BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memaparkan teori – teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Yakni mengenai Skizofrenia. Pembahasan mengenai Skizofrenia meliputi pengertian Skizofrenia, Subtipe Skizofrenia, Episode-episode Skizofrenia, Ciri-ciri penderita Skizofrenia, Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan Skizofrenia, dan Penegakan diagnosis penderita Skizofrenia. Pembahasan mengenai penelitian-penelitian tentang Skizofrenia terdahulu yang dilakukan oleh peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. 2.1. SKIZOFRENIA Sebuah studi yang dilaporkan jurnal Science Nature (dalam Nurlaila, 2011), masyarakat kota lebih rentan terhadap gangguan mental dibandingkan mereka yang tinggal di desa atau kota yang lebih kecil. Seperti dilansir dari The Huffington Post (dalam Nurlaila, 2011), psikiater Andreas Mayer Lidenberg yang juga seorang kolabolator dari Institut Kesehatan Mental dan Fakultas Kedokteran Universitas Heidelberg Jerman, telah meneliti 32 responden dari kota besar, kota kecil, dan desa. Dia meminta para responden untuk mengerjakan masalah aritmatika sulit, sekaligus meneliti kerja otak mereka. Pada penelitiannya ditemukan bahwa otak responden yang tinggal di kota besar menunjukan aktivitas lebih besar dalam amigdala, yaitu bagian dari otak yang sangat aktif pada orang 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dengan kecemasan berlebih. Dia juga menemukan bahwa mereka yang dibesarkan disebuah kota, menunjukan aktivitas di perigenual anterior cingulate cortex (pACC), sebuah bagian otak yang terlibat dalam beberapa penelitian tentang Skizofrenia. Hasil studi awal mendorongnya untuk melakukan studi lebih lanjut, kali ini dengan isyarat visual dari ilmuwan yang mengerutkan kening mereka ketika mereka menyelesaikan masalah aritmatika. Sekali lagi, mereka menemukan respon stress yang lebih besar dibandingkan mereka yang tinggal jauh dari kota. Menurutnya, gen terkuat yang terkait dengan Skizofrenia pun hanya meningkatkan 20 % resiko gangguan. Akan tetapi, penyakit ini dua kali lebih beresiko pada orang yang tinggal di kota. Semakin besar sebuah kota, semakin tinggi resiko terkena gangguan. Namun, jumlah responden yang terlalu kecil tidak dapat mewakili sebuah kesimpulan yang meyakinkan. Karenanya, tim peneliti berencana untuk melakukan penelitian serupa dalam populasi masyarakat yang lebih besar. Hal ini dilakukan untuk memetakan hubungan antara isolasi sosial dengan gangguan mental. Sementara itu, para peneliti telah lama mencari hubungan antara gangguan mental dengan kekisruhan kehidupan kota. Tekanan hidup di kota pun terbukti dapat mengakibatkan gangguan mental pada masyarakat yang tinggal di dalamnya. Berdasarkan hasil penelitian Mahasiswa Psikologi Universitas Diponegoro Semarang yang dilakukan oleh Ambari pada tahun 2010 dalam sebuah skripsinya yang berjudul Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan di Rumah Sakit, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien Skizofrenia pasca perawatan di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Semakin tinggi dukungan keluarga, maka semakin tinggi pula keberfungsian sosial pasien. Sebaliknya semakin rendah dukungan keluarga, semakin rendah pula keberfungsian sosial pasien Skizofrenia pasca perawatan di Rumah Sakit. Barrowclough dan Tarrier (dalam Ambari, 2010), penelitiannya menemukan bahwa pasien Skizofrenia pasca perawatan yang tinggal bersama keluarga dengan Expressed Emotion yang tinggi menunjukkan keberfungsian sosial yang rendah. Sebaliknya, pasien Skizofrenia pasca perawatan tinggal bersama keluarga dengan Expressed Emotion yang rendah menunjukkan keberfungsian sosial yang tinggi. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh tokoh di atas menunjukkan bahwa untuk meningkatkan dan mengembalikan keberfungsian sosial pasien Skizofrenia pasca perawatan diperlukan sikap keluarga yang turut terlibat langsung dalam penanganan, menjauhi tindakan bermusuhan, Expressed Emotion yang rendah, kehangatan dan sedikit memberikan kritik. Penelitian tersebut menggambarkan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial pasien Skizofrenia pasca perawatan di Rumah Sakit adalah dengan dukungan keluarga. Dukungan moral yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang dihadapi. Seseorang dengan dukungan moral yang tinggi akan lebih berhasil dalam menghadapi dan mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan (Taylor dalam 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Ambari, 2010). Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari Commission on the Family pada tahun 1998 (dalam Ambari, 2010), bahwa dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan. Tanpa dukungan keluarga, pasien akan sulit sembuh, mengalami pemburukan dan sulit untuk bersosialisasi. Lingkungan sosial individu berperan dalam memulihkan dan memfasilitasi pasien skizofrenia pasca perawatan mencapai taraf keberfungsian yang baik untuk jangka panjang. Sedangkan lingkungan keluarga berperan dalam merawat dan meningkatkan keyakinan pasien akan kesembuhan dirinya dari skizofrenia sehingga pasien mempunyai motivasi dalam proses penyembuhan dan rehabilitasi diri, karena suasana di dalam keluarga yang mendukung akan menciptakan perasaan positif dan berarti bagi pasien itu sendiri (Wiramihardja, 2005). 2.2. PENGERTIAN SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk (Kaplan dan Sadock dalam Setiyono, 2008). Skizofrenia adalah gangguan psikotis yang ditandai oleh munculnya delusi, halusinasi, ketidakteraturan, dan cara bicara yang tidak koheren, perilaku yang tidak sesuai, dan gangguan kognitif 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ (Wade, 2007). Gejalanya dibagi menjadi dua kelompok yaitu primer yang meliputi perubahan proses pikir, gangguan emosi, dan kemauan. Sedangkan gejala sekunder meliputi waham, halusinasi, gejala katatonik. Gejala sekunder merupakan manifestasi untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu simplex, hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim dalam Setiyono, 2008). Dari beberapa jenis skizofrenia diatas, terdapat skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai oleh keasyikan pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock dalam Setiyono, 2008). Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis dalam Setiyono, 2008). Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal usia dua puluhan. Pria sering mengalaminya lebih awal daripada wanita. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe (Davison, 2004) yaitu (1) Skizofrenia paranoid seperti curiga, bermusuhan, dsb; (2) Skizofrenia katatonik seperti patung, tidak makan, tidak minum, dsb; (3) Skizofrenia tidak terorganisasi seperti perilaku kacau,pembicaraan tidak koheren, halusinasi, afek datar / tidak sesuai. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bleuler dalam Nevid (2003) meyakini bahwa Skizofrenia dapat dikenali berdasarkan empat ciri atau simptom primer. Biasa disebut dengan empat A : 1) Asosiasi. Hubungan antara pikiran-pikiran menjadi terganggu. Jenis gangguan ini disebut “gangguan pikiran (thought disorder)” atau “asosiasi longgar (looseness of association)”. Asosiasi longgar berarti ide saling terangkai dengan sedikit atau tanpa hubungan antara hal tersebut dan nampaknya pembicara tidak menyadari ketiadaan hubungan tersebut. Pembicaraan orang tersebut bagi orang lain tampak seperti melantur dan membinggungkan. 2) Afek. Respons emosional, menjadi datar atau tidak sesuai. Individu mungkin menunjukkan hilangnya respons terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan, atau tertawa terbahak-bahak setelah mendengar anggota keluarga atau teman meninggal dunia. 3) Ambivalensi. Orang yang menderita Skizofrenia memiliki perasaan ambivalen atau konflik terhadap orang lain, seperti mencintai dan membenci mereka pada saat yang sama. 4) Autisme. Istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak terikat oleh prinsip-prinsip logika. 2.3. GEJALA-GEJALA SKIZOFRENIA Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Pikiran, perasaan dan perbuatan yang paling intim / mendalam sering terasa diketahui oleh orang lain, dan waham-waham dapat timbul, yang 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menjelaskan bahwa kekuatan alami dan supranatural sedang bekerja mempengaruhi pikiran dan perbuatan penderita dengan cara-cara yang sering tidak masuk akal. Individu mungkin menganggap dirinya sebagai pusat segalanya yang terjadi. Halusinasi, terutama auditorik, biasa dijumpai dan mungkin memberi komentar tentang perilaku dan pikiran individu penderita. Indikator preskizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang atau berputar-putar. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin ( World Health Organization, 1993 ). Menurut Janice Clack (dalam Arif, 2007) klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai Halusinasi dan Delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain : (1) Tahap Comforting, Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman; (2) Tahap Condeming, Timbul kecemasan, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang klien rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri; 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ (3) Tahap Controling, Timbul kecemasan berat, klien berusaha melawan suara yang timbul tetapi suara tersebut terus-menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih; (4) Tahap Conquering, Klien merasa panik , suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku bunuh diri. Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren. Tidak semua orang yang memiliki indikator pra-sakit pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obatobatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol atau bahkan mentelantarkannya yang justru bisa menyulitkan penyembuhan (Fadhli, 2010). Gejala skizofrenia lainnya yaitu persepsi sering terganggu secara lain pula: warna-warna atau suara-suara berubah menjadi amat intensif atau berubah dalam kualitasnya, dan gambaran yang tidak relevan mengenai benda atau hal yang biasa (sehari-hari) dapat tampak menjadi lebih penting daripada objek atau situasi keseluruhannya. Kebingungan juga lazim pada awal penyakit dan sering mengakibatkan keyakinan bahwa situasi sehari-hari itu benar memiliki suatu makna khusus, biasanya bernada seram atau mengancam, yang ditujukan secara khas pada individu tersebut (World Health Organization, 1993). Episode-episode Skizofrenia (Davidson, 2004) antara lain: (1) Fase Prodromal yaitu fase penurunan. Ditandai dengan berkurangnya minat dalam aktivitas sosial, kesulitan memenuhi tanggung jawab, kurang peduli penampilan, perilaku aneh, penurunan performa kerja / tugas sekolah, melantur. (2) Fase Akut yaitu perilaku menjadi semakin aneh. Ditandai dengan menimbun makanan, sampah, bicara sendiri, halusinasi, dan waham. (3) Fase Residual yaitu perilaku kembali pada tingkat sebelumnya. Ditandai dengan perasaan apatis, kesulitan berpikir, kesulitan berbicara jelas, dan menyimpan ide yang tidak biasa. 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gejala-gejala tersebut dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama (World Health Organization, 1993), antara lain: (a) Thought echo isi pikiran dirinya yang berulang atau berguna dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walau isinya sama namun kualitasnya berbeda, thought insertion atau withdrawal isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam pikirannya oleh sesuatu dari luar dirinya, thought broadcasting isi pikirannya keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; (b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence) atau “passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional; (c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh; (d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya di anggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain); (e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang / melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over- 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus; (f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (inter-polasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; (g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor; (h) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat masa bodo (apatisme) pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; (i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial. 2.4. PENYEBAB SKIZOFRENIA Faktor-faktor pemicu atau penyebab kambuh / masuk opname antara lain : 50 % disebabkan kurang perhatian keluarga sehingga secara psikologis pasien merasa dibedakan atau diasingkan, kurang perhatian keluarga sehingga berprasangka yang aneh-aneh sampai timbul halusinasi macam-macam, curiga, rasa benci pada keluarganya, jalan pintas mencari kepuasan sendiri / keluyuran 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ (lingkungan rumah tidak harmonis). 50 % biasanya dampak dari hal tersebut diatas sehingga obat jadi tidak diminum atau tidak teratur, terkadang minum, terkadang tidak. Hal ini pemicu / pencetus kegelisahan marah-marah, tidak bisa tidur, timbul halusinasi. Jalan paling mudah biasanya keluarga membawa ke Panti Rehabilitasi Mental (Rudyanto, 2007). Penyebab menunjukkan skizofrenia bahwa telah genetika, menjadi perkembangan banyak perdebatan. Studi janin, lingkungan awal, neurobiologi dan proses psikologis dan sosial merupakan faktor penyumbang penting. Meskipun tidak ada penyebab umum dari skizofrenia telah diidentifikasi dalam semua individu didiagnosis dengan kondisi, saat ini banyak peneliti dan dokter percaya hasil dari kombinasi keduanya kerentanan otak (keturunan) dan peristiwa kehidupan. Skizofrenia paling sering pertama kali didiagnosis selama masa remaja akhir atau dewasa awal, yang menunjukkan bahwa seringkali proses akhir masa kanak-kanak dan perkembangan remaja (Wicaksana, 2008). Sudut Pandang Biologis Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun, sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya skizofrenia. Penelitian pada beberapa dekade terakhir mengindikasikan peran patofisiologis dari area tertentu di otak; termasuk sistem limbik, korteks frontal dan ganglia basalis. Kemungkinan dari abnormalitas otak ini salah satunya adalah terjadinya kerusakan pada proses kelahiran atau pada saat 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ kelahiran bayi. Banyak penelitian menunjukkan tingkatan yang tinggi pada individu yang mengalami gangguan skizofrenia bahwa mereka mengalami komplikasi pada saat proses kelahiran mereka. Komplikasi tersebut mungkin menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke otak sehingga mengakibatkan hilangnya kortikal abu-abu. Kemungkinan lainnya adalah adanya virus yang menyerang otak dan merusak otak pada saat perkembangan janin dalam kandungan (Wicaksana, 2008). Sudut Pandang Psikososial 1. Teori tentang Individu Pasien Teori Psikoanalitik Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego deficit) memberikan kontribusi terhadap munculnya simtom skizofrenia. Sedangkan menurut Sullivan, gangguan skizofrenia disebabkan karena kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan pola pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan. Secara umum, dalam pandangan ini, gangguan terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara ibu dan anak bayi (Wicaksana, 2008). 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Teori Psikodinamik Pandangan psikodinamik lebih mementingkan hambatan dalam membatasi stimulus yang bisa menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Simptom positif diasosiakan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu dan memiliki kaitan yang erat dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis dan memiliki karakteristik tidak berfungsinya perilaku tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar (Wicaksana, 2008). Teori Belajar Menurut teori ini, anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang tidak rasional dengan mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa kanak-kanak mereka belajar dari model yang buruk (Wicaksana, 2008). 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Teori tentang keluarga Beberapa pasien skizofrenia, berasal dari keluarga yang disfungsi. Selain itu, perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stress emosional pada pasien skizofrenia. Perilaku keluarga yang patologis (Wicaksana, 2008)., antara lain: Double-Bind Keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua yang berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Schisms and Skewed Families Pada pola keluarga schisms, terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua. Sehingga salah satu orangtua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, hubungan skewed melibatkan perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang tua. Ekspresi Emosi Banyak penelitian yang menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dapat meningkatkan kekambuhan pada pasien skizofrenia. 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3. Teori Sosial Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Selain itu, persentase paling tinggi pasien skizofrenia ditemukan pada penduduk yang tinggal di tengah kota dan berada pada kelas sosial ekonomi rendah (Wicaksana, 2008). The Sociogenic Hypotesis Stressor dikaitkan dengan keberadaan pada kelas sosial ekonomi yang rendah dapat mengakibatkan atau memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia. Perilaku yang berbeda yang diterima individu dari orang lain, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya penghargaan dan kesempatan, menjadikan semua hal tersebut menjadi pengalaman yang stresful dan dapat mengakibatkan individu, yang telah memiliki predisposisi skozofrenia, mengembangkan skizofrenia. Social-selection Theory Selama berkembangnya psikosis, individu dengan skizofrenia dapat tersingkir ke daerah miskin yang tersisihkan dari kota. Berkembangnya permasalahan pada kognitif dan emosional, mengakibatkan lumpuhnya kemampuan individu tersebut agar dapat hidup ditempat lain. Atau mereka memilih untuk tinggal di suatu area dimana terdapat sedikit tekanan sosial yang mereka terima dan mereka dapat melarikan diri dari hubungan sosial yang intens. 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5. PENEGAKAN DIAGNOSA SKIZOFRENIA Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada sedikitnya satu gejala tersebut diatas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut diatas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu enam bulan atau lebih (World Health Organization, 1993). 2.6. KONDISI PSIKOLOGIS PENDERITA SKIZOFRENIA Penderita skizofrenia memiliki delusi yang ganjil seperti meyakini bahwa anjing merupakan makhluk luar angkasa yang menyamar sebagai hewan peliharaan. Penderita skizofrenia juga memiliki delusi identitas, meyakini bahwa mereka adalah orang-orang terkenal. Penderita skizofrenia juga memiliki halusinasi, berupa pengalaman sensorik yang palsu, namun terasa sangat nyata. Sejauh ini, halusinasi yang umum terjadi pada para penderita skizofrenia adalah mendengar suara-suara. Beberapa penderita menjadi sangat tersiksa oleh suarasuara tersebut, sehingga mereka berusaha bunuh diri untuk menghindari suarasuara yang memaki dirinya atau menyuruhnya untuk melakukan sesuatu (Wade, 2007). Kondisi Psikologis disajikan dalam simptom-simptom utama skizofrenia (Davison, 2004) antara lain: 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1. Simptom Positif Delusi, yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan simptom-simptom positif yang umum pada skizofrenia. Tidak diragukan bahwa pada suatu saat kita semua pernah merasa khawatir karena kita yakin bahwa orang lain berpikir buruk tentang diri kita. Meskipun waham terjadi pada lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun juga terjadi dikalangan pasien dengan berbagai diagnosis lain, terutama, mania, depresi delusional, dan gangguan waham. Halusinasi, Para pasien skizofrenia sering kali menuturkan bahwa dunia tampak berbeda dalam satu atau lain cara bahkan tidak nyata bagi mereka. Distorsi persepsi yang paling dramatis adalah halusinasi, yaitu suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Yang paling sering terjadi adalah halusinasi auditori, bukan visual. Beberapa halusinasi dianggap sangat penting secara diagnostik karena lebih sering terjadi pada para pasien skizofrenia dibanding para pasien psikotik lainnya. Seperti halnya waham, halusinasi dapat menjadi pengalaman yang sangat menakutkan. 2. Simptom Negatif Avolition, merupakan kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin. Pasien jadi tidak tertarik untuk berdandan dan menjaga kebersihan diri, dengan rambut yang tidak tersisir, kuku kotor, gigi yang tidak disikat, dan pakaian yang berantakan. Mereka mengalami kesulitan untuk tekun melakukan aktivitas sehari-hari dalam pekerjaan, sekolah, dan rumah 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ tangga dan dapat menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan dudukduduk tanpa melakukan apapun. Alogia, merupakan suatu gangguan pikiran negatif, alogia dapat terwujud dalam beberapa bentuk. Dalam miskin percakapan, jumlah total percakapan sangat jauh berkurang. Dalam miskin isi percakapan, jumlah percakapan memadai, namun hanya mengandung sedikit informasi dan cenderung membingungkan serta diulang-ulang. Anhedonia, Ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan. Ini tercermin dalam berkurangnya minat dalam berbagai aktivitas rekreasional, gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain, dan kurangnya minat dalam hubungan seks. Pasien sadar akan simptom-simptom ini dan menuturkan bahwa apa yang biasanya dianggap aktivitas yang menyenangkan tidaklah demikian bagi mereka. Afek Datar, Pada pasien yang memiliki afek datar hampir tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respons emosional. Pasien menatap dengan pandangan kosong, otot-otot wajah kendur, dan mata mereka tidak hidup. Ketika diajak bicara, pasien menjawab dengan suara datar dan tanpa nada. Asosialitas, beberapa pasien skizofrenia mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial. Mereka hanya memiliki sedikit teman, keterampilan sosial yang rendah, dan sangat kurang berminat untuk berkumpul bersama orang lain. 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3. Simptom Disorganisasi Disorganisasi Pembicaraan, dikenal juga sebagai gangguan berpikir formal, disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasikan berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar dapat memahami. Bicara juga dapat terganggu karena suatu hal yang disebut asosiasi longgar, dalam hal ini pasien dapat lebih berhasil dalam berkomunikasi dengan seorang pendengar namun mengalami kesulitan untuk tetap pada satu topik. Perilaku Aneh, terwujud dalam banyak bentuk. Pasien dapat meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah laku seperti anak-anak atau dengan gaya yang konyol, menyimpan makanan, mengumpulkan sampah, atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas. Mereka tampak kehilangan kemampuan untuk mengatur perilaku mereka dan menyesuaikannya dengan berbagai standar masyarakat. Mereka juga mengalami kesulitan melakukan tugas-tugas sehari-hari dalam hidup. 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/ KERANGKA PEMIKIRAN NORMAL PENCETUS Kejadian hidup yang traumatik dan menimbulkan stress expressed emotion yang tinggi (kritik, sikap bermusuhan, intrusi keluarga) kadang-kadang tidak ada pemicu yang jelas Pengaruh Biologis Kecenderungan yang diwarisi (banyak gen) untuk mengembangkan penyakit. Komplikasi prenatal / persalinan, infeksi viral selama kehamilan atau kecelakan dalam proses persalinan mempengaruhi sel-sel otak anak. Kimiawi otak (abnormalitas pada sistem dopamin dan glutama) struktur otak (ventrikel yang membesar) Pengaruh Sosial Lingkungan (pengalaman keluarga pada usia dini) dapat memicu onset. budaya mempengaruhi interpretasi tentang penyakit / gejalanya (halusinasi, delusi) GEJALA 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pengaruh Emosional dan Kognitif Gaya interaksi yang terlalu banyak mengandung kritik, sikap bermusuhan, dan keterlibatan emosional yang berlebihan dapat memicu kekambuhan. Manifestasi aktif dari perilaku abnormal. Kurang / tidak memiliki ekspresi emosi. Kurang / tidak memiliki inisiatif. Relatif tidak / kurang memiliki pembicaraan, baik di lihatdari jumlah maupun isinya. GEJALA PEMBICARAAN YANG TERDISORGANISASI Melompat dari satu topic ke topik lainnya. Pembicaraannya tidak logis (memberi jawaban yang menyimpang dari pertanyaan). Berbicara dengan kata-kata atau kalimat yang tidak dimengerti. HALUSINASI Kejadian-kejadian sensorik yang tidak berdasarkan kejadian eksternal apapun (mendengar suara, melihat orang yang sudah meninggal). Banyak yang memiliki halusinasi pendengaran. DELUSI Keyakinan yang tidak realitis dan ganjil yang tidak dimiliki oleh orang-orang lain di budayanya. Bisa berupa delusi kebesaran atau delusi persekusi MENARIK DIRI Kurang /tidak memiliki respons emosional. Minat yang sangat terbatas terhadap aktivitas sehari-hari. Respons yang lambat atau pendek didalam percakapan. Kehilangan perasaan senang dalam kegiatan yang menyenangkan (makan, sosialisasi, seks). SKIZOFRENIA 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ MASALAH-MASALAH PERILAKU Bergerak dengan gaduh. Imobilitas katatonik. Mempertahankan sikap tubuh pada posisi yang sama ketika orang lain berusaha menggerakannya. Cara berpakaian tidak pas dengan situasinya. Afek yang tidak pas. Tidak mempedulikan kebersihan pribadi. 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/