Kesukarelaan Warga dalam Politik (KPU Kabupaten Bulukumba)

advertisement
HASIL PENELITIAN
KESUKARELAAN WARGA DALAM POLITIK
( Political Voluntarism )
KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
KABUPATEN BULUKUMBA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................,,............... 5
1.2. Fokus Penelitian .......................................................................................... 5
1.3. Paradigma Penelitian .................................................................................. 5
1.4. Perumusan Masalah ................................................................................... 5
1.5. Tujuan dan Signifikasi Penelitian............................................................... 6
1.6. Mamfaat Penelitian ..................................................................................... .6
BAB II. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7
2.1. Partai Politik.................................................................................................. 7
2.2. Pengertian Partai Politik..............................................................................7
2.3. Asal Usul Partai Politik............ .................................................................. 9
2.4. Ciri-Ciri Partai Politik.................................................................................. 12
2.5. Kelasifikasi Partai Politik.......................... .............................................. 13
2.6. Tinjauan Umum Tentang Partisipasi Politik ........................................... 16
2.7. defenisi Partisifasi Politi............................................................................. 20
2.8. hirarki Partai Politik..... .............................................................................. 21
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................27
3.1. Sikap Warga Dalam Partisifasi Publik .................................................... 27
3.1.1. Pernyataan Kesukarelaan Masyarakat Dalam Polita tentang.......... 28
BAB. IV KESIMPULAN DAN
SARAN..................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34
LAMPIRAN .............................................................................................. ............. 35
DAFTAR TABEL.
1.1.
Sikap warga dalam partisifasi politik........................................................27
1.2.
Argumentasi Pernyataa Tentang Kesukarelaan Warga Dalam Politik.......28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partisipasi
politik
merupakan
hal
yang
menarik
untuk
diperhatikan, terbukti dengan banyaknya ilmuan yang meneliti tentang
hal ini. Dalam analisis politik modern,partisipasi termasuk kedalam hal
penting yang belakangan ini banyak mendapat perhatiandi negaranegara berkembang. Namun, walaupun ilmuan dan pengamat politik
sudahrelatif lama menekuninya, ternyata sampai saat ini belum ada
keseragaman pemahamantentang hal tersebut. Sehingga banyak
penuli-penulis baru yang ingin menelitipermasalahan ini.
Partisipasi politik adalah hal yang mempengaruhi sistem politik
sebuah negara yang demokratis, karena sistem politik yang demikratis
tidak akan ada artinya tanpa adanya partisipasi politik. Partisipasi poltik
mempunyai hubungan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga apa
yang dilakukan rakyat dalam partisipasinya menunjuk kanderajat
kepentingan mereka. Sebenarnya apa yang dilakukan masyarakat
dalam kegiatan politiknya, tidak lebihdari sebuah ungkapan tanggung
jawab mereka terhadap keberlangsungan gerak dari pemerintah.
Banyak masyarakat merefleksikannya dalam bentuk partisipasi politik
aktif.
Gejala ini sesuai dengan konsep partisipasi politik itu sendiri,
dimana kegiatan danaktifitas individu sebagai warga negara yang
berusaha mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah. Pengaruh
terhadap pemerintah dapat mewujudkan perubahan dalam sistem
politik Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan kekuatan politik.
Salahsatu kekuatan politik yang ada adalah masyarakat dan
partisipasinya. Masyarakat merupakan kelas-kelas yang beragam.
Mulai dilihat dari status sosial,kasta, pendidikan ,sampai pada status
ekonominya.
Setiap
gejala
sosial
dalammasyarakat
kan
ikut
mempengaruhi semua komponen penting pemerintah termasuk bidang
politik. Sehingga keberagaman yang ada dalam masyarakat menjadi
suatu fenomena ada atau tidaknya partisipasi dalam politik.
Peran masyarakat dalam panggung politik bukanlah hal yang
baru. Peran masyarakat sebenarnya sudah lama mengakar dalam
kehidupan politik bangsa sejak Indonesia merdeka. Namun bentuk
partisipasi masyarakat masa itu masih dalambelenggu, demokrasi
hanya masih untuk para penguasa. Namun setelah lepasnya
masaorde baru dan dimulai dengan pemerintahan yang baru barulah
mulai terlihat partisipasi masyarakat. Hal yang paling menonjol
menunjukkan adanya demokrasi besar-basaran adalah diadakanya
sebuah Pemilu yaitu pemilihan egslatif dan pilpres tahun 2014 lalu.
Partisipasi politik masyarakat lebih terbuka, hal ini dikarenakan pada
pemilihan egslatif dan pilpres tahun 2014 masyarakat dapat memilih
wakilnya baik di legelatif maupun di pusat masing-masing sesuai
dengan pilihan. Dilain hal, masyarakat juga dapat lebih mengenal dan
mengetahui calon pilihannya. Keaadan yang demikian juga terjadi di
Kabupaten Bulukumba.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan bahwa seiring dengan
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati kebanyakan masyarakat Kabupaten
Bulukumba
memberikan
partisipasi
politiknya,
terutama
dalam
menggunakan hak suara. Bentuk aktifitas partisipasi politik lainnya
adalah kampanye,menjadi tim sukses, dan menjadi saksi atau
pengawas pada saat pemilihan berlangsung. Yang menjadi menarik
dari fenomena politik ini adalah tidak semua masyarakatmelakukan
partisipasi politiknya secara aktif, banyak faktor yang mempengaruhi
sertatidak sedikit pula masyarakat yang tidak mau ambil peduli dalam
kegiatan
partisipasipolitik.
Sebagian
mereka
banyak
yang
menghabiskan waktu dirumah atau dilokasi tempatbekerja.
Fenomena yang terjadi menjadi sebuah pertanyaan tentang
apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat partisipasi
politik dan bentuk-bentukpartisipasi politik tersebut. Sebenarnya belum
ada
jawaban
yang
pasti
terhadap
pertanyaan
tersebut,
namunberdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan tampak
kecenderungan bahwapartisipasi politik masyarakat dipengaruhi oleh
faktor utama yaitu tingkat pendidikan,status sosial dan tingkat
perekonomian. Kebanyakan partisipasi masyarakat yangterwujud
terjadi pada masyarakat yang golongan masyarakat menengah keatas.
Dikarenakan
pada
golongan
ini
masyarakat
rata-rata
memiliki
pendidikan politik danperekonomian yang memadai.
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi focus penelitian adalah
Kesukarelaan Warga Dalam Politik di Kabupaten Bulukumba pada
umumnya dan masyarakat Kecamatan pada khusus nya. Dari focus
penelitian ini akan menjadi gambaran atau garis besar penelitian ini.
C. Paradima Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan menggunakan
paradigma tradisionalis. Yang ditujukan untuk mencari data secara
empiris melalui Focus Group Discussion (FGD) khususnya masyarakat
Bulukumba.
D. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas yaitu kesukarelaan warga
dalam politik di Kabupaten Bulukumba, provinsi Sulawesi Selatan
pertanyaan sebagai berikut :
1. apakah tingkat kesurelaan warga berpengaruh dalam Pemilu tahun
2015 Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimanakah ketika tingkat kesurelaan warga terhadap Pemilu
tidak sinerji dengan keinginan penyelenggara dalam Pemilu tahun
2015 Kabupaten bulukumba
E. Tujuan Dan Signifikansi Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat kesukarelaan warga terhadap Pemilu di
Kabupaten Bulukumba.
2. Untuk mengetahui dampak ketika warga tidak rela dalam
melakukan pemilihan di Kabupaten bulukumba.
F. Manfaat Penelitian
Signifikan Hasil penelitian ini nantinya dapat memberi manfaat
diantaranya sebagai berikut :
1. Secara teoritis dapat memperkaya atau menambah referensi
tentang tingkat kesukarelaan warga terhadap Pemilu di Kabupaten
Bulukumba.
2. Secara akademis, dapat memberikan masukan bagi peneliti
lainnya,
khususnya
yang
tertarik
dengan
permasalahan
kesukarelaan warga dalam memilih pemimpin di Kabupaten
Bulukumba.
3. Secara praktis, dapat memberikan pemahaman dan pengambilan
kebijakan dalam usaha peningkatan tingkat kesukarelaan warga
terhadap Pemilu di Kabupaten Bulukumba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Partai Politik
1. Partai Politik
Partai politik yang terorganisir muncul di negara-negara Eropa
Barat pada akhir abad ke 18 atau pada awal abad ke 19. Walaupun
partai politik yang terorganisasi baru muncul pada sekitas pergantian
abad 18 ke abad 19 yang lalu, akan tetapi ternyata perkembangannya
cukup pesat.
Pada umumnya partai politik dipergunakan oleh kebanyakan
negeri atau rakyat terjajah sebagai salah satu sarana untuk
membebaskan dirinya dari belenggu penjajahan. Kebanyakan negeri
atau rakyat yang terjajah tertarik kepada partai politik, karena partai
politik itu dapat menjadi kekuatan tandingan untuk menentang
penjajahan, dan memiliki potensi sebagai sarana yang dapat
diandalakan untuk mencapai kemerdekaan. Pada saat ini partai politik
dapat dijumpai hampir di seluruh negara di dunia. Partai politik
dijadikan alat untuk mencapai tujuan manusia, yaitu memperoleh
kekuasaan politiknya.
2. Pengertian Partai Politik
Masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya melalui partai
politik, karena partai politik merupakan penghubung antara masyarakat
dengan penguasa. Partai politik juga meruapakan wadah masyarakat
untuk dapat berpartisipasi langsung dalam proses politik. Masyarakat
dapat memilih dan dipilih untuk memegang kekuasaan politik melalui
partai politik.
Secara umum partai politik dikatakan sebagai suatu kelompok
yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, yang berusaha
memperoleh kekuasaan melalui pemilihan umum.
Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1
(1) adalah:
“Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat,
bangsa dan negara melalui pemilihan umum” (Undang-Undang
No.31 Tahun 2002).
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2002 partai politik merupakan
organisasi yang dibentuk secara sukarela untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk
mencapai tujuannya partai politik ikut dalam pemilihan umum.
Selain ikut dalam pemilihan umum, partai politik dipersatukan
dan dimotivasi berdasarkan ideologi tertentu. Partai politik juga
berusaha
mencari
dan
mempertahankan
kekuasaan
seperti
diungkapkan oleh Ramlan Surbakti yang mendefinisikan partai politik
sebagai :
“Kelompok anggota yang terorganisasikan secara rapi dan stabil
yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan
yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam
pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan
alternatif kebijakan umum yang mereka susun” (Surbakti,
1992:116).
J. A. Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan pendapatnya
tentang partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam
bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”, yaitu :
“Political party is a voluntary association aiming to get control of the
government by filling elective offices in the government with its
members (Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang
bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan
cara menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan
pemerintahan)” (Corry dan Henry dalam Haryanto, 1984:9).
Berdasarkan pendapat di atas partai politik bertujuan untuk
mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara menempatkan
para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan.
Sigmun Neuman seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo
dalam bukunya “Partisipasi Politik dan partai Politik” mengemukakan
definisi partai politik sebagai berikut :
“Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelakupelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang
memusatkan
perhatiannya
pada
menguasai
kekuasaan
pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik
merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaankekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi
politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam
Miriam Budiardjo, 1998:16-17)
Berdasarkan pengertian di atas, partai politik merupakan
organisasi yang didalamnya terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif
dalam
masyarakat.
Mereka
memusatkan
perhatiannya
pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh
dukungan rakyat. Partai politik juga merupakan perantara besar yang
menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi.
3. Asal-usul Partai Politik
Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”
mengemukakan tiga teori tentang asal-usul partai politik, yaitu:
a. Teori Kelembagaan
Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada karena dibentuk oleh
kalangan legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua anggota
lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan masyarakat
sehubung dengan pengangkatannya, agar tercipta hubungan dan
memperoleh dukungan dari masyarakat maka terbentuklah partai
politik. Ketika partai politik bentukan pemerintah dianggap tidak bisa
menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil
masyarakat berusaha membentuk partai-partai lain.
b. Teori Situasi Historis
Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi
manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena
perubahan masyarakat dari struktur masyarakat tradisional ke arah
struktur masyarakat modern. Pada situasi ini terjadi berbagai
perubahan yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi,
integrasi dan partisipasi. Partai politik lahir sebagai upaya dari
sistem politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan
dapat berakar kuat dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan
pemerintahan
sehingga
terbentuk
pola
hubungan
yang
berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat.
c. Teori Pembangunan
Menurut teori ini partai politik lahir sebagai akibat dari adanya
proses
modernisasi
sosial-ekonomi,
seperti
pembangunan
teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi,
perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi,
perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan
berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan
peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan,
melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang
mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi
tersebut. Maka lahirlah partai politik, dengan harapan agar
organisasi
politik
tersebut
mampu
memadukan
dan
memperjuangkan berbagai aspirasi yang ada.
Berdasarkan teori asal-usul terbentuknya partai politik di atas,
penulis dapat mengkategorikan bahwa Partai Amanat Nasional
terbentuk berdasarkan teori situasi historis. Partai Amanat Nasional
lahir karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang
sedang dilanda krisis multidimensi karena partai-partai politik yang
berkuasa sebelumnya dianggap gagal (Surbakti, 1992: 113-114 )
4. Ciri-ciri Partai Politik
Politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakannya dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan
Weiner mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh
Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”, yaitu :
a. Berakar dalam masyarakat lokal.
b. Melakukan kegiatan secara terus menerus.
c. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam
pemerintahan.
d. Ikut serta dalam pemilihan umum.
(Lapalombara & Weiner dalam Surbakti, 1992: 115)
Berdassarkan teori di atas, partai politik dibentuk atas keinginan
masyarakat sebagai penyalur aspirasinya. Adanya legitimasi dari
masyarakat terhadap sebuah partai politik merupakan hal yang
penting, selain itu partai politik juga harus memiliki cabang di daerahdaerah agar dapat mengakar dalam masyarakat lokal karena jika tidak
begitu bukan merupakan sebuah partai politik.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh partai politik haruslah
berkesinambungan, dimana masa hidupnya tidak bergantung pada
masa jabatan atau masa hidup pemimpinnya. Partai politik bertujuan
memperoleh dan mempertahankan kekuasaan pemerintahan, dengan
maksud
agar
dapat
melaksanakan
apa
yang
telah
menjadi
programnya. Pelaksanaan program partai dilakukan oleh anggota-
anggota yang memegang jabatan di pemerintahan. Untuk dapat
menempatkan orang-orangnya dalam lembaga legislatif, partai politik
harus turut serta dalam pemilihan umum.
5. Klasifikasi Partai Politik
Pengklasifikasian partai dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Menurut Koirudin dalam bukunya “Partai Politik dan Agenda Transisi
Demokrasi” partai politik dapat dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu :
a. Partai Proto
b. Partai Kader
c. Partai Massa
d. Partai Diktaktoral
e. Partai Catch-all
(Koirudin, 2004:78-80).
Partai Proto, merupakan karakter dasar dari tipe awal partai
politik, biasanya ada dalam lingkungan parlemen atau intraparlemen.
Basis dukungannya adalah kelas menengah ke atas. Bentuk
organisasi dan ideologinya relatif rendah (sederhana). Ciri faksional
masih menonjol, dengan ciri yang jelas adalah pembedaan antara
kelompok anggota dan non anggota.
Partai Kader, partai ini berkembang sebagai akibat hak pilih
belum diberikan kepada masyarakat luas. Anggotanya kebanyakan
kelas menengah ke atas, dan tidak memerlukan organisasi besar untuk
memobilisasi massa. Tingkat organisasi dan ideologinya rendah sebab
aktivitasnya jarang didasarkan pada program dan organisasi yang
kuat. Penekanan partai kader terletak pada penguatan yang cukup
tinggi pada level pengurusnya, dalam hal peningkatan kapasitas
personalnya untuk kepentingan partai.
Partai Massa, berkembang karena adanya perluasan hak pilih
rakyat. Dibentuk di luar parlemen (ekstraparlemen). Orientasi partai
kepada basis pendukung, yaitu buruh, petani dan massa lainnya.
Tujuannya adalah untuk pendidikan politik dan pemenangan pemilu,
dengan ideologi dan organisasinya rapi.
Partai Diktaktoral, merupakan subtipe partai massa, dimana
ideologinya kaku dan radikal. Pimpinan tertinggi melakukan kontrol
kektat. Rekrutmen anggotanya sangat ketat, anggota partai dituntut
mengabdi secara total.
Partai Catch-all, merupakan gabungan antara partai kader dan
massa. Mereka berusaha menampung kelompok sosial sebanyakbanyaknya untuk menjadi anggotanya. Tujuannya memenangkan
pemilu berkait dengan berkembangnya kelompok kepentingan dan
penekan, ideologi dari partai ini tidak terlalu kaku.
Partai politik juga dapat didasarkan atas asas dan orientasinya.
Berdasarkan asas dan orientasinya, Koirudin mengklasifikasikan partai
politik menjadi tiga tipe, yaitu :
”partai politik pragmatis ialah partai politik yang mempunyai
program dan kegiatan terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi
tertentu. Penampilan partai politik pragmatis merupakan cerminan
dari program-program yang disusun pemeimpin utamanya dan
gaya kepemimpinan sang pemimpin. Partai politik doktriner
ialah suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan
kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. Pergantian
kepemimpinan mengubah gaya kepemimpinan pada tingkat
tertentu, tetapi tidak mengubah prinsip dan program dasar partai
karena ideologi telah dirumuskan secara konkret dan partai
terorganisasikan secara ketat. Partai politik kepentingan,
merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar
kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama atau
lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam
pemerintahan” (Koirudin, 2004:81-82).
Disamping itu, partai politik juga dapat dilihat dari basis sosial
dan tujuannya, seperti digolongkan oleh Gabriel Almond yang dikutip
Koirudin
dalam
bukunya
“Partai
Politik
dan
Agenda
Transisi
Demokrasi”, yaitu:
1) Partai politik yang beranggotakan lapisan sosial dalam masyarakat,
seperti kelas atas, kelas menengah dan bawah;
2) Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok
kepentingan tertentu seperti, petani, buruh dan pengusaha;
3) Partai politik yang anggota-anggotanya berasala dari pemeluk
agama tertentu, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha;
4) Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok
budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.
(Almond dalam Koirudin, 2004:83).
Pengklasifikasian
partai
politik
juga
dapat
dilakukan
berdasarkan jumlahnya. Menurut Maurice Duverger dalam bukunya
Haryanto yang berjudul “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”,
berdasarkan jumlahnya partai politik terdiri dari:
”pertama sistem dua partai, menunjukan di suatu negara terdapat
dua partai politik yang dominan, yang secara bergiliran
mempunyai suara mayoritas dalam Lembaga Perwakilan Rakyat;
kedua sistem banyak partai, menunjukan bahwa di suatu negara
terdapat partai politik lebih dari dua, yang membentuk Lembaga
perwakilan rakyat atas dasar kerjasama; ketiga sistem satu partai,
menunjukan bahwa di suatu negara hanya terdapat satu partai
yang dominan, yang menguasai lembaga Legislatif dan eksekutif
terus menerus baik 100% maupun 50%” (Duverger dalam
Haryanto, 1984:47-78).
Berdasarkan teori klasifikasi partai politik di atas, penulis dapat
mengkategorikan Partai Amanat Nasional termasuk partai Catch-all.
Kategori partai ini merupakan gabungan antara partai kader dan
massa.
6. Fungsi Partai Politik
Partai politik merupakan organisasi politik berbadan hukum
yang memiliki beberapa fungsi penting yang harus dapat dilaksanakan.
Melalui pelaksanaan fungsi-fungsinya tersebut dapat dilihat bagaimana
kinerja partai yang bersangkutan. Fungsi utama partai politik adalah
mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan programprogramnya berdasarkan ideologi tertentu.
Menurut Sukarna ada dua cara yang dipergunakan partai politik
dalam memperoleh kekuasaan, yaitu ;
a. Ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan yang sah dengan
tujuan bahwa dalam pemilihan umum memperoleh suara mayoritas
dalam badan legislatif.
b. Bekerja secara tidak sah atau subversif untuk memperoleh
kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu melalui revolusi atau coup
d’etat.
(Sukarna, 1981:89)
Disamping fungsi utamanya tersebut, partai politik juga
melaksanakan beberapa fungsi lain, Menurut Haryanto dalam bukunya
“Partai Politik Suatu Tinjauan Umum” pada umumnya dapat dinyatakan
bahwa
partai-parta
politik
yang
terdapat
di
berbagai
negara
melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik.
Sosialisasi politik menurut Gabrial A. Almond mengemukakan
pendapatnya bahwaa “sosialisasi politik dapat membentuk dan
mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa, dan dapat pula
memelihara kebudayaan suatu bangsa dalam bentuk penyampaian
kebudayaan itu dari generasi tua kepada generasi muda, serta dapat
pula merubah kebudayaan politik” (Almond dalam Haryanto, 1984:14).
Sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik mempunyai
kewajiban untuk mengajarkan ideologi partai kepada para anggotanya
atau pata pendukungnya. Selain itu partai politik mengajarkan norma-
norma politik yang ada dan berlaku di dalam masyarakat atau negara
di mana partai politik tersebut berada.
2) Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik
Rekrutmen politik adalah proses melalui mana partai politik
mencari
anggota
baru
dan
mengajak
orang
berbakat
untuk
berpartisipasi dalam proses politik. Di samping itu rekrutmen politik
dapat juga dinyatakan sebagai salah satu cara untuk menyeleksi para
warga
negara
untuk kemudian diorbitkan
menjadi calon-calon
pemimpin.
3) Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana komunikasi
politik, partai politik bertindak sebagai penghubung antara dua pihak.
Partai politik menyalurkan informasi dari pihak yang satu kepada pihak
yang lainnya secara timbal balik. Dengan demikian dapatlah
dinyatakan bahwa partai politik dapat bertindak sebagai penghubung
yang menampung arus informasi, baik informasi yang berasal dari
pihak yang memerintah/penguasa untuk disalurkan kepada pihak yang
diperintah/masyarakat maupun sebaliknya.
4) Partai politik sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah proses untuk merumuskan dan
kemudian menyalurkan berbagai ragam pendapat, aspirasi maupun
kepentingan yang ada di dalam masyarakat kepada pihak penguasa.
Agregasi kepentingan adalah proses penggabungan tuntutan-tuntutan
dan dukungan-dukungan yang ada di dalam masyarakat.
5) Partai politik sebagai sarana partisipasi politik
Usaha yang dilakukan oleh partai politik untuk menarik minat
atau perhatian para warga negara agar aktif dan bersedia menjadi
anggota partai; maka partai politik menyediakan dirinya sebagai ajang
bagi para warga negara untuk aktif terlibat dalam aktivitas-aktivitas
politik. Dengan kata lain partai politik merupakan tempat atau wahana
bagi para warga negara untuk berpartisipasi politik.
6) Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
Partai politik dapat berperan sebagai sarana untuk dapat
menyelesaikan
konflik
diantara
masyarakat
atau
negara
yang
dikarenakan adanya perbedaan pendapat. Peran partai politik dalam
mengatur konflik adalah mengatur perbedaan pendapat, mengontrol
persaingan agar tetap merupakan persaingan yang sehat, dan bahkan
pula meredakan konflik atau perselisihan. Sehingga akibat yang
mungkin ditimbulkan tidak akan merusaak kesatuan dan persatuan
bangsa dan negara yang telah dicapai.
7) Partai politik sebagai sarana pembuat kebijakan
Fungsi partai politik sebagai sarana pembuat kebijakan dapat
terlaksana apabila partai tersebut memegang tampuk pemerintahan
dan menduduki badan perwakilan rakyat secara mayoritas.
8) Partai politik sebagai sarana untuk mengkritik rejim yang berkuasa
Fungsi partai politik sebagai sarana untuk mengkritik rejim yang
berkuasa pada umumnya berlangsung di negara-negara yang
menganut faham demokratis. Hal ini dikarenakan faham demokratis
memberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat termasuk
menyampaikan kritik terhadap rejim yang sedang berkuasa. Pada
umumnya partai politik yang melaksanakan fungsi tersebut adalah
partai politik minoritas.
B. Tinjauan Umum Tentang Partisipasi politik
1. Partisipasi Politik
Kekuasaan yang telah di dapat oleh partai politik akan mampu
bertahan lama apabila mendapat dukungan dari masyarakat. untuk
dapat meraih dukungan serta simpati masyarakat maka partai politik
harus dapat melaksanakan fungsi-fungsinya. Selain fungsi utamanya
mencari dan mempertahankan kekuasaan partai politik juga memiliki
fungsi lainnya salah satu diantaranya adalah fungsi partisipasi politik.
Fungsi partisipasi politik merupakan fungsi yang penting dilaksanakan
karena hal tersebut merupakan wadah bagi masyarakat untuk dapat
berperan aktif di dalam proses-proses politik.
2. Definisi Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan salah satu fungsi penting yang
harus dilaksanakan oleh partai politik karena melalu fungsi partisipasi
politik masyarakat dapat berperan aktif di dalam proses-proses politik.
Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami
Ilmu Politik” menyebutkan bahwa “Partisipasi politik adalah kegiatan
warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin
pemerintahan” (Surbakti, 1992:118). Berdasarkan pendapat tersebut
dapat kita pahami partisipasi politik adalah suatu keterlibatan atau
peran serta masyarakat selaku warga negara dalam proses-proses
politik.
Menurut Miriam Budiardjo dan Chusnul Mariyah dalam buku
”Pengantar Ilmu Politik” menyebutkan bahwa:
“Partisipasi politik di sini kita artikan sebagai macam kegiatan seperti
membuat keputusan yang mengikat, mempengaruhi keputusan,
mempengaruhi cara pembuatan keputusan, menentukan orang yang
membuat keputusan, mengumpilkan informasi untuk pembuatan
keputusan, mentaati keputusan serta menghambat keputusan yang
mengikat masyarakatsecara keseluruhan”(Budiardjo dkk, 2004: 6.5).
Berdasarkan definisi di atas dapat kita pahami bahwa partisipasi
politik mencakup segala macam aktifitas politik. Aktifitas politik tersebut
mulai dari mempengaruhi sebuah keputusan atau kebijakan, memilih
atau menentukan orang yang membuat kebijakan sampai pada
menghamba atau menentang kebijakan.
4. Hirarki Partisipasi Politik
Partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat bermacammacam sesuai dengan besar kecilnya keterlibatan seseorang dalam
proses politik. Keterlibatan masyarakat di dalam proses politik dibagi
ke dalam bentuk-bentuk partisipasi politik yang di kemukakan oleh
Michael Rush dan Phillip Althoff yang digambarkan pada Gambar 1.1.
Hirarki partisipasi politik menurut Michael Rush dan Phillip
Althoff sebagai berikut:
a. Menduduki jabatan politik atau administrative
b. Mencari jabatan politik atau administrative
c. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
d. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
e. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political)
f. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political)
g. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
h. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam politik
i. Voting (pemberian suara)
(Rush dan Althoff, 2003;122)
Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki
berbagai macam jabatan dalam system politik, baik pemegang
berbagai jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada
berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan dari pertisipasi-partisipasi
politik lainnya, bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan
dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Pemegang
jabatan politik atau administratif merupakan tempat penyimpan
(gudang) kekuasaan yang formal. Setiap pertimbangan dari para
pemegang jabatan juga harus mengandung pertimbangan dari orangorang yang berhasrat dan mencari jabatan kantor yang bersangkutan.
Bentuk partisipasi politik di bawah para pemegang atau pencari
jabatan di dalam system politik, terdapat mereka yang menjadi anggota
dari berbagai tipe organisasi politik atau semu-politik. Hal ini mencakup
semua tipe partai politik dan kelompok kepentungan. Dari sudut
pandang sistem politik, partai politik dan kelompok kepentingan dapat
dinyatakan
sebagai
agen-agen
mobilisasi
politik,
yaitu
suatu
organisasi, melalui mana anggota masyarakat dapat berpartisipasi
dalam kegiatan politik yang meliputi usaha mempertahankan gagasan
posisi, situasi, orang atau kelompok-kelompok tertentu, melalui sistem
politik yang bersangkutan.
Partisipasi
dalam
partai
politik
dan
kelompok-kelompok
kepentingan dapat mengambil bentuk yang aktif atau yang pasif,
tersusun mulai dari menduduki jabatan dalam organisasi sedemikian
rupa, sampai kepada memberikan dukungan keuangan dengan jalan
membayar sumbangan atau iuran keanggotaan. Tidak ada perbedaan
yang tajam di antara keanggotaan yang aktif, dan orang boleh
bergerak dari yang satu kepada yang lain sesuai dengan keadaan.
Tingkat partisipasi politik berikutnya di bawah keanggotaan
suatu organisasi politik dan semu politik yang aktif sampai dengan
keanggotaan
pasif,
terdapat
partisipasi
dalam
rapat
umum,
demonstrasi, dan sebagainya. Karena berbagai macam alasan,
individu mungkin tidak termasuk dalam suatu organisasi politik atau
semu politik, tetapi mereka dapat dibujuk untuk berpartisipasi dalam
suatu bentuk rapat umum atau demonstrasi. Bentuk partisipasi ini
dapat bersifat spontan, akan tetapi jauh lebih besar kemungkinannya
partisipasi tersebut telah diorganisir oleh partai-partai politik atau
kelompok kepentingan sebagai bagian dari kegiatan politik mereka.
Kegiatan-kegiatan ini sifatnya adalah sementara, dan bahkan tidak
memiliki
sifat
kesinambungan
dari
keterlibatan
minimal
pada
keanggotaan organisasi politik atau organisasi semu politik.
Bentuk partisipasi politik yang sebentar-sebentar adalah bentuk
diskusi informal oleh individu-individu dalam keluarga mereka masingmasing, di tempat-tempat bekerja atau di antara sahabat-sahabat.
Jelas bahwa peristiwa diskusi semacam itu bervariasi baik di antara
individu maupun dalam relasinya dengan peristiwwa diskusi tadi.
Mungkin terdapat lebih banyak diskusi selama masa kampanye
pemilihan umum, atau pada waktu-waktu krisis politik, sedangkan
diskusi dapat dirintangi atau didukung oleh sikap kekeluargaan, teman
sekerja atau sahabat.
Diskusi politik informal merupakan bentuk dari partisipasi politk
yang berada pada tingkatan kedelapan pada hirarki partisipasi politik,
akan tetapi ada beberapa orang yang mungkin tidak mau berdiskusi
politik dengan siapapun; namun demikian dia memiliki sedikit minat
dalam soal-soal politik, dan mempertahankan minat tersebut lewat
media massa. Mereka akan mampu mendapatkan informasi untuk diri
sendiri tentang apa yang sedang terjadi, dan memberikan pendapat
tentang jalannya peristiwa; akan tetapi mereka cenderung untuk
membatasi partisipasi mereka terhadap hal tadi; dan mungkin juga
membatasi terhadap pemberian suara. Kegiatan pemberian suara
dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling
kecil, karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal, yang akan
berhenti jika pemberian suara telah terlaksana.
Bentuk partisipasi politik juga dapat dibedakan ke dalam dua
bentuk seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo dkk. dalam
buku ”Pengantar Ilmu Politik” yaitu:
a. Partisipasi politik yang melembaga (routine political participation),
dan
b. Partisipasi politik yang tidak melembaga (non routine political
participation).
(Budiardjo dkk, 2004: ).
Perbedaan yang nyata dari kedua bentuk partisipasi politik di
atas adalah, partisipasi routine (melembaga) adalah partisipasi
politikyang dianjurkan dan secara formal di perbolehkan oleh
penguasa, sedangkan tidak melembaga (non routine) kegiatan yang
tidak dianjurkan atau dilarang oleh penguasa. contoh :
-
Partisipasi politik yang melembaga adalah ikut dalam pemilihan
umum, kegiatan seminar, diskusi serta kegiatan-kegiatan yang
secara formal diperbolehkan oleh penguasa.
-
Partisipasi
yang
tidak
melembaga
adalah
aksii
misalnya
demontrasi, mogok, protes dan lain-lain.
Pada kebanyakan negara baru kegiatan partisipasi politik yang
tidak melembaga ini biasanya dilarang karena dianggap menggangu
stabilitas
nasional,
yang
berakibat
mengganggu
kelancara
pembangunan ekonomi negara tersebut. Di negara barat sebaliknya
kegiatan yang tidak melembaga dalam batas tertentu dibolehkan,
misalnya demonstrasi yang tertib, proses yang terarah dan lain-lain.
Partisipasi politik bias juga dibedakan menurut penerimaan dari
masyarakatnya. Nelson dalam buku “No Easy Choice” yang dikutip
oleh Miriam Budiardjo dkk. membedakan antara partisipasi yang
bersifat otonom dan partisipasi yang dimobilisasi. Perbedaan antara
keduanya terletak pada apakah partisipasi tersebut bersifat sukarela
atau inisiatif masyarakat, atau partisipasi tersebut diarahkan oleh
pemerintah. Apabila partisipasi tersebut dari inisiatif masyarakat dan
bersifat sukarela bisa disebut partisipasi otonom, sedangkan apabila
diarahkan dari atas terkadang ada unsur tekanan, partisipasi ini
dinamakan partisipasi yang dimobilisasi.
Dalam rangka penyaluran partisipasi politik tersebut di atas,
partai politik sebagai suatu organisasi maupun sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan
berfungsi
sebagai
sarana
atau
media
untuk
penyaluran partisipasi politik masyarakat tersebut. Penyalur aspirasi di
sini diartikan dalam arti menjadi wadah penampungan yang keikut
sertaan masyarakat dalam masalah politik. Pengertian yang lebih luas
keikut sertaan masyarakat dalam penentuan kebijakan bernegara
melalui pembuatan keputusan politik.
Hubungan antara partai politik dengan partisipasi politik
masyarakat terletak pada kemampuan mereka untuk menjadi tempat
atau wadah penampungan aspirasi masyarakat. Penampungan ini
dilakukan melalui wakil mereka yang dipilih melalui pemilihan umum
yang dilakukan secara bebas dan rahasia dalam jangka waktu tertentu.
BAB III
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa
kelompok masyarakat diantaranya yaitu kelompok petani, nelayanan,
pedagang, tokoh masyarakat, tokoh agama, PNS (Pegawai Negeri
Sipil) dan remaja (pemilih pemula). Hasil aspek tersebut dipaparkan
secara random berdasarkan tingkat pemerolehan kesadaran dalam
partisipasi pemilihan umum dalam hal ini melihat kesukarelaan warga
pada keikut sertaan dalam Politik.
Adapun hasil dari sikap dan argumentasi dari tiap-tiap kelompok
dapat di lihat sebagai berikut :
Tabel 1.1
Sikap warga dalam pertisipasi Politik
No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Kelompok
Petani
Nelayan
Pedagang
Tokoh Masyarakat
Tokoh Agama
PNS
Remaja (Pemilih Pemula)
Missing Responden
Jumlah
(Data diolah : Mei 2015)
Frekuensi
2
3
1
2
2
10
7
1
28
Pada tabel 1.1 di atas, menunjukkan jumlah responden yang
hadir pada hari pertemuan dengan tema kesukarelaan warga dalam
Politik tahun 2015.
Tabel 1.2
Argumentasi/penyataan tentang kesukarelaan warga
dalam Politik 2015
No
1
Nama Kelompok
Petani
2
Nelayan
3
Pedagang
4
Tokoh Masyarakat
Argumentasi/pernyataan
Perwakilan dari petani menyatakan
bahwa :
Kesukarelaan warga dalam Politik
sangat baik, hanya saja sosialisasi
masih belum merata disetiap pelosok
desa.
Perwakilan dari nelayan menyatakan
bahwa :
Kesadaran masyarakat terhadap
partisipasi dalam pemilihan umum
sudah sangat baik, hal ini dapat
dilihat dari wacana yang sudah
menjadi konsumsi bagi orang yang
tingkat pendidikannya rendah, baik
dari kalangan petani, nelayan, buru
dan bahkan para ibu rumah tangga.
Perwakilan
dari
pedagang
menyatakan bahwa :
Jika dilahat dari hasil pemilihan
umum tahun
lalu,
masyarakat
sekarang, khususnya pribadi sendiri.
Sudah tidak terlalu memusingkan diri
dengan penyelenggara pemilihan
umum. KPU dalam hal ini hanya
melakukan himbawan dalam bentuk
informasi
tentang
pentingnya
berpartisipasi
dalam
pemilihan
umum, namun KPU tidak pernah
melaksanakan
kegiatan
yang
memberiakan arahan langsung pada
masyarakat
tentang
pentingnya
memilih pilihan berdasarkan karakter
atau pilihan sendiri tanpa tendensi
atau ada hal-hal yang dapat merobah
pilihan kita.
Perwakilan dari tokoh masyarakat
menyatakan bahwa :
Partisipasi
masyarakat
dalam
pemilihan umum tergantung dari
pihak penyelenggara yaitu KPU.
5
Tokoh Agama
6
PNS
7
Remaja (Pemilih
pemula)
Bagaiamana KPU melihat kebutuhan
masyarakat
dalam
memahami
mekanisme dan peraturan UU
tentang hak dan kewajiban sebagai
warga Negara Indonesia, dalam turut
serta mensukseskan pemilu yang adil
dan damai, tanpa ada hal yang
mungkin dapat merusak pandangan
warga tentang pemilihan umum itu
milik siapa dan untuk siapa.
Perwakilan
dari
tokoh
agama
menyatakan bahwa :
Dalam
pemilihan
umum
KPU
diharapkan
agar
dapat
lebih
meningkatkan dan lebih memberikan
informasi
terhadap
masyarakat
bagaimana, kapan dan siapa saja
yang telah wajib memilih dan
mengajar warga agar tidak mudah
terprofokasi
Perwakilan dari PNS menyatakan
bahwa:
KPU sudah melakukan pekerjaannya
dan kami para warga dapat
merasakan dan sudah paham
tentang alur pemilihan umum, namun
hanya
saja
warga
masih
membutuhkan arahan-arahan dari
pihak
penyelenggara
dalam
memberikan informasi terbaru jika
ada perubahan yang dilakukan oleh
KPU.
Perwakilan dari remaja menyatakan
bahwa :
Dalam hal pemilihan umum, kami
para
pemula
masih
sangat
membutuhkan
informasi
tentang
pengenalan dari tiap-tiap kandidat
karena kami merasa bahwa nasip
kami kedepan khususnya dalam
menumpuh pendidikan tidak lepas
dari peranan pimpinan daerah kami
atau perwakilan rakyat (DPRD).
Perlunya KPU memberikan juga
peranan pada remaja atau pemilih
pula agar dapat lebih memberikan
pengetahuan yang baru dan agar
menjadi pendidikan yang sifatnya
positif untuk kedepannya.
(Data diolah : Mei 2015)
Berdasarkan table 1.2 tentang argumentasi/pernyataan dari tiaptiap kelompok sangatlah beragam. Namun dilihat dari kecendrungan
warga terhadap kesukarelaan dalam Politik
sangat baik, artinya,
warga sadar akan pentingnya dalam turut serta dalam pemilihan umum
yang dilaksanakan didaerah masing-masing. Kesukarelaan warga
dalam Politik adalah menentukan nasib daerah ditangat pemimpinnya.
Hal tersebutlah yang menjadi pengangan masyarakat disekarang
ini, masyarakat sudah sangat menyadari pentingnya keikut sertaan
dalam pemilihan umum, baik mulai dari kalangan remaja hingga
kalangan yang telah lanjut usia. Dari hasil wawancara yang dilakukan
menunjukkan bahwa warga sudah sangat mengetahui bagaimana tata
cara dan alur pemilihan umum yang akan dilaksanakan diwilayah
masing-masih, namum hanya saja warga mengeluhkan berbagai
ketidak lengkapan surat undangan dalam wajib pilih.
Berukur pada hasil wawancara tersebut maka, dapat dinyatakan
bahwa kesukarelaan warga dalam pemilihan umum sudah mengalami
peningkatan yang baik. Hal ini dapat diperkuat dari pernyaan dari
perwakilan
nelayan
bahwa
“Kesadaran
masyarakat
terhadap
partisipasi dalam pemilihan umum sudah sangat baik, hal ini dapat
dilihat dari wacana yang sudah menjadi konsumsi bagi orang yang
tingkat pendidikannya rendah, baik dari kalangan petani, nelayan, buru
dan bahkan para ibu rumah tangga.”.
dari penyataan inilah
menunjukkan bahwa pemilihan umum telah menjadi konsumsi wacana
bagi warga jika moment ini akan dihadapinya, mulai dari tata cara
pemilihan hingga mulainya waktu pemilihan dan waktu pengumuman
pemilahan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian riset yang dilakukan denga mengunakan
cara Focus Group Discussion (FGD) dapat di simpulkan bahwa
kesukarelaan Warga Dalam Politik sangat baik ini
tahun
ketahun
tingkat
partisipasi
masyarakat
terbukti dari
mengalami
Peningkatan , itu di akibatkan adanya kesadaran dan dorongan dari
peyelenggara dan pemerintah serta Partai Politik.
Saran
Akan tetapi bukan berarti tidak ada kekurangan, tiap kali
diselenggarakan
pemilu
tentu
ada
saja
yang
di
hadapi
penyelenggara selain banyaknya kecurangan yang paling banyak
di keluhkan masyarakat adalah adanya sosialisasi yang tidak
merata sampai pada ke pelosok desa, pendataan pemilih yang
yang tidak sesuai serta banyaknya data pemilih yang ganda
menjadi salahsatu pemicu lahirnya persolan yang di hadapi KPU.
Sehingga perlu adanya keseriusan penyelenggara untuk
lebih serius dalam melakukan tugas dan tanggung jawab nya
sehingga pemilu dapat berjalan dengan baik dan masyarakat akan
percaya pada hasil kerja yang dilakukan oleh Penyelenggara
pemerintah dan partai politik.
Lampiran 1
Statistics
umur
N
Valid
Missing
alamat pekerjaan
28
28
27
0
0
1
Frequency Table
Data Berdasarkan Umur
Frequenc
y
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 18
3
10.7
10.7
10.7
19
3
10.7
10.7
21.4
20
1
3.6
3.6
25.0
21
1
3.6
3.6
28.6
25
1
3.6
3.6
32.1
27
2
7.1
7.1
39.3
29
1
3.6
3.6
42.9
30
1
3.6
3.6
46.4
33
2
7.1
7.1
53.6
35
1
3.6
3.6
57.1
36
1
3.6
3.6
60.7
38
1
3.6
3.6
64.3
39
1
3.6
3.6
67.9
41
2
7.1
7.1
75.0
42
1
3.6
3.6
78.6
45
1
3.6
3.6
82.1
46
1
3.6
3.6
85.7
50
1
3.6
3.6
89.3
51
1
3.6
3.6
92.9
52
1
3.6
3.6
96.4
62
1
3.6
3.6
100.0
28
100.0
100.0
Total
Data berdasarkan Alamat
Freque
ncy Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
3
10.7
10.7
10.7
kecamatan gantarang
5
17.9
17.9
28.6
kecamatan kajang
1
3.6
3.6
32.1
kecamatan herlang
4
14.3
14.3
46.4
kecamatan kajang
1
3.6
3.6
50.0
kecamatan bonto
bahari
1
3.6
3.6
53.6
kecamatan bontotiro
2
7.1
7.1
60.7
kecamatan ujung loe
4
14.3
14.3
75.0
kemacatan bulukumpa
4
14.3
14.3
89.3
kecamatan rilau ale
3
10.7
10.7
100.0
28
100.0
100.0
kecamatan ujung bulu
Total
Data Berdasarkan Pekerjaan
Frequenc
y
Percent
Valid
Cumulative
Percent
petani
2
7.1
7.4
7.4
nelayan
3
10.7
11.1
18.5
pedagang
1
3.6
3.7
22.2
tokoh masyarakat
2
7.1
7.4
29.6
tokoh agama
2
7.1
7.4
37.0
10
35.7
37.0
74.1
7
25.0
25.9
100.0
27
96.4
100.0
1
3.6
28
100.0
PNS (pegawai negeri
sipil)
remaja (pemilih
pemula)
Total
Missing System
Total
Valid
Percent
MENTASI KEGIATAN PENELITIAN
Download