BAB II LANDASAN TEORI Penganggaran modal (capital budgeting) yang paling efisien merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam melakukan suatu investasi. Tindakan ini berkaitan dengan kemampuan pendanaan perusahaan tersebut dalam bisnis yang digelutinya dalam jangka panjang. 2.1. Pentingnya Penganggaran Modal Dalam mengambil keputusan yang menyangkut capital budgeting, seorang manajer dihadapkan pada sejumlah faktor yang saling terkait satu sama lain. Salah satu faktor yang cukup penting ialah jangka waktu capital budgeting yang relatif lama sehingga pengambilan keputusan akan menjadi kurang fleksibel. Sebagai contoh, pembelian aktiva dengan umur ekonomis 10 tahun akan memerlukan periode yang lebih lama sebelum hasil akhir dari tindakan tersebut dapat diketahui. Lebih jauh lagi, karena penambahan aktiva terkait erat dengan perkiraan penjualan di masa mendatang, maka keputusan untuk membeli aktiva yang diharapkan akan terpakai selama 10 tahun memerlukan adanya perkiraan penjualan untuk masa 10 tahun mendatang. Capital budgeting yang efektif akan membantu untuk menetapkan saat yang tepat untuk memperoleh aktiva dan meningkatkan mutu aktiva yang dibeli. 7 8 Perusahaan yang telah memperkirakan kebutuhan aktiva tetapnya jauh-jauh hari akan mempunyai cukup waktu luang untuk membeli dan memasang peralatannya sebelum penjualan mencapai kapasitas penuh. Pada akhirnya, capital budgeting juga penting karena penambahan aktiva tetap lazimnya memerlukan pengeluaran yang besar, dan sebelum perusahaan membelanjakan uang dalam jumlah besar, diperlukan penyusunan rencana yang matang dan tepat. 2.2. Klasifikasi Proyek Untuk jenis proyek tertentu harus dilakukan analisis yang cukup terinci, sementara bagi proyek lainnya prosedur yang lebih sederhana harus dilakukan mengingat pertimbangan biaya dan manfaat. Oleh sebab itu, perusahaan pada umumnya mengelompokkan dan menganalisis proyek-proyek yang ada ke dalam kategori-kategori berikut: • Penggantian: kelanggengan usaha. Kategori ini meliputi pengeluaran yang diperlukan untuk menggantikan peralatan yang aus atau rusak yang digunakan untuk menghasilkan produk yang menguntungkan. Proyek ini diperlukan agar kelanggengan usaha dapat dipertimbangkan. 9 • Penggantian: penurunan biaya. Dalam kategori ini dicakup pengeluaran untuk menggantikan peralatan yang masih bisa diperbaiki tetapi peralatan tersebut dinilai sudah usang. Tujuannya adalah untuk menurunkan biaya pekerja, bahan, dan biaya lainnya seperti listrik. Keputusan ini lebih membutuhkan kehati-hatian sehingga perlu didukung dengan analisis yang lebih rinci. • Ekspansi atas produk atau pasar yang ada saat ini. Kategori ini mencakup pengeluaran untuk meningkatkan jumlah produk yang ada, atau untuk menambah kios penjualan serta fasilitas distribusi pada pasar yang sudah ditekuni saat ini. Keputusan ini lebih kompleks karena permintaan atas produk bersangkutan di masa mendatang harus benar-benar dipertimbangkan. Dalam hal ini kemungkinan terjadi kesalahan lebih besar sehingga diperlukan analisis terinci, dan keputusan akhir dilakukan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. • Ekspansi ke produk atau pasar yang baru. Dalam kategori ini, pengeluaran dimaksudkan untuk memproduksi produk baru atau untuk memperluas pasar ke wilayah yang belum terjamah oleh perusahaan. Proyek ini bersangkut paut dengan keputusan strategis yang dapat mengakibatkan perubahan berdasarkan pada sifat usaha perusahaan, dan pada umumnya pengeluaran tersebut berjumlah besar serta berjangka 10 panjang. Proyek ini memerlukan analisis yang sangat rinci, dan keputusan akhir atas produk atau pasar yang baru biasanya diambil oleh dewan direksi sebagai bagian dari rencana strategis. • Proyek pengamanan dan/atau lingkungan. Pengeluaran yang diperlukan untuk mengikuti peraturan pemerintah, ketentuan serikat pekerja atau persyaratan dalam polis asuransi termasuk dalam kategori ini. Pengeluaran ini sering disebut sebagai “investasi wajib” (mandatory investments), atau proyek yang tidak menghasilkan pendapatan. Cara penganggarannya tergantung pada jumlahnya, dimana pengeluaran kecil kurang lebih akan diperlakukan sebagai kategori 1 diatas. • Lainnya. Dalam kategori ini termasuk bangunan kantor, lapangan parkir bagi para eksekutif, dan sebagainya. Cara penanganannya juga tergantung pada jumlahnya. 2.3. Langkah-langkah dalam Penganggaran Modal Dalam melakukan proses penganggaran modal (Capital Budgeting) terdapat enam langkah-langkah yang harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut antara lain: 11 1. Biaya proyek harus ditentukan. Hal ini mirip dengan penentuan harga yang harus dibayar untuk saham atau obligasi. 2. Manajemen mengestimasi arus kas yang diharapkan dari proyek tersebut, termasuk nilai jual aktiva setelah masa penggunaannya berakhir. Hal ini sama dengan mengestimasi dividen atau bunga yang akan diterima saham atau obligasi. 3. Tingkat risiko dari proyeksi arus kas harus diestimasi. Untuk hal ini manajemen memerlukan informasi mengenai distribusi probabilitas dari arus kas. 4. Selanjutnya setelah tingkat risiko dari proyeksi arus kas dan tingkat bunga yang bebas risiko atau krf ditentukan, manajemen menentukan tingkat diskonto, atau biaya modal yang tepat untuk proyek bersangkutan. Arus kas dari proyek akan didiskontokan terhadap biaya modal tersebut. Hal ini sama dengan menentukan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan atas saham. 5. Kemudian, arus kas yang diharapkan dinyatakan dalam nilai sekarang sehingga estimasi nilai aktiva tersebut bagi perusahaan dapat diketahui. Hal ini sama dengan mencari nilai sekarang dari dividen yang diharapkan di masa mendatang. 12 6. Akhirnya, nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dibandingkan dengan jumlah pengeluaran, atau biaya, dari proyek tersebut; jika nilai sekarang dari arus kas tersebut melebihi biaya proyek, maka proyek tersebut dapat diterima. Jika tidak, maka proyek harus ditolak. 2.4. Kriteria Penetapan Peringkat atas Penganggaran Modal Ada delapan (8) metode utama untuk menetapkan peringkat proyek dan untuk memutuskan apakah proyek bersangkutan dinilai layak untuk dimasukkan dalam anggaran modal. Metode pemeringkatan (rangking methods) adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi usulan pengeluaran untuk pengadaan modal. Delapan metode tersebut adalah: 1. Periode pengembalian atau pelunasan (Payback Period = PBP). 2. Periode pengembalian yang didiskontokan (Discounted Payback Period = DPBP). 3. Tingkat pengembalian akuntansi (Accounting Rate of Return = ARR). 4. Nilai tunai netto (Net Present Value = NPV). 5. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return = IRR). 6. Tingkat pengembalian internal termodifikasi (Modified Internal Rate of Retur = MIRR). 7. Indeks profitabilitas (Profitability Index = PI). 8. Tingkat pengembalian perpetuitas (Perpetuity Rate of Return = PRR). 13 Metode rangking methods yang dipakai dalam penelitian ini adalah discounted payback period, NPV, IRR dan PI. 2.4.1. Periode Pengembalian Atau Pelunasan (Payback Period) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan arus kas. Atau dengan kata lain, suatu periode yang menunjukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam suatu proyek dapat kembali. Payback period merupakan rasio antara pengeluaran investasi dengan arus kas masuk, yang hasilnya merupakan satuan waktu. Semakin pendek waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi, maka rencana investasi tersebut semakin menguntungkan. Atau dengan kata lain semakin kecil waktu payback period, proyek tersebut semakin baik. Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut: Payback Period = Initial Investment Annual Cash Inflow (2-1) 2.4.2. Periode Pengembalian Yang Didiskontokan (Discounted Payback Period) DPBP (Discounted Payback Period) adalah jumlah tahun yang diperlukan agar jumlah arus kas yang didiskontokan dengan k, biaya modal, sama dengan nilai 14 sekarang pengeluaran awal. Kita dapat menggunakan data proyek D untuk mengilustrasikan perhitungannya. Tabel 2.1. Contoh Perhitungan Pengembalian Yang Didiskontokan Nilai Nilai Sekarang Sekarang (PV) Kumulatif 1,000 ($1,500) ($1,500) 300 0.909 273 (1,227) 2 450 0.826 372 (855) 3 750 0.751 563 (292) 4 750 0.683 512 220 5 900 0.621 559 779 Tahun Arus Kas D PVIF @ 10% 0 ($1,500) 1 Berdasarkan hasil perhitungan tabel diatas maka periode pengembalian yang didiskontokan adalah : Discounted Payback Period = 3 + 292 = 3 + 0,57 = 3,57 tahun 512 Atau dapat dikatakan bahwa 3,57 tahun adalah 3 tahun 7 bulan. Arus masuk kas yang didiskontokan sama dengan pengeluaran investasi awal dalam tahun keempat sehingga periode DPB adalah antara 3 dan 4 tahun. Metode pengembalian kas yang didiskontokan memang memperhitungkan nilai waktu dari uang. Akan tetapi, metode ini tetap mempunyai kelemahan yaitu tidak mempertimbangkan seluruh arus kas. Dalam contoh kita, arus masuk kas yang terbesar terjadi setelah periode DPB. 15 2.4.3. Nilai Tunai Netto (Net Present Value = NPV) Mengingat adanya kelemahan-kelemahan dalam metode periode pengembalian, metode-metode baru dikembangkan untuk memperbaiki evaluasi proyek. Upaya pengembangan ini mengarah pada apa yang disebut teknik arus kas yang didiskontokan (DCF techniques), dimana nilai waktu dari uang ikut dipertimbangkan. DCF techniques adalah metode yang digunakan untuk menyusun peringkat dari usulan investasi dengan menerapkan konsep nilai waktu dari uang; dua diantaranya adalah metode nilai sekarang dan metode internal rate of return. Salah satu dari metode DCF adalah metode nilai tunai netto (NPV method) adalah metode untuk menetapkan peringkat dari usulan investasi dengan menggunakan NPV, yaitu nilai sekarang dari arus kas bersih di masa mendatang dengan didiskontokan terhadap biaya modal marjinal. Atau dengan kata lain, NPV yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Langkah-langkah penerapan dan kriteria penerimaan dari metode ini adalah sebagai berikut: 1. Hitung nilai sekarang dari setiap arus kas, baik arus kas masuk maupun keluar, dengan faktor diskonto sebesar biaya modal proyek. 2. Jumlahkan arus kas yang telah didiskontokan tersebut; hasil penjumlahan inilah yang disebut NPV proyek. 16 3. Jika NPV positif, proyek dapat disetujui; jika NPV negatif, proyek sebaiknya ditolak; dan jika proyek-proyek yang dikaji bersifat mutually exclusive, maka proyek yang menghasilkan NPV terbesar harus dipilih. NPV dapat dinyatakan sebagai berikut: n NPV = ∑ t =0 CFt − IO (1 − k )t = ∑ CFt (PVIFk ,t ) − IO n (2-2) t =0 dimana: CFt = the annual free cash flow in time period t; arus kas tahunan dalam jangka waktu proyek k = the appropriate discount rate; the required rate of return or cost of capital; tingkat biaya modal yang disesuaikan I0 = the initial cash outlay; pengeluaran investasi pertama kali n = the project’s expected life; umur proyek yang diharapkan 2.4.4. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return = IRR) Metode internal rate of return (IRR) adalah metode pemeringkatan usulan investasi dengan berpatokan pada IRR dari aktiva bersangkutan, dimana IRR dihitung dengan menyamakan nilai sekarang dari arus kas masuk masa mendatang dengan nilai sekarang dari biaya investasi. IRR adalah tingkat diskonto yang menyamakan PV (present value) dari arus kas masuk proyek dengan PV dari biaya proyek tersebut. 17 PV arus kas masuk = PV biaya biaya investasi Dengan mentransposnya, kita mendapatkan: PV arus kas masuk – PV biaya investasi = 0 Yang bisa dinyatakan sebagai: n CFt ∑ (1 + IRR ) t t =0 = IO (2-3) Yang selanjutnya bisa ditulis sebagai: ∑ CF (PVIF ) = IO n t =0 t IRR ,t (2-4) Kriteria Penerimaan Kriteria penerimaan dalam IRR adalah membandingkan IRR sesungguhnya dengan IRR yang diminta, hal ini dikenal dengan tingkat batas (hurdle rate). Selanjutnya diasumsikan tingkat pengembalian yang diminta sudah diketahui. Jika IRR melebihi tingkat pengembalian yang diminta maka proyek akan diterima, jika tidak proyek akan ditolak. 2.4.5. Indeks Profitabilitas (Profitability Index = PI) Indeks profitabilitas atau rasio manfaat biaya dari suatu proyek adalah rasio dari nilai sekarang arus kas bersih dimasa depan terhadap arus keluar kas awal. PI dapat dinyatakan sebagai berikut: 18 n PI = CFt ∑ (1 + k ) t t =0 (2-5) IO dimana: CFt = the annual free cash flow in time period t; arus kas dalam jangka waktu proyek k = the appropriate discount rate; the required rate of return or cost of capital; tingkat biaya modal yang disesuaikan I0 = the initial cash outlay; pengeluaran investasi pertama kali n = the project’s expected life; umur proyek yang diharapkan PI = profitability index; indeks profitabilitas 2.5. Estimasi Arus Kas Langkah terpenting, tetapi juga tersulit, dalam analisis proyek adalah mengestimasi arus kas. Arus kas adalah pengeluaran untuk investasi dan arus kas masuk bersih setiap tahun setelah proyek beroperasi. Banyak variabel terkait dengan estimasi arus kas, dan banyak perorangan serta departemen berperan serta dalam proses tersebut. Misalnya, prakiraan jumlah unit yang terjual dan harga jual pada umumnya dilakukan oleh kelompok pemasaran berdasarkan pengetahuan mereka atas elastisitas harga, pengaruh iklan, keadaan perekonomian, reaksi para pesaing dan kecenderungan selera pelanggan. Begitu juga, dengan taksiran jumlah pengeluaran 19 untuk penganggaran modal yang ditujukan untuk menghasilkan produk baru pada umumnya diperoleh dari staf rekayasa dan pengembangan produk, sedangkan biayabiaya operasi diestimasi oleh akuntan biaya, staf produksi, staf personalia, staf pembelian, dan sebagainya. Peranan staf keuangan dalam proses prakiraan adalah: • Untuk mengkoordinasi usaha-usaha dari departemen lain, seperti rekayasa dan pemasaran • Untuk menjamin agar setiap orang yang terlibat dengan prakiraan tersebut menggunakan asumsi-asumsi ekonomi yang konsisten • Untuk memastikan bahwa tidak terdapat penyimpangan-penyimpangan (bias) dalam prakiraan. 2.6. Mengidentifikasi Arus Kas yang Relevan Salah satu elemen penting dalam estimasi arus kas adalah mengidentifikasi arus kas yang relevan, yaitu arus kas tertentu yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Di sini sering kali ditemukan kesalahan, tetapi ada dua kaidah penting yang dapat membantu untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada analisis keuangan, antara lain: 1. Keputusan penganggaran barang modal harus didasarkan pada arus kas, bukan pada laba akuntansi. 20 2. Hanya pertambahan arus kas yang relevan untuk memutuskan apakah proyek akan disetujui atau ditolak 2.6.1. Arus Kas vs Laba Akuntansi Dalam analisis penganggaran modal, yang digunakan adalah arus kas tahunan, bukan laba akuntansi. Arus kas bersih didefinisikan sebagai: Arus kas bersih = laba bersih setelah pajak + penyusutan = “laba” atas modal + “pemulihan” modal (2-6) 2.6.2. Arus Kas Inkremental Dalam mengevaluasi penganggaran modal, kita hanya perlu memperhatikan arus kas yang dihasilkan langsung oleh proyek tersebut. Arus kas ini, yang disebut arus kas inkremental (incremental cash flow) adalah perubahan jumlah arus kas total perusahaan sebagai akibat langsung dari pelaksanaan atau penolakan atas suatu proyek. Empat masalah khusus dalam penentuan arus kas inkremental dibahas berikut ini: 1. Biaya tertanam (sunk cost). Biaya terpendam tidak sama dengan biaya inkremental, dan biaya tersebut tidak dipertimbangkan dalam melakukan analisis. Biaya tertanam adalah pengeluaran yang telah ditetapkan sebelumnya (committed) atau yang 21 telah terjadi, sehingga hal itu tidak dipengaruhi oleh keputusan yang diambil saat ini. 2. Biaya oportunitas (opportunity cost). Biaya oportunitias adalah hasil terbaik dari alternative penggunaan aktiva, yaitu hasil terbaik yang tidak diperoleh jika dana yang ada diinvestasikan pada proyek tertentu. 3. Eksternalitas. Adalah pengaruh suatu proyek terhadap arus kas pada bagian lain perusahaan tersebut. 4. Biaya pengiriman dan pemasangan. Apabila perusahaan membeli peralatan, sering kali perusahaan tersebut harus menanggung biaya pengiriman dan pemasangan dalam jumlah besar atas aktiva tersebut. Biaya-biaya ini kemudian ditambahkan ke harga faktur dari peralatan tersebut guna menentukan biaya proyek. 2.7. Evaluasi atas Proyek Penganggaran Modal Analisis arus kas dapat mempengaruhi keputusan dalam penganggaran modal. Dalam bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengaruh analisis arus kas dengan 22 menyimak dua jenis keputusan penganggaran modal, yaitu analisis proyek perluasan dan analisis proyek penggantian. 2.7.1. Analisis Proyek Perluasan Analisis proyek perluasan (expansion project analysis) adalah analisis proyek yang membutuhkan investasi dalam fasilitas baru guna menaikkan penjualan. 2.7.2. Analisis Proyek Penggantian Analisis Proyek Penggantian (replacement project analysis) adalah analisis dalam mengkaji keputusan sehubungan dengan akan diganti tidaknya peralatan yang masih produktif saat ini dengan peralatan baru. 2.8. Penilaian Risiko Analisis risiko penting untuk semua keputusan keuangan, khususnya yang berkaitan dengan penganggaran modal. Dalam bagian ini akan dibicarakan prosedur: 1. Untuk mengukur risiko dari proyek penganggaran modal yang potensial 2. Untuk memadukan informasi tentang risiko tersebut ke dalam keputusan penganggaran modal 23 Ada 3 (tiga) jenis risiko proyek yang terpisah dan berbeda satu sama lain. Ke tiga jenis resiko tersebut adalah sebagai berikut: 1. Stand alone risk adalah risiko khusus dari suatu proyek atas aktiva tanpa dikaitkan sama sekali dengan proyek aktiva lain yang mungkin dimiliki perusahaan; risiko ini diukur dari variabilitas tingkat pengembalian yang diharapkan atas aktiva atau proyek bersangkutan. 2. Within firm risk yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan diversifikasi portfolio dari pemegang saham; risiko ini diukur dari variabilitas laba perusahaan yang diakibatkan oleh suatu proyek tertentu. 3. Market or beta risk yaitu bagian dari risiko proyek yang tidak dapat dieliminasi melalui diversifikasi; risiko ini diukur dengan koefisien beta proyek. 2.9. Teknik Mengukur Stand Alone Risk Titik awal untuk menganalisis stand alone risk dari suatu proyek adalah penentuan ketidakpastian yang terkandung dalam arus kas proyek. Analisis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari pertimbangan informal sampai dengan analisis ekonomi dan statistik yang rumit, yang melibatkan model-model komputer yang berskala besar. Keadaan dari distribusi masing-masing arus kas, dan korelasinya satu sama lain, menentukan distribusi NPV dan, karena itu, juga mempengaruhi stand alone risk 24 proyek. Teknik untuk memperkirakan stand alone risk proyek terbagi atas 3 tiga jenis analisis: 1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menganalisis risiko dengan mengubah-ubah variabel kunci dan mengamati pengaruhnya terhadap NPV dan tingkat pengembalian (laba). 2. Analisis Skenario Analisis scenario (scenario analysis) adalah teknik untuk menganalisis risiko dengan membandingkan situasi yang paling memungkinkan atas scenario dasar (semacam situasi normal) dengan keadaaan yang “baik” dan “buruk”. • Skenario terburuk (worst case scenario) adalah keadaan dimana untuk semua variabel masukan diberikan nilai terburuk berdasarkan perkiraan yang wajar. • Skenario terbaik (best case scenario) adalah keadaan dimana untuk semua variabel masukan diberikan nilai terbaik berdasarkan perkiraan yang wajar. • Skenario dasar (base case scenario) adalah keadaan dimana untuk semua variabel diberikan nilai yang paling memungkinkan. 25 3. Simulasi Monte Carlo Simulasi Monte Carlo adalah teknik analisis risiko dimana kejadian yang cukup memungkinkan akan terjadi di masa mendatang disimulasikan dalam komputer sehingga menghasilkan estimasi tingkat pengembalian dan indeks risiko. 2.10. Analisis Rasio Keuangan Analisis ini banyak digunakan oleh para decision maker dalam perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan tersebut 2.10.1. Standar Rasio Keuangan Untuk mengambil manfaat dari rasio-rasio keuangan diperlukan standarstandar untuk perbandingan. Salah satu pendekatan adalah membandingkan rasiorasio perusahaan dengan pola untuk industri atau lini usaha di mana perusahaan secara dominan beroperasi. Pendekatan ini didasarkan pada premis bahwa beberapa kekuatan ekonomi dan bisnis yang mendasar memaksa seluruh perusahaan dalam suatu industri untuk berperilaku serupa. Walaupun juka ini benar, tetap mungkin rasio keuangan perusahaan kecil berbeda dengan rasio perusahaan besar. Misalnya, suatu perusahaan besar lebih mungkin terintegrasi vertikal atau bersifat lebih intensif modal. 26 2.10.2. Tinjauan Atas Hubungan Keuangan Suatu tinjauan atas hubungan analisis keuangan disajikan dalam Tabel 2.4. Pertama-tama yang dilakukan dibagi dalam tiga (3) kelompok besar: Ukuran Kinerja (Performance Measures), Ukuran Efisiensi Operasi (Operating Efficiency Measures), dan Ukuran Kebijakan Keuangan (Financial Policy Measures). Logika urutan ini adalah memulai dengan hasil keseluruhan kemudian menganalisis determinandeterminannya. Ukuran kinerja dianalisis dalam tiga kelompok: • Rasio profitabilitas (profitability ratio) mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. • Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. • Ukuran penilaian (valuation measures) mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai nilai-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas. Ukuran-ukuran kinerja mencerminkan keputusan-keputusan strategis, operasi, dan pembiayaan. Strategi meliputi bidang-bidang keputusan penting seperti pemilihan daerah-daerah pemasaran produk tempat perusahaan menjalankan operasinya, apakah akan menekan penurunan biaya atau diferensiasi produk, apakah akan memfokuskan pada area produk terpilih atau mencoba mencakup sekelompok besar pembeli 27 potensial dan sebagainya. Karakterisasi strategi tidak secara langsung bertanggung jawab atas ukuran-ukuran keuangan tetapi mempunyai dampak yang mengesampingkan hasil-hasil kinerja. Disini dua perangkat rasio terlibat: • Manajemen aktiva dan investasi (asset and investment management) mengukur efektivitas keputusan-keputusan investasi perusahaan dan pemanfaatan sumber dayanya. • Manajemen biaya (cost management) mengukur bagaimana masingmasing elemen biaya dikendalikan. Kelompok ketiga dalam hubungan keuangan merupakan keputusan kebijakan keuangan. Ini tentu saja harus berhubungan dengan keputusan strategis dan dengan manajemen investasi serta manajemen biaya. Ukuran kebijakan keuangan terdiri dari dua jenis utama: • Rasio leverage (Leverage ratio) mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. • Rasio likuiditas (Liquidity ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. 28 2.11. Ukuran-ukuran Kinerja (Performance Measures) Dalam ukuran kuantitatif, peningkatan nilai organisasi meliputi estimasi aliran arus kas yang akan datang dan mendiskontokannya dengan faktor kapitalisasi yang sesuai. Secara tradisioal, analisis aliran arus kas yang akan datang yang diharapkan ini dimulai dengan analisis profitabilitas, kategori pertama dalam ukuran kinerja. 2.11.1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas terdiri dari dua rasio, yaitu rasio lancar (current ratio) dan rasio cair (quick ratio). • Rasio Lancar. Rasio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Biasanya aktiva lancar terdiri dari kas, surat berharga, piutang dan persediaan; sedangkan kewajiban lancar terdiri dari hutang dagang, hutang bank jangka pendek, hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun, pajak yang harus dibayar dan biaya-biaya lain yang masih harus dibayar (terutama gaji dan upah). Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek, oleh karena rasio tersebut menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditur jangka pendek dipenuhi 29 oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang. Perhitungan rasio lancar sebagai berikut: Rasio Lancar = • Aktiva Lancar Kewajiban Lancar (2-7) Rasio Cair (quick ratio acid test). Rasio cair dihitung dengan mengurangkan persediaan dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang paling tidak likuid dan unsur aktiva tersebut seringkali merupakan kerugian jika terjadi likuidasi. Oleh karena itu, rasio cair merupakan ukuran penting untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan penjualan persediaan. Perhitungan rasio cair sebagai berikut: Rasio Cair = Aktiva Lancar - Persediaan Kewajiban Lancar (2-8) 2.11.2. Rasio Leverage Rasio leverage terdiri atas total debt to equity ratio, total debt to total asset ratio, dan time interest earned ratio. Rasio-rasio leverage memiliki sejumlah implikasi sebagai berikut: a. Para kreditur memandang ekuitas atau dana yang dipasok pemilik sebagai suatu pelindung atau basis penggunaan hutang. Jika pemilik hanya 30 menyediakan sebagian kecil dari pembiayaan total, risiko perusahaan sebagian besar ditanggung oleh kreditur b. Dengan mengumpulkan dana melalui hutang, pemilik memperoleh manfaat dari dari memegang kendali atas perusahaan dengan komitmen yang terbatas. c. Penggunaan hutang dengan tingkat bunga yang tetap memperbesar baik keuntungan maupun kerugian bagi pemilik d. Penggunaan hutang dengan biaya bunga yang tetap dan dengan jatuh tempo yang tertentu memperbesar risiko bahwa perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam praktik, leverage dicapai dengan dua cara: • Meneliti rasio-rasio neraca dan menentukan sejauh mana dana pinjaman telah digunakan untuk membiayai perusahaan. • Mengukur risiko hutang dengan rasio perhitungan rugi laba yang dirancang untuk menentukan berapa kali biaya tetap tertutupi oleh laba operasi. Total Debt to Equity Ratio Rasio ini sebenarnya merupakan angka yang menunjukkan bagaimana performance dari pihak management dalam mengatur jumlah utang mereka 31 dibandingkan dengan jumlah ekuitas yang mereka miliki, atau dapat dikatakan sebagai balance antara total debt dan total ekuitas. Formulasi dari total debt to equity ratio adalah sebagai berikut: Total Debt to Equity Ratio = Total Debt Total Equity (2-9) Total Debt to Total Asset Ratio Rasio ini sebenarnya menunjukkan sejauh mana pinjaman kredit digunakan untuk membiayai investasi yang ada. Jika sebuah perusahaan mempunyai rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio rata-rata dari industri yang bersangkutan, maka perusahaan akan kesulitan dalam melakukan pinjaman tambahan. Formulasi dari total debt to total asset ratio adalah sebagai berikut: Total Debt to Total Asset Ratio = Total Debt Total Asset (2-10) Time Interest Earned Ratio Rasio ini menunjukkan sejauh mana gross profit atau EBIT (earnings before interests and taxes) perusahaan dapat digunakan untuk membayar annual interests payment dari pinjaman kredit. Formulasi dari time interest earned ratio adalah sebagai berikut: Time Interest Earned Ratio = EBIT Annual Interests Payment (2-11) 32 2.11.3. Rasio Aktifitas Rasio aktifitas atau operational ratio yang menggunakan ukuran perputaran untuk menunjukkan tingkat efisiensi suatu perusahaan dalam operasinya dan penggunaan dari total asset yang ada. Rasio aktifitas biasanya terdiri dari total asset turnover ratio, receivables turnover ratio, collection period turnover ratio, dan inventory turnover ratio. Total Asset Turnover Ratio Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi dari suatu perusahaan dalam menghasilkan penjualan/sales dengan asset yang ada. Formulasi dari total asset turnover ratio adalah sebagai berikut: Total Assets Turnover Ratio = Sales Total Assets (2-12) Receivables Turnover Ratio Rasio ini menunjukkan jumlah perputaran yang dapat dihasilkan oleh piutang dagang selama 1 tahun operasi. Semakin tinggi perputaran maka semakin pendek waktu yang dibutuhkan antara penjualan dan penagihan uang cash dari piutang dagang. Formulasi dari receivables turnover ratio adalah sebagai berikut: Net Sales Receivables Turnover Ratio = Average Accounts Receivables (2-13) 33 Inventory Turnover Ratio Rasio ini menunjukkan berapa kali perputaran dari inventory dalam 1 tahun operasi. Pada umumnya inventory turnover yang tinggi merupakan sebuah indikator inventory management yang baik, namun rasio yang tinggi juga dapat menunjukkan kekurangan inventory. Sedangkan turnover yang rendah menunjukkan overstocking atau inventory yang pasif. Formulasi inventory turnover ratio adalah sebagai berikut: Inventory Turnover Ratio = Cost f Good Sold Average Inventory (2-14) 2.11.4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas pada intinya menunjukkan dan mengukur kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan profit. Rasio ini menggunakan margin analysis dan menunjukkan return on sales dan capital yang terpakai. Rasio profitabilitas biasanya terdiri atas gross profit margin, operating profit margin, net profit margin, return on asset, dan return on equity. Gross Profit Margin Rasio ini merupakan indikator berapa jumlah profit yang didapat dari produk tanpa mempertimbangkan beban administrasi dan beban penjualan. Formulasi dari gross profit margin adalah sebagai berikut: Gross Profit Margin = Total Sales - Cost of Good Sold Total Sales (2-15) 34 Operating Profit Margin Rasio ini menunjukkan efektifitas dari management dalam mengatur income statement dari suatu perusahaan dengan mengukur operating profit relatif terhadap sales. Formulasi operating profit margin adalah sebagai berikut: Operating Income Total Sales Total Sales - COGS - G & A Expenses - Marketing Expenses = Total Sales Operating Profit Margin = (2-16) Net Profit Margin Rasio ini mengukur berapa profit yang diperoleh dari penjualan setelah dikurangi oleh biaya-biaya yang ada. Formulasi dari net profit margin adalah sebagai berikut: Net Profit Margin = Net Profit Total Sales (2-17) Return On Asset Rasio ini mengukur berapa persentase profit yang dihasilkan oleh perusahaan dibandingkan dengan jumlah investasi yang ditempatkan. Formulasi dari return on asset adalah sebagai berikut: Return On Asset = Net Profit Total Asset (2-18) 35 Return On Equity Rasio ini mengukur berapa return yang dapat diterima oleh stockholders dengan cara membandingkan net profit dengan common equity. Formulasi dari return on equity adalah sebagai berikut: Return On Equity = Net Profit Common Equity (2-19) Cash Ratio Selain dari rasio-rasio yang dijelaskan diatas, terdapat ukuran rasio lainnya yang sekarang ini, sering dipakai oleh konsultan dalam menganalisa suatu proyek. Cash ratio menunjukkan tingkat suatu perusahaan dapat secara cepat melikuidasi asset-asset yang ada dan dapat menutupi short-term liabilities yang ada. Cash ratio ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa besar proyek ini dapat men- generate cash untuk perusahaan atau penanam modal. Cash Equivalents + Cash Current Liabilites Cash Equivalents + Cash = Accruals + Accounts Payable + Notes Payable Cash Ratio = (2-20)