Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2010

advertisement
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Tinjauan Kebijakan Moneter
Januari 2010
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara
rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini
mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan
laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh
Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution
Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
1
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter......................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter.......................................7
Perkembangan Ekonomi Dunia...............................................................7
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.....................................................10
Inflasi...............................................................................................13
Nilai Tukar Rupiah............................................................................15
Kebijakan Moneter..........................................................................17
Suku Bunga..................................................................................17
Dana, Kredit, dan Uang Beredar...................................................19
Pasar Saham.................................................................................21
Pasar SUN.....................................................................................22
Pasar Reksadana...........................................................................23
Kondisi Perbankan........................................................................24
III.Respons Kebijakan Moneter........................................................24
2
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir
tahun 2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi
makroekonomi Indonesia. Perbaikan tersebut ditopang oleh
meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan
global, serta terjaganya kestabilan makroekonomi domestik. Pertumbuhan
ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,3%, inflasi tercatat sebesar
2,78%, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus, dan nilai
tukar secara point-to-point menguat sebesar 15,65% dibandingkan
dengan tahun lalu. Di tengah-tengah krisis global, berbagai kinerja yang
cukup positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik
yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi
pemulihan ekonomi global yang semakin optimis, serta respons kebijakan
fiskal dan moneter yang akomodatif dalam mendukung terjaganya
perekonomian domestik.
Kondisi perekonomian dan pasar keuangan global secara umum
terus mencatat perkembangan yang positif. Proses pemulihan
ekonomi di negara maju terus berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan
membaiknya kinerja konsumsi dan produksi, serta kondisi pasar tenaga
kerja yang mulai mengindikasikan perbaikan. Kondisi pasar tenaga kerja
di AS dan Jepang membaik sejalan dengan perbaikan konsumsi dan
produksi. Sementara itu, ekonomi Asia yang memiliki peranan semakin
penting sebagai penggerak utama pemulihan ekonomi global juga
tumbuh semakin kuat. Sejalan dengan itu, kinerja pasar keuangan global
terus membaik. Meskipun sempat mengalami tekanan akibat kembali
menurunnya kepercayaan investor terkait krisis utang Dubai World dan
krisis fiskal Yunani, dampak kedua krisis tersebut berlangsung singkat
dan rambatannya bersifat minimal terhadap pasar keuangan dunia. Inflasi
global tahun 2009 diprakirakan mulai meningkat sejalan dengan proses
pemulihan ekonomi dunia, walaupun masih lebih rendah dibandingkan
inflasi tahun 2008. Kondisi tersebut memungkinkan sejumlah negara maju
untuk cenderung mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif.
Sampai saat ini, sebagian besar bank sentral negara maju seperti AS,
Inggris, dan Jepang masih menahan kenaikan suku bunganya pada bulan
Desember sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi.
3
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Di sisi domestik, perbaikan ekonomi global mendukung kinerja
ekspor dan peningkatan investasi. Kinerja ekspor yang anjlok sangat
signifikan di semester I-2009, mulai membaik pada pertengahan tahun
sejalan dengan pemulihan perekonomian global yang kian membaik dan
peningkatan harga komoditas. Beberapa sektor yang berorientasi ekspor
seperti sektor industri pengolahan diperkirakan menunjukkan kinerja yang
lebih baik pada kuartal IV-2009 seiring dengan membaiknya permintaan
eksternal. Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada
level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan
konsumen yang masih terjaga. Membaiknya ekspor dan tetap tingginya
konsumsi mendorong optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan
investasi, terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada triwulan IV-2009,
investasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada
peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor barang
modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut,
pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV-2009 diperkirakan
akan mencapai sebesar 4,4%. Secara keseluruhan tahun 2009,
perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3%.
Ketahanan perekonomian domestik juga dibarengi penurunan
tekanan inflasi. Inflasi pada bulan Desember tercatat sebesar 0,33%
(mtm), jauh lebih rendah dari rata-rata historisnya. Secara tahunan,
inflasi IHK mencapai 2,78% (yoy), sementara inflasi inti tercatat sebesar
4,28% (yoy) pada tahun 2009. Rendahnya realisasi inflasi tidak terlepas
dari perkembangan eksternal dan berbagai kebijakan yang ditempuh
Pemerintah. Kontraksi ekonomi global yang cukup dalam mengakibatkan
turunnya harga komoditas dunia di tahun 2009. Kondisi tersebut juga
menyebabkan perlambatan kinerja ekonomi domestik. Selain dari sisi
eksternal, rendahnya realisasi inflasi antara lain juga terkait dengan
kecenderungan apresiasi nilai tukar rupiah di tahun 2009. Derasnya
aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik telah mendorong
penguatan nilai tukar rupiah, terutama sejak akhir triwulan I-2009. Selain
itu rendahnya realisasi inflasi selama tahun 2009 juga tidak terlepas
dari berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah. Penurunan
harga komoditas internasional, termasuk minyak mentah, memberi
ruang bagi Pemerintah untuk kembali menurunkan harga bahan bakar
minyak (BBM) pada awal tahun. Sementara itu, upaya Pemerintah untuk
menjaga pasokan dan distribusi komoditas bahan pangan, terutama beras,
menyebabkan inflasi volatile food tercatat cukup rendah dibandingkan
dengan pola historisnya. Dengan berbagai perkembangan tersebut,
4
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
realisasi inflasi berada di bawah kisaran sasaran inflasi tahun 2009 sebesar
4,5% ± 1%.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus
mendukung penguatan nilai tukar rupiah. Pada tahun 2009, NPI
mencatat surplus dengan posisi cadangan devisa mencapai USD66,1
miliar atau setara 6,6 bulan pembayaran impor dan utang luar negeri
(ULN) Pemerintah. Surplus NPI terutama dipengaruhi oleh menurunnya
impor secara signifikan searah dengan menurunnya kebutuhan bahan
baku impor untuk industri yang berorientasi ekspor maupun menurunnya
impor barang-barang konsumsi. Kinerja ekspor, walaupun masih mencatat
pertumbuhan negatif, namun masih lebih baik dibandingkan dengan
pertumbuhan impor. Hal ini terutama disebabkan oleh menguatnya
permintaan ekspor komoditas sumber daya alam terutama dari negaranegara emerging Asia, yang mengalami proses pemulihan yang lebih
cepat. Di samping itu, surplus NPI didukung oleh derasnya arus modal
masuk ke dalam negeri yang didorong oleh prospek makroekonomi yang
membaik, imbal hasil rupiah yang relatif tinggi, serta semakin membaiknya
tingkat kepercayaan internasional terhadap korporasi domestik. Sejalan
dengan perkembangan NPI tersebut, perkembangan nilai tukar Rupiah
cenderung menguat sejak akhir triwulan I-2009. Dibandingkan dengan
tahun 2008, rupiah secara point-to-point menguat sebesar 15,65%
menjadi Rp9.425/USD.
Di sektor keuangan, stabilitas sistem perbankan tetap terjaga,
namun penyesuaian suku bunga kredit belum seperti yang
diharapkan. Penurunan suku bunga, khususnya suku bunga deposito
perbankan, masih terus berlangsung. Namun demikian, transmisi kebijakan
moneter melalui suku bunga sebagaimana tercermin pada penurunan
suku bunga kredit masih relatif terbatas. Tingkat suku bunga kredit yang
belum turun secara signifikan, kegiatan ekonomi yang belum meningkat
secara pesat, serta persepsi risiko dari perbankan yang masih tinggi
mengakibatkan kredit perbankan sejak Januari hingga November 2009
baru tumbuh 5,7% (ytd). Di jalur harga aset, stance kebijakan yang
cenderung longgar direspons secara baik di pasar saham maupun SUN.
Indeks harga di bursa saham meningkat sejalan dengan derasnya arus
masuk modal asing dan perkembangan positif di pasar keuangan global.
Di pasar obligasi, yield SUN terus menurun sejalan dengan optimisme
pemulihan ekonomi dunia, membaiknya persepsi risiko global terhadap
Indonesia, disertai terjaganya inflasi dan sustainabilitas fiskal. Di sisi
5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
mikro perbankan, stabilitas sistem perbankan nasional tetap stabil. Hal
itu diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per
November 2009 sebesar 17%. Sementara itu, rasio gross Non Performing
Loan (NPL) tetap terkendali pada 4,4% dengan rasio net sebesar 1,4%.
Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank makin
membaik dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia diperkirakan akan
membaik, meskipun berbagai faktor risiko dan ketidakpastian perlu
terus dicermati. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi
mencapai 5,0-5,5% pada tahun 2010. Inflasi ditargetkan mencapai kisaran
5±1% pada tahun 2010. Upaya percepatan momentum untuk akselerasi
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga inflasi yang rendah masih
dihadapkan pada berbagai tantangan-tantangan mikro dan struktural
dalam perekonomian seperti kelemahan daya saing sektor industri,
struktur pasar komoditas bahan pokok yang cenderung oligopolistik
dan berbagai permasalahan terkait lokasi sentra produksi, distribusi, dan
tata niaga. Belum optimalnya transmisi kebijakan moneter melalui jalur
kredit merupakan tantangan yang akan menjadi prioritas untuk segera
dipecahkan.
Mempertimbangkan permasalahan dan tantangan tersebut,
kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi
sebesar 5±1% di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi
serangkai langkah kebijakan. Di sisi operasional, fokus kebijakan
diarahkan untuk meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter,
mengelola ekses likuiditas perbankan, dan menjaga volatilitas nilai tukar
dalam rangka terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi struktural,
upaya koordinasi dengan Pemerintah akan ditingkatkan untuk memitigasi
dampak struktural inflasi yang bersumber dari masalah distribusi, tata
niaga, dan struktur pasar komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim
Pengendalian Inflasi yang merupakan tim lintas departemen yang terkait
dengan pengendalian inflasi akan terus diefektifkan baik di pusat maupun
di daerah.
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih
konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% ±1% dan
arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif
bagi proses pemulihan perekonomian dan berlangsungnya
intermediasi perbankan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
pada 6 Januari 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI
6
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Rate pada level 6,5% dengan koridor suku bunga yang juga tetap
sebesar +/-50 bps di sekitar BI Rate, yaitu suku bunga repo sebesar
7% dan suku bunga FASBI sebesar 6%.
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Kinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan seiring
dengan kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang semakin
membaik. Di sisi harga, inflasi selama keseluruhan tahun 2009 tercatat
cukup rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama
didorong oleh faktor nonfundamental. Sementara itu, kebijakan moneter
yang cenderung longgar pada tahun 2009 mendorong peningkatan harga
aset termasuk IHSG. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional
tetap stabil.
Perkembangan Ekonomi Dunia
Secara umum, kondisi perekonomian dan pasar keuangan
global terus membaik. Proses pemulihan ekonomi negara maju terus
berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan membaiknya kinerja konsumsi
dan produksi, serta kondisi pasar tenaga kerja yang secara umum
terindikasi mulai membaik. Sementara itu, ekonomi Asia memiliki peranan
penting sebagai penggerak utama pemulihan ekonomi global. Permintaan
domestik di kawasan Asia semakin tumbuh solid didukung oleh stimulus
fiskal di tengah membaiknya kondisi eksternal. Pesatnya pemulihan
ekonomi Asia direspons pasar keuangan dengan berlanjutnya perbaikan
berbagai indikator di pasar keuangan terutama harga saham. China
sebagai motor penggerak perekonomian Asia mengalami pemulihan yang
cepat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi China mendorong aliran masuk
modal asing serta memacu impor tumbuh pesat melampaui pertumbuhan
ekspor. Membaiknya kinerja eksternal tersebut disertai dengan pemulihan
konsumsi menjadikan ekonomi Asia pulih lebih cepat dibandingkan
dengan kawasan lain.
Perekonomian di negara maju masih terus mengalami proses
pemulihan. Musim liburan seperti Thanksgiving di AS dan silver week
di Jepang mengakibatkan pengeluaran rumah tangga dan indikator
penjualan eceran di kedua negara tersebut meningkat. Kondisi pasar
7
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
tenaga kerja di kedua negara tersebut juga membaik sejalan dengan
perbaikan konsumsi dan produksi. Sementara itu, kondisi pasar tenaga
kerja di Eropa masih terus memburuk dan mendorong menurunnya
pendapatan rumah tangga. Mulai meredanya efek stimulus fiskal di AS
dan Jepang, memicu Pemerintah AS dan Jepang untuk merencanakan
paket stimulus fiskal tahap dua. Kondisi ini diperkirakan akan membantu
mendorong proses pemulihan lebih lanjut.
Secara umum, perekonomian AS mulai menunjukkan
peningkatan yang didukung oleh perbaikan konsumsi dan kondisi
ketenagakerjaan. Konsumsi rumah tangga AS mengalami perbaikan
terutama terlihat dari indikator penjualan eceran AS antara lain akibat
program cash for clunkers (Grafik 2.1). Pemerintah AS menyediakan dana
sebesar 1 milyar dolar AS untuk menyediakan sekitar 4.000 dolar AS per
kendaraan bagi pembeli yang menukar kendaraannya yang berbahan
bakar kurang efisien untuk membeli kendaraan yang berbahan bakar lebih
efisien. Program tersebut mampu mendongkrak penjualan mobil dan tren
penguatan keyakinan konsumen terhadap prospek ekonomi ke depan.
Di samping itu, perbaikan ekonomi AS juga tercermin dari meredanya
tekanan PHK sehingga tingkat pengangguran menurun dari 10,2% pada
bulan Oktober menjadi 10,0% pada bulan November. Namun demikian,
masih tingginya tingkat pengangguran tersebut mendorong pemerintah
AS merencanakan untuk meluncurkan paket stimulus fiskal tahap kedua
yang diperkirakan mencapai USD 150 miliar. Paket stimulus kedua ini akan
bersumber dari sisa program TARP (Trouble Assets Relief Programme)
khususnya program CPP (Capital Purchase Programme) yang tidak terpakai
sejalan dengan membaiknya kondisi permodalan perbankan.
Sektor produksi di AS mulai mengalami perbaikan. Ekspektasi
membaiknya konsumsi di AS direspons dengan peningkatan jumlah stok
barang (inventory) oleh sektor produksi. Peningkatan jumlah stok barang
ini dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi kuatnya konsumsi
rumah tangga menjelang libur akhir tahun. Perbaikan sektor produksi AS
tercermin dari kenaikan indeks produksi dan kapasitas produksi (Grafik
2.2). Namun, indeks Survei Manajer Pembelian (PMI) sedikit melemah di
bulan November terkait kekhawatiran meredanya efek stimulus fiskal.
Secara umum, sektor produksi ke depan diperkirakan akan terus menguat.
Tren pelemahan dollar dan terjaganya risk appetite investor
mengakibatkan pasar keuangan global terus menguat. Kinerja pasar
keuangan global terus membaik meskipun sempat mengalami tekanan
akibat kembali menurunnya kepercayaan investor terkait krisis utang Dubai
8
������������
�
���
������������
�
���
���
���
�
�
��
��������
�����������
��������
������
��
��
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����
����
���
���
����
�����������������
Grafik 2.1Real Income Spending Rumah Tangga AS
�
�
���
��
���
��
���
�����
��
�����
�����
��
��������������������
����������������������������
�����
�����
���
���
����
���
���
���
����
���
���
���
���
����
�����������������
Grafik 2.2Industrial Production dan Capacity Utilisation AS
��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
World dan krisis fiskal Yunani. Namun demikian, dampak kedua krisis
tersebut berlangsung singkat dan rambatannya bersifat minimal terhadap
pasar keuangan dunia. Bursa saham global seperti terindikasi dari indeks
komposit MSCI menunjukkan penguatan. Kondisi likuiditas global juga
semakin membaik seperti tergambar dari menyempitnya spread LIBOR to
Overnight Index Swap (OIS) akibat unconventional measures yang masih
ditempuh Bank Sentral AS, Euro, Jepang, dan Inggris. Sementara itu,
masih terjaganya persepsi risiko investor dan prospek ekonomi yang kian
membaik mendorong perpindahan arus dana dari US Treasury Securities
ke aset-aset yang lebih berisiko seperti bursa saham, surat-surat berharga
korporasi dan aset-aset negara berkembang. Pasar keuangan Asia juga
membaik seiring dengan perbaikan fundamental ekonomi Asia.
Inflasi dunia tahun 2009 diprakirakan relatif masih sama
dibandingkan dengan bulan sebelumnya seiring dengan proses
pemulihan ekonomi dunia yang masih berlangsung. Prakiraan
laju inflasi global untuk keseluruhan tahun 2009 pada bulan Desember
relatif sama dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 1,73% (yoy) akibat
meningkatnya aktivitas ekonomi dunia serta harga komoditas internasional.
Namun demikian, prakiraan inflasi tersebut menurun jika dibandingkan
dengan rata-rata inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 6,0%. Tekanan
inflasi di negara berkembang diprakirakan sebesar 3,98% (yoy), sementara
di kelompok negara maju diprakirakan sebesar 0,04% (yoy).
Suku bunga kebijakan di sebagian besar negara maju masih
akomodatif. Sebagian besar bank sentral negara maju seperti AS, Inggris,
Jepang, Kanada, Selandia Baru, Swedia, dan Swiss masih menahan
kenaikan suku bunganya pada bulan Desember sebagai upaya mendorong
pemulihan ekonomi. Namun, bank sentral Australia (RBA) kembali
memutuskan untuk menempuh kebijakan ketat dengan menaikkan suku
bunga acuan untuk ketiga kalinya dalam tahun ini sehingga mencapai
3,75%. Tujuan kebijakan ketat ini adalah untuk mencegah terjadinya asset
bubble dan tekanan inflasi Australia yang diperkirakan mulai meningkat.
Respons kebijakan moneter negara berkembang terutama di Asia masih
tetap, meskipun di kawasan Amerikan Latin respons kebijakan beberapa
negara sudah akomodatif. Secara keseluruhan tahun, kebijakan moneter
bank sentral negara maju dan negara berkembang cenderung longgar
di level yang rendah. Kebijakan moneter yang longgar ditempuh sebagai
upaya untuk melonggarkan tekanan di pasar keuangan dan menahan
kejatuhan permintaan domestik yang lebih dalam.
9
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2009
diperkirakan mencapai 4,3% (yoy). Selama paruh pertama tahun
2009, tekanan pelemahan permintaan global yang terjadi sejak awal
tahun berdampak pada penurunan pertumbuhan ekspor dan investasi.
Lemahnya pertumbuhan ekspor dan investasi berimplikasi pada turunnya
daya beli masyarakat dan memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK). Namun demikian, adanya kegiatan Pemilu serta berbagai upaya
Pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui program
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan pengurangan pajak penghasilan
membantu konsumsi rumah tangga untuk tumbuh cukup tinggi. Dengan
perkembangan tersebut, pada semester pertama tahun 2009 konsumsi
rumah tangga tumbuh sebesar 6,0% pada triwulan I dan 4,8% pada
triwulan II (yoy). Meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih cukup
tinggi. Memasuki semester kedua tahun 2009, meskipun faktor Pemilu
sudah usai, namun pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih relatif
stabil yaitu 4,7%. Hal tersebut terkait dengan masih tingginya konsumsi
kelompok masyarakat menengah atas, realisasi gaji ke-13, dan adanya
pola musiman konsumsi menjelang hari raya keagamaan. Di samping itu,
perbaikan kinerja ekspor juga diperkirakan membantu tingkat konsumsi
pada semester kedua tahun 2009. Dari sisi penawaran, melambatnya
perekonomian dunia berpengaruh terhadap kinerja sektor
tradables sementara kinerja sektor nontradables masih membaik.
Melambatnya perekonomian dunia berdampak minimal terhadap sektor
pertanian dan perdagangan, namun memberikan dampak yang cukup
signifikan terhadap kinerja sektor industri pengolahan seiring dengan
menurunnya permintaan ekspor negara mitra dagang. Penyelenggaraan
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada paro pertama tahun 2009
memberikan dorongan terhadap kinerja sektor nontradables serta sektor
industri terutama subsektor industri makanan dan minuman, tekstil, dan
kertas. Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh tinggi
sepanjang tahun 2009 terutama ditopang oleh subsektor komunikasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2009
diprakirakan akan meningkat seiring dengan semakin membaiknya
kondisi perekonomian global dan domestik. Di sisi permintaan,
konsumsi rumah tangga diprakirakan masih berada pada level tinggi yang
didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen
10
��������
��������
��
��������������������
���������
��
�
��
����������
�
��
�
��
�
���
���
�
��
���
����
��
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
Grafik 2.3Penjualan Produk Elektronik
���
�
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
�
�
���
������
������
���
�����
�����
���
�����
���
�����
����
������
���
��������
������
������������������
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Grafik 2.4Pertumbuhan Penjualan Mobil
�
��
��
��
��
��
�
��
��
��
��
��
���
���
���
���
���
������
������������������
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Grafik 2.5Indeks Penjualan Eceran -SPE BI
���
���
��
�
�����������������
�������������
��
�
��
�
�
�
��
���
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
��
����
Grafik 2.6Pertumbuhan M1 Riil dan PDB Konsumsi RT
�
yang masih terjaga. Hal tersebut pada akhirnya juga akan mendorong
optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan investasi. Kinerja ekspor
diperkirakan semakin membaik terkait dengan perekonomian global yang
kian membaik dan peningkatan harga komoditas. Di sisi penawaran,
beberapa sektor diperkirakan akan menunjukkan perbaikan seiring dengan
membaiknya permintaan eksternal dan stabilnya perekonomian domestik.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diprakirakan
masih tumbuh relatif tinggi. Prakiraan tersebut sejalan dengan
perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang
mengindikasikan perbaikan. Dorongan faktor musiman menjelang akhir
tahun dan peningkatan pendapatan ekspor diperkirakan menopang
kestabilan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2009.
Stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh
perkembangan beberapa indikator dini. Daya beli masyarakat yang terkait
dengan konsumsi barang tahan lama seperti produk elektronik dan
kendaraan bermotor tumbuh meningkat pada Oktober 2009 (Grafik 2.3
dan 2.4). Indeks penjualan eceran sampai dengan pertengahan triwulan
IV-2009 juga tumbuh membaik ditopang oleh meningkatnya penjualan
pada kelompok pakaian dan perlengkapan, kelompok bahan konstruksi,
serta kelompok makanan dan tembakau (Grafik 2.5). Searah dengan
hal tersebut, pertumbuhan impor barang konsumsi pada awal triwulan
IV-2009 juga mengkonfirmasi stabilnya konsumsi masyarakat. Perbaikan
pertumbuhan konsumsi juga tercermin pada kenaikan pertumbuhan M1
riil hingga Oktober 2009 (Grafik 2.6).
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan IV-2009 diprakirakan
membaik seiring dengan membaiknya permintaan eksternal
dan domestik. Perbaikan pertumbuhan impor barang modal, masih
tingginya konsumsi semen, serta perkiraan lonjakan realisasi belanja
modal Pemerintah pada akhir tahun mendukung indikasi peningkatan
pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 (Grafik 2.7, 2.8, dan 2.9).
Jika dilihat dari strukturnya, pangsa utama pertumbuhan investasi pada
triwulan IV-2009 diperkirakan masih bersumber dari investasi bangunan.
Di sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan investasi masih relatif memadai
sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit investasi rill yang
cukup tinggi (Grafik 2.10).
Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian negara
mitra dagang, kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 diprakirakan
membaik. Indikasi membaiknya kinerja ekspor tercermin dari membaiknya
11
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
permintaan negara maju seperti Amerika dan China. Selain itu,
membaiknya indeks produksi, indeks kepercayaan konsumen dan sentimen
bisnis negara Eropa dan China juga mendorong peningkatan pertumbuhan
ekspor. Indikasi perbaikan juga tercermin dari masih tingginya volume
perdagangan global yang tercermin dari indeks Baltic Dry posisi Desember
2009. Sementara itu, perdagangan dengan negara lainnya seperti India
juga diperkirakan semakin membaik sehubungan dengan disepakatinya
Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara ASEAN dengan India.
Di sisi pembiayaan ekspor, mulai beroperasinya Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI) dan penundaan kewajiban L/C pada semester
II-2009 diharapkan dapat mendorong perbaikan pembiayaan kegiatan
ekspor. Menurut sektor dan golongan komoditas, pertumbuhan ekspor
nonmigas masih ditopang oleh ekspor komoditas primer berupa produk
pertambangan seperti batubara dan produk hasil industri seperti minyak
kelapa sawit.
Pertumbuhan impor pada triwulan IV-2009 juga diprakirakan
membaik sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik dan
eksternal. Perbaikan pertumbuhan impor diperkirakan sejalan dengan
membaiknya konsumsi rumah tangga serta dorongan permintaan bahan
baku dan barang modal untuk kegiatan produksi terutama di sektor
industri. Selain itu, indikasi berlanjutnya perbaikan pertumbuhan impor
dikonfirmasi oleh peningkatan pertumbuhan bea masuk impor dimana
bea masuk impor yang semakin meningkat mencerminkan nilai impor
yang juga semakin meningkat. Distribusi pertumbuhan impor terutama
disumbang oleh pertumbuhan impor bahan baku/penolong yang
tumbuh membaik. Pangsa pertumbuhan nilai impor sepanjang bulan
Januari-Oktober 2009 masih didominasi oleh pertumbuhan komoditas
impor kelompok barang modal yang menunjang kegiatan produksi,
seperti mesin/pesawat mekanik serta mesin dan peralatan listrik. Dengan
perkembangan tersebut dan didukung oleh perkembangan ekonomi
global yang kondusif, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tercatat
surplus.
Perbaikan kinerja sektoral diprakirakan akan berlanjut pada
triwulan IV-2009 seiring dengan membaiknya permintaan eksternal
dan stabilnya permintaan dalam negeri. Membaiknya permintaan
eksternal diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan sektor tradables
yaitu sektor industri pengolahan (subsektor makanan, minuman, dan
tembakau, subsektor tekstil, subsektor kimia, subsektor alat angkutan,
12
�
������
��
���
��
���
��
���
��
��
��
�
��
�
��
�
�
���
���������
�
������������������������
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���
����
����
Grafik 2.7Pertumbuhan Impor Barang Modal dan PMTB
�
�
��
��
��
��
��
��
��
�
�
��
���
���
���
��
��
��
�
�
�
�
�
�����������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Grafik 2.8Pertumbuhan Konsumsi Semen
�����������������
��
��
��
��
�
�
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
Grafik 2.9Belanja Modal Pemerintah
��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
������
��
������
��
�����������������
����������������
��
��
��
��
��
��
��
��
�
�
�
�
��
���
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
��
mesin dan peralatannya), sektor pertanian (subsektor perkebunan), serta
pertambangan (subsektor pertambangan nonmigas). Sementara itu,
stabilnya permintaan domestik menjadi sumber pendorong pertumbuhan
sektor nontradables yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan
komunikasi, dan sektor bangunan. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa
terbesar perekonomian masih berasal dari sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian. Sementara
itu, penyumbang utama dalam pertumbuhan berasal dari sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian, dan sektor keuangan,
persewaan, dan jasa.
Grafik 2.10 Pertumbuhan Kredit Investasi
dan PMTB
Inflasi
������
�
�
������
��
���
���������
��
�
��
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������
����
����
Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi
����
Secara keseluruhan tahun, inflasi IHK tahun 2009 menurun tajam
dibandingkan tahun sebelumnya terutama didorong oleh faktor
nonfundamental. Penurunan tekanan inflasi tersebut antara lain
tidak terlepas dari penurunan harga minyak mentah internasional yang
mendorong Pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi pada awal tahun 2009. Dampak penurunan harga BBM
bersubsidi tersebut mengakibatkan inflasi administered prices tercatat
deflasi. Inflasi volatile food juga tercatat lebih rendah dari pola normalnya
sejalan dengan dukungan Pemerintah untuk menjaga pasokan dan tidak
adanya hambatan distribusi bahan pangan. Di sisi lain, tekanan faktor
fundamental juga mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi inti terkait
dengan penurunan tekanan faktor eksternal seiring dengan menurunnya
inflasi negara mitra dagang dan penguatan nilai tukar rupiah sejak akhir
triwulan I-2009. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK tercatat
sebesar 2,78% (yoy, Grafik 2.11) atau berada di bawah sasaran inflasi
yang ditetapkan Pemerintah yaitu sebesar 4,5±1%.
Pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung belum memberikan
tekanan yang signifikan pada inflasi triwulan IV-2009. Dampak dari
faktor musiman perayaan hari besar keagamaan dan Tahun Baru juga
berada di bawah pola historisnya. Secara triwulanan, inflasi IHK triwulan
IV-2009 mencapai 0,49% (qtq) atau menurun jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,07% (qtq). Penurunan inflasi tersebut
terutama didorong oleh penurunan inflasi volatile food terkait dengan
pola musiman pasca hari raya. Di sisi administered prices, inflasi relatif
minimal sejalan dengan minimalnya dampak kebijakan administered prices
13
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
non-strategis. Sementara itu, tekanan inflasi di sisi fundamental menurun
sejalan dengan menurunnya tekanan dari inflasi impor.
Jika dilihat dari faktor yang memengaruhinya, penurunan
inflasi pada triwulan IV-2009 terutama diakibatkan oleh faktor
nonfundamental. Inflasi volatile food juga menunjukkan tren menurun
berkaitan dengan koreksi harga pasca hari raya Lebaran serta terjaganya
pasokan dan lancarnya proses distribusi. Pola musiman hari raya Idul
Adha, Natal dan Tahun Baru memberikan tekanan inflasi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pola normalnya terkait terjaganya pasokan.
Sementara itu, tekanan inflasi di sisi administered price juga relatif minimal.
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, menurunnya tekanan
inflasi pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan laju
inflasi pada hampir seluruh kelompok pengeluaran, terutama pada
kelompok bahan makanan (Grafik 2.12). Menurunnya laju inflasi bahan
makanan terkait dengan terkoreksinya harga pasca bulan Ramadhan dan
hari raya Lebaran. Sementara itu, peningkatan harga hanya terjadi pada
kelompok transportasi menjadi deflasi sebesar 3,67% setelah triwulan
sebelumnya tercatat deflasi yang cukup tajam sebesar 6,09%. Penurunan
deflasi tersebut, terutama didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara
yang cukup tinggi di triwulan IV-2009 terkait dengan pola musimanl akhir
tahun.
Secara triwulanan, inflasi administered price tercatat sekitar 0,69%
atau meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang sebesar 0,61%. Peningkatan inflasi administered price terutama
didorong oleh kenaikan harga rokok yang diperkirakan terkait dengan
rencana kenaikan cukai rokok sebesar 14% dan bahan bakar rumah
tangga terkait kelangkaan pasokan. Sementara itu, kenaikan tarif tol
sebesar 15% per 28 September 2009 dan kenaikan harga gas elpiji per 10
Oktober 2009 sebesar 1,7% memberikan sumbangan inflasi yang minimal
yakni masing-masing sebesar 0,01%. Di sisi lain, penurunan harga BBM
nonsubsidi pada triwulan laporan terkait dengan penurunan harga minyak
internasional. Sejalan dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahunan
administered prices tercatat deflasi sebesar 3,26% (yoy).
Tekanan inflasi volatile food menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya seiring dengan relatif terjaganya kondisi
pasokan dan harga pangan global yang masih dalam level moderat.
Secara triwulanan, inflasi volatile food sebesar 0,69% atau menurun
tajam bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
14
������
����
��������������������
�������������
������������
�������
�����
�������������
���������
���������
������������������������
�������������
����
����
����
���
���
���
����
����
�
�
�
� �� �� �
����
�
� �� ��
�
�
�
����
�
� �� ��
����
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan
Jasa (%, mtm)
������
������
�
��
�
����������������������������������
��
�
�
�
�
��
��������������������������
�
���
���
��
��������������������������
� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� ��
����
����
����
����
��
����
Grafik 2.13 Inflasi IHPB Impor, IHK
Komoditas Impor
������
�
�
���
��� ���
���
���
� ��� ���
��������������������������
��������������������������
���
��� ���
���
���
��� ���
��� ��� ������ ���
�������
��� ��� ���
������������
���
���
��� ��� ��� ��� ���
���
�
�
�
���
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��
����
����
���������������������������
Grafik 2.14 Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
������
������
���
��
���
��
���
���
��
���
�
���
���
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �����
����
����
�
����
������������������������������������������
������������������������������������������
��������������������������������
Grafik 2.15 Ekspektasi Inflasi Pedagang - SPE BI
������
����
���������
����������
�������������������
������
������
����
������
���
������
���
���
������
� ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ���� �� �� �� �� �� �� � ��� � ��� � �� �� �� �� ��
��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
������
����
Grafik 2.16 Perkembangan Harga Emas Internasional dan Domestik
tercatat 5,38%. Penurunan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh
pola musiman pasca hari raya. Peningkatan harga yang cukup tinggi pada
triwulan laporan terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan terkait dengan
gagal panen yang terjadi di beberapa daerah. Dengan perkembangan
tersebut, laju inflasi tahunan volatile food tercatat sebesar 3,95% atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,98%.
Sejalan dengan menurunnya tekanan dari inflasi impor, tekanan
inflasi inti menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(Grafik 2.13). Penurunan laju inflasi tersebut terkait dengan menurunnya
tekanan faktor eksternal sejalan dengan kecenderungan apresiasi nilai
tukar rupiah. Sementara itu, meskipun sisi permintaan terindikasi mulai
meningkat, namun belum memberikan tekanan yang berarti terhadap
harga seiring dengan masih memadainya respons sisi penawaran. Dengan
perkembangan tersebut, secara triwulanan inflasi inti mencapai 0,79%
atau menurun bila dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya
yang sebesar 1,55%. Di samping itu, secara umum ekspektasi inflasi
masih relatif stabil sejalan dengan tidak adanya unfavorable shocks dan
relatif menurunnya tekanan eksternal (Grafik 2.14 dan 2.15). Jika dilihat
dari komponen barangnya, emas perhiasan merupakan komoditas yang
memberikan andil cukup besar terhadap inflasi triwulan IV-2009 dengan
sumbangan sebesar 0,13%. Hal tersebut sejalan dengan kenaikan harga
emas dunia yang cukup tinggi pada tahun 2009 (Grafik 2.16). Dengan
perkembangan tersebut, laju inflasi inti tercatat sebesar 4,28% (yoy) atau
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,86% (yoy).
Nilai Tukar Rupiah
�
�������
��
�����
��
�
����������
�����������������
�����������
������������
�����
�����
�����
�
�����
�
�
�
����
�����
���������������� ���� ����
����
���� ���� ����
����
��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������ ������ ��� ������������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Grafik 2.17 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Secara keseluruhan, selama tahun 2009 rupiah cenderung bergerak
menguat sejalan dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian
global dan membaiknya risk appetite investor global. Pergerakan
nilai tukar rupiah juga ditopang oleh keseimbangan permintaan dan
penawaran valas di pasar domestik dan fundamental perekonomian
domestik yang cukup solid. Sementara itu, fundamental perekonomian
domestik yang cukup kokoh juga turut menopang kestabilan nilai tukar
rupiah. Prakiraan perekonomian domestik yang cukup prospektif, imbal
hasil rupiah yang tinggi, serta jumlah cadangan devisa yang mencapai
66,1 miliar dolar AS atau setara dengan 6,6 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah memberikan sinyal kepada investor
15
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
mengenai ketahanan perekonomian domestik terhadap tekanan-tekanan
dari sektor eksternal.
Nilai tukar rupiah selama Desember 2009 secara umum relatif stabil,
tercermin dari volatilitas yang menurun, meski sedikit terdepresiasi.
Volatilitas rupiah menurun dari 0,60% di bulan November menjadi 0,20%
di bulan Desember (Grafik 2.17). Secara rata-rata, rupiah melemah 0,05%
dari Rp 9.447/USD pada bulan November menjadi Rp 9.452/USD pada
bulan Desember (Grafik 2.18 dan 2.19). Pada akhir periode laporan, rupiah
ditutup pada level Rp 9.425/USD atau melemah sebesar 0,31% (ptp) dari
level Rp 9.455/ USD pada bulan November. Melemahnya nilai tukar rupiah
dipicu oleh crisis utang Dubai World, penurunan credit rating Yunani dan
kondisi fiskal beberapa negara Eropa yang memburuk. Namun kondisi
tersebut tidak berlangsung lama seiring dengan semakin membaiknya
proses pemulihan ekonomi diberbagai kawasan terutama di Asia.
Sementara itu, nilai tukar rupiah selama triwulan IV-2009 secara rata-rata
mencapai Rp 9.459/ USD. Adapun nilai tukar rupiah selama tahun 2009
rata-rata mencapai Rp 10.374/USD.
Secara umum persepsi risiko investasi di Indonesia masih relatif
baik. Meski sempat memburuk akibat krisis Dubai World pada awal
Desember 2009, persepsi investor global terhadap perekonomian domestik
pada periode selanjutnya semakin membaik sejalan dengan pemulihan
yang terjadi di pasar keuangan global (Grafik 2.20). spread EMBIG
bergerak turun dari level 342 bps pada November menjadi 294 bps dan
yield spread Global Bond RI dengan US T-Note juga menurun dari 295
bps pada November menjadi 174 bps. Sementara itu, CDS Indonesia juga
bergerak turun ke level 192 bps dari 229 bps pada periode November
2009 searah dengan penurunan CDS kawasan Asia (Grafik 2.21). Level
CDS Indonesia tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan Vietnam,
meskipun masih lebihtinggi dibandingkan dengan Filipina. Persepsi investor
terhadap nilai tukar rupiah juga relatif terjaga tercermin dari stabilnya
pergerakan indikator premi swap yang mengindikasikan minimalnya
potensi tekanan terhadap rupiah (Grafik 2.22).
Imbal hasil investasi dalam rupiah masih relatif tinggi dibandingkan
dengan negara lain di kawasan Asia. Pergerakan spread suku bunga
dalam negeri dan luar negeri (Uncovered Interest Rate Parity - UCIP)
relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sejalan dengan
keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI Rate pada level
6,5%. Indikator UCIP hanya naik 7 bps menjadi 6,51% dari 6,44% pada
16
������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����
�����������
������
�����������������
�����������������
������
������
������
�����
�����
�����
�����
��� ��� ��������� ��� ��� ��� ������ ������ ��� ������������ ��� ��� ��� ��������� ���
����
����
Grafik 2.18 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
���
���
���
���
���
�����
�����
�����
�����
��������������
�����������������
�������������
���������������������
����
�����
����������
���
�����
�����
�����
����
���� ���������
�����
���
����
�����
��� �����
������ ������
������ ������ ������
������
������
����
����
����
����
�
Grafik 2.19 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Desember 2009 dibandingkan dengan November 2009
���
����
�����
����
���
���
����
����
���
���
����
��
���
���
����
���
���
���
���
���
����
����
���
���
���
���
���
���
���
����
����
����
�
Grafik 2.20 Pergerakan Bursa Saham Global
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
�
���
���
���
�����������
���
���
���
���
���
���
�������������������
��������������������
�������������
������������������
���
���
���
���
���
periode sebelumnya. Sementara itu, sejalan dengan membaiknya indikator
risiko, indikator Covered Interest Rate Parity (CIP) mengalami peningkatan
dari 3,52% menjadi 4,77% pada periode laporan. Tingginya yield spread
obligasi rupiah relatif terhadap negara kawasan Asia lainnya masih menjadi
daya tarik bagi investor asing untuk berinvestasi pada instrumen rupiah
(Grafik 2.23).
���
���
���
���
���
����
���
����
Kebijakan Moneter
�����������������
Grafik 2.21 Indikator Persepsi Risiko Indonesia
�
��
��
���������
���������
���������
����������
��
�
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ���
����
�������������������������
Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor
�
��
���������
��������
���������
��
��������
��������
��
�
����
����
�
����
����
�����
��
��� ������������ ��� ��� ��� ������ ������ ��� ������������ ��� ��� ��� ������ ������
����
����
�����������������������������������������
�����������������
Grafik 2.23 Perbandingan Yield Spread Government Bond Beberapa
Negara Regional
Suku Bunga
Selama 2009, Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter yang
longgar sejalan dengan tekanan inflasi yang menurun. Kebijakan
tersebut dilaksanakan melalui penurunan BI Rate sebesar 275 bps hingga
Agustus 2009 untuk mendorong aktifitas perekonomian masyarakat yang
cenderung turun akibat krisis global Dalam perkembangannya, berbagai
indikator yang ada menunjukkan indikasi bahwa tekanan inflasi akan
kembali meningkat dan kembali ke kondisi normalnya di 2010. Dengan
demikian diperlukan kebijakan moneter yang bersifat antisipatif namun
dipandang masih cukup akomodatif untuk mendukung proses pemulihan
ekonomi domestik. Kebijakan ini terlihat dari BI Rate yang cenderung tetap
di level 6,5% sejak September 2009
Penurunan BI Rate ditransmisikan dengan baik ke suku bunga
jangka pendek. Hal itu tercermin dari kondisi suku bunga PUAB O/N yang
bergerak mengikuti BI Rate selama tahun 2009. Rata-rata harian suku
bunga PUAB O/N menurun sebesar 312 bps, dari level 9,38% pada akhir
tahun 2008 menjadi 6,26% pada Desember 2009. Selain itu, suku bunga
PUAB juga terus terkendali di sekitar BI Rate selama 2009. Hal ini sejalan
dengan perubahan sasaran operasional kebijakan moneter ke PUAB O/N
sejak Juli 2008, yang juga disertai dengan penguatan instrument operasi
pasar terbuka (OPT) dan koridor suku bunga (standing facilities).
Selain ke suku bunga jangka pendek, transmisi kebijakan moneter
ke suku bunga PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang juga
berjalan baik. Kondisi tersebut mengindikasikan perbaikan persepsi risiko
likuiditas (liquidity risk) dan penurunan counterparty risk Rata-rata suku
bunga PUAB dengan jangka waktu di atas O/N mengalami penurunan,
terutama untuk PUAB dengan jangka waktu di atas 30 hari. Namun
17
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
demikian patut dicermati kondisi mikrostruktur pasar PUAB, khususnya
tenor di atas 27 hari yang rentan bergerak asimetri dibandingkan dengan
tenor yang lebih likuid. Hal tersebut bersumber dari tipisnya volume
transaksi yang dibarengi dengan terbatasnya frekuensi transaksi.
Distribusi likuiditas di pasar uang semakin merata sejalan dengan
persepsi risiko di pasar uang yang menurun. Rata-rata harian kisaran
suku bunga tertinggi dan terendah di PUAB O/N tercatat menurun yang
mengindikasikan turunnya segmentasi perbankan. Selain itu, persepsi
risiko likuiditas untuk jangka waktu yang lebih panjang juga diindikasikan
membaik. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh perilaku perbankan yang
melakukan transaksi PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang
(60, 90 hingga 365 hari) sejak Oktober 2009. Kondisi tersebut juga
memberikan indikasi counterparty risk perbankan yang menurun
khususnya terhadap bank asing dan beberapa BPD.
Sementara itu, transmisi kebijakan moneter ke suku bunga deposito
semakin baik. Sejak Januari hingga November 2009, penurunan BI Rate
sebesar 275 bps telah direspons oleh penurunan suku bunga deposito
1 bulan yang mencapai 359 bps. Penurunan suku bunga deposito ini
lebih baik dibandingkan dengan periode penurunan BI Rate sebelumnya
(2006-2007) yang hanya menurun sebesar 226 bps dalam kurun waktu
yang sama. Di periode pemberhentian penurunan BI Rate (September
hingga Desember 2009), penurunan suku bunga deposito juga masih
berlangsung, meskipun dengan besaran yang lebih rendah. Sementara
itu, suku bunga deposito di tenor lain khususnya di atas 6 bulan tercatat
menurun sangat lambat,
Di sisi suku bunga kredit, transmisi kebijakan moneter masih
berjalan lambat, khususnya pada suku bunga kredit konsumsi.
Selama tahun 2009, rata-rata suku bunga kredit secara agregat (ratarata suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi)
hanya menurun sebesar 85 bps. Penurunan tersebut sangat rendah jika
dibandingkan dengan penurunan BI Rate dan suku bunga deposito 1
bulan. Berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan suku bunga kredit
selama 2009 terutama terjadi pada suku bunga kredit investasi dan modal
kerja masing-masing sebesar 137 bps dan 126 bps. Sementara itu, suku
bunga kredit konsumsi sedikit mengalami peningkatan sebesar 7 bps
selaras dengan karakteristik jenis kredit ini yang permintaannya relatif
tidak terlalu elastis dengan perubahan suku bunga. Rigidnya penurunan
suku bunga kredit konsumsi antara lain disebabkan oleh cukup besarnya
18
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
����
�������
��������������
����������������
���������������
����
����
������������������
Grafik 2.24 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
porsi penggunaan kredit lainnya termasuk kredit tanpa agunan dan kredit
kendaraan bermotor dimana suku bunga yang dikenakan cukup tinggi.
Tabel 2.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
BI Rate
Penjaminan Deposito
Dep 1 bulan (Weighted Average)
Base Lending Rate
Kredit Modal Kerja (KMK)
Kredit Investasi (KI)
Kredit Konsumsi (KK)
2008
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
9,5
10,00
10,40
14,07
15,13
14,28
16,24
9,25
10,00
10,75
14,16
15,22
14,4
16,4
8,75
9,50
10,52
14,18
15,23
14,37
16,46
8,25
9,00
9,88
13,98
15,08
14,23
16,53
7,75
8,25
9,42
13,94
14,99
14,05
16,46
7,5
7,75
9,04
13,78
14,82
14,05
16,48
7,25
7,75
8,77
13,64
14,68
13,94
16,57
7.00
7,50
8,52
13,40
14,52
13,78
16,63
6,75
7,25
8,31
13,20
14,45
13,58
16,66
6,5
7,00
7,94
13.00
14,3
13,48
16,62
6,5
7,00
7,43
12,96
14,17
13,2
16,67
6,5
7,00
7,38
13,01
14,09
13,2
16,53
6,5
7,00
7,16
12,94
13,96
13,03
16,47
����������
��
��
��
��
��
��
��
��
��
��
�
�
�
2009
�����������
���������
������������
�������
��
���
�
���
�
���
�
���
��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Grafik 2.25 Pertumbuhan Kredit, DPK,
dan BI Rate
�
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Selama tahun 2009, posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.
Posisi DPK sampai dengan November 2009 meningkat sebesar Rp143,7
triliun dari akhir tahun sebelumnya menjadi Rp1,897 triliun. Meningkatnya
posisi DPK terutama bersumber dari peningkatan deposito rupiah sebesar
Rp62,4 triliun, yang sebagian besar merupakan deposito milik perorangan.
Posisi komponen DPK lainnya, tabungan, khususnya tabungan milik BUMS
dan perorangan,juga berada dalam tren yang meningkat sejak triwulan
III-2009 seiring dengan menurunnya suku bunga deposito. Sementara itu,
posisi deposito valas mengalami penurunan sebesar Rp9,1 triliun terkait
dengan penguatan nilai tukar rupiah. Meskipun secara keseluruhan posisi
DPK meningkat, pertumbuhan DPK sampai dengan November 2009
diindikasi masih melambat yaitu hanya sebesar 11,1% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir tahun sebelumnya yang
mencapai 16,1% (yoy) (Grafik 2.25).
Di jalur kredit, transmisi kebijakan moneter masih terhambat
seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri
dan tingginya suku bunga kredit. Sejak Januari hingga November
2009, pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencapai Rp77,3
triliun menjadi Rp1.430,9 triliun atau baru tumbuh sebesar 5,7%
(ytd). Pertambahan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan
pertambahan kredit (termasuk channeling) pada periode yang sama tahun
2008 yang mencapai Rp297,8 triliun atau tumbuh 28,5% (ytd). Dengan
19
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
perkembangan tersebut, pertumbuhan tahunan kredit sampai dengan
November 2009 masih melambat menjadi 4,3% (yoy) dari 29,5% (yoy) di
akhir tahun 2008 (Grafik 2.25).
Dilihat berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi masih
mencatatkan pertambahan yang cukup besar, sedangkan kredit modal
kerja justru mengalami koreksi yang cukup dalam (Grafik 2.26). Hingga
November 2009, kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 17,3%
(yoy), melambat dari tahun sebelumnya sebesar 29,9%. Kontraksi pada
kredit modal kerja yang mencapai 3,1 (yoy) khususnya terjadi pada sektor
industri dan sektor jasa dunia usaha sejalan dengan belum pulihnya
aktifitas perekonomian dalam negeri. Hal tersebut menjadi salah satu
faktor penyebab masih lambatnya pertumbuhan kredit secara keseluruhan.
Sementara itu, secara sektoral, kredit pada sektor listrik, air dan gas
masih tumbuh relatif tinggi sejalan dengan pembangunan infrastruktur
khususnya kelistrikan. Sampai dengan November 2009, pertumbuhan
kredit sektor listrik, air dan gas mencapai 27,1% (yoy) dan 27,3% (ytd)
yang merupakan pertumbuhan kredit sektoral tertinggi. Meskipun
demikian, secara keseluruhan, pertumbuhan kredit di seluruh sektor
ekonomi masih mengalami perlambatan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi tercermin pada pertumbuhan
M1 yang juga tumbuh melambat. Sampai dengan November 2009,
posisi M1 meningkat sebesar Rp41,2 triliun, sementara posisi M2, dan M2
Rupiah menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar Rp168,9 triliun
dan Rp142,9 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2008. Dengan
demikian, rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian M1
pada tahun 2009 menurun menjadi 6,7% dari 17,1% pada tahun 2008.
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian
M2 relatif stabil di sekitar 16% (Grafik 2.27 dan 2.28). Pertumbuhan M1
yang melambat dari tahun sebelumnya ditopang oleh pergerakan giro.
Sementara itu, pertumbuhan M2 dan M2 Rupiah yang akseleratif terutama
dipengaruhi oleh operasi keuangan Pemerintah yang ekspansif. Berbagai
kondisi di atas mencerminkan bahwa indikasi peningkatan aktifitas
perekonomian masyarakat tampak belum cukup kuat.
��������������
��
���
��
��
��
��
��
��
�
���
��� ��� ������������ ��� ��� ������������ ��� ��� ������������ ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ���
����
����
����
����
Grafik 2.26 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
�������
��
�
��
��
�����
��
��
��
��
�
�
�
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � �
����
����
����
����
����
Grafik 2.27 Pertumbuhan Uang Beredar (Nominal)
�������
��
��
��
��
��
��
��
�
�
�
�
��
��
��
���
�������
�������������
�������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��
����
����
����
����
Grafik 2.28 Pertumbuhan Uang
Beredar (Riil)
20
����
����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Pasar Saham
����������������
��������������
�����������������
���������
��������������
������������������
�������
���������������
�������������������
��������������
��������������
���������������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�
��
��
��
���
���
�
�����������������
Grafik 2.29 IHSG dan Indeks Regional
�����������
��
�����
���������������
������������������
����������
�
�����
�����
�
�����
�
�����
�
�
���
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
Grafik 2.30 IHSG dan Nilai Perdagangan
�
Kebijakan moneter yang cenderung longgar pada tahun 2009
mendorong peningkatan harga aset termasuk IHSG. Penurunan BI
rate sebesar 275 bps selama tahun 2009 ditransmisikan dalam bentuk
peningkatan IHSG sebesar 87% (yoy). Pertumbuhan tersebut merupakan
pertumbuhan indeks tertinggi diantara beberapa indeks regional (Grafik
2.29). IHSG pada akhir tahun 2009 ditutup pada level 2534,36. Selain
dipengaruhi oleh BI Rate, peningkatan IHSG juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti perkembangan bursa regional (bursa STI). Pemulihan
ekonomi global yang berjalan semakin baik mampu mengembalikan
kepercayaan investor untuk kembali menanamkan asetnya. Hal itu
ditambah dengan membaiknya likuiditas global yang pada gilirannya
mampu mendorong kinerja pasar keuangan global serta menciptakan
sentimen positif bagi perkembangan pasar keuangan di emerging market
termasuk Indonesia. Di sisi lain, indikator makro dan mikro ekonomi
dalam negeri cukup kondusif untuk mendorong penguatan IHSG. Di sisi
makro, beberapa indikator yang memberikan sinyal positif antara lain
penguatan nilai tukar, pertumbuhan ekonomi yang masih positif, inflasi
yang terkendali serta stabilitas politik yang terjaga. Sementara itu di sisi
mikro perusahaan, kemampuan emiten untuk membukukan pendapatan
operasional dan laba bersih selama tahun 2009 secara agregat tercatat
meningkat. Kondisi tersebut mendorong beberapa emiten mengalokasikan
peningkatan anggaran belanja modal untuk tahun 2010. Sejalan dengan
dinamika tersebut faktor risiko di pasar saham baik eksternal maupun
domestik bergerak membaik.
Volume perdagangan di bursa domestik selama tahun 2009 pun
tercatat stabil. Volume perdagangan saham mencapai Rp3,99 triliun per
hari, relatif stabil jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,41
triliun per hari (Grafik 2.30). Pada tahun 2009, net beli asing tercatat
sebesar Rp13,92 triliun atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
yang hanya mencapai Rp18,65 triliun. Namun demikian kembali masuknya
arus modal asing khususnya pada triwulan II dan III, pada akhirnya turut
membantu menjaga kepercayaan investor domestik. Dari sisi sektoral,
sektor-sektor yang berbasis komoditas seperti pertambangan dan
perkebunan mengalami penguatan paling signifikan sejalan dengan
kembali reboundnya harga komoditas di pasar internasional. Penguatan
indeks pertambangan dan aneka industri tersebut bahkan berada diatas
rata-rata sektor lainnya.
21
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Pasar SUN
Di pasar SUN, transmisi kebijakan moneter tercermin dalam
bentuk penurunan yield SUN dengan besaran yang berbeda antar
tenornya. Penurunan BI Rate sebesar 275 bps selama tahun 2009 diikuti
oleh penurunan yield secara rata-rata sebesar 246 bps. SUN dengan tenor
jangka pendek tercatat lebih responsif dalam penurunan yield. Penurunan
yield SUN untuk tenor jangka pendek, menengah dan panjang masingmasing sebesar 375 bps, 239 bps, dan 130 bps. Dinamika pergerakan yield
di pasar SUN tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berasal baik dari eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, pulihnya
kinerja SUN didorong oleh tingginya minat investor asing di pasar SUN.
Pemangkasan Fed Fund Rate mencapai 0%-0,25% dan kondisi likuiditas
global yang masih berlimpah menyebabkan investor mulai mengalihkan
investasinya pada high yielding asset termasuk SUN. Sejalan dengan hal
tersebut, indikator risiko Indonesia yang dicerminkan oleh CDS turut
membaik dan semakin menambah kepercayaan investor pada SUN.
Sementara itu, dari sisi domestik, indikator makro ekonomi masih terjaga.
Penguatan nilai tukar, pertumbuhan ekonomi yang masih positif serta
inflasi yang terkendali mampu memberikan sinyal positif bagi investor.
Sustainabilitas fiskal1 kondusif terhadap kinerja pasar SUN terkait dengan
rendahnya tekanan terhadap keuangan pemerintah.
Sementara itu, kembali pulihnya kepercayaan investor asing
meningkatkan likuiditas pasar SUN. Investor asing mencatatkan
peningkatan posisi kepemilikan SUN sebesar Rp20,1 triliun atau naik
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp9,6 triliun.
Namun, peningkatan posisi kepemilikan SUN tersebut tidak diikuti
oleh volume perdagangan SUN yang secara rata-rata justru mengalami
penurunan. Volume total perdagangan SUN pada tahun 2009 tercatat
sebesar Rp3,39 triliun per hari atau turun dari posisinya pada tahun
2008 yang mencapai Rp4,49 per hari (Grafik 2.31). Meskipun volume
perdagangan mengalami penurunan, frekuensi rata-rata harian
perdagangan SUN pada tahun 2009 tercatat naik dari 266,3 kali per hari
menjadi 270,8 kali per hari (Grafik 2.32).
�����������
�
��
�
�
�
�
�
�
�
�
��
����������������������������
�����������
��
��
��
��
��
�
�
�
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
�� ���
����
��
Grafik 2.31 Nilai Perdagangan SUN
�����������
�
���
��
��������������������������
�����������
���
��
��
���
��
���
��
���
��
���
�
�
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
Grafik 2.32 Frekuensi Perdagangan SBN
1 Salah satu indikator yang digunakan adalah rasio stok utang per PDB
22
�
��
�
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Pasar Reksadana
�����������
���
�������������������
���
���
���
��
��
��
��
�
��
�� ��
���
��
��
��
��
�� �� �� ��
������ ������
��
� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ����
���� ���� ���� ����
����
���������������������������������������
Grafik 2.33 Perkembangan Reksadana
Berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di tahun 2009
dan penurunan suku bunga simpanan bank yang diikuti oleh
membaiknya kinerja underlying asset mendorong peningkatan
NAB reksadana. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana sampai dengan
16 Desember 2009 meningkat hingga mencapai Rp113 triliun atau jauh
meningkat dibandingkan dengan NAB pada awal tahun 2009 yang hanya
sebesar Rp74,3 triliun (Grafik 2.33). Jenis reksadana yang berkontribusi
terhadap peningkatan NAB tersebut diantaranya reksadana saham,
terproteksi dan pendapatan tetap. NAB ketiga jenis reksadana tersebut
pada November 2009 masing-masing mencapai Rp36,5 triliun, Rp33,7
triliun dan Rp13,2 triliun.
Masih kondusifnya stabilitas makro ekonomi direspon oleh pengelola
reksadana dengan menerbitkan produk-produk reksadana baru sehingga
turut menggairahkan aktivitas perdagangan reksadana. Beberapa
produk tersebut diantaranya reksadana syariah dan reksadana berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Beberapa kebijakan lain yang mampu
menumbuhkan NAB reksadana diantaranya adalah pengenaan PPH final
sebesar 0% yang masih akan diterapkan untuk bunga dan diskonto atas
obligasi yang diperoleh pada 2009-2010.
23
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Kondisi Perbankan
Kinerja sektor perbankan selama 2009 secara umum tetap baik. Indikatorindikator utama perbankan seperti rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio - CAR), rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan
- NPL), Net Interest Margin (NIM) dan Return On Asset (ROA) tetap
menunjukkan perkembangan yang cukup baik dan stabil di tengah kondisi
global yang belum stabil. NPL tetap terjaga di bawah 5%, sedangkan CAR
masih solid di level 17%, jauh berada di atas level minimal yang ditetapkan
BI sebesar 8%. Sementara itu, Return On Asset (ROA) dan Net Interest
Margin (NIM) tetap stabil sebesar 2,6% dan 0,5% (Tabel 2.2).
Tabel 2.2
Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama
Total Aset DPK
Kredit
LDR NPLs Gross*
NPLs Net *
CAR NIM ROA
2008
(T Rp)
(T Rp)
(T Rp)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Nov
2009
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
2.303,4 2.310,6 2.307,1 2.344,9 2.352,1 2.327,4 2.309,8 2.354,3 2.331,4 2.384,6 2.388,6 2.392,7 2.439,7
1.707,9 1.753,3 1.745,6 1.767,1 1.786,2 1.780,9 1.783,6 1.824,3 1.806,6 1.847,0 1.857,3 1.863,5 1.897,0
1.371,9 1.353,6 1.325,3 1.334,2 1.342,1 1.332,1 1.339,2 1.368,9 1.370,2 1.400,4 1.399,9 1.410,4 1.430,9
80,3
77,2
75,9
75,5
75,1
74,8
75,1
75,0
75,8
75,8
75,4
75,7
75,4
4,0
3,8
4,2
4,3
4,5
4,6
4,7
4,5
4,6
4,5
4,3
4,3
4,4
1,5
1,5
1,6
1,6
1,9
2,0
1,9
1,7
1,7
1,5
1,3
1,2
1,4
16,3
16,2
17,6
17,7
17,4
17,6
17,3
17,0
17,0
17,0
17,7
17,6
17,0
0,5
0,5
0,5
0,3
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,4
0,5
0,5
2,6
2,3
2,7
2,6
2,8
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,6
2,7
2,6
* dengan channeling
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Pada 6 Januari 2010, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Rapat Dewan Gubernur
memandang bahwa tingkat suku bunga BI Rate yang berlaku saat ini
sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi tahun
2010 sebesar 5%±1% dan cukup kondusif untuk mendukung proses
pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.
24
Mei
Tinjauan Kebijakan Moneter - Januari 2010
Indikator Terkini
SEKTOR KEUANGAN
SUKU BUNGA & SAHAM
Suku bunga SBI 1 bln 1)
Suku bunga SBI 3 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln 2)
Suku bunga deposito 3 bln 2
JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
BESARAN MONETER (miliar Rp
Base Money
M1(C+D)
Uang Kartal (C)
Uang giral (D)
Broad Money (M2 = C+D+T)
Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)
Deposit
Tabungan
Deposito (Valas)
M2 - Rupiah
Tagihan pada Dunia Usaha
Kredit-Bank Umum
2008
Des
2009
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
10,83
11,08
10,75
11,16
10,01
1.355
9,50
9,93
10,52
11,34
9,43
1.333
8,74
9,25
9,89
11,13
8,71
1.285
8,21
8,61
9,42
10,65
8,30
1.434
7,59
7,95
9,04
10,09
8,03
1.723
7,25
7,39
8,77
9,68
7,69
1.917
6,95
7,05
8,52
9,25
7,09
2.027
6,71
6,79
8,31
8,99
6,96
2.323
6,58
6,63
7,94
8,73
6,56
2.342
6,48
6,55
7,43
8,35
6,46
2.468
6,49
6,60
7,38
7,97
6,46
2.368
6,47
6,59
-
-
6,47
2.416
-
-
-
-
2.534
344.688
466.379
209.378
257.001
1.883.851
1.417.472
1.136.979
662.629
474.350
280.493
1.603.358
314.662
437.388
191.339
246.049
1.754.293
1.316.905
1.175.565
686.919
488.645
141.341
1.612.953
303.777
434.233
186.611
247.622
1.773.980
1.339.747
1.190.990
703.027
487.964
148.757
1.625.223
304.718
448.452
186.538
261.914
1.794.004
1.345.553
1.202.724
706.002
496.722
142.828
1.651.176
308.277
454.221
191.194
263.027
1.794.888
1.340.667
1.205.976
705.379
500.597
134.691
1.660.197
309.232
455.364
192.143
263.221
1.807.388
1.352.024
1.217.906
715.139
502.767
134.118
1.673.270
322.994
483.053
203.838
279.215
1.859.690
1.376.637
1.245.822
726.088
519.733
130.815
1.728.875
322.850
469.346
201.172
268.174
1.841.112
1.371.766
1.245.247
724.888
520.359
126.519
1.714.594
324.663
490.575
200.871
289.704
1.871.955
1.381.381
1.251.225
727.889
523.336
130.156
1.741.800
354.297
490.501
210.822
279.679
1.889.157
1.398.656
1.272.217
731.202
541.015
126.439
1.762.718
364.869
485.979
206.305
279.674
1.900.257
1.414.278
1.284.847
740.705
544.142
129.431
1.770.826
376.938
-
213.362
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.293.600 1.305.681 1.303.885
1.281.772 1.293.069 1.297.288
1.292.306
1.290.022
1.298.095 1.320.131
1.297.955 1.327.462
1.333.469 1.351.511
1.331.188 1.358.757
1.348.857
1.351.302
1.360.724
-
-
-
-
1.314.049
1.300.179
HARGA
Inflasi bulanan (%. mtm)
Inflasi tahunan (%. yoy)
-0,04
11,06
-0,07
9,17
0,21
8,60
0,22
7,92
-0,31
7,31
0,04
6,04
0,11
3,65
0,45
2,71
0,56
2,75
1,05
2,83
0,19
2,57
-0,03
2,41
0,33
2,78
10.950
7.394
7.396
48,39
11.355
6.345
5.706
47,96
11.980
6.713
5.008
47,17
11.575
7.473
5.819
50,68
10.713
7.053
5.488
51,72
10.340
8.229
6.366
51,65
10.225
8.470
6.987
50,99
9.920
8.437
7.720
50,72
10.060
8.966
7.313
50,84
9.681
8.735
6.507
53,81
9.545
9.714
7.405
55,68
9.480
-
-
56,15
9.445
57,61
SEKTOR EKSTERNAL
Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)
Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4)
Net International Reserve (juta USD)
2009
INDIKATOR KUARTALAN
Pertumbuhan PDB (%. yoy)**
Konsumsi
Investasi
Perubahan Stok
Ekspor
Impor
Tw.I Tw.II Tw.III
4,40
7,30
-0,80
-146,40
-18,70
-26,00
4,00
6,30
3,20
88,20
-15,50
-23,90
4,20
5,40
4,20
23,80
-8,20
-18,30
* angka sementara
* angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000
1) minggu terakhir
2) rata-rata tertimbang
3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS
25
Download