BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori-teori serta penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan variabel-variabel dalam penelitian ini, seperti teori mengenai generasi X, generasi Y, dan rekrutmen yang dibahas secara jelas. 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian ini akan berfokus pada perbedaan akan preferensi dan ekspektasi pekerjaan antara generasi X dan generasi Y, yang akan berpengaruh nantinya pada proses rekrutmen agar menjadi rekrutmen yang efektif bagi perusahaan. Penelitian mengenai relevansi antara ekspektasi kerja dengan proses rekrutmen pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa orang di Amerika sekitar tahun 2006-2007. Penelitian dilakukan oleh Marius Sagan seorang dosen bisnis internasional senior di Higher School of Economics and Innovation di Dublin, lalu Dr. Robert Frankel seorang professor Marketing dan Logistik di University of North Florida, dan yang terakhir Dr. Joseph Tomkiewicz, professor manajemen dari East Carolina University. Penelitian ini dilakukan dengan dasar adanya banyak generasi dalam suatu organisasi atau beberapa perusahaan di Amerika Serikat yang memiliki ekspektasi kerja berbeda-beda (Schuler, 1975; Brief, Rose, & Aldag, 1977; Jurgensen, 1978; Brief and Oliver, 1976; Fiorentine, 1980; Bridges, 1989). Bagi mereka, setiap generasi memiliki ekpektasi dan orientasi pekerjaan yang berbeda dan itu akan sangat berpengaruh pada produktivitas dalam perusahaan. Sebelum terjadi penurunan produktivitas, perusahaan harus lebih dahulu memerhatikan bagaimana cara merekrut para calon karyawan yang efektif dan sesuai harapan pada setiap generasi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perbedaan-perbedaan orientasi pekerjaan begitu memengaruhi keadaan yang ada dalam organisasi. Organisasi atau perusahaan harus lebih fokus akan hal tersebut, sebelum merekrut karyawan bagi perusahaan, mereka harus terlebih dahulu menyiapkan segala hal yang dibutuhkan dan diharapkan karyawan ketika berada dalam perusahaan. Proses itu terdapat dalam proses rekrutmen agar ketika merekrut karyawan, perusahaan bisa mendapatkan hasil yang efisien. Dengan dilakukannya hal tersebut, karyawan pun akan menghasilkan pekerjaan yang maksimal bagi perusahaan, karena merasa apa yang diharapkannya dalam pekerjaan sudah sesuai (Sujansky, 2004). Miller (2007) melaporkan sebuah survei yang dilakukan oleh Sibson menunjukkan penurunan kepuasan karyawan dalam pekerjaan diantara tahun 2003 dan 2006. Dari sudut pandang sebuah organisasi, karyawan mungkin berhenti dari tempat kerja, karena pekerjaan mereka yang tidak sesuai dan menyebabkan produktivitas jatuh. Banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menekankan bahwa sekarang ini yang menjadi fokus bukanlah mengeneralisasi harapanharapan kerja yang timbul karena adanya perbedaan generasi. Melainkan, perusahaan harus mencoba memenuhi harapan kerja yang diinginkan karyawannya dan itu harus bermula dari cara perusahaan menentukan strategi yang tepat untuk rekrutmen. 2.2 Rekrutmen Rekrutmen (Recruitment) adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian (Henry Simamora, 1997: 212). Sementara menurut Schermerhorn (1997), rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan. Menurut Henry Simamora (2001), rekrutmen memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai berikut: a. Untuk memikat sebagian besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon pekerja yang dianggap memenuhi kualifikasi standar kualifikasi organisasi. b. Tujuan pasca pengangkatan adalah penghasilan karyawan-karyawan yang merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama dengan perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal. c. Meningkatkan citra umum organisasi, sehingga para pelamar yang gagal mempunyai kesan-kesan positif terhadap organisasi atau perusahaan. Proses rekrutmen meliputi beberapa poin penting, menurut Simamora (1997: 221): 1. Penyusunan strategi untuk merekrut Di dalam penyusunan strategi ini, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab didalam menentukan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan, bagaimana karyawan akan direkrut, di mana, dan kapan. 2. Pencarian pelamar-pelamar kerja Setelah rencana dan strategi perekrutan disusun, aktivitas perekrutan sesungguhnya bisa berlangsung, melalui sumber-sumber perekrutan yang ada. Banyak atau sedikitnya pelamar dipengaruhi oleh usaha dari pihak perekrut di dalam menginformasikan lowongan, salah satunya adanya ikatan kerjasama yang baik antara perusahaan dengan sumbersumber perekrutan external seperti sekolah, universitas. 3. Penyisihan pelamar-pelamar yang tidak cocok / penyaringan Setelah lamaran-lamaran diterima, haruslah disaring guna menyisihkan individu yang tidak memenuhi syarat berdasarkan kualifikasikualifikasi pekerjaan. Di dalam proses ini memerlukan perhatian besar khususnya untuk membendung diskualifikasi karena alasan yang tidak tepat, sehingga di dalam proses ini dibutuhkan kecermatan dari pihak penyaring. 4. Pembuatan kumpulan pelamar Kelompok pelamar (applicant pool) terdiri atas individu-individu yang telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh perekrut dan merupakan kandidat yang layak untuk posisi yang dibutuhkan. Menurut Simamora (1997: 246) untuk menciptakan suatu sistem rekrutmen yang efektif para manajer dan manajer sumber daya manusia, semestinya menerapkan beberapa hal, antara lain: 1. Mendiagnosis seefektif mungkin (berdasarkan kendala waktu, sumber daya finansial, dan ketersediaan staf pelaksana yang ada) faktor-faktor lingkungan dan organisasional yang mempengaruhi posisi yang perlu diisi dan aktivitas rekrutmen. 2. Membuat deskripsi, spesifikasi, dan standart kinerja yang rinci. 3. Menentukan tipe individu-individu yang sering dikaryakan oleh organisasi dalam posisi yang sama. 4. Menentukan kriteria-kriteria rekrutmen. 5. Mengevaluasi berbagai saluran dan sumber rekrutmen 6. Menyeleksi sumber rekrutmen yang kemungkinan menghasilkan kelompok kandidat yang paling besar dan paling sesuai pada biaya yang serendah mungkin. 7. Mengidentifikasikan saluran-saluran rekrutmen untuk membuka sumber-sumber tersebut, termasuk penulisan iklan, menjadwalkan program rekrutmen. 8. Menyeleksi saluran rekrutmen yang paling efektif biaya. 9. Menyusun rencana rekrutmen yang mencakup daftar aktivitas dan daftar untuk menerapkannya. Selain strategi diatas tersebut, menurut Dawn (1993) para manajer harus bisa membuat strategi rekrutmen yang sedemikian rupa untuk mendapatkan karyawan yang berpengalaman dengan salah satu caranya adalah memenuhi syarat atau harapan mereka mengenai bonus, diluar gaji pokok. 2.3 Generasi X dan Generasi Y Dalam proses rekrutmen pun perlu diperhatikan mengenai harapan dan tuntutan pekerjaan karyawan, dan karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda setiap generasinya. Di penelitian ini akan dibedakan menjadi dua generasi, yaitu generasi X dan generasi Y (Tomkiewicg, J., Frankel, R., Sagan, M; 2008). 2.3.1 Generasi X Generasi X (lahir pada 1965-1977) yang disebut sebagai baby bust karena kelompok umur ini merasa dikeluarkan dari kelompok sebelumnya dan masuk ke angkatan kerja hanya untuk menemukan celahcelah posisi karena semua posisi telah diisi oleh saudara-saudaranya (Tapscott, 1998). Hill (2004) menjelaskan, mereka (generasi X) sering menyaksikan orangtua mereka bekerja berjam-jam di tempat kerja dan tidak seimbang dalam kehidupan yang dipenuhi oleh stress. Pekala (2001) menjelaskan bahwa generasi X sangat kritis dan diberi ‘label’ sebagai pemalas. Hal ini disebabkan karena generasi ini terlihat kurang setia pada satu organisasi. Mereka tidak memahami pentingnya bekerja dalam waktu lama dan lebih suka membuat jadwal mereka sendiri (Raines, 1997). Generasi X sebagai generasi kelahiran tahun 1965-1977, mereka beranggapan bahwa pekerjaan bukan hal yang menyenangkan, namun untuk dapat hidup mereka harus bekerja, dan itu suatu hal yang harus dilakukan dan dipenuhi. Ketika bekerja pun harus dalam pengawasan yang cukup ketat, agar tujuan dari pekerjaan tersebut bisa tercapai. Bagi generasi X, melakukan pekerjaan melampui jam kerja bukan hal yang tidak biasa. Asalkan setelah itu mereka diberi timbal balik yang sesuai dan terbiasa bekerja secara independent atau sendiri (Zemke, 2000). Job-hoping (harapan dalam bekerja) adalah hal yang normal, metode yang diterima untuk kemajuan karir gen X. Uang (gaji) biasanya menjadi faktor utama. Generasi ini pun mengharapkan adanya fasilitas-fasilitas lain yang disediakan perusahaan (Jennings,2008) Karyawan generasi X ingin perusahaan tempat mereka bekerja menyediakan “jalur untuk pengembangan diri” untuk menambah kualitas performa kerja mereka, agar bisa menambah tanggung jawab dalam bekerja. Bagi generasi X tambahan tanggung jawab bekerja sangat penting bagi karir mereka. Berikut adalah beberapa ekspektasi kerja yang dimiliki oleh Generasi X (Johann G. Riescher, 2009): a. Diberi otoritas dalam pekerjaan b. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan c. Menginginkan adanya profit sharing d. Menyukai adanya pengembangan diri yang di fasilitasi dengan baik oleh perusahaan 2.3.2 Generasi Y Generasi Y, atau yang lebih dikenal sebagai Generasi Millennium, tumbuh seiring dengan banyak kejadian yang mengubah dunia, di antaranya berkembangnya komunikasi massa, serta internet. Generasi Y yang telah bekerja menunjukkan sikap yang senantiasa bertentangan dengan peraturan kantor. Namun, generasi ini boleh dipuji untuk energi dan semangat bekerjanya yang luar biasa (Tapscott, 1998). Generasi Y adalah generasi terbesar dalam sejarah dengan sekitar 79,8 juta anggota, melebihi jumlah generasi Baby Boomers (Robert Half International, 2008). Generasi Y adalah generasi terbaru yang masuk dalam dunia kerja. Masuknya generasi Y ke dunia kerja menimbulkan konflik antar generasi yang signifikan (Alch, 2000). Generasi lain menganggap generasi Y adalah generasi yang sulit dipahami dan memiliki stereotip tersendiri. Ada banyak kesalahpahaman tentang generasi Y, Robert Half International (2008) melakukan studi bagaimana untuk merekrut dan mempertahankan karyawan generasi Y. Generasi Y telah diberi label sebagai generasi malas, menuntut banyak hal dan tidak tahu berterima kasih. Ini adalah mitos yang disalahtafsirkan oleh generasi yang lain yang tidak mengerti bagaimana pekerja generasi Y berpikir. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun pemahaman tentang setiap generasi yang akan membantu untuk menjembatani perbedaan generasi, sebagai manfaat organisasi untuk merekrut dan mempertahankan anggota dari generasi terbaru di dunia kerja. Generasi Y dibesarkan dalam waktu yang tak menentu, yang membuat mereka menjadi generasi independent dan bergantung pada diri mereka sendiri, bukan pada orang lain untuk membantu mereka berhasil. Atkinson (2008) lebih lanjut menjelaskan dengan menggunakan sebuah literature review, survei, dan wawancara dengan anggota generasi Y yang mayoritas dari mereka tumbuh dengan mengatakan segala sesuatu yang mereka ketahui dan keterbatasan pada diri mereka sendiri. Generasi Y juga telah dijuluki sebagai generasi yang paling dicari, karena mereka memiliki orang tua yang selalu terlibat dalam setiap aspek kehidupan mereka (Atkinson, 2008). Generasi Y menganggap bahwa pekerjaan itu suatu yang menyenangkan dan akan melakukannya dengan penuh tanggungjawab tanpa tekanan. Para generasi Y melakukan segalanya dengan seimbang, apabila jam kerja telah usai, maka usai juga yang mereka kerjakan, dan mereka sangat membutuhkan waktu selain untuk bekerja. Seperti berlibur bersama keluarga dan teman-teman, karena dalam bekerja pun mereka lebih suka bekerja secara bersama (Lancaster & Stillman, 2002; Ruch, 2000). Robert Half Internasional (2008) melakukan survei untuk menentukan bagaimana untuk merekrut dan mempertahankan generasi Y. Survei kuantitatif diberikan kepada 1.007 karyawan generasi Y antara usia 21 dan 28. Studi menemukan bahwa generasi Y mengharapkan untuk memiliki lebih banyak perubahan karir atau pekerjaan, fokus pada kehidupan pribadi atau keluarga, lebih banyak pengetahuan pada kemajuan teknologi, dan pendidikan lebih baik (Robert Half International, 2008). Penelitian ini juga menemukan bahwa generasi Y menginginkan kebebasan, fleksibilitas dan kontrol atas pekerjaan mereka, dan diberi kreativitas untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan pendekatan unik mereka sendiri. Mereka berharap pendidikan yang diliki sebagai percepatan kemajuan karir mereka. Dari beberapa penelitian tersebut, berikut adalah ekspektasi kerja generasi Y secara umum: a. Penghargaan atas hasil kerja yang dicapai b. Diberi kesempatan dalam setiap penangangan masalah yang ada c. Mudahnya mengakses informasi-informasi terbaru melalui teknologi atau internet d. Waktu kerja yang seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi e. Membutuhkan keleluasaan bekerja dimanapun dan kapanpun 2.3.3 Proses Rekrutmen dan Generasi X & Generasi Y Melalui buku Manajemen Sumber Daya Manusia, Dr. Mutiara Panggabean (2002), dalam kegiatan rekrutmen tidak hanya para pelamar yang harus memenuhi berbagai syarat dari perusahaan jika ingin bekerja didalamnya. Akan tetapi, perusahaan melihat bagaimana preferensi pekerjaan calon karyawannya yang akan masuk kedalam perusahaan. Selain itu, mereka yang melakukan rekrutmen pun akan memahami dan menentukan metode rekrutmen yang tepat untuk mendapatkan karyawan dengan kompetensi dan sesuai kualifikasi dari perusahaan. Permasalahan bagi perusahaan tidak hanya berhenti dalam memenuhi kebutuhan atau harapan pekerjaan karyawan. Setiap calon pekerja terdiri dari beberapa generasi yang memiliki preferensi pekerjaan yang berbeda-beda pula. Generasi-generasi tersebut diantaranya adalah generasi X dan generasi Y (Tomkiewicg, J., Frankel, R., Sagan, M; 2008) . Perbedaan karakter tersebut menyebabkan pula perbedaan harapan dan tuntutan pekerjaan antara generasi X dan generasi Y. Dengan tidak hanya memperhatikan masalah kompensasi, tunjangan kesehatan dan lainnya, penting juga diperhatikan menghitung hal-hal yang tidak terlihat seperti pelatihan, kesempatan travelling dan kewajiban untuk perusahaan. Perusahaan harus bisa mencari solusi untuk mengatasi perbedaan tersebut agar bisa menghasilkan proses rekrutmen yang efektif bagi kedua generasi tersebut (Ramsey, 1993; Wigglesworth, 1997; White, 2000; Pellet, 2005). Proses rekrutmen yang dilakukan oleh PT. Samudera Indonesia, menurut yang diungkapkan oleh Corporate Human Capital Division Head, adalah pada awalnya para pelamar disaring berdasarkan syarat Indeks Prestasi Kumulatif minimal 3.0, usia maksimal 27 tahun dan latar belakang jurusan yang relevan. Lolos dari seleksi administrasi tersebut, tes lainnya menyusul yakni dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD) dan wawancara untuk melihat kemampuan berbahasa Inggris dan kualitas kepemimpinan bagi yang lolos FGD. Selanjutnya akan dilakukan tes psikologi berdasarkan kompetensi untuk melihat kekuatan calon karyawan di Operation, Sales & Marketing, Finance serta Strategic Business, dan diakhiri dengan wawancara dengan Direksi PT. Samudera Indonesia. Menentukan orang yang tepat bukanlah hal yang mudah. Hasil riset dilakukan oleh HR Bencmarking Group pada tahun 2010 kepada perusahaan atau organisasi besar di dunia, terdapat sepuluh isu besar yang berhubungan dengan Human Resources (HR). Hiring the Right People merupakan isu yang berada di urutan teratas. Dari hasil riset tersebut, didapatkan gambaran bahwa untuk mendapatkan orang yang tepat bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan pemetaan (mapping) terhadap karyawan berdasarkan kinerja dan potensinya serta mengembangkan talenta internal, yang diselaraskan dengan kebutuhan. Proses rekrutmen yang efektif dan fleksibel adalah bagaimana sebelumnya menyusun strategi untuk memenuhi potensi calon karyawan dengan kebutuhan ketrampilan yang bisa mengeksploitasi ide-ide dan mendorong inovasi dari dalam diri mereka. Karena dengan itu karyawan akan cenderung nyaman dan bertahan pada organisasi (Jos Creese, 2006). Menurut beberapa ahli dalam penelitiannya, ada dua faktor yang membuat karyawan memiliki semangat kerja dalam perusahaan, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Berikut faktor intrinsik yang bisa membuat karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih baik (Allen & Kilmann 2001: 116): a. Suatu pengakuan yang bertujuan untuk mencapai dan peningkatan kualitas seperti memberikan merchandise, sertifikat, atau tiket gratis untuk berlibur. Misalnya, Juran (1992) mengidentifikasi bahwa pengakuan, yang disertai dengan hadiah sebagai unsur penting untuk motivasi dan kualitas. b. Perayaan sebagai suatu penghargaan dalam pencapaian tujuan peningkatan kualitas seperti makan siang, makan malam, acara khusus, agar karyawan merasa lebih dihargai kontribusinya dalam perusahaan. c. Memberikan pujian kecil yang sederhana seperti "tepukan di punggung" oleh manajer atau pemimpin kepada karyawan untuk mengakui pencapaian tujuan dan peningkatan kualitas. d. Diberi sarana atau kesempatan dalam menyampaikan saran dan pendapat dalam setiap kesempatan. e. Dilakukannya promosi jabatan sebagai penghargaan atas kualitan dan kuantitas diri karyawan. Dan berikut adalah faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan kepuasan dalam pekerjaan: a. Profit sharing: Pembagian keuntungan dimana saham organisasi sebagian dari keuntungan dibagi dengan karyawan. Rencana pembagian keuntungan diharapkan bisa bermanfaat bagi karyawan dalam perusahaan (Gomez-Mejia dan Balkin 1989: 433). b. Memiliki kebijakan perusahaan atau kontrak serikat kerja yang dirancang untuk mencegah PHK. Kebijakan ini dibuat agar karyawan bekerja dengan nyaman tanpa harus memikirkan PHK, yang tentunya akan membuat proses kerja lebih efisien (Allen dan Kilmann 2001: 82). c. Membayar upah lembur dimana pekerja diberi upah tambahan untuk jam lembur yang mereka lakukan selama bekerja. d. Kenaikan gaji berdasarkan pada prestasi individu. Contoh, memberi bonus ketika karyawan berhasil menyelesaikan pekerjaan sesuai target yang telah direncanakan sebelumnya (Stajkovic dan Luthans 2001: 581). 2.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka dan identifikasi permasalahan diatas, maka penelitian ini dapat ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut: Generasi X: Ekspektasi Pekerjaan Gen X (X1) Rekrutmen: Efektivitas Strategi Rekrutmen Generasi Y: (Y1) Ekspektasi Pekerjaan Gen Y (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Pengolahan penulis 2.5 Hipotesis Bentuk pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner, dengan hipotesa penelitian sebagai berikut: • Untuk T-1: Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan dan simultan antara ekspektasi kerja karyawan generasi X dan Y terhadap rekrutmen di PT. Samudera Indonesia. Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan dan simultan antara ekspektasi kerja karyawan generasi X dan Y terhadap rekrutmen di PT. Samudera Indonesia. Untuk T-2: Ho: Tidak terdapat hubungan antara ekspektasi kerja karyawan generasi X dan ekspektasi kerja karyawan generasi Y yang positif dan signifikan terhadap rekrutmen di PT. Samudera Indonesia. Ha: Terdapat hubungan antara ekspektasi kerja karyawan generasi X dan ekspektasi kerja karyawan generasi Y yang positif dan signifikan terhadap rekrutmen di PT. Samudera Indonesia.