Agama sebagai Keyakinan dan Kesehatan Mental. Agama sebagai Keyakinan dan Kesehatan Mental Oleh : Ali Farsadi Tuasikal 10 Oktober diperingati sebagai hari kesehatan jiwa/mental. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan “Kesehatan” adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Menurut Ilmu kedokteran, kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain. Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”, Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Kesehatan mental dalam Islam mencakup pengertian al-muthmainnah, yaitu hati yang tentram, juga al-sakinah, yaitu bersih. Keharmonisan antara fungsi jiwa dengan tindakan dapat dicapai antara lain dengan menjalankan ajaran agama, dan berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, moral dan sebagainya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfaatkan potensi yang seseorang merupakan corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya untuk bereaksi dan menyesuaikan diri pada lingkungan maupun pada pribadinya sendiri. Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga keseimbangan jiwa dan kepribadian adalah sebagai berikut, 1. Perluasan perasaan diri Ketika diri berkembang maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya pada individu. Kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh, maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrakDengan kata lain ketika orang menjadi matang, dia mengembangkan perhatian-perhatian diluar dirinya. Akan tetapi tidak cukup hanya berintegrasi dengan sesuatu atau seseorang diluar diri, seperti pekerjaan. Semakin seseorang terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas, maka semakin sehat juga secara psikologis. 2. Hubungan diri yang dekat dengan orang lain Orang yang sehat secara psikologi mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang tua, anak, partner. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu perasaan perluasan diri yang berkembang baik orang yang mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memperhatikan kesejahteraannya. 3. Keamanan emosional Sifat dan kepribadian yang sehat ini meliputi beberapa kualitas. Kualitas utama adalah penerimaan diri. Kepribadian yang sehat mampu menerima segala aspek dari mereka, termasuk kelemajhan dan kekurangan tanpa menyerah pada kelemahan dan kekurangan tersebut. 4. Persepsi realistis Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Sebaliknya orang-orang yang neurotis/tidak sehat jiwa kerap kali harus mengubah realitas supaya membuat sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan ketakutan mereka sendiri. 5. Keterampilan dan tugas Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan dan bakat tertentu suatu tingkat kemampuan 6. Pemahaman diri Pengenalan diri yang memadai menuntut pemahaman tentang hubungan/perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya. 7. Filsafat hidup yang mempersatukan Orang-orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Mempunyai suatu perasaan akan tujuan, suatu tugas untuk bekerja sampai selesai, sebagai sendi kehidupan mereka, dan ini memberikan kontinyuitas bagi kepribadian yang sehat. Perlu diketahui bahwa kesehatan mental dapat dicapai melalui kehidupan rukun dan damai di antar kelompok sosial dengan saling memberi dukungan fisik, material, maupun moral. Untuk mencapai ketenangan hidup melalui agama, dapat meredam gejolak jiwa. Dengan melaksanakan kehidupan beragama dan menjalankan ibadah, seseorang yang memilik kesadaran agama dan secara matang melaksanakan ibadahnya dengan rasa tanggung jawab. Dengan demikian ia akan mendapatkan kebahagian dan dapat menikmati ketenangan jiwa yang menyebabkan kepribadiannya matang dan sehat. Agama mampu memberikan jawaban dan menetapkan hukum atau kaidah secara rasional dan logis. Agama dapat memberikan dorongan lebih kuat dan lebih bermakna terhadap semangat dan arti hidup.- (aLF)