BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perladangan adalah salah satu sistem pertanian lahan kering. Sistem pertanian ini dikenal dengan istilah shifting cultivation yang sudah lama dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Sistem pertanian ini banyak dilakukan di daerah-daerah yang terletak di antara 100 Lintang Utara dan 100 Lintang Selatan terutama di negara-negara sedang berkembang (Koentjaraningrat, 1981). Perladangan berpindah merupakan cara bertani yang sifatnya multisektoral, baik ditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkannya karena ada hubungan dengan proses yang terdapat dalam suatu ruang. Permasalahannya nampaknya sederhana namun sifatnya sangat kompleks. Dalam hal ini menyangkut pola atau bentuk dari perladangan serta prosesnya yang dilaksanakan oleh penduduk setempat untuk mencapai kemakmurannya. Studi perladangan menarik bagi ilmu lingkungan karena menyangkut suatu ekosistem. Dalam ekosistem tersebut terdapat ketiga unsur lingkungan yaitu abiotik, biotik dan sosial budaya yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut terganggu maka akan mempengaruhi unsur yang lain dan pada gilirannya akan menimbulkan masalah lingkungan. Perladangan juga mempunyai hubungan dengan program, proses dan keberhasilan pembangunan. Bintarto (1981), mengungkapkan bahwa geografi mempelajari 1 2 hubungan kausal gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, ekologi dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan. Pada perkembangannya perladangan berpindah sering dipertentangkan oleh para ahli lingkungan dan ahli pertanian. Penilaian menunjukkan bahwa sistem perladangan berpindah dapat merusak lingkungan dan dalam jangka waktu panjang berakibat adanya tanah-tanah kritis. Namun di sisi lain bila ditelaah lebih dalam, tampaknya tidak seluruhnya kegiatan perladangan berpindah dapat merusak lingkungan. Hal ini terkait dengan sistem budidaya yang dilakukan. Budidaya yang tepat akan memberi nilai tambah yang lebih besar, baik bagi petani maupun bagi kelestarian lingkungan (Gawei, 1991). Laporan dari FAO (1991) menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 12 juta petani yang telibat dalam perladangan berpindah dengan menggunakan lahan seluas 35 juta hektar. Sementara itu, menurut Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan tahun 1991 ada sebanyak 5.792.535 jiwa manusia yang mengusahakan perladangan berpindah menggunakan lahan seluas 5. 802.073 hektar. Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1991 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada perladangan berpindah ada sebanyak 5. 553.935 jiwa dan mereka mengusahakan lahan seluas 10.410.55 hektar. Menurut beberapa ahli angka-angka yang disajikan oleh BPS dianggap sebagai data yang paling akurat (Sutrisno, 1991). 3 Di Propinsi Papua, kegiatan perladangan berpindah masih berlangsung hingga saat ini. Petani yang melakukan perladangan berpindah umumnya adalah masyarakat suku asli Papua. Kondisi ekonomi mereka umumnya masih lemah sehingga kegiatan perladangan dilakukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Teknologi yang digunakan juga masih sangat tradisional. Demikian halnya di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Papua, perladangan berpindah juga masih terus dilakukan oleh masyarakat suku Dani. Mereka merupakan suku besar di Kabupaten Jayawijaya yang mendiami hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Jayawijaya bahkan hingga ke pelosok. Pertanian dengan sitem ladang berpindah terus mereka praktekkan, bahkan sebagian masyarakat suku Dani tersebut ada yang menggunakan kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya untuk melakukan perladangan berpindah. Kegiatan perladangan ini tentu menimbulkan permasalahan lingkungan yang perlu dikaji lebih mendalam. 1.2. Rumusan Masalah Hutan merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan fungsi sebagai produksi dan konservasi. Hutan merupakan sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran bagi rakyat. Oleh karena itu, aspek pembangunan yang sangat penting adalah pelestarian alam. Pelestarian alam bertujuan untuk melindungi proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistem serta pemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan umat manusia. melestarikan 4 Salah satu bentuk pengelolaan hutan agar tetap lestari dan dapat dimanfaaatkan secara berkesinambungan adalah melalui hutan lindung. Kawasankawasan yang dipilih selanjutnya ditentukan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. Dalam Undang Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (8) disebutkan bahwa Kawasan atau Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah interusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 78/kpts-II/2001, dengan salah satu fungsinya adalah sebagai hutan penyangga bagi Taman Nasional Lorentz. Seiring berjalannya waktu, peranan dan fungsi kawasan hutan lindung tersebut telah dan terus mengalami perubahan bahkan cenderung menimbulkan kerusakan akibat pemanfaatan yang kurang sesuai oleh masyarakat seperti illegal logging. Jenis pemanfaatan lainnya yang kurang sesuai dengan peruntukkannya adalah digunakannya kawasan tersebut untuk perladangan berpindah. Berbagai aktifitas di dalam kawasan hutan lindung tersebut tentunya akan memberikan dampak, misalnya terganggunya siklus hidrologi. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Pelzer (1948), Conklin (1954), Ormeling (1955), Hardjosudiro (1980), Kamsilan (1979), dan Supardi (1984) menunjukkan bahwa perladangan berpindah banyak menimbulkan berbagai akibat, antara lain: (a) meningkatnya penggundulan hutan; (b) meningkatnya erosi tahunan; (c) bertambah singkatnya periode bera sehingga tanah tak sempat 5 menghutan kembali; (d) menurunnya produktivitas tanah; (e) bertambah luasnya padang alang-alang, dan; (f) makin meluasnya lahan kritis. Sementara itu, menurut Lahajir (2001) dalam Benyamine (2009), perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan sistem pertanian yang menerapkan teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami. Ditinjau dari perspektif sosial budaya, sistem perladangan berpindah secara umum dianggap sebagai satu-satunya sistem pertanian yang sesuai dengan ekosistem hutan tropis. Geertz (1976), menyebutkan bahwa sistem perladangan ditinjau dari segi ekologi, lebih berintegrasi ke dalam struktur ekosistem alami, Dalam hal biodeversiti, pada sistem perladangan berpindah lebih tinggi dari sistem pertanian permanen seperti sawah. Tingginya biodeversiti/keanekaragaman hayati adalah berasal dari pemberaan dan tanaman beraneka (mixed cropping). Penelitian tentang Keadaan Ekologis Hutan dan Lahan Bekas Ladang (reuma) di Kawasan Adat Baduy yang dilakukan oleh Fawnia, dkk (2004) menunjukkan bahwa sistem perladangan berpindah di Baduy berpengaruh terhadap struktur dan komposisi vegetasi serta faktor fisik dan kandungan nutrisi tanah,akan tetapi sistem perladangan ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap degradasi lahan. Berdasarkan uraian diatas, timbul sebuah pertanyaan “Mengapa hingga saat ini masyarakat masih terus melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya?” Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan sebuah penelitian untuk mengkaji 6 faktor-faktor penyebabnya sehingga dapat dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Secara lebih jelas, permasalahan dalam penelitian ini disusun dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi masyarakat melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 2. Bagaimana cara perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 3. Sejauhmana pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang akibat perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat melakukan perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 2. Menelaah cara perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 7 3. Menelaah tingkat pengetahuan dan kesadaran penduduk tentang akibat perladangan berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam memahami permasalahan lingkungan khususnya di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam upaya pembinaan petani ladang berpindah di kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya Provinsi Papua sehingga kawasan tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perladangan Berpindah di Kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Jayawijaya Provinsi Papua” merupakan hasil pemikiran terhadap kasus di lapangan. Penelitian ini merupakan hal yang baru dan belum pernah dilakukan, khususnya pada kawasan Hutan Lindung Penyangga Taman Nasional Lorentz (HLPTNL) Kabupaten Jayawijaya. 8 Tabel 1.1. Penelitian yang telah dilaksanakan No. Nama Judul Metode Tujuan Hasil (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Daniel J. Perladangan Kallau. Berpindah (1985) Kecamatan Wawancara di (Studio Kasus) Perladangan masalah berpindah perladangan di dilatarbelakangi Amanuban Kecamatan oleh Selatan Amanuban dipengaruhi Kabupaten selatan tingkat pendidikan Timor Kabupaten timor yang rendah serta Tengah Selatan 2. Mengetahui tradisi, oleh Tengah Selatan pengetahuan petani. Anang Faktor-faktor Survei Mengetahui Faktor Fachri yang Berpenga- dengan faktor-faktor berpengaruh (1994) ruh Terhadap teknik yang berpengaruh terhadap Bertahannya wawancara terhadap bertahannya Perladangan bertahannya perladangan Berpindah perladangan berpindah (Kasus di berpindah faktor pemilikan Kecamatan lahan, kebutuhan Mersam hidup, tingkat Kabupaten pendidikan, Batanghari tradisi Provinsi Riau) yang adalah dan 9 (1) 3. (2) (3) Dasman Perladangan (1995) (4) Observasi (5) (6) Mengetahui Perladangan Berpindah Suku Faktor-faktor berpindah Bonai di yang dipengaruhi oleh Kecamatan melatarbelakangi pendidikan, Kuntodarus- bertahannya kebutuhan hidup, salam sistem ladang tradisi, dan status Kabupaten berpindah, kepemilikan lahan. Daerah Tingkat persepsi Persepsi penduduk: II Kampar penduduk ladang berpindah terhadap manfaat bermanfaat dan ladang berpindah, tidak merusak dan tingkat lingkungan. pengetahuan Pengetahuan penduduk tentang terhadap pertanian sistem pertanian menetap sudah menetap tinggi