OMA - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan
telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran
timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba
Eustachius (Tortora dkk, 2009). Perjalanan OMA terdiri atas beberapa aspek yaitu
efusi telinga tengah yang akan berkembang menjadi pus oleh karena adanya
infeksi mikroorganisme, adanya tanda inflamasi akut, serta munculnya gejala
otalgia, iritabilitas, dan demam (Linsk dkk, 1997; Kaneshiro, 2010; WHO, 2010).
Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai
penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara
dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup
bervariasi pada tiap-tiap negara (Aboet, 2006; WHO, 2006; WHO-SEARO,
2007). Penyakit ini juga telah menimbulkan beban lain yang cukup berarti,
diantaranya waktu dan biaya. Ramakrishnan menemukan bahwa OMA merupakan
penyakit infeksi yang paling sering terjadi di Amerika Serikat (Ramakrishnan,
2007). Salah satu laporan Center for Disease Control and Prevention (CDC)
dalam salah satu programnya yaitu CDC’s Active Bacterial Core Surveillance
(ABCs) di Amerika Serikat tahun 1999 menunjukkan kasus OMA terjadi
sebanyak enam juta kasus per tahun. Meropol, dkk juga mendapati 45-62%
indikasi pemberian antibiotik pada anak-anak di Amerika Serikat disebabkan
OMA (Meropol dkk, 2008). Oleh karena pemakaian antibiotik yang tinggi, beban
negara tersebut yang digunakan untuk kasus OMA tergolong signifikan, melebihi
3,8 triliun dolar setiap tahunnya (Heikkinen dkk, 1999). Sementara itu di Kanada,
tepatnya di Quebec, biaya penanganan OMA diperkirakan menghabiskan dana
lebih dari sepuluh juta dolar setiap tahunnya dan tenaga medis menghabiskan
waktu kira-kira 4,9 jam untuk keseluruhan penanganan OMA (Dube dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan
dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anakanak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor
anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak,
tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase
yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa (Tortora dkk, 2009). Hal
inilah yang membuat kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih
besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia dewasa (Torpy, 2010).
Berdasarkan realita yang ada, Donaldson menyatakan bahwa anak-anak
berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan
berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan.
Pada usia yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan
persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat
tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA
menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa
yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun
mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya
infeksi virus juga mengalami OMA (Donaldson, 2010).
Meskipun secara teoritis dinyatakan demikian, pendataan tentang kasus
OMA berdasarkan tingkat usia menunjukkan hasil yang bervariasi pada berbagai
negara. Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang umum
terjadi pada bayi, balita, dan anak-anak, sedangkan kasus OMA pada orang
dewasa juga pernah dilaporkan terjadi, namun dengan frekuensi yang tidak
setinggi pada anak-anak (Kaneshiro, 2010). Di Amerika Serikat, Lanphear, dkk
menyatakan bahwa otitis media merupakan diagnosis yang paling sering
ditegakkan pada anak-anak pra-sekolah, bahkan kejadiannya meningkat selama
dekade terakhir (Lanphear dkk, 1997). Donaldson (2010) bahkan menunjukkan
bahwa 70% dari anak-anak mengalami ≥ 1 kali serangan OMA sebelum usia 2
tahun. Di Kanada, Dube, dkk (2011) melakukan studi di Quebec dan mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pada usia 3 tahun, 60-70% anak telah mengalami minimal 1 kali episode
OMA.
Berbeda dengan para peneliti sebelumnya, Balzanelli, Yonamine, dan
Geyik menemukan hasil yang cukup berbeda mengenai kasus OMA pada orang
dewasa. Balzanelli, dkk (2003) pada tahun 1993-2000 menemukan 11 pasien
OMA yang berusia antara 21-71 tahun Di Brazil, Yonamine, dkk dalam studinya
mengemukakan bahwa estimasi insidensi OMA pada orang dewasa berkisar
0,004% dan progresivitas kasus OMA umumnya lebih berat pada orang dewasa
(Yonamine dkk, 2009). Hal ini berbeda dengan kasus OMA pada anak-anak,
karena meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat
membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan
antibiotik tertentu, kecuali adanya indikasi lain (Bylander dkk, 2007). Geyik, dkk
(2002) dalam studinya di Turki mendapatkan 56 kasus OMA pada orang dewasa.
Di Indonesia sendiri, belum ada data akurat yang ditemukan untuk
menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMA. Suheryanto
menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari, bahkan di poliklinik THT RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
pada tahun 1995 dan tahun 1996, OMA menduduki peringkat enam dari sepuluh
besar penyakit terbanyak dan pada tahun 1997 menduduki peringkat lima,
sedangkan di poliklinik THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1995
menduduki peringkat dua (Suheryanto, 2000). Di sisi lain, penelitian maupun
pendataan yang meninjau hubungan faktor usia dan kejadian OMA belum pernah
dilakukan di Medan. Situasi ini mencetuskan pemikiran untuk mengetahui
hubungan faktor usia dengan terjadinya OMA, secara khusus di RSUP H. Adam
Malik Medan periode 2009-2010.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana hubungan faktor usia dengan terjadinya Otitis
Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2009-2010.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan faktor usia
dengan terjadinya Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan
periode 2009-2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui angka kejadian Otitis Media Akut di RSUP H.
Adam Malik Medan periode 2009-2010.
b. Untuk mengetahui angka kejadian Otitis Media Akut dalam berbagai
tingkat rentang usia di RSUP H. Adam Malik Medan periode 20092010.
c. Untuk mengetahui derajat korelasi faktor usia dengan terjadinya Otitis
Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2009-2010
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pendidikan Kedokteran
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga
pendidikan, agar dapat merencanakan kegiatan pendidikan secara
menyeluruh sehingga
lulusannya diharapkan
mampu
memberikan
kontribusinya dalam pelayanan kesehatan telinga. Dalam hal ini,
pelayanan difokuskan pada tindakan peninjauan kasus Otitis Media Akut
dari segi usia sebagai salah satu faktor resiko terjadinya Otitis Media Akut.
1.4.2. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam hal perencanaan dan penanggulangan dari sisi faktor usia dalam
rangka meningkatkan upaya pencegahan Otitis Media Akut di RSUP. H.
Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan kesehatan masyarakat, terutama pentingnya faktor usia
terhadap kecenderungan terjadinya Otitis Media Akut.
1.4.4. Bagi Individu
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan setiap individu
dari berbagai kalangan usia agar memperhatikan kesehatan telinganya dan
mengantisipasi terjadinya kondisi patologis pada telinga, terutama
terhadap Otitis Media Akut.
Universitas Sumatera Utara
Download