IMPLEMENTASI e-GOVERNMENT, SEBUAH HARAPAN PENUH TANTANGAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA J. Surat Djumadal Badan Informasi Daerah (BID) Prov. DIY Kepatihan Danurejan Yogyakarta 55213 suratdjumadal @yahoo.com.sg [email protected] Abstraksi Implementasi e-Government dikatakan sebuah harapan yang sangat menjanjikan karena dengan mengimplementasikan e-Government dapat diperoleh beberapa keuntungan di antaranya semua pekerjaan tentang kepemerintahan dapat dijalankan dengan lebih cepat, akurat, transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Namun demikian untuk dapat mengimplementasikan e-Government dengan baik, benar, dan konsiten sesuai dengan yang diharapkan ternyata banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Tantangan dan kendala tersebut baik datang dari dalam organisasi pemerintahan itu sendiri yang berupa tuntutan perubahan pola fikir aparatur pemerintah untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi maupun yang datang dari luar organisasi pemerintahan yang berupa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, banyaknya gangguan kejahatan digital yang dapat merusak sistem informasi dan komunikasi yang telah dikembangkan, dan kesiapan pengguna dan masyarakat yang sebagian besar masih merasa asing terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Kata Kunci: e-Government, teknologi informasi dan komunikasi, perubahan pola fikir. 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat pada dasa warsa terakhir ini telah banyak mempengaruhi perubahan proses kerja dari berbagai institusi baik yang dilakukan oleh institusi swasta maupun institusi publik yang telah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu proses kerja sehari-hari. Dengan mengimplementasikan egovrnment secara konsisten pada institusi publik ternyata menuntut berbagai perubahan seperti perubahan struktur organisasi, perubahan pola berfikir (mind set) sumberdaya manusia (SDM), dan perubahan standard operating procedure. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak terjadi peristiwa reformasi, telah mempunyai tekad untuk memperbaiki tingkat pelayanan publik sesuai dengan yang dikehendaki seluruh stakholders, atau yang biasa disebut dengan citizen centris. Tekad orientasi layanan tersebut dapat dilihat secara jelas pada pernyataan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dituangkan dalam visi yang intinya berbunyi: ”memantapkan pemerintah provinsi yang katalistik dan mendukung perwujudan masyarakat yang kompetitif” (Anonim, 2005). Untuk mewujudkan visi tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan yang berupa pembenahan birokrasi dengan pemantapan kelembagaan, penataan kepegawaian, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi melalui pelatihan transformasi birokrasi, penetapan persyaratan kualitas dan kompetensi pejabat, dan mengimplementasikan e-government (untuk di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga disebut Digital Government Services) yang merupakan bagian integral dari pengembangan Jogja Cyber Province (JCP). Adapun yang dimaksud dengan JCP adalah model provinsi yang melakukan transformasi layanan yang berorientasi pelanggan (masyarakat) dengan berbasis pada proses e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta bisnis, informasi, dan pengetahuan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai akselerator pembangunan wilayah provinsi yang berdaya saing, nyaman, mandiri, efisien, dan efektif (Anonim, 2005). 2. Implementasi DGS Telah kita ketahui bersama bahwa penggunaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi dalam melakukan proses bisnis pada suatu organisasi akan dapat diperoleh berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan pelaksanaan proses bisnis yang hanya dilakukan secara manual. Berbagai keunggulan tersebut antara lain lebih mudah pelaksanaannya, lebih cepat produknya, lebih akurat hasilnya, dan lebih transparan dan akuntabel prosesnya. Oleh karena itu sangatlah tepat apabila Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertekad untuk mengimplementasikan e-government dalam menjalankan roda pemerintahannya, bahkan sasaran yang lebih besar adalah mewujudkan JCP. Untuk mewujudkan JCP ternyata banyak pihak terkait yang mendukung program tersebut, yang dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok besar yang meliputi: pertama, kelompok perguruan tinggi, yang mempunyai tugas sebagai research and development pemanfaatan teknologi informasi dan sekaligus sebagai tempat untuk berkonsultasi para pengguna. Kedua, kelompok swasta, yang mempunyai tugas sebagai vendor perangkat keras, pengembang program aplikasi, penyedia sambungan internet/intranet (internet service provider), penyedia tempat pelatihan tentang teknologi informasi dan komunikasi, dan penyedia warung internet bahkan telah mengembangkan Jogja Internet Exching (JIX) dan perluasan BTS untuk komunikasi informasi melalui jaringan telephon seluler. Ketiga, kelompok masyarakat, yang mempunyai tugas untuk meningkatkan penetrasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi agar masyarakat mampu menggali berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan mereka dengan apa yang disebut Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). Keempat, adalah kelompok pemerintah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Untuk mendukung program JCP, tugas kelompok ini adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan apa yang disebut Digital Government Services (DGS). Kata DGS sebenarnya sama dengan eGovernment, yang diimplementasikan di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada awal mulanya mempunyai 6 (enam) program unggulan meliputi bidang pendidikan, bidang perindustrian dan perdagangan, bidang pertanian, bidang perikanan dan kelautan, bidang pariwisata, dan bidang perhubungan. Program unggulan ini dapat berkembang sesuai dengan kondisi dan kesiapan pengelola program unggulan yang diusulkan (Anonim, 2006). Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan DGS ini telah dibuat blueprint-nya pada tahun anggaran 2005 dan saat ini pada taraf implementasi. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mewujudkan DGS adalah semua Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) telah disambungkan dengan jaringan internet dan intranet, beberapa SKPD telah mengembangkan website dan program aplikasi pengelolaan database, setiap SKPD ada beberapa personil yang telah mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan ketrampilan dibidang teknologi informasi dan komunikasi. Bahkan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah tersedia sumberdaya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan sarjana teknik informatika, sarjana teknik elektro, dan atau sarjana ilmu komputer sebanyak 16 orang serta D3 teknik elektro, atau teknik informatika sebanyak 27 orang. Khusus untuk kelompok pemerintah, meskipun telah banyak dilakukan berbagai kegiatan, namun banyak dijumpai berbagai kendala dan hambatan sehingga masih banyak rencana kegiatan yang telah tercantum dalam Blueprint Jagja Cyber Province yang belum dapat direalisasikan sesuai dengan tata kala yang telah ditentukan. 3. Kendala Menurut Eko Prasojo (2007), peran teknologi informasi dan komunikasi dalam mencapai e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah hanya sebesar 20% dan yang 80% ditentukan oleh aspek-aspek yang berkaitan dengan kepemerintahan. Demikian pula untuk Pemerintah Prov. DIY, ternyata keberhasilan peningkatan layanan kepada masyarakat bukan ditentukan oleh teknologi informasi dan komunikasi namun ditentukan oleh aspekaspek yang berkaitan dengan kepemerintahan daerah. Adapun beberapa kendala dan hambatan dalam mengimplementasikan DGS adalah sebagai berikut: a. E-Leadership, masih banyak dijumpai para pemangku jabatan struktural yang belum memahami makna dari egovernment. Sebagai akibat dari kejadian semacam ini, banyak program implementasi e-government yang tidak mendapat dukungan secara penuh oleh para pejabat tersebut. b. Ego sektoral, pemerintah provinsi terdiri atas beberapa SKPD yang antara SKPD yang satu dengan SKPD yang lainnya dalam melaksanakan tugas sehari-hari harus saling mendukung/menunjang secara cross func-tion untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih besar yaitu pemerintah provinsi. Namun kenyataannya, masih banyak SKPD yang enggan untuk berbagi data/informasi dengan SKPD yang lainnya sehingga integrasi data/informasi antar SKPD tersebut tidak bisa diwujudkan. Jika integrasi data/informasi antar SKPD dapat diwujud-kan, maka akan memudahkan seorang pengelola SKPD untuk menganalisis data/informasi guna mendapatkan masukan untuk membuat suatu kebijakan. c. Resistensi menuju keterbukaan, kita ketahui bersama bahwa mengerjakan sesuatu kegiatan administrasi apabila dilakukan dengan peralatan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya yang terhubung dengan jaringan internet/intranet dapat ditelusuri oleh pihak-pihak yang berwenang. Tujuan dari pemanfaatan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut antara lain juga agar tugas yang dikerjakan oleh seorang aparatur pemerintah dapat berjalan secara transparan. Namun demikian masih banyak aparatur pemerintah atau unit kerja pemerintah yang merasa tidak nyaman apabila apa yang dikerjakan atau cara kerja diketahui oleh orang lain secara langsung meskipun orang tersebut berwenang untuk mengetahui proses dan hasil kerja seorang aparatur atau suatu unit kerja. d. Perubahan pola fikir (mindset), bekerja dengan menggunakan peralatan teknologi informasi dan komunikasi dituntut banyak perubahan mekanisme kerja yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan bekerja tanpa menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan di tubuh birokrasi ada kecenderungan resistensi terhadap perubahan mekanisme kerja sebagaimana yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. e. Peraturan perundangan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi demikian cepatnya sehingga apabila pemerintah menggunakan peralatan ini harus menyesuaikan mekanisme kerja pada peralatan ini. Sedangkan landasan kerja pada aparatur pemerintah sangat tergantung dari peraturan perundagan yang berlaku, dan perubahan peraturan perundangan memerlukan waktu yang cukup lama serta biaya pembuatan yang tidak sedikit. f. Reward and punishment, sampai dengan saat ini Pemerintah Prov. DIY masih belum mampu mendifinisikan indikator kinerja keberhasilan aparatur pemerintah. Oleh karena itu untuk memberikan reward and panishment kepada aparatur pemerintah belum bisa dilaksanakan. 4. Solusi Mengingat implementasi e-government diyakini dapat meningkatkan kinerja kepemerintahan yang dampaknya akan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat, maka berbagai upaya untuk mengatasi berbagai kendala dan hambatan implementasi e-government perlu dilakukan. Adapun berbagai upaya yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut: a. Sosialisasi, mengingat banyak aparatur pemerintah khususnya para pemangku jabatan struktural yang belum memahami e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta makna dari e-government, maka perlu dilakukan sosialisasi yang terus menerus secara berkelanjutan sampai dengan sebagian besar aparatur pemerintah memahami makna dari implementasi egovernment. Dengan cara demikian diharapkan aparatur pemerintah tersebut mau dan mampu mendukung implementasi e-government sehingga dapat diperoleh percepatan pencapaian tujuan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam visi dan misi dalam renstrada. b. Kebijakan perubahan, implementasi egovernment diperlukan berbagai perubahan, mulai dari perubahan mekanisme kerja, struktur organisasi kepemerintahan, kompetensi sumberdaya manusia, sampai dengan perubahan peraturan perundangan yang mendukung implementasi e-government dalam berbagai tingkatan organisasi pemerintah. c. Pengawalan perubahan, meskipun berbagai aturan kebijakan dan mekanisme kerja dalam mengimplementasikan egovernment telah disosialisasikan secara terus menerus secara berkelanjutan, ternyata perubahan yang diharapkan tidak begitu saja terjadi. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Prov. DIY untuk mengawal agar ditubuh organisasi pemerintah terjadi perubahan sebagaimana yang diharapkan setelah mengimplementasikan e-government dibentuklah tim yang mengawal perubahan tersebut dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pembentukan Tim Manajemen Perubahan dan Implementasi Inovasi (TiMPII) Dari ketiga aspek kendala/hambatan dalam mengimplementasikan e-government di Pemerintah Prov. DIY adalah aspek leadership dan aspek budaya. Sebagian besar dari unsur pimpinan, mulai dari pejabat eselon I sampai dengan pejabat eselon II belum mampu memahami apa yang disebut e-government, bagaimana mekanisme implementasinya, serta apa saja manfaat yang nyata bagi pelaksanaan tugas sehari-hari dalam menjalankan tugas kepemerintahan. Untuk mengatasi kenadala/ hambatan ini perlu dilakukan sosialisasi dan atau pelatihan yang terus menerus secara berkesinambungan sesuai dengan tingkatan implementasi e-government. Sedangkan aspek budaya, yang menjadi hambatan/kendala dalam mengimplementasikan e-government adalah masih resistensinya pola fikir dan cara kerja sebagian besar aparatur pemerintah untuk diajak bekerja sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Untuk mengatasi kendala/ hambatan ini oleh pemerintah Prov. DIY telah dilakukan dengan cara membentuk tim manajemen perubahan dan implementasi inovasi dengan melibatkan berbagai SKPD yang terkait. Maksud dari pembentukan tim ini adalah untuk mendampingi dan sekaligus mengawal pelaskanaan perubahan pola fikir dan cara kerja aparatur pemerintah yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang dilayanainya. Untuk mendorong terjadinya perubahan pola fikir dan cara kerja tersebut perlu dilakukan juga dengan cara pengembangan peraturan perundangan yang mendukung perubahan tersebut serta mengimplementasikan reward and panishment dengan konsisten dan konsekuen. 5. Kesimpulan Meskipun blueprint e-government telah tersusun, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi telah terbangun, dan komitmen gubernur cukup tinggi ternyata tidak serta merta implementasi e-government berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Djoko Agung (2007) yang menyatakan bahwa kendala implementasi egovernment menyangkut beberapa aspek yang meliputi aspek infrastruktur teknologi infrastruktur, aspek leadership, dan aspek budaya. Daftar Bacaan Anonim, 2006, Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Blueprint Jogja Cyber Province, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Anonim, 2005, Buku Laporan Akhir Blueprint Jogja Cyber Province, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta Djoko Agung H, 2007, Kendala Implementasi e-Government, Handout Seminar Nasional Evaluasi Penerapan eGovernment di Indonesia. Eko Prasojo, 2007, Reformasi Birokrasi dan e-Government, Handout Seminar Nasional Evaluasi Penerapan eGovernernment di Indonesia. e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta