tinjauan pustaka

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone)
Hormon pertumbuhan (GH) merupakan hormon polipeptida penting dengan
ukuran sekitar 22 kDa yang diproduksi dari somatotropin di dalam kelenjar
anterior pituitari yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan somatik setelah
kelahiran, perkembangan (Nicoll et al. 1999), metabolisme (Kaplan et al. 1999),
reproduksi (Van der Kraak et al. 1990; Le Gac et al. 1993 dalam Li et al. 2005)
dan osmoregulasi (Sakamoto et el. 1993; Tatsuya dan Hirano. (1993) dalam Li et
al. 2005). Fungsi kelenjar pituitari sebagai pengontrol pertumbuhan sudah
dijelaskan pertama kali pada tahun 1921 (Evans dan Long 1921 dalam Venugopal
et al. 2002) dan yang pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi adalah cDNA yang
mengkode hormon pertumbuhan pada manusia.
Hormon pertumbuhan mempunyai peranan yang penting pada proses
transfer asam amino ekstraselluler melewati membran sel, khususnya ke dalam
sel-sel otot dan menahan asam amino tersebut agar tetap berada di dalam sel.
Selain itu hormon ini dapat memacu retensi tubuh terhadap berbagai mineral dan
elemen esensial untuk pertumbuhan normal (Walsh 2002). Hormon pertumbuhan
dapat menunda katabolisme asam-asam amino dan memacu inkoporasinya ke
dalam protein-protein tubuh. Kerja hormon ini dipermudah oleh pankreas, korteks
adrenal dan tiroid yang bekerja bersama-sama dalam memacu metabolisme lemak
dan karbohidrat (Calduch-Giner et al. 2000; Walsh 2002). Kemudian Matty
(1985) mengatakan bahwa GH dapat meningkatkan nafsu makan, konversi pakan,
sintesis
protein,
menurunkan
ekskresi
(loading)
nitrogen,
merangsang
metabolisme dan oksidasi lemak, serta memacu sintesis dan pelepasan insulin.
Teknologi DNA Rekombinan
Teknologi DNA rekombinan, disebut juga dengan kloning gen atau
molekuler kloning adalah penyisipan DNA atau gen tertentu ke vektor, untuk
membentuk molekul DNA baru yang dapat diperbanyak pada sel inang (Glick dan
Pasternak 2003). Kloning gen dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
isolasi gen, penyisipan gen ke dalam sistem vektor untuk membentuk vektor
5
rekombinan, dan introduksi atau memasukkan vektor rekombinan yang membawa
sisipan gen kedalam sel inang (Suharsono 2000)
Isolasi gen. Gen dapat diisolasi dengan berbagai cara yaitu:
Pemotongan dengan enzim restriksi
Gen yang sudah diketahui ukuran dan situs restriksinya dapat diisolasi
secara langsung dari gel setelah dilakukan pemotongan DNA dan migrasi di
dalam gel. Untuk gen yang berada pada organisme dengan genom besar dapat
dilakukan dengan pembuatan pustaka genom. Genom suatu individu dipotong
dengan enzim restriksi, disisipkan ke vektor rekombinan kemudian diintroduksikan ke sel inang.
Pembuatan cDNA
DNA komplementer (cDNA) adalah DNA yang dibuat berdasarkan mRNA
(messenger RNA). mRNA spesifik digunakan sebagai cetakan bagi sintesis
enzimatik DNA komplementer dengan menggunakan enzim reverse transcriptase
sebagai katalisator. Pada metoda ini memerlukan primer DNA (Brown 1991).
Pada mRNA ini ditambahkan politimin yang bersifat komplementer dengan
terminal 3 poliadenilasi. Politimin ini berperan sebagai inisiasi bagi reverse
transcriptase yang melakukan transkriptasi mRNA untuk membuat untai
komplementer cDNA dari campuran dNTP sehingga menghasilkan untai tunggal
cDNA yang direplikasi oleh DNA polimerase I sehingga menghasilkan cDNA
untai ganda. cDNA tersebut bersifat spesifik bagi protein yang gennya sedang
diteliti.
Pembentukan vektor rekombinan. Pembentukan vektor rekombinan
adalah penyisipan gen atau DNA yang telah diisolasi ke dalam vektor, atau
disebut juga dengan DNA rekombinan yang dapat bereplikasi dalam sel inang
(bakteri). Beberapa jenis vektor yang dapat digunakan dalam kloning gen yaitu
plasmid, fage, kromosom buatan dari khamir (YAC: yeast artificial chromosome)
dan kosmid (cosmid). Penggunaan vektor sangat tergantung dari tujuan
pengklonan, pembuatan pustaka cDNA dapat menggunakan plasmid sebagai
vektornya, sedangkan pustaka genom yang mengandung fragmen besar biasanya
menggunakan fage, cosmid atau YAC (Suharsono 2000).
6
Menurut Voet dan Voet (1994) mengatakan bahwa pembentukan DNA
rekombinan disebut juga dengan proses ligasi yaitu memasukkan sekuens DNA
yang diinginkan ke dalam elemen genetik yang dapat bereplikasi sendiri yaitu
plasmid, bakteriofage, atau yeast artificial chromosome. Enzim yang digunakan
dalam mengkatalisasi reaksi ligasi disebut dengan DNA ligase.
Introduksi vektor rekombinan ke dalam sel inang. Vektor rekombinan
yang membawa sekuens DNA diintroduksikan ke dalam sel bakteri agar dapat
mengalami replikasi (penggandaan). Proses introduksi vektor rekombinan dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu transformasi dan transfeksi. Istilah
transformasi dipakai apabila vektor yang digunakan adalah plasmid, sedangkan
transfeksi menggunkan vektor virus dan turunannya. Sel yang digunakan dalam
proses transformasi disebut dengan sel kompeten (Darmawan 2004).
Keberhasilan proses transformasi dipengaruhi oleh sifat kompeten bakteri
dalam pengambilan molekul DNA asing (Glick dan Pasternak 2003). Sifat
kompeten dapat terjadi secara alami pada beberapa bakteri, seperti pada genus
Bacillus atau Streptococcus yang mempunyai mekanisme pengikatan dan
pengambilan molekul DNA secara efisien (Suharsono 2000). Sifat kompeten tidak
dimiliki oleh E. coli, sehingga perlu dilakukan induksi dengan beberapa bahan
kimia dan kejutan suhu. Sel pada fase mid-log disuspensikan pada kalsium klorida
(CaCl2), kemudian dipertahankan pada suhu -70oC hingga akan digunakan. Pada
saat dilakukan transformasi, sel yang membeku dicairkan (thawing) di atas es dan
dilakukan kejutan suhu 42oC selama 1-2 menit. DNA dapat masuk ke dalam
bakteri melalui pori-pori dinding dan membran yang terbuka. Bahan kimia lain
yang digunakan adalah Mg atau detergen (triton-X) (Suharsono 2000). Metode
lain dalam transformasi adalah menggunakan kejutan listrik yang dikenal dengan
elektroporasi (Sambrook et al. 1989). Kejutan suhu pada tegangan tertentu dalam
waktu singkat dapat membuka pori-pori sel inang.
Seleksi transforman. Sel inang (bakteri) yang membawa DNA sisipan
dapat diketahui dengan penanda seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap
antibiotika. Bakteri yang membawa vektor rekombinan (mengandung DNA
sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang bukan vektor
rekombinan akan mati. Sedangkan untuk mengetahui sel inang yang membawa
vektor rekombinan atau membawa DNA sisipan atau tidak, dapat diketahui
7
dengan mengamati ekspresi gen penanda yang dibawa oleh vektor tersebut.
Kobolak & Muller (2003) mengatakan bahwa penggunaan vektor pGEM-T Easy
pada bakteri E. coli yang memiliki marker gen lacZ dan marker gen resisten
ampisilin, diamana lacZ sebagai gen pelapor (reporter gene). Dengan
penambahan IPTG (Isopropil thiogalaktosida) dan X-gal (5-bromo-4-cloro-3indolylbeta-D-galactopyranocide) pada media tumbuh, gen lacZ pada vektor
kloning yang menyandikan β-galactosidase akan mengubah molekul X-gal
menjadi galaktosa dan 5-bromo-4-kloronigo, sehingga menghasilkan koloni
bakteri berwarna biru.. Apabila terjadi insersi gen atau fragmen DNA pada MCS,
maka gen lacZ tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya sehingga tidak terjadi
penguraian X-gal menjadi galaktosa yang menyebabkan koloni bakteri tetap
berwarna putih.
Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rGH)
Protein merupakan komponen penyusun kehidupan yang disintesis melalui
metabolisme alami di dalam tubuh selama hidup. Beberapa protein, seperti enzim
berperan sebagai biokatalisator untuk meningkatkan reaksi metabolisme di dalam
tubuh, sedangkan yang lain berbentuk cytoskeleton. Protein memainkan peranan
penting dalam memberikan isyarat sel, respons kekebalan, siklus dan adhesi sel.
Demain dan Vaishnav 2009 mengatakan bahwa salah satu protein yang berperan
dalam tubuh adalah protein hormon pertumbuhan (GH).
Sejak diketahuinya fungsi kelenjar pituitari yang memproduksi GH sebagai
pengontrol pertumbuhan tahun 1921 oleh Evans dan Long dalam Venugopal et al.
(2002) dan kemudian diketahui bahwa GH hewan mamalia mampu meningkatkan
laju pertumbuhan ikan maka penelitian tentang penggunaan GH ikan mulai
banyak dikembangkan dalam perikanan budidaya. Dengan menggunakan
teknologi DNA rekombinan, protein rekombinan hormon pertumbuhan (rGH)
ikan diproduksi dan diaplikasikan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan
budidaya seperti yang dilakukan oleh Jeh et al. (1998) dengan menggunakan rGH
dapat meningkatkan laju pertumbuhan 24% lebih cepat dibanding kontrol pada
benih ikan flounder setelah pemeliharaan 7 minggu. Pada ikan gilthead seabream
pemberian rGH dapat meningkatkan laju pertumbuhan 55-65% setelah
pemeliharaan 38 hari yang diberikan pada ukuran larva (Ben-Atia et al. 1999),
8
60% pada ikan kakap hitam setelah pemeliharan 12 minggu (Tsai et al. 1997), dan
171% pada ikan nila (Acosta et al. 2007) yang diberikan pada ukuran larva setelah
pemeliharaan 6 minggu.
Metode Pembuatan Protein rGH. Metode pembuatan protein rGH
mengacu kepada metode teknologi DNA rekombinan atau kloning gen. Tahapan
kloning gen berdasarkan Glick dan Pasternak. (2003) yaitu: isolasi gen, dalam hal
ini DNA yang mengkode hormon pertumbuhan (GH), penyisipan gen ke dalam
sistem vektor untuk membentuk vektor rekombinan, dan selanjutnya vektor
rekombinan yang membawa sisipan gen GH tersebut diintroduksikan ke dalam sel
inang (bakteri atau ragi). Dan kemudian di dalam sel inang GH rekombinan
tersebut akan diekspresikan dan diperbanyak dengan cepat sesuai dengan
kecepatan sel inang membelah diri.
Beberapa peneliti telah berhasil mengisolasi dan memproduksi rGH dari
beberapa jenis ikan diantaranya adalah Fine et al. (1993); Anathy et al. (2001);
Cheng et al. (1995). Beberapa gen GH ikan-ikan budidaya lainnya juga telah
diisolasi namun belum diproduksi rekombinan GHnya, seperti ikan nila
Oreochoromis niloticus (Kobayashi et al. 2007), ikan kerapu tikus Cromileptes
altivelis (Syaifudin et al. 2007), ikan gurame Osphoronemus gouramy (Nugroho
et al. 2008), dan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (Mulyadi et al.
2008)
Plasmid sebagai vektor kloning dan vektor ekspresi. Plasmid merupakan
molekul DNA sirkular yang terdapat bebas dalam sel bakteri (Brown 1991).
Dewasa ini dari hasil-hasil penelitian diketahui bahwa plasmid dihasilkan oleh
banyak spesies Eubacteria, tetapi ada juga yang dari Archaea dan sebagian kecil
dari Eukarya.
Pada penelitian ini vektor kloning yang digunakan adalah pGEM-T Easy
yang berukuran 3015 bp (Gambar 1). Plasmid pGEM-T Easy merupakan plasmid
sirkular terbuka memiliki dua buah ori dan gen ketahanan terhadap ampisilin
(AmpR) serta mengandung multi cloning site. Karena memiliki kelebihan Timin
yang menggantung di ujung terbuka, plasmid ini sering dipakai sebagai vektor
dari produk PCR yang selalu terdapat kelebihan Adenin (A) pada ujungnya,
sehingga penempelan gen insert tidak perlu menggunakan enzim restriksi (Old &
Primrose 1994). Selain itu, plasmid pGEM-T Easy termasuk plasmid high copy
9
number yang cocok untuk menyimpan gen insert dalam bakteri sebagai suatu
inang.
Gambar 1. Peta vektor kloning pGEM®-T Easy
Vektor ekspresi yang digunakan adalah pCold 1 DNA yang merupakan
sistem vektor ekspresi dengan kejutan dingin yang berukuran 4407 bp (Gambar
2). pCold 1 DNA dirancang untuk menghasilkan ekspresi protein secara efisien
dengan menggunakan promoter yang berasal dari gen cspA. Promoter ini berasal
dari E. coli, sebagian besar jenis E. coli dapat digunakan sebagai inang ekspresi
(http://www.takara-bio.co.jp)
Gambar 2. Peta vektor ekspresi pCold 1 DNA
10
Teknik Pengujian Aktivitas Protein rGH. Teknik pengujian aktivitas
protein rGH dapat dilakukan dengan memberikan protein rGH yang telah
diproduksi kepada ikan budidaya. Metode yang digunakan untuk memberikan
protein rGH untuk memacu pertumbuhan atau meningkatkan kinerja banyak
aspek fisiologi tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu; injeksi
(penyuntikan), immersi (perendaman) dan pakan.
Metode pemberian protein rGH melalui pakan, baik melalui pakan alami
maupun pakan buatan telah banyak dilakukan diantaranya; Moriyama et al.
(1993), Ben-Atia et al. (1999) dengan memberikan rGH ikan gilthead seabream
pada larva, Tsai et al. (1997) pada juvenil ikan kakap hitam yang diberikan 2 kali
sehari selama 12 minggu, Jeh et al. (1998) pada ikan flounder dengan frekuensi 1
kali seminggu selama 4 minggu, dan Promdonkoy et al. (2004) dengan
memberikan protein rGH ikan giant catfish pada benih ikan mas umur 2 bulan.
Pemberian rGH melalui pakan buatan merupakan metode yang cukup praktis,
karena tidak perlu menangani ikan satu per satu (Jeh et al. 1998). Namun
penggunaan pakan buatan terbatas pada benih ikan yang sudah memiliki sistem
dan enzim pencernaan yang lengkap.
Metode pemberian protein rGH dengan perendaman atau immersi juga bisa
dilakukan yaitu dengan merendam ikan pada larutan rGH dengan dosis 30 mg/l
selama 60 menit dengan interval 7 hari sekali kemudian di ukur pertumbuhannya,
seperti yang dilakukan oleh Moriyama dan Kawauchi (2004), serta oleh Acosta et
al. (2007).
Metode lain yang juga bisa dilakukan adalah dengan injeksi atau
menyuntikkan protein rGH ke dalam tubuh ikan. Metode injeksi seperti yang
dilakukan oleh Promdonkoy et al.(2004) dengan menyuntikkan protein rGH ikan
giant catfish ke benih ikan mas dengan dosis 0,1 dan 1 µg per 10 µl PBS per g
bobot tubuh. Dengan metode injeksi dapat dipastikan bahwa protein rGH masuk
ke tubuh melalui peredaran darah.
Download