UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI BERMAIN TERAPEUTIK PADA ANAK DENGAN NYERI PASKA BEDAH MELALUI PENDEKATAN MODEL KONSERVASI LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR SITI NURHAYATI NPM 1306346260 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2016 Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMALISASI BERMAIN TERAPEUTIK PADA ANAK DENGAN NYERI PASKA BEDAH MELALUI PENDEKATAN MODEL KONSERVASI LEVINE KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak SITI NURHAYATI NPM 1306346260 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2016 ii Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Penulisan Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk mendapatkan gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak. KIA yang berjudul Optimalisasi Bermain Terapeutik pada Anak dengan Nyeri Paska Bedah Melalui Pendekatan Model Konservasi Levine, dibuat untuk mendeskripsikan pengalaman praktik penulis selama residensi. Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini bukanlah proses yang mudah, namun dengan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak pada akhirnya dapat diselesaikan juga. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Nani Nurhaeni, SKp, MN sebagai Supervisor Utama yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang sangat bermanfaat serta motivasi dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 2. Siti Chodidjah, SKp, MN sebagai Supervisor yang telah memberikan banyak bimbingan, masukan serta semangat selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini 3. Fauziah Rudhiati, Ns. SpKep.An sebagai penguji Kolegium 4. dr. Iskandar R. Budianto, SpB. SpBA sebagai penguji dari lahan praktik 5. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Dr. Novy Helena, C.D, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Yeni Rustina, SKp., M.App.,Sc., Ph.D. sebagai Pembimbing Akademik yang tak henti mengingatkan dan memotivasi. 8. Seluruh staf pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmunya, serta staf akademik dan administrasi yang membantu selama proses pendidikan. v Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 9. Pihak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, terutama Ibu Ns. Sutini, SKep selaku Head Nurse; bapak Ns. Sunardi, SKep selaku Nurse Officer; serta rekan sejawat di Ruang BCh yang telah memberikan kesempatan dan kerjasamanya selama penulis menjalani praktik Residensi I dan II. 10. Suami tercinta, Ekkyserro dan anak-anakku yang luar biasa, Azizah, Azizi, dan Aziz yang selalu menemani, menyemangati serta keluarga besar yang tak henti mendoakan. 11. Teman-teman seperjuangan Peminatan Keperawatan Anak angkatan 2013 yang selalu memberi semangat, khususnya Teh Lita, teman seiring sepenanggungan sepanjang jalan residensi. 12. Lucia Firsty, P.K., M.Kes dan rekan-rekan di Akademi Keperawatan Pasar Rebo yang selalu berusaha memahami dan memberikan dorongan. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan KIA ini Akhir kata, semoga Allah SWT memberi limpahan anugerah atas segala dukungan dan kebaikan yang diberikan semua pihak yang telah membantu. Penulis berharap semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan pada umumnya, terutama Keperawatan Anak. Depok, Juni 2016 Penulis vi Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Siti Nurhayati : Ners Spesialis Keperawatan Anak : Optimalisasi Bermain Terapeutik pada Anak dengan Nyeri Paska Bedah Melalui Pendekatan Model Konservasi Levine Kasus pembedahan pada anak cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Nyeri paska bedah merupakan pengalaman traumatik yang memerlukan penatalaksanaan farmakologis dan nonfarmakologis. Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran manajemen nyeri secara nonfarmakologis dalam bentuk bermain terapeutik, sebagai tata laksana nyeri paska bedah dengan pendekatan model Konservasi Levine. Asuhan keperawatan pada lima kasus terpilih yang diuraikan dalam karya ilmiah ini mengalami masalah nyeri paska bedah. Trophicognosis nyeri ditegakkan berdasarkan pengkajian yang meliputi: konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Anak yang mendapatkan permainan terapeutik mampu mencapai penurunan nyeri dan proses adaptasi lebih cepat. Tatalaksana bermain terapeutik memerlukan kerjasama antar tim pemberi layanan kesehatan. Kata kunci: bermain terapeutik, Model Konservasi Levine, nyeri paska bedah viii Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 ABSTRACT Nama Study Programme Title : Siti Nurhayati : Pediatric Nurse Specialist : Therapeutic Play Optimalization in Pediatric Post Operative Pain with Levine’s Conservation Model Approach Surgery still remains in a great number among children each year. Post operative pain is a traumatic experience that become general problem among children with surgery. Pain treatment, including farmakologic and nonfarmakologic management is needed. The aim of this study is to provide an overview of therapeutic play as a nonfarmakologic management of post operative pain with Levine’s Conservation Model approach. There were five managed cases that discussed in this study, and all of those experiencing post operative pain problems. The trophicognosis of pain, based on assessment incuding: energy conservation, structural, personal and social integrity. Children with therapeutic play showed decreased of pain and adaptation faster. Therapeutic play as therapy need a good cooperation among health care providers. Keywords: Levine’s Conservation Model, post operative pain, therapeutic play ix Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................................ viii ABSTRACT .............................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 4 1.3 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 5 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 6 2.1 Gambaran Kasus .............................................................................................. 6 2.2 Konsep Anak dengan Prosedur Pembedahan .................................................. 11 2.3 Konsep Nyeri pada Anak dengan Prosedur Pembedahan ............................... 12 2.4 Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan ................................ 18 2.5 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih .......................................... 27 3. PENCAPAIAN KOMPETENSI ......................................................................... 36 3.1 Pencapaian Kontrak Belajar ............................................................................ 36 3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak ......................................... 37 3.3 Implementasi Evidence Based Nursing Practice ........................................... 37 4. PEMBAHASAN ................................................................................................... 45 4.1 Penerapan Model dalam Asuhan Keperawatan Anak ...................................... 45 4.2 Kelebihan dan Keterbatasan Model dalam Penerapan .................................... 51 5. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 53 5.1 Simpulan ......................................................................................................... 53 5.2 Saran ................................................................................................................ 53 DAFTAR PUSTAKA x Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Format Pengkajian Proyek Inovasi xi Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia Trophicognosis pada anak AD Hypotheses pada anak AD Intervensi pada anak AD Evaluasi pada anak AD xii Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia akan mengawali kehidupannya dari seorang anak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai generasi penerus bangsa membutuhkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, serta perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Sepanjang periode kehidupan tumbuh kembangnya yang dinamis, anak akan selalu berada dalam rentang sehat sakit. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak pada rentang tersebut: keturunan, neuroendokrin, nutrisi, hubungan antar perseorangan, tingkat sosial ekonomi, dan penyakit (Wong, 2009). Anak yang mengalami penyakit keganasan, cedera, atau lahir dengan kelainan kongenital, dan penyakit akut lain akan mengalami gangguan fungsi organ serta akan mempengaruhi keberlangsungan hidup anak. Pada kondisi tersebut seringkali diperlukan tindakan pembedahan sebagai pilihan yang tidak dapat dihindari (Bowden & Greenberg, 2010). Pelaksanaan tindakan pembedahan pada anak memerlukan pengetahuan khusus terkait patofisiologi, pelayanan perawatan anak, kemampuan mengidentifikasi dan menangani akibat lanjut, serta perawatan pendukung sebagai alternatif solusi bagi keluarga. Isu penting berkaitan dengan perawatan terhadap pembedahan pada anak meliputi stabilisasi kardiovaskuler, termoregulasi, manajemen cairan dan elektrolit pemberian obat, perawatan luka, dan nutrisi pendukung (American Surgical Nurses Association, 2008). 1 Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 2 Pembedahan pada anak dapat dilakukan secara terencana (elective) maupun bersifat darurat (emergency) sebagai akibat adanya trauma (Kozier, Berman & Snyder, 2012). Sekitar lima juta lebih anak di Amerika tiap tahunnya dilaporkan harus menjalani pembedahan, 50 % diantaranya menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan (seperti perubahan nafsu makan dan gangguan tidur) serta peningkatan kecemasan sebelum pembedahan. Dampak dari munculnya kecemasan ini akan memperpanjang waktu anestesi, meningkatkan nyeri paska operasi (Kain, Mayes, Cadwell, Karas, McClain, 2006). Di Indonesia sendiri, berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% (Kemenkes, 2010). Pada paska operasi, mayoritas anak mengalami nyeri sedang sampai berat (Baratee, Dabirian, Yoldashkhan, Zaree, & Rasouli, 2011). Untuk itu diperlukan pereda nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun nonfarmakologis. Salah satu bentuk terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan adalah bermain terapeutik. Permainan terapeutik adalah permainan yang dilakukan dengan maksud untuk mengurangi ketakutan dan ketidaknyamanan yang dihadapi anak selama pengalaman dirawat, yang biasanya dilakukan oleh perawat (Hockenberry & Wilson, 2012). Koller (2008), mengatakan bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif terhadap berlangsungnya perkembangan normal selama anak berespon efektif terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman dirawat di rumah sakit. Tujuan bermain terapeutik adalah mencapai psycological and behavioral outcomes (mengurangi kecemasan, homesick, meningkatkan perkembangan kognitif) dan physiological outcomes (mengurangi respon fisik seperti peningkatan tekanan darah, nadi, tangan berkeringat (palmar sweating), dan gerak berlebih). Dengan demikian anak diharapkan akan mampu menyimpan energi untuk proses pemulihan yang lebih baik. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 3 Menurut Ball, Bindler dan Cowen (2010), tujuan bermain terapeutik yaitu untuk membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan anak dan membantu menghadapi prosedur atau tindakan terapi sehingga dapat menurunkan ketegangan anak setelah tindakan tersebut. Adapun jenis permainan yang disarankan adalah permainan yang bisa dinikmati anak diatas tempat tidur, karena dalam perawatan paska bedah biasanya anak mengalami pembatasan aktivitas hingga hari ketiga. Angka/huruf bermagnet diatas papan, boneka jari/tangan, menggambar/mewarnai adalah contoh permainan yang dapat diberikan (St.Louis Children Hospital, 2014). Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong, Kwok dan Lee (2014), menunjukkan bahwa orangtua dari anak yang menerima bermain terapeutik menyatakan merasa lebih nyaman. Hasil ini menunjukkan bahwa keluarga juga merasakan berbagai stresor saat dihadapkan pada tindakan pembedahan anak. Menanti jadwal pembedahan dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada anak dan keluarga yang kemudian akan dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan kecacatan, ketergantungan pada orang lain, serta kemungkinan mengalami kematian (Potter & Perry, 2012). Selain pembedahan, hospitalisasi itu sendiri dapat menjadi masalah tersendiri bagi anak dan keluarga. Oleh karenanya diperlukan pendekatan atraumatic care untuk mengurangi efek tersebut. Atraumatic care merupakan pemberian asuhan terapeutik melalui intervensi yang meniadakan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang dialami anak dan keluarga (Wong et al., 2009). Adapun tiga prinsip dalam atraumatic care yaitu mencegah perpisahan anak dari keluarga, mendorong munculnya perasaan kontrol serta mencegah atau meminimalkan cedera atau nyeri. Keberadaan keluarga merupakan hal yang mutlak bagi anak karena anak tidak dapat dipisahkan darinya. Keterlibatan keluarga dalam perawatan anak adalah penting dalam konsep familiy centered care (FCC) dengan mempertimbangkan bahwa keluarga adalah orang terdekat yang paling Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 4 memahami kondisi anak serat menjadi support utama dalam mengurangi trauma anak (Hockenberry & Wilson, 2009). Manajemen nyeri pada anak dilakukan sebagai upaya mendapatkan konservasi: energi, integritas struktural, integritas personal, dan integritas sosial. Konservasi energi didapatkan salah satunya melalui bermain terapeutik dengan menyimpan energi serta mengurangi penggunaan energi yang tidak perlu seperti menangis, gerak berlebih dan perubahan tanda vital (meningkatnya nadi, tekanan darah) . Konservasi integritas struktural diperoleh dengan mempertahankan fungsi organ tubuh secara optimal. Konservasi integritas personal dicapai dengan memberikan rasa aman dan nyaman termasuk bebas dari nyeri. Konservasi integritas sosial dicapai dengan memberikan informasi kepada orangtua terkait tindakan yang dapat menimbulkan nyeri pada anak beserta cara mengatasinya. Penulis memberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan model konservasi Levine. Perawat dan tim kesehatan membantu anak agar dapat menyimpan energi semaksimal mungkin paska operasi sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik. Asuhan keperawatan dilakukan dengan memberikan lingkungan yang kondusif, memfasilitasi tercapainya adaptasi yang optimal pada anak paska operasi serta mengupayakan stabilitas keluarga. Peran perawat dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan mempertahankan keutuhan menggunakan prinsip konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan sosial. 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan umum Memberikan gambaran praktik residensi Program Spesialis Keperawatan Anak FIK UI dengan mengaplikasikan Teori Model Konservasi pada anak paska bedah di Ruang rawat bedah anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 5 1.2.2. Tujuan khusus 1.2.2.1. Memberikan gambaran aplikasi teori keperawatan model konservasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan. 1.2.2.2. Memberikan gambaran tentang analisis kasus dengan menggunakan berbagai teori dan hasil penelitian. 1.2.2.3. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan Evidence Based Nursing (EBN). 1.2.2.4. Memberikan gambaran proses pencapaian kompetensi dalam praktik klinik spesialis keperawatan anak dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dengan memperhatikan aspek etik dan legal dalam keperawatan. 1.3. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab 1, merupakan Pendahuluan yang membahas latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan karya ilmiah akhir ini. Bab 2 menguraikan aplikasi teori keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak paska operasi yang mengalami masalah kenyamanan, meliputi uraian gambaran kasus, tinjauan teori, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses asuhan keperawatan serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab 3 menguraikan tentang pencapaian kompetensi praktik residensi keperawatan anak dan peran perawat anak dalam pemberian asuhan keperawatan. Bab 4 memaparkan tentang analisis penerapan teori Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak paska operasi dengan masalah kenyamanan dan pencapaian target kompetensi. Bab 5 terdiri atas kesimpulan dan saran. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 6 BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran kasus yang dikelola selama praktik residensi yang berhubungan dengan area masalah yang dipilih sebagai penerapan teori keperawatan, tinjauan teoritis dengan kasus, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. 2.1. Gambaran Kasus Kasus 1 An. Y (1 tahun 5 bulan) dibawa oleh orangtua untuk potong stump sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada. Pengkajian dilakukan pada 16 Februari 2016. Konservasi energi: BB 11 kg, TB 75 cm, terlihat agak rewel dan lemas karena masih puasa. An.Y terbaring lemah, FLACC scale: 3. Konservasi integritas struktur: kesadaran compos mentis, suhu 370C, frekuensi nadi 105 x/mnt, RR 40 x/mnt, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk. Konservasi integritas personal: pasien sejak lahir tinggal bersama kedua orangtuanya yang selalu menjaganya dan pasien merupakan anak pertama. Konservasi integritas sosial: pasien selalu ditunggui oleh ibunya dan terkadang bersama ayahnya, an.Y masih rewel serta malas berinteraksi. Keluarga berharap agar an.Y segera pulih dan normal seperti anak lainnya. Trophicognosis yang ditegakkan: risiko devisit volume cairan, risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, dan potensial komplikasi infeksi. Intervensi yang telah dilakukan antara lain: memonitor perubahan status hidrasi, mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan, mengobservasi adanya mual dan muntah, memonitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, kondisi konjunctiva, pucat 6 Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 7 serta keadekuatan asupan mengobservasi tanda skala nyeri, mempertahankan posisi yang nyaman buat anak, memonitoring adanya tanda infeksi ditempat insisi, melakukan perawatan pada perianal bersama ibu. Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 22 Februari 2016 didapatkan: devisit volume cairan tidak terjadi, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, nyeri teratasi, dan infeksi tidak terjadi. Kasus 2 Anak RA (8 bulan), dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus (operasi PSARP tanggal 23 Februari 2016). Orangtua mengatakan bahwa klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (Atresia ani fistel rectovestibular). Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal 13 Agustus 2015. Pengkajian tanggal 24 Februari 2016 jam 09.00: Konservasi energi: BB 6,8 kg, TB 64 cm, paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (FLACC Scale) 4. Makan bubur/tim habis 1 porsi, minum bertahap. Konservasi integritas struktur: frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 36 x/mnt, suara napas ronchi, batuk sesekali. Konservasi integritas personal Klien tinggal bersama kedua orangtuanya, merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Anak menjadi lebih rewel, sering menangis dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Konservasi integritas sosial: klien selalu ditunggui oleh ibunya dan terkadang bersama ayahnya. Paska operasi ibu dan ayah an.RA menggendong bergantian karena anak rewel. Orangtua menanyakan cara perawatannya supaya berhasil. Trophicognosis yang ditemukan: bersihan jalan napas tidak efektif, risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, nyeri, kerusakan integritas kulit, potensial komplikasi infeksi, dan kurang pengetahuan. Intervensi yang dilakukan: mengkaji suara napas dan frekuensi napas, memonitor tanda-tanda vital, mengobservasi status cairan, mengobservasi skala nyeri, memberikan teknik distraksi, memonitor tanda infeksi, Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 8 mengedukasi keluarga cara merawat anak dengan paska PSARP. Hasil evaluasi tanggal 29 Februari 2016: bersihan jalan napas kembali efektif, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan integritas kulit belum teratasi, infeksi tidak terjadi, dan kurang pengetahuan teratasi. Kasus 3 An. AA (3 tahun), dibawa untuk mengobati benjolan yang ada dilipat paha kirinya (hingga labia kiri) yang muncul sejak sebulan sebelumnya (hernia inguinalis reponibilis sinistra). Benjolan nampak hilang timbul dan tidak ada keluhan lain. Klien menjalani laparoskopi herniotomy tanggal 2 Maret 2016. Pengkajian tanggal 3 Maret 2016 jam 09.00; Konservasi energi: BB 12 kg, TB 84 cm, klien tampak aktif dan mudah tersenyum bila diajak bicara dengan siapapun. Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (VAS) 34. Paska operasi minum dan diet bebas bertahap. Konservasi integritas struktur: kesadaran compos mentis, suhu 36,60C, frekuensi nadi 110 x/mnt, RR 24 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas vesikuler, bunyi jantung normal (S1-S2).Konservasi integritas personal: klien sejak lahir tinggal bersama kedua orangtuanya yang selalu menjaganya dan klien merupakan anak tunggal. Konservasi integritas sosial: Saat pengkajian klien selalu ditunggui oleh ibunya dan terkadang bersama ayahnya. Keluarga berharap agar an. AA segera pulih dan bisa normal seperti anak lainnya. Paska operasi an. AA lebih sering terlihat digendong ibunya karena rewel. Trophicognosis yang ditegakkan: risiko devisit volume cairan, nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan potensial komplikasi infeksi. Intervensi yang dilakukan antara lain: memonitor perubahan status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh, menjaga kebersihan kulit terutama area luka dari kontaminasi urin dan feses, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, melakukan bermain terapeutik, memonitor tanda infeksi. Hasil evaluasi tanggal 7 Maret 2016: devisit volume Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 9 cairan tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan integritas kulit belum teratasi, dan infeksi tidak terjadi. Kasus 4 An. SZ (9 tahun 3 bulan) dibawa ke UGD RSCM karena patah tangan kanannya akibat terjatuh dari saat bermain ayunan yang didorong kencang, tangan kanan atas terdapat luka terbuka dan setelah itu terasa nyeri (3 jam SMRS). Klien dibawa ke RSUPP Persahabatan, dirujuk ke RSCM untuk selanjutnya dilakukan operasi dengan diagnosis open supracondyler fracture of the right elbow. Klien dipasang ORIF dengan K-wire. Paska operasi klien dibawa ke ruang BCh (4 April 2016 jam 17.00). Pengkajian (5 April 2016) jam 08.30 : Konservasi energi: BB 22 kg, TB 135 cm, wajah klien tampak kurang rileks, sesekali terlihat meringis, kurang minat terhadap sekitarnya. Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (VAS/FACES) 2-3. Makan bubur/tim habis 1/2 porsi, minum bertahap. Konservasi integritas struktur: frekuensi nadi 110 x/mnt reguler, tampak sakit sedang. Tangan kanan atas terlihat luka fraktur terbalut verban, tidak ada rembesan. Jari tengah, manis dan kelingking kanan sedikit dapat digerakkan dan terasa kaku, nyeri. Konservasi integritas personal: klien diasuh orangtua, merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Konservasi integritas sosial: saat pengkajian klien selalu ditunggui oleh ayahnya. orangtua berharap agar an. SZ segera pulih dan bisa kembali normal seperti anak lainnya. Trophicognosis yang ditegakkan: nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, risiko cedera (kontraktur) dan potensial komplikasi infeksi. Intervensi yang dilakukan antara lain: melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, mengajarkan teknik napas dalam, memonitor tanda vital, mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi, memonitor tanda dan gejala infeksi. Hasil evaluasi tanggal 8 April 2016: nyeri teratasi, hambatan mobilitas fisik teratasi, cedera tidak terjadi, dan infeksi tidak terjadi. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 10 Kasus 5 An. AD (4 bulan) dirawat dengan keluhan utama BAB berdarah sejak 1 hari SMRS. Dua hari SMRS klien muntah-muntah (> 5x sehari) dengan isi ASI, kembung, dengan jumlah yang tidak bisa diprediksi ibu. Sejak kemarin BAB yang awalnya berwarna coklat berubah menjadi merah dengan lendir kental. Saat periksa di klinik disarankan diperiksa di RS Cikini dan dikatakan “pelipatan usus” lalu dirujuk ke RSCM dan dilakukan operasi laparotomi release invaginasi reseksi anastomosis ileotransversum. Pasien masuk ke BCH setelah transit dari PICU paska operasi. Pengkajian (12 April 2016) diketahui : Konservasi energi: BB 6,5 kg, PB 68 cm, klien tampak gelisah dengan skala nyeri (FLACC Scale) 4 status diet puasa, KU sakit sedang. Konservasi integritas struktur: suhu 37,90C, frekuensi nadi 136 x/mnt, RR 34 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit kurang elastis. Konservasi integritas personal: klien diasuh orangtua langsung, merupakan anak kedua dari dua bersaudara (beda ayah dengan kakaknya). Konservasi integritas sosial: klien selalu ditunggui oleh ibunya, ayah hanya datang sesekali karena harus bekerja. Trophicognosis yang ditemukan: ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri, kerusakan integritas kulit dan potensial komplikasi infeksi Intervensi yang dilaksanakan: memonitor perubahan status hidrasi, mengobservasi status cairan dan nutrisi, mengobservasi adanya mual dan muntah, mengobservasi tanda skala nyeri, mempertahankan posisi nyaman, memonitoring adanya tanda infeksi ditempat insisi, memberikan pakaian yang longgar dan menjaga kebersihan kulit. Evaluasi (15 April 2016) didapatkan: devisit volume cairan tidak terjadi, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, nyeri teratasi, kerusakan integeritas kulit belum teratasi dan infeksi tidak terjadi. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 11 2.2. Tinjauan Teori 2.2.1. Pembedahan pada Anak Pembedahan adalah bagian dari tatalaksana medis untuk menangani kondisi sulit atau yang tidak mungkin dipulihkan hanya dengan pemberian obat-obatan. Australian College of Operating Room Nurses Standards (2006) dalam Shields (2010) mendefinisikan: Perioperatif adalah periode sebelum operasi (praoperasi), selama (intraoperasi), dan setelah (paska) anestesi, pembedahan dan prosedur lain yang lebih; Lingkungan perioperatif: area dimana berlangsungnya pemberian anestesi, pembedahan, atau prosedur lain yang diperlukan; dan Perawat perioperatif: perawat yang memberikan asuhan kepada klien selama periode perioperatif. Keperawatan perioperasi berlandaskan proses keperawatan dan perawatan perlu menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama periode perioperasi sehingga pasien mendapatkan kemudahan sejak datang sampai sehat kembali Perawat harus melakukan teknik aseptik dengan baik, membuat dokumentasi lengkap dan menyeluruh, serta mengutamakan keselamatan pasien selama fase perioperasi (Potter & Perry, 2012). Pembedahan pada anak dapat dilakukan secara terencana (elective) maupun bersifat darurat (emergency) sebagai akibat adanya trauma (Berman & Snyder, 2012). Persiapan fisik dan psikologis yang diterima anak akan mempengaruhi respon anak terhadap pengalaman yang mereka jalani. Setiap anak yang akan menjalani pembedahan memerlukan persiapan psikologis dan fisik yang optimal (Hockenberry & Wilson, 2009). Selain pembedahan, hospitalisasi telah menjadi permasalahan terlebih dahulu pada anak. Hospitalisasi pada anak memberi dampak adanya peningkatan perasaan stres dan cemas. Kecenderungan peningkatan kecemasan sejak periode praoperasi ini dikarenakan keterbatasan Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 12 kognitif dan mekanisme koping anak (Liddle, 2014). Peningkatan kecemasan ini juga berakibat pada pemanjangan waktu anestesi, peningkatan nyeri paska operasi, serta perubahan perilaku seperti gangguan makan dan tidur (Kain, Z.N. et al., 2006). 2.2.2. Konsep Nyeri pada Anak Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menginformasikan kepada otak bahwa sedang atau sedang tejadi kerusakan jaringan dimana nyeri dipengaruhi oleh memori pengalaman yang akan membantu manusia menghindari kejadian berbahaya di masa yang akan datang (Sherwood, 2009). Sedangkan menurut The International Association for The Study of Pain (1979) dalam James, Nelson & Ashwill (2013) menyatakan bahwa nyeri adalah sensori/rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan baik yang sifatnya aktual maupun potensial. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah sensasi rasa yang tidak menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau injuri aktual atau potensial dimana sifatnya kompleks, multidimensional dan subjektif serta individual. The gate control theory (Melzack & Wall, 1965) menjelaskan bahwa pikiran dan emosi mempengaruhi persepsi nyeri dengan adanya mekanisme seperti gerbang di area dorsal horn pada spinal cord. Ketika tidak ada stimulus nyeri, inhibitory neuron mencegah projection neuron untuk mengirim sinyal ke otak. Maka tidak ada persepsi nyeri atau dikatakan gerbang tertutup. Ketika stimulus normal somatosensori (misal: sentuhan & perubahan suhu) diberikan, dihantarkan serabut saraf besar mengakibatkan inhibitory dan projection neuron aktif. Namun inhibitory neuron mencegah projection neuron untuk mengirim sinyal ke otak. Sehingga masih tidak ada persepsi nyeri atau dikatakan gerbang tertutup. Ketika nociception (stimulus nyeri) muncul, akan dihantarkan serabut saraf Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 13 kecil dan menyebabkan inhibitory neuron menjadi tidak aktif, sinyal dari projection neuron diterima otak sehingga gerbang terbuka dan persepsi nyeri muncul (De Courcy, 2016). 1. 2. 3. Aspek Faktor fisik Gerbang Terbuka Cedera (tersayat, jatuh, dll) Faktor emosional Faktor perilaku Cemas dan depresi Sikap akibat cedera, konsentrasi terhadap sakit/nyeri Gerbang tertutup Pemberian analgesik/opioid, tindakan yang menstimulus somatosensori Suasana hati yang baik (good mood) Konsentrasi pada hal lain diluar nyeri Tabel 3. Faktor yang menyebabkan gerbang terbuka dan tertutup Gambar 5. Mekanisme teori Gate control Pembedahan merupakan suatu kejadian yang mengancam dan menimbulkan stres pada anak (Li, Lopez, & Lee, 2008). Respon anak terhadap pengalaman tersebut tergantung dari persiapan fisik dan Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 14 psikologis yang mereka dapatkan. Pada paska operasi, mayoritas anak mengalami nyeri sedang sampai berat (Baratee, F. et al., 2011). Untuk itu diperlukan pereda nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun nonfarmakologis. 2.2.3. Penanganan Nyeri Perawat melakukan manajemen nyeri dimulai dengan mengkaji nyeri, mencegah terjadinya nyeri, memberikan intervensi berdasarkan evidence based nursing, edukasi dan intervensi berpusat pada keluarga (Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Schwartz, 2009). Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional sehingga dibutuhkan beberapa strategi untuk melakukan pengkajian nyeri. Perawat dapat melakukan pendekatan menggunakan Question, Use, Evaluate, Secure, dan Take (QUEST). Question yaitu dengan menanyakan pada anak tentang nyeri yang dialami. Use, yaitu menggunakan skala nyeri yang terpat. Evaluate, evaluasi perubahan sikap dan fisiologis pada anak. Secure, melibatkan orang tua dan Take yaitu dengan mempertimbangkan penyebab nyeri dan mengevaluasi efektifitas intervensi yang sudah dilakukan. Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat juga sangat diperlukan. Skala nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi dimensional (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala unidimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut, skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala pengkajian nyeri uni-dimensional ini meliputi: Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale . VAS dapat digunakan pada anak usia diatas delapan tahun dan dewasa, Wong Baker Pain Rating Scale digunakan untuk anak usia diatas tiga tahun. Pada anak dibawah tiga Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 15 tahun atau anak dengan gangguan kognitif dapat digunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour tool. Gambar 1. Verbal Rating Scale Gambar 2. Wong Baker Pain Rating Scale Gambar 3. Numeric Rating Scale Gambar 4. FLACC Scale Penanganan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan analgesik non opioid, opioid dan terapi ajuvan. Analgesik non opioid seperti Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara menghambat Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 16 enzim siklooksigenase, sehingga mengganggu konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obat ini umumnya bekerja di perifer, kecuali parasetamol yang bekerja di susunan saraf pusat dengan menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus. Analgesik opioid merupakan pilihan utama pada nyeri sedang berat. Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid lemah seperti kodein dan tramadol; sedangkan opioid kuat yaitu morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid sedapat mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya diberikan secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma yang stabil. Opioid tidak memiliki standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya dititrasi sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien. Terapi ajuvan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu obat yang bekerja sebagai ko-analgesik (meningkatkan kerja analgesik) dan obat yang mengurangi efek samping atau toksisitas analgesik. Obat koanalgesik, mencakup antikonvulsan (seperti anti depresan karbamazepin (seperti dan amitriptilin), diazepam), dan kortikosteroid. Manajemen nyeri nonfarmakologis didasari pada pemikiran bahwa nyeri sering dihubungkan dengan ketakutan, cemas dan stres (Kain, Mayers, Caldwell Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, & Wilson, 2009). Beberapa manajemen nyeri nonfarmakologis bertujuan untuk menciptakan strategi koping yang dapat menurunkan persepsi nyeri, membuat nyeri lebih ditoleransi, mengurangi kecemasan dan meningkatkan keefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang dibutuhkan. Contoh teknik yang termasuk di dalam manajemen ini adalah: distraksi, relaksasi, guided imaginary dan bermain terapeutik. Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu mengalihkan pikiran anak terhadap sesuatu yang menyakitkan. Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh dan mengayun. Pada anak- Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 17 anak dapat dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak. Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan orang tua dan anak untuk mengidentifikasi distraktor yang paling kuat. Libatkan anak dalam permainan, minta anak menarik napas dalam dan menghembuskannya sampai diberi tahu untuk berhenti, dapat juga dengan meminta anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan “aduh”, humor dapat digunakan selama distraksi (Wong, et al., 2009). Tabel.1 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia No 1. 2. 3. 4. Usia 0-2 tahun 2-4 tahun 4-6 tahun 6-11 tahun Metode Menyentuh, menepuk-nepuk, musik, mengayunayun Bermain boneka, buku cerita, meniup balon Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka, televisi, melakukan aktivitas yang disukai anak Musik, relaksasi napas dalam, humor, televisi, imajinasi terbimbing Sumber: Tomlinson & Kline, (2010) Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan stres dan nyeri pada anak. Hasil penelitian menunjukkan terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen, Nillson, Hellstrom, & Bengston, 2010). Relaksasi juga dapat menurunkan nyeri pada anak. Pada bayi atau anak kecil relaksasi dapat dilakukan dengan menggendong anak dengan posisi tertopang dengan baik dan nyaman, timang dan ulangi satu atau dua kata seperti: “ibu disini”. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan dengan meminta anak untuk menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan, lemas seperti boneka kain, kemudian mulai relaksasi otot progresif mulai dari ibu jari sampai ke seluruh tubuh, jika sulit, instruksikan anak untuk menegangkan atau Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 18 mengencangkan setiap bagian tubuh kemudian merilekskannya. Biarkan mata anak tetap terbuka agar anak mampu berespon lebih baik. Permainan terapeutik adalah permainan yang dilakukan dengan maksud untuk mengurangi ketakutan dan ketidaknyamanan yang dihadapi anak selama pengalaman dirawat, yang biasanya dilakukan oleh perawat (Hockenberry & Wilson, 2009). Liddle (2014), menambahkan bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif terhadap berlangsungnya perkembangan normal selama anak berespon efektif terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman dirawat di rumah sakit. Menurut Ball, Bindler dan Cowen (2010), tujuan bermain terapeutik yaitu untuk membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan anak dan membantu menghadapi prosedur atau tindakan terapi sehingga dapat menurunkan ketegangan anak setelah tindakan tersebut. Perawat menggunakan bermain terapeutik sebagai strategi perawatan untuk anak dengan hospitalisasi, khususnya dalam tiga area kegiatan rutin, pembedahan, seperti prosedur mempersiapkan invasif dan anak prosedur dalam lainnya proses yang menimbulkan nyeri atau perasaan tidak nyaman. 2.3. Integrasi Teori dan Konsep dalam Proses Keperawatan 2.3.1 Model Konservasi Myra E. Levine Dasar dan Asumsi Model Konservasi Levine memiliki tiga konsep utama, yaitu: wholeness (holism), adaptation, dan conservation. Praktik keperawatan dengan model dan prinsip konservasi berfokus pada konservasi energi pasien untuk mencapai kesehatan dan pemulihan (Levine, 1991 dalam Tomey & Alligood, 2009). Intervensi yang dilakukan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 19 Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga keutuhan klien dan mempromosikan adaptasi. Wholeness merupakan sistem terbuka, bagian dari individu yang menunjukkan responnya dalam sebuah kesatuan/keutuhan untuk menghadapi perubahan-perubahan dilingkungannya. Adaptasi merupakan sebuah proses yang dilakukan individu dalam rangka menjaga integritas kehidupannya dengan cara mensinkronkan lingkungan internal dengan lingkungan eksternalnya dengan mempertimbangkan pola dan kemampuan adaptasi tiap individu. Kemampuan ini berbeda-beda menurut waktu (Historicity) yang dilatarbelakangi pengalaman masa lalu dari segi personal dan genetik, karakter individu (Specificity) dimana tiap individu memiliki pola stimulus respon yang unik dan spesifik dalam keseharian aktivitas hidupnya, dan tingkat kemampuan adaptasi (Redundancy) dalam mempertahankan hidup yang ditentukan oleh usia, penyakit, serta lingkungan. Konservasi dari conservatio kata Latin, yang berarti "untuk tetap bersama-sama". Konservasi menggambarkan cara sistem kompleks dapat terus berfungsi bahkan ketika kondisi sangat mengancam. Konservasi merupakan produk adaptasi. Melalui konservasi, individu dapat menghadapi kendala, beradaptasi sesuai keunikan dan mempertahankan keutuhan mereka. Levine membagi konservasi menjadi empat prinsip yakni: 1) konservasi energi, bahwa setiap individu memerlukan keseimbangan energi baru yang tetap untuk melangsungkan aktivitas hidupnya. Contoh konservasi energi seperti istirahat yang cukup, aktivitas olahraga, pertukaran udara dan mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. 2) Konservasi integritas struktural, bahwa penyembuhan adalah proses perbaikan integritas struktur dan Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 20 fungsi dalam mempertahankan keutuhan diri yang berkaitan dengan kapasitas organ seperti muskuloskeletal dan imunitas. Contoh: melatih ROM pasien dan mempertahankan integritas kulit. 3) Konservasi integritas personal yang mencakup harga diri dan identitas diri. Contoh: menjaga privasi pasien. 4) Konservasi integritas sosial meliputi anggota keluarga dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhan sosiospiritual individu. Contoh: membantu individu mempertahankan perannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Tomey & Alligood, 2009). 2.3.2 Konsep Sentral Model Keperawatan Levine Menurut Alligood (2013) paradigma merupakan a conceptual diagram atau suatu diagram konsep. Konsep dapat diartikan sebagai suatu ide, gambaran mental, generalisasi yang dibentuk dan dikembangkan dalam pikiran. Konsep terdiri atas konsep abstrak dan konkrit. Menurut Fawcett dan Madeya (2013) paradigma merupakan konsep global yang mengidentifikasi fenomena yang paling menarik dari disiplin ilmu dan menggambarkan hubungan antar konsep. Keperawatan .Pandangan Levine terhadap keperawatan sebagai bentuk interaksi dinamis perawat-pasien dalam lingkungannya. Perawat bertanggung jawab dalam menjaga integritas individu (bio-psikososio-spiritual) melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi. Manusia Levine menjelaskan bahwa manusia adalah individu sebagai sebuah organisme holistik yang hidup dan memiliki keterikatan erat dengan lingkungannya. Setiap interaksi hidupnya merupakan wujud adaptasi guna memenuhi segala keperluan fisik, psikis Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 21 dalam konteks lingkungan alam dan sosialnya (Tomey & Alligood, 2013). Lingkungan Levine mendeskripsikan lingkungan menjadi 2 bagian yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal adalah kondisi fisiologis dan patofisiologis pasien akibat paparan lingkungan, contoh riwayat jatuh, masalah pencernaan, dan hasil pemeriksaan penunjang. Lingkungan eksternal dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Perseptual, adalah aspek lingkungan yang menangkap dan merespon rangsangan yang didapat dari luar yang berhubungan dengan penginderaan inividu; dan Operasional adalah faktor dari lingkungan yang tidak dapat dipersepsikan oleh penginderaan tubuh seperti mikroorganisme dan radioaktif. Sedangkan Konseptual, adalah faktor yang mempengaruhi kebiasaan atau perilaku manusia seperti bahasa, sistem nilai, tradisi dan agama, contoh kebiasaan memberi makanan padat pada anak sebelum waktunya. Sehat-sakit Levine mendefinisikan kesehatan sebagai konsep yang menyeluruh dan pola adaptif untuk tujuan kesejahteraan. Penyakit merupakan proses adaptasi individu terhadap sumber lingkungan yang berbahaya dan sebagai usaha individu untuk melindungi dirinya. Sebagai contoh jika ada mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh maka tubuh akan meresponnya dengan terjadinya proses inflamasi. Perubahan status kesehatan menunjukkan adanya perubahan fungsi fisiologis (integritas struktural) dan gangguan pada prinsip konservasi lainnya (Tomey & Alligood, 2009). Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 22 2.3.2 Proses Keperawatan Berdasarkan Model Levine Model perawatan Levine pada prinsipnya sama dengan elemenelemen proses keperawatan. Menurut Levine, seorang perawat harus selalu mengobservasi klien, memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan perencanaan dan melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah diberikan (Alligood, 2013). Dalam model Levine, klien dipandang dalam posisi ketergantungan, sehingga klien membutuhkan bantuan dari perawat untuk beradaptasi terhadap gangguan kesehatannya (Parker, 2010). Perawat bertanggung jawab dalam menentukan besarnya kemampuan partisipasi klien dalam perawatan. Menurut Alligood (2013), proses keperawatan berdasarkan model Levine dapat dijelaskan sebagai berikut: Pengkajian Pengkajian merupakan pengumpulan data dengan wawancara dan observasi terhadap perubahan yang terjadi pada pasien dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi. Levine menegaskan pentingnya observasi. Observasi mengharuskan perawat untuk mengevaluasi kondisi pasien untuk memprediksi perubahan kondisi pasien di berbagai situasi. Observasi dilakukan secara terus menerus. Perawat mengamati terhadap respon sakit, membaca laporan medis, hasil pemeriksaan diagnostik dan berbicara dengan klien untuk mengetahui kebutuhan mereka yang perlu dibantu. Perawat menilai perubahan lingkungan internal dan eksternal dari klien yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai kesehatan yang secara menyeluruh. Dengan mempertimbangkan prinsip konservasi, perawat akan menilai perubahan pada beberapa aspek berikut: a. Konservasi energi : keseimbangan antara pengeluaran dan pasokan energi klien. b. Konservasi integritas struktur: sistem pertahanan bagi tubuh Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 23 c. Konservasi integritas personal: perasaan klien tentang harga diri, dan kepribadian. d. Konservasi integritas sosial: kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam sistem sosial (keluarga, masyarakat, dll) Trophicognosis Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai suatu alternatif diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Levine adalah memberi arti atau makna data yang telah dikumpulkan sesuai dengan kondisi pasien. Menyusun data-data yang telah dikumpulkan, kemudian memberi arti dan melakukan analisa untuk memutuskan kebutuhan pasien dan intervensi keperawatan mungkin diperlukan. Mengambil keputusan kebutuhan pasien disebut sebagai trophicognosis. Menurut Wilkinson dan Ahern (2012), masalah keperawatan yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani pembedahan antara lain: nyeri, ansietas, gangguan citra tubuh, kelambatan pemulihan paska bedah, risiko infeksi, intoleran aktivitas, dan kerusakan integritas kulit. Hipotesis Rencana penerapan intervensi keperawatan bertujuan untuk mempertahankan keutuhan pasien dan mempromosikan adaptasi mereka terhadap situasi saat ini. Berdasarkan trophicognosis yang ditemukan, perawat akan melakukan validasi ke pasien tentang masalah mereka. Perawat akan membuat hipotesis dari masalah tersebut dan solusi yang bisa dilakukan, dan selanjutnya akan menjadi rencana keperawatan. Intervensi Perawat akan berpedoman pada hipotesis yang telah dibuat dalam memberikan perawatan langsung pada pasien. Pada dasarnya perawat akan menguji hipotesis yang sudah disusun dengan Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 24 memberikan perawatan langsung pada pasien. Intervensi yang dilakukan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga keutuhan klien dan mempromosikan adaptasi. Nyeri akut akibat insisi paska bedah biasanya merupakan masalah kolaborasi yang ditangani, terutama dengan memberikan analgesik narkotik. Sedangkan mengajarkan untuk pasien intervensi membelat keperawatan area insisi mandiri saat seperti bergerak, mengajarkan teknik distraksi (misal dengan bermain terapeutik) serta manajemen nyeri lainnya (Wilkinson & Ahern, 2012). Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon klien apakah mendukung atau tidak hipotesis yang sudah dibuat. Hasil evaluasi dapat berupa supportif (memberikan kenyamanan untuk klien) dan terapeutik (meningkatkan pemahaman klien tentang kesehatan). Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 25 Gambar 2.2 Model Konservasi Levine Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 26 Skema 2.1 Integrasi Teori Model Konservasi Levine pada Proses Keperawatan Anak dengan Nyeri Paska Bedah Proses Asuhan Keperawatan Anak Hospitalisasi Prosedur Pembedahan Adaptasi anak dan keluarga Wholeness/Integrity: konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, integritas sosial Faktor yang mempengaruhi sistem keluarga (Tindakan diagnostik dan terapeutik, perpisahan, stimulus lingkungan) Pengkajian/Assessment Nyeri Akut Diagnosa Keperawatan/judgement/ Trophicognosis Manajemen nyeri nonfarmakologis: bermain terapeutik Rencana Intervensi/Hypothesis Evaluasi/Organismic Responses Implementasi/Intervensi/N ursing intervention (Modifikasi dari: Tomey & Alligood, 2006; Mefford & Alligood, 2011) Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 26 27 2.4. Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih 2.4.1. Pengkajian (Assessment) An. AD (4 bulan) dibawa oleh ibunya dengan keluhan utama BAB berdarah sejak 1 hari SMRS. Dua hari SMRS klien muntah-muntah dengan isi ASI (klien mendapat ASI eksklusif). Kembung dan muntah terjadi tiap kali klien diberi ASI dengan frekuensi > 5x sehari, dengan jumlah yang tidak bisa diprediksi ibu. Sejak kemarin BAB yang awalnya berwarna coklat berubah menjadi merah dengan lendir kental. Saat periksa di klinik disarankan diperiksa di RS Cikini dan dikatakan “pelipatan usus” lalu dirujuk ke RSCM. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan klien dilakukan operasi laparotomi release invaginasi reseksi anastomosis ileotransversum. Pasien masuk ke BCH setelah transit dari PICU paska operasi. Klien mendapat terapi Parasetamol 3x100 mg (k/p), Cefotaxime 3x200 mg, Metronidazole 3x50 mg, dan IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam. Pengkajian riwayat sebelumnya: klien tidak pernah dirawat sebelumnya, tidak ada penyakit serius atau riwayat alergi. Selama kehamilan dan kelahiran ibu melakukan ANC teratur, tidak ada masalah selama hamil dan minum suplemen yang diberikan. Klien lahir matur (39 mgg), spontan tanpa induksi, dengan BBL 3100 gr, PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius. Demikian pula dengan pertumbuhan dan perkembangannya, An. AD sudah mulai tengkurap (sesuai usia), sudah diberikan imunisasi sesuai program (Polio, DTP 2, Hep.B 2, BCG). Hasil pengkajian konservasi: Konservasi energi: BB 6,5 kg, PB 68 cm, klien tampak gelisah dengan skala nyeri (FLACC Scale) status diet puasa, keadaan umum sakit sedang. Konservasi integritas struktur: kesadaran compos mentis, suhu 37,90C, frekuensi nadi 136 x/mnt, RR 34 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit kurang elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2 dtk, suara napas vesikuler. Konservasi integritas personal: klien sejak lahir tinggal bersama kedua orangtuanya Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 28 yang selalu menjaganya dan klien merupakan anak kedua dari dua bersaudara (beda ayah dengan kakaknya). Konservasi integritas sosial: saat pengkajian klien selalu ditunggui oleh ibunya, ayah hanya datang sesekali karena harus bekerja. Keluarga berharap agar an. AD segera seperti semula. Pengkajian lingkungan: internal : Abdomen terdapat bekas luka operasi, terpasang NGT dengan produksi hijau pekat; eksternal: saat ini an. AD dirawat di BCH di ruang observasi. Hasil pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit: Hb: 9,82 gr/dl ; Ht 30,9 % ; Leukosit 13.200 ; Trombosit 460.000, Na: : 134 meq/dl, K: 3,3 meq/dl ; GDS: 135 mg/dl 2.4.2. Diagnosa Keperawatan (Trophicognosis) Dari pengkajian yang telah dilakukan ditemukan trophicognosis seperti pada tabel berikut: Tabel 2.2. Trophicognosis pada anak AD No Konservasi 1 Energi Data suhu 37,90C, frekuensi nadi 136 x/mnt, mukosa bibir agak kering, turgor kulit kurang elastis, Ht 30,9% Trophicognosis Devisit volume cairan 2 Energi Riwayat muntah-muntah, status diet puasa, KU sakit sedang, Hb: 9,82 gr/dl, terpasang NGT dengan produksi hijau pekat. 3 Energi klien tampak gelisah dengan skala nyeri (FLACC Scale) 4 Risiko ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan Nyeri 4 Integritas Struktur Abdomen terdapat bekas luka operasi Kerusakan integritas kulit 5 Integritas Struktur Abdomen terdapat bekas luka operasi, Leukosit 13.200/ml Potensial komplikasi infeksi 2.4.3. Rencana Perawatan (Hypotheses) Penentuan hypotheses (rencana keperawatan) berdasarkan konsep model Levine didasarkan atas penilaian perawat terhadap masalah pasien. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 29 Selanjutnya perawat menetapkan intervensi dan tujuan terkait masalah dan solusi untuk mengatasi (Alligood, 2014). Adapaun hypotheses (rencana keperawatan) yang disusun pada anak AD dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Hypotheses pada anak AD No 1 Trophicognosis Devisit volume cairan Hypotheses Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam kebutuhan cairan tetap terpenuhi elektrolit tetap seimbang, dengan KH: turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, keseimbangan cairan dan elektrolit terjaga Intervensi Konservasi energi: - Observasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera - Monitor perubahan status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh Konservasi integritas struktur: - Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan - Timbang berat badan anak secara berkala - Monitor hasil pemeriksaan kadar elektrolit - Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi: IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam 2 Risiko ketidakseimbang an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi, dengan KH: nilai Hb, Ht, Albumin dalam batas normal, berat badan terkontrol Konservasi energi: - Monitor adanya penurunan BB dan gula darah - Pantau adanya mual muntah, pucat, rambut kusam Konservasi integritas struktur: - Monitor lingkungan selama makan, atur jadwal pengobatan dan tindakan diluar jam makan - Pertahankan terapi IV line - Pantau hasil laboratorium - Kelola pemberian antiemetik - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan 3 Nyeri Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang/teratasi, dengan KH: rasa nyeri berkurang, anak merasa nyaman Konservasi energi: - Lakukan observasi / monitoring tanda skala nyeri - Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 30 No 4 Trophicognosis Potensial komplikasi infeksi Hypotheses pijat punggung (back rub), sentuhan, bermain/bercerita. Konservasi integritas struktur - Pertahankan posisi yang nyaman buat anak - Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila diperlukan: Parasetamol 3x150 mg Tujuan: setelah dilakukan potensial komplikasi infeksi tidak terjadi, dengan KH : tanda-tanda infeksi tidak ada, hygiene personal baik Konservasi energi - Pantau gejala infeksi - Kaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi - Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung jenis) Konservasi integritas struktural - Pastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum dan sesudah memegang anak - Pastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril - Lakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif - Monitor hasil lab - Berikan terapi sesuai program: Cefotaxime 3x200 mg dan Metronidazole 3x59 mg - Lakukan hand hygiene secara tepat - Pantau komplikasi pada area luka 2.4.4. Pelaksanaan (Intervention) Implementasi merupakan realisasi dari hipotesis yang telah dibuat. Residen memberikan perawatan langsung pada anak AD, dilakukan berdasarkan prinsip konservasi dapat dilihat pada tabel berikut: Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 31 Tabel 2.4 Intervensi pada anak AD No Konservasi 1. Konservasi energi Implementasi hari 1 (12-04-2016) - Mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera, tidak ada mual muntah, rambut tidak kusam - Memonitor status nutrisi : an. AD masih ASI eksklusif dan masih puasa, produksi NGT hijau pekat, GDS dalam batas normal - Memonitor adanya penurunan BB dan gula darah - Memonitor skala nyeri, FLACC scale 4 - Melakukan teknik distraksi bermain terapeutik dengan sentuhan dan musik. - Memantau gejala Implementasi hari 2 (13-04-2016) - Mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera, tidak ada mual muntah, rambut tidak kusam - Mengkaji asupan nutrisi: masih puasa, produksi NGT masih hijau < 56 cc, gizi kurang (BB/PB=antara-2 dan -3), bising usus (+) - Memonitor skala nyeri, FLACC scale 2 - Melakukan teknik distraksi dengan bermain terapeutik (sentuhan dan musik). - Memantau gejala infeksi, suhu 37,1 0 C Implementasi hari 3 (14-04-2016) - Mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera, tidak ada mual muntah, rambut tidak kusam - Mengkaji asupan nutrisi ASI mulai diberikan 5 ml/2jam produksi NGT jernih dan sdh diaff (diklem dulu sebelum dicabut) - Memonitor skala nyeri, FLACC scale 1 - Melakukan teknik distraksi dengan bermain terapeutik (sentuhan dan musik). - Memantau gejala infeksi, suhu 37,0 0 C Implementasi 4 (15-04-2016) - Mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera, tidak ada mual muntah, rambut tidak kusam - Mengkaji asupan nutrisi, minum ASI adlib - Memonitor adanya penurunan BB dan gula darah tidak dilakukan cek lab ulang - Memonitor skala nyeri, FLACC scale 0-1 - Melakukan teknik distraksi dengan bermain terapeutik (sentuhan dan musik). - Memantau gejala infeksi, suhu 36,9 0 C Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 31 32 No Konservasi 2 Konservasi integritas struktural Implementasi hari 1 (12-04-2016) infeksi, suhu 37,9 0 C - Mengkaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi - Memantau hasil laboratorium - Mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan: kurang elastis, agak kering - Menimbang berat badan anak secara berkala - Memberikan cairan: IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam - Memonitor lingkungan selama makan, atur jadwal pengobatan dan tindakan diluar jam makan, anak masih ASI saja dan puasa - Memantau hasil laboratorium Implementasi hari 2 (13-04-2016) - Mengkaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi, pasien dipindah ke ruang alih Implementasi hari 3 (14-04-2016) - - - - - - Mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan, elastis, agak kering Memberikan cairan: IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam, anak masih puasa Pertahankan posisi yang nyaman buat anak Memberikan: Parasetamol 3x150 mg Memastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum - - - - - Mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan, elastis, lembab Memberikan cairan: IVFD rumatan D10 15 ml/jam dan AS 6% 7 ml/jam Memonitor lingkungan, atur jadwal pengobatan dan tindakan diluar jam makan Pertahankan posisi yang nyaman buat anak Memberikan: Parasetamol 3x150 mg Memastikan bahwa Implementasi 4 (15-04-2016) - - - - - Mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan, lembab, elastis Menimbang berat badan anak 6,8 kg,rencana pulang, terapi cairan dihentikan Memonitor lingkungan selama makan, atur jadwal pengobatan dan tindakan diluar jam makan Memantau hasil laboratorium, tidak dilakukan cek lab ulang Pertahankan posisi Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 32 33 No Konservasi Implementasi hari 1 (12-04-2016) - Pertahankan posisi yang nyaman buat anak - Memberikan: Parasetamol 3x150 mg - Memastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum dan sesudah memegang anak - Memastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril - Melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif - Memberikan: Cefotaxime 3x200 mg dan Metronidazole 3x59 mg - Melakukan hand Implementasi hari 2 (13-04-2016) dan sesudah memegang anak - Memastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril - Melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif - Memberikan: Cefotaxime 3x200 mg dan Metronidazole 3x59 mg - Melakukan hand hygiene secara tepat - Memantau komplikasi pada area luka, tidak ada (luka operasi tampak kemerahan, tidak pus atau bengkak) Implementasi hari 3 (14-04-2016) setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum dan sesudah memegang anak - Memastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril - Melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif - Memberikan: Cefotaxime 3x200 mg dan Metronidazole 3x59 mg - Melakukan hand hygiene secara tepat - Memantau komplikasi pada area luka, tidak ada - Kolaborasi dengan ahli gizi dan medis untuk menentukan - - - - - Implementasi 4 (15-04-2016) yang nyaman buat anak Memberikan: Parasetamol syr 3x25 mg per oral jika perlu (untuk dirumah) Memastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum dan sesudah memegang anak Memastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril Melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif Memberikan: Cefotaxime 3x200 mg dan Metronidazole 3x59 mg Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 33 34 No Konservasi Implementasi hari 1 (12-04-2016) hygiene secara tepat - Memantau komplikasi pada area luka, tidak ada Implementasi hari 2 (13-04-2016) Implementasi hari 3 (14-04-2016) jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan Implementasi 4 (15-04-2016) - Melakukan hand hygiene secara tepat - Memantau komplikasi pada area luka, tidak ada - 2.4.5. Evaluasi (Respon Organismik) Evaluasi merupakan observasi respon pasien anak AD terhadap intervensi yang telah diberikan. Evaluasi keperawatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.5 Evaluasi pada anak AD Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik Hari 1 (12-04-2016) Hari 2 (13-04-2016) Hari 3 (14-04-2016) Hari 4 (15-04-2016) Subjektif: Subjektif: Subjektif: Subjektif: Ibu mengatakan demam anak Ibu mengatakan bahwa anak Ibu mengatakan demam anak Ibu mengatakan demam anak sudah agak turun namun kadang sudah tidak hangat seperti sudah tidak ada, tidak ada mual tidak ada lagi, tidak ada mual masih teraba hangat, tidak ada kemarin, tidak ada mual dan dan muntah, sudah mulai tenang dan muntah, luka sudah bagus mual dan muntah muntah namun an. AD masih dan tidak rewel, atau gelisah, dan dibolehkan pulang hari ini puasa tidur bisa lama oleh dokternya Objektif: Objektif: Objektif: Objektif: Konservasi Energi: Konservasi Energi: Konservasi Energi: Konservasi Energi: Klien dipuasakan, produksi NGT Klien dipuasakan, produksi NGT Klien minum bertahap (ASI), Klien minum ASI bebas, cairan hijau pekat, cairan IVD diberikan hijau pekat, cairan IVD diberikan NGT sudah diaff, cairan IVFD IVFD dihentikan sesuai instruksi dengan infuse sesuai instruksi dengan infuse diberikan sesuai instruksi dengan Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 34 35 Respon Organismik Hari 1 (12-04-2016) pump, tetesan lancar Respon Organismik Hari 2 (13-04-2016) pump, tetesan lancar Respon Organismik Hari 3 (14-04-2016) infuse pump, tetesan lancar Respon Organismik Hari 4 (15-04-2016) Konservasi Integritas Struktur: Konservasi Integritas Struktur: Konservasi Integritas Struktur: Konservasi Integritas Struktur: Keadaan umum sakit sedang, Keadaan umum sakit sedang, Keadaan umum sakit ringan, Kesadaran komposmentis, GCS kesadaran komposmentis, GCS kesadaran komposmentis, GCS kesadaran komposmentis, GCS E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT E4M6V5 = 15 akral hangat, CRT <2 detik, mukosa bibir lembab, <2 detik, mukosa bibir kurang <2 detik, mukosa bibir kurang <2 detik, mukosa bibir lembab, mual muntah tidak ada, turgor lembab (agak kering), mual dan lembab (agak kering), mual dan mual muntah tidak ada, turgor kulit elastis, suhu stabil, abdomen muntah tidak ada, turgor kulit muntah tidak ada, turgor kulit kulit kurang elastis, suhu stabil datar, supel, bising usus ada, luka kurang elastis, suhu subfebris kurang elastis, suhu mulai stabil, dalam batas normal, abdomen bebas dari tanda infeksi (tidak belum stabil, abdomen datar, abdomen datar, supel, bising usus datar, supel, bising usus ada, luka ada pus atau bengkak, jahitan supel, bising usus ada, luka ada, luka tertutup kassa bersih tertutup kassa bersih rapat dan kering), tertutup kassa tertutup kassa bersih tanpa rembesan bersih, tidak tampak rembesan Analisis: 1. Devisit volume cairan 2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Nyeri 4. Potensial komplikasi infeksi Analisis: Analisis: 1. Devisit volume cairan 1. Devisit volume cairan 2. Risiko ketidakseimbangan 2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tubuh 3. Nyeri 3. Nyeri 4. Potensial komplikasi infeksi 4. Potensial komplikasi infeksi Analisis: 1. Devisit volume cairan 2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Nyeri 4. Potensial komplikasi infeksi Planning: Planning: Planning: Planning: Lanjutkan intervensi sesuai dengan Lanjutkan intervensi sesuai dengan Lanjutkan intervensi sesuai dengan Intervensi dihentikan. rencana keperawatan. rencana keperawatan. rencana keperawatan. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 35 36 BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI Pada bab tiga ini akan diuraikan mengenai pencapaian kompetensi residen selama menjalani praktik Residensi I dan II 3.1. Pencapaian Kontrak Belajar Program ners spesialis keperawatan yang merupakan kelanjutan dari program magister keperawatan anak, berfokus pada penerapan hasil analisis konsep dan teori keperawatan serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan keperawatan anak diberbagai tatanan layanan kesehatan. Dengan demikian diharapkan lulusan dapat mengaplikasikan fungsi dan perannya secara mandiri. Oleh sebab itu dalam proses pembelajarannya residen dituntut memiliki kompetensi yang sesuai dan menuangkan rencana pembelajarannya dalam kontrak belajar diawal periode praktik. Kontrak belajar dikonsultasikan kepada supervisor dan supervisor utama yang kemudian menjadi acuan pencapaian target selama praktek. Fokus utama pencapaian kompetensi residen ada di ruang bedah anak (BCh) sesuai peminatan yang telah dipilih sebelumnya. Sepanjang periode praktek Residensi, residen telah melampaui tiga tempat yang diminati, yaitu puskesmas, perinatologi, dan ruang bedah anak. Praktik Residensi I dengan bobot 11 SKS, berlangsung selama 18 pekan (15 September 2015 – 15 Januari 2016). Perjalanan praktik diawali dari Puskesmas Beji Depok selama 6 pekan yang dilanjutkan ke ruang Perinatologi (4 pekan) dan berakhir di ruang Bedah Anak, BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta (6 pekan). Setelah itu praktik Residensi berlanjut disemester berikutnya selama 11 pekan di ruang Bedah Anak BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta (15 Februari – 29 April 2016), dengan bobot 6 SKS. Berdasarkan kontrak belajar yang telah disusun residen mampu mencapai target kompetensi sesuai dengan periode yang telah direncanakan. 36 Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 37 3.2. Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi 3.2.1. Pencapaian Target Kompetensi di Puskesmas Dalam menjalani praktik Residensi di Puskesmas Beji Depok selama 6 pekan (15 September – 23 Oktober 2016), residen telah mendapatkan kesempatan mencapai kompetensi sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Pelayanan MTBS diberikan pada sekitar 100 pasien balita dan MTBM sekitar lima bayi muda. Selain itu residen juga berkesempatan memberikan imunisasi dasar pada balita, melakukan skrining tumbuh kembang dengan menggunakan Denver II dan KPSP. Kunjungan rumah dilakukan pada kasus kelolaan (tiga kasus) serta mempresentasikan satu kasus kelolaan dengan masalah TB Paru yang berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang dan gizi. 3.2.2. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Perinatologi Residen menjalani praktik di ruang Perinatologi (Seruni) RSAB Harapan Kita pada tanggal 26 Oktober – 20 November 2015 (4 pekan). Adapun kompetensi yang telah dimiliki residen yakni memberikan asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubinemia, respiratory distress syndrome dan prematur BBLR. Sedangkan ketrampilan klinik (prosedur) yang dicapai meliputi pemasangan OGT, pemberian nutrisi melalui OGT, perawatan metode kanguru, manajemen laktasi, manajemen fototerapi, pijat bayi prematur, serta melaksanakan proyek inovasi terkait penatalaksanaan menurunkan kebisingan di ruang Perinatologi. Ketrampilan prosedur klinik yang telah dicapai antara lain: mengambil darah dan urin, memberikan transfusi darah, merawat stump dan kolostomi, memberikan edukasi, bermain terapeutik, memberikan terapi obat melalui alat (syringe pump dan infuse pump), perawatan luka, manajemen pra dan paska Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 38 operasi, manajemen laktasi, mempertahankan personal hygiene, dan melakukan discharge planning. 3.2.3. Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Bedah Anak Persinggahan terakhir dan terlama (total 17 pekan; 6 pekan di residensi I: 7 Desember 2015 – 15 Januari 2016 dan 11 pekan di residensi II: 15 Februari – 29 April 2016) yang dilalui residen sesuai peminatan adalah ruang bedah anak (BCh) RSUPN Cipto Mangunkusumo. Selama menjalani praktik, residen mendapatkan kompetensi seperti memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus: Atresia Ani dengan dan tanpa fistel, Morbus Hirschprung, Hernia Inguinalis, Fraktur, Invaginasi, Ekstrofi Bladder Komplit, Undescending Testis, Hiospadia, Appendisitis, dan Malformasi Arteriovena. Selama menjalani praktik, residen memberikan asuhan keperawatan dengan merawat anak yang mengalami berbagai masalah, baik di Puskesmas, ruang Perinatologi dan ruang Bedah Anak (BCh). Pada tahap permulaan dalam memberikan asuhan residen melakukan pengkajian pada anak dengan menggunakan pendekatan teori Konservasi Levine, yakni: Wholeness, Adaptasi, dan Konservasi, dilanjutkan dengan membuat hipotesis (menegakkan diagnosa). Tahap berikutnya menyusun trophicognosis (intervensi) sesuai dengan masalah yang dialami anak dan keluarga. Intervensi pada ketidaknyamanan anak dititikberatkan pada manajemen nyeri secara nonfarmakologis. Kemudian residen melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun dan mengevaluasi tingkat keberhasilan terhadap pencapaian hasil. Residen selama menjalani praktik juga berperan sebagai advokat bagi pasien dan keluarganya. Tanggung jawab perawat dalam membantu anak dan keluarga ditunjukkan dengan menginterpretasikan informasi dari berbagai profesi yang disampaikan kepada mereka saat diperlukan. Selain itu residen Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 39 juga berdiskusi untuk menunda pemeriksaan ulang Hb mengingat sehari sebelumnya telah diperiksa sementara asupan nutrisi masih belum adekuat pada tahap persiapan operasi. Ketika mengelola kasus TB dengan gizi kurang di Puskesmas, residen memfasilitasi ibu untuk konsultasi dan mendapatkan nutrisi tambahan secara cuma - cuma sesuai program pemerintah yang telah dijalankan Puskesmas. Peran sebagai konsultan dilakukan residen saat memberikan konsultasi di Puskesmas pada keluarga yang anaknya mengalami masalah nutrisi, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu konsultasi juga dilakukan kepada pasangan orangtua terkait manajemen laktasi saat melakukan kunjungan rumah. Pencapaian kompetensi sebagai pendidik diperankan residen selama menjalani praktik dan diterapkan pada semua keluarga kasus kelolaan dan pasien lainnya, pada mahasiswa Keperawatan yang sedang berpraktik bahkan juga pada pegawai magang yang sedang menjalani training. Peran pendidik yang dimaksud disini antara lain memberikan edukasi kepada keluarga terkait kondisi anaknya, masalah yang dihadapi mahasiswa selama menjalankan peran sebagai perawat ketika memberikan asuhan kepada pasien atau terkait tugasnya sebagai mahasiswa keperawatan. Edukasi yang diberikan residen kepada keluarga ketika praktik di Puskesmas Beji saat melakukan kunjungan rumah (home visit). Adapun edukasi yang diberikan yaitu tentang memberikan stimulasi tumbuh kembang serta cara pemberian makan yang benar untuk anak dengan TB paru serta melakukan breast care pada ibu dengan bayi muda. Bimbingan mengenai pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diberikan kepada mahasiswa keperawatan di Puskesmas. Diskusi terkait kasus (misal atresia ani, hirschprung) dan prosedur (misal pemberian obat IV menggunakan infuse pump serta penghitungan dosis obat) dilakukan bersama mahasiswa keperawatan di ruang Bedah Anak (BCh) RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sosialisasi tentang perawatan bayi prematur Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 40 khususnya terkait tatalaksana menurunkan kebisingan dilaksanakan kepada perawat di ruang Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta. Pencapaian kompetensi sebagai kolaborator dilakoni residen saat melaksanakan intervensi yang bersifat kolaborasi dengan profesi lain terutama pada semua kasus kelolaan. Intervensi kolaborasi yang dimaksud antara lain dalam hal pemberian terapi obat, pemeriksaan laboratorium, pemberian transfusi darah, serta menetapkan jadwal puasa pasien praoperasi. Peran Sebagai Peneliti merupakan satu tuntutan peran yang belum dijalankan residen selama periode praktik Residensi I dan II. Namun residen telah melakukan analisis terhadap jurnal hasil penelitian dan mencoba menerapkannya kepada pasien kasus kelolaan. Kegiatan yang dilakukan terkait hal tersebut seperti melakukan bermain terapeutik dan menerapkan teknik swaddling pada pasien bayi yang memerlukan inkubator 3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice Peran sebagai agen perubah dijalankan residen saat melaksanakan proyek inovasi di ruang Perinatologi (Seruni) RSAB Harapan Kita dengan topik menurunkan kebisingan di ruang rawat bayi prematur. Proyek inovasi diawali dengan mengukur derajat kebisingan di ruang Seruni menggunakan audiometer yang kemudian disosialisasikan hasilnya kepada perawat ruangan. Kegiatan inovasi dilanjutkan memberikan penyegaran materi tentang asuhan keperawatan pada bayi prematur (developmental care) terutama yang terkait dengan tatalaksana menurunkan kebisingan ruangan. Intervensi baru yang diperkenalkan dalam proyek inovasi ini (berdasarkan evidence based practice) adalah penggunaan earmuff dan earplug untuk bayi diwaktu – waktu yang teridentifikasi menghasilkan derajat kebisingan tinggi, seperti saat operan (hand over), touching time, dan jam kunjungan. Kegiatan inovasi ini diakhiri dengan membuat dan menempelkan stiker yang berisi peringatan untuk menjaga ketenangan saat memasuki ruangan perawatan bayi. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 41 Kegiatan inovasi kedua dilakukan di ruang Rawat Bedah Anak (BCh) RSUPN Cipto Mangunkusumo mengenai permainan terapeutik pada anak dengan nyeri paska operasi. Sosialisasi dilakukan pada perawat saat operan (hand over) dan memotivasi perawat untuk mengoptimalisasikan intervensi ini dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Perawat harus memiliki pendekatan holistik untuk meningkatkan efektifitas manajemen nyeri. Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak berdasar evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana nyeri yang berkaitan dengan komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga, mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri, serta mencari (menerapkan) standar perawatan pasien paska operasi (Yuceer, 2011). Pelaksanaan EBN ini dilaksanakan berdasarkan metode Plan, Do, Study, dan Action (PDSA). Metoda PDSA adalah suatu cara untuk menguji perubahan yang diimplementasikan. Metode ini dapat memandu proses berfikir, pemecahan tugas menjadi langkah-langkah penyelesaian dan kemudian mengevaluasi hasilnya, memperbaiki, dan mengujinya kembali. Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tanggal 4-22 April 2016. Residen melakukan kontrak kepada orang tua dan anak untuk melakukan bermain terapeutik. Bermain terapeutik dilakukan menggunakan berbagai teknik sesuai dengan usia anak. Alat bermain yang digunakan mulai dari boneka jari, bercerita, menggambar, musik, menonton film, hingga video games. Jumlah pasien yang terlibat selama implementasi sebanyak 10 orang. Bermain terapeutik dilakukan sejak anak kembali ke ruangan dari ruang operasi, saat terlihat rewel, atau akan dilakukan tindakan invasif/noninvasif. Pendampingan dilakukan kepada orang tua anak untuk menilai nyeri, dan mengidentifikasi manajemen nonfarmakologis yang sesuai untuk anaknya. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 42 Bermain terapeutik dilakukan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya (terjadwal, sesuai kontrak) maupun situasional (tidak terjadwal, misal saat sedang dilakukan perawatan luka operasi). Skala nyeri yang dialami pasien dikaji dengan FLACC Scale dan VAS. Respon awal pasien terhadap permainan rata-rata masih mengacuhkan dan rewel. Namun setelah lewat beberapa menit mulai memberikan perhatian dan teralih dari rasa nyeri yang dirasakannya. Respon yang diberikan beragam, mulai dari memperhatikan dengan sikap pasifnya (an.Sy, Ju, dan Al); berhenti menangis (an. Faq, KI, dan an. Di); berusaha menahan tangis serta menanggapi cerita (an. Ma, dan an. Far), sedangkan an. If dan an. Pi langsung berespon dengan permainan. Hampir semua menjadi lebih kooperatif setelah bermain terapeutik diberikan. Tingkat nyeri dievaluasi kembali dengan indikator yang sama dan menunjukkan adanya penurunan dan anak lebih mampu mengontrol dirinya sehingga mudah kooperatif kembali. Kesepuluh pasien yang dilibatkan pada kegiatan ini menunjukkan penurunan skala nyeri yang lebih cepat dan perilaku positif sejak periode awal paska operasi. Anak menjadi lebih mudah dapat mengontrol emosi, mudah beradaptasi dan cepat kooperatif kembali terhadap tim, walaupun dengan tingkat kecepatan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Athanassiadou, Tsiantis, Christogiorgos, dan Kolaitis (2009) membuktikan bahwa permainan boneka pada anak usia 46 tahun dapat menurunkan agresifitas dan hiperaktifitas paska bedah. Vijaya (2014), membuktikan adanya penurunan signifikan dalam skala nyeri sehingga bermain terapeutik sehingga dirasakan sangat efektif. Selain itu permainan terapeutik memiliki efek relaksasi yang menurunkan stres, cemas, nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga profesional (Paladino, de Carvalho & Almeida, 2014). Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Lovell, Forder dan Stockler, (2010) yang membuktikan adanya peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap manajemen nyeri, Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 43 menurunkan level nyeri dan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup serta menurunkan penggunaan analgesik setelah pemberian edukasi pada orangtua terkait manajemen nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, & Enskar (2008), faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak. dapat dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, perawat dengan pasien; perilaku anak; kegiatan rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat. Ada tiga strategi perawat yang ditemukan dalam mengelola nyeri anak paska operasi: penggunaan analgesik, pemberian perawatan alternatif atau intervensi nonfarmakologis serta keterlibatan keluarga yang merawat (Payakkaraung, Wittayasooporn, Thampanichawat, & Suraseraniwonge, (2010). Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat keterlibatan perawat dalam memberikan bermain terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat terkait manajemen nyeri khususnya secara nonfarmakologis. Kondisi ini juga ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Franchiscinelli, Almeida dan Fernandes (2012), yang mengemukakan bahwa 37% perawat mendapat kesulitan, 9,3% kekurangan waktu dalam mengimplementasikan bermain terapeutik disebabkan mengerjakan aktivitas lain, tidak aman, serta gangguan dari profesi lain. Hasil senada juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan Maia, Ribeiro, dan de Borba (2010), yang menyatakan bahwa dari 88% perawat yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 14% yang melakukannya di area pediatrik secara sporadis. Di kota yang lebih besar menyebutkan bahwa dari 93% perawat yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 7% yang mampu dalam mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan. Oleh karena itu perawat perlu memperluas cara pandangnya terhadap anak sebagai individu dan berkomitmen untuk mengembangkan bermain terapeutik baik dalam pelayanan maupun penelitian. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 44 Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada proyek inovasi ini, keluarga bersama dengan perawat mampu mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri yang dapat diterapkan pada anak. Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong, Kwok dan Lee (2014), menunjukkan bahwa orangtua dari anak yang menerima bermain terapeutik menyatakan merasa lebih nyaman. Namun pada implementasi yang dilakukan residen terdapat satu orang ibu pasien (An.Sy) yang terlihat sangat cemas dan belum mampu memfasilitasi anak. Ibu tampak kesulitan bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak memperoleh sekalipun yang tidak menimbulkan nyeri (pemberian inhalasi dan dimandikan). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan. Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu. Review literatur yang dilakukan He, Zhu, Chan, Yobas, dan Wang (2014), membuktikan bahwa dua penelitian menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan orangtua pada periode praoperasi. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 45 BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini menguraikan analisis penerapan Model Konservasi Levine pada asuhan keperawatan anak paska bedah dengan masalah nyeri serta analisis praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target. 4.1. Penerapan Model Konservasi Levine pada Anak Paska Operasi dengan Masalah Nyeri Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam kehidupannya. Pengalaman nyeri yang dirasakan tiap individu akan berbeda karena dipengaruhi oleh banyak faktor dan merupakan pengalaman sensori emosional yang bersifat subyektif (Tomlinson & Kline, 2005; IASP, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa individu akan memberi respon berbeda dengan individu lain bahkan dari kejadian nyeri yang sama sekalipun. Nyeri yang tidak tertangani dapat menimbulkan penderitaan akibat pembatasan aktifitas, penurunan selera makan, gangguan tidur, bahkan secara psikologis bisa megurangi semangat dan harapan hidup pasien. Nyeri dapat menjadi salah satu faktor utama penghambat kemampuan dan keinginan individu agar sembuh dari penyakit. Setiap anak dan keluarga yang menghadapi pembedahan akan mengalami berbagai stresor akibat munculnya kecemasan yang menghubungkan pembedahan itu sendiri dengan nyeri (Potter & Perry, 2006). Selain nyeri karena prosedur pembedahan atau prosedur invasif, masalah penting lain yang dialami anak adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan percaya dan kasih sayang (Wong et al, 2009). Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri 45 atau adanya perlukaan biasanya Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 46 menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2012). Respon tersebut ditemukan pada an. AD yang masih berusia bayi. Ekspresi terhadap nyeri yang berbeda ditunjukkan pada kasus kelolaan dengan usia anak yang semakin besar. Dengan pertambahan usia anak, bertambah pula mekanisme koping yang mereka miliki sehingga ekspresi yang ditunjukkan tidak sehebat ekspresi pada bayi. Anak usia prasekolah dan sekolah lebih mudah ditenangkan dan diajak kooperatif dengan pemberian informasi yang adekuat, walaupun tanpa didampingi orang tua. Nyeri dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama yang diterima anak akan menyebabkan gangguan perkembangan, kecacatan, gangguan proses pembentukan harga diri, penurunan sense of control terhadap nyeri (Wong, 2009). Salah satu tanggung jawab dasar keperawatan perioperatif adalah memberikan manajemen nyeri yang optimal pada pasien selama periode perioperatif (Shields, 2010). Asuhan keperawatan yang diberikan residen kepada lima kasus kelolaan, semuanya mengalami masalah yang sama yaitu nyeri (akut) pada periode paska operasi. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan baik secara farmakologis (pemberian terapi analgesik) maupun nonfarmakologis (seperti teknik distraksi dengan bermain terapeutik). Adapun yang berbeda dari kelimanya adalah jenis prosedur operasi yang dijalani yaitu: post tutup stoma, post PSARP, post potong stump, pemasangan k-wire, dan post reseksi anastomosis ileotransversum. Residen menggunakan pendekatan model Konservasi Levine dalam mengelola kelima kasus tersebut. 4.1.1. Konservasi Energi Menghindari kelelahan berlebihan serta menjaga keseimbangan energi sehingga energi yang masuk sesuai dengan energi yang keluar, adalah upaya untuk konservasi energi. Fisiologis anak dengan memerlukan tindakan pembedahan menyebabkan tidak sempurnanya kerja sel secara Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 47 biokimia dan metabolik yang akhirnya membuat kerja organ vital seperti jantung, ginjal, paru dan lainnya tidak sempurna sehingga muncullah gangguan keseimbangan energi (Mefford & Alligood, 2011). Kehilangan energi sewaktu sakit akan memerlukan energi yang lebih besar. Kondisi sakit dan proses pemulihan adalah suatu faktor yang menghambat individu untuk mempertahankan konservasi energi. Dari pengkajian konservasi energi terhadap kelima kasus ditemukan data secara umum bahwa klien mendapatkan gangguan dalam konservasi energi berupa nyeri akut. Nyeri akut adalah pengalaman sensoris tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan bersifat akut yang dideskripsikan sedemikian rupa berhubungan dengan prosedur invasif (NANDA, 2012). Nyeri pada bayi mengakibatkan perilaku, fisiologis, dan respon metabolik yang negatif (Wong, 2009; Sahoo, Rao, Nesargi, 2013). Dalam jangka pendek, nyeri menyebabkan penurunan saturasi oksigen dan penurunan kerja jantung yang akhirnya menimbulkan gangguan kardiorespiratori. Kondisi ini akan mempengaruhi konservasi energi akibat adanya ketidakseimbangan sediaan sumber energi dengan kebutuhan. Namun hal ini tidak terjadi pada kelima kasus sekalipun pada an. AD yang masih berusia bayi. Hal ini disebabkan adanya pemberian tatalaksana nyeri yang cepat dan tepat, yaitu bermain terapeutik dan analgesik. Hal tersebut sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Halim (2002), diketahui bahwa musik (terutama jenis lambat) dapat mempengaruhi sistem melambatkan pernapasan, kontrol kardiorespiratori emosional dengan dan metabolisme. Penelitian lainnya menunjukkan pemberian musik bersama dengan analgesik dapat menurunkan nyeri kanker dibandingkan hanya menggunakan analgesik saja. Jenis musik yang disarankan yaitu musik yang lembut (Huang, Good, & Zauszniewski, 2010). Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 48 Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan pada semua klien kelolaan adalah memberikan teknik distraksi bermain terapeutik, memonitor skala nyeri, respon nonverbal, tanda vital serta memberikan terapi analgesik. Distraksi bekerja dengan mengalihkan fokus perhatian anak kepada sesuatu, dengan demikian diharapkan anak dapat “melupakan” nyeri mereka. Jenis permainan yang disarankan adalah permainan yang bisa dinikmati anak diatas tempat tidur, karena dalam perawatan paska bedah biasanya anak mengalami pembatasan aktivitas hingga hari ketiga. Angka/huruf bermagnet diatas papan, boneka jari/tangan, menggambar/mewarnai adalah contoh permainan yang dapat diberikan (St.Louis Children Hospital, 2014). Permainan terapeutik yang diberikan mulai dari bermain boneka, mendengarkan musik, meniup balon, bermain video games, mewarnai, hingga bercerita (James, Nelson & Ashwill, 2013). Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh, mengayun dan memberikan Non Nutritive Sucking (NNS) (Sahoo, Rao, Nesargi, 2013). Terapi musik merupakan teknik yang digunakan residen dalam bermain terapeutik. Teknik ini dipilih berdasarkan beberapa studi literatur yang ditemukan. Hasil penelitian yang dilakukan Nguyen, et al. (2010), menunjukkan bahwa terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi. Hal ini juga dikuatkan oleh Bekhuis (2010), yang menyatakan bahwa musik menurunkan nyeri dan cemas pada anak yang mendapatkan prosedur medis dan dental. Penggunaan terapi musik bersama modalitas lain akan lebih efektif dan mengurangi jumlah pemakaian agen farmakologis untuk mengontrol nyeri dan kecemasan. Musik mendistraksi pasien (terutama anak) dari nyeri dan cemasnya seperti apa yang dijelaskan pada teori gate control (Klassen, et al., 2010). Studi yang dilakukan oleh Athanassiadou, Tsiantis, Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 49 Christogiorgos, dan Kolaitis (2009) membuktikan bahwa permainan boneka pada anak usia 4-6 tahun dapat menurunkan agresifitas dan hiperaktifitas paska bedah. Pelaksanaan bermain terapeutik ini juga menjadi salah satu proyek inovasi residen saat menjalani praktik di ruang BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kegiatan ini dipilih dalam rangka melakukan pendekatan holistik untuk meningkatkan efektifitas manajemen nyeri. Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak berdasar evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana nyeri yang berkaitan dengan komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga, mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri, serta mencari (menerapkan) standar perawatan pasien paska operasi (Yuceer, 2011). Tatalaksana lain yang dilakukan dalam menangani nyeri adalah berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik. Beberapa jenis analgesik diberikan pada pasien kelolaan dengan rute intravena. Analgesik peroral biasanya diberikan setelah hari kelima atau untuk pengobatan di rumah. Studi yang dilakukan Chorney dan Kain (2010), menunjukkan bahwa orangtua dan anak tidak mendapatkan dosis pengobatan yang direkomendasikan di rumah. Oleh karena itu perlu diberikan edukasi yang adekuat sebelum pasien dipulangkan (James, Nelson & Ashwill, 2013). Otak memiliki sistem pengaturan rasa sakit (“analgesia”). Ada beberapa macam transmitter yang terlibat dalam sistem analgesia ini, antara lain dopamin, serotonin dan endorfin yang memiliki sifat seperti morfin. Pengaktifan sistem analgesia dapat menekan sinyal saraf perifer (Hall, 2014). Reseptor morfin tersebut dilepaskan di otak akibat adanya perasaan senang, bahagia dan nyaman. Proses ini yang terjadi ketika anak melakukan bermain terapeutik, sehingga kegiatan ini efektif untuk menurunkan nyeri. Halim (2002), Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 50 menyatakan bahwa pemberian musik merubah gelombang otak dan hormon pasien. Penurunan aktivasi lobus frontal menyebabkan sekresi hormon kortisol dan stres hingga mencapai batas normal. Masalah lain yang bisa mengganggu keseimbangan energi adalah risiko devisit volume cairan. Menurut NANDA (2012), risiko devisit volume cairan yaitu adanya risiko penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan atau intravaskuler (mengacu pada dehidrasi tanpa perubahan natrium). Adapun yang menjadi faktor risikonya adalah kehilangan volume cairan aktif, usia dan berat badan ekstrim, dan obat-obatan. Pemenuhan kebutuhan cairan menjadi masalah pada empat pasien dari lima kasus terpilih, yaitu pada an. RA, an. AA, an. Y dan an AD. Tindakan utama yang dilakukan pada kasus untuk mengatasi masalah cairan ini adalah mengobservasi adanya mual dan muntah, antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera, memonitor perubahan status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh, mengobservasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urin, dan status cairan, menimbang berat badan anak secara berkala, memonitor hasil pemeriksaan kadar elektrolit, serta berkolaborasi dalam pemberian cairan IVFD sesuai dengan indikasi. Ada klien yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi, yaitu: an. Y dan an. AD yang disebabkan oleh gangguan kerja usus. Kebutuhan nutrisi merupakan elemen utama sepanjang proses penyembuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak. 4.1.2 Konservasi Integritas Struktural Konservasi pada aspek ini berhubungan erat dengan keadaan struktur fisik klien. Tujuannya adalah mempertahankan atau memuihkan struktur yang mengalami gangguan agar terhindar dari kerusakan fisik serta mempercepat proses penyembuhan (Tomey & Alligood, 2006). Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 51 Pengkajian konservasi ini berpedoman pada sistem pertahanan tubuh. Masalah yang ditemukan pada kasus adalah risiko infeksi, kerusakan integritas kulit, dan risiko cedera. Risiko infeksi adalah suatu keadaan disaat individu mengalami peningkatan organisme patogen (NANDA, 2012). Faktor risiko yang menyebabkan keadaan ini adalah pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat, pemasangan kateter intravena, prosedur invasif, ketidakadekuatan pertahanan sekunder. Pada kelima kasus kelolaan ditemukan masalah potensial komplikasi infeksi ini. Adapun tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini adalah: memantau gejala infeksi, mengkaji faktor yang meningkatkan kerentanan infeksi, memantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung jenis), memastikan bahwa setiap petugas kesehatan dan keluarga mencuci tangannya sebelum dan sesudah memegang anak, memastikan bahwa seluruh alat yang kontak dengan anak adalah bersih atau steril, melakukan teknik asepsis ketat atau steril pada pelaksanaan prosedur invasif, memantau komplikasi pada area luka serta memberikan terapi antibiotik sesuai program. 4.1.3 Konservasi Integritas Personal dan Sosial Masalah konservasi integritas personal dan sosial lebih menekankan peran perawat dan orang tua dalam merawat klien. Hal ini disebabkan adanya ketergantungan anak kepada lingkungan sebagai faktor eksternal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada kelima kasus kelolaan tidak ditemukan masalah terkait konservasi integritas personal dan sosial. Hal ini disebabkan dari keberadaan orangtua disamping anak selama masa perawatan. Tidak ditemukannya masalah terkait aspek ini juga dirasakan sebagai satu kendala yang disebabkan kurangnya kemampuan residen dalam menggali keunikan anak dalam waktu singkat. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 52 4.2. Kelebihan dan Keterbatasan dalam Penerapan Teori Konservasi Levine Keberadaan elemen biopsikososiospiritual dalam prinsip-prinsip Konservasi Levine menjadikan model ini dapat diterapkan pada kasus dengan berbagai kondisi dan masalah. Model Konservasi Levine dapat diaplikasikan dalam berbagai kasus penyakit, yang terpenting adalah critical thinking perawat saat melakukan pengkajian, menetapkan trophicognosis, membuat hipotesis, menyusun intervensi serta menilai respon organisme sebagai evaluasi terhadap keberhasilan pencapaian (Mariyam, Rustina, Waluyanti, 2013). Pada dasarnya pendekatan Model Konservasi Levine ini juga dapat digunakan dalam mengelola asuhan keperawatan pada anak dengan nyeri paska bedah. Namun yang dirasakan residen dalam menerapkan model ini pada anak terutama usia sekolah kebawah adalah tidak mudah dalam menggali konservasi integritas personal dan sosial. Kedua konservasi integritas ini menuntut perawat untuk mampu mengeksplorasi identitas diri, harga diri serta keunikan anak dan hal ini memerlukan pemahaman yang luas dan jam terbang (pengalaman) yang tinggi. Tujuan akhir dari pendekatan Model Konservasi ini adalah tercapainya wholeness (keutuhan). Levine tidak menjelaskan secara rinci apa dan bagaimana jika keutuhan tersebut tidak tercapai, apakah perlu ada modifikasi atau yang lainnya. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 53 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN 5.1.1. Nyeri merupakan masalah yang selalu dihadapi anak setelah menjalani prosedur pembedahan. Pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan model Konservasi Levine pada anak dengan nyeri paska bedah menunjukkan bahwa model ini dapat dipakai untuk mengoptimalkan kemampuan adaptasi pasien. 5.1.2. Bermain terapeutik merupakan bagian yang terintegrasi dalam konsep atraumatic care dan family centered care, memiliki peranan penting dalam penanganan nyeri nonfarmakologis pada anak paska bedah. 5.2. SARAN 5.2.1. Bagi Institusi Pendidikan Praktik residensi sebagai bentuk praktik spesialisasi keperawatan anak memerlukan target kompetensi yang lebih spesifik dan proses pembimbingan yang intensif, sehingga dapat membantu residen dalam menggali pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas. 5.2.2. Bagi Residen Pencapaian kompetensi seorang ners spesialis membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah. Oleh karena itu ners spesialis keperawatan anak diharapkan mampu mengembangkan potensinya dengan berkontribusi aktif dalam mengelola pasien di pelayanan kesehatan. 5.2.3. Bagi Pengetahuan dan Layanan Keperawatan Penerapan model Konservasi Levine dalam penanganan nyeri anak paska bedah menunjukkan bahwa anak dapat mengoptimalkan kemampuan adaptasinya. Aplikasi teori keperawatan dalam praktik sangat membantu dalam mengembangkan ilmu keperawatan, terutama keperawatan anak. Oleh karena itu diharapkan pelayanan keperawatan 53 Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 54 dapat mempertimbangkan pengelolaan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori-teori keperawatan yang ada. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 DAFTAR PUSTAKA Alligood, M.R. (2013). Nursing theory: Utilization and Application (Fifth edition). St Louis Missouri, Elsevier. Athanassiadou, E., Tsiantis, J., Christogiorgos, S., & Kolaitis, G. (2009). An Evaluation of the Effectivenessof Psyhological Preparation of Children for Minor Surgery by Puppet Play and Brief Mother Counseling. Psychother Psychosom 2009;78:62-62. doi: 10.1159/000172623. Baratee, F., Dabirian, A., Yoldashkhan, M., Zaree,.F., & Rasouli, M. (2011). Effect of therapeutic play on postoperative pain of hospitalized school age children in pediatric surgical ward. Journal of Nursing and Midwifery. 21(72).p. 31-33 Ball, J. W., Bindler, R. C., & Cowen, K. J (2010). Child health nursing, partnering with children & families. (2nd ed). New Jersey:Pearson Education inc. Bekhuis, T. (2010). Music therapy may reduce pain and anxiety in children undergoing medical and dental procedures. J Evid Based Dent Pract. 2009 Dec; 9(4): 213–214. doi: 10.1016/j.jebdp.2009.03.002 Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain management in children. Pediatric nursing, 20 (10), 21-24. Bowden, VR., & Greenberg, CS. (2010). Children and their families: the continuum of care. (2nd edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. De Courcy, J.G. (2016). How gate control theory has changed how we view pain. Pain Service Website. Gloucestershire Hospitas NHS Foundation Trust. http://www.gloshospitals.nhs.uk/ Management/What-is-Pain/How-does-thebody-feel-pain/The-Gate-Control-Theory-of-Pain/ Fawcett, J., & Madeya, S. D. (2013). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories. Philadelpia: F.A. Davis. Franchiscinelli, A.G.B., Almeida, F.A., & Fernandes, D.M.S. (2012). Routine of therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses perceptions. Acta Paul Enferm. 2012;25(1):18-23. Halim. S. (2002). Music as Complementary therapy in Medical Treatment. Med J Indonesia, 11(4), P. 250-257. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Hall, J.E (2014). Guyton dan Hall: Buku ajar aisiologi kedokteran. edisi 12. (editor: Wijayakusumah, M.D). Jakarta. Elsevier. He, H.G., Zhu, L., Chan, S.W.C., Yobas, P.K., & Wang, W. (2014). The effectiveness of therapeutic play intervention in reducing perioperative anxiety, negative behaviors, and postoperative pain in children undergoing elective surgery: A systematic review. J PMN DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2014.08.011. Hockenberry, M.J., & Wilson, D.(2009). Wong’s essential of pediatric nursing. 8th ed. Missouri: Mosby Elsevier. Huang, S.T., Good, M., Zauszniewski, J. A. (2010). The effectiveness of music in relieving pain in cancer patients: a randomized controlled trial. Int J Nurs Stud.,47:1354–62. James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W., (2013), Nursing care of children: principles and practice (4th ed). St Louis Missouri, Elsevier. Kain, Z.N., Mayes, L.C., Caldwell-Andrews, A.A., Karas D.E., & McClain, B.C. (2006). Preoperative anxiety, postoperatif pain, and behavioral recovery in young children undergoing surgery. Pediatrics, 118(2), 651-658. Klassen JA, Liang Y, Tjosvold L, Klassen TP, Hartling L. (2008). Music for pain and anxiety in children undergoing medical procedures: a systematic review of randomized controlled trials. Ambulatory Pediatrics. 2008;8:117-128. Kozier, E., Berman, A., & Snyder, S.J. (2012). Kozier & Erb’s fundamental of nursing: concepts, process. 9ed. New Jersey, Pearson Education Inc. Lee, H.T.M. (2009). A therapeutic play program for children undergoing day surgery. Thesis publikasi online diakses pada 24 Juni 2016 Li, H.C.W., Chan, S.S.C., Wong, E.M.L., Kwok, M.C., & Lee, T.L.I. (2014). Effect of therapeutic play on pre- and post-operative anxiety and emotional responses in Hongkong Chinese children: A randomized controlled trial. Hong Kong Med J 2014;20(Suppl 7):S36-9. Liddle, M. (2014). Evidence-based practice statement: Therapeutic play in pediatric health care. Child life Council, Inc. diakses pada 24 Juni 2016. http:// www.childlife.org/ebpplaystatement. Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain. J Pain Symptom Manage, 40:49– 59. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Maia, E.B.S., Ribeiro, C.A., de Borba, R.I.H. (2010). Understanding nurses’ awareness as to the use of therapeutic play in child care. Rev Esc Enferm USP Online. doi: 10.1590/S008-62342014. www.scielo.br/reeusp. Mariyam, Rustina, Y., Waluyanti, F.T. (2013). Aplikasi teori konservasi Levine pada anak dengan gangguan pemenuhan oksigenasi di ruang perawatan anak. Jurnal Keperawatan Anak, 1(2), 104-112. Meffort, L. C., & Alligood, M. R. (2011). Testing a theory of health promotion for preterm infant based on Levin’s conservation model of nursing. Journal of Theory Construction & Testing. 15(2), 42-47. NANDA International. (2012). Nursing diagnoses definition and classification. West Sussex: Wiley-Blacwell. Naylor, K.T., Kingsnorth, S., Lamont, A., McKeever, P., & McArthur, C. (2010). The effectiveness of music in pediatric health care: A systematic review of randomized controlled trials. The Cochrane Database. Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., Bengston A. (2010). Music therapy to reduce pain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:140-145. Othman, A., Blunden, S., Mohamad, N., Husin, Z.A.M., & Osman, Z.J. (2010). Piloting an educational program forparents of pediatric cancer patients in Malaysia. Psycho-Oncology, 19: 326-331 Parker, M.E., & Marlaine, C.S. (2010). Nursing Theory and Nursing Practice. (3nd ed). PhiladelphiaP: F. A. Davis Company. Payakkaraung, S.,Wittayasooporn, J., Thampanichawat, W., & Suraseraniwonge, S. (2010). Nurses’ management of Thai children’s postoperative pain: A holistic case study. Pasific Rim Int J Nurs Res 2010; 14(4) 330-345. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2012). Fundamentals of nursing: Concepts, process & practice. 9th ed. St Louis. Mosby Year Book. Sahoo, J.P., Rao, S., Nesargi, S., Ranjit, T., Ashok, C., & Bhat, S. (2013). Expressed breastmilk versus 25% dextrose in procedural, a procedural double blind randomized controled trial. Indian pediatr, 50(2). 194-199. Shields, L. (2010). Perioperative care of the child: A nursing manual. UK. WileyBlackwell. St. Louis Children Hospital. (2014). Postoperative care for children. Publikasi online diakses 5 Maret 2016 melalui laman http://www.stlouischildrens.org/our-services/center-cerebral-palsyspasticity/postoperative-care-children. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC. The International Association for the Study of Pain. (2009). http://www.iasppain.org/PublicationsNews. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2009). Nursing Theorists and Their Works. (6t Ed). St.Louis: Mosby. Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit EGC. Wilkinson, M, J., & Ahern, R, N. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan. edisi ke-9. alih bahasa Wahyuningsih. Jakarta: EGC. Yuceer, S. (2011). Nursing approaches in the postoperative pain management. Journal of Clinical and Experimental Investigation.2(4): 474-478. doi: 10.5799/ahinjs.01.2011.04.0100. Universitas Indonesia Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN TEORI LEVINE DI RUANG PERAWATAN BEDAH ANAK A. DATA PERSONAL 1. Nama : 2. Alamat : 3. Telepon : 4. Tempat, tanggal lahir 5. Jenis kelamin : 6. Agama : : 7. Tanggal pengkajian : 8. Nama Penanggung Jawab : 9. Hubungan dengan Pasien : 10. Alamat Penanggung jawab : Keluhan utama : Penyakit saat ini : Riwayat kesehatan masa lalu : I. Riwayat kelahiran : I.1. Prenatal care a. Riwayat terkena radiasi : ………………………………………. b. Golongan darah ibu ………….. Golongan darah ayah ………….. I.2. Natal a. Jenis persalinan : ................................................................................ b. Komplikasi persalinan....................................................................... I.3. Post natal a. Kondisi bayi : ………… APGAR…………………………………… b. Anak pada saat lahir tidak mengalami : ……………………………….. II. Riwayat Penyakit, Cedera, dan Operasi a. Klien pernah mengalami penyakit : ……………….pada umur : ……… Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 b. Riwayat konsumsi obat : ………………………………………… c. Riwayat kecelakaan : …………………………………….. d. Riwayat Operasi : ……………………………………… III. Riwayat Alergi Jenis Alergen :……………..Pada usia…………….Reaksi Alergi……………… IV. Imunisasi No 1. 2. 3. 4. 5. Jenis immunisasi BCG DPT (I,II,III) Polio (I,II,III,IV) Campak Hepatitis Waktu pemberian Frekuensi Reaksi setelah pemberian V. Perkembangan Anak Usia anak saat 1. Merangkak : …………… bulan 2. Berjalan : …………… tahun 3. Bicara pertama kali : ……………tahun 4. Berpakaian tanpa bantuan : ……………tahun B. KONSERVASI ENERGI 1. Tanda – tanda vital : a. Tekanan darah : ..................................... mmHg b. Denyut nadi : ............... x / menit, irama :......................... c. Suhu : ............ o C ; Tempat Pengukuran :........... d. Pernapasan : ............... x/ menit, Irama : ....................... Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 2.Nutrisi Kond Sebelum Sakit Saat Sakit 1. Jenis Makanan isi 2. Frekuensi makan 3. Selera makan 4. Berat Badan 5. Tinggi Badan 3.Cairan 6. Lingkar Kondisi Lengan Atas Sebelum Sakit Saat Sakit Ada/Tida Ada/Tid 1. Jenis minuman* 2. Volume air yang diminum 3. Cara pemenuhan 4. Status turgor kulit 5. Perdarahan 4.*ASI Eliminasi & BAK) atau (BAB Sufor pada bayi Kondisi Sebelum Sakit k Ada* ak Saat Ada*Sakit BAB 1. Saluran BAB 2. Frekuensi 3. Konsistensi 4. Karekteristik feses 5. Obat 5.pencahar Istirahat tidur BAK Kondisi 1. tidurUrin (24 1. Waktu Jumlah 2. Pola tidur jam) Sebelum Sakit Saat Sakit 3. Kebiasaan sebelum tidur 6. Aktivitas Bermain Kondisi Jenis Permainan Sebelum Sakit Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Saat Sakit 7. Kecemasan Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit 1. Pencetus kecemasan 2. Reaksi cemas 3. Penatalaksanaan oleh pengasuh Penunjang 8. Pemeriksaan Jenis Pemeriksaan Hasil Tanggal Pemeriksaan 9. Penatalaksanaan 10. Integumen 1. 2. 3. 4. Kondisi Warna kulit Luka Jenis Luka Penyebab Luka Sebelum sakit 5. 6. 7. 8. Grade luka Letak luka Jenis Perawatan Luka Frekuensi Perawatan Luka Ada/Tidak ada* Terbuka/Tertutup/Bakar* Tumpul / Tajam* Sesudah sakit Ada/Tidak Ada* Terbuka/Tertutup/Bakar* Tumpul / Tajam* C. INTEGRITAS STRUKTURAL 1. Keadaan umum 2. Kesadaran : ..................................... : ........................................................................................... 3. Sistem Respiratori a. Bernafas Retraksi.......................................................................... Pernafasan cuping hidung.......................................................... Posisi yang nyaman : ..................................................... Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 b. Toraks Bunyi nafas ............................................................................. Bentuk dada : ............................................................................ 4. Sistem Sirkulasi a. Suara jantung.......................................................................................... b. Capilary Refill Time : ................................................................................ c. Irama jantung ............................................................ d. Palpitasi ............................................................................... e. Clubbing :............................................................................ 5. Sistem Neurologik a. GCS : ........................................................................ b. Pemeriksaan kepala Bentuk kepala : ........................................................................ Fontanel : ............................................................................ Lingkar kepala (dibawah 2 tahun) : ....................................................... c. Reaksi pupil Reaksi terhadap cahaya: ............................................................... d. Aktivitas kejang Jenis : .............................................................................. Lamanya : .............................................................................. e. Fungsi sensoris Reaksi terhadap nyeri : .................................................................... 6. Sistem Gastrointestinal Nyeri : Ada/Tidak Ada* Letak...................................... Kekakuan : Ada/Tidak Ada* Letak....................................... Bising usus :……….x / menit Kram : Ada/Tidak Ada* Letak.................................. Muntah : Fekuensi………..Jumlah……Karakteristik Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 7. Sistem Renal a. Fungsi ginjalDisuria Nyeri : Ada/Tidak Ada* Lokasi Nyeri........................... Ascites : Ada/Tidak Ada* Edema : Ada/Tidak Ada* Lokasi Edema ..................... b. Karakteristik urine dan urinasi Warna : ................................................................................... Bau : ................................................................................. Berat jenis : .................................................................................. Menangis setelah berkemih 8. : ........................................................ Genitalia Iritasi : ...................................................................... Sekret : ........................................................................... 9. Pengkajian Muskuloskletal a. Fungsi motorik kasar Ukuran otot : Normal/Atrofi/Hipertrofi* Tonus otot : .................................................................... : ...................................................................... Kekuatan Gerakan abnormal : Ada/Tidak Ada* Berupa ......................... b. Fungsi motorik halus Menggenggam mainan : Mampu/Tidak Mampu* Mencorat-coret : Mampu/Tidak Mampu* c. Kontrol postur Mempertahankan posisi tegak : Mampu/Tidak Mampu* Bergoyang-goyang : Mampu/Tidak Mampu* d. Persendian Rentang gerak : ......................................................................... Kontraktur : Ada/Tidak Ada* Lokasi ....................... Nyeri : Ada/Tidak Ada* Lokasi .............................. Tonjolan abnormal : Ada/Tidak Ada* Lokasi ................................ Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 e. Tulang Belakang Bentuk : ..................................................................... 10. Sistem Hematologik a. Kulit Warna : ...................................................... Ptekie : Ada/Tidak Ada* Lokasi ...................... Memar : Ada/Tidak Ada* Lokasi ....................... Perdarahan dari membrane mukosa atau dari luka suntikan atau fungsi vena : b. Abdomen Pembesaran hati : ................................................ Pembesaran limpa : ...................... 11. Pengkajian Endokrin a. Status hidrasi Poliuria : Ya/Tidak* Polifagia : Ya/Tidak* Polidipsi : Ya/Tidak* b. Tampilan umum Iritabilitas : Ya/Tidak* Sakit kepala : Ya/Tidak* Gemetar : Ya/Tidak* D. INTEGRITAS PERSONAL No Kondisi 1 Kebosanan selama sakit 2 Ketidakberdayaan selama sakit 3 Ketakutan selama sakit 4 Harga Diri selama sakit 5 Privasi Diri selama sakit Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 6 Kemampuan Mendengarkan 7 Kemampuan Mengontrol diri 8 Kemampuan Memaknai sesuatu 9 Kemampuan Belajar E. INTEGRITAS SOSIAL No Kondisi 1 Kemampuan bersosialisasi selama sakit 2 Kemampuan berinteraksi dengan orang lain 3 Kemampuan berproses dalam suatu kelompok Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Lampiran 2 PROYEK INOVASI KEPERAWATAN OPTIMALISASI MANAJEMEN NYERI (NONFARMAKOLOGIS) PADA ANAK PASKA OPERASI DI RUANG RAWAT BEDAH ANAK (BCh) RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO Disusun oleh: Siti Nurhayati 1306346260 PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016 Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 BAB 1 Pendahuluan 1.1 Nama Kegiatan “Optimalisasi manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak paska operasi di ruang rawat bedah anak RSUPN Cipto Mangunkusumo” 1.2 Latar Belakang Penanganan nyeri yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas tidur, nutrisi dan kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Vallerand, Musto, dan Polomano, (2011) mengemukakan bahwa peran serta keluarga (orang tua) sangat mempengaruhi manajemen nyeri pada anak. Orang tua berperan besar membantu anak mengembangkan koping yang tepat dalam mengatasi nyeri. Namun, orang tua yang memiliki anak yang menjalani prosedur pembedahan umumnya dapat mengalami stress sehingga tidak mampu maksimal dalam membantu membangun koping yang adaptif. Oleh karena itu, diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk membantu keluarga dan anak dalam mengatasi nyeri yang sering ditemukan Perawat selaku tenaga kesehatan yang mendampingi anak selama 24 jam, memiliki peranan yang besar dalam membantu anak dan keluarga mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Selain sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat juga berperan sebagai advokat yang membantu anak dan keluarga untuk dapat menemukan cara mengatasi nyeri yang dihadapi anak (Shields, 2010). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh residen selama 3 minggu di ruang BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo, perawat sudah melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami anak misalnya dengan berkolaborasi memberikan analgesik pada anak. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Namun, peran perawat dalam mengatasi nyeri nonfarmakologis belum dilakukan secara maksimal. Berdasarkan uraian diatas, residen ingin membantu mengoptimalkan peran perawat dalam membantu anak dan keluarga mengatasi nyeri yang dialami secara nonfarmakologis.. 1.3 Tujuan Proyek Inovasi 1.3.1 Tujuan Umum Mengoptimalkan peran perawat sebagai fasilitator melalui aplikasi evidence based practice dalam mengatasi nyeri pada pasien anak yang telah menjalani prosedur pembedahan. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan nyeri pada anak paska operasi. b. Mengoptimalkan tatalaksana nyeri nonfarmakologiss perawat pada anak paska operasi 1.4 Manfaat Proyek Inovasi 1.4.1 Rumah Sakit Penerapan asuhan keperawatan anak dengan nyeri mengembangkan asuhan keperawatan pada anak yang dirawat di ruang BCh. 1.4.2 Perawat Memperoleh masukan dalam mengoptimalkan asuhan keperawatan pada anak paska operasi 1.4.3 Pasien dan Keluarga Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan koping dalam mengatasi masalah nyeri sehingga meningkatkan konservasi energi pasien. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. 1 Nyeri pada Anak dengan Prosedur Pembedahan 2.1.1 Konsep Nyeri Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menginformasikan kepada otak bahwa sedang atau sedang tejadi kerusakan jaringan dimana nyeri dipengaruhi oleh memori pengalaman yang akan membantu manusia menghindari kejadian berbahaya di masa yang akan datang (Sherwood, 2009). Nyeri adalah apapun yang di alami seseorang sesuai dengan apa yang ditimbulkan oleh nyeri dan ada ketika seseorang mengatakan itu ada (Pasero dan McCaffery, 2011 dalam James., Nelson., & Ashwill, 2013). Sedangkan menurut The International Association for The Study of Pain (1979) dalam James, Nelson & Ashwill (2013) menyatakan bahwa nyeri adalah sensori/ rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan baik yang sifatnya aktual maupun potensial. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah sensasi rasa yang tidak menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau injuri aktual atau potensial dimana sifatnya kompleks, multidimensional dan subjektif serta individual. Nyeri dimulai ketika ada noxious stimuli yakni: stimulus mekanis, kimia dan suhu yang menyebabkan terjadinya injuri jaringan dan merangsang proses inflamasi. Proses ini melibatkan pengeluaran neurotransmitter seperti: prostaglandin, substansi P, serotonin, asetikolin dan bradikinin. Neurotransmitter yang keluar menyebabkan pemasukan Ca + ke nosireseptor sehingga reseptor nyeri tersebut lebih sensitif menerima impuls. Selain itu, neurotransmiter mengikut reseptor post sinap dan meningkatkan permeabilitas sodium dan potasium sehingga terjadi depolarisasi. Aktifitas listrik yang terjadi Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 menyebabkan transduksi impuls nyeri. Selanjutnya terjadi transmisi nyeri yakni: impuls nyeri bergerak sepanjang saraf sensori perifer ke tulang belakang. Selanjutnya diterima oleh korteks serebri di otak dan terjadi persepsi nyeri. Pembedahan merupakan suatu kejadian yang mengancam dan menimbulkan stres pada anak (Li, Lopez, & Lee, 2008). Respon anak terhadap pengalaman tersebut tergantung dari persiapan fisik dan psikologis yang mereka dapatkan. Pada paska operasi, mayoritas anak mengalami nyeri sedang sampai berat (Baratee, Dabirian, Yoldashkhan, Zaree, & Rasouli, 2011). Untuk itu diperlukan pereda nyeri yang memadai, baik farmakologis maupun nonfarmakologis. 2.1.2 Manajemen Nyeri 2.1.2.1 Manajemen farmakologi a. Analgesik non opioid Anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja dengan cara menghambat enzim mengganggu konversi siklooksigenase, asam arakhidonat sehingga menjadi prostaglandin yang merupakan mediator nyeri. Obat ini umumnya bekerja di perifer, kecuali parasetamol yang bekerja di susunan saraf pusat dengan menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus. Berdasarkan rekomendasi WHO, untuk nyeri sedang dan berat, AINS dapat diberikan untuk meningkatkan efek analgesik opioid. Anti inflamasi non steroid mempunyai ceiling effect, yaitu pemberian dosis yang lebih tinggi dari dosis maksimal, namun tidak menyebabkan bertambahnya efek analgesik. Penggunaan AINS jangka panjang memberikan banyak efek samping. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 b. Analgesik opioid Opioid merupakan pilihan utama pada nyeri sedang berat. Terdapat 2 jenis opioid, yaitu opioid lemah seperti kodein dan tramadol; sedangkan opioid kuat yaitu morfin, metadon, fentanil, dan heroin. Opioid sedapat mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan sebaiknya diberikan secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma yang stabil. Opioid tidak memiliki standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya dititrasi sesuai dengan rasa nyeri yang dialami pasien. Opioid sering menimbulkan efek samping seperti sedasi, konstipasi, mual, muntah, dan depresi pernapasan. Pada anak, pemberian opioid sebaiknya diikuti dengan pemberian laksatif. Pada anak usia kurang dari satu tahun, pemberian opioid harus dilakukan secara hati-hati karena dosis standar untuk anak sering menyebabkan depresi pernapasan. Pemberian opioid dapat menyebabkan ketergantungan, adiksi dan toleransi, namun adiksi jarang terjadi pada anak. c. Terapi ajuvan Obat ajuvan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu obat yang bekerja sebagai ko-analgesik (meningkatkan kerja analgesik) dan obat yang mengurangi efek samping atau toksisitas analgesik. Obat ko-analgesik, mencakup anti depresan (seperti amitriptilin), antikonvulsan (seperti karbamazepin dan diazepam), dan kortikosteroid. 2.1.2.2 Manajemen nonfarmakologis Pengelolaan nyeri secara nonfarmakologis didasari pada pemikiran bahwa nyeri sering dihubungkan dengan Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 ketakutan, cemas dan stress (Kain, Mayers, Caldwell Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, & Wilson., 2009). Beberapa manajemen nyeri nonfarmakologis bertujuan untuk menciptakan strategi koping yang dapat menurunkan persepsi nyeri, membuat nyeri lebih ditoleransi, mengurangi kecemasan dan meningkatkan keefektifan analgesik atau mengurangi dosis yang dibutuhkan. Contoh teknik yang termasuk di dalam manajemen ini adalah: distraksi, relaksasi, guided imaginary dan stimulasi kutaneus. Faktor psikologis dan lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap persepsi nyeri dan mungkin dapat di modifikasi dengan strategi psikologis, pendidikan, dukungan orang tua dan intervensi cognitif – behavioural. Anak dibantu oleh perawat dapat memilih strategi yang dapat menurunkan nyeri dan orang tua harus terlibat dalam proses ini. Orang tua mungkin sudah paham dengan kemampuan koping anak dan dapat membantu mengidentifikasi strategi koping yang potensial berhasil. melibatkan orang tua dapat mendorong partisipasi dalam belajar kemampuan strategi koping dan dapat berperan sebagai pelatih anak. Apabila orang tua tidak dapat terlibat, keterlibatan orang lain diperlukan seperti: kakek, saudara, perawat dan spesialis child life (Mc Grath dan Hillier, 2003 dalam Hockenberry, & Wilson., 2009). Virtual Reality telah diidentifikasi sebagai “alat” yang berpotensi efektif untuk distraksi nyeri (Kain, Mayers, Caldwell Andrews, et.al., 2006 dalam Hockenberry, & Wilson., 2009). Perhatian anak di tarik dari “dunia nyata” ke “dunia virtual (maya)” dengan menggabungkan Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 stimulus visual, auditori dan taktil. Beberapa studi telah mendokumentasikan keefektifan pereda nyeri nonfarmakologis diantaranya: Containment yang dilakukan dengan memberi posisi dan gulungan selimut. Swaddling dapat menurunkan tangisan dan denyut jantung setelah prosedur injeksi. Terapi distraksi merupakan metode untuk membantu mengalihkan pikiran anak terhadap sesuatu yang menyakitkan. Pada bayi, distraksi dapat dilakukan dengan cara menyentuh dan mengayun. Pada anak-anak dapat dilakukan dengan bermain, melihat video, membaca atau melakukan hal lain yang menyenangkan bagi anak. Pada teknik distraksi perlu dilakukan upaya melibatkan orang tua dan anak untuk mengidentifikasi distraktor yang paling kuat. Libatkan anak dalam permainan, minta anak menarik napas dalam dan menghembuskannya sampai diberi tahu untuk berhenti, dapat juga dengan meminta anak berkonsentrasi pada berteriak atau mengatakan “aduh”, humor dapat digunakan selama distraksi (Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Shwartz, 2009). No 1. 2. 3. 4. Tabel.1 Teknik Distraksi Berdasarkan Usia Usia Metode 0-2 Menyentuh, menepuk-nepuk, musik, tahun mengayun-ayun 2-4 Bermain boneka, buku cerita, meniup balon tahun 4-6 Relaksasi napas dalam, bercerita, boneka, tahun televisi, melakukan aktivitas yang disukai anak 6-11 Musik, relaksasi napas dalam, humor, tahun televisi, imajinasi terbimbing Sumber: Tomlinson & Kline, (2010) Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Teknik selanjutnya yaitu imajinasi terbimbing. Teknik ini memerlukan kemampuan untuk membantu anak memfokuskan pada sesuatu atau pengalaman yang menyenangkan. pengalaman Minta nyata anak yang untuk mengidentifikasi menyenangkan, dapat digabungkan dengan relaksasi. Terapi tertawa atau humor dapat membantu anak lebih rileks dan meningkatkan endorfin yang dapat menurunkan nyeri. Terapi ini dapat memanfaatkan buku, nyanyian atau film untuk menurunkan stress, nyeri dan rasa takut pada anak. Terapi musik digunakan untuk membantu menurunkan stres dan nyeri pada anak. Hasil penelitian menunjukkan terapi musik dapat menurunkan skor nyeri, laju pernapasan dan nadi serta menurunkan ansietas pada anak yang sedang menjalani lumbal pungsi (Nguyen, Nillson, Hellstrom, & Bengston, 2010). Relaksasi juga dapat menurunkan nyeri pada anak. Pada bayi atau anak kecil relaksasi dapat dilakukan dengan menggendong anak dengan posisi tertopang dengan baik dan nyaman, timang dan ulangi satu atau dua kata seperti: “ibu disini”. Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan dengan meminta anak untuk menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan, lemas seperti boneka kain, kemudian mulai relaksasi otot progresif mulai dari ibu jari sampai ke seluruh tubuh, jika sulit, instruksikan anak untuk menegangkan atau mengencangkan setiap bagian tubuh kemudian merilekskannya. Biarkan mata anak tetap terbuka agar anak mampu berespon lebih baik. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Selain terapi diatas, nyeri juga dapat diturunkan melalui stimulasi kutaneus yaitu dengan memberikan usapan berirama yang menggunakan stimulation sederhana. alat Dapat Transcutaneous (TENS). TENS juga dilakukan electrical merupakan nerve metode penggunaan listrik bervoltase rendah yang terkendali pada tubuh melalui elektrode-elektrode yang dipasang pada kulit (Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Schwartz, 2009). Permainan terapeutik adalah permainan yang dilakukan dengan maksud untuk mengurangi ketakutan dan ketidaknyamanan yang dihadapi anak selama pengalaman dirawat, yang biasanya dilakukan oleh perawat (Hockenberry et al, 2009). Koller (2008), menambahkan bahwa fokus bermain ini adalah upaya promotif terhadap berlangsungnya perkembangan normal selama anak berespon efektif terhadap situasi yang sulit seperti pengalaman dirawat di rumah sakit. Menurut Ball, Bindler dan Cowen (2010), tujuan bermain terapeutik yaitu untuk membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan anak dan membantu menghadapi prosedur atau tindakan terapi sehingga dapat menurunkan ketegangan anak setelah tindakan tersebut. Perawat menggunakan bermain terapeutik sebagai strategi perawatan untuk anak dengan hospitalisasi, khususnya dalam tiga area kegiatan rutin, seperti mempersiapkan anak dalam proses pembedahan, prosedur invasif dan prosedur lainnya yang menimbulkan nyeri atau perasaan tidak nyaman. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 2. 2 Peran Perawat dalam Manajemen Nyeri Anak yang akan menjalani prosedur operasi biasanya mengalami stres dan cemas, menunjukkan perilaku negatif, dan mengeluh nyeri paska operasi. Orangtua juga mengalami kecemasan saat anak menjalani operasi (He, Zhu, Chan, Yobas, & Wang, 2014) Perawat melakukan manajemen nyeri dimulai dengan mengkaji nyeri, mencegah terjadinya nyeri, memberikan intervensi berdasarkan evidence based nursing, edukasi dan intervensi berpusat pada keluarga (Wong, Hockenberry, Wilson, Wilkelstein, & Schwartz, 2009). Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional sehingga dibutuhkan beberapa strategi untuk melakukan pengkajian nyeri. Perawat dapat melakukan pendekatan menggunakan Question, Use, Evaluate, Secure, dan Take (QUEST). Question yaitu dengan menanyakan pada anak tentang nyeri yang dialami. Use, yaitu menggunakan skala nyeri yang terpat. Evaluate, evaluasi perubahan sikap dan fisiologis pada anak. Secure, melibatkan orang tua dan Take yaitu dengan mempertimbangkan penyebab nyeri dan mengevaluasi efektifitas intervensi yang sudah dilakukan. Penggunakan skala penilaian nyeri yang tepat juga sangat diperlukan. Skala nyeri dapat dibedakan menjadi skala uni-dimensional dan multi dimensional (Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari, 2015). Skala uni-dimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut, skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik. Skala pengkajian nyeri unidimensional ini meliputi: Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale . VAS dapat digunakan pada anak usia diatas delapan tahun dan dewasa, Wong Baker Pain Rating Scale digunakan untuk anak usia diatas tiga tahun. Pada anak dibawah tiga tahun atau anak dengan gangguan kognitif dapat digunakan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability (FLACC) behaviour Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 tool. Gambar.1 Visual Analog Scale Gambar 3. Numeric Rating Scale Gambar 2. Verbal Rating Scale Gambar 4. Wong Baker Pain Rating Scale Gambar 4. FLACC Scale Skala multi-dimensional digunakan untuk mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis. Skala multidimensional ini meliputi McGill Pain Questionnaire (MPQ), the brief pain inventory, dan memorial pain assesment card. Perawat perlu melibatkan orang tua sejak melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi manajemen nyeri yang diberikan pada anak. Hal ini disebabkan asuhan keperawatan pada anak tidak terlepas dari konsep family center care. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat yaitu membantu orang tua untuk mengembangkan koping yang adaptif pada anak. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 BAB 3 IDENTIFIKASI DAN PENYELESAIAN MASALAH 3.1 Identifikasi masalah berdasarkan PICO Model PICO merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi serta menyusun pertanyaan atas sebuah masalah. PICO merupakan akronim yang memiliki kepanjangan sebagai berikut: P: Problem/ Population/ Patient (masalah/ populasi/ pasien) I : Intervention (intervensi) C: Comparison (intervensi pembanding) O: Outcome (hasil yang diinginkan) Berdasarkan model PICO tersebut, identifikasi masalah yang terdapat pada proposal ini: Problem dan Patient: penggunaan asuhan keperawatan dan tatalaksana pasien anak paska operasi dengan masalah nyeri. Intervention: tatalaksana nyeri pada anak paska operasi melalui teknik distraksi dan bermain terapeutik Comparison: intervensi yang akan dibandingkan adalah menerapkan penanganan nyeri standar di ruangan (tanpa teknik distraksi dan bermain terapeutik). Outcome: setelah dilakukan teknik distraksi dan bermain terapeutik, anak dapat mengembangkan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri dan mengkonservasi energi. Pertanyaan masalah: apakah teknik distraksi dan bermain terapeutik pada anak paska operasi dapat membantu anak mengembangan koping yang tepat untuk mengontrol nyeri serta mengkonservasi energi anak? 3.2 Strategi penyelesaian masalah Strategi penyelesaian masalah yaitu dengan pencarian dan pengumpulan literatur/ jurnal terkait topik bahasan. Tahapannya terdiri dari: Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 3.2.1 3.2.2 Identifikasi topik atau kata kunci, yaitu: a. Post operation, pain, management b. Nursing, role, play theraphy Pembatasan pencarian Tahun : 2007 sampai dengan 2016 3.2.3 3.2.4 Jenis publikasi yang diinginkan a. Critically appraised research studies b. Research studies: experimental study c. Electronic textbooks d. Systematic review atau meta-analysis e. Clinical practice guidelines Pencarian di database: a. EBSCO: CINAHL b. Springerlink c. Cochrane d. Proquest 3.2.5 Jurnal terkait manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak paska operasi Jurnal 1. Yuceer, S. (2011). Nursing approaches in the postoperative pain management. Journal of Clinical and Experimental Investigation.2(4): 474-478. doi: 10.5799/ahinjs.01.2011.04.0100 Jurnal ini merupakan artikel review yang menyimpulkan bahwa manajemen nyeri paska operasi bagian integral dari praktik keperawatan, oleh karena itu perawat harus memiliki pendekatan holistik untuk meningkatkan efektifitas manajemen nyeri. Tanggung jawab perawat dalam hal ini meliputi: menjamin bahwa pasien mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan yang layak berdasar evidence-based nursing, memonitor nyeri dan tatalaksana nyeri yang berkaitan dengan komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga, mendokumentasikan langkah-langkah manajemen nyeri, Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 serta mencari (menerapkan) standar perawatan pasien paska operasi. Jurnal 2 Payakkaraung, S.,Wittayasooporn, J., Thampanichawat, W., & Suraseraniwonge, S. (2010). Nurses’ management of Thai children’s postoperative pain: A holistic case study. Pasific Rim Int J Nurs Res 2010; 14(4) 330-345 Studi kasus ini mengumpulkan data dari berbagai sumber: observasi aktivitas perawat-dokter dalam manajemen nyeri, review status medis anak, wawancara dengan perawat, dokter dan keluarga yang merawat. Studi kasus ini menggambarkan bagaimana perawat memanaj nyeri anak paska operasi dalam konteks kehidupan nyata di unit perawatan intensif bedah anak dan unit bedah anak. Ada tiga strategi perawat yang ditemukan dalam memanaj nyeri anak paska operasi: penggunaan analgesik, pemberian perawatan alternatif atau intervensi nonfarmakologis serta keterlibatan keluarga yang merawat. Jurnal 3 Paladino, C.M., de Carvalho, R., & Almeida, F.A. (2014). Therapeutic play in preparing for surgery: Behavior of preschool children during the perioperative period. Rev Esc Enferm USP Online. doi: 10.1590/S008-62342014. Studi ini memberikan gambaran bagaimana perilaku anak yang diberikan bermain terapeutik terstruktur .yang diberikan pada periode perioperasi. Dari 30 anak usia 3-5 tahun yang dilibatkan, 73% memasuki ruang operasi secara spontan (tanpa rasa takut). Perilaku yang kurang kooperatif sedikit terjadi seperti menolak berpisah dengan orang tua, menangis dan berteriak (27%). Setelah Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 pembedahan sebagian besar anak sadar dari anestesi dengan tenang (87%). Permainan memiliki efek relaksasi yang menurunkan stres, cemas, nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga profesional, serta meningkatkan kepercayaan keluarga terhadap tim. Jurnal 4 Vijaya, M. (2014). Effectiveness of play therapy in reducing postoperative pain among children (2-5 years) in selected pediatric hospital Madurai. Asian Journal of Nursing Education and Research 4(3): July-September 2014 Penelitian kuantitatif ini dilakukan di India dengan jumlah subjek 30 anak, mengukur skala nyeri menggunakan FLACC behavioral pain assessment scale. Sebagian besar anak menjalani pembedahan koreksi anomali kongenital (27 anak), bedah abdomen (1 anak) dan pembedahan lain (2 anak). Sebanyak 14 anak mengalami tingkat nyeri sedang, 9 anak dengan nyeri berat dan 7 dengan nyeri ringan (26 anak mengalami nyeri pada H+1, 4 anak H+2 paska operasi). Rerata skor nyeri sebelum bermain terapeutik adalah 5,2 berubah menjadi 0,93 setelah anak bermain. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan signifikan dalam skala nyeri sehingga bermain terapeutik dirasakan sangat efektif. Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Maheswari (2003) yang menyatakan bahwa permainan terapeutik efektif dalam menurunkan nyeri paska operasi pada anak dengan operasi minor. 3.2.6 Plan Do Study Act (PDSA) Metoda PDSA adalah suatu cara untuk menguji perubahan yang diimplementasikan. Metode ini dapat memandu proses berfikir, pemecahan tugas menjadi langkah-langkah penyelesaian dan kemudian mengevaluasi hasilnya, memperbaiki, dan mengujinya Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 kembali. Plan a. Rencana: perawat melakukan teknik distraksi sebagai tatalaksana nyeri pada anak paska operasi b. Hasil yang diharapkan: perawat mampu membantu anak mengembangkan koping yang tepat dalam mengontrol nyeri dan meningkatkan konservasi energi anak. c. Langkah-langkah pelaksanaan: 1. Menyiapkan alat bermain dan teknik distraksi yang sesuai dengan usia anak 2. Mengidentifikasi pasien anak paska operasi yang mengalami masalah nyeri 3. Mengkaji skala nyeri anak 4. Melakukan teknik distraksi 5. Mengevaluasi skala nyeri anak dan kemampuan koping anak untuk mengontrol nyeri Do a. Mengidentifikasi anak paska operasi yang membutuhkan tata laksana nyeri nonfarmakologis b. Melibatkan orang tua dalam membantu anak mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri c. Melakukan tatalaksana nyeri nonfarmakologis d. Mengevaluasi kemampuan anak mengembangkan koping untuk mengontrol nyeri Study Mahasiswa mempelajari apakah teknik distraksinya mampu mengalihkan rasa nyeri anak paska operasi. 1. Mengkaji skala nyeri awal anak Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 2. Mengevaluasi kemampuan anak dalam mengembangkan koping untuk mengatasi nyeri Act Teknik distraksi dan bermain terapeutik pada anak paska operasi yang mengalami nyeri. Mahasiswa menyimpulkan efektifitas teknik distraksi dan bermain terapeutik terhadap kemampuan anak mengembangkan koping dalam mengontrol nyeri. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Bab ini membahas hasil implementasi proyek inovasi optimalisasi manajemen nyeri (nonfarmakologiss) pada anak paska operasi. Tujuan dari proyek inovasi ini yaitu perawat mampu membantu orang tua dan anak untuk mengembangkan koping anak yang adaptif dalam mengontrol nyeri. Implementasi proyek inovasi dilakukan di ruang BCh RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tanggal 4-22 April 2016. Residen melakukan kontrak kepada orang tua dan anak untuk melakukan bermain terapeutik. Bermain terapeutik dilakukan menggunakan berbagai teknik sesuai dengan usia anak. Alat bermain yang digunakan mulai dari boneka jari, bercerita, menggambar, musik, menonton film, hingga video games. Jumlah pasien yang terlibat selama implementasi sebanyak 10 orang. Bermain terapeutik dilakukan sejak anak kembali ke ruangan dari ruang operasi, saat terlihat rewel, atau akan dilakukan tindakan invasif/noninvasif. Pendampingan dilakukan kepada orang tua anak untuk menilai nyeri, dan mengidentifikasi manajemen nonfarmakologis yang sesuai untuk anaknya. Bermain terapeutik dilakukan pada waktu yang telah disepakati sebelumnya (terjadwal, sesuai kontrak) maupun situasional (tidak terjadwal, misal saat sedang dilakukan perawatan luka operasi). Tabel 2. Identitas pasien No Tindakan Pembedahan Eksisi Skala Nyeri Jenis Permainan 1. Initial Pasien (Usia) An. Sy (4 thn) Sedang-Berat 2. An. If (3 thn) Eksisi Ringan-Sedang 3. An. Ju (3,5 thn) An. Ma (5 thn) Tutup stoma Ringan-Sedang Menggambar, film kartun Boneka jari, video game Boneka jari, musik Skin graft Sedang-Berat Bercerita An. Al (2,5 thn) Tutup stoma Ringan-Sedang Boneka jari, musik 4. 5. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 6. An. Far (5 thn) Uretroplasty Ringan-Sedang 7. Tutup stoma Ringan-Sedang 8. An. Faq (1,5 thn) An. Ki (1 thn) Pursed breathing Musik lip PSARP Ringan-Sedang Musik 9. An. Di (8 bln) Tutup stoma Sedang-Berat Musik, bercerita 10. An. Pi (9 thn) Tutup stoma Ringan-Sedang Menggambar Skala nyeri yang dialami pasien dikaji dengan FLACC Scale dan VAS. Respon awal pasien terhadap permainan rata-rata masih mengacuhkan dan rewel. Namun setelah lewat beberapa menit mulai memberikan perhatian dan teralih dari rasa nyeri yang dirasakannya. Respon yang diberikan beragam, mulai dari memperhatikan dengan sikap pasifnya (an.Sy, Ju, dan Al); berhenti menangis (an. Faq, KI, dan an. Di); berusaha menahan tangis serta menanggapi cerita (an. Ma, dan an. Far), sedangkan an. If dan an. Pi langsung berespon dengan permainan. Hampir semua menjadi lebih kooperatif setelah bermain terapeutik diberikan. Tingkat nyeri dievaluasi kembali dengan indikator yang sama dan menunjukkan adanya penurunan dan anak lebih mampu mengontrol dirinya sehingga mudah kooperatif kembali. 4.2. Pembahasan Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam mengatasi nyeri anak paska operasi berdasarkan pembuktian hasil penelitian. Asuhan keperawatan dilakukan perawat meliputi pengkajian, tatalaksana nyeri, intervensi perdasarkan penelitian, pendidikan kesehatan terhadap pasien dan keluarga. Sebagai advokator, seorang perawat berupaya untuk memberdayakan klien dan keluarga agar mampu mengontrol nyeri yang dialami. Perawat juga berperan sebagai edukator dan pemberi motivasi bagi pasien dan keluarga untuk melewati masa-masa yang sulit selama memperoleh perawatan. Proyek inovasi ini dilakukan untuk mengoptimalisasi peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Optimalisasi berupa pemberian bermain Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 terapeutik pada anak paska operasi. Perawat melakukan pengkajian terkait masalah nyeri dan merencanakan jenis permainan yang tepat untuk anak. Perencanaan dan pelaksanaan bermain terapeutik melibatkan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Berglund, Ljusegren, & Enskar (2008), faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan manajemen nyeri pada anak. dapat dipengaruhi oleh kerjasama antara perawat dan dokter, perawat dengan pasien; perilaku anak; kegiatan rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat. Jika dikaitkan dengan kondisi ruangan, tingkat keterlibatan perawat dalam memberikan bermain terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat terkait manajemen nyeri khususnya secara nonfarmakologis. Kondisi diatas sejalan dengan beberapa studi yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Franchiscinelli, Almeida dan Fernandes (2012), mengemukakan bahwa 37% perawat mendapat kesulitan, 9,3% kekurangan waktu dalam mengimplementasikan bermain terapeutik disebabkan mengerjakan aktivitas lain, tidak aman, serta gangguan dari profesi lain. Hasil senada juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan Maia, Ribeiro, dan de Borba (2010), yang menyatakan bahwa dari 88% perawat yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 14% yang melakukannya di area pediatrik secara sporadis. Di kota yang lebih besar menyebutkan bahwa dari 93% perawat yang mengetahui tentang bermain terapeutik, hanya 7% yang mampu dalam mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan. Oleh karena itu perawat perlu memperluas cara pandangnya terhadap anak sebagai individu dan berkomitmen untuk mengembangkan bermain terapeutik baik dalam pelayanan maupun penelitian. Perawat dan tim harus bekerja sama dengan orangtua dalam menangani nyeri anak. Kemampuan orang tua memfasilitasi anak dalam mengontrol nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada proyek inovasi ini, keluarga bersama dengan perawat mampu mengidentifikasi koping dan teknik mengontrol nyeri Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 yang dapat diterapkan pada anak. Studi yang dilakukan Li, Chan, Wong, Kwok dan Lee (2014), menunjukkan bahwa orangtua dari anak yang menerima bermain terapeutik menyatakan merasa lebih nyaman. Pada implementasi yang dilakukan residen terdapat satu orang ibu pasien (An.Sy) yang terlihat sangat cemas dan belum mampu memfasilitasi anak. Ibu tampak kesulitan bekerjasama dengan petugas kesehatan ketika anak memperoleh sekalipun yang tidak menimbulkan nyeri (pemberian inhalasi dan dimandikan). Perawat ruangan melakukan pendekatan untuk mengontrol kecemasan yang dialami ibu. Perawat juga menyarankan agar ibu meningkatkan komunikasi dengan para orang tua yang ada di ruangan. Tujuannya agar ibu memperoleh dukungan sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu. Review literatur yang dilakukan He, Zhu, Chan, Yobas, dan Wang (2014), membuktikan bahwa dua penelitian menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan orangtua pada periode praoperasi. Namun dari enam penelitian yang dipelajari masih mempertentangkan keefektifan bermain terapeutik terhadap kecemasan anak perioperasi, perilaku negatif, dan nyeri paskaoperasi (hasil belum meyakinkan). Oleh sebab itu diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan hal tersebut menggunakan desain yang lebih kuat dan lebih banyak melibatkan orangtua. Pelaksanaan bermain terapeutik dalam kegiatan inovasi ini dirasakan efektif dalam menangani nyeri anak paska bedah. Kesepuluh pasien yang dilibatkan pada kegiatan ini menunjukkan penurunan skala nyeri yang lebih cepat dan perilaku positif sejak periode awal paska operasi. Anak menjadi lebih mudah dapat mengontrol emosi, mudah beradaptasi dan cepat kooperatif kembali terhadap tim, walaupun dengan tingkat kecepatan yang berbeda. Hasil tersebut diatas sejalan dengan penelitian yang diakukan oleh Athanassiadou, Tsiantis, Christogiorgos, dan Kolaitis (2009) membuktikan bahwa permainan boneka pada anak usia 4-6 tahun dapat menurunkan Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 agresifitas dan hiperaktifitas paska bedah. Hasil ini juga senada dengan studi dari Vijaya (2014) yang membuktikan adanya penurunan signifikan dalam skala nyeri sehingga bermain terapeutik sehingga dirasakan sangat efektif. Selain itu permainan terapeutik memiliki efek relaksasi yang menurunkan stres, cemas, nyeri, memperbaiki komunikasi antara anak dan tenaga profesional (Paladino, de Carvalho & Almeida, 2014). Lovell, Forder dan Stockler, (2010) yang membuktikan adanya peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap manajemen nyeri, menurunkan level nyeri dan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup serta menurunkan penggunaan analgesik setelah pemberian edukasi pada orangtua terkait manajemen nyeri. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan implementasi proyek inovasi dapat disimpulkan bahwa pendampingan yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan kemampuan orang tua dalam membantu anak mengontrol nyeri yang dialaminya. Perawat perlu merencanakan manajemen nyeri yang tepat secara individual disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien. Kemampuan perawat dalam memberikan pendampingan bermain terapeutik dipengaruhi oleh rutinitas di ruangan dan pengalaman perawat. 5.2. Saran Optimalisasi peran perawat dalam memberikan intervensi manajemen nyeri memerlukan kerjasama tim profesional dengan keluarga serta komitmen yang kuat. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 DAFTAR PUSTAKA Ball, J.W., Bindler., & Cowen, K.J. (2010). Child Health Nursing: Partnering With Children and Families. 2nd ed. London. Pearson Baratee, F., Dabirian, A., Yoldashkhan, M., Zaree,.F., & Rasouli, M. (2011). Effect of therapeutic play on postoperative pain of hospitalized school age children in pediatric surgical ward. Journal of Nursing and Midwifery. vol.21, no.72. Berglund, I.G., Ljusegren, G., & Enskar, K. (2008). Factor influencing pain management in children. Pediatric nursing, 20(10), 21-24. Franchiscinelli, A.G.B., Almeida, F.A., & Fernandes, D.M.S. (2012). Routine of therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses perceptions. Acta Paul Enferm. 2012;25(1):18-23 He, H.G., Zhu, L., Chan, S.W.C., Yobas, P.K., & Wang, W. (2014). The effectiveness of therapeutic play intervention in reducing perioperative anxiety, negative behaviors, and postoperative pain in children undergoing elective surgery: A systematic review. J PMN DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2014.08.011 Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediatric nursing. 8th ed. Missouri: Mosby Elsevier. James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.W. (2013). Nursing care of children: Principle and practice. 4th ed. Missouri: Elsevier Saunders. Koller, D. (2008). Child life assessment: Variables associated with a child’s ability to cope with hospitalization. http://www.ministryhealth.org/MinistryHealth/TermosfUse.nws. diperoleh 5 April 2016. Li, H.C.W., Chan, S.S.C., Wong, E.M.L., Kwok, M.C., & Lee, T.L.I. (2014). Effect of therapeutic play on pre- and post-operative anxiety and emotional responses in Hongkong Chinese children: A randomized controlled trial. Hong Kong Med J 2014;20(Suppl 7):S36-9 Li, H.C.W., Lopez, V., & Lee, T.L.I. (2008). Effectiveness and appropriateness of therapeutic paly intervention in preparing children for surgery: A randomized controlled trial study. J.Specialists Pediatr Nurs. 2008;(13)2:63-73. Lovell, M. R., Forder P. M., & Stockler, M. R.(2010). A randomized controlled trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain. J Pain Symptom Manage, 40:49– 59. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016 Maia, E.B.S., Ribeiro, C.A., de Borba, R.I.H. (2010). Understanding nurses’ awareness as to the use of therapeutic play in child care. Rev Esc Enferm USP Online. doi: 10.1590/S008-62342014. www.scielo.br/reeusp Nguyen, T.N., Nilsson, S., Hellstrom, A.L., Bengston A. (2010). Music therapy to reduce pain and anxiety in children with cancer undergoing lumbar puncture: a randomized clinical trial. JOPON. 27:146–5. Paladino, C.M., de Carvalho, R., & Almeida, F.A. (2014). Therapeutic play in preparing for surgery: Behavior of preschool children during the perioperative period. Rev Esc Enferm USP Online. doi: 10.1590/S00862342014. www.scielo.br/reeusp. Sherwood, L.(2009). Fisiologi manusia: Dari sel ke system. edisi 6. Jakarta: EGC. Shields, L. (2010). Perioperative care of the child: A nursing manual. UK. WileyBlackwell. St. Louis Children Hospital. (2014). Postoperative care for children. Publikasi online diakses 5 Maret 2016 melalui laman http://www.stlouischildrens.org/our-services/center-cerebral-palsyspasticity/postoperative-care-children. Tomlinson, D. & Kline, N.E. (2010). Pediatric oncology nursing:Advanced clinical nursing handbook, 2nd ed. Springer. Vallerand, A.H., Musto, S., & Polomano, R.C. (2011). Nursing’s role in cancer pain. Curr Pain Headache Rep, 15: 250-262, doi 10.1007/s11916-0110203-5. Vijaya, M. (2014). Effectiveness of play therapy in reducing postoperative pain among children (2-5 years) in selected pediatric hospital Madurai. Asian Journal of Nursing Education and Research 4(3): July-September 2014 Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Wong: buku ajar keperawatan pediatrik. Ed.6. Jakarta: penerbit EGC. Yudiyanta, Khoirunnisa, N., & Novitasari, R.W.(2015). Assessment nyeri. CDK226, 42, (3), 214-233. Optimalisasi bermain ..., Siti Nurhayati, FIK UI, 2016