BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan Penelitian mengenai Manajemen laba ini dilandasi oleh teori keagenan (Agency Theory). Teori keagenan mengasumsikan bahwa setiap orang akan melakukan hal yang terbaik bagi kepentingan pribadinya. Teori ini menjelaskan bahwa dua pihak yang sedang melakukan kerjasama yaitu pemilik yang merupakan pemegang saham dan manajemen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan dari pihak manajemen dan pemilik perusahaan mungkin tidak sama. Pihak pemilik menginginkan peningkatan profitabilitasnya secara terusmenerus sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya, sedangkan manajemen menginginkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal penerimaan bonus, perolehan investasi, dan kepercayaan pemilik yang telah memakainya untuk melaksanakan beberapa jasa sesuai dengan keinginan pemilik. Perbedaan tujuan ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen. Dua hal yang terkait erat dengan konflik kepentingan dan mengaburkan antara kepentingan pribadi maupun kolektif (kerja sama) yaitu 1) Adserve selection sebagai sebuah masalah informasi yang timbul saat manajemen menggunakan informasi privat yang tidak dapat diverifikasi oleh pemilik untuk dapat mengimplemetasikan secara 7 berhasil sebuah aturan masukan dan tindakan yang berbeda dari yang diinginkan oleh pemilik sehingga membuat pemilik tidak mampu menentukan apakah manajemen menentukan pilihan yang tepat. 2) Moral-hazard sebagai suatu masalah informasi dan konflik yang sebagai akibat mendasarkan kontrak pada prilaku manajer yang tidak sempurna. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena pemilik tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Konflik kepentingan akan semakin meningkat karena adanya asimetri informasi yang dimiliki oleh pemilik dan manajemen. Seorang manajer akan banyak memiliki informasi mengenai kemampuan dirinya dan kapasitas perusahaan keseluruhan, sedangkan pemegang saham tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja manajemen dan tidak dapat memonitor aktivitas manajer sehari-hari yang bekerja untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Asimetri informasi dan konflik kepentingan inilah yang mendorong manajemen untuk tidak menyajikan informasi sebenarnya kepada pemegang saham terutama informasi yang berkaitan dengan pengukuran kinerja manajemen. 2.1.2 Akuntansi akrual Sebelum mendefinisikan manajemen laba, maka perlu dipertimbangkan dahulu peran dari akuntansi akrual karena bentuk manajemen laba seperti perataan laba adalah sulit untuk dibedakan dari pilihan akrual akuntansi secara tepat. Beberapa pernyataan yang merupakan garis besar dari tujuan pelaporan keuangan, 8 dan hubungannya dengan definisi akuntansi akrual, seperti yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) adalah sebagai berikut: FASB (1978) dalam SFAC No. 1, para. 43: “ Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah informasi tentang kinerja suatu perusahaan yang dihasilkan oleh laba dan komponennya “. FASB (1985) dalam SFAC No. 6, para. 139: “ Akuntansi akrual menekankan pada catatan pengaruh keuangan terhadap kesatuan transaksi dan kejadian lain, dan keadaan yang mempunyai konsekuensi kas untuk kesatuan dalam periode kejadian atau transaksi tersebut, dan keadaan yang terjadi, daripada hanya dalam periode kas diterima atau dibayar oleh kesatuan tersebut “. FASB (1985) dalam SFAC No. 6, para. 145: “ Akuntansi akrual menggunakan akrual dan alokasi prosedur, dengan tujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, keuntungan dan kerugian pada periode yang menggambarkan kinerja dari satu kesatuan selama satu periode, sebagai pengganti dari penerimaan dan pengeluaran kas. Pengakuan pendapatan, biaya, keuntungan, dan kerugian dan yang berhubungan dengan tambahan atau penurunan aktiva dan kewajiban, yang meliputi penandingan pendapatan dan biaya, alokasi, amortisasi adalah intisari dari penggunaan akrual akuntansi untuk pengukuran kinerja”. Tujuan utama dari akuntansi akrual adalah untuk melindungi investor dalam menaksir kinerja ekonomi perusahaan selama satu periode, melalui penggunaan prinsip akuntansi seperti pengakuan pendapatan dan penandingan. Bukti empiris menunjukkan bahwa akrual akuntansi cenderung digunakan untuk menurunkan fluktuasi dalam suatu perusahaan yang mendasari arus kas, dan untuk menghasilkan angka laba yang lebih bermanfaat (dapat menaksir kinerja ekonomi, 9 dan memprediksi arus kas di masa mendatang) bagi investor daripada arus kas periode operasi yang sedang berjalan. 2.1.3 Manajemen laba 1) Definisi Manajemen laba Menurut Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan ekstenal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut). Fischer dan Rosenweig (1995) menyatakan bahwa manajemen laba dapat diartikan sebagai tindakan dari manajer untuk menaikkan atau menurunkan pendapatan perusahaan yang dilaporkan tanpa kenaikan atau penurunan yang sebenarnya dari profitabilitas jangka panjang perusahaan tersebut. Menurut Scott (1997) manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak hutang, dan political cost (Opprortunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam 10 mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihakpihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Definisi manajemen laba juga dikemukakan oleh Assih dan Gudono (2000) yang mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAPP) yang mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setyawati dan Naim, 2000). Manajemen laba merupakan suatu upaya manajer untuk memanipulasi atau mengatur tingkat laba yang dilaporkan dengan cara memilih metodemetode akuntansi tertentu, untuk kepentingan-kepentingan tertentu pada peristiwa atau kejadian ekonomi tertentu. Praktik manajemen laba dilakukan karena manajer menyadari ketergantungan investor dan calon investor terhadap informasi dalam laporan keuangan khususnya informasi mengenai 11 laba, tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. 2) Faktor-faktor Pendorong Manajemen laba Scott (2000) dalam Putra (2006) menguraikan beberapa motivasi seorang manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu: (1) Bonus purpose (rencana bonus) Manajer yang bekerja di perusahaan dengan rencana bonus, akan berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya. (2) Political motivation (motivasi politik) Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. (3) Taxation motivation (motivasi perpajakan) Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. (4) Pergantian CEO CEO yang akan habis masa penugasannya atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan pendapatan untuk meningkatkan bonusnya. Begitu juga dengan CEO yang kinerjanya kurang baik, ia akan cenderung 12 memaksimalkan pendapatan untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya. (5) Initial Public Offerings (IPO) Informasi keuangan yang ada dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting pada saat perusahaan tersebut go public. Informasi ini dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Manajer berusaha untuk menaikkan laba yang dilaporkan guna mempengaruhi keputusan calon investor. (6) Pentingnya memberi informasi kepada investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. 3) Teknik Manajemen laba Menurut Setyawati dan Naim (2000) teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga (3) cara, yaitu: (1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya genap, dan lain-lain. 13 (2) Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: merubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. (3) Menggeser periode biaya atau pendapatan Beberapa contoh: rekayasa periode biaya atau pendapatan antar lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak pakai. 4) Pola Manajemen laba Scott (2000) dalam Putra (2006), menyatakan bahwa pola manajemen laba dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: (1) Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang. (2) Income minimization Income minimization dilakukan saat perusahaan memperoleh tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun secara drastis maka dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 14 (3) Income maximization Income maximization yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Biasanya income maximization ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kecenderungan manajer untuk memaksimalkan laba juga dapat dilakukan pada perusahaan yang melakukan suatu pelanggaran perjanjian hutang. (4) Income smoothing Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 2.1.4 Biaya modal Struktur modal suatu perusahaan terdiri dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Dari penggunaan sumber dana tersebut akan menimbulkan biaya modal. Sumber dana dari hutang jangka panjang akan menimbulkan biaya modal yang berupa bunga hutang, sedangkan penggunaan modal sendiri yang berupa saham akan menimbulkan emisi saham atau biaya modal sendiri sebesar tingkat keuntungan yang diminta oleh pemegang saham. Struktur biaya modal didasarkan pada beberapa asumsi yang berkaitan dengan risiko dan pajak. Asumsi dasar yang digunakan dalam estimasi biaya modal adalah risiko bisnis dan risiko keuangan adalah tetap (relatif stabil). Menurut Sartono (1999;217) Biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan atau harus dibayar untuk mendapatkan modal baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai 15 investasi perusahaan. Dengan demikian biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang harus diperhitungkan oleh perusahaan dalam menggunakan dana untuk mendanai pelaksanaan operasionalnya, untuk dapat mempertahankan atau menaikkan nilai perusahaan. Komponen-komponen dari biaya modal adalah: 1) Biaya modal hutang Biaya hutang perusahaan tidak lain adalah sebesar tingkat keuntungan yang diminta oleh investor. Besarnya tingkat keuntungan yang diminta oleh investor tersebut adalah sama dengan tingkat bunga yang menyamakan present value penerimaan dimasa datang yang berupa bunga dan pembayaran pokok pinjaman dengan dana yang diberikan saat ini. 2) Biaya modal saham preferen Biaya modal saham preferen adalah tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor saham preferen. Apabila saham preferen yang dikeluarkan memiliki jatuh tempo maka untuk mencari biaya modal saham preferen adalah sama dengan menghitung biaya modal hutang. 3) Biaya modal saham biasa Untuk memenuhi kebutuhan dananya, perusahaan juga dapat menerbitkan saham biasa dan tentu saja biaya yang harus ditanggung perusahaan dalam modal saham biasa ini. Biaya modal dari saham biasa diartikan sebagai tingkat discount yang menyamakan nilai sekarang dari deviden per saham yang diharapkan dengan harga pasar saham yang ada. Dan sebenarnya rate of return dari saham biasa inilah yang merupakan biaya 16 modal saham biasa (biaya modal ekuitas). Perhitungan biaya modal saham biasa dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu: (1) Capital Asset Pricing Model (CAPM) Pada metode ini, besarnya tingkat pengembalian hasil atas saham biasa yang diinginkan investor adalah tingkat resiko ditambah dengan premi risiko. Dalam hal ini premi resiko dikalikan dengan beta (resiko saham perusahaan). Beta merupakan alat pengukuran resiko yang berasal dari hubungan tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. (2) Hasil operasi ditambah premi resiko modal Premi atas resiko juga dapat diperhitungkan dalam metode ini. Yang digunakan dalam metode ini adalah premi atas biaya modal hutang jangka panjang. Beta hutang jangka panjang biasanya lebih kecil dari beta saham biasa. Yang dimaksud dengan premi resiko di sini adalah selisih antar pengembalian modal saham biasa diharapkan dengan pengembalian atas hutang jangka panjang. (3) Model Pertumbuhan Deviden Hasil pengembalian atas modal yang diinginkan investor dapat diperoleh melalui persamaan penelitian deviden. Model penilaian deviden ini sering digunakan baik dalam penilaian harga saham biasa maupun menghitung biaya modal ekuitas. (4) Biaya laba yang ditahan Retained earning/ laba ditahan merupakan bagian dari laba bersih setelah pajak yang menjadi milik pemegang saham. Pihak manajemen perusahaan 17 boleh memilih alternatif apakah akan membayar laba perusahaan sebagai deviden atau menahannya untuk kepentingan investasi. Biaya penggunaan dana dari laba ditahan adalah sebesar tingkat pendapatan investasi dalam saham biasa yang diharapkan dapat diterima oleh investor. 2.1.5 Hubungan manajemen laba dengan biaya modal ekuitas Dechow et al. (1996) dalam Utami (2005), melakukan penelitian mengenai penyebab dan konsekuensi dari tindakan manipulasi laba, dimana yang menjadi salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak manipulasi laba terhadap biaya modal. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang mendapat sangsi dari SEC (Securities Exchange Commision) karena diduga keras telah melakukan penyimpangan terhadap standar akuntansi yang berlaku, dengan tujuan untuk memanipulasi laba. Motif manajemen melakukan manipulasi laba adalah untuk memperoleh pendanaan eksternal dengan biaya murah. Proksi yang digunakan untuk mengukur biaya modal adalah (1) harga saham, (2) bid ask spreed, (3) number of analyst following. Dari hasil analisi komparatif antara perusahaan yang mendapat sangsi dari SEC karena dugaan manipulasi laba dan perusahaan lain yang tidak bermasalah diperoleh kesimpulan bahwa, biaya modal perusahaan yang terkena sangsi SEC lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bermasalah. Stolowy dan Breton (2000) melakukan studi pustaka mengenai manipulasi akun, yang meliputi manajemen laba, perataan laba, big bath accounting, dan creative accounting. Mereka menjelaskan bahwa manipulasi akun dilakukan hanya didasarkan pada keinginan manajemen untuk mempengaruhi persepsi 18 investor atas risiko perusahaan. Risiko perusahaan dapat dibagi menjadi dua (2) komponen, yaitu: (1) risiko yang dihubungkan dengan variasi imbal hasil, yang dihubungkan dengan laba per lembar saham, dan (2) risiko yang dihubungkan dengan struktur keuangan perusahaan, yang diukur dengan debt equity ratio. Dengan demikian tujuan manajemen laba adalah untuk memperbaiki ukuran dari kedua risiko tersebut. Semakin tinggi tingkat manajemen laba akan menunjukkan semakin tinggi risiko imbal hasil saham dan konsekuensinya investor akan menaikkan rate biaya modal ekuitas. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Utami (2005) meneliti mengenai “Pengaruh Manajemen laba terhadap Biaya Modal Ekuitas”. Obyek pada penelitian ini adalah Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di PT. Bursa Efek Jakarta tahun 2001 dan 2002. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah investor sudah merespon dengan tepat informasi akrual yang disajikan dalam laporan keuangan emiten. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji apakah manajemen laba tetap berpengaruh secara signifikan terhadap biaya modal ekuitas jika manajemen laba memiliki proksi yang berbeda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa manajemen laba, beta saham, dan kapitalisasi pasar berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor sudah mengantisipasi dengan benar informasi yang berhubungan dengan manajemen laba. Semakin tinggi rasio akrual modal kerja terhadap 19 penjualan, maka semakin tinggi pula biaya modal ekuitas. Biaya modal ekuitas yang tinggi akan berdampak pada harga saham yang rendah. Hal tersebut disebabkan karena biaya modal ekuitas merupakan tarif diskonto yang dipakai oleh investor untuk menilaitunaikan arus kas dimasa yang akan datang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama mencoba meneliti pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di PT. Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di PT. Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2002. Susanta (2006) meneliti mengenai “Manajemen laba menjelang IPO dan pengaruhnya terhadap return saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2004”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti adanya praktek manajemen laba menjelang IPO yang dilakukan oleh perusahaan Listing di Bursa Efek Jakarta tahun 2001: 2004 serta menemukan pengaruh discretionary laba terhadap return saham pada tahun setelah IPO. Teknik analisisnya adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini yaitu: 1) 18 perusahaan terbukti secara signifikan melakukan manajemen laba yang menaikkan manajemen laba dan 17 perusahaan menurunkan income. 2) Manajemen laba dengan proksi discretionary accruals memiliki pengaruh positif dan nyata terhadap return saham pada tahun setelah tanggal IPO. 20 Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti manajemen laba. Perbedaannya adalah penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003 – 2005, sedangkan penelitian sebelumnya pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2001 – 2004 dan penelitian ini meneliti pengaruh manajemen laba tehadap biaya modal, sedangkan penelitian sebelumnya meneliti mengenai manajemen laba menjelang IPO terhadap return saham. Putra (2006) meneliti mengenai “Pengaruh manajemen laba terhadap kinerja keuangan dan kinerja saham setelah penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta. Tujuan penelitiannya: 1) Untuk mengetahui pengaruh manajemen laba menjelang IPO terhdap kinerja keuangan perusahaan setelah IPO di Bursa Efek Jakarta. 2) Untuk mengetahui pengaruh manajemen laba menjelang IPO terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO di Bursa Efek Jakarta . Teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitiannya 1) Manajemen laba menjelang IPO berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan pada periode 1 tahun setelah IPO di Bursa Efek Jakarta 2) Manajemen laba menjelang IPO berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan pada periode i tahun setelah IPO di Bursa Efek Jakarta . Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta tahun 2003 – 2005, sedangkan penelitian sebelumnya meneliti perusahaan 21 di Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2004 dan penelitian ini meneliti pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal sedangkan penelitian sebelumnya meneliti pengaruh manajemen laba tehradap kinerja keuangan dan kinerja saham setelah penawaran saham perdana. Arisanti (2007) meneliti mengenai “Pengaruh Manajemen laba menjelang Seasoned Equity Offering terhadap kinerja keuangan serta dampaknya terhadap reaksi pasar di Bursa Efek Jakarta “. Tujuan penelitiannya 1) untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaru negatif signifikan manajemen laba menjelang SEO terhada kinerja keuangan perusahaan setelah SEO 2) untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif signifikan kinerja keuangan setelah SEO terhadap reaksi pasar setelah SEO. Teknik analisisnya adalah analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitiannya 1) Manajemen laba yang dilakukan perusahaan menjelang SEO secara statis berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan seelah SEO 2) Kinerja keuangan perusahaan setelah SEO secara statis berpengaruh positif dan signifikan terhadap reaksi pasar setelah SEO. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini meneliti perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005, sedangkan perusahaan sebelumnya meneliti perusahaan di Bursa Efek Jakarta tahun 2001-2004 dan penelitian ini meneliti pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal dan penelitian sebelumnya meneliti pengaruh manajemen 22 laba menjelang seasoned equity offring terhadap kinerja keuangan serta dampaknya terhadap reaksi pasar. Juliandari (2007) meneliti mengenai “Pengaruh Manajemen laba terhadap Biaya Modal Ekuitas”. Obyek pada penelitian ini adalah perusahaan – perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2004-2005. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah menejemen laba berpangaruh pada biaya modal ekuitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini bahwa manejemen laba berpengaruh positif pada biaya modal ekuitas perusahaan – perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji Discretionary Accrual memiliki pengaruh yang positif pada biaya modal ekuitas pada = 5% dengan t = 1,729 (p = 0,043). Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama – sama mencoba meneliti manajemen laba, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2004-2005. Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya dapat ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut: 23 Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No Peneliti/ Tahun Variabel Penelitian Teknik Analisis 1 Utami (2005) Analisis Regresi Linier Manajemen laba berpengaruh positif Berganda dan Analisis signifikan terhadap biaya modal ekuitas. Sensitivitas 2 Susanta (2006) Manajemen laba, biaya modal ekuitas, risiko beta, dan ukuran perusahaan 1) Manajemen laba 2) Return saham 3) Aktiva tetap 4) Perubahan aktiva 3 Putra (2006) 1) 2) 3) 4) Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Linier Berganda 24 Kinerja keuangan Kinerja saham Manajemen laba Pertumbuhan penjualan (SGRO) 5) Perubahan Return on Asset (∆ROA) 24 Hasil Penelitian dan 1) Terbukti 35 perusahaan yang diambil sebagai sampel, 18 perusahaan terbukti secara signifikan melakukan manajemen laba dengan meningkatkan income serta 17 perusahaan menurunkan income. 2) Manajemen laba dengan proksi discretionary accrual memiliki pengaruh positif dan nyata terhadap return saham pada tahun setelah tanggal IPO 1) Manajemen laba IPO berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan pada periode 1 tahun setelah IPO di BEJ. 2) Manajemen laba menjelang IPO berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan pada periode satu tahun, setelah IPO di BEJ 4 Arisanti (2007) 1) Manajemen 2) Kinerja keuangan 3) Reaksi pasar Analisis Regresi Linier Berganda 5 Juliandari (2007) 1) Manajemen laba 2) Biaya modal 3) Ukuran perusahaan Analisis Regresi Linier Berganda 25 Sumber: Perpustakaan FE UNUD 25 1) Manajemen laba yang dilakukan perusahaan menjelang SEO secara statis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan setelah SEO. 2) Kinerja keuangan perusahaan setelah SEO secara statis berpengaruh positif dan signifikan terhadap reaksi pasar setelah SEO. Manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya modal ekuitas 2.3 Hipotesis Dechow et al. (1996) dalam Utami (2005), melakukan penelitian mengenai penyebab dan konsekuensi dari tindakan manipulasi laba, dimana yang menjadi salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak manipulasi laba terhadap biaya modal. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang mendapat sangsi dari SEC (Securities Exchange Commision) karena diduga keras telah melakukan penyimpangan terhadap standar akuntansi yang berlaku, dengan tujuan untuk memanipulasi laba. Motif manajemen melakukan manipulasi laba adalah untuk memperoleh pendanaan eksternal dengan biaya murah. Proksi yang digunakan untuk mengukur biaya modal adalah (1) harga saham, (2) bid ask spreed, (3) number of analyst following. Dari hasil analisi komparatif antara perusahaan yang mendapat sangsi dari SEC karena dugaan manipulasi laba dan perusahaan lain yang tidak bermasalah diperoleh kesimpulan bahwa, biaya modal perusahaan yang terkena sangsi SEC lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bermasalah. Stolowy dan Breton (2000) melakukan studi pustaka mengenai manipulasi akun, yang meliputi manajemen laba, perataan laba, big bath accounting, dan creative accounting. Mereka menjelaskan bahwa manipulasi akun dilakukan hanya didasarkan pada keinginan manajemen untuk mempengaruhi persepsi investor atas risiko perusahaan. Risiko perusahaan dapat dibagi menjadi dua (2) komponen, yaitu: (1) risiko yang dihubungkan dengan variasi imbal hasil, yang dihubungkan dengan laba per lembar saham, dan (2) risiko yang dihubungkan dengan sturktur keuangan perusahaan, yang diukur dengan debt equity ratio. Dengan demikian tujuan manajemen laba adalah untuk memperbaiki ukuran dari 26 kedua risiko tersebut. Semakin tinggi tingkat manajemen laba akan menunjukkan semakin tinggi risiko imbal hasil saham dan konsekuensinya investor akan menaikkan rate biaya modal ekuitas. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, serta penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan, maka rumusan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Manajemen laba yang ditinjau dari aktiva lancar, hutang lancar, kas dan equivalen kas, dan penjualan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005. H2: Aktiva lancar berpengaruh signifikan secara parsial terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 20032005. H3: Hutang lancar berpengaruh signifikan secara parsial terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 20032005. H4: Kas dan equivalen kas berpengaruh signifikan secara parsial terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005. H5: Penjualan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap biaya modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005. 27