HASIL PENELITIAN KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK ( Political Voluntarism ) KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) KABUPATEN BULUKUMBA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI........................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................,,............... 5 1.2. Fokus Penelitian .......................................................................................... 5 1.3. Paradigma Penelitian .................................................................................. 5 1.4. Perumusan Masalah ................................................................................... 5 1.5. Tujuan dan Signifikasi Penelitian............................................................... 6 1.6. Mamfaat Penelitian ..................................................................................... .6 BAB II. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7 2.1. Partai Politik.................................................................................................. 7 2.2. Pengertian Partai Politik..............................................................................7 2.3. Asal Usul Partai Politik............ .................................................................. 9 2.4. Ciri-Ciri Partai Politik.................................................................................. 12 2.5. Kelasifikasi Partai Politik.......................... .............................................. 13 2.6. Tinjauan Umum Tentang Partisipasi Politik ........................................... 16 2.7. defenisi Partisifasi Politi............................................................................. 20 2.8. hirarki Partai Politik..... .............................................................................. 21 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................27 3.1. Sikap Warga Dalam Partisifasi Publik .................................................... 27 3.1.1. Pernyataan Kesukarelaan Masyarakat Dalam Polita tentang.......... 28 BAB. IV KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34 LAMPIRAN .............................................................................................. ............. 35 DAFTAR TABEL. 1.1. Sikap warga dalam partisifasi politik........................................................27 1.2. Argumentasi Pernyataa Tentang Kesukarelaan Warga Dalam Politik.......28 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partisipasi politik merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan, terbukti dengan banyaknya ilmuan yang meneliti tentang hal ini. Dalam analisis politik modern,partisipasi termasuk kedalam hal penting yang belakangan ini banyak mendapat perhatiandi negaranegara berkembang. Namun, walaupun ilmuan dan pengamat politik sudahrelatif lama menekuninya, ternyata sampai saat ini belum ada keseragaman pemahamantentang hal tersebut. Sehingga banyak penuli-penulis baru yang ingin menelitipermasalahan ini. Partisipasi politik adalah hal yang mempengaruhi sistem politik sebuah negara yang demokratis, karena sistem politik yang demikratis tidak akan ada artinya tanpa adanya partisipasi politik. Partisipasi poltik mempunyai hubungan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasinya menunjuk kanderajat kepentingan mereka. Sebenarnya apa yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan politiknya, tidak lebihdari sebuah ungkapan tanggung jawab mereka terhadap keberlangsungan gerak dari pemerintah. Banyak masyarakat merefleksikannya dalam bentuk partisipasi politik aktif. Gejala ini sesuai dengan konsep partisipasi politik itu sendiri, dimana kegiatan danaktifitas individu sebagai warga negara yang berusaha mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah. Pengaruh terhadap pemerintah dapat mewujudkan perubahan dalam sistem politik Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan kekuatan politik. Salahsatu kekuatan politik yang ada adalah masyarakat dan partisipasinya. Masyarakat merupakan kelas-kelas yang beragam. Mulai dilihat dari status sosial,kasta, pendidikan ,sampai pada status ekonominya. Setiap gejala sosial dalammasyarakat kan ikut mempengaruhi semua komponen penting pemerintah termasuk bidang politik. Sehingga keberagaman yang ada dalam masyarakat menjadi suatu fenomena ada atau tidaknya partisipasi dalam politik. Peran masyarakat dalam panggung politik bukanlah hal yang baru. Peran masyarakat sebenarnya sudah lama mengakar dalam kehidupan politik bangsa sejak Indonesia merdeka. Namun bentuk partisipasi masyarakat masa itu masih dalambelenggu, demokrasi hanya masih untuk para penguasa. Namun setelah lepasnya masaorde baru dan dimulai dengan pemerintahan yang baru barulah mulai terlihat partisipasi masyarakat. Hal yang paling menonjol menunjukkan adanya demokrasi besar-basaran adalah diadakanya sebuah Pemilu yaitu pemilihan egslatif dan pilpres tahun 2014 lalu. Partisipasi politik masyarakat lebih terbuka, hal ini dikarenakan pada pemilihan egslatif dan pilpres tahun 2014 masyarakat dapat memilih wakilnya baik di legelatif maupun di pusat masing-masing sesuai dengan pilihan. Dilain hal, masyarakat juga dapat lebih mengenal dan mengetahui calon pilihannya. Keaadan yang demikian juga terjadi di Kabupaten Bulukumba. Berdasarkan survei awal yang dilakukan bahwa seiring dengan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati kebanyakan masyarakat Kabupaten Bulukumba memberikan partisipasi politiknya, terutama dalam menggunakan hak suara. Bentuk aktifitas partisipasi politik lainnya adalah kampanye,menjadi tim sukses, dan menjadi saksi atau pengawas pada saat pemilihan berlangsung. Yang menjadi menarik dari fenomena politik ini adalah tidak semua masyarakatmelakukan partisipasi politiknya secara aktif, banyak faktor yang mempengaruhi sertatidak sedikit pula masyarakat yang tidak mau ambil peduli dalam kegiatan partisipasipolitik. Sebagian mereka banyak yang menghabiskan waktu dirumah atau dilokasi tempatbekerja. Fenomena yang terjadi menjadi sebuah pertanyaan tentang apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat partisipasi politik dan bentuk-bentukpartisipasi politik tersebut. Sebenarnya belum ada jawaban yang pasti terhadap pertanyaan tersebut, namunberdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan tampak kecenderungan bahwapartisipasi politik masyarakat dipengaruhi oleh faktor utama yaitu tingkat pendidikan,status sosial dan tingkat perekonomian. Kebanyakan partisipasi masyarakat yangterwujud terjadi pada masyarakat yang golongan masyarakat menengah keatas. Dikarenakan pada golongan ini masyarakat rata-rata memiliki pendidikan politik danperekonomian yang memadai. B. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi focus penelitian adalah Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kabupaten Bulukumba pada umumnya dan masyarakat Kecamatan pada khusus nya. Dari focus penelitian ini akan menjadi gambaran atau garis besar penelitian ini. C. Paradima Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan menggunakan paradigma tradisionalis. Yang ditujukan untuk mencari data secara empiris melalui Focus Group Discussion (FGD) khususnya masyarakat Bulukumba. D. Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang diatas yaitu kesukarelaan warga dalam politik di Kabupaten Bulukumba, provinsi Sulawesi Selatan pertanyaan sebagai berikut : 1. apakah tingkat kesurelaan warga berpengaruh dalam Pemilu tahun 2015 Kabupaten Bulukumba? 2. Bagaimanakah ketika tingkat kesurelaan warga terhadap Pemilu tidak sinerji dengan keinginan penyelenggara dalam Pemilu tahun 2015 Kabupaten bulukumba E. Tujuan Dan Signifikansi Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat kesukarelaan warga terhadap Pemilu di Kabupaten Bulukumba. 2. Untuk mengetahui dampak ketika warga tidak rela dalam melakukan pemilihan di Kabupaten bulukumba. F. Manfaat Penelitian Signifikan Hasil penelitian ini nantinya dapat memberi manfaat diantaranya sebagai berikut : 1. Secara teoritis dapat memperkaya atau menambah referensi tentang tingkat kesukarelaan warga terhadap Pemilu di Kabupaten Bulukumba. 2. Secara akademis, dapat memberikan masukan bagi peneliti lainnya, khususnya yang tertarik dengan permasalahan kesukarelaan warga dalam memilih pemimpin di Kabupaten Bulukumba. 3. Secara praktis, dapat memberikan pemahaman dan pengambilan kebijakan dalam usaha peningkatan tingkat kesukarelaan warga terhadap Pemilu di Kabupaten Bulukumba. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Partai Politik 1. Partai Politik Partai politik yang terorganisir muncul di negara-negara Eropa Barat pada akhir abad ke 18 atau pada awal abad ke 19. Walaupun partai politik yang terorganisasi baru muncul pada sekitas pergantian abad 18 ke abad 19 yang lalu, akan tetapi ternyata perkembangannya cukup pesat. Pada umumnya partai politik dipergunakan oleh kebanyakan negeri atau rakyat terjajah sebagai salah satu sarana untuk membebaskan dirinya dari belenggu penjajahan. Kebanyakan negeri atau rakyat yang terjajah tertarik kepada partai politik, karena partai politik itu dapat menjadi kekuatan tandingan untuk menentang penjajahan, dan memiliki potensi sebagai sarana yang dapat diandalakan untuk mencapai kemerdekaan. Pada saat ini partai politik dapat dijumpai hampir di seluruh negara di dunia. Partai politik dijadikan alat untuk mencapai tujuan manusia, yaitu memperoleh kekuasaan politiknya. 2. Pengertian Partai Politik Masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya melalui partai politik, karena partai politik merupakan penghubung antara masyarakat dengan penguasa. Partai politik juga meruapakan wadah masyarakat untuk dapat berpartisipasi langsung dalam proses politik. Masyarakat dapat memilih dan dipilih untuk memegang kekuasaan politik melalui partai politik. Secara umum partai politik dikatakan sebagai suatu kelompok yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, yang berusaha memperoleh kekuasaan melalui pemilihan umum. Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1) adalah: “Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum” (Undang-Undang No.31 Tahun 2002). Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2002 partai politik merupakan organisasi yang dibentuk secara sukarela untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuannya partai politik ikut dalam pemilihan umum. Selain ikut dalam pemilihan umum, partai politik dipersatukan dan dimotivasi berdasarkan ideologi tertentu. Partai politik juga berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan seperti diungkapkan oleh Ramlan Surbakti yang mendefinisikan partai politik sebagai : “Kelompok anggota yang terorganisasikan secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun” (Surbakti, 1992:116). J. A. Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”, yaitu : “Political party is a voluntary association aiming to get control of the government by filling elective offices in the government with its members (Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan)” (Corry dan Henry dalam Haryanto, 1984:9). Berdasarkan pendapat di atas partai politik bertujuan untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan. Sigmun Neuman seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya “Partisipasi Politik dan partai Politik” mengemukakan definisi partai politik sebagai berikut : “Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelakupelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaankekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo, 1998:16-17) Berdasarkan pengertian di atas, partai politik merupakan organisasi yang didalamnya terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat. Mereka memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat. Partai politik juga merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi. 3. Asal-usul Partai Politik Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” mengemukakan tiga teori tentang asal-usul partai politik, yaitu: a. Teori Kelembagaan Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada karena dibentuk oleh kalangan legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua anggota lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan masyarakat sehubung dengan pengangkatannya, agar tercipta hubungan dan memperoleh dukungan dari masyarakat maka terbentuklah partai politik. Ketika partai politik bentukan pemerintah dianggap tidak bisa menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil masyarakat berusaha membentuk partai-partai lain. b. Teori Situasi Historis Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari struktur masyarakat tradisional ke arah struktur masyarakat modern. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi dan partisipasi. Partai politik lahir sebagai upaya dari sistem politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan dapat berakar kuat dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuk pola hubungan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. c. Teori Pembangunan Menurut teori ini partai politik lahir sebagai akibat dari adanya proses modernisasi sosial-ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka lahirlah partai politik, dengan harapan agar organisasi politik tersebut mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi yang ada. Berdasarkan teori asal-usul terbentuknya partai politik di atas, penulis dapat mengkategorikan bahwa Partai Amanat Nasional terbentuk berdasarkan teori situasi historis. Partai Amanat Nasional lahir karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis multidimensi karena partai-partai politik yang berkuasa sebelumnya dianggap gagal (Surbakti, 1992: 113-114 ) 4. Ciri-ciri Partai Politik Politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan Weiner mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”, yaitu : a. Berakar dalam masyarakat lokal. b. Melakukan kegiatan secara terus menerus. c. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan. d. Ikut serta dalam pemilihan umum. (Lapalombara & Weiner dalam Surbakti, 1992: 115) Berdassarkan teori di atas, partai politik dibentuk atas keinginan masyarakat sebagai penyalur aspirasinya. Adanya legitimasi dari masyarakat terhadap sebuah partai politik merupakan hal yang penting, selain itu partai politik juga harus memiliki cabang di daerahdaerah agar dapat mengakar dalam masyarakat lokal karena jika tidak begitu bukan merupakan sebuah partai politik. Kegiatan yang dilaksanakan oleh partai politik haruslah berkesinambungan, dimana masa hidupnya tidak bergantung pada masa jabatan atau masa hidup pemimpinnya. Partai politik bertujuan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan pemerintahan, dengan maksud agar dapat melaksanakan apa yang telah menjadi programnya. Pelaksanaan program partai dilakukan oleh anggota- anggota yang memegang jabatan di pemerintahan. Untuk dapat menempatkan orang-orangnya dalam lembaga legislatif, partai politik harus turut serta dalam pemilihan umum. 5. Klasifikasi Partai Politik Pengklasifikasian partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Koirudin dalam bukunya “Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi” partai politik dapat dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu : a. Partai Proto b. Partai Kader c. Partai Massa d. Partai Diktaktoral e. Partai Catch-all (Koirudin, 2004:78-80). Partai Proto, merupakan karakter dasar dari tipe awal partai politik, biasanya ada dalam lingkungan parlemen atau intraparlemen. Basis dukungannya adalah kelas menengah ke atas. Bentuk organisasi dan ideologinya relatif rendah (sederhana). Ciri faksional masih menonjol, dengan ciri yang jelas adalah pembedaan antara kelompok anggota dan non anggota. Partai Kader, partai ini berkembang sebagai akibat hak pilih belum diberikan kepada masyarakat luas. Anggotanya kebanyakan kelas menengah ke atas, dan tidak memerlukan organisasi besar untuk memobilisasi massa. Tingkat organisasi dan ideologinya rendah sebab aktivitasnya jarang didasarkan pada program dan organisasi yang kuat. Penekanan partai kader terletak pada penguatan yang cukup tinggi pada level pengurusnya, dalam hal peningkatan kapasitas personalnya untuk kepentingan partai. Partai Massa, berkembang karena adanya perluasan hak pilih rakyat. Dibentuk di luar parlemen (ekstraparlemen). Orientasi partai kepada basis pendukung, yaitu buruh, petani dan massa lainnya. Tujuannya adalah untuk pendidikan politik dan pemenangan pemilu, dengan ideologi dan organisasinya rapi. Partai Diktaktoral, merupakan subtipe partai massa, dimana ideologinya kaku dan radikal. Pimpinan tertinggi melakukan kontrol kektat. Rekrutmen anggotanya sangat ketat, anggota partai dituntut mengabdi secara total. Partai Catch-all, merupakan gabungan antara partai kader dan massa. Mereka berusaha menampung kelompok sosial sebanyakbanyaknya untuk menjadi anggotanya. Tujuannya memenangkan pemilu berkait dengan berkembangnya kelompok kepentingan dan penekan, ideologi dari partai ini tidak terlalu kaku. Partai politik juga dapat didasarkan atas asas dan orientasinya. Berdasarkan asas dan orientasinya, Koirudin mengklasifikasikan partai politik menjadi tiga tipe, yaitu : ”partai politik pragmatis ialah partai politik yang mempunyai program dan kegiatan terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Penampilan partai politik pragmatis merupakan cerminan dari program-program yang disusun pemeimpin utamanya dan gaya kepemimpinan sang pemimpin. Partai politik doktriner ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. Pergantian kepemimpinan mengubah gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak mengubah prinsip dan program dasar partai karena ideologi telah dirumuskan secara konkret dan partai terorganisasikan secara ketat. Partai politik kepentingan, merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan” (Koirudin, 2004:81-82). Disamping itu, partai politik juga dapat dilihat dari basis sosial dan tujuannya, seperti digolongkan oleh Gabriel Almond yang dikutip Koirudin dalam bukunya “Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi”, yaitu: 1) Partai politik yang beranggotakan lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, kelas menengah dan bawah; 2) Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu seperti, petani, buruh dan pengusaha; 3) Partai politik yang anggota-anggotanya berasala dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha; 4) Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu. (Almond dalam Koirudin, 2004:83). Pengklasifikasian partai politik juga dapat dilakukan berdasarkan jumlahnya. Menurut Maurice Duverger dalam bukunya Haryanto yang berjudul “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”, berdasarkan jumlahnya partai politik terdiri dari: ”pertama sistem dua partai, menunjukan di suatu negara terdapat dua partai politik yang dominan, yang secara bergiliran mempunyai suara mayoritas dalam Lembaga Perwakilan Rakyat; kedua sistem banyak partai, menunjukan bahwa di suatu negara terdapat partai politik lebih dari dua, yang membentuk Lembaga perwakilan rakyat atas dasar kerjasama; ketiga sistem satu partai, menunjukan bahwa di suatu negara hanya terdapat satu partai yang dominan, yang menguasai lembaga Legislatif dan eksekutif terus menerus baik 100% maupun 50%” (Duverger dalam Haryanto, 1984:47-78). Berdasarkan teori klasifikasi partai politik di atas, penulis dapat mengkategorikan Partai Amanat Nasional termasuk partai Catch-all. Kategori partai ini merupakan gabungan antara partai kader dan massa. 6. Fungsi Partai Politik Partai politik merupakan organisasi politik berbadan hukum yang memiliki beberapa fungsi penting yang harus dapat dilaksanakan. Melalui pelaksanaan fungsi-fungsinya tersebut dapat dilihat bagaimana kinerja partai yang bersangkutan. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan programprogramnya berdasarkan ideologi tertentu. Menurut Sukarna ada dua cara yang dipergunakan partai politik dalam memperoleh kekuasaan, yaitu ; a. Ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan yang sah dengan tujuan bahwa dalam pemilihan umum memperoleh suara mayoritas dalam badan legislatif. b. Bekerja secara tidak sah atau subversif untuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu melalui revolusi atau coup d’etat. (Sukarna, 1981:89) Disamping fungsi utamanya tersebut, partai politik juga melaksanakan beberapa fungsi lain, Menurut Haryanto dalam bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum” pada umumnya dapat dinyatakan bahwa partai-parta politik yang terdapat di berbagai negara melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik menurut Gabrial A. Almond mengemukakan pendapatnya bahwaa “sosialisasi politik dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa, dan dapat pula memelihara kebudayaan suatu bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan itu dari generasi tua kepada generasi muda, serta dapat pula merubah kebudayaan politik” (Almond dalam Haryanto, 1984:14). Sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik mempunyai kewajiban untuk mengajarkan ideologi partai kepada para anggotanya atau pata pendukungnya. Selain itu partai politik mengajarkan norma- norma politik yang ada dan berlaku di dalam masyarakat atau negara di mana partai politik tersebut berada. 2) Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik Rekrutmen politik adalah proses melalui mana partai politik mencari anggota baru dan mengajak orang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Di samping itu rekrutmen politik dapat juga dinyatakan sebagai salah satu cara untuk menyeleksi para warga negara untuk kemudian diorbitkan menjadi calon-calon pemimpin. 3) Partai politik sebagai sarana komunikasi politik Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana komunikasi politik, partai politik bertindak sebagai penghubung antara dua pihak. Partai politik menyalurkan informasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya secara timbal balik. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa partai politik dapat bertindak sebagai penghubung yang menampung arus informasi, baik informasi yang berasal dari pihak yang memerintah/penguasa untuk disalurkan kepada pihak yang diperintah/masyarakat maupun sebaliknya. 4) Partai politik sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan Artikulasi kepentingan adalah proses untuk merumuskan dan kemudian menyalurkan berbagai ragam pendapat, aspirasi maupun kepentingan yang ada di dalam masyarakat kepada pihak penguasa. Agregasi kepentingan adalah proses penggabungan tuntutan-tuntutan dan dukungan-dukungan yang ada di dalam masyarakat. 5) Partai politik sebagai sarana partisipasi politik Usaha yang dilakukan oleh partai politik untuk menarik minat atau perhatian para warga negara agar aktif dan bersedia menjadi anggota partai; maka partai politik menyediakan dirinya sebagai ajang bagi para warga negara untuk aktif terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik. Dengan kata lain partai politik merupakan tempat atau wahana bagi para warga negara untuk berpartisipasi politik. 6) Partai politik sebagai sarana pengatur konflik Partai politik dapat berperan sebagai sarana untuk dapat menyelesaikan konflik diantara masyarakat atau negara yang dikarenakan adanya perbedaan pendapat. Peran partai politik dalam mengatur konflik adalah mengatur perbedaan pendapat, mengontrol persaingan agar tetap merupakan persaingan yang sehat, dan bahkan pula meredakan konflik atau perselisihan. Sehingga akibat yang mungkin ditimbulkan tidak akan merusaak kesatuan dan persatuan bangsa dan negara yang telah dicapai. 7) Partai politik sebagai sarana pembuat kebijakan Fungsi partai politik sebagai sarana pembuat kebijakan dapat terlaksana apabila partai tersebut memegang tampuk pemerintahan dan menduduki badan perwakilan rakyat secara mayoritas. 8) Partai politik sebagai sarana untuk mengkritik rejim yang berkuasa Fungsi partai politik sebagai sarana untuk mengkritik rejim yang berkuasa pada umumnya berlangsung di negara-negara yang menganut faham demokratis. Hal ini dikarenakan faham demokratis memberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat termasuk menyampaikan kritik terhadap rejim yang sedang berkuasa. Pada umumnya partai politik yang melaksanakan fungsi tersebut adalah partai politik minoritas. B. Tinjauan Umum Tentang Partisipasi politik 1. Partisipasi Politik Kekuasaan yang telah di dapat oleh partai politik akan mampu bertahan lama apabila mendapat dukungan dari masyarakat. untuk dapat meraih dukungan serta simpati masyarakat maka partai politik harus dapat melaksanakan fungsi-fungsinya. Selain fungsi utamanya mencari dan mempertahankan kekuasaan partai politik juga memiliki fungsi lainnya salah satu diantaranya adalah fungsi partisipasi politik. Fungsi partisipasi politik merupakan fungsi yang penting dilaksanakan karena hal tersebut merupakan wadah bagi masyarakat untuk dapat berperan aktif di dalam proses-proses politik. 2. Definisi Partisipasi Politik Partisipasi politik merupakan salah satu fungsi penting yang harus dilaksanakan oleh partai politik karena melalu fungsi partisipasi politik masyarakat dapat berperan aktif di dalam proses-proses politik. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” menyebutkan bahwa “Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan” (Surbakti, 1992:118). Berdasarkan pendapat tersebut dapat kita pahami partisipasi politik adalah suatu keterlibatan atau peran serta masyarakat selaku warga negara dalam proses-proses politik. Menurut Miriam Budiardjo dan Chusnul Mariyah dalam buku ”Pengantar Ilmu Politik” menyebutkan bahwa: “Partisipasi politik di sini kita artikan sebagai macam kegiatan seperti membuat keputusan yang mengikat, mempengaruhi keputusan, mempengaruhi cara pembuatan keputusan, menentukan orang yang membuat keputusan, mengumpilkan informasi untuk pembuatan keputusan, mentaati keputusan serta menghambat keputusan yang mengikat masyarakatsecara keseluruhan”(Budiardjo dkk, 2004: 6.5). Berdasarkan definisi di atas dapat kita pahami bahwa partisipasi politik mencakup segala macam aktifitas politik. Aktifitas politik tersebut mulai dari mempengaruhi sebuah keputusan atau kebijakan, memilih atau menentukan orang yang membuat kebijakan sampai pada menghamba atau menentang kebijakan. 4. Hirarki Partisipasi Politik Partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat bermacammacam sesuai dengan besar kecilnya keterlibatan seseorang dalam proses politik. Keterlibatan masyarakat di dalam proses politik dibagi ke dalam bentuk-bentuk partisipasi politik yang di kemukakan oleh Michael Rush dan Phillip Althoff yang digambarkan pada Gambar 1.1. Hirarki partisipasi politik menurut Michael Rush dan Phillip Althoff sebagai berikut: a. Menduduki jabatan politik atau administrative b. Mencari jabatan politik atau administrative c. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik d. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik e. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political) f. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political) g. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya h. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik i. Voting (pemberian suara) (Rush dan Althoff, 2003;122) Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam system politik, baik pemegang berbagai jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan dari pertisipasi-partisipasi politik lainnya, bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Pemegang jabatan politik atau administratif merupakan tempat penyimpan (gudang) kekuasaan yang formal. Setiap pertimbangan dari para pemegang jabatan juga harus mengandung pertimbangan dari orangorang yang berhasrat dan mencari jabatan kantor yang bersangkutan. Bentuk partisipasi politik di bawah para pemegang atau pencari jabatan di dalam system politik, terdapat mereka yang menjadi anggota dari berbagai tipe organisasi politik atau semu-politik. Hal ini mencakup semua tipe partai politik dan kelompok kepentungan. Dari sudut pandang sistem politik, partai politik dan kelompok kepentingan dapat dinyatakan sebagai agen-agen mobilisasi politik, yaitu suatu organisasi, melalui mana anggota masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik yang meliputi usaha mempertahankan gagasan posisi, situasi, orang atau kelompok-kelompok tertentu, melalui sistem politik yang bersangkutan. Partisipasi dalam partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan dapat mengambil bentuk yang aktif atau yang pasif, tersusun mulai dari menduduki jabatan dalam organisasi sedemikian rupa, sampai kepada memberikan dukungan keuangan dengan jalan membayar sumbangan atau iuran keanggotaan. Tidak ada perbedaan yang tajam di antara keanggotaan yang aktif, dan orang boleh bergerak dari yang satu kepada yang lain sesuai dengan keadaan. Tingkat partisipasi politik berikutnya di bawah keanggotaan suatu organisasi politik dan semu politik yang aktif sampai dengan keanggotaan pasif, terdapat partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya. Karena berbagai macam alasan, individu mungkin tidak termasuk dalam suatu organisasi politik atau semu politik, tetapi mereka dapat dibujuk untuk berpartisipasi dalam suatu bentuk rapat umum atau demonstrasi. Bentuk partisipasi ini dapat bersifat spontan, akan tetapi jauh lebih besar kemungkinannya partisipasi tersebut telah diorganisir oleh partai-partai politik atau kelompok kepentingan sebagai bagian dari kegiatan politik mereka. Kegiatan-kegiatan ini sifatnya adalah sementara, dan bahkan tidak memiliki sifat kesinambungan dari keterlibatan minimal pada keanggotaan organisasi politik atau organisasi semu politik. Bentuk partisipasi politik yang sebentar-sebentar adalah bentuk diskusi informal oleh individu-individu dalam keluarga mereka masingmasing, di tempat-tempat bekerja atau di antara sahabat-sahabat. Jelas bahwa peristiwa diskusi semacam itu bervariasi baik di antara individu maupun dalam relasinya dengan peristiwwa diskusi tadi. Mungkin terdapat lebih banyak diskusi selama masa kampanye pemilihan umum, atau pada waktu-waktu krisis politik, sedangkan diskusi dapat dirintangi atau didukung oleh sikap kekeluargaan, teman sekerja atau sahabat. Diskusi politik informal merupakan bentuk dari partisipasi politk yang berada pada tingkatan kedelapan pada hirarki partisipasi politik, akan tetapi ada beberapa orang yang mungkin tidak mau berdiskusi politik dengan siapapun; namun demikian dia memiliki sedikit minat dalam soal-soal politik, dan mempertahankan minat tersebut lewat media massa. Mereka akan mampu mendapatkan informasi untuk diri sendiri tentang apa yang sedang terjadi, dan memberikan pendapat tentang jalannya peristiwa; akan tetapi mereka cenderung untuk membatasi partisipasi mereka terhadap hal tadi; dan mungkin juga membatasi terhadap pemberian suara. Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Bentuk partisipasi politik juga dapat dibedakan ke dalam dua bentuk seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo dkk. dalam buku ”Pengantar Ilmu Politik” yaitu: a. Partisipasi politik yang melembaga (routine political participation), dan b. Partisipasi politik yang tidak melembaga (non routine political participation). (Budiardjo dkk, 2004: ). Perbedaan yang nyata dari kedua bentuk partisipasi politik di atas adalah, partisipasi routine (melembaga) adalah partisipasi politikyang dianjurkan dan secara formal di perbolehkan oleh penguasa, sedangkan tidak melembaga (non routine) kegiatan yang tidak dianjurkan atau dilarang oleh penguasa. contoh : - Partisipasi politik yang melembaga adalah ikut dalam pemilihan umum, kegiatan seminar, diskusi serta kegiatan-kegiatan yang secara formal diperbolehkan oleh penguasa. - Partisipasi yang tidak melembaga adalah aksii misalnya demontrasi, mogok, protes dan lain-lain. Pada kebanyakan negara baru kegiatan partisipasi politik yang tidak melembaga ini biasanya dilarang karena dianggap menggangu stabilitas nasional, yang berakibat mengganggu kelancara pembangunan ekonomi negara tersebut. Di negara barat sebaliknya kegiatan yang tidak melembaga dalam batas tertentu dibolehkan, misalnya demonstrasi yang tertib, proses yang terarah dan lain-lain. Partisipasi politik bias juga dibedakan menurut penerimaan dari masyarakatnya. Nelson dalam buku “No Easy Choice” yang dikutip oleh Miriam Budiardjo dkk. membedakan antara partisipasi yang bersifat otonom dan partisipasi yang dimobilisasi. Perbedaan antara keduanya terletak pada apakah partisipasi tersebut bersifat sukarela atau inisiatif masyarakat, atau partisipasi tersebut diarahkan oleh pemerintah. Apabila partisipasi tersebut dari inisiatif masyarakat dan bersifat sukarela bisa disebut partisipasi otonom, sedangkan apabila diarahkan dari atas terkadang ada unsur tekanan, partisipasi ini dinamakan partisipasi yang dimobilisasi. Dalam rangka penyaluran partisipasi politik tersebut di atas, partai politik sebagai suatu organisasi maupun sebagai suatu lembaga kemasyarakatan berfungsi sebagai sarana atau media untuk penyaluran partisipasi politik masyarakat tersebut. Penyalur aspirasi di sini diartikan dalam arti menjadi wadah penampungan yang keikut sertaan masyarakat dalam masalah politik. Pengertian yang lebih luas keikut sertaan masyarakat dalam penentuan kebijakan bernegara melalui pembuatan keputusan politik. Hubungan antara partai politik dengan partisipasi politik masyarakat terletak pada kemampuan mereka untuk menjadi tempat atau wadah penampungan aspirasi masyarakat. Penampungan ini dilakukan melalui wakil mereka yang dipilih melalui pemilihan umum yang dilakukan secara bebas dan rahasia dalam jangka waktu tertentu. BAB III HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa kelompok masyarakat diantaranya yaitu kelompok petani, nelayanan, pedagang, tokoh masyarakat, tokoh agama, PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan remaja (pemilih pemula). Hasil aspek tersebut dipaparkan secara random berdasarkan tingkat pemerolehan kesadaran dalam partisipasi pemilihan umum dalam hal ini melihat kesukarelaan warga pada keikut sertaan dalam Politik. Adapun hasil dari sikap dan argumentasi dari tiap-tiap kelompok dapat di lihat sebagai berikut : Tabel 1.1 Sikap warga dalam pertisipasi Politik No 1 2 3 4 5 6 7 Nama Kelompok Petani Nelayan Pedagang Tokoh Masyarakat Tokoh Agama PNS Remaja (Pemilih Pemula) Missing Responden Jumlah (Data diolah : Mei 2015) Frekuensi 2 3 1 2 2 10 7 1 28 Pada tabel 1.1 di atas, menunjukkan jumlah responden yang hadir pada hari pertemuan dengan tema kesukarelaan warga dalam Politik tahun 2015. Tabel 1.2 Argumentasi/penyataan tentang kesukarelaan warga dalam Politik 2015 No 1 Nama Kelompok Petani 2 Nelayan 3 Pedagang 4 Tokoh Masyarakat Argumentasi/pernyataan Perwakilan dari petani menyatakan bahwa : Kesukarelaan warga dalam Politik sangat baik, hanya saja sosialisasi masih belum merata disetiap pelosok desa. Perwakilan dari nelayan menyatakan bahwa : Kesadaran masyarakat terhadap partisipasi dalam pemilihan umum sudah sangat baik, hal ini dapat dilihat dari wacana yang sudah menjadi konsumsi bagi orang yang tingkat pendidikannya rendah, baik dari kalangan petani, nelayan, buru dan bahkan para ibu rumah tangga. Perwakilan dari pedagang menyatakan bahwa : Jika dilahat dari hasil pemilihan umum tahun lalu, masyarakat sekarang, khususnya pribadi sendiri. Sudah tidak terlalu memusingkan diri dengan penyelenggara pemilihan umum. KPU dalam hal ini hanya melakukan himbawan dalam bentuk informasi tentang pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan umum, namun KPU tidak pernah melaksanakan kegiatan yang memberiakan arahan langsung pada masyarakat tentang pentingnya memilih pilihan berdasarkan karakter atau pilihan sendiri tanpa tendensi atau ada hal-hal yang dapat merobah pilihan kita. Perwakilan dari tokoh masyarakat menyatakan bahwa : Partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum tergantung dari pihak penyelenggara yaitu KPU. 5 Tokoh Agama 6 PNS 7 Remaja (Pemilih pemula) Bagaiamana KPU melihat kebutuhan masyarakat dalam memahami mekanisme dan peraturan UU tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia, dalam turut serta mensukseskan pemilu yang adil dan damai, tanpa ada hal yang mungkin dapat merusak pandangan warga tentang pemilihan umum itu milik siapa dan untuk siapa. Perwakilan dari tokoh agama menyatakan bahwa : Dalam pemilihan umum KPU diharapkan agar dapat lebih meningkatkan dan lebih memberikan informasi terhadap masyarakat bagaimana, kapan dan siapa saja yang telah wajib memilih dan mengajar warga agar tidak mudah terprofokasi Perwakilan dari PNS menyatakan bahwa: KPU sudah melakukan pekerjaannya dan kami para warga dapat merasakan dan sudah paham tentang alur pemilihan umum, namun hanya saja warga masih membutuhkan arahan-arahan dari pihak penyelenggara dalam memberikan informasi terbaru jika ada perubahan yang dilakukan oleh KPU. Perwakilan dari remaja menyatakan bahwa : Dalam hal pemilihan umum, kami para pemula masih sangat membutuhkan informasi tentang pengenalan dari tiap-tiap kandidat karena kami merasa bahwa nasip kami kedepan khususnya dalam menumpuh pendidikan tidak lepas dari peranan pimpinan daerah kami atau perwakilan rakyat (DPRD). Perlunya KPU memberikan juga peranan pada remaja atau pemilih pula agar dapat lebih memberikan pengetahuan yang baru dan agar menjadi pendidikan yang sifatnya positif untuk kedepannya. (Data diolah : Mei 2015) Berdasarkan table 1.2 tentang argumentasi/pernyataan dari tiaptiap kelompok sangatlah beragam. Namun dilihat dari kecendrungan warga terhadap kesukarelaan dalam Politik sangat baik, artinya, warga sadar akan pentingnya dalam turut serta dalam pemilihan umum yang dilaksanakan didaerah masing-masing. Kesukarelaan warga dalam Politik adalah menentukan nasib daerah ditangat pemimpinnya. Hal tersebutlah yang menjadi pengangan masyarakat disekarang ini, masyarakat sudah sangat menyadari pentingnya keikut sertaan dalam pemilihan umum, baik mulai dari kalangan remaja hingga kalangan yang telah lanjut usia. Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa warga sudah sangat mengetahui bagaimana tata cara dan alur pemilihan umum yang akan dilaksanakan diwilayah masing-masih, namum hanya saja warga mengeluhkan berbagai ketidak lengkapan surat undangan dalam wajib pilih. Berukur pada hasil wawancara tersebut maka, dapat dinyatakan bahwa kesukarelaan warga dalam pemilihan umum sudah mengalami peningkatan yang baik. Hal ini dapat diperkuat dari pernyaan dari perwakilan nelayan bahwa “Kesadaran masyarakat terhadap partisipasi dalam pemilihan umum sudah sangat baik, hal ini dapat dilihat dari wacana yang sudah menjadi konsumsi bagi orang yang tingkat pendidikannya rendah, baik dari kalangan petani, nelayan, buru dan bahkan para ibu rumah tangga.”. dari penyataan inilah menunjukkan bahwa pemilihan umum telah menjadi konsumsi wacana bagi warga jika moment ini akan dihadapinya, mulai dari tata cara pemilihan hingga mulainya waktu pemilihan dan waktu pengumuman pemilahan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian riset yang dilakukan denga mengunakan cara Focus Group Discussion (FGD) dapat di simpulkan bahwa kesukarelaan Warga Dalam Politik sangat baik ini tahun ketahun tingkat partisipasi masyarakat terbukti dari mengalami Peningkatan , itu di akibatkan adanya kesadaran dan dorongan dari peyelenggara dan pemerintah serta Partai Politik. Saran Akan tetapi bukan berarti tidak ada kekurangan, tiap kali diselenggarakan pemilu tentu ada saja yang di hadapi penyelenggara selain banyaknya kecurangan yang paling banyak di keluhkan masyarakat adalah adanya sosialisasi yang tidak merata sampai pada ke pelosok desa, pendataan pemilih yang yang tidak sesuai serta banyaknya data pemilih yang ganda menjadi salahsatu pemicu lahirnya persolan yang di hadapi KPU. Sehingga perlu adanya keseriusan penyelenggara untuk lebih serius dalam melakukan tugas dan tanggung jawab nya sehingga pemilu dapat berjalan dengan baik dan masyarakat akan percaya pada hasil kerja yang dilakukan oleh Penyelenggara pemerintah dan partai politik. Lampiran 1 Statistics umur N Valid Missing alamat pekerjaan 28 28 27 0 0 1 Frequency Table Data Berdasarkan Umur Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 18 3 10.7 10.7 10.7 19 3 10.7 10.7 21.4 20 1 3.6 3.6 25.0 21 1 3.6 3.6 28.6 25 1 3.6 3.6 32.1 27 2 7.1 7.1 39.3 29 1 3.6 3.6 42.9 30 1 3.6 3.6 46.4 33 2 7.1 7.1 53.6 35 1 3.6 3.6 57.1 36 1 3.6 3.6 60.7 38 1 3.6 3.6 64.3 39 1 3.6 3.6 67.9 41 2 7.1 7.1 75.0 42 1 3.6 3.6 78.6 45 1 3.6 3.6 82.1 46 1 3.6 3.6 85.7 50 1 3.6 3.6 89.3 51 1 3.6 3.6 92.9 52 1 3.6 3.6 96.4 62 1 3.6 3.6 100.0 28 100.0 100.0 Total Data berdasarkan Alamat Freque ncy Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 3 10.7 10.7 10.7 kecamatan gantarang 5 17.9 17.9 28.6 kecamatan kajang 1 3.6 3.6 32.1 kecamatan herlang 4 14.3 14.3 46.4 kecamatan kajang 1 3.6 3.6 50.0 kecamatan bonto bahari 1 3.6 3.6 53.6 kecamatan bontotiro 2 7.1 7.1 60.7 kecamatan ujung loe 4 14.3 14.3 75.0 kemacatan bulukumpa 4 14.3 14.3 89.3 kecamatan rilau ale 3 10.7 10.7 100.0 28 100.0 100.0 kecamatan ujung bulu Total Data Berdasarkan Pekerjaan Frequenc y Percent Valid Cumulative Percent petani 2 7.1 7.4 7.4 nelayan 3 10.7 11.1 18.5 pedagang 1 3.6 3.7 22.2 tokoh masyarakat 2 7.1 7.4 29.6 tokoh agama 2 7.1 7.4 37.0 10 35.7 37.0 74.1 7 25.0 25.9 100.0 27 96.4 100.0 1 3.6 28 100.0 PNS (pegawai negeri sipil) remaja (pemilih pemula) Total Missing System Total Valid Percent MENTASI KEGIATAN PENELITIAN