Prosiding SNKIB VII 2017

advertisement
C
M
Y
CM
MY
CY
CMY
K
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TIM EDITORIAL
Franky Slamet, S.E., M.M.
Dra. Ninawati, M.M.
Henny, S.E., M.Si., Ak, BKP, CA.
TIM REVIEWER
Harryadin Mahardika, Ph.D.
(Universitas Indonesia)
Dr. Rizal Edy Halim, S.E., M.M.
(Universitas Indonesia)
Dr. Ir. Chairy, S.E., M.M.
(Universitas Tarumanagara)
Dr. Indra Widjaja, S.E., M.M.
(Universitas Tarumanagara)
Dr. Ign. Roni Setyawan, S.E., M.Si.
(Universitas Tarumanagara)
Dr. Keni, S.E., M.M.
(Universitas Tarumanagara)
Dr. Hetty Karunia Tunjungsari, S.E., M.Si.
(Universitas Tarumanagara)
Dr. Herman Ruslim, S.E., Ak., M.M., CA.,CPA., MAPPI (Cert) (Universitas Tarumanagara)
Dr. Masmira Kurniawati, S.E., M.M.
(Universitas Airlangga)
Dr. Tri Siwi Agustina, S.E., M.Si.
(Universitas Airlangga)
Dr. Asep Mulyana, S.E., M.C.E.
(Universitas Padjadjaran)
Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito, S.E., M.Sc.
(Universitas Padjadjaran)
Dr. Heru Kristanto, M.T.
(MM Universitas Kristen
Duta Wacana)
Kandi Sofia Senastri Dahlan, M.B.A., Ph.D.
(Universitas Bunda Mulia)
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
KATA PENGANTAR
Tema Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII adalah “Sinergi
Nilai-nilai Keluarga dan Bisnis dalam Pengelolaan Bisnis Keluarga di Kancah
Persaingan Global”. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Studi S1 Manajemen
Bisnis Fakultas Ekonomi bekerjasama dengan Magister Manajemen Universitas
Tarumanagara, UPT Mata Kuliah Umum (MKU) Universitas Tarumanagara,
Universitas Bunda Mulia, dan Magister Manajemen Universitas Kristen Duta Wacana.
Seminar dan call for paper ini ditujukan bagi seluruh akademisi maupun praktisi yang
ingin memaparkan hasil penelitian, pemikiran, maupun praktik-praktik terkait dengan
Kewirausahaan dan Manajemen.
Buku prosiding ini terdiri dari 63 (enam puluh tiga) makalah-makalah yang
terkait dengan topik mengenai Kewirausahaan dan Manajemen. Semua makalah yang
diterima telah direview oleh tim reviewer. Keterlibatan tim reviewer yang memiliki
keahlian di bidang ilmu Kewirausahaan dan Manajemen dari sejumlah perguruan tinggi
terkemuka di Indonesia memiliki andil yang sangat besar dalam proses penerimaan
makalah. Oleh karena itu, kami berharap buku prosiding ini dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan pengetahuan dan implementasi mengenai
Kewirausahaan dan Manajemen.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para pemakalah,
tim reviewer dan semua panitia yang terlibat.
Jakarta, 24 Mei 2017
Tim Editorial
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
DAFTAR ISI
JUDUL
FAKTOR-FAKTOR YANG MERUPAKAN PREDIKTOR KESUKSESAN BISNIS
KELUARGA
Joyce A. Turangan, Andi Wijaya
CHINESE FAMILY BUSINESS AND GENDER ISSUE
Cindy Utama, Edi Purwanto
PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN HUBUNGAN ANTAR KELUARGA
TERHADAP PROSES SUKSESI PADA PERUSAHAAN KELUARGA
Ian Marvin, Mei Ie
PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN BISNIS TERHADAP KERAGAAN
BISNIS MILIK KELUARGA (STUDI KASUS: USAHA SONGKET PALEMBANG)
M. Amirudin Syarif, Gagan Ganjar Resmi, Andrian Noviardy
KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS
DAN INTENSI BERWIRAUSAHA
MAHASISWA
Sarwo Edy Handoyo, Albert
THE ROLE OF SYNERGY, INNOVATION AND CREATIVITY IN THE SUCCESS
OF “WAROENG PENYET BU SUNGKONO”
Selfiana
PENGARUH MODAL MANUSIA, KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN DAN
MOTIVASI TERHADAP KESUKSESAN KARIR PADA UKM DI TANGERANG
HAL
1
10
21
28
38
50
60
Muhammad Tony Nawawi
FENOMENA MAKANAN INSTAN DAN MAKANAN TRADISIONAL PADA
SISWA SMA SLH PALOPO
Selvi Esther Suwu
PETA MODEL RESILIENSI RANTAI PASOK UMKM DI JAWA TIMUR
Lilia Pasca Riani
MARKET ORIENTATION DALAM MANAJEMEN DAN PRAKTEK BISNIS
PERUSAHAAN KECAP TRADISIONAL
Ruth Oktavia Kusumawardani, John JOI Ihalauw
MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT KABUPATEN
SIAK UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI KREATIF
Jumiati Sasmita
ANALISIS PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI GUNA
MENCETAK LULUSAN YANG BERBASISKAN BISNIS
Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya
MEMBANGUN DAYA SAING & DAYA TAWAR USAHA JAMU MELALUI
SISTEM KUALITAS
Kartika Nuringsih & Rodhiah
PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA
DENGAN LOGIKA DOMINAN SEBAGAI MEDIASI PADA WIRAUSAHA DI
GADING SERPONG
Louis Utama, Nina Budianto
LIMA PILIHAN BISNIS KELUARGA DENGAN INVESTASI DI BAWAH
70
79
89
100
109
117
128
137
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
SEPULUH JUTA
Uswita Tina Ruhiyat , Nur Faiz Al-Adiyah, Apriani Simatupang
PENGARUH INOVASI PRODUK DAN EKUITAS
MERK
TERHADAP 147
KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SEPATU UGAMA CIMAHI
Sri Wiludjeng SP
PERBANDINGAN KARAKTER WIRAUSAHA DAN MANAJER BERDASARKAN
LIMA FAKTOR KEPRIBADIAN: STUDI PADA WIRAUSAHA DAN MANAJER
DALAM BIDANG KULINER DI JAKARTA UTARA
Jesslyn, Hannes Widjaya, Kurniati W Andani
PENGARUH PERANAN DARI ORANG TUA, ANGGOTA KELUARGA DAN
ANGGOTA NON KELUARGA TERHADAP KESUKSESAN BISNIS KELUARGA
DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI
Lydiawati Soelaiman, Sanny Ekawati, Ida Puspitowati
PENGARUH DESAIN LOGO TERHADAP CITRA NEGARA DAN KEINGINAN
UNTUK BERKUNJUNG KE NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA DAN
THAILAND
Belinda Kinarwan, Franky Slamet
PENGARUH REPUTASI, BRAND IMAGE, PERCEIVED RISK, E-SATISFACTION
TERHADAP NIAT MENGGUNAKAN UBER
Margaretha Pink Berlianto
PENGARUH BRAND IMAGE, PRODUCT KNOWLEDGE, DAN WORD OF MOUTH
TERHADAP PURCHASE INTENTION
Tobias Hansel Budiono, Keni
PENGARUH CITRA MEREK, HARGA, KEPERCAYAAN DAN NILAI
TERHADAP MINAT BELI RESERVASI HOTEL DI TRAVELOKA PADA
MAHASISWA/I UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN MEDIASI
MELALUI VARIABEL HARGA, KEPERCAYAAN, DAN NILAI
Fenny Tong, Herlina Budiono
PENGARUH MATERIALITY, ASSURANCE DAN TASTE TERHADAP CUSTOMER
SATISFACTION KONSUMEN STARXXX DI MALL CIPUTRA
Hannes Widjaja dan Tommy Setiawan Ruslim
PENGARUH ORIENTASI HEDONIK-UTILITARIAN PADA KEGIATAN CAUSE
RELATED MARKETING
Singgih Santoso
SEGMENTASI PERILAKU PELANGGAN MENGGUNAKAN MODEL RFM
(RECENCY, FREQUENCY AND MONETARY) DAN FUZZY C-MEANS
Fitri Rizki Amelia, Yan Puspitarani, Abdulah Fajar
KEPUASAN MAHASISWA DILIHAT DARI PERSEPSI MAHASISWA
TERHADAP PELAYANAN AKADEMIK PADA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
Mailani Hamdani, Irmawaty
156
166
177
185
196
205
215
223
234
244
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
DAFTAR ISI
JUDUL
HAL
254
MANFAAT LITERASI KEUANGAN BAGI BUSINESS SUSTAINABILITY
Zarah Puspitaningtyas
ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP 263
KEPUTUSAN PEMBELIAN APARTEMEN SILKWOOD
Bernadus Ivan Santoso & Rina Adi Kristianti
273
KINERJA AKUISISI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2013
Imelda & Rina Adi Kristianti
PENGARUH PERILAKU KEUANGAN, ANALISIS FUNDAMENTAL DAN 285
ANALISIS TEKNIKAL TERHADAP KEPUTUSAN TRANSAKSI DAN TRADING
PERFORMANCE KONTRAK BERJANGKA FOREX
Steven Andrian Candy , Hendra Wiyanto
PENGARUH LEVERAGE, LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI TERHADAP 296
RETURN SAHAM
Acep Edison
PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, ASIMETRI INFORMASI, DAN
PENEKANAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN
Verinda Christy, Agustini Dyah Respati
ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
SPRINGATE, ZMIJEWSKI DAN GROVER PADA PERUSAHAAN SEKTOR
INDUSTRI RITEL YANG TERDAFTAR DI BEI PADA PERIODE 2011-2015
Vincentia Wahju Widajatun, Neneng Susanti, Ibrahim
EFEKTIVITAS PELATIHAN KEUANGAN DALAM MENINGKATKAN
LITERASI KEUANGAN UMKM
Muhammad Saiful Hakim1, Aang Kunaifi2 , Venny Oktavianti3
307
PEMODELAN DAN PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN BURSA
EFEK INDONESIA MENGGUNAKAN VECTOR AUTOREGRESSION MODEL
Khairina Natsir
336
PENGARUH PROFITABILITAS, STRUKTUR ASET, KEBIJAKAN DIVIDEN
DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG
Julia Cornaliza, Ary Satria Pamungkas
PENGARUH EPS, ROA DAN ROE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
KELUARGA DI INDUSTRI RITEL
Hary S. Sundoro
IMPLEMENTASI METODE ALTMAN Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI
KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN
Mochamad Kohar Mudzakar
PENGARUH ABNORMAL RETURN TERHADAP INDEKS SEKTORAL
DENGAN PROPORSI PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
Umi Murtini
PENGARUH
KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL,
KEPEMILIKAN
MANAJERIAL DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP AGENCY COST
Neneng Susanti, Vincentia Wahju, Mochamad Rizal
347
318
326
359
369
381
391
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
APAKAH KEPUASAN KERJA MEMOTIVASI DOSEN BEKERJA?
Niko Sudibjo
PENGARUH BUDAYA KERJA DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP GAYA
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Niko Sudibjo, Ganjar Mulyadi
ANALISIS KEPUASAN KERJA DILIHAT DARI MOTIVASI KERJA PEGAWAI
DI UNIVERSITAS TERBUKA
Irmawaty , Mailani Hamdani
PENGARUH
KEPEMIMPINAN
PEMBERDAYAAN
PADA
KINERJA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT
Muhammad Faza Muzakki, Tur Nastiti
PENGUKURAN KINERJA PERGURUAN TINGGI SWASTA: APLIKASI
MALCOM BALDRIGE CRITERIA
Nuryasman, Hendro Lukman
PENGARUH
PEMAHAMAN
MANAJER
MENGENAI
AKUNTANSI
PERBANKAN DAN PENGENDALIAN INTERN TERHADAP EFEKTIVITAS
PENGENDALIAN INTERN
(Studi Kasus Pada PT. BPR Trisurya Marga Artha Bandung)
Dini Arwati
ANALISIS
PERLINDUNGAN
HAK
ATAS
KEKAYAAN
INTELEKTUAL
(STUDI PADA INOVASI PRODUK KERIPIK SINGKONG PEDAS ‘MAICIH’)
Febriansyah
PENGARUH METODE PENGEMBANGAN, BUDAYA AKADEMIK, DAN
KOMITMEN DOSEN TERHADAP KINERJA DAN KEMAJUAN KARIR DOSEN
Yun Iswanto, Irmawaty, Mailani Hamdani
ENTREPRENEURIAL ORIENTATION DAN MANAGEMENT SKILL SEBAGAI
ANTESEDEN KINERJA BISNIS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
(UMKM)
Ade Octavia
ANALISIS
PERBEDAAN
GAYA
KEPEMIMPINAN
WIRAUSAHA
BERDASARKAN VARIABEL DEMOGRAFIS PADA WIRAUSAHAWAN MUDA
DI DKI JAKARTA
Rusminto Wibowo, Aristo Surya Gunawan
HUBUNGAN KOMPETENSI AKADEMIK, ORIENTASI ENTREPRENEURSHIP,
DAN KINERJA DOSEN
Agung Widhi Kurniawan
EFEKTIVITAS
PEMANFAATAN
MEDIA
SOSIAL
TERHADAP
KEBERLANGSUNGAN BISNIS KELUARGA
Oktafalia Marisa M, Janny Rowena
THE IMPACT OF TRUST ON KNOWLEDGE SHARING: A CASE STUDY OF
PT ASOKA MAS
Vincent Adrian Joseph, Radityo Fajar Arianto
KAJIAN ANALISIS PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA (KMK) SEKTOR
USAHA KECIL MITRA BINAAN PT. TELKOM CABANG BATURAJA
Anis Feblin
PENGARUH KECERDASAN EMOSI, BUDAYA ORGANISASI, DAN
401
410
421
432
443
454
465
472
483
491
502
512
523
530
541
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR DI SEKOLAH BOGOR RAYA
Arning Rani Wulandari, Innocentius Bernarto
ANALISIS KAPABILITAS PROSES INDUSTRI SURAT KABAR UNTUK 551
MEREDUKSI PRODUK CACAT
Ayi Tejaningrum
STRATEGI PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN SENTRA 563
PETERNAK SUSU SAPI KELURAHAN CIPAGERAN KOTA CIMAHI
Yuyus Yudistria
PERANAN
PENGENDALIAN KUALITAS, PENGARUHNYA TERHADAP 574
PRODUK CACAT DAN KINERJA PT. DIRGANTARA INDONESIA
Wien Dyahrini , Ibnu Rachman , Galih Panji Wibawa
ANALISA MANAJEMEN PERUSAHAAN KELUARGA AGAR TETAP DAPAT 585
BERTAHAN DAN BERKELANJUTAN STUDI PADA TOKO KUE AMANDA
BROWNIES BANDUNG
Yenny Maya Dora
596
GAYA KEPEMIMPINAN DALAM BISNIS KELUARGA
Meike Kurniawati
PENGARUH LMX, KEPUASAN KERJA, KEADILAN ORGANISASIONAL, 607
PEMBERDAYAAN TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN
KINERJA KARYAWAN BANK DI SURABAYA
Anik Suhartatik, P. Julius F. Nagel, Arini
PERSPEKTIF ORIENTASI PERUSAHAAN, STRATEGI BISNIS, INOVASI 618
PROSES, ETIKA PENJUAL DAN ADAPTABILITAS LINGKUNGAN
TERHADAP KINERJA BISNIS
Asyhari, Sri Hindah Pudjihastuti, Dian Marhaeni Kurdaningsih
629
FAMILY COMPANY BRANDING MELALUI NILAI-NILAI KELUARGA
DALAM HAL PRODUKTIFITAS, ORIGINALITAS DAN
KEBERLANGSUNGAN HIDUP
Mahjudin, Achmad Daengs GS
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
FAKTOR-FAKTOR YANG MERUPAKAN PREDIKTOR
KESUKSESAN BISNIS KELUARGA
Joyce A. Turangan1, Andi Wijaya2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Penelitian ini menganalisis bagaimana variabel dari keterlibatan generasi terdahulu,
keterlibatan anggota bukan keluarga, dan keterlibatan anggota keluarga lain sebagai
variable yang merupakan prediktor kesuksesan bisnis keluarga. Populasi penelitian ini
adalah para pedagang di Pasar Pagi Mangga Dua dan sekitarnya. Metode pemilihan
sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik pemilihan
sampel yang digunakan adalah teknik judgemental. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 responden yang selanjutnya atas semua
data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variable keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan
keluarga, dan anggota keluarga lain merupakan prediktor terhadap kesuksesan bisnis
keluarga.
Kata Kunci: generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, anggota keluarga lain, kesuksesan bisnis
keluarga.
ABSTRACT:
This research analyzes how the variables of the involvement of the previous generation,
not a family member involvement, and the involvement of other family members as
variable which predict the success of the family business. The study population is the
traders at Pasar Pagi Mangga Dua and surrounding areas. The method of selecting the
sample in this study is a non-probability sampling technique and the sample selection
techniques used are judgmental. The data collection is done by distributing
questionnaires to 100 respondents who further analyzed using multiple regression
analysis. The results showed that the variable involvement of the previous generation,
not a family member, and other family members are predictors of the success of the
family business.
Keywords: previous generation, not a family member, other family members, family business success.
PENDAHULUAN
Perusahaan keluarga menjadi fenomena yang menarik dalam dunia bisnis di
Indonesia. Perusahaan keluarga tersebut terbukti telah memberikan kontribusi bagi
1
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pendapatan per kapita. Indonesia merupakan negara dengan jumlah perusahaan
keluarga yang besar, dimana sebagian besar dari perusahaan di Indonesia dimiliki dan
dikendalikan oleh satu keluarga. Perusahaan keluarga harus mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam suatu industri, hal ini merupakan suatu masalah yang
menarik adalah bagaimana cara mempertahankan keberadaan perusahaan keluarga
tersebut. Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), faktor yang mempengaruhi
kelangsungan atau kesuksesan perusahaan keluarga antara lain adalah pihak yang
memiliki kepentingan terhadap perusahaan. Pihak ini antara lain adalah generasi senior,
generasi yang sedang menjabat, keluarga yang tidak aktif, dan anggota yang bukan
keluarga yang berada di dalam perusahaan.
Davis dan Taguiri dalam Hoover (2000), menyatakan bahwa terdapat tiga elemen
yang mempengaruhi dalam bisnis keluarga, yaitu: (1) keluarga, yang diukur dari
harmoni, kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia dengan harga diri yang
solid dan positif, (2) bisnis, keberhasilan diukur bukan pada harga diri dan kesenangan
interpersonal individu, tetapi dalah produkstivitas dan profesionalisme, (3) kepemilikan,
didasarkan atas peran seseorang dalam investasi di perusahaan, peranan meminimalkan
risiko, mewakili perusahaan dalam berhubungan dengan pihak luar.
Dilihat dari sisi budaya perusahaan, bisnis keluarga akan berhasil jika dikelola
secara professional, karena banyak kita jumpai pada saat ini bisnis keluarga yang masih
bertahan, karena pengelolaan yang baik. Intinya, membangun budaya perusahaan yang
baik dan didukung oleh sumber daya yang ada dalam perusahaan dapat membuat
perusahaan tersebut menjadi besar dan tumbuh secara professional.
Membahas masalah kepemimpinan dalam bisnis keluarga, masalah konflik yang
sering terjadi dalam bisnis keluarga, suksesi, kompetensi, dan budaya dalam bisnis
keluarga sebagai tawaran paradigma baru dalam bisnis keluarga. Semua ini tidak lain
sebagai counter attack terhadap mitos: Generasi pertama membangun, generasi kedua
menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan. Banyak perusahaan keluarga sulit
melewati tiga generasi karena banyak perusahaan keluarga terlibat dalam konflik untuk
memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. (Widyasmoro, dalam Wahjono, 2009).
Menurut Majalah SWA (2013), tingkat keberhasilan peralihan (survival rate) dari
generasi pertama ke generasi kedua dalam perusahaan keluarga hanya 30%. Artinya,
sebanyak 70% usaha keluarga gagal melakukan transisi ke generasi penerus. Lebih
parah, keberhasilan survival dari generasi kedua ke generasi ketiga merosot tajam
hingga 7%. Terdapat tiga langkah untuk mempertahankan bisnis keluarga, yaitu:
professionalisasi artinya anggota keluarga harus punya pandangan yang jernih seputar
sistem dan proses bisnisnya. Dengan membesarnya skala bisnis dari tahun ke tahun,
diperlukan sistem dan kontrol yang profesional, termasuk transparansi. Kedua adalah
membangun people platform yang mapan. Pekerjaan ini memerlukan waktu bertahuntahun, bahkan seumur hidup, disamping itu perusahaan keluarga juga perlu berinvestasi
untuk mempertahankan SDM terbaik. Ketiga merupakan jawaban untuk masalah
transisi generasi. Seiring bertambahnya anggota keluarga pada generasi berikutnya,
bisnis juga makin rumit. Karena itu, diperlukan tata kelola keluarga. Tata kelola
keluarga akan memperjelas persoalan suksesi supaya perselisihan terjadi antara anakanak pendiri. Dengan cara demikian, bisnis keluarga dijamin lebih awet.
Terdapat tiga model untuk meningkatkan bisnis keluarga, pertama model
helikopter. Sebelum memasuki perusahaan keluarganya, calon penerus menimba
pengalaman dulu di perusahaan lain, melalui pengalaman di luar, generasi penerus bisa
2
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
membawa ide segar ke dalam bisnis keluarga atau cara-cara untuk menjalankan sistem
yang sudah ada secara lebih baik. Kedua, model elevator, calon penerus langsung
memulai kariernya di perusahaan keluarga, mulai dari posisi dasar lalu naik dengan
cepat. Dia harus mendapatkan banyak eksposur dalam waktu singkat. Ketiga disebut
model escalator, calon penerus juga bisa langsung “diceburkan” ke bisnis keluarga
namun, keluarga memberinya lebih banyak waktu untuk belajar lebih lama di posisi
dasar. (SWA: 2013)
Pada perusahaan keluarga, kepemilikan saham secara mayoritas dimiliki oleh
keluarga. Perusahaan sebagai bisnis keluarga apabila suatu keluarga memiliki minimal
20% persen dari total saham perusahaan. (Susanto, 2007). Tingkat kepemilikan saham
akan menentukan kekuatan suara dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS). Hal
ini dapat menimbulkan efek pada saat menyusun dewan direksi. Keluarga bertindak
sebagi pemegang saham mayoritas, keluarga tersebut cenderung memilih dari anggota
keluarganya sendiri.
Anggota keluarga memiliki komitmen yang lebih tinggi pada perusahaannya karena
mereka ingin mempertahankan perusahaan agar dapat diwariskan kepada generasi
berikutnya. Oleh karena itu, perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih
unggul daripada perusahaan non-keluarga. Pada perusahaan keluarga yang anggotanya
terlibat aktif dalam pengelolaan perusahaan ternyata menunjukkan kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan perusahaan non-keluarga atau yang dimiliki oleh masyarakat
luas. Namun, pengaruh positif kepemilikan keluarga itu tidak berlaku apabila keluarga
tersebut hanya bertindak sebagai investor. Kinerja perusahaan akan baik hanya jika
anggota keluarga pemilik perusahaan terlibat secara aktif dalam pengelolaan
perusahaan.
Aspek yang tak kalah penting adalah suksesi, mengingat generasi baru cenderung
mempunyai pandangan berbeda dibanding generasi sebelumnya. Suksesi merupakan isu
yang krusial, terutama pada saat kendali perusahaan sudah mulai bergerak ke arah
generasi selanjutnya. Agar konflik antar calon pengganti tidak terjadi, perlu dilakukan
perencanaan suksesi kepemimpinan. Perencanaan suksesi tersebut juga ditujukan agar
tidak ada perebutan jabatan dan hak dalam perusahaan keluarga sehingga keluarga juga
tetap tentram (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013). Di sini terlihat betapa
keluarga memiliki standar yang tidak jelas. Walaupun suksesi bukan satu-satunya
penentu kelanggengan bisnis keluarga, namun mau tidak mau generasi pendahulu harus
memberikan tongkat estafet perusahaan kepada generasi berikutnya. Suksesi tidak
hanya berarti pada tingkat pimpinan dan managerial saja, termasuk pada kebijakankebijakan perusahaan.
TINJAUAN LITERATUR
Generasi Terdahulu
Menurut Moser (2011), generasi terdahulu adalah generasi yang akan membimbing
generasi junior di dalam organisasi keluarga.Menurut Venter, Merwe, dan Farrington
(2013),generasi terdahulu adalah generasi pertama dalam suatu bisnis keluarga yang
merupakan founder dari perusahaan. Generasi terdahulu berisi para pemimpin atau
karyawan bisnis keluarga yang sudah dulu bekerja di dalam perusahaan dan akan
digantikan oleh penerusnya.
3
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Anggota Bukan Keluarga
Menurut Ward, John L., Arnoff, Craig E. (2002), anggota bukan keluarga adalah
investor dan karyawan yang bukan merupakan anggota keluarga pemegang saham
mayoritas.Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), anggota bukan keluarga
adalah anggota di dalam bisnis keluarga yang bukan termasuk anggota keluarga.
Menurut Ying (2009), anggota bukan keluarga adalah karyawan perusahaan yang bukan
anggota keluarga.
Anggota Keluarga Lain
Menurut Ying (2009), anggota keluarga lainadalah generasi di dalam bisnis keluarga
yang sedang menjabat. Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), anggota
keluarga lain adalah generasi yang di dalam bisnis keluarga berkewajiban mengelola
perusahaan. Menurut Craig (2011),anggota keluarga lain adalah generasi yang sedang
bertugas mengelola perusahaan.
Kesuksesan Bisnis Keluarga
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), kesuksesan bisnis keluarga adalah
kelangsungan bisnis keluarga dan keberhasilan dalam bidang finansial. Menurut Matser
dan Lievens (2010), kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi
perusahaan di masa depan. Menurut Ying (2009), kesuksesan bisnis keluarga adalah
kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang.
Kaitan Antar Variabel
Penelitian yang dilakukan oleh Ying (2009) menunjukkan bahwa semakin baik
kesesuaian antara gaya manajemen incumbent dan penggantinya, semakin besar
kemungkinan bisnis keluarga akan mengadopsi pola suksesi kelangsungan bisnis. Di
sisi lain, jika incumbent dan penggantinya tidak berbagi gaya manajemen yang sama,
bisnis keluarga akan lebih mungkin untuk mengadopsi pola suksesi inovasi bisnis.
Incumbent biasanya melewati kendali bisnis keluarga untuk anak-anak mereka, bahkan
ketika mereka tahu bahwa anak-anak mereka tidak cukup kompeten untuk posisi itu.
Namun, di bawah pola suksesi kelangsungan bisnis dan inovasi bisnis, meskipun
incumbent tahu satu-satunya penerus akan anak-anak mereka, kecocokan gaya
manajemen mereka akan meningkatkan rasa saling membutuhkan, sehingga bisnis
keluarga cenderung berkembang dalam aliran bisnis yang sama setelah suksesi
sebenarnya terjadi.
Bisnis yang lebih stabil secara finansial pada saat transisi, besar kemungkinan usaha
tersebut untuk terus menguntungkan, sertastakeholder lebih puas terhadap proses
suksesi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ketika berbagai stakeholder menganggap
keamanan keuangan generasi senior memuaskan, hal itu akan menyebabkan
peningkatan keharmonisan keluarga dan masa depan bisnis keluarga (Venter, Merwe,
dan Farrington. 2013).
Menurut Farrington dan Venter (2010), kinerja pertumbuhan kemitraan keluarga
memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja keuangan bisnis dan pada
Kepuasan terhadap pekerjaan dan hubungan keluarga. Saudara lebih cenderung puas
4
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dengan kerja mereka dan hubungan keluarga, dan bisnis lebih mungkin untuk sukses
secara finansial, ketika bukti pertumbuhan penjualan, karyawan dan keuntungan ada.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen lain dan kinerja
keuangan. Namun, hubungan yang signifikan telah diidentifikasi antara keterlibatan
orang tua pada masa lalu, ada keterlibatan anggota keluarga lainnya dan keterlibatan
Non-keluarga dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan kinerja keuangan yang secara
tidak langsung mempengaruhi faktor-faktor ini dianggap melalui pengaruh mereka pada
kinerja pertumbuhan.
Venter, Merwe, dan Farrington (2013), menemukan hubungan positif antara
persentase orang luar (bukan anggota keluarga) di dewan direksi dan tingkat
perencanaan berkesinambungan dalam bisnis. Karakteristik bisnis keluarga efisien
adalah kesiapan untuk memperoleh keahlian dari para profesional yang berpengalaman.
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013), semakin sedikit keikutsertaan
anggota keluarga yang tidak aktif (saudara non-aktif dan pasangan) yang terlibat dengan
atau campur tangan dalam bisnis keluarga maka cenderung hubungan antar keluarga
menjadi lebih harmonis. Sejauh mana pasangan mengganggu atau terlibat dalam bisnis
memainkan peran penting, dan bisnis keluarga membutuhkan pasangan untuk
mendukung dari keluarga dan bisnis. Langkah pertama untuk memastikan pasangan
bahagia dan mendukung adalah bahwa harus ada konsensus di antara semua pemangku
kepentingan dengan kepemilikan mengenai sejauh mana pasangan dan saudara nonaktif lainnya harus terlibat dalam bisnis. Makin banyak keluarga yang mampu
mewujudkan impian mereka sendiri melalui keterlibatan mereka dalam hubungan
saudara, makin besar kemungkinan bahwa mereka akan puas dengan pekerjaan mereka
dan hubungan keluarga.
Hipotesis
Berdasarkan ulasan di atas maka hipotesis yang diajukan yaitu:
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan minimal satu variabel (keterlibatan generasi
terdahulu, anggota bukan keluarga, dan/atau anggota keluarga lain) terhadap
kesuksesan bisnis keluarga.
H2: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
H3: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota bukan keluarga dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
H4: Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota keluarga lain dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel secara tidak acak (nonprobability sampling), artinya teknik pemilihan sampel yang tidak semua anggota
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Malhotra,
2004). Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah sampling di mana pengambilan elemen-elemen yang
dimasukkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel
5
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
tersebut representative atau mewakili populasi. Teknik ini digunakan agar mendapat
sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Kriteria yang ditentukan untuk menjadi sampel didasarkan pada tujuan penelitian
(Aritonang, 2007). Terkait dengan itu, Hair, Jr., dkk. (1995) maupun Tabachnick dan
Fidell (1983) menyatakan bahwa rasio antara jumlah unsur sampel dan jumlah variabel
dalam suatu penelitian minimal lima kali jumlah variabelnya, dan lebih disarankan
sepuluh kali dari jumlah variabelnya. Mereka mengemukakan lebih lanjut bahwa
beberapa peneliti bahkan mengusulkan minimal 20 subyek untuk tiap variabel
independennya. Makin kecil rasionya makin dituntut residunya terdistribusi secara
normal. Atas dasar itu, ukuran minimal sampel penelitian ini adalah 80, yakni 4
(variabel independen) dikalikan dengan 20.
Sementara menurut Sekaran (2003),
jumlah sampel yang memadai minimal sebanyak 50 sampel. Namun dalam penelitian
ini akan digunakan sebanyak 100 sampel.
Untuk mengukur variabel penelitian, beberapa instrumen diadaptasi dari studi
literatur peneliti sebelumnya. Instrumen yang digunakan (kecuali profil responden)
menggunakan skala Likert 5-poin dengan jumlah butir pernyataan terlihat seperti pada
tabel I berikut ini:
Tabel 1. Variabel dan Pengukuran
Variabel
Jumlah Butir
Pernyataan
Sumber
Variabel Bebas
 Generasi Terdahulu
 Anggota Bukan Keluarga
 Anggota Keluarga Lainnya
5
5
4
Farrington & Venter (2010)
Farrington & Venter (2010)
Farrington & Venter (2010)
Variabel Terikat
Kesuksesan Bisnis Keluarga
9
Farrington & Venter (2010)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Validitas dan Reliabilitas
Hasil analisis validitas dan reliabilitas pada pembahasan sebelumnya menunjukkan
bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini seperti sikap, norma
subyektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan dan intensi berbelanja online memiliki
corrected item-total correlation dari setiap butir pernyataan yang lebih besar 0,2.
Begitupula dengan uji reliabilitas dari seluruh variabel yang digunakan memiliki nilai
Alpha Cronbach dari setiap variabel yang lebih besar dari 0,6. Berdasarkan hasil
analisis validitas dan reliabilitas tersebut maka seluruh variabel dalam penelitian ini
dikatakan valid dan reliabel.
Pengujian Asumsi Klasik
Dari hasil analisis uji asumsi klasik terhadap model regresi ganda, dapat
disimpulkan bahwa analisis regresi ganda dapat digunakan untuk menganalisis data,
karena telah memenuhi persyaratan asumsi klasik, antara lain: terdapat normalitas, tidak
terdapat multikolinieritas, dan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sementara uji
6
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
otokorelasi tidak dilakukan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan data
cross section.
Pengujian Hipotesis
Hasil analisis regresi ganda untuk mengetahui generasi terdahulu, anggota bukan
keluarga, dan anggota keluarga lainnya menjadi prediktor dari kesuksesan bisnis
keluarga menghasilkan persamaan: KB = - 0,888 + 0,333GT + 0,596ABK + 0,271AKL
+ e, dimana KB = Kesuksesan Bisnis Keluarga; GT = Generasi Terdahulu; ABK =
Anggota Bukan Keluarga; AKL = Anggota Keluarga Lainnya.
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa nilai koefisien regresi (b) yang terbesar
adalah nilai b untuk anggota bukan keluarga diikuti oleh generasi terdahulu.
Uji F pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari generasi
terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lainnya terhadap variabel
dependen kesuksesan bisnis keluarga menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000
(lebih kecil dari 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak sehingga
disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat satu variabel independen yang merupakan
prediktor dari kesuksesan bisnis keluarga.
Hasil uji t (uji secara parsial) pada perumusan hipotesis yang pertama menunjukkan
tingkat signifikansi sebesar 0,003 (lebih kecil dari 0,05). Hal tersebut berarti Ho ditolak
dan dapat disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat satu variabel independen yang
mempengaruhi kesuksesan bisnis keluarga. Jadi dapat disimpulkan H1 (hipotesis
pertama) tidak ditolak.
Pada pengujian hipotesis kedua, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel keterlibatan
generasi terdahulu mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,007. Hal ini berarti bahwa
keterlibatan generasi terdahulu merupakan prediktor kesuksesan bisnis keluarga, dengan
tingkat signifikansi tersebut (0,007) lebih kecil daripada 0,05, sehingga dapat
disimpulkan H2 (hipotesis kedua) tidak ditolak.
Sementara pada pengujian terhadap hipotesis ketiga, menunjukkan bahwa
keterlibatan anggota bukan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga mempunyai
tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa keterlibatan anggota bukan
keluarga merupakan prediktor yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan bisnis
keluarga. Karena tingkat signifikansi tersebut (0,000) lebih kecil daripada 0,05,
sehingga dapat disimpulkan H3 (hipotesis ketiga) tidak ditolak.
Pengujian t pada hipotesis keempat atau terakhir juga menunjukkan bahwa
keterlibatan anggota keluarga lain terhadap kesuksesan bisnis keluarga mempunyai
tingkat signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti bahwa keterlibatan anggota keluarga
lain merupakan prediktor yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan bisnis
keluarga.
Karena tingkat signifikansi tersebut (0,002) lebih kecil daripada 0,05,
sehingga dapat disimpulkan H4 (hipotesis keempat) tidak ditolak.
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa generasi terdahulu,
anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lainnya merupakan prediktor terhadap
kesuksesan bisnis keluarga baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Hasil
temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Merwe (2009)
menyimpulkan bahwa semakin sedikit keikutsertaan anggota keluarga yang tidak aktif
(saudara non-aktif dan pasangan) yang terlibat dengan atau campur tangan dalam bisnis
keluarga maka cenderung hubungan antar keluarga menjadi lebih harmonis. Sejauh
mana pasangan mengganggu atau terlibat dalam bisnis memainkan peran penting, dan
7
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
bisnis keluarga membutuhkan pasangan untuk mendukung dari keluarga dan bisnis.
Langkah pertama untuk memastikan pasangan bahagia dan mendukung adalah bahwa
harus ada konsensus di antara semua pemangku kepentingan dengan kepemilikan
mengenai sejauh mana pasangan dan saudara non-aktif lainnya harus terlibat dalam
bisnis. Ketika anggota keluarga yang aktif mengalami konflik di antara mereka sendiri,
anggota keluarga tidak aktif harus melakukan upaya untuk tetap keluar dari situasi
konflik dan menghindari bermain anggota keluarga melawan satu sama lain. Dalam
studi ini, bagaimanapun, tidak ada hubungan yang ditemukan antara anggota nonkeluarga dan keharmonisan keluarga.
Lebih lanjut, temuan ini juga selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Farrington dan Venter (2010) yang menyimpulkan bahwa kinerja pertumbuhan
kemitraan suatu keluarga memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kinerja keuangan bisnis dan pada kepuasan terhadap pekerjaan dan hubungan keluarga.
Saudara lebih cenderung puas dengan kerja mereka dan hubungan keluarga, dan bisnis
lebih mungkin untuk sukses secara finansial, ketika bukti pertumbuhan penjualan,
karyawan dan keuntungan ada. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen lain dan kinerja keuangan. Namun, hubungan yang signifikan telah
diidentifikasi antara keterlibatan orang tua pada masa lalu, ada keterlibatan anggota
keluarga lainnya dan keterlibatan non-keluarga dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan
kinerja keuangan yang secara tidak langsung mempengaruhi faktor-faktor ini dianggap
melalui pengaruh mereka pada kinerja pertumbuhan. Demikian pula, ada hubungan
yang signifikan telah diidentifikasi antara variabel independen ada keterlibatan anggota
keluarga lainnya dan keterlibatan non-keluarga, dan kepuasan variabel terikat dengan
pekerjaan dan hubungan keluarga. Hubungan signifikan, bagaimanapun, ditemukan
antara variabel independen tersebut dan kinerja pertumbuhan, menunjukkan bahwa ada
keterlibatan anggota keluarga lainnya dan variabel keterlibatan Non-keluarga secara
tidak langsung mempengaruhi Kepuasan dengan hubungan kerja dan keluarga melalui
pengaruh mereka pada kinerja pertumbuhan. Keterlibatan anggota non-keluarga di
Kemitraan antar saudara memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja
pertumbuhan bisnis.
Sementara penelitian ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ying
(2009) yang menyimpulkan bahwa semakin baik kesesuaian antara gaya manajemen
incumbent dan penggantinya, semakin besar kemungkinan bisnis keluarga akan
mengadopsi pola suksesi kelangsungan bisnis. Di sisi lain, jika incumbent dan
penggantinya tidak berbagi gaya manajemen yang sama, bisnis keluarga akan lebih
mungkin untuk mengadopsi pola suksesi inovasi bisnis.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diketahui
bahwa seluruh hipotesis penelitian telah teruji secara empiris. Atas dasar itu dapat
dirumuskan menjadi empat kesimpulan sebagai berikut:
- Terdapat pengaruh yang signifikan minimal satu variabel (keterlibatan generasi
terdahulu, anggota bukan keluarga, dan/atau anggota keluarga lain) terhadap
kesuksesan bisnis keluarga.
8
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
-
Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota bukan keluarga dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota keluarga lain dengan
kesuksesan bisnis keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, R. L. (2007). Riset pemasaran: Teori dan praktik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Farrington, S. & Venter, E. (2010). The influence of family and non-family stakeholders
on family business success. The Southern African Journal of Entrepreneurship and
Small Business Management. Vol. 3.
Hair, J. F. et al. (1995). Multivariate data analysis. New Jersey: Prentice Hall
International.
Hoover, E. A., Dan, H., Collot, L. (2000). Getting along in family business the
relationship intellegence handbook, ed. Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Malhotra, Naresh. K. (2004). Marketing research: An applied orientation. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Matser, Ilseand Lievens, Jozef. (2010). The succession scorecard, A tool to assist family
business trans-generational continuity.
Sekaran, U. (2003), Research methods for business: A skill building approach. New
York-USA: John Wiley and Sons, Inc.
Susanto, A. B. (2007). The Jakarta consulting group on family business. Jakarta: The
Jakarta Consulting Group.
Venter, E; Merwe, S; and Farrington, S. (2013). The Impact of Stakeholders on Family
Business Continuity and Family Harmony. Southern African Business Review Vol
16 No 2.
Wahjono (2009). Suksesi dalam perusahaan keluarga. Retrieved Agustus, 30, 2012.
Journal/index.php/unm/article/view/17158/17120+&hl=1d&gl=id&pid=bl&srcid=A
DGEESipzmZiG7LmMjniHZnHMePBYOKyUgEBFjS_q.
Ward, John L., Arnoff, Craig E. (2002). Just what is a family business dalam Arnoff et
all family business sourcebook. Marietta: Family Enterprise Publishers.
Ward, John L. (2004). Managerial Economics & Decision Science: Entrepreneurship &
Innovation Clinical Profesor of Family Enterprise Director of The Center for
Family Enterprise.
Ying, Z. Z. (2009). Study on the effect of incumbent-successor fit on succession
patterns.
http://swa.co.id/swa/trends/management/resep-sukses-wariskan-perusahaan-keluarga
BIODATA
Penulis pertama dan kedua adalah dosen tetap S1 Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Tarumanagara yang memfokuskan penelitian pada konsentrasi keuangan
dan kewirausahaan.
9
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
CHINESE FAMILY BUSINESS AND GENDER ISSUE
Cindy Utama1, Edi Purwanto2
1
Department of Management Bunda Mulia University, Jakarta, [email protected]
Department of Management Bunda Mulia University, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Tujuan - Penelitian ini dilakukan dengan menginvestigasi apakah benar usaha keluarga Tionghoa
Indonesia akan selalu dilanjutkan oleh anak laki-laki pada generasi selanjutnya.
Metodologi - Penelitian ini mengunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap para
informan yang sudah lama menjalankan bisnis keluarga dan sedang mempersiapkan masa suksesi ke
generasi berikutnya. Untuk data sekunder, penelitian ini mengunakan tinjauan pustaka untuk menambah
informasi dan mengisi kesenjangan dari temukan penelitian.
Hasil - Telusur pustaka sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata bisnis keluarga Tionghoa akan
dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Pada umumnya, anak laki-laki akan melanjutkan usaha, dan bukan
anak perempuan. Kebalikan dari telusur pustaka, ditemukan bahwa tidak selamanya teori tersebut benar
karena tergantung pada situasi keluarga masing-masing. Narasumber penelitian ini juga menambahkan
bahwa tidak ada perbedaan antara anak laki-laki atau perempuan dalam hal suksesi kepemimpinan usaha
keluarga. Hal ini disebabkan karena pemikiran dan gaya hidup yang lebih modern.
Orisinalitas/Nilai - Penelitiaan ini akan mengisi kesenjangan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa budaya membentuk persepsi orang Tionghoa Indonesia bahwa anak laki-laki akan
melanjutkan nama keluarga dan memiliki kekuatan lebih dibandingkan anak perempuan karena anak
perempuan akan mengikuti suami ketika sudah menikah, yang mana pada kenyataannya hal tersebut tidak
selalu benar.
Kata Kunci - Family Business, Gender, Ethnicity succession planning, Family Dynamics
ABSTRACT:
Purpose - This paper was to investigate about the true of the reasons of Chinese-Indonesian family
business succession to be continued by the son of the next generation in the family.
Methodology-This research used qualitative primary data through in-depth interview from people that
have been long time ago run family business and preparing to succession to the next generation. The
secondary data from previous research enriched the literature review to fill the gaps of the findings.
Results - Previous literature suggests that most of Chinese-Indonesian family business will be continued
by the next generation of the family. It is usually inheritable to be continued by the son instead of the
daughter of the family. On the other hand, it is discovered that it is not necessary to be true as it depends
on each of the family conditions. Our interviewees also added that it is the same whether the son or
daughter of the family that continue the family business as long as they are having the capabilities to run
the business. This is due to modern way of thinking due to changes of lifestyle.
Originality/Value- This research fill the gap from previous literature review that culture has built
Chinese-Indonesian perception that the son is the one that will continue the family name and having more
power whereas the daughter will follow her husband once she got married, which the fact is not always
true.
Keywords - Family Business, Gender, Ethnicity succession planning, Family Dynamics.
10
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
INTRODUCTION
The largest waves of Chinese migration occur during the earlier colonial era where
they aim to find new and better opportunities for trade at that time. Many ChineseIndonesian have been fabulously rich mostly by doing business where there are around
9 million Chinese-Indonesian throughout archipelago. The Chinese community
economic activities and wealth in Indonesia is very diverse from small-scale merchants
until high level entrepreneurs. One of the reasons majority of Chinese-Indonesian is
doing business due to race relations between the Chinese-Indonesians with native
Indonesians where it was discouraged for any Chinese-Indonesian to dedicate their lives
for Indonesian national development such as working in the government body as well as
forbidden from all public jobs at that time. As a result, almost of the Chinese-Indonesian
become private entrepreneurship and concentrated their efforts in those area and
become very successful (Living in Indonesia, n.d).
During the New Order era (1966-98), there is extensive discrimination of political,
economic, social and cultural spheres towards Chinese in Indonesia. There is a frequent
and violent mass attacks on Chinese property and life at that time. After the fall of
Suharto which is in 1998, the social environment situation of Chinese-Indonesian in
Indonesia change dramatically. There is less derogatory against Chinese-Indonesian and
Mandarin courses have been widespread. Not every Chinese-Indonesian still practice
traditional Chinese values in their daily life where it is differentiated by totok and
jiaosen. In era of globalization, a good command of Mandarin is important as a strategy
to success for the business negotiations.
The family business succession to the next generation in overseas Chinese family is
a common. According to Tan and Fock (2001), Garment Co. is the family business that
three sons involved in performing the business where two of them become the chairman
(WL) and one of them become the deputy chairman (WS). In 1985, the patriarch is alive
but no longer involved in the business where the patriarch’s son (WL) is having full
control to take over the company’s Singapore operations. On the other hand, the fourth
son of the family (WS) assisted the older brother in operating the business.
Hotel Co is a family business that focus on hotel properties in many countries which
includes Singapore, Myanmar, China and Vietnam. When the founder arrived in
Singapore, he was a carpenter but he developed a construction business. As a results of
an accident in 1962, he become paralyzed and his son (JR) took over the business (Tan
and Fock, 2011).
In 1960s, the founder of Logistics Co started a transportation business ferrying the
British army as well as for the Public utilities. There is a transformation of the business
due to the left of British army after closing its bases in the Far East which is from the
transportation of people and become cargo. Bob who is the eldest son of the founder
joined the business to help out in the crisis at the persuasion of his parents in 1974. The
father did not trust Bob completely with the leadership of the business at the beginning.
However, Bob’s father persuaded him to stay when he planned to leave the company
(Tan and Fock, 2001).
During the reminisced at the founder funeral in 2000, Retail Co founder’s
employees of more than 25 years testified to his Chinese values about how amazing the
employer was. In 1982, another son (CS) took over the business and assisted by his
11
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
younger brother although CW who is the eldest son was introduced into the business
(Tan and Fock, 2011).
Travel Co began the business after the founder saw an opportunity in the travel
industry in 1960s whereas the founder also engaged in trading Haw Par Tiger Balm
medicated oils at the same time. During the critical period, Tony who is the eldest son
left his job in an international bank in order to rescue Travel Co (Tan & Fock, 2001).
Many of Chinese-Indonesian parents are having the same logic where they are
having more expectations towards their son to take care of them compared with the
daughter. The parents of the groom must paid a dowry and wedding ceremony for the
married. Parents will be less invested in the lives of their daughter whereas the husband
will have economic control over the wife. In earlier days, many families choose the
gender composition where they choose to abort female fetus or they neglect it when the
child got disease as a way of get rid of unwanted children. On the other hand, people
may have children until the number of boys that they want when the children that they
do not want did not die before or after birth (Banerjee and Duflo, 2011).
There are many family businesses in Indonesia such as the family of Hartono, Riady
and Eka Cipta Widjaja with their Djarum cigarette company, Lippo Group and Sinar
Mas Group respectively. 80% to 90% of the business enterprises can be classified as
family business but there is only 70% of them can survive for one generation, 30% for
two generations and 15% for more than three generations (Karsono and Suprapto,
2014).
There are many small-medium sized of family business in Indonesia that operates
since long time ago and most of Chinese-Indonesian family will be continued by the
next generation of the family. It is usually inheritable to be continued by the son instead
of the daughter of the family.It is useful to investigate the reasons from the practitioner
of family business to fill the gaps from previous researchers. Therefore, the main focus
of this research is to investigate about the true of the reasons of Chinese-Indonesian
family business succession to be continued by the son of the next generation in the
family.
LITERATURE REVIEW
Confucianism in Chinese Family Business
Nevertheless, we do summarize the Confucian ideology that linked to the family
interpersonal relationship as well as family values which could impact the resistance
towards family business succession (Yan and Sorenson, 2006). In Confucianism, it is
taught the collective ideology where the family is the prototype of all social
organization (Hofstede, 1991) as well as that the family instead of individual is the basic
unit of society. One of the most emphasized is the relationship between the parents and
children in Confucianism where this relationship is a type of reciprocal relationship the
children serve their parents with submission and filial piety (xiao). Yan and Sorenson
(2006) stated that in Confucianism, filial piety is the most crucial virtue. Father-son
identification as well as the notion of family continuity is also strongly characterized in
Confucian filial piety (Hsu, 1998). Furthermore, Confucianism also teaches that they all
have equal rights to inherit the family property although they are not equal in the
relationship between the older and younger brothers (Jacobs, et.al, 1995).
12
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
According to Deng (2015)There are three aspects of obedience that is outlines in
Confucian teaching about women which are woman needs to obey her father before
marriage, her husband after married as well as her sons in widowhood. On the other
hand, there are four virtues which are proper speech, morality, diligent work and modest
manner. Primogeniture is the norm in terms of succession where it is believed that the
family leadership position will be replaced by the oldest son when the father passes
away (Tu, 1998).
Succession Issue of Overseas Chinese Family Business
The process of inter-generational succession tends to be competitive in the Anglo
region where the successors organize themselves through becoming educated as well as
gaining some work experience at the operating levels whether inside or outside the
family business. The availability of the children who aimed to become the successor
leader of the family business is one of the best predictors because they will actually do
so. The candidates must show their competence in order to earn leadership regardless
with the criteria for successors that are commonly clearly specified. Cyr and Richer
(2005) studied about small-medium sized of family enterprise in Quebec where it is
found that the eligibility for the successors included the successor motivation,
qualifications as well as the abilities. There is adequately active leadership role for
women in Anglo family business as long as they are interested and having competent in
order to participate in the family business. Furthermore, there is equal rights for the
daughters to receive the family estate although the sons in the family still exists (Gupta,
et.al, 2009).
According to Gupta, et.al (2009), the process of inter-generational succession tends
to be harmonious in Confucian Asia as the criteria for succession are hardly articulated.
In deciding who will be the successor for the family business, personal factors plays
very crucial role whereas non-family employees may also be considered for succession
if there is no successor available in the family. However, the employees are expected to
coach the children when they grow up and hand over the leadership power to them. It is
relatively limited leadership role in Confucian Asian family business towards women
where most of succession take place only to the son except there is no available male
children that is competent in the family. The daughter is morally obligated to help the
parents and join the family business if there is no available son that is interested and
competent to continue the family business.
Managerial Ideology
There are three concepts of the managerial ideology at the organizational level
which are patrimonialism, personalistic relations of patronage and obligation and
limited or bounded trust.
Patrimonialism refers to the belief or idea where power cannot exist as well as can be
legitimate except that it is connected to the ownership. Power is not derived by
individual but from ownership is vested to the family. In Chinese company, the
inseparability of the management as well as the ownership as a basic survival unit is
closely related to the value of the family. On the other hand, the son is the one who will
inherit the company as Chinese organizations duplicate family structure. The head of
the company is the head of the household whereas the core employees is the family
members. Furthermore, the family will reinvest the profits to an unrelated but
13
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
commercially promising business venture or in branch establishment. At the death of
the head of family, the assets will be divided by allocating separate businesses to the
surviving sons when different family members run different company (Suryadinata,
2006)
In patrimonialism, it followed autocratic-paternalistic leadership due to centralizing
authority where the subordinates does not have an authority to make decisions as they
must followed what the superiors told them to do. The employees should have strong
adherence towards their bosses as well as to be diligence in performing their jobs
(Suryadinata, 2006)
In personalistic relationship, who you know is more important compared to what
you know as friendship is important in building work relations. It means that, personal
relationships and feelings about other people will come first compared with the
company objectives such as neutral assessment of abilities or organizational efficiency.
In terms of authority, it is based upon the exchange of balancing obligations highly
personal and interpersonal processes. In order to lessen the hostility of subordination
and to stabilize the structure, the upward flow of conformity as well as loyalty is
exchanged for the downward flow of protection (Suryadinata, 2006).
Limited or bounded trust means that it use the trustworthy of persons or family
members to run the critical functions of the company in order to increase the efficiency
of the organization in terms of motivation, identification with goals and confidentiality
of information. Suspicion of professionals might exist as they are seen as having
potentials to undermine the patronage or paternalistic relationship which is built by the
employers or owners. Therefore, trust-based personal relationship is preferred as
opposed to neutral relations whereas Nepotism is usually used as a means about
counteracting the problem of limited trust that strengthen and a result of the form of the
family business. As a results of ethnic antagonism and suspicion between indigenous
and Chinese-Indonesian that was shaped and strengthened by the New Order regime,
many Chinese-businessmen trust more on Chinese employees compared with
indigenous employees in Indonesian context (Suryadinata, 2006).
Deng (2014) founded that there is an adverse results from previous studies about
female succession on family businesses. On Deng study, it is discovered that the
daughter were prepared to run the family business as well as encouraged to be involved
in the business in at an early stage. Confucian values on parent-child relationships and
family maintain productive working relationship with their fathers and encouraged the
participation of the daughters in the family business. On the other hand, the daughters
required more time to establish the authority, inheriting as well as maintaining the
father’s Guanxi networks results a daunting challenges for the daughters.
METHODOLOGY
The study used primary data by interviewing the practitioner in family business
succession. The practitioner that we interviewed are having family business that is
classified as small-medium enterprise and already been continue by at least one
generation in the family. Our interviewer are Chinese-Indonesian that are having family
business whether in Jakarta or outside Jakarta. Furthermore, the secondary data from the
literature and previous research can help us to understand the concept and as a
foundation to create hypothesis in order to investigate more about our research
objectives.
14
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Here are some real examples of Chinese-Indonesian family business succession but
we cannot interview the founder as they all already pass away. However, this source is
reliable as it is the writer’s family business and we interviewed the next generations of
the family.
There is a Chinese people from China that migrate directly to Jakarta around the
year 1941, got married and become Indonesian citizens. Therefore, he and all of his next
generation is called Chinese-Indonesian where he got 2 sons and 1 daughters. In Jakarta,
he established business where all of his child continued the family business. This
succession of the Chinese-Indonesian family business still continue to the next
generation where it will be discovered more through the interview.
Another similar case but he migrated to Semarang first for several years before he
decided to spend of his life in Jakarta. This family is having 4 sons and 5 daughter
where all of the children continued the family business but one of the daughter decided
to set up her own business but in the same industry. At first, the oldest daughter is the
one who continued the business, followed by the second oldest daughter, the oldest son
and continued to the rest of the children. In this case, the first three child that continue
the business are having more power until all of them are getting older. Today, the oldest
son and youngest son are the one who having more power towards the family business
although there is relatively equal power towards all of the child compared as the first
time of the family business succession.
Based on our interview from various practitioner of Chinese-Indonesian family
business in Jakarta, it is discovered that:
Interviewee 1: The interviewee business operates in textiles industry where he
already operates the business for more than 25 years old. He is not the founder where he
continues his father business. This family is having 2 sons and 1 daughter where the
first son continued the family business and followed by the second son. There is a
family conflict between the first son and the parents where he decided to have his own
way and do not want to continue his father business. Therefore, the father inherited the
business to the second son whereas the daughter start to help her brother just few years
ago.
Interviewee 2: The interviewee business operates in textiles industry where he
already operates the business for more than 25 years but he is the founder of the
business. This family is having 2 sons where the oldest son continued the family
business and the youngest son help his brother because of considerable difference in age
between them.
Interviewee 3: The interviewee business operates in textiles industry since 1975
where at that time the interviewee only help the father and he start to operate everything
by himself since 1992. This family is having 2 sons and 1 daughter where all of the
children are having capabilities for the family business succession. The father also
wants all of the children to continue the business. However, the second son in the family
is the one that continued the family business instead of the oldest sons. It is because the
oldest brother chose to have his own business with his friends that are not related with
the family business. On the other hand, the daughter prefers to have her own working
experiences first where maybe she will continue the family business in future.
Interviewee 4: The interviewee is the founder of the business that operates on plastic
industry for more than 20 years. This family is having 1 daughter and 2 sons where the
15
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
oldest daughter and the second son is the one who continued the family business
whereas the youngest son still study.
Interviewee 5: The interviewee is the founder of the business that operates in food
and beverage industry since 15 years ago. This family is having 3 daughters where the
oldest daughter is the one that continue the family business where the other daughters
still study in overseas.
Besides that, it is also discovered Chinese-Indonesian family business succession in
Indonesia but outside Jakarta:
Interviewee 6: The interviewee is the founder of petroleum and agricultural products
business where it already operates for around 25 years ago. The family business is
located in Bangka where this family are having 2 sons and 1 daughter where both the
sons is the one that continue the family business but the daughter also help the brothers.
It is because the daughter spend more of her time in Jakarta compared with her brothers
where they more focus on the business.
Interviewee 7: The interviewee business operates on snacks where he is the founder
and already operates the business for 22 years. This family business is located in
Malang where this family are having 2 daughters and 2 sons. The second daughter is the
one who continued the family business whereas the oldest daughter just helping her
father for the taxation as she prefer more to become beauticians and makeup artist.
Furthermore, both of the sons still study in overseas but taking different major
compared with his father business which is engineering and hospitality.
Interviewee 8: The interviewee business operates in property sector for 20 years
where he is the founder of the business. The family business is located in Malang where
this family is having 4 sons. The first and second son is the one that already continue the
family business whereas the third and youngest son is still junior and senior high school.
Interviewees 9: The interviewee convection business already operates since 1985
which is around 32 years ago where he is the founder of the business. The family
business is located in Magelang where this family is having 2 sons and both of the sons
continue the family business.
RESULTS AND DISCUSSIONS
Family vs. Non Family Successor
We interview the interviewees with the follow question: “Who do you expected to
continue your business in the future or who will replace your leadership role? Your own
children or not family members but having the ability to continue the business?”
All of interviewees want their children to replace his leadership role in the family
business. It is because they believe in the purpose of the business building, the family
business for their children. Interviewee 5 said that he want his children to continue the
business because he set up this business to be continued by the children. And
Interviewee 7 also said that he set up the business since the beginning by himself and
want the children to expand the business. Interviewee 3 said that he does not want other
people that are not family member to continue the business as he believed that it
become not family business anymore. Interviewee 2 said that he want his children to
continue the business as he have been worked very hard since the beginning and he do
not want other people just continue the business that already success. Interviewee 6
want the business to be continue by family and the next generation because it is a family
16
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
business but it does not mean that he did not hiring employees that is not family
member. However, he want that the share and director is handle by his own children.
Interviewee 9 said that he want his children to continue the business as he aimed to set
up the business since the beginning so that he can give a legacy for the son.
They believe that their children can be trained to have ability to continue the
business. As Interviewee 1 said that he wants his children to continue the business
instead of other people that is having more abilities as he believed that the ability of the
children can be trained and it can become better by the number of experienced.
Interviewee 4 said that he will teach the children in order to have ability to continue the
business as he start from the beginning and he hope that the business will always thrive
to the next generation. Interviewee 8 said that he will trained the children ability to run
the business as the successors of the business instead of other people that is having
capabilities where he is having four sons.
Confucianism Tradition
In general tradition of the Chinese people, the son will continue the family name
and the daughters will follow her husband family. Therefore, the family business is
more deserve to be continued by the son. And we want know, what is the interviewees’
opinion about this.
Two interviewees believe in the tradition that their son(s) is first candidate for their
successor. Interviewee 1 said that he agree that the sons is the one that is more deserve
to continue the family business as the son will continue the family name. Interviewee 6
said that by its nature, the sons are the one that will continue the family business in
general as they are having big responsibilities on behalf of the family name and must
work harder to satisfy the needs and wants of the family.
But other interviewees look at both sons and daughters is equal in leadership of the
family business succession. Interviewee 7 said that there is no differentiation between
the son and daughter to continue the business as long as they can develop and promote
the business although the son is the one that will continue the family name in the
Chinese tradition. Interviewee 4 said that there is no different between the son and
daughter as skills and hard work is more important at the end. He also hopes that all of
the children can collaborate to expand the business as every people is having different
skills and can help each other. Although the Interviewee 8 does not have daughter, he
believed that the successors of the family business is not necessary to be the son as
passion is what he need.
Other interviewees do not believe in gender equality, but they also consider as most
important is ability and not gender issue. Interviewee 2 said that if his daughter can
make the family business is success, it is better to be continued by the daughter but
success although the daughter will follow the husband once she got married in the
Chinese tradition. Interviewee 3 said that his daughter has ability more than his sons, he
does not agree that the sons is more deserve to continue the family business as the
ability is more important compared with the tradition that the daughter will follow the
husband. Interviewee 5 believed that business required intelligent compared with gender
especially that the education between male and female is already equal in today society
And then interviewee 9 wants his children, both son and daughter, can collaborate
in lead the business. He has two sons where he hope that they all can collaborate
together to continue the business as co-owner. If he has both son and daughter, he will
17
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
give same opportunity as he believed that it is not necessary that the son is better to
continue the business.
Sons in Succession
We ask question to the interviewees: “Do you will consider the son first that is
deserve to continue the family business or replace your leadership in future?”
Interviewee 1 believed that the sons will be more success on the industry that the
business operates and daughter only help her brother in operating the business.
Interviewee 6 said that he will consider the son first to continue but also give
opportunities for the daughter if she is interested and having ability to run the business.
Interviewee 2 said that he does not differentiate between the sons and daughter.
Interviewee 3 said that he does not have the problem who will continue as long as the
children are the one that continue the business. Interviewee 5 said that he will not
consider the son first to continue the business but it will depends on who is the first
children where he will teach the oldest children about the business. Interviewee 8
believed that the successors of the family business are not necessary to be the son as
passion is what he need. Although interviewee 9 do not has daughter, but if he has, he
said that he will not see base on gender. He also will welcome the son in law if he can
continue the business and become more successful. Interviewee 7 said that he will see
the ability of the children instead of the gender where he will give the family business to
be continued by the daughter if the daughter is seen to be more capable to continue the
business. And interviewee 4 said that he will give the business to be continued by the
daughter as his oldest children. He has opinions that every people can be teach to
become capable to run the business.
Daughters in Succession
The fourth question for the interviewees is: “If your daughter seen to be more
capable and having more abilities to continue your business or replace your leadership
in future, will you give the family business under the leadership of your daughter?” All
of them believe that their daughter can become successor candidate of their leadership.
Interviewee 1 said that although he agree that the sons is the one that is more
deserve to continue the family business as the son will continue the family name,
however, he will allow his daughter to continue the family business if the daughter is
seen to be more capable and having more abilities but the husband cannot join on the
business and must have other jobs or business. Interviewee 3 said that he will give the
business to be continued by the daughter if she is seen to be more capable and he also
allowed the son in law to help the daughter as long as having abilities because the
interviewees believed that the son in law already become his children too. Interviewee 6
said that although he will consider the son first to continue the business, but he also give
opportunities for the daughter if she is interested and having ability to run the business.
He said that all of the children are entitled for the family business and they all are
having same trust as well as having same value in future. Interviewee 7 said that he will
give the family business to be continued by the daughter if the daughter is seen to be
more capable to continue the business, but on the other hand, he will provides jobs on
the business in order to prevent dominant and control of the daughters. Interviewee 8
said that although the interviewees does not have daughter, he believed that the
successors of the family business is not necessary to be the son as passion is what he
18
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
need. Likewise, interviewee 9 has no daughter, but if he has, he said that he will
welcome his daughter and the son in law if he can continue the business and become
more successful.
Interviewee 2 also has no daughter, but if he has, he said that if his daughter have
more capabilities, he will give the family business to the daughter to continue but he
will make possessions separation letter before marriage in order to avoid the husband to
be dominant or took control of the daughter. Interviewee 4 said that in today society, he
view that there is also many woman that is dominant but he will structure the
organization inside the factory to make that there is no one that is more dominant but it
will make everything good for the company. Interviewee 5 has three daughters, but has
not son. In order to prevent the husband to be more dominant or control the daughter
when the daughter is the one who continue the family business, the interviewees will
made premarital agreement.
Family Management Strategy
The fifth question is: “Do all your children will join to operate your family business
in future? Or you prefer only one of them to look after the family business and the rest
of the child to find other jobs outside or build their own business? Or you will help all
your children to build their own business?”
Interviewee 1 said that he prefer to give his second son to continue the family
business as there is family conflict with the first son where he prefer to leave and have
his own way of life whereas the interviewee daughter is more on housewife. Interviewee
2 wants both of his sons to continue the family business. Interviewee 4 wants all his
children to continue the family business unless they already have talent on other field.
Interviewee 7 wants all the children to continue the family business but he want the
children to find jobs outside first in order to have more working experienced.
Interviewee 3 said that although he wants the children to continue the family
business, but he will support through financial and non-financial support what the
children want as long as it is positive. Interviewee 5 will set up business for every of the
children. Interviewee 6 said that in future, it will depend on the children decision
whether they want to continue the family business or want to pursue their own dream
where the interviewees will support as long as it is having good prospect. Interviewee 8
will give freedom towards all their children based on their interest and talent to follow
their own dream. Interviewee 9 will support his sons to set up new business although he
wants both the son to continue the business as co-owner.
CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS
Based on our interview, most the family business already founded for more than 20
years ago. It is found that most of family business succession is done by the next
generation of the family whether the son or daughter. Passion and ability is more
important compared with gender in the succession of the Chinese family business in
today society. All of our interviewees are reluctant that other people who is not related
with the family although they are having more ability to continue the business. All of
our interviewees also said that the family business is prepared for their next generation
such as to be expanded by the children and inherited for the children when they already
passed away.
19
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
In future, it is useful to conduct another research by using same interviewees but the
children in order to know the reality of the Chinese family business succession when the
parents is already pension or passed away. It is because the children already continue
the family business but their parents also still running the business. On the other hand,
many of the children are still young to operate the business but we did not know how it
will be in the future.
Reference
Banerjee, A.V., & Duflo, E. (2011). Poor Economics: A Radical Rethinking of the Way
to Fight Global Poverty (1st ed). Perseus, USA.
Deng, X. (2015). Father-daughter succession in China: facilitators and challenges.
Journal of Family Business Management, Vol. 5 Iss 1 pp. 38 – 54.
Gupta, V., Levenburg, N., Moore, L., Motwani, J. and Schwarz, T. (2009). Anglo vs.
Asian Family Business: A Cultural Comparison and Analysis. Journal of Asia
Business Studies, Vol. 3 Iss: 2 pp. 46 – 55
Hofstede, G. (1991). Cultures and organizations. London: McGraw-Hill
Hsu, F. L. K. (1998). Confucianism in comparative context. In W. H. Slote & G. A.
DeVos (Eds.), Confucianismand the family (pp. 53–71). Albany: State University
of New York Press.
Jacobs, L., Goupei, G., & Herbig, P. (1995). Confucian roots in China: A force for
today’s business.ManagementDecision, 33(10), 29–34.
Karsono, O. M. F., & Suprapto, W. (2014). The Downfall of Chinese Family Businesses
in East Java, Indonesia. International Journal of Academic Research, 6(6), 298304.
Living in Indonesia. (n.d.). Chinese-Indonesians. [Web log]. Retrieved from
http://livinginindonesia.info/item/chinese-indonesians
Suryadinata, L. (2006). Southeast Asia’s Chinese Businesses in an Era of Globalization:
Coping with the Rise of China. ISEAS Publications, Singapore.
Tan, W-L., & Fock, S. T. (2001). Coping with Growth Transitions: The Case of Chinese
Family Businesses in Singapore. Family Business Review 14(2), 123-140
Tu, W.-M. (1998). Probing the ‘three bonds’ and ‘five relationships’ in confucian
humanism. In WH Slote, G.D.V. (Ed.), Confucianism and the Family, State
University of New York Press, Albany, NY, pp. 121-136.
Yan, J. & Sorenson, R. (2006). The Effect of Confucian Values on Succession in
Family Business. Family Business Review, vol. XIX, no. 3, pp. 235-250.
Biography
Cindy Utama, BA., MBA graduated from University of Gloucestershire in the year 2015 with
major Business Management and Strategy. She continue study Master programs at James Cook
University with major Business Administration and graduated on 2016. She is a lecturer at
Bunda Mulia University.
Dr. Edi Purwanto, SE., MM graduated from Satya Wacana Christian University. He is a lecturer
at Bunda Mulia University. Courses that he teach includes Dynamics of Global Competition,
Corporate Strategy, Cross Cultural Management and Strategic Management. He is actively write
research, call for papers, book publication, seminar and scientific articles in repute international
journals that is indexed such as in Scopus, Scimago JR; EBSCO, GoogleScholar, DOAJ,
ProQuest and Copernicus that is mostly focus on business culture.
20
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN HUBUNGAN ANTAR
KELUARGA TERHADAP PROSES SUKSESI PADA
PERUSAHAAN KELUARGA
Ian Marvin1, Mei Ie2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Perusahaan keluarga merupakan fenomena yang menarik dalam dunia bisnis. Pengembangan perusahaan
keluarga berhubungan dengan suksesi kepemimpinan. Suksesi kepemimpinan mempengaruhi
keberlangsungan hidup perusahaan keluarga. Penelitian ini bertujuan menganalis pengaruh faktor
personal dan hubungan antar keluarga terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga. Populasi
penelitian ini adalah perusahaan keluarga di Jakarta Barat. Sampel yang diambil sebanyak 50 perusahaan
keluarga. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Metode analisis data menggunakan analisis regresi ganda. Hasil peneltian
menunjukkan bahwa faktor personal dan hubungan antar keluarga berpengaruh secara bersama-sama
terhadap proses suksesi. Faktor personal dan hubungan antar keluarga masing-masing berpengaruh secara
parsial terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga.
Kata Kunci: faktor personal, hubungan antar keluarga, proses suksesi, perusahaan keluarga
ABSTRACT:
Family business is an interesting phenomenon in the business world. The development of a family
business is related to the influence of the leadership succession. Leadership succession greatly affect the
continuity of the family business. This study aimed to analyze the influence of personal factor and family
relationships on succession process. The population in this study was family businesses in West Jakarta.
The sample in this study was 50 family businesses. The sampling technique used purposive sampling.
Data collection technique was using questionnaire. Datas were analyzed using multiple regression
method. Results of the analysis concluded that there was significant effect of personal factors and intrafamily relationship on succession process simultaneously, personal factors and intra-family business
partially influenced on the succession process,with confidence level 95%.
Keywords: personal factors, intra-family relationship, succession process, family business.
PENDAHULUAN
Perusahaan keluarga menjadi fenomena yang menarik di dalam dunia bisnis. Hal
yang menarik di dalam perusahaan keluarga adalah struktur perusahaan keluarga yang
terdiri dari banyak anggota keluarga sehingga dalam pengambilan keputusan perlu
dipertimbangkan keberadaan anggota keluarga tersebut. Kecenderungan pemilik bisnis
untuk mempercayai pengelolaan perusahaannya kepada anggota keluarga adalah hal
yang banyak dilakukan oleh pemilik perusahaan keluarga namun kepercayaan pemilik
kepada keluarga kadang bukan merupakan keputusan yang tepat. Keputusan ini hanya
berdasarkan kepercayaan saja dan mengesampingkan faktor profesionalitas. Banyak
sekali perusahaan di dunia yang merupakan perusahaan keluarga. Perusahaanperusahaan keluarga tersebut banyak memberikan kontribusi bagi negara. Perusahaan
21
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
keluarga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian negara (Halim,
2013).
Perkembangan bisnis/perusahaan keluarga tentunya tidak lepas dari pengaruh
suksesi kepemimpinan yang diterapkan dari setiap pemimpin di setiap generasi. Suksesi
kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan keluarga. Potensi
konflik yang terjadi pada suksesi kepemimpinan dalam bisnis/perusahaan keluarga
adalah konflik nilai yang terjadi antara pendiri yang masih berperan sebagai motor
penggerak bisnis utama dan anggota keluarga yang kemudian terlibat di dalam
perusahaan (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013).
Mengingat generasi baru cenderung mempunyai pandangan berbeda dibanding
generasi sebelumnya. Suksesi merupakan isu yang krusial, terutama kalau kendali
perusahaan sudah mulai bergerak ke arah generasi kedua, apalagi generasi ketiga. Isuisu dalam suksesi antara lain adalah rencana suksesi yang tidak jelas dan konflik antara
calon-calon pengganti. Kata kunci dalam suksesi adalah kapan dan kepada siapa
perusahaan akan diwariskan. Oleh karena itu, agar konflik antar calon pengganti tidak
terjadi, perlu dilakukan perencanaan suksesi kepemimpinan. Perencanaan suksesi
tersebut juga ditujukan agar tidak ada perebutan jabatan dan hak dalam perusahaan
keluarga sehingga keluarga juga tetap tentram (Chaimahawong dan Sakulsriprasert,
2013).
Perencanaan dalam suksesi kepemimpinan sangat penting untuk dilaksanakan di
dalam sebuah perusahaan, terutama perusahaan keluarga. Dengan perencanaan yang
baik, maka suksesi kepemimpinan perusahaan akan jatuh pada orang yang tepat
sehingga dapat mempertahankan keberadaan perusahaan dan mengembangkannya. Isu
suksesi dalam sebuah perusahaan keluarga juga penting apalagi jika pemilik usaha
memiliki anak lebih dari satu. Hal ini diakibatkan oleh kemungkinan timbulnya
perbedaan sudut pandang dalam menjalankan perusahaan, perbedaan visi dan misi
kedepan, dan perbedaaan karakter dari masing-masing anak yang akan menjadi penerus
perusahaan tersebut. Hal ini menjadikan proses suksesi lebih kompleks (De Massis,
Chua, dan Chrisman, 2008).
TINJAUAN LITERATUR
Menurut Sharma, et. al (2000), proses suksesi adalah transfer kepemimpinan dari
pemimpin terdahulu ke pemimpin penerusnya, sedangkan menurut Venter, Boshoff, dan
Maas (2005), proses suksesi adalah proses peralihan pemegang jabatan.
Menurut Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) faktor yang mempengaruhi
proses suksesi perusahaan keluarga adalah faktor personal, hubungan antar keluarga,
faktor konteks, dan faktor keuangan. Sedangkan, De Massis, Chua, dan Chrisman
(2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi proses suksesi adalah
faktor hubungan.
Menurut De Massis (2012), faktor personal merupakan faktor yang berhubungan
dengan profil atau motivasi dari individu. Menurut Chaimahawong dan Sakulsriprasert
(2013), faktor personal adalah ambisi suksesor untuk melanjutkan bisnis keluarga.
Tingkat persiapan penerus yang baik adalah kunci keberhasilan proses suksesi dari
generasi yang menjabat untuk penerus. Namun kenyataannya masih banyak proses
suksesi yang tidak melihat persiapan penerus sehingga bisnis keluarga dipandang
sebagai bisnis yang harus dilanjutkan saja tanpa adanya kesiapan dari penerus.
22
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hubungan antar keluarga adalah tradisi dan kualitas hubungan antar anggota
keluarga. Hubungan antar anggota keluarga di dalam bisnis keluarga mempengaruhi
kesuksesan proses suksesi. Hubungan yang harmonis terhadap sesama anggota keluarga
di dalam perusahaan keluarga dapat mendukung kerja sama antar anggota keluarga
sehingga penerus dapat memperoleh dukungan dari anggota keluarga lainnya. Dalam
praktiknya hubungan antar anggota keluarga tidak selamanya harmonis dan sering
terjadi konflik antar anggota keluarga sehingga penerus tidak dapat melaksanakan
perannya sebagai pimpinan dengan baik (Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013).
Pengaruh Faktor Personal dan Hubungan antar Keluarga terhadap Proses Suksesi
Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) menyimpulkan bahwa masalah utama
dalam proses suksesi adalah karena faktor personal dari kedua pihak, yaitu penerus
potensial dan incumbent. Hal ini meliputi penerus memiliki keahlian yang diperlukan
untuk mengoperasikan bisnis/perusahaan keluarga, kesediaan penerus untuk bergabung
dengan bisnis/perusahaan keluarga, dan tingkat persiapan yang penerus potensial
memiliki sebelum bergabung dengan bisnis/perusahaan keluarga. Jika potensi penerus
di bawah kualifikasi karena kurangnya keterampilan yang diperlukan dan kurangnya
persiapan, maka dapat menyebabkan gangguan dalam proses suksesi. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa jika penerus memiliki karakteristik yang kuat untuk
meneruskan bisnis keluarga, maka semakin tinggi peluang keberhasilan proses suksesi
bisnis/perusahaan keluarga.
Keharmonisan keluarga dan hubungan antar keluarga juga sangat mempengaruhi
proses suksesi. Konflik antara anggota keluarga (misalnya, persaingan saudara) dapat
menghalangi kelancaran proses suksesi (Massis, Chua, dan Chrisman, 2008). Oleh
karena itu, semakin baik persiapan penerus dan hubungan antara incumbent dengan
penerus, maka semakin tinggi tingkat keberhasilan proses suksesi bisnis keluarga.
Dengan demikian faktor personal dan hubungan antar keluarga dapat dikatakan sangat
berpengaruh terhadap proses suksesi dalam perusahaan keluarga.
Pengaruh Faktor Personal terhadap Proses Suksesi
Tingkat persiapan penerus yang baik adalah kunci keberhasilan proses suksesi dari
generasi yang menjabat untuk penerus. Namun kenyataannya masih banyak proses
suksesi yang tidak melihat persiapan penerus sehingga bisnis keluarga dipandang
sebagai bisnis yang harus dilanjutkan saja tanpa adanya kesiapan dari penerus
(Chaimahawong dan Sakulsriprasert, 2013)
Dua kondisi, yang sangat penting untuk proses suksesi perusahaan keluarga adalah
kesediaan penerus untuk menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap bisnis dan
atau kemampuannya untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan, keterampilan,
kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola dalam waktu yang terbatas dan mengarah
kepensiun dari inkumben (Mutunga, 2013).
Bagi sebagian besar bisnis milik keluarga, pendahulu tidak ingin memikirkan
suksesi karena mereka takut kehilangan kekuasaan dan status. Sebagian besar
perusahaan dengan transisi dari generasi pertama sampai dengan generasi ketiga
perusahaan mulai bekerja pada rencana suksesi formal yang melibatkan kedua generasi.
Sementara pemilik generasi pertama yang mengembangkan bisnis mengalami kesulitan
dalam melepaskan kontrol, penerus generasi ketiga, sering dididik di luar negeri,
23
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memungkinkan peningkatan lapangan kerja staf non-keluarga di perusahaan mereka,
melembagakan gagasan memisahkan kepemilikan dan manajemen. Ada kebutuhan
untuk menjaga bisnis dalam keluarga karena merupakan penentu utama bagi
perusahaan-perusahaan yang dikelola keluarga secara global. Proses suksesi hanya
selesai ketika penerus telah memperoleh legitimasi dan diterima secara luas oleh para
pemangku kepentingan (Mutunga, 2013).
Penyelesaian proses ini bergantung pada kemampuan penerus untuk melatih
kepemimpinan yang tepat dalam bisnis. Delegasi progresif wewenang kepada
penggantinya adalah penting jika penggantinya mengambil kendali penuh. Kurangnya
delegasi tidak hanya menggagalkan proses pembelajaran penerus, tetapi juga dapat
mengurangi kredibilitas mereka di mata karyawan dan stake holder kunci lainnya. Oleh
karena itu, semakin siap penerus dalam meneruskan usaha keluarga, maka semakin
lancar proses suksesi (Mutunga, 2013).
Pengaruh Hubungan antar Keluarga terhadap Proses Suksesi
Hipotesis Penelitian
H1 : Ada pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga secara bersama-sama
terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga.
H2 : Ada pengaruh positif faktor personal terhadap proses suksesi pada perusahaan
keluarga.
H3 : Ada pengaruh positif hubungan antar keluarga terhadap proses suksesi pada
perusahaan keluarga.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah perusahaan bisnis keluarga yang berada di daerah
Jakarta Barat. Dalam penelitian ini diambil sampel sebanyak lima puluh perusahaan
keluarga yang ada di Jakarta Barat.
Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Teknik ini digunakan agar mendapat sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Kriteria pemilihan responden berdasarkan perusahaan bisnis keluarga yang
akan atau yang sudah melakukan proses suksesi di perusahaannya.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner digunakan karena merupakan mekanisme
pengumpulan data yang efisien ketika peneliti mengetahui dengan pasti data yang
dibutuhkan dan bagaimana mengukurnya (Sekaran, 2003). Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Chaimahawong dan
Sakulsriprasert (2013).
Operasionalisasi Variabel
Adapun operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
24
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel
Variabel
Definisi
Indikator
Penerus/penyambung bisnis keluarga
Ambisi
Pengetahuan yang cukup untuk melanjutkan bisnis
penerus untuk
keluarga
Faktor personal melanjutkan
Kesediaan untuk melanjutkan bisnis keluarga
bisnis keluarga
Bisnis keluarga adalah bisnis yang menarik untuk
dilanjutkan
Kesiapan untuk melanjutkan bisnis keluarga
Adanya tingkat kepercayaan yang tinggi antar anggota
keluarga
Faktor yang
Adanya tingkat kesatuan yang tinggi antar anggota
Hubungan
berhubungan
keluarga
antar keluarga
dengan
Anggota keluarga memiliki tingkat kepercayaan yang
dukungan
tinggi pada saya untuk melanjutkan bisnis keluarga
keluarga
Anggota keluarga percaya bahwa saya memiliki
kemauan untuk melanjutkan bisnis keluarga
Tidak ada konflik antar anggota keluarga
Penunjukan secara formal untuk melanjutkan bisnis
Adanya keputusan yang kuat dari keluarga mengenai
Proses
penunjukan penerus
Proses suksesi
peralihan
Adanya rencana peralihan kepemimpinan yang efektif
kepemimpinan
Adanya pemberian kekuasaan kepada penerus untuk
menjalankan perusahaan
Adanya persiapan penerus untuk mengambil alih bisnis
keluarga
Sumber: Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013)
Skala
Likert
Likert
Likert
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner, responden sebagian besar
merupakan pebisnis berjenis kelamin pria, berusia 33 – 38 tahun, membuka usaha di
bidang kuliner, lamanya usaha lebih dari 15 tahun, memiliki calon penerus usaha
keluarga, dan mayoritas juga merupakan generasi kedua.
Adapun hasil analisis regresi ganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Ganda
Model
Unstandardized
Coefficient
B
Std. Error
2,433
0,868
0,278
0,076
Constant
Faktor Personal
Hubungan antar
0,618
keluarga
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
0,069
Standardized
Coefficient
Beta
t
Sig.
0,284
2,801
3,632
0,007
0,001
0,705
9,019
0,000
Hasil analisis regresi ganda menghasilkan persamaan: Y’ = 2.433 + 0.278 X1 +
0.618 X2 + e, dengan nilai koefisien determinasi ganda sebesar 0,907 yang berarti
90,7% variabel dependen (proses suksesi) dapat dijelaskan oleh dua variabel
25
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
independen (faktor personal dan hubungan antar keluarga), sedangkan sisanya sebesar
9,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian,
seperti kesediaan mengambil alih, tingkat persiapan, dan lainnya.
Hasil pengujian hipotesis (H1) menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000
(lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor personal
dan hubungan antar keluarga secara bersama-sama terhadap proses suksesi pada
perusahaan keluarga dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitan yang dilakukan oleh Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) serta Massis,
Chua, dan Chrisman (2008). Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hal utama
yang mempengaruhi proses suksesi adalah karakteristik pribadi (faktor personal) dari
kedua pihak, yaitu penerus potensial dan incumbent serta keharmonisan keluarga
(hubungan antar keluarga). Apabila penerus mempunyai keterampilan dan kemauan
untuk menjalankan bisnis keluarga dan penerus juga didukung oleh anggota keluarga
yang lain, maka proses suksesi akan berjalan dengan lebih baik. Dengan demikian
keberlangsungan bisnis pada perusahaan keluarga juga dapat lebih terjamin.
Hasil pengujian hipotesis (H2) menunjukkan bahwa signifikansi pada variabel
faktor personal adalah sebesar 0,001 (lebih kecil dari 0,05). Ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh positif faktor personal terhadap proses suksesi, jika hubungan antar
keluarga dianggap konstan dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Chaimahawong dan Sakulsriprasert (2013) dan Mutunga (2013) yang
menyimpulkan bahwa faktor personal memiliki pengaruh positif terhadap proses
suksesi. Penerus bisnis pada perusahaan keluarga harus memiliki kepercayaan diri yang
tinggi dan harus memiliki keterampilan manajerial untuk menjalankan bisnis. Jika
potensi penerus di bawah kualifikasi karena kurangnya keterampilan yang diperlukan,
maka ada kemungkinan penerus ditolak atau dapat juga penerus menolak posisi yang
ditawarkan karena merasa tidak mempunyai keterampilan yang memadai. Jika hal
tersebut terjadi, maka proses suksesi akan terhambat.
Hasil pengujian hipotesis (H3) menyatakan bahwa nilai signifikansi variabel
hubungan antar keluarga adalah sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif hubungan antar keluarga terhadap proses
suksesi, jika faktor personal dianggap konstan dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil ini
sejalan dengan penelitian De Massis, Chua, dan Chrisman (2008) yang menyimpulkan
bahwa kualitas hubungan antara incumbent dan potensi penerus sangat penting untuk
suksesi. Jika ada konflik, proses suksesi dapat ditempatkan pada risiko. Keharmonisan
keluarga sangat membantu keberhasilan proses suksesi. Chaimahawong dan
Sakulsriprasert (2013) juga menyimpulkan bahwa kualitas hubungan antar keluarga
dengan penerus memiliki pengaruh yang positif. Kualitas hubungan antar keluarga
dengan penerus harus ditingkatkan sehingga penerus merasa bersedia dan disambut
dengan baik di dalam bisnis yang akan dikelola.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
26
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Terdapat pengaruh faktor personal dan hubungan antar keluarga secara bersamasama terhadap proses suksesi pada perusahaan keluarga.
2. Terdapat pengaruh faktor personal secara parsial terhadap proses suksesi pada
perusahaan keluarga.
3. Terdapat pengaruh hubungan antar keluarga secara parsial terhadap proses suksesi
pada perusahaan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Chaimahawong, V., dan Sakulsriprasert, A. (2013). Family business and post
succession performance: evidence from thai SMEs. International Journal of Business
and Management,Vol. 8 (2), 19-28.
De Massis, A. (2012). Factor preventing intra-family succession. Transeo Academic
Award, 1-6.
De Massis, A., Chua, J. H., dan Chrisman, J. J. (2008). Factor preventing intra-family
succession. Family Business Review, Vol. 21 (2), 183-199.
Halim,Y. (2013). Analisa suksesi kepemimpinan pada perusahaan keluarga PT Fajar
Artasari di Sidoarjo. AGORA, Vol. 3 (1), 1-15.
Mutunga, F. (2013). Factor affecting succession planning in small and medium
enterprise in Kenya. International Journal of Academic Research in Business and
Social Sciences, Vol. 3 (8), 285-300.
Sekaran, U. (2003). Research methods for business a skill building approach. New
York John Wiley & Sons, Inc.
Sharma et. al. (2000). Determinants of initial satisfaction with the succession process in
family firms: a Conceptual Model. Family Business Review, Vol. 16 (1), 1-27.
Venter, E., dan Boshoff, C. (2006). The influence of family-related factors on the
succession process in small and medium-sized family businesses. SAJEMS NS,Vol.
9 (1), 17-32.
Venter, E., Boshoff, C., dan Maas, G. (2005). The influence of successor-related factors
on the succession process in small and medium-sized family business. Family
Business Review, Vol. 18 (4), 283–303.
27
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN BISNIS TERHADAP
KERAGAAN BISNIS MILIK KELUARGA
(STUDI KASUS: USAHA SONGKET PALEMBANG)
1
M. Amirudin Syarif, 2Gagan Ganjar Resmi , 3Andrian Noviardy
1
Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected]
2
Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected]
3
Universitas Bina Darma, Palembang, [email protected]
ABSTRAK:
Banyak Bisnis Milik Keluarga (BMK) masih menerapkan pola manajemen kekeluargaan. Pola
manajemen ini seringkali menjadi pertanyaan apakah menjadi pemicu keberhasilan BMK ataukah
sebaliknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan pada era
awal bisnis tersebut, dan karakteristik bisnisnya berpengaruh terhadap keragaan BMK. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat apakah penerapan manajemen bisnis dapat berpengaruh terhadap keragaan BMK
sebagaimana manajemen kekeluargaan. Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah: Manajemen
bisnis berpengaruh terhadap keragaan BMK. Objek penelitian adalah BMK usaha songket Palembang.
Pemilihan objek ini karena usaha songket Palembang adalah BMK yang paling banyak menerapkan
manajemen kekeluargaan pada masa awal bisnis, yang kemudian berkembang lebih modern pada saat ini.
Dimensi yang digunakan antara lain adalah tata kelola institusi, profesionalisme, dan suksesi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari penerapan manajemen bisnis
pada keragaan BMK usaha songket Palembang. Walaupun demikian ternyata pada masa masa awal
berdirinya BMK menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan adalah pilihan terbaik sesuai
dengan karakteristik bisnis songket Palembang.
Kata Kunci: bisnis milik keluarga, manajemen kekeluargaan, manajemen bisnis
ABSTRACT:
Many Family Owned Business (BMK) is still implementing a familial management. The pattern of
management is often a question of whether to trigger the success of BMK or vice versa. Some research
indicates that the application of family management at the beginning of the era of the business, and the
characteristics of the business affect the performance of BMK. This research was conducted to see
whether the application of business management can affect the performance of BMK as familial
management. The hypothesis proposed in this study: Business Management affect the performance of
BMK. The object of research is BMK of Palembang songket business. Selection of this object because
business Palembang songket is most widely implement a family management in the early days of business,
which later developed a more modern at this time. Dimensions are used, among others, is the governance
of the institution, professionalism, and succession. The results showed that there was not a significant
effect of the application of business management on the performance of the business BMK Palembang
songket. However it turns out during the founding days of BMK indicate that familial management
application is the best choice according to the characteristics of Palembang songket business.
Keywords: family-owned business, family management, business management
28
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Bisnis Milik Keluarga (selanjutnya disebut BMK) adalah bisnis yang dijalankan
oleh orang orang yang saling memiliki hubungan dalam satu keluarga inti, sebagai
contoh antara suami-istri-anak ataupun hubungan kekerabatan, sebagai contoh antara
saudara dalam sepupu (cousin). Hubungan keluarga ini di Palembang sangat erat. Hal
ini dicirikan dalam kehidupan yang tinggal dalam suatu rumah besar yang disebut
rumah panggung. Dalam rumah besar ini dihuni oleh orang tua-anak anak-cucu, yang
mana mereka saling memiliki kekerabatan. Kehidupan ini juga ditandai dengan adanya
bisnis yang dikelola keluarga. Salah satu bisnis yang dijalankan keluarga adalah bisnis
songket Palembang. Songket Palembang adalah salah satu produk bisnis yang dilakoni
masyarakat etnis Palembang sejak bertahun tahun yang lalu, disamping bisnis kuliner
empek empek. Sebagai bagian dari produk yang menjadi kebanggaan masyarakat etnis
Palembang maka songket menjadi bisnis yang juga dikelola secara bersama sama dalam
entitas keluarga inti maupun dalam keluarga besar (extended family). Kemampuan
membuat Songket Palembang diwariskan secara turun-temurun. Songket secara kualitas
adalah songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini disematkan julukan sebagai
“Ratu Segala Kain.”
Industri kerajinan kain songket di Palembang telah berkembang sejak akhir abad
kedua puluh sampai sekarang. Industri tersebut dikembangkan dan didominasi oleh
kewirausahaan berbasis kekerabatan yang berawal dari bisnis keluarga. Bisnis keluarga
ini memproduksi dan memperdagangkan kain songket yang merupakan warisan budaya
Palembang.
Pada BMK songket Palembang; keluarga dan bisnis adalah sistem sosial yang
purposive dan rasional. Kedua sistem sosial tersebut mampu mengubah sumber daya
yang tersedia dan kendala-kendalanya melalui transaksi interpersonal dan sumber daya
dalam upaya untuk menggapai prestasi bisnis. Prestasi dalam model ini dapat menjadi
objektif atau subjektif (Olson et al., 2003). Dalam model lanjutannya, diakui bahwa
keluarga dan bisnis keduanya dipengaruhi oleh lingkungan dan struktur perubahan, dan
bahwa respon akan berbeda ketika hal itu terjadi.
Pola manajemen kekeluargaan dalam BMK adalah pola manajemen yang dikelola
oleh sejumlah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik suami-istri maupun
keturunannya, termasuk hubungan persaudaraan. Donnelley (2002) menyatakan bahwa
suatu organisasi dinamakan usaha keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua
generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan. Menurut
Arnoff (2003), dapat disebut sebagai usaha keluarga adalah bila dalam perusahaan ada
dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan.
Pola manajemen bisnis adalah penerapan prinsip prinsip manajemen yang
profesional dimana pengambilan keputusan melibatkan orang di luar lingkaran keluarga.
Banyak Bisnis Milik Keluarga masih menerapkan pola manajemen kekeluargaan
demikian pula dengan BMK Songket Palembang. Pola manajemen ini seringkali
menjadi pertanyaan apakah menjadi pemicu keberhasilan BMK ataukah sebaliknya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen kekeluargaan
pada era awal bisnis tersebut, dan karakteristik bisnisnya berpengaruh terhadap
keragaan BMK.
29
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah penerapan manajemen bisnis dapat
berpengaruh terhadap keragaan BMK sebagaimana manajemen kekeluargaan.
TINJAUAN LITERATUR
Bisnis milik keluarga menurut (Gabrielsson dan Huse, 2005) merupakan suatu
perusahaan dengan kepemilikan dikuasai secara penuh oleh seorang atau lebih anggota
keluarga. Keberlangsungan Bisnis Milik Keluarga adalah yang menarik dari teori sistem
keluarga, memberikan pengakuan yang sama tentang keluarga dan sistem bisnis serta
interaksi antara mereka yang diperlukan untuk mencapai saling keberlanjutan (Stafford
et.al., 1999). Sustainable Family Business (SFB) Model dari Stafford et.al (1999)
menempatkan BMK dalam konteks sosial keluarga, menunjukkan bahwa jaringan sosial
adalah lingkungan luar dimana bisnis keluarga memulai, tumbuh, dan dalam pertemuan
yang bersifat transisi. Kestabilan wirausaha yang menempatkan kewirausahaan dalam
konteks keluarga diperkuat oleh Karya Aldrich (1999) di jaringan sosial perusahaan
milik keluarga.
Mengenai permasalahan dalam pengelolaan BMK dapat ditemui dari berbagai
pendapat para ahli dalam berbagai literatur bahwa saat ini perusahaan keluarga yang
sukses dalam bisnis dan kinerja seringkali mengalami permasalahan dalam sistem
bisnis. Sebagai contoh, sejumlah penulis telah menunjukkan bahwa tugas-tugas dan
nilai-nilai keluarga sering ditempatkan bertentangan dengan orang-orang profesional
dalam bisnis nya (Olson, 2003). Ada kecenderungan untuk mempertimbangkan
keluarga sebagai sistem yang menghambat fungsi tersebut dalam bisnis, dan keluarga
dipandang sebagai bagian dari situasi yang harus dikelola. The SFB Model
memungkinkan pendekatan bersifat netral dan tidak menganggap bahwa keluarga
adalah pesaing dengan atau bertentangan dengan bisnis. SFB Model juga mengakui
bahwa gangguan diciptakan oleh perubahan adalah normal dan terjadi di antara keluarga
dan bisnis. Lebih lanjut menunjukkan bahwa manajemen konflik berkembang dari
berbagai gangguan yang berfungsi untuk proyek keluarga atau bisnis ke perubahan yang
bersifat konstruktif. Sistem bisnis yang berdasarkan manajemen kekeluargaan
berbasiskan kepada hubungan baik (relationship based system=RBS) sementara bisnis
yang berdasarkan profesionalitas atau manajemen bisnis berbasiskan kepada keragaan
(performance based system=PBS). Di dalam RBS, tujuan bisnis yang bersifat finansial
dan perilaku bisnis menjadi tidak rasional secara ekonomi, sebaliknya dalam PBS
menjadi rasional secara ekonomi (Arthurs and Busenitz, 2003).
Suksesi adalah salah satu kendala yang terjadi dalam BMK. Ketidak mampuan
bertahan setelah generasi ke-3 dikarenakan konflik internal yang terjadi diantara anakanak para penerus BMK. Adanya keirian hati dan rasa yang tidak adil akan membuat
konflik yang semakin besar dalam bisnis keluarga. Oleh sebab itu maka sebuah program
suksesi sangat penting bagi keberhasilan, keberlanjutan, dan stabilitas dari setiap
perusahaan (Goldman dan Bernshteryn, 2007). Performa suksesi dapat dilihat dari
dimensi keluarga dan dimensi organisasi menurut Sharma (2004). Dimensi keluarga ini
dilihat bagaimana keharmonisan yang terjadi setelah suksesi, sedangkan dimensi
organisasi bagaimana situasi organisasi baik keuangan maupun keharmonisan terjadi
setelah suksesi. Ada 4 kuadran yang diajukan oleh Sharma (2004), yaitu:
30
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 1.Performa Pasca Suksesi
Dimensi Bisnis
Dimensi Keluarga
Positif
I: relasi terjalin baik,
finansial baik
III: relasi terjalin baik,
finasial buruk
Positif
Negatif
Negatif
II:
relasi
buruk,
finansial baik
IV:
relasi
buruk,
finansial buruk
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah kampung songket yang merupakan sentra industri songket
di Palembang. Terletak di Jalan Ki Gede Ing Suro dan Jalan Kirangga Wirasantika
sebagai pusat kerajinan songket di kota Palembang.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para pemilik bisnis songket yang merupakan
BMK yang berada di kampung songket. Ada 23 orang yang menjadi pemilik BMK dan
23 orang yang bekerja pada usaha tersebut sehingga Populasi ini keseluruhannya
menjadi responden penelitian.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rancangan sampling
non probabilitas dengan teknik sampling purposif (purposive sampling) dengan maksud
sampel yang diambil dengan sengaja dipilih untuk kepentingan penelitian. Jumlah
responden yang menjadi sampel adalah keseluruhan populasi yang berjumlah 46 orang.
Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder
baik yang bersifat data kualitatif maupun data kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013)
1. Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, gambar dan foto.
2. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang di angka
kan atau scoring.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan pada
BMK bersangkutan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan
penelitian, dengan cara:
a) Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien.
31
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Untuk skala penilaian, digunakan bentuk rating scale sesuai dengan skala
pengukuran yang dipakai, yaitu skala ordinal.
Skor 1 = Sangat Tidak Puas
Skor 2 = Tidak Puas
Skor 3 = Netral
Skor 4 = Puas
Skor 5 = Sangat Puas
Skala ordinal kemudian men-skala individu yang bersangkutan dengan
menambahkan bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masingmasing responden dapat dikelompokan dalam kelas interval, dengan jumlah
kelas adalah 5 maka intervalnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
I: interval
R: range
K: kelas
I=
Interval = 0,8 (nol koma delapan)
Dari skala tersebut skala distribusi terhadap jawaban responden adalah:
a.
1,00 – 1,80 = sangat tidak puas
b.
1,81 – 2,60 = tidak puas
c.
2,61 – 3,40 = netral
d.
3,41 – 4,20 = puas
e.
4,21 – 5,00 = sangat puas
b) Interview (wawancara)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti melakukan
pengumpulan data mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai
(responden pada BMK).
c) Observasi
Observasi adalah pengamatan terhadap pola perilaku responden di BMK
dalam situasi tertentu, untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang
diinginkan. Observasi merupakan cara yang penting untuk mendapatkan
informasi yang pasti tentang orang, karena apa yang dikatakan orang belum
tentu sama dengan apa yang dikerjakan.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan peneliti dengan cara membaca buku literaturliteratur, mengumpulkan dokumen, arsip, maupun catatan penting organisasi BMK yang
ada hubungannya dengan permasalahan penulisan ini dan selanjutnya di olah kembali.
32
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Definisi Operasional Variabel
Dimensi dalam penelitian ini adalah: Tata kelola institusi, Profesionalisme, dan
Suksesi. Dimensi penelitian ini menjadi operasional variabel. Berikut ini merupakan
definisi operasional variabel dalam penelitian ini:
Tata Kelola Institusi
Tata kelola institusi adalah cerminan atau proyeksi gambaran dari budaya organisasi
yang ditetapkan melalui suatu rangkaian nilai nilai dan ide orisinal dalam konteks
institusi. Indikator dari tata kelola institusi dalam penelitian ini dari Barley dan Tolbert
(1997), yaitu: (1) konsili keluarga (family council) yaitu kebijakan yang berhubungan
dengan pengaruh kesertaan keluarga, (2) Aturan baku (formal rule) yaitu aturan aturan
yang ditetapkan dalam lingkup organisasi institusi, dan disepakati bersama sebagai
pokok aturan utama, (3) Legitimasi dalam sistem sosial institusi.
Profesionalisme
Profesionalisme adalah penerapan konsep manajemen bisnis sebagai bagian dari
tugas tugas pokok manajerial yang dicerminkan dari pelaksanaan instrumen instrumen
manajemen yang meliputi indikator profesionalisme dari Nonaka dan Takeuchi (1995),
yaitu: (1) Informasi, (2) Pengetahuan, (3) Proses pengambilan keputusan
Suksesi
Suksesi adalah regenerasi kepemimpinan yang berjalan di dalam organisasi.
Indikator suksesi yang digunakan adalah dari Alcorn (1982), yaitu: (1) Memiliki
kemampuan beradaptasi, (2) Memiliki minat dan partisipasi, (3) Memiliki visi dalam
keberlanjutan usaha.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode normatif-deskriptif dengan pendekatan
deduktif. Menurut Bungin (2007), dalam pendekatan deduktif, teori digunakan sebagai
awal menjawab pertanyaan penelitian. Teori dan prinsip dijadikan sebagai ‘kacamata’
atau instrumen dalam melihat masalah penelitian. Dengan demikian, penulis terlebih
dahulu akan menemukan teori-teori maupun prinsip-prinsip manajemen bisnis yang
ideal untuk dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam praktek bisnis keluarga (family
business). Penalaran deduksi didasarkan pada aspek filosofis dan doktrinal untuk
memperoleh kebenaran praktis yang dapat dipergunakan dalam membangun kegiatan
bisnis yang baik. Penelitian ini juga melakukan metode analisis data dengan
menggunakan metode analisis statistik uji beda komparatif dua sampel berpasangan
Wilcoxon. Menurut Sugiyono (2003), Wilcoxon Signed Rank Test adalah sebuah tes
hipotesis non-parametrik statistik untuk menilai apakah dua sampel berpasangan dari
pengamatan memiliki nilai sama besar. Uji ini juga adalah uji komparatif 2 sampel
apabila skala data ordinal, tetapi tidak berdistribusi normal. Uji ini digunakan sebagai
alternatif untuk test signifikansi perbedaan antara dua populasi (dalam penelitian ini
adalah kelompok BMK yang menerapkan manajemen kekeluargaan, dan yang
menerapkan manajemen bisnis).
33
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data hasil observasi dan interview kepada para pemilik BMK menunjukkan bahwa
seluruh usaha songket Palembang saat ini berada di kampung songket. Beberapa BMK
melakukan pemasaran produknya secara daring. Berikut adalah data BMK tersebut pada
tabel 2:
Tabel 2. Daftar Nama Usaha dan Nama Pemilik BMK
No
1
Nama usaha
BMK
Songket Kiagus
H. Muslim H.
Amancik
Nama
Pemilik
No
Kiagus H. Muslim H.
Amancik
13
Nama usaha
BMK
Mayang Kiagus
Songket Cek IpahCek Ila; butik I
Songket Cek IpahCek Ila; butik II
Songket Cek IpahCek Ila; butik III
Makmur Jaya” Vicki
Collection
Nama
Pemilik
Bahsen Fikri
2
Songket Rumah Limas
H. Hamid
14
3
Songket Asmi Astari
Nyayu Hj. Asmi
Astari
15
4
Songket Tujuh
Saudara
H. Dungtjik
16
5
Songket Benang Emas
Kiagus Hasan Basri
17
6
Mawar Songket
Nyimas Widyawati
18
Zainal Songket
Kiagus H. Zainal
Arifin
7
Griya Songket Cek
Nani
Cek Nani
19
Dilla Songket
Linda
8
Cantik Manis Songket
9
Fikri Koleksi
Songket
Yusuf Effendy
Songket Hj. Laila H
Aguscik
Zainal Arifin (Zainal
Songket), butik II
21
Songket Hj. Cek Ipah
HS
Songket Cek Onah
Kiagus Hasan
Basri
Cek Onah
22
Songket Cek Una
Cek Una
23
Songket Ny. Hj.
Romlah Fauzi
Kiagus H.
Muhammad Fauzi
10
11
12
Umi Kalsum dan
Nyayu Nurhayati
Kiagus Bahsen Fikri
Kiagus Yusuf
Effendy
Hj. Laila H. Aguscik
20
Kiagus Masri
Kiagus Masri
Kiagus Masri
Kiagus Ansori
Kiagus H. Zainal
Arifin
Dari hasil wawancara didapat keterangan bahwa para pemilik bisnis songket
Palembang ini saling berhubungan keluarga dekat, sebagai kakak beradik maupun
keluarga sepupu dalam satu garis keturunan. Nilai nilai bisnis dalam BMK yang
dipegang atau yang menjadi filosofi bisnis nya adalah nilai nilai gotong royong
keluarga. Oleh karena itu hampir tidak ada konflik yang besar maupun persaingan bisnis
yang hebat diantara pelaku BMK ini.
Dari hasil olah data, berikut (lihat tabel 3: Descriptive Statiscs) menunjukkan rerata
dalam tiap tiap indikator berada pada kisaran 3.41 – 4.20 = puas. Sebagai contoh
OwnTK1, nilai reratanya adalah 3.65 yang berada pada kisaran puas, artinya (1) konsili
keluarga (family council) yaitu kebijakan yang berhubungan dengan pengaruh kesertaan
keluarga dianggap memuaskan. Sedangkan nilai rerata PegTK1 adalah 3.69 yang
merupakan pendapat dari pegawai yang bukan keluarga juga menyatakan puas terhadap
kebijakan yang diambil.
34
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Secara keseluruhan maka dapat dinyatakan bahwa dimensi tata kelola,
profesionalisme, dan suksesi yang diwakili oleh masing masing indikator yang ada
yaitu: konsili keluarga (family council), Aturan baku (formal rule), Legitimasi dalam
sistem sosial institusi, Informasi, Pengetahuan, Proses pengambilan keputusan,
Memiliki kemampuan beradaptasi, Memiliki minat dan partisipasi, Memiliki visi dalam
keberlanjutan usaha bernilai puas baik dari pemilik maupun pegawai BMK.
Tabel 3. Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
OwnTK1
23
3.00
5.00 3.6522
OwnTK2
23
3.00
5.00 3.6087
OwnTK3
23
3.00
5.00 3.7826
OwnPr1
23
3.00
4.00 3.6522
OwnPr2
23
3.00
5.00 3.7391
OwnPr3
23
3.00
5.00 3.6087
OwnSK1
23
3.00
4.00 3.6087
OwnSK2
23
2.00
5.00 3.5652
OwnSK3
23
2.00
5.00 3.5652
PegTK1
23
3.00
5.00 3.6957
PegTK2
23
3.00
4.00 3.4783
PegTK3
23
3.00
5.00 3.6957
PegPr1
23
3.00
5.00 3.5652
PegPr2
23
3.00
5.00 3.5217
PegPr3
23
2.00
4.00 3.3043
PegSK1
23
2.00
4.00 3.3043
PegSK2
23
2.00
4.00 3.3913
PegSK3
23
2.00
4.00 3.3043
Valid N (listwise) 23
35
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 4. Wilcoxon Test
Test Statisticsc
Z
Asymp.
PegTK1 -
PegTK2 -
PegTK3 - PegPr1 - PegPr2 - PegPr3 - PegSK1 -
PegSK2 -
PegSK3 -
OwnTK1
OwnTK2
OwnTK3
OwnSK2
OwnSK3
OwnPr1
OwnPr2
OwnPr3
OwnSK1
-.268a
-.677b
-.436b
-.500b
-.910b
-1.615b
-1.698b
-.876b
-1.500b
.788
.499
.663
.617
.363
.106
.090
.381
.134
Sig. (2tailed)
a. Based on negative ranks.
b. Based on positive ranks.
c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dasar Pengambilan Keputusan dalam Uji Wilcoxon. Jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed)
lebih kecil dari < 0,05, maka Ha diterima, dan sebaliknya, jika nilai Asymp.Sig. (2tailed) lebih besar dari > 0,05, maka Ha ditolak. Dari hasil olah data pada tabel 4, “Ha
ditolak”. Artinya tidak ada perbedaan antara penerapan manajemen keluarga dan
manajemen bisnis terhadap keragaan BMK Songket Palembang. Hal ini memperkuat
hasil dari olah data kuesioner yang mewakili masing masing indikator pada tabel 3.
Beberapa penjelasan dapat diajukan oleh peneliti terhadap fenomena ini, yaitu: (1)
karakteristik bisnis songket adalah proyeksi atau gambaran dari entnis Palembang, hal
ini berkaitan dengan masyarakat Palembang yang lebih mengenal keluarga besar
(extended family) sebagai the real family bukan keluarga batih (nuclear family). Jadi
bisnis adalah kebersamaan bukan persaingan. (2) Masyarakat etnis Palembang
cenderung in orchestra harmony dalam bisnis bukan in competitiveness selama
kepentingan bersama terjaga dalam arti berada dalam kuadran I: relasi terjalin baik,
finansial baik (lihat tabel 1). Ukuran relasi dan finansial ini masih dapat diperdebatkan,
bahkan mungkin dapat menjadi topik penelitian selanjutnya.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah : (1) BMK songket
Palembang memunculkan fenomena atau dapat menjadi contoh bahwa penerapan bisnis
dengan prinsip model manajemen keluarga dapat tetap berhasil, dan menjadikan bisnis
berjalan dengan baik, disamping penerapan manajemen bisnis. (2) Karakteristik bisnis
yang sesuai dengan karakter pelaku BMK adalah salah satu faktor yang membuat bisnis
songket Palembang dapat terus berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Alcorn, P.B. (1982). Success and Survival in the Family-Owned Firm. New York: Mc
Graw Hill.
Aldrich, H.E. (1999), Organizations Evolving, London: Sage Publications.
Arthurs, J.D. and L.W. Busenitz. (2003), ‘The Boundaries and Limitations of Agency
Theory and Stewardship Theory in The Venture Capitalist/Entrepreneur
Relationship’, Entrepreneurship Theory and Practice, 28(2), 145–62.
36
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Aronoff, C.E., S.L McClure., and J.L.Ward. (2003). Family Business Succession.
Family Business Enterprise
Barley, S., and P. Tolbert. (1997), ‘Institutionalisation and structuration: studying the
links between action and institution’, Organization Studies, 18(1), 93–117.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif (komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan
ilmu sosial lainnya), Kencana, Jakarta
Donnelley, R.G. The Family Business. Dalam Aronoff et. al.(2002). “Family. Business
Sourcebook”. Merietta : Family Enterprise Publishers
Gabrielsson, J., and M. Huse. (2005). ‘‘Outside’’ Directors in SME boards: A call for
Theoretical Reflections, Corporate Board: Role. Duties & Composition, 1, 28–38.
Goldman, M., R. Bernshteryn. (2007). Succession planning: Building a talent pipeline.
Talent Management, 3, 40-43.
Nonaka, I., H. Takeuchi. (1995), The Knowledge-creating Company, Oxford: Oxford
University Press.
Stafford, K., K.A. Duncan, S.M. Danes and M. Winter (1999), ‘A research model of
Sustainable Family Businesses’, Family Business Review, 12(3), 197–208.
Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Manajemen. Alfabeta, Bandung.
Olson, P.D., V.S. Zuiker, S.M. Danes, K. Stafford, R.K.Z. Heck and K.A. Duncan
(2003), ‘The impact of The Family and The Business on Family Business
Sustainability’, Journal of Business Venturing, 18(5), 639–66.
BIODATA
1. M. Amirudin Syarif
Pekerjaan: Dosen tetap Universitas Bina Darma Palembang
Pendidikan terakhir: MBA ITB lulus tahun 1998
Email: [email protected]
2. Gagan Ganjar Resmi
Pekerjaan: Dosen PNSd pada Universitas Bina Darma Palembang
Pendidikan terakhir: Magister Sains UNPAD lulus tahun 2004
Email: [email protected]
3. Andrian Noviardy
Pekerjaan: Dosen tetap Universitas Bina Darma Palembang
Pendidikan terakhir: Magister Sains UNSRI lulus tahun 2006
Email: [email protected]
37
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
KARAKTERISTIK PSIKOLOGIS DAN INTENSI
BERWIRAUSAHA MAHASISWA
Sarwo Edy Handoyoˡ, Albert²
ˡUniversitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
²Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK
Negara maju memiliki ciri populasi penduduknya yang menjadi wirausaha relatif lebih besar daripada
negara yang sedang berkembang. Keberadaan wirausaha yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan
berperan dalam membantu negara untuk menyejahterakan rakyatnya. Indonesia adalah negara sedang
berkembang dengan populasi penduduknya yang menjadi wirausaha masih relatif kecil. Menjadi hal yang
penting untuk membuktikan karakteristik psikologi yang menentukan intensi masyarakat terutama
mahasiswa untuk menjadi wirausaha. Responden penelitian ini adalah 50 mahasiswa Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Tarumanagara. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner secara
acak. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan regresi ganda. Berdasarkan uji F dan t
menunjukkan lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan
berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa. Dengan demikian karakteristik psikologiS
tersebut menjadi penentu intensi berwirausaha.
Kata Kunci: lokus kendali, percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, kelayakan yang dirasakan, intensi
berwirausaha.
ABSTRACT
Developed countries have the characteristics of its population to become entrepreneurs is relatively
larger than the developing countries. The existence of entrepreneurs capable of creating jobs plays a role
in helping the country for the welfare of its people. Indonesia is a developing country with its population
being entrepreneurial is still relatively small. Becomes important to prove the psychological
characteristics that determine the intentions of the public, especially students to become entrepreneurs.
Respondents of this study were 50 students of the Department of Management, Faculty of Economics,
University of Tarumanagara. Data were collected using questionnaires at random. Data analysis
techniques used using multiple regression. Based on F test and t shows the locus of control, selfconfidence, tolerance for ambiguity, and the feasibility of the perceived effect to the intention of
entrepreneurship students. Thus the psychological characteristics that determines the entrepreneurial
intentions.
Keywords: locus of control, self-confidence, tolerance for ambiguity, perceived worthiness,
entrepreneurship intention.try
with its population being entrepreneurial is
intentio
PENDAHULUAN
Pengangguran menjadi persoalan klasik disemua negara, tak terkecuali Indonesia.
Upaya berbagai pihak untuk mengurangi pengangguran terus dilakukan. Perguruan
tinggi menjadi ujung tombak untuk mengatasi pengangguran, karena menghasilkan
lulusan yang diharapkan tidak hanya siap memasuki dunia kerja tetapi juga mampu
memberikan kontribusi menciptakan lapangan pekerjaan. Secara garis besar, mahasiswa
memiliki pilihan berkarir untuk menjadi pegawai atau menjadi pengusaha. Kedua
pilihan tersebut sama baiknya tergantung kecocokan karakteristik psikologi mahasiswa
dengan pilihannya.
38
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Realisasi pilihan berkarir mahasiswa tersebut, terutama menjadi pengusaha dapat
mengurangi pengangguran. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryawin mengatakan
tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang atau 5,5
persen dari total jumlah angkatan kerja yang sebanyak 127,7 juta orang (Warta
Ekonomi, Kamis 5 Mei 2016). Melalui penanaman jiwa kewirausahaan pada
mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha
sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus menekan angka
pengangguran dan meningkatkan perekonomian bangsa.
Suatu negara bisa dikatakan makmur apabila terdapat minimal 2 persen dari jumlah
penduduknya yang menjadi wirausaha (McClelland, 1961). Menurut Sekretaris
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Agus Muharram
berdasarkan data Kemenkop UKM tahun 2016 jumlah wirausaha di Indonesia hanya
sekitar 1,56 persen dari jumlah penduduk di Indonesia yang sekitar 252 juta jiwa.
Menurutnya jumlah wirausaha di Indonesia masih tertinggal ketimbang tiga negara di
kawasan Asia Tenggara yakni Singapura, Malaysia, dan Thailand. Ketiganya
mencatatkan angka 7 persen, 5 persen, dan 4 persen dari total jumlah penduduk
masing-masing.
Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah
satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku
berwirausaha di kalangan generasi muda (Kourilsky and Walstad, 1998). Terkait
dengan pengaruh pendidikan kewirausahaan tersebut, diperlukan adanya pemahaman
tentang bagaimana mengembangkan dan mendorong lahirnya wirausaha-wirausaha
muda yang potensial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keinginan berwirausaha
para mahasiswa merupakan sumber bagi lahirnya wirausaha-wirausaha masa depan
(Gorman et al., 1997; Kourilsky and Walstad, 1998). Sikap, perilaku dan pengetahuan
mereka tentang kewirausahaan akan membentuk kecenderungan mereka untuk
membuka usaha-usaha baru di masa mendatang.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha adalah latar
belakang pendidikan seseorang yang berkaitan dengan bidang usaha, seperti manajemen
dan bisnis. Drucker (1985) menyatakan bahwa pendidikan formal dan pengalaman
kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi potensial utama untuk menjadi
wirausaha yang berhasil. Menurut Zimmerer (2002) salah satu faktor pendorong
pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan universitas melalui
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab
dalam mendidik dan memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan
memberikan motivasi untuk berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak
perguruan tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang kongkrit
berdasar masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang
bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha (Yohnson
2003, Wu and Wu, 2008).
Wirausaha tidak hanya dilahirkan dengan bakat dan potensi sang anak yang melekat
pada dirinya pada saat lahir ke dunia, melainkan wirausaha juga dapat diciptakan
melalui pendidikan kewirausahaan yang efektif. Orang dapat menerapkan ilmu yang
yang telah ia pelajari untuk menciptakan dan mengembangkan sebuah bisnis baru.
Asumsi yang melekat dalam pendidikan kewirausahaan adalah bahwa karakteristik dan
keterampilan kewirausahaan dapat dikembangkan. Penelitian menunjukkan bahwa
kecenderungan terhadap kewirausahaan telah dihubungkan dengan beberapa
39
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
karakteristik pribadi yang dapat dipengaruhi oleh program pendidikan formal (Gorman
et. al. 1997). Karakteristik psikologi individu dapat berupa lokus kendali, percaya diri,
toleransi terhadap ambiguitas serta kelayakan yang dirasakan.
Anabela et al. (2013) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa percaya diri
berpengaruh terhadap intensi berwirausaha sedangkan lokus kendali, toleransi terhadap
ambiguitas tidak berpengaruh terhadap intensi berwirausaha. Hasil yang berbeda
dibuktikan oleh Yusof et al. (2006) bahwa lokus kendali dan toleransi terhadap
ambiguitas memiliki pengaruh terhadap intensi berwirausaha. Selanjutnya penelitian
yang dilaukan oleh Linan (2008), Shook and Bratianu (2008), Bektas (2011), dan
Dissanayake (2013) menunjukkan bahwa kelayakan yang dirasakan berpengaruh
terhadap intensi berwirausaha sedangkan penelitian Linan and Santos (2007)
menunjukkan bahwa kelayakan yang dirasakan tidak berpengaruh terhadap intensi
berwirausaha.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi terhadap permasalahan maka artikel ini
memiliki tujuan untuk mengungkap pengaruh karakteristik psikologi terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa. Lebih spesifik, tujuan tersebut dapat diperinci untuk
mengetahui pengaruh lokus kendali, percaya diri, tolerance for ambiguity dan kelayakan
yang dirasakan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen
Universitas Tarumanagara.
TINJAUAN LITERATUR
Intensi Berwirausaha
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan,
menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang
lebih besar (Inpres No.4 tahun 1995).
Ifham et. al., (2002) mengartikan kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan,
sikap, perilaku individu alam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik
untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kewirausahaan adalah proses yang
memiliki resiko tinggi untuk menghasilkan nilai tambah produk yang bermanfaat bagi
masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi wirausahawan.
Hisrich et. al., (2008) mengartikan kewirausahaan sebagai proses menciptakan
sesuatu yang baru, yang bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang
diperlukan, dengan memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima
imbalan dalam bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi. Kewirausahaan
merupakan sebuah cara berpikir yang tidak terbatas pada bisnis, usahawan didefinisikan
sebagai seseorang bekerja mandiri atau memulai memiliki bisnis sendiri (Li Wei, 2006).
Intensi kewirausahaan juga dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Indarti, 2008).
Menurut Lee and Wong (2004) intensi berwirausaha merupakan langkah awal dari
suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang. Menurut
Krueger (1993) intensi berwirausaha adalah komitmen seseorang untuk memulai usaha
40
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
baru dan merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam memahami proses
kewirausahaan untuk pendirian usaha baru.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Anabela et. al., (2013) meneliti tentang karakteristik
psikologi dan intensi berwirausaha pada kalangan pelajar sekolah menengah di
Portugal. Sampel penelitian berjumlah 74 orang pelajar. Data untuk penelitian ini
dikumpulkan melalui kuisioner self-administered yang disebarkan ke kalangan pelajar
sekolah menengah di Portugal. Dari penelitian ini memberikan hasil bahwa percaya diri
mempengaruhi intensi berwirausaha para pelajar sekolah menengah di Portugal,
sedangkan lokus kendali, toleransi terhadap ambiguitas tidak berpengaruh secara
signifikansi terhadap intensi berwirausaha.
Penelitian yang dilakukan oleh Yusof et. al. (2006) meneliti tentang hubungan
karakteristik psikologis dan intensi berwirausaha pada mahasiswa Universitas Tun
Abdul Razak di Malaysia. Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner selfadministered. Kuisioner yang berhasil dikumpulkan dan yang dapat digunakan untuk
analisis data sebanyak 361. Dari penelitian ini memberikan hasil bahwa lokus kendali,
toleransi terhadap ambiguitas memiliki pengaruh pada intensi berwirausaha mahasiswa
Universitas Tun Abdul Razak di Malaysia.
Penelitian yang dilakukan oleh Bektas (2011) meneliti tentang intensi berwirausaha
mahasiswa di Turki. Sampel penelitian berjumlah 209 orang mahasiswa. Data untuk
penelitian ini dikumpulkan melalui kuisioner yang disebarkan ke mahasiswa. Dari
penelitian ini memberikan hasil bahwa kelayakan yang dirasakan mempengaruhi intensi
berwirausaha mahasiswa di Turki. Penelitian yang dilakukan oleh Linan (2008), Shook
and Bratianu (2008), Dissanayake (2013), membuktikan bahwa perceived feasibility
berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirusaha, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Linan et. al., (2007) membuktikan bahwa kelayakan yang dirasakan
tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha.
Pengaruh Lokus Kendali terhadap Intensi Berwirausaha
Lokus kendali dibagi menjadi dua yaitu lokus kendali internal dan ekstrenal.
Individu dengan lokus kendali internal yang lebih tinggi lebih memiliki sifat
kewirausahaan daripada dengan lokus kendali internal yang lebih rendah (Diaz and
Rodgriguez, 2003: Rotter, 1996). Lokus kendali dapat didefinisikan sebagai persepsi
individu tentang manfaat dan hukuman dalam hidupnya (Pervin, 1980). Menurut Pervin
(1980) individu dengan lokus kendali internal percaya bahwa mereka dapat mengontrol
peristiwa kehidupan mereka sendiri. Selain itu, menurut Gasse (1985) individu yang
mempunyai niat untuk berwirausaha dan memiliki lokus kendali internal percaya bahwa
hasil dari usaha bisnis akan dipengaruhi oleh usaha mereka sendiri.
Lokus kendali, yang berkaitan dengan persepsi individu dari kemampuannya untuk
mempengaruhi peristiwa dalam kehidupan (Rotter, 1966; Begley and Boyd, 1987), is
one of the most frequently examined psychological variables in the literature. Individu
dengan lokus kendali internal percaya bahwa mereka berada dalam kendali kehidupan
mereka. Orang-orang dengan lokus kendali eksternal percaya bahwa kekuatan eksternal
41
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memiliki masukan yang jauh lebih besar dalam hidup mereka daripada tindakan mereka
sendiri (Begley and Boyd, 1987).
Lokus kendali merupakan sejauh mana individu percaya bahwa prestasi mereka
bergantung pada perilaku mereka sendiri. Individu yang menganggap bahwa pencapaian
sasaran atau tujuan lebih tergantung pada kemampuan dan tindakan mereka sendiri,
bukan keberuntungan atau usaha orang lain (Kuip and Verheul, 2003). Penelitian
longitudinal oleh Brockhaus (1980) menunjukkan adanya korelasi positif antara
orientasi lokus kendali dan keberhasilan kewirausahaan. Robinson et al. (1991)
menyatakan bahwa lokus kendali internal mengarah pada sikap kewirausahaan yang
positif dan sebagian besar siswa yang menerima pembentukan wirausaha dapat
mengembangkan tingkat lokus kendali yang lebih tinggi dan self-efficiency.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
Ha1: Terdapat pengaruhpositif lokus kendali terhadap intesi berwirausaha mahasiswa S1
Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara.
Pengaruh Percaya Diri terhadap Intensi Berwirausaha
Tingkat kepercayaan diri yang tinggi merupakan karakteristik standar seorang
pengusaha. Pada kenyataannya, karakteristik ini muncul terus-menerus dalam kompilasi
studi empiris (Davidsson, 1989). Menurut Robinson et al. (1991) seseorang yang
memiliki intensi untuk membuka suatu usaha harus mempunyai sifat percaya diri karena
lebih sering berpergian untuk mengurus bisnisnya sendiri, dengan memiliki sifat
percaya diri dapat mampu mencapai tujuan yang ditetapkan.
Sementara itu menurut Robinson et al. (1991), seorang pengusaha diharapkan
memiliki rasa harga diri dan kompetensi dalam hubungannya dengan urusan bisnisnya.
Ho and Koh (1992) menyebut rasa percaya diri sebagai karakteristik kewirausahaan dan
bagaimana hal itu berkaitan dengan karakteristik psikologis lainnya, seperti lokus
kendali, kecenderungan untuk mengambil risiko dan toleransi ambiguitas.
Studi empiris dalam literatur kewirausahaan telah menemukan pengusaha memiliki
tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-pengusaha
(Robinson et al., 1991; Ho and Koh, 1992). Mengingat bahwa pengusaha umumnya
dianggap sebagai salah satu yang lebih suka untuk memiliki bisnis sendiri, dapat
diharapkan bahwa pengusaha harus percaya bahwa ia mampu mencapai tujuan yang
ditetapkan (Koh, 1996). Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
Ha2: Terdapat pengaruh positif percaya diri terhadap intesi berwirausaha mahasiswa S1
Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara.
Pengaruh Toleransi untuk Ambiguitas terhadap Intensi Berwirausaha
Budner (1962) mendefinisikan toleransi terhadap ambiguitas sebagai
“kecenderungan untuk melihat situasi ambigu sebagai sumber ancaman”. Dari definisi
ini, toleransi terhadap ambiguitas dapat disimpulkan menjadi kecenderungan untuk
memandang situasi ambigu dalam cara yang lebih netral.
Sementara itu menurut Mitton (1989), pengusaha tidak hanya beroperasi di
lingkungan yang tidak pasti, tetapi mereka juga bersemangat melakukan ketidakpastian
yang tidak diketahui dan secara aktif mengelola. Oleh karena itu, toleransi terhadap
ambiguitas mungkin dianggap sebagai karakteristik kewirausahaan dan seorang
wirausaha diharapkan menampilkan toleransi terhadap ambiguitas yang lebih daripada
yang lain.
42
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Menurut Begley and Boyd (1987), seseorang yang mempunyai intensi untuk
berwirausaha memerlukan sifat toleransi terhadap ambiguitas. Hal ini disebabkan
karena banyak keputusan yang harus diambil berdasarkan informasi yang tidak jelas.
Seorang wirausaha menghadapi lebih banyak ambiguitas, karena banyak hal yang
dilakukan pertama kali untuk menghadapi risiko dalam berwirausaha. McMullen and
Shepherd (2006) mengatakan bahwa seorang wirausaha yang sukses harus mempunyai
kemampuan untuk menanggung situasi yang tidak pasti. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
Ha3: Terdapat pengaruh positif toleransi untuk ambiguitas terhadap intesi berwirausaha
maha-siswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara.
Pengaruh Kelayakan yang Dirasakan terhadap Intensi Berwirausaha
Katz and Gartner (Indarti dan Rostiani, 2008) menyatakan bahwa seseorang dengan
intensi untuk memulai suatu usaha akan memiliki kesiapan dan kelayakan yang lebih
baik dalam usaha yang akan dijalankannya bila dibandingkan dengan seseorang tanpa
intensi untuk memulai usaha. Krueger (1993) memperluas lingkup pengertian tentang
kelayakan berwirausaha seseorang yaitu berhubungan kepercayaan diri seorang individu
tersebut dengan kemampuannya sendiri untuk membuka bisnis baru yang mana
kepercayaan tersebut memiliki hubungannya dengan intensi berwirausaha seseorang
untuk menjadi pengusaha.
Sagiri and Appolloni (2009) menyatakan intensi berwirausaha berasal dari persepsi
kelayakan, keinginan dan kecenderungan untuk bertindak berdasarkan peluang yang
ada. Individu mempunyai intensi berwirausaha yang kuat untuk mempunyai usaha
ketika mereka merasa usaha tersebut ada kemungkinan untuk dikerjakan (Hisrich,
2008). Dengan demikian hipotesis penelitiannya dapat dinyatakan sebagai berikut.
Ha4: Terdapat pengaruh positif kelayakan yang dirasakan terhadap intesi berwirausaha
maha-siswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas
Tarumanagar yang mengambil konsentrasi kewirausahaan pada tahun 2016. Teknik
pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode probability
sampling. Data primer penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner.
Penelitian ini mempunyai empat variabel independen (X) yaitu lokus kendali,
percaya diri, toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan, dan satu
variabel dependen (Y) yaitu intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen di
Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Operasionalisasi variabel nampak pada
table 1 berikut ini.
Tabel1 Operasionalisasi Variabel
Variabel
Pernyataan
Skala
Lokus
Ordi Kegagalan seseorang akibat dari kesalahan yang mereka
kendali
nal
buat
(Anabela, et.  Banyak hal yang tidak bahagia dalam kehidupan masyarakat
al., 2013)
yang sebagian disebabkan oleh nasib buruk
 Saya tidak menikmati hasil, tidak peduli seberapa
menguntungkan, jika hasil itu tidak berasal dari usaha saya
sendiri
43
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Percaya diri
(Anabela, et.
al., 2013)
Toleransi
terhadap
Ambiguitas
(Anabela, et.
al., 2013)
Kelayakan
yang
dirasakan
(Kruger,Reilly
and Carsud,
2000).
Intensi
berwirausaha(
Anabela, et.
al., 2013)
 Saya bersedia untuk menerima konsekuensi positif dan
negatif dari keputusan dan tindakan saya
 Yang mempengaruhi hasil dari peristiwa dalam hidup saya
adalah saya sendiri bukan keberuntungan
 Saya tidak bisa menunggu dan melihat sesuatu terjadi, saya
lebih memilih untuk membuat sesuatu terjadi
 Saya percaya kesuksesan adalah keberuntungan daripada
usaha pribadi
 Saya mencapai sesuatu ketika saya seorang diri, tanpa ada
pengawasan dari siapapun
 Saya memiliki keyakinan pada kemampuan saya untuk
menggapai sesuatu
 Saya memiliki kelemahan dan ketakutan yang jauh dari
terselesaikan
 Saya meragukan kemampuan saya untuk memulai sesuatu
yang baru yang belum diuji
 Saya menemukan kesulitan dalam menegaskan diri terhadap
pendapat mayoritas
 Bahkan jika saya mampu, pekerja keras dan ambisius, jika
saya tidak punya uang, saya tidak bisa memulai bisnis.
 Keamanan kerja sangat penting bagi saya
 Pekerjaan yang baik adalah salah satu dengan instruksi yang
jelas untuk apa harus dilakukan dan bagaimana hal itu harus
dilakukan
 Saya menikmati bekerja dalam situasi yang tidak terstruktur
 Mudah bagi saya untuk memulai bisnis saya sendiri
 Itu akan sangat praktis bagi saya untuk memulai bisnis baru
 Itu akan tidak ada masalah bagi saya untuk memulai bisnis
saya sendiri
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordi Saya siap untuk melakukan apapun untuk menjadi seorang
nal
pengusaha
 Tujuan saya adalah untuk menjadi seorang pengusaha
 Saya akan melakukan segala upaya untuk memulai dan
menjalankan perusahaan saya sendiri
 Saya bertekad untuk membuat sebuah perusahaan di masa
depan
 Saya telah sangat serius berpikir tentang memulai sebuah
perusahaan
 Saya mempunyai niat untuk memulai sebuah usaha suatu
hari
Data penelitian ini dianalisis menggunakan metode regresi ganda dengan menggunakan
tingkat signifikansi sebesar 95%. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS
(statistical product and service solution).
44
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Responden penelitian ini sebanyak 50 mahasiswa. Seluruhnya merupakan
mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
angkatan 2013 yang mengambil konsentrasi kewirausahaan dengan rincian 13 wanita
dan 37 pria, 5 mahasiswa berumur di bawah atau sama dengan 22 tahun dan 45
mahasiswa berumur di atas 22 tahun, serta 24 mahasiswa tidak pernah merintis usaha
dan 26 mahasiswa pernah merintis usaha.
Angket untuk mengumpulkan data telah memenuhi persyaratan uji validitas,
reliabilitas dan uji asumsi klasik. Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah secara
parsial variabel independen berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel
dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika signifikansi < 0,05; maka
variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Jika signifikansi > 0,05; maka variabel independen secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 2
Hasil Pengujian Pengaruh Lokus Kendali, Percaya Diri, Toleransi terhadap
Ambiguitas, dan Kelayakan yang Dirasakan terhadap Intensi Berwirausaha
secara Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
(Constant)
B
Std. Error
2,631
3,482
TOT_LK
,245
,085
TOT_PD
,274
TOT_TA
TOT_KD
Standardized
Coefficients
Beta
t
Sig.
,756
,454
,321
2,902
,006
,086
,365
3,191
,003
,368
,173
,246
2,129
,039
,561
,160
,403
3,513
,001
a. Dependent Variable: TOT_IB
Sumber : output SPSS ver. 22.0
Berdasarkan tabel 2 tersebut maka besarnya sig. variabel lokus kendali (LK),
percaya diri (PD), toleransi terhadap ambiguitas (TA), dan kelayakan yang dirasakan
(KD) terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas
Tarumanagara semuanya di bawah <0.05. Hal ini menunjukkan hipotesis alternatif
pertama (Ha1) lokus kendali berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, hipotesis
alternatif kedua (Ha2) percaya diri berpengaruh terhadap intensi berwirausaha, hipotesis
ketiga (Ha3) toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh terhadap intensi berwirausaha,
dan hipotesis alternatif keempat (Ha4) kelayakan yang dirasakan berpengaruh terhadap
intensi berwirausaha.
Uji koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi di hitung dengan cara
mengkalikan adjusted R square dengan 100%.
45
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel3
Hasil Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Adjusted R
Std. Error of the
Model
R
R Square
Square
Estimate
1
,700a
,491
,445
2,104
a. Predictors: (Constant), TOT_KD, TOT_LK, TOT_PD, TOT_TA
b. Dependent Variable: TOT_IB
Sumber : output SPSS ver. 22.0
Berdasarkan tabel 3 tersebut besar adjusted R square adalah 0,445 yang artinya sebesar
44,5% intensi berwirausaha (Y) dapat dijelaskan oleh lokus kendali, percaya diri,
toleransi terhadap ambiguitas, dan kelayakan yang dirasakan. Sisanya sebesar 55,5%
dijelaskan oleh variabel lainnya.
Pembahasan
Untuk hasil uji parsial (uji t), nilai sig. lokus kendali (X1) sebesar 0,006 < 0,05
artinya Ha1 tidak ditolak yaitu: lokus kendali berpengaruh positif terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Namun
hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Yusof, Sandhu, dan Jain (2006)
yang menyatakan bahwa lokus kendali memiliki pengaruh negatif terhadap intensi
berwirausaha. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan negara atau
daerah, dimana kebudayaan dan karakteristik responden serta status sosial dan ekonomi
yang dimiliki cukup beragam dan berbeda-beda.
Pada pengujian hipotesis kedua (Ha2) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,003 <
0.05 dengan t hitung = 3,191 pada variabel percaya diri yang artinya H2 tidak ditolak,
yaitu: percaya diri berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1
Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hal ini mendukung penelitian yang
telah dilakukan oleh Anabela, et. al., (2013) menyimpulkan bahwa percaya diri
berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.
Hasil pengujian hipotesis ketiga (Ha3) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,039 < 0,05
dengan t hitung = 2,129 pada variabel toleransi terhadap ambiguitas yang artinya Ha3
tidak ditolak, yaitu: toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh positif terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hal ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Yusof, Sandhu, dan Jain (2006)
menyimpulkan bahwa toleransi terhadap ambiguitas berpengaruh terhadap intensi
berwirausaha. Begley dan Boyd (2003; dalam Winardi, 2003:33) menyebutkan bahwa
seseorang yang mempunyai intensi berwirausaha memerlukan sifat toleransi terhadap
ambiguitas.
Hasil pengujian hipotesis keempat (Ha4) dimana dengan nilai sig. sebesar 0,001 <
0,05 dengan t hitung = 3,513 pada variabel kelayakan yang dirasakan yang artinya H4
tidak ditolak, yaitu: kelayakan yang dirasakan berpengaruh positif terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Hasil
penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Linan (2008), Shook &
Bratianu (2008), Dissanayake (2013) yang juga menyimpulkan bahwa kelayakan yang
dirasakan (perceived feasibility) berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha.
Menurut Krueger, et. al., (2000) kelayakan yang dirasakan (perceived feasibility)
46
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
merupakan faktor yang
berpengaruh dalam mendorong peningkatan intensi
berwirausaha. Seorang memutuskan berwirausaha tergantung keyakinan akan
kemampuannya dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Semakin tinggi keyakinan
kemampuan seseorang seorang berwirausaha maka akan semakin tinggi minatnya untuk
mewujudkan usaha.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lokus kendali
berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen
Universitas Tarumanagara. Percaya diri berpengaruh positif terhadap intensi
berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Toleransi
terhadap ambiguitas berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1
Jurusan Manajemen Universitas Tarumanagara. Kelayakan yang dirasakan berpengaruh
positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Jurusan Manajemen Universitas
Tarumanagara.
Saran untuk penelitian berikutnya diharapkan memperluas variabel responden
penelitian dan menambah jumlah variabel independen dalam penelitian yang
berhubungan dengan intensi berwirausaha. Perguruan tinggi dapat menggunakan hasil
penelitian ini untuk meningkatkan minat mahasiswa untuk berwirausaha.
DAFTAR PUSTAKA
Anabela, D., Arminda, D. P., Joao, F., Mario, R., Ricardo, G. R., (2013).
Psychological characteristics and entrepreneurial intentions Among secondary
students. Education and Training, Vol 55, pp. 763-780
Begley, T. M. & Boyd, D. P. (1987). Psychological characteristics of associated with
performance in entrepreneurial firms and small businesses. Journal of Business
Venturing, Vol. 2. hal. 79-84.
Bektas, Fatos. (2011). Entrepreneurial intentions of turkish university students.
International Journal of Arts & Sciences. 4(8). hal. 167-181. Turkey: Bogazici
University.
Brockhaus, R. H. (1980), “Risk-taking propensity of entrepreneurs”, Academy of
Management Journal, Vol. 23. No.3. hal. 509-520.
Budner, S. (1962), “Intolerance for ambiguity as a personality variable”, Journal of
Personality, Vol. 30. hal. 29-50.
Diaz, F. & Rodriguez, A. (2003). Locus of control and values of community
entrepreneurs. Social Behavior and Personality, Vol. 31 (8). hal. 739-748.
Dissayanake, D. M. N. S. W. (2013). The impact perceived desirability and perceived
feasibility among undergraduated students in Sri Lanka: an extended model. The
Kelaniya Journal of Managemen. Vol. 2 (1), hal. 33-57
Drucker, Peter. F. (1985). Innovation and Entrepreneurship Practice and Principles.
New York: Harper and Row, Publishers, Inc.
Gasse, Y. (1985). A strategy for the promotion and identification of potential
entrepreneurs at the secondary level. Frontiers in Entrepreneurship Research. hal.
538-554.
47
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gorman, G., Hanlon, D., dan King, W. (1997). Entrepreneurship Education: the
Australian perspective for nineties. Journal of Small Business Education. Vol. 9.
hal. 1-14.
Hisrich, D. R., Peters, P. M., and Shepred A. D. (2008). Entrepreneurship 7th ed. New
York: McGraw Hill.
Ho, T. S. dan Koh, H. C. (1992). “Differences in psychological characteristics between
entrepreneurially inclined and non-entrepreneurially inclined accounting
graduates in Singapore”. Entrepreneurship, Innovation and Change: An
International Journal. Vol. 1, hal. 43-54.
Ifham, A. dan Avin, F. H. (2002). Hubungan kecerdasan emosi dengan kewirausahaan
pada mahasiswa. Jurnal Psikologi. No. 2. hal. 89-111.
Indarti, N. dan Rostiani, R. (2008). Intensi kewirausahaan mahasiswa: studi
perbandingan antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Journal of Economic and
Business. Vol. 23. No. 4. http://directory.umm.ac.id
Koh, H. C. (1996). “Testing hypotheses of entrepreneurial characteristics: A study of
Hongkong MBA students”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 11. No. 3.
hal. 12-25.
Kourilsky, M. L. dan W. B. Walstad. (1998). Entrepreneurship and female youth:
knowledge, attitude, gender differences, and educational practices. Journal of
Business Venturing. Vol. 13 (1). hal. 77-88.
Krueger, N. (1993). The Impact of Prior Entrepreneurial Exposure on Perceptions of
New Venture Feasibility and Desirability. Entrepreneurial Theory Practice, Vol.
18 (1). hal. 5-21.
Li, Wei. (2006). Entrepreneurial intention among international students: testing a model
of entrepreneurial intention. Journal University of Illinois. Urbana-Champaign.
Vol. 12. hal. 449-501.
Linan, F. (2008). Skill and value perceptions: how do they affect entrepreneurial
intentions? International Entrepreneurship and Management Journal. Vol 4, hal.
257-272
_____, and Santos, F. J. (2007). Does social capital affect entrepreneurial intentions?
International Atlantic Economic Society. Vol. 13, hal. 443-45
Mc. Clelland, David C. (1961). The Achieving Society. New York: D. Van Nostrand
Company, Inc.
McMullen, J. S., & Shepherd, D. A. (2006). Entrepreneurial action and the role of
uncertainty in the theory of the entrepreneur. Academy of Management Review.
Vol. 31 (1). hal. 132-152.
Mitton, D. G. (1989). “The complete entrepreneur”, Entrepreneurship: Theory and
Practice. Vol. 1. hal. 9-19.
Pervin, L. A. (1980). Personality: Theory, Assesment and Research. New York: John
Wiley & Sons.
Robinson, P. B., Stimpson, D. V., Huefner, J. C., & Hunt, H. K. (1991). An attitude
approach to the prediction of entrepreneurship. Entrepreneurship Theory &
Practice, Summer. Vol. 15 (4). hal. 13-30.
Rotter, J. B. (1966). Generalized expectations for internal versus external control of
reinforcement. Psychological Monographs: General and Applied. Vol. 80 (609).
hal. 1-28.
48
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sagiri dan Andrea Appolloni. (2009). Identifying the Effect of Psychological Variables
on Entrepreneurial Intentions. DSM Business Review. Vol. 1. No. 2.
Shook, C. R. and Britianu, C. (2008). Entrepreneurial intent in a transitional economy:
an application of the theory planned of behavior to Romanian students.
International Entrepreneurship Management Journal. Vol. 6, No. 3, hal. 231-247.
Wu, S. & Wu, L. 2008. The Impact of Higher Education on Entrepreneurial Intentions
of University Students in China. Journal of Small Business and Enterprise
Development, Vol. 15 (4). hal. 752-774.
Yohnson. (2003). Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young
Entrepreneurs. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 5 (2). hal. 97-111
Yusof, Mohar; Sandhu, Manjit Singh dan Jain, Kamal Kishore. (2007). Relationship
between psychological characteristics and entrepreneurial inclination: a case study
of students at University Tun Abdul Razak (unitar). Journal of Asia
Entrepreneurship and Sustainability, Vol. 3.
_____. (2002). Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management. Third
Edition. New York: Prentice Hall International Inc.
BIODATA
Nama
Pekerjaan
: Sarwo Edy Handoyo, S.E., M.M.
: Dosen Tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Tarumanagara
JJA
: Lektor Kepala
Mata Kuliah yang diampu:
1. Dasar-dasar Kewirausahaan
2. Manajemen Keuangan
3. Penganggaran Perusahaan
E-mail
: [email protected]
Hand phone : 089686777681
49
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
THE ROLE OF SYNERGY, INNOVATION AND CREATIVITY IN
THE SUCCESS OF “WAROENG PENYET BU SUNGKONO”
Selfiana
Akademi Sekretari dan Management Bina Insani, Bekasi, [email protected]
ABSTRAK:
Waroeng Penyet Bu Sungkono adalah warung yang menyajikan menu favorit ayam bakar, sayur asem dan
sambal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sinergi keluarga, kreativitas, inovasi dan produk
dalam mengembangkan usaha. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan model
analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sinergi keluarga Sungkono,yang terdiri dari anak
pertama keluarga Sungkono beserta suaminya, Bapak dan Ibu Sungkono, Mertua dan Pakde dalam
bersatu dan bekerjasama mendukung usaha diperlukan. Latar belakang pendidikan pelaku usaha
meningkatkan kepercayaan pelanggan. Kreativitas dalam pemilihan nama warung, usaha promosi,
pemilihan bahan berkualitas, cara menyajikan, kebersihan produk, tempat memasak, tempat usaha,
pemilihan menu, layanan antar, pemesan nasi box, pemilihan pemasok ayam dilakukan untuk menarik
minat pelanggan. Inovasi dalam menu yang disajikan, cara memasak membuat produk favorit warung ini
memiliki keistimewaan dalam cita rasa yang menggugah selera pelanggan. Sajian yang mengenyangkan
dan cita rasanya yang lezat membuat pelanggan melakukan pembelian berulang. Pada akhirnya
keunggulan ayam bakar olahan warung ini mampu menjual dirinya sendirinya dan membuat warung
menjadi semakin dikenal orang hingga keluar lokasi warung. Produknya bahkan direkomendasikan untuk
mengisi kantin di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Ditemukan kesulitan dalam mencari sumber
daya manusia jujur dan loyal, kenaikan harga bahan baku utama yaitu ayam dan terutama cabe rawit
merah, penentuan harga jual paket box yang berbeda di tempat penjualan yang berbeda, regenerasi dalam
hal keahlian memasak menjadi perhatian usaha ini.
Kata Kunci: inovasi, kreativitas, produk, sinergi keluarga
ABSTRACT:
Waroeng Penyet Bu Sungkono is a warung that serves people’s favorite menu of grilled chicken, sayur
asem, and sambal. The study aims to determine the role of a family synergy, creativity, innovation and
products in developing businesses. This research uses descriptive method with qualitative analysis model.
The Sungkono family consists of the Sungkono family's first child and her husband, Mr. and Mrs.
Sungkono, her parents in-laws and her uncle (Pakde), The results showed that the family’s synergy of
collaboration in supporting a business is required. The educational background of its owner increased
customers’ trust. In addition, creativity in forming the warung’s name, promotional efforts, material
quality selection, presentation, products hygiene, cooking manner, location, menu selection, delivery
services, box order, and chicken supplier selection are selected to attract customers. Innovations in
menus and cooking manner resulted on a particular flavor of its favorite menu desirable to the palate.
Full plate servings and delicious taste cause repeat orders from customers. At the end, this particular
blend of grilled chicken is a hot selling item and became well known even beyond its neighborhood. This
warung is even requested by a reputable company in Jakarta to sell their product in the company’s
canteen. The owners endure difficulties in finding appropriate human resources who are honest and
loyal. Other aspects that become their main concern are the price increase of main ingredients such as
chicken and chili, determining different selling price of box orders for different sales areas, as well as
passing on the culinary expertise.
Keywords: innovation, creativity, product, synergy.
50
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
INTRODUCTION
Culinary business is one of the businesses that are currently expanding in Indonesia
in particular in West Java. In 2012 The Statistical Agency (BPS) announced a growth of
the medium to large size restaurant businesses. In 2007 there were 1,615 and became
2,977 in 2011. In West Java there were 132 in 2007 and grew to 289 in 2011. This data
shows that culinary business is a big potential business.
Micro, Small and Medium Businesses (UMKM) plays a significant contribution to
businesses in general, according to the Indonesian Bank Development Agency.
UMKM’s share in the total business activities in Indonesia is 99.99% or 57.54 million
units. The UMKM’s contribution to the country’s gross domestic product (GDP) in
2011 is 58.05% and 59.08% in 2012
According to the ISIC’s (International Standard Classification of All Economic
Activities) concept, the main economic sectors have nine classifications. This is the data
for those sectors based on the Indonesian Bank Development Agency: 1) Agriculture,
farming, forestry, and fishery (48.85%); 2) Trade, hotel and restaurant (28,83%); 3)
Transportation and Communication (6.88%); 4) Processing Industry (6.41%); 5)
Services (4.52%); 6) Financial, Leasing, and Service companies (2.37%); Construction
(1,57%); 8) Mining (0.53%); 9) Electricity, Gas and Water (0.03%).
Waroeng Penyet Bu Sungkono is a food stall restaurant. The entrepreneur is the first
born of the Sungkono family. She and her husband have achieved a fast growth in their
business since the business was established in 2012 by renting a location at the front end
of Duta Indah Housing Complex at Jl. Raya Duta Indah, Blok A71, Jati Makmur,
Bekasi. Consumers visiting this restaurant will sit outside at the outer edge of the
restaurant. In the second year, the warung expanded when a neighboring location owner
offered his location for lease. The preparation and cooking of food was then done
outside whereas the consumers eat inside in a lesehan fashion (sitting on the floor).
Following the expansion, the restaurant owner was entrusted to cater a cafeteria of a
well known company in Jakarta. Within a short time, the owner will open their third
restaurant at Jl. Raya Jati Makmur, Pondok Gede at the Kologad housing complex.
This restaurant’s favorite menu is grilled chicken, sayur asem and chili sauce
(sambal). The typical sweet flavor spices are well immersed into the chicken meat and
the grilling process is done without charcoal which makes it very desirable to the palate.
Even the chicken breast which is a non-favorite portion of the chicken becomes
desirable. The rice portion is also very generous and thus satisfies consumers. The size
of each chicken piece is quite big and will make consumers feel they are given their
money’s worth. In short, eating in Waroeng Penyet Bu Sungkono will give consumers
high value of money and therefore becomes people’s favorite. This success is due to the
support and a solid teamwork from Mr. and Mrs Sungkono, the owner’s parents-in-law
and an uncle (Pak De), who chip in and play a role in the growth of the business.
Nevertheless, they do face obstacles too. They have problems in finding honest and
loyal helpers; they endure price increases in particular in the price of chicken, and red
chili; they have difficulties in setting up selling price for box packages for different
point of sales, and above all, they encounter issues in the re-generation of chef as well.
Amidst these obstacles, with strong determination and motivation to grow their business
51
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
in meeting the people’s need in delicious and hygienic food, the business continues to
prosper in gaining potential market share around Duta Indah housing complex, Bekasi.
LITERATURE REVIEW
1. Synergy.
Synergy is what is called a third alternative. It is neither my way, nor your way but a
third and better way than what we each can achieve by our own selves. Synergy is a
fruitful effort of respectful and tolerant behaviors that celebrate differences between
different people. Synergy involves efforts to solve problems, reach opportunities, and
solve differences. A synergic team is a team that self complete and is arranged in a way
that members can cover the weaknesses of each other ( Covey, 2010 ).
2. Entrepreneur
Entrepreneur, according to Chapter 1 item 3 of the Consumer Protection Law No. 8
of 1999, is individual or business entity that is legally or not legally established and
does business in the lawfully vicinity of the Indonesian Republic, both alone or
collaboratively, through an agreement to set up business in the economic sector.
Entrepreneur in this case includes company, corporation, BUMN, cooperatives,
importer, trader, distributors, etc.
3. Product
Product is anything that could be offered to a market in order to get attention, bought,
used, or consumed and could satisfy needs and wants. The product life cycle can be
extended by creative, innovative, or breakthrough efforts such as: 1. Product expansion,
where existing product is largely marketed without doing any modification. 2. Product
adaptation, where the main product undergoes modification to meet the needs of
consumers in a targeted country. 3. Product re-launch, were product is considered old in
a certain market but could be introduced in any new ones. (Abdullah & Tantri, 2012)
4. Food Stall (Warung) Business
Warung business is a restaurant business of a smaller scale; in particular smaller in its
capital. A warung business’ capital could possibly be under 50 million rupiah
depending on the business concept and the location (Ayodya, 2016)
5. Creativity
According to the Indonesian Dictionary, creativity is the ability to create, or creative
power.
6. Innovation
Innovation through added value means creating something new by giving added
value to an existing product. By doing so, a company possesses an advantage from its
competitor and could set higher selling price than the original product (Nusantara, 2016)
7. Previous Researches
Theses of Endang Sarijani titled “The Role of Creativity and Innovation of
Entrepreneurs in the Diversification of Culinary Product at Kedai Steak & Chicken in
52
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kabupaten Magetan in 2014 (Implementation of Entrepreneurship Education)” shows
that the role of creativity and innovation are very important and well required in
developing a product, because there will always be new ideas for improving culinary
products. At the end, these efforts will increase turnover and thus increases income.
RESEARCH METHOD
This research uses descriptive method with qualitative analysis.
RESULT AND DISCUSSION
1. Synergy
Waroeng Penyet Bu Sungkono which is located in Duta Indah Housing Complex, Jati
Makmur, Bekasi was initiated by the first born of the Sungkono family and her husband.
HY is the entrepreneur and has always dreamed to own a restaurant business where
people from every walk of life can enjoy. The knowledge of entrepreneurship that she
acquired form a seminar and entrepreneurship lab has empowered this woman, with a
master degree in computer, to fulfill her dreams. Her husband, GL, who has the same
computer knowledge background, worked as an auditor in a well known hotel in
Jakarta.
Long before the warung of her dreams was established in 2012, HY and her husband
confided their dreams of owning a restaurant to the Sungkonos, her parents. At the
beginning, her parents were against this idea, but slowly and surely HY assured her
parents of her idea until finally they gave in and gave their blessing and support. To
gain more blessings, HY expressed this same dream to her parents-in-law and to an
uncle who has experiences as an entrepreneur. These parents-in-law and the uncle gave
them their blessings too. The uncle advised this couple to open a fried chicken
restaurant and asked them to survey several popular fried chicken restaurants for
benchmarking. She bought and brought home several products from different
restaurants to be tasted by her mother, Mrs. SK, who has sensitive palate for food.
According to Mrs. SK, those fried chicken that HY brought home were less tasty than
what she herself can produce.
Mrs. SK is an ordinary housewife but an extraordinary cook. HY adores her mother’s
cooking. Her mother’s grilled and fried chicken have different taste than any other
similar products she has eaten. The ability of Mrs. SK taste bud to taste and evaluate a
dish is exceptionally high and well known to their neighbors. Mrs. SK was nominated
‘master chef’ who invented the fried chicken, grilled chicken, sayur asem and chili
sauce a la bu Sungkono. Mr. SK is a retiree of a well known private bank in Jakarta.
Mr. SK was entrusted by HY to supervise their warung.
HY and her husband GL, then started, little by little, to buy the cooking utensils and
equipments. They bought big and small equipments one at a time, both special
equipment and supporting ones.
The restaurant was opened on March 12th 2012 and during the first year; it was
managed by Mr. and Mrs. SK with several assistants. The restaurant was opened from 9
am to 7 pm. At that time, HY worked during the day and her husband GL worked
during the night, but they both were able to manage the restaurant after work. In 2013,
HY and GL started to give more time and be more focused to the restaurant. In the same
year, they decided to add a new dish, which is the grilled chicken. That was the turning
53
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
point for Waroeng Penyet Bu Sungkono. That year the restaurant showed development.
In 2014 HY and GL finally decided to focus on their restaurant business and left their
regular jobs.
Now, Mr. SK is the person responsible for one new branch in Palmerah, Jakarta. HY
is the entrepreneur with lots of idea to develop her business who takes care and is
responsible for the operation of the restaurant. GL who has a passion in the culinary
sector takes care of the kitchen and takes up the role as chef. The uncle does the training
and monitoring of business. The in-laws helped in the financial side. This warung is a
free interest business
The knowledge background of the entrepreneurs have become the support that
increase influenced of consumer’s trust
2. Innovation
The warung’s main dish is grilled chicken, sayur asem and chili sauce. The chicken
they used is a 1.1 kg chicken cut into 4 pieces. At the beginning, they could sell 10
whole chickens per day, now it has become a minimum of 100 chickens per day.
The process of grilling pieces of chicken is done three times from 5 am for
approximately two hours. For the grilled menu, each chicken is cut into the breast and
thigh pieces, and then it is seasoned with spices and soya bean sauce, and then boiled in
a pot. While it is simmering, the pot is shaken several times, and then the chickens are
taken out. The seasoning is boiled until thick, and then the chicken pieces are put in this
paste and left to simmer. After that, the seasoned pieces of chicken are put in a wok
already filled with other seasonings, and then water is added and then cooked. For
grilled chicken, the breast and thigh are not separated, and they are cooked with
seasoning until all the spices are absorbed. This multiple steps of cooking resulted in a
well seasoned chicken pieces that can last for more than 24 hours. Grilled chicken are
barbequed on a specific grilled without using charcoal so that it is not hazardous to
people’s health. The sweet and tender taste makes this a sought after product. Mrs. SK
is the one who ensures that the taste of the dishes is guarantee according to her standard.
Mrs. Sungkono’s sayur asem has three flavors: sweet, hot, and fresh. The content of
this soup are chayote (labu siam), sweet corn, young corn (putren) and long green beans
(kacang panjang) with chicken stock. It only contains 4 vegetables because the owner
doesn’t want it to look like junk where lots of vegetables are mixed into one. Consumers
can eat all the content without having to choose or leave out anything.
Chili sauce (sambal) as a complementary dish goes through two processes. Small red
chilies are boiled first, then crushed with a blender, then boiled again with salt.
The warung offers delivery order in form of boxes. They offer a variation of
packaged menus that meets the budget and need of consumers.
3. Creativity
The decision to name the restaurant “Waroeng Penyet Bu Sungkono” was based on
the Sungkono’s name. It is unique and has a selling sound and furthermore, people in
the area are already familiar with the Sungkono’s name. At the sixth month after
opening, HY tried to change the name to “Waroeng Penyet Bunda Heni”, but it does not
sound familiar to consumers and could not replace the previous name which already
became a brand name. So it was changed back to the original name. It has the name
“penyet” because at first HY wanted to focus on the fried chicken penyet dish
54
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
The choice of location, in Duta Indah Housing Complex, Bekasi, West Jawa, was
based on the home of HY. It is close to her house. Besides that, the Sungkono family is
a well known name in that complex. The cooking process of frying and grilling the
chicken pieces are done in the outer front of the dining area. The dishes offered are
displayed in a glass covered cart so that consumers could choose the food themselves.
The dining area is inside and free from the smoke and smell of cooking process, and it is
laid out in a lesehan manner where people sit on mats from very low dining tables. The
preparation of drinks and a ready to eat sayur asem are done inside because no cooking
process is involved.
The menu offered at the beginning of the establishment was fried chicken, sayur
asem, chili sauce, soya bean cake and tofu (tahu and tempe) and fruit juices. Packaged
menus are also offered to gain interest. A package of Rp 15.000 consists of rice, fried
chicken, sayur asem, and chili sauce. As of 2013 their favorite menu is grilled chicken,
sayur asem, lalapan (raw vegetables), chili sauce, tahu and tempe, grilled or fried
catfish/nila fish, grilled rice and a variety of homemade dishes sold in plastic wraps
The SK family also distributed 200 brochures by ojek drivers. They offered delivery
service for consumers of the vicinity. Further request of delivery service are served
based on minimal orders.
The warung used to be opened at 9 am, but now it is opened as of 8 am until 9 pm
with a 3 shift staff. HY thinks that the potential buyers are mostly in the morning, being
employees going to work and housewives accompanying their children to schools. The
dishes offered in the morning are homemade dishes such as a variety of vegetables
dishes, grilled rice, a variety of sautéed dishes, noodles or rice noodles, and a variety of
chilly sautéed dishes, all in individual plastics wraps
The choice of supplier is also an item that the owners take careful attention to, in
particular the supplier of chicken. They searched for supplier that is able to supply good
quality chicken on time. HY and Mrs. SK decided to take two chicken suppliers to
avoid being dependent to only one. The location of the supplier is relatively near to the
location where they cook. One of the advantages of Waroeng Penyet Bu Sungkono is the
good quality of the chicken. They are always fresh, delivered every day at 4.30 am and
relatively big in size.
The serving of food for eat-in consumers is in a rattan plate layerd with brown paper
food wrap, filled with a large serving of rice, grilled/fried chicken, grilled/fried nila or
catfish, chili sauce, lalapan, and other vegetables of choice. Servings are done quickly,
simply, and results in satisfaction and comfort to consumers. The large serving makes it
a filling meal with affordable price. Those are another satisfying point for the
consumers which gives high value of money.
Hygienic product and place to cook as well as to eat are also a point of interest to
consumers. The process of cleaning is done several times. Cooking is done in HY’s
house just in front of the warung so HY and her husband could well control their staff in
the process of cooking and serving. Although the main warung is only 5x4m, consumers
feel comfortable because staff always clean up after each consumer leave the premises.
Box and deliver orders are offered by the warung. Currently, almost 500 boxes are
produced each day and delivered to various destinations. Box orders will increase
during Ramadhan month, end of a school year, and beginning of a school year.
55
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
4. Innovative Product
Table1. Products of Waroeng Penyet Bu Sungkono
Main Product
1. Rice
2. Grilled / fried chicken
3. Sayur Asem
4. Lalap
5. Chili sauce
Complementary Product
1. Fried / grilled tahu and tempe
2. Chicken liver and gizzard (ati & ampla)
3. Gilled / fried nila fish
4. Grilled / fried catfish
5. Variety of vegetable : Soup, chilly sautéed
krecek (sambal goreng krecek), urap, chilly
sautéed potato (sambal goreng kenang), rice
noodle
6. Packaged Menu : fried / grilled chicken, fried /
grilled catfish, fried / grilled nila fish
7. Rice: white rice, grilled rice with tiny salted fish
/ chicken
8 Drinks : iced sweet tea, hot sweet tea, iced
orange juice, hot orange juice, bottled / glassed
mineral water, fresh tea
Source: Waroeng Penyet Bu Sungkono
The grilled chicken, sayur asem and chili sauce have such a delicious taste that their
reputation exceed Duta Indah housing complex. In 2016 HY received an unexpected
request from a big company in Palmerah, Jakarta to cater for their cafeteria. Someone
who is impressed with the taste of their grilled chicken recommended the warung to the
company. The opening of a new business in the cafeteria went smoothly after a sample
was brought to the company, tasted, and met the company’s standard requirement.
Table 2. Menu Prices of Waroeng Penyet Bu Sungkono
Menu
Fried / grilled chicken
Fried / grilled nila fish
Fried / grilled catfish
Fried tempe / tahu
Grilled Tempe / tahu
Chicken ati & ampla
Price ( in Rp )
14.000
14.000
15.000
1.000
1.500
3.000
Menu
Sayur asam
Vegetable soup
Sambal goreng krecek/kentang
Urap
Rice noodle
Menu
Price
( in Rp )
Packaged menu : (chicken/fish, tempe/tahu, sayur)
- Fried / grilled chicken package
22.000
- Fried / grilled cat fish package
- Fried / grilled nila fish package
Drinks :
- Iced sweet tea
- Hot sweet tea
- Fresh tea
Price ( in Rp )
7.000
7.000
7.000
7.000
6.000
Menu
White Rice
Grilled rice with tiny
salted fish/chicken
Price
( in Rp )
4.000
10.000
22.000
23.000
3.000
3.000
4.000
Source : Waroeng Penyet Bu Sungkono
56
- Iced orange juice
- hot orange juice
- bottled mineral water
5.000
5.000
3.000
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Table 3. Varian Boxed Menu and Tumpeng Prices of Waroeng Penyet Bu Sungkono
Product
Boxed rice
8. Tumpeng Rice
Remarks
Menu : rice, fried rice, fried tahu, sambal goreng krecek, chili sauce &
lalapan
Menu : rice, fried chicken, capcay, sambal goreng kentang & ati, chili sauce
& lalapan
Menu : rice, grilled chicken, urap, fried tahu, chili sauce & lalapan
Menu : yellow rice, sambal goreng tempe, grilled chicken, potato patty
(perkedel kentang), chili sauce & lalapan
Menu : grilled rice, fried meat, fried tahu dan tempe, chili sauce & lalapan
Menu : rice, grilled chicken, sambal goreng krecek, capcay.
Menu : rice, gudeg, chicken kari (opor ayam), sambal goreng krecek, bacam
tahu/tempe, fruit
Menu : yellow rice, fried/grilled chicken, sambal goreng tempe, eggs,
perkedel kentang
Source : Waroeng Penyet Bu Sungkono
Current estimate of the turnover is minimum Rp 7.000.000 per day coming from two
locations and boxed orders. Boxed orders per day are a minimum of 500 boxes
requested by individual, school, government as well as private establishments. Boxed
menu is available for customization. Unfortunately the entrepreneur does not have
systematic bookkeeping records. The justifications of purchases are not systematically
recorded.
5. Obstacles
The main obstacle they endure is a difficulty to find trustworthy and loyal human
resources to assist in the warung. Before HY and her husband totally focused
themselves in the business, they often found discrepancies between the total sales and
the total cash. They even underwent more than three changes of assistants in a year.
Another obstacle is the price increase of their main raw material i.e. small red chilies
that increased to Rp 150,000 per kilo to cater to their daily need of 40 kilos per day. At
one time, price of chicken rose significantly too and the suppliers couldn’t sell their
chicken at those high prices which then forced the owner to go and queue at a traditional
market in Pasar Induk. Although some of the main raw material rose, HY kept her
selling price unchanged.
There is another obstacle with the delivery charges. It was set at Rp 500 per box. All
her assistants comply with that price except Mr. SK. He sometimes feels that Rp 500 is
nothing and thus omits the rate to some consumers. It becomes a problem for HY
because she received complaints from consumer on that price difference.
Last obstacle experienced is re-generation of chef. This warung is owned by the first
generation of Sungkono. The recipe of all the dishes was set and held exclusively by
Mrs. SK. Maintaining the quality of the flavor becomes a difficult task for others. HY as
the daughter of the recipe’s owner, is not a chef and is only interested in managing the
business and trying various ideas. In 2014, Mrs. SK got sick and HY and her husband
are forced to try to fill in her role. They duplicated the measurements of all the spices to
keep the warung going. From then on, HY and GL began to get the gist of cooking their
chicken dishes.
57
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
CONCLUSION AND IMPLICATION
The role of synergy, innovation, and creativity is required to develop Waroeng Penyet
Bu Sungkono. Teamwork between the family members has empowered the development
of the warung because family is the first loyal and trustworthy part of the business.
Continuous innovation and creativity have kept the business going
The entrepreneur must always innovate and be creative towards the products in
particular to the menu offered. The addition of grilled chicken in 2013 was a turning
point for this business to reach an exceptionally fast growth. The initial menu of fried
chicken with lalap, chili sauce, tahu and tempe, has grown to various dishes including
the rice box. The recipe derives from grilled chicken and applied to other menus so that
it becomes effective and efficient. It is efficient because there is no left over seasoning
for any dish. And promotion was done through word-of-mouth.
This study could be used as reference by new entrepreneurs trying to get their hands
in opening a warung. Family synergy, motivation, and determination to continuingly
innovate and create, become the main capital of an entrepreneur. This research could be
a reference to further studies.
As a suggestion, this study would like to recommend that the owner of this business
starts to record all outgoing and incoming fund regularly and in orderly manner in
classified posts in order to have quick and accurate data vital to support a decision
making. To keep track of customers’ satisfaction, the owner could formulate a
questionnaire and make it available on each table for eat-in customers.
REFERENCE
Abdullah,T. dan Tantri, F, (2012). Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Ayodya, W., (2016). Business Plan Usaha Kuliner Skala UMKM. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo.
Covey,S.R., (2010). The 8th Habit Melampaui efektivitas Menggapai Keagungan.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Kotler, P and Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran, Jakarta : Penerbit
Airlangga.
Nusantara, E., (2016). Monozukuri : Rahasia Mencapai Produk Berkelas Dunia. Jakarta
: Pena Nusantara
Sarijani, E., (2015). Peran Kreativitas dan Inovasi Pelaku Usaha dalam Diversifikasi
Produk Kuliner Pada Kedai Steak & Chicken di Kabupaten Magetan tahun 2014
(Implementasi Pendidikan Kewirausahaan). Tesis Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta.
Jurnal hukum, 2016. Pengertian Pelaku Usaha serta Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
(diupdate 6 Juni 2016
oleh Wibowo Turnady). Tersedia di
http://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/ [ Diakses pada 27 Maret
2017 ]
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online. Kreativitas. Tersedia di Pranala
(link):http://kbbi.web.id/kreativitas [ Diakses pada tanggal 27 Maret 2017]
58
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
BIODATA
Selfiana, S.E., M.M. was born in Jakarta on 2nd of September 1971. She graduated
from Aksek / LPK Tarakanita Jakarta in 1993. In 2001 she graduated from University of
Borobudur, Jakarta majoring in Management, and in 2013 graduated from a school of
Management
Currently holds a position of Head of Secretary Program in Akademi Sekretari dan
Manajemen Bina Insani (2015 – 2019), as well as being a lecturer of management and
communication subjects.
Researches and writing : “Hubungan Interpersonal Dalam Membentuk Komunikasi
Antar Pribadi Yang Efektif dan Keberhasilan Peran Serta Tugas - tugas Sekretaris”;
page. :213 - 230; Main author, Jurnal Administrasi Kantor; ISSN : 2337 - 6690; Vol.2;
No. 1; Februari 2014; Nasional Tidak Terakreditasi. “Etika Profesi Sekretaris Yang
Berlandaskan Pancasila”; page.: 377 - 388; Main author, Jurnal Administrasi Kantor;
ISSN : 2337 - 6690; Vol.2; No. 2; Agustus 2014; Nasional Tidak Terakreditasi.
“Budaya Organisasi Mempengaruhi Employee Engagement di Perusahaan Kontraktor
Telekomunikasi alihan Perusahaan Jepang”; page.:447-465; Main author, Jurnal
Administrasi Kantor; ISSN : 2527-9769; Vol. 4; No.2; Desember 2016; Nasional Tidak
Terakreditasi. “Penggunaan Smartphone Sebagai Media Komunikasi Sekretaris di
Profesinya:; Prosiding; Aksek Widya Mandala, Surabaya, 2016.
Receiver of research fund (hibah pemula) from Kemenristekdikti 2017 as first author
titled “Pengaruh Motivasi Penggunaan Media Sosial Terhadap Efektivitas Komunikasi
Antarpribadi Kalangan Ibu Rumah Tangga Di Komplek Perumahan, Jati Melati, Pondok
Melati, Bekasi ( Kasus Penggunaan Facebook )”
59
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH MODAL MANUSIA, KOMPETENSI
KEWIRAUSAHAAN DAN MOTIVASI TERHADAP
KESUKSESAN KARIR PADA UKM DI TANGERANG
Muhammad Tony Nawawi
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected].
ABSTRAK:
Ada empat tujuan dalam penelitian ini: Pertama, untuk mengeksplorasi efek dari modal manusia pada
kesuksesan karier. Kedua, untuk mengeksplorasi efek dari kompetensi kewirausahaan pada kesuksesan
karier. Ketiga, untuk mengeksplorasi efek motivasi pada kesuksesan karier. Keempat, untuk
mengeksplorasi efek antara modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi secara simultan
pada kesuksesan karier. Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kecil di kota Tangerang.
Sampel dari penelitian ini dikumpulkan dari pemilik usaha kecil di kota Tangerang. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 50 responden. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis. Hasilnya: (a)
modal manusia tidak memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (b) kompetensi
kewirausahaan memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (c) motivasi tidak
memiliki efek yang signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir; (d) modal manusia, kompetensi
kewirausahaan, dan motivasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesuksesan karir secara
bersamaan.
Kata Kunci: modal manusia; kompetensi kewirausahaan; motivasi ; kesuksesan karier; ukm.
ABSTRACT:
There are four purposes in this study: First, to explore the effects of human capital on career success .
Second, to explore the effects of entrepreneurial competencies on career success. Third, to explore the
effects of motivation on career success. Fourth, to explore the effects among human capital, entrepreneurial
competencies, and motivation simultaneously on career success. The population of this research are all the
owner of small business in Tangerang city. The samples of this research are collected from the owner of
small business in Tangerang city . The method of data collection was conducted by distributing
questionnaires to 50 respondents. The technique of data analysis used in this study was multiple regression
analysis to examine the hypotheses. The results are: (a) human capital have no significant and positive
effects on career success ; (b) entrepreneurial competencies have significant and positive effects on career
success; (c) motivation have no significant and positive effects on career success; (d) human capital,
entrepreneurial competencies, and motivation have significant and positive effect on career success
simultaneously.
Keywords: human capital; entrepreneurial competencies; motivation ; career success;SME.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh sektor perdagangan,
baik perusahaan besar, menengah maupun usaha kecil. Peranan usaha kecil menengah
(UKM) sangat besar pada kegiatan ekonomi masyarakat dalam hal ; penyediaan barang
dan jasa, penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai tambah bagi produk
daerah, peningkatan taraf hidup (Timothy, A, 1999). Dilihat dari jumlah unit usaha dan
60
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
penyerapan tenaga kerja, usaha mikro, kecil, dan menengah menempati posisi penting
dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh data yang
mengindikasikan bahwa jumlah usaha mikro dan kecil di Indonesia pada 2009 tercatat
tidak kurang dari 52 juta orang (99,92%). Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha
mikro dan kecil tercatat lebih dari 93 juta orang (88,59%) (Data Kemenkop dan UKM,
2010). Wirausaha dapat diartikan sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna
mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan tepat guna memastikan
sukses (Mitchermore, 2013).
Wirausaha-wirausaha yang memiliki modal manusia yang tinggi meningkatkan
kesempatan bagi usaha mereka untuk bertahan dan sukses (Draganidis, Fischer, dan
Mentzas, G.2006). Kesuksesan karir merupakan akumulasi dari hasil kerja dan kondisi
psikologis yang positif, yang dihasilkan dari pengalaman kerja seseorang (Seibert dan
Kraimer, 2001). Modal manusia disini seperti pendidikan formal, pengalaman kerja, dan
pengalaman berwirausaha.
Kompetensi kewirausahaan mencakup karakter individual, termasuk ciri-ciri
pribadi, pengetahuan, dan keahlian, yang mendukung performa kerja kewirausahaan
yang efektif atau tinggi (Man, 2005). Kompetensi kewirausahaan dibagi menjadi 10
kelompok, yaitu kompetensi peluang, relasi, analitis, inovasi, operasional, manusia,
strategi, komitmen, pembelajaran,dan keunggulan diri.
Motivasi adalah penghubung antara niat dan tindakan bagi wirausaha-wirausaha (Carin
dan wiklund, j, 2010). Kesuksesan karir objektif dicerminkan dari pencapaian hasil
objektif yang terlihat seperti jabatan organisasi, promosi jabatan, dan kompensasi.
Kesuksesan karir objektif ditunjukkan dari pencapaian yang memperlihatkan
“Pemahaman sosial bersama” baik di lingkungan organisasi maupun sosial (Carin dan
wiklund, j, 2010). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
modal manusia terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang,
mengetahui pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap kesuksesan karir pada usaha
kecil di Kota Tangerang, mengetahui pengaruh motivasi terhadap kesuksesan karir pada
usaha kecil di Kota Tangerang dan mengetahui pengaruh modal manusia, kompetensi
kewirausahaan, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kesuksesan karir pada
usaha kecil di Kota Tangerang.
TINJAUAN LITERATUR
1. Modal Manusia (Human Capital). Modal manusia dapat menginvestasikan
dirinya sendiri melalui berbagai bentuk investasi SDM, diantaranya pendidikan
formal, pendidikan informal, pengalaman kerja, kesehatan, dan gizi serta
transmigrasi (Nanang, 2004:7).
Menurut Schermerhon dalam Saban,Echdar (2013:42), modal manusia
dapat diartikan sebagai nilai ekonomi dari SDM yang terkait dengan
kemampuan, pengetahuan, ide-ide, inovasi, energi dan komitmennya. Modal
manusia merupakan kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, inovasi dan
kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan
suatu nilai untuk mencapai tujuan. Pembentukan nilai tambah yang
dikontribusikan oleh modal manusia dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya
61
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
akan memberikan sustainable revenue di masa akan datang bagi suatu organisasi
(Malhotra 2004 dan Bontis 2002 dalam Rachmawati dan Wulani 2004).
2.Kompetensi
Kewirausahaan
(Entrepreneurship
Competencies).
Menurut Nakhata (2007:3) kompetensi kewirausahaan mencakup
karakter individual, termasuk ciri-ciri pribadi, pengetahuan, dan keahlian, yang
mendukung performa kerja kewirausahaan yang efektif atau tinggi. Menurut
Bird dalam Li Xiang (2009:2) kompetensi kewirausahaan didefinisikan sebagai
karakteristik yang mendasar seperti pengetahuan khusus, motif, sifat, gambar
diri, peran sosial dan keterampilan yang menghasilkan lahirnya sebuah usaha,
keberlangsungan dan / atau pertumbuhan.
3.Motivasi (Motivation). Menurut Zimmerman dan Chu (2013:78) motivasi
adalah penghubung antara niat dan tindakan bagi wirausaha- wirausaha.
Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan
keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini
berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis
maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula
(Suprihanto dkk, 2003:41).
4. Kesuksesan Karir. Menurut Gulsal, Karavardar (2014:1) kesuksesan karir
didefinisikan sebagai akumulasi pekerjaan positif dan hasil psikologis akibat
pengalaman kerja seseorang. Menurut Gattiker dan Larwood dalam Nakhata
(2007:4) kesuksesan karir pada wirausaha UKM akan diukur dari pendapatan
(kesuksesan karir objektif) dan kepuasan karir (kesuksesan karir subjektif)
karena indikator tersebut telah banyak digunakan untuk penelitian.
Menurut Becker dalam Nakhata (2007:3) modal manusia mengacu pada
pendidikan, pribadi, dan pengalaman profesional seorang individu yang dapat
meningkatkan pencapaian karir mereka dan sering diteliti sebagai prediktor
keberhasilan karir. Untuk Mitchelmore dan Rowley, Jennifer (2013), kompetensi
adalah semua fitur dan kualitas yang diperlukan orang untuk melakukan tugas
sesuai kebutuhan dan harapan. Ini adalah tambahan dari semua kemampuan
yang dikenali (bakat), tren perilaku (sikap), fitur kepribadian dan pengetahuan
yang diperoleh, teoritis atau datang dari pengalaman. Menurut Boyatzis dalam
Man,Thomas (2005:2) karakteristik yang mengarah ke kompetensi bisa menjadi
motif, sifat, aspek citra diri seseorang atau peran sosial, keterampilan, atau isi
pengetahuan di mana ia menarik.
Menurut Zimmerman dan Chu (2013:77) memahami apa yang
memotivasi individu untuk terlibat dalam kewirausahaan adalah penting dalam
studi penciptaan bisnis. Menurut Carsrud dan Brannback dalam Zimmerman dan
Chu (2013:78) mengemukakan bahwa motivasi adalah penghubung antara niat
dan tindakan dari pengusaha, dan tampaknya ada hubungan antara motivasi dan
kinerja. Menurut Zimmerman dan Chu (2013:78) faktor motivasi dapat meliputi
faktor internal maupun eksternal bagi pengusaha mengklasifikasikan motivator
dalam empat kategori: imbalan ekstrinsik, independen / otonomi, imbalan
intrinsik, dan penjaminan keluarga. Menurut Yalcin dan Kapu (2008) dalam
Zimmerman dan Chu (2013:78) mengklasifikasikan motivasi kewirausahaan
dalam empat kategori: keuangan, pengakuan, kebebasan, dan tradisi keluarga
(yaitu, motif untuk melanjutkan bisnis keluarga dan meniru anggota keluarga).
62
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel
penelitian ini antara lain: Nakhata (2007) yang menjelaskan hasil penelitian nya
bahwa human capital (modal manusia) dan entrepreneurial competencies
(kompetensi kewirausahaan) memiliki hubungan positif terhadap kesuksesan
karir objektif dan subjektif. Studi ini menyediakan bukti secara teoritis dan
empiris untuk faktor- faktor penting dalam memahami kesuksesan karir pada
pengusaha- pengusaha usaha kecil dan menengah. Dalam hasil penelitian yang
dibuat oleh Zimmerman dan Chu (2013) dalam kaitannya dengan motivasi
menyatakan bahwa faktor paling penting dalam memotivasi responden yang
menjadi pengusaha adalah keinginan untuk menjadi pemilik usaha dan
meningkatkan pendapatan.
Modal Manusia (
)
Kompetensi Kewirausahaan(
Motivasi (
)
H1
H2
H3
Kesuksesan Karir (Y)
)
H4
Gambar 1. Model Penelitian
Sumber: Nakhata (2007)
Adapun hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
H1 :
Terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia terhadap kesuksesan
karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang
H2 :
Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi kewirausahaan terhadap
kesuksesan karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang
.H3: Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi terhadap kesuksesan karir
pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang
.H4: Terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia, kompetensi
kewirausahaan, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kesuksesan
karir pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang
.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik usaha kecil (UKM) di Kota
Tangerang. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode non probability sampling yaitu convenience sampling. Jumlah sampel yang
diambil pada penelitian ini adalah 20 UKM .
63
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Angket yaitu
dengan menyebarkan angket pada pemilik usaha kecil (UKM) di Kota Tangerang.
Sedangkan pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala likert, yang
merupakan bentuk skala yang hanya menandai atau menuliskan nomer yang sesuai
dengan tingkat “setuju” atau “Ketidaksetujuan” responden terhadap setiap rangkaian
pernyataan yang menggambarkan sikap terhadap obyek yang diteliti (Schiffman dan
Kanuk, 2007). Kemudahan penggunaan skala likert menyebabkan skala ini lebih banyak digunakan oleh peneliti. Kelly and Tincani (2013), misalnya, menggunakan skala
likert untuk mengukur perilaku kerjasama individu yaitu dengan meng-ukur variabel
ideologi, perspektif, pela-tihan pribadi, dan pelatihan orang lain. Skor pernyataan positif
dimulai dari 1 s.d 5 (sangat tidak setuju (STS) s.d. sangat setuju (SS). Skor pernyataan
negative dimulai dari 1 s.d. 5 ( sangat setuju (SS) s.d. sangat tidak setuju (STS)).
Penelitian ini menggunakan analisis data regresi ganda, dengan bantuan SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 16.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah hasil dari uji validitas butir-butir pernyataan dengan SPSS :
Tabel 1 Hasil Pengujian Validitas Modal Manusia
Butir Pernyataan
MM1
MM2
MM3
Corrected Item-Total Correlation
.716
.642
.592
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan tabel 1 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel
modal manusia diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir
pernyataan dari MM1 sampai dengan MM3 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan
mengenai modal manusia dinyatakan valid.
Tabel 2 Hasil Pengujian Validitas Kompetensi Kewirausahaan
Butir Pernyataan
KK1
KK2
KK3
KK4
KK5
KK6
KK7
KK8
KK9
KK10
Corrected Item-Total Correlation
.250
.528
.492
.506
.590
.496
.533
.512
.569
.502
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan tabel 2 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel
kompetensi kewirausahaan diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk
64
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
butir pernyataan dari KK1 sampai dengan KK10 lebih besar dari 0,2. Maka semua
pernyataan mengenai kompetensi kewirausahaan dinyatakan valid.
Tabel 3 Hasil Pengujian Validitas Motivasi
Butir Pernyataan
Corrected Item-Total Correlation
Keterangan
M1
.465
Valid
M2
.258
Valid
M3
.664
Valid
M4
.358
Valid
Berdasarkan tabel 3 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel
motivasi diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir pernyataan
dari M1 sampai dengan M4 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan mengenai
motivasi dinyatakan valid.
Tabel 4 Hasil Pengujian Validitas Kesuksesan Karir
Butir Pernyataan
Y1
Y2
Y3
Y4
Corrected Item-Total Correlation
.276
.653
.628
.478
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan tabel 4 yang menampilkan hasil dari pengujian validitas variabel
kesuksesan karir diketahui bahwa nilai corrected item-total correlation untuk butir
pernyataan dari Y1 sampai dengan Y4 lebih besar dari 0,2. Maka semua pernyataan
mengenai motivasi dinyatakan valid.
Berikut adalah hasil dari uji reliabilitas dengan SPSS :
Tabel 5 Hasil Pengujian Reliabilitas
Cronbach's
Variabel
N of Items Keterangan
Alpha
MM
.801
3
Reliabel
KK
.813
10
Reliabel
M
.641
4
Reliabel
KKarir
.707
4
Reliabel
Berdasarkan tabel 5 yang merupakan hasil pengujian reliabilitas diketahui
bahwa nilai alpha cronbach untuk semua variabel lebih besar dari 0,6. Maka semua
variabel tersebut adalah reliabel dan layak digunakan.
65
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil Analisis Data
Tabel 6 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
Modal Manusia
Kompetensi
Kewirausahaan
.984
1.016
.964
1.037
Motivasi
.979
1.021
a. Dependent Variable: Kesuksesan Karir
Pada tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa perhitungan nilai tolerance
menujukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance
kurang dari 0.1. Dan juga, perhitungan nilai VIF menunjukkan bahwa tidak ada satu
variabel independen (modal manusia, kompetensi kewirausahaan dan motivasi)
yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terjadi multikolinieritas. Jadi dapat disimpulkan, bahwa tidak ada multikolinieritas
antar variabel independen dalam model regresi.
Analisis Regresi Ganda
Analisis regresi digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Tabel 7 Analisis Regresi Berganda
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig
1.588
.119
B
Std. Error
Beta
Constant
1.881
1.185
Modal Manusia (MM)
-.060
.108
-.073
-.556
.581
Kompetensi
Kewirausahaan (KK)
.634
.198
.426
3.206
.002
Motivasi (M)
-.118
.157
-.099
-.753
.455
a. Dependent Variable: Kesuksesan Karir (Y)
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat diartikan sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 7 tersebut, dapat dirumuskan persamaan regresi ganda sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
66
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Y = 1.881 - 0,06 MM + 0,634 KK - 0,118 M
Dimana :
Y
MM
KK
M
= Kesuksesan Karir
= Modal Manusia
= Kompetensi Kewirausahaan
= Motivasi
Tabel 8
Sum of
Squares
Model
1
ANOVAb of test F
df
Mean Square
Regression
Residual
3.610
3
1.203
13.046
46
.284
Total
16.656
49
F
4.243
Sig.
.010a
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Modal Manusia, Kompetensi Kewirausahaan
b. Dependent Variable: Kesuksesan Karir
Berdasarkan analisis uji-F pada tabel 8 di atas, Sig < 0.05 dimana tingkat
signifikansi adalah 0.010 dan F hitung > F tabel yaitu 4.243 > 2.81 maka dari hasil
tersebut berarti H0 ditolak yaitu terdapat pengaruh yang signifikan modal manusia (X1),
kompetensi kewirausahaan (X2), dan motivasi (X3) secara bersama-sama terhadap
kesuksesan karir (Y) pada usaha kecil menengah (UKM) di Kota Tangerang.
Tabel 9
Model
R
R Square
Model Summaryb
Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1
.466a
.217
.166
.533
a. Predictors: (Constant), Rata-rata Motivasi, Rata-rata Modal Manusia, Rata-rata Kompetensi
Kewirausahaan
b. Dependent Variable: Rata-rata Kesuksesan Karir
Berdasarkan analisis pada tabel 9 di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai R
square sebesar 0.217 yang berarti 21.7% dari variabel kesuksesan karir dapat dijelaskan
oleh variabel modal manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi, sedangkan
sisanya sebesar 78.3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian
ini.
PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis pertama, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel modal manusia terhadap variabel kesuksesan karir.
67
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil uji hipotesis kedua, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel kompetensi kewirausahaan terhadap variabel kesuksesan karir.
Hasil uji hipotesis ketiga, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel motivasi terhadap variabel kesuksesan karir.
Hasil uji hipotesis keempat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa modal
manusia, kompetensi kewirausahaan, dan motivasi berpengaruh secara simultan
terhadap kesuksesan karir. Pada penelitian ini variabel modal manusia dan motivasi
secara parsial tidak terdapat pengaruh terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di
Kota Tangerang, hal tersebut dikarenakan modal manusia maupun motivasi saja tidak
akan mempengaruhi kesuksesan karir jika tidak diimbangi dengan kompetensi
kewirausahaan yang baik seperti salah satunya yaitu pembelajaran.
Penelitian oleh Nakhata (2007) mendukung hasil dari variabel kompetensi
kewirausahaan dan modal manusia yang berpengaruh terhadap kesuksesan karir secara
simultan, dan variabel kompetensi kewirausahaan terhadap kesuksesan karir secara
parsial, namun tidak dengan modal manusia yang hasil penelitian penulis tidak
berpengaruh terhadap kesuksesan karir secara parsial. Dalam hasil penelitian yang
dilakukan oleh Zimmerman dan Chu (2013) dalam kaitannya dengan motivasi adalah
dikatakan bahwa faktor paling penting dalam memotivasi responden yang merupakan
pengusaha adalah keinginan untuk menjadi pemilik usaha dan meningkatkan
pendapatan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian dan Pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: Bahwa Modal manusia tidak terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, Kompetensi
kewirausahaan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan karir pada usaha
kecil di Kota Tangerang, Motivasi tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang, Modal manusia, Kompetensi
kewirausahaan, dan Motivasi secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap Kesuksesan karir pada usaha kecil di Kota Tangerang.
Dengan demikian implikasinya terhadap manajerial bagi pemilik UKM, supaya
tetap meningkatkan kompetensi kewirausahaannya agar usaha mereka dapat lebih
sukses sehingga dapat berkembang menjadi usaha kecil menengah yang mandiri dan
profesional.
Saran bagi peneliti yang selanjutnya , sebaiknya untuk menambah variabel latar
belakang keluarga, modal sosial, kepribadian dan modal usaha pada penelitiannya
sehingga lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Carin, Holmquist dan Wiklund, Johan (2010), Entrepreneurship and the cretion of small
firms.,USA: Edward Elgar Publishing Limited.
Gulsah Karavardar. (2014). Career commitment, subjective career success and career
satisfaction in the context of hazelnut processing industry in giresun/turkey.
International Journal of Business and Management; Vol. 9, No. 6.
68
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Judge, Timothy., Mueller, John K. dan Bretz, Robert. D. (2004). A longitudinal of
sponsorship and career success. Business Administration. Vol.57. : 271-303.
Kelly, Amy, and M Tincani. (2013). Collaborative Training and Practice among
Applied Behavior Analysts who Support Individuals with Autism Spectrum
Disorder. Education and Training in Autism and Developmental Disabilities 48(1)
: 120–131
Li Xiang. (2009). Entrepreneurial competencies as an entrepreneurial distinctive: an
examination of the competency approach in defining entrepreneurs. Journal of
institutional knowledge Singapore.
Malhotra, N.K. (2004). Marketing research : an applied orientation 4th Edition. New
Jersey : Prentice- Hall.
Man, Thomas W.Y dan Lau, Theresa. (2005). The context of entrepreneurship in Hong
Kong: an investigation through the patterns of entrepreneurial competencies in
contrasting industrial environments. Journal of Small Business and Enterprise
Development.
Mitchelmore, Siwan dan Rowley, Jennifer. (2013). Entrepreneurial competencies of
women entrepreneurs pursuing business growth. Journal of Small Business and
Enterprise Development.
Nakhata, Chinintorn. (2007). The effects of human capital and entrepreneurial
competencies on the career success of SME entrepreneurs in Thailand. Journal of
Business Review.
Nanang Fattah. (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ng, Thomas W.H. (2005). Predictors of objective and subjective career success: a
meta-analysis. Personnel Psychology 58.2.
Schiffman,L.G. & L.L.Kanuk (2007). Consumer Behavior, 9 Pthed,Upper Saddle River,
New Jersey:Prentice Hall.
Saban, Echdar, (2013) .Effect of internal and external environment of human capital
development. Journal of Business and Management.
Suprihanto John, dkk. (2003). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN.
Timothy A. Judge. (1999). The big five personality traits, general mental ability, and
career success across the life span. Personnel Psychology 52.3, Autumn.
Zimmerman, Monica. dan Chu, Hung Manh. (2013). Motivation, success, and problems
of entrepreneurs in Venezuela. Journal of Management Policy and Pratice.
BIODATA
Nama
NIK/NIDN
Tempat dan Tanggal Lahir
Status Perkawinan
Perguruan Tinggi
Alamat
Alamat Rumah
Alamat e-mail
: Drs. M. Tony Nawawi, MM.
: 10191031/0321036301
: Kalianda, Lampung-Selatan, 21 Maret 1963
: Kawin anak 3 orang. Agama : Islam
: Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara sejak
tahun 1991 – sekarang.
: Jl. Let-jend S. Parman no. 1, Jakarta Barat.Telp./Faks.
: 021-5655508-10
: Jln.H.Sikam Raya Gg.H.Kisan, Kunciran Indah Rt.03/013 no. 52,
Kecamatan Pinang Kota Tangerang Provinsi Banten. Telp./Faks. :
0815 115 77 121/081906461741
: [email protected]
69
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
FENOMENA MAKANAN INSTAN DAN MAKANAN
TRADISIONAL PADA SISWA SMA SLH PALOPO
Selvi Esther Suwu
Universitas Pelita Harapan, Tangerang, [email protected]
ABSTRAK
Indonesia mempunyai beragam jenis makanan karena Indonesia terdiri dari berbagai macam budaya,
jenis makanan ringan/snack hingga beragam makanan pokok yang berasal dari makanan tradisional
hingga makanan instan. Walau mempunyai berbagai jenis makanan orang Indonesia mempunyai
kebiasaan makan yang serupa yaitu tiga kali sehari, makan pagi/sarapan, makan siang dan makan malam,
di antaranya dapat diselingi dengan makan makanan ringan/snack. Tujuan dari penelitian ini ingin
mengetahui fenomena yang ada pada siswa SMA SLH Palopo terhadap makanan instan dan makanan
tradisional. Peneliti berfokus pada perilaku konsumen, sebagai responden ialah siswa SMA SLH Palopo.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, data didapat dari
kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah fenomena perilaku siswa SMA SLH Palopo dilihat dari
frekuensi konsumsi maka terlihat hampir sama seringnya antara makan makanan instan dan makanan
tradisional, jenis makanan instan yang disukai adalah mie instan dan makanan tradisional adalah nasi
kuning, dan alasan menyukai makanan instan karena mudah dibuat sementara makanan tradisional
rasanya yang sesuai dengan selera responden .
Kata Kunci : Makanan Instan, Makanan Tradisional, Siswa SMA SLH Palopo
ABSTRACT
Indonesia has a variety of foods because Indonesia consists of various cultures, snacks to a variety of
staple food, from traditional food to instant food. Despite having different types of food, Indonesians have
similar eating habits three times a day, breakfast, lunch and dinner, among that can be interspersed with
snack . The purpose of this research is to know the phenomenon that existed in SMA SLH Palopo students
towards instant food and traditional food. Researchers focus on consumer behavior, as respondents are
high school students SLH Palopo. The research methodology used is qualitative with descriptive analysis,
data obtained from the questionnaire. The result of this research is the phenomenon of SMA SLH Palopo
students seen from the frequency of consumption its almost same between eating instant food and
traditional food, the preferred instant type of food is instant noodles and traditional food is Nasi Kuning,
and the reason for instant food because it is easy to make while the traditional food taste appropriate to
the respondents.
Keywords : Instan Food, Traditional Food, SMA SLH Palopo Students
PENDAHULUAN
Natur dosa dalam diri manusia membuat manusia dalam menghadapi pilihan untuk
mengonsumsi makananpun seringkali salah, hanya yang disukai bukan yang sesuai
kaidah kesehatan seperti makan makanan sehat. Hal ini seharusnya dimengerti karena
tubuh adalah pemberian Tuhan dan harus dijaga dengan baik. Namun yang terjadi
adalah makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang sesuai selera/kebiasaan bahkan
makanan kesukaan biasanya makanan yang tidak sehat dan menjadi makanan favorit.
Kebiasaan makanan yang tidak baik seperti makanan cepat saji atau instan sebaiknya
dihindari, karena kesehatan itu berasal dari akumulasi makanan yang kita konsumsi.
Menurut (Suhardjo, n.d) pada bukunya “ Pola makanan / kebiasaan makan : cara
seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap
70
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial disebut pola makanan/kebiasaan
makan.” dapat dikatakan faktor-faktor yang banyak memengaruhi perilaku konsumen
salah satunya adalah kekuatan sosial budaya.
Ada banyak orang yang baru menjaga kesehatannya dengan makan makanan sehat
setelah usia diatas 40 tahun atau bahkan ketika sudah terkena penyakit akibat dari yang
dikonsumsi. Sementara sebenarnya kesehatan harus dijaga sejak dini. Hal ini disadari
oleh pemerintah dimana pemerintah telah memberi pembelajaran mengenai hidup sehat
dengan mengonsumsi makanan sehat dan menghindari makanan instan sejak sekolah
dasar. Pengetahuan makanan sehat ada pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas 3
SD , (Priyono dan Titik Sayekti, 2008) membahas mengenai makanan yang
mengandung bahan pewarna, pengawet dan bahan penyedap. Dalam KBBI versi online
menjelaskan arti kata instan adalah “instan/in·stan/ a langsung (tanpa dimasak lama)
dapat diminum atau dimakan (tentang mi, sup, kopi, susu bubuk)” Biasanya makanan
instan mengandung bahan pewarna, pengawet dan bahan penyedap.
Tapi justru secara umum anak-anak dan remaja menyukai makanan instan, seperti
dijelaskan dalam bukunya “Flavor –Bagi Industri Pangan” (Winarno, 2002)“Alison
James, seorang anthropologist Inggris terkemuka di dunia memberi gambaran
bagaimana para kawula muda dapat menggunakan apa yang mereka makan, untuk
mencirikan dirinya sebagai anak untuk membedakan diri dari mereka yang telah
dewasa.” Melihat ini peneliti ketika mengunjungi Sekolah Lentera Harapan Palopo di
sebuah kota kecil di Sulawesi Selatan tertarik untuk meneliti mengenai fenomena
makan yang terjadi di remaja sekolah tersebut.
Palopo adalah kota kecil di daerah Sulawesi Selatan, jaraknya 6-7 jam dari
Makassar, Palopo adalah kota pelabuhan yang otomatis menjadi tempat persinggahan
kapal yang mendarat/menepi, hal itulah yang membuat Palopo lebih maju daripada
daerah lain di sekitarnya, lebih maju maksudnya sudah ada pusat perbelanjaan walaupun
kecil. Hotel atau penginapan cukup banyak di Palopo. Palopo tidak mempunyai
makanan tradisional secara khusus, makanan tradisionalnya kurang lebih sama dengan
kota lainnya di Sulawesi Selatan, seperti kue Bagea, nasi kuning, minuman saraba. Di
Palopo terdapat beberapa sekolah, salah satunya adalah SLH yang terdiri dari sekolah
TK-SD-SMP-SMA. Peneliti tertarik untuk meneliti siswa SMA karena menurut peneliti
siswa SMA sudah mampu untuk menentukan makanan yang akan di konsumsi dengan
memilih yang terbaik.
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui fenomena yang ada pada siswa SMA
SLH Palopo terhadap makanan instan dan makanan tradisional.
TINJAUAN LITERATUR
Makanan Instan
Menurut KKBI online, Makanan instan : instan/in·stan/ a langsung (tanpa dimasak
lama) dapat diminum atau dimakan (tentang mi, sup, kopi, susu bubuk)
Makanan tradisional : makanan asli daerah asal
Teori Perilaku konsumen
Teori perilaku yang digunakan pada penelitian ini adalah perilaku konsumen yang
terkait dengan kebiasaan yang diambil dari buku (Sutisna, 2002)Perilaku Konsumen :
71
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
“Kebiasaan dalam perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku pembelian yang
berulang yang tanpa disertai dengan mencari informasi yang lebih banyak dan tanpa
mengevaluasi pilihan dari alternatif yang tersedia.”
Kebiasaan dalam mengonsumsi makanan dibahas dalam buku Laura J yang di
terjemahkan oleh (Suhardjo, n.d)
“Mengembangkan kebiasaan pangan, memperlajari cara yang berhubungan dengan
konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, di
mulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian perilaku yang berakar di antara
kelompok penduduk.” (Suhardjo, n.d)
Manusia memiliki indera perasa yang sama namun memiliki reaksi yang berbeda tiap
orangnya, menurut (Suhardjo, n.d)
“Reaksi indera rasa terhadap makanan sangat berbeda dari orang ke orang. Selain
pengaruh reaksi indra terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi makin
terpengaruh oleh pendekatan melalui media massa. Radio, televisi, pamflet, iklan dan
bentuk media massa lain, yang beberapa diantaranya kini telah mencapai daerah
pedesaan yang terpencil, efektif dalam merubah kebiasaan makanan.” (Suhardjo, n.d)
Dalam penelitian ini selain dilihat perilaku konsumen dalam perilaku kebiasaan juga
didapat bahwa ada pola makanan/ kebiasaan makanan, masih dalam buku yang
diterjemahkan oleh Suhardjo (Suhardjo, n.d)
“Pola makanan / kebiasaan makan : cara seseorang atau kelompok memilih dan
memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan
sosial disebut pola makanan/kebiasaan makan.”( Suhardjo, n.d)
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku konsumen salah satunya adalah kekuatan
sosial budaya, seperti menurut (Mangkunegara, 2005) pada bukunya Perilaku
Konsumen, “kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok
anutan (small refence groups), dan keluarga.”
Pentingnya dampak sosial-budaya pada pangan yang meliputi hal-hal seperti
dituliskan dibawah ini, menurut (Suhardjo, n.d) pada bukunya
1. Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu
disajikan.
2. Arti mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan
prioritas anggota keluarga tertentu dalam pembagian dan pola makanan.
3. Hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola
makan dan status gizi.
4. Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan.
5. Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima
sedangkan lainnya ditolak atau hanya dimakan jika pangan yang boleh dimakan
tidak dapat diperoleh lagi.
Dilihat dari sudut Anthropologi masyarakat dalam memilih pangan yaitu menurut
(Winarno, 2002) “Orang-orang Indonesia sebagai individu, keluarga dan masyarakat
memiliki suatu sistem nilai, kepercayaan dan tradisi yang telah menjadi landasan
bagaimana mekanisme terjadinya pilihan pangan terjadi, dan hal itu menjadi pengaruh
yang memantapkan kebiasaan makan kita.”
72
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif seperti yang dijelaskan dalam buku
Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial oleh (Iskandar, 2013).
Menurut (Iskandar, 2013)pendekatan penelitian yang digunakan adalah “pendekatan
penelitian fenomenologi, studi kasus, grounded theory dan penelitian sejarah, serta
penelitian tindakan, yang diuraikan secara detail dalam bab jenis-jenis pendekatan
penelitian kualitatif.”
Penelitian ini dianalisis secara deskriptif.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah sampel tujuan menurut (Iskandar, 2013) pada
bukunya yaitu “pengambilan sampel berdasarkan penilaian subyektif peneliti
berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya dengan pertimbangan tertentu.”
Sampel yang diambil peneliti adalah keseluruhan siswa SMA Sekolah Lentera Harapan
Palopo, sebanyak 103 siswa, tetapi saat penyebaran kuesioner siswa hanya ada 98
orang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber data dengan penyebaran
“kuesioner kepada subjek penelitian bertujuan untuk memperoleh data atau informasi
mengenai masalah penelitian yang menggambarkan variabel-variabel yang
diteliti.”(Iskandar, 2013)
Validasi dilakukan oleh ahli berdasarkan isi dan bahasa.
Tempat penelitian : Penelitian ini dilakukan di Sekolah Lentera Harapan Palopo,
Sulawesi Selatan
Waktu Penelitian : Oktober 2016
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh peneliti dari kuesioner dibuat presentase lalu dijabarkan secara
deskriptif dan kemudian di analisis di bandingan mengenai pendapat responden antara
makanan instan dan makanan tradisional.
Tabel 1. Jenis makanan instan yang sering di konsumsi sehari-hari
MI
SOSIS BUBUR
NO INSTAN INSTAN INSTAN
LAINNYA
1
76
5
3
Nasi, ikan, sayur
Gorengan
Snack
Susu
Kopi
Ikan Kaleng
Siomai Tahu
Teh Gelas
Ayam goreng cepat
Kentang, Ayam,
saji
Telur
Roti
kopi
Minuman instan
Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 1
sebanyak 84 siswa, 14 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 .
73
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Melihat dari tabel 1 ini responden menyebutkan jenis makanan instan yang sering
mereka konsumsi, 76 responden = 76/84 X 100%= 90.48 % menyebutkan mie instan
sebagai jenis makanan instan yang sering mereka konsumsi, 5/84 X 100%=5,95 %
orang yang sering mengonsumsi sosis instan, 3/84 X100%= 3,57% orang sering
mengonsumsi bubur instan sisanya lainnya.
Tabel 2. Frekuensi konsumsi makanan instan
1
KALI 2
KALI 3
KALI > 3 KALI
NO
SEMINGGU
SEMINGGU
SEMINGGU
SEMINGGU
1
28
26
18
21
Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 2
sebanyak 93 siswa, 5 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 .
Tabel 2 responden menyebutkan frekuensi/banyaknya mereka mengonsumsi makanan
instan tersebut dalam satu minggu, sebanyak 28 responden=28/93 X100%=30,11 %
menyebutkan 1 kali seminggu, 26 responden=26/93 X100%=27,96 % menyebutkan 2
kali seminggu dan 18 responden=18/93 X100%=19,35 % menyebutkan bahwa 3 kali
seminggu mengonsumsi makanan instan tersebut, 21 responden= 21/93 X 100%=22,58
% mengonsumsi lebih dari 3 kali seminggu.
Tabel 3. Alasan responden menyukai makanan instan
MUDAH
HARGANYA MUDAH
NO RASANYA DIDAPAT MURAH
DIBUAT LAINNYA
1
39
22
15
56
Jika mendesak.
Tidak
ada
makanan lain.
Tidak mengantuk
di sekolah.
Tidak ada pilihan
Lain jika ibu tidak
memasak.
Enak.
Pada tabel 3 ini berisikan pendapat responden mengenai alasan responden menyukai
makanan instan yang artinya responden dapat memilih beberapa alasan yang sesuai
dengan kesukaannya dan artinya juga bahwa perhitungan pada tabel ini tidak dapat
dibuat persentasenya karena tiap responden mungkin menjawab lebih dari satu alasan.
Tabel 4. Jenis makanan tradisional yang sering dikonsumsi
NASI
KUE
NO KUNING TRADISIONAL LAINNYA
1
54
40
Nasi, ikan, Kue bolu
sayur
Nasi goreng Sokko
Gudeg
Tempe,
tahu
Rw
Piong
74
Gado-gado
Coto
Bakso daging
kerbau
Deppa, tori
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 4
sebanyak 94 siswa, 4 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 4.
Sebanyak 54 responden=54/94 X100%= 57,45% menjawab nasi kuning yang sering
mereka konsumsi dan sebanyak 40 responden mengatakan kue tradisional yang sering
mereka konsumsi, 40/94 X 100% =42,55%
Tabel 5. Frekuensi responden mengonsumsi makanan tradisional
SATU KALI 2
KALI 3
KALI > 3 KALI
NO
SEMINGGU
SEMINGGU
SEMINGGU
SEMINGGU
1
28
22
22
25
Keterangan tabel : Jumlah responden yang menjawab kuesioner pertanyaan no. 5
sebanyak 97 siswa, 1 siswa mengosongkan jawaban atas pertanyaan di no. 1 .
Sebanyak 28 responden=28/97 X100%=28,87 % mengonsumsi makanan tradisional
satu kali seminggu, 22 responden=22/97 X100%=22,68% mengatakan 2 kali seminggu,
22 responden=22/97 X100%= 22,68% juga mengatakan 3 kali seminggu dan 25
responden=25/97 X 100%=25,77% mengatakan lebih dari 3 kali seminggu
mengonsumsi makanan tradisional.
Tabel 7. Pendapat responden menyukai makanan tradisional
MUDAH HARGANYA MUDAH
NO RASANYA DIDAPAT
MURAH
DIBUAT
LAINNYA
1
78
14
7
4
Karena setiap hari
keluarga
menyiapkan
makanan
tradisional
Sehat
Sudah menjadi
kebiasaan
Bahan-bahannya
alami
Tabel 7 ini juga berisikan pendapat responden mengenai makanan tradisional yang
artinya alasan responden bisa berbagai macam maka tidak dapat dibuat persentasenya.
Analisis Keseluruhan
Hasil tabel 1 di temukan bahwa makanan instan yang paling sering di konsumsi
oleh responden adalah mie instan sebanyak 90.48 % responden, sisanya sebesar
5,95%responden sering makan sosis instan dan 3,57% responden sering makan bubur
instan. Hal ini memperlihatkan bahwa mie instan jenis makanan instan yang paling
sering dimakan dan bila dilihat dari tabel 2 yang berisikan frekuensi responden
mengonsumsi makanan instan tersebut akan terlihat bahwa frekuensinya merata cukup
tinggi dalam seminggu yaitu 30,11 % responden mengonsumsi 1 kali seminggu, 27,96
% responden 2 kali seminggu dan terlihat lebih sedikit dalam 3 kali seminggu 19,35 %
responden, kemudian 22,58 % responden mengonsumsi lebih dari 3 kali seminggu. Jadi
frekuensi makan makanan instan ini merupakan perilaku kebiasaan seperti menurut
75
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
(Sutisna, 2002) “ Kebiasaan dalam perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku
pembelian yang berulang yang tanpa disertai dengan mencari informasi yang lebih
banyak dan tanpa mengevaluasi pilihan dari alternatif yang tersedia.”
Jika dikaitkan dengan jenis makanan instan yang paling banyak dikonsumsi
responden yaitu mie instan dengan frekuensi mengonsumsi yang cukup tinggi dalam
seminggu akan ditemukan bahwa responden yaitu siswa-siswa SLH Palopo
kemungkinan cukup banyak mengonsumsi mie instan sebanyak lebih dari 3 kali
seminggu, artinya perilaku pembelian untuk produk mie instan cukup tinggi.
Hasil pendapat dari responden mengenai alasan menyukai makanan instan yang
paling besar adalah 56 responden mengatakan makanan instan mudah dibuat. Sementara
pada makanan tradisional hanya ada 4 responden yang mengatakan makanan tradisional
mudah dibuat. Ini memperlihatkan remaja sekarang menyukai kepraktisan dalam
memilih makanan dan lebih mengedepankan hal ini dari pada rasa yang hanya 39
responden yang menyatakan menyukai makanan instan karena rasanya. Responden yang
masih remaja terlihat menyukai makanan instan yang praktis dalam penyajian 22
responden mengatakan mudah didapat dan faktor harga yang terjangkau menjadi alasan
terakhir responden sebanyak 15 menyukai makanan instan.
Pendapat responden mengenai makanan tradisional mulai dari yang sering di
konsumsi yaitu nasi kuning sebesar 57,45% responden memperlihatkan nasi kuning
adalah makanan khas palopo yang rasanya enak ini didapat dari 78 responden
berpendapat seperti itu. Mengonsumsi makanan tradisional dapat dikatakan sebagai
kebiasaan makan seperti menurut (Suhardjo, n.d) “Pola makanan / kebiasaan makan :
cara seseorang atau kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap
pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial disebut pola makanan/kebiasaan
makan.”
Jika ditelusuri lebih jauh lagi frekuensi responden mengonsumsi makanan
tradisional ini hampir sama frekuensi makan makanan instan dalam seminggu 1 kali
yaitu 28,87 % responden makan makanan tradisional sedangkan dalam mengonsumsi
makanan instan sebanyak 30,11 % (perbedaan yang tipis), artinya walaupun responden
mengonsumsi makanan instan mereka tetap mengonsumsi makanan tradisional karena
memang sudah diperkenalkan oleh keluarga.
Perbedaan frekuensi responden mengonsumsi makanan instan dan makanan tradisional
pada penelitian ini tidak terlihat menyolok yang artinya memang responden seimbang
dalam mengonsumsi makanan yang ada antara makanan instan dan tradisional yaitu
27,96 % responden yang mengonsumsi makanan instan dan 22,68% responden
mengonsumsi dua kali seminggu dan tiga kali seminggu responden makan makanan
tradisional, perbedaan hanya 5,28%. Sedangkan dalam mengonsumsi makanan instan
lebih dari tiga kali seminggu sebesar 22,58 % dan 25,77% responden mengonsumsi
makanan tradisional lebih dari tiga kali seminggu.
Pendapat responden yang adalah siswa-siswa SMA SLH Palopo mengenai alasan
menyukai makanan tradisional adalah rasanya, makanan tradisional yang menjadi khas
daerah palopo yaitu nasi kuning mempunyai rasa yang memang sesuai dengan selera
responden. “Orang-orang Indonesia sebagai individu, keluarga dan masyarakat memiliki
suatu sistem nilai, kepercayaan dan tradisi yang telah menjadi landasan bagaimana
mekanisme terjadinya pilihan pangan terjadi, dan hal itu menjadi pengaruh yang
memantapkan kebiasaan makan kita.” (Winarno, 2002)
76
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil sebesar 14 responden mengenai alasan menyukai makanan tradisional adalah
mudah didapat cukup berbeda walaupun tidak berbeda jauh dengan alasan responden
menyukai makanan instan yang mengatakan mudah didapat yaitu 22 responden ini
memperlihatkan makanan tradisional lebih sulit didapat daripada makanan instan.
Hal ini hampir sama dengan persentase dalam responden berpendapat bahwa harga
murah bukan faktor mereka mengonsumsi makanan tradisional maupun instan yaitu
sebesar 15 responden yang mengatakan makanan instan murah dan 7 responden yang
mengatakan makanan tradisional murah. Faktor harga tidak menonjol dalam pemilihan
responden terhadap makanan karena harga makanan instan dan makanan tradisional di
Palopo tidak berbeda jauh walaupun makanan tradisional masih lebih mahal .
Berbeda dengan alasan responden menyukai makanan instan paling besar karena
mudah dibuat sebesar 56 responden mengatakan demikian dan menurut 4 responden
mudah membuat makanan tradisional, perbedaan yang terlihat jauh yang artinya
makanan instan disukai karena praktis dan mudah dibuat daripada makanan tradisional.
Alasan lain ditemukan bahwa siswa mengonsumsi makanan tradisional karena
memang sudah disiapkan oleh keluarga dan makanan tradisional adalah makanan yang
sehat hal ini sesuai dengan teori di mana menurut (Suhardjo, n.d) beberapa dampak
sosial-budaya pada pangan salah satunya adalah “arti mengenai siapa yang menyiapkan
makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam
pembagian dan pola makanan, hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota
keluarga dengan pola makan dan status gizi.” Selain keluarga memang menyiapkan
sehari-hari, keluarga juga memperhatikan gizi dengan menyediakan makanan sehat. Hal
ini juga dikuatkan oleh pendapat dari (Mangkunegara, 2005) bahwa seseorang
menyukai makanan tradisional adalah karena keluarga memang menyiapkan setiap hari
di rumah dan kebiasaan, juga alasan kesehatan, terbuat dari bahan-bahan alami .
“kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan
(small refence groups), dan keluarga.”
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Fenomena yang terjadi secara umum dapat dilihat dari frekuensi mengonsumsi
makanan instan dan makan makanan tradisional, alasan responden menyukai makanan
instan dan atau alasan responden menyukai makanan tradisional, terakhir adalah jenis
makanan instan dan jenis makanan tradisional. Hasil penelitian memperlihatkan
frekuensi konsumsi makanan instan dan tradisional rata-rata hampir sama besarnya per
minggu. Alasan responden menyukai makanan instan lebih pada praktis (mudah dibuat)
sedangkan untuk makanan tradisional responden berpendapat rasa menjadi alasan utama
disukai. Sedangkan untuk jenis makanan instan yang paling banyak dikonsumsi adalah
mie instan dan jenis makanan tradisional yang paling disukai ialah nasi kuning. Dari sini
dapat terlihat bahwa siswa kelas 12 SMA SLH walaupun seperti remaja umumnya
menyenangi makanan instan namun juga tetap menyenangi makanan tradisional, namun
akan lebih baik bila makanan tradisional lebih disukai bukan sekadar rasanya tapi dari
alasan kesehatan yaitu baiknya/alaminya bahan yang digunakan pada makanan
tradisional, kembali ke intinya bahwa tubuh adalah pemberian dari Tuhan maka tubuh
adalah bait Allah yang harus dijaga sejak dini.
77
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Saran
1. Melihat hasil penelitian ini peneliti memberikan masukan untuk pemerintah agar
lebih mempromosikan makanan tradisional ke masyarakat umum terutama pada
remaja, melalui acara-acara di kabupaten atau kecamatan
2. Sebaiknya makanan tradisional lebih diperkenalkan lagi melalui pembelajaran di
sekolah bukan hanya disekolah dasar saja.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar. (2013). Metodologi penelitian pendidikan dan sosial. Ciputat, Jakarta :
Referensi.
KBBI online, http://kbbi.web.id/instan
Mangkunegara. (2005). Perilaku konsumen, edisi revisi. Bandung : PT. Refika Aditama.
Priyono, Titik Sayekti (2008), Ilmu pengetahuan alam 3, Untuk SD dan MI Kelas III,
Jakarta- Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan. Tersedia di
http://bse.kemdikbud.go.id/index.php/buku/read/dea747ab-5bd9-42f2-88dc4bb8cc6bcbf9 [Diakses pada tanggal 29 Maret 2017].
Suhardjo, (n.d), Pangan, gizi dan pertanian, (Laura J.H., Brady J.D., Judy
A.D.)Fakultas
Pertanian Bogor(Original work published 1981).
Sutisna. (2002). Perilaku konsumen dan komunikasi pemasaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Winarno F.G.(2002).Flavor bagi industri pangan. Bogor : M-BRIO PRESS.
BIODATA
Nama
: Selvi Esther Suwu, S.E., M.M.
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Sept 1975
Institusi
: Universitas Pelita Harapan, Tangerang
Fakultas
: FIP-TC, Pendidikan Ekonomi
Email
: [email protected]
78
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PETA MODEL RESILIENSI RANTAI PASOK UMKM
DI JAWA TIMUR
Lilia Pasca Riani
Fakultas Ekonomi, Universitas Nusantara PGRI Kediri, [email protected]
ABSTRAK:
Sektor UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian nasional meskipun banyak terjadi
turbulensi kondisi dan konjungtur ekonomi yang tidak pasti, UMKM dituntut tetap bertahan dan tetap
menjalin partnership dengan stakeholdernya. Berdasarkan jenis barang yang diproduksi, UMKM dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu UMKM yang memproduksi makanan/minuman, UMKM yang memproduksi
sandang dan alas kaki, UMKM produk kerajinan kayu, kulit dan tanaman, dan UMKM penghasil barangbarang dari logam. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan model rantai pasok yang diterapkan oleh
UMKM, membuat formulasi rantai pasok menurut kategori UMKM berdasarkan jenis barang yang di
produksi. Dan menganalisis kecenderungan resiliensi rantai pasok UMKM.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat 9 (sembilan) pemetaan model rantai pasok UMKM sesuai dengan
kategori UMKM berdasarkan jenis barang yang di produksi, dan 99% UMKM melakukan resiliensi rantai
pasoknya sesuai dengan perubahan tren perekonomian di Jawa Timur
Kata Kunci: Rantai Pasok, UMKM, resiliensi, Jawa timur
ABSTRACT :
SMEs sector has an important role in national economic despite the turbulence and economic
conjunctures of uncertain conditions , SMEs are required to survive and maintain partnerships with
stakeholders. Based on the type of goods produced, SMEs are divided into 4 categories, namely SMEs
producing food / beverages, SMEs that produce clothing and footwear, SME produce wooden products,
animal skin, and plants, and SMEs producing metal goods. The purpose of this research is to map out
supply chain model applied by SMEs, to make supply chain formulation according to the SMEs category
based on the type of goods in production. And analyze the trend of resilience of SMEs supply chain.
The result of this research is there are 9 (nine) mapping of SME supply chain model according to the
category of SMEs based on the type of goods in production, and 99% of UMKM conduct their supply
chain resilience in accordance with the change of economic trend in East Java.
Keywords: Supply Chain, SMEs, resilince, East Java.
PENDAHULUAN
Kecenderungan untuk bertahan merupakan keharusan bagi para pelaku ekonomi,
terutama untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di era turbulensi
konjungtur ekonomi yang tidak menentu ini. Menjalin partnership dengan stakeholder
adalah salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam menghadapi ketidakpastian
situasi. Mengelola rantai pasok yang dinamis dan adaptif merupakan langkah yang
tepat. Mulai dari integrasi pemasok bahan-bahan baku dan bahan pembantu, sampai
pada menjalin kolaborasi yang erat dengan distributor dan konsumen penggunanya.
Persaingan yang semakin ketat menimbulkan berbagai masalah yang semakin
kompleks disamping permasalahan klasik seperti kurangnya kesadaran pembuatan
produk yang berkualitas, dan minimnya kesadaran proses produksi yang higienis,
79
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
penggunaan teknologi yang masih sederhana dengan menggunakan alat-alat produksi
manual, serta ketidak sanggupan menyediakan produk dalam jumlah besar membuat
UMKM di Jawa Timur sulit bersaing di pasar global.
Dalam penyediaan bahan bahan, mayoritas UMKM masih membeli bahan baku
maupun bahan-bahan pembantu secara insidental, dengan membeli di pasar atau di
warung toko terdekat, belum ada pemikiran untuk berkolaborasi dengan penyedia bahan
baku secara terstruktur dan kesepakatan periodik. Begitu juga dengan produk jadi yang
sudah siap dijual, sistem pemasaran yang belum terstuktur seringkali menyulitkan
pengusaha kecil dan menengah ini untuk menjual barangnya. Belum memiliki merk
produk yang dikenal oleh masyarakat menjadi celah bagi distributor untuk membeli
produk dari UMKM dengan harga yang murah kemudian diberi label tertentu oleh
distributor kemudian dijual dengan harga yang mahal, serta perubahan teknologi
informasi yang sangat cepat, dan komunikasi jejaring sosial yang dinamis.
Sebuah tantangan bagi pelaku UMKM untuk bertahan dan beradaptasi dengan
menjalin kolaborasi yang erat dengan stakeholdernya di era yang tidak pasti seperti
sekarang ini. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan model resiliensi yang diterapkan
oleh UMKM di Propinsi Jawa Timur.
TINJAUAN LITERATUR
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Terdapat beragam definisi mengenai UMKM yang dikemukakan oleh BPS,
Kemenkeu, KemenkopUMKM, maupun Kementrian industri dan perdagangan, UMKM
di Jawatimur dengan berbagai karakteristiknya memenuhi kriteria disebut UMKM.
Ditinjau dari bahan bakunya, UMKM dibagi menjadi 4 jenis, yaitu UMKM pengolah
makanan dan minuman, UMKM yang memproduksi barang atau kerajinan dari logam,
UMKM pembuat pakaian dan alas kaki, serta UMKM pengolah kayu, kulit dan tanaman
untuk kerajinan.
Karakteristik UMKM menyebutkan bahwa, produk yang di buat oleh UMKM
mayoritas merupakan produk untuk memenuhi keinginan seseorang, bukan memenuhi
kebutuhan (Hamidin et, al., 2013). Misalnya UMKM pembuat anyaman rotan atau
bambu atau kerajinan dari kayu. Konsumen membeli dengan harga yang sangat mahal.
Contoh lain menunjukkan UMKM pengolah makanan dan minuman, meskipun
makanan merupakan kebutuhan pokok, namun banyak UMKM restoran atau cafe yang
memberi citra bahwa konsumen datang ke restorang atau cafe tersebut lebih
dikarenakan keinginan bersantai atau berkumpul bersama komunitasnya dengan
berbagai varian makanan minuman, bukan untuk sekedar makan.
Manajemen Rantai Pasok
Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) menurut Heizer dan
Render (2014) merupakan pengintegrasian seluruh aktifitas mulai dari pengadaan bahan
hingga pelayanan, perubahan bahan baku menjadi barang setengah jadi dan menjadi
produk akhir serta pengiriman kepada pelanggan melalui sistem distribusi. Sejalan
dengan pengertian tersebut, Hayati (2014) mengemukakan bahwa Supply Chain
Management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh
bahan mentah, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan transformasi sehingga menjadi
80
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan sistem
distribusi pengiriman ke konsumen.
Hayati (2014) menambahkan tujuan dari SCM adalah untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi mulai dari suppliers, manufacturers, warehouse, dan stores.
Apabila tidak ada koordinasi yang baik dengan semua pihak yang terkait dapat
menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi UMKM.
Resiliensi
Menurut Walker et al. (2004) seperti dikutip oleh Dwiartama (2016), Resiliensi,
atau daya lenting (dari akar kata latin resalire, yang berarti melenting) didefinisikan
sebagai kemampuan suatu sistem untuk bertahan atau melenting kembali dari gangguan,
tanpa mengubah identitas dan fungsi dari sistem tersebut. Lebih lanjut Dwiartama
(2016) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kemampuan bertahan suatu kelompok
masyarakat yang dilanda krisis. Di model-model pembangunan dunia, resiliensi bahkan
menggantikan istilah keberlanjutan (sustainability). Menjadi lenting (being resilient)
terhadap perubahan menjadi syarat penting bagi hidup berkelanjutan.
Holling dan Gunderson (2002) menambahkan definisi konkrit dari istilah resiliensi
adalah jumlah gangguan yang mampu diterima oleh sistem sebelum bergeser dari titik
kestabilan ke titik kestabilan berikutnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, yakni mengembangkan
framework mengadopsi dan memodifikasi metode penelitian riset sistem informasi dari
Henver, et al. (2004). Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Tahapan konstruksi : mendefinisikan konsep-konsep secara jelas, studi literature
terhadap knowledge base dan tinjauan hasil penelitian terdahulu yang terkait
dengan :
a. Teori resiliensi
b. Konsep manajemen rantai pasok dan elemen-elemen pendukungnya
c. Kajian hasil penelitian terdahulu
2. Tahapan pendefinisian resiliensi rantai pasok UMKM : mengidentifikasi
permasalahan UMKM, karakteristik, dan kecenderungan yang terjadi.
Indentifikasi setiap kecenderungan akan menjadi knowlegde bse bagi terciptanya
resiliensi rantai pasok UMKM.
81
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Berikut adalah gambaran mengenai alur dalam penelitian ini :
Studi Pendahuluan
tentang UMKM
- Studi Literatur awal
- Data UMKM dari BPS
- Wawancara dengan
pelaku UMKM
Studi Literatur Hasil
penelitian terdahulu
- Strategi pemilihan
supplier
- Pemain utama
rantai pasok
- Hambatan
mengelola rantai
pasok
Identifikasi
Karakteristik UMKM
Identifikasi entitas /
pihak / pelaku yang
terlibat
- Studi Literatur Lanjutan
- Observasi lanjutan
Identifikasi resiliensi
Rantai Pasok UMKM
Gambar 1. Alur penelitian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Identifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah sistem rantai pasok
Berikut adalah 5 pihak yang berkepentingan dalam sistem rantai pasok yang
diimplementasikan oleh UMKM. Setiap rantai menentukan kualitas dan harga dari
sebuah produk.
1. Suppliers: sebahai pihak penyedia bahan-bahan untuk produksi, baik bahan baku
utama, bahan-bahan pembantu, maupun penyedia mesin-mesin dan onderdil mesin.
Pihak ini berperan sangat besar dalam penyediaan bahan yang berkualitas, dan harga
yang terjangkau oleh UMKM. Besar kemungkinan nya status dari supplier ini juga
merupakan UMKM.
2. Manufacturer : merupakan pihak yang membuat produk, baik pembuat produk jadi
maupun produk setengah jadi. Pihak manufacturer seharusnya memiliki bergaining
yang lebih tinggi dibandingkan dengan supplier karena pihak manufacturer-lah
yang menentukan jenis bahan baku yang digunakan dengan harga yang disesuaikan
dengan kemampuannya, namun tetap mengedepankan proses produksi yang higienis
dan membuat produk yang berkualitas.
3. Distributor : merupakan pihak yang bertanggung jawab mengirimkan barang, baik
berupa bahan mentah dari supplier menuju manufacturer, maupun produk jadi dari
manufacturer menuju gudang-gudang di luar daerah. Kehandalan dalam pengiriman
menentukan kualitas produk.
4. Wholeseller : merupakan pihak yang membeli produk dalam jumlah yang besar dari
manufacturer untuk berikutnya dijual ke pengecer atau langsung ke konsumen.
Biasanya mark up harga paling besar ada dirantai ini, pemilik modal lebih memilih
menjadi wholeseller dari pada menjadi manufacturer karena margin laba yang lebih
menjanjikan.
5. Konsumen : merupakan pembeli akhir, yaitu pengguna produk.
82
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Identifikasi hambatan pada setiap rantai
Dalam setap rantai, terdapat banyak hambatan yang harus dapat diselesaikan demi
kelancaran sistem rantai pasok. Berikut adalah identifikasi hambatan yang sering terjadi
pada setiap rantai :
1. Suppliers :
a. Tidak dapat memenuhi order
b. Kehabisan stock
c. Tidak dapat memenuhi spesifikasi bahan baku yang diinginkan manufacturer
d. Permintaan barang dari manufacturer tidak menyebutkan spesifikasi yang
jelas
e. Menyediakan bahan baku yang dibeli dari perusahaan besar
2. Manufacturers :
a. Bahan baku yang datang tidak memenuhi kualitas
b. Barang yang datang tidak memenuhi spesifikasi
c. Sangat tergantung pada pemasok insidental
d. Kerusakan mesin
e. Kelelahan pegawai
f. Elemen-elemen produk berserakan
g. Harga material yang akan dibeli terlalu mahal
h. Tidak dapat memenuhi permintaan yang mendadak
i. Sulit menentukan standarisasi produk
3. Distributors :
a. Keterlambatan pengiriman barang dari suppliers
b. Keterlambatan pengiriman barang dari manufacturer
c. Tidak tersedianya alat angkut yang memadahi
d. Alat angkut / transportasi / crane sering rusak
e. Kondisi lalulintas yang tidak dapat diprediksi
f. Tidak memberikan garansi untuk kerusakan barag saat pengiriman
4. Wholeseller :
a. Mark up harga yang besar membuat harga barang menjadi mahal
b. Melakukan labelling sendiri
c. Merupakan decoupeling point dari banyak manufacturer
5. Konsumen :
a. Permintaan yang bervariasi dalam jumlah sedikit menyulitkan manufacturer
memproduksinya
b. Sulit diprediksi kecenderunganya karena daur hidup produk yang semakin
menurun
c. Selalu menginginkan produk dengan harga yang terjangkau namun
berkualitas tinggi
Identifikasi strategi rantai pasok
Pemilihan pemasok merupakan hal yang penting dalam keberlangsungan sebuah
usaha, terutama untuk UMKM. Dalam hal ini UMKM bisa berada pada posisi sebagai
supplier, manufacturer, distributor, maupun sebagai wholeseller. Keempat pihak dalam
sistem rantai pasok ini, semuanya berstatus UMKM. Yang dibahas dalam penelitian ini
adalah UMKM yang berada pada rantai manufacturer. Berikut adalah identifikasi
83
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
strategi rantai pasok yang diterapkan oleh UMKM pada posisi rantai manufacturer
ditinjau dari jenis produk yang dihasilkan :
1. UMKM pengolah makanan dan minuman :
Berikut strategi rantai pasok dari UMKM pengolah makanan dan minuman
a. Makanan dan minuman dengan jangka waktu kadaluwarsa kurang dari
seminggu
Supplier :
petani
Supplier :
peternak
Supplier :
pembudidaya
Retailer : pasar
tradisional
Wholeseller :
supermarket
Manufacturer :
restoran, warung,
produk dalam
kemasan
Konsumen
Gambar 2. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu
kadaluwarsa kurang dari seminggu
b. Makanan dan minuman ringan dalam kemasan dengan jangka waktu
kadaluwarsa lebih dari seminggu sampai sebulan, seperti kue-kue basah
Supplier :
pabrik tepung
Supplier :
pabrik susu
Distributor :
gudang
wilayah
Supplier :
penghasil telur
ayam
Manufacturer :
UMKM
pembuat kue
skala kecil dan
menengah
Distributor
Retailer :
distro,
toko-toko,
minimarket
Konsumen
Gambar 3. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu
kadaluwarsa antara seminggu sampai sebulan
c. Makanan dan minuman ringan dalam kemasan dengan jangka waktu
kadaluwarsa lebih dari 3 bulan
Supplier :
perusahaan
besar
Supplier :
perusahaan
besar
Supplier :
perusahaan
besar
Manufacturer :
UMKM
makanan dan
minuman
dalam kemasan
Wholeseller :
Supermarket,
toko grosir
Distributor :
gudang
wilayah
Konsumen
Retailer :
distro,
toko-toko,
minimarket
Gambar 4. Strategi rantai pasok UMKM makanan dan minuman dengan jangka waktu
kadaluwarsa lebih dari sebulan
2. UMKM penghasil kerajinan kayu, kulit dan tanaman
84
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Contoh UMKM penghasil kerajinan kayu adalah pembuat meja, kursi dari kayu
sengon atau kayu jati, sedangkan UMKM pembuat kerajinan kulit biasanya
memproduksi wayang atau kaligrafi, dan UMKM mengolah tanaman untuk
kerajinan yaitu tanaman enceng gondok untuk kerajinan tas, dan batok kelapa
untuk manik-manik perhiasan, dan sovenir pernikahan. Gambar berikut
mengilustrasikan karakteristik UMKM penghasil kerajinan kaju, kulit, dan
tanaman.
Supplier :
perusahaan
pengelola
hutan
Manufacturer :
Pembuat
kerajinan dari
kayu, kulit,
dan tanaman
Supplier :
usaha
perorangan
pengelola
perkebunan
Distributor di
berbagai
wilayah seperti
bali, jakarta,
dan yogyakarta
Wholeseller :
supermarket,
pusat oleh-oleh
Konsumen
Retailer : distro,
dan galeri
kerajinan tangan
Gambar 5. Strategi rantai pasok UMKM penghasil kerajinan kayu, kulit, dan tanaman
3. UMKM pembuat pakaian dan alas kaki
UMKM Manufacturer pembuat pakaian dan alas kaki biasanya membeli bahan
baku dan bahan-bahan pembantu maupun bahan pendukungnya dari industri
besar, misalnya industri kain mori, kain katun, benang, dan pewarna tekstil.
UMKM jenis ini keberlanjutan usahanya sangat bergantung pada kondisi
industri besar. Berikut adalah ilustrasi model strategi rantai pasoknya :
Supplier :
usaha besar
produk kain,
benang, dan
pewarna tekstil
Supplier :
usaha besar
produk bahanbahan
pendukung
Manufacturer :
Pembuat
pakaian dan
alas kaki
Distributor di
berbagai
wilayah seperti
bali, jakarta,
dan yogyakarta
Wholeseller :
toko grosir,
pusat kulakan
Retailer :
distro, dan
galeri
kerajinan
tangan
Konsumen
Gambar 6. Strategi rantai pasok UMKM pembuat pakaian dan alas kaki
4. UMKM pengolah logam dan kerajinan dari logam
UMKM pengrajin logam dibagi menjadi 4 jenis, yaitu pembuat perhiasan
berbahan dasar logam, pembuat peralatan dapur, pertanian dan pertukangan, dan
UMKM pembuat onderdil kendaraan bermotor dengan mesin sederhana seperti
gerinda, dan mesin bubut, serta UMKM logam pembuat lemari, etalase toko, dan
pagar teralis logam. Dibawah ini adalah gambar strategi rantai pasok untuk
masing-masing jenis UMKM pengolah logam dan kerajinan dari logam:
85
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
a. Membuat perhiasan berbahan dasar logam
Supplier :
importir
produk perak,
tembaga,
alumunium,
dan perunggu
Distributor
berbagai
wilayah seperti
surabaya,
jombang,
nganjuk
Manufacturer :
Pengrajin
perhiasan,
manik-manik,
hiasan dinding
Wholeseller :
toko grosir,
pusat kulakan
Konsumen
Retailer :
distro, dan
galeri
Gambar 7. Strategi rantai pasok UMKM pembuat pakaian dan alas kaki
b. Membuat peralatan dapur, pertanian, dan pertukangan
Supplier :
limbah produk
besi, baja,
tembaga,
alumunium
Manufacturer :
Membuat
peralatan
dapur,
pertanian, dan
pertukangan
Retailer :
pasar
tradisional
Konsumen
Gambar 8. Strategi rantai pasok UMKM pembuat dapur, pertanian, dan pertukangan
c. Pembuat onderdil kendaraan bermotor
Supplier :
limbah produk
besi, baja,
tembaga,
alumunium
Manufacturer :
Membuat
peralatan
dapur,
pertanian, dan
pertukangan
Konsumen
Gambar 9. Strategi rantai pasok UMKM pembuat dapur, pertanian, dan pertukangan
d. Pembuat lemari, etalase toko, dan pagar teralis logam
Supplier :
importir
produk
alumunium,
dan besi
batangan
Distributor
berbagai
wilayah seperti
surabaya,
jombang,
nganjuk
Manufacturer :
Pembuat
lemari, etalase
toko, dan pagar
teralis besi
Retailer :
toko-toko
dan distro
Konsumen
Gambar 10. Strategi rantai pasok UMKM pembuat lemari, etalase toko, dan pagar
teralis logam
Model resiliensi rantai pasok UMKM
Resiliensi diartikan sebagai langkah adaptasi untuk bertahan pada situasi sulit,
dalam hal ini UMKM untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya dituntut untuk
beradaptasi sering berbagai permasalahan eksternal yang dihadapi, seperti tingkat
inflasi, perubahan teknologi, perubahan selera konsumen, dan kelangkaan bahan baku.
Persaingan harga tidak dapat dihindari, konsumen semakin selektif dalam memilih
produk dengan selisih harga namun menyediakan manfaat yang sama. Berikut adalah
peta model resiliensi strategi rantai pasok UMKM menurut jenis produk yang
dihasilkan:
86
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Strategi resiliensi ke hilir : UMKM menerapkan strategi resiliensi rantai pasok
dengan cara mempererat hubungan dengan pe-retail maupun konsumennya.
Customer relationship management merupakan knowledge base yang harus dipahami
dan diterapkan oleh pelaku UMKM.
Mengumpulkan segala bentuk interaksi dengan pe-retail dan konsumen merupakan
hal yang mutlak dilakukan, baik saran tentang perbaikan kualitas produk, maupun
mengenai kemasan dan penentuan harga.
Memperluas jaringan toko atau pe-retail yang menjual produk dari UMKM ditunjang
dengan pemanfaatan media-media sosial untuk menjual produk akan meningkatkan
penjualan dan lebih jauh membuat pelanggan menjadi loyal.
2. Strategi resiliensi ke hulu : UMKM menerapkan strategi resiliensi rantai pasok
dengan cara mempererat hubungan dengan para pemasoknya. Konsep yang populer
dalam konteks ini adalah Supplier relationship management, yaitu mengelola
hubungan baik dengan pemasoknya, baik pemasok bahan baku, bahan pembantu,
maupun komponen-komponennya.
Hal ini sangat penting dalam menjaga komitmen bersama mengenai kualitas. Bahan
baku yang berkualitas sangat menentukan nilai dari produk akhir yang dijual kepada
konsumen. Dengan proses pengadaan bahan yang lancar, manfaat-manfaat lain akan
diperoleh, seperti kepastian ketersediaan bahan, kepastian harga bahan, dapat lebih
menfokuskan diri pada inovasi produk meskipun bahan-bahan yang digunakan sama.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Mengelola aliran barang, aliran uang, dan aliran informasi secara akurat merupakan
tujuan utama dalam mengimplementasikan strategi resiliensi rantai pasok UMKM di
Propinsi Jawa Timur. Adapun strategi resiliensi rantai pasok ada 2 macam, yaitu strategi
resiliensi ke hilir dan strategi resiliensi ke hulu.
Pemilihan strategi resiliensi yang tepat dapat membantu UMKM di Jawa Timur
lebih fokus pada tujuannya. Ditinjau dari jenis produknya, maka strategi resiliensi ke
hilir lebih tepat diterapkan oleh UMKM pembuat makanan minuman dan UMKM
pembuat pakaian dan alas kaki, karena daur hidup produk yang sangat cepat, era fashion
pada masa tertentu dapat berubah dengan cepat dan selera konsumen selalu mengikuti
perubahan tersebut.
UMKM pembuat kerajinan kayu, kulit, dan tanaman juga sangat tepat menerapkan
strategi resiliensi ini, karena melalui media sosial dapat memperluas area pemasaran dan
kesempatan memperkenalkan produk-produk kerajinan diluar negeri sangat terbuka.
Sedangkan pemilihan strategi resiliensi ke hulu sangat tepat diterapkan oleh UMKM
pengolah logam, karena pasar sudah terbentuk, namun pengadaan bahan bakunya sulit,
karena impor dengan fluktuasi nilai tukar yang tidak menentu.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiartama, Angga. (2016). “Membangun Kerangka Teoretis untuk Memahami
Resiliensi Sistem Pertanian Pangan di Indonesia.” Lembaga Penelitian Sosial
AKATIGA, Manajemen Sumber Daya Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati, ITB : Bandung. [Online] diakses tanggal 10 Maret 2017 tersedia di
https://dwiartama.files.wordpress.com/2016/08/makalah_angga_akatiga.pdf
87
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Haizer, J., & Render, B., (2014). Manajemen Operasi. Edisi Sebelas. Penerbit : Salemba
Empat, Jakarta.
Hamidin, Dini, Yunani, Akhmad, Zakish, Azizah, 2013. “Penciptaan Kolaborasi Pada
Manajemen Rantai Pasok UKM.” [Online] diakses tanggal 10 Maret 2017 tersedia
di: http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/viewFile/276/281.
Hayati, Enty Nur. (2014). “Supply Chain Management (SCM) dan Logistic
Management”. Jurnal Dinamika Teknik. Vol. 8 No. 1 Januari 2014 h. 25-34. ISSN
: 1412-3339. [Online] diakses tanggal 15 Maret 2017 tersedia di
https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft1/article/view/3039
Henver, A., March, S., Park, J., & Ram. S., ( 2004). Design Science in Information
Systems Research. MIS Quarterly.
Holling, C.S., Gunderson, L.H. (2002). “Resilience and Adaptive Cycles”. In L.H
Gunderson & C.S Holling (Eds.). Panarchy : Understanding Transformations in
Human and Natural Systems. Washington : Island Press.
Walker, B., Holling, C., Carpenter, S.R., & Kinzing, A. (2004). Resilience, Adaptability
And Transformability in Social-ecological Systems, Ecology dan Society, Vol. 9
No. 2. Pp. 5.
BIODATA
Penulis lahir di Kediri, 18 April 1985 merupakan staf pengajar di Fakultas Ekonomi
Universitas Nusantara PGRI Kediri. Telah menyelesaikan Pendidikan Pascasarjana
program Doktor di Universitas Negeri Malang. Bidang konsentrasi penulis adalah
Manajemen Operasional dan Operations Research.
Beberapa artikel yang sudah pernah dimuat dalam jurnal ilmiah dan dipresentasikan
dalam sesi Call for Paper antara lain berkaitan dengan pengendalian kualitas dan
pengukuran produktifitas kerja UMKM.
88
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
MARKET ORIENTATION DALAM MANAJEMEN DAN PRAKTEK
BISNIS PERUSAHAAN KECAP TRADISIONAL
Ruth Oktavia Kusumawardani1, John JOI Ihalauw2
1
Universitas Bunda Mulia , Jakarta, [email protected]
2
Universitas Bunda Mulia , Jakarta, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya sebuah perdagangan bebas internasional. Salah satu
strategi yang harus dilakukan dalam menghadapinya adalah dengan menerapkan orientasi pasar
dalam budaya perusahaan. Contohnya dalam menghadapi MEA, pemerintah dari semua negara
diharuskan untuk membina dan membangun UKM karena memiliki peran yang penting di dalam
perekonomian sebuah negara. Oleh karena itu, penelitian ini meneliti mengenai derajat atau tingkat
penerapan orientasi pasar dalam sebuah UKM, baik pada manajemennya dan juga pada praktek
bisnisnya, serta mengevaluasi komponen orientasi pasar yang masih rendah. Penelitian dilakukan di
UKM produsen kecap di Salatiga yaitu PO Enggal Jaya dengan merek dagang Kecap Piring Tomat.
Metode penelitian menggunakan tabel penilaian orientasi pasar yang dibuat oleh Hooley, Piercy, dan
Nicolaud pada tahun 2012 dan melakukan analisis pada setiap indikator dan komponen dari orientasi
pasar. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan orientasi pasar PO Enggal Jaya berada di
tingkat moderat.
Kata kunci: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, koordinasi antar fungsi, budaya keorganisasian,
fokus jangka panjang.
ABSTRACT
This research is inspired by an international free trade. One of the strategies to face it is adopting
market orientation into the corporate culture. Southeast Asia countries are required to develop
SMEs in order to compete internationally, because SMEs have an important role in the economy of a
country. Therefore, this study examined the degree or level of application of market orientation in an
SME, both in management and in its business practices. Market orientation has five components:
customer orientation, competitor orientation, long-term focus, interfunctional coordination, and
organizational culture. This study was conducted at soy sauce manufacturer in Salatiga named PO
Enggal Jaya with trademark Kecap Piring Tomat. The research method used an assessment table of
market orientation made by Hooley, Piercy, and Nicolaud in 2012. Also analized each indicator and
component of market orientation. The results revealed that the implementation of market orientation
in PO Enggal Jaya is on a moderate level.
Keywords: customer orientation, competitor
organisational culture, long-term focus
orientation,
interfunctional
coordination,
PENDAHULUAN
Dibukanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dapat menjadi tantangan
sekaligus juga menjadi peluang bagi pelaku bisnis di Indonesia, dan jika perusahaan
hanya berorientasi pada pasar domestik, maka hal ini dapat menutup potensi bisnis
terbuka di ASEAN (Aprianto, Yuwana, Falah & Kariyam, 2015). Wangke (2014)
menyatakan dalam Global Competitivenes Index, Indonesia masih berada di peringkat
ke 38 dari 148 negara, sementara Singapura menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi
ke 24, Thailand di posisi 37, Vietnam di posisi 70, dan Filipina posisi 59. Menurutnya,
89
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
salah satu cara untuk meningkatkan daya saing di ASEAN adalah dengan melakukan
pembinaan UKM.
Buku Profil Bisnis UMKM tahun 2015 menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional dan terbukti tidak terpengaruh terhadap krisis. Selain itu UMKM
berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan mendistribusikan hasil-hasil
pembangunan. Di Indonesia sendiri, dalam website resmi Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, melansir sampai dengan tahun 2012
total UMKM sudah berjumlah 56.539.560 unit. Sementara itu, pada tahun 2012
kontribusi UMKM terhadap lapangan pekerjaan meningkat sebesar 9,16 persen atau
setara dengan 107 juta orang, dan berkontribusi 59,08 persen dari PDB Nasional
(liputan6.com). Namun sayangnya dari hasil penelitian Bank Indonesia (2014) di Jawa
Tengah sendiri hanya sekitar 58% pengusaha UMKM yang sudah mengetahui rencana
adanya praktek MEA, 42% pengusaha lain masih belum mengetahui, dan bahkan
terdapat 34% pengusaha yang tidak ambil pusing dengan pemberlakuan MEA. Kurang
paham dan ketidaktahuan para pengusaha tersebut disebabkan karena kurangnya
sosialisasi dari pemerintah tentang rencana pemberlakuan MEA kepada masyarakat
luas (Aprianto, Yuwana, Falah & Kariyam 2015).
Dalam Rakernas pemberdayaan koperasi dan UMKM yang diselenggarakan pada
tahun 2014, dijelaskan bahwa demi dapat bersaing di dunia internasional, UMKM
harus berorientasi pada pasar guna memperkuat ketahanan ekonomi domestik dan
membangun keunggulan global. Menurut Kohli dan Jaworski (1990), orientasi pasar
merupakan budaya perusahaan yang bisa meningkatkan kinerja pemasaran. Narver dan
Slater (1990) mendefinisikan orientasi pasar sebagai budaya organisasi yang paling
efektif dan efisien untuk menciptakan perilaku yang dibutuhkan untuk menciptakan
nilai superior (superior value) bagi pembeli dan menghasilkan kinerja superior
(superior performance) bagi perusahaan, apalagi dalam lingkungan yang bersaing
ketat.
Penelitian ini meneliti mengenai besarnya orientasi pasar yang telah diterapkan
UMKM yang bergerak dalam bidang produksi kecap di Salatiga. Dalam artikelnya,
Argotekno.net (2013) menyatakan tingginya permintaan produk kecap menunjukkan
bahwa industri kecap memiliki prospek yang cukup menjanjikan sebagai peluang
bisnis. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini, produk-produk kecap lokal masih
didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Kecap Bango (PT. Unilever) dan
Kecap ABC, sedangkan produk kecap industri rumahan jumlahnya hanya sedikit,
padahal teknologinya sederhana dan investasinya juga tidak terlalu besar.
Masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah penerapan orientasi pasar dalam
manajemen dan praktek bisnis pada UMKM. Persoalan yang ada dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) Seberapa tinggi adopsi orientasi pasar yang telah dilakukan
oleh perusahaan kecap yang diteliti? (2) Komponen apa saja dari orientasi pasar yang
perlu ditingkatkan? (3) Bagaimana cara perusahaan dapat meningkatkan komponen
orientasi pasar yang relatif masih rendah?
90
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Dalam website Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia, sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berikut adalah kriteria UMKM:
No.
1.
2.
3.
Jenis
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Kriteria
Aset
Maksimal 50 Juta
>50 Juta – 500 Juta
>500 Juta – 10 Miliar
Omzet
Maksimal 300 Juta
>300 Juta – 2,5 Miliar
2,5 Miliar – 50 Miliar
Sumber: www.depkop.go.id
Karakteristik UMKM dan Usaha Besar
Ukuran
Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha
Menengah
Karakteristik
Jenis barang/komoditi tidak selalu tetap; sewaktu-waktu dapat berganti.
Tempat usahanya tidak selalu menetap; sewaktu-waktu dapat pindah tempat.
Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun.
Tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.
Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang
memadai.
Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.
Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian sudah akses ke
lembaga keuangan non bank.
Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP.
Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang
berubah.
Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah- pindah.
Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana.
Keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga.
Sudah membuat neraca usaha.
Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP.
Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira
usaha.
Sebagian sudah akses ke perbankan dalam keperluan modal.
Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.
Memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, dengan pembagian
tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian
produksi.
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan.
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan.
Sudah memiliki persyaratan legalitas antara lain izin tetangga.
91
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Usaha Besar
Sudah memiliki akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan.
Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan
terdidik.
Usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha
Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Sumber: Profil Bisnis UMKM, Bank Indonesia (2015)
Orientasi Pasar
Kohli dan Jaworski (1990) menyatakan bahwa orientasi pasar merupakan hal yang
membedakan antara satu perusahaan dengan yang lainnya, yang bersaing secara sehat
dalam ekonomi modern yang penuh tuntutan dan canggih. Orientasi pasar menurut
Kook (2002), tidak hanya berfokus pada pelanggan tetapi juga pada para pesaing,
berbagai masalah organisasi dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi
preferensi kebutuhan pelanggan.
Instrumen Pengukuran Orientasi Pasar
Komponen
Orientasi Pasar
Orientasi
Pelanggan
Pengertian
Memahami
pelanggan dengan
baik secara terus
menerus untuk
menciptakan nilai
superior bagi
pelanggan.
Orientasi Pesaing Kesadaran akan
kemampuan
jangka pendek dan
panjang dari
pesaing.
Fokus Jangka
Panjang
Sebuah tujuan
utama bisnis.
Koordinasi Antar
Fungsi
Menggunakan
semua sumber
daya perusahaan
untuk menciptakan
nilai bagi target
pelanggan.
Indikator
Informasi tentang kebutuhan pelanggan
dikumpulkan secara berkala.
Kebijakan perusahaan ditujukan langsung untuk
menciptakan kepuasan pelanggan.
Secara teratur diambil tindakan untuk memperbaiki
tingkat kepuasan pelanggan yang masih rendah.
Berusaha keras membangun hubungan yang lebih
kuat dengan pelanggan.
Menyesuaikan penawaran di segmen yang berbeda
dengan kebutuhan yang berbeda.
Informasi tentang aktivitas pesaing dikumpulkan
secara berkala.
Melakukan benchmarking (perbandingan) secara
berkala untuk melawan penawaran pesaing.
Ada respon yang cepat terhadap tindakan pesaing
utama.
Melakukan pembedaan diri dari pesaing.
Menempatkan prioritas yang lebih besar pada
keuntungan jangka panjang daripada keuntungan
jangka pendek.
Menempatkan penekanan lebih besar pada
peningkatan kinerja pasar dari pada meningkatkan
efisiensi internal.
Keputusan dipandu oleh pertimbangan jangka
panjang daripada kebijakan jangka pendek.
Informasi tentang pelanggan dikomunikasikan
kepada seluruh karyawan.
Semua karyawan bekerja secara efektif bersamasama untuk melayani kebutuhan pelanggan.
Ketegangan dan persaingan antar karyawan tidak
diperbolehkan dalam rangka melayani pelanggan
92
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Budaya
Keorganisasian
Menghubungkan
karyawan dan
perilaku
manajerial untuk
kepuasan
pelanggan.
secara efektif.
Perusahaan lentur dalam mengambil peluang.
Semua karyawan menyadari peran mereka dalam
menciptakan kepuasan pelanggan.
Struktur penghargaan terkait erat dengan kinerja
pasar eksternal dan kepuasan pelanggan.
Manajemen memberikan prioritas utama untuk
menciptakan pelanggan yang puas.
Melakukan rapat untuk membahas isu-isu yang
memengaruhi kepuasan pelanggan.
Sumber: Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus tunggal
holistik (holistic single-case study) karena peneliti hanya memfokuskan penelitian pada
satu kasus saja, yaitu membahas tentang derajat penerapan orientasi pasar pada suatu
perusahaan. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan & Taylor, 1990).
Menurut Yin (2014) studi kasus digunakan sebagai suatu penjelasan komprehensif yang
berkaitan dengan berbagai aspek seseorang, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu
program, atau suatu situasi kemasyarakatan yang diteliti, diupayakan dan ditelaah
sedalam mungkin. Obyek yang akan diteliti adalah seberapa besar perusahaan sudah
menerapkan orientasi pasar pada manajemen perusahaannya maupun dalam praktek
bisnisnya. Subjek penelitian ini adalah pihak manajemen atau pemilik dari UMKM
kecap bernama Samsa Sari Nikmat yang akan diwawancarai dengan pertanyaan seputar
orientasi pasar.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara terstruktur dengan pihak manajemen.
Data yang telah didapat akan dianalisis dengan menggunakan tabel pengukuran
orientasi pasar yang dikemukakan oleh Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012). Dalam
tabel ini, setiap pernyataan memiliki skor atau nilai dengan angka terendah adalah 0 dan
angka tertinggi adalah 5, di mana angka 0 adalah sangat tidak setuju, dan angka 5
adalah sangat setuju.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Nama pemilik UMKM adalah bapak Drs. Daerobi, lahir di Kabupaten Semarang
pada tanggal 3 Februari tahun 1963. Beliau adalah seorang alumnus IAIN Walisongo
Semarang dari jurusan Penerangan Masyarakat, tepatnya Agama Islam, dengan gelar
sarjana dan sudah memiliki 2 orang anak yang sekarang sudah beranjak dewasa. Saat
ditanya mengapa memilih untuk memproduksi kecap dan bukan yang lain, dituturkan
bahwa beliau hanya melanjutkan operasional perusahaan yang merupakan warisan dari
orang tuanya sejak tahun 2001.
Perusahaan diwariskan kepada bapak Daerobi oleh kedua orang tuanya yang
melihat peluang bisnis dari gula merah dagangan mereka yang hancur. Mereka lalu
berinisiatif untuk memanfaatkan gula merah yang sudah hancur tersebut menjadi kecap
dan menjualnya. Maka didirikanlah Po. Enggal Jaya atau yang lebih dikenal dengan
nama patennya Samsa Sari Nikmat pada tahun 1983. Industri kecap ini beralamat di
93
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Jalan Balai Rejo 1 No. 7 Gendongan RT 02 RW 04, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga,
Jawa
Tengah,
Indonesia
dengan
nomor
Tanda
Daftar
Industri
510.2.2/010/TD1/03/2005 dengan merek Piring Tomat, DEPKES RI. P-IRT. No
113337301011. Saat ini jumlah asset yang dimiliki perusahaan berkisar Rp
50.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-, termasuk armada seperti pick up dan sepeda
motor yang digunakan untuk melakukan pengiriman atau pendistribusian barang ke
pelanggan.
Berikut ini adalah uraian mengenai segmentasi, targeting, dan positioning dari
kecap Piring Tomat:
1. Segmentasi: Secara geografis, kecap Piring Tomat dipasarkan di Jawa Tengah,
namun juga melayani pembelian dari luar pulau, seperti ke Bali dan Jambi. Menurut
segmentasi demografis, produk ditujukan bagi semua umur, jenis kelamin, agama,
ras, dan latar belakang pendidikan. Namun secara psikografis, produk ditujukan
bagi kelas menengah ke bawah karena harganya yang bisa dibilang murah.
2. Targeting: kecap Piring Tomat dipasarkan ke toko-toko sembako di pasar, serta ke
warung-warung makan seperti pedagang bakso, mie ayam, dan sate.
3. Positioning: Untuk mendapatkan posisi di pasar kecap Piring Tomat terus berupaya
untuk memberikan harga rendah dengan kualitas yang setara dengan kecap
sekelasnya serta memberikan pelayanan yang beda dengan pesaingnya.
Bapak Daerobi mengatakan pertama kali mengetahui tentang adanya MEA melalui
media cetak, televisi, internet, dan bukan dari pemerintah. Meskipun sudah mengetahui
tentang adanya MEA, strategi dan trik untuk menghadapinya masih belum dipahami.
Hal ini disebabkan karena pemerintah belum pernah membahas mendalam mengenai
MEA. Perusahaan juga mengeluhkan pelayanan pemerintah dalam hal pembiayaan
modal. Perusahaan berharap bahwa pemerintah bersedia membantu dan memfasilitasi
untuk bisa melakukan ekspor, misalnya mengikuti bazaar atau pameran produk
Indonesia di Kedutaan Republik Indonesia di negara asing.
Orientasi Pelanggan (Skor Total 25)
Skor
(0-5)
Indikator
Informasi tentang kebutuhan pelanggan dikumpulkan secara
berkala.
Kebijakan perusahaan ditujukan langsung untuk menciptakan
kepuasan pelanggan.
Secara teratur diambil tindakan untuk memperbaiki tingkat
kepuasan pelanggan yang masih rendah.
Berusaha keras membangun hubungan yang lebih kuat dengan
pelanggan.
Menyesuaikan penawaran di segmen yang berbeda dengan
kebutuhan yang berbeda.
Total Skor
Kontribusi
4
3.16
5
3.95
3
2.37
5
3.95
4
3.16
21
16.59
Orientasi Pesaing (Skor Total 20)
Indikator
Informasi tentang aktivitas pesaing dikumpulkan secara berkala.
Melakukan benchmarking (perbandingan) secara berkala untuk
melawan penawaran pesaing.
Ada respon yang cepat terhadap tindakan pesaing utama.
94
Skor
(0-5)
5
Kontribusi
3.95
3
2.37
4
3.16
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Melakukan pembedaan diri dari pesaing.
Total Skor
4
16
3.16
12.64
Skor
(0-5)
Kontribusi
4
3.16
4
3.16
5
3.95
13
10.27
Skor
(0-5)
Kontribusi
2
1.58
4
3.16
5
3.95
4
15
3.16
11.85
Fokus Jangka Panjang (Skor Total 15)
Indikator
Menempatkan prioritas yang lebih besar pada keuntungan jangka
panjang daripada keuntungan jangka pendek.
Menempatkan penekanan lebih besar pada peningkatan kinerja
pasar dari pada meningkatkan efisiensi internal.
Keputusan dipandu oleh pertimbangan jangka panjang daripada
kebijakan jangka pendek.
Total Skor
Koordinasi Antar Fungsi (Skor Total 20)
Indikator
Informasi tentang pelanggan dikomunikasikan kepada seluruh
karyawan.
Semua karyawan bekerja secara efektif bersama-sama untuk
melayani kebutuhan pelanggan.
Ketegangan dan persaingan antar karyawan tidak diperbolehkan
dalam rangka melayani pelanggan secara efektif.
Perusahaan lentur dalam mengambil peluang.
Total Skor
Budaya Keorganisasian (Skor Total 20)
Indikator
Skor
(0-5)
Kontribusi
2
1.58
3
2.37
5
3.95
4
3.16
14
11.06
Semua karyawan menyadari peran mereka dalam menciptakan
kepuasan pelanggan.
Struktur penghargaan terkait erat dengan kinerja pasar eksternal
dan kepuasan pelanggan.
Manajemen memberikan prioritas utama untuk menciptakan
pelanggan yang puas.
Melakukan rapat untuk membahas isu-isu yang memengaruhi
kepuasan pelanggan.
Total Skor
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa komponen orientasi pasar yang memiliki
kontribusi tertinggi adalah komponen nomor 1, yaitu 21. Sedangkan komponen
orientasi pasar dengan kontribusi terendah adalah nomor 3, yaitu 13. Namun skor
penerapan komponen orientasi pasar tertinggi adalah nomor 3 di mana hanya memiliki
selisih 2 poin dari skor total, yaitu 13 dari 15. Dan penerapan komponen orientasi pasar
terendah adalah nomor 5 dengan selisih 6 poin dari total skor, yaitu 14 dari 20.
Penilaian Market Orientation
Komponen Market Orientation
Orientasi Pelanggan
Orientasi Pesaing
Fokus Jangka Panjang
Koordinasi Antar Fungsi
Budaya Keorganisasian
Total Skor
Skor Tertinggi
25
20
15
20
20
100
95
Skor
21
16
13
15
14
79
Kontribusi
16.59
12.64
10.27
11.85
11.06
62.41
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Dari tabel di atas, diketahui mendapatkan skor 79 atau kontribusi sebesar 62,41
dalam usahanya menerapkan orientasi pasar pada manajemen dan praktek bisnisnya.
Hasil ini didapat melalui penjumlahan skor dari tiap-tiap indikator pada kelima
komponen orientasi pasar. Dalam penafsiran skor menurut Hooley, Piercy, dan
Nicolaud (2012), skor tersebut mengindikasikan bahwa orientasi pasar perusahaan
berada di tingkat moderat, namun harus diidentifikasi komponen orientasi pasar yang
mana yang masih rendah untuk dapat meningkatkan nilai orientasi pasarnya.
Pembahasan Indikator Orientasi Pasar
- Orientasi Pelanggan. Skor orientasi pelanggan adalah 21. Perusahaan
mendapatkan skor tinggi pada indikator nomor 2 dan 4, yaitu kebijakannya yang
ditujukan langsung untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan berusaha keras
untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Perusahaan sudah
mengutamakan kepuasan pelanggan dengan berusaha memberikan apa yang
menjadi keinginan pelanggan, namun jika dirasa perusahaan belum mampu
memberikan keinginan tertentu, maka perusahaan belum bisa memberikan
kepuasan kepada pelanggan tersebut. Itulah mengapa indikator nomor 3 mengenai
perbaikan kepuasan pelanggan skornya masih rendah karena perusahaan masih
belum bisa maksimal dalam melakukan perbaikan tingkat kepuasan pelanggan,
karena perusahaan mengaku tidak bisa menyediakan semua keinginan pelanggan
dan memuaskan seluruh pelanggannya.
- Orientasi Pesaing. Perusahaan sudah menerapkan orientasi pesaing dengan cukup
baik, terbukti dengan skor yang didapatkan yaitu 16 dari skor tertinggi 20.
Indikator nomor 1 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan sering
mengumpulkan informasi tentang pesaing. Walaupun tidak secara berkala, namun
perusahaan tidak menyia-nyiakan kesempatan di mana bisa mencari tahu informasi
pesaing melalui koneksinya. Yang menjadi kekurangan adalah indikator nomor 2
di mana perusahaan jarang melakukan perbandingan secara berkala dengan
pesaing.
- Fokus Jangka Panjang. Perusahaan sudah baik dalam menerapkan fokus jangka
panjang, dilihat dari skor yang didapatkan yaitu 13 dari skor total 15. Indikator
nomor 3 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan selalu mempertimbangkan
jangka panjang dalam mengambil sebuah keputusan. Perusahaan selalu
mengutamakan kepercayaan pelanggan dengan tidak melakukan sesuatu yang
memberinya keuntungan jangka pendek namun membuatnya tidak memiliki masa
depan.
- Koordinasi Antar Fungsi. Koordinasi antar fungsi yang dilakukan perusahaan
masih belum dilakukan dengan baik, dilihat dari skor yang didapatkan yaitu 15
dari skor total 20. Di komponen ini, indikator nomor 3 mendapatkan skor tertinggi
karena perusahaan sangat baik dalam mengatur karyawannya untuk tetap bekerja
secara profesional dengan tidak memperbolehkan adanya persaingan dan
ketegangan antar karyawan yang dapat mengganggu pekerjaannya. Namun
indikator nomor 1 memiliki skor paling rendah karena informasi mengenai
pelanggan masih belum dikomunikasikan kepada seluruh karyawan. Manajemen
berupaya untuk tidak menceritakan rahasia pelanggan kepada para karyawannya,
yang sebenarnya tidak ada kaitan langsung antara pelanggan dengan karyawannya,
sehingga informasi pelanggan tidak perlu dikomunikasikan. Karyawan yang
96
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
-
memungkinkan mendapat informasi pelanggan biasanya adalah supir pengantar,
itu pun juga hanya sebatas alamat dan jumlah orderan.
Budaya Keorganisasian. Komponen yang terakhir ini penerapannya paling
rendah dibandingkan dengan komponen yang lain. Komponen budaya
keorganisasian mendapat skor 14 dari total skor 20. Hal ini dikarenakan kesadaran
para karyawannya untuk bekerja dengan baik demi menciptakan kepuasan
pelanggan, sehingga indikator nomor 1 skornya adalah yang terendah. Namun
indikator nomor 3 mendapatkan skor tertinggi karena perusahaan sudah baik dalam
hal memberikan prioritas untuk menciptakan pelanggan yang puas.
Dari hasil penelitian yang ada, perusahaan kecap PO Enggal Jaya merupakan sebuah
usaha kecil. PO Enggal Jaya sudah cukup bagus dalam menerapkan orientasi pasar
dalam rangka mempersiapkan perusahaan menuju pasar internasional. Dilihat dari
penilaian, perusahaan mendapat skor 79 dalam menerapkan orientasi pasar pada
manajemen dan praktek bisnisnya. Perusahaan sudah berada di tingkat moderat dalam
penerapan orientasi pasarnya. Dari kelima komponen orientasi pasar yang ada, orientasi
pelanggan memiliki kontribusi tertinggi dalam menerapkan orientasi pasar dengan skor
total 25. Sedangkan komponen orientasi pasar yang memiliki kontribusi terendah adalah
fokus jangka panjang dengan skor total 15.
Jika dilihat dari tingkat penerapan komponen, fokus jangka panjang memiliki selisih
skor paling sedikit dengan skor total dalam komponen, yaitu 13 dari skor total 15, hanya
2 poin. Ini berarti perusahaan berhati-hati dalam menempatkan prioritas, meningkatkan
kinerja pasar, dan selalu mempertimbangkan situasi jangka panjang dalam mengambil
keputusan. Perusahaan selalu menjaga nama baik dan reputasinya agar dapat tetap eksis
di pasar dengan tidak mengorbankan keuntungan jangka panjang demi mendapatkan
keuntungan jangka pendek. Selanjutnya, penerapan komponen orientasi pasar yang
terendah adalah budaya keorganisasian di mana selisih skor yang didapat dengan skor
total adalah yang paling jauh di antara keempat komponen yang lain, yaitu 14 dari 20.
Hal ini disebabkan karena karyawan tidak menyadari akan peran mereka dalam bekerja.
Mereka masih harus diingatkan dan selalu diawasi agar bisa bekerja dengan baik.
Perusahaan juga kurang memberi motivasi kepada karyawan melalui sistem reward and
punishment di mana karyawan yang berkinerja bagus akan diberi hadiah, sedangkan
yang kinerjanya jelek akan diberi sanksi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. PO Enggal Jaya sudah berorientasi pada pasar pada tingkat moderat yaitu pada
skor 79, dan harus ditingkatkan lagi.
2. Komponen dari orientasi pasar yang perlu ditingkatkan adalah budaya
keorganisasian.
3. Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan komponen orientasi
pasar yang relatif masih rendah adalah:
Para karyawan harus diberikan pengertian lebih lagi dan diberi motivasi agar
mereka menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka di perusahaan.
Perusahaan harus mengajarkan kepada karyawan cara yang benar untuk
memahami hubungan satu dengan yang lain. Tidak boleh giat bekerja hanya jika
97
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
ada yang mengawasi. Para karyawan perlu diberikan timbal balik berupa hadiah
dan hukuman untuk menunjang kinerja mereka, karena selama ini tidak ada sistem
seperti itu. Selain itu juga akan lebih baik jika mengadakan pertemuan manajemen
dengan karyawan untuk membahas isu-isu mengenai pasar agar bisa memacu para
pekerja memiliki inisiatif mengenai apa yang mereka bisa perbuat untuk ikut serta
dalam mengembangkan perusahaan.
4. Komponen orientasi pasar pada PO Enggal Jaya dengan skor penerapan tertinggi
adalah fokus jangka panjang dengan skor 13 dari skor total 15.
Implikasi Teoritis dan Manajerial
Meskipun dalam tulisan Dalgic (2000) sebuah orientasi pasar adalah merupakan
budaya keorganisasian, namun hasil penelitian menyatakan bahwa pada sebuah
UMKM, aspek budaya keorganisasian itulah yang memiliki tingkat penerapan terendah.
Namun fokus jangka panjang menjadi aspek yang penerapannya paling tinggi pada
UMKM. Implikasi manajerial yang didapat dari penelitian ini adalah agar pemilik
UMKM PO. Enggal Jaya dapat meningkatkan derajat penerapan orientasi pasar
perusahaannya. Melalui kesimpulan penelitian, diharapkan perusahaan dapat
mengevaluasi kembali dan melakukan peningkatan dalam penerapan komponen
orientasi pasar yang masih rendah, yaitu budaya keorganisasian. Dalam komponen ini,
karyawan masih belum menyadari peran mereka dalam menciptakan kepuasan
pelanggan. Sehingga perlu dilakukan pembinaan karyawan agar memiliki motivasi
untuk bekerja lebih baik lagi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Aprianto, Bayu Rizqi: Yuwana, Jatmika Rahmawati; Falah, Mohammad Abdu;
Kariyam. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pelaku Usaha Batik
di Kota Yogyakarta Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
University Research Colloquium 2015, ISSN 2407-9189.
Bank Indonesia, CEMSED UKSW.( 2014). Kesiapan UMKM dalam Menghadapi
MEA
Bank Indonesia. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (2015).
Bogdan, Steven J. Taylor. (1990). Looking At The Bright Side: A Positive Approach
To Qualitative Policy And Evaluation Research. Qualitative Sociology Summer
1990, Volume 13, Issue 2, pp 183-192.
Dalgic, Tevfik. (2000). The Oxford Textbook In Marketing. Oxford University Press,
Oxford 20-36.
Hooley, Graham; Piercy, Nigel F.; Nicolaud, Brigitte. (2012). Marketing Strategy &
Competitive Positioning 5th Edition. Prentice Hall.
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (2012). Perkembangan Data
Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 20112012.
Kohli, A. K., & Jaworski, B. J. (1990). Market orientation: The Construct, Research
Propositions, and Managerial Implications. Journal of Marketing, 54(2), 1-18.
98
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Narver, J. C., & Slater, S. F.(1990). The Effect Of A Market Orientation On Business
Profitability. Journal Of Marketing, 54(4), 20-35.
Wangke, Humphrey. (2014). Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015. Info Singkat Hubungan Internasional. Vol. VI, No. 10/II/P3DI/MEI/2014,
ISSN 2088-2351.
Yin R. (2014). Case Study Research: Design and Methods, 5th Edition. Sage, Los
Angeles.
SUMBER-SUMBER LAIN
http://www.depkop.go.id (diakses tanggal 17 Februari 2015)
https://infoukm.wordpress.com/2008/08/29/klasifikasi-ukm/ (diakses tanggal 20 April
2015)
http://disperindagsalatiga.blogspot.co.id/2009/12/kecap-manis.html (diakses tanggal 7
Januari 2016)
99
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT
KABUPATEN SIAK UNTUK MENINGKATKAN
EKONOMI KREATIF
Jumiati Sasmita
Fakultas Ekonomi, Universitas Riau, Pekanbaru, [email protected]
ABSTRAK:
Kabupaten Siak adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau. Saat ini Kabupaten Siak menjadi primadona
tujuan kunjungan wisatawan dari berbagai daerah dan Negara untuk tujuan wisata di Riau, Banyak
wisatawan berkunjung ke Siak akan tetapi masih kesulitan untuk mendapatkan cenderamata berasal dari
Siak, padahal masyarakat Siak masih banyak menganggur sehingga dapat diberdayakan dalam
menghasilkan beraneka ragam hasil-hasil kerajinan, nantinya dapat dijadikan souvenir berasal dari Siak.
Sebab itu perlu menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Siak. Penelitian ini bertujuan untuk
menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten Siak sehingga melalui kegiatan
penelitian ini dapat menghasilkan wirausaha baru yang mandiri berbasis ipteks dan dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat mengurangi pengangguran sehingga akan bermunculannya wirausaha baru
di Kabupaten Siak. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah analisa deskriptif dan SWOT
analisis. Untuk membangkitkan jiwa wirausaha masyarakat Kabupaten Siak adalah dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Dengan adayanya pendidikan dan pelatihan tentang
kewirausahaan yang diberikan kepada masyarakat Siak sehingga dapat memotivasi masyarakat Siak
untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan dengan menciptakan peluang usaha seperti pembutan
tanjak dan kerajinan lainnya dengan demikian maka akan bertambahnya wirausaha baru di Kabupaten
Siak. Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu dilanjutkan dengan melaksanakan pelatihan yang terus
menerus kepada masyarakat Kabupaten Siak, sehingga dengan adanya pelatihan kewirausahaan
bertambahnya wirausaha baru sesuai dengan yang diharapkan.
Kata Kunci: Kewirausahaan, Wirausaha, Jiwa Kewirausahaan, Pelatihan
ABSTRACT:
Kabupaten Siak is a district in Riau Province, Currently Kabupaten Siak be excellent destination tourist
arrivals from various regions and State to tourist destinations in Riau, Many tourists visit Siak but still
difficult to get a souvenir from the Siak. Siak community, even though there are still many unemployed so
that they can be empowered to produce diverse outcomes craft. can later be used as a souvenir from the
Siak, therefore it needs to foster the entrepreneurial spirit of society Siak. This study aims to foster the
entrepreneurial spirit among the community Siak so that through this research may produce new
entrepreneurs based science and technology, and the presence of this study are expected to reduce the
unemployment that would be the emergence of new entrepreneurs in Siak. The method used in this study
is descriptive analysis and SWOT analysis and to generate an entrepreneurial spirit Siak Regency society
is to provide education and training on entrepreneurship. by creating business opportunities such as the
making and other crafts pose this growth in new entrepreneurs in Kabupaten Siak. Based on the research
results, it is necessary to continue to implement ongoing training to the community Siak, so that with the
new entrepreneurs entrepreneurship training increasing as expected.
Keywords: Entrepreneurship, Entrepreneurial, the Spirit of Entrepreneurship, training.
100
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Kabupaten Siak adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia. Kabupaten
Siak merupakan bekas Kerajaan Siak yang berdiri pada tahun 1723. Terbentuk melalui
UU Nomor 53 Tahun 1999 hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Siak
Terdiri dari 14 kecamatan, 122 desa/9 kelurahan.
Kabupaten Siak memiliki potensi yang sangat strategis mengingat daerahnya berada
di wilayah Segi Tiga pertumbuhan Ekonomi "SIJORI" Singapur Johor Riau dan IMGGT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle). Dengan jarak hanya 150 km dari
Singapura, Siak diuntungkan sebagai persinggahan alternatif bagi kapal pedagang di
Selat Malaka dan bahkan berpotensi besar menjadi relokasi industri dan layanan
perdagangan internasional.
Kabupaten Siak juga memiliki Potensi Wisata Sejarah: Istana Kerajaan, Komplek
Makam Kerajaan, Aula pertemuan dua tingkat, Barang peninggalan Kapal Pesiar
Kerajaan, Mesjid Kerajaan dan Pusara Sultan Syarif Qasim, Benteng dan Barak Militer
Belanda, Rumah tradisional Melayu, Seni Tradisional, seperti musik dan tarian,
pakaian/ tenunan Siak, Desa Wisata di Sungai Mempura, Danau alami di Zamrud
(Danau Pulau Besar) dengan ukuran 28 hektar, di Kecamatan Sungai Apit (Danau
Naga), Wisata Agro.
Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Siak juga mengagendakan penyelenggaraan
event-event wisata yang dikemas dalam bentuk kebudayaan serta olahraga bertarap
Internasional, semua guna mendukung sektor kepariwisataan di Siak.Tidak hanya itu,
pemerintah Kabupaten Siak juga telah mengagendakan napak tilas jelajah sejarah
bersepeda dan festival Siak Bermadah setiap tahunnya serta pawai budaya melayu dan
festival kuliner.
Saat ini Kabupaten Siak menjadi primadona tujuan kunjungan wisatawan dari
berbagai daerah dan Negara untuk tujuan wisata di Riau. Kunjungan wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Siak mengalami peningkatan sepanjang tahun 2016.
Pengunjung yang datang untuk melakukan wisata menembus angka 116.500 jiwa.
Jumlah itu melebihi target yang ditetapkan Pemkab Siak sebanyak 105.000 jiwa pada
tahun 2016 lalu. Artinya, ada kenaikan pengunjung sebanyak 11.500 jiwa atau 9.8
persen. Berdasarkan data diatas telihat bahwa Kabupaten Siak saat ini sudah menjadi
incaran para wisatawan yang ingin berlibur.
Dalam rangka mengembangkan kepariwisataan dan kebudayaan, Pemerintah
Kabupaten Siak telah memiliki grand design pengembangan kebudayaan Melayu dan
terus melakukan upaya publikasi promosi kepariwisataan, disamping melakukan
pengembangan pembangunan dan penataan taman kota, pembangunan Air mancur serta
pembangunan turap yang indah di sepanjang sungai Siak yang membelah kota Siak Sri
Indrapura. Kota Siak Sri Indrapura tidak hanya cantik dan rapi, akan tetapi dikawasan
sekitar kelenteng dan water front city. Kawasan ini sekarang makin indah dengan
beragam polesan dari pemerintah daerah. Selain liburan hari raya Idul Fitri, pengunjung
yang banyak datang ke Siak saat pergelaran Tour de Siak, Siak Bermadah dan Tahun
Baru.Siak (Riausky.com)
Dengan banyaknya agenda wisata yang dibuat pemerintah Kabupaten Siak
diharapkan akan semakin ramai wisatawan yang datang ke Siak. Saat ini wisatawan
sudah ramai berkunjung ke Kabupaten Siak namun wisatawan sering mengeluh karena
101
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
sulitnya mendapatkan souvenir yang akan dijadikan oleh-oleh asli yang berasal dari
Siak.
Kabupaten Siak memiliki peluang yang sangat besar dalam menghasilkan souvenir
banyak ciri khas yang bersal dari Kabupaten Siak, yang dapat diangkat menjadi
souvenir khas kabupeten Siak diantaranya, yang sedang hangat saat ini adalah tanjak.
Tanjak tidak hanya sebagai lambang kebudayaan melayu Siak akan tetapi dapat
dijadikan sebagai oleh-oleh bagi pengunjung yang datang ke Siak.
Saat ini masih banyak dijumpai ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri di Kabupaten
Siak yang masih mengagur dan memiliki banyak waktu luang, bahkan boleh dikatakan
tidak memiliki jiwa kewirausahawan. Padahal Kabupaten Siak memiliki potensi yang
sangat besar dalam menghasilkan kerajinan yang dapat dijadikan souvenir bagi
wisatawan yang berkujung ke Siak
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, masyarakat harus dibekali
dengan ilmu pengetahuan terutama Masyarakat Kabupaten Siak yang memiliki potensi
kepariwisataan perlu diberikan pengetahuan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahan
Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan melihat dan menilai peluang-peluang bisnis; mengumpulkan
sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat
mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses, serta memiliki sifat, watak dan
kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam
rangka meraih sukses dan pada akhirnya dapat pula meningkatkan pendapatan. Esensi
dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses
pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Kabupaten Siak memiliki potensi sebagai daerah penghasil berbagai kerajinan dan
dapat dijual kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Siak yang memang
merupakan daerah tujuan wisata di Provinsi Riau, Namun potensi yang dimiliki
masyarakat Kabupaten Siak belum digali untuk dapat dikemas sebagai objek wisata
karena tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat masih rendah. Guna menambah
wawasan masyarakat masyarakat dan menumbuhkan minat kewirausahaan dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat Kabupaten Siak dalam bidang
kewirausahaan
b Belum pernah dilakukan pelatihan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan
masyarakat Kabupaten Siak
c. Bagaimana upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Kabupaten Siak
Penelitian ini bertujuan memberikan pengetahuan agar dapat menumbuhkan jiwa
kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten Siak dengan melaksanakan pelatihan
sejumlah kegiatan kreatif berupa kerajinan pembuatan tanjak dan beberapa sulaman
yang dapat dijadikan sebagai souvenir daerah Siak sehingga melalui kegiatan pelatihan
ini dapat menghasilkan wirausaha baru yang mandiri berbasis ipteks.
TINJAUAN LITERATUR
Pertumbuhan ekonomi suatu Negara pada dasarnya tidak terlepas dari
meningkatnya jumlah penduduk yang berjiwa wirausaha. Kurangnya jumlah masyarakat
yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lain disebabkan oleh kurangnya
102
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pengetahuan tentang kewirausahaan, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras.
Dalam hal ini, sikap mental yang baik dalam mendukung pembangunan, khususnya
pertumbuhan perekonomian, perlu ditanamkan pada diri individu masing-masing
masyarakat
Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa
yang sedang membangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan
oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur.Sedangkan wirausahawan
adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya - sumber daya yang dibutuhkan untuk
mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan
kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam
rangka meraih sukses / meningkatkan pendapatan
Schumpeter (dalam Alma, 2005:21) menyatakan bahwa wirausahawan adalah
individu yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dan menggerakkan perekonomian
masyarakat untuk maju ke depan. dan Robert Argene (2003:1) mengartikan wirausaha
sebagai usaha-usaha yang mempunyai keunggulan tertentu untuk memodifikasi produk
lama menjadi produk baru, dengan menciptakan lapangan pekerjaan, yang
memanfaatkan pemberdayaan manusia dan kekayaan alam lainnya.
Terdapat berbagai macam penggolongan mengenai wirausaha. Winarto (2003),
menggolongan dua kategori aktivitas kewirausahaan. Pertama, berwirausaha karena
melihat adanya peluang usaha (entrepreneur activity by opportunity). Kedua,
kewirausahaan karena terpaksa tidak ada alternatif lain untuk ke masa depan kecuali
dengan melakukan kegiatan usaha tertentu.
Studi yang dilakukan Russel M. Knight (dalam Lupiyoadi, 2007:20-21) di Kanada
menyimpulkan bahwa Seorang wirausaha utamanya tidak dimotivasi oleh financial
incentive, tetapi oleh keinginan untuk melepaskan diri lingkungan yang tidak sesuai,
selain untuk menemukan arti baru bagi kehidupannya. Selanjutnya Menurut Alma
(2010), jalan menuju wirausaha sukses mau kerja keras, bekerjasama, penampilan yang
menarik, yakin, pandai membuat keputusan, mau menambah ilmu pengetahuan, ambisi
untuk maju, pandai berkomunikasi.
Wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang, kemudian menciptakan
sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Berdasarkan pengertian
tersebut, kepribadian seorang entrepreneur diidentifikasi oleh beberapa peneliti
(Siswoyo, 2006) sebagai berikut: Desire for responsibility yaitu memiliki rasa tanggung
jawab yang besar terhadap usaha yang baru dirintisnya. Preference for moder-ate risk.
Entrepreneur lebih memperhitungkan risiko. Entre-preneur melihat peluang bisnis
berdasar pengetahuan, latar belakang, dan pengalaman mereka. Confidence in their
ability to succeed. Entre-preneurseringkali memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Menurut Hendro (2011:30), entrepreneurship atau kewirausahaan adalah “suatu
kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada di dalam diri seseorang untuk
dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih optimal (baik) sehingga bisa meningkatkan
taraf hidup di masa mendatang”. Entrepreneurship meliputi ilmu pengetahuan
(knowledge), kepribadian atau sikap, filosofi, skill atau keterampilan. dan Menurut
Raymond W.Y Kao menyebut bahwa ”kewirausah aan sebagai suatu proses, yakni
proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda
dari yang sudah ada (inovasi)” (dalam Lupiyoadi, 2007:4).
103
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kewirausahaan merupakan pilihan yang tepat bagi individu yang tertantang untuk
menciptakan kerja, bukan mencari kerja. Menurut William Danko:”Seorang wirausahawan (entreprenuer) mempunyai kesempatan 4 kali lebih besar untuk menjadi milyuner”.
Menurut majalah FORBES: ”75% dari 400 orang terkaya di Amerika berprofesi sebagai
enter-prenuer”. Fakta membuktikan bahwa banyak entre-prenuer sukses yang berawal
usaha kecil (Siswoyo, 2006).
Menurut Hendro (2011:61-63) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan
seseorang untuk memilih jalur entrepreneurship sebagai jalan hidupnya. Faktor -faktor
itu adalah factor individual/personal, suasana kerja, tingkat pendidikan, personality
(kepribadian), prestasi pendidikan, dorongan keluarga, lingkungan dan pergaulan, ingin
lebih dihargai atau self-esteem, serta keterpaksaan dan keadaan. Sedangkan menurut
Edaryano, Teguh, (2016) Kewirausahaan adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan
kemampuan ekonomi lokal.
Menurut pujiastuti (2014) penelitian tentang niat kewirausahaan sangat penting
karena jika siswa sudah memiliki niat kewirausahaan mahasiswa akan otomatis
membuka usaha. Salah satunya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi niat
kewirausahaan. Dengan demikian diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
niat bewirausaha dimiliki oleh orang lain selain faktor internal, seperti bakat atau sifat
bawaan (keturunan), serta kepribadian dibentuk oleh faktor-faktor di sekitar (faktor
eksternal).
Melalui kewirausahaan akan memunculkan banyak manfaat pada masyarakat.
Menurut Alma (2010) manfaat tersebut antara lain sebagai berikut: Menambah daya
tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Sebagai generator
pembangunan lingkungan,bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan,
kesejahteraan, dan sebagainya.
Menurut Sukardi (2003) ada sembilan karakteristik tingkah laku kewirausahaan
yang paling sering ditemukan dalam penelitian-penelitian terhadap wirausaha di seluruh
dunia, diantaranya sifat instrumental, sifat prestatif, sifat keluwesan bergaul, sifat kerja
keras, sifat keyakinan diri,sifat pengambilan risiko, sifat swakendali, sifat inovatif, dan
sifat kemandirian. serta menurut Siswoyo (2009), dalam penelitian yang berjudul
Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa dapat
disimpulkan Masalah pengangguran menjadi masalah yang sangat serius, dan praktik
kewirausahaan sebagai salah satu solusinya.
Menurut Suryana (2003) Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orangorang yang memilliki jiwa dan sikap kewirausahaan: Percaya diri ( yakin,optimis dan
penuh komitmen) , Berinisiatif , Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan
berwawasan kedepan),Memilki jiwa kepemimpinan (berani tampil beda dan berani
mengambil resiko dengan penuh perhitungan), Suka tantangan.
Kompetensi kewirausahaan merupakan jumlah total Atribut pengusaha yang
diwajibkan: sikap, nilai, kepercayaan, pengetahuan, kemampuan keterampilan,
kepribadian, kebijaksanaan, keahlian (sosial, teknis, manajerial), yang dibutuhkan untuk
sukses dan mempertahankan kewiraswastaan (Kiggundu, 2002: 244).
Jiwa
kewirausahaan itu bisa dibangkitkan melalui pembelajaran dan pelatihan. Orang-orang
yang tadinya tidak memiliki jiwa wirausaha, setelah melalui pendidikan dan pelatihan
bisa menjadi orang-orang yang hebat dan tangguh. Kewirausahaan berkaitan erat
dengan ekonomi kreatif.
104
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Ekonomi kreatif adalah suatu konsep untuk merealisasikan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan berbasis kreativitas. Pemanfaatan sumber daya yang bukan hanya
terbarukan, bahkan tidak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta dan kreativitas.
Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan
baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi lebih kepada pemanfaatan
kreativitas dan penciptaan inovasi melalui perkembangan teknologi yang semakin
maju. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan
harga atau kualitas produk saja, tetapi harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas
dan imajinasi. (Rachmat Aldy.P., 2016:8)
Menurut (Larassaty, 2014:9) dimana menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan
konsep ekonomi yang mengidentifikasikan dan mengimplementasikan informasi dan
aktivitas dengan mengandalkan ide dan stok of knowledge dari sumber daya manusia
sebagai faktor utama dalam kegiatan ekonomi agar mencapai tujuan yang telah di
inginkan.
Ekonomi kreatif merupakan kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan
penciptaan dan penggunaan pengetahuan serta informasi agar mencapai tujuan yang
telah di inginkan”. Berdasarkan dari hasil penelitian diatas dapat di dukung oleh
penelitian menurut Howkins, (2005) menyatakan bahwa “the creative economy is an
economy where a person’s ideas, not land or capital, are the most important input and
output” dimana dapat dijelaskan bahwa kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya
adalah gagasan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh
penghasilan yang sangat layak .
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 60 orang calon wirausaha baru yang
seluruhnya adalah masyarakat Kabupaten Siak terutama ibu-ibu dan remaja putus
sekolah dan tidak memiliki pekerjaan. Semua populasi dalam penelitian ini dijadikan
sampel. Adapun analisa data yang digunakan dengan analisa deskriptif dan SWOT
analisis
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil panelitian diperoleh hasil bahwa jiwa wirausaha masyarakat
Kabupaten Siak belum berkembang hanya 5 % dari jumlah populasi 60 orang
masyarakat yang memiliki minat untuk berusaha akan tetapi tidak mengetahui cara
untuk memulainya, hal ini disebabkan kurangnya pengatahuan masyarakat tentang
kewirausahaan. Sedangkan berdasarkan analisis SWOT diperoleh hasil sebagai berikut:
KEKUATAN:
 Banyak masyakat Kabupaten Siak yang memiliki waktu luang untuk menghasilkan
kerajinan tanganberupa tanjak dan kerajinan khas Siak lainnya.
 Banyak wisatawan yang berkunjung ke Siak mencari souvenir khas Siak sehingga
mempermudah untuk mensuplai hasil produksi,kerajinan maupun untuk pemesanan
bahan mentah untuk membuat kerajinan .
 Peralatan yang digunakan untuk membuat kerajinan tanjak dan tas sulam sangat
mudah di dapat.
105
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
KELEMAHAN:
 Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kewirausahaan
 Kurangnya kreatifitas masyarakat dalam menciptakan kerajinan yang dapat dijadikan
souvenir khas Siak
 Kurang memiliki modal untuk memulai suatu usaha
 Kurangnya pembinaan dari pemerintah darah setempat dalam memberdayakan
masyarakat untuk menghasilkan souvenir.
 harga yang ditawarkan untuk souvenir berupa tanjak masih tergolong mahal
PELUANG:
 Banyak wisatawan yang berkunjung ke Sak mencari souvenir khas Kabupaten Siak
akan tetapi para wisatawan masih sulit untuk mendapatkan souvenir tersebut
ANCAMAN:
 Bermunculannya produk kerajinan yang sama berupa tanjak yang berasal dari daerah
lain seperti Pekan Baru, dengan harga yang yang relative lebih murah, karena bahan
baku seperti kain untuk pembuatan tanjak juga lebih murah di Pekanbaru.
 Bermunculannya souvenir dari daerah lain dengan harga yang lebih murah .
 Jumlah peminat untuk souvenir berupa tanjak dan tas sulam Siak hanya terbatas pada
golongan tertentu saja.
Untuk membangkitkan jiwa wirausaha masyarakat Kabupaten Siak adalah dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan. Dengan adayanya
pendidikan dan pelatihan tentang kewirausahaan yang diberikan kepada masyarakat
Siak sehingga dapat memotivasi masyarakat Siak untuk menumbuh kembangkan jiwa
kewirausahaan dengan menciptakan peluang usaha seperti pembutan tanjak dan
kerajinan khas Siak lainnya. Dengan demikian maka akan bertambahnya wirausaha baru
di Kabupaten Siak.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pemerintah daerah Kabupaten Siak perlu
melanjutkan dengan melaksanakan pelatihan yang terus menerus kepada masyarakat
Kabupaten Siak, sehingga dengan adanya pelatihan kewirausahaan akan bertambahnya
wirausaha baru sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian untuk dapat
memasuki pasar global daya beli masyarakat bisa tumbuh,sehingga jumlah
pengangguran bisa berkurang. Maka pemerintah harus lebih membenahi pembinaan,
pelatihan, pendampingan dan evaluasi serta tindak lanjut terhadap masyarakat Siak,
sudah sepatutnya menjadi skala prioritas.
Keterbatasan pengetahuan, sedikit banyak akan berpengaruh pada kemampuan
masyarakat untuk melakukan inovasi. Baik inovasi untuk menciptakan produk baru,
inovasi pada proses produksi, juga inovasi dalam hal menjangkau konsumen.Rangkaian
inovasi tersebut menjadi salah satu munculnya ekonomi kreatif pada UMKM.Itulah
sebabnya dalam ekonomi kreatif memberikan fokus yang lebih besar pada penciptaan
barang dan jasa dengan kandungan pegetahuan dan keahlian, serta bakat dan kreasi
yang lebih dominan (Moelyono, 2010:100).
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal sebagai berikut: Masalah
pengangguran menjadi masalah yang sangat serius pada masyarakat Kabupaten Siak
106
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
terutama pada anak-anak remaja putri putus sekolah, dan ibu-ibu rumah tangga yang
tidak bekerja maka kewirausahaan sebagai salah satu solusinya.
Masa depan wirausahawan digambarkan akan terus cemerlang. dengan adanya
pelatihan dan penanaman jiwa entrepreneur pada masyarakat Kabupaten Siak
diharapkan dapat memotivasi masyarakat menjadi wirausahawan yang tangguh, ulet dan
mandiri.
Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa
yang sedang mambangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan
oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entre-preneur ini.
Dengan menggalakan kewirausahaan berupa kerajinan pembuatan tanjak dan
kerajinan lainnya yang dapat dijadikan sebagai souvenir dapat mendorong ekonomi
kerakyatan, manfaat yang akan diterima masyarakat Kabupaten Siak adalah dapat
mengurangi pengangguran sehingga akan bermunculannya wirausahawan baru.
Ekonomi kreatif dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk mensejahterakan
masyarakat karena dalam sistem ekonomi kreatif memberikan adanya nilai tambah baik
kepada industrinya sendiri ataupun kepada sumber daya manusianya.Keberadaan
ekonomi kreatif memberikan dampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran
dan akhirnya akan meningkatkan tingkat perekonomian
Untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan dikalangan masyarakat Kabupaten
Siak maka sangat diperlukan pelatihan tentang kewirausahaan dengan pelatihan
ini dapat meningkatkan kualitas masyarakat sehingga dapat menjadi seorang
wirausahawan yakni orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mengaplikasikan
hakekat kewirausahaan dalam hidupnya
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. (2010). Kewirausahaan (edisi revisi). CV Alfabeta, Bandung
Bygrave, and William, D. (1994). The Portable MBA in En-trepreneurship. New York:
John Willey & Sons, Inc
Edaryano, Teguh, (2016). Identifikasi Motivasi wirausaha Perempuan Pedesaan dengan
Hadirnya Mitra Pembangunan Berdasarkan Pendekatan Teori Harapan, Jurnal
Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, volume 10 Nomor 2 Tahun
2016.
Pujiastuti, Eny Endah, (2014). Pengaruh Kepribadian dan Lingkungan terhadap Intensi
Berwirausaha pada Usia Dewasa, Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan , Vol 2, No
1 (2013): Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Published date:04 Mar 2014
Hendro, (2011). Dasar-Dasar Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa Untuk
Mengenal, Memahami, Dan Memasuki Dunia Bisnis , Erlangga, Jakarta
Hodijah, dkk. (2012) .Magang Kewirausahaan Pada Industri Mendong BagiI Mahasiswa
PGSD
UPI
Sebagai
Tindak
Lanjut
Program
KWU.http://jurnal.upi.edu/file/diakses
http://id.shvoong.com/businessanagement/entrepreneurship/diakses 21 Agustus 2013
Howkins, S. (2005). Asia-Pacific Creative Communities: A Strategy For The 21st
Century Senior Expert. Symposium. Jodhpur. India. 22-26 February 2005.
Iwantoro. (2006). Kiat Sukses Berwirausaha. Jakarta: PT. Gramedia.
107
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kiggundu, M. N. (2002). “Entrepreneurs and Entrepreneurship in Africa: What is
Known and What Needs to be Done” in Journal of Developmental
Entrepreneurship . Vol. 7 (3). 239-258
Longenecker, Justin G., et al. (2000_. Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil.
Jakarta : Salemba Empat
Lupiyoadi, Rambat, (2007). Entrepreneur:From Mindset To Strategy, Edisi
Ketiga,Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , Jakarta.
Larassaty, A. L. (2014). Kontribusi Sumber Daya Manusia Di Bidang Industri Kreatif
Untuk Meningkatkan Kinerja Pariwisata (Studi pada Dinas Kebudayan dan
Pariwisata Kabupaten Pasuruan) . Tesis Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Meredith, Geoffrey G. (2002). Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta : PPM
2013): Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Published date:04 Mar 2014
Moelyono, M. (2010). Menggerakkan ekonomi Kreatif Atara Tuntutan dan Kebutuhan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Puspita Handayani, (2016), Aisyiyah dan Ekonomi kreatif: Usaha Pemberdayaan
Perempuan Melalui Pengembangan Kewirausahaan Keluarha di Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo, Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan
Bisnis & Call For Paper FEB UMSIDA 2016
Robert Argene, (2003), Strategi menjadi Wiraswasta Handal, Jakarta, CV. Restu Agung
Rochmat Aldy, Purnomo. (2016). Ekonomi Kreatif Pilar Pembangunan
Indonesia.www.nulisbuku.com
Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat
Sutrisno Jiwantara. (2000). Kiat Sukses Berwirausaha . Jakarta : PT. Gramedia.
Selvia Nuriasari, (2013). Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan di Perguruan Tinggi,
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol 1, No 2, 2013
Siswoyo, B,B. (2009). , Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan
Mahasiswa Jurnal Ekonomi Bisnis , Tahun 14, Nomor 2, JULI 2009, ISSN:
0853-7283
Winarto V (2003). Entrepreneurship : Semangat untuk memberikan solusi bagai
masyarakat, Artikel http;//www.e-psikologi.com/pengembangan/rls.htm, 3001-2003.
http://bisnisukm.com , diakses 9 Mei 2012
BIODATA
Nama Lengkap
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Pekerjaan
Alamat
No. Hp/Telp
E-Mail
: Prof. Jumiati Sasmita, SE, MSI, Ph.D
: Perempuan
: Jakarta 31 Maret 1967
: Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Riau
: Jl Garuda 133 Pekanbaru
: 08127520914
: [email protected]
108
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
ANALISIS PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN
TINGGI GUNA MENCETAK LULUSAN YANG BERBASISKAN
BISNIS
Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
ABSTRAK:
Indonesia saat ini memiliki banyak perguruan tinggi berbasiskan kewirausahaan (bisnis). Setiap
perguruan tinggi dituntut untuk dapat menghasilkan wirausaha-wirausaha muda dibandingkan menjadi
pegawai. Dengan tujuan untuk meningkatkan pemasukan negara dari bidang usaha baru yang ada. Untuk
itu setiap perguruan ini saat ini mewajibkan ada mata kuliah kewirausahaan dalam kurikulumnya. Salah
satunya Telkom University. Selama kurang lebih dua semester ini mata kuliah kewirausahaan diwajibkan
terselenggara pada semua Program Studi dan dibuat terpusat di bawah unit PPDU. Kurikulum dibuat
menyesuaikan objek kompetensi untuk melahirkan lulusan yang memiliki jiwa bisnis. Walaupun berbagai
program dan penyesuaian kurikulum telah dilaksanakan namun masih banyak saja mahasiswa yang
berpikiran ketika lulus tidak akan berwirausaha tetapi menjadi pegawai. Dalam penelitian akan ditujukan
untuk melihat keselarasan antara program yang dibuat Perguruan Tinggi dalam hal ini objek studi Telkom
University dengan persepsi mahasiswa.
Kata Kunci: Kewirausahaan, Pendidikan, Perguruan Tinggi
ABSTRACT:
Indonesia currently has a lot of college-based entrepreneurship. Each university is required to be able to
produce young entrepreneurs than being an employee. With the aim to increase state revenue from
existing and new business areas. For that every university is currently require existing entrepreneurship
courses in the curriculum. One of them Telkom University. For approximately two semester
entrepreneurship courses are obliged held in all Faculty and created a centralized under unit PPDU.
Made curriculum competencies align objects to deliver graduates who have the entrepreneurial spirit.
Although a variety of programs and curriculum adjustments have been implemented but still many
students who minded when passed will not be self-employed but being an employee. In the research will
be devoted to see the alignment between Higher Education program created in this case the object of
study Telkom University with student perceptions.
Keywords: Entrepreneurship, Education, University
PENDAHULUAN
Menciptakan wirausaha sebanyak-banyaknya saat ini menjadi pekerjaan rumah
yang utama bagi pemerintah di setiap negara saat ini. Kondisi globalisasi saat ini yang
menyebabkan arus perubahan di segala sektor yang sangat cepat, menuntut kualitas dari
sumber daya manusia yang ada. Indonesia sendiri dengan jumlah penduduk yang sangat
tinggi, memiliki tugas yang sangat besar dalam rangka mengurangi angka
pengangguran. Berdasarkan data dari BPS, berikut merupakan jumlah penduduk
Indonesia berdasarkan lapangan pekerjaan pada tahun 2016:
109
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 1
Jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan Lapangan Pekerjaan Th. 2016
Status Pekerjaan Utama
Total
1 Berusaha Sendiri
20,392,400
2 Berusaha dibantu Buruh Tetap/Dibayar
3 Berusaha dibantu Buruh Tak
Tetap/Dibayar
4 Buruh/Karyawan/Pegawai
20,997,852
5 Pekerja bebas pertanian
5,240,458
6 Pekerja bebas non pertanian
7,002,288
7 Pekerja keluarga/tak dibayar
16,689,576
4,023,653
46,301,470
9 Tak Terjawab
-
Total
120,647,697
Sumber: www.bps.go.id
Berdasarkan data yang didapat dari BPS tersebut kita dapat lihat jumlah penduduk
dengan lapangan pekerjaan sebagai wirausaha (Berusaha sendiri) masih jauh lebih kecil
dibandingkan dengan yang bekerja. Berdasarkan data yang dilansir dari tempo.co
menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02
juta orang atau 5,5 persen. Namun jumlah pengangguran tersebut menurun bila
dibandingkan dengan Februari 2015, yang mencapai 7,45 juta orang (5,81 persen). Hal
ini menunjukkan sebenarnya tingkat pengangguran di Indonesia sebenarnya dapat
ditekan, dengan setidaknya meningkatkan angka wirausaha.
Mengurangi jumlah pengangguran dengan cara meningkatkan angka wirausaha
merupakan tanggung jawab yang besar dan melibatkan banyak komponen. Sinergi yang
diharapkan dari pemerintah, pihak swasta, institusi pendidikan dan juga masyarakat,
merupakan komponen yang diharapkan dapat mewujudkan angka tersebut. Pemerintah
dalam hal ini sebagai regulator, pihak swasta selaku pemberi modal, pihak institusi
pendidikan selaku tempat dalam mencetak seorang wirausaha dan dukungan
masyarakat. Semua komponen tersebut jika dapat bersinergi dengan baik maka tidak
akan menjadi mustahil suatu saat Indonesia berubah dari negara berkembang menuju
negara maju karena tingkat wirausaha yang tinggi.
Institusi pendidikan dalam hal ini memiliki peran yang besar yaitu sebagai pihak
yang berperan dalam mencetak wirausaha yang unggul. Jumlah perguruan tinggi
Indonesia saat ini mencapai 4.445 yang terdiri dari seluruh Perguruan Tinggi Negri dan
Perguruan Tinggi Swasta (forlap.ristekdikti.go.id). Perguruan tinggi yang dimaksud
dalam hal ini terdiri dari: Sekolah Tinggi, Politektik, Universitas, Institut, dan Akademi.
Menurut Siswo Wiratno dalam penelitiannya mengungkapkan: “ Kompetensi yang
wajib dimiliki oleh lulusan dari perguruan tinggi antara lain academic knowledge, skill
of thinking, management skill, dan communication skill selain itu diharapkan juga
lulusan memiliki keterampilan hidup yang tinggi (life skill). Berdasarkan pernyataan
tersebut kita ketahui memang besar peran perguruan tinggi dalam mencetak seorang
lulusan untuk menjadi wirausaha. Untuk itu setiap perguruan tinggi memiliki cara-cara
tersendiri dalam mencapai hal tersebut. Salah satunya adalah melalui kurikulum dengan
110
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memberikan mata kuliah kewirausahaan. Setidaknya dalam kurikulum sudah terarah
mengenai program belajar dan capaian pembelajaran dari masing-masing peserta didik.
Perguruan tinggi yang menjadi objek penelitian ini adalah Universitas Telkom.
Universitas Telkom merupakan perguruan tinggi yang memiliki tujuh Fakultas yang
berbeda. Dalam dua semester berjalan ini memiliki suatu program yang baru dengan
kurikulum baru yaitu ada beberapa mata kuliah yang wajib diberikan di semua Program
Studi seluruh Fakultas salah satunya mata kuliah Kewirausahaan. Tujuan secara
mendasar yaitu karena kebutuhan industri dan tuntutan pemerintah dimana lulusan
perguruan tinggi diharapkan telah memiliki kompetensi bisnis. Sebelumnya
penyelenggaran mata kuliah Kewirausahaan hanya dilaksanakan oleh beberapa program
studi. Namun melalui kurikulum ini dibuatkan semuanya untuk mendapatkan mata
kuliah kewirausahaan dengan system tersentralisasi di bawah unit PPDU.
Penelitian ini akan melihat bagaimana pembelajaran dalam program ini guna
mencetak seorang wirausaha. Dengan berbagai program yang sudah dirancang
diharapkan dapat sesuai dengan tujuan awal.
TINJAUAN LITERATUR
Kewirausahan adalah hasil dari disiplin serta proses sistematis penerapan
kreativitas dan inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar (Zimmerer,
2002). Selain pengertian tersebut masih banyak pengertian kewirausahaan yang
dikemukakan oleh banyak tokoh. Pada dasarnya pemahaman kewirausahaan ini
didapatkan dari pengalaman-pengalaman bisnis seseorang. Menurut Howard Stevenson
dalam Cowdrey:2012 dijelaskan pengertian entrepreneurship yaitu : “The pursuit of
opportunity without regard to the resources currently controlled” . Dari pengertian
tersebut kita dapat lihat bahwa pengertian kewirausahaan ada seseorang yang dapat
memanfaatkan peluang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Drucker (2002)
juga mengatakan bahwa yang disebut seorang wirausaha adalah seseorang yang bias
memindahkan sumber daya dari tempat berproduktivitas rendah ke tempat dengan
produktivitas tinggi yang tentunya memiliki resiko yang besar.
Seorang wirausaha biasanya digambarkan special karena ada beberapa hal yang
tidak dimiliki oleh kebanyakan orang pada umumnya. Menurut Cowdrey (2012), untuk
menjadi seorang wirausaha ada beberapa hal yang harus dimiliki yaitu: (i) Memiliki visi
yang jelas, (ii) Visi yang dimiliki harus terukur dengan semua sumber daya yang ada,
(iii) Memiliki kepedulian diri, (iv) Memiliki rasa percaya diri, (v) Memiliki motivasi
diri, (vi) Memiliki kemampuan untuk menilai resiko, (vii) Memiliki kemampuan untuk
mendengarkan orang lain, (viii) Tidak takut gagal, (ix) Pekerja keras.
Guna mendapatkan seorang wirausaha unggul memang diperlukan pendidikan dini
mengenai kewirausahaan. Untuk itu diperlukan sinergi dari pemerintah, sektor swasta,
perguruan tinggi dan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia
melalui Direktorat Pendidikan Tinggi juga sudah memiliki kebijakan terkait pendidikan
kewirausahaan ini. Program ini dikenal dengan istilah Pengembangan Budaya
Kewirausahaan di Perguruan Tinggi yang sudah dimulai sejak tahun 1997. Dengan
mencanangkan lima kegiatan utama yaitu: Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang
Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan
Kerja (KBPK), dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). Program ini terus mengalami
perkembangan hingga menjadi program hibah dengan program baru yang tercanang
111
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
yaitu Ipteks bagi Kewirausahaan (IbK). Dimana program tersebut memiliki tujuan untuk
menghasilakan wirausaha-wirausaha baru dari perguruan tinggi. Teknis singkatnya dari
program ini adalah setiap perguruan tinggi berhak mengelola satu program IbK dimana
pengelolaannya melibatkan dosen-dosen yang berpengalaman dalam berwirausaha dari
berbagai bidang ilmu. Program yang dirancangpun dapat beraneka ragam diantaranya
bias dengan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, dapat melakukan pelatihan
kewirausahaan, ataupun berbagai kegiatan lainnya yang pada dasarnya juga berbasiskan
Ipteks.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Menurut
Sugiyono (2012) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variable mandiri (independen), baik satu varibel atau lebih tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel lain.
Sehingga sesuai dengan penjelasan tersebut penelitian ini hanya bersifat untuk
melakukan deskripsi dari pembejaran kewirausahaan yang dilakukan pada mata kuliah
Kewirausahaan. Dengan melakukan survey mahasiswa pada salah satu prodi dengan
asumsi prodi tersebut saat semester berjalan dengan beberapa kurikulum baru dimana
ada beberapa angkatan untuk mata kuliah kewirausahaan ini.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perguruan tinggi merupakan salah satu pihak yang diharapkan dapat mencetak
wirausaha-wirausaha yang unggul. Saat ini setiap perguruan tinggi berusaha semaksimal
mungkin membuat program guna mencapai tujuan tersebut salah satunya yang menjadi
obejek studi dalam penelitian ini yaitu Universitas Telkom. Universitas Telkom yang
memiliki tujuh fakultas ini sebelumnya merupakan pecahan dari empat institusi yang
berbeda. Tentunya karena perbedaan latar belakang tersebut kurikulum juga berbeda.
Dengan digabungnya beberapa institusi maka kurikulum juga berubah. Untuk beberapa
mata kuliah dasar dilaksanakan secara terpusat oleh unit PPDU (Program Perkuliahan
Dasar dan Umum). Sehingga penataan kurikulum benar-benar dilakukan secara
terstruktur.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
matakuliah Kewirausahaan (KWU). Matakuliah Kewirausahaan ini awalnya merupakan
mata kuliah yang bersifat tidak wajib yang hanya ada pada beberapa Program Studi di
Universitas Telkom. Sehingga dapat dikatakan tidak seluruh mahasiswa mendapatkan
mata kuliah tersebut. Beban SKS pada matakuliah ini juga berbeda pada setiap prodi
sesuai dengan kurikulum yang ada. Namun secara garis besar pada beberapa program
studi, mata kuliah ini terselenggara dengan beban 3 SKS. Terhitung semenjak semester
Ganjil Tahun akademik 2016-2017 dilakukan perubahan untuk matakuliah
Kewirausahan ini. Perubahan tersebut yaitu: Matakuliah ini diwajibkan terselenggara
pada seluruh program studi di Universitas Telkom, Matakuliah ini terkordinir secara
terpusat dibawah unit PPDU, Beban SKS pada mata kuliah ini diseragamkan menjadi 2
SKS. Perubahan ini dilakukan diarenakan tujuan dari perguruan tinggi saat ini adalah
112
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
untuk dapat mencetak wirausaha sehingga semua program studi harus mengajarkan
matakuliah kewirausahaan ini pada mahasiswanya.
Adapun program baru yang dirancang ini dibuat semenarik mungkin guna menggali
jiwa wirausaha yang ada pada setiap mahasiswa. Secara garis besar dapat dijelaskan
pembelajaran yang dilakukan selama satu semester yaitu:
1) Teori-teori dasar kewirausahaan
2) Membuat rencana bisnis (business plan)
3) Melakukan negoisasi dengan investor (pitching investor) guna mendapatkan
pemodalan bisnis
4) Menjalankan bisnis yang telah direncanakan dalam waktu yang telah ditentukan
5) Melakukan Pelaporan akhir dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan dan
pengembalian modal.
Program ini memang dirancang sedemikian rupa untuk mengasah jiwa kewirausahaan
pada masing-masing mahasiswa. Sehingga baik dosen ataupun mahasiswanya memiliki
beban yang besar dalam suksesnya proyek ini. Ada beberapa kegiatan yang mungkin
baru dan menjadi terobosan dalam program ini yaitu:
1) Mahasiswa diminta untuk melakukan negoisasi dengan investor mengenai
rencana bisnisnya untuk mendapatkan modal. Dalam program ini pihak institusi
bekerja sama dengan pihak alumni Universitas Telkom (FAST) dalam bantuan
peminjaman
modal membuka usaha. Dengan ini mahasiswa diajarkan
bagaimana caranya bernegoisasi.
2) Dengan dipinjamkannya modal dalam menjalankan usaha, mahasiswa menjadi
bertanggungjawab terhadap modal yang telah dipinjam. Hal ini dirapkan
membuat mahasiswa menjadi serius dalam menjalankan bisnisnya.
Program pembelajaran yang baru dirancang ini merupakan suatu terobosan baru yang
dirancang tim kordinator dosen kewirausahaan Universitas Telkom. Namun belum
dilihat dari sisi mahasiswa. Untuk itu penelitian ini dirancang untuk menilai persepsi
mahasiswa yang diukur dari beberapa aspek melalui pernyataan dalam kuesioner.
Berikut merupakan hasil olahan kuesioner yang tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Kuesioner
No
FOKUS/ASPEK
EVALUASI
1 Disain Kurikulum
Silabus dan Isi
2 Program
Proses Dan
Kegiatan
3 Pembelajaran
Materi dan Bahan
4 Ajar
INDIKATOR
Disain kurikulum terencana
dan terorganisir
Silabus dan isi program
relevan dengan tujuan yang
ingin dicapai
Kegiatan Pembelajaran
dilaksanakan dengan tepat
Materi dan Bahan Ajar
digunakan sesuai dengan
silabus dan isi program
113
Baik
Cukup Kurang
Tidak
Sesuai
49,3% 42,3% 8,5%
0
61,4% 37,1% 1,4%
0
60,6% 36,6% 2,8%
0
75,7% 22,9% 1,4%
0
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
5 Pengajaran Dosen
Praktika
6 kewirausahaan
7 Pitching Investor
8 Pemodalan
Pemusatan mata
9 kuliah
Keberhasilan
capaian
10 pembelajaran
Dosen membantu mahasiswa
dalam pencapaian
pembelajaran dalam hal ini
membantu mahasiswa dalam
mengasah keterampilan
berwirausaha
Praktika kewirausahaan
dalam mata kuliah ini
membantu mengasah
keterampilan berwirausaha
Konsep pembelajaran
pitching investor membantu
mahasiswa dalam
bernegoisasi untuk mengasah
keterampilan berwirausaha
Konsep bantuan pemodalan
dalam mendirikan usaha
membantu mahasiswa dalam
memulai menjalankan
praktika kewirausahaan pada
matakuliah ini.
Pelaksaan mata kuliah ini
dilaksanakan secara terpusat
oleh PPDU untuk semua
Program Studi Universitas
Telkom.
Secara keseluruhan program
pembelajaran mata kuliah
kewirausahaan dengan
konsep yang baru ini sesuai
dengan tujuannya mengasah
keterampilan mahasiswa
dalam berwirausaha.
81,7% 15,5% 2,8%
0
62% 36,6% 1,4%
0
45%
0
45% 8,5%
57,4% 36,8% 4,4%
1,5%
65,7% 32,9% 1,4%
67,7% 32,4%
0
0
Dari hasil kuesioner tersebut didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan mahasiswa
menyetujui program baru tersebut dalam rangka mengasah jiwa bisnis/ wirausaha pada
masing-masing individu. Dari beberapa pernyataan yang diberikan dalam kuesioner
tersebut, ada beberapa yang menjadi poin bagi mahasiswa yaitu:
1) Beban matakuliah yang besar. Untuk mata kuliah Kewirausahaan memiliki
beban 2 sks, sementara menurut mahasiswa dengan tingkat kesulitan yang tinggi
seharusnya beban SKS juga lebih tinggi.
2) Mahasiswa masih awam pada beberapa kegiatan seperti pitching investor. Untuk
itu diharapkan mendapatkan pematangan konsep yang lebih mengenai hal yang
kurang tersebut.
Selain dari mahasiswa sebenarnya hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dosen yang
mengajar. Walaupun dosen-dosen yang mengampu mata kuliah ini merupakan orang
114
0
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
yang sudah ahli di bidangnya, namun tidak mudah untuk mengasah jiwa bisnis dari satu
individu. Butuh usaha yang cukup keras untuk menggali minat wirausaha dari
mahasiswa. Apalagi membuatnya menjadi berhasil. Untuk itu sebenarnya keberhasilan
suatu perguruan tinggi dalam menghasilkan seorang wirausaha merupakan tanggung
jawab seluruh pihak dalam institusi dan tentunya harus mendapatkan dukungan guna
tercapainya capaian pembelajaran.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1) Guna menghasilkan wirausaha-wirausaha muda yang berkompeten maka diperlukan
sinergi dari seluruh pihak: pemerintah, pihak swasta, perguruan tinggi, dan
masyarakat untuk merealisasikannya. Sebagai contoh dalam program yang baru
dirancang dalam mata kuliah Kewirausahaan Universitas Telkom, dimana bekerja
sama dengan alumni dalam konteks peminjaman modal usaha.
2) Secara keseluruhan program ini telah berhasil membantu mahasiswa dalam
mengasah jiwa bisnis yang dimilikinya. Sehingga berhasil menggali keinginan
mahasiswa untuk menjadi seorang wirausaha.
3) Kesuksesan dalam suatu penyelenggaran mata kuliah kewirausahaan dinilai dari
keberlanjutan mahasiswa dalam menjalankan bisnisnya. Untuk itu diperlukan suatu
tindak lanjut dari program yang ada guna merealisasi lulusan untuk menjadi
wirausaha.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2017. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Lapangan Pekerjaan,
2008 - 2016 [online] (diupdate 14 Sep 2016) Tersedia di:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1911 [Diakses tanggal 22 April
2017].
Cowdrey, Roger. 2012.Creating an Entrepreneurial Mindset. Ventus Publishing ApS
Drucker, Peter. 2002. Innovation and Entrepreneurship. Harper & Row Publisher.
Ristekdikti,2016.
Statitistik
Perguruan
Tinggi.
Tersedia
di:
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/statistik-5/ [ Diakses Tanggal 22
April 2017].
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung; Alfabeta.
Tempo.co, 2016. BPS: Pengangguran Terbuka di Indonesia capai 7,02 juta orang.
Tersedia
di:
https://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/173768481/bpspengangguran-terbuka-di-indonesia-capai-7-02-juta-orang [ Diakses tanggal 22
April 2017].
Wiratno, Siswo. (2012). Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 4, Desember 2012.
Zimmerer, W. Thomas, and N.M Scarborough, 2002. Pengantar Kewirausahaan dan
Manajemen Bisnis Kecil (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: Prehallindo .
115
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
BIODATA
CV AUTHORS
Name
Email
Background
Education
Publication
Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya, S.M.B, M.M
[email protected]
Bachelor Degree From Institute Management Telkom,
Bandung – Indonesia
Master Degree From Telkom University, Bandung Indonesia
1. Acceptance Level Measurement Information Systems
Knowledge Management Batik Method Using UTAUT2
Case Study: Student Telkom Institute Of Management
(Konferensi Nasional Sistem Informasi – Makasar 2014)
2. The Design Of The Study: "The Adoption Of The Use
Of E-Commerce Technology In Smes Bandung Using
Models UTAUT (Seminar Nasional; Strategi Indonesia
Kreatif – Bandung 2015)
3. Analyse of Smart City Concept as Supporting the
Government Information DisclosureCase Study:
Bandung Smart City (ICOTIC – Bandung 2015)
4. Role of Techno Park for Create Technopreneurship in
Education Industry.Case Study: Bandung Techno Park
(WISS – Bandung 2016)
Research Interest
Management IT, Digital Marketing, Entrepreneurship
116
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
MEMBANGUN DAYA SAING & DAYA TAWAR USAHA JAMU
MELALUI SISTEM KUALITAS
Kartika Nuringsih1 & Rodhiah2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, 1Email : [email protected]
ABSTRAK:
Aktivitas komersial pada kelompok kecil ini dijalankan oleh wanita yang berada di dalam lingkungan
bottom pyramid sehingga aktivitas usahanya dikatagorikan sebagai grassroots herbs enterprises.
Berdasarkan pada praktik usaha jamu, tujuan riset adalah untuk menganalisis kinerja kualitas jamu
gendong berdasarkan daya saing dan daya tawar. Metode analisis mengunakan pendekatan kuantitatif
dengan menggunakan alat seperti wawancara, kuisioner dan observasi. Sebanyak 97 pedagang sekitar
Jabodetabek dipilih sebagai responden. Hasil mengidentifikasi bahwa indikator daya saing & daya tawar
memiliki nilai rata-rata di atas 4 sehingga persepsi pedagang jamu terhadap daya saing & daya tawar
relatif bagus. Untuk mendorong kinerja usaha jamu tradisional diperlukan upaya pendampingan melalui
wadah gugus kendali mutu sehingga dapat terpantau hasil secara aman, higienis dan berkhasiat.
Pendampingan dengan pedagang jamu menigkatkan kinerja sehingga meningkatkan kepercayaan
pelanggan & image masyarakat. Sekarang ini diperlukan partisipasi stakeholder untuk mengendalikan
proses pengelolaan kualitas secara kontinyu sehingga dapat dikembangkan menjadi kewirausahaan
berbasis herbal.
Kata Kunci: jamu gendong, daya saing, daya tawar, gugus kendali mutu
ABSTRACT:
The commercial activity in this small group is run by women from the bottom of the pyramid. Therefore,
their business is categorized as grassroots herbs enterprises. Based on the jamu business practices, the
purpose of this research is to analyze the quality performance of jamu peddlers based on its
competitiveness and bargaining power. This research uses the quantitive approach as analysis method by
utilizing tools, such as interview, questionnaire, and observation. The respondents of this research are 97
peddlers from Greater Jakarta. The result identifies that the competitiveness and bargaining power
indicators have higher score than 4 in average, which implies that the jamu peddlers’ competitiveness
and bargaining power are relatively good. To improve the performance of traditional jamu peddlers, a
supporting program in the quality circle is required to monitor the safety, hygiene, and quality of the
herbs. This supporting program increases the performance of jamu peddlers to gain customers’ trust and
to improve its public image. At the present moment, participation of stakeholders to control the quality
management process continously is necessary in order to develop the business into herbal
entrepreneurship.
Keywords: Jamu peddler, bargaining power, competitive power, quality circle
117
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Indonesia kaya keaneragaman hayati potensial dikembangkan menjadi peluang
usaha. Kegeniusan lokal telah memanfaatkan potensi alam tesebut sebagai produk jamu
bernilai ekonomi tinggi, seperti Air Mancur, Sido Muncul, Njonja Meneer, Jamu Jago.
Di tingkat usaha kecil-menengah berkembang brand jamu di Nguter Sukoharjo, seperti:
PJ Sabdo Palon, Werkudoro dan sebagainya. Sementara tingkat grassroots ditemukan
usaha jamu racikan (UJR) dan jamu keliling/usaha jamu gendong (UJG). Terbukti
kearifan lokal tradisi & budaya masyarakat khususnya dari Jawa Tengah &
Jogjiniakarta berpotensi dikembangkan sebagai entrepreneurship. Pemanfaatan potensi
& kegeniusan lokal dikembangkan model kewirausahaan berbasis herbal (herbal
entrepbrebeurship). Peran industri besar memberi kontribusi dalam pengembangan
ekonomi dan kualitas hidup pada suatu negara (Paul et. al., 2013). Sinergi industri obat
tradisional (IOT) dengan UKOT, UMOT, UJR dan UJG serta dukungan pemerintah,
akan mengembangkan herbal entrepreneurship untuk meningkatkan kesejahteraan.
Terkait khusus dengan jamu gendong (jamu peddler), saat ini mulai diangkat
kembali oleh Kementrian Kesehatan melalui suatu gerakan nasional bugar dengan jamu
atau Bude Jamu. Jamu Gendong merupakan penyedia swa medika harian (daily self
medication) bagi masyarakat sehingga mendukung aktivitas pemeliharaan kesehatan
masyarakat atau program Indonesia sehat. Keberadaan jamu tradisional terakui melalui
Permenkes Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012 dengan pernyataan:
Usaha Jamu Gendong adalah “Usaha yang dilakukan oleh perseorangan dengan
menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan
dijajakan langsung kepada konsumen”.
Mengacu definisi disebut jamu gendong karena cara menjajakan jamu dengan
digendong. Walaupun pedagang mulai menggunakan sepeda, gerobak atau sepeda
motor tergantung kemampuan pendanaan & segmen pasar. Namun kelompok pedagang
senior masih mempertahankan cara digendong karena tidak dapat mengendarai sepeda.
Pendekatan mengangkat sektor jamu tidak sebatas menelaah aspek ekonomi, melainkan
mencakup berbagai aspek pengembangan ekonomi. Argumentasi di atas sejalan dengan
Torri (2012) menyatakan sistem jamu di Indonesia berkaitan dengan aspek small scale
enterprises, traditional knowledge, women social empowerment. Sistem kewirausahaan
mengintegrasikan aspek tersebut untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Mengacu
Permenkes Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012 serta mengadopsi argumentasi
Torri (2012) diperlukan perhatian khusus terhadap daya saing & daya tawar usaha jamu
tradisional. Keyakinan konsumen terhadap kinerja jamu gendong dapat meningkatkan
image masyarakat/konsumen sehingga makin percaya dengan kualitas jamu.
Ketrampilan membuat jamu seperti Beras kencur, Cabe puyang, Kudu laos, Kunci
suruh, Ayup-uyup, Kunyit asam, Pahitan dan Sinom banyak dimiliki oleh kaum wanita
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta atau Jawa Barat. Terbukti wanita menjual jamu
gendong di Jabodetabek tidak sebatas wanita Wonogiri, Sukoharjo dan Karanganyar,
melainkan dari Magelang, Kebumen dan daerah lain. Keramahan & kesederhanaan
pedagang jamu merupakan profil keunikan sebagai ciri khas sistem jamu Indonesia.
Pendampingan belum menyentuh seluruh lapisan sehingga mereka belum sepenuhnya
memahami/mengetahui prosedur mengelola kualitas. Pengawasan BPOM belum ketat
118
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
terhadap proses produksi jamu rumahan sehingga perlu kepedulian & pendampingan di
daerah urban seperti Jabodetabek.
Sejalan dengan permasalahan mendasar komunitas jamu gendong serta potensi
pengembangan herbal entrepreneurship, masalah kajian menfokuskan pada penguasaan
daya saing & daya tawar komunitas jamu gendong dengan rumusan masalah:
(1) Bagaimanakan gambaran kinerja kualitas usaha jamu tradisional seputar
Jabodetabek?
(2) Bagaimana cara mendorong daya saing & daya tawar komunitas usaha jamu
tradisional secara berkelanjutan?
Mengacu pada praktek usaha jamu, sasaran kajian mengidentifikasi kinerja kualitas
usaha jamu sebagai dasar pengembangan rekayasa sosial pendampingan. Rekayasa ini
sebagai model kemandirian anggota komunitas dalam pengelolaan kualitas secara
kontinyu sehingga mereka mampu menjaga dan memperbaiki daya saing & daya tawar
usaha jamu tradisional.
TINJAUAN LITERATUR
Dasar pendekatan dalam pengelolaan kualitas pada kajian ini menggunakan Total
Quality Management (TQM) dengan menekankan pada tiga aktivitas utama yaitu:
customer orientation, process control, continous improvement. Mengacu Goetsch and
Davis (1997) kualitas didefinisikan: quality is a dynamic state associated with products,
services, people, process, and environment that meets or exceeds expectations. Sejalan
dengan pengertian kualitas di atas, untuk menghasilkan kinerja kualitas secara optimal
dilandasi dengan pendekatan TQM. Perkembangan definisi TQM dijabarkan:
TQM is astructured attempt to re-focus the organization’s behavior, planning and working
practices a culture which is employee driven, problem solving, stakeholder oriented, values
integrity, and open and fear free, furthemore, the organization’s business are based on
seeking continous improvement, devolution of the decision, removal of fuctional barriers,
eradication of sources of error, team working, honesty, and fact based decision making.
(Ghobadian and Gallear; 1996)
1
2
TQM is a systematic quality improvement approach for firm-wide management for the
purpose of improving performance in terms of quality, productivity, customer satisfaction,
and profitability. (Gharakhani et al., 2013)
3
TQM is a firm-wide management philosophy of continously improving the quality of the
products/services/processes by focusing on the customers’ need and expectations to
enhance customer satisfaction on firm performance. (Sadikoglu and Olcay, 2014)
Berdasarkan definisi tersebut, keberhasilan TQM berkaitan dengan perilaku organisasi,
budaya kualitas dalam perencanaan & praktek kerja (Ghobadian and Gallear, 1996),
sehingga melalui proses perbaikan berkelanjutan meningkatkan kepuasan konsumen &
kinerja (Sadikoglu and Olcay, 2014; Gharakhani et al., 2013).
Keberhasilan implementasi TQM ditentukan Quality Culture sehingga tanpa fondasi
budaya, konsep kualitas total tidak optimal. Alotaibi (2014), quality culture sebagai
lingkungan merefleksikan komitmen positif terhadap quality outcomes, products,
systems, and processes. Mengacu pada Goetsch and Davis (1997), budaya kualitas
didefinisikan sebagai berikut:
119
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Quality culture is an organizational value system that result in an environment that is
conductive to the esthablish and continual improvement of quality. It consists of value,
traditions, procedurs, and expectations that promote quality.
Berdasarkan pernyataan tersebut budaya kualitas merupakan sistem nilai mengarahkan
organisasi/kelompok usaha supaya memiliki komitmen membangun kualitas. Budaya
dimanifestasikan melalui nilai, tradisi, prosedur dan harapan terhadap kualitas. Dengan
demikian model manajemen kualitas pada usaha jamu gendong merupakan prosedur
membangun sistem nilai berorientasi pada perbaikan kualitas berkelanjutan. Kedalaman
implementasi budaya TQM tergantung skala usaha/komunitas, dimana keterbatasan
akses informasi, pengetahuan, sumber daya, pengalaman atau teknologi berpengaruh
pada keberhasilan usaha. Proses implementasi TQM pada komunitas produktif, akan
dilakukan penyesuaian dengan skala usaha/profil pengguna.
Kinerja daya saing diukur menggunakan (1) Sales & overall competitiveness
(Ahmed & Hasan, 2003). (2) Profit (Husain et al., 2001, Hayati et al., 2013).
(3) Product/service quality & supplyer performance (Brah et al., 2002). Pengukuran
daya tawar menggunakan (1) Image (Husain et al, 2001). (2) Employee behavior atau
employee morale (Chong et al, 2001, Kibe & Wanjau, 2014). (3) Society result (Tari et
al, 2007). (4) Customer satisfaction & impact on society (Fotopoulos et al, 2009).
(5) Customer relation (Amurugam et al., 2008).
METODE PENELITIAN
Metode analisis dilakukan secara kuanlitatif menggunakan statistik diskriptif untuk
menganalisis kinerja daya saing & daya tawar usaha jamu gendong. Pengukuran kinerja
usaha jamu gendong dibreakdown berdasarkan indikator (1) Daya saing sesuai target
Gerakan Nasional Bude Jamu Kemenkes (Buletin Infarkes 2015), (2) Daya tawar seperti
dijabarkan Tabel 1. Sampel diambil acak di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur,
Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Tangerang, Bekasi dan Bogor pada April-Agustus 2016
dengan jumlah responden 97 pedagang jamu.
Tabel 1. Pengukuran Kinerja Kualitas
Variabel
Daya Saing
Item Penyataan
Pertumbuhan/volume penjualan, profit,
kualitas produk/jasa, kualitas suplayer.
Daya Tawar
Image masyarakat terhadap komunitas,
perilaku komunitas, dampak
masyarakat/lingkungan, kepuasan
pelanggan, hubungan dengan pelanggan.
Referensi
Ahmed & Hasan (2003) Husain et al.
(2001) Hayati et al. (2013)
Brah et al. (2002)
Husain et al. (2001), Chong et al.
(2001), Kibe & Wanjau (2014), Tari
et al. (2007), Fotopoulos et al. (2009),
Amurugam et al. (2008)
Melalui kuisioner responden diberi kesempatan memilih satu option dari 1 s/d 5 dengan
pilihan: Tidak Pernah (1), Jarang (2), Kadang-kadang (3), Sering (4), Selalu (5). Alasan
menggunakan skala 1-5 supaya memudahkan responden menentukan opsi penilaian dan
menghindari ambiguitas. Uji reliabilitas digunakan menguji sejauhmana pengukur dapat
dipercaya atau diandalkan dengan indikasi memiliki nilai t loading factor lebih besar
0.05. Uji validitas menguji sejauhmana alat pengukur dapat mengungkapkan ketepatan
gejala yang dapat diukur (Sekaran; 2003) dengan indikasi memiliki nilai Cronbach’s
Alpha lebih besar dari 0,70.
120
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Pedagang Jamu Gendong
Dari penyebaran kuisioner teridentifikasi 97 pedagang jamu di Jabodetabek.
Profil pedagang dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, latar belakang pendidikan,
usia, lama menjalankan usaha, jenis transportasi untuk menjajakan jamu dan informasi
lain. Pertama: Sebagai informasi awal teridentifikasi 98,70% dilakukan pedagang
wanita sedangkan sisanya pria. Kedua: Pedagang pernah mendapat pelatihan sebanyak
27.27% sedangkan 72.73% belum pernah pelatihan. Ketiga: Katagori usia pedagang
jamu dengan usia tertua di atas 60 tahun, usia termuda 33 tahun, sedangkan terbanyak
usia 41-50 tahun seperti ilustrasi berikut:
Gambar 1. Pengelompokan Pertama
Keempat kurun waktu usaha teridentifikasi: 1-10 tahun sebanyak 15.58%, 1115 tahun sebanyak 16.88%, 16-20 tahun sebanyak 12.98%, 21-25 tahun sebanyak
15.58%, 26-30 sebanyak 18.18%, 31-35 tahun sebanyak 6.49% dan sisanya 15.58%
usaha terlama. Sudah sewajarnya mendapat apresiasi pemerintah & stakeholder untuk
pelestarian jamu sebagai kearifan lokal Indonesia. Kelima latar belakang pendidikan
teridentifikasi: tidak tamat pendidikan SD ada 5%, SD sebanyak 57%, SMP sebanyak
30% dan setingkat SMU ada 8%. Mengacu tingkat pendidikan seharusnya ketrampilan
pedagang jamu perlu didampingi pelatihan sehingga produksi jamu lebih higienis,
aman, mempertahankan material dan peralatan membuat jamu.
Gambar 2. Pengelompokan Kedua
121
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sesuai Gambar 2 Keenam jenis transportasi menjajakan jamu meliputi: Motor
ada 1%, gerobak jamu sebanyak 11%, sepeda jamu sebanyak 47 %, digendong (jalan
kaki) sebanyak 40% dan kios ada 1%. Mayoritas sudah menggunakan sepeda supaya
dapat menjangkau lokasi berdagang yang makin jauh dari tempat tinggal pedagang
jamu. Bagi pedagang yang masih menggendong dikarenakan kebiasaaan sebelumnya,
tidak dapat mengendarai sepeda dan lokasi pelanggan pada gang-gang sempit. Mereka
lebih mudah mencapai pelanggan dengan berjalan kaki sambil mengendong jamu.
Ketujuh berdasarkan motivator teridentifikasi 36% responden mengikuti jejak orang
tua (ibu), sedangkan 3% mengikuti saudara perempuan dan 36% atas kemauan sendiri.
Berdasarkan responden teridentifikasi 7.80% anak-anak pelaku UJG masih menjalankan
usaha jamu, namun 92,20% kurang tertarik meneruskan usaha jamu seperti cara orang
tua. Alternatif menjalankan usaha lain seperti: usaha bakso atau kreasi jamu gendong.
Berbeda dengan kajian sebelumnya, responden bervareasi tidak sebatas Kabupaten
Karang Anyar, Wonogiri dan Sukoharjo. Ditemukan pedagang dari Klaten, Magelang,
Purworejo, Kebumen, Jepara, Semarang, Kendal, Wonosobo. Bahkan ada sebagian
Jogjakarta, Cirebon, Bogor, Jember dan Trenggalek. Pada dasarnya aneka jenis jamu
dapat dibuat oleh banyak orang di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan
Jogjakarta. Namun yang kuat merantau dan mampu mengkoordinasi lokasi secara adil
berasal dari tiga kabupaten di Jawa Tengah.
2. Gambaran Kinerja Kualitas
Realitas menunjukan usaha jamu gendong tidak perlu perijinan atau pendaftaran
dengan dinas kesehatan sehingga masyarakat mudah menjalankan usaha. Jamu gendong
tersebar di urban & rural menyebabkan proses pendampingan belum menjangkau
mayoritas pedagang. Proses kerja secara monoton mengikuti prosedur sebelumnya.
Keterbatasan informasi menyebabkan praktek pengelolaan kualitas outodidak/sebatas
referensi kelompok. Kondisi ini sebagai penyebab kurang ketertarikan masyarakat
modern terhadap jamu gendong, bahkan keberadaan komunitas lokal termarginalkan
(Torri, 2012). Untuk itu dilakukan penyebaran kuisioner kepada pedagang jamu untuk
mengidentifikasi persepsi mereka terhadap kinerja atas daya saing dan daya tawar usaha
jamu gendong. Namun sebelum analisis statistik diskriptif dilakukan pengujian validitas
& reliabilitas kinerja kualitas, dengan hasil pada Tabel 2. Hasil mengindikasikan butir
pertanyaan valid dikarenakan menghasilkan nilai t loading factor lebih besar 0.05 serta
nilai Cronbachs Alpha di atas 0.70 sehingga intrumen dinyatakan reliabel.
Tabel 2. Pengujian Intrumen
Indicator
Loading Factor
t value
D1
0.746561
12.722560
D2
0.705468
12.756134
D3
0.813635
15.439004
D4
0.715853
9.601544
D5
0.697930
8.692582
D6
0.786684
18.879462
D7
0.719538
13.161760
122
Cronbach Alpha
0.86431
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Berdasarkan jawaban 97 responden skala 1-5 teridentifikasi nilai rata-rata indikator
di atas 4.00 sehingga disimpulkan responden menyatakan sering. Nilai rata-rata
tertinggi D7 sebesar 4.485 sedangkan terendah D2 sebesar 4.021. D2 mengukur daya
saing dari pertumbuhan profit menunjukan menghasilkan rata-rata terendah. Disebabkan
kemampuan mengendong bakul terbatas sekitar 9-12 botol dan segmen pasarnya juga
terbatas sehingga kurang maksimal menaikan laba. Sebaliknya D2 deviasi standart
terbesar 0.645 mengindikasikan adanya perbedaan tinggi antara responden. Kenaikan
laba harus dikuti dengan cara: (1) Berdagang 2x di pagi dan siang hari. (2)
Menggunakan sepeda atau gerobak. (3) Menerima pesanan khusus seperti: cekhok
galian kakung/putri atau menjual jamu kemasan.
D7 mengukur daya tawar dari hubungan pelanggan, dikarenakan sebagian besar
pedagang jamu ramah dengan konsumen dan mampu menjaga hubungan baik. D6 juga
menghasilkan rata-rata tinggi mengindikasikan bahwa responden memberi penilaian
sering pada item kepuasan pelanggan. Untuk mengembangkan segmen pasar diperlukan
inovasi & sistem kualitas yang menjamin khasiat, higienitas dan keamanan produk.
Untuk itu perlu memahami voice of customers sehingga teridentifikasi berbagai
indikator yang diharapkan konsumen. Gambaran keseluruhan pada Tabel berikut.
Tabel 3. Diskripsi Statistik Kinerja Kualitas
Indikator
Jml Sampel
Minimal
Maksimal
D1
Rata-rata
Std. Deviasi
97
3.00
5.00
4.093
.57884
D2
97
3.00
5.00
4.021
.64516
D3
97
4.00
5.00
4.309
.46460
D4
97
3.00
5.00
4.319
.49046
D5
97
3.00
5.00
4.216
.52494
D6
97
3.00
5.00
4.392
.55069
D7
97
3.00
5.00
4.485
.52268
3. Cara Mendorong Daya Saing & Daya Tawar
Pedagang jamu dengan cara berkelompok atau berdekatan menyewa kontrakan
selama di Jabodetabek. Sebagai ilustrasi lokasi tempat tinggal adalah: Jl. Aritma Jati
Unggul Bekasi; Gg. Karang Congok, Jl. Karang Satria, Tambun Utara; Gg. Swadaya, Jl.
Rawa Bugel, Bekasi; Setia Kawan Grogol Jakarta Barat; Jl. Haji Ung Kemayoran;
Kampung Melayu Kecil, Jelambar Gg. Sosial; Cikokol, Ciledug dan sebagainya. Lokasi
berjualan jamu antara lain: Pasar kaget Harapan Jaya, Pasar Seroja, Pasar Sunrise, Pasar
Teluk Pucung, Pasar Darurat Tanah Abang, Pasar Grogol, Pasar Kopro, Pasar
Jatinegara, Pasar Petojo, Pasar Tomang dan komplek perumahan/keramaian lain.
Segmen pasar cenderung menengah-bawah sehingga melestarikan jamu gendong perlu
pengembangan produk atau kreativitas. Mereka adalah pedagang jamu yang merantau
ke Jakarta untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarga. Mengacu pada Gambar 3 & 4
dengan digendong, sepeda atau gerobak berkeliling menjajakan jamu. Terlihat bahwa
botol digunakan adalah botol kaca/plastik minuman. Kemasan tersebut harus diingatkan
supaya tidak menggunakan botol plastik dalam waktu lama atau dalam kondisi panas.
123
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gambar 3. Potret Jamu Gendong1
Gambar 4. Potret Jamu Gendong2
4. Pembahasan
Menurut persepsi mereka merasa sudah menghasilkan kinerja dengan baik seperti
cara orang tua sebelumnya. Perubahan lingkungan tempat tinggal, kualitas sumber air,
tingkat kesadaran terhadap higienitas pribadi, ketersediaan bahan baku siap pakai serta
alasan kepraktisan mengolah jamu mempengaruhi perilaku pedagang dalam
mempertahankan jamu secara aman, berkasiat dan bermutu. Sumber air mayoritas
menggunakan air sumur bukan air kemasan/isi ulang. Kondisi air sumur penting
diperhatikan oleh pendamping. Gambar 5 keberadaan tempat tinggal di pemukiman
padat penduduk, dekat aliran sungai, jarak septitank rumah petak relatif dekat sehingga
perlu perencanaan pengadaan air bersih untuk mengolah bahan jamu. Pada lingkungan
ini, beberapa saluran septitank/air buangan kamar mandi disalurkan langsung ke sungai.
Jarak sumur ke sungai kurang dari 10 meter sehingga mempengaruhi kualitas sumber air
untuk mencuci/memasak bahan baku jamu. Belum termasuk higienitas pribadi, material
jamu, prosedur penyimpanan/cara pengolahan. Berdasarkan scanning lingkungan perlu
diberikan pemahaman pentingnya proses manajemen kualitas.
124
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gambar 5. Salah Satu Gambaran Tempat Usaha
Pengenalan model kualitas berbasis TQM merupakan terobosan penting dalam
praktek usaha jamu tradisional. Penerapan philosofi mengacu (1) Proses pengelolaan
input. (2) Proses pengolahan. (3) Proses output. (4) Proses servise kepada pelanggan
jamu. (5) Proses menjalin hubungan dengan lingkungan (Kartika & Rodhiah, 2016).
Secara bertahap diharapkan meningkatkan & menyempurnakan proses manajemen mutu
dalam praktek pembuatan jamu. Gugus kendali mutu (Total Quality Circle) bagian
penting TQM, merupakan salah satu pendekatan membangun budaya kualitas dari
tingkatan dasar dengan tujuan meningkatkan mutu, produktivitas dan daya saing
(Chaundhary & Yadav, 2012; Syla & Rexhepi, 2013; Kalirawna et al., 2015). Tujuan
implementasi GKM komunitas jamu adalah: (1) Meningkatkan kemampuan manajerial.
(2) Mendorong keterlibatan pelaku usaha pada aktivitas pengendalian & perbaikan
kualitas (siklus P-D-C-A). (3) Meningkatkan moral & merukunkan hubungan sesama
pedagang. (4) Mengarahkan partisipasi anggota gugus pada pemecahan masalah seputar
kualitas produk, pelayanan, hubungan lingkungan dan masalah spesifik lain.
Sejalan sebelumnya terdapat kendala implementasi TQM seperti: resistance to
change, keterbatasan pengetahuan SDM atau orientasi jangka pendek (Mareno &
Luzon, 1993 dikutip oleh Yusof & Aspinwall, 2000). Keterbatasan akses informasi,
pengetahuhan, sumber daya, pengalaman atau teknologi berpengaruh terhadap
keberhasilan. Ghobadian & Gallear (1996) kesulitan memahami TQM di tingkat SMEs
disebabkan keterbatasan pengetahuan, akses informasi/pengetahuan serta komunikasi
internal kurang efektif. Perlu upaya pendampingan mengelola kualitas secara kontinyu
supaya terbangun daya tawar dan daya saing usaha jamu tradisional sebagai dasar
mengembangkan herbal entrepreneurship di tingkat akar rumput.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Teridentifikasi 97 responden menghasilkan rata-rata di atas 4.00 sehingga
disimpulkan sebagian besar pedagang jamu memberi respon sering pada instrumen daya
saing & daya tawar. Nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.485 sedangkan terendah sebesar
4.021 pada item pertumbuhan profit. Sebaliknya, terjadi pada item hubungan pelanggan
dikarenakan pedagang ramah dan mampu menjaga hubungan dengan konsumen.
Implikasi hasil kajian untuk mendorong daya saing & daya tawar dilakukan melalui
125
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pendampingan dan gugus kendali kualitas usaha jamu. Rekayasa sosial berbasis
manajemen mutu usaha jamu akan membantu meningkatkan kinerja kualitas usaha jamu
tradisional yang tersebar di urban Kota Jakarta. Diperlukan partisipasi stakeholder
secara kontinyu untuk mengendalikan pengelolaan kualitas sehingga kegeniusan lokal
dapat dikembangkan sebagai grassroots herbal entrepreneurship.
DAFTAR PUSTAKA
Alotaibi, F.M.S. (2014). “Impact on Quality Culture of Total Quality Management
Practice Factors”. International Journal of Business and Economic Development.
Vol. 2. No. 3. November. 35-48.
Arumugam, V., Ooi, K.B., and Fong, T.C. (2008). “TQM Practices and Quality
Management Performance: An Investigation of Their Relationship using Data from
ISO9001-2000 Firms in Malaysia”. The TQM Magazine. 20 (6). 636-650.
Brah, S.A. Tee, S.S.L., and Rao, B.M. (2002). “Relationship Between TQM and
Performance of Singapore Companies”. International Journal of Quality and
Reliability Management. 9 (4). 356-379.
Chaundhary, R., and Yadav. L. (2012). “Impact of Quality Circle Toward Employee
And Organization A Case Study”. IOSR Journal of Engineering. Vol. 2. Issue 10
(October). 23-29.
Fotopoulos, C.B., and Psomos, E.L. (2009). “The Impact of “Soft” and “Hard” TQM
Elemen on Quality Management Results”. International Journal of Quality and
Reliability Management. 26 (2).150-163.
Gharakhani, D., Rahmati, H., Farrokhi, M.R., and Farahmandian, A. (2013). “Total
Quality Management and Organizational Performance”. American Journal of
Industrial Engineering. Vol. 1. No. 3. 46-50.
Ghobadian, A. and Gallear, D.N. (1996). Total Quality Management in SMEs. Omega
International Journal Management Science. Vol. 24. No. 1. 83-106.
Goetsch, D. L., and Davis, S.B. (1997). Introduction to Total Quality. Second Ed.
Prentice-Hall Inc. New Jersey.
Hoang, D.T, Igel. B. and Laosirihongthong. (2010). Total Quality Management (TQM)
Strategy and Organizational Characteristivs: Evidence from a Recent Member. Total
Management Quality. Vol 21.No.9 September. 931-951.
Husain, N., Abdullah, M. Idris., F., and Sagir, R.M. (2001). The Malaysian Total
Performance Excellence Model: A Conceptual Framework. Total Quality
Management. 12(7&8). 926-931.
Kalirawna, A., Attri, R., and Dev, N. (2015). “Identification of Factora in
Implementation of Quality Circle”. International Journal of Advance Research In
Science and Engineering (IJARSE). Vol. No. 4. Special Issue (01). April. 614-618.
Kartika N & Rodhiah (2016). Manajemen Mutu Usaha Jamu Gendong Sebagai Model
Meningkatkan Kinerja Kualitas Komunitas Jamu Gendong. Proseding SNKIB Ke-6.
Universitas Tarumanagara Jakarta. April.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Peresmian Gerakan Bugar Dengan Jamu. Buletin
Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Edisi 1. Januari-Oktober.
Khairul, A.M.A., and Hayati, H.A.T. (2013). Total Quality Management Approach for
Malaysian Foof Industry: Conseptual Framework. Journal of advanced Management
Science. Vol. 1 No. 4. Desember. 405-409.
126
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kibe, E.Y. and Wanjau. K. (2014). The Effect of Quality Management Systems on the
Performance of Food Processing Firms in Kenya. IOSR Journal of Business and
Management. Vol 16. Issue 5. May. Pp: 61-72.
Mendes, L. (2012). Employees’Involvement and Quality Improvement in manufacturing
Small Medium Enterprise (SME): A Comparative Analysis. African Journal of
Business Management. Vol. 6(23). June. 6980-6996.
Paul, K.C., Hamzah. A., Samah, B.A., Ismail, I.A., D’Silva, J.L. (2013). Development
of Rural Herbal Entrepreneurship in Malaysia. International Jornal of Business and
Management, vol. 8 No. 18. 95-100.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006 Tahun 2012. Tentang Industri
Dan Obat Tradisional.
Sadikoglu, E., and Olcay, H. (2014). “The Effect of TQM Practises on Performance and
the Reason of and the Barrier to TQM Practises in Tuekey”. Advances in Decisien
Sciences. Article ID 537605.1-17.
Sekaran., U. (2003). Research Methods For Business: A Skill Building Approach,
International Edition, John Willey & Sons, USA.
Shireen, N. (2013). “Quality Circle: A Fundamental Unit of Increase Profitability”.
International Journal of Management and Commerce Innovation. Vol. 2. Issue 1.
April-September. 30-34.
Syla, S., and Rexhepi, G. (2013). “Quality Circles: What Do They Mean and How to
Implement Them?”. International Journal of Academic Research and Social
Sciences. Vol. 3. No. 12 (December). 243-251.
Tari, J., and Sabater, V. (2004). “Quality Tools and Techiques: Are They Necessary for
Quality Management?”. International Journal of Productions Economic. Vol. 92.
267-280.
Torri, M.C. (2012). “The Jamu System in Indonesia: Linking Small-Scale Enterprises,
Traditional Knowledge and Social Empowerment Among Women in Indonesia”.
Journal of International Women’s Studies. Vol. 3. Issue 1. March. 31-45.
Yusof, S.M., and Aspinwall, E. (2000). “TQM Implementation Issues: Review and Case
Study”. International Journal of Operation & Production Management. Vol. 20.
No. 6. 634-655.
BIODATA
Kartika Nuringsih, SE., Msi dilahirkan di Kuponprogo 18 Agustus 1972, menyelesaikan
S1 di Universitas UPN “Veteran” Jogjakarta tahun 1997 dan S2 di Program Magister
Sains Fakultas Ekonomi UGM tahun 2002. Melakukan penelitian entrepreneurship,
manajemen keuangan serta pengembangan kajian sustainable development di berbagai
aspek manajemen.
Dra. Rodhiah, MM Kartika Nuringsih, SE., Msi dilahirkan di Palembang 11 Oktober
1966, menyelesaikan S1 di Universitas Sriwijaya Palembang tahun 1990 dan S2 di
Program Magister Management Universitas Tarumanagara Jakarta tahun 1995.
Melakukan penelitian entrepreneurship dan manajemen pemasaran.
127
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA USAHA DENGAN LOGIKA DOMINAN SEBAGAI
MEDIASI PADA WIRAUSAHA DI GADING SERPONG
Louis Utama1, Nina Budianto2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Orientasi kewirausahaan merupakan salah satu dari bagian terpenting dalam riset kewirausahaan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja usaha. Penelitian ini membahas mengenai variabel logika
dominan yang digunakan sebagai variabel mediasi untuk memberikan pengaruh lebih baik terhadap
kinerja usaha. Metode yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner ke 30 wirausaha di pasar
Sinpasa dan Salsa di gading Serpong untuk dijadikan sampel. Teknik analisis data menggunakan SEM
yang diolah dengan program Smart PLS 3. Hasil menunjukan bahwa logika dominan bukan merupakan
variabel mediasi namun memberikan pengaruh positif terhadap kinerja usaha dan memberikan pengaruh
langsung dari orientasi kewirausahan ke kinerja usaha secara positif dan signifikan.
Kata Kunci: orientasi kewirausahaan, logika dominan, kinerja usaha
ABSTRACT:
Entrepreneurial orientation is one of the most important parts of the entrepreneurial research to
determine its impact on business performance. This study discusses the dominant logic of variable that is
used as mediating variable to give a better effect on the performance of the business. The method used is
by distributing questionnaires to 30 entrepreneurs in the Sinpasa and Salsa market in Gading Serpong to
be sampled. Data were analyzed using SEM processed with PLS Smart 3 program. The results showed
that the dominant logic is not a mediating variable, but have a positive impact on business performance
and provide direct influence of entrepreneurship orientation to business performance positively and
significantly.
Keywords: entrepreneurial orientation, dominant logic, performance
PENDAHULUAN
Perkembangan kewirausahaan di Indonesia saat ini sedang berkembang dan
digalakan oleh pemerintah. Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah guna
meningkatkan kegiatan kewirausahaan terutama untuk usaha kecil mandiri dan usaha
kreatif untuk mewujudkan keinginan bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan
global.
Pada Indeks Tendensi Bisnis wirausaha di Indonesia tercatat meningkat pada
triwulan II-2016. Data menunjukan pada triwulan I-2016, Indeks pada level 99,46 dan
dalam kurun waktu triwulan II-2016 meningkat pada level 110,24. (Badan Pusat
Statisik, 2016). Berdasarkan data diatas dapat diperoleh bahwa wirausaha baru terus
bermunculan dengan harapan makin membaiknya situasi perekonomian negara.
128
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hal tersebut dimungkinkan untuk menjadi kenyataan karena banyaknya peluang
yang bermunculan serta inovasi untuk kreasi usaha baru. Sebuah usaha baru dapat
memperoleh peluang untuk meraih kesuksesan yang tinggi antara lain karena memiliki
orientasi wirausaha yang matang dan logika dominan yang baik dalam menjalankan
usaha untuk mendapatkan kinerja usaha yang maksimal.
Orientasi kewirausahaan merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menentukan keberhasilan suatu bisnis. Orientasi wirausaha sendiri memiliki beberapa
dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas kompetisi.
(Lumpkin dan Dess, 1996). Namun orientasi kewirausahaan tidak mempunyai pengaruh
yang positif terhadap kinerja usaha (Matsuno, Mentzer dan Ozsomer, 2002).
Logika dominan memiliki dua dimensi yaitu konseptualisasi internal dan
konseptualisasi eksternal (Krogh, Erat and Macus, 2000). Di dalam konsep internal ada
beberapa point-point penting yaitu orang, budaya, produk dan merek. Sedangkan di
konsep eksternal ada pesaing, pelanggan dan konsumen, dan teknologi. Konsep internal
di ukur melalui memeriksa sejauh mana keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi dari pendiripendiri-manajer menanamkan seluruh organisasi dan membentuk pengalaman belajar
dari anggota kelompok selama tahap start-up (Schein, 1983). Konseptualisasi eksternal
dinilai dengan meminta pendiri-manajer tentang kecenderungan mereka untuk
mengatasi kompleksitas lingkungan dalam rangka mempertahankan kapasitas mereka
untuk bertindak. Salah satu kunci sukses usaha baru adalah dengan menggunakan
logika dominan (Nadkarni dan Narayanan,2007) . Namun seperti halnya diferensiasi,
akan ada banyak cara untuk sukses di strategi logika dominan dan banyak cara yang
berbeda karena ada target pasar (Finney, Spake dan Finney, 2011). Logika dominan
tidak dapat memperbaiki suatu usaha untuk masa depan pemasaran. Kinerja usaha
didefinisikan sejauh mana organisasi dapat memenuhi kebutuhan stakeholders dan
kebutuhan usaha itu sendiri untuk bertahan. Kinerja atau performance merupakan
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan
melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono,2009),. Kinerja bisnis
didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi benar-benar kuasa untuk memenuhi
kebutuhan para pemangku kepentingan dan kebutuhan sendiri untuk kelangsungan
hidup.
Dari pemaparan latar belakang masalah di atas, peneliti ingin mengetahui apakah
orientasi kewirusahaan mempengaruhi kinerja usaha baru (H1), apakah logika dominan
mempengaruhi kinerja usaha baru (H2) dan apakah logika dominan merupakan faktor
mediasi pada orientasi kewirausahaan dalam mempengaruhi kinerja usaha baru (H3).
TINJAUAN LITERATUR
Orientasi Wirausaha
Dalam berwirausaha ada beberapa hal yang menentukan berhasil tidaknya suatu
usaha yang dijalankan. Yang pertama adalah orientasi kewirausahaan. Definisi orientasi
wirausaha adalah karakteristik dan nilai yang dianut oleh wirausaha itu sendiri yang
merupakan sifat pantang menyerah, berani mengambil risiko, kecepatan, dan
fleksibilitas (Liao dan Sohmen, 2001).
129
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Selain itu orientasi wirausaha menekankan pada semangat menciptakan inovasi
usaha sebagai penyegaran dari kemacetan usaha yang sering mengiringi pada langkah
awal inovasi (Zhou, et al, ,2005) . Dengan kata lain, pentingnya menjadi proaktif
terhadap kesempatan-kesempatan baru, mendukung kemampuan perusahaan untuk
menciptakan produk-produk, bukan hanya selangkah di depan pesaing tapi juga
selangkah memahami keinginan konsumen (Slater dan Narver, 1994).
Konsep wirausaha itu adalah bagian dari perspektif ini dan bergantung pada
dimensi yang memungkinkan kita untuk mengkarakterisasi dan menguji perilaku
kewirausahaan dari perusahaan tertentu.
Untuk mengklarifikasi kebingungan dalam istilah, perlu diberikan perbedaan
yang jelas antara orientasi wirausaha (entrepreneurial orientation) dengan
kewirausahaan (Lumpkin dan Dess (1996). Jadi kewirausahaan dapat dianggap sebagai
produk dari orientasi wirausaha. Proses, praktek dan aktivitas pembuatan keputusan
(orientasi wirausaha) menghasilkan new entry (kewirausahaan). Orientasi wirausaha
mencerminkan kecenderungan perusahaan untuk terlibat dalam perilaku inovatif, berani
mengambil resiko dan proaktif untuk mengalahkan pesaing. Perusahaan yang terlibat
dalam perilaku semacam ini dapat secara efektif berkembang atau meningkatkan kinerja
dan daya saing perusahaan.
Logika dominan
Logika dominan memiliki beberapa konsep yang mampu membangkitkan kinerja
usaha kecil menengah menjadi lebih baik. kunci sukses usaha baru adalah dengan
menggunakan logika dominan. Dengan demikian maka kinerja usaha akan menjadi
lebih baik apabila menggunakan startegi logika dominan (Nadkarni dan Narayanan,
2007).
Kinerja Usaha
Performa usaha merupakan komponen penting dalam keberhasilan suatu usaha.
Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi
(Moeheriono, 2009),. Kinerja bisnis didefinisikan sebagai sejauh mana organisasi benarbenar kuasa untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan dan kebutuhan
sendiri untuk kelangsungan hidup
Pengukuran kinerja mungkin bisa obyektif atau subyektif. Penggunaan ukuran
subjektif adalah praktik umum dalam strategi-terkait penelitian ketika data laporan
keuangan tidak tersedia atau mereka tidak memungkinkan untuk pengukuran
perbandingan antara perusahaan. Selain itu literature juga menunjukkan bahwa ada
korelasi yang tinggi antara ukuran subyektif dan objektif dari kinerja suatu usaha.
Orientasi Kewirausahaan, Logika Dominan dan Kinerja Usaha
Orang yang mulai mulai menjadi wirausaha dengan membuat usaha baru untuk
membuat dan dan membuka peluang kewirausahaan memerlukan kreasi dan inovasi
untuk menjalankan usahanya (Shane, 2009). Perusahaan yang menerapkan orientasi
kewirausahaan cenderung lebih toleran pula terhadap resiko dan inovatif (Kuratko,
130
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Ireland, Horsby, 2001). Toleran terhadap resiko dan inovasi juga berarti manager di
perusahaan mendorong cara berpikir yang baru. Oleh karena itu wirausaha baru dapat
mempunyai pemikiran terbuka karena wirausahawan tidak dibatasi oleh kerangka
berpikir tertentu atau hukuman jika melakukan sesuatu kesalahan yang mengakibatkan
mundurnya kinerja perusahaan. toleran terhadap kesalahan dan menghargai ide baru
yang berkontribusi untuk inovasi dan perbaikan bisnis (Miller dan Friesen, 1982).
Karena itu orientasi kewirausahaan secara internal dapat membuat cara berpikir dengan
logika dominan lebih meningkat untuk berlangsung dalam kegiatan usaha.
Konsep logika dominan sebagai salah satu cara bagi manager untuk membuat
konsep bisnis dan membuat keputusan alokasi sumber daya kritis dengan menyarankan
bahwa cara manajer puncak berurusan dengan meningkatnya berbagai keputusan
strategis di perusahaan, yang karena perolehan atau perubahan struktural dalam bisnis
inti perusahaan, tergantung pada peta kognitif dan dipengaruhi oleh manajer
pengalaman-pengalaman sebelumnya (Prahalad dan Bettis, 1986). Para peneliti
mencatat bahwa logika dominan didapatkan melalui skema bersama dan peta kognitif
dan dipengaruhi oleh pengalaman manajer sebelumnya. Ketika manajer puncak
memutuskan yang strategi untuk mengejar kinerja di masa depan, fungsi logika
dominan sebagai teropong guna melihat masa depan dan dengan demikian membatasi
rentang pilihan dibayangkan (Grant,1988). Sewaktu wirausahan memutuskan sebuah
strategi, logika dominan memungkinkan untuk membuat keputusan yang sesuai,
berarti bahwa strategi dasar bisnis di mana perusahaan beroperasi tidak dipertanyakan
untuk masa depan. Logika dominan dapat memperkuat atau memperlemah kinerja usaha
tergantung pada yang dirasakan atau kegagalan strategi yang diterapkan (Krogh, Erat,
dam Marcus, 2000).
Dalam memahami keterkaitan antara orientasi kewirausahaan, dan logika dominan
terhadap kinerja usaha baru merupakan hal karena beberapa alasan. Pertama,
mempertimbangkan tingkat analisis yang dikeluarkan, model tingkat kewirausahaan
adalah sesuai dengan fenomena tingkat keefektifan sebuah perusahaan (Covin dan
Slevin 1991). Hal ini adalah untuk mengatakan bahwa efektivitas seorang wirausaha
dapat diukur dalam hal kinerja dalam perusahaannya. Kedua, dan terkait dengan poin
pertama, kinerja perusahaan adalah fungsi dari organisasi. Perilaku individu dapat
mempengaruhi tindakan strategi perusahaan ini (Brown, Davidsson, dan Wilklund,
2001). Argumen semacam ini jelas menempatkan wirausaha pendiri perusahaan
berperan sentral dalam menenturkan perlikau perusahannya (Des, et al., 1999) dan
usaha baru tidak akan bertahan jika mereka tidak mempertahankan kemampuan
kewirausahawanannya (Drucker, 1985). Dari uraian berarti bahwa orientasi
kewirausahaan berguna untuk memprediksi sifat dan keberhasilan kinerja sebuah usaha
baru, dan yang mungkin bergantung pada faktor internal, seperti logika dominan (Covin
dan Slevin, 1991).
METODE PENELITIAN
Populasi dari penelitian ini adalah pemilik usaha / wirausaha dalam skala kecil dan
menengah yang ada di pasar Sinpasa dan Salsa di Gading Serpong Tangerang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun sampel yang
digunakan adalah para wirausaha makanan yang sudah beroperasi minimal dua tahun
131
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
sebanyak 30 wirausaha yang akan diambil menjadi sampel. Karakteristik sampel yang
diambil adalah lima wirausaha yang baru menjalankan usahanya selama dua tahun dan
sisanya 25 wirausaha telah menjalankan usahanya lebih dari 3 tahun. Sampe yang
digunakan adalah wirausaha yang bergerak dalam UMKM dengan penghasilan per
tahun Rp. 300.000.000 – Rp. 2.500.000.000 sebanyak 26 wirausaha dan dengan omset
Rp. 2.500.000.000 – Rp. 50.000.000.000 sebanyak 4 wirausaha. Sampel yang diambil
merupakan wirausaha kuliner yang baru menjalankan usahanya serta mempunyai
inovasi dan ciri khas yang membedakan usahanya dengan yang lainnya. Alasan
dipilihnya sampel ini adalah karena banyak usaha makanan saat ini khususnya di daerah
Gading Serpong dalam menjalankan usahanya harus melakukan inovasi untuk
menjamin kelangsungan hidup usahanya dalam menghadapi persaingan dengan
memperhitungkan risiko, proaktif dan agresif menhadapi persaingan untuk mencapai
kinerja usaha yang baik.
Metode pengumpulan data diambil melalui menyebarkan kuesioner kepada sampel
yang memenuhi kriteria dan hasilnya diukur dengan skala Likert, dimana rentang
alternatif skornya berkisar antara 1 sampai 5.
Operasionalisasi variabel Orientasi Kewirausahaan diambil
dari Skala
Miller/Covin dan Slevin (Brown et al., 2001) Orientasi wirausaha dapat dilihat dari
beberapa dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas
kompetisi. Untuk operasionalisasi variabel Logika Dominan kategori ini memiliki dua
dimensi yaitu konseptualisasi internal dan konseptualisasi eksternal. Di dalam konsep
internal ada beberapa point-point penting yaitu orang, budaya, produk dan merek.
Sedangkan di konsep eksternal ada pesaing, pelanggan dan konsumen, dan teknologi
(Krogh, Erat and Macus, 2000) . Untuk mengukur variabel kinerja usaha dilihat dari
peningkatan volume penjualan dan peningkatan keuntungan perusahaan (Dess dan
Robinson, 1984).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil dari Outer loadings (measurement model) atau validitas konvergen Hasil
Outer loadings (measurement model) atau validitas konvergen digunakan untuk
menguji unidimensionalitas dari masing-masing konstruk. Nilai yang digunakan untuk
menguji unidimensionalitas dari masing-masing konstruk nilai indikator loading faktor
yang lebih besar atau sama dengan 0,5 dapat dikatakan valid (Chin,1998). Hal ini dapat
terlihat pada gambar 1.
132
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gambar 1. Hasil Outer Loadings
Sumber : Hasil Pengolahan PLS Smart 3
Uji keandalan data penelitian ini dilakukan dengan composite reliability.
Memperhatikan hasil Composite Reliability pada tabel 1, keseluruhan hasil uji berada
diatas 0,70. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data Orientasi
Kewirausahaan, Logikadominan dan Kinerja Usaha adalah reliabel dan terandalkan dan
dapat dipergunakan untuk uji hipotesis.
Tabel 1. Hasil Realibilitas variabel
Sumber : hasil pengolahan PLS Smart 3
Penghitungan secara statistik pada tabel 2 mengenai jalur a diperoleh nilai
pengujian tidak signifikan dan jalur b diperoleh nilai pengujian signifikan, serta jalur c
diperoleh pengujian secara signifikan (Baron dan Kenny,1986), maka dapat dikatakan
bahwa sebuah variabel dikatakan menjadi variabel mediator jalur a dan b menjadi
signifikan dan jalur c menjadi tidak signifikan maka dapat dkatakan bahwa variabel
133
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
logika dominan tidak menjadi variabel mediasi antara orientasi kewirausahaan dan
kinerja usaha (H3 : tidak ditolak). Hal ini berbeda dengan penelitian yang memperoleh
temuan para wirausaha menjalankan usaha tidak memperhatikan logika dominan dalam
menjalankan usahanya untuk mencapai sebuah kinerja usaha yang baik (Campos et.al,
2004),. Hal ini dikarenakan pada pasar Sinpasa dan Salsa masih banyak yang
menjalankan usaha berdasarkan intuisi pribadi.
Tabel 2. Hasil Path Coefficient
Sumber : hasil pengolahan PLS Smart 3
Untuk koefisien parameter untuk variabel orientasi kewirausahaan terhadap Kinerja
perusahaan dengan nilai (original sample) 0,399 yang berarti terdapat hubungan positif
antara oientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha. Sedangkan nilai t-Statistik
diperoleh sebesar 2,331 dan nilai p value sebesar 0.020 sehingga dapat dikatakan
pengaruh antara orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha signifikan (H1: ditolak).
Para pelaku usaha yang berorientasi kewirausahaan akan dapat melihat peluang pasar
dan memiliki tanggung jawab dalam menghadapi perubahan, dan juga untuk dapat
memaksimalkan setiap potensi peluang pasar yang ada yang akan berdampak kepada
kinerja usaha. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang menyimpulkan bahwa orientasi
kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan
menengah (A. Khedaouria:2014). Untuk koefisien parameter untuk variabel logika
dominan terhadap kinerja perusahaan dengan nilai (original sample) 0,574 yang berarti
terdapat hubungan positif antara orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha.
Sedangkan nilai t-Statistik diperoleh sebesar 2,942 dan nilai p value sebesar 0.003
sehingga dapat dikatakan pengaruh antara logika dominan dan kinerja usaha signifikan
(H2: ditolak). Logika dominan merupakan salah satu faktor dalam kunci sukses untuk
membuat kinerja usaha baru meningkat dimana setiap faktor internal dan eksternal yang
ada di dalam variabel ini mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja usaha. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Nadkarni dan Naryanan (2007) yang menyimpulkan bahwa
logika dominan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha kecil dan
menengah.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Dari hasil analisis maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut terdapat pengaruh
orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha di Pasar Sinpasa dan Salsa Gading
Serpong. Walaupun variabel logika dominan tidak dapat dijadikan variabel mediasi
namun secara langsung menunjukan bahwa logika dominan mempunyai pengaruh
terhadap kinerja usaha. Hal ini menunjukan bahwa selain melakukan orientasi
kewirausahaan para pelaku usaha dapat mempertimbangkan unsur internal seperti
orang, budaya, maupun produk dan merek serta unsur eksternal seperti pesaing,
134
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pelanggan dan kemajuan teknologi di dalam memilih strategi untuk menjalankan usaha
guna mencapai kinerja usaha yang lebih baik.
Terkait dengan hasil penelitian ini, peneliti akan memberikan beberapa saran yang
untuk penelitian selanjutnya sampel dalam penelitian diharapkan para wirausaha yang
lebih maju dalam pemikiran serta memakai logika dalam menjalankan usahanya. Selain
itu diharapkan dapat membangun pengukuran yang lebih efektif untuk pengukuran
variabel logika dominan sehingga secara konseptual dapat memberikan persepsi dan
informasi yang lebih berguna untuk mengambil keputusan dalam menentukan strategi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016 . Indeks Bisnis dan Kondisi Ekonomi Konsumen
triwulan III-2016 meningkat. [Online] (diupdate 7 November 2016 ) Tersedia di :
https://www.bps.go.id/brs/view/1258 [Diakses pada tanggal 20 Maret 2017]
Baron, R. M., and Kenny, D. A. (1986). The moderator-mediator variable distinction in
social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations.
Journal of Personality and Social Psychology, Vol.51, 1173-1182.
Brown, T.E., Davidsson, P., and Wilklund J. (2001), An operationalization of
Stevenson’s conzeptualization of entrepreneurship as opportunity-based firm
behavior. Strategic Management Journal, Vol.22 (10), 953-968.
Campos, Héctor Montiel, Parra, José Pablo Nuño de la and Parellada, Francesc Solé
The Entrepreneurial Orientation-Dominant Logic-performance relationship in new
ventures: an exploratory quantitative study. BAR, Braz. Adm. Rev. vol.9 no.spe Rio
de Janeiro May 2012
Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach to structural equation
modeling. In G. A. Marcoulides (Ed.), Modern methods for business research (pp.
295–358).
Covin, J. G., and Slevin, D. P. (1988). The influence of organization structure on the
utility of an entrepreneurial top management style. Journal of Management Studies,
Vol. 25(3), 217-234.
Covin, J. G., and Slevin, D. P. (1991). A conceptual model of entrepreneurship as firm
behavior. Entreprenuership Theory and Practice, Vol 16(1), 7-25.
Debbie Liao and Philip Sohmen, 2001, The Development of Modern Entreprenuership
in China, Stanford Journal of East Asia Affair, Vol 1, 2001
Dess, G.G., Lumpkin, G.T., and McGee, J.E., (1999), Linking corporate
entrepreneurship to strategy, structure, and process: suggested research directions.
Entrepreneurship Theory and Practice, 23(3), 85-102
Dess, G.G., and Robinson, R.B., Jr. (1984), Measuring organizational performance in
the absence of objective measures : the case of the privately-held firm and
conglomerate business unit. Strategic Management Journal, Vol.5(3), 265-273.
Drucker,P. (1985), Entrepreneurship and Innovation. New York : Harper and Row.
Finney, R. Z., Spake, D. F., and Finney, T. G. (2011). Lost in transition? The human
influence on marketing's emerging service-dominant logic. Journal of Management
and Marketing Research, Vol.6, 1-16.
Grant, R.R. (1988). On dominant logic, relatedness and the link between diversity and
performance. Strategic management Journal, Vol 9 (6), 639-642.
135
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Khedhaouria, A. ,Gurău, C., and Torrès,O. (2015) , Creativity, self-efficacy, and
smallfirm performance: the mediating role of entrepreneurial orientation, Small
Business Economics An Entrepreneurship Journal, 44, 485-504.
Krogh, G. von, Erat, P., and Macus, M. (2000). Exploring the link between dominant
logic and company performance. Creativity and Innovation Management, Vol. 9(2),
82-93.
Kuratko, D.F., Ireland,R. D., Covin, J.G., and Hornsby, J.S., (2005). A model of middlelevel manager’s entrepreneurial behavior. Entrepreneurship Theory and Practice,
Vol : 29(6), 699-716.
Lumpkin, G.T., and Dess, G.G. (1996). Clarifying the entrepreneurial orientation
construct and linking it to performance. Academy of Management Review, Vol/
97(1): 135-172.
Mikller, D., and Friesen, P.H. (1982). Innovation in conservative and entrepreneurial
firms: two models of strategic momentum. Strategic Management Journal, Vol 3(1),
1-25.
Matsuno, K., Mentzer, J.T. and Ozsomer, A. (2002). The Effects of entrepreneurial
Proclivity and Market Orientation on Business Performance. Journal of Marketing.
Vol.66 (3), 18-32
Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia
Indonesia.
Nadkarni, S. and Narayanan, V.K. (2007). Strategic schemas, strategic flexibility, and
firm performance: The moderating role of industry clockspeed. Strategic
Management Journal , Vol. 28 (3), 243–270
Prahalad, C.K., and Krishnan, M.S. (2008), The New Age of innovation. New York :
McGraw-Hill.
Schein, E. H. (1983). The role of the founder in creating organizational culture.
Organizational Dynamics, Vol. 12(1), 13-28.
Shane, S. (2009). Technology strategy for managers and entrepreneurs. Englewood
Cliff, NJ : Prentice Hall.
Slater, S. F., and Narver, J. C. (1994). Does competitive environment moderate the
market orientation-performance relationship?, Journal of Marketing, Vol. 58(1):
46-55.
Zhou, et al, 2005, The Effect of Strategic Orientations on Technology and Market Based
Breakthrough Innovations, Journal of Marketing, Vol.69, April, pp.42-60
136
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
LIMA PILIHAN BISNIS KELUARGA DENGAN INVESTASI DI
BAWAH SEPULUH JUTA
Uswita Tina Ruhiyat1 , Nur Faiz Al-Adiyah2, Apriani Simatupang3
1
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected]
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected]
3
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani, Bekasi, [email protected]
2
ABSTRAK:
Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan data BPS saat ini 7.024.172 orang,
berkisar 6,18 persen dari jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka tertinggi pada
lulusan SLTA Umum/SMU lebih banyak dibandingkan tingkat lulusan pendidikan
lainnya. Pengangguran terbuka lulusan SLTA Umum (SMU) berjumlah 1.546.699
orang. Hal ini menunjukkan penyerapan tenaga kerja lulusan SMU cenderung lambat.
Tingginya jumlah pengangguran tersebut karena rendahnya soft skill, alokasi lapangan
kerja yang kurang mencukupi untuk lulusan SMU dan mentalitas untuk mencari kerja
rendah. Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja
melalui bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan
investasi di bawah sepuluh juta. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah
bisnis yang masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil dan jumlah pekerja
masih terbatas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengamatan langsung
dengan cara wawancara. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil
pengamatan dan hasil perhitungan Payback Period Investasi dari lima (5) pilihan bisnis
keluarga dengan investasi di bawah sepuluh juta yang tenaga kerjanya membutuhkan
lulusan pendidikan SLTA Umum/SMU.
Kata Kunci : , Investasi, Payback period, UMKM.
ABSTRACT:
Based on data from the national Statistical Center Agency (BPS), the total figure of
unemployment in Indonesia is 7,024,172 people which are 6.18 percent of the total
labor force. Open unemployment is highest for graduates of general high school which
reaches 1,546,699 persons. This shows that employment absorption of high school
graduates is relatively slow. The high number of unemployment is due to low soft skills,
low availability of employment for high school graduates, and low mentality to search
for work. The purpose of this study is to provide information on creating jobs through
under ten million rupiahs UMKM businesses both self-managed and family managed.
Medium, Small, and Micro Business (UMKM) is a small scale business with small
capital and limited number of workers. The method used in this study is observation and
interviews. Data analysis was carried out by describing the observations and the results
of the Investment Payback Period calculation of five (5) businesses that are investment
under ten million chosen based on the need to employ high school graduates.
Keywords: Investment, Payback period, UMKM.
137
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari http://bisnis.liputan6.com Jumlah
pengangguran diperkirakan mencapai 200 juta pada 2017 dan angka itu merupakan
rekor tertinggi baru. Jumlah pengangguran tersebut berdasarkan riset yang dilakukan
oleh International Labor Organization atau Organisasi Buruh Internasional (ILO). ILO
menyatakan bahwa pengangguran global diperkirakan naik 3,4 juta pada 2017 dan akan
menjadi 2,7 juta pada 2018. Hal itu terjadi karena jumlah tenaga kerja tumbuh lebih
cepat dari pekerjaan yang diciptakan.
Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan data BPS saat ini 7.024.172 orang,
berkisar 6,18 persen dari jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka tertinggi pada
lulusan SLTA Umum/SMU lebih banyak dibandingkan tingkat lulusan pendidikan
lainnya. Pengangguran terbuka lulusan SLTA Umum (SMU) berjumlah 1.546.699
orang. Hal ini menunjukkan penyerapan tenaga kerja lulusan SMU cenderung lambat.
Tingginya jumlah pengangguran tersebut karena rendahnya soft skill, alokasi lapangan
kerja yang kurang mencukupi untuk lulusan SMU dan mentalitas untuk mencari kerja
rendah. Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja
melalui bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan
investasi di bawah sepuluh juta.
Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat pengangguran
tersebut adalah dengan cara membuka UMKM. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) adalah bisnis yang masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil
dan jumlah pekerja masih terbatas.. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk
membuka UMKM yaitu dengan mempersiapkan suatu usaha. Mempersiapkan suatu
usaha, kegiatan yang harus dilakukan seseorang sebelum memulai usahanya. Tujuan
mempersiapkan usaha untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan atas resiko
sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh. Mempersiapkan yang dimaksud
adalah apabila "tindakannya nyata", seperti: mengumpulkan modal atau perlengkapan
atau alat, mencari lokasi atau tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah
atau sedang dilakukan.
Mempersiapkan usaha dikenal dengan Perencanaan Usaha. Perencanaan usaha yang
dilakukan salah satunya dengan mempersiapkan modal dan dapat melihat pasar yang
telah ada, usaha apa yang cocok untuk dilakukan. Mendirikan usaha dapat dilakukan
dengan melihat usaha orang lain yang sudah ada yang juga cocok kita lakukan sendiri.
Paper ini membantu permasalahan pengangguran dalam menentukan UMKM dari
aspek keuangan dengan metode payback period. Berdasarkan uraian latar belakang
masalah judul paper kami “Lima (5) Pilihan Bisnis Keluarga dengan Investasi Di
Bawah Sepuluh Juta”.
Menilai suatu perusahaan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satunya
metode payback period metode ini digunakan untuk mengetahui periode yang
diperlukan untuk menutup kembali modal yang digunakan pada waktu pertama kali
digunakan. Sehingga rumusan masalah penelitian: Bagaimanakah payback period dari
lima (5) pilihan bisnis keluarga dengan investasi dibawah sepuluh juta?.
Tujuan paper ini memberikan informasi dalam menciptakan lapangan kerja melalui
bisnis UMKM yang dikelola sendiri dan atau bersama keluarga dengan investasi di
bawah sepuluh juta. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah bisnis yang
138
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
masih dalam skala kecil dengan modal awal yang kecil dan jumlah pekerja masih
terbatas. Tujuan penelitian ini penulis memaparkan pilihan usaha kecil yang dapat
dijalankan dengan investasi dibawah sepuluh juta. Penulis juga memberikan gambaran
rincian keuangan usaha kecil dalam bisinis keluarga dengan investasi dibawah sepuluh
juta.
TINJAUAN LITERATUR
Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria asset maksimum 50 juta dan omzet maksimum 300
juta.
Martono dan Agus (2010:51) menyatakan analisis laporan keuangan merupakan
analisis kondisi keuangan suatu perusahaan yang melibatkan neraca dan laba-rugi.
Menurut Martono, laporan neraca menggambarkan jumlah kekayaan (harta), kewajiban
(hutang), dan modal dan laporan laba-rugi merupakan laporan yang menggambarkan
jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari suatu perusahaan.
Kekayaan = Hutang + Modal Sendiri
Perhitungan pay back period
Sutrisno (2013 : 131) Pay back period merupakan suatu periode yang diperlukan
untuk menutup kembali pengeluaran suatu investasi dengan menggunakan aliran kas
masuk neto (proceeds) yang diperoleh. Metode ini merupakan metode yang cukup
sederhana untuk digunakan perhitungan investasi suatu usaha. Formula untuk mencari
pay back period adalah sebagai berikut:
Payback Period =
x 1 Tahun
Kelemahan Payback Period Martono dan Agus (2010:142) :
a. Mengabaikan nilai waktu dari uang
b. Mengabaikan proceeds setelah PBP dicapai
c. Mengabaikan nilai sisa.
METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Menurut Nazir
(2014:170) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara
139
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara).
Wawancara yang dilakukan penulis kepada pelaku UMKM dengan menanyakan
terlebih dahulu modal awal investasi, yang selanjutnya menanyakan rincian keuangan
dan arus kas pelaku UMKM.
Menurut Nazir (2014:248-249) cara menarik sampel dapat digunakan dengan
metode random sampling, yakni dengan cara undian dan cara menggunakan angka
random. Penarikan sampel yang digunakan penulis dengan cara undian, memilih sampel
sebanyak 5 (lima) pelaku UMKM dengan modal awal dibawah Rp. 10.000.000,Analisa Data
Sugiyono (2013 : 255) membagi analisis data kualitatif menjadi 4 (empat) yaitu,
analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis temakultural.
Penulis menggunakan analisis data domain, memperoleh gambaran yang umum dan
menyeluruh dari obyek/penelitian. Setelah memperoleh data, data diolah dengan
melakukan perhitungan payback period.
Data yang diperoleh penulis dari hasil wawancara akan dilakukan perhitungan
payback period guna mengetahui periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran investasi yang sudah dilakukan dari 5 (lima) bisnis keluarga dengan
investasi dibawah Rp. 10.000.000,HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan wawancara secara langsung, hasilnya kami menemui 5 pilihan
bisnis keluarga dengan berinvestasi dibawah sepuluh juta diantaranya UMKM Jasa cuci
motor, UMKM dagang Cimol, UMKM dagang sosis, otak-otak, nugget, bakso, dan roti
bakar, UMKM dagang kue cubit, dan UMKM dagang pop ice.
UMKM Jasa Cuci Motor
Perkembangan usaha jasa cuci motor sama halnya dengan perkembangan penjualan
motor. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro
Jaya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sekitar 12 persen
setahun. Atau sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari. Peningkatan jumlah
kenderaan bermotor di Jakarta memicu peningkatan permintaan akan jasa cuci motor
tersebut.
Modal awal jasa cuci motor Rp 8.373.000, dan waktu jam kerja 08.00 – 20.00.
Tabel 1. Peralatan yang dibutuhkan Jasa Cuci Motor
No
Peralatan
Qty
Harga satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
1
Mesin Semprot salju
1 unit
3,000,000
3,000,000
2
Pompa air
1 unit
800,000
800,000
3
Selang
10 meter
10,000
100,000
4
Sepatu Karet
2 pasang
75,000
150,000
140
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
5
Tempat Penampungan air 225 liter
1 unit
430,000
430,000
6
Kanebo
2 pcs
20,000
40,000
7
Sikat
3 pcs
5,000
15,000
8
Kuas
2 pcs
4,000
8,000
9
Spons
4 buah
2,500
10,000
10
Ember
4 buah
20,000
80,000
TOTAL
Sumber : hasil wawancara
4,633,000
Jika target permintaan dalam sehari 10 sepeda motor dengan tarif Rp 15.000 maka
laporan keuangan usaha jasa cucimotortersebut sebagai berikut :
LAPORAN LABA-RUGI
JASA CUCI MOTOR BEKASI
Periode Desember 2016
Penerimaan Jasa cuci motor dalam sebulan (tidak ada libur) :
30 hari x 10 motor x Rp 15.000
Biaya yang dikeluarkan per bulan :
Biaya habis pakai (shampoo dan KIT)
Biaya Listrik dan air
Biaya Gaji (1 motor Rp 6000 sehari 10 motor)
Rp 9.000 x 300 motor
Biaya sewa tempat
Biaya penyusutan peralatan
(10% x Rp 4.633.000)
Total Biaya
Laba
: Rp 4.500.000
: Rp 340.000
: Rp 200.000
: Rp 2.700.000
: Rp 500.000
: Rp 463.300
: Rp 4.203.300
: Rp 296.700
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 8.373.000 maka
Payback Period sebesar
PBP = 8.373.300 = 11 bulan 5 hari
760.000
UMKM Cimol
Cimol jajanan berbahan Aci (kanji) ini perpaduan antara cilok dan cireng.
Bentuknya yang bulat seperti cilok dan renyahnya seperti cireng karena diolah dengan
cara digoreng, diberi bumbu kering dan bisa diberi bumbu saus, bumbu kering tersebut
terdapat berbagai macam rasa, ada balado, barbeque, pizza, dan keju. Sedangkan untuk
bumbu saus tersedia dengan bumbu kacang seperti halnya cilok dan cireng. UMKM
Cimol ini berada di daerah Rawalumbu.
Modal awal usaha dagang Rp 6.767.000 dan waktu jam kerja 08.00–17.00.
Tabel 2. Peralatan yang dibutuhkan usaha dagang Cimol
No
Nama
Qty
Harga
Satuan (Rp)
141
Jumlah Harga
(Rp)
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1
Gerobak
1
1,000,000
1,000,000
2
Kompor Gas 1 Tungku
1
170,000
170,000
3
Penggorengan
1
100,000
100,000
4
Gas
2
130,000
260,000
5
Capitan
2
15,000
30,000
6
Saringan
2
15,000
30,000
7
Sodet
2
15,000
30,000
8
Wadah Cimol
2
25,000
50,000
TOTAL
Sumber : Hasil wawancara
1,670,000
LAPORAN LABA-RUGI
USAHA DAGANG CIMOL
Periode Desember 2016
Penerimaan Usaha Dagang (tidak ada libur) :
25 hari x 70 porsi x Rp 3.000
Biaya yang dikeluarkan per bulan :
Biaya bahan habis pakai
Biaya Gaji
Biaya sewa tempat
Biaya penyusutan peralatan
(10% x Rp 1.670.000)
Total Biaya
Laba
: Rp 5.250.000
: Rp 2.230.000
: Rp 2.400.000
: Rp 300.000
: Rp 167.000
: Rp 5.097.000
: Rp 153.000
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Cimol sebesar Rp. 6.767.000
berdasar hasil wawancara maka
Payback Period sebesar
PBP = 6.767.000 = 21 bulan 3 hari
320.000
UMKM Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar
Makanan ini disenangi anak – anak SD, membuka UMKM ini cocok di dekat
sekolahan, rincian dana yang dibutuhkan untuk menjadi pilihan bisnis sebagai berikut:
Modal awal Rp 6.045.500 dan waktu jam kerja 10.00 – 20.00
Tabel 3. Peralatan yang dibutuhkan usaha dagang Sosis, Otak – otak, Nugget,
Bakso, dan Roti Bakar.
No
Nama
Qty
Harga
Satuan
(Rp)
142
Jumlah
Harga
(Rp)
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1
Kompor 2 Tungku
1
220,000
220,000
2
Tabung Gas
1
130,000
130,000
3
Penggorengan
1
50,000
50,000
4
Pemanggang
1
125,000
125,000
5
Spatula
1
15,000
15,000
6
Pisau
1
10,000
10,000
7
Saringan
1
15,000
15,000
8
Meja
Regulator + selang
gas
1
200,000
200,000
1
80,000
80,000
9
TOTAL
845,000
Sumber : Hasil wawancara
Tabel 4. Penerimaan Usaha Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti
Bakar.
No
Jenis Penerimaan
Qty
Harga
Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
1
Sosis
20 pcs
2,000
40,000
2
Otak-otak
25 pcs
2,000
50,000
3
Nugget
20 pcs
2,000
40,000
4
Bakso
25 pcs
2,000
50,000
5
Roti Bakar
25 pcs
2,000
50,000
Total
Sumber : Hasil Wawancara
230,000
LAPORAN LABA-RUGI
USAHA DAGANG SOSIS, OTAK – OTAK, NUGGET, BAKSO, DAN ROTI
BAKAR
Periode Desember 2016
Penerimaan Usaha Dagang (25 hari kerja) :
25 hari x Rp 230.000
Biaya yang dikeluarkan per bulan :
Biaya bahan habis pakai
Biaya Gaji
Biaya sewa tempat
Biaya penyusutan peralatan
(10% x Rp 845.000)
Total Biaya
Laba
: Rp 5.750.000
: Rp 2.736.000
: Rp 2.080.000
: Rp 300.000
: Rp
84.500
: Rp 5.200.500
: Rp 549.500
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Sosis, Otak – Otak, Nugget, Bakso,
dan Roti Bakar sebesar Rp. 6.045.500 berdasar hasil wawancara maka
Payback Period sebesar
143
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PBP = 6.045.500 = 9 bulan 13 hari
634.000
UMKM Dagang Kue Cubit
Kue cubit makanan atau jajanan cemilan tradisional asli dari Indonesia.Asal usul
untuk nama kue cubit ini sendiri kurang jelas. Nama kue yang satu ini pun tergolong
unik. Ada yang beranggapan nama kue cubit diambil dari cara pembuatannya yang
menggunakan alat pencapit. Saat kue cubit sudah matang, pembuat kue ini biasanya
mengambil kuenya dengan cara dicubit dengan sebuah alat pengapit dari
cetakannya.Untuk taburan, kue cubit dapat ditaburi dengan berbagai varian taburan
mulai dari coklat meses, kacang almond, keju, dan lain sebagainya.
Modal awal Rp 6.910.000 dan waktu jam kerja 08.00 – 17.00.
Tabel 5. Peralatan yang dibutuhkan Usaha Dagang Kue Cubit
No
Nama
Qty
Harga
Satuan (Rp)
Jumlah Harga
(Rp)
1
Gerobak
1
500,000
500,000
2
Payung Besar
1
100,000
100,000
3
Payung Kecil
1
30,000
30,000
4
Cetakan
Kompor Satu
Tungku
2
20,000
40,000
1
100,000
100,000
1
130,000
130,000
7
Tabung Gas
Regulator + selang
gas
1
80,000
80,000
8
Baskom
2
20,000
40,000
5
6
TOTAL
1,020,000
Sumber : Hasil wawancara
LAPORAN LABA-RUGI
USAHA DAGANG KUE CUBIT
Periode Desember 2016
Penerimaan Usaha Dagang Kue Cubit (25 hari kerja) :
25 hari x 250 pcs x Rp 1.000
Biaya yang dikeluarkan per bulan :
Biaya bahan habis pakai
Biaya Gaji
Biaya sewa tempat
Biaya penyusutan peralatan
(10% x Rp 845.000)
Total Biaya
Laba
: Rp 6.250.000
: Rp 3.558.000
: Rp 2.080.000
: Rp 150.000
: Rp 102.000
: Rp 5.890.000
: Rp 360.000
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Kue Cubit sebesar Rp. 6.910.000 berdasar
hasil wawancara maka
Payback Period sebesar
PBP = 6.910.000 = 14 bulan 23 hari
144
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
462.000
UMKM Dagang Minuman “Pop Ice”
Pop Ice yang minuman blender susu pertama di Indonesia dari PT. Forisa Nusa
Ersada. Diluncurkan akhir tahun 2002, Pop Ice hadir membawa beragam inovasi rasa
spesial..
Modal awal Rp 3.928.000 dan waktu jam kerja 10.00 – 17.00.
Tabel 6. Peralatan yang dibutuhkan Usaha Dagang Minuman “Pop Ice”
No
Nama
Qty
1
Blender
2
230,000
460,000
2
Meja
Mesin Press Cup
Sealer
1
250,000
250,000
1
20,000
20,000
3
Harga Satuan
(Rp)
Jumlah Harga (Rp)
TOTAL
730,000
Sumber : Hasil wawancara
LAPORAN LABA-RUGI
Usaha Dagang Minuman “Pop Ice”
Periode Desember 2016
Penerimaan (25 hari kerja) :
Rasa Original - 25 hari x 10 Cup x Rp 5.000
Rasa Komplit – 25 hari x 15 Cup x Rp. 8.000
Total Penerimaan
Biaya yang dikeluarkan per bulan :
Biaya habis pakai (shampoo dan KIT)
Biaya Listrik dan air
Biaya Gaji
Biaya sewa tempat
Biaya penyusutan peralatan
(10% x Rp 4.633.000)
Total Biaya
Laba
: Rp 1.250.000
: Rp 3.000.000
: Rp 4.250.000
: Rp 1.468.000
: Rp
100.000
: Rp 1.300.000
: Rp
260.000
: Rp
70.000
: Rp 3.198.000
: Rp 105.200
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 3.928.000 maka
Payback Period sebesar
PBP = 3.928.000 = 22 bulan 10 hari
175.200
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil wawancara perhitungan payback period dari 5 (lima) pilihan
Bisnis Keluarga yang memiliki investasi di bawah Rp 10.000.000.1. UMKM Jasa Cuci Motor
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp 8.373.000
Payback Period sebesar 11 bulan 5 hari.
2. UMKM Cimol
145
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Cimol sebesar Rp. 6.767.000
Payback Period sebesar 21 bulan 3 hari
3. UMKM Dagang Sosis, Otak – otak, Nugget, Bakso, dan Roti Bakar
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM dagang Sosis, Otak – Otak, Nugget,
Bakso, dan Roti Bakar sebesar Rp. 6.045.500 Payback Period sebesar 9 bulan 13
hari.
4. UMKM Dagang Kue Cubit
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Kue Cubit sebesar Rp. 6.910.000
Payback Period sebesar 14 bulan 23 hari
5. UMKM Dagang Minuman “Pop Ice”
Modal untuk melakukan kegiatan UMKM Jasa cuci motor sebesar Rp. 3.928.000
maka Payback Period sebesar 22 bulan 10 hari
Berdasarkan temuan penulis dalam menentukan pilihan investasi dari 5 (lima)
jenis investasi saran penulis:
1. Berdasarkan payback period tercepat usaha jasa cuci motor
2. Berdasarkan modal terkecil usaha dagang minuman “Pop Ice”
3. Berdasarkan jam kerja tercepat Usaha dagang minuman “Pop Ice”
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Martono dan Harjito A.(2010).Manajemen Keuangan.Yogyakarta: Ekonisia
Nazir.M.(2014).Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Sutrisno.(2013).Manajemen Keuangan Teori Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia
Sugiyono.(2013).Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta
Website/laman
Liputan 6,2017. Berita Bisnis [online] (di update 18 Januari 2017) Tersedia di.
http://bisnis.liputan6.com/read/2830012/jumlah-pengangguran-global-bakal-cetakrekor-pada-2017 [Diakses pada tanggal 6 Februari 2017]
BIODATA
Apriani Simatupang, SE.,M.M lahir di Kota Padang Sidimpuan pada 01 April 1983,
merupakan dosen di Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani Bekasi. Mata
kuliah yang diampu adalah mata kuliah Manajemen Keuangan, Ekonomi Mikro dan
Ekonomi Makro, Matematika Bisnis. Lulusan S1 dari Universitas Riau tahun 2005 dan
Lulusan S2 dari STIE Kampus Ungu tahun 2008. Uswita Tina Ruhiyat dan Nur Faiz AlAdiyah merupakan mahasiswa terbaik pada mata kuliah Manajemen Keuangan di
Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Insani Angkatan Tahun 2015.
146
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH INOVASI PRODUK DAN EKUITAS MERK
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SEPATU
UGAMA CIMAHI
Sri Wiludjeng SP
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan industri sepatu merupakan salah satu tahap kemajuan industri di Indonesia. Industri
sepatu mempunyai peranan cukup penting di sektor penambahan ekonomi, yang mana industri sepatu di
Indonesia telah bertransformasi menjadi produsen sepatu dalam skala besar, sekaligus mampu
memproduksi sepatu berstandar nasional dan bahkan international. Industri sepatu di indonesia diawali
dari industri-industri rumahan. Namun dengan adanya perubahan teknologi dan pengetahuan mampu
merubah menjadi industri sepatu yang berskala besar, dan bahkan juga mampu merubah perilaku
individu, atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk itu industri sepatu dituntut usaha yang
kreatif dalam memenuhi dan memuaskan konsumennya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana tanggapan responden tentang inovasi produk dan bagaimana tanggapan responden tentang
ekuitas merk sepatu merk Ugama, serta bagaimana pengaruh inovasi produk dan ekuitas merk terhadap
keputusan pembelian sepatu merk Ugama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode derskriptif
dan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah
Analisis Regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi produk dan ekuitas merk
berpengaruh positif dan significant terhadap keputusan pembelian. Untuk itu, dalam penelitian ini
menyarankan kepada industri sepatu merk Ugama untuk melakukan inovasi, produk misalnya melalui
design, warna, bahan yang berkualitas, harga yang terjangkau, pelayanan penjualan dan layanan purna
jual, sehingga konsumen merasa nyaman, bangga, dll.
Kata Kunci: inovasi produk, ekuitas merek, keputusan pembelian
ABSTRACT
The development of the shoe industry is one stage of industrial progress in Indonesia. The shoe industry
has a significant role in the addition of the economic sector, which is where the shoe industry in
Indonesia has been transformed into a large-scale shoe manufacturer, and able to produce shoes of
national and even international standards. The shoe industry in Indonesia starting from home-based
industries. But with the changes in technology and knowledge able to transform into a large-scale
footwear industry, and even able to change the behavior of individuals or communities to meet their
needs. For the footwear industry demanded creative effort in meeting and satisfying customers. This study
aims to determine how respondents on product innovation and how respondents on the brand equity of
Religious brand shoes, as well as the influence of product innovation and brand equity towards the
purchase decision of Religious brand shoes. , The method used is the method derskriptif and sampling
technique used was accidental sampling. The statistical analysis used is Multiple Regression Analysis.
The results showed that the product innovation and brand equity and significant positive effect on
purchasing decisions. Therefore, in this study suggest the shoe industry of Religious brand for innovation,
for example through product design, color, material quality, reasonable prices, service sales and aftersales service, so that consumers feel comfortable, pride, etc.
Key Words: product innovation; brand equity; buying decision
147
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya faktor teknologi
yang semakin fantastis serta meningkatnya pengetahuan manusia, maka akan
berdampak pada perubahan pola hidup atau gaya hidup. Di era teknologi ini masyarakat
akan selektif dalam memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah kebutuhan sosial,
misalnya kedudukan tertentu, mengenakan pakaian dan sepatu yang bagus dan pantas,
sehingga masyarakat atau individu tersebut mengharuskan untuk berupaya dalam
rangka memenuhi kebutuhannya itu. Tentunya kondisi ini mampu mendorong
perusahaan-perusahaan untuk saling bersaing diantara mereka, satu sama lain saling
merebut pasar. Masing-masing perusahaan mengeluarkan jurusnya masing-masing, ada
yang melalui promosi, ada yang melalui kebijakan harga, dan juga tak jarang melalui
inovasi produk, dalam rangka memenangkan persaingan. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian (Ahmad Vian Abdul Fatah, Fe Unikom) bahwa inovasi produk berpengaruh
secara positif dan significant antara inovasi produk dengan keunggulan bersaing Pada
UKM batik Deden, Tasikmalaya. Strategi inovasi produk atau dengan kata lain
pengembangan produk akan dapat meningkat nilai tambah bagi suatu produk. Inovasi
produk dapat menciptakan produk baru, bisa berupa produk pengganti, produk imitasi
dan produk benar-benar baru. Inovasi tersebut harus mampu membuat produk berbeda
dengan produk yang lain dimata konsumennya.
Perubahanan gaya hidup akan menjadi peluang bagi perusahaan-perusahaan, salah
satunya adalah perusahaan sepatu. Hal ini mengakibatkan persaingan yang ketat
diantara para industri sepatu. Masing-masing perusahaan berusaha merebut perhatian
konsumennya dengan berbagai design, warna, kualitas, ukuran .dll.
Perusahaan sepatu Ugama yang berkedudukan di cimahi, dalam rangka merebut hati
dan memuaskan konsumen telah melakukan berbagai perubahan dari design hingga
pelayanan purna jual. Namun berdasarkan survey penulis lakukan terhadap konsumen
produk sepatu ugama sebanyak 36 orang menyatakan masih terdapat adanya ketidak
cocokan item-item pada perubahan sepatu ugama tersebut misalnya ; warnanya masih
terlalu muda, modelnya masih lama dlsb, berikut penulis sajikan tabel pra survey :
Tabel : 1
Tentang Keluhan Konsumen
Pertanyaan
1. Warna sepatu merk Ugama tidak
menarik
2. Design sepatu Ugama terbatas
3. Kualitas sepatu merk Ugama kuat
4. Bahan baku sepatu merk Ugama
keras
5. Harga sepatu merk Ugama mahal .
Sumber : Pra Survey
% (Ya)
76
% (Tidak)
24
83
77
31
17
23
69
11
89
Atas dasar pernyataan tersebut diatas, terlihat rata-rata 50% lebih konsumen belum
merasa puas, padahal mereka sudah mengenal sepatu merk ugama ini. Perusahaan
sepatu Merk Ugama berawal dari perusahaan home industri, yang mampu rata-rata per
minggu memproduksi 500 pasang sepatu.
148
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam upaya memberikan kepuasan terhadap
konsumen sepatu Ugama melalui “ Inovasi Produk dan Ekuitas Merk terhadap
Kepuasan Konsumen sepatu merk Ugama di Cimahi “ perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Bagaimana tanggapan konsumen tentang inovasi produk dan ekuitas merk
produk sepatu merk Ugama?
b. Bagaimana tanggapan tingkat kepuasan konsumen sepatu merk Ugama ?
c. Seberapa besar pengaruh inovasi produk dan ekuitas merk terhadap Keputusan
Pembelian sepatu Merk Ugama ?
TINJAUAN LITERATUR
Persaingan diantara perusahaan semakin lama semakin kuat, hal tersebut dilakukan
tidak lain adalah untuk merebut pangsa pasar yang ada. Berbagai cara atau strategi
perusahaan dilakukan, salah satunya adalah strategi inovasi produk. Menurut (Stephen
Robbins dan Timothy A. Judge, 2008) Inovasi “ sebagai suatu gagasan baru yang
diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.”
Sedangkan (Everett M. Rogers ,1983) ; Mendefinisikan bahwa inovasi adalah suatu ide,
gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang
baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Lebih lanjut (Fandy Tjiptono ,et.al ,
2008: 438) mengungkapkan bahwa inovasi bisa diartikan sebagai implementasi praktis
sebuah gagasan ke dalam produk atau proses baru, dengan demikian evaluasi terhadap
inovasi produk dapat dilakukan melalui dimensi perluasan produk, proses
pengembangan produknya, produk baru (produk inovatif). Inovasi produk harus mampu
memberikan nilai tambah produk, dengan dengan harapan konsumen dapat terpenuhi.
Kondisi ini disebut dengan Ekuitas merk. Lebih lanjut (Kottler & Keller, 2009)
menyatakan : “ Brand equity is the added value endowed on products and services,
which may be reflected in the way consumer, think, feel, and act with respect to brand”.
Sedangkan (Aaker dalam yansen, 2014) mengemukakan ekuitas merk adalah
seperangkat asset dan liabilitas merk yang berkaitan dengan suatu merk, nama dan
simbolnya, sehingga mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah
produk kepada perusahaan atau pelanggannya.
Merk merupakan sesuatu yang penting bagi konsumen atau produsen, karena
dengan adanya merk mampu membantu konsumen dalam mengevaluasi sebuah produk
yang hendak dibelinya, disamping itu merk juga dapat membantu meyakinkan
konsumen bahwa produk yang dibelinya mempunyai kualitas atau merk yang baik.
Selain itu, merk juga mampu membantu mengatur persediaan, menawarkan perlidungan
hukum. Jika konsumen membeli sebuah produk karena karakteristiknya, misalnya
harga, design, kualitas, kenyamanan, pelayanan, simbol, dllsb,nya, maka merk tersebut
mempunyai nilai ekuitas yang tinggi (Astuti & Cahyadi, 2007). ( Aaker dalam Yansen,
2014) untuk meningkatkan sebuah merk dapat dilakukan melalui indikator-indikator
Brand awarness, Perceived Quality, Brand Asosiation, dan brand Loyality. Ekuitas merk
yang bernilai positif akan menguatka keputusan belinya, sedangkan ekuitas merk
bernilai negatif akan mengurangi keputusan belinya. Ekuitas merk yang kuat
memungkinkan perusahaan meningkatkan marjinnya, selain itu juga ekuitas merk
149
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
mampu meningkatkan penjualan karena mampu meningkatkan loyalitas distribusinya.
Sedangkan (Schiffman dan Kanuk, 2007;492) menjelaskan yang dimaksud dengan
proses pengambilan keputusan adalah “ A stage of the proses associated with the way
consumers make purchase decisions “.
Pada umumnya, konsumen sebelum melakukan pembelian terhadap suatu produk
tertentu terlebih dahulu melewati beberapa tahap yaitu, pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku pasca membeli. Hal ini
dilakukan agar dalam pembelian suatu produk tidak keliru. Dengan demikian dapat
dirumuskan hipotesis, bila suatu inovasi produk dan ekuitas merk sesuai dengan
keinginan konsumen, maka konsumen akan melakukan proses keputusan Pembelian.
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Inovasi Produk
(X1)
Proses Keputusan
Beli
Ekuitas Merk
(X2)
Gambar : 1
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas , maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut: “Terdapat Pengaruh yang significant antara Inovasi Produk dan Ekuitas Merk
terhadap Keputusan Pembelian”
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Variabel
yang diteliti adalah inovasi produk sebagai variabel X1 dan ekuitas merk sebagai
variabel X2. Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan
populasi penelitian ini adalah para konsumen yang produk sepatu Ugama di Cimahi.
Penelitian ini menggunakan sample yang berjumlah 100 orang, yang dapat diperoleh
dengan rumus :
N
= ----------------(1 + Ne 2)
Dimana :
n = Besarnya sample
N = Jumlah populasi
n
150
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Teknik sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling dengan kriteria penilaian
jawaban sebagai berikut :
Tabel 2. Skor Kriteria Jawaban
Pernyataan
Skor
Sangat Setuju (SS)
5
Setuju (S)
4
Cukup Setuju (CS)
3
Tidak Setuju (TS)
2
Sangat Tidak Setuju (STS )
1
Sumber : Sugiyono
Regresi Berganda
Analisis regresi berganda dilakukan untuk menjelaskan kontribusi/pengaruh masingmasing variabel independent (X1 ; X2 ; .....dst) terhadap variabel dependent/terikat (Y)
dengan rumusan sebagai berikut :
Y = a + BX1 + BX2 +.... Bn
Dimana :
Y
= Keputusan pembelian
X1 = Inovasi produk
X2 = Ekuitas Merk
a = Konstanta
b
= Nilai arah/koefisien
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tanggapan responden mengenai inovasi Produk sepatu Ugama, dapat dijelaskan pada
tabel 3.
Tabel 3
Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Inovasi Produk
NO
Pernyataan
A
1
Perluasan lini Produk
Model Sepatu Ugama banyak
pilihan
2
Sepatu
Ugama
mengede
pankan model yang menarik.
SS
S
CS
TS
STS
RataRata
Ket.
7
41
18
34
0
3.21
Cukup
Baik
0
51
27
22
0
3.29
Cukup
Baik
151
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
B
4
Pengembangan Produk
Model sepatu Ugama selalu
unik
5
Model Sepatu Ugama tidak
meniru
Inovasi Produk
Model dan bahan sepatu
Ugama tidak sama dengan
yang lain.
Model sepatu Ugama tidak
mudah ditiru
Jumlah
C
6
7
46
43
5
6
0
4.29
Sangat
Baik
4
25
52
19
0
3.14
Cukup
Baik
28
39
30
3
0
3.92
Baik
4
9
57
30
0
2.87
Cukup
Baik
Rata-
Rata
X
20.72
3.45
Baik
Sumber : Data Olahan
Tabel 3, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Inovasi
Produk adalah sebesar 3.45 artinya Inovasi Produk sepatu Ugama “Baik”, karena berada pada
interval 3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena inovasi sepatu Ugama tidak ketinggalan jaman,
warnanya menarik, model sesuai dengan keinginan konsumen serta bahan baku yang bagus dan
kuat. Disamping itu pilihan modelnya mempunyai banyak pilihan, karena perusahaan sepatu
Ugama selalu mengedepankan pelayanan terhadap konsumen.
Tanggapan responden mengenai Ekuitas Merk Dapat dijelaskan pada tabel 4
Tabel 4
Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Ekuitas Merk
NO
Pernyataan
A
Brand Awarness
Saya dapat mengingat logo dan
simbol sepatu Ugama
1
2
3
B
4
5
6
7
C
8
9
10
SS
S
CS
TS
STS
RataRata
Ket.
15
67
17
1
0
3.96
Baik
Bila diminta menyebutkan
merk sepatu, yang ada dibenak
saya adalah Merk Ugama
Saya mengenal sekali produk
sepatu merk Ugama
Perceived Quality
Sepatu yang berkualitas adalah
merk Ugama
27
54
17
2
0
4.06
Baik
17
57
26
0
0
3,94
Baik
11
55
27
7
0
3,70
Baik
Sepatu merk Ugama Kuat
Sepatu merk Ugama sesuai
dengan
kebutuhan
dan
keinginan saya
Sepatu merk Ugama nyaman
dipakai
Brand Assosiation
Sepatu Ugama adalah sepatu
dengan inovasi terbaru
Lokasi
penjualan
Sepatu
Ugama mudah dicari
Sepatu Ugama memberikan
13
12
60
63
23
22
4
3
0
0
3,82
3.84
Baik
Baik
29
48
23
0
0
4.06
Baik
23
53
16
8
0
3.91
Baik
12
53
28
7
0
3.70
Baik
10
72
10
8
0
3.84
Baik
152
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
D
11
12
13
manfaat .
Brand Loyality
Saya selalu menggunakan
sepatu Ugama
Saya akan merekomendasikan
merk Ugama pada teman
Saya tidak terpengaruh promosi
merk sepatu lain
Jumlah
11
61
19
9
0
3.74
Baik
24
57
19
0
0
4.05
Baik
17
71
10
2
0
4.03
Baik
Rata-
Rata
X
Rata-
Rata
50.62
3,89
Baik
Sumber : Data Olahan
Tabel 4, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Ekuitas Merk
adalah sebesar 3.89 artinya Ekuitas Merk sepatu Ugama “Baik”, karena berada pada interval
3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena sepatu Ugama dapat memberikan nilai, manfaat, kepada
konsumennya. Misalnya, sepatu merk Ugama nyaman dipakai, awet, model menarik, merknya
dapat dibanggakan, sehingga konsumen tidak merasa rugi untuk menggunakan sepatu merk
Ugama.
Tanggapan Responden tentang proses Keputusan Pembelian dapat dijelaskan pada tabel
5, di bawah ini:
Tabel 5
Rata-rata Tanggapan Responden Tentang Keputusan Pembelian
NO
Pernyataan
A
Pengenalan
Masalah/kebutuhan
Anda membeli sepatu sesuai
untuk kebutuhan
1
SS
S
35
46
CS
3
TS
STS
3
0
RataRata
4.13
Ket.
Cukup
Baik
B
Pencarian Informasi
2
Sebelum melakukan pembeli
an anda mencari informasi .
Evaluasi Alternatif
28
53
16
3
0
4.06
Cukup
Baik
Baik
Sebelum melakukan anda
akan membanding-banding
kan atau memilih-milih
terlebih dahulu.
Keputusan Pembelian
Bila sesuai dengan kebutuhan
dan
keinginan
akan
melakukan pembelian
Perilaku Pasca Membeli
Produk sepatu Ugama pilihan
anda yang membuat anda
bangga
Jumlah
24
56
20
0
0
4.04
Baik
40
39
15
6
0
4.13
Baik
28
53
16
3
0
4.06
Baik
Rata-
Rata
X
Rata-
20.42
4.08
Baik
C
3
D
4
E
5
153
Rata
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sumber : Data Olahan
Tabel 5, di atas, menjelaskan bahwa rata-rata pernyataan responden mengenai Proses keputusan
pembelian adalah sebesar 4.08 artinya proses pengambilan keputusan sepatu Ugama “Baik”,
karena berada pada interval 3.40 – 4.19. Dikatakan baik karena sepatu Ugama dibutuhkan
konsumen karena model, warna, kualitas dan lain2.
Analisis Pengaruh Inovasi Produk dan Ekuitas Merk terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan, seperti terlihat pada Tabel 6
Tabel 6
Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi
Model
1 Constant
Inovasi_produk
Ekuitas_merk
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B
Std. Error
Beta
6.441
.235
.148
1.878
.100
.063
.248
.276
t
Sig
3.336
2.338
3.338
.345
.661
.019
a.Dependent Variable : Keputusan Pembelian
Hasil persamaan regresi linier berganda dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Y = 6.441+ 0,235 X1 + 0,148X2
Tanggapan responden tentang inovasi produk adalah baik, karena berada pada
interval 3.4 - 4.1. hal ini menunjukkan bahwa perusahaan atau industri sepatu merk
Ugama selalu melakukan inovasi terhadap produknya, apakah warnanya, desingnya,
alternatif ukuran yang banyak pilihan, dll. Sedangkan tanggapan respoden tentang
ekuitas merk juga baik, karena berada pada interval 3.40 – 4.19, artinya sepatu merk
Ugama mampu memberikan sesuatu terhadap konsumennya, misalnya konsumen
merasa bangga, merasa nyaman ,harga sepatu merk Ugama terjangkau, dll. Sedangkan
hasil analisa regresi berganda menunjukkan hasil Y = 6.441+ 0,235 X1 + 0,148X2 , hal
ini dapat dijelaskan bahwa apabila inovasi produk dan ekuitas merk bernilai 0, maka keputusan
pembelian sebesar 6.441. Hal ini mengingat bahwa sepatu sudah merupakan kebutuhan primer.
Dalam arti tidak ada inovasi dan ekuitas merk konsumen tetap melakukan pembelian. Bila X1
sebesar 0,235, dapat dijelaskan bahwa pengambilan keputusan dipengaruhi oleh inovasi produk
sebesar 0,235, dan kotribusi atau pengaruh ekuitas merk sebesar 0,148, artinya keputusan
pembelian sepatu merk Ugama dipengaruhi ekuitas merk sebesar 0,148.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa inovasi produk dan ekuitas merk
berpengaruh positif dan significant terhadap keputusan pembelian sepatu merk Ugama di
154
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Cimahi, dengan demikian hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi terhadap perusahaan
atau produsen sepatu untuk lebih atau sering melakukan inovasi terhadap produk yang
dihasilkan, sehingga dengan adanya inovasi produk tersebut perusahaan atau produsen mampu
memberikan nilai bagi pelanggannya. Dengan demikian konsumen tidak ragu-ragu lagi untuk
melakukan pembelian sepatu merk Ugama , yang pada akhirnya tujuan perusahaan dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel dalam Jurnal Publikasi
Bagas Prakosa ( 2005), Pengaruh orentasi Pasar, inovasi dan orientasi Pembelajaran Terhadap
Kinerja Perusahaan untuk mencapai Keunggulan Bersaing ( studi Empiris pada Industri
Manufaktur di Semarang,) Jurnal studi Manajemen dan Organisasi Vol 2 No 1 Januari 2005.
Buku
Fandy Tjiptono, (2008), Strategi Bisnis Pemasaran. Andi. Yogyakarta.
Kotler, Philip dan K. L. Keller. (2007). Manajemen Pemasaran, Ed.12. Jilid 1. Jakarta :
Indeks.
Kotler, P & Armstrong,G (2007), Manajemen Pemasaran, Edisi sembilan. Alih Bahasa:
Drs Alexander Sindoro, Jakarta, Prehallindo
Kotler, P dan Keller, K.L. (2009), Manajemen Pemasaran. Edisi duabelas. PT Indeks.
Gramedia.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi ke-12,
Jakarta: Salemba Empat.
Rogers ,Everett M. (1983) Diffusion of Innovation, The Free Press, A Division of
Macmillan Publishing C., Inc. New York.Shiffman L & Kanuk, LZ, (2008).
Perilaku Konsumen , Edisi tujuh. Alih Bahasa Zoelkifli Kasip. Jakarta. Indeks.
Disertasi/tesis/skripsi
Astuti, Sri Wahyuni dan Cahyadi. I Gde. (2007). Pengaruh Elemen Ekuitas Merk Terhadap
Rasa
Percaya Diri Pelanggan di Surabaya atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda
Ahmad Vian Abdul Fatah, Pengaruh Inovasi Terhadap Keunggulan Bersaing Pada
UKM
Batik Deden , Tasikmalaya , FE Unikom
Dewi, Sensi Trihuana, (2006). Analisis Pengaruh Orientasi Pasar dan Inovasi Produk terhadap
Keunggulan Bersaing untuk Meningkatkan Kinerja Pemasaran. Tesis. Semarang : Program
Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro
BIO DATA :
Nama
Tempat Lahir
Alamat
Mobile
Pekerjaan
: Sri Wiludjeng SP,SE,MP
: Madiun
: Bandung
: 081 2237 8594
: Dosen Universitas Widyatama Bandung.
155
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PERBANDINGAN KARAKTER WIRAUSAHA DAN MANAJER
BERDASARKAN LIMA FAKTOR KEPRIBADIAN: STUDI PADA
WIRAUSAHA DAN MANAJER DALAM BIDANG KULINER DI
JAKARTA UTARA
Jesslyn 1, Hannes Widjaya 2 , Kurniati W Andani 3
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
3
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Pembangunan lima kepribadian yang besar sangat cepat di banyak penelitian
kepribadian. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak hal yang bisa
diprediksi dengan lima ciri-ciri kepribadian yang besar. Sejalan dengan ini, berbagai
perangkat pengukuran telah dikembangkan untuk mengukur lima kepribadian yang
besar. Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah ada perbedaan
karakter antara pengusaha dan manajer berdasarkan model lima faktor kepribadian
bahwa keterbukaan terhadap pengalaman, kesadaran, extraversion, keramahan, dan
neuroticsm. Metode pemilihan sampel adalah dengan convenience sampling. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 pengusaha dan
30 manajer bidang kuliner di Pantai Indah Kapuk, seperti analisis data
responden.technic menggunakan sample t-test independent.
Kata Kunci : lima faktor kepribadian, wirausaha, manajer
ABSTRACT:
Big five personality development is very rapid in many personality research. Various
research has shown that many things that are able to be predicted with the big five
personality traits. In line with this, various measuring devices have been developed to
measure the big five personality. The purpose of this research is conducted in order to
determine whether there are differences in character between entrepreneurs and
managers based on five-factor model of personality that openness to experience,
conscientiousness, extraversion, agreeableness, and neuroticsm. Sample selection
method is by convenience sampling. Method of data collection is done by distributing
questionnaires to 30 entrepreneurs and 30 managers culinary field in Pantai Indah
Kapuk, as responden.technic data analysis using independent sample t-test.
Keywords : big five personality, entrepreneurs, managers
PENDAHULUAN
Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa menjadi seorang wirausaha hanya
membutuhkan koneksi dan modal saja. Namun, dalam menjalankan bisnis tidak hanya
semata-mata ditentukan oleh seberapa banyak koneksi dan besar modal yang dimiliki
156
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
oleh wirausaha tersebut. Sukses dalam dunia bisnis juga sangat dipengaruhi oleh
beberapa indikator yang lain terutama dalam hal karakteristik seorang wirausaha.
Berkembangnya bisnis sangat dipengaruhi oleh karakter seorang wirausaha dalam
pengambilan keputusan, pengembangan produk, dan lain-lain. Seorang wirausaha harus
mempunyai karakteristik yang baik dan kuat. Seorang wirausaha juga di tuntut untuk
dapat menjadi pemimpin bagi karyawannya, maka dari itu lebih baik apabila seorang
wirausaha sudah mengetahui jenis karakter yang dimilikinya untuk dapat menutupi
kelemahan wirausaha dalam berbismis.
Apabila kita lihat sekilas maka karakteristik wirausaha mempunyai kesamaan
dengan manajer. Pengertian dari manajer sendiri adalah seseorang yang mempunyai
tanggung jawab besar untuk seluruh bagian atau organisasi atau bisa diartikan juga
sebagai seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatankegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Seorang manajer juga harus
mempunyai wawasan dan pengetahuan yang sangat luas agar bisa memimpin dengan
baik bagi bawahan di perusahaan atau organisasi tempat manajer tersebut bekerja.
Chandler dan Hanks (1994, dalam Envick dan Langford, 2000:9) berpendapat
bahwa kompetensi wirausaha berbeda dari kompetensi manajer, di mana kompetensi
kewirausahaan terdiri dari enam item yaitu pertama, waktu dan energi yang dihabiskan
untuk mencari produk/jasa yang memberikan manfaat nyata bagi pelanggan. Kedua,
akurasi dalam mempersepsikan kebutuhan yang tak terpenuhi pelanggan. Ketiga,
mengidentifikasi produk/jasa yang diinginkan pelanggan. Keempat, menangkap peluang
yang berkualitas tinggi. Kelima, dorongan yang kuat untuk melihat keseluruhan usaha
mereka. Keenam, kemampuan untuk mengembangkan secara teknis produk/jasa yang
unggul. Sedangkan kompetensi manajer ditandai dengan pertama, alokasi sumber daya
yang tepat. Kedua, mengatur dan memotivasi orang. Ketiga, mengkoordinasikan tugastugas. Keempat, kemampuan untuk mengawasi, mempengaruhi dan memimpin orangorang. Kelima, kemampuan untuk mendelegasikan secara efektif. Keenam, menjaga
organisasi agar berjalan lancar.
Hisrich (1990, dalam Envick dan Langford, 2000:9) membandingkan manajer
dengan pengusaha. Dia menegaskan bahwa manajer berusaha untuk menghindari
kesalahan dan kegagalan sementara pengusaha menerima kegagalan mereka. Tujuan
manajer adalah jangka pendek, sementara tujuan wirausaha adalah jangka panjang (lima
sampai sepuluh tahun kedepan). Dia juga menyatakan bahwa motivasi utama dari
masing-masing kelompok sangat berbeda. Manajer termotivasi untuk memperoleh
kekuasaan dan promosi. Wirausaha termotivasi oleh kesempatan dan kemandirian.
Selain itu, manajer mendelegasikan tugas, sementara wirausaha lebih memilih
keterlibatan langsung.
Untuk membandingkan karakter kedua kelompok individu tersebut, penelitian ini
menggunakan Five Factor ModelMcCrae (FFM) atau juga yang dikenal dengan sebutan
Big Five Factor Model adalah pendekatan model tipe kepribadian yang dikembangkan
oleh Pervin, Cervone & John (2005). Manusia dibedakan kepada karakter-karekter
serta kepribadian yang dipunyai oleh setiap individu. Masing-masing memiliki ciri-ciri
tersendiri, sikap, dan pola berfikir sendiri yang banyak dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan mereka dibesarkan dan bentuk pendidikan yang diperoleh. Teoriteori kepribadian yang ditonjolkannya adalah karakter-karakter kepribadian yang
mungkin dipunyai oleh semua manusia di dunia ini, yaitu openness to experience,
157
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Kelima kepribadian
tersebut biasanya disingkat menjadi OCEAN.
Goldberg, L. R (1993: 27) menjelaskan kelima faktor tersebut yaitu pertama,
openness adalah individu yang tertarik terhadap hal-hal baru dan mempunyai keinginan
untuk mempelajari hal-hal baru. Kedua, conscientiousness adalah faktor pribadi ini
cenderung berhati-hati, tepat waktu, tekun, peka terhadap suara hati, terorganisir,
ambisius dan memiliki motivasi untuk mencapai tujuan. Ketiga, extraversion adalah
faktor ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Seperti mudah bergaul, ceria dan cenderung perhatian terhadap orang lain. Keempat,
agreeableness adalah dimensi ini cenderung lebih patuh dengan individu lainnya dan
menghindari konflik dengan orang lain. Pribadi ini juga mempunyai hati yang lembut
dan baik hati. Kelima, neuroticism adalah pribadi yang cenderung mudah menjadi
cemas, mengasihi diri sendiri, emosional dan rapuh terhadap gangguan yang membuat
orang tersebut stres.
Dengan demikian penelitian perbedaan karakter wirausaha dan manajer akan
berdasarkan lima faktor kepribadian tersebut dan yang akan bermamfaat untuk
pengenalan karakter setiap individu. Dengan uraian tersebut maka inilah yang
mendorong dilakukannya penelitian mengenai masalah penilaian karakter wirausaha
dan manajer dengan judul: “Perbandingan Karakter antara Wirausaha dan Manajer
Berdasarkan Model Lima Faktor Kepribadian: Studi pada Wirausaha dan Manajer
dalam Bidang Kuliner di Jakarta Utara”
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan faktor kepribadian opennes to experience antara wirausaha dan manajer
bidang kuliner. (2)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian
conscientiousness antara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (3)Untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian extraversionantara wirausaha dan manajer
bidang kuliner. (4)Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor kepribadian
agreeablenessantara wirausaha dan manajer bidang kuliner. (5)Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan faktor kepribadian neuroticism antara wirausaha dan manajer
bidang kuliner.
TINJAUAN LITERATUR
McCrae & Costa (1997: 509) mendefinisikan openness to experience adalah orang
yang memiliki imajinasi yang kuat, perhatian terhadap perasaan hati seseorang, lebih
menyukai keragaman dan memiliki keingintahuan intelektual. Seseorang yang
mempunyai karakter openness to experience juga memiliki penilaian independen dan
bukan penilaian yang berdasarkan kepentingan pihak manapun. Seseorang yang
memiliki tingkat openness to experience yang rendah cenderung konvesional dalam
perilaku dan konservatif dalam pandangan, respon emosionalnya pun masih sedikit
diredam.
Barrick & Mount (1993, dalam Rothmann & Coetzer, 2003: 69) mendefinisikan
conscientiousness adalah seseorang yang mempunyai kontrol diri dan aktif dalam
perencanaan, pengoorganisasian dan melaksanakan tugas. Conscientiousness adalah
orang yang memiliki tujuan, mempunyai tekad yang kuat dan kemauan yang keras serta
orang yang terencana. Tetapi sisi negatif apabila seseorang memiliki nilai yang tinggi
pada segi Conscientiousness dapat menyebabkan seseorang tersebut terlihat
158
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
menjengkelkan karena mereka akan cenderung rewel dan sangat pemilih. Sedangkan
orang yang memiliki nilai rendah pada Conscientiousness mempunyai sikap yang
ceroboh dan perhatiannya mudah teralih.
Rothmann & Coetzer (2003: 69) mendefinisikan extraversion sebagai kepribadian
yang senang bersosialisasi dengan orang lain, memiliki ketegasan, senang untuk
beraktivitas, dan banyak bicara. Seseorang yang memiliki kepribadian extraversion juga
adalah seseorang yang optimis dan enerjik.
McCrae & Costa (1992: 657) mendefinisikan bahwa seseorang yang memiliki
tingkat agreeableness yang tinggi dapat dicirikan sebagai seseorang yang penuh
kepercayaan, pemaaf, peduli terhadap sesama dan mudah ditipu karena mereka
cenderung gampang mempercayai orang lain. Seseorang dengan tingkat agreeableness
yang rendah cenderung hanya mementingkan diri sendiri dan gampang curiga terhadap
orang lain.
Gosling, Rentfrow & Swann (2003: 508) mendefinisikan bahwa seseorang yang
mempunyai karakter neuroticism adalah seseorang yang memiliki emosi yang tidak
stabil, tidak percaya diri, minder, dan mudah stres.
Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) ia
meneliti tentang perbedaan karakter antara wirausaha dan manajer dengan
memfokuskan pada 218 subjek yang terdiri dari 119 wirausaha dan 99 manajer. Metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan kuesioner. Hasil riset Envick &
Langfod (2000: 13) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan pada faktor
kepribadian openness to experience, extraversion dan neuroticism antara wirausaha dan
manajer. Dua hasil lainnya menunjukkan perbedaan yang signifikan pada faktor
kepribadian agreeableness dan conscientiousness antara wirausaha dan manajer.
Kemudian Zhao & Seibert (2006: 259) meneliti tentang hubungan antara
kepribadian dan status kewirausahaan, untuk menguji kepribadian Zhao & Seibert
menggunakan Five Factor Model (FFM) yaitu openness to experience,
conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Sampel dalam
penelitian ini adalah wirausaha dan manajer. Hasil riset Zhao & Seibert (2006: 264)
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada faktor kepribadian
extraversion antara karakter wirausaha dan manajer, sedangkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada faktor kepribadian openness to experience, conscientiousness,
agreeableness dan neuroticism antara karakter wirausaha dan manajer.Hipotesis yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah:
METODE PENELITIAN
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yang termasuk non-probability sampling, artinya teknik pengambilan sampel
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 218). Teknik yang digunakan dalam
metode non-probability sampling adalah teknik purposive sampling.
Jumlah responden yang digunakan sebagai sampel adalah 60 sampel yang terdiri
dari 30 wirausaha dan 30 manajer didasarkan pada penentuan sampel besar, yaitu n
lebih besar dari 30 (Supranto, 2003: 28). Responden dalam penelitian dalam penelitian
ini adalah wirausaha dan manajer bidang kuliner di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan
memalui pembagian angket kepada wirausaha dan manajer bidang kuliner di Pantai
159
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Indah Kapuk, Jakarta Utara. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab menggunakan indikator yang diadopsi dari Mccrae and
John (1992:178).
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan kompulasi
program SPSS (Statistical Product and Service `Solution ) dengan tingkat kesalahan (α)
sebesar 5%. Dalam penelitian komperatif ini, penulis menggunakan Uji Beda T-test
untuk sampel yang independen (tak berhubungan). Penulis menggunakan alat bantu
software SPSS dengan tingkat kesalahan (α) sebesar 5% untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer bidang kuliner di
Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara berdasarkan model lima faktor kepribadian.
Dilakukannya pengujian Uji Beda T-test karena jumlah sampel dibawah 30, data
dianggap berdistribusi normal dan data kedua kelompok sama (Santoso dan Tjiptono,
2001: 155).
Berikut cara melakukan pengujian Uji Beda T-test: (1) Output bagian pertama
(Group Statistics) Terdapat perbedaan rata-rata dalam dua kelompok, masalahnya
apakah perbedaan tersebut nyata ataukah tidak. (2) Output bagian kedua (Independent
Sample Test), ada dua tahapan analisis yaitu: Dengan Levine Test, diuji apakah varians
populasi kedua sampel tersebut sama atau berbeda dan dengan t test dan berdasar hasil
analisis Levine Test, diambil keputusan.
Setelah diuji apakah mereka mempunyai varians yang sama atau tidak dengan
ketentuan bahwa seharusnya varians kedua data adalah sama, lalu dilakukan
pengambilan keputusan dengan dasar pengambilan keputusan yang dijadikan acuan
adalah (1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima. (2) Jika probablitias < 0,05, maka
H0 ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian openness to
experience. hasil uji t menunjukkan bahwa wirausaha memiliki tingkat openness to
experience lebih tinggi dibandingkan dengan manajer. Hasil ini mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Zhao & Seibert (2006: 264) yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer dalam kepribadian
openness to experience, wirausaha dikenal sebagai pribadi yang terbuka terhadap
pengalaman baru, wirasusaha juga selalu mencari sesuatu yang baru dan imajinatif,
berbeda dengan manajer yang cenderung menghindari kesalahan, kegagalan dan risiko
yang merugikan perusahaan.
Pada pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
siginifikan
antara
wirausaha
dan
manajer
berdasarkan
kepribadian
conscientiousness.Hasiluji t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat
conscientiousness lebih tinggi dibandingkan dengan wirausaha. Hasil ini mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) dan Zhao &
Seibert (2006: 264) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
wirausaha dan manajer dalam kepribadian conscientiousness. Manajer lebih memiliki
karakter seperti terorganisir, berhati-hati dan bertanggung jawab untuk melaporkan
160
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
kepada atasannya, sedangkan wirausaha lebih banyak mengambil risiko dalam
pengambilan keputusan (Envick & Langford, 2000: 9)
Pada pengujian hipotesis ketiga (H3) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian extraversion.
Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Envick & Langford
(2000: 12) dan Zhao & Seibert (2006:259) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian
extraversion. Wirausaha dan manajer memiliki kepribadian extraversion yang ditandai
dengan mudah bergaul, optimis dan enerjik, karena baik wirausaha dan manajer harus
menjaga hubungan yang baik dengan investor, karyawan dan pelanggan.
Pada pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian
agreeableness.Hasil uji t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat agreeableness
lebih tinggi dibandingkan wirausaha. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Envick & Langford (2000: 12) dan Zhao & Seibert (2006:259) yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara wirausaha dan manajer
berdasarkan kepribadian agreeableness. Manajer memiliki kepribadian agreeableness
yang ditandai dengan murah hati dan tidak memetingkan diri sendiri. Manajer juga lebih
banyak menghabiskan waktu untuk bekerja sama dengan orang lain, sedangkan
wirausaha cenderung lebih memntingkan diri sendiri.
Pada pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
siginifikan antara wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian neuroticism. Hasil uji
t menunjukkan bahwa manajer memiliki tingkat neuroticism lebih tinggi dibandingkan
wirausaha. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhao &
Seibert (2006; 264) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
wirausaha dan manajer dalam kepribadian neuroticism, wirausaha cenderung memiliki
emosi yang lebih stabil dibandingkan dengan manajer (Brandstatter, 1997).
Tabel 1. Uji t Openness to Experience
Levene's Test
for Equality
of Variances
Openness to Equal
Experience variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
F
Sig.
5.968
.018
t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Sig.
(2tailed)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
58
.000
3.567
.903
1.759
5.374
3.950 50.309
.000
3.567
.903
1.753
5.380
t
df
3.950
Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 1 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk openness
to experience dengan equal variances assumed adalah 5,968 dengan probabilitas 0,018
< 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat
161
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
bahwa t hitung sebesar 3,950 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H1 tidak ditolak.
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer
berdasarkan kepribadian openness to experience. Perhatikan bahwa perubahan dari
equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya
degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 50,309, maka dapat diartikan bahwa kesamaan
varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 13,26
%. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang
tidak bertanda negatif, artinya bahwa kelompok pertama memiliki rata-rata yang lebih
besar dibandingkan kelompok kedua maka dapat disimpulkan bahwa wirausaha
memiliki tingkat openness to experience yang lebih besar dibandingkan manajer Pada
kolom terakhir menunjukkan interval yaitu 1,753 < 3,567 < 5,380.
Tabel 2 Uji t Concientiousness
Levene's Test
for Equality
of Variances
F
Concientious
ness
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
11.889
Sig.
t-test for Equality of Means
t
Sig.
(2taile
d)
df
.001 -2.391
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
58
.020 -2.000
.836 -3.674
-.326
-2.391 46.544
.021 -2.000
.836 -3.683
-.317
Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 2 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk
conscientiousness dengan equal variances assumed adalah 11,889 dengan probabilitas
0,001 < 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya
terlihat bahwa t hitung sebesar -2,391 dengan probabilitas 0,020 < 0,05 dan H2 tidak
ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan
manajer berdasarkan kepribadian conscientiousness. Perhatikan bahwa perubahan dari
equal variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya
degree of freedomyaitu dari 58 menjadi 46,544, maka dapat diartikan bahwa kesamaan
varians memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 19,8
%. Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang
bertanda negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar
dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki
tingkat conscientiousness yang lebih besar dibandingkan wirausaha. Pada kolom
terakhir menunjukkan interval yaitu -2,461 < -0,733 < 0,995.
162
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 3. Uji t Extraversion
Levene's Test for
Equality of
Variances
F
Extraversion
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
t-test for Equality of Means
Sig.
2.940
T
.092
Std.
Mean Error
Sig. (2- Diffe Differe
tailed) rence
nce
df
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
.599
58
.552
.500
.835
-1.172
2.172
.599
53.429
.552
.500
.835
-1.175
2.175
Sumber : Hasil Pengelolaahn SPSS
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 3. di atas, terlihat bahwa F hitung untuk
extraversion dengan equal variances assumed adalah 2,940 dengan probabilitas 0,092
> 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians homogen, selanjutnya terlihat bahwa t
hitung sebesar 0,599 dengan probabilitas 0,552 > 0,05 dan H3 ditolak. Artinya tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan
kepribadian extraversion. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances assumed ke
equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of freedomyaitu dari
58 menjadi 53,429, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians memiliki dampak
pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 7,9 %. Kolom mean difference
menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok tidak bertanda negatif, artinya
bahwa kelompok pertama memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan kelompok
kedua maka dapat disimpulkan bahwa wirausaha memiliki tingkat extraversion yang
lebih besar dibandingkan manajer. Pada kolom terakhir menunjukkan interval yaitu 1,172 < 0,500 < 2,172.
Tabel 4. Uji t Agreeableness
Levene's Test
for Equality of
Variances
F
agreeablen
ess
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
4.821
t-test for Equality of Means
Sig.
.032
t
Mean
Sig. (2- Differe
tailed)
nce
df
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-3.959
58
.000
-4.000
1.010
-6.022
-1.978
-3.959
52.822
.000
-4.000
1.010
-6.026
-1.974
SUmber : Hasil Pengelolahan SPSS
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk
agreeableness dengan equal variances assumed adalah 4,821 dengan probabilitas 0,032
163
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
< 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat
bahwa t hitung sebesar -3,959 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H4 tidak ditolak.
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer
berdasarkan kepribadian agreeableness. Perhatikan bahwa perubahan dari equal
variances assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree
of freedomyaitu dari 58 menjadi 52,822, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians
memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 8,9 %. Kolom
mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok yang bertanda
negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar
dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki
tingkat agreeableness yang lebih besar dibandingkan wirasuaha. Pada kolom terakhir
menunjukkan interval yaitu -6,026< -4,000, <-1,974.
Tabel 5. Uji t Neuroticism
Levene's Test
for Equality of
Variances
F
neuroticism
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
10.459
Sig.
.002
t-test for Equality of Means
t
df
Sig.
(2tailed
)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-3.872
58
.000
-2.767
.715
-4.197
-1.336
-3.872
49.470
.000
-2.767
.715
-4.202
-1.331
Sumber : Hasil Pengelolahan SPSS
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 5 di atas, terlihat bahwa F hitung untuk
neuroticism dengan equal variances assumed adalah 10,459 dengan probabilitas 0,002
< 0,05 maka dapat diartikan bahwa kedua varians tidak homogen, selanjutnya terlihat
bahwa t hitung sebesar -3,872 dengan probabilitas 0,000 < 0,05 dan H5 tidak ditolak.
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer
berdasarkan kepribadian neuroticism. Perhatikan bahwa perubahan dari equal variances
assumed ke equal variances not assumed mengakibatkan menurunnya degree of
freedomyaitu dari 58 menjadi 49,470, maka dapat diartikan bahwa kesamaan varians
memiliki dampak pada keefektifan ukuran sampel yang berkurang sekitar 14,7 %.
Kolom mean difference menunjukkan selisih rata-rata dari kedua kelompok bertanda
negatif, artinya bahwa kelompok kedua memiliki rata-rata yang lebih besar
dibandingkan kelompok pertama maka dapat disimpulkan bahwa manajer memiliki
tingkat neuroticism yang lebih besar dibandingkan wirausaha. Pada kolom terakhir
menunjukkan interval yaitu -4,202< -2,767 < 1,331.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dengan melalui
tahap pengumpulan dan pengelolaan data, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
164
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
untuk menjawab permasalahan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) Terdapat
perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan
kepribadian openness to experience. (2) Terdapat perbedaan yang signifikan antara
karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian conscientiousness. (3) Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan
kepribadian extraversion. (4) Terdapat perbedaan yang signifikan antara karakter
wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian agreeableness. (5) Terdapat perbedaan
yang signifikan antara karakter wirausaha dan manajer berdasarkan kepribadian
neuroticism.
DAFTAR PUSTAKA
Brandstatter, H. (1997). Becoming an entrepreneur-a question of personality
structure, Journal of Economic Psychology, 18, 157-177.
Ciavarella, M. A., Buchholtzb, A. K., Riordan, C. M., Gatewood, R. D. & Stokes, G. S.
(2004). The big five and venture survival:is there a linkage, Journal of Business
Venturing, 19, 465-483.
Envick, B. R. & Langford, M. (2000). The five-factor model of personality:assesing
entrepreneurs and managers, Academy of Entrepreneurship Journal, Vol 6, No.1.
Goldberg, L. R. (1993). The structure of phenotypic personality traits,American
Psychologist, Vol 48 No.1, 26-34.
Gosling, S. D., Rentfrow, P. J. & Swann, W. B., Jr (2003). A very brief measure of the
big-five personality domains, Journal of Research in Personality. 37, 504-528.
Malhotra, N. K. (2004). Marketing research: an applied orientation, 4th Edition. New
Jersey: Prentice-Hall.
Malhotra, N. & Birks, D. (2007). Marketing research, 3rd Edition, © Pearson
Education Limited 2007.
McCrae, R. R. & Costa, P. T. (1992). Four ways five factors are basic, Personality and
Individual Differences,Vol. 52 No. 6, 667-673.
McCrae, R. R. And Costa, P. T., Jr (1997). Personality trait structure as a human
universality, Americant Psychologist, Vol. 52 No. 5, 509-516.
McCrae, R. R. And John, O. P. (1992). An introduction to the five-factor model and
its applications, Journal of Personality, 60, 175-215.
Pervin, L. A., Cervone, D. & John, O.P. (2005). Personality: theory and research.
Hoboken. NJ: Wiley.
Rothmann, S. & Coetzer, E. P. (2003). The big five personality dimensions and job
perfomance, Journal of Industrial Psychology, Vol. 29 No. 1, 68-74.
Santoso, S. & Tjiptono, F. (2001). Riset pemasaran konsep dan aplikasi dengan SPSS.
Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Sekaran, U. (2003). Research methods for business: a skill building aproach, New
York-USA: John Wiley and Sons, Inc.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supranto, J.(2003). Metode penelitian hukum dan statistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zhao, H. & Seibert, S. E. (2006). The big five personality dimensions and
entrepreneurial status: a meta-analytical review, Journal of Applied Psychology,
Vol.91 No. 2, 259-271.
165
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH PERANAN DARI ORANG TUA, ANGGOTA
KELUARGA DAN ANGGOTA NON KELUARGA TERHADAP
KESUKSESAN BISNIS KELUARGA DENGAN KEHARMONISAN
KELUARGA SEBAGAI VARIABEL MEDIASI
Lydiawati Soelaiman1, Sanny Ekawati2, Ida Puspitowati3
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
3
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Indonesia merupakan suatu Negara dengan jumlah perusahaan yang besar, bahkan banyak perusahaan go
public yang dikendalikan oleh keluarga. Dalam beberapa penulisan menunjukkan pada umumnya
perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan non
keluarga.Dari kajian literatur, kelangsungan perusahaan keluarga dipengaruhi oleh peran orang tua,
anggota keluarga dan anggota non keluarga, selanjutnya dalam tulisan ini dimasukkan keharmonisan
keluarga sebagai variabel mediasi. Dalam penelitian ini diambil sebanyak 50 bisnis keluarga di Jakarta
Barat dengan teknik judgemental sampling. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pada perusahaan
keluarga di Jakarta Barat peranan orang tua dan peranan anggota non keluarga memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap keharmonisan keluarga, sementara peranan anggota keluarga tidak
demikian. Selanjutnya hanya peranan anggota non keluarga bersifat signifikan terhadap kesuksesan
bisnis keluarga . Dengan demikian, untuk bisnis keluarga di Jakarta Barat, orang tua berperan penting
menjaga keharmonisan, namun peran orang tua sebagai generasi sebelumnya tidak lagi memiliki
pengaruh pada kesuksesan bisnis keluarga. Selain itu, diperoleh kesimpulan bahwa semakin sedikit
anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis maka akan semakin baik terhadap keharmonisan dalam
keluarga. Kesuksesan pada bisnis keluarga justru tergantung pada anggota non keluarga yang memiliki
kemampuan dan sikap yang lebih profesional. Pada penelitian ini, keharmonisan mampu memediasi
kesuksesan bisnis keluarga.
Kata Kunci: bisnis keluarga, peran orang tua, peran anggota keluarga, peran anggota non keluarga,
keharmonisan keluarga, kesuksesan bisnis
ABSTRACT:
Indonesia is a country with a large number of companies, even many go public companies controlled by
the family. In some writings indicate generally family companies tend to have better performance
compared with non-family companies.From literature review, family company survival is influenced by
the role of parents, family members and non-family members, then in this paper included family harmony
as a mediation variable . In this research, there are 50 family business in West Jakarta with judgmental
sampling technique. From the result of the research, it is found that in the family company in West
Jakarta the role of parents and the role of non-family members has a significant and positive influence on
family harmony, while the role of family members is not the case. Furthermore, only the role of nonfamily members is significant to the success of the family business. Thus, for family businesses in West
Jakarta, parents play an important role in maintaining harmony, but the role of parents as previous
generations no longer has an impact on the success of family businesses. In addition, the conclusion is
that fewer family members are involved in the business, the better the harmony in the family. Success in
family business is dependent on non-family members who have more professional skills and attitudes. In
this study, harmony is able to mediate the success of family business.
Keywords: family businesses, the role of parents, the role of family members, the role of non-family
members, family harmony, business success
166
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan jumlah perusahaan keluarga yang besar.
Perusahaan keluarga merupakan suatu organisasi dengan keterlibatan anggota keluarga
dimana keluarga itu yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan. Lebih dari 90%
perusahaan di Indonesia merupakan perusahaan keluarga dan dikendalikan oleh
keluarga (Verawati Hansen dan Junarti, 2014). Bahkan, di Indonesia, banyak
perusahaan go public yang sahamnya masih dikuasai oleh keluarga. Kondisi ini tentu
berpengaruh pada sistem manajemen perusahaan.
Mempertahankan keberadaan perusahaan merupakan salah satu tantangan tersendiri
untuk perusahaan keluarga. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2012)
kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan pada bisnis keluarga dan keberhasilan
dalam bidang finansial. Menurut Ilse Matser dan Jozef Lievens (2010) kesuksesan
bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi perusahaan di masa depan.
Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010), faktor yang berpengaruh
langsung terhadap kelangsungan perusahaan keluarga adalah pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan yang antara lain terdiri dari orang tua, anggota
keluarga lain dan anggota non keluarga. Orang tua merupakan generasi utama yang
menjalankan bisnis keluarga. Peran orang tua sangat berpengaruh pada kesuksesan
bisnis keluaga. Peranan orang tua merupakan peranan yang utama bagi anak – anak
mereka dan bertanggung jawab atas keberhasilan anak – anak mereka. Dimulai dari cara
mendidik generasi selanjutnya sampai dengan cara mengelola perusahaan ( Munirwan
Umar, 2015 ). Menurut Grant Gordon dan Nicholson (2008) peran orang tua sangatlah
penting dan berpengaruh, terutama berkaitan dengan pembagian sumber – sumber
modal.
Di samping peranan orang tua, peranan anggota keluarga lain juga berpengaruh
terhadap kelangsungan sebuah perusahaan. Pada umumnya, perusahaan keluarga
cenderung memiliki kinerja yang lebih unggul daripada perusahaan non-keluarga. Hal
ini terjadi karena anggota keluarga lain juga memiliki komitmen yang tinggi pada
perusahaannya karena mereka ingin mempertahankan perusahaan agar dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya. Hal ini terjadi karena anggota keluarga tersebut terlibat
aktif dalam pengelolaan perusahaan (Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2010).
Keterlibatan anggota non-keluarga di bisnis keluarga juga memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap pertumbuhan bisnis. Menurut Shelley Farrington dan Elmarie
Venter (2010) yang dimaksud dengan anggota non-keluarga adalah anggota non
keluarga yang memiliki pengaruh penting terhadap kesuksesan dan pertumbuhan dari
perusahaan keluarga. Berdasarkan definisi tersebut anggota non keluarga dapat terdiri
dari karyawan non-keluarga, para direktur dewan, dan penasihat profesional atau
mentor. Anggota non-keluarga membuat kontribusi penting untuk memperluas basis
pengetahuan tentang bisnis keluarga karena mempunyai kualifikasi tambahan dan
keterampilan sehingga membantu dalam mengambil keputusan bisnis yang lebih
strategis.
Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga maka manajemen
maupun kinerja perusahaan banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga.
Namun, bisnis keluarga tentu tidak luput dari ragam persoalan yang kadang-kadang sulit
dipecahkan. Misalnya adanya ketidakpercayaan antar sesama anggota keluarga, konflik
167
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dalam kepemimpinan, konflik dalam pengambilan keputusan, perbedaan pola pikir
manajerial antara generasi pertama dan generasi berikutnya, dan sebagainya. Akibatnya,
tidak jarang bisnis keluarga mengalami kemerosotan, bahkan terpaksa tutup, akibat
konflik yang berkepanjangan di internal keluarga (Agustinus Simanjutak, 2010). Oleh
karena itu, keharmonisan dalam keluarga sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan atau kesuksesan perusahaan keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa
dalam Maria N Nancy (2013) keharmonisan keluarga adalah kondisi keluarga yang
merasa bahagia ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap
seluruh keadaan dan keberadaan diri anggota keluarga tersebut yang meliputi aspek
fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota keluarga.
KAJIAN LITERATUR
Pengaruh peranan orang tua, peranan anggota keluarga dan peranan anggota
non-keluarga terhadap keharmonisan keluarga.
Menurut Shelley Farrington dan Elmarie Venter( 2012) hubungan kekeluargaan dan
non keluarga merupakan karakter utama yang akan berpengaruh terhadap keharmonisan
keluarga. Hal ini terjadi karena adanya keterlibatan antara para stakeholders keluarga
dan non keluarga yang berpengaruh pada kenyamanan dan komitmen untuk di masa
yang mendatang.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian adalah:
H1a: Terdapat pengaruh positif peran orang tua terhadap keharmonisan keluarga
H1b: Terdapat pengaruh posistif peran anggota keluarga terhadap keharmonisan
keluarga
H1c: Terdapat pengaruh positif peran anggota non-keluarga terhadap keharmonisan
keluarga
Pengaruh peranan orang tua, anggota keluarga dan anggota non keluarga
terhadap kesuksesan bisnis keluarga.
Farrington dan Venter menyatakan bahwa peran orang tua, anggota keluarga , dan
anggota non keluarga memiliki peran yang penting bagi kesuksesan bisnis keluarga.
Keterlibatan orang tua dalam bisnis keluarga dan dalam hubungan masa kini antara
anak-anak memiliki pengaruh pada kesuksesan bisnis keluarga (Shelley Farrington dan
Elmarie Venter, 2012). Menurut Leach (dalam Shelley Farrington dan Elmarie Venter,
2012), anggota keluarga memiliki kesempatan untuk membangun karir yang menantang
dan memperkaya untuk diri mereka sendiri dalam bisnis keluarga, menikmati beberapa
keuntungan bagi kesuksesan bisnis keluarga. Chua, Chrisman dan Sharma (dalam
Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2010) juga menunjukkan bahwa anggota nonkeluarga membantu bisnis keluarga mempercepat pertumbuhan dengan memberikan
keterampilan yang dibutuhkan dan ide-ide baru. Bisnis keluarga dengan bantuan luar
non keluarga akan meningkatkan kinerja karena adanya tenaga profesional. Usaha kecil
yang melibatkan orang luar (non keluarga) dalam perencanaan strategis akan mengalami
efisiensi dan peningkatan yang lebih besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian adalah:
H2a: Terdapat pengaruh positif peran orang tua terhadap kesuksesan bisnis keluarga
H2b: Terdapat pengaruh positif peran anggota keluarga terhadap kesuksesan bisnis
168
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
keluarga
H2c: Terdapat pengaruh positif peran anggota non-keluarga terhadap kesuksesan bisnis
keluarga
Pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga
Penelitian Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2012) menunjukkan bahwa
perusahaan keluarga yang sukses adalah keluarga yang mampu mempertahankan
keharmonisan dalam keluarganya. Keberlangsungan masa depan yang dirasakan dari
bisnis keluarga adalah dampak dari keharmonisan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian adalah:
H3: Terdapat pengaruh positif keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis
keluarga
Keharmonisan keluarga memediasi peranan dari orang tua, anggota keluarga dan
anggota non- keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga.
Generasi penerus atau anggota keluarga memiliki kesempatan untuk membangun
karir dan memperkaya diri mereka sendiri dalam bisnis keluarga untuk mencapai
kesatuan tujuan bisnis yang memungkinkan bisnis berkembang lebih besar. Untuk itu,
membina keselarasan pribadi dan kebutuhan bisnis adalah penting untuk
mengoptimalkan kesehatan bisnis keluarga yang berdampak pada kesuksesan jangka
panjang. (Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012).
Agar bisnis keluarga untuk bertahan hidup dan untuk menjadi sukses, anggota
keluarga harus memelihara hubungan pribadi mereka dengan satu sama lain
(keharmonisan), serta dengan para pemangku kepentingan non-keluarga lainnya (Swart
dalam Shelley Farrington dan Elmarie Venter, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian adalah:
H4: Keharmonisan keluarga dapat memediasi pengaruh peran dari orang tua, anggota
keluarga,dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga.
Peran orang tua
Peran anggota
keluarga
Peran anggota
non keluarga
H2a
H1a
H1b
Keharmonisan
Keluarga
H3
H1c
H2c
H2b
Gambar 1
METODE PENELITIAN
Hubungan antar variabel
Pengambilan Populasi dan Sampel
169
Kesuksesan
Bisnis Keluarga
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah perusahaan-perusahaan bisnis
keluarga yang ada di Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan metode pemilihan
sampel secara tidak acak (non- probability sampling), artinya teknik pemilihan sampel
yang tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai responden (Naresh K Malhotra, 2005).
Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah judgemental sampling.
Judgemental sampling adalah bentuk sampling dimana pemilihan elemen-elemen untuk
menjadi anggota sampel berdasarkan pada pertimbangan yang tidak acak, biasanya
sangat subjektif (J. Supranto, 2003). Perusahaan keluarga yang dijadikan sampel adalah
perusahaan yang minimal sudah diteruskan pada generasi kedua. Sampel kuesioner
yang terpakai dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 bisnis keluarga yang berada di
Jakarta Barat.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer. Data dapat
diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada bisnis keluarga. Variabel bebas dari
penelitan ini adalah peran orang tua, peran anggota keluarga, dan peran anggota nonkeluarga, sedangkan variabel terikatnya adalah kesuksesan bisnis keluarga dengan
keharmonisan keluarga sebagai variabel mediasi.
Tabel 1. Variabel dan Pengukuran
Variabel
Peran orang tua
Pengukuran
Mengacu pada peran dan
keterlibatan
orang
tua
terhadap kehidupan pribadi
dan perusahaan
Peran anggota keluarga
Mengacu pada keterlibatan
anggota keluarga lainnya
pada bisnis keluarga
Peran anggota non keluarga Mengacu pada keterlibatan
anggota non keluarga pada
bisnis keluarga
Keharmonisan keluarga
Mengacu pada hubungan
yang harmonis antar anggota
keluarga dan hubungan kerja
yang menyenangkan dengan
anggota non keluarga
Kesuksesan bisnis keluarga Mengacu pada pertumbuhan
perusahaan
Sumber: Shelley Farrington dan Elmarie Venter (2010)
Jumlah Indikator
7
3
6
8
5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Sampel
Berdasarkan sampel yang diambil, diperoleh data deskriptif subjek penelitian adalah
68% data bisnis keluarga yang diambil bergerak di bidang kuliner dengan lama usaha
170
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
90% sudah lebih dari 10 tahun. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam bisnis
keluarga ini 86% menjawab kurang dari 5 orang sedangkan jumlah anggota non
keluarga yan terlibat 90% menjawab kurang dari 50 orang.
Validitas dan Reliabilitas
Sebelum melakukan hubungan regresi antar variabel, maka dilakukan uji validitas
dan reliabilitas. Beberapa indikator tidak memenuhi persyaratan validitas karena
memiliki nilai outer loadings < 0,6 sehingga harus dibuang. Gambar di bawah ini adalah
indikator yang telah memenuhi syarat validitas.
Gambar 2
Uji Validitas Data
Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas data untuk mengetahui reliabel atau tidaknya
data pada penelitian ini. Data dianggap reliabel jika memenuhi persyaratan koefisien
reliabilitas minimal 0,7.
Tabel 2.
Uji Reliabilitas
Variabel
Composite
Keterangan
Reliability
Peran Orang Tua
0,804
Reliabel
Peran Anggota Keluarga
0,782
Reliabel
Peran Anggota Non Keluarga
0,854
Reliabel
Keharmonisan Keluarga
0,873
Reliabel
Kesuksesan Bisnis Keluarga
0,778
Reliabel
Analisis Regresi
171
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gambar 3 Koefisien dan tingkat signifikan model pengaruh peranan orang tua,
anggota keluarga, anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga
dengan keharmonisan sebagai variabel mediasi
Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota
keluarga dan pengaruh anggota non keluarga terhadap keharmonisan keluarga untuk
kesuksesan bisnis keluarga maka dilakukan analisis regresi dengan hasil sesuai pada
tabel di bawah ini.
Tabel 3.
Pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota keluarga dan
pengaruh anggota non keluarga terhadap keharmonisan keluarga
Koefisien
Sig
Peran orang tua
0,425
0,003
Peran anggota keluarga
0,158
0,340
Peran anggota non keluarga
0,427
0,002
2
R
0,758
Hasil pada tabel 3 menyatakan bahwa peranan orang tua memiliki hubungan yang
signifikan terhadap keharmonisan keluarga sehingga dapat disimpulkan terdapat
hubungan positif antara peranan orang tua terhadap keharmonisan keluarga (H1a). Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shelley Farrington dan
Elmarie Venter (2010) yang menyatakan bahwa orang tua mempunyai peran penting
dalam menjaga keharmonisan dalam keluarga. Untuk peranan anggota keluarga,
ternyata dari penelitian tidak diperoleh hasil yang signifikan terhadap keharmonisan
keluarga (H1b). Berdasarkan penelitian Lambrecht (2008) ownership yang dipegang
oleh beberapa anggota keluarga dapat meningkatkan permasalahan internal yang lebih
kompleks dan menuju pada konflik dalam keluarga. Untuk peranan anggota non
keluarga ternyata juga memiliki hubungan positif terhadap keharmonisan keluarga
(H1c). Hal ini sesuai dengan penelitian L.R. Sorenson (2000) yang menyatakan bahwa
anggota non keluarga khususnya profesional memiliki korelasi yang sangat baik
terhadap bisnis dan keluarga karena adanya dukungan yang positif.
172
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 4.
Pengaruh orang tua, pengaruh peranan anggota keluarga dan
pengaruh anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga
Koefisien
Sig
Peran orang tua
0,034
0,886
Peran anggota keluarga
0,185
0,244
Peran anggota non keluarga
0,422
0,014
2
R
0,534
Selanjutnya, jika dilihat pengaruh terhadap kesuksesan bisnis keluarga, ternyata
hanya peranan anggota non keluarga yang memiliki pengaruh yang signifikan (H2c)
sedangkan peranan orang tua dan anggota keluarga tidak memiliki pengaruh yang
signifikan. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Shelley Farrington dan Elmarie
Venter (2010) yang menyatakan bahwa terdapat tiga elemen penting yaitu peranan
orang tua, anggota keluarga dan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis
keluarga.
Tabel 5.
keluarga
Pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis
Koefisien
0,183
Sig
0,536
Keharmonisan keluarga
R2
0,423
Hasil pengaruh keharmonisan keluarga terhadap kesuksesan bisnis keluarga pada
penilitian ini tidak memiliki nilai yang signifikan pada penelitian ini. Hal ini juga
berbeda dengan penelitian A.L. Santiago (2000) yang menyatakan hubungan yang
harmonis dalam keluarga merupakan kunci sukses dalam perkembangan bisnis
keluarga.
Efek Mediasi dari Keharmonisan Keluarga
Untuk menguji kemungkinan efek mediasi keharmonisan keluarga antara pengaruh
peranan orang tua, peranan anggota keluarga dan anggota non keluarga terhadap
kesuksesan bisnis keluarga (H4) maka dilakukan beberapa pengujian yang mengacu
pada Baron dan Kenny (1986). Metode untuk mengidentifikasi efek mediasi didasarkan
pada tiga kondisi yaitu: pertama adanya hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen; kedua ada hubungan yang signifikan hubungan
antara variabel mediator dan variabel independen dan ketiga menguji hubungan variabel
independen dan variabel mediator dengan variabel dependen. Jika hubungan antara
mediator dan variabel dependen signifikan dan hubungan variabel independen dan
variabel dependen tidak menjadi signifikan maka terjadi mediasi penuh. Sedangkan jika
hubungan antara variabel independen dan dependen menjadi menurun namun tetap
signifikan maka diperoleh mediasi parsial. Hasil dari pengujian mediasi disajikan pada
gambar berikut:
173
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
0,797 (0,000)
OT
KK
0,669 (0,000)
0,62 (0,008)
0,56 (0,000)
0,048 (0,845)
0,81 (0,000)
Gambar 4
0,215 (0,190)
KK
0,697 (0,000)
AN
K
0,548 (0,000)
AK
KB
K
KK
0,464 (0,008)
0,517 (0,002)
KB
K
0,285 (0,011)
KB
K
Hasil pengujian analisis mediasi
Berdasarkan hasil pengujian analisis mediasi tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa
keharmonisan keluarga mampu menjadi mediasi antara peranan orang tua, peranan
anggota keluarga dan peranan anggota non keluarga terhadap kesuksesan bisnis
keluarga.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada bisnis keluarga
di Jakarta Barat, orang tua memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga
keharmonisan. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kedudukan orang tua yang masih
disegani dan menjadi panutan. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memberikan
panutan yang baik dalam mendampingi anak-anaknya dan mampu menjadi pengendali
hubungan yang harmonis di antara anak-anaknya agar dapat saling bekerja sama. Untuk
penelitian ini, peranan orang tua tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan pada
kesuksesan bisnis keluarga dapat disebabkan karena sampel yang dipilih adalah
perusahaan keluarga yang sudah dijalani oleh generasi kedua atau seterusnya, hal ini
memungkinkan orang tua (sebagai generasi sebelumnya) sudah tidak terlibat lagi secara
langsung dalam keberlangsungan usaha karena sudah melakukan suksesi perusahaan
kepada anak-anaknya.
Untuk peranan anggota keluarga lain yang terlibat dalam bisnis, hasil penelitian
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara peran anggota keluarga terhadap
keharmonisan keluarga dan juga kesuksesan bisnis keluarga. Hal ini dapat terjadi karena
meskipun dalam satu keluarga, namun dapat memiliki pandangan yang berbeda. Dalam
bisnis keluarga sangat rentan terjadinya kepemimpinan ganda. Semakin sedikit jumlah
anggota keluarga yang terlibat langsung (ownership) dalam bisnis akan semakin baik
bagi kinerja pertumbuhan dari bisnis. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peran yang
jelas dan tanggung jawab dari setiap pemilik anggota keluarga supaya tercapai
kesepakatan dan hubungan yang saling mendukung sehingga akan membawa
keharmonisan dalam hubungan keluarga dan juga pada pertumbuhan perusahaan.
Peranan anggota bukan keluarga memiliki pengaruh signifikan yang positif baik
terhadap keharmonisan maupun terhadap kesuksesan bisnis keluarga. Anggota bukan
keluarga akan memberikan kontribusi yang penting berdasarkan pengetahuan yang
174
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
mereka miliki sehingga dapat menambah kualitas dan kemampuan dari bisnis keluarga
itu sendiri. Selain itu, anggota bukan keluarga juga membantu menghindari konflik
internal, memiliki pandangan yang lebih objektif dan memiliki kinerja yang lebih
profesional. Untuk itu, loyalitas dari anggota bukan keluarga perlu dipertahankan karena
memiliki keterlibatan yang penting bagi bisnis keluarga.
Pada penelitian ini, keharmonisan keluarga tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kesuksesan bisnis keluarga karena seperti telah diuraikan di atas, kesuksesan
bisnis keluarga di Jakarta Barat lebih dipengaruhi oleh peranan anggota bukan keluarga
sehingga keharmonisan keluarga tidak terlalu berdampak pada kinerja perusahaan
keluarga.
Di lain sisi, keharmonisan keluarga mampu menjadi mediasi antara peranan orang
tua, anggota keluarga dan anggota keluarga lain karena keunikan dalam bisnis keluarga
adalah kepercayaan dan loyalitas untuk mengembangkan usaha. Untuk itu,
keharmonisan internal dalam keluarga sangat diperlukan untuk meningkatan kesuksesan
bisnis keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Rueben M., dan Keny, David A. (1986). The moderator mediator variable
distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical
considerations. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 51. No. 6. hal.
1173-1182.
Farrington,Shelley., dan Venter, Elmarie. (2010). The Influence of Family And Non
Family Stakeholders on Family Business Success. The Southern African Journal of
Entrepreneurship And Small Business Management. Vol. 3. No. 107. hal 32-60.
Farrington, Shelley., dan Venter, Elmarie. (2012). The Impact of Selected Stakeholders
on Family Business Continuity And Family Harmony. Southern African Business
Review. Vol. 16. No. 2. hal 69-96
Gordon, Grant., dan Nicholson, Nigel. (2008). Family Wars. United Kingdom: Kogan
page corporation.
Hansen, Verawati., dan Juniarti. (2014). Pengaruh Family Control, Size, Sales Growth,
Dan Leverage Terhadap Profitabilitas Dan Nilai Perusahaan Pada Sektor
Perdagangan, Jasa, Dan Investasi. Business Accounting Review. Vol 2. No.1. hal.
121-130.
Lambrecht, J. & Lievens, J. (2008). Pruning the family tree: An unexplored path to
family business continuity and family harmony. Family Business Review. Vol 21,
No.4, hal 295-313.
Malhotra, Naresh K. (2005). Riset Pemasaran Pendekatan Terapan. Jilid 1. Edisi
Keempat. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
Matser, Ilse and Lievens, Jozef. 2010. “The Succession Scorecard, A Tool to Assist
Family Business Trans-Generational Continuity.” Entrepreneurship Journal, Vol. 2,
No. 3, hal 256 - 278.
Nancy, Maria N. (2013). Hubungan Nilai Dalam Perkawinan Dan Pemaafan Dengan
Keharmonisan. Proceeding PESAT. Vol. 5. hal 32-39
Santiago, A.L. (2000). Succession Experiences in Philippine Family Businesses. Family
Business Review, Vol 13 No.1, hal 15 – 40
Simanjutak, Agustinus. (2010). Prinsip-prinsip Manajemen Bisnis Keluarga (Family
175
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Business) Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (PT). Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan. Vol. 12. No. 2. hal 183 – 200
Sorenson, L.R. (2000). The Contribution of Leadership Style And Practices to Family
And Business Success. Family Business Review, Vol 13 No.3, hal 15 – 40
Supranto, J. (2003). Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Umar, Munirwan. (2015). Peranan Orang Tua Dalam Peningkatan Prestasi Belajar
Anak. Jurnal Ilmiah Edukasi. Vol. 1. No. 1. hal 20-28.
176
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH DESAIN LOGO TERHADAP CITRA NEGARA DAN
KEINGINAN UNTUK BERKUNJUNG KE NEGARA SINGAPURA,
MALAYSIA DAN THAILAND
Belinda Kinarwan 1, Franky Slamet 2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh dari desain logo terhadap citra negara dan keinginan
untuk berkunjung dari wisatawan Indonesia ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Variabel
independen yang diteliti adalah disain logo sedangkan variabel dependen adalah citra negara dan
keinginan berkunjung. Populasi yang diteliti merupakan kaum muda dari kalangan mahasiswa yang
pernah berkunjung ke tiga negara tersebut. Penarikan sampel menggunakan metode nonprobabilitas
dengan teknik konveniens. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang didistribusikan
kepada 200 responden. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi ganda. Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh desain logo terhadap citra negara dan keinginan untuk berkunjung
ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pemasar destinasi wisata Indonesia dalam menarik wisatawan mancanegara.
Kata Kunci: disain logo, citra negara, keinginan berkunjung
ABSTRACT:
This study aims to investigate the effect of logo design on country image and willingness to visit of
Indonesian tourists to Singapore, Malaysia and Thailand. The independent variable is logo design and
dependent variables are country image and willingness to visit. Logo design consists of identity
recognition, affective reaction and subject familiarity.The population in this study is young people from
university student who have visited to those countries. Nonprobability sampling with convenience
sampling technique was used in this study. Data were collected using questionnaires distributed to 200
respondents and then were analyzed using multiple regression analysis. The results of data analysis show
that logo design have significant impact on country image and willingness to visit. The results are also
expected to be reference to Indonesian marketers to attract tourist from abroad to visit Indonesia.
Keywords: logo design, country image, willingness to visit
PENDAHULUAN
Pada saat ini, berwisata sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat.
Keinginan untuk berwisata bukan menjadi hal yang sulit untuk sekarang ini. Semakin
maraknya promosi objek wisata dan semakin murahnya jasa penunjang baik akomodasi dan
transportasi, mempermudah masyarakat untuk berlibur.
Menurut Meyer (2009), berwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara
waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau
mencari nafkah melainkan untuk memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang
atau libur dengan tujuan-tujuan yang lain. Berwisata sudah menjadi bagian dari kebutuhan
177
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
sebagian masyarakat Indonesia. Tak hanya bagi kelompok ekonomi mapan, tetapi
masyarakat kelas menengah dan bawah pun mulai memandang penting wisata sebagai
momen rekreasi keluarga.
Secara umum, tingkat penghasilan menjadi penanda intensitas berwisata masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan
seseorang maka semakin besar keinginan untuk berlibur. Data World Tourism Organization
(WTO) mencatat, jumlah wisatawan Indonesia yang bepergian ke luar negeri pada tahun
2015 meningkat tiga persen dibanding tahun 2014 atau sebesar 6,31 juta wisatawan.
Peningkatan jumlah wisatawan ke luar negeri ini bisa terlihat dari peningkatan transaksi
belanja dengan menggunakan kartu kredit untuk perjalanan sepanjang tahun 2015 yang
mencapai lebih dari Rp 800 miliar atau naik 5% dibanding tahun 2014
(www.bisniswisata.co.id, di akses 14 Oktober 2016).
Tujuan wisata favorit wisatawan Indonesia terdiri dari lima negara Asia yakni
Singapura menduduki peringkat pertama di ASEAN yang mencapai 31%, Malaysia
menduduki peringkat kedua mencapai 25%, kemudian berikutnya adalah China sebesar
13% yang banyak dikunjungi karena pengobatan dengan ramuan-ramuan tradisional yang
bagus dan berkhasiat. Selanjutnya, Arab Saudi 7,5% yang banyak dikunjungi untuk wisata
religi, dan Thailand mencapai 5,9% untuk berwisata (www.bisniswisata.co.id, di akses 14
Oktober 2016). Dengan demikian tiga negara di kawasan ASEAN yang paling banyak
dikunjungi wisatawan Indonesia adalah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Untuk memperkenalkan pariwisata ke penduduk dunia yang ada di negara lain, suatu
negara membuat program branding wisata. Salah satu hal yang dilakukan dalam aktivitas
branding wisata yaitu merancang logo dan slogan wisata yang mencerminkan kekayaan
alam, peradaban seni dan budaya suatu negara.
Slogan Your Singapore diluncurkan pada 2010 menggantikan brand lama, Uniquely
Singapore. Logo baru pariwisata Singapura ini sendiri menunjukkan bentuk negara
Singapura dengan warna-warninya.
Slogan Malaysia Truly Asia merupakan salah satu branding slogan pariwisata paling
sukses di Asia. Slogan wisata Malaysia ini bahkan memperoleh beberapa penghargaan,
salah satunya sebagai Best Long Term Marketing and Branding Campaign Gold Awards
pada Asian Marketing Effectiveness Awards 2008.
Slogan Amazing Thailand merupakan salah satu slogan pariwisata tersukses di dunia.
Thailand menggunakan slogan ini sejak tahun 1997 hingga kemudian diikuti negara-negara
lain di Asia Tenggara. Berkat konsistensinya dalam memasarkan pariwisata, Thailand
menjadi salah satu destinasi wisata primadona di Asia Tenggara.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2012)
mengenai pengaruh desain logo terhadap citra negara dan keinginan untuk berkunjung.
TINJAUAN LITERATUR
Desain Logo
Lee et al (2012) mengemukakan bahwa di dalam desain logo terdapat tiga dimensi yaitu
pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif.
Menurut Ackerman (2000:145) identitas adalah representasi paling murni untuk
menciptakan nilai untuk membuat sumbangan milik kita pada dunia tempat kita tinggal.
Tantangan khusus yang dihadapi adalah membebaskan identitas dari hadapan rintangan
fisik, keuangan dan sosial yang menjadi halangan tumbuh.
178
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Menurut Baloglu & McCleary (1999) “Affective image is related to the feelings and
emotions that a tourist destination evokes.” Citra afektif terkait dengan perasaan dan emosi
yang dibangkitkan oleh destinasi wisata. Afektif mewakili perasaan individu mengenai
sebuah objek yang mungkin disukai, tidak disukai atau netral (Fishbein, 1967, dalam Pike,
2008:207). Afektif biasanya menjadi operasional pada tahap evaluasi dari proses pemilihan
destinasi (Gartner, 1993).
Menurut Zajonc (dalam Lee et al, 2012) “Subjective familiarity can increase people’s
affective reactions to logos over time.” Keakraban subjektif dapat meningkatkan reaksi
afektif orang terhadap logo.
Citra Negara
Roth dan Diamantopoulos (dalam Carneiro dan Faria, 2016) mengemukakan bahwa
“Strongly advise against the use of the conative aspect as a component of country image.”
Selanjutnya ia mengemukakan bahwa citra negara adalah “The overall perception
consumers form of products from a particular country.” Dengan demikian, citra negara
merupakan bentuk pemahaman konsumen terhadap negara tertentu berdasarkan pengakuan
akan keuntungan dan kerugian dari produk yang diproduksi dan dipasarkan dari negara
tertentu di masa lampau.
Keinginan untuk Berkunjung
Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (dalam Fue et al, 2009) “Behavioural
intentions can be viewed as indicator that signal whether customers will remain with or
defect from the company.” Keinginan untuk berkunjung merupakan keinginan konsumen
untuk berperilaku menurut cara tertentu yaitu konsumen dapat membentuk keinginan untuk
mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamannya dengan sebuah
produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara
tertentu
Pengaruh Desain Logo terhadap Citra Negara
Menurut Masten (1988) “People transfer sensations generated by visual elements such
as logos to the product itself.” Ketika orang menilai kualitas logo tinggi, mereka
menganggap bahwa produk mereka juga berkualitas tinggi. Logo yang kuat dapat
meningkatkan evaluasi orang dari negara-negara yang mereka promosikan. Dengan kata
lain logo berkualitas buruk dapat merusak citra negara, demikian pula sebaliknya.
Orang biasanya memilih untuk melakukan perjalanan ke negara-negara yang mereka
sukai dan memiliki citra negara yang baik. Menurut Kotler dan Gertner (2002) “Country
images influences people’s purchasing, investing, residence and travel decisions.”
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif.
H1b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif.
H1c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi citra negara secara positif.
Pengaruh Desain Logo terhadap Keinginan untuk Berkunjung
Menurut Edllen dan Staelin (dalam Lee et al, 2012) “As visual symbol, logo are
supposed to be recognize more quickly than words.” Simbol visual lebih cepat dikenali
daripada kata-kata.
Menurut Echtner & Ritchie (2003) “Individuals may have an image of a destination
without visiting it.” Masyarakat memiliki pendangan dan pendapat yang berbeda tentang
179
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
negara-negara lainnya berdasarkan pengalaman pribadi, pendidikan, konsumsi berita, dan
faktor lainnya.
Kotler dan Gertner (2002) menyatakan bahwa logo negara sebagai “information
processing short-cuts.” Masyarakat cenderung untuk memperhatikan informasi yang
menegaskan pengetahuan dan sikap yang sudah ada, dibandingkan menerima informasi
baru yang bertentangan dengan pandangan yang sudah ada.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2a: Pengenalan identitas dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung
secara positif.
H2b: Reaksi afektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung secara
positif.
H2c: Keakraban subjektif dari desain logo mempengaruhi keinginan untuk berkunjung
secara positif.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah kaum muda dari kalangan mahasiswa di
Jakarta yang pernah berkunjung ke negara Singapura, Malaysia dan Thailand.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
nonprobabilitas dengan teknik konveniens. Ukuran sampel ditetapkan sebesar 200.
Responden merupakan mahasiswa Universitas Tarumanagara, Jakarta, yang terdiri atas
81 orang pria dan 119 wanita, yang pernah berkunjung ke negara-negara tersebut.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Untuk memudahkan dalam penilaian
responden terhadap objek yang diukur, dilampirkan gambar logo promosi wisata dari
ketiga negara tersebut seperti yang disajikan pada gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Desain Logo Promosi Wisata Singapura, Malaysia dan Thailand
Pengukuran variabel desain logo, citra negara dan keinginan untuk berkunjung
mengadaptasi instrumen yang digunakan oleh Lee et al (2012), demikian pula dalam
180
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
mengukur pre-existing knowledge and attitude, yang berfungsi sebagai variabel kontrol,
seperti disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 1 . Operasionalisasi Variabel
Variabel
Desain Logo Pengenalan
Identitas
Reaksi Afektif
Keakraban
Subjektif
Citra Negara
Pernyataan
 Saya dapat mengidentifikasi
logo negara ini.
 Logo
ini
menangkap
karakteristik negara yang
diwakilkannya.
 Saya suka logo ini.
 Logo ini membuat saya
merasa bersemangat.
 Logo ini membuat saya
merasa ingin berpetualang.
 Logo ini membuat saya bosan.
Logo ini terlihat akrab bagi saya
walaupun saya belum pernah
melihatnya.
Bagaimana perasaan Anda
terhadap negara ini.
Skala
Likert 1-5
1= sangat tidak setuju.
5= sangat setuju.
Likert 1-5
1= sangat tidak suka.
5= sangat suka.
Keinginan untuk Berkunjung
Saya ingin mengunjungi negara Likert 1-5
ini.
1= sangat tidak setuju.
5= sangat setuju.
Pre-existing Knowledge and  Saya mengetahui tentang Likert 1-5
Attitude
1= sangat tidak setuju.
negara ini.
 Saya merasa positif terhadap 5= sangat setuju.
negara ini.
Pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner tersebut telah diuji validitas dan
reliabilitasnya, dan dinyatakan valid dan reliabel. Koefisien validitas pernyataan
sebagaimana ditampilkan di tabel secara berurut adalah: 0,448; 0,429; 0,508; 0,595; 0,389;
0,696; 0,475; 0,421; 0,548; 0,423; 0,417, dan dinyatakan valid karena lebih besar daripada
0,3 (Hair, 2006). Sementara koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,814, lebih besar daripada
0,6 sehingga dinyatakan reliabel (Malhotra, 2004:268).
Sebelum data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi ganda, terlebih dahulu
dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu tidak terdapat multikolinearitas, memenuhi
normalitas dan tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
syarat asumsi klasik telah terpenuhi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan meregresikan variabel independen,
dependen dan kontrol. Hasil analisis regresi ganda dengan menggunakan koefisien
standar (beta/ β) disajikan pada tabel 2 berikut ini:
181
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Ganda berdasarkan Koefisien Standar (Beta)
Variabel
Pengenalan Identitas
Reaksi Afektif
Keakraban Subjektif
Pre-existing Knowledge
Pre-existing Attitude
Citra Negara
0,232
0,435
0,136
0.133
0,155
Keinginan untuk Berkunjung
0,195
0,437
0,118
0,174
0,170
Persamaan pertama adalah dengan meregresikan pengenalan identitas (X1), reaksi
afektif (X2), keakraban subjektif (X3), pre-existing knowledge (C1) dan pre-existing
attitude (C2) dan citra negara (Y). Persamaan regresi yang diperoleh dengan menggunakan
nilai standar adalah Y= 0,232 X1 + 0,435 X2 + 0,136 X3 + 0, 133 C1 + 0,155 C2.
Pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif menjadi prediktor yang
signifikan terhadap citra negara, setelah pre-existing knowledge dan pre-existing attitude
dikontrol. Reaksi afektif memiliki pengaruh yang paling kuat (β=0,435) dibandingkan
pengenalan identitas (β=0,232) dan keakraban subjektif (β=0,136). Pre-existing knowledge
dan pre-existing attitude menjadi prediktor yang signifikan terhadap citra negara dengan
pre-existing attitude memiliki pengaruh yang lebih kuat (β=0,155) dibandingkan preexisting knowledge β=0,133).
Persamaan kedua adalah dengan meregresikan pengenalan identitas (X1), reaksi
afektif (X2), keakraban subjektif (X3), pre-existing knowledge (C1) dan pre-existing
attitude (C2) dan keinginan untuk berkunjung (Y). Persamaan regresi yang diperoleh
dengan menggunakan nilai standar adalah sebagai berikut Y= 0,195 X1 + 0, 437 X2 + 0.118
X3 + 0,174 C1 + 0, 170 C2. Pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif
menjadi prediktor yang signifikan dari citra negara, setelah pre-existing knowledge dan preexisting attitude dikontrol. Reaksi afektif memiliki pengaruh yang paling kuat (β=0,437)
dibandingkan pengenalan identitas (β=0,195) dan keakraban subjektif (β=0,118). Preexisting knowledge dan pre-existing attitude menjadi prediktor yang signifikan dari citra
negara dengan pre-existing attitude memiliki pengaruh yang lebih kuat (β=0,174)
dibandingkan pre-existing knowledge β=0,170).
Hasil pengujian hipotesis ditampilkan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis
H1a: Pengenalan identitas
dari desain logo
mempengaruhi citra negara
secara positif.
H1b: Reaksi afektif dari
desain logo mempengaruhi
citra negara secara positif.
H1c: Keakraban subjektif
dari desain logo
mempengaruhi citra negara
Signifikansi
0.00
Diterima/Ditolak
Diterima
0.00
Diterima
0.00
Diterima
182
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
secara positif.
H2a: Pengenalan identitas
dari desain logo
mempengaruhi keinginan
untuk berkunjung secara
positif.
H2b: Reaksi afektif dari
desain logo mempengaruhi
keinginan untuk berkunjung
secara positif.
H2c: Keakraban subjektif
dari desain logo
mempengaruhi keinginan
untuk berkunjung secara
positif.
0,00
Diterima
0.00
Diterima
0.00
Diterima
H1a, H1b didukung oleh data dan mendukung temuan dari Lee et al (2012), bahwa
pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi sikap
responden terhadap citra negara secara positif. Sementara H1c juga didukung data tetapi
tidak sejalan dengan temuan Lee et al (2012) bahwa keakraban subjektif tidak secara
signifikan menjadi prediktor bagi citra negara meskipun juga menunjukkan pengaruh yang
positif.
H2a, H2b didukung oleh data dan mendukung temuan Lee et al (2012), bahwa
pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi keinginan
untuk berkunjung secara positif. Sementara H2c juga didukung data tetapi tidak sejalan
dengan temuan Lee et al (2012) bahwa keakraban subjektif tidak secara signifikan menjadi
prediktor bagi keinginan untuk berkunjung meskipun juga menunjukkan pengaruh yang
positif.
Perbedaan responden dapat menjadi penyebab terjadinya perbedaan hasil temuan.
Responden penelitian ini merupakan mahasiswa yang pernah berkunjung ke tiga negara
tersebut sehingga sudah cukup akrab dengan negara yang menjadi objek penelitian.
Sementara penelitian terdahulu dengan objek negara Australia, Kenya dan Malawi yang
mungkin belum banyak diketahui oleh responden. Namun demikian, ukuran sampel yang
hanya mencakup mahasiswa di satu tempat menjadi keterbatasan di dalam penelitian ini
sehingga hasilnya belum dapat untuk digeneralisasi.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa desain logo yang
meliputi pengenalan identitas, reaksi afektif dan keakraban subjektif mempengaruhi
citra negara dan keinginan untuk berkunjung secara positif. Bagi pemasar destinasi
wisata, sebaiknya desain logo menjadi bagian yang perlu mendapat perhatian khusus
karena calon wisatawan amat memperhatikan hal tersebut, yang mempengaruhi citra
negara yang akan dikunjungi dan keinginan untuk berkunjung.
183
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman (2000). Identity is Destiny, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Baloglu & McCleary (1999). A model of destination image formation. Analysis of
Tourism Research, 26(4), 808-889.
Bisnis Wisata, 2015. Jumlah Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri Meningkat Tersedia
di: http://www.bisniswisata.co.id [Diakses pada tanggal 14 Oktober 2016].
Carneiro & Faria (2016). Quest for purposefully designed conceptualization of the
country of origin image construct. Journal of Business Research, Vol. 69, No. 10,
4411-4420.
Echtner & Ritchie (2003). The meaning and measurement of destination image. The
Journal of Tourism Studies, Vol. 14, No. 1.
Fue, Z., Zuohao, H., Rong, C., Zhilin, Y. (2009). Determinants of online service
satisfaction and their impacts on behavioural intention. Total Quality Management,
Vol. 20, No. 9, 953-969.
Gartner, W.C. (1993). Image information process. Journal of Travel & Tourism
Marketing, 2 (2/3), 191-215.
Hair (2006). Multivariate Data Analysis, Sixth Edition, New Jersey: Pearson Education.
Kotler, P. & Gertner, D. (2002). Country as brand, product and beyond: A place
marketing and brand management perspective. Brand Management, 9, 249-261.
Lee, S., Rodriguez, L & Sar, S (2012). The influence of logo design on country image
and willingness to visit: a study of country logos for tourism. Public Relations
Review, 38, 584-591.
Malhotra, N.K. (2004). Marketing Research: An Applied Orientation. Fourth Edition,
New Jersey: Pearson Education.
Masten, D. L. (1988). Logo’s power depends on how well it communicates with target
market. Marketing News, 22, 2.
Meyer, K (2009). Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata, Jakarta: Unesco Office.
Pike, S (2008). Destination Marketing, An Integrated Marketing Communication
Approach. Oxford: Elsevier.
184
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH REPUTASI, BRAND IMAGE, PERCEIVED RISK, ESATISFACTION TERHADAP NIAT MENGGUNAKAN UBER
Margaretha Pink Berlianto
Universitas Pelita Harapan, Karawaci, [email protected]
ABSTRAK:
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagimana reputasi, brand image, resiko yang dirasakan, kepuasan
dan niat pengguna terhadap taksi UBER. Seperti yang diketahui bahwa saat ini moda transportasi online
semakin marak sehingga mengakibatkan persaingan menjadi lebih sengit. Untuk itu diperlukan suatu
investigasi mengenai pandangan pelanggan terhadap reputasi dan brand image UBER dan bagaimana
resiko yang dirasakan, kepuasan dan niat penggunaan pelanggan. Penelitian ini terdiri dari tujuh
hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah brand image berpengaruh positif terhadap kepuasan dan
kepuasan berpengaruh terhadap behavioral intention.
Kata Kunci: reputasi, citra merek, e-kepuasan, persepsi resiko, perilaku niat
ABSTRACT:
The purpose of this study to find out how are reputation, brand image, perceived risk, e-satisfaction and
behavioral intention of UBER taxi users. As we known that the current online transportation more
rampant, resulting competition in this industry becomes more fierce. It required an investigation about
reputation, brand image, perceived risk, e-satisfaction and behavioral intention of UBER users. The study
consists of seven hypotheses. The result shown that brand image has a positive and significant effect to
satisfaction and satisfaction has a positive and significant effect to behavioral intention.
Keywords: reputation, brand image, e-satisfaction, perceived risk, behavioral intention
PENDAHULUAN
Perkembangan internet dan teknologi telah membuat berdirinya berbagai macam ecommerce. Dimulai dari e-commerce yang memberikan layanan penjualan produk
sampai dengan e-commerce yang menyediakan layanan penjualan jasa, seperti layanan
jasa transportasi taksi online, yaitu Uber. Munculnya layanan taksi online seperti Uber
menambah persaingan dalam bidang jasa transportasi, yaitu antara penyedia transportasi
tradisional dan transportasi online seperti Go Car.
Agar dapat unggul dalam persaingan ini dan dapat bertahan terus, masing-masing
perusahaan harus dapat memberikan layanan yang baik agar pelanggan menjadi puas
dan berniat untuk menggunakan transportasi tersebut. Selain layanan baik, faktor
penting lainnya adalah reputasi, perceived risk (Kim dan Lennon, 2013), dan brand
image dari penyedia layanan tersebut agar tercipta kepuasan dan perilaku pembelian
dimasa datang. Kepuasan dan perilaku pembelian sangat penting bagi perusahaan agar
dapat terus bertumbuh dan menjadi masukan dalam pengambilan keputusan dalam
melakukan strategi pemasarannya (Tsiotsou, 2006).
Masih sedikit penelitian yang dilakukan dalam menginvestigasi bagaimana
pengaruh reputasi, perceived risk dan citra merek terhadap kepuasan dan behavioral
intention, khususnya di Jabodetabek dan di bidang layanan penyedia jasa transportasi
online. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana reputasi,
perceived risk, dan citra merek Uber berpengaruh terhadap kepuasan dan behavioral
intention dari generasi Y. Selain memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
185
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pengetahuan, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap
penyedia layanan Uber.
TINJAUAN LITERATUR
Reputasi
Terdapat berbagai titik pandang mengenai reputasi perusahan. Definsi reputasi
perusahaan dapat dilihat dari berbagai macam persepktif. Dalam perspektif akuntansi,
reputasi dilihat sebagai asset bernilai yang tidak berwujud (Chun, 2005). Reputasi
dilihat sebagai sinyal atau ciri dalam sudut pandang ekonomis. Reputasi digambarkan
sebagai karakter yang membedakan tipe perusahaan dan dapat menjelaskan perilaku
strategis sebuah perusahaan dalam teori permainan (Fombrun dan van Riel, 1997).
Reputasi menghasilkan persepsi sebuah perusahaan dan tindakannya diantara
kompetitor, pegawai, investor, pelanggan dan umum dalam teori permainan (Fombrun
dan van Riel, 1997). Dalam pandangan perilaku organisasi, reputasi dilihat sebagai
pengalaman pegawai atau persepsi
organisasi yang dipegang oleh pemangku
kepentingan dari internal perusahaan (Fombrun dan van Riel, 1997). Dalam pandangan
pemasaran, reputasi dilihat sebagai pandangan dari pelanggan atau perspektif pengguna
akhir dan berpusat pada bagaimana reputasi tersebut dibentuk (Fombrun dan van Riel,
1997). Sedangkan definisi reputasi perusahaan berdasarkan pandangan institusi adalah
evaluasi keseluruhan mengenai sejauhmana sebuah perusahaan secara substansial
adalah baik atau buruk. Reputasi juga didefinisikan sebagai representasi persepsi dari
tindakan masa lalu perusahaan serta perkiraan perilakunya di masa depan yaitu daya
tarik universal
yang dimiliki organisasi untuk konstituen kuncinya dibandingkan
dengan pesaingnya. (Fombrun, 1996). Selain itu, Barnett et al. (2006) mendefinisikan
reputasi perusahaan sebagai sejumlah pengalaman pemangku kepentingan dan persepsi
dari identitas dan gambar dari perusahaan. Pada penelitian ini menggunakan definisi
reputasi dari perspektif institusi.
Reputasi perusahaan mempengaruhi sikap berbagai pemangku kepentingan terhadap
organisasi, seperti retensi karyawan, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan
(Chun, 2005). Bagi sebuah perusahaan baru, salah satu faktor penentu keberhasilannya
adalah menciptakan dan memelihara reputasi yang positif (Fischer dan Reuber, 2007).
Reputasi digunakan pelanggan sebagai sinyal dari kualitas sebuah produk atau jasa dan
perusahaan tersebut dapat mengenakan harga yang lebih tinggi kepada pelanggannya
(Shapiro, 1983). Selain itu, perusahaan yang memiliki reputasi positif juga menandakan
bahwa perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan (Gatzert,
2015). Menurut Shandwick (2012), keputusan pembelian yang dibuat oleh pelanggan
diambil berdasarkan reputasi perusahaan bukan berdasarkan produk atau layanan yang
dibeli dan reputasi perusahaan memberikan kepastian mengenai produk yang dibeli dan
kinerja keuangan bukanlah merupakan topik utama dalam keputusan pelangan dalam
pembelian. Reputasi perusahaan juga berkontribusi terhadap market value perusahaan
(Shandwick, 2012). Reputasi adalah sesuatu yang unik yang berasal dari fitur internal
perusahaan yang unik sehingga sulit untuk ditiru (Fombrun dan van Riel, 1997).
186
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Perceived Risk
Perilaku pembelian pelanggan dapat saja beresiko karena keputusan pembelian yang
diambil dapat mengarah pada konsekuensi yang tidak dapat diprediksi dan konsekuensi
yang tidak mengguntungkan (Bauer, 1960). Dalam menjelaskan dan memahami
evaluasi pelanggan, pilihan dan perilaku pembelian, perceived risk merupakan konstruk
penting dalam pemasaran. (Bauer, 1960). Perceived risk dalam pembelian tradisional,
lebih rendah daripada dalam pembelian secara online. Dalam pembelian online,
perceived risk dapat saja terjadi dalam beberapa hal seperti, resiko finansial, resiko
kinerja, resiko psikologi, resiko fisik, resiko sosial, resiko waktu, resiko privasi, resiko
pembayaran, resiko sumber situs dan resiko pengiriman. Kim dan Lennon (2013)
menyatakan bahwa resiko (keuangan, kinerja, psikologi dan waktu) lebih tinggi pada
bisnis online daripada toko offline. Menurut Dowling (1986), pelanggan akan
mengambil strategi pengurangan resiko seperti mencari produk yang bermerek, produk
yang bermutu atau mencari saran dari sumber terpercaya.Menurut Peter dan Ryan
(1976), perceived risk adalah estimasi subjektif pelanggan yang terhubung dengan
konsekuensi dari keputusan pembelian yang salah.
Citra Merek
Citra merek didefinisikan sebagai persepsi merek yang dicerminkan dari asosisasi
mereka yang berada di dalam ingatan konsumen (Keller, 1993). Menurut Roy dan
Banerjee (2007), brand image menggambarkan bagaimana konsumen berpikir
mengenai merek dan perasaan yang dibangkitkan ketika mereka memikirkan merek
tersebut. Oleh karena itu, memahami citra merek merupakan perhatian utama untuk
manajemen jangka panjang merek. Citra merek diturunkan dari evaluasi dari kinerja
merek dan mengacu pada asosiasi yang tidak berwujud dari pelanggan terhadap suatu
merek atau industri (Alwi et al., 2016).
E-satisfaction
Kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyampaian pelayanan
karena dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan akan mengakibatkan
terjadinya pembelian ulang dan pemberikan referensi dari pelanggan yang puas tadi,
sehingga meningkatkan market share (Barsky, 1992). Menurut Martins et al. (2013)
kepuasan berpengaruh terbalik terhadap niat untuk berpindah, dimana pelanggan yang
puas kurang ingin berpindah dibandingkan dengan pelanggan yang tidak puas. Hal ini
berarti bahwa pelanggan yang puas akan enggan untuk berpindah ke merek lain
sehingga menyebabkan pelanggan tersebut menjadi loyal. Pelanggan yang loyal akan
terus menerus menggunakan layanan tersebut dan merupakan asset bagi perusahaan
untuk tetap berkelanjutan. Menurut Oliver (1980), kepuasan merupakan respon afektif
berikut dengan pengalaman harapan-diskonfirmasi yang melibatkan proses kognitif. Esatisfaction adalah kepuasan pelangan dalam menggunakan atau berbelanja di toko
online.
Behavioral Intention
Behavioral intention merupakan sinyal dari pilihan pembelian actual dan keinginan
untuk memonitor (Zeithaml et al., 1996). Menurut Ajzen dan Fishbein (1977),
behavioral intention merupakan komitmen atau keputusan seseorang untuk melakukan
perilaku tertentu dan sering berhubungan dengan perilaku dimasa depan yang jelas.
187
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pada penelitian ini, behavioral intention mengacu pada kecenderungan seseorang untuk
melakukan pembelian atau menggunakan uber.
Hubungan antara Reputasi, Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan
Reputasi yang baik yang dimiliki oleh sebuah perusahaan menunjukkan bahwa
banyak pelanggan yang puas dan sedikit pelanggan yang tidak puas dan terjadinya
peningkatan keuntungan (Chun, 2005). Reputasi perusahaan juga berpengaruh
terhadap perilaku pelanggan, seperti customer perceived value, kepuasan pelanggan,
loyalitas pelanggan, switching cost, dan komitmen pelanggan; perilaku karyawan
seperti komitmen organisasi, turnover intention dan kepuasan karyawan; perilaku
investor seperti loyalitas dan kepuasan investor; behavioral intention seperti niat
membeli, niat untuk bekerja di tempat tersebut dan niat untuk berinvestasi; dan word of
mouth (Maden at al., 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gul (2014) di
Pakistan menemukan bahwa reputasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pelanggan dan loyalitas. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh (Maden et al., 2012). Selain berpengaruh terhadap kepuasan, reputasi juga
berpengaruh positif terhadap behavioral intention, sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Maden et al. (2012). Berdasarkan uraian diatas, maka:
H1: Reputasi berpengaruh positif terhadap kepuasan
H2: Reputasi berpengaruh positif terhadap behavioral intention
Hubungan antara Perceived risk , Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan
Persepsi pelanggan mengenai resiko memainkan peranan penting dalam
menentukan keputusan mereka, seperti keputusan menjadi pelangan tetap dan
berbelanja secara online lebih beresiko daripada berbelanja pada brick and mortar store
(Van den Poel dan Leunis, 1995). Johnson et al. (2008) menemukan bahwa perceived
risk berpengaruh negatif terhadap kepuasan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Chen dan Chang (2013) pada konsumen elektonik di Taiwan. Kim dan
Lennon (2013) pada penelitiannya yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan
bahwa perceived risk memiliki pengaruh negatif terhadap behavioral intention. Hal ini
juga didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh Park et al. (2005) terhadap 244
mahasiswa yang berbelanja online di Amerika Serikat.
H3: Perceived risk berpengaruh negatif terhadap kepuasan
H4: Perceived risk berpengaruh negatif terhadap behavioral intention
Hubungan antara Brand Image, Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan
Menurut Gronholdt et al. (2000), salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan adalah dengan melakukan branding. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Chitty et al. (2007) di Australia yang menemukan bahwa brand image
memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan penelitian dan penelitian yang
dilakukan oleh Martenson (2007) terhadap toko retail. Akan tetapi hasil yang ditemukan
oleh Wu (2011) pada industri perawatan kesehatan menyatakan bahwa brand image
tidak berpengaruh terhadap kepuasan. Brand image yang menyenangkan pada akhirnya
akan menciptakan terjadinya behavioral intention, seperti revisit intention (Wu, 2011).
Citra merek juga berpengaruh terhadap behavioral intention. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakuan oleh Wu (2011) pada bidang perawatan kesehatan di Taiwan.
Maka berdasarkan uraian diatas:
188
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
H5: Brand Image berpengaruh positif terhadap kepuasan
H6: Brand Image berpengaruh positif terhadap behavioral intention
Hubungan antara Kepuasan dan Niat untuk Menggunakan
Berbagai penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
kepuasan dengan behavioral intention, seperti penelitian yang dilakukan oleh (Wu,
2011) di industri perawatan kesehatan di Taiwan, dan penelitian yang dilakukan oleh
Cham et al. (2016) di Malaysia dan Bahsir dan Madhavaiah, (2015) terhadap internet
banking di India. Berdasarkan uraian diatas, maka:
H7: Kepuasan berpengaruh posiitif terhadap behavioral intention
Reputation
H1
H2
H4
E-Satisfaction
Perceived
Risk
H7
Behavioral
Intention
H5
H6
H3
Brand
Image
Gambar 1. Model Penelitian
Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini (2017)
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah individu yang pernah menggunakan pelayanan
taksi Uber. Jumlah kuisioner yang disebarkan terhadap 200 responden dengan teknik
pengambilan adalah purposive sampling, yaitu orang yang pernah menggunakan taksi
UBER. Dari 200 kuisioner yang disebarkan hanya ada 100 sampel yang dapat
digunakan dalam penelitian ini. Semua item menggunakan skala pengukuran five point
Likert Scale. Variabel reputasi terdiri dari tiga pertanyaan yang diadopsi dari Doney dan
Cannon (1997) dan Kim dan Lennon (2013), variabel perceived risk terdiri dari tiga
pertanyaan yang diadopsi dari Kim dan Lennon (2013), variabel brand image terdiri
dari empat pertanyaan yang diadaptasi dari Bayol et al. (2000), variabel kepuasan
terdiri dari tiga pertanyaan yang diadopsi dari Chu et al. (2012) dan variabel behavioral
intention terdiri dari empat pertanyaan yang diadopsi dari Chen dan Barnes (2007).
Analisis data menggunakan Structured Estimate Model dengan menggunakan smartPLS
3.0.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil Responden
Seluruh responden pada penelitian ini pernah menggunaan taksi Uber (100%). Profil
responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Profil Responden
189
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pernyataaan
Pernah Menggunaakan Uber?
Ya
Tidak
Gender
Pria
Wanita
Usia
< 17 tahun
17-24 tahun
>24 tahun
Frekuensi menggunakan Uber dalam waktu 3 bulan terakhir
Tidak pernah
1 kali
>1 kali
Total
Persentase (%)
100
0
100
0
45
55
45
55
3
93
4
3
93
4
7
18
75
7
18
75
Sumber: Hasil pengolahan SPSS, 2017
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan convergent validitiy
dan discriminant validity. Uji convergent validity indikator dapat dilihat dari factor
loading tiap indikator yaitu ≥ 0,7. Pengujian validitas pada tabel dibawah menunjukkan
bahwa seluruh item adalah valid karena memiliki nilai faktor loading ≥ 0,7. Pada
pengujian reliabilitas, semua konstruk memiliki nilai average variance extracted (AVE)
lebih besar dari 0,5 dan nilai composite reliability (CR) ≥ 0,7, sehingga semua konstruk
yang ada reliabel.
Tabel 2. Pengukuran Validitas and Reliabilitas
Kontruks dan item
Outer Loading
Reputation (REP) (CR= 0.910,AVE= 0.771)
RE1
0.868
RE2
0.904
RE3
0.862
Perceived Risk (PR) (CR= 0.871, AVE=0.694)
PR1
0.908
PR2
0.761
PR3
0.824
Brand Image (BI) (CR=0.920, AVE=0.741)
BI1
0.866
B12
0.872
B13
0.844
B14
0.860
Kepuasan (CR= 0,917, AVE= 0,787 )
CS1
0.911
CS2
0.878
CS3
0.873
Behavior Intention (CR= 0947, AVE= 0,818 )
IU1
0.890
IU2
0.919
IU3
0.905
IU4
0.904
Notes: CR= Composite Reliability; AVE= average variance extracted.
Sumber: Hasil pengolahan PLS, 2017
190
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 3 menunjukkan pengujian validitas deskriminan. Discriminant validity yang baik
ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar
konstruk dalam model. Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa semua konstruk
memiliki nilai lebih besar dari korelasi antarr konstruk dalam model. Sehingga dapat
dikatakan bahwa semua konstruk memiliki nilai validitas deskriminan yang baik.
Tabel 3. Validitas Diskriminan
Behavioral Intention
Brand Image
Perceived Risk
Reputasi
Kepuasan
Behavioral
Intention
0.905
0.502
0.058
0.438
0.514
Brand
Image
Perceived Risk
Reputasi
Kepuasan
0.833
-0.034
-0.048
0.878
0.593
0.887
0.861
-0.083
0.737
0.806
Sumber: Hasil pengolahan data PLS (2017)
Tabel 4. Hasil
Hipotesis
Jalur
H1
Reputasi  kepuasan
H2
Reputasi  behavioral intention
H3
Perceived Risk kepuasan
H4
Perceived Risk  behavioral intention
H5
Brand Image  kepuasan
H6
Brand Image  behavioral intention
H7
Kepuasan  behavioral intention
Note: Tingkat signifikansi:p <0.05.
P value
0.489
0.155
0.390
0.195
0.000
0.154
0.008
Hasil
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Sumber: Hasil pengolahan PLS, 2017
Pembahasan
Pada hipotesis pertama menyatakan bahwa reputasi berpengaruh terhadap kepuasan.
Akan tetapi hasil dari penelitian tidak mendukung hipotesis ini, yaitu reputasi tidak
berpengaruh terhadap kepuasan. Hasil nilai rata-rata dari reputasi Uber dalam penelitian
ini adalah baik dan nilai rata-rata dari kepuasan menunjukkan bahwa pada dasarnya
pengguna Uber cukup puas dengan Uber. Hal ini berarti bahwa walaupun sebuah
pemberi layanan memiliki reputasi yang baik, hal ini tidak membuat pelangan menjadi
puas. Kepuasan pelanggan tidaklah dilihat dari sebuah reputasi yang dimiliki oleh suatu
perusahaan.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa reputasi berpengaruh terhadap behavioral
intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reputasi tidak berpengaruh terhadap
behavioral intention. Nilai rata-rata dari behavioral intention menunjukkan bahwa
behavioral intention dari pengguna Uber cukup baik. Hal ini berarti walaupun Uber
memiliki reputasi yang baik bagi penggunanya akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi
niat untuk menggunakan Uber. Meskipun reputasi yang dimiliki Uber baik, tetapi hal ini
tidak mempengaruhi niat menggunakan Uber. Dapat dikatakan pelanggan memiliki
beberapa alternatif untuk memilih menggunakan transportasi yang ada. Mereka dapat
menggunakan transportasi pribadi, taksi tradisional dan lainnya. Uber bukanlah
merupakan pilihan utama pelanggan dalam memilih mode transportasi walaupun
memiliki reputasi yang baik. Bisa saja perusahaan transportasi lainnya memiliki reputasi
yang sama sehingga niat menggunakan terbagi kepada beberapa alternatf lainnya.
191
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hipotesis ketiga dan keempat menyatakan bahwa perceived risk berpengaruh negatif
terhadap kepuasan dan bahevioral intention. Hasil penelitian tidak mendukung
hipotesis ini.
Hipotesis kelima menyatakan bahwa brand image berpengaruh terhadap kepuasan.
Hasil penelitian mendukung hipotesis ini. Berdasarkan hasil rata-rata pada penelitian ini
menunjukkan bahwa citra merek Uber bagi pengguna cukup baik. Kepuasan pelanggan
terhadap Uber juga cukup baik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian
terdahulu yaitu Chitty et al., (2007) dan Martenson (2007).
Hipotesis keenam menyatakan bahwa brand image berpengaruh terhadap
behavioral intention. Hasil penelitian tidak mendukung hipotesis ini, bahwa brand
image tidak berpengaruh terhadap behavioral intention. Hal ini menunjukkan bahwa
pengguna Uber tidak melihat citra merek dalam melakukan perilaku pembelian.
Perilaku pembelian tidak dipengaruhi oleh citra merek perusahaan.
Hipotesis ketujuh menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh terhadap behavioral
intention. Hasil penelitian mendukung hipotesis ini dan juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yaitu Bahsir dan Madhavaiah (2015); Cham et al. (2016) dan L. Wu
(2011).
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa reputasi tidak berpengaruh terhadap
kepuasan dan behavioral intention, perceived risk tidak berpengaruh terhadap kepuasan
dan behavioral intention, brand image hanya berpengaruh terhadap kepuasan dan tidak
berpengaruh terhadap behavioral intention dan kepuasan berpengaruh terhadap
behavioral intention. Implikasi teori dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi
terhadap literatur tambahan di bidang pemasaran bahwwa reputasi tidak berpengaruh
terhadap kepuasan dan behavioral intention, dan brand image tidak berpengaruh
terhadap behavioral intention pada industri layanan transportasi online.
Implikasi manajerial adalah memberikan masukan bahwa berdasarkan hasil dari
penelitian ini, reputasi Uber dan citra mereka Uber berada pada tingkat yang cukup baik
akan tetapi tidak mempengaruhi niat perilaku pengguna terhadap Uber. Hal ini dapat
disebabkan karena beberapa pesaing memiliki reputasi dan citra merek yang setara
dengan Uber. Untuk itu, Uber perlu memikirkan strategi pemasaran atau layanan yang
berbeda dibandingkan dengan pesaingnya. Agar dapat menaikkan niat untuk
menggunakan Uber dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan responden yang telah
bekerja, menggunakan data yang lebih besar, dilakukan di kota lain di Indonesia dan
diaplikasikan pada bidang lain selain jasa transportasi taksi online.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, S. F. S., Nguyen, B., Melewar, T., Loh, Y. H., & Liu, M. (2016). Explicating
industrial brand equity. Industrial Management & Data Systems, 116(5), 858–882.
http://doi.org/10.1108/IMDS-09-2015-0364
Ajzen, I., & Fishbein, M. (1977). Attitude-Behavior Relations : A Theoretical Analysis
and Review of Empirical Research. Psychological Bulletin, 84(5), 888–918.
Bahsir, I., & Madhavaiah, C. (2015). Consumer attitude and behavioural intention
towards Internet banking adoption in India. Journal of Indian Business Research,
192
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
7(1). http://doi.org/10.1108/JIBR-02-2014-0013
Barnett, M. L., Jermier, J. M., & Lafferty, B. A. (2006). Corporate Reputation: The
Definitional Landscape. Corporate Reputation Review, 9(1), 26–38.
http://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1550012
Barsky, J. D. (1992). Customer satisfaction in the hotel industry: meaning and
measurement. Hospitality Research Journal, 16(1), 51–73.
Bauer, R. . (1960). Consumer Behavior as Risk Taking (R.S Hancoc). Chicago:
American Marketing Association.
Bayol, M.-P., De la Foye, A., Tellier, C., & Tenenhaus, M. (2000). Use of PLS Path
Modelling to estimate the European Consumer Satisfaction Index ( ECSI ) model.
Statistica Applicata, 12(3), 361–375.
Cham, T. H., Lim, Y. M., Aik, N. C., & Tay, A. G. M. (2016). Antecedents of hospital
brand image and the relationships with medical tourists ’ behavioral intention.
International Journal of Pharmaceutical and Healthcare Marketing, 10(4), 412–
431. http://doi.org/10.1108/IJPHM-02-2016-0012
Chen, Y.-H., & Barnes, S. (2007). Initial trust and online buyer behaviour. Industrial
Management
&
Data
Systems,
107(1),
21–36.
http://doi.org/10.1108/02635570710719034
Chen, Y., & Chang, C. (2013). Towards green trust. Management Decision, 51(1), 63–
82. http://doi.org/10.1108/00251741311291319
Chitty, B., Ward, S., & Chua, C. (2007). An application of the ECSI model as a
predictor of satisfaction and loyalty for backpacker hostels. Marketing Intelligence
& Planning, 25(6), 563–580. http://doi.org/10.1108/02634500710819941
Chu, P. ., Lee, G. ., & Chao, Y. (2012). Service Quality , Customer Satisfaction ,
Customer Trust , and Loyalty in a E-Banking Context. Social Behavior and
Personality, 40(8), 1271–1284.
Chun, R. (2005). Corporate reputation: Meaning and measurement. International
Journal of Management Reviews, 7(2), 91–109. http://doi.org/10.1111/j.14682370.2005.00109.x
Doney, P. M., & Cannon, J. P. (1997). An examination of the nature of trust in buyerseller relationships. The Journal of Marketing, 61, 35–51.
Dowling, G. R. (1986). Perceived risk: the concept and its measurement. Psychology &
Marketing, 3, 193–210.
Fischer, E., & Reuber, R. (2007). The good, the bad, and the unfamiliar: The challenges
of reputation formation facing new firms. Entrepreneurship: Theory and Practice,
31(1), 53–75. http://doi.org/10.1111/j.1540-6520.2007.00163.x
Fombrun, C. (1996). Reputation: Realizing Value from the Corporate Image. Harvard
Business School Press. Boston: MA.
Fombrun, C., & van Riel, C. (1997). The Reputational Landscape. Corporate
Reputation Review, 1, 5–13. http://doi.org/10.1057/palgrave.crr.1540024
Gatzert, N. (2015). The impact of corporate reputation and reputation damaging events
on fi nancial performance : Empirical evidence from the literature. European
Management Journal, 33(6), 485–499. http://doi.org/10.1016/j.emj.2015.10.001
Gronholdt, L., Martensen, A., & Kristensen, K. (2000). The relationship between
customer satisfaction and loyalty: Cross-industry differences. Total Quality
Management, 11(4–6), 509–514. http://doi.org/10.1080/09544120050007823
Gul, R. (2014). The Relationship between Reputation , Customer Satisfaction , Trust ,
193
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
and Loyalty. Journal of Public Administration and Governance, 4(3), 368–387.
http://doi.org/10.5296/ jpag.v4i3.6678
Johnson, M. S., Sivadas, E., & Garbarino, E. (2008). Customer satisfaction, perceived
risk and affective commitment: an investigation of directions of influence. Journal
of
Services
Marketing,
22(5),
353–362.
http://doi.org/10.1108/08876040810889120
Keller, K. L. (1993). Conceptualizing, Measuring, Managing Customer-Based Brand
Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1–22. http://doi.org/10.2307/1252054
Kim, J., & Lennon, S. J. (2013). Effects of reputation and website quality on online
consumers’ emotion, perceived risk and purchase intention: Based on the stimulusorganism-response model. Journal of Research in Interactive Marketing, 7(1), 33–
56. http://doi.org/10.1108/17505931311316734
Maden, C., Arikan, E., Telci, E. ., & Kantur, D. (2012). Linking corporate social
responsibility to corporate reputation : a study on understanding behavioral
consequences. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 58, 655–664.
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.1043
Martenson, R. (2007). Corporate brand image, satisfaction and store loyalty: A study of
the store as a brand, store brands and manufacturer brands. International Journal of
Retail
&
Distribution
Management,
35(7),
544–555.
http://doi.org/10.1108/09590550710755921
Martins, R. C., Hor-Meyll, L. F., & Ferreira, J. B. (2013). Factors affecting mobile
users’ switching intentions: A comparative study between the Brazilian and
German markets. BAR - Brazilian Administration Review, 10(3), 239–262.
http://doi.org/10.1590/S1807-76922013000300002
Oliver, R. L. (1980). A Cognitive Model of the Antecedents and Conseqences of
Satisfaction Decisions. Journal of Marketing Research (JMR), 17(4), 460–469.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Park, J., Lennon, S. J., & Stoel, L. (2005). On-line product presentation : Effects on
mood , perceived risk , and purchase intention. Psychology & Marketing, 22(9),
695–719. http://doi.org/10.1002/mar.20080
Peter, J. P., & Ryan, M. J. (1976). An Investigation of Perceived Risk at the Brand
Level.
Journal
of
Marketing
Research,
13(2),
184–188.
http://doi.org/10.2307/3150856
Roy, D., & Banerjee, S. (2007). CARE-ing strategy for integration of brand identity
with brand image. International Journal of Commerce & Management, 17(1/2),
140–148. http://doi.org/10.1108/10569210710776512
Shandwick, W. (2012). The Company Behind the Brand: In Reputation We Trust.
Quality Assurance.
Shapiro, C. (1983). Premiums for High Quality Products as Returns to Reputations
Author ( s ): Carl Shapiro Published by : Oxford University Press Stable URL :
http://www.jstor.org/stable/1881782 Accessed : 21-04-2016 15 : 39 UTC. The
Quarterly Journal of Economics, 98(4), 659–680. http://doi.org/10.2307/1881782
Tsiotsou, R. (2006). The role of perceived product quality and overall satisfaction on
purchase intentions. International Journal of Consumer Studies, 30(2), 207–217.
http://doi.org/10.1111/j.1470-6431.2005.00477.x
Van den Poel, D., & Leunis, J. (1995). The impact of price, branding and money-back
guarantee on store choice. In Proceedings of the 8th International Conference on
194
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Research in the Distributive Trades (p. B4.21-9). Milan, Italty: Universita`
Bocconi.
Wu, C.-C. (2011). The impact of hospital brand image on service quality, patient
satisfaction and loyalty. African Journal of Business Management, 5(12), 4873–
4882. http://doi.org/10.5897/AJBM10.1347
Wu, L. (2011). Beyond satisfaction. Managing Service Quality: An International
Journal, 21(3), 240–263. http://doi.org/10.1108/09604521111127956
Zeithaml, V., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioral Consequences of
Service
Quality.
Journal
of
Marketing,
60(2),
31–46.
http://doi.org/10.2307/1251929
BIODATA
Penulis adalah dosen Fakultas Ekonomi, jurusan Manajemen untuk konsentrasi
Pemasaran di Universitas Pelita Harapan. Topik penelitian dari penulis adalah mengenai
pemasaran, service quality, e-learning dan topik pemasaran lainnya.
195
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH BRAND IMAGE, PRODUCT KNOWLEDGE, DAN
WORD OF MOUTH TERHADAP PURCHASE INTENTION
Tobias Hansel Budiono1, Keni2
1
Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
Fakultas Ekonomi dan Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari brand image, product knowledge,
dan word of mouth terhadap purchase intention. Populasi penelitian ini merupakan
pengguna atau masyarakat yang mengetahui tentang produk iPhone 6 di Jakarta. Sampel
yang digunakan merupakan 200 pengguna salah satu smartphone di Jakarta. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan kuesioner sebagai metode
pengumpulan data. Non-probabilistic sampling digunakan dalam penelitian ini. Teknik
analisis data yang digunakan adalah regresi linier ganda. Hasil dari penelitian ini
menunjukan adanya pengaruh positif brand image dan product knowledge terhadap
purchase intention, namun word of mouth tidak mempengaruhi purchase intention.
Kata Kunci: Brand Image, Product Knowledge, Word of Mouth (WOM), Purchase intention
ABSTRACT:
This study was conducted to investigate the effect of brand image, product knowledge,
and word of mouth on purchase intention. The population of this research are the user
or people who know iPhone 6 in Jakarta. The samples are 200 users of smartphone in
all region of Jakarta. This is a descriptive research that using a questionnaire to collect
the data. The non-probabilistic sampling method is used in this research. The data
analysis technique is a multiple regression analysis. The results showed that brand
image and product knowledge positively affect purchase intention, while word of mouth
does not affect purchase intention.
Keywords: Brand Image, Product Knowledge, Word of Mouth (WOM), Purchase intention
PENDAHULUAN
Keinginan konsumen untuk melakukan pembelian (purchase intention) adalah suatu
hal yang sangat penting. Menurut Wu, Yeh, dan Hsiao (2011) intensi pembelian adalah
suatu kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli
produk atau jasa tertentu di masa depan. Intensi pembelian merupakan suatu proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengadakan
pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang diperlukan oleh konsumen tersebut
(Anoraga, 2000). Dapat terlihat bahwa intensi pembelian menjadi suatu faktor penting
sebelum konsumen melakukan tindakan pembelian.
196
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Lien (2015) menyatakan bahwa intensi pembelian dapat dijelaskan oleh faktor
brand image. Menurut Nan-Hong Lin (2007) brand image dan product knowledge dapat
menjelaskan intensi pembelian, sementara menurut Torlak (2014) word of mouth dan
brand image dapat menjelaskan intensi pembelian. Selain beberapa faktor tersebut,
dijelaskan pula bahwa Choudury (2013) menjelaskan bahwa purchase intention dapat
dipengaruhi oleh service quality, dan Wu (2015) menjelaskan bahwa purchase intention
dapat dipengaruhi dengan memunculkan iklan yang dibintangi oleh para selebriti.
Produk-produk terkenal dengan citra yang baik merupakan salah satu bentuk nyata
dari penerapan brand image. Brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang
terbentuk dan melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004). Konsumen yang terbiasa
menggunakan brand tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image.
Sementara menurut Setiadi (2003) citra terhadap suatu brand berhubungan dengan sikap
yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu brand. Konsumen tentunya lebih
berniat membeli produk dengan citra yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Shah (2012)
Lin dan Chen (2006) menjelaskan bahwa ketika konsumen membuat keputusan,
konsumen akan mencari informasi lebih lanjut sebelum melakukan pembelian. Dalam
kaitannya dengan intensi pembelian, pengetahuan produk merupakan elemen penting
ketika membeli terutama dalam membeli produk yang memiliki banyak fitur dan fungsi
yang beranekaragam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nan Hong Lin
(2007), dimana terdapat pengaruh yang positif product knowledge terhadap purchase
intention.
Hal yang sama juga terjadi pada word of mouth (WOM), dimana dapat dikatakan
bahwa word of mouth melalui referensi dan pesan-pesan akan meningkatkan keinginan
konsumen untuk membeli produk (Torlak, 2014). Dalam hal ini, WOM dapat menjadi
acuan, maupun rekomendasi dalam membeli suatu produk. Hal ini terlihat dimana
dalam perannya, WOM sering kali mempengaruhi niat beli konsumen untuk membeli
suatu produk, terutama di Asia Tenggara. Dalam penelitian yang dilakukan Lin (2013)
ditemukan bahwa word of mouth memiliki pengaruh positif terhadap intensi pembelian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh brand image,
product knowledge dan word of mouth terhadap purchase intention. Hasil penelitian ini
diharapkan memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi intensi
pembelian untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan dalam melakukan pembelian pada suatu produk, khususnya produk
smartphone.
TINJAUAN LITERATUR
Purchase Intention
Rodriquez (2008: 85) mengatakan “purchase intention define as an individual’s
conscious plan to make an effort to purchase brand.” Sementara Wu, Yeh, dan Hsiao
(2011: 32) menjelaskan bahwa “purchase intention represents the possibility that
consumers will plan or be willing to purchase a certain product or service in the
future.” Dengan demikian intensi pembelian adalah sebuah proses dimana sebelum
konsumen akan mengambil keputusan pembelian, harus terlebih dahulu memunculkan
197
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
niat untuk membeli produk yang bersangkutan dengan memperhatikan faktor-faktor
yang berhubungan dengan produk yang akan dibeli.
Brand image
Menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2010: 227) brand image dapat didefinisikan
sebagai berikut “brand image refers to the schematic memory of a brand. It contains the
target market’s interpretation of the product attributes, benefits, usage situations, users,
and manufacturers/marketer characteristics.” Hsieh dan Lindrige (2005: 15)
mengungkapkan bahwa brand image adalah “a set of perceptions about a brand as
reflected by the brand associations held in consumers memory.” Pengertian brand
image menurut Tjiptono (2005: 49) adalah: “brand image atau brand description yaitu
deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu”.
Pengertian brand image menurut Arafat (2006: 53) adalah “brand image didefinisikan
sebagai persepsi terhadap merek yang direfleksi oleh asosiasi merek dalam memori
konsumen yang mengandung makna bagi konsumen.” Dari definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa brand image merupakan sekumpulan asosiasi brand yang terbentuk
dan melekat dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu
cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image.
Product knowledge
Menurut Rao dan Sieben (1992), definisi product knowledge adalah cakupan seluruh
informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama baiknya dengan
persepsinya terhadap pengetahuan produk. Beatty dan Smith (1987) mendefinisikan
product knowledge sebagai berikut, “product knowledge as a perception consumers
have towards certain products, including previous experience of using the product.”
Dalam penelitiannya, Brucks (1985) mendefinisikan product knowledge sebagai berikut,
“Product knowledge is based on memories or known knowledge from consumers.” Dari
seluruh definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa product knowledge merupakan
kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk, dan pengetahuan ini meliputi
kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan
kepercayaan mengenai produk.
Word of mouth
Dalam WOMMA atau Word of mouth Marketing Assocoation, definisi word of
mouth adalah “the voice of the customer, a natural, genuine, honest process, people
seeking advice from each other, consumers talking about products, services, or brands
that they have experienced”. Menurut Rosen (2000) word of mouth adalah keseluruhan
komunikasi dari orang ke orang mengenai suatu produk, jasa atau perusahaan tertentu
pada suatu waktu. Sernovitz (2006) mengemukakan word of mouth marketing sebagai
tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih mudah dan lebih
suka membicarakan produk. Berdasarkan definisi di atas, word of mouth dapat diartikan
sebagai komunikasi yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian
dan menceritakan pengalamannya tentang produk/jasa tersebut kepada orang lain,
sehingga secara tak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi yang dapat
menarik minat beli konsumen lain yang mendengarkan pembicaraan tersebut.
Pengaruh Brand Image, Product Knowledge dan Word of Mouth Terhadap
Purchase Intention.
198
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Lee (2008) mengemukakan terdapat pengaruh dari brand image terhadap intensi
pembelian. Melalui penelitiannya ditemukan indikasi bahwa brand image berpengaruh
positif terhadap niat beli konsumen di beberapa negara. Jadi brand image
mempengaruhi niat pembelian konsumen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shah
(2012) dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh positif antara brand image dengan
purchase intention.
Waluyo dan Pamungkas (2003) mengemukakan bahwa dengan adanya pengetahuan
yang detail akan suatu produk, maka konsumen akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu
ingin membeli atau tidak ingin membeli. Lin (2007), menjelaskan bahwa konsumen
yang memiliki product knowledge yang baik akan suatu produk tentu akan lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian dari produk tersebut.
Menurut Sumardy (2011) word of mouth dapat mendorong pembelian dengan cara
meningkatkan intensi pembelian. Hal ini terlihat bahwa referensi dapat mempengaruhi
komunitas dalam hal pembelian. Menurut Hasan (2010) word of mouth dapat menjadi
sumber informasi yang kuat dalam mempengaruhi minat beli konsumen. Lee (2014)
memberikan pernyataan bahwa referensi dan kabar lisan dapat memberikan dampak
bagi minat beli, baik secara positif maupun negatif. Hal ini sudah diperkuat dengan
penelitiannya, dimana referensi yang positif mampu meningkatkan intensi pembelian.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Brand image berpengaruh secara positif terhadap purchase intention.
H2: Product knowledge berpengaruh secara positif terhadap purchase intention.
H3: Word of mouth berpengaruh secara positif terhadap purchase intention.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang pernah membeli atau
mengetahui produk smartphone. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
200 pengguna smartphone di Jakarta. Metode sampling yang digunakan adalah
pengambilan sampel secara tidak acak dengan teknik convenience sampling.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, diketahui bahwa responden mayoritas adalah lakilaki (64%), usia 20-39 tahun (78,5%), berdomisili di Jakarta Barat ( 59,5%), pendidikan
strata 1 (77%), dan memiliki pengeluaran Rp 3.000.001,- s/d Rp 6.000.000,- per bulan.
Untuk mengukur variabel penelitian, beberapa instrumen diadaptasi dari penelitian
terdahulu. Skala pengukuran (kecuali profil responden) diukur menggunakan skala
Likert lima poin dengan 1 menunjukan “sangat tidak setuju”, dan 5 menunjukan “sangat
setuju”. Tabel 1 menunjukan pengukuran masing masing variabel dan sumbernya.
Instrumen tersebut telah dilakukan analisis validitas dengan hasil corrected item total
correlation berkisar dari 0,353 sampai dengan 0,615, sementara untuk analisis
reliabilitas menunjukan semua variabel penelitian memiliki nilai cronbach’s alpha
berkisar dari 0,605 sampai dengan 0,798, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen
penelitian telah memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
Analisis regresi ganda digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor
fundamental, yaitu: brand image, product knowledge, dan word of mouth terhadap
purchase intention. Uji asumsi seperti uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji
heteroskedastisitas telah dilakukan sebelum analisis regresi ganda dilakukan dan
199
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
hasilnya menunjukkan semua uji asumsi sudah terpenuhi. Taraf signifikansi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 5%.
Tabel 1. Variabel dan Pengukuran
Variabel
Jumlah item
Sumber
Variabel Bebas
1. Brand Image
2. Product Knowledge
3. Word of Mouth
8
7
3
Chang, Hsu, dan Chung (2008)
Lin dan Lin (2007); Brucks (1985)
Babin et al. (2005), Ismail dan Spinelli (2012
Variabel Terikat
Purchase Intention
3
Busler (2000), Lin&Lin (2007)
.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian disajikan pada tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
koefisien regresi yang paling besar adalah product knowledge (0,602), dan diikuti oleh
variabel brand image (0,342) dan word of mouth (0,021), artinya pengetahuan produk
terhadap smartphone berdasarkan penilaian konsumen merupakan faktor yang
terpenting dalam mempengaruhi intensi pembelian.
Tabel 2. Hasil Pengujian Hipotesis
H1
H2
H3
Hipotes
Brand image berpengaruh secara positif terhadap
purchase intention
Product knowledge berpengaruh secara positif
terhadap purchase intention
Word of mouth berpengaruh secara positif
terhadap purchase intention
B
Sig.
Kesimpulan
0,342
0,000
Tidak Ditolak
0,602
0,000
Tidak Ditolak
0,021
0,594
Ditolak
Hasil uji hipotesis pertama yaitu brand image berpengaruh secara positif terhadap
intensi pembelian. Hasil yang didapat dari penelitian dapat mendukung hipotesis
tersebut karena brand image secara signifikan berpengaruh terhadap intensi pembelian
produk. Uji hipotesis pertama memiliki hasil yang serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wu (2015) dimana salah satu variabel bebas yang diteliti yaitu brand
image, memiliki pengaruh yang positif terhadap purchase intention. Hal ini dapat dilihat
dari hasil penelitiannya yang memiliki kesimpulan bahwa brand image mempengaruhi
purchase intention. Bagi perusahaan variabel brand image merupakan faktor penting
karena tidak sedikit masyarakat yang lebih memilih produk dengan brand yang jelas,
terutama produk dengan citra yang baik. Brand image juga menjadi faktor yang dapat
membuat perbedaan (diferensiasi) dengan pesaing, dimana dengan adanya diferensiasi
inilah, perusahaan diharapkan mendapat konsumen yang memiliki loyalitas tinggi
terhadap brand tersebut.
Seperti halnya pada hipotesis pertama, hasil uji hipotesis yang didapat dari
penelitian mendukung hipotesis kedua karena product knowledge secara signifikan
200
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
berpengaruh secara positif terhadap intensi pembelian. Hasil uji hipotesis ini serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee (2014) dan Torlak (2014) dimana
kedua penelitian tersebut memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini, yaitu product
knowledge mempengaruhi secara positif terhadap purchase intention. Bagi konsumen,
product knowledge sangatlah penting. Jika konsumen memiliki product knowledge yang
baik akan suatu produk, maka keinginan untuk membeli produk akan semakin tinggi.
Faktor ini tentu akan sangat berpengaruh bagi perusahaan dalam konteks meningkatkan
pendapatan perusahaan melalui penjualan. Terlebih dalam penelitian ini, produk yang
diteliti adalah produk smartphone dimana spesifikasi-spesifikasi produk sangat penting
untuk diketahui oleh calon konsumen sebelum melakukan pembelian, yang artinya jika
produk yang dipasarkan memiliki fitur canggih dan rumit, product knowledge yang
baik tentu akan sangat membantu. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa product
knowledge merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar bagi purchase
intention.
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan word of mouth tidak berpengaruh
terhadap intensi pembelian. Hasil uji hipotesis ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lee (2014) dan Torlak (2014). Penelitian ini berbeda dengan penelitian
terdahulu, dimana terdapat beberapa argumen yang cukup logis untuk menjelaskan
perbedaan tersebut. Salah satu penyebabnya adalah sifat masyarakat di Indonesia,
terutama di Jakarta yang bersifat individual sehingga sulit menerima referensi dari
orang lain. Faktor lainnya adalah informasi yang diterima melalui word of mouth sering
kali merupakan penilaian yang sangat meragukan. Hal ini terjadi karena perusahaan
membayar buzzer untuk memberi kesan positif akan suatu produk meskipun mereka
belum pernah melakukan konsumsi produk tersebut, sehingga informasi yang diberikan
melalui word of mouth atau pun e-wom tidak dapat dipercaya 100%. Faktor terakhir
yang mempengaruhi hasil temuan ketiga ini adalah adanya sifat orang Indonesia (dalam
penelitian ini lebih khususnya di Jakarta) yang lebih mempercayai bukti asli (fisik)
dibandingkan informasi subyektif yang diberikan oleh orang lain, dimana mereka belum
tentu dapat mepercayai sepenuhnya informasi tersebut tanpa melihat bukti aslinya
terlebih dahulu. Penemuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Saputra (2016) di Bandar Lampung menemukan hasil yang sama, yaitu word of mouth
tidak berpengaruh terhadap purchase intention.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Salah satu kunci utama untuk keberhasilan suatu bisnis adalah pembelian dari jasa
atau produk suatu perusahaan. Tentunya sebelum melakukan pembelian, calon
konsumen harus memiliki dorongan atau niat untuk membeli produk atau jasa tersebut,
dan hal ini disebut intensi pembelian (purchase intention). Untuk meningkatkan
keinginan konsumen dalam melakukan pembelian, terdapat banyak faktor yang harus
ditingkatkan seperti brand image dan product knowledge. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara brand image terhadap
purchase intention. Seiring dengan beberapa penelitian sebelumnya, brand image masih
memiliki peran yang cukup besar untuk mendorong minat beli konsumen. Penelitian ini
juga menunjukan adanya pengaruh yang positif antara product knowledge terhadap
purchase intention. Sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, product knowledge
201
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memiliki peran yang cukup besar untuk mendorong minat beli konsumen. Hal ini
disebabkan karena adanya pemahaman yang cukup mendalam sehingga konsumen
dapat mempertimbangkan suatu produk atau jasa sebaik mungkin.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran kepada perusahaan agar
meningkatkan maupun mempertimbangkan pentingnya faktor brand image dan product
knowledge dalam kegiatan operasionalnya dikarenakan telah terbukti oleh penelitian
yang dilakukan bahwa kedua faktor tersebut memberikan kontribusi dalam
meningkatkan intensi pembelian dan diharapkan pada akhirnya calon konsumen
melakukan pembelian pada produk atau jasa tersebut. Bagi peneliti lain, disarankan agar
dapat memperluas jangkauan pengambilan sampel serta cakupan wilayah diperluas lagi
untuk penelitian selanjutnya. Bagi peneliti lain disarankan untuk menambah variabelvariabel lainnya seperti, product quality, after sales, customer experience, price,
guarantee, dan green marketing.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. (2000). Manajemen Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
Arafat, Wilson. (2006). Behind A Powerful Image : Menggenggam Strategi dab KunciKunci Sukses Menancapkan Image Perusahaan yang Kokoh. Yogyakarta: Andi.
Beatty, S. E. and S. M. Smith. (1987). External Search Effort: An Investigation Across
Several Product Categories. Journal of Consumer Research 14 (June): 83-95.
Brucks, Merrie (1985). The Effects of Product Class Knowledge on Information Search
Behavior. Journal of Consumer Research, 12 (June), 1–16.
Choudhury, K. (2013). Service quality and customers’ purchase intentions: an
empirical study of the Indian banking sector. International Journal of Bank
Marketing, Vol. 31: .529 – 543.
Hasan, A. (2010). Marketing Dari Mulut Ke Mulut Word of Mouth Marketing.
Yogyakarta: Media Presindo.
Hawkins, D. I., & David L. Mothersbaugh. (2010). Consumer Behavior, 10th Edition.
McGraw-Hill Companies.
Hsieh, M. & Lindridge, A. (2005). Universal appeals with local specifications. Journal
of Product and Brand Management 14 (1): 14-28.
Lee, M. Y., Knight, D., & Kim, Y-K. (2008) Brand Analysis of a U.S. Global Brand in
Comparison with Local Brands in Mexico, Korea, and Japan. Journal of Product
and Brand Management, 17(3), 163-174.
Lee, Y. C. (2014). The Effect Of Word-Of-Mouth, Knowledge, And Promotions On
Purchase Intention Of Medical Cosmetics. International Journal of Organizational
Innovation , Vol. 6 Issue 3, 96-105.
Lien, C. H. (2015). Online hotel booking: The effects of brand image, price, trust and
value on purchase intentions. Journal International: International Business, and
Entrepreneurship, Thompson Rivers University, Kamloops, BC, Canada, National
Cheng Kung University, Tainan, Taiwan, ROC, Kun Shan University, Tainan,
Taiwan.
Lin, N. H. (2007). The Effect of Brand Image and Product Knowledge on Purchase
Intention Moderated by Price Discount. Journal of International Management
202
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Studies. Tatung University, Taiwan. Journal of International Management Studies
August 2007 : 121-132.
Lin, L. Y. and Chun-Shuo Chen (2006). The influence of the country-of-origin
image,product knowledge and product involvement on consumer purchase
decisions:an empirical study of insurance and catering services in Taiwan. Journal
of Consumer Marketing 23 (5): 248–265.
Rangkuti, F. (2004). The Power of Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rao, Akshay and Sieben, Wanda (1992). The effect of prior knowledge on price
acceptability and the type of information examined. Journal of Consumer Research
19: 256-270.
Rodriguez, K. P. (2008) .Apparel Brand Endorsers and their Effects on Purchase
Intentions: A Study of Philippine Consumers. Phillipine Management Review, 15,
83-99.
Rosen, E. (2000). The Anatomy of Buzz: Creating Word of Mouth Marketing. New
York: Doubleday.
Saputra, D. (2016). Pengaruh Electronic Word of Mouth dan Brand Image Terhadap
Smartphone Merek Apple Iphone di Bandar Lampung. Lampung: Universitas
Lampung
Sernovitz, A. (2006). Word of mouth marketing: How smart companies get people
talking. Chicago, IL: Kaplan Pub.
Setiadi, N. J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasinya untuk Strategi dan
Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media.
Shah, Syed Saad Hussain. (2012). The Impact of Brands on Consumer Purchase
Intentions. Asian Journal of Business Management. Vol : 105-110.
Sumardy. (2011). The Power of Word of Mouth Marketing. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama
Tjiptono, F. (2005). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publising.
Torlak, O., Yalin, Behcet, Ali, Muhammet, Chengiz, Hankan. 2014. “TheEffect of
Electronic Word of Mouth, Brand Image and Purchase Intentions: An Application
Concerning Cell Phone Brands for Youth Consumers in Turkey”. Journal of
Marketing Development and Competitiveness.Vol 8 : 61-68.
Wu, P. C., Yeh, G. Y., & Hsiao, C. R. (2011). The effect of store image and service
quality on brand image and purchase intention for private label brands. Australasian
Marketing Journal. Vol. 19. No. 1. Hal. 30-39.
Waluyo, P. dan Agus Pamungkas, (2003). Analisis Perilaku Brand Switching Konsumen
dalam Pembelian Produk Handphone di Semarang. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.
BIODATA
Tobias Hansel Budiono, lahir di Sleman, 05 Oktober 1993. Merupakan alumni fakultas
ekonomi manajemen Universitas Tarumanagara dan baru saja menyelesaikan program
studi magister manajemen di Universitas Tarumanagara, Jakarta. Pada waktu duduk di
bangku kuliah strata satu, ia aktif di organisasi mahasiswa bidang akademik. Pada
organisasi inilah penulis belajar banyak akan kedisiplinan, pengembangan potensi,
public speaking, dan kekeluargaan. Penulis beberapa kali menjadi perwakilan
Universitas Tarumanagara di lomba debat berskala nasional.
203
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Keni, Doktor lulusan Universiti Sains Malaysia (USM), mengawali karir di dunia
akademik sejak masa kuliah dengan menjadi asisten dosen. Setelah lulus S1 jurusan
manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara (FE Untar), ia langsung
menyelesaikan Magister Manajemen. Kecintaan terhadap dunia akademik telah
membulatkan tekad Keni untuk mengabdikan diri terhadap almamaternya sejak 1999.
Sepanjang karir sebagai dosen, Keni banyak melakukan riset di bidang pemasaran dan
perilaku konsumen, yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal nasional maupun
internasional. Pria kelahiran Tanjungpinang (Kepulauan Riau) yang memiliki keminatan
di bidang ilmu pemasaran, metodologi penelitian dan statistika ini, juga telah beberapa
kali menjadi pemakalah pada seminar-seminar nasional maupun internasional.
204
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH CITRA MEREK, HARGA, KEPERCAYAAN DAN
NILAI TERHADAP MINAT BELI RESERVASI HOTEL DI
TRAVELOKA PADA MAHASISWA/I UNIVERSITAS
TARUMANAGARA DENGAN MEDIASI MELALUI VARIABEL
HARGA, KEPERCAYAAN, DAN NILAI
Fenny Tong1, Herlina Budiono2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari citra merek, harga,
kepercayaan, dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel secara online melalui Traveloka pada
mahasiswa/i Universitas Tarumanagara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
judgemental sampling dengan menyebarkan kuesioner kepada 150 responden yang merupakan
mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang pernah mengakses Traveloka guna melakukan pencarian
hotel secara online. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh harga, kepercayaan
dan nilai terhadap minat pembelian reservasi hotel secara online melalui Traveloka, serta terdapat
pengaruh harga terhadap minat pembelian dengan variabel mediasi melalui nilai, terdapat pengaruh
kepercayaan terhadap minat beli dengan mediasi melalui variabel nilai, dan juga terdapat pengaruh citra
merek terhadap minat pembelian dengan mediasi melalui harga dan kepercayaan. Namun, tidak terdapat
pengaruh secara langsung antara citra merek Traveloka terhadap minat pembelian reservasi hotel secara
online melalui Traveloka.
Kata Kunci: citra merek, harga, nilai, kepercayaan, minat beli
ABSTRACT:
The purpose of this study was to determine whether there is influence of the brand image, price, trust, and
values against online hotel reservations purchase intention through Traveloka on Tarumanagara
University’s student. This research was conducted by using judgmental sampling by distributing
questionnaires to 150 respondents who are University Tarumanagara’s students that ever accessing
Traveloka to conduct online hotel search. The results of this study indicate that there are significant
price, trust and values of the interest in the purchase online hotel reservations through Traveloka, and
there is the influence the price of the interest in the purchase with mediating variables through the
grades, there is the influence of confidence in the buying interest by mediation through the variable
values, and also there is the influence of brand image to purchase intention to mediation through rates
and confidence. However, there are no direct influence between the brand image of the purchase
intention Traveloka online hotel reservations through Traveloka.
Keywords: brand image, price, trust, value, purchase intention.
PENDAHULUAN
Salah satu bisnis yang paling banyak mengadopsi manfaat dari internet atau sistem
online adalah industri hotel (Carroll dan Sileo, 2007). Mudahnya askses internet
205
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
menambah jumlah konsumen untuk melakukan online booking. Tahun 2016 sudah
terdapat banyak perusahaan reservasi hotel online yang dapat dengan mudah diakses
oleh konsumen. Salah satu sarana reservasi hotel online yaitu melalui Traveloka.
Traveloka merupakan perusahaan yang menyediakan layanan pemesanan tiket
pesawat dan hotel secara daring dengan fokus perjalanan domestik di Indonesia.
Beberapa penelitian sebelumnya seperti Sue et al. (2015) yang memfokuskan penelitian
pada minat beli online hotel booking.
Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat penelitian dari C-H. Lien et al.
(2015). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan reservasi hotel secara
online, seperti faktor citra merek, harga, kepercayaan, dan nilai yang dirasakan. Dimana
faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh positif yang bersifat satu arah. Tujuan
penelitian ini penting bagi pelaku bisnis perhotelan untuk menganalisis kunci dan
mediator dari niat pembelian untuk mengetahui bagaimana mempengaruhi minat
pelanggan dalam tahap pra-pembelian.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis bermaksud untuk meneliti apakah terdapat
pengaruh citra merek, harga, kepercayaan dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel
di Traveloka yang dimediasi variabel harga, kepercayaan, dan nilai.
TINJAUAN LITERATUR
Citra Merek (Brand Image)
Kotler dan Amstrong (2001) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat
keyakinan konsumen mengenai merek tertentu. Keller (1998) menyatakan citra merek
yaitu“Brand image can be defined as a perception about brand as reflected by the
brand association held in consumer memory”. Hal ini berarti citra merek adalah
persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosiasi merek yang ada dalam ingatan
konsumen. Pendapat lain yang dikemukakan Tjiptono (2005) menyatakan bahwa citra
merek adalah deskripsi tentang asumsi dan keyakinan konsumen terhadap merek
tertentu. Maka dapat disimpulkan citra merek (brand image) adalah persepsi tentang
suatu merek yang berisikan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai
produk, jasa, dan perusahaan yang muncul di benak konsumen.
Harga (Price)
Harga merupakan jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa (Kotler,
2001). Sedangkan dalam arti luas harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang
ditukarkan konsumen atas manfaat-manfaat dari memiliki atau menggunakan produk
atau jasa tersebut. Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam bentuk pertukaran
untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa. Harga khususnya merupakan pertukaran
uang bagi barang atau jasa (Lamb, 2001), maka dapat disimpulkan bahwa harga (price)
merupakan salah satu faktor yang krusial dalam menetapkan keputusan pembelian sebab
harga merupakan alat pertukaran uang bagi barang atau jasa.
Kepercayaan Konsumen (Trust)
Lim et al. (2006) menyatakan kepercayaan konsumen dalam berbelanja secara
online sebagai kesediaan seorang konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap
kemungkinan untuk dirugikan yang dapat dialami selama transaksi belanja melalui
internet, didasarkan pada sebuah harapan bahwa penjual akan melakukan transaksi yang
206
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memuaskan konsumen dan mampu mengirim produk yang dijanjikan. Sedangkan
Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan trust adalah “a willingness to rely on an
exchange in whom one has confidence.” Maka kepercayaan (trust) merupakan sebuah
wilayah psikologis yang membuat seorang konsumen bersedia untuk melakukan suatu
tindakan berbelanja dan menerima risiko yang dapat merugikan konsumen berdasarkan
harapan dan keyakinan bahwa pihak penjual dapat memenuhi harapan yang diinginkan
oleh konsumen.
Nilai (Perceive Value)
Menurut Zeithaml dalam Ruiz-molina (2008), perceived value didefinisikan sebagai
hasil perbandingan antara manfaat yang diterima dan pengorbanan yang diberikan oleh
konsumen. Sedangkan Kotler (2003) mengatakan bahwa percevied value adalah
“perceived value what is the perceived monetary value of the bundle of the economic,
functional, and psychological benefits customers expect from a given market offering”.
Menurut Lai (2004) dalam Ariningsih (2009)”Perceived value adalah penilaian
konsumen secara keseluruhan terhadap manfaat produk dengan didasarkan pada apa
yang mereka terima dan apa yang mereka berikan”. Maka dapat disimpulkan pengertian
perceived value adalah penilaian konsumen terhadap produk dengan membandingkan
manfaat yang diterima dan pengorbanan yang diberikan.
Minat Beli (Purchase Intention)
Minat beli merupakan perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap
objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Kotler dan
Keller, 2008), sedangkan Fishbein dan Ajsen (1975) yang dikemukakan dalam Lin dan
Lin (2007), “purchase intention means a subjective inclination consumers have towards
a certain product, and have been proven to be a key factor to predict consumer
behavior”. Maka dikatakan minat beli adalah keinginan seorang konsumen dalam
melakukan keputusan pembelian suatu produk. Kerangka pemikiran dan hipotesis itu
disajikan pada Gambar 1.
Harga
H6
H5
H1
Citra Merek
H2
Kepercayaan
H7
Nilai
H3
Minat Beli
H7
H8
H4
Gambar 1. Kerangka Pemikiran & Hipotesis
Keterkaitan Antar Variabel
Citra merek merupakan isyarat ekstrinsik untuk evaluasi harga produk/layanan
dimana citra merek yang lebih baik menghasilkan harga yang dirasakan yang lebih
tinggi (Grewal et al., 1998 dalam C-H. Lien et al., 2015). Penelitian Ryu et al., 2008
dalam C-H. Lien et al. 2015 menyebutkan citra merek restoran yang baik berpengaruh
positif terhadap nilai yang dirasakan konsumen dan kesediaan mereka untuk membeli.
Sebuah citra yang baik meningkatkan kepercayaan konsumen karena dapat mengurangi
207
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
risiko pembelian (Chen, 2010; Chiang & Jang, 2007; dalam C-H. Lien et al., 2015).
Sebuah harga produk/layanan yang wajar, nilai yang dirasakan memuaskan, dan
kepercayaan pada merek akan membuat konsumen memiliki niat yang lebih besar untuk
membeli produk/layanan (Dodds et al., 1991; Kim et al., 2012 dalam C-H. Lien et al.,
2015).
Pada industri perhotelan, harga yang wajar menghasilkan nilai dirasakan konsumen
yang lebih besar (Lee, 2012 dalam C-H. Lien et al., 2015) dan meningkatkan niat
pembelian konsumen (Chiang & Jang, 2007 dalam C-H. Lien et al., 2015). Oleh karena
itu, dalam kisaran harga yang dapat diterima, sebuah harga yang lebih rendah untuk
kualitas tertentu (misalnya, harga dirasakan wajar) mengarah ke nilai yang dirasakan
lebih tinggi dan mengakibatkan minat beli yang lebih besar (Dodds et al., 1991 dalam
C-H. Lien et al., 2015). Dalam penelitian Faryabi et al., 2012 dalam C-H. Lien et al.,
2015 mengenai belanja online menunjukkan bahwa diskon harga (harga yang wajar)
memiliki efek positif pada niat pembelian konsumen. Pada studi ritel, promosi harga
rendah terbukti sangat meningkatkan nilai belanja yang dirasakan konsumen (Yoon et
al., 2014 dalam C-H. Lien et al., 2015).
Sebuah studi empiris menggunakan eksperimen laboratorium, menunjukkan bahwa
kepercayaan di toko online berpengaruh positif terhadap niat pengguna untuk membeli
dari toko online. (Everard & Galeletta, 2016 dalam C-H. Lien et al., 2015) Demikian
pula pada studi Ling et al. (2011) dalam C-H. Lien et al., 2015 mendukung hubungan
positif antara kepercayaan dan niat pembelian secara online. Chong, Yang, dan Wong
(2003) dalam C-H. Lien et al., 2015 menunjukkan peran mediasi dari nilai antara
kepercayaan dan niat pembelian.
Chen dan Chen (2010) meneliti pengalaman pengunjung dari warisan pariwisatanya
dan menemukan bahwa nilai yang dirasakan merupakan penentu penting dalam niat
perilaku. Kim, Sun, dan penelitian Kim (2013) pada penelitian C-H. Lien et al., 2015
menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan tamu restoran (yaitu, hedonis dan nilai sosial)
secara positif mempengaruhi niat perilaku mereka untuk menggunakan perdagangan
sosial.
Hipotesis
1. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi
harga. (H5)
2. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi
kepercayaan konsumen. (H6)
3. Citra merek mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi
nilai/trust. (H7)
4. Harga mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi oleh
nilai. (H10)
5. Kepercayaan mempunyai pengaruh positif terhadap minat pembelian yang dimediasi
oleh nilai. (H13)
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa/i di Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Dalam penelitian ini metode sampling yang digunakan adalah metode sampel secara
208
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
tidak acak (non-probability sampling) dengan teknik judgemental sampling. Ukuran
sampelnya adalah 150 orang yang digunakan pada penelitian. (Nazir, 2005).
Variabel dalam penelitian ini diukur dengan skala Likert (pengukuran skala ordinal)
dengan skornya bergerak dari 1 sampai dengan 5 (Nazir, 2005). Opsi tanggapannya
bergerak dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Indikator tiap variabel itu
disajikan pada Tabel 1.
Validitas dan Reliabilitas
Sebanyak 150 eksemplar kuesioner dengan 21 butir pernyataan disebarkan kepada
mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang pernah mengakses Tarveloka dalam
melakukan pencarian hotel dengan tingkat pengembalian 100%.
Hasil pengujian validitas variabel citra merek, harga, kepercayaan, nilai, dan minat
beli, diketahui dari nilai corrected item-total correlation (Ghozali, 2011; Aritonang,
2007), untuk semua butir pernyataan pada setiap atribut lebih besar dari 0,2 dan valid.
Adapun hasil uji reliabilitas terlihat pada Cronbach’s Alpha dari setiap pernyataan
untuk variabel Citra Merek (0,745), Harga (0,698), Nilai (0,841), Kepercayaan (0,829),
dan Minat Beli (0,854) memiliki hasil > 0,6 yang artinya reliabel. (Ghozali, 2005).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik SEM
(Structural Equation Modeling) yaitu analisis PLS/Partial Least Square (Abdillah dan
Hartono, 2015). Langkah yang dilakukan dalam pengujian ini dimulai dari pengujian
inner model, pengujian bootstrap (Hair et al., 2011) hingga pengujian mediasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian korelasi variabel laten (Latent Variable Correlation) didasarkan pada
Tabel 1. Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antar semua variabel yaitu
kuat dan searah.
Tabel 1. Output Latent Variable Correlation
Citra Merek
Harga
Minat Beli
Kepercayaan
Nilai
Citra Merek
1000
0,875
0,746
0,820
0,813
Harga
Minat Beli
Kepercayaan
Nilai
1000
0,842
0,793
0,908
1000
0,857
0,844
1000
0,906
1000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Smart PLS
Nilai path coefficients menunjukkan pengaruh langsung dari variabel independen
terhadap variabel dependen dalam model. Dari hasil pengujian koefisien jalur dapat
dijelaskan bahwa citra merek secara langsung mempengaruhi harga sebesar 0,643, citra
merek secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,064, citra merek secara
langsung mempengaruhi kepercayaan sebesar 0,656, citra merek secara langsung
mempengaruhi nilai sebesar 0,132, harga secara langsung mempengaruhi minat beli
sebesar 0,223, harga secara langsung mempengaruhi nilai sebesar 0,327, kepercayaan
secara langsung mempengaruhi minat beli sebesar 0,363, kepercayaan secara langsung
mempengaruhi nilai sebesar 0,475, nilai secara langsung mempengaruhi minat beli
sebesar 0,246.
Indirect effect digunakan untuk mengetahui besaran pengaruh secara tidak langsung.
Ditemukan hasil Indirect effect yang dapat dijelaskan tentang pengaruh tidak langsung
dari variabel citra merek terhadap minat beli sebesar 0,542, harga secara tidak langsung
209
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
mempengaruhi minat beli sebesar 0,081, kepercayaan secara tidak langsung
mempengaruhi minat beli sebesar 0,117.
Nilai R Square digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel
independen terhadap variabel dependen. Menurut Hair, Ringle, & Sartedt (2011), nilai
R square untuk diatas 0,75 memiliki pengaruh yang kuat, 0,5 - 0,74 memiliki pengaruh
sedang dan 0,25 - 0,49 memiliki pengaruh yang lemah. Dengan bantuan program Smart
PLS 3.0, ditemukan output pengujian R square bahwa citra merek memiliki pengaruh
yang lemah sebesar 0,414 terhadap harga yang berarti setiap perubahan pada variabel
citra merek, maka harga juga akan mengalami perubahan sebesar 41,4% dan sisanya
sebesar 58,6% (100% – 41,4%) adalah pengaruh dari faktor di luar struktur ini, citra
merek, harga, kepercayaan, nilai terhadap minat beli memiliki pengaruh yang sedang
yaitu 0,627 terhadap minat beli, citra merek memiliki pengaruh yang lemah sebesar
0,430 terhadap kepercayaan dan variabel citra merek, harga, kepercayaan memiliki
pengaruh yang sedang sebesar 0,677 terhadap nilai.
Pengukuran efek (effect size) f2 adalah mengukur dampak dari konstruk predikator
tertentu pada konstruk endogen. Pengukuran ini digunakan untuk mengevaluasi apakah
konstruk prediktor jika dihilangkan memiliki dampak besar pada nilai-nilai R square
dari konstruk-konstruk endogen. Panduan untuk menilai nilai f2 untuk konstruksi laten
eksogen dalam memprediksi konstruk endogen yaitu 0,02 untuk ukuran efek kecil, 0,15
untuk ukuran efek sedang dan 0,35 untuk ukuran efek besar (Cohen, 1988).
Pada penelitian ini, variabel citra merek memiliki dampak yang besar pada nilai R
Square variabel harga sebesar 0,706, variabel citra merek hampir tidak memiliki
dampak terhadap nilai R square variabel minat beli dengan besaran 0,005, variabel citra
merek memiliki dampak yang besar pada nilai R square variabel kepercayaan sebesar
0,756, citra merek memiliki dampak yang kecil pada nilai R square variabel nilai
sebesar 0,026, harga memiliki dampak yang kecil pada nilai R square variabel minat
beli sebesar 0,059, harga memiliki dampak yang sedang pada nilai R square variabel
nilai sebesar 0,175, kepercayaan memiliki dampak yang sedang pada nilai R square
variabel minat beli sebesar 0,133, kepercayaan memiliki dampak yang besar pada nilai
R square variabel nilai sebesar 0,357, nilai memiliki dampak yang kecil pada nilai R
square variabel minat beli sebesar 0,052.
Dalam Cohen (1998), Stone-Geisser Q2 (Geisser, 1974) mendalilkan bahwa model
harus mampu memenuhi syarat dalam memprediksi setiap indikator pada konstruk laten
endogen. Nilai Q2 diperoleh dengan menggunakan prosedur blindfolding. Prosedur
blindfolding hanya diterapkan untuk konstruk laten endogen yang memiliki model
pengukuran reflektif. Untuk kategori besaran pengaruh dari Q square adalah 0,02
memiliki pengaruh kecil, 0,15 memiliki pengaruh sedang dan 0,35 untuk pengaruh
besar.
Tabel 2. Output Q square
Citra Merek
Harga
Minat Beli
Kepercayaan
Nilai
SSO
750.000
600.000
600.000
600.000
600.000
SSE
542.968
463.504
316.466
345.142
329.818
Q² (=1-SSE/SSO)
0,276
0,227
0,473
0,425
0,450
Sumber: Hasil Pengolahan DataSmartPLS
210
Besaran Pengaruh
Sedang
Sedang
Besar
Besar
Besar
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Nilai Q2> 0 menunjukkan bukti bahwa nilai–nilai yang diobservasi sudah
direkonstruksi dengan baik dengan demikian model mempunyai relevansi prediktif.
Sedangkan nilai Q2< 0 menunjukkan tidak adanya relevansi prediktif (Hair et al., 2011).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki relevansi
prediktif.
Pengujian Signifikansi dengan Metode Bootstrap
Tabel 3. Output Bootstrapping Pengaruh Langsung
Citra Merek -> Harga
Citra Merek -> Minat beli
Citra Merek -> Kepercayaan
Citra Merek -> Nilai
Harga -> Minat Beli
Harga -> Nilai
Kepercayaan -> Minat Beli
Kepercayaan -> Nilai
Nilai -> Minat Beli
Original
Sample (O)
Sample
Mean (M)
0,643
0,064
0,656
0,132
0,223
0,327
0,363
0,475
0,246
0,644
0,070
0,661
0,135
0,211
0,329
0,366
0,472
0,248
Standard
Deviation
(STDEV)
0,058
0,082
0,049
0,069
0,108
0,054
0,087
0,079
0,103
T Statistics
(|O/STDEV|)
P Values
11,035
0,784
13,444
1,924
2,063
6,037
4,187
6,047
2,382
0,000
0,433
0,000
0,055
0,040
0,000
0,000
0,000
0,018
Sumber: Hasil pengolahan data SmartPLS
Dari hasil pengujian signifikansi untuk pengaruh secara langsung di atas, diketahui
bahwa hipotesis yang memiliki nilai T Statistics > 1,96 dapat diterima. Maka dapat
disimpulkan H1, H2, H3, H8, H9, H11, H12, H14 tidak ditolak, sedangkan H4 ditolak.
Pengujian Efek Mediasi
Dalam penelitian ini terdapat beberapa efek mediasi yang dilakukan. Berikut adalah
hasil pengujian variabel-variabel mediasi dalam penelitian ini.
Tabel 4. Pengujian Efek Mediasi
Konstruk Variabel
Citra Merek -> Harga>
Minat Beli
Citra Merek ->
Kepercayaan-> Minat
Beli
Citra Merek -> Nilai >
Minat Beli
Harga->
Nilai ->
Minat Beli
Citra Merek -> Harga
T Static
T Value
Keputusan
11,035
1,96
Signifikan
Efek
Memediasi
Harga->
Minat Beli
Citra Merek ->
Kepercayaan
Kepercayaan ->
Minat Beli
2,982
1,96
Signifikan
13,444
1,96
Signifikan
7,613
1,96
Signifikan
Citra Merek -> Nilai
14,136
1,96
Signifikan
Memediasi
Nilai ->
Minat Beli
2,382
1,96
Signifikan
Memediasi
Harga -> Nilai
6,037
1,96
Signifikan
Memediasi
1,96
Signifikan
Memediasi
Nilai ->
Minat Beli
Memediasi
2,382
211
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kepercayaan -> Nilai >
Minat Beli
Kepercayaan -> Nilai
Nilai ->
Minat Beli
6,047
2,382
1,96
Signifikan
Memediasi
1,96
Signifikan
Memediasi
Dari hasil pengujian signifikansi dengan pengaruh mediasi di atas, hipotesis dengan
nilai T-Statistics > 1,96 akan diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa H5, H6, H7, H10,
H13 tidak ditolak.
PEMBAHASAN
Didapatkan hasil bahwa H1, H2, H3, H5, H6, H7, H8, H10, H11, H13, H14 tidak ditolak
karena T Statistics lebih besar dari T-value 1,96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
citra merek Traveloka memilki pengaruh terhadap harga yang dirasakan konsumen pada
reservasi hotel online di Traveloka. Maka, semakin baik citra merek Traveloka di mata
konsumen, semakin wajar pula harga yang dirasakan konsumen bila mereservasi hotel
di Traveloka. Terdapat pula pengaruh antara citra merek terhadap kepercayaan pada
reservasi hotel online di Traveloka, serta terdapat pengaruh antara citra merek
Traveloka terhadap nilai yang dirasakan pada reservasi hotel online di Traveloka. Citra
merek juga berpengaruh terhadap minat beli dengan adanya mediasi melalui harga.
Maka citra merek yang baik dari Traveloka ditambah dengan harga yang wajar, yang
dapat diterima oleh konsumen mempengaruhi peningkatan minat beli reservasi hotel
online di Traveloka. Citra merek berpengaruh terhadap minat beli dengan adanya
mediasi melalui kepercayaan. Terdapat pengaruh harga terhadap nilai yang dirasakan,
yaitu Apabila harga dari hotel di Traveloka semakin murah atau dapat di terima oleh
konsumen dengan senang hati, maka akan meningkatkan nilai yang dirasakan bila
melakukan online booking hotel melalui Traveloka. Kemudian harga yang dirasakan
wajar oleh konsumen dan dapat di terima baik oleh konsumen, didukung dengan nilai
yang dirasakan tinggi saat melakukan online hotel booking melalui Traveloka, hal
tersebut dapat mempengaruhi peningkatan minat beli reservasi hotel online melalui
Traveloka. Terdapat pengaruh antara kepercayaan terhadap nilai pada reservasi hotel
online di Traveloka. Semakin baik citra merek Traveloka serta apabila nilai yang
dirasakan oleh konsumen tinggi mengenai online hotel booking Traveloka, maka hal
tersebut dapat meningkatkan minat beli reservasi hotel online di Traveloka.
Kepercayaan dengan mediasi nilai dapat mempengaruhi minat beli reservasi hotel
melalui Traveloka. Terdapat hubungan antara nilai dan minat beli.
Hasil penelitian di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Che et al.
(2015), yang meneliti tentang the effects of brand image, price, trust and value on
purchase intentions dalam online hotel booking.
Diperoleh juga hasil bahwa H9 dan H12 tidak ditolak, yaitu harga memiliki pengaruh
terhadap minat beli pada reservasi hotel online di Traveloka. Semakin baik atau wajar
harga yang dirasakan konsumen mengenai hotel di Traveloka, maka semakin tinggi pula
minat pembelian online hotel booking melalui Traveloka. Terdapat pengaruh antara
kepercayaan dengan minat beli. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
kepercayaan konsumen terhadap Traveloka, maka semakin tinggi pula minat beli
konsumen. Kedua hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sue-Lynn Saw
(Malaysia), Yen-Nee Goh (Malaysia), Salmi Mohd Isa (Malaysia) (2015) dengan judul
Exploring consumers’ intention toward online hotel reservations: insights from
212
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Malaysia. Namun hasil H4 ditolak, karena T Statistics lebih kecil dari T-value 1,96.
Maka dapat tidak terdapat pengaruh antara citra merek Traveloka terhadap minat beli
pada reservasi hotel online di Traveloka. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian milik Sofiani Jotopurnomo, Stephanie Laurensia, Hatane Semuel. Dimana
hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa brand image secara parsial tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli reservasi hotel secara online. Walau
pun hubungan antara citra merek terhadap minat beli secara langsung tidak signifikan,
tetapi bila melalui mediasi variabel perceived value, hubungan tersebut menjadi
signifikan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Dari penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh citra merek, harga,
kepercayaan dan nilai terhadap minat beli reservasi hotel di Traveloka di kalangan
mahasiswa/i Universitas Tarumanagara yang dimediasi melalui variabel harga,
kepercayaan, dan nilai. Namun tidak terdapat pengaruh citra merek terhadap minat
pembelian pada reservasi hotel online melalui Traveloka di kalangan mahasiswa/i
Universitas Tarumanagara. Implikasi tidak terdapatnya pengaruh citra merek Traveloka
dalam menunjang minat beli, maka perlu dilakukan upaya promosi serta pengenalan
lebih dalam mengenai jasa reservasi hotel online Traveloka ke kalangan masyarakat.
Kepercayaan konsumen sangat mempengaruhi minat beli, maka dengan
meningkatkan kebenaran informasi, dapat meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap Traveloka. Apabila konsumen merasakan nilai kepuasan yang tinggi, maka
kedepannya dapat meningkatkan minat beli konsumen tersebut maupun konsumen lain
untuk melakukan reservasi hotel online melalui Traveloka.
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diperluas cakupan konsumen yang mengisi
kuesioner dengan bekerjasama dengan Traveloka dan menggunakan situs Traveloka
langsung. Penambahan variabel juga dimungkinkan seperti variabel kebiasaan
konsumen (customer attitude), loyalty, eWom, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah dan Hartono. (2015). Partial Least Square (PLS), Alternatif Structural
Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Bengkulu: ANDI
Ariningsih, Endah Pri. (2009). “Perceived Value pada Loyalitas Konsumen yang
Dimediasi oleh Kepuasan Konsumen dan Dimoderatori oleh Gender”. SEGMEN:
Jurnal Manajemen dan Bisnis, No. 2, Juli, Hal. 44-59.
Aritonang, Lerbin R., (2007). Riset Pemasaran: Teori dan Praktik. Cetakan pertama.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Carroll, W.J., & Sileo, L. (2007). Chain gain ground online: Hotels have much to
celebrate [Electronic Version]. Hopitality upgrade, Spring 2007, 36-38. Retreived
July 29, 2012. From http://www.hospitalityupgrade.com.
Che-Hui Lien, Miin-Jye Wen, Li-Ching Huang, Kuo-Lung Wu. (2015). Online hotel
booking: The effects of brand image, price, trust and value on purchase intentions.
Journal of Asia Pacific Management Review.
Cohen, J. (1988). Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences. Second
Edition. Hillsdale, New Jersey: 12 Lawrence Erlbaum Associates Inc.
213
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hair, J.F., Ringle, C.M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a Silver Bullet, 19
(2), 139 – 151.
H. Imam, Ghozali. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
3. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
______________. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Jotopurnomo, Sofiani, Stephanie Laurensia, Hatane Semuel. (2015). Pengaruh harga,
brand image, dan electronic word of mouth terhadap minat beli reservasi hotel
secara online. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa. Vol 1 no. 3.
Keller, Kevin Lane. (1998). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and
Managing Brand Equity, Prentice Hall, New Jersey.
Kotler, Philip. (2001). Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium, Benyamin Molan
(Terjemahan). Jakarta: Prehalindo.
____________. (2003). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi 9. Jakarta: Upper Saddle River:
Prentice Hall Inc.
dan Armstrong. (2001). Prinsip - Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
. (2008). Prisinp-prinsip Pemasaran. Alih bahasa: Bob
Sabran, MM. Edisi 12 jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga
____________ dan Keller, Lane Kevin. (2008). Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Alih
Bahasa Benyamin Molan. Jakarta: PT. Indeks.
Lamb, Charles W. (2001). Pemasaran. Edisi Pertama Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Lim K.H. et al. (2006). How Do I Trust You Online, and If So, Will I Buy?: An
Empirical Study on Designing Web Contents to Develop Online Trust. Working
paper.
Lin, N.H. & Lin, B.S. (2007). The effect of brand image and product knowledge on
purchased intention moderated by price discount. Journal of International
Management Studies. P.121-132.
Malhotra, Naresh K. (2009). Riset Pemasaran Pendekatan Terapan Jilid I. Edisi 4.
Jakarta: PT. Indeks.
Morgan, R. and Hunt, S. (1994). The Commitment-trust theory of relationship
marketing”. Journal of Marketing. Vol. 58. No. 3. Pp. 20 – 38.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Jakarta.
Ruiz-molina, M.E., and Gil-Saura, I. (2008). Perceived value, customer attitude and
loyalty in retailing. Journal of Retail and Leisure Property 7:305-314.
Sue-Lynn Saw, Yen-Nee Goh, Salmi Mohd Isa. (2015). Exploring consumer’s intention
toward online hotel reservations: insights from Malaysia. Journal of Problems and
Perspectives in Management. Vol. 13, Issue 2.
Tjiptono, Fandy. (2005). Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta: Andi.
BIODATA
Penulis adalah mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara.
214
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH MATERIALITY, ASSURANCE DAN TASTE
TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION
KONSUMEN STARXXX DI MALL CIPUTRA
Hannes Widjaja1 dan Tommy Setiawan Ruslim2
1
Universitas Tarumanagara Jakarta, email: [email protected]
Universitas Tarumanagara Jakarta, email: [email protected]
2
ABSTRAK:
Dengan melakukan penelitian serupa dengan yang dilakukan Shin, et al., peneliti meneliti tentang
pengaruh materiality, assurance dan taste terhadap kepuasan konsumen. Dengan menggunakan analisis
regresi berganda dan konsumen Starxxx di Mall Ciputra sebagai subjek penelitian, dengan jumlah sampel
sebanyak 50 responden. Didapat hasil penelitian bahwa variabel materiality, assurance dan taste masingmasing memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shin, et al., yang menemukan bahwa variabel
materiality, assurance dan taste masing-masing juga memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap
kepuasan konsumen di industri coffeeshop.
Kata Kunci: materiality, assurance, taste, kepuasan konsumen
ABSTRACT:
By doing similar research to that done Shin, et al., The researcher examines the influence of materiality,
assurance and taste to consumer satisfaction. By using multiple regression analysis and consumer
Starxxx at Ciputra Mall as a research subject, with the sample size is 50 respondents. Results founded
that variable materiality, assurance and taste each had a significant positive effect on customer
satisfaction Starxxx at Ciputra Mall. This is in line with research conducted by Shin, et al., founded that
the variable materiality, assurance and taste each one also has a significant positive effect on customer
satisfaction in the industry coffeeshop.
Keywords: materiality, assurance, taste, customer satisfaction
PENDAHULUAN
Di zaman era globalisasi saat ini, tempat coffee shop untuk minum kopi baik untuk
menemui rekan bisnis, menyelesaikan pekerjaan, bersantai dengan teman, dsb, sudah
banyak di Jakarta. Banyaknya tempat coffee shop yang ada, membuat bisnis di industri
coffee shop tentunya memiliki banyak persaingan, begitu banyak coffee shop seperti :
Jco, Stacbucks, Kopi Luwak, Maxx Coffee, Bengawan Solo, Coffee Bean, dsb. Jika
tidak mampu bersaing, tentunya hal tersebut sangat berbahaya untuk berlangsungnya
bisnis tersebut di kemudian hari. Dalam dunia marketing, kita mengenal adanya
kepuasan konsumen (customer satisfaction), yang tentunya kepuasan konsumen
menjadi tujuan yang sangat penting bagi segala bisnis, guna memperoleh profit yang
berkepanjangan di kemudian hari nanti.
Dalam industri coffee shop, rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam kunci
sebuah kesuksesan dalam penentu kepuasan konsumen, hal ini dapat dilihat melalui
215
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
penelitian yang dilakukan Shin, et al. (2015), bahwa variabel taste memiliki pengaruh
signifikan positif terbesar dibandingkan variabel lainnya. Rasa yang tidak enak,
tentunya akan memberi pengaruh yang buruk terhadap kepuasan konsumen. Serta
materiality yang ada di coffee shop tersebut, juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan
konsumen, dari segi fasilitas eksterior dan interior, dsb. Assurance juga memiliki
pengaruh terhadap kepuasan konsumen, seperti jaminan jika terjadi bencana seperti
kebakaran dsb, sampai kehigienisan kopi yang akan dikonsumsi.
Melihat begitu banyaknya faktor yang menjadi penentu dalam kepuasan konsumen,
banyak literatur jurnal yang meneliti tentang kepuasan konsumen, salah satunya adalah
materiality, assurance dan taste yang diteliti oleh Shin, et al. (2015), di mana dalam
penelitiannya dia meneliti pengaruh trust, assurance, taste, materiality, store
atmosphere terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen
industri coffee shop di Korea.
Dengan begitu banyaknya coffee shop yang ada di Indonesia tentunya membuat
persaingan bisnis yang ada di industri ini, melihat begitu pentingnya kepuasan
konsumen, maka peneliti hendak melakukan penelitian yang serupa dengan Shin, et al.
tetapi dengan membatasi variabel independen yang dalam penelitian ini adalah
materiality, assurance dan taste terhadap kepuasan konsumen, dan tanpa menguji lebih
lanjut dampaknya terhadap loyalitas konsumen. Dengan mengambil subjek penelitian
sebuah coffee shop di Mall Ciputra, dan jumlah sampel sebanyak 50 responden.
Penelitian ini akan melihat apakah terdapat pengaruh materiality, assurance dan taste
terhadap kepuasan konsumen Starxxx di Mall Ciputra.
Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apakah pengaruh materiality terhadap kepuasan konsumen
Starxxx di Mall Ciputra.
2. Untuk mengetahui apakah pengaruh assurance terhadap kepuasan konsumen Starxxx
di Mall Ciputra.
3. Untuk mengetahui apakah pengaruh taste terhadap kepuasan konsumen Starxxx di
Mall Ciputra.
Batasan penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya dalam variabel materiality,
assurance, taste dan kepuasan konsumen. Serta periode pembagian kuesioner adalah
bulan Februari 2017.
TINJAUAN LITERATUR
Menurut Zeithaml, et al. (2013) “assurance: employees knowledge and courtesy
and their ability to inspire trust and confidence”. Yang berarti jaminan (assurance)
adalah pengetahuan karyawan, kesopanan, dan kemampuan perusahaan untuk
menginspirasi kepercayaan dan keyakinan konsumen.
Menurut Thakur et.al. (2014)“taste is one of the usual five senses and is the
capability to detect the flavor of substances such as food, certain minerals, and poisons,
216
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
etc”. Maka dapat diartikan bahwa rasa adalah salah satu dari lima indera yang memiliki
kemampuan untuk mendeteksi rasa zat seperti makanan, mineral¸racun, dll.
Zeithaml, et al. (2006) mendefinisikan “satisfaction is the customer’s evaluation of
a product or service in terms of whether that product or service has met the customer’s
need and expectations. Failure to meet needs and expectations is assumed to result in
dissatisfaction with the product or service”. Yang berarti, kepuasan konsumen adalah
evaluasi dari konsumen atas produk atau jasa yang menunjukkan apakah produk dan
pelayanan telah memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Tidak terpenuhnya
kebutuhan dan harapan konsumen diasumsikan menghasilkan ketidakpuasan.
Menurut Nasution (2001) apabila kepuasan konsumen tercapai akan dapat
memberikan beberapa manfaat, yaitu:
a. Hubungan antara perusahaan dengan konsumen menjadi harmonis sehingga
konsumen melakukan pembelian ulang dan mendorong terciptanya loyalitas
konsumen.
b. Reputasi perusahaan menjadi baik dalam pandangan konsumen.
c. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan
perusahaan.
d. Laba perusahaan semakin meningkat.
Keterkaitan taste terhadap kepuasan. Menurut (Parasuraman 1988; Kivela 1999;
Rajpoot 2002) yang dikutip dari Butt dan Murtaza (2011), rasa merupakan faktor kunci
dalam makanan, di mana rasa yang lezat mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
restoran tersebut. Dalm hal ini berarti semakin lezat rasa suatu makanan, maka akan
membuat konsumen semakin puas.
Keterkaitan assurance terhadap kepuasan. Menurut Malik (2012) yang dikutip
oleh Ahmad (2015), dalam penelitiannya Ahmad menemukan bahwa assurance
memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen. Keempat
dimensi dalam kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness, and
assurance) memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan konsumen.
Keterkaitan materiality terhadap kepuasan. Dalam penelitiannya, Shin, et al.
(2015), diperoleh hasil bahwa materiality memiliki pengaruh signifikan yang positif
terhadap kepuasan konsumen, karena jika perlengkapan dikelola dengan baik maka
akan membuat konsumen semakin puas.
Dalam penelitiannya, keterkaitan variabel independen yang diteliti oleh penulis
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : variabel materiality, assurance dan taste
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Sehingga
secara teoritis hipotesis dalam penelitian ini pun sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan materiality terhadap kepuasan konsumen
Starxxx di Mall Ciputra.
H2 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan assurance terhadap kepuasan konsumen
Starxxx di Mall Ciputra.
H3 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan taste terhadap kepuasan konsumen
Starxxx di Mall Ciputra.
Ada pun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
217
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Materiality
(X1)
Assurance
(X2)
H1
Customer
satisfaction
(Y)
H2
H3
Taste
(X3)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang pernah melakukan
pembelian makanan dan minuman di Starxxx Mall Ciputra. Metode pemilihan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling, dengan teknik
pengambilan sampel yang dilakukan penulis adalah Purposive Sampling, yaitu teknik
penentuan sampling dengan pertimbangan tertentu. (Sugiyono, 2006). Ada pun jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden. Operasionalisasi variabel memuat segala
kegiatan yang dilakukan mengenai apa yang akan diukur dan bagaimana cara
mengukurnya. Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis, maka operasionalisasi
variabel terdiri atas 3 variabel independen dan 1 variabel dependen, dengan pengukuran
disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1. Tabel operasionalisasi variabel materiality
Variabel
Materiality
Indikator
Fasilitas eksterior
Fasilitas interior
Penampilan karyawan
Kenyamanan sarana pendukung
Sumber : Shin, et al.
Tabel 2. Tabel operasionalisasi variabel asssurance
Variabel
Assurance
Indikator
Jaminan akan kehigienisan produk kopi
Jaminan akan kehigienisan produk minuman (selain kopi)
Jaminan akan keselamatan dari adanya bahaya kebakaran
Jaminan memperoleh kesopanan yang baik dari karyawan
218
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sumber : Shin, et al.
Tabel 3. Tabel operasionalisasi variabel taste
Variabel
Taste
Indikator
Rasa kopi
Rasa minuman (selain kopi)
Rasa makanan
Rasa semua produk secara keseluruhan
Sumber : Shin, et al.
Tabel 4. Tabel operasionalisasi variabel customer satisfaction
Variabel
Customer satisfaction
Indikator
Kepuasan terhadap semua produk makanan
Kepuasan terhadap semua produk minuman (kopi dan non-kopi)
Kepuasan terhadap suasana
Kepuasan terhadap kualitas pelayanan
Sumber : Shin, et al.
Menurut Sugiyono (2003:116) “Validitas menunjukkan sejauh mana suatu sifat alat
pengukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur suatu variabel. Suatu instrumen
dinyatakan valid apabila korelasi antara dua skor suatu butir dengan skor totalnya
minimal sebesar 0,3”. Menurut Ghozali (2007), Pengujian reliabilitas instrumen diuji
dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Realibilitas suatu konstruk variabel dikatakan
baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,6 dan apabila nilai Cronbach’s
Alpha < dari 0,6 maka hal ini mengindikasikan ada beberapa responden yang menjawab
tidak konsisten dan harus kita lihat satu persatu jawaban responden yang tidak konsisten
harus dibuang dari analisis dan alpha akan meningkat. Dan dengan menggunakan uji
asumsi lalu penelitian akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda
guna mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan pada setiap indikator dari
masing-masing variabel menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel 5. Pengujian Validitas Variabel Materiality
Butir Pertanyaan
1
Korelasi
0,711
Kesimpulan
Valid
2
0,741
Valid
3
0,715
Valid
4
0,784
Valid
Tabel 6. Pengujian Validitas Variabel Assurance
Butir Pertanyaan
1
Korelasi
0,808
Kesimpulan
Valid
2
0,827
Valid
219
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
3
0,886
Valid
4
0,789
Valid
Butir Pertanyaan
1
Korelasi
0,790
Kesimpulan
Valid
2
0,824
Valid
3
0,813
Valid
4
0,782
Valid
Tabel 7. Pengujian Validitas Variabel Taste
Tabel 8. Pengujian Validitas Variabel Customer Satisfaction
Butir Pertanyaan
1
Korelasi
0,643
Kesimpulan
Valid
2
0,634
Valid
3
0,678
Valid
4
0,572
Valid
Variabel
Materiality
Cronbach’s Alpha
0,876
Kesimpulan
Reliabel
Assurance
0,925
Reliabel
Taste
0,913
Reliabel
Customer Satisfaction
0,812
Reliabel
Tabel 9. Pengujian Reliabilitas
Deskripsi karakteristik 50 responden dalam penelitian ini ditinjau dari jenis kelamin,
status pernikahan dan usia.
Tabel 10. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No
1
2
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi
31
19
50
Persentase (%)
62%
38%
100%
Tabel 11. Deskripsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan
No
1
2
Status Pernikahan
Sudah Menikah
Belum Menikah
Total
Frekuensi
23
27
50
Persentase (%)
46%
54%
100%
Tabel 12. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia
No
1
2
Usia
< 20 tahun
>20 tahun
Frekuensi
20
30
220
Persentase (%)
40%
60%
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Total
50
100%
Uji Hipotesis
Setelah memenuhi uji asumsi, maka pengujian hipotesis dilakukan secara parsial
dengan uji t, uji ini dilakukan dengan melihat hasil output PASW 18.00 sebagai berikut:
Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Ganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
1
Std. Error
(Constant)
1.339
.839
Materiality
.263
.105
Assurance
.458
Taste
.278
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
1.596
.117
.249
2.504
.016
.300
3.332
.131
.457
3.492
.001
.173
5.772
.098
.286
2.844
.007
.293
3.413
a. Dependent Variable: Kepuasan
Tabel 13. di atas menunjukkan besarnya signifikansi untuk variabel materiality
adalah 0,016 lebih kecil dari α (0,05), untuk variabel assurance sebesar 0,001 lebih
besar dari α (0,05), untuk variabel taste sebesar 0,007 lebih kecil daripada dari α (0,05).
Dengan demikian, hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya pembuktiannya adalah
sebagai berikut:
1. H1 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan materiality
terhadap customer satisfaction.
2. H2 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan assurance
terhadap customer satisfaction.
3. H3 tidak ditolak sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan taste
terhadap customer satisfaction.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil pemecahan masalah yang diperoleh
adalah variabel materiality, assurance, dan taste memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap customer satisfaction, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shin, et al, di mana dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa variabel materiality,
assurance dan taste memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kepuasan
konsumen (customer satisfaction).
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, ditemukan bahwa variabel
materiality, assurance dan taste memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap
customer satisfaction. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig. dan nilai slope pada tabel
13., bahwa variabel yang memiliki pengaruh positif yang signifikan terbesar adalah
variabel assurance, hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan Shin, et al,
221
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
karena pada penelitiannya variabel taste merupakan variabel yang memiliki pengaruh
positif yang signifikan terbesar diantara variabel independen lainnya. Mungkin hal
tersebut berbeda karena perbedaan tempat, responden dan waktu penelitian yang
dilakukan, bisa juga karena di Indonesia pernah terjadi kasus kematian karena kopi yang
tidak higienis, sehingga mereka cenderung lebih puas terhadap faktor assurance
dibandingkan variabel independen lainnya dalam penelitian ini.
Implikasi dalam penelitian ini, dengan hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat
ketiga variabel independen dalam penelitian ini memiliki pengaruh signifikan positif
terhadap kepuasan konsumen untuk terus meningkatkan dan mempertahankan kepuasan
konsumen Starxxx di Mall Ciputra. Sehingga secara praktis, Starxxx harus selalu
menjaga assurance (jaminan) akan kesopanan dari pelayannya, kehigienisan kopi, dan
produk lain selain kopi, serta keamanan akan terjadinya bencana kebakaran. Setelah
higienisnya produk tersebut, tentunya rasa produk dari Starxxx harus selalu dijaga, bisa
dengan selalu menjamin kesegaran dari bahan baku yang akan digunakan, agar rasa pun
tetap selalu nikmat. Dan yang terakhir, adalah faktor pendukung baik secara eksterior,
maupun interior serta penampilan karyawan yang selalu terlihat rapih dan juga faktor
seperti wifi yang selalu tersedia dan berfungsi dengan baik, kursi, meja dsb yang selalu
bersih dan nyaman harus selalu diperhatikan pihak Starxxx agar konsumen tetap puas
sehingga akan melakukan pembelian lagi di kemudian hari. Dan untuk penelitian ke
depannya, disarankan dapat menambah jumlah sampel yang lebih banyak, untuk
meningkatkan tingkat keakuratan. Dan juga dapat menambah variabel independen
lainnya seperti store atmosphere, price, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. “The Effect of Service and Food Quality on Customer Satisfaction and Hence
Customer Retention”. Asian Social Science Vol.11. 2015.
Butt & Murtaza. “Measuring Customer Satisfaction w.r.t Restaurant Industry in
Bahawalpur”. European Journal of Business and Management Vol. 3. 2011.
Imam Ghozali. (2007). Analisis Multivariate dengan program PASW. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Nasution MN, (2001), Manajemen Mutu Terpadu, edisi ke-1. Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia.
Shin, et al. (2015). “The Impact of Korean Franchise Coffee Shop Service Quality and
Atmosphere on Customer Satisfaction and Loyalty”. East Asian Journal of Business
Management.
Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
________. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Cetakan Kesembilan. Bandung: Alfabeta.
Thakur, et.al. (2014). “Taste Masking Techniques: Dicyclomine Hydrochloride by
Inclusion Complexes with Cyclodextrin Using Various Oral Formulations”.
American Journal of Pharmacology and Pharmacotherapeutics.
Zeithaml, Bitner, & Gremler. (2006). Services Marketing. Fourth Edition. Mc Graw
Hill
____________________. (2013). Services Marketing. Sixth Edition. Mc Graw Hill.
222
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH ORIENTASI HEDONIK-UTILITARIAN
PADA KEGIATAN CAUSE RELATED MARKETING
Singgih Santoso
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected]
ABSTRAK :
Saat ini kegiatan cause related marketing telah berkembang dengan pesat. Sebagai perluasan dari
kegiatan corporate social responsibility, kegiatan cause related marketing berupaya menyatukan merek
komersial dengan kegiatan organisasi sosial dalam sebuah produk baru, dengan tujuan memberi makna
baru pada penawaran produk yang terintegrasi di pikiran konsumen. Selain berdampak pada masyarakat,
kegiatan tersebut diharapkan juga berdampak positif bagi kinerja perusahaan. Penelitian akan menguji
model struktural yang menggambarkan hubungan antara variabel orientasi belanja Hedonik, orientasi
belanja Utilitarian, Sikap terhadap Iklan cause related marketing, dan Keinginan Membeli produk cause
related marketing. Dengan menggunakan survei pada sejumlah mahasiswa dan menggunakan pengujian
untuk melihat kesesuaian model structural dan hubungan antar variabel, hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel Hedonik dan Utilitarian berpengaruh positif dan signifikan pada variabel sikap terhadap
iklan cause related marketing. Sedangkan variabel sikap terhadap iklan cause related marketing secara
positif dan signifikan berpengaruh pada variabel Niat Beli.
Kata Kunci: cause related marketing, orientasi hedonic, orientasi utilitarian, sikap terhadap iklan, niat
membeli produk
ABSTRACT:
Currently cause related marketing activities has grown significantly. As an extension of corporate social
responsibility activities, cause related marketing activity seeks to unite commercial brands with social
organization activities in a new product, with main purpose to give a new meaning to offer integrated
products in consumer’s mind. Cause related marketing activities is expected to serve two purposes,
support social cause and improve firm performance. The research model, in structural equation model
form, will test relationship between variables, i.e Hedonic shopping orientation, Utilitarian shopping
orientation, Attitudes toward Advertising cause related marketing, and Purchase Intention to cause
related marketing products. By using a survey on the number of students and with fit test for relationship
between variabels, the results showed that Hedonic shopping orientation and Utilitarian shopping
orientation affect attitudes toward advertising cause related marketing positive and significantly. And
attitudes toward advertising cause related marketing variable influensce Purchase Intention positive and
significantly.
Keywords: cause related marketing, hedonic shopping orientation, utilitarian shopping orientation,
attitudes toward advertising, and purchase intention
PENDAHULUAN
Sejalan dengan populernya konsep societal marketing, yakni sebuah konsep lebih
lanjut dari kegiatan pemasaran yang menekankan selain terpenuhinya permintaan
konsumen juga terjaganya kepentingan masyarakat luas, banyak perusahaan mulai
melakukan kegiatan sosial secara langsung atau melakukan kerjasama dengan
organisasi sosial untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini
memunculkan dua isu sebagai latar belakang penelitian ini, yakni kegiatan aliansi merek
dan bentuk khusus dari kegiatan tersebut, yakni kegiatan cause related marketing
223
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
(CRM). Strategi aliansi merek (brand alliances) pada dasarnya adalah kegiatan
menyatukan dua merek atau lebih dalam sebuah produk baru, dengan tujuan memberi
makna baru pada penawaran produk yang terintegrasi di pikiran konsumen (Walchli,
2007; Erevelles et al., 2008; Wymer dan Samu, 2009). Dalam praktek, kegiatan aliansi
merek ada dalam beragam bentuk, seperti aliansi dua merek berbeda dan memasuki
kategori produk yang baru, seperti produk perbankan BCA yang beraliansi dengan jasa
penerbangan GARUDA. Bentuk khusus dari kegiatan aliansi merek adalah causerelated marketing, yakni kegiatan aliansi sebuah merek komersial dengan sebuah
organisasi sosial dengan tujuan mendapatkan dana bagi kegiatan sosial yang dilakukan
dengan mengambil persentase tertentu dari penjualan yang dilakukan (Varadarajan dan
Menon, 1988). Sebagai contoh sejumlah persentase tertentu dari penjualan kopi
Sumatera yang dilakukan oleh Starbuck akan didonasikan pada pemulihan dampak
tsunami di Aceh lewat lembaga CARE (Lafferty, 2009); di India, perusahaan telepon
seluler AIRCELL melakukan aliansi dengan organisasi perlindungan satwa liar WWF
untuk menyelamatkan harimau India dari kepunahan (Agarwal et al., 2010). Robinson
et al. (2012) menyatakan dua kegunaan utama CRM, yakni meningkatkan kinerja
perusahaan dan mendukung kegiatan sosial yang berdampak pada masyarakat.
Selama ini kegiatan CRM pada umumnya dilakukan lewat pengiklanan, baik di
media cetak ataupun media elektonik, karena media promosi ini sangat efektif untuk
menimbulkan kesadaran akan kegiatan CRM. Namun demikian, salah satu reaksi
konsumen yang patut diwaspadai dalam kegiatan promosi CRM adalah perasaan raguragu akan ketulusan dari perusahan komersial ataupun organisasi sosial yang
berkolaborasi dalam CRM. Hal ini dapat dimaklumi, karena keuntungan adalah hal
yang pasti dicari perusahaan, dan hal tersebut dapat dimanipulasi oleh perusahaan untuk
memanfaatkan rasa filantropis dari konsumen dengan menyertakan logo atau deskripsi
kegiatan sosial dari sebuah lembaga sosial, yang sedikit banyak akan berpengaruh pada
emosi konsumen. Riset dari Singh (2009) menyatakan bahwa efektivitas kegiatan
pengiklanan CRM dapat berdampak negatif pada konsumen dalam bentuk munculnya
rasa skeptis, yang dapat berlanjut menjadi sikap tidak suka dan menolak merek yang
bepartisipasi pada kegiatan tersebut. Kim dan Johnson (2013) juga menyatakan bahwa
manfaat kegiatan cause related marketing selain untuk popularitas serta peningkatan
kesadaran merek dari produk komersial dan organisasi sosial yang beraliansi, juga
memberi manfaat bagi masyarakat dalam arti yang luas. Temuan riset Thomas et. al.
(2011) juga menyatakan bahwa kegiatan cause related marketing dapat meningkatkan
popularitas merek komersial lewat word of mouth yang secara sukarela dilakukan
konsumen yang membeli produk lewat kegiatan tersebut.
Salah satu isu yang sering diangkat dalam penelitian di bidang CRM adalah
efektifitas dari kegiatan iklan CRM; Irwin (2011) menyatakan adanya kegiatan CRM
yang dilakukan oleh produsen ayam goreng terkemuka Kentucky Fried Chicken dengan
organisasi sosial Yayasan Riset di bidang Kanker, sebuah aliansi dengan tingkat
kesesuaian yang rendah, dan berakibat kegiatan tersebut hanya berdampak kecil di
masyarakat. Untuk itulah perlu dikembangkan riset lebih lanjut tentang pengaruh rasa
suka atau tidak suka konsumen pada sebuah iklan kegiatan CRM pada keinginan
membeli produk CRM.
224
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN LITERATUR
Dalam peneltiian ini ada empat variabel dengan penjabaran masing-masing variabel
adalah:
Rasa Skeptis terhadap Iklan CRM
Walaupun kegiatan CRM sudah semakin populer di masyarakat dan banyak
dilakukan perusahaan besar, namun demikian tidak sedikit konsumen masih meragukan
ketulusan perusahaan untuk melakukan kegiatan filantropis; dampak dari anggapan
tersebut adalah adanya rasa skeptis dan tidak percaya saat melihat sebuah tayangan
iklan dari kegiatan CRM. Riset Elving (2012) menunjukkan konsumen cenderung ragu
dan tidak percaya pada perusahaan yang melakukan kegiatan sosial (CSR); dalam
risetnya, tingkat terendah dari rasa skeptis tersebut ditemukan pada kegiatan CSR antara
perusahaan dengan reputasi yang bagus dan jenis kegiatan sosial yang memang cocok
(fit) dengan jenis CSR yang dikerjakan. Do Paco dan Reis (2012) dalam risetnya tentang
green marketing menambahkan adanya hubungan orientasi seseorang dengan
pandangannya tentang isi sebuah iklan; konsumen yang peduli pada upaya pemasaran
yang berorientasi lingkungan (green marketing) akan mempunyai rasa skeptis yang
lebih besar pada tayangan iklan dari perusahaan yang memperlihatkan produk mereka
peduli lingkungan, dibandingkan konsumen yang tidak berorientasi pada pelestarian
lingkungan.
Rizvi et.al. (2012) mendefinisikan perasaan skeptis pada iklan sebagai
kecenderungan dari seorang konsumen untuk mempunyai sikap tidak setuju terhadap
pernyataan atau klaim yang dibuat oleh pembuat iklan atau pemasar; mereka
menyatakan upaya konsumen untuk mencari pendapat tentang sebuah hal, kredibilitas
sumber yang menjadi acuan konsumen, serta kegiatan CSR dari sebuah perusahaan
sebagai tiga hal yang berpengaurh pada tumbuhnya perasaan skeptis tersebut.
Beberapa penelitian telah mendalami masalah rasa skeptis yang dipunyai konsumen;
riset Chang dan Cheng (2014) menyorot penyebab timbulnya rasa skeptis tersebut
dengan melihat pada orientasi konsumen saat berbelanja serta pola pikir dari konsumen.
Jika orientasi belanja dari konsumen melihat konsumen dianggap lebih berorientasi
hedonik atau lebih berorientasi utilitarian, maka dari sudut pola pikir, konsumen dapat
dibedakan antara konsumen dengan lebih memiliki rasa individualistik dan konsumen
dengan lebih memiliki rasa kolektif dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Orientasi Hedonik dan Orientasi Utilitarian
Kegiatan konsumsi secara natur dapat dibedakan menjadi kegiatan yang praktis dan
kegiatan hedonis, sehingga ada pembagian orientasi hedonik dan orientasi uitlitarian
pada diri seseorang. Tentu tidak mungkin seseorang total berorientasi hedonik atau
utilitarian, namun lebih tepat dikatakan seseorang cenderung berorientasi hedonik saat
berbelanja dibandingkan orientasi utilitarian. Overby dan Lee (2006) dan Scarpi (2012)
menyatakan bahwa konsumen berorientasi hedonik lebih berkarateristik memuaskan
kebutuhannya dengan membandingkan manfaat yang akan diterima dan pengorbanan
yang diberikan, khususnya untuk hal yang lebih bersifat emosional, untuk kegembiraan
hati, dan untuk kesenangan hati yang maksimal. Sedangkan konsumen berorientasi
225
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
utilitarian lebih ke arah kegunaan praktis dari sebuah produk dan membeli produk
karena berorientasi pada tugas.
Beberapa penelitian mengungkapkan peran kedua tipe orientasi konsumen ini dalam
perilaku konsumsi; konsumen berorientasi hedonik menekankan pengalaman
mengkonsumsi pada arti simbolik sebuah produk dan perasaan seseorang yang bersifat
subyektif, seperti kesenangan, keramahan atau fantasi; sedangkan konsumen
berorientasi utilitarian lebih menekankan pada manfaat yang bersifat tangibel dan
berdasar fitur-fitur obyektif dari sebuah produk (Overby dan Lee, 2006; Holbrook dan
Hirschman, 1982). Walaupun dapat dibedakan, namun orientasi konsumen mempunyai
kedua unsur tersebut dalam tingkat yang berbeda-beda. Karena itu, banyak produk juga
mengandung kedua unsur tersebut; sebagai contoh adalah produk pasta gigi yang
mempunyai unsur hedonik pada atribut kesegaran atau atribut rasa, sedangkan unsur
utilitarian ada pada fungsinya untuk mencegah gigi berlubang (Batra dan Ahtola, 1991).
Riset dari Strahilevitz dan Myers (1998) menunjukkan perbedaan sikap konsumen
terhadap produk bertipe hedonik dan produk bertipe utilitarian saat beraliansi dalam
sebuah kegiatan CRM. Dengan menggunakan sejumlah produk hedonik (seperti es krim
atau tiket konser) dan produk utilitarian (seperti pasta gigi atau buku teks), didapat hasil
sikap konsumen lebih positif dan keinginan membeli terhadap produk lebih terstimuli
terhadap paduan sebuah kegiatan sosial dengan produk hedonik daripada paduan sebuah
kegiatan sosial dengan produk utilitarian. Mereka menyimpulkan bahwa pembuatan
iklan kegiatan CRM untuk produk hedonik akan mendorong konsumen merasa bersalah
dan senang sekaligus, yang mereka sebut sebagai affect-based complementary. Hibbert
et.al. (2007) juga menunjukkan adanya perasaan bersalah dan ingin membantu saat
ditampilkan iklan yang menunjukkan kadanya kegiatan filantropis seperti CRM. Di sisi
lain, iklan CRM dengan menggunakan produk tuilitarian cenderung akan diakses
konsumen dengan rasional; teori elaboration likelihood model (Petty dan Cacioppo,
1986) menunjukkan konsumen pada dasarnya akan emmproses informasi secara
sistematis. Saat melihat iklan CRM, konsumen dengan orientasi lebih pada manfaat
utilitarian akan melihat detil manfaat produk, fitur produk, daripada melihat sisi
emosinya, seperti bentuk kemasan produk, bau produk, dan lainnya.
Dari pembahasan di atas, untuk pengaruh konsumen berorientasi hedonik dan
utilitarian, dikembangkan dua hipotesis berikut:
H1: Konsumen dengan orientasi lebih pada aspek hedonik pada sebuah produk akan
mendorong rasa suka saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related
marketing.
H2: Konsumen dengan orientasi lebih pada aspek utilitarian pada sebuah produk akan
mendorong rasa suka saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related
marketing.
Keinginan Membeli Produk
Keinginan untuk membeli (purchase intention) berhubungan dengan tahapan mental
seorang konsumen dalam pengambilan keputusan, dimana ia telah mengembangkan
keinginan yang nyata untuk bertindak terhadap sebuah produk atau merek (Wells et al.,
2011; Hutter et al., 2013; Dodds et al., 1991). Riset dari Manuel et al. (2014)
menunjukkan bahwa individu yang sudah merasa skeptis pada iklan CRM akan
mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh saat akan membeli produk yang
beraliansi dengan CRM daripada keinginan untuk membantu organisasi sosial yang
226
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
beraliansi, sehingga mereka akan cenderung menurunkan niat untuk membeli produk.
Hal ini tentu mengurangi dampak iklan CRM yang diharapkan direspon positif oleh
konsumen, seperti dikemukakan oleh Chang dan Cheng (2015). Dari hal di atas dapat
dikemukakan sebuah hipotesis:
H3: Sikap saat melihat tayangan iklan sebuah kegiatan cause related marketing
berhubungan dengan Keinginan Membeli produk CRM.
Model untuk penelitian adalah:
Orientasi
Hedonik
Sikap terhadap Iklan CRM
Keinginan Membeli
Orientasi
Utilitarian
Gambar 1. Model Penelitian
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan digunakan metode survei dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner akan dibagikan kepada 200 mahasiswa dengan metode random
sampling. Isi kuesioner akan dibagi menjadi dua tahapan. Bagian pertama adalah
mengetahui profil dari konsumen, sedangkan bagian kedua berisi pertanyaan untuk
pengujian model, yang terdiri dari enam konstruk.
Pengukuran untuk indikator dari masing-masing konstruk berdasar pada riset Babin
et al. (1994) untuk dua konstruk orientasi belanja hedonik-utilitarian dari konsumen,
riset McCarthy dan Shrum (2001) dan Noguchi (2007) untuk dua konstruk pola pikir
individualis-kolektif dari konsumen, riset Obermiller et al. (2005) untuk konstruk rasa
skeptis pada iklan CRM, serta riset Hou et al. ( 2008) untuk konstruk Keinginan
Membeli.
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan cross tab untuk data
profil serta analisis model struktural untuk menguji model penelitian. Kegiatan
pengujian SEM mempunyai beberapa tahapan penting. Pertama adalah mendefinisikan
konstruk yang ada, kemudian mengembangkan model pengukuran (measurement
model). Setelah itu proses dilanjutkan dengan pengujian model pengukuran tersebut.
Kemudian dilakukan spesifikasi model struktural (structural model) dan penilaian
validitas model struktural tersebut. Untuk pengujian model, digunakan beberapa kriteria
umum dari goodness of fit, seperti χ 2 / df, RMSEA, dan TLI (Hair et al., 2006; Singh,
2009; Hooper et al., 2008).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Model penelitian dalam bentuk diagram structural equation modelling adalah:
227
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Gambar 2. Model Penelitian dalam Diagram AMOS
Sumber: Data Primer Diolah (2016)
Dengan menggunakan AMOS versi 22, dilakukan pengujian terhadap model kegiatan
CRM di atas, dengan hasil:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Goodness of Fit
Kriteria goodness of fit
χ 2 / df
RMSEA
TLI
CFI
Angka yang direkomendasi
1,972
0,070
0,887
0,902
Hasil di atas menunjukkan angka χ 2 / df serta RMSEA yang bagus dan memenuhi
kriteria kelayakan model; interval angka χ 2 / df seharusnya ada di kisaran 2 sampai 5,
sedangkan angka RMSEA diharapkan di bawah 0,08. Untuk angka CFI, hasil yang
didapat adalah bagus, karena di atas angka batas 0,9; sedangkan untuk angka TLI,
walaupun belum ada pada kriteria baik (di atas 0,9), namun tergolong moderat dan tidak
dapat dikatakan jelek. Sedangkan untuk hasil analisis regresi didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil Perhitungan Hubungan Antar Konstruk
Koefisien
regresi
Hubungan antar variabel (Konstruk)
Hedonik dengan Sikap terhadap iklan
Utilitarian dengan Sikap terhadap iklan
Sikap terhadap iklan dengan Niat Beli
.218
.316
.386
Signifikansi
(probabilitas)
0,000
0,008
0,000
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari dua variabel independen yang dihipotesa
berpengaruh terhadap variabel sikap pesimis terhadap iklan CRM, baik variabel
Hedonik dan Utilitarian berpengaruh pada Sikap terhadap iklan CRM. Sedangkan
variabel Sikap terhadap iklan CRM secara positif dan signifikan berpengaruh pada
228
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
variabel Niat Beli. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat melihat sebuah iklan
kegiatan CRM, sikap mereka terhadap iklan tersebut dipengaruhi oleh orientasi belanja
yang bersifat hedonik dan utilitarian dari orang tersebut; sikap tersebut kemudian akan
berdampak pada niat beli terhadap produk CRM yang diiklankan.
Hasil di atas memperkuat riset dari Overby dan Lee (2006) dan riset Chang dan
Cheng (2015) yang menunjukkan pada pembelian barang-barang lewat kegiatan online
marketing, produk-produk baik yang bertipe utilitarian ataupun hedonik berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap niat beli konsumen. Saat konsumen dengan
orientasi utilitarian berbelanja atau melihat iklan produk, mereka akan bertindak
rasional, lebih mengevaluasi kegunaan dan utilitas dari produk, dan tidak pada estetika
yang menyertai produk tersebut; evaluasi yang terjadi, menurut teori elaboration
likelihood model/ELM (Petty dan Cacioppo, 1986), konsumen akan melihat detil dari
sebuah iklan kegiatan CRM dan akan berpikir rasional untuk mendonasikan uangnya
atau tidak, setelah mempertimbangkan apakah isi iklan tersebut lebih berupaya untuk
memanipulasi rasa altruistik pembaca ataukah tidak. Karena pada umumnya iklan CRM
mendorong pembelian dengan memanipulasi rasa altruistik calon pembeli dan tidak
mengutamakan fungsi serta benefit dari produk, maka konsumen berorientasi utilitarian
akan cenderung tidak terpengaruh dengan iklan tersebut. Namun demikian, pada
produk-produk utilitarian, konsumen justru memperhatikan benefit dari produk tanpa
terlalu dipengaruhi oleh estetika dan sisi emosi produk; saat seseorang membeli lampu
hemat energi, ia lebih memperhatikan pada kegunaan produk serta fitur keawetan dan
daya hemat listrik yang ditawarkan; konsumen tidak begitu terpengaruh dengan bentuk
lampu atau warnanya. Pada dasarnya, setiap konsumen mempunyai orientasi utilitarian
dan hedonik, sehingga pada model ELM terdapat dua rute evaluasi, yakni rute sentral
untuk orientasi utilitarian dan rute periferal untuk orientasi hedonik; riset Chen dan Lee
(2008) menunjukkan untuk produk yang mempunyai kandungan emosi dan estetika
cukup tinggi, seperti kosmetik dan pembelian produk-produk pakaian atau tas lewat
online marketing, kedua orientasi tersebut terbukti menunjukkan pola seperti yang ada
pada teori ELM. Iklan sebuah kegiatan CRM pasti mengandung kedua orientasi
tersebut, walaupun produk satu dengan yang lain dapat mempunyai derajat nilai
orientasi yang bervariasi. Nilai utilitarian pada kegiatan CRM akan terlihat pada detil
produk yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut, baik dari kegunaan utama produk
ataupun pada manfaat yang dirasakan oleh konsumen; sementara, setiap produk juga
ada sisi emosionalnya, khususnya jika sudah dialiansikan dengan kegiatan altruistik
yang akan mempengaruhi konsumen dari sisi emosi. Sebagai contoh, pada riset Chen
dan Lee (2008) digunakan produk kosmetik. Produk tersebut mempunyai nilai
utilitarian sebagai pelapis kulit muka, namun banyak mengandung sisi emosi untuk
mempercantik penampilan wajah. Penggunaan iklan CRM akan mempengaruhi
konsumen dalam bersikap positif pada sisi utilitarian dan hedonik secara bersama-sama.
Senada dengan temuan di atas, penggunaan teori stimulus-organism-response (SOR)
pada riset dari Guerreiro dan Rita (2015) menyatakan konsumen berorientasi utilitarian
akan lebih sulit menggerakkan emosinya dan lebih melihat logo merek serta jumlah
donasi yang harus diberikan; sedangkan konsumen berorientasi hedonik lebih mudah
tergerak emosinya dan memperhatikan pula hal-hal yang non-visual pada produk.
Temuan menarik didapatkan pada riset Yael et. al (2016) yang memberikan tambahan
variabel rasa-bersalah dalam diri konsumen; mereka menyatakan bahwa dalam kegiatan
CRM, konsumen dengan karateristik mudah tersentuh oleh emosi dan rasa bersalah jika
229
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
tidak berpartisipasi dalam kegiatan CSR, dan jika produk yang berpartisipasi adalah tipe
produk dengan kandungan hedonik lebih banyak, seperti kosmetik atau pertunjukan di
bioskop, mereka akan lebih mudah bersikap positif dan mempunyai niat beli yang lebih
besar dibandingkan jika produk lebih berorientasi ke produk utilitarian. Dengan
demikian, dalam kegiatan iklan kegiatan CRM, konsumen dengan orientasi belanja
hedonik akan bersikap positif terhadap iklan CRM.
Untuk kaitan sikap terhadap iklan CRM dan niat membeli responden, riset dari
Anuar et. al. (2013) menunjukkan kaitan erat antara kedua variabel tersebut. Pada riset
mereka, dilakukan pembagian rasa skeptis terhadap iklan CRM yang tinggi dan rendah;
temaun mereka menyatakan bahwa rasa skeptis yang besar akan menurunkan keinginan
membeli, sedangkan rasa skeptis yang rendah akan menaikkan keinginan membeli
produk CRM. Riset Overby dan Lee (2006) juga menyatakan bahwa konsumen dengan
orientasi hedonik yang merasa suka terhadap kegiatan CRM akan terdorong untuk
membeli produk-produk yang beraliansi dengan organisasi sosial dalam kegiatan CRM.
Riset dari Santoso (2012) tentang kegiatan CRM juga menyatakan bahwa sikap yang
positif terhadap kegiatan CRM yang dinyatakan dalam bentuk iklan CRM akan
mendorong responden untuk mempunyai niat beli yang signifikan terhadap produk
CRM. Hal ini disebabkan responden yang mempunyai orientasi hedonik dalam
berbelanja dan mempunyai pola pikir mengutamakan kolektifitas dalam kegiatan seharihari akan cenderung suka terhadap iklan-iklan kegiatan CRM; dalam teori sikap dari
Fishbein (1975) menyatakan bahwa aspek kognitif dan aspek afektif (rasa suka atau
tidak suka) akan mempenmgaruhi aspek konatif (perilaku) seseorang. Dalam model
penelitian ini, rasa suka tersebut akan mendorong responden mempunyai niat beli pada
produk CRM.
Implikasi dari penelitian ini ada beberapa hal. Pertama, karena orientasi hedonik
terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap rasa suka terhadap iklan
CRM, maka agar sebuah kegiatan CRM dapat efektif, produk yang dialiansikan dengan
organisasi sosial seharusnya berorientasi lebih pada aspek hedonik, dimana seseorang
lebih mengutamakan emosi dan melihat estetika produk; produk seperti kosmetik, hotel,
jasa perawatan kulit, dan lainnya akan lebih mudah mendorong rasa altruistik konsumen
untuk akhirnya mempunyai niat membeli produk-produk CRM. Implikasi kedua
berkaitan daridengan hasil penelitian yang menunjukkan orientasi utilitarian juga
berdampak positif pada iklan CRM. Untuk produk bertipe utilitarian, iklan CRM dapat
bekerjasama dengan organisasi sosial yang selaras dengan tipe produk utilitarian, seperti
produk lampu hemat energi dengan organisasi pelestari lingkungan, seperti WALHI;
produk hemat engeri mementingkan fitur kemampuan menghemat daya listrik dengan
tidak mengutamakan estetika produk, sedangkan organisasi pelestari lingkungan yang
juga memperhatikan kelangsungan energi di bumi, selaras dengan orientasi
penghematan energi dari produk listrik.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan dan Implikasi
Model penelitian untuk menguji pengaruh variabel orientasi belanja hedonik dan
variabel orientasi belanja utilitarian pada variabel rasa suka saat melihat tayangan iklan
terhadap niat membeli produk pada sebuah kegiatan cause related marketing. Hasil
penelitian dengan menggunakan survei menunjukkan bahwa hanya variabel Hedonik
230
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dan Utilitarian berpengaruh secara positif dan signifikan pada variabel sikap terhadap
iklan CRM. Pengujian lain menunjukkan variabel sikap terhadap iklan CRM secara
positif dan signifikan berpengaruh pada variabel Niat Beli. Hasil ini dapat berimplikasi
pada penguatan teori elaboration likelihood model yang menyatakan adanya pola
pemikiran sentral dan tepi untuk mengevaluasi produk bertipe hedonik dan utilitarian;
sedangkan implikasi manajerial menyatakan perlunya kegiatan CRM baik pada promosi
produk bertipe hedonik atau utilitarian.
Saran
1. Kegiatan CRM sebaiknya dilakukan untuk produk-produk dengan orientasi hedonik
yang lebih mendominasi; karena produk hedonik lebih dapat menimbulkan emosi
dan memudahkan organisasi sosial mendapatkan donasi dari kegiatan CRM.
2. Kegiatan CRM juga dapat digunakan untuk produk-produk utilitarian, dengan
pemahaman bahwa pada produk utilitarian, konsumen akan mengambil rute pinggir
dan rasional untuk mengevaluasi iklan CRM. Untuk itu, ketepatan pemilihan
organisasi sosial yang terkait dengan produk utilitarian harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, P.K., Kumar, P., Swati, G., dan Tyagi, A.K. (2010). Cause Related in India: A
Conceptual Paradigm. Advance in Management, Vol. 3, 24-31.
Anuar, M. M., Omar, K., dan Osman, M. (2013). Does Skepticism Influence Consumers
Intention to Purchase Cause related Products? International Journal of Business
and Social Science Vol. 4 (5), 94-98.
Babin, B. J., Darden, W. R., dan Grifin, M. (1994). Work and/or fun: Measuring
hedonic and utilitarian shopping value. Journal of Consumer Research, Vol.
20(4), 644-656.
Batra, R. dan Ahtola, O.T. (1991). Measuring Hedonic and Utilitarian Sources of
Consumer Attitudes. Marketing Letters, Vol. 2, 159 – 170.
Chen, S. H. dan Lee, K. P. (2008). The Role of personality traits and perceived values
in persuasion: An elaboration likelihood Model perspective on online shopping.
Social Behavior and Personality: an International Journal, Vol. 36 (10), 13791399.
Chang, C. T. dan Cheng, Z. H. (2015). Tugging on Heartstrings: Shopping Orientation,
Mindset, and Consumer Responses to Cause-Related Marketing. Journal of
Business Ethics, Vol. 127 (2), 337-350.
Do Pacüo, A. M. F., dan Reis, R. (2012). Factors affecting skepticism toward green
advertising. Journal of Advertising, Vol. 41(4), 147-155.
Dodds, W.B., Monroe, K.B. and Grewal, D. (1991), Effects of price, brand, and store
information on buyers’ product evaluations. Journal of Marketing Research
(JMR), 28 (3): 307-319.
Elving, W. J. L. (2012). Scepticism and corporate social responsibility
communications: The inßuence of Þt and reputation. Journal of Marketing
Communications First article, Vol. 22(1), 1-16.
231
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Erevelles, S., Horton, V., dan Fukawa, N. (2008). Understanding B2C Brand Alliances
Between Manufacturers and Suppliers. Marketing Management Journal (Fall): 3246.
Fishbein, M., dan Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Guerreiro, J. dan Rita, P. (2015). Attention, emotions and cause related marketing
effectiveness. European Journal of Marketing Vol. 49 No. 11/12, 1728-175.
Hair, J. F., Black, W. C., Barry, B. J., Anderson, R. E., dan Tatham, R. L. (2006).
Multivariate Data Analysis, 6th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Hibbert, S., Smith, A., Davies, A., dan Ireland, F. (2007). Guilt appeals: Persuasion
knowledge and charitable giving. Psychology & Marketing, Vol. 24(8), 723-742.
Holbrook, M. B. and Hirschman, E. C. (1982). The Experiental Aspects of
Consumption: Consumer Fantasies, Feelings and Fun. Journal of Consumer
Research, Vol. 9, 132-140.
Hooper, D., Coughlan, J., dan Mullen, M. R. (2008). Structural Equation Modelling:
Guidelines for Determining Model Fit. The Electronic Journal of Business
Research Methods, Vol 6, 530.
Hou, J., Du, L., dan Li, J. (2008). Cause attributes infuencing consumers purchasing
intention: Empirical evidence from China. Asia Pacific Journal of Marketing and
Logistics, Vol. 20(4), 363-380.
Hutter, K., Hautz, J., dan Dennhardt, S. (2013). The impact of user interactions in social
media on brand awareness and purchase intention: the case of MINI on
Facebook. Journal of Product & Brand Management: 342–351.
Irwin, T. (2011). Disconnect between causes, products deter buying (diupdate tanggal 3
Oktober
2013).
Tersedia
di
http://www.mediapost.com/
publications/article/154177/#axzz2aLw9jzhc [Diakses pada tanggal 2 Maret 2017]
Kim, J., dan Johnson, K. K. P. (2012). The impact of moral emotions on cause-related
marketing campaigns: A cross-cultural examination. Journal of Business Ethics,
Vol. 112 (1), 79-90.
Lafferty, B. A., (2009). Selecting the Right Cause Partners for the Right reasons: The
Role of Importance and Fit in Cause-Brand Alliances. Psychology & Marketing,
Vol. 26 (4), 359-382.
Manuel, E., Youn, S., dan Yoon, D. (2014). Functional matching effect in crm:
Moderating roles of perceived message quality and skepticism. Journal of
Marketing Communications Vol. 20 (6), 397-418.
McCarty, J. A., dan Shrum, L. J. (2001). The infuence of individualism, collectivism,
and locus of control on environmental beliefs and behavior. Journal of Public
Policy & Marketing, Vol. 20 (1), 93-104.
Noguchi, K. (2007). Examination of the content of individualism/ collectivism scales in
cultural comparisons of the USA and Japan. Asian Journal of Social Psychology,
Vol. 10(3), 131-144.
Obermiller, C., Spangenberg, E., dan MacLachlan, D. L. (2005). Ad skepticism: The
consequences of disbelief. Journal of Advertising, Vol. 34(3), 7-17.
Overby, J. W., dan Lee, E.-J. (2006). The effects of utilitarian and hedonic online
shopping value on consumer preference and intentions. Journal of Business
Research, Vol. 59 (1011), 1160-1166.
232
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Petty, R. E., dan Cacioppo, J. T. (1986). Communication and persuasion. New York:
Springer.
Rizvi, S. N. Z., Sami, M., dan Gull, S. (2012). Impact of consumer involvement on
advertising skepticism: A framework to reduce advertising skepticism.
Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol. 4 (8), 465–
472.
Robinson, S. R., Caglar I., dan Jayachandran, S. (2012). Choice of Cause in CauseRelated Marketing. Journal of Marketing Vol. 76, 126 –13.
Scarpi, D. (2012). Work and fun on the internet: The effects of utilitarianism and
hedonism online. Journal of Interactive Marketing, Vol. 26 (1), 53-67.
Singh, R. (2009). Does my structural model represent the real phenomenon?: a review
of the appropriate use of Structural Equation Modelling (SEM) model fit indices,
The Marketing Review, Vol. 9, 199-212
Santoso, S., Dharmmesta, B. S., dan Purwanto, B. M. (2015). Model of Consumer
Attitude in the Activity of Cause-Related Marketing. Mediterranean Journal of
Social Sciences, Vol. 6 (4), 499-508.
Strahilevitz, M. dan Myers, J. G. (1998), Donation to Charity as Purchase Incentives:
How Well They Work May Depend on What You Are Trying to Sell. Journal of
Consumer Research, Vol. 24, 434- 446.
Thomas, M. L., Mullen, L. G., dan Fraedrich, J. (2011). Increased word-of-mouth via
strategic cause-related marketing. International Journal of Nonprofit and
Voluntary Sector Marketing, Vol. 16 (1), 36–49.
Varadarajan, P. R., dan Menon, A. (1988). Cause-Related Marketing: A Coalignment of
Marketing Strategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing, Vol.52,
58-74.
Yael, Z. R., Rabino, R., Cavanaugh, L. A., dan Fitzsimons, G. J. (2015). When
Donating is Liberating: The Role of Product and Consumer Characteristics in the
Appeal of Cause Related Products. Journal of Consumer Psychology, Vol. 26 (2),
213-230.
Walchli, S. B. (2007). The Effect of Between-Partner Congruity on Consumer
Evaluation of Co-Branded Products. Psychology Marketing Vol. 24, 947-973.
Wells, J. D., Valacich, J. S. dan Hess, T. J. (2011). What signal are you sending? How
web site quality influences perceptions of product quality and purchase intentions.
MIS Quarterly Vol. 35 (2), 373-396.
Wymer, W., dan Samu, S. (2009), The Influence of Cause Marketing Associations on
Product and Cause Brand Value. International Journal of Nonprofit and
Voluntary Sector Marketing, Vol 14, 1-20.
BIODATA
Singgih Santoso adalah Tenaga Pengajar Tetap pada Fakultas Bisnis Universitas Kristen
Duta Wacana Yogyakarta. Minat penelitian pada bidang pemasaran dan kewirausahaan,
dengan minat khusus pada branding, pengaruh teknologi informasi pada pemasaran dan
perilaku konsumen, kegiatan pemasaran sosial seperti cause related marketing dan
pemodelan perilaku wirausahawan.
233
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
SEGMENTASI PERILAKU PELANGGAN MENGGUNAKAN
MODEL RFM (RECENCY, FREQUENCY AND MONETARY) DAN
FUZZY C-MEANS
Fitri Rizki Amelia1, Yan Puspitarani2, Abdulah Fajar3
1
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
3
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
2
ABSTRAK:
Persaingan yang semakin ketat membuat perusahaan merubah fokus terhadap strategi yang
mengutamakan produk (product/service oriented) menjadi strategi yang mengutamakan pelanggan
(customer oriented). Salah satu strategi yang diterapkan ialah Customer Relationship Management
(CRM). Permasahalan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan ingin mengenali tentang perilaku
pelanggan, memahami perbedaan pelanggan dan mengenali tingkat loyalitas pelanggan. Proses
segmentasi pelanggan dapat menjadi solusi perusahaan untuk dapat mengenali hubungan pelanggan
terhadap tingkat loyalitas. Dilihat dari permasalahan yang dimiliki perusahaan penulis membuat
penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui tingkat loyalitas pelanggan dengan menerapkan model
analisa RFM (Recency, Frequency and Monetary) dan teknik clustering yaitu Fuzzy C-Means dan KMeans pada data transaksi pelanggan dalam periode tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
cluster yang optimum adalah 6 cluster. Jumlah cluster yang diperoleh merupakan jumlah cluster yang
optimum berdasarkan hasil perhitungan indeks Xie Beni. Kemudian setelah dibandingkan dengan
algoritma K-Means, Fuzzy C-Means menunjukkan hasil yang lebih baik.
Kata Kunci: CRM, RFM (Recency,Frequency,and Monetary), Fuzzy C-Means, K-Means.
ABSTRACT:
The increasing of competition made the company changes the focus of the strategy that prioritizes
product (product / service oriented) be a strategy that prioritizes customers (customer oriented). One of
the strategies is the Customer Relationship Management (CRM). The problem of the company is the
company wants to recognize how the customers’s behaviour, to understand customers and to identify
differences in the level of customer loyalty. Customer segmentation process can be a solution for the
company to recognize customer relations on the level of loyalty. Judging from the problems of the
company author makes this study aimed to determine the level of customer loyalty by applying the RFM
(Recency, Frequency and Monetary) analysis model and clustering techniques that Fuzzy C-Means and
K-Means in customer transaction data within a certain period. The results showed that the optimum
number of clusters is 6 clusters. Number of clusters obtained an optimum number of clusters based on the
calculation of the index Xie Beni. Then after being compared with the K-Means algorithm, Fuzzy CMeans shows better results.
Keywords: CRM, RFM (Recency,Frequency,and Monetary), Fuzzy C-Means.
234
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan dituntut untuk siap menghadapi persaingan yang semakin ketat
dengan perusahaan lain. Hal ini menyebabkan perusahaan merubah fokus terhadap
strategi yang mengutamakan produk menjadi strategi yang mengutamakan pelanggan.
Karena pelanggan merupakan suatu aset yang sangat penting bagi perusahaan modern.
Salah satu strategi yang diterapkan ialah Customer Relationship Management (CRM)
yang merupakan salah satu sarana untuk menjalin hubungan yang berkelanjutan antara
perusahaan dengan para stakeholder maupun shareholdernya. Penerapan Customer
Relationship Management pada perusahaan retail dapat mengefisiensikan dan
mengefektifkan kegiatan bisnis utama dengan kemampuan dalam mendapatkan,
mengelola dan menganalisa data pelanggan, produk, layanan, dan kegiatan operasi.
Permasahalan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan ingin mengenali tentang
perilaku pelanggan, memahami perbedaan pelanggan dan mengenali tingkat loyalitas
pelanggan. Namun perusahaan sulit untuk mengenali perilaku pelanggan yang loyal
terhadap perusahaan. Karena jumlah pelanggan yang sangat banyak membuat
perusahaan kesulitan untuk mengelompokkan pelanggan secara manual.
Proses segmentasi pelanggan dapat menjadi solusi perusahaan untuk dapat
mengenali setiap pelanggan terhadap tingkat loyalitas. Selain itu segmentasi pelanggan
merupakan strategi pemasaran yang tepat sehingga perusahaan dapat mempertahankan
pelanggan dan mendapatkan keuntungan. Segmentasi pelanggan dengan data yang besar
dapat diselesaikan dengan proses data mining (Zhao, 2008) dan dapat dilakukan dengan
model analisa menggunakan RFM (Recency, Frequency and Monetary). Model RFM
dapat membedakan pelanggan yang berasal dari data besar oleh tiga variabel yaitu
recency , frequency, dan monetary. Proses data mining yang dapat dilakukan yaitu
dengan menerapkan proses clustering, clustering yang digunakan adalah algoritma
Fuzzy C-Means untuk pengelompokkan pelanggan.
Menurut Bunkers et al untuk melihat kinerja kedua metode tersebut digunakan
kriteria nilai simpangan baku, yaitu dalam kelompok (Sw) dan antar kelompok (Sb),
metode yang akan dipilih nanti adalah metode yang mempunyai nilai Sw yang
minimum dan nilai Sb yang maksimum (Syaiful,2015). Kriteria banyak cluster optimum
diberikan oleh indeks XB yang minimum. Rekomendasi untuk menggunakan indeks XB
tertuang dalam penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa indeks XB memiliki
ketepatan dan keandalan yang tinggi baik untuk memberikan banyak kelompok
optimum pada metode hard partition seperti K-means cluster maupun pada FCM
(Syaiful,2015).
235
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN LITERATUR
Recency, Frequency and Monetary (RFM)
Model analisa RFM dikembangkan pertama kali oleh Hughes sebagai metode untuk
menganalisis nilai pelanggan. Model ini membedakan pelanggan yang penting dari
sejumlah data dengan menggunakan tiga atribut yaitu selang waktu (interval) pemakaian
pelanggan, frekuensi dan jumlah uang (Hughes,2011). Secara detail ketiga atribut
tersebut dideskripsikan seperti di bawah ini :
1. Recency the last Purchase (R).
R merepresentasikan resensi, yang berarti adalah jarak antara waktu terakhir
pemakaian/pembelian dengan waktu sekarang.
2. Frequency of the purchases (F)
F mempresentasikan frekuensi, yang artinya adalah jumlah transaksi pada periode
tertentu.
3. Monetary Value of the purchases (M)
M merepresentasikan moneter, yang artinya adalah jumlah uang yang digunakan
untuk pembelian pada periode tertentu
Algoritma K-Means
K-means adalah salah satu algoritma yang terkenal untuk clustering dan telah
digunakan secara luas di berbagai bidang termasuk data mining, data statistik, analisis
dan aplikasi bisnis lainnya (Cheng dan Chen,2009). Langkah-langkah algoritma KMeans:
1. Menentukan jumlah cluster k
a. Inisialisasi k pusat cluster ini bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Namun yang paling sering dilakukan adalah dengan cara random. Pusatpusat cluster diberi nilai awal dengan angka-angka random.
b. Memasukkan setiap item dataset yang jaraknya paling dekat dengan nilai
centroid ke dalam centroid cluster tersebut.
c. Menghitung rata-rata nilai item dalam setiap cluster untuk dijadikan
sebagai centroid yang baru.
d. Melakukan pengulangan langkah 2 dan langkah 3 hingga nilai centroid
sama dengan nilai rata-rata item dalam cluster. Perhitungan jarak antar
titik dengan menggunakan euclidean distance. Formula euclidean
distance:
Algoritma Fuzzy C-Means
Pada tahun 1981, Jim Bezdek memperkenalkan untuk pertama kalinya metode
Fuzzy C-Means (FCM), salah satu metode clustering yang termasuk dalam
penggolongan fuzzy clustering berdasarkan uncertainty data (Kusumadewi dan Hartati
,2009). Metode ini menerapkan model pengelompokkan fuzzy agar data bisa menjadi
anggota semua cluster dengan tingkat atau derajad keanggotaan yang berbeda yaitu 0
dan 1 yang akan menentukan tingkat keberadaan data dalam suatu cluster.
236
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Input data yang akan di cluster X, berupa matriks berukuran n x m (n =
jumlah sampel data, m = atribut setiap data). Xij = data sampel ke-i
(i=1,2,...,n), atribut kej (j=1,2,....,m).
2. Tentukan nilai dari :
Jumlah cluster = c; Pangkat/Derajat ke fuzzy-an= w; Maksimum iterasi =
MaxIter; Error terkecil yang diharapkan= ᶓ; Fungsi objektif awal = P0 = 0;
dan Iterasi awal = t = 1;
3. Bangkitkan bilangan random µik i = 1, 2, ..., n; k = 1, 2, ..., c; sebagai
elemen- elemen matriks awal U. Hitung jumlah setiap kolom (atribut) :
Dengan i=1, 2, ..., n. Hitung :
(3)
4. Dengan pusat klaster ke-k: Vkj, dengan k = 1, 2, ..., c; dan j = 1, 2, ..., m
=
(4)
5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t, Pt
(5)
6. Hitung perubahan matriks partisi :
=
Cek kondisi berhenti : Jika : ( | Pt – Pt-1 | < ᶓ ) atau ( t > MaxIter ) maka berhenti; Jika
tidak : t = t+1, ulangi langkah ke-4.
Index XB (Xie-Beni)
Indeks XB ditemukan oleh Xie dan Beni yang pertama kali dikemukakan pada tahun
1991. Ukuran kevalidan cluster merupakan proses evaluasi hasil clustering untuk
menentukan cluster mana yang terbaik .
Rumus kevalidan suatu cluster atau indeks Xie-Beni (XB) (Herditomo dan A. Naba,
2014) yaitu:
Evaluasi Kinerja Menggunakan Kriteria Nilai Simpangan Baku
Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pengelompokan oleh
masing-masing metode dengan menggunakan kriteria dua nilai simpangan baku, yaitu
237
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
rata-rata simpangan baku dalam kelompok (Sw) dan simpangan baku antar kelompok
(Sb) (Syaiful, 2015). Rumus rata-rata simpangan baku dalam kelompok:
Keterangan :
K = banyaknya kelompok yang terbentuk
Sk= Simpangan baku kelompok ke-k.
Rumus rata-rata simpangan baku antar kelompok:
Keterangan,
adalah rataan kelompok dan
adalah rataan keselurahan kelompok.
METODE PENELITIAN
Gambar 1. Metode Penelitian
Penulis mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada perusahaan retail modern,
yaitu perusahaan mengalami kesulitan untuk mengetahui tingkat loyalitas
pelanggannya. Kemudian adanya proses pengumpulan data berupa data transaksi
pelanggan selama 5 bulan (1 Januari 2016 – 31 Mei 2016).
Data yang berhasil dikumpulkan diolah dengan menggunakan model RFM
(Recency, Frequency and Monetary). Diperlukan 3 atribut untuk diolah dengan
menggunakan bantuan query.
Selanjutnya membangun hipotesis dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Pada kasus pertama yaitu mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah
negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang menggunakan perhitungan
simpangan baku untuk mengetahui kinerja algoritma K-Means dan Fuzzy C-Means.
238
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pada kasus kedua yaitu perbandingan pengklusteran pada data iris menggunakan
algoritma K-Means dan Fuzzy C-Means. Dari kedua kasus tersebut menyatakan bahwa
algoritma Fuzzy C-Means lebih baik digunakan dibandingkan dengan algoritma KMeans (Sheshasayee. 2014 ; Febrianti. 2016).
Tahap selanjutnya melakukan pengujian dengan menerapkan algoritma Fuzzy CMeans serta menerapkan teori indeks Xie Beni untuk menentukkan cluster optimum dan
membandingkannya dengan algoritma K-Means dengan memperhitungkan nilai
simpangan baku di kedua algoritma.
Menganalisis hasil pengujian yang telah dilakukan, hasil pengujian terhadap cluster
optimum menggunakan indeks Xie Beni dan perhitungan nilai simpangan baku pada
algoritma Fuzzy C-Means dan K-Means untuk menilai hasil kinerja kedua algoritma.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penentuan Cluster Optimal Menggunakan Rumus Validitas Xie Beni
Penentuan jumlah cluster optimum dilakukan antara cluster 2 sampai 10 dengan
nilai Xie Beni minimum. Dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Penelitian Cluster Optimum
Cluster
2
3
4
5
6
7
8
9
10
XIE BENI
8.5389E+06
2.3786E+06
9.63871E+05
1.6464E+06
1.2937E+05
3.24336E+10
1.3402E+07
6.3990E+05
1.3026E+06
Obj Fcn
2.8796E+12
6.8684E+10
4.8073E+09
6.3004E+08
1.2265E+08
3.0683E+07
9.7379E+06
3.5178E+06
1.4573E+06
Stop Iterasi
120
554
560
537
333
792
521
760
742
Dari tabel 1, Clustering yang dilakukan diperoleh hasil indeks Xie Beni, nilai fungsi
obyektif selama iterasi. Dalam penelitian ini,didapatkan indeks Xie Beni optimal adalah
1.2937E+05 dengan jumlah cluster 6, proses iterasinya berhenti pada iterasi 333 karena
|Pt - Pt-1|< ξ. Nilai fungsi obyektif pada iterasi terakhir adalah 6.3004E+08. Dengan
pusat cluster sebagai berikut :
Tabel 2. Pusat Cluster
Cluster
C1
R
70.4711
F
4.1931
M
3.17E+05
C2
21.5931
2.4109
6.37E+05
C3
47.2377
7.2351
2.32E+06
C4
37.6426
5.8181
1.19E+06
C5
77.7794
1.5953
6.12E+04
C6
88.2107
1.1264
1.62E+05
239
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Dari tabel 2, di hasilkan pusat cluster yang merupakan hasil dari segmentasi
pelanggan. Setelah menemukan segmentasi pelanggan selanjutnya dilakukan analisis
setiap segmen untuk menemukan perilaku atau karakteristik dari pelanggan. Analisis
yang dilakukan adalah analisis antar atribut RFM, untuk mempermudah proses analisis
dilakukan perhitungan skala pada atribut RFM. Dengan cara mengurutkan dan membagi
data menjadi 3 bagian.
Pada recency semakin sedikit selisih antar transaksi terakhir dengan waktu sekarang
maka skala semakin tinggi. Pada frequency (jumlah) transaksi, dimana semakin tinggi
frequency transaksi, maka skala frequency semakin tinggi. Dan semakin besar
pelanggan melakukan transaksi yang menghasilkan fee base, maka semakin tinggi nilai
monetary. (Sanjaya, 2015). Hasil penentuan skala adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Analisis Skala RFM
Skala
Rendah
Sedang
Tinggi
Recency
100-152
43-99
1-42
Frequency
1
2
3-71
Monetary
1782-109389
109393-341576
341954-6867304
Setelah proses perhitungan skala dilakukan, selanjutnya peneliti dapat menentukkan
perilaku pelanggan tiap segmennya. Hasil analisis perilaku pelanggan pada setiap
segmen adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Cluster
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
Cluster 6
Karakteristik
Merupakan cluster yang memiliki nilai recency yang sedang, frequency yang
tinggi dan monetary yang sedang. Dapat disimpulkan pada cluster ini
pelanggan hampir rutin berbelanja 1 bulan sekali, yang beranggotakan
sebanyak 782 pelanggan.
Merupakan cluster dengan nilai recency, frequency dan monetary yang tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini terdiri dari pelanggan lama dengan
tingkat loyalitas tinggi kedua setelah cluster 4. Dalam cluster ini
beranggotakan sebanyak 551 pelanggan.
Merupakan cluster yang memiliki nilai frequency dan monetary yang tinggi
serta recency yang sedang. Dalam cluster ini pelanggan akan cenderung
melanjutkan kebiasaan membelinya dengan dana yang tinggi dan berbelanja
setiap bulannya. Terdapat 195 pelanggan.
Merupakan cluster dengan nilai recency, frequency dan monetary yang tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini terdiri dari pelanggan lama dengan
tingkat loyalitas tinggi. Dalam cluster ini beranggotakan sebanyak 351
pelanggan.
Merupakan cluster dengan nilai frequency dan monetary yang rendah namun
nilai recency yang sedang. Dalam cluster ini merupakan pelanggan lama dan
sudah jarang berbelanja, beranggotakan sebanyak 1473 pelanggan.
Merupakan cluster yang memiliki nilai recency dan frequency yang rendah,
namun nilai monetary yang sedang. Dapat disimpulkan bahwa pada cluster ini
terdiri dari pelanggan yang sudah jarang berbelanja, namun dalam sekali
berbelanja pelanggan tersebut dapat mengeluarkan uang yang banyak. Dalam
cluster ini beranggotakan sebanyak 960 pelanggan.
240
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Penentuan Metode Terbaik
Perbandingan hasil kinerja algoritma Fuzzy C-Means dan algoritma K-Means
dengan nilai rasio rata-rata simpangan baku dalam kelompok dan simpangan baku antar
kelompok dalam cluster 2 sampai dengan 10. Dengan hasil pengujian sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Rasio Simpangan Baku
CLUSTER 2
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
1.79382
0.95664
0.50214
1.0842
K-MEANS
1.62669
0.91299
0.45607
0.99858
CLUSTER 3
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
1.61456
0.83055
0.30668
0.91726
K-MEANS
1.9955
1.00995
0.35553
1.12033
CLUSTER 4
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
1.02402
0.55575
0.12695
0.56891
K-MEANS
1.80777
0.98982
0.2212
1.00626
CLUSTER 5
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
1.15945
0.5184
0.09504
0.59096
K-MEANS
1.95982
0.95479
0.17764
1.03075
CLUSTER 6
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
0.89384
0.45712
0.04802
0.46632
K-MEANS
0.99901
0.55521
0.10061
0.55161
CLUSTER 7
241
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
2.00041
0.94001
0.13939
1.0266
K-MEANS
0.96772
0.43081
0.06272
0.48708
CLUSTER 8
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
0.78223
0.37726
0.04985
0.40311
K-MEANS
0.83694
0.4506
0.04768
0.44507
CLUSTER 9
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
0.76931
0.3574
0.04331
0.39001
K-MEANS
0.78008
0.41232
0.0393
0.41057
CLUSTER 10
METODE
Sw/Sb
R
F
M
AVERAGE
FUZZY C-MEANS
0.70223
0.32836
0.03162
0.35407
K-MEANS
0.78483
0.336
0.03836
0.3864
Dari tabel 5, dapat disimpulkan bahwa rata-rata simpangan baku menggunakan
metode Fuzzy C Means memberikan nilai rasio simpangan baku yang lebih kecil
dibandingkan metode K Means. Hal ini menjelaskan bahwa pengelompokkan dengan
metode Fuzzy C-Means memberikan hasil pengelompokkan yang lebih baik. Dengan ini
penelitian yang dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dibangun.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil dari penerapan Algoritma Fuzzy C-Means dan indeks Xie Beni,
jumlah segmen pelanggan yang dimiliki adalah 6 cluster / segmen, dari keseluruhan
pelanggan sebanyak 4312. Hasil analisis perilaku pelanggan di setiap segmen.
Berdasarkan hasil perhitungan rasio Sw/Sb pada algoritma K-Means dan Fuzzy CMeans, dinyatakan bahwa algoritma Fuzzy C-Means menghasilkan kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan algoritma K-Means, karena algoritma Fuzzy C-Means
menghasilkan nilai rasio Sw/Sb lebih kecil dibandingkan algoritma K-Means.
242
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, Ching-Hsue dan Chen, Youshyang. (2009). Classifiying the segmentation of
customer value via RFM model and RS Theory. Expert Systems with Applications
36, pp. 4176–4184.
Febrianti, Fitria. (2016). Perbandingan Pengklusteran Data Iris Menggunakan Metode
K-Means Dan Fuzzy CMeans. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
Herditomo, Sunaryo, and A. Naba. (2014) Penerapan Metode Hybrid Fuzzy C-Means
dan Particle Swarm Optimization (FCM - PSO) untuk Segmentasi Citra Geografis.
J. EECCIS, vol. 8, no. 1.
Hughes. (2011). Strategic Database Marketing. Probus Publishing Company. McGraw
Hill Professional.
Kusumadewi, Sri dan Hartati, Sri.(2009). NeuroFuzzy : Integrasi Sistem Fuzzy dan
Jaringan Syaraf. Graha Ilmu.
Sanjaya,Reni.(2015). Hubungan Customer Relationship Management Dengan Loyalitas
Nasabah (Studi Kasus : PT Bank XYZ Cabang Bogor). Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Sheshasayee, A., Sharmila, P., (2014). Comparative study of fuzzy C means and K
means algorithm for requirements clustering. Indian Journal of Science and
Technology Vol 7(6), pp. 853–857.
Syaiful, Annas.(2015). Metode K-Means Cluster Dan Fuzzy C-Means Cluster (Studi
Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Kawasan Indonesia Timur tahun 2012).
Skripsi,Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Zhao, D., (2008). Data Mining Applications in the Banking Industry in China (19982007). International Conference on Information Management, Innovation
Management and Industrial Engineering
BIODATA
Fitri Rizki Amelia lahir di Bandung pada tanggal 15 Februari 1996 dari pasangan Bapak
Dedi Suryana dan Ibu Lela Sukaela. Sejak kecil tinggal di Cikutra Kecamatan
Cibeunying Kidul Bandung. Penulis merupakan Mahasiswa Akhir jurusan Teknik
Informatika di Universitas Widyatama Bandung. Adapun pendidikan formal yang telah
penulis tempuh yaitu lulusan tahun 2007 SDN SOKA 34/II Bandung, tahun 2010
lulusan SMPN 4 Bandung dan lulusan tahun 2013.
243
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
KEPUASAN MAHASISWA DILIHAT DARI PERSEPSI
MAHASISWA TERHADAP PELAYANAN AKADEMIK PADA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA
Mailani Hamdani1, Irmawaty2
1
Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, [email protected]
Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, [email protected]
2
ABSTRAK
Universitas Terbuka yang menerapkan sistem belajar jarak jauh khususnya Fakultas Ekonomi merupakan
organisasi jasa yang bergerak di bidang pendidikan yang harus berkomitmen terus membangun atmosfir
akademik dan aspek pelayanan di kampus guna meminimalisir terjadinya persepsi yang berbeda pada
mahasiswa sebagai konsumen. Pelayanan akademik adalah suatu kegiatan akademik yang ditawarkan
kepada suatu pihak (mahasiswa) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka pencapaian
tujuan akademik. Kepuasan mahasiswa ditentukan oleh kualitas layanan yang berkaitan dengan
akademik. Untuk menciptakan kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang diberikan bukanlah
hal yang mudah, mengingat karakteristik mahasiswa UT yang memang berbeda dengan mahasiswa
konvensional, yang terkadang tidak memiliki akses secara langsung dengan UT baik dalam proses
pembelajaran maupun layanan-layanan akademik UT, disinilah memungkinkan terjadinya persepsi yang
berbeda di antara mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Fakultas Ekonomi UT
telah memberikan pelayanan yang terbaik selama mahasiswa mengikuti pendidikan pada Fakultas
Ekonomi UT.
Kata Kunci : persepsi, layanan akademik, kepuasan mahasiswa
ABSTRACT
Open University that implements distance learning for free. Faculty of Economics is a service
organization engaged in education that must always be served academic atmosphere and service aspects
on campus in order to minimize the rise of different perceptions on students as consumers. Academic
service is an academic activity offered to a party (student) either directly or indirectly in the framework of
violation of academic goals. Student satisfaction is determined by the quality of service related to
academic. To create student satisfaction with academic services given the easy thing, considering the
characteristics of UT students who are different from conventional students, who do not have direct
access to UT both in the learning process and UT academic services, this is where the size of different
perceptions rise among students This study aims to determine whether the Faculty of Economics UT has
provided the best service as long as students attend education at the Faculty of Economics of UT.
Keywords: perception, academic service, student satisfaction
PENDAHULUAN
Universitas Terbuka yang menerapkan sistem belajar jarak jauh khususnya
Fakultas Ekonomi merupakan organisasi jasa yang bergerak di bidang pendidikan yang
harus berkomitmen terus membangun atmosfir akademik dan aspek pelayanan di
kampus. Salah satu indikator dari pengelolaan Universitas yang profesional adalah
lembaga tersebut mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Salah satunya
dalam bentuk pelayanan akademik yang berkaitan dengan kelangsungan perkuliahan
dan berhubungan secara langsung dengan mahasiswa.
244
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pelayanan akademik adalah suatu kegiatan akademik yang ditawarkan kepada
suatu pihak (mahasiswa) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka
pencapaian tujuan akademik. Kepuasan mahasiswa ditentukan oleh kualitas layanan
yang berkaitan dengan akademik. Universitas dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa
dengan cara menjalankan pelayanan akademik yang berkualitas yaitu dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan mahasiswa. Pelayanan akademik yang berkualitas
memberikan dorongan bagi mahasiswa untuk menjalin ikatan yang saling
menguntungkan dalam jangka panjang. Mahasiswa yang puas akan memberikan
manfaat bagi institusi, misalnya mereka akan terus menggunakan jasa institusi tersebut
dengan studi lanjut, mereka juga dapat mempromosikan kepada orang lain sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan citra dari institusi tersebut.
Holtzclaw (1986) menyatakan bahwa mahasiswa Program Jarak Jauh khususnya
yang mengambil program Sarjana memerlukan layanan akademik. Sementara itu,
William dan William (1987) menyatakan bahwa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dikenal
sebagai pendidikan yang memerlukan layanan akademik bagi mahasiswanya melebihi
dari apa yang diberikan oleh dosen konvensional dengan segala bahan mengajarnya.
Penyedia layanan pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan,
dimana pelayanan akademik yang berkualitas dapat diidentifikasi melalui kepuasan
pelanggan yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Cravens (Handayani, et al., 2003)
menyatakan bahwa untuk mencapai tingkat kepuasan yang tinggi, diperlukan adanya
pemahaman tentang apa yang diinginkan oleh konsumen yang ada dalam lembaga untuk
memenuhi kebutuhan konsumen yang bersangkutan.
Untuk menciptakan kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang
diberikan bukanlah hal yang mudah, mengingat karakteristik mahasiswa Universitas
Terbuka yang memang berbeda dengan mahasiswa konvensional, yang terkadang tidak
memiliki akses secara langsung dengan Universitas Terbuka baik dalam proses
pembelajaran maupun layanan-layanan akademik Universitas Terbuka, disinilah
memungkinkan terjadinya persepsi yang berbeda di antara mahasiswa. Sugihartono, dkk
(2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan
stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera
manusia. Mahasiswa merupakan pelanggan Universitas Terbuka yang secara langsung
menggunakan Produk Universitas Terbuka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Fakultas Ekonomi Universitas
Terbuka telah memberikan pelayanan yang terbaik selama mahasiswa mengikuti
pendidikan pada Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Dalam penelitian ini, juga
mencoba mengidentifikasi bagaimana persepsi mahasiswa terhadap layanan Universitas
Terbuka dengan Realita Pelayanan Universitas Terbuka yang di dapatkan mahasiswa.
Di harapkan melalui penelitian ini dapat di peroleh informasi mengenai layanan
akademik yang ada untuk menunjang perbaikan layanan akademik Universitas Terbuka
kedepan.
TINJAUAN LITERATUR
Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah suatu keadaan yang dirasakan konsumen setelah dia mengalami
suatu kinerja (atau hasil) yang telah memenuhi berbagai harapannya. Menurut Oliver
(2008), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah
245
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan
dirasakan) dengan yang diharapkannya (Irine, 2009). Menurut Kotler (2000), kepuasan
konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah
perusahaan yang sesuai dengan harapannya.
Pengertian Persepsi
Sugihartono, dkk (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk
ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang
dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang
positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang
tampak atau nyata. Bimo Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan
suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Pelayanan Akademik
Pelayanan merupakan suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok
menawarkan pada kelompok atau orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud
fisik dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu (Tjiptono, 2006). Philip Kotler (2000) menyatakan
terdapat lima determinan kualitas pelayanan yang dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Kepercayaan atau kehandalan (Reliability): kemampuan untuk melaksanakan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2. Daya tanggap (Responsiveness): kemampuan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3. Keyakinan (Assurance): pengetahuan dan kesopanan Pegawai serta kemampuan
mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati (Empaty): syarat untuk peduli, member perhatian pribadi bagi pelanggan.
5. Berwujud (Tangibles): penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media
komunikasi.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
tekhnik analisis data menggunakan distribusi frekuensi. Sukmadinata (2006)
menjelaskan penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia.
Dalam penelitian ini, kualitas pelayanan akademik merupakan variabel X yang
terdiri dari keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance),
dan empati (empathy), sedangkan untuk variabel Y adalah kepuasan mahasiswa
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi UT dengan
pemilihan sampel menggunakan teknik stratified random sampling. Metode yang
digunakan untuk pengumpulan data menggunakan kuesioner bentuk tidak langsung
tertutup. Skala penilaian yang digunakan adalah skala likert.
246
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dilihat berdasarkan asal Program Studi (Prodi) dan
pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan Prodi terdiri dari 3 kelompok yaitu
Prodi Manajemen, Akuntansi dan IESP, dengan hasil seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Program Studi
Berdasarkan gambar 1, untuk Prodi Manajemen sebanyak 47%, responden dari
Prodi Akuntansi sebanyak 48% dan dari Prodi IESP sebanyak 5%.
Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan, dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Gambar 2
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan gambar 2, status responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu bekerja
dan tidak bekerja, responden yang bekerja sebesar 87% dan yang tidak bekerja sebesar
13%
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Layanan Akademik
Variabel Reliability
a. Kualitas layanan akademik untuk memenuhi kepentingan mahasiswa
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan
akademik untuk memenuhi kepentingan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini :
Tabel 1. kualitas layanan akademik
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah Persentase (%)
247
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
29
23.0
Tidak memuaskan
Kurang Memuaskan
71
56.3
Memuaskan
22
17.5
2
1.6
Sangat Memuaskan
Total
124
98.4
Missing
2
1.6
126
100.0
Total
Secara umum berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa 1.6% mahasiswa menyatakan
sangat memuaskan, 17.5% mahasiswa menyatakan memuaskan, 56.3% mahasiswa
menyatakan kurang memuaskan dan 23% mahasiswa menyatakan tidak memuaskan.
b. Dosen bersikap terbuka dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap sikap terbuka
dosen dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 2
dibawah ini :
Tabel 2. Sikap Dosen kepada mahasiswa
Keterangan
Tingkat Kepuasan
Jumlah Persentase (%)
Tidak memuaskan
57
45.2
Kurang Memuaskan
50
39.7
Memuaskan
12
9.5
Sangat Memuaskan
2
1.6
Total
121
96.0
Missing
5
4.0
126
100.0
Total
Berdasarkan tabel 2, untuk penilaian mahasiswa mengenai sikap keterbukaan dosen
dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa, sebanyak 1.6% mahasiswa sangat
memuaskan, 9.5% Memuaskan. 39.7% mahasiswa menyatakan kurang memuaskan
dan 45.2% mahasiswa menyatakan tidak puas.
c. Dosen bersedia membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan bidang
akademik/mata kuliah
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kesediaan dosen
dalam memberikan bantuan kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan bidang
akademik/matakuliah, dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Kesediaan Dosen membantu Mahasiswa
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah
Persentase (%)
Tidak memuaskan
20
15.9
Kurang Memuaskan
53
42.1
Memuaskan
40
31.7
7
5.6
Sangat Memuaskan
Total
120
95.2
6
4.8
Missing
126
100.0
Total
248
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Untuk persepsi mahasiswa mengenai kesediaan dosen dalam membantu mahasiswa
ketika mengalami kesulitan dalam bidang akademik/mata kuliah, 5.6% mahasiswa
menyatakan sangat memuaskan, 31.7% responden menyatakan memuaskan, 42.1%
responden menyatakan kurang puas dan 15.9% responden menyatakan tidak
memuaskan.
d. Dosen bersikap terbuka/kooperatif terhadap keluhan-keluhan mahasiswa
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap sikap kooperatif
dosen keluhan-keluhan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Sikap Dosen terhadap Keluhan Mahasiswa
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah Persentase (%)
Tidak memuaskan
21
16.7
Kurang Memuaskan
57
45.2
Memuaskan
37
29.4
5
4.0
Sangat Memuaskan
120
95.2
Total
6
4.8
Missing
126
100.0
Total
Untuk indikator Dosen bersikap terbuka/ kooperatif terhadap keluhan-keluhan
mahasiswa, 4% responden menyatakan sangat memuaskan, 29.4% responden
menyatakan memuaskan, 45.2% responden menyatakan kurang memuaskan dan
16.7% responden menyatakan tidak memuaskan.
Variabel Responsiveness
a. Kemudahan menghubungi staff UT
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kemudahan
menghubungi staff UT, dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Kemudahan Menghubungi Staf UT
Keterangan
Tidak memuaskan
Kurang Memuaskan
Memuaskan
Sangat Memuaskan
Total
Missing
Total
Tingkat Kepuasan
Jumlah Persentase (%)
27
21.4
71
56.3
19
15.1
3
2.4
120
95.2
6
4.8
126
100.0
Berdasarkan tabel 5 diatas, persepsi mahasiswa mengenai kemudahan dalam
menghubungi staf UT, 2.4% responden menyatakan sangat memuaskan, 15.1%
responden menyatakan memuaskan, 56.3% responden menyatakan kurang
memuaskan dan 21.4% responden menyatakan tidak memuaskan.
249
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
b. Kemudahan penggunaan aplikasi TBO
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kemudahan
penggunaan aplikasi TBO, dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Kemudahan penggunaan Aplikasi TBO
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah Persentase (%)
Tidak memuaskan
29
23.0
Kurang Memuaskan
64
50.8
Memuaskan
24
19.0
Sangat Memuaskan
4
3.2
Total
121
96.0
Missing
5
4.0
126
100.0
Total
Berdasarkan tabel 6, persepsi responden mengenai kemudahan penggunaan aplikasi
TBO, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan, 19% responden
menyatakan memuaskan, 50.8% menyatakan kurang memuaskan dan 23%
responden menyatakan tidak memuaskan.
c. Kecepatan Penyelesaian Kasus Nilai
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa terhadap kecepatan
penyelesaian kasus nilai, dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :
Tabel 7. Kecepatan Penyelesaian Kasus Nilai
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah Persentase (%)
29
23.0
Tidak memuaskan
64
50.8
Kurang Memuaskan
24
19.0
Memuaskan
Sangat Memuaskan
4
3.2
Total
121
96.0
Missing
5
4.0
126
100.0
Total
Berdasarkan tabel 7, persepsi mahasiswa terhadap kecepatan penyelesaian kasus
nilai menunjukkan, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan, 19%
responden menyatakan memuaskan, 50.8% responden menyatakan kurang
memuaskan dan responden yang menyatakan tidak memuaskan sebesar 23%.
Variabel Assurance
a. Staf administrasi akademik santun dalam memberikan pelayanan
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai kesantunan
staf administasi dalam memberikan pelayanan, dapat dilihat pada tabel 8 dibawah
ini :
Tabel 8. Kesantunan Staf Administrasi
250
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Keterangan
Tidak memuaskan
Kurang Memuaskan
Memuaskan
Sangat Memuaskan
Total
Missing
Total
Tingkat Kepuasan
Jumlah Persentase (%)
27
21.4
71
56.3
19
15.1
3
2.4
120
95.2
6
4.8
126
100.0
Berdasarkan tabel 8, untuk persepsi mahasiswa mengenai kesantunan staf
administasi dalam memberikan pelayanan, responden yang menyatakan sangat
memuaskan sebesar 2.4%, responden yang menyatakan memuaskan sebesar 15.1%,
responden yang menyatakan kurang memuaskan sebesar 56.3% dan responden yang
menyatakan tidak memuaskan sebesar 21.4%.
b. Keramahan staff dalam proses menangani kasus nilai
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai keramahan
staff dalam proses menangani kasus nilai, dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Keramahan Staf dalam proses Kasus Nilai
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah Persentase (%)
Tidak memuaskan
29
23.0
Kurang Memuaskan
64
50.8
Memuaskan
24
19.0
Sangat Memuaskan
4
3.2
Total
121
96.0
Missing
5
4.0
126
100.0
Total
Berdasarkan tabel 9, persepsi mahasiswa mengenai keramahan staf dalam proses
menangani kasus nilai, sebanyak 3.2% responden menyatakan sangat memuaskan,
19% responden menyatakan memuaskan, 50.8% menyatakan kurang memuaskan
dan 23% responden menyatakan tidak memuaskan.
Variabel Emphaty
a. Kepedulian UT dalam memahami kepentingan dan kesulitan mahasiswa
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai kepedulian UT
dalam memahami kepentingan dan kesulitan mahasiswa, dapat dilihat pada tabel 10
dibawah ini :
Tabel 10. Kepedulian UT
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah
Persentase (%)
42
33.1
Tidak memuaskan
251
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kurang Memuaskan
Memuaskan
Sangat Memuaskan
Total
Missing
Total
62
48.8
13
5
10.2
3.9
122
5
127
96.1
3.9
100.0
Berdasarkan tabel 10, kepedulian UT dalam memahami kepentingan dan kesulitan
mahasiwa, sebanyak 3.9% responden menyatakan sangat memuaskan, 10.2%
responden menyatakan memuaskaan, 48.8% responden menyatakan kurang
memuaskan dan 33.1% responden menyatakan tidak memuaskan.
b. Fasilitas website UT memudahkan mahasiswa mengakses informasi mengenai UT
dan layanan akademik lainnya
Hasil pengolahan data untuk indikator persepsi mahasiswa mengenai fasilitas web
UT memudahkan mahasiswa mengakses informasi mengenai UT dan layanan
akademik lainnya, dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini :
Tabel 11. Fasilitas Website UT
Tingkat Kepuasan
Keterangan
Jumlah
Persentase (%)
30
23.6
Tidak memuaskan
63
49.6
Kurang Memuaskan
Memuaskan
27
21.3
2
1.6
Sangat Memuaskan
Total
122
96.1
Missing
5
3.9
127
100.0
Total
Berdasarkan tabel 11, persepsi mahasiswa terhadap fasilitas website UT dalam
mengakses informasi mengenai UT dan pelayanan akademik lainnya yaitu,
sebanyak 1.6% responden menyatakan sangat meuaskan, 21.3% responden
menyatakan memuaskan, 49.6% responden menyatakan kurang memuaskan dan
23.6% responden menyatakan tidak memuaskan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada variabel reliability, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata
sebesar 25,2%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar
45,8%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 22,0% dan yang
menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 3,2%.
2. Pada variabel responsiveness, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata
sebesar 22,5%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar
252
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
52,6%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 17,7% dan yang
menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,9%.
3. Pada variabel assurance, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata
sebesar 22,2%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar
53,6%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 17,1% dan yang
menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,8%.
4. Pada variabel emphaty, yang menyatakan tidak memuaskan memiliki rata-rata
sebesar 28,4%, yang menyatakan kurang memuaskan memiliki rata-rata sebesar
49,2%, yang menyatakan memuaskan memiliki rata-rata sebesar 15,8% dan yang
menyatakan sangat memuaskan memiliki rata-rata sebesar 2,8%.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya tingkat kepuasan
mahasiswa, ini mengindikasikan bahwa perbaikan layanan kepada mahasiswa harus
lebih ditingkatkan, hal ini mengandung implikasi agar kedepannya UT harus mengambil
langkah-langkah strategis guna mewujudkan pelayanan prima kepada mahasiswa
dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Diana, Irine. (2009). Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan. Nuha Medika.
Yogyakarta
Fandy Tjiptono. (2006). Pemasaran Jasa. Bayumedia Publishing. Malang
Handayani. (2003). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta
Holtzclaw, L.R. (1986). Human development and the distance learner. I.C.D.E Bulletin,
vol. 10.
Kotler, Philip. (2000). Manajemen Pemasaran. PT. Prenhallindo. Jakarta.
Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta
William, J. & William, M. (1987). Student operated network for diatance learners.
I.C.D.E Bulletin, vol. 13.
Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta.
BIODATA
Mailani Hamdani dilahirkan di Bogor, 01 Mei 1981. Pendidikan Sarjana ditempuh di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Gelar Master of Science (MSi)
dibidang Ilmu Manajemen diperoleh di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 2005
sampai sekarang menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Matakuliah
yang diampu diantaranya Manajemen Keuangan, Manajemen Keuangan Investasi dan
AKM 1. Kegiatan penelitian yang pernah dilakukan antara lain tentang keilmuan
khususnya ilmu Manajemen Keuangan dan SDM, serta tentang kelembagaan
Universitas Terbuka. Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang pernah dilakukan,
diantaranya terlibat dalam membina masyarakat nelayan di Cituis, membina pelaku
UKM di Bandung, dan membina masyarakat Serang dalam membuat BumDes.
253
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
MANFAAT LITERASI KEUANGAN BAGI
BUSINESS SUSTAINABILITY
Zarah Puspitaningtyas
Universitas Jember, Jember, [email protected]
ABSTRAK:
Literasi keuangan merupakan tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola keuangan. Beberapa
studi terdahulu mengemukakan bahwa literasi keuangan berperan penting bagi business sustainability.
Tingkat pengetahuan dan kemampuan pengelolaan keuangan yang dimiliki pelaku usaha menjadi salah
satu kunci sukses bagi keberlangsungan usahanya. Bagaimana manfaat literasi keuangan bagi business
sustainability? Uraian tentang manfaat literasi keuangan bagi business sustainability menjadi tujuan dari
studi ini. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendasarkan pada hasil interview
dengan informan. Tiga pelaku usaha pada sektor batik di Banyuwangi menjadi informan dalam studi ini.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa dengan memiliki literasi keuangan yang baik maka pelaku usaha
akan cenderung mampu membuat keputusan bisnis yang berorientasi jangka panjang. Selain itu, pelaku
usaha akan cenderung mampu membuat konsep aktivitas bisnis yang berkelanjutan sehingga business
sustainability-nya tetap dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil ini diharapkan dapat tersusun konsep
yang berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi pelaku usaha, khususnya pelaku Usaha Kecil dan
Menengah (UKM).
Kata Kunci: literasi keuangan, business sustainability
ABSTRACT:
Financial literacy is the level of knowledge and ability to manage finances. Previous studies suggested
that financial literacy is an important role for business sustainability. The level of knowledge and
financial management capability that is owned businesses is a key to success for business sustainability.
How are the benefits of financial literacy for business sustainability? Description of the benefits of
financial literacy for business sustainability be the aim of this study. Analyzes were performed with a
qualitative descriptive method, that is based on the results of interviews with informants. Three
businessmen in the sector of batik in Banyuwangi become informants in this study. The results of the
analysis concluded that by having good financial literacy then businesses will tend to be able to make
business decisions are long-term oriented. In addition, businesses will tend to be able to make the concept
of sustainable business activity so that its business sustainability can still be maintained. Based on these
results expected to be made concepts related to the benefits of financial literacy for businesses, especially
Small and Medium Enterprises (SMEs).
Keywords: financial literacy, business sustainability
PENDAHULUAN
Konsep business sustainability yang berorientasi pada pencapaian kinerja jangka
panjang menjadi penting bagi suatu usaha. Tanpa memiliki konsep pengembangan
kinerja jangka panjang, suatu usaha akan cenderung bergerak stagnan dan tidak terarah
254
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya strategis bagi pelaku usaha guna
menjaga keberlanjutan usahanya (business sustainability). Salah satu caranya adalah
dengan meningkatkan literasi keuangan bagi pelaku usaha.
Literasi keuangan tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan tentang keuangan,
akan tetapi juga kemampuan dalam mengelola keuangan dan mengambil keputusan
keuangan yang relatif tepat untuk kepentingan masa depan. Ketika pelaku usaha
memiliki tingkat literasi keuangan yang baik, maka akan cenderung mampu mengelola
keuangan usahanya secara lebih baik, serta mampu mengenali dan mengakses sumber
daya keuangan sehingga diharapkan akan dapat mempertahankan keberlanjutan
usahanya. Pengelolaan keuangan dimaksudkan sebagai suatu cara mengelola uang
(dana) yang diperoleh atau dimiliki saat ini, untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan
sekaligus mampu menyiapkan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Hasil survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan
bahwa literasi keuangan di Indonesia masih cukup rendah yaitu tidak lebih dari 50
persen. Oleh karena itu, OJK memfokuskan program literasi keuangan salah satunya
pada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), karena dengan jumlah UKM yang
mencapai 50-an juta di Indonesia maka UKM dipandang sebagai garis depan keuangan
masyarakat. Selain itu, hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga
mengungkapkan bahwa pelaku UKM di Indonesia memiliki pengetahuan dan
kemampuan pengelolaan keuangan yang relatif rendah. Rendahnya tingkat literasi
keuangan yang dimiliki pelaku UKM mengakibatkan pengelolaan keuangan usaha yang
tidak optimal. Misalnya, ketidakmampuan untuk memilih sumber pendanaan,
ketidakmampuan mengalokasikan dana yang dimiliki, serta ketidakmampuan mengelola
aset yang dimiliki. Ketika suatu usaha tidak dikelola secara baik, maka akan dapat
mengancam keberlanjutan usahanya.
Berdasarkan uraian tersebut, studi ini bermaksud untuk mengetahui manfaat literasi
keuangan bagi business sustainability pada pelaku usaha sektor batik di Banyuwangi.
Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendasarkan hasil
interview dengan informan. Implikasi dari hasil studi ini adalah diharapkan dapat
tersusun konsep yang berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi pelaku usaha,
khususnya pelaku UKM.
TINJAUAN LITERATUR
1.
Business Sustainability
Konsep keberlanjutan usaha (business sustainability) mengasumsikan bahwa suatu
usaha akan tetap berada dalam bisnisnya pada masa yang akan datang. Pelaku usaha
selalu berusaha untuk mampu mencapai tujuan bisnis dan meningkatkan nilai bisnisnya.
Schaltegger et al. (2012) dan Aribawa (2016) menyebutkan bahwa business
sustainability diukur berdasarkan keberhasilan perusahaan dalam melakukan inovasi,
pengelolaan karyawan dan pelanggan, serta pengembalian terhadap modal awalnya.
Hasil ukuran tersebut akan memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki orientasi untuk
berkembang serta mampu menangkap peluang inovasi secara berkelanjutan. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi business sustainability, salah satu diantaranya
255
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
adalah literasi keuangan yang dimiliki oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, diharapkan
literasi keuangan yang dimiliki oleh pelaku usaha akan memberikan manfaat bagi
business sustainability.
2.
Literasi Keuangan
Literasi keuangan mencakup pengetahuan mengenai konsep keuangan, kemampuan
mengkomunikasikan pemahaman terkait dengan konsep keuangan, kecakapan dalam
pengelolaan keuangan usaha, serta kemampuan mengambil keputusan bisnis secara
strategis dan relatif tepat dalam situasi tertentu (Hung et al., 2009; Manurung dan
Manurung, 2009; Oseifuah, 2010; Fatoki, 2014; Aribawa, 2016; Suryani et al., 2017).
Bagaimana mengukur tingkat literasi keuangan bagi pelaku usaha? Terdapat
beberapa indikator pengukuran tingkat literasi keuangan (Nasrum, 2016), antara lain: 1)
mampu membuat surplus keuangannya secara periodik. Dengan kata lain, memiliki
pengeluaran yang lebih kecil dibandingkan pemasukan), 2) mampu membuat
perhitungan tentang penggunaan dana yang dimiliki (berkaitan dengan pembelajaan dan
investasi), dan 3) mampu menganalisis kinerja keuangannya (dalam kondisi sehat atau
tidak sehat).
Merujuk pada Chen dan Volpe (1998), Ichwan (2016) menyebutkan bahwa literasi
keuangan dapat diukur dengan menggunakan empat indikator, yaitu: pengetahuan dasar
pengelolaan keuangan, pengelolaan kredit, pengelolaan tabungan dan investasi, dan
manajemen risiko. Keempat indikator tersebut mencerminkan kemampuan dalam
mengelola fungsi-fungsi manajemen keuangan secara efektif dan efisien. Hasil studi
oleh Ichwan (2016) membuktikan bahwa riwayat pendidikan menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat literasi individu.
Agusta (2016) melakukan studi dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat
pengetahuan pelaku usaha terhadap literasi keuangan. Hasilnya menunjukkan bahwa
tingkat literasi keuangan pelaku usaha yang ada di Pasar Koga Bandar Lampung
tergolong pada kriteria well literate. Selain itu, tingkat gender dan tingkat pendidikan
menunjukkan adanya pengaruh dalam meningkatkan literasi keuangan.
Merujuk pada OJK, Agusta (2016) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkat
klasifikasi literasi keuangan, yaitu: 1) well literate, yaitu memiliki pemahaman dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk
fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta
memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan (tingkat literasi
keuangan lebih dari 80 persen); 2) sufficient literate, yaitu memiliki pemahaman dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk
fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan (tingkat
literasi keuangan antara 60 persen sampai dengan 80 persen); 3) less literate, yaitu
hanya memiliki pemahaman tentang lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan
(tingkat literasi keuangan antara 30 persen sampai dengan 60 persen); dan 4) not
literate, yaitu tidak memiliki pemahaman dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan
serta produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan
produk dan jasa keuangan (tingkat literasi keuangan kurang dari 30 persen).
Indrawati (2015) mengemukakan bahwa tingkat literasi keuangan dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan, pendidikan, gender, kepemilikan terhadap produk keuangan dan
256
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
perilaku masyarakat terhadap jasa keuangan. Selain itu, hasil studinya juga
mengungkapkan bahwa terdapat tiga strategi peningkatan literasi keuangan, yaitu: 1)
memberikan pendidikan literasi keuangan melalui sistem pendidikan formal, 2)
meningkatkan akses informasi, instrumen, dan sumber daya pengelolaan keuangan, dan
3) mendorong peningkatan kualitas literasi keuangan melalui beragam program dan
bantuan.
3.
Hubungan Literasi Keuangan dan Business Sustainability
Dengan memiliki literasi keuangan yang baik, pelaku usaha dinilai mampu
menggunakan pengetahuan di bidang keuangan untuk pengambilan keputusan bisnis
yang relatif tepat terkait dengan keberhasilan dan keberlanjutan usahanya. Pelaku usaha
yang memiliki literasi keuangan yang baik akan dapat mencapai tujuan usahanya,
memiliki orientasi pengembangan usaha, dan mampu menjaga business sustainabilitynya.
Aribawa (2016) mengemukakan bahwa pelaku usaha yang memiliki literasi
keuangan yang baik akan mampu secara strategis mengidentifikasi dan merespon
perubahan iklim bisnis, ekonomi dan keuangan sehingga keputusan bisnis yang diambil
akan menciptakan solusi inovatif dan terarah dengan baik untuk keberlanjutan
usahanya.
Bagi pelaku usaha, keputusan bisnis yang diambil saat ini akan dapat membawa
implikasi penting bagi keamanan keuangan usahanya dalam jangka panjang. Selain itu,
untuk tetap dapat menjalankan bisnisnya di masa yang akan datang, perlu disusun
perencanaan keuangan secara efektif. Untuk dapat membuat keputusan bisnis dan
merencanakan keuangan secara efektif diperlukan literasi keuangan (Lusardi dan
Mitchell, 2005; Martin, 2007; Willis, 2008; Hira, 2009; Hung et al., 2009; Glaser dan
Walther, 2014).
Chepngetich (2016) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh signifikan
terhadap penganggaran (perencanaan keuangan). Berdasarkan temuan tersebut,
Chepngetich (2016) menyarankan bagi pelaku UKM untuk meningkatkan pelatihan
tentang perhitungan suku bunga dan kebutuhan untuk memiliki keahlian penganggaran
(perencanaan keuangan), sehingga pengelolaan keuangan dapat dilakukan secara efektif
dan membantu pelaku usaha dalam upaya mencapai tujuan usaha, serta meningkatkan
nilai bisnisnya dalam jangka panjang.
Pengelolaan keuangan usaha yang tidak didasarkan pada standar pengelolaan
keuangan maka cenderung tidak dapat berjalan secara efektif. Tanpa pengelolaan
keuangan usaha yang efektif, maka pengambilan keputusan bisnis menjadi tidak efektif
pula. Hal ini akan berdampak pada kontinuitas bisnis (business sustainability). Salah
satu indikator pengelolaan keuangan usaha yang efekif adalah apabila pengambilan
keputusan bisnis telah didasarkan pada informasi keuangan sebagai cerminan dari
capaian kinerja bisnis pada suatu periode (Puspitaningtyas, 2013).
Penggunaan informasi keuangan dalam pengambilan keputusan bisnis
mengindikasikan kemampuan pelaku usaha dalam memahami dan menerapkan
pengetahuan keuangan (literasi keuangan) yang dimiliki. Pengetahuan keuangan
(financial knowledge) berpengaruh terhadap perilaku keuangan (financial behavior).
Perilaku keuangan berkaitan dengan tanggungjawab keuangan individu dalam
257
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pengelolaan keuangan. Perilaku keuangan individu tercermin pada seberapa baik
individu mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki (Arifin et al., 2017; Suryani et
al., 2017).
METODE PENELITIAN
Analisis dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yaitu mendasarkan pada hasil interview dengan informan. Tiga pelaku usaha
pada sektor batik di Banyuwangi menjadi informan dalam studi ini, yaitu HN (informan
A), SS (informan B), dan VN (informan C). Ketiga informan tersebut telah
mendapatkan pelatihan manajemen keuangan bisnis yang diselenggarakan oleh Dinas
Koperasi dan UMKM Kabupaten Banyuwangi, serta telah memanfaatkan produk
keuangan dari lembaga keuangan di Kabupaten Banyuwangi untuk memperoleh
tambahan (pinjaman) modal usaha. Interview dilakukan dengan menggunakan panduan
wawancara yang berkaitan dengan pertanyaan dan pernyataan tentang manfaat literasi
keuangan bagi business sustainability.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Manfaat Literasi Keuangan bagi Business Sustainability
Demi menjaga business sustainability, pelaku usaha harus memiliki pengetahuan
dan kemampuan dalam mengelola keuangan, merencanakan keuangan usaha, dan
mengambil keputusan bisnis. Pengetahuan dan kemampuan tersebut disebut sebagai
literasi keuangan. Berdasarkan hasil interview, ketiga informan mengetahui dan
memahami konsep literasi keuangan, bahwa dalam mengelola usaha tidak cukup dengan
hanya memiliki pengetahuan tentang keuangan, akan tetapi juga diperlukan pemahaman
dan kemampuan untuk menerapkan (mempraktekkan) pengetahuan tersebut.
Literasi keuangan berkaitan dengan pengetahuan keuangan yang dimiliki individu
dan kemampuan individu dalam mengelola keuangan berdasarkan pengetahuan
keuangan yang dimilikinya sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomis
bagi kesejahteraannya. Esensi dari konsep tersebut adalah bahwa dengan memiliki
literasi keuangan, individu akan mampu membuat keputusan keuangan yang tepat, yang
nantinya akan memberikan implikasi pada kesejahteraanya dalam jangka panjang.
Berkaitan dengan manfaat literasi keuangan bagi business sustainability, berikut adalah
hasil interview dengan informan.
“Saat ini saya sedang menempuh kuliah S1 jurusan manajemen, meskipun sudah
tidak muda saya ingin terus belajar. Sebelumnya pengetahuan tentang keuangan saya
peroleh dari pelatihan-pelatihan yang saya ikuti dari Dinas Koperasi. Saya memahami
literasi keuangan sebagai “melek” keuangan, maksudnya adalah mengetahui dan bisa
memanfaatkan jasa-jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Misalnya,
memanfaatkan untuk memperoleh tambahan modal. Ketika mengambil keputusan
pinjam modal di bank, saya harus mengetahui kondisi keuangan saya dan bisa
mengukur kemampuan usaha saya untuk membayar cicilan pinjaman. Cara mengetahui
258
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
kondisi keuangan usaha, saya lakukan dengan melakukan pencatatan keuangan/
akuntansi secara sederhana. Jika kondisi pemasukan lebih banyak dari pada pengeluaran
maka saya menilai keuangan usaha saya sedang berada dalam kondisi baik. Bersyukur
hingga saat ini usaha saya dapat bertahan. ” (Informan A).
“Awal saya belajar mengelola keuangan, ketika usaha saya kehabisan dana, padahal
saat itu pesanan sedang cukup banyak. Pada saat itu juga ada ajakan untuk mengikuti
pelatihan mengelola (manajemen) keuangan. Setelah saya mengikuti pelatihan, saya
menjadi paham bagaimana cara mengajukan pinjaman di bank, juga menjadi mengerti
bagaimana seharusnya keuangan usaha saya kelola. Selama ini saya hanya fokus pada
bagaimana membuat batik dan batik bisa laku terjual, tanpa menghitung keuangannya.
Setelah lebih paham tentang keuangan, ketika mengambil keputusan usaha saya selalu
mempertimbangkan kondisi keuangan saya, sehingga saya bisa memprediksikan
keuntungan usaha, juga bisa mempertimbangkan untuk mengembangkan usaha saya.”
(Informan B).
“Sebenarnya sudah sejak lama saya belajar keuangan, tapi saya tidak memiliki
kemampuan, mungkin bisa disebut kemauan untuk menggunakannya. Pada saat itu
usaha batik saya berkembang begitu-begitu saja. Tapi setelah berulang kali ikut
pelatihan, diyakinkan oleh mentor saya untuk belajar mengelola keuangan dengan baik,
maka saya tergerak untuk menerapkannya pada usahanya. Saya mulai mencatat
transaksi usaha saya, ada kas masuk dan kas keluar. Saya menjadi paham tentang arus
kas. Lalu, saya juga mebuat laporan laba rugi secara sederhana, sehingga saya
mengetahui keuntungan dari usaha saya. Selanjutnya, berbagai keputusan usaha saya
selalu mempertimbangkan sisi keuangan. Usaha saya menjadi berkembang, karyawan
saya bertambah, dan keuntungan juga bertambah. Semoga kondisi ini bisa bertahan
untuk jangka panjang.” (Informan C).
Berdasarkan hasil interview tersebut mengindikasikan bahwa pelaku usaha tidak
cukup hanya dengan memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
pengelolaan keuangan, akan tetapi juga penting untuk mampu memahami dan
menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki. Pengetahuan keuangan yang dimiliki
diharapkan akan mampu menuntun pelaku usaha untuk mengambil keputusan bisnis
secara tepat berdasarkan situasi tertentu, sehingga pada akhirnya akan mampu menjaga
business sustainability-nya. Selain itu, dengan berbekal pengalaman dalam penerapan
pengetahuan keuangan (pengelolaan keuangan) maka pelaku usaha diharapkan memiliki
keunggulan dalam persaingan bisnis. Hasil tersebut juga mendukung beberapa hasil
studi terdahulu yang mengungkapkan bahwa literasi keuangan memberikan manfaat
bagi business sustainability, diantaranya sebagai berikut.
Hung et al. (2009) menyebutkan bahwa literasi keuangan diperlukan dalam
pengambilan keputusan bisnis. Namun demikian, metode evaluasi literasi keuangan
yang sistematis belum tersedia. Hal tersebut dikarenakan para peneliti mendefinisikan
literasi dalam berbagai cara yang berbeda, sehingga pengukurannya pun menjadi
berbeda.
Mandell dan Klein (2009) membuktikan bahwa individu yang memiliki
pengetahuan keuangan belum tentu memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih baik.
Hasil ini mengindikasikan bahwa individu tidak cukup hanya sekadar memiliki
pengetahuan keuangan, akan tetapi dibutuhkan juga pengalaman dalam pengelolaan
259
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
keuangan usaha. Hasil studi Mandell dan Klein (2009) ini mendukung hasil studi
terdahulu yang dilakukan oleh Lerman dan Bell (2006).
Welly et al. (2012) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh signifikan
terhadap keputusan investasi individu. Literasi keuangan diukur dengan indikator,
sebagai berikut: pengetahuan umum keuangan pribadi, simpanan dan pinjaman,
asuransi, serta investasi. Selain itu, hasil studinya juga mengungkapkan bahwa literasi
keuangan bermanfaat untuk membantu individu terhindar dari masalah keuangan
terutama yang terjadi sebagai akibat dari kesalahan dalam pengelolaan keuangan. Lebih
dari itu, literasi keuangan bukan sekadar sebagai pengetahuan saja, akan tetapi
diharapkan dapat menjadikan individu lebih bijaksana dalam mengelola aset yang
dimilikinya. Hasil studi Welly et al. (2012) ini mendukung hasil studi terdahulu yang
dilakukan oleh Mandell (2006).
Fatoki (2014) membuktikan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap
keberlangsungan usaha. Hasil ini mengindikasikan bahwa literasi keuangan menjadi
salah satu faktor penentu dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha sehingga
mampu bersaing dalam bisnisnya dan menjaga keberlangsungan usahanya. Namun
demikian, Fatoki (2014) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari pelaku usaha
(UMKM) tidak terikat pada perencanaan keuangan (financial planning) dan
pengendalian keuangan, dimana kedua hal tersebut sangat penting bagi keberhasilan
suatu usaha.
Ichwan (2016) melakukan studi mengenai pengetahuan literasi keuangan pada 30
UKM di Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto. Hasil studinya mengemukakan bahwa
pelaku UKM pada dasarnya memiliki pengetahuan keuangan, akan tetapi masih banyak
yang belum mampu memahami dan menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki
untuk keberlanjutan usahanya.
Hasil analisis studi ini dan beberapa studi terdahulu telah menunjukkan bahwa
literasi keuangan memberikan manfaat bagi business sustainability, dengan demikian
upaya untuk meningkatkan literasi keuangan pelaku usaha harus terus dilakukan. Oleh
karena itu, pihak pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk menyusun
program kerja secara berkesinambungan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan
bagi pelaku usaha. Program kerja yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan
peningkatan kemampuan mengelola keuangan bagi pelaku usaha, baik berupa pelatihan,
sosialisasi, maupun workshop. Ketika tingkat pengetahuan keuangan telah meningkat,
maka tahap selanjutnya adalah mendorong pelaku usaha untuk mampu menerapkan
pengetahuan tentang pengelolaan keuangan, salah satu indikatornya adalah
meningkatnya penggunaan produk jasa keuangan oleh pelaku usaha sesuai dengan
kemampuannya.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa literasi
keuangan bermanfaat bagi business sustainability. Pelaku usaha yang memiliki tingkat
literasi keuangan yang baik diharapkan akan memiliki kemampuan untuk mengelola
keuangan usahanya secara efektif, karena pelaku usaha tersebut antara lain dinilai dapat
260
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
lebih memahami konsep pengelolaan keuangan, mampu mengenal produk keuangan
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan, serta mampu merencanakan keuangan usaha.
Kemampuan tersebut akan mendorong pelaku usaha untuk mampu menjaga business
sustainability-nya.
Implikasi dari hasil tersebut, bahwa sekadar memiliki pengetahuan keuangan belum
cukup untuk menjaga business sustainability. Akan tetapi, dibutuhkan tekad bagi pelaku
usaha untuk mau dan mampu menerapkan pengetahuan keuangan yang dimiliki
sehingga dapat mengelola keuangan usahanya, baik untuk tujuan jangka pendek
maupun jangka panjang. Dengan kata lain, literasi keuangan diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pelaku usaha untuk mampu menjaga usahanya dan tetap
terintegrasi pada kegiatan bisnisnya dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2016). Analisis Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan pada UMKM di
Pasar Koga Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Aribawa, D. (2016). Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kinerja dan
Keberlangsungan UMKM di Jawa Tengah. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 20 (1), 1-13.
Arifin, A.Z., Kevin, dan Siswanto, H.P. (2017). The Influence of Financial Knowlegde,
Financial Confidence, and Income on Financial Behavior among the Workforce in
Jakarta. Proceeding, The 14th UBAYA International Annual Symposium on
Management.
Chepngetich, P. (2016). Effect of Financial Literacy and Performance SMEs. Evidence
from Kenya. American Based Research Journal, Vol 5 (1), 26-35.
Fatoki, O. (2014). The Financial Literacy of Micro Entrepreneurs in South Africa. J See
Sel, Vol 40 (2).
Glaser, M., and Walther, T. (2014). Run, Walk, or Buy? Financial literacy, DualProcess Theory, and Investment Behavior. http://ssrn.com/abstract=2167270.
Hira, T.K. (2009). Personal Finance: Past, Present and Future. Networks Financial
Institute at Indiana State University, 2009-PB-10. http://ssrn.com/abstract=1522299.
Hung, AA., Parker, AM., and Yoong, J. (2009). Defining and Measuring Financial
Literacy. RAND Working Papers.
Ichwan, C.N.F. (2016). Literasi Keuangan Pengelola UKM pada Wilayah
Gerbangkertasusila. Skripsi. STIE Perbanas Surabaya.
Indrawati, Y. (2015). Determinan dan Strategi Peningkatan Literasi Keuangan
Masyarakat
Perkotaan
di
Kabupaten
Jember.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/63430/yulia%20Indrawati_
pemula_196.pdf;sequence=1. (diakses pada tanggal 10 April 2017).
Lerman, R.I., and Bell, E. (2006). Financial Literacy Strategies: Where Do we Go
From Here?. Networks Financial Institute at Indiana State University.
Lusardi, A., and Mitchell, O.S. (2005). Financial Literacy and Planning:
Implicationsfor Retirement Wellbeing. Working Paper, WP 2005-108.
http://ssrn.com/abstract=1288227.
261
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Mandell, L. (2006). Financial Literacy: If It’s So Important, Why Isn’t It Improving?.
Networks Financial Institute at Indiana State University.
Mandell, L. and Klein, L.S. (2009). The Impact of Financial Literacy Education on
Subsequent Financial Behavior. Journal of Financial Counseling and Planning, Vol.
20 (1), 15-24. http://ssrn.com/abstract=2224231.
Manurung, J.J., dan Manurung, A.H. (2009). Ekonomi Keuangan dan Kebijakan
Moneter. Jakarta: Salemba Empat.
Martin, M. (2007). A Literature Review on the Effectiveness of Financial Education.
http://ssrn.com/abstract=2186650.
Nasrum, A. (2016). Melek atau Tidak, Ini indikator untuk Mengukur Tingkat Literasi
Keuangan Anda. http://intisari.grid.id/Finance/Melek-Atau-Tidak-Ini-IndikatorUntuk-Mengukur-Tingkat-Literasi-Keuangan-Anda. (diakses pada tanggal 01 April
2017).
Oseifuah, E.K. (2010). Financial Literacy and Youth Entrepreneurship in South Africa.
African Journal of Economy and Management Studies, Vol. 1 (2).
Puspitaningtyas, Z. (2013). Pola Pengelolaan Kas bagi Pelaku UKM Berdasarkan
Orientasi Entrepreneurial. Jurnal Entrepreneur dan Entrepreneurship, Vol 2 (1),
93-100.
Schaltegger, S., Ludeke-Freund, F., and Hansen, E.G. (2012). Business Cases for
Sustainability: The Role of Business Model Innovation for Corporate Sustainability.
International Journal of Innovation and Sustainable Development, Vol. 6 (2).
Suryani, S., Nuraini, E., Kadir, E.A., dan Ramadhan, S. (2017). Analysis of Financial
Literacy in Micro Business in Pekanbaru Indonesia. Proceeding, The 14th UBAYA
International Annual Symposium on Management.
Welly, Kardina, dan Juwita, R. (2012). Analisis Pengaruh Literasi Keuangan terhadap
Keputusan
Investasi
di
STIE
Multi
Data
Palembang.
http://eprints.mdp.ac.id/1825/1/JURNAL-2012200001.pdf. (diakses pada tanggal
10 April 2017).
Willis,
L.E.
(2008).
Against
Financial
Literacy
Education.
http://ssrn.com/abstract=1636889.
BIODATA
Nama lengkap : Dr. Zarah Puspitaningtyas, S.Sos., SE, M.Si.
Bidang ilmu
: Akuntansi dan Keuangan
Dosen pada Program Studi Administrasi Bisnis, FISIP, Universitas Jember (2002sekarang).
262
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG BERPENGARUH
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN APARTEMEN
SILKWOOD
Bernadus Ivan Santoso1 & Rina Adi Kristianti2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi variabel yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian
apartemen Silkwood di Tangerang. Variabel penelitiannya adalah produk, harga, promosi dan kualitas
pelayanan. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan responden yang diperoleh
dalam penelitian ini berjumlah 200 orang. Hasilnya menunjukkan produk, harga dan promosi
berpengaruh positif signifikan terhadap pembelian apartemen Silkwood dengan p value (0,002; 0,000 dan
0,000) < 1%. Sementara variabel kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian apartemen Silkwood di Tangerang.
Kata Kunci: keputusan pembelian, produk, harga, promosi, kualitas pelayanan.
ABSTRACT
This research tried to explore variables that effect on buying decision of Silkwood apartement in
Tangerang. Research variables are product, price, promotion and services. Sampling technique using in
this research is purposive sampling and there are 200 respondents. Results showed that product, price
and promotion had positif significant effect on buying decision with p value (0.002; 0.000 and 0.000) <
1%. While services variable did not have significant effect on buying decision of Silkwood apartment in
Tangerang.
Keywords: buying decision, product, price, promotion, services
PENDAHULUAN
DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara Replubik Indonesia dan sebagai kota
metropolitan yang memiliki posisi strategis menjadikan kota Jakarta dan daerah
sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) menjadi tempat berkumpulnya
masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini membuat kota Jakarta menjadi padat
penduduk. Setiap tahun jumlah kedatangan masyarakat ke kota Jakarta selalu
meningkat. Kepadatan penduduk secara tidak langsung berpengaruh terhadap
meningkatnya jumlah lahan pemukiman di Jakarta. Jumlah ketersediaan lahan
pemukiman di Jakarta tidak sebanding dengan jumlah permintaan dari masyarakat. Hal
ini membuat harga tanah di Jakarta menjadi tinggi, yang membuat masyarakat untuk
beralih memilih kota disekitarnya, seperti kota Tangerang sebagai pilihan untuk tempat
tinggal.
Ada banyak alasan yang melatarbekangi kedatangan masyarakat untuk ke
Tangerang. Beberapa alasan kedatangan masyarakat ke Tangerang antara lain untuk
263
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
keperluan sekolah, kuliah, bekerja, berdagang, perjalanan bisnis, dan lain sebagainya.
Alasan kedatangan untuk sekolah, kuliah ataupun bekerja sering kali menuntut
masyarakat untuk tinggal menetap cukup lama di Tangerang. Sebagai pendatang baru
yang mencoba beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal yang baru, tentunya para
pendatang perlu mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari seperti sandang,
pangan, dan papan. Semua keperluan tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit, terutama untuk keperluan tempat tinggal dalam waktu yang cukup lama. Di
bawah ini disajikan data perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2010 sampai 2014
di Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kab. Tangerang
dan Tangerang Selatan
No
Tahun
Kab. Tangerang
Tangerang Selatan
1
2010
2,834,376
1,290,322
2
2011
2,960,474
1,355,926
3
2012
3,050,929
1,405,170
4
2013
3,157,780
1.443.403
Keterbatasan lahan serta banyaknya permintaan akan tempat tinggal, maka para
developer pemukiman membangun pemukiman secara bertingkat. Salah satu contoh
pemukiman bertingkat di Tangerang adalah dibangungnya Apartemen Silkwood.
Apartemen Silkwood dibangun di kawasan perumahan Alam Sutera, Serpong,
Tangerang. Lokasi ini dekat dengan sekolah St. Laurensia, Gereja St. Laurensius,
rumah sakit Omni, Synergy Building, Pasar 8, Flavor Bliss, Depo Bangunan, Giant,
Makro (Lotte Mart), Mall Living World, Mall Alam Sutera, Binus University, dan akses
tol dari Jakarta / menuju Jakarta. Apartemen ini dibangun 2 tower, yaitu Tower Maple
dan Tower Oak. Setiap tower memiliki basement, lobby, dan 19 lantai kamar. Setiap
lantai terdapat 24 unit tipical, diantaranya 8 unit tipe stuido, 12 unit tipe 1 bedroom dan
4 unit tipe 2 bedrooms.
Pembangunan apartemen yang memakan biaya yang besar, tentunya perlu terlebih
dahulu mengetahui variabel-variabel dari Marketing Mix atau Bauran Pemasaran yang
mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih apartemen sebagai tempat tinggal.
Mengingat bagaimana variabel dari bauran pemasaran meliputi Product (Produk), Price
(Harga), Place (Lokasi), dan Promotion (Promosi) secara langsung berkaitan dengan
tingkat penjualan unit di apartemen tersebut. Hal ini akan bermanfaat bagi developer
perumahan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan lahan
pemukiman yang sesuai dengan perilaku konsumen, dan menjadi pilihan yang tepat
untuk memenuhi kebutuhan konsumen serta menguntungkan bagi para investor.
Marketing Mix atau Bauran Pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi, dan
promosi merupakan unsur utama mengapa seseorang memilih apartemen sebagai tempat
tinggal. Dapat dikatakan bawah unsur yang terpenting dalam sebuah apartemen adalah
“lokasi dan lokasi”. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Phadungyat
264
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
(2008) yang mengatakan bahwa lokasi merupakan unsur utama yang terpenting dalam
sebuah apartemen. Produk juga merupakan variabel yang penting dalam sebuah
apartemen, yang terdiri atas fasilitas, servis, dan merek. Produk menempati kedudukan
kedua setelah lokasi yang sebagai unsur paling mempengaruhi konsumen dalam
pengambil keputusan untuk tinggal disebuah apartemen. Dalam hal servis, ditemukan
bahwa pelayanan staf lebih penting dibandingkan dengan layanan tim manajemen.
Sedangkan dalam hal fasilitas, ditemukan bahwa fasilitas internet berkecepatan tinggi
merupakan variabel yang paling berpengaruh. Selain itu, fasilitas keamanan juga
memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama kunci kartu elektronik, koridor
yang terang, sistem sprinkler dan juga sirkuit televisi yang tertutup. Dalam unsur merek,
apartemen yang bertaraf internasional lebih dipercaya oleh tamu.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukan sebelumnya, maka yang menjadi
permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah:
1. Apakah produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood?
2. Apakah harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood?
3. Apakah lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood?
4. Apakah promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood?
5. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen
Silkwood?
6. Apakah developer (produk), harga, lokasi, promosi dan kualitas pelayanan secara
bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood?
TINJAUAN LITERATUR
Apartemen ditinjau dari Marketing Mix
Pengertian pemasaran yang berkaitan dengan produk berupa real estate dan properti
adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan
rumah tinggal dan atau ruang usaha, dengan cara pengalihan hak atas produk tersebut
dari perusahaan kepada konsumen melalui proses pertukaran (Santoso, 2000). Hubungan
antara bauran pemasaran dengan keputusan pembelian sangat erat, dengan pelaksanaan
bauran pemasaraan yang baik maka perusahaan akan dapat mengembangkan, menentukan
harga, mempromosikan dan mendistribusikan produknya secara lebih baik pula, sehingga
akan dapat diketahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan
konsumen agar melaksanakan keputusan pembelian terhadap produk tersebut. (Tresnanda
dkk, 2014).
Produk (Product)
Produk menurut Kotler (2010) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan. Secara konseptual produk adalah pemahaman
subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk
265
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen,
sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.
Harga (Price)
Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang dan jasa, setiap perusahaan
harus menetapkan harganya secara tepat. “Harga merupakan satu-satunya unsur bauran
pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan
ketiga unsur lainnya (produk, lokasi, dan promosi) menyebabkan timbulnya
biaya/pengeluaran” (Tjiptono, 2008 : 151). Menurut Kotler dan Armstrong (2010)
“harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh
produk”. Pemasar biasanya memakai strategi harga yang berbeda-beda untuk mencapai
target penjualan mereka (Hsu & Powers, 2002). Dalam kompetisi pasar yang sengit ini,
strategi pemotongan harga biasanya juga dilakukan oleh pasar Pemasar sebagai hasil
menjaga kompetisi pasar. Tetapi, Reid & David (2006) membantah bahwa strategi
pemotongan harga untuk menarik minat konsumen tidak efektif. Pihak developer
diharapkan untuk fokus diarea lainnya yang dapat berkembang dan pada akhirnya dapat
menarik konsumen.
Promosi (Promotion)
Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong dalam bukunya Principles of Marketing
10th ed, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan promosi adalah aktifitas-aktifitas
yang dilakukan untuk mengenalkan kelebihan dan kebaikan dari sebuah produk dan
berusaha untuk meyakinkan konsumen untuk membeli produk tersebut. Suatu
perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya yang diyakini tidak sedikit jumlahnya
untuk mengiklankan produknya guna menarik minat konsumen untuk membeli atau
menggunakan produk tersebut. Menurut Philip Kotler, promotion tools dapat
dimasukkan ke dalam bentuk periklanan, baik dari media cetak maupun media
elektronik, sales promotion, dan Public Relation.
Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Pengertian mengenai kualitas pelayanan (service quality) sebagai kemampuan
memberikan pelayanan sesuai atau melebihi dari yang diinginkan konsumen (pihak
yang dilayani). Mengacu kepada pengertian tersebut, maka suatu pelayanan baru dapat
dikatakan berkualitas apabila telah dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen
(Zeithaml, 1996:34).
Pengambilan keputusan
Menurut Prajudi (1982), pengambilan keputusan merupakan suatu proses dan
berlangsung dalam suatu sistem, walaupun merupakan suatu keputusan pribadi
sekalipun yang menyangkut suatu masalah pribadi pula. Sistem dimana proses
pengambilan keputusan berlangsung terdiri atas berbagai unsur (elements) atau bagian,
dan masing-masing merupakan suatu faktor yang ikut menentukan segala apa yang
terjadi. Unsur yang utama dan yang terpenting adalah masalah yang harus dihadapi dan
menghendaki adanya keputusan dari kita.
266
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai bauran pemasaran yang berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan rumah tinggal/apartemen telah banyak dilakukan. Di bawah ini akan
dijelaskan penelitian terdahulu mengenai hal tersebut :
Tabel 3 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Judul
Hasil
1
Tresnanda dkk
(2014)
Pengaruh bauran pemasaran terhadap
pengambilan
keputusan
rumah
(survei pada konsumen perumahan
Blukid Residence Sukoharjo)
Bauran pemasaran yang terdiri dari
produk, harga, lokasi dan promosi
secara bersama memiliki pengaruh
signifikan
terhadap
keputusan
pembelian rumah.
2
Widyasari &
Fifilia (2009)
Analisis pengaruh produk, harga,
promosi
dan
lokasi
terhadap
pengambilan keputusan rumah (studi
pada perumahan Graha Estetika
Semarang)
Secara parsial dan simultan terdapat
pengaruh positif signifikan produk,
harga, promosi dan lokasi terhadap
pengambilan keputusan pembelian
rumah di Graha Estetika.
3
Pungnirund (2013)
The influence of marketing mix on
consumer purchasing at catuchack
plaza market.
Marketing mix (harga, lokasi dan
produk) mempunyai pengaruh terhadap
keputusan pembelian.
4
Alipour dkk
(2012)
Ranking the marketing mix elements
affect on the behaviors of industrial
electrical heaters consumers.
Produk, harga, promosi dan distribusi
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadp keputusan pembelian.
6
Furaiji, et al
(2012)
An empirical study of the factors
influencing consumer behaviour in
the electric appliances market.
Sosial, fisik dan unsur-unsur bauran
pemasaran yang berkaitan erat dengan
perilaku pembelian konsumen.
7
Taleghani, et al
(2012)
Assesment of gender differences in
brand loyalty sportswear consumers.
Terdapat perbedaan loyalitas merk
yang disebabkan karena perbedaan
gender.
8
Khraim (2011)
The influence of brand loyalty on
cosmetics buying behavior of UAE
female consumers.
Faktor nama merk, kualitas, produk,
harga, desain, promosi, kualitas layanan
dan lingkungan toko berhubungan
positif signifikan terhadap loyalitas
merk.
9
Owomoyela dkk
(2013)
Investigating the impact of marketing
mix elements on consumer loyalty :
An empirical study on Nigerian
Breweries Plc.
Faktor yang berpengaruh
positif signifikan terhadap
pelanggan adalah produk.
10
Rahadian &
Pratowo (2013)
Pengaruh Bauran Promosi Terhadap
Promosi berpengaruh positif signifikan
terhadap peningkatan penjualan kamar
di hotel Benua Bandung
Peningkatan Penjualan Kamar di
Hotel Benua Bandung
267
terhadap
loyalitas
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Model Penelitian
Dari Landasan Teori diatas peneliti menggunakan 5 faktor yang dirasa penting
untuk diteliti lebih lanjut, yaitu faktor produk, harga, lokasi, promosi dan kualitas
pelayanan. Faktor-faktor tersebut secara tidak sadar saling berurutan dan berpengaruh
penting sebagai pertimbangan konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan.
Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Produk
Harga
Pengambilan
keputusan
Promosi
Kualitas
pelayanan
Memilih
Apartemen
Silkwood
sebagai
tempat
tinggal
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Ha1 : Produk mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan
pembelian apartemen Silkwood.
Ha2 : Harga mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan
pembelian apartemen Silkwood.
Ha3 : Lokasi mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan
pembelian apartemen Silkwood
Ha4 : Promosi mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan
pembelian apartemen Silkwood
Ha5 : Kualitas Pelayanan mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan
keputusan pembelian apartemen Silkwood
METODE PENELITIAN
Populasi dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah penghuni yang tinggal di Apartemen Silkwood,
dimana total keseluruhan berjumlah 900 unit dan yang sudah ditinggali oleh penghuni
sebanyak 450 unit, dengan jumlah populasi sebesar 600 orang. Data tersebut diketahui
oleh penulis dari data yang diberikan secara langsung oleh pihak pengelola Apartemen
Silkwood. Teknik penarikan sampel mengunakan metode non-probability sampling
(pengambilan sampel secara tidak acak) dengan menggunakan teknik pengambilan
sampel purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan
268
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
oleh peneliti antara lain sampel peneliti adalah pemilik (pembeli) apartemen tersebut
bukan penyewa.
Menurut Malhotra (2010: 374) untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu
analisis, banyaknya responden yang digunakan untuk mengisi kuesioner adalah
sebanyak lima sampai tujuh kali dari indikator yang akan diukur. Dalam penelitian ini
terdapat 35 indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran, maka jumlah
responden yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 responden.
Varibel Penelitian
Varibel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tesebut, kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang
digunakan antara lain variabel independen dan variabel dependen. Sugiarto dkk (2001)
menjelaskan kedua variabel tersebut yaitu:
1.
Variabel
independen (independent variable) atau variabel bebas yaitu variabel yang menjadi
sebab terjadinya (terpengaruhnya) variabel dependen (tak bebas). Variabel ini sering
disebut sebagai prediktor yang dilambangkan dengan X. Variabel independen dalam
penelitian ini terdiri dari: Produk (X1), Harga (X2), Promosi (X3), dan Kualitas
Pelayanan (X4).
2.
Variabel
dependen (dependent variable) atau variabel tak bebas yaitu variabel yang nilainya
dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). Variabel ini sering disebut
variabel respon yang dilambangkan Y. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
Pengambilan keputusan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Di bawah ini disajikan hasil uji F dimana p value 0,000 < 1% sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk, harga, promosi dan kualitas pelayanan secara bersamasama berpengaruh terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood di Tangerang.
Tabel 4 Hasil Uji F
Model
Sum of square
1
Regression
4.738
Residual
5.885
Total
10.623
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS
Df
4
136
140
Mean Square
1.185
.043
F
27.372
Sig
.000
Hasil uji koefisien determinasi (R square) seperti tertera di bawah ini dimana
besarnya R2 = 44,6% artinya bahwa 44,6% dari proporsi variabel pengambilan
keputusan dapat dijelaskan oleh produk, harga, promosi, dan kualitas pelayanan,
sedangkan sisanya sebesar 55,4% dari proporsi variabel-variabel yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
269
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 5 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Std. Error of Durbin
the
Square
Watson
Estimates
1
.668
.446
.430
.20802
2.320
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa variabel produk, harga dan promosi berpengaruh
positif signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood dengan p value
(0,002 ; 0,000 dan 0,000 < 1%). Sementara kualitas pelayanan tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pembelian apartemen Silkwood.
Tabel 6 Hasil Uji Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
B
Std
Error
1.156
.227
Produk
.177
.056
Harga
.302
Promosi
Constant
Pelayanan
Standardized
Coefficients
t
Sig
Beta
5.101
.000
.204
3.172
.002
.042
.519
7.215
.000
.258
.050
.469
5.195
.000
-.042
.054
-.074
-.770
.443
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS
KESIMPULAN DAN SARAN
Variabel yang berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian
apartemen Silkwood adalah produk, harga dan promosi. Untuk produk, hal yang paling
berpengaruh dalam memutuskan membeli apartemen Silkwood adanya beberapa
fasilitas seperti adanya mini market, kolam renang dan pusat kebugaran. Variabel harga
karena harga yang ditawarkan sudah sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan, dan
promosi yang paling menarik adalah lewat iklan. Sehingga bagi pengembang, lebih
meningkatkan fasilitas mini market yang ada dengan memperbesar mini marketnya atau
memperlengkap barang yang dijual, untuk promosi semakin mendesain iklan yang lebih
menarik, tetapi juga meningkatkan kemampuan alat promosi lainnya seperti tenaga
penjualan.
270
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
DAFTAR PUSTAKA
Alipour, M; Moniri, S.M; Sharegi, B & Zolali, A (2012). Ranking the marketing mix
elements affect on the behaviors of industrial electrical heaters consumers (case
study: Kaveh Industrial City). Middle-East Journal of Scientific Research, Vol. 12
(11): 1560-1565.
Furaiji, F; Łatuszyńska, M & Wawrzyniak, A (2012). An empirical study of the factors
influencing consumer behaviour in the electric appliances market, Contemporary
Economics, Vol 6 (3), 76 – 86.
Kraim, H. S (2011). The influence of brand loyalty on cosmetics buying behavior of
UAE female consumers. International Journal of Marketing Studies Vol. 3, No. 2;
May 2011, 123 – 133.
Kotler, P.,& Armstrong,G.(2010). Principles of marketing (13th Global ed.). New
Jersey: Pearson.
Malhotra, Naresh K. (2010). Marketing research an applied orientation (6thed.). New
Jersey : Pearson.
Owomoyela, S.K; Ola, O.S & Oyeniyi, K.O (2013). Investigating the impact of
marketing mix elements on consumer loyalty : An empirical study on Nigerian
Breweries Plc. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol
4 (11), 485 – 496.
Prajudi, A. S (1982) . Beberapa pandangan umum tentang pengambilan keputusan :
decision making. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Rahadian, D & Pratowo, A (2013). Pengaruh bauran promosi terhadap peningkatan
penjualan kamar di hotel Benua Bandung. Binus Business Rewiew, Vol. 4 (2), 776790
Reid, R. D. & David C. B (2006) Hospitality marketing management, 4th Edition. New
Jersey. John Wiley & Sons In
Schiffman, Leon G. & Kanuk, Leslie L. (2004). Consumer behaviour (8thed.). New
Jersey : Prentice Hall.
Sugiyono. (2003). Statistika untuk penelitian (Cetakan kelima). Bandung: Alfabetta.
Sunarti (2014). Pengaruh bauran pemasaran terhadap pengambilan keputusan rumah
(survei pada konsumen perumahan Blukid Residence Sukoharjo) , Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 8 (1), 1 – 9.
Supranto, J. (2003). Metode riset aplikasinya dalam pemasaran (Edisi revisi ke-7).
Jakarta: Rineka Cipta.
Taleghani, M & Jourshari, M.T (2012). Assessment of gender differences in brand
loyalty of sportswear consumers (case study: A sport shops in the city of Rasht).
Journal of Basic and Applied Scientific Research, Vol 2(3), 2138-2144.
Tjiptono, F. (2008). Manajemen jasa. Yogyakarta : ANDI
Tresnanda, D.A; Arifin, Z & Sunarti (2014). Pengaruh bauran pemasaran terhadap
keputusan pembelian rumah (Survei pada konsumen Blukid Residence Sukoharjo).
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 8 (1), 1-9.
271
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Widyasari, S & Fifilia, E.T (2009). Analisis pengaruh produk, harga, promosi dan
lokasi terhadap keputusan pembelian rumah (Studi pada perumahan Graha Estetika
Semarang). TEMA, Vol 6 (2), 159 – 169.
William Wells, John Burnett, Sandra Moriarty (2000). Advertising principles and
practice 3rd edition.
Zeithaml, V. A., Berry, L.L. & Parasuraman, A. (1996). The behavioural consequences
of service quality. Journal of marketing management, 60, 31-46.
BIODATA
Bernadus Ivan Santoso adalah lulusan Magister Manajemen, Universitas Tarumanagara.
Dr. Rina Adi Kristianti, SE, M.Si merupakan dosen tetap di Fakultas Ekonomi,
Universitas Tarumanagara. Aktif mempresentasikan risetnya di konferensi khususnya
konferensi internasional antara lain di Malaysia (2012), Bali (2013), Phuket (2014),
Malaysia dan Jepang (2016). Dua diantaranya menjadi best paper yaitu tahun 2012 dan
2016.
272
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
KINERJA AKUISISI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA
TAHUN 2009 – 2013
Imelda & Rina Adi Kristianti
1
Universitas Mercubuana, Jakarta
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
ABSTRAK:
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi kinerja keuangan jangka panjang setelah merger (windows period
= 3 tahun) pada industri semen tahun 2009 – 2013. Variabel penelitian adalah current ratio, return on
asset, debt to equity ratio, total asset turnover, net profit margin dan return saham. Teknik pengambilan
sampel adalah purposive sampling dan sampel yang diperoleh berjumlah 18 perusahaan. Hasilnya
menunjukkan ada perbedaan signifikan debt to equity ratio, net profit margin dan return saham periode
tiga tahun sebelum dan setelah akuisisi.
Kata Kunci: Akuisisi, kinerja keuangan, industri semen, jangka panjang, 3 tahun.
ABSTRACT:
This research tried to explore long term- financial performance (windows period = 3 years) after
aquisition on cement industry period 2009 – 2013. Research variables are current ratio, return on
assets, debt to equity ratio, total asset turnover, net profti margin and stock return. Sampling technique is
purposive samping and research samples are 18 companies. Results showed that there are significant
differences debt to equity ratio, net profit margin and stock return period 3 years before and after
aquisition
Keywords: acquisition, financial performance, cement industry, long term, 3 years.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, pertumbuhan
perekonomian dunia saat ini identik dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar.
Perubahan penting dalam lingkungan bisnis dewasa ini ditandai dengan meningkatnya
persaingan yang tajam di dunia usaha. Untuk beberapa pelaku bisnis yang tidak mampu
mengimbangi dinamika kompetitornya akan tertindas, kalah dalam persaingan, dan
akhirnya bangkrut karena persaingan dalam dunia usaha semakin ketat. Salah satu
strategi perusahaan untuk berkembang lebih besar, tumbuh besar dan kuat dalam
persaingan yaitu melalui perluasan usaha atau yang biasa disebut ekspansi usaha.
Strategi akuisisi merupakan alternatif ekspansi usaha yang banyak dilakukan
perusahaan-perusahaan pada era saat ini. Alasan umum perusahaan melakukan akuisisi
adalah proses yang lebih cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri dari awal.
Meskipun alasan tersebut benar, alasan yang paling mendasari sebenarnya adalah motif
ekonomi.
273
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Perbedaan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi adalah kinerja
keuangan perusahaan yang meningkat atau menurun. Kinerja keuangan perusahaan
yang meningkat akan menjadikan perusahaan berdaya saing tinggi. Sebaliknya kinerja
keuangan perusahaan yang menurun akan menjadikan perusahaan tidak mampu
bersaing. Kinerja keuangan yang meningkat merupakan prestasi dari keputusan akuisisi
yang dilakukan, dan sebaliknya jika kinerja keuangan menurun maka keputusan
melakukan akuisisi adalah salah.
Kinerja keuangan perusahaan menjadi alat ukur bagi investor untuk menilai suatu
perusahaan sehingga perusahaan akan menjaga kondisi keuangan dalam posisi yang
aman. Perubahan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah melakukan akuisisi
dapat dinilai melalui analisis terhadap laporan keuangan dengan menggunakan rasio
keuangan. Analisis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio leverage, rasio
likuiditas, rasio efisiensi, dan rasio profitabilitas.
Obyek penelitian yang digunakan adalah perusahaan industri yang bergerak di
bidang industri semen. Pertumbuhan industri semen dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Kebutuhan masyarakat terhadap bahan bangunan terus mengalami
peningkatan, baik untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun untuk tujuan komersil.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya lahan yang berubah menjadi komplek perumahan,
pusat perbelanjaan, fasilitas umum dan lain sebagainya. Di bawah ini disajikan
konsumsi semen di Indonesia dari tahun 2007 – 2016, dimana booming pertumbuhan
konsumsi semen di Indonesia terjadi pada tahun 2011 dan 2012.
Tabel 1 Pertumbuhan Konsumsi Semen di Indonesia Tahun 2007-2016
Tahun
Pertumbuhan (%)
2007
6.8
2008
11.45
2009
0.9
2010
4.4
2011
17.7
2012
14.7
2013
9
2014
4
2015
1.8
2016*
3.9
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (2016
Keterangan : *Januari – Agustus 2016
Di Indonesia terdapat tiga perusahan besar yang bergerak di industri semen, dimulai
dari PT Semen Indonesia (Persero), Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa,
dan PT Holcim. PT Semen Indonesia (Persero) tengah berupaya memperkuat bisnis
semennya di wilayah Vietnam. Tampaknya, emiten pelat merah ini ingin mengulang
jejak sukses sebelumnya yang telah mengakuisisi 70 persen saham Thang Long
Cement Company (TLCC). Hal ini terlihat dengan rencana perseroan untuk
mengakuisisi perusahaan semen lokal di wilayah Vietnam Selatan atau justru
mendirikan pabrik baru di bawah bendera Semen Indonesia. Jika perseroan memilih
274
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
opsi akuisisi, investasi yang akan dikucurkan diproyeksi mencapai 1 triliun rupiah.
Direktur Utama Semen Indonesia, Dwi Sutjipto, mengatakan melihat potensi bisnis
yang bisa dikembangkan di wilayah tersebut, menjadi salah satu alasan perseroan
memantapkan langkahnya di wilayah Vietnam. Adapun perusahaan yang akan diambil
alih ini memiliki kapasitas produksi 2,3 juta hingga 2,5 juta ton per tahun.
Di samping Vietnam Selatan dan Bangladesh, Myanmar juga menjadi salah satu
negara incaran penetrasi pasar Semen Indonesia. Kini rencana akuisisi perseroan
yang akan dilakukan di negara tersebut semakin menunjukkan titik terang.
Sebelumnya, ada empat perusahaan yang menjadi bidikan akuisisi perseroan, lalu
tersortir menjadi dua perusahaan. Saat ini tinggal satu perusahaan yang lolos kualifikasi
dan ekspansi tersebut dilakukan guna memperkuat posisi Semen Indonesia sebagai
perusahaan semen di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan current ratio sebelum dan sesudah
adanya akuisisi?
2. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan return on assets sebelum dan sesudah
adanya akuisisi?
3. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan debt to equity sebelum dan sesudah
adanya akuisisi?
4. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan total assets turnover sebelum dan
sesudah adanya akuisisi?
5. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan net profit margin sebelum dan sesudah
adanya akuisisi?
6. Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan return saham sebelum dan sesudah
adanya akuisisi?
TINJAUAN LITERATUR
Merger dan Akuisisi Pada BUMN
Pelaksanaan peleburan BUMN persero diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa
tata cara penggabungan dan peleburan persero dengan persero dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangn di bidang perseroan terbatas. Penggabungan, peleburan
dan pengambilalihan dilakukan atas usulan Menteri kepada Presiden disertai dengan
alasan pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan. Pertimbangan
yang disampaikan oleh Menteri kepada Presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai
keberatan kreditor atas rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN,
apabila ada. Pengkajian bersama dengan Menteri Keuangan dilakukan karena tindakantindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal
negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
BUMN juga dapat mengikut sertakan Menteri teknis dan/atau Menteri lain dan/atau
pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan
kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN.
275
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Kinerja Keuangan Setelah Akuisisi
Salah satu strategi perusahaan untuk memperluas usahanya adalah dengan
mengakuisisi perusahaan lainnya. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
22 menyatakan bahwa akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan
oleh pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali
atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Kendali perusahaan yang
dimaksud adalah kekuatan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan,
mengangkat dan memberhentikan manajemen, mendapat hak suara mayoritas dalam
rapat redaksi. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi)
dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi.
Dari adanya afiliasi ini, tentu saja kegiatan akuisisi diharapkan memberikan dampak
positif terhadap kinerja keuangan. Beberapa peneliti mengeksplorasi dampak kinerja
setelah dilakukannya merger/akuisisi, yang disajikan pada tabel di bawah ini :
Penelitian Terdahulu
Tabel 2 Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Ashfaq (2014)
2
Nadia Masud (2015)
3
Eda Oruc Erdogan dan
Murat Erdogan (2014)
4
A.A. Voesenek (2014)
5
Stephen Njuguna Mboroto
(2013)
6
Gwaya Ondieki Joash dan
Mungai John Njangiru
(2015)
7
K. B. Singh (2013)
8
Megha Aggarwal
Shikha Singh (2015)
9
George Gitonga Inoti,
Smuel Owino Onyuma,
Monicah Wanjiru Mauiru
(2014)
dan
Hasil Penelitian
Kinerja mutlak rata-rata memburuk setelah merger. Hasil uji t sampel
berpasangan menunjukkan bahwa kinerja relatif memburuk setelah
merger dengan hasil yang signifikan.
Hasil campuran yang dipimpin beberapa bank dengan dampak positif
dan beberapa bank memiliki dampak negatif dari merger dan akuisisi.
Rasio perputaran aset, profit margin dan leverage ratio perusahaan
secara signifikan berbeda sebelum dan setelah kegiatan akuisisi
perusahaan,
Pasca merger yang menguntungkan dalam 5 tahun pertama. Harga
saham bereaksi lebih positif, sedangkan untuk profitabilitas hasilnya
justru berlawanan.
Perusahaan minyak bumi lebih baik di era pasca merger/akuisisi
dibandingkan dengan pra-merger/akuisisi. Hal ini didukung oleh fakta
bahwa penggabungan/akuisisi memiliki dampak yang signifikan
terhadap ROA, yang merupakan ukuran standar keseluruhan kinerja
keuangan karena signifikansi statistik yang telah di ROA serta rasio
total aset. Di sisi lain, merger/akuisisi terlihat memiliki efek positif
signifikan pada likuiditas dan solvabilitas perusahaan minyak bumi.
Merger dan akuisisi mengangkat nilai pemegang saham dari hasil
merger/akuisisi bank di Kenya. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan
bahwa alasan utama mengapa sebagian besar bank merger atau
diakuisisi adalah untuk meningkatkan profitabilitas mereka.
Penggabungan merupakan peningkatan jangka panjang dalam kinerja
keuangan perusahaan. Merger dan akuisisi merupakan metode yang
efektif dari restrukturisasi perusahaan, dan harus menjadi bagian
integral dari strategi bisnis jangka panjang korporat di India.
Tidak ada manfaat yang signifikan telah dicapai oleh Kingfisher setelah
penggabungan. Analisis juga menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan
dalam kembali perusahaan pada ekuitas,cakupan bunga, laba per saham
dan dividen per saham.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasio pra dan pasca-akuisisi
mengukur profitabilitas dan pemanfaatan aset.
276
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
10
Priyanka
Shah
dan
Parvinder Arora (2014)
11
Isaac Marfo Oduro dan
Samuel Kwaku Agyei
(2013)
12
Neha Verma dan Rahul
Sharma (2014)
13
Panagiotis Liargovas dan
spyridon Repousis (2011)
14
Qamar Abbas, et.al (2014)
15
Muhamad Usman Kemal
(2011)
16
Mirna
Dianita,
Didi
Tarmidi dan Niki Hadian H
(2013)
17
Muhammad Ahmed dan
Zahid Ahmed (2014)
18
Putri Novaliza dan Atik
Djajanti (2013)
19
Machrus Ali Marzuki dan
Nurul Widyawati (2013)
Pra-pengumuman dan pasca-pengumuman hasil harga saham target dan
penawar perusahaan 'di jendela acara dari ± 2 hari. Di semua jendela
acara, Target harga saham perusahaan menghasilkan CAR positif yang
secara signifikan berbeda dari nol. Berbeda dengan perusahaan sasaran,
perusahaan penawar tidak menunjukkan caar signifikan secara statistik
di semua jendela acara. Perusahaan-perusahaan sasaran menggambarkan
bahwa pos Pengumuman hasil secara signifikan lebih besar dari hasil
pra-pengumuman, indikasi dari langsung reaksi pasar terhadap
keterbukaan informasi.
Analisis univariat mengungkapkan profitabilitas berkurang merger
untuk semua perusahaan dengan t-test menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam profitabilitas sebelum dan setelah merger. Bukti dari
metodologi panel menunjukkan bahwa M & A memiliki efek negatif
yang signifikan pada profitabilitas perusahaan.
Dari literatur, ditemukan bahwa tidak ada yang menentukan bukti
tentang dampak dari M & A di perusahaan kinerja. Penelitian ini
demikian, upaya untuk mengetahui dampak dari M & A di kinerja posmerger dibandingkan dengan kinerja pra-merger.
Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa merger dan akuisisi bank yang
tidak memiliki dampak dan tidak menciptakan kekayaan. Kami juga
memeriksa kinerja operasi Sektor Yunani Banking dengan
memperkirakan dua puluh rasio keuangan. Temuan menunjukkan
bahwa kinerja operasi tidak membaik, merger berikut dan akuisisi. Ada
juga hasil kontroversial ketika membandingkan hasil merger bank nonmerger.
Hasil penelitian pada bank di Pakistan periode 2006-2011 menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja pada 15 rasio keuangan yang
digunakan.
Penelitian dilakukan pada Royal Bank of Scotland (RBS) setelah merer,
periode pengamatan 4 tahun (2006-2009). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kinerja profitabilitas, likuiditas, manajemen asset, leverage dan
arus kas lebih baik pada saat sebelum merger. Hal ini menunjukkan
bahwa merger gagal dalam meningkatkan kinerja keuangan bank.
Hasil menunjukkan bahwa ada positif kembali positif abnormal selama
tanggal pengumuman merger dan akuisisi, ada AAR yang signifikan
sebelum pengumuman merger dan akuisisi. Dan untuk metode
pembayaran, rata-rata abnormal return pada pengumuman merger dan
akuisisi menggunakan uang tunai tidak lebih besar dari rata-rata normal
kembali ke saham sebagai metode pembayaran untuk melakukan merger
dan akuisisi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank Pakistan tidak berbeda
dari bank-bank di bagian lain dariDunia. Atas dasar temuan, dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan mengakuisisi bank secara
signifikanmeningkat dalam periode pasca-merger pasca. profitabilitas
pasca-merger (tidak signifikan), likuiditas (signifikan) danLeverage
modal (tidak signifikan) meningkat sementara kualitas aset (signifikan)
memburuk.
Hasil uji rasio keuangan, untuk perbandingan dari 1 tahun sebelum dan
4 tahun berturut-turut setelah merger dan akuisisi hampir semua
menyiratkan bahwa kinerja keuangan tidak berubah secara signifikan
kecuali pengembalian total aset dalam rasio tahun sebelumnya dari 1 4
tahun setelah merger dan akuisisi. Penelitian ini juga diperkuat dengan
kembalinya pada periode jendela 5-hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam return saham
perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
keseluruhan hasil perhitungan rasio keuangan tersebut menunjukkan
peningkatan setelah akuisisi. Implikasi penelitian ini secara umum
menunjukkan bahwa adanya peningkatan kinerja keuangan setelah
akuisisi menunjukkan bahwa motif utama perusahaan untuk melakukan
akuisisi adalah motif ekonomis, sehingga tujuan akuisisi sepenuhnya
tercapai.
277
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
20
Fuji Jaya Lesmana dan ardi
Gunardi (2012)
21
Mohamad Heykal dan
Monica Hennisia Wijayanti
(2015)
22
Hamidah dan
Noviani (2013)
23
Ayu Suudyasana dan Astri
Fitria (2015)
24
Ids Bagus Gede Dananjaya
dan
Ni
Luh
Putu
Wiagustini (2015)
Firda Amalia dan Siti
Rochmah Ika (2014)
25
Manasye
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan
pengakuisisi yang melakukan akuisisi dinyatakan tidak ada peningkatan
yang signifikan, sedangkan kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih
tinggi dibandingkan dengan kinerja keuangan sebelum akuisisi pada
perusahaan pengakuisisi. Kinerja keuangan pada perusahaan diakuisisi
dinyatakan dengan tidak ada peningkatan yang signifikan, sedangkan
kinerja keuangan sesudah akuisisi lebih tinggi dibandingkan dengan
kinerja keuangan sebelum akuisisi pada perusahaan diakuisisi.
Hasil penelitian menunjukan, rasio keuangan net interest margin
mengalami perbedaan yang signifikan. Sedangkan rasio lainnya seperti
return on asset, return on equity, loan to deposit ratio, debt to equity
ratio, capital adequacy ratio, danprice earning ratio tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan setelah pelaksanaan merger atau akuisisi.
Begitu juga dengan return saham perbankan, tidak terdapat perbedaan
secara signifikan setelah pelaksanaan merger atau akuisisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam return saham perusahaan sebelum dan sesudah merger
dan akuisisi.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
rasio DER, DAR, NPM, ROE dan ROA sebelum dan sesudah merger.
Satu rasio yang memiliki perbedaan adalah CR.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
abnormal return perusahaan sebelum dan sesudah merger.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio NPL, NIM dan LDR
memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan merger dan
akuisisi asing memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Sumber: Data diolah
Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan akuisisi memerlukan kajian baik secara ekonomi maupun secara
strategis, terutama bagi perusahaan pelat merah seperti perusahaan semen. Akan sangat
penting untuk menjaga kinerja perusahaan terutama dari sisi kinerja finansialnya.
Jangan sampai kegiatan akuisisi yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing,
justru memperburuk kinerja perusahaan yang melakukan akuisisi.
Kinerja Keuangan sebelum
Akuisisi
Kinerja Keuangan sesudah Akuisisi
Current Ratio sebelum akuisisi
Current Ratio sesudah akuisisi
Return On Assets sebelum akuisisi
Return On Assets sesudah akuisisi
Debt to Equity Ratio sebelum
akuisisi
Debt to Equity Ratio sesudah
akuisisi
Total Asset Turnover sebelum
akuisisi
Total Asset Turnover sesudah
akuisisi
Net Profit Margin sebelum akuisisi
Net Profit Margin sesudah akuisisi
Return Saham sebelum akuisisi
Return Saham sesudah akuisisi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
278
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hipotesis
H1 :
H2 :
H3 :
H4 :
H5 :
H6 :
Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan current ratio pada
perusahaan pengakuisisi
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan return on assets
pada perusahaan pengakuisisi
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan debt to equity
ratio pada perusahaan pengakuisisi
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan total asset
turnover pada perusahaan pengakuisisi
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan net profit margin
pada perusahaan pengakuisisi
Terdapat pengaruh akuisisi terhadap kinerja keuangan return saham
pada perusahaan pengakuisisi
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak di bidang
industri semen dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2013. Teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : a)
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum 2009, b) Melakukan akuisisi selama periode
pengamatan yaitu 2009 – 2013, c) Tersedia laporan lengkap yang diperlukan dalam
penelitian. Penelitian ini mencoba mengeksplorasi pengaruh jangka panjang (windows
period = 3 tahun) kinerja keuangan terhadap aktivitas akuisisi yang dilakukan oleh
industri semen dari tahun 2009 – 2013.
Tabel 3 Skala Pengukuran Variabel
Variabel
Indikator
Skala Pengukuran
Current Ratio/CR
Rasio
Return on Assets/ROA
Rasio
Debt to Equity Ratio/DER
Rasio
279
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Total Assets Turnover /TATO
Rasio
Net Profit Margin
Rasio
Return saham
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini akan menguji perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah
akuisisi dalam jangka panjang yaitu selama 3 tahun sebelum dan sesudah akuisisi.
Adapun hasil uji beda dengan paired samples test sebagai berikut :
Tabel 4 Hasil Uji Beda Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan
Akuisisi
Mean
Pair 1
CR-Sebelum
CR-Sesudah
Pair 2
ROA-Sebelum
ROA-Sesudah
Pair 3
DER-Sebelum
DER-Sesudah
Pair 4
TATO-Sebelum
TATO-Sesudah
Pair 5
NPM-Sebelum
NPM-Sesudah
Pair 6
Ret-Sebelum
Ret-Sesudah
Std
Deviation
Paired Differences
Std. Error
95% Confidence Interval
Mean
of the Difference
Upper
Lower
t
df
Sig (2taied)
-15,74778
138,48897
46,16299
-122,19982
90,70427
-,341
8
,742
-3,07778
9,94185
3,31395
-10,71976
4,56420
-,929
8
,380
32,28889
41,61203
13,87068
,30305
64,27473
2,328
8
,048
-10,29333
24,09910
8,03303
-28,81754
8,23087
1,281
8
,236
-31,02000
34,23449
11,41150
-57,33496
-4,70504
2,718
8
,026
134,18333
151,67144
50,55715
17,59835
250,76832
2,654
8
,029
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa DER, NPM dan return berbeda secara
signifikan sebelum dan sesudah akuisisi dengan taraf signifikan 5%. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashfaq (2014), Erdogan dan Erdogan
(2014) serta Ondieki, et.al (2015). Pada penelitian Ashfaq tersebut dinyatakan bahwa
kinerja keuangan ROE, ROA, dan EPS mengalami perbedaan yang signifikan sebelum
dan setelah kegiatan akuisisi perusahaan. Demikian juga hasil penelitian Erdogan dan
Erdogan menunjukkan bahwa rasio TATO dan NPM secara signifikan berbeda sebelum
280
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dan setelah kegiatan akuisisi perusahaan. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Voseneck (2014) dimana harga saham mengalami reaksi yang lebih
positif dalam lima tahun pertama. Meski sama-sama mengalami perbedaan namun pada
penelitian ini return saham mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa harga
saham juga mengalami penyesuaian dengan adanya merger dan akusisi tersebut.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Hasil penelitian menyimpulkan adanya perbedaan kinerja keuangan sebelum dan
setelah akuisisi dengan jangka waktu 3 tahun. Variabel yang berbeda secara signifikan
antara lain debt to equity ratio, net profit margin dan return saham. Dari hasil di atas,
terlihat bahwa sampai periode 3 tahun setelah merger, perusahaan masih memiliki debt
to equity tinggi dan net profit margin negatif. Tetapi return saham positif. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun hutang tinggi dan profit masih negatif 3 tahun setelah
merger, namun tetap direspon positif oleh pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, Meha dan Shikha Singh (2015). Effect of merger on financial performance:
A case study of Kingfisher Airlines. Annual Conference Proceedings January, 399413
Ashfaq, Khurrram. (2014). Investigating the impact of merger & acquisition on post
merger financial performance (Relative & absolute) of companies (Evidence from
non-financial sector of Pakistan). Research Journal of Finance and Accounting.
Vol.5 (13), 88-102.
Ayu Suudyasana dan AstriFitria. (2015). Analisis perbedaan kinerja keuangan sebelum
dan sesudah merger. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol. 4 (3), 1-20.
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. (2006). Dasar-dasar manajemen keuangan.
Alih bahasa Ali Akbar Yulianto. Buku Satu, EdisiSepuluh. PT. Salemba Empat.
Jakarta.
Erdogan, Eda Oruc dan Murat Erdogan. (2014). Effect of acquisition activity on the
financial indicators of companies: An application in BIST. International Journal of
Business and Social Research (IJBSR). Vol. 4 (7), 17-22.
Fahmi, Irham. (2012). Analisis laporan keuangan. Cetakan Ke-2. Alfabeta. Bandung
Firda Amalia dan Siti RochmahIka. (2014). Kinerja bank di Indonesia setelah
melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing: Apakah lebih baik?
EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 5 (1), 73-84.
Ghozali, Imam. (2011). Analisis multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Habib, Arief. (2008). Kiat jitu peramalan saham. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hamidah dan Manasye Noviani. (2013). Perbandingan kinerja keuangan perusahaan
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi (Pada pprusahaan Pengakuisisi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2006). Jurnal Riset Manajemen
Sains Indonesia (JRMSI). Vol. 4 (1), 31-52
281
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Handono Mardiyanto. (2009). Intisari manajemen keuangan. Grasindo. Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. (2011). Analisis kritis atas laporan keuangan. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Hariyani Iswi, R. Serfianto D.P., dan Cita Yustisia S. (2011). Merger konsolidasiakuisisi dan pemisahan perusahaan (MKAPP). Visi Media. Jakarta.
Ida Bagus Gede Dananjaya dan Ni Luh PutuWiagustini. (2015). Studi komparatif
abnormal return sebelum dan sesudah merger pada perusahaan di BEI. E-Journal
Manajemen Unud, Vol. 4(4), 1085-1099.
Inoti, George Gitonga, Samuel Owino Onyuma dan Monicah Wanjiru Mairu. (2014).
Impact of acquisitions on the financial performance of the acquiring companies in
Kenya: A case study of listedacquiring firms at the Nairobi securities exchange.
Journal of Finance and Accounting. Vol. 2 (5): 108-115
Jogiyanto. (2000). Metodologi penelitian bisnis. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Yogyakarta.
Kuswadi. (2008). Memahami rasio-rasio keuangan bagi orang awam. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Machrus Ali Marzuki dan Nurul Widyawati. (2013). Kinerja keuangan sebelum dan
sesudah akuisisi: Studi pada PT. Bank CIMB Niaga. Jurnal Ilmu dan Riset
Manajemen. Vol.1 ( 2), 222-238
Manurung, Laurensius. (2010). Strategi dan inovasi model bisnis meningkatkan kinerja
usaha: Studi empiris industri penerbangan Indonesia. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Mboroto, Stephen Njuguna. (2013). The effect of mergers and acquisitions on the
financial performance of petroleum firms in Kenya. Thesis. A Research Project in
Partial Fulfillment of The Requirements for The Degree of Master of Science in
Finance, School of Business, University of Nairobi.
Mirna Dianita, Didi Tarmidi dan Niki Hardian H. (2013). Analysis of annoucement
merger and acquisition and payment method to stock return: Study of listed
companies at BEI during 2005-2011. Proceedings of 23rd International Business
Research Conference. Marriott Hotel, Melbourne, Australia.
Mohamad Heykal dan Monica Hennisian Wijayanti. (2015). Analisis hubungan antara
merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan dan return saham pada perbankan
yang terdaftar di BEI. Politeknik Negeri Jakarta.
Muhammad Ahmed dan Zahd Ahmed. (2014). Mergers and acquisitions: Effect on
financial performance of bankig institutions of Pakistan. Journal of Basic and
Applied Scientific Research. Vol 4 (4), 249-259.
Muhammad Usman Kemal. (2011). Post-merger profitability: A case of royal bank of
Scotland (RBS). International Journal of Business and Social Science, Vol. 2 (5),
157-162.
Munawir. (2010). Analisis laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Nadia Masud. (2015). Impact of merger and acquisition on financial performance of
banks: Evidence from Pakistan. Research Journal of Recent Sciences. Vol. 4 (5),
108-113.
282
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Novaliza, Putri dan Atik Djajanti. (2013). Analisis pengaruh merger dan akuisisi
terhadap kinerja perusahaan publik di Indonsia. Jurnal Akuntansi & Bisnis, Vol. 1
(1), 1-16.
Ondieki, Gwaya Joash dan Mungai John Njangiru. (2015). The effect of mergers and
acquisitions on financial performance of banks (A survey of commercial banks in
Kenya). International Journal of Innovative Research and Development. Vol 4 (8),
101-113.
Lani Dharma setya dan Vonny Sulaimin. (2009). Merger dan akuisisi (Tinjauan dari
sudut akuntansi dan perbankan). PT. Alex Media Kompetindo, Jakarta.
Lesmana, Fuji Jaya dan Ardi Gunardi. (2012). Perbedaan kinerja keuangan dan
abnormal return sebelum dan sesudah akuisisi di BEI. Trikonomika. Vol 11 (2),
195–211.
Liargovas, Panagiotis dan Spyridon Repousis. (2011). The impact of mergers and
acquisitions on the performance of the Greek banking sector: An event study
approach. International Journal of Economics and Finance. Vol. 3 (2), 89-100
Oduro, Isaac Marfo dan Samuel Kwaku Agyei. (2013). Mergers & acquisition and firm
performance: Evidence from the Ghana Stock Exchange. Research Journal of
Finance and Accounting. Vol.4 (7), 99-108.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Qamar Abbas, Ahmed Imran Hunjra, Rashid Saeed, Ehsan Ul-Hassan, Muhammad
ShazadIjaz. (2014). Analysis of pre and post merger and acquisition financial
performance of banks in Pakistan. Information Management and Business Review,
Vol. 6 (4), 177-190.
Sembel, Roy dan Totok Sugiharto. (2009). The Quest for Value. PT. Elex Media
Komputindo Kompas Gramedia. Jakarta.
Shah, Priyanka dan Parvinder Arora. (2014). M&A announcements and their effect on
return to shareholders:An event study. Accounting and Finance Research. Vol. 3
(2), 170-190.
Singh, K. B. (2013). The impact of mergers and acquisitions on corporate financial
performance in India. Indian Journal of Research in Management, Business and
Social Sciences (IJRMBSS). Vol. 1 (2), 13-16.
Subramanyam dan John J.Wild. (2008). Analisis laporan keuangan. edisi kesepuluh.
McGraw – Hill. New York.
Verma Neha dan Rahul Sharma. (2014). Impact of mergers & acquisitions on
firms’long term performance: A pre & post analysisof the Indian telecom industry.
International Journal of Research in Management & Technology. Vol. 4 (1), 11-19.
Voesenek, A.A. (2014). The effects of mergers and acquisitions on firm performance An
international comparison between the non-crisis and crisis period. Master Thesis
Finance. Tilburg School of Economics and Management Department of Finance.
Wahana Komputer. (2012). Solusi praktis dan mudah menguasai SPSS untuk
pengolahan data. CV. Andi Offset. Yogyakarta.
283
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
BIODATA
Imelda adalah lulusan Magister Manajemen Universitas Mercubuana. Dr. Rina Adi
Kristianti, SE, M.Si merupakan dosen tetap di Fakultas Ekonomi, Universitas
Tarumanagara. Aktif mempresentasikan risetnya di konferensi khususnya konferensi
internasional antara lain di Malaysia (2012), Bali (2013), Phuket (2014), Malaysia dan
Jepang (2016). Dua diantaranya menjadi best paper yaitu tahun 2012 dan 2016.
284
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH PERILAKU KEUANGAN, ANALISIS
FUNDAMENTAL DAN ANALISIS TEKNIKAL TERHADAP
KEPUTUSAN TRANSAKSI DAN TRADING PERFORMANCE
KONTRAK BERJANGKA FOREX
Steven Andrian Candy 1, Hendra Wiyanto 2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Analisis Fundamental, Analisis
Teknikal, Heuristic, Prospect, Herding terhadap Trading Performance kontrak berjangka forex.
Responden sebanyak 163 orang yang sudah pernah melakukan transaksi kontrak berjangka forex. Metode
analisis regresi ganda digunakan untuk menguji pengaruh Analisis Fundamental, Analisis Teknikal,
Heuristic, Prospect, Herding terhadap Trading Performance kontrak berjangka forex. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial variabel analisis fundamental dan analisis teknikal berpengaruh positif
terhadap trading performances, variabel heuristic tidak berpengaruh terhadap trading performance, dan
variabel prospect dan herding berpengaruh negatif terhadap trading performance. Sedangkan secara
bersama-sama variabel analisis fundamental, analisis teknikal, heuristic, prospect, dan herding
berpengaruh terhadap trading performance.
Kata Kunci: Analisis Fundamental, Analisis Teknikal, Perilaku Keuangan
ABSTRACT:
The purpose of this study was to determine whether there is influence between Fundamental Analysis,
Technical Analysis, Heuristic, Prospect, Herding against Performance Trading forex futures contracts.
The study obtained respondents estimated 163 people who have already done forex futures transactions.
Multiple regression analysis was used to test the influence of Fundamental Analysis, Technical Analysis,
Heuristic, Prospect, Herding against Performance Trading forex futures contracts. The results showed
that in partial, fundamental analysis and technical analysis trading positive effect on performances,
heuristic variable does not affect the trading performance, and variable herding prospects and negatively
affect the trading performance. While jointly variables fundamental analysis, technical analysis,
heuristic, prospect, and the herding effect on trading performance.
Keywords: Fundamental Analysis, Technical Analysis, Behavioral Finance
PENDAHULUAN
Salah satu instrumen yang sering digunakan dalam investasi adalah kontrak
berjangka alias kontrak futures. Pada dasarnya, kontrak berjangka bertujuan untuk
mengurangi risiko alias lindung nilai (hedging). Perdagangan Kontrak Berjangka belum
tentu layak bagi semua investor. Investor dapat menderita kerugian dalam jumlah besar
dan dalam jangka waktu singkat. Jumlah kerugian uang dimungkinkan dapat melebihi
jumlah uang yang pertama kali investor setor (margin awal) ke Pialang Berjangka.
285
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Investor mungkin menderita kerugian seluruh margin dan margin tambahan yang
ditempatkan pada Pialang Berjangka untuk mempertahankan posisi Kontrak Berjangka
investor. Hal ini disebabkan Perdagangan Berjangka sangat dipengaruhi oleh
mekanisme leverage, dimana dengan jumlah investasi dalam bentuk yang relatif kecil
dapat digunakan untuk membuka posisi dengan aset yang bernilai jauh lebih tinggi.
Salah satu investasi yang menarik namun tergolong memiliki potensial profit
(keuntungan) dan risk (resiko) yang tinggi adalah dalam bentuk perdagangan mata uang
asing (currency futures) yang dilakukan pada bursa berjangka.
Perdagangan mata uang asing (forex) dalam perdagangan berjangka adalah
perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui kontrak beli dan atau kontrak jual
dari mata uang asing yang diperdagangkan di bursa. Pengambilan keputusan dalam
transaksi tersebut dapat menentukan potential profit (keuntungan) maupun potential
loss (kerugian) yang akan diambil ketika mengambil posisi buy (membeli) ataupun
posisi sell (menjual).
Oleh karena itu sebelum keputusan diambil dibutuhkan suatu analisis yang tepat.
Faktor analisis yang dikenal untuk meminimalkan resiko kerugian dalam pengambilan
keputusan dalam transaksi forex ada 2 macam, yaitu analisis fundamental dan analisis
teknikal (Wijaya, 2002:59). Dalam mengambil keputusan keuangan, investor dianggap
rasional dalam mengidentifikasi dan menggunakan informasi yang relevan sehingga
mampu membuat keputusan yang optimal (Grou dan Tabak, 2008). Tetapi keputusankeputusan keuangan tersebut juga dipengaruhi oleh aspek psikologis sehingga hasilnya
menjadi bias. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya informasi di pasar menyebabkan
keterbatasan investor dalam memproses informasi yang mereka dapat. Keterbatasan
tersebut mendorong investor untuk berperilaku tidak rasional. Hal inilah yang
mendorong munculnya behavioral finance.
Menurut Barberis dan Thaler (2003), teori perilaku keuangan (Behavioral Finance)
menjelaskan investor bertindak irasional dalam proses pengambilan keputusan. Aspek
kognitif dan bias pada psikologi investor terkait dengan apa yang dipercaya dan dipilih.
De Bondt (2004) melihat teori perilaku keuangan sebagai model yang menerapkan
kognitif psikologi untuk menjelaskan pasar dan perilaku investor. Teori ini banyak
ditentang oleh beberapa pihak, karena teori ini berbeda dengan teori hipotesis pasar
efisien.
Terdapat dua asumsi dalam pengambilan keputusan investasi, yaitu keputusan
rasional dan keputusan tidak rasional yang diambil berdasarkan prediksi masa depan.
Investor rasional akan mengambil keputusan investasi berdasarkan analisa informasi
yang diperolehnya, sedangkan investor tidak rasional mengambil keputusan investasi
berdasarkan prediksi masa depan dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan
faktor psikologi. Menurut Waweru et al. (2008), perilaku keuangan terbagi menjadi 4
antara lain heuristic theory, prospect theory, market factors, dan herding effect.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti bermaksud meneliti apakah perilaku keuangan,
analisis fundamental dan teknikal berpengaruh terhadap trading performance kontrak
berjangka forex?
286
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN LITERATUR
Kontrak Berjangka Forex (Currency Futures)
Transaksi berjangka mata uang sebagai yang muncul akibat respons nilai tukar mata
uang dikenal sebagai currency futures. Sartono (2001:90) mendefinisikan Currency
Futures adalah kontrak jual beli berjangka untuk sejumlah mata uang tertentu dengan
jangka waktu yang ditentukan. Currency Futures merupakan instrument derivative
(turunan) dari nilai mata uang yang ada di spot atau cash market. Dalam hal ini
currency futures berpatokan pada nilai tukar mata uang pada perdagangan forex (foreign
exchange).
Trading Performance
Luong dan Thu Ha, (2011) mengemukakan bahwa “Trading performance for most
traders is simply dollars made and loss.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan
trading performance adalah pendapatan dan kerugian hasil trading.
Perilaku Keuangan (Behavioral Finance)
Pompian (2006) mengemukakan bahwa ilmu perilaku keuangan mencoba untuk
mengidentifikasi dan belajar dari fenomena psikologis manusia di pasar keuangan dan
pada investor individu. Perilaku keuangan terbagi atas 2 pendekatan perilaku keuangan
makro dan perilaku keuangan mikro. Pada perilaku keuangan makro yang dipersoalkan
adalah apakah pasar efisien atau pasar terpengaruh dampak perilaku keuangan.
Sedangkan pada perilaku keuangan mikro yang dipersoalkan adalah apakah investor
bertindak rasional atau dapatkah cognitive dan emotional error mempengaruhi
keputusan keuangan mereka. Perilaku keuangan mikro lebih kepada bagaimana
mengklasifikasikan individu-individu berdasarkan karakteristik, kecenderungan, atau
perilaku tertentu. Pendekatan perilaku keuangan mikro dapat menggunakan
psychographic model karena klasifikasi psychographic sangat relevan berkaitan dengan
strategi individu dan toleransi risiko.
Menurut Waweru et al. (2008), perilaku keuangan terbagi menjadi 4 antara lain
heuristic theory, prospect theory, market factors, dan herding effect. Akan tetapi, pada
perilaku heuristics, herding dan prospect akan difokuskan pada penelitian ini.
Heuristic adalah sebagai “rule of thumb”, dimana orang membuat keputusan di saat
yang rumit, lingkungan yang tidak pasti. Heuristic merupakan pengambilan keputusan
berdasarkan informasi yang dimiliki. Kahneman dan Tversky (1979) melihat bahwa saat
menentukan keputusan, investor tidak bersikap rasional. Menurut Kahneman dan
Tversky (1979) yang termasuk dalam Heuristic adalah representativeness,
overconfidence, anchoring, gambler’s fallacy, dan availability bias.
Representativeness adalah keputusan yang berdasarkan stereotype (Baker and
Nosfinger, 2002). Keberhasilan perusahaan di masa sekarang, cenderung dilanjutkan di
masa depan juga. Kecenderungan investor membuat keputusan berdasarkan pengalaman
yang sebelumnya dikenal sebagai stereotype (Sherfin, 2000). Jika perusahaan
mengumumkan kenaikan laba secara berturut-turut, investor pun akan berasumsi laba
akan terus naik dan menganggap perusahaan ini merupakan good company. Dalam
287
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
benak investor tertanam bahwa good company, good investment (Ackert & Deaves,
2010).
Overconfidence merupakan kecenderungan untuk terlalu yakin atas kemampuan dan
prediksi untuk berhasil. Kondisi ini merupakan hal normal yang sekaligus merupakan
cermin dari tingkat keyakinan seseorang untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu.
Tidak bisa disangkal bahwa manusia memiliki kepercayaan diri yang tinggi, termasuk
dalam berinvestasi.
Anchoring merupakan keadaan dimana seseorang memperkirakan harga berdasarkan
informasi yang pertama kali didapatkan. Ternyata terdapat perkiraan yang berbeda,
pemikiran akan tetap cenderung ke informasi yang pertama kali didapatkan. Fenomena
ini disebut sebagai Anchoring. (Ackert & Deaves, 2010) Pengambilan keputusan
“anchoring” terjadi ketika individu menggunakan sepotong informasi pertama untuk
membuat penilaian berikutnya. Anchoring menyebabkan individu menjadi overestimate,
terhadap keahlian dan pendapatnya sendiri, akan tetapi suatu hari keputusan yang
dipilihnya bisa salah. (Ackert & Deaves, 2010)
Gambler’s Fallacy, yang juga dikenal sebagai Monte Carlo Fallacy, merupakan
keyakinan yang salah, jika sesuatu hal terjadi lebih sering dari biasanya selama
beberapa periode, itu akan terjadi lebih jarang di masa depan, atau, jika sesuatu terjadi
lebih jarang dari biasanya selama beberapa periode, itu akan terjadi lebih sering di masa
depan (Kudryavtsev et al., 2013). Gal dan Baron (1996) menunjukkan perilaku
gambler’s fallacy tidak hanya disebabkan oleh kebosanan. Namun pola gambler’s
fallacy dapat dibuktikan dalam financing, termasuk pengambilan keputusan pasar
saham maupun di properti.
Availibility bias merupakan suatu fenomena dimana investor memiliki banyak
informasi untuk mengambil keputusan, dan fenomena tersebut terjadi dalam beberapa
waktu terakhir (Tversky and Kahneman, 1973). Hal ini dikarenakan peristiwa yang
berkesan cenderung lebih menyebabkan reaksi emosional. Availability bias cenderung
berhubungan dengan ketersediaan informasi.
Herding adalah suatu perilaku yang cenderung meniru perbuatan yang dilakukan
oleh orang lain daripada mengikuti keyakinannya ataupun informasi yang dimiliki.
(Hirshleifer dan Teoh, 2003). Perilaku ini adalah kesalahan yang paling umum di mana
investor cenderung mengikuti keputusan investasi yang diambil oleh mayoritas. Alasan
utama herding adalah tekanan atau pengaruh oleh rekan-rekan atau orang-orang sekitar.
Herding dapat membuat seseorang tiba-tiba merubah keputusannya karena herding
sangat terpengaruh dengan pilihan investasi orang lain. Herding termasuk perilaku yang
kurang independent. Walaupun pilihan masyarakat mungkin saja buruk. Investor akan
tetap mengikuti apa yang dipilih oleh pasar.
Menurut Luong dan Thu Ha (2011), prospect berfokus pada pengambilan keputusan
secara subjektif yang dipengaruhi oleh sistem penilaian investor. Terkait dengan
prospect theory yang dikembangkan oleh Kahneman & Tversky (1979), perilaku
keuangan yang dibahas dalam teori tersebut adalah mental accounting, regret aversion,
dan loss aversion.
288
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Analisis Fundamental dan Analisis Teknikal
Investor yang ingin menginvestasikan uangnya dalam kontrak berjangka, sedapat
mungkin harus mengerti atau memahami dasar-dasar analisa pasar yang dipergunakan
oleh trader untuk memperkirakan pergerakan harga di bursa perdagangan berjangka.
Dasar analisa pasar yang dikenal ada dua yaitu analisis fundamental dan analisis
teknikal (Wijaya, 2002:59).
Metode pertama dikenal sebagai analisis fundamental. Analisis fundamental adalah
metode analisis yang memperhatikan permintaan dan penawaran pasar suatu negara,
Jones (2004:303) membuat definisi sebagai berikut: “Fundamental analysis is method
of anticipating future price movement using supply and demand information.”
Secara garis besar, faktor fundamental menurut Patel, Patel, Patel (2014), dan Liu
(2009: 27-39) faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai mata uang suatu
negara dibagi menjadi dua, yaitu indikator politik (stabilitas politik, peristiwa geopolitik
dan makroekonomi) dan indikator ekonomi (suku bunga, indeks harga konsumen,
produk domestik bruto, trade balance, non-farm payroll, pengangguran).
Sedangkan metode kedua yang dikenal sebagai analisis teknikal. Analisis teknikal
adalah analisis yang mempelajari pasar (market reaction) melalui penggunaan berbagai
teknik dan grafik dengan tujuan memprediksikan pergerakan trend harga di masa yang
akan datang. Jones (2004:302) memberikan definisi mengenai analisis teknikal tersebut:
“Technical Anaysis is the search for identifiable and recurring stock price patterns.”
Matthews (2011:3) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip dasar dalam
melakukan analisis teknikal, terdiri dari : Market Price Discount Everything, Price
Moves In Trends, History Repeats It Self. Indikator-indikator analisa teknikal adalah
Indikator trend, Indikator momentum, Indikator volume, Indikator volatility. (Matthews,
2011:102-170).
Penelitian Relevan
AbuHamad, Mohd, dan Salim (2013) dalam judul penelitiannya “Event-Driven
Business Intelligence Approach For Real-Time Integration Of Technical And
Fundamental Analysis In Forex Market” mengunakan analisis fundamental dan teknikal
untuk memperkirakan harga di masa yang akan datang. Hasilnya adalah dengan
ketepatan 80% analisis fundamental yang dilengkapi dengan analisis teknikal dapat
memperkirakan harga kontrak berjangka forex di masa yang akan datang.
Hayyuza (2006) melakukan penelitian tentang Faktor-faktor analisis yang
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam transaksi forex di perdagangan
berjangka. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa ternyata faktor analisis yang paling
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan adalah analisis fundamental, yaitu faktor
tingkat suku bunga Amerika dan Non-Farm Payroll. Hal ini dikarenakan bahwa mata uang
yang ditransaksikan adalah mata uang dollar Amerika sebagai home currency-nya, sehingga
perubahan tingkat suku bunga di Amerika akan sangat mempengaruhi terhadap nilai mata
uang lainnya yang ditransaksikan.
Kengatharan (2014) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap
keputusan dan performa investasi di Colombo Stock Exchange, Sri Lanka mendapatkan
hasil bahwa herding berpengaruh signifikan negatif terhadap investing performance.
Heuristic memiliki pengaruh signifikan positif terhadap investing performance.
289
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Prospect tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investing performance, dan
market tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap investing performance.
Luong dan Thu Ha (2011) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap
keputusan investasi dan performa investasi di Ho Chi Minh Stock Exchange, Vietnam
mendapatkan bahwa faktor Heuristics dan Herding memiliki pengaruh yang signifikan
positif terhadap kinerja investasi. Sedangkan faktor Prospect memiliki pengaruh yang
signifikan negatif terhadap kinerja investasi.
Ranjbar, Abedini, Jamali (2014) melakukan penelitian analisa faktor perilaku
terhadap keputusan investasi dan performa investasi di Tehran Stock Exchange, Iran.
Hasil mengungkapkan metode heuristic dan perilaku herding memiliki pengaruh yang
signifikan positif terhadap kinerja investasi. Di sisi lain, variabel prospect memiliki
pengaruh yang signifikan negatif terhadap kinerja investasi.
Vijaya (2016) melakukan penelitian analisa faktor perilaku terhadap keputusan
investasi dan performa investasi di India. Hasilnya adalah terdapat hubungan positif
antara faktor heuristic, herding, dan emotional dan kinerja investasi.
Kerangka Pemikiran
Dalam membuat keputusan transaksi kontrak berjangka forex, terdapat beberapa
faktor yang memperngaruhi para trader dalam membuat keputusan. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor rasional dan faktor perilaku.
Analisis fundamental dan analisis teknikal merupakan analisis sistematik yang
secara teori terbukti dapat memberikan hasil prediksi yang baik. Sehinnga, faktor
rasional diyakini dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap trading
performance.
Faktor perilaku (heuristic, prospect, dan herding) merupakan penilaian yang bersifat
subyektif dalam pengambilan keputusan. Sehingga, faktor perilaku diyakini dapat
memberikan pengaruh yang negatif terhadap trading performance. Hal ini disebabkan,
faktor perilaku cenderung mengubah cara pandang seseorang akan sesuatu sehingga
membuat para trader bersifat tidak rasional dalam menentukan keputusan.
Hipotesis
1. Analisis fundamental mempunyai pengaruh positif trading performance kontrak
berjangka forex.
2. Analisis teknikal mempunyai pengaruh positif terhadap trading performance
kontrak berjangka forex.
3. Heuristic mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performancekontrak
berjangka forex.
4. Prospect mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performance kontrak
berjangka forex.
5. Herding mempunyai pengaruh negatif terhadap trading performance kontrak
berjangka forex.
290
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Metode pengumpulan data menggunakan metode survei. Penelitian ini membuktikan
pengaruh antara faktor analisis rasional dan faktor perilaku terhadap trading
performance. Adapun desian penelitian yang digunakan adalah desian penelitian kausal.
Populasi yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah responden yang sudah pernah
melakukan transaksi kontrak berjangka forex. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari
orang-orang yang pernah melakukan transaksi kontrak berjangka forex sebanyak 168
responden. Metode yang digunakan untuk pemilihan sampel dalam penelitian ini
dilaksanakan dengan cara simple random sampling.
Untuk menguji apakah alat ukur (instrument) yang digunakan memenuhi syaratsyarat alat ukur yang baik, agar menghasilkan data yang sesuai dengan apa yang diukur,
sebelum dilakukan analisis data berdasarkan hasil data yang terkumpul, maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian data melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Selanjutnya
dilakukan uji asumsi klasik, sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan metode analisis regresi ganda.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian terhadap validitas variabel Analisis Fundamental, variabel Analisis
Teknikal, variabel Heuristic, variabel Herding, variabel Trading Performance (X1, X2,
X3, X4, X5) menunjukkan corrected item-total correlation berada di atas nilai 0,3 yang
berarti item pertanyaan valid.
Uji reliabilitas adalah dengan melihat nilai Cronbach Alpha. Apabila variabel
memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,7 maka pertanyaan pada kuesioner
dianggap reliabel.
Tabel 1. Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel
Cronbach Alpha Keterangan
Analisis Fundamental
0.794
Reliabel
Analisis Teknikal
0.755
Reliabel
Heuristic
0.840
Reliabel
Prospect
0.886
Reliabel
Herding
0.890
Reliabel
Trading Performance
0.852
Reliabel
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Berdasarkan tabel 1 yang merupakan hasil pengujian reliabilitas dari seluruh
variabel pada penelitian ini, didapatkan bahwa nilai Cronbach Alpha >0,7, maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh variabel adalah reliabel.
Pada uji normalitas, data terdistribusi normal dari hasil uji Kolmogorov-smirnov
dari nilai residual persamaan regresi, yaitu 0,08 sehingga dapat disimpulkan data
terdistribusi secara nomal.
Pada uji multikolinearitas, VIF dari setiap variabel lebih kecil dari 10 dan nilai lebih
dari 0,1, maka disimpulkan tidak terdapat gejala multikolinearitas dari model tersebut.
291
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Uji otokorelasi dengan nilai D-W sebesar 1,845 menunjukkan tidak terdapat
otokorelasi karena -2 ≤ 1,845 (D-W) ≤ 2.
Dari hasil uji korelasi spearman’s rho pada uji heteroskedastisitas menunjukkan
tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
Berikut adalah output analisis regresi ganda:
Tabel 2. Output Analisis Regresi Ganda
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model
B
Std. Error
1 (Constant)
4.963
1.606
Fundamental
.312
.068
.367
4.611 .000
Teknikal
.209
.066
.239
3.177 .002
Heuristic
-.021
.046
-.027
-.461 .645
Prospect
-.130
.059
-.182 -2.212 .028
.077
-.166 -2.003 .047
Herding
-.155
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Beta
t
Sig.
3.090 .002
Dari tabel 2 tersebut, dapat dirumuskan perumusan regresi ganda sebagai berikut:
Hasil analisis regresi ganda yaitu Trading Performance = 0,367 Analisis Fundamental
+ 0,239 Analisis Teknikal + -0,027 Heuristic + -0,182 Prospect + -0,166 Herding dan
hasil pengujian hipotesis secara simultan (Uji F) menunjukkan bahwa nilai signifikasi
sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal
terdapat satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen dengan
tingkat keyakinan 95%. Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) menunjukkan
bahwa analisis fundamental dan analisis teknikal memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap trading performance, prospect dan herding memiliki pengaruh
negatif yang signifikan terhadap trading performance, sedangkan heuristic tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap trading performance.
Analisis fundamental memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap trading
performance, hal tersebut terbukti bahwa analisis fundamental melalui analisis faktorfaktor ekonomi dan keamanan negara Amerika dapat diprediksi harga kontrak
berjangka forex di masa yang akan datang. Sehingga hal tersebut dapat digunakan oleh
para trader untuk mencari profit. Analisis teknikal memiliki pengaruh yang positif
signifikan terhadap trading performance, hal tersebut terbukti melalui analisis trend dan
penggunaan indikator teknikal digunakan sebagai alat untuk memprediksikan harga
kontrak berjangka forex di masa yang akan datang. Heuristic tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap trading performance, hal tersebut bisa disebabkan oleh
perbedaan pengalaman dan persepsi masing-masing trader. Prospect memiliki pengaruh
negatif karena akan membuat trader akan hold position kontrak yang loss tanpa
melakukan analisis lebih lanjut dan berharap akan mencapai titik break even point dan
akan membuat trader akan sell kontrak yang profit tanpa melakukan analisis lebih
lanjut dikarenakan takut profitnya akan berkurang, membuat trader menjadi konservatif
292
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
dalam melakukan investasi sehingga memilih investasi yang rendah resiko sehingga
mendapatkan return yang kecil, dan menolak kesempatan untuk menurunkan resiko
investasi dengan menambah aset yang memiliki tingkat korelasi yang rendah dalam
portofolio. Herding memiliki pengaruh negatif karena akan membuat trader mencoba
untuk mengikuti keputusan orang lain yang belum tentu keputusan tersebut diambil
dengan menggunakan analisis terlebih dahulu.
Terdapat perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang
sebelumnya. Perbedaan tersebut terdapat pada variabel heuristic. Pada penelitian
sebelumnya variabel heuristic pengaruh positif yang signifikan terhadap trading
performance, sedangkan pada penelitian ini variabel heuristic tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap trading performance. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan
karakteristik dari responden penelitian, pada penelitian sebelumnya sebagian besar
responden adalah responden yang sudah memiliki pengalaman lebih dari lima tahun,
dan juga bisa disebabkan oleh perbedaan subyek yang diteliti, pada penelitian
sebelumnya penelitian dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan transaksi
saham, sedangkan pada penelitian ini dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan
transaksi kontrak berjangka forex.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel analisis fundamental
terhadap trading performance kontrak berjangka forex
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel analisis teknikal terhadap
trading performance kontrak berjangka forex.
3. Tidak terdapat pengaruh dan signifikan antara variabel heuristic terhadap trading
performance kontrak berjangka forex.
4. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel prospect terhadap trading
performance kontrak berjangka forex.
5. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel herding terhadap trading
performance kontrak berjangka forex.
SARAN
Agar memperoleh hasil penelitian yang berkembang sebaiknya sampel penelitian
dapat difokuskan pada trader yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun, untuk
penelitian selanjutnya sebaiknya menambah jumlah pertanyaan kuesioner agar hasil
yang didapatkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
AbuHamad, Mohammed, Mohd, Masnizah, dan Salim, Juhana. (2013). Event-driven
Business Intelligence Approach for Real-time Integration of Technical and
293
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Fundamental Analysis in Forex Market. Journal of Computer Science. Vol. 9. No.
4. Hal. 488-499.
Ackert L.F. & Deaves R. (2010). Behavioral Finance Psychology, Decision Making,
and Markets. Mason. South-Western, Cengage Learning.
Agus Sartono (2001). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. BPFE. Yogyakarta.
Baker, H.K. & Nosfinger J.R. (2002). Psychology Bias of Investors. Financial Services
Review.
Barberis N. & Thaler R. (2003). A Survey of Behavioral Finance. Elsevier Science B.V
DeBondt, W. F. M (2004). Introduction to The Special Issue on Behavioral Finance.
Elsevier.
Gal, I. & Baron, J. (1996). Understanding Repeated Simple Choices. Thinking and
Reasoning.
Grou, B,. and Tabak, B,.M (2008), “Ambiguity Aversion and Illusion of Control:
Experimental Evidence in an Emerging Market,” Journal of Behavioral Finance, p.
22-29
Hayyuza, Angelique. (2006). Faktor-faktor Analisis Yang Berpengaruh Terhadap
Pengambilan Keputusan Dalam Transaksi Forex Di Perdagangan Berjangka.
Skripsi Universitas Widyatama.
Hirshleifer D. & Teoh, S. H. (2003). Herd Behavior and Cascading in Capital Markets:
A Review and Synthesis. European Financial Management
Jones, Charles P., (2004). Investment Analysis and Management. United States of
America: John Wiley & Songs, Inc.
Kengatharan, Lingesiya. (2014). The Influence of Behavioral Factors in Making
Investment Decisions and Performance: Study of Investors of Colombo Stock
Exchange, Sri Lanka. Asian Journal of Finance & Accounting. Vol. 6. No. 1.
Kudryavtsev, Andrey, Cohen, Gil, dan Hon-Snir, Shlomit. (2012). “Rational” or
“Intuitive”: Are Behavioral Biases Correlated Across Stock Market Investors?.
Vizja Press&IT. Vol. 7. No.2 2012. Hal. 31-53.
___________________________________________________ (2013) “Rational” or
“Intuitive”: Are Behavioral Biases Correlated Across Stock Market Investors?.
Vizja Press&IT.
Liu, Henry. 2009. News Profiteer Definitive Guide To Fundamental News Trading.
Luong, Le P., dan Thu Ha, Doan T. (2011). Behavioral Factors Influencing Individual
Investors’ Decision-Making and Performance a Survey at the Ho Chi Minh Stock
Exchange.Master Thesis Umeå School of Business.
Matthews, Charles. 2011. Technical Analysis. United States of America : Pedia Press.
Patel, Pareshkumar J., Patel, Narendra J., dan Patel Ashok R. (2014). Factor affecting
Currency Exchange Rate, Economical Formulas and Prediction Models.
International Journal of Application or Innovation in Engineering & Management.
Vol. 3. No. 3. Hal 53-56.
Pompian, Michael M. (2006). Behavioral Finance and Wealth Management. How to Build
Optimal Portfolios That Account for Investor Biases. First Edition. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc
Ranjbar Mohammad H., Abedini, Bijan, dan Jamali, Mohammad. (2014). Analyzing the
Effective Behavioral Factors on the Investors’ Performance in Tehran Stock
294
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Exchange. International Journal of Technical Research and Applications. Vol. 2.
No. 8. Hal. 80-86.
Shefrin, H. (2000). Beyond Greed and Fear: Understanding Behavioral Finance and
the Psychology of Investing. New York: Oxford University Press.
Tversky, Amos, & Kahneman, Daniel. (1973). Availability: A Heuristic for Judging
Frequency and Probability. Cognitive Psychology
________________________________. (1979). Prospect Theory: An Analysis of
Decision under Risk. Econometrica. Vol. 47. No. 2. Hal. 263-292.
Vijaya, E. (2016). An Empirical Analysis on Behavioural Pattern of Indian Retail
Equity Investors. Journal of Resources Development and Management. Vol. 16.
Hal.103-112.
Waweru, N, M., Munyoki, E., & Uliana,E. (2008). The effects of behavioral factors in
investment decision making: a survey of institutional investors operating at the
Nairobi Stock Exchange. International Journal of Business and Emerging Markets,
1(1), 24-41.
Wijaya, Yohanes Arifin, Bursa Berjangka, (2002), Andi Yogyakarta.
BIODATA
Penulis adalah mahasiswa program studi S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Tarumanagara.
295
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH LEVERAGE, LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI
TERHADAP RETURN SAHAM
Acep Edison
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
ABSTRAK
Studi bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran leverage, laba bersih, arus kas operasi dan return
saham serta pengaruhnya secara parsial leverage, laba bersih dan arus kas operasi terhadap return
saham pada perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100. Pengukuran yang dilakukan untuk mendapat
besarnya
pengaruh leverage, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham. Penelitian ini
merupakan penelitian eksplanatori dengan tipe investigasi deskriptif verifikatif dan unit analisis penelitian
adalah laporan keuangan tahunan perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016.
Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis
regresi linier berganda untuk mendapatkan kecocokan model dan besarnya pengaruh secara partial. Hasil
penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata leverage, laba bersih, arus kas operasi dan return saham
pada perusahaan yang termasuk Indeks Kompas 100 tahun 2016 sampai dengan periode Agustus.
Levearge dan laba operasi berpengaruh signifikan, sedangkan arus kas operasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham. Kecocokan model menunjukan nilai koefisien determinasi sebesar
69,6%, artinya variabilitas variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen cukup kuat dan
sisanya sebesar 31,4 % oleh variabel yang tidak diteliti.
Kata kunci : Leverage, Laba Bersih, Arus Kas Operasi , Return Saham
ABSTRACT
The study aims to determine how the image of leverage, net income, operating cash flows and stock
returns as well as partially leverage effect, net income and operating cash flow to return stock in
companies including Compass 100 Index. Measurements were carried out to obtain the leverage, net
income, operating cash flow effect toward of stock return. This research is explanatory descriptive
verification with the type of investigation and research analysis unit is the company's annual financial
report included Kompas 100 Index Period August 2016. The sampling technique used purposive
sampling. The data analysis used is multiple linear regression analysis to get the model fit and magnitude
of the effect partially. The results showed that the average value of leverage, net income, operating cash
flow and return on the shares of companies included Compass index of 100 in 2016 up to August period.
Leverage and operating profit have a significant effect, while operating cash flow does not have a
significant effect on stock returns. Suitability models show the coefficient of determination of 69.6%,
meaning that the variability of the dependent variable can be explained by the independent variables are
strong enough and the remaining 31.4% by the variables studied.
Key Word : Leverage, Net Income, Operating Cash Flows, Stock Returns
PENDAHULUAN
LatarBelakang
Pasar modal bukanlah hal yang baru di Indonesia. Semakin banyak orang yang
tertarik untuk menjadi seorang investor pasar modal. PT Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) melaporkan adanya peningkatan jumlah investor pasar modal
Indonesia yang tercermin dari jumlah Single Investor Identification (SID) dan Sub
Rekening Efek (SRE). Sampai akhir Juli 2016, tercatat jumlah SID mencapai 491.116,
296
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
meningkat 26 persen dari 388.960 dari periode yang sama tahun lalu. KSEI memandang
peningkatan yang terjadi menunjukkan meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk
bertransaksi di pasar modal Indonesia (Syafruddin dan Supranoto Prajogo, 2016).
Salah satu jenis transaksi di pasar modal adalah transaksi saham. Para investor
mengharapkan return dari investasinya. Salah satu komponen return adalah capital
gain atau selisih harga saham (Jogiyanto, 2016:264). Harga saham berubah dari waktu
ke waktu seiring dengan perubahan kondisi dan informasi baru yang diperoleh
menyangkut prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2010:9). Salah satu informasi
perusahaan yang berpengaruh terhadap perubahan harga saham yaitu laba yang
dipublikasikan pada laporan keuangan. Suad (2005:309) mengatakan, jika kemampuan
perusahaan menghasilkan laba meningkat, akan menyebabkan peningkatan harga
saham.
Keadaan pasar modal tahun 2015, menunjukkan bahwa return saham tidak sesuai
dengan pendapat bahwa perusahaan yang menunjukkan likuiditas baik, kapitalisasi
pasar yang tinggi serta berada pada fundamental ekonomi yang kuat, berkinerja yang
baik akan menghasilkan return saham yang tinggi,(Jogiyanto, 2016:159). Informasi
Indeks Kompas 100 berisi 100 perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tidak semua
yang mempunyai likuiditas yang baik, kapitalisasi pasar yang tinggi, fundamental yang
kuat serta kinerja yang baik menunjukkan peningkatan jumlah laba, tetapi tidak diikuti
adanya peningkatan return saham.(idx.co.id).
Berdasarkan konsep terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi return
saham yakni leverage, laba bersih dan arus kas operasi. Perusahaan yang memiliki
hutang akan berpengaruh terhadap peningkatan operasional, hutang digunakan untuk
pembelian persediaan dan asset lainnya. dengan meningkatnya aset dan persediaan
maka akan mempengaruhi return, Jika kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba meningkat, akan menyebabkan peningkatan harga saham sehingga dengan kata lain
profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Peningkatan harga saham akan
menyebabkan peningkatan return saham yang berbentuk capital gain. Suad (2005:309)
Perusahaan yang memiliki arus kas operasi yang besar dapat menarik minat investasi
para investor karena perusahaan dianggap mampu membiayai kegiatan perusahaan
tanpa harus meminjam dari kreditor. (Sri, 2007). Dengan banyaknya investor yang
tertarik untuk melakukan investasi, meningkatkan operasi dan pada akhirnya dapat
menyebabkan return saham meningkat (Ifti, 2009).
Beberapa penelitian sebelumnya menyangkut hubungan antara laba bersih dengan
return saham telah banyak dilakukan dan menghasilkan hasil penelitian yang beragam.
Ni Putu Putriani dan I Made Sukartha (2014), Fitria Utami Saputra (2015), Siska
Andriana (2016) membuktikan pada penelitiannya bahwa laba bersih berpengaruh
signifikan terhadap return saham. Selain itu, beberapa penelitian mengenai pengaruh
arus kas operasi terhadap return saham pun menghasilkan hasil penelitian yang
beragam. Nico Alexander dan Nicken Destriana (2013), Widyanto Faisal Latief (2014)
dan Fitria Utami Saputra (2015) membuktikan bahwa arus kas operasi berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Identifikasi Masalah
Masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut :
297
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Bagaimana laba bersih, arus kas operasi, return saham pada perusahaan-perusahaan
yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100.
2. Seberapa besar pengaruh leverarge, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham
pada perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris mengenai:
1. leverarge, laba bersih, arus kas operasi, return saham pada perusahaan-perusahaan
yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100.
2. Pengaruh leverarge, laba bersih, arus kas operasi terhadap return saham pada
perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks Kompas 100.
TINJAUAN LITERATUR
Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuitas (saham),
reksadana, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya (Martalena dan Maya,
2011:2).
Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang
atau
pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan
menyertakan modal tersebut maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan
perusahaan dan klaim atas asset perusahaan serta berhak hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Martalena dan Maya (2011:12),
Return Saham
Keuntungan yang diharapkan atas saham disebut return saham. Menurut
Jogiyanto (2016:263), return terdiri dari dua jenis yaitu:
a.
Return Realisasi : Return telah terjadi dan dihitung menggunakan data historis.
b.
Return Ekspektasi : Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di
masa mendatang.
Komponen Return Saham
Salah satu komponen return adalah capital gain (loss) merupakan selisih untung/
rugi dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto,
2016:264). Penelitian ini menggunakan return realisasian berupa capital gain sebagai
komponen return saham yang dipakai dan dihitung menggunakan periode jendela di
sekitar tanggal publikasi laporan keuangan (5 hari sebelum sampai 5 hari setelah
publikasi laporan keuangan), karena untuk peristiwa seperti pengumuman laba dan
dividen, investor dapat bereaksi dengan cepat (Jogiyanto, 2016:649).
Analisis Harga Saham
Analisis dalam memilih saham didasarkan dua pendekatan dasar, yaitu analisis
fundamental dan teknikal. Penelitian ini menggunakan analisis fundamental. Analisis
298
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
fundamental adalah analisis memperkirakan harga saham di masa yang akan datang
dengan mengestimasi nilai faktor- faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel- variabel tersebut
sehingga diperoleh taksiran harga saham. Tahapannya dapat berupa analisis terhadap
kondisi ekonomi atau pasar, industri dan perusahaan (Suad, 2005).
Leverarge
Penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki beban tetap
dengan maksud untuk meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Semakin
tinggi tingkat leverage semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi dan semakin besar
tingkat return. Resiko yang terjadi berkaitan dengan penggunaan utang untuk
membiayai investasi. Perusahaan menggunakan operating dan financial levearge
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dari biaya aset
dan sumber modal, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham
(Suad, 2005).
Laba Bersih
Laba merupakan komponen penting yang disajikan dalam laporan keuangan.
Perolehan laba perusahaan akan menunjukkan kinerja perusahaan selama periode
tertentu. Net income represents the income after all revenues and expenses for the
period are considered (Kieso, et al, 2011:147), artinya laba bersih merupakan
pendapatan setelah mempertimbangkan seluruh pendapatan dan beban selama satu
periode. Jika kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba meningkat, akan
menyebabkan peningkatan harga saham, dengan kata lain profitabilitas akan
mempengaruhi harga saham. Peningkatan harga saham
akan menyebabkan
peningkatan return saham yang berbentuk capital gain. (Suad : 2005)
Arus Kas Operasi
PSAK Nomor 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa informasi arus kas entitas
berguna untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas
serta menilai kebutuhan entitas untuk menggunakan arus kas. Jumlah arus kas dari
aktivitas operasi adalah indikator utama untuk menentukan apakah operasi entitas
menghasilkan arus kas cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan
operasi entitas, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa bantuan
sumber pendanaan dari luar. Jika arus kas perusahaan meningkat menunjukkan nilai
perusahaan meningkat menyebabkan peningkatan harga saham dan return saham
(Brigham dan Houston, 2001:110).
Hipotesis Penelitian
H1 : Leverage berpengaruh terhadap return Saham
H2 : Laba bersih berpengaruh terhadap return saham.
H3 : Arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham.
299
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan jenis penelitian eksplanatori dengan tipe investigasi deskriptif
verifikatif. Objek yang diteliti ; Laba Bersih, Arus Kas Operasi dan Return Saham.
Populasi penelitian adalah perusahaan yang termasuk dalam kategori indeks Kompas
100 Periode Agustus 2016. Jumlah sampel sebanyak 30 Perusahaan yang konsisten
termasuk dalam kategori Kompas 100 sejak Febuari 2012 berturut-turut sampai 2016
yang ditarik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Unit analisis adalah
laporan keuangan perusahaan tahun 2012 -2015 bersumber dari website resmi Bursa
Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan data harga saham yang tercantum dalam website
resmi Yahoo Finance (sg.finance.yahoo.com). Analisis data menggunakan analisis
regresi linier berganda, diolah dengan menggunakan program aplikasi Eviews 8. dengan
menetapkan tingkat signifikasi (α) untuk pengujian hipotesis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Variabel Laba Bersih, Arus Kas Operasi dan Return Saham Indeks
KOMPAS 100
Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan tahun 2012 -2015 sumber
website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan data harga saham yang
tercantum dalam website resmi Yahoo Finance (sg.finance.yahoo.com). Rata – rata
levearge pada perusahaan Indeks Kompas 100 cukup berfluaktif, pada tahun 2012
mengalami peningkatan sebesar 22,311%, pada tahun 2013 mengalami penurunan
1,982 %, selanjutnya 2014 mengalami peningkatan 16,872%, dan kembali turun
tahun 2015 sebesar 33,097%. Rata-rata laba bersih perusahaan pada Indeks Kompas
100 cukup berfluaktif, pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 33,731%,
pada tahun 2013 mengalami penurunan 1,855%, selanjutnya 2014 mengalami
peningkatan 26,962%, dan kembali turun tahun 2015 sebesar 35,097% . Rata- rata
arus kas operasi pada Indeks Kompas 100 pada tahun 2012 mengalami peningkatan
sebesar 8,370%, tahun 2013 menunjukkan kenaikan sebesar 43,561%, tahun 2014
turun sebesar 8,237%, dan dilanjutkan penurunan tahun 2015 sebesar 6,033%. Ratarata return saham pada perusahaan Indeks Kompas 100 pada tahun 2012 mengalami
peningkatan sebesar 0,30%, diikuti peningkatan tahun 2013 sebesar 0,04%,
selanjutnya mengalami peningkatan tahun 2014 sebesar 0,08%, serta peningkatan
sebesar 0,07% pada tahun 2015.
Pengujian Asumsi Klasik.
Uji dilakukan sebagai persyaratan dalam analisis regresi, hasil pengujian sebagai
berikut :
1. Uji Normalitas : Hasil uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas Jarque-Bera
sebesar 1,641899 nilai lebih kecil dari 2 dan nilai probabilitas pada uji Jarque-Bera
sebesar 0, 56732 lebih besar dari probabilitas 5 %, maka dapat disimpulkan bahwa
data berdistribusi normal. Wing (2011).
2. Uji Multikolinearitas : Hasil uji multikolineritas menunjukkan nilai centered
300
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
varience inflation factors (VIF) sebesar 1.001, nilai kurang dari 10, dengan
demikian tidak terdapat multikolinieritas variabel independen dalam model
regresi.Wing (2011), Acep (2015).
3. Uji Heteroskedastisitas : Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan nilai Obs*Rsquared sebesar 2,595871 dan nilai probabilitas F sebsar 0,2731 menunjukkan nilai
lebih besar dari tingkat kekeliruan 5 %, dengan demikian tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas pada model regresi.Wing (2011).
4. Uji Autokorelasi : hasil uji autokolerasi menunjukan angka Durbin-Watson sebesar
1,959119. Nilai dibandingkan dengan tabel DW dengan jumlah observasi (n) = 30,
jumlah variabel independen (k) = 2 dan tingkat signifikansi 0,05. Berdasarkan tabel
distribusi Durbin-Watson didapat nilai dl = 1,2837 dan nilai du = 1,567, oleh
karena nilai DW = 1,959119 berada diatas nilai du = 1,567 tetapi dibawah nilai 4du = 2,433, yaitu (1,567< 1,959< 2,433) dengan demikian nilai DW berada
diantara nilai du dan 4-du (du<d<4-du) menyatakan tidak terdapat autokorelasi
positif dan negatif pada model regresi dapat diterima. Wing (2011), Acep (2015).
Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit)
Pengujian Goodness of Fit adalah pengujian kecocokan model yang digunakan
untuk menguji seberapa besar nilai seluruh variabel independen berkontribusi terhadap
perubahan pada variabel dependen. Uji kecocokan model dilakukan dengan
menghitung koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen. (Acep, 2015:99).
Tabel 2. Koefisien Determinasi
R-squared
0.937662
Adjusted R-squared
0.936007
S.E. of regression
0.002521
Sum squared resid
Log likelihood
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info
criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn
criter.
Durbin-Watson stat
0.000172
138.5105
F-statistic
10.50692
Prob(F-statistic)
0.000422
Sumber: Hasil Output Eviews 8
0.001222
0.003243
-9.034032
-8.893912
-8.989207
1.959119
Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi, menunjukkan bahwa nilai
R- squared sebesar 0,937662, artinya variabilitas variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen sebesar 93,7 %, sedangkan sisanya sebesar 6,3%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian, dengan demikian
model konseptual penelitian menunjukkan kecocokan yang tinggi dengan empirisnya.
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan asosisatif antara variabel301
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
variabel dengan tujuan mengukur perubahan yang terjadi pada variabel independen
dalam memprediksi perubahan pada variabel dependen Hasil pengolahan model
regresi regresi berganda sebagaimana tabel 3. berikut :
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Berganda
Variable
Coefficient
Std. Error
C
0.000618
0.000479
LEVERAGE
-0.000723
0.000546
LABA_BERSIH
0.009391
0.002075
ARUS KAS OPR
0.000410
0.000573
Sumber: Hasil Output Eviews 8
t-Statistic
1.290002
3.324561
4.525130
2.715711
Prob.
0.2080
0.0232
0.0001
0.0483
Model regresi yang terbentuk berdasarkan hasil penelitian adalah:
Y = 0,000618 - 0,000723 (X1) 0,009391 (X2) + 0,000410 (X3)
Dari model regresi dijelaskan:
1. Jika α = konstanta sebesar 0,000618, dan variabel leverage (X1), laba bersih (X2)
dan arus kas operasi (X3) yakni variabel independen bernilai konstan = 0, maka
variabel return saham sebagai variabel dependen bernilai sebesar 0,000618. Artinya
bahwa return saham sebesar 0,0618 % tidak dipengaruhi oleh leverage, laba bersih
dan kas operasi.
2. Jika nilai koefisien regresi variabel levearge (X1) sebesar - 0,00723, dan mengalami
kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya bernilai 0,
maka nilai return saham sebesar – 0,000105 atau - 0,0105 %, artinya kenaikan
levearge akan mengakibatkan terjadinya penurunan return saham sebagaimana
konsep bahwa semakin besar leverage akan menyebabkan return negatif.
3. Jika nilai koefisien regresi variabel laba bersih (X2) sebesar 0,009391, dan
mengalami kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya
bernilai 0, maka nilai return saham sebesar 0,094528 atau 9,45 % artinya kenaikan
laba bersih akan mengakibatkan nilai return saham sebesar 9,45 % sebagaimana
konsep bahwa kenaikan laba bersih akan berakibat pada kenaikan return saham.
4. Jika nilai koefisien regresi variabel arus kas operasi (X3) sebesar 0,000410, dan
mengalami kenaikan sebesar satu satuan, sedangkan variabel independen lainnya
bernilai 0, maka nilai return saham sebesar 0,0001028 atau 0,1028 % artinya
kenaikan kas operasi akan mengakibatkan kenaikan return saham sebesar 0,1028 %
sebagaimana konsep bahwa kenaikan kas operasi akan mengakibatkan kenaikan
return saham.
Pengujian Hipotesis Parsial (t-test)
Pengujian hipotesis bertujuan untuk menguji praduga pengaruh satu variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen. Rumusan hipotesis secara
parsial adalah sebagai berikut:
H01 ≠ β : Tidak terdapat pengaruh leverage terhadap return saham.
Ha1 = β : Terdapat pengaruh leverage terhadap return saham.
302
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
H02 ≠
Ha2 =
H03 ≠
Ha3 =
β
β
β
β
: Tidak terdapat pengaruh laba bersih terhadap return saham.
: Terdapat pengaruh laba bersih terhadap return saham.
: Tidak terdapat pengaruh kas operasi terhadap return saham.
: Terdapat pengaruh kas operasi terhadap return saham.
Pengambilan keputusan dalam pengujian sebagai berikut:
a.
Jika probabilitas < 0,05 signifikan.
b.
Jika probabilitas > 0,05 t i d a k signifikan.
Kriteria Pengujian:
a.
Apabila t hitung > t tabel : Ho ditolak dan Ha diterima.
b.
Apabila t hitung < t tabel : Ho diterima dan Ha ditolak.
Hasil pengolahan sebagaimana tabel 3. Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil pengujian
secara parsial sebagai berikut:
1. Hasil uji t (parsial), variabel levearge (X1) memiliki nilai probabilitas (p-value)
sebesar 0,0232 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 3,324561 > t tabel 2,05183,
disimpulkan Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya laba bersih berpengaruh
terhadap return saham.
2. Hasil uji t (parsial), variabel laba bersih (X2) memiliki nilai probabilitas (p-value)
sebesar 0,0001 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 4,525130 > t tabel 2,05183,
disimpulkan Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, artinya laba bersih berpengaruh
terhadap return saham.
3. Hasil uji t (parsial), variabel arus kas operasi (X3) memiliki nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0,0483 < 0,05 (signifikan) dan t hitung 2,7155711 > t tabel
2,05183, disimpulkan Ho3 ditolak dan Ha3 diterima, artinya arus kas operasi
berpengaruh terhadap return saham.
KESIMPULAN
Keadaan return saham perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori Indeks
Kompas 100 Periode Agustus 2016 sebagaimana hasil penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Fluktasi leverage, laba bersih dan arus kas operasi terhadap return saham sebagai
berikut :
 Peningkatan leverage berdampak pada penurunan return saham sebaliknya
penurunan leverage menyebabkan peningkatan return saham.
 Peningkatan laba bersih berdampak pada peningkatan return saham, demikian
halnya penurunan laba bersih menyebabkan penurunan return saham.
 Peningkatan arus kas operasi berdampak pada peningkatan return saham,
demikian halnya penurunan arus kas operasi menyebabkan penurunan return
saham.
2. Praduga paradigma konseptual penelitian terbukti bahwa Leverage, Laba bersih,
Arus kas operasi berpengaruh terhadap return saham.
Saran
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya sebagai berikut:
303
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Subjek penelitian terbatas pada perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori
Indeks Kompas 100 Periode Agustus 2016, hasil penelitian tidak berlaku pada
perusahaan lainnya sehingga tidak dapat dijeneralisir.
2. Tahun penelitian terbatas hanya empat tahun, yaitu 2012-2015.
3. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel independen yang sesungguhnya
masih dapat dieksplorasi dengan menggunakan analisis fundamental ekonomi
untuk pengujian variabel independen lainnya
4. Terdapat data outlier sehingga menghasilkan jumlah sampel data yang tidak
representatif dengan demikian hasil penelitian kurang maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian serta keterbatasan-keterbatasan yang ada, saran –
saran sebagai berikut:
A. Peneliti selanjutnya
Penelitian selanjutnya, dapat menggunakan kategori indeks lain yang lebih
beragam, periode yang lebih panjang dan menambahkan variabel independen lain
berdasarkan fundamental ekonomi dan analisis teknikal.
B. Bagi manajemen
Direkomedasikan pada manajemen perusahaan untuk mengelola,
memperhatikan dan menyajikan levearge, laba bersih dan arus kas operasional
sebaik mungkin, karena pengelolaan levearge, laba bersih dan arus kas operasional
yang baik dapat menghasilkan return saham yang tinggi yang dapat mempengaruhi
minat investor terhadap saham perusahaan.
C. Bagi Investor
Investor dapat mempertimbangkan leverage, laba bersih, arus kas operasi
sebagai referensi dalam pengambilan keputusan investasi, serta refernsi fluktasi
return saham yang terjadi pada perusahaan.
D. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
menyangkut pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap return saham.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim dan Mamduh M. Hanafi. (2005). Analisis Investasi. Edisi Kedua. :
Salemba Empat. Jakarta
Acep Edison. (2015). Analisis Regresi & Jalur dengan Program SPSS. : Mentari.
Bandung.
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. (2001). Manajemen Keuangan. Edisi
Kedelapan. Buku 1. : Salemba Empat. Jakarta
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Edisi 11. Buku 1. : Salemba Empat. Jakarta
304
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI. (2014). Standar Akuntansi Indonesia Per
Efektif 1 Januari 2015. Cetakan Pertama. Jakarta: IAI.
Dwi Prastowo D dan Rifka Juliaty. (2002). Analisis Laporan Keuangan: Konsep dan
Aplikasi. : UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Harnanto. (2002). Akuntansi Keuangan Menengah. Buku 1. : BPFE. Yogyakarta
Ifti Khusnuriyati. 2009. Pengaruh Laba, Komponen Arus Kas dan Nilai Buku Terhadap
Return Saham (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic
Index Tahun 2005-2007). Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Imam Ghozali. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
Ketujuh. : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Iskandar Z Alwi. (2008). Pasar Modal Teori dan Aplikasi. : Yayasan Pancur Siwah.
Jakarta
Jogiyanto Hartono. (2016). Teori Portofolio dan Analisis Investas., Edisi Kesepuluh. :
BPFE UGM. Yogyakarta
Kieso, Donald E., Jerry J. Warfield dan Terry D. (2011). Intermediate Accounting IFRS
Edition. : Wiley. New York USA.
Martalena dan Maya Malinda. (2011). Pengantar Pasar Modal. : ANDI OFFSET.
Yogyakarta
Nico Alexander dan Nicken Destriana. 2013. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap
Return Saham. Jurnal Bisnis dan Akuntansi ISSN 1440-9875 Vol. 15 Universitas
Trisakti.
Ni Putu Putriani dan I Made Sukartha. (2014). Pengaruh Arus Kas Bebas dan Laba
Bersih Pada Return Saham Perusahaan LQ 45. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana 6.3:390-401.
Ni Putu Saka Hiltari. (2015). Pengaruh Laba Bersih dan Komponen Arus Kas Terhadap
Harga Saham Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ 45 Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Eproc. Universitas Telkom.
Nor Hadi. (2015). Pasar Modal, Edisi 2. : Graha Ilmu. Yogyakarta
Nuryaman dan Veronica Christina. (2015). Metodologi Penelitian Akuntansi dan Bisnis:
Teori dan Praktik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Shinta Ayu, Arief Yulianto. (2015). Analisis Pengaruh Perubahan Arus Kas Terhadap
Return Saham. Management Analysis Journal 4 Universitas Negeri Semarang.
Siska Andriana. (2016). Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Total Arus Kas dan Size
Perusahaan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. E-Journal Universitas Kanjuruhan.
Suad Husnan. (2005). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi
Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sri Wahyuni. (2007). Analisis Pengaruh EPS, EVA dan Cash Flow Terhadap Harga
Saham LQ 45 di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2003. Jurnal Akuntansi, No. 1,
2007.
Widyanto Faisal Latief. (2014). Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi dan
Dividend Yield Terhadap Return Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur di BEI Periode 2011-2013). Universitas Diponegoro.
305
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Arviyan
Arifin.
(2016).
http://www.beritasatu.com/pasar-modal/356756-lippokarawaci-raihpenda patan-rp-89-t-bagikan-dividen-rp-80-m.html. [Diakses tanggal
28 Desember 2016].
Edison Sutan Kayo. (2016). http://www.sahamok.com/bei/kompas-100/saham-kompas100-agustus-2016-januari-2017/. [Diakses tanggal 20 November 2016].
Erry Firmansyah. (2007). http://kompas100.blogspot.co.id/. [Diakses tanggal 14 November
2016].
Marissa Mayer. (2016). https://sg.finance.yahoo.com. [Diakses tanggal 21-23 Desember
2016].
Syafruddin
dan
Supranoto
Prajogo.
(2016)
ttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08
Jumlah.Investor.Pasar.Modal.Indonesia. [Diakses tanggal 25 Oktober 2016].
Tito
Sulistio.
2016.
http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuang an dan tahunan.aspx. Diakses tanggal
3-5 Desember 2016.
Tumiyana.(2016).http://www.britama.com/index.php/2016/03/akhir-tahun-2015lababersih. [Diakses tanggal 28 Desember 2016].
Widya Wiryawan. 2016. http://market.bisnis.com/read/20160226/192/523018/rightsissue-aali-proyeksi-harga-eksekusi-rp13.000-per-lembar. [Diakses tanggal 29
Desember 2016.]
Wing Wahyu Winarno (2011) Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews.
Edisi 3 ; UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
BIODATA
Acep Edison adalah Doktor Ilmu Akuntansi (2006) memperoleh gelar dari Universitas
Padjadjaran Bandung - Jawa Barat Indonesia. Memulai kariernya pada Kantor Akuntan
Publik (KAP) dan sebagai dosen. Selain berkarier pada KAP, pernah berkarier pada
Konsultan Manajemen sebagai manajer konsultan dan bekerja
sebagai Chief
Accounting, Chief Cost Accounting, Internal Auditor pada perusahaan di kota Bekasi,
Tanggerang , Jakarta. Bekerja pada Perusahaan Listrik Negara. (PT PLN Persero)
sebagai staff akhli pada Satuan Pengawas Intern (SPI) yang bertugas sebagai auditor,
advisor dan pendamping para pemeriksa internal ke seluruh wilayah dan distribusi serta
proyek-proyek pembangunan kelistrikan di Indonesia.
Berkerja sebagai dosen tetap Fakultas Bisnis dan Manajemen di Universitas
Widyatama Bandung dan dosen Luar biasa di Universitas Padjadjaran serta pada
berbagai universitas lainnya di program Pasca Sarjana dan aktif sebagai konsultan serta
memberikan pelatihan pada berbagai perusahaan dan berbagai organisasi kemasyarakat
dalam bidang akuntansi, keuangan, anggaran, audit, dll. Pelatihan pernah dilakukan
pada berbagai perusahaan dan BUMN diantaranya ; PT. Timah Tbk. PT Karakatau
Steel, Tbk. PT. Aneka Tambang, Tbk. PT.Pertamina, BP Migas dan Perusahaanperusahaan Tambang Minyak di Indonesia serta berbagai perusahaan lainnya.
306
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, ASIMETRI INFORMASI,
DAN PENEKANAN ANGGARAN TERHADAP
SENJANGAN ANGGARAN
Verinda Christy1, Agustini Dyah Respati2
2
, 1
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected]
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected]
ABSTRAK
Anggaran merupakan alat manajemen utama untuk perencanaan dan pengendalian pencapaian tujuan
perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran, terdapat perilaku-perilaku manusia sebagai akibat dari
anggaran. Perilaku positif akan timbul jika tujuan perusahaan selaras dengan kemauan pembuat anggaran
dan berusaha untuk memenuhinya. Namun perilaku negatif yang akan timbul adalah menciptakan slack
dalam anggaran. Senjangan anggaran dapat terjadi karena adanya partisipasi dan asimetri informasi serta
penekanan anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran, asimetri
informasi, dan penekanan anggaran terhadap timbulnya slack anggaran. Sampel penelitian adalah
manajer dari Distribution Outlet atau Distro di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Metoda pemilihan
sampel yang digunakan adalah purposive random sampling. Untuk menguji hipotesis penelitian
digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil penelitian
menunjukkan bahwa partisipasi anggaran, asimetri infomasi, dan penekanan anggaran berpengaruh positif
terhadap timbulnya senjangan anggaran.
Kata Kunci: partisipasi anggaran, asimetri informasi, penekanan anggaran, senjangan anggaran.
ABSTRACT
A budget is a major management tool for planning and controlling in achieving company’s objectives.
In the budgeting process, some human behavior came up as an impact of the budget. Positive behavior
will occur if the company's objectives is at the way with budget planners’ mind, then she will fulfill the
budget. However, negative behavior which came up is creating a budgetary slack. Budgetary slack
leads from budgetary participation, asymmetry information, and budgetary emphasis. The aim of this
study is to examine the effect of budgetary participation, asymmetry information, and budgetary emphasis
on the budgetary slack. The researcs samples are the managers of Distribution Outlet (Distro) in
Yogyakarta State Region which pointed out using purposive sampling method. Multiple regression
analysis was conducted to test the research hypothesis. In this study the effecf of budgetary participation,
asymmetry information, and the budgetary emphasis on the budgetary slack is positive and significant.
Keywords: budgetary participation, asymmetry information, budget emphasis , budgetary slack.
PENDAHULUAN
Anggaran adalah salah satu alat manajemen untuk melasanakan aktivitas bisnis dan
mencapai tujuan perusahaan. Manajer akan mengupayakan melaksanakan anggaran
secara optimal (Li Huang, Cheng and Ling Chen, Mien, 2019). Dalam proses
penyusunan anggaran bisa muncul perilaku-perilaku sehingga muncul senjangan
anggaran (Warindrani, 2006). Senjangan anggaran terjadi manakala penyusun anggaran
merendahkan pendapatan dan meninggikan biaya agar anggaran mudah dicapai
(Anthony dan Govindarajan, 2005).
307
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Senjangan anggaran berkaitan dengan keberadaan partisipasi anggaran, asimetri
informasi dan penekanan anggaran dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi
dimana atasan harus terlibat dalam mengkaji ulang anggaran, pengesahan anggaran, dan
juga mengikuti hasil-hasil pelaksanaan anggaran sehingga tercipta anggaran yang sesuai
dengan aktivitas perusahaan.. Sedangkan asimetri informasi adalah keadaan dimana
salah satu pihak baik atasan maupun bawahan mempunyai pengetahuan dan informasi
lebih banyak daripada yang lainnya terhadap sesuatu hal (Suartana, 2010). Selanjutnya,
penekanan anggaran merupakan desakan dari atasan pada bawahan untuk melaksanakan
anggaran yang telah dibuat dengan baik. Apabila anggaran dipakai sebagai alat
pengukur kinerja maka manajer akan mencari cara untuk melindungi diri dari resiko
tidak tercapainya target anggaran (Lukka, 1988; Onsi, 1973; Schiff dan Lewin, 1970)
dalam Savitri dan Sawitri (2014).
Senjangan anggaran bisa terjadi di semua tipe bisnis atau organisasi, tidak terkecuali
bisnis distribution outlet atau distro. Distro menjual hasil produksinya sendiri seperti
baju, celana, jaket, topi, ikat pinggang dan assesoris fashion lainnya. Biasanya distro
memproduksi dengan jumlah terbatas sehingga tetap mempertahankan produknya
secara eksklusif. Setiap distro mempunyai brand atau merk yang sudah dipatenkan.
Walaupun distro termasuk industri kecil dan menengah, tetapi pertumbuhan distro di
wilayah D.I Yogyakarta khususnya di kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dari
tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya distro yang bermunculan di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pangaruh variabel partisipasi anggaran, asimetri informasi, penekanan
anggaran terhadap senjangan anggaran pada manajer distro-distro di D.I Yogyakarta.
TINJAUAN LITERATUR
Partisipasi Anggaran dan Senjangan Anggaran
Partisipasi anggaran adalah tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun
anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer
yang bersangkutan (Kennis, 1979). Dalam penyusunan anggaran partisipasi anggaran
akan menyumbangkan ide dan informasi untuk meningkatkan kebersamaan, dan rasa
memiliki sehingga kerjasama diantara anggota penyususn anggaran dalam mencapai
tujuan juga meningkat. Namun, bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan
baik akan mendorong bawahan melakukan senjangan angaran (Utomo, 2006).
Keikutsertaan manajer dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk
menciptakan keselarasan tujuan atau goal congruence (Abdul Rahman dan Supomo,
2003).. Partisipasi anggaran merupakan salah variabel yang diteliti banyak peneliti
senjangan anggaran. Beberapa penelitian menunjukkan partisipasi anggaran
berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran (Alfebriano, 2013, Veronica dan
Krisnadewi, 2009, Triana, Yuliusman, dan Putra, 2012 dan Savitri dan Sawitri, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Bangun dan Andani (2012) menunjukkan bahwa
partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran. Hal ini
diperkuat hasil penelitian Savitri dan Sawitri (2014) yang menyatakan bahwa ketika
partisipasi anggaran yang dilakukan oleh bawahan semakin besar, maka akan
menimbulkan senjangan anggaran yang semakin besar pula. Demikian juga hasil
308
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
penelitian Triana, Yuliusman, dan Putra (2012);Veronica dan Krisnadewi (2009)
menunjukkan adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran.
Dengan demikian rumusan hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran.
Asimetri Informasi dan Senjangan Anggaran
Asimetri informasi menujukkan adanya perbedaan kepemilikan informasi,
pengetahuan dan atau wawasan dalam proses penyusunan anggaran antara atasan dan
manajer atau sebaliknya. Bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan muncul tuntutan
atau motivasi yang lebih besar dari atasan kepada manajer mengenai pencapaian target
anggaran yang menurut manajer terlalu tinggi. Namun bila kemungkinan yang kedua
terjadi, manajer akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan
untuk dicapai. Keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan dan informasi
lebih daripada pihak yang lain terhadap sesuatu hal, disebut asimetri informasi
(Suartana, 2010). Dalam penyususnan anggaran, ketika asimetri informasi terjadi maka
manajer cenderung memberikan informasi yang bias dengan membuat anggaran yang
relatif lebih mudah dicapai, sehingga terjadi senjangan anggaran yaitu dengan
melaporkan anggaran dibawah kinerja yang diharapkan (Suartana, 2010). Penelitian
terdahulu tentang informasi asimetri dan senjangan anggaran dilakukan oleh Savitri dan
Sawitri (2014) dan Alfebriano (2013). Hasil kedua penelitian tersebut sejalan, yaitu
bahwa variabel asimetri informasi berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran.
Berdasarkan uraian tersebut maka dibangun rumusan hipotesis sebagai berikut.
H2 : Informasi asimetri berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran.
Penekanan Anggaran dan Senjangan Anggaran
Penekanan anggaran terjadi ketika suatu organisasi menggunakan anggaran sebagai
satu-satunya alat pengukur kinerja manajemen. Penilaian kinerja berdasarkan tercapai
atau tidaknya suatu target anggaran akan mendorong manajer untuk menciptakan
senjangan anggaran dengan tujuan meningkatkan prospek kompensasi kedepannya
Suartana (2010). Alasan utama manajer tingkat bawah berusaha melakukan senjangan
adalah untuk meningkatkan kesempatan memperoleh penghasilan lebih apabila
penghargaan diberikan berdasarkan pencapaian anggaran (Lowe & Shaw, 1968; Schiff
& Lewin, 1968). Para manajer yang tidak mampu mencapai target anggaran akan
menghadapi kemungkinan intervensi dari manajemen yang lebih tinggi, kehilangan
sumber daya organisasi, kehilangan bonus tahunan atau pada titik yang paling ekstrim
akan kehilangan pekerjaan (Merchant, 1981). Salah satu dari bentuk penekanan
anggaran adalah adanya bonus yang diberikan ketika anggaran dapat tercapai. Dengan
adanya kompensasi tersebut memungkinkan timbulnya senjangan, karena bawahan
membuat anggaran yang mudah dicapai agar mendapatkan bonus (Gorisson, Noreen
dan Brewer, 2007). .
Penelitian terdahulu tentang penekanan anggaran terhadap senjangan anggaran
(Savitri dan Sawitri, 2014, Triana, Yuliusman, dan Putra, 2012; dan Veronica dan
Krisnadewi, 2009) menujukkan kesamaan hasil yaitu adanya pengaruh signifikan dari
variabel penekanan anggaran terhadap variabel senjangan anggaran. Berdasarkan
uraian tersebut maka rumusan hipotesis ketiga untuk penelitian ini adalah:
309
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
H3 : Tekanan anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran.
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang meliputi populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, sumber dan metode pengumpulan data, operasionalisasi variabel
dan metode analisis data.
Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi penelitian yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulann (Sugiyono, 2007). Populasi penelitian ini adalah para manajer dari distrodistro yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data distro secara resmi
belum tersedia, sehingga jumlah populasi dihitung berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan peneliti di DIY yang meliputi Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Bantul,
Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta. Dari hasil observasi diketahui bila populasi lebih
banyak ditemukan di Kabuaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
.
Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian yang menjadi wakil populasi (Arikunto, 2011), adalah para
manajer dari distro-distro hasil observasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu
(Sekaran, 2003). Kriteria tersebut adalah manajer yang terlibat langsung dalam
penyusunan dan pelaksanaan anggaran; dan sudah menjabat sebagai manajer minimal
satu tahun. Karakteristik dari 44 sampel penelitian dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Sampel
No
1
Karakteristik
Jenis kelamin
Unsur
pria
wanita
2
Lama Bekerja
1-2 tahun
≥ 2-3 tahun
≥ 3 tahun
3
Lokasi
4
Tingkat pendidikan
Frekuensi
29
15
Persentase
65,90%
34,10%
21
11
12
27
47,75%
25,00%
27,25%
61,40%
Sleman
Bantul
Gunung Kidul
Kulonprogo
Kota Yogyakarta
3
0
0
14
6,80%
31,80 %
SMA
Diploma
S1
25
12
7
56,80 %
27,30%
15,90 %
Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Sumber data utama penelitian sampel penelitian, yaitu manajer distri di DIY.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kuisioner. Pertanyaan310
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pertanyaan pada kuisioner penelitian disusun dengan mengacu pada kuesioner dari
penelitian sejenis yang telah dipublikasikan. Pertanyaan kuesioner mencakup identitas
responden, pertanyaan tentang variabel senjangan anggaran, partisipasi anggaran,
asimetri informasi, dan penekanan anggaran. Alternatif jawaban pertanyaan diukur
dengan skala Likert dengan susunan lima (5) tingkat jawaban yaitu angka 1 = Sangat
Tidak Setuju (STS), angka 2 = Tidak Setuju (TS), angka 3 = Kurang Setuju (KS), angka
4 = Setuju (S), dan angka 5 = Sangat Setuju (SS).
Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data lebih dulu dilakukan pilot
test untuk uji validitas dan realibilitas terhadap 23 pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner tersebut. Hasil pilot test menunjukkan terdapat satu (1) pertanyaan tidak
valid, dan selanjutnya hanya 22 pertanyaan yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Sedangkan, hasil uji relaibilitas menunjukkan semua pertanyaan sahih
dengan nilai Cronbach Alpha: 0,962. Jumlah kuesioner yang diberikan sebanyak 50
kuesioner. Tingkat pengembalian mencapai 96%. Namun kuesioner yang layak diuji
hanya 44 kuesioner atau 88%.
Operasionalisasi Variabel
Variabel penelitian meliputi variabel independen yang terdiri dari partisipasi
anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran; dan variabel dependen yaitu
senjangan anggaran.
Variabel Partisipasi Anggaran
Partisipasi anggaran adalah keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran dan
pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang
bersangkutan (Kennis, 1997). Partisipasi anggaran diukur dengan enam indikator yang
telah dikembangkan oleh Kartika (2010), meliputi keterlibatan manajer dalam
penyusunan anggaran, adanya revisi terhadap anggaran, pentingnya usulan manajer
terhadap anggaran, usulan manajer sangat berpengaruh pada hasil akhir anggaran,
permintaan pendapat dari atasan ke manajer, dan pentingnya keterlibatan manajer dalam
anggaran.
Variabel Asimetri Informasi
Asimetri informasi adalah keadaan dimana salah satu pihak baik atasan maupun
bawahan mempunyai pengetahuan dan informasi lebih banyak (Suartana, 2010).
Asimetri informasi diukur dengan enam indikator yang digunakan oleh Armaeni (2012)
yang mengacu pada Dunk (1993), yaitu informasi mengenai kegiatan yang dilakukan,
adanya sumber daya yang dapat dicapai, teknis pekerjaan, kinerja potensial, biaya yang
dibutuhkan, dan pencapaian target anggaran.
Variabel Penekanan Anggaran
Penekanan anggaran terjadi ketika suatu organisasi menggunakan anggaran sebagai
satu-satunya alat pengukur kinerja manajemen (Suartana, 2010). Penekanan anggaran
diukur dengan menggunakan indikator darai Stede (2000), dan Karsam (2015) yang
mengacu pada penelitian Dunk (1993) yaitu penilaian kinerja manajer berkaitan dengan
311
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
tercapainya target anggaran, usaha manajer dalam pencapaian target anggaran,
pendapatan yang dihasilkan sangat bergantung pada pencapaian target anggaran,
dampak ketidakberhasilan dalam pencapaian target anggaran, dan prospek promosi
manajer bergantung pada pencapaian target anggaran.
Variabel Senjangan Anggaran
Senjangan Anggaran adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi
secara sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan
biaya yang dianggarkan (Suartana, 2010). Senjangan anggaran diukur dengan
menggunakan enam indikator yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Dunk (1993)
yaitu standar dalam anggaran tidak mendorong peningkatan produktivitas, anggaran
secara mudah untuk diwujudkan, tidak terdapata batasan-batasan yang harus
diperhatikan terutama batasan yang ditetapkan untuk biaya, anggaran tidak menuntut
hal khusus, anggaran tidak mendorong terjadinya efisiensi, dan target umum yang
ditetapkan dalam anggaran mudah untuk dicapai.
Metode Analisis Data
Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh beberapa variabel
independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011 dan Trihendradi, 2011).
Rumusan regresi linier berganda tersebut dirumuskan dengan persamaan berikut:
Keterangan:
Y : Senjangan Anggaran
X1: Partisipasi Anggaran
X2 : Asimetri Informasi
X3 : Penekanan Anggaran
B1 : koefisien regresi X1
B2 : koefisien regresi X2
B3 : koefisien regresi X3
a : konstanta
e : error
Uji t (t test)
Uji t atau t test digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Dengan demikian
melalui uji t dapat diketahui signifikansi pengaruh partisipasi anggaran, asimetri
informasi, dan penekanan anggaran terhadap senjangan anggaran (Ghozali, 2011).
312
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Regresi Berganda dan Uji Hipotesis
Hasil analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh variabel partisipasi
anggaran, asimetri informasi, dan penekanan anggaran terhadap variabel senjangan
anggaran; dan hasil uji hipotesis terhadap tiga hipotesis yang diajukan pada penelitian
ini dirangkum pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Ganda
Model
Constant
Unstandardized
Coefficient
B
Std. Error
Standardized
Coefficient
Beta
t
Sig.
-3,517
0,001
443
5,523
0,000
.114
.268
2,225
0,032
.134
.297
2,675
0,011
-3.135
.891
Partisipasi Anggaran
.391
.071
Asimetri Informasi
.253
Penekanan Anggaran
.360
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Tabel 2 menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu partisipasi anggaran,
asimetri informasi, dan penekanan anggaran signifikan pada level 0,05. Demikian juga
dengan angka koefisien regresi ketiga variabel menunjukkan tanda positif.
Pembahasan
Partisipasi anggaran mempunyai hubungan searah terhadap senjangan anggaran
Ketika partisipasi anggaran yang dilakukan oleh manajer semakin tinggi maka
senjangan anggaran juga semakin tinggi. Jika atasan tidak ikut berpartisipasi dalam
penyusunan anggaran, mengakibatkan manajer dengan leluasa melakukan tindakan
disfungsional yaitu menciptakan senjangan dalam anggaran. Hasil pengujian hipotesis
pertama menunjukkan bahwa partisipasi anggaran secara signifikan berpengaruh positif
terhadap senjangan anggaran. Jadi hipotesis pertama terbukti secara statistis.
Keterlibatan manajer dalam menyusun anggaran memberikan kesempatan yang lebih
besar bagi manajer untuk menciptakan senjangan anggaran. Manajer pada Distro di
Yogyakarta yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran merasa bahwa mereka
diberi tanggung jawab untuk menentukan anggaran mereka sendiri sehingga manajer
tersebut ingin kinerjanya terlihat baik. Agar kinerja manajer terlihat baik, manajer
menciptakan senjangan anggaran yaitu dengan cara menetapkan anggaran pendapatan
lebih kecil dari yang dapat mereka capai dan menetapkan anggaran biaya lebih besar
dari yang dapat mereka hindari. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan
oleh Veronica dan Krisnadewi (2009) yang hasilnya menunjukkan bahwa variabel
partisipasi anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap senjangan anggaran..
Partisipasi dalam penyusunan anggaran sebenarnya mempunyai manfaat yang baik bagi
perusahaan, misalnya dapat menurunkan tekanan dan menurunkan ketidakadilan dalam
anggaran. Manfaat tersebut dapat terpenuhi jika porsi antara atasan dan manajer dalam
313
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
menyusun anggaran seimbang. Jika atasan yang lebih tinggi dalam berpartisipasi maka
akan muncul tuntutan yang tinggi.
Asimetri informasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Hasil pengujian ini menujukkan hipotesis kedua diterima secara statistis.
Semakin tinggi tinggi tingkat kepemilikan informasi atau pengetahuan manajer tentang
divisinya maka senjangan anggaran juga meningkat. Senjangan anggaran akan
meningkat dalam kondisi asimetri informasi, karena manajer mempunyai informasi
yang lebih baik mengenai anggaran dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan operasional
distro-distro di D.I. Yogyakarta, manajer memegang peran penuh terhadap
tanggungjawab terhadap aktivitas di distro tersebut. Menurut informasi yang diperoleh
pada saat pengumpulan data, nampaknya peran atasan hanya menerima laporan
keuangan dan sesekali mengunjungi distro. Selain itu, kegiatan yang terjadi di distro
diserahkan sepenuhnya kepada manajer dengan menggunakan prosedur-prosedur kerja
atau standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Suartana (2010) bahwa senjangan
anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asimetris karena informasi
asimetris mendorong bawahan/ pelaksana anggaran membuat senjangan anggaran.
Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Alfebriano (2013)
bahwa asimetri informasi merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan
terhadap timbulnya senjangan anggaran.
Penekanan anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Hasil pengujian hipotesis ketiga sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian yang menyatakan bahwa penekanan anggaran berpengaruh positif terhadap
senjangan anggaran. Jadi, hipotesis ketiga juga diterima secara statistis. Penekanan
anggaran yang dimaksud adalah anggaran dijadikan sebagai faktor paling dominan
dalam mengukur kinerja para manajer. Ketika anggaran dapat tercapai maka kinerja
manajer dinilai baik oleh ataasan dan mendapatkan kompensasi atau penghargaan.
Namun jika anggaran tidak dapat tercapai besar kemungkinan para manajer
mendapatkan sanksi dari atasan. Para manajer yang menyusun anggaran merasa tidak
yakin bahwa anggaran yang dibuat adalah anggaran yang benar-benar dapat mereka
laksanakan. Oleh karena itu, manajer tidak berusaha meningkatkan kinerjanya, tetapi
mempunyai keinginan untuk menciptakan senjangan anggaran untuk menghindari
resiko yang kemungkinan dihadapi. Adanya peneekanan anggaran yang terjadi pada
manajer distro mengindikasikan bahwa anggaran menjadi alat penilaian kinerja
manajer. Hasil pengujian hipotesis ketiga sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh
Suartana (2010), dan hasil penelitian Savitri dan Sawitri (2014) yang menyimpulkan
penekanan anggaran merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
timbulnya senjangan anggaran.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian diketahui sejalan dengan
hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti.
Kesimpulan tersebut adalah: :
314
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
1. Partisipasi anggaran secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Semakin tinggi partisipasi anggaran yang dilakukan manajer dalam
proses penyusunan anggaran maka semakin tinggi pula terciptanya senjangan
anggaran.
2. Asimetri informasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Adanya perbedaan kepemilikan informasi atau pengetahuan antara
atasan dan manajer pada saat menyusun anggaran memunculkan peluang terjadinya
senjangan anggaran. Asimetri informasi yang terdapat pada manajer distro
mendorong manajer menciptakan senjangan anggaran; dan semakin tinggi asimetri
informasi tersebut terjadi maka akan memicu meningkatnya senjangan anggaran.
3. Penekanan anggarn secara signifikan berpengaruh positif terhadap senjangan
anggaran. Terjadinya penekanan anggaran pada manajer menyebabkan terjadinya
senjangan anggaran pada distro-distro sampel penelitian. Hal ini menunjukkan
bahwa ketika anggaran dijadikan sebagai alat ukur kinerja maka semakin tinggi
maka munculnya senjangan anggaran juga semakin tinggi.
Implikasi
Implikasi-implikasi yang dapat diturunkan dari hasil penelitian bagi kegiatan
manajerial khususnya pada proses penyusunan anggaran meliputi:
1. Proses partisipasi anggaran dipantau sebaik mungkin agar partisipasi yang
dihasilkan merupakan partisipasi yang bermanfaat, bukan menimbulkan senjangan
anggaran. Dengan demikian senjangan anggaran dapat dihilangkan.
2. Proses monitoring dan evaluasi atas aktivitas perusahaan dapat mencegah
terjadinya asimetri informasi.
3. Pemilihan anggaran sebagai alat penilaian kinerja perlu dievaluasi; atau mencari
alternatif lain untuk menilai kinerja yang lebih tepat untuk menilai kinerja manajer.
DAFTAR PUSTAKA
Afiani, Dina N. (2010). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Penekanan Anggaran, dan
Asimetri Informasi Terhadap Senjangan Anggaran. Skripsi, Pprogram Sarjana
Fakultas Ekonomi Univeritas Diponegoro Semaramg.
Alfebriano. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Slack Anggaran Pada PT. BRI
di Kota Jambi. e-Jurnal Binar Akuntansi. Vol. 2 (1), 10-18.
Anthony, Robert N, and Govindrajan, Vijay. (2005). Sistem Pengendalian Manajemen.
Jakarta: Salemba Empat.
Armaeni, (2012). Analisis pengaruh partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri dan
Penekanan Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran (Studi Pada SKPD
Pemerintah Kabupaten Pinrang)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanudin Makasar.
Bangun, Nurainun dan Kurniati W. Andani. (2012). Pengaruh Budgetary Participation,
Information Asymmetry, Budget Emphasis, Dan Self Esteem Terhadap Budgetary
Slack. Jurnal Akuntansi. Vol.12 (1), 577-599.
315
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Chong, Vincent K., and Chong, Kar Ming. (2002). Budget Goal Commitment and
Informational effect of Budget Participation on Performance : A Structural
equation Modelling Approach, Vol.14, 65-86
Dewi Purmita, Nyoman dan Ni Made Adi Erawati. (2014). Pengaruh Partisipasi
Penganggaran, Informasi Asimetris, Penekanan Anggaran Dan Komitmen
Organisasi Pada Senjangan Anggaran. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Vol 9.(2), 476-486.
Dunk, A.S. (1993). The Effect of Budget Emphasis and Information Assymetry on
relation Between Budgetary Participation and Slack, The Accounting
Review,Vol.68 (2), 400-410.
Garrison, Ray H, Noreen, Eric W, and Brewer, Peter C. (2007). Akuntansi Manajerial.
Edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hansen, Don R. Dan Maryanne M.Mowen. (2006). Akuntansi manajemen. Jakarta:
Erlangga.
Ikhsan, A dan Ishak, M. (2005). Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta.
Jogiyanto. ( 2007). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah Dan PengalamanPengalaman. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Kenis, I. (1979). Effect of Goal Characteristics on Managerial Attitutes and
Performance. The Accounting Review, Vol. 54, 702-721, dalam Desmiyati.
(2009). Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran
dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1,
(2), 91-99.
Li Huang, Cheng and Ling Chen, Mien, (2019). The Effect of Attitudes Towards the
Budgetary Process on Attitudes Towards Budgetary Slack and Behaviots to
Create Budetary Slack, Social Behavior and Personality, 37 (5), 661-672.
Lubis, Arfan Ikhsan. (2005). Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat
Merchant,K.A. (1986). The Design of The Corporate Budgeting System: Influence on
Managerial Behavior and Budgeting Performance. The Accounting
Review,Vol.56 (4), 813-829.
Mulyadi. (2011). Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. (edisi 1),
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Nafarin, M. (2007). Penganggaran Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Onsi, M. (1973). Factor Analysis of Behavioral Variables Affecting Budgetary Slack.,
The Accounting Review,
535-548, dalam Desmiyati. (2009). Pengaruh
Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen
Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1, (2), 91-99.
Savitri, Enni dan Erianti Sawitri. (2014). Pengaruh Partisipasi Anggaran, Penekanan
Anggaran Dan Informasi Asimetri Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran.
Jurnal Akuntansi. Vol.2 (2), 210-226.
Santoso, Singgih. (2000). Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Gramedia.
Sekaran, Uma, (1992), Research Method for Business: Metodologi Penelitian untuk
Bisnis, (edisi 4). Jakarta: Salemba Empat.
316
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Stede, WAV (2000. The Relationship Between two Consequences of Budgetary
Controls: Budgetary Slack Creation and Managerial Short Term Orientation.
Accounting, Organisations and Society, vol.25.
Suartana, I Wayan. (2010). Akuntansi Keperilakuan. Yogyakarta: ANDI.
Sujana, I Ketut. 2009. ”Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Penekanan Anggaran,
Komitmen Organisasi, Asimetri Informasi, dan Ketidakpastian Lingkungan
Terhadap Budgetary Slack pada Hotel-hotel Berbintang di Kota Denpasar”.
Jurnal Umum Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana.
Sumarno.(2005). Pengaruh Komitmen Organisiasi dan Gaya kepemimpinan Terhadap
Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Pada Kinerja Manajerial (Studi Empiris
pada Kantor Cabang Perbankan Indonesia di Jakarta), paper dipresentasikan
pada Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo..
Supomo, Bambang dan Abdul Halim. (2003). Akuntansi Manajemen, Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta
Supriyono. (2000). Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Trihendradi, C, (2011). Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan
SPSS 19, Yogyakarta :Andi
Veronica, Amelia dan Komang Ayu Krisnadewi. (2009). Pengaruh Partisipasi
Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Kompleksitas
Tugas terhadap Slack Anggaran pada Bank Perkreditan rakyat (BPR) di
Kabupaten Badung,. Andi Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol,4, 20-28.
Vroom, V.H., & Jago,A.G. (1988). The new leadership : Managing participation in
organizations. Englewood Cliffs, NJ : Prentice-Hall, dalam Desmiyati. (2009).
Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan
Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Pekbis Jurnal. Vol.1, (2),
91-99.
Warindrani, Armila K. (2006). Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
BIODATA
Verinda Christy, staf administrasi pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.
Agustini Dyah Respati, staf pengajar pada Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta
Wacana (UKDW) Yogyakarta.
317
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL SPRINGATE, ZMIJEWSKI DAN
GROVER PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI RITEL
YANG TERDAFTAR DI BEI PADA PERIODE 2011-2015
Vincentia Wahju Widajatun1, Neneng Susanti2, Ibrahim3
1
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
Universitas Widyatama, Bandung, neneng,[email protected]
3
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
2
ABSTRAK
Tujuan dari dilakukannya penelitian adalah untuk memprediksi ada atau tidaknya perusahaan pada sektor
industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015 yang berada dalam posisi terancam bangkrut
dengan menggunakan model Springate, model Zmijewski, model Grover; untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan prediksi kebangkrutan antara model Springate, model Zmijewski dan model Grover pada
perusahaan sektor industri ritel yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015. Analisis komparatif atau
analisis komparasi atau uji beda. Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan suatu analisis teori dari rasio keuangan sebagai titik tolak pemikirannya. Setelah
didapatkan hasil dari tiga model prediksi kebangkrutan dilakukan uji normalitas data, uji beda Friedman
dan uji hipotesis. Berikut uji – uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji Normalitas, Uji beda
Friedman, Uji Hipotesis. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan
mengunakan model Springate memprediksi ada 1 perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan,
mengunakan model Zmijewski memprediksi bahwa terdapat 2 perusahaan yang akan mengalami
kebangkrutan, mengunakan model Grover memprediksi bahwa tidak ada perusahaan yang bangkrut
dengan kata lain, semua perusahaan dinyatakan sehat. Berdasarkan penghitungan uji beda friedman
besaran Chi Square = 179.091 dan asymp sig 0.000. Dan hasil uji signifikansi Chi Square menunjukkan
sig < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga model prediksi kebangkrutan yang digunakan
memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Kata Kunci: Kebangkrutan, Model Springate, Model Zmijewski, dan model Grover
ABSTRACT
The objectives of the study is to predict whether or not companies that are in the retail industry sectors
listed on the Stock Exchange in the years 2011-2015 in a position threatened with bankruptcy by using
Springate model, Zmijewski model, Grover model to determine a difference between the bankruptcy
prediction in retail industry which companies listed on the Stock Exchange. The comparative analysis or
comparative analysis or test different. Data processing techniques are performed in this study is to
perform a theoretical analysis of the financial ratios as the starting point of his thinking. The results
obtained from the three bankruptcy prediction models and using Friedman test to know differences
between groups. Numbers of samples are 12 companies are analyzed by prediction bankruptcy models,
and the results that no company predicted bankruptcy by using the Springate model; that two companies
predicted bankruptcy by using the Zmijewski model and that no company predicted bankruptcy by using
Grover model. The results friedman test is 24 and asymp sig. 0.00 <0.05 (sig.) . So it can be concluded
that the four bankruptcy prediction model used has a significant difference.
Keywords: Bankruptcy, Springate model, Zmijewski model, and Grover model
318
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENDAHULUAN
Perekonomian global telah tumbuh pesat sehingga membuat siklus ekonomi terus
mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dalam siklus ekonomi ini sedikit banyak
telah memunculkan persaingan yang ketat di dunia bisnis/industri. Salah satu sektor
industri yang sedikit banyak mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global
adalah sektor industri ritel, dalam 15 tahun terakhir, sektor ritel di negara berkembang
terus berkembang sebesar +350 miliar dan menyumbang lebih dari separuh penjualan
ritel global. Namun apa yang disampaikan oleh A.T. Kearney ini tidak sejalan dengan
apa yang dialami di Indonesia, dikarenakan pertumbuhan sektor industri ritel di
Indonesia pada tahun 2015 hanya menunjukkan angka 8%-9%. Pertumbuhan ekonomi
di industri ritel ini terindikasi dari pembukaan toko baru yang lebih sedikit dan
pertumbuhan penjualan yang juga menurun. Di Bursa Efek Indonesia, saham-saham
ritel, seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), melemah pada perdagangan
Kamis (19/11/2014). Hal ini dapat ditunjukkan dengan ada beberapa perusahaan ritel
yang mengalami penurunan dalam pendapatannya. (sumber http://print.kompas.com/ ).
Beberapa bagian keuangan pada perusahaan ritel seperti pendapatan kotor,
pendapatan bersih, hutang lancar, aset lancar merupakan aspek yang menjadi rujukan
penulis. Berdasarkan paparan dalam latar belakang, maka indentifikasi masalah adalah
bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan pada sektor industri ritel yang terdaftar di
BEI periode 2011-2015 dengan menggunakan model Springate, Model Zmijewski, dan
Model Grover, dan apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap model yang
digunakan dalam menganalisis prediksi kebangkrutan perusahaan pada sektor industri
ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Tujuan dari dilakukannya penelitian
adalah untuk memprediksi ada atau tidaknya perusahaan pada sektor industri ritel yang
terdaftar di BEI pada tahun 2011-2015 yang berada dalam posisi terancam bangkrut
dengan menggunakan model Springate, model Zmijewski, model Grover. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan prediksi kebangkrutan antara model Springate,
model Zmijewski dan model Grover pada perusahaan sektor industri ritel yang terdaftar
di BEI pada tahun 2011-2015.
TINJAUAN LITERATUR
Fahmi (2015) “manajemen keuangan merupakan penggabungan dari ilmu dan seni
yang membahas, mengkaji dan menganalisis tentang bagaimana seorang manajer
keuangan dengan mempergunkan seluruh suber daya perusahaan untuk mencari dana,
mengelola dana, dan membagi dana dengan tujuan mampu memberikan profit atau
kemakmuran bagi para pemegang saham dan suistainability (keberlanjutan) usaha bagi
perusahaan”. Hanafi (2012) menyatakan bahwa “manajemen keuangan dapat diartikan
sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, staffing, pelaksanaan, dan
pengendalian fungsi-fungsi keuangan”. Horne dan Wachowicz Jr. (2012) menyatakan
bahwa ada tiga macam fungsi manajemen keuangan yaitu: Keputusan Investasi,
Keputusan Pendanaan (Pembayaran Deviden), dan Keputusan Manajemen Aset. Fahmi
(2015) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) tujuan manajemen keuangan yaitu
319
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
memaksimumkan nilai perusahaan, menjaga stabilitas finansial dalam keadaan yang
selalu terkendali dan memperkecil risiko perusahaan di masa sekarang dan yang akan
datang. Menurut Fahmi (2015) “laporan keuangan merupakan suatu informasi yang
menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut
dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan. Dalam proses
menjalankan usaha tidak semua berjalan baik, ada risiko-risiko yang dihadapi yang
dapat memberikan dampak negatif, seperti kebangkrutan perusahaan. Kebangkrutan
menurut Elmabrok, et al (2012) adalah saat jumlah kewajiban perusahaan melebihi nilai
wajar aset atau ketika kewajiban lancar melebihi aktiva lancar.
Dalam Prihanthini dan Sari (2013) mengemukakan Model prediksi kebangkrutan
yang dikenal sebagai model Springate ini menggunakan 4 rasio keuangan yang dipilih
berdasarkan 19 rasio-rasio keuangan dalam berbagai literatur. Model ini memiliki
rumus S = 1,03 A + 3,07 B + 0,66 C +0,4 D. Zmijewski menggunakan model dengan
rumus X = -4.3 - 4.5X1 + 5,7X2 - 0.004X3. Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan
fungsi Score = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057. Penulis dalam penelitian ini
merujuk pada penelitian terdahulu. Berikut ini adalah kerangka pemikiran terkait denngan
penelitian ini.
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Metode Kebangkrutan
Springate
Zmijewski
Grover
Gambar 1: Score berdasarkan metode Springate
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini objek yang digunakan sebagai bahan analisis adalah
perusahaan sektor ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 20112015 yang terdiri dari 12 perusahaan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan ritel yang listing secara berturut-turut di sektor industri ritel
Bursa Efek Indonesia pada periode 2011-2015. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 20112015. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunkan purposive
sampling. kriteria-kriteria penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan di sektor industri ritel yang tercatat/terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) perode 2011-2015 dan Perusahaan yang listing pada
320
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
sektor industri ritel secara berturut-turut dari tahun 2011-2015. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder, annual Report yang diunggah dari situs
www.idx.co.id dan situs lainnya yang berkaitan dengan data seperti
www.sahamok.com. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Penelitian
kepustakaan (Library Research) dan Riset Internet (Online Research).
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio-rasio
keuangan yang diperlukan untuk menghitung pada model Springate, model Zmejewski
dan model Grover. Metode atau jenis analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda. Teknik pengolahan
data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan suatu analisis teori
dari rasio keuangan sebagai titik tolak pemikirannya. Setelah didapatkan hasil dari tiga
model prediksi kebangkrutan dilakukan uji normalitas data, uji beda Friedman dan uji
hipotesis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis kebangkrutan model Springate pada perusahaan di sektor industri ritel
yang terdaftar di BEI periode 2011-2015.
Gambar 2: Score berdasarkan metode Springate
Berdasarkan hasil perhitungan model Springate pada perusahaan sektor industri ritel
periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwa PT Ace Hardware Indonesia Tbk
memiliki jumlah rata-rata S-Score paling besar selama periode 2011-2015 dibandingkan
dengan perusahaan lainnya, jumlah S -Score PT Ace Hardware Indonesia Tbk sebesar
3.241. S-Scope Ace lebih besar dari 0.862, yang berarti bahwa perusahaan berada dalam
kondisi yang sehat. Semua perusahaan memiliki jumlah nilai rata-rata S-Score diatas
0.862 yang berarti perusahaan yang berada dalam sektor industri ritel berada dalam
kondisi yang sehat berdasarkan analisis perhitungan model Springate.
321
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil analisis metode Zmijewski pada perusahaan di sektor industri ritel yang
terdaftar di BEI periode 2011-2015.
Gambar 3: Score berdasarkan metode Zmijewski
Berdasarkan hasil perhitungan model Zmijewski pada perusahaan sektor industri
ritel periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwaterdapat dua perusahaan yaitu PT
Matahari departement store Tbk dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk memiliki jumlah
rata-rata X-Score paling besar selama periode 2011-2015 dibandingkan dengan
perusahaan lainnya, jumlah X-Score PT Matahari departement store Tbk sebesar 1.79
dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk sebesar 0.48, jumlah ini lebih besar dari 0 yang
berarti bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang terancam bangkrut, hal ini
dikarenakan PT Matahamari departement store Tbk pada periode 2011-2014 memiliki
jumlah debt ratio yang lebih besar dibandingkan dengan current ratio sedangkan pada
PT Kokoh Inti Arebama Tbk pada periode 2011-2015 memperoleh ROA yang jauh
lebih kecil dari debt ratio hal tersebutlah yang membuat kedua perusahaan tersebut
diprediksi akan mengalami kebangkrutan. sedangkan PT Ace Hardware Indonesia Tbk
memiliki jumlah rata-rata X-Score paling kecil selama periode 2011-2015 dibandingkan
dengan perusahaan lainnya , jumlah X-Score PT Ace Hardware Indonesia Tbk sebesar 4.13 , jumlah ini lebih kecil dari 0 yang berarti perusahaan berada dalam kondisi sehat.
Sebagian besar perusahaan memiliki jumlah nilai rata-rata X-Score dibawah 0 yang
berarti sebagian besar perusahaan yang berada dalam sektor industri ritel berada dalam
kondisi yang sehat berdasarkan analisis perhitungan model Zmijewski
Analisis kebangkrutan model Grover pada perusahaan di sektor industri ritel yang
322
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
terdaftar di BEI periode 2011-2015.
Gambar 4: Score berdasarkan metode Grover
Berdasarkan hasil perhitungan model Grover pada perusahaan sektor industri ritel
periode 2011-2015 maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat satupun perusahaan yang
di prediksi akan mengalami kebangkrutan dikarenakan rata-rata jumlah G-Score pada
seluruh perusahaan ritel di periode 2011-2015 lebih besar dari 0.01.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
1. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan
dengan mengunakan model Springate memprediksi tidak akan mengalami
kebangkrutan.
2. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan
dengan mengunakan model Zmijewski memprediksi bahwa terdapat 2 perusahaan
yang akan mengalami kebangkrutan kedua perusahaan tersebut adalah PT Matahari
departement store Tbk dan PT Kokoh Inti Arebama Tbk, PT Matahamari
departement store Tbk pada periode 2011-2014 memiliki jumlah debt ratio yang
lebih besar dibandingkan dengan current ratio sedangkan pada PT Kokoh Inti
Arebama Tbk pada periode 2011-2015 memperoleh ROA yang jauh lebih kecil dari
debt ratio hal tersebutlah yang membuat kedua perusahaan tersebut diprediksi akan
mengalami kebangkrutan sedangkan 12 perusahaan diprediksi tidak akan
mengalami kebangkrutan.
3. Dari total sampel 12 perusahaan yang dipilih, analisis prediksi kebangkrutan
dengan mengunakan model Grover memprediksi bahwa tidak ada perusahaan yang
bangkrut dengan kata lain, semua perusahaan dinyatakan sehat.
4. Berdasarkan penghitungan uji beda friedman besaran Chi Square = 24,00 dan
asymp sig 0.000. Hasil uji signifikansi Chi Square menunjukkan sig < 0,05 .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ke tiga model prediksi kebangkrutan yang
digunakan memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu dari faktor model prediksi yang
digunakan dan sampel penelitian yang digunakan, , dalam penelitian ini hanya
menggunakan 3 model prediksi kebangkrutan yaitu model Springate, model Zmijewski
dan model Grover dan hanya menggunakan sampel yang berasal dari perusahaan sektor
industri ritel yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Disarankan untuk menambah
sampel, periode penelitian, karakteristik industri yang akan dijadikan sampel serta
menggunakan model-model prediksi lainnya yang ada, agar mendapatkan hasil
penelitian yang lebih baik. Hasil penelitia ini dapat dijadikan informasi tambahan dan
pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi. Selain itu
perusahaan dapat mengantisipasi faktor-faktor yang dapat membuat perusahaan berada
dalam kondisi kesulitan keuangan. Namun hasil dari analisis prediksi kebangkrutan
tidak sepenuhnya tepat dalam memprediksi kebangkrutan, dikarenakan dalam penelitian
323
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
ini dari 3 model yang digunakan hanya terdapat 1 model yaitu model Grover yang
sesuai dengan kenyataan. Berdasarkan hasil dari model Grover, model Springate yang
memprediksi tidak terdapat satupun perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan
sesuai dengan keadaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Elmabrok, Ali Abusalah., Mohammed dan Ng Kim-Soon. 2012. Using Altman's Model
and Current Ratio to Assess the Financial Status of Companies Quoted In the
Malaysian Stock Exchange. International Journal of Scientific and Research
Publications, 2(7). Faculty of Technology Management, Business and
Entrepreneurship, Universiti Tun Hussein Onn Malaysia.
Elmabrok M & Ng Kim-Soon. 2012. Using Altman's Model and Current Ratio to
Assess the Financial Status of Companies Quoted In the Malaysian Stock Exchange.
International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 2, Issue 7,
July 2012, ISSN 2250-3153.
Fahmi, Irham. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Bandung. Penerbit : Alfabeta.
Fahmi, Irman. 2015. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung. Cetakan ke-4.
Penerbit : Alfabeta.
Hanafi, Mamduh M. 2012. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta. Penerbit :
Balai Pustaka.
Horne, James C. Van dan Jhon M. Wachowicz, Jr. 2012. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan. Jakarta. Edisi ke-13. Buku 1. Penerbit : Salemba Empat.
Prihanthini & Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan Dengan Model Grover, Alman Zscore, Springate Dan Zmijewski Pada Perusahaan Food And Beverege Di Bursa
Efek Indonesia. SSN: 2302-8556, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2
(2013): 417-435.
Tambunan, Rafles W., Dwiatmanto & M.G. Wi Endang N.P. 2015. Analisis Prediksi
Kebankrutan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Altman (Z-Score) (Studi
Pada Subsektor Rokok Yang Listing Dan Perusahaan Delisting Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2009 – 2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 2 No. 1
http://www.beritasatu.com/ekonomi/368799-mesin-pertumbuhan-sektor-ritel-ada-diasia.html (diakses tanggal 10 desember 2016)
http://www.ajarekonomi.com/2016/07/melihat-situasi-perekonomian-global-2016.html
(diakses tanggal 10 desember 2016)
http://marketeers.com/tahun-2016-ritel-bisa-tumbuh-12/ (diakses tanggal 10 desember
2016)
http://print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2015/11/19/Tahun-2016%2c-SektorRitel-Akan-Menjadi-Penentu (diakses tanggal 10 desember 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebangkrutan (diakses tanggal 25 desember 2016)
https://www.idx.co.id (diakses tanggal 10 januari 2016)
https://www.sahamok.com (diakses tanggal 10 januari 2016)
324
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
BIODATA
Vincentia Wahju Widajatun, Bandung 9 Juli 1970, S1 Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Parahyangan, S2 Manajemen Universitas Katolik Parahyangan.
Pengajar di Universitas Widyatama dengan bidang konsentrasi manajemen keuangan.
Neneng Susanti, Jakarta 12 Maret 1987, S1 Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen
Bandung, S2 Manajemen Bisnis Universitas Telkom. Pengajar di Universitas
Widyatama dengan bidang konsentrasi manajemen keuangan.
Ibrahim Adhalhaq, S1 Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, bidang
konsentrasi manajemen keuangan
325
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
EFEKTIVITAS PELATIHAN KEUANGAN DALAM
MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN UMKM
Muhammad Saiful Hakim1, Aang Kunaifi2 , Venny Oktavianti3
1,2,3
Manajemen Bisnis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember , Surabaya, [email protected]
ABSTRAK:
Literasi keuangan memiliki peran yang sangat besar terhadap performa dan perkembangan UMKM.
(Adomako & Danso, 2014; Chepngetich, 2016). Fenomena ini mendorong pembuat kebijakan dalam
pengembangan UMKM untuk berkontribusi pada peningkatan kemampuan literasi keuangan. Dinas
koperasi dan UMKM memiliki program untuk mengembangkan kemampuan literasi keuangan bagi
manajer dan pemilik UMKM melalui program pelatihan. penelitian ini melakukan pengukuran efektivitas
pelatihan dengan cara membandingkan kemampuan dan pengetahuan literasi keuangan antara kelompok
yang belum menjalankan pelatihan dan pernah menjalankan pelatihan. hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan literasi keuangan antara pemilik manajer UMKM yang telah mendapat
penelitian dan belum mendapat penelitian. Salah satu hal utama yang perlu untuk diperbaiki adalah terkait
kemampuan teknis dalam penyusunan laporan keuangan dan terkait pelaksanaan kewajiban pajak
Kata Kunci: Efektivitas Pelatihan, Literasi keuangan, UMKM
ABSTRACT:
Financial literacy of SME Owner have a significant role to predict SME Success(Adomako & Danso,
2014; Chepngetich, 2016). Lately this phenomenon is widely accepted as norm in SME development.
Dinas Koperasi dan UMKM Had a program to develop financial literacy ability of SME owner using
dedicated training. This Paper has an objective to measure training effectiveness to increase financial
literacy knowledge of the SME owner/ manager by using comparison between group of SME
Owner/manager that already had a training with group of SME Owner/manager that doesnt an training
experience. The result shown that training doesnt improve SME owner/ manager financial literacy. The
main point for the training organizer is to improve training objective with technical skill in arranging
financial report and taxation
Keywords: Training Effectivenes, Financial literacy, SME.
PENDAHULUAN
Literasi keuangan belakangan ini telah menjadi salah satu fokus penelitian pada
bidang keuangan usaha kecil(Chepngetich, 2016; Mitchell & Lusardi, 2015; Remund,
2010). Perhatian ini diberikan karena literasi keuangan dipercaya memiliki kontribusi
yang sangat besar terhadap kesuksesan dari perusahaan kecil. (Hyder & Lussier, 2016).
Perusaahaan yang memilliki kemampuan literasi keuangan bisa mengelola usahanya
dengan lebih efisien dan minim resiko sehingga meningkatkan keberlangsungan dari
bisnis.
Penelitian mengenai literasi keuangan telah banyak dilakukan dengan melihat
keterkaitan antara faktor-faktor keuangan dengan financial literacy (Chinadle, 2008;
Huston, 2010). Serta dengan melihat dampak dari pengaruh financial literacy terhadap
performa dan pengelolaan dari perusahaan kecil yaitu melalui terhadap akses kredit
yang baik ((Nkundabanyanga & Kasozi, 2014; Wachira & Kihiu, 2012), pertumbuhan
326
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
perusahaan yang baik (Eresia-Eke & Raath, 2013; Lusimbo & Muturi, 2016), serta juga
terhadap performa perusahaan yang baik (Adomako & Danso, 2014; Eniola &
Entebang, 2016) .
Sejumlah penelitian yang menggali mengenai faktor-faktor yang yang berpengaruh
terhadap literasi keuangan menemukan bahwa faktor karakteristik pribadi seperti,
tingkat pendidikan, jenis kelamin dan latar belakang((Bashir, Arshad, Nazir, & Afzal,
2013; Vyvyan, Blue, & Brimble, 2014). Sementara penelitian lain menemukan bahwa
kemampuan literasi keuangan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang
terpadu(Nalini, Alamelu, Amudha, & Cresenta Shakila Motha, 2016)
Pembelajaran terpadu mampu meningkatkan kemampuan literasi keuangan. hal
inilah yang kemudian menjadi kepercayaan secara teoritis dan praktis. Penelitian
tentang pembelajaran terpadu / training untuk financial literacy telah ada yang
dilakukan terutama terkait dengan materi dan pola pembelajaran (Hogarth & Hilgert,
2002) serta penelitian dari (Carlin & Robinson, 2012) yang mengadakan penelitian
eksperimen untuk menilai keefektifan pelatihan literasi keuangan terhadap perilaku
keuangan, akan tetapi penelitian yang melihat keefektifan dari pelatihan terhadap
kemampuan financial literacy yang dilakukan dalam konteks dunia nyata masih sangat
terbatas.
Penelitian ini menguji keefektifan pelatihan yang dilakukan kepada pemilik/
manajer UMKM di didalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dari pemilik/
manajer UMKM tersebut mengenai literasi keuangan. Penelitian ini terbagi menjadi 2
bagian yaitu bagian pertama menguji keefektifan pelatihan melalui pembandingan
pengetahuan literasi keuangan kelompok sampel pemilik/ manajer UMKM yang telah.
mengikuti pelatihan dengan pemilik/ manajer UMKM yang belum pernah mengikuti
pelatihan. Uji beda juga dilakukan untuk melihat perbedaan berdasar tingat pendidikan
terakhir sebagai pembanding dari hasil penelitian. Bagian kedua dari penelitian ini
melakukan identifikasi pada kemampuan atau pengetahuan literasi keuangan dari
pemilik/ manajer UMKM yang saat ini masih rendah. Sehingga bisa dirumuskan
peningkatan yang diperlukan pada pelatihan literasi keuangan
TINJAUAN LITERATUR
Pelatihan
Pelatihan bisa diartikan sebagai intervensi yang dilakukan secara terarah oleh
instruktur dengan tujuan untuk melakukan perubahan perilaku atau pola pikir (Sloman,
2009). Sementara secara spesifik di organisasi pelatihan bisa diartikan juga sebagai
proses mendapatkan skill dan pengetahuan dengan tujuan untuk meningkatkan performa
organisasi(Goldstein, 1980). Hal penting didalam pelatihan ialah memahami bagaimana
suatu pelatihan bisa terselenggara secara efektif.
Pelatihan yang efektif ialah jika pelatihan telah berhasil memenuhi tujuan diadakannya
pelatihan. Salah satu hal utama yang bisa terukur apakah pelatihan tersebut telah
mampu memberikan dampak kepada subjek pelatihan sesuai yang diharapkan
(Campbell & Campbell, 1988). Banyak ahli yang telah memberikan kriteria didalam
mengevaluasi pelatihan (Kaufman, Keller, & Watkins, 1996; Kirkpatrick & Kirkpatrik,
1979) dimana evaluasi pelatihan ini dilakukan didalam konteks suatu organisasi
327
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
perusahaan dan pelatihan kepada karyawan. Pada penelitian ini keefektifan dari
pelatihan diukur dengan melihat luaran pengetahuan yang dimiliki oleh peserta
pelatihan.
Literasi Keuangan
Literasi keuangan didefinisikan sebagai pengetahuan keuangan dan aplikasi
pengetahuan keuangan tersebut dalam kehidupan sehari-hari(Huston, 2010).
pengetahuan mengenai keuangan berhubungan dengan penggunaan produk keuangan
sesuai dengan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Kemampuan
didalam melakukan literasi keuangan akan tercermin pada perilaku(Remund, 2010) :
1) Pengetahuan tentang konsep keuangan
Berhubungan dengan pemahaan mengenai konsep terkait memanfaatkan uang untuk
menjaga kesejahteraan di masa depan sesuai dengan kaidah perencanaan keuangan.
2) Komunikasi mengenai konsep-konsep keuangan
Pengetahuan yang lebih mengenai konsep keuangan mendorong untuk menyebarkan
pengetahuan tersebut melalui komunikasi kepada orang lain
3) Perilaku sehubungan dengan keuangan pribadi
Melakukan langkah langkah pengelolaan keuangan pribadi sesuai dengan konsep
keuangan dengan tujuan untuk menjaga kesejahteraaan di masa depan
4) Kemampuan membuat keputusan keuangan secara efektif
Mampu membuat keputusan yang baik terkait keuangan .
5) Kepercayaan diri dalam merencanakan kebutuhan keuangan secara efektif
Percaya diri dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan walaupun
berbeda dengan yang umumnya dilakukan di lingkungannya.
Penelitian sebelumnya merekomendasikan program pelatihan untuk meningkatkan
literasi keuangan(Nalini et al., 2016). Akan tetapi masih sangat terbatas yang meneliti
mengenai keefektifan dari pelatihan didalam meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan literasi keuangan sehingga hipotesa pertama penelitian ialah
H1 : Terdapat perbedaan pengetahuan literacy keuangan pemilik/manajer UMKM
yang telah menjalani pelatihan dan pemilik/ manajer UMKM yang tidak pernah
menjalani pelatihan
Selain intervensi yang diberikan untuk meningkatkan literasi keuangan. pengetahuan
mengenai hal ini juga didorong dengan faktor internal. Bashir et al., (2013)
menggambarkan bahwa faktor faktor internal seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan
juga mempengaruhi literasi keuangan dari seseorang. Penelitian ini kemudian mencoba
mengkonfirmasi penelitian ini dan menjadikan hasilnya sebagai pembanding dari
hipotesa pertama. Hipotesa kedua penelitian ialah
H2 : Terdapat perbedaan pengetahuan literacy keuangan pemilik/manajer UMKM
dengan latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda
328
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE PENELITIAN
Penelitian ini melihat hasil outcome pelatihan dengan cara membandingkan mean
score pada pengetahuan literacy diantara dua kelompok sampel penelitian. Kelompok
pertama adalah kelompok yang belum menjalani pelatihan dan kelompok kedua ialah
kelompok pernah menjalani pelatihan. variabel Literasi keuangan didalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan pendekatan yang dipakai oleh Lusimbo & Muturi (2016).
Sampel penelitian yang dipakai didalam penelitian ini ialah didapatkan melalui
penyebaran kuisoner melalui metode purposive sampling kepada UMKM di Surabaya .
Dimana untuk sampel penelitian yang pernah mendapatkan pelatihan dipilih UMKM
yang merupakan binaan dari Dinas Koperasi dan UMKM kota surabaya. Pengujian
hipotesis dilakukan melalui uji t test. Pengujian hipotesis dilakukan juga untuk menguji
perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok sampel yaitu tingkat pendidikan dasar
untuk tingkat pendidikan : tidak sekolah, SD,SMP; tingkat pendidikan menengah
:SMA; tingkat pendidikan tinggi; Diploma, S1,S2
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Penelitian
Sampel penelitian pada paper ini ialah sejumlah 80 pemilik atau Manajer UMKM
yang terbagi menjadi 2 kelompok sampel. Kelompok pertama yaitu kelompok yang
belum menjalani pelatihan dan kelompok kedua adalah kelompok yang sudah menjalani
pelatihan. berdasar kategori omsetnya gambaran responden dapat dilihat di Gambar 1
100%
80%
78%
60%
40%
19%
20%
3%
0%
Usaha mikro
Usaha kecil
Usaha menengah
Gambar 1. Skala Usaha Responden
Pengelompokan omset disini mengikuti Undang-Undang No. 20 tahun 2008
tentang UMKM, dimana skala usaha UMKM dilihat berdasarkan omset usahanya, yakni
sebagai berikut:
1. Usaha mikro (memiliki omset tahunan maksimal Rp 300.000.000,00)
2. Usaha kecil (memiliki omset tahunan antara Rp 300.000.000,00 hingga Rp
2.500.000.000,00)
329
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
3. Usaha menengah (memiliki omset tahunan antara Rp 2.500.000.000,00 hingga
Rp 50.000.000.000,00)
Mayoritas responden penelitian yang memiliki jenis usaha mikro yakni sebanyak
62 UMKM (78%) dengan rata-rata omset sebesar Rp 119.584.677,42. 15 orang UMKM
(19%) merupakan jenis usaha kecil dengan rata-rata omset sebesar Rp 7844.666.666,67.
dan sisanya 3 UMKM (3%) merupakan usaha menengah dengan rata-rata omset sebesar
Rp 4.600.000.000,00.
Nilai omset terkecil dan terbesar pada responden pemilik usaha mikro yakni sebesar
Rp 9.600.000,00 per tahun dan Rp 300.000,000,00 per tahun. Nilai omset terkecil dan
terbesar pada responden pemilik usaha kecil yakni sebesar Rp 360.000.000,00 dan Rp
1.800.000.000,00. Lalu nilai omset terkecil dan terbesar pada responden pemilik usaha
menengah yaitu sebesar Rp 3.600.000.000,00 dan Rp 6.000.000.000,00.
Validasi Kuesioner
Sebelum hasil kuesioner survei bisa dianalisa maka dilakukan validasi kuesioner dengan
menggunakan pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas data penelitian
digunakan confirmatory factor analysis (CFA) dan untuk menguji reliabilitas masingmasing dimensi dilakukan dengan menggunakan cronbach’s alpha. Berikut adalah hasil
pengolahan data mengenai uji validitas dengan menggunakan confirmatory factor
analysis pada variabel persyaratan kredit.
Tabel 1 Pengujian validitas-reliabilitas (Literasi Keuangan)
Dimensi
Literasi Hutang
Pencatatan Keuangan
Indikator
Loading Factor (LF)
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
X1.6
X1.7
X1.8
X1.9
X1.10
0,697
0,603
0,321
0,515
0,412
0,494
0,802
0,837
0,708
0,797
X1.11
0,575
Cronbach Alpha
0,615
0,856
Sumber : Diolah Dengan SPSS
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa semua indikator pada variabel literasi
keuangan memiliki nilai lebih besar dari 0,50 kecuali pada indikator x1.3, x1.5, dan
x1.6. Ketiga indikator tersebut belum memenuhi convergent validity pada CFA
sehingga ketiga indikator tersebut harus direduksi pada analisis selanjutnya.
Kemudian dilakukan uji reliabilitas dengan mengeluarkan indikator yang tidak
memenuhi convergent validity pada CFA. Diketahui nilai cronbach’s alpha pada kedua
dimensi literasi hutang dan pencatatan keuangan masing-masing mempunyai nilai
cronbach’s alpha yang lebih besar dari nilai kritis 0.6, sehingga dapat disimpulkan
330
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
bahwa variabel literasi keuangan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat
kehandalan kuisioner atau dengan kata lain dapat dikatakan reliabel.
Hasil Pengujian
Data penelitian yang akan diuji diperiksa terhadap asumsi klasik penelitian melalui
uji normalitas. Pada penelitian ini uji asumsi normalitas dilakukan dengan metode uji
kolmogorov smirnov. Berikut adalah hasil uji kolmogorov smirnov :
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov Smirnov)
Literasi
Keuangan
Mengikuti
Pelatihan
N
Signifikansi
keterangan
Tidak
Ya
45
35
0,200
0,017
Normal
Tidak
Normal
Sumber : Diolah dengan SPSS
Tabel di atas menunjukkan bahwa besarnya nilai signifikansi untuk kelompok yang
belum mengikuti pelatihan adalah 0,200 lebih besar dari 0,05. Sehingga dikatakan telah
berdistribusi normal. Sementara pada kelompok yang sudah mengikuti pelatihan
memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga data pada kelompok ini tidak
terdistribusi normal. Pada penelitian ini untuk mengantisipasi hal tersebut digunakanlah
alat uji nonparametrik . Penggunaan alat test non parametrik mempunyai kekuatan yang
lebih besar dibandingkan dengan uji T-test saat data yang diteliti tidak memenuhi
asumsi normalitas(Erceg-Hurn & Mirosevich, 2008). Alat uji non parametrik yang
dipakai pada penelitian ini ialah dengan menggunakan mann whitney test.
Uji beda pada penelitian ini dilakukan pada dua kelompok sampel penelitian yaitu
responden yang pernah mengikuti pelatihan keuangan dan responden yang belum
pernah mengikuti pelatihan keuangan. Hasil uji beda dengan mann whitney test dapat
dilihat pada tabel 2. Pada Mann Whitney test untuk melihat kelompok sampel manakah
yang memiliki nilai yang lebih besar bisa dilihat pada mean rank. UMKM yang pernah
mendapat pelatihan memiliki mean rank literasi keuangan yang lebih tinggi daripada
UMKM yang tidak pernah mendapat pelatihan. sementara itu Nilai signifikansi mann
whitney sebesar 0,230 lebih besar dari nilai signifikansi uji sebesar 0,05,
mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara
kelompok sampel UMKM yang pernah mengikuti pelatihan dan belum pernah
mengikuti pelatihan UMKM.
Tabel 2. Hasil uji Mann Whitney Test.
Variabel
Hasil uji dengan menggunakan Mann Whitney Test
Mean
Z Score
Rank
Rank
Ikut
37,76
-1,201
Tidak Pernah
Pelatihan
Pernah Ikut pelatihan
44,03
Sumber : Diolah dengan SPSS
331
P
0,230
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Hasil dari pengujian statistik menunjukkan bahwa pelatihan literasi keuangan yang
diberikan oleh dinas koperasi kepada para UMKM saat ini belum efektif. Peserta
pelatihan literasi keuangan dari dinas koperasi saat ini masih beum memahami
mengenai konsep konsep dalam literasi keuangan. Sehingga Hipotesa 1 ditolak yaitu
bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan literasi keuangan antara kelompok sampel
yang pernah ikut pelatihan dan kelompok sampel yang tidak pernah ikut pelatihan.
Pengujian statistik juga dilakukan untuk melihat apakah tingkat pendidikan lebih
menentukan literasi keuangan dari pemilik atau manajer UMKM. Pengujian statistik
dilakukan dengan metode non parametrik yaitu dengan kruskall wallis test karena
ukuran sampel untuk salah satu kelompok yang kecil. Hasil dari uji kruskall wallis
ditunjukkan pada tabel 3 dibawah ini. Nilai signifikansi uji menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan literasi keuangan antara kelompok pendidikan dasar, menengah dan
tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesa kedua penelitian yaitu bahwa terdapat
perbedaan pengetahuan antara pemilik/manajer UMKM dengan tingkat pendidikan
dapat diterima. Kelompok sampel dengan pengetahuan literasi keuangan tertinggi ada
pada kelompok sampel dengan pendidikan tinggi (mean rank 49,86), disusul dengan
pendidikan menengah (mean rank 39,65) dan pendidikan dasar (mean rank 24,43).
Tabel 2. Hasil Uji Kruskall Wallis Test.
Hasil uji dengan menggunakan kruskall wallis Test
Mean
Chi Square
Rank
Pendidikan Dasar
24,43
-11,984
Pendidikan Menengah
39,65
Pendidikan Tinggi
49,86
Variabel
P
0,002
Sumber : Diolah dengan SPSS
Analisa deskriptif literasi keuangan dilakukan untuk mendalami kemampuan yang
masih kurang pada responde. Tabel 3 menunjukkan hasil analisa deskriptif jawaban
para responden yang telah mengikuti pelatihan. analisa ini menunjukkan bahwa pemilik
/manajer UMKM yang mengikuti pelatihan literasi keuangan telah memiliki
pengetahuan mengenai pengelolaan hutang serta konsep terkaitnya seperti hutang dan
inflasi (Mean indikator Diatas 3). Kelemahan dari responden yang telah mengikuti
pelatihan utamanya ada pada kemampuan yang sifatnya teknis seperti penyusunan
laporan keuangan , melakukan pengisian buku besar serta pembayaran pajak.
Tabel 3. Analisis Deskriptif Variabel Literasi Keuangan
Indikator
(x1.1) Saya selalu membayar angsuran hutang tepat waktu
(x1.2) Saya selalu membandingkan persyaratan hutang sebelum
berhutang
(x1.3) Usaha saya menggunakan setengah dari pendapatan untuk
membayar hutang
(x1.4) Saya memiliki kemampuan manajemen hutang
(x1.5) Saya tahu dampak dari inflasi dan suku bunga terhadap
332
Mean
indikator
4,1
4,04
3,26
3,79
3,36
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
hutang usaha saya
(x1.6) Saya dapat mengetahui total hutang usaha saya secara akurat
(x1.7) Saya mampu menyusun laporan keuangan (neraca, laba rugi,
arus kas, dan lain-lain)
(x1.8) Saya mampu menganalisis laporan keuangan usaha saya
(x1.9) Saya mampu mengelola buku kas dengan baik
(x1.10) Saya mampu menyeimbangkan buku besar secara akurat
(x1.11) Usaha saya melakukan pembayaran pajak
Total mean variabel
3,91
2,8
3,13
3,24
2,65
2,71
3,36
Sumber : Diolah dengan SPSS
Pembahasan
Program pelatihan yang diberikan oleh dinas Koperasi dan UMKM untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemilik dan manajer UMKM belum
efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi keuangan. akar dari ketidakefektifan
disini bisa beragam, akan tetapi satu akar dari ketidakefektifan yang ditemukan ialah
bahwa penyampaian dari pelatihan literasi keuangan tidak memiliki variasi yang
mempertimbangkan tingkat pendidikan pihak UMKM. Modul pelatihan literasi
keuangan ialah modul tunggal yang akan sama siapapun peserta dari pelatihan. literasi
keuangan memiliki keunikan bahwa kemampuan peserta untuk memahami konsep yang
ada didalamnya akan sangat tergantung dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
peserta. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian dari Huston,( 2010) yang menemukan
bahwa untuk dapat menjadi pembelajaran yang efektif, pembelajaran literasi keuangan
haruslah bisa menyesuaikan dengan background pesertanya.
Dimensi dari literasi keuangan terdiri dari 2 hal yaitu terkait dengan pengetahuan
literasi keuangan dan kemampuan untuk menjalankan keterampilan keuangan. analisa
deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki kelemahan pada kemampuan untuk menjalankan ketrampilan
keuangan terutama terkait dengan kemampuan untuk melakukan pembukuan dengan
baik dan terkait kewajiban pajak. Penyelenggara pelatihan perlu mengakomodasi hasil
ini dengan memperbanyak komponen yang sifatnya kemampuan teknis didalam
menjalankan pelaporan keuangan ( Neraca, laba rugi, arus kas) serta kemampuan teknis
dan pengetahuan terkait pelaporan dan pembayaran pajak. Komponen teknis yang lebih
besar mendorong agar suatu pembelajaran bisa berjalan dengan lebih efektif (Wrenn &
Wrenn, 2009).
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Uji beda pada pemilik/ manajer UMKM menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
pengetahuan teknis dan pemahaman konsep literasi keuangan antara kelompok yang
sudah mengikuti pelatihan dan kelompok yang belum pernah mengikuti pelatihan.
sementara uji beda pemahaman literasi keuangan antara kelompok dengan tingkat
pendidikan yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan. Kelompok yang sudah
mengikuti pelatihan umumnya telah menguasai pengetahuan umum terkait keuangan
dan konsep hutang. Sementara beberapa kelemahan yang masih dirasakan bagi
kelompok yang sudah mengikuti pelatihan ialah kelemahan pada penguasaan teknis
333
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
pelaporan keuangan dan terkait pengetahuan dan kemampuan teknis dalam pelaporan
dan pembayaran pajak.
Artikel ini merupakan luaran dari aktivitas penelitian departemen tahun 2017
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
DAFTAR PUSTAKA
Bashir, T., Arshad, A., Nazir, A., & Afzal, N. (2013). Financial literacy and influence of
psychosocial factors. European Scientific Journal, 9(28), 384–404.
Campbell, J. P., & Campbell, R. J. (1988). Productivity in organizations : new
perspectives from industrial and organizational psychology. Jossey-Bass
Publishers. Retrieved from
https://books.google.co.id/books/about/Productivity_in_Organizations.html?id=94
C3AAAAIAAJ&source=kp_cover&redir_esc=y
Carlin, B. I., & Robinson, D. T. (2012). What Does Financial Literacy Training Teach
Us? The Journal of Economic Education, 43(3), 235–247.
http://doi.org/10.1080/00220485.2012.686385
Chepngetich, P. (2016). Effect of Financial Literacy and Performance SMEs . Evidence
from Kenya. American Based Research Journal, (11), 26–35.
Chinadle, N. (2008). Lucey, T. A., & Cooter, K. S. (eds), Financial Literacy for
Children and Youth. Journal of Family and Economic Issues, 29(3), 543–544.
http://doi.org/10.1007/s10834-008-9109-8
Erceg-Hurn, D. M., & Mirosevich, V. M. (2008). Modern robust statistical methods: An
easy way to maximize the accuracy and power of your research. American
Psychologist, 63(7), 591–601. http://doi.org/10.1037/0003-066X.63.7.591
Goldstein, I. L. (1980). Training in work organizations. Annual Review of Psychology,
31(1), 230–262. http://doi.org/10.1146/annurev.ps.31.020180.001305
Hogarth, J. M., & Hilgert, M. (2002). Financial knowledge, experience and learning
preferences: Preliminary results form a new survey on financial literacy. Consum
Interest Annual, 48, 1–7.
Huston, S. J. (2010). Measuring Financial Literacy. THE JOURNAL OF CONSUMER
AFFAIRS, 44(2), 296–316.
Kaufman, R., Keller, J., & Watkins, R. (1996). What works and what doesn’t:
Evaluation beyond kirkpatrick. Performance + Instruction, 35(2), 8–12.
http://doi.org/10.1002/pfi.4170350204
Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrik, D. L. (1979). Techniques for evaluating training
programs. Training and Development Journal.
Lusimbo, E. N., & Muturi, W. (2016). Financial Literacy and the Growth of Small
Enterprises in Kenya : a Case of Kakamega Central Sub- County , Kenya.
International Journal of Economics, Commerce and Management, IV(6), 828–845.
Mitchell, O. S., & Lusardi, A. (2015). Financial Literacy and Economic Outcomes:
Evidence and Policy Implications, (January), 13. Retrieved from
http://www.pensionresearchcouncil.org/publications/document.php?file=1255
334
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Nalini, R., Alamelu, R., Amudha, R., & Cresenta Shakila Motha, L. (2016). Financial
Literacy and its Contributing Factors in Investment Decisions among Urban
Populace. Indian Journal of Science and Technology, 9(27).
http://doi.org/10.17485/ijst/2016/v9i27/97616
Remund, D. L. (2010). Financial Literacy Explicated: The Case for a Cleaner Definition
in an Increasingly Complex Economy. The Journal of Consumer Affairs, 44(2),
276–296.
Sloman, M. (2009). Training to Learning. Change Agenda, 1–28.
http://doi.org/10.4016/11104.01
Vyvyan, V., Blue, L., & Brimble, M. (2014). Factors that influence financial capability
and effectiveness: Exploring financial counsellors’ perspectives. Australasian
Accounting, Business and Finance Journal, 8(4), 3–22.
Wrenn, J., & Wrenn, B. (2009). Enhancing Learning by Integrating Theory and
Practice. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education,
21(2), 258–265. Retrieved from http://www.isetl.org/ijtlhe/
BIODATA
Muhammad Saiful Hakim mendapatkan sarjana ekonomi di Universitas Airlangga Surabaya,
aktif bekerja pada bidang konsultansi manajemen. Setelah menamatkan S2 di Universitas
Airlangga, bergabung dengan jurusan Manajemen Bisnis di Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya sebagai dosen. Bidang keilmuan peminatan: Manajemen Keuangan dan
Manajemen Proses Bisnis
Aang Kunaifi Mendapatkan Sarjana Akuntansi di Universitas Brawijaya Malang, Aktif bekerja
pada bidang akuntansi dan audit keuangan . Saat ini bergabung dengan jurusan Manajemen
Bisnis di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya sebagai dosen. Bidang keilmuan :
Manajemen Keuangan dan Akuntansi
Venny Oktavianti adalah seorang mahasiswi di Jurusan Manajemen Bisnis ITS, Juga terlibat
banyak sebagai seorang asisten aktif di laboratorium Bisnis Analitik dan Strategi pada
lingkungan Manajemen Bisnis. Saat ini telah menyelesaikan pendidikan di Jurusan manajemen
Bisnis ITS dengan konsentrasi Keuangan
335
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PEMODELAN DAN PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM
GABUNGAN BURSA EFEK INDONESIA MENGGUNAKAN
VECTOR AUTOREGRESSION MODEL
Khairina Natsir
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Sejak adanya integrasi dalam sistem pasar modal global, perpindahan investasi terjadi begitu cepat.
Kemajuan teknologi informasi menjadi alat yang sangat berperan dalam perpindahan modal dari satu
pasar modal ke pasar modal yang lain. Kenaikan atau penurunan harga indeks dari salah satu pasar modal
dengan cepat direspons oleh indeks pasar modal yang lain. Penelitian ini mengkaji model hubungan
antara Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia dengan beberapa indeks kuat pasar modal
dunia dan mencoba meramalkan nilai IHSG beberapa periode kedepan berdasarkan model yang
diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan data mingguan selama periode 1
Juni 2002 sampai Desember 2016 perubahan IHSG dipengaruhi oleh perubahan indeks HSI, KOSPI
dan IHSG sendiri satu periode sebelumnya.
Peramalan IHSG dilakukan menggunakan Vector
Autoregression selama 3 periode kedepan berdasarkan model yang diperoleh. Pada peramalan ini
diperoleh nilai MAPE sebesar 1,61%
Kata Kunci : Peramalan, Model, IHSG, Galat,VAR
ABSTRACT:
Since the integration of the global capital markets system, investment shift happened so fast. The
progress in information technology became a fast instrument in the transfer of capital from the capital
market to to another capital market. The increase or decrease in the price index from one capital market
quickly responded by another stock market index. This study models the relationship between stock price
index of Jakarta Composite Index (JCI), Indonesia Stock Exchange to some strong indices of world
capital markets and try to predict the future value of stock index based on the model obtained. The
results showed that using weekly index during June 2002 to December 2016 JKSE changes influenced
by changes of HSI, KOSPI and also JKSE iself one period earlier. Forecasting of stock index performed
by Vector Autoregression Method during 3 periods ahead based on the model obtained. MAPE values in
this forecasting obtained at 1.61%.
Keywords: Forecasting, Model, Jakarta Composite Index, MAPE,VAR
PENDAHULUAN
Perkembangan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dari waktu ke waktu
mengalami perkembangan yang berpola (trend). Hal ini menunjukkan bahwa pasar
saham cukup diminati para pelaku bisnis. Bagi pelaku bisnis, IHSG merupakan suatu
indikator yang menunjukkan keadaan ekonomi pasar saat ini. Indeks berfungsi sebagai
indikator trend pasar. Dengan adanya indeks, pelaku bsnis dapat mengetahui pergerakan
harga saham saat ini apakah sedang naik, stabil atau turun.
Pergerakan IHSG sebagai indeks gabungan dari seluruh indeks saham yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
berperan dalam menentukan arah IHSG sebagian berasal dari variabel-variabel makro
internal dalam negeri seperi nilai tukar mata uang, suku bunga bank, suhu politik dan
336
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
sebagainya. Disisi lain, faktor-faktor global juga sangat berperan dalam mempengaruhi
turun naiknya IHSG, misalnya krisis keuangan di Amerika dan Eropa, ataupun suasana
keamanan yang memanas di suatu negara, dalam waktu singkat akan membuat IHSG
bergoyang. Pada intinya pasar modal yang kuat dapat mempengaruhi pasar modal yang
lemah (Nachrowi, 2006).
Jika diperhatikan isu yang memanas akhir-akhir ini, di media masa banyak dibahas
tentang volatilitas IHSG yang menyangkut dengan krisis keuangan global. Krisis
keuangan Global yang berawal di Amerika kian merambat ke Eropa hingga ke Asia.
Hal ini berdampak tidak hanya pada aktivitas perdagangan pasar saham di Eropa dan
Amerika, tetapi juga pada pasar saham di benua lainnya yang terintegrasi langsung
dengan pasar modal Amerika (Kurniawati, 2009). Adanya volatilitas indeks saham yang
dipicu adanya isu-isu global mempengaruhi keputusan investor untuk membeli atau
menjual investasinya dari bursa. Dalam setiap transaksi perdagangan saham,
investor/manajer investasi dihadapkan kepada pilihan untuk membeli atau menjual
saham. Setiap kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi akan menimbulkan
kerugian bagi investor itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis yang akurat
dan dapat diandalkan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi.
Peramalan (forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkenalkan apa yang
akan terjadi pada masa yang akan datang dengan menitikberatkan pada kajian situasi
dan kondisi yang berlaku sekarang dan masa lalu. Peramalan merupakan salah satu
input penting bagi para manajer dalam proses pengambilan keputusan investasi. Dalam
proses peramalan dapat disadari bahwa sering terjadi ketidak-akuratan hasil peramalan,
tetapi peramalan masih perlu dilakukan karena semua bisnis beroperasi dalam suatu
lingkungan yang mengandung unsur ketidakpastian, tetapi keputusan harus tetap
diambil yang nantinya akan mempengaruhi masa depan bisnis tersebut. Suatu
pendugaan secara ilmiah terhadap masa depan akan jauh lebih berarti ketimbang
pendugaan hanya mengandalkan intuisi saja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan dan melakukan peramalan IHSG
dengan metode VAR, sehingga akhirnya dapat diketahui bagaimana model keterkaitan
IHSG dengan indeks global lainnya. Berdasarkan model IHSG yang diperoleh akan
digunakan untuk peramalan IHSG beberapa periode kedepan.
TINJAUAN LITERATUR
Integrasi Pasar Modal Dunia
Berbicara tentang peramalan IHSG tidak terlepas dari adanya keterkaitan yang
terjadi antara IHSG dengan indeks global lain. Keterkaitan itu adalah akibat dari adanya
integrasi antara pasar modal Indonesia dengan pasar modal di negara-negara lain,
terutama di negara maju. Secara umum ada dua pengertian integrasi pasar modal dunia.
Pertama, pengertian menurut teori Capital Asset Pricing Model, yaitu bahwa pasar
modal dipertimbangkan sudah terintegrasi apabila surat berharga dengan karakteristik
resiko yang sama memiliki harga yang sama, walaupun diperdagangkan di pasar modal
yang berbeda (Z., Kane, & A. & Marcus, 2008). Dengan kata lain, bila ada dua atau
lebih pasar modal yang terintegrasi maka surat berharga yang identik seharusnya
memiliki harga yang sama di seluruh pasar modal yang terintegrasi tersebut.
337
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Keberadaan pasar modal yang terintegrasi mengakibatkan semua saham di seluruh
pasar modal memiliki faktor-faktor resiko yang sama dan premi resiko untuk setiap
faktor akan sama di setiap pasar modal. Kedua, pengertian yang berkaitan literatur
pustaka terkini mengenai integrasi pasar modal yang menggunakan model The
Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticty Model “GARCH”,
Granger Causality and Vector Auto Regressive (VAR). Integrasi pasar modal terjadi
apabila mereka memiliki hubungan equilibrium yang berkelanjutan (Nasry., 2003).
Adanya pergerakan bersama antara pasar pasar modal mengindikasikan adanya
integrasi bersama antar pasar modal, yang mengakibatkan bahwa salah satu dari pasar
modal yang terintegrasi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi return dari pasar
modal yang lain, karena koreksi nilai error yang valid dari tiap pasar modal akan ada.
Tujuan dari integrasi pasar modal sebenarnya adalah untuk menghubungkan pasar
modal secara elektronis sehingga para anggota bursa dapat mengeksekusi perintah dari
para investor untuk membeli saham dengan harga yang terbaik. Keadaan ini secara
substansial akan meningkatkan kedalaman dan likuiditas dari pasar modal yang
bersangkutan serta dapat mendorong pasar modal tersebut untuk berkompetisi lebih
efektif. Saat ini sekitar 80% setiap pasar modal di dunia membuka diri untuk investor
asing dan tidak melakukan kontrol investasi yang ketat.
Disisi lain, pergerakan IHSG tidak hanya dipengaruhi oleh integrase pasar
modal saja. Beberapa faktor internal dan eksternal mampu mempengaruhi pergerakan
IHSG, misalnya saja gejolak politik dalam, berbagai isu isu baik dari dalam negeri dan
luar negeri. Adanya pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
ternyata mampu mendorong IHSG melambung 16,67 % dibanding posisi akhir 2015
dan sentimen negatif akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa (British Exit/Brexit)
mampu ditepis secara langsung
Peramalan dengan Vector AutoRegression (VAR) Model.
Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di
masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu
dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model yang
matematis, dan bisa juga dalam bentuk prediksi intuisi yang bersifat subjektif. Ataupun
bisa juga dengan menggunakan kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan
pertimbangan yang baik dari seorang manajer. Dalam prakteknya terdapat berbagai
metode peramalan antara lain, Time Series atau Deret Waktu. Analisis time series
merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependent) dengan variabel yang
mempengaruhinya (independent variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti
mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Selain itu ada pula
meramalan berbasis Causal Methods atau sebab akibat. Merupakan metode peramalan
yang didasarkan kepada hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variabel
lain yang mempengaruhinya tetapi bukan waktu.
VAR merupakan suatu sistem persamaan dinamis, dengan pendugaan suatu peubah
pada periode tertentu tergantung pada pergerakan peubah tersebut dan peubah-peubah
lain yang terlibat dalam sistem pada periode-periode sebelumnya (Enders, 2004).
Keuntungan dari analisis VAR antara lain adalah metode yang sederhana dan tidak
perlu membedakan mana peubah endogen dan eksogen. Estimasi yang sederhana
dinamakan metode Ordinary Least Square (OLS) biasa dapat diaplikasikan pada setiap
338
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
persamaan secara terpisah. Hasil estimasi yang diperoleh dengan menggunakan
pendekatan VAR pada beberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun.
Persamaan umum model estimasi VAR adalah sebagai berikut:
Yt   0  1Yt 1   2Yt 2  ....   pYt  p  t
dimana:
 0 = intercept
Yt = vektor (variabel indeks bursa saham) yang diamati pada waktu ke t,
p = order/lag
Yt-1 = Vektor indeks yang diamati pada waktu ke t-1
βi = matriks koefisien regresi
µt = stochastic error terms
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (6) enam indeks saham global
yang kuat. Keenam indeks yang dimaksud adalah, Dow Jones (DJI) Amerika Serikat,
DAX Jerman, Hangseng (HSI) Hongkong, JKSE (IHSG), KOSPI Korea, dan NIKKEI
Jepang. Bursa Malaysia dan Singapura tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena
kedua bursa saham tersebut termasuk dalam kategori kecil dan masih baru.
Untuk penyusunan model VAR dari semua variable endogen yang akan disusun dalam
model VAR Yt  1Yt 1   2Yt 2  ....   pYt  p   t
dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan uji kestasioneran data, jika data tidak stasioner dilakukan transformasi
dengan metode Box-Cox. Uji stasioner dalam rataan dilakukan dengan Augmented
Dicky Fuller (ADF) dan Philip Perron.
2.
Melakukan uji kausalitas Granger untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
yang saling mempengaruhi antar peubah endogen sehinga spesifikasi model VAR
menjadi tepat untuk digunakan mengingat sifatnya yang nonstruktural. Uji
kausalitas Granger melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang.
3.
Melakukan pemilihan lag VAR, dengan memperhatikan nilai Akaike
Information Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC). Jumlah lag
dapat ditentukan dengan menggunakan nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan
Schwarz Criteria (SC) dengan rumus sebagai berikut:
dengan
 ei2 menyatakan kuadrat residual, adalah jumlah peubah independen dan
menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai AIC
maupun SC yang minimum (Enders, 2004).
339
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
4. Jika data sudah stasioner tanpa melakukan proses pembedaan, maka model VAR
biasa dapat langsung dipergunakan.
5. Melakukan analisis terhadap model VAR.
6. Pendugaan model dan pemeriksaan kecocokan model.
7. Melakukan peramalan model VAR.
Pemilihan Lag Optimal
Pemilihan lag yang optimal sangat berguna bagi pengujian VAR. Panjang lag
optimal ditentukan menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria
(AIC), Schwartz Information Criteria (SC), Hannan-Quin Criteria (HQ) dengan rumus
sebagai yang dirujuk dari (Lutkepohl, 2009):
2
AIC  ln  ( p)  n 2 p
T
2 ln ln T 2
HQ  ln  ( p) 
n p
T
ln T 2
SC  ln  ( p) 
n p
T
dimana n menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai
AIC maupun SC yang minimum (Enders, 2004) .
Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen
dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Secara teoritis untuk menganalisis
kausalitas variabel IHSG dengan indeks bursa global, penulis menggunakan Uji
Kausalitas Granger dengan rumusan sebagai berikut (Brook, 2008)
n
n
n
n
t 1
t 1
t 1
t 1
IHSG t   t I t 1    t IHSGt  j  1t I t    t I t 1    t IHSGt  j   2t (3)
dimana:
IHSGt = indeks IHSG
It = Indeks lainnya
Uji Stasioneritas
Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika memiliki nilai rata-rata dan varian
dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang
waktu, atau rata-rata dan variannya konstan. Data yang tidak stasioner disamping
memiliki masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas, time series yang tidak stasioner
hanya dapat dipelajari perilakunya pada suatu periode tertentu saja berdasarkan berbagai
pertimbangan yang akan bersifat subjektif.
Pengujian unit root dengan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF) ini dapat
diformulasikan dalam bentuk persamaan berikut :
Yt  1   2 t  Yt 1   i
m
 Y
t i
t
i 1
dimana : m adalah panjang lag yang digunakan
340
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Uji stasioner melalui metode ADF ini dilakukan dengan beberapa bentuk model, yaitu
model intercept (β1), model intercept (β1) dan trend (β2), dan trend (β2), dan model
tanpa intercept dan trend.
Uji akar unit juga dilakukan melalui pengujian Philips-Perron (PP) yang
memasukkan unsur adanya autokorelasi di dalam variabel residual dengan
menyertakan variabel independen berupa kelambanan diferensi.
Uji Kecocokan Model dengan Portmanteau Test
Pemodelan data deret waktu dilakukan dalam tiga tahap yaitu penentuan model
tentatif, pendugaan parameter dan analisis diagnostik terhadap kelayakan model. Ketiga
tahapan ini dikenal sebagai metode Box-Jenkins.
Model dikatakan layak jika sisaannya saling bebas, mempunyai sebaran identik
serta menyebar normal dengan rataan nol dan ragam
 e2 (Cryer, 1986). Sisaan
tidaklah selalu saling bebas, pada beberapa kasus terjadi autokorelasi. Jika hal ini
diabaikan maka akan menyebabkan ketidakkonsistenan pendugaan galat baku,
ketidaktepatan uji hipotesis dan ketidakefisienan pendugaan koefisien regresi. Uji
formal yang digunakan untuk menguji apakah sisaan saling bebas atau tidak adalah uji
portmanteau (statistik Q) yang diperkenalkan pertama kali oleh Box-Pierce pada tahun
1970. Uji portmanteau dirumuskan sebagai perkalian ukuran contoh dan jumlah
kuadarat k autokorelasi sisaan contoh pertama. Statistika Q akan menyebar mengikuti
sebaran khi-khuadrat dengan derajat bebas k-p-q jika H0 benar dengan hipotesis nol
sisaan saling bebas.
Mengukur Ketepatan Peramalan
Evaluasi hasil peramalan digunakan untuk mengetahui seberapa ketepatan
/keakuratan dari hasil peramalan terhadap data aktual. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi hasil peramalan. Permalan Mean Squared Error (MSE)
menggunakan persamaan
MSE 
1 n
 ( yt  yˆ t ) 2
n t 1
Evaluasi hasil peramalan dengan metode Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
dilakukan dengan cara mengurangi nilai pada data asli dengan nilai pada data hasil
peramalan. Hasil pengurangan tersebut kemudian diabsolutkan dan dihitung ke dalam
bentuk prosentase terhadap data asli. Nilai MAPE didapatkan dengan menghitung mean
dari hasil prosentase tersebut. Suatu model mempunyai kinerja sangat bagus jika nilai
MAPE berada di bawah 10%, dan mempunyai kinerja bagus jika nilai MAPE berada di
antara 10% dan 20% (N. Yasmin Zainun, 2010).
Persamaan untuk menghitung nilai MAPE adalah :
MAPE 
1 t yt  yˆ t
 | yˆ *100 |
n 1
t
Evaluasi hasil peramalan dengan metode Mean Absolute Error (MAD) dilakukan
dengan cara mengurangi nilai pada data asli dengan nilai pada data hasil peramalan.
Hasil pengurangan tersebut kemudian diabsolutkan. Nilai MAD didapatkan dengan
menghitung mean dari nilai absolut tersebut. Persamaan untuk menghitung nilai MAD
adalah :
341
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
MAD 
1 n
 | yt  yˆ t |
n t 1
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Stasioneritas Data
Untuk menguji apakah data bersifat stasioner atau tidak, maka dalam penelitian ini
akan digunakan uji Augmeted Dickey-Fuller Unit Root Test (ADF-Unit Root Test) dan
Phillips Perron. Hipotesis pengujian ini adalah:
 H0 : data tidak bersifat stasioner
 H1 : data bersifat stasioner
Jika nilai absolut t-Statistic < nilai kritis uji pada tabel Mac Kinnon pada berbagai
tingkat kepercayaan (1%, 5%, dan 10%) atau jika nilai Probability > tingkat signifikansi
(0.05), maka secara statistik mampu untuk menolak H0.
Berdasarkan tabel-1 dan tabel-2 dibawah ini, dapat dilihat bahwa variabel-variabel
tidak stasioner pada level, akan tetapi stasioner pada first difference. Dengan demikian
dapat dinyatakan pada first difference bahwa JKSE, DJI, DAX, HSI, NIKKEI,KOSPI
Tabel 1. Uji Augmented Dickey Fuller
Level
SERIES
DJI
GDAXI
HSI
JKSE
KOSPI
Prob.
0.9465
0.9120
0.5068
0.9448
0.5329
Difference
Keterangan
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Prob.
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Keterangan
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Tabel 2. - Uji Phillip Perron
SERIES
DJI
GDAXI
HSI
JKSE
KOSPI
Prob.
0.9611
0.9164
0.4377
0.9359
0.5455
Level
Keterangan
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Prob.
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
Difference
Keterangan
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Analisis Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pola hubungan antar variable
penelitian. Pada penelitian
ini uji lag dan kausalitas dilakukan terhadap log
variable. Hal ini dilakukan karena keenam variable berada pada rentang nilai yang
berjauhan, Tetapi sebelum dilakukan uji kausalitas Granger, terlebih dahulu harus
ditentukan panjang lag yang optimal. Lag merupakan panjangnya periode waktu ke
belakang yang masih memberi pengaruh kepada nilai indeks saat ini. Pemilihan lag
yang terlalu pendek akan mengakibatkan terjadinya korelasi parsial, sedangkan lag
yang terlalu panjang akan menyebabkan penurunan degree of freedom dari persamaan
yang dihasilkan dan jumlah paremeter yang diestimasi menjadi semakin banyak
sehingga menjadi tidak efisien.
342
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Tabel 3. Pemilihan Lag Optimal
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-40865.10
-31914.46
-31869.25
-31817.63
-31778.72
-31751.72
-31723.96
-31696.41
-31671.48
NA
17749.57
89.00032
100.8634
75.46211
51.97936
53.04166
52.21467*
46.91193
3.83e+35
1.62e+26
1.58e+26
1.52e+26
1.51e+26*
1.55e+26
1.58e+26
1.61e+26
1.66e+26
98.96150
77.37642
77.35412
77.31630
77.30926*
77.33104
77.35098
77.37146
77.39825
98.99577
77.61625*
77.79951
77.96726
78.16578
78.39313
78.61864
78.84469
79.07704
98.97465
77.46841*
77.52496
77.56599
77.63780
77.73843
77.83722
77.93655
78.04219
* indicates lag order selected by the criterion
Lag optimal ditentukan berdasarkan beberapa kriteria seperti Akaike Information
Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SC), Hannan-Quin Criteria (HQ),
Likelihood Ratio (LR) maupun dari Final Prediction Error (FPE), seperti penelitian
yang dilakukan oleh Aris Budi (Setyawan, 2005) dan (Le Viet Hung, 2008).
Berdasarkan hasil pemilihan lag seperti hasil yang terlihat pada tabel-3 di atas,
penentuan lag optimal dilihat dari kemungkinan nilai LR, FPE, AIC, SC dan HQ yang
memiliki tanda bintang (*). Terdapat 3 lag yang memiliki tanda bintang (*), yaitu pada
lag 1, lag 4 dan lag 7. Pada penelitian ini dipilih lag terkecil yaitu pada lag 1.
Uji Kausalitas Granger dilakukan secara berpasangan antar indeks. Uji
kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu variabel
terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Hipotesis ditolak apabila nilai
probabilitas ≤ 0,05. Semakin kecil probabilitas semakin kuat variabel tersebut
mempengaruhi variabel lainnya. Hasil uji kausalitas Granger berupa tabel yang
menunjukkan indeks dan variabel-variabel yang saling mempengaruhi. Hanya variabelvariabel yang aling mempengaruhi yang akan disertakan dalam model. Dari hasil uji
kausalitas Granger diperoleh hanya 3 variabel yang saling mempengaruhi, yaitu
LJKSE, LHSI dan LKOSPI. Hasil Estimasi model VAR dan nilai signifansinya
disajikan pada Tabel 4. dibawah ini.
Tabel.4 . Estimasi model VAR.
LJKSE
LJKSE(-1)
LHSI(-1)
LKOSPI(-1)
Koefisien
0.976907
-0.000980
0.048147
LHSI
p
(0.00436)
(0.00984)
(0.01058)
Koefisien
0.004076
0.968540
0.012144
LKOSPI
p
(0.00423)
(0.00953)
(0.01025)
Koefisien
0.009161
-0.002347
0.978888
(0.00442)
(0.00997)
(0.01072
Dengan demikian maka hanya variabel LJKSE, LHSI dan LKOSPI inilah yang
menentukan kepada perubahan variable LJKSE periode saat ini dan berperan dalam
forecasting perubahan nilai LJKSE. Tetapi Variabel-variabel yang berpengaruh
terhadap perubahan JKSE inipun dipengaruhi oleh variabel-variabel atau indeks yang
343
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
lain, baik variabel yang terdapat pada penelitian ini maupun variabel lainnya diluar
penelitian ini.
Pemilihan Model VAR.
Berdasarkan uji VAR dan nilai signifikansinya seperti yang tercantum dalam
Tabel 4, maka diperoleh estimasi model VAR untuk ketiga variabel yang saling
mempengaruhi seperti dibawah ini:
LJKSE = 0.976907*LJKSE(-1) -0.000980*LHSI(-1) + 0.048147*LKOSPI(-1) - 0.161386192199
LHSI = 0.004076*LJKSE(-1) + 0.968540*LHSI(-1) + 0.012144*LKOSPI(-1) + 0.189792990828
LKOSPI = 0.009161*LJKSE(-1) -0.002347*LHSI(-1) + 0.978888*LKOSPI(-1) + 0.107908290263
Dari model diatas terlihat bahwa IHSG minggu ini ditentukan secara signifikan oleh
harga indeks IHSG sendiri minggu lalu lalu dan juga ditentukan oleh indeks saham
pasar modal Hangseng Hongkong dan indeks Kospi Korea satu periode sebelumnya.
Dua koefisien dalam persamaan LJKSE mempunyai tanda positif, yaitu LJKSE sendiri
dan LKOSPI, sementara satu koefisien mempunyai tanda negatif yaitu indeks
Hangseng Hongkong. Tanda positif menunjukkan bahwa semua variable eksogen
memberi pengaruh yang searah terhadap JKSE, artinya kenaikan yang terjadi pada
variable penjelas akan menyebabkan kenaikan pula pada variable JKSE. Demikian juga
sebalikny, penurunan yang terjadi pada variable penjelas akan menyebabkan penurunan
pula pada variable LJKSE. Sedangkan kenaikan indeks Hangseng (LHSI) akan
menyebabkan penurunan indeks IHSG (LJKSE) dan sebaiknya. Variabel-variabel
penjelas terhadap JKSE yang terdiri dari LHSI dan LKOSPI mempunyai model
estimasi tersendiri pula.
Analisis Kecocokan model VAR
Analisis model dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan aplikasi Eviews.
Dalam uji ini dibandingkan residual nilai JKSE dengan residual nilai JKSE hasil
peramalan selama masa pengamatan, apakah kedua residual mempunyai autokorelasi.
Pengujian dilakukan dengan Portmanteau Test. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel4 di bawah ini.
Tabel 5. VAR Residual Portmanteau Tests for Autocorrelations
Lags
Q-Stat
Prob.
Adj Q-Stat
Prob.
df
1
2
3
4
5
6
33.07864
47.50986
53.26541
65.53022
82.26022
97.34997
NA*
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
33.11840
47.58435
53.36071
65.68469
82.51572
97.71495
NA*
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
NA*
9
18
27
36
45
Berdasarkan output dari Partmanteau Test tersebut diatas terlihat dari nilai Prob
yang bernilai 0.0000 bahwa model mampu memberikan peramalan sepanjang masa
pengamatan secara valid.
Peramalan dan Evaluasi Hasil Peramalan IHSG
344
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Berdasarkan model yang sudah diperoleh dilakukan peramalan terhadap harga
JKSE selama tiga peiode kedepan. Peramalan menggunakan Vector Autoregression
dengan menyertakan variable-variabel yang berpengaruh terhadap JKSE seperti yang
sudah diperlihatkan dalam model. Berhubung dalam proses yang dilakukan sejauh ini
menggunakan nilai logaritma natural dari semua indeks, maka untuk melihat nilai
peramalan JKSE perlu dilakukan antilog terhadap hasil yang diperoleh. Nilai peramalan
JKSE selama 3 minggu setelah masa pengamatan diperlihatkan pada tabel 6.
Nilai forecasting IHSG perlu dievaluasi lebih lanjut untuk mengetahui berapa
besar ketepatan/keakuratan dari hasil peramalan terhadap data aktual. Dalam penelitian
ini dipilih metode Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Disini dibandingkan
antara hasil peramalan dengan data aslinya, kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
Tabel 6. Peramalan JKSE selama 3 minggu
Periode
Minggu I Januari 2017
Minggu II Januari 2017
Minggu III Januari 2017
Peramalan IHSG
5250.40
5205.76
5163.06
Nilai Aktual
IHSG
APE
5,347.02
1.81%
5,272.98
1.27%
5,254.31
1.74%
MAPE = 1.61%
Jika dibandingkan hasil peramalan JKSE terlihat lebih kecil dibandingkan dengan
data sebenarnya. Hal ini dapat dipahami karena sejatinya Indeks Harga Saham
Gabungan dipengaruhi oleh banyak faktor makro internal dan eksternal lainnya diluar
dari variabel yang disertakan didalam penelitian ini. Tetapi menurut (Zainun dan
Majid, 2003), suatu model mempunyai kinerja sangat bagus jika nilai MAPE berada di
bawah 10%, dan mempunyai kinerja bagus jika nilai MAPE berada di antara 10% dan
20%. Dengan perolehan MAPE sebesar 1,61% dapat dikatakan bahwa VAR mampu
memberikan hasil peramalan yang cukup baik.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa, pertama, penelitian
menunjukkan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan dipengaruhi oleh
pergerakan IHSG sendiri, pergerakan Hangseng Hongkong dan pergerakan Indeks
KOSPI Korea satu periode sebelumnya. Kedua, berdasarkan model yang diperoleh
selama masa pengamatan, pergerakan IHSG berkorelasi positif dengan pergerakan
KOSPI Korea Selatan. dan berkorelasi negatif dengan pergerakan indeks Hangseng
Hongkong. Ketiga, model Vector Autoregresssion untuk peramalan Harga Saham
Gabungan Bursa Efek Indonesia mempunyai nilai MAPE 1,61%. Ini berarti dalam
penelitian ini metode Vector Autoregression mampu memberikan hasil peramalan
yang cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brook, C. (2008). Introductory Econometrics for Finance. Second Edition. New York:
Cambridge University Press.
Carlos Enrique Carrasco, G. R. (2007). Selection of Optimal Lag Length in
Cointegrated VAR Models with Weak Form of Common Cyclical Features.
345
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Cryer, J. (1986). Time Series Analysis. Boston: PWS-KENT Publishing Company .
Enders, W. (2004). Applied Econometric Time Series. 2nd Edition. University of
Alabama-United States of America: John Wiley & Sons. Alabama: John Wiley &
Sons.
Kurniawati. (2009). Analisis Perbandingan DJIA Performance Sebelum dan Sesudah
Bailout 3 Oktober 2008 dan Pengaruhnya Terhadap Bursa di Berbagai Negara.
Analisis Perbandingan DJIA Performance Sebelum dan Sesudah Bailout 3 Oktober
2008 dan Pengaruhnya Terhadap Bursa di Berbagai Negara. Jurnal Bisnis dan
Manajemen, X(1), pp. 49-71.
Le Viet Hung, W. D. (2008). VAR Analysis Of The Monetary Transmission
Mechanism In Vietnam. Vdf Working Paper 081. Vietnam: Vietnam Development
Forum.
N. Yasmin Zainun, M. E. (2010). Forecasting low-cost housing demand in urban area in
Malaysia using ANN. Challenges, Opportunities and Solutions in Structural
Engineering and Construction, 899-902.
Nachrowi, D. N. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometruka untuk Analisis
Ekonomi dan Keuangan,. Jaklarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Nasry., A. (2003). Globalization Effect on Stock Exchange Integration. Available at
www.proquest.com.
Setyawan, A. B. (2005). Kausalitas Jumlah Uang Beredar dan Inflasi (Sebuah Kajian
Ulang. Proceding Nasional PESAT. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Z., B., Kane, & A. & Marcus, A. J. (2008). Investments. New York: McGraw-Hill.
BIODATA
Dra. Khairina Natsir, MM, merupakan dosen tetap pada Fakultas Ekonomi
Universitas Tarumanagara. Pendidikan S1 ditempuh di fakultas FMIPA Universitas
Indonesia, sedangkan S2 bidang manajemen bisnis diselesaikan di Universitas
Mercubuana, Jakarta. Mengajar mata kuliah antara lain Pengantar Bisnis dan Sistem
Informasi Manajemen.
346
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH PROFITABILITAS, STRUKTUR ASET, KEBIJAKAN
DIVIDEN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP
KEBIJAKAN HUTANG
Julia Cornaliza1, Ary Satria Pamungkas2
1
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan
dividen dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun
2011-2015. Regresi data panel digunakan untuk menganalisis data. Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat pengaruh struktur aset terhadap kebijakan hutang.
Kata Kunci: profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, kebijakan hutang
ABSTRACT:
The purpose of this study is to determine the effect of profitability, asset structure, dividend policy, and
firm size to debt policy. The sample in this study was the property and real estate companies listed in the
Indonesian Stock Exchange for the period 2011-2015. Panel data regression was used to analyze the
data. The results of this study suggest that there is the effect of asset structure to debt policy.
Keywords: profitability, asset structure, dividend policy, firm size, debt policy
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan keputusan pendanaan, perusahaan harus menentukan sumber
dana mana yang akan digunakan, karena harus disesuaikan dengan tujuan utama
perusahaan yaitu memaksimalkan kesejahteraan pemilik modal (Brigham dan Gapenski,
1996). Dalam pengelolaannya perusahaan memberikan manajer kekuasaan untuk
mengambil keputusan. Oleh sebab itu manajer harus lebih selektif dalam menentukan
sumber pendanaan yang akan digunakan karena keputusan yang diambil akan
berpengaruh terhadap risiko perusahaan dan keputusan dalam pemberian kredit oleh
perbankan.
Keputusan pendanaan merupakan suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan
komposisi modal (internal) dan utang (eksternal). Pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh manajer biasanya akan berpotensi timbulnya konflik dengan para
pemilik modal yang disebut sebagai agency conflict. Menurut Wahidahwati (2002),
salah satu penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision).
347
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana
yang besar dan bagaimana cara perusahaan mengelola dana tersebut untuk
diinvestasikan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang
memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap
konflik antar agen. Munculnya konflik yang terjadi antara manajemen dan pemegang
saham menyebabkan timbulnya Agency Cost.
Agency cost adalah biaya pengawasan yang dikeluarkan perusahaan untuk
memonitoring tindakan manajer, mencegah tingkah laku manajer yang tidak
dikehendaki, dan meminimalisir jumlah hutang yang berlebihan (Brigham dan
Gapenski, 1996). Untuk mengurangi biaya Agency Cost, salah satu alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan
besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen selain itu hutang juga
dapat menurunkan excess cash flow (kelebihan arus kas) yang ada di dalam perusahaan
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajemen.
Modigliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi utang maka
semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya keuntungan yang
diperoleh dari pengurangan pajak karena adanya bunga yang dibayarkan akibat
penggunaan utang tersebut mengurangi penghasilan yang terkena pajak yang harus
dibayarkan.
Profitabilitas mampu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perusahaan
dalam menggunakan hutang perusahaan. Menurut Yeniati dan Destriana (2010),
perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi biasanya menggunakan hutang dalam
jumlah sedikit dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang
rendah karena perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan
untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan
secara internal. Dengan tingkat laba ditahan yang besar, perusahaan akan menggunakan
laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan hutang. Sebaliknya pada tingkat
profitabilitas yang rendah, perusahaan akan menggunakan hutang untuk membiayai
operasionalnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yeniatie dan Destriana (2010) diperoleh
hasil bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang dan penelitian
yang dilakukan oleh Susilawati, Agustina, dan Se Tin (2012) juga menunjukkan bahwa
profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan
bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Struktur aset merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan
hutang. Variabel ini telah diteliti oleh berbagai peneliti, salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Indana (2015) yang menunjukkan bahwa struktur aset memiliki
pengaruh yang positif terhadap kebijakan hutang. Selain itu penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Steven dan Lina (2011) menunjukkan bahwa struktur aset memiliki
pengaruh terhadap kebijakan hutang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Surya dan
Rahayuningsih (2012) menunjukkan bahwa struktur aset berpengaruh terhadap
kebijakan hutang.
Kebijakan Dividen juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kebijakan hutang perusahaan. Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan yang
348
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
membayar dividen dalam jumlah besar akan menyebabkan perusahaan membutuhkan
dana tambahan yang lebih banyak melalui kebijakan hutang untuk membiayai kegiatan
investasinya (Hardjopranoto, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Yeniati dan
Destriana (2010) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap
kebijakan hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Purwasih, Agusti, dan Al Azhar
(2014) menunjukkan bahwa variabel kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap
kebijakan hutang namun tidak signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Menurut Sugiarto dan Budhijono (2007), ukuran perusahaan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, jika semakin besar
ukuran perusahaan maka semakin banyak aktiva tetap perusahaan yang dapat dijadikan
jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Perusahaan besar akan lebih mudah dalam
mengakses pasar modal, hal tersebut dikarenakan perusahaan besar memiliki
fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Penelitian Steven dan Lina
(2011) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan hutang perusahaan, sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Trisnawati
(2016) menunjukkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang
perusahaan, dan penelitian yang dilakukan oleh Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014)
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap perusahaan properti dan real
estate yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan data statistik yang diperoleh
dari Bursa Efek Indonesia diketahui bahwa dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014
sektor properti dan real estate di Indonesia berada pada posisi paling tinggi
dibandingkan dengan sektor lain, walaupun pada tahun 2015 sektor properti dan real
estate mengalami penurunan. Dalam kurun waktu tahun tersebut, masyarakat juga
mempunyai minat yang cukup tinggi untuk membeli properti sebagai investasi.
Masyarakat mempunyai pandangan bahwa investasi pada properti dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi. Hal ini tentunya dapat berdampak pada kenaikan nilai
perusahaan properti di pasar modal. Oleh karena itu, sektor properti dan real estate
dipilih untuk diteliti dalam penelitian ini karena sektor ini memiliki tingkat
pertumbuhan yang baik selama beberapa tahun terakhir. Namun, penelitian ini lebih
difokuskan pada risiko perusahaan properti dari segi hutang perusahaan karena investasi
yang menghasilkan keuntungan yang tinggi tentunya mengandung pula unsur
kemungkinan risiko yang tinggi.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh profitabilitas, struktur
aset, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang?, 2)
Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang?, 3) Bagaimana pengaruh
struktur aset terhadap kebijakan hutang?, 4) Bagaimana pengaruh kebijakan dividen
terhadap kebijakan hutang?, 5) Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap
kebijakan hutang?
349
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN LITERATUR
Profitabilitas
Menurut Sugiarto (2009:127), “Profitabilitas adalah ukuran kemampuan
memperoleh laba dari suatu perusahaan untuk mendanai perusahaan.” Sartono
(2010:122) mendefinisikan Profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
Menurut Indahningrum dan Handayani (2009), perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas yang tinggi akan menghasilkan dana lebih besar sehingga dapat digunakan
sebagai penutup kewajiban atau sebagai sumber pendanaan untuk operasional
perusahaan, sehingga akan berdampak pada berkurangnya tingkat penggunaan hutang
oleh perusahaan.
Yeniatie dan Destriana (2010) menyatakan bahwa kegiatan pendanaan perusahaan
akan menggunakan dana internal yang berasal dari retained earnings (laba ditahan)
terlebih dahulu baru kemudian menggunakan dana eksternal (hutang). Perusahaan yang
mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil karena
perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui retained earnings.
Menurut Brigham dan Houston (2011:188), profitabilitas merupakan faktor yang
dipertimbangkan dalam menentukan struktur modal perusahaan. Hal ini dikarenakan
jika kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba semakin tinggi maka perusahaan
lebih mengandalkan dana internal untuk biaya operasionalnya. Dengan demikian
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Semakin tinggi
profitabilitas perusahaan maka akan semakin rendah hutang yang digunakan perusahaan
untuk kegiatan pendanaan.
Struktur Aset
Menurut Joni dan Lina (2010), struktur aset merupakan rasio yang membandingkan
antara total aset tetap yang dimiliki perusahaan dengan total aset perusahaan, dengan
tujuan untuk mengetahui seberapa besar aset tetap yang dapat dijadikan perusahaan
sebagai jaminan, untuk memperoleh pinjaman dana berupa hutang.
Menurut Steven dan Lina (2011:171), aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan
dapat mengindikasikan apakah sebuah perusahaan mempunyai sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kewajibannya termasuk kewajiban yang berbentuk hutang. Aktiva
tetap yang digunakan sebagai jaminan dapat mengurangi risiko kreditur apabila
perusahaan tidak mampu melunasi kewajibannya maka aktiva tersebut akan diambil alih
dan dijual oleh kreditur sebagai bentuk pelunasan. Sesuai dengan trade off theory bahwa
aktiva tetap digunakan sebagai persyaratan melakukan pinjaman, sehingga semakin
besar nilai aktiva tetap maka ada kecenderungan semakin besar pinjaman yang dapat
diperoleh perusahaan. Dengan demikian struktur aset berpengaruh positif terhadap
kebijakan hutang, karena semakin besar rasio aktiva tetap dalam struktur aset suatu
perusahaan akan semakin tinggi kepercayaan para pemberi pinjaman atau kreditur
terhadap perusahaan.
Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014) menyatakan bahwa besarnya aset tetap yang
dimiliki oleh suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang, karena
350
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar akan lebih mudah memperoleh
pinjaman dana dengan aset tetap perusahaan yang dijadikan sebagai jaminan.
Kebijakan Dividen
Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:496), kebijakan dividen adalah
kebijakan perusahaan dalam mengelola laba dengan mengalokasikan laba tersebut
sebagai laba ditahan atau dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Semakin besar laba ditahan maka semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk
pembayaran dividen.
Larasati (2011) menyatakan bahwa kebijakan dividen merupakan pengambilan
keputusan yang diambil oleh perusahaan mengenai keputusan pendanaan, dengan
menentukan berapa besar bagian dari pendapatan yang akan diberikan ke pemegang
saham atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Menurut Purwasih, Agusti, dan Al Azhar (2014), jika perusahaan meningkatkan
pembayaran dividennya, maka dana yang tersedia untuk pendanaan (laba ditahan) akan
semakin kecil. Untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan, maka manajer lebih
cenderung untuk menggunakan hutang lebih banyak. Pembayaran dividen dapat
dilakukan setelah kewajiban perusahaan berupa pembayaran hutang dan bunga
terpenuhi. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividend payout ratio yang
tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost.
Semakin besar jumlah dividen yang dibagikan juga akan meningkatkan jumlah hutang
yang digunakan. Ketika dividen tidak dibagikan atau semakin kecil, hutang yang akan
digunakan juga akan semakin rendah.
Dengan demikian kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap
kebijakan hutang, semakin tinggi pembayaran dividen maka semakin tinggi perusahaan
membutuhkan dana eksternal yang tak lain adalah hutang untuk membiayai kegiatan
investasinya.
Ukuran Perusahaan
Menurut Riyanto (2011), ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya
perusahaan yang dapat dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan ataupun nilai
total aktiva dari suatu perusahaan karena ukuran perusahaan yang besar akan memiliki
sumber daya pendukung yang lebih besar dibanding perusahaan yang lebih kecil.
Susilawati, Agustina, dan Se Tin (2012) menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran
suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal, semakin besar perusahaan
maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan
investasi. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan
modal juga semakin besar, hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan
dana yang besar pula untuk menunjang operasionalnya.
Menurut Hidayat (2013), ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang
dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya. Hutang biasanya
akan lebih banyak digunakan oleh perusahaan besar, selain karena keuntungan yang
diperoleh perusahaan akan lebih tinggi, perusahaan besar juga dapat mengakses pasar
351
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
modal dengan mudah sehingga perusahaan besar akan lebih fleksibel dalam
mendapatkan dana. Dengan demikian ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
kebijakan hutang.
Kebijakan Hutang
Menurut Kieso, Jerry dan Terry (2002:172), hutang didefinisikan sebagai
pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini
entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya
di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu.
Pitaloka (2009) menyatakan bahwa kebijakan hutang adalah kebijakan yang
diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi
perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional
perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme
monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan,
karena keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi
struktur modal perusahaan.
Menurut Hidayat (2013), kebijakan hutang merupakan kebijakan pendanaan
perusahaan yang berasal dari dana eksternal. Semakin tinggi proporsi hutang maka
semakin tinggi nilai perusahaan, hal ini berkaitan dengan adanya pengurangan
pembayaran pajak atas bunga akibat penggunaan hutang perusahaan.
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan properti dan real estate yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling, yaitu dengan melakukan penarikan sampel dengan memilih
subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Beberapa kriteria yang
digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah:
1. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan properti dan real estate yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian.
2. Perusahaan tersebut harus tetap ada selama periode penelitian yaitu tahun 20112015.
3. Perusahaan tersebut melaporkan laporan keuangan tahunan perusahaan yang
berakhir pada 31 Desember dalam mata uang Rupiah.
4. Perusahaan tersebut secara kontinyu mengeluarkan laporan keuangan dari periode
2011-2015.
5. Perusahaan mempunyai data lengkap selama periode penelitian untuk faktor-faktor
yang diteliti, yaitu profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen, ukuran perusahaan
dan kebijakan hutang.
Dengan kriteria yang disebutkan di atas, maka sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI)
secara konsisten dari tahun 2011-2015.
352
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pada penelitian ini, variabel kebijakan hutang merupakan variabel dependen
(terikat). Kebijakan hutang adalah keputusan pendanaan yang diambil perusahaan
dengan menggunakan dana eksternal (hutang). Variabel kebijakan hutang dirumuskan
sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014):
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini antara lain:
1. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dalam
periode tertentu. Variabel profitabilitas dirumuskan sebagai berikut (Purwasih,
Agusti dan Al Azhar, 2014):
2. Struktur Aset
Struktur aset adalah jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan
dengan total aset perusahaan, jumlah aset tetap perusahaan akan mempengaruhi
dana yang akan diperoleh perusahaan berupa hutang. Variabel struktur aset
dirumuskan sebagai berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014):
3. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah keputusan yang diambil perusahaan dari laba yang
diperoleh untuk dibagikan ke pemegang saham dalam bentuk dividen. Variabel
kebijakan dividen dirumuskan sebagai berikut (Brealy, Myers, Marcus, 2007):
4. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana
dari kreditur dalam bentuk hutang. Variabel ukuran perusahaan dirumuskan sebagai
berikut (Purwasih, Agusti dan Al Azhar, 2014):
Untuk mengolah data, Software Econometric Views (EViews) for Windows version
6.0 digunakan untuk membuktikan hipotesis yang dibentuk dalam penelitian ini dan
untuk melihat tingkat signifikan. Analisis dalam penelitian ini bersifat kuantitatif
dengan menggunakan metode regresi data panel. Pengujian yang dilakukan
353
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
menggunakan pengujian hipotesis seperti uji-t dan uji-F dengan tingkat keyakinan
sebesar 95%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Langkah pertama dalam analisis data panel adalah melakukan uji Chow, untuk
menentukan model penelitian panel yang lebih baik digunakan antara Pooled Least
Square dengan Fixed Effect.
Tabel 1
Hasil Uji Chow
Redudant Fixed Effect Tests
Equation : Untitled
Test cross-section fixed effects
Effect Test
Statistic
d.f
Prob.
Cross-section F
12,207066
(12,48)
0,0000
Cross-section Chi-square
90,944941
12
0,0000
Sumber: Hasil pengolahan data Eviews versi 6.0
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas cross-section
F < 0.05 yaitu sebesar 0,0000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji Chow, fixed
effect lebih baik untuk digunakan pada regresi data panel. Untuk memastikan fixed
effect merupakan pilihan yang tepat maka untuk selanjutnya perlu dilakukan uji
Hausman untuk membandingkan antara fixed effect dan random effect.
Uji Hausman dilakukan untuk menentukan model penelitian data panel yang lebih
baik antara model fixed effect dan random effect.
Tabel 2
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects-Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test summary
Chi-sq Statistic Chi-q d.f
Prob
Cross-section random
10,023766
0,0400
4
Sumber: Hasil pengolahan data dengan Eviews 6.0
354
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat diketahui hasil probabilitas uji Hausman adalah
0,0400 dengan α = 0,05. Dari hasil di atas dapat diambil kesimpulan bahwa probabilitas
nilai uji Hausman sebesar 0,0400 < tingkat signifikan α = 0,05, maka H0 ditolak atau
model fixed effect lebih baik untuk digunakan untuk mengestimasi data panel
perusahaan sektor properti dan real estate periode 2011-2015.
Tabel 3
Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Fixed Effect
Dependent Variabel: DAR
Method: Panel Least Squares
Sample: 2011 2015
Periods included: 5
Cross-sections included: 13
Total panel (balanced) observations: 65
Variable
Coefficient
Std.Error
t-Statistic
Prob.
C
0,231378
0,821497
0,281653
0,7794
ROA
-0,634365
0,410505
-1,545329
0,1288
ASSET
-0,566593
0,148402
-3,817957
0,0004
DPR
-0,005084
0,015863
-0,320528
0,7500
SIZE
0,013277
0,027526
0,482325
0,6318
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
0,789987
Mean dependent var
0,484835
Adjusted R-Squared
0,719983
S.D. dependent var
0,106036
S.E. of regression
0,056111
Akaike info criterion
-2,703091
Sum squared resid
0,151124
Schwarz criterion
-2,134405
Log likelihood
104,8505
Hannan-Quinn criter
-2,478708
355
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
F-statistic
11,28482
Prob (F-statistic)
0,000000
Durbin-Watson stat
0,906841
Sumber: Hasil pengolahan data dengan Eviews 6.0
Pada Tabel 3, nilai F-statistic sebesar 11,28482 dan dengan tingkat probabilitas
sebesar 0,000000. Jika nilai probabilitas di bawah nilai signifikansi α = 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan dividen dan
ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,634365
dan nilai probabilitas sebesar 0,1288, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2007) serta Pradhana, Taufik dan
Anggaini (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
profitabilitas terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,566593
dan nilai probabilitas sebesar 0,0004, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
struktur aset terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian
yang dilakukan oleh Steven dan Lina (2011), Hardiningsih dan Rachmawati (2012),
Susilawati, Agustina dan Se Tin (2012), Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa
variabel struktur aset mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar -0,005084
dan probabilitas sebesar 0,7500, menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan
dividen terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yeniati dan Destriana (2010), Surya dan Rahayuningsih (2012), dan
Indana (2015) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kebijakan hutang.
Berdasarkan hasil pengujian data pada Tabel 3 dengan koefisien sebesar 0,013277
dan probabilitas sebesar 0,6318, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang karena probabilitas 0,6318 >
0,05 (α). Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Joni dan
Lina (2010), Steven dan Lina (2011) dan Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa
variabel ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
hutang.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang sudah dilakukan, maka dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut: 1) terdapat pengaruh profitabilitas, struktur aset, kebijakan
dividen dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang, 2) tidak terdapat pengaruh
profitabilitas terhadap kebijakan hutang, 3) terdapat pengaruh struktur aset terhadap
kebijakan hutang, 4) tidak terdapat pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan
hutang, 5) tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang.
356
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebaiknya para investor
memperhatikan potensi pertumbuhan perusahaan dengan nilai kebijakan hutang yang
baik yang didukung oleh struktur aset yang memadai dalam mengambil keputusan
investasi pada saham di suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Brealy, Myers, dan Marcus. (2007). Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan.
Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Brigham, Eugene F. and Louis C. Gapenski. (1996). Intermediate financial
management. Florida: The Dryden Press
Brigham, Eugene F. and Houston, Joel F. (2011). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Penerjemah Ali Akbar Yuilianto. Edisi 15. Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat
Hardiningsih dan Rachmawati. (2012). “Determinan Kebijakan Hutang”. Dinamika
Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Mei 2012. Vol. 1 No. 1 hal: 11 – 24
Hardjopranoto, W. (2006). “Interpendensi Analysis of Leverage, Dividend, and
Managerial Ownership Policies Agencies Perspective”. Gadjah Mada
International Journal of Business. Vol. 8 No. 2 hal: 179-199
Hidayat, Syafiudin M. (2013). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen,
Struktur Aktiva, Pertumbuhan Penjualan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Kebijakan Hutang”. Jurnal Ilmu Manajemen. Vol. 1 No.1
Indahningrum dan Handayani. (2009). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Deviden, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow,
dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi. Vol. 11 No. 3 Desember 2009 Hal: 189-207
Indana, Rifaatul. (2015). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Kebijakan Dividen, dan Struktur Aset Terhadap Kebijakan Hutang
Perusahaan Manufaktur yang Masuk Dalam Daftar Efek Syari’ah”. Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam. Vol. 5 No. 2
Jensen, M. and W. Meckling. (1976). “Theory of The Firm: Managerial Behaviour,
Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Finance and Economics. Vol.
3 No. 4
Joni dan Lina. (2010). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal”. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi. Vol. 12 No. 2 Agustus 2010 hal: 81-96
Kieso, Donald E., Jerry J, Weygandt. dan Terry D, Warfield. (2002). Akuntansi
intermediete. Terjemahan Emil Salim. Edisi Kesepuluh. Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Kurniati, Wahyuning. (2007). “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan
Hutang Perusahaan”. TESIS
Larasati, Eva. (2011). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
dan Kebijakan Dividen Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal
Ekonomi. No. 2 hal: 103-107
Modigliani, F. and Miller, M.H. (1963). “Corporate Income Taxes and The Cost of
Capital”. American Economic Review. June 58 hal: 261-297
357
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Pitaloka, N.D. (2009). Pengaruh Faktor-Faktor Intern Perusahaan Terhadap Kebijakan
Hutang: dengan Pendekatan Pecking Order Theory. Skripsi
Pradhana, Taufik, dan Anggaini. (2014). “Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Kebijakan Hutang Pada
Perusahaan Food dan Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. JOM
FEKOM. Oktober. Vol. 1 No. 2
Purwasih, Dewi. Agusti, Restu. Al, Azhar L. (2014). “Analisis Pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan dan Struktur Asset Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012”. JOM
FEKON. Vol. 1 No. 2
Riyanto, Bambang. (2011). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat.
Yogyakarta: BPFE
Sartono, Agus. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi ke 4.
Yogyakarta: BPFE.
Sugiarto. (2009). Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan
Keagenan dan Informasi Asimetri. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiarto dan Budhijono, F. (2007). Telaahan indikasi keagenan pada kebijakan
leverage perusahaan keluarga di BEI. Akuntabilitas, 165- 178
Surya, Dennys dan Rahayuningsih Ariyanti D. (2012). “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 14 No. 3 hal: 213-225
Susilawati, Christine Dwi Karya. Lidya, Agustina. dan Se Tin. (2012). “Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Mei Vol. 16 No. 2 hal:
178-187
Steven dan Lina. (2011). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
Perusahaan Manufaktur”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 13 No. 3 hal: 163-181
Trisnawati, Ita. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Pada
Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi. Vol. 18 No. 1 hal: 33-42
Van Horne, James C. dan John M. Wachowicz, JR. (1998). Prinsip-Prinsip Manajemen
Keuangan. Terjemahan Heru Sutojo. Jilid 2. Edisi Kesembilan. Jakarta: Salemba
Empat
Wahidahwati. (2002). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Institusional Pada
Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol. 5 No. 1 hal: 1-16
Yeniatie. dan Destriana, Nicken. (2010). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Hutang Pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi. April 2010. Vol. 12 No. 1. hal: 1-16
358
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
PENGARUH EPS, ROA DAN ROE TERHADAP
NILAI PERUSAHAAN KELUARGA DI INDUSTRI RITEL
Hary S. Sundoro
Universitas Bunda Mulia, Jakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Perusahaan keluarga maupun industri ritel merupakan sebuah entitas yang penting dalam dunia bisnis
karena kedua hal tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia.
Perusahaan keluarga dapat bergerak dalam berbagai macam industri, salah satunya yaitu di industri ritel.
Semua perusahaan termasuk perusahaan keluarga yang sudah terdaftar di BEI bertujuan untuk
meningkatkan nilai perusahaannya. Nilai perusahaan yang dimiliki oleh setiap perusahaan selalu
mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Karena nilai setiap perusahaan selalu
berubah, maka hal tersebut dapat membuat bias bagi para pihak yang terkait. Oleh karena itu, penulisan
ini dilakukan untuk menguji dampak dari kinerja keuntungan yang dapat dilihat dari EPS, ROA dan ROE
terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. Data yang digunakan dari tahun 2012 sampai dengan
2015. Metodenya yaitu dengan analisa regresi panel dengan model yang dipilih fixed effect model. Hasil
pada penulisan ini yaitu: 1). EPS, ROA dan ROE memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai
perusahaan keluarga di industri ritel. 2). Kemudian hasil pada penulisan ini juga dapat menunjukkan
bahwa kesemua variabel EPS, ROA, dan ROE secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi nilai
perusahaan keluarga di industri ritel.
Kata Kunci: Earning Per Share (EPS), Price Book Value (PBV), Regresi Panel, Return On Assets
(ROA), Return On Equity (ROE)
ABSTRACT:
Family firms and retail industry are the important entity in business field because those things can make
a major contribution for Indonesia’s GDP. Family firms can run their business in a variety of industries,
one of them is in retail industry. All the firms included family firms which have been listed in BEI have
the purpose to increase their value. The value of the firms always changes because it is affected some
factors. As known, the value of each firms always changes, then it can create a bias for stakeholders.
Hence, this paper is conducted to test the impact of profitability performance such as: EPS, ROA and
ROE on the value of family firms in retail industry. The data is used from 2012 to 2015. The method is
panel regression by choosing the fixed effect model. The results of this paper are: 1). EPS, ROA and ROE
have got positive impact on the value of family firms in retail industry significantly. 2). All independent
variables whether EPS, ROA and ROE give impact on the value of family firms in retail industry
simultaneously.
Keywords: Earning Per Share (EPS), Panel Regression, Price Book Value (PBV), Return On Assets
(ROA), Return On Equity (ROE)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan keluarga merupakan sebuah fenomena yang menarik dalam dunia bisnis.
Banyak perusahaan keluarga yang telah menjadi bagian dalam pengembangan dunia
bisnis pada suatu negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perusahaan keluarga
di Indonesia merupakan perusahaan swasta yang mempunyai kontribusi besar terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu mencapai 82,44% (Halim, 2013).
359
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Perusahaan-perusahaan keluarga tersebut bergerak dalam berbagai macam industri,
salah satunya yaitu di industri ritel. Dalam konteks global, potensi pasar ritel di
Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki kontribusi terbesar kedua
terhadap pembentukan PDB setelah industri pengolahan (Laporan Perekonomian
Indonesia, 2007). Beberapa perusahaan ritel milik keluarga telah terdaftar di BEI.
Semua perusahaan yang telah terdaftar di pasar modal bertujuan untuk meningkatkan
nilai perusahaannya (Gitman dan Zutter, 2012). Nilai sebuah perusahaan dapat diukur
dari Price Book Value (PBV) (Sukamuja, 2004).
Nilai PBV suatu perusahaan yang semakin tinggi dapat menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut semakin baik. Berarti, setiap perusahaan keluarga harus dapat
meningkatkan PBV mereka. Namun, PBV setiap perusahaan selalu mengalami
perubahan. Perubahan PBV tersebut dapat diketahui dengan melihat berbagai macam
indikasi seperti rasio keuntungan yang dapat terdiri dari EPS, ROA dan ROE. Para
stakeholders terutama manajemen internal di perusahaan keluarga dapat melihat
indikasi perubahan dari EPS, ROA maupun ROE sehingga mereka dapat menetapkan
kebijakan yang tepat dalam meningkatkan PBV milik mereka.
Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas pengaruh EPS, ROA dan ROE
terhadap nilai perusahaan di berbagai macam industri. Har dan Ghafar (2015) meneliti
pengaruh ROA dan ROE terhadap stock value perusahaan perkebunan di Malaysia.
Begitu juga, Anwaar (2016) telah meneliti tentang pengaruh kinerja perusahaan
terhadap nilai perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar di Bursa London. Hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang membahas pengaruh profitabilitas terhadap nilai
perusahaan menunjukkan tingkat signifikansi yang berbeda-beda pula (Soliha dan
Taswan, 2002; Sudiyatno et al, 2012; dan Yuanita et al, 2016).
Dengan melihat fenomena bahwa perusahaan keluarga harus dapat meningkatkan
PBV-nya yang dapat diketahui berdasarkan pengaruh dari EPS, ROA dan ROE serta
dengan melihat hasil-hasil penelitian sebelumnya yang memiliki hasil yang berbeda,
maka artikel ini akan membahas pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.
Namun, penelitian ini lebih fokus membahas pengaruh EPS, ROA dan ROE terhadap
nilai perusahaan keluarga khususnya di industri ritel.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ingin diidentifikasi pada penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimanakah pengaruh EPS, ROA dan ROE secara
parsial (masing-masing) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel?
2).
Bagaimanakah pengaruh EPS, ROA dan ROE secara simultan (bersama-sama) terhadap
nilai perusahaan keluarga di industri ritel?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang
telah diidentifikasi di atas, yaitu: 1). Untuk mengetahui pengaruh EPS, ROA dan ROE
secara parsial (masing-masing) terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel. 2).
Untuk mengetahui pengaruh EPS, ROA dan ROE secara simultan (bersama-sama)
terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel.
360
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
TINJAUAN LITERATUR
Landasan Teori
Menurut La Porta et al (1998), perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan
keluarga jika perusahaan tersebut dimiliki oleh individu ataupun perusahaan tertutup (di
atas 5%) selama perusahaan tersebut tidak dimiliki oleh perusahaan publik, negara,
ataupun institusi keuangan. Selain itu beberapa penelitian juga menggunakan persentase
5% sebagai jumlah saham yang harus dimiliki oleh keluarga jika ingin mengkategorikan
sebuah perusahaan sebagai perusahaan keluarga (Miller et al, 2007; dan PerezGonzalez, 2006).
Price Book Value merupakan suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga
pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston dan Copeland, 1999).
Berarti, Price Book Value (PBV) mengkaitkan harga saham dengan nilai buku
persaham. Investor akan melihat PBV milik suatu perusahaan sebagai indikasi dari
prospek perusahaan tersebut di masa depan.
Menurut Kasmir (2012), ROA adalah suatu analisis untuk mengukur
kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Return On Equity (ROE)
merupakan suatu analisis untuk mengukur pengembalian yang diperoleh atas investasi
pemegang saham biasa (Gitman dan Zutter, 2012). EPS (Earnings Per Share) dapat
menunjukkan laba yang dihasilkan oleh setiap lembar saham biasa (Kieso et al, 2007).
Penelitian Terdahulu
Dalam temuan Jatoi et al (2014) menyimpulkan bahwa EPS dari 13 perusahaan
semen yang sudah terdaftar di bursa efek Pakistan memiliki pengaruh positif terhadap
nilai perusahaan-perusahaan tersebut. EPS merupakan salah satu indikator yang dapat
menunjukkan kinerja perusahaan karena besar kecilnya EPS akan ditentukan oleh laba
perusahaan. Jika rasio EPS tinggi, maka perusahaan tersebut telah mapan (Mature)
(Harahap, 2007).
Adanya pengaruh positif profitabilitas yang dapat diwakili oleh ROA terhadap nilai
perusahaan (Soliha dan Taswan, 2002). Para stakeholders akan melihat sejauh mana
perusahaan dapat meningkatkan laba dimana hal ini akan menyebabkan jika laba
perusahaan naik maka nilai perusahaan tersebut juga akan naik. Menurut Sudiyatno et al
(2012), ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaanperusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI dari periode 2008-2010.
Berdasarkan teori-teori tersebut berarti ketika ROA naik maka nilai suatu perusahaan
juga akan naik.
Menurut Yuanita et al (2016), ROE memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap nilai PBV pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di
BEI. Languju et al (2016) menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan (PBV). ROE dapat menjadi tolak ukur bagi para investor akan
kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara
efektif atau tidak. Jika ROE semakin meningkat artinya perusahaan dapat mengelola
modal mereka secara efektif sehingga hal ini dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan
tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaannya.
361
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan ritel keluarga yang telah terdaftar di
BEI selama periode 2012 – 2015. Kemudian, peneliti menentukan sampel dengan
metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Kriteria pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara mengkategorikan
perusahaan keluarga sebagai perusahaan yang dimiliki minimal 5% oleh individu
ataupun perusahaan tertutup sesuai menurut pengertian La Porta et al (1998).
Kemudian, industri ritel pada penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan yang
bergerak di bisnis department store, super market, home appliance, dan mini mart
group. Sehingga, sampel yang dimiliki berjumlah 12.
Definisi Operasional Variabel
Data pada penulisan ini yaitu data sekunder sehingga sumber data dapat diperoleh
berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh lembaga-lembaga yang terkait.
Lembaga tersebut yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange
(IDX). Pada umumnya, definisi operasional semua variabel pada penelitian ini dapat
dirangkum ke dalam tabel 1 seperti berikut.
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel
Jenis Variabel
Konsep Variabel
Nilai Perusahaan merupakan suatu rasio yang
menunjukkan hubungan antara
harga pasar saham perusahaan
dengan nilai buku perusahaan
(Weston dan Copeland, 1999).
Nilai perusahaan di penulisan ini
diproksikan ke dalam Price Book
Value (PBV).
Earning Per
EPS menunjukkan laba yang dapat
Share
diperoleh oleh setiap lembar saham
biasa (Kieso et al, 2007).
Return On
ROA adalah suatu analisis untuk
Assets
mengukur kemampuan perusahaan
secara keseluruhan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan
jumlah keseluruhan aktiva yang
tersedia di dalam perusahaan
(Kasmir, 2012).
Return On
ROE merupakan suatu analisis
Equity
untuk mengukur pengembalian
yang diperoleh atas investasi
pemegang saham biasa (Gitman
dan Zutter, 2012).
362
Satuan
Nominal
Sumber Data
BEI/IDX
Nominal
BEI/IDX
Persen
BEI/IDX
Persen
BEI/IDX
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sumber: Gabungan Beberapa Data, 2017
Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan bersifat panel sehingga metode analisis
data yang digunakan adalah dengan melakukan uji statistik regresi data panel untuk
melihat ada tidaknya pengaruh signifikansi variabel independen, yaitu EPS, ROA, dan
ROE terhadap variabel dependen yaitu nilai perusahaan (PBV).
Pada uji regresi panel dilakukan penentuan tiga model utama yaitu Common Effect
Model atau Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model
(Gujarati, 2003). Salah satu dari ketiga model tersebut yang akan digunakan untuk
melakukan regresi panel.
Secara umum, model persamaan regresi dapat dituliskan sebagai berikut (Nachrowi
dan Usman, 2006) :
PBVit =
+
EPSit + ROAit +
ROEit +
it
Keterangan:
i
= 1, 2, …, N
t
= 1, 2, …, T
= intercept (konstanta regresi)
= slope (kemiringan garis regresi)
= error term
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis regresi dilakukan untuk menunjukkan pengaruh dari satu variabel terhadap
variabel lainnya. Regresi panel dapat dilakukan dengan menentukan tiga model utama
yaitu Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect (Gujarati, 2003). Untuk
menentukan model yang terbaik, peneliti harus melakukan uji pemilihan teknik estimasi
regresi. Terdapat dua cara dalam melakukan pemilihan teknik estimasi untuk
menentukan model yang paling tepat dalam mengestimasi parameter data panel. Kedua
cara tersebut yaitu uji Chow dan uji Hausman (Gujarati dan Porter, 2013).
Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk memilih apakah pendekatan Common Effect atau Fixed
Effect yang lebih baik digunakan untuk regresi data panel (Gujarati dan Porter, 2013).
Jika probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi, maka menggunakan Fixed Effect
ataupun sebaliknya. Uji Chow pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hasil Uji Chow
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
7.059030
58.073206
363
d.f.
Prob.
(11,33)
11
0.0000
0.0000
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017
Dari hasil uji Chow dapat dilihat bahwa Chi-squarenya memiliki probabilitas
sebesar 0.000. Jika probabilitas tersebut dibandingkan dengan taraf signifikansi (0.05),
maka probabilitas (0.000) < taraf signifikansi (0.05). Jadi, model yang tepat digunakan
menurut uji Chow yaitu Fixed Effect Model (FEM).
Uji Hausman
Uji Hausman dilakukan untuk menentukan model estimasi data panel yang paling
baik dan tepat antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model (Gujarati dan
Porter, 2013). Uji Hausman membandingkan antara nilai probabilitas dengan nilai kritis
(0.05). Jika nilai probalitas lebih besar daripada nilai kritis, maka model random effect
yang diterima. Tetapi pada saat nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai kritis, model
Fixed Effect akan diterima. Uji Hausman pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 3 di
bawah ini.
Tabel 3. Hasil Uji Hausman
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
38.945774
3
0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017
Dari hasil uji Hausman dapat dilihat bahwa Chi-squarenya memiliki probabilitas
sebesar 0.000. Jika probabilitas tersebut dibandingkan dengan taraf signifikansi (0.05),
maka probabilitas (0.0000) < taraf signifikansi (0.05). Jadi, model yang tepat digunakan
menurut uji Hausman yaitu Fixed Effect Model (FEM).
Analisis Regresi
Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman, penulisan ini menggunakan Fixed Effect
Model untuk analisis regresi panel. Hasil regresi panel dengan Fixed Effect Model
(FEM) pada penulisan ini dapat dilihat pada tabel 4 seperti di bawah ini.
Tabel 4. Hasil Uji Fixed Effect Model
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
EPS?
ROA?
ROE?
1.761106
0.023811
2.976778
30.55378
0.344576
0.003872
1.223348
0.199841
5.110938
6.148907
2.433304
152.8904
0.0000
0.0000
0.0205
0.0000
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
0.998963
0.998524
1.397938
64.48959
-75.19632
2271.494
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
364
7.985208
36.38178
3.758180
4.342930
3.979158
1.642843
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber: Hasil Pengolahan E-views, 2017
Dari hasil uji Fixed Effect dapat diketahui bahwa semua variabel bebas, yaitu EPS,
ROA dan ROE dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan nilai
perusahaan keluarga (PBV) di industri ritel. Nilai probabilitas pada EPS (0.000) lebih
kecil dari tingkat signifikansi (0.05) yang berarti EPS terbukti signifikan dapat
memberikan pengaruh terhadap PBV. Jika dilihat dari nilai coefficient-nya (0.0238)
yang positif, EPS dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap PBV.
Hasil dari penulisan ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Jatoi et al (2014).
Mereka menyimpulkan bahwa EPS dapat memberikan pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan pada 13 perusahaan semen yang terdaftar di bursa efek Pakistan. Begitu
juga menurut Harahap (2007), pada saat EPS tinggi maka hal tersebut dapat
menunjukkan suatu perusahaan semakin mapan atau dengan kata lain memiliki nilai
yang lebih baik.
EPS dapat memberikan pengaruh positif terhadap PBV karena EPS merupakan
cerminan keuntungan yang dapat diperoleh investor dari tiap lembar saham yang
dimilikinya. Oleh karena itu pada saat EPS sedang tinggi, hal tersebut dapat
menunjukkan kinerja perusahaan sedang baik sehingga nilai perusahaan juga dapat naik
dari kondisi tersebut.
Nilai probabilitas ROA sebesar 0.0205 yang berarti lebih kecil dibandingkan tingkat
signifikansi 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ROA memberikan pengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan keluarga di industri ritel selama periode penelitian.
ROA juga memiliki pengaruh yang positif terhadap PBV seperti yang terlihat dari nilai
coefficient-nya (2.976778) yang positif.
Hasil dari penulisan ini berarti sesuai dengan temuan Sudiyatno et al (2012).
Penelitiannya menyimpulkan ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan-perusahaan manufaktur selama periode penelitian 2008-2010. Soliha dan
Taswan (2002) juga menyimpulkan bahwa profitabilitas yang dapat diwakili oleh ROA
dapat mempengaruhi secara positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berarti, ROA dapat digunakan oleh para stakeholders untuk melihat kinerja suatu
perusahaan. Pada saat ROA mengalami kenaikan maka hal tersebut dapat menjadi
sinyal positif bahwa perusahaan dapat memberikan return bagi investor khususnya.
Sehingga, hal tersebut dapat memacu harga saham perusahaan terkait yang akhirnya
dapat meningkatkan nilai PBV perusahaan tersebut.
Pada penulisan ini dapat juga menunjukkan bahwa ROE memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan keluarga yang bergerak di industri ritel. Hal ini
tercermin dari nilai probabilitas sebesar 0.000 yang artinya lebih kecil dari tingkat
signifikansi 0.05. ROE mempengaruhi secara positif terhadap PBV yang dapat dilihat
dari coefficient-nya (30.55378) yang positif.
Hasil dari penulisan ini tentang pengaruh ROE terhadap PBV telah sesuai dengan
temuan dari Yuanita et al (2016). Dalam temuannya tersebut dinyatakan bahwa ROE
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai PBV pada perusahaanperusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI. Begitu juga menurut Languju et al
365
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
(2016), mereka menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan (PBV).
Para stakeholders dapat menggunakan ROE sebagai tolak ukur akan kemampuan
suatu perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif atau tidak.
Jika ROE semakin meningkat artinya perusahaan dapat mengelola modal mereka secara
efektif sehingga hal ini dapat menjadi pertanda bahwa perusahaan tersebut dapat
meningkatkan nilai perusahaannya.
Jika dilihat secara simultan, kesemua variabel bebas pada penelitian ini baik EPS,
ROA dan ROE dapat mempengaruhi nilai perusahaan keluarga di industri ritel secara
bersama-sama. Karena dari tabel 4 dapat dilihat bahwa prob (F-statistic) sebesar 0.000
yang artinya lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0.05. Dari tabel 4 juga
diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9985 atau 99.85%. Hal ini artinya
kesemua variabel bebas pada penulisan ini baik EPS, ROA, dan ROE mampu
menjelaskan perubahan pada PBV sebesar 99.85% sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar penelitian.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah 1). Secara parsial, semua
variabel bebas yaitu EPS, ROA dan ROE mempengaruhi secara positif signifikan nilai
perusahaan keluarga (PBV) di industri ritel. 2). Secara simultan, kesemua variabel
bebas EPS, ROA, dan ROE secara bersama-sama dapat mempengaruhi nilai perusahaan
keluarga (PBV) di industri ritel selama periode 2012 - 2015.
Implikasi Kebijakan
Dari hasil penulisan ini, setiap perusahaan keluarga yang ada di industri ritel harus
dapat meningkatkan tingkat profitabilitas mereka yang dapat dicerminkan dari EPS,
ROA dan ROE sehingga nilai perusahaan (PBV) mereka juga akan meningkat.
Perusahaan keluarga yang memiliki rasio PBV yang tinggi dapat mencerminkan
perusahaan tersebut telah mengelola bisnisnya dengan baik sehingga mereka dapat
bersaing di kancah persaingan global.
Karena EPS, ROA dan ROE sudah terbukti dapat memberikan pengaruh positif
terhadap PBV perusahaan keluarga di industri ritel maka manajemen perusahaan
keluarga harus meningkatkan rasio-rasio tersebut. Dari sisi EPS, perusahaan keluarga
harus memperhatikan jumlah saham beredar milik mereka. Jika saham beredar terlalu
banyak tetapi laba yang mereka peroleh lebih sedikit maka EPS akan turun yang
akibatnya PBV juga akan turun.
Dari sisi ROA, perusahaan keluarga selain memperhatikan keuntungan yang mereka
peroleh tetapi mereka juga harus memperhatikan total asset milik mereka. Pengelolaan
asset yang efisien dapat membantu perusahaan keluarga untuk meningkatkan ROA
mereka sehingga PBV juga akan ikut naik.
Dari sisi ROE, perusahaan keluarga selain memperhatikan laba bersih yang mereka
peroleh tetapi mereka juga harus memperhatikan jumlah kebutuhan dana yang mereka
366
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
butuhkan. Karena penggunaan dana atau modal yang terlalu besar dibandingkan dengan
laba yang diperoleh oleh perusahaan keluarga akan menyebabkan ROE menurun. Hal
tersebut dapat juga menyebabkan PBV perusahaan keluarga akan turun.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan rasio keuangan
lainnya antara lain rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio aktivitas jadi pengaruh
rasio keuangan terhadap harga saham perusahaan keluarga di industri ritel tidak hanya
difokuskan pada rasio profitabilitas saja. Penelitian selanjutnya juga disarankan agar
kategori perusahaan ritel dapat berasal dari perusahaan consumer product yang menjual
produknya secara eceran.
DAFTAR PUSTAKA
Anwaar, M. (2016). Impact of Firms’ Performance on Stock Returns (Evidence from
Listed Companies of FTSE-100 Index London, UK). Global Journal of Management
and Business Research: Accounting and Auditing, Vol 16 Issue 1.
Bank Indonesia (2007). Laporan Perekonomian Indonesia 2007. Jakarta: Bank
Indonesia.
Gitman, L. J., dan Zutter, C. J. (2012). Principles of Managerial Finance, 13th edition.
Edinburgh: Pearson.
Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics 4th edition. Mc Graw Hill: New York.
Gujarati, D. N., dan Porter, D. C. (2013). Dasar – dasar Ekonometrika. Salemba empat:
Jakarta.
Halim, Y. (2013). Analisa Suksesi Kepemimpinan pada Perusahaan Keluarga PT Fajar
Artasari di Sidoarjo. AGORA, Vol. 3 No 1.
Har, W. P., dan Ghafar, M. A. A. (2015). The Impact of Accounting Earnings on Stock
Returns: The Case of Malaysia’s Plantation Industry. International Journal of
Business and Management, Vol. 10 No 4.
Harahap, S. S., (2007). Teori Akuntansi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Jatoi, M. Z., Shabir, G., Hamad, N., Iqbal, N., dan Muhammad, K. (2014). A
Regressional Impact of Earning Per Share on Market Value of Share: A Case Study
Cement Industry of Pakistan. International Journal of Academic Research in
Accounting, Finance and Management Service, Vol. 4 (4), 221-227.
Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pers: Jakarta.
Kieso, D. E., Weygandt, J. J., dan Wardield, T. D. (2007). Akuntansi Intermediete, edisi
12. Erlangga: Jakarta.
Languju, O., Mangantar, M., dan Tasik, H. H. D. (2016). Pengaruh Return On Equity,
Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio dan Struktur Modal terhadap Nilai
Perusahaan Property dan Real Estate Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, Vol. 16 (2), 387-398.
La Porta, R., De Silanes, F. L., Shleifer, A., dan Vishny, R.W. (1998). Law and
Finance. The Journal of Political Economy, Vol. 106 (6), 1113-1155.
Miller, D., Miller., I. L. B., Lester, R. H., dan Cannella, A. A. (2007). Are Family Firms
Really Superior Performers?. Journal of Corporate Finance, Vol. 13 (5), 829-858.
Nachrowi, D., dan Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LP FE Universitas Indonesia: Jakarta.
367
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO: 2089-1040
e-ISSN: 2579-9517
Perez-Gonzalez, F. (2006). Inherited Control and Firm Performance. American
Economic Review, Vol. 96 (5), 1559-1588.
Soliha, E., dan Taswan. (2002). Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai
Perusahaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, STIE Stikubank Semarang: 1-18.
Sudiyatno, B., Puspitasari, E., dan Kartika, A. (2012). The Company’s Policy, Firm
Performance, and Firm Value: An Empirical Research on Indonesia Stock
Exchange. American International Journal of Contemporary Research, Vol. 2 (12),
30-40.
Weston, J. F., dan Copeland, T. E. (1999). Manajemen Keuangan, edisi 8. Bina Rupa
Aksara: Jakarta.
Yuanita., Budiyanto., dan Riyadi, S. (2016). Influence of Capital Structure, Size and
Growth on Profitability and Corporate Value. International Journal of Business and
Finance Management Research, 80-101.
BIODATA
Hary S. Sundoro, A.Md., SE., ME yang merupakan penulis pada artikel ini dilahirkan di
Jakarta pada tanggal 23 November 1985. Penulis lulus S1 di Program Studi Manajemen
Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti pada tahun 2008. Kemudian
mendalami kemampuan Bahasa Inggris di Bina Sarana Informatika (BSI) yang lulus
pada tahun 2012 dengan gelar Diploma III. Penulis lulus S2 di Program Magister
Ekonomi Universitas Trisakti pada tahun 2016. Saat ini adalah dosen tetap Program
Studi Manajemen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Bunda Mulia
(UBM) Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah bekerja sebagai Accounting Support di
perusahaan cat dan alat-alat bangunan di Trichem Group dan pernah bekerja sebagai
seorang konsultan di PT. Prima Solusi Mandiri. Kemudian terhitung mulai dari tahun
2012, penulis mulai mendalami dunia akademisi sebagai seorang guru sebelum
mengajar sebagai seorang dosen.
368
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
IMPLEMENTASI METODE ALTMAN Z-SCORE
UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN
Mochamad Kohar Mudzakar
Universitas Widyatama, Bandung, [email protected]
ABSTRAK:
Studi menyangkut kebangkrutan pada perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ-45
ditujukan untuk mengukur dan memprediksi ketidakmampuan finansial dengan metode
Altman Z-Score. Studi dilakukan pada 19 perusahaan sebagai sampel yang diambil
berdasarkan teknik purposive sampling, didasarkan pada kriteria perusahaan secara konstan
melaporkan laporan keuangan dari 2010-2013. Metode investigasi yang digunakan adalah
deskriptif untuk menggambarkan dan mengukur kebangkrutan perusahaan. Hasil penelitian
menunjukan perusahaan yang memenuhi kategori sehat pada tahun 2010 sebanyak 15
perusahaan dan tahun 2011-2013 sebanyak 14 perusahaan. Kategori rawan tahun 2010
sebanyak 3 perusahaan, tahun 2011-2012 sebanyak 4 perusahaan, dan tahun 2013 sebanyak 2
perusahaan. Untuk kategori bangkrut tahun 2010-2012 sebanyak 1 perusahaan, dan tahun
2013 sebanyak 3 perusahaan.
Kata Kunci: Kebangkrutan, Altman Z-Score, LQ-45.
ABSTRACT:
Studies concerning the bankruptcy of the companies listed in LQ-45, aimed at measuring and
predicting the financial inability of the Altman Z-Score Studies conducted on 19 companies
as samples taken by purposive sampling techniques, based on the criteria companies are
constantly reported financial statements from 2010-2013. Investigation method used is
descriptive to describe and measure the companies bankruptcy. The results show a company
that meets the healthy category as many as 14 companies in the year 2011 to 2013 and in
2010 there were 15 companies. Category prone or gray area as many as three companies in
2010, in 2011, in 2012 there were four companies and 2013 there were two companies. For
the category of bankrupt, in 2010-2012 there were one company. In 2013 there were three
companies potentially bankrupt.
Keywords: Bankruptcy, Altman Z-Score, LQ-45.
PENDAHULUAN
Pada umumnya perusahaan terbuka memanfaatkan keberadaan pasar modal sebagai
sarana untuk mendapatkan sumber dana. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat
untuk mereflesikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan melalui peningkatan harga
saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan baik. Para investor dan
369
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih
dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut (Atmini & Wuryan, dalam Fatmawati 2012).
Salah satu pertimbangan investor dalam melihat posisi pasar modal adalah dengan
melihat perusahaan yang terdaftar pada indeks saham LQ-45, yaitu kelompok saham
perusahaan dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi dan terdiri dari perusahaan
yang telah melewati beberapa seleksi dan telah memenuhi kriteria. Perusahaan yang termasuk
ke dalam LQ-45 memiliki laporan keuangan yang baik karena menunjukkan prospek
pertumbuhan yang baik pula, selain itu ada beberapa perusahaan yang selama beberapa
periode tetap berada pada LQ-45. Hal ini menunjukkan bahwa investasi jangka panjang pada
perusahaan tersebut dapat menjanjikan bagi investor (Rizkia, 2013).
Pada kenyataannya listing pada LQ-45 belum menjamin kesehatan keuangan perusahaan.
Meski terbilang saham unggulan, analis mengingatkan, berinvestasi di saham LQ-45 tidak
memberi jaminan untung dibanding saham non LQ-45. Sebab ketika pasar terkena sentimen
negatif, saham LQ-45 justru paling terkena tekanan jual (Reza). Beberapa saham non LQ-45
bisa lebih bertahan terhadap penurunan harga.
Salah satu perusahaan yang listing di LQ-45 yaitu PT. Bumi Resources menggegerkan
para pemegang saham akibat aksi jual yang mengakibatkan saham raksasa batu bara itu sudah
minus 20 poin (2,63%) ke Rp 740 dalam waktu kurang dari 2 jam sejak pembukaan saham
dengan harga Rp 760 (www.kontan.co.id). Salah satu indikator performa keuangan semester I
2012 yang sangat buruk dimana solvabilitas emiten sangat lemah. Pada periode tersebut
BUMI mencatatkan kerugian sebesar US$ 322 juta, padahal dalam waktu yang sama meraup
untung US$ 232 juta.
Informasi kinerja keuangan BUMI yang merah dan faktor eksternal seperti penurunan
harga jual batu bara akibat krisis global, berimbas terhadap turunnya indeks harga saham
BUMI yang ditunjukkan dalam grafik di bawah ini.
Gambar 1. Informasi Kinerja Keuangan
Sumber: www.market.ft.com
Atas dasar fenomena tersebut dengan gejala kesulitan keuangan , maka diperlukan sebuah
analisa khusus untuk memprediksi kebangkrutan dengan menganalisa laporan keuangan.
Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan diketahui, semakin baik bagi manajemen karena
dapat segera melakukan perbaikan. Pihak kreditur dan pemegang saham bisa segera
mengatasinya dari berbagai macam kemungkinan yang buruk.
Untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan dapat menggunakan analisis rasio
keuangan (Munawir, 2004). Sedangkan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan
model yang cukup terkenal digunakan dan menjadi pionir adalah model Altman Z-Score
(1968) (Hanafi, 2012).
370
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
Dalam penelitian Firda dan Saifi (2012) menyebutkan bahwa dalam memprediksi
kebangkrutan Altman menggunakan lima rasio keuangan yang diperuntukkan bagi
perusahaan terbuka. Dari hasil perhitungan akan diperoleh nilai Z-Score yang dapat
menggambarkan posisi keuangan perusahaan sedang dalam kondisi sehat, rawan, dan
bangkrut. Kesulitan keuangan dan tanda-tanda awal kebangkrutan dapat diketahui melalui
analisis terhadap data dalam laporan keuangan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prediksi kebangkrutan perusahaan yang
terdaftar dalam Indeks LQ-45 secara konstan pada tahun 2010-2013 dengan menggunakan
metode Altman Z-Score.
KAJIAN PUSTAKA
Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan suatu perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumberdaya yang dipercayakan kepada mereka (PSAK No. 1 tahun 2012).
Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit
informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun non
kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat
penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat (Harahap, 2004). Salah satu cara
dalam analisis laporan keuangan adalah menggunakan analisis rasio, yaitu suatu metode
analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan labarugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir, 2004).
Analisis rasio keuangan adalah metode yang lebih spesifik dengan menitikberatkan pada
analisis laporan neraca dan laba-rugi, dilakukan penelaahan dan pencarian hubungan antar
pos-pos tertentu sehingga didapatkan suatu hasil yang diinginkan dan digunakan menjadi
sumber informasi dalam pengambilan keputusan. Analisis rasio keuangan digunakan dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan adalah rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas,
aktivitas, dan nilai pasar.
Kebangkrutan
Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi
kewajibannya (Toto, 2011). Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada
indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini jika laporan
keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan analisis rasio keuangan.
Dalam kaitannya dengan kesehatan keuangan dan potensi kebangkrutan perusahaan,
Munawir (2004) mengelompokkan menjadi empat kategori:
1. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (posisi keuangan jangka pendek
maupun jangka panjang sehat).
2. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (jangka pendek) dan manajemennya
berhasil mengatasi dengan baik sehingga tidak failit (bangkrut).
371
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
3. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan tetapi menghadapi kesulitan yang
bersifat non keuangan sehingga diambil keputusan menyatakan failit.
4. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan manajemen tidak berhasil
mengatasinya sehingga akhirnya jatuh failit.
Kesimpulannya kebangkrutan merupakan kondisi perusahaan yang tidak sehat dalam
melanjutkan usahanya dikarenakan ketidakmampuan dalam bersaing, sehingga
mengakibatkan penurunan profitabilitas.
Cara Mendeteksi dan Meramalkan Kebangkrutan
Kemampuan dalam memprediksi kebangkrutan akan memberikan keuntungan banyak
pihak, terutama kreditur dan investor(Darsono dan Ashari, 2005). Prediksi kebangkrutan juga
berfungsi memberikan panduan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan
mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang.
Sebagai pihak di luar perusahaan, investor sebaiknya memiliki pengetahuan tentang
kebangkrutan sehingga keputusan yang diambil tidak salah. Salah satu indicator untuk
mengetahui kebangkrutan adalah indicator keuangan. Prediksi kesulitan keuangan
dikemukakan oleh Edward Altman yang disebut dengan Altman Z-Score. Rumus Z-Score
menggunakan komponen lqaporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan
bangkrut tidaknya perusahaan.
Kesimpulannya dalam memprediksi kebangkrutan atau untuk mengetahui kondisi
keuangan perusahaan di masa yang akan dating, dapat digunakan komponen rasio dalam
rumus Z-Score sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya suatu
perusahaan.
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam
memprediksi kegagalan perusahaan, salah satu studi adalah Multiple Discriminant Analysis
yang dilakukan oleh Edward Altman (Hanafi, 2004). Altman menggunakan lima jenis rasio,
yaitu Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before
Interest and Taxes, Market Value of Equity to Book Value of Total Debt dan sales ti to Total
Assets.
Secara matematis persamaan Altman Z-Score dapat dirumuskan sebagai berikut:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5.
Dimana : X1: Working Capital to Total Asset (Modal Kerja : Total Aktiva).
X2: Retained Earning to Total Asset (Laba ditahan : Total Aktiva)
X3: Earning Before Interest and Taxes to Total Asset (EBIT : Total Aktiva).
X4: Market Value of Equity to Book Value of Debt (Nilai Pasar Modal : Nilai Buku
Hutang).
X5: Sales to Total Asset (Penjualan : Total Aktiva).
Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai Z-Score sebagai berikut:
Nilai Z-Score
Interpretasi
Z > 2,99
Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi
keuangan (Sehat)
1,81 < Z < 2,99
Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika
tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen
372
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
maupun struktur keuangan (Rawan Bangkrut)
Z < 1,81
Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius
(Bangkrut)
Sumber: Hanafi, 2012
METODE PENELITIAN
Metode investigasi yang dipakai yaitu teori deskriptif untuk menggambarkan dan
mengukur kebangkrutan perusahaan. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki.
Populasi penelitian adalah perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45 secara
konstan sejak tahun 2010-2013. Pemilihan sampel secara purposive sampling dengan tujuan
untuk memperoleh sampel yang representatif berdasarkan kriteria yang ditentukan. Penentuan
kriteria sampel diperlukan untuk menghindari timbulnya kesalahan dalam penentuan sampel
penelitian, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil analisis. Sampel penelitian yang
diambil berdasarkan kriteria berikut:
1. Perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45
2. Perusahaan yang termasuk dalam indeks saham LQ-45 secara kontinyu dari tahun 20102013.
3. Perusahaan selain sektor keuangan.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 19 perusahaan. Sampel penelitian
dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Daftar Sampel Perusahaan Tahun 2010-2013 di Indeks Saham LQ-45
No
Kode
Nama Perusahaan
1
AALI
Astra Agro Lestari Tbk.
2
ADRO
Adaro Energy Tbk.
3
ASII
Astra International Tbk.
4
BUMI
Bumi Resources Tbk.
5
GGRM
Gudang Garam Tbk.
6
INCO
Vale Indonesia Tbk.
7
INDF
Indofood Sukses Makmur Tbk.
8
ITMG
Indo Tambangraya Megah Tbk.
9
INTP
Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
373
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
10
JSMR
Jasa Marga (Persero) Tbk.
11
KLBF
Kalbe Farma Tbk.
12
LPKR
Lippo Karawaci Tbk.
13
LSIP
PP London Sumatra Indonesia Tbk.
14
PGAS
Perusahaan Gas Negara Tbk.
15
PTBA
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk.
16
SMGR
Semen Indonesia Tbk
17
TLKM
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
18
UNTR
United Tractors Tbk.
19
UNVR
Unilever Indonesia Tbk.
Teknik Analisis Data
Tahap-tahap analisis data yang dilakukan adalah:
1. Memperoleh data yang diperlukan yaitu laporan keuangan yang sudah diolah dalam bentuk
ringkasan kinerja perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ-45, yaitu 2010-2013.
2. Menghitung rasio keuangan dengan menggunakan model Altman Z-Score.
3. Menghitung nilai model Altman Z-Score dari rasio keuangan yang telah diketahui,
rumusnya adalah: Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
4. Melakukan interpretasi nilai hasil perhitungan model Altman Z-Score.
Interpretasi nilai Z-Score:
a. Z-Score > 2,99: perusahaan sehat.
b. Z-Score = 1,81-2,99: perusahaan rawan bangkrut.
c. Z-Score < 1,81: perusahaan potensial bangkrut.
5. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari analisis data tersebut kemudian ditarik
kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Prediksi Kebangkrutan
Setelah diperoleh nilai rasio keuangan WCTA (X1), RETA (X2), EBITTA (X3),
MVEBVTL (X4), STA (X5) dari masing-masing perusahaan, langkah selanjutnya adalah
melakukan perhitungan Z-Score dari hasil interpretasi nilai rasio tersebut. Selanjutnya nilai
Z-Score dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan Altman agar dapat memprediksi
kondisi kesehatan keuangan dari masing-masing perusahaan, maka hasil perhitungan Altman
Z-Score sebagai berikut:
374
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
Tabel 3. Nilai Z-Score Perusahaan termasuk Indeks LQ-45 Tahun 2010-2013
No Kode Z-Score
2010
2011
2012
2013
1
AALI
21,79
Sehat
14,6
9
Sehat
8,78
Sehat
7,14
Sehat
2
ADR
O
3,52
Sehat
2,80
Rawa
n
2,08
Rawan
1,54
Bangkrut
3
ASII
4,86
Sehat
4,57
Sehat
4,18
Sehat
3,46
Sehat
4
BUMI 1,63
Bangk 1,38
rut
Bangk 0,14
rut
Bangkrut
-0,57
Bangkrut
5
GGR
M
8,21
Sehat
7,90
Sehat
7,30
Sehat
4,87
Sehat
6
INCO
8,89
Sehat
5,43
Sehat
3,89
Sehat
3,74
Sehat
7
INDF
2,86
Rawa
n
2,89
Rawa
n
2,99
Rawan
2,25
Rawan
8
ITMG 17,61
Sehat
13,3
6
Sehat
9,89
Sehat
6,91
Sehat
9
INTP
18,56
Sehat
18,6
2
Sehat
18,0
6
Sehat
15,27
Sehat
10
JSMR
1,98
Rawa
n
2,16
Rawa
n
2,06
Rawan
1,64
Bangkrut
11
KLBF 19,76
Sehat
15,5
9
Sehat
19,6
9
Sehat
16,10
Sehat
12
LPKR
2,34
Rawa
n
2,41
Rawa
n
2,48
Rawan
2,10
Rawan
13
LSIP
12,80
Sehat
12,5
8
Sehat
9,68
Sehat
7,76
Sehat
14
PGAS 5,84
Sehat
5,47
Sehat
6,78
Sehat
5,25
Sehat
15
PTBA 16,85
Sehat
10,3
3
Sehat
7,76
Sehat
5,70
Sehat
375
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
16
SMG
R
12,99
Sehat
10,9
2
Sehat
9,17
Sehat
8,15
Sehat
17
TLK
M
4,37
Sehat
4,31
Sehat
4,39
Sehat
4,44
Sehat
18
UNT
R
6,38
Sehat
5,39
Sehat
4,81
Sehat
4,01
Sehat
19
UNV
R
20,75
Sehat
16,8
8
Sehat
16,1
6
Sehat
17,36
Sehat
Sehat
15
79%
14
74%
14
74%
14
74%
Rawan
3
16%
4
21%
4
21%
2
11%
Bangkrut
1
5%
1
5%
1
5%
3
15%
Jumlah
19
100%
19
100%
19
100%
19
100%
Sumber: Laporan Keuangan (diolah)
Kesimpulannya bahwa tahun 2010-2013 sebanyak 19 perusahaan yang konstan dalam
indeks LQ-45. Tahun 2010, kategori sehat sebanyak 15 perusahaan (79%), rawan bangkrut
sebanyak 3 perusahaan (16%), potensial bangkrut sebanyak 1 perusahaan (5%). Tahun 2011,
dan 2012, kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, dan kategori rawan bangkrut sebanyak 4
perusahaan, dan potensial bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun2013 kategori sehat
sebanyak 14 perusahaan, kategori rawan bangkrut sebanyak 2 perusahaan, dan potensial
bangkrut sebanyak 3 perusahaan.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Sehat.
Tahun 2010-2013 sebanyak 14 perusahaan, yaitu AALI, ASII, GGRM, INCO, ITMG,
INTP, KLBF, LSIP, PGAS, PTBA, SMGR, TLKM, UNTR, UNVR, dan ADRO dalam
kategori sehat hanya tahun 2010.
Perusahaan tersebut berada dalam kondisi sehat disebabkan dinilai mampu menjalankan
kegiatan operasional dengan baik, dimana perusahaan memiliki rasio keuangan WCTA,
RETA, EBITTA, MVEBVTL, STA yang cukup baik. Contoh, UNVR memiliki nilai
WCTA terkecil/ likuiditas di bawah rata-rata pada tahun 2010-2012, namun UNVR
memiliki nilai EBITTA dan STA terbesar, artinya dalam penciptaan profitabilitas dan
menjalankan aktivitas operasi dinilai baik. Nilai RETA dan MVEBVTL, cukup baik,
sehingga membawanya ke dalam kategori sehat yang ditandai dengan nilai Z-Score di atas
2,99.
2. Rawan.
Tahun 2010-2012 sebanyak 1 perusahaan, yaitu JSMR, tahun 2010-2013 sebanyak 2
perusahaan, yaitu INDF, LPKR, dan tahun 2011-2012 sebanyak 1 perusahaan, yaitu
ADRO.
3. Bangkrut.
376
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
Tahun 2010-2013 sebanyak 1 perusahaan, yaitu BUMI, dan tahun 2013 sebanyak 2
perusahaan, yaitu ADRO dan JSMR.
Perusahaan kategori potensial bangkrut ditandai nilai Z-Score < 1,81, yaitu BUMI karena
nilai WCTA, RETA, dan EBITTA cenderung menurun bahkan negatif tahun 2012 dan
2013, juga rasio MVEBVTL menurun, kecuali STA cukup berfluktuatif, namun tetap
tidak membawa perusahaan menuju kategori yang lebih baik. Tahun 2013 ke 5 rasio
JSMR mengalami penurunan nilai Z-Score nya < 1,81. Berbeda dengan ADRO yang
memiliki rasio WCTA dan RETA yang naik dari tahun sebelumnya, namun tidak
didukung dengan rasio lainnya yang menurun, dan menyebabkan ADRO pada kategori
potensial bangkrut.
Hasil Prediksi Kebangkrutan
Hasil prediksi kebangkrutan perusahaan yang termasuk indeks LQ-45 sebagai berikut.
Tabel 4. Prediksi Kebangkrutan Altman
Perusahaan yang termasuk di LQ-45 Tahun 2010-2013
No
Kode
Z-Score
2010
2011
2012
2013
1
AALI
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
2
ADRO
Sehat
Rawan
Rawan
Bangkrut
3
ASII
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
4
BUMI
Bangkrut
Bangkrut
Bangkrut
Bangkrut
5
GGRM
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
6
INCO
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
7
INDF
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
8
ITMG
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
9
INTP
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
10
JSMR
Rawan
Rawan
Rawan
Bangkrut
11
KLBF
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
12
LPKR
Rawan
Rawan
Rawan
Rawan
13
LSIP
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
14
PGAS
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
377
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
15
PTBA
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
16
SMGR
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
17
TLKM
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
18
UNTR
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
19
UNVR
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
15
14
14
14
Rawan
3
4
4
2
Bangkrut
1
1
1
3
Tahun 2010 kategori sehat sebanyak 15 perusahaan, rawan sebanyak 3 perusahaan,
dan potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan. Tahun 2011-2012 kategori sehat sebanyak 14
perusahaan, rawan sebanyak 4 perusahaan, dan potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan.
Tahun 2013 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 2 perusahaan, dan
potensi bangkrut sebanyak 3 perusahaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Prediksi kebangkrutan perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 sebagai berikut:
1. Tahun 2010 kategori sehat sebanyak 15 perusahaan, rawan sebanyak 3 perusahaan, dan
potens bangkrut 1 perusahaan.
2. Tahun 2011 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, dan rawan sebanyak 5 perusahaan.
3. Tahun 2012 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 4 perusahaan, dan
potensi bangkrut sebanyak 1 perusahaan.
Tahun 2013 kategori sehat sebanyak 14 perusahaan, rawan sebanyak 2 perusahaan,
dan potensi bangkrut sebanyak 3 perusahaan.
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah sampel dan periode terbatas hanya tahun 2010 – 2013.
2. Perusahaan delisted yang dijadikan sampel hanya perusahaan yang sudah terdapat di Bursa
Efek selama 4 tahun.
3. Penelitian ini hanya menggunakan 1 model prediktor delisting, sedangkan masih ada
model prediktor delisting lainnya yang sudah ditemukan.
Implikasi
Implikasi hasil penelitian ditujukan untuk kontribusi terhadap literatur, perusahaan, dan
ivestor, secara lebih terperinci yakni:
1. Kontribusi Terhadap Literatur
378
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
Model Altman (Z-Score) yang paling akurat dalam memprediksi perusahaan delisting.
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat lebih memperkaya pengetahuan mengenai analisis
prediksi delisting, dan hasilnya menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Perusahaan
Dengan memperhatikan hasil dari penelitian maka diharapkan perusahaan lebih dapat
memahami analisis dari prediksi delisting pada perusahaan, sehingga nantinya akan
membantu perusahaan di dalam pengambilan keputusan, agar perusahaan terhindar dari
kebangkrutan.
3. Bagi Investor
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat membantu investor dalam menganalisis dan
memutuskan apakah akan melakukan investasi pada suatu perusahaan atau tidak. Dengan
adanya hasil penelitian ini, maka diharapkan dapat membantu investor untuk dapat melihat
potensi delisting pada suatu perusahaan, sehingga keputusan investasi menjadi semakin
baik.
Saran:
1. Sehat, dapat mempertahankan dan tetap memperhatikan segala aspek yang mempengaruhi
perusahaan tersebut dan melakukan pencegahan agar tidak bangkrut.
2. Rawan, harus meningkatkan kinerja perusahaannya agar tidak mengalami penurunan yang
dapat menyebabkan kebangkrutan.
3. Potensi bangkrut, sebaiknya manajemen lebih memperhatikan asetnya, sehingga tidak
terjadi over investment dan lebih produktif dalam menghasilkan laba.
DAFTAR PUSTAKA
Saifi, Muhammad & Firda Mastuti. (2013). Analisis Z-Score Sebagai Salah Satu Metode
Dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan Perusahaan. Journal Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya. Malang.
Agnes, Sawir. (2003). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan.
Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Altman, Edward I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of
Corporate Bankcrupty. Journal Of Financial, 23 (4) : 189-209.
Darsono & Ashari, (2004). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Yogyakarta:
Andi.
Fatmawati, Mila. (2012). Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, dan The
Springate Model sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Volume
16.
Hanafi, Mamduh M. (2004). Analisa Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Hanafi, Mamduh M. (2012). Manajemen Keuangan. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE
Harahap, Sofyan Safri. (2004). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Cetakan Keempat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia, (2012). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Erlangga.
Lesmana, Rico. (2003). Pedoman Menilai Kinerja Untuk Perusahaan Tbk, Yayasan, BUMN,
BUMD, dan Organisasi Lainnya. Edisi Pertama. Jakarta: Elex Media Komputindo.
379
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
Megasari, Dyah. (2012). Bumi Resources di Ujung Kebangkrutan Finansial? URL:
http://investasi.kontan.co.id/news/inikah-detik-detik-kebangkrutan-finansial-bumi.
Munawir S., (2002). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta. Penerbit
Liberty.
Nazir, Moch. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sugiyono. (2012). Statistik Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Siahaan, Surta. (2013). Prospek Penghuni Baru Indeks LQ45.
Artikel dari konferensi ilmiah/prosiding
Disertasi/tesis/ skripsi
Rizkia, Meita (2013). Pengaruh BETA, SIZE dan Debt Ratio Terhadap Return Saham Pada
Perusahaan-Perusahaan pertambangan yang Termasuk ke dalam LQ-45 Periode 20082012. Skripsi Akuntansi Program Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Widyatama: tidak diterbitkan.
Nurmayangsari, Astrid. (2012). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan
Perusahaan (Survei pada Perusahaan Alas Kaki yang Terdaftar dii Bursa Efek Indonesia
Tahun 2007-2010). Skripsi Akuntansi Program Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama: tidak diterbitkan.
Website/ laman
URL: http://investasi.kontan.co.id/news/prospek-penghuni-baru-indeks-lq45.
www.markets.ft.com
BIODATA
Nama Lengkap : Mochamad Kohar Mudzakar
Alamat
: Griya Bandung Asri 2 L 5 No. 16 Bandung
Telepon
: 022- 7532054
No. Handphone : 087822122353
Email
: [email protected]
Alamat kantor : Jalan Cikutra No. 204 A Bandung 40125
Telepon kantor : 022 – 7275855; 022 - 7274010
Faksimili kantor : 022 - 7201711
380
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
PENGARUH ABNORMAL RETURN TERHADAP INDEKS SEKTORAL
DENGAN PROPORSI PERUSAHAAN SEBAGAI VARIABEL
PEMODERASI
Umi Murtini1
1
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, [email protected]
ABSTRAK:
Pengumuman deviden disikapi positif oleh investor dengan membeli saham perusahaan yang mengumumkan
deviden tersebut. Investor yang menyukai deviden akan membeli saham perusahaan yang membagi deviden
dengan harapan mendapatkan deviden. Tindakan melakukan transaksi karena ada pengumuman deviden dapat
menyebabkan pergerakan harga saham. Pergerakan harga saham yang positif, menguntungkan bagi investor
yang telah memiliki saham perusahaan tersebut. Bahkan beberapa investor yang telah memiliki saham
mendapatkan abnormal return. Motivasi untuk mendapat abnormal return, mendorong investor untuk
bertransaksi, sehingga volume transaksi di pasar semakin besar. Volume transaksi yang semakin besar dapat
mempengaruhi pergerakan harga saham individual, bahkan pergerakan indeks harga saham sektoral. Penelitian
ini bertujuan menguji pengaruh abnormal return yang diterima investor pada pergerakan indeks harga saham,
dengan menggunakan proporsi perusahaan yang mengumumkan deviden sebagai variable pemoderasi.
Pengujian dilakukan menggunakan moderated regretion analysis (MRA). Sampel penelitian digunakan
perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 sampai 2016. Hasil Pengujian
menunjukkan bahwa abnormal return perusahaan yang mengumumkan pembagian deviden sekali dalam
setahun dapat mempengaruhi pergerakan indeks harga saham sektoral dan proporsi perusahaan yang
mengumumkan deviden terbukti sebagai variable pemoderasi. Untuk perusahaan yang mengumumkan deviden
lebih dari satu kali dalam setahun, abnormal return tidak mempengaruhi pergerakan indeks harga saham
sektoral serta proporsi perusahaan yang mengumumkan deviden juga tidak terbukti sebagai variable pemoderasi.
Kata Kunci: Abnormal Return, Indeks Harga Saham Sektor Manufaktur, Deviden, MRA
ABSTRACT:
Investors responded dividend announcement positively by buying companies’ shares that declare such
dividends. Investors who like dividends will buy shares of companies that deliver the dividend in hopes of
getting dividends. The dividend announcement could drive transactions and lead stock price movements. The
movement of stock prices is a positive, beneficial for investors who already own shares of the company. Even
some investors who already own shares will earn abnormal returns. Motivation to get abnormal return, can
encourage investors to do transaction, so that the volume of transactions in the market increases. The greater
volume of transactions could affect the price movements of individual stocks, even the movement of stock price
index sector. This study aims to examine the effect of abnormal return earned by investors on the movement of
the stock price index, by using companies proportion that announced dividend as a moderating variable. Testing
was done by using moderated regression analysis (MRA). The research sample used is manufacturing
companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2012 up to 2016. The results of testing showed that the
abnormal return of company announced dividend once a year can affect the movement of stock price index
sector and the proportion of companies that announced dividend proven as a moderating variable. For
companies that announced dividend more than once a year, abnormal return does not affect the movement of
stock price index sector and the proportion of companies that announced dividend is also not proven as a
moderating variable.
Keywords: Abnormal Return, Stock Price Index Sector Manufacture, Dividend, MRA
381
Seminar Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII
Universitas Tarumanagara
Yogyakarta, 24 Mei 2017
ISSN NO:
PENDAHULUAN
Perusahaan yang beroperasi dengan baik dan efisien dapat menghasilkan keuntungan.
Keuntungan perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham (menjadi dividen) dan
sebagian ditahan untuk memperluas usaha. Perusahaan yang dapat membagi dividen setiap
tahunnya dan dalam jumlah yang cukup besar (menurut investor) akan ditangapi positif oleh
investor. Perusahaan yang mengumumkan akan membagi deviden akan direspon investor
dengan membeli saham tersebut. Hal ini dikarenakan investor menginginkan mendapatkan
dividen yang akan dibagikan perusahaan. Bila sebagian besar investor membeli saham
relative terhadap yang menjual, maka harga saham akan naik. sehingga memungkinkan
investor mendapatkan abnormal return. Disisi lain investor yang telah memiliki saham akan
mendapatkan abnormal return karena kenaikan harga saham yang cukup signifikan.
Pengumuman pembagian deviden yang menyebabkan kenaikan harga secara signifikan
dan dalam volume yang cukup besar dapat menyebabkan kenaikan indeks harga saham
sektoral. Hal ini dimungkinkan karena indeks harga saham sektoral dihitung berdasarkan
besar nilai transaksi rata-rata saham dalam sector tersebut.
Volume transaksi dalam satu sector dihitung dari jumlah setiap saham dalam sector
tersebut yang ditransaksikan. Dengan demikian semakin banyak perusahaan yang
mengumumkan pembagian deviden menyebabkan indeks harga saham sectoral akan berubah
semakin besar.
Penelitian Gantyowati, Evi dan Sulistiyani, Yayuk (2008), Hashemijoo dan Ardekani
(2012), Khoiruddin dan Rochfa Faizati, Evy (2014) menyimpulkan bahwa pengumuman
harga saham memiliki nilai informasi, sehingga mempengaruhi perubahan harga saham.
Bertolak belakang dengan penelitian tersebut, 
Download