1.pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Investasi pada sektor pertanian, sebagai sebuah kegiatan penggunaan
modal untuk menciptakan nilai tambah, merupakan salah satu penggerak utama
proses pembangunan perekonomian nasional. Realisasi investasi sektor pertanian
masih merupakan bagian kecil dari total penanaman modal baik yang berasal dari
dalam negeri maupun swasta dan asing.
Rendahnya investasi pada sektor
pertanian didominasi oleh alasan tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Hal ini
kemudian berpengaruh terhadap kinerja pengembangan komoditas pertanian.
Fenomena rendahnya tingkat investasi juga terjadi pada pengembangan
komoditas lada. Pendanaan kegiatan sebagian besar dilakukan secara mandiri
dengan besaran yang tergantung kepada kemampuan individu.
Dukungan
pendanaan yang terbatas merupakan salah satu dari karakteristik pada
pengembangan komoditas lada selain risiko pengusahaan yang tinggi, serta adopsi
teknologi yang rendah (Elizabeth 2005). Selain itu, pengembangan komoditas
lada dihadapkan pada permasalahan dominasi dan besarnya jumlah perkebunan
rakyat, lokasi perkebunan yang terpencar, keterkaitan ke depan yang masih
rendah, serta efisiensi kolektivitas yang belum terbangun.
Lada merupakan komoditas rempah di pasar dunia, dimana Indonesia
berperan sebagai salah satu produsen utama. Lada Indonesia pada pasar dunia
terdiri dari Lampung Black Pepper (lada hitam) dan Muntok White Pepper (lada
putih). Lada berperan sangat strategis dalam perekonomian nasional maupun
perekonomian rakyat. Ditinjau dari sisi ekspor, pada tahun 2010, volume ekspor
lada putih Indonesia mampu mencapai 13.453 ton dengan nilai US$ 73.462 ribu
dan lada hitam mencapai 47.462 ton dengan nilai US$ 166.903 ribu. Perkebunan
lada di Indonesia memiliki luas 179.038 ha, dimana hampir seluruhnya
merupakan perkebunan rakyat dengan melibatkan 322.308 KK petani (Ditjen
Perkebunan 2012).
Peran lada yang besar dan tingginya potensi bagi pengembangannya
ternyata tidak diikuti oleh kinerja sistem komoditas lada yang optimal.
Perkembangan pangsa pasar lada Indonesia di pasar dunia pada kurun waktu
1995-2010 cenderung menurun. Indonesia pada tahun 1995 masih menguasai
1
40,32% pasar dunia dan terus mengalami penurunan hingga mencapai 23,61%
pada tahun 2010. Pencapaian pangsa pasar terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu
sebesar 90,02%, sedangkan nilai terendah yaitu 14,00% pada tahun 2006. Hal ini
berbeda dengan pangsa pasar lada Vietnam di pasar dunia. Bila pada tahun 1995
kontribusi Vietnam hanya mencapai 13,86% maka pada pada tahun 2010
mencapai 43,95%. Adapun pangsa pasar terbesar dicapai pada tahun 2009 yaitu
sebesar 49,06% (IPC 2011).
Peningkatan persaingan global juga terjadi pada agroindustri yang ditandai
dengan introduksi teknologi dan perluasan skala pengusahaan. Agroindustri lada
di negara produsen utama lada terus berkembang.
Hal ini sejalan dengan
pergeseran struktur kompetisi pasar produk pertanian, dimana konsentrasi
meningkat pada agroindustri, retail, jasa layanan produk, serta pengembangan
rantai pasok global (Jaffee et al. 2008).
Pada sisi yang lain, persyaratan yang diminta negara-negara konsumen
semakin ketat, terutama dalam jaminan mutu, serta aspek kebersihan dan
kesehatan. Dari sisi mutu, diketahui bahwa pada pengembangan lada di Indonesia
masih terdapat berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan
pemenuhan persyaratan mutu. Kegiatan pasca panen lada yang dilakukan secara
tradisional telah menyebabkan tingginya risiko mutu.
Tingginya tingkat persaingan mengharuskan pelaku usaha untuk terus
meningkatkan daya saing.
Hal ini kemudian direalisasikan melalui kegiatan
investasi. Daya saing agroindustri berkaitan dengan derajat transformasi yang
dapat dicapai, yang ditentukan oleh: modal investasi, ketersediaan teknologi, dan
kemampuan manajerial (Austin 1992; Brown 1994). Pengembangan industri hilir
menjadi fokus investasi sektor pertanian, selain peningkatan produktivitas dan
perluasan areal, serta pengembangan pasar.
Berbagai teknologi dan pendekatan rekayasa memberikan pilihan dalam
kegiatan investasi.
Teknik pengukuran tingkat pengembalian sebagian besar
dilakukan melalui analisis finansial. Analisis finansial pada investasi agroindustri
lada putih telah dilakukan. Pendekatan ini memiliki keterbatasan, dimana analisis
sensitivitas pada analisis finansial tidak menunjukkan indikasi peluang terjadinya
perubahan, hubungan antar variabel diasumsikan saling independen (Merna dan
2
Detlev 2000), serta penetapan perubahan nilai variabel untuk simulasi dilakukan
secara acak. Pada sisi yang lain, spektrum instrumen investasi akan memberikan
derajat ketidakpastian yang berbeda karena perbedaan tingkat risiko yang
dihadapi.
Kegiatan investasi dengan mempertimbangkan risiko yang ada menjadi
penting dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian manajemen risiko pada investasi agroindustri, yang didalamnya
mengintegrasikan analisis finansial dan analisis risiko dalam sebuah kerangka
kerja. Pada sisi yang lain, pelaku pada sistem komoditas dihadapkan pada situasi
rendahnya kepemilikan sumberdaya teknologi, sumberdaya manusia, sumberdaya
informasi,
dan
sumberdaya
finansial.
Hal
ini
berimplikasi
terhadap
dibutuhkannya dukungan fasilitas dalam upaya untuk mengimplementasikan
pengelolaan risiko tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis lanjutan,
yaitu analisis kerentanan (vulnerability), yang memetakan nilai risiko dan
kemampuan pengelolaan risiko, sebagai dasar dalam pemberian dukungan
fasilitas. Melalui dukungan fasilitas ini maka diharapkan pengelolaan risiko dapat
dilakukan dengan baik.
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Melalui
pendekatan ini diharapkan akan diketahui keterpaduan antar bagian melalui
pemahaman yang utuh mengenai permasalahan pada sistem, sehingga diperoleh
strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing komoditas lada Indonesia.
Kompleksitas yang terjadi sebagai akibat dari penggabungan tersebut akan diatasi
dengan pengembangan Sistem Penunjang Keputusan (SPK).
SPK akan
mengintegrasikan penilaian dan informasi yang terkomputerisasi dalam proses
akuisisi data dan analisis untuk menunjang proses pengambilan keputusan. SPK
telah dikembangkan pada berbagai bidang kajian termasuk analisis investasi dan
manajemen risiko, dengan aplikasi pada berbagai sektor termasuk sektor
pertanian.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan rancang bangun model
manajemen risiko pada investasi agroindustri lada. Dalam upaya mencapai hal
3
tersebut, penelitian memiliki beberapa tujuan khusus yang diuraikan sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi risiko, melakukan penilaian risiko, serta menyusun
pengelolaan risiko pada investasi agroindustri lada
2. Menyusun dukungan fasilitas dalam pengelolaan risiko pada investasi
agroindustri lada
3. Menilai kelayakan investasi dan melakukan simulasi kelayakan investasi
berbasis risiko pada investasi agroindustri lada
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Agroindustri yang menjadi obyek penelitian adalah agroindustri lada putih
dengan fokus analisis kegiatan pengolahan dan keterkaitannya dengan aspek
budidaya, pemasaran, kelembagaan, dan finansial.
Penelitian dilakukan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan sentra produksi utama lada
putih. Satuan obyek analisis adalah sistem komoditas lada putih pada sentra
produksi di Kepulauan Bangka.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai investasi
pada agroindustri lada. Pengguna hasil penelitian ini adalah: pelaku dalam sistem
komoditas, investor, serta pemerintah dan stakeholder lain. Secara lebih spesifik,
penelitian ini menghasilkan: (1) gambaran bagi investor mengenai kelayakan
investasi dan pengaruh risiko terhadap kelayakan investasi, (2) gambaran bagi
pelaku dalam sistem komoditas mengenai risiko dan pengelolaan risiko terpadu,
serta (3) panduan bagi pemerintah dan stakeholder lain dalam penyusunan
instrumen pengelolaan risiko sebagai bentuk dukungan fasilitas yang diberikan.
4
Download