PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN FRESHTY YULIA ARTHATIANI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN FRESHTY YULIA ARTHATIANI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Februari 2008 Freshty Yulia Arthatiani C44104030 ABSTRAK FRESHTY YULIA ARTHATIANI. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries di Kota Pekalongan. Dibimbing oleh IIS DIATIN dan LUSI FAUSIA PT Maya Food Industries (PT MFI) adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) murni yang berlokasi di kota Pekalongan, Jawa Tengah. Jenis produk yang menjadi komoditas utama PT MFI adalah ikan kaleng dengan jenis sardines dan mackarel serta produk lainnya adalah Surimi, buah kaleng, tepung ikan dan kerupuk bawang. Produk yang dihasilkan dipasarkan di dalam negeri maupun luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan penerapan manajemen mutu terpadu (MMT) dalam PT MFI dilihat dari prinsip dan unsurunsur dasar MMT yang terdapat dalam perusahaan, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi perusahaan dalam penerapan MMT serta alternatif strategi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah dalam penerapan manajemen mutu terpadu pada PT MFI. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan prinsip MMT sebagian besar sudah dilaksanakan oleh PT MFI meskipun prinsip keterlibatan karyawan dan komitmen manajemen dinilai kurang oleh beberapa karyawan yang menjadi responden dalam penelitian ini. Sedangkan unsur-unsur MMT telah terdapat dalam perusahaan kecuali untuk unsur audit internal yang belum dapat terlaksana dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal dalam perusahaan. Masalah utama dalam penerapan MMT yang dihasilkan dari analisis melalui diagram Pareto secara berurutan menurut tingkat kepentingannya bagi perusahaan adalah job discription yang belum dipahami sebagian karyawan (20,83%), kinerja bagian quality control kurang maksimal (16,23%), sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (15,28%), ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu (14,93%) serta sanitasi dan higienitas yang belum optimal (12,85%). Prioritas alternatif perbaikan yang diperoleh dengan menggunakan analisis PHA secara berurutan berdasarkan bobot PHA adalah sebagai berikut perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi (0,359), perbaikan dan peningkatan kualitas SDM (0,258), modernisasi peralatan (0,155), perbaikan sistem administrasi (0,134), dan penerapan sistem informasi manajemen(0,093). Kata Kunci : PT Maya Food Industries, Manajemen Mutu Terpadu © Hak cipta milik Freshty Yulia Arthatiani, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya. PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : FRESHTY YULIA ARTHATIANI C44104030 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 7 SKRIPSI Judul Skripsi : Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries di Kota Pekalongan Nama Mahasiswa : Freshty Yulia Arthatiani NRP : C44104030 Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Iis Diatin, MM Ir. Lusi Fausia, M.Ec NIP. 131 878 936 NIP. 131 578 845 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799 8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di PT Maya Food Industries Pekalongan pada tanggal 16 Juli 2007-16 Agustus 2007 dengan judul “Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries di Kota Pekalongan”. Pada kesempatan ini penulis manghaturkan terimakasih kepada: 1) Ir. Iis Diatin, MM dan Ir. Lusi Fausia. M.Ec selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini, 2) Drs. Eddy Purnomo, M.Si selaku General Manager dan Bapak M Rosyid Ali selaku HRD Manager dari PT Maya Food Industries yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian pada PT Maya Food Industries, 3) Keluarga besar Pudji Sutanto, SH, MH yang telah memberikan doa dan kasih sayangnya, 4) Teman-Teman SEI 41, Keluarga besar Ash-Shaff, Keluarga Besar Felix dan Priambono TEP-UNSOED-2004 yang telah memberikan dukungan kepada penulis, 5) Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua yang berkepentingan. Bogor, Februari 2008 Freshty Yulia Arthatiani 9 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1986 dari ayah Pudji Sutanto, SH, MH dan Ibu Sri Gunarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Kota Pekalongan, lulus pada tahun 2004. Kemudian pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih program studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa yaitu HIMASEPA IPB (20062007), Ikatan Mahasiswa Daerah Pekalongan (IMAPEKA). 10 Ucapan Terima Kasih Bapak, Ibu, Adek, Mba Dina atas semua kasih sayang dan dukungan yang kalian berikan buat petit. Bu Iis dan Bu Lusi atas kesabarannya membimbing serta motivasi dan arahan yang telah diberikan. Feny Siput, Odji, Kaka’, Feby, Marien, Susi, Oshin, Tita, mba Nolet atas persahabatan indah yang selama ini terjalin, I hope it will last forever. Love u all… Sirkis dan Adit; d’Javas yang sering aku repotin, thanx 4 all guys…. Ash shaff crew ( mega, t’indri, kak novi, melly, rifa, muji, devi, tantri, mike, yuke, puput, mba weni, ai,kur2) yang udah banyak kasih dukungan buat petit untuk nyelesein skripsi ini. Priambono TEP Unsoed 2004 atas semua dukungan yang dikasih buat petit. All SEIRS 41 yang g bs aku sebutin satu-satu. Seneng banget bisa sekelas sama kalian…… 11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................... ............... xii DAFTAR GAMBAR....................................................................... ............... xiv DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... ............. xv I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Manfaat Penelitian ............................................................................. Batasan Penelitian.............................................................................. 1 3 7 7 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 Sejarah Perkembangan Mutu ............................................................. Definisi Mutu ..................................................................................... Dimensi Mutu .................................................................................... Manajemen Mutu Terpadu ................................................................. Manfaat Penerapan Manajemen Mutu Terpadu ................................. Tinjauan Peraturan yang Berkaitan dengan Mutu.............................. Diagram Pareto .................................................................................. Metode Proses Hirarki Analitik ......................................................... 9 11 14 15 19 20 23 24 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ............................................... 27 IV. METODOLOGI .................................................................................... 30 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.6 Metode Penelitian .............................................................................. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... Metode Penentuan Responden ........................................................... Metode Pengumpulan Data ................................................................ Metode Analisis Data ......................................................................... Definisi dan Pengukuran..................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 30 30 32 32 33 42 43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 44 5.1 Keadaan Umum Perusahaan ............................................................ 44 12 5.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ................................... 44 Halaman 5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.1.5 5.1.6 5.1.7 5.1.8 Visi dan Misi............................................................................. 45 Lokasi Perusahaan.................................................................... 46 Struktur Organisasi Perusahaan................................................ 46 Ketenagakerjaan........................................................................ 50 Kegiatan Produksi Ikan Kaleng................................................ 52 Kegiatan Produksi Surimi......................................................... 60 Kegiatan Produksi Buah Kaleng, Tepung Ikan dan Kerupuk Bawang...................................................................................... 65 5.2 Manajemen Mutu Terpadu................................................................. 69 5.2.1 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu............................................ 69 5.2.1.1 Komitmen Manajemen.................................................. 69 5.2.1.2 Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara Berkesinambungan........................................................ 70 5.2.1.3 Perspektif Jangka Panjang............................................. 71 5.2.1.4 Fokus Pada Pelanggan.................................................. 72 5.2.1.5 Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.................. 73 5.2.1.6 Kerjasama Tim.............................................................. 74 5.2.2 Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu.................................. 74 5.2.2.1 Sumberdaya Manusia.................................................... 74 5.2.2.2 Standar.......................................................................... 75 5.2.2.3 Sarana........................................................................... 77 5.2.2.4 Pengorganisasian.......................................................... 79 5.2.2.5 Audit Internal................................................................ 79 5.2.2.6 Pendidikan dan Pelatihan.............................................. 80 5.2.2.7 Visi dan Misi................................................................. 81 5.3 Teknik Manajemen Mutu Terpadu..................................................... 82 5.3.1 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Produksi........................ 82 5.3.2 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Administrasi.................. 85 5.3.3 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Quality Assurance........ 87 5.3.4 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian HRD............................. 91 5.4 Analisis Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu............................................................................................... 93 5.4.1 Diagram Pareto.......................................................................... 93 5.4.2 Analisis Proses Hirarki Analitik............................................... 100 VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 131 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 6.2 Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 131 131 133 13 LAMPIRAN ................................................................................................. 134 DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai Skala Banding Berpasangan........................................................... 39 2. Jumlah Karyawan PT MFI Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Statusnya.................................................................................................. 52 3. Standar Sterilisasi Produk Ikan Kaleng................................................... 59 4. Persyaratan Bahan Baku Surimi.............................................................. 61 5. Standar Produk Akhir Ikan Kaleng.......................................................... 73 6. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Produksi PT Maya Food Industries........................................................ 83 7. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Administrasi dalam PT MFI.................................................................... 85 8. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Quality Assurance dalam PT MFI........................................................... 87 9. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian HRD dalam PT MFI........................................................ 91 10.Permasalahan dalam Penerapan MMT yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries........................................................................................ 100 11.Susunan Prioritas Tingkat 2 Kriteria Permasalahan............................... 107 12.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Sanitasi dan Higienitas Belum Optimal........ 109 13.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Kinerja Quality Control Kurang Maksimal................................................................................................ 112 14.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Ketersediaan Bahan Baku Ikan Tidak Kontinu................................................................................................ 115 14 Halaman 15.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Job Discripton kurang dipahami sebagian karyawan................................................................................................. 118 16.Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Sistem Pembuatan Laporan Belum Dilaksanakan dengan Baik....................................................................... 121 17.Susunan Prioritas Tingkat 5 Alternatif Perbaikan.................................. 124 15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu................................ 16 2. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu........................................................ 20 3. Kerangka Pemikiran Operasional............................................................ 29 4. Pareto Chart............................................................................................. 35 5. Struktur Hirarki Identifikasi Permasalahan............................................. 37 6. Ilusrasi Matriks Pendapat Individu.......................................................... 39 7. Ilusrasi Matriks Pendapat Gabungan....................................................... 40 8. Diagram Pareto Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries............................................................. 99 9. Hirarki Permasalahan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries........................................................................................ 106 16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kota Pekalongan, Jawa Tengah………………………………....... 136 2. Struktur Organisasi PT Maya Food Industries........................................ 137 3. Denah Tata Letak Bangunan PT Maya Food Industries……………….. 138 4. Alur Proses Produksi Ikan Kaleng PT Maya Food Industries................. 140 5. Alur Proses Produksi Surimi PT Maya Food Industries.......................... 141 6. Alur Proses Produksi Buah Kaleng PT Maya Food Industries................ 142 7. Alur Proses Produksi Tepung Ikan PT Maya Food Industries................ 143 8. Alur Proses Produksi Kerupuk Bawang PT Maya Food Industries......... 144 9. Sertifikat Halal PT Maya Food Industries……………………………... 145 10.Sertifikat GMP PT Maya Food Industries……………………….......... 146 11.Sertifikat HACCP PT Maya Food Industries………………………..... 147 12.Hasil Pengujian Produk Botan dari Departemen Perindustrian.............. 148 13. Foto-Foto Selama Penelitian pada PT MFI........................................... 149 14.Perhitungan dengan Diagram Pareto...................................................... 151 17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, dimana persaingan makin ketat, mengakibatkan terjadi perubahan yang disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal, yang terjadi di dalam hampir semua aspek, yaitu aspek politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi, hukum dan berbagai aspek lainnya. Kelangsungan hidup suatu perusahaan atau organisasi sangat tergantung pada seberapa besar kemampuan untuk memberikan respon terhadap berbagai perubahan tersebut. Demikian halnya perusahaanperusahaan yang bergerak di bidang produksi pangan, apabila ingin memiliki keunggulan dalam pasar nasional dan internasional, maka perusahaanperusahaan tersebut harus mampu melakukan setiap pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan bersaing. Hal ini berarti agar perusahaan atau industri pangan mampu bersaing dalam pasar global diperlukan kemampuan mewujudkan produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan bermanfaat bagi konsumen. Masih kurangnya pengatahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan dan rendahnya kesadaran serta tanggung jawab produsen tentang mutu dan kemanan pangan yang ditandai dengan masih banyaknya terjadi kasus keracunan makanan menyebabkan setiap negara memiliki tanggung jawab untuk dapat memberikan perlindungan kepada masyarakatnya berkaitan dengan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi pangan. Di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 Pemerintah telah mengatur mengenai pengawasan dan pembinaan pangan sehingga memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia yang kemudian ditindaklanjuti dengan upaya perlindungan konsumen melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan memberikan posisi tawar yang kuat bagi konsumen dalam melindungi diri, harkat dan martabatnya. 18 Pangan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sehingga produk olahan hasil perikanan juga termasuk pangan yang harus memenuhi persyaratan UndangUndang Pangan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah. Dalam dunia perikanan perkembangan upaya pengawasan mutu hasil perikanan dimulai sejak tahun 1975 ketika Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian dengan ditandatanganinya sebuah nota kesepahaman yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antar pemimpin Departemen. Pengawasan produk perikanan semakin memiliki dasar hukum yang lebih kuat ketika disahkannya Undang-Undang No.9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang mengatur proses pengolahan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Munculnya berbagai tuntutan tentang peningkatan jaminan mutu, keamanan pangan dan ketertelusuran setiap produk dan bahan makanan serta masalah isu lingkungan ditindaklanjuti oleh Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian dengan menerapkan Program Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan (PMMT) pada tahun 1993 dan berubah nama menjadi Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan pada tahun 1998 yang didasarkan atas konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan disahkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian RI No. 42/Kpts/Ik.120/98 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Kemudian SK tersebut diperbaharui ke dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.01/MEN/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan dijelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu 19 Hasil Perikanan merupakan ketentuan dalam melaksanakan manajemen mutu hasil perikanan bagi lembaga-lembaga pemerintah, perorangan, dan badan usaha yang bergerak dalam bidang perikanan. Di dalam SK tersebut disebutkan bahwa untuk memperoleh Sertifikasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu atau Sertifikasi Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) dari Direktorat Jenderal Perikana Tangkap maka setiap unit pengolahan diwajibkan menerapkan program Manajemen Mutu Terpadu (MMT) berdasarkan konsepsi HACCP. Sistem Manajemen Mutu Terpadu yang dimaksud disini adalah bentuk tanggung jawab, prosedur, proses, sumberdaya organisasi untuk menerapkan sistem manajemen mutu secara terpadu dalam seluruh rangkaian proses produksi hasil perikanan mulai prapanen, pemanenan dan pasca panen. PT Maya Food Industries Pekalongan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengalengan ikan dan pengolahan surimi sebagai komoditas utamanya yang dipasarkan baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Oleh karena itu PT Maya Food Industries diwajibkan menerapkan sistem manajemen mutu terpadu untuk memenuhi kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan dan juga agar dapat memenuhi tuntutan konsumen akan mutu produk yang mereka konsumsi. Oleh karena itu sangat menarik untuk mengetahui sejauh mana penerapan manajemen mutu terpadu yang diterapkan dalam PT MFI untuk mempertahankan kualitas produk dan perusahaan sehingga dapat menjaga eksistensinya untuk bersaing di pasar nasional dan internasional. 1.2 Perumusan Masalah Pada masa sekarang ini, perkembangan teknologi yang makin pesat serta semakin banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang pengalengan ikan menuntut perusahaan menghasilkan suatu produk yang semakin bermutu agar dapat memiliki nilai jual yang tinggi dalam pandangan konsumen. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) didefinisikan secara umum sebagai suatu 20 cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz 2001) sehingga penerapan manajemen mutu terpadu dinilai merupakan solusi yang tepat dalam usaha memenuhi tuntutan konsumen akan mutu dan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat memiliki daya saing yang tinggi. Kemudian merujuk pada Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan dijelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan merupakan ketentuan dalam melaksanakan manajemen mutu hasil perikanan bagi lembaga-lembaga pemerintah, perorangan, dan badan usaha yang bergerak dalam bidang perikanan dimana manajemen mutu terpadu hasil perikanan diwajibkan diterapkan pada unit pengolahan hasil perikanan berdasarkan konsepsi HACCP. PT Maya Food Industries adalah perusahaan pengolahan makanan yang berlokasi di kota Pekalongan, Jawa Tengah dan merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) murni. Jenis produksi PT Maya Food Industries sebagai komoditas utama adalah pengalengan ikan Mackerel dan Sardines dengan merk Botan yang mendapat lisensi dari perusahaan Mitsuisi Co. Ltd. Japan dan ikan kaleng dengan merk Ranesa , Sesibon dan Geisha. Selain itu produk dari PT Maya Food Industries lainnya adalah surimi, buah kaleng, tepung ikan dan kerupuk bawang. Produk yang diproduksi PT MFI dipasarkan baik untuk dalam negeri maupun diekspor ke berbagai negara di Asia dan Afrika sehingga mutu produk yang dihasilkan harus terus dijaga dan ditingkatkan. Salah satu strategi yang dilaksanakan PT Maya Food Industries dalam menciptakan nilai jual yang tinggi di mata konsumen dan memenuhi peraturan yang diwajibkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan adalah dengan menerapkan manjemen mutu terpadu. Namun dalam pelaksanaannya penerapan 21 manajemen mutu terpadu kerap menghadapi kendala, hal ini terkait dengan kondisi bahwa PT MFI baru mendapatkan sertifikasi HACCP dengan grade C sehingga sertifikat penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) pada PT MFI digolongkan pada tingkat III berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Hal ini menyebabkan PT MFI sulit untuk memasarkan produknya ke pasar Amerika dan Uni Eropa karena standar mutu pangan di negara tersebut harus lebih tinggi yaitu untuk produk yang memiliki sertifikasi PMMT golongan I dan II, selain itu PT MFI juga perlu melakukan satu kali uji laboratoris untuk 3 kali penerbitan sertifikat mutu yang wajib dimiliki untuk setiap kegiatan ekspor setiap hasil perikanan karena serrtifikat PMMT PT MFI hanya tergolong pada tingkat III. Kemudian berdasarkan informasi dari perusahaan PT MFI relatif sering melakukan pergantian struktur organisasi dan pada saat ini masih mengalami masa adaptasi karena pemindahan sistem administrasi dari kantor pusat di Jakarta ke Pekalongan sejak awal tahun 2007 sehingga hal tersebut dapat menjadi kendala dalam penerapan manajemen mutu terpadu. Selain itu sebagai perusahaan yang memproduksi ikan kaleng sebagai komoditas utamanya, keseragaman ukuran bahan baku menjadi kendala tersendiri dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan perusahaan. Hal ini disebabkan meskipun citarasa dan kualitas ikan sesuai dengan standar namun apabila ukuran bahan baku ikan tidak seragam maka akan menjadi kendala pada bagian produksi karena menyulitkan pemotongan ikan sesuai dengan standar pengisian kaleng yang ditetapkan perusahaan. Oleh karena itu PT MFI lebih banyak menggunakan bahan baku ikan impor yang memiliki ukuran lebih seragam. Kemudian terbatasnya karyawan di bidang quality control juga dapat menjadi hambatan tersendiri dalam pengendalian mutu pada PT MFI karena bagian ini bertugas dalam pengawasan mutu dan pengembangan hasil produksi dari awal pra persiapan produksi, proses produksi, serta hasil produksi sehingga sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan. 22 Peningkatan harga bahan baku Surimi dari Rp 2.000,00- Rp 3.000,00 pada tahun 2006 menjadi rata-rata Rp 4.000,00 pada tahun 2007 dengan kualitas bahan baku yang kurang bagus menyebabkan mutu Surimi yang dihasilkan kurang optimal dan tidak terjadi kesesuaian antara kualitas Surimi dengan harga jual kepada konsumen. Hal ini dapat menjadi kendala dalam penerapan manajemen mutu terpadu karena bahan baku mempengaruhi seluruh rangkaian dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu dan aman dikonsumsi. Kendala yang dihadapi PT MFI dalam penerapan manajemen mutu terpadu tersebut diatas merupakan sebagian kendala dari bagian produksi yang pada kenyataannya berhubungan dan saling mempengaruhi dengan bagian lain dalam perusahaan seperti sumberdaya manusia, keuangan, dan bagian teknis lainnya. Sedangkan unsur-unsur dasar dari manajemen mutu terpadu merupakan mata rantai proses dimana setiap satu proses pekerjaan berkaitan dengan proses lainnya dan output pekerjaan suatu proses merupakan input bagi yang lainnya (MacDonald 2002). Oleh karena itu, jika terjadi suatu masalah dalam satu bagian perusahaan maka akan mengganggu kinerja bagian perusahaan yang lain dalam penerapan manajemen mutu terpadu secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan perlu adanya suatu kajian untuk menilai sejauh mana penerapan manajemen mutu terpadu dan seperti apa permasalahan yang dihadapi dalam penerapannya sehingga dapat diperoleh suatu alternatif pemecahan masalah yang dapat meningkatkan kinerja dari PT Maya Food Industries. Uraian tersebut di atas menuntun penulis kepada rumusan permasalahan yang perlu dipecahkan melalui suatu penelitian yang lebih mendalam, yaitu: 1. Bagaimana penerapan manajemen mutu pada PT Maya Food Industries sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan internasional serta berproduksi secara berkelanjutan? 2. Permasalahan apa yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries dalam menerapkan manajemen mutu terpadu dan alternatif prioritas strategi apa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut? 23 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui penerapan manajemen mutu pada PT Maya Food Industries sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan internasional serta berproduksi secara berkelanjutan. 2. Menganalisis permasalahan yang muncul dalam penerapan manajemen mutu pada PT Maya Food Industries dan alternatif pemecahan masalah yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2. Sebagai masukan dan pedoman bagi manajemen perusahaan, khususnya dalam mengambil keputusan maupun kebijaksanaan manajemen perusahaan yang berkaitan dengan penerapan manajemen mutu terpadu. 3. Sebagai bahan acuan bagi penelitian lebih lanjut bagi pihak akademis maupun perusahaan yang bersangkutan. 1.5. Batasan Penelitian 1. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu sistem manajemen atau pengelolaan total suatu perusahaan yang dianalisis dengan diagram Pareto kemudian dianalisis dengan proses hirarki analitik yang digunakan untuk mencari alternatif dan prioritas strategi manajemen mutu terpadu untuk mengatasi masalah yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang diterapkan oleh PT Maya Food Industries. 2. Penelitian ini dibatasi pada penerapan manajemen mutu terpadu yang dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries dalam kegiatan usahanya melalui pendekatan produksi yang dikaitkan dengan kegiatan perusahaan lainnya serta masalah yang terjadi dan faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah dalam penerapan manajemen mutu tersebut. 24 3. Penelitian ini tidak membahas kegiatan pemasaran secara menyeluruh dari perusahaan karena PT Maya Food Indutries merupakan perusahaan produksi yang merupakan anak cabang dari PT Indo Maya Mas di Jakarta yang menangani kegiatan administrasi dan pemasaran secara menyeluruh. 4. Alternatif prioritas strategi pemecahan masalah yang terjadi dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries didasarkan atas penilaian dari General Manager sebagai pemegang wewenang dalam pengambilan kebijakan perusahaan. 5. Analisis permasalahan dengan proses hirarki analitis dilakukan dengan analisis secara horizontal dari tiap hirarki dalam struktur hirarki permasalahan penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries. 25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Mutu Mutu telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa mesir kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun piramida. Menurut Ariani (1999) pada zaman modern fungsi mutu berkembang melalui beberapa tahap yaitu: 1. Inspeksi (Inspection) Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah inspeksi. Selama produksi, para inspektor mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Bagian inspeksi tidak independen, biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai maka bagian pabrik berusaha meloloskannya tanpa memperdulikan mutu. Pada masa sekarang ini ada beberapa orang ahli bidang statistik yang menemukan konsep statistik untuk pengendalian variabelvariabel produk seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan sebagainya. Sedang H.F. Dodge dan H.G Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling) 2. Pengendalian Mutu (Quality Control) Pada tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militer yang bebas cacat. Hal ini harus dapat diantisipasi melalui pengendalian mutu yang dilakukan selama proses produksi. Tanggung jawab mutu dialihkan ke bagian quality control yang independen. Bagian ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian pabrik. Para pemeriksa mutu dibekali dengan perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel. 26 Pada saat ini kegiatan pengendalian mutu merupakan kegiatan yang dimulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman. Secara garis besar pengendalian mutu dapat dibagi menjadi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian dalam proses pengolahan dan pengendalian produk akhir. 3. Pemastian Mutu (Quality Assurance) Rekomendasi yang dihasilkan dari teknis-teknis statistik sering kali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada. Pengendalian mutu (quality control) berkembang menjadi pemastian mutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu difokuskan untuk memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis dan petunjuk operasi untuk peningkatan mutu. Pemastian mutu bekerja sama dengan bagianbagian lain yang bertanggungjawab penuh terhadap mutu kinerja masing-masing bagian. 4. Manajemen Mutu (Quality Management) Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo, sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen mutu. 5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Dalam perkembangannya mnajemen mutu, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu sehingga tanggung jawab terhadap mutu tidak hanya dibebankan kepada suatu bagian tertenu tetapi menjadi tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang disebut sebagai Total Quality Management. 27 2.2 Definisi Mutu Para pakar memiliki definisi yang berbeda-beda tentang kata mutu, namun pada intinya mengandung maksud yang sama. Menurut Juran (1993) diacu dalam Nasution (2004) kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kesesuaian pelanggan. Kecocokan penggunaan tersebut didasarkan atas lima ciri utama berikut: a) Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan b) Psikologis, yaitu citra rasa atau status c) Waktu, yaitu kehandalan d) Kontraktual, yaitu adanya jaminan e) Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur Crosby (1979) diacu dalam Nasution (2004) menyatakan bahwa kualitas adalah conformance to requierment, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas produk yang dihasilkan (Deming 1986 diacu dalam Nasution 2004). Feigenbaum (1991) diacu dalam Nasution (2004) menyatakan bahwa kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk dianggap berkualitas jika memberi kepuasan kepada konsumen sepenuhnya, artinya sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Menurut Garvin (1988) kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, serta lingkungan yang mengenali atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Nasution (2004) menyimpulkan ada beberapa persamaan dalam definisi kualitas yang dikemukaan oleh berbagai ahli, yaitu dalam elemenelemen sebagai berikut: a) Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan b) Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan 28 c) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang). Kemudian dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996 pemerintah ditegaskan bahwa mutu pangan harus memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan yang diperdagangkan yang diterapkan secara bertahap berdasarkan jenis pangan. Setiap orang dilarang untuk memperdagangkan pangan tertentu yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan. Dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan dijelaskan bahwa sertifikat mutu adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh laboratorium penguji yang menerangkan bahwa sesuatu hasil perikanan telah memenuhi standar mutu. Persaingan di era globalisasi yang semakin kompleks menuntut setiap perusahaan untuk merencanakan suatu strategi dalam memenangkan persaingan. Salah satu strategi yang efektif yaitu dengan menerapkan suatu filosofi sistem Manajemen Mutu Terpadu. Persaingan mutu antar perusahaan telah membuat mutu sebagai sesuatu yang memerlukan perhatian utama bagi yang ingin memenangkan persaingan. Menurut Ariani (1999) istilah mutu sangat penting bagi suatu perusahaan, hal ini disebabkan karena: 1. Reputasi perusahaan Perusahaan atau organisasi yang telah menghasilkan suatu produk atau jasa yang bermutu atau berkualitas akan mendapat predikat sebagai perusahaan yang mengutamakan mutu. Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi tersebut dikenal oleh masyarakat luas dan mendapatkan nilai ”lebih ” itulah maka perusahaan atau organisasi tersebut dipercaya masyarakat. 2. Penurunan biaya Dalam paradigma lama, untuk menghasilkan produk bermutu selalu membawa dampak bagi peningkatan biaya. Sedangkan paradigma baru mengatakan bahwa untuk menghasilkan produk atau jasa bermutu tinggi perusahaan atau organisasi tidak perlu melakukan 29 biaya tinggi. Hal ini disebabkan perusahaan atau organisasi tersebut berorientasi pada customer satisfaction yaitu berdasarkan tipe, jenis, waktu dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan harapan dari pelanggan. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan yang harus dibayar oleh organisasi atau perusahaan sehingga pendapat bahwa ”quality has no cost” dapat dicapai dengan tidak menghasilkan produk atau jasa yang tidak dibutuhkan pelanggan. 3. Peningkatan pangsa pasar Pangsa pasar akan terus meningkat bila minimisasi biaya tercapai, sehinngga harga dapat ditekan walau mutu tetap menjadi yang utama. Hal-hal inilah yang mendorong konsumen untuk tetap membeli produk atau jasa yang dihasilkan sehingga pangsa pasar meningkat. 4. Pertanggungjawaban produk Dengan semakin meningkatnya mutu produk atau jasa yang dihasilkan maka organisasi atau perusahaan akan nampak semakin bertanggungjawab terhadap desain, proses, dan pendistribusian produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Selain itu, pihak perusahaan atau organisasi tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang begitu besar hanya untuk memberikan jaminan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan tersebut. 5. Dampak internasional Bila perusahaan mampu menawarkan produk atau jasa yang bermutu maka selain dikenal di pasar lokal, produk atau jasa yang ditawarkan juga akan dikenal dan diterima di pasar internasional. 6. Penampilan produk atau jasa Mutu akan membuat produk atau jasa dikenal dan hal ini akan mengakibatkan perusahaan atau organisasi yang menghasilkan produk atau menawarkan jasa juga dikenal dan dipercaya masyarakat luas. 7. Mutu yang dirasakan Mutu merupakan dimensi yang subjektif sehingga sebagai produsen dituntut untuk mampu menterjemahkan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan dari para konsumen sehingga mendorong 30 mereka untuk mau membeli suatu produk atau jasa. Oleh karena itu yang dimaksud dengan mutu bukan hanya mutu produk itu sendiri melainkan mutu secara menyeluruh yang dirasakan oleh konsumen saat mereka membeli atau menggunakan suatu produk. 2.3 Dimensi Mutu Sifat khas suatu mutu yang ”handal” harus mempunyai multi dimensi karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara (Nasution, 2004). Menurut Garvin (1988), dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang pada industri manufaktur adalah sebagai berikut: a) Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk. b) Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan. c) Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah. d) Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. e) Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk. f) Serviceability, yaitu kemudahan produk itu apabila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut. Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui adanya kesenjangan atau perbedaan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya (Handoko 2000) 31 2.4 Manajemen Mutu Terpadu Manajemen mutu terpadu mempunyai banyak definisi seperti halnya pendefinisian dari mutu. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz 2001). Menurut Tjiptono, F , Diana, A (2001) Manajemen Mutu Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Unsur MMT adalah mata rantai proses. Pekerjaan tidak terisolasi kedalam suatu “benteng bagian”, tetapi terdiri dari serangkaian kegiatan kegiatan atau proses. Setiap satu proses pekerjaan berkaitan dengan proses lainnya dan output pekerjaan suatu proses merupakan input bagi yang lainnya. Sesungguhnya setiap organisasi bekerja melalui serangkaian proses yang saling berkaitan, yang bekerja melalui dan melewati batas-batas bagian. Rahasia mutu adalah menjamin bahwa setiap rangkaian sama kuatnya; ”berjalan benar sejak saat pertama pada setiap tahapan pekerjaan” (Macdonald 2002). Tujuan fundamental dari MMT adalah untuk menjamin bahwa departemen berada dalam suatu hubungan pelanggan-pemasok. Pelanggan yang harus dilayani adalah pelanggan dari proses. Jika rantai tersebut masih tetap berhubungan maka pelanggan akhir akan berbahagia. Komunikasi dengan kolega harus terjadi, sehingga menyadari kebutuhan satu dengan yang lain (Macdonald 2002). MMT merupakan proses penyempurnaan dari beberapa konsep pengendalian sebelumnya. Perkembangannya diawali dengan kegiatan pemeriksaan atau inpeksi yaitu pemisahan produk yang sesuai dengan standar yang bertujuan untuk mencegah produk rusak ke tangan konsumen. Kemudian disempurnakan menjadi quality control, yaitu fungsi manajemen untuk mengendalikan mutu bahan baku dan produk akhir berdasarkan standar yang 32 ditetapkan. Selanjutnya jaminan mutu (Quality Assurance), yaitu suatu sistem yang memastikan mutu yang terjalin dari bahan baku hingga produk akhir sampai ketangan konsumen (Nasution 2004). Dengan semakin berkembangnya tuntutan atas mutu yang sempurna maka Manajemen Mutu Terpadu dinilai memberikan alternatif kepada perusahaan untuk tumbuh secara bertahap, meningkatkan mutu dan meningkatkan pangsa pasar dan keuntungan diukur dari kinerja yang terdiri atas tujuan, mutu, biaya, pelayanan, keandalan dan hubungan konsumen. Perkembangan konsep Manajemen Mutu Terpadu digambarkan pada Gambar 1 Manajemen Mutu Terpadu Jaminan Mutu Pengendalian Mutu Inspeksi Sumber: Nasution (2004) Gambar 1. Perkembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Oleh karena itu manajemen mutu terpadu ini hanya akan dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM (Tjiptono dan Diana, 2001), sebagai berikut: a. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. b. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas c. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah d. Memiliki komitmen jangka panjang e. Membutuhkan kerjasama tim f. Memperbaiki proses secara berkesinambungan g. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan 33 h. Memberikan kebebasan yang terkendali i. Memiliki kesatuan tujuan j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan Menurut Ibrahim (2000), konsep dasar dari Manajemen Mutu Terpadu memuat prinsip-prinsip dasar yang pada akhirnya akan menentukan berhasil tidaknya penerapan MMT, oleh karenanya prinsip dasar dari MMT sangat berperan dalam pelaksanaannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Komitmen Manajemen Manajemen sebagai penanggungjawab dalam bidang kepemimpinan yang bertugas sebagai penunjuk dan pemberi semangat bagi perusahaan, karena keberadaanya sangat didukung dalam penerapan MMT agar dapat terlaksana dengan baik. 2. Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara Berkesinambungan Kualitas sebagai hal yang penting dalam produksi harus terus dilakukan perbaikan secara terus menerus. Hal ini tidak hanya dilakukan pada akhir proses saja, tetapi harus dilakukan dari awal proses sehingga produk yang dihasilkan tidak memiliki cacat. 3. Perspektif Jangka Panjang Waktu yang singkat tidak dapat menunjukkan keberhasilan ataupun kegagalan dari penerapan MMT, tetapi butuh waktu yang panjang. 4. Fokus Pada Pelanggan Perbaikan yang dilakukan secara terus menerus diharapkan akan dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan konsumen. 5. Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Keterlibatan karyawan perusahaan dalam pengambilan keputusan akan menanamkan rasa loyalitas karyawan terhadap perusahaan dan timbul rasa memiliki dari karyawan tersebut terhadap perusahaan. Cara untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah dengan memberikan pelatihan serta kompensasi tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi pujian dan penghargaan agar apa yang dilakukan dihargai oleh perusahaan. 34 6. Kerjasama Tim Kerjasama tim sangat dibutuhkan dalam Manajemen Mutu Terpadu, jadi produk X tidak hanya dilakukan oleh departemen X melainkan merupakan tanggung jawab semua departemen. Sedangkan menurut Ibrahim (2000) unsur-unsur utama dari Manajemen Mutu Terpadu yang sangat mempengaruhi kinerja dari pengendalian mutu adalah: 1. Sumberdaya Manusia Pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 2. Standar Spesifikasi produk yang dihasilkan dan acuan dalam menjalankan semua kegiatan untuk menghasilkan produk sesuai yang diinginkan perusahaan. 3. Sarana Peralatan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan pengendalian mutu. 4. Pengorganisasian Pendelegasian tugas dan wewenang didalam perusahaan. 5. Audit Internal Kegiatan pengendalian berkala untuk mengidentifikasi penyimpangan terhadap standar. 6. Pendidikan dan Pelatihan Kegiatan yang bertujuan untuk menyebarkan gagasan mengenai pengendalian mutu, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam memecahkan masalah serta untuk mengembangkan sistem pengendalian mutu. 7. Visi dan Misi Tujuan jangka panjang atau target jangka panjang yang ingin dicapai oleh perusahaan yang membedakannya dengan perusahaan lain dan menjadi prioritas bagi setiap pelaku manajemen dalam perusahaan. TQM juga dapat dikatakan sebagai perkembangan dari pengendalian mutu yang berorientasi ke standar jaminan mutu untuk meningkatkan kualitas produksi dan efisiensi kerja di segala bidang, terutama pada sektor yang 35 menghasilkan produksi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk memuaskan konsumen secara menyeluruh. Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan yang merupakan pembaharuan dari Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts/IK.201/1998 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan disebutkan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu merupakan bentuk, tanggung jawab, prosedur, proses, sumberdaya organisasi untuk menerapkan sistem manajemen mutu secara terpadu dalam seluruh rangkaian proses produksi hasil perikanan mulai pra panen, pemanenan, dan pasca panen. Sistem Manajemen Mutu yang dimaksud bentuk tanggung jawab dan prosedur untuk menerapkan jaminan mutu yakni upaya pencegahan yang perlu diperhatikan dan direncanakan dalam rangka menghasilkan hasil perikanan yang aman bagi kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya diselenggarakan sejak awal produksi hasil perikanan sampai dengan siap diperdagangkan atau serta merupakan sistem pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. 2.5 Manfaat Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Hessel (2003) diacu dalam Nasution (2004) telah meneliti hubungan antara penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas merupakan syarat penting dalam keberhasilan perusahaan. MMT merupakan suatu pendekatan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan daya saing perusahaan, dan penerapan MMT memerlukan dukungan infrastruktur perusahaan. Keuntungan yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang atau jasa berkualitas baik berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah, gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan. Berikut disajikan dalam Gambar 2 manfaat dari Manajemen Mutu Terpadu: 36 P E R B A I K A N M U T U Memperbaiki Posisi persaingan Harga yang lebih tinggi Manfaat rute pasar Meningkatkan pangsa pasar Mengurangi biaya operasi Meningkatkan keluaran yang bebas dari kerusakan Mengurangi biaya operasi Mengurangi biaya operasi Manfaat rute biaya Sumber: Nasution (2004) Gambar 2. Manfaat Manajemen Mutu Terpadu 2.6 Tinjauan Peraturan yang Berkaitan dengan Mutu Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang disebut dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan. Pada bagian E tentang Mutu dan Gizi Pangan dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 dijelaskan bahwa Pemerintah menetapkan standar sertifikasi mutu pangan yang diperdagangkan yang diterapkan secara bertahap berdasarkan jenis pangan dan setiap orang dilarang memperdagangkan pangan tertentu yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan. Sedangkan pada bagian G tentang Tanggung Jawab Industri Pangan dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 dijelaskan bahwa badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan yang bertanggungjawab atas 37 keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut dan apabila terbukti pangan olahan yang diedarkan tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang maka badan usaha dan orang perseorangan dalam badan usaha wajib mengganti segala kerugian yang ditimbulkan. Kemudian dalam dunia perikanan upaya pengawasan mutu hasil perikananan didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Bab IV tentang Pengelolaan Perikanan Pasal 20 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan standar kelayakan pengolahan untuk ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Kemudian pada pasal 20 ayat 5 disebutkan bahwa setiap unit pengolahan yang telah memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan wajib menerapkan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Kemananan, Mutu dan Gizi pada Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum maka disebutkan bahwa mutu pangan adalah nilai gizi yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Sertifikasi mutu pangan yang dijelaskan dalam PP ini merupakan rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan merupakan jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi yang menyatakan bahwa pangan tersebut telah memenuhi kriteria tertentu dalam standar mutu pangan yang bersangkutan. Aspek keamanan pangan disebutkan dalam Bab II Keamanan Pangan Bagian Sanitasi Pasal 3 mewajibkan pemenuhan standar sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dengan cara menerapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang baik atau biasa disebut Good Manufacturing Practicess yang diterapkan untuk industri pengolahan perikanan. Aspek keamanan pangan yang dimaksud dalam Pedoman Cara Produksi Pangan 38 Olahan yang Baik tercantum dalam Pasal 6 Bab III Keamanan Pangan dalam PP tersebut antara lain dengan cara: a. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan; b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan c. mengendalikan proses antara lan pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik yang dimaksudkan dalam Pasal 6 Bab III tentang Keamanan Pangan pada PP 28 Tahun 2004 tersebut ditetapkan oleh oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang perindustrian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Kemudian sebagai dasar dari penegakan sistem manajemen keamanan pangan berbasis HACCP pada industri perikanan Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan yang merupakan pembaharuan dari Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts.Ik/210/1998 menjelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan merupakan salah satu upaya untuk mencapai tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan secara berdayaguna dan berhasil guna dan sekaligus melindungi masyarakat konsumen dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan kesehatan, praktek-praktek yang bersifat penipuan dan pemalsuan dari produsen, membina produsen serta untuk meningkatkan daya saing produk perikanan. Program Sistem Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) yang disebutkan dalam SK tersebut pada Bab VI Pasal 13 Penerapan Sistem Manajemen Mutu menjelaskan bahwa: 1) Untuk memperoleh Sertifikasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu Terpadu atau Sertifikasi Penerapan Program Manajemen Mutu 39 Terpadu (PMMT) dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, setiap unit pengolahan wajib menerapkan Sistem Manajemen Mutu Modul V sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:303/Kpts/OT.210/4/94 2) Sistem Manajemen Mutu Modul V sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). 3) Prosedur dan tata cara pemberian sertifikat penerapan PMMT ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi menindaklanjuti SK Kepmen No. 01/Men/2002 yang menjelaskan lebih lanjut kewajiban unit pengolahan ikan untuk menyesuaikan dengan persyaratan bangunan, peralatan dan karyawan serta mewajibkan unit pengolahan perikanan utuk menerapkan sistem jaminan keamanan hasil perikanan berdasarkan konsepsi HACCP yang diverifikasi oleh inspektur dari Otoritas Kompeten dalam hal ini adalah pihak Pemerintah yang mempunyai otoritas (kewenangan) untuk melakukan pengendalian mutu mencakup verifikasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kewenangannya. 2.7 Diagram Pareto Pareto Chart adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad ke-19 (Dale 1993). Pareto Chart digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan Pareto Chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak 40 yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau sebab pada suatu ketika (Nasution 2004). Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan spesifik. Dengan demikian tidak dapat begitu saja menentukan bar yang terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan informasi secukupnya. Dalam mengadakan analisis Pareto harus diatasi sebab kejadian, bukan gejalanya. (Nasution 2004). Menurut Nasution, 2004 kegunaan dari Pareto Chart adalah sebagai berikut: 1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani. 2. Pareto Chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. 3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan membuat Pareto Chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto chart baru, maka tindakan korektif ada efeknya. 4. Menyusun data informasi yang berguna. Dengan Pareto Chart, sejumlah data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan. Hasil Pareto Chart dapat digunakan diagram sebab akibat untuk mengetahui akan penyebab masalah. Setelah sebab-sebab potensial diketahui dari diagram tersebut, Pareto Chart dapat disusun untuk merasionalisasi data yang diperoleh dari diagram sebab-akibat. Selanjutnya Pareto Chart dapat digunakan pada semua tahap PDCA cycle (Nasution 2004) 2.8 Metode Proses Hirarki Analitik Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970-an. PHA ini adalah suatu model yang luwes yang memberikan gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan 41 dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dengan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga menunjukkan organisasi menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. Dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah manusia ketimbang memaksa kita ke cara berpikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati nurani. PHA merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan politik dan sosio-ekonomi yang kompleks (Saaty 1993). PHA memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah, dan pada logika, intuisi dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan. Setelah diterima dan diikuti, PHA menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan. Prosesnya meliputi pengidentifikasian, pemahaman, dan penilaian interaksi-interaksi dari suatu sistem sebagai satu keseluruhan (Saaty 1993). Metode PHA ini memilah-milah suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur kedalam variabel-variabel komponennya, mencoba menjadikan permasalahan yang kompleks dan saling bergantung antara faktor kedalam suatu kerangka berstruktrur yang lebih sederhana. Kerangka ini memberikan nilai skala banding berpasangan berdasarkan pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya suatu variabel dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya pada level yang sama dalam suatu hirarki, terhadap suatu kriteria atau variabel yang terkait level diatasnya (Saaty 1993). Pengkajian permasalahan dengan metode PHA, secara rinci dapat dimulai dari mendefinisikan situasi yang ada secara seksama dan mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan. Setelah itu menyusunnya kedalam suatu hirarki. Dilihat dari subyek pengambilan keputusan, PHA menempatkan aspek kualitatif dan kuantitatif dari pikiran manusia dimana aspek kualitatif digunakan untuk mendefinisikan persoalan dari hirarkinya (Saaty 1993). Metode PHA dalam penerapannya adalah mengutamakan kualitas responden, tidak tergantung pada kuantitas tertentu. Sebuah hirarki yang telah 42 tersusun dengan elemen ditiap levelnya menjadi tidak berarti apabila tanpa nilai atau pembobotan yang menyertainya. Hal ini menyebabkan diperlukan suatu metode penentuan bobot bagi elemen disatu level dibawahnya. Akhirnya dapat digunakan untuk menghitung bobot pada level tersebut untuk penilaian tujuan keseluruhan (Saaty 1993). 43 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Persaingan era globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang semakin ketat, mengakibatkan perusahaan atau organisasi yang dapat terus bertahan pada umumnya merupakan perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan keunggulan ini adalah dengan menerapkan suatu konsep Manajemen Mutu Terpadu. PT Maya Food Industries merupakan perusahaan yang produknya dipasarkan secara luas baik untuk pasar lokal maupun untuk ekspor ke berbagai negara. Oleh karena itu PT MFI melakukan suatu sistem Manajemen Mutu Terpadu sebagai upaya untuk pencapaian mutu yang unggul agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Penelitian ini dimulai dengan mengkaji penerapan MMT di PT Maya Food Industries. Pengkajian penerapan MMT di perusahaan ini dilihat dari prinsip-prinsip dasar dan unsur-unsur utama MMT, dengan melakukan penilaian berdasarkan ada tidaknya indikator dari tiap prinsip-prinsip dan unsur-unsur MMT. Prinsip dasar MMT terdiri dari komitmen manajemen, perbaikan kualitas dan sistem secara berkesinambungan, perspektif jangka panjang, fokus pada pelanggan, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dan kerjasama tim. Sedangkan unsur-unsur utama perusahaan yaitu SDM, standar, sarana, pengorganisasian, audit internal, pendidikan dan pelatihan, dan visi dan misi (Ibrahim 2000). Permasalahan MMT pada PT MFI dianalisis menggunakan diagram Pareto yang merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Diagram Pareto merupakan alat yang digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut. 44 Kemudian setelah analisis dengan diagram Pareto telah dilakukan maka analisis permasalahan dilanjutkan dengan mencari penyebab dan atlternatif pemecahan masalah dari dari permasalahan utama penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries yang digambarkan dalam diagram Pareto dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA). Tahap ini diawali dengan mengidentifikasi permasalahan MMT dan kinerjanya dalam PT Maya Food Industries yang didapatkan dari hasil analisis dengan diagram Pareto yang telah dikaji dan dikonsultasikan dengan pimpinan manajemen dari PT MFI. Setelah teridentifikasi maka dilakukan penyusunan struktur hirarki. Setelah tersusun struktur hirarki dilakukan skala prioritas dengan menggunakan analisis kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara singkat dan padat. Hasil dari analisis kuantitatif kemudian dideskriptifkan untuk mengetahui sejauh mana penerapan Manajemen Mutu terpadu PT Maya Food Industries dan permasalahan utama yang dihadapi dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu serta rekomendasi perbaikan seperti apa yang dapat dilakukan oleh PT MFI dalam mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu. 45 Dari uraian tersebut diatas maka kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: PT. Maya Food Industries Pengumpulan data dan informasi dari perusahaan Deskripsi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT. Maya Food Industries Prinsip Dasar: 1. Komitmen manajemen 2. Perbaikan kualitas dan sistem secara berkesinambungan 3. Perspektif jangka panjang 4. Fokus pada pelanggan 5. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan 6. Kerjasama tim Unsur dasar: 1. Sumberdaya Manusia 2. Standar 3. Sarana 4. Pengorganisasian 5. Audit Internal 6. Pendidikan dan Pelatihan 7. Visi dan Misi Penyusunan prioritas permasalahan Penyusunan struktur hirarki permasalahan Alternatif Strategi Pemecahan Masalah Implementasi : Ruang Lingkup Penelitian Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 46 IV. METODOLOGI 4.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasusnya adalah PT Maya Food Industries yang merupakan perusahaan pengalengan ikan yang berproduksi untuk pasar lokal dan juga sebagai eksportir ke berbagai negara. Menurut Maxfield diacu dalam Nasir 2003 studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unitunit sosial yang menjadi subjek dalam hal ini PT Maya Food Industries. Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail dari latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status individu yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga dan sebagainya. 4.2. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data text dan data image dimana menurut Fauzi A (2001) data text adalah data yang ditampilkan berupa alphabet maupun numerik, sedangkan data image merupakan data yang ditampilkan berupa gambar, foto, diagram, yang dapat memberikan informasi. Berdasarkan uraian di atas peneliti menggunakan data text berupa kuesioner dan wawancara dari responden dan informan serta berbagai laporan dan data perusahaan dari PT MFI, sedangkan data image berupa gambar dan foto. 47 Berdasarkan sumber datanya data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya yaitu orang-orang dan pihak-pihak yang menjadi obyek penelitian. Data primer yang dikumpulkan antara lain sebagai identifikasi terhadap: 1. Pengetahuan tentang visi dan misi karyawan 2. Komunikasi antar karyawan 3. Kualitas produk yang dihasilkan 4. Peran serta karyawan terhadap pengendalian mutu produk yang dihasilkan 5. Standar mutu yang diterapkan perusahaan 6. Pengaruh kerja manajer-eksekutif 7. Informasi lain yang dibutuhkan Dalam hal ini adalah data primer yang diperlukan didapatkan dari kuesioner dan wawancara mengenai penerapan prinsip dan unsur-unsur MMT, kuesioner dan wawancara perangkingan masalah penerapan manajemen mutu terpadu, serta kuesioner dan wawancara mengenai pembobotan identifikasi permasalahan dalam proses hirarki analitik. 2. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan berfungsi sebagai penunjang data primer. Data sekunder yang diperlukan adalah data mengenai studi literatur, referensi, gambaran umum perusahaan, laporan produksi perusahaan,data dan status karyawan PT MFI, sertifikat mutu yang diperoleh perusahaan, panduan mutu berbasis HACCP dalam PT Maya Food Industries, serta panduan standar operasional produksi yang dilakukan. Data sekunder juga diperoleh dari perpustakaan, situs internet, serta hasil riset dan tulisan yang berhubungan dengan topik penelitian. 48 4.3. Metode Penentuan Responden Penelitian ini menggunakan suatu metode penentuan responden yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dari judgement peneliti, digunakan untuk situasi dimana persepsi orang pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan wewenang yang cukup untuk dapat memberikan data yang sesuai mengenai penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI. Responden menurut Koentjaraningrat (1977) merupakan orang yang dapat memberikan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangan dari individu yang bersangkutan untuk kepeluan komparatif. Dalam penelitian ini responden yang dipilih terdiri dari General Manager, HRD Manager, Quality Assurance Manager, Production Manager, Administration Manager, Supervisi Produksi, Supervisi Quality Control, dan beberapa staf dalam PT MFI. Sedangkan menurut Koenjtaraningrat (1977) informan merupakan orang yang dapat memberikan keterangan dan data-data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi. Informan juga dipilih dengan cara yang sama yaitu dengan purposive sampling dengan pertimbangan informan tersebut mengetahui orang-orang yang tepat dalam PT MFI yang dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan pada penelitian. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah supervisi produksi ikan kaleng dan HRD manager. 4.4. Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan sumber data dan tujuan penelitian, maka penyusunan skripsi ini menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Angket (Kuisioner) Yaitu pengumpulan data dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan dengan pihak yang dijadikan obyek penelitian yaitu karyawan PT MFI 49 dalam setiap sub sistem mulai dari produksi, keuangan, SDM, pemasaran dan berdasarkan keterlibatan responden secara langsung pada mekanisme penerapan manajemen mutu terpadu serta pengetahuan dan pengalaman responden mengenai keadaan dan permasalahan dalam penerapan MMT Dimana daftar pertanyaan ini menyangkut sejauh mana unsur-unsur dasar dalam MMT seperti SDM, sarana dan prasarana, standar mutu yang dipakai, pengorganisasian, audit internal,serta visi dan misi perusahaan berperan dalam menerapkan konsep-konsep Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries serta kendala-kendala yang dihadapi. 2. Wawancara (interview) Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu tentang penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries . Adapun pihak-pihak yang terkait adalah karyawan dan staf dari PT Maya Food Industries. 3. Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan untuk mencari data dengan jalan mengamati secara langsung data-data yang telah berhasil dihimpun untuk selanjutnya dipilih sesuai dengan relevansinya dengan penelitian. 4. Dokumentasi Pencatatan telaah terhadap buku-buku, laporan-laporan, dokumendokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini data sekunder dan data primer yang telah didapatkan selama penelitian. 4.5. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif . Analisis deskriptif digunakan untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu dan juga menemukan frekuensi terjadinya suatu keadaan dan meminimumkan bias serta memaksimumkan reliabilitas 50 (Nasir 2003). Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggambarkan pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu dan melalui pendekatan sistem yang ditujukan untuk menjelaskan hubungan struktural interaksi fungsional antara elemen sistem yang diidentifikasi. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan digunakan alat analisis diagram pareto. Selanjutnya identifikasi permasalahan untuk menemukan alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA) Adapun penjelasan dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Diagram Pareto Pareto diagram adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli bernama Vilfredo Pareto dan merupakan alat yang digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut (Ariani 1999). Diagram Pareto mengidentifikasi permasalahan-permasalahan penting dengan tahapan (Gasperz 2001): 1) Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian masalah-masalah yang diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data dari karyawan PT MFI 2) Membuat daftar masalah PT MFI secara berurutan berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah beserta frekuensi kumulatifnya. 3) Membuat histogram permasalahan PT MFI pada diagram Pareto 4) Menggambar kurva kumulatif permasalahan PT MFI. Sebagai fokus dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti dan dianalisis menggunakan diagram Pareto dengan bantuan software Minitab 13 untuk menentukan komponen yang merupakan permasalahan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang terjadi dalam kegiatan usaha yang 51 dijalankan oleh PT Maya Food Industries seperti kerusakan, ataupun kesalahan yang terjadi selama proses produksi hingga produk sampai ketangan konsumen. Contoh dari diagram Pareto digambarkan sebagai berikut: jumlah kerusakan bagianbagian 120 100 80 60 40 20 0 A B C D E F G Jenis Kerusakan Sumber: Nasution (2004) Gambar 4. Pareto Chart Keterangan: A : Aliran Listrik C : Mekanik E: Elektronika B : Mesin bantu D : Generator F: Mesin Pokok G: lain-lain B. Proses Hirarki Analitik Identifikasi permasalahan utama yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries serta alternatif strategi untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). PHA menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari satu bagian masalah dengan elemenelemen dari bagian untuk memperoleh hasil gabungan. Satu segi lain dari PHA adalah bahwa proses ini memberi suatu kerangka bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan persoalan. Melalui PHA kompleksitas permasalahan dan saling ketergantungan antar faktor dimodelkan kedalam struktur yang lebih sederhana. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data dan informasi tentang permasalahan utama yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries yang telah dianalisis sebelumnya dengan menggunakan diagram Pareto. Kemudian struktur hirarki permasalahan disusun sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada data perusahaan dari pihak manajemen yang menguasai kondisi dan permasalahan 52 tersebut. Kuesioner dibagikan untuk mengetahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat. Menurut Saaty (1993) prinsip dasar yang terdapat dalam PHA adalah: 1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. 2. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas adalah menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya. 3. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria logis. PHA adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilainilai pribadi secara logis. Dalam pemecahan persoalan, model PHA menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendefinisikan persoalan dan menyusun hirarki, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengekspresikan preferensi dan penilaian. Tahap-tahap yang dilaksanakan berdasarkan kerja PHA dalam penelitian ini adalah: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Fokus dari analisis ini adalah identifikasi permasalahan mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada di perusahaan. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan cara wawancara dengan responden. Setelah ditentukan fokus analisis, kemudian ditentukan komponenkomponen pendukungnya. Agar terjadi persamaan persepsi antara peneliti dan responden, dalam menentukan komponen-komponen dilakukan pula pendefinisian masing-masing komponen. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyuluruh. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. 53 Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan model hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat yang memiliki seperangkat variabel. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat 2 adalah kriteria masalah,tingkat 3 merupakan faktor penyebab, tingkat 4 sub-faktor penyebab dan tingkat 5 adalah alternatif perbaikan. Tidak ada aturan khusus dalam menyusun struktur hirarki suatu sistem, juga tidak terdapat batasan tertentu mengenai jumlah tingkatan struktur keputusan terstratifikasi, dan elemen pada setiap tingkat keputusan. Struktur hirarki dari identifikasi permasalahan dapat dilihat pada Gambar 5. Identifikasi Masalah (G) Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Kriteria Masalah F1 F2 F3 Tingkat 3 Faktor Penyebab O1 O2 O3 ....... Tingkat 4 Sub Faktor S1 S2 S3 Tingkat 5 Alternatif Perbaikan P1 P2 ...... Fn On ...... Pn Sumber: Saaty (1993) Gambar 5. Struktur Hirarki Identifikasi Permasalahan. 3. Menyusun matriks banding berpasangan Matriks banding berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur dalm hirarki diatasnya. Matriks ini disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisis. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus S4 54 identifikasi permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variabel terkait yang ada dibawahnya. 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan yang diperoleh pada langkah 3. Setelah matriks pembandingan berpasangan antar elemen dibuat selanjutnya dilakukan pembandingan berpasangan antara setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Angka-angka tersebut menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian diatas garis diagonal dari kiri atas kekanan bawah. 5. Memasukkan nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1 sampai 9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2. Sedangkan F1 kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi identifikasi masalah dibandingkan F2, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah garis diagonal utama diisi dengan nilai kebalikannya. Misalnya, bila elemen F12 memiliki nilai 8, maka nilai F21 adalah 1/8. Berikut ini Tabel 1 yang menerangkan nilai skala banding berpasangan. 55 Tabel 1. Nilai Skala Banding Berpasangan Nilai Skala 1 Definisi Penjelasan Kedua elemen sama Dua elemen mempengaruhi sama kuatnya pentingnya pada sifat itu. Elemen yang satu sedikit Pengalaman atau pertimbangan sedikit lebih penting dari lainnya menyokong satu elemen atas lainnya Elemen yang satu jelas Pengalaman atau pertimbangan dengan lebih penting dibanding kuat disokong dan dominasinya terlihat elemen lainnya jelas dalam praktek Satu elemen mutlak Satu elemen dengan kuat disokong dan dibanding elemen lainnya dominasinya terlihat dalam praktek Satu elemen mutlak lebih Sokongan elemen yang satu atas yang penting dibanding elemen lainnya terbukti memiliki tingkat lainnya penegasan tertinggi. Nilai-nilai diantara kedua Kompromi dilakukan diantara dua pertimbangan diatas pertimbangan Bila nilai-nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3. ¼,...1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan b terhadap A. 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan nilai-nilai diatas Sumber: Saaty (1993) 6. Melaksanakan langkah 3, 4, 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terbatas pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen diatasnya. Matriks pembandingan dalam model PHA dibedakan menjadi: (1) Matriks Pendapat Individu (MPI), dan (2) Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu, MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan aij yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j (lihat gambar 4) G A1 A2 A3 ... An A1 a11 a12 a13 ... a1n A2 a21 a22 a23 ... a2n A3 a31 a32 a33 ... a3n ... ... ... ... ... An an1 an2 ... ann an3 Sumber: Saaty (1993) Gambar 6. Ilustrasi Matriks Pendapat Individu 56 Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang elemennya (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat dalam Gambar 6. G G1 G2 G3 ... Gn G1 g11 g12 g13 ... g1n G2 g21 g22 g23 ... g2n G3 g31 g32 g33 ... g3n ... ... ... ... ... Gn gn1 gn2 ... gnn gn3 Sumber: Saaty (1993) Gambar 7. Ilustrasi Matriks Pendapat Gabungan Nilai-nilai pada MPI dapat diubah-ubah oleh individu yang bersangkutan hingga diperoleh hasil yang memuaskan. Namun bila ada MPI yang tidak memenuhi persyaratan rasio Inkonsistensi maka MPI tersebut tidak diikutkan dalam analisis. Rata-rata geometrik dapat diperoleh dengan menggunakan rumus matematika: m gij aij(k ) m k 1 Dimana: gij = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j aij (k) = elemen baris ke-I kolom ke-j dari MPI ke-k k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan m = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan m aij( k ) k 1 = perkalian dari elemen ke-i sampai ke-m 57 7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Pengolahan matriks terdiri dari dua tahap yaitu: (1) pengolahan horisontal, (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI maupun MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI atau MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi. Pengolahan horisontal dapat dilakukan setelah MPI atau MPG yang akan diolah telah siap dan lengkap dengan elemennya. Pengolahan horisontal terdiri dari tiga bagian yaitu: (1) penentuan vektor eigen atau disebut dengan vektor prioritas, (2) uji konsistensi, (3) revisi pendapat MPI atau MPG yang memiliki rasio inkonsistensi yang tinggi. Pengolahan vertikal dilakukan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tiap hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Hasil akhir pengolahan vertikal ini merupakan bobot prioritas setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan paling bawah terhadap sasaran utama. 8. Mengevaluasi inkosistensi untuk seluruh hirarki. Langkah terakhir mengevaluasi inkonsistensi dengan mengalihkan setiap indeks inkonsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan, dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, Rasio Inkonsistensi hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10 persen. Metode PHA dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab dari permasalahan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries tersebut serta alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan perusahaan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Dalam penelitian ini 58 pembentukan diagram Pareto dilakukan dengan software Minitab 13 analisis PHA dilakukan dengan bantuan software Expert Choice Program 2000 untuk perhitungan bobot PHA dan rasio inkonsistensi tiap struktur hirarki. 4.6. Definisi dan Pengukuran 1. Pengalengan ikan adalah suatu cara pengawetan ikan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. 2. Surimi adalah daging lumat yang dibersihkan dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen dan lemak hilang serta ditambahkan suatu bahan untuk meningkatkan sifat elastisitas gel. 3. Mutu adalah totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. 4. Standar adalah penentuan atau penetapan standar golongan kelas atau derajat suatu barang 5. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandngan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. 6. Manajemen Mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam perusahaan yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu produk yang tinggi. 7. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus dalam setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi dengan menggunakan sumberdaya manusia dan modal yang tersedia. 8. Program Manajemen Mutu Terpadu adalah bentuk, tanggung jawab, prosedur, proses, sumberdaya organisasi untuk menerapkan sistem manajemen mutu secara terpadu dalam seluruh rangkaian proses produksi hasil perikanan mulai pra panen, pemanenan, dan pasca panen. 9. (Hazard Analysis Critical Control Point) HACCP adalah standar berupa perangkat yang efektif untuk mengendalikan keamanan pangan 59 menyangkut 7 prinsip dan 12 langkah HACCP yang berfokus pada tindakan koreksi dari setiap titik kendali kritis yang dapat menimbulkan resiko keamanan pangan. 10. Persepsi manajemen adalah penilaian manajemen PT Maya Food Industries terhadap unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu. 11. Diagram Pareto merupakan alat yang digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian tersebut. 12. Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah salah satu metode sistem yang dapat digunakan untuk menelaah konsistensi dari suatu keadaan yang bersifat hirarki. Metode ini juga memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara mebuat asumsi mereka maisngmasing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. 13. Hirarki adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa tingkatan yang terdiri dari elemen-elemen yang homogen. 14. Elemen merupakan bagian-bagian pemebentuk hirarki dan membandingkannya secara berpasangan dalam bentuk matriks. 4.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada PT Maya Food Industries yang merupakan perusahaan pengalengan ikan yang terletak di jalan Jlamprang, Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan 51124, Jawa Tengah. Waktu penelitian dilaksanakan dari tanggal 16 Juli 2007 sampai dengan 16 Agustus 2007. 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Maya Food Industries atau dikenal dengan nama PT MFI adalah sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang pengalengan ikan sardine dan mackerel. Perusahaan tersebut telah menunjukkan eksistensinya dalam produksi pengalengan ikan meskipun beberapa tahun yang lalu perekonomian Indonesia sempat mengalami kondisi yang memprihatinkan namun hingga saat ini proses produksi dalam PT MFI dapat terus berjalan. PT MFI merupakan 100% perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) dengan pemilik bernama Mr.Chang yang berasal dari Singapura. PT MFI merupakan perusahaan yang mendapat lisensi dari perusahaan Mitsui co.ltd yang berasal dari negara Jepang untuk produk ikan kaleng dengan merk Botan. Oleh karena itu, setiap produk yang dihasilkan oleh PT MFI harus sesuai standar mutu perusahaan dengan pengawasan yang dilakukan secara optimal. Dalam hal ini, peran quality control sebagai pengendalian mutu sangat penting guna menjamin kualitas produk akhir di pasar. Perusahaan Mitsui co.ltd adalah salah satu perusahaan terkemuka yang berada di negara Jepang. Produk pengalengan ikan yang diproduksi oleh PT MFI dan mendapat lisensi dari Mitsui corporation adalah produk dengan merk Botan. Sedangkan merk lain yang dikeluarkan oleh PT MFI seperti Ranesa, Sesibon, dan Geisha bukan termasuk yang mendapat lisensi dari Mitsui corporation. PT Maya Food Industries pada awalnya bernama PT Bali Maya Permai yang didirikan pada tanggal 27 Juni 1979 atas prakarsa Bapak Soekardjo Wibowo dan Bapak Soekardi Wibowo (sebagai pemegang perusahaan PT Bali Maya Permai Bali di Pulau Bali) serta Mr. Chang, yang merupakan cabang dari PT Bali Maya Permai yang berpusat di Bali. PT Bali Maya Permai merupakan sebuah perusahaan nasional yang 61 bergerak di bidang pengalengan ikan, rajungan, bekicot dan buahbuahan. Berdasarkan ijin TK 53547 pada tanggal 2 Mei 1981, Walikota Pekalongan yang menjabat saat itu telah mengijinkan untuk memulai operasi percobaan perusahaan tersebut yang dimulai pada bulan September 1981 sampai dengan bulan April 1982 dibawah pimpinan Ir. Hadi Prawira. Atas kesepakatan pemilik dan pemegang perusahaan, pada tanggal 13 Mei 1997 PT Bali Maya Permai Pekalongan berubah nama menjadi PT Maya Food Industries dan resmi beroperasi berdasarkan IUT No. 208/T/industri/1997 oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). PT MFI di Pekalongan pada awalnya hanya merupakan lokasi produksi serta administrasi internal perusahaan, sama seperti perusahaan serupa yang berada di Medan. Sedangkan kantor pemasaran dan administrasi terletak di Jakarta yang dilakukan oleh PT Indo Maya Mas. Namun pada awal tahun 2007, PT Maya Food Industries diberi kewenangan lebih luas untuk menjalankan sistem administrasi dan pemasaran diluar produk merk Botan dengan tetap adanya mekanisme pelaporan terhadap kantor pusat yang terdapat di Jakarta. Pada saat ini PT MFI telah melakukan diversifikasi produk sehingga tidak hanya memproduksi ikan kaleng tetapi juga surimi, buah kaleng, tepung ikan dan juga kerupuk bawang 5.1.2 Visi dan Misi PT Maya Food Industries di Pekalongan mempunyai visi yaitu menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan, berbasis pengalengan ikan dan surimi, berskala internasional dengan mengutamakan keseimbangan pertumbuhan dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Untuk mendukung visi perusahaan yang telah disebutkan di atas PT MFI Pekalongan juga mempunyai Misi yaitu: 1. Menghasilkan produk surimi dengan volume 1.000 ton per tahun 62 2. Menghasilkan produk ikan kaleng dengan volume 168.000 karton per tahun 3. Senantiasa menjamin kepuasan pelanggan. 5.1.3 Lokasi Perusahaan Kantor pusat dan pabrik PT Maya Food Industries berlokasi di jalan Jlamprang krapyak lor PO. BOX 38 Pekalongan, Jawa Tengah. Letak geografis perusahaan dibatasi oleh Laut Jawa di bagian utara, Desa Klego di bagian selatan, Sungai Pekalongan di bagian barat, dan Sungai Banger di bagian timur. Lokasinya berada ± 5 km dari pusat kota Pekalongan. Lingkungan sekitar perusahaan sangat mendukung untuk perkembangan industri ini karena selain tersedianya sumberdaya manusia yang potensial, lokasi perusahaan yang berdekatan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan memudahkan dalam penyediaan bahan baku ikan lokal. Tersedianya sumber air dan listrik memudahkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas industri yang memadai. Selain itu, penanganan dan pengolahan limbah cair juga dipermudah dengan keberadaan sungai pekalongan disamping lokasi pabrik. PT MFI dibangun diatas lahan seluas 23.000 m2. Bangunan PT MFI ini terdiri dari unit pengalengan ikan mackerel dan sarden, unit produksi surimi ,unit produksi kerupuk bawang, unit pengalengan buah, unit pengolahan limbah, unit produksi tepung ikan gudang bahan baku dan produk, laboratorium, dan kantor. 5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan PT Maya Food Industries adalah perusahaan swasta atas penanaman modal asing (PMA) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Mr. Chang, warga negara Singapura yang memulai hubungan dengan PT Bali Maya Permai sebagai supplier bahan baku. 63 Pimpinan tertinggi perusahaan dipegang oleh seorang direktur yang merupakan perwakilan dari pemegang saham terbesar dan berwenang dalam menetapkan kebijakan perusahaan secara umum serta menjadi penentu perkembangan perusahaan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur dibantu oleh beberapa bagian yang dipimpin oleh seorang kepala bagian yaitu: Keuangan dan Accounting Pusat Pembelian Bahan Baku Non Bahan Baku Ekspor dan Impor Pemimpin pabrik dipegang oleh seorang General Manager yaitu Drs. Eddy Purnomo yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan operasional perusahaan, menetapkan kebijakan umum perusahaan, bertanggung jawab terhadap kelancaran perusahaan dan juga bertugas untuk membangun koordinasi dengan para karyawan. Dalam melaksanakan tugasnya, General Manager dibantu oleh seorang asisten dan sekretaris yang memiliki tugas khusus dalam hal pembukuan aktivitas pabrik. Dalam melaksanakan aktivitas di perusahaan, General Manager membagi tugas kedalam beberapa bidang. Secara umum, tugas masingmasing bidang saling terkait dan bertujuan untuk melaksanakan visi dan misi perusahaan. Beberapa bidang tersebut adalah: 1. Administrasi Tugas administrasi adalah menangani semua hal yang berhubungan dengan pembukuan dan keuangan perusahaan serta kegiatan pemasaran yang dilaksanakan oleh perusahaan. Tugas administrasi dijabarkan menjadi empat bagian yang dikoordinir oleh kepala bagian, yaitu: Finance; bertugas untuk mengurusi gaji karyawan, pembayaran bank, serta penerimaan dan pengeluaran uang perusahaan Accounting; bertugas untuk mengurusi masalah pajak, verifikasi perusahaan dan laporan persediaan 64 Warehouse; bertugas untuk mengurusi persediaan produk akhir, serta bahan pendukung Pemasaran; bertugas untuk mengurusi segala hal yang berhubungan dengan distribusi dan pemasaran produk. 2. Human Resources and Development (HRD) Tugas HRD adalah mengatur semua hal yang menyangkut kesejahteraan karyawan. Dalam pelaksanaannya, HRD terfokus pada dua bagian yang masing-masing dikoordinir oleh kepala bagian, yaitu: Personalia; bertugas dalam recruitment karyawan dan mengurusi karyawan secara keseluruhan termasuk security, transport dan service office. Management training; bertugas untuk meningkatkan kualitas karyawan dengan mengadakan training bagi karyawan baru atau lama. 3. Quality Assurance Tugas Quality Assurance adalah melakukan pengawasan dan pengendalian proses produksi untuk menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditentukan. Selain itu, Quality Assurance juga bertugas mengadakan penelitian dan pengembangan produk. Dalam melaksanakan tugasnya, Dalam pelaksanaannya Quality Assurance membawahi dua bagian dengan wewenang sebagai berikut: Quality Control yang berfungsi melaksanakan pengawasan mutu dan pengembangan hasil produksi dari awal pra persiapan produksi, proses produksi, serta hasil produksi serta bekerjasama dengan bagian produksi untuk meningkatkan kinejra karyawan produksi Research and Development yang bertugas mengadakan penelitian dan pengembangan produk.. 4. Produksi Tugas bidang produksi yaitu melaksanakan proses produksi beserta semua hal yang berkaitan dengan keberhasilan produksi seperti penyediaan bahan baku dan pengaturan pekerja untuk menjalankan 65 kegiatan produksi. Dalam pelaksanaannya, bagian produksi diwakili oleh 2 supervisor yaitu: Supervisor produksi; bertugas dalam mengatur keberhasilan produksi Supervisor bahan baku; bertugas dalam mengatur kebutuhan bahan baku untuk proses produksi Selain 4 bidang tersebut, General manager juga membawahi empat kepala bagian yang kedudukannya lebih rendah daripada kepala bidang. Tugas dan kewenangannya tidak termasuk dalam keempat bidang tersebut. Beberapa bagian tersebut adalah: Program and Planning Inventory Control (PPIC); bertugas dalam perencanaan produksi ikan kaleng selama kurun waktu tertentu serta pengendalian persediaan dalam pelaksanaannya PPIC diwakili oleh supervisor PPIC yang melaksanakan secara teknis tugas pengendalian persediaan. Mesin dan Elektrik; bertugas dalam merawat mesin dan peralatan pabrik serta peralatan listrik pabrik, seperti: cold storage, boiler, workshop, sanitary, dan limbah. Dalam pelaksanaannya bagian mesin dan elektrik dibantu supervisi Mesin dan Elektrik yang mengontrol secara berkala mesin-mesindan peralatan pabrik. Pembelian Bahan Baku Ikan; bertugas dalam pembelian bahan baku ikan lokal dan impor. Bahan baku ikan lokal digunakan untuk produksi ikan kaleng sarden sedangkan bahan baku impor digunakan untuk produksi ikan kaleng mackarel. Dalam pelaksanaannya untuk pembelian bahan baku ikan lokal dilakukan oleh supervisi pembelian bahan baku ikan lokal yang mengkoordinasikan pekerjannya kepada bagian pembelian bahan baku ikan. Bagian Non Bahan Baku; bertugas dalam pembelian bahan pendukung produksi. Dalam melaksanakan tugas masing-masing, kepala bagian tersebut (kecuali bagian non bahan baku) dibantu oleh seorang supervisor yang bertugas dalam pengawasan secara langsung. 66 5.1.5 Ketenagakerjaan Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh faktor kualitas pegawai dan karyawannya. PT MFI memiliki karyawan yang secara keseluruhan berjumlah 469 orang dengan perbandingan 105 karyawan pria dan 364 karyawan wanita. Tingkat pendidikan karyawan bervariasi tergantung tanggung jawab dan jenis pekerjaannya. Untuk meningkatkan kualitas kerja, recruitment kerja diikuti dengan training selama 3 bulan untuk memberikan kesempatan kepada karyawan dalam beradaptasi dengan lingkungan perusahaan. Pembagian karyawan kedalam beberapa kelompok dilakukan berdasarkan sistem penggajiannya, yaitu: 1. Karyawan tetap Merupakan karyawan yang mendapat gaji tiap bulan dan tidak berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan. Karyawan tetap bekerja selama 6 hari seminggu antara pukul 08.00 – 16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam setelah 4 jam kerja. Waktu kerja diluar jam kerja dihitung sebagai waktu lembur dan karyawan yang melaksanakannya berhak mendapatkan tunjangan lembur. Karyawan tetap berjumlah 70 orang yang terbagi kedalam beberapa bagian, diantaranya bagian manajemen, sebagian besar karyawan pria di bagian produksi, dan beberapa karyawan wanita di bagian produksi. 2. Karyawan kontrak Merupakan karyawan yang memiliki kontrak kerja dengan perusahaan selama jangka waktu tertentu. Hak dan kewajibannya sama dengan karyawan tetap. Karyawan kontrak berjumlah 43 orang dan biasanya menduduki posisi di bagian manajemen. 3. Karyawan borongan Merupakan karyawan yang memperoleh gaji sesuai jumlah produk yang dihasilkannya dalam waktu yang telah ditentukan. Jam kerja karyawan borongan ditentukan oleh supervisor produksi sehari 67 sebelum proses produksi dan hanya bekerja ketika terdapat proses produksi. Jumlah karyawan borongan sebanyak 30 orang dan terdapat di beberapa bagian produksi yaitu bagian pembongkaran ikan, thawing, blansir, penyiangan dan pengemasan. Penggajian karyawan borongan dilakukan setiap seminggu sekali yaitu pada hari sabtu. 4. Karyawan musiman Merupakan karyawan yang digaji berdasarkan hari kerja yang telah dilaksanakan. Hari kerja ditentukan berdasarkan ada tidaknya proses produksi. Penentuan karyawan musiman dilakukan oleh supervisor produksi dan jumlahnya ditentukan oleh kapasitas produksi tiap harinya. Jumlah karyawan musiman sebanyak 326 orang (sebagian besar wanita) dan terdapat di beberapa bagian produksi yaitu bagian pemotongan ikan, pengisian ikan kedalam kaleng, serta printing dan labeling. Sistem lembur dilakukan untuk suatu kegiatan produksi yang mendesak dan harus diselesaikan pada hari itu. Kebijakan lembur dikeluarkan dengan inisiatif ketua grup suatu lini produksi. Kebijakan lembur ini juga memberikan tambahan gaji bagi karyawan yang melaksanakannya diluar gaji pokok yang telah diterimanya. Berikut dijelaskan dalam Tabel 2 mengenai jumlah dan status karyawan PT Maya Food Industries beserta tingkat pendidikannya: 68 Tabel 2. Jumlah Karyawan PT MFI beserta Tingkat Pendidikan dan Statusnya. Status Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Tetap Kontrak Borongan Musiman (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) Karyawan Tingkat Pendidikan Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita - 16 27 2 2 19 3 280 30 16 1 13 8 1 43 - Diploma - - - - - - - - S1 3 3 - - - - - - S2 1 - - - - - - JUMLAH 34 28 15 10 20 46 280 < SLTP SLTA TOTAL 36 70 43 30 326 Sumber: PT Maya Food Industries 2007 5.1.6 Kegiatan Produksi Ikan Kaleng PT Maya Food Industries merupakan perusahaan pengalengan ikan sarden dan mackarel, produksi surimi dan buah kaleng serta tepung ikan dan kerupuk bawang. Produk ikan kaleng baik sarden maupun mackarel menjadi prioritas utama dalam kegiatan produksi perusahaan. Pelaksanaan dalam melakukan proses produksi pengalengan ikan meliputi berbagai tahapan proses yaitu penerimaan bahan baku, (baik ikan yang langsung proses produksi maupun ikan tunggu proses) thawing, penyiangan dan pemotongan, pencucian, pengisian (filling), cek timbangan, pemasakan pendahuluan, penirisan, pengisian medium, penutupan kaleng, pencucian kaleng, sterilisasi, pendinginan, pemberian tanggal kadaluarsa, dan pengepakan dimana saling berkaitan satu sama lain. Secara umum prinsip proses pengalengan ikan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Penerimaan bahan baku Bahan baku yang digunakan di PT MFI untuk produksi pengalengan ikan sarden dan mackarel ada dua yaitu ikan lokal dan ikan impor. Penerimaan yang dilakukan untuk ikan lokal yaitu dengan 69 mengangkut ikan dari pelabuhan atau TPI terdekat menuju perusahaan, diangkut dengan truk. Bahan baku kemudian di timbang dan diawasi serta dicatat jenis ikan masuk (spesies), jumlah ikan, tanggal penerimaan ikan, nama pemasok (suplier), nama kapal kendaraan perikanan dan asal ikan. Jika proses pengolahan menunggu sampai keesokan harinya, maka ikan tersebut harus disimpan dalam water chiller dengan suhu 40 C dan tidak boleh lebih dari 24 jam. Dalam penyimpanan, ikan dicampur dengan pecahan es batu yang telah ditambahkan dengan garam untuk mempertahankan suhunya agar ikan tetap segar. Jika proses pengolahan dilakukan langsung maka setelah ikan dicek dan dicatat sesuai dengan ketentuan, diatas maka setiap blong (drum) ikan langsung ditimbang dan melalui proses selanjutnya. Bahan baku ikan impor yang berbentuk ikan beku diterima dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang, di simpan dalam cold storage dengan suhu -8 sampai dengan 250C, dan tanggal masuk ikan beku tersebut ke dalam cold storage harus dicatat. 2. Thawing Bahan baku berupa ikan beku mengalami perlakuan thawing. Thawing dilakukan agar lapisan es atau kondisi beku itu dapat cair sehingga ikan dapat diolah menjadi masakan yang dikehendaki. Thawing ada dua jenis yaitu thawing udara dan thawing air. Thawing udara dilakukan pada jenis ikan yang dengan cara meletakkan ikan-ikan di udara bebas tanpa aliran air. Apabila jenis ikan tersebut menggunakan thawing air, maka kulit ikan dapat ikut mengelupas karena terlalu lembek. Salah satu jenis ikan yang menggunakan thawing udara adalah Scomber javanicus ( jenis ikan mackerel yang berada di perairan Eropa dan sekitarnya). Kelebihan thawing udara ini adalah rendahnya biaya yang digunakan. Sebaliknya, thawing air digunakan untuk jenis ikan yang sukar mencair karena keras. Salah satu jenis ikan yang menggunakan thawing air adalah ikan Hiiring (jenis ikan mackerel yang berada di 70 daerah Jepang dan sekitarnya). Apabila ikan tersebut dilakukan thawing udara, maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencair. Ikan beku yang dikeluarkan dari cold storage untuk proses pencairan atau pelunakan tidak boleh dibiarkan lebih dari 3 jam sebelum memasuki proses permulaan pencairan dengan menggunakan air bersih yang keluar dari kran. Proses thawing dilakukan di bak thawing. Lama thawing sangat bergantung pada suhu udara, debit air, luas bak, jumlah ikan, suhu awal ikan, suhu air yang digunakan dan ukuran ikan. Proses thawing ini bertujuan untuk mempercepat proses pre-coking dan menghindari terjadinya kerusakan pada produk atau bahan baku sebelum diolah lebih lanjut. Agar ikan masih dalam keadaan baik atau segar dan untuk mencegah cepat tumbuhnya mikroorganisme, setelah proses thawing ikan segera diangkat dan diolah. 3. Penyiangan dan Pemotongan Pada tahap penyiangan dan pemotongan, sebelum diolah ikan dipotong kepala dan ekornya serta dibuang isi perutnya kecuali telurnya. Cara pemotongan ikan tidaklah sembarangan dan perlu ketrampilan khusus. Oleh karena itu, karyawan sering diikutkan dalam pelatihan pemotongan ikan yang diadakan oleh bagian produksi yang bekerjasama dengan bagian quality control. Dengan adanya pelatihan tersebut, hasil pemotongan ikan yang dilakukan karyawan menjadi lebih baik atau memenuhi syarat. Pemotongan dan penyiangan yang dilakukan karyawan musiman masih bersifat manual yaitu dengan menggunakan pisau dan telenan. Ikan yang jelek (ikan reject) harus di pisahkan (disortir) dalam keranjang (basket) sendiri, dan tidak boleh dipotong.potongan. Ukuran potongan harus disesuaikan dengan isi kaleng. Ikan-ikan yang kecil tidak dilakukan pemotongan di bagian tubuhnya, sedangkan untuk ikan yang berukuran agak besar atau besar dilakukan pemotongan tubuhnya menjadi dua bagian. 71 4. Pencucian Ikan-ikan yang telah disiangi kemudian dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan mesin drum rotary washer sehingga darah, lendir, sisik dan kotoran lain akan tercuci. Setelah itu dilakukan pencucian lagi dengan air bersih yang mengalir intuk menghilangkan kotoran-kotoran lain yang masih menempel, sehingga mengurangi jumlah mikroba awal. Menurut Jenie (1988) pengendalian mutu pangan dapat ditingkatkan melalui sanitasi pada produk. Oleh karena itu, kotoran-kotoran ikan yang menempel pada ikan haruslah dibersihkan untuk menjaga sanitasi (kebersihan) pada makanan. 5. Pengisian (filling) Ikan yang sudah bersih setelah dilakukan pencucian ditimbang dan beratnya disesuaikan dengan ukuran kaleng dan merk produk. Setelah itu dilakukan pengisian ikan ke dalam kaleng sesuai dengan ukuran dan merk masing-masing produk. Cara pengisian kaleng harus tepat antara ekor dan bagian kepala. Jumlah ikan yang ada dalam kaleng berbeda-beda sesuai dengan ukuran kaleng dan besar kecilnya ikan. Pengisian ini dilakukan secara manual karena cara ini dianggap memberikan hasil yang cukup memuaskan dengan biaya yang relatif rendah dibandingkan dengan menggunakan tenaga mesin. Selain itu, waktu yang diperlukan relatif singkat sehingga cara tersebut dianggap efektif dan efesien. 6. Cek timbangan Setelah kaleng-kaleng tersebut diisi ikan, kemudian kaleng-kaleng tersebut dimasukkan dalam pan-pan stainless steel. Pan-pan stainsteel yang sudah berisi ikan dibawa ke belt conveyor dan sebelum memasuki proses pre-cooking, kaleng dan isinya dicek lebih dahulu untuk mengetahui apakah beratnya sudah sesuai dengan yang diinginkan. Bila beratnya lebih dikurangi dan bila beratnya kurang ditambahi, sehingga berat setiap kaleng sesuai dengan ketentuan yang ada. 72 7. Pemasakkan pendahuluan (pre-cooking) Pemasakan pendahuluan atau biasa disebut dengan pre-cooking dilakukan didalam exhaust box yang di dalamnya terdapat belt conveyor. Secara otomatis (selama 20-30 menit) proses pre-cooking terjadi, dengan menyesuaikan jenis ikan dan bentuk kaleng. Proses pre-cooking menggunakan uap panas yang berasal dari boiler dengan suhu 100 - 1100C. Pan-pan stainless steel mempermudah proses pre-cooking agar lebih efisien dengan meletakan pan-pan staisless steel secara bersusun dalam exhaust box menjadi dua tingkat. Tujuan dari exhausting ini adalah sebagai pemasakan awal agar daging menjadi lebih enak dan untuk menambah citarasa, mengurangi kadar air yang ada dalam daging ikan, menghilangkan udara yang ada dalam daging ikan dan kaleng sehingga didapatkan kondisi vakum. 8. Penirisan Cairan pada daging ikan yang sudah mengalami pre-cooking dibuang agar kualitas saus yang nanti dimasukkan dapat terjaga (cukup kental). Penirisan ini dilakukan dengan cara pembalikan pan-pan berlubang yang berisi ikan kaleng dengan pan-pan berlubang lain segera setelah keluar dari exhaust box. 9. Pengisian medium Pengisian medium merupakan proses pengisian medium berupa saus pada ikan kaleng. Sebelumnya dilakukan pembuatan saus di dalam unit pemasakan saus (cook pan) dengan bahan penyusunnya adalah pasta tomat yang berwarna merah kehitam-hitaman dan pasta tomat yang berwarna merah menyala, MCS (Modified Corn Starch), garam, dan air. Pada waktu saus akan diisikan kedalam kaleng, kaleng tersebut harus dalam keadaan panas dengan suhu 700C. Agar kaleng tidak mengalami pemuaian dan dapat mengakibatkan penyok, pengisian saus dilakukan dengan melewatkan kaleng-kaleng di atas belt 73 conveyor dan di bawah pipa pengeluaran saus dengan kecepatan pengeluaran diatur secara manual dengan kran oleh pekerja. Pada saat pengisian saus, kaleng dalam posisi tegak sehingga saus yang terisi ke dalam kaleng dapat penuh. Kemudian belt conveyor dimiringkan dengan sudut tertentu sehingga kaleng menjadi miring dan saus akan tumpah sedikit. Dengan tumpahnya saus dimaksudkan untuk memperoleh head space kaleng yaitu sedikit ruang kosong agar volume saus tepat atau sesuai sehingga pada waktu penutupan kaleng tidak mengalami kerusakan. 10. Penutupan kaleng Penutupan kaleng dilakukan dengan menggunakan alat penutup kaleng yang disebut dengan mesin seamer. Proses penutupan ini sangat menentukan keberhasilan proses pengalengan ikan. Bila terjadi kerusakan pada tahap ini, maka biasanya umur simpan produk tidak akan lama. Ketidakwajaran akan terlihat setelah produk di sterilisasi. Tipe sambungan antara badan kaleng dengan tutupnya disebut double seam. Sambungan ganda yang dilakukan pada kaleng akan menghasilkan suatu penutupan yang hermatis di antara badan kaleng dan tutupnya (Winarno, 1984) 11. Pencucian kaleng Kaleng-kaleng yang sudah melewati mesin seamer, akan bergerak ke tempat pencucian kaleng. Mesin pencuci kaleng yang digunakan dilengkapi dengan pipa-pipa berlubang, air sabun dan sikat. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada kaleng, membersihkan saus yang menempel di luar kaleng dan untuk mengurangi terjadinya korosi. Pencucian dilakukan dengan cara memanaskan air pencuci (air sabun atau deterjen) dengan steam hingga mencapai suhu 700C – 800C yang dan dialirkan ke pipa-pipa pencuci. Kaleng-kaleng yang telah ditutup diluncurkan lewat rentangan kawat baja dengan posisi horisontal dan masuk ke mesin pencuci. Setelah proses pencucian selesai, kaleng akan diluncurkan ke dalam bak penampung yang 74 berisi air biasa dan terdapat keranjang besi yang menampung kalengkaleng tersebut. Kaleng-kaleng tersebut diluncurkan ke dalam bak agar mengurangi benturan antara kaleng yang satu dengan yang lain. 12. Sterilisasi Sterilisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menimbulkan kerusakan pada produk makanan kaleng dan memberikan suasana yang tidak sesuai untuk kehidupan mikroorganisme. Sterilisasi yang berhasil adalah mampu mencapai tujuan tersebut tanpa merusak makanan karena pemanasan selama proses sterilisasi tersebut. Menurut Murniyanti dan Sunarman (2000), sterilisasi dilakukan dengan alat sterilisasi yang disebut retort. Sterilisasi di PT MFI menggunakan retort horisontal yang berjumlah 6 buah dengan kapasitas yang sama. Proses sterilisasi dengan retort melewati tahaptahap sebagai berikut: a. Steam on Proses steam on berlangsung pada saat pemasukan uap ke dalam retort setelah pintu retort ditutup rapat. b. Venting Proses venting adalah tahap penghilangan udara dari dalam retort. Venting dimulai pada saat steam on dan berakhir bila suhu venting telah tercapai. Waktu venting minimal adalah 10 menit terhitung sejak produk dimasukkan ke dalam retort sampai mencapai suhu tertentu (tergantung produk). c. Come up time Proses come up time adalah waktu untuk menuju suhu sterilisasi sehingga produk tersebut steril bebas dari mikroba baik mikroba pathogen maupun mikroba non pathogen. d. Tahap sterilisasi Tahap sterilisasi dilakukan setelah suhu sterilisasi tercapai, dengan tekanan yang digunakan adalah sekitar 0,7 – 0,8 kg/cm2. Besarnya suhu sterilisasi tergantung dari macam produk yang 75 dikalengkan, begitu juga dengan waktu sterilisasi. Standar sterilisasi produk ikan dapat dilihat pada Tabel 3. e. Tahap pendinginan Tahap pendinginan dalam retort ini merupakan tahap untuk menurunkan suhu retort yang mencapai mencapai 400C – 500C dengan jalan mengalirkan air yang bersuhu sekitar 280C (suhu Kamar) ke dalam retort. Tabel 3. Standar Sterilisasi Produk Ikan Kaleng Jenis Produk Jenis ikan Scomber Mackerel Herring Layang Bentong Sardine Juwi lemuru Jenis kaleng (mm) Waktu (menit) Suhu (0C) 301 x 407 90 115 202 x 308 80 115 301 x 407 90 116 202 x 308 80 116 301 x 407 90 116 202 x 308 80 116 301 x 407 100 117 202 x 308 90 117 301 x 407 100 117 202 x 308 90 117 301 x 407 100 117 202 x 308 90 117 Sumber: PT Maya Food Industries (2003) 13. Pendinginan Setelah proses sterilisasi selesai, maka dilakukan proses pendinginan yang merupakan tahap lanjutan dari proses pendinginan yang dilakukan dalam retort. Keranjang besi (basket) yang berisi kaleng dikeluarkan dari dalam retort dengan menggunakan bantuan katrol. Keranjang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak berisi air dengan suhu kamar (25-300C) selama 15-20 menit. Setelah itu keranjang diangkat dengan katrol dari bak pendingin untuk ditiriskan. 76 14. Pemberian tanggal kadaluarsa Pemberian tanggal kadaluarsa kemudian dilakukan setelah proses penirisan selesai. Kaleng yang telah kering dibawa ke mesin pencetak kode. Kaleng-kaleng dikeluarkan dari keranjang besi secara manual dan dilewatkan dengan belt conveyor yang nantinya melewati mesin pencetak tanggal kadaluarsa dan kode produk pada tutup kaleng. Sebelum sampai ke mesin pencetak, tutup kaleng yang lewat dibersihkan dengan lap bersih dan kaleng-kaleng disortasi untuk memisahkan kaleng-kaleng yang rusak. Kaleng yang rusak apabila masih dapat diperbaharuhi, maka kaleng tersebut akan diperbaharui, tetapi apabila kaleng tersebut rusak fatal, maka kaleng tersebut akan dibongkar kembali dengan cara kaleng dibuka, dikeluarkan isinya. Ikan yang masih baik, dilakukan pengisisan medium saus kembali dan melalui proses selanjutnya seperti penutupan kaleng, pencucian kaleng dan seterusnya. Sedangkan ikan yang reject atau rusak dibuang 15. Pengepakan Produk yang telah diberi tanggal kadaluarsa dan kode produk langsung dikemas dalam kardus. Penyusunan kaleng menjadi dua tingkat dan diberi alas kardus di antara kedua tingkat tersebut. Jumlah kaleng per kardus tergantung bentuk dan ukuran kaleng. Cara pengepakan ikan kaleng yaitu dengan memasukkan ikan kaleng dengan tutup menghadap ke atas. 5.1.7 Kegiatan Produksi Surimi 5.1.7.1 Pengadaan dan Penerimaan Bahan Baku Bahan baku utama surimi yang digunakan di PT Maya Food Industries adalah ikan Kuniran (Upenus sulphureus). Selain ikan Kuniran (Upenus sulphureus) PT MFI juga menggunakan ikan Kurisi ( Nemipterus sp), ikan Tiga Waja, ikan Slok dan ikan Coklatan sebagai bahan baku dari surimi. Bahan baku ikan tersebut 77 diperoleh dari beberapa TPI di Batang, Rembang, Tegal dan Pekalongan. Standar mutu ikan Kuniran menurut perusahaan adalah tidak mengandung formalin, tidak berbau (minyak, solar), perut tidak pecah, serta sesuai dengan SNI 01-2694.1-1992 tentang Standar Persyaratan Bahan Baku surimi Beku, yaitu secara organoleptik ikan yang dijadikan bahan baku harus mempunyai nilai organoleptik diatas 6. Persyaratan karakteristik ikan yang digunakan untuk bahan baku Surimi adalah sebagai berikut: Tabel 4. Persyaratan Bahan Baku Surimi Spesifikasi Keterangan Rupa dan Warna Bersih, warna daging spesifik jenis ikan Bau Segar, spesifik jenis Daging Elasitis, padat dan kompak Rasa Netral, agak manis Sumber: Dinas Perikanan Semarang (1998) Kemudian setelah sampai di perusahaan maka bahan baku ikan yang diterima diuji kesegaran dan mutunya secara organoleptik dengan memakai score sheet sebagai pegangan dalam memberikan nilai kepada ikan yang diperiksa berdasarkan keadaan fisik ikan. Dari hasil uji organoleptik bahan baku ikan dengan enam panelis harus didapatkan hasil dengan selang kepercayaan 7,11 < μ < 7,66 sehingga ikan tersebut dianggap layak dipergunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan surimi. 5.1.7.2 Penyiangan dan Pemotongan Kepala Ikan Sebelum proses pengolahan terlebih dahulu ikan dipotong kepalanya dan dihilangkan isi perutnya secara manual. Alat yang digunakan adalah pisau dan talenan kemudian prosesnya dilakukan diatas meja penyiangan. Tujuan dari pemotongan ini adalah agar ikan bersih dari kotoran-kotoran isi perut ikan karena apabila daging ikan bercampur dengan kepal dan kotoran isi perut maka dapat mengurangi kualitas 78 Surimi karena meningkatkan kadar lemak sehingga menurunkan pembentukan gel dan warna yang dihasilkan terlihat lebih gelap. 5.1.7.3 Pencucian Setelah ikan mengalami pencucian awal dalam bak, kemudian ikan dimasukkan kedalam washing machine dengan air bersuhu 5°C menggunakan conveyor. Penggunaan air dengan suhu rendah ini sesuai standar SNI 01-2694-2-1992, bahwa selama pencucian harus menggunakan air dingin bersuhu maksimum 10°C agar mutu tetap terjamin. Tujuan dari pencucian dengan menggunakan air dingin ini adalah selain membersihkan ikan dari lendir, kotoran, darah dan benda-benda asing serta menurunkan jumlah bakteri serta dapat menunjang kemampuan membentuk gel dan dapat menghambat denaturasi protein akibat pembekuan. 5.1.7.4 Pemisahan Daging Dari Tulang dan Kulit Ikan yang telah dicuci bersih melalui conveyor masuk kedalam meat separator. Fungsi dari meat separator ini untuk memisahkan antara bagian kulit dan tulang dengan daging ikan. Ikan dipres dalam lempengan logam yang berlubang-lubang dengan diameter 5 mm, kemudian daging ikan terperas keluar melalui lubang-lubang tersebut sedangkan kulit dan tulang akan tertinggal pada lempengan. Kapasitas dari meat separator ini adalah 100 kg dengan hasil yang didapatkan berupa lumatan daging berdiameter ± 0,5 mm dan lama waktu penggilingan ± 15 menit . Selain memisahkan daging ikan dari tualng dan kulitnya proses pengepresan ikan ini juga untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada ikan dimana kadar air masih tinggi setelah dicuci. 5.1.7.5 Pembilasan Lumatan daging yang didapatkan dari proses pemisahan dimasukkan kedalam leaching machine kemudian didalam mesin ini daging dibilas dengan air bersuhu 5°C. Perbandingan air dan lumatan daging adalah 4: 1. Pembilasan dilakukan sebanyak 3 kali, sedangkan waktu pembilasan masing-masing ± 15 menit. Tujuan dari pembilasan ini 79 untuk mendapatkan daging yang lebih putih dan menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel. Hasil dari proses pembilasan ini berupa hancuran daging dngan warna lebih bersih, berbau netral (tidak amis), tidak berlemak dan bebas dari kotoran dan sisa-sisa kulit. 5.1.7.6 Perbaikan Tekstur Setelah lumatan daging mengalami pembilasan kemudian masuk kedalam rotary screen dan didalamnya dilakukan penyemprotan sehingga darah dan kotoran lain yang berukuran kecil dapat hilang. Kemudian lumatan daging masuk kedalam refiner untuk memperbaiki tekstur lumatan daging agar lebih halus dengan kadar air yang lebih rendah karena didalam refiner ini lumatan daging mengalami proses penggilingan dan juga pengepresan. 5.1.7.7 Pengepresan Pada lumatan daging yang berasal dari proses leaching, kandungan airnya masih tinggi. Untuk mengurangi kandungan air dilakukan pengepresan dengan menggunakan screw press. Sistem kerja alat ini adalah drum yang berputar-putar secara terus-menerus sekaligus menyaring sehingga air akan terperas keluar. Kadar air lumatan daging setelah keluar dari mesin ini berkisar antara 76-78%. 5.1.7.8 Penambahan anti denaturasi Setelah lumatan daging mengalami pengepresan, kemudian dilakukan pencampuran dengan bahan tambahan sebagai anti denaturasi. Bahan tambahan yang digunakan adalah gula dan polyphosphate. Gula yang digunakan adalah gula pasir berwarna putih, sedangkan sodium polyphosphate yang dipakai berbentuk bubuk berwarna putih. Pencampuran ini menggunakan mixing machine dengan kapasitas 150kg. Komposisi gula yang ditambahkan sebanyak 0,5% dan polyphosphate 0,2%. Pencampuran kedua bahan tambahan ini harus sehomogen mungkin selama ± 4 menit. Menurut Peranginangin (1999) gula digunakan sebagai cryprotectant agent. Tujuan dari penambahan gula adalah mencegah denaturasi protein 80 selama pemekuan dan penyimpanan beku. Sedangkan penambahan polyphosphate dimaksudkan utnuk memperbaiki daya ikat air dan memberikan sifat pasta yang lebih lembut pada produk olahan Surimi. 5.1.7.9 Pencetakan Setelah dilakukan penambahan anti denaturasi, lumatan daging masuk kedalam forming machine. Cara kerja alat ini adalah lumatan daging dicetak dan keluar sebagai Surimi dalam bentuk blok dengan berat 10 kg. Blok surimi tersebut langsung dipak dalam kantong plastik polyethylene. Penggunaan plastik polyethylene sesuai dengan pendapat Peranginangin (1999) bahwa polyethylene adalah pengemas yang paling tepat untuk produk yang akan dibekukan. Tujuan dari penggunaan plastik dalam pengepakan ini adalah untuk menghindari terjadinya kerusakan akibat bereaksinya Surimi dengan udara selama masa penyimpanan dan distribusi, selain itu karena plastik elastis dan tidak mudah rusak. Selanjutnya Surimi diletakkan dalam pan, ditata rapi pada troli untuk siap dimasukkan kedalam Contact Plate Freezer. 5.1.7.10 Pembekuan Surimi yang telah dikemas dalam plastik kemudian dilakukan pembekuan, alat pembekuan Surimi ini menggunakan contact plate freezer. Pada pembekuan ini dilakukan selama 4-4,5 jam dan telah matang apabila suhu pusat surimi telah mencapai -40 °C dengan tujuan agar mutu Surimi dapat dipertahankan serta dapat mengurangi kadar air Surimi. Dalam pembekuan ini menggunakan contact plate freezer karena produk Surimi telah memiliki keseragaman ukuran dalam pengemasan sehingga untuk mempermudah dalam pendistribusian, temperatur di bawah -35°C dapat mempertahankan kualitas kesegaran surimi selama transportasi. Pembekuan cepat dapat mengakibatkan berkurangnya denaturasi protein dibandingkan dengan pembekuan lambat. 81 Pan-pan yang berisi Surimi diletakkan pada rak-rak pada Contact Plate Freezer. Alasan menggunakan alat pembeku jenis ini karena efektif digunakan untuk pembekuan produk berbentuk blok, daya lebih kecil sehingga lebih murah. Contact Plate Freezer yang digunakan adalah jenis horizontal plate freezer dimana pelat pendinginnya berada pada posisi mendatar dan refrigeran berupa freon yang dipasang pada alat penekan pelat-pelat beku. Kapasitas dari contact plate freezer adalah 130 blok atau 1,3 ton. 5.1.7.11 Pengemasan Setelah surimi dibekukan lalu dikeluarkan secara manual dari contact plate frezer kemudian surimi dites dengan metal detector untuk mengetahui apakah mengandung logam atau tidak. Untuk selanjutnya surimi dikemas dalam wadah karton putih agar memudahkan dalm pendistribusian. Pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan surimi kedalam master karton dengan berat 20 Kg. Satu master karton berisi 2 blok Surimi yang masing-masing beratnya 10 Kg. Tujuan dari pengemasan adalah agar kelihatan menarik, ekonomis, dan cukup melindungi produk serta memudahkan dalam pendistribusian. Setelah dilakukan pengemasan kemudian dilakukan pelabelan. Keterangan dalam label berisi merk, produk, jenis, ikan, nama perusahaan, berat bersih produk, tanggal produksi, grade dan komposisi. 5.1.8 Kegiatan Produksi Buah Kaleng, Tepung Ikan dan Kerupuk Bawang Disamping produksi ikan kaleng sebagai komoditas utama dan juga produksi surimi PT Maya Food Indutries juga memproduksi buah kaleng, tepung ikan serta kerupuk bawang sebagai bagian dari diversifikasi produk yang dilakukan perusahaan. Untuk produksi buah kaleng baru dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries sejak awal tahun 2007 dengan alur proses produksi sebagai berikut: 82 1. Penerimaan bahan baku Dalam proses ini bahan baku yang diterima berupa pepaya bangkok, nanas kuning, kolang-kaling, labu siam, bengkuang dan nata decoco yang diperoleh dari sekitar wilayah Pekalongan. 2. Penimbangan Penimbangan dilakukan untuk menghitung berat masing-masing jenis bahan baku sehingga dapat diketahui berat awal bahan baku yang digunakan untuk disesuaikan dengan berat akhir setelah proses produksi dilakukan. 3. Penyiangan dan Pengupasan Selanjutnya dilaksanakan proses penyiangan dan pengupasan yang dilakukan secara manual dan berurutan untuk masing-masing jenis buah yang digunakan sehingga rasa dan aroma tidak tercampur. 4. Pencucian Pencucian dilakukan dengan air bersih yang dicampur khlorin dengan kadar tertentu yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang menempel pada bahan baku. 5. Pemotongan Proses pemotongan dilakukan secara manual dengan ukuran 1 x 1 cm untuk masing-masing jenis bahan baku yang digunakan. 6. Pengisian dan Penimbangan Proses pengisian dilakukan secara manual dengan komposisi yang telah ditentukan yaitu untuk pepaya bangkok sebesar 160 gr, nanas kuning sebesar 60gr, bengkuang sebesar 60gr, labu siam sebesar 80gr, kolang-kaling sebesar 30gr dan nata de coco sebesar 100gr. Semua bahan baku tersebut dimasukkan kedalam kaleng dengan ukuran 401 dengan berat buah kaleng 802 gram. 7. Pengisian Medium Untuk buah kaleng produksi PT Maya Food Industries setelah proses pengisian dan penimbangan lalu kaleng buah diisi dengan media berupa sirup hasil formulasi sendiri untuk menambah citarasa buah kaleng yang dihasilkan. 83 8. Pemasakan pendahuluan (pre-cooking) Pemasakan pendahuluan atau biasa disebut dengan pre-cooking dilakukan didalam exhaust box yang didalamnya terdapat belt conveyor. Didalam exhaust box diletakkan pan-pan stainless steel yang berisi kaleng buah yang secara otomatis bergerak selama 18 menit dengan suhu antara 60 - 700C. Tujuan dari exhausting ini adalah sebagai pemasakan awal agar buah menjadi lebih enak dan untuk menambah citarasa, mengurangi kadar air yang ada dalam buah, serta menghilangkan udara yang ada dalam buah dan kaleng sehingga didapatkan kondisi vakum. 9. Pasturizing Pasturisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menimbulkan kerusakan pada produk makanan kaleng dan memberikan suasana yang tidak sesuai untuk kehidupan mikroorganisme. Pasturisasi dilakukan dengan cara perebusan terhadap buah kaleng dengan suhu dijaga agar tetap stabil yaitu antara 95-96°C selama 40 menit. Sedangkan untuk produksi tepung ikan baru dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries sejak bulan juni tahun 2007 dimana sebelumnya limbah produksi dari proses produksi kan kaleng dijual mentah kepada perusahaan tepung ikan di wilayah Pekalongan. Proses produksi tepung ikan dilakukan dengan alur proses sebagai berikut: 1. Penerimaan bahan baku Bahan baku dari tepung ikan merupakan limbah padat hasil produksi ikan kaleng yang dilaksanakan oleh PT Maya Food Indutries 2. Perebusan Setelah bahan baku diterima dilakukan perebusan yang dilakukan dengan mesin agar bahan baku menjadi lembek dan sesuai untuk tekstur tepung ikan. 3. Pengepresan Setelah bahan baku direbus dengan mesin langsung dilakukan pengepresan oleh mesin press yang terhubung secara langsung 84 dengan mesin perebusan sehingga proses produksi tepung ikan berlangsung secara kontinu. 4. Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan menggunakan mesin pengering bertenaga uap panas selama kurang lebih 15 menit dengan tekanan 57 atm. 5. Pengemasan Tepung ikan yang keluar dari mesin pengering terlebih dahulu didinginkan untuk kemudian dikemas kedalam karung dengan ukuran tertentu sesuai pesanan. Untuk produksi kerupuk bawang baru dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries sejak bulan Juni tahun 2007 dengan alur proses sebagai berikut: 1. Penerimaan bahan baku Bahan baku berupa tepung tapioka dan bawang putih serta bumbu yang terdiri dari monosodium glutamat, garam dan sodium iklamat. 2. Pengadukan Bahan baku dan bumbu dicampur dan ditambahkan air dengan ukuran tertentu yang diaduk dengan menggunakan mixer sehingga terbentuk menjadi adonan. 3. Pencetakan Adonan yang dihasilkan dicetak sesuai ukuran tertentu secara manual dengan berta masing-maisng cetakan adonan 500gr. 4. Pengukusan Adonan yang telah dicetak dikukus selama 20 menit dengan suhu 90100°C. 5. Pendinginan Setelah adonan dikukus maka didiamkan dalam udara terbuka selama kurang lebih 3 hari. 6. Pemotongan Adonan yang telah didinginkan dipotong sesuai ukuran dengan mesin pemotong. 85 7. Penjemuran Adonan yang telah terbentuk menjadi kerupuk mentah dijemur dengan sinar matahari 3-4 jam sebelum dilakukan pengemasan. 8. Pengemasan. Krupuk bawang yang telah dijemur dikemas dalam plastik dengan ukuran tertentu dan dipasarkan dengan merk Ranesa. 5.2 Manajemen Mutu Terpadu 5.2.1 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu 5.2.1.1 Komitmen Manajemen Komitmen manajemen dimulai dari mensosialisasian persoalan mutu terhadap produk yang dihasilkan mulai dari manajemen puncak hingga kebawah (top-down). Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa karyawan dalam PT Maya Food Industries maka dapat diketahui bahwa secara garis besar responden beranggapan bahwa komitmen manajemen terhadap peningkatan mutu produk yang dihasilkan masih kurang sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap penerapan manajemen mutu terpadu yang kurang maksimal. Manajemen level atas dari perusahaan secara umum lebih memperhatikan kuantitas yang dihasilkan daripada kualitas sehingga dapat dilihat bahwa kuantitas yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries relatif besar, untuk produk ikan kaleng saja kurang lebih sebesar 217.570 karton sehingga PT MFI telah berhasil mencapai misi perusahaan memproduksi ikan kaleng sebesar 168.000 karton, meskipun demikian mesin-mesin utama yang digunakan untuk berproduksi belum pernah mengalami pergantian hal ini menyebabkan dapat terjadinya penurunan kualitas produk yang dihasilkan karena mesin tidak berfungsi optimal. Namun untuk produksi surimi perusahaan sempat mencapai misi dengan memproduksi surimi 1560 ton pada tahun 2006 namun menurun secara drastis pada tahun 2007 menjadi hanya 472 ton, namun hal ini lebih dikarenakan sistem pemasaran perusahaan yang belum optimal sehingga perusahaan kesulitan mencari pangsa pasar. 86 Perusahaan hingga saat ini juga belum mendapat sertifikat ISO dan hanya memiliki sertifikat HACCP dengan grade C sehingga menyulitkan perusahaan untuk menembus pasar Amerika dan Eropa. Namun di sisi lain PT MFI juga telah menunjukkan peningkatan komitmennya dalam penerapan MMT yang ditunjukkan dengan rencana pemindahan lokasi produksi ikan kaleng dengan adanya pembangunan unit produksi pengalengan ikan untuk menggantikan unit produksi yang telah ada karena dianggap kurang layak dari segi sanitasi dan higienitas. Pembangunan unit produksi ikan kaleng ini baru saja dimulai pada akhir Desember dan direncanakan selesai pada bulan November tahun 2008. Komitmen manajemen juga terlihat dalam upaya pemebenahan dalam struktur organisasi perusahaan seperti perubahan bagian personalia menjadi HRD dan perluasan wewenang bagian Quality Assurance untuk membawahi bagian penelitian dan pengembangan. Untuk mengatasi penurunan volume penjualan surimi manajemen PT MFI merencanakan akan bekerjasama dengan perusahaan Jepang pada tahun 2008 dalam bentuk join operasi dimana perusahaan mengikuti standar operasi dan teknis produksi surimi yang diinginkan oleh perusahaan Jepang yang akan membeli produk tersebut sehingga hasil produksi surimi telah memiliki pelanggan tetap sekaligus sebagai distributor surimi di negara Jepang. 5.2.1.2 Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara Berkesinambungan Perusahaan yang ingin tetap eksis dalam persaingan tentu tidak cepat puas dengan apa yang telah diraih saat ini, sehingga akan berupaya untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Upaya perbaikan yang dilakukan PT Maya Food Industries yang terlihat nyata setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu adalah perbaikan struktur organisasi serta diversifikasi produk dengan memproduksi surimi, buah kaleng, tepung ikan, kerupuk bawang. Perusahaan juga diberi kewenangan lebih luas dari Direksi untuk menjalankan sebagian sistem pemasaran serta mencakup wewenang 87 administrasi yang lebih luas. Perbaikan sistem terlihat dari peningkatan yang terjadi setelah adanya manajemen mutu terpadu. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan biaya tenaga kerja di bagian produksi sebesar 56% dari Rp 108,00/kaleng menjadi Rp 47,00/kaleng.Penurunan tingkat kerusakan produk juga menunjukkan adanya perbaikan dalam kualitas produk yang dihasilkan. Penurunan tingkat kerusakan produk sebelum diterapkannya manajemen mutu terpadu adalah sebesar 0,7% dan turun menjadi 0,45%, kemudian juga terjadi peningkatan dari segi kedisiplinan dengan adanya pengurangan tingkat keterlambatan dari 5% menjadi 1% dan peningkatan loyalitas yang diindikasikan dengan penurunan tingkat turn over dari 1% menjadi 0,2% per tahun. 5.2.1.3 Perspektif Jangka Panjang Untuk meningkatkan kualitas yang dihasilkan perusahaan terus berusaha melakukan evaluasi yang berorientasi pada jangka panjang. Tujuan jangka panjang dari PT Maya Food Industries adalah menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan berbasis pengalengan dan surimi berskala internasional dengan mengutamakan keseimbangan pertumbuhan dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan jangka panjang adalah dengan terus berupaya melakukan peningkatan kualitas untuk mendapatkan sertifikasi mutu standar internasional yang lebih tinggi sehingga kualitas produk dapat lebih terjamin dalam pandangan konsumen. Hal ini terlihat dengan adanya rencana pemindahan lokasi produksi ikan kaleng untuk meningkatkan sanitasi dan higienitas yang berdampak pada peningkatan kualitas. Dengan perbaikan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan juga dapat mempengaruhi secara positif upaya perusahaan dalam melakukan perluasan pangsa pasar dengan meningkatkan volume penjualan. Perusahaan juga menjaga hubungan baik dan kepercayaan dengan pemasok bahan baku untuk menjaga kontinuitas pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan mengingat untuk pasokan bahan baku ikan yang sangat tergantung pada alam sehingga 88 banyak pesaing untuk memperoleh bahan baku yang sama dengan jumlah bahan baku yang sering tidak mencukupi kebutuhan industri. Akan tetapi terjadinya penurunan produksi surimi PT Maya Food Industries pada tahun 2007 diantaranya diakibatkan karena kurangnya kesadaran manajemen akan tujuan jangka panjang perusahaan sehingga produk surimi yang diproduksi kurang dapat diterima oleh pasar karena tingkat persaingan yang tinggi dengan produk lain yang berkualitas lebih bagus seperti fillet ikan dan juga industri surimi lainnya yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas dengan tingkat harga yang sama. 5.2.1.4 Fokus Pada Pelanggan Tujuan bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan para pelanggan, dalam MMT kualitas sangat ditentukan oleh pelanggan. Semua usaha manajemen dalam MMT diarahkan pada satu tujuan utama yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Oleh karena itu fokus pada pelanggan menjadi salah satu prinsip dasar dari Manajemen Mutu Terpadu PT Maya Food Industries menempatkan pelanggan sebagai bagian yang sangat penting dari organisasi dengan memproduksi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pengendalian mutu produk dilakukan mulai dari pengendalian mutu bahan baku yang digunakan hingga pengendalian mutu produk akhir yang dihasilkan. Berbagai inovasi produk pernah dilaksanakan oleh PT MFI untuk merespon keinginan konsumen, diantaranya PT MFI memproduksi beberapa macam merk ikan kaleng dengan target pasar yang berbeda dalam berbagai tingkat harga untuk beberapa segmentasi pasar sehingga diharapkan keinginan konsumen kalangan menengah kebawah untuk dapat mengkonsumsi ikan kaleng dapat terpenuhi karena adanya produk ikan kaleng merk tertentu seperti Sesibon yang diproduksi dengan harga lebih terjangkau daripada merk Ranesa, Sesibon, Geisha dan Botan dengan tujuan untuk dipasarkan di Malaysia dan di daerah Kalimantan. Kemudian untuk produk Botan, PT MFI menargetkan konsumen 89 kalangan menengah keatas dengan tujuan pasar lokal di seluruh Indonesia. Untuk merk Geisha dipasarkan di Jepang dengan harga relatif lebih tinggi daripada merk ikan kaleng lainnya yang diproduksi oleh PT MFI. Sedangkan untuk merk Ranesa diproduksi untuk dipasarkan di kawasan Asia Tenggara dan Afrika. Hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa produk ikan kaleng yang diproduksi PT MFI dapat diterima oleh pasar dan cenderung mengalami peningkatan volume produksi tiap tahunnya. Untuk unit produksi Surimi yang sedang mengalami penurunan volume produksi karena penurunan volume permintaan dari pasar sebenarnya juga dapat terjadi karena kurang cepatnya tanggapan yang diberikan perusahaan terhadap selera pasar yang belum begitu mengenal dan dapat memanfaatkan produk Surimi sehingga perusahaan tidak dapat mengantisipasi penurunan volume penjualan. Akan tetapi, untuk produk buah kaleng merupakan salah satu respon perusahaan yang cermat terhadap keinginan konsumen dari luar negeri yang menginginkan buah tropika cepat saji dengan standar kualitas yang mereka inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen secara tidak langsung dilibatkan dalam penetapan kebijakan perusahaan sehingga produk yang dihasilkan dapat memberikan kepuasan bagi konsumen. 5.2.1.5 Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Keterlibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikusertakan para karyawan pada semua level perusahaan dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Pemberdayaan karyawan adalah keterlibatan karyawan yang benar-benar berarti bagi perusahaan. Usaha untuk melibatkan dan memberdayakan karyawan dalam PT Maya Food Industries dilakukan agar dapat memberikan manfaat berupa peningkatan efektifitas kerja dan produktivitas karyawan serta meningkatkan ’rasa memiliki’ dan tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang melaksanakannya. 90 Akan tetapi dalam pelaksanaanya, PT Maya Food Industries secara umum kurang memberikan keleluasaan dan keterbukaan para karyawan untuk mendiskusikan masalah yang ada. Meskipun di sisi lain PT MFI telah melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mereka sehingga karyawan lebih memahami tugas dan tanggungjawabnya untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi kinerja mereka. Hal ini dapat dicontohkan antara lain dengan diadakannya training pengembangan proses produksi, training teknik double seam, training pembinaan perusahaan dan training efisiensi produksi. 5.2.1.6 Kerjasama Tim Kerjasama tim sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang menerapkan manajemen mutu terpadu. Sehingga produk yang dihasilkan tidak hanya tanggungjawab salah satu bagian saja, melainkan menjadi tanggungjawab dalam seluruh bagian di perusahaan. Pola kerjasama yang cukup teratur telah ditunjukkan dalam PT Maya Food Industries dengan terlihatnya suasana komunikasi yang baik dan saling menghormati antar karyawan. Selain itu secara umum karyawan dalam PT MFI memiliki hubungan personal yang baik dengan rekan kerja, atasan dan bawahan sehingga mendukung terjadinya kerjasama tim yang baik dalam setiap kegiatan perusahaan. 5.2.2 Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu 5.2.2.1 Sumberdaya Manusia PT Maya Food Indusries memiliki karyawan secara keseluruhan berjumlah 469 orang dengan perbandingan 105 karyawan pria dan 364 karyawan wanita. Tingkat pendidikan karyawan bervariasi tergantung tanggungjawab dan jenis pekerjannya. Pendidikan yang terakhir ditempuh oleh General Manager adalah S2, kemudian untuk kepala bidang adalah sarjana. Untuk karyawan bagian HRD, Quality Assurance, dan bagian administrasi memiliki 91 tingkat pendidikan bervariasi mulai dari SLTA hingga sarjana. Untuk karyawan bagian produksi terutama bagian proses dimana sebagian besar karyawan berjenis kelamin wanita, rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan tingkat pendidikan tertinggi adalah SLTP sebanyak 280 orang. Hal ini disebabkan karena karyawan bagian proses merupakan karyawan yang telah lama bekerja di perusahaan sehingga meskipun tingkat pendidikan mereka rendah namun ketrampilan dan pengalaman mereka menjadi hal yang lebih diutamakan. Akan tetapi, hal ini menyebabkan pemahaman konsep mereka mengenai Manajemen Mutu Terpadu menjadi lebih sulit sehingga perusahaan menanggulanginya dengan penetapan standar operasi kerja yang jelas dan pengawasan yang ketat terhadap proses produksi untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan kinerja karyawan yang dapat mempengaruhi mutu. 5.2.2.2 Standar Standar yang dimaksud adalah pedoman yang berupa kesepakatan dalam bentuk acuan tingkah laku, kualitas yang digunakan dalam peningkatan mutu produk yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries. Penetapan standar ini sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan MMT, karena tanpa standar yang jelas akan sulit diukur tingkat keberhasilan yang dicapai perusahaan. Selain itu, dengan adanya standar akan lebih memacu semua karyawan PT MFI untuk mencapai standar tersebut. Standar yang digunakan adalah acuan dalam menjalankan seluruh kegiatan PT Maya Food Industries untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Standar proses memberikan pedoman kepada pekerja agar seluruh aktivitas yang terjadi dalam PT MFI terarah dan terpadu. Standar proses berisi petunjuk bagaimana pekerja harus melakukan serangkaian kegiatan serta sarana dan peralatan yang harus tersedia dalam berbagai proses produksi yang dilaksanakan 92 perusahaan baik produksi ikan kaleng sebagai komoditas utama, Surimi, buah kaleng, tepung ikan dan juga kerupuk bawang. PT MFI menetapkan standar operasional prosedur yang jelas untuk setiap kegiatan yang dilaksanakan perusahaan sehingga proses produksi dapat terselenggara dengan baik dengan pengawasan yang ketat dari supervisi tiap bagian perusahaan terutama bagian produksi untuk menghasilkan produk sesuai standar yang diinginkan perusahaan. Selain standar produk akhir yang ditetapkan oleh perusahaan, perusahaan juga menetapkan standar bahan baku yang digunakan serta standar mesin dan standar peralatan lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Ikan kaleng sebagai komoditas utama perusahaan memiliki standar produk akhir yang terdefinisikan dengan jelas. Dalam Tabel 5 berikut disajikan standar produk akhir ikan kaleng yang diproduksi PT MFI. Tabel 5. Standar Produk Akhir Ikan Kaleng Uraian Satuan Keadaan kaleng Kehampaan mmHg Syarat mutu Dalam kondisi normal : tidak bocor, tidak kembung, tidak berkarat, permukaan dalam tidak bernoda, lipatan kaleng baik Min 10 Media Jenis Media Kepekatan Media brix pH Saus tomat Min 8 - 4,6 – 6 Cemaran logam Cu mg/kg Max 20 Pb mg/kg 2 Hg mg/kg 0,5 Cemaran As mg/kg 1 Coliform Apm/gram <3 Clostridium perifingens - Negatif Bakteri aerob bentuk spora Koloni/gram Max 100 Sumber: PT Maya Food Industries (2003) 93 5.2.2.3 Sarana Sarana yang diperlukan adalah sarana yang dapat menunjang seluruh kegiatan dalam perusahaan dan hal ini mengarah baik pada sarana fisik berupa mesin, alat-alat, bangunan serta fasilitas penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kegiatan produksi. Sarana utama merupakan sarana yang keberadaannya secara langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan dalam berproduksi sedangkan sarana penunjang merupakan seperangkat fasilitas penunjang yang tidak secara langsung mempengaruhi kegiatan produksi. Fasilitas bangunan terdiri dari bangunan utama yang merupakan unit produksi mackerel dan sardines, unit produksi surimi, unit produksi kerupuk, unit produksi buah kaleng dan unit produksi kerupuk bawang. Selain itu ada kantor yang digunakan sebagai ruang administrasi perusahaan, aula sebagai tempat pertemuan, gudang produksi jadi, gudang kaleng, koperasi, tempat istirahat karyawan, mushola, toilet, tempat parkir dan pos jaga. Sumber listrik di PT. Maya Food Industries Pekalongan diperoleh dari PLN Pekalongan dengan tegangan 220 Volt dan daya terpasang 345 kVA dengan aliran 3 fase. Jika terjadi tegangan putus saat produksi maka digunakan genset. Genset yang dimiliki perusahaan ada dua dengan merk Nissan buatan Jepang dan mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 250 kVA sedang yang tidak terpakai dengan merk Caterfilar buatan Amerika dengan tenaga listrik sebesar 261 kVA. Sarana produksi utama yang dimiliki perusahaan antara lain adalah mesin cakel, mesin pencuci sisik, mesin pengerik sisik, mesin seamer, mesin retort, mesin giling cabe, mesin pemotong kerupuk, tangki pasteurisasi, mesin screw press, cold storage, mesin boiler, mesin print, mixing machine, contact plate freezer dan mesin pembuat tepung ikan. Keseluruhan mesin tersebut merupakan sarana utama yang langsung berhubungan dengan proses produksi yang dilaksanakan PT MFI mulai dari pembuatan ikan kaleng, buah kaleng, surimi, tepung ikan dan 94 kerupuk bawang. Dari beberapa mesin tersebut, mesin seamer yang digunakan untuk menutup kaleng pada proses pembuatan ikan kaleng dan buah kaleng memiliki kondisi yang kurang bagus dikarenakan umur teknisnya yang sudah tua yaitu sejak tahun 1979 serta perawatan dan suku cadang yang sulit didapatkan karena merupakan mesin buatan Taiwan sehingga hasil penutupan kaleng terkadang kurang sempurna. Selain itu kondisi mesin retort yang digunakan untuk sterilisasi ikan kaleng juga kurang bagus karena usianya yang sudah tua sehingga karyawan bagian retorting harus sangat teliti dalam mengatur tekanan dan suhu sterilisasi agar tetap stabil dan sesuai standar. Selain itu, untuk menunjang kelancaran produksi PT MFI juga memiliki gudang penyimpanan tersendiri untuk bahan baku dan prduk akhir meskipun luas areal gudang penyimpanan produk akhir kurang mencukupi sehingga pada saat ini perusahaan sedang merencanakan pembangunan untuk perluasan gudang penyimpanan produk akhir. Kemudian beberapa fasilitas angkut yang dimiliki perusahaan adalah pick up, fork lift, fork lift dorong, 3 unit mobil dan 2 unit bus karyawan. Sarana administrasi yang dimiliki perusahaan untuk menunjang kegiatan produksi adalah 15 unit komputer dan 15 unit printer yang digunakan pada bagian administrasi dan pemasaran, accounting, HRD dan quality control sebagai perwujudan komputerisasi yang dilaksanakan oleh perusahaan. Meskipun secara umum sarana yang dimiliki PT Maya Food Indutries telah mencukupi namun untuk beberapa mesin utama seperti mesin seamer dan retort dalam beberapa waktu kedepan perlu dilakukan penggantian dengan mesin yang baru dikarenakan usia dan kinerja mesin yang kurang optimal sehingga mulai dari sekarang perusahaan perlu membuat perencanaan anggaran agar dimasa yang akan datang mesin tersebut dapat diganti dengan mesin yang baru. Selain itu, perusahaan juga perlu menambahkan laboratorium mikrobiologi untuk bagian quality control untuk peningkatan jaminan kualitas terhadap produk yang dihasilkan. 95 5.2.2.4 Pengorganisasian Pengorganisasasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang , alat-alat, tugas-tugas , serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pelaksanaan sistem manajemen mutu terpadu bisa berjalan dengan baik jika sistem manajemen organisasi terkoordinasi dengan baik. Setiap orang dalam organisasi tersebut harus tahu apa yang dilakukannya agar kegiatan organisasi dapat berjalan sistematik. Struktur organisasi PT Maya Food Industries sering mengalami pergantian kepemimpinan atas kewenangan pemilik perusahaan. Hal ini menyebabkan pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi kurang jelas. Pada masa sekarang ini perusahaan sedang mengalami masa transisi dikarenakan pemindahan sistem administrasi yang pada awalnya berpusat di Jakarta dipindahkan ke Pekalongan sejak awal Januari tahun 2007. Pemindahan administrasi ini berdampak pada sistem pengorganisasian dalam perusahaan, namun perusahaan mulai dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut dan terlihat adanya kemajuan dalam sistem administrasi meskipun secara keseluruhan masih kurang terstruktur. Oleh karena itu perusahaan perlu untuk melakukan perbaikan struktur organisasi dan mempejelas mekanisme pembagian tugas dan tanggung jawab dalam perusahaan sehingga suasana kerja dam hubungan karyawan menjadi lebih baik untuk mendukung peningkatan kinerja karyawan. 5.2.2.5 Audit Internal Audit internal adalah evaluasi dan pemantauan pada setiap bagian yang kemudian dibandingkan dengan standar yang berlaku. Audit internal yang dilaksanakan oleh PT Maya Food Industries pada bagian produksi dilaksanakan setiap proses produksi berlangsung secara kontinu dengan pemantauan bahan baku, pemantauan proses produksi dan 96 pemantauan hasil produksi apakah sesuai dengan standar yang diinginkan perusahaan. Pada bagian quality control proses audit dilaksanakan dengan pemantauan kembali hasil kinerja petugas quality control setiap periode tertentu sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih terjamin kualitasnya yang kemudian dilaksanakan evaluasi terhadap hasil kinerja quality control setiap satu bulan. Untuk bagian administrasi dan bagian HRD sistem audit internal belum dilaksanakan dengan baik karena belum terbentuknya tim audit internal perusahaan sehingga kegiatan audit yang dilaksanakan hanya berfokus pada kesalahan yang telah terjadi dalam dan bagian administrasi dan pemasaran sehingga upaya pencegahan kesalahan menjadi kurang optimal. Tim audit internal dalam perusahaan sudah pernah terbentuk namun karena pemindahan admninistrasi dari pusat ke Pekalongan menjadikan tim audit internal mengalami perubahan anggota dan kinerjanya belum dapat dilaksanakan dengan baik karena perusahaan masih berkonsentrasi untuk perbaikan struktur administrasi dalam perusahaan. 5.2.2.6 Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifk, praktis dan segera. Spesifik yang dimaksud dalam arti pelatihan berhubungan secara spesifik dengan pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan praktis dan segera adalah bahwa apa yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga materi yang diberikan bersifat praktis. Pelatihan merupakan bagian pendidikan. Pemdidikan lebih fisolofis dan teoritis. Walaupun demikian pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu pembelajaran. Didalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seseorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan. 97 Pendidikan dan pelatihan mengenai pengendalian mutu bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan mengenai pengendalian mutu untuk mengembangkan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan direncanakan oleh bagian HRD untuk setiap periode tertentu per kuartal dengan target selama 11 bulan. Perusahaan mendatangkan trainer dari internal perusahaan maupun dari pihak luar tergantung materi training yang diberikan. Kegiatan pelatihan yang telah diselenggarakan PT MFI untuk periode Agustus-November 2007 antara lain training pengembangan proses produksi, training teknik double seam, training pembinaan perusahaan dan training efisiensi produksi. General Manager dan beberapa Kepala Bagian juga sering mengikuti berbagai macam pelatihan seperti penataran dan seminar yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Dengan demikian PT Maya Food Industries telah melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagian karyawannya untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam upaya penerapan manajemen mutu terpadu dalam perusahaan meskipun belum semua karyawan memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut. 5.2.2.7 Visi dan Misi Visi dan misi adalah tujuan jangka panjang yang ingin dicapai perusahaan yang membedakanya dengan perusahaan lain. Visi dan misi merupakan dasar pemikiran untuk tujuan jangka panjang perusahan yang harus diprioritaskan oleh setiap bagian manajemen PT Maya Food Industries. Dari hasil wawancara dengan karyawan PT MFI dapat diketahui bahwa pada umumnya karyawan belum memahami dengan baik visi dan misi perusahaan. Dalam hal kegiatan produksi ikan kaleng perusahaan mengalami peningkatan dalam upaya mencapai visi perusahaan menjadi perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan berbasis pengalengan ikan dikarenakan volume penjualan ikan kaleng pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 34% dari 98 produksi ikan kaleng pada tahun 2006. Akan tetapi, untuk kegiatan produksi surimi yang mengalami penurunan volume produksi hingga 70% menunjukkan adanya kemunduran dalam pencapaian visi dan misi perusahaan. Oleh karena itu, PT MFI perlu meninjau kembali visi dan misi perusahaan agar disesuaikan dengan realita yang dihadapi perusahaan. Sosialisasi visi dan misi juga perlu dilaksanakan agar seluruh karyawan memahami dengan baik visi dan misi perusahaan sehingga berupaya maksimal untuk melakukan yang terbaik bagi tercapainya visi dan misi PT Maya Food Industries. 5.3 Teknik Manajemen Mutu Terpadu Manajemen mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam perusahaan yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu produk yng tinggi. Manajemen mutu terpadu dalam PT MFI mulai diterapkan pada tahun 2005 sebagai tindakan lanjutan atas penerapan HACCP yang telah dilaksanakan oleh perusahaan sejak tahun 2003. Teknik manajemen mutu yang diterapkan oleh PT Maya Food Industries terbagi menjadi manajemen mutu dibagian produksi, bagian administrasi, bagian keuangan, bagian HRD, dan bagian Quality Assurance. Selanjutnya, teknik manajemen mutu tersebut dikoordinasikan kepada General Manager sebagai perwakilan dari Direksi perusahaan yang bertanggungjawab terhadap manajemen mutu secara keseluruhan dalam perusahaan. 5.3.1 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Produksi Pengendalian mutu di bagian produksi merupakan bagian fundamental dari suatu pembentukan kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahan. Menurut Juran (1988), kualitas suatu produk dapat terjamin dengan baik apabila pengendalian mutu dapat diterapkan sehingga menghasilkan produk yang sesuai atau diharapkan. Pengendalian mutu digunakan sebagai suatu aktivitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dari 99 perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Usaha pengendalian ini adalah usaha preventif (pencegahan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan produk tersebut terjadi. Disamping kegiatan pengendalian mutu tersebut untuk menunjukkan perkembangan yang terjadi pada bagian produksi dalam PT Maya Food Industries setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Produksi PT MFI Sebelum Penerapan MMT (2004) Sesudah Penerapan MMT (rata-rata dari tahun 2005-2007) Perubahan Setelah Penerapan MMT 1. Produktifitas tenaga Kerja 2. Kerusakan Produk Rp 172.800,00/ton Rp 75.200,00/ton naik 77% 0,7% 0,45% turun 36% 3. Jenis Produksi ikan kaleng sarden, mackarel dan tuna Subyek yang Dibandingkan 4. Jumlah Tenaga Kerja 5. Sanitasi 321 Belum ada mekanisme yang jelas dalam pengguanaan senyawa klorin untuk sanitasi Sumber: PT Maya Food Industries (2007) ikan kaleng sarden dan mackarel, tuna kaleng (pada tahun 2005), surimi, buah kaleng, tepung ikan dan kerupuk bawang 416 Adanya mekanisme yang jelas dalam penggunaan senyawa klorin untuk sanitasi - naik 30% mekanisme sanitasi lebih jelas Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produktifitas dari bagian produksi dari Rp 172.800,00/ton menjadi Rp 75.200,00/ton atau produktifitasnya menigkat sebesar 77% setelah adanya penerapan manajemen mutu terpadu yang disebabkan oleh penurunan biaya tenaga kerja dari sebelum penerapan manajemen mutu terpadu sebesar Rp 108,00/kaleng menjadi Rp 47,00/kaleng sehingga hal ini sangat mempengaruhi produktifitas karyawan sebagai salah satu indikator efisiensi 100 yang telah dilakukan oleh PT Maya Food Industries sejak diterapkannya Manajemen Mutu Terpadu dalam perusahaan. Informasi dari perusahaan menyebutkan bahwa efisiensi biaya tenaga kerja ini disebabkan perencanaan jadwal dan jumlah produksi yang tepat sehingga biaya lembur bagi karyawan dapat ditekan karena produksi dapat diselesaikan tepat waktu. Biaya lembur yang dikeluarkan perusahaan sebelum penerapan MMT dianggap pemborosan karena menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Disamping itu setelah penerapan MMT sistem shift yang dilaksanakan perusahaan bagi karyawan bagian produksi khususnya bagian processing dibagi menjadi tiga sistem shift yaitu shift 1 berangkat jam 06.00-14.00, shift 2 berangkat jam 08.0014.00,kemudian shift 3 berangkat jam 10.00-18.00. Hal ini menyebabkan alokasi tenaga kerja lebih merata sehingga pekerjaan dapat diselesasikan sesuai perencanaan perusahaan dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan MMT yang hanya menggunakan dua sistem shift yaitu shift 1 berangkat jam 06.00-14.00 dan shift 2 berangkat jam 8.00-16.00 Dari laporan kerusakan produk akhir juga dapat diketahui bahwa setelah penerapan manajemen mutu terpadu produk akhir yang mengalami kerusakan turun sebesar 36% dari 0,7% menjadi 0,45% kerusakan yang terjadi pada keseluruhan produk yang diproduksi PT MFI . Hal ini dapat menunjukkan adanya peningkatan pengawasan terhadap produksi sehingga kerusakan produk akhir dapat ditekan. Seiring dengan adanya peningkatan volume produksi maka jumlah karyawan dari bagian produksi mengalami peningkatan sebesar 95 orang dimana sebagian besar berstatus sebagai karyawan musiman. Dengan berbagai uraian data tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI memberikan pengaruh yang positif bagi kegiatan produksi dalam perusahaan. Meskipun dari pengamatan secara langsung dalam perusahaan kegiatan pengendalian mutu masih perlu ditingkatkan karena masih terdapat karyawan bagian poduksi yang belum memahami konsep manajemen mutu terpadu sehingga kurang menjaga sanitasi dan higienitas dalam berproduksi. 101 5.3.2 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Administrasi Manajemen mutu pada sistem administrasi dilakukan PT Maya Food Industries dengan melakukan koordinasi dari tugas-tugas bagian administrasi mulai dari bidang finance yang mengurusi pengeluaran perusahaan, bidang accounting untuk mengurusi masalah pajak dan verifikasi laporan, bidang warehouse yang mengatur persediaan perusahaan serta bagian pemasaran untuk menangani kegiatan pemasaran perusahaan yang kemudian dilaporkan kepada General Manager. Bidang pemasaran hanya ada pada tahun 2007 karena perusahaan telah diberi kewenangan lebih luas untuk memasarkan produk tertentu. Perbedaan bagian administrasi sebelum dan sesudah penerapan manajemen mutu terpadu dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut ini: Tabel 7. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Administrasi PT MFI 1. Wewenang Finance, accounting, warehouse 2. Pemasaran Ikan Kaleng 2. Pemasaran Surimi 5.796.060 kaleng Perubahan Setelah Penerapan MMT Finance, accounting, Wewenang warehouse, lebih luas marketing 9.736.800 kaleng naik 70% belum diproduksi 931440 kg Subyek yang Dibandingkan Sebelum Penerapan MMT (2004) 3. Pemasaran buah belum diproduksi kaleng 4. Pemasaran tepung belum diproduksi ikan 5. Pemasaran kerupuk belum diproduksi bawang Sumber: PT Maya Food Industries (2007) Sesudah Penerapan MMT (rata-rata dari tahun 2005-2007) 547.500 kaleng 367 ton 233 ton pemasaran lebih luas pemasaran lebih luas pemasaran lebih luas pemasaran lebih luas Pada awal Januari tahun 2007 perusahaan juga diberi kewenangan untuk menjalankan sebagian kegiatan pemasaran produk selain produk dengan merk Botan yang merupakan produk lisensi dari Mitsui.Co.ltd dan pemasarannya langsung ditangani oleh PT Indo Maya Mas di Jakarta. Pengendalian mutu pada bagian pemasaran dilakukan perusahaan dengan melakukan pengiriman daftar barang dan harga kepada pembeli yang telah berlangganan secara rutin 102 setiap hari sesuai dengan pesanan yang dilakukan. Pengiriman daftar harga dan barang ini dilakukan melalui media internet khususnya bagi pelanggan yang berada di luar negeri. Untuk calon pembeli yang baru bekerjasama dengan perusahaan biasanya melakukan inspeksi secara langsung terhadap proses produksi dalam perusahaan untuk melihat kualitas dari produk yang dihasilkan, setelah dilakukan inspeksi biasanya jika produk sesuai dengan keinginan akan dilakukan negosiasi harga, jumlah dan jenis barang yang akan dibeli. Perusahaan secara aktif mencari pelanggan baru khususnya dari luar negeri karena kebanyakan produk dari PT MFI berorientasi pada pasar luar negeri, perusahaan juga dapat menyesuaikan hasil produksi dengan spesifikasi tertentu yang diinginkan oleh pembeli sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pembeli. Berdasarkan informasi dari perusahaan kegiatan administrasi mengalami peningkatan yang positif karena tugas administrasi perusahaan relatif dapat terkoordinasi dengan lebih baik. Kegiatan pemasaran ikan kaleng memiliki kecenderungan meningkat dengan rata-rata peningkatan volume penjualan setelah penerapan MMT sebesar 67%, sedangkan untuk kegiatan pemasaran buah kaleng dan kerupuk bawang baru dipasarkan pada tahun 2007 untuk pasar ekspor. Namun untuk kegiatan pemasaran surimi perusahaan mengalami penurunan dalam volume penjualan Surimi sebesar kurang lebih 70% dari volume penjualan tahun 2007. Hal ini disebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam mencari pembeli karena tidak adanya kesesuaian harga jual dengan kualitas Surimi yang dihasilkan. Harga beli bahan baku Surimi yang tadinya Rp 2.000,00-Rp 3.000,00/kg mengalami peningkatan menjadi sekitar Rp 4.000,00/kg dengan harga jual Surimi sebesar Rp 17.000,00/kg dan perusahaan tidak dapat menaikkan harga jual karena akan semakin menyulitkan pemasaran produk. Pemasaran Surimi juga banyak mengalami hambatan karena persaingan yang ketat dengan industri pengolahan ikan lainnya seperti fillet yang lebih dikenal masyarakat Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 pemasaran produk Surimi belum dapat dilakukan dengan baik oleh PT MFI, hal ini terlihat dengan adanya penurunan yang cukup signifikan terhadap volume penjalan surimi PT MFI perlu 103 melakukan peningkatan usaha pemasaran dengan strategi tertentu disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi yang dihadapi perusahaan sehingga dapat meningkatkan volume penjualan khususnya untuk produk Surimi. Dengan diberinya kewenangan yang lebih luas dari kantor pusat yang berada di Jakarta untuk mengurus sistem administrasi dan pemasaran, PT MFI pada saat ini sedang melakukan banyak perbaikan terhadap struktur administrasi dan juga sistem pemasaran yang digunakan. Oleh karena itu PT MFI belum menunjukkan kinerja optimal dalam sistem pemasarannya. 5.3.3 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Quality Assurance Bagian quality assurance bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian proses produksi untuk menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditentukan. Selain itu, quality assurance juga bertugas mengadakan penelitian dan pengembangan produk Bagian ini baru berdiri setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu dalam PT MFI. Dalam melaksanakan tugasnya, quality assurance membawahi dua bagian yaitu quality control dan bagian research and development. Perbandingan kinerja bagian quality assurance sebelum dan sesudah diterapkannya manajemen mutu terpadu terlihat dalam Tabel 8 berikut ini: Tabel 8. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian Quality Assurance PT MFI Sesudah Penerapan MMT (rata-rata dari tahun 20052007) 1. Wewenang hanya pengendalian mencakup mutu pengendalian mutu dan Research and Development 2. Tenaga Kerja 6 orang 10 orang 3. Jenis pengembangan Pengembangan produk menjadi Produk surimi, buah kaleng, tepung ikan dan kerupuk bawang Sumber: PT Maya Food Industries (2007) Subyek yang Dibandingkan Sebelum Penerapan MMT (2004) Perubahan Setelah Penerapan MMT wewenang lebih luas naik 67% terjadi diversifikasi produk 104 Dengan dibentuknya bagian research and development terlihat jelas fungsinya dalam diversifikasi produk yang dilakukan perusahaan setelah penerapan MMT. Sebelum penerapan MMT perusahaan hanya memproduksi ikan kaleng dari jenis sarden, mackarel dan tuna namun setelah diterapkannya MMT maka perusahaan melakukan diversifikasi produk dengan memproduksi ikan kaleng, surimi, tepung ikan, kerupuk bawang dan buah kaleng meskipun tuna kaleng tidak lagi diproduksi perusahaan karena terkendala pengadaan bahan baku dan belum mampu menghasilkan produk yang bersaing dengan perusahaan lain yang lebih mapan dalam industri tuna kaleng. Dalam pelaksanaannya, pengawasan mutu di PT MFI dilakukan oleh seluruh karyawan dengan koordinasi oleh tim QC dibawah bagian quality assurance yang terdiri dari 8 orang yaitu: 1 orang kepala bagian 1 orang asisten kepala bagian 1 orang administrasi QC 2 orang petugas QC kaleng dan produksi surimi 3 orang petugas QC tahapan weighting dan packing produksi ikan kaleng Pengawasan mutu pada tahapan lain seperti retort dan seaming dilakukan oleh tiap supervisor yang selanjutnya memberikan laporan pengawasan mutu kepada pihak QC. Kemudian untuk kegiatan research and development dibawah bagian Quality Assurance yang terdiri atas 2 karyawan dibantu oleh petugas Quality Control untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: Penelitian dan pengembangan formulasi produk baru Pengawasan dan pengendalian produksi diantaranya pada bahan baku, tahapan proses, produk akhir dan gudang Pengawasan mutu produk dengan pengujian produk akhir. Penggunaan form pencatatan semua kegiatan pengawasan mutu di PT MFI sangat berguna dalam memberikan masukan pada manajemen tentang peningkatan kualitas dan perbaikan kinerja. Selain itu, form-form yang digunakan menjadi dokumentasi untuk menelusuri kemungkinan kesalahan prosedur jika terdapat pengaduan dari konsumen. 105 Beberapa form quality control yang digunakan tercantum dalam Panduan Mutu perusahaan. Form tersebut berjumlah 16 yang berfungsi dalam pengawasan semua aspek produksi. Namun pelaksanaan prosedur ini hanya dilakukan untuk beberapa pencatatan yang dianggap penting dan sangat mendesak untuk dilakukan. Form tersebut adalah: QC 1. Form untuk mengetahui kualitas bahan baku dengan melakukan uji terhadap penampakan, bau, tekstur, warna kulit, mata, temperatur, jumlah bahan baku yang reject dan bobot bersih setelah thawing QC 2. Form uji kontaminasi parasit dalam bahan baku dengan pembuatan sampel dan pengamatan selama jangka waktu yang telah ditetapkan QC 3. a.b. Form uji keakuratan berat pengisian ikan dan buah kedalam kaleng ukuran 301x 407 mm, 202 x 308 mm, dan 401x 506 mm dengan mengambil sampel secara acak dan dihitung jumlah potongan serta berat aktual untuk diperoleh berat rata-rata dan dibandingkan dengan standarnya QC 4. Form pengawasan terhadap proses pemasakan ikan dengan mengamati suhu pusat kaleng, waktu dan temperatur untuk tiap-tiap box QC 5. Form pengawasan terhadap kualitas media pengisi ( saus tomat dan sirup untuk buah kaleng ) dengan pengamatan terhadap temperatur, bobot bersih, kekentalan, warna dan rasa QC 6. Form pengujian terhadap kualitas double seam dengan mengambil sampel kaleng produk yang berisi air kemudian dilakukan pengukuran terhadap atribut-atribut double seam QC 7. a. Form pengawasan pada tahap sterilisaasi dengan pencatatan terhadap proses venting, proses sterilisasi dan cool end QC 7. b. Form pengawasan pada tahap pendinginan dengan penambahan larutan klor. Pengawasan dilakukan terhadap jumlah penambahan klor dalam air pendingin serta sisa klorin yang terdeteksi pada produk akhir QC 8. Form pengawasan terhadap kerusakan kaleng dengan penghitungan kaleng yang rusak akibat: dint, leak, scratch, rist, plan lid, swell, wrong lid, wrong can, unperfect print, inside out hologram, dan seamer damaged sehingga diperoleh damage persentage yaitu perbandingan produk rusak dengan total produk 106 QC 9. a. Form pengujian terhadap produk dengan pengambilan beberapa sampel untuk diamati variabel-variabel kualitas ikan, buah, kerupuk, keknyalan surimi dan tepung ikan. QC 9. b. Form pencatatan terhadap jumlah total produksi per hari per kode produksi QC 10. Form pengawasan terhadap hama di tiap area proses dengan pemasangan glued paper, insect cockroach, insect killer lamp, waste filter serta iron bars dan insect nets. Prosedur pelaksanaan : penggantian glued paper dilakukan tiap hari pembersihan insect killer lamp dilakukan tiap minggu pembersihan insect (cockroach) dilakukan tiap minggu QC 11. Form pengawasan terhadap pekerja diantaranya dengan: Melepas semua perhiasan dan aksesoris ketika memasuki ruang proses Dilarang mengecat dan memperpanjang kuku Tiap karyawan harus menggunakan sepatu, sarung tangan, penutup rambut, masker dan pakaian yang bersih Karyawan yang sakit tidak diijinkan memasuki ruang proses QC 12. Form pengawasan kebersihan peralatan, pekerja, dan fasilitasfasilitas pabrik. QC 13. Form pengawasan terhadap rambut karyawan tiap jam. Tiap rambut yang jatuh harus diletakkan dalam glued paper untuk selanjutnya dibuang QC 14. Form standar proses sterilisasi dan pasteurisasi untuk tiap-tiap produk. Standar venting, come up time, temperatur dan waktu sterilisasi dan pasteurusasi. QC 15. Form pengendalian hama dengan penggunaan rodentisida di beberapa titik. Pengawasan ini dilakukan rutin untuk mengetahui kondisi rodentisida tiap 6 hari. QC 16. Form pengawasan kondisi sanitasi: Tidak ada persimpangan dalam system pembuangan air limbah Peralatan dan fasilitas proses dalam kondisi baik 107 Kondisi fisik pabrik dan peralatan harus dapat meminimalisasi resiko kontaminasi Tenaga kerja dalam bagian Quality Assurance mengalami peningkatan setelah diterapkannya MMT dari 6 orang menjadi 10 orang. Namun jumlah tenaga kerja tersebut dinilai masih belum mencukupi oleh sebagian besar karyawan dalam bagian ini mengingat tugas bagian quality assurance yang meliputi seluruh bagian produksi perusahaan. Sehingga kurangnya jumlah karyawan pada bagian quality assurance tersebut membuat fungsi pengawasan yang dilakukan bagian quality control dan fungsi penelitian dan pengembangan yang dilakukan bagian research and development dikerjakan oleh sebagian besar karyawan yang sama sehingga kinerja bagian ini menjadi kurang optimal. Fungsi bagian quality control lebih diutamakan karena berhubungan langsung dan berpengaruh besar dalam kelangsungan proses produksi, hal ini menyebabkan perlunya penambahan karyawan dan tenaga ahli untuk membuat kinerja bagian quality assurance menjadi lebih optimal. 5.3.4 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian HRD Bagian HRD membawahi unit bagian personalia dan management training bertugas mengatur semua hal yang menyangkut kesejahteraan karyawan. Dalam pelaksanaan manajemen mutu bagian HRD turut serta melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan proses produksi terutama yang berhbungan dengan kedisiplinan dan efisiensi kinerja karyawan. Bagian HRD juga bertugas melakukan perencanaan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas karyawan sehingga dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Dibentuknya bagian HRD merupakan salah satu perubahan setelah diterapkannya manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Dimana sebelumnya hanya terdapat bagian personalia yang hanya memiliki wewenang untuk recruitment karyawan dan mengurusi karyawan secara keseluruhan dan tidak interaktif menjadi bagian HRD dengan wewenang lebih luas menyangkut masalah sumberdaya manusia secara internal dalam perusahaan maupun tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat. 108 Perbandingan bagian personalia dan bagian HRD dalam PT Maya Food Industries dapat dilihat dalam Tabel 9 berikut ini: Tabel 9. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan MMT pada Bagian HRD dalam PT MFI 1. Wewenang Sebelum Penerapan MMT (2004) Mencakup kebutuhan dan tugas SDM dalam perusahaan Sesudah Penerapan MMT (rata-rata dari tahun 2005-2007) Mencakup tugas dan kebutuhan SDM dalam perusahaan serta interaksi perusahaan dengan lingkungan sekitar Perubahan Setelah Penerapan MMT wewenang lebih luas 2. Disiplin karyawan Tingkat Keterlambatan 5% Tingkat Keterlambatan 1% disiplin meningkat 80% 3.Loyalitas Turn over rata-rata per tahun 1% Turn over rata-rata per tahun 0,2% loyalitas meningkat 80% 4. Training Traning dilakukan accidental tanpa adanya program perencanaan training lebih terprogram dan rutin 5. Produktifitas karyawan Untuk bagian produksi biaya tenaga kerja 108/karton 15 pelajar/periode Training dilakukan secara rutin sesuai dengan program perencanaan training dengan target 11 bulan. Untuk bagian produksi biaya tenaga kerja 47/karton Subyek yang Dibandingkan 6. Penerimaan 30 pelajar/periode magang para pelajar Sumber: PT Maya Food Industries (2007) produktifitas karyawan meningkat 57% penerimaan magang meningkat 100% Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya penerapan manajemen mutu terpadu memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kedisiplinan, loyalitas maupun produktifitas karyawan. Tingkat keterlambatan menjadi berkurang dari 5% menjadi 1% tiap tahunnya. Turn over atau dapat diartikan sebagai tingkat karyawan yang keluar turun sebesar 0,8% setelah penerapan MMT. Selain itu sebagai tanggungjawab sosial PT MFI terhadap masyarakat dan pemerintah, melalui bagian HRD perusahaan banyak melakukan kegiatan sosial terutama kepada masyarakat lokal dengan memberikan berbagai bantuan baik materiil maupun immateriil. Hal ini terlihat dengan recruitment karyawan yang 80% berasal dari masyarakat lokal 109 di sekitar lingkungan perusahaan. Kemudian sebagai bentuk rasa peduli perusahaan terhadap dunia pendidikan, PT MFI juga memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa ataupun mahasiswa untuk melakukan kerja praktek maupun penelitian dengan melalui persyaratan tertentu melalui bagian HRD dan hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pelajar yang melakukan magang dari tadinya hanya sekitar 15 orang pelajar tiap periode menjadi 30 pelajar tiap periode. 5.4 Analisis Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu 5.4.1 Diagram Pareto Prinsip Pareto menyatakan bahwa 80% kekacauan berasal dari 20% masalah. Diagram Pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompok-kelompok permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu yang paling memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan PT Maya Food Industries. Apabila kita tidak memiliki data berupa angka yang menunjukkan nilai dari kontribusi masalah terhadap kebijakan perusahaan maka pembuatan diagram Pareto dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang dianggap penting oleh perusahaan dan kemudian dilakukan pemberian skor tehadap masalah tersebut oleh orang yang berpengaruh didalam perusahaan (Juran 1988). Identifikasi permasalahan dalam penerapan manjemen mutu terpadu didapatkan melalui hasil pengamatan, studi literatur dan diskusi dengan manajemen yang mengetahui kendala-kendala terhadap pengendalian mutu. Dari hasil identifikasi permasalahan manajemen mutu terpadu yang dihadapi PT Maya Food Industries maka didapatkan tujuh permasalahan yang dianggap penting bagi perusahaan yaitu: 1. Job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan Job discription menurut Edwin B. Flippo (2005) adalah suatu pernyataan faktual yang diorganisasikan yang menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan tertentu. PT Maya Food Industries sering melakukan pergantian terhadap struktur organisasinya yang merupakan kebijakan mutlak dari direksi perusahaan, sehingga hal ini menyebabkan 110 karyawan kurang memahami job discription yang menjadi tugas mereka maupun job iescription bagian lain yang mengalami pergantian. Sosialiasasi pergantian struktur organisasi juga tidak dilaksanakan secara maksimal oleh perusahaan karena dari hasil wawancara pada sebagian karyawan diketahui bahwa mereka belum memahami dengan benar tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar lini pada struktur organisasi dari PT Maya Food Industries. Hal ini terlihat pada bidang Quality Assurance khususnya tugas dan wewenang dari bagian Research and Development belum diketahui dengan baik dan sebagian karyawan masih menganggap kegiatan pengendalian mutu sama dengan kegiatan pengembangan dan penelitian. Masalah tersebut juga menyebabkan masalah baru bagi perusahaan yaitu kinerja bagian Quality Control menjadi kurang maksimal. Dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan, sebagian karyawan khususnya pada karyawan bagian Administrasi belum dapat berkoordinasi dengan baik dengan karyawan Bagian Bahan Baku Produksi karena pemahaman yang kurang akan tugasnya dan juga arah pertanggungjawaban dari tugas yang mereka kerjakan Oleh karena itu sering terjadi overlapping pekerjaan karena kurangnya pemahaman dari karyawan mengenai deskripsi pekerjaan yang harus mereka laksanakan. Sehingga sesuai dengan prinsip manajemen mutu terpadu hal ini dapat mengganggu kinerja perusahaan karena setiap proses dalam perusahaan saling berkaitan sehingga jika terjadi masalah dalam suatu bagian maka akan mengganggu kinerja bagian yang lain dari perusahaan. 2. Kinerja quality control kurang maksimal Bagian quality control pada struktur organisasi PT MFI merupakan sub bagian dari Quality Assurance yang melakukan fungsi pengendalian mutu terhadap seluruh kegiatan produksi perusahaan. PT MFI saat ini memiliki unit produksi ikan kaleng, unit produksi surimi, unit produksi buah kaleng, unit produksi kerupuk bawang dan unit produksi tepung ikan. Bagian quality control bertugas melakukan pengawasan terhadap kelima unit produksi tersebut, dengan keterbatasan kuantitas pekerja tetap yang hanya berjumlah 10 orang dan juga latar belakang pendidikan karyawan bagian 111 quality control yang sering tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan menyebabkan kinerja bagian ini menjadi kurang maksimal. Sarana dan prasarana kendali mutu yang kurang lengkap juga menjadi kendala tersendiri bagi karyawan quality control untuk dapat melakukan kegiatan pengendalian mutu dengan optimal. 3. Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik Pembuatan laporan sangat mrupakan suatu sistem yang terdapat dalam organisasi dan bertujuan untuk menjamin tersedianya informasi yang berguna pada setiap kali informasi tersebut dibutuhkan. Dari hasil observasi yang dilakukan, PT Maya Food Industries belum melakukan kegiatan pembuatan laporan dengan baik. Hal ini terlihat dengan kondisi beberapa kali terjadi ketidakcocokan antara laporan produksi yang dibuat oleh karyawan pada bidang Administrasi dengan laporan yang dibuat oleh karyawan bahan baku produksi, hal ini menyebabkan sering terjadi ketidakcocokan dalam perhitungan jumlah produk akhir yang rusak dan jumlah bahan baku yang digunakan yang pada akhirnya digunakan untuk penyusunan laporan keuangan. Bagian administrasi mendapatkan data dalam pembuatan laporan dari bagian gudang produk akhir dan belum adannya mekanisme koordinasi antara bagian bahan baku produksi dengan bagian gudang produk akhir. Di samping itu, laporan harian dari bagian Quality Control juga belum dibukukan dengan rapi sehingga menyulitkan dalam perolehan data untuk evalusi produksi. Pada tahun 2007 sistem administrasi menyeluruh dari kantor pusat di Jakarta dipindahkan ke Pekalongan sehingga perusahaan belum memiliki data-data yang lengkap tentang masalah administrasi sebelum tahun 2007 dan hal ini juga menyulitkan perusahaan jika membutuhkan data-data yang lengkap sebelum tahun 2007 untuk kepentingan pengambilan keputusan dan evaluasi oleh pihak manajemen. 4. Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu Bahan baku ikan merupakan bahan baku utama bagi kegiatan produksi PT Maya Food Industries. Supply bahan baku ikan terutama untuk ikan lokal pada saat ini tidak kontinu dan sering terjadi kekurangan bahan baku untuk 112 kebutuhan produksi perusahaan. Hal ini disebabkan banyaknya permintaan terhadap bahan baku yang tidak sesuai dengan jumlah bahan baku yang tersedia pada pasar menyebabkan kelangkaan terhadap bahan baku ikan. Kelangkaan ini sering menyebabkan PT MFI tidak dapat berproduksi, data dari perusahaan menyebutkan bahwa dalam satu tahun PT MFI rata-rata hanya berproduksi selama 180 hari. Sehingga ketersediaan bahan baku ikan yang sulit diprediksi menjadi masalah bagi penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI. 5. Sanitasi dan higienitas belum optimal Data dari perusahaan menyebutkan bahwa secara keseluruhan kurang lebih 0,3 % produk akhir yang diproduksi PT MFI tidak memenuhi standar sehingga produk tersebut tidak dapat dipasarkan. Sedangkan sekitar 0,4% produk akhir yang diproduksi PT MFI kurang memenuhi standar sehingga perlu dilakukan pemrosesan kembali yang menimbulkan biaya tersendiri bagi perusahaan. Berdasarkan informasi dari perusahaan mutu produk akhir yang kurang standar tersebut salah satunya disebabkan karena aspek sanitasi dan higienitas yang belum optimal dengan lay out ruang produksi yang belum satu arah sehingga bahaya mikroba maupun bahaya fisik lebih berisiko bagi proses produksi dalam PT Maya Food Industries. Oleh karena itu masalah saitasi dan higienitas yang belum optimal menjadi masalah dalam penerapan manajemen mutu terpadu pada PT MFI. 6. Daya tawar pemasok tinggi Seperti dijelaskan dalam permasalahan ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu, hal ini menjadi salah satu penyebab daya tawar pemasok bahan baku ikan menjadi relatif tinggi. Perusahaan sering mengalami kendala dalam negoisasi harga bahan baku karena pemasok memasang harga yang terlalu tinggi karena permintaan pasar yang tinggi terhadap bahan baku ikan dan terbatasnya jumlah ikan lokal. Penetapan harga bahan baku ikan biasanya dilakukan oleh pemasok dan perusahaan sering tidak dapat menurunkan tingkat harga yang ditawarkan. Oleh karena itu daya tawar pemasok yang tinggi sering menjadi kendala tersendiri bagi perusahaan dalam memutuskan kebijakan untuk berproduksi karena 113 apabila tingkat harga terlampau tinggi perusahaan memutuskan untuk tidak berproduksi. 7. Kurangnya sarana prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan dalam bagian tertentu masih belum mencukupi. Pada bagian quality control, perusahaan belum memiliki laboratorium mikrobiologi menyebabkan perusahaan harus menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan uji mikrobiologi terhadap produk. Kemudian untuk sarana bus karyawan dalam kondisi yang kurang layak sehingga sering tidak dapat beroperasi untuk fasilitas antar-jemput karyawan. Pada bagian produksi juga banyak sarana prasarana yang membutuhkan perbaikan seperti mesin penutup kaleng dan mesin uap. Selain ketujuh permasalahan yang dihadapi PT Maya Food Industries di atas, perusahaan juga menghadapi berbagai masalah lainnya yang seperti biaya pengadaan bahan baku yang relatif tinggi, bahan baku yang sulit diseragamkan, dan berbagai permasalahan lain di luar ketujuh permasalahan utama diatas yang dianggap tidak memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam pengambilan keputusan perusahaan. Hasil identifikasi permasalahan dan pemberian skor terhadap masalah dalam penerapan MMT yang dilakukan oleh General Manager, HRD Manager, Quality Assurance Manager, Production Manager, Administration Manager, 2 orang Supervisi Produksi, dan Supervisi Quality Control dari PT MFI diperlihatkan dalam Tabel 10. Tabel 10. Permasalahan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries No. Permasalahan 1 Job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan 2 Kinerja Quality Control kurang maksimal 3 Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik 4 Ketersediaan Bahan baku Ikan tidak kontinu 5 Sanitasi dan higienitas belum optimal 6 Daya tawar pemasok tinggi 7 Kurangnya sarana prasarana 8 Lainnya TOTAL (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Skor 60 Persentase 20,83 47 44 16,32 15,28 43 37 26 16 15 288 14,93 12,85 9,03 5,56 5,21 100 114 Tabel 10 menunjukkan bahwa permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu utama yang dihadapi oleh PT Maya Food Industries adalah job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan dengan persentase 20,83%, kemudian dilanjutkan dengan kinerja quality control kurang maksimal sebesar 16,32%, sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik sebesar 15,28%, ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu sebesar 14,93%, sanitasi dan higienitas belum optimal sebesar 12,85%, daya tawar pemasok tinggi sebesar 9,03%, kurangnya sarana prasarana sebesar 5,56% dan permasalahan lainnya diluar ketujuh permasalahan yang disebutkan diatas sebesar 5,21%. Kemudian berbagai permasalahan tersebut diatas digambarkan dalam bentuk diagram Pareto. Vilfredo Pareto menemukan teori bahwa 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80% akibat. Dengan demikian untuk mengetahui permasalahan yang memberikan kontribusi terbesar bagi penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries maka persentase kumulatif dari skor permasalahan tersebut seharusnya memiliki nilai sebesar 80%. Diagram Pareto dibuat dengan menggunakan program komputer Minitab 13 for windows. Diagram Pareto permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu diperlihatkan pada Gambar 8. 115 300 100 80 200 60 150 40 100 20 50 0 0 k n wa a y ar m de an ng b aik ak ko n u t in um el b s op tim al ok as i gg t in na em ra p a s ar lk it a ya u ro sa aw en t k i t m k gn n a g a a a i n l b o h i h a a d C ay n ur D an dip ha K it y um d a l l g i b a s n be n ta ra Qu an ia a ni ku r jr a a d S n e se po in la er t io t K p n e ri ta K sc ua di b b m Jo pe m e t Sis n ia ag b e is g an ur sim ak al n ka na an ik t id pr na ra a as n in La ya Gambar 8. Diagram Pareto Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries Dari diagram Pareto tersebut dapat dilihat bahwa permasalahan yang paling dominan yang saat ini sedang dihadapi oleh perusahaan adalah adalah job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan yang memiliki persentase 20,83%, kinerja quality control kurang maksimal yang memiliki persentase sebesar 16,32%, sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik sebesar 15,28% , sanitasi dan higienitas belum optimal 14,93%, dan ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu sebesar 12,85%. Kelima faktor tersebut dipilih karena memiliki persentase kumulatif 80,21% (lebih dari 80%), sehingga kelima permasalahan tersebut perlu untuk diatasi terlebih dahulu karena memenuhi persyaratan dari prinsip Pareto yang menyatakan bahwa lebih mudah untuk mengatasi permasalahan dengan jumlah akibat yang besar daripada mengatasi permasalahan dengan jumlah akibat yang kecil. Persen Skor 250 116 5.4.2 Proses Hirarki Analitik Permasalahan yang muncul dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries didapatkan melalui analisis dengan menggunakan diagram Pareto. Kemudian dari hasil analisis diagram Pareto didapatkan lima kriteria masalah penerapan manajemen mutu terpadu yang memberikan pengaruh penting bagi perusahaan yaitu job discription kurang dipahami sebagian karyawan, kinerja quality control kurang maksimal, sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik, sanitasi dan higienitas belum optimal dan ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu. Permasalahan yang didapat lalu dianalisis dengan menyusun sebuah model struktur hirarki melalui hasil pengamatan, studi literatur dan diskusi dengan pihak manajemen PT Maya Food Industries. Struktur hirarki diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang dihadapi, sedangkan pembobotan elemen ditujukan untuk mengetahui kontribusi terhadap identifikasi permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Seluruh bobot yang dihasilkan dari pengolahan proses hirarki analitik ini dapat diintepretasikan sebagai keseluruhan faktor yang dibobotkan yang dapat dideskriptifkan sesuai dengan tingkat hirarki dalam identifikasi permasalahan. Pengolahan pembobotan dalam penyusunan struktur hirarki PHA dalam penelitian ini menggunakan software Expert Choice Program 2000 dengan responden General Manager dari PT MFI. Tingkat pertama dari struktur hirarki PHA yaitu fokus yang ingin dilihat yaitu identifikasi permasalahan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries, tingkat kedua yaitu kriteria permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu,tingkat ketiga kriteria faktor penyebab permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu, tingkat keempat kriteria sub faktor penyebab permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu, dan tingkat kelima yaitu alternatif perbaikan dalam pemecahan permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu. Berikut ini kelima tingkat dari struktur hirarki permasalahan berkaitan dengan penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI beserta elemen-elemennya: 117 1. Tingkat 1, Fokus: Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries. 2. Tingkat 2, Kriteria Permasalahan: 1) Job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan Seringnya pergantian dalam struktur organisasi menyebabkan karyawan belum memahami dengan baik yang menjadi tugas-tugas dan wewenangnya maupun tugas dan wewenang bagian lain sehingga beberapa kali terjadi overlapping pekerjaan pada bagian tertentu dalam perusahaan. 2) Kinerja quality control kurang maksimal Kinerja quality control kurang maksimal karena berbagai keterbatasan sumberdaya. 3) Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik Sistem pembuatan laporan perusahaan belum dilaksanakan dengan baik karena sering terjadi ketidakcocokan dalam laporan yang ditulis dengan kondisi di lapangan. 4) Sanitasi dan higienitas belum optimal Masih terdapat 0,3% produk akhir tidak sesuai standar perusahaan yang disebabkan produk kurang higienis. 5) Ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu PT MFI sering menghadapi kendala dalam pengadaan bahan baku ikan sehingga menghambat kegiatan produksi 3. Tingkat 3, Kriteria Faktor Penyebab Masalah: 1) Material : Bahan baku yang diperlukan untuk memproses kegiatan perusahaan 2) SDM: Kualifikasi SDM untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam menghasilkan produk yang bermutu bagi perusahaan. 3) Mesin: Peralatan yang diperlukan untuk kegiatan produksi. 4) Sistem: Serangkaian prosedur dalam berproduksi. 118 5) Informasi Pasar: Merupakan orang, peralatan, prosedur untuk mengumpulkan, menyortir, menganalisis, mengevaluasi, dan mendistribusikan informasi yang sesuai kebutuhan, tepat waktu dan akurat kepada pembuat keputusan pemasaran (Kotler, 1997) 6) Lingkungan Eksternal : Terdiri atas unsur-unsur yang berada diluar perusahaan dan tidak secara khusus dalam pengendalian jangka pendek manajemen. 7) Sarana: Ketersediaan dan optimalisasi penggunaan sarana fisik pada setiap bagian yang ada di perusahaan. 4. Tingkat 4, Kriteria Sub Faktor Penyebab Masalah - Sub faktor penyebab material: 1) Kualitas: kualitas material yang dapat digunakan 2) Kuantitas: kuantitas atau jumlah material dapat digunakan 3) Konsistensi: konsistensi material yang digunakan - Sub faktor penyebab SDM: 1) Kualitas : Kualitas sumberdaya manusia dalam perusahaan 2) Kuantitas : Kuantitas sumberdaya manusia dalam perusahaan 3) Pengalaman : Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sumberdaya manusia yang didapatkan melalui keterkaitan dengan hal tersebut selama periode tertentu. - Sub faktor penyebab mesin: 1) Umur ekonomis : Umur mesin hingga masih dapat digunakan secara efisien 2) Teknologi mesin : Tingkat teknologi yang dimiliki mesin 3) Perawatan mesin : Perawatan mesin yang dilakukan perusahaan agar terus dalam kondisi terbaik 119 - Sub faktor penyebab sistem: 1) Standar operasional prosedur : Standar prosedur kerja yang ditetapkan untuk memperlancar kegiatan perusahaan. 2) Pengorganisasian: Upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengkoordinasikan berbagai hal untuk mencapai tujuan perusahaan 3) Pengawasan: Pengawasan dalam pelaksanaan SOP dan pengorganisasian dalam setiap kegiatan perusahaan. - Sub faktor penyebab informasi pasar: 1) Lembaga pemasaran: lembaga yang terkait dengan kelancaran kegiatan pemasaran perusahaan seperti lembaga riset pemasaran, perusahaan jasa pengiriman, perusahaan pemasaran, dll. 2) Buyers: Pembeli yang telah melakukan transaksi dengan perusahaan. 3) Relasi bisnis: Relasi bisnis dari PT MFI yang biasanya dapat memberikan informasi terkait kegiatan perusahaan. - Sub faktor penyebab lingkungan eksternal: 1) Kebijakan Pemerintah : Kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan seperti kebijakan UMR, kebijakan mutu pengolahan makanan, kebijakan ekspor non-migas, dll. 2) Kondisi Ekonomi: Kondisi ekonomi secara umum yang sedang terjadi seperti inflasi, perubahan tingkat suku bunga, dll. 3) Kondisi Sosial: Perubahan sosial yang sedang terjadi seperti peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kesadaran mengkonsumsi ikan, dll. 120 4) Kondisi Alam : Kondisi yang dipengaruhi faktor alam yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan seperti cuaca, musim, ketersediaan sumberdaya ikan, dll. - Sub faktor penyebab sarana: 1) Sarana produksi: ketersediaan sarana fisik untuk menunjang kegiatan perusahaan 2) Sarana pengangkutan dan penyimpanan: Ketersediaan sarana pengangkutan dan pendistribusian produk. 3) Sarana administrasi: ketersediaan sarana administrasi perusahaan 4) Sarana kendali mutu: ketersediaan sarana untuk pengendalian mutu yang dilakukan perusahaan. 5. Tingkat 5, Alternatif perbaikan: 1) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dari segi jumlah maupun tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki karyawan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan peningkatan efektifitas training yang dilakukan perusahaan sendiri maupun training yang dilakukan dengan bekerjasama dengan lembaga training lainnya untuk meningkatkan ketrampilan dan kesadaran karyawan terhadap konsep manajemen mutu terpadu. 2) Modernisasi Peralatan Peralatan produksi yang dimiliki perusahaan masih banyak yang dioperasikan secara manual dan dengan tingkat teknologi yang masih rendah sehingga upaya modernisasi peralatan dapat dilakukan dengan penggantian mesin-mesin yang sudah tidak layak baik dilihat dari umur ekonomis maupun teknologi mesin. Modernisasi peralatan yang digunakan perusahaan dapat diawali dengan pergantian mesin penutup kaleng (seamer) dan dengan penambahan kelengkapan laboratorium pengendalian mutu. 121 3) Perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi Manajemen puncak harus berkomitmen untuk memperbaiki pengorganisasian yang sudah dilaksanakan dalam perusahaan dan memperjelas batasan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki dalam struktur organisasi perusahaan serta melakukan sosialisasi struktur organisasi perusahaan. 4) Penerapan sistem informasi manajemen Penerapan sistem informasi dan teknologi yang lebih modern peningkatan efektifitas kegiatan pemasaran perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan website perusahaan untuk menginformasikan produk yang dihasilkan perusahaan dan mencari pelanggan baru serta juga sebagai upaya pelayanan terhadap pelanggan lama. 5) Perbaikan sistem administrasi Perusahaan melakukan upaya koordinasi dan komunikasi yang baik antar bagian dalam kegiatan pertukaran informasi untuk pembuatan berbagai laporan yang dibuat oleh perusahaan sehingga dapat lebih akurat, cepat dan terstruktur. Struktur hirarki permasalahan yang berkaitan dengan penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Indutries secara lengkap dapat dilihat dalam Gambar 9. 122 Fokus(1) Identifikasi Permasalahan yang Berkaitan dengan Penerapan MMT dalam PT Maya Food Industries Kriteria Masalah (2) Sanitasi dan higienitas belum optimal Kriteria Faktor Penyebab (3) Material Kriteria Sub Faktor Penyebab (4) Kinerja Quality Qontrol kurang maksimal Kualitas Kuantitas Konsistensi Kuantitas Sistem Informasi Pasar Umur ekonomis SOP Perusahaan Pemasaran Teknologi Mesin Pengalaman Organisasi Buyers Pengawasan Relasi Bisnis Perawatan Mesin Alternatif Perbaikan (5) Peningkatan Kualitas SDM Job discription kurang dipahami sebagian karyawan Mesin SDM Kualitas Ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu Modernisasi Peralatan Perbaikan dan Peningkatan Kinerja Organisasi Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik Lingkungan Eksternal Kebijakan Pemerintah Kondisi Ekonomi Kondisi Sosial Kondisi Alam Sarana Sarana produksi Sarana Pengangkutan dan Penyimpanan Sarana Administasi Sarana Kendali Mutu Penerapan sistem informasi manajemen Gambar 9. Hirarki Permasalahan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries Perbaikan sistem administrasi 136 Analisis dilakukan dengan proses hirarki analitik (PHA) terhadap permasalahan manajemen mutu yang didasarkan pada persepsi manajemen yang memiliki kepentingan dan pengetahuan mengenai penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan expert choice program 2000 maka didapatkan hasil susunan prioritas permasalahan manajemen mutu pada tingkat dua susunan hirarki permasalahan manajemen mutu terpadu dalam PT MFI yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Susunan Prioritas Tingkat 2 Kriteria Permasalahan Tingkat 2 Bobot PHA Prioritas 1. Sanitasi dan higienitas belum optimal 0,088 5 2. Kinerja Quality Control kurang maksimal 0,300 2 3. Ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu 0,093 4 4. Job discripton kurang dipahami sebagian karyawan 0,378 1 0,142 3 Kriteria Masalah 5. Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik Inconsistency Ratio: 0,03 (Sumber: Diolah dari data primer , 2007) Hasil pengolahan data pada tingkat 2 bahwa urutan kriteria masalah penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries menunjukkan bahwa masalah Job discripton kurang dipahami oleh sebagian karyawan menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA 0,378. Hal ini menunjukkan bahwa seringnya pergantian struktur organisasi dalam PT MFI memberikan dampak pada pemahaman karyawan terhadap alur tugas dan tanggungjawab yang mereka miliki sehingga banyak kegiatan dalam perusahaan menjadi tumpang tindih. Masalah kinerja quality control kurang maksimal menempati prioritas kedua dengan bobot PHA 0,300 dikarenakan kuantitas dan kualitas karyawan bagian quality control yang kurang mencukupi untuk pelaksanaan tugas pengendalian mutu seluruh kegiatan produksi perusahaan dari proses pengalengan ikan, pengolahan surimi, pembuatan kerupuk bawang, pembuatan tepung ikan dan 137 pembuatan buah kaleng. Sarana kendali mutu yang dimiliki perusahaan juga kurang memadai untuk kegiatan pengendalian mutu yang optimal. Prioritas ketiga masalah manajemen mutu dalam PT MFI adalah sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (0,142), hal ini dapat disebabkan karena perusahaan sedang mengalami masa adaptasi karena sistem administrasi baru dipindahkan pada awal Januari dari kantor pusat ke Pekalongan, perusahaan belum memiliki sistem administrasi yang sistematis dan masih mengalami kendala dalam koordinasi antar bagian dalam perusahaan dalam pembuatan laporan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Kemudian masalah ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu menempati prioritas keempat (0,093) hal ini disebabkan masalah ketersediaan bahan baku ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi perusahaan. Kegiatan pengalengan ikan sebagai kegiatan utama perusahaan membutuhkan kontinuitas supply bahan baku ikan untuk dapat terus berproduksi sehingga ketersediaan bahan baku ikan sangat berdampak pada keputusan produksi perusahaan. Masalah sanitasi dan higienitas belum optimal menempati prioritas kelima dengan bobot (0,088), data dari perusahaan menyebutkan bahwa rata-rata 0,3% produk akhir yang mengalami kerusakan dari total produksi selama satu tahun diakibatkan oleh aspek sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang menjadi kendala tersendiri dalam penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Kemudian dari hasil pengolahan menggunakan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan tingkat 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah pada penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries. Untuk prioritas faktor penyebab masalah sanitasi dan higienitas belum optimal dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Sanitasi dan Higienitas Belum Optimal Tingkat 2 Tingkat 3 Bobot Kriteria Kriteria faktor PHA Prioritas Tingkat 4 Bobot Kriteria Sub Faktor PHA Prioritas 138 Masalah Penyebab 1. Material Penyebab 0,367 1 1. Kualitas 0,540 1 2. Kuantitas 0,297 2 3. Konsistensi 0,163 3 Inconsistency Ratio: 0,01 2. SDM 0,185 2 1. Kualitas 0,249 2 2. Kuantitas 0,157 3 3. Pengalaman 0,594 1 Inconsistency Ratio: 0,05 3. Mesin 0,116 4 1. Umur Ekonomis 0,160 2 2. Teknologi mesin 0,149 3 3. Perawatan mesin 0.691 1 Inconsistency Ratio: 0,01 Sanitasi dan 4.Sistem 0,137 3 higienitas 0,443 1 2. Pengorganisasian 0,169 3 3. Pengawasan 0,387 2 Inconsistency Ratio: 0,02 belum optimal 1. SOP 5. Informasi Pasar 0,059 6 1.Lembaga pemasaran 0,320 2 2.Buyers 0,558 1 3. Relasi bisnis 0,122 3 Inconsistency Ratio: 0,02 6. Lingkungan Eksternal 0,046 7 1. Kebijakan Pemerintah 0,304 2 2. Kondisi Ekonomi 0,111 4 3. Kondisi Sosial 0,121 3 4. Kondisi Alam 0,464 1 Inconsistency Ratio: 0,02 1. Sarana Produksi 0,547 1 0,171 3 3. Sarana Administrasi 0,070 4 4. Sarana Kendali Mutu 0,211 2 2. Sarana Pengangkutan 7. Sarana 0,090 Inconsistency Ratio: 0,05 5 dan Penyimpanan Inconsistency Ratio: 0,04 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab masalah sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang terdapat pada Tabel 12 maka didapatkan prioritas pertama faktor penyebab masalah sanitasi dan higienitas belum optimal adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,367 hal ini menunjukkan bahwa jenis material yang digunakan untuk proses produksi sangat mempengaruhi sanitasi dan higienitas terutama pada proses produksi. 139 Kemudian dari sub faktor penyebab material prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA 0,540, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,297 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,163. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas material yang digunakan dalam setiap kegiatan perusahaan paling berpengaruh terhadap sanitasi dan higienitas produk yang dihasilkan. Sumberdaya manusia menjadi faktor penyebab masalah yang menempati prioritas kedua dengan bobot PHA sebesar 0,185. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi dalam alur proses produksi yang dilakukan untuk menghasilkan mutu produk akhir yang sesuai standar sanitasi produk. Untuk kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, pengalaman menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA sebesar 0,594, kemudian dilanjutkan dengan kualitas SDM dengan bobot PHA sebesar 0,249 dan prioritas ketiga adalah kuantitas SDM dengan bobot PHA 0,157. Masalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan menempati prioritas ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,137. Sistem merupakan serangkaian prosedur kerja untuk kelancaran kegiatan perusahaan. Oleh karena itu masalah sistem menjadi kendala dalam menghasilkan mutu produk akhir yang sesuai standar sanitasi. Dari hasil analisis juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab untuk sistem prioritas pertama ditempati oleh SOP (0,443), prioritas kedua adalah pengawasan (0,387) kemudian dilanjutkan dengan pengorganisasian (0,169). Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas keempat dengan bobot PHA sebesar 0,116. Informasi dari perusahaan menyebutkan bahwa mesin penutup kaleng sering menyebabkan kualitas ikan kaleng dan buah kaleng tidak sesuai standar karena menyebabkan bahaya fisik, bahaya kimia maupun bahaya biologis sehingga tidak dapat dipasarkan. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dari mesin dengan bobot PHA 0,691, kemudian umur ekonomis mesin (0,160) dan teknologi mesin (0,149). Sarana menjadi faktor penyebab kelima dengan bobot PHA sebesar 0,113, sarana yang kurang memadai akan secara langsung berpengaruh pada sanitasi dan 140 higienitas yang dilakukan oleh perusahaan. Kriteria sub faktor penyebab sarana yang menempati prioritas pertama adalah sarana produksi (0,547), sarana kendali mutu (0,211), sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,171), dan sarana administrasi (0,070). Hal tersebut dapat terjadi karena belum optimalnya aspek sanitasi dan higienitas kebanyakan terjadi pada saat proses produksi berlangsung sehingga sarana produksi menjadi kriteria sub faktor penyebab utama dari sarana yang terdapat dalam perusahaan. Prioritas keenam faktor penyebab masalah dengan bobot PHA sebesar 0,059 adalah informasi pasar. Informasi pasar dapat mempengaruhi perusahaan menentukan spesifikasi mutu produk dan standar sanitasi dan higienitas yang diinginkan oleh konsumen akan suatu produk. Dari hasil pengolahan dapat dilihat bahwa kriteria sub faktor penyebab yang menjadi prioritas pertana adalah Buyers (0,558) sebagai pembeli yang sangat menentukan bagaimana mutu produk yang mereka inginkan, kemudian dilanjutkan dengan lembaga pemasaran (0,320), dan yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,122). Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,046 menempati prioritas ketujuh faktor penyebab dari sanitasi dan higienitas yang belum optimal. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama adalah kondisi alam (0,464) hal ini dapat disebabkan karena kondisi alam sangat berpengaruh terhadap ruangan produksi dalam perusahaan salah satunya jika terjadi banjir karena luapan air laut sangat berpengaruh terhadap aspek sanitasi dan higienitas dalam perusahaan, prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (0,304), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,121) dan kondisi ekonomi (0,111). Kemudian dari hasil pengolahan dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal yang terdapat pada Tabel 13. Tabel 13. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Masalah Kinerja Quality Control kurang maksimal Tingkat 2 Tingkat 3 Bobot Prioritas Tingkat 4 Bobot Prioritas 141 Kriteria Kriteria faktor Masalah Penyebab 1. Material PHA Kriteria Sub Faktor PHA Penyebab 0,275 2 1. Kualitas 0,550 1 2. Kuantitas 0,210 3 3. Konsistensi 0,240 2 Inconsistency Ratio: 0,02 0,289 2. SDM 1 1. Kualitas 0,297 2 2. Kuantitas 0,540 1 3. Pengalaman 0,163 3 Inconsistency Ratio: 0,05 0,131 3. Mesin 3 1. Umur Ekonomis 0,143 3 2. Teknologi mesin 0,286 2 3. Perawatan mesin 0.571 1 Inconsistency Ratio: 0,00 Kinerja Quality 4.Sistem 0,089 5 1. SOP 0,458 1 2. Pengorganisasian 0,126 3 3. Pengawasan 0,416 2 Control Inconsistency Ratio: 0,01 Kurang Maksimal 5. Informasi 0,051 7 Pasar 1.Lembaga pemasaran 0,634 1 2.Buyers 0,192 2 3. Relasi bisnis 0,174 3 Inconsistency Ratio: 0,01 6. Lingkungan Eksternal 0,052 6 1. Kebijakan Pemerintah 0,309 2 2. Kondisi Ekonomi 0,121 4 3. Kondisi Sosial 0,230 3 4. Kondisi Alam 0,340 1 Inconsistency Ratio: 0,08 1. Sarana Produksi 0,377 2 0,156 3 3. Sarana Administrasi 0,073 4 4. Sarana Kendali Mutu 0,395 1 2. Sarana Pengangkutan 7. Sarana 0,113 Inconsistency Ratio: 0,05 4 dan Penyimpanan Inconsistency Ratio: 0,03 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal yang terdapat pada Tabel 13 maka didapatkan yang menjadi prioritas pertama faktor penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA sebesar 0,289 Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi kegiatan pengendalian mutu yang menjadi tanggung jawab bagian quality control. Untuk 142 kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kuantitas menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA sebesar 0,540, kemudian dilanjutkan dengan kualitas SDM dengan bobot PHA sebesar 0,297 dan prioritas ketiga adalah pengalaman SDM dengan bobot PHA 0,163. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam PT MFI kinerja quality control kurang maksimal karena kuantitas sumberdaya manusia yang dimiliki kurang mencukupi, selain itu karena faktor kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki juga kurang memenuhi karena banyak karyawan bagian quality control yang memiliki latar belakang pendidikan masih rendah dan pengalaman yang belum memadai. Kemudian prioritas kedua dari faktor penyebab kinerja quality control kurang maksimal adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,275. Material yang dimaksudkan disini adalah material bahan baku hingga produk akhir yang menjadi cakupan bagian quality control untuk melakukan pengendalian mutu. Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA 0,550, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,210 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,240. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas material yang digunakan dalam setiap kegiatan perusahaan paling berpengaruh terhadap kinerja bagian quality control. Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,131. Mesin berpengaruh terhadap kinerja quality control, sebagai contoh kinerja mesin penutup kaleng yang sering tidak sempurna menyebabkan kinerja quality control menjadi kurang maksimal. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama dengan bobot PHA 0,571, kemudian teknologi mesin (0,286) ,umur ekonomis mesin (0,143). Sarana menjadi faktor penyebab kelima dengan bobot PHA sebesar 0,113, sarana yang kurang memadai akan secara langsung berpengaruh pada kinerja bagian quality control. Kriteria sub faktor penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal yang menempati prioritas pertama adalah sarana kendali mutu (0,395), sarana produksi (0,377), sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,156), dan sarana administrasi (0,073). Hal tersebut dapat terjadi karena sarana 143 kendali mutu berhubungan langsung dengan pengendalian mutu yang dilaksanakan bagian quality control. Masalah sistem prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan menempati prioritas kelima dengan bobot PHA sebesar 0,089. Dari hasil pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab masalah kinerja bagian quality control kurang maksimal untuk sistem, prioritas pertama ditempati oleh SOP (0,458), prioritas kedua adalah pengawasan (0,416) kemudian dilanjutkan dengan pengorganisasian (0,126). Prioritas yang keenam faktor penyebab masalah kinerja bagian quality control kurang maksimal dengan bobot PHA sebesar 0,059 adalah informasi pasar. Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga pemasaran (0,634), prioritas kedua adalah Buyers (0,192) sebagai pembeli yang sangat menentukan bagaimana standar produk yang mereka inginkan, dan yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,174). Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,052 menempati prioritas ketujuh faktor penyebab dari masalah kinerja bagian quality control kurang maksimal. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama adalah kondisi alam (0,340), prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (0,309), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,230) dan kondisi ekonomi (0,131). Analisis PHA yang dilakukan pada hirarki tingkat 3 dan 4 menghasilkan susunan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Ketersediaan Bahan Baku Ikan Tidak Kontinu Tingkat 2 Kriteria Masalah Tingkat 3 Kriteria Bobot faktor PHA Prioritas 1. Material 0,102 Kriteria Sub Faktor Penyebab Penyebab Ketersediaan Bahan Baku Tingkat 4 5 Ikan Tidak Bobot PHA Prioritas 1. Kualitas 0,493 1 2. Kuantitas 0,196 3 3. Konsistensi 0,311 2 Inconsistency Ratio: 0,05 Kontinu 2. SDM 0,067 7 1. Kualitas 0,276 2 2. Kuantitas 0,128 3 144 3. Pengalaman 0,595 1 Inconsistency Ratio: 0,01 3. Mesin 0,092 6 1. Umur Ekonomis 0,169 3 2. Teknologi mesin 0,443 1 3. Perawatan mesin 0.387 2 Inconsistency Ratio: 0,02 4.Sistem 0,118 4 1. SOP 0,474 1 2. Pengorganisasian 0,149 3 3. Pengawasan 0,376 2 Inconsistency Ratio: 0,05 5. Informasi Pasar 0,199 2 1.Lembaga pemasaran 0,387 2 2.Buyers 0,169 3 3. Relasi bisnis 0,443 1 Inconsistency Ratio: 0,01 6. Lingkungan Eksternal 0,253 1 1. Kebijakan Pemerintah 0,311 2 2. Kondisi Ekonomi 0,085 4 3. Kondisi Sosial 0,127 3 4. Kondisi Alam 0,477 1 Inconsistency Ratio: 0,03 1. Sarana Produksi 0,212 2 0,497 1 3. Sarana Administrasi 0,100 4 4. Sarana Kendali Mutu 0,191 3 2. Sarana Pengangkutan 7. Sarana 0,169 Inconsistency Ratio: 0,05 3 dan Penyimpanan Inconsistency Ratio: 0,01 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu yang terdapat pada Tabel 14 maka dapat diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama faktor penyebab masalah adalah faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,253. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama adalah kondisi alam (0,477), prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (0,311), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,127) dan kondisi ekonomi (0,085). Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu merupakan kendala yang lebih disebabkan oleh faktor alam dimana supply sumberdaya ikan yang terbatas dibandingkan jumlah permintaannya serta faktor cuaca dan musim yang sangat 145 berpengaruh terhadap stok sumberdaya ikan yang diperlukan untuk kegiatan produksi perusahaan. Prioritas yang kedua faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu dengan bobot PHA sebesar 0,199 adalah informasi pasar. Dengan adanya informasi pasar yang mencukupi maka perusahaan dapat memperoleh kontinuitas pasokan bahan baku ikan sehingga apabila informasi pasar yang diterima perusahaan kurang maka dapat menjadi kendala dalam meprediksi ketersediaan bahan baku ikan. Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah relasi bisnis (0,443) yang dapat memberikan informasi pasokan bahan baku ikan,kemudian prioritas kedua adalah lembaga pemasaran (0,387), dan yang menjadi prioritas ketiga adalah buyers dengan bobot PHA sebesar (0,169). Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,169. Sarana yang dimiliki perusahaan terutama sarana pengangkutan dan penyimpanan juga berpengaruh dalam ketersediaan bahan baku ikan yang diprediksi perusahaan karena sarana menunjang kelancaran proses penyimpanan persediaan bahan baku. Kemudian prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu adalah sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,497), sarana produksi (0,212), sarana kendali mutu (0,191),dan sarana administrasi (0,100). Masalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan menempati prioritas keempat dengan bobot PHA sebesar 0,118. Dari hasil pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab sistem dari masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu prioritas pertama ditempati oleh SOP (0,474), prioritas kedua adalah pengawasan (0,376) kemudian dilanjutkan dengan pengorganisasian (0,149). Kemudian prioritas kelima dari faktor penyebab ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,102. Material yang dimaksudkan disini adalah material bahan baku. Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA 0,493, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,196 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,311. 146 Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas keenam dengan bobot PHA sebesar 0,092. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa teknologi mesin menempati prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dengan bobot PHA 0,443, kemudian umur ekonomis mesin (0,387), dan prioritas ketiga adalah perawatan mesin (0,169). Sumberdaya manusia menjadi faktor penyebab masalah yang menempati prioritas ketujuh dengan bobot PHA sebesar 0,289. Kualifikasi sumberdaya manusia berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan bahan baku ikan yang dobutuhkan perusahaan. Untuk kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, pengalaman menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA sebesar 0,595, kemudian dilanjutkan dengan kualitas SDM dengan bobot PHA sebesar 0,276 dan prioritas ketiga adalah kuantitas SDM dengan bobot PHA 0,128. Hal ini dapat menunjukkan bahwa untuk menjamin ketersediaan bahan baku ikan yang dbutuhkan perusahaan membutuhkan pengalaman dari sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan pembelian bahan baku ikan. Selanjutnya dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4 didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah job discription yang kurang dipahami oleh sebagian karyawan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Job Discription yang Kurang Dipahami Sebagian Karyawan Tingkat 2 Tingkat 3 Kriteria Kriteria faktor Masalah Penyebab Bobot Prioritas PHA 1. Material 0,104 Kriteria Sub Faktor Penyebab Job Discription Tingkat 4 4 Kurang PHA Prioritas 1. Kualitas 0,540 1 2. Kuantitas 0,297 2 3. Konsistensi 0,163 3 Inconsistency Ratio: 0,02 Dipahami oleh Sebagian Bobot 2. SDM 0,287 1 Karyawan 1. Kualitas 0,634 1 2. Kuantitas 0,174 3 3. Pengalaman 0,192 2 Inconsistency Ratio: 0,01 3. Mesin 0,083 5 1. Umur Ekonomis 0,260 3 147 2. Teknologi mesin 0,327 1 3. Perawatan mesin 0.413 2 Inconsistency Ratio: 0,05 4.Sistem 0,269 2 1. SOP 0,540 1 2. Pengorganisasian 0,297 3 3. Pengawasan 0,163 2 Inconsistency Ratio: 0,05 5. Informasi 0,074 6 Pasar 1.Lembaga pemasaran 0,634 1 2.Buyers 0,192 2 3. Relasi bisnis 0,174 3 Inconsistency Ratio: 0,01 6. Lingkungan Eksternal 0,065 7 1. Kebijakan Pemerintah 0,358 1 2. Kondisi Ekonomi 0,173 3 3. Kondisi Sosial 0,346 2 4. Kondisi Alam 0,123 4 Inconsistency Ratio: 0,02 1. Sarana Produksi 0,160 1 0,115 4 3. Sarana Administrasi 0,509 3 4. Sarana Kendali Mutu 0,216 2 2. Sarana Pengangkutan 7. Sarana 0,116 Inconsistency Ratio: 0,05 3 dan Penyimpanan Inconsistency Ratio: 0,05 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab dari job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan berdasarkan Tabel 15 maka dapat diketahui bahwa yang menjadi menjadi prioritas pertama faktor penyebab masalah adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA sebesar 0,287. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat berpengaruh dalam pembagian tugas dan wewenang dalam PT MFI karena dengan kualifikasi sumberdaya manusia yang sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan maka pembagian tugas dan wewenang dapat berjalan dengan baik. Untuk kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA sebesar 0,634, kemudian dilanjutkan dengan kuantitas SDM dengan bobot PHA 0,174, dan prioritas ketiga adalah pengalaman SDM dengan bobot PHA sebesar 0,192. 148 Sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan menempati prioritas kedua dengan bobot PHA sebesar 0,269. Sistem sangat menentukan bagaimana alur tugas dan tanggungjawab dalam PT MFI dapat berjalan melalui standar operasional prosedur dan pengorganisasian yang baik disertai dengan pengawasan yang efektif. Dari hasil pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab sistem dari masalah pembagian tugas dan wewenang kurang jelas prioritas pertama ditempati oleh SOP (0,540), prioritas kedua adalah pengorganisasian (0,297) kemudian dilanjutkan dengan pengawasan (0,163). Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,116. Sarana yang dimiliki perusahaan dapat menunjang fungsi pengawasan dan pengorganisasian didalam perusahaan. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab sarana dari masalah job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan jelas adalah sarana administrasi (0,509), sarana kendali mutu (0,216), sarana produksi (0,160), sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,115). Kemudian prioritas keempat dari penyebab dari job discription kurang dipahami sebagian karyawan adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,104. Material yang dimaksudkan disini adalah material yang dibutuhkan untuk pembagian tugas dan wewenang seperti jenis tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA 0,540, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,297 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,163. Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas kelima dengan bobot PHA sebesar 0,083. Mesin yang dimaksud disini adalah mesin yang berhubungan dengan kelancaran pembagian tugas dan wewenang karyawan. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dengan bobot PHA 0,413, kemudian teknologi mesin (0,327), dan prioritas ketiga adalah umur ekonomis mesin (0,260). 149 Prioritas yang keenam faktor penyebab dari job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan adalah informasi pasar dengan bobot PHA sebesar 0,074. Kemudian dengan menggunakan hasil analisis PHA juga dapat diketahui prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga pemasaran (0,443) , kemudian prioritas kedua adalah buyers (0,387), dan yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,169). PT Maya Food Industries memiliki kantor pusat di Jakarta yang sekaligus menjadi perusahaan pemasaran bagi produk Botan sehingga memiliki pengaruh bagi pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan. Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,065 menempati prioritas ketujuh dari yang menyebabkan dari job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama adalah kebijakan pemerintah (0,358), prioritas kedua adalah kondisi sosial (0,346), prioritas ketiga adalah kondisi ekonomi (0,173) dan kondisi alam(0,123). Faktor lingkungan eksternal hanya berpengaruh relatif kecil dibandingkan faktor-faktor lainnya dalam job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan dalam PT Maya Food Industries. Selanjutnya dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4 didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik terdapat pada Tabel 16. Tabel 16. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub Faktor Penyebab Sistem Pembuatan Laporan Belum Dilaksanakan dengan Baik Tingkat 2 Tingkat 3 Kriteria Kriteria faktor Masalah Penyebab Sistem 1. Material Bobot Prioritas PHA 0,098 Tingkat 4 Kriteria Sub Faktor Penyebab 5 Pembuatan Bobot PHA Prioritas 1. Kualitas 0,625 1 2. Kuantitas 0,238 2 3. Konsistensi 0,136 3 Inconsistency Ratio: 0,02 laporan belum dilaksanakan 2. SDM 0,364 1 dengan baik 1. Kualitas 0,550 1 2. Kuantitas 0,210 3 3. Pengalaman 0,240 2 Inconsistency Ratio: 0,02 3. Mesin 0,100 4 1. Umur Ekonomis 0,238 2 2. Teknologi mesin 0,136 3 150 3. Perawatan mesin 0.625 1 Inconsistency Ratio: 0,05 4.Sistem 0,229 2 1. SOP 0,169 3 2. Pengorganisasian 0,443 1 3. Pengawasan 0,387 2 Inconsistency Ratio: 0,02 5. Informasi 0,048 6 Pasar 1.Lembaga pemasaran 0,625 1 2.Buyers 0,238 2 3. Relasi bisnis 0,136 3 Inconsistency Ratio: 0,02 6. Lingkungan Eksternal 0,041 7 1. Kebijakan Pemerintah 0,404 1 2. Kondisi Ekonomi 0,139 3 3. Kondisi Sosial 0,340 2 4. Kondisi Alam 0,117 4 Inconsistency Ratio: 0,01 1. Sarana Produksi 0,168 3 0,094 4 3. Sarana Administrasi 0,558 1 4. Sarana Kendali Mutu 0,180 2 2. Sarana Pengangkutan 7. Sarana 0,120 Inconsistency Ratio: 0,05 3 dan Penyimpanan Inconsistency Ratio: 0,01 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik yang terdapat pada Tabel 16 maka didapatkan menjadi prioritas pertama faktor penyebab masalah tersebut adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA sebesar 0,364. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi dalam pembuatan laporan perusahaan yang lebih akurat dan tepat waktu agar penyampaian informasi dalam perusahaan dapat terlaksana dengan baik. Untuk kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas pertama dengan bobot PHA sebesar 0,460 kemudian dilanjutkan dengan kuantitas SDM dengan bobot PHA sebesar 0,210 dan prioritas ketiga adalah pengalaman SDM dengan bobot PHA 0,240. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam PT MFI pembuatan laporan perusahaan belum dilaksanakan dengan baik karena kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki tidak memadai atau belum memiliki 151 pengalaman yang cukup mengingat sistem administrasi yang relatif baru dipindahkan dari kantor pusat ke kantor PT MFI di Pekalongan. Kemudian prioritas kedua adalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam perusahaan bobot PHA sebesar 0,229. Dari hasil pengolahan juga dapat diketahui bahwa kriteria sub faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan kurang dilaksanakan dengan baik untuk prioritas pertama ditempati oleh pengorganisasian (0,443), prioritas kedua adalah pengawasan (0,387) kemudian dilanjutkan dengan SOP (0,169). Sarana menjadi faktor penyebab ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,120, sarana yang mencukupi dapat mempermudah kinerja bagian administrasi dan memperlancar kegiatan pertukaran informasi dan koordinasi. Kriteria sub faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan kurang terselenggara dengan baik yang menempati prioritas pertama adalah sarana administrasi (0,558), sarana kendali mutu (0,180), sarana produksi (0,168), dan sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,094). Hal tersebut dapat terjadi karena sarana administrasi menjadi sangat berpengaruh terhadap kelancaran sistem pembuatan laporan perusahaan. Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,100. Mesin berpengaruh terhadap sistem pembuatan laporan karena menyangkut peralatan yang digunakan dalam sistem administrasi. Dari hasil pengolahan data juga didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab dengan bobot PHA 0,625, kemudian umur ekonomis mesin (0,238) dan prioritas ketiga adalah teknologi mesin (0,136). Material menempati prioritas kelima dengan bobot PHA sebesar 0,098. Material yang dimaksudkan disini adalah material yang menjadi bahan-bahan penyusun laporan berupa informasi dan data-data perusahaan. Kemudian dari faktor penyebab material diturunkan kembali menjadi sub faktor penyebab material dimana prioritas pertama ditempati oleh kualitas material dengan bobot PHA 0,625, prioritas kedua adalah kuantitas material dengan bobot PHA 0,238 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan bobot PHA 0,136. 152 Prioritas yang keenam faktor penyebab masalah sistem pembuatan laporan kurang dilaksanakan dengan baik dengan bobot PHA sebesar 0,048 adalah informasi pasar. Prioritas pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga pemasaran (0,625) , prioritas kedua adalah Buyers (0,238) sebagai pembeli yang sangat menentukan bagaimana standar produk yang mereka inginkan, dan yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,136). Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,041 menempati prioritas ketujuh faktor penyebab dari sistem pembuatan laporan kurang dilaksanakan dengan baik . Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama adalah kebijakan pemerintah (0,404), prioritas kedua adalah kondisi sosial (0,340), prioritas ketiga adalah kondisi ekonomi (0,139) dan kondisi alam (0,117). Selanjutnya pengolahan dengan proses hirarki analitik pada susunan hirarki PHA tingkat 5 menghasilkan prioritas alternatif perbaikan untuk permasalahan penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries yang dapat dilihat dalam Tabel 17. Tabel 17. Susunan Prioritas Tingkat 5 Alternatif Perbaikan Permasalahan Bobot PHA Prioritas 1. Perbaikan dan peningkatan kualitas SDM 0,258 2 2. Modernisasi Peralatan 0,155 3 3. Perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi 0,359 1 4. Penerapan sistem informasi manajemen 0,093 5 5. Perbaikan sistem administrasi 0,134 4 Inconsistency Ratio: 0,06 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) Alternatif perbaikan bagi masalah penerapan manajemen mutu terpadu yang dihadapi PT Maya Food Industries dan menjadi prioritas pertama bagi perusahaan dengan bobot PHA sebesar 0,359 yaitu perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi. Perusahaan menyadari bahwa seringnya pergantian struktur organisasi 153 membuat kinerjanya menjadi kurang efisien dan mengakibatkan pembagian tugas dan wewenang menjadi kurang jelas yang menjadi masalah utama yang dihadapi perusahaan dalam penerapan manajemen mutu terpadu sehingga dengan perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi diharapkan dapat menjadi solusi masalah tersebut. Pergantian struktur organisasi yang dimaksud diatas adalah pergantian orang-orang yang menjabat dalam struktur organisasi perusahaan maupun penambahan atau pengurangan yang dilakukan perusahaan terhadap struktur organisasi. Contohnya pada tahun 2006 perusahaan sempat menghilangkan bagian Program and Planning Inventory Control (PPIC ) dengan alasan efisiensi namun dibentuk kembali pada tahun 2007. Kemudian adanya penambahan bagian research and development serta bagian management training juga dapat menjadi kendala bagi perusahaan dalam penerapan manajemen mutu terpadu jika wewenang dan tugas bagian tersebut tidak dipahami dengan baik oleh karyawan. PT MFI juga telah beberapa kali melakukan pergantian kepala bidang produksi yang dilakukan atas kebijakan dewan direksi, hal ini juga dapat menjadi kendala dalam penerapan MMT karena adanya perbedaan pola kepemimpinan dari masing-masing kepala bidang produksi sehingga dibutuhkan penyesuaian oleh para karyawan agar dapat memahami pola kerja tersebut. Alternatif perbaikan yang ditawarkan adalah dengan mengevaluasi kinerja struktur organisasi yang ada pada saat ini untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari struktur yang telah ada kemudian didiskusikan dengan dewan direksi yang berada di pusat untuk memperbaiki struktur organisasi yang ada. Perbaikan struktur organisasi ini dapat dilakukan dengan perhitungan dengan teknik curah pendapat (brainstorming) oleh pihak manajemen terkait dengan melihat bentuk organisasi yang telah ada saat ini untuk dapat dilakukan upaya perbaikan bentuk organisasi agar dapat berfungsi secara optimal yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan juga untuk menghasilkan efisiensi dan mempermudah pertukaran informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan Kemudian struktur organisasi yang telah terbentuk beserta kejalasan fungsi, tanggung jawab dan wewenangnya disosialisasikan dengan baik kepada setiap karyawan sehingga pembagian tugas dan tanggungjawab terdefinisi dan terlaksanakan dengan baik dan dapat dipahami oleh karyawan sehingga dapat mengatasi permasalahan pembagian tugas dan wewenang yang kurang jelas yang 154 selama ini dihadapi oleh perusahaan. Bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan diantaranya dengan mengadakan meeting secara periodik dengan bagian-bagian yang terdapat dalam perusahaan karena selama ini meeting yang telah dilakukan perusahaan hanya antara pihak top level management dengan middle management dan jarang melibatkan perwakilan dari tingkat lower management. Kemudian bentuk sosialisasi struktur organisasi yang ada juga dapat dilakukan perusahaan melalui program pendidikan dan pelatihan yang direncanakan oleh bagian management training untuk menjelaskan bentuk struktur organisasi yang dimiliki oleh PT MFI sekaligus deskripsi pekerjaan dari tiap-tiap lini pada organisasi karena selama ini training yang dilakukan untuk sebagian besar karyawan difokuskan pada hal yang berkaitan secara langsung dengan bagian produksi. Prioritas kedua alternatif perbaikan menurut persepsi manajemen adalah perbaikan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan bobot PHA sebesar 0,258, karena sumberdaya manusia juga menjadi faktor penyebab yang cukup berpengaruh terhadap terjadinya masalah penerapan manajemen mutu terpadu sehingga dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat meningkatkan kualifikasi SDM untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan perusahaan. Dari data yang didapatkan dalam perusahaan bahwa sebagian besar karyawan dari PT MFI yakni sebesar 331 orang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah atau sama dengan SLTP sehingga secara rata-rata tingkat pendidikan karyawan PT MFI masih sangat rendah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemahaman konsep manajemen mutu terpadu yang merupakan perbaikan seluruh level operasi perusahaan secara terus menerus, sehingga perusahaan perlu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki. Salah satu masalah yang terlihat pada perusahaan yang ditimbulkan oleh aspek sumberdaya manusia adalah dengan kurang disiplinnya karyawan bagian produksi dalam penggunaan topi apabila sedang berada dalam ruangan produksi apabila tidak dalam pengawasan oleh supervisi produksi, meskipun pemakaian topi merupakan standar yang telah diwajibkan bagi pekerja dalam ruangan proses. Peningkatan kualitas SDM dari PT MFI dapat dilakukan dengan peningkatan frekuensi pendidikan dan pelatihan dan juga perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan sehingga 155 dapat berjalan dangan efektif. Materi pelatihan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan dengan seleksi peserta dan pengajar yang tepat untuk dapat meningkatkan sumberdaya manusia dalam perusahaan. Hal lain yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan sistem recruitmen yang lebih ketat terhadap calon karyawan PT MFI sehingga terjadi kecocokan antara kualifikasi yang dimiliki oleh karyawan dengan kebutuhan atau persyaratan dari suatu jabatan atau pekerjaan sehingga asas “the right man on the right job” dapat tercapai. Berfokus pada peningkatan grade PMMT yang dimiliki perusahaan, training yang dilakukan hendaknya diarahkan berdasarkan konsepsi HACCP, salah satunya dengan training mekanisme dan cara mengaplikasikan prinsip-prinsip HACCP dalam yang diikuti oleh Tim HACCP yang telah dimiliki oleh perusahaan, selain itu juga dapat dilakukan studi banding ke perusahaan pengolahan lainnya yang memiliki sertifikasi HACCP lebih tinggi sehingga perusahaan dapat mencontoh teknik-teknik yang dilakukan dalam penerapan HACCP pada perusahaan tersebut. Salah satu aspek penting dari prinsip HACCP yang belum terlaksanakan dengan baik oleh perusahaan adalah penetapan prosedur yang efektif dalam pemeliharaan dan dokumen sistem HACCP serta penetapan prosedur verifikasi yang belum berjalan dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal sehingga perusahaan perlu melakukan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip tersebut. Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas ketiga adalah modernisasi peralatan dengan bobot PHA sebesar 0,155. Hal ini disebabkan karena dengan modernisasi peralatan baik mesin maupun sarana-prasarana yang dimiliki PT MFI maka diharapkan dapat membantu bagian quality control untuk meningkatkan kinerjanya sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas dan mengurangi jumlah produk akhir yang tidak sesuai standar. Modernisasi peralatan yang dilakukan diantaranya adalah dengan penambahan laboratorium mikrobiologi pada bagian quality control sehingga dapat memudahkan kinerja bagian quality control serta meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan karena dapat secara langsung mengetahui kandungan bakteri dan logam-logam berat pada produk sehingga tidak perlu melakukan uji laboratorium di lembaga lain di luar perusahaan. Kemudian penggantian mesin seamer juga perlu dilakukan perusahaan 156 dalam beberapa waktu kedepan untuk mengurangi kerusakan penutupan kaleng yang disebabkan oleh kondisi mesin yang kurang layak sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat kerusakan produk akhir dari 0,45% menjadi zero defect sesuai dengan konsep manajemen mutu terpadu. Perbaikan sistem administrasi menjadi prioritas keempat dengan bobot PHA sebesar 0,134. Masalah sistem pembuatan laporan yang belum terselenggara dengan baik dalam perusahaan menjadi salah satu kendala bagi perusahaan dalam menerapkan manajemen mutu terpadu hal ini disebabkan karena sebagian karyawan kurang memahami job discription yang ada dalam perusahaan, pemindahan sistem administrasi dan pemasaran yang lebih luas dari kantor pusat pada tahun 2007 serta pengorganisasian yang belum dapat dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan. Sistem administrasi yang dimaksud adalah sistem yang mencakup mekanisme pelaporan penerimaan dan pengeluaran perusahaan, verifikasi laporan keuangan perusahaan, pengaturan persediaan produk akhir dan bahan pendukung, serta distribusi dan pemasaran produk selain merk Botan. Job discription bagian administrasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan cukup jelas namun belum terdapat mekanisme yang jelas dalam pengumpulan data finansial dan data pemasaran dari seluruh kegiatan operasional perusahaan. Hal ini sangat berpengaruh dalam penerapan PMMT yang dilakukan oleh PT Maya Food Industries karena prinsip dokumentasi dan verifikasi belum dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan. Penerapan manajemen mutu terpadu menyangkut keseluruhan sistem yang terdapat dalam perusahaan sehingga masalah administrasi juga perlu diatasi oleh perusahaan untuk meningkatkan standar kualitas yang dimiliki perusahaan untuk dapat terus bersaing didalam pasar nasional dan internasional secara berkelanjutan. Salah satu alternatif perbaikan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam memperbaiki sistem administrasi dalam perusahaan adalah dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan serta pembagian tugas dan wewenang yang lebih jelas sehingga terjadi perbaikan dalam sistem administrasi dan informasi manajemen karena setiap karyawan menyadari tugasnya masing-masing dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perusahaan sehingga data dan informasi administrasi internal perusahaan dapat dikumpulkan dengan baik dan laporan dapat disusun dengan lengkap, sistematis, faktual dan 157 tepat waktu serta terjadi kesesuaian dalam laporan antar bagian. Perbaikan sistem administrasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan pengumpulan data-data sebelum sistem administrasi dipindahkan, kemudian datadata tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepentingannya bagi pengambilan keputusan dalam perusahaan. Sehingga data-data tersebut dapat diambil kembali dengan mudah oleh pihak manajemen perusahaan. Pengumpulan data-data perusahaan ini dapat ditugaskan pada karyawan tertentu dalam perusahaan sehingga memiliki tanggung jawab yang penuh dalam penyimpanan informasi dalam perusahaan. Alternatif perbaikan ini dapat ditindaklanjuti dengan alternatif perbaikan dengan prioritas kelima yaitu penerapan sistem informasi manajemen Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas kelima adalah penerapan sistem informasi manajemen dengan bobot PHA sebesar 0,093. Sistem Informasi Manajemen (SIM) menurut Cahayani (2004) adalah serangkaian sub sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu yang mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para pemakai biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit dibawahnya. Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang terjadi di masa lalu, apa yang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan khusus dan ouput dari model matematika. Output informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk memecahkan masalah. Dengan penerapan sistem informasi manajemen maka perusahaan dapat lebih cepat untuk mengetahui perkembangan keinginan konsumen dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk sehingga membantu perusahaan dalam meningkatkan volume penjualan serta dengan sistem informasi yang baik perusahaan dapat menjaga hubungan baik dengan pemasok sehingga mampu 158 mengatasi masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu untuk menjamin kontinuitas produksi perusahaan. Sistem informasi manajemen ini juga dapat mempermudah pengorganisasian pada sistem administrasi perusahaan karena tiap laporan yang dihasilkan dari tiap-tiap bidang dalam perusahaan dapat diaudit secara cepat dengan komputerisasi sistem administrasi yang dilakukan oleh perusahaan. Peningkatan sistem informasi manajemen juga dapat dilakukan perusahaan dengan pembuatan website sebagai upaya pelayanan terhadap konsumen maupun calon konsumen serta dapat mempermudah upaya promosi perusahaan. Peningkatan sistem informasi ini juga dapat berupa peningkatan pencarian informasi mengenai lingkungan pemasaran seperti konfigurasi demografi penduduk, khususnya mereka yang menjadi konsumen produk perusahaan, kemudian informasi mengenai teknologi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, politik, budaya masyarakat, pasar, pelanggan, pesaing, pemasok, perusahaan jasa angkutan dan pergudangan, jasa perusahaan promosi dan periklanan serta masyarakat secara luas. Informasi ini dapat digunakan perusahaan untuk merancang strategi bersaing yang tepat bagi perusahaan dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat dalam lingkungan internal maupun eksternal perusahaan sehingga perusahaan dapat bersaing dan mencapai tujuannya. Selain itu dengan diterapkannya sistem informasi manajemen juga diharapkan dapat meningkatkan grade PMMT yang diperoleh perusahaan karena dengan adanya SIM perusahaan dapat melakukan validasi dan audit terhadap dokumentasi penerapan PMMT dengan lebih cepat dan akurat sesuai dengan prinsip HACCP untuk memudahkan tindakan koreksi yang dilakukan PT MFI terhadap titik kendali kritis tertentu yang tidak berada dalam kendali perusahaan. 159 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian mengenai penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries di Pekalongan adalah sebagai berikut: 1. Penerapan prinsip MMT sebagian besar sudah dilaksanakan oleh PT MFI meskipun prinsip keterlibatan karyawan dan komitmen manajemen dinilai kurang oleh beberapa karyawan yang menjadi responden dalam penelitian ini. Sedangkan unsur-unsur MMT telah terdapat dalam perusahaan kecuali untuk unsur audit internal yang belum dapat terlaksana dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal dalam perusahaan. 2. Dari analisis diagram Pareto didapatkan lima besar masalah utama dalam penerapan MMT secara berurutan sesuai dengan persentase tingkat kepentingannya adalah sebagai berikut job discription kurang dipahami sebagian karyawan (20,83%), kinerja bagian quality control kurang maksimal (16,23%), sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (15,28%), ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu (14,93%) dan sanitasi dan higienitas belum optimal (12,85%). Prioritas alternatif perbaikan yang diperoleh dengan menggunakan analisis PHA disesuaikan dengan kondisi perusahaan secara berurutan berdasarkan bobot PHA adalah sebagai berikut 160 perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi (0,359), perbaikan dan peningkatan kualitas SDM (0,258), modernisasi peralatan (0,155), perbaikan sistem administrasi (0,134), dan penerapan sistem informasi manajemen(0,093). 6.2 Saran Setelah melakukan penelitian terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries Pekalongan, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan diantaranya: 1. Perlunya pengadaan laboratorium mikrobiologi sebagai sarana pengujian produk akhir yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries untuk peningkatan jaminan mutu yang dapat diberikan perusahaan kepada konsumen serta untuk peningkatan grade perusahaan dalam penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). 2. Pembentukan kembali tim audit internal sebagai salah satu elemen dari HACCP yang menjadi konsepsi dasar dari PMMT untuk melakukan peninjauan kembali sistem HACCP yang telah dilakukan oleh perusahaan dan menentukan kesesuaian penerapan sistem HACCP dengan persyaratan sistem HACCP serta mendefinisikan dengan jelas. ruang lingkup audit, frekuensi dan metodologi yang digunakan. 3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam PT Maya Food Industries dengan peningkatan frekuensi dan efektifitas pendidikan dan pelatihan yang dilakukan perusahaan dan sistem penempatan kerja yang lebih terorganisir dengan baik sesuai kebutuhan perusahaan. 4. Perlunya penggantian mesin seamer (mesin penutup kaleng) untuk meningkatkan kualitas pengalengan ikan yang diproduksi dan mengurangi jumlah kerusakan kaleng dan bahaya fisik, biologi dan kimua yang dapat ditimbulkan oleh penutupan kaleng yang kurang sempurna. 5. Perlunya peningkatan karyawan bidang Quality Assurance baik dari segi kuantitas maupun kualitas agar upaya pengawasan dan jaminan keamanan mutu hasil produksi dari perusahaan dapat dilakukan dengan lebih baik. 161 6. Perlunya peningkatan dan pengawasan terhadap sanitasi dan higienitas ruangan produksi untuk meningkatkan pengendalian terhadap bahaya dan memastikan produk akhir layak untuk dikonsumsi terutama dengan mengefektifkan mekanisme pencucian tangan dan sepatu karyawan dengan saniter pada setiap pintu masuk serta pemakaian pakaian dan perlengkapan kerja sesuai dengan ketentuan perusahaan dan memastikan sangsi yang tegas bagi karyawan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut. 7. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pelaksanaan alternatif perbaikan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh perusahaan untuk mendapatkan alternatif perbaikan paling sesuai dengan kondisi perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Ariani DW. 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Cahayani A. 2004. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: PT Grasindo Crosby, Phillip B. 1979. Quality is Free. New York: Mc-Graw Hill Book,Inc. Deming WE. 1986. Out of Crisis. Cambridge: Massachussetts Institute of Technology. Dinas Perikanan. 1998. Petunjuk Teknologi Pengolahan Surimi dan Fish Jelly Product. Semarang: Dinas Perikanan. Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Feigenbaum AV. 1991. Total Quality Control. Ed ke-3. New York: Mc-Graw Hill Book,Inc. Flippo EB. 2005. Manajemen Personalia. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga. Garvin DA. 1988. Managing Quality. New York: The Free Press Gasperz V. 2001. Total Quality Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Handoko T. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: BPFE-UGM 162 Hessel Nogi S Tangkilisan. 2003. Manajemen Modern untuk Sektor Publik. Yogyakarta:Penerbit Balaikurung & Co. Ibrahim B. 2000. TQM: Panduan Untuk Menghadapi Persaingan Global. Jakarta: Penerbit Djambatan Jenie, B S L. 1991. Mikrobiologi Pengendalian Mutu Pangan.Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Juran, JM.1988. Terobosan Manajemen: Konsep Baru Tentang Tugas Manajer. Jakarta: Erlangga. Juran, JM.1993. Quality Planning and Analysis. Ed ke-3.New York: Mc-Graw Hill Book,Inc. Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran .Jilid 1. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia Macdonald J. 2002. Total Quality Control Yang Sukses dalam Sepekan. Bekasi: PT Kesaint Blanc Indah Corp Maxfield FN. 1930. The Case Study. Educ. Res. Bull.9, 1930, pp 117-122 Murniyati AS, Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Makanan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Nasir M. 2003. Metode Penelitian Sosial. Cetakan Keempat. Jakarta: Ghalia Indonesia Nasution MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Cetakan ke-3. Jakarta: Ghalia Indonesia Peranginangin R.dkk.1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia. PT Maya Food Industries. 2003. Panduan Mutu Terpadu Berbasis HACCP. Pekalongan: PT Maya Food Industries. Saaty TL. 1993. Pedoman Pengambilan Keputusan Bagi Para Manajer. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 163 Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 1998. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts/IK.210/2/98 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Jakarta: Menteri Pertanian Republik Indonesia. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2002. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2007. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2007 tentang Persyaratan dan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Tjiptono F , Diana A. 2001. Total Quality Management. Ed-Rev. Yogyakarta: Andi. Undang-Undang Republik Indonesia.1996. Undang-Undnag Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 99, 1996. Jakarta: Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia.1999. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42, 1999. Jakarta: Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia Winarno F. G. 1984. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 164 LAMPIRAN 165 Lampiran 1. Peta Kota Pekalongan, Jawa Tengah. U 166 Skala Keterangan: : Lokasi PT Maya Food Industries Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 1: 200.000 138 Direktur Lampiran 2. Struktur organisasi PT. Maya Food Industries GM Direktur Kepala bidang GM Administrasi Keuangan & accounting pusat Accounting ngngng Pembelian bahan baku Non bahan baku Warehouse Marketing QA QC Ekspor & impor Supervisor Kepala bagian Finance Produksi Produksi Bahan baku HRD RnD Personalia Management trainning PPIC Mesin & Elektrik Pembelian bahan baku ikan lokal PPIC Mesin & Elektrik PBBIL Keterangan : Berkedudukan di jakarta Berkedudukan di pekalongan Sumber: PT Maya Food Industries (2007) Non bahan baku pekalong an 138 Lampiran 3 Denah Tata Letak Bangunan PT Maya Food Industries Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 139 Keterangan : 1. Pos keamanan 22. Kamar mandi 2. Kantor perusahaan 23. Bak thawing 3. Ruang absent dan keuangan 24. Ruang pemotongan, pencucian, 4. Ruang tamu 5. Ruang pembukuan 6. Mess kantor penutupan kaleng, sterilisasi dan 7. Dapur pendinginan 8. Tempat parkir sepeda 26. Ruang labelling 9. Kantor serikat pekerja 27. Ruang penyimpanan kaleng 10. Musholla 28. Ruang produksi buah kaleng 11. Tempat parkir mobil 29. Gudang barang jadi 12. Ruang bubut 30. Kantor warehouse 13. Ruang las 31. Ruang boiler 14. Ruang listrik 32. Ruang diesel 15. Ruang operator cold storage 33. Ruang solar 16. Ruang refrigerasi 34. Tempat penjemuran kerupuk 17. Cold storage 35. Ruang produksi kerupuk 18. Ruang operator seamer 36. Ruang produksi surimi 19. Ruang petugas penerimaan 37. Ruang produksi tepung ikan bahan baku 38. Bak pembuangan dan 20. Ruang QC 21. Ruang penampungan air pengisian ikan dan penimbangan 25. Ruang exhausting, penirisan, penampungan limbah 39. Tempat pembuangan sampah 140 Lampiran 4. Alur proses produksi ikan kaleng receiving Import (frozen) Local (fresh) Fish water pool (4ºC) Cold storage (-20ºC) Fish thawing tank Receiving can & lid Can Receiving weighing Sorting & cutting (head, tail, gut) Sorting Sauce : Tomat paste, MR-300, salt, water Washing I Filling & weighing Pre cooking Checking (suhu & brix) Place for draining Lid saucing Checking seaming Can washing Sterilization Receiving cooling Master carton incubation Checking Packing & labelling Storing Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 141 Lampiran 5. Alur Proses Produksi Surimi PT Maya Food Industries Penerimaan Bahan Baku Ikan Penyiangan dan Pemotongan Kepala Pencucian Pemisahan daging dari tulang dan kulit Pembilasan Perbaikan tekstur Pengepresan Penambahananti denaturasi Pencetakan Pembekuan Pengemasan Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 142 Lampiran 6. Alur Proses Produksi Buah Kaleng PT Maya Food Industries Penerimaan Bahan Baku Ikan Penimbangan Bahan Baku Penyiangan dan Pengupasan Pencucian Pemotongan Pengisian dan Penimbangan Pengisian Medium Pre-Cooking Pasturizing Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 143 Lampiran 7. Alur Proses Produksi Tepung Ikan PT Maya Food Industries Penerimaan Bahan Baku Ikan Perebusan Pengepresan Pengeringan Pengemasan Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 144 Lampiran 8. Alur Proses Produksi Kerupuk Bawang PT Maya Food Industries Penerimaan Bahan Baku Pengadukan Pencetakaan Pengukusan Pendinginan Pemotongan Pengeringan Pengemasan Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 145 Lampiran 9. Sertifikat Halal PT Maya Food Industries Pekalongan Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 146 Lampiran 10. Sertifikat Good Manufacturing Practice dari PT Maya Food Industries Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 147 Lampiran 11. Sertifikat HACCP PT Maya Food Industries Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 148 Lampiran 12. Laporan Hasil Pengujian Produk Botan dari Departemen Perindustrian Sumber: PT Maya Food Industries (2007) 149 Lampiran 13. Foto-Foto Selama Penelitian pada PT Maya Food Industries Papan nama dari PT MFI Produk dari PT MFI Kantor Utama dari PT Maya Food Industries Drum Rotary Washer Mesin Pemasak Saus 150 Exhaust Box Mesin Retort Mesin Seamer Gudang produk akhir Bahan baku kaleng Sumber: Data Primer (2007) 151 Lampiran 14 Perhitungan dengan Diagram Pareto Diagram Pareto Penerapan MMT dalam PT Maya Food Industries 300 Skor 80 200 150 60 100 40 50 0 20 i ag b se an ry ka aw an a ur ng im ks a m al an d en n ga b k ai ak b um el o pt im al em rp ok as tas a ni e ya i aw t g i a gn a o h b n h y C a n d pa y an Da ur da m h la it K di i a s lu g b u it a be Q n an n a r a n a j a i r S ku ra ed n in e po rs it o K la e t n rip Ke ta sc a i d bu b em Jo p m te s i S i am Count Percent C um % ro nt lk an ks a il 60 20,8 20,8 (Sumber: Diolah dari data primer, 2007) ak ku 47 16,3 37,2 a ik n ti d ko u in nt 44 15,3 52,4 43 14,9 67,4 37 12,8 80,2 tin i gg ra sa na p 26 9,0 89,2 ra sa a r na 16 5,6 94,8 n in La ya 15 5,2 100,0 0 Percent 100 250