universitas indonesia optimalisasi bermain terapeutik pada anak

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI BERMAIN TERAPEUTIK PADA ANAK DENGAN
NYERI PASKA BEDAH MELALUI PENDEKATAN MODEL
KONSERVASI LEVINE
KARYA ILMIAH AKHIR
SITI NURHAYATI
NPM 1306346260
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2016
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI BERMAIN TERAPEUTIK PADA ANAK DENGAN
NYERI PASKA BEDAH MELALUI PENDEKATAN MODEL
KONSERVASI LEVINE
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Anak
SITI NURHAYATI
NPM 1306346260
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2016
ii
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penulisan
Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk
mendapatkan gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak. KIA yang berjudul
Optimalisasi Bermain Terapeutik pada Anak dengan Nyeri Paska Bedah Melalui
Pendekatan Model Konservasi Levine, dibuat untuk mendeskripsikan pengalaman
praktik penulis selama residensi.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini bukanlah
proses yang mudah, namun dengan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak pada akhirnya dapat diselesaikan juga. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Nani Nurhaeni, SKp, MN sebagai Supervisor Utama yang telah
memberikan bimbingan dan meluangkan waktu untuk memberikan masukan
yang sangat bermanfaat serta motivasi dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini.
2. Siti Chodidjah, SKp, MN sebagai Supervisor yang telah memberikan banyak
bimbingan, masukan serta semangat selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini
3. Fauziah Rudhiati, Ns. SpKep.An sebagai penguji Kolegium
4. dr. Iskandar R. Budianto, SpB. SpBA sebagai penguji dari lahan praktik
5. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Dr. Novy Helena, C.D, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Yeni Rustina, SKp., M.App.,Sc., Ph.D. sebagai Pembimbing Akademik yang
tak henti mengingatkan dan memotivasi.
8. Seluruh staf pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmunya, serta staf akademik
dan administrasi yang membantu selama proses pendidikan.
v
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
9. Pihak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, terutama Ibu Ns. Sutini, SKep
selaku Head Nurse; bapak Ns. Sunardi, SKep selaku Nurse Officer; serta
rekan sejawat di Ruang BCh yang telah memberikan kesempatan dan
kerjasamanya selama penulis menjalani praktik Residensi I dan II.
10. Suami tercinta, Ekkyserro dan anak-anakku yang luar biasa, Azizah, Azizi,
dan Aziz yang selalu menemani, menyemangati serta keluarga besar yang tak
henti mendoakan.
11. Teman-teman seperjuangan Peminatan Keperawatan Anak angkatan 2013
yang selalu memberi semangat, khususnya Teh Lita, teman seiring
sepenanggungan sepanjang jalan residensi.
12. Lucia Firsty, P.K., M.Kes dan rekan-rekan di Akademi Keperawatan Pasar
Rebo yang selalu berusaha memahami dan memberikan dorongan.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan KIA ini
Akhir kata, semoga Allah SWT memberi limpahan anugerah atas segala
dukungan dan kebaikan yang diberikan semua pihak yang telah membantu.
Penulis berharap semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan pada umumnya, terutama Keperawatan
Anak.
Depok, Juni 2016
Penulis
vi
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Siti Nurhayati
: Ners Spesialis Keperawatan Anak
: Optimalisasi Bermain Terapeutik pada Anak dengan Nyeri
Paska Bedah Melalui Pendekatan Model Konservasi Levine
Kasus pembedahan pada anak cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Nyeri paska bedah merupakan pengalaman traumatik yang memerlukan
penatalaksanaan farmakologis dan nonfarmakologis. Karya Ilmiah Akhir ini
bertujuan untuk memberikan gambaran manajemen nyeri secara nonfarmakologis
dalam bentuk bermain terapeutik, sebagai tata laksana nyeri paska bedah dengan
pendekatan model Konservasi Levine. Asuhan keperawatan pada lima kasus
terpilih yang diuraikan dalam karya ilmiah ini mengalami masalah nyeri paska
bedah. Trophicognosis nyeri ditegakkan berdasarkan pengkajian yang meliputi:
konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial.
Anak yang mendapatkan permainan terapeutik mampu mencapai penurunan nyeri
dan proses adaptasi lebih cepat. Tatalaksana bermain terapeutik memerlukan
kerjasama antar tim pemberi layanan kesehatan.
Kata kunci: bermain terapeutik, Model Konservasi Levine, nyeri paska bedah
viii
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
ABSTRACT
Nama
Study Programme
Title
: Siti Nurhayati
: Pediatric Nurse Specialist
: Therapeutic Play Optimalization in Pediatric Post
Operative Pain with Levine’s Conservation Model
Approach
Surgery still remains in a great number among children each year. Post operative
pain is a traumatic experience that become general problem among children with
surgery. Pain treatment, including farmakologic and nonfarmakologic
management is needed. The aim of this study is to provide an overview of
therapeutic play as a nonfarmakologic management of post operative pain with
Levine’s Conservation Model approach. There were five managed cases that
discussed in this study, and all of those experiencing post operative pain
problems. The trophicognosis of pain, based on assessment incuding: energy
conservation, structural, personal and social integrity. Children with therapeutic
play showed decreased of pain and adaptation faster. Therapeutic play as therapy
need a good cooperation among health care providers.
Keywords: Levine’s Conservation Model, post operative pain, therapeutic play
ix
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 4
1.3 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 6
2.1 Gambaran Kasus .............................................................................................. 6
2.2 Konsep Anak dengan Prosedur Pembedahan .................................................. 11
2.3 Konsep Nyeri pada Anak dengan Prosedur Pembedahan ............................... 12
2.4 Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan ................................ 18
2.5 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih .......................................... 27
3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ......................................................................... 36
3.1 Pencapaian Kontrak Belajar ............................................................................ 36
3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak ......................................... 37
3.3 Implementasi Evidence Based Nursing Practice ........................................... 37
4. PEMBAHASAN ................................................................................................... 45
4.1 Penerapan Model dalam Asuhan Keperawatan Anak ...................................... 45
4.2 Kelebihan dan Keterbatasan Model dalam Penerapan .................................... 51
5. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 53
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 53
5.2 Saran ................................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA
x
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Format Pengkajian
Proyek Inovasi
xi
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Teknik Distraksi Berdasarkan Usia
Trophicognosis pada anak AD
Hypotheses pada anak AD
Intervensi pada anak AD
Evaluasi pada anak AD
xii
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap individu manusia akan mengawali kehidupannya dari seorang anak.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak
sebagai generasi penerus bangsa membutuhkan kesempatan seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun
sosial, dan berakhlak mulia, serta perlindungan untuk mewujudkan
kesejahteraan anak.
Sepanjang periode kehidupan tumbuh kembangnya yang dinamis, anak akan
selalu berada dalam rentang sehat sakit. Banyak faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak pada rentang tersebut: keturunan,
neuroendokrin, nutrisi, hubungan antar perseorangan, tingkat sosial ekonomi,
dan penyakit (Wong, 2009).
Anak yang mengalami penyakit keganasan, cedera, atau lahir dengan kelainan
kongenital, dan penyakit akut lain akan mengalami gangguan fungsi organ
serta akan mempengaruhi keberlangsungan hidup anak. Pada kondisi tersebut
seringkali diperlukan tindakan pembedahan sebagai pilihan yang tidak dapat
dihindari (Bowden & Greenberg, 2010). Pelaksanaan tindakan pembedahan
pada anak memerlukan pengetahuan khusus terkait patofisiologi, pelayanan
perawatan anak, kemampuan mengidentifikasi dan menangani akibat lanjut,
serta perawatan pendukung sebagai alternatif solusi bagi keluarga. Isu penting
berkaitan dengan perawatan terhadap pembedahan pada anak meliputi
stabilisasi kardiovaskuler, termoregulasi, manajemen cairan dan elektrolit
pemberian obat, perawatan luka, dan nutrisi pendukung (American Surgical
Nurses Association, 2008).
1
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
2
Pembedahan pada anak dapat dilakukan secara terencana (elective) maupun
bersifat darurat (emergency) sebagai akibat adanya trauma (Kozier, Berman
& Snyder, 2012). Sekitar lima juta lebih anak di Amerika tiap tahunnya
dilaporkan harus menjalani pembedahan, 50 % diantaranya menunjukkan
perubahan perilaku yang signifikan (seperti perubahan nafsu makan dan
gangguan tidur) serta peningkatan kecemasan sebelum pembedahan. Dampak
dari munculnya kecemasan ini akan memperpanjang waktu anestesi,
meningkatkan nyeri paska operasi (Kain, Mayes, Cadwell, Karas, McClain,
2006). Di Indonesia sendiri, berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan
bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan
persentase 12,8% (Kemenkes, 2010).
Pada paska operasi, mayoritas anak mengalami nyeri sedang sampai berat
(Baratee, Dabirian, Yoldashkhan, Zaree, & Rasouli, 2011). Untuk itu
diperlukan pereda nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun
nonfarmakologis. Salah satu bentuk terapi nonfarmakologis yang dapat
dilakukan adalah bermain terapeutik. Permainan terapeutik adalah permainan
yang dilakukan dengan maksud untuk mengurangi
ketakutan
dan
ketidaknyamanan yang dihadapi anak selama pengalaman dirawat, yang
biasanya dilakukan oleh perawat (Hockenberry & Wilson, 2012).
Koller (2008), mengatakan bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif
terhadap berlangsungnya perkembangan normal selama anak berespon efektif
terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman dirawat di rumah sakit. Tujuan
bermain terapeutik adalah mencapai psycological and behavioral outcomes
(mengurangi kecemasan, homesick, meningkatkan perkembangan kognitif)
dan physiological outcomes (mengurangi respon fisik seperti peningkatan
tekanan darah, nadi, tangan berkeringat (palmar sweating), dan gerak
berlebih). Dengan demikian anak diharapkan akan mampu menyimpan energi
untuk proses pemulihan yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
3
Menurut Ball, Bindler dan Cowen (2010), tujuan bermain terapeutik yaitu
untuk membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan anak dan
membantu menghadapi prosedur atau tindakan terapi sehingga dapat
menurunkan ketegangan anak setelah tindakan tersebut. Adapun jenis
permainan yang disarankan adalah permainan yang bisa dinikmati anak diatas
tempat tidur, karena dalam perawatan paska bedah biasanya anak mengalami
pembatasan aktivitas hingga hari ketiga. Angka/huruf bermagnet diatas
papan, boneka jari/tangan, menggambar/mewarnai adalah contoh permainan
yang dapat diberikan (St.Louis Children Hospital, 2014).
Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong, Kwok dan Lee (2014), menunjukkan
bahwa orangtua dari anak yang menerima bermain terapeutik menyatakan
merasa lebih nyaman. Hasil ini menunjukkan bahwa keluarga juga merasakan
berbagai stresor saat dihadapkan pada tindakan pembedahan anak. Menanti
jadwal pembedahan dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada anak
dan keluarga yang kemudian akan dihubungkan dengan rasa nyeri,
kemungkinan kecacatan, ketergantungan pada orang lain, serta kemungkinan
mengalami kematian (Potter & Perry, 2012). Selain pembedahan,
hospitalisasi itu sendiri dapat menjadi masalah tersendiri bagi anak dan
keluarga. Oleh karenanya diperlukan pendekatan atraumatic care untuk
mengurangi efek tersebut.
Atraumatic care merupakan pemberian asuhan terapeutik melalui intervensi
yang meniadakan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami
anak dan keluarga (Wong et al., 2009). Adapun tiga prinsip dalam atraumatic
care yaitu mencegah perpisahan anak dari keluarga, mendorong munculnya
perasaan kontrol serta mencegah atau meminimalkan cedera atau nyeri.
Keberadaan keluarga merupakan hal yang mutlak bagi anak karena anak tidak
dapat dipisahkan darinya. Keterlibatan keluarga dalam perawatan anak adalah
penting
dalam
konsep
familiy
centered
care
(FCC)
dengan
mempertimbangkan bahwa keluarga adalah orang terdekat yang paling
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
4
memahami kondisi anak serat menjadi support utama dalam mengurangi
trauma anak (Hockenberry & Wilson, 2009).
Manajemen nyeri pada anak dilakukan sebagai upaya mendapatkan
konservasi: energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas
sosial. Konservasi energi didapatkan salah satunya melalui bermain terapeutik
dengan menyimpan energi serta mengurangi penggunaan energi yang tidak
perlu seperti menangis, gerak berlebih dan perubahan tanda vital
(meningkatnya nadi, tekanan darah) . Konservasi integritas struktural
diperoleh dengan mempertahankan fungsi organ tubuh secara optimal.
Konservasi integritas personal dicapai dengan memberikan rasa aman dan
nyaman termasuk bebas dari nyeri. Konservasi integritas sosial dicapai
dengan memberikan informasi kepada orangtua terkait tindakan yang dapat
menimbulkan nyeri pada anak beserta cara mengatasinya.
Penulis memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan model
konservasi Levine. Perawat dan tim kesehatan membantu anak agar dapat
menyimpan energi semaksimal mungkin paska operasi sehingga proses
pemulihan dapat berjalan dengan baik. Asuhan keperawatan dilakukan
dengan memberikan lingkungan yang kondusif, memfasilitasi tercapainya
adaptasi yang optimal pada anak paska operasi serta mengupayakan stabilitas
keluarga. Peran perawat dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan
mempertahankan keutuhan menggunakan prinsip konservasi energi, integritas
struktural, integritas personal dan sosial.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan umum
Memberikan
gambaran
praktik
residensi
Program
Spesialis
Keperawatan Anak FIK UI dengan mengaplikasikan Teori Model
Konservasi pada anak paska bedah di Ruang rawat bedah anak RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
5
1.2.2. Tujuan khusus
1.2.2.1. Memberikan gambaran aplikasi teori keperawatan model
konservasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada
kasus kelolaan.
1.2.2.2. Memberikan gambaran tentang analisis kasus dengan
menggunakan berbagai teori dan hasil penelitian.
1.2.2.3. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan Evidence
Based Nursing (EBN).
1.2.2.4. Memberikan gambaran proses pencapaian kompetensi dalam
praktik klinik spesialis keperawatan anak dan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional dengan
memperhatikan aspek etik dan legal dalam keperawatan.
1.3.
Sistematika Penulisan
Karya Ilmiah Akhir ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab 1, merupakan
Pendahuluan yang membahas latar belakang, tujuan, dan sistematika
penulisan karya ilmiah akhir ini. Bab 2 menguraikan aplikasi teori
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak paska
operasi yang mengalami masalah kenyamanan, meliputi uraian gambaran
kasus, tinjauan teori, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses
asuhan keperawatan serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih.
Bab 3 menguraikan tentang pencapaian kompetensi praktik residensi
keperawatan anak dan peran perawat anak dalam pemberian asuhan
keperawatan. Bab 4 memaparkan tentang analisis penerapan teori
Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak paska operasi
dengan masalah kenyamanan dan pencapaian target kompetensi. Bab 5
terdiri atas kesimpulan dan saran.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
6
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN
KEPERAWATAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran kasus yang dikelola selama praktik
residensi yang berhubungan dengan area masalah yang dipilih sebagai penerapan
teori keperawatan, tinjauan teoritis dengan kasus, integrasi teori dan konsep
keperawatan dalam proses keperawatan, serta aplikasi teori keperawatan pada
kasus terpilih.
2.1. Gambaran Kasus
Kasus 1
An. Y (1 tahun 5 bulan) dibawa oleh orangtua untuk potong stump sesuai
dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Kondisi saat ini BAB lancar,
flatus ada, mual muntah tidak ada. Pengkajian dilakukan pada 16 Februari
2016. Konservasi energi: BB 11 kg, TB 75 cm, terlihat agak rewel dan
lemas karena masih puasa. An.Y terbaring lemah, FLACC scale: 3.
Konservasi integritas struktur: kesadaran compos mentis, suhu 370C,
frekuensi nadi 105 x/mnt, RR 40 x/mnt, mukosa bibir lembab, turgor kulit
elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk. Konservasi integritas
personal: pasien sejak lahir tinggal bersama kedua orangtuanya yang selalu
menjaganya dan pasien merupakan anak pertama. Konservasi integritas
sosial: pasien selalu ditunggui oleh ibunya dan terkadang bersama ayahnya,
an.Y masih rewel serta malas berinteraksi. Keluarga berharap agar an.Y
segera pulih dan normal seperti anak lainnya. Trophicognosis yang
ditegakkan: risiko devisit volume cairan, risiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, dan potensial komplikasi infeksi.
Intervensi yang telah dilakukan antara lain: memonitor perubahan status
hidrasi, mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan
status cairan, mengobservasi adanya
mual dan muntah, memonitor
perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, kondisi konjunctiva, pucat
6
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
7
serta keadekuatan asupan mengobservasi tanda skala nyeri, mempertahankan
posisi yang nyaman buat anak, memonitoring adanya tanda infeksi ditempat
insisi, melakukan perawatan pada perianal bersama ibu. Evaluasi yang
dilakukan pada tanggal 22 Februari 2016 didapatkan: devisit volume cairan
tidak terjadi, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh tidak
terjadi, nyeri teratasi, dan infeksi tidak terjadi.
Kasus 2
Anak RA (8 bulan), dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus
(operasi PSARP tanggal 23 Februari 2016). Orangtua mengatakan bahwa
klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang
vagina (Atresia ani fistel rectovestibular). Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada
tanggal 13 Agustus 2015.
Pengkajian tanggal 24 Februari 2016 jam 09.00: Konservasi energi: BB 6,8 kg,
TB 64 cm, paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (FLACC
Scale) 4. Makan bubur/tim habis 1 porsi, minum bertahap. Konservasi
integritas struktur: frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 36 x/mnt, suara napas
ronchi, batuk sesekali. Konservasi integritas personal Klien tinggal bersama
kedua orangtuanya, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Anak
menjadi lebih rewel, sering menangis dan tidak mau berinteraksi dengan
orang lain. Konservasi integritas sosial: klien selalu ditunggui oleh ibunya
dan terkadang bersama ayahnya. Paska operasi ibu dan ayah an.RA
menggendong bergantian karena anak rewel. Orangtua menanyakan cara
perawatannya supaya berhasil. Trophicognosis yang ditemukan: bersihan
jalan napas tidak efektif, risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
nyeri, kerusakan integritas kulit, potensial komplikasi infeksi, dan kurang
pengetahuan.
Intervensi yang dilakukan: mengkaji suara napas dan
frekuensi napas,
memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi status cairan, mengobservasi
skala nyeri, memberikan teknik distraksi, memonitor tanda infeksi,
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
8
mengedukasi keluarga cara merawat anak dengan paska PSARP. Hasil
evaluasi tanggal 29 Februari 2016: bersihan jalan napas kembali efektif,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan
integritas kulit belum teratasi, infeksi tidak terjadi, dan kurang pengetahuan
teratasi.
Kasus 3
An. AA (3 tahun), dibawa untuk mengobati benjolan yang ada dilipat paha
kirinya (hingga labia kiri) yang muncul sejak sebulan sebelumnya (hernia
inguinalis reponibilis sinistra). Benjolan nampak hilang timbul dan tidak ada
keluhan lain. Klien menjalani laparoskopi herniotomy tanggal 2 Maret 2016.
Pengkajian tanggal 3 Maret 2016 jam 09.00; Konservasi energi: BB 12 kg,
TB 84 cm, klien tampak aktif dan mudah tersenyum bila diajak bicara dengan
siapapun. Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (VAS) 34. Paska operasi minum dan diet bebas bertahap. Konservasi integritas
struktur: kesadaran compos mentis, suhu 36,60C, frekuensi nadi 110 x/mnt,
RR 24 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit elastis, bising usus
normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas vesikuler, bunyi jantung
normal (S1-S2).Konservasi integritas personal: klien sejak lahir tinggal
bersama kedua orangtuanya yang selalu menjaganya dan klien merupakan
anak tunggal. Konservasi integritas sosial: Saat pengkajian klien selalu
ditunggui oleh ibunya dan terkadang bersama ayahnya. Keluarga berharap
agar an. AA segera pulih dan bisa normal seperti anak lainnya. Paska operasi
an. AA lebih sering terlihat digendong ibunya karena rewel. Trophicognosis
yang ditegakkan: risiko devisit volume cairan, nyeri akut, kerusakan
integritas kulit dan potensial komplikasi infeksi.
Intervensi yang dilakukan antara lain: memonitor perubahan status hidrasi
dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh, menjaga kebersihan
kulit terutama area luka dari kontaminasi urin dan feses, mengobservasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, melakukan bermain terapeutik,
memonitor tanda infeksi. Hasil evaluasi tanggal 7 Maret 2016: devisit volume
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
9
cairan tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan integritas kulit belum teratasi,
dan infeksi tidak terjadi.
Kasus 4
An. SZ (9 tahun 3 bulan) dibawa ke UGD RSCM karena patah tangan
kanannya akibat terjatuh dari saat bermain ayunan yang didorong kencang,
tangan kanan atas terdapat luka terbuka dan setelah itu terasa nyeri (3 jam
SMRS). Klien dibawa ke RSUPP Persahabatan, dirujuk ke RSCM untuk
selanjutnya dilakukan operasi dengan diagnosis open supracondyler fracture
of the right elbow. Klien dipasang ORIF dengan K-wire. Paska operasi klien
dibawa ke ruang BCh (4 April 2016 jam 17.00). Pengkajian (5 April 2016)
jam 08.30 : Konservasi energi: BB 22 kg, TB 135 cm, wajah klien tampak
kurang rileks, sesekali terlihat meringis, kurang minat terhadap sekitarnya.
Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (VAS/FACES) 2-3.
Makan bubur/tim habis 1/2 porsi, minum bertahap. Konservasi integritas
struktur: frekuensi nadi 110 x/mnt reguler, tampak sakit sedang. Tangan
kanan atas terlihat luka fraktur terbalut verban, tidak ada rembesan. Jari
tengah, manis dan kelingking kanan sedikit dapat digerakkan dan terasa kaku,
nyeri. Konservasi integritas personal: klien diasuh orangtua, merupakan
anak kedua dari 3 bersaudara. Konservasi integritas sosial: saat pengkajian
klien selalu ditunggui oleh ayahnya. orangtua berharap agar an. SZ segera
pulih dan bisa kembali normal seperti anak lainnya. Trophicognosis yang
ditegakkan: nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, risiko cedera (kontraktur)
dan potensial komplikasi infeksi.
Intervensi yang dilakukan antara lain: melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, mengajarkan teknik napas dalam, memonitor tanda vital,
mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi, memonitor tanda dan gejala
infeksi. Hasil evaluasi tanggal 8 April 2016: nyeri teratasi, hambatan
mobilitas fisik teratasi, cedera tidak terjadi, dan infeksi tidak terjadi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
10
Kasus 5
An. AD (4 bulan) dirawat dengan keluhan utama BAB berdarah sejak 1 hari
SMRS. Dua hari SMRS klien muntah-muntah (> 5x sehari) dengan isi ASI,
kembung, dengan jumlah yang tidak bisa diprediksi ibu. Sejak kemarin BAB
yang awalnya berwarna coklat berubah menjadi merah dengan lendir kental.
Saat periksa di klinik disarankan diperiksa di RS Cikini dan dikatakan
“pelipatan usus” lalu dirujuk ke RSCM dan dilakukan operasi laparotomi
release invaginasi reseksi anastomosis ileotransversum. Pasien masuk ke
BCH setelah transit dari PICU paska operasi. Pengkajian (12 April 2016)
diketahui : Konservasi energi: BB 6,5 kg, PB 68 cm, klien tampak gelisah
dengan skala nyeri (FLACC Scale) 4 status diet puasa, KU sakit sedang.
Konservasi integritas struktur: suhu 37,90C, frekuensi nadi 136 x/mnt, RR
34 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit kurang elastis. Konservasi
integritas personal: klien diasuh orangtua langsung, merupakan anak kedua
dari dua bersaudara (beda ayah dengan kakaknya). Konservasi integritas
sosial: klien selalu ditunggui oleh ibunya, ayah hanya datang sesekali karena
harus bekerja. Trophicognosis yang ditemukan: ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
nyeri, kerusakan integritas kulit dan potensial komplikasi infeksi
Intervensi
yang dilaksanakan:
memonitor
perubahan
status
hidrasi,
mengobservasi status cairan dan nutrisi, mengobservasi adanya mual dan
muntah, mengobservasi tanda skala nyeri, mempertahankan posisi nyaman,
memonitoring adanya tanda infeksi ditempat insisi, memberikan pakaian
yang longgar dan menjaga kebersihan kulit. Evaluasi (15 April 2016)
didapatkan: devisit volume cairan tidak terjadi, ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan integeritas
kulit belum teratasi dan infeksi tidak terjadi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
11
2.2. Tinjauan Teori
2.2.1. Pembedahan pada Anak
Pembedahan adalah bagian dari tatalaksana medis untuk menangani
kondisi sulit atau yang tidak mungkin dipulihkan hanya dengan
pemberian obat-obatan. Australian College of Operating Room Nurses
Standards (2006) dalam Shields (2010) mendefinisikan: Perioperatif
adalah periode sebelum operasi (praoperasi), selama (intraoperasi),
dan setelah (paska) anestesi, pembedahan dan prosedur lain yang
lebih;
Lingkungan
perioperatif:
area
dimana
berlangsungnya
pemberian anestesi, pembedahan, atau prosedur lain yang diperlukan;
dan Perawat perioperatif: perawat yang memberikan asuhan kepada
klien
selama
periode
perioperatif.
Keperawatan
perioperasi
berlandaskan proses keperawatan dan perawatan perlu menetapkan
strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama periode
perioperasi sehingga pasien mendapatkan kemudahan sejak datang
sampai sehat kembali Perawat harus melakukan teknik aseptik dengan
baik, membuat
dokumentasi
lengkap dan
menyeluruh, serta
mengutamakan keselamatan pasien selama fase perioperasi (Potter &
Perry, 2012).
Pembedahan pada anak dapat dilakukan secara terencana (elective)
maupun bersifat darurat (emergency) sebagai akibat adanya trauma
(Berman & Snyder, 2012). Persiapan fisik dan psikologis
yang
diterima anak akan mempengaruhi respon anak terhadap pengalaman
yang mereka jalani. Setiap anak yang akan menjalani pembedahan
memerlukan
persiapan
psikologis
dan
fisik
yang
optimal
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Selain pembedahan, hospitalisasi telah menjadi permasalahan terlebih
dahulu pada anak. Hospitalisasi pada anak memberi dampak adanya
peningkatan perasaan stres dan cemas. Kecenderungan peningkatan
kecemasan sejak periode praoperasi ini dikarenakan keterbatasan
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
12
kognitif dan mekanisme koping anak (Liddle, 2014). Peningkatan
kecemasan ini juga berakibat pada
pemanjangan waktu anestesi,
peningkatan nyeri paska operasi, serta perubahan perilaku seperti
gangguan makan dan tidur (Kain, Z.N. et al., 2006).
2.2.2. Konsep Nyeri pada Anak
Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menginformasikan kepada
otak bahwa sedang atau sedang tejadi kerusakan jaringan dimana
nyeri dipengaruhi oleh memori pengalaman yang akan membantu
manusia menghindari kejadian berbahaya di masa yang akan datang
(Sherwood, 2009). Sedangkan menurut The International Association
for The Study of Pain (1979) dalam James, Nelson & Ashwill (2013)
menyatakan
bahwa
nyeri
adalah
sensori/rasa
yang
tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan baik yang sifatnya aktual maupun potensial.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
nyeri adalah sensasi rasa yang tidak menyenangkan disebabkan oleh
kerusakan jaringan atau injuri aktual atau potensial dimana sifatnya
kompleks, multidimensional dan subjektif serta individual.
The gate control theory (Melzack & Wall, 1965) menjelaskan bahwa
pikiran dan emosi mempengaruhi persepsi nyeri dengan adanya
mekanisme seperti gerbang di area dorsal horn pada spinal cord.
Ketika tidak ada stimulus nyeri, inhibitory neuron mencegah
projection neuron untuk mengirim sinyal ke otak. Maka tidak ada
persepsi nyeri atau dikatakan gerbang tertutup. Ketika stimulus
normal somatosensori (misal: sentuhan & perubahan suhu) diberikan,
dihantarkan serabut saraf besar mengakibatkan inhibitory dan
projection neuron aktif. Namun inhibitory neuron mencegah
projection neuron untuk mengirim sinyal ke otak. Sehingga masih
tidak ada persepsi nyeri atau dikatakan gerbang tertutup. Ketika
nociception (stimulus nyeri) muncul, akan dihantarkan serabut saraf
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
13
kecil dan menyebabkan inhibitory neuron menjadi tidak aktif, sinyal
dari projection neuron diterima otak sehingga gerbang terbuka dan
persepsi nyeri muncul (De Courcy, 2016).
1.
2.
3.
Aspek
Faktor
fisik
Gerbang Terbuka
Cedera (tersayat, jatuh, dll)
Faktor
emosional
Faktor
perilaku
Cemas dan depresi
Sikap akibat cedera,
konsentrasi terhadap sakit/nyeri
Gerbang tertutup
Pemberian analgesik/opioid,
tindakan yang menstimulus
somatosensori
Suasana hati yang baik (good
mood)
Konsentrasi pada hal lain diluar
nyeri
Tabel 3. Faktor yang menyebabkan gerbang terbuka dan tertutup
Gambar 5. Mekanisme teori Gate control
Pembedahan merupakan suatu kejadian yang mengancam dan
menimbulkan stres pada anak (Li, Lopez, & Lee, 2008). Respon anak
terhadap pengalaman tersebut tergantung dari persiapan fisik dan
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
14
psikologis yang mereka dapatkan. Pada paska operasi, mayoritas anak
mengalami nyeri sedang sampai berat (Baratee, F. et al., 2011). Untuk
itu diperlukan pereda nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun
nonfarmakologis.
2.2.3. Penanganan Nyeri
Perawat melakukan manajemen nyeri dimulai dengan mengkaji nyeri,
mencegah terjadinya nyeri, memberikan intervensi berdasarkan
evidence based nursing, edukasi dan intervensi berpusat pada keluarga
(Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Schwartz, 2009). Nyeri
merupakan pengalaman sensorik dan emosional sehingga dibutuhkan
beberapa strategi untuk melakukan pengkajian nyeri.
Perawat dapat melakukan pendekatan menggunakan Question, Use,
Evaluate, Secure, dan Take (QUEST). Question yaitu dengan
menanyakan pada
anak tentang nyeri yang dialami. Use, yaitu
menggunakan skala nyeri yang terpat. Evaluate, evaluasi perubahan
sikap dan fisiologis pada anak. Secure, melibatkan orang tua dan Take
yaitu dengan mempertimbangkan penyebab nyeri dan mengevaluasi
efektifitas intervensi yang sudah dilakukan.
Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat juga sangat diperlukan.
Skala nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi
dimensional (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala unidimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut,
skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala
pengkajian nyeri uni-dimensional ini meliputi: Visual Analog Scale
(VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS),
Wong Baker Pain Rating Scale . VAS dapat digunakan pada anak usia
diatas delapan tahun dan dewasa, Wong Baker Pain Rating Scale
digunakan untuk anak usia diatas tiga tahun. Pada anak dibawah tiga
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
15
tahun atau anak dengan gangguan kognitif dapat digunakan Face,
Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour tool.
Gambar 1. Verbal Rating Scale
Gambar 2. Wong Baker Pain Rating Scale
Gambar 3. Numeric Rating Scale
Gambar 4. FLACC Scale
Penanganan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan analgesik
non opioid, opioid dan terapi ajuvan. Analgesik non opioid seperti
Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara menghambat
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
16
enzim
siklooksigenase,
sehingga
mengganggu
konversi
asam
arakhidonat menjadi prostaglandin yang merupakan mediator nyeri.
Obat ini umumnya bekerja di perifer, kecuali parasetamol yang
bekerja di susunan saraf pusat dengan menghambat sintesis
prostaglandin di hipotalamus. Analgesik opioid merupakan pilihan
utama pada nyeri sedang berat. Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid
lemah seperti kodein dan tramadol; sedangkan opioid kuat yaitu
morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid sedapat mungkin
diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya diberikan secara rutin agar
tercapai kadar opioid plasma yang stabil. Opioid tidak memiliki
standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya
dititrasi sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien. Terapi ajuvan
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu obat yang bekerja sebagai
ko-analgesik
(meningkatkan kerja
analgesik) dan obat
yang
mengurangi efek samping atau toksisitas analgesik. Obat koanalgesik,
mencakup
antikonvulsan
(seperti
anti
depresan
karbamazepin
(seperti
dan
amitriptilin),
diazepam),
dan
kortikosteroid.
Manajemen nyeri nonfarmakologis didasari pada pemikiran bahwa
nyeri sering dihubungkan dengan ketakutan, cemas dan stres (Kain,
Mayers, Caldwell Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, &
Wilson, 2009). Beberapa manajemen nyeri nonfarmakologis bertujuan
untuk menciptakan strategi koping yang dapat menurunkan persepsi
nyeri, membuat nyeri lebih ditoleransi, mengurangi kecemasan dan
meningkatkan keefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang
dibutuhkan. Contoh teknik yang termasuk di dalam manajemen ini
adalah: distraksi, relaksasi, guided imaginary dan bermain terapeutik.
Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu mengalihkan
pikiran anak terhadap sesuatu yang menyakitkan. Pada bayi, distraksi
dapat dilakukan dengan cara menyentuh dan mengayun. Pada anak-
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
17
anak dapat dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau
melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak.
Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan orang tua dan
anak untuk mengidentifikasi distraktor yang paling kuat. Libatkan
anak dalam permainan, minta anak menarik napas dalam dan
menghembuskannya sampai diberi tahu untuk berhenti, dapat juga
dengan meminta anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan
“aduh”, humor dapat digunakan selama distraksi (Wong, et al., 2009).
Tabel.1 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia
No
1.
2.
3.
4.
Usia
0-2
tahun
2-4
tahun
4-6
tahun
6-11
tahun
Metode
Menyentuh, menepuk-nepuk, musik, mengayunayun
Bermain boneka, buku cerita, meniup balon
Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka, televisi,
melakukan aktivitas yang disukai anak
Musik, relaksasi napas dalam, humor, televisi,
imajinasi terbimbing
Sumber: Tomlinson & Kline, (2010)
Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan stres dan nyeri
pada anak. Hasil penelitian menunjukkan terapi musik dapat
menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan
ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen,
Nillson, Hellstrom, & Bengston, 2010).
Relaksasi juga dapat menurunkan nyeri pada anak. Pada bayi atau
anak kecil relaksasi dapat dilakukan dengan menggendong anak
dengan posisi tertopang dengan baik dan nyaman, timang dan ulangi
satu atau dua kata seperti: “ibu disini”. Pada anak yang lebih besar
dapat dilakukan dengan meminta anak untuk menarik napas dalam
dan menghembuskan perlahan, lemas seperti boneka kain, kemudian
mulai relaksasi otot progresif mulai dari ibu jari sampai ke seluruh
tubuh, jika sulit, instruksikan anak untuk menegangkan atau
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
18
mengencangkan setiap bagian tubuh kemudian merilekskannya.
Biarkan mata anak tetap terbuka agar anak mampu berespon lebih
baik.
Permainan terapeutik adalah permainan yang dilakukan dengan
maksud untuk mengurangi ketakutan dan ketidaknyamanan yang
dihadapi anak selama pengalaman dirawat, yang biasanya dilakukan
oleh perawat (Hockenberry & Wilson, 2009). Liddle (2014),
menambahkan bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif
terhadap berlangsungnya perkembangan normal selama anak berespon
efektif terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman dirawat di
rumah sakit. Menurut Ball, Bindler dan Cowen (2010), tujuan bermain
terapeutik yaitu untuk membantu perawat memahami dengan baik
kebutuhan anak dan membantu menghadapi prosedur atau tindakan
terapi sehingga dapat menurunkan ketegangan anak setelah tindakan
tersebut. Perawat menggunakan bermain terapeutik sebagai strategi
perawatan untuk anak dengan hospitalisasi, khususnya dalam tiga area
kegiatan
rutin,
pembedahan,
seperti
prosedur
mempersiapkan
invasif
dan
anak
prosedur
dalam
lainnya
proses
yang
menimbulkan nyeri atau perasaan tidak nyaman.
2.3. Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan
2.3.1 Model Konservasi Myra E. Levine
Dasar dan Asumsi Model Konservasi Levine memiliki tiga konsep
utama, yaitu: wholeness (holism), adaptation, dan conservation.
Praktik keperawatan dengan model dan prinsip konservasi berfokus
pada konservasi energi pasien untuk mencapai kesehatan dan
pemulihan (Levine, 1991 dalam Tomey & Alligood, 2009).
Intervensi
yang
dilakukan
didasarkan
pada
prinsip-prinsip
konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur,
konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
19
Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga keutuhan klien dan
mempromosikan adaptasi.
Wholeness merupakan sistem terbuka, bagian dari individu yang
menunjukkan responnya dalam sebuah kesatuan/keutuhan untuk
menghadapi
perubahan-perubahan
dilingkungannya.
Adaptasi
merupakan sebuah proses yang dilakukan individu dalam rangka
menjaga integritas kehidupannya dengan cara mensinkronkan
lingkungan internal dengan lingkungan eksternalnya dengan
mempertimbangkan pola dan kemampuan adaptasi tiap individu.
Kemampuan ini berbeda-beda menurut waktu (Historicity) yang
dilatarbelakangi pengalaman masa lalu dari segi personal dan
genetik, karakter individu (Specificity) dimana tiap individu
memiliki pola stimulus respon yang unik dan spesifik dalam
keseharian aktivitas hidupnya, dan tingkat kemampuan adaptasi
(Redundancy) dalam mempertahankan hidup yang ditentukan oleh
usia, penyakit, serta lingkungan.
Konservasi dari conservatio kata Latin, yang berarti "untuk tetap
bersama-sama". Konservasi menggambarkan cara sistem kompleks
dapat terus berfungsi bahkan ketika kondisi sangat mengancam.
Konservasi merupakan produk adaptasi. Melalui konservasi,
individu dapat menghadapi kendala, beradaptasi sesuai keunikan
dan mempertahankan keutuhan mereka.
Levine membagi konservasi menjadi empat prinsip yakni: 1)
konservasi
energi,
bahwa
setiap
individu
memerlukan
keseimbangan energi baru yang tetap untuk melangsungkan
aktivitas hidupnya. Contoh konservasi energi seperti istirahat yang
cukup, aktivitas olahraga, pertukaran udara dan mengkonsumsi
nutrisi yang adekuat. 2) Konservasi integritas struktural, bahwa
penyembuhan adalah proses perbaikan integritas struktur dan
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
20
fungsi dalam mempertahankan keutuhan diri yang berkaitan
dengan kapasitas organ seperti muskuloskeletal dan imunitas.
Contoh: melatih ROM pasien dan mempertahankan integritas kulit.
3) Konservasi integritas personal yang mencakup harga diri dan
identitas diri. Contoh: menjaga privasi pasien. 4) Konservasi
integritas sosial meliputi anggota keluarga dilibatkan dalam
pemenuhan kebutuhan sosiospiritual individu. Contoh: membantu
individu mempertahankan perannya sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Tomey & Alligood, 2009).
2.3.2
Konsep Sentral Model Keperawatan Levine
Menurut Alligood (2013) paradigma merupakan a conceptual
diagram atau suatu diagram konsep. Konsep dapat diartikan
sebagai suatu ide, gambaran mental, generalisasi yang dibentuk dan
dikembangkan dalam pikiran. Konsep terdiri atas konsep abstrak
dan konkrit. Menurut Fawcett dan Madeya (2013) paradigma
merupakan konsep global yang mengidentifikasi fenomena yang
paling menarik dari disiplin ilmu dan menggambarkan hubungan
antar konsep.
Keperawatan
.Pandangan Levine terhadap keperawatan sebagai bentuk interaksi
dinamis
perawat-pasien
dalam
lingkungannya.
Perawat
bertanggung jawab dalam menjaga integritas individu (bio-psikososio-spiritual) melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi.
Manusia
Levine menjelaskan bahwa manusia adalah individu sebagai
sebuah organisme holistik yang hidup dan memiliki keterikatan erat
dengan lingkungannya. Setiap interaksi hidupnya merupakan
wujud adaptasi guna memenuhi segala keperluan fisik, psikis
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
21
dalam konteks lingkungan alam dan sosialnya (Tomey & Alligood,
2013).
Lingkungan
Levine mendeskripsikan lingkungan menjadi 2 bagian yaitu
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal
adalah kondisi fisiologis dan patofisiologis pasien akibat paparan
lingkungan, contoh riwayat jatuh, masalah pencernaan, dan hasil
pemeriksaan penunjang. Lingkungan eksternal dibagi menjadi 3
bagian yaitu: Perseptual,
adalah aspek lingkungan yang
menangkap dan merespon rangsangan yang didapat dari luar yang
berhubungan dengan penginderaan inividu; dan Operasional adalah
faktor dari lingkungan yang tidak dapat dipersepsikan oleh
penginderaan tubuh seperti mikroorganisme dan radioaktif.
Sedangkan
Konseptual,
adalah
faktor
yang
mempengaruhi
kebiasaan atau perilaku manusia seperti bahasa, sistem nilai, tradisi
dan agama, contoh kebiasaan memberi makanan padat pada anak
sebelum waktunya.
Sehat-sakit
Levine mendefinisikan kesehatan sebagai konsep yang menyeluruh
dan pola adaptif untuk tujuan kesejahteraan. Penyakit merupakan
proses adaptasi individu terhadap sumber lingkungan yang
berbahaya dan sebagai usaha individu untuk melindungi dirinya.
Sebagai contoh jika ada mikroorganisme yang masuk ke dalam
tubuh maka tubuh akan meresponnya dengan terjadinya proses
inflamasi. Perubahan status kesehatan menunjukkan adanya
perubahan fungsi fisiologis (integritas struktural) dan gangguan
pada prinsip konservasi lainnya (Tomey & Alligood, 2009).
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
22
2.3.2
Proses Keperawatan Berdasarkan Model Levine
Model perawatan Levine pada prinsipnya sama dengan elemenelemen proses keperawatan. Menurut Levine, seorang perawat
harus selalu mengobservasi klien, memberikan intervensi yang
tepat sesuai dengan perencanaan dan melakukan evaluasi terhadap
intervensi yang telah diberikan (Alligood, 2013). Dalam model
Levine, klien dipandang dalam posisi ketergantungan, sehingga
klien membutuhkan bantuan dari perawat untuk beradaptasi
terhadap
gangguan
kesehatannya
(Parker,
2010).
Perawat
bertanggung jawab dalam menentukan besarnya kemampuan
partisipasi klien dalam perawatan. Menurut Alligood (2013), proses
keperawatan berdasarkan model Levine dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data dengan wawancara dan
observasi terhadap perubahan yang terjadi pada pasien dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi. Levine menegaskan
pentingnya observasi. Observasi mengharuskan perawat untuk
mengevaluasi kondisi pasien untuk memprediksi perubahan kondisi
pasien di berbagai situasi. Observasi dilakukan secara terus
menerus. Perawat mengamati terhadap respon sakit, membaca
laporan medis, hasil pemeriksaan diagnostik dan berbicara dengan
klien untuk mengetahui kebutuhan mereka yang perlu dibantu.
Perawat menilai perubahan lingkungan internal dan eksternal dari
klien yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai
kesehatan yang secara menyeluruh. Dengan mempertimbangkan
prinsip konservasi, perawat akan menilai perubahan pada beberapa
aspek berikut:
a.
Konservasi energi : keseimbangan antara pengeluaran dan
pasokan energi klien.
b.
Konservasi integritas struktur: sistem pertahanan bagi tubuh
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
23
c.
Konservasi integritas personal: perasaan klien tentang harga
diri, dan kepribadian.
d.
Konservasi integritas sosial: kemampuan seseorang untuk
berpartisipasi dalam sistem sosial (keluarga, masyarakat, dll)
Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai suatu alternatif
diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Levine
adalah memberi arti atau makna data yang telah dikumpulkan
sesuai dengan kondisi pasien. Menyusun data-data yang telah
dikumpulkan, kemudian memberi arti dan melakukan analisa untuk
memutuskan kebutuhan pasien dan intervensi keperawatan
mungkin diperlukan. Mengambil keputusan kebutuhan pasien
disebut sebagai trophicognosis. Menurut Wilkinson dan Ahern
(2012), masalah keperawatan yang dapat terjadi pada pasien yang
menjalani pembedahan antara lain: nyeri, ansietas, gangguan citra
tubuh, kelambatan pemulihan paska bedah, risiko infeksi, intoleran
aktivitas, dan kerusakan integritas kulit.
Hipotesis
Rencana penerapan intervensi keperawatan bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan pasien dan mempromosikan adaptasi
mereka terhadap situasi saat ini. Berdasarkan trophicognosis yang
ditemukan, perawat akan melakukan validasi ke pasien tentang
masalah mereka. Perawat akan membuat hipotesis dari masalah
tersebut dan solusi yang bisa dilakukan, dan selanjutnya akan
menjadi rencana keperawatan.
Intervensi
Perawat akan berpedoman pada hipotesis yang telah dibuat dalam
memberikan perawatan langsung pada pasien. Pada dasarnya
perawat akan menguji hipotesis yang sudah disusun dengan
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
24
memberikan perawatan langsung pada pasien. Intervensi yang
dilakukan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu
konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan
integritas sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga
keutuhan klien dan mempromosikan adaptasi. Nyeri akut akibat
insisi paska bedah biasanya merupakan masalah kolaborasi yang
ditangani, terutama dengan memberikan analgesik narkotik.
Sedangkan
mengajarkan
untuk
pasien
intervensi
membelat
keperawatan
area
insisi
mandiri
saat
seperti
bergerak,
mengajarkan teknik distraksi (misal dengan bermain terapeutik)
serta manajemen nyeri lainnya (Wilkinson & Ahern, 2012).
Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian respon klien terhadap intervensi
yang diberikan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon klien
apakah mendukung atau tidak hipotesis yang sudah dibuat. Hasil
evaluasi dapat berupa supportif (memberikan kenyamanan untuk
klien) dan terapeutik (meningkatkan pemahaman klien tentang
kesehatan).
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
25
Gambar 2.2 Model Konservasi Levine
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
26
Skema 2.1
Integrasi Teori Model Konservasi Levine pada Proses Keperawatan Anak dengan Nyeri Paska Bedah
Proses Asuhan
Keperawatan
Anak
Hospitalisasi
Prosedur Pembedahan
Adaptasi anak dan keluarga
Wholeness/Integrity: konservasi
energi, integritas struktural,
integritas personal, integritas sosial
Faktor yang mempengaruhi
sistem keluarga (Tindakan
diagnostik dan terapeutik,
perpisahan, stimulus
lingkungan)
Pengkajian/Assessment
Nyeri Akut
Diagnosa
Keperawatan/judgement/
Trophicognosis
Manajemen nyeri
nonfarmakologis:
bermain terapeutik
Rencana
Intervensi/Hypothesis
Evaluasi/Organismic
Responses
Implementasi/Intervensi/N
ursing intervention
(Modifikasi dari: Tomey & Alligood, 2006; Mefford & Alligood, 2011)
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
26
27
2.4. Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih
2.4.1. Pengkajian (Assessment)
An. AD (4 bulan) dibawa oleh ibunya dengan keluhan utama BAB
berdarah sejak 1 hari SMRS. Dua hari SMRS klien muntah-muntah
dengan isi ASI (klien mendapat ASI eksklusif). Kembung dan muntah
terjadi tiap kali klien diberi ASI dengan frekuensi > 5x sehari, dengan
jumlah yang tidak bisa diprediksi ibu. Sejak kemarin BAB yang
awalnya berwarna coklat berubah menjadi merah dengan lendir kental.
Saat periksa di klinik disarankan diperiksa di RS Cikini dan dikatakan
“pelipatan usus” lalu dirujuk ke RSCM. Setelah dilakukan pemeriksaan
lanjutan klien dilakukan operasi laparotomi release invaginasi reseksi
anastomosis ileotransversum. Pasien masuk ke BCH setelah transit dari
PICU paska operasi. Klien mendapat terapi Parasetamol 3x100 mg (k/p),
Cefotaxime 3x200 mg, Metronidazole 3x50 mg, dan IVFD rumatan D10 15
ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam.
Pengkajian riwayat sebelumnya: klien tidak pernah dirawat sebelumnya,
tidak ada penyakit serius atau riwayat alergi. Selama kehamilan dan kelahiran
ibu melakukan ANC teratur, tidak ada masalah selama hamil dan minum
suplemen yang diberikan. Klien lahir matur (39 mgg), spontan tanpa induksi,
dengan BBL 3100 gr, PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak
mengalami masalah serius. Demikian pula dengan pertumbuhan dan
perkembangannya, An. AD
sudah mulai tengkurap (sesuai usia), sudah
diberikan imunisasi sesuai program (Polio, DTP 2, Hep.B 2, BCG).
Hasil pengkajian konservasi: Konservasi energi: BB 6,5 kg, PB 68 cm,
klien tampak gelisah dengan skala nyeri (FLACC Scale) status diet
puasa, keadaan umum sakit sedang. Konservasi integritas struktur:
kesadaran compos mentis, suhu 37,90C, frekuensi nadi 136 x/mnt, RR 34
x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit kurang elastis, bising usus
normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas vesikuler. Konservasi
integritas personal: klien sejak lahir tinggal bersama kedua orangtuanya
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
28
yang selalu menjaganya dan klien merupakan anak kedua dari dua
bersaudara (beda ayah dengan kakaknya). Konservasi integritas sosial:
saat pengkajian klien selalu ditunggui oleh ibunya, ayah hanya datang
sesekali karena harus bekerja. Keluarga berharap agar an. AD segera
seperti semula. Pengkajian lingkungan: internal : Abdomen terdapat
bekas luka operasi, terpasang NGT dengan produksi hijau pekat;
eksternal: saat ini an. AD dirawat di BCH di ruang observasi. Hasil
pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit: Hb: 9,82 gr/dl ; Ht 30,9 % ;
Leukosit 13.200 ; Trombosit 460.000, Na: : 134 meq/dl, K: 3,3 meq/dl ; GDS:
135 mg/dl
2.4.2. Diagnosa Keperawatan (Trophicognosis)
Dari pengkajian yang telah dilakukan ditemukan trophicognosis seperti
pada tabel berikut:
Tabel 2.2. Trophicognosis pada anak AD
No
Konservasi
1
Energi
Data
suhu 37,90C, frekuensi nadi 136
x/mnt, mukosa bibir agak kering,
turgor kulit kurang elastis, Ht
30,9%
Trophicognosis
Devisit volume
cairan
2
Energi
Riwayat muntah-muntah, status
diet puasa, KU sakit sedang, Hb:
9,82 gr/dl, terpasang NGT dengan
produksi hijau pekat.
3
Energi
klien tampak gelisah dengan skala
nyeri (FLACC Scale) 4
Risiko
ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Nyeri
4
Integritas Struktur
Abdomen terdapat bekas luka
operasi
Kerusakan
integritas kulit
5
Integritas Struktur
Abdomen terdapat bekas luka
operasi, Leukosit 13.200/ml
Potensial
komplikasi
infeksi
2.4.3. Rencana Perawatan (Hypotheses)
Penentuan hypotheses (rencana keperawatan) berdasarkan konsep model
Levine didasarkan atas penilaian perawat terhadap masalah pasien.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
29
Selanjutnya perawat menetapkan intervensi dan tujuan terkait masalah dan
solusi untuk mengatasi (Alligood, 2014). Adapaun hypotheses (rencana
keperawatan) yang disusun pada anak AD dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Hypotheses pada anak AD
No
1
Trophicognosis
Devisit volume
cairan
Hypotheses
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam kebutuhan cairan tetap terpenuhi elektrolit
tetap seimbang, dengan
KH: turgor kulit elastis, membran mukosa lembab,
keseimbangan cairan dan elektrolit terjaga
Intervensi
Konservasi energi:
- Observasi adanya mual dan muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh dengan segera
- Monitor perubahan status hidrasi dengan cara
mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh
Konservasi integritas struktur:
- Observasi membran mukosa, turgor kulit,
produksi urin, dan status cairan
- Timbang berat badan anak secara berkala
- Monitor hasil pemeriksaan kadar elektrolit
- Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan
indikasi: IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7
ml/jam
2
Risiko
ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi, dengan
KH: nilai Hb, Ht, Albumin dalam batas normal, berat
badan terkontrol
Konservasi energi:
- Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Pantau adanya mual muntah, pucat, rambut
kusam
Konservasi integritas struktur:
- Monitor lingkungan selama makan, atur jadwal
pengobatan dan tindakan diluar jam makan
- Pertahankan terapi IV line
- Pantau hasil laboratorium
- Kelola pemberian antiemetik
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
3
Nyeri
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri berkurang/teratasi, dengan
KH: rasa nyeri berkurang, anak merasa nyaman
Konservasi energi:
- Lakukan observasi / monitoring tanda skala nyeri
- Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
30
No
4
Trophicognosis
Potensial
komplikasi
infeksi
Hypotheses
pijat
punggung
(back
rub),
sentuhan,
bermain/bercerita.
Konservasi integritas struktur
- Pertahankan posisi yang nyaman buat anak
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila
diperlukan: Parasetamol 3x150 mg
Tujuan: setelah dilakukan potensial komplikasi
infeksi tidak terjadi, dengan
KH : tanda-tanda infeksi tidak ada, hygiene personal
baik
Konservasi energi
- Pantau gejala infeksi
- Kaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi
- Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap,
hitung jenis)
Konservasi integritas struktural
- Pastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan
keluarga mencuci tangannya sebelum dan
sesudah memegang anak
- Pastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan
anak adalah bersih atau steril
- Lakukan teknik asepsis ketat atau steril pada
pelaksanaan prosedur invasif
- Monitor hasil lab
- Berikan terapi sesuai program: Cefotaxime 3x200
mg dan Metronidazole 3x59 mg
- Lakukan hand hygiene secara tepat
- Pantau komplikasi pada area luka
2.4.4. Pelaksanaan (Intervention)
Implementasi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Residen
memberikan perawatan langsung pada anak AD, dilakukan berdasarkan prinsip
konservasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
31
Tabel 2.4 Intervensi pada anak AD
No
Konservasi
1.
Konservasi
energi
Implementasi hari 1
(12-04-2016)
- Mengobservasi
adanya mual dan
muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh
dengan
segera,
tidak ada mual
muntah,
rambut
tidak kusam
- Memonitor status
nutrisi : an. AD
masih ASI eksklusif
dan masih puasa,
produksi NGT hijau
pekat, GDS dalam
batas normal
- Memonitor adanya
penurunan BB dan
gula darah
- Memonitor skala
nyeri, FLACC scale
4
- Melakukan teknik
distraksi bermain
terapeutik dengan
sentuhan dan
musik.
- Memantau gejala
Implementasi hari 2
(13-04-2016)
- Mengobservasi
adanya mual dan
muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh
dengan
segera,
tidak ada mual
muntah,
rambut
tidak kusam
- Mengkaji asupan
nutrisi: masih
puasa, produksi
NGT masih hijau <
56 cc, gizi kurang
(BB/PB=antara-2
dan -3), bising usus
(+)
- Memonitor skala
nyeri, FLACC scale
2
- Melakukan teknik
distraksi dengan
bermain terapeutik
(sentuhan dan
musik).
- Memantau gejala
infeksi, suhu 37,1
0
C
Implementasi hari 3
(14-04-2016)
- Mengobservasi
adanya mual dan
muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh
dengan
segera,
tidak ada mual
muntah,
rambut
tidak kusam
- Mengkaji asupan
nutrisi ASI mulai
diberikan 5 ml/2jam
produksi NGT
jernih dan sdh diaff
(diklem dulu
sebelum dicabut)
- Memonitor skala
nyeri, FLACC scale
1
- Melakukan teknik
distraksi dengan
bermain terapeutik
(sentuhan dan
musik).
- Memantau gejala
infeksi, suhu 37,0
0
C
Implementasi 4
(15-04-2016)
- Mengobservasi
adanya mual dan
muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh
dengan
segera,
tidak ada mual
muntah,
rambut
tidak kusam
- Mengkaji asupan
nutrisi, minum ASI
adlib
- Memonitor adanya
penurunan BB dan
gula darah tidak
dilakukan cek lab
ulang
- Memonitor skala
nyeri, FLACC scale
0-1
- Melakukan teknik
distraksi dengan
bermain terapeutik
(sentuhan dan
musik).
- Memantau gejala
infeksi, suhu 36,9
0
C
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
31
32
No
Konservasi
2
Konservasi
integritas
struktural
Implementasi hari 1
(12-04-2016)
infeksi, suhu 37,9
0
C
- Mengkaji
faktor
yang meningkatkan
kerentanan infeksi
- Memantau
hasil
laboratorium
- Mengobservasi
membran mukosa,
turgor kulit, produksi
urin, dan status
cairan:
kurang
elastis, agak kering
- Menimbang
berat
badan anak secara
berkala
- Memberikan cairan:
IVFD rumatan D10 15
ml/jam dan AS 6% 7
ml/jam
- Memonitor
lingkungan selama
makan, atur jadwal
pengobatan dan
tindakan diluar jam
makan, anak masih
ASI saja dan puasa
- Memantau hasil
laboratorium
Implementasi hari 2
(13-04-2016)
- Mengkaji
faktor
yang meningkatkan
kerentanan infeksi,
pasien dipindah ke
ruang alih
Implementasi hari 3
(14-04-2016)
-
-
-
-
-
-
Mengobservasi
membran mukosa,
turgor kulit, produksi
urin, dan status
cairan, elastis, agak
kering
Memberikan cairan:
IVFD rumatan D10 15
ml/jam dan AS 6% 7
ml/jam, anak masih
puasa
Pertahankan posisi
yang nyaman buat
anak
Memberikan:
Parasetamol 3x150
mg
Memastikan bahwa
setiap
petugas
kesehatan
dan
keluarga
mencuci
tangannya sebelum
-
-
-
-
-
Mengobservasi
membran mukosa,
turgor kulit, produksi
urin, dan status
cairan,
elastis,
lembab
Memberikan cairan:
IVFD rumatan D10 15
ml/jam dan AS 6% 7
ml/jam
Memonitor
lingkungan, atur
jadwal pengobatan
dan tindakan diluar
jam makan
Pertahankan posisi
yang nyaman buat
anak
Memberikan:
Parasetamol 3x150
mg
Memastikan bahwa
Implementasi 4
(15-04-2016)
-
-
-
-
-
Mengobservasi
membran mukosa,
turgor kulit, produksi
urin, dan status
cairan,
lembab,
elastis
Menimbang
berat
badan anak
6,8
kg,rencana pulang,
terapi
cairan
dihentikan
Memonitor
lingkungan selama
makan, atur jadwal
pengobatan dan
tindakan diluar jam
makan
Memantau hasil
laboratorium, tidak
dilakukan cek lab
ulang
Pertahankan posisi
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
32
33
No
Konservasi
Implementasi hari 1
(12-04-2016)
- Pertahankan posisi
yang nyaman buat
anak
- Memberikan:
Parasetamol 3x150
mg
- Memastikan bahwa
setiap
petugas
kesehatan
dan
keluarga
mencuci
tangannya sebelum
dan
sesudah
memegang anak
- Memastikan bahwa
seluruh alat yang
kontak dengan anak
adalah bersih atau
steril
- Melakukan
teknik
asepsis ketat atau
steril
pada
pelaksanaan
prosedur invasif
- Memberikan:
Cefotaxime 3x200
mg
dan
Metronidazole 3x59
mg
- Melakukan
hand
Implementasi hari 2
(13-04-2016)
dan
sesudah
memegang anak
- Memastikan bahwa
seluruh alat yang
kontak dengan anak
adalah bersih atau
steril
- Melakukan
teknik
asepsis ketat atau
steril
pada
pelaksanaan
prosedur invasif
- Memberikan:
Cefotaxime 3x200
mg
dan
Metronidazole 3x59
mg
- Melakukan
hand
hygiene secara tepat
- Memantau
komplikasi pada area
luka, tidak ada (luka
operasi
tampak
kemerahan, tidak pus
atau bengkak)
Implementasi hari 3
(14-04-2016)
setiap
petugas
kesehatan
dan
keluarga
mencuci
tangannya sebelum
dan
sesudah
memegang anak
- Memastikan bahwa
seluruh alat yang
kontak dengan anak
adalah bersih atau
steril
- Melakukan
teknik
asepsis ketat atau
steril
pada
pelaksanaan
prosedur invasif
- Memberikan:
Cefotaxime 3x200
mg
dan
Metronidazole 3x59
mg
- Melakukan
hand
hygiene secara tepat
- Memantau
komplikasi pada area
luka, tidak ada
- Kolaborasi dengan
ahli gizi dan medis
untuk menentukan
-
-
-
-
-
Implementasi 4
(15-04-2016)
yang nyaman buat
anak
Memberikan:
Parasetamol syr
3x25 mg per oral
jika perlu (untuk
dirumah)
Memastikan bahwa
setiap
petugas
kesehatan
dan
keluarga
mencuci
tangannya sebelum
dan
sesudah
memegang anak
Memastikan bahwa
seluruh alat yang
kontak dengan anak
adalah bersih atau
steril
Melakukan
teknik
asepsis ketat atau
steril
pada
pelaksanaan
prosedur invasif
Memberikan:
Cefotaxime 3x200
mg
dan
Metronidazole 3x59
mg
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
33
34
No
Konservasi
Implementasi hari 1
(12-04-2016)
hygiene secara tepat
- Memantau
komplikasi pada area
luka, tidak ada
Implementasi hari 2
(13-04-2016)
Implementasi hari 3
(14-04-2016)
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan
Implementasi 4
(15-04-2016)
- Melakukan
hand
hygiene secara tepat
- Memantau
komplikasi pada area
luka, tidak ada
-
2.4.5. Evaluasi (Respon Organismik)
Evaluasi merupakan observasi respon pasien anak AD terhadap intervensi yang telah diberikan. Evaluasi keperawatan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.5 Evaluasi pada anak AD
Respon Organismik
Respon Organismik
Respon Organismik
Respon Organismik
Hari 1 (12-04-2016)
Hari 2 (13-04-2016)
Hari 3 (14-04-2016)
Hari 4 (15-04-2016)
Subjektif:
Subjektif:
Subjektif:
Subjektif:
Ibu mengatakan demam anak
Ibu mengatakan bahwa anak
Ibu mengatakan demam anak
Ibu mengatakan demam anak
sudah agak turun namun kadang
sudah tidak hangat seperti
sudah tidak ada, tidak ada mual
tidak ada lagi, tidak ada mual
masih teraba hangat, tidak ada
kemarin,
tidak ada mual dan
dan muntah, sudah mulai tenang
dan muntah, luka sudah bagus
mual dan muntah
muntah namun an. AD masih
dan tidak rewel, atau gelisah,
dan dibolehkan pulang hari ini
puasa
tidur bisa lama
oleh dokternya
Objektif:
Objektif:
Objektif:
Objektif:
Konservasi Energi:
Konservasi Energi:
Konservasi Energi:
Konservasi Energi:
Klien dipuasakan, produksi NGT
Klien dipuasakan, produksi NGT
Klien minum bertahap (ASI),
Klien minum ASI bebas, cairan
hijau pekat, cairan IVD diberikan
hijau pekat, cairan IVD diberikan
NGT sudah diaff, cairan IVFD
IVFD dihentikan
sesuai instruksi dengan infuse
sesuai instruksi dengan infuse
diberikan sesuai instruksi dengan
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
34
35
Respon Organismik
Hari 1 (12-04-2016)
pump, tetesan lancar
Respon Organismik
Hari 2 (13-04-2016)
pump, tetesan lancar
Respon Organismik
Hari 3 (14-04-2016)
infuse pump, tetesan lancar
Respon Organismik
Hari 4 (15-04-2016)
Konservasi Integritas Struktur:
Konservasi Integritas Struktur:
Konservasi Integritas Struktur:
Konservasi Integritas Struktur:
Keadaan umum sakit sedang,
Keadaan umum sakit sedang,
Keadaan umum sakit ringan,
Kesadaran komposmentis, GCS
kesadaran komposmentis, GCS
kesadaran komposmentis, GCS
kesadaran komposmentis, GCS
E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT
E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT
E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT
E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT
<2 detik, mukosa bibir lembab,
<2 detik, mukosa bibir kurang
<2 detik, mukosa bibir kurang
<2 detik, mukosa bibir lembab,
mual muntah tidak ada, turgor
lembab (agak kering), mual dan
lembab (agak kering), mual dan
mual muntah tidak ada, turgor
kulit elastis, suhu stabil, abdomen
muntah tidak ada, turgor kulit
muntah tidak ada, turgor kulit
kulit kurang elastis, suhu stabil
datar, supel, bising usus ada, luka
kurang elastis, suhu subfebris
kurang elastis, suhu mulai stabil,
dalam batas normal, abdomen
bebas dari tanda infeksi (tidak
belum stabil, abdomen datar,
abdomen datar, supel, bising usus
datar, supel, bising usus ada, luka
ada pus atau bengkak, jahitan
supel, bising usus ada, luka
ada, luka tertutup kassa bersih
tertutup kassa bersih
rapat dan kering), tertutup kassa
tertutup kassa bersih
tanpa rembesan
bersih, tidak tampak rembesan
Analisis:
1. Devisit volume cairan
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
3. Nyeri
4. Potensial komplikasi infeksi
Analisis:
Analisis:
1. Devisit volume cairan
1. Devisit volume cairan
2. Risiko
ketidakseimbangan 2. Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
tubuh
3. Nyeri
3. Nyeri
4. Potensial komplikasi infeksi
4. Potensial komplikasi infeksi
Analisis:
1. Devisit volume cairan
2. Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
3. Nyeri
4. Potensial komplikasi infeksi
Planning:
Planning:
Planning:
Planning:
Lanjutkan intervensi sesuai dengan Lanjutkan intervensi sesuai dengan Lanjutkan intervensi sesuai dengan Intervensi dihentikan.
rencana keperawatan.
rencana keperawatan.
rencana keperawatan.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
35
36
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
Pada bab tiga ini akan diuraikan mengenai pencapaian kompetensi residen selama
menjalani praktik Residensi I dan II
3.1. Pencapaian Kontrak Belajar
Program ners spesialis keperawatan yang merupakan kelanjutan dari
program magister keperawatan anak, berfokus pada penerapan hasil analisis
konsep dan teori keperawatan serta kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan keperawatan anak diberbagai tatanan layanan kesehatan. Dengan
demikian diharapkan lulusan dapat mengaplikasikan fungsi dan perannya
secara mandiri. Oleh sebab itu dalam proses pembelajarannya residen
dituntut memiliki kompetensi yang sesuai dan menuangkan rencana
pembelajarannya dalam kontrak belajar diawal periode praktik. Kontrak
belajar dikonsultasikan kepada supervisor dan supervisor utama yang
kemudian menjadi acuan pencapaian target selama praktek. Fokus utama
pencapaian kompetensi residen ada di ruang bedah anak (BCh) sesuai
peminatan yang telah dipilih sebelumnya.
Sepanjang periode praktek Residensi, residen telah melampaui tiga tempat
yang diminati, yaitu puskesmas, perinatologi, dan ruang bedah anak. Praktik
Residensi I dengan bobot 11 SKS, berlangsung selama 18 pekan (15
September 2015 – 15 Januari 2016). Perjalanan praktik diawali dari
Puskesmas Beji Depok selama 6 pekan yang dilanjutkan ke ruang
Perinatologi (4 pekan) dan berakhir di ruang Bedah Anak, BCh RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta (6 pekan). Setelah itu praktik Residensi
berlanjut disemester berikutnya selama 11 pekan di ruang Bedah Anak BCh
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta (15 Februari – 29 April 2016),
dengan bobot 6 SKS. Berdasarkan kontrak belajar yang telah disusun
residen mampu mencapai target kompetensi sesuai dengan periode yang
telah direncanakan.
36
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
37
3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian
Kompetensi
3.2.1. Pencapaian Target Kompetensi di Puskesmas
Dalam menjalani praktik Residensi di Puskesmas Beji Depok selama
6 pekan (15 September – 23 Oktober 2016), residen telah
mendapatkan kesempatan mencapai kompetensi sebagai pemberi
asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM). Pelayanan MTBS diberikan pada sekitar 100 pasien balita
dan MTBM sekitar lima bayi muda. Selain itu
residen juga
berkesempatan memberikan imunisasi dasar pada balita, melakukan
skrining tumbuh kembang dengan menggunakan Denver II dan KPSP.
Kunjungan rumah dilakukan pada kasus kelolaan (tiga kasus) serta
mempresentasikan satu kasus kelolaan dengan masalah TB Paru yang
berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang dan gizi.
3.2.2. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Perinatologi
Residen menjalani praktik di ruang Perinatologi (Seruni) RSAB
Harapan Kita pada tanggal 26 Oktober – 20 November 2015 (4
pekan). Adapun kompetensi yang telah dimiliki residen yakni
memberikan asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubinemia,
respiratory distress syndrome dan prematur BBLR. Sedangkan
ketrampilan klinik (prosedur) yang dicapai meliputi pemasangan
OGT, pemberian nutrisi melalui OGT, perawatan metode kanguru,
manajemen laktasi, manajemen fototerapi, pijat bayi prematur, serta
melaksanakan proyek inovasi terkait penatalaksanaan menurunkan
kebisingan di ruang Perinatologi. Ketrampilan prosedur klinik yang
telah dicapai antara lain: mengambil darah dan urin, memberikan
transfusi darah, merawat stump dan kolostomi, memberikan edukasi,
bermain terapeutik,
memberikan terapi obat melalui alat (syringe
pump dan infuse pump), perawatan luka, manajemen pra dan paska
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
38
operasi, manajemen laktasi, mempertahankan personal hygiene, dan
melakukan discharge planning.
3.2.3. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Bedah Anak
Persinggahan terakhir dan terlama (total 17 pekan; 6 pekan di
residensi I: 7 Desember 2015 – 15 Januari 2016 dan 11 pekan di
residensi II: 15 Februari – 29 April 2016) yang dilalui residen sesuai
peminatan
adalah
ruang bedah
anak
(BCh)
RSUPN
Cipto
Mangunkusumo. Selama menjalani praktik, residen mendapatkan
kompetensi seperti memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus: Atresia Ani dengan dan tanpa fistel, Morbus
Hirschprung, Hernia Inguinalis, Fraktur, Invaginasi, Ekstrofi Bladder
Komplit,
Undescending
Testis,
Hiospadia,
Appendisitis,
dan
Malformasi Arteriovena.
Selama menjalani praktik, residen memberikan asuhan keperawatan dengan
merawat anak yang mengalami berbagai masalah, baik di Puskesmas, ruang
Perinatologi dan ruang Bedah Anak (BCh). Pada tahap permulaan dalam
memberikan asuhan residen melakukan pengkajian pada anak dengan
menggunakan pendekatan teori Konservasi Levine, yakni: Wholeness,
Adaptasi,
dan
Konservasi,
dilanjutkan
dengan
membuat
hipotesis
(menegakkan diagnosa). Tahap berikutnya menyusun trophicognosis
(intervensi) sesuai dengan masalah yang dialami anak dan keluarga.
Intervensi pada ketidaknyamanan anak dititikberatkan pada manajemen
nyeri secara nonfarmakologis. Kemudian residen melaksanakan rencana
tindakan yang telah disusun dan mengevaluasi tingkat keberhasilan terhadap
pencapaian hasil.
Residen selama menjalani praktik juga berperan sebagai advokat bagi pasien
dan keluarganya. Tanggung jawab perawat dalam membantu anak dan
keluarga ditunjukkan dengan menginterpretasikan informasi dari berbagai
profesi yang disampaikan kepada mereka saat diperlukan. Selain itu residen
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
39
juga berdiskusi untuk menunda pemeriksaan ulang Hb mengingat sehari
sebelumnya telah diperiksa sementara asupan nutrisi masih belum adekuat
pada tahap persiapan operasi. Ketika mengelola kasus TB dengan gizi
kurang di Puskesmas, residen memfasilitasi ibu untuk konsultasi dan
mendapatkan nutrisi tambahan secara cuma - cuma sesuai program
pemerintah yang telah dijalankan Puskesmas. Peran sebagai konsultan
dilakukan residen saat memberikan konsultasi di Puskesmas pada keluarga
yang anaknya mengalami masalah nutrisi, keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Selain itu konsultasi juga dilakukan kepada pasangan
orangtua terkait manajemen laktasi saat melakukan kunjungan rumah.
Pencapaian kompetensi sebagai pendidik diperankan residen selama
menjalani praktik dan diterapkan pada semua keluarga kasus kelolaan dan
pasien lainnya, pada mahasiswa Keperawatan yang sedang berpraktik
bahkan juga pada pegawai magang yang sedang menjalani training. Peran
pendidik yang dimaksud disini antara lain memberikan edukasi kepada
keluarga terkait kondisi anaknya, masalah yang dihadapi mahasiswa selama
menjalankan peran sebagai perawat ketika memberikan asuhan kepada
pasien atau terkait tugasnya sebagai mahasiswa keperawatan.
Edukasi yang diberikan residen kepada keluarga ketika praktik di
Puskesmas Beji saat melakukan kunjungan rumah (home visit). Adapun
edukasi yang diberikan yaitu tentang memberikan stimulasi tumbuh
kembang serta cara pemberian makan yang benar untuk anak dengan TB
paru serta melakukan breast care pada ibu dengan bayi muda. Bimbingan
mengenai pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diberikan
kepada mahasiswa keperawatan di Puskesmas. Diskusi terkait kasus (misal
atresia ani, hirschprung) dan prosedur (misal pemberian obat IV
menggunakan infuse pump serta penghitungan dosis obat) dilakukan
bersama mahasiswa keperawatan di ruang Bedah Anak (BCh) RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sosialisasi tentang perawatan bayi prematur
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
40
khususnya terkait tatalaksana menurunkan kebisingan dilaksanakan kepada
perawat di ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta.
Pencapaian
kompetensi
sebagai
kolaborator
dilakoni
residen
saat
melaksanakan intervensi yang bersifat kolaborasi dengan profesi lain
terutama pada semua kasus kelolaan. Intervensi kolaborasi yang dimaksud
antara lain dalam hal pemberian terapi obat, pemeriksaan laboratorium,
pemberian transfusi darah, serta menetapkan jadwal puasa pasien
praoperasi.
Peran Sebagai Peneliti merupakan satu tuntutan peran yang belum
dijalankan residen selama periode praktik Residensi I dan II. Namun residen
telah melakukan analisis terhadap jurnal hasil penelitian dan mencoba
menerapkannya kepada pasien kasus kelolaan. Kegiatan yang dilakukan
terkait hal tersebut seperti melakukan bermain terapeutik dan menerapkan
teknik swaddling pada pasien bayi yang memerlukan inkubator
3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice
Peran sebagai agen perubah dijalankan residen saat melaksanakan proyek
inovasi di ruang Perinatologi (Seruni) RSAB Harapan Kita dengan topik
menurunkan kebisingan di ruang rawat bayi prematur. Proyek inovasi diawali
dengan mengukur derajat kebisingan di ruang Seruni menggunakan
audiometer yang kemudian disosialisasikan hasilnya kepada perawat ruangan.
Kegiatan inovasi dilanjutkan memberikan penyegaran materi tentang asuhan
keperawatan pada bayi prematur (developmental care) terutama yang terkait
dengan tatalaksana menurunkan kebisingan ruangan. Intervensi baru yang
diperkenalkan dalam proyek inovasi ini (berdasarkan evidence based
practice) adalah penggunaan earmuff dan earplug untuk bayi diwaktu –
waktu yang teridentifikasi menghasilkan derajat kebisingan tinggi, seperti
saat operan (hand over), touching time, dan jam kunjungan. Kegiatan inovasi
ini diakhiri dengan membuat dan menempelkan stiker yang berisi peringatan
untuk menjaga ketenangan saat memasuki ruangan perawatan bayi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
41
Kegiatan inovasi kedua dilakukan di ruang Rawat Bedah Anak (BCh)
RSUPN Cipto Mangunkusumo mengenai permainan terapeutik pada anak
dengan nyeri paska operasi. Sosialisasi dilakukan pada perawat saat operan
(hand over) dan memotivasi perawat untuk mengoptimalisasikan intervensi
ini dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Perawat harus
memiliki pendekatan holistik untuk meningkatkan efektifitas manajemen
nyeri. Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa
pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak berdasar
evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana nyeri yang
berkaitan
dengan
komplikasi,
mengedukasi
pasien
dan
keluarga,
mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri, serta mencari
(menerapkan) standar perawatan pasien paska operasi (Yuceer, 2011).
Pelaksanaan EBN ini dilaksanakan berdasarkan metode Plan, Do, Study, dan
Action (PDSA). Metoda PDSA adalah suatu cara untuk menguji perubahan
yang diimplementasikan. Metode ini dapat memandu proses berfikir,
pemecahan tugas menjadi langkah-langkah penyelesaian dan kemudian
mengevaluasi hasilnya, memperbaiki, dan mengujinya kembali.
Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang BCh RSUPN Cipto
Mangunkusumo pada tanggal 4-22 April 2016. Residen melakukan kontrak
kepada orang tua dan anak untuk melakukan bermain terapeutik. Bermain
terapeutik dilakukan menggunakan berbagai teknik sesuai dengan usia anak.
Alat bermain yang digunakan mulai dari boneka jari, bercerita, menggambar,
musik, menonton film, hingga video games.
Jumlah pasien yang terlibat selama implementasi sebanyak 10 orang.
Bermain terapeutik dilakukan sejak anak kembali ke ruangan dari ruang
operasi, saat terlihat rewel, atau akan dilakukan tindakan invasif/noninvasif.
Pendampingan dilakukan kepada orang tua anak untuk menilai nyeri, dan
mengidentifikasi manajemen nonfarmakologis yang sesuai untuk anaknya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
42
Bermain terapeutik dilakukan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya
(terjadwal, sesuai kontrak) maupun situasional (tidak terjadwal, misal saat
sedang dilakukan perawatan luka operasi).
Skala nyeri yang dialami pasien dikaji dengan FLACC Scale dan VAS.
Respon awal pasien terhadap permainan rata-rata masih mengacuhkan dan
rewel. Namun setelah lewat beberapa menit mulai memberikan perhatian dan
teralih dari rasa nyeri yang dirasakannya. Respon yang diberikan beragam,
mulai dari memperhatikan dengan sikap pasifnya
(an.Sy, Ju,
dan Al);
berhenti menangis (an. Faq, KI, dan an. Di); berusaha menahan tangis serta
menanggapi cerita (an. Ma, dan an. Far), sedangkan an. If
dan an. Pi
langsung berespon dengan permainan. Hampir semua menjadi lebih
kooperatif setelah bermain terapeutik diberikan. Tingkat nyeri dievaluasi
kembali dengan indikator yang sama dan menunjukkan adanya penurunan
dan anak lebih mampu mengontrol dirinya sehingga mudah kooperatif
kembali.
Kesepuluh pasien yang dilibatkan pada kegiatan ini menunjukkan penurunan
skala nyeri yang lebih cepat dan perilaku positif sejak periode awal paska
operasi. Anak menjadi lebih mudah dapat mengontrol emosi, mudah
beradaptasi dan cepat kooperatif kembali terhadap tim, walaupun dengan
tingkat kecepatan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya. Athanassiadou, Tsiantis, Christogiorgos,
dan Kolaitis (2009) membuktikan bahwa permainan boneka pada anak usia 46 tahun dapat menurunkan agresifitas dan hiperaktifitas paska bedah. Vijaya
(2014), membuktikan adanya penurunan signifikan dalam skala nyeri
sehingga bermain terapeutik sehingga dirasakan sangat efektif. Selain itu
permainan terapeutik memiliki efek relaksasi yang menurunkan stres, cemas,
nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga profesional (Paladino,
de Carvalho & Almeida, 2014). Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan
oleh Lovell, Forder dan Stockler, (2010) yang membuktikan adanya
peningkatan
pengetahuan
dan
perilaku
terhadap
manajemen
nyeri,
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
43
menurunkan level nyeri dan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup serta
menurunkan penggunaan analgesik setelah pemberian edukasi pada orangtua
terkait manajemen nyeri.
Penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, & Enskar (2008), faktor
yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak.
dapat dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, perawat dengan
pasien; perilaku anak; kegiatan rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat.
Ada tiga strategi perawat yang ditemukan dalam mengelola nyeri anak paska
operasi: penggunaan analgesik, pemberian perawatan alternatif atau
intervensi nonfarmakologis serta keterlibatan keluarga yang merawat
(Payakkaraung, Wittayasooporn, Thampanichawat, & Suraseraniwonge,
(2010).
Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat keterlibatan perawat dalam
memberikan bermain terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan
pengalaman
perawat
terkait
manajemen
nyeri
khususnya
secara
nonfarmakologis. Kondisi ini juga ditemukan pada studi yang dilakukan oleh
Franchiscinelli, Almeida dan Fernandes (2012), yang mengemukakan bahwa
37% perawat mendapat kesulitan, 9,3% kekurangan waktu dalam
mengimplementasikan bermain terapeutik disebabkan mengerjakan aktivitas
lain, tidak aman, serta gangguan dari profesi lain. Hasil senada juga
didapatkan dari penelitian yang dilakukan Maia, Ribeiro, dan de Borba
(2010), yang menyatakan bahwa dari 88% perawat yang mengetahui tentang
bermain terapeutik, hanya 14% yang melakukannya di area pediatrik secara
sporadis. Di kota yang lebih besar menyebutkan bahwa dari 93% perawat
yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 7% yang mampu dalam
mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan. Oleh karena itu perawat
perlu memperluas cara pandangnya terhadap anak sebagai individu dan
berkomitmen untuk mengembangkan bermain terapeutik baik dalam
pelayanan maupun penelitian.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
44
Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada proyek inovasi ini, keluarga bersama
dengan perawat mampu mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri
yang dapat diterapkan pada anak. Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong,
Kwok dan Lee (2014), menunjukkan bahwa orangtua dari anak yang
menerima bermain terapeutik menyatakan merasa lebih nyaman. Namun pada
implementasi yang dilakukan residen terdapat satu orang ibu pasien (An.Sy)
yang terlihat sangat cemas dan belum mampu memfasilitasi anak. Ibu tampak
kesulitan bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak memperoleh
sekalipun yang tidak menimbulkan nyeri (pemberian inhalasi dan
dimandikan). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol
kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu
meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan.
Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan ibu. Review literatur yang dilakukan He, Zhu, Chan,
Yobas, dan Wang (2014), membuktikan bahwa dua penelitian menunjukkan
adanya penurunan tingkat kecemasan orangtua pada periode praoperasi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
45
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan analisis penerapan Model Konservasi Levine pada asuhan
keperawatan
anak paska bedah dengan masalah nyeri serta analisis praktik
spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target.
4.1. Penerapan Model Konservasi Levine pada Anak Paska Operasi dengan
Masalah Nyeri
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam kehidupannya. Pengalaman
nyeri yang dirasakan tiap individu akan berbeda karena dipengaruhi oleh
banyak faktor dan merupakan pengalaman sensori emosional yang bersifat
subyektif (Tomlinson & Kline, 2005; IASP, 2009). Hal ini menunjukkan
bahwa individu akan memberi respon berbeda dengan individu lain bahkan
dari kejadian nyeri yang sama sekalipun. Nyeri yang tidak tertangani dapat
menimbulkan penderitaan akibat pembatasan aktifitas, penurunan selera
makan, gangguan tidur, bahkan secara psikologis bisa megurangi semangat
dan harapan hidup pasien. Nyeri dapat menjadi salah satu faktor utama
penghambat kemampuan dan keinginan individu agar sembuh dari penyakit.
Setiap anak dan keluarga yang menghadapi pembedahan akan mengalami
berbagai stresor akibat munculnya kecemasan yang menghubungkan
pembedahan itu sendiri dengan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Selain nyeri karena prosedur pembedahan atau prosedur invasif, masalah
penting lain yang dialami anak adalah karena dampak dari perpisahan dengan
orang tua sehingga ada gangguan pembentukan percaya dan kasih sayang
(Wong et al, 2009). Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger
anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada
anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasa
cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan
menangis keras. Respon terhadap nyeri
45
atau adanya perlukaan biasanya
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
46
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang
tidak menyenangkan (Supartini, 2012). Respon tersebut ditemukan pada an.
AD yang masih berusia bayi. Ekspresi terhadap nyeri yang berbeda
ditunjukkan pada kasus kelolaan dengan usia anak yang semakin besar.
Dengan pertambahan usia anak, bertambah pula mekanisme koping yang
mereka miliki sehingga ekspresi yang ditunjukkan tidak sehebat ekspresi
pada bayi. Anak usia prasekolah dan sekolah lebih mudah ditenangkan dan
diajak kooperatif dengan pemberian informasi yang adekuat, walaupun tanpa
didampingi orang tua.
Nyeri dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama yang diterima anak
akan menyebabkan gangguan perkembangan, kecacatan, gangguan proses
pembentukan harga diri, penurunan sense of control terhadap nyeri (Wong,
2009). Salah satu tanggung jawab dasar keperawatan perioperatif adalah
memberikan manajemen nyeri yang optimal pada pasien selama periode
perioperatif (Shields, 2010).
Asuhan keperawatan yang diberikan residen kepada lima kasus kelolaan,
semuanya mengalami masalah yang sama yaitu nyeri (akut) pada periode
paska operasi. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan baik secara
farmakologis (pemberian terapi analgesik) maupun nonfarmakologis (seperti
teknik distraksi dengan bermain terapeutik). Adapun yang berbeda dari
kelimanya adalah jenis prosedur operasi yang dijalani yaitu: post tutup stoma,
post PSARP, post potong stump, pemasangan k-wire, dan post reseksi
anastomosis ileotransversum. Residen menggunakan pendekatan model
Konservasi Levine dalam mengelola kelima kasus tersebut.
4.1.1. Konservasi Energi
Menghindari kelelahan berlebihan serta menjaga keseimbangan energi
sehingga energi yang masuk sesuai dengan energi yang keluar, adalah
upaya untuk konservasi energi. Fisiologis anak dengan memerlukan
tindakan pembedahan menyebabkan tidak sempurnanya kerja sel secara
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
47
biokimia dan metabolik yang akhirnya membuat kerja organ vital
seperti jantung, ginjal, paru dan lainnya tidak sempurna sehingga
muncullah gangguan keseimbangan energi (Mefford & Alligood, 2011).
Kehilangan energi sewaktu sakit akan memerlukan energi yang lebih
besar. Kondisi sakit dan proses pemulihan adalah suatu faktor yang
menghambat individu untuk mempertahankan konservasi energi.
Dari pengkajian konservasi energi terhadap kelima kasus ditemukan
data secara umum
bahwa klien mendapatkan gangguan dalam
konservasi energi berupa nyeri akut. Nyeri akut adalah pengalaman
sensoris tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
bersifat akut
yang dideskripsikan sedemikian rupa berhubungan
dengan prosedur invasif (NANDA, 2012).
Nyeri pada bayi mengakibatkan perilaku, fisiologis, dan respon
metabolik yang negatif (Wong, 2009; Sahoo, Rao, Nesargi, 2013).
Dalam jangka pendek, nyeri menyebabkan penurunan saturasi oksigen
dan penurunan kerja jantung yang akhirnya menimbulkan gangguan
kardiorespiratori. Kondisi ini akan mempengaruhi konservasi energi
akibat adanya ketidakseimbangan sediaan sumber energi dengan
kebutuhan. Namun hal ini tidak terjadi pada kelima kasus sekalipun
pada an. AD yang masih berusia bayi. Hal ini disebabkan adanya
pemberian tatalaksana nyeri yang cepat dan tepat, yaitu bermain
terapeutik dan analgesik. Hal tersebut sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Halim (2002), diketahui bahwa musik (terutama jenis
lambat)
dapat
mempengaruhi
sistem
melambatkan pernapasan, kontrol
kardiorespiratori
emosional
dengan
dan metabolisme.
Penelitian lainnya menunjukkan pemberian musik bersama dengan
analgesik dapat menurunkan nyeri kanker dibandingkan hanya
menggunakan analgesik saja. Jenis musik yang disarankan yaitu musik
yang lembut (Huang, Good, & Zauszniewski, 2010).
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
48
Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan pada semua klien kelolaan
adalah memberikan teknik distraksi bermain terapeutik, memonitor
skala nyeri, respon nonverbal, tanda vital serta memberikan terapi
analgesik. Distraksi bekerja dengan mengalihkan fokus perhatian anak
kepada sesuatu, dengan demikian diharapkan anak dapat “melupakan”
nyeri mereka.
Jenis permainan yang disarankan adalah permainan yang bisa dinikmati
anak diatas tempat tidur, karena dalam perawatan paska bedah biasanya
anak mengalami pembatasan aktivitas hingga hari ketiga. Angka/huruf
bermagnet diatas papan, boneka jari/tangan, menggambar/mewarnai
adalah contoh permainan yang dapat diberikan (St.Louis Children
Hospital, 2014). Permainan terapeutik yang diberikan mulai dari
bermain boneka, mendengarkan musik, meniup balon, bermain video
games, mewarnai, hingga bercerita (James, Nelson & Ashwill, 2013).
Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh, mengayun
dan memberikan Non Nutritive Sucking (NNS) (Sahoo, Rao, Nesargi,
2013).
Terapi musik merupakan teknik yang digunakan residen dalam bermain
terapeutik. Teknik ini dipilih berdasarkan beberapa studi literatur yang
ditemukan. Hasil penelitian yang dilakukan Nguyen, et al. (2010),
menunjukkan bahwa terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju
pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang
menjalani lumbal pungsi. Hal ini juga dikuatkan oleh Bekhuis (2010),
yang menyatakan bahwa musik menurunkan nyeri dan cemas pada anak
yang mendapatkan prosedur medis dan dental. Penggunaan terapi musik
bersama modalitas lain akan lebih efektif dan mengurangi jumlah
pemakaian agen farmakologis untuk mengontrol nyeri dan kecemasan.
Musik mendistraksi pasien (terutama anak) dari nyeri dan cemasnya
seperti apa yang dijelaskan pada teori gate control (Klassen, et al.,
2010).
Studi
yang
dilakukan
oleh
Athanassiadou,
Tsiantis,
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
49
Christogiorgos, dan Kolaitis (2009) membuktikan bahwa permainan
boneka pada anak usia 4-6 tahun dapat menurunkan agresifitas dan
hiperaktifitas paska bedah.
Pelaksanaan bermain terapeutik ini juga menjadi salah satu proyek
inovasi residen saat menjalani praktik di ruang BCh RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Kegiatan ini dipilih dalam rangka melakukan
pendekatan holistik untuk meningkatkan efektifitas manajemen nyeri.
Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa
pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak
berdasar evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana
nyeri yang berkaitan dengan komplikasi, mengedukasi pasien dan
keluarga, mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri, serta
mencari (menerapkan) standar perawatan pasien paska operasi (Yuceer,
2011).
Tatalaksana lain yang dilakukan dalam menangani nyeri adalah
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik. Beberapa
jenis analgesik diberikan pada pasien kelolaan dengan rute intravena.
Analgesik peroral biasanya diberikan setelah hari kelima atau untuk
pengobatan di rumah. Studi yang dilakukan Chorney dan Kain (2010),
menunjukkan bahwa orangtua dan anak tidak mendapatkan dosis
pengobatan yang direkomendasikan di rumah. Oleh karena itu perlu
diberikan edukasi yang adekuat sebelum pasien dipulangkan (James,
Nelson & Ashwill, 2013). Otak memiliki sistem pengaturan rasa sakit
(“analgesia”). Ada beberapa macam transmitter yang terlibat dalam
sistem analgesia ini, antara lain dopamin, serotonin dan endorfin yang
memiliki sifat seperti morfin. Pengaktifan sistem analgesia dapat
menekan sinyal saraf perifer (Hall, 2014). Reseptor morfin tersebut
dilepaskan di otak akibat adanya perasaan senang, bahagia dan nyaman.
Proses ini yang terjadi ketika anak melakukan bermain terapeutik,
sehingga kegiatan ini efektif untuk menurunkan nyeri. Halim (2002),
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
50
menyatakan bahwa pemberian musik merubah gelombang otak dan
hormon pasien. Penurunan aktivasi lobus frontal menyebabkan sekresi
hormon kortisol dan stres hingga mencapai batas normal.
Masalah lain yang bisa mengganggu keseimbangan energi adalah risiko
devisit volume cairan. Menurut NANDA (2012), risiko devisit volume
cairan yaitu adanya risiko penurunan cairan intravaskuler, interstitial,
dan atau intravaskuler (mengacu pada dehidrasi tanpa perubahan
natrium). Adapun yang menjadi faktor risikonya adalah kehilangan
volume cairan aktif, usia dan berat badan ekstrim, dan obat-obatan.
Pemenuhan kebutuhan cairan menjadi masalah pada empat pasien dari
lima kasus terpilih, yaitu pada an. RA, an. AA, an. Y dan an AD.
Tindakan utama yang dilakukan pada kasus untuk mengatasi masalah
cairan ini adalah mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi
devisit cairan tubuh dengan segera, memonitor perubahan status hidrasi
dengan
cara
mengukur
asupan
dan
keluaran
cairan
tubuh,
mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status
cairan, menimbang berat badan anak secara berkala, memonitor hasil
pemeriksaan kadar elektrolit, serta berkolaborasi dalam pemberian
cairan IVFD sesuai dengan indikasi.
Ada klien yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi,
yaitu: an. Y dan an. AD yang disebabkan oleh gangguan kerja usus.
Kebutuhan nutrisi merupakan elemen utama sepanjang proses
penyembuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak.
4.1.2 Konservasi Integritas Struktural
Konservasi pada aspek ini berhubungan erat dengan keadaan struktur
fisik klien. Tujuannya adalah mempertahankan atau memuihkan
struktur yang mengalami gangguan agar terhindar dari kerusakan fisik
serta mempercepat proses penyembuhan (Tomey & Alligood, 2006).
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
51
Pengkajian konservasi ini berpedoman pada sistem pertahanan tubuh.
Masalah yang ditemukan pada kasus adalah risiko infeksi, kerusakan
integritas kulit, dan risiko cedera.
Risiko infeksi adalah suatu keadaan disaat individu mengalami
peningkatan organisme patogen (NANDA, 2012). Faktor risiko yang
menyebabkan keadaan ini adalah pertahanan primer tubuh yang tidak
adekuat,
pemasangan
kateter
intravena,
prosedur
invasif,
ketidakadekuatan pertahanan sekunder. Pada kelima kasus kelolaan
ditemukan masalah potensial komplikasi infeksi ini. Adapun tindakan
yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini adalah: memantau gejala
infeksi, mengkaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi,
memantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung jenis),
memastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci
tangannya sebelum dan sesudah memegang anak, memastikan bahwa
seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril,
melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur
invasif, memantau komplikasi pada area luka serta memberikan terapi
antibiotik sesuai program.
4.1.3 Konservasi Integritas Personal dan Sosial
Masalah konservasi integritas personal dan sosial lebih menekankan
peran perawat dan orang tua dalam merawat klien. Hal ini disebabkan
adanya ketergantungan anak kepada lingkungan sebagai faktor
eksternal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada kelima kasus
kelolaan tidak ditemukan masalah terkait konservasi integritas personal
dan sosial. Hal ini disebabkan dari keberadaan orangtua disamping anak
selama masa perawatan. Tidak ditemukannya masalah terkait aspek ini
juga dirasakan sebagai satu kendala yang disebabkan kurangnya
kemampuan residen dalam menggali keunikan anak dalam waktu
singkat.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
52
4.2. Kelebihan dan Keterbatasan dalam Penerapan Teori Konservasi Levine
Keberadaan elemen biopsikososiospiritual dalam prinsip-prinsip Konservasi
Levine menjadikan model ini dapat diterapkan pada kasus dengan berbagai
kondisi dan masalah. Model Konservasi Levine dapat diaplikasikan dalam
berbagai kasus penyakit, yang terpenting adalah critical thinking perawat saat
melakukan pengkajian, menetapkan trophicognosis, membuat hipotesis,
menyusun intervensi serta menilai respon organisme
sebagai evaluasi
terhadap keberhasilan pencapaian (Mariyam, Rustina, Waluyanti, 2013).
Pada dasarnya pendekatan Model Konservasi Levine ini juga dapat digunakan
dalam mengelola asuhan keperawatan pada anak dengan nyeri paska bedah.
Namun yang dirasakan residen dalam menerapkan model ini pada anak
terutama usia sekolah kebawah adalah tidak mudah dalam menggali
konservasi integritas personal dan sosial. Kedua konservasi integritas ini
menuntut perawat untuk mampu mengeksplorasi identitas diri, harga diri serta
keunikan anak dan hal ini memerlukan pemahaman yang luas dan jam
terbang (pengalaman) yang tinggi.
Tujuan akhir dari pendekatan Model Konservasi ini adalah tercapainya
wholeness (keutuhan). Levine tidak menjelaskan secara rinci apa dan
bagaimana jika keutuhan tersebut tidak tercapai, apakah perlu ada modifikasi
atau yang lainnya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
53
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
5.1.1. Nyeri merupakan masalah yang selalu dihadapi anak setelah menjalani
prosedur pembedahan. Pemberian asuhan keperawatan dengan
pendekatan model Konservasi Levine pada anak dengan nyeri paska
bedah menunjukkan bahwa model ini dapat dipakai
untuk
mengoptimalkan kemampuan adaptasi pasien.
5.1.2. Bermain terapeutik merupakan bagian yang terintegrasi dalam konsep
atraumatic care dan family centered care, memiliki peranan penting
dalam penanganan nyeri nonfarmakologis pada anak paska bedah.
5.2. SARAN
5.2.1. Bagi Institusi Pendidikan
Praktik residensi sebagai bentuk praktik spesialisasi keperawatan anak
memerlukan target kompetensi yang lebih spesifik dan proses
pembimbingan yang intensif, sehingga dapat membantu residen dalam
menggali pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas.
5.2.2. Bagi Residen
Pencapaian kompetensi seorang ners spesialis membutuhkan proses
yang panjang dan tidak mudah.
Oleh karena itu ners spesialis
keperawatan anak diharapkan mampu mengembangkan potensinya
dengan berkontribusi aktif dalam mengelola pasien di pelayanan
kesehatan.
5.2.3. Bagi Pengetahuan dan Layanan Keperawatan
Penerapan model Konservasi Levine dalam penanganan nyeri anak
paska bedah menunjukkan bahwa anak dapat mengoptimalkan
kemampuan adaptasinya. Aplikasi teori keperawatan dalam praktik
sangat membantu dalam mengembangkan ilmu keperawatan, terutama
keperawatan anak. Oleh karena itu diharapkan pelayanan keperawatan
53
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
54
dapat
mempertimbangkan
pengelolaan
asuhan
keperawatan
menggunakan pendekatan teori-teori keperawatan yang ada.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. (2013). Nursing theory: Utilization and Application (Fifth
edition). St Louis Missouri, Elsevier.
Athanassiadou, E., Tsiantis, J., Christogiorgos, S., & Kolaitis, G. (2009). An
Evaluation of the Effectivenessof Psyhological Preparation of Children for
Minor Surgery by Puppet Play and Brief Mother Counseling. Psychother
Psychosom 2009;78:62-62. doi: 10.1159/000172623.
Baratee, F., Dabirian, A., Yoldashkhan, M., Zaree,.F., & Rasouli, M. (2011).
Effect of therapeutic play on postoperative pain of hospitalized school age
children in pediatric surgical ward. Journal of Nursing and Midwifery.
21(72).p. 31-33
Ball, J. W., Bindler, R. C., & Cowen, K. J (2010). Child health nursing,
partnering with children & families. (2nd ed). New Jersey:Pearson
Education inc.
Bekhuis, T. (2010). Music therapy may reduce pain and anxiety in children
undergoing medical and dental procedures. J Evid Based Dent Pract. 2009
Dec; 9(4): 213–214. doi: 10.1016/j.jebdp.2009.03.002
Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain
management in children. Pediatric nursing, 20 (10), 21-24.
Bowden, VR., & Greenberg, CS. (2010). Children and their families: the
continuum of care. (2nd edition). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
De Courcy, J.G. (2016). How gate control theory has changed how we view pain.
Pain Service Website. Gloucestershire Hospitas NHS Foundation Trust.
http://www.gloshospitals.nhs.uk/ Management/What-is-Pain/How-does-thebody-feel-pain/The-Gate-Control-Theory-of-Pain/
Fawcett, J., & Madeya, S. D. (2013). Contemporary Nursing Knowledge:
Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories. Philadelpia: F.A.
Davis.
Franchiscinelli, A.G.B., Almeida, F.A., & Fernandes, D.M.S. (2012). Routine of
therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses perceptions.
Acta Paul Enferm. 2012;25(1):18-23.
Halim. S. (2002). Music as Complementary therapy in Medical Treatment. Med J
Indonesia, 11(4), P. 250-257.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Hall, J.E (2014). Guyton dan Hall: Buku ajar aisiologi kedokteran. edisi 12.
(editor: Wijayakusumah, M.D). Jakarta. Elsevier.
He, H.G., Zhu, L., Chan, S.W.C., Yobas, P.K., & Wang, W. (2014). The
effectiveness of therapeutic play intervention in reducing perioperative
anxiety, negative behaviors, and postoperative pain in children undergoing
elective
surgery:
A
systematic
review.
J
PMN
DOI:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2014.08.011.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D.(2009). Wong’s essential of pediatric nursing. 8th
ed. Missouri: Mosby Elsevier.
Huang, S.T., Good, M., Zauszniewski, J. A. (2010). The effectiveness of music in
relieving pain in cancer patients: a randomized controlled trial. Int J Nurs
Stud.,47:1354–62.
James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W., (2013), Nursing care of children:
principles and practice (4th ed). St Louis Missouri, Elsevier.
Kain, Z.N., Mayes, L.C., Caldwell-Andrews, A.A., Karas D.E., & McClain, B.C.
(2006). Preoperative anxiety, postoperatif pain, and behavioral recovery in
young children undergoing surgery. Pediatrics, 118(2), 651-658.
Klassen JA, Liang Y, Tjosvold L, Klassen TP, Hartling L. (2008). Music for pain
and anxiety in children undergoing medical procedures: a systematic review
of randomized controlled trials. Ambulatory Pediatrics. 2008;8:117-128.
Kozier, E., Berman, A., & Snyder, S.J. (2012). Kozier & Erb’s fundamental of
nursing: concepts, process. 9ed. New Jersey, Pearson Education Inc.
Lee, H.T.M. (2009). A therapeutic play program for children undergoing day
surgery. Thesis publikasi online diakses pada 24 Juni 2016
Li, H.C.W., Chan, S.S.C., Wong, E.M.L., Kwok, M.C., & Lee, T.L.I. (2014).
Effect of therapeutic play on pre- and post-operative anxiety and emotional
responses in Hongkong Chinese children: A randomized controlled trial.
Hong Kong Med J 2014;20(Suppl 7):S36-9.
Liddle, M. (2014). Evidence-based practice statement: Therapeutic play in
pediatric health care. Child life Council, Inc. diakses pada 24 Juni 2016.
http:// www.childlife.org/ebpplaystatement.
Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled
trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain.
J Pain Symptom Manage, 40:49– 59.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Maia, E.B.S., Ribeiro, C.A., de Borba, R.I.H. (2010). Understanding nurses’
awareness as to the use of therapeutic play in child care. Rev Esc Enferm
USP Online. doi: 10.1590/S008-62342014. www.scielo.br/reeusp.
Mariyam, Rustina, Y., Waluyanti, F.T. (2013). Aplikasi teori konservasi Levine
pada anak dengan gangguan pemenuhan oksigenasi di ruang perawatan
anak. Jurnal Keperawatan Anak, 1(2), 104-112.
Meffort, L. C., & Alligood, M. R. (2011). Testing a theory of health promotion for
preterm infant based on Levin’s conservation model of nursing. Journal of
Theory Construction & Testing. 15(2), 42-47.
NANDA International. (2012). Nursing diagnoses definition and classification.
West Sussex: Wiley-Blacwell.
Naylor, K.T., Kingsnorth, S., Lamont, A., McKeever, P., & McArthur, C. (2010).
The effectiveness of music in pediatric health care: A systematic review of
randomized controlled trials. The Cochrane Database.
Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., Bengston A. (2010). Music therapy to
reduce pain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar
puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:140-145.
Othman, A., Blunden, S., Mohamad, N., Husin, Z.A.M., & Osman, Z.J. (2010).
Piloting an educational program forparents of pediatric cancer patients in
Malaysia. Psycho-Oncology, 19: 326-331
Parker, M.E., & Marlaine, C.S. (2010). Nursing Theory and Nursing Practice.
(3nd ed). PhiladelphiaP: F. A. Davis Company.
Payakkaraung, S.,Wittayasooporn, J., Thampanichawat, W., & Suraseraniwonge,
S. (2010). Nurses’ management of Thai children’s postoperative pain: A
holistic case study. Pasific Rim Int J Nurs Res 2010; 14(4) 330-345.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2012). Fundamentals of nursing: Concepts, process
& practice. 9th ed. St Louis. Mosby Year Book.
Sahoo, J.P., Rao, S., Nesargi, S., Ranjit, T., Ashok, C., & Bhat, S. (2013).
Expressed breastmilk versus 25% dextrose in procedural, a procedural
double blind randomized controled trial. Indian pediatr, 50(2). 194-199.
Shields, L. (2010). Perioperative care of the child: A nursing manual. UK. WileyBlackwell.
St. Louis Children Hospital. (2014). Postoperative care for children. Publikasi
online
diakses
5
Maret
2016
melalui
laman
http://www.stlouischildrens.org/our-services/center-cerebral-palsyspasticity/postoperative-care-children.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC.
The International Association for the Study of Pain. (2009). http://www.iasppain.org/PublicationsNews.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2009). Nursing Theorists and Their Works. (6t
Ed). St.Louis: Mosby.
Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced
clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit
EGC.
Wilkinson, M, J., & Ahern, R, N. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan. edisi
ke-9. alih bahasa Wahyuningsih. Jakarta: EGC.
Yuceer, S. (2011). Nursing approaches in the postoperative pain management.
Journal of Clinical and Experimental Investigation.2(4): 474-478. doi:
10.5799/ahinjs.01.2011.04.0100.
Universitas Indonesia
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Lampiran 1
FORMAT PENGKAJIAN TEORI LEVINE
DI RUANG PERAWATAN BEDAH ANAK
A. DATA PERSONAL
1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Telepon
:
4. Tempat, tanggal lahir
5. Jenis kelamin
:
6. Agama
:
:
7. Tanggal pengkajian :
8. Nama Penanggung Jawab
:
9. Hubungan dengan Pasien
:
10. Alamat Penanggung jawab :
Keluhan utama
:
Penyakit saat ini :
Riwayat kesehatan masa lalu :
I. Riwayat kelahiran :
I.1. Prenatal care
a. Riwayat terkena radiasi : ……………………………………….
b. Golongan darah ibu ………….. Golongan darah ayah …………..
I.2. Natal
a. Jenis persalinan : ................................................................................
b. Komplikasi persalinan.......................................................................
I.3. Post natal
a. Kondisi bayi : ………… APGAR……………………………………
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami : ………………………………..
II. Riwayat Penyakit, Cedera, dan Operasi
a. Klien pernah mengalami penyakit
: ……………….pada umur : ………
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
b.
Riwayat konsumsi obat
: …………………………………………
c.
Riwayat kecelakaan
: ……………………………………..
d.
Riwayat Operasi
: ………………………………………
III. Riwayat Alergi
Jenis Alergen :……………..Pada usia…………….Reaksi Alergi………………
IV. Imunisasi
No
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis immunisasi
BCG
DPT (I,II,III)
Polio (I,II,III,IV)
Campak
Hepatitis
Waktu pemberian
Frekuensi
Reaksi setelah pemberian
V. Perkembangan Anak
Usia anak saat
1. Merangkak
: …………… bulan
2. Berjalan
: …………… tahun
3. Bicara pertama kali
: ……………tahun
4. Berpakaian tanpa bantuan
: ……………tahun
B. KONSERVASI ENERGI
1. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah
: ..................................... mmHg
b. Denyut nadi
: ............... x / menit, irama :.........................
c.
Suhu
: ............ o C ; Tempat Pengukuran :...........
d.
Pernapasan
: ............... x/ menit, Irama : .......................
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
2.Nutrisi
Kond
Sebelum Sakit
Saat Sakit
1. Jenis Makanan
isi
2. Frekuensi makan
3. Selera makan
4. Berat Badan
5. Tinggi Badan
3.Cairan 6. Lingkar
Kondisi
Lengan
Atas
Sebelum Sakit
Saat Sakit
Ada/Tida
Ada/Tid
1. Jenis minuman*
2. Volume air yang diminum
3. Cara pemenuhan
4. Status turgor kulit
5. Perdarahan
4.*ASI
Eliminasi
& BAK)
atau (BAB
Sufor pada
bayi
Kondisi
Sebelum
Sakit
k Ada*
ak Saat
Ada*Sakit
BAB
1. Saluran BAB
2. Frekuensi
3. Konsistensi
4. Karekteristik feses
5. Obat
5.pencahar
Istirahat tidur
BAK Kondisi
1.
tidurUrin (24
1. Waktu
Jumlah
2.
Pola tidur
jam)
Sebelum Sakit
Saat Sakit
3. Kebiasaan
sebelum
tidur
6. Aktivitas
Bermain
Kondisi
Jenis Permainan
Sebelum Sakit
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Saat Sakit
7. Kecemasan
Kondisi
Sebelum Sakit
Saat Sakit
1. Pencetus kecemasan
2. Reaksi cemas
3. Penatalaksanaan oleh
pengasuh Penunjang
8. Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Tanggal Pemeriksaan
9. Penatalaksanaan
10. Integumen
1.
2.
3.
4.
Kondisi
Warna kulit
Luka
Jenis Luka
Penyebab Luka
Sebelum sakit
5.
6.
7.
8.
Grade luka
Letak luka
Jenis Perawatan Luka
Frekuensi Perawatan Luka
Ada/Tidak ada*
Terbuka/Tertutup/Bakar*
Tumpul / Tajam*
Sesudah sakit
Ada/Tidak Ada*
Terbuka/Tertutup/Bakar*
Tumpul / Tajam*
C. INTEGRITAS STRUKTURAL
1.
Keadaan umum
2.
Kesadaran
: .....................................
: ...........................................................................................
3. Sistem Respiratori
a. Bernafas
 Retraksi..........................................................................
 Pernafasan cuping hidung..........................................................
 Posisi yang nyaman
: .....................................................
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
b. Toraks
 Bunyi nafas .............................................................................
 Bentuk dada : ............................................................................
4. Sistem Sirkulasi
a. Suara jantung..........................................................................................
b. Capilary Refill Time : ................................................................................
c. Irama jantung
............................................................
d.
Palpitasi
...............................................................................
e.
Clubbing
:............................................................................
5. Sistem Neurologik
a.
GCS
: ........................................................................
b. Pemeriksaan kepala
 Bentuk kepala : ........................................................................
 Fontanel
: ............................................................................
 Lingkar kepala (dibawah 2 tahun) : .......................................................
c. Reaksi pupil
 Reaksi terhadap cahaya: ...............................................................
d. Aktivitas kejang
 Jenis
: ..............................................................................
 Lamanya
: ..............................................................................
e. Fungsi sensoris
 Reaksi terhadap nyeri : ....................................................................
6. Sistem Gastrointestinal
 Nyeri
: Ada/Tidak Ada* Letak......................................
 Kekakuan
: Ada/Tidak Ada* Letak.......................................
 Bising usus
:……….x / menit
 Kram
: Ada/Tidak Ada* Letak..................................
 Muntah
:
Fekuensi………..Jumlah……Karakteristik
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
7. Sistem Renal
a. Fungsi ginjalDisuria
 Nyeri
: Ada/Tidak Ada* Lokasi Nyeri...........................
 Ascites
: Ada/Tidak Ada*
 Edema
: Ada/Tidak Ada* Lokasi Edema
.....................
b. Karakteristik urine dan urinasi
 Warna
: ...................................................................................
 Bau
: .................................................................................
 Berat jenis : ..................................................................................
 Menangis setelah berkemih
8.
: ........................................................
Genitalia
 Iritasi
: ......................................................................
 Sekret
: ...........................................................................
9. Pengkajian Muskuloskletal
a. Fungsi motorik kasar
 Ukuran otot
: Normal/Atrofi/Hipertrofi*
 Tonus otot
: ....................................................................

: ......................................................................
Kekuatan
 Gerakan abnormal : Ada/Tidak Ada* Berupa .........................
b. Fungsi motorik halus
 Menggenggam mainan : Mampu/Tidak Mampu*
 Mencorat-coret
: Mampu/Tidak Mampu*
c. Kontrol postur
 Mempertahankan posisi tegak : Mampu/Tidak Mampu*
 Bergoyang-goyang
: Mampu/Tidak Mampu*
d. Persendian
 Rentang gerak
: .........................................................................

Kontraktur
: Ada/Tidak Ada* Lokasi .......................

Nyeri
: Ada/Tidak Ada* Lokasi ..............................
 Tonjolan abnormal : Ada/Tidak Ada* Lokasi ................................
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
e. Tulang Belakang
 Bentuk
: .....................................................................
10. Sistem Hematologik
a. Kulit

Warna
: ......................................................

Ptekie
: Ada/Tidak Ada* Lokasi ......................

Memar
: Ada/Tidak Ada* Lokasi .......................

Perdarahan dari membrane mukosa atau dari luka suntikan atau
fungsi vena :
b. Abdomen
 Pembesaran hati : ................................................
 Pembesaran limpa : ......................
11. Pengkajian Endokrin
a. Status hidrasi
 Poliuria
: Ya/Tidak*
 Polifagia : Ya/Tidak*
 Polidipsi : Ya/Tidak*
b. Tampilan umum
 Iritabilitas
: Ya/Tidak*
 Sakit kepala
: Ya/Tidak*
 Gemetar
: Ya/Tidak*
D. INTEGRITAS PERSONAL
No
Kondisi
1
Kebosanan selama sakit
2
Ketidakberdayaan selama sakit
3
Ketakutan selama sakit
4
Harga Diri selama sakit
5
Privasi Diri selama sakit
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
6
Kemampuan Mendengarkan
7
Kemampuan Mengontrol diri
8
Kemampuan Memaknai sesuatu
9
Kemampuan Belajar
E. INTEGRITAS SOSIAL
No
Kondisi
1
Kemampuan bersosialisasi
selama sakit
2
Kemampuan berinteraksi
dengan orang lain
3
Kemampuan berproses dalam
suatu kelompok
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Lampiran 2
PROYEK INOVASI KEPERAWATAN
OPTIMALISASI MANAJEMEN NYERI
(NONFARMAKOLOGIS) PADA ANAK PASKA OPERASI DI
RUANG RAWAT BEDAH ANAK (BCh)
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
Disusun oleh:
Siti Nurhayati
1306346260
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Nama Kegiatan
“Optimalisasi manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak paska operasi
di ruang rawat bedah anak RSUPN Cipto Mangunkusumo”
1.2
Latar Belakang
Penanganan nyeri yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas tidur,
nutrisi dan kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga
pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak.
Vallerand, Musto, dan Polomano, (2011) mengemukakan bahwa peran serta
keluarga (orang tua) sangat mempengaruhi manajemen nyeri pada anak.
Orang tua berperan besar membantu anak mengembangkan koping yang
tepat dalam mengatasi nyeri. Namun, orang tua yang memiliki anak yang
menjalani prosedur pembedahan umumnya dapat mengalami stress sehingga
tidak mampu maksimal dalam membantu membangun koping yang adaptif.
Oleh karena itu, diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk membantu
keluarga dan anak dalam mengatasi nyeri yang sering ditemukan
Perawat selaku tenaga kesehatan yang mendampingi anak selama 24 jam,
memiliki peranan yang besar dalam membantu anak dan keluarga mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi. Selain sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat juga berperan sebagai advokat yang membantu anak
dan keluarga untuk dapat menemukan cara mengatasi nyeri yang dihadapi
anak (Shields, 2010).
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh residen selama 3 minggu di ruang
BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo, perawat sudah melaksanakan perannya
sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami
anak misalnya dengan berkolaborasi memberikan analgesik pada anak.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Namun, peran perawat dalam mengatasi nyeri nonfarmakologis belum
dilakukan secara maksimal.
Berdasarkan uraian diatas, residen ingin membantu mengoptimalkan peran
perawat dalam membantu anak dan keluarga mengatasi nyeri yang dialami
secara nonfarmakologis..
1.3
Tujuan Proyek Inovasi
1.3.1 Tujuan Umum
Mengoptimalkan peran perawat sebagai fasilitator melalui aplikasi
evidence based practice dalam mengatasi nyeri pada pasien anak yang
telah menjalani prosedur pembedahan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan nyeri pada anak paska
operasi.
b. Mengoptimalkan tatalaksana nyeri nonfarmakologiss perawat pada
anak paska operasi
1.4
Manfaat Proyek Inovasi
1.4.1 Rumah Sakit
Penerapan asuhan keperawatan anak dengan nyeri mengembangkan
asuhan keperawatan pada anak yang dirawat di ruang BCh.
1.4.2 Perawat
Memperoleh masukan dalam mengoptimalkan asuhan keperawatan
pada anak paska operasi
1.4.3 Pasien dan Keluarga
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan koping dalam mengatasi
masalah nyeri sehingga meningkatkan konservasi energi pasien.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2. 1 Nyeri pada Anak dengan Prosedur Pembedahan
2.1.1 Konsep Nyeri
Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menginformasikan kepada
otak bahwa sedang atau sedang tejadi kerusakan jaringan dimana
nyeri dipengaruhi oleh memori pengalaman yang akan membantu
manusia menghindari kejadian berbahaya di masa yang akan datang
(Sherwood, 2009). Nyeri adalah apapun yang di alami seseorang
sesuai dengan apa yang ditimbulkan oleh nyeri dan ada ketika
seseorang mengatakan itu ada (Pasero dan McCaffery, 2011 dalam
James., Nelson., & Ashwill, 2013). Sedangkan menurut The
International Association for The Study of Pain (1979) dalam James,
Nelson & Ashwill (2013) menyatakan bahwa nyeri adalah sensori/
rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan baik yang sifatnya aktual
maupun potensial. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan
bahwa
nyeri
adalah
sensasi
rasa
yang
tidak
menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau injuri aktual
atau potensial dimana sifatnya kompleks, multidimensional dan
subjektif serta individual.
Nyeri dimulai ketika ada noxious stimuli yakni: stimulus mekanis,
kimia dan suhu yang menyebabkan terjadinya injuri jaringan dan
merangsang proses inflamasi. Proses ini melibatkan pengeluaran
neurotransmitter seperti: prostaglandin, substansi P, serotonin,
asetikolin dan bradikinin. Neurotransmitter yang keluar menyebabkan
pemasukan Ca + ke nosireseptor sehingga reseptor nyeri tersebut lebih
sensitif menerima impuls. Selain itu, neurotransmiter mengikut
reseptor post sinap dan meningkatkan permeabilitas sodium dan
potasium sehingga terjadi depolarisasi. Aktifitas listrik yang terjadi
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
menyebabkan transduksi impuls nyeri. Selanjutnya terjadi transmisi
nyeri yakni: impuls nyeri bergerak sepanjang saraf sensori perifer ke
tulang belakang. Selanjutnya diterima oleh korteks serebri di otak dan
terjadi persepsi nyeri.
Pembedahan merupakan suatu kejadian yang mengancam dan
menimbulkan stres pada anak (Li, Lopez, & Lee, 2008). Respon anak
terhadap pengalaman tersebut tergantung dari persiapan fisik dan
psikologis yang mereka dapatkan. Pada paska operasi, mayoritas anak
mengalami
nyeri
sedang
sampai
berat
(Baratee,
Dabirian,
Yoldashkhan, Zaree, & Rasouli, 2011). Untuk itu diperlukan pereda
nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun nonfarmakologis.
2.1.2
Manajemen Nyeri
2.1.2.1 Manajemen farmakologi
a. Analgesik non opioid
Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara
menghambat
enzim
mengganggu
konversi
siklooksigenase,
asam
arakhidonat
sehingga
menjadi
prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obat ini
umumnya bekerja di perifer, kecuali parasetamol yang
bekerja di susunan saraf pusat dengan menghambat
sintesis prostaglandin di hipotalamus.
Berdasarkan rekomendasi WHO, untuk nyeri sedang dan
berat, AINS dapat diberikan untuk meningkatkan efek
analgesik opioid. Anti inflamasi non steroid mempunyai
ceiling effect, yaitu pemberian dosis yang lebih tinggi
dari
dosis maksimal, namun tidak menyebabkan
bertambahnya efek analgesik. Penggunaan AINS jangka
panjang memberikan banyak efek samping.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
b. Analgesik opioid
Opioid merupakan pilihan utama pada nyeri
sedang
berat. Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid lemah seperti
kodein dan tramadol; sedangkan opioid kuat yaitu
morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid sedapat
mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya
diberikan secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma
yang stabil. Opioid tidak memiliki standar dosis dan
ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya dititrasi
sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien.
Opioid sering menimbulkan efek samping seperti sedasi,
konstipasi, mual, muntah, dan depresi pernapasan. Pada
anak, pemberian opioid sebaiknya diikuti dengan
pemberian laksatif. Pada anak usia kurang dari satu
tahun, pemberian opioid harus dilakukan secara hati-hati
karena dosis standar untuk anak sering menyebabkan
depresi
pernapasan.
Pemberian
opioid
dapat
menyebabkan ketergantungan, adiksi dan toleransi,
namun adiksi jarang terjadi pada anak.
c. Terapi ajuvan
Obat ajuvan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
obat yang bekerja sebagai ko-analgesik (meningkatkan
kerja analgesik) dan obat yang mengurangi efek samping
atau toksisitas analgesik. Obat ko-analgesik, mencakup
anti depresan (seperti amitriptilin), antikonvulsan (seperti
karbamazepin dan diazepam), dan kortikosteroid.
2.1.2.2 Manajemen nonfarmakologis
Pengelolaan nyeri secara nonfarmakologis didasari pada
pemikiran bahwa nyeri sering dihubungkan dengan
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
ketakutan, cemas dan stress (Kain, Mayers, Caldwell
Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, & Wilson.,
2009). Beberapa manajemen nyeri nonfarmakologis
bertujuan untuk menciptakan strategi koping yang dapat
menurunkan
persepsi
nyeri,
membuat
nyeri
lebih
ditoleransi, mengurangi kecemasan dan meningkatkan
keefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang
dibutuhkan. Contoh teknik yang
termasuk di dalam
manajemen ini adalah: distraksi, relaksasi,
guided
imaginary dan stimulasi kutaneus.
Faktor psikologis dan lingkungan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap persepsi nyeri dan mungkin dapat di
modifikasi
dengan
strategi
psikologis,
pendidikan,
dukungan orang tua dan intervensi cognitif – behavioural.
Anak dibantu oleh perawat dapat memilih strategi yang
dapat menurunkan nyeri dan orang tua harus terlibat dalam
proses ini. Orang tua mungkin sudah paham dengan
kemampuan
koping
anak
dan
dapat
membantu
mengidentifikasi strategi koping yang potensial berhasil.
melibatkan orang tua dapat mendorong partisipasi dalam
belajar kemampuan strategi koping dan dapat berperan
sebagai pelatih anak.
Apabila orang tua tidak dapat
terlibat, keterlibatan orang lain diperlukan seperti: kakek,
saudara, perawat dan spesialis child life (Mc Grath dan
Hillier, 2003 dalam Hockenberry, & Wilson., 2009).
Virtual Reality telah diidentifikasi sebagai “alat” yang
berpotensi efektif untuk distraksi nyeri (Kain, Mayers,
Caldwell Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, &
Wilson., 2009). Perhatian anak di tarik dari “dunia nyata”
ke “dunia virtual (maya)” dengan menggabungkan
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
stimulus visual, auditori dan taktil.
Beberapa studi telah mendokumentasikan keefektifan
pereda nyeri nonfarmakologis diantaranya: Containment
yang dilakukan dengan memberi posisi dan gulungan
selimut. Swaddling dapat menurunkan tangisan dan denyut
jantung setelah prosedur injeksi.
Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu
mengalihkan
pikiran
anak
terhadap
sesuatu
yang
menyakitkan. Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan
cara menyentuh dan mengayun. Pada anak-anak dapat
dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau
melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak.
Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan
orang tua dan anak untuk mengidentifikasi distraktor yang
paling kuat. Libatkan anak dalam permainan, minta anak
menarik napas dalam dan menghembuskannya sampai
diberi tahu untuk berhenti, dapat juga dengan meminta
anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan
“aduh”, humor dapat digunakan selama distraksi (Wong,
Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Shwartz, 2009).
No
1.
2.
3.
4.
Tabel.1 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia
Usia
Metode
0-2
Menyentuh,
menepuk-nepuk,
musik,
tahun
mengayun-ayun
2-4
Bermain boneka, buku cerita, meniup balon
tahun
4-6
Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka,
tahun
televisi, melakukan aktivitas yang disukai
anak
6-11
Musik, relaksasi napas dalam, humor,
tahun
televisi, imajinasi terbimbing
Sumber: Tomlinson & Kline, (2010)
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Teknik selanjutnya yaitu imajinasi terbimbing. Teknik ini
memerlukan
kemampuan
untuk
membantu
anak
memfokuskan pada sesuatu atau pengalaman yang
menyenangkan.
pengalaman
Minta
nyata
anak
yang
untuk
mengidentifikasi
menyenangkan,
dapat
digabungkan dengan relaksasi.
Terapi tertawa atau humor dapat membantu anak lebih
rileks dan meningkatkan endorfin yang dapat menurunkan
nyeri. Terapi ini dapat memanfaatkan buku, nyanyian atau
film untuk menurunkan stress, nyeri dan rasa takut pada
anak.
Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan
stres dan nyeri pada anak. Hasil penelitian menunjukkan
terapi
musik
dapat
menurunkan
skor
nyeri,
laju
pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak
yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen, Nillson,
Hellstrom, & Bengston, 2010).
Relaksasi juga dapat menurunkan nyeri pada anak. Pada
bayi atau anak kecil relaksasi dapat dilakukan dengan
menggendong anak dengan posisi tertopang dengan baik
dan nyaman, timang dan ulangi satu atau dua kata seperti:
“ibu disini”. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan
dengan meminta anak untuk menarik napas dalam dan
menghembuskan perlahan, lemas seperti boneka kain,
kemudian mulai relaksasi otot progresif mulai dari ibu jari
sampai ke seluruh tubuh, jika sulit, instruksikan anak
untuk menegangkan atau mengencangkan setiap bagian
tubuh kemudian merilekskannya. Biarkan mata anak tetap
terbuka agar anak mampu berespon lebih baik.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Selain terapi diatas, nyeri juga dapat diturunkan melalui
stimulasi kutaneus yaitu dengan memberikan usapan
berirama
yang
menggunakan
stimulation
sederhana.
alat
Dapat
Transcutaneous
(TENS).
TENS
juga
dilakukan
electrical
merupakan
nerve
metode
penggunaan listrik bervoltase rendah yang terkendali pada
tubuh melalui elektrode-elektrode yang dipasang pada
kulit (Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, &
Schwartz, 2009).
Permainan terapeutik adalah permainan yang dilakukan
dengan
maksud
untuk
mengurangi
ketakutan
dan
ketidaknyamanan yang dihadapi anak selama pengalaman
dirawat,
yang
biasanya
dilakukan
oleh
perawat
(Hockenberry et al, 2009). Koller (2008), menambahkan
bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif terhadap
berlangsungnya perkembangan normal selama anak
berespon efektif terhadap situasi yang sulit seperti
pengalaman dirawat di rumah sakit. Menurut Ball, Bindler
dan Cowen (2010), tujuan bermain terapeutik yaitu untuk
membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan
anak dan membantu menghadapi prosedur atau tindakan
terapi sehingga dapat menurunkan ketegangan anak
setelah tindakan tersebut. Perawat menggunakan bermain
terapeutik sebagai strategi perawatan untuk anak dengan
hospitalisasi, khususnya dalam tiga area kegiatan rutin,
seperti mempersiapkan anak dalam proses pembedahan,
prosedur invasif dan prosedur lainnya yang menimbulkan
nyeri atau perasaan tidak nyaman.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
2. 2 Peran Perawat dalam Manajemen Nyeri
Anak yang akan menjalani prosedur operasi biasanya mengalami stres dan
cemas, menunjukkan perilaku negatif, dan mengeluh nyeri paska operasi.
Orangtua juga mengalami kecemasan saat anak menjalani operasi (He, Zhu,
Chan, Yobas, & Wang, 2014)
Perawat melakukan manajemen nyeri dimulai dengan mengkaji nyeri,
mencegah terjadinya nyeri, memberikan intervensi berdasarkan evidence
based nursing, edukasi dan intervensi berpusat pada keluarga (Wong,
Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Schwartz, 2009). Nyeri merupakan
pengalaman sensorik dan emosional sehingga dibutuhkan beberapa strategi
untuk melakukan pengkajian nyeri.
Perawat dapat melakukan pendekatan menggunakan Question, Use,
Evaluate, Secure, dan Take (QUEST). Question yaitu dengan menanyakan
pada anak tentang nyeri yang dialami. Use, yaitu menggunakan skala nyeri
yang terpat. Evaluate, evaluasi perubahan sikap dan fisiologis pada anak.
Secure, melibatkan orang tua dan Take yaitu dengan mempertimbangkan
penyebab nyeri dan mengevaluasi efektifitas intervensi yang sudah
dilakukan.
Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat juga sangat diperlukan. Skala
nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi dimensional
(Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala uni-dimensional hanya
mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut, skala yang biasa
digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala pengkajian nyeri unidimensional ini meliputi: Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale
(VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale . VAS
dapat digunakan pada anak usia diatas delapan tahun dan dewasa, Wong
Baker Pain Rating Scale digunakan untuk anak usia diatas tiga tahun. Pada
anak dibawah tiga tahun atau anak dengan gangguan kognitif dapat
digunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
tool.
Gambar.1 Visual Analog Scale
Gambar 3. Numeric Rating Scale
Gambar 2. Verbal Rating Scale
Gambar 4. Wong Baker Pain Rating Scale
Gambar 4. FLACC Scale
Skala multi-dimensional digunakan untuk mengukur intensitas dan afektif
(unpleasantness) nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis. Skala multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), the brief pain
inventory, dan memorial pain assesment card.
Perawat perlu melibatkan orang tua sejak melakukan pengkajian sampai
dengan evaluasi manajemen nyeri yang diberikan pada anak. Hal ini
disebabkan asuhan keperawatan pada anak tidak terlepas dari konsep family
center care. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat yaitu membantu
orang tua untuk mengembangkan koping yang adaptif pada anak.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
BAB 3
IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH
3.1
Identifikasi masalah berdasarkan PICO
Model PICO merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi serta
menyusun pertanyaan atas sebuah masalah. PICO merupakan akronim yang
memiliki kepanjangan sebagai berikut:
P: Problem/ Population/ Patient (masalah/ populasi/ pasien)
I : Intervention (intervensi)
C: Comparison (intervensi pembanding)
O: Outcome (hasil yang diinginkan)
Berdasarkan model PICO tersebut, identifikasi masalah yang terdapat pada
proposal ini:
Problem dan Patient: penggunaan asuhan keperawatan dan tatalaksana
pasien anak paska operasi dengan masalah nyeri.
Intervention: tatalaksana nyeri pada anak paska operasi melalui teknik
distraksi dan bermain terapeutik
Comparison: intervensi yang akan dibandingkan adalah menerapkan
penanganan nyeri standar di ruangan (tanpa teknik distraksi dan bermain
terapeutik).
Outcome: setelah dilakukan teknik distraksi dan bermain terapeutik, anak
dapat mengembangkan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri dan
mengkonservasi energi.
Pertanyaan masalah: apakah teknik distraksi dan bermain terapeutik pada
anak paska operasi dapat membantu anak mengembangan koping yang tepat
untuk mengontrol nyeri serta mengkonservasi energi anak?
3.2
Strategi penyelesaian masalah
Strategi penyelesaian masalah yaitu dengan pencarian dan pengumpulan
literatur/ jurnal terkait topik bahasan. Tahapannya terdiri dari:
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
3.2.1
3.2.2
Identifikasi topik atau kata kunci, yaitu:
a.
Post operation, pain, management
b.
Nursing, role, play theraphy
Pembatasan pencarian
Tahun : 2007 sampai dengan 2016
3.2.3
3.2.4
Jenis publikasi yang diinginkan
a.
Critically appraised research studies
b.
Research studies: experimental study
c.
Electronic textbooks
d.
Systematic review atau meta-analysis
e.
Clinical practice guidelines
Pencarian di database:
a.
EBSCO: CINAHL
b.
Springerlink
c.
Cochrane
d.
Proquest
3.2.5 Jurnal terkait manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak
paska operasi
Jurnal 1.
Yuceer, S. (2011). Nursing approaches in the postoperative pain
management.
Journal
of
Clinical
and
Experimental
Investigation.2(4): 474-478. doi: 10.5799/ahinjs.01.2011.04.0100
Jurnal ini merupakan artikel review yang menyimpulkan bahwa
manajemen nyeri paska operasi bagian integral dari praktik
keperawatan, oleh karena itu perawat harus memiliki pendekatan
holistik
untuk
meningkatkan
efektifitas
manajemen
nyeri.
Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa
pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak
berdasar evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana
nyeri yang berkaitan dengan komplikasi, mengedukasi pasien dan
keluarga, mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri,
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
serta mencari (menerapkan) standar perawatan pasien paska
operasi.
Jurnal 2
Payakkaraung, S.,Wittayasooporn, J., Thampanichawat, W., &
Suraseraniwonge, S. (2010). Nurses’ management of Thai
children’s postoperative pain: A holistic case study. Pasific Rim Int
J Nurs Res 2010; 14(4) 330-345
Studi kasus ini mengumpulkan data dari berbagai sumber:
observasi aktivitas perawat-dokter dalam manajemen nyeri, review
status medis anak, wawancara dengan perawat, dokter dan keluarga
yang merawat. Studi kasus ini menggambarkan bagaimana perawat
memanaj nyeri anak paska operasi dalam konteks kehidupan nyata
di unit perawatan intensif bedah anak dan unit bedah anak. Ada tiga
strategi perawat yang ditemukan dalam memanaj nyeri anak paska
operasi: penggunaan analgesik, pemberian perawatan alternatif atau
intervensi nonfarmakologis serta keterlibatan keluarga yang
merawat.
Jurnal 3
Paladino, C.M., de Carvalho, R., & Almeida, F.A. (2014).
Therapeutic play in preparing for surgery: Behavior of preschool
children during the perioperative period. Rev Esc Enferm USP
Online. doi: 10.1590/S008-62342014.
Studi ini memberikan gambaran bagaimana perilaku anak yang
diberikan bermain terapeutik terstruktur .yang diberikan pada
periode perioperasi. Dari 30 anak usia 3-5 tahun yang dilibatkan,
73% memasuki ruang operasi secara spontan (tanpa rasa takut).
Perilaku yang kurang kooperatif sedikit terjadi seperti menolak
berpisah dengan orang tua, menangis dan berteriak (27%). Setelah
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
pembedahan sebagian besar anak sadar dari anestesi dengan tenang
(87%). Permainan memiliki efek relaksasi yang menurunkan stres,
cemas, nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga
profesional, serta meningkatkan kepercayaan keluarga terhadap
tim.
Jurnal 4
Vijaya, M. (2014). Effectiveness of play therapy in reducing
postoperative pain among children (2-5 years) in selected pediatric
hospital Madurai. Asian Journal of Nursing Education and
Research 4(3): July-September 2014
Penelitian kuantitatif ini dilakukan di India dengan jumlah subjek
30 anak, mengukur skala nyeri menggunakan FLACC behavioral
pain assessment scale. Sebagian besar anak menjalani pembedahan
koreksi anomali kongenital (27 anak), bedah abdomen (1 anak) dan
pembedahan lain (2 anak). Sebanyak 14 anak mengalami tingkat
nyeri sedang, 9 anak dengan nyeri berat dan 7 dengan nyeri ringan
(26 anak mengalami nyeri pada H+1, 4 anak H+2 paska operasi).
Rerata skor nyeri sebelum bermain terapeutik adalah 5,2 berubah
menjadi 0,93 setelah anak bermain. Hal ini mengindikasikan
adanya penurunan signifikan dalam skala nyeri sehingga bermain
terapeutik dirasakan sangat efektif. Hasil ini sejalan dengan studi
yang dilakukan oleh Maheswari (2003) yang menyatakan bahwa
permainan terapeutik efektif dalam menurunkan nyeri paska
operasi pada anak dengan operasi minor.
3.2.6
Plan Do Study Act (PDSA)
Metoda PDSA adalah suatu cara untuk menguji perubahan yang
diimplementasikan. Metode ini dapat memandu proses berfikir,
pemecahan tugas menjadi langkah-langkah penyelesaian dan
kemudian mengevaluasi hasilnya, memperbaiki, dan mengujinya
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
kembali.
Plan
a. Rencana:
perawat
melakukan
teknik
distraksi
sebagai
tatalaksana nyeri pada anak paska operasi
b. Hasil yang diharapkan: perawat mampu membantu anak
mengembangkan koping yang tepat dalam mengontrol nyeri dan
meningkatkan konservasi energi anak.
c. Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Menyiapkan alat bermain dan teknik distraksi yang sesuai
dengan usia anak
2. Mengidentifikasi pasien anak paska operasi yang mengalami
masalah nyeri
3. Mengkaji skala nyeri anak
4. Melakukan teknik distraksi
5. Mengevaluasi skala nyeri anak dan kemampuan koping anak
untuk mengontrol nyeri
Do
a.
Mengidentifikasi anak paska operasi yang membutuhkan tata
laksana nyeri nonfarmakologis
b.
Melibatkan orang tua dalam membantu anak mengembangkan
koping untuk mengontrol nyeri
c.
Melakukan tatalaksana nyeri nonfarmakologis
d.
Mengevaluasi kemampuan anak mengembangkan koping
untuk mengontrol nyeri
Study
Mahasiswa mempelajari apakah teknik distraksinya mampu
mengalihkan rasa nyeri anak paska operasi.
1. Mengkaji skala nyeri awal anak
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
2. Mengevaluasi kemampuan anak dalam mengembangkan koping
untuk mengatasi nyeri
Act
Teknik distraksi dan bermain terapeutik pada anak paska operasi
yang mengalami nyeri.
Mahasiswa menyimpulkan efektifitas teknik distraksi dan bermain
terapeutik terhadap kemampuan anak mengembangkan koping
dalam mengontrol nyeri.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Bab ini membahas hasil implementasi proyek inovasi optimalisasi
manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak paska operasi. Tujuan dari
proyek inovasi ini yaitu perawat mampu membantu orang tua dan anak untuk
mengembangkan koping anak yang adaptif dalam mengontrol nyeri.
Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang BCh RSUPN Cipto
Mangunkusumo pada tanggal 4-22 April 2016. Residen melakukan kontrak
kepada orang tua dan anak untuk melakukan bermain terapeutik. Bermain
terapeutik dilakukan menggunakan berbagai teknik sesuai dengan usia anak.
Alat bermain yang digunakan mulai dari boneka jari, bercerita, menggambar,
musik, menonton film, hingga video games.
Jumlah pasien yang terlibat selama implementasi sebanyak 10 orang.
Bermain terapeutik dilakukan sejak anak kembali ke ruangan dari ruang
operasi, saat terlihat rewel, atau akan dilakukan tindakan invasif/noninvasif.
Pendampingan dilakukan kepada orang tua anak untuk menilai nyeri, dan
mengidentifikasi manajemen nonfarmakologis yang sesuai untuk anaknya.
Bermain terapeutik dilakukan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya
(terjadwal, sesuai kontrak) maupun situasional (tidak terjadwal, misal saat
sedang dilakukan perawatan luka operasi).
Tabel 2. Identitas pasien
No
Tindakan
Pembedahan
Eksisi
Skala Nyeri
Jenis Permainan
1.
Initial Pasien
(Usia)
An. Sy (4 thn)
Sedang-Berat
2.
An. If (3 thn)
Eksisi
Ringan-Sedang
3.
An. Ju (3,5
thn)
An. Ma (5 thn)
Tutup stoma
Ringan-Sedang
Menggambar, film
kartun
Boneka jari, video
game
Boneka jari, musik
Skin graft
Sedang-Berat
Bercerita
An. Al (2,5
thn)
Tutup stoma
Ringan-Sedang
Boneka jari, musik
4.
5.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
6.
An. Far (5 thn)
Uretroplasty
Ringan-Sedang
7.
Tutup stoma
Ringan-Sedang
8.
An. Faq (1,5
thn)
An. Ki (1 thn)
Pursed
breathing
Musik
lip
PSARP
Ringan-Sedang
Musik
9.
An. Di (8 bln)
Tutup stoma
Sedang-Berat
Musik, bercerita
10.
An. Pi (9 thn)
Tutup stoma
Ringan-Sedang
Menggambar
Skala nyeri yang dialami pasien dikaji dengan FLACC Scale dan VAS.
Respon awal pasien terhadap permainan rata-rata masih mengacuhkan dan
rewel. Namun setelah lewat beberapa menit mulai memberikan perhatian dan
teralih dari rasa nyeri yang dirasakannya. Respon yang diberikan beragam,
mulai dari memperhatikan dengan sikap pasifnya
(an.Sy, Ju,
dan Al);
berhenti menangis (an. Faq, KI, dan an. Di); berusaha menahan tangis serta
menanggapi cerita (an. Ma, dan an. Far), sedangkan an. If
dan an. Pi
langsung berespon dengan permainan. Hampir semua menjadi lebih
kooperatif setelah bermain terapeutik diberikan. Tingkat nyeri dievaluasi
kembali dengan indikator yang sama dan menunjukkan adanya penurunan
dan anak lebih mampu mengontrol dirinya sehingga mudah kooperatif
kembali.
4.2. Pembahasan
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam mengatasi nyeri
anak paska operasi berdasarkan pembuktian hasil penelitian. Asuhan
keperawatan dilakukan perawat meliputi pengkajian, tatalaksana nyeri,
intervensi perdasarkan penelitian, pendidikan kesehatan terhadap pasien dan
keluarga.
Sebagai advokator, seorang perawat berupaya untuk memberdayakan klien
dan keluarga agar mampu mengontrol nyeri yang dialami. Perawat juga
berperan sebagai edukator dan pemberi motivasi bagi pasien dan keluarga
untuk melewati masa-masa yang sulit selama memperoleh perawatan. Proyek
inovasi ini dilakukan untuk mengoptimalisasi peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Optimalisasi berupa pemberian bermain
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
terapeutik pada anak paska operasi. Perawat melakukan pengkajian terkait
masalah nyeri dan merencanakan jenis permainan yang tepat untuk anak.
Perencanaan dan pelaksanaan bermain terapeutik melibatkan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, & Enskar (2008), faktor
yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak.
dapat dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, perawat dengan
pasien; perilaku anak; kegiatan rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat.
Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat keterlibatan perawat dalam
memberikan bermain terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan
pengalaman
perawat
terkait
manajemen
nyeri
khususnya
secara
nonfarmakologis.
Kondisi diatas sejalan dengan beberapa studi yang pernah dilakukan oleh
peneliti lain sebelumnya. Franchiscinelli, Almeida dan Fernandes (2012),
mengemukakan bahwa 37% perawat mendapat kesulitan, 9,3% kekurangan
waktu
dalam
mengimplementasikan
bermain
terapeutik
disebabkan
mengerjakan aktivitas lain, tidak aman, serta gangguan dari profesi lain. Hasil
senada juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan Maia, Ribeiro, dan de
Borba (2010), yang menyatakan bahwa dari 88% perawat yang mengetahui
tentang bermain terapeutik, hanya 14% yang melakukannya di area pediatrik
secara sporadis. Di kota yang lebih besar menyebutkan bahwa dari 93%
perawat yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 7% yang mampu
dalam mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan. Oleh karena itu
perawat perlu memperluas cara pandangnya terhadap anak sebagai individu
dan berkomitmen untuk mengembangkan bermain terapeutik baik dalam
pelayanan maupun penelitian.
Perawat dan tim harus bekerja sama dengan orangtua dalam menangani nyeri
anak. Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada proyek inovasi ini, keluarga bersama
dengan perawat mampu mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
yang dapat diterapkan pada anak. Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong,
Kwok dan Lee (2014), menunjukkan bahwa orangtua dari anak yang
menerima bermain terapeutik menyatakan merasa lebih nyaman.
Pada implementasi yang dilakukan residen terdapat satu orang ibu pasien
(An.Sy) yang terlihat sangat cemas dan belum mampu memfasilitasi anak.
Ibu tampak kesulitan bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak
memperoleh sekalipun yang tidak menimbulkan nyeri (pemberian inhalasi
dan dimandikan). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol
kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu
meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan.
Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan ibu. Review literatur yang dilakukan He, Zhu, Chan,
Yobas, dan Wang (2014), membuktikan bahwa dua penelitian menunjukkan
adanya penurunan tingkat kecemasan orangtua pada periode praoperasi.
Namun dari enam penelitian yang dipelajari masih mempertentangkan
keefektifan bermain terapeutik
terhadap kecemasan anak perioperasi,
perilaku negatif, dan nyeri paskaoperasi (hasil belum meyakinkan). Oleh
sebab itu diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan
hal tersebut menggunakan desain yang lebih kuat dan lebih banyak
melibatkan orangtua.
Pelaksanaan bermain terapeutik dalam kegiatan inovasi ini dirasakan efektif
dalam menangani nyeri anak paska bedah. Kesepuluh pasien yang dilibatkan
pada kegiatan ini menunjukkan penurunan skala nyeri yang lebih cepat dan
perilaku positif sejak periode awal paska operasi. Anak menjadi lebih mudah
dapat mengontrol emosi, mudah beradaptasi dan cepat kooperatif kembali
terhadap tim, walaupun dengan tingkat kecepatan yang berbeda.
Hasil tersebut diatas sejalan dengan penelitian yang diakukan oleh
Athanassiadou, Tsiantis, Christogiorgos, dan Kolaitis (2009) membuktikan
bahwa permainan boneka pada anak usia 4-6 tahun dapat menurunkan
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
agresifitas dan hiperaktifitas paska bedah. Hasil ini juga senada dengan studi
dari Vijaya (2014) yang membuktikan adanya penurunan signifikan dalam
skala nyeri sehingga bermain terapeutik sehingga dirasakan sangat efektif.
Selain itu permainan terapeutik memiliki efek relaksasi yang menurunkan
stres, cemas, nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga
profesional (Paladino, de Carvalho & Almeida, 2014). Lovell, Forder dan
Stockler, (2010) yang membuktikan adanya peningkatan pengetahuan dan
perilaku terhadap manajemen nyeri, menurunkan level nyeri dan kecemasan,
meningkatkan kualitas hidup serta menurunkan penggunaan analgesik setelah
pemberian edukasi pada orangtua terkait manajemen nyeri.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan implementasi proyek inovasi dapat disimpulkan bahwa
pendampingan yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan
kemampuan orang tua dalam membantu anak mengontrol nyeri yang
dialaminya. Perawat perlu merencanakan manajemen nyeri yang tepat
secara individual disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien.
Kemampuan perawat dalam memberikan pendampingan bermain
terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat.
5.2.
Saran
Optimalisasi peran perawat dalam memberikan intervensi manajemen
nyeri memerlukan kerjasama tim profesional dengan keluarga serta
komitmen yang kuat.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ball, J.W., Bindler., & Cowen, K.J. (2010). Child Health Nursing: Partnering
With Children and Families. 2nd ed. London. Pearson
Baratee, F., Dabirian, A., Yoldashkhan, M., Zaree,.F., & Rasouli, M. (2011).
Effect of therapeutic play on postoperative pain of hospitalized school age
children in pediatric surgical ward. Journal of Nursing and Midwifery.
vol.21, no.72.
Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain
management in children. Pediatric nursing, 20(10), 21-24.
Franchiscinelli, A.G.B., Almeida, F.A., & Fernandes, D.M.S. (2012). Routine of
therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses perceptions.
Acta Paul Enferm. 2012;25(1):18-23
He, H.G., Zhu, L., Chan, S.W.C., Yobas, P.K., & Wang, W. (2014). The
effectiveness of therapeutic play intervention in reducing perioperative
anxiety, negative behaviors, and postoperative pain in children undergoing
elective
surgery:
A
systematic
review.
J
PMN
DOI:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2014.08.011
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediatric nursing.
8th ed. Missouri: Mosby Elsevier.
James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children:
Principle and practice. 4th ed. Missouri: Elsevier Saunders.
Koller, D. (2008). Child life assessment: Variables associated with a child’s
ability
to
cope
with
hospitalization.
http://www.ministryhealth.org/MinistryHealth/TermosfUse.nws. diperoleh 5
April 2016.
Li, H.C.W., Chan, S.S.C., Wong, E.M.L., Kwok, M.C., & Lee, T.L.I. (2014).
Effect of therapeutic play on pre- and post-operative anxiety and emotional
responses in Hongkong Chinese children: A randomized controlled trial.
Hong Kong Med J 2014;20(Suppl 7):S36-9
Li, H.C.W., Lopez, V., & Lee, T.L.I. (2008). Effectiveness and appropriateness of
therapeutic paly intervention in preparing children for surgery: A
randomized controlled trial study. J.Specialists Pediatr Nurs.
2008;(13)2:63-73.
Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled
trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain.
J Pain Symptom Manage, 40:49– 59.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Maia, E.B.S., Ribeiro, C.A., de Borba, R.I.H. (2010). Understanding nurses’
awareness as to the use of therapeutic play in child care. Rev Esc Enferm
USP Online. doi: 10.1590/S008-62342014. www.scielo.br/reeusp
Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., Bengston A. (2010). Music therapy to
reduce pain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar
puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:146–5.
Paladino, C.M., de Carvalho, R., & Almeida, F.A. (2014). Therapeutic play in
preparing for surgery: Behavior of preschool children during the
perioperative period. Rev Esc Enferm USP Online. doi: 10.1590/S00862342014. www.scielo.br/reeusp.
Sherwood, L.(2009). Fisiologi manusia: Dari sel ke system. edisi 6. Jakarta: EGC.
Shields, L. (2010). Perioperative care of the child: A nursing manual. UK. WileyBlackwell.
St. Louis Children Hospital. (2014). Postoperative care for children. Publikasi
online
diakses
5
Maret
2016
melalui
laman
http://www.stlouischildrens.org/our-services/center-cerebral-palsyspasticity/postoperative-care-children.
Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced
clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer.
Vallerand, A.H., Musto, S., & Polomano, R.C. (2011). Nursing’s role in cancer
pain. Curr Pain Headache Rep, 15: 250-262, doi 10.1007/s11916-0110203-5.
Vijaya, M. (2014). Effectiveness of play therapy in reducing postoperative pain
among children (2-5 years) in selected pediatric hospital Madurai. Asian
Journal of Nursing Education and Research 4(3): July-September 2014
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit
EGC.
Yudiyanta, Khoirunnisa, N., & Novitasari, R.W.(2015). Assessment nyeri. CDK226, 42, (3), 214-233.
Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016
Download