bab 4 hasil dan pembahasan

advertisement
27
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Diferensiasi Leukosit
Tubuh manusia maupun hewan sepanjang waktu terpapar oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan parasit dalam berbagai tingkatan infeksi.
Banyak dari beberapa agen tersebut yang mampu menyebabkan berbagai jenis
penyakit serius apabila berpenetrasi ke jaringan yang lebih dalam. Tubuh
memiliki suatu sistem pertahanan khusus untuk melawan berbagai jenis agen
infeksius. Sistem ini terdiri atas leukosit darah (limfosit, monosit, neutrofil,
eosinofil, basofil) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Semua sel-sel ini
bekerja bersama-sama melalui dua cara untuk mencegah terjadinya penyakit,
yaitu: (1) dengan merusak antigen melalui proses fagositosis dan (2) dengan
membentuk antibodi dan limfosit peka untuk menginaktifkan antigen.
Sel fagositik pada mamalia termasuk dalam dua sistem yang
komplementer. Sistem pertama, yaitu sistem myeloid terdiri dari sel yang bekerja
cepat tetapi tidak mampu bertahan lama. Sistem kedua, yaitu sistem fagositik
mononuklear terdiri dari sel yang bekerja lebih lambat tetapi mampu melakukan
fagositosis berulang-ulang. Sel fagositik mononuklear ini dapat mengolah antigen
untuk reaksi tanggap kebal atau imunitas (Tizard 1987). Reaksi imunitas
merupakan reaksi tubuh untuk melawan hampir semua mikroorganisme atau
toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh (Guyton dan Hall 2005).
Studi mikroskopik ulas darah dapat memberikan gambaran tidak langsung
adanya infeksi oleh agen-agen tersebut dengan melakukan pemeriksaan
diferensiasi leukosit. Perubahan gambaran darah dipengaruhi oleh kondisi
fisiologis individu. Perubahan fisiologis pada individu dapat terjadi secara internal
dan eksternal. Secara internal antara lain pertambahan umur, status gizi, dan
kondisi kesehatan. Sedangkan secara eksternal dapat terjadi perubahan akibat
infeksi atau terpapar oleh berbagai agen infeksius (Guyton dan Hall 2005). Hasil
pengamatan dari pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap
gambaran diferensiasi leukosit pada mencit dapat dilihat pada Gambar 15.
28
L
L
B
A
L
L
C
D
Gambar 15 Fotomikrografi sebaran leukosit (L) dengan perbesaran 400× pada perlakuan
(A) kontrol, (B) preventif, (C) kuratif, (D) campuran ekstrak minyak jintan
hitam dengan madu pada kelompok mencit jantan.
Gambar 15 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah leukosit pada
sirkulasi darah setelah diberi perlakuan pada kelompok mencit jantan dan betina.
Peningkatan ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya leukosit yang ditemukan
dalam satu kali lapang pandang. Peningkatan jumlah leukosit paling banyak
ditemukan pada kelompok perlakuan kuratif. Kemudian dilakukan penghitungan
diferensiasi leukosit untuk mengetahui peningkatan dari tiap-tiap jenis sel
leukosit. Penghitungan diferensiasi sel leukosit dilakukan dengan menghitung
jenis limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil pada perbesaran 1000×.
Untuk setiap 100 sel leukosit yang ditemukan kemudian dikelompokkan. Sel yang
paling banyak ditemukan berturut-turut pada sampel ulas darah adalah limfosit,
neutrofil, monosit, kemudian eosinofil dan basofil. Masing-masing sel memiliki
morfologi dan ciri khas yang dapat dibedakan antar satu sel dengan sel yang
lainnya seperti ditunjukkan pada Gambar 16.
29
A
B
E
D
C
Gambar 16 Fotomikrografi leukosit agranulosit (A) limfosit, (B) monosit, dan leukosit
granulosit (C) neutrofil, (D) eosinofil, (E) basofil dengan perbesaran 1000×.
Hasil penghitungan jumlah limfosit dari pengaruh pemberian ekstrak
minyak jintan hitam dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah limfosit darah mencit dari 100 sel leukosit pada pemberian ekstrak
minyak jintan hitam dengan berbagai dosis perlakuan
Kelompok
♂
♀
Kontrol
75.80 ± 2.84c
75.47 ± 2.39c
Preventif
94.00 ± 1.06a
92.07 ± 1.53a
Kuratif
94.87 ± 0.12a
94.93 ± 1.20a
JH + madu
87.73 ± 1.17b
88.60 ± 0.40b
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan analisis data dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan dengan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dari jumlah sel
limfosit pada ketiga kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol baik pada mencit jantan maupun betina. Peningkatan tertinggi terlihat
pada kelompok perlakuan kuratif, kemudian preventif, dan disusul dengan
campuran jintan hitam dengan madu. Hal ini juga menunjukkan bahwa
peningkatan sebaran leukosit pada sirkulasi darah paling banyak didominasi oleh
limfosit. Sedangkan pada mencit kontrol atau normal, jumlah limfosit yang
bersirkulasi masih dalam jumlah yang normal.
Menurut Fawcett (2002), limfosit merupakan agen utama bagi respon
imun tubuh.
Sistem imun menyediakan
mekanisme untuk
pengenalan
30
mikroorganisme dan benda asing lain yang memasuki tubuh dan menetralkan
kemungkinan akan pengaruh buruknya. Setiap substansi asing yang dapat
menginduksi timbulnya respon imun disebut antigen. Dalam tubuh suatu individu
dapat dijumpai dua tipe dasar imunitas dapatan yang saling berhubungan. Salah
satunya, tubuh mampu membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul
globulin dalam darah yang mampu menyerang antigen spesifik. Tipe imunitas ini
disebut imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit membentuk
antibodi). Tipe kedua dari imunitas dapat diperoleh melalui pembentukan limfosit
teraktivasi dalam jumlah besar yang dirancang untuk menghancurkan antigen.
Tipe imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel-T
(karena limfosit yang teraktivasi adalah limfosit T) (Guyton dan Hall 2005).
Bagi banyak antigen, sel-sel dari subpopulasi sel-T diperlukan untuk
memberi rangsangan tambahan kepada sel-B untuk menghasilkan antibodi.
Limfosit ini disebut sel-T helper. Sedangkan dalam keadaan tertentu, subpopulasi
sel-T menghambat produksi antibodi oleh sel-B yang disebut sel-T supressor
(Fawcett 2002). Pemberian ekstrak minyak jintan hitam mampu meningkatkan
jumlah sel limfosit dalam sirkulasi darah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
banyak antibodi yang dapat dibentuk untuk sistem pertahanan tubuh.
Mekanisme pertahanan yang diperantarai antibodi dalam darah disebut
respon imun humoral. Mekanisme pertahanan lain yang memerlukan kontak sel ke
sel antara limfosit dan sasarannya disebut respon imun bermedia sel. Agen
imunitas jenis ini adalah anggota subpopulasi lain dari sel-T yang disebut sel-T
sitotoksik. Sel-sel ini ada tergantung antigen yang meningkat dengan hadirnya
makrofag. Hal ini selaras dengan penelitian terdahulu, yaitu jintan hitam terbukti
mampu memperkuat dan menstabilkan sistem imunitas tubuh (Schleicher dan
Saleh 2000) dengan cara meningkatkan rasio antara sel-T helper dan sel-T
supressor sebesar 55% dengan rata-rata pencapaian aktivitas sel pembunuh alami
sebesar 30% (Haq et al. 1999), yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel
kekebalan tubuh. Oleh karena itu, jintan hitam dapat digunakan untuk pengobatan
kanker, AIDS, dan penyakit lain yang berhubungan dengan penurunan tingkat
kekebalan tubuh (El-Kadi et al. 1986).
31
Selain itu menurut (Astawan 2009), jintan hitam mampu menstimulasi
sumsum tulang dan sel imun, meningkatkan produksi interferon sehingga mampu
melindungi sel normal dari perusakan sel oleh virus, menghancurkan sel tumor
dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi oleh sel-B. Jintan hitam juga
baik dikonsumsi oleh individu yang sehat karena aktivitas antioksidan dalam
jintan
hitam
berperan
penting
dalam
mengikat
radikal
bebas
dan
menghilangkannya. Peningkatan jumlah limfosit pada kelompok perlakuan
campuran jintan hitam dengan madu juga menunjukkan aktivitas sinergisme antar
keduanya bila diaplikasikan secara bersama-sama. Kandungan antioksidan
penting yaitu asam L-askorbat dalam madu dan komponen mineral lainnya juga
mampu meningkatkan status imunitas tubuh. Menurut Kesić et al. (2009), asam Laskorbat adalah antioksidan fase cair paling efektif dalam plasma darah yang
berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap
penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stres oksidatif.
Peningkatan jumlah limfosit paling banyak ditemukan pada kelompok
perlakuan preventif dan kuratif jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan
campuran jintan hitam dengan madu. Hal ini disebabkan kandungan ekstrak
minyak jintan hitam yang lebih sedikit pada campurannya dengan madu, sehingga
stimulasi terhadap sel imun lebih rendah dibandingkan kedua perlakuan yang lain.
Selain itu, kandungan thymoquinone yang terdapat dalam jintan hitam berfungsi
sebagai antioksidan melalui mekanisme penghambatan dari pelepasan histamin
yang nantinya akan mereduksi nilai cyclic Adenosien Monophosphate (cAMP)
(Abdel-Sater 2009). Stres menginduksi kenaikan cAMP intraseluler yang
menyebabkan adanya penekanan sistem imun, contohnya dengan menghambat
proliferasi limfosit dan antibodi (Glaser et al. 1990). Peningkatan jumlah limfosit
pada kelompok mencit jantan dan betina tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata (p>0.05). Hal ini disebabkan adanya kemungkinan kondisi fisiologis
keduanya pada keadaan yang sama, karena kondisi fisiologis suatu individu dapat
mempengaruhi gambaran darah (Guyton dan Hall 2005).
Sel berikutnya yang banyak ditemukan yaitu neutrofil yang merupakan sel
granulosit utama dalam sistem myeloid. Fungsi neutrofil adalah sebagai
penghancur antigen melalui proses fagositosis yang terdiri dari beberapa tahap
32
antar lain: (1) kemotaksis, yaitu sel ini bermigrasi menuju antigen karena tertarik
oleh faktor kemotaktik, (2) perlekatan, yaitu sel ini melekat pada antigen
kemudian menjulurkan pseudopodia ke semua jurusan di sekelilingnya kemudian
bertemu satu sama lain pada sisi yang berlawanan dan bergabung sehingga
menciptakan ruangan tertutup, kemudian berinvaginasi ke dalam rongga
sitoplasma dan melepaskan diri dari bagian luar membran sel untuk membentuk
gelembung fagositik (3) penelanan, yaitu sel ini menelan antigen dalam
sitoplasma, dan (4) pencernaan, yaitu antigen dicerna oleh enzim lisozim di dalam
fagolisosom (Tizard 1987; Guyton dan Hall 2005). Neutrofil adalah sel-sel
matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus bahkan
dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu keberadaan neutrofil yang berlebih dalam
peredaran darah merupakan suatu indikator terjadinya peradangan dalam tubuh.
Sedangkan hasil penghitungan jumlah neutrofil dari pengaruh pemberian ekstrak
minyak jintan hitam dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Jumlah neutrofil darah mencit dari 100 sel leukosit pada pemberian
ekstrak minyak jintan hitam dengan berbagai dosis perlakuan
Kelompok
♂
♀
Kontrol
23.07±2.80a
23.47±2.39a
Preventif
5.53±1.17c
6.73±1.45c
Kuratif
5.00±0.20c
4.87±1.21c
JH + madu
11.93±1.14b
11.20±0.53b
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa terjadi
penurunan dengan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) dari jumlah neutrofil
pada ketiga kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol baik
pada mencit jantan maupun betina. Penurunan jumlah yang signifikan pada
kelompok perlakuan preventif dan kuratif menunjukkan bahwa jintan hitam
memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Selain itu aktivitas antibakteri yang baik
pada madu juga mampu menurunkan jumlah neutrofil sehingga mampu
mengurangi efek peradangan. Kandungan fixed oil jintan hitam yaitu
thymoquinone merupakan agen antiperadangan dan menunjukkan aktivitas
antioksidan dalam sel (El-Dakhakhny et al. 2000).
Neutrofil sebagai agen peradangan memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
Dengan pemberian ekstrak minyak jintan hitam, dapat meningkatkan efektivitas
33
antibakterialnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
meningkatkan aktivitas fungsi fagositnya. Menurut Tizard (1987), setelah
neutrofil bertemu dengan suatu antigen, maka antigen tersebut harus dilekatinya
atau diikatnya dengan kuat. Biasanya, perlekatan ini tidak terjadi secara spontan,
karena baik sel maupun antigen yang tersuspensikan dalam cairan tubuh
bermuatan negatif. Oleh karena itu, muatan tersebut perlu dinetralkan dengan
melapisi partikel dengan protein bermuatan positif. Partikel protein tersebut
adalah molekul antibodi atau komplemen (C3). Sebuah partikel atau antigen yang
terlapisi oleh C3 akan memiliki potensial muatan yang lebih rendah, sehingga
memungkinkan untuk mengadakan kontak dekat dengan neutrofil yang bermuatan
positif. Asam lemak tak jenuh (thymoquinone) yang terkandung dalam jintan
hitam dengan atom karbon C adalah pendorong efektivitas perlekatan tersebut
(Houghton et al. 1995).
Selain itu, penurunan jumlah leukosit granulosit (neutrofil) dalam sirkulasi
darah pada ketiga kelompok perlakuan mengindikasikan bahwa neutrofil sebagai
mediator peradangan tidak terstimulasi dalam peredaran darah, sehingga jumlah
neutrofil yang bersirkulasi menjadi sedikit. Hal ini selaras dengan hasil penelitian
Zaoui et al. (2002) yang mengemukakan bahwa terjadi penurunan jumlah
neutrofil yang signifikan pada tikus yang diberi treatment oral ekstrak minyak
jintan hitam secara rutin selama 12 minggu dan hasil penelitian Morsi (2000),
yaitu efek antibakterial yang tinggi pada ekstrak minyak jintan hitam untuk
menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
Penurunan jumlah neutrofil pada kelompok perlakuan preventif dan kuratif
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan campuran jintan hitam
dengan madu. Hal ini disebabkan kandungan thymoquinone dalam komposisi
campuran jintan hitam dengan madu yang relatif lebih sedikit jika dibandingkan
kedua kelompok perlakuan. Penurunan jumlah neutrofil pada kelompok mencit
jantan dan betina tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05). Hal
ini juga disebabkan adanya kemungkinan kondisi fisiologis keduanya pada
keadaan yang sama. Reaksi fisiologis yang dapat mempengaruhi perbedaan
jumlah neutrofil yang bersirkulasi antara lain siklus reproduksi seperti siklus
estrus (Guyton dan Hall 2005).
34
Secara umum, monosit merupakan makrofag muda yang terdapat pada
aliran darah dan berjumlah 3-8% dari total leukosit yang beredar. Monosit berasal
dari sumsum tulang, dan beredar dalam darah selama satu atau dua hari, dan
kemudian bermigrasi melalui dinding venul pasca-kapiler ke dalam jaringan ikat
organ di seluruh tubuh, kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag jaringan
(Fawcett 2002). Berlawanan dengan neutrofil, makrofag dari sistem fagositik
mononuklear mampu memiliki aktivitas fagositosis yang tahan lama, mengolah
antigen dalam persiapan untuk tanggap kebal dan memberi kontribusi langsung
pada perbaikan jaringan yang rusak dengan membuang jaringan yang mati, yang
sedang mengalami kematian, dan yang rusak (Tizard 1987). Hasil penghitungan
jumlah monosit dari pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah monosit darah mencit dari 100 sel leukosit pada pemberian
ekstrak minyak jintan hitam dengan berbagai dosis perlakuan
Kelompok
♂
♀
Kontrol
0.60±0.20a
0.60±0.20a
Preventif
0.33±0.23a
0.40±0.20a
Kuratif
0.13±0.11a
0.13±0.11a
JH + madu
0.27±0.11a
0.20±0.20a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan data pada Tabel 10 terjadi sejumlah penurunan kecil monosit
yang beredar pada sirkulasi darah. Akan tetapi secara statistik tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Menurut Fawcett (2002), monosit dalam
darah tidak memiliki fungsi yang berarti, dan merupakan sel cadangan bergerak
yang mampu berkembang menjadi fagosit rakus yang melahap sel-sel tua dan sel
debris dalam jaringan normal dan berperan aktif dalam pertahanan tubuh terhadap
invasi bakteri.
Kandungan
thymoquinone dalam
jintan hitam
berfungsi
sebagai
antioksidan sehingga monosit sebagai makrofag tidak terstimulasi akibat proses
infeksi atau kerusakan sel dalam jaringan, karena monosit sebagai makrofag
memiliki kemampuan yang besar dalam mempertahankan jaringan normal dengan
memakan sel mati, sel debris, dan substansi asing yang memasuki tubuh (Fawcett
2002). Selain itu, penurunan jumlah monosit yang bersirkulasi juga disebabkan
35
karena tidak adanya rangsangan dari neutrofil sebagai agen peradangan, sehingga
menyebabkan sel tersebut tidak berespon dan jumlahnya menjadi berkurangnya.
Penurunan tertinggi terjadi pada kelompok perlakuan kuratif. Sedangkan
pada kelompok perlakuan campuran jintan hitam dengan madu juga menunjukkan
penurunan jumlah monosit yang beredar walaupun tidak sebanyak pada perlakuan
preventif atau kuratif. Hal ini disebabkan karena kandungan ekstrak minyak jintan
hitam yang lebih sedikit dalam campurannya dengan madu. Selain itu, pada
keadaan normal (kelompok kontrol) jumlah monosit yang bersirkulasi relatif sama
antara kelompok mencit jantan dan betina. Hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan kondisi fisiologis keduanya dalam keadaan yang sama dan
kerusakan sel yang terjadi cenderung sama.
Eosinofil merupakan sel darah yang lebih responsif terhadap infeksi
parasit dibandingkan terhadap infeksi bakteri. Pada infeksi schistosomiasis,
ascariasis, atau trichinosis, eosinofil dapat meningkat sampai 90% dari jumlah
leukosit, bersamaan dengan peningkatan dramatis jumlahnya dalam jaringan ikat
(Fawcett 2002). Hasil penghitungan jumlah eosinofil dari pengaruh pemberian
ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah eosinofil darah mencit dari 100 sel leukosit pada pemberian
ekstrak minyak jintan hitam dengan berbagai dosis perlakuan
Kelompok
♂
♀
Kontrol
0.06±0.11a
0.06±0.15a
Preventif
0±0a
0±0a
Kuratif
0±0a
0±0a
JH + madu
0±0a
0±0a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat terlihat bahwa terjadi sejumlah
penurunan sangat kecil dari eosinofil. Akan tetapi, secara statistik tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara ketiga kelompok
perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol baik pada mencit jantan
maupun betina. Bahkan pada semua kelompok perlakuan tidak ditemukan adanya
eosinofil yang beredar pada sirkulasi darah. Penurunan jumlah eosinofil
mengindikasikan bahwa jintan hitam memiliki aktivitas sebagai antiparasit
khususnya cacing. Hal ini selaras dengan beberapa penelitian terdahulu yang
menyebutkan bahwa jintan hitam yang dikonsumsi secara oral pada mencit yang
36
terinfeksi Schistosoma mansoni selama 2 minggu menunjukkan pengurangan
jumlah parasit tersebut pada hati dan menurunkan jumlah total telurnya yang
terdeposit di hati dan usus. Kemampuan proteksi dari jintan hitam mampu
mengurangi kerusakan genetik akibat infeksi schistosomiasis (Aboul-Ela 2002).
Menurut Gali-Muhtasib (2006), kegagalan pembelahan sel pada sumsum tulang
dan limpa yang terinfeksi schistosomiasis menunjukkan adanya abnormalitas pada
kromosom utamanya, dimana terdapat kekosongan, pecahan, dan penghilangan
beberapa kromosom. Pengobatan dengan minyak jintan hitam selama 7 hari
terbukti mengurangi persentase penyimpangan dan penghilangan sebagian
kromosom dibandingkan dengan kontrol. Minyak jintan hitam juga mampu
meningkatkan efektivitas terapi terhadap infeksi Schistosoma mansoni dengan
mengurangi abnormalitas kromosom yang ditimbulkan oleh parasit tersebut.
Selain itu, menurut Azza et al. (2005), untuk mempertahankan hidupnya
dari mekanisme mematikan oleh inang, parasit mengembangkan sistem enzim
antioksidan. Pada Schistosoma mansoni, terdapat beberapa enzim yang berperan
sebagai antioksidan, meliputi Superoxide Dismutase (SOD), Glutathione
Peroxidase (GPX), Glutathion Reductase (GR), dan Glutathion-Stransferase
(GST), yang berfungsi sebagai pelindung dalam melawan oksidan mematikan
yang berasal dari tubuh inang. Selanjutnya, thymoquinone yang terdapat dalam
jintan hitam dapat berfungsi sebagai scavenger dan dapat menurunkan aktivitas
enzim antioksidan maupun antioksidan-antioksidan lain yang ada pada cacing.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan host oxidant attack pada tubuh cacing,
yang selanjutnya akan meningkatkan peroksidasi lipid, dan menyebabkan
membran peroksidasi menjadi rigid, kehilangan integritas serta kehilangan
permeabilitas selektif membran tubuh cacing. Thymoquinone juga dapat
mengurangi proses glikolisis pada tubuh cacing dengan jalan inhibisi terhadap
enzim Heksokinase pada proses glikolisis aerob dan inhibisi terhadap enzim
Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase pada proses glukoneogenesis jalur pentosa
fosfat. Hal ini akan mengakibatkan inhibisi pada pemecahan glukosa, yang berarti
berkurangnya sumber energi utama pada tubuh cacing. Dengan dua mekanisme
inilah cacing kemudian mati.
37
Granul eosinofil mengandung beberapa hidrolase lisosom, termasuk
fosfatase asam, histaminase, dan ribonuklease. Selain itu, granul juga
mengandung tiga protein kation yang tidak terdapat dalam lisosom jenis sel lain
yaitu (1) protein basofilik utama (MBP), (2) protein kation eosinofil (ECP), dan
(3) neurotoksin asal eosinofil. Protein-protein ini diduga penting untuk peran
eosinofil dalam reaksi alergi dan dalam pertahanan terhadap parasit. Pada kedua
keadaan ini, jumlah eosinofil yang beredar sangat meningkat. Eosinofil juga
terlibat dalam pengendalian kerusakan pada reaksi alergi karena tertarik ke tempat
pelepasan histamin (Fawcett 2002).
Basofil merupakan sel myeloid yang jumlahnya paling sedikit dan
memiliki sejumlah sifat seperti sel mast jaringan ikat yaitu memiliki granul
metakromatik besar yang mengandung histamin dan heparin. Walaupun jumlah
total basofil dalam darah hanya sebagian kecil saja dari leukosit, kondisi apapun
yang menyebabkan berdegranulasi cepat dapat berakibat serius (Fawcett 2002).
Basofil sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang
menyebabkan reaksi alergi yaitu imunoglobulin E (IgE) memiliki kecenderungan
khusus untuk melekat pada basofil. Kemudian bila terdapat antigen spesifik
berikutnya yang bereaksi dengan IgE, maka menimbulkan perlekatan antigen pada
antibodi yang menyebabkan ruptur dan lepasnya banyak histamin. Selanjutnya,
histamin dapat menyebabkan reaksi jaringan dan pembuluh darah setempat
(Guyton dan Hall 2005). Hasil penghitungan jumlah basofil dari pengaruh
pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah basofil darah mencit dari 100 sel leukosit pada pemberian
ekstrak minyak jintan hitam dengan berbagai dosis perlakuan
Kelompok
♂
♀
Kontrol
0.13±0.11a
0.06±0.11a
Preventif
0±0a
0±0a
Kuratif
0±0a
0±0a
JH + madu
0±0a
0±0a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Pemberian ekstrak minyak jintan hitam mampu menurunkan jumlah
basofil yang bersirkulasi berdasarkan data pada Tabel 12. Akan tetapi sama
seperti eosinofil, secara statistik penurunan yang terjadi tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan jika
38
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan atau tidak ditemukannya
basofil pada ketiga kelompok perlakuan (preventif, kuratif, campuran jintan hitam
dengan madu) mengindikasikan bahwa jintan hitam memiliki aktivitas
antihistamin sehingga penggunaan terapi jintan hitam sebagai suplemen antialergi
terbukti.
Menurut Guyton dan Hall (2005), reaksi alergi akibat pelepasan histamin
ke dalam sirkulasi akan menimbulkan vasodilatasi perifer menyeluruh,
peningkatan permeabilitas kapiler, penarikan neutrofil dan eosinofil menuju
tempat yang reaktif, kerusakan jaringan setempat, peningkatan permeabilitas
kapiler dan hilangnya cairan ke dalam jaringan, serta kontraksi sel otot polos
setempat. Reaksi ini dapat mengakibatkan syok sirkulasi akibat spasmus otot
polos, sehingga menimbulkan distres dan kolaps vaskular umum yang dapat
berakibat fatal seperti kematian (Fawcett 2002). Oleh karena itu, nigellone yang
terkandung dalam jintan hitam merupakan agen penghambat histamin yang
bekerja menghambat proteinkinase C yang dikenal sebagai zat yang memacu
pelepasan histamin. Kristal nigellone juga menurunkan pengambilan kalsium dari
sel yang peka, sehingga dapat menghambat pelepasan histamin (Chakravarty
1993). Selain itu, fungsi basofil sebagai mediator reaksi alergi telah diambil alih
terlebih dahulu oleh jintan hitam, sehingga dapat menyebabkan jumlah basofil
yang bersirkulasi menjadi berkurang
Pemberian ekstrak minyak jintan hitam pada penelitian ini terbukti mampu
menurunkan jumlah monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil dalam sirkulasi
darah. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan zat aktif thymoquinone dan
nigellone yang terdapat dalam jintan mampu memiliki efek sebagai antitumor,
antibakteri, antiparasit, dan antialergi. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit
yang beredar menunjukkan bahwa kandungan thymoquinone dalam jintan hitam
berfungsi sebagai antioksidan penting dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan
proliferasi limfosit sebagai penghasil antibodi.
4.2 Kepadatan Sumsum dalam Rongga Tulang
Semua jenis sel darah berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah. Penghitungan persen (%)
kepadatan sumsum tulang dilakukan untuk mengetahui banyaknya massa sumsum
39
yang mengisi rongga tulang. Semakin padat massa yang mengisi rongga tulang
tersebut maka makin banyak pula sel-sel darah yang dihasilkan dan disirkulasikan.
Hasil pengamatan dari pengaruh jintan hitam terhadap kepadatan sumsum dalam
rongga tulang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kepadatan sumsum dalam rongga tulang (%)
Kelompok
♂
♀
Kontrol
65.80±0.89d
61.58±0.79d
Preventif
79.41±0.55c
77.48±2.39c
Kuratif
89.27±1.87b
86.04±0.92b
HS + madu
97.88±0.64a
95.01±0.85a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan analisis data dari Tabel 13 menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan persen kepadatan sumsum tulang dengan adanya perbedaan yang
nyata (p<0.05) pada ketiga kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kepadatan sumsum tulang tiap kelompok tersebut juga dapat
dibedakan secara jelas melalui Gambar 17.
A
B
C
D
Gambar 17 Fotomikrografi kepadatan sumsum tulang dengan perbesaran 40×
pada perlakuan (A) kontrol, (B) preventif, (C) kuratif, (D) campuran
jintan hitam dengan madu pada kelompok mencit jantan.
40
Gambar 17 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan massa sumsum yang
mengisi rongga tulang dimulai dari kelompok kontrol sebesar (65.80%), preventif
(79.41%), kuratif (89.27%), dan campuran jintan hitam dengan madu (97.88%).
Peningkatan persen (%) kepadatan tersebut menunjukkan bahwa sumsum tulang
terstimulasi sehingga lebih banyak menghasilkan sel-sel darah. Sel-sel darah yang
dihasilkan oleh sumsum tulang yaitu eritrosit, leukosit (limfosit, monosit,
neutrofil, eosinofil basofil), yang berdiferensiasi dari sel induk masing-masing.
Peningkatan kepadatan sumsum tulang biasanya diikuti dengan peningkatan selsel di dalamnya (sel limfoid dan sel myeloid). Peningkatan kepadatan tulang ini
selaras dengan peningkatan jumlah leukosit yang beredar pada sirkulasi darah.
Gambaran peningkatan kepadatan sumsum tulang pada mencit betina juga dapat
dilihat pada Gambar 18.
A
B
C
D
Gambar 18 Fotomikrografi kepadatan sumsum tulang dengan perbesaran 40×
pada perlakuan (A) kontrol, (B) preventif, (C) kuratif, (D) campuran
jintan hitam dengan madu pada kelompok mencit betina.
Sedangkan peningkatan massa sumsum yang mengisi rongga tulang pada
kelompok mencit betina dimulai dari kelompok kontrol sebesar (61.58%),
41
preventif (77.48%), kuratif (86.04%), dan campuran jintan hitam dengan madu
(95.01%). Peningkatan persen kepadatan dapat terlihat dari semakin banyaknya
massa sumsum yang mengisi rongga tulang pada ketiga kelompok perlakuan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan persen kepadatan sumsum
tulang pada ketiga kelompok perlakuan disebabkan karena adanya zat-zat yang
mampu merangsang atau menstimulasi kerja sumsum tulang. Jintan hitam selain
mampu menstimulasi sumsum tulang dengan meningkatkan jumlah sel yang
memproduksi antibodi sel-B, kandungan mineral dan vitamin dalam jintan hitam
juga mampu merangsang pembentukan sel-sel darah merah yang kaya akan
hemoglobin. Kandungan vitamin dalam jintan hitam seperti piridoksin (B6) dan
asam folat juga penting dalam proses metabolisme asam amino, sintesis protein,
pembentukan sel-sel darah, dan proses pematangan eritrosit (Kee dan Hayes 1994;
Tambayong 2000; Campbell 2004). Karena terus-menerus harus memenuhi
kebutuhan akan sel darah merah, maka sel-sel sumsum tulang merupakan sel yang
tumbuh dan bereproduksi paling cepat di seluruh tubuh (Guyton dan Hall 2005).
Vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh, merangsang
pertumbuhan sel-sel darah merah, mempertahankan keseimbangan hormon dan
sistem imun, serta membantu sintesa DNA dan RNA. Sedangkan asam folat
bersifat penting sebagai bahan pembentuk senyawa tetrahidrofilik (THF), yaitu
koenzim yang diperlukan dalam sintesis sintesis DNA. Asam folat adalah bahan
normal yang ditemukan pada sayuran hijau, buah-buahan, hati, dan makanan lain.
Namun bahan ini dengan mudah dihancurkan selama makanan dimasak juga
sulitnya diserap oleh individu yang memiliki kelainan absorbsi pada ususnya
(Guyton dan Hall 2005; Vitahealth 2008). Oleh karena itu, pemberian suplemen
herbal berupa ekstrak minyak jintan hitam mampu mensuplai kebutuhan asam
folat bagi tubuh dan meningkatkan penyerapannya pada usus.
Berbagai mineral diperlukan untuk fungsi tubuh, misanya zat besi (ferosulfat, glukonat, atau fumarat) adalah mineral yang vital dan sangat dibutuhkan
untuk regenerasi hemoglobin. Sebanyak 60% dari zat besi dalam tubuh terdapat di
dalam hemoglobin (Kee dan Hayes 1994). Ketika zat besi diabsorbsi dari usus
halus, zat besi tersebut segera bergabung dalam plasma darah dengan β-globulin,
yakni apotransferin untuk membentuk transferin yang selanjutnya diangkut dalam
42
plasma. Apotransferin disekresikan oleh hati melalui duktus empedu ke dalam
duodenum. Zat besi ini berikatan secara longgar dengan molekul globulin, dan
akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan pada setiap tempat dalam tubuh.
Kelebihan zat besi dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, terutama di
hepatosit hati dan sedikit di retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma
sel, zat besi ini terutama bergabung dengan suatu protein yakni apoferitin untuk
membentuk feritin. Bila jumlah zat besi dalam plasma sangat rendah, maka zat
besi dengan sangat mudah dilepaskan dari feritin. Selanjutnya, zat besi diangkut
dalam plasma dalam bentuk transferin menuju bagian tubuh yang memerlukan.
Bersama dengan zat besi yang terikat, transferin masuk ke dalam eritroblast dalam
sumsum tulang dengan cara endositosis. Di sini transferin mengirimkan zat besi
secara langsung ke mitokondria tempat dimana heme disintesis (Guyton dan Hall
2005).
Kecepatan absorbsi zat besi dalam usus sangat lambat, sehingga makanan
yang mengandung zat besi hanya dapat diabsorbsi sebagian saja. Menurut Kee
dan Hayes (1994), vitamin C mampu meningkatkan absorbsi zat besi, sehingga
kandungan vitamin C yang terdapat dalam madu pada campuran jintan hitam
dengan madu menunjukkan aktivitas sinergisme dengan jintan hitam. Selain
kandungan vitamin C, dalam madu juga terkandung mineral besi, vitamin B6, dan
asam folat yang mampu meningkatkan sintesis eritrosit dan hemoglobin. Hal ini
selaras dengan penelitian Zaoui (2002) yang menyebutkan bahwa jintan hitam
mampu meningkatkan nilai hematokrit dan kadar hemoglobin dalam darah
sehingga terbukti bahwa jintan hitam mampu mempengaruhi kondisi homeostasis
darah. Selain itu, jintan hitam juga mampu memperlancar peredaran darah dan
mengurangi tekanan darah dengan meningkatkan ekskresi ion Cl-, K+, Na+, dan
urea dalam urin. Kandungan kalsium dalam jintan hitam juga berfungsi sebagai
mineral untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Menurut Frandson (1992), mineralmineral terutama kalsium dan fosfor yang berperan dalam pembentukan tulang
dan gigi serta dalam kontraksi otot.
Download