BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui, sepak bola merupakan olahraga yang paling
digemari oleh penduduk bumi. Cabang olahraga yang bisa dibilang sangat merakyat,
itulah sebabnya olahraga ini mengungguli cabang olahraga lainnya, hal ini dibuktikan
dengan fakta yang menyatakan bahwa 2.88 Miliar pasang mata menyaksikan Piala
Dunia 2002 yang diselenggarakan di Korea – Jepang (Scheunemann, 2008). Suporter
Indonesia masuk kedalam kategori suporter paling fanatik di dunia, Indonesia berada
dalam urutan ketiga sebagai suporter paling fanatik di dunia setelah Inggris dan
Argentia (Astomo, 2012). Tak heran jika saat suatu pertandingan sepakbola sedang
berlangsung maka ribuan suporter pun akan tumpah ruah memadati stadion untuk
menyaksikan aksi kesebelasan kesayangannya berebut kulit bundar. Sayangnya
totalitas dukungan yang diberikan para suporter kepada tim kesayangannya tidak
diimbangi dengan kedewasaan dalam menyikapi hasil akhir yang didapat dalam
sebuah pertandingan.
Dalam setiap pertandingan, menang dan kalah merupakan sesuatu yang wajar
terjadi, akan tetapi hal mendasar ini justru tidak banyak dipahami betul oleh para
suporter. Maka tak jarang keributan antar suporter kerap terjadi hanya karena salah
satu kubu suporter tak terima dengan hasil mengecawakan yang didapat tim
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
kesayangannya. Salah satunya yang pernah terjadi antara suporter klub Perib
Bandung atau yang biasa disebut Viking dengan pendukung setia klub Persija Jakarta
yang akrab dengan sebutan Jakmania. Keributan antara kedua suporter ini memang
sering terjadi karena memang keduanya bisa dibilang adalah “musuh abadi”. Tak
hanya kerugian materi yang diakibatkan dari bentrokan kedua kubu ini, bahkan
nyawa pun sering hilang sia sia. Tidak hanya kedua suporter yang disebutkan diatas,
masih banyak lagi rivalitas dari suporter yang juga bisa dibilang tidak bisa dipisahkan
dari kisah pesepak bolaan di tanah air kita ini.
Jika berbicara tentang rivalitas suporter Indonesia, kita tidak boleh
melewatkan perseteruan yang sudah lama terjadi antara Suporter Klub Ibu kota
Jakarta yaitu The Jak Mania dan pendukung setia klub Kota Kembang, Bandung yang
biasa disebut Viking. Perselisihan yang terjadi antar kedua suporter ini sudah sangat
melegenda di dunia pesebak bolaan Indonesia, keributan yang terjadi antara kedua
suporter ini tidak hanya terjadi didalam stadion, tak jarang keributan pun meluas
keluar stadion. Tidak hanya secara fisik, adu mulut pun sering mewarnai dalam
bentrokan yang melibatkan kedua musuh abadi ini. Perseteruan kedua suporter ini
juga diduga karena jarak antara Jakarta dan Bandung yang bisa dikatakan cukup
dekat. Komunitas yang bertetangga sangat rentan dengan konflik, itulah mengapa
bahwa rivalitas antara pendukung Persib dan Persija ini sebagai salah satu perseteruan
paling panas di sepak bola dunia. (Sammy, 2012)
Kecintaan seseorang terhadap klub idolanya membuatnya rela melakukan
apapun. Kekalahan yang dialami oleh klub kebanggaannya juga akan membuat para
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
suporter berprilaku agresif, tak jarang kerusuhan antar suporter pun terjadi hanya
karena para suporter yang tidak terima dengan hasil pertandingan yang didapat.
Perilaku agresi merupakan luapan reaksi kegagalan individu yang ditampakkan dalam
bentuk pengerusakan terhadapan orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang
diekspresikan dengan verbal maupun perilaku non verbal (Scheinders, 1995).
Myers (dalam Sarwono, 2002) berpendapat bahwa agresi merupakan perilaku
yang diarahkan untuk membahayakan makhlup hidup lain. Hal ini yang biasa terjadi
pada suporter sepak bola, dimana para suporter yang tidak terima bila klub yang
dicintainya kalah atau dihina oleh kelompok suporter lain, pasti akan marah sehingga
keributan antar suporter pun terjadi. Walaupun sebenarnya tak saling kenal, namun
solidaritas yang terdapat didalam suatu suporter sepak bola tidak dapat diragukan
lagi, ketika keributan antar suporter terjadi dan ada beberapa anggota kelompok
suporter yang mengalami bentrok dengan anggota kelompok suporter yang lain, maka
walaupun tak saling kenal atas nama solidaritas suporter pendukung kesebelasan tim
yang sama, secara otomatis mereka akan membantu anngota kelompok yang lain
ketika kerusuhan itu terjadi. Seorang sosiolog yang bernama George Homans
mengatakan bahwa perilaku sosial adalah aktivitas yang dilakukan oleh sekurang
kurangnya dua orang bisa saling mempengaruhi satu sama lain.
Kita sering melihat di televisi maupun surat kabar lain tentang perilaku agresif
yang dilakukan oleh suporter sepak bola di Negara kita. Di Indonesia, suporter sudah
divonis memperburuk citra dunia pesepak bolaan tanah air dan dianggap menjadi
masalah bangsa. Tawuran antar suporter, kekerasan, kerusuhan yang menyebabkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
rusaknya saran dan prasarana umum, hingga jatuhnya korban luka maupun nyawa
melayang merupakan hal yang sering kita dengar dan bahkan sudah melekat didalam
citra suporter Indonesia. (Suyatna, 2007)
Tidak semua yang menonton sepak bola bisa dikatakan sebagai supporter atau
fans. Anugrah (2013) mengemukakan bahwa penonton akan mengamati olahraga dan
kemudian melupakannya, sedangkan suporter atau fans akan memiliki intensitas lebih
dan akan mencurahkan sebagian hidupnya setiap hari untuk tim yang mereka cintai.
Selain itu, seorang suporter yang fanatik terhadap suatu klub pasti akan marah jika
klub kesayanggannya dihina diledek atau dicaci oleh kelompok suporter lain. Bahkan
tak jarang perkelahian pun sering terjadi hanya karena kedua kubu suporter yang
saling ejek. Jika diperhatikan, apa yang dilakukan oleh seorang suporter yang fanatik
memang tidak masuk akal dan terkadang melanggar norma atau hukum, tetapi bagi
mereka hal itu mungkin wajar karena rasa cinta mereka terhadap tim itu sangat besar.
Suporter sangat menginginkan tim kesayangannya menang, mereka akan melakukan
apapun untuk mendukung tim kesayangannya, termasuk dengan menonton
pertandingan secara langsung. Kedatangan suporter di lapangan tidak dapat
dipungkiri dapat memberikan motivasi tersendiri bagi tim yang sedang berlaga.
Suporter merupakan pemain kedua belas dari sebuah kesebelasan sepak bola.
Itu artinya dukungan suporter sangatlah berarti untuk mengangkat moral sebuah tim.
Jock Stein (1922-1985) mengungkapkan, seorang pemain dan pelatih dari Skotlandia
yang mengatakan bahwa “Football without fans is nothing”. Dukungan suporter bisa
diibaratkan sebagai bahan bakar sebuah mesin yang bernama kesebelasan sepakbola.
Semangatnya yang menggebu saat menyaksikan tim kesebelasannya yang sedang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
bertanding terkadang dapat membuat mereka menjadi tidak terkontrol, tak jarang
perkelahian antar suporter pun kerap menghiasi jalannya sebuah pertandingan sepak
bola. Tak hanya saat menderita kekalahan, euforia yang berlebihan saat merayakan
kemengan pun seringkali dilampiaskan secara berlebihan. Dari berbagai penjelasan
diatas, penulis memahami bahwa agresivitas perilaku destruktif yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok yang bertujuan untuk merusak benda mati maupun
mencelakakan individu ataupun kelompok lain.
Sikap agresivitas diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah konformitas. Ada banyak hal yang membuat
seseorang menjadi fanatik
terhadap kelompok tertentu, atau dalam konteks ini suatu tim sepak bola, salah
satunya adalah konformitas. Ada kecenderungan semakin banyak anggota kelompok,
semakin mendorong seseorang untuk melakukan konformitas (Latana,1981). Berada
dalam satu kelompok yang berisikan orang orang yang memiliki faham dan idealisme
yang sama menjadikan individu merasa lebih kuat.
Disamping berdiri sendiri sebagai seorang pribadi, pada suatu waktu individu
juga berhubungan dengan indvidu lain dan tergabung dalam suatu kelompok, dan
pada waktu yang lain pula dapat tergabung dalam suatu kumpulan orang orang yang
cukup besar atau biasa disebut massa. Massa merupakan suatu kumpulan orang
banyak, berjumlah ratusan atau ribuan, yang berkumpul dan mengadakan hubungan
untuk sementara waktu karena minat dan kepentingan bersama yang sementara pula.
Misalnya orang yang melihat sepak bola (Gerungan, 2002).
Perasaan individu yang berada di dalam kelompoknya akan menjadi suatu
kekuatan yang disebut collective mind power. Di dalam kelompok ini, individu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
cenderung akan mengikuti aturan aturan yang ada didalam kelompok tersebut.
Individu juga akan mencoba untuk menyesuaikan diri agar tidak terlihat berbeda dari
yang lainnya, kecenderungan ini dinamakan konformitas (Anugrah, 2013).
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan
tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron, Byrne, 2008).
Norma sosial dapat berupa Injunctive norms, biasanya dinyatakan secara eksplisit
misalnya peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah untuk keteraturan belajar
mengajar. Selain itu ada pula descriptive norm, biasanya bersifat implisit misalnya
bila bertamu kerumah orang kita harus menghormati pemilik rumah dengan baik
(Sarwono, 2009) & (Baron, Byrne, 2008). Manusia mencoba menyesuaikan diri
dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup dilingkungan tersebut. Cara yang
termudah adalah dengan melakukan tindakan yang sesuai dan diterima secara sosial
dalam lingkungan tersebut. Melakukan tindakan yang sesuai dengan norma sosial
dalam psikologi sosial disebut dengan konformitas (Sarwono, 2009). Bagaimana
manusia dapat mengikuti norma sosial sebenarnya tidak terlepas dari adanya tekanantekanan untuk bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan sosial.
Tekanan tersebut bisa dinyatakan secara eksplisit maupun implisit. Tekanan yang ada
dalam norma sosial sesungguhnya memiliki pengaruh yang sangat besar. Tekanantekanan untuk melakukan konformasi sangat kuat, sehingga usaha untuk menghindari
situasi yang menekan tersebut dapat menenggelamkan nilai-nilai personalnya (Baron,
Byrne, 2008).
Kuatnya pengaruh sosial yang ada dalam konformitas dibuktikan secara
ilmiah dalam penelitian Solomon Asch, 1951, 1955 (dalam Baron, Byrne, 2008).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Asch melakukan eksperimen dengan memberikan tugas persepsi sederhana kepada
seorang partisipan dalam penelitiannya, dimana subjek penelitian itu dihadapkan pada
dua gambar, lalu diminta membandingkan dan menjawab pertanyaan “Mana garis
yang sama panjang dengan garis contoh?”. Ketika menjawab, subyek didampingi
juga oleh 6 sampai 8 orang yang juga ikut menjawab pertanyaan yang sama, namun
sebenarnya orang-orang tersebut adalah asisten peneliti yang berusaha membelokkan
jawaban si subyek. Asch meminta asistennya menjawab dengan suara yang lantang,
bersama-sama jawaban yang salah, dilakukan berulangkali walaupun sebelumnya
subyek sudah menjawab dengan benar namun pada waktu tertentu subyek akan
mengganti jawabannya mengikuti jawaban mayoritas orang yang ada disekelilingnya.
Dari penelitian ini 76% subyek mengikuti jawaban yang diberikan asisten
peneliti tersebut. Eksperimen Asch ini menunjukkan bahwa orang cenderung
melakukan konformitas, mengikuti penilaian orang lain, ditengah tekanan kelompok
yang mereka rasakan. Kecenderungan melakukan konformitas bisa dalam perilaku
yang menunjukkan perilaku positif, bisa juga memperlihatkan perilaku negatif,
selama ada tekanan-tekanan meskipun implisit konformitas tetap mudah dilakukan
(Sarwono, 2009). Banyak hal yang dapat dijadikan contoh konformitas pada bentukbentuk perilaku negatif salah satunya adalah yang sering menjadi penghias berita di
televisi yaitu tawuran antar suporter sepak bola.
Selain itu, perilaku agresi yang ditimbulkan oleh kelompok suporter
dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu fanatisme. Adanya unsur fanatisme dalam diri para
suporter dapat memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividualisasi
untuk lebih tidak terkontrol perilakunya (Anugrah et al, 2013). Kurang matangnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
emosi para suporter juga mengidikasikan fanatisme negative. Tak hanya saat
menderita kekalahan, euforia yang berlebihan saat merayakan kemengan pun
seringkali dilampiaskan secara berlebihan. Karena fanatisme juga dipandang sebagai
penyebab menguatnya perilaku kelompok, tidak jarang juga dapat menimbulkan
agresi. Fanatisme adalah suatu pandangan atau keyakinan tentang sesuatu yang positif
atau negatif, pandangan ini tidak mudah untuk dirubah ataupun diluruskan karena
pada dasarnya pandangan ini tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan
tetapi dianut secara mendalam. J.P Chaplin berpendapat bahwa fanatik merupakan
sikap penuh semangat terhadap satu pandangan atau sebab secara berlebihan.
Fanatisme biasanya tidak rasional, seseorang yang fanatik memiliki keyakinan yang
terlalu kuat dan tidak menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang
lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu (Dindin Hasanudin, 2011). Individu yang
fanatik cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya
kurang terkontrol dan tidak rasional. Fanatisme dipandang sebagai penyebab
menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi.
Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa apa
yang ada diluar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain,
selain yang mereka yakini. Tanda – tanda yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidak
mampuan memahami karateristik individual orang lain yang berada diluar
kelompoknya (Andi Irawan, 2011).
Fanatisme sangat mudah dijumpai disekitar kita, baik itu kalangan
berpendidikan maupun kalangan awam, masyarakat ekonomi menengah keatas
maupun menengah kebawah, di negeri maju dan bahkan di negeri yang bisa dibilang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
masih terbelakang. Karena fanatisme sudah masuk disetiap lapisan masyarakat. Hal
ini karena fanatisme merupakan sifat natural manusia, sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh sebagian ahli ilmu jiwa. Timbulnya sikap fanatik didahului dengan
perjumpaan dua kelompok sosial, ini terjadi karena fanatisme merupakan
konsekwensi logis dari kemajemukan sosial atau heteroginitas dunia. Kemajemukan
itu kemudian melahirkan pengelompokan "in group" dan "out group", karena manusia
menyadari ada orang yang segolongan dengannya dan ada pula yang bukan termasuk
bagian dari golongannya (Ahmad Mubarok, 2006).
Berbeda dengan sikap konformis dan kolektivis yang mengingkari kepribadiannya
sendiri, orang fanatik justru mengingkari kepribadian orang lain. Orang fanatik
berpendapat bahwa tidak ada pendapat yang benar kecuali pendapat dirinya. Pada
kenyataannya orang yang fanatik tidak memiliki pendapat sendiri, karena pendapat
yang dianut adalah pendapat publik atau penguasa. (Yustinus, 2006)
Dari beberapa penjelasan tentang fanatisme diatas, penulis memahami bahwa
fanatisme merupakan kepercayaan atau faham yang dianut oleh individu yang
menjadikan dirinya kurang atau bahkan tidak bisa menerima pendapat atau faham lain
diluar faham yang dia dan kelompoknya anut. Hal ini diperkuat oleh Chung,
Beverland, Farelly dan kawan-kawan (2008)
yang menyatakan bahwa fanatik
cenderung bersikeras terhadap ide ide mereka yang menganggap diri sendiri atau
kelompok mereka benar dan mengabaikan semua fakta atau argumen yang mungkin
bertentangan dengan pikiran atau keyakinan. Hal ini biasa terjadi pada suporter sepak
bola, dimana jika mereka sudah membela suatu tim atau klub tertentu biasanya akan
memujanya, mulai dari mengumpulkan pernak pernik yang berhubungan dengan klub
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
tersebut hingga rela membeli mahal sebuah tiket hanya untuk menonton klub
kesayangannya berlaga.
Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa agresivitas yang dilakukan oleh
suporter sepak bola memiliki keterkaitan dengan unsur konformitas dan fanatisme,
yang mana hal tersebut juga menjadikan tiap anggota dalam kelompok suporter
tersebut memilki rasa kebersamaan, jika satu kelompok ada yang terluka maka
anggota kelompok yang lain akan ikut merasakan sakit.
Penelitian mengenai pengaruh konformitas dan fanatisme terhadap agresivitas
suporter sepak bola Persija ini penting untuk dilakukan karena mempunyai perbedaan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Laksono (2016) dengan judul
“Hubungan antara Konformitas dengan Agresivitas
Suporter Bola Arema
“Aremania” Malang. Perbedaan tersebut terletak pada jumlah variabel independen
yang diteliti dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu konformitas dan fanatisme,
sedangkan penelitian dari Laksono (2016) hanya melibatkan satu variabel independen
yaitu konfomitas saja. Selain itu perbedaan lainnya terletak pada subjek yang diteliti
dalam penelitian ini adalah suporter dari klub sepak bola Persija Jakarta, sedangkan
penelitian sebelumnya, subjek yang diteliti adalah suporter klub sepak bola Arema
Malang. Penelitian terdahulu lainnya yang mempunyai perbedaan dengan penelitian
ini yaitu penelitian dari Agriawan (2016) dengan judul “Hubungan Fanatisme dengan
Perilaku Agresi Suporter Sepak Bola”. Penelitian ini dengan penelitian dari Agriawan
(2016) mempunyai perbedaan yang terletak variabel idependen yang diteliti hanya
satu yaitu fanatisme saja, sedangkan dalam penelitian ini ada dua variabel independen
yang berkaitan dengan agresivitas yaitu konformitas dan fanatisme, serta subjek
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
penelitiannya pun juga berbeda. Dalam penelitian ini subjek yang diteliti adalah
suporter klub sepak bola Persija, sedangkan penelitian Agriawan (2016) adalah
suporter klub sepak bola Arema Malang. Alasan lainnya yang memperlihatkan bahwa
penelitian ini perlu dan penting untuk diteliti adalah karena penelitian ini belum
pernah ada yang meneliti sebelumnya, sehingga termasuk penelitian baru yang
mencoba menggabungkan dua variabel independen dari penelitian sebelumnya yaitu
variabel konformitas dan fanatisme yang mempengaruhi agresivitas suporter sepak
bola Persija Jakarta.
Pentingnya penelitian ini adalah agar para suporter bisa lebih bersikap dewasa
dalam menanggapi perbedaan paham yang ada. Biar bagaimana pun setiap kelompok
akan selalu merasa kelompok mereka lah yang paling baik, yang paling benar, namun
jika perbedaan itu dapat dikonversi menjadi sebuah bentuk kompetisi sehat bukan tak
mungkin Indonesia akan memiliki dunia pesebakbolaan yang lebih maju. Dengan
adanya fenomena dan kasus-kasus tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti
tentang pengaruh konformitas, fanatisme dan agresivitas pada supporter sepak bola.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh antara konformitas, fanatisme, dan agresivitas pada
supporter sepak bola ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara X1 (Konformitas), dan X2
(Fanatisme) terhadap Y (Agresivitas).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan melihat persoalan pada latar belakang di atas, diharapkan penelitian ini
dapat berguna bagi setiap kalangan. Kegunaan penelitian diklasifisikasikan ke dalam
dua hal, yakni:
Manfaat Teoritis dari penelitian ini diharapkan hasil dari penelitian ini berguna
bagi jurusan Psikologi khususnya psikologi social dengan memberikan tambahan data
empiris yang teruji secara statistik, baik hipotesis tersebut terbukti ataupun tidak
dengan melihat uji validitas variabel dan kemudian diharapkan dapat berguna pula
keilmuan-keilmuan sosial yang terkait dengan pembahasan pada karya ini.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan memberikan
pengetahuan tentang bagaimana konformitas, fanatisme, agresivitas dikalangan
masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download