pola komunikasi orang tua dan anak di kelurahan

advertisement
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DI
KELURAHAN MALAKA JAYA JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Siti Widyani
Nim : 104051001765
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H. / 2008 M.
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DI
KELURAHAN MALAKA JAYA JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Siti Widyani
Nim : 104051001765
Pembimbing
Dra. Armawati Arbi, M,Si
NIP : 1 5 0 2 4 6 2 8 8
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H. / 2008 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 9 September 2008
Siti Widyani
ABSTRAK
SITI WIDYANI
Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya Jakarta
Timur
Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun
kelompok. Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari komunikasi adalah
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi
dalam pergaulan dan kehidupannya. Komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dan komunikasi
yang dilakukan oleh orang tua dan anak adalah termasuk komunikasi
antarpribadi(KAP).
Untuk mengetahui tentang komunikasi orang tua dan anak maka peneliti
menjabarkannya dengan pertanyaan berikut: bagaimana hubungan komunikasi
orang tua dan anak di usia mahasiswa dalam keluarga? Bagaimana proses non
KAP ke KAP empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta
Timur? Bagaimana PKK dan manajemen konflik empat keluarga di Rt 003/011
kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? Bagaimana gaya kognitif dan kecakapan
empatik empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
Bagaimana perkembangan hubungan komunikasi empat keluarga di Rt 003/011
kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penetrasi sosial,
yaitu proses meningkatnya keintiman dalam suatu hubungan. mengemukakan
bahwa semakin komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi makin
bersifat antarpribadi (interpersonal). Sebaliknya, makin sedikit tingkat
pengetahuan partisipan satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat
impersonal. Dikatakan bahwa keintiman pertisipan meningkat ketika komunikasi
beralih dari mulai kultural, sosiologis dan kemudian psikologis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dan metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menggambarkan
sesuatu sesuai dengan fenomena yang ada.
Pada umumnya para orang tua telah mengubah cara pandang mereka
kepada anak di usia mahasiswa/i/ karena anggapan mereka bahwa anak-anak
mereka telah dewasa dan dapat menentukan jalan hidupnya sendiri, jadi sebagai
orang tua hanya mengarahkan dan membimbing saja.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan
komunikasi yang terjadi dalam keluarga khususnya orang tua dan anak mengalami
penurunan karena intensitas pertemuan yang berkurang dan komunikasi yang
dibatasi oleh ruang dan waktu.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil’alamiina, segala puji dipanjatkan ke hadirat Allah
swt yang telah memberikan segala nikmat yang tak terhingga kepada hambaNya
sampai detik ini. Sehingga manusia masih bisa melihat dan merasakan indahnya
alam semesta yang dilukiskan olehNya.
Sholawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Rosul Allah yang telah
merubah zaman jahiliyah ke zaman pengetahuan yaitu Muhammad saw. Berkat
Beliau, kini manusia bisa bernafas lega dalam mencari ilmu yang tak ada
habisnya.
Penuntasan skripsi ini dapat tercapai oleh penulis karena mendapat banyak
bantuan, baik berupa moril maupun materil, hingga kiranya patut penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Papa Mudjiono, mama Neny Mulyani serta aa ku tercinta Windy Suseno
Imam Pramudji, yang telah memberikan ilmu tentang arti sebuah perjuangan
dan kasih sayang, menjadi tempat berkeluh kesah, banyak memberikan
semangat, dan dukungan serta doa yang tak pernah putus terhadap penulis dari
awal hingga akhir penelitian ini. Ahabba ilaikum jamii’an.
2. Dr. Murodi, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam bentuk karya tulis ini,
semoga Allah memberikan pahalaNya.
3. Drs. Wahidin Saputra, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran
ii
Islam dan Ibu Umi Musyarrofah, MA sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada
penulis selama ini, semoga Allah memberikan pahala yang besar, amin.
4. Pembimbing penulis Dra. Armawati Arbi, M.Si, yang telah membimbing
penulis dari awal penelitian hingga penelitian ini selesai. Semoga Allah
membalas kebaikan ibu, amin.
5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmu kepada penulis dari awal semester hingga akhir.
6. Keluarga besar Bapak Edy, Bapak Mursidi, Ibu Lilik, Ibu Mudjiono yang
telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Ketua Rt. 003 Rw. 011 Bapak Murwoto S.Sos, M.Si beserta staf yang telah
membantu dan mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di
lingkungan Rt. 003 Rw.011.
8. Seluruh staf UIN beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam
pembuatan surat dan pencaharian buku-buku untuk melengkapi karya ilmiah
ini.
9. Bagian perpustakaan utama UIN syarif hidayatullah serta perpustakaan
dakwah dan komunikasi yang telah membantu penulis dalam melengkapi
sumber-sumber buku dalam penulisan karya ilmiah ini.
10. Man fi qolbi al’aana…yang telah mengajarkan arti sebuah kesabaran,
tanggung jawab dan kedewasaan bagi penulis. Semoga Allah selalu
memberikan yang terbaik untuk kita, amin.
11. Shohiibii alhamiim…Harry, yang telah menjadi motivator bagi penulis dari
pertama kali penulis berada di bangku kuliah hingga selesai. Semoga Allah
memberikan tempat yang paling indah buatmu di sisiNya, amin. I won’t never
forget our memories in my life forever…
12. Keluarga besar Bapak Bambang Mursidi yang telah memberikan tempat
tinggal bagi penulis sebagai rumah kedua selama penulisan skripsi ini.
13. Sepupuku mba Ninik, mas Wawan, Yanti, Tomo yang telah memberikan
motivasi, saran serta kritikan yang membangun kepada penulis. Thanks a lot
of my cousins....
14. Temanku Budi Setyaningsih, Iyut, adik-adikku Kevin, Vina, Mumut, Nto,
Duty yang telah memberikan tempat tinggal bagi penulis selama penulisan
skripsi ini. Thanks for your good room…that a comfortable room for me…
15. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan tempat berbagi
cerita serta pendapat selama ini. Ela, Epi, Umi, Ida, Ana, Lyna, Sofi, Aci, Ami
dan semua teman-teman seperjuanganku KPI A yang telah memberikan
warna-warni kehidupan bagi penulis. Always remember you friends…
Jakarta, 9 September 2008
Penulis
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 (BAB III) Jumlah Penduduk Rt. 003 Rw. 011 .......................
2. Tabel 2 Latar Belakang Pendidikan Penduduk Rt. 003 Rw. 011.........
3. Tabel 3 Pekerjaan Penduduk..............................................................
4. Tabel 4 Agama .................................................................................
5. Tabel 5 Jumlah Orang Tua ................................................................
6. Tabel 6 Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin .............................
7. Tabel 7 Jumlah Anak Berdasarkan Usia.............................................
8. Tabel 1 (BAB IV) Data Keluarga A...................................................
9. Tabel 2 Data Keluarga B ...................................................................
10. Tabel 3 Data Keluarga C ...................................................................
11. Tabel 4 Data Keluarga D ...................................................................
12. Tabel 5 Strategi Komunikasi Keluarga A...........................................
13. Tabel 6 Strategi Komunikasi Keluarga B...........................................
14. Tabel 7 Strategi Komunikasi Keluarga C...........................................
15. Tabel 8 Strategi Komunikasi Keluarga D...........................................
16. Tabel 9 Gaya Kognitif Keluarga A ....................................................
17. Tabel 10 Gaya Kognitif Keluarga B ..................................................
18. Tabel 11 Gaya Kognitif Keluarga C ..................................................
19. Tabel 12 Gaya Kognitif Keluarga D ..................................................
35
36
37
38
38
39
39
41
44
47
49
61
62
63
65
66
67
68
70
DAFTAR GAMBAR (ILUSTRASI)
iv
1. Gambar keintiman komunikasi keluarga A .......................................
2. Grafik model komunikasi keluarga A ...............................................
3. Gambar keintiman komunikasi keluarga B .......................................
4. Grafik model komunikasi keluarga B ...............................................
5. Gambar keintiman komunikasi keluarga C .......................................
6. Grafik model komunikasi keluarga C ...............................................
7. Gambar keintiman komunikasi keluarga D .......................................
8. Grafik model komunikasi keluarga D ...............................................
9. Grafik perkembangan hubungan keluarga A .....................................
10. Grafik perkembangan hubungan keluarga B .....................................
11. Grafik perkembangan hubungan keluarga C .....................................
12. Grafik perkembangan hubungan keluarga D .....................................
53
54
55
56
57
58
59
60
72
74
76
77
DAFTAR ISI
v
ABSTRAK...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 5
C. Tujuan dan Manfaat penelitian ......................................... 5
D. Metode Penelitian ............................................................ 6
E. Sistematika Penulisan....................................................... 9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
ORANG TUA DAN ANAK
A. Pengertian Komunikasi .................................................... 12
B. Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga........... 19
BAB III
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT
A. Keadaan Geografis........................................................... 35
B. Keadaan Demografis........................................................ 35
1. Jumlah Penduduk............................................ 35
2. Latar Belakang Pendidikan ............................. 36
3. Pekerjaan ........................................................ 37
4. Agama ............................................................ 37
5. Jumlah Orang Tua .......................................... 38
6. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin........ 39
7. Jumlah Anak Berdasarkan Usia ...................... 39
8. Sarana Perhubungan ....................................... 40
iii
BAB IV
HASIL PENELITIAN KOMUNIKASI ORANG TUA DAN
ANAK
A. Data Kultural, Sosiologi, dan Psikologi Keluarga............. 41
B. Proses Komunikasi Non Antarpribadi ke Proses
Komunikasi Antarpribadi ................................................. 51
C. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan Manajemen
Konflik Keluarga ............................................................. 60
D. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Keluarga............. 65
E. Perkembangan Hubungan Komunikasi Keluarga.............. 70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 79
B. Saran-saran ...................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, memiliki
dorongan ingin tahu, ingin maju dan berkembang, maka salah satu sarananya
adalah komunikasi. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan informasi,
opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan, kepada sesamanya
secara timbal balik sebagai penyampai maupun penerima. Melalui komunikasi
juga orang dapat mempengaruhi dan merubah sikap tingkah laku orang lain,
membentuk suatu konsensus. Karena komunikasi merupakan kebutuhan yang
mutlak bagi kehidupan manusia.
Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun
kelompok. Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari komunikasi adalah
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi
dalam pergaulan dan kehidupannya.1
Begitu juga dalam sebuah keluarga, komunikasi mempunyai peranan yang
sangat penting karena dengan komunikasi seorang suami dapat mencurahkan
kasih sayang, menumbuhkan sikap saling pengertian, begitupun sebaliknya bagi
istri dan anak. Tanpa komunikasi maka kebekuan, kemandegan dan bahkan
‘kematian’ proses kehidupan umat manusia tidak mungkin dapat dihindarkan.2
1
H.A.W. Widjaja. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002),
cet. ke-4, h. 1.
2
Kathleen Liwidjaja-Kuntaraf dan Jonathan Kuntaraf, Komunikasi Keluarga Kunci
Kebahagiaan Anda, (Indonesia Publishing House, 2003), cet. ke-3, h. 1.
Oleh karena itu dengan komunikasi semua anggota keluarga akan
mengetahui perasaan, sikap, sifat, keinginan atau tujuan setiap individu dan
menghasilkan rasa kasih sayang dalam keluarga. Dalam surat As-Syuuraa’ ayat 23
pun Allah swt befirman:
!
-. ," + &'(#')* "#☺ %
<.(=
9:;%4
567#
/0!+"#123%4
D % + A@B/9C=6 @( >? ☺6
M5
JKL
F GH5
:(E6=
⌦RCS⌧U ?P(= A 2H5 FNO
VWJX UR!+⌧
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah ”Aku tidak meminta
kepadamu sesuatu apa pun atas seruanKu kecuali kasih sayang dalam
kekeluargaan” dan siapa yang mengerjakan kebaikan, akan kami tambahkan
baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
Lagi Maha Mensyukuri.”
Komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak adalah komunikasi
antarpribadi. Komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya,
yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut
persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini
merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.3
Menurut Djamarah percakapan dalam hubungan keluarga bukan hanya
sekedar pertukaran informasi. Melalui pembicaraan anak maupun orang tua dapat
menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga
berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk
3
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok,
IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet. ke-1, h. 4.
melakukan waktu belajar mengenal satu sama lain, melepaskan ketergantungan
serta menyampaikan pendapat.4
Peranan orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama nampaknya
makin terabaikan di masyarakat kita. Alasan kesibukan orang tua, baik karena
desakan ekonomi, profesi ataupun hobi sering menyebabkan kurang adanya
kedekatan antara orang tua dan anak. Kondisi demikian apabila tidak disadari
lama kelamaan akan menjadi penghalang terhadap kedekatan hubungan antara
orang tua dan anak-anaknya, yang berarti terganggulah hubungan saling pengaruh
diantara mereka. Sementara itu kita semua mengetahui bahwa hubungan yang
harmonis antara orang tua dan anak di dalam keluarga akan banyak berpengaruh
terhadap kehidupan anak selanjutnya.
Pada umumnya fungsi komunikasi itu untuk memberi dan menerima
informasi, memberi pendidikan, mempengaruhi dan menghibur.5 Begitu juga
komunikasi dalam keluarga, karena komunikasi dalam keluarga orang tua maupun
anak dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide
dan juga berhubungan dengan orang lain.
Pepatah lama mengatakan ”Siapa yang mananam maka akan menuai”. Jika
dikaitan dengan perkembangan anak, hal ini tidak terlepas dari peran komunikasi,
di mana komunikasi merupakan penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak,
pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling
mempengaruhi di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara
organisme.
4
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), (Jakarta: Rineka Cipta, , 2004), cet. ke-1, h. 4.
5
Roudhonah, Ilmu Komunikas, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. ke-1, h. 52-53.
Tetapi jika kita lihat masalah kenakalan remaja, dan perkelahian antar
pelajar yang sering terjadi akhir-akhir ini pada umumnya salah satu faktor penting
penyebabnya adalah kurangnya atau tidak adanya keakraban antara orang tua dan
anak.6 Adanya anak dalam sebuah keluarga merupakan impian setiap pasangan
suami istri tetapi anak juga dapat menjadi ujian untuk menguji kedua orang
tuanya, sejauh mana mereka mampu membekali anak mereka dengan iman dan
amal. Dalam Al-Qur’an surat Al- Anfal ayat 28 Allah swt. berfiman :
☺KL%4
_F
Y☺#[ %
`O /\!]^'%%4 % /\C! 6%4
deC 9:;%4 SM^b <a%4 %
VWX
“Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Begitu pun juga yang terjadi pada masyarakat kelurahan Malaka Jaya
khususnya Rt 003 Rw 011. Rt. 003 adalah masyarakat yang mempunyai kepala
keluarga paling banyak dari 8 Rt yang berada di Rw 011. Menurut salah satu
warga yang telah bertempat tinggal di Rw 003 selama hampir 30 tahun lamanya
mengatakan bahwa “Dahulu Rt 003 adalah bagian dari Rt 21 mempunyai banyak
persoalan remaja, dari perampokan, pemakaian narkoba dan kenakalan remaja
seperti hamil di luar nikah. Tetapi 5 tahun belakangan ini masalah-masalah itu
berkurang, walaupun masih ada tetapi tidak banyak.”7 Untuk mengetahui faktor
apa yang menyebabkan terjadinya persoalan tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian di kelurahan Malaka Jaya khususnya Rt 003 Rw 011
6
M. Enoch Markum, Anak, Keluarga Dan Masyarakat, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,
1991), cet.ke-3, h. 36.
7
Wawancara pribadi tanggal 19 Mei 2008.
dengan judul “Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka
Jaya Jakarta Timur.”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah :
1. Komunikasi orang tua dan anak yang dimaksud adalah komunikasi
antarpribadi (KAP) yang dilakukan oleh orang tua dengan anak sebagai
komunikator. Dalam penelitian ini komunikasi orang tua dan anak dilihat
dari proses komunikasi dari non KAP ke KAP, Pola Kontrol Komunikasi
(PKK) dan manajemen konflik, gaya kognitif dan kecakapan empatik
individu, eskalasi hubungan dan penetrasi sosial.
Dari batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti
adalah bagaimana hubungan komunikasi orang tua dan anak di usia mahasiswa
dalam keluarga? Dengan rincian petanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses non KAP ke KAP empat keluarga di Rt 003/011
kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
2. Bagaimana PKK dan manajemen konflik empat keluarga di Rt 003/011
kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
3. Bagaimana gaya kognitif dan kecakapan empatik empat keluarga di Rt
003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
4. Bagaimana perkembangan hubungan komunikasi empat keluarga di Rt
003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses non KAP ke KAP yang terjadi pada empat keluarga di Rt
003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur.
2. Mengetahui PKK dan manajemen konflik yang ada pada empat keluarga di
Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur.
3. Mengetahui gaya kognitif dan kecakapan empatik yang ada pada empat
keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur.
4. Mengetahui perkembangan hubungan komunikasi yang terjadi pada empat
keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Menambah pengetahuan baru tentang cara berkomunikasi dan menjalin
hubungan antarpribadi yang baik antara orang tua dan anak.
2. Dapat menjadi acuan bagi para pembaca pada umumnya dan peneliti pada
khususnya untuk menjadi komunikator dan komunikan yang baik dalam
sebuah komunikasi keluarga. Serta bisa menjadi bahan referensi tambahan
dalam penelitian selanjutnya.
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dan metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menggambarkan
sesuatu sesuai dengan fenomena yang ada. Adapun penelitian kualitatif ini terdiri
dari beberapa cara, yaitu:
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah Rt. 003 Rw. 011
Kelurahan Malaka Jaya Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13460.
2. Subjek Dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah 4 (empat)
keluarga yang mempunyai tipe keluarga yang berbeda-beda, yang terdiri dari
4 (empat) orang tua dan 4 (empat) orang anak. Orang tua yang dimaksud
adalah orang tua kandung dan anak yang dimaksud adalah anak yang
berumur 18 sampai 25 tahun yang berlatar belakang pendidikan mahasiswa
atau mahasiswi. Keluarga pertama atau A kategori ekonomi atas
yaituanggota masyarakat yang mampu menempatkan dominansinya pada
masyarakat yang lainnya dimana dengan menguasai nilai-nilai yang ada
pada masyarakat tertentu yang dapat berupa : kekuasaan, kekayaan,
kehormatan, pengetahuan dan lain-lain8. Keluarga kedua atau B kategori
ekonomi menengah yaitu keluarga yang yang dapat mencukupi sesuai
kebutuhan keluarganya. Keluarga ketiga atau C kategori ekonomi rendah
yaitu keluarga yang mempunyai beberapa ciri diantaranya dalam sehari
makan < 3x, penghasilan tidak tetap, tidak mempunyai sawah atau tegalan,
rumah sederhana dari gedeg (bilik bambu) ukuran 6 x 4 meter persegi dan
berlantai tanah, berpenghasilan dibawah Rp. 122.000,- ( sekitar 13 dolar)
perbulannya9. Keluarga keempat atau D kategori ekonomi menengah.
3. Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
yang
dipergunakan
adalah
dengan
mengadakan penelitian lapangan (field research). Untuk mendapatkan
8
9
http://halilintarblog.blogspot.com/2008/10/kekuasaan-elit.html. 29-10-08
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_11/artikel_5.htm. 29-10-08
data yang diinginkan maka peneliti menggunakan beberapa instrument,
yaitu:
1) Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematika
fenomena-fenomena yang diselidiki.10 Observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, yaitu peneliti
langsung mengamati cara berkomunikasi orang tua dan anak, serta
untuk menemukan tipe kondisi keluarga yang akan menjadi subjek
penelitian di Rt 003 Rw 011 kelurahan Malaka Jaya. Peneliti
melakukan observasi selama kurang lebih 6 bulan.
2) Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh 2 belah pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
wawancara
mendalam,
dengan
maksud
untuk
mengetahui
hubungan antara orang tua dan anak secara menyeluruh kepada
empat tipe keluarga yang berbeda mengenai cara berkomunikasi
antara orang tua dengan anaknya.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli (tidak menggunakan perantara)
yang didapat dengan cara melakukan survey.
10
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya,
2002), cet. ke-4, h. 181.
11
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya,
2002), cet. ke-6, h. 135.
b. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara tidak langsung melalui media perantara, berupa data
eksternal.
4. Analisis Deskriptif
Metode deskriptif pada hakekatnya mengumpulkan data secara univariat.
Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat
(central tendency) atau ukuran sebaran (dispersion). Penelitian deskriptif
ditujukan : (a) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada; (b) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan
praktek-praktek yang berlaku; (c) membuat perbandingan atau evaluasi; (d)
menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang
sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang datang.12
5. Tinjauan Pustaka
Dari beberapa skripsi yang telah peneliti baca, hanya ada dua skripsi yang
membahas tentang komunikasi antarpribadi yang dilihat dari beberapa tingkatan
yaitu tingkat kultural, sosiologis dan psikologis dengan judul “Pola Komunikasi
Dokter Terhadap Pasien dalam Proses Penyembuhan di Klinik Yasmin Medika
Ciputat” yang ditulis oleh Bani Sadr tahun 2007.
6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku CeQDA
yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi).”
12
Jalaluddin Rakhmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remadja
Rosdakarya, 2004), cet. ke-11, h. 25.
E. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
buku panduan yang disebutkan di atas, yaitu:
Bab I Pendahuluan
Bab pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah
yang akan diteliti, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, lokasi penelitian, subjek dan objek
penelitian, tahapan penelitian, analisis deskriptif, teknik penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis
Bab kedua ini akan menjelaskan mengenai pengertian komunikasi,
unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, perbedaaan
komunikasi antarpribadi dan non komunikasi antarpribadi, Pola
Kontrol Komunikasi (PKK) dan strategi komunikasi antarpribadi, gaya
kognitif dan kecakapan empatik individu, eskalasi hubungan dan
penetrasi sosial dalam komunikasi antarpribadi dan pengertian anak
serta ciri-ciri masa usia mahasiswa.
Bab III Gambaran umum masyarakat.
Bab ketiga ini akan menjelaskan tentang keadaan goegrafis daerah,
keadaan demografis masyarakat, pekerjaan masyarakat, keadaan orang
tua, keadaan anak dan sarana umum yang ada di daerah tersebut.
Bab IV Analisis Data.
Bab keempat akan menjelaskan tentang analisis data kultural,
sosiologis dan psikologis masing-masing keluarga, proses komunikasi
orang tua dan anak dari non KAP ke KAP empat tipe keluarga, Pola
Kontrol Komunikasi (PKK) dan manajemen konflik empat tipe
keluarga, gaya kognitif dan kecakapan empatik empat tipe keluarga,
eskalasi hubungan dan penetrasi sosial empat tipe keluarga.
Bab V Kesimpulan.
Bab kelima menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan
saran-saran.
BAB II
TINJUAN TEORITIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA
DAN ANAK
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya, berasal dari
bahasa Latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata communis.
Perkataan communis diartikan “sama”, dalam arti kata sama makna, yaitu sama
makna mengenai suatu hal.13
Menurut Wiryanto communicatio yang berarti pemberitahuan atau
penukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama,
maka komunikasi mengandung makna bersama-sama (common).14
Dani Vardiansyah dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan
Taksonomi Konseptual mengatakan bahwa komunikasi berasal dari kata
communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan
antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis adalah communico, yang
artinya berbagi. Dalam hal ini yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui
pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris,
communicate, yang berarti:
a. Untuk bertukar pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi.
b. Untuk membuat tahu.
c. Untuk membuat sama.
13
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
cet. ke-6, h. 3.
14
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2004), cet. ke-1, h. 5.
d. Untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik.
Sedangkan dalam kata benda (noun), communication, berarti :
a) Pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi.
b) Proses pertukaran di antara individu-individu melalui sistem simbol-simbol
yang sama.
c) Seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan.
d) Ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi.15
Menurut Sendjaja dalam bukunya Pengantar Komunikasi, komunikasi
berasal dari kata communicatus yang berarti “berbagi” atau menjadi “milik
bersama.”16
Dan komunikasi menurut Dedy Mulyana yang ditulis pada buku Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar berarti sama, communico, communication, atau
communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama
adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang
merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara
sama.17
Komunikasi secara terminologis berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.18
15
Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), cet. ke-1, h. 3.
16
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993), cet.
ke-1, h. 7.
17
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002), cet. ke-4, h. 41.
18
Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 4.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia komunikasi adalah “pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami.19
Dalam Kamus Komunikasi Onong menyebutkan bahwa komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan
pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan
sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara
tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap,
pandangan atau perilaku.20
Komunikasi menurut Gunadi adalah proses kegiatan manusia yang
diungkapkan melalui bahasa lisan dan tulisan, gambar-gambar, isyarat, bunyibunyian dan bentuk kode lain yang mengandung arti dan dimengerti oleh orang
lain.21
Astrid mengatakan dalam bukunya Komunikasi Dalam Teori dan Praktek
Komunikasi merupakan kegiatan pengoperan lambang-lambang tersebut terikat
pada unsur-unsur kebudayaan, tingkat pendidikan dan pengalaman orang.22
Dalam Webster’s New Coolegiate Dictionary edisi tahun 1977, yang dikutip
oleh Sendjaja komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara
individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.23
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005) edisi ke-3, cet. ke-3, h. 585.
20
Onong Uchajan Effendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1989), cet. ke-1,
h. 60.
21
Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
1998), cet. ke-1, h. 69.
22
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Bina Cipta, 1980), cet.
ke-3. h. 2.
23
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, h. 7.
Eduard Depari mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang
mengandung arti, dilakukan oleh penyampaian pesan (source, communicator,
sender) ditujukan pada penerima pesan (reciever, communicator, atau audience)
dengan maksud mencapai kebersamaan (commonnees).24
Menurut Harold D. Laswell, sebagaimana dikutip oleh Sendjaja cara yang
baik menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaaan berikut:
who says what in which channel to whom with what effect? (siapa mengatakan apa
dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?).25
Menurut Raymond S. Ross (1983:8) yang dikutip oleh Wiryanto
mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan
mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar
membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang
dimaksudkan oleh sang komunikator. Shannon dan Weaver (1949) mengatakan
bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi
satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk
komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan
teknologi.26 Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu
maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak. Komunikasi
adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi
dalam pergaulan dan kehidupannya.27
24
H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta:Bumi Aksara, 2002),
cet. ke-4, h. 2.
25
Ibid., h. 7.
26
Wiryanto, Pengantar Komunikasi, h.6-7.
27
Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 1.
Brent D. Ruben (1988) mendefinisikan komunikasi manusia yang lebih
komprehensif adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya,
dalam keluarganya, dalam organisasinya dan dalam masyarakat menciptakan,
mengirimkan dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya
dan orang lain.28
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi berasal dari
kata communicatio yang berarti suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang
diartikan sama. Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain sehingga pesan yang
disampaikan dapat dipahami.
1. Unsur-Unsur Komunikasi
Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur yang merupakan syarat, unsurunsur tersebut: komunikator, pesan, komunikan, media, efek.29
1. Komunikator
: Dapat berupa individu yang sedang berbicara atau
menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi
seperti: surat kabar, radio, televisi.
2. Komunikan
: Manusia
berakal
budi,
komunikator ditujukan.
30
kepada
siapa
pesan
Orang atau kelompok atau
khalayak yang menerima pesan komunikasi atau yang
menjadi sasaran komunikasi itu sendiri.31
28
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta:Bumi Aksara,2001), cet. ke-4, h. 3.
Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 6.
30
Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual,
h. 19-21.
31
Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
1998), cet. ke-1, h.70.
29
3. Pesan
: Suatu gagasan atau ide, informasi, pengalaman, yang
dituangkan dalam lambang untuk disebarkan kepada
pihak lain.32
4. Media
: Alat yang digunakan untuk berkomunikasi agar hasil
komunikasi dapat mencapai sasaran yang lebih
banyak dan luas. Media ini ada yang bersifat nirmasa,
yaitu: telepon, handphone dan lainnya. Ada juga yang
bersifat media massa, yaitu: televisi, radio, koran
(pers), film dan internet.33
5. Efek
: Efek adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan.
Perubahan yang terjadi di pihak komunikan sebagai
akibat dari diterimanya pesan melalui komunikasi.ada
tiga efek komunikasi yaitu: visual, voice dan word.
Dan paling berpengaruh adalah visual yaitu berupa
bahasa tubuh dan simbol.34 Efek komunikasi juga bisa
bersifat kognitif yang meliputi pengetahuan, bisa juga
bersifat afektif yang meliputi perasaan emosi, atau
bisa juga bersifat behavioral
yang merupakan
tindakan.35
2. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Ada 4 bentuk komunikasi, yaitu:36
32
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. ke-1, h.45.
Ibid, h.46
34
Kris Cole, Hari Wahyudi, Komunikasi Sebening Kristal: Meraih Sukses Melalui
Keterampilan Memahami (trjmh), ( Jakarta: Quantum, 2005), cet. ke-1, h. 79.
35
Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 5.
36
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2001),h.7
33
1. Komunikasi intrapersonal menurut Sasa Djuarsa adalah proses
komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang jadi pusat
perhatian adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi
yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya.37
2. Komunikasi antarpersona adalah komunikasi yang berlangsung antara
dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan.
Komunikasi ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to
face), bisa juga melalui sebuah medium telepon.38
3. Komunikasi kelompok menurut Michael Burgoon dan Michael
Ruffner yang dikutip oleh Sasa Djuarsa adalah interaksi tatap muka
dari tiga atau lebih indivdu guna memperoleh maksud atau tujuan yang
dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau
pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan
karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.39
4. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Menurut
Severin dan Tankard, Jr. komunikasi massa adalah keterampilan, seni
dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito komunikasi massa itu
ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan
dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa
mempunyai ciri-ciri
khusus
yang
disebabkan oleh
sifat-sifat
komponennya.40
37
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), cet. ke-9,
h. 125.
38
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1981), h. 48.
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori komunikasi, h. 33.
40
Onong Uchjana, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h. 21.
39
B. Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga
Dari keempat bentuk komunikasi yang telah disebutkan di atas, komunikasi
orang tua dan anak termasuk dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi
antarpribadi dalam definisi ini merupakan proses pengiriman dan penerimaan
pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan berbagai
efek dan umpan balik (feed back). Dalam definisi ini setiap komponen harus
dipandang dan dijelaskan sebagai bagian-bagian yang terintegritas dalam tindakan
komunikasi antarpersonal.
Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Jika boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara
untuk kita bernafas. Ketika lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran
udara demi kelangsungan hidupnya, tetapi juga melakukan pertukaran pesanpesan dengan lingkungannya, terutama dengan orang tuanya yang berlangsung
secara tetap. Hal ini dapat kita lihat pada saat bayi itu lapar, buang air kecil, sakit
dan sebagainya.
Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukkan atau
pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh
dan belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat,
bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan
sebagianya.
Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab
pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada
di tengah-tengah ayah dan ibunya.41
41
Elizabeth B. Harlock, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan ), (Jakarta: Erlangga, 1999), edisi ke 5.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia orang tua adalah ayah – ibu kandung,
yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dsb), orang-orang yang dihormati
(disegani) di kampung.42 Orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
orang tua kandung.
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah manusia yang masih
kecil.43
Dalam penelitian ini, anak yang menjadi subjek adalah anak yang berusia
18-25 tahun. Anak dengan usia 18-25 tahun dapat digolongkan pada masa remaja
akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya dan mereka juga termasuk
dalam masa usia mahasiswa. Karena jika dilihat dari segi perkembangan, tugas
perkembangan pada usia mahasiswa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.
Dengan kata lain, pemantapan itu dimaksudkan pengujian lebih lanjut tentang
pendirian hidup serta penyiapan diri dengan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telah dipilihnya.44
Ciri-ciri masa usia mahasiswa yaitu:45
1.
Kelompok-kelompok sosial dibentuk berdasarkan atas sistem nilainilai tertentu
2.
Adanya perubahan sikap dari individu yang idealistis ke sikap
individu yang realistis.
3.
Individu berada dalam vitalitas optimum.
Perkembangan telah berada pada taraf operasional formal, sehingga
kemampuan nalarnya tinggi.
42
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 802.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 41.
44
Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),
cet. ke-1, h. 45.
45
Ibid., h. 46-47.
43
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan
manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam
hubungan interaksi dengan kelompoknya. 46 Komunikasi yang berlangsung dalam
keluarga bernilai pendidikan. Karena didalamnya anak diajarkan sejumlah normanorma, mulai dari norma agama norma akhlak, norma sosial dan sebagainya.
Komunikasi dalam keluarga memegang peranan penting, maka hal ini tidak
boleh dianggap sederhana, seperti yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat
At-Taghabun ayat 14 yang berbunyi:
Y ! gi
FNg^%hK'
/\!+; %6j%4 :D <a(=
/\C
⌧%^ /\Ck^'%%4 %
CS" P(= % A /\"l%mR⌧7O
oa(pO %9S62 % ⌧S2* %
VrX e75qR ⌦RCS⌧U ”Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anakanakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Menurut Djamarah percakapan dalam hubungan keluarga bukan hanya
sekedar pertukaran informasi. Melalui pembicaraan anak maupun orang tua dapat
menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga
berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk
melakukan waktu belajar mengenal satu sama lain, melepaskan ketergantungan
serta menyampaikan pendapat.47
1. Perbedaan
Komunikasi
Antarpribadi
dan
Non
Komunikasi
Antarpribadi
46
W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004), cet.ke-1, h. 195.
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), (Jakarta: Rineka Cipta, , 2004), cet.ke-1, h. 4.
47
Komunikasi antarpribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang
yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh
Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi,
bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan
umpan balik yang langsung.48
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya,
yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut
persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini
merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.49
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah
sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa
percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada
saat komunikasi dilancarkan. Komunikator, mengetahui pasti apakah komunikasi
itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi
kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Komunikasi non-antarpribadi yaitu seseorang yang melakukan prediksinya
hanya atas dasar data kultural dan sosiologis. Pada tingkat ini, dalam melakukan
prediksi komunikator melakukan generalisasi rangsangan, yakni mencari
kesamaan di antara para pelaku komunikasi lainnya.50
48
Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 12.
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok,
IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet. ke-1, h. 4.
50
Ibid, h. 18.
49
Setiap berkomunikasi dengan orang lain, kita melakukan proses prediktif.
Setiap kali berinteraksi dengan orang lain timbul pertanyaan-pertanyaan:
Bagaimana sifat orang yang saya ajak bicara? Apakah ia dapat dipercaya? Apa dia
menyukai saya? Bagaimana agar dia menyukai saya? Dan sebagainya. Mungkin
pada saat memulai berinteraksi, kita menyadari bahwa prediksi kita sebelum
salah. Untuk efektifnya komunikasi kita harus membuat prediksi baru dan
membuat strategi komunikasi baru yang sesuai dengan prediksi tersebut.
Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinbreg (1975) seperti yang dikutip
oleh Budyatna dan Nina Mutmainah dalam buku Komunikasi Antarpribadi,
bahwa ada tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu: 51
1. Tingkat Kultural
Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan,
komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus mengerti dan
memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak
berkomunikasi. Dengan mengenal atau menguasai kultur yang imaterial ini,
seperti bahasa dan adat istiadat, paling tidak kita mampu untuk
berkomunikasi dengan pihak lain.
2. Tingkat Sosiologis
Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan
terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan
dalam kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator
melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. Pada tingkat ini, prediksi atau
51
Ibid, h. 6-10
prakira yang dilakukan komunikator terhadap reaksi komunikan dapat
dilihat dari segi keanggotaan dari kelompok tempat komunikan berada.
3. Tingkat Psikologis
Apabila prediksi atau prakira yang dibuat komunikator terhadap reaksi
komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan didasarkan atas analisis
pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan
bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Prediksi
pada tingkat psikologis ini memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati
mengenai perilaku orang lain yang pernah melakukan kontak dengan kita
sebelumnya.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa manusia, di dalam berinteraksi antara
satu dan lainnya tentu akan menggunakan suatu alat atau cara untuk
menyampaikan sesuatu hal yang kiranya akan berguna atau bermanfaat bagi
kedua belah pihak atau kelompok tertentu di dalam berkomunikasi. Oleh karena
itu peran komunikasi di dalam menyampaikan sesuatu pesan yang bermanfaat
sangat diutamakan bagi hidup dan kehidupan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi yang terjadi secara terus menerus, antara komunikator dan
komunikan saling mengetahui tingkat kultural, sosiologis dan psikologis masingmasing. Dan komunikasi non antarpribadi antara komunikator dan komunikan
hanya saling mengetahui tingkat kultural dan tingkat sosiologis. Dapat dikatakan
juga semakin besar para pelaku komunikasi salin mengenal secara individu satu
sama lain, maka komunikasi makin bersifat pribadi. Sebaliknya semakin kecil
tingkat pengetahuan individu satu sama lain, maka komunikasi menjadi makin
impersonal. 52 Dalam berkomunikasi setiap pelaku komunikasi selalu
menggunakan model komunikasi. Ada beberapa model komunikasi yang
cenderung banyak dilakukan oleh manusia, yaitu: pasif yaitu antara komunikator
dan komunikan keduanya saling menutup diri, agresif-pasif yaitu komunikator
lebih terbuka dibandingkan komunikan, pasif-agresif yaitu komunikan lebih
membuka diri dibandingkan komunikator dan luwes yaitu kedua belah pihak
(antara komunikator dan komunikan) saling membuka diri.53
2. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan Manajemen Konflik
Komunikasi dapat dikatakan berhasil jika apa yang diperoleh komunikator,
paling tidak sebagian, sesuai dengan harapan atau keinginannya semula. Dan
semua itu dapat diperoleh dengan melakukan pengendalian lingkungan. Dalam
usaha pengendalian lingkungan, setiap individu memiliki dan menggunakan cara,
strategi atau teknik yang berbeda-beda. Perbedaan ini menunjukkan karakter khas
individu yang membedakannya dengan individu lainnya. Konsep pengendalian
atau kontrol lingkungan dalam berkomunikasi merupakan konsep penting dalam
berkomunikasi antarpribadi. Karena keberhasilan atau efektif tidaknya
komunikasi tergantung pada individu yang melakukan kontrol tersebut. Unsurunsur dalam PKK ini dibagi menjadi 2 yaitu yang tetap dan tidak tetap. Unsurunsur yang tetap yaitu:54
1. Semua orang cenderung menghendaki respon yang menyenangkan dari
orang lain.
2. Para komunikator saling bergantung sama lain untuk mendapatkan respons.
52
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 12.
Darlexne Powell Hopson dan Derek S. Hopson, Menuju Keluarga Kompak, 8 Prinsip
Praktis Menjadi Orang Tua Yang Sukses, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), cet. ke-1, h. 86.
54
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 79.
53
3. Prosedur kendali untuk mendapatkan respon yang diinginkan harus
dipelajari dan perolehannya bergantung pada keberhasilan kita untuk
mendapatkan respon yang kita inginkan.
Adapun unsur-unsur yang tidak tetap yaitu:
1. Prosedur kendali yang spesifik mendapat imbalan.
2. Tipe-tipe manusia dihubungkan dengan perilaku-perilaku mendapatkan
imbalan.
3. Situasi yang memerlukan perilaku dan imbalan tertentu.
Karena itu menurut Budyatna dan Nina Mutmainah dalam bukunya
Komunikasi Antarpribadi, untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari
komunikator lainnya sebagai teman dalam transaksional komunikasi maka sebagai
komunikator pertama harus mengerti strategi-strategi kendali komunikasi yang
utama antara lain yaitu55:
1)
Startegi Wortel Berayun
Yaitu strategi yang digunakan untuk dapat menambah probabilitas untuk
mendapatkan respons yang diinginkan apabila kita mampu untuk
memberikan imbalan kepada seseorang supaya ia memberikan respons
yang diinginkan. Dan penambahan probabilitas respons yang diinginkan
dengan asumsi komunikator akan mengulangi perilaku yang sama dengan
perilaku yang mendapatkan imbalan. Contohnya hadiah, pujian dan
ucapan.
55
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 87-96.
2)
Strategi Pedang Tergantung
Yaitu strategi yang digunakan untuk mengurangi probabilitas respons
yang tidak diinginkan. Maksud dari strategi ini adalah seorang
komunikator bisa menghukum pihak lainnya supaya orang tersebut
mengurangi atau membatasi perilaku yang tidak disenangi si penghukum.
Contohnya ancaman.
3)
Strategi Katalisator
Yaitu strategi yang digunakan hanya untuk mengingatkan pihak yang satu
atau orang yang mendengarkan dengan harapan orang itu mau menuruti
apa yang dikatakannya. Strategi ini dimaksudkan untuk menjadikan
individu berbuat berdasarkan kesadarannya sendiri tanpa harus diberi
imbalan atau hukuman. Komunikator harus membuat pihak yang
bersangkutan dengan rangkaian pesan-pesan untuk merangsang suatu
proses, namun tindakan selanjutnya sepenuhnya ditentukan oleh yang
bersangkutan. Contohnya nasihat.
4)
Strategi Kembar Siam
Yaitu strategi ini hanya bisa diterapkan pada hubungan yang telah terbina,
dalam arti kedua belah pihak sangat bergantung satu sama lain. Strategi ini
berlaku kedua komunikator memiliki kurang lebih jumlah kendali yang
sama.
5)
Strategi Dunia Peri
Yaitu strategi yang mengharapkan respon yang dihasilkan sesuai dengan
keinginannya, walaupun pada kenyataannya itu hanya khayalan. Khayalan
semacam ini memberikan semacam hiburan dari rasa cemas, tetapi sedikit
sekali dasar realitasnya dan tidak dapat dianggap sebagai pengganti dari
suatu strategi kendali. Komunikator yang menggunakan strategi ini sulit
menerima keterbatasan kemampuannya untuk mendapatkan respons yang
diinginkan. Contohnya selalu menganggap baik semua orang. Cara yang
digunakan strategi ini ialah
a. Mengabaikan respons yang tidak diinginkan.
b. Memutarbalikkan respons yang tidak diinginkan dengan memberikan
penafsiran positif.
Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara vertikal maupun
horizontal. Dari dua jenis komunikasi ini berlangsung secara silih berganti
komunikasi antara suami dan isteri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak,
komunikasi antara ibu dan anak, komunikasi antara anak dan anak. Tetapi pada
umumnya komunikasi dalam sebuah keluarga bersifat searah dan instruktif.56
Yang mana orang tua sebagai seorang komunikator sangat berperan aktif dalam
berkomunikasi, sedangkan anak sebagai komunikan hanya duduk mendengarkan
dan ”mengiyakan” apa yang dikatakan mereka tanpa tahu efek apa yang akan
terjadi setelah berlangsungnya komunikasi.
Tetapi dalam komunikasi antarpribadi baik orang tua maupun anak
merupakan komunikator, karena komunikasi yang terjadi di antara orang tua dan
anak adalah bersifat intensional, transaksional dan prosesual. Dimana kedua belah
pihak menginginkan respon yang dihasilkan sesuai dengan keinginan atau
perkiraan masing-masing.
56
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga
(Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), h. 76.
Banyak orang tua yang tidak mengerti anaknya dan banyak juga anak yang
tidak mengerti orang tuanya. Akibatnya hubungan orang tua-anak menjadi
renggang dan muncul konflik-konflik.57 Konflik ini timbul dikarenakan respon
yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan kedua belah pihak konflik. Konflik
antar pribadi berarti pertentangan atau perselisihan di antara individu-individu
yang saling berhubungan.58 Dan setiap individu juga mempunyai cara sendiri
untuk menyelesaikan konflik tersebut. Budyatna dan Mutmainah menyatakan
bahwa terdapat berbagai macam cara penyelesaian konflik secara logis dan
rasional berkisar dari yang tidak resmi sampai debat yang formal dan polanya
tidak selalu identik dan tidak jelas. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang
kompleks, yakni:
1. Sejumlah referensi yang berbeda-beda yang dimiliki komunikator untuk
menyelesaikan konflik.
2. Ada orang yang beranggapan bahwa semua situasi konflik adalah sama, dan
respons yang diberikan bagi setiap penyelesaian konflik juga sama.
3. Ada pula orang yang menganggap situasi konflik tidak sama antara yang
satu dan yang lainnya dan setiap situasi konflik memerlukan strategi kendali
yang berbeda pula.
4. Ada individu yang beranggapan bahwa semua orang adalah sama dan akan
memberikan reaksi yang sama pula terhadap strategi kendali yang sama.
5. Sedangkan individu lainnya beranggapan bahwa semua orang tidak sama
dan masing-masing akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap
strategi kendali yang berbeda.
57
Sintha Ratnawati, Keluarga, Kunci Sukses Anak, Kumpulan Artikel Kompas, (Jakarta :
PT. Kompas Media Nusantara, 2000), cet. ke-1, h. 6-7.
58
Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 182.
4. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Individu
Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi. Cara tersebut
dapat mempengaruhinya dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang
lain. Ada orang yang berpikiran sempit, kaku dan simplistis. Sementara ada pula
orang yang berpikiran terbuka dan mampu melihat perbedaan-perbedaan yang ada
di antara para pelaku komunikasi dan menyesuaikan diri dengannya. Atau dapat
disebut juga dengan gaya kognitif. Gaya kognitif adalah cara-cara yang khas di
mana individu membangun atau membentuk keyakinan dan sikapnya tentang
dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap
informasi yang masuk atau diterima.59
Begitu juga orang tua dan anak yang mempunyai gaya kognitifnya masingmasing. Gaya kognitif itu diantaranya:60
a. Gaya kognitif tertutup adalah orang yang berpikiran sempit, kaku, dan
simplistis. Gaya kognitif tertutup dibagi menjadi 2 yaitu: otoriter dan
dogmatis. Karakteristik gaya kognitif tertutup:
1. Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi.
2. Berpikir simplistis, artinya berpikir hitam-putih (tanpa nuansa).
3. Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan.
4. Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumbernya
sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain.
5. Secara
kaku
mempertahankan
dan
memegang
teguh
sistem
kepercayaannya.
59
Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 102-108.
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, 2005),
cet. Ke-23, h. 136
60
6. Menolak, mengabaikan, mendistorsi dan menolak pesan yang tidak
konsisten dengan sistem kepercayaannya.
b. Gaya kognitif terbuka yaitu: orang yang mampu melihat perbedaanperbedaan yang ada di antara para pelaku komunikasi dan menyesuaikan diri
dengannya. Karakteristiknya yaitu:
1. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan
logika.
2. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan lain-lain.
3. Berorientasi pada isi.
4.Mencari informasi dari berbagai sumber.
5.Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya.
6.Mencari pengertian pesan
yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.61
Agar menuju hubungan komunikasi antarpribadi yang berhasil komunikator
harus mengembangkan kemampuan empatinya. Karena empati merupakan salah
satu konsep terpenting dalam bidang komunikasi antarpribadi.62
Menurut L. Katz, dalam bukunya Empathy mengatakan bahwa apabila kita
mengalami suatu empati, maka kita merasakan seolah-olah apa yang dirasakan
orang lain menjadi perasaan kita juga. Jadi kegembiraan seseorang seolah-olah
menjadi kegembiraan kita juga dan kesedihan seseorang seolah-olah menjadi
kesedihan kita juga. Menurut Katz, empati adalah menempatkan posisi orang lain
ke dalam diri kita.63
61
Ibid., h.136.
Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 101.
63
Ibid., h. 114.
62
Secara transaksional, empati meliputi dua tahap utama yaitu:64
1. Pengempatian yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat
bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda
dengan individu lainnya.
2. Pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau
bermanfaat bagi mereka yang menjadi objek dari suatu rediksi.
5. Eskalasi
Hubungan
dan
Penetrasi
Sosial
dalam
Komunikasi
Antarpribadi
Setiap orang yang menjalin hubungan menginginkan hubungan itu dapat
berjalan dengan baik. Ketika proses hubungan komunikasi antarpribadi
berkembang, ada kemungkinan terjadi eskalasi dan de-eskalasi. Eskalasi adalah
suatu bentuk yang bisa meningkatkan secara cepat kualitas hubungan komunikasi
antarpribadi.65 Istilah eskalasi menjabarkan proses pengembangan hubungan yang
tidak saja menunjukkan suatu hubungan berkembang atau mengalami kemajuan
secara berkesinambungan atau mantap tetapi pada waktu-waktu tertentu pada
hubungan tersebut terjadi lompatan ke depan atau ke atas.
De-eskalasi adalah penurunan secara mendadak di dalam keuntungan atau
adanya penemuan sumber baru yang lebih menguntungkan dari suatu hubungan.66
Penetrasi sosial adalah proses meningkatnya keintiman dalam suatu
hubungan. Menurut Miller dan Steinberg seperti yang dikutip oleh M. Budyatna
dan Nina Mutmainah dalam bukunya Komunikasi Antarpribadi, mengemukakan
bahwa semakin komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi makin
bersifat antarpribadi (interpersonal). Sebaliknya, makin sedikit tingkat
64
Ibid., h. 117.
Ibid, h. 127.
66
Ibid, h. 146.
65
pengetahuan partisipan satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat
impersonal. Dikatakan bahwa keintiman pertisipan meningkat ketika komunikasi
beralih dari mulai kultural, sosiologis dan kemudian psikologis. Proses
bergeraknya komunikasi dari tingkat kultural ke psikologis inilah yang dikenal
sebagai penetrasi sosial.67 Altman dan Taylor berpendapat bahwa penetrasi sosial
mengacu pada:
1. Perilaku pribadi yang terjadi pada interaksi sosial, dan
2. Proses-proses subjektif yang internal yang mendahului, mendampingi, dan
mengikuti suatu pertukaran sosial.
Menurut Altman dan Taylor dalam buku Komunikasi Antarpribadi,
dikatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan
hubungan antarpribadi. Sejumlah faktor itu dapat dikelompokkan dalam tiga
faktor utama:
a. Karakteristik
personal
dan
partisipan.
Misalnya:
kebutuhan,
sifat,
kepribadian dan motivasi.
b. Hasil dari pertukaran. Bila seorang menyukai orang lain atau merasa akan
mendapatkan keuntungan dari suatu hubungan (pertukaran) maka warna
hubungan tersebut akan berbeda jika tidak merasa puas dengan partisipan
lainnya atau merasa tidak memperoleh keuntungan dari suatu hubungan.
c. Konteks situasional. Konteks lingkungan dan situasi yang melatarbelakangi
suatu hubungan mempengaruhi bagaimana suatu hubungan berkembang.
Altman dan taylor juga berpendapat bahwa ada empat tahap perkembangan
suatu hubungan, yaitu:68
67
68
Ibid., h. 208.
Ibid., h. 210.
1. Orientasi : berisi komunikasi yang impersonal, pada saat itu seseorang hanya
mengemukakan informasi yang sangat umum tentang dirinya. Bila tahap ini
menguntungkan oleh partisipan, mereka akan bergerak ke tahap selanjutnya.
2. Menuju pertukaran afektif : mulai bergerak ke tahap yang lebih dalam untuk
menyikapi topik-topik tertentu yang terpilih.
3. Pertukaran afektif : memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam.
Tahap ketiga ini tidak akan dilalui individu hingga ia menerima imbalan
yang substansial pada tahap-tahap sebelumnya.
4. Pertukaran stabil (tetap) : ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para
partisipan berhak untuk memprediksi perilaku mitranya dan memberikan
respon.
BAB III
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT
Untuk mengetahui keadaan masyarakat Rt 003 Rw 011 dari segi geogafis
dan demografis sebagai subjek penelitian, peneliti menggambarkan keadaan
masyarakat Rt 003 secara lengkap sebagai berikut:
A. Keadaan Geografis
Secara geografis Rt 003 merupakan bagian dari 8 Rt yang berada di Rw 011
kelurahan Malaka Jaya. Rt 003 antara lain berbatasan dengan:69
a. sebelah utara
: Jalan Raya Taman Malaka Utara
b. sebelah barat
: Rt 004
c. sebelah selatan : Rt 002
d. sebelah timur
: Kelurahan Malaka Sari
B. Keadaan Demografis
1. Jumlah Penduduk
Populasi penduduk di Rt. 003 Rw. 011 sebagian besar dihuni oleh laki-laki
yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan perempuan baik itu dari orang tua
maupun anak. Untuk itu presentase populasi penduduk di Rt. 003 Rw. 011 dapat
di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1
Jumlah penduduk
69
Penduduk
F
%
Laki-laki
219
53,02
Perempuan
194
46,98
Jumlah
413
100
Denah Rt 003 dan wawancara pribadi dengan Bagian Perlengkapan Rw. 011 (15-06-2008)
Jika dilihat dari tabel 1 dan berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk
yang ada di Rt 003/011 adalah 413 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak
53,02% (219 orang), dan perempuan sebanyak 46,98% (194 orang) dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 121 kepala keluarga. Ketua Rt 003 saat ini bernama
bapak Murwoto. Sedangkan luas wilayah Rt 003/011 kurang lebih 1 hektar.70
2. Latar Belakang Pendidikan
Dilihat dari latar belakang pendidikan pada tabel 2 di bawah ini,
menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan masyarakat di wilayah Rt 003/011
adalah SLTA dan Sarjana dengan jumlah yaitu 35,91% (79 orang).
Tabel 2
Latar Belakang Pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
D3
Sarjana
Jumlah
F
7
24
79
31
79
220
%
3,19
10,90
35,91
14,09
35,91
100
Jumlah masyarakat Rt. 003 Rw. 011 yang berlatar belakang SD adalah 7
orang dengan presentase 3, 19%, yang berlatar pendidikan SLTP berjumlah 24
orang dengan presentase 10,90%, kemudian yang berpendidikan SLTA berjumlah
79 orang dengan presentase 35,91%, jumlah penduduk yang berlatar pendidikan
D3 berjumlah 31 orang dengan presentase 14, 09 dan jumlah penduduk yang
berlatar pendidikan sarjana berjumlah 79 orang dengan presentase 35,91%. Jadi
dapat dikatakan bahwa masyarakat Rt. 003 Rw. 011 adalah masyarakat yang
berpendidikan tinggi, yaitu dengan rata-rata masyarakat yang berlatar belakang
pendidikan sarjana.
70
Data kependudukan Rt 003
3. Pekerjaan
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan masyarakat Rt. 003 Rw. 011 yang
sarjana dan SLTA, maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh
masyarakatnya adalah cukup mapan. Dan di bawah ini adalah tabel mengenai
pekerjaan masyarakat di Rt 003/011.
Tabel 3
Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
PNS
Swasta
Guru/Dosen
Wiraswasta
Buruh
Pensiunan
IRT
Mahasiswa/i
Pelajar
Pengangguran
Jumlah
F
%
21
125
18
21
3
24
72
30
88
11
413
5,08
30,27
4,36
5,08
0,72
5,81
17,43
7,27
21,31
2,67
100
Berdasarkan tabel 3 di atas, ternyata masyarakat Rt 003 lebih banyak
bekerja sebagai karyawan swasta dengan jumlah terbanyak yaitu 30,27% (125
orang). Kemudian dilanjutkan dengan pelajar pada tingkat kedua dengan jumlah
88 orang. Pada tingkat ketiga yaitu ibu rumah tangga, kemudian mahasiswi/a,
kemudian pensiunan, PNS, wiraswasta, guru dan dosen, pengangguran dan yang
terakhir adalah buruh.
4. Agama
Keyakinan pada masyarakat Rt. 003 Rw. 011 terbilang cukup beraneka
ragam. Dari beberapa agama yang ada di Indonesia semua agama ada di
masyarakat ini, kecuali agama Budha. Mayoritas agama yang dianut oleh
masyarakat Rt. 003 Rw. 011 adalah agama Islam. Kemudian pada tingkat kedua
adalah agama Kristen, dilanjutkan dengan agama Katholik, Hindu. Data tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4
Agama
Agama
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Jumlah
F
349
46
15
3
413
%
84,51
11,14
3,63
0,72
100
Berdasarkan tabel 4 masyarakat Rt 003 mayoritas beragama Islam dengan
jumlah 84,51% (349 orang), kemudian Kristen 11,14% (46 orang), Katolik 3,63%
(15 orang), dan yang paling sedikit adalah Hindu dengan jumlah 0,72% (3 orang).
5. Jumlah Orang Tua
Jumlah orang tua yang ada di wilayah Rt 003/011 adalah 220 orang. Yang
terdiri dari bapak-bapak sebanyak 48,64% (107 orang) dan ibu-ibu sebanyak
51,36% (113 orang). Dan jumlah tersebut dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5
Jumlah Orang Tua
Orang Tua
Bapak
Ibu
Jumlah
F
107
113
220
%
48,64
51,36
100
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dikatakan bahwa mayoritas orang tua di
Rt. 003 Rw. 011 adalah ibu-ibu yang berjumlah 113 dengan status janda, baik
ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya.
6. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel di bawah ini adalah jumlah anak di Rt 003 berdasarkan jenis
kelaminnya.
Tabel 6
Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
F
120
73
193
%
62,18
37,82
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak laki-laki lebih banyak
24,36% dibandingkan dengan jumlah anak perempuan yang hanya berjumlah 73
anak dengan presentase 37,82%.
7. Jumlah Anak Berdasarkan Usia
Anak-Anak yang ada di Rt. 003 Rw. 011 dapat dikategorikan dari usianya,
antara lain: anak yang berusia 0-5 tahun hanya berjumlah 25 anak dengan
presentase 12,95%, anak berusia 6-12 tahun berjumlah 113 anak dengan
presentase 58,54%, kemudian anak yang berusia 13-17 tahun berjumlah 20 anak
dengan presentase 10,38% dan yang terakhir adalah kategori anak dengan usia 1825 tahun yang berjumlah 35 orang dengan presentase 18,13. dan jumlah tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7
Jumlah Anak Berdasarkan Usia
Usia
0-5 tahun
6-12 tahun
13-17 tahun
18-25 tahun
Jumlah
F
25
113
20
35
193
%
12,95
58,54
10,38
18,13
100
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa usia anak yang lebih banyak
di Rt 003 adalah usia 6-12 tahun yang berjumlah 113 anak dengan presentase
58,54%.
8. Sarana Perhubungan
Sarana yang ada di wilayah Rt 003/011 terdiri dari sebuah masjid yang
bernama masjid Al-Muhajirin, Taman Kanak-Kanak dan Taman Pengajian AlQur’an, lapangan badminton, taman dan kantor pelayanan Posyandu.
BAB IV
HASIL PENELITIAN KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DAN
ANAK
A. Data Kultural, Sosiologis dan Psikologis Keluarga
Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah 4 (empat) keluarga
dengan latar belakang yang berbeda yang ada di masyarakat Rt 003/011. Untuk
mendapatkan data kultural, masing-masing individu baik ayah dan ibu dalam 1
keluarga menerima pertanyaan yaitu: Dimanakah bapak atau ibu lahir? Sejak
tahun berapa bapak atau ibu tinggal di Jakarta? dan untuk anak yaitu: dimanakah
saudara lahir? Dapatkah saudara ceritakan latar belakang pendidikan saudara?
Begitu juga dengan data sosiologis, yaitu apa pekerjaan bapak saat ini? Apakah
bapak, ibu atau saudara aktif dalam bermasyarakat? Untuk mengetahui data
psikologis peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing
individu (ayah, ibu dan anak), yaitu: bagaimana pendapat mengenai sifat dan
sikap anak anda? dan untuk anak yaitu: bagaimana pendapat saudara mengenai
sifat dan sikap orang tua anda? Ayah dan ibu? Dan masing-masing jawaban dari
responden adalah sebagai berikut:
1. Keluarga Pertama
Tabel 1
Data Keluarga A
Kategori
Ayah
Ibu
Anak
Kultural
Sosiologis
Psikologis
Tegal, Jawa 1. Wiraswasta dalam bidang 1.Keras
Tengah
perbengkelan di daerah 2.Tegas
Rawamangun dan bangunan 3.Penyayang
di Tambun.
4.Sedikit
2. Aktif di masyarakat dalam
emosional
bidang keagamaan, misalnya
kepengurusan masjid.
Pekalongan, 1. Ibu rumah tangga
1. Penyayang
Jawa
2.Dalam masyarakat aktif 2. Tidak
Tengah
dalam bidang keagamaan,
banyak
misalnya pengajian ibu-ibu.
bicara
3. Mudah
emosi
Jakarta
1.Mahasiswi Universitas di 1.Manja
Jakarta semester 6.
2.banyak
2.Guru Taman Kanak-Kanak
bicara
parttime di Duren Sawit.
3.Jujur
3.Karang taruna RT dan RW.
4.Selalu ceria
Data Kultural
Keluarga yang pertama terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak.
Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Tegal,
tetapi sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) beliau sudah berada di Jakarta
tepatnya tahun 1958 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Pekalongan,
dan tinggal di Jakarta setelah menikah pada tahun 1980. Ketiga anak mereka lahir
di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini
yaitu A anak ketiga mereka. A lahir dan tumbuh besar di Jakarta, A melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di
sebuah pondok pesantren di kota Solo Jawa Tengah selama enam tahun, kemudian
melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Ayah dan ibu di keluarga ini jika
berkomunikasi menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa, tetapi terhadap
anak-anaknya mereka mereka menggunakan bahasa Indonesia, karena walaupun
anak-anak mereka paham apabila mereka berbicara menggunakan bahasa daerah
tetapi mereka tidak bisa memberikan respon dengan menggunakan bahasa daerah
yang sama pula.
Data Sosiologis
Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dalam bidang perbengkelan di
Rawamangun dan bangunan di Tambun. Ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga.
Dua orang anaknya sudah bekerja, dan saat ini A tercatat sebagai mahasiswi di
sebuah Universitas Negeri di Jakarta dan sekarang pun A telah bekerja sampingan
sebagai guru parttime di sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) di Duren Sawit.
Dalam bermasyarakat pun baik ayah, ibu dan A terbilang cukup aktif dalam
berbagai kegiatan di lingkungan sekitarnya, dari kegiatan keagamaan seperti
kepengurusan masjid Al-Muhajirin, pengajian ibu-ibu maupun kegiatan sosial
seperti karang taruna RT dan RW.
Data Psikologis
Menurut A ayahnya adalah sosok yang mempunyai karakter yang keras
dan tegas tetapi penyayang. Kadang sangat peka perasaannya dan mudah emosi
bila sedang marah. Tidak pernah terlihat sedih. Banyak bicara bila senang.
Ibu menurut A adalah sosok ibu yang sangat penyayang. Tidak terbuka dan
tidak juga tertutup jadi dapat dikatakan pendiam. Mengomel bila sedang marah
dan senang sekali bercerita bila ia sedang senang. Selalu memberikan hadiah bila
anaknya berbuat suatu kebaikan, misalnya nilai akademik yang bagus.
Menurut orang tuanya A adalah anak yang selalu terbuka, suka bercerita,
selalu pamit dan mengatakan tujuannya jika hendak bepergian, manja (kolokan),
selalu marah bila apa yang ia mau tidak segera dibelikan, dan tidak pernah terlihat
sedih.
Karena apa yang dibutuhkan oleh anaknya akan dipenuhi. Semua orang
dalam keluarga ini baik ayah, ibu dan anak saling berkomunikasi. Mereka
membicarakan semua hal, baik hal-hal yang bersifat santai maupun serius. Satu
sama lain saling mengisi, menjalankan apa yang telah menjadi tugasnya dan
memberikan apa yang menjadi kebutuhan masing-masing individu dalam
keluarga. Tetapi dalam hal menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi misalnya,
cerita tentang teman dekat yang dia sukai dia tidak dapat menceritakan. Dia lebih
bisa mengutarakan tentang isi hatinya kepada kakak perempuannya, karena
perasaan takut dimarahi apabila ia katakan kepada ayahnya.
2. Keluarga Kedua
Tabel 2
Data Keluarga B
Kategori
Ayah
Ibu
Anak
Kultural
Sosiologis
Psikologis
Purwodadi, 1.Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1. Keras
Semarang,
di Jakarta Pusat.
2. Tegas
Jawa
2.Aktif
di
masyarakat 3. Penyayang
Tengah
khususnya dalam bidang 4.Agak pendiam
keagamaan,
misalnya 5.Sedikit otoriter
kepengurusan masjid.
Jakarta
1.Ibu rumah tangga
1. Banyak bicara
2.Dalam masyarakat aktif 2. Penyayang
dalam bidang keagamaan, 3. Pengertian
misalnya pengajian ibu-ibu. 4. Mudah
3.Guru Taman Pendidikan AlBergaul
Qur’an (TPQ) di masjid AlMuhajirin.
Jakarta
1.Mahasiswa
Universitas 1. Supel
Islam di Jakarta semester 6. 2. Agak pendiam
2.Karang taruna RT.
3. Bertanggung
jawab
jika
diberi amanat
4. Mau belajar
Data Kultural
Keluarga yang kedua terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak. Keluarga
ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Purwodadi Jawa
Tengah, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atasnya di Jakarta pada tahun
1969 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Jakarta, walaupun kedua
orang tuanya keturunan Jawa. Ketiga anak mereka pun lahir di Jakarta. Dari
ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu B anak
kedua mereka. B Lahir dan tumbuh besar di Jakarta. B melanjutkan Sekolah
Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di Banten, kemudian
kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliahnya. Bahasa yang digunakan dalam
keluarga ini adalah bahasa Indonesia, karena adanya dua budaya di keluarga ini,
yaitu Jawa dan Betawi dan juga dikarenakan ayahnya yang sudah lama tinggal di
Jakarta.
Data Sosiologis
Ayahnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta Pusat dan
ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan guru Taman Pendidikan Al-Quran
(TPQ) setiap sorenya. Anak pertama mereka telah bekerja di sebuah perusahaan
swasta, saat ini B tercatat sebagai mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas
Islam di Jakarta. Dan anak terakhir mereka saat ini tercatat sebagai siswa kelas 2
di sebuah Madrasah Aliyah di Jakarta. Dalam bermasyarakat ayah, ibu dan B
cukup aktif dan dikenal dalam masyarakat, seperti kepengurusan masjid,
pengajian ibu-ibu dan karang taruna RT.
Data Psikologis
Sosok ayah menurut B adalah ayah yang keras, agak pendiam tapi
penyayang. Jika sedang sedih ayah diam, jika senang suka cerita.
Ibu bagi B adalah ibu yang baik dan dapat menjadi teman, kakak sekaligus
sahabat. Ibu yang penyayang, pengertian, banyak bicara (cerewet), lembut dan
mudah bergaul dengan siapa saja. Jika sedih ibu diam dan menangis, kalau senang
ibu senang sekali bercerita.
Menurut ibu dan bapak B adalah seorang anak yang bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas ataupun bila diberi amanat, selalu ingin belajar bila ia
tidak mengetahui ataupun tidak memahami suatu mata kuliah, mudah bergaul
dengan orang yang baru ia kenal, suka menunda-nunda pekerjaan bila diperintah
oleh orang tua, tidak menyelesaikan masalah yang terjadi dalam keluarga
(menghindar dengan cara pergi dari rumah) bila ada konflik internal (di rumah)
tetapi bila ada konflik eksternal (dengan teman) segera diselesaikannya. Agak
tertutup bila berbicara tentang masalah pribadi, misalnya menceritakan teman
perempuan terdekat (pacar).
Ayah dalam keluarga ini jarang berbicara kalau tidak perlu. Yang paling
aktif berbicara di keluarga ini adalah ibu dan anak pertama mereka. B dan adiknya
tidak banyak bicara dalam keluarga. Karena B dapat dikatakan sangat aktif dalam
kegiatan di kampus, jadi jarang sekali pulang ke rumah. Dari 7 hari dalam
seminggu hanya 3 hari B berada di rumah dan sisa hari-harinya banyak dihabiskan
di luar rumah, seperti kostan dan kampus. Setiap kali pulang ke rumah, ibunyalah
yang sering berkomunikasi dengan B, karena keberadaan ibu yang selalu ada di
rumah setiap harinya. Sikap B cenderung tertutup. Hanya kepada beberapa orang
tertentu saja dia dapat mengutarakan isi hatinya. Tapi baik ayah maupun ibunya
menyukai sikap B yang bertanggung jawab dalam menjalankan suatu amanat.
3. Keluarga Ketiga
Tabel 3
Data Keluarga C
Kategori
Kultural
Sosiologis
Ayah
Tasikmalaya,
Jawa Barat.
1.Supir truk
Ibu
Yogyakarta
1. Ibu rumah tangga
2. Dalam masyarakat aktif
dalam bidang keagamaan,
misalnya pengajian ibuibu.
Anak
Jakarta
1. Mahasiswi Universitas di
Lombok, Nusa Tenggara
Barat.
2. Guru honorer di SMK
3. Karang taruna RT dan
RW.
Psikologis
1.Cuek
2. Tidak
perhatian
dengan anak
3. Pilih kasih
4.Banyak tuntutan
1. Banyak bicara
2. Keras
3. Terlalu otoriter
4. Banyak
tuntutan
terhadap anak.
1. Baik
2. Penuh
sopan
santun
3. Jujur
4. Agak malas
5. Agak pendiam
Data Kultural
Keluarga ketiga terdiri dari seorang ibu dan 3 (tiga) orang anak, karena ia
telah berpisah dengan suaminya. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh seorang ayah
yang lahir dan tumbuh di Tasikmalaya, ibu yang lahir dan tumbuh besar di
Yogyakarta, kemudian kerja di Jakarta tahun 1978 hingga sekarang. Ketiga
anaknya lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam
penelitian ini yaitu C anak keduanya. Yang lahir dan tumbuh besar di Jakarta,
kemudian melanjutkan kuliahnya di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Data Sosiologis
Karena sudah lama berpisah dengan suami, dan pekerjaan ibu C hanya
sebagai ibu rumah tangga maka yang mencari nafkah untuk keluarga ini adalah
anak pertama yang sudah berkeluarga dan tinggal satu atap dengannya. Tetapi
setelah anak pertamanya mempunyai rumah sendiri, maka dialah yang mencari
nafkah untuk anak-anaknya. Dalam bermasyarakat baik ibu maupun C dikenal
cukup baik dan mau bergabung dalam aktivitas ataupun kegiatan yang ada di
lingkungannya, kegiatan yang bersifat keagamaan ataupun sosial seperti pengajian
ibu-ibu dan karang taruna RT dan RW.
Data Psikologis
Ayah menurut C adalah ayah yang cuek, tidak perhatian terhadap anak, dan
pilih kasih. Banyak menuntut terhadap anak misalnya nilai sekolah harus bagus.
Tidak pernah terlihat sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila sedang marah.
Menurut C ibu adalah sosok ibu yang keras, otoriter dan banyak menuntut
terhadap anak, banyak bicara bila sedang marah, diam bila sedang sedih, dan suka
jalan-jalan bila sedang senang.
Bagi orang tua C adalah anak yang mempunyai sikap yang baik, jujur,
penuh sopan santun, selalu ingin cepat menyelesaikan masalah bila ada konflik
internal maupun eksternal. Mudah emosi dan kasar mengerjakan sesuatu (tidak
ikhlas) bila sedang marah, malas mengerjakan sesuatu bila sedang sedih, rajin
mengerjakan sesuatu bila sedang senang.
Figur ayah tidak ada dalam keluarga ini karena telah berpisah dengan ibunya
membuat keluarga ini mempunyai kekurangan dalam segi ekonomi dan ikatan
kekeluargaan dengan anak-anaknya. Meskipun ketiga anaknya tingal satu atap dan
sudah mempunyai pekerjaan, tapi komunikasi dan kasih sayang di antara mereka
tidak terjalin, seperti hidup sendiri. C yang merasa tidak diberi nafkah oleh ibunya
menjauh dari ibunya. Dia lebih terbuka kepada teman dekatnya yang sudah
hampir 7 tahun mempunyai hubungan yang khusus dengannya. Karena menurut C
temannyalah yang dapat memberikan semua kebutuhan hidupnya baik biologis
(kebutuhan sehari-hari contohnya pakaian, makanan dll) ataupun psikologis
(contohnya rasa nyaman dan aman). Anak maupun ibu dalam keluarga ini tidak
dapat berkomunikasi layaknya keluarga lainnya, karena C tidak ingin orang tua
khususnya ibu mengatur, turut ikut campur dan mengganggu jalan hidupnya.
Maka dari itu ibu dalam keluarga ini lebih memilih tidak banyak bicara (diam)
dan enggan berkomunikasi dengan C dengan alasan “daripada harus bertengkar
dengan anak”. Tetapi harapan ibu C menginginkan pribadi C kembali seperti dulu
waktu dia masih duduk di bangku SMA yaitu mau berbagi cerita dengannya.
4. Keluarga Keempat
Tabel 4
Data Keluarga D
Kategori
Kultural
Sosiologis
Ayah
Purwodadi, 1.Pensiunan Pegawai Negeri
Semarang
Sipil (PNS) di Jakarta Utara.
Jawa
2.Aktif dalam kepengurusan
Tengah
RW bagian perlengkapan.
Ibu
Bogor,
Jawa
Barat.
Anak
Jakarta
1.Ibu rumah tangga
2.Penjahit
3.Dalam masyarakat aktif dalam
bidang keagamaan, misalnya
pengajian ibu-ibu. Dan sosial
misalnya PKK dan Posyandu.
1.Mahasiswi Universitas Islam
di Jakarta.
Psikologis
1. Baik
2. Keras
3. Tegas
4. Bijaksana
5. Demokratis
6. Agak pendiam
1. Banyak bicara
2. Penyayang
3. Pengertian
4. Mudah bergaul
dengan siapa
saja
1. Ceria
2. Terbuka
2.Guru parttime di lembaga
bahasa Inggris di Jatibening,
Bekasi.
3.Karang taruna RT.
3.
4.
5.
6.
Banyak bicara
Pekerja keras
Banyak tanya
Agak malas
Data Kultural
Keluarga keempat terdiri dari ayah, ibu dan 2 (dua) orang anak. Keluarga ini
dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Porwodadi Jawa
Tengah, kemudian kerja di Jakarta tahun 1971 hingga sekarang. Ibu yang lahir
dan tumbuh besar di Bogor Jawa barat, dan ke Jakarta tahun 1980 setelah
menikah. Kedua anak mereka lahir di Jakarta. Dari kedua anak mereka yang
menjadi responden dalam penelitian ini yaitu D anak kedua mereka. D lahir dan
tumbuh besar di Jakarta, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di
kota Ngawi Jawa Timur, dan melanjutkan kuliahnya di Jakarta.
Data Sosiologis
Ayah dalam keluarga ini bekerja sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mempunyai pekerjaan
sampingan sebagai penjahit. Anak pertamanya sudah bekerja dan D saat ini
tercatat sebagai mahasiswi di sebuah Universitas Islam di Jakarta dan bekerja
sebagai guru parttime di sebuah lembaga bahasa Inggris di Bekasi. Dalam
bermasyarakat keluarga ini terbilang sangat aktif, ayah D mantan ketua RT selama
12 tahun lamanya dan saat ini tercatat sebagai bagian perlengkapan dalam
keperngurusan RW, ibu yang aktif diorganisasi ibu-ibu seperti PKK, Posyandu
dan pengajian-pengajian serta D yang selalu mengikuti kegiatan remaja, seperti
pengajian remaja, karang taruna RT.
Data Psikologis
Ayah bagi D adalah ayah yang baik, tegas, demokratis, bijaksana, tidak
banyak bicara tapi jika ada yang cerita ayah pasti menanggapinya. Diam bila
sedang marah, suka bingung dalam mengerjakan sesuatu bila sedih, banyak bicara
bila sedang senang.
Bagi D ibu adalah ibu yang sangat penyayang, bisa mengerti perasaan anak,
bisa jadi teman, mudah bergaul (supel), masakannya enak, banyak bicara
(cerewet), ngomel jika marah, diam jika sedih dan senang bercerita jika sedang
senang.
D bagi orang tuanya adalah anak yang ceria, terbuka, suka cerita, banyak
bicara dan banyak tanya, pekerja keras tapi agak pemalas. Senang sekali diam di
kamar dan menangis bila sedang sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila
sedang marah, dan senang sekali bercerita bila sedang senang.
Keluarga ini mempunyai komunikasi yang sangat terbuka terhadap anggota
keluarganya. Baik ayah, ibu dan anak selalu bercerita tentang kejadian-kejadian
yang didapatkan selama di tempat bekerja ataupun di kampus sesampainya di
rumah. Jadi tidak ada yang ditutupi di antara mereka. Ayah mengetahui sikap dan
sifat D ketika sedih maupun senang, yang disukai maupun tidak, begitu juga ibu.
D juga mengetahui apa yang harus dilakukan jika orang tua (ibu dan ayah) sedih
dan senang, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh kedua orang tuanya.
B. Proses Non Komunikasi Antarpribadi ke Komunikasi Antarpribadi
Keluarga
Setiap pelaku komunikasi yang sudah saling mengenal akan mengatakan
bahwa komunikasi yang ia lakukan adalah komunikasi antarpribadi. Padahal tidak
semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang
berdekatan dapat dikatakan komunikasi antarpribadi jika masing-masing individu
tidak mengenal data psikologis lawan bicaranya. Begitu juga dalam sebuah
keluarga, walaupun dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga sudah saling
mengenal diri setiap anggota keluarganya, tetapi belum tentu masing-masing
individu mengenal data psikologis seluruh anggota keluarga. Untuk mengetahui
proses komunikasi yang terjadi dalam 4 keluarga, peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada masing-masing keluarga, pertanyaannya antara lain: apakah
anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi
dengan keluarga anda? Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan
keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? Siapakah yang paling aktif
berbicara dalam keluarga? Apakah anda dekat dengan anggota keluarga anda?.
Dan hasil lapangan dari masing-masing keluarga adalah sebagai berikut:
1. Keluarga pertama
Keluarga A merupakan keluarga merupakan keluarga yang termasuk dalam
keluarga yang berekonomi tingkat atas (elit).
Menurut ayah A, mereka selalu membicarakan tentang segala hal, dari yang
bersifat umum seperti kegiatan akademik kampus dan pekerjaan sampai yang
bersifat pribadi seperti bercerita tentang teman ataupun masalah yang sedang
dihadapi di ruang keluarga sambil menonton TV bersama dengan alasan “karena
semua orang di keluarga ini senang cerita.” Ibu A berpendapat yang sama dengan
ayahnya, yang berbeda adalah A tidak pernah curhat tentang masalah temantemannya. Karena A lebih suka cerita dengan kakak perempuan yang tidur satu
kamar dengan A, jadi ibu A tidak pernah tahu kalau A sedang punya masalah atau
tidak. Tidak menurut A, ayah dan ibunya tidak pernah membicarakan masalah
yang sedang dihadapi oleh keluarga begitu juga dengan A yang tidak pernah
menceritakan hal-hal pribadinya seperti masalah dengan temannya dengan alasan
“takut dimarahi kalau cerita tentang teman.” Dari hasil di lapangan proses
keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 1 dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Proses Keintiman Keluarga A
1
2
4
3
1.
2.
3.
4.
Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi
Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif
Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif
Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)
Jika dilihat panah tebal pada gambar 1 di atas dapat dikatakan bahwa proses
komunikasi keluarga 1 adalah komunikasi non antarpribadi karena baru masuk
dalam tahap menuju pertukaran afektif. Hal ini disebabkan karena antara orang
tua, baik ayah-anak maupun ibu-anak masing-masing tidak banyak mengetahui
tentang apa yang terjadi dalam diri anggota keluarganya.
Proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi terjadi karena masingmasing individu menggunakan model komunikasi. Dalam keluarga A model
komunikasi yang dipakai adalah agresif-pasif. Karena A lebih banyak
berkomunikasi kepada orang tuanya dibandingkan orang tuanya kepada A. Dan
model komunikasi yang dipakai keluarga A dapat dilihat pada grafik di bawh ini:
Grafik 1
Model Komunikasi Keluarga A
+
X (orang tua)
(pasif-agresif) Tipe IV
Tipe I (luwes)
-
+Y (anak)
Tipe II (agresif-pasif)
(pasif-pasif) Tipe III
-
Pada grafik 1 menunjukkan bahwa hubungan A dengan orang tuanya
mengalami de-eskalasi atau penurunan karena beberapa faktor yaitu intensitas
pertemuan yang kurang, komunikasi yang tidak mendalam antara A dan orang tua.
A lebih banyak bicara dibanding kedua orang tuanya, karena A ingin orang tuanya
tahu apa yang A harapkan.
2. Keluarga kedua
Keluarga B adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi
menengah.
Keluarga kedua ini termasuk keluarga yang dapat dikatakan agak sibuk.
Karena masing-masing individu dalam keluarga ini mempunyai rutinitas setiap
harinya, jadi untuk bisa berkumpul dengan keluarga hanya dapat dilakukan pada
malam hari saja saat menonton TV bersama. Maka dari itu intensitas bertemu
dengan anggota keluarga termasuk B menjadi berkurang. Apalagi jika dilihat dari
kesibukan B dalam kegiatan kampus, membuat B jarang sekali pulang ke rumah
dan sikap ayah yang cenderung pendiam membuat B jarang berkomunikasi
dengan ayahnya. B lebih sering berkomunikasi dengan ibu, dari kegiatan kampus,
tentang nilai akademik atau kadang membicarakan masalah yang sedang dihadapi
oleh B ataupun tempat yang akan dikunjungi oleh B tapi tidak untuk menceritakan
tentang teman dekat dengan alasan “kayaknya belum tepat aja waktunya untuk
ngomong. Udah gitu takut ah!” begitu juga sebaliknya, jika orang tua B khusunya
ibu selalu menceritakan apa yang ia rasakan, dari masalah sehari-hari sampai
masalah yang sedang dihadapi keluarga. Hasil dari lapangan tersebut dapat
digambarkan seperti di bawah ini:
Gambar 2
Proses Keintiman Keluarga B
1
2
4
3
1.
2.
3.
4.
Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi
Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif
Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif
Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)
Dapat dilihat dari panah tebal pada gambar 2 di atas dapat dikatakan bahwa
proses komunikasi dalam keluarga 2 ini sudah memasuki lingkaran ketiga, yaitu
tahap pertukaran afektif. Ini dapat dilihat dari semua hal yang diceritakan oleh B
kepada orang tua B khususnya ibu dan begitu juga sebaliknya orang tua kepada B.
Jadi baik maupun orang tua masing-masing saling mengetahui apa yang terjadi
pada masing-masing anggota keluarga.
Model komunikasi yang dugunakan pada keluarga B adalah agresif-pasif.
Orang tua lebih banyak berkomunikasi dengan B daripada B yang jarang
berkomunikasi dengan orang tuanya, maka gambar model komunikasi keluarga B
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 2
Model Komunikasi Keluarga B
+
X (orang tua)
(pasif-agresif) Tipe IV
Tipe I (luwes)
-
+Y (anak)
(pasif-pasif) Tipe III
Tipe II (agresif-pasif)
-
Dapat dilihat pada tulisan tipe IV yang ditebalkan dalam grafik 2
menunjukkan bahwa hubungan antara B dengan orang tuanya mengalami
penurunan karena beberapa faktor, antara lain: intensitas pertemuan yang kurang,
B yang tidak mau terbuka tentang segala hal termasuk tentang teman dekat. Yang
lebih banyak berbicara adalah orang tua dibandingkan B.
3. Keluarga ketiga
Keluarga C merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi
rendah (miskin).
Ibu C berpendapat bahwa ia dan C jarang sekali berkomunikasi, karena
intensitas bertemu yang sangat kurang dan perubahan pada diri C yang tidak mau
berbagi cerita dengan ibunya sejak C kuliah di Lombok dan mempunyai teman
dekat, seperti ada jarak antara ibu dan C. Hal yang sering dibicarakan oleh ibu dan
C hanya sebatas tentang tugas rumah sehari-hari. Begitu juga dengan C yang
berpendapat bahwa karena banyaknya tuntutan dari ibu yang membuat C tidak
mau berbagi cerita dengan ibunya. Apalagi sejak ayah dan ibu C bercerai, baik C
maupun ibu masing-masing saling menutupi diri dengan alasan “daripada
bertengkar dengan anak lebih baik diam.” Dengan panjabaran hasil dari penelitian
di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di
keluarga 2 dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3
Proses Keintiman Keluarga C
1
2
4
3
1.
2.
3.
4.
Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi
Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif
Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif
Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)
Dari panah tebal yang terdapat pada gambar 3 di atas dapat dikatakan bahwa
proses komunikasi keluarga 2 adalah komunikasi non antar pribadi karena baru
mencapai tahap orientasi. Hal ini disebabkan karena baik ibu maupun C sebagai
anak tidak mau terbuka tentang diri masing-masing dan salah satu diantara mereka
baik B maupun ibu membuat ada dalam hubungan antara ibu dan anak.
Proses keintiman yang terjadi pada keluarga C disebabkan juga oleh model
komunikasi yang digunakan, yaitu pasif-pasif. Baik orang tua maupun B tidak ada
keterbukaan di antara kedua belah pihak, proses itu dapat dilihat dari grafik di
bawah ini:
Grafik 3
Model Komunikasi Keluarga C
+
X (orang tua)
(pasif-agresif) Tipe IV
Tipe I (luwes)
-
+Y (anak)
(pasif-pasif) Tipe III
Tipe II (agresif-pasif)
-
Dari grafik 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara C dengan orang tuanya
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya intensitas pertemuan,
tidak adanya keterbukaan antara C dengan orang tuanya karena takut akan
melukai perasaan lawan bicara. Jadi baik C maupun orang tuanya saling menutupi
diri, dan tidak ada yang mau memulai untuk membuka pembicaraan.
4. Keluarga keempat
Keluarga D merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang
berekonomi menengah.
Di keluarga keempat ini walaupun masing-masing individu dapat dikatakan
cukup sibuk tetapi baik ayah, ibu maupun D selalu mempunyai waktu untuk
berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing di luar setiap sesampainya di
rumah. Sambil memasak, sehabis sholat, di meja makan sambil menikmati
makanan ataupun sambil menonton TV bersama mereka sempatkan untuk
bercerita. Begitu juga jika salah satu anggota keluarga ada di luar rumah ayah, ibu
maupun D selalu berbagi cerita lewat telepon jika terjadi atau mendapatkan
kejadian yang baru. Semua anggota keluarga 4 ini senang sekali bercerita, mulai
masalah kegiatan akademik sampai tentang teman dekat. Dari hasil penelitian di
lapangan peneliti proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di
keluarga 4 dapat digambarkan ini sebagai berikut:
Gambar 4
Proses Keintiman Keluarga D
1
2
4
3
1.
2.
3.
4.
Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi
Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif
Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif
Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap)
Gambar panah tebal pada gambar 4 di atas yang memasuki lingkaran
keempat yaitu tahapan stabil, menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi
dalam keluarga 4 ini merupakan proses komunikasi yang transaksional dan dapat
disebut menjadi proses komunikasi antar pribadi. Hal ini dapat dilihat dari hasil
lapangan yang telah disebutkan di atas bahwa baik ayah, ibu dan D masingmasing individu selalu menceritakan apa terjadi di luar rumah sesampainya
mereka di rumah. Dan masing-masing anggota keluarga mengetahui apa sedang
terjadi dalam diri anggota keluarga lainnya.
Model komunikasi yang digunakan oleh keluarga D adalah luwes. Jadi
kedua belah pihak baik orang tua maupun D dapat mengutarakan pendapatnya
tanpa ada yang ditutupi. Dan model komunikasi tersebut dapat di lihat pada grafik
di bawah ini:
Grafik 4
Model Komunikasi Keluarga D
+
X (orang tua)
Tipe I (luwes)
(pasif-agresif) Tipe IV
-
+Y (anak)
(pasif-pasif) Tipe III
Tipe II (agresif-pasif)
-
Pada grafik 8 menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan D sebagai anak
dikarenakan beberapa faktor, yaitu: intensitas komunikasi yang sering dan
komunikasi dengan baik menyebabkan kedua belah pihak saling terbuka tentang
segala hal.
C. Pola Kontrol Komunikasi ( PKK) dan Manajemen Konflik Keluarga
Komunikasi dapat dikatakan berhasil jika apa yang diperoleh komunikator,
paling tidak sebagian, sesuai dengan harapan atau keinginannya semula. Dan
semua itu dapat diperoleh dengan melakukan pengendalian lingkungan. Dalam
usaha pengendalian lingkungan, setiap individu memiliki dan menggunakan cara,
strategi atau teknik yang berbeda-beda. Untuk mengetahui bagaimana PKK dan
manajemen konflik yang terdapat dalam empat keluarga, sebagai responden
masing-masing individu dalam keluarga baik ayah, ibu dan anak mendapat
pertanyaan sebagai berikut: bagaimanakah cara yang bapak/ibu lakukan dan
katakan apabila hendak menyuruh anak bapak/ibu mengerjakan sesuatu? Apa
yang anak bapak/ibu lakukan apabila ada terjadi kesalahpahaman di antara dalam
keluarga? Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Jika ya, apa
penyebabnya? Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik baik
eksternal maupun internal? Dan hasil dari wawancara adalah sebagai berikut:
1. Keluarga pertama
Dikarenakan keluarga A adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga
yang berekonomi atas (elit) baik ayah maupun ibu A selalu memberikan imbalan
berupa hadiah apabila A melakukan apa yang mereka inginkan, misalnya nilai
akademik yang bagus. Tetapi jika tidak mereka akan menghukum A dengan cara
memberi ancaman misalnya “ kalau tidak bagus nanti uang jajannya dikurangi.”
Terkadang ayah dan ibu A selalu berpikiran bahwa anaknya masih kecil dan tidak
akan melakukan hal-hal yang tidak baik, jadi akan selalu baik, walaupun pada
kenyataannya dia melakukan yang tidak diperbolehkan oleh orang tuanya
misalnya sering tidak bilang kalau mau pergi mengunjungi teman laki-lakinya.
Strategi-strategi yang digunakan oleh keluarga pertama dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 5
Strategi Komunikasi Keluarga A
Kategori
Komunikasi Konvergensi
Ayah-anak
Strategi wortel berayun, Strategi pedang tergantung
strategi dunia peri
Strategi wortel berayun, Strategi pedang tergantung
strategi dunia peri
Ibu-anak
Komunikasi Divergensi
Dari tabel 1 di atas dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi yang
digunakan oleh orang tua A adalah stategi wortel berayun, karena semua
pekerjaan yang dilakukan oleh A dikarenakan imbalan atau hukuman yang
diberikan oleh ayah dan ibunya. Strategi dunia peri pun digunakan oleh orang tua
A, karena orang tua selalu melihat bahwa A adalah anak yang jujur di depan
mereka, tidak menurut A karena apabila A tidak sepakat dengan apa yang
diinginkan ayah dan ibunya A hanya bisa mengiyakan dengan anggukan saja
tanpa bisa memberikan pendapatnya.
2. Keluarga kedua
Keluarga yang termasuk keluarga yang berekonomi menengah dalam
melakukan semua pekerjaannya B selalu didukung oleh orang tuanya dengan
memberikan pandangan-pandangan tentang sebab dan akibat apabila melakukan
suatu pekerjaan yang diinginkan B, tetapi terkadang baik ayah maupun ibu B
memberikan imbalan berupa hadiah seperti membelikan pulsa jika B melakukan
hal yang baik. Tetapi jika B tidak mau mengerjakan apa yang diminta orang tua B
khusunya ayah, ia akan memberikan hukuman kepada B berupa ucapan-ucapan
yang tidak mengenakan hati misalnya “punya anak kok kayak gak punya anak!”
Dari hasil di lapangan maka strategi yang digunakan dalam keluarga kedua dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6
Strategi Komunikasi Keluarga B
Kategori
Komunikasi Konvergensi
Ayah-anak
Strategi katalisator, strategi Strategi pedang tergantung
wortel berayun
Strategi katalisator, strategi Strategi katalisator
wortel berayun
Ibu-anak
Komunikasi Divergensi
Tabel 2 di atas menyatakan bahwa orang tua B baik ayah maupun ibu
menggunakan strategi katalisator dan wortel berayun jika ingin B melakukan
sesuatu yang diinginkan orang tua B. Strategi pedang tergantung yang digunakan
ayah dan strategi katalisator yang digunakan ibu apabila B tidak mau melakukan
perintah orang tua.
Jika terjadi konflik internal B terbiasa untuk menghindar atau melarikan diri
dari rumah sampai keadaan membaik baru B kembali ke rumah. Tetapi lain halnya
jika konflik tersebut adalah konflik eksternal, B akan menyelesaikannya dengan
cara meminta pendapat dari orang tuanya ataupun orang lain yang dianggapnya
dapat memberikan saran yang baik untuk mencari solusi.
3. Keluarga ketiga
Semua perkerjaan yang dilakukan oleh C adalah perintah dari ibunya. Itu
semua karena tugas yang telah dibagi atas kesepakatan bersama. Karena keluarga
C termasuk keluarga yang berekonomi rendah (miskin) menurut ibu C ia tidak
memberikan imbalan apapun kecuali ucapan “terima kasih” apabila dia
melakukan perintahnya. Tapi jika tidak melakukannya ibu C hanya memberikan
pandangan-pandangan tentang sebab dan akibat jika C tidak melakukan suatu hal
yang diinginkan ibu C. Semua itu berbeda dengan pendapat C yang menyatakan
bahwa ibu tidak pernah memberikan imbalan apapun jika ibunya menyuruh
mengerjakan sesuatu. Tetapi jika tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh
ibu maka ibu akan memberikan ancaman berupa kata-kata yaitu “gimana nanti
kalau sudah menikah kalau gak bisa mengerjakan hal yang sepele, pasti malu
sama mertua”, dan ancaman itu yang membuat C enggan berkomunikasi dengan
ibunya. Dari hasil wawancara yang didapat maka strategi-strategi yang digunakan
dalam keluarga ketiga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7
Strategi Komunikasi Keluarga C
Kategori
Komunikasi Konvergensi
Komunikasi Divergensi
Ayah-anak
Ibu-anak
Strategi dunia peri
Strategi pedang tergantung
Strategi katalisator, wortel Strategi katalisator dan dunia
berayun dan pedang tergantung peri
Tabel 3 diatas menyebutkan bahwa orang tua C lebih khususnya ayah
menggunakan strategi dunia peri dalam berkomunikasi dengan anaknya karena
jarangnya keberadaan ayah di rumah, jadi selalu menganggap bahwa C adalah
anak baik. Jika C membuat kesalahan maka ayah C menggunakan strategi pedang
bergantung, yaitu menghukum dengan hukuman yang pantas misalnya karena
nilai akademik C jelek C dihukum harus belajar dan tidak boleh bermain oleh
ayah dan ibunya. Berbeda dengan ibu C yang menggunakan strategi katalisator
yaitu memberikan pandang-padangan sebab dan akibat dari sebuah pekerjaan,
strategi wortel berayun yaitu memberikan imbalan berupa ucapan “terima kasih”
dan strategi pedang tergantung apabila tidak mengerjakan sesuatu yang
diperintahkan oleh ibunya berupa ancaman-ancaman. Dalam menyelesaikan
konflik internal maupun eksternal C selalu ingin cepat menyelesaikannya dan
tidak mau ditunda-tunda. Jika orang tua C khususnya ibu lebih baik diam daripada
harus bertengkar dengan anak.
4. Keluarga keempat
Walaupun keluarga D termasuk keluarga yang berekonomi menengah, di
dalam keluarga ini masing-masing individu baik ayah, ibu dan anak dapat saling
mengendalikan lingkungan. Karena respon yang diberikan terhadap pesan yang
disampaikan pelaku komunikasi ayah, ibu dan D sebagai anak selalu positif
walaupun pesan yang disampaikan kadang tidak dipahami seutuhnya. Begitu juga
dalam menyelesaikan konflik, masing-masing individu mengakui kesalahan yang
diperbuat dan menyelesaikan dengan cara mencari solusi yang terbaik. Semua itu
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 8
Startegi Komunikasi Keluarga D
Kategori
Komunikasi Konvergensi
Komunikasi Divergensi
Ayah-anak
Ibu-anak
Startegi katalisator
Strategi katalosator
Strategi katalisator
Strategi katalisator
Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa sepakat atau tidak sepakatnya pelaku
komunikasi dalam keluarga keempat ini selalu menggunakan strategi katalisator,
yaitu dengan cara memberikan beberapa pandangan tentang sebab dan akibatnya
apabila ingin melakukan suatu pekerjaan dan mengutarakan apa yang menjadi
harapan ayah, ibu dan D dapat direalisasikan oleh anggota keluarga lainnya tanpa
harus ada paksaan dengan memberikan imbalan atau hukuman.
D. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Keluarga
Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi. Cara tersebut
dapat mempengaruhinya dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang
lain. Cara atau gaya yang dimiliki seseorang disebut gaya kognitif. Untuk
mengetahui gaya yang dimiliki dalam setiap individu dalam keluarga ini peneliti
mengajukan beberapa pertanyaan kepada 4 keluarga tersebut, pertanyaanpertanyaan itu antara lain: Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda?
Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Pada masa apa dan
dalam hal apa sajakah orang tua anda keras, tertutup dan terbuka terhadap anda?
Dan hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Keluarga pertama
Baik ayah dan ibu A selalu mendogma anak-anaknya dalam hal agama
termasuk juga A pada saat A balita. Di masa kanak-kanak pun orang tua A masih
mendogma A dalam agama dan belajar. Berkembangnya pertumbuhan A menjadi
remaja membuat orang tua A baik ayah dan ibu merubah cara pandanganya
menjadi demokratis, misalnya mengajak A bicara apa yang ia mau dalam hal
sekolah. Dan di masa mahasiswa orang tua A menjadi lebih demokratis dan lebih
banyak mendengarkan apa yang A mau dalam segala hal, misalnya pendidikan
dan pergaulan dengan alasan “sudah dewasa dan tahu apa yang harus dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan.” Penjabaran tentang gaya kognitif dan kecakapan
empatik keluarga pertama dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 9
Gaya Kognitif Keluarga A
Perkembangan
Hubungan
Masa balita
Masa anak-anak
Masa remaja
Tertutup (dogmatis,
otoriter)
Dogmatis: agama
Dogmatis: agama dan belajar
Masa mahasiswa
Terbuka (empatik)
Demokratis:
sekolah
Demokratis: agama
dan sekolah
Dari tabel 5 di atas dapat dikatakan bahwa terjadinya perubahan cara
pandang orang tua A dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan yang terjadi
pada A sebagai anak. Masa balita yang selalu didogma dalam hal keagamaan,
masa kanak-kanak yang masih harus didogma dalam hal keagamaan dan cara
belajar berangsur berubah menjadi demokratis pada masa remaja A dalam
pendidikan dan cara belajar. dan cara pandang itu masih tetap sama sampai A
menginjak masa usia mahasiswa.
2. Keluarga kedua
Ayah yang mempunyai cara pandang keras membuat B tidak bisa
mengutaran pendapatnya. Ayah lebih mendogma B tentang norma atau aturanaturan yang ada dalam keluarga di saat B balita, begitu juga saat B kanak-kanak
dan remaja, Ayah B mendogma B khususnya dalam hal agama seperti sholat
dengan cara menghukum B jika tidak mengerjakan sholat dan mengaji, dengan
alasan “karena sudah sekolah maka harus diajari agama.” Tetapi tidak dengan ibu
B semenjak B berkembang ke masa remaja ibu B menjadi lebih demokratis karena
menurut ibu “B sudah belajar di pondok pesantren, jadi tinggal membimbing dan
mengarahkan saja.” Di usia mahasiswa cara pandang ayah B berangsur berubah
dalam segala hal seperti pendidikan, agama dan norma. Penjabaran tentang gaya
kognitif dalam keluarga kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10
Gaya Kognitif Keluarga B
Perkembangan
Hubungan
Masa balita
Masa anak-anak
Masa remaja
Tertutup (dogmatis,
otoriter)
Dogmatis: norma dan
agama
Dogmatis: agama dan
norma
Dogmatis: belajar, agama
dan norma
Masa mahasiswa
Terbuka (empatik)
Demokratis:
agama,
norma dan pergaulan
Jika melihat pada tabel 6 di atas dapat dikatakan bahwa cara pandang orang
tua B khususnya ayah terhadap B adalah dogmatis pada masa balita, kanak-kanak
dan remaja B. Setelah B duduk di bangku kuliah cara pandang orang tua B
berangsur berubah menjadi lebih demokratis. Ayah B menjadi demokratis apabila
terjadi suatu kesalahpahaman di antara keduanya.
3. Keluarga ketiga
Keberadaan ayah C yang jarang di rumah membuat ibu bertanggung jawab
atas keperluan, kebutuhan dan perhatian terhadap anak sepenuhnya. Jadi yang
selalu menemani anak dalam perkembangannya adalah ibu. Pada masa balita C
ibu mempunyai cara pandang yang dogmatis dalam hal keagamaan seperti sholat,
mengaji dan berhemat uang karena menurut ibu C “orang Islam itu harus bisa
sholat dan mengaji. Dan hemat itu pangkal kaya.” Begitu juga pada masa kanakkanak yang seharusnya masih masa-masa untuk bermain ibu mempunyai cara
pandang otoriter dalam hal belajar karena “C itu bandel dan gak mau belajar dan
senangnya main.” Di masa remaja ayah dan ibu C mempunyai cara pandang yang
otoriter dalam hal aturan waktu seperti batasan wilayah bermain anak dan waktu
anak bermain dengan alasan “C jika bermain tidak tahu waktu.” Di masa
mahasiswa orang tua C memberikan kebebasan dan tanggung jawab yang lebih
luas terhadap C dalam hal agama, pendidikan dan kebebasan bergaul. Dari hasil
lapangan yang telah dijabarkan di atas gaya kognitif dan kecakapan empatik yang
ada pada diri orang tua terhadap C dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 11
Gaya Kognitif Keluarga C
Perkembangan hubungan
Masa balita
Masa anak-anak
Masa remaja
Masa mahasiswa
Tertutup (dogmatis,
Terbuka (empatik)
otoriter)
Dogmatis: agama dan
berhemat uang
Otoriter: belajar
Otoriter: aturan waktu
Demokratis:
agama,
kebebasan bergaul
Lazier:
agama,
kebebasan
bergaul,
pendidikan.
Dari tabel 7 di atas disebutkan bahwa orang tua C khususnya ibu empunyai
cara pandang yang dogmatis terhadap C pada masa balita dan kanak-kanak.
Berkembang ke masa remaja orang tua C lebih bisa terbuka dalam hal agama dan
kebebasan bergaul dan sedikit otoriter hanya dalam hal waktu. Setelah C
melanjutkan kuliahnya di Lombok cara pandang orang tua C mengalami
perubahan yaitu menjadi tidak mau tahu apa yang terjadi pada diri C, karena
itulah C menjaga jarak dengan orang tuanya.
4. Keluarga keempat
Ayah dalam keluarga keempat ini mempunyai cara pandang yang dogmatis
apabila sudah menyangkut masalah agama seperti sholat, puasa dan sebagainya.
Karena menurutnya “agama bukan untuk main-main, jadi harus benar-benar
menjalaninya.” Apa yang dikatakan ayah dan ibu harus diikuti sewaktu D masih
balita. Di usia anak-anak, setelah D masuk sekolah dasar (SD) baik ayah maupun
ibu D merubah cara pandangnya menjadi terbuka, misalnya dalam hal belajar dan
sekolah dengan alasan “seorang anak kalau belajar itu tidak bisa dipaksakan
karena masa kanak-kanak yang masih butuh bermain, jadi terserah anak mau
bersekolah di SD yang disukai dan waktu belajar malam yang dia sukai.” Karena
masa remaja D di dalam pondok pesantren jadi cara pandang orang tua D kembali
berubah menjadi otoriter dalam hal pergaulan dengan teman laki-laki, dengan
alasan “karena belum tau kehidupan di luar pesantren, takut salah langkah.”
Tetapi di masa mahasiswa cara pandang orang tua baik ayah maupun ibunya
berangsur terbuka dalam segala hal seperti agama, belajar dan pergaulan denga
teman laki-laki, dengan alasan “dia udah besar dan udah bisa memilah dan
memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik buat dirinya. Kami sebagai
orang tua hanya mengarahkan saja.” Dari hasil wawancara di lapangan, maka
gaya kognitif individu dan kecakapan empatik dalam keluarga keempat dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12
Gaya Kognitif Keluarga D
Perkembangan
Hubungan
Masa balita
Masa anak-anak
Tertutup (dogmatis,
otoriter)
Dogmatis: agama
Dogmatis: agama
Masa remaja
Otoriter: pergaulan
Masa mahasiswa
Terbuka (empatik)
Demokratis: cara belajar
dan pemilihan sekolah.
Demokratis: cara belajar
dan pemilihan sekolah.
Demokratis: agama, cara
belajar, pemilihan kampus
dan jurusan serta pergaulan.
Dari tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa selama hubungan orang tua dan D
dalam keluarga keempat ini ayah maupun ibu D mempunyai cara pandang
dogmatis pada masa balita dan anak-anak hanya dalam hal keagamaan dan otoriter
pada masa remaja dalam hal pergaulan. Tapi cara pandangnya tersebut berangsurangsur berubah setelah anaknya beranjak dewasa, yaitu masa mahasiswa (ketika
mulai kuliah). Semua itu dikarena adanya saling keterbukaan dalam keluarga yang
selalu menceritakan apa kegiatan yang dilakukan di luar rumah, yang disukai dan
tidak disukai dari masing-masing individu.
E. Perkembangan Hubungan Komunikasi Keluarga
Setiap individu yang mempunyai hubungan dengan seseorang menginginkan
hubungannya selalu berjalan dengan baik, tetapi karena adanya beberapa faktor
sejalan dengan berputarnya waktu membuat suatu hubungan itu kadang meningkat
dan kadang menurun. Begitu juga hubungan dalam sebuah keluarga. Untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan suatu hubungan dalam sebuah
keluarga meningkat dan menurun, maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
kepada masing-masing keluarga antara lain: faktor-faktor apa saja yang membuat
hubungan saudara dengan keluarga saudara meningkat? Dan faktor-faktor apa saja
yang membuat hubungan saudara dengan keluarga saudara menurun? Penemuan
dari hasil di lapangan peneliti jabarkan sebagai berikut:
1. Keluarga pertama
Keluarga A berpendapat bahwa hubungannya dengan anggota keluarga lain
khususnya A selalu baik-baik saja. Masa balita dan masa anak-anak A selalu
dihabiskan A dan keluarga untuk berkumpul bersama keluarga dan selalu keluar
rumah untuk sekedar jalan-jalan bersama atau makan bersama bila ayah A
mempunyai waktu luang. Ketika menuju masa remaja kebersamaan antara A dan
orang tuanya berkurang karena A sudah mulai belajar di sebuah pondok
pesantren, tetapi setelah A kembali ke rumah dan melanjutkan kuliahnya di
Jakarta kebersamaan itu kembali seperti semula. Perkembangan hubungan yang
terjadi dalam keluarga pertama antara A dan orang tua dapat dilihat pada grafik di
bawah ini:
Grafik 5
Perkembangan Hubungan Keluarga A
Eskalasi
5
4
3
2
1
tahun
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
De-eskalasi
Grafik 1 di atas dapat memperlihatkan bahwa 5 tahun pertama dan 5 tahun
kedua hubungan A dengan orang tua A meningkat hal ini ditunjukkan oleh garis
yang melengkung ke atas yang mencapai angka 5, ini dikarenakan sering
berkumpulnya A dengan orang tua di rumah dan ayah yang meluangkan waktu
untuk keluar rumah bersama keluarga untuk berekreasi. Pada 5 tahun ketiga
hubungan mereka agak menurun, dan 5 tahun keempat hubungan A dengan orang
tua lebih menurun karena intensitas pertemuan dan komunikasi yang kurang, hal
ini disebabkan karena A yang masih berada di sebuah pondok pesantren di Solo.
Setelah A kembali ke rumah untuk melanjutkan kuliahnya hubungan orang tua
dengan A berangsur membaik dan lebih meningkat.
2. Keluarga kedua
Dalam keluarga kedua ini orang tua B dan B berpendapat bahwa saat B
masih balita hubungan mereka sangat dekat karena intensitas pertemuan yang
sering misalnya keluar rumah untuk berekreasi bersama keluarga. Tetapi setelah
berkembang menjadi anak-anak hubungan B dan orang tuanya mulai berkurang
dengan alasan “karena kegiatan yang padat dari sekolah, bermain, belajar dan
tidur setiap harinya.” Melanjutkan sekolahnya di sebuah pondok pesantren selama
6 tahun membuat hubungan orang tua dan B semakin berkurang karena jarang
bertemu dan jarang berkomunikasi. Ketika B melanjutkan studinya di Jakarta
untuk kuliah hubungan itu kembali membaik, tetapi karena padatnya kegiatan di
kampus membuat hubungan itu kembali meregang atau berkurang. Perkembangan
hubungan yang terjadi antara orang tua dan B dalam keluarga kedua ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Grafik 6
Perkembangan Hubungan Keluarga B
Eskalasi
5
4
3
2
1
tahun
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
De-eskalasi
Garis yang melengkung ke atas dengan mencapai angka 5 pada grafik 3 di
atas menunjukkan bahwa hubungan B dengan orang tuanya pada 5 tahun pertama
terlihat meningkat, hal itu disebabkan oleh intensitas pertemuan untuk berinteraksi
antara orang tua dan B yang sering. Tetapi garis lengkungan kedua turun ke angka
4, itu menunjukkan bahwa hubungan B dengan orang tuanya pada 5 tahun kedua
agak menurun, hal itu disebabkan oleh berkurangnya waktu untuk berkumpul
bersama keluarga karena kesibukan anak yang dibilang cukup melelahkan. Pada 5
tahun ketiga hubungan itu sangat menurun, hal itu dapat dilihat dari garis yang
melengkung ke bawah mencapai angka tiga pada de-eskalasi. Ini disebabkan oleh
intensitas pertemuan yang terjadi antara orang tua dan B dibatasi oleh ruang dan
waktu, karena B berada di asrama. Garis keempat yang melengkung mencapai
angka 4 pada grafik di atas menunjukkan hubungan B dengan orang tuanya pada 5
tahun keempat kembali membaik, hal itu disebabkan oleh B intensitas pertemuan
sudah tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu karena B sudah menyelesaikan
studinya di pondok pesantren. Dan hubungan orang tua dengan B pada 5 tahun
terakhir kembali menurun karena kegiatan B yang sangat padat di kampus
membuat pertemuan antara orang tua dan B dibatasi oleh waktu yang tidak pernah
sama untuk bertemu.
3. Keluarga ketiga
Menurut pendapat orang tua dan C pada masa-masa balita dan anak-anak C
selalu berkumpul bersama keluarga, dan sering keluar rumah bersama keluarga
untuk berkreasi setiap minggunya. Kebersamaan keluarga yang C rasakan
berangsur berkurang karena ayahnya yang jarang sekali pulang ke rumah
semenjak ayah bekerja sebagai supir truk. Komunikasi dan intensitas pertemuan
yang berkurang membuat hubungan orang tua dan C mengalami penurunan.
Hanya saat lebaran saja mereka dapat berkumpul bersama. Begitu pun setelah C
melanjutkan kuliahnya di Lombok. Peningkatan dan penurunan hubungan yang
terjadi dalam keluarga ketiga dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 7
Perkembangan Hubungan Keluarga C
Eskalasi
5
4
3
2
1
tahun
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
De-eskalasi
Dari grafik 5 di atas dapat dilihat bahwa garis yang melengkung ke atas dan
berakhir pada angka lima dapa garis eskalasi menunjukkan bahwa hubungan
orang tua dan C meningkat pada lima tahun pertama dan lima tahun kedua saja.
Hal itu disebabkan karena sering berkumpul bersama dan keluar rumah bersama
untuk berekreasi. Garis yang melengkung ke bawah dan berakhir pada angka 3, 4
dan 5 menunjukkan bahwa hubungan antara orang tua dan C menurun pada lima
tahun ke tiga, lima tahun keempat dan lima tahun kelima hingga sekarang. Hal itu
disebabkan karena intensitas pertemuan yang kurang dan komunikasi yang
berkurang karena pisahnya ayah dan ibu C dan C yang melanjutkan kuliahnya di
Lombok.
4. Keluarga keempat
Walaupun ayah dan ibu D dapat dikatakan cukup sibuk tetapi kedua orang
tua D selalu menyempatkan diri untuk sarapan dan makan malam bersama di
rumah. Mengantarkan D dan kakak D ke sekolah dan menemani D belajar pada
malam hari membuat hubungan orang tua dengan D sangat baik. Menginjak masa
remaja hubungan D dengan orang tuanya agak menurun karena D melanjutkan
studinya ke sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Setelah menyelesaikan
studinya di pondok pesantren A melanjutkan kuliahnya di Jakarta dan hubungan
D dengan orang tuanya kembali membaik. Perkembangan hubungan antara D
dengan orang tua di keluarga keempat ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 8
Perkembangan Hubungan Keluarga D
Eskalasi
5
4
3
2
1
1
1
2
2
3
4
5
3
4
5
De-eskalasi
Jika melihat garis yang melengkung dari angka 0 sampai angka 5 pada
grafik 7 di atas menunjukkan bahwa hubungan D dengan orang tua pada 5 tahun
pertama dan 5 tahun kedua sangat meningkat, karena pertemuan dan kebersamaan
yang sangat intens. Hubungan D dengan orang tua menurun pada 5 tahun ketiga
dan 5 tahun keempat ketika D berkurangnya pertemuan dan komunikasi antara D
dengan orang tua, hal ini ditunjukkan oleh garis yang melengkung ke bawah
mencapai angka 3 dan empat. Ini disebabkan karena D melanjutkan sekolah di
sebuah pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Tetapi kemudian hubungan D
dengan orang tuanya kembali meningkat pada 5 tahun kelima disaat D
melanjutkan kuliah di Jakarta. Ini disebabkan karena intensitas pertemuan dan
komunikasi yang cukup yang dilakukan oleh D dengan orang tuanya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran peneliti mengenai hubungan komunikasi orang tua
dengan anak di RW 011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur pada bab-bab
sebelumnya, maka pada bab ini peneliti menyimpulkan permasalahanpermasalahan yang tentunya bertujuan untuk lebih mempermudah dalam
memahami pokok masalah. Dan melihat dari hasil penelitian di lapangan yang
berupa pengamatan dan wawancara mendalam maka dapat disimpulkan antara
lain sebagai berikut:
1. Proses komunikasi yang berlangsung di empat keluarga yang berbeda dalam
segi ekonomi di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur adalah sebagai
berikut: keluarga pertama atau A proses komunikasi yang berlangsung
merupakan komunikasi yang bersifat non antarpribadi, hal ini disebabkan
karena masing-masing individu dalam keluarga ini baru mencapai tahap
menuju afektif. Keluarga kedua atau B proses komunikasi yang berlangsung
merupakan komunikasi hampir dapat dikatakan komunikasi antar pribadi
karena proses perkembangan keluarga ini sudah mencapai pertukaran
afektif. Keluarga ketiga atau C proses komunikasi yang berlangsung baru
pada tahap orientasi, jadi dapat dikatakan bahwa komunikasinya bersifat
komunikasi non antar pribadi. Dan keluarga keempat atau D proses
komunikasinya sudah mencapai tahap akhir yaitu pertukaran stabil karena
masing-masing individu sudah saling mengetahui psikologi anggota
keluarganya.
2. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan manajeman konflik yang dilakukan
oleh empat keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur adalah sebagai
berikut: keluarga A termasuk keluarga yang menggunakan strategi wortel
berayun, pedang tergantung dan dunia peri, karena selalu memberikan
imbalan kepada anak jika anak melakukan suatu pekerjaan yang baik,
memberi hukuman jika tidak patuh dan menganggap anaknya selalu berbuat
baik. Keluarga B selalu menggunakan strategi katalistor dan wortel beayun
dan pedang tergantung, karena antara ayah dan ibu sangat berbeda dalam hal
berkomunikasi dengan anak. Keluarga C
selalu menggunakan strategi
katalisator, dunia peri dan pedang tergantung, karena ibu enggan berbicara
dengan C jika tidak perlu. Keluarga D selalu menggunakan strategi
katalisator dalam hal apapun termasuk meredam konflik, karena baik ayah,
ibu dan D selalu membicarakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai.
3. Gaya kognitif dan kecakapan empatik individu yang ada dalam empat
keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur termasuk dalam individu
yang mempunyai cara pandang tertutup yang dogmatis yaitu tidak bisa
menerima pesan dari luar yang tidak sejalan dengan pendapatnya, pada masa
balita dan kanak-kanak dalam hal agama. Tetapi setelah berkembangan
menjadi remaja dan dewasa cara pandang semua orang tua dalam empat
keluarga berangsur berubah menjadi demokratis dengan alasan “anak sudah
besar dan sudah tahu apa yang baik dan tidak baik untuk dirinya.”
4. Perkembangan hubungan yang terjadi antara orang tua dan anak dalam
empat keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur dapat dikatakan
meningkat disaat 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua karena intensitas
pertemuan dan komunikasi yang selalu terjalin. Pada 5 tahun ketiga dan
keeempat hubungan orang tua dan anak dapat dikatakan menurun karena
intensitas pertemuan dan komunikasinya dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pada 5 tahun kelima hubungan orang tua dan anak kembali meningkat
karena komunikasi, intensitas pertemuan yang sering dan cara pandang
orang tua yang telah berubah. Hanya keluarga C dan B saja tingkat
hubungan antara orang tua dan anak menurun pada 5 tahun terakhir karena
kesibukan anak dan karena anak maupun orang tua saling menutup diri.
B. Saran-saran
Sebagai kesatuan masyarakat terkecil dan kelompok primer, komunikasi
dalam keluarga harus dapat dijaga dengan baik. Karena jika tidak kenakalan
remaja akan terus ada bahkan mungkin bertambah. Sebagai orang tua wajib
mendidik anak dengan baik sesuai dengan kebutuhan yang ada karena itu adalah
hak anak dan sebagai anak wajib untuk mau bercerita tentang apa yang dirasakan,
karena orang tua adalah orang yang akan selalu menjaga kita , begitu juga
sebaliknya orang tua harus saling terbuka kapada anak tentang apa yang disukai
dan apa yang tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta,
cet. ke-1, 2005.
Budyatna M. dan Nina Mutmainah. Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok,
IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, Jakarta: Universitas Terbuka,), cet. ke-1,
1994.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, edisi ke-3, cet. ke-3, 2005.
Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam
Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), Jakarta: Rineka Cipta, cet.
ke-1, 2004.
Cole, Kris, Hari Wahyudi. Komunikasi Sebening Kristal: Meraih Sukses Melalui
Keterampilan Memahami (trjmh), Jakarta: Quantum, cet. ke-1, 2005.
Effendy, Onong Uchjana. Kamus Komunikasi, Bandung: Mandar Maju, cet. ke-1,
1989.
___________. Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, cet. ke-9, 2005.
____________. Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1981.
____________. Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. ke-6,
2004.
____________. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001.
Gerungan, W. A. Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, cet. ke-1, 2004.
Gunadi. Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
cet. ke-1, 1998.
Harlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, (Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan ), Jakarta: Erlangga, edisi ke 5, 1999.
Hopson, Darlexne Powell dan Derek S. Hopson. Menuju Keluarga Kompak, 8
Prinsip Praktis Menjadi Orang Tua Yang Sukses, (Bandung: Mizan Media
Utama, cet. ke-1, 2002.
Kuntaraf, Kathleen Liwidjaja dan Jonathan Kuntaraf. Komunikasi Keluarga Kunci
Kebahagiaan Anda, Indonesia Publishing House, cet. ke-3, 2003.
Liliweri, Alo. Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
Markum, M. Enoch. Anak, Keluarga Dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, cet. ke-3, 1991.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remadja
Rosdakarya, cet. ke-6, 2002.
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi,
Jakarta: Bumi Aksara, cet. ke-4,
2001.
Mulyana, Dedy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja
Rosdakarya, cet. ke-4, 2002.
___________. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remadja
Rosdakarya, cet. ke-4, 2002.
Rakhmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remadja
Rosdakarya, cet. ke-11, 2004.
___________. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, cet.
ke-23, 2005.
Ratnawati, Sintha. Keluarga, Kunci Sukses Anak, Kumpulan Artikel Kompas,
(Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, cet. ke-1, 2000.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, cet. ke-1, 2007.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, cet.
ke-1, 1993.
Susanto, Astrid S. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Bina Cipta, cet.
ke-3, 1980.
Vardiansyah, Dani. Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi
Konseptual, Bogor: Ghalia Indonesia, cet. ke-1, 2004.
Widjaja. H.A.W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,
cet.ke 4, 2002.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, cet. ke-1, 2004.
DAFTAR WAWANCARA (orang tua)
Hubungan komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya
Jakarta Timur
1. Dimana anda lahir?
2. Sejak tahun berapakah anda tinggal di Jakarta?
3. Apa pekerjaan anda saat ini?
4. Apakah anda aktif dalam bermasyarakat?
5. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Berapa kali
anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda?
6. Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan anggota keluarga
anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan?
7. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
8. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
9. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda?
10. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih,
marah dan senang?
11. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
12. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan
hal-hal yang baik?
13. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
14. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan anak anda?
15. Apakah anak anda juga curhat dengan anda?
16. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda?
17. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda
mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya?
18. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya?
19. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik?
20. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun
atau menyalahkan?
21. Bagaimana pendapat anda mengenai sifat dan sikap anak anda?
22. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
23. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
24. Apa harapan anda terhadap anak anda?
Jakarta, - - 2008
(
)
DAFTAR WAWANCARA (anak)
Hubungan Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya
Jakarta Timur
1. Dimana anda lahir?
2. Sejak tahun berapakah anda tinggal di Jakarta?
3. Apa pekerjaan anda saat ini?
4. Apakah anda aktif dalam bermasyarakat?
5. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Berapa kali
anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda?
6. Kapan dan dimana tempat berkomunikasi dengan anggota keluarga anda?
Hal-hal apa saja yang dibicarakan?
7. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
8. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
9. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda?
10. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara
pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang
sedih, marah dan senang? Ayah?
11. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
12. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda
melakukan hal-hal yang baik?
13. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
14. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan orang tua anda?
15. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda?
16. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda?
17. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila
keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya?
18. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa
penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda?
Ayah atau ibu?
19. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik?
20. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut
anda, apakah kritik itu membangun atau menyalahkan?
21. Bagaimana pendapat anda mengenai sikap dan sifat orang tua anda? Ayah?
Ibu?
22. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
23. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
24. Apa harapan anda terhadap orang tua anda?
Jakarta, - - 2008
(
)
HASIL WAWANCARA
IBU (1)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: iya. Apa aja, semuanya diomongin.
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: sering. Biasanya sambil nonton di ruang keluarga.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: semua anggota keluarga. Kalau curhat sama suami.
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: semuanya aktif. Karena semuanya senang cerita.
5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda?
J: iya, semuanya dekat.
6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih,
marah dan senang?
J: anaknya terbuka. Kalau lagi sedih, marah dan senang biasanya yang dia
cerita sama mbanya, soalnya dia satu kamar sama mbanya. Menurut mbanya
kalau lagi sedih dan senang dia cerita, tapi kalau lagi marah dia ngambek
langsung tidur di kamar.
7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: ngasih pengarahan dan semangat.
8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik?
J: terserah anaknya mau apa.
9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: iya.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan anak anda?
J:
11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda?
J: gak, soalnya dia lebih suka curhat sama mbanya.
12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda?
J: paling cerita-cerita yang santai aja.
13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda
mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya?
J: kadang-kadang.
14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya?
J: kalau masalah internal jarang seh!
15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik?
J: bertanya dan mencari saran untuk mencari solusi.
16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun
atau menyalahkan?
J:
17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda?
J: dia anaknya terbuka, suka cerita dan bilang kalau mau pergi. Soalnya kalau
gak bilang nanti mamanya bingung mo nyari kemana.
18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: dia anaknya gak pernah sedih.
19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: kolokan. Mungkin karena dia anak terakhir jadi pengennya kalau minta
sesuatu harus ada saat itu juga.
20. Apa harapan anda terhadap anak anda?
J:
HASIL WAWANCARA
BAPAK (1)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J:
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J:
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J:
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J:
5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda?
J:
6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih,
marah dan senang?
J:
7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J:
8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik?
J:
9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J:
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan anak anda?
J:
11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda?
J:
12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda?
J:
13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda
mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya?
J:
14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya?
J:
15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik?
J:
16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun
atau menyalahkan?
J:
17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda?
J:
18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J:
19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J:
20. Apa harapan anda terhadap anak anda?
J:
HASIL WAWANCARA
ANAK (1)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: iyalah…banyak. Sesuatu yang sifatnya santai dan serius semuanya
diomongin.
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: sering. Di rumah, di depan tv sambil nonton dan makan, kalau di telepon
jarang.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: keluarga. Biasanya seh aku curhat sama mba sebelum aku.
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: semuanya aktif.
5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda?
J: dekat
6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan
senang? Ayah?
J: abah orangnya keras. Kalau lagi sedih biasa aja, kalau lagi marah sensi dan
mudah emosi, kalau lagi senang ngobrolnya asyik dan enak dimintain duit.
Kalau mama gak keras gak tertutup dan gak terbuka juga, jadi biasa aja. Kalau
lagi sedih diam aja, kalau lagi marah ngomel, kalau lagi senang ngobrol dan
jajannya enak.
7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: ya…nyemangatin. Ngasih pengarahan juga.
8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda
melakukan hal-hal yang baik?
J: tergantung yang aku minta.
9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: tergantung ceritanya. Kalau lucu ketawa kalau curhat dikasih masukan.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan orang tua anda?
J: mama gak tau cerita itu, jadi gak nyambung.
11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda?
J: kadang-kadang.
12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda?
J: hal-hal yang ringan. Iya seh cerita juga waktu masih mudanya.
13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila
keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya?
J: gak pernah cerita kalau ada masalah keluarga jadi jarang. Kadang-kadang
kalau sesuai diterima dan sering bilang “ya…liat ntar aja.”
14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa
penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda?
Ayah atau ibu?
J: iyalah…biasanya sama abah soalnya suka gak sependapat.
15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik?
J: duduk ngobrol, dibicarakan baik-baik.
16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda,
apakah kritik itu membangun atau menyalahkan?
J: pernah dong! Misalnya gaya pakaian, sikap, nilai akademik.
17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu?
J: abah itu orangnya keras, tegas, tapi tetap sayang seh! Kalau mama orangnya
pendiam.
18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: kalau lagi di ruang santai ngobrol-ngobrol santai
19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: kalau lagi marah semua orang di rumah kena omel.
20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda?
J: jadi orang tua yang lebih arif dan bijaksana. Pokoknya I love my parents.
HASIL WAWANCARA
Ibu (4)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: iya.ya...soal kerjaan, sekolah, kuliah, makanan, ibadah, macam-macamlah
pokoknya.
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: berkali-kali, gak kehitung. Kadang di ruang tamu, di ruang makan, di ruang
keluarga sambil nonton, di kamar, di dapur sambil masak.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: ya suami dan anak. Ya iyalah!mau sama siapa lagi.
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: saya dong!soalnya suka nanya ke anak.
5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda?
J: iya.
6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih,
marah dan senang?
J: iya. dia itu anaknya terbuka. Kalau lagi sedih dia nangis, diam di kamar.
Kalau lagi marah dia ngomel-ngomel. Kalau lagi gembira dia cerita-cerita.
7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: mengarahkan, memberi masukan hal-hal yang baik.
8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik?
J: hadiah dan pujian, soalnya mau anak besar atau kecil suka dikasih hadiah.
9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: iya. kadang-kadang nyenengin, kadang-kadang gak.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan anak anda?
J: ya…kadang-kadang gak ngerti maksud pembicaraannya. Dia dah ngomong
panjang lebar tapi saya gak ngerti maksudnya.
11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda?
J: iya. Soalnya ya itu tadi, anaknya terbuka.
12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda?
J: biasanya tentang kuliahnya, teman-temannya, pekerjaannya, masalahnya.
Ya…apa saja.
13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda
mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya?
J: iya. Kadang-kadang iya, kadang-kadang ditolak gitu! Tergantung.
14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya?
J: pernahlah! Ya…karena gak ngerti maksudnya, jadi gak nyambung.
15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik?
J: menyelesaikannya dengan mencari solusi.
16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun
atau menyalahkan?
J: ya pernah, tapi sewaktu-waktu. Kadang-kadang membangun, kadangkadang menyalahkan.
17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda?
J: anaknya ceria, terbuka, ya…begitulah!
18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: anaknya suka cerita. Karena kalau cerita gak berhenti-berhenti, jadi panjang.
19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: cerewet. Karena suka banyak tanya.
20. Apa harapan anda terhadap anak anda?
J: menjadi anak yang sholehah, taat kepada Allah dan RasulNya.
HASIL WAWANCARA
ANAK (4)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: iya banget. Semua hal deh pokoknya!
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: berkali-kali, sering banget, gak bisa kehitung. Dimana-mana, ya…di ruang
tamu, ruang makan, sambil nonton tv di ruang keluarga, kadang di kamar,
kalau gak di dapur sambil bantuin masak.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: semua orang yang ada di rumah. Mama, papa dan aa. Iya.
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: mama, soalnya dia yang ada di rumah, jadi sering nanya.
5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda?
J: dekat banget, apalagi sama mama.
6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan
senang? Ayah?
J: kalau dulu seh papa keras banget, tapi sekarang dah mulai terbuka. Kalau
lagi sedih papa suka jadi bingung gitu mau ngerjain apa, kalau lagi marah
papa diam aja, kalau lagi senang papa cerita-cerita gitu deh!. Kalau mama
seh dari dulu terbuka. Mama jarang sedih tapi kalau udah sedih mama
nangis terus diem aja, kalau lagi marah diem tapi kadang-kadang ngomel
juga maklum ibu-ibu kan cerewet. Apalagi kalau lagi seneng mama cerita
mulu.
7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: biasanya seh ngasih saran biar semangat.
8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda
melakukan hal-hal yang baik?
J: suka dikasih hadiah sama mama atau gak dikasih pujian kayak ucapan
“terima kasih” kalau habis bantu-bantu mama dan papa ataupun aa.
9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: iya dong! kadang-kadang seh nyenengin, tapi kadang-kadang nyebelin juga.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan orang tua anda?
J: suka gak nyambung gitu! Trus kadang-kadang waktu curhatnya gak tepat
jadi dicuekin deh!
11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda?
J: iya. Soalnya orang-orang di rumah seneng cerita.
12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda?
J: banyak. Cerita tentang dulu waktu papa sama mama masih muda, kadangkadang masalah-masalah yang sedang dihadapi mereka juga tentang
keluarga.
13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila
keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya?
J: kadang-kadang, habis kadang gak ngerti seh urusan orang tua. Kadang
diterima kadang ditolak, wajar seh!
14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa
penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda?
Ayah atau ibu?
J: pernah, karena kadang-kadang persepsinya berbeda, jadi gak nyambung.
Jadi berakhir dengan sedikit marah-marah deh! Tapi gak lama.biasanya seh
papa.
15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik?
J: biasanya seh nyari solusi bareng-bareng.
16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda,
apakah kritik itu membangun atau menyalahkan?
J: pernah. Biasanya tentang sifat dan sikap. Kadang membangun kadang juga
nyalahin.
17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu?
J: kalau papa orangnya agak keras, tegas, kalau ngomong apa adanya ya…gitu
deh! Kalau mama orangnya selalu tersenyum walaupun kalau lagi marah.
18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: yang disukai dari papa orangnya “welcome” sama siapa aja. Karena gak
pernah ngebedain orang. Kalau mama enak diajakin curhat. karena suka
dengerin cerita saya.
19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: yang gak disukai dari papa itu kalo lagi bantuin papa ngelakuin sesuatu trus
gak nyambung ngomongnya kadang nyakitin hati, tapi habis itu seh minta
maaf. Kalau mama kadang kalau ladi ngasih solusi suka gak enakin.
20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda?
J: mudah-mudahan seh ada perubahan dari semuanya.
HASIL WAWANCARA
IBU (3)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: iya, tapi seperlunya aja. Soalnya jarang ketemu sama anak-anak. Biasanya
seh ngomongin tentang sehari-hari.
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: dulu waktu anak saya SMA sering, tapi sekarang jarang. Di kamar,
ya…kalau lagi gak bisa tidur jadi ngobrol dulu.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: kalau di keluarga gak ada karena jarang ketemu, jadi saya kalau curhat sama
temen dekat anak saya.
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: saya, karena saya seneng cerita.
5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda?
J: dulu waktu dia SMA iya, tapi sejak dia kuliah dia jadi jaga jarak sama saya.
Tapi saya berusaha mendekatkan diri sama dia.
6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih,
marah dan senang?
J: dulu waktu dia SMA anak terbuka, selalu cerita apa aja sama saya, tapi
setelah dia punya temen dekat dia jadi tertutup. Karena dia lebih terbuka
sama teman dekatnya. Kalau dia lagi marah bawaannya kesel terus, kasar
dan ngerjain sesuatu kayak gak ikhlas gitu!. Kalau lagi senang dia jadi rajin
ngerjain sesuatu. Kalau lagi sedih bawaannya males, kerjaannya tidur-tidur
aja.
7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: ya…nanya kenapa?, terus ngasih saran biar semangat.
8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik?
J: karena saya gak punya apa-apa jadi saya gak bisa bisa ngasih apa-apa,
Cuma ucapan “terima kasih” dan doa yang bisa saya kasih ke anak saya.
9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: dulu seh iya, tapi sekarang tidak. Ya…karena itu tadi udah jaga jarak.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan anak anda?
J: karena jarang ketemu dan karena anak saya jaga jarak dengan saya.
11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda?
J: dulu iya, tapi sekarang gak. Dia lebih terbuka sama teman dekatnya, karena
teman dekatnyalah yang memenuhi kebutuhan dia sehari-hari.
12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda?
J: kalau dulu seh semua dia cerita tapi sekarang gak.
13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda
mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya?
J: dulu iya. Tapi sekarang tidak.
14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya?
J: kadang-kadang. Kalau ada omongan ibu yang gak berkenan di hati dia.
15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik?
J: kalau dia seh pengennya selalu buru-buru menyelesaikan. Jadi kalau ada
konflik dalam keluarga, misalnya kakaknya bertengkar sama adiknya karena
berebutan sesuatu, dia buru-buru ngumpulin semua yang terlibat trus
menyelesaikannya.
16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun
atau menyalahkan?
J: dulu iya, tapi sekarang gak. Karena alasan tadi.
17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda?
J: dia itu anaknya baik. Walaupun lagi marah sama saya, tapi kalau mau pergi
selalu pamit.
18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: sikapnya yang baik, penuh sopan santun , jujur. Karena dia gak suka
bohong.
19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya?
J: kalau suka kesel, dia gak mau ngerjain sesuatu.
20. Apa harapan anda terhadap anak anda?
J: ibu pengen dia jadi muslimah yang baik, bertanggung jawab atas
kehidupannya.
ANAK (3)
1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang
dibicarakan?
J: ya. Biasanya masalah tugas rumah dan keuangan keluarga
2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan
tempat berkomunikasi?
J: gak tentu, jarang. Biasanya di ruang tamu dan kamar tidur.
3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat
dengannya?
J: ibu, tapi gak pernah curhat. biasanya saya sering curhat sama teman dekat
saya
4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda?
J: saya atau ibu.
5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda?
J: tidak terlalu dekat
6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya?
Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan
senang? Ayah?
J: mama orangnya keras. Kalau lagi sedih diam aja, kalau lagi marah banyak
bicara, cerewet. Dan kalau lagi senang sering jalan-jalan. Kalau papa dulu
seh tau, tapi sekarang gak tau soalnya dah gak pernah komunikasi.
7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan
sesuatu pekerjaan?
J: suka memberi semangat dan mengingatkan waktu.
8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda
melakukan hal-hal yang baik?
J: tidak ada.
9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda
sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan?
J: iya. Kadang positif, kadang negatif, ya…tergantung dari ceritanya.
10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda
dengan orang tua anda?
J: sikap mama yang tidak mengerti dan tidak memahami keinginan anak, dan
selalu menekan.
11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda?
J: dulu iya, tapi sekarang jarang.
12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda?
J: kebutuhan dan keuangan keluarga.
13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila
keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya?
J: iya, tapi tergantung dari masalahnya. Diterima.
14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa
penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda?
Ayah atau ibu?
J: pernah. Sama mama, biasanya seh masalah ekonomi dan keluarga.
15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik?
J: berkumpul bersama atau gak kumpul dengan kepala dingin.
16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda,
apakah kritik itu membangun atau menyalahkan?
J: pernah. Biasanya ngeritik tentang sikap dan kebiasaan sehari-hari. Kadangkadang membangun, kadang-kadang menyalahkan.
17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu?
J: kalau mama terlalu otoriter dan harus mengikuti kamauannya.
18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: kalau ibu masakannya soalnya enak.
19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya?
J: sikap mama dalam bicara sama orang lain dan sikapnya yang banyak
tuntutan terhadap anaknya.
20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda?
J: pengennya seh mama gak ikut campur dalam masalah rumah tangga atau
pribadi anaknya. trus tidak menceritakan kekurangan atau aib keluarga sama
orang lain.
Download