brand image, price, trust, value, purchase intention. PENDAHULUAN Salah satu bisnis yang paling banyak mengadopsi manfaat dari internet atau sistem online adalah industri hotel (Carroll dan Sileo, 2007). Mudahnya askses internet 205 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 menambah jumlah konsumen untuk melakukan online booking. Tahun 2016 sudah terdapat banyak perusahaan reservasi hotel online yang dapat dengan mudah diakses oleh konsumen. Salah satu sarana reservasi hotel online yaitu melalui Traveloka. Traveloka merupakan perusahaan yang menyediakan layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel secara daring dengan fokus perjalanan domestik di Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya seperti Sue et al. (2015) yang memfokuskan penelitian pada minat beli online hotel booking. Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat penelitian dari C-H. Lien et al. (2015). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan reservasi hotel secara online, seperti faktor citra merek, harga, kepercayaan, dan nilai yang dirasakan. Dimana faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh positif yang bersifat satu arah. Tujuan penelitian ini penting bagi pelaku bisnis perhotelan untuk menganalisis kunci dan mediator dari niat pembelian untuk mengetahui bagaimana mempengaruhi minat pelanggan dalam tahap pra-pembelian. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis bermaksud untuk meneliti apakah terdapat pengaruh citra merek, harga, kepercayaan dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel di Traveloka yang dimediasi variabel harga, kepercayaan, dan nilai. TINJAUAN LITERATUR Citra Merek (Brand Image) Kotler dan Amstrong (2001) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Keller (1998) menyatakan citra merek yaitu“Brand image can be defined as a perception about brand as reflected by the brand association held in consumer memory”. Hal ini berarti citra merek adalah persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Pendapat lain yang dikemukakan Tjiptono (2005) menyatakan bahwa citra merek adalah deskripsi tentang asumsi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Maka dapat disimpulkan citra merek (brand image) adalah persepsi tentang suatu merek yang berisikan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa, dan perusahaan yang muncul di benak konsumen. Harga (Price) Harga merupakan jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa (Kotler, 2001). Sedangkan dalam arti luas harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukarkan konsumen atas manfaat-manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam bentuk pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa. Harga khususnya merupakan pertukaran uang bagi barang atau jasa (Lamb, 2001), maka dapat disimpulkan bahwa harga (price) merupakan salah satu faktor yang krusial dalam menetapkan keputusan pembelian sebab harga merupakan alat pertukaran uang bagi barang atau jasa. Kepercayaan Konsumen (Trust) Lim et al. (2006) menyatakan kepercayaan konsumen dalam berbelanja secara online sebagai kesediaan seorang konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap kemungkinan untuk dirugikan yang dapat dialami selama transaksi belanja melalui internet, didasarkan pada sebuah harapan bahwa penjual akan melakukan transaksi yang 206 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memuaskan konsumen dan mampu mengirim produk yang dijanjikan. Sedangkan Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan trust adalah “a willingness to rely on an exchange in whom one has confidence.” Maka kepercayaan (trust) merupakan sebuah wilayah psikologis yang membuat seorang konsumen bersedia untuk melakukan suatu tindakan berbelanja dan menerima risiko yang dapat merugikan konsumen berdasarkan harapan dan keyakinan bahwa pihak penjual dapat memenuhi harapan yang diinginkan oleh konsumen. Nilai (Perceive Value) Menurut Zeithaml dalam Ruiz-molina (2008), perceived value didefinisikan sebagai hasil perbandingan antara manfaat yang diterima dan pengorbanan yang diberikan oleh konsumen. Sedangkan Kotler (2003) mengatakan bahwa percevied value adalah “perceived value what is the perceived monetary value of the bundle of the economic, functional, and psychological benefits customers expect from a given market offering”. Menurut Lai (2004) dalam Ariningsih (2009)”Perceived value adalah penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa yang mereka terima dan apa yang mereka berikan”. Maka dapat disimpulkan pengertian perceived value adalah penilaian konsumen terhadap produk dengan membandingkan manfaat yang diterima dan pengorbanan yang diberikan. Minat Beli (Purchase Intention) Minat beli merupakan perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Kotler dan Keller, 2008), sedangkan Fishbein dan Ajsen (1975) yang dikemukakan dalam Lin dan Lin (2007), “purchase intention means a subjective inclination consumers have towards a certain product, and have been proven to be a key factor to predict consumer behavior”. Maka dikatakan minat beli adalah keinginan seorang konsumen dalam melakukan keputusan pembelian suatu produk. Kerangka pemikiran dan hipotesis itu disajikan pada Gambar 1. Harga H6 H5 H1 Citra Merek H2 Kepercayaan H7 Nilai H3 Minat Beli H7 H8 H4 Gambar 1. Kerangka Pemikiran & Hipotesis Keterkaitan Antar Variabel Citra merek merupakan isyarat ekstrinsik untuk evaluasi harga produk/layanan dimana citra merek yang lebih baik menghasilkan harga yang dirasakan yang lebih tinggi (Grewal et al., 1998 dalam C-H. Lien et al., 2015). Penelitian Ryu et al., 2008 dalam C-H. Lien et al. 2015 menyebutkan citra merek restoran yang baik berpengaruh positif terhadap nilai yang dirasakan konsumen dan kesediaan mereka untuk membeli. Sebuah citra yang baik meningkatkan kepercayaan konsumen karena dapat mengurangi 207 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 risiko pembelian (Chen, 2010; Chiang & Jang, 2007; dalam C-H. Lien et al., 2015). Sebuah harga produk/layanan yang wajar, nilai yang dirasakan memuaskan, dan kepercayaan pada merek akan membuat konsumen memiliki niat yang lebih besar untuk membeli produk/layanan (Dodds et al., 1991; Kim et al., 2012 dalam C-H. Lien et al., 2015). Pada industri perhotelan, harga yang wajar menghasilkan nilai dirasakan konsumen yang lebih besar (Lee, 2012 dalam C-H. Lien et al., 2015) dan meningkatkan niat pembelian konsumen (Chiang & Jang, 2007 dalam C-H. Lien et al., 2015). Oleh karena itu, dalam kisaran harga yang dapat diterima, sebuah harga yang lebih rendah untuk kualitas tertentu (misalnya, harga dirasakan wajar) mengarah ke nilai yang dirasakan lebih tinggi dan mengakibatkan minat beli yang lebih besar (Dodds et al., 1991 dalam C-H. Lien et al., 2015). Dalam penelitian Faryabi et al., 2012 dalam C-H. Lien et al., 2015 mengenai belanja online menunjukkan bahwa diskon harga (harga yang wajar) memiliki efek positif pada niat pembelian konsumen. Pada studi ritel, promosi harga rendah terbukti sangat meningkatkan nilai belanja yang dirasakan konsumen (Yoon et al., 2014 dalam C-H. Lien et al., 2015). Sebuah studi empiris menggunakan eksperimen laboratorium, menunjukkan bahwa kepercayaan di toko online berpengaruh positif terhadap niat pengguna untuk membeli dari toko online. (Everard & Galeletta, 2016 dalam C-H. Lien et al., 2015) Demikian pula pada studi Ling et al. (2011) dalam C-H. Lien et al., 2015 mendukung hubungan positif antara kepercayaan dan niat pembelian secara online. Chong, Yang, dan Wong (2003) dalam C-H. Lien et al., 2015 menunjukkan peran mediasi dari nilai antara kepercayaan dan niat pembelian. Chen dan Chen (2010) meneliti pengalaman pengunjung dari warisan pariwisatanya dan menemukan bahwa nilai yang dirasakan merupakan penentu penting dalam niat perilaku. Kim, Sun, dan penelitian Kim (2013) pada penelitian C-H. Lien et al., 2015 menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan tamu restoran (yaitu, hedonis dan nilai sosial) secara positif mempengaruhi niat perilaku mereka untuk menggunakan perdagangan sosial. Hipotesis 1. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi harga. (H5) 2. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi kepercayaan konsumen. (H6) 3. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi nilai/trust. (H7) 4. Harga mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi oleh nilai. (H10) 5. Kepercayaan mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi oleh nilai. (H13) METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah mahasiswa/i di Universitas Tarumanagara, Jakarta. Dalam penelitian ini metode sampling yang digunakan adalah metode sampel secara 208 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 tidak acak (non-probability sampling) dengan teknik judgemental sampling. Ukuran sampelnya adalah 150 orang yang digunakan pada penelitian. (Nazir, 2005). Variabel dalam penelitian ini diukur dengan skala Likert (pengukuran skala ordinal) dengan skornya bergerak dari 1 sampai dengan 5 (Nazir, 2005). Opsi tanggapannya bergerak dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Indikator tiap variabel itu disajikan pada Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Sebanyak 150 eksemplar kuesioner dengan 21 butir pernyataan disebarkan kepada mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang pernah mengakses Tarveloka dalam melakukan pencarian hotel dengan tingkat pengembalian 100%. Hasil pengujian validitas variabel citra merek, harga, kepercayaan, nilai, dan minat beli, diketahui dari nilai corrected item-total correlation (Ghozali, 2011; Aritonang, 2007), untuk semua butir pernyataan pada setiap atribut lebih besar dari 0,2 dan valid. Adapun hasil uji reliabilitas terlihat pada Cronbach’s Alpha dari setiap pernyataan untuk variabel Citra Merek (0,745), Harga (0,698), Nilai (0,841), Kepercayaan (0,829), dan Minat Beli (0,854) memiliki hasil > 0,6 yang artinya reliabel. (Ghozali, 2005). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik SEM (Structural Equation Modeling) yaitu analisis PLS/Partial Least Square (Abdillah dan Hartono, 2015). Langkah yang dilakukan dalam pengujian ini dimulai dari pengujian inner model, pengujian bootstrap (Hair et al., 2011) hingga pengujian mediasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian korelasi variabel laten (Latent Variable Correlation) didasarkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antar semua variabel yaitu kuat dan searah. Tabel 1. Output Latent Variable Correlation Citra Merek Harga Minat Beli Kepercayaan Nilai Citra Merek 1000 0,875 0,746 0,820 0,813 Harga Minat Beli Kepercayaan Nilai 1000 0,842 0,793 0,908 1000 0,857 0,844 1000 0,906 1000 Sumber: Hasil Pengolahan Data Smart PLS Nilai path coefficients menunjukkan pengaruh langsung dari variabel independen terhadap variabel dependen dalam model. Dari hasil pengujian koefisien jalur dapat dijelaskan bahwa citra merek secara langsung mempengaruhi harga sebesar 0,643, citra merek secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,064, citra merek secara langsung mempengaruhi kepercayaan sebesar 0,656, citra merek secara langsung mempengaruhi nilai sebesar 0,132, harga secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,223, harga secara langsung mempengaruhi nilai sebesar 0,327, kepercayaan secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,363, kepercayaan secara langsung mempengaruhi nilai sebesar 0,475, nilai secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,246. Indirect effect digunakan untuk mengetahui besaran pengaruh secara tidak langsung. Ditemukan hasil Indirect effect yang dapat dijelaskan tentang pengaruh tidak langsung dari variabel citra merek terhadap minat beli sebesar 0,542, harga secara tidak langsung 209 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 mempengaruhi minat beli sebesar 0,081, kepercayaan secara tidak langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,117. Nilai R Square digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Hair, Ringle, & Sartedt (2011), nilai R square untuk diatas 0,75 memiliki pengaruh yang kuat, 0,5 - 0,74 memiliki pengaruh sedang dan 0,25 - 0,49 memiliki pengaruh yang lemah. Dengan bantuan program Smart PLS 3.0, ditemukan output pengujian R square bahwa citra merek memiliki pengaruh yang lemah sebesar 0,414 terhadap harga yang berarti setiap perubahan pada variabel citra merek, maka harga juga akan mengalami perubahan sebesar 41,4% dan sisanya sebesar 58,6% (100% – 41,4%) adalah pengaruh dari faktor di luar struktur ini, citra merek, harga, kepercayaan, nilai terhadap minat beli memiliki pengaruh yang sedang yaitu 0,627 terhadap minat beli, citra merek memiliki pengaruh yang lemah sebesar 0,430 terhadap kepercayaan dan variabel citra merek, harga, kepercayaan memiliki pengaruh yang sedang sebesar 0,677 terhadap nilai. Pengukuran efek (effect size) f2 adalah mengukur dampak dari konstruk predikator tertentu pada konstruk endogen. Pengukuran ini digunakan untuk mengevaluasi apakah konstruk prediktor jika dihilangkan memiliki dampak besar pada nilai-nilai R square dari konstruk-konstruk endogen. Panduan untuk menilai nilai f2 untuk konstruksi laten eksogen dalam memprediksi konstruk endogen yaitu 0,02 untuk ukuran efek kecil, 0,15 untuk ukuran efek sedang dan 0,35 untuk ukuran efek besar (Cohen, 1988). Pada penelitian ini, variabel citra merek memiliki dampak yang besar pada nilai R Square variabel harga sebesar 0,706, variabel citra merek hampir tidak memiliki dampak terhadap nilai R square variabel minat beli dengan besaran 0,005, variabel citra merek memiliki dampak yang besar pada nilai R square variabel kepercayaan sebesar 0,756, citra merek memiliki dampak yang kecil pada nilai R square variabel nilai sebesar 0,026, harga memiliki dampak yang kecil pada nilai R square variabel minat beli sebesar 0,059, harga memiliki dampak yang sedang pada nilai R square variabel nilai sebesar 0,175, kepercayaan memiliki dampak yang sedang pada nilai R square variabel minat beli sebesar 0,133, kepercayaan memiliki dampak yang besar pada nilai R square variabel nilai sebesar 0,357, nilai memiliki dampak yang kecil pada nilai R square variabel minat beli sebesar 0,052. Dalam Cohen (1998), Stone-Geisser Q2 (Geisser, 1974) mendalilkan bahwa model harus mampu memenuhi syarat dalam memprediksi setiap indikator pada konstruk laten endogen. Nilai Q2 diperoleh dengan menggunakan prosedur blindfolding. Prosedur blindfolding hanya diterapkan untuk konstruk laten endogen yang memiliki model pengukuran reflektif. Untuk kategori besaran pengaruh dari Q square adalah 0,02 memiliki pengaruh kecil, 0,15 memiliki pengaruh sedang dan 0,35 untuk pengaruh besar. Tabel 2. Output Q square Citra Merek Harga Minat Beli Kepercayaan Nilai SSO 750.000 600.000 600.000 600.000 600.000 SSE 542.968 463.504 316.466 345.142 329.818 Q² (=1-SSE/SSO) 0,276 0,227 0,473 0,425 0,450 Sumber: Hasil Pengolahan DataSmartPLS 210 Besaran Pengaruh Sedang Sedang Besar Besar Besar Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Nilai Q2> 0 menunjukkan bukti bahwa nilai–nilai yang diobservasi sudah direkonstruksi dengan baik dengan demikian model mempunyai relevansi prediktif. Sedangkan nilai Q2< 0 menunjukkan tidak adanya relevansi prediktif (Hair et al., 2011). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki relevansi prediktif. Pengujian Signifikansi dengan Metode Bootstrap Tabel 3. Output Bootstrapping Pengaruh Langsung Citra Merek -> Harga Citra Merek -> Minat beli Citra Merek -> Kepercayaan Citra Merek -> Nilai Harga -> Minat Beli Harga -> Nilai Kepercayaan -> Minat Beli Kepercayaan -> Nilai Nilai -> Minat Beli Original Sample (O) Sample Mean (M) 0,643 0,064 0,656 0,132 0,223 0,327 0,363 0,475 0,246 0,644 0,070 0,661 0,135 0,211 0,329 0,366 0,472 0,248 Standard Deviation (STDEV) 0,058 0,082 0,049 0,069 0,108 0,054 0,087 0,079 0,103 T Statistics (|O/STDEV|) P Values 11,035 0,784 13,444 1,924 2,063 6,037 4,187 6,047 2,382 0,000 0,433 0,000 0,055 0,040 0,000 0,000 0,000 0,018 Sumber: Hasil pengolahan data SmartPLS Dari hasil pengujian signifikansi untuk pengaruh secara langsung di atas, diketahui bahwa hipotesis yang memiliki nilai T Statistics > 1,96 dapat diterima. Maka dapat disimpulkan H1, H2, H3, H8, H9, H11, H12, H14 tidak ditolak, sedangkan H4 ditolak. Pengujian Efek Mediasi Dalam penelitian ini terdapat beberapa efek mediasi yang dilakukan. Berikut adalah hasil pengujian variabel-variabel mediasi dalam penelitian ini. Tabel 4. Pengujian Efek Mediasi Konstruk Variabel Citra Merek -> Harga> Minat Beli Citra Merek -> Kepercayaan-> Minat Beli Citra Merek -> Nilai > Minat Beli Harga-> Nilai -> Minat Beli Citra Merek -> Harga T Static T Value Keputusan 11,035 1,96 Signifikan Efek Memediasi Harga-> Minat Beli Citra Merek -> Kepercayaan Kepercayaan -> Minat Beli 2,982 1,96 Signifikan 13,444 1,96 Signifikan 7,613 1,96 Signifikan Citra Merek -> Nilai 14,136 1,96 Signifikan Memediasi Nilai -> Minat Beli 2,382 1,96 Signifikan Memediasi Harga -> Nilai 6,037 1,96 Signifikan Memediasi 1,96 Signifikan Memediasi Nilai -> Minat Beli Memediasi 2,382 211 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kepercayaan -> Nilai > Minat Beli Kepercayaan -> Nilai Nilai -> Minat Beli 6,047 2,382 1,96 Signifikan Memediasi 1,96 Signifikan Memediasi Dari hasil pengujian signifikansi dengan pengaruh mediasi di atas, hipotesis dengan nilai T-Statistics > 1,96 akan diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa H5, H6, H7, H10, H13 tidak ditolak. PEMBAHASAN Didapatkan hasil bahwa H1, H2, H3, H5, H6, H7, H8, H10, H11, H13, H14 tidak ditolak karena T Statistics lebih besar dari T-value 1,96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa citra merek Traveloka memilki pengaruh terhadap harga yang dirasakan konsumen pada reservasi hotel online di Traveloka. Maka, semakin baik citra merek Traveloka di mata konsumen, semakin wajar pula harga yang dirasakan konsumen bila mereservasi hotel di Traveloka. Terdapat pula pengaruh antara citra merek terhadap kepercayaan pada reservasi hotel online di Traveloka, serta terdapat pengaruh antara citra merek Traveloka terhadap nilai yang dirasakan pada reservasi hotel online di Traveloka. Citra merek juga berpengaruh terhadap minat beli dengan adanya mediasi melalui harga. Maka citra merek yang baik dari Traveloka ditambah dengan harga yang wajar, yang dapat diterima oleh konsumen mempengaruhi peningkatan minat beli reservasi hotel online di Traveloka. Citra merek berpengaruh terhadap minat beli dengan adanya mediasi melalui kepercayaan. Terdapat pengaruh harga terhadap nilai yang dirasakan, yaitu Apabila harga dari hotel di Traveloka semakin murah atau dapat di terima oleh konsumen dengan senang hati, maka akan meningkatkan nilai yang dirasakan bila melakukan online booking hotel melalui Traveloka. Kemudian harga yang dirasakan wajar oleh konsumen dan dapat di terima baik oleh konsumen, didukung dengan nilai yang dirasakan tinggi saat melakukan online hotel booking melalui Traveloka, hal tersebut dapat mempengaruhi peningkatan minat beli reservasi hotel online melalui Traveloka. Terdapat pengaruh antara kepercayaan terhadap nilai pada reservasi hotel online di Traveloka. Semakin baik citra merek Traveloka serta apabila nilai yang dirasakan oleh konsumen tinggi mengenai online hotel booking Traveloka, maka hal tersebut dapat meningkatkan minat beli reservasi hotel online di Traveloka. Kepercayaan dengan mediasi nilai dapat mempengaruhi minat beli reservasi hotel melalui Traveloka. Terdapat hubungan antara nilai dan minat beli. Hasil penelitian di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Che et al. (2015), yang meneliti tentang the effects of brand image, price, trust and value on purchase intentions dalam online hotel booking. Diperoleh juga hasil bahwa H9 dan H12 tidak ditolak, yaitu harga memiliki pengaruh terhadap minat beli pada reservasi hotel online di Traveloka. Semakin baik atau wajar harga yang dirasakan konsumen mengenai hotel di Traveloka, maka semakin tinggi pula minat pembelian online hotel booking melalui Traveloka. Terdapat pengaruh antara kepercayaan dengan minat beli. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan konsumen terhadap Traveloka, maka semakin tinggi pula minat beli konsumen. Kedua hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sue-Lynn Saw (Malaysia), Yen-Nee Goh (Malaysia), Salmi Mohd Isa (Malaysia) (2015) dengan judul Exploring consumers’ intention toward online hotel reservations: insights from 212 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Malaysia. Namun hasil H4 ditolak, karena T Statistics lebih kecil dari T-value 1,96. Maka dapat tidak terdapat pengaruh antara citra merek Traveloka terhadap minat beli pada reservasi hotel online di Traveloka. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian milik Sofiani Jotopurnomo, Stephanie Laurensia, Hatane Semuel. Dimana hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa brand image secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli reservasi hotel secara online. Walau pun hubungan antara citra merek terhadap minat beli secara langsung tidak signifikan, tetapi bila melalui mediasi variabel perceived value, hubungan tersebut menjadi signifikan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh citra merek, harga, kepercayaan dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel di Traveloka di kalangan mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang dimediasi melalui variabel harga, kepercayaan, dan nilai. Namun tidak terdapat pengaruh citra merek terhadap minat pembelian pada reservasi hotel online melalui Traveloka di kalangan mahasiswa/i Universitas Tarumanagara. Implikasi tidak terdapatnya pengaruh citra merek Traveloka dalam menunjang minat beli, maka perlu dilakukan upaya promosi serta pengenalan lebih dalam mengenai jasa reservasi hotel online Traveloka ke kalangan masyarakat. Kepercayaan konsumen sangat mempengaruhi minat beli, maka dengan meningkatkan kebenaran informasi, dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap Traveloka. Apabila konsumen merasakan nilai kepuasan yang tinggi, maka kedepannya dapat meningkatkan minat beli konsumen tersebut maupun konsumen lain untuk melakukan reservasi hotel online melalui Traveloka. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diperluas cakupan konsumen yang mengisi kuesioner dengan bekerjasama dengan Traveloka dan menggunakan situs Traveloka langsung. Penambahan variabel juga dimungkinkan seperti variabel kebiasaan konsumen (customer attitude), loyalty, eWom, dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Abdillah dan Hartono. (2015). Partial Least Square (PLS), Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Bengkulu: ANDI Ariningsih, Endah Pri. (2009). “Perceived Value pada Loyalitas Konsumen yang Dimediasi oleh Kepuasan Konsumen dan Dimoderatori oleh Gender”. SEGMEN: Jurnal Manajemen dan Bisnis, No. 2, Juli, Hal. 44-59. Aritonang, Lerbin R., (2007). Riset Pemasaran: Teori dan Praktik. Cetakan pertama. Bogor: Ghalia Indonesia. Carroll, W.J., & Sileo, L. (2007). Chain gain ground online: Hotels have much to celebrate [Electronic Version]. Hopitality upgrade, Spring 2007, 36-38. Retreived July 29, 2012. From http://www.hospitalityupgrade.com. Che-Hui Lien, Miin-Jye Wen, Li-Ching Huang, Kuo-Lung Wu. (2015). Online hotel booking: The effects of brand image, price, trust and value on purchase intentions. Journal of Asia Pacific Management Review. Cohen, J. (1988). Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences. Second Edition. Hillsdale, New Jersey: 12 Lawrence Erlbaum Associates Inc. 213 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hair, J.F., Ringle, C.M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a Silver Bullet, 19 (2), 139 – 151. H. Imam, Ghozali. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. ______________. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Jotopurnomo, Sofiani, Stephanie Laurensia, Hatane Semuel. (2015). Pengaruh harga, brand image, dan electronic word of mouth terhadap minat beli reservasi hotel secara online. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa. Vol 1 no. 3. Keller, Kevin Lane. (1998). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity, Prentice Hall, New Jersey. Kotler, Philip. (2001). Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium, Benyamin Molan (Terjemahan). Jakarta: Prehalindo. ____________. (2003). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi 9. Jakarta: Upper Saddle River: Prentice Hall Inc. dan Armstrong. (2001). Prinsip - Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. . (2008). Prisinp-prinsip Pemasaran. Alih bahasa: Bob Sabran, MM. Edisi 12 jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga ____________ dan Keller, Lane Kevin. (2008). Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Alih Bahasa Benyamin Molan. Jakarta: PT. Indeks. Lamb, Charles W. (2001). Pemasaran. Edisi Pertama Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat. Lim K.H. et al. (2006). How Do I Trust You Online, and If So, Will I Buy?: An Empirical Study on Designing Web Contents to Develop Online Trust. Working paper. Lin, N.H. & Lin, B.S. (2007). The effect of brand image and product knowledge on purchased intention moderated by price discount. Journal of International Management Studies. P.121-132. Malhotra, Naresh K. (2009). Riset Pemasaran Pendekatan Terapan Jilid I. Edisi 4. Jakarta: PT. Indeks. Morgan, R. and Hunt, S. (1994). The Commitment-trust theory of relationship marketing”. Journal of Marketing. Vol. 58. No. 3. Pp. 20 – 38. Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Jakarta. Ruiz-molina, M.E., and Gil-Saura, I. (2008). Perceived value, customer attitude and loyalty in retailing. Journal of Retail and Leisure Property 7:305-314. Sue-Lynn Saw, Yen-Nee Goh, Salmi Mohd Isa. (2015). Exploring consumer’s intention toward online hotel reservations: insights from Malaysia. Journal of Problems and Perspectives in Management. Vol. 13, Issue 2. Tjiptono, Fandy. (2005). Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi. BIODATA Penulis adalah mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. 214 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH MATERIALITY, ASSURANCE DAN TASTE TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION KONSUMEN STARXXX DI MALL CIPUTRA Hannes Widjaja1 dan Tommy Setiawan Ruslim2 1 Universitas Tarumanagara Jakarta, email: [email protected] Universitas Tarumanagara Jakarta, email: [email protected] 2 ABSTRAK: Dengan melakukan penelitian serupa dengan yang dilakukan Shin, et al., peneliti meneliti tentang pengaruh materiality, assurance dan taste terhadap kepuasan konsumen. Dengan menggunakan analisis regresi berganda dan konsumen Starxxx di Mall Ciputra sebagai subjek penelitian, dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Didapat hasil penelitian bahwa variabel materiality, assurance dan taste masingmasing memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shin, et al., yang menemukan bahwa variabel materiality, assurance dan taste masing-masing juga memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen di industri coffeeshop. Kata Kunci: materiality, assurance, taste, kepuasan konsumen ABSTRACT: By doing similar research to that done Shin, et al., The researcher examines the influence of materiality, assurance and taste to consumer satisfaction. By using multiple regression analysis and consumer Starxxx at Ciputra Mall as a research subject, with the sample size is 50 respondents. Results founded that variable materiality, assurance and taste each had a significant positive effect on customer satisfaction Starxxx at Ciputra Mall. This is in line with research conducted by Shin, et al., founded that the variable materiality, assurance and taste each one also has a significant positive effect on customer satisfaction in the industry coffeeshop. Keywords: materiality, assurance, taste, customer satisfaction PENDAHULUAN Di zaman era globalisasi saat ini, tempat coffee shop untuk minum kopi baik untuk menemui rekan bisnis, menyelesaikan pekerjaan, bersantai dengan teman, dsb, sudah banyak di Jakarta. Banyaknya tempat coffee shop yang ada, membuat bisnis di industri coffee shop tentunya memiliki banyak persaingan, begitu banyak coffee shop seperti : Jco, Stacbucks, Kopi Luwak, Maxx Coffee, Bengawan Solo, Coffee Bean, dsb. Jika tidak mampu bersaing, tentunya hal tersebut sangat berbahaya untuk berlangsungnya bisnis tersebut di kemudian hari. Dalam dunia marketing, kita mengenal adanya kepuasan konsumen (customer satisfaction), yang tentunya kepuasan konsumen menjadi tujuan yang sangat penting bagi segala bisnis, guna memperoleh profit yang berkepanjangan di kemudian hari nanti. Dalam industri coffee shop, rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam kunci sebuah kesuksesan dalam penentu kepuasan konsumen, hal ini dapat dilihat melalui 215 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 penelitian yang dilakukan Shin, et al. (2015), bahwa variabel taste memiliki pengaruh signifikan positif terbesar dibandingkan variabel lainnya. Rasa yang tidak enak, tentunya akan memberi pengaruh yang buruk terhadap kepuasan konsumen. Serta materiality yang ada di coffee shop tersebut, juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen, dari segi fasilitas eksterior dan interior, dsb. Assurance juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen, seperti jaminan jika terjadi bencana seperti kebakaran dsb, sampai kehigienisan kopi yang akan dikonsumsi. Melihat begitu banyaknya faktor yang menjadi penentu dalam kepuasan konsumen, banyak literatur jurnal yang meneliti tentang kepuasan konsumen, salah satunya adalah materiality, assurance dan taste yang diteliti oleh Shin, et al. (2015), di mana dalam penelitiannya dia meneliti pengaruh trust, assurance, taste, materiality, store atmosphere terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen industri coffee shop di Korea. Dengan begitu banyaknya coffee shop yang ada di Indonesia tentunya membuat persaingan bisnis yang ada di industri ini, melihat begitu pentingnya kepuasan konsumen, maka peneliti hendak melakukan penelitian yang serupa dengan Shin, et al. tetapi dengan membatasi variabel independen yang dalam penelitian ini adalah materiality, assurance dan taste terhadap kepuasan konsumen, dan tanpa menguji lebih lanjut dampaknya terhadap loyalitas konsumen. Dengan mengambil subjek penelitian sebuah coffee shop di Mall Ciputra, dan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Penelitian ini akan melihat apakah terdapat pengaruh materiality, assurance dan taste terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui apakah pengaruh materiality terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. 2. Untuk mengetahui apakah pengaruh assurance terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. 3. Untuk mengetahui apakah pengaruh taste terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Batasan penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya dalam variabel materiality, assurance, taste dan kepuasan konsumen. Serta periode pembagian kuesioner adalah bulan Februari 2017. TINJAUAN LITERATUR Menurut Zeithaml, et al. (2013) “assurance: employees knowledge and courtesy and their ability to inspire trust and confidence”. Yang berarti jaminan (assurance) adalah pengetahuan karyawan, kesopanan, dan kemampuan perusahaan untuk menginspirasi kepercayaan dan keyakinan konsumen. Menurut Thakur et.al. (2014)“taste is one of the usual five senses and is the capability to detect the flavor of substances such as food, certain minerals, and poisons, 216 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 etc”. Maka dapat diartikan bahwa rasa adalah salah satu dari lima indera yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi rasa zat seperti makanan, mineral¸racun, dll. Zeithaml, et al. (2006) mendefinisikan “satisfaction is the customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that product or service has met the customer’s need and expectations. Failure to meet needs and expectations is assumed to result in dissatisfaction with the product or service”. Yang berarti, kepuasan konsumen adalah evaluasi dari konsumen atas produk atau jasa yang menunjukkan apakah produk dan pelayanan telah memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Tidak terpenuhnya kebutuhan dan harapan konsumen diasumsikan menghasilkan ketidakpuasan. Menurut Nasution (2001) apabila kepuasan konsumen tercapai akan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: a. Hubungan antara perusahaan dengan konsumen menjadi harmonis sehingga konsumen melakukan pembelian ulang dan mendorong terciptanya loyalitas konsumen. b. Reputasi perusahaan menjadi baik dalam pandangan konsumen. c. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan. d. Laba perusahaan semakin meningkat. Keterkaitan taste terhadap kepuasan. Menurut (Parasuraman 1988; Kivela 1999; Rajpoot 2002) yang dikutip dari Butt dan Murtaza (2011), rasa merupakan faktor kunci dalam makanan, di mana rasa yang lezat mempunyai pengaruh terhadap kepuasan restoran tersebut. Dalm hal ini berarti semakin lezat rasa suatu makanan, maka akan membuat konsumen semakin puas. Keterkaitan assurance terhadap kepuasan. Menurut Malik (2012) yang dikutip oleh Ahmad (2015), dalam penelitiannya Ahmad menemukan bahwa assurance memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen. Keempat dimensi dalam kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness, and assurance) memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen. Keterkaitan materiality terhadap kepuasan. Dalam penelitiannya, Shin, et al. (2015), diperoleh hasil bahwa materiality memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen, karena jika perlengkapan dikelola dengan baik maka akan membuat konsumen semakin puas. Dalam penelitiannya, keterkaitan variabel independen yang diteliti oleh penulis menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : variabel materiality, assurance dan taste memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Sehingga secara teoritis hipotesis dalam penelitian ini pun sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan materiality terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. H2 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan assurance terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. H3 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan taste terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Ada pun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 217 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Materiality (X1) Assurance (X2) H1 Customer satisfaction (Y) H2 H3 Taste (X3) Gambar 1. Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang pernah melakukan pembelian makanan dan minuman di Starxxx Mall Ciputra. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling, dengan teknik pengambilan sampel yang dilakukan penulis adalah Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampling dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2006). Ada pun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden. Operasionalisasi variabel memuat segala kegiatan yang dilakukan mengenai apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis, maka operasionalisasi variabel terdiri atas 3 variabel independen dan 1 variabel dependen, dengan pengukuran disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 1. Tabel operasionalisasi variabel materiality Variabel Materiality Indikator Fasilitas eksterior Fasilitas interior Penampilan karyawan Kenyamanan sarana pendukung Sumber : Shin, et al. Tabel 2. Tabel operasionalisasi variabel asssurance Variabel Assurance Indikator Jaminan akan kehigienisan produk kopi Jaminan akan kehigienisan produk minuman (selain kopi) Jaminan akan keselamatan dari adanya bahaya kebakaran Jaminan memperoleh kesopanan yang baik dari karyawan 218 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sumber : Shin, et al. Tabel 3. Tabel operasionalisasi variabel taste Variabel Taste Indikator Rasa kopi Rasa minuman (selain kopi) Rasa makanan Rasa semua produk secara keseluruhan Sumber : Shin, et al. Tabel 4. Tabel operasionalisasi variabel customer satisfaction Variabel Customer satisfaction Indikator Kepuasan terhadap semua produk makanan Kepuasan terhadap semua produk minuman (kopi dan non-kopi) Kepuasan terhadap suasana Kepuasan terhadap kualitas pelayanan Sumber : Shin, et al. Menurut Sugiyono (2003:116) “Validitas menunjukkan sejauh mana suatu sifat alat pengukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur suatu variabel. Suatu instrumen dinyatakan valid apabila korelasi antara dua skor suatu butir dengan skor totalnya minimal sebesar 0,3”. Menurut Ghozali (2007), Pengujian reliabilitas instrumen diuji dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Realibilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,6 dan apabila nilai Cronbach’s Alpha < dari 0,6 maka hal ini mengindikasikan ada beberapa responden yang menjawab tidak konsisten dan harus kita lihat satu persatu jawaban responden yang tidak konsisten harus dibuang dari analisis dan alpha akan meningkat. Dan dengan menggunakan uji asumsi lalu penelitian akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda guna mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen dalam penelitian ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan pada setiap indikator dari masing-masing variabel menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 5. Pengujian Validitas Variabel Materiality Butir Pertanyaan 1 Korelasi 0,711 Kesimpulan Valid 2 0,741 Valid 3 0,715 Valid 4 0,784 Valid Tabel 6. Pengujian Validitas Variabel Assurance Butir Pertanyaan 1 Korelasi 0,808 Kesimpulan Valid 2 0,827 Valid 219 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 3 0,886 Valid 4 0,789 Valid Butir Pertanyaan 1 Korelasi 0,790 Kesimpulan Valid 2 0,824 Valid 3 0,813 Valid 4 0,782 Valid Tabel 7. Pengujian Validitas Variabel Taste Tabel 8. Pengujian Validitas Variabel Customer Satisfaction Butir Pertanyaan 1 Korelasi 0,643 Kesimpulan Valid 2 0,634 Valid 3 0,678 Valid 4 0,572 Valid Variabel Materiality Cronbach’s Alpha 0,876 Kesimpulan Reliabel Assurance 0,925 Reliabel Taste 0,913 Reliabel Customer Satisfaction 0,812 Reliabel Tabel 9. Pengujian Reliabilitas Deskripsi karakteristik 50 responden dalam penelitian ini ditinjau dari jenis kelamin, status pernikahan dan usia. Tabel 10. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Frekuensi 31 19 50 Persentase (%) 62% 38% 100% Tabel 11. Deskripsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan No 1 2 Status Pernikahan Sudah Menikah Belum Menikah Total Frekuensi 23 27 50 Persentase (%) 46% 54% 100% Tabel 12. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia No 1 2 Usia < 20 tahun >20 tahun Frekuensi 20 30 220 Persentase (%) 40% 60% Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Total 50 100% Uji Hipotesis Setelah memenuhi uji asumsi, maka pengujian hipotesis dilakukan secara parsial dengan uji t, uji ini dilakukan dengan melihat hasil output PASW 18.00 sebagai berikut: Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Ganda Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B 1 Std. Error (Constant) 1.339 .839 Materiality .263 .105 Assurance .458 Taste .278 Beta t Sig. Tolerance VIF 1.596 .117 .249 2.504 .016 .300 3.332 .131 .457 3.492 .001 .173 5.772 .098 .286 2.844 .007 .293 3.413 a. Dependent Variable: Kepuasan Tabel 13. di atas menunjukkan besarnya signifikansi untuk variabel materiality adalah 0,016 lebih kecil dari α (0,05), untuk variabel assurance sebesar 0,001 lebih besar dari α (0,05), untuk variabel taste sebesar 0,007 lebih kecil daripada dari α (0,05). Dengan demikian, hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya pembuktiannya adalah sebagai berikut: 1. H1 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan materiality terhadap customer satisfaction. 2. H2 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan assurance terhadap customer satisfaction. 3. H3 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan taste terhadap customer satisfaction. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil pemecahan masalah yang diperoleh adalah variabel materiality, assurance, dan taste memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer satisfaction, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shin, et al, di mana dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa variabel materiality, assurance dan taste memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen (customer satisfaction). KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, ditemukan bahwa variabel materiality, assurance dan taste memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap customer satisfaction. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig. dan nilai slope pada tabel 13., bahwa variabel yang memiliki pengaruh positif yang signifikan terbesar adalah variabel assurance, hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan Shin, et al, 221 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 karena pada penelitiannya variabel taste merupakan variabel yang memiliki pengaruh positif yang signifikan terbesar diantara variabel independen lainnya. Mungkin hal tersebut berbeda karena perbedaan tempat, responden dan waktu penelitian yang dilakukan, bisa juga karena di Indonesia pernah terjadi kasus kematian karena kopi yang tidak higienis, sehingga mereka cenderung lebih puas terhadap faktor assurance dibandingkan variabel independen lainnya dalam penelitian ini. Implikasi dalam penelitian ini, dengan hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat ketiga variabel independen dalam penelitian ini memiliki pengaruh signifikan positif terhadap kepuasan konsumen untuk terus meningkatkan dan mempertahankan kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Sehingga secara praktis, Starxxx harus selalu menjaga assurance (jaminan) akan kesopanan dari pelayannya, kehigienisan kopi, dan produk lain selain kopi, serta keamanan akan terjadinya bencana kebakaran. Setelah higienisnya produk tersebut, tentunya rasa produk dari Starxxx harus selalu dijaga, bisa dengan selalu menjamin kesegaran dari bahan baku yang akan digunakan, agar rasa pun tetap selalu nikmat. Dan yang terakhir, adalah faktor pendukung baik secara eksterior, maupun interior serta penampilan karyawan yang selalu terlihat rapih dan juga faktor seperti wifi yang selalu tersedia dan berfungsi dengan baik, kursi, meja dsb yang selalu bersih dan nyaman harus selalu diperhatikan pihak Starxxx agar konsumen tetap puas sehingga akan melakukan pembelian lagi di kemudian hari. Dan untuk penelitian ke depannya, disarankan dapat menambah jumlah sampel yang lebih banyak, untuk meningkatkan tingkat keakuratan. Dan juga dapat menambah variabel independen lainnya seperti store atmosphere, price, dsb. DAFTAR PUSTAKA Ahmad. “The Effect of Service and Food Quality on Customer Satisfaction and Hence Customer Retention”. Asian Social Science Vol.11. 2015. Butt & Murtaza. “Measuring Customer Satisfaction w.r.t Restaurant Industry in Bahawalpur”. European Journal of Business and Management Vol. 3. 2011. Imam Ghozali. (2007). Analisis Multivariate dengan program PASW. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Nasution MN, (2001), Manajemen Mutu Terpadu, edisi ke-1. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Shin, et al. (2015). “The Impact of Korean Franchise Coffee Shop Service Quality and Atmosphere on Customer Satisfaction and Loyalty”. East Asian Journal of Business Management. Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. ________. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Cetakan Kesembilan. Bandung: Alfabeta. Thakur, et.al. (2014). “Taste Masking Techniques: Dicyclomine Hydrochloride by Inclusion Complexes with Cyclodextrin Using Various Oral Formulations”. American Journal of Pharmacology and Pharmacotherapeutics. Zeithaml, Bitner, & Gremler. (2006). Services Marketing. Fourth Edition. Mc Graw Hill ____________________. (2013). Services Marketing. Sixth Edition. Mc Graw Hill. 222 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH ORIENTASI HEDONIK-UTILITARIAN PADA KEGIATAN CAUSE RELATED MARKETING Singgih Santoso Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected] ABSTRAK : Saat ini kegiatan cause related marketing telah berkembang dengan pesat. Sebagai perluasan dari kegiatan corporate social responsibility, kegiatan cause related marketing berupaya menyatukan merek komersial dengan kegiatan organisasi sosial dalam sebuah produk baru, dengan tujuan memberi makna baru pada penawaran produk yang terintegrasi di pikiran konsumen. Selain berdampak pada masyarakat, kegiatan tersebut diharapkan juga berdampak positif bagi kinerja perusahaan. Penelitian akan menguji model struktural yang menggambarkan hubungan antara variabel orientasi belanja Hedonik, orientasi belanja Utilitarian, Sikap terhadap Iklan cause related marketing, dan Keinginan Membeli produk cause related marketing. Dengan menggunakan survei pada sejumlah mahasiswa dan menggunakan pengujian untuk melihat kesesuaian model structural dan hubungan antar variabel, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Hedonik dan Utilitarian berpengaruh positif dan signifikan pada variabel sikap terhadap iklan cause related marketing. Sedangkan variabel sikap terhadap iklan cause related marketing secara positif dan signifikan berpengaruh pada variabel Niat Beli. Kata Kunci: cause related marketing, orientasi hedonic, orientasi utilitarian, sikap terhadap iklan, niat membeli produk ABSTRACT: Currently cause related marketing activities has grown significantly. As an extension of corporate social responsibility activities, cause related marketing activity seeks to unite commercial brands with social organization activities in a new product, with main purpose to give a new meaning to offer integrated products in consumer’s mind. Cause related marketing activities is expected to serve two purposes, support social cause and improve firm performance. The research model, in structural equation model form, will test relationship between variables, i.e Hedonic shopping orientation, Utilitarian shopping orientation, Attitudes toward Advertising cause related marketing, and Purchase Intention to cause related marketing products. By using a survey on the number of students and with fit test for relationship between variabels, the results showed that Hedonic shopping orientation and Utilitarian shopping orientation affect attitudes toward advertising cause related marketing positive and significantly. And attitudes toward advertising cause related marketing variable influensce Purchase Intention positive and significantly. Keywords: cause related marketing, hedonic shopping orientation, utilitarian shopping orientation, attitudes toward advertising, and purchase intention PENDAHULUAN Sejalan dengan populernya konsep societal marketing, yakni sebuah konsep lebih lanjut dari kegiatan pemasaran yang menekankan selain terpenuhinya permintaan konsumen juga terjaganya kepentingan masyarakat luas, banyak perusahaan mulai melakukan kegiatan sosial secara langsung atau melakukan kerjasama dengan organisasi sosial untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini memunculkan dua isu sebagai latar belakang penelitian ini, yakni kegiatan aliansi merek dan bentuk khusus dari kegiatan tersebut, yakni kegiatan cause related marketing 223 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 (CRM). Strategi aliansi merek (brand alliances) pada dasarnya adalah kegiatan menyatukan dua merek atau lebih dalam sebuah produk baru, dengan tujuan memberi makna baru pada penawaran produk yang terintegrasi di pikiran konsumen (Walchli, 2007; Erevelles et al., 2008; Wymer dan Samu, 2009). Dalam praktek, kegiatan aliansi merek ada dalam beragam bentuk, seperti aliansi dua merek berbeda dan memasuki kategori produk yang baru, seperti produk perbankan BCA yang beraliansi dengan jasa penerbangan GARUDA. Bentuk khusus dari kegiatan aliansi merek adalah causerelated marketing, yakni kegiatan aliansi sebuah merek komersial dengan sebuah organisasi sosial dengan tujuan mendapatkan dana bagi kegiatan sosial yang dilakukan dengan mengambil persentase tertentu dari penjualan yang dilakukan (Varadarajan dan Menon, 1988). Sebagai contoh sejumlah persentase tertentu dari penjualan kopi Sumatera yang dilakukan oleh Starbuck akan didonasikan pada pemulihan dampak tsunami di Aceh lewat lembaga CARE (Lafferty, 2009); di India, perusahaan telepon seluler AIRCELL melakukan aliansi dengan organisasi perlindungan satwa liar WWF untuk menyelamatkan harimau India dari kepunahan (Agarwal et al., 2010). Robinson et al. (2012) menyatakan dua kegunaan utama CRM, yakni meningkatkan kinerja perusahaan dan mendukung kegiatan sosial yang berdampak pada masyarakat. Selama ini kegiatan CRM pada umumnya dilakukan lewat pengiklanan, baik di media cetak ataupun media elektonik, karena media promosi ini sangat efektif untuk menimbulkan kesadaran akan kegiatan CRM. Namun demikian, salah satu reaksi konsumen yang patut diwaspadai dalam kegiatan promosi CRM adalah perasaan raguragu akan ketulusan dari perusahan komersial ataupun organisasi sosial yang berkolaborasi dalam CRM. Hal ini dapat dimaklumi, karena keuntungan adalah hal yang pasti dicari perusahaan, dan hal tersebut dapat dimanipulasi oleh perusahaan untuk memanfaatkan rasa filantropis dari konsumen dengan menyertakan logo atau deskripsi kegiatan sosial dari sebuah lembaga sosial, yang sedikit banyak akan berpengaruh pada emosi konsumen. Riset dari Singh (2009) menyatakan bahwa efektivitas kegiatan pengiklanan CRM dapat berdampak negatif pada konsumen dalam bentuk munculnya rasa skeptis, yang dapat berlanjut menjadi sikap tidak suka dan menolak merek yang bepartisipasi pada kegiatan tersebut. Kim dan Johnson (2013) juga menyatakan bahwa manfaat kegiatan cause related marketing selain untuk popularitas serta peningkatan kesadaran merek dari produk komersial dan organisasi sosial yang beraliansi, juga memberi manfaat bagi masyarakat dalam arti yang luas. Temuan riset Thomas et. al. (2011) juga menyatakan bahwa kegiatan cause related marketing dapat meningkatkan popularitas merek komersial lewat word of mouth yang secara sukarela dilakukan konsumen yang membeli produk lewat kegiatan tersebut. Salah satu isu yang sering diangkat dalam penelitian di bidang CRM adalah efektifitas dari kegiatan iklan CRM; Irwin (2011) menyatakan adanya kegiatan CRM yang dilakukan oleh produsen ayam goreng terkemuka Kentucky Fried Chicken dengan organisasi sosial Yayasan Riset di bidang Kanker, sebuah aliansi dengan tingkat kesesuaian yang rendah, dan berakibat kegiatan tersebut hanya berdampak kecil di masyarakat. Untuk itulah perlu dikembangkan riset lebih lanjut tentang pengaruh rasa suka atau tidak suka konsumen pada sebuah iklan kegiatan CRM pada keinginan membeli produk CRM. 224 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN LITERATUR Dalam peneltiian ini ada empat variabel dengan penjabaran masing-masing variabel adalah: Rasa Skeptis terhadap Iklan CRM Walaupun kegiatan CRM sudah semakin populer di masyarakat dan banyak dilakukan perusahaan besar, namun demikian tidak sedikit konsumen masih meragukan ketulusan perusahaan untuk melakukan kegiatan filantropis; dampak dari anggapan tersebut adalah adanya rasa skeptis dan tidak percaya saat melihat sebuah tayangan iklan dari kegiatan CRM. Riset Elving (2012) menunjukkan konsumen cenderung ragu dan tidak percaya pada perusahaan yang melakukan kegiatan sosial (CSR); dalam risetnya, tingkat terendah dari rasa skeptis tersebut ditemukan pada kegiatan CSR antara perusahaan dengan reputasi yang bagus dan jenis kegiatan sosial yang memang cocok (fit) dengan jenis CSR yang dikerjakan. Do Paco dan Reis (2012) dalam risetnya tentang green marketing menambahkan adanya hubungan orientasi seseorang dengan pandangannya tentang isi sebuah iklan; konsumen yang peduli pada upaya pemasaran yang berorientasi lingkungan (green marketing) akan mempunyai rasa skeptis yang lebih besar pada tayangan iklan dari perusahaan yang memperlihatkan produk mereka peduli lingkungan, dibandingkan konsumen yang tidak berorientasi pada pelestarian lingkungan. Rizvi et.al. (2012) mendefinisikan perasaan skeptis pada iklan sebagai kecenderungan dari seorang konsumen untuk mempunyai sikap tidak setuju terhadap pernyataan atau klaim yang dibuat oleh pembuat iklan atau pemasar; mereka menyatakan upaya konsumen untuk mencari pendapat tentang sebuah hal, kredibilitas sumber yang menjadi acuan konsumen, serta kegiatan CSR dari sebuah perusahaan sebagai tiga hal yang berpengaurh pada tumbuhnya perasaan skeptis tersebut. Beberapa penelitian telah mendalami masalah rasa skeptis yang dipunyai konsumen; riset Chang dan Cheng (2014) menyorot penyebab timbulnya rasa skeptis tersebut dengan melihat pada orientasi konsumen saat berbelanja serta pola pikir dari konsumen. Jika orientasi belanja dari konsumen melihat konsumen dianggap lebih berorientasi hedonik atau lebih berorientasi utilitarian, maka dari sudut pola pikir, konsumen dapat dibedakan antara konsumen dengan lebih memiliki rasa individualistik dan konsumen dengan lebih memiliki rasa kolektif dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Orientasi Hedonik dan Orientasi Utilitarian Kegiatan konsumsi secara natur dapat dibedakan menjadi kegiatan yang praktis dan kegiatan hedonis, sehingga ada pembagian orientasi hedonik dan orientasi uitlitarian pada diri seseorang. Tentu tidak mungkin seseorang total berorientasi hedonik atau utilitarian, namun lebih tepat dikatakan seseorang cenderung berorientasi hedonik saat berbelanja dibandingkan orientasi utilitarian. Overby dan Lee (2006) dan Scarpi (2012) menyatakan bahwa konsumen berorientasi hedonik lebih berkarateristik memuaskan kebutuhannya dengan membandingkan manfaat yang akan diterima dan pengorbanan yang diberikan, khususnya untuk hal yang lebih bersifat emosional, untuk kegembiraan hati, dan untuk kesenangan hati yang maksimal. Sedangkan konsumen berorientasi 225 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 utilitarian lebih ke arah kegunaan praktis dari sebuah produk dan membeli produk karena berorientasi pada tugas. Beberapa penelitian mengungkapkan peran kedua tipe orientasi konsumen ini dalam perilaku konsumsi; konsumen berorientasi hedonik menekankan pengalaman mengkonsumsi pada arti simbolik sebuah produk dan perasaan seseorang yang bersifat subyektif, seperti kesenangan, keramahan atau fantasi; sedangkan konsumen berorientasi utilitarian lebih menekankan pada manfaat yang bersifat tangibel dan berdasar fitur-fitur obyektif dari sebuah produk (Overby dan Lee, 2006; Holbrook dan Hirschman, 1982). Walaupun dapat dibedakan, namun orientasi konsumen mempunyai kedua unsur tersebut dalam tingkat yang berbeda-beda. Karena itu, banyak produk juga mengandung kedua unsur tersebut; sebagai contoh adalah produk pasta gigi yang mempunyai unsur hedonik pada atribut kesegaran atau atribut rasa, sedangkan unsur utilitarian ada pada fungsinya untuk mencegah gigi berlubang (Batra dan Ahtola, 1991). Riset dari Strahilevitz dan Myers (1998) menunjukkan perbedaan sikap konsumen terhadap produk bertipe hedonik dan produk bertipe utilitarian saat beraliansi dalam sebuah kegiatan CRM. Dengan menggunakan sejumlah produk hedonik (seperti es krim atau tiket konser) dan produk utilitarian (seperti pasta gigi atau buku teks), didapat hasil sikap konsumen lebih positif dan keinginan membeli terhadap produk lebih terstimuli terhadap paduan sebuah kegiatan sosial dengan produk hedonik daripada paduan sebuah kegiatan sosial dengan produk utilitarian. Mereka menyimpulkan bahwa pembuatan iklan kegiatan CRM untuk produk hedonik akan mendorong konsumen merasa bersalah dan senang sekaligus, yang mereka sebut sebagai affect-based complementary. Hibbert et.al. (2007) juga menunjukkan adanya perasaan bersalah dan ingin membantu saat ditampilkan iklan yang menunjukkan kadanya kegiatan filantropis seperti CRM. Di sisi lain, iklan CRM dengan menggunakan produk tuilitarian cenderung akan diakses konsumen dengan rasional; teori elaboration likelihood model (Petty dan Cacioppo, 1986) menunjukkan konsumen pada dasarnya akan emmproses informasi secara sistematis. Saat melihat iklan CRM, konsumen dengan orientasi lebih pada manfaat utilitarian akan melihat detil manfaat produk, fitur produk, daripada melihat sisi emosinya, seperti bentuk kemasan produk, bau produk, dan lainnya. Dari pembahasan di atas, untuk pengaruh konsumen berorientasi hedonik dan utilitarian, dikembangkan dua hipotesis berikut: H1: Konsumen dengan orientasi lebih pada aspek hedonik pada sebuah produk akan mendorong rasa suka saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related marketing. H2: Konsumen dengan orientasi lebih pada aspek utilitarian pada sebuah produk akan mendorong rasa suka saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related marketing. Keinginan Membeli Produk Keinginan untuk membeli (purchase intention) berhubungan dengan tahapan mental seorang konsumen dalam pengambilan keputusan, dimana ia telah mengembangkan keinginan yang nyata untuk bertindak terhadap sebuah produk atau merek (Wells et al., 2011; Hutter et al., 2013; Dodds et al., 1991). Riset dari Manuel et al. (2014) menunjukkan bahwa individu yang sudah merasa skeptis pada iklan CRM akan mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh saat akan membeli produk yang beraliansi dengan CRM daripada keinginan untuk membantu organisasi sosial yang 226 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 beraliansi, sehingga mereka akan cenderung menurunkan niat untuk membeli produk. Hal ini tentu mengurangi dampak iklan CRM yang diharapkan direspon positif oleh konsumen, seperti dikemukakan oleh Chang dan Cheng (2015). Dari hal di atas dapat dikemukakan sebuah hipotesis: H3: Sikap saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related marketing berhubungan dengan Keinginan Membeli produk CRM. Model untuk penelitian adalah: Orientasi Hedonik Sikap terhadap Iklan CRM Keinginan Membeli Orientasi Utilitarian Gambar 1. Model Penelitian METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner akan dibagikan kepada 200 mahasiswa dengan metode random sampling. Isi kuesioner akan dibagi menjadi dua tahapan. Bagian pertama adalah mengetahui profil dari konsumen, sedangkan bagian kedua berisi pertanyaan untuk pengujian model, yang terdiri dari enam konstruk. Pengukuran untuk indikator dari masing-masing konstruk berdasar pada riset Babin et al. (1994) untuk dua konstruk orientasi belanja hedonik-utilitarian dari konsumen, riset McCarthy dan Shrum (2001) dan Noguchi (2007) untuk dua konstruk pola pikir individualis-kolektif dari konsumen, riset Obermiller et al. (2005) untuk konstruk rasa skeptis pada iklan CRM, serta riset Hou et al. ( 2008) untuk konstruk Keinginan Membeli. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan cross tab untuk data profil serta analisis model struktural untuk menguji model penelitian. Kegiatan pengujian SEM mempunyai beberapa tahapan penting. Pertama adalah mendefinisikan konstruk yang ada, kemudian mengembangkan model pengukuran (measurement model). Setelah itu proses dilanjutkan dengan pengujian model pengukuran tersebut. Kemudian dilakukan spesifikasi model struktural (structural model) dan penilaian validitas model struktural tersebut. Untuk pengujian model, digunakan beberapa kriteria umum dari goodness of fit, seperti χ 2 / df, RMSEA, dan TLI (Hair et al., 2006; Singh, 2009; Hooper et al., 2008). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Model penelitian dalam bentuk diagram structural equation modelling adalah: 227 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Gambar 2. Model Penelitian dalam Diagram AMOS Sumber: Data Primer Diolah (2016) Dengan menggunakan AMOS versi 22, dilakukan pengujian terhadap model kegiatan CRM di atas, dengan hasil: Tabel 1. Hasil Perhitungan Goodness of Fit Kriteria goodness of fit χ 2 / df RMSEA TLI CFI Angka yang direkomendasi 1,972 0,070 0,887 0,902 Hasil di atas menunjukkan angka χ 2 / df serta RMSEA yang bagus dan memenuhi kriteria kelayakan model; interval angka χ 2 / df seharusnya ada di kisaran 2 sampai 5, sedangkan angka RMSEA diharapkan di bawah 0,08. Untuk angka CFI, hasil yang didapat adalah bagus, karena di atas angka batas 0,9; sedangkan untuk angka TLI, walaupun belum ada pada kriteria baik (di atas 0,9), namun tergolong moderat dan tidak dapat dikatakan jelek. Sedangkan untuk hasil analisis regresi didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Perhitungan Hubungan Antar Konstruk Koefisien regresi Hubungan antar variabel (Konstruk) Hedonik dengan Sikap terhadap iklan Utilitarian dengan Sikap terhadap iklan Sikap terhadap iklan dengan Niat Beli .218 .316 .386 Signifikansi (probabilitas) 0,000 0,008 0,000 Tabel di atas menunjukkan bahwa dari dua variabel independen yang dihipotesa berpengaruh terhadap variabel sikap pesimis terhadap iklan CRM, baik variabel Hedonik dan Utilitarian berpengaruh pada Sikap terhadap iklan CRM. Sedangkan variabel Sikap terhadap iklan CRM secara positif dan signifikan berpengaruh pada 228 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 variabel Niat Beli. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat melihat sebuah iklan kegiatan CRM, sikap mereka terhadap iklan tersebut dipengaruhi oleh orientasi belanja yang bersifat hedonik dan utilitarian dari orang tersebut; sikap tersebut kemudian akan berdampak pada niat beli terhadap produk CRM yang diiklankan. Hasil di atas memperkuat riset dari Overby dan Lee (2006) dan riset Chang dan Cheng (2015) yang menunjukkan pada pembelian barang-barang lewat kegiatan online marketing, produk-produk baik yang bertipe utilitarian ataupun hedonik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap niat beli konsumen. Saat konsumen dengan orientasi utilitarian berbelanja atau melihat iklan produk, mereka akan bertindak rasional, lebih mengevaluasi kegunaan dan utilitas dari produk, dan tidak pada estetika yang menyertai produk tersebut; evaluasi yang terjadi, menurut teori elaboration likelihood model/ELM (Petty dan Cacioppo, 1986), konsumen akan melihat detil dari sebuah iklan kegiatan CRM dan akan berpikir rasional untuk mendonasikan uangnya atau tidak, setelah mempertimbangkan apakah isi iklan tersebut lebih berupaya untuk memanipulasi rasa altruistik pembaca ataukah tidak. Karena pada umumnya iklan CRM mendorong pembelian dengan memanipulasi rasa altruistik calon pembeli dan tidak mengutamakan fungsi serta benefit dari produk, maka konsumen berorientasi utilitarian akan cenderung tidak terpengaruh dengan iklan tersebut. Namun demikian, pada produk-produk utilitarian, konsumen justru memperhatikan benefit dari produk tanpa terlalu dipengaruhi oleh estetika dan sisi emosi produk; saat seseorang membeli lampu hemat energi, ia lebih memperhatikan pada kegunaan produk serta fitur keawetan dan daya hemat listrik yang ditawarkan; konsumen tidak begitu terpengaruh dengan bentuk lampu atau warnanya. Pada dasarnya, setiap konsumen mempunyai orientasi utilitarian dan hedonik, sehingga pada model ELM terdapat dua rute evaluasi, yakni rute sentral untuk orientasi utilitarian dan rute periferal untuk orientasi hedonik; riset Chen dan Lee (2008) menunjukkan untuk produk yang mempunyai kandungan emosi dan estetika cukup tinggi, seperti kosmetik dan pembelian produk-produk pakaian atau tas lewat online marketing, kedua orientasi tersebut terbukti menunjukkan pola seperti yang ada pada teori ELM. Iklan sebuah kegiatan CRM pasti mengandung kedua orientasi tersebut, walaupun produk satu dengan yang lain dapat mempunyai derajat nilai orientasi yang bervariasi. Nilai utilitarian pada kegiatan CRM akan terlihat pada detil produk yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut, baik dari kegunaan utama produk ataupun pada manfaat yang dirasakan oleh konsumen; sementara, setiap produk juga ada sisi emosionalnya, khususnya jika sudah dialiansikan dengan kegiatan altruistik yang akan mempengaruhi konsumen dari sisi emosi. Sebagai contoh, pada riset Chen dan Lee (2008) digunakan produk kosmetik. Produk tersebut mempunyai nilai utilitarian sebagai pelapis kulit muka, namun banyak mengandung sisi emosi untuk mempercantik penampilan wajah. Penggunaan iklan CRM akan mempengaruhi konsumen dalam bersikap positif pada sisi utilitarian dan hedonik secara bersama-sama. Senada dengan temuan di atas, penggunaan teori stimulus-organism-response (SOR) pada riset dari Guerreiro dan Rita (2015) menyatakan konsumen berorientasi utilitarian akan lebih sulit menggerakkan emosinya dan lebih melihat logo merek serta jumlah donasi yang harus diberikan; sedangkan konsumen berorientasi hedonik lebih mudah tergerak emosinya dan memperhatikan pula hal-hal yang non-visual pada produk. Temuan menarik didapatkan pada riset Yael et. al (2016) yang memberikan tambahan variabel rasa-bersalah dalam diri konsumen; mereka menyatakan bahwa dalam kegiatan CRM, konsumen dengan karateristik mudah tersentuh oleh emosi dan rasa bersalah jika 229 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 tidak berpartisipasi dalam kegiatan CSR, dan jika produk yang berpartisipasi adalah tipe produk dengan kandungan hedonik lebih banyak, seperti kosmetik atau pertunjukan di bioskop, mereka akan lebih mudah bersikap positif dan mempunyai niat beli yang lebih besar dibandingkan jika produk lebih berorientasi ke produk utilitarian. Dengan demikian, dalam kegiatan iklan kegiatan CRM, konsumen dengan orientasi belanja hedonik akan bersikap positif terhadap iklan CRM. Untuk kaitan sikap terhadap iklan CRM dan niat membeli responden, riset dari Anuar et. al. (2013) menunjukkan kaitan erat antara kedua variabel tersebut. Pada riset mereka, dilakukan pembagian rasa skeptis terhadap iklan CRM yang tinggi dan rendah; temaun mereka menyatakan bahwa rasa skeptis yang besar akan menurunkan keinginan membeli, sedangkan rasa skeptis yang rendah akan menaikkan keinginan membeli produk CRM. Riset Overby dan Lee (2006) juga menyatakan bahwa konsumen dengan orientasi hedonik yang merasa suka terhadap kegiatan CRM akan terdorong untuk membeli produk-produk yang beraliansi dengan organisasi sosial dalam kegiatan CRM. Riset dari Santoso (2012) tentang kegiatan CRM juga menyatakan bahwa sikap yang positif terhadap kegiatan CRM yang dinyatakan dalam bentuk iklan CRM akan mendorong responden untuk mempunyai niat beli yang signifikan terhadap produk CRM. Hal ini disebabkan responden yang mempunyai orientasi hedonik dalam berbelanja dan mempunyai pola pikir mengutamakan kolektifitas dalam kegiatan seharihari akan cenderung suka terhadap iklan-iklan kegiatan CRM; dalam teori sikap dari Fishbein (1975) menyatakan bahwa aspek kognitif dan aspek afektif (rasa suka atau tidak suka) akan mempenmgaruhi aspek konatif (perilaku) seseorang. Dalam model penelitian ini, rasa suka tersebut akan mendorong responden mempunyai niat beli pada produk CRM. Implikasi dari penelitian ini ada beberapa hal. Pertama, karena orientasi hedonik terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap rasa suka terhadap iklan CRM, maka agar sebuah kegiatan CRM dapat efektif, produk yang dialiansikan dengan organisasi sosial seharusnya berorientasi lebih pada aspek hedonik, dimana seseorang lebih mengutamakan emosi dan melihat estetika produk; produk seperti kosmetik, hotel, jasa perawatan kulit, dan lainnya akan lebih mudah mendorong rasa altruistik konsumen untuk akhirnya mempunyai niat membeli produk-produk CRM. Implikasi kedua berkaitan daridengan hasil penelitian yang menunjukkan orientasi utilitarian juga berdampak positif pada iklan CRM. Untuk produk bertipe utilitarian, iklan CRM dapat bekerjasama dengan organisasi sosial yang selaras dengan tipe produk utilitarian, seperti produk lampu hemat energi dengan organisasi pelestari lingkungan, seperti WALHI; produk hemat engeri mementingkan fitur kemampuan menghemat daya listrik dengan tidak mengutamakan estetika produk, sedangkan organisasi pelestari lingkungan yang juga memperhatikan kelangsungan energi di bumi, selaras dengan orientasi penghematan energi dari produk listrik. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan dan Implikasi Model penelitian untuk menguji pengaruh variabel orientasi belanja hedonik dan variabel orientasi belanja utilitarian pada variabel rasa suka saat melihat tayangan iklan terhadap niat membeli produk pada sebuah kegiatan cause related marketing. Hasil penelitian dengan menggunakan survei menunjukkan bahwa hanya variabel Hedonik 230 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dan Utilitarian berpengaruh secara positif dan signifikan pada variabel sikap terhadap iklan CRM. Pengujian lain menunjukkan variabel sikap terhadap iklan CRM secara positif dan signifikan berpengaruh pada variabel Niat Beli. Hasil ini dapat berimplikasi pada penguatan teori elaboration likelihood model yang menyatakan adanya pola pemikiran sentral dan tepi untuk mengevaluasi produk bertipe hedonik dan utilitarian; sedangkan implikasi manajerial menyatakan perlunya kegiatan CRM baik pada promosi produk bertipe hedonik atau utilitarian. Saran 1. Kegiatan CRM sebaiknya dilakukan untuk produk-produk dengan orientasi hedonik yang lebih mendominasi; karena produk hedonik lebih dapat menimbulkan emosi dan memudahkan organisasi sosial mendapatkan donasi dari kegiatan CRM. 2. Kegiatan CRM juga dapat digunakan untuk produk-produk utilitarian, dengan pemahaman bahwa pada produk utilitarian, konsumen akan mengambil rute pinggir dan rasional untuk mengevaluasi iklan CRM. Untuk itu, ketepatan pemilihan organisasi sosial yang terkait dengan produk utilitarian harus diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA Agarwal, P.K., Kumar, P., Swati, G., dan Tyagi, A.K. (2010). Cause Related in India: A Conceptual Paradigm. Advance in Management, Vol. 3, 24-31. Anuar, M. M., Omar, K., dan Osman, M. (2013). Does Skepticism Influence Consumers Intention to Purchase Cause related Products? International Journal of Business and Social Science Vol. 4 (5), 94-98. Babin, B. J., Darden, W. R., dan Grifin, M. (1994). Work and/or fun: Measuring hedonic and utilitarian shopping value. Journal of Consumer Research, Vol. 20(4), 644-656. Batra, R. dan Ahtola, O.T. (1991). Measuring Hedonic and Utilitarian Sources of Consumer Attitudes. Marketing Letters, Vol. 2, 159 – 170. Chen, S. H. dan Lee, K. P. (2008). The Role of personality traits and perceived values in persuasion: An elaboration likelihood Model perspective on online shopping. Social Behavior and Personality: an International Journal, Vol. 36 (10), 13791399. Chang, C. T. dan Cheng, Z. H. (2015). Tugging on Heartstrings: Shopping Orientation, Mindset, and Consumer Responses to Cause-Related Marketing. Journal of Business Ethics, Vol. 127 (2), 337-350. Do Pacüo, A. M. F., dan Reis, R. (2012). Factors affecting skepticism toward green advertising. Journal of Advertising, Vol. 41(4), 147-155. Dodds, W.B., Monroe, K.B. and Grewal, D. (1991), Effects of price, brand, and store information on buyers’ product evaluations. Journal of Marketing Research (JMR), 28 (3): 307-319. Elving, W. J. L. (2012). Scepticism and corporate social responsibility communications: The inßuence of Þt and reputation. Journal of Marketing Communications First article, Vol. 22(1), 1-16. 231 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Erevelles, S., Horton, V., dan Fukawa, N. (2008). Understanding B2C Brand Alliances Between Manufacturers and Suppliers. Marketing Management Journal (Fall): 3246. Fishbein, M., dan Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley. Guerreiro, J. dan Rita, P. (2015). Attention, emotions and cause related marketing effectiveness. European Journal of Marketing Vol. 49 No. 11/12, 1728-175. Hair, J. F., Black, W. C., Barry, B. J., Anderson, R. E., dan Tatham, R. L. (2006). Multivariate Data Analysis, 6th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hibbert, S., Smith, A., Davies, A., dan Ireland, F. (2007). Guilt appeals: Persuasion knowledge and charitable giving. Psychology & Marketing, Vol. 24(8), 723-742. Holbrook, M. B. and Hirschman, E. C. (1982). The Experiental Aspects of Consumption: Consumer Fantasies, Feelings and Fun. Journal of Consumer Research, Vol. 9, 132-140. Hooper, D., Coughlan, J., dan Mullen, M. R. (2008). Structural Equation Modelling: Guidelines for Determining Model Fit. The Electronic Journal of Business Research Methods, Vol 6, 530. Hou, J., Du, L., dan Li, J. (2008). Cause attributes infuencing consumers purchasing intention: Empirical evidence from China. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, Vol. 20(4), 363-380. Hutter, K., Hautz, J., dan Dennhardt, S. (2013). The impact of user interactions in social media on brand awareness and purchase intention: the case of MINI on Facebook. Journal of Product & Brand Management: 342–351. Irwin, T. (2011). Disconnect between causes, products deter buying (diupdate tanggal 3 Oktober 2013). Tersedia di http://www.mediapost.com/ publications/article/154177/#axzz2aLw9jzhc [Diakses pada tanggal 2 Maret 2017] Kim, J., dan Johnson, K. K. P. (2012). The impact of moral emotions on cause-related marketing campaigns: A cross-cultural examination. Journal of Business Ethics, Vol. 112 (1), 79-90. Lafferty, B. A., (2009). Selecting the Right Cause Partners for the Right reasons: The Role of Importance and Fit in Cause-Brand Alliances. Psychology & Marketing, Vol. 26 (4), 359-382. Manuel, E., Youn, S., dan Yoon, D. (2014). Functional matching effect in crm: Moderating roles of perceived message quality and skepticism. Journal of Marketing Communications Vol. 20 (6), 397-418. McCarty, J. A., dan Shrum, L. J. (2001). The infuence of individualism, collectivism, and locus of control on environmental beliefs and behavior. Journal of Public Policy & Marketing, Vol. 20 (1), 93-104. Noguchi, K. (2007). Examination of the content of individualism/ collectivism scales in cultural comparisons of the USA and Japan. Asian Journal of Social Psychology, Vol. 10(3), 131-144. Obermiller, C., Spangenberg, E., dan MacLachlan, D. L. (2005). Ad skepticism: The consequences of disbelief. Journal of Advertising, Vol. 34(3), 7-17. Overby, J. W., dan Lee, E.-J. (2006). The effects of utilitarian and hedonic online shopping value on consumer preference and intentions. Journal of Business Research, Vol. 59 (1011), 1160-1166. 232 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Petty, R. E., dan Cacioppo, J. T. (1986). Communication and persuasion. New York: Springer. Rizvi, S. N. Z., Sami, M., dan Gull, S. (2012). Impact of consumer involvement on advertising skepticism: A framework to reduce advertising skepticism. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol. 4 (8), 465– 472. Robinson, S. R., Caglar I., dan Jayachandran, S. (2012). Choice of Cause in CauseRelated Marketing. Journal of Marketing Vol. 76, 126 –13. Scarpi, D. (2012). Work and fun on the internet: The effects of utilitarianism and hedonism online. Journal of Interactive Marketing, Vol. 26 (1), 53-67. Singh, R. (2009). Does my structural model represent the real phenomenon?: a review of the appropriate use of Structural Equation Modelling (SEM) model fit indices, The Marketing Review, Vol. 9, 199-212 Santoso, S., Dharmmesta, B. S., dan Purwanto, B. M. (2015). Model of Consumer Attitude in the Activity of Cause-Related Marketing. Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol. 6 (4), 499-508. Strahilevitz, M. dan Myers, J. G. (1998), Donation to Charity as Purchase Incentives: How Well They Work May Depend on What You Are Trying to Sell. Journal of Consumer Research, Vol. 24, 434- 446. Thomas, M. L., Mullen, L. G., dan Fraedrich, J. (2011). Increased word-of-mouth via strategic cause-related marketing. International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing, Vol. 16 (1), 36–49. Varadarajan, P. R., dan Menon, A. (1988). Cause-Related Marketing: A Coalignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing, Vol.52, 58-74. Yael, Z. R., Rabino, R., Cavanaugh, L. A., dan Fitzsimons, G. J. (2015). When Donating is Liberating: The Role of Product and Consumer Characteristics in the Appeal of Cause Related Products. Journal of Consumer Psychology, Vol. 26 (2), 213-230. Walchli, S. B. (2007). The Effect of Between-Partner Congruity on Consumer Evaluation of Co-Branded Products. Psychology Marketing Vol. 24, 947-973. Wells, J. D., Valacich, J. S. dan Hess, T. J. (2011). What signal are you sending? How web site quality influences perceptions of product quality and purchase intentions. MIS Quarterly Vol. 35 (2), 373-396. Wymer, W., dan Samu, S. (2009), The Influence of Cause Marketing Associations on Product and Cause Brand Value. International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing, Vol 14, 1-20. BIODATA Singgih Santoso adalah Tenaga Pengajar Tetap pada Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Minat penelitian pada bidang pemasaran dan kewirausahaan, dengan minat khusus pada branding, pengaruh teknologi informasi pada pemasaran dan perilaku konsumen, kegiatan pemasaran sosial seperti cause related marketing dan pemodelan perilaku wirausahawan. 233 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 SEGMENTASI PERILAKU PELANGGAN MENGGUNAKAN MODEL RFM (RECENCY, FREQUENCY AND MONETARY) DAN FUZZY C-MEANS Fitri Rizki Amelia1, Yan Puspitarani2, Abdulah Fajar3 1 Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] 3 Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] 2 ABSTRAK: Persaingan yang semakin ketat membuat perusahaan merubah fokus terhadap strategi yang mengutamakan produk (product/service oriented) menjadi strategi yang mengutamakan pelanggan (customer oriented). Salah satu strategi yang diterapkan ialah Customer Relationship Management (CRM). Permasahalan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan ingin mengenali tentang perilaku pelanggan, memahami perbedaan pelanggan dan mengenali tingkat loyalitas pelanggan. Proses segmentasi pelanggan dapat menjadi solusi perusahaan untuk dapat mengenali hubungan pelanggan terhadap tingkat loyalitas. Dilihat dari permasalahan yang dimiliki perusahaan penulis membuat penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui tingkat loyalitas pelanggan dengan menerapkan model analisa RFM (Recency, Frequency and Monetary) dan teknik clustering yaitu Fuzzy C-Means dan KMeans pada data transaksi pelanggan dalam periode tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah cluster yang optimum adalah 6 cluster. Jumlah cluster yang diperoleh merupakan jumlah cluster yang optimum berdasarkan hasil perhitungan indeks Xie Beni. Kemudian setelah dibandingkan dengan algoritma K-Means, Fuzzy C-Means menunjukkan hasil yang lebih baik. Kata Kunci: CRM, RFM (Recency,Frequency,and Monetary), Fuzzy C-Means, K-Means. ABSTRACT: The increasing of competition made the company changes the focus of the strategy that prioritizes product (product / service oriented) be a strategy that prioritizes customers (customer oriented). One of the strategies is the Customer Relationship Management (CRM). The problem of the company is the company wants to recognize how the customers’s behaviour, to understand customers and to identify differences in the level of customer loyalty. Customer segmentation process can be a solution for the company to recognize customer relations on the level of loyalty. Judging from the problems of the company author makes this study aimed to determine the level of customer loyalty by applying the RFM (Recency, Frequency and Monetary) analysis model and clustering techniques that Fuzzy C-Means and K-Means in customer transaction data within a certain period. The results showed that the optimum number of clusters is 6 clusters. Number of clusters obtained an optimum number of clusters based on the calculation of the index Xie Beni. Then after being compared with the K-Means algorithm, Fuzzy CMeans shows better results. Keywords: CRM, RFM (Recency,Frequency,and Monetary), Fuzzy C-Means. 234 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Setiap perusahaan dituntut untuk siap menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan lain. Hal ini menyebabkan perusahaan merubah fokus terhadap strategi yang mengutamakan produk menjadi strategi yang mengutamakan pelanggan. Karena pelanggan merupakan suatu aset yang sangat penting bagi perusahaan modern. Salah satu strategi yang diterapkan ialah Customer Relationship Management (CRM) yang merupakan salah satu sarana untuk menjalin hubungan yang berkelanjutan antara perusahaan dengan para stakeholder maupun shareholdernya. Penerapan Customer Relationship Management pada perusahaan retail dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan kegiatan bisnis utama dengan kemampuan dalam mendapatkan, mengelola dan menganalisa data pelanggan, produk, layanan, dan kegiatan operasi. Permasahalan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan ingin mengenali tentang perilaku pelanggan, memahami perbedaan pelanggan dan mengenali tingkat loyalitas pelanggan. Namun perusahaan sulit untuk mengenali perilaku pelanggan yang loyal terhadap perusahaan. Karena jumlah pelanggan yang sangat banyak membuat perusahaan kesulitan untuk mengelompokkan pelanggan secara manual. Proses segmentasi pelanggan dapat menjadi solusi perusahaan untuk dapat mengenali setiap pelanggan terhadap tingkat loyalitas. Selain itu segmentasi pelanggan merupakan strategi pemasaran yang tepat sehingga perusahaan dapat mempertahankan pelanggan dan mendapatkan keuntungan. Segmentasi pelanggan dengan data yang besar dapat diselesaikan dengan proses data mining (Zhao, 2008) dan dapat dilakukan dengan model analisa menggunakan RFM (Recency, Frequency and Monetary). Model RFM dapat membedakan pelanggan yang berasal dari data besar oleh tiga variabel yaitu recency , frequency, dan monetary. Proses data mining yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan proses clustering, clustering yang digunakan adalah algoritma Fuzzy C-Means untuk pengelompokkan pelanggan. Menurut Bunkers et al untuk melihat kinerja kedua metode tersebut digunakan kriteria nilai simpangan baku, yaitu dalam kelompok (Sw) dan antar kelompok (Sb), metode yang akan dipilih nanti adalah metode yang mempunyai nilai Sw yang minimum dan nilai Sb yang maksimum (Syaiful,2015). Kriteria banyak cluster optimum diberikan oleh indeks XB yang minimum. Rekomendasi untuk menggunakan indeks XB tertuang dalam penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa indeks XB memiliki ketepatan dan keandalan yang tinggi baik untuk memberikan banyak kelompok optimum pada metode hard partition seperti K-means cluster maupun pada FCM (Syaiful,2015). 235 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN LITERATUR Recency, Frequency and Monetary (RFM) Model analisa RFM dikembangkan pertama kali oleh Hughes sebagai metode untuk menganalisis nilai pelanggan. Model ini membedakan pelanggan yang penting dari sejumlah data dengan menggunakan tiga atribut yaitu selang waktu (interval) pemakaian pelanggan, frekuensi dan jumlah uang (Hughes,2011). Secara detail ketiga atribut tersebut dideskripsikan seperti di bawah ini : 1. Recency the last Purchase (R). R merepresentasikan resensi, yang berarti adalah jarak antara waktu terakhir pemakaian/pembelian dengan waktu sekarang. 2. Frequency of the purchases (F) F mempresentasikan frekuensi, yang artinya adalah jumlah transaksi pada periode tertentu. 3. Monetary Value of the purchases (M) M merepresentasikan moneter, yang artinya adalah jumlah uang yang digunakan untuk pembelian pada periode tertentu Algoritma K-Means K-means adalah salah satu algoritma yang terkenal untuk clustering dan telah digunakan secara luas di berbagai bidang termasuk data mining, data statistik, analisis dan aplikasi bisnis lainnya (Cheng dan Chen,2009). Langkah-langkah algoritma KMeans: 1. Menentukan jumlah cluster k a. Inisialisasi k pusat cluster ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Namun yang paling sering dilakukan adalah dengan cara random. Pusatpusat cluster diberi nilai awal dengan angka-angka random. b. Memasukkan setiap item dataset yang jaraknya paling dekat dengan nilai centroid ke dalam centroid cluster tersebut. c. Menghitung rata-rata nilai item dalam setiap cluster untuk dijadikan sebagai centroid yang baru. d. Melakukan pengulangan langkah 2 dan langkah 3 hingga nilai centroid sama dengan nilai rata-rata item dalam cluster. Perhitungan jarak antar titik dengan menggunakan euclidean distance. Formula euclidean distance: Algoritma Fuzzy C-Means Pada tahun 1981, Jim Bezdek memperkenalkan untuk pertama kalinya metode Fuzzy C-Means (FCM), salah satu metode clustering yang termasuk dalam penggolongan fuzzy clustering berdasarkan uncertainty data (Kusumadewi dan Hartati ,2009). Metode ini menerapkan model pengelompokkan fuzzy agar data bisa menjadi anggota semua cluster dengan tingkat atau derajad keanggotaan yang berbeda yaitu 0 dan 1 yang akan menentukan tingkat keberadaan data dalam suatu cluster. 236 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Input data yang akan di cluster X, berupa matriks berukuran n x m (n = jumlah sampel data, m = atribut setiap data). Xij = data sampel ke-i (i=1,2,...,n), atribut kej (j=1,2,....,m). 2. Tentukan nilai dari : Jumlah cluster = c; Pangkat/Derajat ke fuzzy-an= w; Maksimum iterasi = MaxIter; Error terkecil yang diharapkan= ᶓ; Fungsi objektif awal = P0 = 0; dan Iterasi awal = t = 1; 3. Bangkitkan bilangan random µik i = 1, 2, ..., n; k = 1, 2, ..., c; sebagai elemen- elemen matriks awal U. Hitung jumlah setiap kolom (atribut) : Dengan i=1, 2, ..., n. Hitung : (3) 4. Dengan pusat klaster ke-k: Vkj, dengan k = 1, 2, ..., c; dan j = 1, 2, ..., m = (4) 5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t, Pt (5) 6. Hitung perubahan matriks partisi : = Cek kondisi berhenti : Jika : ( | Pt – Pt-1 | < ᶓ ) atau ( t > MaxIter ) maka berhenti; Jika tidak : t = t+1, ulangi langkah ke-4. Index XB (Xie-Beni) Indeks XB ditemukan oleh Xie dan Beni yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1991. Ukuran kevalidan cluster merupakan proses evaluasi hasil clustering untuk menentukan cluster mana yang terbaik . Rumus kevalidan suatu cluster atau indeks Xie-Beni (XB) (Herditomo dan A. Naba, 2014) yaitu: Evaluasi Kinerja Menggunakan Kriteria Nilai Simpangan Baku Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pengelompokan oleh masing-masing metode dengan menggunakan kriteria dua nilai simpangan baku, yaitu 237 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 rata-rata simpangan baku dalam kelompok (Sw) dan simpangan baku antar kelompok (Sb) (Syaiful, 2015). Rumus rata-rata simpangan baku dalam kelompok: Keterangan : K = banyaknya kelompok yang terbentuk Sk= Simpangan baku kelompok ke-k. Rumus rata-rata simpangan baku antar kelompok: Keterangan, adalah rataan kelompok dan adalah rataan keselurahan kelompok. METODE PENELITIAN Gambar 1. Metode Penelitian Penulis mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada perusahaan retail modern, yaitu perusahaan mengalami kesulitan untuk mengetahui tingkat loyalitas pelanggannya. Kemudian adanya proses pengumpulan data berupa data transaksi pelanggan selama 5 bulan (1 Januari 2016 – 31 Mei 2016). Data yang berhasil dikumpulkan diolah dengan menggunakan model RFM (Recency, Frequency and Monetary). Diperlukan 3 atribut untuk diolah dengan menggunakan bantuan query. Selanjutnya membangun hipotesis dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada kasus pertama yaitu mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang menggunakan perhitungan simpangan baku untuk mengetahui kinerja algoritma K-Means dan Fuzzy C-Means. 238 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pada kasus kedua yaitu perbandingan pengklusteran pada data iris menggunakan algoritma K-Means dan Fuzzy C-Means. Dari kedua kasus tersebut menyatakan bahwa algoritma Fuzzy C-Means lebih baik digunakan dibandingkan dengan algoritma KMeans (Sheshasayee. 2014 ; Febrianti. 2016). Tahap selanjutnya melakukan pengujian dengan menerapkan algoritma Fuzzy CMeans serta menerapkan teori indeks Xie Beni untuk menentukkan cluster optimum dan membandingkannya dengan algoritma K-Means dengan memperhitungkan nilai simpangan baku di kedua algoritma. Menganalisis hasil pengujian yang telah dilakukan, hasil pengujian terhadap cluster optimum menggunakan indeks Xie Beni dan perhitungan nilai simpangan baku pada algoritma Fuzzy C-Means dan K-Means untuk menilai hasil kinerja kedua algoritma. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penentuan Cluster Optimal Menggunakan Rumus Validitas Xie Beni Penentuan jumlah cluster optimum dilakukan antara cluster 2 sampai 10 dengan nilai Xie Beni minimum. Dengan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Penelitian Cluster Optimum Cluster 2 3 4 5 6 7 8 9 10 XIE BENI 8.5389E+06 2.3786E+06 9.63871E+05 1.6464E+06 1.2937E+05 3.24336E+10 1.3402E+07 6.3990E+05 1.3026E+06 Obj Fcn 2.8796E+12 6.8684E+10 4.8073E+09 6.3004E+08 1.2265E+08 3.0683E+07 9.7379E+06 3.5178E+06 1.4573E+06 Stop Iterasi 120 554 560 537 333 792 521 760 742 Dari tabel 1, Clustering yang dilakukan diperoleh hasil indeks Xie Beni, nilai fungsi obyektif selama iterasi. Dalam penelitian ini,didapatkan indeks Xie Beni optimal adalah 1.2937E+05 dengan jumlah cluster 6, proses iterasinya berhenti pada iterasi 333 karena |Pt - Pt-1|< ξ. Nilai fungsi obyektif pada iterasi terakhir adalah 6.3004E+08. Dengan pusat cluster sebagai berikut : Tabel 2. Pusat Cluster Cluster C1 R 70.4711 F 4.1931 M 3.17E+05 C2 21.5931 2.4109 6.37E+05 C3 47.2377 7.2351 2.32E+06 C4 37.6426 5.8181 1.19E+06 C5 77.7794 1.5953 6.12E+04 C6 88.2107 1.1264 1.62E+05 239 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Dari tabel 2, di hasilkan pusat cluster yang merupakan hasil dari segmentasi pelanggan. Setelah menemukan segmentasi pelanggan selanjutnya dilakukan analisis setiap segmen untuk menemukan perilaku atau karakteristik dari pelanggan. Analisis yang dilakukan adalah analisis antar atribut RFM, untuk mempermudah proses analisis dilakukan perhitungan skala pada atribut RFM. Dengan cara mengurutkan dan membagi data menjadi 3 bagian. Pada recency semakin sedikit selisih antar transaksi terakhir dengan waktu sekarang maka skala semakin tinggi. Pada frequency (jumlah) transaksi, dimana semakin tinggi frequency transaksi, maka skala frequency semakin tinggi. Dan semakin besar pelanggan melakukan transaksi yang menghasilkan fee base, maka semakin tinggi nilai monetary. (Sanjaya, 2015). Hasil penentuan skala adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Analisis Skala RFM Skala Rendah Sedang Tinggi Recency 100-152 43-99 1-42 Frequency 1 2 3-71 Monetary 1782-109389 109393-341576 341954-6867304 Setelah proses perhitungan skala dilakukan, selanjutnya peneliti dapat menentukkan perilaku pelanggan tiap segmennya. Hasil analisis perilaku pelanggan pada setiap segmen adalah sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Cluster Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Cluster 5 Cluster 6 Karakteristik Merupakan cluster yang memiliki nilai recency yang sedang, frequency yang tinggi dan monetary yang sedang. Dapat disimpulkan pada cluster ini pelanggan hampir rutin berbelanja 1 bulan sekali, yang beranggotakan sebanyak 782 pelanggan. Merupakan cluster dengan nilai recency, frequency dan monetary yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini terdiri dari pelanggan lama dengan tingkat loyalitas tinggi kedua setelah cluster 4. Dalam cluster ini beranggotakan sebanyak 551 pelanggan. Merupakan cluster yang memiliki nilai frequency dan monetary yang tinggi serta recency yang sedang. Dalam cluster ini pelanggan akan cenderung melanjutkan kebiasaan membelinya dengan dana yang tinggi dan berbelanja setiap bulannya. Terdapat 195 pelanggan. Merupakan cluster dengan nilai recency, frequency dan monetary yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini terdiri dari pelanggan lama dengan tingkat loyalitas tinggi. Dalam cluster ini beranggotakan sebanyak 351 pelanggan. Merupakan cluster dengan nilai frequency dan monetary yang rendah namun nilai recency yang sedang. Dalam cluster ini merupakan pelanggan lama dan sudah jarang berbelanja, beranggotakan sebanyak 1473 pelanggan. Merupakan cluster yang memiliki nilai recency dan frequency yang rendah, namun nilai monetary yang sedang. Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini terdiri dari pelanggan yang sudah jarang berbelanja, namun dalam sekali berbelanja pelanggan tersebut dapat mengeluarkan uang yang banyak. Dalam cluster ini beranggotakan sebanyak 960 pelanggan. 240 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Penentuan Metode Terbaik Perbandingan hasil kinerja algoritma Fuzzy C-Means dan algoritma K-Means dengan nilai rasio rata-rata simpangan baku dalam kelompok dan simpangan baku antar kelompok dalam cluster 2 sampai dengan 10. Dengan hasil pengujian sebagai berikut : Tabel 5. Hasil Rasio Simpangan Baku CLUSTER 2 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 1.79382 0.95664 0.50214 1.0842 K-MEANS 1.62669 0.91299 0.45607 0.99858 CLUSTER 3 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 1.61456 0.83055 0.30668 0.91726 K-MEANS 1.9955 1.00995 0.35553 1.12033 CLUSTER 4 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 1.02402 0.55575 0.12695 0.56891 K-MEANS 1.80777 0.98982 0.2212 1.00626 CLUSTER 5 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 1.15945 0.5184 0.09504 0.59096 K-MEANS 1.95982 0.95479 0.17764 1.03075 CLUSTER 6 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 0.89384 0.45712 0.04802 0.46632 K-MEANS 0.99901 0.55521 0.10061 0.55161 CLUSTER 7 241 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 2.00041 0.94001 0.13939 1.0266 K-MEANS 0.96772 0.43081 0.06272 0.48708 CLUSTER 8 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 0.78223 0.37726 0.04985 0.40311 K-MEANS 0.83694 0.4506 0.04768 0.44507 CLUSTER 9 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 0.76931 0.3574 0.04331 0.39001 K-MEANS 0.78008 0.41232 0.0393 0.41057 CLUSTER 10 METODE Sw/Sb R F M AVERAGE FUZZY C-MEANS 0.70223 0.32836 0.03162 0.35407 K-MEANS 0.78483 0.336 0.03836 0.3864 Dari tabel 5, dapat disimpulkan bahwa rata-rata simpangan baku menggunakan metode Fuzzy C Means memberikan nilai rasio simpangan baku yang lebih kecil dibandingkan metode K Means. Hal ini menjelaskan bahwa pengelompokkan dengan metode Fuzzy C-Means memberikan hasil pengelompokkan yang lebih baik. Dengan ini penelitian yang dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil dari penerapan Algoritma Fuzzy C-Means dan indeks Xie Beni, jumlah segmen pelanggan yang dimiliki adalah 6 cluster / segmen, dari keseluruhan pelanggan sebanyak 4312. Hasil analisis perilaku pelanggan di setiap segmen. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Sw/Sb pada algoritma K-Means dan Fuzzy CMeans, dinyatakan bahwa algoritma Fuzzy C-Means menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan algoritma K-Means, karena algoritma Fuzzy C-Means menghasilkan nilai rasio Sw/Sb lebih kecil dibandingkan algoritma K-Means. 242 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 DAFTAR PUSTAKA Cheng, Ching-Hsue dan Chen, Youshyang. (2009). Classifiying the segmentation of customer value via RFM model and RS Theory. Expert Systems with Applications 36, pp. 4176–4184. Febrianti, Fitria. (2016). Perbandingan Pengklusteran Data Iris Menggunakan Metode K-Means Dan Fuzzy CMeans. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Herditomo, Sunaryo, and A. Naba. (2014) Penerapan Metode Hybrid Fuzzy C-Means dan Particle Swarm Optimization (FCM - PSO) untuk Segmentasi Citra Geografis. J. EECCIS, vol. 8, no. 1. Hughes. (2011). Strategic Database Marketing. Probus Publishing Company. McGraw Hill Professional. Kusumadewi, Sri dan Hartati, Sri.(2009). NeuroFuzzy : Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Graha Ilmu. Sanjaya,Reni.(2015). Hubungan Customer Relationship Management Dengan Loyalitas Nasabah (Studi Kasus : PT Bank XYZ Cabang Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Sheshasayee, A., Sharmila, P., (2014). Comparative study of fuzzy C means and K means algorithm for requirements clustering. Indian Journal of Science and Technology Vol 7(6), pp. 853–857. Syaiful, Annas.(2015). Metode K-Means Cluster Dan Fuzzy C-Means Cluster (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Kawasan Indonesia Timur tahun 2012). Skripsi,Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Zhao, D., (2008). Data Mining Applications in the Banking Industry in China (19982007). International Conference on Information Management, Innovation Management and Industrial Engineering BIODATA Fitri Rizki Amelia lahir di Bandung pada tanggal 15 Februari 1996 dari pasangan Bapak Dedi Suryana dan Ibu Lela Sukaela. Sejak kecil tinggal di Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul Bandung. Penulis merupakan Mahasiswa Akhir jurusan Teknik Informatika di Universitas Widyatama Bandung. Adapun pendidikan formal yang telah penulis tempuh yaitu lulusan tahun 2007 SDN SOKA 34/II Bandung, tahun 2010 lulusan SMPN 4 Bandung dan lulusan tahun 2013. 243 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 KEPUASAN MAHASISWA DILIHAT DARI PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PELAYANAN AKADEMIK PADA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA Mailani Hamdani1, Irmawaty2 1 Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, [email protected] Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, [email protected] 2 ABSTRAK Universitas Terbuka yang menerapkan sistem belajar jarak jauh khususnya Fakultas Ekonomi merupakan organisasi jasa yang bergerak di bidang pendidikan yang harus berkomitmen terus membangun atmosfir akademik dan aspek pelayanan di kampus guna meminimalisir terjadinya persepsi yang berbeda pada mahasiswa sebagai konsumen. Pelayanan akademik adalah suatu kegiatan akademik yang ditawarkan kepada suatu pihak (mahasiswa) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka pencapaian tujuan akademik. Kepuasan mahasiswa ditentukan oleh kualitas layanan yang berkaitan dengan akademik. Untuk menciptakan kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang diberikan bukanlah hal yang mudah, mengingat karakteristik mahasiswa UT yang memang berbeda dengan mahasiswa konvensional, yang terkadang tidak memiliki akses secara langsung dengan UT baik dalam proses pembelajaran maupun layanan-layanan akademik UT, disinilah memungkinkan terjadinya persepsi yang berbeda di antara mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Fakultas Ekonomi UT telah memberikan pelayanan yang terbaik selama mahasiswa mengikuti pendidikan pada Fakultas Ekonomi UT. Kata Kunci : persepsi, layanan akademik, kepuasan mahasiswa ABSTRACT Open University that implements distance learning for free. Faculty of Economics is a service organization engaged in education that must always be served academic atmosphere and service aspects on campus in order to minimize the rise of different perceptions on students as consumers. Academic service is an academic activity offered to a party (student) either directly or indirectly in the framework of violation of academic goals. Student satisfaction is determined by the quality of service related to academic. To create student satisfaction with academic services given the easy thing, considering the characteristics of UT students who are different from conventional students, who do not have direct access to UT both in the learning process and UT academic services, this is where the size of different perceptions rise among students This study aims to determine whether the Faculty of Economics UT has provided the best service as long as students attend education at the Faculty of Economics of UT. Keywords: perception, academic service, student satisfaction PENDAHULUAN Universitas Terbuka yang menerapkan sistem belajar jarak jauh khususnya Fakultas Ekonomi merupakan organisasi jasa yang bergerak di bidang pendidikan yang harus berkomitmen terus membangun atmosfir akademik dan aspek pelayanan di kampus. Salah satu indikator dari pengelolaan Universitas yang profesional adalah lembaga tersebut mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Salah satunya dalam bentuk pelayanan akademik yang berkaitan dengan kelangsungan perkuliahan dan berhubungan secara langsung dengan mahasiswa. 244 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pelayanan akademik adalah suatu kegiatan akademik yang ditawarkan kepada suatu pihak (mahasiswa) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka pencapaian tujuan akademik. Kepuasan mahasiswa ditentukan oleh kualitas layanan yang berkaitan dengan akademik. Universitas dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa dengan cara menjalankan pelayanan akademik yang berkualitas yaitu dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mahasiswa. Pelayanan akademik yang berkualitas memberikan dorongan bagi mahasiswa untuk menjalin ikatan yang saling menguntungkan dalam jangka panjang. Mahasiswa yang puas akan memberikan manfaat bagi institusi, misalnya mereka akan terus menggunakan jasa institusi tersebut dengan studi lanjut, mereka juga dapat mempromosikan kepada orang lain sehingga pada akhirnya akan meningkatkan citra dari institusi tersebut. Holtzclaw (1986) menyatakan bahwa mahasiswa Program Jarak Jauh khususnya yang mengambil program Sarjana memerlukan layanan akademik. Sementara itu, William dan William (1987) menyatakan bahwa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dikenal sebagai pendidikan yang memerlukan layanan akademik bagi mahasiswanya melebihi dari apa yang diberikan oleh dosen konvensional dengan segala bahan mengajarnya. Penyedia layanan pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan, dimana pelayanan akademik yang berkualitas dapat diidentifikasi melalui kepuasan pelanggan yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Cravens (Handayani, et al., 2003) menyatakan bahwa untuk mencapai tingkat kepuasan yang tinggi, diperlukan adanya pemahaman tentang apa yang diinginkan oleh konsumen yang ada dalam lembaga untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang bersangkutan. Untuk menciptakan kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang diberikan bukanlah hal yang mudah, mengingat karakteristik mahasiswa Universitas Terbuka yang memang berbeda dengan mahasiswa konvensional, yang terkadang tidak memiliki akses secara langsung dengan Universitas Terbuka baik dalam proses pembelajaran maupun layanan-layanan akademik Universitas Terbuka, disinilah memungkinkan terjadinya persepsi yang berbeda di antara mahasiswa. Sugihartono, dkk (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Mahasiswa merupakan pelanggan Universitas Terbuka yang secara langsung menggunakan Produk Universitas Terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka telah memberikan pelayanan yang terbaik selama mahasiswa mengikuti pendidikan pada Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Dalam penelitian ini, juga mencoba mengidentifikasi bagaimana persepsi mahasiswa terhadap layanan Universitas Terbuka dengan Realita Pelayanan Universitas Terbuka yang di dapatkan mahasiswa. Di harapkan melalui penelitian ini dapat di peroleh informasi mengenai layanan akademik yang ada untuk menunjang perbaikan layanan akademik Universitas Terbuka kedepan. TINJAUAN LITERATUR Pengertian Kepuasan Kepuasan adalah suatu keadaan yang dirasakan konsumen setelah dia mengalami suatu kinerja (atau hasil) yang telah memenuhi berbagai harapannya. Menurut Oliver (2008), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah 245 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya (Irine, 2009). Menurut Kotler (2000), kepuasan konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Pengertian Persepsi Sugihartono, dkk (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata. Bimo Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Pelayanan Akademik Pelayanan merupakan suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok atau orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud fisik dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Tjiptono, 2006). Philip Kotler (2000) menyatakan terdapat lima determinan kualitas pelayanan yang dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Kepercayaan atau kehandalan (Reliability): kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. 2. Daya tanggap (Responsiveness): kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. 3. Keyakinan (Assurance): pengetahuan dan kesopanan Pegawai serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati (Empaty): syarat untuk peduli, member perhatian pribadi bagi pelanggan. 5. Berwujud (Tangibles): penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan tekhnik analisis data menggunakan distribusi frekuensi. Sukmadinata (2006) menjelaskan penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Dalam penelitian ini, kualitas pelayanan akademik merupakan variabel X yang terdiri dari keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy), sedangkan untuk variabel Y adalah kepuasan mahasiswa Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi UT dengan pemilihan sampel menggunakan teknik stratified random sampling. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan kuesioner bentuk tidak langsung tertutup. Skala penilaian yang digunakan adalah skala likert. 246 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden dilihat berdasarkan asal Program Studi (Prodi) dan pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan Prodi terdiri dari 3 kelompok yaitu Prodi Manajemen, Akuntansi dan IESP, dengan hasil seperti gambar di bawah ini: Gambar 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Program Studi Berdasarkan gambar 1, untuk Prodi Manajemen sebanyak 47%, responden dari Prodi Akuntansi sebanyak 48% dan dari Prodi IESP sebanyak 5%. Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan, dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan gambar 2, status responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu bekerja dan tidak bekerja, responden yang bekerja sebesar 87% dan yang tidak bekerja sebesar 13% Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Akademik Variabel Reliability a. Kualitas layanan akademik untuk memenuhi kepentingan mahasiswa Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan akademik untuk memenuhi kepentingan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. kualitas layanan akademik Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) 247 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 29 23.0 Tidak memuaskan Kurang Memuaskan 71 56.3 Memuaskan 22 17.5 2 1.6 Sangat Memuaskan Total 124 98.4 Missing 2 1.6 126 100.0 Total Secara umum berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa 1.6% mahasiswa menyatakan sangat memuaskan, 17.5% mahasiswa menyatakan memuaskan, 56.3% mahasiswa menyatakan kurang memuaskan dan 23% mahasiswa menyatakan tidak memuaskan. b. Dosen bersikap terbuka dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap sikap terbuka dosen dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini : Tabel 2. Sikap Dosen kepada mahasiswa Keterangan Tingkat Kepuasan Jumlah Persentase (%) Tidak memuaskan 57 45.2 Kurang Memuaskan 50 39.7 Memuaskan 12 9.5 Sangat Memuaskan 2 1.6 Total 121 96.0 Missing 5 4.0 126 100.0 Total Berdasarkan tabel 2, untuk penilaian mahasiswa mengenai sikap keterbukaan dosen dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa, sebanyak 1.6% mahasiswa sangat memuaskan, 9.5% Memuaskan. 39.7% mahasiswa menyatakan kurang memuaskan dan 45.2% mahasiswa menyatakan tidak puas. c. Dosen bersedia membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan bidang akademik/mata kuliah Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kesediaan dosen dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan bidang akademik/matakuliah, dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini : Tabel 3. Kesediaan Dosen membantu Mahasiswa Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) Tidak memuaskan 20 15.9 Kurang Memuaskan 53 42.1 Memuaskan 40 31.7 7 5.6 Sangat Memuaskan Total 120 95.2 6 4.8 Missing 126 100.0 Total 248 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Untuk persepsi mahasiswa mengenai kesediaan dosen dalam membantu mahasiswa ketika mengalami kesulitan dalam bidang akademik/mata kuliah, 5.6% mahasiswa menyatakan sangat memuaskan, 31.7% responden menyatakan memuaskan, 42.1% responden menyatakan kurang puas dan 15.9% responden menyatakan tidak memuaskan. d. Dosen bersikap terbuka/kooperatif terhadap keluhan-keluhan mahasiswa Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap sikap kooperatif dosen keluhan-keluhan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini : Tabel 4. Sikap Dosen terhadap Keluhan Mahasiswa Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) Tidak memuaskan 21 16.7 Kurang Memuaskan 57 45.2 Memuaskan 37 29.4 5 4.0 Sangat Memuaskan 120 95.2 Total 6 4.8 Missing 126 100.0 Total Untuk indikator Dosen bersikap terbuka/ kooperatif terhadap keluhan-keluhan mahasiswa, 4% responden menyatakan sangat memuaskan, 29.4% responden menyatakan memuaskan, 45.2% responden menyatakan kurang memuaskan dan 16.7% responden menyatakan tidak memuaskan. Variabel Responsiveness a. Kemudahan menghubungi staff UT Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kemudahan menghubungi staff UT, dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini : Tabel 5. Kemudahan Menghubungi Staf UT Keterangan Tidak memuaskan Kurang Memuaskan Memuaskan Sangat Memuaskan Total Missing Total Tingkat Kepuasan Jumlah Persentase (%) 27 21.4 71 56.3 19 15.1 3 2.4 120 95.2 6 4.8 126 100.0 Berdasarkan tabel 5 diatas, persepsi mahasiswa mengenai kemudahan dalam menghubungi staf UT, 2.4% responden menyatakan sangat memuaskan, 15.1% responden menyatakan memuaskan, 56.3% responden menyatakan kurang memuaskan dan 21.4% responden menyatakan tidak memuaskan. 249 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 b. Kemudahan penggunaan aplikasi TBO Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kemudahan penggunaan aplikasi TBO, dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini : Tabel 6. Kemudahan penggunaan Aplikasi TBO Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) Tidak memuaskan 29 23.0 Kurang Memuaskan 64 50.8 Memuaskan 24 19.0 Sangat Memuaskan 4 3.2 Total 121 96.0 Missing 5 4.0 126 100.0 Total Berdasarkan tabel 6, persepsi responden mengenai kemudahan penggunaan aplikasi TBO, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan, 19% responden menyatakan memuaskan, 50.8% menyatakan kurang memuaskan dan 23% responden menyatakan tidak memuaskan. c. Kecepatan Penyelesaian Kasus Nilai Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kecepatan penyelesaian kasus nilai, dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini : Tabel 7. Kecepatan Penyelesaian Kasus Nilai Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) 29 23.0 Tidak memuaskan 64 50.8 Kurang Memuaskan 24 19.0 Memuaskan Sangat Memuaskan 4 3.2 Total 121 96.0 Missing 5 4.0 126 100.0 Total Berdasarkan tabel 7, persepsi mahasiswa terhadap kecepatan penyelesaian kasus nilai menunjukkan, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan, 19% responden menyatakan memuaskan, 50.8% responden menyatakan kurang memuaskan dan responden yang menyatakan tidak memuaskan sebesar 23%. Variabel Assurance a. Staf administrasi akademik santun dalam memberikan pelayanan Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai kesantunan staf administasi dalam memberikan pelayanan, dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini : Tabel 8. Kesantunan Staf Administrasi 250 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Keterangan Tidak memuaskan Kurang Memuaskan Memuaskan Sangat Memuaskan Total Missing Total Tingkat Kepuasan Jumlah Persentase (%) 27 21.4 71 56.3 19 15.1 3 2.4 120 95.2 6 4.8 126 100.0 Berdasarkan tabel 8, untuk persepsi mahasiswa mengenai kesantunan staf administasi dalam memberikan pelayanan, responden yang menyatakan sangat memuaskan sebesar 2.4%, responden yang menyatakan memuaskan sebesar 15.1%, responden yang menyatakan kurang memuaskan sebesar 56.3% dan responden yang menyatakan tidak memuaskan sebesar 21.4%. b. Keramahan staff dalam proses menangani kasus nilai Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai keramahan staff dalam proses menangani kasus nilai, dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini : Tabel 9. Keramahan Staf dalam proses Kasus Nilai Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) Tidak memuaskan 29 23.0 Kurang Memuaskan 64 50.8 Memuaskan 24 19.0 Sangat Memuaskan 4 3.2 Total 121 96.0 Missing 5 4.0 126 100.0 Total Berdasarkan tabel 9, persepsi mahasiswa mengenai keramahan staf dalam proses menangani kasus nilai, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan, 19% responden menyatakan memuaskan, 50.8% menyatakan kurang memuaskan dan 23% responden menyatakan tidak memuaskan. Variabel Emphaty a. Kepedulian UT dalam memahami kepentingan dan kesulitan mahasiswa Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai kepedulian UT dalam memahami kepentingan dan kesulitan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 10 dibawah ini : Tabel 10. Kepedulian UT Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) 42 33.1 Tidak memuaskan 251 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kurang Memuaskan Memuaskan Sangat Memuaskan Total Missing Total 62 48.8 13 5 10.2 3.9 122 5 127 96.1 3.9 100.0 Berdasarkan tabel 10, kepedulian UT dalam memahami kepentingan dan kesulitan mahasiwa, sebanyak 3.9% responden menyatakan sangat memuaskan, 10.2% responden menyatakan memuaskaan, 48.8% responden menyatakan kurang memuaskan dan 33.1% responden menyatakan tidak memuaskan. b. Fasilitas website UT memudahkan mahasiswa mengakses informasi mengenai UT dan layanan akademik lainnya Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai fasilitas web UT memudahkan mahasiswa mengakses informasi mengenai UT dan layanan akademik lainnya, dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini : Tabel 11. Fasilitas Website UT Tingkat Kepuasan Keterangan Jumlah Persentase (%) 30 23.6 Tidak memuaskan 63 49.6 Kurang Memuaskan Memuaskan 27 21.3 2 1.6 Sangat Memuaskan Total 122 96.1 Missing 5 3.9 127 100.0 Total Berdasarkan tabel 11, persepsi mahasiswa terhadap fasilitas website UT dalam mengakses informasi mengenai UT dan pelayanan akademik lainnya yaitu, sebanyak 1.6% responden menyatakan sangat meuaskan, 21.3% responden menyatakan memuaskan, 49.6% responden menyatakan kurang memuaskan dan 23.6% responden menyatakan tidak memuaskan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada variabel reliability, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata sebesar 25,2%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar 45,8%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 22,0% dan yang menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 3,2%. 2. Pada variabel responsiveness, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata sebesar 22,5%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar 252 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 52,6%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 17,7% dan yang menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,9%. 3. Pada variabel assurance, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata sebesar 22,2%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar 53,6%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 17,1% dan yang menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,8%. 4. Pada variabel emphaty, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata sebesar 28,4%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar 49,2%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 15,8% dan yang menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,8%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya tingkat kepuasan mahasiswa, ini mengindikasikan bahwa perbaikan layanan kepada mahasiswa harus lebih ditingkatkan, hal ini mengandung implikasi agar kedepannya UT harus mengambil langkah-langkah strategis guna mewujudkan pelayanan prima kepada mahasiswa dengan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Diana, Irine. (2009). Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta Fandy Tjiptono. (2006). Pemasaran Jasa. Bayumedia Publishing. Malang Handayani. (2003). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta Holtzclaw, L.R. (1986). Human development and the distance learner. I.C.D.E Bulletin, vol. 10. Kotler, Philip. (2000). Manajemen Pemasaran. PT. Prenhallindo. Jakarta. Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta William, J. & William, M. (1987). Student operated network for diatance learners. I.C.D.E Bulletin, vol. 13. Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta. BIODATA Mailani Hamdani dilahirkan di Bogor, 01 Mei 1981. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Gelar Master of Science (MSi) dibidang Ilmu Manajemen diperoleh di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 2005 sampai sekarang menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Matakuliah yang diampu diantaranya Manajemen Keuangan, Manajemen Keuangan Investasi dan AKM 1. Kegiatan penelitian yang pernah dilakukan antara lain tentang keilmuan khususnya ilmu Manajemen Keuangan dan SDM, serta tentang kelembagaan Universitas Terbuka. Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang pernah dilakukan, diantaranya terlibat dalam membina masyarakat nelayan di Cituis, membina pelaku UKM di Bandung, dan membina masyarakat Serang dalam membuat BumDes. 253 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 MANFAAT LITERASI KEUANGAN BAGI BUSINESS SUSTAINABILITY Zarah Puspitaningtyas Universitas Jember, Jember, [email protected] ABSTRAK: Literasi keuangan merupakan tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola keuangan. Beberapa studi terdahulu mengemukakan bahwa literasi keuangan berperan penting bagi business sustainability. Tingkat pengetahuan dan kemampuan pengelolaan keuangan yang dimiliki pelaku usaha menjadi salah satu kunci sukses bagi keberlangsungan usahanya. Bagaimana manfaat literasi keuangan bagi business sustainability? Uraian tentang manfaat literasi keuangan bagi business sustainability menjadi tujuan dari studi ini. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendasarkan pada hasil interview dengan informan. Tiga pelaku usaha pada sektor batik di Banyuwangi menjadi informan dalam studi ini. Hasil analisis menyimpulkan bahwa dengan memiliki literasi keuangan yang baik maka pelaku usaha akan cenderung mampu membuat keputusan bisnis yang berorientasi jangka panjang. Selain itu, pelaku usaha akan cenderung mampu membuat konsep aktivitas bisnis yang berkelanjutan sehingga business sustainability-nya tetap dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil ini diharapkan dapat tersusun konsep yang berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi pelaku usaha, khususnya pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kata Kunci: literasi keuangan, business sustainability ABSTRACT: Financial literacy is the level of knowledge and ability to manage finances. Previous studies suggested that financial literacy is an important role for business sustainability. The level of knowledge and financial management capability that is owned businesses is a key to success for business sustainability. How are the benefits of financial literacy for business sustainability? Description of the benefits of financial literacy for business sustainability be the aim of this study. Analyzes were performed with a qualitative descriptive method, that is based on the results of interviews with informants. Three businessmen in the sector of batik in Banyuwangi become informants in this study. The results of the analysis concluded that by having good financial literacy then businesses will tend to be able to make business decisions are long-term oriented. In addition, businesses will tend to be able to make the concept of sustainable business activity so that its business sustainability can still be maintained. Based on these results expected to be made concepts related to the benefits of financial literacy for businesses, especially Small and Medium Enterprises (SMEs). Keywords: financial literacy, business sustainability PENDAHULUAN Konsep business sustainability yang berorientasi pada pencapaian kinerja jangka panjang menjadi penting bagi suatu usaha. Tanpa memiliki konsep pengembangan kinerja jangka panjang, suatu usaha akan cenderung bergerak stagnan dan tidak terarah 254 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya strategis bagi pelaku usaha guna menjaga keberlanjutan usahanya (business sustainability). Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan literasi keuangan bagi pelaku usaha. Literasi keuangan tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan tentang keuangan, akan tetapi juga kemampuan dalam mengelola keuangan dan mengambil keputusan keuangan yang relatif tepat untuk kepentingan masa depan. Ketika pelaku usaha memiliki tingkat literasi keuangan yang baik, maka akan cenderung mampu mengelola keuangan usahanya secara lebih baik, serta mampu mengenali dan mengakses sumber daya keuangan sehingga diharapkan akan dapat mempertahankan keberlanjutan usahanya. Pengelolaan keuangan dimaksudkan sebagai suatu cara mengelola uang (dana) yang diperoleh atau dimiliki saat ini, untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan sekaligus mampu menyiapkan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Hasil survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa literasi keuangan di Indonesia masih cukup rendah yaitu tidak lebih dari 50 persen. Oleh karena itu, OJK memfokuskan program literasi keuangan salah satunya pada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), karena dengan jumlah UKM yang mencapai 50-an juta di Indonesia maka UKM dipandang sebagai garis depan keuangan masyarakat. Selain itu, hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga mengungkapkan bahwa pelaku UKM di Indonesia memiliki pengetahuan dan kemampuan pengelolaan keuangan yang relatif rendah. Rendahnya tingkat literasi keuangan yang dimiliki pelaku UKM mengakibatkan pengelolaan keuangan usaha yang tidak optimal. Misalnya, ketidakmampuan untuk memilih sumber pendanaan, ketidakmampuan mengalokasikan dana yang dimiliki, serta ketidakmampuan mengelola aset yang dimiliki. Ketika suatu usaha tidak dikelola secara baik, maka akan dapat mengancam keberlanjutan usahanya. Berdasarkan uraian tersebut, studi ini bermaksud untuk mengetahui manfaat literasi keuangan bagi business sustainability pada pelaku usaha sektor batik di Banyuwangi. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendasarkan hasil interview dengan informan. Implikasi dari hasil studi ini adalah diharapkan dapat tersusun konsep yang berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi pelaku usaha, khususnya pelaku UKM. TINJAUAN LITERATUR 1. Business Sustainability Konsep keberlanjutan usaha (business sustainability) mengasumsikan bahwa suatu usaha akan tetap berada dalam bisnisnya pada masa yang akan datang. Pelaku usaha selalu berusaha untuk mampu mencapai tujuan bisnis dan meningkatkan nilai bisnisnya. Schaltegger et al. (2012) dan Aribawa (2016) menyebutkan bahwa business sustainability diukur berdasarkan keberhasilan perusahaan dalam melakukan inovasi, pengelolaan karyawan dan pelanggan, serta pengembalian terhadap modal awalnya. Hasil ukuran tersebut akan memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki orientasi untuk berkembang serta mampu menangkap peluang inovasi secara berkelanjutan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi business sustainability, salah satu diantaranya 255 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 adalah literasi keuangan yang dimiliki oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, diharapkan literasi keuangan yang dimiliki oleh pelaku usaha akan memberikan manfaat bagi business sustainability. 2. Literasi Keuangan Literasi keuangan mencakup pengetahuan mengenai konsep keuangan, kemampuan mengkomunikasikan pemahaman terkait dengan konsep keuangan, kecakapan dalam pengelolaan keuangan usaha, serta kemampuan mengambil keputusan bisnis secara strategis dan relatif tepat dalam situasi tertentu (Hung et al., 2009; Manurung dan Manurung, 2009; Oseifuah, 2010; Fatoki, 2014; Aribawa, 2016; Suryani et al., 2017). Bagaimana mengukur tingkat literasi keuangan bagi pelaku usaha? Terdapat beberapa indikator pengukuran tingkat literasi keuangan (Nasrum, 2016), antara lain: 1) mampu membuat surplus keuangannya secara periodik. Dengan kata lain, memiliki pengeluaran yang lebih kecil dibandingkan pemasukan), 2) mampu membuat perhitungan tentang penggunaan dana yang dimiliki (berkaitan dengan pembelajaan dan investasi), dan 3) mampu menganalisis kinerja keuangannya (dalam kondisi sehat atau tidak sehat). Merujuk pada Chen dan Volpe (1998), Ichwan (2016) menyebutkan bahwa literasi keuangan dapat diukur dengan menggunakan empat indikator, yaitu: pengetahuan dasar pengelolaan keuangan, pengelolaan kredit, pengelolaan tabungan dan investasi, dan manajemen risiko. Keempat indikator tersebut mencerminkan kemampuan dalam mengelola fungsi-fungsi manajemen keuangan secara efektif dan efisien. Hasil studi oleh Ichwan (2016) membuktikan bahwa riwayat pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat literasi individu. Agusta (2016) melakukan studi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan pelaku usaha terhadap literasi keuangan. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan pelaku usaha yang ada di Pasar Koga Bandar Lampung tergolong pada kriteria well literate. Selain itu, tingkat gender dan tingkat pendidikan menunjukkan adanya pengaruh dalam meningkatkan literasi keuangan. Merujuk pada OJK, Agusta (2016) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkat klasifikasi literasi keuangan, yaitu: 1) well literate, yaitu memiliki pemahaman dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan (tingkat literasi keuangan lebih dari 80 persen); 2) sufficient literate, yaitu memiliki pemahaman dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan (tingkat literasi keuangan antara 60 persen sampai dengan 80 persen); 3) less literate, yaitu hanya memiliki pemahaman tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan (tingkat literasi keuangan antara 30 persen sampai dengan 60 persen); dan 4) not literate, yaitu tidak memiliki pemahaman dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan (tingkat literasi keuangan kurang dari 30 persen). Indrawati (2015) mengemukakan bahwa tingkat literasi keuangan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, pendidikan, gender, kepemilikan terhadap produk keuangan dan 256 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 perilaku masyarakat terhadap jasa keuangan. Selain itu, hasil studinya juga mengungkapkan bahwa terdapat tiga strategi peningkatan literasi keuangan, yaitu: 1) memberikan pendidikan literasi keuangan melalui sistem pendidikan formal, 2) meningkatkan akses informasi, instrumen, dan sumber daya pengelolaan keuangan, dan 3) mendorong peningkatan kualitas literasi keuangan melalui beragam program dan bantuan. 3. Hubungan Literasi Keuangan dan Business Sustainability Dengan memiliki literasi keuangan yang baik, pelaku usaha dinilai mampu menggunakan pengetahuan di bidang keuangan untuk pengambilan keputusan bisnis yang relatif tepat terkait dengan keberhasilan dan keberlanjutan usahanya. Pelaku usaha yang memiliki literasi keuangan yang baik akan dapat mencapai tujuan usahanya, memiliki orientasi pengembangan usaha, dan mampu menjaga business sustainabilitynya. Aribawa (2016) mengemukakan bahwa pelaku usaha yang memiliki literasi keuangan yang baik akan mampu secara strategis mengidentifikasi dan merespon perubahan iklim bisnis, ekonomi dan keuangan sehingga keputusan bisnis yang diambil akan menciptakan solusi inovatif dan terarah dengan baik untuk keberlanjutan usahanya. Bagi pelaku usaha, keputusan bisnis yang diambil saat ini akan dapat membawa implikasi penting bagi keamanan keuangan usahanya dalam jangka panjang. Selain itu, untuk tetap dapat menjalankan bisnisnya di masa yang akan datang, perlu disusun perencanaan keuangan secara efektif. Untuk dapat membuat keputusan bisnis dan merencanakan keuangan secara efektif diperlukan literasi keuangan (Lusardi dan Mitchell, 2005; Martin, 2007; Willis, 2008; Hira, 2009; Hung et al., 2009; Glaser dan Walther, 2014). Chepngetich (2016) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap penganggaran (perencanaan keuangan). Berdasarkan temuan tersebut, Chepngetich (2016) menyarankan bagi pelaku UKM untuk meningkatkan pelatihan tentang perhitungan suku bunga dan kebutuhan untuk memiliki keahlian penganggaran (perencanaan keuangan), sehingga pengelolaan keuangan dapat dilakukan secara efektif dan membantu pelaku usaha dalam upaya mencapai tujuan usaha, serta meningkatkan nilai bisnisnya dalam jangka panjang. Pengelolaan keuangan usaha yang tidak didasarkan pada standar pengelolaan keuangan maka cenderung tidak dapat berjalan secara efektif. Tanpa pengelolaan keuangan usaha yang efektif, maka pengambilan keputusan bisnis menjadi tidak efektif pula. Hal ini akan berdampak pada kontinuitas bisnis (business sustainability). Salah satu indikator pengelolaan keuangan usaha yang efekif adalah apabila pengambilan keputusan bisnis telah didasarkan pada informasi keuangan sebagai cerminan dari capaian kinerja bisnis pada suatu periode (Puspitaningtyas, 2013). Penggunaan informasi keuangan dalam pengambilan keputusan bisnis mengindikasikan kemampuan pelaku usaha dalam memahami dan menerapkan pengetahuan keuangan (literasi keuangan) yang dimiliki. Pengetahuan keuangan (financial knowledge) berpengaruh terhadap perilaku keuangan (financial behavior). Perilaku keuangan berkaitan dengan tanggungjawab keuangan individu dalam 257 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pengelolaan keuangan. Perilaku keuangan individu tercermin pada seberapa baik individu mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki (Arifin et al., 2017; Suryani et al., 2017). METODE PENELITIAN Analisis dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendasarkan pada hasil interview dengan informan. Tiga pelaku usaha pada sektor batik di Banyuwangi menjadi informan dalam studi ini, yaitu HN (informan A), SS (informan B), dan VN (informan C). Ketiga informan tersebut telah mendapatkan pelatihan manajemen keuangan bisnis yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi, serta telah memanfaatkan produk keuangan dari lembaga keuangan di Kabupaten Banyuwangi untuk memperoleh tambahan (pinjaman) modal usaha. Interview dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berkaitan dengan pertanyaan dan pernyataan tentang manfaat literasi keuangan bagi business sustainability. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Manfaat Literasi Keuangan bagi Business Sustainability Demi menjaga business sustainability, pelaku usaha harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola keuangan, merencanakan keuangan usaha, dan mengambil keputusan bisnis. Pengetahuan dan kemampuan tersebut disebut sebagai literasi keuangan. Berdasarkan hasil interview, ketiga informan mengetahui dan memahami konsep literasi keuangan, bahwa dalam mengelola usaha tidak cukup dengan hanya memiliki pengetahuan tentang keuangan, akan tetapi juga diperlukan pemahaman dan kemampuan untuk menerapkan (mempraktekkan) pengetahuan tersebut. Literasi keuangan berkaitan dengan pengetahuan keuangan yang dimiliki individu dan kemampuan individu dalam mengelola keuangan berdasarkan pengetahuan keuangan yang dimilikinya sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis bagi kesejahteraannya. Esensi dari konsep tersebut adalah bahwa dengan memiliki literasi keuangan, individu akan mampu membuat keputusan keuangan yang tepat, yang nantinya akan memberikan implikasi pada kesejahteraanya dalam jangka panjang. Berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi business sustainability, berikut adalah hasil interview dengan informan. “Saat ini saya sedang menempuh kuliah S1 jurusan manajemen, meskipun sudah tidak muda saya ingin terus belajar. Sebelumnya pengetahuan tentang keuangan saya peroleh dari pelatihan-pelatihan yang saya ikuti dari Dinas Koperasi. Saya memahami literasi keuangan sebagai “melek” keuangan, maksudnya adalah mengetahui dan bisa memanfaatkan jasa-jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Misalnya, memanfaatkan untuk memperoleh tambahan modal. Ketika mengambil keputusan pinjam modal di bank, saya harus mengetahui kondisi keuangan saya dan bisa mengukur kemampuan usaha saya untuk membayar cicilan pinjaman. Cara mengetahui 258 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 kondisi keuangan usaha, saya lakukan dengan melakukan pencatatan keuangan/ akuntansi secara sederhana. Jika kondisi pemasukan lebih banyak dari pada pengeluaran maka saya menilai keuangan usaha saya sedang berada dalam kondisi baik. Bersyukur hingga saat ini usaha saya dapat bertahan. ” (Informan A). “Awal saya belajar mengelola keuangan, ketika usaha saya kehabisan dana, padahal saat itu pesanan sedang cukup banyak. Pada saat itu juga ada ajakan untuk mengikuti pelatihan mengelola (manajemen) keuangan. Setelah saya mengikuti pelatihan, saya menjadi paham bagaimana cara mengajukan pinjaman di bank, juga menjadi mengerti bagaimana seharusnya keuangan usaha saya kelola. Selama ini saya hanya fokus pada bagaimana membuat batik dan batik bisa laku terjual, tanpa menghitung keuangannya. Setelah lebih paham tentang keuangan, ketika mengambil keputusan usaha saya selalu mempertimbangkan kondisi keuangan saya, sehingga saya bisa memprediksikan keuntungan usaha, juga bisa mempertimbangkan untuk mengembangkan usaha saya.” (Informan B). “Sebenarnya sudah sejak lama saya belajar keuangan, tapi saya tidak memiliki kemampuan, mungkin bisa disebut kemauan untuk menggunakannya. Pada saat itu usaha batik saya berkembang begitu-begitu saja. Tapi setelah berulang kali ikut pelatihan, diyakinkan oleh mentor saya untuk belajar mengelola keuangan dengan baik, maka saya tergerak untuk menerapkannya pada usahanya. Saya mulai mencatat transaksi usaha saya, ada kas masuk dan kas keluar. Saya menjadi paham tentang arus kas. Lalu, saya juga mebuat laporan laba rugi secara sederhana, sehingga saya mengetahui keuntungan dari usaha saya. Selanjutnya, berbagai keputusan usaha saya selalu mempertimbangkan sisi keuangan. Usaha saya menjadi berkembang, karyawan saya bertambah, dan keuntungan juga bertambah. Semoga kondisi ini bisa bertahan untuk jangka panjang.” (Informan C). Berdasarkan hasil interview tersebut mengindikasikan bahwa pelaku usaha tidak cukup hanya dengan memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan, akan tetapi juga penting untuk mampu memahami dan menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki. Pengetahuan keuangan yang dimiliki diharapkan akan mampu menuntun pelaku usaha untuk mengambil keputusan bisnis secara tepat berdasarkan situasi tertentu, sehingga pada akhirnya akan mampu menjaga business sustainability-nya. Selain itu, dengan berbekal pengalaman dalam penerapan pengetahuan keuangan (pengelolaan keuangan) maka pelaku usaha diharapkan memiliki keunggulan dalam persaingan bisnis. Hasil tersebut juga mendukung beberapa hasil studi terdahulu yang mengungkapkan bahwa literasi keuangan memberikan manfaat bagi business sustainability, diantaranya sebagai berikut. Hung et al. (2009) menyebutkan bahwa literasi keuangan diperlukan dalam pengambilan keputusan bisnis. Namun demikian, metode evaluasi literasi keuangan yang sistematis belum tersedia. Hal tersebut dikarenakan para peneliti mendefinisikan literasi dalam berbagai cara yang berbeda, sehingga pengukurannya pun menjadi berbeda. Mandell dan Klein (2009) membuktikan bahwa individu yang memiliki pengetahuan keuangan belum tentu memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa individu tidak cukup hanya sekadar memiliki pengetahuan keuangan, akan tetapi dibutuhkan juga pengalaman dalam pengelolaan 259 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 keuangan usaha. Hasil studi Mandell dan Klein (2009) ini mendukung hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Lerman dan Bell (2006). Welly et al. (2012) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh signifikan terhadap keputusan investasi individu. Literasi keuangan diukur dengan indikator, sebagai berikut: pengetahuan umum keuangan pribadi, simpanan dan pinjaman, asuransi, serta investasi. Selain itu, hasil studinya juga mengungkapkan bahwa literasi keuangan bermanfaat untuk membantu individu terhindar dari masalah keuangan terutama yang terjadi sebagai akibat dari kesalahan dalam pengelolaan keuangan. Lebih dari itu, literasi keuangan bukan sekadar sebagai pengetahuan saja, akan tetapi diharapkan dapat menjadikan individu lebih bijaksana dalam mengelola aset yang dimilikinya. Hasil studi Welly et al. (2012) ini mendukung hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Mandell (2006). Fatoki (2014) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha. Hasil ini mengindikasikan bahwa literasi keuangan menjadi salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha sehingga mampu bersaing dalam bisnisnya dan menjaga keberlangsungan usahanya. Namun demikian, Fatoki (2014) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari pelaku usaha (UMKM) tidak terikat pada perencanaan keuangan (financial planning) dan pengendalian keuangan, dimana kedua hal tersebut sangat penting bagi keberhasilan suatu usaha. Ichwan (2016) melakukan studi mengenai pengetahuan literasi keuangan pada 30 UKM di Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto. Hasil studinya mengemukakan bahwa pelaku UKM pada dasarnya memiliki pengetahuan keuangan, akan tetapi masih banyak yang belum mampu memahami dan menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki untuk keberlanjutan usahanya. Hasil analisis studi ini dan beberapa studi terdahulu telah menunjukkan bahwa literasi keuangan memberikan manfaat bagi business sustainability, dengan demikian upaya untuk meningkatkan literasi keuangan pelaku usaha harus terus dilakukan. Oleh karena itu, pihak pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk menyusun program kerja secara berkesinambungan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan bagi pelaku usaha. Program kerja yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan peningkatan kemampuan mengelola keuangan bagi pelaku usaha, baik berupa pelatihan, sosialisasi, maupun workshop. Ketika tingkat pengetahuan keuangan telah meningkat, maka tahap selanjutnya adalah mendorong pelaku usaha untuk mampu menerapkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan, salah satu indikatornya adalah meningkatnya penggunaan produk jasa keuangan oleh pelaku usaha sesuai dengan kemampuannya. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan bermanfaat bagi business sustainability. Pelaku usaha yang memiliki tingkat literasi keuangan yang baik diharapkan akan memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan usahanya secara efektif, karena pelaku usaha tersebut antara lain dinilai dapat 260 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 lebih memahami konsep pengelolaan keuangan, mampu mengenal produk keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan, serta mampu merencanakan keuangan usaha. Kemampuan tersebut akan mendorong pelaku usaha untuk mampu menjaga business sustainability-nya. Implikasi dari hasil tersebut, bahwa sekadar memiliki pengetahuan keuangan belum cukup untuk menjaga business sustainability. Akan tetapi, dibutuhkan tekad bagi pelaku usaha untuk mau dan mampu menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki sehingga dapat mengelola keuangan usahanya, baik untuk tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kata lain, literasi keuangan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha untuk mampu menjaga usahanya dan tetap terintegrasi pada kegiatan bisnisnya dalam jangka panjang. DAFTAR PUSTAKA Agusta, A. (2016). Analisis Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan pada UMKM di Pasar Koga Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Aribawa, D. (2016). Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kinerja dan Keberlangsungan UMKM di Jawa Tengah. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 20 (1), 1-13. Arifin, A.Z., Kevin, dan Siswanto, H.P. (2017). The Influence of Financial Knowlegde, Financial Confidence, and Income on Financial Behavior among the Workforce in Jakarta. Proceeding, The 14th UBAYA International Annual Symposium on Management. Chepngetich, P. (2016). Effect of Financial Literacy and Performance SMEs. Evidence from Kenya. American Based Research Journal, Vol 5 (1), 26-35. Fatoki, O. (2014). The Financial Literacy of Micro Entrepreneurs in South Africa. J See Sel, Vol 40 (2). Glaser, M., and Walther, T. (2014). Run, Walk, or Buy? Financial literacy, DualProcess Theory, and Investment Behavior. http://ssrn.com/abstract=2167270. Hira, T.K. (2009). Personal Finance: Past, Present and Future. Networks Financial Institute at Indiana State University, 2009-PB-10. http://ssrn.com/abstract=1522299. Hung, AA., Parker, AM., and Yoong, J. (2009). Defining and Measuring Financial Literacy. RAND Working Papers. Ichwan, C.N.F. (2016). Literasi Keuangan Pengelola UKM pada Wilayah Gerbangkertasusila. Skripsi. STIE Perbanas Surabaya. Indrawati, Y. (2015). Determinan dan Strategi Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat Perkotaan di Kabupaten Jember. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/63430/yulia%20Indrawati_ pemula_196.pdf;sequence=1. (diakses pada tanggal 10 April 2017). Lerman, R.I., and Bell, E. (2006). Financial Literacy Strategies: Where Do we Go From Here?. Networks Financial Institute at Indiana State University. Lusardi, A., and Mitchell, O.S. (2005). Financial Literacy and Planning: Implicationsfor Retirement Wellbeing. Working Paper, WP 2005-108. http://ssrn.com/abstract=1288227. 261 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Mandell, L. (2006). Financial Literacy: If It’s So Important, Why Isn’t It Improving?. Networks Financial Institute at Indiana State University. Mandell, L. and Klein, L.S. (2009). The Impact of Financial Literacy Education on Subsequent Financial Behavior. Journal of Financial Counseling and Planning, Vol. 20 (1), 15-24. http://ssrn.com/abstract=2224231. Manurung, J.J., dan Manurung, A.H. (2009). Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Jakarta: Salemba Empat. Martin, M. (2007). A Literature Review on the Effectiveness of Financial Education. http://ssrn.com/abstract=2186650. Nasrum, A. (2016). Melek atau Tidak, Ini indikator untuk Mengukur Tingkat Literasi Keuangan Anda. http://intisari.grid.id/Finance/Melek-Atau-Tidak-Ini-IndikatorUntuk-Mengukur-Tingkat-Literasi-Keuangan-Anda. (diakses pada tanggal 01 April 2017). Oseifuah, E.K. (2010). Financial Literacy and Youth Entrepreneurship in South Africa. African Journal of Economy and Management Studies, Vol. 1 (2). Puspitaningtyas, Z. (2013). Pola Pengelolaan Kas bagi Pelaku UKM Berdasarkan Orientasi Entrepreneurial. Jurnal Entrepreneur dan Entrepreneurship, Vol 2 (1), 93-100. Schaltegger, S., Ludeke-Freund, F., and Hansen, E.G. (2012). Business Cases for Sustainability: The Role of Business Model Innovation for Corporate Sustainability. International Journal of Innovation and Sustainable Development, Vol. 6 (2). Suryani, S., Nuraini, E., Kadir, E.A., dan Ramadhan, S. (2017). Analysis of Financial Literacy in Micro Business in Pekanbaru Indonesia. Proceeding, The 14th UBAYA International Annual Symposium on Management. Welly, Kardina, dan Juwita, R. (2012). Analisis Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Keputusan Investasi di STIE Multi Data Palembang. http://eprints.mdp.ac.id/1825/1/JURNAL-2012200001.pdf. (diakses pada tanggal 10 April 2017). Willis, L.E. (2008). Against Financial Literacy Education. http://ssrn.com/abstract=1636889. BIODATA Nama lengkap : Dr. Zarah Puspitaningtyas, S.Sos., SE, M.Si. Bidang ilmu : Akuntansi dan Keuangan Dosen pada Program Studi Administrasi Bisnis, FISIP, Universitas Jember (2002sekarang). 262 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN APARTEMEN SILKWOOD Bernadus Ivan Santoso1 & Rina Adi Kristianti2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK Penelitian ini mencoba mengeksplorasi variabel yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood di Tangerang. Variabel penelitiannya adalah produk, harga, promosi dan kualitas pelayanan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan responden yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 200 orang. Hasilnya menunjukkan produk, harga dan promosi berpengaruh positif signifikan terhadap pembelian apartemen Silkwood dengan p value (0,002; 0,000 dan 0,000) < 1%. Sementara variabel kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood di Tangerang. Kata Kunci: keputusan pembelian, produk, harga, promosi, kualitas pelayanan. ABSTRACT This research tried to explore variables that effect on buying decision of Silkwood apartement in Tangerang. Research variables are product, price, promotion and services. Sampling technique using in this research is purposive sampling and there are 200 respondents. Results showed that product, price and promotion had positif significant effect on buying decision with p value (0.002; 0.000 and 0.000) < 1%. While services variable did not have significant effect on buying decision of Silkwood apartment in Tangerang. Keywords: buying decision, product, price, promotion, services PENDAHULUAN DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara Replubik Indonesia dan sebagai kota metropolitan yang memiliki posisi strategis menjadikan kota Jakarta dan daerah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini membuat kota Jakarta menjadi padat penduduk. Setiap tahun jumlah kedatangan masyarakat ke kota Jakarta selalu meningkat. Kepadatan penduduk secara tidak langsung berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah lahan pemukiman di Jakarta. Jumlah ketersediaan lahan pemukiman di Jakarta tidak sebanding dengan jumlah permintaan dari masyarakat. Hal ini membuat harga tanah di Jakarta menjadi tinggi, yang membuat masyarakat untuk beralih memilih kota disekitarnya, seperti kota Tangerang sebagai pilihan untuk tempat tinggal. Ada banyak alasan yang melatarbekangi kedatangan masyarakat untuk ke Tangerang. Beberapa alasan kedatangan masyarakat ke Tangerang antara lain untuk 263 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 keperluan sekolah, kuliah, bekerja, berdagang, perjalanan bisnis, dan lain sebagainya. Alasan kedatangan untuk sekolah, kuliah ataupun bekerja sering kali menuntut masyarakat untuk tinggal menetap cukup lama di Tangerang. Sebagai pendatang baru yang mencoba beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal yang baru, tentunya para pendatang perlu mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan. Semua keperluan tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, terutama untuk keperluan tempat tinggal dalam waktu yang cukup lama. Di bawah ini disajikan data perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2010 sampai 2014 di Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Tabel 1 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kab. Tangerang dan Tangerang Selatan No Tahun Kab. Tangerang Tangerang Selatan 1 2010 2,834,376 1,290,322 2 2011 2,960,474 1,355,926 3 2012 3,050,929 1,405,170 4 2013 3,157,780 1.443.403 Keterbatasan lahan serta banyaknya permintaan akan tempat tinggal, maka para developer pemukiman membangun pemukiman secara bertingkat. Salah satu contoh pemukiman bertingkat di Tangerang adalah dibangungnya Apartemen Silkwood. Apartemen Silkwood dibangun di kawasan perumahan Alam Sutera, Serpong, Tangerang. Lokasi ini dekat dengan sekolah St. Laurensia, Gereja St. Laurensius, rumah sakit Omni, Synergy Building, Pasar 8, Flavor Bliss, Depo Bangunan, Giant, Makro (Lotte Mart), Mall Living World, Mall Alam Sutera, Binus University, dan akses tol dari Jakarta / menuju Jakarta. Apartemen ini dibangun 2 tower, yaitu Tower Maple dan Tower Oak. Setiap tower memiliki basement, lobby, dan 19 lantai kamar. Setiap lantai terdapat 24 unit tipical, diantaranya 8 unit tipe stuido, 12 unit tipe 1 bedroom dan 4 unit tipe 2 bedrooms. Pembangunan apartemen yang memakan biaya yang besar, tentunya perlu terlebih dahulu mengetahui variabel-variabel dari Marketing Mix atau Bauran Pemasaran yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih apartemen sebagai tempat tinggal. Mengingat bagaimana variabel dari bauran pemasaran meliputi Product (Produk), Price (Harga), Place (Lokasi), dan Promotion (Promosi) secara langsung berkaitan dengan tingkat penjualan unit di apartemen tersebut. Hal ini akan bermanfaat bagi developer perumahan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan lahan pemukiman yang sesuai dengan perilaku konsumen, dan menjadi pilihan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen serta menguntungkan bagi para investor. Marketing Mix atau Bauran Pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi, dan promosi merupakan unsur utama mengapa seseorang memilih apartemen sebagai tempat tinggal. Dapat dikatakan bawah unsur yang terpenting dalam sebuah apartemen adalah “lokasi dan lokasi”. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Phadungyat 264 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 (2008) yang mengatakan bahwa lokasi merupakan unsur utama yang terpenting dalam sebuah apartemen. Produk juga merupakan variabel yang penting dalam sebuah apartemen, yang terdiri atas fasilitas, servis, dan merek. Produk menempati kedudukan kedua setelah lokasi yang sebagai unsur paling mempengaruhi konsumen dalam pengambil keputusan untuk tinggal disebuah apartemen. Dalam hal servis, ditemukan bahwa pelayanan staf lebih penting dibandingkan dengan layanan tim manajemen. Sedangkan dalam hal fasilitas, ditemukan bahwa fasilitas internet berkecepatan tinggi merupakan variabel yang paling berpengaruh. Selain itu, fasilitas keamanan juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama kunci kartu elektronik, koridor yang terang, sistem sprinkler dan juga sirkuit televisi yang tertutup. Dalam unsur merek, apartemen yang bertaraf internasional lebih dipercaya oleh tamu. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukan sebelumnya, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Apakah produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? 2. Apakah harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? 3. Apakah lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? 4. Apakah promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? 5. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? 6. Apakah developer (produk), harga, lokasi, promosi dan kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood? TINJAUAN LITERATUR Apartemen ditinjau dari Marketing Mix Pengertian pemasaran yang berkaitan dengan produk berupa real estate dan properti adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan rumah tinggal dan atau ruang usaha, dengan cara pengalihan hak atas produk tersebut dari perusahaan kepada konsumen melalui proses pertukaran (Santoso, 2000). Hubungan antara bauran pemasaran dengan keputusan pembelian sangat erat, dengan pelaksanaan bauran pemasaraan yang baik maka perusahaan akan dapat mengembangkan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produknya secara lebih baik pula, sehingga akan dapat diketahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumen agar melaksanakan keputusan pembelian terhadap produk tersebut. (Tresnanda dkk, 2014). Produk (Product) Produk menurut Kotler (2010) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk 265 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Harga (Price) Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang dan jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harganya secara tepat. “Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, lokasi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya/pengeluaran” (Tjiptono, 2008 : 151). Menurut Kotler dan Armstrong (2010) “harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk”. Pemasar biasanya memakai strategi harga yang berbeda-beda untuk mencapai target penjualan mereka (Hsu & Powers, 2002). Dalam kompetisi pasar yang sengit ini, strategi pemotongan harga biasanya juga dilakukan oleh pasar Pemasar sebagai hasil menjaga kompetisi pasar. Tetapi, Reid & David (2006) membantah bahwa strategi pemotongan harga untuk menarik minat konsumen tidak efektif. Pihak developer diharapkan untuk fokus diarea lainnya yang dapat berkembang dan pada akhirnya dapat menarik konsumen. Promosi (Promotion) Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong dalam bukunya Principles of Marketing 10th ed, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan promosi adalah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk mengenalkan kelebihan dan kebaikan dari sebuah produk dan berusaha untuk meyakinkan konsumen untuk membeli produk tersebut. Suatu perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya yang diyakini tidak sedikit jumlahnya untuk mengiklankan produknya guna menarik minat konsumen untuk membeli atau menggunakan produk tersebut. Menurut Philip Kotler, promotion tools dapat dimasukkan ke dalam bentuk periklanan, baik dari media cetak maupun media elektronik, sales promotion, dan Public Relation. Kualitas Pelayanan (Service Quality) Pengertian mengenai kualitas pelayanan (service quality) sebagai kemampuan memberikan pelayanan sesuai atau melebihi dari yang diinginkan konsumen (pihak yang dilayani). Mengacu kepada pengertian tersebut, maka suatu pelayanan baru dapat dikatakan berkualitas apabila telah dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen (Zeithaml, 1996:34). Pengambilan keputusan Menurut Prajudi (1982), pengambilan keputusan merupakan suatu proses dan berlangsung dalam suatu sistem, walaupun merupakan suatu keputusan pribadi sekalipun yang menyangkut suatu masalah pribadi pula. Sistem dimana proses pengambilan keputusan berlangsung terdiri atas berbagai unsur (elements) atau bagian, dan masing-masing merupakan suatu faktor yang ikut menentukan segala apa yang terjadi. Unsur yang utama dan yang terpenting adalah masalah yang harus dihadapi dan menghendaki adanya keputusan dari kita. 266 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai bauran pemasaran yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan rumah tinggal/apartemen telah banyak dilakukan. Di bawah ini akan dijelaskan penelitian terdahulu mengenai hal tersebut : Tabel 3 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Hasil 1 Tresnanda dkk (2014) Pengaruh bauran pemasaran terhadap pengambilan keputusan rumah (survei pada konsumen perumahan Blukid Residence Sukoharjo) Bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi dan promosi secara bersama memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian rumah. 2 Widyasari & Fifilia (2009) Analisis pengaruh produk, harga, promosi dan lokasi terhadap pengambilan keputusan rumah (studi pada perumahan Graha Estetika Semarang) Secara parsial dan simultan terdapat pengaruh positif signifikan produk, harga, promosi dan lokasi terhadap pengambilan keputusan pembelian rumah di Graha Estetika. 3 Pungnirund (2013) The influence of marketing mix on consumer purchasing at catuchack plaza market. Marketing mix (harga, lokasi dan produk) mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian. 4 Alipour dkk (2012) Ranking the marketing mix elements affect on the behaviors of industrial electrical heaters consumers. Produk, harga, promosi dan distribusi mempunyai pengaruh signifikan terhadp keputusan pembelian. 6 Furaiji, et al (2012) An empirical study of the factors influencing consumer behaviour in the electric appliances market. Sosial, fisik dan unsur-unsur bauran pemasaran yang berkaitan erat dengan perilaku pembelian konsumen. 7 Taleghani, et al (2012) Assesment of gender differences in brand loyalty sportswear consumers. Terdapat perbedaan loyalitas merk yang disebabkan karena perbedaan gender. 8 Khraim (2011) The influence of brand loyalty on cosmetics buying behavior of UAE female consumers. Faktor nama merk, kualitas, produk, harga, desain, promosi, kualitas layanan dan lingkungan toko berhubungan positif signifikan terhadap loyalitas merk. 9 Owomoyela dkk (2013) Investigating the impact of marketing mix elements on consumer loyalty : An empirical study on Nigerian Breweries Plc. Faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap pelanggan adalah produk. 10 Rahadian & Pratowo (2013) Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Promosi berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan penjualan kamar di hotel Benua Bandung Peningkatan Penjualan Kamar di Hotel Benua Bandung 267 terhadap loyalitas Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Model Penelitian Dari Landasan Teori diatas peneliti menggunakan 5 faktor yang dirasa penting untuk diteliti lebih lanjut, yaitu faktor produk, harga, lokasi, promosi dan kualitas pelayanan. Faktor-faktor tersebut secara tidak sadar saling berurutan dan berpengaruh penting sebagai pertimbangan konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan. Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut : Produk Harga Pengambilan keputusan Promosi Kualitas pelayanan Memilih Apartemen Silkwood sebagai tempat tinggal Gambar 1 Kerangka Pemikiran Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : Ha1 : Produk mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian apartemen Silkwood. Ha2 : Harga mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian apartemen Silkwood. Ha3 : Lokasi mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian apartemen Silkwood Ha4 : Promosi mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian apartemen Silkwood Ha5 : Kualitas Pelayanan mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan pembelian apartemen Silkwood METODE PENELITIAN Populasi dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah penghuni yang tinggal di Apartemen Silkwood, dimana total keseluruhan berjumlah 900 unit dan yang sudah ditinggali oleh penghuni sebanyak 450 unit, dengan jumlah populasi sebesar 600 orang. Data tersebut diketahui oleh penulis dari data yang diberikan secara langsung oleh pihak pengelola Apartemen Silkwood. Teknik penarikan sampel mengunakan metode non-probability sampling (pengambilan sampel secara tidak acak) dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan 268 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 oleh peneliti antara lain sampel peneliti adalah pemilik (pembeli) apartemen tersebut bukan penyewa. Menurut Malhotra (2010: 374) untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu analisis, banyaknya responden yang digunakan untuk mengisi kuesioner adalah sebanyak lima sampai tujuh kali dari indikator yang akan diukur. Dalam penelitian ini terdapat 35 indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran, maka jumlah responden yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 responden. Varibel Penelitian Varibel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tesebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang digunakan antara lain variabel independen dan variabel dependen. Sugiarto dkk (2001) menjelaskan kedua variabel tersebut yaitu: 1. Variabel independen (independent variable) atau variabel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya (terpengaruhnya) variabel dependen (tak bebas). Variabel ini sering disebut sebagai prediktor yang dilambangkan dengan X. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari: Produk (X1), Harga (X2), Promosi (X3), dan Kualitas Pelayanan (X4). 2. Variabel dependen (dependent variable) atau variabel tak bebas yaitu variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). Variabel ini sering disebut variabel respon yang dilambangkan Y. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pengambilan keputusan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di bawah ini disajikan hasil uji F dimana p value 0,000 < 1% sehingga dapat disimpulkan bahwa produk, harga, promosi dan kualitas pelayanan secara bersamasama berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood di Tangerang. Tabel 4 Hasil Uji F Model Sum of square 1 Regression 4.738 Residual 5.885 Total 10.623 Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Df 4 136 140 Mean Square 1.185 .043 F 27.372 Sig .000 Hasil uji koefisien determinasi (R square) seperti tertera di bawah ini dimana besarnya R2 = 44,6% artinya bahwa 44,6% dari proporsi variabel pengambilan keputusan dapat dijelaskan oleh produk, harga, promosi, dan kualitas pelayanan, sedangkan sisanya sebesar 55,4% dari proporsi variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 269 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin the Square Watson Estimates 1 .668 .446 .430 .20802 2.320 Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Dari tabel 6 menunjukkan bahwa variabel produk, harga dan promosi berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood dengan p value (0,002 ; 0,000 dan 0,000 < 1%). Sementara kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood. Tabel 6 Hasil Uji Regresi Model Unstandardized Coefficients B Std Error 1.156 .227 Produk .177 .056 Harga .302 Promosi Constant Pelayanan Standardized Coefficients t Sig Beta 5.101 .000 .204 3.172 .002 .042 .519 7.215 .000 .258 .050 .469 5.195 .000 -.042 .054 -.074 -.770 .443 Sumber : Hasil Pengolahan SPSS KESIMPULAN DAN SARAN Variabel yang berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood adalah produk, harga dan promosi. Untuk produk, hal yang paling berpengaruh dalam memutuskan membeli apartemen Silkwood adanya beberapa fasilitas seperti adanya mini market, kolam renang dan pusat kebugaran. Variabel harga karena harga yang ditawarkan sudah sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan, dan promosi yang paling menarik adalah lewat iklan. Sehingga bagi pengembang, lebih meningkatkan fasilitas mini market yang ada dengan memperbesar mini marketnya atau memperlengkap barang yang dijual, untuk promosi semakin mendesain iklan yang lebih menarik, tetapi juga meningkatkan kemampuan alat promosi lainnya seperti tenaga penjualan. 270 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 DAFTAR PUSTAKA Alipour, M; Moniri, S.M; Sharegi, B & Zolali, A (2012). Ranking the marketing mix elements affect on the behaviors of industrial electrical heaters consumers (case study: Kaveh Industrial City). Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 12 (11): 1560-1565. Furaiji, F; Łatuszyńska, M & Wawrzyniak, A (2012). An empirical study of the factors influencing consumer behaviour in the electric appliances market, Contemporary Economics, Vol 6 (3), 76 – 86. Kraim, H. S (2011). The influence of brand loyalty on cosmetics buying behavior of UAE female consumers. International Journal of Marketing Studies Vol. 3, No. 2; May 2011, 123 – 133. Kotler, P.,& Armstrong,G.(2010). Principles of marketing (13th Global ed.). New Jersey: Pearson. Malhotra, Naresh K. (2010). Marketing research an applied orientation (6thed.). New Jersey : Pearson. Owomoyela, S.K; Ola, O.S & Oyeniyi, K.O (2013). Investigating the impact of marketing mix elements on consumer loyalty : An empirical study on Nigerian Breweries Plc. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol 4 (11), 485 – 496. Prajudi, A. S (1982) . Beberapa pandangan umum tentang pengambilan keputusan : decision making. Jakarta : Ghalia Indonesia. Rahadian, D & Pratowo, A (2013). Pengaruh bauran promosi terhadap peningkatan penjualan kamar di hotel Benua Bandung. Binus Business Rewiew, Vol. 4 (2), 776790 Reid, R. D. & David C. B (2006) Hospitality marketing management, 4th Edition. New Jersey. John Wiley & Sons In Schiffman, Leon G. & Kanuk, Leslie L. (2004). Consumer behaviour (8thed.). New Jersey : Prentice Hall. Sugiyono. (2003). Statistika untuk penelitian (Cetakan kelima). Bandung: Alfabetta. Sunarti (2014). Pengaruh bauran pemasaran terhadap pengambilan keputusan rumah (survei pada konsumen perumahan Blukid Residence Sukoharjo) , Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 8 (1), 1 – 9. Supranto, J. (2003). Metode riset aplikasinya dalam pemasaran (Edisi revisi ke-7). Jakarta: Rineka Cipta. Taleghani, M & Jourshari, M.T (2012). Assessment of gender differences in brand loyalty of sportswear consumers (case study: A sport shops in the city of Rasht). Journal of Basic and Applied Scientific Research, Vol 2(3), 2138-2144. Tjiptono, F. (2008). Manajemen jasa. Yogyakarta : ANDI Tresnanda, D.A; Arifin, Z & Sunarti (2014). Pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian rumah (Survei pada konsumen Blukid Residence Sukoharjo). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 8 (1), 1-9. 271 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Widyasari, S & Fifilia, E.T (2009). Analisis pengaruh produk, harga, promosi dan lokasi terhadap keputusan pembelian rumah (Studi pada perumahan Graha Estetika Semarang). TEMA, Vol 6 (2), 159 – 169. William Wells, John Burnett, Sandra Moriarty (2000). Advertising principles and practice 3rd edition. Zeithaml, V. A., Berry, L.L. & Parasuraman, A. (1996). The behavioural consequences of service quality. Journal of marketing management, 60, 31-46. BIODATA Bernadus Ivan Santoso adalah lulusan Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara. Dr. Rina Adi Kristianti, SE, M.Si merupakan dosen tetap di Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara. Aktif mempresentasikan risetnya di konferensi khususnya konferensi internasional antara lain di Malaysia (2012), Bali (2013), Phuket (2014), Malaysia dan Jepang (2016). Dua diantaranya menjadi best paper yaitu tahun 2012 dan 2016. 272 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 KINERJA AKUISISI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2013 Imelda & Rina Adi Kristianti 1 Universitas Mercubuana, Jakarta Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 ABSTRAK: Penelitian ini mencoba mengeksplorasi kinerja keuangan jangka panjang setelah merger (windows period = 3 tahun) pada industri semen tahun 2009 – 2013. Variabel penelitian adalah current ratio, return on asset, debt to equity ratio, total asset turnover, net profit margin dan return saham. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dan sampel yang diperoleh berjumlah 18 perusahaan. Hasilnya menunjukkan ada perbedaan signifikan debt to equity ratio, net profit margin dan return saham periode tiga tahun sebelum dan setelah akuisisi. Kata Kunci: Akuisisi, kinerja keuangan, industri semen, jangka panjang, 3 tahun. ABSTRACT: This research tried to explore long term- financial performance (windows period = 3 years) after aquisition on cement industry period 2009 – 2013. Research variables are current ratio, return on assets, debt to equity ratio, total asset turnover, net profti margin and stock return. Sampling technique is purposive samping and research samples are 18 companies. Results showed that there are significant differences debt to equity ratio, net profit margin and stock return period 3 years before and after aquisition Keywords: acquisition, financial performance, cement industry, long term, 3 years. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, pertumbuhan perekonomian dunia saat ini identik dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Perubahan penting dalam lingkungan bisnis dewasa ini ditandai dengan meningkatnya persaingan yang tajam di dunia usaha. Untuk beberapa pelaku bisnis yang tidak mampu mengimbangi dinamika kompetitornya akan tertindas, kalah dalam persaingan, dan akhirnya bangkrut karena persaingan dalam dunia usaha semakin ketat. Salah satu strategi perusahaan untuk berkembang lebih besar, tumbuh besar dan kuat dalam persaingan yaitu melalui perluasan usaha atau yang biasa disebut ekspansi usaha. Strategi akuisisi merupakan alternatif ekspansi usaha yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan pada era saat ini. Alasan umum perusahaan melakukan akuisisi adalah proses yang lebih cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri dari awal. Meskipun alasan tersebut benar, alasan yang paling mendasari sebenarnya adalah motif ekonomi. 273 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Perbedaan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi adalah kinerja keuangan perusahaan yang meningkat atau menurun. Kinerja keuangan perusahaan yang meningkat akan menjadikan perusahaan berdaya saing tinggi. Sebaliknya kinerja keuangan perusahaan yang menurun akan menjadikan perusahaan tidak mampu bersaing. Kinerja keuangan yang meningkat merupakan prestasi dari keputusan akuisisi yang dilakukan, dan sebaliknya jika kinerja keuangan menurun maka keputusan melakukan akuisisi adalah salah. Kinerja keuangan perusahaan menjadi alat ukur bagi investor untuk menilai suatu perusahaan sehingga perusahaan akan menjaga kondisi keuangan dalam posisi yang aman. Perubahan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah melakukan akuisisi dapat dinilai melalui analisis terhadap laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan. Analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio leverage, rasio likuiditas, rasio efisiensi, dan rasio profitabilitas. Obyek penelitian yang digunakan adalah perusahaan industri yang bergerak di bidang industri semen. Pertumbuhan industri semen dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan masyarakat terhadap bahan bangunan terus mengalami peningkatan, baik untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun untuk tujuan komersil. Hal tersebut terlihat dari banyaknya lahan yang berubah menjadi komplek perumahan, pusat perbelanjaan, fasilitas umum dan lain sebagainya. Di bawah ini disajikan konsumsi semen di Indonesia dari tahun 2007 – 2016, dimana booming pertumbuhan konsumsi semen di Indonesia terjadi pada tahun 2011 dan 2012. Tabel 1 Pertumbuhan Konsumsi Semen di Indonesia Tahun 2007-2016 Tahun Pertumbuhan (%) 2007 6.8 2008 11.45 2009 0.9 2010 4.4 2011 17.7 2012 14.7 2013 9 2014 4 2015 1.8 2016* 3.9 Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (2016 Keterangan : *Januari – Agustus 2016 Di Indonesia terdapat tiga perusahan besar yang bergerak di industri semen, dimulai dari PT Semen Indonesia (Persero), Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa, dan PT Holcim. PT Semen Indonesia (Persero) tengah berupaya memperkuat bisnis semennya di wilayah Vietnam. Tampaknya, emiten pelat merah ini ingin mengulang jejak sukses sebelumnya yang telah mengakuisisi 70 persen saham Thang Long Cement Company (TLCC). Hal ini terlihat dengan rencana perseroan untuk mengakuisisi perusahaan semen lokal di wilayah Vietnam Selatan atau justru mendirikan pabrik baru di bawah bendera Semen Indonesia. Jika perseroan memilih 274 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 opsi akuisisi, investasi yang akan dikucurkan diproyeksi mencapai 1 triliun rupiah. Direktur Utama Semen Indonesia, Dwi Sutjipto, mengatakan melihat potensi bisnis yang bisa dikembangkan di wilayah tersebut, menjadi salah satu alasan perseroan memantapkan langkahnya di wilayah Vietnam. Adapun perusahaan yang akan diambil alih ini memiliki kapasitas produksi 2,3 juta hingga 2,5 juta ton per tahun. Di samping Vietnam Selatan dan Bangladesh, Myanmar juga menjadi salah satu negara incaran penetrasi pasar Semen Indonesia. Kini rencana akuisisi perseroan yang akan dilakukan di negara tersebut semakin menunjukkan titik terang. Sebelumnya, ada empat perusahaan yang menjadi bidikan akuisisi perseroan, lalu tersortir menjadi dua perusahaan. Saat ini tinggal satu perusahaan yang lolos kualifikasi dan ekspansi tersebut dilakukan guna memperkuat posisi Semen Indonesia sebagai perusahaan semen di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan current ratio sebelum dan sesudah adanya akuisisi? 2. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan return on assets sebelum dan sesudah adanya akuisisi? 3. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan debt to equity sebelum dan sesudah adanya akuisisi? 4. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan total assets turnover sebelum dan sesudah adanya akuisisi? 5. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan net profit margin sebelum dan sesudah adanya akuisisi? 6. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan return saham sebelum dan sesudah adanya akuisisi? TINJAUAN LITERATUR Merger dan Akuisisi Pada BUMN Pelaksanaan peleburan BUMN persero diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa tata cara penggabungan dan peleburan persero dengan persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangn di bidang perseroan terbatas. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilakukan atas usulan Menteri kepada Presiden disertai dengan alasan pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan. Pertimbangan yang disampaikan oleh Menteri kepada Presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai keberatan kreditor atas rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian bersama dengan Menteri Keuangan dilakukan karena tindakantindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN juga dapat mengikut sertakan Menteri teknis dan/atau Menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN. 275 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Kinerja Keuangan Setelah Akuisisi Salah satu strategi perusahaan untuk memperluas usahanya adalah dengan mengakuisisi perusahaan lainnya. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 menyatakan bahwa akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Kendali perusahaan yang dimaksud adalah kekuatan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan, mengangkat dan memberhentikan manajemen, mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi. Dari adanya afiliasi ini, tentu saja kegiatan akuisisi diharapkan memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan. Beberapa peneliti mengeksplorasi dampak kinerja setelah dilakukannya merger/akuisisi, yang disajikan pada tabel di bawah ini : Penelitian Terdahulu Tabel 2 Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti Ashfaq (2014) 2 Nadia Masud (2015) 3 Eda Oruc Erdogan dan Murat Erdogan (2014) 4 A.A. Voesenek (2014) 5 Stephen Njuguna Mboroto (2013) 6 Gwaya Ondieki Joash dan Mungai John Njangiru (2015) 7 K. B. Singh (2013) 8 Megha Aggarwal Shikha Singh (2015) 9 George Gitonga Inoti, Smuel Owino Onyuma, Monicah Wanjiru Mauiru (2014) dan Hasil Penelitian Kinerja mutlak rata-rata memburuk setelah merger. Hasil uji t sampel berpasangan menunjukkan bahwa kinerja relatif memburuk setelah merger dengan hasil yang signifikan. Hasil campuran yang dipimpin beberapa bank dengan dampak positif dan beberapa bank memiliki dampak negatif dari merger dan akuisisi. Rasio perputaran aset, profit margin dan leverage ratio perusahaan secara signifikan berbeda sebelum dan setelah kegiatan akuisisi perusahaan, Pasca merger yang menguntungkan dalam 5 tahun pertama. Harga saham bereaksi lebih positif, sedangkan untuk profitabilitas hasilnya justru berlawanan. Perusahaan minyak bumi lebih baik di era pasca merger/akuisisi dibandingkan dengan pra-merger/akuisisi. Hal ini didukung oleh fakta bahwa penggabungan/akuisisi memiliki dampak yang signifikan terhadap ROA, yang merupakan ukuran standar keseluruhan kinerja keuangan karena signifikansi statistik yang telah di ROA serta rasio total aset. Di sisi lain, merger/akuisisi terlihat memiliki efek positif signifikan pada likuiditas dan solvabilitas perusahaan minyak bumi. Merger dan akuisisi mengangkat nilai pemegang saham dari hasil merger/akuisisi bank di Kenya. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa alasan utama mengapa sebagian besar bank merger atau diakuisisi adalah untuk meningkatkan profitabilitas mereka. Penggabungan merupakan peningkatan jangka panjang dalam kinerja keuangan perusahaan. Merger dan akuisisi merupakan metode yang efektif dari restrukturisasi perusahaan, dan harus menjadi bagian integral dari strategi bisnis jangka panjang korporat di India. Tidak ada manfaat yang signifikan telah dicapai oleh Kingfisher setelah penggabungan. Analisis juga menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan dalam kembali perusahaan pada ekuitas,cakupan bunga, laba per saham dan dividen per saham. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasio pra dan pasca-akuisisi mengukur profitabilitas dan pemanfaatan aset. 276 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 10 Priyanka Shah dan Parvinder Arora (2014) 11 Isaac Marfo Oduro dan Samuel Kwaku Agyei (2013) 12 Neha Verma dan Rahul Sharma (2014) 13 Panagiotis Liargovas dan spyridon Repousis (2011) 14 Qamar Abbas, et.al (2014) 15 Muhamad Usman Kemal (2011) 16 Mirna Dianita, Didi Tarmidi dan Niki Hadian H (2013) 17 Muhammad Ahmed dan Zahid Ahmed (2014) 18 Putri Novaliza dan Atik Djajanti (2013) 19 Machrus Ali Marzuki dan Nurul Widyawati (2013) Pra-pengumuman dan pasca-pengumuman hasil harga saham target dan penawar perusahaan 'di jendela acara dari ± 2 hari. Di semua jendela acara, Target harga saham perusahaan menghasilkan CAR positif yang secara signifikan berbeda dari nol. Berbeda dengan perusahaan sasaran, perusahaan penawar tidak menunjukkan caar signifikan secara statistik di semua jendela acara. Perusahaan-perusahaan sasaran menggambarkan bahwa pos Pengumuman hasil secara signifikan lebih besar dari hasil pra-pengumuman, indikasi dari langsung reaksi pasar terhadap keterbukaan informasi. Analisis univariat mengungkapkan profitabilitas berkurang merger untuk semua perusahaan dengan t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam profitabilitas sebelum dan setelah merger. Bukti dari metodologi panel menunjukkan bahwa M & A memiliki efek negatif yang signifikan pada profitabilitas perusahaan. Dari literatur, ditemukan bahwa tidak ada yang menentukan bukti tentang dampak dari M & A di perusahaan kinerja. Penelitian ini demikian, upaya untuk mengetahui dampak dari M & A di kinerja posmerger dibandingkan dengan kinerja pra-merger. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa merger dan akuisisi bank yang tidak memiliki dampak dan tidak menciptakan kekayaan. Kami juga memeriksa kinerja operasi Sektor Yunani Banking dengan memperkirakan dua puluh rasio keuangan. Temuan menunjukkan bahwa kinerja operasi tidak membaik, merger berikut dan akuisisi. Ada juga hasil kontroversial ketika membandingkan hasil merger bank nonmerger. Hasil penelitian pada bank di Pakistan periode 2006-2011 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja pada 15 rasio keuangan yang digunakan. Penelitian dilakukan pada Royal Bank of Scotland (RBS) setelah merer, periode pengamatan 4 tahun (2006-2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja profitabilitas, likuiditas, manajemen asset, leverage dan arus kas lebih baik pada saat sebelum merger. Hal ini menunjukkan bahwa merger gagal dalam meningkatkan kinerja keuangan bank. Hasil menunjukkan bahwa ada positif kembali positif abnormal selama tanggal pengumuman merger dan akuisisi, ada AAR yang signifikan sebelum pengumuman merger dan akuisisi. Dan untuk metode pembayaran, rata-rata abnormal return pada pengumuman merger dan akuisisi menggunakan uang tunai tidak lebih besar dari rata-rata normal kembali ke saham sebagai metode pembayaran untuk melakukan merger dan akuisisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank Pakistan tidak berbeda dari bank-bank di bagian lain dariDunia. Atas dasar temuan, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan mengakuisisi bank secara signifikanmeningkat dalam periode pasca-merger pasca. profitabilitas pasca-merger (tidak signifikan), likuiditas (signifikan) danLeverage modal (tidak signifikan) meningkat sementara kualitas aset (signifikan) memburuk. Hasil uji rasio keuangan, untuk perbandingan dari 1 tahun sebelum dan 4 tahun berturut-turut setelah merger dan akuisisi hampir semua menyiratkan bahwa kinerja keuangan tidak berubah secara signifikan kecuali pengembalian total aset dalam rasio tahun sebelumnya dari 1 4 tahun setelah merger dan akuisisi. Penelitian ini juga diperkuat dengan kembalinya pada periode jendela 5-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam return saham perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. keseluruhan hasil perhitungan rasio keuangan tersebut menunjukkan peningkatan setelah akuisisi. Implikasi penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa adanya peningkatan kinerja keuangan setelah akuisisi menunjukkan bahwa motif utama perusahaan untuk melakukan akuisisi adalah motif ekonomis, sehingga tujuan akuisisi sepenuhnya tercapai. 277 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 20 Fuji Jaya Lesmana dan ardi Gunardi (2012) 21 Mohamad Heykal dan Monica Hennisia Wijayanti (2015) 22 Hamidah dan Noviani (2013) 23 Ayu Suudyasana dan Astri Fitria (2015) 24 Ids Bagus Gede Dananjaya dan Ni Luh Putu Wiagustini (2015) Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika (2014) 25 Manasye Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi yang melakukan akuisisi dinyatakan tidak ada peningkatan yang signifikan, sedangkan kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan pengakuisisi. Kinerja keuangan pada perusahaan diakuisisi dinyatakan dengan tidak ada peningkatan yang signifikan, sedangkan kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi. Hasil penelitian menunjukan, rasio keuangan net interest margin mengalami perbedaan yang signifikan. Sedangkan rasio lainnya seperti return on asset, return on equity, loan to deposit ratio, debt to equity ratio, capital adequacy ratio, danprice earning ratio tidak menunjukan perbedaan yang signifikan setelah pelaksanaan merger atau akuisisi. Begitu juga dengan return saham perbankan, tidak terdapat perbedaan secara signifikan setelah pelaksanaan merger atau akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam return saham perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada rasio DER, DAR, NPM, ROE dan ROA sebelum dan sesudah merger. Satu rasio yang memiliki perbedaan adalah CR. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada abnormal return perusahaan sebelum dan sesudah merger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio NPL, NIM dan LDR memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan merger dan akuisisi asing memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Sumber: Data diolah Kerangka Pemikiran Pelaksanaan akuisisi memerlukan kajian baik secara ekonomi maupun secara strategis, terutama bagi perusahaan pelat merah seperti perusahaan semen. Akan sangat penting untuk menjaga kinerja perusahaan terutama dari sisi kinerja finansialnya. Jangan sampai kegiatan akuisisi yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, justru memperburuk kinerja perusahaan yang melakukan akuisisi. Kinerja Keuangan sebelum Akuisisi Kinerja Keuangan sesudah Akuisisi Current Ratio sebelum akuisisi Current Ratio sesudah akuisisi Return On Assets sebelum akuisisi Return On Assets sesudah akuisisi Debt to Equity Ratio sebelum akuisisi Debt to Equity Ratio sesudah akuisisi Total Asset Turnover sebelum akuisisi Total Asset Turnover sesudah akuisisi Net Profit Margin sebelum akuisisi Net Profit Margin sesudah akuisisi Return Saham sebelum akuisisi Return Saham sesudah akuisisi Gambar 1 Kerangka Pemikiran 278 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hipotesis H1 : H2 : H3 : H4 : H5 : H6 : Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan current ratio pada perusahaan pengakuisisi Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan return on assets pada perusahaan pengakuisisi Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan debt to equity ratio pada perusahaan pengakuisisi Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan total asset turnover pada perusahaan pengakuisisi Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan net profit margin pada perusahaan pengakuisisi Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan return saham pada perusahaan pengakuisisi METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak di bidang industri semen dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2013. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : a) Terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum 2009, b) Melakukan akuisisi selama periode pengamatan yaitu 2009 – 2013, c) Tersedia laporan lengkap yang diperlukan dalam penelitian. Penelitian ini mencoba mengeksplorasi pengaruh jangka panjang (windows period = 3 tahun) kinerja keuangan terhadap aktivitas akuisisi yang dilakukan oleh industri semen dari tahun 2009 – 2013. Tabel 3 Skala Pengukuran Variabel Variabel Indikator Skala Pengukuran Current Ratio/CR Rasio Return on Assets/ROA Rasio Debt to Equity Ratio/DER Rasio 279 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Total Assets Turnover /TATO Rasio Net Profit Margin Rasio Return saham HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini akan menguji perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi dalam jangka panjang yaitu selama 3 tahun sebelum dan sesudah akuisisi. Adapun hasil uji beda dengan paired samples test sebagai berikut : Tabel 4 Hasil Uji Beda Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Akuisisi Mean Pair 1 CR-Sebelum CR-Sesudah Pair 2 ROA-Sebelum ROA-Sesudah Pair 3 DER-Sebelum DER-Sesudah Pair 4 TATO-Sebelum TATO-Sesudah Pair 5 NPM-Sebelum NPM-Sesudah Pair 6 Ret-Sebelum Ret-Sesudah Std Deviation Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Mean of the Difference Upper Lower t df Sig (2taied) -15,74778 138,48897 46,16299 -122,19982 90,70427 -,341 8 ,742 -3,07778 9,94185 3,31395 -10,71976 4,56420 -,929 8 ,380 32,28889 41,61203 13,87068 ,30305 64,27473 2,328 8 ,048 -10,29333 24,09910 8,03303 -28,81754 8,23087 1,281 8 ,236 -31,02000 34,23449 11,41150 -57,33496 -4,70504 2,718 8 ,026 134,18333 151,67144 50,55715 17,59835 250,76832 2,654 8 ,029 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa DER, NPM dan return berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah akuisisi dengan taraf signifikan 5%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashfaq (2014), Erdogan dan Erdogan (2014) serta Ondieki, et.al (2015). Pada penelitian Ashfaq tersebut dinyatakan bahwa kinerja keuangan ROE, ROA, dan EPS mengalami perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah kegiatan akuisisi perusahaan. Demikian juga hasil penelitian Erdogan dan Erdogan menunjukkan bahwa rasio TATO dan NPM secara signifikan berbeda sebelum 280 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dan setelah kegiatan akuisisi perusahaan. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Voseneck (2014) dimana harga saham mengalami reaksi yang lebih positif dalam lima tahun pertama. Meski sama-sama mengalami perbedaan namun pada penelitian ini return saham mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa harga saham juga mengalami penyesuaian dengan adanya merger dan akusisi tersebut. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Hasil penelitian menyimpulkan adanya perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah akuisisi dengan jangka waktu 3 tahun. Variabel yang berbeda secara signifikan antara lain debt to equity ratio, net profit margin dan return saham. Dari hasil di atas, terlihat bahwa sampai periode 3 tahun setelah merger, perusahaan masih memiliki debt to equity tinggi dan net profit margin negatif. Tetapi return saham positif. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun hutang tinggi dan profit masih negatif 3 tahun setelah merger, namun tetap direspon positif oleh pasar. DAFTAR PUSTAKA Aggarwal, Meha dan Shikha Singh (2015). Effect of merger on financial performance: A case study of Kingfisher Airlines. Annual Conference Proceedings January, 399413 Ashfaq, Khurrram. (2014). Investigating the impact of merger & acquisition on post merger financial performance (Relative & absolute) of companies (Evidence from non-financial sector of Pakistan). Research Journal of Finance and Accounting. Vol.5 (13), 88-102. Ayu Suudyasana dan AstriFitria. (2015). Analisis perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol. 4 (3), 1-20. Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. (2006). Dasar-dasar manajemen keuangan. Alih bahasa Ali Akbar Yulianto. Buku Satu, EdisiSepuluh. PT. Salemba Empat. Jakarta. Erdogan, Eda Oruc dan Murat Erdogan. (2014). Effect of acquisition activity on the financial indicators of companies: An application in BIST. International Journal of Business and Social Research (IJBSR). Vol. 4 (7), 17-22. Fahmi, Irham. (2012). Analisis laporan keuangan. Cetakan Ke-2. Alfabeta. Bandung Firda Amalia dan Siti RochmahIka. (2014). Kinerja bank di Indonesia setelah melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing: Apakah lebih baik? EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 5 (1), 73-84. Ghozali, Imam. (2011). Analisis multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Habib, Arief. (2008). Kiat jitu peramalan saham. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hamidah dan Manasye Noviani. (2013). Perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi (Pada pprusahaan Pengakuisisi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2006). Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI). Vol. 4 (1), 31-52 281 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Handono Mardiyanto. (2009). Intisari manajemen keuangan. Grasindo. Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri. (2011). Analisis kritis atas laporan keuangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hariyani Iswi, R. Serfianto D.P., dan Cita Yustisia S. (2011). Merger konsolidasiakuisisi dan pemisahan perusahaan (MKAPP). Visi Media. Jakarta. Ida Bagus Gede Dananjaya dan Ni Luh PutuWiagustini. (2015). Studi komparatif abnormal return sebelum dan sesudah merger pada perusahaan di BEI. E-Journal Manajemen Unud, Vol. 4(4), 1085-1099. Inoti, George Gitonga, Samuel Owino Onyuma dan Monicah Wanjiru Mairu. (2014). Impact of acquisitions on the financial performance of the acquiring companies in Kenya: A case study of listedacquiring firms at the Nairobi securities exchange. Journal of Finance and Accounting. Vol. 2 (5): 108-115 Jogiyanto. (2000). Metodologi penelitian bisnis. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Kuswadi. (2008). Memahami rasio-rasio keuangan bagi orang awam. Elex Media Komputindo. Jakarta. Machrus Ali Marzuki dan Nurul Widyawati. (2013). Kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi: Studi pada PT. Bank CIMB Niaga. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. Vol.1 ( 2), 222-238 Manurung, Laurensius. (2010). Strategi dan inovasi model bisnis meningkatkan kinerja usaha: Studi empiris industri penerbangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta. Mboroto, Stephen Njuguna. (2013). The effect of mergers and acquisitions on the financial performance of petroleum firms in Kenya. Thesis. A Research Project in Partial Fulfillment of The Requirements for The Degree of Master of Science in Finance, School of Business, University of Nairobi. Mirna Dianita, Didi Tarmidi dan Niki Hardian H. (2013). Analysis of annoucement merger and acquisition and payment method to stock return: Study of listed companies at BEI during 2005-2011. Proceedings of 23rd International Business Research Conference. Marriott Hotel, Melbourne, Australia. Mohamad Heykal dan Monica Hennisian Wijayanti. (2015). Analisis hubungan antara merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan dan return saham pada perbankan yang terdaftar di BEI. Politeknik Negeri Jakarta. Muhammad Ahmed dan Zahd Ahmed. (2014). Mergers and acquisitions: Effect on financial performance of bankig institutions of Pakistan. Journal of Basic and Applied Scientific Research. Vol 4 (4), 249-259. Muhammad Usman Kemal. (2011). Post-merger profitability: A case of royal bank of Scotland (RBS). International Journal of Business and Social Science, Vol. 2 (5), 157-162. Munawir. (2010). Analisis laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta. Nadia Masud. (2015). Impact of merger and acquisition on financial performance of banks: Evidence from Pakistan. Research Journal of Recent Sciences. Vol. 4 (5), 108-113. 282 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Novaliza, Putri dan Atik Djajanti. (2013). Analisis pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan publik di Indonsia. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 1 (1), 1-16. Ondieki, Gwaya Joash dan Mungai John Njangiru. (2015). The effect of mergers and acquisitions on financial performance of banks (A survey of commercial banks in Kenya). International Journal of Innovative Research and Development. Vol 4 (8), 101-113. Lani Dharma setya dan Vonny Sulaimin. (2009). Merger dan akuisisi (Tinjauan dari sudut akuntansi dan perbankan). PT. Alex Media Kompetindo, Jakarta. Lesmana, Fuji Jaya dan Ardi Gunardi. (2012). Perbedaan kinerja keuangan dan abnormal return sebelum dan sesudah akuisisi di BEI. Trikonomika. Vol 11 (2), 195–211. Liargovas, Panagiotis dan Spyridon Repousis. (2011). The impact of mergers and acquisitions on the performance of the Greek banking sector: An event study approach. International Journal of Economics and Finance. Vol. 3 (2), 89-100 Oduro, Isaac Marfo dan Samuel Kwaku Agyei. (2013). Mergers & acquisition and firm performance: Evidence from the Ghana Stock Exchange. Research Journal of Finance and Accounting. Vol.4 (7), 99-108. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara. Qamar Abbas, Ahmed Imran Hunjra, Rashid Saeed, Ehsan Ul-Hassan, Muhammad ShazadIjaz. (2014). Analysis of pre and post merger and acquisition financial performance of banks in Pakistan. Information Management and Business Review, Vol. 6 (4), 177-190. Sembel, Roy dan Totok Sugiharto. (2009). The Quest for Value. PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta. Shah, Priyanka dan Parvinder Arora. (2014). M&A announcements and their effect on return to shareholders:An event study. Accounting and Finance Research. Vol. 3 (2), 170-190. Singh, K. B. (2013). The impact of mergers and acquisitions on corporate financial performance in India. Indian Journal of Research in Management, Business and Social Sciences (IJRMBSS). Vol. 1 (2), 13-16. Subramanyam dan John J.Wild. (2008). Analisis laporan keuangan. edisi kesepuluh. McGraw – Hill. New York. Verma Neha dan Rahul Sharma. (2014). Impact of mergers & acquisitions on firms’long term performance: A pre & post analysisof the Indian telecom industry. International Journal of Research in Management & Technology. Vol. 4 (1), 11-19. Voesenek, A.A. (2014). The effects of mergers and acquisitions on firm performance An international comparison between the non-crisis and crisis period. Master Thesis Finance. Tilburg School of Economics and Management Department of Finance. Wahana Komputer. (2012). Solusi praktis dan mudah menguasai SPSS untuk pengolahan data. CV. Andi Offset. Yogyakarta. 283 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 BIODATA Imelda adalah lulusan Magister Manajemen Universitas Mercubuana. Dr. Rina Adi Kristianti, SE, M.Si merupakan dosen tetap di Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara. Aktif mempresentasikan risetnya di konferensi khususnya konferensi internasional antara lain di Malaysia (2012), Bali (2013), Phuket (2014), Malaysia dan Jepang (2016). Dua diantaranya menjadi best paper yaitu tahun 2012 dan 2016. 284 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH PERILAKU KEUANGAN, ANALISIS FUNDAMENTAL DAN ANALISIS TEKNIKAL TERHADAP KEPUTUSAN TRANSAKSI DAN TRADING PERFORMANCE KONTRAK BERJANGKA FOREX Steven Andrian Candy 1, Hendra Wiyanto 2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Analisis Fundamental, Analisis Teknikal, Heuristic, Prospect, Herding terhadap Trading Performance kontrak berjangka forex. Responden sebanyak 163 orang yang sudah pernah melakukan transaksi kontrak berjangka forex. Metode analisis regresi ganda digunakan untuk menguji pengaruh Analisis Fundamental, Analisis Teknikal, Heuristic, Prospect, Herding terhadap Trading Performance kontrak berjangka forex. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel analisis fundamental dan analisis teknikal berpengaruh positif terhadap trading performances, variabel heuristic tidak berpengaruh terhadap trading performance, dan variabel prospect dan herding berpengaruh negatif terhadap trading performance. Sedangkan secara bersama-sama variabel analisis fundamental, analisis teknikal, heuristic, prospect, dan herding berpengaruh terhadap trading performance. Kata Kunci: Analisis Fundamental, Analisis Teknikal, Perilaku Keuangan ABSTRACT: The purpose of this study was to determine whether there is influence between Fundamental Analysis, Technical Analysis, Heuristic, Prospect, Herding against Performance Trading forex futures contracts. The study obtained respondents estimated 163 people who have already done forex futures transactions. Multiple regression analysis was used to test the influence of Fundamental Analysis, Technical Analysis, Heuristic, Prospect, Herding against Performance Trading forex futures contracts. The results showed that in partial, fundamental analysis and technical analysis trading positive effect on performances, heuristic variable does not affect the trading performance, and variable herding prospects and negatively affect the trading performance. While jointly variables fundamental analysis, technical analysis, heuristic, prospect, and the herding effect on trading performance. Keywords: Fundamental Analysis, Technical Analysis, Behavioral Finance PENDAHULUAN Salah satu instrumen yang sering digunakan dalam investasi adalah kontrak berjangka alias kontrak futures. Pada dasarnya, kontrak berjangka bertujuan untuk mengurangi risiko alias lindung nilai (hedging). Perdagangan Kontrak Berjangka belum tentu layak bagi semua investor. Investor dapat menderita kerugian dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu singkat. Jumlah kerugian uang dimungkinkan dapat melebihi jumlah uang yang pertama kali investor setor (margin awal) ke Pialang Berjangka. 285 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Investor mungkin menderita kerugian seluruh margin dan margin tambahan yang ditempatkan pada Pialang Berjangka untuk mempertahankan posisi Kontrak Berjangka investor. Hal ini disebabkan Perdagangan Berjangka sangat dipengaruhi oleh mekanisme leverage, dimana dengan jumlah investasi dalam bentuk yang relatif kecil dapat digunakan untuk membuka posisi dengan aset yang bernilai jauh lebih tinggi. Salah satu investasi yang menarik namun tergolong memiliki potensial profit (keuntungan) dan risk (resiko) yang tinggi adalah dalam bentuk perdagangan mata uang asing (currency futures) yang dilakukan pada bursa berjangka. Perdagangan mata uang asing (forex) dalam perdagangan berjangka adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui kontrak beli dan atau kontrak jual dari mata uang asing yang diperdagangkan di bursa. Pengambilan keputusan dalam transaksi tersebut dapat menentukan potential profit (keuntungan) maupun potential loss (kerugian) yang akan diambil ketika mengambil posisi buy (membeli) ataupun posisi sell (menjual). Oleh karena itu sebelum keputusan diambil dibutuhkan suatu analisis yang tepat. Faktor analisis yang dikenal untuk meminimalkan resiko kerugian dalam pengambilan keputusan dalam transaksi forex ada 2 macam, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Wijaya, 2002:59). Dalam mengambil keputusan keuangan, investor dianggap rasional dalam mengidentifikasi dan menggunakan informasi yang relevan sehingga mampu membuat keputusan yang optimal (Grou dan Tabak, 2008). Tetapi keputusankeputusan keuangan tersebut juga dipengaruhi oleh aspek psikologis sehingga hasilnya menjadi bias. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya informasi di pasar menyebabkan keterbatasan investor dalam memproses informasi yang mereka dapat. Keterbatasan tersebut mendorong investor untuk berperilaku tidak rasional. Hal inilah yang mendorong munculnya behavioral finance. Menurut Barberis dan Thaler (2003), teori perilaku keuangan (Behavioral Finance) menjelaskan investor bertindak irasional dalam proses pengambilan keputusan. Aspek kognitif dan bias pada psikologi investor terkait dengan apa yang dipercaya dan dipilih. De Bondt (2004) melihat teori perilaku keuangan sebagai model yang menerapkan kognitif psikologi untuk menjelaskan pasar dan perilaku investor. Teori ini banyak ditentang oleh beberapa pihak, karena teori ini berbeda dengan teori hipotesis pasar efisien. Terdapat dua asumsi dalam pengambilan keputusan investasi, yaitu keputusan rasional dan keputusan tidak rasional yang diambil berdasarkan prediksi masa depan. Investor rasional akan mengambil keputusan investasi berdasarkan analisa informasi yang diperolehnya, sedangkan investor tidak rasional mengambil keputusan investasi berdasarkan prediksi masa depan dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan faktor psikologi. Menurut Waweru et al. (2008), perilaku keuangan terbagi menjadi 4 antara lain heuristic theory, prospect theory, market factors, dan herding effect. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti bermaksud meneliti apakah perilaku keuangan, analisis fundamental dan teknikal berpengaruh terhadap trading performance kontrak berjangka forex? 286 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN LITERATUR Kontrak Berjangka Forex (Currency Futures) Transaksi berjangka mata uang sebagai yang muncul akibat respons nilai tukar mata uang dikenal sebagai currency futures. Sartono (2001:90) mendefinisikan Currency Futures adalah kontrak jual beli berjangka untuk sejumlah mata uang tertentu dengan jangka waktu yang ditentukan. Currency Futures merupakan instrument derivative (turunan) dari nilai mata uang yang ada di spot atau cash market. Dalam hal ini currency futures berpatokan pada nilai tukar mata uang pada perdagangan forex (foreign exchange). Trading Performance Luong dan Thu Ha, (2011) mengemukakan bahwa “Trading performance for most traders is simply dollars made and loss.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan trading performance adalah pendapatan dan kerugian hasil trading. Perilaku Keuangan (Behavioral Finance) Pompian (2006) mengemukakan bahwa ilmu perilaku keuangan mencoba untuk mengidentifikasi dan belajar dari fenomena psikologis manusia di pasar keuangan dan pada investor individu. Perilaku keuangan terbagi atas 2 pendekatan perilaku keuangan makro dan perilaku keuangan mikro. Pada perilaku keuangan makro yang dipersoalkan adalah apakah pasar efisien atau pasar terpengaruh dampak perilaku keuangan. Sedangkan pada perilaku keuangan mikro yang dipersoalkan adalah apakah investor bertindak rasional atau dapatkah cognitive dan emotional error mempengaruhi keputusan keuangan mereka. Perilaku keuangan mikro lebih kepada bagaimana mengklasifikasikan individu-individu berdasarkan karakteristik, kecenderungan, atau perilaku tertentu. Pendekatan perilaku keuangan mikro dapat menggunakan psychographic model karena klasifikasi psychographic sangat relevan berkaitan dengan strategi individu dan toleransi risiko. Menurut Waweru et al. (2008), perilaku keuangan terbagi menjadi 4 antara lain heuristic theory, prospect theory, market factors, dan herding effect. Akan tetapi, pada perilaku heuristics, herding dan prospect akan difokuskan pada penelitian ini. Heuristic adalah sebagai “rule of thumb”, dimana orang membuat keputusan di saat yang rumit, lingkungan yang tidak pasti. Heuristic merupakan pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang dimiliki. Kahneman dan Tversky (1979) melihat bahwa saat menentukan keputusan, investor tidak bersikap rasional. Menurut Kahneman dan Tversky (1979) yang termasuk dalam Heuristic adalah representativeness, overconfidence, anchoring, gambler’s fallacy, dan availability bias. Representativeness adalah keputusan yang berdasarkan stereotype (Baker and Nosfinger, 2002). Keberhasilan perusahaan di masa sekarang, cenderung dilanjutkan di masa depan juga. Kecenderungan investor membuat keputusan berdasarkan pengalaman yang sebelumnya dikenal sebagai stereotype (Sherfin, 2000). Jika perusahaan mengumumkan kenaikan laba secara berturut-turut, investor pun akan berasumsi laba akan terus naik dan menganggap perusahaan ini merupakan good company. Dalam 287 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 benak investor tertanam bahwa good company, good investment (Ackert & Deaves, 2010). Overconfidence merupakan kecenderungan untuk terlalu yakin atas kemampuan dan prediksi untuk berhasil. Kondisi ini merupakan hal normal yang sekaligus merupakan cermin dari tingkat keyakinan seseorang untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Tidak bisa disangkal bahwa manusia memiliki kepercayaan diri yang tinggi, termasuk dalam berinvestasi. Anchoring merupakan keadaan dimana seseorang memperkirakan harga berdasarkan informasi yang pertama kali didapatkan. Ternyata terdapat perkiraan yang berbeda, pemikiran akan tetap cenderung ke informasi yang pertama kali didapatkan. Fenomena ini disebut sebagai Anchoring. (Ackert & Deaves, 2010) Pengambilan keputusan “anchoring” terjadi ketika individu menggunakan sepotong informasi pertama untuk membuat penilaian berikutnya. Anchoring menyebabkan individu menjadi overestimate, terhadap keahlian dan pendapatnya sendiri, akan tetapi suatu hari keputusan yang dipilihnya bisa salah. (Ackert & Deaves, 2010) Gambler’s Fallacy, yang juga dikenal sebagai Monte Carlo Fallacy, merupakan keyakinan yang salah, jika sesuatu hal terjadi lebih sering dari biasanya selama beberapa periode, itu akan terjadi lebih jarang di masa depan, atau, jika sesuatu terjadi lebih jarang dari biasanya selama beberapa periode, itu akan terjadi lebih sering di masa depan (Kudryavtsev et al., 2013). Gal dan Baron (1996) menunjukkan perilaku gambler’s fallacy tidak hanya disebabkan oleh kebosanan. Namun pola gambler’s fallacy dapat dibuktikan dalam financing, termasuk pengambilan keputusan pasar saham maupun di properti. Availibility bias merupakan suatu fenomena dimana investor memiliki banyak informasi untuk mengambil keputusan, dan fenomena tersebut terjadi dalam beberapa waktu terakhir (Tversky and Kahneman, 1973). Hal ini dikarenakan peristiwa yang berkesan cenderung lebih menyebabkan reaksi emosional. Availability bias cenderung berhubungan dengan ketersediaan informasi. Herding adalah suatu perilaku yang cenderung meniru perbuatan yang dilakukan oleh orang lain daripada mengikuti keyakinannya ataupun informasi yang dimiliki. (Hirshleifer dan Teoh, 2003). Perilaku ini adalah kesalahan yang paling umum di mana investor cenderung mengikuti keputusan investasi yang diambil oleh mayoritas. Alasan utama herding adalah tekanan atau pengaruh oleh rekan-rekan atau orang-orang sekitar. Herding dapat membuat seseorang tiba-tiba merubah keputusannya karena herding sangat terpengaruh dengan pilihan investasi orang lain. Herding termasuk perilaku yang kurang independent. Walaupun pilihan masyarakat mungkin saja buruk. Investor akan tetap mengikuti apa yang dipilih oleh pasar. Menurut Luong dan Thu Ha (2011), prospect berfokus pada pengambilan keputusan secara subjektif yang dipengaruhi oleh sistem penilaian investor. Terkait dengan prospect theory yang dikembangkan oleh Kahneman & Tversky (1979), perilaku keuangan yang dibahas dalam teori tersebut adalah mental accounting, regret aversion, dan loss aversion. 288 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Analisis Fundamental dan Analisis Teknikal Investor yang ingin menginvestasikan uangnya dalam kontrak berjangka, sedapat mungkin harus mengerti atau memahami dasar-dasar analisa pasar yang dipergunakan oleh trader untuk memperkirakan pergerakan harga di bursa perdagangan berjangka. Dasar analisa pasar yang dikenal ada dua yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Wijaya, 2002:59). Metode pertama dikenal sebagai analisis fundamental. Analisis fundamental adalah metode analisis yang memperhatikan permintaan dan penawaran pasar suatu negara, Jones (2004:303) membuat definisi sebagai berikut: “Fundamental analysis is method of anticipating future price movement using supply and demand information.” Secara garis besar, faktor fundamental menurut Patel, Patel, Patel (2014), dan Liu (2009: 27-39) faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai mata uang suatu negara dibagi menjadi dua, yaitu indikator politik (stabilitas politik, peristiwa geopolitik dan makroekonomi) dan indikator ekonomi (suku bunga, indeks harga konsumen, produk domestik bruto, trade balance, non-farm payroll, pengangguran). Sedangkan metode kedua yang dikenal sebagai analisis teknikal. Analisis teknikal adalah analisis yang mempelajari pasar (market reaction) melalui penggunaan berbagai teknik dan grafik dengan tujuan memprediksikan pergerakan trend harga di masa yang akan datang. Jones (2004:302) memberikan definisi mengenai analisis teknikal tersebut: “Technical Anaysis is the search for identifiable and recurring stock price patterns.” Matthews (2011:3) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dasar dalam melakukan analisis teknikal, terdiri dari : Market Price Discount Everything, Price Moves In Trends, History Repeats It Self. Indikator-indikator analisa teknikal adalah Indikator trend, Indikator momentum, Indikator volume, Indikator volatility. (Matthews, 2011:102-170). Penelitian Relevan AbuHamad, Mohd, dan Salim (2013) dalam judul penelitiannya “Event-Driven Business Intelligence Approach For Real-Time Integration Of Technical And Fundamental Analysis In Forex Market” mengunakan analisis fundamental dan teknikal untuk memperkirakan harga di masa yang akan datang. Hasilnya adalah dengan ketepatan 80% analisis fundamental yang dilengkapi dengan analisis teknikal dapat memperkirakan harga kontrak berjangka forex di masa yang akan datang. Hayyuza (2006) melakukan penelitian tentang Faktor-faktor analisis yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam transaksi forex di perdagangan berjangka. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa ternyata faktor analisis yang paling berpengaruh terhadap pengambilan keputusan adalah analisis fundamental, yaitu faktor tingkat suku bunga Amerika dan Non-Farm Payroll. Hal ini dikarenakan bahwa mata uang yang ditransaksikan adalah mata uang dollar Amerika sebagai home currency-nya, sehingga perubahan tingkat suku bunga di Amerika akan sangat mempengaruhi terhadap nilai mata uang lainnya yang ditransaksikan. Kengatharan (2014) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap keputusan dan performa investasi di Colombo Stock Exchange, Sri Lanka mendapatkan hasil bahwa herding berpengaruh signifikan negatif terhadap investing performance. Heuristic memiliki pengaruh signifikan positif terhadap investing performance. 289 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Prospect tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investing performance, dan market tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investing performance. Luong dan Thu Ha (2011) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap keputusan investasi dan performa investasi di Ho Chi Minh Stock Exchange, Vietnam mendapatkan bahwa faktor Heuristics dan Herding memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja investasi. Sedangkan faktor Prospect memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap kinerja investasi. Ranjbar, Abedini, Jamali (2014) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap keputusan investasi dan performa investasi di Tehran Stock Exchange, Iran. Hasil mengungkapkan metode heuristic dan perilaku herding memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja investasi. Di sisi lain, variabel prospect memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap kinerja investasi. Vijaya (2016) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap keputusan investasi dan performa investasi di India. Hasilnya adalah terdapat hubungan positif antara faktor heuristic, herding, dan emotional dan kinerja investasi. Kerangka Pemikiran Dalam membuat keputusan transaksi kontrak berjangka forex, terdapat beberapa faktor yang memperngaruhi para trader dalam membuat keputusan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor rasional dan faktor perilaku. Analisis fundamental dan analisis teknikal merupakan analisis sistematik yang secara teori terbukti dapat memberikan hasil prediksi yang baik. Sehinnga, faktor rasional diyakini dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap trading performance. Faktor perilaku (heuristic, prospect, dan herding) merupakan penilaian yang bersifat subyektif dalam pengambilan keputusan. Sehingga, faktor perilaku diyakini dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap trading performance. Hal ini disebabkan, faktor perilaku cenderung mengubah cara pandang seseorang akan sesuatu sehingga membuat para trader bersifat tidak rasional dalam menentukan keputusan. Hipotesis 1. Analisis fundamental mempunyai pengaruh positif trading performance kontrak berjangka forex. 2. Analisis teknikal mempunyai pengaruh positif terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 3. Heuristic mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performancekontrak berjangka forex. 4. Prospect mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 5. Herding mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 290 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data menggunakan metode survei. Penelitian ini membuktikan pengaruh antara faktor analisis rasional dan faktor perilaku terhadap trading performance. Adapun desian penelitian yang digunakan adalah desian penelitian kausal. Populasi yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah responden yang sudah pernah melakukan transaksi kontrak berjangka forex. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari orang-orang yang pernah melakukan transaksi kontrak berjangka forex sebanyak 168 responden. Metode yang digunakan untuk pemilihan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara simple random sampling. Untuk menguji apakah alat ukur (instrument) yang digunakan memenuhi syaratsyarat alat ukur yang baik, agar menghasilkan data yang sesuai dengan apa yang diukur, sebelum dilakukan analisis data berdasarkan hasil data yang terkumpul, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian data melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik, sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan metode analisis regresi ganda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian terhadap validitas variabel Analisis Fundamental, variabel Analisis Teknikal, variabel Heuristic, variabel Herding, variabel Trading Performance (X1, X2, X3, X4, X5) menunjukkan corrected item-total correlation berada di atas nilai 0,3 yang berarti item pertanyaan valid. Uji reliabilitas adalah dengan melihat nilai Cronbach Alpha. Apabila variabel memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,7 maka pertanyaan pada kuesioner dianggap reliabel. Tabel 1. Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Cronbach Alpha Keterangan Analisis Fundamental 0.794 Reliabel Analisis Teknikal 0.755 Reliabel Heuristic 0.840 Reliabel Prospect 0.886 Reliabel Herding 0.890 Reliabel Trading Performance 0.852 Reliabel Sumber: hasil pengolahan SPSS Berdasarkan tabel 1 yang merupakan hasil pengujian reliabilitas dari seluruh variabel pada penelitian ini, didapatkan bahwa nilai Cronbach Alpha >0,7, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel adalah reliabel. Pada uji normalitas, data terdistribusi normal dari hasil uji Kolmogorov-smirnov dari nilai residual persamaan regresi, yaitu 0,08 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara nomal. Pada uji multikolinearitas, VIF dari setiap variabel lebih kecil dari 10 dan nilai lebih dari 0,1, maka disimpulkan tidak terdapat gejala multikolinearitas dari model tersebut. 291 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Uji otokorelasi dengan nilai D-W sebesar 1,845 menunjukkan tidak terdapat otokorelasi karena -2 ≤ 1,845 (D-W) ≤ 2. Dari hasil uji korelasi spearman’s rho pada uji heteroskedastisitas menunjukkan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Berikut adalah output analisis regresi ganda: Tabel 2. Output Analisis Regresi Ganda Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 4.963 1.606 Fundamental .312 .068 .367 4.611 .000 Teknikal .209 .066 .239 3.177 .002 Heuristic -.021 .046 -.027 -.461 .645 Prospect -.130 .059 -.182 -2.212 .028 .077 -.166 -2.003 .047 Herding -.155 Sumber: hasil pengolahan SPSS Beta t Sig. 3.090 .002 Dari tabel 2 tersebut, dapat dirumuskan perumusan regresi ganda sebagai berikut: Hasil analisis regresi ganda yaitu Trading Performance = 0,367 Analisis Fundamental + 0,239 Analisis Teknikal + -0,027 Heuristic + -0,182 Prospect + -0,166 Herding dan hasil pengujian hipotesis secara simultan (Uji F) menunjukkan bahwa nilai signifikasi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa analisis fundamental dan analisis teknikal memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap trading performance, prospect dan herding memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap trading performance, sedangkan heuristic tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap trading performance. Analisis fundamental memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap trading performance, hal tersebut terbukti bahwa analisis fundamental melalui analisis faktorfaktor ekonomi dan keamanan negara Amerika dapat diprediksi harga kontrak berjangka forex di masa yang akan datang. Sehingga hal tersebut dapat digunakan oleh para trader untuk mencari profit. Analisis teknikal memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap trading performance, hal tersebut terbukti melalui analisis trend dan penggunaan indikator teknikal digunakan sebagai alat untuk memprediksikan harga kontrak berjangka forex di masa yang akan datang. Heuristic tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap trading performance, hal tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan pengalaman dan persepsi masing-masing trader. Prospect memiliki pengaruh negatif karena akan membuat trader akan hold position kontrak yang loss tanpa melakukan analisis lebih lanjut dan berharap akan mencapai titik break even point dan akan membuat trader akan sell kontrak yang profit tanpa melakukan analisis lebih lanjut dikarenakan takut profitnya akan berkurang, membuat trader menjadi konservatif 292 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 dalam melakukan investasi sehingga memilih investasi yang rendah resiko sehingga mendapatkan return yang kecil, dan menolak kesempatan untuk menurunkan resiko investasi dengan menambah aset yang memiliki tingkat korelasi yang rendah dalam portofolio. Herding memiliki pengaruh negatif karena akan membuat trader mencoba untuk mengikuti keputusan orang lain yang belum tentu keputusan tersebut diambil dengan menggunakan analisis terlebih dahulu. Terdapat perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya. Perbedaan tersebut terdapat pada variabel heuristic. Pada penelitian sebelumnya variabel heuristic pengaruh positif yang signifikan terhadap trading performance, sedangkan pada penelitian ini variabel heuristic tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap trading performance. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari responden penelitian, pada penelitian sebelumnya sebagian besar responden adalah responden yang sudah memiliki pengalaman lebih dari lima tahun, dan juga bisa disebabkan oleh perbedaan subyek yang diteliti, pada penelitian sebelumnya penelitian dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan transaksi saham, sedangkan pada penelitian ini dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan transaksi kontrak berjangka forex. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel analisis fundamental terhadap trading performance kontrak berjangka forex 2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel analisis teknikal terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 3. Tidak terdapat pengaruh dan signifikan antara variabel heuristic terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 4. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel prospect terhadap trading performance kontrak berjangka forex. 5. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel herding terhadap trading performance kontrak berjangka forex. SARAN Agar memperoleh hasil penelitian yang berkembang sebaiknya sampel penelitian dapat difokuskan pada trader yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambah jumlah pertanyaan kuesioner agar hasil yang didapatkan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA AbuHamad, Mohammed, Mohd, Masnizah, dan Salim, Juhana. (2013). Event-driven Business Intelligence Approach for Real-time Integration of Technical and 293 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Fundamental Analysis in Forex Market. Journal of Computer Science. Vol. 9. No. 4. Hal. 488-499. Ackert L.F. & Deaves R. (2010). Behavioral Finance Psychology, Decision Making, and Markets. Mason. South-Western, Cengage Learning. Agus Sartono (2001). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPFE. Yogyakarta. Baker, H.K. & Nosfinger J.R. (2002). Psychology Bias of Investors. Financial Services Review. Barberis N. & Thaler R. (2003). A Survey of Behavioral Finance. Elsevier Science B.V DeBondt, W. F. M (2004). Introduction to The Special Issue on Behavioral Finance. Elsevier. Gal, I. & Baron, J. (1996). Understanding Repeated Simple Choices. Thinking and Reasoning. Grou, B,. and Tabak, B,.M (2008), “Ambiguity Aversion and Illusion of Control: Experimental Evidence in an Emerging Market,” Journal of Behavioral Finance, p. 22-29 Hayyuza, Angelique. (2006). Faktor-faktor Analisis Yang Berpengaruh Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Transaksi Forex Di Perdagangan Berjangka. Skripsi Universitas Widyatama. Hirshleifer D. & Teoh, S. H. (2003). Herd Behavior and Cascading in Capital Markets: A Review and Synthesis. European Financial Management Jones, Charles P., (2004). Investment Analysis and Management. United States of America: John Wiley & Songs, Inc. Kengatharan, Lingesiya. (2014). The Influence of Behavioral Factors in Making Investment Decisions and Performance: Study of Investors of Colombo Stock Exchange, Sri Lanka. Asian Journal of Finance & Accounting. Vol. 6. No. 1. Kudryavtsev, Andrey, Cohen, Gil, dan Hon-Snir, Shlomit. (2012). “Rational” or “Intuitive”: Are Behavioral Biases Correlated Across Stock Market Investors?. Vizja Press&IT. Vol. 7. No.2 2012. Hal. 31-53. ___________________________________________________ (2013) “Rational” or “Intuitive”: Are Behavioral Biases Correlated Across Stock Market Investors?. Vizja Press&IT. Liu, Henry. 2009. News Profiteer Definitive Guide To Fundamental News Trading. Luong, Le P., dan Thu Ha, Doan T. (2011). Behavioral Factors Influencing Individual Investors’ Decision-Making and Performance a Survey at the Ho Chi Minh Stock Exchange.Master Thesis Umeå School of Business. Matthews, Charles. 2011. Technical Analysis. United States of America : Pedia Press. Patel, Pareshkumar J., Patel, Narendra J., dan Patel Ashok R. (2014). Factor affecting Currency Exchange Rate, Economical Formulas and Prediction Models. International Journal of Application or Innovation in Engineering & Management. Vol. 3. No. 3. Hal 53-56. Pompian, Michael M. (2006). Behavioral Finance and Wealth Management. How to Build Optimal Portfolios That Account for Investor Biases. First Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc Ranjbar Mohammad H., Abedini, Bijan, dan Jamali, Mohammad. (2014). Analyzing the Effective Behavioral Factors on the Investors’ Performance in Tehran Stock 294 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Exchange. International Journal of Technical Research and Applications. Vol. 2. No. 8. Hal. 80-86. Shefrin, H. (2000). Beyond Greed and Fear: Understanding Behavioral Finance and the Psychology of Investing. New York: Oxford University Press. Tversky, Amos, & Kahneman, Daniel. (1973). Availability: A Heuristic for Judging Frequency and Probability. Cognitive Psychology ________________________________. (1979). Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk. Econometrica. Vol. 47. No. 2. Hal. 263-292. Vijaya, E. (2016). An Empirical Analysis on Behavioural Pattern of Indian Retail Equity Investors. Journal of Resources Development and Management. Vol. 16. Hal.103-112. Waweru, N, M., Munyoki, E., & Uliana,E. (2008). The effects of behavioral factors in investment decision making: a survey of institutional investors operating at the Nairobi Stock Exchange. International Journal of Business and Emerging Markets, 1(1), 24-41. Wijaya, Yohanes Arifin, Bursa Berjangka, (2002), Andi Yogyakarta. BIODATA Penulis adalah mahasiswa program studi S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara. 295 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH LEVERAGE, LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI TERHADAP RETURN SAHAM Acep Edison Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] ABSTRAK Studi bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran leverage, laba bersih, arus kas operasi dan return saham serta pengaruhnya secara parsial leverage, laba bersih dan arus kas operasi terhadap return saham pada perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100. Pengukuran yang dilakukan untuk mendapat besarnya pengaruh leverage, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan tipe investigasi deskriptif verifikatif dan unit analisis penelitian adalah laporan keuangan tahunan perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda untuk mendapatkan kecocokan model dan besarnya pengaruh secara partial. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata leverage, laba bersih, arus kas operasi dan return saham pada perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100 tahun 2016 sampai dengan periode Agustus. Levearge dan laba operasi berpengaruh signifikan, sedangkan arus kas operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Kecocokan model menunjukan nilai koefisien determinasi sebesar 69,6%, artinya variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen cukup kuat dan sisanya sebesar 31,4 % oleh variabel yang tidak diteliti. Kata kunci : Leverage, Laba Bersih, Arus Kas Operasi , Return Saham ABSTRACT The study aims to determine how the image of leverage, net income, operating cash flows and stock returns as well as partially leverage effect, net income and operating cash flow to return stock in companies including Compass 100 Index. Measurements were carried out to obtain the leverage, net income, operating cash flow effect toward of stock return. This research is explanatory descriptive verification with the type of investigation and research analysis unit is the company's annual financial report included Kompas 100 Index Period August 2016. The sampling technique used purposive sampling. The data analysis used is multiple linear regression analysis to get the model fit and magnitude of the effect partially. The results showed that the average value of leverage, net income, operating cash flow and return on the shares of companies included Compass index of 100 in 2016 up to August period. Leverage and operating profit have a significant effect, while operating cash flow does not have a significant effect on stock returns. Suitability models show the coefficient of determination of 69.6%, meaning that the variability of the dependent variable can be explained by the independent variables are strong enough and the remaining 31.4% by the variables studied. Key Word : Leverage, Net Income, Operating Cash Flows, Stock Returns PENDAHULUAN LatarBelakang Pasar modal bukanlah hal yang baru di Indonesia. Semakin banyak orang yang tertarik untuk menjadi seorang investor pasar modal. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melaporkan adanya peningkatan jumlah investor pasar modal Indonesia yang tercermin dari jumlah Single Investor Identification (SID) dan Sub Rekening Efek (SRE). Sampai akhir Juli 2016, tercatat jumlah SID mencapai 491.116, 296 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 meningkat 26 persen dari 388.960 dari periode yang sama tahun lalu. KSEI memandang peningkatan yang terjadi menunjukkan meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia (Syafruddin dan Supranoto Prajogo, 2016). Salah satu jenis transaksi di pasar modal adalah transaksi saham. Para investor mengharapkan return dari investasinya. Salah satu komponen return adalah capital gain atau selisih harga saham (Jogiyanto, 2016:264). Harga saham berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan kondisi dan informasi baru yang diperoleh menyangkut prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2010:9). Salah satu informasi perusahaan yang berpengaruh terhadap perubahan harga saham yaitu laba yang dipublikasikan pada laporan keuangan. Suad (2005:309) mengatakan, jika kemampuan perusahaan menghasilkan laba meningkat, akan menyebabkan peningkatan harga saham. Keadaan pasar modal tahun 2015, menunjukkan bahwa return saham tidak sesuai dengan pendapat bahwa perusahaan yang menunjukkan likuiditas baik, kapitalisasi pasar yang tinggi serta berada pada fundamental ekonomi yang kuat, berkinerja yang baik akan menghasilkan return saham yang tinggi,(Jogiyanto, 2016:159). Informasi Indeks Kompas 100 berisi 100 perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tidak semua yang mempunyai likuiditas yang baik, kapitalisasi pasar yang tinggi, fundamental yang kuat serta kinerja yang baik menunjukkan peningkatan jumlah laba, tetapi tidak diikuti adanya peningkatan return saham.(idx.co.id). Berdasarkan konsep terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi return saham yakni leverage, laba bersih dan arus kas operasi. Perusahaan yang memiliki hutang akan berpengaruh terhadap peningkatan operasional, hutang digunakan untuk pembelian persediaan dan asset lainnya. dengan meningkatnya aset dan persediaan maka akan mempengaruhi return, Jika kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat, akan menyebabkan peningkatan harga saham sehingga dengan kata lain profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Peningkatan harga saham akan menyebabkan peningkatan return saham yang berbentuk capital gain. Suad (2005:309) Perusahaan yang memiliki arus kas operasi yang besar dapat menarik minat investasi para investor karena perusahaan dianggap mampu membiayai kegiatan perusahaan tanpa harus meminjam dari kreditor. (Sri, 2007). Dengan banyaknya investor yang tertarik untuk melakukan investasi, meningkatkan operasi dan pada akhirnya dapat menyebabkan return saham meningkat (Ifti, 2009). Beberapa penelitian sebelumnya menyangkut hubungan antara laba bersih dengan return saham telah banyak dilakukan dan menghasilkan hasil penelitian yang beragam. Ni Putu Putriani dan I Made Sukartha (2014), Fitria Utami Saputra (2015), Siska Andriana (2016) membuktikan pada penelitiannya bahwa laba bersih berpengaruh signifikan terhadap return saham. Selain itu, beberapa penelitian mengenai pengaruh arus kas operasi terhadap return saham pun menghasilkan hasil penelitian yang beragam. Nico Alexander dan Nicken Destriana (2013), Widyanto Faisal Latief (2014) dan Fitria Utami Saputra (2015) membuktikan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap return saham. Identifikasi Masalah Masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut : 297 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Bagaimana laba bersih, arus kas operasi, return saham pada perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100. 2. Seberapa besar pengaruh leverarge, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris mengenai: 1. leverarge, laba bersih, arus kas operasi, return saham pada perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100. 2. Pengaruh leverarge, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham pada perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100. TINJAUAN LITERATUR Pasar Modal Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuitas (saham), reksadana, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya (Martalena dan Maya, 2011:2). Saham Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan dan klaim atas asset perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Martalena dan Maya (2011:12), Return Saham Keuntungan yang diharapkan atas saham disebut return saham. Menurut Jogiyanto (2016:263), return terdiri dari dua jenis yaitu: a. Return Realisasi : Return telah terjadi dan dihitung menggunakan data historis. b. Return Ekspektasi : Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Komponen Return Saham Salah satu komponen return adalah capital gain (loss) merupakan selisih untung/ rugi dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto, 2016:264). Penelitian ini menggunakan return realisasian berupa capital gain sebagai komponen return saham yang dipakai dan dihitung menggunakan periode jendela di sekitar tanggal publikasi laporan keuangan (5 hari sebelum sampai 5 hari setelah publikasi laporan keuangan), karena untuk peristiwa seperti pengumuman laba dan dividen, investor dapat bereaksi dengan cepat (Jogiyanto, 2016:649). Analisis Harga Saham Analisis dalam memilih saham didasarkan dua pendekatan dasar, yaitu analisis fundamental dan teknikal. Penelitian ini menggunakan analisis fundamental. Analisis 298 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 fundamental adalah analisis memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor- faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel- variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Tahapannya dapat berupa analisis terhadap kondisi ekonomi atau pasar, industri dan perusahaan (Suad, 2005). Leverarge Penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki beban tetap dengan maksud untuk meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Semakin tinggi tingkat leverage semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi dan semakin besar tingkat return. Resiko yang terjadi berkaitan dengan penggunaan utang untuk membiayai investasi. Perusahaan menggunakan operating dan financial levearge didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dari biaya aset dan sumber modal, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham (Suad, 2005). Laba Bersih Laba merupakan komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan. Perolehan laba perusahaan akan menunjukkan kinerja perusahaan selama periode tertentu. Net income represents the income after all revenues and expenses for the period are considered (Kieso, et al, 2011:147), artinya laba bersih merupakan pendapatan setelah mempertimbangkan seluruh pendapatan dan beban selama satu periode. Jika kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat, akan menyebabkan peningkatan harga saham, dengan kata lain profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Peningkatan harga saham akan menyebabkan peningkatan return saham yang berbentuk capital gain. (Suad : 2005) Arus Kas Operasi PSAK Nomor 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa informasi arus kas entitas berguna untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas serta menilai kebutuhan entitas untuk menggunakan arus kas. Jumlah arus kas dari aktivitas operasi adalah indikator utama untuk menentukan apakah operasi entitas menghasilkan arus kas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi entitas, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa bantuan sumber pendanaan dari luar. Jika arus kas perusahaan meningkat menunjukkan nilai perusahaan meningkat menyebabkan peningkatan harga saham dan return saham (Brigham dan Houston, 2001:110). Hipotesis Penelitian H1 : Leverage berpengaruh terhadap return Saham H2 : Laba bersih berpengaruh terhadap return saham. H3 : Arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham. 299 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE PENELITIAN Penelitian merupakan jenis penelitian eksplanatori dengan tipe investigasi deskriptif verifikatif. Objek yang diteliti ; Laba Bersih, Arus Kas Operasi dan Return Saham. Populasi penelitian adalah perusahaan yang termasuk dalam kategori indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016. Jumlah sampel sebanyak 30 Perusahaan yang konsisten termasuk dalam kategori Kompas 100 sejak Febuari 2012 berturut-turut sampai 2016 yang ditarik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Unit analisis adalah laporan keuangan perusahaan tahun 2012 -2015 bersumber dari website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan data harga saham yang tercantum dalam website resmi Yahoo Finance (sg.finance.yahoo.com). Analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda, diolah dengan menggunakan program aplikasi Eviews 8. dengan menetapkan tingkat signifikasi (α) untuk pengujian hipotesis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Variabel Laba Bersih, Arus Kas Operasi dan Return Saham Indeks KOMPAS 100 Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan tahun 2012 -2015 sumber website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan data harga saham yang tercantum dalam website resmi Yahoo Finance (sg.finance.yahoo.com). Rata – rata levearge pada perusahaan Indeks Kompas 100 cukup berfluaktif, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 22,311%, pada tahun 2013 mengalami penurunan 1,982 %, selanjutnya 2014 mengalami peningkatan 16,872%, dan kembali turun tahun 2015 sebesar 33,097%. Rata-rata laba bersih perusahaan pada Indeks Kompas 100 cukup berfluaktif, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 33,731%, pada tahun 2013 mengalami penurunan 1,855%, selanjutnya 2014 mengalami peningkatan 26,962%, dan kembali turun tahun 2015 sebesar 35,097% . Rata- rata arus kas operasi pada Indeks Kompas 100 pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 8,370%, tahun 2013 menunjukkan kenaikan sebesar 43,561%, tahun 2014 turun sebesar 8,237%, dan dilanjutkan penurunan tahun 2015 sebesar 6,033%. Ratarata return saham pada perusahaan Indeks Kompas 100 pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 0,30%, diikuti peningkatan tahun 2013 sebesar 0,04%, selanjutnya mengalami peningkatan tahun 2014 sebesar 0,08%, serta peningkatan sebesar 0,07% pada tahun 2015. Pengujian Asumsi Klasik. Uji dilakukan sebagai persyaratan dalam analisis regresi, hasil pengujian sebagai berikut : 1. Uji Normalitas : Hasil uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 1,641899 nilai lebih kecil dari 2 dan nilai probabilitas pada uji Jarque-Bera sebesar 0, 56732 lebih besar dari probabilitas 5 %, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Wing (2011). 2. Uji Multikolinearitas : Hasil uji multikolineritas menunjukkan nilai centered 300 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 varience inflation factors (VIF) sebesar 1.001, nilai kurang dari 10, dengan demikian tidak terdapat multikolinieritas variabel independen dalam model regresi.Wing (2011), Acep (2015). 3. Uji Heteroskedastisitas : Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan nilai Obs*Rsquared sebesar 2,595871 dan nilai probabilitas F sebsar 0,2731 menunjukkan nilai lebih besar dari tingkat kekeliruan 5 %, dengan demikian tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada model regresi.Wing (2011). 4. Uji Autokorelasi : hasil uji autokolerasi menunjukan angka Durbin-Watson sebesar 1,959119. Nilai dibandingkan dengan tabel DW dengan jumlah observasi (n) = 30, jumlah variabel independen (k) = 2 dan tingkat signifikansi 0,05. Berdasarkan tabel distribusi Durbin-Watson didapat nilai dl = 1,2837 dan nilai du = 1,567, oleh karena nilai DW = 1,959119 berada diatas nilai du = 1,567 tetapi dibawah nilai 4du = 2,433, yaitu (1,567< 1,959< 2,433) dengan demikian nilai DW berada diantara nilai du dan 4-du (du<d<4-du) menyatakan tidak terdapat autokorelasi positif dan negatif pada model regresi dapat diterima. Wing (2011), Acep (2015). Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit) Pengujian Goodness of Fit adalah pengujian kecocokan model yang digunakan untuk menguji seberapa besar nilai seluruh variabel independen berkontribusi terhadap perubahan pada variabel dependen. Uji kecocokan model dilakukan dengan menghitung koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. (Acep, 2015:99). Tabel 2. Koefisien Determinasi R-squared 0.937662 Adjusted R-squared 0.936007 S.E. of regression 0.002521 Sum squared resid Log likelihood Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.000172 138.5105 F-statistic 10.50692 Prob(F-statistic) 0.000422 Sumber: Hasil Output Eviews 8 0.001222 0.003243 -9.034032 -8.893912 -8.989207 1.959119 Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi, menunjukkan bahwa nilai R- squared sebesar 0,937662, artinya variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 93,7 %, sedangkan sisanya sebesar 6,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian, dengan demikian model konseptual penelitian menunjukkan kecocokan yang tinggi dengan empirisnya. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan asosisatif antara variabel301 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 variabel dengan tujuan mengukur perubahan yang terjadi pada variabel independen dalam memprediksi perubahan pada variabel dependen Hasil pengolahan model regresi regresi berganda sebagaimana tabel 3. berikut : Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Berganda Variable Coefficient Std. Error C 0.000618 0.000479 LEVERAGE -0.000723 0.000546 LABA_BERSIH 0.009391 0.002075 ARUS KAS OPR 0.000410 0.000573 Sumber: Hasil Output Eviews 8 t-Statistic 1.290002 3.324561 4.525130 2.715711 Prob. 0.2080 0.0232 0.0001 0.0483 Model regresi yang terbentuk berdasarkan hasil penelitian adalah: Y = 0,000618 - 0,000723 (X1) 0,009391 (X2) + 0,000410 (X3) Dari model regresi dijelaskan: 1. Jika α = konstanta sebesar 0,000618, dan variabel leverage (X1), laba bersih (X2) dan arus kas operasi (X3) yakni variabel independen bernilai konstan = 0, maka variabel return saham sebagai variabel dependen bernilai sebesar 0,000618. Artinya bahwa return saham sebesar 0,0618 % tidak dipengaruhi oleh leverage, laba bersih dan kas operasi. 2. Jika nilai koefisien regresi variabel levearge (X1) sebesar - 0,00723, dan mengalami kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya bernilai 0, maka nilai return saham sebesar – 0,000105 atau - 0,0105 %, artinya kenaikan levearge akan mengakibatkan terjadinya penurunan return saham sebagaimana konsep bahwa semakin besar leverage akan menyebabkan return negatif. 3. Jika nilai koefisien regresi variabel laba bersih (X2) sebesar 0,009391, dan mengalami kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya bernilai 0, maka nilai return saham sebesar 0,094528 atau 9,45 % artinya kenaikan laba bersih akan mengakibatkan nilai return saham sebesar 9,45 % sebagaimana konsep bahwa kenaikan laba bersih akan berakibat pada kenaikan return saham. 4. Jika nilai koefisien regresi variabel arus kas operasi (X3) sebesar 0,000410, dan mengalami kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya bernilai 0, maka nilai return saham sebesar 0,0001028 atau 0,1028 % artinya kenaikan kas operasi akan mengakibatkan kenaikan return saham sebesar 0,1028 % sebagaimana konsep bahwa kenaikan kas operasi akan mengakibatkan kenaikan return saham. Pengujian Hipotesis Parsial (t-test) Pengujian hipotesis bertujuan untuk menguji praduga pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Rumusan hipotesis secara parsial adalah sebagai berikut: H01 ≠ β : Tidak terdapat pengaruh leverage terhadap return saham. Ha1 = β : Terdapat pengaruh leverage terhadap return saham. 302 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 H02 ≠ Ha2 = H03 ≠ Ha3 = β β β β : Tidak terdapat pengaruh laba bersih terhadap return saham. : Terdapat pengaruh laba bersih terhadap return saham. : Tidak terdapat pengaruh kas operasi terhadap return saham. : Terdapat pengaruh kas operasi terhadap return saham. Pengambilan keputusan dalam pengujian sebagai berikut: a. Jika probabilitas < 0,05 signifikan. b. Jika probabilitas > 0,05 t i d a k signifikan. Kriteria Pengujian: a. Apabila t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima. b. Apabila t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak. Hasil pengolahan sebagaimana tabel 3. Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil pengujian secara parsial sebagai berikut: 1. Hasil uji t (parsial), variabel levearge (X1) memiliki nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,0232 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 3,324561 > t tabel 2,05183, disimpulkan Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya laba bersih berpengaruh terhadap return saham. 2. Hasil uji t (parsial), variabel laba bersih (X2) memiliki nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,0001 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 4,525130 > t tabel 2,05183, disimpulkan Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, artinya laba bersih berpengaruh terhadap return saham. 3. Hasil uji t (parsial), variabel arus kas operasi (X3) memiliki nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,0483 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 2,7155711 > t tabel 2,05183, disimpulkan Ho3 ditolak dan Ha3 diterima, artinya arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham. KESIMPULAN Keadaan return saham perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori Indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016 sebagaimana hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Fluktasi leverage, laba bersih dan arus kas operasi terhadap return saham sebagai berikut : Peningkatan leverage berdampak pada penurunan return saham sebaliknya penurunan leverage menyebabkan peningkatan return saham. Peningkatan laba bersih berdampak pada peningkatan return saham, demikian halnya penurunan laba bersih menyebabkan penurunan return saham. Peningkatan arus kas operasi berdampak pada peningkatan return saham, demikian halnya penurunan arus kas operasi menyebabkan penurunan return saham. 2. Praduga paradigma konseptual penelitian terbukti bahwa Leverage, Laba bersih, Arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham. Saran Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya sebagai berikut: 303 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Subjek penelitian terbatas pada perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori Indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016, hasil penelitian tidak berlaku pada perusahaan lainnya sehingga tidak dapat dijeneralisir. 2. Tahun penelitian terbatas hanya empat tahun, yaitu 2012-2015. 3. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel independen yang sesungguhnya masih dapat dieksplorasi dengan menggunakan analisis fundamental ekonomi untuk pengujian variabel independen lainnya 4. Terdapat data outlier sehingga menghasilkan jumlah sampel data yang tidak representatif dengan demikian hasil penelitian kurang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian serta keterbatasan-keterbatasan yang ada, saran – saran sebagai berikut: A. Peneliti selanjutnya Penelitian selanjutnya, dapat menggunakan kategori indeks lain yang lebih beragam, periode yang lebih panjang dan menambahkan variabel independen lain berdasarkan fundamental ekonomi dan analisis teknikal. B. Bagi manajemen Direkomedasikan pada manajemen perusahaan untuk mengelola, memperhatikan dan menyajikan levearge, laba bersih dan arus kas operasional sebaik mungkin, karena pengelolaan levearge, laba bersih dan arus kas operasional yang baik dapat menghasilkan return saham yang tinggi yang dapat mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan. C. Bagi Investor Investor dapat mempertimbangkan leverage, laba bersih, arus kas operasi sebagai referensi dalam pengambilan keputusan investasi, serta refernsi fluktasi return saham yang terjadi pada perusahaan. D. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan menyangkut pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap return saham. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim dan Mamduh M. Hanafi. (2005). Analisis Investasi. Edisi Kedua. : Salemba Empat. Jakarta Acep Edison. (2015). Analisis Regresi & Jalur dengan Program SPSS. : Mentari. Bandung. Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. (2001). Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. Buku 1. : Salemba Empat. Jakarta Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 11. Buku 1. : Salemba Empat. Jakarta 304 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI. (2014). Standar Akuntansi Indonesia Per Efektif 1 Januari 2015. Cetakan Pertama. Jakarta: IAI. Dwi Prastowo D dan Rifka Juliaty. (2002). Analisis Laporan Keuangan: Konsep dan Aplikasi. : UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Harnanto. (2002). Akuntansi Keuangan Menengah. Buku 1. : BPFE. Yogyakarta Ifti Khusnuriyati. 2009. Pengaruh Laba, Komponen Arus Kas dan Nilai Buku Terhadap Return Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index Tahun 2005-2007). Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Imam Ghozali. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketujuh. : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Iskandar Z Alwi. (2008). Pasar Modal Teori dan Aplikasi. : Yayasan Pancur Siwah. Jakarta Jogiyanto Hartono. (2016). Teori Portofolio dan Analisis Investas., Edisi Kesepuluh. : BPFE UGM. Yogyakarta Kieso, Donald E., Jerry J. Warfield dan Terry D. (2011). Intermediate Accounting IFRS Edition. : Wiley. New York USA. Martalena dan Maya Malinda. (2011). Pengantar Pasar Modal. : ANDI OFFSET. Yogyakarta Nico Alexander dan Nicken Destriana. 2013. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham. Jurnal Bisnis dan Akuntansi ISSN 1440-9875 Vol. 15 Universitas Trisakti. Ni Putu Putriani dan I Made Sukartha. (2014). Pengaruh Arus Kas Bebas dan Laba Bersih Pada Return Saham Perusahaan LQ 45. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 6.3:390-401. Ni Putu Saka Hiltari. (2015). Pengaruh Laba Bersih dan Komponen Arus Kas Terhadap Harga Saham Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ 45 Bursa Efek Indonesia. Jurnal Eproc. Universitas Telkom. Nor Hadi. (2015). Pasar Modal, Edisi 2. : Graha Ilmu. Yogyakarta Nuryaman dan Veronica Christina. (2015). Metodologi Penelitian Akuntansi dan Bisnis: Teori dan Praktik. Bogor: Ghalia Indonesia. Shinta Ayu, Arief Yulianto. (2015). Analisis Pengaruh Perubahan Arus Kas Terhadap Return Saham. Management Analysis Journal 4 Universitas Negeri Semarang. Siska Andriana. (2016). Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Total Arus Kas dan Size Perusahaan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. E-Journal Universitas Kanjuruhan. Suad Husnan. (2005). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sri Wahyuni. (2007). Analisis Pengaruh EPS, EVA dan Cash Flow Terhadap Harga Saham LQ 45 di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2003. Jurnal Akuntansi, No. 1, 2007. Widyanto Faisal Latief. (2014). Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi dan Dividend Yield Terhadap Return Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2011-2013). Universitas Diponegoro. 305 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Arviyan Arifin. (2016). http://www.beritasatu.com/pasar-modal/356756-lippokarawaci-raihpenda patan-rp-89-t-bagikan-dividen-rp-80-m.html. [Diakses tanggal 28 Desember 2016]. Edison Sutan Kayo. (2016). http://www.sahamok.com/bei/kompas-100/saham-kompas100-agustus-2016-januari-2017/. [Diakses tanggal 20 November 2016]. Erry Firmansyah. (2007). http://kompas100.blogspot.co.id/. [Diakses tanggal 14 November 2016]. Marissa Mayer. (2016). https://sg.finance.yahoo.com. [Diakses tanggal 21-23 Desember 2016]. Syafruddin dan Supranoto Prajogo. (2016) ttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08 Jumlah.Investor.Pasar.Modal.Indonesia. [Diakses tanggal 25 Oktober 2016]. Tito Sulistio. 2016. http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuang an dan tahunan.aspx. Diakses tanggal 3-5 Desember 2016. Tumiyana.(2016).http://www.britama.com/index.php/2016/03/akhir-tahun-2015lababersih. [Diakses tanggal 28 Desember 2016]. Widya Wiryawan. 2016. http://market.bisnis.com/read/20160226/192/523018/rightsissue-aali-proyeksi-harga-eksekusi-rp13.000-per-lembar. [Diakses tanggal 29 Desember 2016.] Wing Wahyu Winarno (2011) Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews. Edisi 3 ; UPP STIM YKPN. Yogyakarta. BIODATA Acep Edison adalah Doktor Ilmu Akuntansi (2006) memperoleh gelar dari Universitas Padjadjaran Bandung - Jawa Barat Indonesia. Memulai kariernya pada Kantor Akuntan Publik (KAP) dan sebagai dosen. Selain berkarier pada KAP, pernah berkarier pada Konsultan Manajemen sebagai manajer konsultan dan bekerja sebagai Chief Accounting, Chief Cost Accounting, Internal Auditor pada perusahaan di kota Bekasi, Tanggerang , Jakarta. Bekerja pada Perusahaan Listrik Negara. (PT PLN Persero) sebagai staff akhli pada Satuan Pengawas Intern (SPI) yang bertugas sebagai auditor, advisor dan pendamping para pemeriksa internal ke seluruh wilayah dan distribusi serta proyek-proyek pembangunan kelistrikan di Indonesia. Berkerja sebagai dosen tetap Fakultas Bisnis dan Manajemen di Universitas Widyatama Bandung dan dosen Luar biasa di Universitas Padjadjaran serta pada berbagai universitas lainnya di program Pasca Sarjana dan aktif sebagai konsultan serta memberikan pelatihan pada berbagai perusahaan dan berbagai organisasi kemasyarakat dalam bidang akuntansi, keuangan, anggaran, audit, dll. Pelatihan pernah dilakukan pada berbagai perusahaan dan BUMN diantaranya ; PT. Timah Tbk. PT Karakatau Steel, Tbk. PT. Aneka Tambang, Tbk. PT.Pertamina, BP Migas dan Perusahaanperusahaan Tambang Minyak di Indonesia serta berbagai perusahaan lainnya. 306 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, ASIMETRI INFORMASI, DAN PENEKANAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN Verinda Christy1, Agustini Dyah Respati2 2 , 1 Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected] Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected] ABSTRAK Anggaran merupakan alat manajemen utama untuk perencanaan dan pengendalian pencapaian tujuan perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran, terdapat perilaku-perilaku manusia sebagai akibat dari anggaran. Perilaku positif akan timbul jika tujuan perusahaan selaras dengan kemauan pembuat anggaran dan berusaha untuk memenuhinya. Namun perilaku negatif yang akan timbul adalah menciptakan slack dalam anggaran. Senjangan anggaran dapat terjadi karena adanya partisipasi dan asimetri informasi serta penekanan anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran terhadap timbulnya slack anggaran. Sampel penelitian adalah manajer dari Distribution Outlet atau Distro di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Metoda pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive random sampling. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi anggaran, asimetri infomasi, dan penekanan anggaran berpengaruh positif terhadap timbulnya senjangan anggaran. Kata Kunci: partisipasi anggaran, asimetri informasi, penekanan anggaran, senjangan anggaran. ABSTRACT A budget is a major management tool for planning and controlling in achieving company’s objectives. In the budgeting process, some human behavior came up as an impact of the budget. Positive behavior will occur if the company's objectives is at the way with budget planners’ mind, then she will fulfill the budget. However, negative behavior which came up is creating a budgetary slack. Budgetary slack leads from budgetary participation, asymmetry information, and budgetary emphasis. The aim of this study is to examine the effect of budgetary participation, asymmetry information, and budgetary emphasis on the budgetary slack. The researcs samples are the managers of Distribution Outlet (Distro) in Yogyakarta State Region which pointed out using purposive sampling method. Multiple regression analysis was conducted to test the research hypothesis. In this study the effecf of budgetary participation, asymmetry information, and the budgetary emphasis on the budgetary slack is positive and significant. Keywords: budgetary participation, asymmetry information, budget emphasis , budgetary slack. PENDAHULUAN Anggaran adalah salah satu alat manajemen untuk melasanakan aktivitas bisnis dan mencapai tujuan perusahaan. Manajer akan mengupayakan melaksanakan anggaran secara optimal (Li Huang, Cheng and Ling Chen, Mien, 2019). Dalam proses penyusunan anggaran bisa muncul perilaku-perilaku sehingga muncul senjangan anggaran (Warindrani, 2006). Senjangan anggaran terjadi manakala penyusun anggaran merendahkan pendapatan dan meninggikan biaya agar anggaran mudah dicapai (Anthony dan Govindarajan, 2005). 307 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Senjangan anggaran berkaitan dengan keberadaan partisipasi anggaran, asimetri informasi dan penekanan anggaran dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi dimana atasan harus terlibat dalam mengkaji ulang anggaran, pengesahan anggaran, dan juga mengikuti hasil-hasil pelaksanaan anggaran sehingga tercipta anggaran yang sesuai dengan aktivitas perusahaan.. Sedangkan asimetri informasi adalah keadaan dimana salah satu pihak baik atasan maupun bawahan mempunyai pengetahuan dan informasi lebih banyak daripada yang lainnya terhadap sesuatu hal (Suartana, 2010). Selanjutnya, penekanan anggaran merupakan desakan dari atasan pada bawahan untuk melaksanakan anggaran yang telah dibuat dengan baik. Apabila anggaran dipakai sebagai alat pengukur kinerja maka manajer akan mencari cara untuk melindungi diri dari resiko tidak tercapainya target anggaran (Lukka, 1988; Onsi, 1973; Schiff dan Lewin, 1970) dalam Savitri dan Sawitri (2014). Senjangan anggaran bisa terjadi di semua tipe bisnis atau organisasi, tidak terkecuali bisnis distribution outlet atau distro. Distro menjual hasil produksinya sendiri seperti baju, celana, jaket, topi, ikat pinggang dan assesoris fashion lainnya. Biasanya distro memproduksi dengan jumlah terbatas sehingga tetap mempertahankan produknya secara eksklusif. Setiap distro mempunyai brand atau merk yang sudah dipatenkan. Walaupun distro termasuk industri kecil dan menengah, tetapi pertumbuhan distro di wilayah D.I Yogyakarta khususnya di kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya distro yang bermunculan di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pangaruh variabel partisipasi anggaran, asimetri informasi, penekanan anggaran terhadap senjangan anggaran pada manajer distro-distro di D.I Yogyakarta. TINJAUAN LITERATUR Partisipasi Anggaran dan Senjangan Anggaran Partisipasi anggaran adalah tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan (Kennis, 1979). Dalam penyusunan anggaran partisipasi anggaran akan menyumbangkan ide dan informasi untuk meningkatkan kebersamaan, dan rasa memiliki sehingga kerjasama diantara anggota penyususn anggaran dalam mencapai tujuan juga meningkat. Namun, bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik akan mendorong bawahan melakukan senjangan angaran (Utomo, 2006). Keikutsertaan manajer dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan atau goal congruence (Abdul Rahman dan Supomo, 2003).. Partisipasi anggaran merupakan salah variabel yang diteliti banyak peneliti senjangan anggaran. Beberapa penelitian menunjukkan partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran (Alfebriano, 2013, Veronica dan Krisnadewi, 2009, Triana, Yuliusman, dan Putra, 2012 dan Savitri dan Sawitri, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Bangun dan Andani (2012) menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran. Hal ini diperkuat hasil penelitian Savitri dan Sawitri (2014) yang menyatakan bahwa ketika partisipasi anggaran yang dilakukan oleh bawahan semakin besar, maka akan menimbulkan senjangan anggaran yang semakin besar pula. Demikian juga hasil 308 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 penelitian Triana, Yuliusman, dan Putra (2012);Veronica dan Krisnadewi (2009) menunjukkan adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran. Dengan demikian rumusan hipotesis yang diajukan adalah: H1 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Asimetri Informasi dan Senjangan Anggaran Asimetri informasi menujukkan adanya perbedaan kepemilikan informasi, pengetahuan dan atau wawasan dalam proses penyusunan anggaran antara atasan dan manajer atau sebaliknya. Bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan muncul tuntutan atau motivasi yang lebih besar dari atasan kepada manajer mengenai pencapaian target anggaran yang menurut manajer terlalu tinggi. Namun bila kemungkinan yang kedua terjadi, manajer akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai. Keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan dan informasi lebih daripada pihak yang lain terhadap sesuatu hal, disebut asimetri informasi (Suartana, 2010). Dalam penyususnan anggaran, ketika asimetri informasi terjadi maka manajer cenderung memberikan informasi yang bias dengan membuat anggaran yang relatif lebih mudah dicapai, sehingga terjadi senjangan anggaran yaitu dengan melaporkan anggaran dibawah kinerja yang diharapkan (Suartana, 2010). Penelitian terdahulu tentang informasi asimetri dan senjangan anggaran dilakukan oleh Savitri dan Sawitri (2014) dan Alfebriano (2013). Hasil kedua penelitian tersebut sejalan, yaitu bahwa variabel asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran. Berdasarkan uraian tersebut maka dibangun rumusan hipotesis sebagai berikut. H2 : Informasi asimetri berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Penekanan Anggaran dan Senjangan Anggaran Penekanan anggaran terjadi ketika suatu organisasi menggunakan anggaran sebagai satu-satunya alat pengukur kinerja manajemen. Penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya suatu target anggaran akan mendorong manajer untuk menciptakan senjangan anggaran dengan tujuan meningkatkan prospek kompensasi kedepannya Suartana (2010). Alasan utama manajer tingkat bawah berusaha melakukan senjangan adalah untuk meningkatkan kesempatan memperoleh penghasilan lebih apabila penghargaan diberikan berdasarkan pencapaian anggaran (Lowe & Shaw, 1968; Schiff & Lewin, 1968). Para manajer yang tidak mampu mencapai target anggaran akan menghadapi kemungkinan intervensi dari manajemen yang lebih tinggi, kehilangan sumber daya organisasi, kehilangan bonus tahunan atau pada titik yang paling ekstrim akan kehilangan pekerjaan (Merchant, 1981). Salah satu dari bentuk penekanan anggaran adalah adanya bonus yang diberikan ketika anggaran dapat tercapai. Dengan adanya kompensasi tersebut memungkinkan timbulnya senjangan, karena bawahan membuat anggaran yang mudah dicapai agar mendapatkan bonus (Gorisson, Noreen dan Brewer, 2007). . Penelitian terdahulu tentang penekanan anggaran terhadap senjangan anggaran (Savitri dan Sawitri, 2014, Triana, Yuliusman, dan Putra, 2012; dan Veronica dan Krisnadewi, 2009) menujukkan kesamaan hasil yaitu adanya pengaruh signifikan dari variabel penekanan anggaran terhadap variabel senjangan anggaran. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan hipotesis ketiga untuk penelitian ini adalah: 309 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 H3 : Tekanan anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan metode penelitian yang meliputi populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, sumber dan metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel dan metode analisis data. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi penelitian yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulann (Sugiyono, 2007). Populasi penelitian ini adalah para manajer dari distrodistro yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data distro secara resmi belum tersedia, sehingga jumlah populasi dihitung berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di DIY yang meliputi Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Bantul, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta. Dari hasil observasi diketahui bila populasi lebih banyak ditemukan di Kabuaten Sleman dan Kota Yogyakarta. . Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Sampel penelitian yang menjadi wakil populasi (Arikunto, 2011), adalah para manajer dari distro-distro hasil observasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu (Sekaran, 2003). Kriteria tersebut adalah manajer yang terlibat langsung dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran; dan sudah menjabat sebagai manajer minimal satu tahun. Karakteristik dari 44 sampel penelitian dijelaskan pada tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Sampel No 1 Karakteristik Jenis kelamin Unsur pria wanita 2 Lama Bekerja 1-2 tahun ≥ 2-3 tahun ≥ 3 tahun 3 Lokasi 4 Tingkat pendidikan Frekuensi 29 15 Persentase 65,90% 34,10% 21 11 12 27 47,75% 25,00% 27,25% 61,40% Sleman Bantul Gunung Kidul Kulonprogo Kota Yogyakarta 3 0 0 14 6,80% 31,80 % SMA Diploma S1 25 12 7 56,80 % 27,30% 15,90 % Sumber dan Metode Pengumpulan Data Sumber data utama penelitian sampel penelitian, yaitu manajer distri di DIY. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kuisioner. Pertanyaan310 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pertanyaan pada kuisioner penelitian disusun dengan mengacu pada kuesioner dari penelitian sejenis yang telah dipublikasikan. Pertanyaan kuesioner mencakup identitas responden, pertanyaan tentang variabel senjangan anggaran, partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran. Alternatif jawaban pertanyaan diukur dengan skala Likert dengan susunan lima (5) tingkat jawaban yaitu angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), angka 2 = Tidak Setuju (TS), angka 3 = Kurang Setuju (KS), angka 4 = Setuju (S), dan angka 5 = Sangat Setuju (SS). Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data lebih dulu dilakukan pilot test untuk uji validitas dan realibilitas terhadap 23 pertanyaan yang terdapat pada kuesioner tersebut. Hasil pilot test menunjukkan terdapat satu (1) pertanyaan tidak valid, dan selanjutnya hanya 22 pertanyaan yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Sedangkan, hasil uji relaibilitas menunjukkan semua pertanyaan sahih dengan nilai Cronbach Alpha: 0,962. Jumlah kuesioner yang diberikan sebanyak 50 kuesioner. Tingkat pengembalian mencapai 96%. Namun kuesioner yang layak diuji hanya 44 kuesioner atau 88%. Operasionalisasi Variabel Variabel penelitian meliputi variabel independen yang terdiri dari partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran; dan variabel dependen yaitu senjangan anggaran. Variabel Partisipasi Anggaran Partisipasi anggaran adalah keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan (Kennis, 1997). Partisipasi anggaran diukur dengan enam indikator yang telah dikembangkan oleh Kartika (2010), meliputi keterlibatan manajer dalam penyusunan anggaran, adanya revisi terhadap anggaran, pentingnya usulan manajer terhadap anggaran, usulan manajer sangat berpengaruh pada hasil akhir anggaran, permintaan pendapat dari atasan ke manajer, dan pentingnya keterlibatan manajer dalam anggaran. Variabel Asimetri Informasi Asimetri informasi adalah keadaan dimana salah satu pihak baik atasan maupun bawahan mempunyai pengetahuan dan informasi lebih banyak (Suartana, 2010). Asimetri informasi diukur dengan enam indikator yang digunakan oleh Armaeni (2012) yang mengacu pada Dunk (1993), yaitu informasi mengenai kegiatan yang dilakukan, adanya sumber daya yang dapat dicapai, teknis pekerjaan, kinerja potensial, biaya yang dibutuhkan, dan pencapaian target anggaran. Variabel Penekanan Anggaran Penekanan anggaran terjadi ketika suatu organisasi menggunakan anggaran sebagai satu-satunya alat pengukur kinerja manajemen (Suartana, 2010). Penekanan anggaran diukur dengan menggunakan indikator darai Stede (2000), dan Karsam (2015) yang mengacu pada penelitian Dunk (1993) yaitu penilaian kinerja manajer berkaitan dengan 311 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 tercapainya target anggaran, usaha manajer dalam pencapaian target anggaran, pendapatan yang dihasilkan sangat bergantung pada pencapaian target anggaran, dampak ketidakberhasilan dalam pencapaian target anggaran, dan prospek promosi manajer bergantung pada pencapaian target anggaran. Variabel Senjangan Anggaran Senjangan Anggaran adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang dianggarkan (Suartana, 2010). Senjangan anggaran diukur dengan menggunakan enam indikator yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Dunk (1993) yaitu standar dalam anggaran tidak mendorong peningkatan produktivitas, anggaran secara mudah untuk diwujudkan, tidak terdapata batasan-batasan yang harus diperhatikan terutama batasan yang ditetapkan untuk biaya, anggaran tidak menuntut hal khusus, anggaran tidak mendorong terjadinya efisiensi, dan target umum yang ditetapkan dalam anggaran mudah untuk dicapai. Metode Analisis Data Regresi Linier Berganda Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011 dan Trihendradi, 2011). Rumusan regresi linier berganda tersebut dirumuskan dengan persamaan berikut: Keterangan: Y : Senjangan Anggaran X1: Partisipasi Anggaran X2 : Asimetri Informasi X3 : Penekanan Anggaran B1 : koefisien regresi X1 B2 : koefisien regresi X2 B3 : koefisien regresi X3 a : konstanta e : error Uji t (t test) Uji t atau t test digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Dengan demikian melalui uji t dapat diketahui signifikansi pengaruh partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran terhadap senjangan anggaran (Ghozali, 2011). 312 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Regresi Berganda dan Uji Hipotesis Hasil analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh variabel partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran terhadap variabel senjangan anggaran; dan hasil uji hipotesis terhadap tiga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini dirangkum pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Ganda Model Constant Unstandardized Coefficient B Std. Error Standardized Coefficient Beta t Sig. -3,517 0,001 443 5,523 0,000 .114 .268 2,225 0,032 .134 .297 2,675 0,011 -3.135 .891 Partisipasi Anggaran .391 .071 Asimetri Informasi .253 Penekanan Anggaran .360 Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Tabel 2 menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu partisipasi anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran signifikan pada level 0,05. Demikian juga dengan angka koefisien regresi ketiga variabel menunjukkan tanda positif. Pembahasan Partisipasi anggaran mempunyai hubungan searah terhadap senjangan anggaran Ketika partisipasi anggaran yang dilakukan oleh manajer semakin tinggi maka senjangan anggaran juga semakin tinggi. Jika atasan tidak ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran, mengakibatkan manajer dengan leluasa melakukan tindakan disfungsional yaitu menciptakan senjangan dalam anggaran. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa partisipasi anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Jadi hipotesis pertama terbukti secara statistis. Keterlibatan manajer dalam menyusun anggaran memberikan kesempatan yang lebih besar bagi manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. Manajer pada Distro di Yogyakarta yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran merasa bahwa mereka diberi tanggung jawab untuk menentukan anggaran mereka sendiri sehingga manajer tersebut ingin kinerjanya terlihat baik. Agar kinerja manajer terlihat baik, manajer menciptakan senjangan anggaran yaitu dengan cara menetapkan anggaran pendapatan lebih kecil dari yang dapat mereka capai dan menetapkan anggaran biaya lebih besar dari yang dapat mereka hindari. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Krisnadewi (2009) yang hasilnya menunjukkan bahwa variabel partisipasi anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap senjangan anggaran.. Partisipasi dalam penyusunan anggaran sebenarnya mempunyai manfaat yang baik bagi perusahaan, misalnya dapat menurunkan tekanan dan menurunkan ketidakadilan dalam anggaran. Manfaat tersebut dapat terpenuhi jika porsi antara atasan dan manajer dalam 313 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 menyusun anggaran seimbang. Jika atasan yang lebih tinggi dalam berpartisipasi maka akan muncul tuntutan yang tinggi. Asimetri informasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Hasil pengujian ini menujukkan hipotesis kedua diterima secara statistis. Semakin tinggi tinggi tingkat kepemilikan informasi atau pengetahuan manajer tentang divisinya maka senjangan anggaran juga meningkat. Senjangan anggaran akan meningkat dalam kondisi asimetri informasi, karena manajer mempunyai informasi yang lebih baik mengenai anggaran dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan operasional distro-distro di D.I. Yogyakarta, manajer memegang peran penuh terhadap tanggungjawab terhadap aktivitas di distro tersebut. Menurut informasi yang diperoleh pada saat pengumpulan data, nampaknya peran atasan hanya menerima laporan keuangan dan sesekali mengunjungi distro. Selain itu, kegiatan yang terjadi di distro diserahkan sepenuhnya kepada manajer dengan menggunakan prosedur-prosedur kerja atau standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Suartana (2010) bahwa senjangan anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asimetris karena informasi asimetris mendorong bawahan/ pelaksana anggaran membuat senjangan anggaran. Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Alfebriano (2013) bahwa asimetri informasi merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap timbulnya senjangan anggaran. Penekanan anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Hasil pengujian hipotesis ketiga sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian yang menyatakan bahwa penekanan anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Jadi, hipotesis ketiga juga diterima secara statistis. Penekanan anggaran yang dimaksud adalah anggaran dijadikan sebagai faktor paling dominan dalam mengukur kinerja para manajer. Ketika anggaran dapat tercapai maka kinerja manajer dinilai baik oleh ataasan dan mendapatkan kompensasi atau penghargaan. Namun jika anggaran tidak dapat tercapai besar kemungkinan para manajer mendapatkan sanksi dari atasan. Para manajer yang menyusun anggaran merasa tidak yakin bahwa anggaran yang dibuat adalah anggaran yang benar-benar dapat mereka laksanakan. Oleh karena itu, manajer tidak berusaha meningkatkan kinerjanya, tetapi mempunyai keinginan untuk menciptakan senjangan anggaran untuk menghindari resiko yang kemungkinan dihadapi. Adanya peneekanan anggaran yang terjadi pada manajer distro mengindikasikan bahwa anggaran menjadi alat penilaian kinerja manajer. Hasil pengujian hipotesis ketiga sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Suartana (2010), dan hasil penelitian Savitri dan Sawitri (2014) yang menyimpulkan penekanan anggaran merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap timbulnya senjangan anggaran. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian diketahui sejalan dengan hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Kesimpulan tersebut adalah: : 314 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 1. Partisipasi anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Semakin tinggi partisipasi anggaran yang dilakukan manajer dalam proses penyusunan anggaran maka semakin tinggi pula terciptanya senjangan anggaran. 2. Asimetri informasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Adanya perbedaan kepemilikan informasi atau pengetahuan antara atasan dan manajer pada saat menyusun anggaran memunculkan peluang terjadinya senjangan anggaran. Asimetri informasi yang terdapat pada manajer distro mendorong manajer menciptakan senjangan anggaran; dan semakin tinggi asimetri informasi tersebut terjadi maka akan memicu meningkatnya senjangan anggaran. 3. Penekanan anggarn secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Terjadinya penekanan anggaran pada manajer menyebabkan terjadinya senjangan anggaran pada distro-distro sampel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa ketika anggaran dijadikan sebagai alat ukur kinerja maka semakin tinggi maka munculnya senjangan anggaran juga semakin tinggi. Implikasi Implikasi-implikasi yang dapat diturunkan dari hasil penelitian bagi kegiatan manajerial khususnya pada proses penyusunan anggaran meliputi: 1. Proses partisipasi anggaran dipantau sebaik mungkin agar partisipasi yang dihasilkan merupakan partisipasi yang bermanfaat, bukan menimbulkan senjangan anggaran. Dengan demikian senjangan anggaran dapat dihilangkan. 2. Proses monitoring dan evaluasi atas aktivitas perusahaan dapat mencegah terjadinya asimetri informasi. 3. Pemilihan anggaran sebagai alat penilaian kinerja perlu dievaluasi; atau mencari alternatif lain untuk menilai kinerja yang lebih tepat untuk menilai kinerja manajer. DAFTAR PUSTAKA Afiani, Dina N. (2010). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Penekanan Anggaran, dan Asimetri Informasi Terhadap Senjangan Anggaran. Skripsi, Pprogram Sarjana Fakultas Ekonomi Univeritas Diponegoro Semaramg. Alfebriano. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Slack Anggaran Pada PT. BRI di Kota Jambi. e-Jurnal Binar Akuntansi. Vol. 2 (1), 10-18. Anthony, Robert N, and Govindrajan, Vijay. (2005). Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Armaeni, (2012). Analisis pengaruh partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri dan Penekanan Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran (Studi Pada SKPD Pemerintah Kabupaten Pinrang)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin Makasar. Bangun, Nurainun dan Kurniati W. Andani. (2012). Pengaruh Budgetary Participation, Information Asymmetry, Budget Emphasis, Dan Self Esteem Terhadap Budgetary Slack. Jurnal Akuntansi. Vol.12 (1), 577-599. 315 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Chong, Vincent K., and Chong, Kar Ming. (2002). Budget Goal Commitment and Informational effect of Budget Participation on Performance : A Structural equation Modelling Approach, Vol.14, 65-86 Dewi Purmita, Nyoman dan Ni Made Adi Erawati. (2014). Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Informasi Asimetris, Penekanan Anggaran Dan Komitmen Organisasi Pada Senjangan Anggaran. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol 9.(2), 476-486. Dunk, A.S. (1993). The Effect of Budget Emphasis and Information Assymetry on relation Between Budgetary Participation and Slack, The Accounting Review,Vol.68 (2), 400-410. Garrison, Ray H, Noreen, Eric W, and Brewer, Peter C. (2007). Akuntansi Manajerial. Edisi 8, Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hansen, Don R. Dan Maryanne M.Mowen. (2006). Akuntansi manajemen. Jakarta: Erlangga. Ikhsan, A dan Ishak, M. (2005). Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta. Jogiyanto. ( 2007). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah Dan PengalamanPengalaman. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Kenis, I. (1979). Effect of Goal Characteristics on Managerial Attitutes and Performance. The Accounting Review, Vol. 54, 702-721, dalam Desmiyati. (2009). Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1, (2), 91-99. Li Huang, Cheng and Ling Chen, Mien, (2019). The Effect of Attitudes Towards the Budgetary Process on Attitudes Towards Budgetary Slack and Behaviots to Create Budetary Slack, Social Behavior and Personality, 37 (5), 661-672. Lubis, Arfan Ikhsan. (2005). Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat Merchant,K.A. (1986). The Design of The Corporate Budgeting System: Influence on Managerial Behavior and Budgeting Performance. The Accounting Review,Vol.56 (4), 813-829. Mulyadi. (2011). Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. (edisi 1), Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Nafarin, M. (2007). Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat. Onsi, M. (1973). Factor Analysis of Behavioral Variables Affecting Budgetary Slack., The Accounting Review, 535-548, dalam Desmiyati. (2009). Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1, (2), 91-99. Savitri, Enni dan Erianti Sawitri. (2014). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Penekanan Anggaran Dan Informasi Asimetri Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran. Jurnal Akuntansi. Vol.2 (2), 210-226. Santoso, Singgih. (2000). Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Gramedia. Sekaran, Uma, (1992), Research Method for Business: Metodologi Penelitian untuk Bisnis, (edisi 4). Jakarta: Salemba Empat. 316 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Stede, WAV (2000. The Relationship Between two Consequences of Budgetary Controls: Budgetary Slack Creation and Managerial Short Term Orientation. Accounting, Organisations and Society, vol.25. Suartana, I Wayan. (2010). Akuntansi Keperilakuan. Yogyakarta: ANDI. Sujana, I Ketut. 2009. ”Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi, Asimetri Informasi, dan Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Budgetary Slack pada Hotel-hotel Berbintang di Kota Denpasar”. Jurnal Umum Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana. Sumarno.(2005). Pengaruh Komitmen Organisiasi dan Gaya kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Pada Kinerja Manajerial (Studi Empiris pada Kantor Cabang Perbankan Indonesia di Jakarta), paper dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.. Supomo, Bambang dan Abdul Halim. (2003). Akuntansi Manajemen, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Supriyono. (2000). Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Trihendradi, C, (2011). Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan SPSS 19, Yogyakarta :Andi Veronica, Amelia dan Komang Ayu Krisnadewi. (2009). Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Kompleksitas Tugas terhadap Slack Anggaran pada Bank Perkreditan rakyat (BPR) di Kabupaten Badung,. Andi Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol,4, 20-28. Vroom, V.H., & Jago,A.G. (1988). The new leadership : Managing participation in organizations. Englewood Cliffs, NJ : Prentice-Hall, dalam Desmiyati. (2009). Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1, (2), 91-99. Warindrani, Armila K. (2006). Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu. BIODATA Verinda Christy, staf administrasi pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Agustini Dyah Respati, staf pengajar pada Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. 317 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SPRINGATE, ZMIJEWSKI DAN GROVER PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI RITEL YANG TERDAFTAR DI BEI PADA PERIODE 2011-2015 Vincentia Wahju Widajatun1, Neneng Susanti2, Ibrahim3 1 Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] Universitas Widyatama, Bandung, neneng,[email protected] 3 Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] 2 ABSTRAK Tujuan dari dilakukannya penelitian adalah untuk memprediksi ada atau tidaknya perusahaan pada sektor industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015 yang berada dalam posisi terancam bangkrut dengan menggunakan model Springate, model Zmijewski, model Grover; untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan prediksi kebangkrutan antara model Springate, model Zmijewski dan model Grover pada perusahaan sektor industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015. Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda. Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan suatu analisis teori dari rasio keuangan sebagai titik tolak pemikirannya. Setelah didapatkan hasil dari tiga model prediksi kebangkrutan dilakukan uji normalitas data, uji beda Friedman dan uji hipotesis. Berikut uji – uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji Normalitas, Uji beda Friedman, Uji Hipotesis. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan mengunakan model Springate memprediksi ada 1 perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan, mengunakan model Zmijewski memprediksi bahwa terdapat 2 perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan, mengunakan model Grover memprediksi bahwa tidak ada perusahaan yang bangkrut dengan kata lain, semua perusahaan dinyatakan sehat. Berdasarkan penghitungan uji beda friedman besaran Chi Square = 179.091 dan asymp sig 0.000. Dan hasil uji signifikansi Chi Square menunjukkan sig < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga model prediksi kebangkrutan yang digunakan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Kata Kunci: Kebangkrutan, Model Springate, Model Zmijewski, dan model Grover ABSTRACT The objectives of the study is to predict whether or not companies that are in the retail industry sectors listed on the Stock Exchange in the years 2011-2015 in a position threatened with bankruptcy by using Springate model, Zmijewski model, Grover model to determine a difference between the bankruptcy prediction in retail industry which companies listed on the Stock Exchange. The comparative analysis or comparative analysis or test different. Data processing techniques are performed in this study is to perform a theoretical analysis of the financial ratios as the starting point of his thinking. The results obtained from the three bankruptcy prediction models and using Friedman test to know differences between groups. Numbers of samples are 12 companies are analyzed by prediction bankruptcy models, and the results that no company predicted bankruptcy by using the Springate model; that two companies predicted bankruptcy by using the Zmijewski model and that no company predicted bankruptcy by using Grover model. The results friedman test is 24 and asymp sig. 0.00 <0.05 (sig.) . So it can be concluded that the four bankruptcy prediction model used has a significant difference. Keywords: Bankruptcy, Springate model, Zmijewski model, and Grover model 318 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENDAHULUAN Perekonomian global telah tumbuh pesat sehingga membuat siklus ekonomi terus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dalam siklus ekonomi ini sedikit banyak telah memunculkan persaingan yang ketat di dunia bisnis/industri. Salah satu sektor industri yang sedikit banyak mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global adalah sektor industri ritel, dalam 15 tahun terakhir, sektor ritel di negara berkembang terus berkembang sebesar +350 miliar dan menyumbang lebih dari separuh penjualan ritel global. Namun apa yang disampaikan oleh A.T. Kearney ini tidak sejalan dengan apa yang dialami di Indonesia, dikarenakan pertumbuhan sektor industri ritel di Indonesia pada tahun 2015 hanya menunjukkan angka 8%-9%. Pertumbuhan ekonomi di industri ritel ini terindikasi dari pembukaan toko baru yang lebih sedikit dan pertumbuhan penjualan yang juga menurun. Di Bursa Efek Indonesia, saham-saham ritel, seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), melemah pada perdagangan Kamis (19/11/2014). Hal ini dapat ditunjukkan dengan ada beberapa perusahaan ritel yang mengalami penurunan dalam pendapatannya. (sumber http://print.kompas.com/ ). Beberapa bagian keuangan pada perusahaan ritel seperti pendapatan kotor, pendapatan bersih, hutang lancar, aset lancar merupakan aspek yang menjadi rujukan penulis. Berdasarkan paparan dalam latar belakang, maka indentifikasi masalah adalah bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan pada sektor industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015 dengan menggunakan model Springate, Model Zmijewski, dan Model Grover, dan apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap model yang digunakan dalam menganalisis prediksi kebangkrutan perusahaan pada sektor industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Tujuan dari dilakukannya penelitian adalah untuk memprediksi ada atau tidaknya perusahaan pada sektor industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015 yang berada dalam posisi terancam bangkrut dengan menggunakan model Springate, model Zmijewski, model Grover. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan prediksi kebangkrutan antara model Springate, model Zmijewski dan model Grover pada perusahaan sektor industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015. TINJAUAN LITERATUR Fahmi (2015) “manajemen keuangan merupakan penggabungan dari ilmu dan seni yang membahas, mengkaji dan menganalisis tentang bagaimana seorang manajer keuangan dengan mempergunkan seluruh suber daya perusahaan untuk mencari dana, mengelola dana, dan membagi dana dengan tujuan mampu memberikan profit atau kemakmuran bagi para pemegang saham dan suistainability (keberlanjutan) usaha bagi perusahaan”. Hanafi (2012) menyatakan bahwa “manajemen keuangan dapat diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, staffing, pelaksanaan, dan pengendalian fungsi-fungsi keuangan”. Horne dan Wachowicz Jr. (2012) menyatakan bahwa ada tiga macam fungsi manajemen keuangan yaitu: Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan (Pembayaran Deviden), dan Keputusan Manajemen Aset. Fahmi (2015) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) tujuan manajemen keuangan yaitu 319 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 memaksimumkan nilai perusahaan, menjaga stabilitas finansial dalam keadaan yang selalu terkendali dan memperkecil risiko perusahaan di masa sekarang dan yang akan datang. Menurut Fahmi (2015) “laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan. Dalam proses menjalankan usaha tidak semua berjalan baik, ada risiko-risiko yang dihadapi yang dapat memberikan dampak negatif, seperti kebangkrutan perusahaan. Kebangkrutan menurut Elmabrok, et al (2012) adalah saat jumlah kewajiban perusahaan melebihi nilai wajar aset atau ketika kewajiban lancar melebihi aktiva lancar. Dalam Prihanthini dan Sari (2013) mengemukakan Model prediksi kebangkrutan yang dikenal sebagai model Springate ini menggunakan 4 rasio keuangan yang dipilih berdasarkan 19 rasio-rasio keuangan dalam berbagai literatur. Model ini memiliki rumus S = 1,03 A + 3,07 B + 0,66 C +0,4 D. Zmijewski menggunakan model dengan rumus X = -4.3 - 4.5X1 + 5,7X2 - 0.004X3. Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan fungsi Score = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057. Penulis dalam penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu. Berikut ini adalah kerangka pemikiran terkait denngan penelitian ini. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN Metode Kebangkrutan Springate Zmijewski Grover Gambar 1: Score berdasarkan metode Springate METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini objek yang digunakan sebagai bahan analisis adalah perusahaan sektor ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 20112015 yang terdiri dari 12 perusahaan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan ritel yang listing secara berturut-turut di sektor industri ritel Bursa Efek Indonesia pada periode 2011-2015. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 20112015. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunkan purposive sampling. kriteria-kriteria penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan di sektor industri ritel yang tercatat/terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) perode 2011-2015 dan Perusahaan yang listing pada 320 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 sektor industri ritel secara berturut-turut dari tahun 2011-2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, annual Report yang diunggah dari situs www.idx.co.id dan situs lainnya yang berkaitan dengan data seperti www.sahamok.com. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research) dan Riset Internet (Online Research). Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio-rasio keuangan yang diperlukan untuk menghitung pada model Springate, model Zmejewski dan model Grover. Metode atau jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda. Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan suatu analisis teori dari rasio keuangan sebagai titik tolak pemikirannya. Setelah didapatkan hasil dari tiga model prediksi kebangkrutan dilakukan uji normalitas data, uji beda Friedman dan uji hipotesis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis kebangkrutan model Springate pada perusahaan di sektor industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Gambar 2: Score berdasarkan metode Springate Berdasarkan hasil perhitungan model Springate pada perusahaan sektor industri ritel periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwa PT Ace Hardware Indonesia Tbk memiliki jumlah rata-rata S-Score paling besar selama periode 2011-2015 dibandingkan dengan perusahaan lainnya, jumlah S -Score PT Ace Hardware Indonesia Tbk sebesar 3.241. S-Scope Ace lebih besar dari 0.862, yang berarti bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sehat. Semua perusahaan memiliki jumlah nilai rata-rata S-Score diatas 0.862 yang berarti perusahaan yang berada dalam sektor industri ritel berada dalam kondisi yang sehat berdasarkan analisis perhitungan model Springate. 321 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil analisis metode Zmijewski pada perusahaan di sektor industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Gambar 3: Score berdasarkan metode Zmijewski Berdasarkan hasil perhitungan model Zmijewski pada perusahaan sektor industri ritel periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwaterdapat dua perusahaan yaitu PT Matahari departement store Tbk dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk memiliki jumlah rata-rata X-Score paling besar selama periode 2011-2015 dibandingkan dengan perusahaan lainnya, jumlah X-Score PT Matahari departement store Tbk sebesar 1.79 dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk sebesar 0.48, jumlah ini lebih besar dari 0 yang berarti bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang terancam bangkrut, hal ini dikarenakan PT Matahamari departement store Tbk pada periode 2011-2014 memiliki jumlah debt ratio yang lebih besar dibandingkan dengan current ratio sedangkan pada PT Kokoh Inti Arebama Tbk pada periode 2011-2015 memperoleh ROA yang jauh lebih kecil dari debt ratio hal tersebutlah yang membuat kedua perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. sedangkan PT Ace Hardware Indonesia Tbk memiliki jumlah rata-rata X-Score paling kecil selama periode 2011-2015 dibandingkan dengan perusahaan lainnya , jumlah X-Score PT Ace Hardware Indonesia Tbk sebesar 4.13 , jumlah ini lebih kecil dari 0 yang berarti perusahaan berada dalam kondisi sehat. Sebagian besar perusahaan memiliki jumlah nilai rata-rata X-Score dibawah 0 yang berarti sebagian besar perusahaan yang berada dalam sektor industri ritel berada dalam kondisi yang sehat berdasarkan analisis perhitungan model Zmijewski Analisis kebangkrutan model Grover pada perusahaan di sektor industri ritel yang 322 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 terdaftar di BEI periode 2011-2015. Gambar 4: Score berdasarkan metode Grover Berdasarkan hasil perhitungan model Grover pada perusahaan sektor industri ritel periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat satupun perusahaan yang di prediksi akan mengalami kebangkrutan dikarenakan rata-rata jumlah G-Score pada seluruh perusahaan ritel di periode 2011-2015 lebih besar dari 0.01. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 1. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan dengan mengunakan model Springate memprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan. 2. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan dengan mengunakan model Zmijewski memprediksi bahwa terdapat 2 perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan kedua perusahaan tersebut adalah PT Matahari departement store Tbk dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk, PT Matahamari departement store Tbk pada periode 2011-2014 memiliki jumlah debt ratio yang lebih besar dibandingkan dengan current ratio sedangkan pada PT Kokoh Inti Arebama Tbk pada periode 2011-2015 memperoleh ROA yang jauh lebih kecil dari debt ratio hal tersebutlah yang membuat kedua perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan sedangkan 12 perusahaan diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan. 3. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan dengan mengunakan model Grover memprediksi bahwa tidak ada perusahaan yang bangkrut dengan kata lain, semua perusahaan dinyatakan sehat. 4. Berdasarkan penghitungan uji beda friedman besaran Chi Square = 24,00 dan asymp sig 0.000. Hasil uji signifikansi Chi Square menunjukkan sig < 0,05 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa ke tiga model prediksi kebangkrutan yang digunakan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu dari faktor model prediksi yang digunakan dan sampel penelitian yang digunakan, , dalam penelitian ini hanya menggunakan 3 model prediksi kebangkrutan yaitu model Springate, model Zmijewski dan model Grover dan hanya menggunakan sampel yang berasal dari perusahaan sektor industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Disarankan untuk menambah sampel, periode penelitian, karakteristik industri yang akan dijadikan sampel serta menggunakan model-model prediksi lainnya yang ada, agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Hasil penelitia ini dapat dijadikan informasi tambahan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi. Selain itu perusahaan dapat mengantisipasi faktor-faktor yang dapat membuat perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan. Namun hasil dari analisis prediksi kebangkrutan tidak sepenuhnya tepat dalam memprediksi kebangkrutan, dikarenakan dalam penelitian 323 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 ini dari 3 model yang digunakan hanya terdapat 1 model yaitu model Grover yang sesuai dengan kenyataan. Berdasarkan hasil dari model Grover, model Springate yang memprediksi tidak terdapat satupun perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan sesuai dengan keadaan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Elmabrok, Ali Abusalah., Mohammed dan Ng Kim-Soon. 2012. Using Altman's Model and Current Ratio to Assess the Financial Status of Companies Quoted In the Malaysian Stock Exchange. International Journal of Scientific and Research Publications, 2(7). Faculty of Technology Management, Business and Entrepreneurship, Universiti Tun Hussein Onn Malaysia. Elmabrok M & Ng Kim-Soon. 2012. Using Altman's Model and Current Ratio to Assess the Financial Status of Companies Quoted In the Malaysian Stock Exchange. International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 2, Issue 7, July 2012, ISSN 2250-3153. Fahmi, Irham. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Bandung. Penerbit : Alfabeta. Fahmi, Irman. 2015. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung. Cetakan ke-4. Penerbit : Alfabeta. Hanafi, Mamduh M. 2012. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta. Penerbit : Balai Pustaka. Horne, James C. Van dan Jhon M. Wachowicz, Jr. 2012. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta. Edisi ke-13. Buku 1. Penerbit : Salemba Empat. Prihanthini & Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Grover, Alman Zscore, Springate Dan Zmijewski Pada Perusahaan Food And Beverege Di Bursa Efek Indonesia. SSN: 2302-8556, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2 (2013): 417-435. Tambunan, Rafles W., Dwiatmanto & M.G. Wi Endang N.P. 2015. Analisis Prediksi Kebankrutan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Altman (Z-Score) (Studi Pada Subsektor Rokok Yang Listing Dan Perusahaan Delisting Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 – 2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 2 No. 1 http://www.beritasatu.com/ekonomi/368799-mesin-pertumbuhan-sektor-ritel-ada-diasia.html (diakses tanggal 10 desember 2016) http://www.ajarekonomi.com/2016/07/melihat-situasi-perekonomian-global-2016.html (diakses tanggal 10 desember 2016) http://marketeers.com/tahun-2016-ritel-bisa-tumbuh-12/ (diakses tanggal 10 desember 2016) http://print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2015/11/19/Tahun-2016%2c-SektorRitel-Akan-Menjadi-Penentu (diakses tanggal 10 desember 2016) https://id.wikipedia.org/wiki/Kebangkrutan (diakses tanggal 25 desember 2016) https://www.idx.co.id (diakses tanggal 10 januari 2016) https://www.sahamok.com (diakses tanggal 10 januari 2016) 324 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 BIODATA Vincentia Wahju Widajatun, Bandung 9 Juli 1970, S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, S2 Manajemen Universitas Katolik Parahyangan. Pengajar di Universitas Widyatama dengan bidang konsentrasi manajemen keuangan. Neneng Susanti, Jakarta 12 Maret 1987, S1 Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen Bandung, S2 Manajemen Bisnis Universitas Telkom. Pengajar di Universitas Widyatama dengan bidang konsentrasi manajemen keuangan. Ibrahim Adhalhaq, S1 Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, bidang konsentrasi manajemen keuangan 325 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 EFEKTIVITAS PELATIHAN KEUANGAN DALAM MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN UMKM Muhammad Saiful Hakim1, Aang Kunaifi2 , Venny Oktavianti3 1,2,3 Manajemen Bisnis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya, [email protected] ABSTRAK: Literasi keuangan memiliki peran yang sangat besar terhadap performa dan perkembangan UMKM. (Adomako & Danso, 2014; Chepngetich, 2016). Fenomena ini mendorong pembuat kebijakan dalam pengembangan UMKM untuk berkontribusi pada peningkatan kemampuan literasi keuangan. Dinas koperasi dan UMKM memiliki program untuk mengembangkan kemampuan literasi keuangan bagi manajer dan pemilik UMKM melalui program pelatihan. penelitian ini melakukan pengukuran efektivitas pelatihan dengan cara membandingkan kemampuan dan pengetahuan literasi keuangan antara kelompok yang belum menjalankan pelatihan dan pernah menjalankan pelatihan. hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan literasi keuangan antara pemilik manajer UMKM yang telah mendapat penelitian dan belum mendapat penelitian. Salah satu hal utama yang perlu untuk diperbaiki adalah terkait kemampuan teknis dalam penyusunan laporan keuangan dan terkait pelaksanaan kewajiban pajak Kata Kunci: Efektivitas Pelatihan, Literasi keuangan, UMKM ABSTRACT: Financial literacy of SME Owner have a significant role to predict SME Success(Adomako & Danso, 2014; Chepngetich, 2016). Lately this phenomenon is widely accepted as norm in SME development. Dinas Koperasi dan UMKM Had a program to develop financial literacy ability of SME owner using dedicated training. This Paper has an objective to measure training effectiveness to increase financial literacy knowledge of the SME owner/ manager by using comparison between group of SME Owner/manager that already had a training with group of SME Owner/manager that doesnt an training experience. The result shown that training doesnt improve SME owner/ manager financial literacy. The main point for the training organizer is to improve training objective with technical skill in arranging financial report and taxation Keywords: Training Effectivenes, Financial literacy, SME. PENDAHULUAN Literasi keuangan belakangan ini telah menjadi salah satu fokus penelitian pada bidang keuangan usaha kecil(Chepngetich, 2016; Mitchell & Lusardi, 2015; Remund, 2010). Perhatian ini diberikan karena literasi keuangan dipercaya memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap kesuksesan dari perusahaan kecil. (Hyder & Lussier, 2016). Perusaahaan yang memilliki kemampuan literasi keuangan bisa mengelola usahanya dengan lebih efisien dan minim resiko sehingga meningkatkan keberlangsungan dari bisnis. Penelitian mengenai literasi keuangan telah banyak dilakukan dengan melihat keterkaitan antara faktor-faktor keuangan dengan financial literacy (Chinadle, 2008; Huston, 2010). Serta dengan melihat dampak dari pengaruh financial literacy terhadap performa dan pengelolaan dari perusahaan kecil yaitu melalui terhadap akses kredit yang baik ((Nkundabanyanga & Kasozi, 2014; Wachira & Kihiu, 2012), pertumbuhan 326 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 perusahaan yang baik (Eresia-Eke & Raath, 2013; Lusimbo & Muturi, 2016), serta juga terhadap performa perusahaan yang baik (Adomako & Danso, 2014; Eniola & Entebang, 2016) . Sejumlah penelitian yang menggali mengenai faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap literasi keuangan menemukan bahwa faktor karakteristik pribadi seperti, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan latar belakang((Bashir, Arshad, Nazir, & Afzal, 2013; Vyvyan, Blue, & Brimble, 2014). Sementara penelitian lain menemukan bahwa kemampuan literasi keuangan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang terpadu(Nalini, Alamelu, Amudha, & Cresenta Shakila Motha, 2016) Pembelajaran terpadu mampu meningkatkan kemampuan literasi keuangan. hal inilah yang kemudian menjadi kepercayaan secara teoritis dan praktis. Penelitian tentang pembelajaran terpadu / training untuk financial literacy telah ada yang dilakukan terutama terkait dengan materi dan pola pembelajaran (Hogarth & Hilgert, 2002) serta penelitian dari (Carlin & Robinson, 2012) yang mengadakan penelitian eksperimen untuk menilai keefektifan pelatihan literasi keuangan terhadap perilaku keuangan, akan tetapi penelitian yang melihat keefektifan dari pelatihan terhadap kemampuan financial literacy yang dilakukan dalam konteks dunia nyata masih sangat terbatas. Penelitian ini menguji keefektifan pelatihan yang dilakukan kepada pemilik/ manajer UMKM di didalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dari pemilik/ manajer UMKM tersebut mengenai literasi keuangan. Penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu bagian pertama menguji keefektifan pelatihan melalui pembandingan pengetahuan literasi keuangan kelompok sampel pemilik/ manajer UMKM yang telah. mengikuti pelatihan dengan pemilik/ manajer UMKM yang belum pernah mengikuti pelatihan. Uji beda juga dilakukan untuk melihat perbedaan berdasar tingat pendidikan terakhir sebagai pembanding dari hasil penelitian. Bagian kedua dari penelitian ini melakukan identifikasi pada kemampuan atau pengetahuan literasi keuangan dari pemilik/ manajer UMKM yang saat ini masih rendah. Sehingga bisa dirumuskan peningkatan yang diperlukan pada pelatihan literasi keuangan TINJAUAN LITERATUR Pelatihan Pelatihan bisa diartikan sebagai intervensi yang dilakukan secara terarah oleh instruktur dengan tujuan untuk melakukan perubahan perilaku atau pola pikir (Sloman, 2009). Sementara secara spesifik di organisasi pelatihan bisa diartikan juga sebagai proses mendapatkan skill dan pengetahuan dengan tujuan untuk meningkatkan performa organisasi(Goldstein, 1980). Hal penting didalam pelatihan ialah memahami bagaimana suatu pelatihan bisa terselenggara secara efektif. Pelatihan yang efektif ialah jika pelatihan telah berhasil memenuhi tujuan diadakannya pelatihan. Salah satu hal utama yang bisa terukur apakah pelatihan tersebut telah mampu memberikan dampak kepada subjek pelatihan sesuai yang diharapkan (Campbell & Campbell, 1988). Banyak ahli yang telah memberikan kriteria didalam mengevaluasi pelatihan (Kaufman, Keller, & Watkins, 1996; Kirkpatrick & Kirkpatrik, 1979) dimana evaluasi pelatihan ini dilakukan didalam konteks suatu organisasi 327 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 perusahaan dan pelatihan kepada karyawan. Pada penelitian ini keefektifan dari pelatihan diukur dengan melihat luaran pengetahuan yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Literasi Keuangan Literasi keuangan didefinisikan sebagai pengetahuan keuangan dan aplikasi pengetahuan keuangan tersebut dalam kehidupan sehari-hari(Huston, 2010). pengetahuan mengenai keuangan berhubungan dengan penggunaan produk keuangan sesuai dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Kemampuan didalam melakukan literasi keuangan akan tercermin pada perilaku(Remund, 2010) : 1) Pengetahuan tentang konsep keuangan Berhubungan dengan pemahaan mengenai konsep terkait memanfaatkan uang untuk menjaga kesejahteraan di masa depan sesuai dengan kaidah perencanaan keuangan. 2) Komunikasi mengenai konsep-konsep keuangan Pengetahuan yang lebih mengenai konsep keuangan mendorong untuk menyebarkan pengetahuan tersebut melalui komunikasi kepada orang lain 3) Perilaku sehubungan dengan keuangan pribadi Melakukan langkah langkah pengelolaan keuangan pribadi sesuai dengan konsep keuangan dengan tujuan untuk menjaga kesejahteraaan di masa depan 4) Kemampuan membuat keputusan keuangan secara efektif Mampu membuat keputusan yang baik terkait keuangan . 5) Kepercayaan diri dalam merencanakan kebutuhan keuangan secara efektif Percaya diri dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan walaupun berbeda dengan yang umumnya dilakukan di lingkungannya. Penelitian sebelumnya merekomendasikan program pelatihan untuk meningkatkan literasi keuangan(Nalini et al., 2016). Akan tetapi masih sangat terbatas yang meneliti mengenai keefektifan dari pelatihan didalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan literasi keuangan sehingga hipotesa pertama penelitian ialah H1 : Terdapat perbedaan pengetahuan literacy keuangan pemilik/manajer UMKM yang telah menjalani pelatihan dan pemilik/ manajer UMKM yang tidak pernah menjalani pelatihan Selain intervensi yang diberikan untuk meningkatkan literasi keuangan. pengetahuan mengenai hal ini juga didorong dengan faktor internal. Bashir et al., (2013) menggambarkan bahwa faktor faktor internal seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan juga mempengaruhi literasi keuangan dari seseorang. Penelitian ini kemudian mencoba mengkonfirmasi penelitian ini dan menjadikan hasilnya sebagai pembanding dari hipotesa pertama. Hipotesa kedua penelitian ialah H2 : Terdapat perbedaan pengetahuan literacy keuangan pemilik/manajer UMKM dengan latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda 328 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE PENELITIAN Penelitian ini melihat hasil outcome pelatihan dengan cara membandingkan mean score pada pengetahuan literacy diantara dua kelompok sampel penelitian. Kelompok pertama adalah kelompok yang belum menjalani pelatihan dan kelompok kedua ialah kelompok pernah menjalani pelatihan. variabel Literasi keuangan didalam penelitian ini diukur dengan menggunakan pendekatan yang dipakai oleh Lusimbo & Muturi (2016). Sampel penelitian yang dipakai didalam penelitian ini ialah didapatkan melalui penyebaran kuisoner melalui metode purposive sampling kepada UMKM di Surabaya . Dimana untuk sampel penelitian yang pernah mendapatkan pelatihan dipilih UMKM yang merupakan binaan dari Dinas Koperasi dan UMKM kota surabaya. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji t test. Pengujian hipotesis dilakukan juga untuk menguji perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok sampel yaitu tingkat pendidikan dasar untuk tingkat pendidikan : tidak sekolah, SD,SMP; tingkat pendidikan menengah :SMA; tingkat pendidikan tinggi; Diploma, S1,S2 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Penelitian Sampel penelitian pada paper ini ialah sejumlah 80 pemilik atau Manajer UMKM yang terbagi menjadi 2 kelompok sampel. Kelompok pertama yaitu kelompok yang belum menjalani pelatihan dan kelompok kedua adalah kelompok yang sudah menjalani pelatihan. berdasar kategori omsetnya gambaran responden dapat dilihat di Gambar 1 100% 80% 78% 60% 40% 19% 20% 3% 0% Usaha mikro Usaha kecil Usaha menengah Gambar 1. Skala Usaha Responden Pengelompokan omset disini mengikuti Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, dimana skala usaha UMKM dilihat berdasarkan omset usahanya, yakni sebagai berikut: 1. Usaha mikro (memiliki omset tahunan maksimal Rp 300.000.000,00) 2. Usaha kecil (memiliki omset tahunan antara Rp 300.000.000,00 hingga Rp 2.500.000.000,00) 329 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 3. Usaha menengah (memiliki omset tahunan antara Rp 2.500.000.000,00 hingga Rp 50.000.000.000,00) Mayoritas responden penelitian yang memiliki jenis usaha mikro yakni sebanyak 62 UMKM (78%) dengan rata-rata omset sebesar Rp 119.584.677,42. 15 orang UMKM (19%) merupakan jenis usaha kecil dengan rata-rata omset sebesar Rp 7844.666.666,67. dan sisanya 3 UMKM (3%) merupakan usaha menengah dengan rata-rata omset sebesar Rp 4.600.000.000,00. Nilai omset terkecil dan terbesar pada responden pemilik usaha mikro yakni sebesar Rp 9.600.000,00 per tahun dan Rp 300.000,000,00 per tahun. Nilai omset terkecil dan terbesar pada responden pemilik usaha kecil yakni sebesar Rp 360.000.000,00 dan Rp 1.800.000.000,00. Lalu nilai omset terkecil dan terbesar pada responden pemilik usaha menengah yaitu sebesar Rp 3.600.000.000,00 dan Rp 6.000.000.000,00. Validasi Kuesioner Sebelum hasil kuesioner survei bisa dianalisa maka dilakukan validasi kuesioner dengan menggunakan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas data penelitian digunakan confirmatory factor analysis (CFA) dan untuk menguji reliabilitas masingmasing dimensi dilakukan dengan menggunakan cronbach’s alpha. Berikut adalah hasil pengolahan data mengenai uji validitas dengan menggunakan confirmatory factor analysis pada variabel persyaratan kredit. Tabel 1 Pengujian validitas-reliabilitas (Literasi Keuangan) Dimensi Literasi Hutang Pencatatan Keuangan Indikator Loading Factor (LF) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 0,697 0,603 0,321 0,515 0,412 0,494 0,802 0,837 0,708 0,797 X1.11 0,575 Cronbach Alpha 0,615 0,856 Sumber : Diolah Dengan SPSS Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa semua indikator pada variabel literasi keuangan memiliki nilai lebih besar dari 0,50 kecuali pada indikator x1.3, x1.5, dan x1.6. Ketiga indikator tersebut belum memenuhi convergent validity pada CFA sehingga ketiga indikator tersebut harus direduksi pada analisis selanjutnya. Kemudian dilakukan uji reliabilitas dengan mengeluarkan indikator yang tidak memenuhi convergent validity pada CFA. Diketahui nilai cronbach’s alpha pada kedua dimensi literasi hutang dan pencatatan keuangan masing-masing mempunyai nilai cronbach’s alpha yang lebih besar dari nilai kritis 0.6, sehingga dapat disimpulkan 330 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 bahwa variabel literasi keuangan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat kehandalan kuisioner atau dengan kata lain dapat dikatakan reliabel. Hasil Pengujian Data penelitian yang akan diuji diperiksa terhadap asumsi klasik penelitian melalui uji normalitas. Pada penelitian ini uji asumsi normalitas dilakukan dengan metode uji kolmogorov smirnov. Berikut adalah hasil uji kolmogorov smirnov : Tabel 2. Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov Smirnov) Literasi Keuangan Mengikuti Pelatihan N Signifikansi keterangan Tidak Ya 45 35 0,200 0,017 Normal Tidak Normal Sumber : Diolah dengan SPSS Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya nilai signifikansi untuk kelompok yang belum mengikuti pelatihan adalah 0,200 lebih besar dari 0,05. Sehingga dikatakan telah berdistribusi normal. Sementara pada kelompok yang sudah mengikuti pelatihan memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga data pada kelompok ini tidak terdistribusi normal. Pada penelitian ini untuk mengantisipasi hal tersebut digunakanlah alat uji nonparametrik . Penggunaan alat test non parametrik mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan uji T-test saat data yang diteliti tidak memenuhi asumsi normalitas(Erceg-Hurn & Mirosevich, 2008). Alat uji non parametrik yang dipakai pada penelitian ini ialah dengan menggunakan mann whitney test. Uji beda pada penelitian ini dilakukan pada dua kelompok sampel penelitian yaitu responden yang pernah mengikuti pelatihan keuangan dan responden yang belum pernah mengikuti pelatihan keuangan. Hasil uji beda dengan mann whitney test dapat dilihat pada tabel 2. Pada Mann Whitney test untuk melihat kelompok sampel manakah yang memiliki nilai yang lebih besar bisa dilihat pada mean rank. UMKM yang pernah mendapat pelatihan memiliki mean rank literasi keuangan yang lebih tinggi daripada UMKM yang tidak pernah mendapat pelatihan. sementara itu Nilai signifikansi mann whitney sebesar 0,230 lebih besar dari nilai signifikansi uji sebesar 0,05, mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara kelompok sampel UMKM yang pernah mengikuti pelatihan dan belum pernah mengikuti pelatihan UMKM. Tabel 2. Hasil uji Mann Whitney Test. Variabel Hasil uji dengan menggunakan Mann Whitney Test Mean Z Score Rank Rank Ikut 37,76 -1,201 Tidak Pernah Pelatihan Pernah Ikut pelatihan 44,03 Sumber : Diolah dengan SPSS 331 P 0,230 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Hasil dari pengujian statistik menunjukkan bahwa pelatihan literasi keuangan yang diberikan oleh dinas koperasi kepada para UMKM saat ini belum efektif. Peserta pelatihan literasi keuangan dari dinas koperasi saat ini masih beum memahami mengenai konsep konsep dalam literasi keuangan. Sehingga Hipotesa 1 ditolak yaitu bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara kelompok sampel yang pernah ikut pelatihan dan kelompok sampel yang tidak pernah ikut pelatihan. Pengujian statistik juga dilakukan untuk melihat apakah tingkat pendidikan lebih menentukan literasi keuangan dari pemilik atau manajer UMKM. Pengujian statistik dilakukan dengan metode non parametrik yaitu dengan kruskall wallis test karena ukuran sampel untuk salah satu kelompok yang kecil. Hasil dari uji kruskall wallis ditunjukkan pada tabel 3 dibawah ini. Nilai signifikansi uji menunjukkan bahwa terdapat perbedaan literasi keuangan antara kelompok pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesa kedua penelitian yaitu bahwa terdapat perbedaan pengetahuan antara pemilik/manajer UMKM dengan tingkat pendidikan dapat diterima. Kelompok sampel dengan pengetahuan literasi keuangan tertinggi ada pada kelompok sampel dengan pendidikan tinggi (mean rank 49,86), disusul dengan pendidikan menengah (mean rank 39,65) dan pendidikan dasar (mean rank 24,43). Tabel 2. Hasil Uji Kruskall Wallis Test. Hasil uji dengan menggunakan kruskall wallis Test Mean Chi Square Rank Pendidikan Dasar 24,43 -11,984 Pendidikan Menengah 39,65 Pendidikan Tinggi 49,86 Variabel P 0,002 Sumber : Diolah dengan SPSS Analisa deskriptif literasi keuangan dilakukan untuk mendalami kemampuan yang masih kurang pada responde. Tabel 3 menunjukkan hasil analisa deskriptif jawaban para responden yang telah mengikuti pelatihan. analisa ini menunjukkan bahwa pemilik /manajer UMKM yang mengikuti pelatihan literasi keuangan telah memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan hutang serta konsep terkaitnya seperti hutang dan inflasi (Mean indikator Diatas 3). Kelemahan dari responden yang telah mengikuti pelatihan utamanya ada pada kemampuan yang sifatnya teknis seperti penyusunan laporan keuangan , melakukan pengisian buku besar serta pembayaran pajak. Tabel 3. Analisis Deskriptif Variabel Literasi Keuangan Indikator (x1.1) Saya selalu membayar angsuran hutang tepat waktu (x1.2) Saya selalu membandingkan persyaratan hutang sebelum berhutang (x1.3) Usaha saya menggunakan setengah dari pendapatan untuk membayar hutang (x1.4) Saya memiliki kemampuan manajemen hutang (x1.5) Saya tahu dampak dari inflasi dan suku bunga terhadap 332 Mean indikator 4,1 4,04 3,26 3,79 3,36 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 hutang usaha saya (x1.6) Saya dapat mengetahui total hutang usaha saya secara akurat (x1.7) Saya mampu menyusun laporan keuangan (neraca, laba rugi, arus kas, dan lain-lain) (x1.8) Saya mampu menganalisis laporan keuangan usaha saya (x1.9) Saya mampu mengelola buku kas dengan baik (x1.10) Saya mampu menyeimbangkan buku besar secara akurat (x1.11) Usaha saya melakukan pembayaran pajak Total mean variabel 3,91 2,8 3,13 3,24 2,65 2,71 3,36 Sumber : Diolah dengan SPSS Pembahasan Program pelatihan yang diberikan oleh dinas Koperasi dan UMKM untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemilik dan manajer UMKM belum efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi keuangan. akar dari ketidakefektifan disini bisa beragam, akan tetapi satu akar dari ketidakefektifan yang ditemukan ialah bahwa penyampaian dari pelatihan literasi keuangan tidak memiliki variasi yang mempertimbangkan tingkat pendidikan pihak UMKM. Modul pelatihan literasi keuangan ialah modul tunggal yang akan sama siapapun peserta dari pelatihan. literasi keuangan memiliki keunikan bahwa kemampuan peserta untuk memahami konsep yang ada didalamnya akan sangat tergantung dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peserta. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian dari Huston,( 2010) yang menemukan bahwa untuk dapat menjadi pembelajaran yang efektif, pembelajaran literasi keuangan haruslah bisa menyesuaikan dengan background pesertanya. Dimensi dari literasi keuangan terdiri dari 2 hal yaitu terkait dengan pengetahuan literasi keuangan dan kemampuan untuk menjalankan keterampilan keuangan. analisa deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kelemahan pada kemampuan untuk menjalankan ketrampilan keuangan terutama terkait dengan kemampuan untuk melakukan pembukuan dengan baik dan terkait kewajiban pajak. Penyelenggara pelatihan perlu mengakomodasi hasil ini dengan memperbanyak komponen yang sifatnya kemampuan teknis didalam menjalankan pelaporan keuangan ( Neraca, laba rugi, arus kas) serta kemampuan teknis dan pengetahuan terkait pelaporan dan pembayaran pajak. Komponen teknis yang lebih besar mendorong agar suatu pembelajaran bisa berjalan dengan lebih efektif (Wrenn & Wrenn, 2009). KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Uji beda pada pemilik/ manajer UMKM menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan teknis dan pemahaman konsep literasi keuangan antara kelompok yang sudah mengikuti pelatihan dan kelompok yang belum pernah mengikuti pelatihan. sementara uji beda pemahaman literasi keuangan antara kelompok dengan tingkat pendidikan yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan. Kelompok yang sudah mengikuti pelatihan umumnya telah menguasai pengetahuan umum terkait keuangan dan konsep hutang. Sementara beberapa kelemahan yang masih dirasakan bagi kelompok yang sudah mengikuti pelatihan ialah kelemahan pada penguasaan teknis 333 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 pelaporan keuangan dan terkait pengetahuan dan kemampuan teknis dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Artikel ini merupakan luaran dari aktivitas penelitian departemen tahun 2017 Institut Teknologi Sepuluh Nopember DAFTAR PUSTAKA Bashir, T., Arshad, A., Nazir, A., & Afzal, N. (2013). Financial literacy and influence of psychosocial factors. European Scientific Journal, 9(28), 384–404. Campbell, J. P., & Campbell, R. J. (1988). Productivity in organizations : new perspectives from industrial and organizational psychology. Jossey-Bass Publishers. Retrieved from https://books.google.co.id/books/about/Productivity_in_Organizations.html?id=94 C3AAAAIAAJ&source=kp_cover&redir_esc=y Carlin, B. I., & Robinson, D. T. (2012). What Does Financial Literacy Training Teach Us? The Journal of Economic Education, 43(3), 235–247. http://doi.org/10.1080/00220485.2012.686385 Chepngetich, P. (2016). Effect of Financial Literacy and Performance SMEs . Evidence from Kenya. American Based Research Journal, (11), 26–35. Chinadle, N. (2008). Lucey, T. A., & Cooter, K. S. (eds), Financial Literacy for Children and Youth. Journal of Family and Economic Issues, 29(3), 543–544. http://doi.org/10.1007/s10834-008-9109-8 Erceg-Hurn, D. M., & Mirosevich, V. M. (2008). Modern robust statistical methods: An easy way to maximize the accuracy and power of your research. American Psychologist, 63(7), 591–601. http://doi.org/10.1037/0003-066X.63.7.591 Goldstein, I. L. (1980). Training in work organizations. Annual Review of Psychology, 31(1), 230–262. http://doi.org/10.1146/annurev.ps.31.020180.001305 Hogarth, J. M., & Hilgert, M. (2002). Financial knowledge, experience and learning preferences: Preliminary results form a new survey on financial literacy. Consum Interest Annual, 48, 1–7. Huston, S. J. (2010). Measuring Financial Literacy. THE JOURNAL OF CONSUMER AFFAIRS, 44(2), 296–316. Kaufman, R., Keller, J., & Watkins, R. (1996). What works and what doesn’t: Evaluation beyond kirkpatrick. Performance + Instruction, 35(2), 8–12. http://doi.org/10.1002/pfi.4170350204 Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrik, D. L. (1979). Techniques for evaluating training programs. Training and Development Journal. Lusimbo, E. N., & Muturi, W. (2016). Financial Literacy and the Growth of Small Enterprises in Kenya : a Case of Kakamega Central Sub- County , Kenya. International Journal of Economics, Commerce and Management, IV(6), 828–845. Mitchell, O. S., & Lusardi, A. (2015). Financial Literacy and Economic Outcomes: Evidence and Policy Implications, (January), 13. Retrieved from http://www.pensionresearchcouncil.org/publications/document.php?file=1255 334 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Nalini, R., Alamelu, R., Amudha, R., & Cresenta Shakila Motha, L. (2016). Financial Literacy and its Contributing Factors in Investment Decisions among Urban Populace. Indian Journal of Science and Technology, 9(27). http://doi.org/10.17485/ijst/2016/v9i27/97616 Remund, D. L. (2010). Financial Literacy Explicated: The Case for a Cleaner Definition in an Increasingly Complex Economy. The Journal of Consumer Affairs, 44(2), 276–296. Sloman, M. (2009). Training to Learning. Change Agenda, 1–28. http://doi.org/10.4016/11104.01 Vyvyan, V., Blue, L., & Brimble, M. (2014). Factors that influence financial capability and effectiveness: Exploring financial counsellors’ perspectives. Australasian Accounting, Business and Finance Journal, 8(4), 3–22. Wrenn, J., & Wrenn, B. (2009). Enhancing Learning by Integrating Theory and Practice. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 21(2), 258–265. Retrieved from http://www.isetl.org/ijtlhe/ BIODATA Muhammad Saiful Hakim mendapatkan sarjana ekonomi di Universitas Airlangga Surabaya, aktif bekerja pada bidang konsultansi manajemen. Setelah menamatkan S2 di Universitas Airlangga, bergabung dengan jurusan Manajemen Bisnis di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya sebagai dosen. Bidang keilmuan peminatan: Manajemen Keuangan dan Manajemen Proses Bisnis Aang Kunaifi Mendapatkan Sarjana Akuntansi di Universitas Brawijaya Malang, Aktif bekerja pada bidang akuntansi dan audit keuangan . Saat ini bergabung dengan jurusan Manajemen Bisnis di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya sebagai dosen. Bidang keilmuan : Manajemen Keuangan dan Akuntansi Venny Oktavianti adalah seorang mahasiswi di Jurusan Manajemen Bisnis ITS, Juga terlibat banyak sebagai seorang asisten aktif di laboratorium Bisnis Analitik dan Strategi pada lingkungan Manajemen Bisnis. Saat ini telah menyelesaikan pendidikan di Jurusan manajemen Bisnis ITS dengan konsentrasi Keuangan 335 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PEMODELAN DAN PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN BURSA EFEK INDONESIA MENGGUNAKAN VECTOR AUTOREGRESSION MODEL Khairina Natsir Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Sejak adanya integrasi dalam sistem pasar modal global, perpindahan investasi terjadi begitu cepat. Kemajuan teknologi informasi menjadi alat yang sangat berperan dalam perpindahan modal dari satu pasar modal ke pasar modal yang lain. Kenaikan atau penurunan harga indeks dari salah satu pasar modal dengan cepat direspons oleh indeks pasar modal yang lain. Penelitian ini mengkaji model hubungan antara Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia dengan beberapa indeks kuat pasar modal dunia dan mencoba meramalkan nilai IHSG beberapa periode kedepan berdasarkan model yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan data mingguan selama periode 1 Juni 2002 sampai Desember 2016 perubahan IHSG dipengaruhi oleh perubahan indeks HSI, KOSPI dan IHSG sendiri satu periode sebelumnya. Peramalan IHSG dilakukan menggunakan Vector Autoregression selama 3 periode kedepan berdasarkan model yang diperoleh. Pada peramalan ini diperoleh nilai MAPE sebesar 1,61% Kata Kunci : Peramalan, Model, IHSG, Galat,VAR ABSTRACT: Since the integration of the global capital markets system, investment shift happened so fast. The progress in information technology became a fast instrument in the transfer of capital from the capital market to to another capital market. The increase or decrease in the price index from one capital market quickly responded by another stock market index. This study models the relationship between stock price index of Jakarta Composite Index (JCI), Indonesia Stock Exchange to some strong indices of world capital markets and try to predict the future value of stock index based on the model obtained. The results showed that using weekly index during June 2002 to December 2016 JKSE changes influenced by changes of HSI, KOSPI and also JKSE iself one period earlier. Forecasting of stock index performed by Vector Autoregression Method during 3 periods ahead based on the model obtained. MAPE values in this forecasting obtained at 1.61%. Keywords: Forecasting, Model, Jakarta Composite Index, MAPE,VAR PENDAHULUAN Perkembangan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang berpola (trend). Hal ini menunjukkan bahwa pasar saham cukup diminati para pelaku bisnis. Bagi pelaku bisnis, IHSG merupakan suatu indikator yang menunjukkan keadaan ekonomi pasar saat ini. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar. Dengan adanya indeks, pelaku bsnis dapat mengetahui pergerakan harga saham saat ini apakah sedang naik, stabil atau turun. Pergerakan IHSG sebagai indeks gabungan dari seluruh indeks saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan arah IHSG sebagian berasal dari variabel-variabel makro internal dalam negeri seperi nilai tukar mata uang, suku bunga bank, suhu politik dan 336 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 sebagainya. Disisi lain, faktor-faktor global juga sangat berperan dalam mempengaruhi turun naiknya IHSG, misalnya krisis keuangan di Amerika dan Eropa, ataupun suasana keamanan yang memanas di suatu negara, dalam waktu singkat akan membuat IHSG bergoyang. Pada intinya pasar modal yang kuat dapat mempengaruhi pasar modal yang lemah (Nachrowi, 2006). Jika diperhatikan isu yang memanas akhir-akhir ini, di media masa banyak dibahas tentang volatilitas IHSG yang menyangkut dengan krisis keuangan global. Krisis keuangan Global yang berawal di Amerika kian merambat ke Eropa hingga ke Asia. Hal ini berdampak tidak hanya pada aktivitas perdagangan pasar saham di Eropa dan Amerika, tetapi juga pada pasar saham di benua lainnya yang terintegrasi langsung dengan pasar modal Amerika (Kurniawati, 2009). Adanya volatilitas indeks saham yang dipicu adanya isu-isu global mempengaruhi keputusan investor untuk membeli atau menjual investasinya dari bursa. Dalam setiap transaksi perdagangan saham, investor/manajer investasi dihadapkan kepada pilihan untuk membeli atau menjual saham. Setiap kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi akan menimbulkan kerugian bagi investor itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis yang akurat dan dapat diandalkan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi. Peramalan (forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkenalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan menitikberatkan pada kajian situasi dan kondisi yang berlaku sekarang dan masa lalu. Peramalan merupakan salah satu input penting bagi para manajer dalam proses pengambilan keputusan investasi. Dalam proses peramalan dapat disadari bahwa sering terjadi ketidak-akuratan hasil peramalan, tetapi peramalan masih perlu dilakukan karena semua bisnis beroperasi dalam suatu lingkungan yang mengandung unsur ketidakpastian, tetapi keputusan harus tetap diambil yang nantinya akan mempengaruhi masa depan bisnis tersebut. Suatu pendugaan secara ilmiah terhadap masa depan akan jauh lebih berarti ketimbang pendugaan hanya mengandalkan intuisi saja. Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan dan melakukan peramalan IHSG dengan metode VAR, sehingga akhirnya dapat diketahui bagaimana model keterkaitan IHSG dengan indeks global lainnya. Berdasarkan model IHSG yang diperoleh akan digunakan untuk peramalan IHSG beberapa periode kedepan. TINJAUAN LITERATUR Integrasi Pasar Modal Dunia Berbicara tentang peramalan IHSG tidak terlepas dari adanya keterkaitan yang terjadi antara IHSG dengan indeks global lain. Keterkaitan itu adalah akibat dari adanya integrasi antara pasar modal Indonesia dengan pasar modal di negara-negara lain, terutama di negara maju. Secara umum ada dua pengertian integrasi pasar modal dunia. Pertama, pengertian menurut teori Capital Asset Pricing Model, yaitu bahwa pasar modal dipertimbangkan sudah terintegrasi apabila surat berharga dengan karakteristik resiko yang sama memiliki harga yang sama, walaupun diperdagangkan di pasar modal yang berbeda (Z., Kane, & A. & Marcus, 2008). Dengan kata lain, bila ada dua atau lebih pasar modal yang terintegrasi maka surat berharga yang identik seharusnya memiliki harga yang sama di seluruh pasar modal yang terintegrasi tersebut. 337 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Keberadaan pasar modal yang terintegrasi mengakibatkan semua saham di seluruh pasar modal memiliki faktor-faktor resiko yang sama dan premi resiko untuk setiap faktor akan sama di setiap pasar modal. Kedua, pengertian yang berkaitan literatur pustaka terkini mengenai integrasi pasar modal yang menggunakan model The Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticty Model “GARCH”, Granger Causality and Vector Auto Regressive (VAR). Integrasi pasar modal terjadi apabila mereka memiliki hubungan equilibrium yang berkelanjutan (Nasry., 2003). Adanya pergerakan bersama antara pasar pasar modal mengindikasikan adanya integrasi bersama antar pasar modal, yang mengakibatkan bahwa salah satu dari pasar modal yang terintegrasi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi return dari pasar modal yang lain, karena koreksi nilai error yang valid dari tiap pasar modal akan ada. Tujuan dari integrasi pasar modal sebenarnya adalah untuk menghubungkan pasar modal secara elektronis sehingga para anggota bursa dapat mengeksekusi perintah dari para investor untuk membeli saham dengan harga yang terbaik. Keadaan ini secara substansial akan meningkatkan kedalaman dan likuiditas dari pasar modal yang bersangkutan serta dapat mendorong pasar modal tersebut untuk berkompetisi lebih efektif. Saat ini sekitar 80% setiap pasar modal di dunia membuka diri untuk investor asing dan tidak melakukan kontrol investasi yang ketat. Disisi lain, pergerakan IHSG tidak hanya dipengaruhi oleh integrase pasar modal saja. Beberapa faktor internal dan eksternal mampu mempengaruhi pergerakan IHSG, misalnya saja gejolak politik dalam, berbagai isu isu baik dari dalam negeri dan luar negeri. Adanya pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ternyata mampu mendorong IHSG melambung 16,67 % dibanding posisi akhir 2015 dan sentimen negatif akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa (British Exit/Brexit) mampu ditepis secara langsung Peramalan dengan Vector AutoRegression (VAR) Model. Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model yang matematis, dan bisa juga dalam bentuk prediksi intuisi yang bersifat subjektif. Ataupun bisa juga dengan menggunakan kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Dalam prakteknya terdapat berbagai metode peramalan antara lain, Time Series atau Deret Waktu. Analisis time series merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependent) dengan variabel yang mempengaruhinya (independent variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Selain itu ada pula meramalan berbasis Causal Methods atau sebab akibat. Merupakan metode peramalan yang didasarkan kepada hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya tetapi bukan waktu. VAR merupakan suatu sistem persamaan dinamis, dengan pendugaan suatu peubah pada periode tertentu tergantung pada pergerakan peubah tersebut dan peubah-peubah lain yang terlibat dalam sistem pada periode-periode sebelumnya (Enders, 2004). Keuntungan dari analisis VAR antara lain adalah metode yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana peubah endogen dan eksogen. Estimasi yang sederhana dinamakan metode Ordinary Least Square (OLS) biasa dapat diaplikasikan pada setiap 338 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 persamaan secara terpisah. Hasil estimasi yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan VAR pada beberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun. Persamaan umum model estimasi VAR adalah sebagai berikut: Yt 0 1Yt 1 2Yt 2 .... pYt p t dimana: 0 = intercept Yt = vektor (variabel indeks bursa saham) yang diamati pada waktu ke t, p = order/lag Yt-1 = Vektor indeks yang diamati pada waktu ke t-1 βi = matriks koefisien regresi µt = stochastic error terms METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (6) enam indeks saham global yang kuat. Keenam indeks yang dimaksud adalah, Dow Jones (DJI) Amerika Serikat, DAX Jerman, Hangseng (HSI) Hongkong, JKSE (IHSG), KOSPI Korea, dan NIKKEI Jepang. Bursa Malaysia dan Singapura tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena kedua bursa saham tersebut termasuk dalam kategori kecil dan masih baru. Untuk penyusunan model VAR dari semua variable endogen yang akan disusun dalam model VAR Yt 1Yt 1 2Yt 2 .... pYt p t dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan uji kestasioneran data, jika data tidak stasioner dilakukan transformasi dengan metode Box-Cox. Uji stasioner dalam rataan dilakukan dengan Augmented Dicky Fuller (ADF) dan Philip Perron. 2. Melakukan uji kausalitas Granger untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar peubah endogen sehinga spesifikasi model VAR menjadi tepat untuk digunakan mengingat sifatnya yang nonstruktural. Uji kausalitas Granger melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang. 3. Melakukan pemilihan lag VAR, dengan memperhatikan nilai Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC). Jumlah lag dapat ditentukan dengan menggunakan nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC) dengan rumus sebagai berikut: dengan ei2 menyatakan kuadrat residual, adalah jumlah peubah independen dan menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai AIC maupun SC yang minimum (Enders, 2004). 339 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 4. Jika data sudah stasioner tanpa melakukan proses pembedaan, maka model VAR biasa dapat langsung dipergunakan. 5. Melakukan analisis terhadap model VAR. 6. Pendugaan model dan pemeriksaan kecocokan model. 7. Melakukan peramalan model VAR. Pemilihan Lag Optimal Pemilihan lag yang optimal sangat berguna bagi pengujian VAR. Panjang lag optimal ditentukan menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SC), Hannan-Quin Criteria (HQ) dengan rumus sebagai yang dirujuk dari (Lutkepohl, 2009): 2 AIC ln ( p) n 2 p T 2 ln ln T 2 HQ ln ( p) n p T ln T 2 SC ln ( p) n p T dimana n menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai AIC maupun SC yang minimum (Enders, 2004) . Uji Kausalitas Granger Uji Kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Secara teoritis untuk menganalisis kausalitas variabel IHSG dengan indeks bursa global, penulis menggunakan Uji Kausalitas Granger dengan rumusan sebagai berikut (Brook, 2008) n n n n t 1 t 1 t 1 t 1 IHSG t t I t 1 t IHSGt j 1t I t t I t 1 t IHSGt j 2t (3) dimana: IHSGt = indeks IHSG It = Indeks lainnya Uji Stasioneritas Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika memiliki nilai rata-rata dan varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau rata-rata dan variannya konstan. Data yang tidak stasioner disamping memiliki masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas, time series yang tidak stasioner hanya dapat dipelajari perilakunya pada suatu periode tertentu saja berdasarkan berbagai pertimbangan yang akan bersifat subjektif. Pengujian unit root dengan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF) ini dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan berikut : Yt 1 2 t Yt 1 i m Y t i t i 1 dimana : m adalah panjang lag yang digunakan 340 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Uji stasioner melalui metode ADF ini dilakukan dengan beberapa bentuk model, yaitu model intercept (β1), model intercept (β1) dan trend (β2), dan trend (β2), dan model tanpa intercept dan trend. Uji akar unit juga dilakukan melalui pengujian Philips-Perron (PP) yang memasukkan unsur adanya autokorelasi di dalam variabel residual dengan menyertakan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Uji Kecocokan Model dengan Portmanteau Test Pemodelan data deret waktu dilakukan dalam tiga tahap yaitu penentuan model tentatif, pendugaan parameter dan analisis diagnostik terhadap kelayakan model. Ketiga tahapan ini dikenal sebagai metode Box-Jenkins. Model dikatakan layak jika sisaannya saling bebas, mempunyai sebaran identik serta menyebar normal dengan rataan nol dan ragam e2 (Cryer, 1986). Sisaan tidaklah selalu saling bebas, pada beberapa kasus terjadi autokorelasi. Jika hal ini diabaikan maka akan menyebabkan ketidakkonsistenan pendugaan galat baku, ketidaktepatan uji hipotesis dan ketidakefisienan pendugaan koefisien regresi. Uji formal yang digunakan untuk menguji apakah sisaan saling bebas atau tidak adalah uji portmanteau (statistik Q) yang diperkenalkan pertama kali oleh Box-Pierce pada tahun 1970. Uji portmanteau dirumuskan sebagai perkalian ukuran contoh dan jumlah kuadarat k autokorelasi sisaan contoh pertama. Statistika Q akan menyebar mengikuti sebaran khi-khuadrat dengan derajat bebas k-p-q jika H0 benar dengan hipotesis nol sisaan saling bebas. Mengukur Ketepatan Peramalan Evaluasi hasil peramalan digunakan untuk mengetahui seberapa ketepatan /keakuratan dari hasil peramalan terhadap data aktual. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil peramalan. Permalan Mean Squared Error (MSE) menggunakan persamaan MSE 1 n ( yt yˆ t ) 2 n t 1 Evaluasi hasil peramalan dengan metode Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dilakukan dengan cara mengurangi nilai pada data asli dengan nilai pada data hasil peramalan. Hasil pengurangan tersebut kemudian diabsolutkan dan dihitung ke dalam bentuk prosentase terhadap data asli. Nilai MAPE didapatkan dengan menghitung mean dari hasil prosentase tersebut. Suatu model mempunyai kinerja sangat bagus jika nilai MAPE berada di bawah 10%, dan mempunyai kinerja bagus jika nilai MAPE berada di antara 10% dan 20% (N. Yasmin Zainun, 2010). Persamaan untuk menghitung nilai MAPE adalah : MAPE 1 t yt yˆ t | yˆ *100 | n 1 t Evaluasi hasil peramalan dengan metode Mean Absolute Error (MAD) dilakukan dengan cara mengurangi nilai pada data asli dengan nilai pada data hasil peramalan. Hasil pengurangan tersebut kemudian diabsolutkan. Nilai MAD didapatkan dengan menghitung mean dari nilai absolut tersebut. Persamaan untuk menghitung nilai MAD adalah : 341 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 MAD 1 n | yt yˆ t | n t 1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Stasioneritas Data Untuk menguji apakah data bersifat stasioner atau tidak, maka dalam penelitian ini akan digunakan uji Augmeted Dickey-Fuller Unit Root Test (ADF-Unit Root Test) dan Phillips Perron. Hipotesis pengujian ini adalah: H0 : data tidak bersifat stasioner H1 : data bersifat stasioner Jika nilai absolut t-Statistic < nilai kritis uji pada tabel Mac Kinnon pada berbagai tingkat kepercayaan (1%, 5%, dan 10%) atau jika nilai Probability > tingkat signifikansi (0.05), maka secara statistik mampu untuk menolak H0. Berdasarkan tabel-1 dan tabel-2 dibawah ini, dapat dilihat bahwa variabel-variabel tidak stasioner pada level, akan tetapi stasioner pada first difference. Dengan demikian dapat dinyatakan pada first difference bahwa JKSE, DJI, DAX, HSI, NIKKEI,KOSPI Tabel 1. Uji Augmented Dickey Fuller Level SERIES DJI GDAXI HSI JKSE KOSPI Prob. 0.9465 0.9120 0.5068 0.9448 0.5329 Difference Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Tabel 2. - Uji Phillip Perron SERIES DJI GDAXI HSI JKSE KOSPI Prob. 0.9611 0.9164 0.4377 0.9359 0.5455 Level Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Difference Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Analisis Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pola hubungan antar variable penelitian. Pada penelitian ini uji lag dan kausalitas dilakukan terhadap log variable. Hal ini dilakukan karena keenam variable berada pada rentang nilai yang berjauhan, Tetapi sebelum dilakukan uji kausalitas Granger, terlebih dahulu harus ditentukan panjang lag yang optimal. Lag merupakan panjangnya periode waktu ke belakang yang masih memberi pengaruh kepada nilai indeks saat ini. Pemilihan lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan terjadinya korelasi parsial, sedangkan lag yang terlalu panjang akan menyebabkan penurunan degree of freedom dari persamaan yang dihasilkan dan jumlah paremeter yang diestimasi menjadi semakin banyak sehingga menjadi tidak efisien. 342 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Tabel 3. Pemilihan Lag Optimal Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 5 6 7 8 -40865.10 -31914.46 -31869.25 -31817.63 -31778.72 -31751.72 -31723.96 -31696.41 -31671.48 NA 17749.57 89.00032 100.8634 75.46211 51.97936 53.04166 52.21467* 46.91193 3.83e+35 1.62e+26 1.58e+26 1.52e+26 1.51e+26* 1.55e+26 1.58e+26 1.61e+26 1.66e+26 98.96150 77.37642 77.35412 77.31630 77.30926* 77.33104 77.35098 77.37146 77.39825 98.99577 77.61625* 77.79951 77.96726 78.16578 78.39313 78.61864 78.84469 79.07704 98.97465 77.46841* 77.52496 77.56599 77.63780 77.73843 77.83722 77.93655 78.04219 * indicates lag order selected by the criterion Lag optimal ditentukan berdasarkan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SC), Hannan-Quin Criteria (HQ), Likelihood Ratio (LR) maupun dari Final Prediction Error (FPE), seperti penelitian yang dilakukan oleh Aris Budi (Setyawan, 2005) dan (Le Viet Hung, 2008). Berdasarkan hasil pemilihan lag seperti hasil yang terlihat pada tabel-3 di atas, penentuan lag optimal dilihat dari kemungkinan nilai LR, FPE, AIC, SC dan HQ yang memiliki tanda bintang (*). Terdapat 3 lag yang memiliki tanda bintang (*), yaitu pada lag 1, lag 4 dan lag 7. Pada penelitian ini dipilih lag terkecil yaitu pada lag 1. Uji Kausalitas Granger dilakukan secara berpasangan antar indeks. Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu variabel terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Hipotesis ditolak apabila nilai probabilitas ≤ 0,05. Semakin kecil probabilitas semakin kuat variabel tersebut mempengaruhi variabel lainnya. Hasil uji kausalitas Granger berupa tabel yang menunjukkan indeks dan variabel-variabel yang saling mempengaruhi. Hanya variabelvariabel yang aling mempengaruhi yang akan disertakan dalam model. Dari hasil uji kausalitas Granger diperoleh hanya 3 variabel yang saling mempengaruhi, yaitu LJKSE, LHSI dan LKOSPI. Hasil Estimasi model VAR dan nilai signifansinya disajikan pada Tabel 4. dibawah ini. Tabel.4 . Estimasi model VAR. LJKSE LJKSE(-1) LHSI(-1) LKOSPI(-1) Koefisien 0.976907 -0.000980 0.048147 LHSI p (0.00436) (0.00984) (0.01058) Koefisien 0.004076 0.968540 0.012144 LKOSPI p (0.00423) (0.00953) (0.01025) Koefisien 0.009161 -0.002347 0.978888 (0.00442) (0.00997) (0.01072 Dengan demikian maka hanya variabel LJKSE, LHSI dan LKOSPI inilah yang menentukan kepada perubahan variable LJKSE periode saat ini dan berperan dalam forecasting perubahan nilai LJKSE. Tetapi Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap perubahan JKSE inipun dipengaruhi oleh variabel-variabel atau indeks yang 343 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 lain, baik variabel yang terdapat pada penelitian ini maupun variabel lainnya diluar penelitian ini. Pemilihan Model VAR. Berdasarkan uji VAR dan nilai signifikansinya seperti yang tercantum dalam Tabel 4, maka diperoleh estimasi model VAR untuk ketiga variabel yang saling mempengaruhi seperti dibawah ini: LJKSE = 0.976907*LJKSE(-1) -0.000980*LHSI(-1) + 0.048147*LKOSPI(-1) - 0.161386192199 LHSI = 0.004076*LJKSE(-1) + 0.968540*LHSI(-1) + 0.012144*LKOSPI(-1) + 0.189792990828 LKOSPI = 0.009161*LJKSE(-1) -0.002347*LHSI(-1) + 0.978888*LKOSPI(-1) + 0.107908290263 Dari model diatas terlihat bahwa IHSG minggu ini ditentukan secara signifikan oleh harga indeks IHSG sendiri minggu lalu lalu dan juga ditentukan oleh indeks saham pasar modal Hangseng Hongkong dan indeks Kospi Korea satu periode sebelumnya. Dua koefisien dalam persamaan LJKSE mempunyai tanda positif, yaitu LJKSE sendiri dan LKOSPI, sementara satu koefisien mempunyai tanda negatif yaitu indeks Hangseng Hongkong. Tanda positif menunjukkan bahwa semua variable eksogen memberi pengaruh yang searah terhadap JKSE, artinya kenaikan yang terjadi pada variable penjelas akan menyebabkan kenaikan pula pada variable JKSE. Demikian juga sebalikny, penurunan yang terjadi pada variable penjelas akan menyebabkan penurunan pula pada variable LJKSE. Sedangkan kenaikan indeks Hangseng (LHSI) akan menyebabkan penurunan indeks IHSG (LJKSE) dan sebaiknya. Variabel-variabel penjelas terhadap JKSE yang terdiri dari LHSI dan LKOSPI mempunyai model estimasi tersendiri pula. Analisis Kecocokan model VAR Analisis model dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan aplikasi Eviews. Dalam uji ini dibandingkan residual nilai JKSE dengan residual nilai JKSE hasil peramalan selama masa pengamatan, apakah kedua residual mempunyai autokorelasi. Pengujian dilakukan dengan Portmanteau Test. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel4 di bawah ini. Tabel 5. VAR Residual Portmanteau Tests for Autocorrelations Lags Q-Stat Prob. Adj Q-Stat Prob. df 1 2 3 4 5 6 33.07864 47.50986 53.26541 65.53022 82.26022 97.34997 NA* 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 33.11840 47.58435 53.36071 65.68469 82.51572 97.71495 NA* 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 NA* 9 18 27 36 45 Berdasarkan output dari Partmanteau Test tersebut diatas terlihat dari nilai Prob yang bernilai 0.0000 bahwa model mampu memberikan peramalan sepanjang masa pengamatan secara valid. Peramalan dan Evaluasi Hasil Peramalan IHSG 344 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Berdasarkan model yang sudah diperoleh dilakukan peramalan terhadap harga JKSE selama tiga peiode kedepan. Peramalan menggunakan Vector Autoregression dengan menyertakan variable-variabel yang berpengaruh terhadap JKSE seperti yang sudah diperlihatkan dalam model. Berhubung dalam proses yang dilakukan sejauh ini menggunakan nilai logaritma natural dari semua indeks, maka untuk melihat nilai peramalan JKSE perlu dilakukan antilog terhadap hasil yang diperoleh. Nilai peramalan JKSE selama 3 minggu setelah masa pengamatan diperlihatkan pada tabel 6. Nilai forecasting IHSG perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mengetahui berapa besar ketepatan/keakuratan dari hasil peramalan terhadap data aktual. Dalam penelitian ini dipilih metode Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Disini dibandingkan antara hasil peramalan dengan data aslinya, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Tabel 6. Peramalan JKSE selama 3 minggu Periode Minggu I Januari 2017 Minggu II Januari 2017 Minggu III Januari 2017 Peramalan IHSG 5250.40 5205.76 5163.06 Nilai Aktual IHSG APE 5,347.02 1.81% 5,272.98 1.27% 5,254.31 1.74% MAPE = 1.61% Jika dibandingkan hasil peramalan JKSE terlihat lebih kecil dibandingkan dengan data sebenarnya. Hal ini dapat dipahami karena sejatinya Indeks Harga Saham Gabungan dipengaruhi oleh banyak faktor makro internal dan eksternal lainnya diluar dari variabel yang disertakan didalam penelitian ini. Tetapi menurut (Zainun dan Majid, 2003), suatu model mempunyai kinerja sangat bagus jika nilai MAPE berada di bawah 10%, dan mempunyai kinerja bagus jika nilai MAPE berada di antara 10% dan 20%. Dengan perolehan MAPE sebesar 1,61% dapat dikatakan bahwa VAR mampu memberikan hasil peramalan yang cukup baik. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa, pertama, penelitian menunjukkan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan dipengaruhi oleh pergerakan IHSG sendiri, pergerakan Hangseng Hongkong dan pergerakan Indeks KOSPI Korea satu periode sebelumnya. Kedua, berdasarkan model yang diperoleh selama masa pengamatan, pergerakan IHSG berkorelasi positif dengan pergerakan KOSPI Korea Selatan. dan berkorelasi negatif dengan pergerakan indeks Hangseng Hongkong. Ketiga, model Vector Autoregresssion untuk peramalan Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia mempunyai nilai MAPE 1,61%. Ini berarti dalam penelitian ini metode Vector Autoregression mampu memberikan hasil peramalan yang cukup baik. DAFTAR PUSTAKA Brook, C. (2008). Introductory Econometrics for Finance. Second Edition. New York: Cambridge University Press. Carlos Enrique Carrasco, G. R. (2007). Selection of Optimal Lag Length in Cointegrated VAR Models with Weak Form of Common Cyclical Features. 345 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Cryer, J. (1986). Time Series Analysis. Boston: PWS-KENT Publishing Company . Enders, W. (2004). Applied Econometric Time Series. 2nd Edition. University of Alabama-United States of America: John Wiley & Sons. Alabama: John Wiley & Sons. Kurniawati. (2009). Analisis Perbandingan DJIA Performance Sebelum dan Sesudah Bailout 3 Oktober 2008 dan Pengaruhnya Terhadap Bursa di Berbagai Negara. Analisis Perbandingan DJIA Performance Sebelum dan Sesudah Bailout 3 Oktober 2008 dan Pengaruhnya Terhadap Bursa di Berbagai Negara. Jurnal Bisnis dan Manajemen, X(1), pp. 49-71. Le Viet Hung, W. D. (2008). VAR Analysis Of The Monetary Transmission Mechanism In Vietnam. Vdf Working Paper 081. Vietnam: Vietnam Development Forum. N. Yasmin Zainun, M. E. (2010). Forecasting low-cost housing demand in urban area in Malaysia using ANN. Challenges, Opportunities and Solutions in Structural Engineering and Construction, 899-902. Nachrowi, D. N. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometruka untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan,. Jaklarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Nasry., A. (2003). Globalization Effect on Stock Exchange Integration. Available at www.proquest.com. Setyawan, A. B. (2005). Kausalitas Jumlah Uang Beredar dan Inflasi (Sebuah Kajian Ulang. Proceding Nasional PESAT. Jakarta: Universitas Gunadarma. Z., B., Kane, & A. & Marcus, A. J. (2008). Investments. New York: McGraw-Hill. BIODATA Dra. Khairina Natsir, MM, merupakan dosen tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Pendidikan S1 ditempuh di fakultas FMIPA Universitas Indonesia, sedangkan S2 bidang manajemen bisnis diselesaikan di Universitas Mercubuana, Jakarta. Mengajar mata kuliah antara lain Pengantar Bisnis dan Sistem Informasi Manajemen. 346 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH PROFITABILITAS, STRUKTUR ASET, KEBIJAKAN DIVIDEN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG Julia Cornaliza1, Ary Satria Pamungkas2 1 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] 2 Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2011-2015. Regresi data panel digunakan untuk menganalisis data. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang. Kata Kunci: profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, kebijakan hutang ABSTRACT: The purpose of this study is to determine the effect of profitability, asset structure, dividend policy, and firm size to debt policy. The sample in this study was the property and real estate companies listed in the Indonesian Stock Exchange for the period 2011-2015. Panel data regression was used to analyze the data. The results of this study suggest that there is the effect of asset structure to debt policy. Keywords: profitability, asset structure, dividend policy, firm size, debt policy PENDAHULUAN Dalam melaksanakan keputusan pendanaan, perusahaan harus menentukan sumber dana mana yang akan digunakan, karena harus disesuaikan dengan tujuan utama perusahaan yaitu memaksimalkan kesejahteraan pemilik modal (Brigham dan Gapenski, 1996). Dalam pengelolaannya perusahaan memberikan manajer kekuasaan untuk mengambil keputusan. Oleh sebab itu manajer harus lebih selektif dalam menentukan sumber pendanaan yang akan digunakan karena keputusan yang diambil akan berpengaruh terhadap risiko perusahaan dan keputusan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Keputusan pendanaan merupakan suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi modal (internal) dan utang (eksternal). Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer biasanya akan berpotensi timbulnya konflik dengan para pemilik modal yang disebut sebagai agency conflict. Menurut Wahidahwati (2002), salah satu penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision). 347 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana yang besar dan bagaimana cara perusahaan mengelola dana tersebut untuk diinvestasikan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik antar agen. Munculnya konflik yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham menyebabkan timbulnya Agency Cost. Agency cost adalah biaya pengawasan yang dikeluarkan perusahaan untuk memonitoring tindakan manajer, mencegah tingkah laku manajer yang tidak dikehendaki, dan meminimalisir jumlah hutang yang berlebihan (Brigham dan Gapenski, 1996). Untuk mengurangi biaya Agency Cost, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen selain itu hutang juga dapat menurunkan excess cash flow (kelebihan arus kas) yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajemen. Modigliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi utang maka semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya keuntungan yang diperoleh dari pengurangan pajak karena adanya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan utang tersebut mengurangi penghasilan yang terkena pajak yang harus dibayarkan. Profitabilitas mampu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam menggunakan hutang perusahaan. Menurut Yeniati dan Destriana (2010), perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi biasanya menggunakan hutang dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang rendah karena perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Dengan tingkat laba ditahan yang besar, perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan hutang. Sebaliknya pada tingkat profitabilitas yang rendah, perusahaan akan menggunakan hutang untuk membiayai operasionalnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yeniatie dan Destriana (2010) diperoleh hasil bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang dan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati, Agustina, dan Se Tin (2012) juga menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Struktur aset merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang. Variabel ini telah diteliti oleh berbagai peneliti, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Indana (2015) yang menunjukkan bahwa struktur aset memiliki pengaruh yang positif terhadap kebijakan hutang. Selain itu penelitian lainnya yang dilakukan oleh Steven dan Lina (2011) menunjukkan bahwa struktur aset memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Surya dan Rahayuningsih (2012) menunjukkan bahwa struktur aset berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Kebijakan Dividen juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan yang 348 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 membayar dividen dalam jumlah besar akan menyebabkan perusahaan membutuhkan dana tambahan yang lebih banyak melalui kebijakan hutang untuk membiayai kegiatan investasinya (Hardjopranoto, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Yeniati dan Destriana (2010) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014) menunjukkan bahwa variabel kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang namun tidak signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan. Menurut Sugiarto dan Budhijono (2007), ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, jika semakin besar ukuran perusahaan maka semakin banyak aktiva tetap perusahaan yang dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Perusahaan besar akan lebih mudah dalam mengakses pasar modal, hal tersebut dikarenakan perusahaan besar memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Penelitian Steven dan Lina (2011) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Trisnawati (2016) menunjukkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan, dan penelitian yang dilakukan oleh Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap perusahaan properti dan real estate yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia diketahui bahwa dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 sektor properti dan real estate di Indonesia berada pada posisi paling tinggi dibandingkan dengan sektor lain, walaupun pada tahun 2015 sektor properti dan real estate mengalami penurunan. Dalam kurun waktu tahun tersebut, masyarakat juga mempunyai minat yang cukup tinggi untuk membeli properti sebagai investasi. Masyarakat mempunyai pandangan bahwa investasi pada properti dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi. Hal ini tentunya dapat berdampak pada kenaikan nilai perusahaan properti di pasar modal. Oleh karena itu, sektor properti dan real estate dipilih untuk diteliti dalam penelitian ini karena sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang baik selama beberapa tahun terakhir. Namun, penelitian ini lebih difokuskan pada risiko perusahaan properti dari segi hutang perusahaan karena investasi yang menghasilkan keuntungan yang tinggi tentunya mengandung pula unsur kemungkinan risiko yang tinggi. Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang?, 2) Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang?, 3) Bagaimana pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang?, 4) Bagaimana pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang?, 5) Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang? 349 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN LITERATUR Profitabilitas Menurut Sugiarto (2009:127), “Profitabilitas adalah ukuran kemampuan memperoleh laba dari suatu perusahaan untuk mendanai perusahaan.” Sartono (2010:122) mendefinisikan Profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Menurut Indahningrum dan Handayani (2009), perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi akan menghasilkan dana lebih besar sehingga dapat digunakan sebagai penutup kewajiban atau sebagai sumber pendanaan untuk operasional perusahaan, sehingga akan berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang oleh perusahaan. Yeniatie dan Destriana (2010) menyatakan bahwa kegiatan pendanaan perusahaan akan menggunakan dana internal yang berasal dari retained earnings (laba ditahan) terlebih dahulu baru kemudian menggunakan dana eksternal (hutang). Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil karena perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui retained earnings. Menurut Brigham dan Houston (2011:188), profitabilitas merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan struktur modal perusahaan. Hal ini dikarenakan jika kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba semakin tinggi maka perusahaan lebih mengandalkan dana internal untuk biaya operasionalnya. Dengan demikian profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka akan semakin rendah hutang yang digunakan perusahaan untuk kegiatan pendanaan. Struktur Aset Menurut Joni dan Lina (2010), struktur aset merupakan rasio yang membandingkan antara total aset tetap yang dimiliki perusahaan dengan total aset perusahaan, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar aset tetap yang dapat dijadikan perusahaan sebagai jaminan, untuk memperoleh pinjaman dana berupa hutang. Menurut Steven dan Lina (2011:171), aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan dapat mengindikasikan apakah sebuah perusahaan mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi kewajibannya termasuk kewajiban yang berbentuk hutang. Aktiva tetap yang digunakan sebagai jaminan dapat mengurangi risiko kreditur apabila perusahaan tidak mampu melunasi kewajibannya maka aktiva tersebut akan diambil alih dan dijual oleh kreditur sebagai bentuk pelunasan. Sesuai dengan trade off theory bahwa aktiva tetap digunakan sebagai persyaratan melakukan pinjaman, sehingga semakin besar nilai aktiva tetap maka ada kecenderungan semakin besar pinjaman yang dapat diperoleh perusahaan. Dengan demikian struktur aset berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang, karena semakin besar rasio aktiva tetap dalam struktur aset suatu perusahaan akan semakin tinggi kepercayaan para pemberi pinjaman atau kreditur terhadap perusahaan. Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014) menyatakan bahwa besarnya aset tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang, karena 350 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dana dengan aset tetap perusahaan yang dijadikan sebagai jaminan. Kebijakan Dividen Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:496), kebijakan dividen adalah kebijakan perusahaan dalam mengelola laba dengan mengalokasikan laba tersebut sebagai laba ditahan atau dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Semakin besar laba ditahan maka semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Larasati (2011) menyatakan bahwa kebijakan dividen merupakan pengambilan keputusan yang diambil oleh perusahaan mengenai keputusan pendanaan, dengan menentukan berapa besar bagian dari pendapatan yang akan diberikan ke pemegang saham atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali. Menurut Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014), jika perusahaan meningkatkan pembayaran dividennya, maka dana yang tersedia untuk pendanaan (laba ditahan) akan semakin kecil. Untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan, maka manajer lebih cenderung untuk menggunakan hutang lebih banyak. Pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban perusahaan berupa pembayaran hutang dan bunga terpenuhi. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividend payout ratio yang tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost. Semakin besar jumlah dividen yang dibagikan juga akan meningkatkan jumlah hutang yang digunakan. Ketika dividen tidak dibagikan atau semakin kecil, hutang yang akan digunakan juga akan semakin rendah. Dengan demikian kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan hutang, semakin tinggi pembayaran dividen maka semakin tinggi perusahaan membutuhkan dana eksternal yang tak lain adalah hutang untuk membiayai kegiatan investasinya. Ukuran Perusahaan Menurut Riyanto (2011), ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan ataupun nilai total aktiva dari suatu perusahaan karena ukuran perusahaan yang besar akan memiliki sumber daya pendukung yang lebih besar dibanding perusahaan yang lebih kecil. Susilawati, Agustina, dan Se Tin (2012) menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal, semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan investasi. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal juga semakin besar, hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk menunjang operasionalnya. Menurut Hidayat (2013), ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya. Hutang biasanya akan lebih banyak digunakan oleh perusahaan besar, selain karena keuntungan yang diperoleh perusahaan akan lebih tinggi, perusahaan besar juga dapat mengakses pasar 351 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 modal dengan mudah sehingga perusahaan besar akan lebih fleksibel dalam mendapatkan dana. Dengan demikian ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Kebijakan Hutang Menurut Kieso, Jerry dan Terry (2002:172), hutang didefinisikan sebagai pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu. Pitaloka (2009) menyatakan bahwa kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan, karena keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Menurut Hidayat (2013), kebijakan hutang merupakan kebijakan pendanaan perusahaan yang berasal dari dana eksternal. Semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi nilai perusahaan, hal ini berkaitan dengan adanya pengurangan pembayaran pajak atas bunga akibat penggunaan hutang perusahaan. METODE PENELITIAN Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estate yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu dengan melakukan penarikan sampel dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Beberapa kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah: 1. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan properti dan real estate yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. 2. Perusahaan tersebut harus tetap ada selama periode penelitian yaitu tahun 20112015. 3. Perusahaan tersebut melaporkan laporan keuangan tahunan perusahaan yang berakhir pada 31 Desember dalam mata uang Rupiah. 4. Perusahaan tersebut secara kontinyu mengeluarkan laporan keuangan dari periode 2011-2015. 5. Perusahaan mempunyai data lengkap selama periode penelitian untuk faktor-faktor yang diteliti, yaitu profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen, ukuran perusahaan dan kebijakan hutang. Dengan kriteria yang disebutkan di atas, maka sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estate yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) secara konsisten dari tahun 2011-2015. 352 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pada penelitian ini, variabel kebijakan hutang merupakan variabel dependen (terikat). Kebijakan hutang adalah keputusan pendanaan yang diambil perusahaan dengan menggunakan dana eksternal (hutang). Variabel kebijakan hutang dirumuskan sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014): Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini antara lain: 1. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dalam periode tertentu. Variabel profitabilitas dirumuskan sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014): 2. Struktur Aset Struktur aset adalah jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset perusahaan, jumlah aset tetap perusahaan akan mempengaruhi dana yang akan diperoleh perusahaan berupa hutang. Variabel struktur aset dirumuskan sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014): 3. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen adalah keputusan yang diambil perusahaan dari laba yang diperoleh untuk dibagikan ke pemegang saham dalam bentuk dividen. Variabel kebijakan dividen dirumuskan sebagai berikut (Brealy, Myers, Marcus, 2007): 4. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana dari kreditur dalam bentuk hutang. Variabel ukuran perusahaan dirumuskan sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014): Untuk mengolah data, Software Econometric Views (EViews) for Windows version 6.0 digunakan untuk membuktikan hipotesis yang dibentuk dalam penelitian ini dan untuk melihat tingkat signifikan. Analisis dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode regresi data panel. Pengujian yang dilakukan 353 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 menggunakan pengujian hipotesis seperti uji-t dan uji-F dengan tingkat keyakinan sebesar 95%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Langkah pertama dalam analisis data panel adalah melakukan uji Chow, untuk menentukan model penelitian panel yang lebih baik digunakan antara Pooled Least Square dengan Fixed Effect. Tabel 1 Hasil Uji Chow Redudant Fixed Effect Tests Equation : Untitled Test cross-section fixed effects Effect Test Statistic d.f Prob. Cross-section F 12,207066 (12,48) 0,0000 Cross-section Chi-square 90,944941 12 0,0000 Sumber: Hasil pengolahan data Eviews versi 6.0 Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas cross-section F < 0.05 yaitu sebesar 0,0000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji Chow, fixed effect lebih baik untuk digunakan pada regresi data panel. Untuk memastikan fixed effect merupakan pilihan yang tepat maka untuk selanjutnya perlu dilakukan uji Hausman untuk membandingkan antara fixed effect dan random effect. Uji Hausman dilakukan untuk menentukan model penelitian data panel yang lebih baik antara model fixed effect dan random effect. Tabel 2 Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects-Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test summary Chi-sq Statistic Chi-q d.f Prob Cross-section random 10,023766 0,0400 4 Sumber: Hasil pengolahan data dengan Eviews 6.0 354 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat diketahui hasil probabilitas uji Hausman adalah 0,0400 dengan α = 0,05. Dari hasil di atas dapat diambil kesimpulan bahwa probabilitas nilai uji Hausman sebesar 0,0400 < tingkat signifikan α = 0,05, maka H0 ditolak atau model fixed effect lebih baik untuk digunakan untuk mengestimasi data panel perusahaan sektor properti dan real estate periode 2011-2015. Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Fixed Effect Dependent Variabel: DAR Method: Panel Least Squares Sample: 2011 2015 Periods included: 5 Cross-sections included: 13 Total panel (balanced) observations: 65 Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Prob. C 0,231378 0,821497 0,281653 0,7794 ROA -0,634365 0,410505 -1,545329 0,1288 ASSET -0,566593 0,148402 -3,817957 0,0004 DPR -0,005084 0,015863 -0,320528 0,7500 SIZE 0,013277 0,027526 0,482325 0,6318 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0,789987 Mean dependent var 0,484835 Adjusted R-Squared 0,719983 S.D. dependent var 0,106036 S.E. of regression 0,056111 Akaike info criterion -2,703091 Sum squared resid 0,151124 Schwarz criterion -2,134405 Log likelihood 104,8505 Hannan-Quinn criter -2,478708 355 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 F-statistic 11,28482 Prob (F-statistic) 0,000000 Durbin-Watson stat 0,906841 Sumber: Hasil pengolahan data dengan Eviews 6.0 Pada Tabel 3, nilai F-statistic sebesar 11,28482 dan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,000000. Jika nilai probabilitas di bawah nilai signifikansi α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,634365 dan nilai probabilitas sebesar 0,1288, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2007) serta Pradhana, Taufik dan Anggaini (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,566593 dan nilai probabilitas sebesar 0,0004, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven dan Lina (2011), Hardiningsih dan Rachmawati (2012), Susilawati, Agustina dan Se Tin (2012), Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa variabel struktur aset mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,005084 dan probabilitas sebesar 0,7500, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yeniati dan Destriana (2010), Surya dan Rahayuningsih (2012), dan Indana (2015) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar 0,013277 dan probabilitas sebesar 0,6318, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang karena probabilitas 0,6318 > 0,05 (α). Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Joni dan Lina (2010), Steven dan Lina (2011) dan Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang sudah dilakukan, maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1) terdapat pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang, 2) tidak terdapat pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang, 3) terdapat pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang, 4) tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang, 5) tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang. 356 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebaiknya para investor memperhatikan potensi pertumbuhan perusahaan dengan nilai kebijakan hutang yang baik yang didukung oleh struktur aset yang memadai dalam mengambil keputusan investasi pada saham di suatu perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Brealy, Myers, dan Marcus. (2007). Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga Brigham, Eugene F. and Louis C. Gapenski. (1996). Intermediate financial management. Florida: The Dryden Press Brigham, Eugene F. and Houston, Joel F. (2011). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Penerjemah Ali Akbar Yuilianto. Edisi 15. Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat Hardiningsih dan Rachmawati. (2012). “Determinan Kebijakan Hutang”. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Mei 2012. Vol. 1 No. 1 hal: 11 – 24 Hardjopranoto, W. (2006). “Interpendensi Analysis of Leverage, Dividend, and Managerial Ownership Policies Agencies Perspective”. Gadjah Mada International Journal of Business. Vol. 8 No. 2 hal: 179-199 Hidayat, Syafiudin M. (2013). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen, Struktur Aktiva, Pertumbuhan Penjualan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang”. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 1 No.1 Indahningrum dan Handayani. (2009). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Deviden, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow, dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 11 No. 3 Desember 2009 Hal: 189-207 Indana, Rifaatul. (2015). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, dan Struktur Aset Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur yang Masuk Dalam Daftar Efek Syari’ah”. Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam. Vol. 5 No. 2 Jensen, M. and W. Meckling. (1976). “Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Finance and Economics. Vol. 3 No. 4 Joni dan Lina. (2010). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 12 No. 2 Agustus 2010 hal: 81-96 Kieso, Donald E., Jerry J, Weygandt. dan Terry D, Warfield. (2002). Akuntansi intermediete. Terjemahan Emil Salim. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga Kurniati, Wahyuning. (2007). “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. TESIS Larasati, Eva. (2011). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Ekonomi. No. 2 hal: 103-107 Modigliani, F. and Miller, M.H. (1963). “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital”. American Economic Review. June 58 hal: 261-297 357 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Pitaloka, N.D. (2009). Pengaruh Faktor-Faktor Intern Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang: dengan Pendekatan Pecking Order Theory. Skripsi Pradhana, Taufik, dan Anggaini. (2014). “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Food dan Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. JOM FEKOM. Oktober. Vol. 1 No. 2 Purwasih, Dewi. Agusti, Restu. Al, Azhar L. (2014). “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan Struktur Asset Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012”. JOM FEKON. Vol. 1 No. 2 Riyanto, Bambang. (2011). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE Sartono, Agus. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi ke 4. Yogyakarta: BPFE. Sugiarto. (2009). Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan Keagenan dan Informasi Asimetri. Yogyakarta: Graha Ilmu Sugiarto dan Budhijono, F. (2007). Telaahan indikasi keagenan pada kebijakan leverage perusahaan keluarga di BEI. Akuntabilitas, 165- 178 Surya, Dennys dan Rahayuningsih Ariyanti D. (2012). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 14 No. 3 hal: 213-225 Susilawati, Christine Dwi Karya. Lidya, Agustina. dan Se Tin. (2012). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Mei Vol. 16 No. 2 hal: 178-187 Steven dan Lina. (2011). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 13 No. 3 hal: 163-181 Trisnawati, Ita. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 18 No. 1 hal: 33-42 Van Horne, James C. dan John M. Wachowicz, JR. (1998). Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Terjemahan Heru Sutojo. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Jakarta: Salemba Empat Wahidahwati. (2002). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Institusional Pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 5 No. 1 hal: 1-16 Yeniatie. dan Destriana, Nicken. (2010). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. April 2010. Vol. 12 No. 1. hal: 1-16 358 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 PENGARUH EPS, ROA DAN ROE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN KELUARGA DI INDUSTRI RITEL Hary S. Sundoro Universitas Bunda Mulia, Jakarta, [email protected] ABSTRAK: Perusahaan keluarga maupun industri ritel merupakan sebuah entitas yang penting dalam dunia bisnis karena kedua hal tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Perusahaan keluarga dapat bergerak dalam berbagai macam industri, salah satunya yaitu di industri ritel. Semua perusahaan termasuk perusahaan keluarga yang sudah terdaftar di BEI bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaannya. Nilai perusahaan yang dimiliki oleh setiap perusahaan selalu mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Karena nilai setiap perusahaan selalu berubah, maka hal tersebut dapat membuat bias bagi para pihak yang terkait. Oleh karena itu, penulisan ini dilakukan untuk menguji dampak dari kinerja keuntungan yang dapat dilihat dari EPS, ROA dan ROE terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. Data yang digunakan dari tahun 2012 sampai dengan 2015. Metodenya yaitu dengan analisa regresi panel dengan model yang dipilih fixed effect model. Hasil pada penulisan ini yaitu: 1). EPS, ROA dan ROE memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. 2). Kemudian hasil pada penulisan ini juga dapat menunjukkan bahwa kesemua variabel EPS, ROA, dan ROE secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi nilai perusahaan keluarga di industri ritel. Kata Kunci: Earning Per Share (EPS), Price Book Value (PBV), Regresi Panel, Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE) ABSTRACT: Family firms and retail industry are the important entity in business field because those things can make a major contribution for Indonesia’s GDP. Family firms can run their business in a variety of industries, one of them is in retail industry. All the firms included family firms which have been listed in BEI have the purpose to increase their value. The value of the firms always changes because it is affected some factors. As known, the value of each firms always changes, then it can create a bias for stakeholders. Hence, this paper is conducted to test the impact of profitability performance such as: EPS, ROA and ROE on the value of family firms in retail industry. The data is used from 2012 to 2015. The method is panel regression by choosing the fixed effect model. The results of this paper are: 1). EPS, ROA and ROE have got positive impact on the value of family firms in retail industry significantly. 2). All independent variables whether EPS, ROA and ROE give impact on the value of family firms in retail industry simultaneously. Keywords: Earning Per Share (EPS), Panel Regression, Price Book Value (PBV), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE) PENDAHULUAN Latar Belakang Perusahaan keluarga merupakan sebuah fenomena yang menarik dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan keluarga yang telah menjadi bagian dalam pengembangan dunia bisnis pada suatu negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perusahaan keluarga di Indonesia merupakan perusahaan swasta yang mempunyai kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 82,44% (Halim, 2013). 359 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Perusahaan-perusahaan keluarga tersebut bergerak dalam berbagai macam industri, salah satunya yaitu di industri ritel. Dalam konteks global, potensi pasar ritel di Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap pembentukan PDB setelah industri pengolahan (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007). Beberapa perusahaan ritel milik keluarga telah terdaftar di BEI. Semua perusahaan yang telah terdaftar di pasar modal bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaannya (Gitman dan Zutter, 2012). Nilai sebuah perusahaan dapat diukur dari Price Book Value (PBV) (Sukamuja, 2004). Nilai PBV suatu perusahaan yang semakin tinggi dapat menunjukkan bahwa perusahaan tersebut semakin baik. Berarti, setiap perusahaan keluarga harus dapat meningkatkan PBV mereka. Namun, PBV setiap perusahaan selalu mengalami perubahan. Perubahan PBV tersebut dapat diketahui dengan melihat berbagai macam indikasi seperti rasio keuntungan yang dapat terdiri dari EPS, ROA dan ROE. Para stakeholders terutama manajemen internal di perusahaan keluarga dapat melihat indikasi perubahan dari EPS, ROA maupun ROE sehingga mereka dapat menetapkan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan PBV milik mereka. Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas pengaruh EPS, ROA dan ROE terhadap nilai perusahaan di berbagai macam industri. Har dan Ghafar (2015) meneliti pengaruh ROA dan ROE terhadap stock value perusahaan perkebunan di Malaysia. Begitu juga, Anwaar (2016) telah meneliti tentang pengaruh kinerja perusahaan terhadap nilai perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar di Bursa London. Hasil-hasil penelitian sebelumnya yang membahas pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda-beda pula (Soliha dan Taswan, 2002; Sudiyatno et al, 2012; dan Yuanita et al, 2016). Dengan melihat fenomena bahwa perusahaan keluarga harus dapat meningkatkan PBV-nya yang dapat diketahui berdasarkan pengaruh dari EPS, ROA dan ROE serta dengan melihat hasil-hasil penelitian sebelumnya yang memiliki hasil yang berbeda, maka artikel ini akan membahas pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Namun, penelitian ini lebih fokus membahas pengaruh EPS, ROA dan ROE terhadap nilai perusahaan keluarga khususnya di industri ritel. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ingin diidentifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimanakah pengaruh EPS, ROA dan ROE secara parsial (masing-masing) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel? 2). Bagaimanakah pengaruh EPS, ROA dan ROE secara simultan (bersama-sama) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang telah diidentifikasi di atas, yaitu: 1). Untuk mengetahui pengaruh EPS, ROA dan ROE secara parsial (masing-masing) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. 2). Untuk mengetahui pengaruh EPS, ROA dan ROE secara simultan (bersama-sama) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. 360 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 TINJAUAN LITERATUR Landasan Teori Menurut La Porta et al (1998), perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan keluarga jika perusahaan tersebut dimiliki oleh individu ataupun perusahaan tertutup (di atas 5%) selama perusahaan tersebut tidak dimiliki oleh perusahaan publik, negara, ataupun institusi keuangan. Selain itu beberapa penelitian juga menggunakan persentase 5% sebagai jumlah saham yang harus dimiliki oleh keluarga jika ingin mengkategorikan sebuah perusahaan sebagai perusahaan keluarga (Miller et al, 2007; dan PerezGonzalez, 2006). Price Book Value merupakan suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston dan Copeland, 1999). Berarti, Price Book Value (PBV) mengkaitkan harga saham dengan nilai buku persaham. Investor akan melihat PBV milik suatu perusahaan sebagai indikasi dari prospek perusahaan tersebut di masa depan. Menurut Kasmir (2012), ROA adalah suatu analisis untuk mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Return On Equity (ROE) merupakan suatu analisis untuk mengukur pengembalian yang diperoleh atas investasi pemegang saham biasa (Gitman dan Zutter, 2012). EPS (Earnings Per Share) dapat menunjukkan laba yang dihasilkan oleh setiap lembar saham biasa (Kieso et al, 2007). Penelitian Terdahulu Dalam temuan Jatoi et al (2014) menyimpulkan bahwa EPS dari 13 perusahaan semen yang sudah terdaftar di bursa efek Pakistan memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan-perusahaan tersebut. EPS merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan kinerja perusahaan karena besar kecilnya EPS akan ditentukan oleh laba perusahaan. Jika rasio EPS tinggi, maka perusahaan tersebut telah mapan (Mature) (Harahap, 2007). Adanya pengaruh positif profitabilitas yang dapat diwakili oleh ROA terhadap nilai perusahaan (Soliha dan Taswan, 2002). Para stakeholders akan melihat sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan laba dimana hal ini akan menyebabkan jika laba perusahaan naik maka nilai perusahaan tersebut juga akan naik. Menurut Sudiyatno et al (2012), ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaanperusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI dari periode 2008-2010. Berdasarkan teori-teori tersebut berarti ketika ROA naik maka nilai suatu perusahaan juga akan naik. Menurut Yuanita et al (2016), ROE memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai PBV pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI. Languju et al (2016) menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV). ROE dapat menjadi tolak ukur bagi para investor akan kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif atau tidak. Jika ROE semakin meningkat artinya perusahaan dapat mengelola modal mereka secara efektif sehingga hal ini dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaannya. 361 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan ritel keluarga yang telah terdaftar di BEI selama periode 2012 – 2015. Kemudian, peneliti menentukan sampel dengan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara mengkategorikan perusahaan keluarga sebagai perusahaan yang dimiliki minimal 5% oleh individu ataupun perusahaan tertutup sesuai menurut pengertian La Porta et al (1998). Kemudian, industri ritel pada penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan yang bergerak di bisnis department store, super market, home appliance, dan mini mart group. Sehingga, sampel yang dimiliki berjumlah 12. Definisi Operasional Variabel Data pada penulisan ini yaitu data sekunder sehingga sumber data dapat diperoleh berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga yang terkait. Lembaga tersebut yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX). Pada umumnya, definisi operasional semua variabel pada penelitian ini dapat dirangkum ke dalam tabel 1 seperti berikut. Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Jenis Variabel Konsep Variabel Nilai Perusahaan merupakan suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston dan Copeland, 1999). Nilai perusahaan di penulisan ini diproksikan ke dalam Price Book Value (PBV). Earning Per EPS menunjukkan laba yang dapat Share diperoleh oleh setiap lembar saham biasa (Kieso et al, 2007). Return On ROA adalah suatu analisis untuk Assets mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan (Kasmir, 2012). Return On ROE merupakan suatu analisis Equity untuk mengukur pengembalian yang diperoleh atas investasi pemegang saham biasa (Gitman dan Zutter, 2012). 362 Satuan Nominal Sumber Data BEI/IDX Nominal BEI/IDX Persen BEI/IDX Persen BEI/IDX Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sumber: Gabungan Beberapa Data, 2017 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan bersifat panel sehingga metode analisis data yang digunakan adalah dengan melakukan uji statistik regresi data panel untuk melihat ada tidaknya pengaruh signifikansi variabel independen, yaitu EPS, ROA, dan ROE terhadap variabel dependen yaitu nilai perusahaan (PBV). Pada uji regresi panel dilakukan penentuan tiga model utama yaitu Common Effect Model atau Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model (Gujarati, 2003). Salah satu dari ketiga model tersebut yang akan digunakan untuk melakukan regresi panel. Secara umum, model persamaan regresi dapat dituliskan sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006) : PBVit = + EPSit + ROAit + ROEit + it Keterangan: i = 1, 2, …, N t = 1, 2, …, T = intercept (konstanta regresi) = slope (kemiringan garis regresi) = error term HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis regresi dilakukan untuk menunjukkan pengaruh dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Regresi panel dapat dilakukan dengan menentukan tiga model utama yaitu Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect (Gujarati, 2003). Untuk menentukan model yang terbaik, peneliti harus melakukan uji pemilihan teknik estimasi regresi. Terdapat dua cara dalam melakukan pemilihan teknik estimasi untuk menentukan model yang paling tepat dalam mengestimasi parameter data panel. Kedua cara tersebut yaitu uji Chow dan uji Hausman (Gujarati dan Porter, 2013). Uji Chow Uji Chow dilakukan untuk memilih apakah pendekatan Common Effect atau Fixed Effect yang lebih baik digunakan untuk regresi data panel (Gujarati dan Porter, 2013). Jika probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi, maka menggunakan Fixed Effect ataupun sebaliknya. Uji Chow pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Hasil Uji Chow Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square Statistic 7.059030 58.073206 363 d.f. Prob. (11,33) 11 0.0000 0.0000 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017 Dari hasil uji Chow dapat dilihat bahwa Chi-squarenya memiliki probabilitas sebesar 0.000. Jika probabilitas tersebut dibandingkan dengan taraf signifikansi (0.05), maka probabilitas (0.000) < taraf signifikansi (0.05). Jadi, model yang tepat digunakan menurut uji Chow yaitu Fixed Effect Model (FEM). Uji Hausman Uji Hausman dilakukan untuk menentukan model estimasi data panel yang paling baik dan tepat antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model (Gujarati dan Porter, 2013). Uji Hausman membandingkan antara nilai probabilitas dengan nilai kritis (0.05). Jika nilai probalitas lebih besar daripada nilai kritis, maka model random effect yang diterima. Tetapi pada saat nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai kritis, model Fixed Effect akan diterima. Uji Hausman pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Hasil Uji Hausman Test Summary Cross-section random Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 38.945774 3 0.0000 Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017 Dari hasil uji Hausman dapat dilihat bahwa Chi-squarenya memiliki probabilitas sebesar 0.000. Jika probabilitas tersebut dibandingkan dengan taraf signifikansi (0.05), maka probabilitas (0.0000) < taraf signifikansi (0.05). Jadi, model yang tepat digunakan menurut uji Hausman yaitu Fixed Effect Model (FEM). Analisis Regresi Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman, penulisan ini menggunakan Fixed Effect Model untuk analisis regresi panel. Hasil regresi panel dengan Fixed Effect Model (FEM) pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 4 seperti di bawah ini. Tabel 4. Hasil Uji Fixed Effect Model Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C EPS? ROA? ROE? 1.761106 0.023811 2.976778 30.55378 0.344576 0.003872 1.223348 0.199841 5.110938 6.148907 2.433304 152.8904 0.0000 0.0000 0.0205 0.0000 Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic 0.998963 0.998524 1.397938 64.48959 -75.19632 2271.494 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 364 7.985208 36.38178 3.758180 4.342930 3.979158 1.642843 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017 Dari hasil uji Fixed Effect dapat diketahui bahwa semua variabel bebas, yaitu EPS, ROA dan ROE dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan nilai perusahaan keluarga (PBV) di industri ritel. Nilai probabilitas pada EPS (0.000) lebih kecil dari tingkat signifikansi (0.05) yang berarti EPS terbukti signifikan dapat memberikan pengaruh terhadap PBV. Jika dilihat dari nilai coefficient-nya (0.0238) yang positif, EPS dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap PBV. Hasil dari penulisan ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Jatoi et al (2014). Mereka menyimpulkan bahwa EPS dapat memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada 13 perusahaan semen yang terdaftar di bursa efek Pakistan. Begitu juga menurut Harahap (2007), pada saat EPS tinggi maka hal tersebut dapat menunjukkan suatu perusahaan semakin mapan atau dengan kata lain memiliki nilai yang lebih baik. EPS dapat memberikan pengaruh positif terhadap PBV karena EPS merupakan cerminan keuntungan yang dapat diperoleh investor dari tiap lembar saham yang dimilikinya. Oleh karena itu pada saat EPS sedang tinggi, hal tersebut dapat menunjukkan kinerja perusahaan sedang baik sehingga nilai perusahaan juga dapat naik dari kondisi tersebut. Nilai probabilitas ROA sebesar 0.0205 yang berarti lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ROA memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel selama periode penelitian. ROA juga memiliki pengaruh yang positif terhadap PBV seperti yang terlihat dari nilai coefficient-nya (2.976778) yang positif. Hasil dari penulisan ini berarti sesuai dengan temuan Sudiyatno et al (2012). Penelitiannya menyimpulkan ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan-perusahaan manufaktur selama periode penelitian 2008-2010. Soliha dan Taswan (2002) juga menyimpulkan bahwa profitabilitas yang dapat diwakili oleh ROA dapat mempengaruhi secara positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Berarti, ROA dapat digunakan oleh para stakeholders untuk melihat kinerja suatu perusahaan. Pada saat ROA mengalami kenaikan maka hal tersebut dapat menjadi sinyal positif bahwa perusahaan dapat memberikan return bagi investor khususnya. Sehingga, hal tersebut dapat memacu harga saham perusahaan terkait yang akhirnya dapat meningkatkan nilai PBV perusahaan tersebut. Pada penulisan ini dapat juga menunjukkan bahwa ROE memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan keluarga yang bergerak di industri ritel. Hal ini tercermin dari nilai probabilitas sebesar 0.000 yang artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05. ROE mempengaruhi secara positif terhadap PBV yang dapat dilihat dari coefficient-nya (30.55378) yang positif. Hasil dari penulisan ini tentang pengaruh ROE terhadap PBV telah sesuai dengan temuan dari Yuanita et al (2016). Dalam temuannya tersebut dinyatakan bahwa ROE memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai PBV pada perusahaanperusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI. Begitu juga menurut Languju et al 365 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 (2016), mereka menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV). Para stakeholders dapat menggunakan ROE sebagai tolak ukur akan kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif atau tidak. Jika ROE semakin meningkat artinya perusahaan dapat mengelola modal mereka secara efektif sehingga hal ini dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaannya. Jika dilihat secara simultan, kesemua variabel bebas pada penelitian ini baik EPS, ROA dan ROE dapat mempengaruhi nilai perusahaan keluarga di industri ritel secara bersama-sama. Karena dari tabel 4 dapat dilihat bahwa prob (F-statistic) sebesar 0.000 yang artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0.05. Dari tabel 4 juga diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9985 atau 99.85%. Hal ini artinya kesemua variabel bebas pada penulisan ini baik EPS, ROA, dan ROE mampu menjelaskan perubahan pada PBV sebesar 99.85% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah 1). Secara parsial, semua variabel bebas yaitu EPS, ROA dan ROE mempengaruhi secara positif signifikan nilai perusahaan keluarga (PBV) di industri ritel. 2). Secara simultan, kesemua variabel bebas EPS, ROA, dan ROE secara bersama-sama dapat mempengaruhi nilai perusahaan keluarga (PBV) di industri ritel selama periode 2012 - 2015. Implikasi Kebijakan Dari hasil penulisan ini, setiap perusahaan keluarga yang ada di industri ritel harus dapat meningkatkan tingkat profitabilitas mereka yang dapat dicerminkan dari EPS, ROA dan ROE sehingga nilai perusahaan (PBV) mereka juga akan meningkat. Perusahaan keluarga yang memiliki rasio PBV yang tinggi dapat mencerminkan perusahaan tersebut telah mengelola bisnisnya dengan baik sehingga mereka dapat bersaing di kancah persaingan global. Karena EPS, ROA dan ROE sudah terbukti dapat memberikan pengaruh positif terhadap PBV perusahaan keluarga di industri ritel maka manajemen perusahaan keluarga harus meningkatkan rasio-rasio tersebut. Dari sisi EPS, perusahaan keluarga harus memperhatikan jumlah saham beredar milik mereka. Jika saham beredar terlalu banyak tetapi laba yang mereka peroleh lebih sedikit maka EPS akan turun yang akibatnya PBV juga akan turun. Dari sisi ROA, perusahaan keluarga selain memperhatikan keuntungan yang mereka peroleh tetapi mereka juga harus memperhatikan total asset milik mereka. Pengelolaan asset yang efisien dapat membantu perusahaan keluarga untuk meningkatkan ROA mereka sehingga PBV juga akan ikut naik. Dari sisi ROE, perusahaan keluarga selain memperhatikan laba bersih yang mereka peroleh tetapi mereka juga harus memperhatikan jumlah kebutuhan dana yang mereka 366 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 butuhkan. Karena penggunaan dana atau modal yang terlalu besar dibandingkan dengan laba yang diperoleh oleh perusahaan keluarga akan menyebabkan ROE menurun. Hal tersebut dapat juga menyebabkan PBV perusahaan keluarga akan turun. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan rasio keuangan lainnya antara lain rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio aktivitas jadi pengaruh rasio keuangan terhadap harga saham perusahaan keluarga di industri ritel tidak hanya difokuskan pada rasio profitabilitas saja. Penelitian selanjutnya juga disarankan agar kategori perusahaan ritel dapat berasal dari perusahaan consumer product yang menjual produknya secara eceran. DAFTAR PUSTAKA Anwaar, M. (2016). Impact of Firms’ Performance on Stock Returns (Evidence from Listed Companies of FTSE-100 Index London, UK). Global Journal of Management and Business Research: Accounting and Auditing, Vol 16 Issue 1. Bank Indonesia (2007). Laporan Perekonomian Indonesia 2007. Jakarta: Bank Indonesia. Gitman, L. J., dan Zutter, C. J. (2012). Principles of Managerial Finance, 13th edition. Edinburgh: Pearson. Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics 4th edition. Mc Graw Hill: New York. Gujarati, D. N., dan Porter, D. C. (2013). Dasar – dasar Ekonometrika. Salemba empat: Jakarta. Halim, Y. (2013). Analisa Suksesi Kepemimpinan pada Perusahaan Keluarga PT Fajar Artasari di Sidoarjo. AGORA, Vol. 3 No 1. Har, W. P., dan Ghafar, M. A. A. (2015). The Impact of Accounting Earnings on Stock Returns: The Case of Malaysia’s Plantation Industry. International Journal of Business and Management, Vol. 10 No 4. Harahap, S. S., (2007). Teori Akuntansi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Jatoi, M. Z., Shabir, G., Hamad, N., Iqbal, N., dan Muhammad, K. (2014). A Regressional Impact of Earning Per Share on Market Value of Share: A Case Study Cement Industry of Pakistan. International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Service, Vol. 4 (4), 221-227. Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pers: Jakarta. Kieso, D. E., Weygandt, J. J., dan Wardield, T. D. (2007). Akuntansi Intermediete, edisi 12. Erlangga: Jakarta. Languju, O., Mangantar, M., dan Tasik, H. H. D. (2016). Pengaruh Return On Equity, Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Property dan Real Estate Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, Vol. 16 (2), 387-398. La Porta, R., De Silanes, F. L., Shleifer, A., dan Vishny, R.W. (1998). Law and Finance. The Journal of Political Economy, Vol. 106 (6), 1113-1155. Miller, D., Miller., I. L. B., Lester, R. H., dan Cannella, A. A. (2007). Are Family Firms Really Superior Performers?. Journal of Corporate Finance, Vol. 13 (5), 829-858. Nachrowi, D., dan Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LP FE Universitas Indonesia: Jakarta. 367 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 2089-1040 e-ISSN: 2579-9517 Perez-Gonzalez, F. (2006). Inherited Control and Firm Performance. American Economic Review, Vol. 96 (5), 1559-1588. Soliha, E., dan Taswan. (2002). Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, STIE Stikubank Semarang: 1-18. Sudiyatno, B., Puspitasari, E., dan Kartika, A. (2012). The Company’s Policy, Firm Performance, and Firm Value: An Empirical Research on Indonesia Stock Exchange. American International Journal of Contemporary Research, Vol. 2 (12), 30-40. Weston, J. F., dan Copeland, T. E. (1999). Manajemen Keuangan, edisi 8. Bina Rupa Aksara: Jakarta. Yuanita., Budiyanto., dan Riyadi, S. (2016). Influence of Capital Structure, Size and Growth on Profitability and Corporate Value. International Journal of Business and Finance Management Research, 80-101. BIODATA Hary S. Sundoro, A.Md., SE., ME yang merupakan penulis pada artikel ini dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 November 1985. Penulis lulus S1 di Program Studi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti pada tahun 2008. Kemudian mendalami kemampuan Bahasa Inggris di Bina Sarana Informatika (BSI) yang lulus pada tahun 2012 dengan gelar Diploma III. Penulis lulus S2 di Program Magister Ekonomi Universitas Trisakti pada tahun 2016. Saat ini adalah dosen tetap Program Studi Manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah bekerja sebagai Accounting Support di perusahaan cat dan alat-alat bangunan di Trichem Group dan pernah bekerja sebagai seorang konsultan di PT. Prima Solusi Mandiri. Kemudian terhitung mulai dari tahun 2012, penulis mulai mendalami dunia akademisi sebagai seorang guru sebelum mengajar sebagai seorang dosen. 368 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: IMPLEMENTASI METODE ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN Mochamad Kohar Mudzakar Universitas Widyatama, Bandung, [email protected] ABSTRAK: Studi menyangkut kebangkrutan pada perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ-45 ditujukan untuk mengukur dan memprediksi ketidakmampuan finansial dengan metode Altman Z-Score. Studi dilakukan pada 19 perusahaan sebagai sampel yang diambil berdasarkan teknik purposive sampling, didasarkan pada kriteria perusahaan secara konstan melaporkan laporan keuangan dari 2010-2013. Metode investigasi yang digunakan adalah deskriptif untuk menggambarkan dan mengukur kebangkrutan perusahaan. Hasil penelitian menunjukan perusahaan yang memenuhi kategori sehat pada tahun 2010 sebanyak 15 perusahaan dan tahun 2011-2013 sebanyak 14 perusahaan. Kategori rawan tahun 2010 sebanyak 3 perusahaan, tahun 2011-2012 sebanyak 4 perusahaan, dan tahun 2013 sebanyak 2 perusahaan. Untuk kategori bangkrut tahun 2010-2012 sebanyak 1 perusahaan, dan tahun 2013 sebanyak 3 perusahaan. Kata Kunci: Kebangkrutan, Altman Z-Score, LQ-45. ABSTRACT: Studies concerning the bankruptcy of the companies listed in LQ-45, aimed at measuring and predicting the financial inability of the Altman Z-Score Studies conducted on 19 companies as samples taken by purposive sampling techniques, based on the criteria companies are constantly reported financial statements from 2010-2013. Investigation method used is descriptive to describe and measure the companies bankruptcy. The results show a company that meets the healthy category as many as 14 companies in the year 2011 to 2013 and in 2010 there were 15 companies. Category prone or gray area as many as three companies in 2010, in 2011, in 2012 there were four companies and 2013 there were two companies. For the category of bankrupt, in 2010-2012 there were one company. In 2013 there were three companies potentially bankrupt. Keywords: Bankruptcy, Altman Z-Score, LQ-45. PENDAHULUAN Pada umumnya perusahaan terbuka memanfaatkan keberadaan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk mereflesikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan melalui peningkatan harga saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan baik. Para investor dan 369 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut (Atmini & Wuryan, dalam Fatmawati 2012). Salah satu pertimbangan investor dalam melihat posisi pasar modal adalah dengan melihat perusahaan yang terdaftar pada indeks saham LQ-45, yaitu kelompok saham perusahaan dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi dan terdiri dari perusahaan yang telah melewati beberapa seleksi dan telah memenuhi kriteria. Perusahaan yang termasuk ke dalam LQ-45 memiliki laporan keuangan yang baik karena menunjukkan prospek pertumbuhan yang baik pula, selain itu ada beberapa perusahaan yang selama beberapa periode tetap berada pada LQ-45. Hal ini menunjukkan bahwa investasi jangka panjang pada perusahaan tersebut dapat menjanjikan bagi investor (Rizkia, 2013). Pada kenyataannya listing pada LQ-45 belum menjamin kesehatan keuangan perusahaan. Meski terbilang saham unggulan, analis mengingatkan, berinvestasi di saham LQ-45 tidak memberi jaminan untung dibanding saham non LQ-45. Sebab ketika pasar terkena sentimen negatif, saham LQ-45 justru paling terkena tekanan jual (Reza). Beberapa saham non LQ-45 bisa lebih bertahan terhadap penurunan harga. Salah satu perusahaan yang listing di LQ-45 yaitu PT. Bumi Resources menggegerkan para pemegang saham akibat aksi jual yang mengakibatkan saham raksasa batu bara itu sudah minus 20 poin (2,63%) ke Rp 740 dalam waktu kurang dari 2 jam sejak pembukaan saham dengan harga Rp 760 (www.kontan.co.id). Salah satu indikator performa keuangan semester I 2012 yang sangat buruk dimana solvabilitas emiten sangat lemah. Pada periode tersebut BUMI mencatatkan kerugian sebesar US$ 322 juta, padahal dalam waktu yang sama meraup untung US$ 232 juta. Informasi kinerja keuangan BUMI yang merah dan faktor eksternal seperti penurunan harga jual batu bara akibat krisis global, berimbas terhadap turunnya indeks harga saham BUMI yang ditunjukkan dalam grafik di bawah ini. Gambar 1. Informasi Kinerja Keuangan Sumber: www.market.ft.com Atas dasar fenomena tersebut dengan gejala kesulitan keuangan , maka diperlukan sebuah analisa khusus untuk memprediksi kebangkrutan dengan menganalisa laporan keuangan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui, semakin baik bagi manajemen karena dapat segera melakukan perbaikan. Pihak kreditur dan pemegang saham bisa segera mengatasinya dari berbagai macam kemungkinan yang buruk. Untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan dapat menggunakan analisis rasio keuangan (Munawir, 2004). Sedangkan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan model yang cukup terkenal digunakan dan menjadi pionir adalah model Altman Z-Score (1968) (Hanafi, 2012). 370 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: Dalam penelitian Firda dan Saifi (2012) menyebutkan bahwa dalam memprediksi kebangkrutan Altman menggunakan lima rasio keuangan yang diperuntukkan bagi perusahaan terbuka. Dari hasil perhitungan akan diperoleh nilai Z-Score yang dapat menggambarkan posisi keuangan perusahaan sedang dalam kondisi sehat, rawan, dan bangkrut. Kesulitan keuangan dan tanda-tanda awal kebangkrutan dapat diketahui melalui analisis terhadap data dalam laporan keuangan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prediksi kebangkrutan perusahaan yang terdaftar dalam Indeks LQ-45 secara konstan pada tahun 2010-2013 dengan menggunakan metode Altman Z-Score. KAJIAN PUSTAKA Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumberdaya yang dipercayakan kepada mereka (PSAK No. 1 tahun 2012). Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat (Harahap, 2004). Salah satu cara dalam analisis laporan keuangan adalah menggunakan analisis rasio, yaitu suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan labarugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2004). Analisis rasio keuangan adalah metode yang lebih spesifik dengan menitikberatkan pada analisis laporan neraca dan laba-rugi, dilakukan penelaahan dan pencarian hubungan antar pos-pos tertentu sehingga didapatkan suatu hasil yang diinginkan dan digunakan menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan. Analisis rasio keuangan digunakan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan adalah rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas, dan nilai pasar. Kebangkrutan Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya (Toto, 2011). Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini jika laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan analisis rasio keuangan. Dalam kaitannya dengan kesehatan keuangan dan potensi kebangkrutan perusahaan, Munawir (2004) mengelompokkan menjadi empat kategori: 1. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (posisi keuangan jangka pendek maupun jangka panjang sehat). 2. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (jangka pendek) dan manajemennya berhasil mengatasi dengan baik sehingga tidak failit (bangkrut). 371 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan tetapi menghadapi kesulitan yang bersifat non keuangan sehingga diambil keputusan menyatakan failit. 4. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan manajemen tidak berhasil mengatasinya sehingga akhirnya jatuh failit. Kesimpulannya kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan yang tidak sehat dalam melanjutkan usahanya dikarenakan ketidakmampuan dalam bersaing, sehingga mengakibatkan penurunan profitabilitas. Cara Mendeteksi dan Meramalkan Kebangkrutan Kemampuan dalam memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan banyak pihak, terutama kreditur dan investor(Darsono dan Ashari, 2005). Prediksi kebangkrutan juga berfungsi memberikan panduan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Sebagai pihak di luar perusahaan, investor sebaiknya memiliki pengetahuan tentang kebangkrutan sehingga keputusan yang diambil tidak salah. Salah satu indicator untuk mengetahui kebangkrutan adalah indicator keuangan. Prediksi kesulitan keuangan dikemukakan oleh Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score. Rumus Z-Score menggunakan komponen lqaporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya perusahaan. Kesimpulannya dalam memprediksi kebangkrutan atau untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan dating, dapat digunakan komponen rasio dalam rumus Z-Score sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya suatu perusahaan. Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan perusahaan, salah satu studi adalah Multiple Discriminant Analysis yang dilakukan oleh Edward Altman (Hanafi, 2004). Altman menggunakan lima jenis rasio, yaitu Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes, Market Value of Equity to Book Value of Total Debt dan sales ti to Total Assets. Secara matematis persamaan Altman Z-Score dapat dirumuskan sebagai berikut: Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5. Dimana : X1: Working Capital to Total Asset (Modal Kerja : Total Aktiva). X2: Retained Earning to Total Asset (Laba ditahan : Total Aktiva) X3: Earning Before Interest and Taxes to Total Asset (EBIT : Total Aktiva). X4: Market Value of Equity to Book Value of Debt (Nilai Pasar Modal : Nilai Buku Hutang). X5: Sales to Total Asset (Penjualan : Total Aktiva). Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai Z-Score sebagai berikut: Nilai Z-Score Interpretasi Z > 2,99 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan (Sehat) 1,81 < Z < 2,99 Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen 372 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: maupun struktur keuangan (Rawan Bangkrut) Z < 1,81 Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius (Bangkrut) Sumber: Hanafi, 2012 METODE PENELITIAN Metode investigasi yang dipakai yaitu teori deskriptif untuk menggambarkan dan mengukur kebangkrutan perusahaan. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Populasi penelitian adalah perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45 secara konstan sejak tahun 2010-2013. Pemilihan sampel secara purposive sampling dengan tujuan untuk memperoleh sampel yang representatif berdasarkan kriteria yang ditentukan. Penentuan kriteria sampel diperlukan untuk menghindari timbulnya kesalahan dalam penentuan sampel penelitian, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil analisis. Sampel penelitian yang diambil berdasarkan kriteria berikut: 1. Perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45 2. Perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45 secara kontinyu dari tahun 20102013. 3. Perusahaan selain sektor keuangan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 19 perusahaan. Sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Daftar Sampel Perusahaan Tahun 2010-2013 di Indeks Saham LQ-45 No Kode Nama Perusahaan 1 AALI Astra Agro Lestari Tbk. 2 ADRO Adaro Energy Tbk. 3 ASII Astra International Tbk. 4 BUMI Bumi Resources Tbk. 5 GGRM Gudang Garam Tbk. 6 INCO Vale Indonesia Tbk. 7 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. 8 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk. 9 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk. 373 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 10 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk. 11 KLBF Kalbe Farma Tbk. 12 LPKR Lippo Karawaci Tbk. 13 LSIP PP London Sumatra Indonesia Tbk. 14 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk. 15 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. 16 SMGR Semen Indonesia Tbk 17 TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk. 18 UNTR United Tractors Tbk. 19 UNVR Unilever Indonesia Tbk. Teknik Analisis Data Tahap-tahap analisis data yang dilakukan adalah: 1. Memperoleh data yang diperlukan yaitu laporan keuangan yang sudah diolah dalam bentuk ringkasan kinerja perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ-45, yaitu 2010-2013. 2. Menghitung rasio keuangan dengan menggunakan model Altman Z-Score. 3. Menghitung nilai model Altman Z-Score dari rasio keuangan yang telah diketahui, rumusnya adalah: Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5 4. Melakukan interpretasi nilai hasil perhitungan model Altman Z-Score. Interpretasi nilai Z-Score: a. Z-Score > 2,99: perusahaan sehat. b. Z-Score = 1,81-2,99: perusahaan rawan bangkrut. c. Z-Score < 1,81: perusahaan potensial bangkrut. 5. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari analisis data tersebut kemudian ditarik kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Prediksi Kebangkrutan Setelah diperoleh nilai rasio keuangan WCTA (X1), RETA (X2), EBITTA (X3), MVEBVTL (X4), STA (X5) dari masing-masing perusahaan, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan Z-Score dari hasil interpretasi nilai rasio tersebut. Selanjutnya nilai Z-Score dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan Altman agar dapat memprediksi kondisi kesehatan keuangan dari masing-masing perusahaan, maka hasil perhitungan Altman Z-Score sebagai berikut: 374 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: Tabel 3. Nilai Z-Score Perusahaan termasuk Indeks LQ-45 Tahun 2010-2013 No Kode Z-Score 2010 2011 2012 2013 1 AALI 21,79 Sehat 14,6 9 Sehat 8,78 Sehat 7,14 Sehat 2 ADR O 3,52 Sehat 2,80 Rawa n 2,08 Rawan 1,54 Bangkrut 3 ASII 4,86 Sehat 4,57 Sehat 4,18 Sehat 3,46 Sehat 4 BUMI 1,63 Bangk 1,38 rut Bangk 0,14 rut Bangkrut -0,57 Bangkrut 5 GGR M 8,21 Sehat 7,90 Sehat 7,30 Sehat 4,87 Sehat 6 INCO 8,89 Sehat 5,43 Sehat 3,89 Sehat 3,74 Sehat 7 INDF 2,86 Rawa n 2,89 Rawa n 2,99 Rawan 2,25 Rawan 8 ITMG 17,61 Sehat 13,3 6 Sehat 9,89 Sehat 6,91 Sehat 9 INTP 18,56 Sehat 18,6 2 Sehat 18,0 6 Sehat 15,27 Sehat 10 JSMR 1,98 Rawa n 2,16 Rawa n 2,06 Rawan 1,64 Bangkrut 11 KLBF 19,76 Sehat 15,5 9 Sehat 19,6 9 Sehat 16,10 Sehat 12 LPKR 2,34 Rawa n 2,41 Rawa n 2,48 Rawan 2,10 Rawan 13 LSIP 12,80 Sehat 12,5 8 Sehat 9,68 Sehat 7,76 Sehat 14 PGAS 5,84 Sehat 5,47 Sehat 6,78 Sehat 5,25 Sehat 15 PTBA 16,85 Sehat 10,3 3 Sehat 7,76 Sehat 5,70 Sehat 375 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 16 SMG R 12,99 Sehat 10,9 2 Sehat 9,17 Sehat 8,15 Sehat 17 TLK M 4,37 Sehat 4,31 Sehat 4,39 Sehat 4,44 Sehat 18 UNT R 6,38 Sehat 5,39 Sehat 4,81 Sehat 4,01 Sehat 19 UNV R 20,75 Sehat 16,8 8 Sehat 16,1 6 Sehat 17,36 Sehat Sehat 15 79% 14 74% 14 74% 14 74% Rawan 3 16% 4 21% 4 21% 2 11% Bangkrut 1 5% 1 5% 1 5% 3 15% Jumlah 19 100% 19 100% 19 100% 19 100% Sumber: Laporan Keuangan (diolah) Kesimpulannya bahwa tahun 2010-2013 sebanyak 19 perusahaan yang konstan dalam indeks LQ-45. Tahun 2010, kategori sehat sebanyak 15 perusahaan (79%), rawan bangkrut sebanyak 3 perusahaan (16%), potensial bangkrut sebanyak 1 perusahaan (5%). Tahun 2011, dan 2012, kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, dan kategori rawan bangkrut sebanyak 4 perusahaan, dan potensial bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun2013 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, kategori rawan bangkrut sebanyak 2 perusahaan, dan potensial bangkrut sebanyak 3 perusahaan. Adapun rinciannya sebagai berikut: 1. Sehat. Tahun 2010-2013 sebanyak 14 perusahaan, yaitu AALI, ASII, GGRM, INCO, ITMG, INTP, KLBF, LSIP, PGAS, PTBA, SMGR, TLKM, UNTR, UNVR, dan ADRO dalam kategori sehat hanya tahun 2010. Perusahaan tersebut berada dalam kondisi sehat disebabkan dinilai mampu menjalankan kegiatan operasional dengan baik, dimana perusahaan memiliki rasio keuangan WCTA, RETA, EBITTA, MVEBVTL, STA yang cukup baik. Contoh, UNVR memiliki nilai WCTA terkecil/ likuiditas di bawah rata-rata pada tahun 2010-2012, namun UNVR memiliki nilai EBITTA dan STA terbesar, artinya dalam penciptaan profitabilitas dan menjalankan aktivitas operasi dinilai baik. Nilai RETA dan MVEBVTL, cukup baik, sehingga membawanya ke dalam kategori sehat yang ditandai dengan nilai Z-Score di atas 2,99. 2. Rawan. Tahun 2010-2012 sebanyak 1 perusahaan, yaitu JSMR, tahun 2010-2013 sebanyak 2 perusahaan, yaitu INDF, LPKR, dan tahun 2011-2012 sebanyak 1 perusahaan, yaitu ADRO. 3. Bangkrut. 376 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: Tahun 2010-2013 sebanyak 1 perusahaan, yaitu BUMI, dan tahun 2013 sebanyak 2 perusahaan, yaitu ADRO dan JSMR. Perusahaan kategori potensial bangkrut ditandai nilai Z-Score < 1,81, yaitu BUMI karena nilai WCTA, RETA, dan EBITTA cenderung menurun bahkan negatif tahun 2012 dan 2013, juga rasio MVEBVTL menurun, kecuali STA cukup berfluktuatif, namun tetap tidak membawa perusahaan menuju kategori yang lebih baik. Tahun 2013 ke 5 rasio JSMR mengalami penurunan nilai Z-Score nya < 1,81. Berbeda dengan ADRO yang memiliki rasio WCTA dan RETA yang naik dari tahun sebelumnya, namun tidak didukung dengan rasio lainnya yang menurun, dan menyebabkan ADRO pada kategori potensial bangkrut. Hasil Prediksi Kebangkrutan Hasil prediksi kebangkrutan perusahaan yang termasuk indeks LQ-45 sebagai berikut. Tabel 4. Prediksi Kebangkrutan Altman Perusahaan yang termasuk di LQ-45 Tahun 2010-2013 No Kode Z-Score 2010 2011 2012 2013 1 AALI Sehat Sehat Sehat Sehat 2 ADRO Sehat Rawan Rawan Bangkrut 3 ASII Sehat Sehat Sehat Sehat 4 BUMI Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 5 GGRM Sehat Sehat Sehat Sehat 6 INCO Sehat Sehat Sehat Sehat 7 INDF Rawan Rawan Rawan Rawan 8 ITMG Sehat Sehat Sehat Sehat 9 INTP Sehat Sehat Sehat Sehat 10 JSMR Rawan Rawan Rawan Bangkrut 11 KLBF Sehat Sehat Sehat Sehat 12 LPKR Rawan Rawan Rawan Rawan 13 LSIP Sehat Sehat Sehat Sehat 14 PGAS Sehat Sehat Sehat Sehat 377 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: 15 PTBA Sehat Sehat Sehat Sehat 16 SMGR Sehat Sehat Sehat Sehat 17 TLKM Sehat Sehat Sehat Sehat 18 UNTR Sehat Sehat Sehat Sehat 19 UNVR Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat 15 14 14 14 Rawan 3 4 4 2 Bangkrut 1 1 1 3 Tahun 2010 kategori sehat sebanyak 15 perusahaan, rawan sebanyak 3 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun 2011-2012 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 4 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun 2013 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 2 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 3 perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Prediksi kebangkrutan perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 sebagai berikut: 1. Tahun 2010 kategori sehat sebanyak 15 perusahaan, rawan sebanyak 3 perusahaan, dan potens bangkrut 1 perusahaan. 2. Tahun 2011 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, dan rawan sebanyak 5 perusahaan. 3. Tahun 2012 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 4 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun 2013 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 2 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 3 perusahaan. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah sampel dan periode terbatas hanya tahun 2010 – 2013. 2. Perusahaan delisted yang dijadikan sampel hanya perusahaan yang sudah terdapat di Bursa Efek selama 4 tahun. 3. Penelitian ini hanya menggunakan 1 model prediktor delisting, sedangkan masih ada model prediktor delisting lainnya yang sudah ditemukan. Implikasi Implikasi hasil penelitian ditujukan untuk kontribusi terhadap literatur, perusahaan, dan ivestor, secara lebih terperinci yakni: 1. Kontribusi Terhadap Literatur 378 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: Model Altman (Z-Score) yang paling akurat dalam memprediksi perusahaan delisting. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat lebih memperkaya pengetahuan mengenai analisis prediksi delisting, dan hasilnya menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Perusahaan Dengan memperhatikan hasil dari penelitian maka diharapkan perusahaan lebih dapat memahami analisis dari prediksi delisting pada perusahaan, sehingga nantinya akan membantu perusahaan di dalam pengambilan keputusan, agar perusahaan terhindar dari kebangkrutan. 3. Bagi Investor Berdasarkan hasil penelitian ini dapat membantu investor dalam menganalisis dan memutuskan apakah akan melakukan investasi pada suatu perusahaan atau tidak. Dengan adanya hasil penelitian ini, maka diharapkan dapat membantu investor untuk dapat melihat potensi delisting pada suatu perusahaan, sehingga keputusan investasi menjadi semakin baik. Saran: 1. Sehat, dapat mempertahankan dan tetap memperhatikan segala aspek yang mempengaruhi perusahaan tersebut dan melakukan pencegahan agar tidak bangkrut. 2. Rawan, harus meningkatkan kinerja perusahaannya agar tidak mengalami penurunan yang dapat menyebabkan kebangkrutan. 3. Potensi bangkrut, sebaiknya manajemen lebih memperhatikan asetnya, sehingga tidak terjadi over investment dan lebih produktif dalam menghasilkan laba. DAFTAR PUSTAKA Saifi, Muhammad & Firda Mastuti. (2013). Analisis Z-Score Sebagai Salah Satu Metode Dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan Perusahaan. Journal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Malang. Agnes, Sawir. (2003). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Altman, Edward I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankcrupty. Journal Of Financial, 23 (4) : 189-209. Darsono & Ashari, (2004). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Yogyakarta: Andi. Fatmawati, Mila. (2012). Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Volume 16. Hanafi, Mamduh M. (2004). Analisa Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hanafi, Mamduh M. (2012). Manajemen Keuangan. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Harahap, Sofyan Safri. (2004). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Cetakan Keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ikatan Akuntan Indonesia, (2012). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Erlangga. Lesmana, Rico. (2003). Pedoman Menilai Kinerja Untuk Perusahaan Tbk, Yayasan, BUMN, BUMD, dan Organisasi Lainnya. Edisi Pertama. Jakarta: Elex Media Komputindo. 379 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: Megasari, Dyah. (2012). Bumi Resources di Ujung Kebangkrutan Finansial? URL: http://investasi.kontan.co.id/news/inikah-detik-detik-kebangkrutan-finansial-bumi. Munawir S., (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta. Penerbit Liberty. Nazir, Moch. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia Sugiyono. (2012). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Siahaan, Surta. (2013). Prospek Penghuni Baru Indeks LQ45. Artikel dari konferensi ilmiah/prosiding Disertasi/tesis/ skripsi Rizkia, Meita (2013). Pengaruh BETA, SIZE dan Debt Ratio Terhadap Return Saham Pada Perusahaan-Perusahaan pertambangan yang Termasuk ke dalam LQ-45 Periode 20082012. Skripsi Akuntansi Program Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama: tidak diterbitkan. Nurmayangsari, Astrid. (2012). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Survei pada Perusahaan Alas Kaki yang Terdaftar dii Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010). Skripsi Akuntansi Program Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama: tidak diterbitkan. Website/ laman URL: http://investasi.kontan.co.id/news/prospek-penghuni-baru-indeks-lq45. www.markets.ft.com BIODATA Nama Lengkap : Mochamad Kohar Mudzakar Alamat : Griya Bandung Asri 2 L 5 No. 16 Bandung Telepon : 022- 7532054 No. Handphone : 087822122353 Email : [email protected] Alamat kantor : Jalan Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Telepon kantor : 022 – 7275855; 022 - 7274010 Faksimili kantor : 022 - 7201711 380 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: PENGARUH ABNORMAL RETURN TERHADAP INDEKS SEKTORAL DENGAN PROPORSI PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI Umi Murtini1 1 Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected] ABSTRAK: Pengumuman deviden disikapi positif oleh investor dengan membeli saham perusahaan yang mengumumkan deviden tersebut. Investor yang menyukai deviden akan membeli saham perusahaan yang membagi deviden dengan harapan mendapatkan deviden. Tindakan melakukan transaksi karena ada pengumuman deviden dapat menyebabkan pergerakan harga saham. Pergerakan harga saham yang positif, menguntungkan bagi investor yang telah memiliki saham perusahaan tersebut. Bahkan beberapa investor yang telah memiliki saham mendapatkan abnormal return. Motivasi untuk mendapat abnormal return, mendorong investor untuk bertransaksi, sehingga volume transaksi di pasar semakin besar. Volume transaksi yang semakin besar dapat mempengaruhi pergerakan harga saham individual, bahkan pergerakan indeks harga saham sektoral. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh abnormal return yang diterima investor pada pergerakan indeks harga saham, dengan menggunakan proporsi perusahaan yang mengumumkan deviden sebagai variable pemoderasi. Pengujian dilakukan menggunakan moderated regretion analysis (MRA). Sampel penelitian digunakan perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 sampai 2016. Hasil Pengujian menunjukkan bahwa abnormal return perusahaan yang mengumumkan pembagian deviden sekali dalam setahun dapat mempengaruhi pergerakan indeks harga saham sektoral dan proporsi perusahaan yang mengumumkan deviden terbukti sebagai variable pemoderasi. Untuk perusahaan yang mengumumkan deviden lebih dari satu kali dalam setahun, abnormal return tidak mempengaruhi pergerakan indeks harga saham sektoral serta proporsi perusahaan yang mengumumkan deviden juga tidak terbukti sebagai variable pemoderasi. Kata Kunci: Abnormal Return, Indeks Harga Saham Sektor Manufaktur, Deviden, MRA ABSTRACT: Investors responded dividend announcement positively by buying companies’ shares that declare such dividends. Investors who like dividends will buy shares of companies that deliver the dividend in hopes of getting dividends. The dividend announcement could drive transactions and lead stock price movements. The movement of stock prices is a positive, beneficial for investors who already own shares of the company. Even some investors who already own shares will earn abnormal returns. Motivation to get abnormal return, can encourage investors to do transaction, so that the volume of transactions in the market increases. The greater volume of transactions could affect the price movements of individual stocks, even the movement of stock price index sector. This study aims to examine the effect of abnormal return earned by investors on the movement of the stock price index, by using companies proportion that announced dividend as a moderating variable. Testing was done by using moderated regression analysis (MRA). The research sample used is manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2012 up to 2016. The results of testing showed that the abnormal return of company announced dividend once a year can affect the movement of stock price index sector and the proportion of companies that announced dividend proven as a moderating variable. For companies that announced dividend more than once a year, abnormal return does not affect the movement of stock price index sector and the proportion of companies that announced dividend is also not proven as a moderating variable. Keywords: Abnormal Return, Stock Price Index Sector Manufacture, Dividend, MRA 381 Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII Universitas Tarumanagara Yogyakarta, 24 Mei 2017 ISSN NO: PENDAHULUAN Perusahaan yang beroperasi dengan baik dan efisien dapat menghasilkan keuntungan. Keuntungan perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham (menjadi dividen) dan sebagian ditahan untuk memperluas usaha. Perusahaan yang dapat membagi dividen setiap tahunnya dan dalam jumlah yang cukup besar (menurut investor) akan ditangapi positif oleh investor. Perusahaan yang mengumumkan akan membagi deviden akan direspon investor dengan membeli saham tersebut. Hal ini dikarenakan investor menginginkan mendapatkan dividen yang akan dibagikan perusahaan. Bila sebagian besar investor membeli saham relative terhadap yang menjual, maka harga saham akan naik. sehingga memungkinkan investor mendapatkan abnormal return. Disisi lain investor yang telah memiliki saham akan mendapatkan abnormal return karena kenaikan harga saham yang cukup signifikan. Pengumuman pembagian deviden yang menyebabkan kenaikan harga secara signifikan dan dalam volume yang cukup besar dapat menyebabkan kenaikan indeks harga saham sektoral. Hal ini dimungkinkan karena indeks harga saham sektoral dihitung berdasarkan besar nilai transaksi rata-rata saham dalam sector tersebut. Volume transaksi dalam satu sector dihitung dari jumlah setiap saham dalam sector tersebut yang ditransaksikan. Dengan demikian semakin banyak perusahaan yang mengumumkan pembagian deviden menyebabkan indeks harga saham sectoral akan berubah semakin besar. Penelitian Gantyowati, Evi dan Sulistiyani, Yayuk (2008), Hashemijoo dan Ardekani (2012), Khoiruddin dan Rochfa Faizati, Evy (2014) menyimpulkan bahwa pengumuman harga saham memiliki nilai informasi, sehingga mempengaruhi perubahan harga saham. Bertolak belakang dengan penelitian tersebut,