POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DI KELURAHAN MALAKA JAYA JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh Siti Widyani Nim : 104051001765 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H. / 2008 M. POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DI KELURAHAN MALAKA JAYA JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh Siti Widyani Nim : 104051001765 Pembimbing Dra. Armawati Arbi, M,Si NIP : 1 5 0 2 4 6 2 8 8 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H. / 2008 M. LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 9 September 2008 Siti Widyani ABSTRAK SITI WIDYANI Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya. Komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Dan komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dan anak adalah termasuk komunikasi antarpribadi(KAP). Untuk mengetahui tentang komunikasi orang tua dan anak maka peneliti menjabarkannya dengan pertanyaan berikut: bagaimana hubungan komunikasi orang tua dan anak di usia mahasiswa dalam keluarga? Bagaimana proses non KAP ke KAP empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? Bagaimana PKK dan manajemen konflik empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? Bagaimana gaya kognitif dan kecakapan empatik empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? Bagaimana perkembangan hubungan komunikasi empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penetrasi sosial, yaitu proses meningkatnya keintiman dalam suatu hubungan. mengemukakan bahwa semakin komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat antarpribadi (interpersonal). Sebaliknya, makin sedikit tingkat pengetahuan partisipan satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat impersonal. Dikatakan bahwa keintiman pertisipan meningkat ketika komunikasi beralih dari mulai kultural, sosiologis dan kemudian psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menggambarkan sesuatu sesuai dengan fenomena yang ada. Pada umumnya para orang tua telah mengubah cara pandang mereka kepada anak di usia mahasiswa/i/ karena anggapan mereka bahwa anak-anak mereka telah dewasa dan dapat menentukan jalan hidupnya sendiri, jadi sebagai orang tua hanya mengarahkan dan membimbing saja. Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan komunikasi yang terjadi dalam keluarga khususnya orang tua dan anak mengalami penurunan karena intensitas pertemuan yang berkurang dan komunikasi yang dibatasi oleh ruang dan waktu. i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahi rabbil’alamiina, segala puji dipanjatkan ke hadirat Allah swt yang telah memberikan segala nikmat yang tak terhingga kepada hambaNya sampai detik ini. Sehingga manusia masih bisa melihat dan merasakan indahnya alam semesta yang dilukiskan olehNya. Sholawat serta salam tak lupa dihaturkan kepada Rosul Allah yang telah merubah zaman jahiliyah ke zaman pengetahuan yaitu Muhammad saw. Berkat Beliau, kini manusia bisa bernafas lega dalam mencari ilmu yang tak ada habisnya. Penuntasan skripsi ini dapat tercapai oleh penulis karena mendapat banyak bantuan, baik berupa moril maupun materil, hingga kiranya patut penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Papa Mudjiono, mama Neny Mulyani serta aa ku tercinta Windy Suseno Imam Pramudji, yang telah memberikan ilmu tentang arti sebuah perjuangan dan kasih sayang, menjadi tempat berkeluh kesah, banyak memberikan semangat, dan dukungan serta doa yang tak pernah putus terhadap penulis dari awal hingga akhir penelitian ini. Ahabba ilaikum jamii’an. 2. Dr. Murodi, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam bentuk karya tulis ini, semoga Allah memberikan pahalaNya. 3. Drs. Wahidin Saputra, MA sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran ii Islam dan Ibu Umi Musyarrofah, MA sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis selama ini, semoga Allah memberikan pahala yang besar, amin. 4. Pembimbing penulis Dra. Armawati Arbi, M.Si, yang telah membimbing penulis dari awal penelitian hingga penelitian ini selesai. Semoga Allah membalas kebaikan ibu, amin. 5. Seluruh dosen Fakultas Dakwah Dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu kepada penulis dari awal semester hingga akhir. 6. Keluarga besar Bapak Edy, Bapak Mursidi, Ibu Lilik, Ibu Mudjiono yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Ketua Rt. 003 Rw. 011 Bapak Murwoto S.Sos, M.Si beserta staf yang telah membantu dan mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di lingkungan Rt. 003 Rw.011. 8. Seluruh staf UIN beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam pembuatan surat dan pencaharian buku-buku untuk melengkapi karya ilmiah ini. 9. Bagian perpustakaan utama UIN syarif hidayatullah serta perpustakaan dakwah dan komunikasi yang telah membantu penulis dalam melengkapi sumber-sumber buku dalam penulisan karya ilmiah ini. 10. Man fi qolbi al’aana…yang telah mengajarkan arti sebuah kesabaran, tanggung jawab dan kedewasaan bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita, amin. 11. Shohiibii alhamiim…Harry, yang telah menjadi motivator bagi penulis dari pertama kali penulis berada di bangku kuliah hingga selesai. Semoga Allah memberikan tempat yang paling indah buatmu di sisiNya, amin. I won’t never forget our memories in my life forever… 12. Keluarga besar Bapak Bambang Mursidi yang telah memberikan tempat tinggal bagi penulis sebagai rumah kedua selama penulisan skripsi ini. 13. Sepupuku mba Ninik, mas Wawan, Yanti, Tomo yang telah memberikan motivasi, saran serta kritikan yang membangun kepada penulis. Thanks a lot of my cousins.... 14. Temanku Budi Setyaningsih, Iyut, adik-adikku Kevin, Vina, Mumut, Nto, Duty yang telah memberikan tempat tinggal bagi penulis selama penulisan skripsi ini. Thanks for your good room…that a comfortable room for me… 15. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan tempat berbagi cerita serta pendapat selama ini. Ela, Epi, Umi, Ida, Ana, Lyna, Sofi, Aci, Ami dan semua teman-teman seperjuanganku KPI A yang telah memberikan warna-warni kehidupan bagi penulis. Always remember you friends… Jakarta, 9 September 2008 Penulis DAFTAR TABEL 1. Tabel 1 (BAB III) Jumlah Penduduk Rt. 003 Rw. 011 ....................... 2. Tabel 2 Latar Belakang Pendidikan Penduduk Rt. 003 Rw. 011......... 3. Tabel 3 Pekerjaan Penduduk.............................................................. 4. Tabel 4 Agama ................................................................................. 5. Tabel 5 Jumlah Orang Tua ................................................................ 6. Tabel 6 Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 7. Tabel 7 Jumlah Anak Berdasarkan Usia............................................. 8. Tabel 1 (BAB IV) Data Keluarga A................................................... 9. Tabel 2 Data Keluarga B ................................................................... 10. Tabel 3 Data Keluarga C ................................................................... 11. Tabel 4 Data Keluarga D ................................................................... 12. Tabel 5 Strategi Komunikasi Keluarga A........................................... 13. Tabel 6 Strategi Komunikasi Keluarga B........................................... 14. Tabel 7 Strategi Komunikasi Keluarga C........................................... 15. Tabel 8 Strategi Komunikasi Keluarga D........................................... 16. Tabel 9 Gaya Kognitif Keluarga A .................................................... 17. Tabel 10 Gaya Kognitif Keluarga B .................................................. 18. Tabel 11 Gaya Kognitif Keluarga C .................................................. 19. Tabel 12 Gaya Kognitif Keluarga D .................................................. 35 36 37 38 38 39 39 41 44 47 49 61 62 63 65 66 67 68 70 DAFTAR GAMBAR (ILUSTRASI) iv 1. Gambar keintiman komunikasi keluarga A ....................................... 2. Grafik model komunikasi keluarga A ............................................... 3. Gambar keintiman komunikasi keluarga B ....................................... 4. Grafik model komunikasi keluarga B ............................................... 5. Gambar keintiman komunikasi keluarga C ....................................... 6. Grafik model komunikasi keluarga C ............................................... 7. Gambar keintiman komunikasi keluarga D ....................................... 8. Grafik model komunikasi keluarga D ............................................... 9. Grafik perkembangan hubungan keluarga A ..................................... 10. Grafik perkembangan hubungan keluarga B ..................................... 11. Grafik perkembangan hubungan keluarga C ..................................... 12. Grafik perkembangan hubungan keluarga D ..................................... 53 54 55 56 57 58 59 60 72 74 76 77 DAFTAR ISI v ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 5 C. Tujuan dan Manfaat penelitian ......................................... 5 D. Metode Penelitian ............................................................ 6 E. Sistematika Penulisan....................................................... 9 BAB II TINJAUAN TEORITIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK A. Pengertian Komunikasi .................................................... 12 B. Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga........... 19 BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT A. Keadaan Geografis........................................................... 35 B. Keadaan Demografis........................................................ 35 1. Jumlah Penduduk............................................ 35 2. Latar Belakang Pendidikan ............................. 36 3. Pekerjaan ........................................................ 37 4. Agama ............................................................ 37 5. Jumlah Orang Tua .......................................... 38 6. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin........ 39 7. Jumlah Anak Berdasarkan Usia ...................... 39 8. Sarana Perhubungan ....................................... 40 iii BAB IV HASIL PENELITIAN KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK A. Data Kultural, Sosiologi, dan Psikologi Keluarga............. 41 B. Proses Komunikasi Non Antarpribadi ke Proses Komunikasi Antarpribadi ................................................. 51 C. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan Manajemen Konflik Keluarga ............................................................. 60 D. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Keluarga............. 65 E. Perkembangan Hubungan Komunikasi Keluarga.............. 70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... 79 B. Saran-saran ...................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82 LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, memiliki dorongan ingin tahu, ingin maju dan berkembang, maka salah satu sarananya adalah komunikasi. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan, kepada sesamanya secara timbal balik sebagai penyampai maupun penerima. Melalui komunikasi juga orang dapat mempengaruhi dan merubah sikap tingkah laku orang lain, membentuk suatu konsensus. Karena komunikasi merupakan kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan manusia. Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.1 Begitu juga dalam sebuah keluarga, komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting karena dengan komunikasi seorang suami dapat mencurahkan kasih sayang, menumbuhkan sikap saling pengertian, begitupun sebaliknya bagi istri dan anak. Tanpa komunikasi maka kebekuan, kemandegan dan bahkan ‘kematian’ proses kehidupan umat manusia tidak mungkin dapat dihindarkan.2 1 H.A.W. Widjaja. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), cet. ke-4, h. 1. 2 Kathleen Liwidjaja-Kuntaraf dan Jonathan Kuntaraf, Komunikasi Keluarga Kunci Kebahagiaan Anda, (Indonesia Publishing House, 2003), cet. ke-3, h. 1. Oleh karena itu dengan komunikasi semua anggota keluarga akan mengetahui perasaan, sikap, sifat, keinginan atau tujuan setiap individu dan menghasilkan rasa kasih sayang dalam keluarga. Dalam surat As-Syuuraa’ ayat 23 pun Allah swt befirman: ! -. ," + &'(#')* "#☺ % <.(= 9:;%4 567# /0!+"#123%4 D % + A@B/9C=6 @( >? ☺6 M5 JKL F GH5 :(E6= ⌦RCS⌧U ?P(= A 2H5 FNO VWJX UR!+⌧ “Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah ”Aku tidak meminta kepadamu sesuatu apa pun atas seruanKu kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan” dan siapa yang mengerjakan kebaikan, akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Mensyukuri.” Komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.3 Menurut Djamarah percakapan dalam hubungan keluarga bukan hanya sekedar pertukaran informasi. Melalui pembicaraan anak maupun orang tua dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk 3 M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok, IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet. ke-1, h. 4. melakukan waktu belajar mengenal satu sama lain, melepaskan ketergantungan serta menyampaikan pendapat.4 Peranan orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama nampaknya makin terabaikan di masyarakat kita. Alasan kesibukan orang tua, baik karena desakan ekonomi, profesi ataupun hobi sering menyebabkan kurang adanya kedekatan antara orang tua dan anak. Kondisi demikian apabila tidak disadari lama kelamaan akan menjadi penghalang terhadap kedekatan hubungan antara orang tua dan anak-anaknya, yang berarti terganggulah hubungan saling pengaruh diantara mereka. Sementara itu kita semua mengetahui bahwa hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak di dalam keluarga akan banyak berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya. Pada umumnya fungsi komunikasi itu untuk memberi dan menerima informasi, memberi pendidikan, mempengaruhi dan menghibur.5 Begitu juga komunikasi dalam keluarga, karena komunikasi dalam keluarga orang tua maupun anak dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga berhubungan dengan orang lain. Pepatah lama mengatakan ”Siapa yang mananam maka akan menuai”. Jika dikaitan dengan perkembangan anak, hal ini tidak terlepas dari peran komunikasi, di mana komunikasi merupakan penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling mempengaruhi di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. 4 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), (Jakarta: Rineka Cipta, , 2004), cet. ke-1, h. 4. 5 Roudhonah, Ilmu Komunikas, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. ke-1, h. 52-53. Tetapi jika kita lihat masalah kenakalan remaja, dan perkelahian antar pelajar yang sering terjadi akhir-akhir ini pada umumnya salah satu faktor penting penyebabnya adalah kurangnya atau tidak adanya keakraban antara orang tua dan anak.6 Adanya anak dalam sebuah keluarga merupakan impian setiap pasangan suami istri tetapi anak juga dapat menjadi ujian untuk menguji kedua orang tuanya, sejauh mana mereka mampu membekali anak mereka dengan iman dan amal. Dalam Al-Qur’an surat Al- Anfal ayat 28 Allah swt. berfiman : ☺KL%4 _F Y☺#[ % `O /\!]^'%%4 % /\C! 6%4 deC 9:;%4 SM^b <a%4 % VWX “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Begitu pun juga yang terjadi pada masyarakat kelurahan Malaka Jaya khususnya Rt 003 Rw 011. Rt. 003 adalah masyarakat yang mempunyai kepala keluarga paling banyak dari 8 Rt yang berada di Rw 011. Menurut salah satu warga yang telah bertempat tinggal di Rw 003 selama hampir 30 tahun lamanya mengatakan bahwa “Dahulu Rt 003 adalah bagian dari Rt 21 mempunyai banyak persoalan remaja, dari perampokan, pemakaian narkoba dan kenakalan remaja seperti hamil di luar nikah. Tetapi 5 tahun belakangan ini masalah-masalah itu berkurang, walaupun masih ada tetapi tidak banyak.”7 Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan terjadinya persoalan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di kelurahan Malaka Jaya khususnya Rt 003 Rw 011 6 M. Enoch Markum, Anak, Keluarga Dan Masyarakat, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1991), cet.ke-3, h. 36. 7 Wawancara pribadi tanggal 19 Mei 2008. dengan judul “Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur.” B. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah : 1. Komunikasi orang tua dan anak yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi (KAP) yang dilakukan oleh orang tua dengan anak sebagai komunikator. Dalam penelitian ini komunikasi orang tua dan anak dilihat dari proses komunikasi dari non KAP ke KAP, Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan manajemen konflik, gaya kognitif dan kecakapan empatik individu, eskalasi hubungan dan penetrasi sosial. Dari batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana hubungan komunikasi orang tua dan anak di usia mahasiswa dalam keluarga? Dengan rincian petanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses non KAP ke KAP empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? 2. Bagaimana PKK dan manajemen konflik empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? 3. Bagaimana gaya kognitif dan kecakapan empatik empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? 4. Bagaimana perkembangan hubungan komunikasi empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui proses non KAP ke KAP yang terjadi pada empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur. 2. Mengetahui PKK dan manajemen konflik yang ada pada empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur. 3. Mengetahui gaya kognitif dan kecakapan empatik yang ada pada empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur. 4. Mengetahui perkembangan hubungan komunikasi yang terjadi pada empat keluarga di Rt 003/011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Menambah pengetahuan baru tentang cara berkomunikasi dan menjalin hubungan antarpribadi yang baik antara orang tua dan anak. 2. Dapat menjadi acuan bagi para pembaca pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk menjadi komunikator dan komunikan yang baik dalam sebuah komunikasi keluarga. Serta bisa menjadi bahan referensi tambahan dalam penelitian selanjutnya. D. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menggambarkan sesuatu sesuai dengan fenomena yang ada. Adapun penelitian kualitatif ini terdiri dari beberapa cara, yaitu: 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah Rt. 003 Rw. 011 Kelurahan Malaka Jaya Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur 13460. 2. Subjek Dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah 4 (empat) keluarga yang mempunyai tipe keluarga yang berbeda-beda, yang terdiri dari 4 (empat) orang tua dan 4 (empat) orang anak. Orang tua yang dimaksud adalah orang tua kandung dan anak yang dimaksud adalah anak yang berumur 18 sampai 25 tahun yang berlatar belakang pendidikan mahasiswa atau mahasiswi. Keluarga pertama atau A kategori ekonomi atas yaituanggota masyarakat yang mampu menempatkan dominansinya pada masyarakat yang lainnya dimana dengan menguasai nilai-nilai yang ada pada masyarakat tertentu yang dapat berupa : kekuasaan, kekayaan, kehormatan, pengetahuan dan lain-lain8. Keluarga kedua atau B kategori ekonomi menengah yaitu keluarga yang yang dapat mencukupi sesuai kebutuhan keluarganya. Keluarga ketiga atau C kategori ekonomi rendah yaitu keluarga yang mempunyai beberapa ciri diantaranya dalam sehari makan < 3x, penghasilan tidak tetap, tidak mempunyai sawah atau tegalan, rumah sederhana dari gedeg (bilik bambu) ukuran 6 x 4 meter persegi dan berlantai tanah, berpenghasilan dibawah Rp. 122.000,- ( sekitar 13 dolar) perbulannya9. Keluarga keempat atau D kategori ekonomi menengah. 3. Tahapan Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: a. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan mengadakan penelitian lapangan (field research). Untuk mendapatkan 8 9 http://halilintarblog.blogspot.com/2008/10/kekuasaan-elit.html. 29-10-08 http://www.ekonomirakyat.org/edisi_11/artikel_5.htm. 29-10-08 data yang diinginkan maka peneliti menggunakan beberapa instrument, yaitu: 1) Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki.10 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, yaitu peneliti langsung mengamati cara berkomunikasi orang tua dan anak, serta untuk menemukan tipe kondisi keluarga yang akan menjadi subjek penelitian di Rt 003 Rw 011 kelurahan Malaka Jaya. Peneliti melakukan observasi selama kurang lebih 6 bulan. 2) Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh 2 belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara mendalam, dengan maksud untuk mengetahui hubungan antara orang tua dan anak secara menyeluruh kepada empat tipe keluarga yang berbeda mengenai cara berkomunikasi antara orang tua dengan anaknya. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak menggunakan perantara) yang didapat dengan cara melakukan survey. 10 Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, 2002), cet. ke-4, h. 181. 11 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, 2002), cet. ke-6, h. 135. b. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, berupa data eksternal. 4. Analisis Deskriptif Metode deskriptif pada hakekatnya mengumpulkan data secara univariat. Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat (central tendency) atau ukuran sebaran (dispersion). Penelitian deskriptif ditujukan : (a) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada; (b) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku; (c) membuat perbandingan atau evaluasi; (d) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang datang.12 5. Tinjauan Pustaka Dari beberapa skripsi yang telah peneliti baca, hanya ada dua skripsi yang membahas tentang komunikasi antarpribadi yang dilihat dari beberapa tingkatan yaitu tingkat kultural, sosiologis dan psikologis dengan judul “Pola Komunikasi Dokter Terhadap Pasien dalam Proses Penyembuhan di Klinik Yasmin Medika Ciputat” yang ditulis oleh Bani Sadr tahun 2007. 6. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku CeQDA yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi).” 12 Jalaluddin Rakhmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, 2004), cet. ke-11, h. 25. E. Sistematika penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan buku panduan yang disebutkan di atas, yaitu: Bab I Pendahuluan Bab pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, tahapan penelitian, analisis deskriptif, teknik penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis Bab kedua ini akan menjelaskan mengenai pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, perbedaaan komunikasi antarpribadi dan non komunikasi antarpribadi, Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan strategi komunikasi antarpribadi, gaya kognitif dan kecakapan empatik individu, eskalasi hubungan dan penetrasi sosial dalam komunikasi antarpribadi dan pengertian anak serta ciri-ciri masa usia mahasiswa. Bab III Gambaran umum masyarakat. Bab ketiga ini akan menjelaskan tentang keadaan goegrafis daerah, keadaan demografis masyarakat, pekerjaan masyarakat, keadaan orang tua, keadaan anak dan sarana umum yang ada di daerah tersebut. Bab IV Analisis Data. Bab keempat akan menjelaskan tentang analisis data kultural, sosiologis dan psikologis masing-masing keluarga, proses komunikasi orang tua dan anak dari non KAP ke KAP empat tipe keluarga, Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan manajemen konflik empat tipe keluarga, gaya kognitif dan kecakapan empatik empat tipe keluarga, eskalasi hubungan dan penetrasi sosial empat tipe keluarga. Bab V Kesimpulan. Bab kelima menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran. BAB II TINJUAN TEORITIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DAN ANAK A. Pengertian Komunikasi Komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya, berasal dari bahasa Latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Perkataan communis diartikan “sama”, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal.13 Menurut Wiryanto communicatio yang berarti pemberitahuan atau penukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama, maka komunikasi mengandung makna bersama-sama (common).14 Dani Vardiansyah dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual mengatakan bahwa komunikasi berasal dari kata communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis adalah communico, yang artinya berbagi. Dalam hal ini yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate, yang berarti: a. Untuk bertukar pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi. b. Untuk membuat tahu. c. Untuk membuat sama. 13 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-6, h. 3. 14 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), cet. ke-1, h. 5. d. Untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda (noun), communication, berarti : a) Pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi. b) Proses pertukaran di antara individu-individu melalui sistem simbol-simbol yang sama. c) Seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan. d) Ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi.15 Menurut Sendjaja dalam bukunya Pengantar Komunikasi, komunikasi berasal dari kata communicatus yang berarti “berbagi” atau menjadi “milik bersama.”16 Dan komunikasi menurut Dedy Mulyana yang ditulis pada buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.17 Komunikasi secara terminologis berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.18 15 Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), cet. ke-1, h. 3. 16 Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993), cet. ke-1, h. 7. 17 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), cet. ke-4, h. 41. 18 Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia komunikasi adalah “pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.19 Dalam Kamus Komunikasi Onong menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.20 Komunikasi menurut Gunadi adalah proses kegiatan manusia yang diungkapkan melalui bahasa lisan dan tulisan, gambar-gambar, isyarat, bunyibunyian dan bentuk kode lain yang mengandung arti dan dimengerti oleh orang lain.21 Astrid mengatakan dalam bukunya Komunikasi Dalam Teori dan Praktek Komunikasi merupakan kegiatan pengoperan lambang-lambang tersebut terikat pada unsur-unsur kebudayaan, tingkat pendidikan dan pengalaman orang.22 Dalam Webster’s New Coolegiate Dictionary edisi tahun 1977, yang dikutip oleh Sendjaja komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.23 19 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) edisi ke-3, cet. ke-3, h. 585. 20 Onong Uchajan Effendy, Kamus Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1989), cet. ke-1, h. 60. 21 Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998), cet. ke-1, h. 69. 22 Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Bina Cipta, 1980), cet. ke-3. h. 2. 23 Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, h. 7. Eduard Depari mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampaian pesan (source, communicator, sender) ditujukan pada penerima pesan (reciever, communicator, atau audience) dengan maksud mencapai kebersamaan (commonnees).24 Menurut Harold D. Laswell, sebagaimana dikutip oleh Sendjaja cara yang baik menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaaan berikut: who says what in which channel to whom with what effect? (siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?).25 Menurut Raymond S. Ross (1983:8) yang dikutip oleh Wiryanto mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator. Shannon dan Weaver (1949) mengatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.26 Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak. Komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.27 24 H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta:Bumi Aksara, 2002), cet. ke-4, h. 2. 25 Ibid., h. 7. 26 Wiryanto, Pengantar Komunikasi, h.6-7. 27 Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 1. Brent D. Ruben (1988) mendefinisikan komunikasi manusia yang lebih komprehensif adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam keluarganya, dalam organisasinya dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain.28 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi berasal dari kata communicatio yang berarti suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang diartikan sama. Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami. 1. Unsur-Unsur Komunikasi Dalam komunikasi terdapat beberapa unsur yang merupakan syarat, unsurunsur tersebut: komunikator, pesan, komunikan, media, efek.29 1. Komunikator : Dapat berupa individu yang sedang berbicara atau menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti: surat kabar, radio, televisi. 2. Komunikan : Manusia berakal budi, komunikator ditujukan. 30 kepada siapa pesan Orang atau kelompok atau khalayak yang menerima pesan komunikasi atau yang menjadi sasaran komunikasi itu sendiri.31 28 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta:Bumi Aksara,2001), cet. ke-4, h. 3. Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 6. 30 Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual, h. 19-21. 31 Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998), cet. ke-1, h.70. 29 3. Pesan : Suatu gagasan atau ide, informasi, pengalaman, yang dituangkan dalam lambang untuk disebarkan kepada pihak lain.32 4. Media : Alat yang digunakan untuk berkomunikasi agar hasil komunikasi dapat mencapai sasaran yang lebih banyak dan luas. Media ini ada yang bersifat nirmasa, yaitu: telepon, handphone dan lainnya. Ada juga yang bersifat media massa, yaitu: televisi, radio, koran (pers), film dan internet.33 5. Efek : Efek adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan. Perubahan yang terjadi di pihak komunikan sebagai akibat dari diterimanya pesan melalui komunikasi.ada tiga efek komunikasi yaitu: visual, voice dan word. Dan paling berpengaruh adalah visual yaitu berupa bahasa tubuh dan simbol.34 Efek komunikasi juga bisa bersifat kognitif yang meliputi pengetahuan, bisa juga bersifat afektif yang meliputi perasaan emosi, atau bisa juga bersifat behavioral yang merupakan tindakan.35 2. Bentuk-Bentuk Komunikasi Ada 4 bentuk komunikasi, yaitu:36 32 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. ke-1, h.45. Ibid, h.46 34 Kris Cole, Hari Wahyudi, Komunikasi Sebening Kristal: Meraih Sukses Melalui Keterampilan Memahami (trjmh), ( Jakarta: Quantum, 2005), cet. ke-1, h. 79. 35 Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, h. 5. 36 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2001),h.7 33 1. Komunikasi intrapersonal menurut Sasa Djuarsa adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Yang jadi pusat perhatian adalah bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya.37 2. Komunikasi antarpersona adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to face), bisa juga melalui sebuah medium telepon.38 3. Komunikasi kelompok menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner yang dikutip oleh Sasa Djuarsa adalah interaksi tatap muka dari tiga atau lebih indivdu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.39 4. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Menurut Severin dan Tankard, Jr. komunikasi massa adalah keterampilan, seni dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya.40 37 Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), cet. ke-9, h. 125. 38 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1981), h. 48. Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori komunikasi, h. 33. 40 Onong Uchjana, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h. 21. 39 B. Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga Dari keempat bentuk komunikasi yang telah disebutkan di atas, komunikasi orang tua dan anak termasuk dalam komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi dalam definisi ini merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan berbagai efek dan umpan balik (feed back). Dalam definisi ini setiap komponen harus dipandang dan dijelaskan sebagai bagian-bagian yang terintegritas dalam tindakan komunikasi antarpersonal. Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Jika boleh dibandingkan, komunikasi sama pentingnya dengan udara untuk kita bernafas. Ketika lahir, manusia bukan saja membutuhkan pertukaran udara demi kelangsungan hidupnya, tetapi juga melakukan pertukaran pesanpesan dengan lingkungannya, terutama dengan orang tuanya yang berlangsung secara tetap. Hal ini dapat kita lihat pada saat bayi itu lapar, buang air kecil, sakit dan sebagainya. Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukkan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi kita tumbuh dan belajar, kita menemukan pribadi kita dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan sebagianya. Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya.41 41 Elizabeth B. Harlock, Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan ), (Jakarta: Erlangga, 1999), edisi ke 5. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia orang tua adalah ayah – ibu kandung, yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli, dsb), orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung.42 Orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu orang tua kandung. Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah manusia yang masih kecil.43 Dalam penelitian ini, anak yang menjadi subjek adalah anak yang berusia 18-25 tahun. Anak dengan usia 18-25 tahun dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya dan mereka juga termasuk dalam masa usia mahasiswa. Karena jika dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini merupakan pemantapan pendirian hidup. Dengan kata lain, pemantapan itu dimaksudkan pengujian lebih lanjut tentang pendirian hidup serta penyiapan diri dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk merealisasikan pendirian hidup yang telah dipilihnya.44 Ciri-ciri masa usia mahasiswa yaitu:45 1. Kelompok-kelompok sosial dibentuk berdasarkan atas sistem nilainilai tertentu 2. Adanya perubahan sikap dari individu yang idealistis ke sikap individu yang realistis. 3. Individu berada dalam vitalitas optimum. Perkembangan telah berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuan nalarnya tinggi. 42 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 802. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 41. 44 Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), cet. ke-1, h. 45. 45 Ibid., h. 46-47. 43 Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. 46 Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Karena didalamnya anak diajarkan sejumlah normanorma, mulai dari norma agama norma akhlak, norma sosial dan sebagainya. Komunikasi dalam keluarga memegang peranan penting, maka hal ini tidak boleh dianggap sederhana, seperti yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat At-Taghabun ayat 14 yang berbunyi: Y ! gi FNg^%hK' /\!+; %6j%4 :D <a(= /\C ⌧%^ /\Ck^'%%4 % CS" P(= % A /\"l%mR⌧7O oa(pO %9S62 % ⌧S2* % VrX e75qR ⌦RCS⌧U ”Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anakanakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Menurut Djamarah percakapan dalam hubungan keluarga bukan hanya sekedar pertukaran informasi. Melalui pembicaraan anak maupun orang tua dapat menyatakan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide dan juga berhubungan dengan orang lain. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk melakukan waktu belajar mengenal satu sama lain, melepaskan ketergantungan serta menyampaikan pendapat.47 1. Perbedaan Komunikasi Antarpribadi dan Non Komunikasi Antarpribadi 46 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004), cet.ke-1, h. 195. Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), (Jakarta: Rineka Cipta, , 2004), cet.ke-1, h. 4. 47 Komunikasi antarpribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.48 Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.49 Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator, mengetahui pasti apakah komunikasi itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Komunikasi non-antarpribadi yaitu seseorang yang melakukan prediksinya hanya atas dasar data kultural dan sosiologis. Pada tingkat ini, dalam melakukan prediksi komunikator melakukan generalisasi rangsangan, yakni mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lainnya.50 48 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 12. M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok, IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), cet. ke-1, h. 4. 50 Ibid, h. 18. 49 Setiap berkomunikasi dengan orang lain, kita melakukan proses prediktif. Setiap kali berinteraksi dengan orang lain timbul pertanyaan-pertanyaan: Bagaimana sifat orang yang saya ajak bicara? Apakah ia dapat dipercaya? Apa dia menyukai saya? Bagaimana agar dia menyukai saya? Dan sebagainya. Mungkin pada saat memulai berinteraksi, kita menyadari bahwa prediksi kita sebelum salah. Untuk efektifnya komunikasi kita harus membuat prediksi baru dan membuat strategi komunikasi baru yang sesuai dengan prediksi tersebut. Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinbreg (1975) seperti yang dikutip oleh Budyatna dan Nina Mutmainah dalam buku Komunikasi Antarpribadi, bahwa ada tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu: 51 1. Tingkat Kultural Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan, komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak harus mengerti dan memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak berkomunikasi. Dengan mengenal atau menguasai kultur yang imaterial ini, seperti bahasa dan adat istiadat, paling tidak kita mampu untuk berkomunikasi dengan pihak lain. 2. Tingkat Sosiologis Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan dalam kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. Pada tingkat ini, prediksi atau 51 Ibid, h. 6-10 prakira yang dilakukan komunikator terhadap reaksi komunikan dapat dilihat dari segi keanggotaan dari kelompok tempat komunikan berada. 3. Tingkat Psikologis Apabila prediksi atau prakira yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan didasarkan atas analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Prediksi pada tingkat psikologis ini memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati mengenai perilaku orang lain yang pernah melakukan kontak dengan kita sebelumnya. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa manusia, di dalam berinteraksi antara satu dan lainnya tentu akan menggunakan suatu alat atau cara untuk menyampaikan sesuatu hal yang kiranya akan berguna atau bermanfaat bagi kedua belah pihak atau kelompok tertentu di dalam berkomunikasi. Oleh karena itu peran komunikasi di dalam menyampaikan sesuatu pesan yang bermanfaat sangat diutamakan bagi hidup dan kehidupan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi secara terus menerus, antara komunikator dan komunikan saling mengetahui tingkat kultural, sosiologis dan psikologis masingmasing. Dan komunikasi non antarpribadi antara komunikator dan komunikan hanya saling mengetahui tingkat kultural dan tingkat sosiologis. Dapat dikatakan juga semakin besar para pelaku komunikasi salin mengenal secara individu satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat pribadi. Sebaliknya semakin kecil tingkat pengetahuan individu satu sama lain, maka komunikasi menjadi makin impersonal. 52 Dalam berkomunikasi setiap pelaku komunikasi selalu menggunakan model komunikasi. Ada beberapa model komunikasi yang cenderung banyak dilakukan oleh manusia, yaitu: pasif yaitu antara komunikator dan komunikan keduanya saling menutup diri, agresif-pasif yaitu komunikator lebih terbuka dibandingkan komunikan, pasif-agresif yaitu komunikan lebih membuka diri dibandingkan komunikator dan luwes yaitu kedua belah pihak (antara komunikator dan komunikan) saling membuka diri.53 2. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan Manajemen Konflik Komunikasi dapat dikatakan berhasil jika apa yang diperoleh komunikator, paling tidak sebagian, sesuai dengan harapan atau keinginannya semula. Dan semua itu dapat diperoleh dengan melakukan pengendalian lingkungan. Dalam usaha pengendalian lingkungan, setiap individu memiliki dan menggunakan cara, strategi atau teknik yang berbeda-beda. Perbedaan ini menunjukkan karakter khas individu yang membedakannya dengan individu lainnya. Konsep pengendalian atau kontrol lingkungan dalam berkomunikasi merupakan konsep penting dalam berkomunikasi antarpribadi. Karena keberhasilan atau efektif tidaknya komunikasi tergantung pada individu yang melakukan kontrol tersebut. Unsurunsur dalam PKK ini dibagi menjadi 2 yaitu yang tetap dan tidak tetap. Unsurunsur yang tetap yaitu:54 1. Semua orang cenderung menghendaki respon yang menyenangkan dari orang lain. 2. Para komunikator saling bergantung sama lain untuk mendapatkan respons. 52 M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 12. Darlexne Powell Hopson dan Derek S. Hopson, Menuju Keluarga Kompak, 8 Prinsip Praktis Menjadi Orang Tua Yang Sukses, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), cet. ke-1, h. 86. 54 M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 79. 53 3. Prosedur kendali untuk mendapatkan respon yang diinginkan harus dipelajari dan perolehannya bergantung pada keberhasilan kita untuk mendapatkan respon yang kita inginkan. Adapun unsur-unsur yang tidak tetap yaitu: 1. Prosedur kendali yang spesifik mendapat imbalan. 2. Tipe-tipe manusia dihubungkan dengan perilaku-perilaku mendapatkan imbalan. 3. Situasi yang memerlukan perilaku dan imbalan tertentu. Karena itu menurut Budyatna dan Nina Mutmainah dalam bukunya Komunikasi Antarpribadi, untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari komunikator lainnya sebagai teman dalam transaksional komunikasi maka sebagai komunikator pertama harus mengerti strategi-strategi kendali komunikasi yang utama antara lain yaitu55: 1) Startegi Wortel Berayun Yaitu strategi yang digunakan untuk dapat menambah probabilitas untuk mendapatkan respons yang diinginkan apabila kita mampu untuk memberikan imbalan kepada seseorang supaya ia memberikan respons yang diinginkan. Dan penambahan probabilitas respons yang diinginkan dengan asumsi komunikator akan mengulangi perilaku yang sama dengan perilaku yang mendapatkan imbalan. Contohnya hadiah, pujian dan ucapan. 55 M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 87-96. 2) Strategi Pedang Tergantung Yaitu strategi yang digunakan untuk mengurangi probabilitas respons yang tidak diinginkan. Maksud dari strategi ini adalah seorang komunikator bisa menghukum pihak lainnya supaya orang tersebut mengurangi atau membatasi perilaku yang tidak disenangi si penghukum. Contohnya ancaman. 3) Strategi Katalisator Yaitu strategi yang digunakan hanya untuk mengingatkan pihak yang satu atau orang yang mendengarkan dengan harapan orang itu mau menuruti apa yang dikatakannya. Strategi ini dimaksudkan untuk menjadikan individu berbuat berdasarkan kesadarannya sendiri tanpa harus diberi imbalan atau hukuman. Komunikator harus membuat pihak yang bersangkutan dengan rangkaian pesan-pesan untuk merangsang suatu proses, namun tindakan selanjutnya sepenuhnya ditentukan oleh yang bersangkutan. Contohnya nasihat. 4) Strategi Kembar Siam Yaitu strategi ini hanya bisa diterapkan pada hubungan yang telah terbina, dalam arti kedua belah pihak sangat bergantung satu sama lain. Strategi ini berlaku kedua komunikator memiliki kurang lebih jumlah kendali yang sama. 5) Strategi Dunia Peri Yaitu strategi yang mengharapkan respon yang dihasilkan sesuai dengan keinginannya, walaupun pada kenyataannya itu hanya khayalan. Khayalan semacam ini memberikan semacam hiburan dari rasa cemas, tetapi sedikit sekali dasar realitasnya dan tidak dapat dianggap sebagai pengganti dari suatu strategi kendali. Komunikator yang menggunakan strategi ini sulit menerima keterbatasan kemampuannya untuk mendapatkan respons yang diinginkan. Contohnya selalu menganggap baik semua orang. Cara yang digunakan strategi ini ialah a. Mengabaikan respons yang tidak diinginkan. b. Memutarbalikkan respons yang tidak diinginkan dengan memberikan penafsiran positif. Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara vertikal maupun horizontal. Dari dua jenis komunikasi ini berlangsung secara silih berganti komunikasi antara suami dan isteri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ibu dan anak, komunikasi antara anak dan anak. Tetapi pada umumnya komunikasi dalam sebuah keluarga bersifat searah dan instruktif.56 Yang mana orang tua sebagai seorang komunikator sangat berperan aktif dalam berkomunikasi, sedangkan anak sebagai komunikan hanya duduk mendengarkan dan ”mengiyakan” apa yang dikatakan mereka tanpa tahu efek apa yang akan terjadi setelah berlangsungnya komunikasi. Tetapi dalam komunikasi antarpribadi baik orang tua maupun anak merupakan komunikator, karena komunikasi yang terjadi di antara orang tua dan anak adalah bersifat intensional, transaksional dan prosesual. Dimana kedua belah pihak menginginkan respon yang dihasilkan sesuai dengan keinginan atau perkiraan masing-masing. 56 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), h. 76. Banyak orang tua yang tidak mengerti anaknya dan banyak juga anak yang tidak mengerti orang tuanya. Akibatnya hubungan orang tua-anak menjadi renggang dan muncul konflik-konflik.57 Konflik ini timbul dikarenakan respon yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan kedua belah pihak konflik. Konflik antar pribadi berarti pertentangan atau perselisihan di antara individu-individu yang saling berhubungan.58 Dan setiap individu juga mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan konflik tersebut. Budyatna dan Mutmainah menyatakan bahwa terdapat berbagai macam cara penyelesaian konflik secara logis dan rasional berkisar dari yang tidak resmi sampai debat yang formal dan polanya tidak selalu identik dan tidak jelas. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang kompleks, yakni: 1. Sejumlah referensi yang berbeda-beda yang dimiliki komunikator untuk menyelesaikan konflik. 2. Ada orang yang beranggapan bahwa semua situasi konflik adalah sama, dan respons yang diberikan bagi setiap penyelesaian konflik juga sama. 3. Ada pula orang yang menganggap situasi konflik tidak sama antara yang satu dan yang lainnya dan setiap situasi konflik memerlukan strategi kendali yang berbeda pula. 4. Ada individu yang beranggapan bahwa semua orang adalah sama dan akan memberikan reaksi yang sama pula terhadap strategi kendali yang sama. 5. Sedangkan individu lainnya beranggapan bahwa semua orang tidak sama dan masing-masing akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap strategi kendali yang berbeda. 57 Sintha Ratnawati, Keluarga, Kunci Sukses Anak, Kumpulan Artikel Kompas, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2000), cet. ke-1, h. 6-7. 58 Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 182. 4. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Individu Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi. Cara tersebut dapat mempengaruhinya dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang yang berpikiran sempit, kaku dan simplistis. Sementara ada pula orang yang berpikiran terbuka dan mampu melihat perbedaan-perbedaan yang ada di antara para pelaku komunikasi dan menyesuaikan diri dengannya. Atau dapat disebut juga dengan gaya kognitif. Gaya kognitif adalah cara-cara yang khas di mana individu membangun atau membentuk keyakinan dan sikapnya tentang dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi yang masuk atau diterima.59 Begitu juga orang tua dan anak yang mempunyai gaya kognitifnya masingmasing. Gaya kognitif itu diantaranya:60 a. Gaya kognitif tertutup adalah orang yang berpikiran sempit, kaku, dan simplistis. Gaya kognitif tertutup dibagi menjadi 2 yaitu: otoriter dan dogmatis. Karakteristik gaya kognitif tertutup: 1. Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi. 2. Berpikir simplistis, artinya berpikir hitam-putih (tanpa nuansa). 3. Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan. 4. Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumbernya sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain. 5. Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem kepercayaannya. 59 Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 102-108. Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, 2005), cet. Ke-23, h. 136 60 6. Menolak, mengabaikan, mendistorsi dan menolak pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya. b. Gaya kognitif terbuka yaitu: orang yang mampu melihat perbedaanperbedaan yang ada di antara para pelaku komunikasi dan menyesuaikan diri dengannya. Karakteristiknya yaitu: 1. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika. 2. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan lain-lain. 3. Berorientasi pada isi. 4.Mencari informasi dari berbagai sumber. 5.Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. 6.Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.61 Agar menuju hubungan komunikasi antarpribadi yang berhasil komunikator harus mengembangkan kemampuan empatinya. Karena empati merupakan salah satu konsep terpenting dalam bidang komunikasi antarpribadi.62 Menurut L. Katz, dalam bukunya Empathy mengatakan bahwa apabila kita mengalami suatu empati, maka kita merasakan seolah-olah apa yang dirasakan orang lain menjadi perasaan kita juga. Jadi kegembiraan seseorang seolah-olah menjadi kegembiraan kita juga dan kesedihan seseorang seolah-olah menjadi kesedihan kita juga. Menurut Katz, empati adalah menempatkan posisi orang lain ke dalam diri kita.63 61 Ibid., h.136. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, h. 101. 63 Ibid., h. 114. 62 Secara transaksional, empati meliputi dua tahap utama yaitu:64 1. Pengempatian yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya. 2. Pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka yang menjadi objek dari suatu rediksi. 5. Eskalasi Hubungan dan Penetrasi Sosial dalam Komunikasi Antarpribadi Setiap orang yang menjalin hubungan menginginkan hubungan itu dapat berjalan dengan baik. Ketika proses hubungan komunikasi antarpribadi berkembang, ada kemungkinan terjadi eskalasi dan de-eskalasi. Eskalasi adalah suatu bentuk yang bisa meningkatkan secara cepat kualitas hubungan komunikasi antarpribadi.65 Istilah eskalasi menjabarkan proses pengembangan hubungan yang tidak saja menunjukkan suatu hubungan berkembang atau mengalami kemajuan secara berkesinambungan atau mantap tetapi pada waktu-waktu tertentu pada hubungan tersebut terjadi lompatan ke depan atau ke atas. De-eskalasi adalah penurunan secara mendadak di dalam keuntungan atau adanya penemuan sumber baru yang lebih menguntungkan dari suatu hubungan.66 Penetrasi sosial adalah proses meningkatnya keintiman dalam suatu hubungan. Menurut Miller dan Steinberg seperti yang dikutip oleh M. Budyatna dan Nina Mutmainah dalam bukunya Komunikasi Antarpribadi, mengemukakan bahwa semakin komunikator mengenal satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat antarpribadi (interpersonal). Sebaliknya, makin sedikit tingkat 64 Ibid., h. 117. Ibid, h. 127. 66 Ibid, h. 146. 65 pengetahuan partisipan satu sama lain, maka komunikasi makin bersifat impersonal. Dikatakan bahwa keintiman pertisipan meningkat ketika komunikasi beralih dari mulai kultural, sosiologis dan kemudian psikologis. Proses bergeraknya komunikasi dari tingkat kultural ke psikologis inilah yang dikenal sebagai penetrasi sosial.67 Altman dan Taylor berpendapat bahwa penetrasi sosial mengacu pada: 1. Perilaku pribadi yang terjadi pada interaksi sosial, dan 2. Proses-proses subjektif yang internal yang mendahului, mendampingi, dan mengikuti suatu pertukaran sosial. Menurut Altman dan Taylor dalam buku Komunikasi Antarpribadi, dikatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan antarpribadi. Sejumlah faktor itu dapat dikelompokkan dalam tiga faktor utama: a. Karakteristik personal dan partisipan. Misalnya: kebutuhan, sifat, kepribadian dan motivasi. b. Hasil dari pertukaran. Bila seorang menyukai orang lain atau merasa akan mendapatkan keuntungan dari suatu hubungan (pertukaran) maka warna hubungan tersebut akan berbeda jika tidak merasa puas dengan partisipan lainnya atau merasa tidak memperoleh keuntungan dari suatu hubungan. c. Konteks situasional. Konteks lingkungan dan situasi yang melatarbelakangi suatu hubungan mempengaruhi bagaimana suatu hubungan berkembang. Altman dan taylor juga berpendapat bahwa ada empat tahap perkembangan suatu hubungan, yaitu:68 67 68 Ibid., h. 208. Ibid., h. 210. 1. Orientasi : berisi komunikasi yang impersonal, pada saat itu seseorang hanya mengemukakan informasi yang sangat umum tentang dirinya. Bila tahap ini menguntungkan oleh partisipan, mereka akan bergerak ke tahap selanjutnya. 2. Menuju pertukaran afektif : mulai bergerak ke tahap yang lebih dalam untuk menyikapi topik-topik tertentu yang terpilih. 3. Pertukaran afektif : memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dilalui individu hingga ia menerima imbalan yang substansial pada tahap-tahap sebelumnya. 4. Pertukaran stabil (tetap) : ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para partisipan berhak untuk memprediksi perilaku mitranya dan memberikan respon. BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT Untuk mengetahui keadaan masyarakat Rt 003 Rw 011 dari segi geogafis dan demografis sebagai subjek penelitian, peneliti menggambarkan keadaan masyarakat Rt 003 secara lengkap sebagai berikut: A. Keadaan Geografis Secara geografis Rt 003 merupakan bagian dari 8 Rt yang berada di Rw 011 kelurahan Malaka Jaya. Rt 003 antara lain berbatasan dengan:69 a. sebelah utara : Jalan Raya Taman Malaka Utara b. sebelah barat : Rt 004 c. sebelah selatan : Rt 002 d. sebelah timur : Kelurahan Malaka Sari B. Keadaan Demografis 1. Jumlah Penduduk Populasi penduduk di Rt. 003 Rw. 011 sebagian besar dihuni oleh laki-laki yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan perempuan baik itu dari orang tua maupun anak. Untuk itu presentase populasi penduduk di Rt. 003 Rw. 011 dapat di lihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1 Jumlah penduduk 69 Penduduk F % Laki-laki 219 53,02 Perempuan 194 46,98 Jumlah 413 100 Denah Rt 003 dan wawancara pribadi dengan Bagian Perlengkapan Rw. 011 (15-06-2008) Jika dilihat dari tabel 1 dan berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk yang ada di Rt 003/011 adalah 413 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 53,02% (219 orang), dan perempuan sebanyak 46,98% (194 orang) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 121 kepala keluarga. Ketua Rt 003 saat ini bernama bapak Murwoto. Sedangkan luas wilayah Rt 003/011 kurang lebih 1 hektar.70 2. Latar Belakang Pendidikan Dilihat dari latar belakang pendidikan pada tabel 2 di bawah ini, menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan masyarakat di wilayah Rt 003/011 adalah SLTA dan Sarjana dengan jumlah yaitu 35,91% (79 orang). Tabel 2 Latar Belakang Pendidikan Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA D3 Sarjana Jumlah F 7 24 79 31 79 220 % 3,19 10,90 35,91 14,09 35,91 100 Jumlah masyarakat Rt. 003 Rw. 011 yang berlatar belakang SD adalah 7 orang dengan presentase 3, 19%, yang berlatar pendidikan SLTP berjumlah 24 orang dengan presentase 10,90%, kemudian yang berpendidikan SLTA berjumlah 79 orang dengan presentase 35,91%, jumlah penduduk yang berlatar pendidikan D3 berjumlah 31 orang dengan presentase 14, 09 dan jumlah penduduk yang berlatar pendidikan sarjana berjumlah 79 orang dengan presentase 35,91%. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat Rt. 003 Rw. 011 adalah masyarakat yang berpendidikan tinggi, yaitu dengan rata-rata masyarakat yang berlatar belakang pendidikan sarjana. 70 Data kependudukan Rt 003 3. Pekerjaan Jika dilihat dari latar belakang pendidikan masyarakat Rt. 003 Rw. 011 yang sarjana dan SLTA, maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakatnya adalah cukup mapan. Dan di bawah ini adalah tabel mengenai pekerjaan masyarakat di Rt 003/011. Tabel 3 Pekerjaan Jenis Pekerjaan PNS Swasta Guru/Dosen Wiraswasta Buruh Pensiunan IRT Mahasiswa/i Pelajar Pengangguran Jumlah F % 21 125 18 21 3 24 72 30 88 11 413 5,08 30,27 4,36 5,08 0,72 5,81 17,43 7,27 21,31 2,67 100 Berdasarkan tabel 3 di atas, ternyata masyarakat Rt 003 lebih banyak bekerja sebagai karyawan swasta dengan jumlah terbanyak yaitu 30,27% (125 orang). Kemudian dilanjutkan dengan pelajar pada tingkat kedua dengan jumlah 88 orang. Pada tingkat ketiga yaitu ibu rumah tangga, kemudian mahasiswi/a, kemudian pensiunan, PNS, wiraswasta, guru dan dosen, pengangguran dan yang terakhir adalah buruh. 4. Agama Keyakinan pada masyarakat Rt. 003 Rw. 011 terbilang cukup beraneka ragam. Dari beberapa agama yang ada di Indonesia semua agama ada di masyarakat ini, kecuali agama Budha. Mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Rt. 003 Rw. 011 adalah agama Islam. Kemudian pada tingkat kedua adalah agama Kristen, dilanjutkan dengan agama Katholik, Hindu. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4 Agama Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Jumlah F 349 46 15 3 413 % 84,51 11,14 3,63 0,72 100 Berdasarkan tabel 4 masyarakat Rt 003 mayoritas beragama Islam dengan jumlah 84,51% (349 orang), kemudian Kristen 11,14% (46 orang), Katolik 3,63% (15 orang), dan yang paling sedikit adalah Hindu dengan jumlah 0,72% (3 orang). 5. Jumlah Orang Tua Jumlah orang tua yang ada di wilayah Rt 003/011 adalah 220 orang. Yang terdiri dari bapak-bapak sebanyak 48,64% (107 orang) dan ibu-ibu sebanyak 51,36% (113 orang). Dan jumlah tersebut dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Jumlah Orang Tua Orang Tua Bapak Ibu Jumlah F 107 113 220 % 48,64 51,36 100 Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dikatakan bahwa mayoritas orang tua di Rt. 003 Rw. 011 adalah ibu-ibu yang berjumlah 113 dengan status janda, baik ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya. 6. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel di bawah ini adalah jumlah anak di Rt 003 berdasarkan jenis kelaminnya. Tabel 6 Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah F 120 73 193 % 62,18 37,82 100 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak laki-laki lebih banyak 24,36% dibandingkan dengan jumlah anak perempuan yang hanya berjumlah 73 anak dengan presentase 37,82%. 7. Jumlah Anak Berdasarkan Usia Anak-Anak yang ada di Rt. 003 Rw. 011 dapat dikategorikan dari usianya, antara lain: anak yang berusia 0-5 tahun hanya berjumlah 25 anak dengan presentase 12,95%, anak berusia 6-12 tahun berjumlah 113 anak dengan presentase 58,54%, kemudian anak yang berusia 13-17 tahun berjumlah 20 anak dengan presentase 10,38% dan yang terakhir adalah kategori anak dengan usia 1825 tahun yang berjumlah 35 orang dengan presentase 18,13. dan jumlah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 7 Jumlah Anak Berdasarkan Usia Usia 0-5 tahun 6-12 tahun 13-17 tahun 18-25 tahun Jumlah F 25 113 20 35 193 % 12,95 58,54 10,38 18,13 100 Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa usia anak yang lebih banyak di Rt 003 adalah usia 6-12 tahun yang berjumlah 113 anak dengan presentase 58,54%. 8. Sarana Perhubungan Sarana yang ada di wilayah Rt 003/011 terdiri dari sebuah masjid yang bernama masjid Al-Muhajirin, Taman Kanak-Kanak dan Taman Pengajian AlQur’an, lapangan badminton, taman dan kantor pelayanan Posyandu. BAB IV HASIL PENELITIAN KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DAN ANAK A. Data Kultural, Sosiologis dan Psikologis Keluarga Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah 4 (empat) keluarga dengan latar belakang yang berbeda yang ada di masyarakat Rt 003/011. Untuk mendapatkan data kultural, masing-masing individu baik ayah dan ibu dalam 1 keluarga menerima pertanyaan yaitu: Dimanakah bapak atau ibu lahir? Sejak tahun berapa bapak atau ibu tinggal di Jakarta? dan untuk anak yaitu: dimanakah saudara lahir? Dapatkah saudara ceritakan latar belakang pendidikan saudara? Begitu juga dengan data sosiologis, yaitu apa pekerjaan bapak saat ini? Apakah bapak, ibu atau saudara aktif dalam bermasyarakat? Untuk mengetahui data psikologis peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing individu (ayah, ibu dan anak), yaitu: bagaimana pendapat mengenai sifat dan sikap anak anda? dan untuk anak yaitu: bagaimana pendapat saudara mengenai sifat dan sikap orang tua anda? Ayah dan ibu? Dan masing-masing jawaban dari responden adalah sebagai berikut: 1. Keluarga Pertama Tabel 1 Data Keluarga A Kategori Ayah Ibu Anak Kultural Sosiologis Psikologis Tegal, Jawa 1. Wiraswasta dalam bidang 1.Keras Tengah perbengkelan di daerah 2.Tegas Rawamangun dan bangunan 3.Penyayang di Tambun. 4.Sedikit 2. Aktif di masyarakat dalam emosional bidang keagamaan, misalnya kepengurusan masjid. Pekalongan, 1. Ibu rumah tangga 1. Penyayang Jawa 2.Dalam masyarakat aktif 2. Tidak Tengah dalam bidang keagamaan, banyak misalnya pengajian ibu-ibu. bicara 3. Mudah emosi Jakarta 1.Mahasiswi Universitas di 1.Manja Jakarta semester 6. 2.banyak 2.Guru Taman Kanak-Kanak bicara parttime di Duren Sawit. 3.Jujur 3.Karang taruna RT dan RW. 4.Selalu ceria Data Kultural Keluarga yang pertama terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Tegal, tetapi sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) beliau sudah berada di Jakarta tepatnya tahun 1958 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Pekalongan, dan tinggal di Jakarta setelah menikah pada tahun 1980. Ketiga anak mereka lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu A anak ketiga mereka. A lahir dan tumbuh besar di Jakarta, A melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di kota Solo Jawa Tengah selama enam tahun, kemudian melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Ayah dan ibu di keluarga ini jika berkomunikasi menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa, tetapi terhadap anak-anaknya mereka mereka menggunakan bahasa Indonesia, karena walaupun anak-anak mereka paham apabila mereka berbicara menggunakan bahasa daerah tetapi mereka tidak bisa memberikan respon dengan menggunakan bahasa daerah yang sama pula. Data Sosiologis Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dalam bidang perbengkelan di Rawamangun dan bangunan di Tambun. Ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Dua orang anaknya sudah bekerja, dan saat ini A tercatat sebagai mahasiswi di sebuah Universitas Negeri di Jakarta dan sekarang pun A telah bekerja sampingan sebagai guru parttime di sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) di Duren Sawit. Dalam bermasyarakat pun baik ayah, ibu dan A terbilang cukup aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan sekitarnya, dari kegiatan keagamaan seperti kepengurusan masjid Al-Muhajirin, pengajian ibu-ibu maupun kegiatan sosial seperti karang taruna RT dan RW. Data Psikologis Menurut A ayahnya adalah sosok yang mempunyai karakter yang keras dan tegas tetapi penyayang. Kadang sangat peka perasaannya dan mudah emosi bila sedang marah. Tidak pernah terlihat sedih. Banyak bicara bila senang. Ibu menurut A adalah sosok ibu yang sangat penyayang. Tidak terbuka dan tidak juga tertutup jadi dapat dikatakan pendiam. Mengomel bila sedang marah dan senang sekali bercerita bila ia sedang senang. Selalu memberikan hadiah bila anaknya berbuat suatu kebaikan, misalnya nilai akademik yang bagus. Menurut orang tuanya A adalah anak yang selalu terbuka, suka bercerita, selalu pamit dan mengatakan tujuannya jika hendak bepergian, manja (kolokan), selalu marah bila apa yang ia mau tidak segera dibelikan, dan tidak pernah terlihat sedih. Karena apa yang dibutuhkan oleh anaknya akan dipenuhi. Semua orang dalam keluarga ini baik ayah, ibu dan anak saling berkomunikasi. Mereka membicarakan semua hal, baik hal-hal yang bersifat santai maupun serius. Satu sama lain saling mengisi, menjalankan apa yang telah menjadi tugasnya dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan masing-masing individu dalam keluarga. Tetapi dalam hal menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi misalnya, cerita tentang teman dekat yang dia sukai dia tidak dapat menceritakan. Dia lebih bisa mengutarakan tentang isi hatinya kepada kakak perempuannya, karena perasaan takut dimarahi apabila ia katakan kepada ayahnya. 2. Keluarga Kedua Tabel 2 Data Keluarga B Kategori Ayah Ibu Anak Kultural Sosiologis Psikologis Purwodadi, 1.Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1. Keras Semarang, di Jakarta Pusat. 2. Tegas Jawa 2.Aktif di masyarakat 3. Penyayang Tengah khususnya dalam bidang 4.Agak pendiam keagamaan, misalnya 5.Sedikit otoriter kepengurusan masjid. Jakarta 1.Ibu rumah tangga 1. Banyak bicara 2.Dalam masyarakat aktif 2. Penyayang dalam bidang keagamaan, 3. Pengertian misalnya pengajian ibu-ibu. 4. Mudah 3.Guru Taman Pendidikan AlBergaul Qur’an (TPQ) di masjid AlMuhajirin. Jakarta 1.Mahasiswa Universitas 1. Supel Islam di Jakarta semester 6. 2. Agak pendiam 2.Karang taruna RT. 3. Bertanggung jawab jika diberi amanat 4. Mau belajar Data Kultural Keluarga yang kedua terdiri dari ayah, ibu dan 3 (tiga) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Purwodadi Jawa Tengah, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atasnya di Jakarta pada tahun 1969 hingga sekarang. Ibu lahir dan tumbuh besar di Jakarta, walaupun kedua orang tuanya keturunan Jawa. Ketiga anak mereka pun lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu B anak kedua mereka. B Lahir dan tumbuh besar di Jakarta. B melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di Banten, kemudian kembali ke Jakarta untuk melanjutkan kuliahnya. Bahasa yang digunakan dalam keluarga ini adalah bahasa Indonesia, karena adanya dua budaya di keluarga ini, yaitu Jawa dan Betawi dan juga dikarenakan ayahnya yang sudah lama tinggal di Jakarta. Data Sosiologis Ayahnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta Pusat dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan guru Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) setiap sorenya. Anak pertama mereka telah bekerja di sebuah perusahaan swasta, saat ini B tercatat sebagai mahasiswa semester 6 di sebuah Universitas Islam di Jakarta. Dan anak terakhir mereka saat ini tercatat sebagai siswa kelas 2 di sebuah Madrasah Aliyah di Jakarta. Dalam bermasyarakat ayah, ibu dan B cukup aktif dan dikenal dalam masyarakat, seperti kepengurusan masjid, pengajian ibu-ibu dan karang taruna RT. Data Psikologis Sosok ayah menurut B adalah ayah yang keras, agak pendiam tapi penyayang. Jika sedang sedih ayah diam, jika senang suka cerita. Ibu bagi B adalah ibu yang baik dan dapat menjadi teman, kakak sekaligus sahabat. Ibu yang penyayang, pengertian, banyak bicara (cerewet), lembut dan mudah bergaul dengan siapa saja. Jika sedih ibu diam dan menangis, kalau senang ibu senang sekali bercerita. Menurut ibu dan bapak B adalah seorang anak yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugas ataupun bila diberi amanat, selalu ingin belajar bila ia tidak mengetahui ataupun tidak memahami suatu mata kuliah, mudah bergaul dengan orang yang baru ia kenal, suka menunda-nunda pekerjaan bila diperintah oleh orang tua, tidak menyelesaikan masalah yang terjadi dalam keluarga (menghindar dengan cara pergi dari rumah) bila ada konflik internal (di rumah) tetapi bila ada konflik eksternal (dengan teman) segera diselesaikannya. Agak tertutup bila berbicara tentang masalah pribadi, misalnya menceritakan teman perempuan terdekat (pacar). Ayah dalam keluarga ini jarang berbicara kalau tidak perlu. Yang paling aktif berbicara di keluarga ini adalah ibu dan anak pertama mereka. B dan adiknya tidak banyak bicara dalam keluarga. Karena B dapat dikatakan sangat aktif dalam kegiatan di kampus, jadi jarang sekali pulang ke rumah. Dari 7 hari dalam seminggu hanya 3 hari B berada di rumah dan sisa hari-harinya banyak dihabiskan di luar rumah, seperti kostan dan kampus. Setiap kali pulang ke rumah, ibunyalah yang sering berkomunikasi dengan B, karena keberadaan ibu yang selalu ada di rumah setiap harinya. Sikap B cenderung tertutup. Hanya kepada beberapa orang tertentu saja dia dapat mengutarakan isi hatinya. Tapi baik ayah maupun ibunya menyukai sikap B yang bertanggung jawab dalam menjalankan suatu amanat. 3. Keluarga Ketiga Tabel 3 Data Keluarga C Kategori Kultural Sosiologis Ayah Tasikmalaya, Jawa Barat. 1.Supir truk Ibu Yogyakarta 1. Ibu rumah tangga 2. Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibuibu. Anak Jakarta 1. Mahasiswi Universitas di Lombok, Nusa Tenggara Barat. 2. Guru honorer di SMK 3. Karang taruna RT dan RW. Psikologis 1.Cuek 2. Tidak perhatian dengan anak 3. Pilih kasih 4.Banyak tuntutan 1. Banyak bicara 2. Keras 3. Terlalu otoriter 4. Banyak tuntutan terhadap anak. 1. Baik 2. Penuh sopan santun 3. Jujur 4. Agak malas 5. Agak pendiam Data Kultural Keluarga ketiga terdiri dari seorang ibu dan 3 (tiga) orang anak, karena ia telah berpisah dengan suaminya. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh seorang ayah yang lahir dan tumbuh di Tasikmalaya, ibu yang lahir dan tumbuh besar di Yogyakarta, kemudian kerja di Jakarta tahun 1978 hingga sekarang. Ketiga anaknya lahir di Jakarta. Dari ketiga anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu C anak keduanya. Yang lahir dan tumbuh besar di Jakarta, kemudian melanjutkan kuliahnya di Lombok Nusa Tenggara Barat. Data Sosiologis Karena sudah lama berpisah dengan suami, dan pekerjaan ibu C hanya sebagai ibu rumah tangga maka yang mencari nafkah untuk keluarga ini adalah anak pertama yang sudah berkeluarga dan tinggal satu atap dengannya. Tetapi setelah anak pertamanya mempunyai rumah sendiri, maka dialah yang mencari nafkah untuk anak-anaknya. Dalam bermasyarakat baik ibu maupun C dikenal cukup baik dan mau bergabung dalam aktivitas ataupun kegiatan yang ada di lingkungannya, kegiatan yang bersifat keagamaan ataupun sosial seperti pengajian ibu-ibu dan karang taruna RT dan RW. Data Psikologis Ayah menurut C adalah ayah yang cuek, tidak perhatian terhadap anak, dan pilih kasih. Banyak menuntut terhadap anak misalnya nilai sekolah harus bagus. Tidak pernah terlihat sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila sedang marah. Menurut C ibu adalah sosok ibu yang keras, otoriter dan banyak menuntut terhadap anak, banyak bicara bila sedang marah, diam bila sedang sedih, dan suka jalan-jalan bila sedang senang. Bagi orang tua C adalah anak yang mempunyai sikap yang baik, jujur, penuh sopan santun, selalu ingin cepat menyelesaikan masalah bila ada konflik internal maupun eksternal. Mudah emosi dan kasar mengerjakan sesuatu (tidak ikhlas) bila sedang marah, malas mengerjakan sesuatu bila sedang sedih, rajin mengerjakan sesuatu bila sedang senang. Figur ayah tidak ada dalam keluarga ini karena telah berpisah dengan ibunya membuat keluarga ini mempunyai kekurangan dalam segi ekonomi dan ikatan kekeluargaan dengan anak-anaknya. Meskipun ketiga anaknya tingal satu atap dan sudah mempunyai pekerjaan, tapi komunikasi dan kasih sayang di antara mereka tidak terjalin, seperti hidup sendiri. C yang merasa tidak diberi nafkah oleh ibunya menjauh dari ibunya. Dia lebih terbuka kepada teman dekatnya yang sudah hampir 7 tahun mempunyai hubungan yang khusus dengannya. Karena menurut C temannyalah yang dapat memberikan semua kebutuhan hidupnya baik biologis (kebutuhan sehari-hari contohnya pakaian, makanan dll) ataupun psikologis (contohnya rasa nyaman dan aman). Anak maupun ibu dalam keluarga ini tidak dapat berkomunikasi layaknya keluarga lainnya, karena C tidak ingin orang tua khususnya ibu mengatur, turut ikut campur dan mengganggu jalan hidupnya. Maka dari itu ibu dalam keluarga ini lebih memilih tidak banyak bicara (diam) dan enggan berkomunikasi dengan C dengan alasan “daripada harus bertengkar dengan anak”. Tetapi harapan ibu C menginginkan pribadi C kembali seperti dulu waktu dia masih duduk di bangku SMA yaitu mau berbagi cerita dengannya. 4. Keluarga Keempat Tabel 4 Data Keluarga D Kategori Kultural Sosiologis Ayah Purwodadi, 1.Pensiunan Pegawai Negeri Semarang Sipil (PNS) di Jakarta Utara. Jawa 2.Aktif dalam kepengurusan Tengah RW bagian perlengkapan. Ibu Bogor, Jawa Barat. Anak Jakarta 1.Ibu rumah tangga 2.Penjahit 3.Dalam masyarakat aktif dalam bidang keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu. Dan sosial misalnya PKK dan Posyandu. 1.Mahasiswi Universitas Islam di Jakarta. Psikologis 1. Baik 2. Keras 3. Tegas 4. Bijaksana 5. Demokratis 6. Agak pendiam 1. Banyak bicara 2. Penyayang 3. Pengertian 4. Mudah bergaul dengan siapa saja 1. Ceria 2. Terbuka 2.Guru parttime di lembaga bahasa Inggris di Jatibening, Bekasi. 3.Karang taruna RT. 3. 4. 5. 6. Banyak bicara Pekerja keras Banyak tanya Agak malas Data Kultural Keluarga keempat terdiri dari ayah, ibu dan 2 (dua) orang anak. Keluarga ini dilatarbelakangi oleh ayah yang lahir dan tumbuh besar di Porwodadi Jawa Tengah, kemudian kerja di Jakarta tahun 1971 hingga sekarang. Ibu yang lahir dan tumbuh besar di Bogor Jawa barat, dan ke Jakarta tahun 1980 setelah menikah. Kedua anak mereka lahir di Jakarta. Dari kedua anak mereka yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu D anak kedua mereka. D lahir dan tumbuh besar di Jakarta, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)nya di sebuah pondok pesantren di kota Ngawi Jawa Timur, dan melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Data Sosiologis Ayah dalam keluarga ini bekerja sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penjahit. Anak pertamanya sudah bekerja dan D saat ini tercatat sebagai mahasiswi di sebuah Universitas Islam di Jakarta dan bekerja sebagai guru parttime di sebuah lembaga bahasa Inggris di Bekasi. Dalam bermasyarakat keluarga ini terbilang sangat aktif, ayah D mantan ketua RT selama 12 tahun lamanya dan saat ini tercatat sebagai bagian perlengkapan dalam keperngurusan RW, ibu yang aktif diorganisasi ibu-ibu seperti PKK, Posyandu dan pengajian-pengajian serta D yang selalu mengikuti kegiatan remaja, seperti pengajian remaja, karang taruna RT. Data Psikologis Ayah bagi D adalah ayah yang baik, tegas, demokratis, bijaksana, tidak banyak bicara tapi jika ada yang cerita ayah pasti menanggapinya. Diam bila sedang marah, suka bingung dalam mengerjakan sesuatu bila sedih, banyak bicara bila sedang senang. Bagi D ibu adalah ibu yang sangat penyayang, bisa mengerti perasaan anak, bisa jadi teman, mudah bergaul (supel), masakannya enak, banyak bicara (cerewet), ngomel jika marah, diam jika sedih dan senang bercerita jika sedang senang. D bagi orang tuanya adalah anak yang ceria, terbuka, suka cerita, banyak bicara dan banyak tanya, pekerja keras tapi agak pemalas. Senang sekali diam di kamar dan menangis bila sedang sedih, banyak bicara (ngomel-ngomel) bila sedang marah, dan senang sekali bercerita bila sedang senang. Keluarga ini mempunyai komunikasi yang sangat terbuka terhadap anggota keluarganya. Baik ayah, ibu dan anak selalu bercerita tentang kejadian-kejadian yang didapatkan selama di tempat bekerja ataupun di kampus sesampainya di rumah. Jadi tidak ada yang ditutupi di antara mereka. Ayah mengetahui sikap dan sifat D ketika sedih maupun senang, yang disukai maupun tidak, begitu juga ibu. D juga mengetahui apa yang harus dilakukan jika orang tua (ibu dan ayah) sedih dan senang, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh kedua orang tuanya. B. Proses Non Komunikasi Antarpribadi ke Komunikasi Antarpribadi Keluarga Setiap pelaku komunikasi yang sudah saling mengenal akan mengatakan bahwa komunikasi yang ia lakukan adalah komunikasi antarpribadi. Padahal tidak semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berdekatan dapat dikatakan komunikasi antarpribadi jika masing-masing individu tidak mengenal data psikologis lawan bicaranya. Begitu juga dalam sebuah keluarga, walaupun dapat dikatakan bahwa sebuah keluarga sudah saling mengenal diri setiap anggota keluarganya, tetapi belum tentu masing-masing individu mengenal data psikologis seluruh anggota keluarga. Untuk mengetahui proses komunikasi yang terjadi dalam 4 keluarga, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing keluarga, pertanyaannya antara lain: apakah anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? Siapakah yang paling aktif berbicara dalam keluarga? Apakah anda dekat dengan anggota keluarga anda?. Dan hasil lapangan dari masing-masing keluarga adalah sebagai berikut: 1. Keluarga pertama Keluarga A merupakan keluarga merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi tingkat atas (elit). Menurut ayah A, mereka selalu membicarakan tentang segala hal, dari yang bersifat umum seperti kegiatan akademik kampus dan pekerjaan sampai yang bersifat pribadi seperti bercerita tentang teman ataupun masalah yang sedang dihadapi di ruang keluarga sambil menonton TV bersama dengan alasan “karena semua orang di keluarga ini senang cerita.” Ibu A berpendapat yang sama dengan ayahnya, yang berbeda adalah A tidak pernah curhat tentang masalah temantemannya. Karena A lebih suka cerita dengan kakak perempuan yang tidur satu kamar dengan A, jadi ibu A tidak pernah tahu kalau A sedang punya masalah atau tidak. Tidak menurut A, ayah dan ibunya tidak pernah membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga begitu juga dengan A yang tidak pernah menceritakan hal-hal pribadinya seperti masalah dengan temannya dengan alasan “takut dimarahi kalau cerita tentang teman.” Dari hasil di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 1 dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Proses Keintiman Keluarga A 1 2 4 3 1. 2. 3. 4. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap) Jika dilihat panah tebal pada gambar 1 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi keluarga 1 adalah komunikasi non antarpribadi karena baru masuk dalam tahap menuju pertukaran afektif. Hal ini disebabkan karena antara orang tua, baik ayah-anak maupun ibu-anak masing-masing tidak banyak mengetahui tentang apa yang terjadi dalam diri anggota keluarganya. Proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi terjadi karena masingmasing individu menggunakan model komunikasi. Dalam keluarga A model komunikasi yang dipakai adalah agresif-pasif. Karena A lebih banyak berkomunikasi kepada orang tuanya dibandingkan orang tuanya kepada A. Dan model komunikasi yang dipakai keluarga A dapat dilihat pada grafik di bawh ini: Grafik 1 Model Komunikasi Keluarga A + X (orang tua) (pasif-agresif) Tipe IV Tipe I (luwes) - +Y (anak) Tipe II (agresif-pasif) (pasif-pasif) Tipe III - Pada grafik 1 menunjukkan bahwa hubungan A dengan orang tuanya mengalami de-eskalasi atau penurunan karena beberapa faktor yaitu intensitas pertemuan yang kurang, komunikasi yang tidak mendalam antara A dan orang tua. A lebih banyak bicara dibanding kedua orang tuanya, karena A ingin orang tuanya tahu apa yang A harapkan. 2. Keluarga kedua Keluarga B adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi menengah. Keluarga kedua ini termasuk keluarga yang dapat dikatakan agak sibuk. Karena masing-masing individu dalam keluarga ini mempunyai rutinitas setiap harinya, jadi untuk bisa berkumpul dengan keluarga hanya dapat dilakukan pada malam hari saja saat menonton TV bersama. Maka dari itu intensitas bertemu dengan anggota keluarga termasuk B menjadi berkurang. Apalagi jika dilihat dari kesibukan B dalam kegiatan kampus, membuat B jarang sekali pulang ke rumah dan sikap ayah yang cenderung pendiam membuat B jarang berkomunikasi dengan ayahnya. B lebih sering berkomunikasi dengan ibu, dari kegiatan kampus, tentang nilai akademik atau kadang membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh B ataupun tempat yang akan dikunjungi oleh B tapi tidak untuk menceritakan tentang teman dekat dengan alasan “kayaknya belum tepat aja waktunya untuk ngomong. Udah gitu takut ah!” begitu juga sebaliknya, jika orang tua B khusunya ibu selalu menceritakan apa yang ia rasakan, dari masalah sehari-hari sampai masalah yang sedang dihadapi keluarga. Hasil dari lapangan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini: Gambar 2 Proses Keintiman Keluarga B 1 2 4 3 1. 2. 3. 4. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap) Dapat dilihat dari panah tebal pada gambar 2 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi dalam keluarga 2 ini sudah memasuki lingkaran ketiga, yaitu tahap pertukaran afektif. Ini dapat dilihat dari semua hal yang diceritakan oleh B kepada orang tua B khususnya ibu dan begitu juga sebaliknya orang tua kepada B. Jadi baik maupun orang tua masing-masing saling mengetahui apa yang terjadi pada masing-masing anggota keluarga. Model komunikasi yang dugunakan pada keluarga B adalah agresif-pasif. Orang tua lebih banyak berkomunikasi dengan B daripada B yang jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, maka gambar model komunikasi keluarga B dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 2 Model Komunikasi Keluarga B + X (orang tua) (pasif-agresif) Tipe IV Tipe I (luwes) - +Y (anak) (pasif-pasif) Tipe III Tipe II (agresif-pasif) - Dapat dilihat pada tulisan tipe IV yang ditebalkan dalam grafik 2 menunjukkan bahwa hubungan antara B dengan orang tuanya mengalami penurunan karena beberapa faktor, antara lain: intensitas pertemuan yang kurang, B yang tidak mau terbuka tentang segala hal termasuk tentang teman dekat. Yang lebih banyak berbicara adalah orang tua dibandingkan B. 3. Keluarga ketiga Keluarga C merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga berekonomi rendah (miskin). Ibu C berpendapat bahwa ia dan C jarang sekali berkomunikasi, karena intensitas bertemu yang sangat kurang dan perubahan pada diri C yang tidak mau berbagi cerita dengan ibunya sejak C kuliah di Lombok dan mempunyai teman dekat, seperti ada jarak antara ibu dan C. Hal yang sering dibicarakan oleh ibu dan C hanya sebatas tentang tugas rumah sehari-hari. Begitu juga dengan C yang berpendapat bahwa karena banyaknya tuntutan dari ibu yang membuat C tidak mau berbagi cerita dengan ibunya. Apalagi sejak ayah dan ibu C bercerai, baik C maupun ibu masing-masing saling menutupi diri dengan alasan “daripada bertengkar dengan anak lebih baik diam.” Dengan panjabaran hasil dari penelitian di lapangan proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 2 dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3 Proses Keintiman Keluarga C 1 2 4 3 1. 2. 3. 4. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap) Dari panah tebal yang terdapat pada gambar 3 di atas dapat dikatakan bahwa proses komunikasi keluarga 2 adalah komunikasi non antar pribadi karena baru mencapai tahap orientasi. Hal ini disebabkan karena baik ibu maupun C sebagai anak tidak mau terbuka tentang diri masing-masing dan salah satu diantara mereka baik B maupun ibu membuat ada dalam hubungan antara ibu dan anak. Proses keintiman yang terjadi pada keluarga C disebabkan juga oleh model komunikasi yang digunakan, yaitu pasif-pasif. Baik orang tua maupun B tidak ada keterbukaan di antara kedua belah pihak, proses itu dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Grafik 3 Model Komunikasi Keluarga C + X (orang tua) (pasif-agresif) Tipe IV Tipe I (luwes) - +Y (anak) (pasif-pasif) Tipe III Tipe II (agresif-pasif) - Dari grafik 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara C dengan orang tuanya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya intensitas pertemuan, tidak adanya keterbukaan antara C dengan orang tuanya karena takut akan melukai perasaan lawan bicara. Jadi baik C maupun orang tuanya saling menutupi diri, dan tidak ada yang mau memulai untuk membuka pembicaraan. 4. Keluarga keempat Keluarga D merupakan keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi menengah. Di keluarga keempat ini walaupun masing-masing individu dapat dikatakan cukup sibuk tetapi baik ayah, ibu maupun D selalu mempunyai waktu untuk berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing di luar setiap sesampainya di rumah. Sambil memasak, sehabis sholat, di meja makan sambil menikmati makanan ataupun sambil menonton TV bersama mereka sempatkan untuk bercerita. Begitu juga jika salah satu anggota keluarga ada di luar rumah ayah, ibu maupun D selalu berbagi cerita lewat telepon jika terjadi atau mendapatkan kejadian yang baru. Semua anggota keluarga 4 ini senang sekali bercerita, mulai masalah kegiatan akademik sampai tentang teman dekat. Dari hasil penelitian di lapangan peneliti proses keintiman keluarga dalam berkomunikasi yang terjadi di keluarga 4 dapat digambarkan ini sebagai berikut: Gambar 4 Proses Keintiman Keluarga D 1 2 4 3 1. 2. 3. 4. Lingkaran terbesar pertama merupakan tahap orientasi Lingkaran kedua tahap menuju pertukaran afektif Lingkaran ketiga tahap pertukaran afektif Lingkaran terkecil tahap pertukaran stabil (tetap) Gambar panah tebal pada gambar 4 di atas yang memasuki lingkaran keempat yaitu tahapan stabil, menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi dalam keluarga 4 ini merupakan proses komunikasi yang transaksional dan dapat disebut menjadi proses komunikasi antar pribadi. Hal ini dapat dilihat dari hasil lapangan yang telah disebutkan di atas bahwa baik ayah, ibu dan D masingmasing individu selalu menceritakan apa terjadi di luar rumah sesampainya mereka di rumah. Dan masing-masing anggota keluarga mengetahui apa sedang terjadi dalam diri anggota keluarga lainnya. Model komunikasi yang digunakan oleh keluarga D adalah luwes. Jadi kedua belah pihak baik orang tua maupun D dapat mengutarakan pendapatnya tanpa ada yang ditutupi. Dan model komunikasi tersebut dapat di lihat pada grafik di bawah ini: Grafik 4 Model Komunikasi Keluarga D + X (orang tua) Tipe I (luwes) (pasif-agresif) Tipe IV - +Y (anak) (pasif-pasif) Tipe III Tipe II (agresif-pasif) - Pada grafik 8 menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan D sebagai anak dikarenakan beberapa faktor, yaitu: intensitas komunikasi yang sering dan komunikasi dengan baik menyebabkan kedua belah pihak saling terbuka tentang segala hal. C. Pola Kontrol Komunikasi ( PKK) dan Manajemen Konflik Keluarga Komunikasi dapat dikatakan berhasil jika apa yang diperoleh komunikator, paling tidak sebagian, sesuai dengan harapan atau keinginannya semula. Dan semua itu dapat diperoleh dengan melakukan pengendalian lingkungan. Dalam usaha pengendalian lingkungan, setiap individu memiliki dan menggunakan cara, strategi atau teknik yang berbeda-beda. Untuk mengetahui bagaimana PKK dan manajemen konflik yang terdapat dalam empat keluarga, sebagai responden masing-masing individu dalam keluarga baik ayah, ibu dan anak mendapat pertanyaan sebagai berikut: bagaimanakah cara yang bapak/ibu lakukan dan katakan apabila hendak menyuruh anak bapak/ibu mengerjakan sesuatu? Apa yang anak bapak/ibu lakukan apabila ada terjadi kesalahpahaman di antara dalam keluarga? Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Jika ya, apa penyebabnya? Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik baik eksternal maupun internal? Dan hasil dari wawancara adalah sebagai berikut: 1. Keluarga pertama Dikarenakan keluarga A adalah keluarga yang termasuk dalam keluarga yang berekonomi atas (elit) baik ayah maupun ibu A selalu memberikan imbalan berupa hadiah apabila A melakukan apa yang mereka inginkan, misalnya nilai akademik yang bagus. Tetapi jika tidak mereka akan menghukum A dengan cara memberi ancaman misalnya “ kalau tidak bagus nanti uang jajannya dikurangi.” Terkadang ayah dan ibu A selalu berpikiran bahwa anaknya masih kecil dan tidak akan melakukan hal-hal yang tidak baik, jadi akan selalu baik, walaupun pada kenyataannya dia melakukan yang tidak diperbolehkan oleh orang tuanya misalnya sering tidak bilang kalau mau pergi mengunjungi teman laki-lakinya. Strategi-strategi yang digunakan oleh keluarga pertama dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5 Strategi Komunikasi Keluarga A Kategori Komunikasi Konvergensi Ayah-anak Strategi wortel berayun, Strategi pedang tergantung strategi dunia peri Strategi wortel berayun, Strategi pedang tergantung strategi dunia peri Ibu-anak Komunikasi Divergensi Dari tabel 1 di atas dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi yang digunakan oleh orang tua A adalah stategi wortel berayun, karena semua pekerjaan yang dilakukan oleh A dikarenakan imbalan atau hukuman yang diberikan oleh ayah dan ibunya. Strategi dunia peri pun digunakan oleh orang tua A, karena orang tua selalu melihat bahwa A adalah anak yang jujur di depan mereka, tidak menurut A karena apabila A tidak sepakat dengan apa yang diinginkan ayah dan ibunya A hanya bisa mengiyakan dengan anggukan saja tanpa bisa memberikan pendapatnya. 2. Keluarga kedua Keluarga yang termasuk keluarga yang berekonomi menengah dalam melakukan semua pekerjaannya B selalu didukung oleh orang tuanya dengan memberikan pandangan-pandangan tentang sebab dan akibat apabila melakukan suatu pekerjaan yang diinginkan B, tetapi terkadang baik ayah maupun ibu B memberikan imbalan berupa hadiah seperti membelikan pulsa jika B melakukan hal yang baik. Tetapi jika B tidak mau mengerjakan apa yang diminta orang tua B khusunya ayah, ia akan memberikan hukuman kepada B berupa ucapan-ucapan yang tidak mengenakan hati misalnya “punya anak kok kayak gak punya anak!” Dari hasil di lapangan maka strategi yang digunakan dalam keluarga kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6 Strategi Komunikasi Keluarga B Kategori Komunikasi Konvergensi Ayah-anak Strategi katalisator, strategi Strategi pedang tergantung wortel berayun Strategi katalisator, strategi Strategi katalisator wortel berayun Ibu-anak Komunikasi Divergensi Tabel 2 di atas menyatakan bahwa orang tua B baik ayah maupun ibu menggunakan strategi katalisator dan wortel berayun jika ingin B melakukan sesuatu yang diinginkan orang tua B. Strategi pedang tergantung yang digunakan ayah dan strategi katalisator yang digunakan ibu apabila B tidak mau melakukan perintah orang tua. Jika terjadi konflik internal B terbiasa untuk menghindar atau melarikan diri dari rumah sampai keadaan membaik baru B kembali ke rumah. Tetapi lain halnya jika konflik tersebut adalah konflik eksternal, B akan menyelesaikannya dengan cara meminta pendapat dari orang tuanya ataupun orang lain yang dianggapnya dapat memberikan saran yang baik untuk mencari solusi. 3. Keluarga ketiga Semua perkerjaan yang dilakukan oleh C adalah perintah dari ibunya. Itu semua karena tugas yang telah dibagi atas kesepakatan bersama. Karena keluarga C termasuk keluarga yang berekonomi rendah (miskin) menurut ibu C ia tidak memberikan imbalan apapun kecuali ucapan “terima kasih” apabila dia melakukan perintahnya. Tapi jika tidak melakukannya ibu C hanya memberikan pandangan-pandangan tentang sebab dan akibat jika C tidak melakukan suatu hal yang diinginkan ibu C. Semua itu berbeda dengan pendapat C yang menyatakan bahwa ibu tidak pernah memberikan imbalan apapun jika ibunya menyuruh mengerjakan sesuatu. Tetapi jika tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh ibu maka ibu akan memberikan ancaman berupa kata-kata yaitu “gimana nanti kalau sudah menikah kalau gak bisa mengerjakan hal yang sepele, pasti malu sama mertua”, dan ancaman itu yang membuat C enggan berkomunikasi dengan ibunya. Dari hasil wawancara yang didapat maka strategi-strategi yang digunakan dalam keluarga ketiga dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7 Strategi Komunikasi Keluarga C Kategori Komunikasi Konvergensi Komunikasi Divergensi Ayah-anak Ibu-anak Strategi dunia peri Strategi pedang tergantung Strategi katalisator, wortel Strategi katalisator dan dunia berayun dan pedang tergantung peri Tabel 3 diatas menyebutkan bahwa orang tua C lebih khususnya ayah menggunakan strategi dunia peri dalam berkomunikasi dengan anaknya karena jarangnya keberadaan ayah di rumah, jadi selalu menganggap bahwa C adalah anak baik. Jika C membuat kesalahan maka ayah C menggunakan strategi pedang bergantung, yaitu menghukum dengan hukuman yang pantas misalnya karena nilai akademik C jelek C dihukum harus belajar dan tidak boleh bermain oleh ayah dan ibunya. Berbeda dengan ibu C yang menggunakan strategi katalisator yaitu memberikan pandang-padangan sebab dan akibat dari sebuah pekerjaan, strategi wortel berayun yaitu memberikan imbalan berupa ucapan “terima kasih” dan strategi pedang tergantung apabila tidak mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh ibunya berupa ancaman-ancaman. Dalam menyelesaikan konflik internal maupun eksternal C selalu ingin cepat menyelesaikannya dan tidak mau ditunda-tunda. Jika orang tua C khususnya ibu lebih baik diam daripada harus bertengkar dengan anak. 4. Keluarga keempat Walaupun keluarga D termasuk keluarga yang berekonomi menengah, di dalam keluarga ini masing-masing individu baik ayah, ibu dan anak dapat saling mengendalikan lingkungan. Karena respon yang diberikan terhadap pesan yang disampaikan pelaku komunikasi ayah, ibu dan D sebagai anak selalu positif walaupun pesan yang disampaikan kadang tidak dipahami seutuhnya. Begitu juga dalam menyelesaikan konflik, masing-masing individu mengakui kesalahan yang diperbuat dan menyelesaikan dengan cara mencari solusi yang terbaik. Semua itu dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 8 Startegi Komunikasi Keluarga D Kategori Komunikasi Konvergensi Komunikasi Divergensi Ayah-anak Ibu-anak Startegi katalisator Strategi katalosator Strategi katalisator Strategi katalisator Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa sepakat atau tidak sepakatnya pelaku komunikasi dalam keluarga keempat ini selalu menggunakan strategi katalisator, yaitu dengan cara memberikan beberapa pandangan tentang sebab dan akibatnya apabila ingin melakukan suatu pekerjaan dan mengutarakan apa yang menjadi harapan ayah, ibu dan D dapat direalisasikan oleh anggota keluarga lainnya tanpa harus ada paksaan dengan memberikan imbalan atau hukuman. D. Gaya Kognitif dan Kecakapan Empatik Keluarga Setiap individu memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi. Cara tersebut dapat mempengaruhinya dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Cara atau gaya yang dimiliki seseorang disebut gaya kognitif. Untuk mengetahui gaya yang dimiliki dalam setiap individu dalam keluarga ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada 4 keluarga tersebut, pertanyaanpertanyaan itu antara lain: Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Pada masa apa dan dalam hal apa sajakah orang tua anda keras, tertutup dan terbuka terhadap anda? Dan hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Keluarga pertama Baik ayah dan ibu A selalu mendogma anak-anaknya dalam hal agama termasuk juga A pada saat A balita. Di masa kanak-kanak pun orang tua A masih mendogma A dalam agama dan belajar. Berkembangnya pertumbuhan A menjadi remaja membuat orang tua A baik ayah dan ibu merubah cara pandanganya menjadi demokratis, misalnya mengajak A bicara apa yang ia mau dalam hal sekolah. Dan di masa mahasiswa orang tua A menjadi lebih demokratis dan lebih banyak mendengarkan apa yang A mau dalam segala hal, misalnya pendidikan dan pergaulan dengan alasan “sudah dewasa dan tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.” Penjabaran tentang gaya kognitif dan kecakapan empatik keluarga pertama dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9 Gaya Kognitif Keluarga A Perkembangan Hubungan Masa balita Masa anak-anak Masa remaja Tertutup (dogmatis, otoriter) Dogmatis: agama Dogmatis: agama dan belajar Masa mahasiswa Terbuka (empatik) Demokratis: sekolah Demokratis: agama dan sekolah Dari tabel 5 di atas dapat dikatakan bahwa terjadinya perubahan cara pandang orang tua A dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada A sebagai anak. Masa balita yang selalu didogma dalam hal keagamaan, masa kanak-kanak yang masih harus didogma dalam hal keagamaan dan cara belajar berangsur berubah menjadi demokratis pada masa remaja A dalam pendidikan dan cara belajar. dan cara pandang itu masih tetap sama sampai A menginjak masa usia mahasiswa. 2. Keluarga kedua Ayah yang mempunyai cara pandang keras membuat B tidak bisa mengutaran pendapatnya. Ayah lebih mendogma B tentang norma atau aturanaturan yang ada dalam keluarga di saat B balita, begitu juga saat B kanak-kanak dan remaja, Ayah B mendogma B khususnya dalam hal agama seperti sholat dengan cara menghukum B jika tidak mengerjakan sholat dan mengaji, dengan alasan “karena sudah sekolah maka harus diajari agama.” Tetapi tidak dengan ibu B semenjak B berkembang ke masa remaja ibu B menjadi lebih demokratis karena menurut ibu “B sudah belajar di pondok pesantren, jadi tinggal membimbing dan mengarahkan saja.” Di usia mahasiswa cara pandang ayah B berangsur berubah dalam segala hal seperti pendidikan, agama dan norma. Penjabaran tentang gaya kognitif dalam keluarga kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 10 Gaya Kognitif Keluarga B Perkembangan Hubungan Masa balita Masa anak-anak Masa remaja Tertutup (dogmatis, otoriter) Dogmatis: norma dan agama Dogmatis: agama dan norma Dogmatis: belajar, agama dan norma Masa mahasiswa Terbuka (empatik) Demokratis: agama, norma dan pergaulan Jika melihat pada tabel 6 di atas dapat dikatakan bahwa cara pandang orang tua B khususnya ayah terhadap B adalah dogmatis pada masa balita, kanak-kanak dan remaja B. Setelah B duduk di bangku kuliah cara pandang orang tua B berangsur berubah menjadi lebih demokratis. Ayah B menjadi demokratis apabila terjadi suatu kesalahpahaman di antara keduanya. 3. Keluarga ketiga Keberadaan ayah C yang jarang di rumah membuat ibu bertanggung jawab atas keperluan, kebutuhan dan perhatian terhadap anak sepenuhnya. Jadi yang selalu menemani anak dalam perkembangannya adalah ibu. Pada masa balita C ibu mempunyai cara pandang yang dogmatis dalam hal keagamaan seperti sholat, mengaji dan berhemat uang karena menurut ibu C “orang Islam itu harus bisa sholat dan mengaji. Dan hemat itu pangkal kaya.” Begitu juga pada masa kanakkanak yang seharusnya masih masa-masa untuk bermain ibu mempunyai cara pandang otoriter dalam hal belajar karena “C itu bandel dan gak mau belajar dan senangnya main.” Di masa remaja ayah dan ibu C mempunyai cara pandang yang otoriter dalam hal aturan waktu seperti batasan wilayah bermain anak dan waktu anak bermain dengan alasan “C jika bermain tidak tahu waktu.” Di masa mahasiswa orang tua C memberikan kebebasan dan tanggung jawab yang lebih luas terhadap C dalam hal agama, pendidikan dan kebebasan bergaul. Dari hasil lapangan yang telah dijabarkan di atas gaya kognitif dan kecakapan empatik yang ada pada diri orang tua terhadap C dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 11 Gaya Kognitif Keluarga C Perkembangan hubungan Masa balita Masa anak-anak Masa remaja Masa mahasiswa Tertutup (dogmatis, Terbuka (empatik) otoriter) Dogmatis: agama dan berhemat uang Otoriter: belajar Otoriter: aturan waktu Demokratis: agama, kebebasan bergaul Lazier: agama, kebebasan bergaul, pendidikan. Dari tabel 7 di atas disebutkan bahwa orang tua C khususnya ibu empunyai cara pandang yang dogmatis terhadap C pada masa balita dan kanak-kanak. Berkembang ke masa remaja orang tua C lebih bisa terbuka dalam hal agama dan kebebasan bergaul dan sedikit otoriter hanya dalam hal waktu. Setelah C melanjutkan kuliahnya di Lombok cara pandang orang tua C mengalami perubahan yaitu menjadi tidak mau tahu apa yang terjadi pada diri C, karena itulah C menjaga jarak dengan orang tuanya. 4. Keluarga keempat Ayah dalam keluarga keempat ini mempunyai cara pandang yang dogmatis apabila sudah menyangkut masalah agama seperti sholat, puasa dan sebagainya. Karena menurutnya “agama bukan untuk main-main, jadi harus benar-benar menjalaninya.” Apa yang dikatakan ayah dan ibu harus diikuti sewaktu D masih balita. Di usia anak-anak, setelah D masuk sekolah dasar (SD) baik ayah maupun ibu D merubah cara pandangnya menjadi terbuka, misalnya dalam hal belajar dan sekolah dengan alasan “seorang anak kalau belajar itu tidak bisa dipaksakan karena masa kanak-kanak yang masih butuh bermain, jadi terserah anak mau bersekolah di SD yang disukai dan waktu belajar malam yang dia sukai.” Karena masa remaja D di dalam pondok pesantren jadi cara pandang orang tua D kembali berubah menjadi otoriter dalam hal pergaulan dengan teman laki-laki, dengan alasan “karena belum tau kehidupan di luar pesantren, takut salah langkah.” Tetapi di masa mahasiswa cara pandang orang tua baik ayah maupun ibunya berangsur terbuka dalam segala hal seperti agama, belajar dan pergaulan denga teman laki-laki, dengan alasan “dia udah besar dan udah bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik buat dirinya. Kami sebagai orang tua hanya mengarahkan saja.” Dari hasil wawancara di lapangan, maka gaya kognitif individu dan kecakapan empatik dalam keluarga keempat dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 12 Gaya Kognitif Keluarga D Perkembangan Hubungan Masa balita Masa anak-anak Tertutup (dogmatis, otoriter) Dogmatis: agama Dogmatis: agama Masa remaja Otoriter: pergaulan Masa mahasiswa Terbuka (empatik) Demokratis: cara belajar dan pemilihan sekolah. Demokratis: cara belajar dan pemilihan sekolah. Demokratis: agama, cara belajar, pemilihan kampus dan jurusan serta pergaulan. Dari tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa selama hubungan orang tua dan D dalam keluarga keempat ini ayah maupun ibu D mempunyai cara pandang dogmatis pada masa balita dan anak-anak hanya dalam hal keagamaan dan otoriter pada masa remaja dalam hal pergaulan. Tapi cara pandangnya tersebut berangsurangsur berubah setelah anaknya beranjak dewasa, yaitu masa mahasiswa (ketika mulai kuliah). Semua itu dikarena adanya saling keterbukaan dalam keluarga yang selalu menceritakan apa kegiatan yang dilakukan di luar rumah, yang disukai dan tidak disukai dari masing-masing individu. E. Perkembangan Hubungan Komunikasi Keluarga Setiap individu yang mempunyai hubungan dengan seseorang menginginkan hubungannya selalu berjalan dengan baik, tetapi karena adanya beberapa faktor sejalan dengan berputarnya waktu membuat suatu hubungan itu kadang meningkat dan kadang menurun. Begitu juga hubungan dalam sebuah keluarga. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan suatu hubungan dalam sebuah keluarga meningkat dan menurun, maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada masing-masing keluarga antara lain: faktor-faktor apa saja yang membuat hubungan saudara dengan keluarga saudara meningkat? Dan faktor-faktor apa saja yang membuat hubungan saudara dengan keluarga saudara menurun? Penemuan dari hasil di lapangan peneliti jabarkan sebagai berikut: 1. Keluarga pertama Keluarga A berpendapat bahwa hubungannya dengan anggota keluarga lain khususnya A selalu baik-baik saja. Masa balita dan masa anak-anak A selalu dihabiskan A dan keluarga untuk berkumpul bersama keluarga dan selalu keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan bersama atau makan bersama bila ayah A mempunyai waktu luang. Ketika menuju masa remaja kebersamaan antara A dan orang tuanya berkurang karena A sudah mulai belajar di sebuah pondok pesantren, tetapi setelah A kembali ke rumah dan melanjutkan kuliahnya di Jakarta kebersamaan itu kembali seperti semula. Perkembangan hubungan yang terjadi dalam keluarga pertama antara A dan orang tua dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 5 Perkembangan Hubungan Keluarga A Eskalasi 5 4 3 2 1 tahun 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 De-eskalasi Grafik 1 di atas dapat memperlihatkan bahwa 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua hubungan A dengan orang tua A meningkat hal ini ditunjukkan oleh garis yang melengkung ke atas yang mencapai angka 5, ini dikarenakan sering berkumpulnya A dengan orang tua di rumah dan ayah yang meluangkan waktu untuk keluar rumah bersama keluarga untuk berekreasi. Pada 5 tahun ketiga hubungan mereka agak menurun, dan 5 tahun keempat hubungan A dengan orang tua lebih menurun karena intensitas pertemuan dan komunikasi yang kurang, hal ini disebabkan karena A yang masih berada di sebuah pondok pesantren di Solo. Setelah A kembali ke rumah untuk melanjutkan kuliahnya hubungan orang tua dengan A berangsur membaik dan lebih meningkat. 2. Keluarga kedua Dalam keluarga kedua ini orang tua B dan B berpendapat bahwa saat B masih balita hubungan mereka sangat dekat karena intensitas pertemuan yang sering misalnya keluar rumah untuk berekreasi bersama keluarga. Tetapi setelah berkembang menjadi anak-anak hubungan B dan orang tuanya mulai berkurang dengan alasan “karena kegiatan yang padat dari sekolah, bermain, belajar dan tidur setiap harinya.” Melanjutkan sekolahnya di sebuah pondok pesantren selama 6 tahun membuat hubungan orang tua dan B semakin berkurang karena jarang bertemu dan jarang berkomunikasi. Ketika B melanjutkan studinya di Jakarta untuk kuliah hubungan itu kembali membaik, tetapi karena padatnya kegiatan di kampus membuat hubungan itu kembali meregang atau berkurang. Perkembangan hubungan yang terjadi antara orang tua dan B dalam keluarga kedua ini dapat digambarkan sebagai berikut: Grafik 6 Perkembangan Hubungan Keluarga B Eskalasi 5 4 3 2 1 tahun 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 De-eskalasi Garis yang melengkung ke atas dengan mencapai angka 5 pada grafik 3 di atas menunjukkan bahwa hubungan B dengan orang tuanya pada 5 tahun pertama terlihat meningkat, hal itu disebabkan oleh intensitas pertemuan untuk berinteraksi antara orang tua dan B yang sering. Tetapi garis lengkungan kedua turun ke angka 4, itu menunjukkan bahwa hubungan B dengan orang tuanya pada 5 tahun kedua agak menurun, hal itu disebabkan oleh berkurangnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga karena kesibukan anak yang dibilang cukup melelahkan. Pada 5 tahun ketiga hubungan itu sangat menurun, hal itu dapat dilihat dari garis yang melengkung ke bawah mencapai angka tiga pada de-eskalasi. Ini disebabkan oleh intensitas pertemuan yang terjadi antara orang tua dan B dibatasi oleh ruang dan waktu, karena B berada di asrama. Garis keempat yang melengkung mencapai angka 4 pada grafik di atas menunjukkan hubungan B dengan orang tuanya pada 5 tahun keempat kembali membaik, hal itu disebabkan oleh B intensitas pertemuan sudah tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu karena B sudah menyelesaikan studinya di pondok pesantren. Dan hubungan orang tua dengan B pada 5 tahun terakhir kembali menurun karena kegiatan B yang sangat padat di kampus membuat pertemuan antara orang tua dan B dibatasi oleh waktu yang tidak pernah sama untuk bertemu. 3. Keluarga ketiga Menurut pendapat orang tua dan C pada masa-masa balita dan anak-anak C selalu berkumpul bersama keluarga, dan sering keluar rumah bersama keluarga untuk berkreasi setiap minggunya. Kebersamaan keluarga yang C rasakan berangsur berkurang karena ayahnya yang jarang sekali pulang ke rumah semenjak ayah bekerja sebagai supir truk. Komunikasi dan intensitas pertemuan yang berkurang membuat hubungan orang tua dan C mengalami penurunan. Hanya saat lebaran saja mereka dapat berkumpul bersama. Begitu pun setelah C melanjutkan kuliahnya di Lombok. Peningkatan dan penurunan hubungan yang terjadi dalam keluarga ketiga dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 7 Perkembangan Hubungan Keluarga C Eskalasi 5 4 3 2 1 tahun 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 De-eskalasi Dari grafik 5 di atas dapat dilihat bahwa garis yang melengkung ke atas dan berakhir pada angka lima dapa garis eskalasi menunjukkan bahwa hubungan orang tua dan C meningkat pada lima tahun pertama dan lima tahun kedua saja. Hal itu disebabkan karena sering berkumpul bersama dan keluar rumah bersama untuk berekreasi. Garis yang melengkung ke bawah dan berakhir pada angka 3, 4 dan 5 menunjukkan bahwa hubungan antara orang tua dan C menurun pada lima tahun ke tiga, lima tahun keempat dan lima tahun kelima hingga sekarang. Hal itu disebabkan karena intensitas pertemuan yang kurang dan komunikasi yang berkurang karena pisahnya ayah dan ibu C dan C yang melanjutkan kuliahnya di Lombok. 4. Keluarga keempat Walaupun ayah dan ibu D dapat dikatakan cukup sibuk tetapi kedua orang tua D selalu menyempatkan diri untuk sarapan dan makan malam bersama di rumah. Mengantarkan D dan kakak D ke sekolah dan menemani D belajar pada malam hari membuat hubungan orang tua dengan D sangat baik. Menginjak masa remaja hubungan D dengan orang tuanya agak menurun karena D melanjutkan studinya ke sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Setelah menyelesaikan studinya di pondok pesantren A melanjutkan kuliahnya di Jakarta dan hubungan D dengan orang tuanya kembali membaik. Perkembangan hubungan antara D dengan orang tua di keluarga keempat ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 8 Perkembangan Hubungan Keluarga D Eskalasi 5 4 3 2 1 1 1 2 2 3 4 5 3 4 5 De-eskalasi Jika melihat garis yang melengkung dari angka 0 sampai angka 5 pada grafik 7 di atas menunjukkan bahwa hubungan D dengan orang tua pada 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua sangat meningkat, karena pertemuan dan kebersamaan yang sangat intens. Hubungan D dengan orang tua menurun pada 5 tahun ketiga dan 5 tahun keempat ketika D berkurangnya pertemuan dan komunikasi antara D dengan orang tua, hal ini ditunjukkan oleh garis yang melengkung ke bawah mencapai angka 3 dan empat. Ini disebabkan karena D melanjutkan sekolah di sebuah pondok pesantren di daerah Jawa Timur. Tetapi kemudian hubungan D dengan orang tuanya kembali meningkat pada 5 tahun kelima disaat D melanjutkan kuliah di Jakarta. Ini disebabkan karena intensitas pertemuan dan komunikasi yang cukup yang dilakukan oleh D dengan orang tuanya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penjabaran peneliti mengenai hubungan komunikasi orang tua dengan anak di RW 011 kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti menyimpulkan permasalahanpermasalahan yang tentunya bertujuan untuk lebih mempermudah dalam memahami pokok masalah. Dan melihat dari hasil penelitian di lapangan yang berupa pengamatan dan wawancara mendalam maka dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Proses komunikasi yang berlangsung di empat keluarga yang berbeda dalam segi ekonomi di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur adalah sebagai berikut: keluarga pertama atau A proses komunikasi yang berlangsung merupakan komunikasi yang bersifat non antarpribadi, hal ini disebabkan karena masing-masing individu dalam keluarga ini baru mencapai tahap menuju afektif. Keluarga kedua atau B proses komunikasi yang berlangsung merupakan komunikasi hampir dapat dikatakan komunikasi antar pribadi karena proses perkembangan keluarga ini sudah mencapai pertukaran afektif. Keluarga ketiga atau C proses komunikasi yang berlangsung baru pada tahap orientasi, jadi dapat dikatakan bahwa komunikasinya bersifat komunikasi non antar pribadi. Dan keluarga keempat atau D proses komunikasinya sudah mencapai tahap akhir yaitu pertukaran stabil karena masing-masing individu sudah saling mengetahui psikologi anggota keluarganya. 2. Pola Kontrol Komunikasi (PKK) dan manajeman konflik yang dilakukan oleh empat keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur adalah sebagai berikut: keluarga A termasuk keluarga yang menggunakan strategi wortel berayun, pedang tergantung dan dunia peri, karena selalu memberikan imbalan kepada anak jika anak melakukan suatu pekerjaan yang baik, memberi hukuman jika tidak patuh dan menganggap anaknya selalu berbuat baik. Keluarga B selalu menggunakan strategi katalistor dan wortel beayun dan pedang tergantung, karena antara ayah dan ibu sangat berbeda dalam hal berkomunikasi dengan anak. Keluarga C selalu menggunakan strategi katalisator, dunia peri dan pedang tergantung, karena ibu enggan berbicara dengan C jika tidak perlu. Keluarga D selalu menggunakan strategi katalisator dalam hal apapun termasuk meredam konflik, karena baik ayah, ibu dan D selalu membicarakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai. 3. Gaya kognitif dan kecakapan empatik individu yang ada dalam empat keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur termasuk dalam individu yang mempunyai cara pandang tertutup yang dogmatis yaitu tidak bisa menerima pesan dari luar yang tidak sejalan dengan pendapatnya, pada masa balita dan kanak-kanak dalam hal agama. Tetapi setelah berkembangan menjadi remaja dan dewasa cara pandang semua orang tua dalam empat keluarga berangsur berubah menjadi demokratis dengan alasan “anak sudah besar dan sudah tahu apa yang baik dan tidak baik untuk dirinya.” 4. Perkembangan hubungan yang terjadi antara orang tua dan anak dalam empat keluarga di kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur dapat dikatakan meningkat disaat 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua karena intensitas pertemuan dan komunikasi yang selalu terjalin. Pada 5 tahun ketiga dan keeempat hubungan orang tua dan anak dapat dikatakan menurun karena intensitas pertemuan dan komunikasinya dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada 5 tahun kelima hubungan orang tua dan anak kembali meningkat karena komunikasi, intensitas pertemuan yang sering dan cara pandang orang tua yang telah berubah. Hanya keluarga C dan B saja tingkat hubungan antara orang tua dan anak menurun pada 5 tahun terakhir karena kesibukan anak dan karena anak maupun orang tua saling menutup diri. B. Saran-saran Sebagai kesatuan masyarakat terkecil dan kelompok primer, komunikasi dalam keluarga harus dapat dijaga dengan baik. Karena jika tidak kenakalan remaja akan terus ada bahkan mungkin bertambah. Sebagai orang tua wajib mendidik anak dengan baik sesuai dengan kebutuhan yang ada karena itu adalah hak anak dan sebagai anak wajib untuk mau bercerita tentang apa yang dirasakan, karena orang tua adalah orang yang akan selalu menjaga kita , begitu juga sebaliknya orang tua harus saling terbuka kapada anak tentang apa yang disukai dan apa yang tidak. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, cet. ke-1, 2005. Budyatna M. dan Nina Mutmainah. Komunikasi Antarpribadi, Materi Pokok, IKOM44337/3SKS/Modul 1-9, Jakarta: Universitas Terbuka,), cet. ke-1, 1994. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-3, cet. ke-3, 2005. Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam), Jakarta: Rineka Cipta, cet. ke-1, 2004. Cole, Kris, Hari Wahyudi. Komunikasi Sebening Kristal: Meraih Sukses Melalui Keterampilan Memahami (trjmh), Jakarta: Quantum, cet. ke-1, 2005. Effendy, Onong Uchjana. Kamus Komunikasi, Bandung: Mandar Maju, cet. ke-1, 1989. ___________. Teori Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, cet. ke-9, 2005. ____________. Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1981. ____________. Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. ke-6, 2004. ____________. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Gerungan, W. A. Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, cet. ke-1, 2004. Gunadi. Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, cet. ke-1, 1998. Harlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan ), Jakarta: Erlangga, edisi ke 5, 1999. Hopson, Darlexne Powell dan Derek S. Hopson. Menuju Keluarga Kompak, 8 Prinsip Praktis Menjadi Orang Tua Yang Sukses, (Bandung: Mizan Media Utama, cet. ke-1, 2002. Kuntaraf, Kathleen Liwidjaja dan Jonathan Kuntaraf. Komunikasi Keluarga Kunci Kebahagiaan Anda, Indonesia Publishing House, cet. ke-3, 2003. Liliweri, Alo. Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. Markum, M. Enoch. Anak, Keluarga Dan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cet. ke-3, 1991. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, cet. ke-6, 2002. Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, cet. ke-4, 2001. Mulyana, Dedy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. ke-4, 2002. ___________. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, cet. ke-4, 2002. Rakhmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, cet. ke-11, 2004. ___________. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remadja Rosdakarya, cet. ke-23, 2005. Ratnawati, Sintha. Keluarga, Kunci Sukses Anak, Kumpulan Artikel Kompas, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, cet. ke-1, 2000. Roudhonah. Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, cet. ke-1, 2007. Sendjaja, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka, cet. ke-1, 1993. Susanto, Astrid S. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Bina Cipta, cet. ke-3, 1980. Vardiansyah, Dani. Pengantar Ilmu Komunikasi Pendekatan Taksonomi Konseptual, Bogor: Ghalia Indonesia, cet. ke-1, 2004. Widjaja. H.A.W. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara, cet.ke 4, 2002. Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, cet. ke-1, 2004. DAFTAR WAWANCARA (orang tua) Hubungan komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur 1. Dimana anda lahir? 2. Sejak tahun berapakah anda tinggal di Jakarta? 3. Apa pekerjaan anda saat ini? 4. Apakah anda aktif dalam bermasyarakat? 5. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? 6. Kapan dan dimana tempat anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? 7. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? 8. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? 9. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda? 10. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih, marah dan senang? 11. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? 12. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan hal-hal yang baik? 13. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? 14. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan anak anda? 15. Apakah anak anda juga curhat dengan anda? 16. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda? 17. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya? 18. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya? 19. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik? 20. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? 21. Bagaimana pendapat anda mengenai sifat dan sikap anak anda? 22. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? 23. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? 24. Apa harapan anda terhadap anak anda? Jakarta, - - 2008 ( ) DAFTAR WAWANCARA (anak) Hubungan Komunikasi Orang Tua dan Anak di Kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur 1. Dimana anda lahir? 2. Sejak tahun berapakah anda tinggal di Jakarta? 3. Apa pekerjaan anda saat ini? 4. Apakah anda aktif dalam bermasyarakat? 5. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Berapa kali anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? 6. Kapan dan dimana tempat berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Hal-hal apa saja yang dibicarakan? 7. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? 8. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? 9. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda? 10. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan senang? Ayah? 11. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? 12. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda melakukan hal-hal yang baik? 13. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? 14. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan orang tua anda? 15. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda? 16. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda? 17. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya? 18. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda? Ayah atau ibu? 19. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik? 20. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda, apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? 21. Bagaimana pendapat anda mengenai sikap dan sifat orang tua anda? Ayah? Ibu? 22. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? 23. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? 24. Apa harapan anda terhadap orang tua anda? Jakarta, - - 2008 ( ) HASIL WAWANCARA IBU (1) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: iya. Apa aja, semuanya diomongin. 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: sering. Biasanya sambil nonton di ruang keluarga. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: semua anggota keluarga. Kalau curhat sama suami. 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: semuanya aktif. Karena semuanya senang cerita. 5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda? J: iya, semuanya dekat. 6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih, marah dan senang? J: anaknya terbuka. Kalau lagi sedih, marah dan senang biasanya yang dia cerita sama mbanya, soalnya dia satu kamar sama mbanya. Menurut mbanya kalau lagi sedih dan senang dia cerita, tapi kalau lagi marah dia ngambek langsung tidur di kamar. 7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: ngasih pengarahan dan semangat. 8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik? J: terserah anaknya mau apa. 9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: iya. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan anak anda? J: 11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda? J: gak, soalnya dia lebih suka curhat sama mbanya. 12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda? J: paling cerita-cerita yang santai aja. 13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya? J: kadang-kadang. 14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya? J: kalau masalah internal jarang seh! 15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik? J: bertanya dan mencari saran untuk mencari solusi. 16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: 17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda? J: dia anaknya terbuka, suka cerita dan bilang kalau mau pergi. Soalnya kalau gak bilang nanti mamanya bingung mo nyari kemana. 18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: dia anaknya gak pernah sedih. 19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: kolokan. Mungkin karena dia anak terakhir jadi pengennya kalau minta sesuatu harus ada saat itu juga. 20. Apa harapan anda terhadap anak anda? J: HASIL WAWANCARA BAPAK (1) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: 5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda? J: 6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih, marah dan senang? J: 7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: 8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik? J: 9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan anak anda? J: 11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda? J: 12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda? J: 13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya? J: 14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya? J: 15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik? J: 16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: 17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda? J: 18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: 19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: 20. Apa harapan anda terhadap anak anda? J: HASIL WAWANCARA ANAK (1) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: iyalah…banyak. Sesuatu yang sifatnya santai dan serius semuanya diomongin. 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: sering. Di rumah, di depan tv sambil nonton dan makan, kalau di telepon jarang. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: keluarga. Biasanya seh aku curhat sama mba sebelum aku. 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: semuanya aktif. 5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda? J: dekat 6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan senang? Ayah? J: abah orangnya keras. Kalau lagi sedih biasa aja, kalau lagi marah sensi dan mudah emosi, kalau lagi senang ngobrolnya asyik dan enak dimintain duit. Kalau mama gak keras gak tertutup dan gak terbuka juga, jadi biasa aja. Kalau lagi sedih diam aja, kalau lagi marah ngomel, kalau lagi senang ngobrol dan jajannya enak. 7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: ya…nyemangatin. Ngasih pengarahan juga. 8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda melakukan hal-hal yang baik? J: tergantung yang aku minta. 9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: tergantung ceritanya. Kalau lucu ketawa kalau curhat dikasih masukan. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan orang tua anda? J: mama gak tau cerita itu, jadi gak nyambung. 11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda? J: kadang-kadang. 12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda? J: hal-hal yang ringan. Iya seh cerita juga waktu masih mudanya. 13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya? J: gak pernah cerita kalau ada masalah keluarga jadi jarang. Kadang-kadang kalau sesuai diterima dan sering bilang “ya…liat ntar aja.” 14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda? Ayah atau ibu? J: iyalah…biasanya sama abah soalnya suka gak sependapat. 15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik? J: duduk ngobrol, dibicarakan baik-baik. 16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda, apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: pernah dong! Misalnya gaya pakaian, sikap, nilai akademik. 17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu? J: abah itu orangnya keras, tegas, tapi tetap sayang seh! Kalau mama orangnya pendiam. 18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: kalau lagi di ruang santai ngobrol-ngobrol santai 19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: kalau lagi marah semua orang di rumah kena omel. 20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda? J: jadi orang tua yang lebih arif dan bijaksana. Pokoknya I love my parents. HASIL WAWANCARA Ibu (4) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: iya.ya...soal kerjaan, sekolah, kuliah, makanan, ibadah, macam-macamlah pokoknya. 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: berkali-kali, gak kehitung. Kadang di ruang tamu, di ruang makan, di ruang keluarga sambil nonton, di kamar, di dapur sambil masak. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: ya suami dan anak. Ya iyalah!mau sama siapa lagi. 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: saya dong!soalnya suka nanya ke anak. 5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda? J: iya. 6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih, marah dan senang? J: iya. dia itu anaknya terbuka. Kalau lagi sedih dia nangis, diam di kamar. Kalau lagi marah dia ngomel-ngomel. Kalau lagi gembira dia cerita-cerita. 7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: mengarahkan, memberi masukan hal-hal yang baik. 8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik? J: hadiah dan pujian, soalnya mau anak besar atau kecil suka dikasih hadiah. 9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: iya. kadang-kadang nyenengin, kadang-kadang gak. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan anak anda? J: ya…kadang-kadang gak ngerti maksud pembicaraannya. Dia dah ngomong panjang lebar tapi saya gak ngerti maksudnya. 11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda? J: iya. Soalnya ya itu tadi, anaknya terbuka. 12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda? J: biasanya tentang kuliahnya, teman-temannya, pekerjaannya, masalahnya. Ya…apa saja. 13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya? J: iya. Kadang-kadang iya, kadang-kadang ditolak gitu! Tergantung. 14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya? J: pernahlah! Ya…karena gak ngerti maksudnya, jadi gak nyambung. 15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik? J: menyelesaikannya dengan mencari solusi. 16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: ya pernah, tapi sewaktu-waktu. Kadang-kadang membangun, kadangkadang menyalahkan. 17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda? J: anaknya ceria, terbuka, ya…begitulah! 18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: anaknya suka cerita. Karena kalau cerita gak berhenti-berhenti, jadi panjang. 19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: cerewet. Karena suka banyak tanya. 20. Apa harapan anda terhadap anak anda? J: menjadi anak yang sholehah, taat kepada Allah dan RasulNya. HASIL WAWANCARA ANAK (4) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: iya banget. Semua hal deh pokoknya! 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: berkali-kali, sering banget, gak bisa kehitung. Dimana-mana, ya…di ruang tamu, ruang makan, sambil nonton tv di ruang keluarga, kadang di kamar, kalau gak di dapur sambil bantuin masak. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: semua orang yang ada di rumah. Mama, papa dan aa. Iya. 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: mama, soalnya dia yang ada di rumah, jadi sering nanya. 5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda? J: dekat banget, apalagi sama mama. 6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan senang? Ayah? J: kalau dulu seh papa keras banget, tapi sekarang dah mulai terbuka. Kalau lagi sedih papa suka jadi bingung gitu mau ngerjain apa, kalau lagi marah papa diam aja, kalau lagi senang papa cerita-cerita gitu deh!. Kalau mama seh dari dulu terbuka. Mama jarang sedih tapi kalau udah sedih mama nangis terus diem aja, kalau lagi marah diem tapi kadang-kadang ngomel juga maklum ibu-ibu kan cerewet. Apalagi kalau lagi seneng mama cerita mulu. 7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: biasanya seh ngasih saran biar semangat. 8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda melakukan hal-hal yang baik? J: suka dikasih hadiah sama mama atau gak dikasih pujian kayak ucapan “terima kasih” kalau habis bantu-bantu mama dan papa ataupun aa. 9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: iya dong! kadang-kadang seh nyenengin, tapi kadang-kadang nyebelin juga. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan orang tua anda? J: suka gak nyambung gitu! Trus kadang-kadang waktu curhatnya gak tepat jadi dicuekin deh! 11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda? J: iya. Soalnya orang-orang di rumah seneng cerita. 12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda? J: banyak. Cerita tentang dulu waktu papa sama mama masih muda, kadangkadang masalah-masalah yang sedang dihadapi mereka juga tentang keluarga. 13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya? J: kadang-kadang, habis kadang gak ngerti seh urusan orang tua. Kadang diterima kadang ditolak, wajar seh! 14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda? Ayah atau ibu? J: pernah, karena kadang-kadang persepsinya berbeda, jadi gak nyambung. Jadi berakhir dengan sedikit marah-marah deh! Tapi gak lama.biasanya seh papa. 15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik? J: biasanya seh nyari solusi bareng-bareng. 16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda, apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: pernah. Biasanya tentang sifat dan sikap. Kadang membangun kadang juga nyalahin. 17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu? J: kalau papa orangnya agak keras, tegas, kalau ngomong apa adanya ya…gitu deh! Kalau mama orangnya selalu tersenyum walaupun kalau lagi marah. 18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: yang disukai dari papa orangnya “welcome” sama siapa aja. Karena gak pernah ngebedain orang. Kalau mama enak diajakin curhat. karena suka dengerin cerita saya. 19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: yang gak disukai dari papa itu kalo lagi bantuin papa ngelakuin sesuatu trus gak nyambung ngomongnya kadang nyakitin hati, tapi habis itu seh minta maaf. Kalau mama kadang kalau ladi ngasih solusi suka gak enakin. 20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda? J: mudah-mudahan seh ada perubahan dari semuanya. HASIL WAWANCARA IBU (3) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: iya, tapi seperlunya aja. Soalnya jarang ketemu sama anak-anak. Biasanya seh ngomongin tentang sehari-hari. 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: dulu waktu anak saya SMA sering, tapi sekarang jarang. Di kamar, ya…kalau lagi gak bisa tidur jadi ngobrol dulu. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: kalau di keluarga gak ada karena jarang ketemu, jadi saya kalau curhat sama temen dekat anak saya. 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: saya, karena saya seneng cerita. 5. Apakah anda sangat dekat dengan anak anda? J: dulu waktu dia SMA iya, tapi sejak dia kuliah dia jadi jaga jarak sama saya. Tapi saya berusaha mendekatkan diri sama dia. 6. Apa yang anda ketahui tentang anak anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka? Apa ciri-cirinya bila anak anda sedang sedih, marah dan senang? J: dulu waktu dia SMA anak terbuka, selalu cerita apa aja sama saya, tapi setelah dia punya temen dekat dia jadi tertutup. Karena dia lebih terbuka sama teman dekatnya. Kalau dia lagi marah bawaannya kesel terus, kasar dan ngerjain sesuatu kayak gak ikhlas gitu!. Kalau lagi senang dia jadi rajin ngerjain sesuatu. Kalau lagi sedih bawaannya males, kerjaannya tidur-tidur aja. 7. Apa yang anda lakukan untuk memotivasi anak anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: ya…nanya kenapa?, terus ngasih saran biar semangat. 8. Imbalan apa yang anda berikan kepada anak anda apabila dia melakukan halhal yang baik? J: karena saya gak punya apa-apa jadi saya gak bisa bisa ngasih apa-apa, Cuma ucapan “terima kasih” dan doa yang bisa saya kasih ke anak saya. 9. Apakah anak anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: dulu seh iya, tapi sekarang tidak. Ya…karena itu tadi udah jaga jarak. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan anak anda? J: karena jarang ketemu dan karena anak saya jaga jarak dengan saya. 11. Apakah anak anda juga curhat dengan anda? J: dulu iya, tapi sekarang gak. Dia lebih terbuka sama teman dekatnya, karena teman dekatnyalah yang memenuhi kebutuhan dia sehari-hari. 12. Hal-hal apa saja yang diceritakan anak anda kepada anda? J: kalau dulu seh semua dia cerita tapi sekarang gak. 13. Apakah anda selalu memberikan saran kepada anak anda apabila anak anda mempunyai masalah? Apakah ia menerimanya? J: dulu iya. Tapi sekarang tidak. 14. Apakah anda pernah berselisih faham dengan anak anda? Apa penyebabnya? J: kadang-kadang. Kalau ada omongan ibu yang gak berkenan di hati dia. 15. Bagaimana sikap anak anda dalam menyelesaikan konflik? J: kalau dia seh pengennya selalu buru-buru menyelesaikan. Jadi kalau ada konflik dalam keluarga, misalnya kakaknya bertengkar sama adiknya karena berebutan sesuatu, dia buru-buru ngumpulin semua yang terlibat trus menyelesaikannya. 16. Apakah anak anda pernah mengkritik anda? Apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: dulu iya, tapi sekarang gak. Karena alasan tadi. 17. Bagaimana pendapat anda mengenai anak anda? J: dia itu anaknya baik. Walaupun lagi marah sama saya, tapi kalau mau pergi selalu pamit. 18. Apa yang anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: sikapnya yang baik, penuh sopan santun , jujur. Karena dia gak suka bohong. 19. Apa yang tidak anda sukai dari anak anda? Apa alasannya? J: kalau suka kesel, dia gak mau ngerjain sesuatu. 20. Apa harapan anda terhadap anak anda? J: ibu pengen dia jadi muslimah yang baik, bertanggung jawab atas kehidupannya. ANAK (3) 1. Apakah anda berkomunikasi dengan anggota keluarga anda? Apa yang dibicarakan? J: ya. Biasanya masalah tugas rumah dan keuangan keluarga 2. Berapa kali anda berkomunikasi? Kapan dan dimana yang biasa anda jadikan tempat berkomunikasi? J: gak tentu, jarang. Biasanya di ruang tamu dan kamar tidur. 3. Siapa yang biasanya anda ajak berkomunikasi? Bila ada, apakah anda curhat dengannya? J: ibu, tapi gak pernah curhat. biasanya saya sering curhat sama teman dekat saya 4. Siapa yang paling aktif berbicara dalam keluarga anda? J: saya atau ibu. 5. Apakah anda sangat dekat dengan lawan bicara anda? J: tidak terlalu dekat 6. Apa yang anda ketahui tentang orang tua anda? Bagaimana cara pandangnya? Keras, tertutup atau terbuka?Apa ciri-ciri ibu bila ia sedang sedih, marah dan senang? Ayah? J: mama orangnya keras. Kalau lagi sedih diam aja, kalau lagi marah banyak bicara, cerewet. Dan kalau lagi senang sering jalan-jalan. Kalau papa dulu seh tau, tapi sekarang gak tau soalnya dah gak pernah komunikasi. 7. Apa yang orang tua anda lakukan untuk memotivasi anda dalam melakukan sesuatu pekerjaan? J: suka memberi semangat dan mengingatkan waktu. 8. Imbalan apa yang orang tua anda berikan kepada anda apabila anda melakukan hal-hal yang baik? J: tidak ada. 9. Apakah orang tua anda memberikan tanggapan terhadap cerita yang anda sampaikan? Bagaimana tanggapannya? Menyenangkan? J: iya. Kadang positif, kadang negatif, ya…tergantung dari ceritanya. 10. Menurut anda, apa faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi anda dengan orang tua anda? J: sikap mama yang tidak mengerti dan tidak memahami keinginan anak, dan selalu menekan. 11. Apakah orang tua anda juga curhat dengan anda? J: dulu iya, tapi sekarang jarang. 12. Hal-hal apa saja yang orang tua anda ceritakan kepada anda? J: kebutuhan dan keuangan keluarga. 13. Apakah anda selalu ikut memberikan saran kepada orang tua anda apabila keluarga anda mempunyai masalah? Apakah mereka menerimanya? J: iya, tapi tergantung dari masalahnya. Diterima. 14. Apakah orang tua anda pernah berselisih faham dengan anda? Apa penyebabnya? Biasanya siapa yang sering berselisih paham dengan anda? Ayah atau ibu? J: pernah. Sama mama, biasanya seh masalah ekonomi dan keluarga. 15. Bagaimana sikap orang tua anda dalam menyelesaikan konflik? J: berkumpul bersama atau gak kumpul dengan kepala dingin. 16. Pernahkah orang tua anda mengkritik anda? Apa yang dikritik? Menurut anda, apakah kritik itu membangun atau menyalahkan? J: pernah. Biasanya ngeritik tentang sikap dan kebiasaan sehari-hari. Kadangkadang membangun, kadang-kadang menyalahkan. 17. Bagaimana pendapat anda mengenai orang tua anda? Ayah? Ibu? J: kalau mama terlalu otoriter dan harus mengikuti kamauannya. 18. Apa yang anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: kalau ibu masakannya soalnya enak. 19. Apa yang tidak anda sukai dari orang tua anda? Apa alasannya? J: sikap mama dalam bicara sama orang lain dan sikapnya yang banyak tuntutan terhadap anaknya. 20. Apa harapan anda terhadap orang tua anda? J: pengennya seh mama gak ikut campur dalam masalah rumah tangga atau pribadi anaknya. trus tidak menceritakan kekurangan atau aib keluarga sama orang lain.