penerapan manajemen mutu terpadu pada pt maya

advertisement
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA
PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN
FRESHTY YULIA ARTHATIANI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA
PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN
FRESHTY YULIA ARTHATIANI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PT MAYA FOOD
INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Februari 2008
Freshty Yulia Arthatiani
C44104030
ABSTRAK
FRESHTY YULIA ARTHATIANI. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada PT Maya Food Industries di Kota Pekalongan. Dibimbing oleh IIS
DIATIN dan LUSI FAUSIA
PT Maya Food Industries (PT MFI) adalah perusahaan penanaman modal
asing (PMA) murni yang berlokasi di kota Pekalongan, Jawa Tengah. Jenis
produk yang menjadi komoditas utama PT MFI adalah ikan kaleng dengan jenis
sardines dan mackarel serta produk lainnya adalah Surimi, buah kaleng, tepung
ikan dan kerupuk bawang. Produk yang dihasilkan dipasarkan di dalam negeri
maupun luar negeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan penerapan
manajemen mutu terpadu (MMT) dalam PT MFI dilihat dari prinsip dan unsurunsur dasar MMT yang terdapat dalam perusahaan, selain itu penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi perusahaan dalam
penerapan MMT serta alternatif strategi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi
masalah dalam penerapan manajemen mutu terpadu pada PT MFI.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan prinsip MMT sebagian
besar sudah dilaksanakan oleh PT MFI meskipun prinsip keterlibatan karyawan
dan komitmen manajemen dinilai kurang oleh beberapa karyawan yang menjadi
responden dalam penelitian ini. Sedangkan unsur-unsur MMT telah terdapat
dalam perusahaan kecuali untuk unsur audit internal yang belum dapat terlaksana
dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal dalam perusahaan.
Masalah utama dalam penerapan MMT yang dihasilkan dari analisis
melalui diagram Pareto secara berurutan menurut tingkat kepentingannya bagi
perusahaan adalah job discription yang belum dipahami sebagian karyawan
(20,83%), kinerja bagian quality control kurang maksimal (16,23%), sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (15,28%), ketersediaan
bahan baku ikan tidak kontinu (14,93%) serta sanitasi dan higienitas yang belum
optimal (12,85%).
Prioritas alternatif perbaikan yang diperoleh dengan menggunakan analisis
PHA secara berurutan berdasarkan bobot PHA adalah sebagai berikut perbaikan
dan peningkatan kinerja organisasi (0,359), perbaikan dan peningkatan kualitas
SDM (0,258), modernisasi peralatan (0,155), perbaikan sistem administrasi
(0,134), dan penerapan sistem informasi manajemen(0,093).
Kata Kunci : PT Maya Food Industries, Manajemen Mutu Terpadu
© Hak cipta milik Freshty Yulia Arthatiani, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya.
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA
PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
FRESHTY YULIA ARTHATIANI
C44104030
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
7
SKRIPSI
Judul Skripsi
: Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food
Industries di Kota Pekalongan
Nama Mahasiswa
: Freshty Yulia Arthatiani
NRP
: C44104030
Program Studi
: Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Iis Diatin, MM
Ir. Lusi Fausia, M.Ec
NIP. 131 878 936
NIP. 131 578 845
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat
pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di PT Maya
Food Industries Pekalongan pada tanggal 16 Juli 2007-16 Agustus 2007 dengan
judul “Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries di
Kota Pekalongan”.
Pada kesempatan ini penulis manghaturkan terimakasih kepada:
1) Ir. Iis Diatin, MM dan Ir. Lusi Fausia. M.Ec selaku Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini,
2) Drs. Eddy Purnomo, M.Si selaku General Manager dan Bapak M Rosyid Ali
selaku HRD Manager dari PT Maya Food Industries yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian pada PT Maya Food
Industries,
3) Keluarga besar Pudji Sutanto, SH, MH yang telah memberikan doa dan kasih
sayangnya,
4) Teman-Teman SEI 41, Keluarga besar Ash-Shaff, Keluarga Besar Felix dan
Priambono TEP-UNSOED-2004 yang telah memberikan dukungan kepada
penulis,
5) Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan
lancar.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua yang
berkepentingan.
Bogor, Februari 2008
Freshty Yulia Arthatiani
9
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1986 dari ayah Pudji Sutanto,
SH, MH dan Ibu Sri Gunarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Kota
Pekalongan, lulus pada tahun 2004. Kemudian pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih program studi Manajemen
Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan
dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor
penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa yaitu HIMASEPA IPB (20062007), Ikatan Mahasiswa Daerah Pekalongan (IMAPEKA).
10
Ucapan Terima Kasih
 Bapak, Ibu, Adek, Mba Dina atas semua kasih
sayang dan dukungan yang kalian berikan
buat petit.
 Bu Iis dan Bu Lusi atas kesabarannya
membimbing serta motivasi dan arahan yang
telah diberikan.
 Feny Siput, Odji, Kaka’, Feby, Marien, Susi,
Oshin, Tita, mba Nolet atas persahabatan
indah yang selama ini terjalin, I hope it will
last forever. Love u all…
 Sirkis dan Adit; d’Javas yang sering aku
repotin, thanx 4 all guys….
 Ash shaff crew ( mega, t’indri, kak novi, melly,
rifa, muji, devi, tantri, mike, yuke, puput, mba
weni, ai,kur2) yang udah banyak kasih
dukungan buat petit untuk nyelesein skripsi
ini.
 Priambono TEP Unsoed 2004 atas semua
dukungan yang dikasih buat petit.
 All SEIRS 41 yang g bs aku sebutin satu-satu.
Seneng banget bisa sekelas sama kalian……
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................... ...............
xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................... ...............
xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... .............
xv
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Latar Belakang .................................................................................
Perumusan Masalah .........................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Manfaat Penelitian .............................................................................
Batasan Penelitian..............................................................................
1
3
7
7
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
9
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
Sejarah Perkembangan Mutu .............................................................
Definisi Mutu .....................................................................................
Dimensi Mutu ....................................................................................
Manajemen Mutu Terpadu .................................................................
Manfaat Penerapan Manajemen Mutu Terpadu .................................
Tinjauan Peraturan yang Berkaitan dengan Mutu..............................
Diagram Pareto ..................................................................................
Metode Proses Hirarki Analitik .........................................................
9
11
14
15
19
20
23
24
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ...............................................
27
IV. METODOLOGI ....................................................................................
30
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.6
Metode Penelitian ..............................................................................
Jenis dan Sumber Data .......................................................................
Metode Penentuan Responden ...........................................................
Metode Pengumpulan Data ................................................................
Metode Analisis Data .........................................................................
Definisi dan Pengukuran.....................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................
30
30
32
32
33
42
43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
44
5.1 Keadaan Umum Perusahaan ............................................................
44
12
5.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ...................................
44
Halaman
5.1.2
5.1.3
5.1.4
5.1.5
5.1.6
5.1.7
5.1.8
Visi dan Misi............................................................................. 45
Lokasi Perusahaan....................................................................
46
Struktur Organisasi Perusahaan................................................
46
Ketenagakerjaan........................................................................ 50
Kegiatan Produksi Ikan Kaleng................................................
52
Kegiatan Produksi Surimi.........................................................
60
Kegiatan Produksi Buah Kaleng, Tepung Ikan dan Kerupuk
Bawang...................................................................................... 65
5.2 Manajemen Mutu Terpadu.................................................................
69
5.2.1 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu............................................ 69
5.2.1.1 Komitmen Manajemen.................................................. 69
5.2.1.2 Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara
Berkesinambungan........................................................ 70
5.2.1.3 Perspektif Jangka Panjang............................................. 71
5.2.1.4 Fokus Pada Pelanggan..................................................
72
5.2.1.5 Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan..................
73
5.2.1.6 Kerjasama Tim.............................................................. 74
5.2.2 Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu.................................. 74
5.2.2.1 Sumberdaya Manusia.................................................... 74
5.2.2.2 Standar..........................................................................
75
5.2.2.3 Sarana...........................................................................
77
5.2.2.4 Pengorganisasian..........................................................
79
5.2.2.5 Audit Internal................................................................
79
5.2.2.6 Pendidikan dan Pelatihan.............................................. 80
5.2.2.7 Visi dan Misi................................................................. 81
5.3 Teknik Manajemen Mutu Terpadu..................................................... 82
5.3.1 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Produksi........................
82
5.3.2 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Administrasi.................. 85
5.3.3 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Quality Assurance........
87
5.3.4 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian HRD.............................
91
5.4 Analisis Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu............................................................................................... 93
5.4.1 Diagram Pareto.......................................................................... 93
5.4.2 Analisis Proses Hirarki Analitik............................................... 100
VI. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
131
6.1 Kesimpulan ........................................................................................
6.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
131
131
133
13
LAMPIRAN .................................................................................................
134
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Nilai Skala Banding Berpasangan...........................................................
39
2. Jumlah Karyawan PT MFI Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan
Statusnya..................................................................................................
52
3. Standar Sterilisasi Produk Ikan Kaleng...................................................
59
4. Persyaratan Bahan Baku Surimi..............................................................
61
5. Standar Produk Akhir Ikan Kaleng..........................................................
73
6. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Produksi PT Maya Food Industries........................................................
83
7. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Administrasi dalam PT MFI....................................................................
85
8. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Quality Assurance dalam PT MFI...........................................................
87
9. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
HRD dalam PT MFI........................................................
91
10.Permasalahan dalam Penerapan MMT yang dihadapi oleh PT Maya
Food Industries........................................................................................
100
11.Susunan Prioritas Tingkat 2 Kriteria Permasalahan...............................
107
12.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Sanitasi dan Higienitas Belum Optimal........
109
13.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Kinerja Quality Control Kurang
Maksimal................................................................................................
112
14.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Ketersediaan Bahan Baku Ikan Tidak
Kontinu................................................................................................
115
14
Halaman
15.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Job Discripton kurang dipahami sebagian
karyawan.................................................................................................
118
16.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Sistem Pembuatan Laporan Belum
Dilaksanakan
dengan
Baik.......................................................................
121
17.Susunan Prioritas Tingkat 5 Alternatif Perbaikan..................................
124
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Perkembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu................................
16
2. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu........................................................
20
3. Kerangka Pemikiran Operasional............................................................
29
4. Pareto Chart.............................................................................................
35
5. Struktur Hirarki Identifikasi Permasalahan.............................................
37
6. Ilusrasi Matriks Pendapat Individu..........................................................
39
7. Ilusrasi Matriks Pendapat Gabungan.......................................................
40
8. Diagram Pareto Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
dalam PT Maya Food Industries.............................................................
99
9. Hirarki Permasalahan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya
Food Industries........................................................................................
106
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Kota Pekalongan, Jawa Tengah……………………………….......
136
2. Struktur Organisasi PT Maya Food Industries........................................
137
3. Denah Tata Letak Bangunan PT Maya Food Industries………………..
138
4. Alur Proses Produksi Ikan Kaleng PT Maya Food Industries.................
140
5. Alur Proses Produksi Surimi PT Maya Food Industries..........................
141
6. Alur Proses Produksi Buah Kaleng PT Maya Food Industries................
142
7. Alur Proses Produksi Tepung Ikan PT Maya Food Industries................
143
8. Alur Proses Produksi Kerupuk Bawang PT Maya Food Industries.........
144
9. Sertifikat Halal PT Maya Food Industries……………………………...
145
10.Sertifikat GMP PT Maya Food Industries………………………..........
146
11.Sertifikat HACCP PT Maya Food Industries……………………….....
147
12.Hasil Pengujian Produk Botan dari Departemen Perindustrian..............
148
13. Foto-Foto Selama Penelitian pada PT MFI...........................................
149
14.Perhitungan dengan Diagram Pareto......................................................
151
17
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, dimana persaingan
makin ketat, mengakibatkan terjadi perubahan yang disebabkan oleh berbagai
faktor baik eksternal maupun internal, yang terjadi di dalam hampir semua
aspek, yaitu aspek politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi, hukum dan
berbagai aspek lainnya. Kelangsungan hidup suatu perusahaan atau organisasi
sangat tergantung pada seberapa besar kemampuan untuk memberikan respon
terhadap berbagai perubahan tersebut. Demikian halnya perusahaanperusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan, apabila ingin memiliki
keunggulan dalam pasar nasional dan internasional, maka perusahaanperusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih
baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan
harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahaan atau industri
pangan mampu bersaing dalam pasar global diperlukan kemampuan
mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan),
sehat dan bermanfaat bagi konsumen.
Masih kurangnya pengatahuan dan kepedulian konsumen tentang
keamanan pangan dan rendahnya kesadaran serta tanggung jawab produsen
tentang mutu dan kemanan pangan yang ditandai dengan masih banyaknya
terjadi kasus keracunan makanan menyebabkan setiap negara memiliki
tanggung jawab untuk dapat memberikan perlindungan kepada masyarakatnya
berkaitan dengan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi pangan.
Di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun
1996 Pemerintah telah mengatur mengenai pengawasan dan pembinaan
pangan sehingga memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi
kepentingan kesehatan manusia yang kemudian ditindaklanjuti dengan upaya
perlindungan konsumen melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan memberikan posisi tawar
yang kuat bagi konsumen dalam melindungi diri, harkat dan martabatnya.
18
Pangan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sehingga produk olahan hasil
perikanan juga termasuk pangan yang harus memenuhi persyaratan UndangUndang Pangan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah.
Dalam dunia perikanan perkembangan upaya pengawasan mutu hasil
perikanan dimulai sejak tahun 1975 ketika Departemen Kesehatan dan
Departemen Pertanian dengan ditandatanganinya sebuah nota kesepahaman
yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antar pemimpin
Departemen. Pengawasan produk perikanan semakin memiliki dasar hukum
yang lebih kuat ketika disahkannya Undang-Undang No.9 Tahun 1985 tentang
Perikanan yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan yang mengatur proses pengolahan ikan, sistem
jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Munculnya berbagai tuntutan tentang peningkatan jaminan mutu,
keamanan pangan dan ketertelusuran setiap produk dan bahan makanan serta
masalah isu lingkungan ditindaklanjuti oleh Ditjen Perikanan, Departemen
Pertanian dengan menerapkan Program Manajemen Mutu Terpadu Hasil
Perikanan (PMMT) pada tahun 1993 dan berubah nama menjadi Sistem
Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan pada tahun 1998 yang didasarkan
atas konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan disahkan
dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian RI No. 42/Kpts/Ik.120/98
tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Kemudian SK
tersebut diperbaharui ke dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. Kep.01/MEN/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu
Hasil Perikanan.
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu
Terpadu Hasil Perikanan dijelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu
19
Hasil Perikanan merupakan ketentuan dalam melaksanakan manajemen mutu
hasil perikanan bagi lembaga-lembaga pemerintah, perorangan, dan badan
usaha yang bergerak dalam bidang perikanan. Di dalam SK tersebut
disebutkan bahwa untuk memperoleh Sertifikasi Penerapan Sistem
Manajemen Mutu atau Sertifikasi Penerapan Program Manajemen Mutu
Terpadu (PMMT) dari Direktorat Jenderal Perikana Tangkap maka setiap unit
pengolahan diwajibkan menerapkan program Manajemen Mutu Terpadu
(MMT) berdasarkan konsepsi HACCP. Sistem Manajemen Mutu Terpadu
yang dimaksud disini adalah bentuk tanggung jawab, prosedur, proses,
sumberdaya organisasi untuk menerapkan sistem manajemen mutu secara
terpadu dalam seluruh rangkaian proses produksi hasil perikanan mulai prapanen, pemanenan dan pasca panen.
PT Maya Food Industries Pekalongan merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak di bidang pengalengan ikan dan pengolahan surimi
sebagai komoditas utamanya yang dipasarkan baik untuk pasar lokal maupun
ekspor. Oleh karena itu PT Maya Food Industries diwajibkan menerapkan
sistem manajemen mutu terpadu untuk memenuhi kebijakan pemerintah yang
telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil
Perikanan dan juga agar dapat memenuhi tuntutan konsumen akan mutu
produk yang mereka konsumsi.
Oleh karena itu sangat menarik untuk mengetahui sejauh mana
penerapan manajemen mutu terpadu yang diterapkan dalam PT MFI untuk
mempertahankan kualitas produk dan perusahaan sehingga dapat menjaga
eksistensinya untuk bersaing di pasar nasional dan internasional.
1.2 Perumusan Masalah
Pada masa sekarang ini, perkembangan teknologi yang makin pesat
serta semakin banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang pengalengan
ikan menuntut perusahaan menghasilkan suatu produk yang semakin bermutu
agar dapat memiliki nilai jual yang tinggi dalam pandangan konsumen.
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) didefinisikan secara umum sebagai suatu
20
cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continous performance
improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya
manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz 2001) sehingga penerapan
manajemen mutu terpadu dinilai merupakan solusi yang tepat dalam usaha
memenuhi tuntutan konsumen akan mutu dan meningkatkan nilai perusahaan
sehingga dapat memiliki daya saing yang tinggi. Kemudian merujuk pada
Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.
01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
dijelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
merupakan ketentuan dalam melaksanakan manajemen mutu hasil perikanan
bagi lembaga-lembaga pemerintah, perorangan, dan badan usaha yang
bergerak dalam bidang perikanan dimana manajemen mutu terpadu hasil
perikanan diwajibkan diterapkan pada unit pengolahan hasil perikanan
berdasarkan konsepsi HACCP.
PT Maya Food Industries adalah perusahaan pengolahan makanan
yang berlokasi di kota Pekalongan, Jawa Tengah dan merupakan perusahaan
penanaman modal asing (PMA) murni. Jenis produksi PT Maya Food
Industries sebagai komoditas utama adalah pengalengan ikan Mackerel dan
Sardines dengan merk Botan yang mendapat lisensi dari perusahaan Mitsuisi
Co. Ltd. Japan dan ikan kaleng dengan merk Ranesa , Sesibon dan Geisha.
Selain itu produk dari PT Maya Food Industries lainnya adalah surimi, buah
kaleng, tepung ikan dan kerupuk bawang. Produk yang diproduksi PT MFI
dipasarkan baik untuk dalam negeri maupun diekspor ke berbagai negara di
Asia dan Afrika sehingga mutu produk yang dihasilkan harus terus dijaga dan
ditingkatkan.
Salah satu strategi yang dilaksanakan PT Maya Food Industries dalam
menciptakan nilai jual yang tinggi di mata konsumen dan memenuhi peraturan
yang diwajibkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem
Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan adalah dengan menerapkan
manjemen mutu terpadu. Namun dalam pelaksanaannya penerapan
21
manajemen mutu terpadu kerap menghadapi kendala, hal ini terkait dengan
kondisi bahwa PT MFI baru mendapatkan sertifikasi HACCP dengan grade C
sehingga sertifikat penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT)
pada PT MFI digolongkan pada tingkat III berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem
Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Hal ini menyebabkan PT MFI
sulit untuk memasarkan produknya ke pasar Amerika dan Uni Eropa karena
standar mutu pangan di negara tersebut harus lebih tinggi yaitu untuk produk
yang memiliki sertifikasi PMMT golongan I dan II, selain itu PT MFI juga
perlu melakukan satu kali uji laboratoris untuk 3 kali penerbitan sertifikat
mutu yang wajib dimiliki untuk setiap kegiatan ekspor setiap hasil perikanan
karena serrtifikat PMMT PT MFI hanya tergolong pada tingkat III.
Kemudian berdasarkan informasi dari perusahaan PT MFI relatif
sering melakukan pergantian struktur organisasi dan pada saat ini masih
mengalami masa adaptasi karena pemindahan sistem administrasi dari kantor
pusat di Jakarta ke Pekalongan sejak awal tahun 2007 sehingga hal tersebut
dapat menjadi kendala dalam penerapan manajemen mutu terpadu. Selain itu
sebagai perusahaan yang memproduksi ikan kaleng sebagai komoditas
utamanya, keseragaman ukuran bahan baku menjadi kendala tersendiri dalam
menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
perusahaan. Hal ini disebabkan meskipun citarasa dan kualitas ikan sesuai
dengan standar namun apabila ukuran bahan baku ikan tidak seragam maka
akan menjadi kendala pada bagian produksi karena menyulitkan pemotongan
ikan sesuai dengan standar pengisian kaleng yang ditetapkan perusahaan. Oleh
karena itu PT MFI lebih banyak menggunakan bahan baku ikan impor yang
memiliki ukuran lebih seragam. Kemudian terbatasnya karyawan di bidang
quality control juga dapat menjadi hambatan tersendiri dalam pengendalian
mutu pada PT MFI karena bagian ini bertugas dalam pengawasan mutu dan
pengembangan hasil produksi dari awal pra persiapan produksi, proses
produksi, serta hasil produksi sehingga sangat menentukan mutu produk yang
dihasilkan.
22
Peningkatan harga bahan baku Surimi dari Rp 2.000,00- Rp 3.000,00
pada tahun 2006 menjadi rata-rata Rp 4.000,00 pada tahun 2007 dengan
kualitas bahan baku yang kurang bagus menyebabkan mutu Surimi yang
dihasilkan kurang optimal dan tidak terjadi kesesuaian antara kualitas Surimi
dengan harga jual kepada konsumen. Hal ini dapat menjadi kendala dalam
penerapan manajemen mutu terpadu karena bahan baku mempengaruhi
seluruh rangkaian dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar mutu dan aman dikonsumsi.
Kendala yang dihadapi PT MFI dalam penerapan manajemen mutu
terpadu tersebut diatas merupakan sebagian kendala dari bagian produksi yang
pada kenyataannya berhubungan dan saling mempengaruhi dengan bagian lain
dalam perusahaan seperti sumberdaya manusia, keuangan, dan bagian teknis
lainnya. Sedangkan unsur-unsur dasar dari manajemen mutu terpadu
merupakan mata rantai proses dimana setiap satu proses pekerjaan berkaitan
dengan proses lainnya dan output pekerjaan suatu proses merupakan input
bagi yang lainnya (MacDonald 2002). Oleh karena itu, jika terjadi suatu
masalah dalam satu bagian perusahaan maka akan mengganggu kinerja bagian
perusahaan yang lain dalam penerapan manajemen mutu terpadu secara
menyeluruh. Hal ini menyebabkan perlu adanya suatu kajian untuk menilai
sejauh mana penerapan manajemen mutu terpadu dan seperti apa
permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya sehingga dapat diperoleh
suatu alternatif pemecahan masalah yang dapat meningkatkan kinerja dari PT
Maya Food Industries.
Uraian tersebut di atas menuntun penulis kepada rumusan
permasalahan yang perlu dipecahkan melalui suatu penelitian yang lebih
mendalam, yaitu:
1.
Bagaimana penerapan manajemen mutu pada PT Maya Food Industries
sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan internasional serta
berproduksi secara berkelanjutan?
2.
Permasalahan apa yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries dalam
menerapkan manajemen mutu terpadu dan alternatif prioritas strategi apa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut?
23
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui penerapan manajemen mutu pada PT Maya Food Industries
sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan internasional serta
berproduksi secara berkelanjutan.
2.
Menganalisis permasalahan yang muncul dalam penerapan manajemen
mutu pada PT Maya Food Industries dan alternatif pemecahan masalah
yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
2.
Sebagai masukan dan pedoman bagi manajemen perusahaan, khususnya
dalam mengambil keputusan maupun kebijaksanaan manajemen
perusahaan yang berkaitan dengan penerapan manajemen mutu terpadu.
3.
Sebagai bahan acuan bagi penelitian lebih lanjut bagi pihak akademis
maupun perusahaan yang bersangkutan.
1.5. Batasan Penelitian
1.
Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu sistem manajemen atau
pengelolaan total suatu perusahaan yang dianalisis dengan diagram
Pareto kemudian dianalisis dengan proses hirarki analitik yang
digunakan untuk mencari alternatif dan prioritas strategi manajemen
mutu terpadu untuk mengatasi masalah yang muncul dalam penerapan
Manajemen Mutu Terpadu yang diterapkan oleh PT Maya Food
Industries.
2.
Penelitian ini dibatasi pada penerapan manajemen mutu terpadu yang
dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries dalam kegiatan usahanya
melalui pendekatan produksi yang dikaitkan dengan kegiatan perusahaan
lainnya serta masalah yang terjadi dan faktor-faktor yang menjadi
penyebab masalah dalam penerapan manajemen mutu tersebut.
24
3.
Penelitian ini tidak membahas kegiatan pemasaran secara menyeluruh
dari perusahaan karena PT Maya Food Indutries merupakan perusahaan
produksi yang merupakan anak cabang dari PT Indo Maya Mas di
Jakarta yang menangani kegiatan administrasi dan pemasaran secara
menyeluruh.
4.
Alternatif prioritas strategi pemecahan masalah yang terjadi dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries
didasarkan atas penilaian dari General Manager sebagai pemegang
wewenang dalam pengambilan kebijakan perusahaan.
5.
Analisis permasalahan dengan proses hirarki analitis dilakukan dengan
analisis secara horizontal dari tiap hirarki dalam struktur hirarki
permasalahan penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya
Food Industries.
25
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Mutu
Mutu telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa
mesir kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun
piramida. Menurut Ariani (1999) pada zaman modern fungsi mutu
berkembang melalui beberapa tahap yaitu:
1. Inspeksi (Inspection)
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok
mutu yang utama adalah inspeksi. Selama produksi, para inspektor
mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Bagian inspeksi
tidak independen, biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini
menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inspeksi menolak
hasil satu alur produksi yang tidak sesuai maka bagian pabrik berusaha
meloloskannya tanpa memperdulikan mutu.
Pada masa sekarang ini ada beberapa orang ahli bidang statistik
yang menemukan konsep statistik untuk pengendalian variabelvariabel produk seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan sebagainya.
Sedang H.F. Dodge dan H.G Romig (akhir 1920) merupakan pelopor
dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk
(acceptance sampling)
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pada tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi
bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan
produk militer yang bebas cacat. Hal ini harus dapat diantisipasi
melalui pengendalian mutu yang dilakukan selama proses produksi.
Tanggung jawab mutu dialihkan ke bagian quality control yang
independen. Bagian ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari
bagian pabrik. Para pemeriksa mutu dibekali dengan perangkat
statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel.
26
Pada saat ini kegiatan pengendalian mutu merupakan kegiatan
yang dimulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses
produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar
pengiriman. Secara garis besar pengendalian mutu dapat dibagi
menjadi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian dalam proses
pengolahan dan pengendalian produk akhir.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Rekomendasi yang dihasilkan dari teknis-teknis statistik sering kali
tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada.
Pengendalian mutu (quality control) berkembang menjadi pemastian
mutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu difokuskan untuk
memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit
operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis dan petunjuk operasi untuk
peningkatan mutu. Pemastian mutu bekerja sama dengan bagianbagian lain yang bertanggungjawab penuh terhadap mutu kinerja
masing-masing bagian.
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo, sehingga upaya
yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu,
tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu, untuk
mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu dievaluasi dan
direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi
manajemen mutu.
5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Dalam perkembangannya mnajemen mutu, ternyata bukan hanya
fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap
mutu sehingga tanggung jawab terhadap mutu tidak hanya dibebankan
kepada suatu bagian tertenu tetapi menjadi tanggung jawab seluruh
individu di perusahaan. Pola inilah yang disebut sebagai Total Quality
Management.
27
2.2 Definisi Mutu
Para pakar memiliki definisi yang berbeda-beda tentang kata mutu,
namun pada intinya mengandung maksud yang sama. Menurut Juran (1993)
diacu dalam Nasution (2004) kualitas produk adalah kecocokan penggunaan
produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kesesuaian
pelanggan. Kecocokan penggunaan tersebut didasarkan atas lima ciri utama
berikut:
a) Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
b) Psikologis, yaitu citra rasa atau status
c) Waktu, yaitu kehandalan
d) Kontraktual, yaitu adanya jaminan
e) Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur
Crosby (1979) diacu dalam Nasution (2004) menyatakan bahwa
kualitas adalah conformance to requierment, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan
baku, proses produksi, dan produk jadi. Kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang
dibutuhkan konsumen atas produk yang dihasilkan (Deming 1986 diacu dalam
Nasution 2004).
Feigenbaum (1991) diacu dalam Nasution (2004) menyatakan bahwa
kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk dianggap
berkualitas jika memberi kepuasan kepada konsumen sepenuhnya, artinya
sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
Menurut Garvin (1988) kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, serta lingkungan
yang mengenali atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Nasution (2004) menyimpulkan ada beberapa persamaan dalam
definisi kualitas yang dikemukaan oleh berbagai ahli, yaitu dalam elemenelemen sebagai berikut:
a) Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
b) Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan
28
c) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Kemudian dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996
pemerintah ditegaskan bahwa mutu pangan harus memenuhi persyaratan
sertifikasi mutu pangan yang diperdagangkan yang diterapkan secara bertahap
berdasarkan jenis pangan. Setiap orang dilarang untuk memperdagangkan
pangan tertentu yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.
01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
dijelaskan bahwa sertifikat mutu adalah surat keterangan yang dikeluarkan
oleh laboratorium penguji yang menerangkan bahwa sesuatu hasil perikanan
telah memenuhi standar mutu.
Persaingan di era globalisasi yang semakin kompleks menuntut setiap
perusahaan untuk merencanakan suatu strategi dalam memenangkan
persaingan. Salah satu strategi yang efektif yaitu dengan menerapkan suatu
filosofi sistem Manajemen Mutu Terpadu. Persaingan mutu antar perusahaan
telah membuat mutu sebagai sesuatu yang memerlukan perhatian utama bagi
yang ingin memenangkan persaingan. Menurut Ariani (1999) istilah mutu
sangat penting bagi suatu perusahaan, hal ini disebabkan karena:
1. Reputasi perusahaan
Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan suatu produk
atau jasa yang bermutu atau berkualitas akan mendapat predikat
sebagai perusahaan yang mengutamakan mutu. Oleh karena itu,
perusahaan atau organisasi tersebut dikenal oleh masyarakat luas dan
mendapatkan nilai ”lebih ” itulah maka perusahaan atau organisasi
tersebut dipercaya masyarakat.
2. Penurunan biaya
Dalam paradigma lama, untuk menghasilkan produk bermutu
selalu membawa dampak bagi peningkatan biaya. Sedangkan
paradigma baru mengatakan bahwa untuk menghasilkan produk atau
jasa bermutu tinggi perusahaan atau organisasi tidak perlu melakukan
29
biaya tinggi. Hal ini disebabkan perusahaan atau organisasi tersebut
berorientasi pada customer satisfaction yaitu berdasarkan tipe, jenis,
waktu dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan
dan harapan dari pelanggan. Dengan demikian tidak terjadi
pemborosan yang harus dibayar oleh organisasi atau perusahaan
sehingga pendapat bahwa ”quality has no cost” dapat dicapai dengan
tidak menghasilkan produk atau jasa yang tidak dibutuhkan pelanggan.
3. Peningkatan pangsa pasar
Pangsa pasar akan terus meningkat bila minimisasi biaya tercapai,
sehinngga harga dapat ditekan walau mutu tetap menjadi yang utama.
Hal-hal inilah yang mendorong konsumen untuk tetap membeli produk
atau jasa yang dihasilkan sehingga pangsa pasar meningkat.
4. Pertanggungjawaban produk
Dengan semakin meningkatnya mutu produk atau jasa yang
dihasilkan maka organisasi atau perusahaan akan nampak semakin
bertanggungjawab terhadap desain, proses, dan pendistribusian produk
tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Selain
itu, pihak perusahaan atau organisasi tidak perlu lagi mengeluarkan
biaya yang begitu besar hanya untuk memberikan jaminan terhadap
produk atau jasa yang ditawarkan tersebut.
5. Dampak internasional
Bila perusahaan mampu menawarkan produk atau jasa yang
bermutu maka selain dikenal di pasar lokal, produk atau jasa yang
ditawarkan juga akan dikenal dan diterima di pasar internasional.
6. Penampilan produk atau jasa
Mutu akan membuat produk atau jasa dikenal dan hal ini akan
mengakibatkan perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk
atau menawarkan jasa juga dikenal dan dipercaya masyarakat luas.
7. Mutu yang dirasakan
Mutu merupakan dimensi yang subjektif sehingga sebagai
produsen dituntut untuk mampu menterjemahkan apa yang menjadi
kebutuhan dan harapan dari para konsumen sehingga mendorong
30
mereka untuk mau membeli suatu produk atau jasa. Oleh karena itu
yang dimaksud dengan mutu bukan hanya mutu produk itu sendiri
melainkan mutu secara menyeluruh yang dirasakan oleh konsumen
saat mereka membeli atau menggunakan suatu produk.
2.3 Dimensi Mutu
Sifat khas suatu mutu yang ”handal” harus mempunyai multi dimensi
karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen
dengan melalui berbagai cara (Nasution, 2004).
Menurut Garvin (1988), dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk
menganalisis karakteristik kualitas barang pada industri manufaktur adalah
sebagai berikut:
a) Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
b) Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain
yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan
kesan yang baik bagi pelanggan.
c) Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah.
d) Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran
tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
e) Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk.
f) Serviceability, yaitu kemudahan produk itu apabila akan diperbaiki
atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk
mengetahui adanya kesenjangan atau perbedaan antara harapan pelanggan dan
kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan antara harapan dan
kenyataan cukup besar, menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa
yang diinginkan oleh pelanggannya (Handoko 2000)
31
2.4 Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu mempunyai banyak definisi seperti halnya
pendefinisian dari mutu. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) didefinisikan
sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continous
performance improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap
area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya
manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz 2001). Menurut Tjiptono, F ,
Diana, A (2001) Manajemen Mutu Terpadu merupakan suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungannya.
Unsur MMT adalah mata rantai proses. Pekerjaan tidak terisolasi
kedalam suatu “benteng bagian”, tetapi terdiri dari serangkaian kegiatan
kegiatan atau proses. Setiap satu proses pekerjaan berkaitan dengan proses
lainnya dan output pekerjaan suatu proses merupakan input bagi yang lainnya.
Sesungguhnya setiap organisasi bekerja melalui serangkaian proses yang
saling berkaitan, yang bekerja melalui dan melewati batas-batas bagian.
Rahasia mutu adalah menjamin bahwa setiap rangkaian sama kuatnya;
”berjalan benar sejak saat pertama pada setiap tahapan pekerjaan” (Macdonald
2002).
Tujuan fundamental dari MMT adalah untuk menjamin bahwa
departemen berada dalam suatu hubungan pelanggan-pemasok. Pelanggan
yang harus dilayani adalah pelanggan dari proses. Jika rantai tersebut masih
tetap berhubungan maka pelanggan akhir akan berbahagia. Komunikasi
dengan kolega harus terjadi, sehingga menyadari kebutuhan satu dengan yang
lain (Macdonald 2002).
MMT merupakan proses penyempurnaan dari beberapa konsep
pengendalian sebelumnya. Perkembangannya diawali dengan kegiatan
pemeriksaan atau inpeksi yaitu pemisahan produk yang sesuai dengan standar
yang bertujuan untuk mencegah produk rusak ke tangan konsumen. Kemudian
disempurnakan menjadi quality control, yaitu fungsi manajemen untuk
mengendalikan mutu bahan baku dan produk akhir berdasarkan standar yang
32
ditetapkan. Selanjutnya jaminan mutu (Quality Assurance), yaitu suatu sistem
yang memastikan mutu yang terjalin dari bahan baku hingga produk akhir
sampai ketangan konsumen (Nasution 2004). Dengan semakin
berkembangnya tuntutan atas mutu yang sempurna maka Manajemen Mutu
Terpadu dinilai memberikan alternatif kepada perusahaan untuk tumbuh
secara bertahap, meningkatkan mutu dan meningkatkan pangsa pasar dan
keuntungan diukur dari kinerja yang terdiri atas tujuan, mutu, biaya,
pelayanan, keandalan dan hubungan konsumen.
Perkembangan konsep Manajemen Mutu Terpadu digambarkan pada
Gambar 1
Manajemen Mutu Terpadu
Jaminan Mutu
Pengendalian Mutu
Inspeksi
Sumber: Nasution (2004)
Gambar 1. Perkembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu
Oleh karena itu manajemen mutu terpadu ini hanya akan dapat dicapai
dengan memperhatikan karakteristik TQM (Tjiptono dan Diana, 2001),
sebagai berikut:
a. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
b. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
c. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah
d. Memiliki komitmen jangka panjang
e. Membutuhkan kerjasama tim
f. Memperbaiki proses secara berkesinambungan
g. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
33
h. Memberikan kebebasan yang terkendali
i. Memiliki kesatuan tujuan
j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan
Menurut Ibrahim (2000), konsep dasar dari Manajemen Mutu Terpadu
memuat prinsip-prinsip dasar yang pada akhirnya akan menentukan berhasil
tidaknya penerapan MMT, oleh karenanya prinsip dasar dari MMT sangat
berperan dalam pelaksanaannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Komitmen Manajemen
Manajemen sebagai penanggungjawab dalam bidang kepemimpinan yang
bertugas sebagai penunjuk dan pemberi semangat bagi perusahaan, karena
keberadaanya sangat didukung dalam penerapan MMT agar dapat
terlaksana dengan baik.
2. Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara Berkesinambungan
Kualitas sebagai hal yang penting dalam produksi harus terus dilakukan
perbaikan secara terus menerus. Hal ini tidak hanya dilakukan pada akhir
proses saja, tetapi harus dilakukan dari awal proses sehingga produk yang
dihasilkan tidak memiliki cacat.
3. Perspektif Jangka Panjang
Waktu yang singkat tidak dapat menunjukkan keberhasilan ataupun
kegagalan dari penerapan MMT, tetapi butuh waktu yang panjang.
4. Fokus Pada Pelanggan
Perbaikan yang dilakukan secara terus menerus diharapkan akan dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan konsumen.
5. Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan karyawan perusahaan dalam pengambilan keputusan akan
menanamkan rasa loyalitas karyawan terhadap perusahaan dan timbul rasa
memiliki dari karyawan tersebut terhadap perusahaan. Cara untuk
meningkatkan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan
tersebut adalah dengan memberikan pelatihan serta kompensasi tidak
hanya dalam bentuk uang, tetapi pujian dan penghargaan agar apa yang
dilakukan dihargai oleh perusahaan.
34
6. Kerjasama Tim
Kerjasama tim sangat dibutuhkan dalam Manajemen Mutu Terpadu, jadi
produk X tidak hanya dilakukan oleh departemen X melainkan merupakan
tanggung jawab semua departemen.
Sedangkan
menurut
Ibrahim
(2000)
unsur-unsur
utama
dari
Manajemen Mutu Terpadu yang sangat mempengaruhi kinerja dari
pengendalian mutu adalah:
1. Sumberdaya Manusia
Pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
2. Standar
Spesifikasi produk yang dihasilkan dan acuan dalam menjalankan semua
kegiatan untuk menghasilkan produk sesuai yang diinginkan perusahaan.
3. Sarana
Peralatan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan pengendalian mutu.
4. Pengorganisasian
Pendelegasian tugas dan wewenang didalam perusahaan.
5. Audit Internal
Kegiatan pengendalian berkala untuk mengidentifikasi penyimpangan
terhadap standar.
6. Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan yang bertujuan untuk menyebarkan gagasan mengenai
pengendalian mutu, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan
dalam memecahkan masalah serta untuk mengembangkan sistem
pengendalian mutu.
7. Visi dan Misi
Tujuan jangka panjang atau target jangka panjang yang ingin dicapai oleh
perusahaan yang membedakannya dengan perusahaan lain dan menjadi
prioritas bagi setiap pelaku manajemen dalam perusahaan.
TQM juga dapat dikatakan sebagai perkembangan dari pengendalian mutu
yang berorientasi ke standar jaminan mutu untuk meningkatkan kualitas
produksi dan efisiensi kerja di segala bidang, terutama pada sektor yang
35
menghasilkan produksi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
memuaskan konsumen secara menyeluruh.
Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
Kep.01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
yang merupakan pembaharuan dari Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
41/Kpts/IK.201/1998 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil
Perikanan disebutkan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu merupakan
bentuk, tanggung jawab, prosedur, proses, sumberdaya organisasi untuk
menerapkan sistem manajemen mutu secara terpadu dalam seluruh rangkaian
proses produksi hasil perikanan mulai pra panen, pemanenan, dan pasca
panen. Sistem Manajemen Mutu yang dimaksud bentuk tanggung jawab dan
prosedur untuk menerapkan jaminan mutu yakni upaya pencegahan yang perlu
diperhatikan dan direncanakan dalam rangka menghasilkan hasil perikanan
yang aman bagi kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya
diselenggarakan sejak awal produksi hasil perikanan sampai dengan siap
diperdagangkan atau serta merupakan sistem pengawasan dan pengendalian
mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi.
2.5 Manfaat Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Hessel (2003) diacu dalam Nasution (2004) telah meneliti hubungan
antara penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada beberapa perusahaan
manufaktur di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas
merupakan syarat penting dalam keberhasilan perusahaan. MMT merupakan
suatu pendekatan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan daya
saing perusahaan, dan penerapan MMT memerlukan dukungan infrastruktur
perusahaan.
Keuntungan yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang
atau jasa berkualitas baik berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi
dan biaya yang lebih rendah, gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas
dan pertumbuhan perusahaan. Berikut disajikan dalam Gambar 2 manfaat dari
Manajemen Mutu Terpadu:
36
P
E
R
B
A
I
K
A
N
M
U
T
U
Memperbaiki
Posisi
persaingan
Harga yang
lebih tinggi
Manfaat
rute pasar
Meningkatkan
pangsa pasar
Mengurangi
biaya operasi
Meningkatkan
keluaran yang
bebas dari
kerusakan
Mengurangi
biaya operasi
Mengurangi
biaya operasi
Manfaat
rute biaya
Sumber: Nasution (2004)
Gambar 2. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu
2.6 Tinjauan Peraturan yang Berkaitan dengan Mutu
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996
tentang Pangan, yang disebut dengan pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan
atau minuman. Sedangkan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan
makanan. Pada bagian E tentang Mutu dan Gizi Pangan dalam UU Nomor 7
Tahun 1996 dijelaskan bahwa Pemerintah menetapkan standar sertifikasi
mutu pangan yang diperdagangkan yang diterapkan secara bertahap
berdasarkan jenis pangan dan setiap orang dilarang memperdagangkan pangan
tertentu yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan. Sedangkan
pada bagian G tentang Tanggung Jawab Industri Pangan dalam UU Nomor 7
Tahun 1996 dijelaskan bahwa badan usaha yang memproduksi pangan olahan
untuk diedarkan dan atau orang perseorangan yang bertanggungjawab atas
37
keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang
mengkonsumsi pangan tersebut dan apabila terbukti pangan olahan yang
diedarkan tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau
membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang maka badan
usaha dan orang perseorangan dalam badan usaha wajib mengganti segala
kerugian yang ditimbulkan.
Kemudian dalam dunia perikanan upaya pengawasan mutu hasil
perikananan didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 Bab IV tentang Pengelolaan Perikanan Pasal 20 Ayat 3 yang
menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penanganan dan
pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan standar kelayakan
pengolahan untuk ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan.
Kemudian pada pasal 20 ayat 5 disebutkan bahwa setiap unit pengolahan yang
telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan wajib menerapkan Program
Manajemen Mutu Terpadu (PMMT).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Kemananan, Mutu dan Gizi pada Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum maka
disebutkan bahwa mutu pangan adalah nilai gizi yang ditentukan atas dasar
kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap
bahan makanan, makanan dan minuman. Sertifikasi mutu pangan yang
dijelaskan dalam PP ini merupakan rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat
terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
merupakan jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi atau
laboratorium yang telah diakreditasi yang menyatakan bahwa pangan tersebut
telah memenuhi kriteria tertentu dalam standar mutu pangan yang
bersangkutan. Aspek keamanan pangan disebutkan dalam Bab II Keamanan
Pangan Bagian Sanitasi Pasal 3 mewajibkan pemenuhan standar sanitasi di
seluruh kegiatan rantai pangan dengan cara menerapkan Pedoman Cara
Produksi Pangan Olahan yang baik atau biasa disebut Good Manufacturing
Practicess yang diterapkan untuk industri pengolahan perikanan. Aspek
keamanan pangan yang dimaksud dalam Pedoman Cara Produksi Pangan
38
Olahan yang Baik tercantum dalam Pasal 6 Bab III Keamanan Pangan dalam
PP tersebut antara lain dengan cara:
a. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan
kesehatan;
b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. mengendalikan proses antara lan pemilihan bahan baku, penggunaan
bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan
pengangkutan.
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik yang dimaksudkan
dalam Pasal 6 Bab III tentang Keamanan Pangan pada PP 28 Tahun 2004
tersebut ditetapkan oleh oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang
perindustrian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
masing-masing.
Kemudian sebagai dasar dari penegakan sistem manajemen keamanan
pangan berbasis HACCP pada industri perikanan Pemerintah menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2002
tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan yang merupakan
pembaharuan dari Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts.Ik/210/1998
menjelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
merupakan salah satu upaya untuk mencapai tingkat pemanfaatan potensi
sumberdaya perikanan secara berdayaguna dan berhasil guna dan sekaligus
melindungi masyarakat konsumen dari hal-hal yang merugikan dan
membahayakan kesehatan, praktek-praktek yang bersifat penipuan dan
pemalsuan dari produsen, membina produsen serta untuk meningkatkan daya
saing produk perikanan.
Program Sistem Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) yang disebutkan
dalam SK tersebut pada Bab VI Pasal 13 Penerapan Sistem Manajemen Mutu
menjelaskan bahwa:
1) Untuk memperoleh Sertifikasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
Terpadu atau Sertifikasi Penerapan Program Manajemen Mutu
39
Terpadu (PMMT) dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, setiap
unit pengolahan wajib menerapkan Sistem Manajemen Mutu Modul V
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor:303/Kpts/OT.210/4/94
2) Sistem Manajemen Mutu Modul V sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan
konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
3) Prosedur dan tata cara pemberian sertifikat penerapan PMMT
ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.
01/Men/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi menindaklanjuti
SK Kepmen No. 01/Men/2002 yang menjelaskan lebih lanjut kewajiban unit
pengolahan ikan untuk menyesuaikan dengan persyaratan bangunan,
peralatan dan karyawan serta mewajibkan unit pengolahan perikanan utuk
menerapkan sistem jaminan keamanan hasil perikanan berdasarkan konsepsi
HACCP yang diverifikasi oleh inspektur dari Otoritas Kompeten dalam hal
ini adalah pihak Pemerintah yang mempunyai otoritas (kewenangan) untuk
melakukan pengendalian mutu mencakup verifikasi dan hal-hal yang berkaitan
dengan kewenangannya.
2.7 Diagram Pareto
Pareto Chart adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli
ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad ke-19 (Dale 1993).
Pareto Chart digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian
yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke
yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita
untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau
sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama
proses. Dengan bantuan Pareto Chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif
dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak
40
yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau sebab pada suatu
ketika (Nasution 2004).
Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data
yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan
data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat
diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan
spesifik. Dengan demikian tidak dapat begitu saja menentukan bar yang
terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini
harus dikumpulkan informasi secukupnya. Dalam mengadakan analisis Pareto
harus diatasi sebab kejadian, bukan gejalanya. (Nasution 2004).
Menurut Nasution, 2004 kegunaan dari Pareto Chart adalah sebagai
berikut:
1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu
ditangani.
2. Pareto Chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada
persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.
3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif
berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan
membuat Pareto Chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto
chart baru, maka tindakan korektif ada efeknya.
4. Menyusun data informasi yang berguna. Dengan Pareto Chart, sejumlah
data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan.
Hasil Pareto Chart dapat digunakan diagram sebab akibat untuk
mengetahui akan penyebab masalah. Setelah sebab-sebab potensial diketahui
dari diagram tersebut, Pareto Chart dapat disusun untuk merasionalisasi data
yang diperoleh dari diagram sebab-akibat. Selanjutnya Pareto Chart dapat
digunakan pada semua tahap PDCA cycle (Nasution 2004)
2.8 Metode Proses Hirarki Analitik
Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) pertama kali dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970-an. PHA ini adalah suatu model
yang luwes yang memberikan gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan
41
dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dengan memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga menunjukkan organisasi
menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. Dirancang untuk
lebih menampung sifat alamiah manusia ketimbang memaksa kita ke cara
berpikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati nurani. PHA merupakan
proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan politik dan
sosio-ekonomi yang kompleks (Saaty 1993).
PHA memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis.
Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk
menyusun hirarki suatu masalah, dan pada logika, intuisi dan pengalaman
untuk memberikan pertimbangan. Setelah diterima dan diikuti, PHA
menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari bagian lain
untuk memperoleh hasil gabungan. Prosesnya meliputi pengidentifikasian,
pemahaman, dan penilaian interaksi-interaksi dari suatu sistem sebagai satu
keseluruhan (Saaty 1993).
Metode PHA ini memilah-milah suatu masalah kompleks dan tidak
terstruktur kedalam variabel-variabel komponennya, mencoba menjadikan
permasalahan yang kompleks dan saling bergantung antara faktor kedalam
suatu kerangka berstruktrur yang lebih sederhana. Kerangka ini memberikan
nilai skala banding berpasangan berdasarkan pertimbangan subyektif tentang
relatif pentingnya suatu variabel dibandingkan dengan variabel-variabel
lainnya pada level yang sama dalam suatu hirarki, terhadap suatu kriteria atau
variabel yang terkait level diatasnya (Saaty 1993).
Pengkajian permasalahan dengan metode PHA, secara rinci dapat
dimulai dari mendefinisikan situasi yang ada secara seksama dan
mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan. Setelah itu
menyusunnya kedalam suatu hirarki. Dilihat dari subyek pengambilan
keputusan, PHA menempatkan aspek kualitatif dan kuantitatif dari pikiran
manusia dimana aspek kualitatif digunakan untuk mendefinisikan persoalan
dari hirarkinya (Saaty 1993).
Metode PHA dalam penerapannya adalah mengutamakan kualitas
responden, tidak tergantung pada kuantitas tertentu. Sebuah hirarki yang telah
42
tersusun dengan elemen ditiap levelnya menjadi tidak berarti apabila tanpa
nilai atau pembobotan yang menyertainya. Hal ini menyebabkan diperlukan
suatu metode penentuan bobot bagi elemen disatu level dibawahnya. Akhirnya
dapat digunakan untuk menghitung bobot pada level tersebut untuk penilaian
tujuan keseluruhan (Saaty 1993).
43
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Persaingan era globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang semakin
ketat, mengakibatkan perusahaan atau organisasi yang dapat terus bertahan
pada umumnya merupakan perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif
dan komparatif. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan untuk
menciptakan keunggulan ini adalah dengan menerapkan suatu konsep
Manajemen Mutu Terpadu.
PT Maya Food Industries merupakan perusahaan yang produknya
dipasarkan secara luas baik untuk pasar lokal maupun untuk ekspor ke
berbagai negara. Oleh karena itu PT MFI melakukan suatu sistem Manajemen
Mutu Terpadu sebagai upaya untuk pencapaian mutu yang unggul agar dapat
bersaing dengan perusahaan lainnya.
Penelitian ini dimulai dengan mengkaji penerapan MMT di PT Maya
Food Industries. Pengkajian penerapan MMT di perusahaan ini dilihat dari
prinsip-prinsip dasar dan unsur-unsur utama MMT, dengan melakukan
penilaian berdasarkan ada tidaknya indikator dari tiap prinsip-prinsip dan
unsur-unsur MMT. Prinsip dasar MMT terdiri dari komitmen manajemen,
perbaikan kualitas dan sistem secara berkesinambungan, perspektif jangka
panjang, fokus pada pelanggan, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dan
kerjasama tim. Sedangkan unsur-unsur utama perusahaan yaitu SDM, standar,
sarana, pengorganisasian, audit internal, pendidikan dan pelatihan, dan visi
dan misi (Ibrahim 2000).
Permasalahan MMT pada PT MFI dianalisis menggunakan diagram
Pareto yang merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Diagram Pareto merupakan alat yang digunakan
untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun
menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar
terhadap kejadian tersebut.
44
Kemudian setelah analisis dengan diagram Pareto telah dilakukan
maka analisis permasalahan dilanjutkan dengan mencari penyebab dan
atlternatif pemecahan masalah dari dari permasalahan utama penerapan
manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries yang digambarkan
dalam diagram Pareto dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).
Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi permasalahan MMT dan
kinerjanya dalam PT Maya Food Industries yang didapatkan dari hasil analisis
dengan diagram Pareto yang telah dikaji dan dikonsultasikan dengan pimpinan
manajemen dari PT MFI. Setelah teridentifikasi maka dilakukan penyusunan
struktur hirarki. Setelah tersusun struktur hirarki dilakukan skala prioritas
dengan menggunakan analisis kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian
dan preferensi secara singkat dan padat.
Hasil dari analisis kuantitatif kemudian dideskriptifkan untuk
mengetahui sejauh mana penerapan Manajemen Mutu terpadu PT Maya Food
Industries dan permasalahan utama yang dihadapi dalam penerapan
Manajemen Mutu Terpadu serta rekomendasi perbaikan seperti apa yang dapat
dilakukan oleh PT MFI dalam mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu.
45
Dari uraian tersebut diatas maka kerangka pemikiran operasional
dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
PT. Maya Food Industries
Pengumpulan data dan informasi dari perusahaan
Deskripsi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT. Maya Food Industries
Prinsip Dasar:
1. Komitmen manajemen
2. Perbaikan kualitas dan
sistem secara
berkesinambungan
3. Perspektif jangka panjang
4. Fokus pada pelanggan
5. Keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan
6. Kerjasama tim
Unsur dasar:
1. Sumberdaya Manusia
2. Standar
3. Sarana
4. Pengorganisasian
5. Audit Internal
6. Pendidikan dan Pelatihan
7. Visi dan Misi
Penyusunan prioritas permasalahan
Penyusunan struktur hirarki permasalahan
Alternatif Strategi Pemecahan Masalah
Implementasi
: Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
46
IV. METODOLOGI
4.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus dengan satuan kasusnya adalah PT Maya Food Industries yang
merupakan perusahaan pengalengan ikan yang berproduksi untuk pasar lokal
dan juga sebagai eksportir ke berbagai negara. Menurut Maxfield diacu dalam
Nasir 2003 studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel
yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. Subjek penelitian dapat
berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin
mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unitunit sosial yang menjadi subjek dalam hal ini PT Maya Food Industries.
Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran
secara mendetail dari latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang
khas dari kasus, ataupun status individu yang kemudian sifat-sifat khas
tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian
merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu,
kelompok, lembaga dan sebagainya.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data text dan data
image dimana menurut Fauzi A (2001) data text adalah data yang
ditampilkan berupa alphabet maupun numerik, sedangkan data image
merupakan data yang ditampilkan berupa gambar, foto, diagram, yang dapat
memberikan informasi. Berdasarkan uraian di atas peneliti menggunakan
data text berupa kuesioner dan wawancara dari responden dan informan serta
berbagai laporan dan data perusahaan dari PT MFI, sedangkan data image
berupa gambar dan foto.
47
Berdasarkan sumber datanya data yang digunakan merupakan data
primer dan sekunder yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya yaitu orang-orang dan pihak-pihak yang menjadi obyek
penelitian. Data primer yang dikumpulkan antara lain sebagai
identifikasi terhadap:
1. Pengetahuan tentang visi dan misi karyawan
2. Komunikasi antar karyawan
3. Kualitas produk yang dihasilkan
4. Peran serta karyawan terhadap pengendalian mutu produk yang
dihasilkan
5. Standar mutu yang diterapkan perusahaan
6. Pengaruh kerja manajer-eksekutif
7. Informasi lain yang dibutuhkan
Dalam hal ini adalah data primer yang diperlukan didapatkan dari
kuesioner dan wawancara mengenai penerapan prinsip dan unsur-unsur
MMT, kuesioner dan wawancara perangkingan masalah penerapan
manajemen mutu terpadu, serta kuesioner dan wawancara mengenai
pembobotan identifikasi permasalahan dalam proses hirarki analitik.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan berfungsi sebagai
penunjang data primer. Data sekunder yang diperlukan adalah data
mengenai studi literatur, referensi, gambaran umum perusahaan, laporan
produksi perusahaan,data dan status karyawan PT MFI, sertifikat mutu
yang diperoleh perusahaan, panduan mutu berbasis HACCP dalam PT
Maya Food Industries, serta panduan standar operasional produksi yang
dilakukan. Data sekunder juga diperoleh dari perpustakaan, situs
internet, serta hasil riset dan tulisan yang berhubungan dengan topik
penelitian.
48
4.3. Metode Penentuan Responden
Penelitian ini menggunakan suatu metode penentuan responden yang
dipilih secara sengaja (purposive sampling) yaitu anggota populasi dipilih
untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang
berlaku yang didasari semata-mata dari judgement peneliti, digunakan untuk
situasi dimana persepsi orang pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001). Hal
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden yang dibutuhkan adalah
orang yang memiliki pengetahuan dan wewenang yang cukup untuk dapat
memberikan data yang sesuai mengenai penerapan manajemen mutu terpadu
dalam PT MFI.
Responden menurut Koentjaraningrat (1977) merupakan orang yang
dapat memberikan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangan
dari individu yang bersangkutan untuk kepeluan komparatif. Dalam penelitian
ini responden yang dipilih terdiri dari General Manager, HRD Manager,
Quality Assurance Manager, Production Manager, Administration Manager,
Supervisi Produksi, Supervisi Quality Control, dan beberapa staf dalam PT
MFI.
Sedangkan menurut Koenjtaraningrat (1977) informan merupakan
orang yang dapat memberikan keterangan dan data-data dari individu-individu
tertentu untuk keperluan informasi. Informan juga dipilih dengan cara yang
sama yaitu dengan purposive sampling dengan pertimbangan informan
tersebut mengetahui orang-orang yang tepat dalam PT MFI yang dapat
memberikan keterangan yang dibutuhkan pada penelitian. Informan yang
dipilih dalam penelitian ini adalah supervisi produksi ikan kaleng dan HRD
manager.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan sumber data dan tujuan penelitian, maka penyusunan
skripsi ini menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Angket (Kuisioner)
Yaitu pengumpulan data dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan
dengan pihak yang dijadikan obyek penelitian yaitu karyawan PT MFI
49
dalam setiap sub sistem mulai dari produksi, keuangan, SDM,
pemasaran dan berdasarkan keterlibatan responden secara langsung pada
mekanisme penerapan manajemen mutu terpadu serta pengetahuan dan
pengalaman responden mengenai keadaan dan permasalahan dalam
penerapan MMT
Dimana daftar pertanyaan ini menyangkut sejauh mana unsur-unsur
dasar dalam MMT seperti SDM, sarana dan prasarana, standar mutu
yang dipakai, pengorganisasian, audit internal,serta visi dan misi
perusahaan berperan dalam menerapkan konsep-konsep Manajemen
Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries serta kendala-kendala
yang dihadapi.
2. Wawancara (interview)
Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung
dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu tentang
penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries .
Adapun pihak-pihak yang terkait adalah karyawan dan staf dari PT Maya
Food Industries.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan untuk mencari data dengan
jalan mengamati secara langsung data-data yang telah berhasil dihimpun
untuk selanjutnya dipilih sesuai dengan relevansinya dengan penelitian.
4. Dokumentasi
Pencatatan telaah terhadap buku-buku, laporan-laporan, dokumendokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini
data sekunder dan data primer yang telah didapatkan selama penelitian.
4.5. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif . Analisis
deskriptif digunakan untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa
fenomena kelompok atau individu dan juga menemukan frekuensi terjadinya
suatu keadaan dan meminimumkan bias serta memaksimumkan reliabilitas
50
(Nasir 2003). Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan bersifat
eksploratif dengan tujuan untuk menggambarkan pelaksanaan Manajemen
Mutu Terpadu dan melalui pendekatan sistem yang ditujukan untuk
menjelaskan hubungan struktural interaksi fungsional antara elemen sistem
yang diidentifikasi.
Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
digunakan alat analisis diagram pareto. Selanjutnya identifikasi permasalahan
untuk menemukan alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan
menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA)
Adapun penjelasan dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
A. Diagram Pareto
Pareto diagram adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli
bernama Vilfredo Pareto dan merupakan alat yang digunakan untuk
menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut
ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar
terhadap kejadian tersebut (Ariani 1999).
Diagram Pareto mengidentifikasi permasalahan-permasalahan penting
dengan tahapan (Gasperz 2001):
1) Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian masalah-masalah yang diteliti dengan menggunakan formulir
pengumpulan data dari karyawan PT MFI
2) Membuat daftar masalah PT MFI secara berurutan berdasarkan frekuensi
kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah beserta frekuensi
kumulatifnya.
3) Membuat histogram permasalahan PT MFI pada diagram Pareto
4) Menggambar kurva kumulatif permasalahan PT MFI.
Sebagai fokus dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti dan
dianalisis menggunakan diagram Pareto dengan bantuan software Minitab 13
untuk menentukan komponen yang merupakan permasalahan dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang terjadi dalam kegiatan usaha yang
51
dijalankan oleh PT Maya Food Industries seperti kerusakan, ataupun
kesalahan yang terjadi selama proses produksi hingga produk sampai ketangan
konsumen.
Contoh dari diagram Pareto digambarkan sebagai berikut:
jumlah kerusakan bagianbagian
120
100
80
60
40
20
0
A
B
C
D
E
F
G
Jenis Kerusakan
Sumber: Nasution (2004)
Gambar 4. Pareto Chart
Keterangan:
A : Aliran Listrik
C : Mekanik
E: Elektronika
B : Mesin bantu
D : Generator
F: Mesin Pokok
G: lain-lain
B. Proses Hirarki Analitik
Identifikasi permasalahan utama yang dihadapi oleh PT Maya Food
Industries serta alternatif strategi untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan
dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). PHA menunjukkan bagaimana
menghubungkan elemen-elemen dari satu bagian masalah dengan elemenelemen dari bagian untuk memperoleh hasil gabungan. Satu segi lain dari
PHA adalah bahwa proses ini memberi suatu kerangka bagi partisipasi
kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan persoalan. Melalui
PHA kompleksitas permasalahan dan saling ketergantungan antar faktor
dimodelkan kedalam struktur yang lebih sederhana.
Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data dan informasi tentang
permasalahan utama yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu
Terpadu dalam PT Maya Food Industries yang telah dianalisis sebelumnya
dengan menggunakan diagram Pareto. Kemudian struktur hirarki
permasalahan disusun sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada data
perusahaan dari pihak manajemen yang menguasai kondisi dan permasalahan
52
tersebut. Kuesioner dibagikan untuk mengetahui pembobotan setiap elemen
pada seluruh tingkat. Menurut Saaty (1993) prinsip dasar yang terdapat dalam
PHA adalah:
1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis, yaitu memecah-mecah
persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.
2. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas adalah
menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
3. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria
logis.
PHA adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan kita
mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilainilai pribadi secara logis. Dalam pemecahan persoalan, model PHA
menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk mendefinisikan persoalan dan menyusun hirarki, sedangkan
analisis kuantitatif digunakan untuk mengekspresikan preferensi dan
penilaian.
Tahap-tahap yang dilaksanakan berdasarkan kerja PHA dalam
penelitian ini adalah:
1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang
diinginkan.
Fokus dari analisis ini adalah identifikasi permasalahan mutu
perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada di perusahaan. Untuk
mengetahuinya dilakukan dengan cara wawancara dengan responden.
Setelah ditentukan fokus analisis, kemudian ditentukan komponenkomponen pendukungnya. Agar terjadi persamaan persepsi antara peneliti
dan responden, dalam menentukan komponen-komponen dilakukan pula
pendefinisian masing-masing komponen.
2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara
menyuluruh.
Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari
fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem.
53
Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan
analisis. Penyusunan model hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat yang
memiliki seperangkat variabel. Pada fokus identifikasi permasalahan
tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat 2 adalah kriteria
masalah,tingkat 3 merupakan faktor penyebab, tingkat 4 sub-faktor
penyebab dan tingkat 5 adalah alternatif perbaikan. Tidak ada aturan
khusus dalam menyusun struktur hirarki suatu sistem, juga tidak terdapat
batasan tertentu mengenai jumlah tingkatan struktur keputusan
terstratifikasi, dan elemen pada setiap tingkat keputusan. Struktur hirarki
dari identifikasi permasalahan dapat dilihat pada Gambar 5.
Identifikasi Masalah
(G)
Tingkat 1
Fokus
Tingkat 2
Kriteria Masalah
F1
F2
F3
Tingkat 3
Faktor Penyebab
O1
O2
O3
.......
Tingkat 4
Sub Faktor
S1
S2
S3
Tingkat 5
Alternatif Perbaikan
P1
P2
......
Fn
On
......
Pn
Sumber: Saaty (1993)
Gambar 5. Struktur Hirarki Identifikasi Permasalahan.
3. Menyusun matriks banding berpasangan
Matriks banding berpasangan adalah matriks yang membandingkan
bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur dalm hirarki
diatasnya. Matriks ini disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur
hirarki analisis. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus
S4
54
identifikasi permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan
berpasangan antar variabel terkait yang ada dibawahnya.
4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil
perbandingan yang diperoleh pada langkah 3.
Setelah matriks pembandingan berpasangan antar elemen dibuat
selanjutnya dilakukan pembandingan berpasangan antara setiap elemen
pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j, yang berhubungan
dengan fokus identifikasi permasalahan. Angka-angka tersebut
menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen
lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks
hanya dilakukan untuk bagian diatas garis diagonal dari kiri atas kekanan
bawah.
5. Memasukkan nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal
utama.
Angka 1 sampai 9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau
mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2. Sedangkan F1 kurang
mendominasi atau kurang mempengaruhi identifikasi masalah
dibandingkan F2, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah
garis diagonal utama diisi dengan nilai kebalikannya. Misalnya, bila
elemen F12 memiliki nilai 8, maka nilai F21 adalah 1/8. Berikut ini Tabel
1 yang menerangkan nilai skala banding berpasangan.
55
Tabel 1. Nilai Skala Banding Berpasangan
Nilai Skala
1
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama
Dua elemen mempengaruhi sama kuatnya
pentingnya
pada sifat itu.
Elemen yang satu sedikit
Pengalaman atau pertimbangan sedikit
lebih penting dari lainnya
menyokong satu elemen atas lainnya
Elemen yang satu jelas
Pengalaman atau pertimbangan dengan
lebih penting dibanding
kuat disokong dan dominasinya terlihat
elemen lainnya
jelas dalam praktek
Satu elemen mutlak
Satu elemen dengan kuat disokong dan
dibanding elemen lainnya
dominasinya terlihat dalam praktek
Satu elemen mutlak lebih
Sokongan elemen yang satu atas yang
penting dibanding elemen
lainnya terbukti memiliki tingkat
lainnya
penegasan tertinggi.
Nilai-nilai diantara kedua
Kompromi dilakukan diantara dua
pertimbangan diatas
pertimbangan
Bila nilai-nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B,
maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3. ¼,...1/9) digunakan untuk
membandingkan kepentingan b terhadap A.
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
nilai-nilai
diatas
Sumber: Saaty (1993)
6. Melaksanakan langkah 3, 4, 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam
hirarki tersebut.
Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat
keputusan yang terbatas pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen
diatasnya. Matriks pembandingan dalam model PHA dibedakan menjadi:
(1) Matriks Pendapat Individu (MPI), dan (2) Matriks Pendapat Gabungan
(MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu,
MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan aij yaitu elemen matriks
pada baris ke-i dan kolom ke-j (lihat gambar 4)
G
A1
A2
A3
...
An
A1
a11
a12
a13
...
a1n
A2
a21
a22
a23
...
a2n
A3
a31
a32
a33
...
a3n
...
...
...
...
...
An
an1
an2
...
ann
an3
Sumber: Saaty (1993)
Gambar 6. Ilustrasi Matriks Pendapat Individu
56
Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang elemennya (gij) berasal
dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio
inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen
pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang lain tidak terjadi konflik.
MPG dapat dilihat dalam Gambar 6.
G
G1
G2
G3
...
Gn
G1
g11
g12
g13
...
g1n
G2
g21
g22
g23
...
g2n
G3
g31
g32
g33
...
g3n
...
...
...
...
...
Gn
gn1
gn2
...
gnn
gn3
Sumber: Saaty (1993)
Gambar 7. Ilustrasi Matriks Pendapat Gabungan
Nilai-nilai pada MPI dapat diubah-ubah oleh individu yang bersangkutan
hingga diperoleh hasil yang memuaskan. Namun bila ada MPI yang tidak
memenuhi persyaratan rasio Inkonsistensi maka MPI tersebut tidak
diikutkan dalam analisis. Rata-rata geometrik dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus matematika:
m
gij
aij(k )
m
k 1
Dimana:
gij
= elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
aij (k)
=
elemen baris ke-I kolom ke-j dari MPI ke-k
k
=
indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan
m
=
jumlah MPI yang memenuhi persyaratan
m
aij( k )
k 1
= perkalian dari elemen ke-i sampai ke-m
57
7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor
prioritas.
Pengolahan matriks terdiri dari dua tahap yaitu: (1) pengolahan
horisontal, (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat
dilakukan untuk MPI maupun MPG. Pengolahan vertikal dilakukan
setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI atau MPG
harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi. Pengolahan horisontal
dapat dilakukan setelah MPI atau MPG yang akan diolah telah siap dan
lengkap dengan elemennya. Pengolahan horisontal terdiri dari tiga bagian
yaitu: (1) penentuan vektor eigen atau disebut dengan vektor prioritas, (2)
uji konsistensi, (3) revisi pendapat MPI atau MPG yang memiliki rasio
inkonsistensi yang tinggi. Pengolahan vertikal dilakukan untuk menyusun
prioritas pengaruh setiap elemen pada tiap hirarki keputusan tertentu
terhadap sasaran utama atau fokus. Hasil akhir pengolahan vertikal ini
merupakan bobot prioritas setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan
paling bawah terhadap sasaran utama.
8. Mengevaluasi inkosistensi untuk seluruh hirarki.
Langkah terakhir mengevaluasi inkonsistensi dengan mengalihkan
setiap indeks inkonsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan
menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi pernyataan sejenis yang
menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi
masing-masing matriks.
Dengan cara yang sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga
dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan, dan hasilnya
dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, Rasio Inkonsistensi
hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10 persen.
Metode PHA dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi
penyebab dari permasalahan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada
PT Maya Food Industries tersebut serta alternatif pemecahan masalah yang
dapat digunakan perusahaan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Dalam penelitian ini
58
pembentukan diagram Pareto dilakukan dengan software Minitab 13 analisis
PHA dilakukan dengan bantuan software Expert Choice Program 2000 untuk
perhitungan bobot PHA dan rasio inkonsistensi tiap struktur hirarki.
4.6. Definisi dan Pengukuran
1. Pengalengan ikan adalah suatu cara pengawetan ikan yang dipak secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya)
dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk
membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk.
2. Surimi adalah daging lumat yang dibersihkan dan dicuci berulang-ulang
sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen dan lemak hilang serta
ditambahkan suatu bahan untuk meningkatkan sifat elastisitas gel.
3. Mutu adalah totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.
4. Standar adalah penentuan atau penetapan standar golongan kelas atau
derajat suatu barang
5. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandngan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan
makanan, makanan dan minuman.
6. Manajemen Mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam perusahaan
yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu produk yang
tinggi.
7. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu cara meningkatkan performansi
secara terus menerus dalam setiap level operasi atau proses, dalam setiap
area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan sumberdaya
manusia dan modal yang tersedia.
8. Program Manajemen Mutu Terpadu adalah bentuk, tanggung jawab,
prosedur, proses, sumberdaya organisasi untuk menerapkan sistem
manajemen mutu secara terpadu dalam seluruh rangkaian proses produksi
hasil perikanan mulai pra panen, pemanenan, dan pasca panen.
9. (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP adalah standar berupa
perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan
59
menyangkut 7 prinsip dan 12 langkah HACCP yang berfokus pada
tindakan koreksi dari setiap titik kendali kritis yang dapat menimbulkan
resiko keamanan pangan.
10. Persepsi manajemen adalah penilaian manajemen PT Maya Food
Industries terhadap unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu.
11. Diagram Pareto merupakan alat yang digunakan untuk menentukan
pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut
ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak
terbesar terhadap kejadian tersebut.
12. Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah salah satu metode sistem yang
dapat digunakan untuk menelaah konsistensi dari suatu keadaan yang
bersifat hirarki. Metode ini juga memberikan kesempatan bagi
perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan
mendefinisikan persoalan dengan cara mebuat asumsi mereka maisngmasing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
13. Hirarki adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa tingkatan yang
terdiri dari elemen-elemen yang homogen.
14. Elemen merupakan bagian-bagian pemebentuk hirarki dan
membandingkannya secara berpasangan dalam bentuk matriks.
4.7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada PT Maya Food Industries yang
merupakan perusahaan pengalengan ikan yang terletak di jalan Jlamprang,
Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
51124, Jawa Tengah. Waktu penelitian dilaksanakan dari tanggal 16 Juli 2007
sampai dengan 16 Agustus 2007.
60
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Umum Perusahaan
5.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Maya Food Industries atau dikenal dengan nama PT MFI
adalah sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang pengalengan
ikan sardine dan mackerel. Perusahaan tersebut telah menunjukkan
eksistensinya dalam produksi pengalengan ikan meskipun beberapa
tahun yang lalu perekonomian Indonesia sempat mengalami kondisi
yang memprihatinkan namun hingga saat ini proses produksi dalam PT
MFI dapat terus berjalan. PT MFI merupakan 100% perusahaan PMA
(Penanaman Modal Asing) dengan pemilik bernama Mr.Chang yang
berasal dari Singapura.
PT MFI merupakan perusahaan yang mendapat lisensi dari
perusahaan Mitsui co.ltd yang berasal dari negara Jepang untuk produk
ikan kaleng dengan merk Botan. Oleh karena itu, setiap produk yang
dihasilkan oleh PT MFI harus sesuai standar mutu perusahaan dengan
pengawasan yang dilakukan secara optimal. Dalam hal ini, peran quality
control sebagai pengendalian mutu sangat penting guna menjamin
kualitas produk akhir di pasar.
Perusahaan Mitsui co.ltd adalah salah satu perusahaan terkemuka
yang berada di negara Jepang. Produk pengalengan ikan yang
diproduksi oleh PT MFI dan mendapat lisensi dari Mitsui corporation
adalah produk dengan merk Botan. Sedangkan merk lain yang
dikeluarkan oleh PT MFI seperti Ranesa, Sesibon, dan Geisha bukan
termasuk yang mendapat lisensi dari Mitsui corporation.
PT Maya Food Industries pada awalnya bernama PT Bali Maya
Permai yang didirikan pada tanggal 27 Juni 1979 atas prakarsa Bapak
Soekardjo Wibowo dan Bapak Soekardi Wibowo (sebagai pemegang
perusahaan PT Bali Maya Permai Bali di Pulau Bali) serta Mr. Chang,
yang merupakan cabang dari PT Bali Maya Permai yang berpusat di
Bali. PT Bali Maya Permai merupakan sebuah perusahaan nasional yang
61
bergerak di bidang pengalengan ikan, rajungan, bekicot dan buahbuahan.
Berdasarkan ijin TK 53547 pada tanggal 2 Mei 1981, Walikota
Pekalongan yang menjabat saat itu telah mengijinkan untuk memulai
operasi percobaan perusahaan tersebut yang dimulai pada bulan
September 1981 sampai dengan bulan April 1982 dibawah pimpinan Ir.
Hadi Prawira. Atas kesepakatan pemilik dan pemegang perusahaan, pada
tanggal 13 Mei 1997 PT Bali Maya Permai Pekalongan berubah nama
menjadi PT Maya Food Industries dan resmi beroperasi berdasarkan IUT
No. 208/T/industri/1997 oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman
Modal).
PT MFI di Pekalongan pada awalnya hanya merupakan lokasi
produksi serta administrasi internal perusahaan, sama seperti perusahaan
serupa yang berada di Medan. Sedangkan kantor pemasaran dan
administrasi terletak di Jakarta yang dilakukan oleh PT Indo Maya Mas.
Namun pada awal tahun 2007, PT Maya Food Industries diberi
kewenangan lebih luas untuk menjalankan sistem administrasi dan
pemasaran diluar produk merk Botan dengan tetap adanya mekanisme
pelaporan terhadap kantor pusat yang terdapat di Jakarta. Pada saat ini
PT MFI telah melakukan diversifikasi produk sehingga tidak hanya
memproduksi ikan kaleng tetapi juga surimi, buah kaleng, tepung ikan
dan juga kerupuk bawang
5.1.2 Visi dan Misi
PT Maya Food Industries di Pekalongan mempunyai visi yaitu
menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan,
berbasis pengalengan ikan dan surimi, berskala internasional dengan
mengutamakan keseimbangan pertumbuhan dan kesejahteraan yang
berkelanjutan.
Untuk mendukung visi perusahaan yang telah disebutkan di atas
PT MFI Pekalongan juga mempunyai Misi yaitu:
1. Menghasilkan produk surimi dengan volume 1.000 ton per tahun
62
2. Menghasilkan produk ikan kaleng dengan volume 168.000 karton
per tahun
3. Senantiasa menjamin kepuasan pelanggan.
5.1.3 Lokasi Perusahaan
Kantor pusat dan pabrik PT Maya Food Industries berlokasi di
jalan Jlamprang krapyak lor PO. BOX 38 Pekalongan, Jawa Tengah.
Letak geografis perusahaan dibatasi oleh Laut Jawa di bagian utara,
Desa Klego di bagian selatan, Sungai Pekalongan di bagian barat, dan
Sungai Banger di bagian timur. Lokasinya berada ± 5 km dari pusat kota
Pekalongan.
Lingkungan sekitar perusahaan sangat mendukung untuk
perkembangan industri ini karena selain tersedianya sumberdaya
manusia yang potensial, lokasi perusahaan yang berdekatan dengan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan memudahkan dalam
penyediaan bahan baku ikan lokal.
Tersedianya sumber air dan listrik memudahkan perusahaan
dalam menjalankan aktivitas industri yang memadai. Selain itu,
penanganan dan pengolahan limbah cair juga dipermudah dengan
keberadaan sungai pekalongan disamping lokasi pabrik.
PT MFI dibangun diatas lahan seluas 23.000 m2. Bangunan PT
MFI ini terdiri dari unit pengalengan ikan mackerel dan sarden, unit
produksi surimi ,unit produksi kerupuk bawang, unit pengalengan buah,
unit pengolahan limbah, unit produksi tepung ikan gudang bahan baku
dan produk, laboratorium, dan kantor.
5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
PT Maya Food Industries adalah perusahaan swasta atas
penanaman modal asing (PMA) yang sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh Mr. Chang, warga negara Singapura yang memulai hubungan
dengan PT Bali Maya Permai sebagai supplier bahan baku.
63
Pimpinan tertinggi perusahaan dipegang oleh seorang direktur
yang merupakan perwakilan dari pemegang saham terbesar dan
berwenang dalam menetapkan kebijakan perusahaan secara umum serta
menjadi penentu perkembangan perusahaan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur dibantu oleh beberapa
bagian yang dipimpin oleh seorang kepala bagian yaitu:

Keuangan dan Accounting Pusat

Pembelian Bahan Baku

Non Bahan Baku

Ekspor dan Impor
Pemimpin pabrik dipegang oleh seorang General Manager yaitu
Drs. Eddy Purnomo yang memiliki kewenangan dalam menetapkan
kebijakan operasional perusahaan, menetapkan kebijakan umum
perusahaan, bertanggung jawab terhadap kelancaran perusahaan dan juga
bertugas untuk membangun koordinasi dengan para karyawan. Dalam
melaksanakan tugasnya, General Manager dibantu oleh seorang asisten
dan sekretaris yang memiliki tugas khusus dalam hal pembukuan
aktivitas pabrik.
Dalam melaksanakan aktivitas di perusahaan, General Manager
membagi tugas kedalam beberapa bidang. Secara umum, tugas masingmasing bidang saling terkait dan bertujuan untuk melaksanakan visi dan
misi perusahaan. Beberapa bidang tersebut adalah:
1. Administrasi
Tugas administrasi adalah menangani semua hal yang
berhubungan dengan pembukuan dan keuangan perusahaan serta
kegiatan pemasaran yang dilaksanakan oleh perusahaan. Tugas
administrasi dijabarkan menjadi empat bagian yang dikoordinir oleh
kepala bagian, yaitu:

Finance; bertugas untuk mengurusi gaji karyawan, pembayaran
bank, serta penerimaan dan pengeluaran uang perusahaan

Accounting; bertugas untuk mengurusi masalah pajak, verifikasi
perusahaan dan laporan persediaan
64

Warehouse; bertugas untuk mengurusi persediaan produk akhir, serta
bahan pendukung

Pemasaran; bertugas untuk mengurusi segala hal yang berhubungan
dengan distribusi dan pemasaran produk.
2. Human Resources and Development (HRD)
Tugas HRD adalah mengatur semua hal yang menyangkut
kesejahteraan karyawan. Dalam pelaksanaannya, HRD terfokus pada dua
bagian yang masing-masing dikoordinir oleh kepala bagian, yaitu:

Personalia; bertugas dalam recruitment karyawan dan mengurusi
karyawan secara keseluruhan termasuk security, transport dan
service office.

Management training; bertugas untuk meningkatkan kualitas
karyawan dengan mengadakan training bagi karyawan baru atau
lama.
3. Quality Assurance
Tugas Quality Assurance adalah melakukan pengawasan dan
pengendalian proses produksi untuk menghasilkan produk dengan
standar mutu yang telah ditentukan. Selain itu, Quality Assurance juga
bertugas mengadakan penelitian dan pengembangan produk. Dalam
melaksanakan tugasnya, Dalam pelaksanaannya Quality Assurance
membawahi dua bagian dengan wewenang sebagai berikut:

Quality Control yang berfungsi melaksanakan pengawasan mutu dan
pengembangan hasil produksi dari awal pra persiapan produksi,
proses produksi, serta hasil produksi serta bekerjasama dengan
bagian produksi untuk meningkatkan kinejra karyawan produksi

Research and Development yang bertugas mengadakan penelitian
dan pengembangan produk..
4. Produksi
Tugas bidang produksi yaitu melaksanakan proses produksi
beserta semua hal yang berkaitan dengan keberhasilan produksi seperti
penyediaan bahan baku dan pengaturan pekerja untuk menjalankan
65
kegiatan produksi. Dalam pelaksanaannya, bagian produksi diwakili oleh
2 supervisor yaitu:

Supervisor produksi; bertugas dalam mengatur keberhasilan produksi

Supervisor bahan baku; bertugas dalam mengatur kebutuhan bahan
baku untuk proses produksi
Selain 4 bidang tersebut, General manager juga membawahi
empat kepala bagian yang kedudukannya lebih rendah daripada kepala
bidang. Tugas dan kewenangannya tidak termasuk dalam keempat
bidang tersebut. Beberapa bagian tersebut adalah:

Program and Planning Inventory Control (PPIC); bertugas dalam
perencanaan produksi ikan kaleng selama kurun waktu tertentu serta
pengendalian persediaan dalam pelaksanaannya PPIC diwakili oleh
supervisor PPIC yang melaksanakan secara teknis tugas
pengendalian persediaan.

Mesin dan Elektrik; bertugas dalam merawat mesin dan peralatan
pabrik serta peralatan listrik pabrik, seperti: cold storage, boiler,
workshop, sanitary, dan limbah. Dalam pelaksanaannya bagian
mesin dan elektrik dibantu supervisi Mesin dan Elektrik yang
mengontrol secara berkala mesin-mesindan peralatan pabrik.

Pembelian Bahan Baku Ikan; bertugas dalam pembelian bahan baku
ikan lokal dan impor. Bahan baku ikan lokal digunakan untuk
produksi ikan kaleng sarden sedangkan bahan baku impor digunakan
untuk produksi ikan kaleng mackarel. Dalam pelaksanaannya untuk
pembelian bahan baku ikan lokal dilakukan oleh supervisi pembelian
bahan baku ikan lokal yang mengkoordinasikan pekerjannya kepada
bagian pembelian bahan baku ikan.

Bagian Non Bahan Baku; bertugas dalam pembelian bahan
pendukung produksi.
Dalam melaksanakan tugas masing-masing, kepala bagian
tersebut (kecuali bagian non bahan baku) dibantu oleh seorang
supervisor yang bertugas dalam pengawasan secara langsung.
66
5.1.5 Ketenagakerjaan
Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh faktor
kualitas pegawai dan karyawannya. PT MFI memiliki karyawan yang
secara keseluruhan berjumlah 469 orang dengan perbandingan 105
karyawan pria dan 364 karyawan wanita. Tingkat pendidikan karyawan
bervariasi tergantung tanggung jawab dan jenis pekerjaannya.
Untuk meningkatkan kualitas kerja, recruitment kerja diikuti
dengan training selama 3 bulan untuk memberikan kesempatan kepada
karyawan dalam beradaptasi dengan lingkungan perusahaan. Pembagian
karyawan kedalam beberapa kelompok dilakukan berdasarkan sistem
penggajiannya, yaitu:
1. Karyawan tetap
Merupakan karyawan yang mendapat gaji tiap bulan dan tidak
berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan. Karyawan tetap bekerja
selama 6 hari seminggu antara pukul 08.00 – 16.00 dengan waktu
istirahat selama 1 jam setelah 4 jam kerja. Waktu kerja diluar jam kerja
dihitung sebagai waktu lembur dan karyawan yang melaksanakannya
berhak mendapatkan tunjangan lembur.
Karyawan tetap berjumlah 70 orang yang terbagi kedalam
beberapa bagian, diantaranya bagian manajemen, sebagian besar
karyawan pria di bagian produksi, dan beberapa karyawan wanita di
bagian produksi.
2. Karyawan kontrak
Merupakan karyawan yang memiliki kontrak kerja dengan
perusahaan selama jangka waktu tertentu. Hak dan kewajibannya sama
dengan karyawan tetap. Karyawan kontrak berjumlah 43 orang dan
biasanya menduduki posisi di bagian manajemen.
3. Karyawan borongan
Merupakan karyawan yang memperoleh gaji sesuai jumlah
produk yang dihasilkannya dalam waktu yang telah ditentukan. Jam
kerja karyawan borongan ditentukan oleh supervisor produksi sehari
67
sebelum proses produksi dan hanya bekerja ketika terdapat proses
produksi.
Jumlah karyawan borongan sebanyak 30 orang dan terdapat di
beberapa bagian produksi yaitu bagian pembongkaran ikan, thawing,
blansir, penyiangan dan pengemasan. Penggajian karyawan borongan
dilakukan setiap seminggu sekali yaitu pada hari sabtu.
4. Karyawan musiman
Merupakan karyawan yang digaji berdasarkan hari kerja yang
telah dilaksanakan. Hari kerja ditentukan berdasarkan ada tidaknya
proses produksi. Penentuan karyawan musiman dilakukan oleh
supervisor produksi dan jumlahnya ditentukan oleh kapasitas produksi
tiap harinya. Jumlah karyawan musiman sebanyak 326 orang (sebagian
besar wanita) dan terdapat di beberapa bagian produksi yaitu bagian
pemotongan ikan, pengisian ikan kedalam kaleng, serta printing dan
labeling.
Sistem lembur dilakukan untuk suatu kegiatan produksi yang
mendesak dan harus diselesaikan pada hari itu. Kebijakan lembur
dikeluarkan dengan inisiatif ketua grup suatu lini produksi. Kebijakan
lembur ini juga memberikan tambahan gaji bagi karyawan yang
melaksanakannya diluar gaji pokok yang telah diterimanya.
Berikut dijelaskan dalam Tabel 2 mengenai jumlah dan status
karyawan PT Maya Food Industries beserta tingkat pendidikannya:
68
Tabel 2. Jumlah Karyawan PT MFI beserta Tingkat Pendidikan dan Statusnya.
Status
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Karyawan
Tetap
Kontrak
Borongan
Musiman
(Orang)
(Orang)
(Orang)
(Orang)
Karyawan
Tingkat
Pendidikan
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
-
16
27
2
2
19
3
280
30
16
1
13
8
1
43
-
Diploma
-
-
-
-
-
-
-
-
S1
3
3
-
-
-
-
-
-
S2
1
-
-
-
-
-
-
JUMLAH
34
28
15
10
20
46
280
< SLTP
SLTA
TOTAL
36
70
43
30
326
Sumber: PT Maya Food Industries 2007
5.1.6 Kegiatan Produksi Ikan Kaleng
PT Maya Food Industries merupakan perusahaan pengalengan
ikan sarden dan mackarel, produksi surimi dan buah kaleng serta tepung
ikan dan kerupuk bawang. Produk ikan kaleng baik sarden maupun
mackarel menjadi prioritas utama dalam kegiatan produksi perusahaan.
Pelaksanaan dalam melakukan proses produksi pengalengan ikan
meliputi berbagai tahapan proses yaitu penerimaan bahan baku, (baik
ikan yang langsung proses produksi maupun ikan tunggu proses)
thawing, penyiangan dan pemotongan, pencucian, pengisian (filling),
cek timbangan, pemasakan pendahuluan, penirisan, pengisian medium,
penutupan kaleng, pencucian kaleng, sterilisasi, pendinginan, pemberian
tanggal kadaluarsa, dan pengepakan dimana saling berkaitan satu sama
lain. Secara umum prinsip proses pengalengan ikan melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan di PT MFI untuk produksi pengalengan
ikan sarden dan mackarel ada dua yaitu ikan lokal dan ikan impor.
Penerimaan yang dilakukan untuk ikan lokal yaitu dengan
69
mengangkut ikan dari pelabuhan atau TPI terdekat menuju
perusahaan, diangkut dengan truk. Bahan baku kemudian di timbang
dan diawasi serta dicatat jenis ikan masuk (spesies), jumlah ikan,
tanggal penerimaan ikan, nama pemasok (suplier), nama kapal
kendaraan perikanan dan asal ikan.
Jika proses pengolahan menunggu sampai keesokan harinya, maka
ikan tersebut harus disimpan dalam water chiller dengan suhu 40 C
dan tidak boleh lebih dari 24 jam. Dalam penyimpanan, ikan
dicampur dengan pecahan es batu yang telah ditambahkan dengan
garam untuk mempertahankan suhunya agar ikan tetap segar. Jika
proses pengolahan dilakukan langsung maka setelah ikan dicek dan
dicatat sesuai dengan ketentuan, diatas maka setiap blong (drum)
ikan langsung ditimbang dan melalui proses selanjutnya.
Bahan baku ikan impor yang berbentuk ikan beku diterima dari
pelabuhan Tanjung Emas Semarang, di simpan dalam cold storage
dengan suhu -8 sampai dengan 250C, dan tanggal masuk ikan beku
tersebut ke dalam cold storage harus dicatat.
2. Thawing
Bahan baku berupa ikan beku mengalami perlakuan thawing.
Thawing dilakukan agar lapisan es atau kondisi beku itu dapat cair
sehingga ikan dapat diolah menjadi masakan yang dikehendaki.
Thawing ada dua jenis yaitu thawing udara dan thawing air.
Thawing udara dilakukan pada jenis ikan yang dengan cara
meletakkan ikan-ikan di udara bebas tanpa aliran air. Apabila jenis
ikan tersebut menggunakan thawing air, maka kulit ikan dapat ikut
mengelupas karena terlalu lembek. Salah satu jenis ikan yang
menggunakan thawing udara adalah Scomber javanicus ( jenis ikan
mackerel yang berada di perairan Eropa dan sekitarnya). Kelebihan
thawing udara ini adalah rendahnya biaya yang digunakan.
Sebaliknya, thawing air digunakan untuk jenis ikan yang sukar
mencair karena keras. Salah satu jenis ikan yang menggunakan
thawing air adalah ikan Hiiring (jenis ikan mackerel yang berada di
70
daerah Jepang dan sekitarnya). Apabila ikan tersebut dilakukan
thawing udara, maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk
mencair. Ikan beku yang dikeluarkan dari cold storage untuk proses
pencairan atau pelunakan tidak boleh dibiarkan lebih dari 3 jam
sebelum memasuki proses permulaan pencairan dengan
menggunakan air bersih yang keluar dari kran. Proses thawing
dilakukan di bak thawing.
Lama thawing sangat bergantung pada suhu udara, debit air, luas
bak, jumlah ikan, suhu awal ikan, suhu air yang digunakan dan
ukuran ikan. Proses thawing ini bertujuan untuk mempercepat proses
pre-coking dan menghindari terjadinya kerusakan pada produk atau
bahan baku sebelum diolah lebih lanjut. Agar ikan masih dalam
keadaan baik atau segar dan untuk mencegah cepat tumbuhnya
mikroorganisme, setelah proses thawing ikan segera diangkat dan
diolah.
3. Penyiangan dan Pemotongan
Pada tahap penyiangan dan pemotongan, sebelum diolah ikan
dipotong kepala dan ekornya serta dibuang isi perutnya kecuali
telurnya. Cara pemotongan ikan tidaklah sembarangan dan perlu
ketrampilan khusus. Oleh karena itu, karyawan sering diikutkan
dalam pelatihan pemotongan ikan yang diadakan oleh bagian
produksi yang bekerjasama dengan bagian quality control. Dengan
adanya pelatihan tersebut, hasil pemotongan ikan yang dilakukan
karyawan menjadi lebih baik atau memenuhi syarat.
Pemotongan dan penyiangan yang dilakukan karyawan musiman
masih bersifat manual yaitu dengan menggunakan pisau dan telenan.
Ikan yang jelek (ikan reject) harus di pisahkan (disortir) dalam
keranjang (basket) sendiri, dan tidak boleh dipotong.potongan.
Ukuran potongan harus disesuaikan dengan isi kaleng. Ikan-ikan
yang kecil tidak dilakukan pemotongan di bagian tubuhnya,
sedangkan untuk ikan yang berukuran agak besar atau besar
dilakukan pemotongan tubuhnya menjadi dua bagian.
71
4. Pencucian
Ikan-ikan yang telah disiangi kemudian dicuci terlebih dahulu
dengan menggunakan mesin drum rotary washer sehingga darah,
lendir, sisik dan kotoran lain akan tercuci. Setelah itu dilakukan
pencucian lagi dengan air bersih yang mengalir intuk menghilangkan
kotoran-kotoran lain yang masih menempel, sehingga mengurangi
jumlah mikroba awal. Menurut Jenie (1988) pengendalian mutu
pangan dapat ditingkatkan melalui sanitasi pada produk. Oleh karena
itu, kotoran-kotoran ikan yang menempel pada ikan haruslah
dibersihkan untuk menjaga sanitasi (kebersihan) pada makanan.
5. Pengisian (filling)
Ikan yang sudah bersih setelah dilakukan pencucian ditimbang dan
beratnya disesuaikan dengan ukuran kaleng dan merk produk.
Setelah itu dilakukan pengisian ikan ke dalam kaleng sesuai dengan
ukuran dan merk masing-masing produk. Cara pengisian kaleng
harus tepat antara ekor dan bagian kepala. Jumlah ikan yang ada
dalam kaleng berbeda-beda sesuai dengan ukuran kaleng dan besar
kecilnya ikan.
Pengisian ini dilakukan secara manual karena cara ini dianggap
memberikan hasil yang cukup memuaskan dengan biaya yang relatif
rendah dibandingkan dengan menggunakan tenaga mesin. Selain itu,
waktu yang diperlukan relatif singkat sehingga cara tersebut
dianggap efektif dan efesien.
6. Cek timbangan
Setelah kaleng-kaleng tersebut diisi ikan, kemudian kaleng-kaleng
tersebut dimasukkan dalam pan-pan stainless steel. Pan-pan
stainsteel yang sudah berisi ikan dibawa ke belt conveyor dan
sebelum memasuki proses pre-cooking, kaleng dan isinya dicek lebih
dahulu untuk mengetahui apakah beratnya sudah sesuai dengan yang
diinginkan. Bila beratnya lebih dikurangi dan bila beratnya kurang
ditambahi, sehingga berat setiap kaleng sesuai dengan ketentuan
yang ada.
72
7. Pemasakkan pendahuluan (pre-cooking)
Pemasakan pendahuluan atau biasa disebut dengan pre-cooking
dilakukan didalam exhaust box yang di dalamnya terdapat belt
conveyor. Secara otomatis (selama 20-30 menit) proses pre-cooking
terjadi, dengan menyesuaikan jenis ikan dan bentuk kaleng.
Proses pre-cooking menggunakan uap panas yang berasal dari boiler
dengan suhu 100 - 1100C. Pan-pan stainless steel mempermudah
proses pre-cooking agar lebih efisien dengan meletakan pan-pan
staisless steel secara bersusun dalam exhaust box menjadi dua
tingkat.
Tujuan dari exhausting ini adalah sebagai pemasakan awal agar
daging menjadi lebih enak dan untuk menambah citarasa,
mengurangi kadar air yang ada dalam daging ikan, menghilangkan
udara yang ada dalam daging ikan dan kaleng sehingga didapatkan
kondisi vakum.
8. Penirisan
Cairan pada daging ikan yang sudah mengalami pre-cooking dibuang
agar kualitas saus yang nanti dimasukkan dapat terjaga (cukup
kental). Penirisan ini dilakukan dengan cara pembalikan pan-pan
berlubang yang berisi ikan kaleng dengan pan-pan berlubang lain
segera setelah keluar dari exhaust box.
9. Pengisian medium
Pengisian medium merupakan proses pengisian medium berupa saus
pada ikan kaleng. Sebelumnya dilakukan pembuatan saus di dalam
unit pemasakan saus (cook pan) dengan bahan penyusunnya adalah
pasta tomat yang berwarna merah kehitam-hitaman dan pasta tomat
yang berwarna merah menyala, MCS (Modified Corn Starch),
garam, dan air.
Pada waktu saus akan diisikan kedalam kaleng, kaleng tersebut harus
dalam keadaan panas dengan suhu 700C. Agar kaleng tidak
mengalami pemuaian dan dapat mengakibatkan penyok, pengisian
saus dilakukan dengan melewatkan kaleng-kaleng di atas belt
73
conveyor dan di bawah pipa pengeluaran saus dengan kecepatan
pengeluaran diatur secara manual dengan kran oleh pekerja.
Pada saat pengisian saus, kaleng dalam posisi tegak sehingga saus
yang terisi ke dalam kaleng dapat penuh. Kemudian belt conveyor
dimiringkan dengan sudut tertentu sehingga kaleng menjadi miring
dan saus akan tumpah sedikit. Dengan tumpahnya saus dimaksudkan
untuk memperoleh head space kaleng yaitu sedikit ruang kosong
agar volume saus tepat atau sesuai sehingga pada waktu penutupan
kaleng tidak mengalami kerusakan.
10. Penutupan kaleng
Penutupan kaleng dilakukan dengan menggunakan alat penutup
kaleng yang disebut dengan mesin seamer. Proses penutupan ini
sangat menentukan keberhasilan proses pengalengan ikan. Bila
terjadi kerusakan pada tahap ini, maka biasanya umur simpan produk
tidak akan lama. Ketidakwajaran akan terlihat setelah produk di
sterilisasi. Tipe sambungan antara badan kaleng dengan tutupnya
disebut double seam. Sambungan ganda yang dilakukan pada kaleng
akan menghasilkan suatu penutupan yang hermatis di antara badan
kaleng dan tutupnya (Winarno, 1984)
11. Pencucian kaleng
Kaleng-kaleng yang sudah melewati mesin seamer, akan bergerak ke
tempat pencucian kaleng. Mesin pencuci kaleng yang digunakan
dilengkapi dengan pipa-pipa berlubang, air sabun dan sikat. Tujuan
dari pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran
yang melekat pada kaleng, membersihkan saus yang menempel di
luar kaleng dan untuk mengurangi terjadinya korosi.
Pencucian dilakukan dengan cara memanaskan air pencuci (air sabun
atau deterjen) dengan steam hingga mencapai suhu 700C – 800C
yang dan dialirkan ke pipa-pipa pencuci. Kaleng-kaleng yang telah
ditutup diluncurkan lewat rentangan kawat baja dengan posisi
horisontal dan masuk ke mesin pencuci. Setelah proses pencucian
selesai, kaleng akan diluncurkan ke dalam bak penampung yang
74
berisi air biasa dan terdapat keranjang besi yang menampung kalengkaleng tersebut. Kaleng-kaleng tersebut diluncurkan ke dalam bak
agar mengurangi benturan antara kaleng yang satu dengan yang lain.
12. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat
menimbulkan kerusakan pada produk makanan kaleng dan
memberikan suasana yang tidak sesuai untuk kehidupan
mikroorganisme. Sterilisasi yang berhasil adalah mampu mencapai
tujuan tersebut tanpa merusak makanan karena pemanasan selama
proses sterilisasi tersebut.
Menurut Murniyanti dan Sunarman (2000), sterilisasi dilakukan
dengan alat sterilisasi yang disebut retort. Sterilisasi di PT MFI
menggunakan retort horisontal yang berjumlah 6 buah dengan
kapasitas yang sama. Proses sterilisasi dengan retort melewati tahaptahap sebagai berikut:
a. Steam on
Proses steam on berlangsung pada saat pemasukan uap ke dalam
retort setelah pintu retort ditutup rapat.
b. Venting
Proses venting adalah tahap penghilangan udara dari dalam
retort. Venting dimulai pada saat steam on dan berakhir bila suhu
venting telah tercapai. Waktu venting minimal adalah 10 menit
terhitung sejak produk dimasukkan ke dalam retort sampai
mencapai suhu tertentu (tergantung produk).
c. Come up time
Proses come up time adalah waktu untuk menuju suhu sterilisasi
sehingga produk tersebut steril bebas dari mikroba baik mikroba
pathogen maupun mikroba non pathogen.
d. Tahap sterilisasi
Tahap sterilisasi dilakukan setelah suhu sterilisasi tercapai,
dengan tekanan yang digunakan adalah sekitar 0,7 – 0,8 kg/cm2.
Besarnya suhu sterilisasi tergantung dari macam produk yang
75
dikalengkan, begitu juga dengan waktu sterilisasi. Standar
sterilisasi produk ikan dapat dilihat pada Tabel 3.
e. Tahap pendinginan
Tahap pendinginan dalam retort ini merupakan tahap untuk
menurunkan suhu retort yang mencapai mencapai 400C – 500C
dengan jalan mengalirkan air yang bersuhu sekitar 280C (suhu
Kamar) ke dalam retort.
Tabel 3. Standar Sterilisasi Produk Ikan Kaleng
Jenis Produk
Jenis ikan
Scomber
Mackerel
Herring
Layang
Bentong
Sardine
Juwi
lemuru
Jenis kaleng
(mm)
Waktu (menit)
Suhu
(0C)
301 x 407
90
115
202 x 308
80
115
301 x 407
90
116
202 x 308
80
116
301 x 407
90
116
202 x 308
80
116
301 x 407
100
117
202 x 308
90
117
301 x 407
100
117
202 x 308
90
117
301 x 407
100
117
202 x 308
90
117
Sumber: PT Maya Food Industries (2003)
13.
Pendinginan
Setelah proses sterilisasi selesai, maka dilakukan proses
pendinginan yang merupakan tahap lanjutan dari proses
pendinginan yang dilakukan dalam retort. Keranjang besi (basket)
yang berisi kaleng dikeluarkan dari dalam retort dengan
menggunakan bantuan katrol. Keranjang tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam bak berisi air dengan suhu kamar (25-300C)
selama 15-20 menit. Setelah itu keranjang diangkat dengan katrol
dari bak pendingin untuk ditiriskan.
76
14.
Pemberian tanggal kadaluarsa
Pemberian tanggal kadaluarsa kemudian dilakukan setelah proses
penirisan selesai. Kaleng yang telah kering dibawa ke mesin
pencetak kode. Kaleng-kaleng dikeluarkan dari keranjang besi
secara manual dan dilewatkan dengan belt conveyor yang nantinya
melewati mesin pencetak tanggal kadaluarsa dan kode produk pada
tutup kaleng. Sebelum sampai ke mesin pencetak, tutup kaleng
yang lewat dibersihkan dengan lap bersih dan kaleng-kaleng
disortasi untuk memisahkan kaleng-kaleng yang rusak.
Kaleng yang rusak apabila masih dapat diperbaharuhi, maka kaleng
tersebut akan diperbaharui, tetapi apabila kaleng tersebut rusak
fatal, maka kaleng tersebut akan dibongkar kembali dengan cara
kaleng dibuka, dikeluarkan isinya. Ikan yang masih baik, dilakukan
pengisisan medium saus kembali dan melalui proses selanjutnya
seperti penutupan kaleng, pencucian kaleng dan seterusnya.
Sedangkan ikan yang reject atau rusak dibuang
15.
Pengepakan
Produk yang telah diberi tanggal kadaluarsa dan kode produk
langsung dikemas dalam kardus. Penyusunan kaleng menjadi dua
tingkat dan diberi alas kardus di antara kedua tingkat tersebut.
Jumlah kaleng per kardus tergantung bentuk dan ukuran kaleng.
Cara pengepakan ikan kaleng yaitu dengan memasukkan ikan
kaleng dengan tutup menghadap ke atas.
5.1.7 Kegiatan Produksi Surimi
5.1.7.1 Pengadaan dan Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku utama surimi yang digunakan di PT Maya Food
Industries adalah ikan Kuniran (Upenus sulphureus). Selain ikan
Kuniran (Upenus sulphureus) PT MFI juga menggunakan ikan
Kurisi ( Nemipterus sp), ikan Tiga Waja, ikan Slok dan ikan
Coklatan sebagai bahan baku dari surimi. Bahan baku ikan tersebut
77
diperoleh dari beberapa TPI di Batang, Rembang, Tegal dan
Pekalongan.
Standar mutu ikan Kuniran menurut perusahaan adalah tidak
mengandung formalin, tidak berbau (minyak, solar), perut tidak
pecah, serta sesuai dengan SNI 01-2694.1-1992 tentang Standar
Persyaratan Bahan Baku surimi Beku, yaitu secara organoleptik ikan
yang dijadikan bahan baku harus mempunyai nilai organoleptik
diatas 6. Persyaratan karakteristik ikan yang digunakan untuk bahan
baku Surimi adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Persyaratan Bahan Baku Surimi
Spesifikasi
Keterangan
Rupa dan Warna
Bersih, warna daging spesifik jenis ikan
Bau
Segar, spesifik jenis
Daging
Elasitis, padat dan kompak
Rasa
Netral, agak manis
Sumber: Dinas Perikanan Semarang (1998)
Kemudian setelah sampai di perusahaan maka bahan baku ikan yang
diterima diuji kesegaran dan mutunya secara organoleptik dengan
memakai score sheet sebagai pegangan dalam memberikan nilai
kepada ikan yang diperiksa berdasarkan keadaan fisik ikan. Dari
hasil uji organoleptik bahan baku ikan dengan enam panelis harus
didapatkan hasil dengan selang kepercayaan 7,11 < μ < 7,66
sehingga ikan tersebut dianggap layak dipergunakan sebagai bahan
baku dalam pengolahan surimi.
5.1.7.2 Penyiangan dan Pemotongan Kepala Ikan
Sebelum proses pengolahan terlebih dahulu ikan dipotong kepalanya
dan dihilangkan isi perutnya secara manual. Alat yang digunakan
adalah pisau dan talenan kemudian prosesnya dilakukan diatas meja
penyiangan. Tujuan dari pemotongan ini adalah agar ikan bersih dari
kotoran-kotoran isi perut ikan karena apabila daging ikan bercampur
dengan kepal dan kotoran isi perut maka dapat mengurangi kualitas
78
Surimi karena meningkatkan kadar lemak sehingga menurunkan
pembentukan gel dan warna yang dihasilkan terlihat lebih gelap.
5.1.7.3 Pencucian
Setelah ikan mengalami pencucian awal dalam bak, kemudian ikan
dimasukkan kedalam washing machine dengan air bersuhu 5°C
menggunakan conveyor. Penggunaan air dengan suhu rendah ini
sesuai standar SNI 01-2694-2-1992, bahwa selama pencucian harus
menggunakan air dingin bersuhu maksimum 10°C agar mutu tetap
terjamin. Tujuan dari pencucian dengan menggunakan air dingin ini
adalah selain membersihkan ikan dari lendir, kotoran, darah dan
benda-benda asing serta menurunkan jumlah bakteri serta dapat
menunjang kemampuan membentuk gel dan dapat menghambat
denaturasi protein akibat pembekuan.
5.1.7.4 Pemisahan Daging Dari Tulang dan Kulit
Ikan yang telah dicuci bersih melalui conveyor masuk kedalam meat
separator. Fungsi dari meat separator ini untuk memisahkan antara
bagian kulit dan tulang dengan daging ikan. Ikan dipres dalam
lempengan logam yang berlubang-lubang dengan diameter 5 mm,
kemudian daging ikan terperas keluar melalui lubang-lubang tersebut
sedangkan kulit dan tulang akan tertinggal pada lempengan.
Kapasitas dari meat separator ini adalah 100 kg dengan hasil yang
didapatkan berupa lumatan daging berdiameter ± 0,5 mm dan lama
waktu penggilingan ± 15 menit . Selain memisahkan daging ikan dari
tualng dan kulitnya proses pengepresan ikan ini juga untuk
mengurangi kadar air yang terdapat pada ikan dimana kadar air
masih tinggi setelah dicuci.
5.1.7.5 Pembilasan
Lumatan daging yang didapatkan dari proses pemisahan dimasukkan
kedalam leaching machine kemudian didalam mesin ini daging
dibilas dengan air bersuhu 5°C. Perbandingan air dan lumatan daging
adalah 4: 1. Pembilasan dilakukan sebanyak 3 kali, sedangkan waktu
pembilasan masing-masing ± 15 menit. Tujuan dari pembilasan ini
79
untuk mendapatkan daging yang lebih putih dan menghilangkan
protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel.
Hasil dari proses pembilasan ini berupa hancuran daging dngan
warna lebih bersih, berbau netral (tidak amis), tidak berlemak dan
bebas dari kotoran dan sisa-sisa kulit.
5.1.7.6 Perbaikan Tekstur
Setelah lumatan daging mengalami pembilasan kemudian masuk
kedalam rotary screen dan didalamnya dilakukan penyemprotan
sehingga darah dan kotoran lain yang berukuran kecil dapat hilang.
Kemudian lumatan daging masuk kedalam refiner untuk
memperbaiki tekstur lumatan daging agar lebih halus dengan kadar
air yang lebih rendah karena didalam refiner ini lumatan daging
mengalami proses penggilingan dan juga pengepresan.
5.1.7.7 Pengepresan
Pada lumatan daging yang berasal dari proses leaching, kandungan
airnya masih tinggi. Untuk mengurangi kandungan air dilakukan
pengepresan dengan menggunakan screw press. Sistem kerja alat ini
adalah drum yang berputar-putar secara terus-menerus sekaligus
menyaring sehingga air akan terperas keluar. Kadar air lumatan
daging setelah keluar dari mesin ini berkisar antara 76-78%.
5.1.7.8 Penambahan anti denaturasi
Setelah lumatan daging mengalami pengepresan, kemudian
dilakukan pencampuran dengan bahan tambahan sebagai anti
denaturasi. Bahan tambahan yang digunakan adalah gula dan
polyphosphate. Gula yang digunakan adalah gula pasir berwarna
putih, sedangkan sodium polyphosphate yang dipakai berbentuk
bubuk berwarna putih. Pencampuran ini menggunakan mixing
machine dengan kapasitas 150kg. Komposisi gula yang ditambahkan
sebanyak 0,5% dan polyphosphate 0,2%. Pencampuran kedua bahan
tambahan ini harus sehomogen mungkin selama ± 4 menit. Menurut
Peranginangin (1999) gula digunakan sebagai cryprotectant agent.
Tujuan dari penambahan gula adalah mencegah denaturasi protein
80
selama pemekuan dan penyimpanan beku. Sedangkan penambahan
polyphosphate dimaksudkan utnuk memperbaiki daya ikat air dan
memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk olahan
Surimi.
5.1.7.9 Pencetakan
Setelah dilakukan penambahan anti denaturasi, lumatan daging
masuk kedalam forming machine. Cara kerja alat ini adalah lumatan
daging dicetak dan keluar sebagai Surimi dalam bentuk blok dengan
berat 10 kg. Blok surimi tersebut langsung dipak dalam kantong
plastik polyethylene. Penggunaan plastik polyethylene sesuai dengan
pendapat Peranginangin (1999) bahwa polyethylene adalah
pengemas yang paling tepat untuk produk yang akan dibekukan.
Tujuan dari penggunaan plastik dalam pengepakan ini adalah untuk
menghindari terjadinya kerusakan akibat bereaksinya Surimi dengan
udara selama masa penyimpanan dan distribusi, selain itu karena
plastik elastis dan tidak mudah rusak. Selanjutnya Surimi diletakkan
dalam pan, ditata rapi pada troli untuk siap dimasukkan kedalam
Contact Plate Freezer.
5.1.7.10 Pembekuan
Surimi yang telah dikemas dalam plastik kemudian dilakukan
pembekuan, alat pembekuan Surimi ini menggunakan contact plate
freezer. Pada pembekuan ini dilakukan selama 4-4,5 jam dan telah
matang apabila suhu pusat surimi telah mencapai -40 °C dengan
tujuan agar mutu Surimi dapat dipertahankan serta dapat mengurangi
kadar air Surimi. Dalam pembekuan ini menggunakan contact plate
freezer karena produk Surimi telah memiliki keseragaman ukuran
dalam pengemasan sehingga untuk mempermudah dalam
pendistribusian, temperatur di bawah -35°C dapat mempertahankan
kualitas kesegaran surimi selama transportasi. Pembekuan cepat
dapat mengakibatkan berkurangnya denaturasi protein dibandingkan
dengan pembekuan lambat.
81
Pan-pan yang berisi Surimi diletakkan pada rak-rak pada Contact
Plate Freezer. Alasan menggunakan alat pembeku jenis ini karena
efektif digunakan untuk pembekuan produk berbentuk blok, daya
lebih kecil sehingga lebih murah. Contact Plate Freezer yang
digunakan adalah jenis horizontal plate freezer dimana pelat
pendinginnya berada pada posisi mendatar dan refrigeran berupa
freon yang dipasang pada alat penekan pelat-pelat beku. Kapasitas
dari contact plate freezer adalah 130 blok atau 1,3 ton.
5.1.7.11 Pengemasan
Setelah surimi dibekukan lalu dikeluarkan secara manual dari
contact plate frezer kemudian surimi dites dengan metal detector
untuk mengetahui apakah mengandung logam atau tidak. Untuk
selanjutnya surimi dikemas dalam wadah karton putih agar
memudahkan dalm pendistribusian. Pengemasan dilakukan dengan
cara memasukkan surimi kedalam master karton dengan berat 20 Kg.
Satu master karton berisi 2 blok Surimi yang masing-masing
beratnya 10 Kg. Tujuan dari pengemasan adalah agar kelihatan
menarik, ekonomis, dan cukup melindungi produk serta
memudahkan dalam pendistribusian. Setelah dilakukan pengemasan
kemudian dilakukan pelabelan. Keterangan dalam label berisi merk,
produk, jenis, ikan, nama perusahaan, berat bersih produk, tanggal
produksi, grade dan komposisi.
5.1.8 Kegiatan Produksi Buah Kaleng, Tepung Ikan dan Kerupuk
Bawang
Disamping produksi ikan kaleng sebagai komoditas utama dan
juga produksi surimi PT Maya Food Indutries juga memproduksi buah
kaleng, tepung ikan serta kerupuk bawang sebagai bagian dari
diversifikasi produk yang dilakukan perusahaan. Untuk produksi buah
kaleng baru dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries sejak awal
tahun 2007 dengan alur proses produksi sebagai berikut:
82
1. Penerimaan bahan baku
Dalam proses ini bahan baku yang diterima berupa pepaya bangkok,
nanas kuning, kolang-kaling, labu siam, bengkuang dan nata decoco
yang diperoleh dari sekitar wilayah Pekalongan.
2. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk menghitung berat masing-masing
jenis bahan baku sehingga dapat diketahui berat awal bahan baku
yang digunakan untuk disesuaikan dengan berat akhir setelah proses
produksi dilakukan.
3. Penyiangan dan Pengupasan
Selanjutnya dilaksanakan proses penyiangan dan pengupasan yang
dilakukan secara manual dan berurutan untuk masing-masing jenis
buah yang digunakan sehingga rasa dan aroma tidak tercampur.
4. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air bersih yang dicampur khlorin
dengan kadar tertentu yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang
menempel pada bahan baku.
5. Pemotongan
Proses pemotongan dilakukan secara manual dengan ukuran 1 x 1
cm untuk masing-masing jenis bahan baku yang digunakan.
6. Pengisian dan Penimbangan
Proses pengisian dilakukan secara manual dengan komposisi yang
telah ditentukan yaitu untuk pepaya bangkok sebesar 160 gr, nanas
kuning sebesar 60gr, bengkuang sebesar 60gr, labu siam sebesar
80gr, kolang-kaling sebesar 30gr dan nata de coco sebesar 100gr.
Semua bahan baku tersebut dimasukkan kedalam kaleng dengan
ukuran 401 dengan berat buah kaleng 802 gram.
7. Pengisian Medium
Untuk buah kaleng produksi PT Maya Food Industries setelah proses
pengisian dan penimbangan lalu kaleng buah diisi dengan media
berupa sirup hasil formulasi sendiri untuk menambah citarasa buah
kaleng yang dihasilkan.
83
8. Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)
Pemasakan pendahuluan atau biasa disebut dengan pre-cooking
dilakukan didalam exhaust box yang didalamnya terdapat belt
conveyor. Didalam exhaust box diletakkan pan-pan stainless steel
yang berisi kaleng buah yang secara otomatis bergerak selama 18
menit dengan suhu antara 60 - 700C.
Tujuan dari exhausting ini adalah sebagai pemasakan awal agar buah
menjadi lebih enak dan untuk menambah citarasa, mengurangi kadar
air yang ada dalam buah, serta menghilangkan udara yang ada dalam
buah dan kaleng sehingga didapatkan kondisi vakum.
9. Pasturizing
Pasturisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat
menimbulkan kerusakan pada produk makanan kaleng dan
memberikan suasana yang tidak sesuai untuk kehidupan
mikroorganisme. Pasturisasi dilakukan dengan cara perebusan
terhadap buah kaleng dengan suhu dijaga agar tetap stabil yaitu
antara 95-96°C selama 40 menit.
Sedangkan untuk produksi tepung ikan baru dilaksanakan oleh
PT Maya Food Industries sejak bulan juni tahun 2007 dimana
sebelumnya limbah produksi dari proses produksi kan kaleng dijual
mentah kepada perusahaan tepung ikan di wilayah Pekalongan. Proses
produksi tepung ikan dilakukan dengan alur proses sebagai berikut:
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku dari tepung ikan merupakan limbah padat hasil produksi
ikan kaleng yang dilaksanakan oleh PT Maya Food Indutries
2. Perebusan
Setelah bahan baku diterima dilakukan perebusan yang dilakukan
dengan mesin agar bahan baku menjadi lembek dan sesuai untuk
tekstur tepung ikan.
3. Pengepresan
Setelah bahan baku direbus dengan mesin langsung dilakukan
pengepresan oleh mesin press yang terhubung secara langsung
84
dengan mesin perebusan sehingga proses produksi tepung ikan
berlangsung secara kontinu.
4. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan mesin pengering
bertenaga uap panas selama kurang lebih 15 menit dengan tekanan 57 atm.
5. Pengemasan
Tepung ikan yang keluar dari mesin pengering terlebih dahulu
didinginkan untuk kemudian dikemas kedalam karung dengan
ukuran tertentu sesuai pesanan.
Untuk produksi kerupuk bawang baru dilaksanakan oleh PT
Maya Food Industries sejak bulan Juni tahun 2007 dengan alur proses
sebagai berikut:
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku berupa tepung tapioka dan bawang putih serta bumbu
yang terdiri dari monosodium glutamat, garam dan sodium iklamat.
2. Pengadukan
Bahan baku dan bumbu dicampur dan ditambahkan air dengan
ukuran tertentu yang diaduk dengan menggunakan mixer sehingga
terbentuk menjadi adonan.
3. Pencetakan
Adonan yang dihasilkan dicetak sesuai ukuran tertentu secara manual
dengan berta masing-maisng cetakan adonan 500gr.
4. Pengukusan
Adonan yang telah dicetak dikukus selama 20 menit dengan suhu 90100°C.
5. Pendinginan
Setelah adonan dikukus maka didiamkan dalam udara terbuka selama
kurang lebih 3 hari.
6. Pemotongan
Adonan yang telah didinginkan dipotong sesuai ukuran dengan
mesin pemotong.
85
7. Penjemuran
Adonan yang telah terbentuk menjadi kerupuk mentah dijemur
dengan sinar matahari 3-4 jam sebelum dilakukan pengemasan.
8. Pengemasan.
Krupuk bawang yang telah dijemur dikemas dalam plastik dengan
ukuran tertentu dan dipasarkan dengan merk Ranesa.
5.2 Manajemen Mutu Terpadu
5.2.1 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
5.2.1.1 Komitmen Manajemen
Komitmen manajemen dimulai dari mensosialisasian persoalan
mutu terhadap produk yang dihasilkan mulai dari manajemen puncak
hingga kebawah (top-down). Dari hasil wawancara yang dilakukan
terhadap beberapa karyawan dalam PT Maya Food Industries maka
dapat diketahui bahwa secara garis besar responden beranggapan bahwa
komitmen manajemen terhadap peningkatan mutu produk yang
dihasilkan masih kurang sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap
penerapan manajemen mutu terpadu yang kurang maksimal. Manajemen
level atas dari perusahaan secara umum lebih memperhatikan kuantitas
yang dihasilkan daripada kualitas sehingga dapat dilihat bahwa kuantitas
yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries relatif besar, untuk
produk ikan kaleng saja kurang lebih sebesar 217.570 karton sehingga
PT MFI telah berhasil mencapai misi perusahaan memproduksi ikan
kaleng sebesar 168.000 karton, meskipun demikian mesin-mesin utama
yang digunakan untuk berproduksi belum pernah mengalami pergantian
hal ini menyebabkan dapat terjadinya penurunan kualitas produk yang
dihasilkan karena mesin tidak berfungsi optimal. Namun untuk produksi
surimi perusahaan sempat mencapai misi dengan memproduksi surimi
1560 ton pada tahun 2006 namun menurun secara drastis pada tahun
2007 menjadi hanya 472 ton, namun hal ini lebih dikarenakan sistem
pemasaran perusahaan yang belum optimal sehingga perusahaan
kesulitan mencari pangsa pasar.
86
Perusahaan hingga saat ini juga belum mendapat sertifikat ISO
dan hanya memiliki sertifikat HACCP dengan grade C sehingga
menyulitkan perusahaan untuk menembus pasar Amerika dan Eropa.
Namun di sisi lain PT MFI juga telah menunjukkan peningkatan
komitmennya dalam penerapan MMT yang ditunjukkan dengan rencana
pemindahan lokasi produksi ikan kaleng dengan adanya pembangunan
unit produksi pengalengan ikan untuk menggantikan unit produksi yang
telah ada karena dianggap kurang layak dari segi sanitasi dan higienitas.
Pembangunan unit produksi ikan kaleng ini baru saja dimulai pada akhir
Desember dan direncanakan selesai pada bulan November tahun 2008.
Komitmen manajemen juga terlihat dalam upaya pemebenahan dalam
struktur organisasi perusahaan seperti perubahan bagian personalia
menjadi HRD dan perluasan wewenang bagian Quality Assurance untuk
membawahi bagian penelitian dan pengembangan.
Untuk mengatasi penurunan volume penjualan surimi
manajemen PT MFI merencanakan akan bekerjasama dengan
perusahaan Jepang pada tahun 2008 dalam bentuk join operasi dimana
perusahaan mengikuti standar operasi dan teknis produksi surimi yang
diinginkan oleh perusahaan Jepang yang akan membeli produk tersebut
sehingga hasil produksi surimi telah memiliki pelanggan tetap sekaligus
sebagai distributor surimi di negara Jepang.
5.2.1.2 Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara Berkesinambungan
Perusahaan yang ingin tetap eksis dalam persaingan tentu tidak
cepat puas dengan apa yang telah diraih saat ini, sehingga akan berupaya
untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Upaya perbaikan
yang dilakukan PT Maya Food Industries yang terlihat nyata setelah
diterapkannya manajemen mutu terpadu adalah perbaikan struktur
organisasi serta diversifikasi produk dengan memproduksi surimi, buah
kaleng, tepung ikan, kerupuk bawang.
Perusahaan juga diberi kewenangan lebih luas dari Direksi untuk
menjalankan sebagian sistem pemasaran serta mencakup wewenang
87
administrasi yang lebih luas. Perbaikan sistem terlihat dari peningkatan
yang terjadi setelah adanya manajemen mutu terpadu. Hal ini
ditunjukkan dengan penurunan biaya tenaga kerja di bagian produksi
sebesar 56% dari Rp 108,00/kaleng menjadi Rp 47,00/kaleng.Penurunan
tingkat kerusakan produk juga menunjukkan adanya perbaikan dalam
kualitas produk yang dihasilkan. Penurunan tingkat kerusakan produk
sebelum diterapkannya manajemen mutu terpadu adalah sebesar 0,7%
dan turun menjadi 0,45%, kemudian juga terjadi peningkatan dari segi
kedisiplinan dengan adanya pengurangan tingkat keterlambatan dari 5%
menjadi 1% dan peningkatan loyalitas yang diindikasikan dengan
penurunan tingkat turn over dari 1% menjadi 0,2% per tahun.
5.2.1.3 Perspektif Jangka Panjang
Untuk meningkatkan kualitas yang dihasilkan perusahaan terus
berusaha melakukan evaluasi yang berorientasi pada jangka panjang.
Tujuan jangka panjang dari PT Maya Food Industries adalah menjadi
perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan berbasis
pengalengan dan surimi berskala internasional dengan mengutamakan
keseimbangan pertumbuhan dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan jangka
panjang adalah dengan terus berupaya melakukan peningkatan kualitas
untuk mendapatkan sertifikasi mutu standar internasional yang lebih
tinggi sehingga kualitas produk dapat lebih terjamin dalam pandangan
konsumen. Hal ini terlihat dengan adanya rencana pemindahan lokasi
produksi ikan kaleng untuk meningkatkan sanitasi dan higienitas yang
berdampak pada peningkatan kualitas. Dengan perbaikan kualitas yang
dilakukan oleh perusahaan juga dapat mempengaruhi secara positif
upaya perusahaan dalam melakukan perluasan pangsa pasar dengan
meningkatkan volume penjualan. Perusahaan juga menjaga hubungan
baik dan kepercayaan dengan pemasok bahan baku untuk menjaga
kontinuitas pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan mengingat untuk
pasokan bahan baku ikan yang sangat tergantung pada alam sehingga
88
banyak pesaing untuk memperoleh bahan baku yang sama dengan
jumlah bahan baku yang sering tidak mencukupi kebutuhan industri.
Akan tetapi terjadinya penurunan produksi surimi PT Maya Food
Industries pada tahun 2007 diantaranya diakibatkan karena kurangnya
kesadaran manajemen akan tujuan jangka panjang perusahaan sehingga
produk surimi yang diproduksi kurang dapat diterima oleh pasar karena
tingkat persaingan yang tinggi dengan produk lain yang berkualitas lebih
bagus seperti fillet ikan dan juga industri surimi lainnya yang dapat
menghasilkan produk yang berkualitas dengan tingkat harga yang sama.
5.2.1.4 Fokus Pada Pelanggan
Tujuan bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan para
pelanggan, dalam MMT kualitas sangat ditentukan oleh pelanggan.
Semua usaha manajemen dalam MMT diarahkan pada satu tujuan utama
yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Oleh karena itu fokus pada
pelanggan menjadi salah satu prinsip dasar dari Manajemen Mutu
Terpadu
PT Maya Food Industries menempatkan pelanggan sebagai bagian
yang sangat penting dari organisasi dengan memproduksi produk yang
sesuai dengan keinginan konsumen. Pengendalian mutu produk
dilakukan mulai dari pengendalian mutu bahan baku yang digunakan
hingga pengendalian mutu produk akhir yang dihasilkan. Berbagai
inovasi produk pernah dilaksanakan oleh PT MFI untuk merespon
keinginan konsumen, diantaranya PT MFI memproduksi beberapa
macam merk ikan kaleng dengan target pasar yang berbeda dalam
berbagai tingkat harga untuk beberapa segmentasi pasar sehingga
diharapkan keinginan konsumen kalangan menengah kebawah untuk
dapat mengkonsumsi ikan kaleng dapat terpenuhi karena adanya produk
ikan kaleng merk tertentu seperti Sesibon yang diproduksi dengan harga
lebih terjangkau daripada merk Ranesa, Sesibon, Geisha dan Botan
dengan tujuan untuk dipasarkan di Malaysia dan di daerah Kalimantan.
Kemudian untuk produk Botan, PT MFI menargetkan konsumen
89
kalangan menengah keatas dengan tujuan pasar lokal di seluruh
Indonesia. Untuk merk Geisha dipasarkan di Jepang dengan harga relatif
lebih tinggi daripada merk ikan kaleng lainnya yang diproduksi oleh PT
MFI. Sedangkan untuk merk Ranesa diproduksi untuk dipasarkan di
kawasan Asia Tenggara dan Afrika. Hal ini merupakan salah satu
penyebab mengapa produk ikan kaleng yang diproduksi PT MFI dapat
diterima oleh pasar dan cenderung mengalami peningkatan volume
produksi tiap tahunnya.
Untuk unit produksi Surimi yang sedang mengalami penurunan
volume produksi karena penurunan volume permintaan dari pasar
sebenarnya juga dapat terjadi karena kurang cepatnya tanggapan yang
diberikan perusahaan terhadap selera pasar yang belum begitu mengenal
dan dapat memanfaatkan produk Surimi sehingga perusahaan tidak dapat
mengantisipasi penurunan volume penjualan. Akan tetapi, untuk produk
buah kaleng merupakan salah satu respon perusahaan yang cermat
terhadap keinginan konsumen dari luar negeri yang menginginkan buah
tropika cepat saji dengan standar kualitas yang mereka inginkan. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumen secara tidak langsung dilibatkan dalam
penetapan kebijakan perusahaan sehingga produk yang dihasilkan dapat
memberikan kepuasan bagi konsumen.
5.2.1.5 Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikusertakan
para karyawan pada semua level perusahaan dalam pembuatan
keputusan dan pemecahan masalah. Pemberdayaan karyawan adalah
keterlibatan karyawan yang benar-benar berarti bagi perusahaan. Usaha
untuk melibatkan dan memberdayakan karyawan dalam PT Maya Food
Industries dilakukan agar dapat memberikan manfaat berupa
peningkatan efektifitas kerja dan produktivitas karyawan serta
meningkatkan ’rasa memiliki’ dan tanggungjawab atas keputusan
dengan melibatkan orang-orang yang melaksanakannya.
90
Akan tetapi dalam pelaksanaanya, PT Maya Food Industries secara
umum kurang memberikan keleluasaan dan keterbukaan para karyawan
untuk mendiskusikan masalah yang ada. Meskipun di sisi lain PT MFI
telah melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan sesuai
dengan bidangnya masing-masing untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan mereka sehingga karyawan lebih memahami tugas dan
tanggungjawabnya untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi kinerja
mereka. Hal ini dapat dicontohkan antara lain dengan diadakannya
training pengembangan proses produksi, training teknik double seam,
training pembinaan perusahaan dan training efisiensi produksi.
5.2.1.6 Kerjasama Tim
Kerjasama tim sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang
menerapkan manajemen mutu terpadu. Sehingga produk yang dihasilkan
tidak hanya tanggungjawab salah satu bagian saja, melainkan menjadi
tanggungjawab dalam seluruh bagian di perusahaan. Pola kerjasama
yang cukup teratur telah ditunjukkan dalam PT Maya Food Industries
dengan terlihatnya suasana komunikasi yang baik dan saling
menghormati antar karyawan. Selain itu secara umum karyawan dalam
PT MFI memiliki hubungan personal yang baik dengan rekan kerja,
atasan dan bawahan sehingga mendukung terjadinya kerjasama tim yang
baik dalam setiap kegiatan perusahaan.
5.2.2 Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu
5.2.2.1 Sumberdaya Manusia
PT Maya Food Indusries memiliki karyawan secara keseluruhan
berjumlah 469 orang dengan perbandingan 105 karyawan pria dan 364
karyawan wanita. Tingkat pendidikan karyawan bervariasi tergantung
tanggungjawab dan jenis pekerjannya.
Pendidikan yang terakhir ditempuh oleh General Manager adalah
S2, kemudian untuk kepala bidang adalah sarjana. Untuk karyawan
bagian HRD, Quality Assurance, dan bagian administrasi memiliki
91
tingkat pendidikan bervariasi mulai dari SLTA hingga sarjana. Untuk
karyawan bagian produksi terutama bagian proses dimana sebagian besar
karyawan berjenis kelamin wanita, rata-rata memiliki tingkat pendidikan
yang rendah dengan tingkat pendidikan tertinggi adalah SLTP sebanyak
280 orang. Hal ini disebabkan karena karyawan bagian proses
merupakan karyawan yang telah lama bekerja di perusahaan sehingga
meskipun tingkat pendidikan mereka rendah namun ketrampilan dan
pengalaman mereka menjadi hal yang lebih diutamakan. Akan tetapi, hal
ini menyebabkan pemahaman konsep mereka mengenai Manajemen
Mutu Terpadu menjadi lebih sulit sehingga perusahaan
menanggulanginya dengan penetapan standar operasi kerja yang jelas
dan pengawasan yang ketat terhadap proses produksi untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan kinerja karyawan yang
dapat mempengaruhi mutu.
5.2.2.2 Standar
Standar yang dimaksud adalah pedoman yang berupa kesepakatan
dalam bentuk acuan tingkah laku, kualitas yang digunakan dalam
peningkatan mutu produk yang dihasilkan oleh PT Maya Food
Industries. Penetapan standar ini sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
MMT, karena tanpa standar yang jelas akan sulit diukur tingkat
keberhasilan yang dicapai perusahaan. Selain itu, dengan adanya standar
akan lebih memacu semua karyawan PT MFI untuk mencapai standar
tersebut.
Standar yang digunakan adalah acuan dalam menjalankan seluruh
kegiatan PT Maya Food Industries untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan keinginan konsumen. Standar proses memberikan
pedoman kepada pekerja agar seluruh aktivitas yang terjadi dalam PT
MFI terarah dan terpadu. Standar proses berisi petunjuk bagaimana
pekerja harus melakukan serangkaian kegiatan serta sarana dan peralatan
yang harus tersedia dalam berbagai proses produksi yang dilaksanakan
92
perusahaan baik produksi ikan kaleng sebagai komoditas utama, Surimi,
buah kaleng, tepung ikan dan juga kerupuk bawang.
PT MFI menetapkan standar operasional prosedur yang jelas untuk
setiap kegiatan yang dilaksanakan perusahaan sehingga proses produksi
dapat terselenggara dengan baik dengan pengawasan yang ketat dari
supervisi tiap bagian perusahaan terutama bagian produksi untuk
menghasilkan produk sesuai standar yang diinginkan perusahaan.
Selain standar produk akhir yang ditetapkan oleh perusahaan,
perusahaan juga menetapkan standar bahan baku yang digunakan serta
standar mesin dan standar peralatan lainnya yang dapat digunakan dalam
proses produksi. Ikan kaleng sebagai komoditas utama perusahaan
memiliki standar produk akhir yang terdefinisikan dengan jelas. Dalam
Tabel 5 berikut disajikan standar produk akhir ikan kaleng yang
diproduksi PT MFI.
Tabel 5. Standar Produk Akhir Ikan Kaleng
Uraian
Satuan
Keadaan kaleng
Kehampaan
mmHg
Syarat mutu
Dalam kondisi normal : tidak bocor, tidak
kembung, tidak berkarat, permukaan dalam
tidak bernoda, lipatan kaleng baik
Min 10
Media
 Jenis Media
 Kepekatan Media
brix
pH
Saus tomat
Min 8
-
4,6 – 6
Cemaran logam
 Cu
mg/kg
Max 20
 Pb
mg/kg
2
 Hg
mg/kg
0,5
 Cemaran As
mg/kg
1
 Coliform
Apm/gram
<3
 Clostridium perifingens
-
Negatif
 Bakteri aerob bentuk spora
Koloni/gram
Max 100
Sumber: PT Maya Food Industries (2003)
93
5.2.2.3 Sarana
Sarana yang diperlukan adalah sarana yang dapat menunjang
seluruh kegiatan dalam perusahaan dan hal ini mengarah baik pada
sarana fisik berupa mesin, alat-alat, bangunan serta fasilitas penunjang
lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
kegiatan produksi. Sarana utama merupakan sarana yang keberadaannya
secara langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan dalam
berproduksi sedangkan sarana penunjang merupakan seperangkat
fasilitas penunjang yang tidak secara langsung mempengaruhi kegiatan
produksi.
Fasilitas bangunan terdiri dari bangunan utama yang merupakan
unit produksi mackerel dan sardines, unit produksi surimi, unit produksi
kerupuk, unit produksi buah kaleng dan unit produksi kerupuk bawang.
Selain itu ada kantor yang digunakan sebagai ruang administrasi
perusahaan, aula sebagai tempat pertemuan, gudang produksi jadi,
gudang kaleng, koperasi, tempat istirahat karyawan, mushola, toilet,
tempat parkir dan pos jaga.
Sumber listrik di PT. Maya Food Industries Pekalongan diperoleh
dari PLN Pekalongan dengan tegangan 220 Volt dan daya terpasang
345 kVA dengan aliran 3 fase. Jika terjadi tegangan putus saat produksi
maka digunakan genset. Genset yang dimiliki perusahaan ada dua
dengan merk Nissan buatan Jepang dan mampu menghasilkan tenaga
listrik sebesar 250 kVA sedang yang tidak terpakai dengan merk
Caterfilar buatan Amerika dengan tenaga listrik sebesar 261 kVA.
Sarana produksi utama yang dimiliki perusahaan antara lain adalah
mesin cakel, mesin pencuci sisik, mesin pengerik sisik, mesin seamer,
mesin retort, mesin giling cabe, mesin pemotong kerupuk, tangki
pasteurisasi, mesin screw press, cold storage, mesin boiler, mesin print,
mixing machine, contact plate freezer dan mesin pembuat tepung ikan.
Keseluruhan mesin tersebut merupakan sarana utama yang langsung
berhubungan dengan proses produksi yang dilaksanakan PT MFI mulai
dari pembuatan ikan kaleng, buah kaleng, surimi, tepung ikan dan
94
kerupuk bawang. Dari beberapa mesin tersebut, mesin seamer yang
digunakan untuk menutup kaleng pada proses pembuatan ikan kaleng
dan buah kaleng memiliki kondisi yang kurang bagus dikarenakan umur
teknisnya yang sudah tua yaitu sejak tahun 1979 serta perawatan dan
suku cadang yang sulit didapatkan karena merupakan mesin buatan
Taiwan sehingga hasil penutupan kaleng terkadang kurang sempurna.
Selain itu kondisi mesin retort yang digunakan untuk sterilisasi ikan
kaleng juga kurang bagus karena usianya yang sudah tua sehingga
karyawan bagian retorting harus sangat teliti dalam mengatur tekanan
dan suhu sterilisasi agar tetap stabil dan sesuai standar.
Selain itu, untuk menunjang kelancaran produksi PT MFI juga
memiliki gudang penyimpanan tersendiri untuk bahan baku dan prduk
akhir meskipun luas areal gudang penyimpanan produk akhir kurang
mencukupi sehingga pada saat ini perusahaan sedang merencanakan
pembangunan untuk perluasan gudang penyimpanan produk akhir.
Kemudian beberapa fasilitas angkut yang dimiliki perusahaan adalah
pick up, fork lift, fork lift dorong, 3 unit mobil dan 2 unit bus karyawan.
Sarana administrasi yang dimiliki perusahaan untuk menunjang
kegiatan produksi adalah 15 unit komputer dan 15 unit printer yang
digunakan pada bagian administrasi dan pemasaran, accounting, HRD
dan quality control sebagai perwujudan komputerisasi yang
dilaksanakan oleh perusahaan.
Meskipun secara umum sarana yang dimiliki PT Maya Food
Indutries telah mencukupi namun untuk beberapa mesin utama seperti
mesin seamer dan retort dalam beberapa waktu kedepan perlu dilakukan
penggantian dengan mesin yang baru dikarenakan usia dan kinerja mesin
yang kurang optimal sehingga mulai dari sekarang perusahaan perlu
membuat perencanaan anggaran agar dimasa yang akan datang mesin
tersebut dapat diganti dengan mesin yang baru. Selain itu, perusahaan
juga perlu menambahkan laboratorium mikrobiologi untuk bagian
quality control untuk peningkatan jaminan kualitas terhadap produk
yang dihasilkan.
95
5.2.2.4 Pengorganisasian
Pengorganisasasian merupakan keseluruhan proses
pengelompokkan orang-orang , alat-alat, tugas-tugas , serta wewenang
dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pelaksanaan
sistem manajemen mutu terpadu bisa berjalan dengan baik jika sistem
manajemen organisasi terkoordinasi dengan baik. Setiap orang dalam
organisasi tersebut harus tahu apa yang dilakukannya agar kegiatan
organisasi dapat berjalan sistematik.
Struktur organisasi PT Maya Food Industries sering mengalami
pergantian kepemimpinan atas kewenangan pemilik perusahaan. Hal ini
menyebabkan pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi kurang
jelas. Pada masa sekarang ini perusahaan sedang mengalami masa
transisi dikarenakan pemindahan sistem administrasi yang pada awalnya
berpusat di Jakarta dipindahkan ke Pekalongan sejak awal Januari tahun
2007. Pemindahan administrasi ini berdampak pada sistem
pengorganisasian dalam perusahaan, namun perusahaan mulai dapat
beradaptasi dengan perubahan tersebut dan terlihat adanya kemajuan
dalam sistem administrasi meskipun secara keseluruhan masih kurang
terstruktur.
Oleh karena itu perusahaan perlu untuk melakukan perbaikan
struktur organisasi dan mempejelas mekanisme pembagian tugas dan
tanggung jawab dalam perusahaan sehingga suasana kerja dam
hubungan karyawan menjadi lebih baik untuk mendukung peningkatan
kinerja karyawan.
5.2.2.5 Audit Internal
Audit internal adalah evaluasi dan pemantauan pada setiap bagian
yang kemudian dibandingkan dengan standar yang berlaku. Audit
internal yang dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries pada bagian
produksi dilaksanakan setiap proses produksi berlangsung secara kontinu
dengan pemantauan bahan baku, pemantauan proses produksi dan
96
pemantauan hasil produksi apakah sesuai dengan standar yang
diinginkan perusahaan.
Pada bagian quality control proses audit dilaksanakan dengan
pemantauan kembali hasil kinerja petugas quality control setiap periode
tertentu sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih terjamin
kualitasnya yang kemudian dilaksanakan evaluasi terhadap hasil kinerja
quality control setiap satu bulan. Untuk bagian administrasi dan bagian
HRD sistem audit internal belum dilaksanakan dengan baik karena
belum terbentuknya tim audit internal perusahaan sehingga kegiatan
audit yang dilaksanakan hanya berfokus pada kesalahan yang telah
terjadi dalam dan bagian administrasi dan pemasaran sehingga upaya
pencegahan kesalahan menjadi kurang optimal. Tim audit internal dalam
perusahaan sudah pernah terbentuk namun karena pemindahan
admninistrasi dari pusat ke Pekalongan menjadikan tim audit internal
mengalami perubahan anggota dan kinerjanya belum dapat dilaksanakan
dengan baik karena perusahaan masih berkonsentrasi untuk perbaikan
struktur administrasi dalam perusahaan.
5.2.2.6 Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifk,
praktis dan segera. Spesifik yang dimaksud dalam arti pelatihan
berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan yang dilakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan segera adalah bahwa apa
yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga materi
yang diberikan bersifat praktis. Pelatihan merupakan bagian pendidikan.
Pemdidikan lebih fisolofis dan teoritis. Walaupun demikian pendidikan
dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu pembelajaran. Didalam
pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman,
karyawan dimungkinkan untuk menjadi seseorang inovator, pengambil
inisiatif, pemecah masalah yang kreatif serta menjadikan karyawan
efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.
97
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengendalian mutu bertujuan
untuk menyebarluaskan gagasan mengenai pengendalian mutu untuk
mengembangkan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food
Industries. Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan
direncanakan oleh bagian HRD untuk setiap periode tertentu per kuartal
dengan target selama 11 bulan. Perusahaan mendatangkan trainer dari
internal perusahaan maupun dari pihak luar tergantung materi training
yang diberikan. Kegiatan pelatihan yang telah diselenggarakan PT MFI
untuk periode Agustus-November 2007 antara lain training
pengembangan proses produksi, training teknik double seam, training
pembinaan perusahaan dan training efisiensi produksi. General Manager
dan beberapa Kepala Bagian juga sering mengikuti berbagai macam
pelatihan seperti penataran dan seminar yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan baik tingkat daerah maupun tingkat nasional.
Dengan demikian PT Maya Food Industries telah melaksanakan
pendidikan dan pelatihan bagian karyawannya untuk meningkatkan
kinerja karyawan dalam upaya penerapan manajemen mutu terpadu
dalam perusahaan meskipun belum semua karyawan memperoleh
kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut.
5.2.2.7 Visi dan Misi
Visi dan misi adalah tujuan jangka panjang yang ingin dicapai
perusahaan yang membedakanya dengan perusahaan lain. Visi dan misi
merupakan dasar pemikiran untuk tujuan jangka panjang perusahan yang
harus diprioritaskan oleh setiap bagian manajemen PT Maya Food
Industries. Dari hasil wawancara dengan karyawan PT MFI dapat
diketahui bahwa pada umumnya karyawan belum memahami dengan
baik visi dan misi perusahaan. Dalam hal kegiatan produksi ikan kaleng
perusahaan mengalami peningkatan dalam upaya mencapai visi
perusahaan menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk
perikanan berbasis pengalengan ikan dikarenakan volume penjualan ikan
kaleng pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 34% dari
98
produksi ikan kaleng pada tahun 2006. Akan tetapi, untuk kegiatan
produksi surimi yang mengalami penurunan volume produksi hingga
70% menunjukkan adanya kemunduran dalam pencapaian visi dan misi
perusahaan.
Oleh karena itu, PT MFI perlu meninjau kembali visi dan misi
perusahaan agar disesuaikan dengan realita yang dihadapi perusahaan.
Sosialisasi visi dan misi juga perlu dilaksanakan agar seluruh karyawan
memahami dengan baik visi dan misi perusahaan sehingga berupaya
maksimal untuk melakukan yang terbaik bagi tercapainya visi dan misi
PT Maya Food Industries.
5.3 Teknik Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam
perusahaan yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu produk
yng tinggi. Manajemen mutu terpadu dalam PT MFI mulai diterapkan pada
tahun 2005 sebagai tindakan lanjutan atas penerapan HACCP yang telah
dilaksanakan oleh perusahaan sejak tahun 2003. Teknik manajemen mutu
yang diterapkan oleh PT Maya Food Industries terbagi menjadi manajemen
mutu dibagian produksi, bagian administrasi, bagian keuangan, bagian HRD,
dan bagian Quality Assurance.
Selanjutnya, teknik manajemen mutu tersebut dikoordinasikan kepada
General Manager sebagai perwakilan dari Direksi perusahaan yang
bertanggungjawab terhadap manajemen mutu secara keseluruhan dalam
perusahaan.
5.3.1 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Produksi
Pengendalian mutu di bagian produksi merupakan bagian fundamental
dari suatu pembentukan kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahan.
Menurut Juran (1988), kualitas suatu produk dapat terjamin dengan baik
apabila pengendalian mutu dapat diterapkan sehingga menghasilkan produk
yang sesuai atau diharapkan. Pengendalian mutu digunakan sebagai suatu
aktivitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dari
99
perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Usaha
pengendalian ini adalah usaha preventif (pencegahan) dan dilaksanakan
sebelum kesalahan produk tersebut terjadi.
Disamping kegiatan pengendalian mutu tersebut untuk menunjukkan
perkembangan yang terjadi pada bagian produksi dalam PT Maya Food
Industries setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu dapat dilihat dalam
Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Produksi PT MFI
Sebelum
Penerapan MMT
(2004)
Sesudah Penerapan
MMT (rata-rata dari
tahun 2005-2007)
Perubahan
Setelah
Penerapan
MMT
1. Produktifitas tenaga
Kerja
2. Kerusakan Produk
Rp 172.800,00/ton
Rp 75.200,00/ton
naik 77%
0,7%
0,45%
turun 36%
3. Jenis Produksi
ikan kaleng
sarden, mackarel
dan tuna
Subyek yang
Dibandingkan
4. Jumlah Tenaga
Kerja
5. Sanitasi
321
Belum ada
mekanisme yang
jelas dalam
pengguanaan
senyawa klorin
untuk sanitasi
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
ikan kaleng sarden dan
mackarel, tuna kaleng
(pada tahun 2005),
surimi, buah kaleng,
tepung ikan dan kerupuk
bawang
416
Adanya mekanisme yang
jelas dalam penggunaan
senyawa klorin untuk
sanitasi
-
naik 30%
mekanisme
sanitasi lebih
jelas
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi
peningkatan produktifitas dari bagian produksi dari Rp 172.800,00/ton
menjadi Rp 75.200,00/ton atau produktifitasnya menigkat sebesar 77% setelah
adanya penerapan manajemen mutu terpadu yang disebabkan oleh penurunan
biaya tenaga kerja dari sebelum penerapan manajemen mutu terpadu sebesar
Rp 108,00/kaleng menjadi Rp 47,00/kaleng sehingga hal ini sangat
mempengaruhi produktifitas karyawan sebagai salah satu indikator efisiensi
100
yang telah dilakukan oleh PT Maya Food Industries sejak diterapkannya
Manajemen Mutu Terpadu dalam perusahaan. Informasi dari perusahaan
menyebutkan bahwa efisiensi biaya tenaga kerja ini disebabkan perencanaan
jadwal dan jumlah produksi yang tepat sehingga biaya lembur bagi karyawan
dapat ditekan karena produksi dapat diselesaikan tepat waktu. Biaya lembur
yang dikeluarkan perusahaan sebelum penerapan MMT dianggap pemborosan
karena menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Disamping itu setelah
penerapan MMT sistem shift yang dilaksanakan perusahaan bagi karyawan
bagian produksi khususnya bagian processing dibagi menjadi tiga sistem shift
yaitu shift 1 berangkat jam 06.00-14.00, shift 2 berangkat jam 08.0014.00,kemudian shift 3 berangkat jam 10.00-18.00. Hal ini menyebabkan
alokasi tenaga kerja lebih merata sehingga pekerjaan dapat diselesasikan
sesuai perencanaan perusahaan dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan
MMT yang hanya menggunakan dua sistem shift yaitu shift 1 berangkat jam
06.00-14.00 dan shift 2 berangkat jam 8.00-16.00
Dari laporan kerusakan produk akhir juga dapat diketahui bahwa setelah
penerapan manajemen mutu terpadu produk akhir yang mengalami kerusakan
turun sebesar 36% dari 0,7% menjadi 0,45% kerusakan yang terjadi pada
keseluruhan produk yang diproduksi PT MFI . Hal ini dapat menunjukkan
adanya peningkatan pengawasan terhadap produksi sehingga kerusakan
produk akhir dapat ditekan. Seiring dengan adanya peningkatan volume
produksi maka jumlah karyawan dari bagian produksi mengalami peningkatan
sebesar 95 orang dimana sebagian besar berstatus sebagai karyawan musiman.
Dengan berbagai uraian data tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI memberikan
pengaruh yang positif bagi kegiatan produksi dalam perusahaan. Meskipun
dari pengamatan secara langsung dalam perusahaan kegiatan pengendalian
mutu masih perlu ditingkatkan karena masih terdapat karyawan bagian
poduksi yang belum memahami konsep manajemen mutu terpadu sehingga
kurang menjaga sanitasi dan higienitas dalam berproduksi.
101
5.3.2 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Administrasi
Manajemen mutu pada sistem administrasi dilakukan PT Maya Food
Industries dengan melakukan koordinasi dari tugas-tugas bagian administrasi
mulai dari bidang finance yang mengurusi pengeluaran perusahaan, bidang
accounting untuk mengurusi masalah pajak dan verifikasi laporan, bidang
warehouse yang mengatur persediaan perusahaan serta bagian pemasaran untuk
menangani kegiatan pemasaran perusahaan yang kemudian dilaporkan kepada
General Manager. Bidang pemasaran hanya ada pada tahun 2007 karena
perusahaan telah diberi kewenangan lebih luas untuk memasarkan produk
tertentu. Perbedaan bagian administrasi sebelum dan sesudah penerapan
manajemen mutu terpadu dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Administrasi PT MFI
1. Wewenang
Finance, accounting,
warehouse
2. Pemasaran Ikan
Kaleng
2. Pemasaran Surimi
5.796.060 kaleng
Perubahan
Setelah
Penerapan
MMT
Finance, accounting, Wewenang
warehouse,
lebih luas
marketing
9.736.800 kaleng
naik 70%
belum diproduksi
931440 kg
Subyek yang
Dibandingkan
Sebelum Penerapan
MMT (2004)
3. Pemasaran buah
belum diproduksi
kaleng
4. Pemasaran tepung
belum diproduksi
ikan
5. Pemasaran kerupuk belum diproduksi
bawang
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
Sesudah Penerapan
MMT (rata-rata dari
tahun 2005-2007)
547.500 kaleng
367 ton
233 ton
pemasaran
lebih luas
pemasaran
lebih luas
pemasaran
lebih luas
pemasaran
lebih luas
Pada awal Januari tahun 2007 perusahaan juga diberi kewenangan untuk
menjalankan sebagian kegiatan pemasaran produk selain produk dengan merk
Botan yang merupakan produk lisensi dari Mitsui.Co.ltd dan pemasarannya
langsung ditangani oleh PT Indo Maya Mas di Jakarta. Pengendalian mutu
pada bagian pemasaran dilakukan perusahaan dengan melakukan pengiriman
daftar barang dan harga kepada pembeli yang telah berlangganan secara rutin
102
setiap hari sesuai dengan pesanan yang dilakukan. Pengiriman daftar harga
dan barang ini dilakukan melalui media internet khususnya bagi pelanggan
yang berada di luar negeri. Untuk calon pembeli yang baru bekerjasama
dengan perusahaan biasanya melakukan inspeksi secara langsung terhadap
proses produksi dalam perusahaan untuk melihat kualitas dari produk yang
dihasilkan, setelah dilakukan inspeksi biasanya jika produk sesuai dengan
keinginan akan dilakukan negosiasi harga, jumlah dan jenis barang yang akan
dibeli. Perusahaan secara aktif mencari pelanggan baru khususnya dari luar
negeri karena kebanyakan produk dari PT MFI berorientasi pada pasar luar
negeri, perusahaan juga dapat menyesuaikan hasil produksi dengan spesifikasi
tertentu yang diinginkan oleh pembeli sehingga dapat memberikan kepuasan
bagi pembeli.
Berdasarkan informasi dari perusahaan kegiatan administrasi mengalami
peningkatan yang positif karena tugas administrasi perusahaan relatif dapat
terkoordinasi dengan lebih baik. Kegiatan pemasaran ikan kaleng memiliki
kecenderungan meningkat dengan rata-rata peningkatan volume penjualan
setelah penerapan MMT sebesar 67%, sedangkan untuk kegiatan pemasaran
buah kaleng dan kerupuk bawang baru dipasarkan pada tahun 2007 untuk
pasar ekspor. Namun untuk kegiatan pemasaran surimi perusahaan mengalami
penurunan dalam volume penjualan Surimi sebesar kurang lebih 70% dari
volume penjualan tahun 2007. Hal ini disebabkan perusahaan mengalami
kesulitan dalam mencari pembeli karena tidak adanya kesesuaian harga jual
dengan kualitas Surimi yang dihasilkan. Harga beli bahan baku Surimi yang
tadinya Rp 2.000,00-Rp 3.000,00/kg mengalami peningkatan menjadi sekitar
Rp 4.000,00/kg dengan harga jual Surimi sebesar Rp 17.000,00/kg dan
perusahaan tidak dapat menaikkan harga jual karena akan semakin
menyulitkan pemasaran produk. Pemasaran Surimi juga banyak mengalami
hambatan karena persaingan yang ketat dengan industri pengolahan ikan
lainnya seperti fillet yang lebih dikenal masyarakat Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2007 pemasaran produk Surimi belum dapat
dilakukan dengan baik oleh PT MFI, hal ini terlihat dengan adanya penurunan
yang cukup signifikan terhadap volume penjalan surimi PT MFI perlu
103
melakukan peningkatan usaha pemasaran dengan strategi tertentu disesuaikan
dengan permasalahan dan kondisi yang dihadapi perusahaan sehingga dapat
meningkatkan volume penjualan khususnya untuk produk Surimi.
Dengan diberinya kewenangan yang lebih luas dari kantor pusat yang
berada di Jakarta untuk mengurus sistem administrasi dan pemasaran, PT MFI
pada saat ini sedang melakukan banyak perbaikan terhadap struktur
administrasi dan juga sistem pemasaran yang digunakan. Oleh karena itu PT
MFI belum menunjukkan kinerja optimal dalam sistem pemasarannya.
5.3.3 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Quality Assurance
Bagian quality assurance bertugas melakukan pengawasan dan
pengendalian proses produksi untuk menghasilkan produk dengan standar
mutu yang telah ditentukan. Selain itu, quality assurance juga bertugas
mengadakan penelitian dan pengembangan produk Bagian ini baru berdiri
setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu dalam PT MFI. Dalam
melaksanakan tugasnya, quality assurance membawahi dua bagian yaitu
quality control dan bagian research and development. Perbandingan kinerja
bagian quality assurance sebelum dan sesudah diterapkannya manajemen
mutu terpadu terlihat dalam Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
Quality Assurance PT MFI
Sesudah Penerapan
MMT (rata-rata
dari tahun 20052007)
1. Wewenang
hanya pengendalian mencakup
mutu
pengendalian mutu
dan Research and
Development
2. Tenaga Kerja
6 orang
10 orang
3. Jenis
pengembangan
Pengembangan
produk menjadi
Produk
surimi, buah
kaleng, tepung ikan
dan kerupuk
bawang
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
Subyek yang
Dibandingkan
Sebelum Penerapan
MMT (2004)
Perubahan Setelah
Penerapan MMT
wewenang lebih
luas
naik 67%
terjadi diversifikasi
produk
104
Dengan dibentuknya bagian research and development terlihat jelas
fungsinya dalam diversifikasi produk yang dilakukan perusahaan setelah
penerapan MMT. Sebelum penerapan MMT perusahaan hanya memproduksi
ikan kaleng dari jenis sarden, mackarel dan tuna namun setelah diterapkannya
MMT maka perusahaan melakukan diversifikasi produk dengan memproduksi
ikan kaleng, surimi, tepung ikan, kerupuk bawang dan buah kaleng meskipun
tuna kaleng tidak lagi diproduksi perusahaan karena terkendala pengadaan
bahan baku dan belum mampu menghasilkan produk yang bersaing dengan
perusahaan lain yang lebih mapan dalam industri tuna kaleng.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan mutu di PT MFI dilakukan oleh
seluruh karyawan dengan koordinasi oleh tim QC dibawah bagian quality
assurance yang terdiri dari 8 orang yaitu:
 1 orang kepala bagian
 1 orang asisten kepala bagian
 1 orang administrasi QC
 2 orang petugas QC kaleng dan produksi surimi
 3 orang petugas QC tahapan weighting dan packing produksi ikan kaleng
Pengawasan mutu pada tahapan lain seperti retort dan seaming dilakukan
oleh tiap supervisor yang selanjutnya memberikan laporan pengawasan mutu
kepada pihak QC. Kemudian untuk kegiatan research and development
dibawah bagian Quality Assurance yang terdiri atas 2 karyawan dibantu oleh
petugas Quality Control untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
 Penelitian dan pengembangan formulasi produk baru
 Pengawasan dan pengendalian produksi diantaranya pada bahan baku,
tahapan proses, produk akhir dan gudang
 Pengawasan mutu produk dengan pengujian produk akhir.
Penggunaan form pencatatan semua kegiatan pengawasan mutu di PT MFI
sangat berguna dalam memberikan masukan pada manajemen tentang
peningkatan kualitas dan perbaikan kinerja. Selain itu, form-form yang
digunakan menjadi dokumentasi untuk menelusuri kemungkinan kesalahan
prosedur jika terdapat pengaduan dari konsumen.
105
Beberapa form quality control yang digunakan tercantum dalam Panduan
Mutu perusahaan. Form tersebut berjumlah 16 yang berfungsi dalam
pengawasan semua aspek produksi. Namun pelaksanaan prosedur ini hanya
dilakukan untuk beberapa pencatatan yang dianggap penting dan sangat
mendesak untuk dilakukan. Form tersebut adalah:
QC 1. Form untuk mengetahui kualitas bahan baku dengan melakukan uji
terhadap penampakan, bau, tekstur, warna kulit, mata, temperatur, jumlah
bahan baku yang reject dan bobot bersih setelah thawing
QC 2. Form uji kontaminasi parasit dalam bahan baku dengan pembuatan
sampel dan pengamatan selama jangka waktu yang telah ditetapkan
QC 3. a.b. Form uji keakuratan berat pengisian ikan dan buah kedalam
kaleng ukuran 301x 407 mm, 202 x 308 mm, dan 401x 506 mm dengan
mengambil sampel secara acak dan dihitung jumlah potongan serta berat
aktual untuk diperoleh berat rata-rata dan dibandingkan dengan standarnya
QC 4. Form pengawasan terhadap proses pemasakan ikan dengan
mengamati suhu pusat kaleng, waktu dan temperatur untuk tiap-tiap box
QC 5. Form pengawasan terhadap kualitas media pengisi ( saus tomat dan
sirup untuk buah kaleng ) dengan pengamatan terhadap temperatur, bobot
bersih, kekentalan, warna dan rasa
QC 6. Form pengujian terhadap kualitas double seam dengan mengambil
sampel kaleng produk yang berisi air kemudian dilakukan pengukuran
terhadap atribut-atribut double seam
QC 7. a. Form pengawasan pada tahap sterilisaasi dengan pencatatan
terhadap proses venting, proses sterilisasi dan cool end
QC 7. b. Form pengawasan pada tahap pendinginan dengan penambahan
larutan klor. Pengawasan dilakukan terhadap jumlah penambahan klor
dalam air pendingin serta sisa klorin yang terdeteksi pada produk akhir
QC 8. Form pengawasan terhadap kerusakan kaleng dengan penghitungan
kaleng yang rusak akibat: dint, leak, scratch, rist, plan lid, swell, wrong
lid, wrong can, unperfect print, inside out hologram, dan seamer damaged
sehingga diperoleh damage persentage yaitu perbandingan produk rusak
dengan total produk
106
QC 9. a. Form pengujian terhadap produk dengan pengambilan beberapa
sampel untuk diamati variabel-variabel kualitas ikan, buah, kerupuk,
keknyalan surimi dan tepung ikan.
QC 9. b. Form pencatatan terhadap jumlah total produksi per hari per
kode produksi
QC 10. Form pengawasan terhadap hama di tiap area proses dengan
pemasangan glued paper, insect cockroach, insect killer lamp, waste filter
serta iron bars dan insect nets. Prosedur pelaksanaan :
 penggantian glued paper dilakukan tiap hari
 pembersihan insect killer lamp dilakukan tiap minggu
 pembersihan insect (cockroach) dilakukan tiap minggu
QC 11. Form pengawasan terhadap pekerja diantaranya dengan:
 Melepas semua perhiasan dan aksesoris ketika memasuki ruang
proses
 Dilarang mengecat dan memperpanjang kuku
 Tiap karyawan harus menggunakan sepatu, sarung tangan, penutup
rambut, masker dan pakaian yang bersih
 Karyawan yang sakit tidak diijinkan memasuki ruang proses
QC 12. Form pengawasan kebersihan peralatan, pekerja, dan fasilitasfasilitas pabrik.
QC 13. Form pengawasan terhadap rambut karyawan tiap jam. Tiap
rambut yang jatuh harus diletakkan dalam glued paper untuk selanjutnya
dibuang
QC 14. Form standar proses sterilisasi dan pasteurisasi untuk tiap-tiap
produk. Standar venting, come up time, temperatur dan waktu sterilisasi
dan pasteurusasi.
QC 15. Form pengendalian hama dengan penggunaan rodentisida di
beberapa titik. Pengawasan ini dilakukan rutin untuk mengetahui kondisi
rodentisida tiap 6 hari.
QC 16. Form pengawasan kondisi sanitasi:
 Tidak ada persimpangan dalam system pembuangan air limbah
 Peralatan dan fasilitas proses dalam kondisi baik
107
 Kondisi fisik pabrik dan peralatan harus dapat meminimalisasi
resiko kontaminasi
Tenaga kerja dalam bagian Quality Assurance mengalami peningkatan
setelah diterapkannya MMT dari 6 orang menjadi 10 orang. Namun jumlah
tenaga kerja tersebut dinilai masih belum mencukupi oleh sebagian besar
karyawan dalam bagian ini mengingat tugas bagian quality assurance yang
meliputi seluruh bagian produksi perusahaan. Sehingga kurangnya jumlah
karyawan pada bagian quality assurance tersebut membuat fungsi pengawasan
yang dilakukan bagian quality control dan fungsi penelitian dan
pengembangan yang dilakukan bagian research and development dikerjakan
oleh sebagian besar karyawan yang sama sehingga kinerja bagian ini menjadi
kurang optimal. Fungsi bagian quality control lebih diutamakan karena
berhubungan langsung dan berpengaruh besar dalam kelangsungan proses
produksi, hal ini menyebabkan perlunya penambahan karyawan dan tenaga
ahli untuk membuat kinerja bagian quality assurance menjadi lebih optimal.
5.3.4 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian HRD
Bagian HRD membawahi unit bagian personalia dan management training
bertugas mengatur semua hal yang menyangkut kesejahteraan karyawan.
Dalam pelaksanaan manajemen mutu bagian HRD turut serta melakukan
pengawasan terhadap keberlangsungan proses produksi terutama yang
berhbungan dengan kedisiplinan dan efisiensi kinerja karyawan. Bagian HRD
juga bertugas melakukan perencanaan pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas karyawan sehingga dapat meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan.
Dibentuknya bagian HRD merupakan salah satu perubahan setelah
diterapkannya manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries.
Dimana sebelumnya hanya terdapat bagian personalia yang hanya memiliki
wewenang untuk recruitment karyawan dan mengurusi karyawan secara
keseluruhan dan tidak interaktif menjadi bagian HRD dengan wewenang lebih
luas menyangkut masalah sumberdaya manusia secara internal dalam
perusahaan maupun tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat.
108
Perbandingan bagian personalia dan bagian HRD dalam PT Maya Food
Industries dapat dilihat dalam Tabel 9 berikut ini:
Tabel 9. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian
HRD dalam PT MFI
1. Wewenang
Sebelum
Penerapan MMT
(2004)
Mencakup
kebutuhan dan
tugas SDM dalam
perusahaan
Sesudah Penerapan
MMT (rata-rata dari
tahun 2005-2007)
Mencakup tugas dan
kebutuhan SDM dalam
perusahaan serta interaksi
perusahaan dengan
lingkungan sekitar
Perubahan
Setelah
Penerapan MMT
wewenang lebih
luas
2. Disiplin
karyawan
Tingkat
Keterlambatan 5%
Tingkat Keterlambatan
1%
disiplin
meningkat 80%
3.Loyalitas
Turn over rata-rata
per tahun 1%
Turn over rata-rata per
tahun 0,2%
loyalitas
meningkat 80%
4. Training
Traning dilakukan
accidental tanpa
adanya program
perencanaan
training lebih
terprogram dan
rutin
5. Produktifitas
karyawan
Untuk bagian
produksi biaya
tenaga kerja
108/karton
15 pelajar/periode
Training dilakukan secara
rutin sesuai dengan
program perencanaan
training dengan target 11
bulan.
Untuk bagian produksi
biaya tenaga kerja
47/karton
Subyek yang
Dibandingkan
6. Penerimaan
30 pelajar/periode
magang para
pelajar
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
produktifitas
karyawan
meningkat 57%
penerimaan
magang
meningkat 100%
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya penerapan
manajemen mutu terpadu memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
kedisiplinan, loyalitas maupun produktifitas karyawan. Tingkat keterlambatan
menjadi berkurang dari 5% menjadi 1% tiap tahunnya. Turn over atau dapat
diartikan sebagai tingkat karyawan yang keluar turun sebesar 0,8% setelah
penerapan MMT. Selain itu sebagai tanggungjawab sosial PT MFI terhadap
masyarakat dan pemerintah, melalui bagian HRD perusahaan banyak
melakukan kegiatan sosial terutama kepada masyarakat lokal dengan
memberikan berbagai bantuan baik materiil maupun immateriil. Hal ini
terlihat dengan recruitment karyawan yang 80% berasal dari masyarakat lokal
109
di sekitar lingkungan perusahaan. Kemudian sebagai bentuk rasa peduli
perusahaan terhadap dunia pendidikan, PT MFI juga memberikan kesempatan
dan kemudahan bagi siswa ataupun mahasiswa untuk melakukan kerja praktek
maupun penelitian dengan melalui persyaratan tertentu melalui bagian HRD
dan hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pelajar yang melakukan
magang dari tadinya hanya sekitar 15 orang pelajar tiap periode menjadi 30
pelajar tiap periode.
5.4 Analisis Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu
5.4.1 Diagram Pareto
Prinsip Pareto menyatakan bahwa 80% kekacauan berasal dari 20%
masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam
kelompok-kelompok permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu yang
paling memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan PT Maya Food
Industries. Apabila kita tidak memiliki data berupa angka yang menunjukkan
nilai dari kontribusi masalah terhadap kebijakan perusahaan maka pembuatan
diagram Pareto dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang
dianggap penting oleh perusahaan dan kemudian dilakukan pemberian skor
tehadap masalah tersebut oleh orang yang berpengaruh didalam perusahaan
(Juran 1988). Identifikasi permasalahan dalam penerapan manjemen mutu
terpadu didapatkan melalui hasil pengamatan, studi literatur dan diskusi
dengan manajemen yang mengetahui kendala-kendala terhadap pengendalian
mutu. Dari hasil identifikasi permasalahan manajemen mutu terpadu yang
dihadapi PT Maya Food Industries maka didapatkan tujuh permasalahan yang
dianggap penting bagi perusahaan yaitu:
1. Job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan
Job discription menurut Edwin B. Flippo (2005) adalah suatu pernyataan
faktual yang diorganisasikan yang menyangkut tugas-tugas dan tanggung
jawab dari suatu pekerjaan tertentu. PT Maya Food Industries sering
melakukan pergantian terhadap struktur organisasinya yang merupakan
kebijakan mutlak dari direksi perusahaan, sehingga hal ini menyebabkan
110
karyawan kurang memahami job discription yang menjadi tugas mereka
maupun job iescription bagian lain yang mengalami pergantian.
Sosialiasasi pergantian struktur organisasi juga tidak dilaksanakan secara
maksimal oleh perusahaan karena dari hasil wawancara pada sebagian
karyawan diketahui bahwa mereka belum memahami dengan benar
tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar lini pada struktur
organisasi dari PT Maya Food Industries. Hal ini terlihat pada bidang
Quality Assurance khususnya tugas dan wewenang dari bagian Research
and Development belum diketahui dengan baik dan sebagian karyawan
masih menganggap kegiatan pengendalian mutu sama dengan kegiatan
pengembangan dan penelitian. Masalah tersebut juga menyebabkan
masalah baru bagi perusahaan yaitu kinerja bagian Quality Control
menjadi kurang maksimal. Dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan,
sebagian karyawan khususnya pada karyawan bagian Administrasi belum
dapat berkoordinasi dengan baik dengan karyawan Bagian Bahan Baku
Produksi karena pemahaman yang kurang akan tugasnya dan juga arah
pertanggungjawaban dari tugas yang mereka kerjakan Oleh karena itu
sering terjadi overlapping pekerjaan karena kurangnya pemahaman dari
karyawan mengenai deskripsi pekerjaan yang harus mereka laksanakan.
Sehingga sesuai dengan prinsip manajemen mutu terpadu hal ini dapat
mengganggu kinerja perusahaan karena setiap proses dalam perusahaan
saling berkaitan sehingga jika terjadi masalah dalam suatu bagian maka
akan mengganggu kinerja bagian yang lain dari perusahaan.
2. Kinerja quality control kurang maksimal
Bagian quality control pada struktur organisasi PT MFI merupakan sub
bagian dari Quality Assurance yang melakukan fungsi pengendalian mutu
terhadap seluruh kegiatan produksi perusahaan. PT MFI saat ini memiliki
unit produksi ikan kaleng, unit produksi surimi, unit produksi buah kaleng,
unit produksi kerupuk bawang dan unit produksi tepung ikan. Bagian
quality control bertugas melakukan pengawasan terhadap kelima unit
produksi tersebut, dengan keterbatasan kuantitas pekerja tetap yang hanya
berjumlah 10 orang dan juga latar belakang pendidikan karyawan bagian
111
quality control yang sering tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka
lakukan menyebabkan kinerja bagian ini menjadi kurang maksimal. Sarana
dan prasarana kendali mutu yang kurang lengkap juga menjadi kendala
tersendiri bagi karyawan quality control untuk dapat melakukan kegiatan
pengendalian mutu dengan optimal.
3. Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
Pembuatan laporan sangat mrupakan suatu sistem yang terdapat dalam
organisasi dan bertujuan untuk menjamin tersedianya informasi yang
berguna pada setiap kali informasi tersebut dibutuhkan. Dari hasil
observasi yang dilakukan, PT Maya Food Industries belum melakukan
kegiatan pembuatan laporan dengan baik. Hal ini terlihat dengan kondisi
beberapa kali terjadi ketidakcocokan antara laporan produksi yang dibuat
oleh karyawan pada bidang Administrasi dengan laporan yang dibuat oleh
karyawan bahan baku produksi, hal ini menyebabkan sering terjadi
ketidakcocokan dalam perhitungan jumlah produk akhir yang rusak dan
jumlah bahan baku yang digunakan yang pada akhirnya digunakan untuk
penyusunan laporan keuangan. Bagian administrasi mendapatkan data
dalam pembuatan laporan dari bagian gudang produk akhir dan belum
adannya mekanisme koordinasi antara bagian bahan baku produksi dengan
bagian gudang produk akhir. Di samping itu, laporan harian dari bagian
Quality Control juga belum dibukukan dengan rapi sehingga menyulitkan
dalam perolehan data untuk evalusi produksi. Pada tahun 2007 sistem
administrasi menyeluruh dari kantor pusat di Jakarta dipindahkan ke
Pekalongan sehingga perusahaan belum memiliki data-data yang lengkap
tentang masalah administrasi sebelum tahun 2007 dan hal ini juga
menyulitkan perusahaan jika membutuhkan data-data yang lengkap
sebelum tahun 2007 untuk kepentingan pengambilan keputusan dan
evaluasi oleh pihak manajemen.
4. Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu
Bahan baku ikan merupakan bahan baku utama bagi kegiatan produksi PT
Maya Food Industries. Supply bahan baku ikan terutama untuk ikan lokal
pada saat ini tidak kontinu dan sering terjadi kekurangan bahan baku untuk
112
kebutuhan produksi perusahaan. Hal ini disebabkan banyaknya permintaan
terhadap bahan baku yang tidak sesuai dengan jumlah bahan baku yang
tersedia pada pasar menyebabkan kelangkaan terhadap bahan baku ikan.
Kelangkaan ini sering menyebabkan PT MFI tidak dapat berproduksi, data
dari perusahaan menyebutkan bahwa dalam satu tahun PT MFI rata-rata
hanya berproduksi selama 180 hari. Sehingga ketersediaan bahan baku
ikan yang sulit diprediksi menjadi masalah bagi penerapan manajemen
mutu terpadu dalam PT MFI.
5. Sanitasi dan higienitas belum optimal
Data dari perusahaan menyebutkan bahwa secara keseluruhan kurang lebih
0,3 % produk akhir yang diproduksi PT MFI tidak memenuhi standar
sehingga produk tersebut tidak dapat dipasarkan. Sedangkan sekitar 0,4%
produk akhir yang diproduksi PT MFI kurang memenuhi standar sehingga
perlu dilakukan pemrosesan kembali yang menimbulkan biaya tersendiri
bagi perusahaan. Berdasarkan informasi dari perusahaan mutu produk
akhir yang kurang standar tersebut salah satunya disebabkan karena aspek
sanitasi dan higienitas yang belum optimal dengan lay out ruang produksi
yang belum satu arah sehingga bahaya mikroba maupun bahaya fisik lebih
berisiko bagi proses produksi dalam PT Maya Food Industries. Oleh
karena itu masalah saitasi dan higienitas yang belum optimal menjadi
masalah dalam penerapan manajemen mutu terpadu pada PT MFI.
6. Daya tawar pemasok tinggi
Seperti dijelaskan dalam permasalahan ketersediaan bahan baku ikan yang
tidak kontinu, hal ini menjadi salah satu penyebab daya tawar pemasok
bahan baku ikan menjadi relatif tinggi. Perusahaan sering mengalami
kendala dalam negoisasi harga bahan baku karena pemasok memasang
harga yang terlalu tinggi karena permintaan pasar yang tinggi terhadap
bahan baku ikan dan terbatasnya jumlah ikan lokal. Penetapan harga bahan
baku ikan biasanya dilakukan oleh pemasok dan perusahaan sering tidak
dapat menurunkan tingkat harga yang ditawarkan. Oleh karena itu daya
tawar pemasok yang tinggi sering menjadi kendala tersendiri bagi
perusahaan dalam memutuskan kebijakan untuk berproduksi karena
113
apabila tingkat harga terlampau tinggi perusahaan memutuskan untuk
tidak berproduksi.
7. Kurangnya sarana prasarana
Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan dalam bagian tertentu
masih belum mencukupi. Pada bagian quality control, perusahaan belum
memiliki laboratorium mikrobiologi menyebabkan perusahaan harus
menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan uji mikrobiologi terhadap
produk. Kemudian untuk sarana bus karyawan dalam kondisi yang kurang
layak sehingga sering tidak dapat beroperasi untuk fasilitas antar-jemput
karyawan. Pada bagian produksi juga banyak sarana prasarana yang
membutuhkan perbaikan seperti mesin penutup kaleng dan mesin uap.
Selain ketujuh permasalahan yang dihadapi PT Maya Food Industries
di atas, perusahaan juga menghadapi berbagai masalah lainnya yang seperti
biaya pengadaan bahan baku yang relatif tinggi, bahan baku yang sulit
diseragamkan, dan berbagai permasalahan lain di luar ketujuh permasalahan
utama diatas yang dianggap tidak memberikan kontribusi yang cukup berarti
dalam pengambilan keputusan perusahaan. Hasil identifikasi permasalahan
dan pemberian skor terhadap masalah dalam penerapan MMT yang dilakukan
oleh General Manager, HRD Manager, Quality Assurance Manager,
Production Manager, Administration Manager, 2 orang Supervisi Produksi,
dan Supervisi Quality Control dari PT MFI diperlihatkan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Permasalahan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang
dihadapi oleh PT Maya Food Industries
No. Permasalahan
1
Job discription kurang dipahami oleh sebagian
karyawan
2
Kinerja Quality Control kurang maksimal
3
Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan
dengan baik
4
Ketersediaan Bahan baku Ikan tidak kontinu
5
Sanitasi dan higienitas belum optimal
6
Daya tawar pemasok tinggi
7
Kurangnya sarana prasarana
8
Lainnya
TOTAL
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Skor
60
Persentase
20,83
47
44
16,32
15,28
43
37
26
16
15
288
14,93
12,85
9,03
5,56
5,21
100
114
Tabel 10 menunjukkan bahwa permasalahan penerapan manajemen mutu
terpadu utama yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries adalah job
discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan dengan persentase
20,83%, kemudian dilanjutkan dengan kinerja quality control kurang
maksimal sebesar 16,32%, sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan
dengan baik sebesar 15,28%, ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu
sebesar 14,93%, sanitasi dan higienitas belum optimal sebesar 12,85%, daya
tawar pemasok tinggi sebesar 9,03%, kurangnya sarana prasarana sebesar
5,56% dan permasalahan lainnya diluar ketujuh permasalahan yang disebutkan
diatas sebesar 5,21%. Kemudian berbagai permasalahan tersebut diatas
digambarkan dalam bentuk diagram Pareto. Vilfredo Pareto menemukan teori
bahwa 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80% akibat. Dengan
demikian untuk mengetahui permasalahan yang memberikan kontribusi
terbesar bagi penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food
Industries maka persentase kumulatif dari skor permasalahan tersebut
seharusnya memiliki nilai sebesar 80%.
Diagram Pareto dibuat dengan menggunakan program komputer Minitab
13 for windows. Diagram Pareto permasalahan penerapan manajemen mutu
terpadu diperlihatkan pada Gambar 8.
115
300
100
80
200
60
150
40
100
20
50
0
0
k
n
wa
a
y
ar
m
de
an
ng
b
aik
ak
ko
n
u
t in
um
el
b
s
op
tim
al
ok
as
i
gg
t in
na
em
ra
p
a
s
ar
lk
it a
ya
u
ro
sa
aw
en
t
k
i
t
m
k
gn
n
a
g
a
a
a
i
n
l
b
o
h
i
h
a
a
d
C
ay
n
ur
D
an
dip
ha
K
it y
um
d
a
l
l
g
i
b
a
s
n
be
n
ta
ra
Qu
an
ia a
ni
ku
r
jr a
a
d
S
n
e
se
po
in
la
er
t io
t
K
p
n
e
ri
ta
K
sc
ua
di
b
b
m
Jo
pe
m
e
t
Sis
n
ia
ag
b
e
is
g
an
ur
sim
ak
al
n
ka
na
an
ik
t id
pr
na
ra
a
as
n
in
La
ya
Gambar 8. Diagram Pareto Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu dalam PT Maya Food Industries
Dari diagram Pareto tersebut dapat dilihat bahwa permasalahan yang
paling dominan yang saat ini sedang dihadapi oleh perusahaan adalah adalah
job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan yang memiliki
persentase 20,83%, kinerja quality control kurang maksimal yang memiliki
persentase sebesar 16,32%, sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan
dengan baik sebesar 15,28% , sanitasi dan higienitas belum optimal 14,93%,
dan ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu sebesar 12,85%. Kelima
faktor tersebut dipilih karena memiliki persentase kumulatif 80,21% (lebih
dari 80%), sehingga kelima permasalahan tersebut perlu untuk diatasi terlebih
dahulu karena memenuhi persyaratan dari prinsip Pareto yang menyatakan
bahwa lebih mudah untuk mengatasi permasalahan dengan jumlah akibat yang
besar daripada mengatasi permasalahan dengan jumlah akibat yang kecil.
Persen
Skor
250
116
5.4.2 Proses Hirarki Analitik
Permasalahan yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu
dalam PT Maya Food Industries didapatkan melalui analisis dengan
menggunakan diagram Pareto. Kemudian dari hasil analisis diagram Pareto
didapatkan lima kriteria masalah penerapan manajemen mutu terpadu yang
memberikan pengaruh penting bagi perusahaan yaitu job discription kurang
dipahami sebagian karyawan, kinerja quality control kurang maksimal, sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik, sanitasi dan higienitas
belum optimal dan ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu.
Permasalahan yang didapat lalu dianalisis dengan menyusun sebuah
model struktur hirarki melalui hasil pengamatan, studi literatur dan diskusi
dengan pihak manajemen PT Maya Food Industries. Struktur hirarki
diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang
dihadapi, sedangkan pembobotan elemen ditujukan untuk mengetahui
kontribusi terhadap identifikasi permasalahan penerapan manajemen mutu
terpadu dalam PT Maya Food Industries. Seluruh bobot yang dihasilkan dari
pengolahan proses hirarki analitik ini dapat diintepretasikan sebagai
keseluruhan faktor yang dibobotkan yang dapat dideskriptifkan sesuai dengan
tingkat hirarki dalam identifikasi permasalahan. Pengolahan pembobotan
dalam penyusunan struktur hirarki PHA dalam penelitian ini menggunakan
software Expert Choice Program 2000 dengan responden General Manager
dari PT MFI. Tingkat pertama dari struktur hirarki PHA yaitu fokus yang
ingin dilihat yaitu identifikasi permasalahan manajemen mutu terpadu dalam
PT Maya Food Industries, tingkat kedua yaitu kriteria permasalahan
penerapan manajemen mutu terpadu,tingkat ketiga kriteria faktor penyebab
permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu, tingkat keempat kriteria
sub faktor penyebab permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu, dan
tingkat kelima yaitu alternatif perbaikan dalam pemecahan permasalahan
penerapan manajemen mutu terpadu. Berikut ini kelima tingkat dari struktur
hirarki permasalahan berkaitan dengan penerapan manajemen mutu terpadu
dalam PT MFI beserta elemen-elemennya:
117
1. Tingkat 1, Fokus: Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu dalam PT Maya Food Industries.
2. Tingkat 2, Kriteria Permasalahan:
1) Job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan
Seringnya pergantian dalam struktur organisasi menyebabkan
karyawan belum memahami dengan baik yang menjadi tugas-tugas
dan wewenangnya maupun tugas dan wewenang bagian lain sehingga
beberapa kali terjadi overlapping pekerjaan pada bagian tertentu dalam
perusahaan.
2) Kinerja quality control kurang maksimal
Kinerja quality control kurang maksimal karena berbagai keterbatasan
sumberdaya.
3) Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
Sistem pembuatan laporan perusahaan belum dilaksanakan dengan
baik karena sering terjadi ketidakcocokan dalam laporan yang ditulis
dengan kondisi di lapangan.
4) Sanitasi dan higienitas belum optimal
Masih terdapat 0,3% produk akhir tidak sesuai standar perusahaan
yang disebabkan produk kurang higienis.
5) Ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu
PT MFI sering menghadapi kendala dalam pengadaan bahan baku ikan
sehingga menghambat kegiatan produksi
3. Tingkat 3, Kriteria Faktor Penyebab Masalah:
1) Material :
Bahan baku yang diperlukan untuk memproses kegiatan perusahaan
2) SDM:
Kualifikasi SDM untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam
menghasilkan produk yang bermutu bagi perusahaan.
3) Mesin:
Peralatan yang diperlukan untuk kegiatan produksi.
4) Sistem:
Serangkaian prosedur dalam berproduksi.
118
5) Informasi Pasar:
Merupakan orang, peralatan, prosedur untuk mengumpulkan,
menyortir, menganalisis, mengevaluasi, dan mendistribusikan
informasi yang sesuai kebutuhan, tepat waktu dan akurat kepada
pembuat keputusan pemasaran (Kotler, 1997)
6) Lingkungan Eksternal :
Terdiri atas unsur-unsur yang berada diluar perusahaan dan tidak
secara khusus dalam pengendalian jangka pendek manajemen.
7) Sarana:
Ketersediaan dan optimalisasi penggunaan sarana fisik pada setiap
bagian yang ada di perusahaan.
4. Tingkat 4, Kriteria Sub Faktor Penyebab Masalah
-
Sub faktor penyebab material:
1) Kualitas: kualitas material yang dapat digunakan
2) Kuantitas: kuantitas atau jumlah material dapat digunakan
3) Konsistensi: konsistensi material yang digunakan
-
Sub faktor penyebab SDM:
1) Kualitas
: Kualitas sumberdaya manusia dalam perusahaan
2) Kuantitas
: Kuantitas sumberdaya manusia dalam perusahaan
3) Pengalaman : Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
sumberdaya manusia yang didapatkan melalui keterkaitan dengan
hal tersebut selama periode tertentu.
-
Sub faktor penyebab mesin:
1) Umur ekonomis :
Umur mesin hingga masih dapat digunakan secara efisien
2) Teknologi mesin :
Tingkat teknologi yang dimiliki mesin
3) Perawatan mesin :
Perawatan mesin yang dilakukan perusahaan agar terus dalam
kondisi terbaik
119
-
Sub faktor penyebab sistem:
1) Standar operasional prosedur :
Standar prosedur kerja yang ditetapkan untuk memperlancar
kegiatan perusahaan.
2) Pengorganisasian:
Upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengkoordinasikan
berbagai hal untuk mencapai tujuan perusahaan
3) Pengawasan:
Pengawasan dalam pelaksanaan SOP dan pengorganisasian dalam
setiap kegiatan perusahaan.
-
Sub faktor penyebab informasi pasar:
1) Lembaga pemasaran:
lembaga yang terkait dengan kelancaran kegiatan pemasaran
perusahaan seperti lembaga riset pemasaran, perusahaan jasa
pengiriman, perusahaan pemasaran, dll.
2) Buyers:
Pembeli yang telah melakukan transaksi dengan perusahaan.
3) Relasi bisnis:
Relasi bisnis dari PT MFI yang biasanya dapat memberikan
informasi terkait kegiatan perusahaan.
-
Sub faktor penyebab lingkungan eksternal:
1) Kebijakan Pemerintah :
Kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan seperti
kebijakan UMR, kebijakan mutu pengolahan makanan, kebijakan
ekspor non-migas, dll.
2) Kondisi Ekonomi:
Kondisi ekonomi secara umum yang sedang terjadi seperti inflasi,
perubahan tingkat suku bunga, dll.
3) Kondisi Sosial:
Perubahan sosial yang sedang terjadi seperti peningkatan jumlah
penduduk, peningkatan kesadaran mengkonsumsi ikan, dll.
120
4) Kondisi Alam :
Kondisi yang dipengaruhi faktor alam yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan seperti cuaca, musim, ketersediaan
sumberdaya ikan, dll.
-
Sub faktor penyebab sarana:
1) Sarana produksi:
ketersediaan sarana fisik untuk menunjang kegiatan perusahaan
2) Sarana pengangkutan dan penyimpanan:
Ketersediaan sarana pengangkutan dan pendistribusian produk.
3) Sarana administrasi:
ketersediaan sarana administrasi perusahaan
4) Sarana kendali mutu:
ketersediaan sarana untuk pengendalian mutu yang dilakukan
perusahaan.
5. Tingkat 5, Alternatif perbaikan:
1) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dari segi jumlah
maupun tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki karyawan.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan peningkatan efektifitas training
yang dilakukan perusahaan sendiri maupun training yang dilakukan
dengan bekerjasama dengan lembaga training lainnya untuk
meningkatkan ketrampilan dan kesadaran karyawan terhadap konsep
manajemen mutu terpadu.
2) Modernisasi Peralatan
Peralatan produksi yang dimiliki perusahaan masih banyak yang
dioperasikan secara manual dan dengan tingkat teknologi yang masih
rendah sehingga upaya modernisasi peralatan dapat dilakukan dengan
penggantian mesin-mesin yang sudah tidak layak baik dilihat dari
umur ekonomis maupun teknologi mesin. Modernisasi peralatan yang
digunakan perusahaan dapat diawali dengan pergantian mesin penutup
kaleng (seamer) dan dengan penambahan kelengkapan laboratorium
pengendalian mutu.
121
3) Perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi
Manajemen puncak harus berkomitmen untuk memperbaiki
pengorganisasian yang sudah dilaksanakan dalam perusahaan dan
memperjelas batasan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki dalam
struktur organisasi perusahaan serta melakukan sosialisasi struktur
organisasi perusahaan.
4) Penerapan sistem informasi manajemen
Penerapan sistem informasi dan teknologi yang lebih modern
peningkatan efektifitas kegiatan pemasaran perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan dengan pembuatan website perusahaan untuk
menginformasikan produk yang dihasilkan perusahaan dan mencari
pelanggan baru serta juga sebagai upaya pelayanan terhadap pelanggan
lama.
5) Perbaikan sistem administrasi
Perusahaan melakukan upaya koordinasi dan komunikasi yang baik
antar bagian dalam kegiatan pertukaran informasi untuk pembuatan
berbagai laporan yang dibuat oleh perusahaan sehingga dapat lebih
akurat, cepat dan terstruktur.
Struktur hirarki permasalahan yang berkaitan dengan penerapan
manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Indutries secara lengkap dapat
dilihat dalam Gambar 9.
122
Fokus(1)
Identifikasi Permasalahan yang Berkaitan dengan Penerapan MMT dalam PT Maya Food Industries
Kriteria
Masalah
(2)
Sanitasi dan
higienitas belum
optimal
Kriteria
Faktor
Penyebab
(3)
Material
Kriteria
Sub
Faktor
Penyebab
(4)
Kinerja Quality
Qontrol kurang
maksimal
Kualitas
Kuantitas
Konsistensi
Kuantitas
Sistem
Informasi
Pasar
Umur
ekonomis
SOP
Perusahaan
Pemasaran
Teknologi
Mesin
Pengalaman
Organisasi
Buyers
Pengawasan
Relasi
Bisnis
Perawatan
Mesin
Alternatif
Perbaikan
(5)
Peningkatan
Kualitas SDM
Job discription
kurang dipahami
sebagian karyawan
Mesin
SDM
Kualitas
Ketersediaan bahan
baku ikan tidak
kontinu
Modernisasi
Peralatan
Perbaikan dan Peningkatan
Kinerja Organisasi
Sistem pembuatan laporan
belum dilaksanakan dengan
baik
Lingkungan
Eksternal
Kebijakan
Pemerintah
Kondisi
Ekonomi
Kondisi
Sosial
Kondisi
Alam
Sarana
Sarana produksi
Sarana
Pengangkutan dan
Penyimpanan
Sarana Administasi
Sarana Kendali
Mutu
Penerapan sistem
informasi manajemen
Gambar 9. Hirarki Permasalahan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries
Perbaikan sistem
administrasi
136
Analisis dilakukan dengan proses hirarki analitik (PHA) terhadap
permasalahan manajemen mutu yang didasarkan pada persepsi manajemen yang
memiliki kepentingan dan pengetahuan mengenai penerapan manajemen mutu
terpadu dalam PT Maya Food Industries. Berdasarkan hasil pengolahan
menggunakan expert choice program 2000 maka didapatkan hasil susunan
prioritas permasalahan manajemen mutu pada tingkat dua susunan hirarki
permasalahan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI yang dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11. Susunan Prioritas Tingkat 2 Kriteria Permasalahan
Tingkat 2
Bobot PHA
Prioritas
1. Sanitasi dan higienitas belum optimal
0,088
5
2. Kinerja Quality Control kurang maksimal
0,300
2
3. Ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu
0,093
4
4. Job discripton kurang dipahami sebagian karyawan
0,378
1
0,142
3
Kriteria Masalah
5. Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan
dengan baik
Inconsistency Ratio: 0,03
(Sumber: Diolah dari data primer , 2007)
Hasil pengolahan data pada tingkat 2 bahwa urutan kriteria masalah penerapan
manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries menunjukkan bahwa
masalah Job discripton kurang dipahami oleh sebagian karyawan menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA 0,378. Hal ini menunjukkan bahwa seringnya
pergantian struktur organisasi dalam PT MFI memberikan dampak pada
pemahaman karyawan terhadap alur tugas dan tanggungjawab yang mereka miliki
sehingga banyak kegiatan dalam perusahaan menjadi tumpang tindih.
Masalah kinerja quality control kurang maksimal menempati prioritas kedua
dengan bobot PHA 0,300 dikarenakan kuantitas dan kualitas karyawan bagian
quality control yang kurang mencukupi untuk pelaksanaan tugas pengendalian
mutu seluruh kegiatan produksi perusahaan dari proses pengalengan ikan,
pengolahan surimi, pembuatan kerupuk bawang, pembuatan tepung ikan dan
137
pembuatan buah kaleng. Sarana kendali mutu yang dimiliki perusahaan juga
kurang memadai untuk kegiatan pengendalian mutu yang optimal.
Prioritas ketiga masalah manajemen mutu dalam PT MFI adalah sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (0,142), hal ini dapat
disebabkan karena perusahaan sedang mengalami masa adaptasi karena sistem
administrasi baru dipindahkan pada awal Januari dari kantor pusat ke Pekalongan,
perusahaan belum memiliki sistem administrasi yang sistematis dan masih
mengalami kendala dalam koordinasi antar bagian dalam perusahaan dalam
pembuatan laporan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Kemudian masalah ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu menempati
prioritas keempat (0,093) hal ini disebabkan masalah ketersediaan bahan baku ikan
merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi perusahaan. Kegiatan
pengalengan ikan sebagai kegiatan utama perusahaan membutuhkan kontinuitas
supply bahan baku ikan untuk dapat terus berproduksi sehingga ketersediaan
bahan baku ikan sangat berdampak pada keputusan produksi perusahaan.
Masalah sanitasi dan higienitas belum optimal menempati prioritas kelima
dengan bobot (0,088), data dari perusahaan menyebutkan bahwa rata-rata 0,3%
produk akhir yang mengalami kerusakan dari total produksi selama satu tahun
diakibatkan oleh aspek sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang menjadi
kendala tersendiri dalam penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya
Food Industries.
Kemudian dari hasil pengolahan menggunakan analisis PHA pada susunan
hirarki tingkat 3 dan tingkat 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub
faktor penyebab masalah pada penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT
Maya Food Industries. Untuk prioritas faktor penyebab masalah sanitasi dan
higienitas belum optimal dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Sanitasi dan Higienitas Belum Optimal
Tingkat 2
Tingkat 3
Bobot
Kriteria
Kriteria faktor
PHA
Prioritas
Tingkat 4
Bobot
Kriteria Sub Faktor
PHA
Prioritas
138
Masalah
Penyebab
1. Material
Penyebab
0,367
1
1. Kualitas
0,540
1
2. Kuantitas
0,297
2
3. Konsistensi
0,163
3
Inconsistency Ratio: 0,01
2. SDM
0,185
2
1. Kualitas
0,249
2
2. Kuantitas
0,157
3
3. Pengalaman
0,594
1
Inconsistency Ratio: 0,05
3. Mesin
0,116
4
1. Umur Ekonomis
0,160
2
2. Teknologi mesin
0,149
3
3. Perawatan mesin
0.691
1
Inconsistency Ratio: 0,01
Sanitasi
dan
4.Sistem
0,137
3
higienitas
0,443
1
2. Pengorganisasian
0,169
3
3. Pengawasan
0,387
2
Inconsistency Ratio: 0,02
belum
optimal
1. SOP
5. Informasi
Pasar
0,059
6
1.Lembaga pemasaran
0,320
2
2.Buyers
0,558
1
3. Relasi bisnis
0,122
3
Inconsistency Ratio: 0,02
6. Lingkungan
Eksternal
0,046
7
1. Kebijakan Pemerintah
0,304
2
2. Kondisi Ekonomi
0,111
4
3. Kondisi Sosial
0,121
3
4. Kondisi Alam
0,464
1
Inconsistency Ratio: 0,02
1. Sarana Produksi
0,547
1
0,171
3
3. Sarana Administrasi
0,070
4
4. Sarana Kendali Mutu
0,211
2
2. Sarana Pengangkutan
7. Sarana
0,090
Inconsistency Ratio: 0,05
5
dan Penyimpanan
Inconsistency Ratio: 0,04
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab masalah sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang terdapat pada
Tabel 12 maka didapatkan prioritas pertama faktor penyebab masalah sanitasi
dan higienitas belum optimal adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,367
hal ini menunjukkan bahwa jenis material yang digunakan untuk proses produksi
sangat mempengaruhi sanitasi dan higienitas terutama pada proses produksi.
139
Kemudian dari sub faktor penyebab material prioritas pertama ditempati oleh
kualitas material dengan bobot PHA 0,540, prioritas kedua adalah kuantitas
material dengan bobot PHA 0,297 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan
bobot PHA 0,163. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas material yang digunakan
dalam setiap kegiatan perusahaan paling berpengaruh terhadap sanitasi dan
higienitas produk yang dihasilkan.
Sumberdaya manusia menjadi faktor penyebab masalah yang menempati
prioritas kedua dengan bobot PHA sebesar 0,185. Kualifikasi sumberdaya
manusia sangat mempengaruhi dalam alur proses produksi yang dilakukan untuk
menghasilkan mutu produk akhir yang sesuai standar sanitasi produk. Untuk
kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, pengalaman menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA sebesar 0,594, kemudian dilanjutkan dengan kualitas
SDM dengan bobot PHA sebesar 0,249 dan prioritas ketiga adalah kuantitas SDM
dengan bobot PHA 0,157.
Masalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam
perusahaan menempati prioritas ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,137. Sistem
merupakan serangkaian prosedur kerja untuk kelancaran kegiatan perusahaan.
Oleh karena itu masalah sistem menjadi kendala dalam menghasilkan mutu
produk akhir yang sesuai standar sanitasi. Dari hasil analisis juga dapat diketahui
bahwa kriteria sub faktor penyebab untuk sistem prioritas pertama ditempati oleh
SOP (0,443), prioritas kedua adalah pengawasan (0,387) kemudian dilanjutkan
dengan pengorganisasian (0,169).
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas keempat
dengan bobot PHA sebesar 0,116. Informasi dari perusahaan menyebutkan bahwa
mesin penutup kaleng sering menyebabkan kualitas ikan kaleng dan buah kaleng
tidak sesuai standar karena menyebabkan bahaya fisik, bahaya kimia maupun
bahaya biologis sehingga tidak dapat dipasarkan. Dari hasil pengolahan data juga
didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama kriteria sub
faktor penyebab dari mesin dengan bobot PHA 0,691, kemudian umur ekonomis
mesin (0,160) dan teknologi mesin (0,149).
Sarana menjadi faktor penyebab kelima dengan bobot PHA sebesar 0,113,
sarana yang kurang memadai akan secara langsung berpengaruh pada sanitasi dan
140
higienitas yang dilakukan oleh perusahaan. Kriteria sub faktor penyebab sarana
yang menempati prioritas pertama adalah sarana produksi (0,547), sarana kendali
mutu (0,211), sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,171), dan sarana
administrasi (0,070). Hal tersebut dapat terjadi karena belum optimalnya aspek
sanitasi dan higienitas kebanyakan terjadi pada saat proses produksi berlangsung
sehingga sarana produksi menjadi kriteria sub faktor penyebab utama dari sarana
yang terdapat dalam perusahaan.
Prioritas keenam faktor penyebab masalah dengan bobot PHA sebesar 0,059
adalah informasi pasar. Informasi pasar dapat mempengaruhi perusahaan
menentukan spesifikasi mutu produk dan standar sanitasi dan higienitas yang
diinginkan oleh konsumen akan suatu produk. Dari hasil pengolahan dapat dilihat
bahwa kriteria sub faktor penyebab yang menjadi prioritas pertana adalah Buyers
(0,558) sebagai pembeli yang sangat menentukan bagaimana mutu produk yang
mereka inginkan, kemudian dilanjutkan dengan lembaga pemasaran (0,320), dan
yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar
(0,122).
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,046 menempati
prioritas ketujuh faktor penyebab dari sanitasi dan higienitas yang belum optimal.
Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama
adalah kondisi alam (0,464) hal ini dapat disebabkan karena kondisi alam sangat
berpengaruh terhadap ruangan produksi dalam perusahaan salah satunya jika
terjadi banjir karena luapan air laut sangat berpengaruh terhadap aspek sanitasi
dan higienitas dalam perusahaan, prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah
(0,304), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,121) dan kondisi ekonomi
(0,111).
Kemudian dari hasil pengolahan dengan analisis PHA pada susunan hirarki
tingkat 3 dan 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor
penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal yang terdapat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Kinerja Quality Control kurang maksimal
Tingkat 2
Tingkat 3
Bobot
Prioritas
Tingkat 4
Bobot
Prioritas
141
Kriteria
Kriteria faktor
Masalah
Penyebab
1. Material
PHA
Kriteria Sub Faktor
PHA
Penyebab
0,275
2
1. Kualitas
0,550
1
2. Kuantitas
0,210
3
3. Konsistensi
0,240
2
Inconsistency Ratio: 0,02
0,289
2. SDM
1
1. Kualitas
0,297
2
2. Kuantitas
0,540
1
3. Pengalaman
0,163
3
Inconsistency Ratio: 0,05
0,131
3. Mesin
3
1. Umur Ekonomis
0,143
3
2. Teknologi mesin
0,286
2
3. Perawatan mesin
0.571
1
Inconsistency Ratio: 0,00
Kinerja
Quality
4.Sistem
0,089
5
1. SOP
0,458
1
2. Pengorganisasian
0,126
3
3. Pengawasan
0,416
2
Control
Inconsistency Ratio: 0,01
Kurang
Maksimal
5. Informasi
0,051
7
Pasar
1.Lembaga pemasaran
0,634
1
2.Buyers
0,192
2
3. Relasi bisnis
0,174
3
Inconsistency Ratio: 0,01
6. Lingkungan
Eksternal
0,052
6
1. Kebijakan Pemerintah
0,309
2
2. Kondisi Ekonomi
0,121
4
3. Kondisi Sosial
0,230
3
4. Kondisi Alam
0,340
1
Inconsistency Ratio: 0,08
1. Sarana Produksi
0,377
2
0,156
3
3. Sarana Administrasi
0,073
4
4. Sarana Kendali Mutu
0,395
1
2. Sarana Pengangkutan
7. Sarana
0,113
Inconsistency Ratio: 0,05
4
dan Penyimpanan
Inconsistency Ratio: 0,03
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab
masalah kinerja quality control kurang maksimal yang terdapat pada Tabel 13
maka didapatkan yang menjadi prioritas pertama faktor penyebab masalah kinerja
quality control kurang maksimal adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA
sebesar 0,289 Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi kegiatan
pengendalian mutu yang menjadi tanggung jawab bagian quality control. Untuk
142
kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kuantitas menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA sebesar 0,540, kemudian dilanjutkan dengan kualitas
SDM dengan bobot PHA sebesar 0,297 dan prioritas ketiga adalah pengalaman
SDM dengan bobot PHA 0,163. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam PT MFI
kinerja quality control kurang maksimal karena kuantitas sumberdaya manusia
yang dimiliki kurang mencukupi, selain itu karena faktor kualitas sumberdaya
manusia yang dimiliki juga kurang memenuhi karena banyak karyawan bagian
quality control yang memiliki latar belakang pendidikan masih rendah dan
pengalaman yang belum memadai.
Kemudian prioritas kedua dari faktor penyebab kinerja quality control kurang
maksimal adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,275. Material yang
dimaksudkan disini adalah material bahan baku hingga produk akhir yang
menjadi cakupan bagian quality control untuk melakukan pengendalian mutu.
Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor
penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material
dengan bobot PHA 0,550, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot
PHA 0,210 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,240.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas material yang digunakan dalam setiap
kegiatan perusahaan paling berpengaruh terhadap kinerja bagian quality control.
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas ketiga
dengan bobot PHA sebesar 0,131. Mesin berpengaruh terhadap kinerja quality
control, sebagai contoh kinerja mesin penutup kaleng yang sering tidak sempurna
menyebabkan kinerja quality control menjadi kurang maksimal. Dari hasil
pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas
pertama dengan bobot PHA 0,571, kemudian teknologi mesin (0,286) ,umur
ekonomis mesin (0,143).
Sarana menjadi faktor penyebab kelima dengan bobot PHA sebesar 0,113,
sarana yang kurang memadai akan secara langsung berpengaruh pada kinerja
bagian quality control. Kriteria sub faktor penyebab masalah kinerja quality
control kurang maksimal yang menempati prioritas pertama adalah sarana kendali
mutu (0,395), sarana produksi (0,377), sarana pengangkutan dan penyimpanan
(0,156), dan sarana administrasi (0,073). Hal tersebut dapat terjadi karena sarana
143
kendali mutu berhubungan langsung dengan pengendalian mutu yang
dilaksanakan bagian quality control.
Masalah sistem prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan menempati
prioritas kelima dengan bobot PHA sebesar 0,089. Dari hasil pengolahan juga
dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab masalah kinerja bagian quality
control kurang maksimal untuk sistem, prioritas pertama ditempati oleh SOP
(0,458), prioritas kedua adalah pengawasan (0,416) kemudian dilanjutkan dengan
pengorganisasian (0,126).
Prioritas yang keenam faktor penyebab masalah kinerja bagian quality control
kurang maksimal dengan bobot PHA sebesar 0,059 adalah informasi pasar.
Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga
pemasaran (0,634), prioritas kedua adalah Buyers (0,192) sebagai pembeli yang
sangat menentukan bagaimana standar produk yang mereka inginkan, dan yang
menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,174).
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,052 menempati
prioritas ketujuh faktor penyebab dari masalah kinerja bagian quality control
kurang maksimal. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa
prioritas pertama adalah kondisi alam (0,340), prioritas kedua adalah kebijakan
pemerintah (0,309), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,230) dan kondisi
ekonomi (0,131).
Analisis PHA yang dilakukan pada hirarki tingkat 3 dan 4 menghasilkan
susunan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah ketersediaan
bahan baku ikan yang tidak kontinu terdapat pada Tabel 14.
Tabel 14. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Ketersediaan Bahan Baku Ikan Tidak Kontinu
Tingkat 2
Kriteria
Masalah
Tingkat 3
Kriteria
Bobot
faktor
PHA
Prioritas
1. Material
0,102
Kriteria Sub Faktor
Penyebab
Penyebab
Ketersediaan
Bahan Baku
Tingkat 4
5
Ikan Tidak
Bobot
PHA
Prioritas
1. Kualitas
0,493
1
2. Kuantitas
0,196
3
3. Konsistensi
0,311
2
Inconsistency Ratio: 0,05
Kontinu
2. SDM
0,067
7
1. Kualitas
0,276
2
2. Kuantitas
0,128
3
144
3. Pengalaman
0,595
1
Inconsistency Ratio: 0,01
3. Mesin
0,092
6
1. Umur Ekonomis
0,169
3
2. Teknologi mesin
0,443
1
3. Perawatan mesin
0.387
2
Inconsistency Ratio: 0,02
4.Sistem
0,118
4
1. SOP
0,474
1
2. Pengorganisasian
0,149
3
3. Pengawasan
0,376
2
Inconsistency Ratio: 0,05
5. Informasi
Pasar
0,199
2
1.Lembaga pemasaran
0,387
2
2.Buyers
0,169
3
3. Relasi bisnis
0,443
1
Inconsistency Ratio: 0,01
6. Lingkungan
Eksternal
0,253
1
1. Kebijakan Pemerintah
0,311
2
2. Kondisi Ekonomi
0,085
4
3. Kondisi Sosial
0,127
3
4. Kondisi Alam
0,477
1
Inconsistency Ratio: 0,03
1. Sarana Produksi
0,212
2
0,497
1
3. Sarana Administrasi
0,100
4
4. Sarana Kendali Mutu
0,191
3
2. Sarana Pengangkutan
7. Sarana
0,169
Inconsistency Ratio: 0,05
3
dan Penyimpanan
Inconsistency Ratio: 0,01
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu yang terdapat pada Tabel 14
maka dapat diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama faktor penyebab
masalah adalah faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,253.
Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama
adalah kondisi alam (0,477), prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (0,311),
prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,127) dan kondisi ekonomi (0,085).
Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu merupakan kendala yang lebih
disebabkan oleh faktor alam dimana supply sumberdaya ikan yang terbatas
dibandingkan jumlah permintaannya serta faktor cuaca dan musim yang sangat
145
berpengaruh terhadap stok sumberdaya ikan yang diperlukan untuk kegiatan
produksi perusahaan.
Prioritas yang kedua faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan yang tidak
kontinu dengan bobot PHA sebesar 0,199 adalah informasi pasar. Dengan adanya
informasi pasar yang mencukupi maka perusahaan dapat memperoleh kontinuitas
pasokan bahan baku ikan sehingga apabila informasi pasar yang diterima
perusahaan kurang maka dapat menjadi kendala dalam meprediksi ketersediaan
bahan baku ikan. Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar
adalah relasi bisnis (0,443) yang dapat memberikan informasi pasokan bahan
baku ikan,kemudian prioritas kedua adalah lembaga pemasaran (0,387), dan yang
menjadi prioritas ketiga adalah buyers dengan bobot PHA sebesar (0,169).
Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,169.
Sarana yang dimiliki perusahaan terutama sarana pengangkutan dan penyimpanan
juga berpengaruh dalam ketersediaan bahan baku ikan yang diprediksi perusahaan
karena sarana menunjang kelancaran proses penyimpanan persediaan bahan baku.
Kemudian prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab ketersediaan bahan baku
ikan yang tidak kontinu adalah sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,497),
sarana produksi (0,212), sarana kendali mutu (0,191),dan sarana administrasi
(0,100).
Masalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam
perusahaan menempati prioritas keempat dengan bobot PHA sebesar 0,118. Dari
hasil pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab sistem
dari masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu prioritas pertama
ditempati oleh SOP (0,474), prioritas kedua adalah pengawasan (0,376) kemudian
dilanjutkan dengan pengorganisasian (0,149).
Kemudian prioritas kelima dari faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan
yang tidak kontinu adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,102. Material
yang dimaksudkan disini adalah material bahan baku. Kemudian dari faktor
penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab material
dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA
0,493, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,196 dan
prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,311.
146
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas keenam
dengan bobot PHA sebesar 0,092. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan
bahwa teknologi mesin menempati prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab
dengan bobot PHA 0,443, kemudian umur ekonomis mesin (0,387), dan prioritas
ketiga adalah perawatan mesin (0,169).
Sumberdaya manusia menjadi faktor penyebab masalah yang menempati
prioritas ketujuh dengan bobot PHA sebesar 0,289. Kualifikasi sumberdaya
manusia berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan bahan
baku ikan yang dobutuhkan perusahaan. Untuk kriteria sub faktor penyebab
sumberdaya manusia, pengalaman menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA
sebesar 0,595, kemudian dilanjutkan dengan kualitas SDM dengan bobot PHA
sebesar 0,276 dan prioritas ketiga adalah kuantitas SDM dengan bobot PHA
0,128. Hal ini dapat menunjukkan bahwa untuk menjamin ketersediaan bahan
baku ikan yang dbutuhkan perusahaan membutuhkan pengalaman dari
sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan pembelian bahan baku ikan.
Selanjutnya dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4
didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah job
discription yang kurang dipahami oleh sebagian karyawan dapat dilihat pada Tabel
15.
Tabel 15. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Job Discription yang Kurang Dipahami Sebagian
Karyawan
Tingkat 2
Tingkat 3
Kriteria
Kriteria faktor
Masalah
Penyebab
Bobot
Prioritas
PHA
1. Material
0,104
Kriteria Sub Faktor
Penyebab
Job
Discription
Tingkat 4
4
Kurang
PHA
Prioritas
1. Kualitas
0,540
1
2. Kuantitas
0,297
2
3. Konsistensi
0,163
3
Inconsistency Ratio: 0,02
Dipahami
oleh
Sebagian
Bobot
2. SDM
0,287
1
Karyawan
1. Kualitas
0,634
1
2. Kuantitas
0,174
3
3. Pengalaman
0,192
2
Inconsistency Ratio: 0,01
3. Mesin
0,083
5
1. Umur Ekonomis
0,260
3
147
2. Teknologi mesin
0,327
1
3. Perawatan mesin
0.413
2
Inconsistency Ratio: 0,05
4.Sistem
0,269
2
1. SOP
0,540
1
2. Pengorganisasian
0,297
3
3. Pengawasan
0,163
2
Inconsistency Ratio: 0,05
5. Informasi
0,074
6
Pasar
1.Lembaga pemasaran
0,634
1
2.Buyers
0,192
2
3. Relasi bisnis
0,174
3
Inconsistency Ratio: 0,01
6. Lingkungan
Eksternal
0,065
7
1. Kebijakan Pemerintah
0,358
1
2. Kondisi Ekonomi
0,173
3
3. Kondisi Sosial
0,346
2
4. Kondisi Alam
0,123
4
Inconsistency Ratio: 0,02
1. Sarana Produksi
0,160
1
0,115
4
3. Sarana Administrasi
0,509
3
4. Sarana Kendali Mutu
0,216
2
2. Sarana Pengangkutan
7. Sarana
0,116
Inconsistency Ratio: 0,05
3
dan Penyimpanan
Inconsistency Ratio: 0,05
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab dari job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan
berdasarkan Tabel 15 maka dapat diketahui bahwa yang menjadi menjadi
prioritas pertama faktor penyebab masalah adalah sumberdaya manusia dengan
bobot PHA sebesar 0,287. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat berpengaruh
dalam pembagian tugas dan wewenang dalam PT MFI karena dengan kualifikasi
sumberdaya manusia yang sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan maka
pembagian tugas dan wewenang dapat berjalan dengan baik. Untuk kriteria sub
faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas pertama dengan
bobot PHA sebesar 0,634, kemudian dilanjutkan dengan kuantitas SDM dengan
bobot PHA 0,174, dan prioritas ketiga adalah pengalaman SDM dengan bobot
PHA sebesar 0,192.
148
Sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam
perusahaan menempati prioritas kedua dengan bobot PHA sebesar 0,269. Sistem
sangat menentukan bagaimana alur tugas dan tanggungjawab dalam PT MFI
dapat berjalan melalui standar operasional prosedur dan pengorganisasian yang
baik disertai dengan pengawasan yang efektif. Dari hasil pengolahan juga dapat
diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab sistem dari masalah pembagian
tugas dan wewenang kurang jelas prioritas pertama ditempati oleh SOP (0,540),
prioritas kedua adalah pengorganisasian (0,297) kemudian dilanjutkan dengan
pengawasan (0,163).
Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,116.
Sarana yang dimiliki perusahaan dapat menunjang fungsi pengawasan dan
pengorganisasian didalam perusahaan. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa
prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab sarana dari masalah job discription
kurang dipahami oleh sebagian karyawan jelas adalah sarana administrasi
(0,509), sarana kendali mutu (0,216), sarana produksi (0,160), sarana
pengangkutan dan penyimpanan (0,115).
Kemudian prioritas keempat dari penyebab dari job discription kurang
dipahami sebagian karyawan adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,104.
Material yang dimaksudkan disini adalah material yang dibutuhkan untuk
pembagian tugas dan wewenang seperti jenis tugas dan tanggung jawab yang
diberikan. Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi
sub faktor penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas
material dengan bobot PHA 0,540, prioritas kedua adalah kuantitas material
dengan bobot PHA 0,297 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot
PHA 0,163.
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas kelima
dengan bobot PHA sebesar 0,083. Mesin yang dimaksud disini adalah mesin yang
berhubungan dengan kelancaran pembagian tugas dan wewenang karyawan. Dari
hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati
prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dengan bobot PHA 0,413,
kemudian teknologi mesin (0,327), dan prioritas ketiga adalah umur ekonomis
mesin (0,260).
149
Prioritas yang keenam faktor penyebab dari job discription kurang dipahami
oleh sebagian karyawan adalah informasi pasar dengan bobot PHA sebesar 0,074.
Kemudian dengan menggunakan hasil analisis PHA juga dapat diketahui prioritas
pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga pemasaran
(0,443) , kemudian prioritas kedua adalah buyers (0,387), dan yang menjadi
prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,169). PT Maya
Food Industries memiliki kantor pusat di Jakarta yang sekaligus menjadi
perusahaan pemasaran bagi produk Botan sehingga memiliki pengaruh bagi
pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan.
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,065 menempati
prioritas ketujuh dari yang menyebabkan dari job discription kurang dipahami
oleh sebagian karyawan. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui
bahwa prioritas pertama adalah kebijakan pemerintah (0,358), prioritas kedua
adalah kondisi sosial (0,346), prioritas ketiga adalah kondisi ekonomi (0,173) dan
kondisi alam(0,123). Faktor lingkungan eksternal hanya berpengaruh relatif kecil
dibandingkan faktor-faktor lainnya dalam job discription kurang dipahami oleh
sebagian karyawan dalam PT Maya Food Industries.
Selanjutnya dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4
didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik terdapat pada Tabel 16.
Tabel 16. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Sistem Pembuatan Laporan Belum Dilaksanakan
dengan Baik
Tingkat 2
Tingkat 3
Kriteria
Kriteria faktor
Masalah
Penyebab
Sistem
1. Material
Bobot
Prioritas
PHA
0,098
Tingkat 4
Kriteria Sub Faktor
Penyebab
5
Pembuatan
Bobot
PHA
Prioritas
1. Kualitas
0,625
1
2. Kuantitas
0,238
2
3. Konsistensi
0,136
3
Inconsistency Ratio: 0,02
laporan
belum
dilaksanakan 2. SDM
0,364
1
dengan baik
1. Kualitas
0,550
1
2. Kuantitas
0,210
3
3. Pengalaman
0,240
2
Inconsistency Ratio: 0,02
3. Mesin
0,100
4
1. Umur Ekonomis
0,238
2
2. Teknologi mesin
0,136
3
150
3. Perawatan mesin
0.625
1
Inconsistency Ratio: 0,05
4.Sistem
0,229
2
1. SOP
0,169
3
2. Pengorganisasian
0,443
1
3. Pengawasan
0,387
2
Inconsistency Ratio: 0,02
5. Informasi
0,048
6
Pasar
1.Lembaga pemasaran
0,625
1
2.Buyers
0,238
2
3. Relasi bisnis
0,136
3
Inconsistency Ratio: 0,02
6. Lingkungan
Eksternal
0,041
7
1. Kebijakan Pemerintah
0,404
1
2. Kondisi Ekonomi
0,139
3
3. Kondisi Sosial
0,340
2
4. Kondisi Alam
0,117
4
Inconsistency Ratio: 0,01
1. Sarana Produksi
0,168
3
0,094
4
3. Sarana Administrasi
0,558
1
4. Sarana Kendali Mutu
0,180
2
2. Sarana Pengangkutan
7. Sarana
0,120
Inconsistency Ratio: 0,05
3
dan Penyimpanan
Inconsistency Ratio: 0,01
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab masalah sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
yang terdapat pada Tabel 16 maka didapatkan menjadi prioritas pertama faktor
penyebab masalah tersebut adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA
sebesar 0,364. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi dalam
pembuatan laporan perusahaan yang lebih akurat dan tepat waktu agar
penyampaian informasi dalam perusahaan dapat terlaksana dengan baik. Untuk
kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA sebesar 0,460 kemudian dilanjutkan dengan kuantitas
SDM dengan bobot PHA sebesar 0,210 dan prioritas ketiga adalah pengalaman
SDM dengan bobot PHA 0,240. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam PT MFI
pembuatan laporan perusahaan belum dilaksanakan dengan baik karena kualitas
sumberdaya manusia yang dimiliki tidak memadai atau belum memiliki
151
pengalaman yang cukup mengingat sistem administrasi yang relatif baru
dipindahkan dari kantor pusat ke kantor PT MFI di Pekalongan.
Kemudian prioritas kedua adalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur
kerja yang terdapat dalam perusahaan bobot PHA sebesar 0,229. Dari hasil
pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab masalah
sistem pembuatan laporan kurang dilaksanakan dengan baik untuk prioritas
pertama ditempati oleh pengorganisasian (0,443), prioritas kedua adalah
pengawasan (0,387) kemudian dilanjutkan dengan SOP (0,169).
Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,120,
sarana yang mencukupi dapat mempermudah kinerja bagian administrasi dan
memperlancar kegiatan pertukaran informasi dan koordinasi. Kriteria sub faktor
penyebab masalah sistem pembuatan laporan kurang terselenggara dengan baik
yang menempati prioritas pertama adalah sarana administrasi (0,558), sarana
kendali mutu (0,180), sarana produksi (0,168), dan sarana pengangkutan dan
penyimpanan (0,094). Hal tersebut dapat terjadi karena sarana administrasi
menjadi sangat berpengaruh terhadap kelancaran sistem pembuatan laporan
perusahaan.
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas ketiga
dengan bobot PHA sebesar 0,100. Mesin berpengaruh terhadap sistem pembuatan
laporan karena menyangkut peralatan yang digunakan dalam sistem administrasi.
Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati
prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dengan bobot PHA 0,625,
kemudian umur ekonomis mesin (0,238) dan prioritas ketiga adalah teknologi
mesin (0,136).
Material menempati prioritas kelima dengan bobot PHA sebesar 0,098.
Material yang dimaksudkan disini adalah material yang menjadi bahan-bahan
penyusun laporan berupa informasi dan data-data perusahaan. Kemudian dari
faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab
material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot
PHA 0,625, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,238
dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,136.
152
Prioritas yang keenam faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan
kurang dilaksanakan dengan baik dengan bobot PHA sebesar 0,048 adalah
informasi pasar. Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar
adalah lembaga pemasaran (0,625) , prioritas kedua adalah Buyers (0,238) sebagai
pembeli yang sangat menentukan bagaimana standar produk yang mereka
inginkan, dan yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot
PHA sebesar (0,136).
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,041 menempati
prioritas ketujuh faktor penyebab dari sistem pembuatan laporan kurang
dilaksanakan dengan baik . Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat
diketahui bahwa prioritas pertama adalah kebijakan pemerintah (0,404), prioritas
kedua adalah kondisi sosial (0,340), prioritas ketiga adalah kondisi ekonomi
(0,139) dan kondisi alam (0,117).
Selanjutnya pengolahan dengan proses hirarki analitik pada susunan hirarki
PHA tingkat 5 menghasilkan prioritas alternatif perbaikan untuk permasalahan
penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries yang dapat
dilihat dalam Tabel 17.
Tabel 17. Susunan Prioritas Tingkat 5 Alternatif Perbaikan
Permasalahan
Bobot PHA
Prioritas
1. Perbaikan dan peningkatan kualitas SDM
0,258
2
2. Modernisasi Peralatan
0,155
3
3. Perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi
0,359
1
4. Penerapan sistem informasi manajemen
0,093
5
5. Perbaikan sistem administrasi
0,134
4
Inconsistency Ratio: 0,06
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Alternatif perbaikan bagi masalah penerapan manajemen mutu terpadu yang
dihadapi PT Maya Food Industries dan menjadi prioritas pertama bagi perusahaan
dengan bobot PHA sebesar 0,359 yaitu perbaikan dan peningkatan kinerja
organisasi. Perusahaan menyadari bahwa seringnya pergantian struktur organisasi
153
membuat kinerjanya menjadi kurang efisien dan mengakibatkan pembagian tugas
dan wewenang menjadi kurang jelas yang menjadi masalah utama yang dihadapi
perusahaan dalam penerapan manajemen mutu terpadu sehingga dengan perbaikan
dan peningkatan kinerja organisasi diharapkan dapat menjadi solusi masalah
tersebut. Pergantian struktur organisasi yang dimaksud diatas adalah pergantian
orang-orang yang menjabat dalam struktur organisasi perusahaan maupun
penambahan atau pengurangan yang dilakukan perusahaan terhadap struktur
organisasi. Contohnya pada tahun 2006 perusahaan sempat menghilangkan bagian
Program and Planning Inventory Control (PPIC ) dengan alasan efisiensi namun
dibentuk kembali pada tahun 2007. Kemudian adanya penambahan bagian research
and development serta bagian management training juga dapat menjadi kendala
bagi perusahaan dalam penerapan manajemen mutu terpadu jika wewenang dan
tugas bagian tersebut tidak dipahami dengan baik oleh karyawan. PT MFI juga
telah beberapa kali melakukan pergantian kepala bidang produksi yang dilakukan
atas kebijakan dewan direksi, hal ini juga dapat menjadi kendala dalam penerapan
MMT karena adanya perbedaan pola kepemimpinan dari masing-masing kepala
bidang produksi sehingga dibutuhkan penyesuaian oleh para karyawan agar dapat
memahami pola kerja tersebut. Alternatif perbaikan yang ditawarkan adalah dengan
mengevaluasi kinerja struktur organisasi yang ada pada saat ini untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan dari struktur yang telah ada kemudian didiskusikan
dengan dewan direksi yang berada di pusat untuk memperbaiki struktur organisasi
yang ada. Perbaikan struktur organisasi ini dapat dilakukan dengan perhitungan
dengan teknik curah pendapat (brainstorming) oleh pihak manajemen terkait
dengan melihat bentuk organisasi yang telah ada saat ini untuk dapat dilakukan
upaya perbaikan bentuk organisasi agar dapat berfungsi secara optimal yang
disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan juga untuk menghasilkan efisiensi
dan mempermudah pertukaran informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perusahaan Kemudian struktur organisasi yang telah terbentuk beserta kejalasan
fungsi, tanggung jawab dan wewenangnya disosialisasikan dengan baik kepada
setiap karyawan sehingga pembagian tugas dan tanggungjawab terdefinisi dan
terlaksanakan dengan baik dan dapat dipahami oleh karyawan sehingga dapat
mengatasi permasalahan pembagian tugas dan wewenang yang kurang jelas yang
154
selama ini dihadapi oleh perusahaan. Bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan oleh
perusahaan diantaranya dengan mengadakan meeting secara periodik dengan
bagian-bagian yang terdapat dalam perusahaan karena selama ini meeting yang
telah dilakukan perusahaan hanya antara pihak top level management dengan
middle management dan jarang melibatkan perwakilan dari tingkat lower
management. Kemudian bentuk sosialisasi struktur organisasi yang ada juga dapat
dilakukan perusahaan melalui program pendidikan dan pelatihan yang
direncanakan oleh bagian management training untuk menjelaskan bentuk struktur
organisasi yang dimiliki oleh PT MFI sekaligus deskripsi pekerjaan dari tiap-tiap
lini pada organisasi karena selama ini training yang dilakukan untuk sebagian
besar karyawan difokuskan pada hal yang berkaitan secara langsung dengan bagian
produksi.
Prioritas kedua alternatif perbaikan menurut persepsi manajemen adalah
perbaikan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan bobot PHA
sebesar 0,258, karena sumberdaya manusia juga menjadi faktor penyebab yang
cukup berpengaruh terhadap terjadinya masalah penerapan manajemen mutu
terpadu sehingga dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat
meningkatkan kualifikasi SDM untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Dari data yang didapatkan dalam perusahaan bahwa sebagian besar karyawan dari
PT MFI yakni sebesar 331 orang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah atau
sama dengan SLTP sehingga secara rata-rata tingkat pendidikan karyawan PT MFI
masih sangat rendah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemahaman konsep
manajemen mutu terpadu yang merupakan perbaikan seluruh level operasi
perusahaan secara terus menerus, sehingga perusahaan perlu meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia yang dimiliki. Salah satu masalah yang terlihat pada
perusahaan yang ditimbulkan oleh aspek sumberdaya manusia adalah dengan
kurang disiplinnya karyawan bagian produksi dalam penggunaan topi apabila
sedang berada dalam ruangan produksi apabila tidak dalam pengawasan oleh
supervisi produksi, meskipun pemakaian topi merupakan standar yang telah
diwajibkan bagi pekerja dalam ruangan proses. Peningkatan kualitas SDM dari PT
MFI dapat dilakukan dengan peningkatan frekuensi pendidikan dan pelatihan dan
juga perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan sehingga
155
dapat berjalan dangan efektif. Materi pelatihan yang dilakukan harus disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan dan dengan seleksi peserta dan pengajar yang tepat
untuk dapat meningkatkan sumberdaya manusia dalam perusahaan. Hal lain yang
dapat dilakukan perusahaan adalah dengan sistem recruitmen yang lebih ketat
terhadap calon karyawan PT MFI sehingga terjadi kecocokan antara kualifikasi
yang dimiliki oleh karyawan dengan kebutuhan atau persyaratan dari suatu jabatan
atau pekerjaan sehingga asas “the right man on the right job” dapat tercapai.
Berfokus pada peningkatan grade PMMT yang dimiliki perusahaan, training yang
dilakukan hendaknya diarahkan berdasarkan konsepsi HACCP, salah satunya
dengan training mekanisme dan cara mengaplikasikan prinsip-prinsip HACCP
dalam yang diikuti oleh Tim HACCP yang telah dimiliki oleh perusahaan, selain
itu juga dapat dilakukan studi banding ke perusahaan pengolahan lainnya yang
memiliki sertifikasi HACCP lebih tinggi sehingga perusahaan dapat mencontoh
teknik-teknik yang dilakukan dalam penerapan HACCP pada perusahaan tersebut.
Salah satu aspek penting dari prinsip HACCP yang belum terlaksanakan dengan
baik oleh perusahaan adalah penetapan prosedur yang efektif dalam pemeliharaan
dan dokumen sistem HACCP serta penetapan prosedur verifikasi yang belum
berjalan dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal sehingga
perusahaan perlu melakukan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip tersebut.
Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas ketiga adalah modernisasi peralatan
dengan bobot PHA sebesar 0,155. Hal ini disebabkan karena dengan modernisasi
peralatan baik mesin maupun sarana-prasarana yang dimiliki PT MFI maka
diharapkan dapat membantu bagian quality control untuk meningkatkan kinerjanya
sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas dan
mengurangi jumlah produk akhir yang tidak sesuai standar. Modernisasi peralatan
yang dilakukan diantaranya adalah dengan penambahan laboratorium mikrobiologi
pada bagian quality control sehingga dapat memudahkan kinerja bagian quality
control serta meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan karena dapat secara
langsung mengetahui kandungan bakteri dan logam-logam berat pada produk
sehingga tidak perlu melakukan uji laboratorium di lembaga lain di luar
perusahaan. Kemudian penggantian mesin seamer juga perlu dilakukan perusahaan
156
dalam beberapa waktu kedepan untuk mengurangi kerusakan penutupan kaleng
yang disebabkan oleh kondisi mesin yang kurang layak sehingga diharapkan dapat
menurunkan tingkat kerusakan produk akhir dari 0,45% menjadi zero defect sesuai
dengan konsep manajemen mutu terpadu.
Perbaikan sistem administrasi menjadi prioritas keempat dengan bobot PHA
sebesar 0,134. Masalah sistem pembuatan laporan yang belum terselenggara
dengan baik dalam perusahaan menjadi salah satu kendala bagi perusahaan dalam
menerapkan manajemen mutu terpadu hal ini disebabkan karena sebagian
karyawan kurang memahami job discription yang ada dalam perusahaan,
pemindahan sistem administrasi dan pemasaran yang lebih luas dari kantor pusat
pada tahun 2007 serta pengorganisasian yang belum dapat dilaksanakan dengan
baik oleh perusahaan. Sistem administrasi yang dimaksud adalah sistem yang
mencakup mekanisme pelaporan penerimaan dan pengeluaran perusahaan,
verifikasi laporan keuangan perusahaan, pengaturan persediaan produk akhir dan
bahan pendukung, serta distribusi dan pemasaran produk selain merk Botan. Job
discription bagian administrasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan cukup jelas
namun belum terdapat mekanisme yang jelas dalam pengumpulan data finansial
dan data pemasaran dari seluruh kegiatan operasional perusahaan. Hal ini sangat
berpengaruh dalam penerapan PMMT yang dilakukan oleh PT Maya Food
Industries karena prinsip dokumentasi dan verifikasi belum dilaksanakan dengan
baik oleh perusahaan. Penerapan manajemen mutu terpadu menyangkut
keseluruhan sistem yang terdapat dalam perusahaan sehingga masalah administrasi
juga perlu diatasi oleh perusahaan untuk meningkatkan standar kualitas yang
dimiliki perusahaan untuk dapat terus bersaing didalam pasar nasional dan
internasional secara berkelanjutan. Salah satu alternatif perbaikan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan dalam memperbaiki sistem administrasi dalam
perusahaan adalah dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan serta
pembagian tugas dan wewenang yang lebih jelas sehingga terjadi perbaikan dalam
sistem administrasi dan informasi manajemen karena setiap karyawan menyadari
tugasnya masing-masing dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perusahaan
sehingga data dan informasi administrasi internal perusahaan dapat dikumpulkan
dengan baik dan laporan dapat disusun dengan lengkap, sistematis, faktual dan
157
tepat waktu serta terjadi kesesuaian dalam laporan antar bagian. Perbaikan sistem
administrasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan
pengumpulan data-data sebelum sistem administrasi dipindahkan, kemudian datadata tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepentingannya bagi
pengambilan keputusan dalam perusahaan. Sehingga data-data tersebut dapat
diambil kembali dengan mudah oleh pihak manajemen perusahaan. Pengumpulan
data-data perusahaan ini dapat ditugaskan pada karyawan tertentu dalam
perusahaan sehingga memiliki tanggung jawab yang penuh dalam penyimpanan
informasi dalam perusahaan. Alternatif perbaikan ini dapat ditindaklanjuti dengan
alternatif perbaikan dengan prioritas kelima yaitu penerapan sistem informasi
manajemen
Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas kelima adalah penerapan sistem
informasi manajemen dengan bobot PHA sebesar 0,093. Sistem Informasi
Manajemen (SIM) menurut Cahayani (2004) adalah serangkaian sub sistem
informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu yang
mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara
guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas
dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain SIM adalah sebagai
suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa
pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para pemakai biasanya membentuk suatu
entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit dibawahnya. Informasi
menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang terjadi
di masa lalu, apa yang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan
khusus dan ouput dari model matematika. Output informasi digunakan oleh manajer
maupun non manajer dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk
memecahkan masalah.
Dengan penerapan sistem informasi manajemen maka perusahaan dapat lebih
cepat untuk mengetahui perkembangan keinginan konsumen dan kebutuhan
konsumen terhadap suatu produk sehingga membantu perusahaan dalam
meningkatkan volume penjualan serta dengan sistem informasi yang baik
perusahaan dapat menjaga hubungan baik dengan pemasok sehingga mampu
158
mengatasi masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu untuk
menjamin kontinuitas produksi perusahaan. Sistem informasi manajemen ini juga
dapat mempermudah pengorganisasian pada sistem administrasi perusahaan karena
tiap laporan yang dihasilkan dari tiap-tiap bidang dalam perusahaan dapat diaudit
secara cepat dengan komputerisasi sistem administrasi yang dilakukan oleh
perusahaan. Peningkatan sistem informasi manajemen juga dapat dilakukan
perusahaan dengan pembuatan website sebagai upaya pelayanan terhadap
konsumen maupun calon konsumen serta dapat mempermudah upaya promosi
perusahaan. Peningkatan sistem informasi ini juga dapat berupa peningkatan
pencarian informasi mengenai lingkungan pemasaran seperti konfigurasi demografi
penduduk, khususnya mereka yang menjadi konsumen produk perusahaan,
kemudian informasi mengenai teknologi yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan, politik, budaya masyarakat, pasar, pelanggan, pesaing, pemasok,
perusahaan jasa angkutan dan pergudangan, jasa perusahaan promosi dan
periklanan serta masyarakat secara luas. Informasi ini dapat digunakan perusahaan
untuk merancang strategi bersaing yang tepat bagi perusahaan dengan melihat
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat dalam lingkungan
internal maupun eksternal perusahaan sehingga perusahaan dapat bersaing dan
mencapai tujuannya. Selain itu dengan diterapkannya sistem informasi manajemen
juga diharapkan dapat meningkatkan grade PMMT yang diperoleh perusahaan
karena dengan adanya SIM perusahaan dapat melakukan validasi dan audit
terhadap dokumentasi penerapan PMMT dengan lebih cepat dan akurat sesuai
dengan prinsip HACCP untuk memudahkan tindakan koreksi yang dilakukan PT
MFI terhadap titik kendali kritis tertentu yang tidak berada dalam kendali
perusahaan.
159
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian mengenai penerapan manajemen mutu terpadu
dalam PT Maya Food Industries di Pekalongan adalah sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip MMT sebagian besar sudah dilaksanakan oleh PT MFI
meskipun prinsip keterlibatan karyawan dan komitmen manajemen dinilai
kurang oleh beberapa karyawan yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Sedangkan unsur-unsur MMT telah terdapat dalam perusahaan kecuali untuk
unsur audit internal yang belum dapat terlaksana dengan baik karena belum
efektifnya kinerja tim audit internal dalam perusahaan.
2. Dari analisis diagram Pareto didapatkan lima besar masalah utama dalam
penerapan MMT secara berurutan sesuai dengan persentase tingkat
kepentingannya adalah sebagai berikut job discription kurang dipahami
sebagian karyawan (20,83%), kinerja bagian quality control kurang maksimal
(16,23%), sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
(15,28%), ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu (14,93%) dan sanitasi
dan higienitas belum optimal (12,85%). Prioritas alternatif perbaikan yang
diperoleh dengan menggunakan analisis PHA disesuaikan dengan kondisi
perusahaan secara berurutan berdasarkan bobot PHA adalah sebagai berikut
160
perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi (0,359), perbaikan dan
peningkatan kualitas SDM (0,258), modernisasi peralatan (0,155), perbaikan
sistem administrasi (0,134), dan penerapan sistem informasi
manajemen(0,093).
6.2 Saran
Setelah melakukan penelitian terhadap penerapan manajemen mutu
terpadu dalam PT Maya Food Industries Pekalongan, ada beberapa hal yang
dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan diantaranya:
1. Perlunya pengadaan laboratorium mikrobiologi sebagai sarana pengujian
produk akhir yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries untuk peningkatan
jaminan mutu yang dapat diberikan perusahaan kepada konsumen serta untuk
peningkatan grade perusahaan dalam penerapan Program Manajemen Mutu
Terpadu (PMMT).
2. Pembentukan kembali tim audit internal sebagai salah satu elemen dari
HACCP yang menjadi konsepsi dasar dari PMMT untuk melakukan
peninjauan kembali sistem HACCP yang telah dilakukan oleh perusahaan dan
menentukan kesesuaian penerapan sistem HACCP dengan persyaratan sistem
HACCP serta mendefinisikan dengan jelas. ruang lingkup audit, frekuensi dan
metodologi yang digunakan.
3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam PT Maya Food Industries
dengan peningkatan frekuensi dan efektifitas pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan perusahaan dan sistem penempatan kerja yang lebih terorganisir
dengan baik sesuai kebutuhan perusahaan.
4. Perlunya penggantian mesin seamer (mesin penutup kaleng)
untuk
meningkatkan kualitas pengalengan ikan yang diproduksi dan mengurangi
jumlah kerusakan kaleng dan bahaya fisik, biologi dan kimua yang dapat
ditimbulkan oleh penutupan kaleng yang kurang sempurna.
5. Perlunya peningkatan karyawan bidang Quality Assurance baik dari segi
kuantitas maupun kualitas agar upaya pengawasan dan jaminan keamanan
mutu hasil produksi dari perusahaan dapat dilakukan dengan lebih baik.
161
6. Perlunya peningkatan dan pengawasan terhadap sanitasi dan higienitas ruangan
produksi untuk meningkatkan pengendalian terhadap bahaya dan memastikan
produk akhir layak untuk dikonsumsi terutama dengan mengefektifkan
mekanisme pencucian tangan dan sepatu karyawan dengan saniter pada setiap
pintu masuk serta pemakaian pakaian dan perlengkapan kerja sesuai dengan
ketentuan perusahaan dan memastikan sangsi yang tegas bagi karyawan yang
tidak mematuhi ketentuan tersebut.
7.
Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk pelaksanaan alternatif perbaikan dibandingkan dengan
manfaat yang diperoleh perusahaan untuk mendapatkan alternatif perbaikan
paling sesuai dengan kondisi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani DW. 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Cahayani A. 2004. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: PT Grasindo
Crosby, Phillip B. 1979. Quality is Free. New York: Mc-Graw Hill Book,Inc.
Deming WE. 1986. Out of Crisis. Cambridge: Massachussetts Institute of Technology.
Dinas Perikanan. 1998. Petunjuk Teknologi Pengolahan Surimi dan Fish Jelly
Product. Semarang: Dinas Perikanan.
Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan.
Feigenbaum AV. 1991. Total Quality Control. Ed ke-3. New York: Mc-Graw Hill
Book,Inc.
Flippo EB. 2005. Manajemen Personalia. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga.
Garvin DA. 1988. Managing Quality. New York: The Free Press
Gasperz V. 2001. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Handoko T. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta:
BPFE-UGM
162
Hessel Nogi S Tangkilisan. 2003. Manajemen Modern untuk Sektor Publik.
Yogyakarta:Penerbit Balaikurung & Co.
Ibrahim B. 2000. TQM: Panduan Untuk Menghadapi Persaingan Global. Jakarta:
Penerbit Djambatan
Jenie, B S L. 1991. Mikrobiologi Pengendalian Mutu Pangan.Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi.
Juran, JM.1988. Terobosan Manajemen: Konsep Baru Tentang Tugas Manajer.
Jakarta: Erlangga.
Juran, JM.1993. Quality Planning and Analysis. Ed ke-3.New York: Mc-Graw Hill
Book,Inc.
Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran .Jilid 1. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia
Macdonald J. 2002. Total Quality Control Yang Sukses dalam Sepekan. Bekasi: PT
Kesaint Blanc Indah Corp
Maxfield FN. 1930. The Case Study. Educ. Res. Bull.9, 1930, pp 117-122
Murniyati AS, Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Makanan
Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Nasir M. 2003. Metode Penelitian Sosial. Cetakan Keempat. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nasution MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Cetakan ke-3. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Peranginangin R.dkk.1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta:
Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia.
PT Maya Food Industries. 2003. Panduan Mutu Terpadu Berbasis HACCP.
Pekalongan: PT Maya Food Industries.
Saaty TL. 1993. Pedoman Pengambilan Keputusan Bagi Para Manajer. Jakarta: PT
Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
163
Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 1998. Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts/IK.210/2/98 tentang Sistem Manajemen Mutu
Terpadu Hasil Perikanan. Jakarta: Menteri Pertanian Republik Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2002. Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/men/2002 tentang
Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Jakarta: Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2007. Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2007 tentang
Persyaratan dan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia.
Tjiptono F , Diana A. 2001. Total Quality Management. Ed-Rev. Yogyakarta: Andi.
Undang-Undang Republik Indonesia.1996. Undang-Undnag Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99, 1996. Jakarta:
Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia.1999. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
42, 1999. Jakarta: Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia
Winarno F. G. 1984. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
164
LAMPIRAN
165
Lampiran 1. Peta Kota Pekalongan, Jawa Tengah.
U
166
Skala
Keterangan:
: Lokasi PT Maya Food Industries
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
1: 200.000
138
Direktur
Lampiran 2. Struktur organisasi PT. Maya Food Industries
GM
Direktur
Kepala bidang
GM
Administrasi
Keuangan &
accounting
pusat
Accounting
ngngng
Pembelian
bahan baku
Non bahan
baku
Warehouse
Marketing
QA
QC
Ekspor &
impor
Supervisor
Kepala bagian
Finance
Produksi
Produksi
Bahan baku
HRD
RnD
Personalia
Management
trainning
PPIC
Mesin &
Elektrik
Pembelian
bahan baku
ikan lokal
PPIC
Mesin &
Elektrik
PBBIL
Keterangan :
Berkedudukan di jakarta
Berkedudukan di pekalongan
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
Non
bahan
baku
pekalong
an
138
Lampiran 3 Denah Tata Letak Bangunan PT Maya Food Industries
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
139
Keterangan :
1.
Pos keamanan
22.
Kamar mandi
2.
Kantor perusahaan
23.
Bak thawing
3.
Ruang absent dan keuangan
24.
Ruang pemotongan, pencucian,
4.
Ruang tamu
5.
Ruang pembukuan
6.
Mess kantor
penutupan kaleng, sterilisasi dan
7.
Dapur
pendinginan
8.
Tempat parkir sepeda
26.
Ruang labelling
9.
Kantor serikat pekerja
27.
Ruang penyimpanan kaleng
10.
Musholla
28.
Ruang produksi buah kaleng
11.
Tempat parkir mobil
29.
Gudang barang jadi
12.
Ruang bubut
30.
Kantor warehouse
13.
Ruang las
31.
Ruang boiler
14.
Ruang listrik
32.
Ruang diesel
15.
Ruang operator cold storage
33.
Ruang solar
16.
Ruang refrigerasi
34.
Tempat penjemuran kerupuk
17.
Cold storage
35.
Ruang produksi kerupuk
18.
Ruang operator seamer
36.
Ruang produksi surimi
19.
Ruang petugas penerimaan
37.
Ruang produksi tepung ikan
bahan baku
38.
Bak pembuangan dan
20.
Ruang QC
21.
Ruang penampungan air
pengisian ikan dan penimbangan
25.
Ruang exhausting, penirisan,
penampungan limbah
39.
Tempat pembuangan sampah
140
Lampiran 4. Alur proses produksi ikan kaleng
receiving
Import (frozen)
Local (fresh)
Fish water pool (4ºC)
Cold storage (-20ºC)
Fish thawing tank
Receiving can & lid
Can
Receiving
weighing
Sorting & cutting
(head, tail, gut)
Sorting
Sauce :
Tomat paste,
MR-300, salt,
water
Washing I
Filling & weighing
Pre cooking
Checking
(suhu & brix)
Place for draining
Lid
saucing
Checking
seaming
Can washing
Sterilization
Receiving
cooling
Master carton
incubation
Checking
Packing & labelling
Storing
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
141
Lampiran 5. Alur Proses Produksi Surimi PT Maya Food Industries
Penerimaan Bahan Baku Ikan
Penyiangan dan Pemotongan Kepala
Pencucian
Pemisahan daging dari tulang dan kulit
Pembilasan
Perbaikan tekstur
Pengepresan
Penambahananti denaturasi
Pencetakan
Pembekuan
Pengemasan
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
142
Lampiran 6. Alur Proses Produksi Buah Kaleng PT Maya Food Industries
Penerimaan Bahan Baku Ikan
Penimbangan Bahan Baku
Penyiangan dan Pengupasan
Pencucian
Pemotongan
Pengisian dan Penimbangan
Pengisian Medium
Pre-Cooking
Pasturizing
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
143
Lampiran 7. Alur Proses Produksi Tepung Ikan PT Maya Food Industries
Penerimaan Bahan Baku Ikan
Perebusan
Pengepresan
Pengeringan
Pengemasan
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
144
Lampiran 8. Alur Proses Produksi Kerupuk Bawang PT Maya Food Industries
Penerimaan Bahan Baku
Pengadukan
Pencetakaan
Pengukusan
Pendinginan
Pemotongan
Pengeringan
Pengemasan
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
145
Lampiran 9. Sertifikat Halal PT Maya Food Industries Pekalongan
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
146
Lampiran 10. Sertifikat Good Manufacturing Practice dari PT Maya Food
Industries
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
147
Lampiran 11. Sertifikat HACCP PT Maya Food Industries
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
148
Lampiran 12. Laporan Hasil Pengujian Produk Botan dari Departemen
Perindustrian
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
149
Lampiran 13. Foto-Foto Selama Penelitian pada PT Maya Food Industries
Papan nama dari PT MFI
Produk dari PT MFI
Kantor Utama dari PT Maya Food Industries
Drum Rotary Washer
Mesin Pemasak Saus
150
Exhaust Box
Mesin Retort
Mesin Seamer
Gudang produk akhir
Bahan baku kaleng
Sumber: Data Primer (2007)
151
Lampiran 14 Perhitungan dengan Diagram Pareto
Diagram Pareto Penerapan MMT dalam PT Maya Food Industries
300
Skor
80
200
150
60
100
40
50
0
20
i
ag
b
se
an
ry
ka
aw
an
a
ur
ng
im
ks
a
m
al
an
d
en
n
ga
b
k
ai
ak
b
um
el
o
pt
im
al
em
rp
ok
as
tas
a
ni
e
ya
i
aw
t
g
i
a
gn
a
o
h
b
n
h
y
C
a
n
d
pa
y
an
Da
ur
da
m
h
la it
K
di
i
a
s
lu
g
b
u
it a
be
Q
n
an
n
a
r
a
n
a
j
a
i
r
S
ku
ra
ed
n
in e
po
rs
it o
K
la
e
t
n
rip
Ke
ta
sc
a
i
d
bu
b
em
Jo
p
m
te
s
i
S
i
am
Count
Percent
C um %
ro
nt
lk
an
ks
a
il
60
20,8
20,8
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
ak
ku
47
16,3
37,2
a
ik
n
ti d
ko
u
in
nt
44
15,3
52,4
43
14,9
67,4
37
12,8
80,2
tin
i
gg
ra
sa
na
p
26
9,0
89,2
ra
sa
a
r
na
16
5,6
94,8
n
in
La
ya
15
5,2
100,0
0
Percent
100
250
Download