LITURGI HARI AIDS SEDUNIA 2015 [Catatan: Sebelum memulai Ibadah, tempatkan sebuah Peta Indonesia ditengah ruangan atau tempat yang bisa dilihat oleh semua jemaat/peserta. Nyalakan satu lilin putih besar dan tempatkan di propinsi /Kabupaten dimana dilaksanakannya ibadah tersebut.] Pengantar L / PF : Selamat datang dalam Ibadah Hari AIDS sedunia. Hari AIDS Sedunia dirayakan pada tanggal 1 Desember setiap tahun. Ini adalah saat di mana kita mengenang orang‐orang yang meninggal karena penyakit terkait AIDS dan “Sesama yang terinfeksi HIV‐AIDS” (SEMATHA); inilah saat untuk bersyukur atas kemajuan yang telah terjadi dan berefleksi pada apa yang masih harus dilakukan. Ini adalah kesempatan untuk semua orang di seluruh dunia untuk bersatu memberantas AIDS dan menunjukkan dukungan bagi SEMATHA. Ini adalah saat untuk kembali berkomitmen untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Diseluruh dunia, saat ini ada 37 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 18 juta perempuan dan 4,2 juta anak berusia dibawah 15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2014 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia dibawah 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta orang dewasa dan 190.000 anak berusia dibawah 15 tahun. Sementara itu di Indonesia, sejak HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987, hingga saat ini HIV/AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh provinsi Indonesia yang dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai september 2014 (data dari Kementerian Kesehatan) sebanyak 150.296 orang. Hari AIDS Sedunia yang kita peringati pada hari ini mengingatkan kembali pada komitmen pengutusan kita sebagai umat Kristen dan Gereja yang memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menyembuhkan, memberi harapan dan menjaga keutuhan kehidupan manusia sebagai gambar Allah yang memiliki martabat dan kualitas kehidupan. [Sebelum Ibadah dimulai, jemaat menyalakan lilin merah kecil dan meletakkannya di suatu titik di dalam ruangan tempat ibadah di laksanakan (misalnya Altar, meja, atau salah satu sudut ruangan). Setelah semuanya selesai menyalakan lilin dan menempatkannya di tempat yang telah ditentukan, Liturgos membacakan panggilan beribadah.] Panggilan Beribadah L / PF : Tuhan yang maha pengasih, kami datang di hadapanMu pada hari AIDS sedunia ini untuk mengenang orang‐orang yang terdampak oleh HIV dan AIDS, dan berefleksi atas kemajuan yang 1 telah terjadi dan hal‐hal yang masih harus kami lakukan. Kami berkomitmen pada tujuan global yaitu: “Tanpa Infeksi Baru, Tanpa Kematian Karena AIDS, dan Tanpa Stigma dan Diskriminasi”. Kami akan berusaha sekuat tenaga untuk bersama‐sama menghentikan AIDS sebagai krisis kesehatan sebelum tahun 2030. Kami bersyukur atas kemajuan yang ada untuk mengurangi dan mencegah penyebaran HIV, untuk mengurangi dampak pada keluarga dan masyarakat, untuk membangun komunitas yang ramah dan peduli terhadap semua. Kemajuan ini merupakan buah karunia akal budi, kecerdasan, pertimbangan baik, dan inspirasi spiritual yang Engkau berikan pada ribuan ilmuwan, penyedia layanan kesehatan, pekerja sosial dan medis, perawat pastoral, aktivis dan anggota masyarakat, serta orang‐orang yang terkena dampak secara langsung dari penyakit ini, yang semuanya telah mengambil bagian untuk mengakhiri pandemik ini. Sebagai orang beriman yang diciptakan menurut gambarMu, Tuhan, kami juga memahami seberapapun luasnya pengetahuan kami, seberapapun kemampuan bakat kami, seberapapun antusias komitmen kami, kami tidak akan dapat mencapai ‘titik nol’ hingga kami mengosongkan diri kami dan mempercayai kekuatanMu dengan sepenuh hati. Kami mengetahui bahwa hanya Engkau, Ayah dan Ibu bagi kami semua, yang mampu menghapus semua penyakit, mengakhiri segala kemiskinan, menghapus segala stigma dan diskriminasi, dan mengatasi dosa dan kematian selamanya. Oleh karena itu ya Tuhan, kami mempercayakan diri kami ke dalam mujizatMu, dan kami menyerahkan diri kami dalam fitrahMu untuk mencapai “titik nol” dalam respons global terhadap HIV dan penyakit pandemik lainnya, serta bekerjasama secara penuh denganMu untuk membentuk dunia ini menjadi adil, damai, dan sejahtera. Kami berdoa kepadaMu yang menguasai seluruh alam raya untuk selama‐lamanya, Amin. (Disusun oleh Monsignor Robert J. Vitillo, penasihat khusus untuk kesehatan dan HIV, Caritas Internasionalis) Lagu jemaat (Zero, Zero, Zero): (bisa digantikan dengan lagu lain yang sesuai) 2 Kisah dari Swaziland Pembaca 1: Pada hari AIDS sedunia ini kita akan mendengarkan dua kisah dari Swaziland, sebuah negara kecil di selatan Afrika. Di Swaziland hampir sepertiga orang dewasa adalah HIV‐ positif – tertinggi di seluruh dunia – dan penderita tuberkulosis dalam setahun lebih banyak daripada di tempat lain di seluruh dunia. Hampir dua pertiga rakyat negara ini berpenghasilan kurang dari $2 per hari dan tingkat pengangguran lebih dari 60%. Kedua kisah berikut ini datang dari Cabrini Ministries, komunitas Katolik yang melayani di pedesaan Lubombo Lowveld di Swaziland. Pembaca 2: Menzi kecil sudah terinfeksi HIV sejak lahir. Ibunya telah meninggal dunia dan ayahnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Menzi biasanya dijaga oleh anggota keluarga lain yang juga memiliki beban hidup sendiri. Akses untuk obat‐obatan ART (Anti Retroviral Terapi) melalui Cabrini Ministries membuat Menzi tetap hidup – sebuah realita yang tidak mungkin sampai satu dekade yang lalu. Sayangnya, Menzi hampir selalu melewatkan jadwal minum obat secara teratur dan tidak patuh pada aturan minum obat. Ayahnya tidak bisa membawanya pergi berobat dan anggota keluarga yang lain menganggap hal itu bukan tanggung jawab mereka. Jadwal minum obat yang tidak teratur semakin menyulitkan keadaan kesehatannya. Pembaca 3: Ny. Dlamini mengalami HIV stadium empat, dan terinfeksi juga dengan tuberkulosis. Pada kunjungan pertamanya ke klinik, dia terlalu lemah untuk berjalan dan harus digendong; dia kekurangan nutrisi dan bobotnya jauh di bawah rata‐rata. Di bulan‐bulan awal kunjungan diketahui bahwa dia sedang hamil. Sistem immunnya yang sangat lemah membuat ia dan bayinya yang belum lahir berisiko komplikasi dan bayinya berisiko terinfeksi HIV. Di Swaziland, wanita yang HIV positif seringkali dihalang‐halangi untuk menerima perawatan ART (Anti Retroviral Terapi) karena stigma terkait penyakit tersebut. Diagnosis dan perawatan bagi anak ditunda agar rahasia keluarga tidak menyebar bahwa ada HIV dalam keluarga tersebut. (Kisah berdasarkan tulisan Ben Kickert, Cabrini Ministris Swaziland dalam C.I. HAART for Children newsletter) Pembacaan Alkitab: (Jemaat dipersilahkan berdiri) • • Amsal 31:8‐9 Yohanes 9:1‐11 Refleksi: (Jemaat dipersilahkan duduk) Suara 1: HIV dan AIDS tidak mengenal batas: Orangtua, kakek nenek, bibi, paman, kakak, adik, anak‐ anak, anggota masyarakat dan jemaat...siapa saja bisa terinfeksi. Suara 2: 37 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV; 2 juta orang terinfeksi tiap tahunnya; 1.2 juta orang meninggal karena AIDS. Suara 3: 22 juta orang hidup dengan HIV belum mendapatkan perawatan. Pada anak‐anak masih banyak kasus yang tidak diketahui; separuh dari orang‐orang yang hidup dengan HIV tidak menyadari bahwa ia telah terinfeksi. 3 Suara 4: Remaja, para pendatang, pengungsi, orang‐orang yang kehilangan rumah karena bencana, mereka yang bekerja jauh dari rumah, para penyandang cacat, pekerja seks, korban kekerasan dan penyiksaan, yatim piatu, anak‐anak jalanan, pria yang berhubungan sesama jenis, pengguna narkoba suntik, waria, wanita dan anak‐anak perempuan, serta orang‐orang pribumi, semuanya rentan. Suara 5: Tuhan, kami berdoa untuk dunia di mana semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkembang, bekerja dan menjalani hidup yang sejahtera, didukung oleh hukum, aturan, dan program yang menghargai hak‐hak asasi dan mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan. Suara 6: Tuhan, kami berdoa untuk dunia di mana semua orang, yang hidup dengan atau tanpa HIV, dapat menjalani hidup mereka secara penuh, dari lahir hingga dewasa, hingga tua, bebas dari diskriminasi, hidup dengan terhormat dan adil. Refleksi (oleh Pendeta) Siapa yang berdosa? Para rasul menganggap ini adalah pertanyaan yang mudah: siapa yang berdosa hingga seseorang dilahirkan buta, orang itu sendiri atau orangtuanya? Mereka tidak peduli bagaimana perasaan si orang buta atas pertanyaan ini – pertanyaan yang mungkin menghantui dirinya atau orangtuanya – bagaimana pertanyaan itu digunakan untuk menstigmatisasi dan mendiskriminasi mereka. Mereka mencari jawaban yang mudah, untuk menjelaskan situasi yang sulit. Yesus, seperti biasa, melakukan sesuatu yang tidak terduga. Dia mengatakan bahwa kebutaan itu bukan karena dosa, baik dosa si orang buta atau orangtuanya. Dia mengatakan bahwa mereka menanyakan pertanyaan yang salah, bahwa daripada mencari kambing hitam, mereka harusnya mencari karya perbuatan Tuhan. Lalu dia menunjukkannya kepada mereka dengan menyembuhkan orang itu. Seperti para rasul, gereja seringkali menstigmatisasi dan memarjinalisasi serta menolak orang‐orang yang hidup dengan HIV. Tidak bisakah kita mendengar Yesus yang memberitahu kita untuk berhenti menghakimi orang dan melihat bagaimana karya Tuhan dapat ditunjukkan? Tidak bisakah anda mendengar Dia menantang kita, sebagai tangan‐tangan Tuhan di dunia ini, untuk melakukan karya penyembuhan? Saat kita menolak stigma dan diskriminasi, dan menerima orang lain sebagaimana adanya dan mencintai mereka sepenuh hati, tanpa penghakiman; saat kita bertanya apa yang bisa kita lakukan dan bagaimana kita bisa membantu dengan ikhlas dan jujur; saat kita berjuang untuk akses perawatan untuk semua, supaya semua orang dapat hidup dengan sehat, bukankah itu adalah karya Tuhan yang sedang ditunjukkan? Saat itulah orang dapat melihat dan mengalami kehadiran Tuhan. Baru kita bisa mengatakan “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang”. AMIN (Refleksi disusun oleh Karen Plater, Presbyterian Church – Kanada) Lagu (Kyrie eleison) 4 Doa pengakuan Liturgos: Tuhan s4ang Pencipta, kami mengaku bahwa kami tidak melihat semua ciptaanMu dengan cinta yang sama seperti Engkau melihat mereka. Kami tidak menganggap semua manusia memiliki nilai dan kehormatan yang sama. Kami membiarkan orang lain yang dipermalukan dan dikucilkan; Semua: Tuhan sang Pencipta, kasihanilah kami. Liturgos: Yesus sang Penebus, semasa hidupMu di bumi Engkau telah melakukan apa yang Engkau ajarkan. Engkau menjangkau seluruh jenjang masyarakat dan menarik semuanya untuk diselamatkan lewat pengorbananMu di salib. Kami mengaku bahwa kami tidak melakukan ajaranMu. Hari demi hari kami bertemu dengan orang yang telah Engkau tebus dan tidak menyadari kemuliaan yang engkau bawa kepada mereka; Semua: Sang Penebus, kasihanilah kami. Liturgos: Roh Kudus Sang Pemelihara, Engkau memberikan nafas hidup bagi kami semua. Engkau mengisi kami dengan nafas kehidupan dan membawa kami untuk memujiMu. Kami mengaku bahwa tempat peribadatan kami belum menyambut semua orang. Kami telah beribadat hanya dengan orang‐orang yang kami kenal, dan tidak acuh terhadap orang‐ orang yang merasa dihalang‐halangi untuk masuk dan menjadi anggota peribadatan; Semua: Tuhan sang Pemelihara, kasihanilah kami. (Disusun oleh Rev. J.P. Mokgethi – Heath, Church of Sweden) Lagu (Kyrie eleison): (boleh diisi dengan Vocal Group atau Paduan Suara) 5 Kisah dari Swaziland L / PF : Cabrini Ministries telah berhasil menjadi tangan Tuhan bagi Menzi kecil dan Ny. Dlamini dalam berbagi kasih, menyambut mereka, dan melakukan upaya penyembuhan. Menzi muda dirujuk ke departemen Pelayanan Keluarga di mana mereka mengadakan rencana jangka panjang yang akan memampukannya untuk bertanggungjawab atas pengobatannya sendiri. Cabrini Ministries juga bekerjasama dengan anggota keluarga untuk membantu mengatasi tantangan lain seperti jadwal minum obat dan transportasi. Ny. Dlamini berhasil sembuh dari TB, memiliki bobot tubuh yang sehat dan menjalani gaya hidup sehat dengan pasangannya berkat jadwal minum obat ART teratur. Yang terpenting, anaknya Simo sekarang berumur 2 tahun dan HIV negatif. Cabrini Ministries, seperti banyak organisasi berbasis agama di berbagai belahan dunia, melalui aksi kongkrit mereka, menjalani pelayanan Kristus – menerima orang, merawat dan menyembuhkan mereka. Seperti ada tertulis, “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang”. Ini saatnya untuk mengakhiri stigma dan diskriminasi dan menerima orang sebagaimana adanya. Ini saat untuk merespon dengan kasih sayang dan aksi, sambil kita berusaha menuju dunia “Tanpa Infeksi Baru, Tanpa Kematian Karena AIDS, dan Tanpa Stigma dan Diskriminasi”. Saat itulah orang dapat melihat kehadiran Tuhan. Aksi komitmen dan Lagu (Hatidi): (Bisa diisi dengan lagu lain yang sesuai dan atau Vocal Group/Paduan Suara) [Saat lagu dinyanyikan, tiap jemaat menulis pernyataan (komitmen pribadi) berisi komitmen untuk program “Tanpa Infeksi Baru, Tanpa Kematian Karena AIDS, dan Tanpa Stigma dan Diskriminasi” dan menandatanganinya pada Spanduk HAS yang telah dipersiapkan dan diletakkan di dekat altar atau tempat lain di dalam ruang ibadah. Spanduk ini diharapkan akan di pajang (dipublish) pada ibadah minggu berikutnya di jemaat tempat dilaksanakannya peringatan HAS tersebut.] Pengutusan dan Berkat oleh Pendeta: (Jemaat berdiri) PF : Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam imanmu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah‐limpah dalam pengharapan. Dan lewat perkataan dan perbuatan marilah kita terus menuju dunia “Tanpa Infeksi Baru, Tanpa Kematian Karena AIDS, dan Tanpa Stigma dan Diskriminasi” pada Sesama kita yang terinfeksi dan terdampak HIV dan AIDS. Amin. Ket. L/PF : Liturgos/Pelayan Firman. (Liturgi ini diadaptasi oleh CCA dari ‘Order of Service for World AIDS Day 2015” WCC, dialih bahasakan oleh Steady Kambodji) 6 7 Catatan: A. Perlengkapan: 1. Peta Indonesia 2. Spanduk (jika bisa berwarna putih) Hari AIDS Sedunia 2015 dengan bertuliskan tema “Zero New Infections, Zero AIDS­Related Deaths, and Zero Stigma and Discrimination” (Tanpa Infeksi Baru, Tanpa Kematian Karena AIDS, dan Tanpa Stigma dan Diskriminasi). 3. Lilin kecil berwarna merah untuk semua jemaat 4. 1 Lilin besar 5. Spidol Marker berjumlah min. 20 buah B. Persiapan: 1. Menempatkan Peta Indonesia di dalam tempat ibadah dan dapat dilihat semua jemaat. 2. Menempatkan Spanduk di dalam tempat ibadah dan dapat dilihat semua jemaat. 3. Mencari siapa yang menjadi ‐ Pembaca 1, 2, 3 di “Kisah dari Swaziland” ‐ Suara 1, 2, 3, 4, 5, 6 di sesudah Pembacaan Alkitab. (Pembaca dan Suara dapat dibaca oleh Jemaat, Majelis Jemaat, atau Pendeta) 8