BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin (Pangasius sp) merupakan ikan air tawar asli Indonesia khususnya pulau Sumatera yang tengah dibudidayakan dan memiliki harga jual cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perdagangan tahun 2013, produksi ikan patin di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga 2013. Pada tahun 2012, produksi patin mencapai 347.000 ton. Jumlah produksi ini terus meningkat hingga mencapai 972.778 ton di tahun 2013. Ikan patin merupakan salah satu komoditas ikan yang berpeluang besar di pasar domestik maupun internasional. Jenis ikan ini dinilai paling potensial dan dapat diandalkan untuk meningkatkan ekspor dari sektor perikanan dengan tingginya permintaan dari pasar Uni Eropa, Amerika Serikat, Eropa Timur dan Eropa Tengah. Ikan patin yang diekspor dapat berupa ikan segar, ikan asap, dan fillet ikan patin. Fillet ikan patin lebih banyak diminati masyarakat global terutama Amerika dan Eropa dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan patin segar (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2013). Meskipun harga jualnya lebih tinggi, namun salah satu kelemahan fillet adalah mudah mengalami penurunan kesegaran dan pembusukan. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi mikroba pembusuk, proses autolisis, dan oksidasi selama proses penyayatan (Liviawati dan Afrianto, 2010). Pertumbuhan mikroorganisme merupakan penyebab utama kebusukan ikan karena produksi amina, biogenic amine (putrescine, histamin, dan cadaverin), asam organik, senyawa sulfit, alkohol, aldehid dan keton yang menyebabkan off-flavor (Ghaly et al., 2010). Secara alami, ikan membawa berbagai jenis mikroorganisme pada bagian sisik, sirip, insang, dan saluran pencernaan yang berasal dari lingkungan hidupnya. Setelah penangkapan, jumlah mikroorganisme pada ikan dapat meningkat secara cepat disebabkan oleh faktor aw dan pH pada jaringan otot ikan yang tinggi, dan banyak tersedia 1 2 sumber karbon dan nitrogen yang berasal dari otot. Kerusakan pada ikan segar karena aktivitas mikroba pembusuk ditandai dengan perubahan warna terutama pada bagian insang dan mata, perubahan tekstur otot, dan terbentuknya komponen volatil yang menyebabkan off-odor yang diindikasikan dengan meningkatnya nilai TVB, TBA, dan pH yang mendekati netral (Ray, 2003). Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara yang umum diterapkan untuk mempertahankan kualitas produk perikanan karena metode ini mampu menghambat laju reaksi biokimiawi dan pertumbuhan mikroba. Namun pertumbuhan bakteri pembusuk yang bersifat psikrofilik seperti genus Acinetobacter, Pseudomonas spp, dan spesies Brochothrix thermosphacta tidak dapat dihambat hanya dengan perlakuan suhu dingin. Umur simpan fillet ikan patin yang disimpan pada suhu 0-2 °C hanya bertahan selama 10 hari (Mohan et al., 2008), oleh karena itu perlu kombinasi pengawetan fillet ikan dengan penambahan senyawa yang memiliki kemampuan menghambat laju pertumbuhan mikroba dalam fillet ikan yang disimpan pada suhu dingin untuk memperpanjang umur simpan fillet. Bakteriosin merupakan protein ribosomal yang dihasilkan oleh bakteri khususnya bakteri asam laktat dan mempunyai aktivitas antimikroba sebagai bakteriostatis atau bakteriosidal. Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat mempunyai keunggulan yang dapat digunakan untuk pengawetan pangan, yaitu (i) merupakan substansi yang aman (GRAS), (ii) inaktif pada sel eukariot dan bersifat non-toksik, (iii) dapat dicerna oleh protease di saluran pencernaan dan memiliki efek lemah terhadap mikroflora usus, (iv) memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri penyebab kerusakan pangan, (v) memiliki rentang pH dan suhu yang luas, (vi) memiliki efek bakteriosidal dengan cara merusak membran sitoplasma sel target (Hwanhlem et al., 2014). Bakteri Lactococcus lactis subsp. lactis merupakan bakteri asam laktat yang telah diidentifikasi sebagai penghasil nisin. Nisin merupakan salah satu bakteriosin yang terdiri dari 34 asam amino dengan berat molekul 3.354 Da dan mempunyai kemampuan menghambat bakteri Gram positif, Escherichia 3 coli dan bakteri pembentuk spora (Suganthi et al., 2012). Penggunaan nisin sebagai bahan pengawet telah banyak diteliti dan diujikan pada beberapa produk pangan, diantaranya sebagai pengawet pada produk keju, minuman fermentasi, daging curing, dan makanan kaleng untuk menghambat kerusakan yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan sporanya. Pada produk perikanan, penggunaan nisin bertujuan untuk menghambat kerusakan produk yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti Brochothrix thermosphacta, dan dari genus Micrococcus dan Bacillus. Selain itu nisin juga digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang sering terdapat pada ikan diantaranya Listeria monocytogenes, Salmonella sp., dan Vibrio spp. Penelitian tentang penggunaan nisin sebagai bahan pengawet pada produk perikanan salah satunya adalah yang dilakukan oleh Behnam, et al., (2013) yang menguji efek penyemprotan larutan nisin (Serva-Nurk yang diproduksi dari Lactococcus lactis, Art number: 30413) pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang disimpan pada suhu 4⁰C dalam kondisi vakum. Penggunaan nisin pada konsentrasi 100 µg/g dapat mempertahankan kualitas ikan hingga 16 hari penyimpanan dilihat dari angka peroksida, indeks TBA, pH, dan TVB-N ikan. Namun sampai saat ini belum ada penelitian tentang penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis untuk pengawetan fillet ikan patin, oleh karena itu pada penelitian ini akan diteliti pengaruh penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis dengan metode spray terhadap kualitas fillet ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) dilihat dari Angka Lempeng Total (ALT), pH, TVB-N, dan TBA ikan selama 16 hari penyimpanan pada suhu dingin (4 ±1⁰C). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang terkait dengan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis dengan metode spray terhadap kualitas fillet ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C)? 4 2. Berapa aktivitas optimal penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis yang diaplikasikan pada fillet ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) dengan metode spray yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis dengan metode spray terhadap kualitas fillet ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C) dilihat dari ALT, TVB-N, pH, dan TBA ikan selama 16 hari penyimpanan. 2. Mengetahui aktivitas optimal penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis dengan metode spray pada fillet ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C). D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memperkenalkan dan menginformasikan salah satu alternatif pengawetan fillet ikan patin siam yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C) menggunakan nisin yang dihasilkan dari Lactococcus lactis subsp. lactis 2. Menginformasikan metode aplikasi nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis pada fillet ikan patin siam dengan cara disemprot (spray). 3. Menginformasikan aktivitas optimal penggunaan nisin dari Lactococcus lactis subsp. lactis dengan metode spray pada fillet ikan patin siam yang disimpan pada suhu dingin (4±1⁰C).