BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian investasi Investasi terdiri dari investasi pada aset riil (tanah, mesin, bangunan), maupun pada aset-aset financial (deposito, saham ataupun obligasi). Terdapat berbagai definisi tentang investasi secara keseluruhan, salah satunya Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2003:5). Investasi juga merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah pengembalian di masa datang (Tandelilin, 2001:3). Investasi dengan financial aset yaitu berupa saham, yakni merupakan upaya mengelola uang dengan menggunakan kelebihan dananya untuk membeli saham dengan harapan memperoleh pengembalian di masa yang akan datang. (Riyanto, 2001:175). Jadi, berdasarkan pemaparan di atas investasi merupakan upaya menggunakan kesempatan untuk tidak mengkonsumsi kebutuhan sekarang dan menggunakan kelebihan dana dari penundanaan itu untuk membeli aset-aset (aset riil ataupun aset finansial) dengan harapan memperoleh pengembalian di masa yang akan datang. Dapat dilihat pula bahwa investasi memiliki dua elemen penting yaitu return (tingkat pengembalian) dan risiko. 16 2.1.2 Manajemen investasi Manajemen investasi atau manajemen portofolio adalah proses memanajemen uang, dengan menanggung risiko minimum untuk mendapatkan return tertentu. Manajemen investasi mencakup proses investasi yang menunjukan bagaimana pemodal seharusnya melakukan investasi dalam sekuritas, yaitu sekuritas apa yang akan dipilih, seberapa banyak investasi tersebut dan kapan investasi tersebut akan dilakukan. Pengambilan keputusan ini memerlukan beberapa tahapan antara lain(Husnan, 1998:434) 1) Menentukan kebijakan investasi Disini investor perlu menentukan apa tujuan investasinya, dan berapa banyak investasi tersebut akan dilakukan. Adanya hubungan positif antara tingkat risiko dan pengembalian membuat investor tidak dapat mengatakan bahwa tujuan investasinya adalah untuk mencari pengembalian yang sebesar-besarnya. Pemodal yang bersedia menanggung risiko lebih besar (dan karenanya memperoleh pengembalian yang lebih besar), akan mengalokasikan dananya pada sebagian besar sekuritas yang lebih berisiko, dengan demikian portofolio investasinya mungkin akan terdiri dari saham dan bukan obligasi. Saham pun akan dipilih dari perusahaan yang mempunyai risiko tinggi, sebaliknya untuk investor yang tidak bersedia menanggung risiko yang tinggi mungkin akan memilih sebagian investasinya pada obligasi dari perusahaan-perusahaan yang dinilai aman. 2) Analisis Sekuritas Tahap ini berarti melakukan analisis terhadap individual atau kelompok sekuritas. Ada dua filosofi dalam melakukan analisis sekuritas. Pertama, adalah 17 mereka yang berpendapat bahwa ada sekuritas yang mispriced (harga salah, mungkin terlalu tinggi, mungkin terlalu rendah), dan analisis dapat mendeteksi sekuritas-sekuritas tersebut. Kedua, adalah mereka yang berpendapat bahwa harga sekuritas adalah wajar. Kalaupun ada mispriced, analisis tidak mau untuk mendeteksinya. 3) Pembentukan Portofolio Portofolio berarti sekumpulan investasi. Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih, dan berapa proporsi dana yang akan ditanamkan pada masing-masing sekuritas tersebut. Diperlukan strategi dalam menentukan sekuritas-sekuritas yang nantinya akan dipilih untuk membentuk suatu portofolio yang memiliki kinerja baik dan dengan tingkat pengembalian sesuai dengan harapan investasi. 4) Melakukan revisi portofolio Tahap ini merupakan pengulangan terhadap tiga tahap sebelumnya, dengan maksud kalau perlu melakukan perubahan terhadap portofolio yang telah dimiliki. 5) Evaluasi kinerja potofolio Dalam tahap ini investor melakukan penilaian terhadap kinerja (performance) portofolio, baik dalam aspek tingkat pengembalian yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung. 18 2.1.3 Pengertian portofolio Setiap investasi akan menimbulkan suatu risiko, untuk meminimalkan risiko tersebut dibentuklah suatu portofolio. Portofolio merupakan sekumpulan investasi, dalam pembentukan portofolio, investor selalu menginginkan return yang maksimal dengan risiko tertentu atau mencari risiko yang rendah dengan return tertentu. Pembentukan portofolio efisien haruslah berpegang pada asumsi tentang bagaimana prilaku investor dalam pembuatan keputusan investasi yang diambilnya (Tandelilin, 2001:74). Pembentukan portofolio juga memerlukan adanya perhitungan return dan risiko portofolio. Return realisasi dan return ekspektasi dari portofolio merupakan rata – rata tertimbang return dari return – return seluruh sekuritas tunggal, akan tetapi risiko portofolio tidak harus sama dengan rata – rata tertimbang risiko – risiko dari seluruh sekuritas tunggal. 2.1.4 Pengertian return dan risiko portofolio 1) Return Portofolio Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi dan return ekspektasi yang belum terjadi, tetapi diharapkan terjadi pada masa yang akan datang (expected return). Pengukuran return realisasi banyak menggunakan return total yamg merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dari suatu periode tertentu. Perhitungan return ini juga didasarkan pada data historis. Return realisasi ini dapat digunakan sebagai 19 salah satu pengukur kinerja perusahaan serta dapat sebagai dasar penentu return ekspektasi dan risiko pada masa yang akan datang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor pada masa yang akan datang. Jadi, perbedaan antara keduanya adalah return realisasi sifatnya sudah terjadi, sedangkan return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Komponen return dalam investasi saham terdiri: a) Yield, merupakan suatu penghasilan yang diperoleh oleh investor yang menanamkan dananya pada sekuritas yang dibayarkan oleh penerbit sekuritas tersebut. b) Capital gain (loss), merupakan return yang diperoleh dari suatu sekuritas yang diakibatkan oleh perubahan harga tersebut dalam suatu periode tertentu, yang menjadi pengembalian (gain) jika pergerakan harga sekuritas tersebut lebih tinggi dibanding waktu pembelian, dan jika sebaliknya akan menjadi kerugian (loss). Jogianto (1998:85) mengemukakan bahwa return sebagai hasil yang diperoleh dari investasi dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. a) Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi tersebut dapat berfungsi, baik sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan maupun sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko pada masa yang akan datang. Salah satu jenis pengukuran return realisasi yang sering digunakan adalah return total. Secara matematika return realisasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Rt = Pt Pt 1 Dt ................................................................(1) Pt 1 20 Keterangan : Rt = return saham pada periode ke-t Pt = harga saham pada periode ke-t Pt-1 = harga saham pada periode ke t-1 Dt = dividen (kas) periode ke-t b)Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor pada masa mendatang. Secara matematika return ekspektasi dapat dirumuskan sebagai berikut : n E (R) = ( Ri.i) ....................................................................(2) i 1 Keterangan : E (R) = ekspektasi sutu sekuritas Ri = return masa depan ke-i ρi = probabilitas hasil masa depan ke-i n = jumlah periode waktu observasi Definisi lain menyebutkan bahwa return ekspektasi dengan probabilitas kejadian setiap periode yang sama dapat dirumuskan sebagai berikut (Husnan, 2001:51) n E (Ri) = j 1 Rij .......................................................................(3) n Keterangan : E (Ri) = return ekspektasi suatu sekuritas ke-i Rij = hasil masa depan ke-j dari sekuritas i n = jumlah dari hasil masa depan Return portofolio saham merupakan rata – rata tertimbang dari return tiap - tiap saham yang termasuk di dalamnya, sehingga expected return portofolio juga merupakan rata – rata tertimbang dari expected return saham yang ada didalamnya, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Rp = XiRi ...............................................................................(4) 21 Keterangan : Rp = expected return portofolio Xi = proporsi saham i Ri = rata - rata return saham i 2) Risiko Portofolio Risiko merupakan penyimpangan tingkat pengembalian yang diperoleh dari nilai yang diharapkan oleh seorang investor. Risiko yang diharapkan tergantung pada keanekaragaman kemungkinan hasil yang diharapkan. Besarnya risiko dapat diukur menggunakan standar deviasi (Sunariyah, 2000:184). Standar deviasi dapat diformulasikan sebagai berikut : P[r E ( R)] 2 .......................................................................................(5) Keterangan : = standar deviasi P = probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan R = kemungkinan tingkat hasil E(R) = hasil yang diharapkan Di sisi lain risiko adalah kemungkinan terjadinya perbedaan antara return yang sesungguhnya dengan return yang diharapakan. Pada prinsipnya risiko dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yakni (Jones, 1998:162) a) Risiko tidak sistematik (unsystematic risk) Merupakan risiko yang terkait dengan suatu saham tertentu yang umumnya dapat dihindari (avoidable) atau diperkecil melalui diversifikasi (diversifiable). 22 b) Risiko sistematik (systematic risk) Merupakan risiko pasar yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang bersangkutan. Risiko ini tidak mungkin dapat dihindari oleh investor melalui diversifikasi sekalipun. Selain dua bagian risiko tersebut, ternyata sikap investor dalam menghadapi risiko yang muncul dapat dibedakan menjadi tiga yakni : a) Risk Averse adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang memilki risiko yang lebih rendah dengan tingkat return yang diharapkan sama besar. b) Risk Neutral adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang tingkat return-nya sesuai dengan risiko yang dihadapi. c) Risk Seeker adalah sikap seorang investor yang akan memilih investasi yang memilki risiko yang lebih tinggi dengan tingkat return yang diharapkan sama besar. 2.1.5 Strategi portofolio Strategi investasi umumnya ada dua macam, yakni strategi aktif (active strategy) dan strategi pasif (passive strategy). Kedua strategi tersebut dapat digunakan dalam pembentukan portofolio (Tandelilin, 2001:199). 1) Strategi Aktif Strategi aktif merupakan tindakan investor secara aktif dalam melakukan pemilihan dan jual beli saham, mencari informasi, mengikuti waktu dan pergerakan harga saham serta berbagai tindakan aktif lainnya untuk 23 mendapatkan abnormal return. Tujuan dari strategi aktif adalah mendapatkan return portofolio saham yang melebihi return portofolio saham yang diperoleh dari strategi pasif. Ada tiga strategi yang biasa dipakai investor dalam menjalankan strategi aktif portofolio saham, yakni : a) pemilihan saham, maksudnya para investor secara aktif melakukan analisis pemilihan saham – saham terbaik, yaitu saham yang memberikan hubungan tingkat return dan risiko yang terbaik dibandingkan alternatif lainnya. Analisis ini mendasarkan pada pendekatan analisis fundamental guna mengetahui prospek saham tersebut pada masa datang. b) rotasi sektor, strategi ini biasanya dilakukan oleh investor yang berinvestasi pada saham – saham di dalam negeri saja. Dalam hal ini investor dapat melakukan dua cara, yaitu : (1) melakukan investasi pada saham – saham perusahaan yang bergerak pada sektor tertentu untuk mengantisipasi perubahan siklus ekonomi di kemudian hari. Investasi ini dilakukan jika investor yakin bahwa suatu saham pada sektor tertentu akan memberikan return yang lebih tinggi dibanding return pasar. (2) melakukan modifikasi atau perubahan terhadap bobot portofolio saham – saham pada sektor industri yang berbeda – beda, untuk mengantisipasi perubahan siklus ekonomi, pertumbuhan dan nilai saham perusahaan. Investor akan meningkatkan bobot portofolionya pada saham – saham sektor industri yang berprospek 24 cerah di masa datang dan akan mengurangi bobot portofolionya pada saham sektor industri yang berprospek kurang baik. c) strategi momentum harga, menyatakan bahwa pada waktu–waktu tertentu harga pasar saham akan merefleksikan pergerakan earning ataupun pertumbuhan perusahaan. Investor dengan menggunakan strategi ini akan mencari waktu yang tepat pada saat perubahan harga yang terjadi bisa memberikan tingkat pengembalian bagi investor melalui tindakan menjual atau membeli saham. 2. Strategi Pasif Strategi pasif merupakan tindakan investor yang cenderung pasif dalam berinvestasi dalam saham dan hanya mendasarkan pergerakan sahamnya pada pergerakan indeks pasar. Strategi pasif mendasarkan diri pada asumsi bahwa : a) Pasar modal tidak melakukan mispricing. b) Meskipun terjadi mispricing, para pemodal berpendapat bahwa mereka tidak bisa mengidentifkasi dan memanfaatkannya. Tujuan dari strategi pasif adalah memperoleh return portofolio sebesar return indeks pasar dengan menekankan seminimal mungkin risiko dan biaya investasi yang harus dikeluarkan, ada dua macam strategi pasif yakni : a) strategi beli dan simpan, maksudnya adalah investor melakukan pembelian sejumlah saham dan tetap memegangnya untuk beberapa waktu tertentu. Tujuan dilakukannya strategi ini ialah untuk menghindari biaya transaksi dan biaya tambahan lainnya yang biasanya terlalu tinggi. 25 b) strategi mengikuti indeks, merupakan strategi yang digambarkan sebagai pembelian instrumen reksadana atau dana pensiun oleh investor. Investor dalam strategi ini berharap bahwa kinerja investasinya pada kumpulan saham dalam instrumen reksadana sudah merupakan duplikasi dari kinerja indeks pasar, dengan kata lain investor berharap memperoleh return yang sebanding dengan return pasar. 2.1.6 Capital Aset Pricing Model (CAPM) Capital Aset Pricing Model (CAPM) mendasarkan diri atas teori portofolio yang dirumuskan oleh Markowitz pada tahun 1952. CAPM merupakan model untuk menentukan harga suatu aset. Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Kondisi ekuilibrium menggambarkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut, disini risiko bukan lagi diartikan sebagai deviasi standar tingkat pengembalian, tetapi diukur dengan beta (β). Menurut Husnan (1998:89) asumsi-asumsi yang mendasari CAPM adalah sebagai berikut 1) Tidak ada biaya transaksi, dengan demikian pemodal bisa membeli atau menjual sekuritas tanpa menanggung biaya transaksi. 2) Investasi sepenuhnya bisa dipecah-pecah (full divisble), artinya pemodal bisa melakukan investasi sekecil apapun pada setiap jenis sekuritas. 26 3) Tidak ada pajak penghasilan bagi para pemodal, dengan demikian pemodal akan merasa indifferent antara memperoleh dividen ataupun capital gain. 4) Para pemodal tidak bisa mempengaruhi harga saham dengan tindakan membeli atau menjual saham. 5) Para pemodal akan bertindak semata-mata atas pertimbangan expected value dan deviasi standar tingkat pengembalian portofolio. 6) Para pemodal bisa melakukan short sales 7) Terdapat riskles lending and borrowing rate, sehingga pemodal bisa menyimpan dan meminjam dengan tingkat bunga yang sama. 8) Pemodal mempunyai pengharapan yang homogen. Ini berarti bahwa para pemodal sepakat tentang expected return, deviasi standar, dan koefisien korelasi tingkat pengembalian. 9) Semua aktiva bisa diperjualbelikan. Model CAPM ini dalam mengukur risiko suatu saham memperhitungkan risiko sebagai beta (β) yang menunjukkan kepekaan tingkat pengembalian suatu saham terhadap tingkat pengembalian dari indeks pasar. Saham dengan beta lebih besar dari 1 (β>1) disebut sebagai saham yang agresif dan jika kurang dari 1 (β<1) disebut sebagai saham yang defensif. Apabila beta sama dengan 1 (β=1) berarti return saham i berubah secara proposional dengan return market, dengan mengetahui besarnya risiko suatu sekuritas maka kita dapat menghitung tingkat return yang diharapkan pada sekuritas tersebut. Besar kecilnya beta menunjukkan besar kecilnya kepekaan tingkat keuntungan saham (Ri) terhadap tingkat 27 pengembalian indeks pasar (Rm). Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.1 Kondisi Beta dengan Sumbu Tegak Ri dan Sumbu Datar Rm Ri Ri-Rf β>1 β=1 β<1 Rm-Rf Rm Sumber : Suad Husnan (2001:176) Garis Pasar Modal (GPM) menggambarkan tradeoff antara risiko dan return ekspektasi untuk portofolio efisien, tetapi bukan untuk sekuritas individual. Garis lain yang menunjukkan tradeoff antara risiko dan return ekspektasi untuk sekuritas individual disebut dengan Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line/SML). Garis Pasar Sekuritas (GPS) merupakan penggambaran secara grafis dari model CAPM yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut : 28 Gambar 2.2 Garis Pasar Sekuritas (Security Market Line) E(R) SML E(Rm) Rf β=1 β Sumber : Suad Husnan (1998:92) Gambar 2.2 menggambarkan risiko dan tingkat pengembalian dari semua sekuritas baik efisien maupun tidak. Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi dan sumbu datarnya adalah risiko (yang diukur dari beta). Garis yang menghubungkan antara kedua titik disebut SML (Security Market Line). Tingkat pengembalian di investasi lain akan berada pada garis tersebut sesuai dengan beta investasi-investasi tersebut. Semakin besar risiko makin besar tingkat pengembalian yang diharapkan dari investasi tersebut. Garis Pasar Sekuritas (GPS) di atas tidak lain merupakan persamaan garis regresi dengan intercept = Rf dan slope = E(Rm) – Rf. GPS ini merupakan persamaan dari CAPM yang dikembangkan oleh Jack Treynor, William Sharpe, 29 dan John Litner pada pertengahan tahun 1960-an (Husnan, 1998:92) yang diformulasikan sebagai berikut : E(Ri) = Rf + (Rm- Rf)βi............................................................................(6) Keterangan : E(Ri) = Tingkat pengembalian yang diharapkan (Expected return) Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko ( risk free ) Rm = Tingkat pengembalian pasar (return market) βi = Risiko sistematis saham i 2.1.7 Strategi mengikuti indeks (indexing) Strategi pasif menurut Boddie, Kane, dan Marcus (1996:183) sebenarnya adalah suatu strategi portofolio yang ditempuh dengan mencari keamanan (rasa aman), baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga investor penganut strategi ini diumpamakan seperti orang yang naif. Bentuk penerapan strategi investasi pasif adalah dengan membuat suatu portofolio berdasarkan suatu indeks yang valid dan disebut sebagai indexing. Jones (2001:294) menyatakan bahwa indexing merupakan pendekatan investasi yang mencoba untuk menyamai imbal hasil investasi dari sebuah portofolio pembanding tertentu atau dalam hal ini adalah indeks harga saham. Manajer investasi yang menerapkan cara ini pada dasarnya bertujuan untuk memiripkan kinerja portofolio yang dimiliki dengan kinerja indeks dengan cara memegang seluruh sekuritas yang ada di dalam indeks, tidak ada usaha untuk mengutak – atik anggota portofolio dalam rangka mengalahkan kinerja indeks. Strategi mengikuti indeks ini dalam prakteknya bisa digambarkan sebagai pembelian instrumen reksadana atau dana pensiun oleh investor. Pembelian instrumen reksadana menimbulkan harapan bagi investor bahwa kinerja 30 investasinya pada kumpulan saham-saham dalam instrumen reksadana sudah merupakan duplikasi dari kinerja indeks pasar, dengan kata lain, investor berharap akan memperoleh return yang sebanding dengan return pasar (Tandelilin, 2001:201). 2.1.8 Indeks harga saham Indeks Harga Saham merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga-harga saham (www.idx.co.id). Saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki lima macam indeks harga saham, yaitu : 1) Indeks Harga Saham Gabungan (Composite Stock Price Indeks) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator untuk membantu pergerakan harga saham. IHSG merupakan suatu nilai yang digunakan untuk membantu mengukur kinerja saham yang tercatat di suatu bursa efek. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. IHSG ini ada yang dikeluarkan oleh institusi swasta tertentu seperti media massa keuangan dan lain-lain. Makna gabungan (composite) disini berarti kinerja saham yang dimasukkan dalam perhitungan jumlah sahamnya lebih dari satu, ada yang 20 saham, 30 saham, 40 saham, 45 saham, dan bahkan seluruh saham yang tercatat pada bursa efek tersebut. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah membagi total kapitalisasi pasar hari ini dengan nilai dasar. Nilai pasar diperoleh dari harga saham dikalikan dengan jumlah saham outstanding. Nilai dasar adalah nilai pasar 31 pada hari dasar perhitungan indeks yaitu 10 Agustus 1982 sedangkan jumlah saham yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 saham. 2) Indeks Sektoral Indeks Sektoral BEI adalah sub indeks dari IHSG. Semua saham yang tercatat di BEI diklasifikasikan kedalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Kesembilan sektor tersebut adalah sektor-sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor-sektor sekunder (industri dasar dan kimia, aneka industri serta industri barang konsumsi), dan sektor-sektor tersier/jasa (property dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan, perdagangan serta jasa dan investasi). Indeks sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan nilai awal indeks 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28 Desember 1995. 3) Indeks LQ 45 (Liquidity 45) Indeks LQ 45 merupakan indeks yang diperkenalkan oleh BEI pada tanggal 24 Februari 1997 dengan hari dasar dimulai tanggal 13 Juli 1994. Indeks ini meliputi 45 jenis saham yang memiliki kapitalisasi pasar dan tingkat likuiditas tertinggi. BEI terus memantau perkembangan komponen saham yang masuk dalam perhitungan Indeks LQ 45. Setiap 6 bulan sekali akan dilakukan review pergerakan rangking saham-saham yang digunakan dalam perhitungan Indeks LQ 45. Apabila terdapat saham yang tidak memiliki kriteria lagi, maka saham tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan indeks dan digantikan dengan saham lainnya yang memenuhi kriteria. 32 Indeks LQ 45 tidak dimaksudkan untuk mengganti IHSG yang ada saat ini, tetapi justru sebagai pelengkap IHSG dan Indeks Sektoral. Indeks LQ 45 khususnya bertujuan untuk menyediakan sarana yang objektif dan terpercaya bagi analis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan. Penentuan saham-saham yang termasuk Indeks LQ 45 menggunakan 2 tahap seleksi. Pada tahap pertama kriteria-kriteria yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut a) Saham tersebut berada di top 95 persen dari total rata-rata tahunan nilai transaksi saham di pasar reguler. b) Berada di top 90 persen dari rata-rata tahunan kapitalisasi pasar. c) Telah tercatat di BEI selama paling sedikit 30 hari bursa. Jika lolos seleksi tahap pertama maka dilanjutkan dengan tahap kedua menyangkut kriteria sebagai berikut a) Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri BEI (JASICA) sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya. b) Memiliki Porsi yang sama dengan sektor-sektor lain. c) Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi. 4) Jakarta Islamic Index Dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah, PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT. Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan Syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). 33 Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari sahamsaham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT. Danareksa Investment Management. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui Jakarta Islamic Index diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam equity secara syariah. 5) Indeks Individual Indeks Individual yaitu indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya. 2.1.9 Tingkat bunga bebas risiko (risk free rate) Risiko lain yang penting untuk diketahui dan berhubungan erat dalam penelitian ini ialah Risk Free Rate dan Risk Premium selain risiko sistematis yang dapat diukur dengan beta. Pengertian luas mengenai tingkat pengembalian bebas risiko menurut Weston (1996:46) ialah sebagai berikut : “Risk Free Rate (RFR) adalah tingkat suku bunga yang bebas dari semua risiko, yaitu tingkat risiko sebenarnya ditambah premi untuk tingkat inflasi yang diharapkan dan risk premium adalah tambahan pengembalian yang diterima investor dengan mengambil jumlah tambahan risiko yang merupakan perbedaan antara tingkat pengembalian yang diharapkan dari aset yang berisiko dengan aset yang kurang berisiko.” 34 Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai aktiva yang bebas risiko menjadikan investor mempunyai pilihan untuk memasukkan aktiva ini ke portofolionya. Investor dapat memasukkan aktiva bebas risiko ke dalam portofolio aktiva berisiko dalam bentuk simpanan (lending) atau pinjaman (borrowing). Bentuk simpanan berarti membeli aktiva bebas risiko dan memasukkanya kedalam portofolio aktiva berisiko, sedangkan bentuk pinjaman berarti meminjam sejumlah dana dengan tingkat bunga bebas risiko (menjual aktiva bebas risiko) dengan menggunakan dana ini untuk menambah proporsi di portofolio aktiva berisiko. 2.1.10 Penilaian kinerja portofolio Penilaian kinerja portofolio, memerlukan variabel – variabel yang relevan seperti tingkat pengembalian dan risiko. Penilaian terhadap kinerja portofolio merupakan langkah investor dalam mengevaluasi kinerja portofolionya. Pada tahap ini kinerja portofolio akan dibandingkan dengan kinerja portofolio lainnya melalui proses benchmarking. Proses benchmarking akan membandingkan kinerja portofolio dari strategi aktif dengan kinerja portofolio dari strategi pasif. Evaluasi kinerja portofolio ini diharapkan akan menjawab sejauh manakah portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan kinerja yang memuaskan investor. Penilaian kinerja portofolio saham dapat dilakukan dengan mempertimbangkan variabel return saja atau melibatkan variabel risiko. Penilaian kinerja portofolio dengan melibatkan variabel risiko akan memberikan informasi 35 yang lebih mendalam mengenai keterkaitan suatu return yang dihasilkan oleh portofolio dikaitkan dengan tingkat risiko untuk mencapai return tersebut. Risk Adjusted Performance didasarkan pada gabungan antara return dan risiko. Tiga ukuran yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja portofolio dengan menggunakan risk adjusted performance, yakni sebagai berikut (Tandelilin, 2001:324) : 1) Indeks Sharpe Dalam indeks Sharpe, pengukuran kinerja portofolio dilakukan dengan mengukur total risiko sebagai indikatornya. Indeks ini mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Ŝp = R p RF TR ..........................................................................(7) Keterangan : Ŝp = indeks Sharpe R p = return rata – rata portofolio selama jangka waktu pengukuran RF = return rata – rata aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran σTR = standar deviasi portofolio selama jangka waktu pengukuran Standar deviasi merupakan risiko total yang merupakan penjumlahan dari risiko pasar (systematic risk) dengan risiko tidak sistematik (unsystematic risk) di dalam teori portofolio, dengan memperhitungkan risiko, makin tinggi nilai pengukuran Sharpe, makin baik kinerja portofolio. 36 2) Indeks Treynor Pengukuran kinerja portofolio dengan indeks Treynor dilakukan dengan mengukur risiko sistematisnya (beta) sebagai indikator. Indeks ini melihat kinerja portofolio dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Ťp = R p RF p .........................................................................(8) Keterangan : Ťp = indeks Treynor R p = return rata – rata portofolio selama jangka waktu pengukuran RF = return rata – rata aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran βp = risiko sistematik dari portofolio selama jangka waktu pengukuran Kinerja portofolio dengan mempertimbangkan risiko sistematik menginterpretasikan bahwa makin tinggi nilai pengukuran indeks Treynor, makin baik kinerja portofolio. Risiko yang dianggap relevan dalam indeks Sharpe adalah risiko total (penjumlahan risiko sistematis dan risiko tidak sistematis), sedangkan pada Indeks Treynor hanya menggunakan risiko sistematis (beta) saja, sehingga apabila suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi dengan baik, berarti return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi oleh return pasar, sebaliknya jika return suatu portofolio hanya sebagian kecil saja yang dipengaruhi return pasar, tentu saja lebih tepat jika digunakan indeks Sharpe. Seberapa besar suatu portofolio terdiversifikasi dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi antara return portofolio dengan return pasar. Berdasarkan hasil regresi tersebut akan diperoleh besarnya nilai kuadrat dari 37 koefisien korelasi yang sering disebut dengan koefisien determinasi (R2). Semakin terdiversifikasi suatu portofolio maka nilai R2 portofolio tersebut akan semakin mendekati 1,0. Nilai R2 sebesar 1,0 menunjukkan bahwa return portofolio tersebut sepenuhnya dapat dijelaskan oleh return pasar. 3) Indeks Jensen Pengukuran kinerja portofolio dengan indeks Jensen dilakukan dengan mengukur risiko sistematisnya (beta) sebagai indikatornya. Indeks ini menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal (CML), makin tinggi nilai indeks Jensen makin baik kinerja portofolionya. Ĵp - Rf = αp + [Rf + ( Rm - Rf ) βp ] ...........................................(9) Keterangan : Ĵp = return portofolio selama jangka waktu pengukuran t / indeks Jensen αp = exess performance portofolio selama jangka waktu pengukuran Rf = return bebas risiko selama jangka waktu pengukuran Rm = return pasar selama jangka waktu pengukuran βp = risiko sistematik selama jangka waktu pengukuran Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan, sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus 38 (hanya mengikuti return pasar). Jadi, nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar, lebih kecil, atau sama dengan nol. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Bambang Riyanto (2002), dengan judul “Pengujian CAPM di BEJ periode 1994-1997 : Standard CAPM ataukah Zero Beta?”. Hasil Penelitian ini menyebutkan bahwa secara keseluruhan saham-saham yang dipilih sebagai sampel yakni saham-saham yang cukup aktif diperdagangkan menunjukkan α yang tidak signifikan dari nol sedangkan β signifikan dan positif. Persamaannya dengan penelitian ini ialah dalam penggunaan CAPM di dalam pembentukan portofolio saham menggunakan strategi aktif, sebagai tolak ukur CAPM ialah β sebagai ukuran sistematis dari suatu portofolio atau sekuritas, disamping itu penelitian ini juga menganalisis saham-saham yang secara aktif diperdagangkan yakni saham yang termasuk ke dalam indeks LQ 45. Perbedaannya, penelitian Suad Husnan hanya menguji CAPM saja, sedangkan dalam penelitian ini membandingkan portofolio yang dibentuk berdasarkan CAPM dan strategi mengikuti indeks (indexing). 2) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Tona Aurora Lubis pada tahun 2003 dengan judul “Analisis Kinerja Reksadana Saham dan Reksadana Indeks dalam Penilaian Tingkat Efisiensi Pasar Modal Indonesia” dengan menggunakan analisis perbandingan kinerja secara raw performance dan risk adjusted performance serta model CAPM dari Jensen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja Reksadana indeks LQ 45 lebih kecil dari kinerja 39 Reksadana saham (individual). Persamaannya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan model risk adjusted performance di dalam mengukur perbedaan kinerja, sedangkan perbedaannya terletak pada sampel penelitiannya, yang mana dalam penelitian ini menggunakan saham-saham yang termasuk dalam indeks LQ 45 serta selain menggunakan model risk adjusted performance untuk mengukur perbedaan kinerja portofolio, penelitian ini juga menggunakan analisis beda dua rata-rata dalam mengukur kinerja portofolio. 3) Vivi Lestari (2005), dengan judul “Perbandingan Kinerja Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Indeks Saham di Pasar Modal Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan namun tidak signifikan antara kinerja reksadana saham (secara individual) dengan kinerja reksadana indeks saham di Pasar Modal Indonesia. Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada pengukuran kinerja portofolio saham yang digunakan sama-sama menggunakan metode risk adjusted performance (Indeks Sharpe, Indeks Treynor, dan Indeks Jensen). Perbedaanya ialah penelitian Vivi Lestari menggunakan sampel penelitian berupa portofolio-portofolio saham yang dibentuk oleh reksadana, dan menggunakan metode penggukuran yang digunakan adalah selain metode risk adjusted performance (Indeks Sharpe, Indeks Treynor, dan Indeks Jensen) juga menggunakan apprasial ratio. 4) Putu Astri Wulandari (2006), dengan judul “Analisis Kinerja Portofolio Saham dengan Pendekatan Risk Adjusted Performance (Indeks Sharpe, Indeks Treynor, Indeks Jensen) yang dibentuk berdasarkan Strategi Investasi 40 Momentum di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja portofolio winner-loser saham individual dan saham industri berdasarkan strategi investasi momentum dengan pendekatan risk adjusted performance (indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen) tidak berbeda secara signifikan. Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada model pengukuran kinerja portofolio yang digunakan yakni dengan model risk ajusted performance, sedangkan perbedaannya penelitian Astri Wulandari hanya mengganalisis kinerja portofolio berdasarkan strategi portofolio aktif yakni dengan membandingkan kinerja saham individual dengan saham industri berdasarkan strategi momentum, dan penelitian sekarang mencoba membandingkan kinerja portofolio berdasarkan strategi portofolio aktif dan pasif pada saham-saham sektor perbankan yang termasuk indeks LQ 45. 5) I Gst. Bgs. Wiksuana (2007), dengan judul “Konsistensi Risk Adjusted Performance sebagai Pengukur Kinerja Portofolio Saham di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa dalam uji korelasi Pearson Product Moment nilai indeks Sharpe dengan indeks Treynor memiliki korelasi yang positif dan signifikan secara statistik sebagai pengukur kinerja portofolio losser saham individual periode 3 bulan untuk kelompok portofolio 20 saham dan 15 saham. Indeks Treynor dan Indeks Jensen memiliki korelasi yang positif dan signifikan untuk kelompok portofolio 20 saham, 15 saham, dan 8 saham, sedangkan indeks Sharpe dengan indeks Jensen menunjukkan korelasi yang positif dan tidak signifikan secara statistik untuk semua kelompok portofolio. Jadi, para investor dan manajer investasi di 41 Bursa Efek Jakarta seyogianya menggunakan indeks Treynor sebagai pengukur kinerja portofolio saham, karena terbukti selalu konsisten sebagai alat ukur risk adjusted performance. Persamaannya dengan penelitian ini ialah terletak pada model pengukuran kinerja portofolio yang digunakan ialah dengan metode risk adjusted performance, sedangkan perbedaannya penelitian Wiksuana hanya meneliti konsistensi metode risk adjusted performance sebagai pengukur kinerja, dan penelitian sekarang membandingkan hasil metode risk adjusted performance berdasarkan strategi aktif dan pasif pada saham LQ 45. 42