Fauzi Bowo: ‘Master Mind’ yang Sekarang Ingin Jadi Bintang Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah Dalam legenda Betawi, kita temukan Si Pitung, tokoh pahlawan pembela rakyat kecil yang hidup di awal abad ke-20. Di hati rakyat Betawi, dia adalah jagoan idola, pahlawan pembela orang miskin. Sang jagoan dikenal sebagai orang yang suka menyendiri, asyik dengan pikirannya sendiri meski selalu sigap menyelesaikan persoalan. Kini, kita kenal Fauzi Bowo, putra Betawi yang mencalonkan diri jadi gubernur Jakarta. Fauzi punya beberapa karakteristik yang sama dengan Si Pitung. Mereka sama-sama berdarah Betawi, diunggulkan oleh orang Betawi, dan dianggap pahlawan. Keduanya sama-sama hidup di hati orang Betawi. Pitung sebagai pahlawan pembela orang miskin, Fauzi sebagai pahlawan karena mengangkat etnis Betawi di kancah pemilihan gubernur Jakarta. Fauzi Bowo juga punya beberapa sifat yang sama dengan Pitung. Ia cenderung memanfaatkan energi dari dalam diri atau dalam istilah psikologi, bersifat introvert. Di antara teman-temannya, Fauzi dikenal sebagai orang yang senang berpikir sendiri menghadapi masalah-masalahnya. Pembawaannya serius. Ia tipe orang yang tidak banyak tanya, lebih suka langsung fokus pada persoalan yang dihadapi, berusaha menemukan solusi kongkret dari masalah dan tak bisa berhenti bekerja sebelum masalah selesai. Dari survei persepsi sosial di lima wilayah Jakarta (N = 200), diperoleh kesan bahwa Fauzi adalah seorang pekerja keras, cakap dalam menyelesaikan masalah, disiplin, hati-hati, tertib dan taat aturan. Sifat pemarah yang dalam kisahan sejarah ada pada Si Pitung juga ada pada Fauzi Bowo. Respon yang terkesan emosional sering tertangkap oleh orang-orang yang berinteraksi dengannya, seperti kesan sinis dan defensif. Sebagai contoh, kesan itu muncul saat ia merasa kritik yang ditujukan padanya sebagai, terlalu menuduh. Meski terkesan mudah tersinggung, Fauzi terkesan sebagai orang yang hangat dalam arti mau menanggapi orang lain, bertegur sapa dan mudah tersenyum ketika berinteraksi dengan orang lain. Sifat hangat ini juga tertangkap dalam survei persepsi sosial (N = 200) terhadap sosok Fauzi. Gaya sebagai orang Betawi masih terkesan di mata orang yang bertemu dengannya. Gaya orang Betawi yang ceria, bersemangat dan lugas dalam mengemukakan pendapat ada pada Fauzi. Ini muncul dari hasil survei persepsi sosial terhadapnya. Gayanya lugas saat mengemukakan pendapat dengan langsung pada pokok persoalan dan nada bicara tegas. Ia juga cenderung mendominasi pembicaraan dengan orang lain, tapi mampu menyimak secara cermat. Sebagai anak laki-laki pertama dari keturunan Betawi, Fauzi terbiasa menjadi orang yang diandalkan. Kebiasaan ini menjadikannya orang yang merasa bertanggungjawab dalam banyak hal dan selalu berorientasi ke depan dengan aspirasi yang tinggi. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa Fauzi adalah orang yang sangat teliti dalam melangkah, mengambil keputusan, dan mencapai tujuan yang diinginkan. Ketika bicara tentang Jakarta, tampak kuat kesan percaya dirinya karena ia merasa sungguh-sungguh sebagai orang yang punya rumah. Ia tampak percaya diri saat tampil di hadapan publik, mulai dari tampilan foto-fotonya sampai kalimat-kalimatnya saat pidato atau diskusi, banyak mengungkapkan frase ”saya tahu betul” dan ”saya paham betul”, sebagai usahanya memberi kesan dirinya orang yang kompeten mengurus Jakarta. Pengalamannya bekerja di Pemda Jakarta sejak masa pemerintahan Ali Sadikin hingga kini menjadi tambahan bekal dari kepercayaan dirinya. Belum lagi dengan keterbukaannya terhadap hal baru, Fauzi memiliki modal kuat untuk percaya diri sebagai orang yang bisa mengurusi hal baru dan rumit. Hasil survei persepsi sosial (N = 200) menunjukkan bahwa Fauzi dinilai sebagai orang yang suka mencoba hal baru. Sebelum jadi wakil gubernur Jakarta, Fauzi Bowo lebih banyak berada di belakang layar. Ia termasuk dalam tipe pemimpin ’master mind’ yang lebih suka bekerja menyelesaikan masalah tanpa banyak terlihat oleh orang lain. Berbeda dengan pemimpin tipe ’star’, ia tidak begitu suka gembar-gembor tentang apa yang sudah ia kerjakan. Fauzi juga peduli dengan nasib kaum miskin Jakarta dan tanpa banyak orang tahu, ia mendatangi para pengusaha kecil untuk memberikan bantuan. Dengan gaya blak-blakan, ia mendorong mereka untuk lebih berkembang. Kepedulian terhadap orang lain diakui oleh teman-temannya, juga tergambar dalam hasil survei persepsi sosial (N = 200). Kini Fauzi Bowo hendak tampil di depan. Ia sedang berjuang untuk mengubah perannya dari master mind menjadi bintang utama dalam pembangunan Jakarta. Beralih dari orang di belakang layar menjadi orang pertama yang langsung mendapat sorotan publik perlu disertai kesiapan untuk mempresentasikan diri dengan tepat. Ia perlu meningkatkan sifat hangatnya dan lebih sabar menanggapi berbagai kritik. Sebagai orang teknik yang terbiasa fokus pada persoalan guna menemukan solusi segera, ia juga perlu meningkatkan kemampuan interpersonalnya, termasuk kemampuan untuk berbicara memikat di depan publik. Penampilan diri, meski bukan hal esensial, seringkali jadi faktor penting dari kesuksesan seorang pemimpin. Aspek Kognitif: Belief (kepercayaan), Kompleksitas Pikiran dan Pola Penalaran Dari analisis kualitatif dan analisis isi, dapat dikenali adanya kepercayaan dalam diri Fauzi bahwa harmoni dapat dicapai dalam kehidupan sosial. Ia optimis bisa memperbaiki Jakarta secara bertahap. Ia percaya masyarakat Jakarta ingin Jakarta menjadi lebih baik. Meski tahu itu sulit, ia percaya bisa dilakukan. Berbagai uraian Fauzi Bowo tentang permasalahan Jakarta dan program-program yang akan ia jalankan menunjukkan adanya kompleksitas pikiran yang tinggi dalam struktur kognitifnya. Ia mampu melihat satu persoalan dari berbagai sudut pandang dan memadukannya untuk menemukan solusi yang paling tepat. Ia juga menampilkan struktur kognitif dengan pola penalaran yang sistematis. Berbagai persoalan ia tempatkan dalam satu kerangka pikir yang komprehensif dan setiap persoalan diselesaikan sesuai dengan konteks keseluruhan sistem. Contoh, ia mengajukan solusi penanganan banjir dalam kaitannya dengan konsep Jakarta sebagai megapolitan. Ia tidak melihat masalah banjir secara terisolasi, melainkan sebagai bagian dari keseluruhan konsep pengembangan Jakarta di masa depan. Motif Sosial Motif sosial yang terlihat menonjol pada diri Fauzi Bowo adalah kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan itu terlihat jelas dari riwayat pendidikannya yang selalu ia selesaikan dengan predikat kelulusan sangat baik. Analisis isi terhadap paparan lisannya juga menunjukkan adanya motif berprestasi. Dalam bekerja, ia berorientasi pada penyelesaian tugas seoptimal mungkin. Sifat pekerja keras yang ia miliki mendukung pemenuhan kebutuhan berprestasinya. Indikasi kebutuhan akan kekuasaan terlihat juga pada diri Fauzi Bowo. Gayanya yang tak jarang mendominasi diskusi dan pembicaraan merupakan salah satu indikasinya. Kebutuhan itu mendorongnya untuk selalu siap dan sigap menerima tanggung-jawab untuk berperan sebagai orang yang mengatur dan mengendalikan orang lain. Kepribadian dan Kepemimpinan Fauzi Bowo Sifat-sifat kepribadian yang dimiliki Fauzi Bowo mendukungnya untuk menjadi pemimpin yang bisa diandalkan. Ia suka bekerja keras, bertangan dingin dan bisa fokus pada penyelesaian masalah. Sifat-sifat itu sejalan dengan kebutuhannya berprestasi. Dengan kebutuhan itu, ia cenderung berorientasi pada penyelesaian masalah. Ia bisa memutuskan dengan cepat dan tepat langkah-langkah kongkret apa yang perlu diambil untuk menyelesaikan masalah. Fauzi tergolong dalam tipe pemimpin visioner yang berpotensi untuk melakukan transformasi sosial karena orientasi ke masa depannya tergolong tinggi. Dengan konsistensi dan persistensi yang tinggi, ia akan berusaha terus-menerus mewujudkan visi-visinya. Dalam usaha perwujudan visi itu ia memilih strategi perubahan secara bertahap. Ia bukan tipe pendobrak atau pemberontak, melainkan tipe progresif-harmonis. Baginya, yang penting ada kemajuan, sesedikit apapun. Ia memiliki kesabaran dan kegigihan dalam mewujudkan bayangan masa depan yang ia anggap baik. Perjalanan karirnya selama ini menunjukkan itu semua. Dengan motif kebutuhan akan kekuasaan yang dimilikinya, ia cenderung tidak mementingkan aspek-aspek interpersonal. Ia bisa terlihat kesal dan marah menghadapi situasi yang menurutnya tidak memadai, juga ketika berhadapan dengan orang yang dalam penilaiannya tidak menguasai masalah tetapi ikut campur-tangan terlalu banyak. Penampilannya di depan publik yang apa adanya seringkali memberi kesan kepada orang bahwa ia tipe pemimpin yang tidak terlalu menganggap penting penilaian orang lain. Ia jalan terus dengan prinsip dan pikiran-pikirannya sendiri, hal yang memungkinkan dia dianggap otoriter dan defensif. Pengalamannya sebagai master mind membuatnya tidak terlalu menikmati tampil di depan publik. Meski bila nantinya ia terpilih jadi ’bintang’ di Jakarta, tetap ia bukanlah ’bintang-panggung’ yang suka menghibur pemirsanya.***