1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini permintaan dan kebutuhan konsumen mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan memiliki variasi yang semakin beragam, pasaran dibanjiri oleh berbagai produk dan jasa. Persaingan semakin ketat begitu pula pemakaian produk dan jasa semakin kritis, kondisi ekonomi, dan sosial juga semakin meningkat, yang berarti taraf hidup dan kebutuhan juga ikut meningkat. Untuk menghadapi persaingan ini perusahaan harus terus mengembangkan diri agar tetap bertahan dalam dunia usaha yang dijalani, agar tetap dapat mendapatkan keuntungan (laba). Menurut riset yang dilakukan AC Nielsen Indonesia, sebuah lembaga riset terkemuka di Indonesia, pada tahun 2003, studi atas responden di beberapa kota besar di Indonesia mencatat beberapa kecenderungan. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern, terutama untuk konsumen yang hidup di perkotaan. Penelitian lain mencatat bahwa industri retail termasuk yang paling dinamis perkembangannya di Indonesia. Secara agregat, sejak 1996 hingga 2001, industri ini masih dapat tumbuh rata - rata 15% per tahun. Padahal waktu itu, Indonesia sedang mengalami krisis yang cukup parah. Bisnis eceran di Indonesia memiliki peluang cukup besar untuk mendatangkan keuntungan. Hal tersebut berkaitan dengan makin tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia dibanding tahun - tahun sebelumnya. Di Jakarta saja banyak supermarket dan minimarket yang dibuka bahkan sangat merata di daerah manapun di Jakarta, dimanapun kita berada disuatu daerah di Jakarta pasti akan mudah menemukan supermarket dan 2 minimarket, contohnya saja seperti Alfamart dan Indomart, kedua toko tersebut sangatlah mudah untuk ditemukan di Jakarta. Dengan adanya hal tersebut dapat dilihat bahwa bukan hanya di Jakarta bisnis eceran ini sangat berkembang. Dan hal tersebut juga lah yang sangat mendorong menjamurnya swalayan swalayan di Indonesia khususnya di Jambi, dengan berbagai program dan strategi pemasaran. Beberapa swalayan mengarahkan target pasarnya pada segmen menengah ke atas dan yang lain menjangkau segmen menengah ke bawah. Seperti Mandala Swalayan, yang memulai usahanya dengan usaha kecil – kecilan yang kemudian terus berkembang hingga sekarang ini. Pada tahun 1976 dimulai dengan menyewa sebuah kios di Orient jalan Veteran Jambi dan ternyata usaha yang dibangun ini terus berkembang maka pada tahun 1979 dibukalah sebuah toko di jalan Dr. Wahidin Jambi, dengan berjalannya waktu dan perkembangan yang menunjukkan hasil maka kemudian pada tahun 1983 Mandala Swalayan melakukan perluasan lagi dengan membuka toko yang lebih besar dari semula yang terletak di jalan Husni Thamrin Jambi, sedangkan kios yang dibuka di jalan Orient ditutup karena tempat tersebut masih menyewa. Dengan keinginan yang sangat besar oleh pemiliknya untuk mencari lokasi yang menjadi milik pribadi hal tersebut tidaklah sia – sia, maka pada tahun 1991 Mandala Swalayan mendapatkan lokasi di jalan MR. Assaat No. 10 Jambi dan luas bangunannya adalah 555m2 . Dengan begitu toko – toko sebelumnya ditutup semuanya. Karena semakin lama semakin berkembang maka pada tahun 1995 diadakan perluasan hingga mencapai 3 lantai. Dalam menjalankan bisnisnya Mandala Swalayan menghadapi persaingan yang cukup ketat. Salah satu aset perusahaan dalam menghadapi persaingan adalah merek. Perusahaan menyadari pentingnya arti sebuah merek dalam membentuk citra perusahaan di masyarakat dan membedakannya dari pesaing. Karena itu, perusahaan ingin mengetahui 3 bagaimana tingkat ekuitas merek yang dimilikinya agar dapat mengelola bisnis jasanya dan melakukan perbaikan yang dianggap perlu. Kekuatan merek tidak dapat diabaikan karena merek dapat merupakan salah satu indikator keunggulan bersaing di pasar. Jika merek mampu mendapatkan tempat di hati konsumen, perusahaan akan dapat bertahan menghadapi persaingan, sedangkan yang lain akan tersisih dan menghilang. Merek yang kuat akan memiliki brand equity yang tinggi, yang mana memiliki kesadaran merek yang tinggi, asosiasi merek yang kuat, presepsi kualitas yang positif, dan loyalitas merek tinggi. Ekuitas merek yang kuat akan mampu menarik konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan, sehingga upaya untuk mengembangkan dan merebut pangsa pasar akan lebih mudah dicapai. Merek merupakan aset utama perusahaan yang bertahan lebih lama dari produk atau fasilitas tertentu dari perusahaan. Karena itu, sebuah merek harus secara cermat dikelola sehingga ekuitasnya tidak terdepresiasi atau menurun. Ini membutuhkan upaya menjaga dan meningkatkan kesadaran merek, kualitas, dan fungsi yang dipersepsikan, dan asosiasi positif. Di sisi lain perilaku konsumen pun akan selalu mengalami perubahan – perubahan sejalan dengan kebutuhan yang semakin meningkat dan variasi produk atau jasa yang semakin kompleks. Oleh karena itu munculah swalayan - swalayan di berbagai daerah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beraneka ragam tersebut. Suatu perusahaan harus sadar bahwa salah satu aset untuk mencapai tujuan adalah merek produk dan jasa, kualitas produk, dan jasa merupakan standar yang dapat dengan mudah dan cepat ditiru dan dimiliki oleh siapapun. Sementara satu – satunya atribut yang sulit ditiru adalah merek yang kuat yang memberikan pedoman, jaminan, keyakinan, dan harapan kepada pelanggan bahwa dia akan terpuaskan. 4 Pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu, hal tersebut merupakan ekuitas merek. Pengukuran brand equity tidak lepas dari lima dimensi ekuitas merek yaitu : kesadaran (brand awareness), asosiasi (brand assosiation) yang dapat menciptakan citra merek (brand image), persepsi kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty), dan perilaku pasar (market behaviour), konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Mengingat pentingnya merek, maka penulis mengadakan penelitian untuk menganalisis bagaimana tingkat ekuitas merek dari Mandala Swalayan melalui 5 kategori, yaitu: Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek, dan Perilaku Pasar. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana tingkat kesadaran merek (brand awarness) Mandala Swalayan di benak konsumen ? 2. Apa saja hal – hal yang membentuk citra merek (brand image) Mandala Swalayan ? 3. Bagaimana tingkat loyalitas konsumen Mandala Swalayan ? 4. Bagaimana presepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan Mandala Swalayan ? 5. Apakah perilaku pasar Mandala Swalayan mengalami peningkatan atau penurunan ? 5 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran merek Mandala Swalayan di benak konsumen. 2. Untuk mengetahui asosiasi - asosiasi yang membentuk citra merek Mandala Swalayan. 3. Untuk mengetahui tingkat loyalitas konsumen Mandala Swalayan. 4. Untuk mengetahui presepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan Mandala Swalayan. 5. Untuk mengetahui peningkatan atau penurunan perilaku pasar Mandala Swalayan. 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi perusahaan: 1. Sebagai bahan referensi bagi perusahaan tentang pentingnya brand equity bagi Mandala Swalayan. 2. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam mengelola ekuitas merek Mandala Swalayan yang meliputi kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek, dan perilaku pasar untuk memperkuat keunggulan kompetitif dalam berbisnis. 3. Dapat mengetahui bagaimana nilai sikap dan perilaku dari konsumennya agar dapat melakukan perbaikan yang diperlukan di Swalayan Mandala, agar dapat menghasilkan layanan terbaik dan memenuhi harapan konsumen. b. Bagi penulis: 1. Mengetahui pentingnya brand equity bagi sebuah swalayan. 2. Mengetahui nilai sikap dan perilaku konsumen. 6 3. Mengetahui implikasi brand equity terhadap perilaku konsumen. 4. Mengaplikasikan teori yang pernah diterima selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan. c. Bagi pembaca: 1. Sumber informasi dan wawasan bagi pembaca mengenai hal - hal yang berkaitan dengan brand equity dan perilaku konsumen. 2. Sebagai acuan bagi peneliti lain.