PEMBERIAN POSISI MIRING TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. M DENGAN STROKE HEMORAGIK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD WONOGIRI DISUSUN OLEH : YULIANA SETYANINGSIH NIM P11062 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 i PEMBERIAN POSISI MIRING TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. M DENGAN STROKE HEMORAGIK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III keperawatan DI SUSUN OLEH : YULIANA SETYANINGSIH NIM P11062 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 i ii iii iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Karya Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN POSISI MIRING TERHADAP PENCEGAHAN LUKA TEKAN DENGAN STROKE HEMORAGIK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. M DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD WONOGIRI.“ Dalam penyusunan Tugas Karya Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Atiek Muharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. S. Dwi Sulisetyawati, S,Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat serta memberi masukan, inspirasi perasaan v 5. nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya STIKes Kusuma Husada Surakarta. 6. Semua dosen Progam studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Tn. M selaku pasien kelolaan, terima kasih atas partisipasinya. 8. Kedua orangtuaku, Ibu yang telah berdoa dan memberikan perhatian serta kasih sayangnya, bapak yang bekerja keras untuk keberhasilanku. 9. Teman-teman Mahasiswa Progam studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual. Surakarta, April 2014 Penulis vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................. v DAFTAR ISI ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................. 4 C. Manfaat Penulisan ........................................................... 5 LANDASAN TEORI A. STROKE 1. Definisi ..................................................................... 7 2. Faktor Resiko Stroke ................................................ 7 3. Klasifikasi Stroke ..................................................... 9 4. Etiologi ..................................................................... 10 5. Manifestasi Klinik .................................................... 12 6. Pemeriksaan Penunjang ......................................... 13 7. Komplikasi ............................................................... 15 8. Patofisiologi ............................................................. 16 9. Pengobatan stroke .................................................... 17 vii 10. Pencegahan ……………………………………... 17 B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian ................................................................ 18 2. Diagnosa................................................................... 21 3. Intervensi .................................................................. 20 C. ALIH BARING 1. Definisi …………………………………………….. 28 2. Langkah Alih Baring ………………………………. 28 D. LUKA DEKUBITUS BAB III BAB IV 1. Definisi …………………………………………….. 29 2. Etiologi …………………………………………....... 29 LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ................................................................ 32 B. Pengkajian Riwayat Kesehatan ....................................... 32 C. Daftar Perumusan Masalah ............................................. 37 D. Rencana Keperawatan ..................................................... 39 E. Implementasi ................................................................... 41 F. Evaluasi Keperawatan ..................................................... 44 PEMBAHASAN A. Pengkajian ....................................................................... 49 B. Diagnosa Keperawatan.................................................... 52 C. Rencana Keperawatan ..................................................... 56 D. Implementasi ................................................................... 60 E. Evaluasi Keperawatan ..................................................... 64 viii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................... 68 B. Saran ................................................................................ 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ix DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Genogram ............................................................................ x 32 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Asuhan Keperawatan Lampiran II Surat Keterangan Pengambilan Kasus Lampiran III Format Pendelegasian Lampiran IV Log Book Lampiran V Lembar Konsul Lampiran VI Jurnal Lampiran VII Daftar Riwayat Hidup xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi stroke terus meningkat, kematian stroke di Amerika Serikat mencapai lebih dari 160.000 per tahun. Sekitar 20% kasus stroke meninggal pada bulan pertama. Sebesar 70% penderita pasca stroke memiliki ketidakmampuam permanen secara okupasional (Yulinda, 2009). Jumlah penderita stroke di Indonesia berdasarkan sensus kependudukan dan demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010 sebanyak 3.600.000 setiap tahun dengan prevalensi 8,3 per 1000 penduduk. Kasus tertinggi stroke di Jawa tengah yaitu sebesar 3.986 kasus (17,91%). Di Kota Semarang terdapat proporsi sebesar 3,18%. Kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,22%) dan apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 10,99%. Rata-rata kasus stroke di Jawa Tengah adalah 635,60 kasus (WHO, 2010). Prevalensi stroke di RSUD Kota Semarang cukup tinggi yaitu angka kejadian stroke pada tahun 2011 sejumlah 262 sedangkan pada tahun 2012 sejumlah 291 penderita stroke (Aini dan Purwaningsih, 2013). Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa pasien stroke di rawat di rumah sakit menderita dekubitus 3-10% dan 2,7% terbentuk dekubitus baru. Peningkatan dekubitus terus terjadi hingga 7,7-26,9% (Subandar,2008). 1 2 Lalu Mukti dalam Yulinda (2009) menambah bahwa prevalensi terjadinya luka dekubitus di Amerika cukup tinggi sehingga mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan.Prevalensi stroke terus meningkat. Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat tahun 2005 adalah 2,6%. Pada usia 18-44 tahun prevalensinya meningkat sebesar 0,8% dan pada usia 65 tahun ke atas meningkat 8,1%. Stroke adalah berbagai gejala gangguan fungsi neurologi otak yang terjadi secara mendadak. Penyebabnya adalah gangguan suplai darah segar yang mengandung zat oksigen secara mendadak pula (Sayoga dan Fam, 2005). Stroke atau gangguan otak atau dikenal dengan cerebrovaskuler disease (CVD) adalah suatu kondisi sistem susunan saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah (Sukmaningrum dan Solechan, 2011).Pada saat serangan stroke terjadi maka tonus otot yang normal menghilang. Tanpa pengobatan penderita stroke akan melakukan kompensasi gerakan dengan menggunakan bagian tubuhnya yang tidak lumpuh sehingga seumur hidupnya bagian tubuh yang lumpuh akan tetap lumpuh atau hanya bisa berjalan dengan kaki spastik dan tangan yang cacat. Cara untuk meminimalkan kecacatan setelah serangan stroke adalah dengan rehabilitasi (Yulinda, 2009). Dampak yang terjadi pada pasien dengan stroke adalah dekubitus atau penekanan pada daerah yang bersentuhan dengan permukaan tempat tidur.Dekubitus adalah salah satu bahaya terbesar pada tirah baring. Dalam 3 sehari-hari masyarakat menyebutkan sebagai akibat tidur (Aini dan Purwaningsih, 2013). Pencegahan merupakan hal yang penting pada pasien beresiko dengan cara memiringkan badan secara teratur, menjaga kulit tetap bersih. Dekubitus disebabkan karena ada tekanan pada kulit yaitu khususnya pada tempat– tempat yang mendapatkan tekanan dan diikuti dengan kulit memutih. Jika penekanan ini hanya berlangsung dalam jangka waktu lama maka akan ada akibat-akibat yang merugikan bagi aliran darah. Pada penekanan yang berlangsung lama, maka timbul masalah dalam peredaran zat-zat makanan dan zat-zat asam yang harus disalutkan pada bagian kulit yang mengalami penekanan, jaringan-jaringan yang tidak mendapat cukup makanan dan zat asam perlahan akan mati. Padasaatituakan timbul luka dekubitus (Aini dan Purwaningsih, 2013). Alih baring dapat mencegah dekubitus pada daerah tulang yang menonjol yang bertujuan untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya pasien pada satu posisi tidur tertentu yang padat dan menyebabkan lecet. Alih baring ini adalah pengaturan posisi yang di berikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit,menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan menurukan peluang kerja di dekubitus akibat gaya gesek,alih baring atau tidur selang seling. Berdasarkan hasil penelitian oleh Nuh Huda di ketahui bahwa dekubitus pada posisi tubuh lateral dengan sudut maksimal 30 derajat juga akan mencegah kulit dari pergesekan dan perobekan jaringan. Pergesekan akan mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis 4 kulit, sedangkan perobekan jaringan bisa mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot (Aini dan Purwaningsih, 2012). Berdasarkan pengkajian pada Tn. M dengan stroke di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso dengan badan bagian kanan kaku dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengimplementasikan tindakan pemberian posisi miring sebagai bentuk aplikasi hasil riset dalam pengelolaan kasus yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Posisi Miring Terhadap Pencegahan Luka Tekan Pada Asuhan Keperawatan Tn. M dengan Stroke Hemoragik di RSUD Soediran Mangun Sumarso”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan hasil pemberian posisi miring terhadap pencegahan luka tekanpada Asuhan Keperawatan Tn.M dengan stroke hemoragik di RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien stroke. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien stroke. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien stroke. 5 d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien stroke. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien stroke. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian posisi miring terhadap pencegahan luka tekan pada asuhan keperawatan Tn.M dengan stroke hemoragik. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengalaman tentang konsep penyakit serta penatalaksanaannya dalam aplikasi langsung melalui proses keperawatan dengan basis ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien stroke. 2. Bagi Pendidikan Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perawatan pasien dengan pemberian posisi miring pada pasien stroke di masa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan kasus sejenis. 3. Bagi Profesi Keperawatan Memeberikan kontribusi dalam pengembangan profesi keperawatan khususnya dalam laporan kasus tentang pemberian posisi miring terhadap penurunan kejadian luka tekan pada pasien stroke sehingga bisa membantu menyelesaikan permasalahan dalam profesi keperawatan. 6 4. Bagi Rumah Sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien stroke. BAB II LANDASAN TEORI A. Stroke 1. Definisi Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam, dan disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler (Patricia, 2011). Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangannya atau berhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Stroke disebut dengan Cerebrovaskuler Accident (CVA) (Uryn, 2007). 2. Faktor Resiko Stroke Faktor resiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorangrentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi menjadi dua generasi besar sebagai berikut (Junaidi, 2011): a. Faktor Resiko Internal 1) Umur : makin tua kejadian stroke makin tinggi. 2) Ras atau suku bangsa : bangsa Afrika, Jepang dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau buruburu seperti orang Sumatra, Sulawesi dan Madura rentan terserang stroke. 3) Jenis kelamin : laki-laki lebih beresiko dibanding wanita. 7 8 4) Riwayat keluarga : orang tua atau saudara yang pernah mengalami stroke pada usia muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke. b. Faktor Resiko Eksternal 1) Hipertensi 2) Diabetes melitus atau kencing manis 3) Transient iskemik attack (TIA) adalah serangan lumpuh sementara 4) Fibrilasi atrial jantung 5) Pascastroke: Mereka yang pernah terserang stroke 6) Abnormalitas lemak : lipoprotein 7) Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lain 8) Perokok (utamanya rokok sigaren) 9) Peminum alkohol 10) Hiperhomosisteinemia 11) Infeksi : virus dan bakteri 12) Obat-obatan, misalnya obat kontrasepsi oral atau pil KB 13) Obesitas atau kegemukan 14) Kurang aktivitas fisik 15) Hiperkolestrolemia 16) Stres fisik dan mental c. Faktor Resiko Generasi Baru 1) Defisiensi atau kurangnya hormon wanita 2) Homosistein tinggi 3) Plasma fibrinogen 9 4) Faktor VII pembekuan darah 5) Tissue plasminogen aktivator 6) Plasminogen aktivator inhibitor type 1 7) Lipoprotein 8) Chlamydia pneumonia (infeksi) 9) Virus herpes/sitomegalovirus 3. Klasifikasi Stroke Menurut Setyanegara dalam Ariani (2012), gangguan peredaran otak atau stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non- hemoragik/infak/iskemik dan stroke hemoragik : a. Non – hemoragik/infak/iskemik 1) Serangan Iskemik Sepintas (Transient Iskemik Attack-TIA). TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam. 2) Defisit Neurologis Iskemik sepintas Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu). 3) Progressing Stroke Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih. 4) Stroke Komplit 10 Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam tanpa adanya progresivitas lanjut. b. Stroke Hemoragi Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni di rongga sub araknoid atau di dalam parenkim otak (intraserebral). Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti perdarahan sub araknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak. 4. Etiologi Etiologi terjadinya stroke adalah (Rendy dan Margaret, 2012) : a. Infark otak ( 80% ) 1) Emboli : a) Emboli Kardiogenik b) Fibrilasi atrium dan aritmia lain c) Trombus mural dan ventrikel kiri d) Penyakit katub mitral atau aorta e) Endokarditis (infeksi atau non infeksi) 2) Emboli Paradoksal a) Emboli arkus aorta b) Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar) c) Penyakit ekstrakanial d) Arteri karotis interna 11 e) Arteri vertebratis 3) Penyakit Intracranial a) Arteri karotis interna b) Arteri serebri interna c) Arteri basilaris d) Lakuner (oklusi arteri perforans kecil) b. Perdarahan Interserebral (15%) 1) Hipertensi 2) Malformasi arteri-vena 3) Angina amiloid 4) Perdarahan Subaraknoid (5%) 5) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan): a) Trombus sinus dura b) Diseksi arteri karotis atau vertebralis c) Vaskulitis sistem saraf pusat d) Migren e) Kondisi hiperkoagulasi f) Penyalahgunaan obat g) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisistemia, atau leukimia) h) Miksoma atrium 5. Manifestasi Klinis Manifestasi secara klinis pada penderita stroke adalah ( Rendy dan Margareth, 2012) : 12 a. Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejalanya adalah : 1) Timbulnya defisit neurologis secara mendadak atau subakut 2) Di dahului gejala prodromal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. b. Pada stroke hemoragik di bagi dua klsifikasi,yaitu : 1) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS): mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktivitas atau emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplagia biasa terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma. 2) Stroke akibat Perdarahan subaraknoid (PSA): gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala atau tanda rangsangan meningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. c. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa : 1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul mendadak) 2) Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesik) 3) Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma) 13 4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangan ucapan, atau kesulitan memahami ucapan) 5) Disartia (bicara pelo atau cadel) 6) Gangguan penglihatan (hemianopa atau monokuler atau diplopia) 7) Vertigi, mual dan muntah atau nyeri kepala 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke adalah sebagai berikut (Ariani,2012) : a. CT scan bagian kepala Pada stroke non hemoragik terlihat adanya infark sedangkan pada stroke hemoragik terlihat perdarahan. b. Pemeriksaan lumbal pungsi Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi dan virologi. Di samping itu, dilihat pula tetesan cairan serebrospinal saat keluar baik kecepatan, kejernihan, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada stroke non hemoragik akan ditemukan tekanan normal dari cairan serebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal. c. Elektrokardiografi (EKG) Untuk mengetahui keadaan jantung di mana jantung berperan dalam suplai darah ke otak. d. Elektro encephalo Grafi 14 Elektro Encophalo grafi mengindentifikasikan masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesik. e. Pemeriksaan darah Pemeriksaaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpulan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan darah. f. Magnetik Resonansi Imagine (MRI) Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT scan. 7. Komplikasi Ada enam komplikasi yang ditimbulkan stroke, yaitu (Padila,2012): 1) Aspirasi 2) Paralitic illeus 3) Atrial fibrilasi 4) Diabetus insipidus 5) Peningkatan TIK 6) Hidrochepalus 8. Patofisiologis Menurut Long dalam Ariani(2012), otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA/ stroke, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tetapi kondisi yang menyebabkan perubahan 15 perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan odema otak karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta peningkatan karbon dioksida dan asaml aktat. Menurut Satyanegara dalam Ariani (2012), adanya gangguan perdarahan darah ke otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu: a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya kesebagaian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahanperubahan iskemik otak. Apabila hal ini terjadi terus menerus, dapat menimbulkan nekrosis (infark). b. Dinding arteri serebral pecah sehingga akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemoragi). c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak (misalnya : malformasiangiomatosa, aneurisma). d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang intersisial jaringan otak. 9. Pengobatan Pengobatan pada penderita stroke adalah (Padila,2012): a. Konservatif 1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus. 16 2) Mencegahan peningkatan TIK meliputi : antihipertensi, deuritik, vasodilator perifer, antijoagulan, diazepam bilakejang, anti tukak, kartikosteroid. b. Operatif Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu di pertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien. c. Pada fase sub akut/pemulihan (> 10 hari) perlu terapi wicara, terapi fisik dan stoking anti embolisme. 10. Pencegahan Pencegahan stroke bisa dilakukan melalui (Padila,2012): a. Kontrol tekanan darah secara teratur b. Menghentikan merokok c. Menurunkan konsumsi kolesterol dan kontrol kolesterol rutin d. Mempetahankan kadar gula normal e. Mencegah minum alkohol f. Latihan fisik teratur g. Cegah obesitas h. Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke B. Asuhan Keperawatan Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), Asuhan keperawatan pada pasien stroke dilakukan melalui tahap sebagai berikut : 1. Pengkajian 17 a. Biodata Pengkajian biodata difokuskan : Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya. b. Keluhan utama Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi penurunan kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar. c. Upaya yang telah dilakukan Jenis CVA Bleeding memberi gejala yang cepat memburuk. Oleh karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah sakit. d. Riwayat penyakit dahulu Perlu dikaji adanya riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung, pernah TIAs, polisitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun. e. Riwayat penyakit sekarang Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktivitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma. f. Riwayat penyakit keluarga Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke. g. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari 18 Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan seharihari dari bantuan sebagaian sampai total, meliputi : 1) Mandi 2) Makan/ minum 3) Bab/ bak 4) Berpakian 5) Berhias 6) Aktivitas mobilisasi h. Pemeriksaan fisik dan observasi 1) B1 (Bright / pernafasan) Perlu di kaji adanya : a) Sumbatan jalan nafas karena penumpuka sputum dan kehilangan reflek batuk. b) Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang. c) Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor. d) Catat jumlah dan irama nafas. 2) B2 (Blood / sirkulasi) Deteksi adanya : tanda –tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi. 3) B3 ( Brain / persyarafan, otak ) Kaji adanya keluhan sakit kepala ihabat. Periksa adanya pupil unilateral, observasi tingkat kesadaran. 19 4) B4 ( Bladder / perkemihan ) Tanda-tanda inkontinensia uri. 5) B5 ( Bowel / pencernaan ) Tanda-tanda inkontinensia alfi. 6) B6 ( Bone / tulang dan integumen ) Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan. Tanda-tanda dekubitus karena tirah baring lama, kekuatan otot. i. Sosial Interaksi Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya. 1. Diagnosa Keperawatan a. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase atau hemiplagia. c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan. d. Gangguan nutrisi berhubungan dengan kesulitan menelan, hemiparase dan hemiplagia. e. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terlambat 2. Intervensi keperawatan / rencana keperawatan 20 Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, rencana keperawatan yang bisa dilakukan adalah ( Padila, 2012 ) : a. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial. Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial : 1) Peningkatan tekanan darah. 2) Nadi melebar. 3) Pernafasan cheyne stokes. 4) Muntah proyektil. 5) Sakit kepala habat. Intervensi atau rencana keperawatan: 1) Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK : Tekanan darah, nadi, GCS, respirasi, keluhan sakit kepala hebat, muntah proyektil, pupil unilateral. Rasional : deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut. 2) Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali kontra indikasi. Hindari mengubah posisi dengan cepat. Rasional : meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongesti vena. 3) Anjurkan untuk menghindari masase karatis. 21 Rasional : masase karotis memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba. 4) Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat-obatan sesuai dengan masalahnya. Rasional : untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah terjadinya trombus. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase atau hemiplagia. Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : 1) Tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot. 2) Klien menunjukkan (tindakan untuk meningkatkan mobilitas) Intervensi atau rencana keperawatan : 1) Pantau posisi per 2 jam atau mengubah posisi per 2jam. Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia darah yang jelek pada daerah yang tertekan. 2) Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit. Rasional : otot valunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan. 3) Ajarka klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit. 22 Rasional : gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. 4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien. Rasional : untuk memulihkan semua anggotan gerak atau meningkatkan kekuatan otot. c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparase atau hemiplagia. Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan selama x 24 jam klien mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Kriteria hasil : 1) Klien dapat melakukan aktivitas pearawatan diri sesuai dengan kemampuan klien. 2) Klien dapat mengindentifikasi sumber pribadi atau komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan. Intervensi atau rencana keperawatan : 1) Observasi kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri. Rasional : membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan sesuai individual. 2) Berikan motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh. Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus menerus. 23 3) Anjurkan untuk menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan. Rasional : klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam , mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga dirindan meningkatkan pemulihan. 4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengindentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus. d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam klien tidak mengalami gangguan nutrisi. Kriteria hasil : 1) Berat badan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. 2) Hb dan albumin dalam batas normal. Intervensi atau rencana keperawatan : 1) Observasi kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan. 24 Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien. 2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan. Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi. 3) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak. 4) Kolaborasikan dengan ahli gizi. Rasional : agar klien mendapat makanan sesuai dengan kondisinya. e. ketidaefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terhambat. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam masalah perfusi jaringan serebral teratasi. Kriteria hasil : 1). Tanda-tanda vital stabil 2). Komunikasi jelas 3). Kesadaran composmentis Intervensi keperawatan : 1). Pantau status neurologi Rasional : mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran. 2). Pantau tanda-tanda vital 25 Rasional : untuk mengetahui tekanan darah 3). Letakkan kepala dengan posisi sedikit ditinggikan dan dalam posisi anatomis Rasional : untuk menurunkan tekanan darah arteri, meningkatkan sirkulasi serebral. 4). Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung Rasional : untuk memberikan kenyamanan pasien. 5). Kolaborasi dengan TIM dokter dengan pemberian obat neuroprotektor Rasional : untuk memperbaiki sel yang masih viabel. C. Alih Baring 1. Definisi Menurut Marison dalam jurnal Aini dan Purwaningsih (2013), alih baring adalah perubahan posisi setiap dua jam dan periode diperpanjang setiap empat jam pada malam hari sehingga pasien dapat tidur malam tanpa terganggu. Tidur dapat mendukung proses anabolik penyembuhan sehingga penyembuhan luka dapat difasilitasi. Menurut Perry dan Potter dalam Jurnal Aini dan Purwaningsih (2013), pasien harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari dengan dilakukannya alih baring setiap 2 jam dan 4 jam yang dapat memberikan rasa nyaman pada pasien, mempertahankan atau menjaga postur tubuh dengan baik menghindari komplikasi yang mungkin timbul akibat tirah baring seperti luka tekan (dekubitus), maka dengan 26 dilakukannya tindakan alih baring tersebut akan mencegah terjadinya dekubitus. 2. Langkah-langkah melakukan alih baring Menurut Bryan dalam Tarihoran (2010 : 42) menjelaskan tentang bagaimana mengatur posisi miring 30 derajat pada pasien guna mencegah terjadinya luka tekan. Prosedur awalnya, pasien ditempatkan persis ditengah tempat tidur, dengan menggunakan bantal untuk menyanggah kepala dan leher. Selanjutnya tempatkan satu bantal pada sudut antara bokong dan matras, dengan cara miringkan panggul setinggi 30 derajat. Bantal yang berikutnya ditempatkan memanjang diantara kedua kaki. D. Luka Dekubitus 1. Pengertian Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang menyebutkan (Suriadi,2004). 2. Etiologi Penyebab dari luka dekubitus dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. a. Faktor Instrinsik 1) Tekanan 27 Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi dalam jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami iskemik. 2) Pergesekan dan pergeseran Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menimbulkan luka iskemik. Hal ini bisanya akan terjadi apabila pasien di atas tempat tidur kemudian sering merosot, dan kulit sering kali mengalami regangan dan tekanan yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan. 3) Kelembaban Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami lembab akan mengkontribusi kulit menjadi laserasi kemudian dengan adanya gesekan dan pergeseran, memudahkan kulit mengalami kerusakan. Kelembaban ini dapat akibat dari inkontinensia, drain luka, banyak keringat dan lainnya. b. Faktor Ekstrinsik 1) Usia Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Usia lanjut mudah sekali untuk terjadi luka dekubitus. Hal ini karena pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas kulit dimana adanya penurunan elastisitas dan kurangnya sirkulasi pada dermis. 2) Temperatur Kondisi tubuh yang memgalami peningkatan temperatur akan berpengaruh pada temperatur jaringan. Setiap terjadi peningkatan metabolisme akan menaikkan satu derajat celsius dalam temperatur jaringan. Dengan adanya peningkatan temperatur ini akan beresiko 28 terhadap iskemik jaringan. Selain itu dengan menurunnya elastistas kulit, akan berpengaruh terhadap adanya gaya gesekan dan pergeseran sehingga akan mudah mengalami kerusakan kulit. Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara peningkatan temperatur tubuh dengan resiko terjadinya luka dekubitus. 3) Nutrisi Nutrisi merupakan faktor yang dapat mengkontribusi terjadinya luka dekubitus. Pada faktor ini ada juga yang masih belum sependapat nutrisi sebagai faktor luka dekubitus. Namun sebagian besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan yang bermakna pada klien yang mengalami luka dekubitus dengan malnutrisi. Individu dengan tingkat serum albumin yang rendah terkait dengan perkembangan terjadi luka dekubitus pada pasien yang dirawat. Adapun faktor lainnya adalah : 1) Menurunnya persepsi sensori 2) Immobilisasi 3) Keterbatasan aktivitas Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas tekanan pada bagian permukaan tulang yang mmenonjol (Suriadi, 2004). BAB III LAPORAN KASUS Pada bab ini dibahas tentang hasil pemberian posisi miring terhadap pencegahan luka tekan pada asuhan keperawatan Tn. M dengan Stroke Hemoragik di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 April 2014. A. Identitas klien Tn. M berusia 85 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, alamat Tn. M waleng, Wonogiri, beragama islam, tanggal masuk rumah sakit pada tanggal 11 April 2014. Penanggung jawab pasien adalah anaknya yang bernama Tn. N berumur 40 tahun seorang pegawai swasta, pendidikan terakhir Tn. N adalah sekolah dasar yang bertempat tinggal di desa Waleng. Hubungan dengan pasien sebagai anak. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan metode alloanamnesa atau pengkajian dengan melihat berdasarkan data dalam status pasien dan dari keluarga. 1. Riwayat Penyakit Sekarang Keluarga pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien tidak merasakan keluhan apa-apa. Sejak jumat pagi pukul 01.00 WIB pasien dibangunkan lalu mendadak badan bagian kanan sudah kaku, mulut pelo, sulit berbicara. Lalu keluarga pasien membawa pasien ke IGD pukul 08.00 WIB. 29 30 Di IGD pasien dilakukan perekaman jantung, diberikan terapi infus Ringer Laktat 20 tpm, antalgin, asam tranek, citicholin. Dipindah kebangsalan anyelir pukul 10.05 WIB. 2. Riwayat kesehatan klien keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Garis pernikahan : Tinggal satu rumah : Menandakan pasien : Pasien : Keturunan Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penderita hipertensi, Diabetes melitus dan penyakit jantung. 31 3. Pengkajian Primer Pada pengkajian airway didapatkan hasil ada sumbatan jalan nafas yaitu lendir dan sputum, hasil pengkajian breathing terdengar suara gargling, respirasi 15 x per menit, nafas tidak teratur, terlihat otot bantu pernafasan, hasil pengkajian sirkulasi didapatkan nadi 84 x per menit, tekanan darah 230/120 mmHg, disability didapatkan hasil kesadaran apatis dengan GCS E : 4 V : Afasia M : 4, exposure didapatkan hasil tidak ada jejas atau luka di bagian punggung dan bokong,akral hangat dengan suhu 36,2 derajat celcius, turgor kulit < 3 detik, kulit tidak kemerahan. 4. Pola Pengkajian Sekunder Pada pengkajian sekunder didapatkan hasil keluarga pasien mengatakan tahu-tahu badan bagian kanan kaku sampai bawah, dan sulit berbicara. Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan dan obat-obatan. Pasien masuk ke IGD pada tanggal 11 April 2014 pukul 08.00 WIB. Keluarga pasien mengatakan pasien terakhir makan nasi dan sayur seperti biasa pada pukul 18.30 WIB. Keluarga pasien mengatakan saat di bangunkan jam 01.00 WIB badan pasien bagian kanan kaku dan sulit berbicara. 5. Hasil Pemeriksaan Fisik Kesadaran Tn. M apatis dengan tanda-tanda vital sebagai berikut tekanan darah 230/120 mmHg, nadinya 84 x per menit, respirasinya 15 x per menit dengan irama tidak teratur dengan suhu 36,2 derajat celcius. Bentuk kepala Tn. M adalah mesoshepal kulit bersih dan rambut Tn. M putih kehitaman. Hasil pengkajian mata Tn. M adalah palbebra tidak ada oedem, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan 32 dan kiri sama, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung Tn. M tidak ada sekret, tidak ada polip dan bentuk hidung simetris. Mulut Tn. M terlihat kering, ada penumpukan lendir atau sputum di mulut. Gigi Tn. M terlihat sudah banyak yang tunggal, terlihat kurang bersih. Telinga Tn. M berbentuk simetris dan tidak ada sekret. Leher Tn. M tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan fisik paru-paru didapatkan hasil simetris, terpasang O2 3 liter. Terdengar vocal premitus kanan dan kiri sama, bunyi paru terdengar hipersonor dan terdengar suara ronkhi basah. Hasil pemeriksaan jantung terdapat hasil ictus kordis tidak tampak, ictus kordis teraba di ICS 5, terdengar pekak dan bunyi jantung terdengar reguler di 1 dan 2. Inspeksi pada abdomen tidak terdapat jejas, peristaltik usus 21 x per menit, hasil perkusi tympani, tidak ada nyeri tekan. Pada genetalia terlihat terpasang kateter. Ekstremitas atas didapatkan hasil pengkajian kekuatan otot kanan dan kiri 1 dan 5, ROM kanan tidak mampu untuk mengangkat dan kiri bisa di mampu diangkat, digerakkan dan terpasang infuse. Capillary refille kurang dari 3 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang dan akral hangat. Ekstremitas bagian bawah didapatkan hasil kekuatan otot kanan dan kiri 1 dan 5, Rom kanan dapat merangsang nyeri dan kiri bisa diangkat dan digerakkan. Capillary refille kurang dari 3 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang dan akral hangat. Pasien terlihat aktivitas di bantu dengan orang lain, makan dan minum dengan menggunakan selang NGT. Pola aktivitas pasien makan dan minum dibantu dengan alat (1), toileting dibantu dengan orang lain dan alat (3). Berpakaian dibantu orang lain (2), mobilitas di tempat tidur dibantu orang 33 lain (2), berpindah dibantu orang lain (2), ambulasi/ROM dibantu orang lain (2). Genetalia terpasang selang kateter. 6. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 April 2014 hasilnya golongan darah pasien O, gula darah sewaktu 158 mg/dl, SGOT 18 U/L, SGPT 11 U/L, ureum 38 mg/dl, kreatinin 1,11 mg/dl, WBC 8,5, LYM 0,7%, MID 0,3%, Gran 7,5, RBC 4,78 m/ul, HGB 13,3g/dl, HCT 42,7%, MCV 89,4 fl, MCH 27,8, MCHC 31,1 g/dl, PLT 215, MPV 6, RDW 17,4%.Pada tanggal 12 April 2014 dilakukan pemeriksaan laboratorium tentang kolestrol total 298 mg/dl, trigliserid 70 mg/dl, asam urat 4,6 mg/dl. Pada tanggal 12 April 2014 dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala mendapatkan hasil Gyri, sulci baik. Diferensia grey dan white mat tegas. Tak tampak mid line shift. Tampak lesi hipodents di capsula interna, thalamus sinistra dengan perifocal oedema lesi hipodents dicorona radiata sinistra lesi hipodends di fosca posterior. Sistem ventrikel dan cysterna baik. Kedua orbita simetris, air cell mastoid kanan dan kiri baik. Tulang-tulang infark, sinus paranasalis bersih. Tak tampak cephal haematoma. Kesan dari CT Scan adalah intrecerebri haemorrhage di kapsula interna dan thalamus sinistra dengan perifocal oedema. Intraventrikuler haemorrhage dengan ventrikulomegali. Gambaran peningkatan intrakranial. Infark cerebri di corona radiata sinistra. 34 C. Daftar Perumusan Masalah Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data kemudian membuat prioritas diagnosa keperawatan sesuai dengan kegawatan yang dialami pasien atau yang harus segera mendapatkan penanganan karena apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah yang lain. Prioritas diagnosa keperawatan yang penulis angkat adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparase dan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan kulit. Prioritas diagnosa yang pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler yang di tunjukkan dengan data hasil pengkajian sebagai berikut data subyektif tidak terkaji dan data obyetif terpasang oksigen 3 liter, GCS pasien V : Afasia E : 3 M : 4, pasien terlihat sulit berbicara, hasil CT Scan kepala pada tanggal 12 April 2014 : intra cerebri haemorrahage dikapsula interna dan thalamus sinistra dengan perifocal oedema, intra ventrikuler haemorrahage dengan ventrikulomegali, gambaran peningkatan intra kranial, infark cerebri di corona radiata sinistra, tekanan darah 230/120 mmHg, nadi 84 x/mnt dan respirasi 15 x/mnt. Pada prioritas yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yang di tunjukkan dengan data hasil pengkajian data subyektif keluarga mengatakan badan pasien bagian kanan sudah kaku, sulit bicara, bicara tidak jelas dan data obyektifnya pasien terlihat 35 lemas, pasien terlihat tidak dapat miring kanan atau kiri secara mandiri, pasien terlihat tidak dapat mengangkat ekstremitas kanan dengan kekuatan otot ektremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5 sedangkan ektremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5. Pada prioritas diagnosa ketiga adalah defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparase yang ditunjukkan dengan data hasil pengkajian data objektif pasien terlihat tidak dapat beraktivitas sendiri, makan dan minum pasien dengan menggunakan selang NGT, badan pasien sebelah kanan mengalami kelumpuhan, pola aktivitas pasien makan dan minum (1). Toileting (3). Berpakaian (2). Mobilitas ditempat tidur (2), berpindah (2). Ambulasi / ROM (2). Pada prioritas diagnosa keempat adalah resikokerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban kulit yang ditunjukkan dengan data hasil pengkajian data obyektif tidak ada jejas di punggung dan bokong, kulit bagian punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, turgor kulit <3 detik, terlihat di daerah punggung dan bokong selalu berkeringat, pasien terlihat hanya tiduran di tempat tidur saja (bedrest). D. Perencanaan Penulis akan membahas rencana keperawatan sesuai prioritas diagnosa seperti yang diatas. Rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut GCS meningkat E : 4 V : 5 M : 6, pasien dapat menelan, pasien dapat berbicara lancar, tanda-tanda vital normal tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 x/mnt, respirasi 20 x/mnt 36 Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC adalah pantau status neurologi dengan rasional untuk mengetahui kecendurangan tingkat kesadaran, pantau tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui tekanan darah, letakkan kepala dengan posisi sedikit ditinggikan dan dalam posisi anatomis dengan rasional untuk menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan sirkulasi serebral, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung dengan rasional untuk memberikan kenyamanan pasien, kolaborasi dengan TIM dokter pemberian obat neuroprotektor dengan rasional untuk memperbaiki sel yang masih variabel (Brunner & Suddarth dalam Padila, 2012). Rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi. Dengan kriteria hasil yaitu kekuatan otot bertambah 3, pasien dapat memiringkan badannya secara mandiri, pasien dapat mengangkat ektremitas kanannya (Brunner & Suddarth dalam Padila, 2012). Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnose keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC adalah observasi keadaan umum pasien dengan rasional untuk mengetahui perkembangan mobilitas pasien, bantu mengalih baringkan pasien (posisi miring 30 derajat dari kiri, terlentang dan kanan) dengan rasional untuk mengurangi resiko dekubitus, libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien dengan rasional untuk meningkat kemandirian pasien dalam kondisi keterbatasan pasien, anjurkan untuk melakukan ROM pasif dan aktif sesuai kemampuan dengan rasional untuk melatih kekuatan otot ektremitas kanan dan kiri, kolaborasi dengan ahli 37 fisioterpi dengan rasional untuk mengetahui perkembangan otot atau kekuatan otot Rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien klien mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Dengan kriteria hasil yaitu klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, pasien dapat makan dan minum tanpa menggunakan alat bantu (Brunner & Suddarth dalam Padila, 2012). Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC adalah observasi kemampuan klien dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri dengan rasional membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan sesuai individual, berikan motivasi kepada klien untuk tetap melakuka aktivitas dan semangat untuk berusaha terus menerus dengan rasional untuk meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus menerus, anjurkan untuk menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan rasional agar klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, dan penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan, kolaborasi dengan ahli fisioterapi dengan rasional agar memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengindentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus. Rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dengan resiko kerusakan intregitas kulit teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut turgor kulit < 3 38 detik, kulit tidak terlihat kemerahan, kulit tidak lembap (Brunner & Suddarth dalam Padila, 2012). Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC adalah tanda-tanda dekubitus (kulit kemerahan, lecet, suhu atau kelembapan tubuh bagian belakang) dengan rasional untuk mengetahui tanda-tanda dekubitus, ubah posisi setiap 2 jam secara teratur dengan rasioanl untuk mencegah resiko dekubitus, ajarkan keluarga untuk mengubah posisi setiap 2 jam dengan rasional agar keluarga secara mandiri turut membantu mencegah resiko dekubitus, atur posisi miring dengan penyangga bantal dengan rasional untuk menaikan titik penekanan dari tempat tidur (Brunner &Suddarth, 2012). E. Implementasi Pada diagnosa pertama tanggal 11 April 2014 penulis melakukan mengobservasi tanda-tanda vital dengan didapatkan data obyektif TD : 230/120 mmHg dan nadi 84 x/mnt, mengobservasi kesadaran didapatkan data obyektif pasien terlihat acuh tak acuh, tidak melaksanakan perintah perawat, pasien hanya terlihat buka tutup mata dengan GCS E : 3 M : 4 V : afasia, meletakkan posisi kepala pasien lebih tinggi dan dalam posisi anatomis didapatkan data obyektif pasien terlihat lebih nyaman. Pada tanggal 12 April 2014 penulis melakukan mengobservasi tanda-tanda vital data obyektif TD : 190/110 mmHg dan nadi 80 x/mnt, mengobservasi kesadaran didapatkan data obyektif GCS pasien V : afasia, E : 4, M : 5 dan pasien masih belum bisa diajak komunitas, memposisikan kepala pasien lebih tinggi dalam posisi anatomis data obyektif pasien terlihat lemas. 39 Pada diagnosa kedua tanggal 11 April 2014 penulis melakukan tindakan membantu mengalih baringkan (posisi miring 30 derajat ke kiri per 2 jam) didapatkan data obyektif pasien terlihat kurang nyaman, pada punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, memposisikan pasien dalam posisi terlentang didapatkan data obyektif pasien terlihat kooperatif, membantu mengalih baringkan pasien dengan posisi miring 30 derajat ke kanan dengan tumpuan bantal di bokong didapatkan data obyektif pasien sudah mulai kooperatif, pada punggung pasien tidak terlihat jejas, tidak terlihat kemerahan, tetapi teraba keringat didaerah punggung, membantu mengalih baringkan pasien dalam posisi terlentang didapatkan data obyektif pasien kooperatif dan pasien terlihat lemas, menganjurkan untuk melakukan ROM pasif sesuai dengan kemampuan pasien data subyektif keluarga mengatakan mengerti caranya melatih ROM pasif, data obyektif keluarga terlihat memimpin cara untuk melakukan ROM pasif. Pada tanggal April 2014 penulis melakukan membantu mengalih baringkan posisi miring 30 derajat ke kanan data obyektif pasien kooperatif, kulit didaerah punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, membantu mengalih baringkan pada posisi terlentang data obyektif pasien kooperatif, mengajarkan ROM pasif data obyektif pasien hanya mampu membuka dan menutup jari tangan, membantu mengalih baringkan posisi kiring 30 derajat ke kiri data obyektif pasien sedikit lemas, tidak terlihat jejas dan tidak kemerahan pada kulit. Pada diagnosa ketiga tanggal 11 April 2014 penulius melakukan tindakan mengobservasi kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri data obyektif pola aktivitasnya : makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), toileting dibantu dengan alat dan orang lain (terpasang kateter), 40 mobilitas di tempat tidur dibantu norang lain, berpindah dibantu orang lain, ROM dibantu orang lain dan menganjurkan untuk menghindari pasien melakukan aktivitas sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan data subyektif keluarga mengatakan mengerti dengan apa yang disampaikan dan data obyektif pasien terlihat tidur dan keluarga pasien terlihat menemani pasien. pada tanggal 12 April 2014 penulis melakukan tindakan keperawatan mengobservasi kemampuan pasien melakukan aktivitas data obyektif pasien terlihat tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola aktivitas : makan dan minum masih dibantu dengan alat (NGT), toileting dibantu dengan alat dan orang lain (terpasang kateter), mobilitas di tempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain, ROM dibantu orang lain. Pada diagnosa keempat tanggal 11 April 2014 penulis melakukan tindakan mengobservasi tanda dekubitus dengan data obyektif tidak ada jejas dibagian bokong dan punggung, kulit tidak tampak kemerahan, tidak ada lecet kulit dibagian punggung teraba keringat, membantu mengalih baringkan posisi miring 30 derajat ke kiri per 2 jam didapatkan data obyektif pasien terlihat kurang nyaman, pada punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, membantu mengalih baringkan pasien dengan posisi miring 30 derajat ke kanan dengan tumpuan bantal di bokong didapatkan data obyektif pasien sudah mulai kooperatif, pada punggung pasien tidak terlihat jejas, tidak terlihat kemerahan, tetapi teraba keringat didaerah punggung, menganjurkan keluarga untuk mengubah posisi miring setiap 2 jam kecuali pada ekstremitas yang mengalami kelumpuhan hanya ± 15-30 menit saja data subyektif keluarga mengatakan mengerti anjuran dari perawat dan data obyektif keluarga terlihat memiringkan pasien kekiri dan pasien terlihat kooperatif. 41 F. Evaluasi Evaluasi pada diagnosa pertama tanggal 11 April 2014 masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral adalah data subyektifnya tidak terkaji, data obyektif GCS pasien V : afasia, E : 3, M : 4, pasien belum bisa diajak komunikasi. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum teratasi. Intervensi lanjut yaitu observasi tanda-tanda vital, letakkan posisi kepala lebih tinggi dalam posisi anatomis. Pada tanggal 12 April 2014 masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah data subyektif tidak dapat terkaji, data obyektif GCS V : afasia, E : 4, M : 5, pasien sudah bisa sedikit komunikasi, tekanan darah 180/110 mmHg dan nadi 86 x/mnt. Hasil analisa masalah sebagian teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian sudah tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi tanda-tanda vital, letakkan posisi kepala lebih tinggi dalam posisi anatomis, ciptakan lingkungan yang tenang. Evaluasi pada diagnosa kedua tanggal 11 April 2014 masalah hambatan mobilitas fisik adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien masih terlihat belum bisa menggerakkan tangan dan kaki, kekuatan otot ekstremitas atas 1 dan 5 dan bawah 1 dan 5. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu anjurkan alih baring (posisi miring 30 derajat per 2 jam), anjurkan pasien melakukan ROM. Pada tanggal 12 April 2014 masalah hambatan mobilitas fisik adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien terlihat hanya dapat membuka dan menutup jari-jari, kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5 dan ekstremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi lanjut 42 yaitu anjurkan alih baring (posisi miring 30 derajat per 2 jam), anjurkan pasien melakukan ROM. Evaluasi pada diagnosa ketiga tanggal 11 April 2014 masalah defisit perawatan diri adalah data subyektif tidak dapat terkaji, data obyektif pasien terlihat makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), berpakaian dibantu orang lain, toileting dibantu dengan alat dan orang lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain dengan orang lain, berpindah juga di bantu orang lain, melakukan ROM pasif masih dibantu orang lain lain. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas, berikan motivasi agar tetap melakukam aktivitas. Pada tanggal 12 April 2014 masalah defisit perawatan diri adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien terlihat makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), berpakaian dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat (terpasang kateter), mobilitas ditempat tidur dibantu dengan orang lain, berpindah juga dibantu orang lain, ROM pasif masih dibantu orang lain. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi kemampuan pasien saat melakukan aktivitas, berikan motivasi agar tetap melakukan aktivitas. Evaluasi hari pertama masalah resiko kerusakan integritas kulit adalah data subyektif tidak terkaji dan data obyektif tidak terlihat jejas di daerah punggung dan bokong, kulit tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, keringat terlihat keluar sedikit, turgor kulit < 3 detik. Hasil analisa masalah teratasi karena sudah sesuia dengan kriteria hasil didalam tujuan. Intervensi dihentikan. BAB IV PEMBAHASAN Bab ini penulis akan membahas tentang hasil dari pemberian posisi miring terhadap penurunan luka teka pada asuhan keperawatan Tn. M dengan stroke hemoragik di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 April 2014. Pembahasan ini tentang proses asuhan keperawatn meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran atau dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengindentifikasi, mengenal masalahmasalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012 : 36). Pada saat penulis melakukan pemeriksaan fisik mendapatkan data tekanan darah 230/120 mmHg. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang langsung terus-menerus. Hipertensi dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pertama (ringan) tekanan sistolik 140-159 dan diastolik 90-99, tahap yang kedua (sedang) tekanan sistolik 160-179 dan diastolik 100-109 dan tahap ketiga (berat) tekanan sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih dari 110 (Brashers, 2007).Berdasarkan teori tersebut dengan pemeriksaan fisik pada Tn. M, Tn. M termasuk hipertensi yang tahap ke tiga karena tekanan darah Tn. M 230/120 mmHg. Menurut Ariani (2012), hipertensi akan menyebabkan stroke karena hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitkan pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbullah perdarahan otak 43 44 menyempit, maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian. Menurut Setyanegara dalam Ariani (2012) stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik masih dibagi menjadi empat klasifikasi yanng pertama serangan iskemik sepintas adalah Transient Iskemik Attak merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama 1-15 menit sampai paling lama 24 jam, yang kedua defisit neurologis iskemik sepintas adalah gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu, yang ketiga progressing stroke adalah gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih, yang ke empat stroke komplit adalah gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progresivitas lanjut. Stroke hemoragik adalah perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya yakni di rongga subaraknoid atau di dalam parenkim otak (intraserebral) dan ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti perdarahan subaraknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguangangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak. Berdasarkan teori di atas dengan pengkajian yang di dapat pada Tn. M mengalami stroke hemoragik karena di dapatkan hasil CT Scan yang berkesan intrecerebri haemorrhage di kapsula interna dan thalamus sinistra dengan perifocal oedema, intraventrikuler haemorrhage dengan ventrikulomegali. Faktor resiko stroke umumnya dibagi menjadi dua yaitu yang pertama faktor resiko internal dengan meliputi umur semakin tua kejadian stroke semakin tinggi, 45 suku bangsa/orang yang berwatak keras rentan terserang stroke, jenis kelamin lakilaki lebih beresiko dibanding wanita dan riwayat keluarga dan yang kedua faktor resiko eksternal yang meliputi hipertensi, diabetes melitus, serangan lumpuh sementara, fibrilasi jantung, pasca stroke, perokok (Junaidi, 2011). Berdasarkan teori diatas sesuai pada Tn. M mengalami stroke didukung oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, hipertensi dan perokok. Pada saat penulis melakukan pengkajian penulis tidak mengaji tentang watak pasien, aktivitas pasien dan kebiasaan pasien minum-minuman keras. Ini merupakan kekurangan penulis saat melakukan pengkajian. Tanda dan gejala pada stroke hemoragik menurut Rendy&Margareth (2012), ada dua klasifikasi, yaitu stroke akibat perdarahan intraserebral dan stroke akibat perdarahan subaraknoid. Stroke akibat perdarahan intraserebral mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat aktivitas atau emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan, hemiparase biasa terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma. Stroke akibat perdarahan subaraknoid mempunya gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala atau tanda rangsangan meningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau karotis interna. Menurut Rendy&Margareth (2012), ada tanda dan gejala stroke secara akut yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparasis yang timbul mendadak), gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemiparesis), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurangan ucapan, atau kesulitan memahami 46 ucapan), disartia (bicara pelo atau cedal), gangguan penglihatan (hemianopa atau monokuler atau diplopia), vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala. Berdasarkan tanda dan gejala di atas pasien Tn. M mempunya tanda dan gejala gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi, kesadaran menurun, kelumpuhan di wajah atau anggota tubuhnya, gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan, afasia dan disartia. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya. Alasan untuk merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien dan keluarganya dan untuk memberikan arah asuahan keperawatan (Potter and Perry, 2005). Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), diagnosa yang mungkin muncul pada penderita stroke adalah resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase atau hemiplagia, gangguan nutrisi berhubungan dengan kesulitan menelan, hemiparase dan hemiplagia, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah arteri terlambat. a. Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Hasil pengkajian yang didapatkan dari data objektif GCS E : 3 V : Afasia M : 4, pasien terlihat sulit menelan, pasien terlihat sulit berbicara, pasien terpasang selang oksigen 3 liter/menit, hasil CTT Scan adalah intrecerebri haemorrhage di kapsula interna dan thalamus sinistra dengan perifocal oedema, intraventrikuler haemorrhage dengan ventrikulomegali, gambaran peningkatan intrakranial, infark cerebri di corona creadiata sinistra, tekanan darah 230/120 47 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 15 x/menit. Penulis menegakkan masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler. Dengan ditegakkan diagnosa dapat di lihat di batasan karakteristik serebral dengan data objektifnya yaitu perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, paralisis dan ketidaknormalan dalam berbicara (Ahern, 2011). b. Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik Hasil pengkajian yang didapatkan dari data subyektif keluarga mengatakan badan pasien bagian kanan sudah kaku, berbicara tidak jelas dan sulit berbicara. Data objektif pasien terlihat lemas, pasien terlihat tidak dapat memiringkan badannya, pasien terlihat tidak dapat mengangkat ekstremitas bagian kanan dengan kekuatan otot atas kanan dan kiri 1 dan 5 dan ekstremitas yang bawah kanan dan kiri 1 dan 5. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot didasarkan pada teori (NANDA, 2010). Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakaan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Dengan batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu pergerakan tidak terkoordinasi, pergerakan lambat, tremor akibat pergerakan, kesulitan membolak balik posisi, keterbatasan untuk melakukan ketrampilan motorik halus dan kasar. c. Masalah keperawatan defisit perawatan diri 48 Hasil pengkajian yang didapatkan data objektif “ pasien terlihat tidak dapat beraktivitas sendiri, makan dan minum pasien dengan menggunakan selang NGT, badan pasien sebelah kanan mengalami kelumpuhan, pola aktivitas pasien makan dan minum (1), toileting (3), berpakaian (2), mobilitas ditempat tidur (2), berpindah (2), ambulasi / ROM (2)”. Penulis menegakkan diagnosa ini berdasarkan (NANDA, 2010), hambatan mobilitas fisik adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri. Dengan batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik adalah ketidakmampuan mengunyah makanan, ketidakmampuan menyuap makanan, ketidakmampuan menempatkan makanan ke perlengkapan makanan, ketidakmampuan untuk mengambil perlengkapan makanan. d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan kulit Hasil pengkajian yang didapatkan data obyektif adalah pasien tidak ada jejas dipunggung dan bokong, kulit bagian punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, turgor kulir < 3 detik, terlihat didaerah punggung dan bokong selalu berkeringat. Penulis menegakkan diagnosa sesuai dengan berdasarkan NANDA (2010), resiko kerusakan integritas kulit adalah berisiko mengalami perubahan kulit yang memburuk.Dengan batasan karakteristik lembab, imobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, usia yang ekstrem. Berdasarkan kasus yang dikelolaan, maka perumusan diagnosa keperawatan tidak semua muncul sesuai dengan diagnosa keperawatan secara teori pada asuhan keperawatan stroke. Hal ini dikarenakan beberapa hal, antara lain dikarenakan penulis menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian dan observasi yang telah dilakukan selama dua hari pengelolaan kasus. Selain itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan tersebut sehingga 49 penulis hanya bisa merumuskan diagnosa keperawatan yang memungkinkan untuk bisa dikelola saat pengelolaan tersebut. 3. Rencana Asuhan Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatn (Dermawan, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksankan dengan SMART (Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing) (Dermawan, 2012). Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi dengan kriteria hasil GCS meningkat V : 5, E : 4, M : 6. Pada kasus Tn. M penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapakan suplai darah ke otak lancar dengan kriteria hasil GCS meningkat V : 5, E : 4, M : 6, pasien dapat menelan, pasien dapat berbicara lancar, tanda-tanda vital normal : tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit(Brunner & Suddarth dalam Padila, 2012). Rencana keperawatan yang diberikan pada Tn. M adalah pantau status neurologis untuk mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran, pantau tanda-tanda vital untuk mengetahui tekanan darah, letakkan kepala dengan posisi sedikit ditinggikan dan dalam posisi yang anatomis untuk menurunkan tekanan arteri dan untuk meningkatkan sirkulasi serebral, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung untuk memberikan kenyaman pasien, kolaborasi dengan TIM dokter tentang pemberian 50 obat neuroprotektor untuk memperbaiki sel yang masih viabel (Brunner & Suddarth, 2012). Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil kekuatan otot ekstremitas kanan bertambah 3, pasien dapat memiringkan badannya secara mandiri, pasien dapat mengangkat ektremitas kanannya. Pada kasus Tn. M penulis melakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil kekuatan otot ekstremitas kanan bertambah 3, pasien dapat memiringkan badannya secara mandiri dan pasien dapat mengangkat ekstremitas kanannya(Brunner&Suddarth dalam Padila, 2012). Rencana keperawatan yang akan diberikan pada Tn. M adalah observasi kesadaran umum pasien untuk mengetahui perkembangan imobilitas pasien, Bantu mengalih baringkan (posisi miring 30 derajat) untuk mengurangi resiko dekubitus, libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien untuk meningkatkan kemandirian pasien dalam keterbatasaan pasien, anjurkan untuk melakukan ROM mandiri sesuai kemampuan untuk melatih kekuatan otot, kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk mengetahui perkembangan otot atau kekuatan otot. Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah defisit perawatan diri dengan tujuan dan kriteria hasil adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan masalah defisit perawatan diri teratasi dengan kriteria hasil klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri dan klien dapat makan dan minum tanpa menggunakan alat bantu. 51 Pada kasus Tn. M penulis melakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan defisit perawatan diri teratasi dengan kriteria hasil klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri dan klien dapat makan dan minum tanpa menggunakan alat bantu (Brunner&Suddarth dalam Padila, 2012). Rencana keperawatan yang akan diberikan pada Tn. M adalah observasi kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri untuk membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan sesuai individu, berikan motivasi kepada pasien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh untuk meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus menerus, anjurkan untuk menghindari melakukan sesuatu untuk klien dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan agar klien mungkin menjadi sangat ketakutan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengindentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus. Menurut Brunner & Suddarth dalam Padila (2012), rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi resiko kerusakan integritas kulit dengan tujuan dan kriteria hasil adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan resiko kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil turgor kulit < 3 detik dan kulit tidak terlihat kemerahan. Pada kasus Tn. M penulis melakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan resiko kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil turgor kulit < 3 detik dan kulit tidak terlihat kemerahan (Brunner&Suddarth dalam Padila, 2012). Rencana keperawatan yang akan diberikan pada Tn. M adalah observasi 52 tanda-tanda dekubitus (kulit kemerahan, lecet, suhu atau kelembapan tubuh bagian belakang) dengan tujuan untuk mengetahui tanda-tanda dekubitus, ubah posisi setiap 2 jam secara teratur dengan tujuan untuk mencegah resiko dekubitus, ajarkan keluarga untuk mengubah posisi miring setiap 2 jam dengan tujuan agar keluarga secara mandiri turut menbantu mencegah resiko dekubitus, atur posisi miring dengan penyangga bantal dengan tujuan untuk menaikkan titik penekanan dari tempat tidur. Penulis tidak menegakkan diagnosa tentang bersihan jalan nafas, karena pada penulis melakukan tindakan keperawatan penulis tidak melakukan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan diagnosa tersebut. 4. Implementasi Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan implementasi tentang pemberian teknik posisi miring sesuai dengan hasil riset yang terdapat dalam jurnal Nuh Huda (2012). Tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 11–12 April 2014. Pemberian posisi miring 30 derajat dilakukan secara berkala setiap per 2 jam. Yaitu mulai jam 08.00–10.00 WIB pasien di miringkan kearah kanan, kemudian jam 10.00–12.00 WIB pasien di terlentangkan, dan jam 12.00–14.00 WIB pasien di miringkan kearah kiri, dan seterusnya seperti itu. Observasi dilakukan setiap hari yaitu dengan melakukam pemeriksaan terhadap terjadinya luka tekan dialami pada pasien tersebut. Observasi pada setiap pasien dilakukan sampai 6 hari perawatan. Daerah yang diobservasi adalah terutama daerah tulang-tulang yang menonjol yaitu daerah belakang kepala, sacrum, iskium, 53 koksik, tumit dan trokanter. Kondisi yang diobservasi mencakup perabaan kulit yang hangat, adanya perubahan konsistensi jaringan lebih keras atau lunak, adanya perubahan sensasi dan adanya kulit yang berwarna merah (Brasen dalam Huda, 2012). Pada diagnosa pertama tanggal 11 April 2014 penulis melakukan mengobservasi tanda-tanda vital dengan didapatkan data obyektif TD : 230/120 mmHg dan nadi 84 x/mnt, mengobservasi kesadaran didapatkan data obyektif pasien terlihat acuh tak acuh, tidak melaksanakan perintah perawat, pasien hanya terlihat buka tutup mata dengan GCS E : 3 M : 4 V : afasia, meletakkan posisi kepala pasien lebih tinggi dan dalam posisi anatomis didapatkan data obyektif pasien terlihat lebih nyaman. Pada tanggal 12 April 2014 penulis melakukan mengobservasi tanda-tanda vital data obyektif TD : 190/110 mmHg dan nadi 80 x/mnt, mengobservasi kesadaran didapatkan data obyektif GCS pasien V : afasia, E : 4, M : 5 dan pasien masih belum bisa diajak komunitas, memposisikan kepala pasien lebih tinggi dalam posisi anatomis data obyektif pasien terlihat lemas. Pada diagnosa kedua tanggal 11 April 2014 penulis melakukan tindakan membantu mengalih baringkan (posisi miring 30 derajat ke kiri per 2 jam) didapatkan data obyektif pasien terlihat kurang nyaman, pada punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, memposisikan pasien dalam posisi terlentang didapatkan data obyektif pasien terlihat kooperatif, membantu mengalih baringkan pasien dengan posisi miring 30 derajat ke kanan dengan tumpuan bantal di bokong didapatkan data obyektif pasien sudah mulai kooperatif, pada punggung pasien tidak terlihat jejas, tidak terlihat kemerahan, tetapi teraba keringat didaerah punggung, membantu mengalih baringkan pasien dalam posisi terlentang didapatkan data obyektif pasien kooperatif dan pasien terlihat lemas, menganjurkan untuk melakukan ROM pasif sesuai dengan kemampuan pasien data 54 subyektif keluarga mengatakan mengerti caranya melatih ROM pasif, data obyektif keluarga terlihat memimpin cara untuk melakukan ROM pasif. Pada tanggal April 2014 penulis melakukan membantu mengalih baringkan posisi miring 30 derajat ke kanan data obyektif pasien kooperatif, kulit didaerah punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, membantu mengalih baringkan pada posisi terlentang data obyektif pasien kooperatif, mengajarkan ROM pasif data obyektif pasien hanya mampu membuka dan menutup jari tangan, membantu mengalih baringkan posisi kiring 30 derajat ke kiri data obyektif pasien sedikit lemas, tidak terlihat jejas dan tidak kemerahan pada kulit. Pada diagnosa ketiga tanggal 11 April 2014 penulius melakukan tindakan mengobservasi kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri data obyektif pola aktivitasnya : makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), toileting dibantu dengan alat dan orang lain (terpasang kateter), mobilitas di tempat tidur dibantu norang lain, berpindah dibantu orang lain, ROM dibantu orang lain dan menganjurkan untuk menghindari pasien melakukan aktivitas sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan data subyektif keluarga mengatakan mengerti dengan apa yang disampaikan dan data obyektif pasien terlihat tidur dan keluarga pasien terlihat menemani pasien. pada tanggal 12 April 2014 penulis melakukan tindakan keperawatan mengobservasi kemampuan pasien melakukan aktivitas data obyektif pasien terlihat tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola aktivitas : makan dan minum masih dibantu dengan alat (NGT), toileting dibantu dengan alat dan orang lain (terpasang kateter), mobilitas di tempat tidur dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain, ROM dibantu orang lain. Pada diagnosa keempat masalah dekubitus, dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada 55 bagian permukaan tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang menyebutkan (Suriadi,2004). Etiologi dekubitus yaitu tekanan, pergesekan dan pergeseran, kelembaban, usia, nemperatur, nutrisi. Pencegahan agar tidak terjadi luka dekubitus denganmengatur posisi miring 30 derajat pada pasien guna mencegah terjadinya luka tekan. Prosedur awalnya, pasien ditempatkan persis ditengah tempat tidur, dengan menggunakan bantal untuk menyanggah kepala dan leher. Selanjutnya tempatkan satu bantal pada sudut antara bokong dan matras, dengan cara miringkan panggul setinggi 30 derajat. Bantal yang berikutnya ditempatkan memanjang diantara kedua kaki. Tanggal 11 April 2014 penulis melakukan tindakan mengobservasi tanda dekubitus dengan data obyektif tidak ada jejas dibagian bokong dan punggung, kulit tidak tampak kemerahan, tidak ada lecet kulit dibagian punggung teraba keringat, membantu mengalih baringkan posisi miring 30 derajat ke kiri per 2 jam didapatkan data obyektif pasien terlihat kurang nyaman, pada punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, membantu mengalih baringkan pasien dengan posisi miring 30 derajat ke kanan dengan tumpuan bantal di bokong didapatkan data obyektif pasien sudah mulai kooperatif, pada punggung pasien tidak terlihat jejas, tidak terlihat kemerahan, tetapi teraba keringat didaerah punggung, menganjurkan keluarga untuk mengubah posisi miring setiap 2 jam kecuali pada ekstremitas yang mengalami kelumpuhan hanya ± 15-30 menit saja data subyektif keluarga mengatakan mengerti anjuran dari perawat dan data obyektif keluarga terlihat memiringkan pasien kekiri dan pasien terlihat kooperatif. 5. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil (Dermawan, 2012). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan 56 dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP, subjektif, objektif, analisa, planning (Dermawan, 2012). Evaluasi pada diagnosa pertama tanggal 11 April 2014 masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral adalah data subyektifnya tidak terkaji, data obyektif GCS pasien V : afasia, E : 3, M : 4, pasien belum bisa diajak komunikasi. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum teratasi. Intervensi lanjut yaitu observasi tanda-tanda vital, letakkan posisi kepala lebih tinggi dalam posisi anatomis. Pada tanggal 12 April 2014 masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah data subyektif tidak dapat terkaji, data obyektif GCS V : afasia, E : 4, M : 5, pasien sudah bisa sedikit komunikasi, tekanan darah 180/110 mmHg dan nadi 86 x/mnt. Hasil analisa masalah sebagian teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian sudah tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi tanda-tanda vital, letakkan posisi kepala lebih tinggi dalam posisi anatomis, ciptakan lingkungan yang tenang. Evaluasi pada diagnosa kedua tanggal 11 April 2014 masalah hambatan mobilitas fisik adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien masih terlihat belum bisa menggerakkan tangan dan kaki, kekuatan otot ekstremitas atas 1 dan 5 dan bawah 1 dan 5. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu anjurkan alih baring (posisi miring 30 derajat per 2 jam), anjurkan pasien melakukan ROM. Pada tanggal 12 April 2014 masalah hambatan mobilitas fisik adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien terlihat hanya dapat membuka dan menutup jari-jari, kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5 dan ekstremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam 57 tujuan belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu anjurkan alih baring (posisi miring 30 derajat per 2 jam), anjurkan pasien melakukan ROM. Evaluasi pada diagnosa ketiga tanggal 11 April 2014 masalah defisit perawatan diri adalah data subyektif tidak dapat terkaji, data obyektif pasien terlihat makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), berpakaian dibantu orang lain, toileting dibantu dengan alat dan orang lain, mobilitas ditempat tidur dibantu orang lain dengan orang lain, berpindah juga di bantu orang lain, melakukan ROM pasif masih dibantu orang lain lain. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan sama sekali belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas, berikan motivasi agar tetap melakukam aktivitas. Pada tanggal 12 April 2014 masalah defisit perawatan diri adalah data subyektif tidak terkaji, data obyektif pasien terlihat makan dan minum dibantu dengan alat (NGT), berpakaian dibantu orang lain, toileting dibantu orang lain dan alat (terpasang kateter), mobilitas ditempat tidur dibantu dengan orang lain, berpindah juga dibantu orang lain, ROM pasif masih dibantu orang lain. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi lanjut yaitu observasi kemampuan pasien saat melakukan aktivitas, berikan motivasi agar tetap melakukan aktivitas. Evaluasi hari pertama masalah resiko kerusakan integritas kulit adalah data subyektif tidak terkaji dan data obyektif tidak terlihat jejas di daerah punggung dan bokong, kulit tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, keringat terlihat keluar sedikit, turgor kulit < 3 detik. Hasil analisa masalah teratasi karena sudah sesuia dengan kriteria hasil didalam tujuan. Intervensi dihentikan. Berdasarkan jurnal penelitian Huda (2012), didapatkan hasil bahwa pemberian posisi miring 30 derajat untuk mencegah kejadian luka tekan, ditemukan bahwa terdapat 6 (37,5 %) responden pada kelompok kontrol mengalami luka 58 tekan. Sedangkan pada kelompok i tervensi terdapat 1 (5,9 %) responden terjadi luka tekan. Hasil uji statistik diperoleh simpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengaturan posisi dengan kejadian luka tekan. Diperoleh pula responden yang tidak diberikan perlakuan posisi miring 30 derajat mempunya peluang 9,6 kali untuk terjadi luka tekan dibanding dengan responden yang diberi perlakuan posisi miring 30 derajat. Luka tekan menjadi hal yang harus diwaspadai terutama pada pasien yang mengalami kelemahan gerak. Pemberian posisi miring 30 derajat yang dilakukan secara continue dan benar akan memberikan dampak yang bagus terhadap pasien yang mengalami kelemahan anggota gerak yaitu mencegah dan mengurangi adanya luka tekan. Hasil aplikasi riset yang sudah dilakukan selama dua hari dibandingkan dengan hasil penelitian dalam jurnal Huda (2012) tidak ada kesenjangan, karena dengan memberikan posisi miring 30 derajat pada pasien yang mengalami kelemahan gerak akan mencegah resiko dekubitus (Huda, 2012). Terlihat pada Tn. M setelah diberikan tindakan keperawatan posisi miring 30 derajat tersebut yaitu keluarga pasien dapat melakukan posisi miring ke pasien secara mandiri dan pasien tidak mengalami dekubitus. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengkajian Pada pengkajian Tn. M didapatkan data yang mengalami masalah, yaitu pada keluhan utama keluarga pasien mengatakan badan pasien bagian kanan kaku dan sulit untuk digerakkan. Pada pengkajian pola primer di disability kesadaran Tn. M apatis dengan GCS E: 3 V: afasia M: 4. Exposure tidak ada jejas di daerah punggung dan bokong, terlihat didaerah punggung berkeringat. Pada pola pengkajian sekunder badan pasien bagian kanan kaku sampai bawah, sulit menelan dan sulit berbicara. Pada pemeriksaan fisik kekuatan otot ekstremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5, dengan ROM kanan dan kiri dan 4. Ektremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5, dengan ROM kanan kiri dan 4. Pada data penunjang yaitu CT Scan berkesan intra cerebri haemorrhage di kapsula interna dan thalamus sinistra dengan perifocal oedema, intra ventrikuler haemorrhage dengan ventrikulomegali, gambaran peningkatan intra kranial, infark cerebri di corona radiata sinistra. 2. Diagnosa Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Tn. M adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapiler, defisit perawatan diri berhubungan 59 60 dengan hemiparase dan resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan kelembapan kulit. Hasil pengkajian pada Tn. M adalah didapatkan data subyektif keluarga mengatakan badan pasien bagian kanan sudah kaku, sulit bicara dan data obyektifnya pasien terlihat lemas, pasien terlihat tidak dapat miring kanan atau kiri secara mandiri, pasien terlihat tidak dapat mengangkat ekstremitas kanan dengan kekuatan otot ektremitas atas kanan dan kiri 1 dan 5 sedangkan ektremitas bawah kanan dan kiri 1 dan 5. Hasil pengkajian pada Tn. M adalah data subyektifnya tidak terkaji dan data obyektifnya kesadaran Tn. M apatis, dengan GCS E: 3 V: afasia M: 4, pasien terlihat sulit menelan, pasien terlihat sulit berbicara, pasien terpasang oksigen 3 liter, hasil CT Scan berkesan intra cerebri haemorrhage di kapsula internadan thalamus sinistra dengan perifocal oedema, intra ventrikuler haemorrhage dengan ventrikulomegali, gambaran peningkatan intra kranial, infark cerebri di corona radiata sinistra. Hasil pengkajian pada Tn. M didapatkan hasil data subyektifnya tidak terkaji dan data obyektifnya pasien terlihat makan dan minum dengan menggunakan selang NGT, pasien terlihat selalu dibantu oleh orang lain atau keluarga, pasien terpasang selang kateter, badan pasien sebelah kanan mengalami kelumpuhan, pola aktivitas pasien makan dan minum (1). Toileting (3). Berpakaian (2). Mobilitas ditempat tidur (2), berpindah (2). Ambulasi / ROM (2). Hasil pengkajian pada Tn. M didapatkan hasil data subyektifnya tidak terkaji dan data obyektifnya tidak ada jejas di punggung dan bokong, kulit 61 bagian punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, turgor kulit < 3 detik, terlihat di daerah punggung dan bokong selalu berkeringat, pasien hanya bedrest. 3. Intervensi Intervensipertama yang dibuatolehpenulis pantau status neurologis, pantau tanda-tanda vital, letakkan kepala dengan posisi sedikit lebih ditinggikan dan dalam posisi anatomis, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung dan kolaborasi dengan TIM dokter pemberian obat neuroprotetor. Intervensi kedua yang dibuat oleh penulis observasi kesadaran umum pasien, bantu mengalih baringkan (posisi miring 30 derajat), libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien, anjurkan untuk melakukan ROM mandiri sesuai kemampuan, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Intervensi ketiga yang dibuat oleh penulis observasi kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri, berikan motivasi kepada pasien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguhsungguh, anjurkan untuk menghindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan, kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Intervensi keempat yang dibuat oleh penulis observasi kulit, ubah posisi seriap 2 jam, ajarkan keluarga untuk mengubah posisi pasien setiap 2 jam dan atur posisi miring dengan penyangga bantal. 62 4. Implementasi Implementasi dalam asuhan keperawatan Tn. M dengan stroke yang dilakukan dari tanggal 11-12 April 2014 di Instalasi Gawat Darurat dan dibangsal Anyelir RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso sesuai dengan intervensi yang dirumuskan penulis pada diagnosa kedua yaitu mengobservasi kesadaran umum pasien, membantu mengalih baringkan pasien (posisi miring 30 derajat), melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien, menganjurkan untuk melakukan ROM aktif-pasif sesuai kemampuan, kolaborasi dengan ahli fisioterpai dan melakukan advis dokter. Penulis juga menekankan pada diagnosa yang keempat observasi tandatanda dekubitus (kulit kemerahan, suhu / kelembapan, badan tubuh bagian belakang), ubah posisi setiap 2 jam secara teratur, anjurkan keluarga untuk mengubah posisi mirirng setiap 2 jam, atur posisi miring dengan penyangga bantal. Dalam asuhan keperawatan Tn. M dengan stroke di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri telah sesuai dengan intervensi yang dibuat penulis. Penulis menekankan pemberian posisi dengan tujuan mampu mencegah luka tekan pada pasien dengan stroke. 5. Evaluasi Evaluasi tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode SOAP (subyektif, obyektif, Assement dan planning). Evaluasi yang dilakukan pada pukul 14.00 WIB yaitu data subyektif tidak dapat terkaji, data obyektif pasien terlihat masih lemas, ekstremitas belum bisa digerakkan, kekuatan otot atas kanan dan kiri 1 dan 5, bawah kanan dan kiri 1 dan 5, pasien terlihat 63 dibantu saat pasien melakukan posisi miring 30 derajat. Sehingga dapat di analisa masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Intervensi dilanjutkan dengan observasi kesadaran umum, bantu alih baring (posisi miring 30 derajat), anjurkan untuk melakukan ROM secara mandiri. Evaluasi tindakan yang dilakukan pada pukul 14.00 WIB yaitu data obyektif tidak terlihat jejas di daerah punggung dan bokong, kulit tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, keringat terlihat keluar sedikit, turgor kulit < 3 detik. Hasil analisa masalah teratasi karena sudah sesuia dengan kriteria hasil didalam tujuan. Intervensi dihentikan. 6. Hasil Analisa Hasil analisa pemberian posisi miring 30 derajat kepaa pasien Tn. M terbukti bisa mencegah luka tekan, sebelum dilakukan pemberian posisi miring didapatkan data data hasil pengkajian data obyektif tidak ada jejas di punggung dan bokong, kulit bagian punggung dan bokong tidak terlihat kemerahan, turgor kulit < 3 detik, terlihat di daerah punggung dan bokong selalu berkeringat dan setelah dilakukan pemberian posisi miring 30 derajat pasien tidak mengalami dekubitus dengan data data obyektif tidak terlihat jejas di daerah punggung dan bokong, kulit tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat lecet, keringat terlihat keluar sedikit, turgor kulit < 3 detik. Hasil analisa masalah teratasi karena sudah sesuia dengan kriteria hasil didalam tujuan. Sesuai dengan hasil penelitian dalam jurnal Ilmiah keperawatan STIKes Hang Tuah Surabaya Volume 3 nomer 2, tentang Pengaruh Pemberian Posisi Miring Untuk Mencegah Luka Tekan Pada Pasien Dengan Gangguan Persyarafan. 64 B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualita sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 2. Bagi Rumah Sakit Hasil aplikasi riset pendidikan ini diharapkan rumah sakit mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui terapi non farmakologi dengan pemberian posisi miring pada stroke untuk menurunkan resiko dekubitus. 3. Bagi Profesi Keperawatan Menjadi referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan untuk memberikan pelayanan kepada klien dengan stroke hemoragik yang lebih berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan salah satunya pemberian posisi miring 30 derajat terhadap pencegahan luka tekan pada pasien stroke hemoragik. 65 DAFTAR PUSTAKA Ahern, wilkinson. 2011. Buku saku diagnosis keperawatn. Edisi 9. Jakarta : egc. Aini&purwaningsih. 2013. Pengaruh alih baring terhaap kejadian dekubitus pada pasien stroke yang mengalami hemiparase di ruang yudistira di rsud semarang. Http:/perpusnnwu.web.id/. Diakses tanggal 2 april 2014. Ariani, t. A. 2012. Sistem neurobehaviour. Jakarta : salemba medika. Auryn, virzara. 2007. Mengenal dan memahami stroke. Yogyakarta : kata hati. Brashers, valentina. 2007. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan menejemen. Edisi 2. Jakarta : egc. Dermawan, deden. 2007. Proses keperawatan : penerapan konsep an kerangka kerja. Yogyakarta : gosyen publishing. Goldszmidt & caplan. 2013. Stroke ensesial. Edisi 2. Jakarta barat : pt indeks. http :/www.digili.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/inex.php/. Diakses tanggal 5 april 2014. Huda, nuh. 2012. Pengaruh posisi miring untuk mengurangi luka tekan pada pasien dengan gangguan persyarafan. Http:/lp3msht.files.wordpress.com/. Diakses tanggal 3 april 2014. Iktan, iskandar farmasi indonesia. 2011. Informasi spesialialite obar (iso) indonesia. Jakarta : pt. Ifsi. Junaidi, iskandar. 2011. Stroke, waspada ancamannya. Yogyakarta : andi. Padila. 2012. Buku ajar keperawatan medika bedah. Yogyakarta : nuha medika. Rendy & margareth. 2012. Asuhan keperawatan medikal bedah dan penyakit dalam. Yogyakarta : nuha medika. Sukamningrum, kristiyawati, dkk. 2011. Efektivitas range of motion (rom) aktif-pasif : spherical grip terhadap peningkatan kekuatan otot. Suriadi. 2001. Perawatn luka. Edisi 1. Jakarta : sagung seto. 66 Tarihon. 2012. Pengaruh posisi miring 30 derajat terhadap kejadian luka tekan grade i (non blamchable erythema) pada pasien stroke di siloam hospital. Http :/www.lontar.ui.id/. Diakses tanggal 6 april 2014