1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kurang gizi masih menjadi bagian dari kompleksitas permasalahan yang terdapat di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Masalah gizi merupakan masalah yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia yang dapat mempengaruhi produktivitas dan keberlangsungan pembangunan suatu negara. Salah satu masalah kurang gizi adalah kekurangan vitamin A (KVA). Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting, walaupun diperlukan tubuh dalam jumlah terbatas. Vitamin A sangat diperlukan untuk proses penglihatan, diferensiasi sel-sel epitel, pertumbuhan dan reproduksi (Linder 2006). Kekurangan Vitamin A (KVA) menyebabkan kegagalan dalam fungsi sistemik, yang dicirikan dengan kelainan perkembangan janin, anemia, dan lemahnya fungsi imun. KVA juga dapat menyebabkan keratinisasi pada mukosa membran yang melapisi saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran urinari, kulit dan epitelium pada mata (Mahan & Stump 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) dinyatakan bahwa KVA diderita oleh sekitar 40% populasi dunia, terutama wanita hamil atau menyusui dan anak dibawah lima tahun. Lebih dari 127 juta anak di dunia mengalami ketidakcukupan asupan Vitamin A (West 2002). Salah satu indikator KVA sebagai masalah kesehatan masyarakat menurut WHO adalah jika prevalensi xeroftalmia (X1B) lebih dari sama dengan 0,5% (≥0,5%) atau lebih dari 0,5% (>0,5%) populasi memiliki kadar serum retinol dibawah 20 µg/dl. Indikator lain untuk mengetahui KVA adalah xerofthalmia buta senja. Menurut WHO jika prevalensi xerofthalmia buta senja lebih dari sama dengan 1,0% dari populasi, maka populasi tersebut dikatakan memiliki masalah kesehatan. Hasil studi masalah gizi mikro di Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kadar serum vitamin A balita rata-rata hanya 11 μg/dl dengan prevalensi Xeroftalmia Buta Senja (XN) sebesar 1,18% (Herman 2006). Hal ini menunjukkan bahwa KVA masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Masalah KVA secara klinis sudah jarang terjadi di Indonesia, namun defisiensi vitamin A subklinis memiliki potensi untuk menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, KVA telah tercatat sebagai masalah kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak usia 2 prasekolah di negara berkembang selama tiga dekade terakhir (Maqsood 2004). Hal yang sama diungkapkan oleh Semba (2002) bahwa KVA merupakan penyebab utama meningkatnya tingkat kesakitan dan kematian di seluruh dunia terutama di negara berkembang. WHO melaporkan bahwa terdapat 254 juta anak memiliki risiko defisiensi vitamin A dan 50%-nya dari Asia Tenggara (Paracha et al 2000). Menurut Ahmed dan Hill (2005), lebih kurang 150 juta anak menghadapi peningkatan risiko kematian akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai karena vitamin A berperan pula dalam fungsi imunitas dan penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat peran vitamin A yang beranekaragam dalam banyak aspek dari imunitas. Kondisi KVA dapat mempengaruhi sistem imunitas salah satunya berkurangnya respon antibodi IgG terhadap toksin tetanus. Mengingat pentingnya vitamin A, maka kecukupan konsumsi vitamin A dan prekursornya harus dipenuhi. Salah satu upayanya yaitu dengan penambahan karoten sebagai prekursor vitamin A ke dalam makanan yang berasal dari bahan pangan nabati sumber provitamin A (terutama β-karoten) yang tinggi. Bahan pangan nabati sumber β-karoten yang diperlukan adalah bahan dengan kualitas baik dan banyak terdapat di Indonesia. Pangan alami yang potensial digunakan adalah wortel dan Minyak Sawit Kasar (CPO-Crude Palm Oil). Wortel merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok sayursayuran yang potensial bagi kesehatan masyarakat. Produksi wortel di Indonesia cukup melimpah. Menurut data Badan Pusat Statistik (2007) produksi wortel di Indonesia mencapai 409.465 ton dengan 192.964 ton wortel merupakan hasil produksi dari Provinsi Jawa Barat. Wortel terkenal sebagai sumber provitamin A karena kandungan β-karoten yang tinggi. Kandungan karoten wortel mencapai 2000 µg RE /100 g BDD (Ball 1988). CPO memiliki kandungan karoten yang tinggi yaitu sekitar 30.000 µg RE /100 g BDD (Ball 1988). Menurut Ketaren (2008), CPO merupakan pangan yang sangat potensial digunakan sebagai pangan sumber provitamin A karena kandungan karotennya yang tinggi. CPO memiliki potensi produksi yang besar di Indonesia. Produksi CPO Indonesia pada tahun 2008 mencapai 19 juta ton (GAPKI 2008). Namun CPO masih bersifat kasar dan banyak mengandung pengotor yang belum layak makan sehingga diperlukan langkah pemurnian 3 (Ketaren 2008). Pemurnian tersebut menghasilkan Red Palm Oil (RPO) atau Minyak Sawit Merah (MSM) yang diproses secara minimal sehingga nilai karotennya masih tinggi. RPO memiliki kandungan vitamin A (dari β-karoten) 15 kali lebih tinggi dibandingkan wortel dan 300 kali dari tomat (Ball 1988). Di Indonesia, salah satu pangan yang potensial untuk ditingkatkan kandungan karotennya adalah mi instan. Mi instan dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan utama. Selain harganya yang terjangkau dan mudah didapat, mi instan sangat populer dan banyak dikonsumsi baik sebagai makanan utama maupun sebagai makanan selingan yang disukai oleh masyarakat dari semua kalangan. Data SUSENAS tahun 1999-2002 (SUSENAS 2002) menunjukkan bahwa konsumsi mi di Indonesia mengalami peningkatan dari 3,1 Kg/Kap/thn menjadi 4,3 Kg/Kap/thn. Oleh karena itu, melalui studi ini mi instan diperkaya mutu gizinya dengan penambahan tepung wortel dan RPO sebagai sumber provitamin A alami sehingga dapat dijadikan sebagai pangan pembawa alternatif untuk menanggulangi masalah KVA. Suatu studi menyebutkan bahwa RPO yang diberikan dalam jumlah kecil dengan frekuesi sering selama satu tahun, sangat efektif dalam menurunkan KVA (Zeba et al 2006). Penambahan RPO dan tepung wortel sebagai sumber provitamin A alami ke dalam pangan harus dapat dimanfaatkan secara biologis. Evaluasi biologis penting dilakukan terhadap produk untuk mengetahui retensi dan efek dari zatzat gizi yang ditambahkan, seperti kadar retinol serum, retinol hati, dan respon imun. Penelitian tentang peranan vitamin A terhadap fungsi imunitas menunjukkan bahwa vitamin A mempunyai peranan penting dalam pengaturan fungsi imun dan respon antibodi humoral (Wintergerst et al 2007). Selain itu, evaluasi biologis juga dapat memperkuat klaim terhadap produk tentang manfaat dari zat gizi yang ditambahkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan evaluasi biologis mengenai vitamin A dalam tubuh tikus percobaan. Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian karoten sebagai provitamin A dari tepung wortel dan RPO yang ditambahkan pada mi instan terhadap pertumbuhan, efisiensi konsumsi ransum, status vitamin A, dan respon imun tikus percobaan. 4 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap konsumsi ransum tikus percobaan. 2. Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap bobot badan tikus percobaan. 3. Mengetahui Feed Conversion Rate (FCR) selama masa perlakuan pada tikus percobaan. 4. Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap konsentrasi retinol serum tikus percobaan. 5. Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap konsentrasi retinol hati tikus percobaan. 6. Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap Imunoglobulin G tikus percobaan. Kegunaan Penelitian 1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang kemungkinan penggunaan mi wortel dan mi RPO sebagai salah satu pangan alternatif sumber βkaroten. 2. Memberi masukan kepada instansi terkait mengenai pemanfaatan tepung wortel dan minyak sawit merah (Red Palm Oil/RPO) dalam program pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA). 3. Sebagai upaya untuk mengurangi prevalensi Kekurangan Vitamin A (KVA). 4. Memberikan bukti ilmiah pengaruh penambahan karoten pada mi terhadap pertumbuhan, efisiensi konsumsi ransum, status vitamin A, dan respon imun (IgG) pada tikus percobaan.