II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai {Capsicum annuum L) merupakan tanaman dikotil, berbentuk perdu dan tennasuk dalam famili solanaceae (terung-terungan). Tanaman ini termasuk salah satu tanaman hortikultura yang dibudidayakan secara komersial dan merupakan tanaman semusim. Klasifikasi dari cabai yaitu kingdom: plantarum, divisio: spermathopyta, sub division: angiospermae, klass: dicotyledone, sub klass: sympetalae, ordo: tuhiflorae (solanales), famili: solanaceae, genus: capsicum, spesies: Capsicum annuum L (Prajnata, 1999). Tanaman cabai mengandung gizi yang cukup besar yaitu setiap 100 g bahan segamya mengandung kalori 31 g, protem 1 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 7,3 g, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0,5 mg, vit A 470 (SI), vit C 18 mg, vit Bl 0,05 mg (Setiadi, 1995). Tanaman cabai memiliki tinggi boiusar antara 50-90 an, daun berbentuk lonjong dan bagian ujung meruncing dengan panjang daun 4-10 cm, wama daunnya umiminya hijau muda sampai hijau tua. Bunganya ba1)entuk seperti terompet dan merupakan bunga lengkap, wama mahkota putih dan memiliki 5-6 kelopak bunga, panjang tangkai bunga 1-2 cm d^gan bentuk buah umumnya memanjang antara 10-30 cm. Tanaman dewasa termasuk bertajuk lebar yang ukurannya bisa mencapai 90 cm, manpunyai akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral (Bemardinus dan Wiryanta, 2002). Tanaman cabai dapat tumbuh pada dataran raidah sampai pada ketinggian 1500 m dpi, dengan suhu udara berkisar antara 21^-28" C. Suhu harian yang terlalu tinggi yaitu diatas 32*^ C akan moiyebabkan tepung sari tidak berfungsi 6 sehingga produksi menjadi rendah sedangkan suhu rata-rata yang tinggi pada malam had akan menyebabkan rendahnya pembuahan. Suhu tanah juga berpengaruh terhadap paiyerapan unsur hara, jika pada waktu berbuah suhu turun kurang dari 15" C, maka pembuahan dan pembijian akan terganggu (Soenaiyono, 1989). Tjahjadi (1991), menyatakan jika tanaman cabai kurang mendapatkan sinar matahari di persemaian atau pada awal pertumbuhannya maka tanaman cabai akan mengalami etiolasi, jumlah cabang sedikit yang akibatnya jumlah cabai yang akan dihasilkan juga akan berkurang karena bunga pada cabai akan muncul pada setiap cabang. Selama fase pertmnbuhan juvenil bibit cabai m^unculkan tunas baru dalam jumlah cukup banyak, sehingga tunas-tunas tersebut haras dibuang untuk mengurangi persaingan dalam pemanfaatan hara dan jiiga untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif Perempelan cabang pada tanaman muda dilakukan pada tanaman yang berumur 18-25 HST. Tanaman yang dirempel akan memperlihatkan pertumbuhan yang kokoh, sehat dan seragam, selain itu tanaman cabai varietas TM-999 mempunyai pertumbuhan yang sangat kuat, tanaman terus-menerus berbimga sehingga dapat dipanen dalam jan^a waktu yang cukup panjang. Cabai keriting ini sangat pedas dan cocok untuk digiling dan dikmng^an (Prajnata, 1999). Menurut Setiadi (1995), tanaman c^ai menyukai tanah yang subur dan kaya bahan organik. Derajat keasaman tanahnya (pH) tanah antara 6-7, tetapi akan lebih baik kalau pH tanahnya 6,5. Walaupun demikian cabai masih dapat ditanam di tanah lempung (berat), tanah agak liat, tanah merah, tanah hitam maupun tanah yang memiliki permasalahan. 7 Tanah gambut mmipakan tanah marginal yang sebenamya cukup potaisial bagi pertanian. Syxmianda (2006) menyatakan untuk daerah-dawah tropis bersama Papua Nugini, Sumatera memiliki area tanah gambut terbesar dimana sdjagian besar terletak di daerah Riau. Hal tersebut menjadi peluang yang cukup besar untuk menjadikannya sebagai areal pertanian. Menurut Muktamar dan Adiprasetyo (1993), tan^ gambut merupakan tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan sehingga mempunyai kadar bahan organik yang tinggi, biasanya berkembang pada daerah dengan kondisi anaCTob atau tergenang. Hal tersebut mengakibatkan laju penumpukan bahan organik (humifikasi) lebih cepat dari proses mineralisasinya. Proses humifikasi inilah yang menghasilkan asam-asam organik yang kemudian menyebabkan kemasammi tanah tinggi. Poerwowidodo (1991), menyatakan bahwa kesubwan tanah gambut sangat bergantung pada komposisi kimianya dan tingkat kematangannya, dimana komposisi kimia berkaitan dengan bahan induk pembentuk tanah, yang sebagian berasal dari bahan organik yang berbeda sifatnya. Tingkat kematangan gambut dapat digolongkan ke dalam 3 tingkatan yaitu: fibrik (t«-ombak <33%), hemik (terombak 33-66%) dan saprik (terombak >66%), tingkat kematangan ini mempengaruhi sifat kimia dan biologinya. Gambut fibrik yaitu gambut yang paling sedikit mengalami dekomposisi dan balian aslinya masih dapat dikenali, gambut hemik yaitu jenis gambut dengan tingkat dekomposisi antara gambut fibrik dan gambut saprik, sedangkan gambut saprik yaitu jenis gambut yang telah mengalami dekomposisi lebih lanjut dan balian aslinya tidak terlihat lagi, Gambut saprik memiliki daya simpan air yang 8 sangat tinggi serta daya dukung yang baik terhadap tanaman (Muktamar dan Adiprasetyo, 1993). Tanali gambut memiliki ciri-ciri seperti bahan organik dan nitrogen yang tinggi, memiliki kerapatan massa yang kecil. Berat tanah saat kering kecil dan kemampuan tanah dalam mengikat air besar. Faktor penghambatnya adalah kemasaraan tanali yang tinggi, kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah, kandungan unsur hara yang rendah terutama N,P,K,Ca,Mg dan kurangnya unsur hara mikro seperti Cu dan Zn (Hakim dkk, 1986). Menurut Muktamar dan Adiprasetyo (1993), agar tanah gambut dapat diusahakan untuk budidaya pattanian, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengatur tata air yaitu dengan mombuang kelebihan air dan mengurangi kemungkinan keracunan tanaman akibat ter^omiulasinya bahan organik. Selain itu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut adalah dengan peningkatan jumlah basa dengan cara penambahan bahan kapur sehingga dapat maighilangkan pengaruh buruk dari tanah masam (Halim, 1989). Pemupukan merupakan faktor penentu dalam usaha penambahan unsur hara yang dibutulikan oleh tanaman dimana panupukan bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi tanaman yang optimal. Pemupukan ini perlu dilakukan pada tanah gambut yang banyak memiliki permasalahan. Tanaman merabutuhkan unsur nitrogen, fosfor dan kaliimi dalam jumlah paling banyak sedangkan di dalam tanah umumnya ketersediaanya terbatas, oldi kareaia itu pemberian pupuk alam atau pupuk buatan untuk menambah unsur N,P,K pa-lu dilakukan sehingga dapat tersedia bagi tanaman (Suriatna, 1988). 9 Peranan utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun, berperan dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis dan juga berperan dalam pembentukan protein, lemak dan persenyawaan organik lainnya (Lingga dan Marsono, 2001). Menurut Nyakpa dkk (1988), nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein, reduksi metabolit nitrat dan asimilasi amonia, disamping itu merupakan bagian integral dari klorofil. Fosfor sangat diperlukan tanaman dalam pembentukan bunga dimana unsur fosfor dalam tanaman berperan dalam proses respirasi, fotosintesis dan laju pertumbuhan tanaman. Tanaman yang kekurangan unsur P akan menunjxxkkan gejala pertumbuhan yang ta-hambat sepmi adanya gangguan pada pembelahan sel, daun berwama hijau tua dan tanaman kerdil (Hakim dkk, 1986). Lingga dan Marsono (1999), menyatakan bahwa peranan kahum yaitu membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tumbuh tanaman agar daun dan bunga lebih tahan terhadap stress air serta gangguan hama dan penyakit. Kekurangan unsur ini akan menunjukkan daun yang mengerat atau keriting, menguning dan akhimya mati, batang menjadi lemah dan pendek serta tanaman menjadi kerdil. Nyakpa dkk (1988), menyatakan bahwa unsur K pada tanaman berperan dalam metabolisme karbohidrat dan protein, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral utama, mengaktiflcan enzim, serta mempercepat pertumbuhan jaringan meristem dan mengatur ketCTsediaan air. NPK mempakan unsur hara makro yang secara umum dibutuhkan oldi tanaman dan penggunaannya dapat melalui pupuk majemuk. Pupuk NPK banyak 10 digunakan karena memberikan keuntungan yaitu unsur hara yang dikandung telah lengkap sehingga tidak perlu menyediakan atau mencampurkan berbagai pupuk tunggai (Lingga dan Marsono, 1999). Menurut Gunadi dan Sumiaty (1992) pemupukan NPK yang diikuti ZA d^at meningkatkan produktivitas cabai merah yang hasilnya setara dengan pemupukan timggal pada dosis N, P, K yang sama. Salah satu pupuk majemuk yang dapat digunakan yaitu NPK mutiara yang merupakan pupuk majemuk untuk pertumbuhan dasar, susulan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman, memberikan keseimbangan hara yang baik untuk pertumbuhan dan mudah diaplikasikan serta mudah disa-ap oldi tanaman sehingga efisien dalam penggunaannya. Perbandingan unsur hara NPK adalah 16:16:16, dengan kandungan hara yang terkandung di dalamnya adalah 16% nitrogen, (9,5% NH4 dan 6,5% NO3), 16% P2O5, 16% K2O, 5,0% CaO, 1,5% MgO (Lingga dan Marsono, 1999). Selain pemupukan, untuk membantu penyerapan unsur hara dan membantu pertumbuhan tanaman pada lahan marginal dapat melalui penggunaan mikoriza. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu altematif teknologi yang dapat membantu pertumbuhan tanaman, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan yang kurang subur dimana keberadaan mikoriza ini mutlak diperlukan karena peranannya yang penting dalam raengefektiflsan daur ulang unsur hara seliingga mampu mempertahankan stabilitas ekosistem dan mempertahankan keanekaragaman hayati (Pattimahu, 2004). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubimgan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara akar tumbuhan tingkat tinggi dengan miselium cendawan n tertentu (Subiksa, 2002). Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa mikoriza merupakan gabungan simbiotik antara cendawan dan sel akar liidup terutama sel kortdcs dan sel epidennis yang umunmya terdapat pada sel akar yang muda. Mikoriza mempunyai kemampuan immk berasosiasi deagan hampir 90% jaiis tanaman dan juga dalam peningkatan efisiensi penyerapan unsur hara seperti fosfor pada tanah marginal. Bagi tanaman adanya asosiasi ini da|>at memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbulian tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peranan cendawan mikoriaa secsca tidak lan^ung adalah memperbaiki stniktur tanah, mempercepat lanitirya hara dalam proses pdapukan bahan induk, sedangkan secara langsung peranannya adalah meningkatkan se^an air, hara serta melindungi tanaman dari patogoi akar (Subiksa, 2002). Berdasarkan stniktur tubuhnya dan cara infeksi teshad^ tanaman inang maka mikoriza dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu dctomikoriza, endomikoriza dan dctendomikoriza. Ektomtkoriza mudah dikenali karena percabangan akamya khas sata lebih gemuk karaia adanya s^udang caidawan yang menutupi akar, sedangkan endomikoriza tidak memiliki seludang cendawan dan akar yang terkeaia infeksi tidak membesar selain ita hife-hife cMidawan tnasuk kedalam sel jaringan korteks tanaman secara intraseluler (Anas dan Santoso, 1993). Setiadi (2002), menyatakan ada 6 sub tipe dari kelompok endomikoriza yaitu mikoriza arbuskula, ectendo, artuboid, monotropoid, eria)id dan orchid. Tipe arbuskula yang banyak dikenal yaitu cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dimana jamur ini dap^ menin^atkan pestumbuhan dan produktivitas tanaman 12 pada lahan-lahan marginal. Pembaian mikoriza berpaigaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dimana hife (miselium) dari CMA berperan penting dalam hal serapan hara dimana hara tanmnan dalam berdifiisi dari tanali ke akar dapat diperpendek. Hifa ekstemal ini mempakan bagian dari sistem mikoriza yang raenambali luas permukaan akar sehingga secara tidak langsung tanaman mampu menyerap unsur P dan unsur-unsur lainnya. Fakuara (1988), menyatakan jumlah infeksi pada akar erat kaitannya dengan jumlah spora yang terbentuk. Spora terbentuk pada ujung-ujung hifa ekstemal dan mampu hidup dalam tanah selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, tetapi tidak akan berkanbang jika tidak ada jaringan akar yang hidup sehingga d«igan adanya cendawan ini memungkinkan adanya inokulasi buatan. Inokulasi CMA pada tanaman tidak hanya memperbaiki paiyerapan hara P, namun juga membantu serapan hara makro seperti Zn dan Cu yang biasa inmobil dalam tanah. Intensitas infeksi mikoriza arbuskula dipengaruhi oleh bo-bagai macam faktor seperti pemupukan, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH serta kepadatan inokulan (Husin, 1989). Mahendra (2002), menyimpulkan bahwa dengan pemberian CMA 100 g/tanaman dan kapur dolomit 4 ton/ha pada tanaman jagung dilahan gambut dapat meningkatkan berat kering beran^asan tanaman. Selain itu Husin dan MarHs (2002) menyatakan pemberian CMA memberikan respon yang baik terhadap peitumbulian bibit kelapa sawit yaitu dengan menin^ataya bobot tanaman, menin^catnya persentase infeksi CMA pada akar dan terhadap serapan P tanaman.