1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecenderungan kebijakan yang mendorong independensi Bank Sentral agar peranan
kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga sampai saat ini merupakan sesuatu hal yang
mendominasi pemikiran para pengambil kebijakan, sedangkan kebijakan fiskal masih dipandang
sebagai subordinat untuk menjaga tingkat defisit anggaran agar tidak menimbulkan dampak
inflasi. Hal ini didasari oleh pemikiran kaum monetaris pada periode tahun 1970 an yang
mengarahkan pada penolakan peranan kebijakan fiskal sebagai alat stabilisasi ekonomi dan
penentu tingkat pengerjaan penuh (Tcherneva, 2008).
Blanchard, Arricia dan Mauro (2010) mengemukakan bahwa peranan kebijakan fiskal
dalam dua dekade terakhir ini dipinggirkan oleh keberadaan kebijakan moneter. Namun
demikian menurut Blanchard adanya konsensus di antara bank sentral untuk menjaga kestabilan
inflasi, bahkan pada tingkat inflasi yang rendah (sekitar 2%) akan berdampak kepada suku bunga
yang rendah dan menuju pada perangkap likuiditas. Ketika terjadi krisis tahun 2008 dan jatuhnya
permintaan agregat, banyak bank sentral menurunkan suku bunga sampai hampir menuju nol.
Rendahnya suku bunga ini
akan
mempersempit ruang gerak kebijakan moneter yang
menggunakan perangkat suku bunga dalam mempengaruhi perekonomian. Implikasi utama dari
hal ini adalah diperlukan keberadaan kebijakan fiskal. Dalam defisit anggaran yang besar,
penetapan suku bunga obligasi yang rendah tidak memungkinkan untuk dilakukan, oleh karena
itu penetapan suku bunga oleh bank sentral harus memperhatikan bagaimana kebijakan fiskal
bereaksi dalam mempengaruhi perekonomian (Blanchard, Arricia dan Mauro, 2010, Tcherneva,
2008 ).
1
New Neoclassical Synthesis (NNS) atau Sintesa Neoklasik Baru (SNB) atau juga dikenal
dengan nama New Concensus Macroeconomics (NCM) atau Konsensus baru makroekonomika
(KBM), yang muncul akhir tahun 1990 an, memberikan sumbangan analisis mengenai peranan
kebijakan fiskal dalam menjaga stabilisasi harga (Tcherneva, 2008). Fiscal Theory of The Price
Level (FTPL) atau Teori Fiskal Aras Harga (TFAH), merupakan salah satu pemikiran teoritis
yang menyatakan bahwa tingkat harga tidak hanya dijelaskan oleh kuantitas uang dalam suatu
perekonomian, tetapi juga oleh pertimbangan kebijakan fiskal (Wickens, 2008: 105, Christiano
dan Fitgeralds, 2000). TFAH juga menyatakan bahwa kebijakan anggaran belanja defisit tidak
akan menyebabkan inflasi sepanjang dibiayai oleh pinjaman dan akan menimbulkan inflasi jika
dibiayai oleh ekspansi moneter (Bildirici, 2005). Aspek yang menarik dari TFAH adalah tingkat
harga ditentukan kebijakan fiskal dan bukan
oleh kebijakan moneter, secara implisit
mengasumsikan tingkat harga fleksibel (Wickens, 2008: 106).
Bernanke (2003) menyatakan bahwa kebijakan fiskal sebagai alat stabilisasi pada waktu
krisis akan menjadi lebih efektif harus menjalin koordinasi yang kuat dengan kebijakan moneter.
Menurut Bernanke peranan bank sentral akan berbeda antara kondisi inflasioner dan deflasioner.
Dalam kondisi deflasioner peranan bank sentral seharusnya memfasilitasi kebijakan fiskal dalam
mempengaruhi perekonomian. Pada umumnya ekonom-ekonom KBM menyatakan bahwa
kebijakan fiskal memainkan peranan penting ketika kebijakan moneter menghadapi rendahnya
suku bunga obligasi (Tcherneva, 2008 ), paling tidak kebijakan fiskal menjadi pertimbangan bagi
otoritas moneter dalam melakukan kebijakan moneter.
Penggunaan TFAH dalam KBM yang menggunakan intertemporal budget contraint
(IBC) : B/P = (T-G)/(1+r) , B adalah utang pemerintah, P adalah tingkat harga, G adalah
pengeluaran pemerintah dan T pajak lump sum dan r tingkat suku bunga
memunculkan
2
perbedaan pandangan. Pandangan konvensional menyatakan bahwa IBC merupakan kendala
bagi pajak dan pengeluaran pemerintah, sehingga kebijakan harus ditetapkan agar sisi sebelah
kanan sama dengan sisi sebelah kiri berapapun nilai dari P (P eksogen), yang berarti kebijakan
fiskal mengikuti Ricardian. TFAH memandang IBC adalah ekuilibrium. Ketika ada sesuatu hal
yang mengganggu ekuilibrium tersebut, kliring pasar menggerakkan P (P endogen) untuk
membentuk ekuilibrium baru. Woodford menamakan hal ini sebagai asumsi non Ricardian yang
menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak menjamin
IBC ekuilibrium untuk semua P
(Christiano dan Fitgeralds, 2000).
Perdebatan berikutnya berkaitan dengan keberadaan adanya hubungan defisit anggaran
dengan neraca pembayaran internasional atau yang lebih dikenal dengan defisit kembar (twin
deficits). Paradigma non tradisional memprediksikan bahwa tidak ada hubungan antara anggaran
belanja defisit dengan defisit neraca pembayaran internasional. Menurut Ricardian pemotongan
pajak sekarang akan diserasikan dengan dengan nilai sekarang (present value) dari pajak masa
depan. Hanya nilai sekarang dari pengeluaran pemerintah yang menjadi persoalan. Dalam kasus
ini, tabungan nasional tidak akan berubah dalam kondisi adanya anggaran belanja defisit.
Tabungan swasta (private saving) akan berubah menutup perubahan tabungan pemerintah
sehingga tabungan nasional konstan dan dengan demikian anggaran belanja defisit primer tidak
menyebabkan neraca pembayaran defisit (Mankiw, 2003: 414-415, Adji, 2006 : 259).
Pandangan tradisional memprediksikan ketika defisit anggaran belanja meningkat maka
defisit neraca transaksi berjalan akan meningkat juga, yang berarti fenomena defisit kembar
terjadi. Pandangan tradisional atas utang pemerintah mengasumsikan bahwa ketika pemerintah
memotong pajak dan menjalankan kebijakan defisit primer anggaran belanja, maka konsumen
menanggapi pendapatan setelah pajak yang lebih tinggi sehingga melakukan pengeluaran
3
konsumsi lebih banyak. Kenaikan pengeluaran ini akan mendorong turunnya tingkat tabungan
nasional sehingga menaikkan tingkat suku bunga dan mendorong pendanaan investasi dengan
meminjam dari luar negeri yang akan menyebabkan defisit neraca pembayaran internasional
(neraca transaksi berjalan) memburuk. (Mankiw, 2003: 414-415) yang dapat digambarkan
sebagai berikut.
Defisit Primer (G naik atau T turun
Konsumsi Turun
Tabungan Nasional Turun (S = Y- C – G)
Suku Bunga Naik
Modal Asing ke Domestik Naik
(Capital inflow meningkat)
Apresiasi Mata uang
Domestik
Defisit Neraca Transaksi Berjalan Naik
Gambar 1.1. Mekanisme Transmisi Defisit Primer Terhadap Neraca Transaksi Berjalan
Menurut Ricardian.
Dalam
praktiknya,
kebijakan fiskal di Indonesia
cepat direaksi oleh masyarakat,
khususnya dalam pasar barang. Informasi mengenai akan adanya kenaikan gaji pegawai negeri,
4
langsung diantisipasi masyarakat dengan meningkatnya harga-harga barang. Hal yang sama juga
terjadi pada saat ini, ketika terjadi pengurangan subsidi BBM juga langsung diantisipasi dengan
peningkatan harga hampir pada semua barang.
Kebijakan fiskal dalam rangka menggairahkan perekonomian dalam masa pemerintahan
setelah krisis ekonomi cukup banyak dilakukan, program bantuan langsung tunai (BLT), dana
bantuan operasional sekolah (BOS) merupakan program-program yang didanai oleh anggaran
belanja yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapatan masyarakat dan selanjutnya diharapkan
dapat meningkatkan konsumsi masyarakat saat ini dan waktu mendatang.
Mochtar (2004)
menunjukkan bahwa kebijakan fiskal memerankan peranan dominan
setelah 1997, meskipun dapat dikatakan dalam skala bentuk yang lemah. Maryatmo (2004)
menunjukkan bahwa sedikit atau banyak kebijakan defisit primer anggaran mempengaruhi suku
bunga, kurs, dan tingkat harga (inflasi). Maryatmo menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi
kembali kebijakan defisit primer anggaran belanja, karena kebijakan defisit primer anggaran
belanja bukan tanpa biaya yang bisa membawa dampak ekonomi. Maryatmo juga menemukan
bahwa ada hubungan timbal balik antara kebijakan defisit anggaran dan variabel moneter .
Grafik 1.1 dan Grafik 1.2. memperlihatkan sekilas pola hubungan antara defisit primer
dengan pertumbuhan ekonomi, defisit primer dengan inflasi tahun 1970 sampai dengan tahun
2008. Pola hubungan antara defisit primer dengan pertumbuhan ekonomi tidak memperlihatkan
pola yang pasti. Pada kurun waktu tahun 1980 an pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan
dan penurunan cukup tajam, namun pada
1997-1999 saat terjadi krisis ekonomi, terjadi
penurunan yang tajam dari trendnya. Defisit primer mengalami kenaikan yang tajam dari
trendnya terjadi pada masa krisis ekonomi. Keeratan hubungan antara defisit primer anggaran
belanja dengan pertumbuhan ekonomi riil dapat dilihat dalam Tabel 1.1. yang menunjukkan
5
korelasi positif sebesar 0,6, yang berarti juga terjadi korelasi yang cukup erat antara defisit
primer anggaran belanja dengan pertumbuhan ekonomi.
. 3
. 2
. 1
. 0
- . 1
- . 2
1 9 7 0
1 9 7 5
1 9 8 0
1 9 8 5
1 9 9 0
1 9 9 5
R a s io D e f is it P r im e r T e r h a d a p
P e r t u m b u h a n E k o n o m i R iil
2 0 0 0
P
D
B
2 0 0 5
R
iil
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id), dan International
Financial Statistic 2010, diolah.
Grafik 1.1. : Defisit Primer dan Pertumbuhan Ekonomi Riil 1970 - 2008
Pola grafis antara defisit primer anggaran belanja dengan inflasi di Indonesia dapat dilihat
dalam Grafik 1.2. Pengamatan pola grafis sepintas menunjukkan defisit primer tidak mengikuti
pergerakan inflasi, hal ini terlihat sampai dengan menjelang krisis ekonomi tahun 1997, pola
grafisnya tidak mengikuti pola grafis inflasi yang naik turun. Namun demikian ketika terjadi
krisis ekonomi pola grafis defisit primer berlawanan dengan pola grafis inflasi. Setelah tahun
1999, pola grafis defisit primer, kembali seperti pada saat sebelum krisis ekonomi. Keeratan
hubungan antara defisit anggaran belanja primer dengan inflasi dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
yang menunjukkan korelasi negatif sebesar 0,66, yang berarti juga terjadi korelasi yang cukup
erat antara defisit primer dengan inflasi.
6
. 8
. 6
. 4
. 2
. 0
- . 2
1 9 7 0
1 9 7 5
1 9 8 0
1 9 8 5
1 9 9 0
R a s io D e f is it P
IN F L A S I
r im
1 9 9 5
e r T
2 0 0 0
e r h a d a p
P
D
2 0 0 5
B
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan International Financial
Statistic 2010, diolah.
Grafik 1.2. : Defisit Primer dan Inflasi 1970 - 2008
Tabel 1.1. Korelasi Defisit Primer Dengan Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Neraca
transaksi berjalan Indonesia 1970 – 2008.
Defisit
Primer
Pertumbuhan Inflasi
Ekonomi
0,60
-0,66
Neraca transaksi
berjalan
-0,17
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan International Financial
Statistic 2010, diolah
.4
.3
.2
.1
.0
-.1
-.2
1 9 7 0
1 9 7 5
1 9 8 0
1 9 8 5
1 9 9 0
1 9 9 5
2 0 0 0
2 0 0 5
s u k u b u n g a d e p o s ito 3 b u la n
p e r t u m b u h a n e k o n o m i r iil
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan International Financial
Statistic 2010, diolah.
Grafik 1.3. : Suku Bunga dan Pertumbuhan Ekonomi Riil 1970 – 2008
Pada Grafik 1.3., pertumbuhan ekonomi riil nampaknya tidak mengikuti pola grafis suku
bunga, namun demikian gambaran yang cukup menarik terjadi pada saat krisis ekonomi, ketika
7
suku bunga sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Pada Grafik 1.4. terlihat adanya
pola yang tidak konsisten antara suku bunga dengan inflasi. Pada kurun waktu 1970 sampai
dengan 1983, trend suku bunga menunjukkan penurunan, namun pola grafis inflasi menunjukkan
ketidakkonsisten yang ditunjukkan dengan naik turunnya inflasi. Setelah tahun 1983 sampai
dengan menjelang krisis, suku bunga dan inflasi relatif stabil pergerakannya, bahkan inflasi lebih
rendah dari suku bunga. Pada saat krisis ekonomi 1997-1999, inflasi yang tinggi diikuti dengan
kenaikan suku bunga.
Keeratan hubungan antara suku bunga deposito dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi
maupun neraca perdagangan seperti terlihat dalam Tabel 1.2. lebih lemah dibandingkan dengan
keeratan hubungan antara variabel defisit primer dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi maupun
neraca perdagangan (Tabel 1.1.). Sedangkan keeratan hubungan antara suku bunga deposito
dengan defisit primer cukup erat yang ditunjukkan koefisien korelasi -0,53.
Tabel 1.2. Korelasi Suku Bunga Dengan Defisit Primer, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi
dan Neraca transaksi berjalan Indonesia 1970 – 2008.
Pertumbuhan
Inflasi
Ekonomi
Suku bunga
-0,38
Neraca transaksi Defisit Primer
berjalan
0,28
0,06
-0,53
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan International Financial
Statistic 2010, diolah.
8
.8
.7
.6
.5
.4
.3
.2
.1
.0
1 9 7 0
1 9 7 5
1 9 8 0
1 9 8 5
1 9 9 0
1 9 9 5
2 0 0 0
2 0 0 5
s u k u b u n g a d e p o s ito 3 b u la n
in fla s i
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan International
Grafik 1.4. : Suku Bunga dan Inflasi 1970 – 2008
60
suku bunga
40
20
0
-20
1 4 7 10131619222528313437
Ratio Defisit
Primer Terhadap
PDB
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 (WWW.depkeu/BKF.go.id) dan Bank Indonesia,
diolah.
Grafik 1.5. : Defisit Primer Dan Suku Bunga
1.2. Permasalahan
Dari paparan di muka,
terdapat beberapa
hal penting untuk dikemukakan sebagai
berikut.
1) Perbedaan pandangan mengenai pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran
belanja terhadap PDB riil, inflasi dan neraca transaksi berjalan serta mencuatnya aliran
pemikiran yang relatif baru KBM
yang diperkuat dengan pemikiran TFAH yang
menyatakan pentingnya peranan kebijakan fiskal dalam menjaga stabilitas harga.
9
2) Secara empiris tidak ada konvergensi dalam literatur mengenai keterkaitan antara
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
3) Kebijakan ekonomi yang berupa kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan oleh
pemerintah (otoritas ekonomi) sangat diharapkan efektif mencapai tujuan akhir
kebijakan, yaitu secara internal menciptakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga
dan secara eksternal mampu mempengaruhi kinerja neraca transaksi berjalan Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dapat dikemukakan adalah perlunya
dilakukan suatu penelitian empirik di Indonesia dalam kerangka KBM yang diperkuat dengan
pemikiran
TFAH yang mengakomodasikan peranan kebijakan fiskal dan moneter dalam
mempengaruhi harga, PDB riil dan neraca transaksi berjalan. Estimasi model secara empirik ini
dilakukan untuk menghasilkan sesuatu gambaran akurat sehingga ke depan kebijakan fiskal
dapat dipakai sebagai salah satu alat, khususnya dalam hal stabilisasi harga yang selama ini
dipersepsikan menjadi tugas utama otoritas moneter.
Berkaitan dengan hal tersebut, sangatlah penting dibangun sebuah model sistem
persamaan pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja dan kebijakan moneter
perubahan suku bunga, harga, PDB riil dan neraca transaksi berjalan dalam suatu penelitian
empirik, khususnya bagi perekonomian di Indonesia. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat
digunakan sebagai satu acuan pemerintah dalam melakukan kebijakan ekonomi.
Dari berbagai permasalahan ini, beberapa pertanyaan penelitian yang dapat
dikemukakan adalah sebagai berikut.
1) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mampu meningkatkan PDB riil
dalam kerangka pemikiran KBM ?
10
2) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mampu mempengaruhi suku
bunga dalam kerangka KBM?
3) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mempunyai peranan penting
dalam mempengaruhi inflasi dalam kerangka KBM?
4) Apakah kebijakan moneter perubahan suku bunga mempunyai peranan penting dalam
mempengaruhi inflasi dalam kerangka KBM?
5) Dalam wacana pemikiran kebijakan ekonomi internasional, apakah kebijakan fiskal
defisit primer anggaran belanja akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan
dalam kerangka KBM?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut.
1) Menganalisis pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap PDB
riil, suku bunga, inflasi dan neraca transaksi berjalan dalam kerangka teori KBM dan
TFAH.
2) Menganalisis pengaruh perubahan suku bunga terhadap inflasi dalam kerangka teori
KBM dan TFAH.
3) Melakukan simulasi pengaruh goncangan atau shock kebijakan fiskal defisit primer
anggaran belanja terhadap variabel inflasi, neraca transaksi berjalan dan PDB riil.
11
1.4. Keaslian Penelitian
Pembahasan dalam bagian ini menelusuri temuan-temuan empirik mengenai pengaruh
kebijakan fiskal terhadap PDB, inflasi dan suku bunga dan neraca transaksi berjalan atau neraca
perdagangan internasional.
Tabel 1.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Penulis
Metode
Variabel utama
Temuan
1
Morsy (2009)
Dynamic Panel
estimation
Technique. Data
negara-negara
penghasil minyak
terpilih tahunan
1970-2006.
Dependen : ratio neraca
transaksi berjalan
terhadap PDB.
Keseimbangan neraca transaksi
berjalan di negara-negara penghasil
minyak ditentukan oleh kebijakan
fiskal
Bayesian VAR
dengan restriksi
tanda. Data
kuartalan untuk
Jerman 1970.11998.4 dengan
Dummy
penyatuan jerman
sebelum dan
sesudah 1991,
Spanyol 1986.11998.4.
Menggunakan
pendekatan
teoritis Real
Bussiness Cycle
panel data analisis
19 negara OECD.
Dependen : rasio jumlah
uang beredar ditambah
utang periode berikutnya
dengan PDB nominal.
Persamaan
tunggal
Kointegrasi dan
Granger Causality
Test. Data
Defisit anggaran dan
defisit neraca transaksi
berjalan sebagai variabel
independen dan
dependen
2
3
4
Thams (2007)
Corsetti, Meier
dan Muller
(2007)
Mukhtar, Zakaria
dan Ahmed
(2007)
Independen :
keseimbangan anggaran
belanja, neraca minyak,
pendapatan relatif,
pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penduduk,
usia ketergantungan.


Rejim kebijakan fiskal di
Spanyol mengikuti Non
Ricardian.
Rejim kebijakan fiskal di
Jerman mengikuti Ricardian.
Independen : rasio total
surplus anggaran belanja
terhadap PDB,
pertumbuhan PDB riil,
suku bunga riil.
.
Dependen : konsumsi,
investasi, ekspor netto,
term of trade, nilai tukar
riil.
Independen:
pengeluaran pemerintah.
Dalam perekonomian lebih terbuka
(integrasi perdagangan lebih besar),
goncangan anggaran belanja defisit
cenderung menurunkan konsumsi dan
investasi lebih sedikit dibandingkan
dengan perekomian tertutup. Dalam
perekonomian terbuka pengaruh
goncangan fiskal terhadap neraca
perdagangan lebih kecil dibandingkan
perekonomian tertutup.
Kointegrasi menunjukkan keberadaan
hubungan jangka panjang antara
defisit anggaran dengan defisit neraca
transaksi berjalan, Sedangkan Granger
Causality menunjukkan hubungan
12
5
6
Rahutami
(2007)
Falk, Tenhofen,
and Wolff (2006)
kuartalan 19752005 di Pakistan.
Persamaan
Simultan interaksi
sektor moneter
dan riil dalam
mempengaruhi
perekonomian
Indonesia 1980.12006.4.
SVAR mengikuti
Blanchard dan
Perroti (2002).
Data Jerman
1974.1-2004.1.
Dependen suku bunga
jangka pendek.
Independen :
pengeluaran pemerintah.
Dependen : pendapatan
nasional, investasi,
konsumsi.
kausal 2 arah antara ke dua defisit
tersebut.
Kejutan pengeluaran pemerintah
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pembentukan suku bunga
jangka pendek.

Independen :
pengeluaran pemerintah,
pajak langsung.




7
Funke and
Nickel (2006)
8
Tkacevs (2006)
Pooled mean
group estimation,
panel data
tahunan negaranegara G7 tahun
1970-2002.
VAR dengan 2
proksi kebijakan
fiskal rasio defisit
primer terhadap
PDB dan rasio
utang publik
terhadap PDB.
Data kuartalan
Latvia 1999.12005.3.
Dependen : defisit
neraca transaksi berjalan.
Independen :
pengeluaran pemerintah,
konsumsi dan ekspor.
Dependen: tingkat harga.
Pengeluaran pemerintah
langsung akan meningkatkan
output dan konsumsi swasta
dengan tingkat signifikansi
rendah dan menurunkan
tingkat investasi (hanya
tanda), meskipun tidak
signifikan.
Shok pengeluaran yang
terantisipasi mempunyai efek
yang signifikan terhadap
output ketika shok direalisasi,
tetapi tidak pada periode
antisipasi.
Secara ringkas dampak dari
shock pengeluaran
pemerintah hanya jangka
pendek.
Pajak langsung mempunyai
dampak terhadap output
dengan tingkat signifikansi
rendah.
Pajak langsung mempunyai
efek yang kecil terhadap
output.
Komposisi permintaan sebagai contoh
distribusi permintaan pemerintah,
permintaan privat dan permintaan
ekspor mempunyai dampak terhadap
defisit neraca transaksi berjalan.

Independen :Rasio
defisit primer terhadap
PDB dan rasio hutang
pemerintah.

Surplus primer tidak
digunakan untuk membayar
utang dan dengan demikian
anggaran belanja tidak
tergantung kepada tingkat
utang publik.
Rejim fiskal di Latvia adalah
non Ricardian yang berarti
ada pengaruh tidak langsung
kebijakan fiskal terhadap
harga.
13
9
10
11
Chinn and Ito
(2005)
Bildirici (2005)
Erceg, Luca and
Christopher
(2005)
Panel Data
Analysis 19
negara industri
dan 70 negara
sedang
berkembang tahun
1971-2004.
Dependen : neraca
transaksi berjalan.
Engel Granger
Cointegration.
Data Turki 19702004.
Dependen :tingkat harga.
DGE Model
(SIGMA). Data
USA 1980.12004.1.
Dependen : neraca
perdagangan
internasional.
Independen : anggaran
belanja pemerintah,
tingkat kemajuan pasar
finansial, investasi,
tabungan.
1% kenaikan budget balance akan
menaikkan transaksi neraca berjalan
dari 0,10% ke 0,49% bagi negaranegara industri. Lebih majunya pasar
finansial akan mengarahkan kepada
lebih kecilnya keseimbangan neraca
transaksi berjalan. Bagi negara-negara
di Asia Timur lebih besarnya
pertumbuhan finansial akan
menyebabkan lebih tingginya
tabungan. Surplusnya neraca transaksi
berjalan di Asia lebih disebabkan oleh
penekanan investasi bukan kelebihan
tabungan.
Utang domestik dan tingkat inflasi
berkointegrasi.
Independen : utang
domestik.
Kenaikan defisit fiskal 1% dari GDP
memperburuk neraca perdagangan
sebesar 0,2% dari GDP.
Independen : defisit
primer.
12
Mountford and
Uhlig (2005)
VAR dengan
restriksi tanda.
Dependen : konsumsi,
investasi, pendaptan
nasional.
Kebijakan fiskal menghasilkan
stimulan yang lemah terhadap
konsumsi, investasi dan pendapatan
nasional.
Independen : surplus
atau defisit anggaran
belanja.
13
Chang (2004)
VAR. Data
Taiwan 1961.12003.2.
Dependen dan
independen: surplus atau
defisit anggaran belanja
dan defisit dengan
neraca perdagangan.
14
Perroti (2004)
VAR pada 5
negara OECD.
dependen : PDB, suku
bunga, inflasi.
independen :
pengeluaran pemerintah,
pajak
Ditemukan adanya dukungan terhadap
proposisi Keynesian untuk
keseluruhan periode data. Ketika data
dibagi dalam beberapa periode
hubungan anggaran defisit dengan
neraca perdagangan tidak pasti.
 Efek dari shock pengeluaran
pemerintah dan pemotongan
pajak terhadap GDP dan
komponennya cenderung
lemah sepanjang waktu.
Setelah tahun 1980 efeknya
hampir negatif khususnya
terhadap investasi swasta.
 Multiplier efek pengeluaran
pemerintah lebih besar dari
hanya terjadi di USA sebelum
periode 1980 an.
 Tidak ada temuan bahwa
pemotongan pajak bekerja
14
15
16
17
18
19
Maryatmo
(2004)
Fatas dan Mihov
(2001)
Hoppner (2001)
Egwalkide
(1997)
IBBI (2000) dan
Woo(1994)
Model persamaan
simultan dengan
memasukkan asa
nalar ke depan
(forward) dan
metode
instrument
variabel, TSLS.
Data Indonesia
1983.1-2004.4
VAR untuk
mengidentifikasi
shock fiskal
dengan Cholesky.
Dependen : suku bunga
jangka pendek dan
jangka panjang,
penerimaan pemerintah,
harga dan kurs.
SVAR. Data
Jerman 1970.12000.4
Dependen : PDB.
Model statis dan
dinamis ekonomi
makro jangka
pendek dan
PAM. Data 19731993 di Nigeria.
Dependen : neraca
pembayaran
internasional.
Model makro
persamaan
simultan
Dependen : pendapatan
nasional, harga suku
bunga .
Independen : defisit
anggaran.
Dependen : konsumsi,
pendapatan nasional riil.
Independen :
pengeluaran pemerintah,
pajak.
Independen :
pengeluaran pemerintah,
pajak.
lebih cepat dan efektif
dibanding kenaikan
pengeluaran pemerintah.
 Setelah tahun 1980 an ada
efek positif pengeluaran
pemerintah terhadap suku
bunga jangka panjang.
 Pada keadaan tingkat
elastisitas harga yang masuk
akal, pengeluaran pemerintah
mempunyai efek yang kecil
terhadap inflasi.
 Penurunan variance shok
fiskal dan perubahannya
memberi konstribusi terhadap
penurunan variance GDP.
Kebijakan fiskal mempengaruhi
perekonomian. Defisit anggaran
mempengaruhi suku bunga jangka
panjang , penerimaan pemerintah
mempengaruhi suku bunga jangka
pendek, pengeluaran pemerintah
mempengaruhi harga dan kurs jangka
pendek.
Shok pengeluaran pemerintah akan
menyebabkan konsumsi dan
pendapatan meningkat, sedangkan
Shok pajak tidak tentu efeknya
terhadap Y, bisa naik atau turun.
Shock kebijakan fiskal didentifikasi
sebagai residual struktural yang
berhubungan dengan unexpected
pengeluaran pemerintah dan
penerimaan pajak. Impulse respon
digunakan untuk simulasi respon
dinamik dari variabel-variabel kunci
ekonomi makro akibat adanya shock.
Hasilnya GDP menunjukkan respon
negatif dari pajak dan positif dari
pengeluaran pemerintah.
Defisit anggaran baik yang dibiayai
dengan kredit bank sentral atau
pinjaman luar negeri akan
memperburuk neraca pembayaran.
Independen : defisit
anggaran
Kebijakan defisit anggaran
mempengaruhi perekonomian.
15
20
Aghevli and
khan (1978)
Indonesia 19651990 untuk Woo
dan 1987-1997
untuk IBBI.
Model dinamis
simultan PAM.
Data kuartalan
1961-1974 bagi
negara Brazil,
Columbia,
Republik
Dominikan,
Thailand.
Independen : defisit
anggaran.
Dependen : jumlah uang
beredar, inflasi.
Defisit anggaran cenderung
menyebabkan peningkatan jumlah
uang beredar dan mendorong inflasi.
Independen : defisit
anggaran.
Titik tolak bangunan model kebijakan ekonomi yang akan dikembangkan dalam
penelitian ini adalah model yang dikembangkan Christiano (2000), Ho (2005) yang mengacu
pada TFAH yang memandang harga sebagai variabel endogen dalam bangunan model teoritisnya
serta model dasar SNB yang memasukkan tiga persamaan dasar, kurva IS, kurva MP (monetary
policy) dan kurva IA (inflation adjustment) (Giese dan Wagner , 2007, Thcerneva, 2008).
Penelitian-penelitian mengenai pengaruh kebijakan fiskal terhadap variabel-variabel
perekonomian, pada umumnya dilakukan secara terpisah dalam pembentukan modelnya,
misalnya pengaruh kebijakan fiskal terhadap PDB riil, pengaruh kebijakan fiskal terhadap neraca
transaksi berjalan ataupun pengaruh kebijakan fiskal terhadap harga. Selain itu kerangka
bangunan model teoritis menggunakan pendekatan
Keynesian Baru maupun Klasik Baru.
Berkaitan dengan hal tersebut , penelitian ini akan berusaha memberikan sumbangan baru
terhadap khasanah penelitian di Indonesia dengan membangun model simultan pengaruh
kebijakan fiskal anggaran belanja defisit primer terhadap PDB riil, inflasi dan neraca transaksi
berjalan dalam kerangka KBM. Metode estimasi akan menggunakan persamaan tunggal dan
simultan Seemingly Unrelated regression (SUR), Two Stage Least Squares (TLSL) dan
Generalized Method of Moment (GMM). Jika variabel-variabel dalam persamaan terkointegrasi,
16
untuk melihat dampak jangka panjangnya model dimodifikasi dalam bentuk Error Correction
Model (ECM).
Dengan demikian perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai
berikut.
1) Penelitian ini dibangun dalam kerangka teoritis KBM yang didasari oleh pondasi teori
mikro (micro foundation) yang dikombinasikan dengan kerangka teoritis TFAH yang
menonjolkan peranan kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap
perekonomian.
2) Berbeda dengan persamaan penyesuaian inflasi (seperti kurva Phillips) yang
dikemukakan Giese dan Wagner (2007) yang bersifat backward looking, penelitian ini
membentuk model forward looking.
1.5. Kontribusi Penelitian
Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian-penelitian
terdahulu sangat sedikit atau boleh dikatakan tidak ada yang menggunakan kerangka teoritis
KBM. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
kontribusi.
1) Bagi dunia akademis, penelitian ini dapat menghasilkan bangunan model empirik yang
didasarkan pada pemikiran teoritis
Konsensus Baru Makroekonomika (KBM) dan
kerangka Teori fiskal Aras Harga (TFAH) yang selama ini belum pernah dilakukan di
Indonesia. Bangunan model empirik yang akan dibangun untuk menunjukkan pengaruh
17
kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap PDB riil, inflasi dan neraca
transaksi berjalan.
2) Bagi otoritas moneter, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam
pengendalian inflasi, sebab pengendalian harga selain dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen moneter, juga dapat menggunakan instrumen fiskal.
3) Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan ekonomi
mengenai pentingnya memperhatikan ekspektasi inflasi masyarakat dalam upaya
pengendalian inflasi.
18
Download