52 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam penelitiannya (Muhadjir,1998). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kuci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2007). Selanjutnya dikatakan Sugiyono, metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability, artinya hasil penelitian tersebut dapat digunakan di tempat lain, manakala tempat tersebut memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda (Sugiyono, 2007). Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian non hipotesis yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau suatu fenomena (Arikunto, 1998). Jadi metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif karena dalam penelitian ini statistika yang digunakan hanyalah statistika deskriptif bukan statiska inferensial, sebagaimana dikatakan Furqan (2002) bahwa berdasarkan tahapan atau tujuan penelitian, maka statistika dapat dibedakan atas : 1) statistika deskriptif, yaitu statistika yang digunakan hanya untuk memperoleh gambatan (description) atau ukuran-ukuran tentang data yang ada. 2) statistika inferensial, yaitu statistika yang digunakan untuk menaksir ukuran populasi atau menguji hipotesis yang berlaku untuk populasi. Dengan kata lain kita tidak menggunakan data dan ukuran-ukuran sampel untuk melakukan inferensi (menarik kesimpulan) tentang populasi. Secara makro penelitian akan menjelaskan keragaman pembangunan di kabupaten pemekaran sebagai daerah otonom baru. Secara mikro akan menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, tingkat kemiskinan, dan keberlanjutan lingkungan hidup atau sumberdaya alam, di tiga kabupaten pemekaran, yaitu Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Mamasa. 53 3.1 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Variabel Dari tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat diungkapkan beberapa variabel utama yang dipergunakan untuk menilai keberhasilan kabupaten pemekaran dalam mensejahterakan masyarakatnya yang meliputi : pertumbuhan ekonomi, IPM, tingkat kemiskinan, PAD, PDRB, PDRB/kapita, persentase anggaran pembangunan dan anggaran rutin, sosial kemasyarakatan, dan degradasi SDA/LH. Selanjutnya untuk pendalaman penelitian, akan dicari di lapangan data berupa indikator-indikator kecepatan pelayanan, pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Kuncoro, 2004) yang sejalan dengan pengembangan wilayah yang meliputi indikatorindikator pembangunan ekonomi, pemerataan dan keberlanjutan ekosistem (Anwar dan Rustiadi, 2000). Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator kemajuan perekonomian di suatu daerah otonom baru karena dapat menggambarkan kemajuan perekonomian suatu daerah otonom baru karena merupakan kejadian pertambahan/perubahan pendapatan daerah dalam satu tahun tertentu tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya. Todaro (1998:123) menyatakan, “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Pemerintah di negara mana pun dapat segera jatuh atau bangun berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya dalam catatan statistik nasional. Seperti kita ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan di Dunia Ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional. Bahkan, baik buruknya kualitas kebijakan pemerintah dan tinggi atau rendahnya mutu aparatnya di bidang ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan kecepatan pertumbuhan output nasional yang dihasilkan. Indeks pembangunan manusia (IPM) menjadi faktor penting untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia yang sekaligus juga dapat menilai keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah otonom baru. BPS (2009:4) mengutip pendapat Aloysius (2009) yang menyatakan, modal manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu dalam rangka memicu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. UNDP (Human Development Report, 1996) dalam BPS (2009:4) 54 menyebutkan, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Kinerja ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia melalui tingkat pendapatan, distribusi pendapatan dalam masyarakat, termasuk peran perempuan dan pemerintah. Sedangkan pembangunan manusia melalui pendidikan dan kesehatan yang baik sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemiskinan dapat untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di kabupaten pemekaran sebagai daerah otonom baru. Tingkat kemiskinan dapat menggambarkan kemerataan pendapatan atau distribusi pendapan penduduk di daerah baru. Todaro (1998:51) menyatakan, setinggi apapun pendapatan nasional per kapita oleh suatu negara, selama distribusi pendapatan yang tidak merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut akan tetap parah. Demikian pula sebaliknuya, semerata apapun distribusi pendapatan di suatu negara, jika tingkat pendapatan nasional rataratanya tidak mengalami perbaikan, maka kemelaratan juga akan semakin meluas. Pendapatan asli daerah (PAD), dapat menjadi indikasi kinerja suatu daerah otonom baru dalam menggali potensi daerah, karena menurut Basri dan Munandar (2009:458) pendapatan asli daerah dihasilkan dari upaya daerah sendiri yang berasal dari berbagai sumber, antara lain adalah pajak daerah, retribusi, hasil keuntungan perusahaan daerah, dan dari berbagai hasil usaha lainnya yang sah menurut peraturan. Produk domestik regional bruto (PDRB) dapat digunakan sebagai ukuran produktivitas daerah. Rustiadi et.al (2009:164) menyatakan, total nilai barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah yang telah dihilangkan unsur-unsur intermediatecost-nya dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Gross Domestic Product (GDP). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara, tidak ada satu negarapun di dunia yang tidak melakukan pengukuran PDRB. Apabila PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat di di suatu daerah atau negara (PDRB per kapita). Persentase anggaran rutin dan anggaran pembangunan, mencerminkan komitmen pemerintah daerah otonom baru dalam membangun daerahnya. Piliang et.al (2003:111) menyatakan, berdasarkan fakta bahwa anggaran pembangunan ternyata lebih dianggap sebagai akselerator pertumbuhan dibandingkan anggaran rutin, maka seharusnya alokasi pengeluaran daerah lebih terfokus ke pengeluaran pembangunan. 55 Sosial kemasyarakatan adalah interaksi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Rustiadi et.al (2009:452) mengatakan, hubungan saling percaya (trust) pada dasarnya akan membangun kerjasama, yang kemudian dapat menekan biaya transaksi antara orang dan kemudian berarti menghemat penggunaan sumberdaya. Bahkan akibat saling percaya kita tidak banyak membutuhkan upaya memonitor atau mengawasi orang lain untuk berperilaku seperti yang kita harapkan. Dengan hubungan saling percaya akan menghemat uang dan waktu. Bahkan kepercayaan akan membangun rasa tanggung jawab dan rasa dihargai, yang kemudian akan menimbulkan kepercayaan kepada yang memberikan kepercayaan, sehingga bersifat timbal balik (reciprocal trust). Keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dilihat dari adanya degradasi lingkungan hidup, yang menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan karena pengelolaan dalam memanfaatkannya. Rustiadi et.al (2009) menyatakan, terjadinya degradasi terhadap sumberdaya tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem pengelola (tata kelola) dalam memanfaatkannya. Oleh krena itu keberadaan dan pengelolaan sumberdaya telah menempatkan betapa pentingnya teoriteori dan konsep kelembagaan yang mengelola sumberdaya bersama dan kepentingan bersama. Selanjutnya, indikator penelitian tersebut terlihat dari operasionalisasi variabelnya, sebagaimana dalam tabel di bawah. Tabel 5 Operasionalisasi Variabel Penelitian Indikator kesejahteraan masyarakat 1. Variabel Pembangunan ekonomi 2. Pelayanan publik 3. Sosial kemasyarakatan a. b. c. a. a. b. c. d. 4. Indikator Operasional Laju pertumbuhan ekonomi Pemerataan pembangunan Kemiskian Prosedur, persyaratan, biaya, kece patan, ketepatan, sikap petugas, tanggungjawab, kenya manan, keamanan, jadwal, disiplin, keadilan, kemampuan, kejelasan. Aktivitas masyarakat Intensitas konflik Frekuensi konflik Sebab konflik degradasi SDA/LH (deforestasi) - - - Keberlanjutan a. Lingkungan hidup / SDA b. program-2 Sumber : Todaro (1998) dan Rustiadi, dkk. (2007), dimodifikasi Sub indikator Operasional PDRB, PDRB/kapita, PAD Indeks Williamson Persentase penduduk miskin - Banyak tidaknya aktivitas Lamanya konflik Berapa kali dalam setahun Akar masalah konflik luasan hutan dari tahun ke tahun, lahan kritis banyaknya program LH 56 3.2 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berada di berbagai instansi di kabupaten lokasi penelitian yang berhubungan dengan maksud penelitian. Sumber data berasal dari data yang ada di kabupaten yang bersangkutan, BPS kabupaten/pusat, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian lain maupun yang ada di lembaga lain yang ada hubungannya dengan data yang diperlukan dalam penelitian serta masyarakat. Jenis data yang dibutuhkan guna menganalisis kabupaten pemekaran ditinjau dari : aspek perkembangan ekonomi yang diukur dengan menggunakan data sekunder dan Indeks Williamson untuk mengetahui disparitas pembangunan antar wilayah di masing-masing kabupaten lokasi penelitian, indeks diversitas entropy, location quotiont, indeks spesialisasi, dan shift share analysis. Aspek pelayanan publik yang diukur dari kecepatan, keakuratan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, keadilan pelayanan dengan menggunakan data primer. Aspek keberlanjutan lingkungan hidup dan sumberdaya alam diukur dengan menggunakan data primer melalui persepsi masyarakat dan data sekunder melihat persentase kerusakan SDA/LH. Aspek sosial kemasyarakatan diukur dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Tabel 6 Analisis kabupaten pemekaran berdasarkan aspek-aspek penelitian Wilayah 114 Kabupaten Pemekaran, sampel tiga kabupaten diperoleh secara acak sederhana Jenis Data Aspek Pelayanan Publik Pembangunan Ekonomi - PAD, PDRB, PDRB/kapita - Indeks Williamson - Indeks diversitas entropy - ,LQ, IS, SSA Sekunder - Kecepatan Keakuratan Keadilan Kewajaran biaya Primer Lingkungan Hidup/SDAlam - Persepsi masyarakat terhadap kerusakan LH/SDA Primer, sekunder Sosial Kemasyarakatan - aktivitas masyarakat lokal - Intensitas konflik - Frekuensi konflik - Sebab-sebab konflik Primer, sekunder Sumber : Operasionalisasi variabel (Tabel 5) Analisis data sekunder tentang pembangunan ekonomi di tiga kabupaten sebagai daerah otonom baru dapat menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi di tiga kabupaten, bagaimana kesejahteraan masyarakat di tiga kabupaten, bagaimana persebaran perekonmian di tiga kabupaten, sektor basis apa saja yang ada di 57 kabupaten pemekaran, dan sektor ekonomi apa saja yang mempunyai daya saing ekonomi. Data sekunder diperoleh dari BPS maupun instansi terkait di tiga kabupaten. Data primer untuk pelayanan publik, aktivitas masyarakat dan lingkungan hidup diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dengan cara snow ball sampling. Sebagai key person di Kabupaten Rote Ndao adalah Bupati Rote Ndao, dan Kepala Bagian Umum, key person di Kabupaten Mamasa adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Mamasa, dan Kepala Bappeda, key person di Kabupaten Rokan Hilir adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hilir dan Sekretaris Bappeda. Selanjutnya berdasarkan arahan dari key person di tiga kabupaten tersebut diperoleh 16 orang nara sumber untuk Kabupaten Rote Ndao, 16 orang nara sumber Kabupaten Rokan Hilir, dan 19 orang nara sumber untuk di Kabupaten Mamasa. Jumlah seluruh nara sumber sebanyak 51 orang. 3.3 Teknik Analisis Data Substansi penelitian bertujuan untuk membuktikan tujuan penelitian dengan konsep pengembangan wilayah di kabupaten pemekaran dilihat dari parameter penyelenggaraan pemerintahan dalam upayanya mensejahterkan masyarakat sebagai tujuan pembentukan daerah otonom berupa pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat; pelayanan publik; sosial kemasyarakatan, dan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. 3.3.1 Analisis Klassen Tipology Yulistiani et al. (2007) menyatakan, analisis lain yang diperlukan untuk melihat pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah otonom baru, antara lain dengan menggunakan Analisis Klassen Typology. Ini dapat digunakan untuk memetakan dan atau menggolongkan daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Penggolongan tersebut diukur berdasarkan nilai rata-rata provinsi. Pertumbuhan ekonomi diletakkan dalam sumbu vertikal sedangkan pendapatan per kapita ditempatkan dalam sumbu horizontal. Berdasarkan hal itu, didapatkan klasifikasi (1) daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), (2) daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), (3) daerah yang berkembang cepat (high growth but low income), (4) daerah tertinggal (low growth and low income). Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : 58 Matrik Klasifikasi Kabupaten/Kota menurut Klassen Typology Tingkat PDRB per kapita (Y) Pertumbuhan (R) Ri > R Ri < R Yi > Y Yi < Y Daerah maju dan cepat tumbuh Daerah maju tapi tertekan Daerah berkembang cepat Daerah relatif tertinggal Keterangan : R i = tingkat pertumbuhan PDRB kabupaten/kota R = tingkat pertumbuhan PDRB provinsi Y i = PDRB per kapita kabupaten/kota Y = PDRB per kapita provinsi Dalam penelitian ini, analisis Klassen Typology dilakukan terhadap 114 kabupaten pemekaran dan provinsinya berdasarkan data rata-rata tahun 2005 – 2009 (BPS, 2010). 3.3.2 Location Quotient Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan sebagai penentu analisis ekonomi basis yang dikembangkan oleh Rubert Murray Haig dalam Regional Plan of New York pada tahun 1928 (Wikipedia, 2007 dalam Pribadi et al., tanpa tahun). Dikatakan Rustiadi et al. (2009), untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan indikator sektor basis dan bukan sektor basis dapat digunakan metode location quotient (LQ) yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyatakan, sektor-sektor basis dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui analisis LQ menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah referensi. Ada dua cara untuk mengukur LQ dari suatu sektor dalam suatu perekonomian wilayah yakni melalui pendekatan nilai tambah atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan tenaga kerja. Dalam penelitian ini, LQ dipakai untuk menentukan sektor unggulan di kabupaten sampel dengan pendekatan nilai tambah (PDRB). Data yang digunakan untuk analisis ini adalah data PDRB Kabupaten sampel dan PDRB Nasional. Pengukuran dapat dijabarkan sebagai berikut : Pendekatan Nilai Tambah : LQ = 59 Dimana : V i : nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih rendah (kabupaten) V t : total PDRB pada tingkat wilayah yang lebih rendah (kabupaten) Y i : nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih atas (Nasional) Y t : total PDRB pada tingkat wilayah yang lebih atas (nasional) Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQ > 1, maka hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis yang menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produknya ke luar daerah bersangkutan. Sektor tersebut relatif terkonsentrasi di kabupaten yang bersangkutan dibandingkan dengan sektor tersebut pada tingkat nasional. - Jika LQ < 1, maka hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut menjadi pengimpor atau pangsa sektor tersebut lebih kecil dari pangsa sektor tersebut di tingkat nasional. - Jika LQ = 1, maka ada kecenderungan sektor tersebut bersifat tertutup karena tidak melakukan transaksi ke dan dari luar wilayah, namun kondisi seperti ini sulit ditemukan dalam sebuah perekonomian wilayah atau konsentrasi sektor tersebut sama dengan rata-rata di tingkat nasional. 3.3.3 Indeks Spesialisasi Analisis Indeks Spesialisasi (IS) merupakan salah satu cara untuk mengukur perilaku kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Misalnya bagaimana tenaga kerja atau pendapatan regional (PDRB) di suatu wilayah tersebut tersebar (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Analisis Spesialization Index (SI) merupakan teknik analisis yang dapat melengkapi dan/atau memperkuat hasil analisis LQ. Teknik analisis SI menunjukkan apakah suatu wilayah cenderung memiliki aktivitas yang terdiversifikasi (diversification) atau cenderung memiliki aktivitas yang terspesialisasi (specialization). Apabila suatu wilayah memiliki aktivitas yang terdiversifikasi berarti wilayah tersebut tidak memiliki aktivitas basis tertentu, sebaliknya jika suatu wilayah memiliki aktivitas yang terspesialisasi berarti wilayah tersebut cenderung memiliki aktivitas basis tertentu (Pribadi et al., tanpa tahun). Dalam penelitian ini, menggunakan kelanjutan perhitungan LQ dengan menghitung selisih antara persentase yang diperoleh untuk kabupaten sampel dengan persentase tingkat nasional, selanjutnya dijumlahkan nilai-nilai selisih yang bertanda positif saja dan kemudian dibagi dengan 100 untuk mendapatkan nilai IS. Keputusan 60 yang diambil semakin besar nilai IS, maka semakin tinggi tingkat spesialisasi sektoral di kabupaten pemekaran yang bersangkutan yang terkonsentrasi pada sektor-sektor yang mempunyai nilai selisih persentase positif. 3.3.4 Shift Share Analysis Shift Share Analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Wilayah yang dimaksud bisa berupa wilayah provinsi dalam wilayah cakupan agregat nasional, atau wilayah kabupaten/kota dalam cakupan wilayah agregat provinsi, dan seterusnya (Pribadi et al., tanpa tahun). Dikatakan selanjutnya, kinerja sektor lokal sangat penting karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal wilayah dan memiliki daya tahan terhadap pengaruh faktor-faktor eksternal. Pertumbuhan ekonomi lokal sangat ditekankan karena kinerja pembangunan nasional dari sisi mikro banyak mengalami kelemahankelemahan. Pola pikir kebijakan pembangunan yang selalu berfikir agregat dengan mengharapkan mekanisme trickle down effect untuk mendistribusikan pertumbuhan terbukti gagal. Dengan didorong oleh kebijakan otonomi daerah maka pengembangan potensi ekonomi lokal kemudian menjadi prioritas untuk dapat lepas dari kegagalan. SSA mengakui adanya perbedaan dan kesamaan antarwilayah. Analisis ini mengasumsikan bahwa perubahan pendapatan, produksi, atau tenaga kerja suatu wilayah dapat dibagi dalam tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen pertumbuhan regional (regional growth component), komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component) (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Dalam penelitian ini dipakai untuk menentukan sektor unggulan (kompetitif) kabupaten. Data yang digunakan untuk analisis adalah data PDRB kabupaten sampel tahun 2007 dan 2009. Hasil SSA menjelaskan kinerja (performance) suatu sektor di suatu kabupaten dan membandingkannya dengan kinerja di tingkat nasional. SSA mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu sektor di kabupaten pemekaran. sebab-sebab yang dimaksud dibagi dalam tiga bagian yaitu, sebab yang berasal dari 61 dinamika lokal, sebab dari dinamika sektor (nasional) dan sebab dari dinamika nasional secara umum. 1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan bahwa pertumbuhan nasional pada dua titik waktu (2007 dan 2009) menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total sektor tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum nasional menunjukkan dinamika sektor total di tingkat nasional. 3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor tersebut di tingkat nasional. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketakunggulan) suatu sektor tertentu di kabupaten pemekaran terhadap sektor tersebut di kabupaten lain. Persamaan SSA adalah sebagai berikut : a b c Dimana : a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift X.. = nilai total sektor di tingkat nasional X.i = nilai total sektor tertentu di tingkat nasional Xij = nilai sektor tertentu dalam kabupaten pemekaran t1 = tahun 2009 t0 = tahun 2007 3.3.5 Indeks Diversitas Entropy Nilai indeks diversitas entropy ditujukan untuk menghitung tingkat keberagaman dan keberimbangan aktivitas/sektor ekonomi di suatu wilayah. Semakin bertambah jumlah jenis aktivitas/sektor ekonomi maka nilai indeks diversitas entropi akan semakin besar. Semakin berimbang komposisi berbagai aktivitas/sektor ekonomi tersebut, nilai indeks entropi juga semakin besar. Karena itu secara sederhana dapat 62 dinyatakan bahwa semakin besar nilai indeks entropy maka suatu wilayah dapat dianggap semakin berkembang/maju (Pribadi et al., tanpa tahun). Selanjutnya dikatakan, dalam konteks wilayah, persamaan umum dari perhitungan nilai entropy adalah sebagai berikut : Dimana : S : nilai entropy Pi : nilai rasio frekuensi kejadian pada kategori aktivitas ekonomi ke-i terhadap total kejadian di total kategori n i : kategori aktivitas ekonomi ke-i n : total kategori Persamaan di atas digunakan untuk melakukan pembandingan tingkat perkembangan perekonomian antarwilayah. Mengingat adanya keterkaitan antara nilai indeks entropy dengan luasan wilayah dan kapasitas sumberdaya yang dimilikinya, maka akan lebih baik apabila perbandingan dilakukan di tingkat makro. Pada skala makro luasan wilayah dan sumberdaya yang dimiliki akan mencukupi, sehingga nilai entropy benar-benar menggambarkan kinerja pembangunan ekonomi yang lebih maju. Skala wilayah makro ini bisa berada di tingkat wilayah Provinsi atau minimal wilayah Kabupaten (Pribadi et al., tanpa tahun). 3.3.6 Indeks Williamson Indeks Williamson merupkan salah satu indeks yang memiliki fungsi untuk menunjukkan tingkat pemerataan di suatu wilayah. Rustiadi et al. (2009) menyatakan Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan wkonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Data sekunder yang diperoleh di kabupaten sampel tersebut dianalisis secara deskriptif dan untuk menghitung ketimpangan pembangunan atau pemerataan pembangunan dengan menggunakan indeks ketimpangan Williamson (Indeks Ketimpangan Regional) : Dimana : Y i = PDRB perkapita di kecamatan i 63 Y = PDRB perkapita rata-rata kabupaten fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumah penduduk di kabupaten Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika semua Y i = maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar kecamatan di suatu kabupaten (Rustiadi, et.all, 2009). Adapun kriteria Indeks Williamson yang digunakan adalah : - kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah; - antara 0,30 – 0,50 termasuk ketimpangan sedang; - dan lebih dari 0,50 termasuk ketimpangan tinggi. Data sekunder tentang anggaran publik dan anggaran rutin dianalisis dengan persentase. Sedangkan data primer tentang pelayanan publik, persepsi masyarakat terhadap kerusakan lingkungan hidup/SDA, dan sosial kemasyarakatan yang diperoleh dari jawaban responden dengan menyebarkan kuesioner kepada 51 orang responden akan dianalisis dengan menggunakan skoring atau persentase, sehingga akan diperoleh persepsi masyarakat dalam menanggapi persoalan penelitian yang diajukan peneliti. Pilihan jawaban responden telah disediakan dengan menggunakan kriteria skala Likert sehingga diperoleh jawaban responden sebagai berikut. Tabel 7 Kategori jawaban responden berdasarkan skala Likert No. Kategori jawaban Skor 1 2 3 4 5 Sangat setuju/baik sekali Setuju/baik Ragu-ragu Tidak setuju/tidak baik Sangat tidak setuju/sangat tidak baik 5 4 3 2 1 Sumber : Arikunto, 1996 Selanjutnya, akan dipersentasekan dengan cara : Jumlah total skor tertinggi = jumlah responden x item pertanyaan x 5. Skor jawaban responden = jumlah skor jawaban : jumlah skor tertinggi x 100%. Untuk mengetahui pada kategori apa jawaban responden, maka dipergunakan skala interval sebagai berikut : 64 Tabel 8 Kategori jawaban responden berdasarkan persentasi No. Interval (%) 1 2 3 4 5 81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20 Kategori jawaban Sangat setuju/baik sekali Setuju/baik Ragu-ragu Tidak setuju/tidak baik Sangat tidak setuju/sangat tidak baik Sumber : Arikunto, 1996 Dengan demikian, maka dapat dibuat dalam matrik mengenai tujuan penelitian, alat analisis yang digunakan dan hasil yang diperoleh sebagai berikut. Tabel 9 Tujuan penelitian, alat analisis yang digunakan dan hasil yang akan dicapai Tujuan penelitian Klasifikasi kabupaten pemekaran Alat yang digunakan Klassen Tipology Pembangunan ekonomi LQ, IS, SSA, Indeks diversitas entropy, laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk Mengetahui sektor basis perekonomian, Mengetahui tingkat spesialisasi sektoral, Mengetahui percepatan pertumbuhan suatu sektor perekonomian, Mengetahui sektor yang maju dan tidak, Mengetahui daya saing suatu sektor, Mengetahui disparitas aktivitas perekonomian di tiga kabupaten pemekaran Kesejahteraan masyarakat Nilai-nilai PDRB per kapita, IPM, % penduduk miskin, pelayanan publik Mengetahui laju pertumbuhan PDRB per kapita, IPM , penduduk miskin dan pelayanan publik Sosial kemasyarakatan Persentase Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan Keberlanjutan sumberdaya alam/ lingkungan hidup Program-program lingkungan hidup, kondisi lingkungan hidup (lahan kritis, longsor, dan sebagainya) Mengetahui persepsi masyarakat terhadap keseriusan pemerintah kabupaten dalam menangani isu-isu lingkungan hidup dan sumberdaya alam, mengetahui kesadaran masyarakat akan isu-isu lingkungan hidup dan sumberdaya alam Sumber : Analisis data Hasil yang dicapai Empat klasifikasi kabupaten pemekaran