5 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Investasi Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Tandelilin (2010) mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Selain dapat menambah penghasilan seseorang, investasi juga membawa resiko keuangan jika investasi tersebut gagal. (h.2). II.2 Pasar Modal Kebutuhan dunia usaha terhadap permodalan, setiap saat cenderung menunjukkan jumlah yang semakin bertambah. Terjadinya pertambahan permintaan permodalan ini ditunjukkan dengan semakin meningkat kebutuhan untuk aktivitas produksi. Oleh karena itu untuk memudahkan masyarakat dan para produsen untuk mendapatkan permodalan maka pemerintah bersama lembaga ekonomi menyelenggarakan kegiatan pasar modal. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) ”Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri.” (h.1). Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai 6 “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Pasar modal dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan istilah bursa efek. Bursa efek mencerminkan suatu tempat yang memperdagangkan efek yang meliputi saham, obligasi atau bukti lainnya. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek dengan pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Darmadji dan Fakhruddin (2001) juga menjelaskan bursa efek adalah lembaga atau perusahaan yang menyelenggarakan atau menyediakan fasilitas sistem untuk mempertemukan penawaran jual dan beli dengan tujuan memperdagangakan efek perusahaan-perusahaan yang telah tercatat di bursa efek (h.17). Di Indonesia saat ini terdapat satu bursa efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI). Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, fungsi ekonomi dan keuangan. Pasar 7 modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana. Dengan adanya pasar modal pihak yang kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya dengan harapan memperoleh imbalan, sedangkan yang memerlukan dana dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian suatu negara menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas. Manfaat keberadaan pasar modal adalah sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Pasar modal membuat pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan. Keikut sertaan masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan, sehingga tercipta suatu kondisi “Good Corporate Governance” serta keuntungan yang lebih baik bagi para investor. Pasar modal akan meningkatan aktivitas ekonomi nasional, dengan keberadaan pasar modal, 8 perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana, sehingga akan mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju, yang selanjutnya akan menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Pasar modal juga menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik. Pasar modal sendiri sebenarnya merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market), berikut bagannya : Gambar 2.1 Bagan Pasar Keuangan II.2.1 Perkembangan Pasar Modal Indonesia Pasar modal di Indonesia sebenarnya sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar Modal sudah ada sejak jaman kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1912 di Jakarta pada saat itu namanya Batavia. Pasar modal pada saat itu didirikan untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal belum berjalan seperti yang diharapkan, bahkan sempat beberapa kegiatan berhenti. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan perang dunia II, adanya pergantian kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977. 9 Pada tahun 1990, paket deregulasi dibidang perbankan dan pasar modal diluncurkan, pintu BEJ terbuka untuk asing dan terlihat aktivitas bursa meningkat. 13 Juli 1992 merupakan hari paling bersejarah bagi BEJ karena pada tanggal tersebut terjadi swastanisasi BEJ dan tanggal ini ditetapkan sebagai hari berdirinya BEJ. 10 November 1995, Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. pada tahun 2000, sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. Pada tahun 2002, BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). Akhirnya pada tahun 2007 Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menggabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). II.3 Indeks Harga Saham Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukan pergerakan harga saham dalam suatu periode. Indeks ini berfungsi sebagai indikator tren pasar. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui tren pergerakan harga saham saat ini. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula. 10 II.3.1 fungsi indeks harga saham Pada umumnya indeks harga saham diharapkan memiliki beberapa fungsi, yaitu : • Sebagai indikator trend pasar • indikator tingkat keuntungan yang diharapkan • sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio. II.3.2 jenis indeks harga saham Di Bursa Efek Indonesia terdapat 6 (enam) jenis indeks, antara lain: 1. Indeks Individual menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI. 2. Indeks Harga Saham Sektoral Menggunakan semua saham yang termasuk dalam masingmasing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur 3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yaitu indeks yang mencerminkan perkembangan harga saham gabungan seluruh peserta transaksi di bursa secara keseluruhan di Indonesia. IHSG 11 merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Penulis akan memfokuskan pada IHSG terkait pengaruh makro ekonomi. 4. Indeks LQ 45 Indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut. 5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index) JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti: • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional. 12 • Usaha yang memproduksi, memperdagangkan makanan mendistribusi dan serta minuman yang tergolong haram • Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat 6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan. 7. Indeks KOMPAS 100. Merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. II.4 Resiko Pada dasarnya resiko selalu ada dalam setiap perdagangan saham, resiko dapat dikelompokkan menjadi dua jenis : 1. Resiko sistematik Resiko ini terkait pasar dimana mempengaruhi secara keseluruhan maka resiko ini sering disebut resiko pasar, yang sering terjadi : • inflasi Resiko ini menimbulkan penurunan daya beli suatu mata uang sehingga setelah penyesuaian dapat mengurangih hasil suatu investasi. • nilai tukar mata uang 13 • tingkat suku bunga resiko ini tmbul biasanya dikarenakan kebijakan pemerintah khususnya terhadap suku dimana bila terjadi kenaikan suku bunga maka investor dapat menarik investasinya dari pasar modal menuju pasar uang, hal inilah yang dapat menurunkan IHSG. Resiko sistematik (systematic risk) juga disebut sebagai undiversible risk Yaitu resiko ini tidak dapat dihilangkan. Resiko ini biasanya diukur dengan beta (β). 2. Resiko non-sistematik Merupakan resiko bawaan terkait kondisi perusahaan, adalah resiko yang unik karena terkait dengan fluktuasi dan suatu siklus bisnis industri tertentu dimana resiko ini dapat diminimalkan denga nmelakukan diversifikasi investasi. II.5 Market return Tingkat pengembalian pasar atau tingkat ekspektasi pengembalian dari pasar secara umum, dimana hasil akhir berupa persentase (%) dari perhitungan harga penutupan saham dimana dapat diketahui tingkta kenaikan harga saham, yang dapat dihitung dengan : r = Closet − Closet −1 Closet 14 II.6 Inflasi Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Mishkin (2007) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan tingkat harga yang kontinyu dan terus menerus, memepengaruhi individu-individu, bisnis, dan pemerintah. Secara umum inflasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. (h.620). Inflasi inti (Core Inflation) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent. Inflasi Administered (Administered Price) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah. Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam, gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Terdapat dua alasan kenapa ekonom peduli terhadap inflasi: 1. Inflasi dapat memicu distrosi yang lain. 2. Selama periode inflasi, tidak semua harga barang dan upah naik secara proposional, inflasi mempengaruhi distribusi pendapatan. 15 Mengacu pada teori ekonomi Neo-Keynesian dalam Gordon (1997) pendekatan determinan inflasi Indonesia dapat dijelaskan, sebagai berikut: 1. Inflasi Permintaan (demand-pull inflation) adalah jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang. Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barangbarang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, dll. 2. Inflasi Penawaran (cost-push inflation) atau juga bisa disebut supply-shock inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak). Ekspektasi Inflasi berasal dari faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat yang dapat bersikap adaptif atau forward looking. 16 Gambar 2.2 Grafik Demand Pull Inflation & Cost Push Inflation Dampak yang ditimbulkan demand pull inflation tidak menyebabkan berkurangnya kesejahteraan masyarakat karena kenaikan harga diiringi dengan kenaikan jumlah barang. Sedangkan pada cost push inflation kenaikan harga menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat karena mengurangi jumlah output. (Snowdon, Vane, h.408). Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Harga mempunyai peranan penting dalam terjadinya inflasi, karena orang berbeda dalam hal pola konsumsi, efek dari perubahan harga (inflasi) akan berbeda dari satu rumah tangga yang lain. (Sugema, Irfany, Holis, Bakhtiar, 2010) 17 Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB). Indeks harga perdagangan besar adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antarwaktu dari suatu paket jenis barang pada tingkat perdagangan besar atau penjualan secara partai besar. Indeks harga ini merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan perekonomian secara umum serta sebagai bahan dalam analisa pasar dan moneter, dan disajikan dalam bentuk indeks umum dan juga sektoral yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, impor, dan ekspor. Jumlah besar artinya tidak atau bukan eceran. Di sini memang sulit untuk menentukan tentang batasan jumlah besar di dalam suatu perdagangan, karena biasanya dilihat dari dua matra yang kadang-kadang tidak selalu bisa dipertemukan. Matra yang dimaksud adalah kuantitas dan nilai,pengertian jumlah besar tidak bisa diukur dengan kuantitas karena kuantitas yang besar belum tentu menjamin tingkat perdagangan besar. (www.bps.go.id). Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. (www.bi.go.id) Indikator inflasi berdasarkan international best practice antara lain: 1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. 18 2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu : 1. Kelompok Bahan Makanan 2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3. Kelompok Perumahan 4. Kelompok Sandang 5. Kelompok Kesehatan 6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi. Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. 19 Atmadja (1999) inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). (page 54-67) Inflasi juga dapat dibedakan menjadi 4 yaitu : 1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun) 2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun) 3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun) 4. Inflasi yang tidak terkendali (lebih dari 100% / tahun) II.6.1 Determinasi Inflasi Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam 20 konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan. 21 Gambar 2.3 Determinasi Inflasi Ada beberapa cara mengukur tingkat inflasi, yaitu: 1. GDP Deflator GDP deflator adalah rasio antara GDP nominal dengan GDP real dari tahun tersebut. Rumus matematis GDP deflator: 2. Indeks Harga Konsumen IHn : Indeks harga tahun n (tahun yang dihitung) : Jumlah harga – harga tahun n (tahun yang dihitung) : Jumlah harga – harga tahun dasar 22 3. Indeks Harga Perdagangan Besar Indeks Harga Perdagangan Besar mengukur inflasi berdasarkan harga-harga barang pada tingkat produsen, metode perhitungannya sama dengan IHK hanya berbeda jumlah & jenis barang dalam keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah dan barang setengah jadi. II.6.2 Pentingnya Kestabilan Harga Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. 1. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. 2. Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. 3. Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil 23 menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. II.6.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai faktor ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih lagi bagi masyarakat. menjelang akhir pemerintahan orde baru (sebelum krisis moneter tahun 1998) angka inflasi tahunan dapat ditekan sampai satu digit, tetapi secara umum masih mengandung kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat golongan miskin yang menderita akibat inflasi. lebih-lebih setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi dan diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin. sehingga bisa dikatakan bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasuk dalam kategori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenernya dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari inflasi berat. Inflasi dan perekonomian Indonesia sangat saling berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah dipatikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dimana akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. 24 II.7 Suku Bunga Bank Indonesia Suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Suku bunga Bank Indonesia diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. (Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia). Tingkat suku bunga bank Indonesia merupakan daya tarik bagi investor menanamkan investasinya dalam bentuk deposito atau SBI sehingga investasi dalam bentuk saham akan tersaingi. Menurut Cahyono (2000) terdapat 2 penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan 25 meningkatkan beban bunga emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pernbeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham. (h.117) II.7.1 Penetapan Suku Bunga Bank Indonesia Jadwal Penetapan dan Penentuan: • Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan. • Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya • Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam memengaruhi inflasi. • Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance Kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan. II.7.2 Besar Perubahan Suku Bunga Bank Indonesia Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. (www.bi.go.id) 26 II.8 Nilai Tukar Mata Uang Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. Nominal nyata atau real exchange rate ( RER ) dinyatakan sebagai Dimana Pf adalah tingkat harga luar negeri dan P dengan tingkat harga domistik, P dan Pf harus memiliki nilai yang sama dalam beberapa acak pilihan dengan dasar tahun. Oleh karena itu, dasar tahun adalah RER = e. Sarno (2002) menyatakan bahwa RER sebenarnya hanya ada pada teori ideal. Dalam praktik, terdapat banyak mata uang asing dan harga ke tingkat nilai yang dipertimbangkan. bersamaan dengan ini, model perhitungan semakin menjadi lebih rumit. Selain itu, model ini didasarkan pada purchasing power parity (PPP) yang dapat berarti sebuah konstan dari RER. secara empiris dalam penentuan nilai konstan RER tidak akan bisa disadari, karena keterbatasan pada data. dalam PPP akan menyiratkan bahwa RER adalah tingkat di mana suatu organisasi dapat memperdagangkan barang dan jasa dari satuan ekonomi (misalnya negara) untuk orang perorang yang lain. Misalnya, jika harga yang meningkat 10% di Inggris dan pada mata uang Jepang akan sekaligus menghargai 10% terhadap mata uang Inggris serta harga barang akan tetap konstan untuk seseorang di Jepang. Sedangkan bagi orang di Inggris masih akan tetap berkaitan dengan kenaikan harga 10% di dalam negerinya. Ini juga menyebutkan bahwa harga atau nilai dasar tarif yang ditetapkan pemerintah dapat merupakan ikutan 27 dalam mempengaruhi nilai tukar, untuk membantu untuk mengurangi tekanan harga. PPP akan terus muncul hanya dalam jangka panjang (3-5 tahun), ketika harga akhir menjadi sama terhadap paritas daya beli. (h.59). Naik turunnya nilai tukar mata uang bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan‐kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu: 1. Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional berbagai terhadap mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan‐kekuatan supply and demand di dalam pasar (market mechanism). 2. Appresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik menariknya kekuatan‐kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market mechanism). 3. Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. 4. Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara. 28 II.9 Penelitian Sebelumnya Agrawal et al (2010) menganalisa hubungan antara return Nifty dan nilai tukar India Rupee dengan US Dollar. Uji statistik diterapkan untuk mempelajari perilaku dan dinamika dari kedua variabel tersebut. Penelitian ini juga menyelidiki dampak dari kedua seri waktu satu sama lain. Periode penelitian telah diambil dari Oktober, 2007 sampai Maret, 2009 dengan menggunakan indeks penutupan harian. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa return Nifty serta nilai Tukar non-terdistribusi normal. Melalui uji akar unit, itu juga ditemukan bahwa kedua waktu variabel, nilai tukar dan return Nifty memiliki hasil yang stasioner pada tingkat bentuk itu sendiri. Korelasi antara return Nifty dan nilai tukar ternyata negatif. Penelitian selanjutnya hubungan kausal antara kedua variabel menggunakan uji kausalitas Granger didapatkan adanya hubungan searah antara return Nifty dan nilai tukar. Ali et al (2010) menganalisa hubungan kausal antara indikator makroekonomi dan indeks harga saham di Pakistan. Data dari bulan Juni 1990 sampai Desember 2008 digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antara variabelvariabel makro-ekonomi dan indeks harga saham di Pakistan. Indikator makroekonomi meliputi; inflasi, nilai tukar, dan indeks produksi industri, sedangkan indeks bursa saham diwakili oleh harga penutupan indeks bursa efek Karachi, yang merupakan bursa saham terbesar di Pakistan. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini unit root Augmented Dickey Fuller test, Johansen's co-integrasi dan Uji kausalitas Granger. Penelitian ini menemukan cointegrasi antara indeks produksi industri dan harga penutupan indeks bursa efek Karachi. Namun, tidak ada hubungan kausal yang ditemukan antara indikator 29 makro-ekonomi dan harga penutupan indeks di Pakistan. Ini mempunyai arti bahwa indikator kinerja makro-ekonomi tidak dapat digunakan untuk memprediksi indeks bursa efek Karachi dan indeks bursa efek Karachi di Pakistan tidak mencerminkan makro-ekonomi kondisi negara. Ahmad et al (2010) menganalisa hubungan antara return saham, suku bunga dan nilai tukar dalam perekonomian Pakistan. Untuk ini, data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tingkat suku bunga jangka pendek, nilai tukar rupee terhadap US dollar dan indeks harga saham KSE-100 periode 19982009. Sebuah model regresi berganda diterapkan untuk menguji signifikansi perubahan suku bunga dan nilai tukar pada return saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik perubahan suku bunga dan perubahan nilai tukar memiliki dampak yang signifikan terhadap return saham selama periode penelitian. Rahman et al (2009) menganalisa hubungan antara harga saham dan nilai tukar tiga negara berkembang di Asia Selatan yaitu Bangladesh, India dan Pakistan. Dalam penelitian ini menganalisa rata-rata nilai tukar nominal bulanan dolar AS dalam hal Bangladesh Taka, India Rupee dan Pakistan Rupee dan harga penutupan bulanan indeks bursa efek Dhaka, indeks bursa efek Bombay dan Indeks Bursa Efek Karachi periode Januari 2003 sampai dengan Juni 2008. Hasil empiris menunjukkan bahwa nilai tukar dan harga penutupan bulanan mempunyai data runtut waktu yang tidak stasioner. Kemudian dengan menggunakan Johansen's co-integrasi, untuk menguji adanya kemungkinan hubungan kointegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kointegrasi antara harga penutupan bulanan dan nilai tukar. Dan terakhir dilakukan uji 30 kausalitas Granger untuk mengetahui hubungan kausal antara harga penutupan dan nilai tukar. Hasil menunjukkan tidak ada hubungan kausal antara harga saham dan nilai tukar di ketiga negara. Gay (2008) menganalisa hubungan antara harga saham dan variabel makroekonomi di negara berkembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan runtut waktu antara harga penutupan indeks saham dan variabel makroekonomi. nilai tukar dan harga minyak untuk Brazil, Rusia, India, dan China (BRIC). Pada penelitian ini ditemukan ada hubungan yang signifikan antara nilai tukar dan harga minyak dengan pasar indeks harga saham di negara BRIC. Dalam penelitian ini juga ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara return saham pasar sekarang dan masa lalu pada indeks saham Brazil, Rusia, India, dan Cina. Bogetić et al (2006) menganalisa penyebab utama dari tingginya inflasi Belarus selama periode 1996-2001. Dalam penelitian ini diperkirakan ada dua kecenderungan independen stokastik umum: pendapatan dan nilai tukar. Mereka menyimpulkan bahwa nilai tukar dan upah secara empiris merupakan variabel penting yang menjelaskan dinamika harga di Belarus. Hasil penelitian didapat adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan dan nilai tukar dengan tingginya inflasi di Belarus. Adrangi et al (2002) menganalisa hubungan inflasi, pengeluaran dan indeks saham di Brazil. Ditemukan hubungan negatif antara return indeks saham dan inflasi. 31 Gan et al (2006) menganalisa hubungan antara makroekonomi dengan indeks saham Selandia Baru NZSE40 periode Januari 1990 sampai dengan Januari 2003 dengan menggunakan uji Johansen's Maximum Likelihood dan Uji kausalitas Granger untuk menentukan apakah Indeks Saham Selandia Baru merupakan indikator utama untuk variabel makroekonomi. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah NZSE40 tidak ditentukan oleh tingkat bunga, jumlah uang beredar dan GDP riil. tidak ada bukti bahwa Indeks Saham Selandia Baru merupakan indikator utama untuk perubahan variabel makroekonomi. Mansur (2009) meneliti hubungan tingkat SBI dan kurs dollar AS terhadap indeks harga saham gabungan bursa efek Indonesia periode tahun 2000 sampai 2002. Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya pengaruh dari dalam negeri memberikan hasil bahwa secara bersama-sama tingkat suku bunga SBI dan kurs dollar AS memberikan pengaruh yang signifikan. tetapi secara individual menyimpulkan bahwa tingkat suku bunga SBI dalam periode 2000 sampai 2002 ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham gabungan di BEI. Pengaruh yang signifikan diberikan oleh kurs dollar AS dan besarnya pengaruh kurs dollar AS terhadap IHSG BEI sebesar 51,55% dengan arah pengaruh negatif. artinya apabila rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS maka IHSG cenderung akan melemah dan begitu juga sebaliknya, apabila rupiah terapresiasi terhadap dollar AS maka IHSG akan mengalami penguatan. Pasaribu et al (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap IHSG periode 2000 sampai 2008, data diamati secara triwulan. Variabel yang termasuk didalam variabel makroekonomi yaitu : inflasi, tingkat SBI, rata-rata jumlah uang beredar, produk domestik bruto, kurs tengah 32 rupiah terhadap dollar, transaksi berjalan (komponen dalam neraca pembayaran), indeks Hang Seng, indeks Dow Jones, Minyak dunia dan Fed Rate. Mereka menemukan kecenderungan pasar modal Indonesia lebih terpengaruh pada sentimen yang berasal dari luar negeri, seperti indeks regional dan harga minyak mentah dunia yang harus menjadi perhatian investor. Alam et al (2009) menganalisa dua faktor penting pertumbuhan ekonomi suatu Negara yaitu tingkat suku bunga dan indeks saham periode Januari 1988 sampai Maret 2003 dan juga menunjukkan hubungan empiris antara indeks saham dan suku bunga selama lima belas negara maju dan berkembang Australia, Bangladesh, Kanada, Chile, Kolombia, Jerman, Italia, Jamaika, Jepang, Malaysia, Meksiko, Filipina, Afrika, Spanyol, dan Venezuela. Hubungan antara harga saham dan tingkat suku bunga, dan perubahan harga saham serta perubahan tingkat bunga ditentukan melalui runtut waktu dan regresi. Untuk semua negara ditemukan bahwa tingkat suku bunga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan harga saham dan untuk enam negara itu ditemukan bahwa perubahan suku bunga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan perubahan harga saham. II.10 Hipotesis Penelitian ini membahas ada tidaknya korelasi antara indeks bursa Indonesia khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebelumnya, data nilai tukar mata uang sebelumnya, data tingkat suku bunga Bank Indonesia sebelumnya, dan data tingkat inflasi sebelumnya. Hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya secara statistik dalam penelitian ini adalah tidak ada korelasi antara Indeks Harga Saham Gabungan 33 (IHSG) terhadap data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebelumnya, data nilai tukar mata uang sebelumnya, data tingkat suku bunga Bank Indonesia sebelumnya, dan data tingkat inflasi sebelumnya.