Artikel Tentang Peranan Multimedia dalam Pembelajaran Peranan Multimedia Oleh:JokoSutrisno dalam Pembelajaran dan Gaya Belajar Siswa Artikel ini me-review laporan hasil suatu penelitian yang dilakukan oleh Beacham dkk, (Beacham, N. A., Elliott, A. C., Alty, J. L., Al-Sharrah, A., dalam Media Combinations and Learning Styles: A Dual Coding Approach, Association for the Advancement of Computing in Education (AACE), 2002), yang tujuannya untuk mengetahui apakah perpaduan beberapa jenis media akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang berbasis komputer. Selain itu, penelitian yang dilaporkan ini juga digunakan untuk mengetahui apakah gaya belajar siswa berpengaruh pada tingkat pemahaman siswa terhadap perpaduan beberapa jenis media ini. Perpaduan beberapa jenis media yang dilakukan telah mempertimbangakan dual coding theory, yang menyatakan bahwa informasi diproses melalui dua channel yang independent, yaitu channel verbal dan visual. Hasil penelitian mengindikasikan adanya peningkatan pemahaman siswa ketika materi pembelajaran disajikan menggunakan suara dan diagram. Pemahaman berkurang ketika materi pembelajaran disajikan melalui teks dan diagram. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa suara dan diagram dapat meningkatkan pemahaman siswa terlepas dari learning style yang lebih disukai siswa, dan siswa yang gaya belajarnya intuitive cenderung memiliki tingkat pemahaman lebih baik. Landasan Teori Berdasarkan berbagai hasil penelitian, diyakini bahwa suatu materi pembelajaran harus didesain sedemikian rupa sehingga mengakomodasi tipe pembelajar, dan gaya belajar, bukan hanya menunjukkan gaya mengajar instrukturnya. Salah satu metode yang efektif untuk mencapai hal ini adalah melalui penggunaan berbagai media yang disesuaikan dengan gaya belajar si pembelajar. Salah satu teori yang menjadi dasar dari pemikiran ini adalah dual coding theory yang dikemukakan oleh Paivio (1971). Menurut dual coding theory, informasi diproses melalui dua channel yang independent, yaitu channel verbal seperti teks dan suara, dan channel visual seperti diagram, animasi, dan gambar. Penelitian lebih lanjut berkaitan dengan dual coding theory yang dilakukan oleh Paivio, Bagget (1989), dan Kozma (1991) mengindikasikan bahwa dengan memilih perpaduan media yang sesuai, hasil belajar dari seseorang dapat ditingkatkan. Sebagai contoh, informasi yang menggunakan kata-kata (verbal) dan ilustrasi visual yang relevan memiliki kecenderungan lebih mudah dipelajari dan dipahami daripada informasi yang menggunakan teks saja, suara saja, perpaduan teks dan suara, atau ilustrasi saja. Sejumlah penting prinsip dan tips untuk mengembangkan bahan-bahan ajar berbasis komputer telah dirumuskan berdasarkan dual coding theory ini. Terlebih lagi, meskipun sudah berumur lebih dari 30 tahun, teori ini tetap relevan dengan perkembangan teknologi dan inovasi dalam bidang pendidikan. Meskipun banyak penelitian yang telah dilakukan sampai saat ini, diperlukan lebih banyak lagi penelitian untuk lebih meyakinkan pengaruh informasi multimedia dalam belajar siswa unruk berbagai learning style yang berbeda. Banyak penelitian yang sudah dilakukan mengenai dual coding theory untuk mempelajari pengaruh informasi multimedia pada pembelajar visual dan verbal, tetapi masih sedikit yang mempelajari pengaruhnya pada pembelajar tipe lain, seperti pembelajar bergaya sensorik, intuitif, sequential, global, aktif, dan reflektif. Penelitian yang dilaporkan dalam artikel ini mencoba mempelajari pengaruh informasi multimedia pada siswa dengan gaya belajar intuitif dan sensorik, yang kemudian dibandingkan dengan siswa bertipe verbal dan visual. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan: - Dapatkah perpaduan media yang berbeda meningkatkan pemahaman siswa - Adakah perbedaan pengaruh perpaduan media ini pada siswa dengan gaya belajar yang berbeda? Penelitian ini dianggap penting karena hasilnya diharapkan dapat membantu para penulis materi multimedia untuk memilih perpaduan media yang tepat disesuaikan dengan semua tipe gaya belajar ketika mendesain pembelajaran berbasis komputer. Eksperimen Dalam penelitian ini, sebanyak 44 siswa (umur 20 – 24 tahun) dibagi ke dalam 3 kelompok secara acak, masing-masing beranggotakan 13, 14, dan 17 siswa. Kepada tiap kelompok diberikan bahan ajar berbasis komputer yang memiliki perpaduan media yang berbeda. Kelompok 1 : bahan ajar yang memadukan teks dan diagram Kelompok 2 : bahan ajar yang hanya berupa teks Kelompok 3 : bahan ajar yang memadukan suara dan diagram Bahan ajar dibuat dengan program Macromedia Flash 5 untuk materi pemanfaatan statistik dalam menguji eksperimen (Null Hypothesis and Significance). Materi ini dipilih karena diyakini banyak siswa yang belum memiliki pengetahuan awal sebelumnya tentang materi ini, dan kalau pun siswa telah memiliki pengetahuan awal, mereka tetap menganggap materi ini sulit dipahami. Durasi tiap bahan ajar sama, yaitu 12 menit. Bahan ajar dipresentasikan melalui laptop ke proyektor. Sebelum bahan ajar disampaikan, para siswa ditest lebih dulu mengenai pengenalan atau pengetahuan awal mereka tentang bahan ajar yang akan dipelajari, yaitu tentang null hyphothesis dan significance. Para siswa juga diminta untuk mengisi learning style inventory berdasarkan pada Model Felder-Silverman, yang akan digunakan untuk mengetahui gaya belajar yang mereka miliki. Setelah gaya belajar setiap siswa diketahui, maka diaturlah pengelompokan para siswa ini ke dalam kelompok-kelompok sedemikian rupa sehingga dalam tiap kelompok terdapat berbagai siswa dengan gaya belajar yang berbeda secara proporsional, terutama untuk gaya belajar sensorik dan intuitif. Setelah bahan ajar diberikan dalam durasi waktu yang sama, kepada para siswa dalam tiap kelompok diberikan post-test yang berisi 10 pertanyaan menyangkut materi bahan ajar yang telah disampaikan. Dalam tiap nomor pertanyaan, ditanyakan juga apakah mereka telah mengetahui jawabannya sebelum mengikuti presentasi bahan ajar, apakah presentasi bahan ajar membantu mereka menemukan atau me-recall jawabannya, ataukah mereka belum tahu jawabannya sebelum mengikuti presentasi. Hasil Eksperimen Hasil eksperimen ditampilkan melalui diagram batang seperti pada Figure 2. Tampak bahwa pengetahuan awal yang dimiliki siswa tentang “null hyphothesis” dalam Kelompok 1 (teks dan diagram) sebesar 53.8%, Kelompok 2 (teks saja) sebesar 14.3%, dan Kelompok 3 (suara dan diagram) sebesar 29.4%. Sementara pengetahuan awal yang dimiliki siswa tentang “significance&rdquo ; dalam Kelompok 1 (teks dan diagram) sebesar 61.5%, Kelompok 2 (teks saja) sebesar 35.7%, dan Kelompok 3 (suara dan diagram) sebesar 35.3%. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa tidak memiliki pengetahuan awal tentang materi bahan ajar. Dilihat berdasarkan rata-rata hasil post-test, tampak bahwa Kelompok 3 (suara dan diagram) cenderung memiliki nilai tertinggi, diikuti oleh Kelompok 2 (teks aja). Siswasiswa dalam Kelompok 1 (teks dan diagram) cenderung memiliki nilai yang rendah. Hal yang menarik adalah bahwa sebenarnya Kelompok 1 ini memiliki pengetahuan awal tentang materi bahan ajar yang lebih tinggi dibandingkan dua kelompok lain, tetapi mereka ternyata memiliki hasil post-test yang paling rendah. Dalam penelitian ini diketahui bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara nilai pembelajar sensorik, nilai pembelajar intuitif, dan nilai pembelajar “seimbang” (seimbang antara sensorik dan intuitif, atau gabungan). Namun demikian, ada kecenderungan bahwa nilai pembelajar sensorik lebih tinggi dibandingkan nilai pembelajar intuitif. Nilai tertinggi diperoleh oleh kelompok pembelajar “seimbang”. Hasil ini mendukung sejumlah teori belajar yang menyatakan bahwa tidak ada gaya belajar tunggal yang lebih baik satu di antara yang lain, melainkan bahwa gaya pembelajar “seimbang” akan menunjukkan kinerja yang lebih baik. Pada Figure 3 ditunjukkan perbedaan nilai di antara gaya belajar untuk perpaduan media yang berbeda. Untuk gaya belajar tertentu, perbedaan nilainya lebih nyata. Namun demikian, jika pasangan gaya belajar tersebut dibandingkan (sensorik-intuitif, sequentialglobal, aktif-reflektif), salah satu di antara keduanya selalu menunjukkan kecenderungan lebih terpengaruh oleh perubahan media daripada yang lainnya. Padapasangan sensorikintuitif misalnya, terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada pembelajar intuitif untuk masing-masing perpaduan media, tetapi tidak untuk pembelajar sensorik. Yang menarik, pembelajar intuitif mendapat nilai tertinggi ketika ditunjukkan pada perpaduan media suara dan diagram, tetapi mendapat nilai terendah ketika ditunjukkan pada perpaduan media teks dan diagram. Dua hasil utama yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: pertama, perpaduan media berbeda yang digunakan untuk menyajikan bahan ajar kepada siswa akan berpengaruh kepada pemahaman siswa. Hasil kedua, para siswa yang memiliki gaya belajar berbeda menunjukkan kinerja yang berbeda untuk setiap perpaduan media berbeda. Kedua hasil penelitian ini mendukung beberapa gagasan dalam dual coding theory. Hasil penelitian ini menyatakan kepada kita bahwa ketika informasi disajikan melalui perpaduan verbal dan visual, kita akan mengingat informasi tersebut lebih banyak dibandingkan ketika informasi tersebut disajikan melalui teks saja. Namun demikian, hasil penelitian ini juga menemukan kasus di mana perpaduan verbal dan visual dapat menyebabkan seseorang mengingat lebih sedikit dibandingkan dengan ketika hanya menggunakan teks, yaitu pada kasus teks dan diagram. Alasan untuk kasus ini barangkali adalah karena teks dan diagram dipadukan, sehingga perhatian seseorang akan terpecah (sesuai dengan cognitive load theory). Penelitian ini juga menghasilkan penemuan bahwa siswa dengan gaya belajar tertentu memiliki nilai test yang lebih tinggi dibandingkan siswa lain dengan gaya belajar berbeda dalam masing-masing kelompok (pada perpaduan media yang sama). Hal ini boleh jadi disebabkan siswa dengan gaya belajar tertentu merasa lebih cocok dengan perpaduan media tertentu pula, misalnya pembelajar sensorik lebih tertarik dengan model presentasi dibandingkan dengan pembelajar intuitif. Pembelajar sensorik lebih tertarik kepada informasi yang disajikan dalam presentasi, sementara pembelajar intuitif lebih tertarik untuk menemukan hubungan antar-elemen informasi. Akibatnya, pembelajar intuitif tidak punya waktu yang cukup untuk mengaktifkan jenis processing yang diharapkan. Alasan lain dapat dikemukakan misalnya, pembelajar sensorik menggunakan strategi surface learning sementara pembelajar intuitif menggunakan strategi deep learning. Aplikasi Praktis Ada beberapa aplikasi praktis yang dapat dilakukan berkaitan dengan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini. Dari hasil bahwa perpaduan suara dan diagram memiliki efektivitas yang tinggi, maka sebaiknya dalam mengembangkan bahan ajar berbasis komputer, guru dan sekolah memperhatikan aspek ini. Di samping itu, dalam melaksanakan program pembelajaran di kelas, sebaiknya guru juga mempertimbangan perpaduan media ini. Artinya, jangan sampai di dalam kelas seorang guru cenderung hanya menulis di papan tulis saja, berbicara saja, tetapi harus berupaya memadukan berbagai media, yaitu teks/tulisan, percakapan, gambar dan diagram (misalnya melalui LCD/Proyektor, komputer, televisi, atau media alam langsung). 1. Bagi penulis buku, penerbit, dan berbagai lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, sebaiknya mengembangkan bahan ajar atau media yang memadukan berbagai media sebagaimana dalam penelitian ini. Dalam buku misalnya, sebaiknya sebuah buku tidak hanya merupakan kumpulan teks, tetapi juga harus dipadukan dengan gambar/diagram. Bagaimana memadukan media suara ke dalam buku? Saat ini di luar negeri sudah banyak beredar buku yang dilengkapi dengan CD-ROM. Oleh karena itu, tidak salah rasanya jika buku-buku di Indonesia juga dilengkapi dengan perangkat multimedia ini. 2. Dalam penelitian ini juga diperkuat pendapat bahwa tidak ada suatu gaya belajar yang terbaik. Oleh karena itu, semua gaya belajar siswa harus bisa diakomodasi dan diperhatikan oleh guru di sekolah, oleh penulis buku (selama ini penulis buku menulis buku sesuai gayanya sendiri, jarang mempertimbangkan gaya belajar pembacanya), dan pengembang perangkat multimedia pendidikan lainnya. Kesimpulan Hasil penelitian ini tidak saja mendukung dual coding theory, tetapi juga menemukan bahwa pemahaman siswa akan meningkat ketika bahan ajarnya disajikan dalam perpaduan suara dan diagram. Di samping itu, pemahaman siswa dengan gaya belajar tertentu juga meningkat dibandingkan dengan siswa dengan gaya belajar lain untuk perpaduan media yang sama. Jika pemilihan perpaduan media tidak tepat, apapun gaya belajarnya, siswa tidak akan dapat menunjukkan kinerja yang maksimal. Hasil penemuan ini bermanfaat untuk mendesain bahan ajar yang berbasis komputer (termasuk internet dan mobile learning environment).