Sunarsip/ 6/28/2008 “Hegde Funds” dan Krisis Keuangan Global∗ Oleh Sunarsip Ekonom Kepala The Indonesia Economic Intelligence Baru-baru ini, Badan Pengawas Bursa Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) diberitakan telah melakukan investigasi terhadap transaksi minyak mentah dan komoditas pangan di bursa berjangka yang dalam satu tahun terakhir ini harganya mengalami lonjakan. Investigasi tersebut dilakukan terhadap aktivitas pembelian, transportasi, penyimpanan, perdagangan minyak, serta hal-hal lain yang terkait dengan transaksi kontrak berjangka minyak. Hasilnya, CFTC menemukan adanya manipulasi di pasar minyak di AS yang menyebabkan harga melonjak. Sementara itu, terkait dengan laporan CFTC tersebut, mantan Gubernur Bank Sentral AS, Alan Greenspan mengatakan bahwa sekitar US$10 dari setiap harga minyak yang tercatat sekarang adalah memang karena ulah spekulan. Salah satu objek investigasi yang dilakukan CFTC adalah termasuk juga para manajer hedge fund. Hedge funds diduga telah melakukan spekulasi sehingga harga minyak melonjak. Dan hasilnya, kini para manajer hedge fund membatasi diri bertransaksi kontrak minyak. Perkembangan Hedge Funds Cerita tentang sepak terjang dibalik krisis keuangan global, bukanlah cerita baru. Pada tahun 1992, George Soros melalui Quantum Funds-nya membuat berita besar ketika dia melakukan pertaruhan besar bahwa Pounsterling mengalami overvalued dan dirinya menang. Kemudian, aksi Soros kembali dituding oleh PM Malaysia Mahathir Muhammad sebagai aktor dibalik krisis mata uang di Asia Tenggara pada tahun 1997/1998. Dan kini, aksi hedge funds ini juga diduga sebagai salah satu aktor dibalik krisis keuangan dan bursa komoditas global. Meski banyak mendapatkan tudingan miring atas sepak terjangnya, hedge funds tetap banyak diminati para kapitalis sebagai instrumen investasi. Bahkan, sebuah riset menunjukkan bahwa kaum kapitalis petrodollars dan juga bank-bank sentral di Asia ikut menanamkan investasinya melalui hedge funds. Sehingga, tidak mengherankan bila pertumbuhan hedge funds terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada saat ini terdapat lebih dari 9.000 hedge funds yang beroperasi di seluruh dunia dan mengelola asset investasi (assets under management/AuM) sekitar US$2 triliun. Statistik ini meningkat tajam bila dibandingkan pada tahun 1998 yang pada saat ini jumlah hedge funds baru sekitar 3.000 perusahaan. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan AuM hedge funds ini mengalami peningkatan sebanyak tiga kali lipat sejak tahun 2000 dan mencapai sekitar US$1,5 triliun pada tahun 2006 dan pada akhir 2007 diperkirakan sekitar US$2 triliun. Pertumbuhan hedge funds ini merupakan tercepat di sektor keuangan global. Hedge funds sesungguhnya mirip dengan reksa dana (mutual funds). Bedanya, hedge funds mampu menciptakan high return dalam segala situasi, tidak perduli apakah pasar sedang bagus (bullish) atau sedang jatuh (bearish). Ini berbeda dengan reksadana, dimana perolehan keuntungan reksa dana sangat tergantung pada kinerja harga saham, obligasi yang menjadi sarana investasi mereka. Sebagai contoh, ketika pasar keuangan sedang bearish akibat berbagai krisis/skandal seperti internet bubble di era 1990-an akhir, Enron, dan lainlain, investasi hedge funds tetap mampu memberikan return tinggi. Inilah yang menjadi daya tarik sehingga hedge funds mengalami tumbuh pesat. ∗ Dimuat Republika, Sabtu, 28 Juni 2008 -1- Sunarsip/ 6/28/2008 Risiko Hedge Funds Tuduhan bahwa hedge funds berada dibalik serangkaian krisis keuangan memang masuk akal. Setidaknya, ini dapat ditengarahi dari pola investasi yang dijalankan para manajer hegde funds yang memang berisiko tinggi. Hedge funds memiliki risiko yang bersifat sistemik (systemic risks). Artinya, bila aktivitas investasi hedge funds mengalami kegagalan, bukan hanya investor hedge funds yang bakal merugi, namun lembaga keuangan lainnya juga berpotensi merugi sehingga berdampak sistemik bagi sistem keuangan secara keseluruhan. Banyak kasus kerugian besar yang dialami hedge funds akhirnya menimbulkan krisis sistemik terhadap pasar keuangan. Salah satu contohnya adalah apa yang dialami oleh Long Term Capital Management (LTCM). Pada tahun 1998, LTCM mengalami kerugian besar akibat krisis keuangan di Rusia. Implikasi kerugian yang dialami LTCM ini pun berdampak luas. Dua bank Swiss, yakni UBS dan Credit Suisse yang memiliki keterlibatan dengan LTCM, mengalami rugi besar. Karena tidak ingin menimbulkan risiko sistemik yang lebih besar lagi, bank sentral New York kemudian mengumpulkan dana sekitar US$3,6 miliar yang berasal dari sejumlah bank besar, seperti Travelers Group, Bankers Trust, Barclays, Chase, Merril Lynch, Goldman Sachs, dan elite institusi keuangan lainnya untuk mem-bail out LTCM. Tetapi, akibat kerugian yang tidak dapat diatasi, pada tahun 1999, LTCM akhirnya dinyatakan nyaris bangkrut. Ketika krisis subprime mortgage terjadi pada pertengahan 2007 yang berdampak pada volatilitas yang tinggi terhadap pasar ekuitas dan utang di AS dan global telah menyebabkan sejumlah hedge funds besar mengalami kerugian besar. Bahkan, banyak hedge funds skala kecil dan menengah harus tutup karena bangkrut. Beberapa hedge funds sekala kecil menengah yang tutup akibat krisis subprime mortgage adalah Braddock Financial Corporation (dengan AuM sekitar US$300 juta), United Capital Asset Management (sekitar US$500 juta), Caliber Global Investment (US$908 juta), dan Queen’s Walk Investments (sekitar 400 juta). Sama dengan kejadian yang terjadi pada tahun 1998, akibat krisis kerugian yang dialami hedge funds dan krisis subprime mortgage saat ini, sejumlah lembaga keuangan terkemuka di dunia juga mengalami kerugian besar. Situasi ini akhirnya mengubah peta kepemilikan lembaga keuangan internasional tersebut. Kini, banyak lembaga keuangan di AS yang dikuasai oleh investor dari Singapura, China, dan Timur Tengah. Catatan Akhir Berdasarkan berbagai analisis di atas, secara tidak langsung hedge funds memang dapat dituding sebagai salah satu aktor dibalik krisis keuangan global yang terjadi saat ini. Ini mengingat, pola investasi hedge funds memang berisiko tinggi, meski memberikan keuntungan yang tinggi pula (high return, high risks). Oleh karena itu, keberadaan hedge funds memang patut diwaspadai, meski tidak harus ditakutkan. Dalam konteks Indonesia, peran hedge funds sesungguhnya belum terlalu menonjol dalam sistem keuangan kita. Kebanyakan para pemilik modal kita masih bermain dalam instrumen tradisional, meski investasi melalui instrumen derivatif sudah mulai berkembang. Sehingga, tidak menutup kemungkinan hedge funds akan tumbuh pesat di Indonesia di masa mendatang. Terlebih lagi, melihat tren yang ada sekarang, meskipun AS masih merupakan pusat investasi hedge funds, namun dalam beberapa tahun terakhir ini penyebarannya keluar AS sudah semakin pesat. Oleh karenanya, bagi Indonesia perlu menyiapkan diri untuk mengantisipasi perkembangan ini. Misalnya, dengan menyiapkan berbagai regulasi agar hedge funds tidak -2- Sunarsip/ 6/28/2008 mengarah pada berkembangnya aksi spekulasi liar sehingga tidak membahayakan stabilitas sistem keuangan kita, sekaligus juga memberikan kenyamanan bagi investor yang ingin berinvestasi melalui hedge funds. Sebab bagaimana pun, hedge funds juga dapat diarahkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan investasi, sepanjang diarahkan secara tepat.*** -3-