Dipecat: “Menyakitkan harga diri, menggoyang rasa percaya diri”

advertisement
Dipecat: “Menyakitkan harga diri, menggoyang rasa percaya diri”
Ditulis oleh Peter Purwanegara
Rabu, 29 April 2009 17:31
Michael Lee berpikir ia dapat melihat kedatangan itu jika ia menegakkan kepalanya saat itu.
Sebagai
pengembang piranti lunak “software developer”, Lee harus bekerja keras
kadang-kadang sampai
larut malam untuk membasmi apa yang ia sebut “kuman-kuman
perusak acara” dalam aplikasi komputer yang baru. Kemudian, pada tanggal 1 Agustus, bos Lee berkata bahwa ia ingin bertemu dengannya. Itu
bukanlah hal yang aneh. Tetapi kali ini bos Lee membawanya ke kantor direktur
perusahaannya.
“Ketika engkau melihat muka mereka yang membatu”, Lee, 32, mengingat hari itu, “engkau
tahu sesuatu yang buruk terjadi.” Saat direkturnya duduk berdiam diri, bos Lee mulai berbicara,
seperti pidato yang sudah disiapkan. “Saya hendak mengatakan sesuatu yang sangat sulit
untuk diutarakan,” katanya. “Mulai hari ini, engkau tidak bekerja untuk perusahaan ini lagi.” Hari itu, setelah sekitar 10 tahun bekerja di perusahaan “high-tech”, Lee bergabung dengan
kelompok orang yang jumlahnya terus berkembang dari pekerja-pekerja teknologi yang dipecat.
Statistik Kanada melaporkan bahwa tenaga kerja dibidang profesional, bidang keilmuan
(scientific) dan teknik sebanyak 18.000 diseluruh Kanada dalam bulan Agustus. Ini adalah
penurunan ketiga dalam empat bulan terakhir; dalam jangka waktu ini, tenaga kerja dibidang
high-tech berkurang sebanyak 66.000 pekerjaan. Lee sangat terkejut ketika ia mendengar bahwa ia sudah dipecat. Ia ingat, saat berita ini mulai
dimengertinya, bos Lee menjelaskan akan “paket pemecatan” yang ditawarkan oleh
perusahaannya untuk setiap karyawan yang dipecat. Ia diminta untuk menyerahkan komputer lap-topnya dan bosnya menawarkan taxi untuk
mengantarkannya pulang. “Mereka bersikap dengan hormat”, kata Lee sambil mengingat-ingat, tapi pengalaman
itu masih menyakitkan hatinya. Ia diminta untuk tidak mengatakan sepatah katapun kepada rekan-rekan sekerjanya sampai
berita pemecatan disampaikan. Untuk beberapa jam, ia berpikir apa yang ia harus katakan
kalau ada yang menanyakan mengapa ia membereskan barang-barangnya di kantor. Ia mulai
bertanya-tanya bagaimanakah ia akan menghidupi keluarganya. Istrinya baru saja kembali
bekerja, 14 bulan setelah melahirkan anak laki-laki mereka. Mereka sudah merencanakan
untuk mengganti mobil keluarga.“ Itu adalah salah satu dari banyak hal yang harus ditunda
terlebih dahulu”, kata Lee. Melihat kebelakang, Lee mengatakan bahwa ia mungkin akan lebih siap untuk hal ini, jika ia
tidak begitu tenggelam dalam proyek-proyek softwarenya dan memperhatikan tanda-tanda
yang samar-samar di kantornya. Tanda-tanda itu ada disana, ia menyadari-ketika ia
menanyakan bosnya apa yang ia akan lakukan kalau proyek tertentu sudah selesai, ia hanya
menerima jawaban yang kurang jelas. Pemecatan karyawan-karyawan yang lain tiba sebelum saatnya untuk membahas laporan
1/3
Dipecat: “Menyakitkan harga diri, menggoyang rasa percaya diri”
Ditulis oleh Peter Purwanegara
Rabu, 29 April 2009 17:31
keuangan tiap tiga bulan dari analisa keuangan. Ternyata laporan itu tidak bagus, tetapi
sebelum pemecatan, tidak ada yang dapat memberikan bukti pada mereka tentang kemajuan
perusahaan mereka, kata Lee. Lee mengatakan bahwa ia selalu percaya bahwa orang-orang
berprestasi tidak akan dipecat, bahwa “manajemen akan melindungi orang-orang yang baik dan
profesional.” Lee dan keluarganya mengamati dari dekat situasi keuangan mereka. Ia melamar
pekerjaan ke agen penerima pekerjaan untuk profesional dan ia menelpon banyak perusahaan
dari pintu ke pintu, tetapi “keadaan pasar agak sulit sekarang.” Dipecat adalah hal yang sulit juga. “Hal itu menyakitkan harga dirimu. Menggoyahkan rasa
percaya dirimu. Masyarakat melihat kasihan pada orang-orang yang pernah dipecat.”
Bagaimana jika kita mengalami pengalaman seperti Michael ?
1. Pertama ingatlah, ‘kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil
sesuai dengan rencana Allah.’
Apa maksud Allah sampai membiarkan anakNya mengalami hal ini? Tetapi Allah juga
mengatakan segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Jika kita percaya akan pernyataan
Allah ini, maka kita percaya bahwa ada suatu pelajaran yang dapat kita peroleh dari
pengalaman pahit ini.
Mungkin saja pelajaran ini dapat membuat kita semakin matang dalam iman/ kerohanian,
mengatur keuangan dengan lebih baik, tidak menggantungkan hidup kita pada pekerjaan, uang
atau materi.
Allah telah berjanji, bahwa pencobaan-percobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan
karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu
dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
Jalan keluar pasti telah disediakan Tuhan untuk kita. Maukah kita mengambil jalan keluar itu ?
Atau kita mau melangkah mencari jalan keluar kita sendiri ?
2. Hal ini bukan positif thinking tetapi kita melihat kenyataan bahwa bukan hanya kita saja yang
mengalami pengalaman pahit ini. Tetapi ribuan orang di seluruh dunia banyak yang senasib
dengan kita. Meski kita akan berdalih bahwa yang di lay off itu kan hanya sebagian kecil. Tetapi
kita jangan melupakan bahwa yang di lay off tersebut juga bukan pekerja-pekerja biasa, orang
yang kerjanya malas-malasan. Melainkan orang-orang yang berotak encer dan berbakat. Tetap
saja mereka terkena imbas tersebut. Karena memang perekonomian global yang memaksa
banyak perusahaan untuk berbuat demikian.
3. Kembali bukan suatu sugesti, bahwa berapa banyak orang yang lebih buruk hidupnya
daripada kita saat ini ? Maka itu kita perlu mengucapkan syukur, bukan karena keadaan kita
lebih baik dari orang lain, tetapi karena Tuhan itu masih memperhatikan kita dengan segala apa
yang kita punyai saat ini. Meski yang kita punyai saat ini lebih sederhana daripada sebelumnya.
2/3
Dipecat: “Menyakitkan harga diri, menggoyang rasa percaya diri”
Ditulis oleh Peter Purwanegara
Rabu, 29 April 2009 17:31
Saudara, apakah kita akan mengeluh, mengeluh, mengeluh; meminta, meminta, meminta
senantiasa pada Tuhan, tetapi kita tidak pernah merasakan dengan kesadaran penuh bahwa
segala hidup kita ini milik Tuhan. Tuhan yang memberi Tuhan pula yang layak mengambilnya.
Sehingga kita mengucap syukur pada Tuhan pun juga tak layak. Tetapi hanya karena belas
kasihan Tuhan pada kita, maka Dia mau menerima ucapan syukur kita.
Terima kasih Tuhan, Kau sungguh terlalu ajaib bagi hidup kami. Kau tidak menuntut kami
untuk mengucap syukur tetapi Kau mengasihi kami dengan berkat-berkatMu. Ajar kami ya
Tuhan untuk mengerti berkat Tuhan bukan untuk kami tapi untuk kemuliaan nama Tuhan
semata. Bawalah kami ke hadiratMu dan layakan kami, karena kami senantiasa hanya
memikirkan nasib hidup kami. Terpujilah namaMu ya Tuhan. Allah kami yang hidup, yang tak pernah meninggalkan kami.
Terpujilah namaMu. Biarlah kami hanya dapat bersandar pada lenganMu yang kokoh, batu
karang kami. Terimalah diri kami ini ya Allah. Tahirkan dan layakkan diri kami. Sehingga orang
sekeliling dapat melihat Kau dalam hidup kami.
*) Peter Purwanegara. Dapat dihubungi di [email protected]
3/3
Download