Gejala Klinis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE)

advertisement
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Gejala Klinis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) d
Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected]
http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/gejala-klinis-bovine-spongiformencephalopathy-bse-dan-teknik-diag
nosanya/
Gejala Klinis Bovine Spongiform Encephalopathy
(BSE) dan Teknik Diagnosanya
Bovine spongiform encephalopathy (BSE) merupakan penyakit neurologis yang
umumnya bersifat subklinis dan membahayakan pada ternak sapi. Gejala yang
muncul antara lain gangguan alat gerak, sangat responsif terhadap rangsangan,
tremor, dan perubahan tingkah laku seperti agresif, gelisah dan waspada,
perubahan tempramen, dan juga kegilaan/aktif bergerak. Sapi yang mengalami
kombinasi dari gejala perubahan tingkah laku, hiperreaktif terhadap rangsangan,
dan gangguan gerak dapat dipastikan secara klinis terinfeksi oleh BSE.
Gejala lain yang khas pada BSE adalah sapi aktif berjalan kesana kemari. Pada
beberapa hewan terdapat gejala pruritus dimana hewan sering menjilat dan
menggosokkan badannya karena gatal. Terdapat pula gejala nonspesifik seperti
kelemahan umum, kehilangan bobot badan, menggesekkan antara gigi atas dan
bawah (kemungkinan dikarenakan kesakitan pada perut dan gengguan saraf), dan
penurunan produksi susu. Muncul juga gejala seperti penurunan aktivitas
memamah biak, bradikardia, dan aritmia.
page 1 / 3
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Gejala Klinis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) d
Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected]
http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/gejala-klinis-bovine-spongiformencephalopathy-bse-dan-teknik-diagn
osanya/
Gejala klinis hewan BSE lama kelamaan semakin memburuk setelah beberapa
minggu sampai enam bulan, namun pernah juga dapat bersifat akut dan langsung
menunjukkan keparahan. Sifat akut dan cepat ini terjadi pada ruminansia liar dan
hewan liar. Ketika gejala klinis muncul, maka penyakit BSE akan bersifat progresif
dan mematikan. Pada tahap akhir gejala, hewan akan lelah, roboh, koma, dan mati.
Belum ada uji penyakit BSE pada hewan hidup. Penyakit ini didiagnosa dengan
mendeteksi prion (PrPres) pada jaringan saraf pusat. Akumulasi prion bisa
didapatkan dari otak dengan teknik immunohistokimia. Dapat juga dilakukan
dengan uji ELISA (enzyme-linked immunosorbent assays) dan Western blot. Rapid
test dapat dilakukan pada saat surveillance namun membutuhkan jumlah sample
yang banyak untuk diuji. Sample yang positif pada rapid test dapat dilanjutkan
dengan uji konfirmasi yang lebih spesifik seperti pemeriksaan immunohistokimia
dan immunoblotting. Diagnosa dari BSE juga dapat dikonfirmasi dengan
mengidentifikasi prion fibril yang disebut scrapie-associated fibrils (SAF) dengan
mikroskop elektron pada organ otak baik specimen beku maupun yang sudah
autolisis. Prion dapat dideteksi pada otak saat 3-6 bulan setelah masa onset
berlangsung.
Pada pemeriksaan postmortem, perubahan patologi anatomi tidak dapat terlihat,
kecuali perubahan yang tidak spesifik seperti kekurusan. Pada pemeriksaan
histopatologi dapat dilihat kelainan pada sistem saraf pusat. Terdapat vakuola pada
neuron dan perubahan seperti sponge pada gray matter otak merupakan gambaran
khas dari BSE. Dapat juga terlihat adanya akumulasi amyloid namun tidak khas
pada penyakit ini. Perubahan seperti sponge pada otak juga terjadi pada domba
dan macaca yang terinfeksi prion.
page 2 / 3
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Gejala Klinis Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) d
Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected]
http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/gejala-klinis-bovine-spongiformencephalopathy-bse-dan-teknik-diagn
osanya/
Pada vCJD, umur rentan terkena penyakit ini pada manusia adalah 28 tahun
(kisaran 12-74 tahun). Gejala awal berupa kecemasan, depresi, insomnia, dan rasa
sakit secara sensorik. Pada kebanyakan orang, terjadi gejala penyakit saraf seperti
kesusahan berjalan, ataxia, inkoordinasi, kehilangan ingatan, kesulitan berbicara,
dan tremor. Fungsi kognitif juga memburuk secara perlahan. Pada tahap akhir
terjadi gejala dystonia, myoclonus, gangguan penglihatan, dan dementia. Pada
akhirnya terjadi kematian pada saat enam bulan sampai dua tahun setelah adanya
gejala klinis tahap akhir.
Diagnosa secara tentatif dapat dilakukan melalui sejarah penyakit/anamnesa,
gejala klinis yang terlihat dan adanya atrofi bagian cortex melalui magnetic
resonance imaging (MRI) pada otak. Pada tahap awal penyakit pemeriksaan
menggunakan electroencephalogram (EEG) terlihat normal, namun akan terlihat
adanya kelainan setelah mencapai tahap berikutnya. Diagnosa secara definitif
dapat dilakukan jika prion ditemukan pada biopsi tonsil menggunakan immunoblot
(Western Blot) atau immunohistokimia. Dapat juga dilakukan pemeriksaan
mikroskopis pada jaringan otak setelah dilakukan nekropsi. Pada pemeriksaan
histopatologi akan banyak ditemukan akumulasi amyloid yang dikelilingi oleh
vakuola. Prion akan banyak ditemukan disekeliling akumulasi amyloid tersebut dan
terlihat dengan teknik pewarnaan immunohistokimia (CFSPH 2010).
page 3 / 3
Download