BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian

advertisement
BAB I
KONSEP DASAR TEORI
A. Pengertian
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,
biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu (Lesmana, 2000).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin.2
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih,
baru orang Afrika)
C. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali
batu
pigmen.
Supersaturasi
empedu
dengan
kolesterol
terjadi
bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam
media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh
pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol
yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,
merupakan keadaan yang litogenik (Schwartz, 2000).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Lesmana, 2000).
D. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1.
Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih
dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2.
Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu
pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung
20-50% kolesterol.
(Price, 2000)
E. Manifestasi klinik
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut
atau kronik.
Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada
abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke
punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak
dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi.
Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata.
Seringkali terdapat riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung
lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam
kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus.
Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadangkadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan
peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur
dinding kandung empedu (Lesmana, 2000).
F. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan
tidak
perlu
dilakukan
pembatasan
makanan.
Pilihan
penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti
oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.
80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena
memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk
operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis
akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu,
fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan
batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada
ERCP,
suatu
endoskop
dimasukkan
melalui
mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu
kandung
empedu
yang
asimtomatik
umumnya
tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaankeadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat:
- Subyektif : kelemahan
- Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
- Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
- Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
- Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran
kanan atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
- Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
5. Kegemukan.
- Kehilangan berat badan (kurus).
6. Nyeri/ Kenyamanan :
- Subyektif :
 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
 Nyeri apigastrium setelah makan.
 Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
- Obyektif :
 Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang
/kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan
tanda marfin (+).
7. Respirasi :
- Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa
tak nyaman.
8.
Keamanan :
- Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus ,
cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
9. Belajar mengajar :
- Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami
batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan /
peradangan pada saluran cerna bagian bawah.
B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan krisis emosional
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan proses invasif
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
C. Intervensi keperawatan
1. Pre operasi
Dx: ansietas berhubungan dengan krisis emosional
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas klien dapat
berkurang
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan sudah tidak cemas.
b. Klien terlihat lebih rileks.
c. Klien tidak gelisah
Intervensi:
a. Ucapkan salam pada pasien
b. Perkenalkan nama dan identitas diri
c. Informasi tentang operasi dan prosedurnya
d. Dampingi klien dan berikan support mental pada pasien
e. Anjurkan pasien untuk berdoa
2. Intra operasi
Dx: risiko perdarahan berhubungan dengan proses invasif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
risiko gangguan
keseimbangan cairan tidak terjadi
Kriteria hasil: tidak mengalami perdarahan
Intervensi:
a. Melakukan scrubing, gowning, gloving
b. Mengkaji tanda-tanda perdarahan
c. Mengkaji keseimbangan cairan
d. Kolaborasi: menghentikan perdarahan jika terjadi perdarahan
e. Kolaborasi: terapi sesuai advice
3. Post operasi
Dx: risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan risiko
infeksi dapat diminimalisir
Kriteria hasil:
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b. Luka operasi bersih
Intervensi:
a. Mendesinfeksi area op’ dg povidon iodine 10%
b. Memasang drap sterile area operasi
c. Memonitor keadaan umum dan mengukur TTV
d. Mengkaji tanda-tanda infeksi
e. Kolaborasi: terapi sesuai advice
Pathways
Gangguan metabolik: perubahan
susunan empedu, statis empedu da
infeksi kandung kemih
Factor resiko: jenis kelamin, usia, keturunan,
aktifitas fisik, kehamilan, hiperlipidemia,
diet tinggi lemak, pengosongan lambung
terlalu lama, dismolitas kandung empedu,
obat-obatan, ras
Proses supersaturasi,
nukleasi, bertambahnya
endapan
Pembentukan batu
empedu
Cholelitiasis
Laparascopy
Pre operasi
Ansietas
Intra operasi
Risiko
perdarahan
Post operasi
Risiko infeksi
Download