Teknologi Tepat Guna Teknologi Tepat Guna Penjernihan Air

advertisement
Teknologi Tepat Guna
Penjernihan Air Dengan Biji Kelor (Moringa Oleifera)
Oleh
Kharistya - http://kharistya.wordpress.com
Teknologi Tepat Guna
Teknologi tepat guna, mengutip dari wikipedia, merupakan teknologi yang sesuai
dengan negara yang berkembang atau daerah yang berada jauh dan terbelakang di negara
industri, yang mana kemungkinan kekurangan uang dan kurang dalam kemampuan untuk
mengoperasikan dan memelihara teknologi tinggi. Dalam prakteknya adalah sesuatu yang
dideskripsikan sebagai teknologi yang sederhana dan kebanyakan sebagai teknologi
permulaan yang dapat secara efektif dapat mencapai tujuan yang dimaksud.
Karakteristik dari teknologi ini adalah biaya rendah dan membutuhkan sedikit
pemeliharaan. Semakin sering pemeliharaan dapat dikatakan tepat guna, bila
pemeliharaan dapat diatasi oleh keahlian yang ada secara setempat, peralatan, dan bahan.
Hanya disebut tepat guna bila menggunakan teknologi yang dapat diperbaiki secara
setempat.
Disisi lain teknologi tepat guna dipandang sebagai teknologi yang dapat sesuai
dengan lebih dari satu atau lebih penggunaan tertentu, khususnya digunakan secara
setempat oleh anggota dari komunitas tertentu. Sebagai contoh adalah penggunaan secara
langsung dari energi surya di India. Komunitas Auroville di Pondicherry India, telah
memasang “Solar Bowl” yang besar, digunakan sebagai alat masak energi surya.
Digunakan di tempat yang memiliki iklim yang memungkinkan matahari bersinar dengan
cerah.
Teknologi tepat guna tidak berarti teknologi yang rendah. Penggunaan cahaya
dari lampu LED kadang dapat digunakan di daerah yang terpencil dimana kebutuhan
energi LED sangat sedikit sehingga dapat menghemat energi.
Dengan mengutamakan biaya yang rendah, penggunaan bahan bakar fosil yang
sedikit, dan menggunakan sumber daya lokal dapat memberikan keuntungan yaitu
keberlanjutan.
Pengolahan air
Air beserta sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak
dibutuhkan oleh mahluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan memelihara
kesehatannya. Air yang mengisi lebih dari dua pertiga bagian dari seluruh permukaan
bumi, memberi tempat hidup yang 300 kali lebih luas dari pada daratan, akan tetapi
sebagian besar dari air tersebut tidak dapat langsung digunakan untuk kepentingan
mahluk hidup. Hanya 1% yang merupakan air manfaat yang dapat dipergunakan sebagai
air bersih, untuk menjadi air bersih / air minum harus mengalami suatu Teknologi.
Teknologi yang diterapkan mulai dari pengambilan air baku, pengolahan air untuk
menjadi air bersih yang sangat tergantung kualitas sumber air baku, kemudian melaui
system distribusi melalui perpipaan ke area pelayanan.
Pengolahan Air dilakukan pada air baku yang pada hakekatnya tidak memenuhi standar
kualitas air minum/bersih yang berlaku, sehingga unsur-unsur yang tidak memenuhi
standar perlu dihilangkan ataupun dikurangi, agar seluruh air memenuhi standar yang
berlaku. Hal ini dilaksanakan dengan pengolahan air. Teknologi untuk pengolahan air
yang sangat tergantung dari sumber air baku dengan kualitas air yang bermacam-macam
untuk dapat diolah.
Pusat-pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan skala besar
mengolah air dengan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (coagulants) ke
dalam air kotor yang akan diolah. Dengan cara tersebut partikel-partikel yang berada di
dalam air akan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu me- ngendap. Baru
kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk digunakan keperluan seharihari. Namun demikian, zat kimia penggumpal yang baik tidak mudah dijumpai di
berbagai daerah terpencil. Andaipun ada pasti harganya tidak terjangkau oleh masyarakat
setempat.
Salah satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan koagulan alami dari
tanaman yang barangkali dapat diperoleh di sekitar kita. Penelitian dari The
Environmental Engineering Group di Universitas Leicester, Inggris, telah lama
mempelajari potensi penggunaan berbagai koagulan alami dalam proses pengolahan air
skala kecil, menengah, dan besar.Penelitian mereka dipusatkan terhadap potensi koagulan
dari tepung biji tanaman Moringa oleifera. Tanaman tersebut banyak tumbuh di India
bagian utara, tetapi sekarang sudah menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis,
termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor
dengan daun yang kecil-kecil.
Moringa oleifera
Sinonim: Moringa pterygosperma,Gaertn.
Nama Lokal :
Kelor (Indonesia, Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru); Marangghi (Madura),
Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo); Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima); Hau
fo (Timor).
Tanaman tersebut juga dikenal sebagai tanaman “drumstick” karena bentuk polong
buahnya yang memanjang meskipun ada juga yang menyebut sebagai “horseradish”
karena rasa akarnya menyerupai “radish”.
Kelor (moringa oliefera) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki
ketingginan batang 7 -11 meter. Di jawa, Kelor sering dimanfaatkan sebagai tanaman
pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan. Pohon Kelor tidak terlalu besar. Batang
kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat.
Batang pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecilkecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik
pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.
Bunganya berwarna putih kekuning kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna
hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor
berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Buahnya pula berbentuk
kekacang panjang berwarna hijau dan keras serta berukuran 120 cm panjang. Sedang
getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Budidaya tanaman Moringa atau kelor memerlukan pemeliharaan yang sangat minimal
dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai ketinggian 4-10
meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam waktu 1 tahun sejak ditanam.
Tanaman tersebut tumbuh cepat baik dari biji maupun dari stek, bahkan bila ia ditanam di
lahan yang gersang yang tidak subur. Sehingga baik bila dikembangkan di lahan-lahan
kritis yang mengalami musim kekeringan yang panjang.
Penjernihan air
Biji kelor dibiarkan sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering.
Sayap bijinya yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan
biji yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat
melayang “terbang” ke mana-mana.
Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga
dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang
diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah tangga sangat tergantung pada
seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter
(1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok teh (5 ml).
Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta
tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi
air bersih, lalu kocok selama lima menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut,
terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor.
Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain
kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan
sebelumnya, dan kemudian diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit.
Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan
menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman-kuman
penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar
yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu jam, air bersihnya
dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga.
Efisiensi proses
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu
memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada
partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi
serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai air minum masyarakat setempat.
Namun demikian, beberapa mikroba patogen masih ada peluang tetap berada di dalam air
yang tidak sempat terendapkan, khususnya bila air awalnya telah tercemar secara berat.
Idealnya bagi kebutuhan air minum yang pantas, pemurnian lebih lanjut masih perlu
dilakukan, baik dengan cara memasak atau dengan penyaringan dengan cara filtrasi pasir
yang sederhana.
Pustaka
1.
FG Winarno, Senior scientist M-Brio Biotekindo, Guru Besar Bioteknologi Unika
Atma Jaya, Biji Kelor Untuk Bersihkan Air Sungai,
Kompas, http://www.ampl.or.id/wawasan/wawasan-isi-pustaka.php?kode=21
2.
Iptek – Apji, Penjernihan Air Dengan Biji Kelor (Moringa
Oleifera)http://iptek.apjii.or.id/pengelolaan%20air%20&%20sanitasi/PIWP/penjerni
han_air_biji_kelor.html
3.
IPTEKnet, 2005, TANAMAN OBAT INDONESIA, Kelor (Moringa oleifera,
Lamk.),http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=144
4.
Moringa oleifera, http://www.prn2.usm.my/mainsite/plant/moringa.html
5.
PUSKIM, Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan Biji Kelor dan Pohon
Kelorhttp://www.kimpraswil.go.id/balitbang/puskim/protek_kim/ttg_kim_27070
1/ttg_kim_ispadbk.htm
6.
PUSKIM, Teknologi Pasangan Bata – Teknologi Air
Bersih,http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/puskim/Homepage%20Modul%202
003/modulc2/Modul%20Air%20Bersih.pdf
7.
Wikipedia, Appropriate
Technology, http://en.wikipedia.org/wiki/Appropriate_technology
Download