BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah (Horne, 2012:295). Menurut Kasmir (2011:129) keputusan pendanaan merupakan keputusan yang berkaitan dengan jumlah dana yang disediakan perusahaan baik yang bersifat utang atau modal sendiri. Subramanyam dan Wild (2010:19) menyatakan bahwa keputusan pendanaan adalah keputusan dimana komposisi aktivitas pendanaan tergantung pada kondisi di pasar keuangan. Keputusan pendanaan suatu perusahaan adalah keputusan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan yang berkaitan dengan darimana dana perusahaan dipenuhi, berkaitan dengan analisis biaya dana atau modal yang digunakan perusahaan (Wiagustini, 2010:207). 1) Sumber Dana Menurut Asalnya Riyanto (2011:227) menyatakan ada dua sumber dana menurut asalnya yaitu sumber intern dan sumber ekstern. (1) Sumber Intern adalah dana yang berasal dari dalam perusahaan. Sumber intern dapat berupa laba yang ditahan (retained earning) dan penyusutan. 15 (2) Sumber ekstern adalah sumber dana yang berasal luar perusahaan. Dana tersebut antara lain berasal dari kreditur, bank, pasar modal dan modal dari pemilik perusahaan. 2) Sumber Dana Menurut Jangka Waktunya Sumber dana menurut jangka waktunya ada tiga yaitu sumber jangka waktu pendek, jangka waktu menengah, dan jangka waktu panjang (Wiagustini, 2010:214). (1) Sumber dana jangka waktu pendek adalah sumber dana yang ada di dalam perusahaan dan hanya berumur maksimum satu tahun saja. Antara lain adalah accrual account, hutang dagang, hutang bank dll. (2) Sumber dana jangka waktu menengah adalah sumber dana yang berumur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Dana tersebut antara lain adalah term loan, equipment loan, leasing, dan modal ventura. (3) Sumber dana jangka waktu panjang adalah sumber dana yang ada dalam perusahaan lebih dari 10 tahun. Ada beberapa jenis sumber pendanaan jangka panjang, yaitu hutang jangka panjang, obligasi, saham preferen, dan saham biasa. 2.1.2 Struktur Modal Struktur Modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, jangka panjang dengan saham preferen dan saham biasa (Sartono, 2010:225). Menurut Kamaludin (2011:306) menyatakan bahwa struktur modal atau capital structure adalah kombinasi atau bauran sumber pembiayaan jangka panjang. 16 Martono dan Harjito (2010:240), struktur modal adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Sedangkan menurut Sawir (2005:10), struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Sementara itu struktur keuangan adalah perimbangan antara total utang dengan modal sendiri, jadi dengan kata lain struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Terdapat beberapa alat ukur untuk menilai tingkat struktur modal perusahaan yang salah satunya adalah debt to equity ratio. Struktur modal yang diukur dengan debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas (Kasmir, 2011:130). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut Brigham dan Houston (2011:188) antara lain adalah: 1) Stabilitas penjualan Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil hutang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 2) Struktur aset Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan hutang. 17 3) Leverage operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan akan memiliki risiko usaha yang lebih rendah. 4) Tingkat pertumbuhan Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. 5) Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi ternyata menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal. 6) Pajak Bunga merupakan suatu beban pengurang pajak dan pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Semakin tinggi tarif pajak suatu perusahaan, maka semakin besar keunggulan dari hutang. 7) Kendali Pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan baik itu hutang maupun ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan terbaik kepada manajemen akan bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. 18 8) Sikap manajemen Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservartif dibandingkan yang lain dan menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata perusahaan dalam industrinya, sementara manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak hutang dalam usaha mereka untuk mendapat laba yang lebih tinggi. 9) Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman dan lembaga peringkat serta sangat memperhatikan saran mereka, hal ini dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh perusahaan tersebut. 10) Kondisi pasar Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan. 11) Kondisi internal perusahaan Kondisi internal suatu perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. 12) Fleksibilitas keuangan Fleksibilitas keuangan menyangkut bagaimana kondisi keuangan perusahaan dapat berubah sesuai dengan keadaan yang diperlukan. 19 2.1.3 Teori Struktur Modal 1) Modigliani-Miller (MM) Theory Pendekatan klasik yang diperkenalkan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan sehingga baik tingkat kapitalisasi maupun tingkat biaya utang relatif konstan (Sartono, 2010:228). Inti dari teori ini adalah tidak ada rasio utang yang optimal dan rasio utang tidak menjelaskan nilai perusahaan dan teori ini menggunakan asumsi bahwa tidak ada pajak, tidak ada asimetri informasi dan tidak ada biaya transaksi (Joni dan Lina, 2010). Brigham dan Houston (2011:33) menyatakan bahwa ada beberapa asumsi dalam teori ini, yaitu; (1) Tidak ada biaya pialang. (2) Tidak ada pajak. (3) Tidak ada biaya kebangkrutan. (4) Investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan. (5) Semua investor memiliki informasi yang sama dengan manajemen tentang peluang-peluang investasi di masa depan. (6) EBIT tidak berpengaruh pada penggunaan utang Namun teori ini dikatakan kurang relevan karena adanya pengurangan pajak penghasilan atas penggunaan utang, kondisi pasar dengan asimetri informasi serta biaya transaksi dalam pasar modal yang tidak dimasukkan kedalam teori MM (Joni dan Lina, 2010). Sisi positif dari utang adalah utang menurunkan biaya keagenan ekuitas. Penggunaan utang juga akan mendisiplinkan manajer untuk 20 tidak sembarangan menggunakan aktiva perusahaan untuk kepentingannya karena pengawasan oleh kreditur biasanya jauh lebih ketat dan efektif dari pada pengawasan para pemegang saham diluar perusahaan dengan informasi yang relatif terbatas (Joni dan Lina, 2010). 2) Pecking Order Theory Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson tahun 1961 dan penanaman pecking order theory dilakukan oleh Myers tahun 1984. Teori ini menjelaskan mengenai mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan akumulasi depresiasi (Kartika, 2009). Akumulasi depresiasi merupakan dana internal berupa modal cadangan yang dimiliki perusahaan untuk mengganti aktiva tetapnya namun dana ini dapat dipergunakan dahulu untuk membelanjai perusahaan meskipun terdapat jangka waktu yang terbatas sampai saat penggantian aktiva tetap tersebut. Perusahaan yang apabila menggunakan pendanaan dari luar (external financing) maka akan menerbitkan sekuritas yang lebih aman terlebih dulu yaitu penerbitan obligasi kemudian sekuritas yang berkarakteristik opsi, apabila masih belum mencukupi maka diterbitkan saham baru. Menurut Sartono (2010:249) perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan menggunakan dana pinjaman yang sedikit, hal ini sesuai dengan pecking order theory, karena kebutuhan dana sudah 21 tercukupi dari menggunakan sumber dana internal yaitu laba ditahan sedangkan perusahaan yang kurang profitabel akan menggunakan hutang yang lebih besar. Menurut Siregar (2005), ada empat alasan mengapa pecking order theory memprediksi perusahaan lebih mengutamakan utang dari pada modal sendiri saat pendanaan eksternal dilakukan, yaitu: 1) Pasar mengalami kerugian karena adanya asimetri informasi antara manajer dengan pasar. Manajemen cenderung menggunakan saham baru saat overpriced sedangkan penerbitan saham baru akan mengakibatkan harga saham akan mengalami penurunan. 2) Utang dan saham sama-sama membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan, namun biaya transaksi hutang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan saham. 3) Perusahaan mendapatkan manfaat pajak dengan mengeluarkan sekuritas hutang; manfaat pajak ini diperoleh oleh perusahaan karena adanya biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. 4) Kontrol manajemen, dalam hal ini insider ownership yaitu pemilikan oleh manajemen dapat dipertahankan apabila perusahaan menerbitkan sekuritas utang. 3) Trade Off Theory (Teori Pertukaran) Teori pertukaran atau trade off theory adalah adanya fakta bahwa bunga yang dibayarkan sebagai beban pengurangan pajak membuat hutang menjadi lebih murah dibandingkan dengan saham biasa atau saham preferen, secara tidak 22 langsung pemerintah membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain hutang memberikan manfaat perlindungan pajak (Brigham dan Houston, 2011:183). Trade off Theory merupakan model struktur modal yang mempunyai asumsi bahwa struktur modal perusahaan merupakan keseimbangan antara keuntungan penggunaan hutang dengan biaya financial distress (kesulitan keuangan) dan agency cost (Nuswandari, 2013). Pendekatan Trade off berarti tingkat utang perusahaan kembali kepada target atau tingkat optimal (Garcia dan Mira, 2008). 4) Signaling Theory Struktur modal atau penggunaan hutang merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2011:186) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen menilai prospek perusahaan. Mardinawati (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang tumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaanperusahaan yang tumbuh secara lambat. Signaling Theory menyatakan bahwa penggunaan hutang merupakan sinyal positif, diharapkan kreditur akan menangkap sinyal tersebut, yang akan menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai prospek bagus, sehingga hutang merupakan tanda atau sinyal positif. Brigham dan Houston (2011:186) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai prospek menguntungkan akan menghindari penjualan saham, apabila membutuhkan modal baru akan dilakukan dengan cara lain, yaitu termasuk 23 penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal normal dan apabila perusahaan dalam kondisi yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Jadi, signaling theory mengindikasikan perusahaan lebih menggunakan dana eksternal dan hal terlihat dari perusahaan memberi sinyal positif bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan. 5) Agency Theory Menurut Horne dan Wachowicz (2012:16) pihak manajemen dapat dianggap sebagai agen dan pemegang saham yang disebut principle atau pemilk perusahaan. Para pemegang saham berharap agen bertindak atas kepentingan mereka sehingga medelegasikan wewenang kepada agen. Untuk melihat kinerja manajemen berfungsi dengan baik, maka manajemen harus diberikan bonus atau intensif dan pegawasan. Pegawasan dapat dilakukan dengan cara yaitu, dengan pengikatan agen, pemerikasaan laporan keuangan dan pembatasan terhadap keputusan yang bisa dilakukan manajemen. Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegan saham. Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. 24 Rachmawati (2008) menyatakan bahwa agency theory adalah siapapun yang mengeluarin biaya pengawasan tersebut akhirnya ditanggung oleh pemegang saham. Semakin besar kemungkinan pegawasan, semakin tinggi biaya bunga dan semakin rendah nilai perusahaan bagi para pemegang saham. 6) Asymmetric Information Theory Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston (2011:184) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Adanya asymmetric information membuat manajer perusahaan lebih leluasa bertindak di dalam menentukan strategi capital structure karena lebih menguasai informasi yang terjadi di dalam perusahaan. Informasi baru yang ada selalu relevan dengan harga saham yang beredar di pasar, sebenarnya informasi ini bersifat murah dan harus tersedia bagi semua pihak. Namun, karena kompetisi pasar diantara para investor membuat informasi baru segera direfleksikan ke dalam harga saham di pasar secara cepat, sehingga terjadi pula kompetisi dalam mencari informasi untuk mendapatkan keuntungan sesaat (Indrawati dan Suhendro, 2006). Teori asimetri dapat digunakan untuk menjelaskan teori pecking order (perusahaam memilih dana internal dan menggunakan penerbitan saham baru sebagai langkah terakhir) hal ini karena dana internal tidak memiliki biaya asimetri sedangkan hutang dan penerbitan saham berdampak pada timbulnya biaya asimetri namun dengan proporsi biaya yang berbeda sehingga urutan 25 preferensi penggunaan dana berdasarkan biaya asimetri adalah dana internal, hutang dan penerbitan saham. 2.1.4 Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Irawati, 2006:25). Menurut Jumingan (2006:122) likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang segera harus dipenuhi. Menurut Wiagustini (2010:76) likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek dengan dana lancar yang tersedia. Likuiditas berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban atau utang pada saat ditagih atau jatuh tempo (Kasmir, 2011:145). Menurut Riyanto (2011:230) likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Novita, 2015). Menurut Kasmir (2011:133) likuiditas dapat diukur dengan beberapa rasio, antara lain : 1) Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio Lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rumus 26 untuk mencapai rasio lancar dapat digunakan sebagai berikut. 2) Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory) rumus untuk mencari rasio cepat dapat dicari dengan; 3) Rasio Kas (Cash Ratio) Rasio Kas merupakan rasio yang mengukur seberapa besar uang yang benarbenar siap untuk digunakan untuk membayar utangnya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Likuiditas dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio lancar (current ratio). Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Current Ratio menunjukan seberapa jauh tuntuan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang 27 diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang. 2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan semua modal yang bekerja didalamnya (Sutrisno, 2009:16). Menurut Raharjaputra (2009:205) profitabilitas merupakan kemampuan para eksekutif perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan maupun modal sendiri. Menurut Harahap (2009:304) profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Menurut Wiagustini (2010:76) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan terhadap manajemen perusahaan. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau profit yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan (Michelle dan Megawati, 2005). Adapun beberapa rasio profitabilitas menurut Brigham dan Houston (2011:185) yaitu: 1) Margin laba (Profit Margin) Rasio ini menunjukan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dimana semakin besar rasio ini maka semakin baik pula karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapat 28 laba cukup tinggi. Menurut Sartono (2010:153) margin laba dapat dihitung dengan rumus: 2) Return on Equity (ROE) Rasio ini mengukur atau menunjukan berapa persen yang diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik yang dimana semakin besar hasilnya akan semakin bagus. Menurut Sartono (2010:124) rasio ini dapat dihitung dengan rumus: 3) Return on Total Assets (ROA) Rasio ini menunjukan seberapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nillai aktiva yang dimiliki perusahaan. Menurut Irawati (2006:59) rasio ini dapat dihitung dengan rumus: Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan return on total asset (ROA). ROA merupakan salah satu cara menghitung kinerja keuangan perusahaan dengan membandingkan laba bersih yang diperoleh perusahaan dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA menunjukan seberapa banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas sumber daya keuangan yang 29 ditanamkan perusahaan. Sehingga penulis menggunakan ROA karena ROA dalam analisis keuangan merupakan salah satu teknik yang bersifat menyeluruh dan lazim digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. 2.1.6 Risiko Bisnis Risiko bisnis merupakan risiko dalam menjalankan suatu jenis bisnis (Tandelilin, 2010:104). Menurut Horne dan Wachowicz (2012:117) risiko bisnis adalah perbedaan antara imbal hasil aktual dengan imbal hasil yang diharapkan. Brigham dan Houston (2011:157) menyatakan bahwa risiko bisnis merupakan tingkat asset perusahaan jika perusahaan tersebut tidak menggunakan utang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Irawati (2006:46) yang menyatakan bahwa risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dari hubungan langsung antara keuntungan saat ini dan keuntungan masa depan yang diharapkan. Wijaya (2011) menyatakan bahwa risiko bisnis tercermin dari perusahaan yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan operating leverage. Risiko bisnis dalam penelitian ini diproksikan dengan degree of operating leverage (DOL). Degree of Operating Leverage merupakan persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang di sebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan) (Warsono, 2003:215). DOL dapat dihitung dengan rumus: 30 2.1.7 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukan pada total aktiva, jumlah penjualan, dan rata-rata penjualan (Riyanto, 2011:305). Brigham dan Houston (2011:167), menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan rata-rata penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun, dalam hal ini penjualan lebih besar dari pada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari pada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan ratarata total aktiva. Jadi ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (Sujianto, 2001:46). Ukuran perusahaan dapat pula diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (mediumsize) dan perusahaan kecil (small firm) (Panjaitan, 2004). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aktiva perusahaan (Ibrahim, 2008). Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva 31 besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Daniati dan Suhairi, 2006). Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Metallia, 2007). Ukuran perusahaan dapat diukur atau dihitung dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Mengukur jumlah nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan (total aktiva) dengan cara menghitung logaritma natural dari total aktiva, dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Irawati, 2006:50): LnTA = Ln (Total Aktiva) 2) Dengan cara mengukur total aktiva suatu perusahaan yang dibagi dengan nilai ekuitas perusahaan (Triani dan Nikmah, 2006). Ukuran Perusahaan dapat dihitung dengan rumus: Ukuran Perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan membandingkan total aktiva dengan 32 ekuitas. Ukuran Perusahaan menunjukkan seberapa besar ukuran atau besarnya aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan seberapa besar pula prospek ke depannya perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lama. 2.1.8 Pajak Pajak adalah iuran pajak kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat disahkan) dengan tidak mendapat kontra prestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 2004:5). Menurut Diana dan Setiawati (2014:1) pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Soemahamidjaja (2004:10) pajak merupakan iuran wajib berupa uang atau barang yang di pungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektip dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Suparmoko (2000:94) pajak merupakan pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipakasakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk. Penerimaan pajak sangat perlu ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan fasilitas yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. 33 Menurut Tirsono (2008) Semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, dan semakin besar pula daya tarik penggunaan hutang, dengan demikian dalam penelitian ini pajak diproksikan dengan perbandingan current year’s tax dengan ebit. Pajak dapat diukur atau dihitung dengan rumus: 1) Mengukur jumlah pajak yang dimiliki suatu perusahaan dengan cara menghitung logaritma pajak natural, dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: LnTAX = Ln (Pajak) 2) Mengukur pajak dengan cara Non-debt tax shield, dimana Non-debt tax shield merupakan substitusi interest expense yang akan berkurang saat menghitung pajak perusahaan (Mutaminah, 2003). Non-debt tax shield secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 3) Mengukur pajak suatu perusahaan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Tariq et al. 2013) : Pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan membandingkan current year’s tax dengan ebit. Pajak menunjukkan seberapa besar keuntungan 34 dari penggunaan pajak dan seberapa besar pula daya tarik penggunaan hutang dalam operasi perusahaan. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Struktur Modal Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kemampuan financial jangka pendek tepat pada waktunya (Sartono, 2010:116). Likuiditas menjadi ukuran kreditur menilai kelayakan calon debiturnya, karena kreditur tidak ingin mengalami kerugian akibat gagal bayar. Hal ini karena aktiva lancar dapat digunakan sebagai jaminan utang lancar akan dibayar apabila kas tidak cukup. Semakin besar tingkat likuiditas suatu perusahaan, semakin mudah perusahaan mendapatkan utang (Kurniawan, 2013). Menurut Pecking Order Theory, hal ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat likuiditas tinggi memiliki dana internal yang besar sehingga perusahaan tersebut akan lebih memilih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal (hutang). Kusumawati (2004), Setiawan (2006), Rachmawardani (2007), Joni dan Lina (2010), dan Sabir dan Malik (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara likuiditas terhadap struktur modal. Perusahaan dengan aset likuid yang besar dapat menggunakan aset ini untuk berinvestasi (pecking order theory). Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin tingginya likuiditas maka semakin tinggi pula struktur modalnya. 35 Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal. 2.2.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 2010:122). Yuniningsih (2002) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan pendapatan untuk membiayai investasi yang ditunjukan untuk menghasilkan keuntungan. Stabilitas profitabilitas merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan manajer di dalam pemilihan struktur modal (Brigham dan Houston, 2011:188). Semakin stabil profitabilitas berarti semakin kecil pinjaman karena bertambah besarnya kemungkinan perusahaan mampu untuk memenuhi kewajiban tetapnya. Menurut Mutaminah (2003) pecking order theory menyatakan bahwa, perusahaan yang memiliki profit tinggi memungkinkan mereka untuk menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan perusahaan dan akan menggunakan hutang dalam jumlah rendah, dan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan (2008), Viviani (2008), dan Shanmugasundaram (2008), Munawar (2009), Chen dan Liu-Ju Chen (2011), Sheikh dan Wang (2011), Santika dan Sudiyatno (2011), Salehi (2011), Mohammadzadeh et al. (2013), Alom (2013) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan yang sudah memperoleh laba yang tinggi maka tidak 36 perlu menggunakan hutang, karena laba yang tinggi akan dapat mebiayai operasional perusahaan. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal. 2.2.3 Pengaruh Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi perusahaan ketika menjalani kegiatan operasi, yaitu kemungkinan ketidak mampuan perusahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya (Gitman, 2003:215). Risiko bisnis perusahaan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan, kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya, dan minat pemodal untuk menanamkan dana pada perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana dalam menjalankan kegiatan operasionalnya (Friska, 2011). Menurut Kaaro (2003), Prabansari dan Kusuma (2005), Tang dan Jang (2005), Ahmed et al. (2010), Indrajaya (2011), Seftianne (2011), Nuswandari (2013), dalam penelitiannya menyatakan bahwa risko bisnis memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang lebih kecil dibanding perusahaan yang mempunyai risiko bisnis rendah, karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan hutang yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang mereka. 37 Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H3 : Risiko Bisnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal. 2.2.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana besar atau kecilnya perusahaan dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara, antara lain melalui total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Sirait, 2011). Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Ibrahim, 2008). Menurut Kartika (2009), perusahaan berukuran besar akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibandingkan dengan perusahaan berskala kecil, karena kemudahaan akses tersebut maka perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula. Menurut Huang dan Frank (2002), Prabansari dan Hadri (2005), Prabansari dan Kusuma (2005), Hendri dan Sutapa (2006), Kartini dan Tulus (2008), Momami et al., (2010), Sheikh dan Wang (2011), Karadeniz et al. (2011), BaAbbad (2012), Owolabi and Inyang (2012), Verena dan Mulyo (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan besar cenderung lebih terdiversifikasi 38 dan lebih tahan terhadap resiko kebangkrutan dan memiliki kemungkinan lebih rendah mengalami kesulitan keuangan. Ini ditunjukan bahwa penentuan besar kecilnya skala perusahaan dapat ditentukan oleh hasil dari penjualan serta rata-rata total aktiva. Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H4 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal. 2.2.5 Pengaruh Pajak terhadap Struktur Modal Pajak adalah jumlah pajak yang dibebankan kepada masing-masing perusahaan berdasarkan pada tarif pajak yang ditentukan pemerintah atas penghasilannya yang terkena pajak yang diperoleh. Brigham dan Houston (2011 :180) menyatakan bahwa utang mempunyai keunggulan berupa pembayaran bunga dapat digunakan untuk mengurangi pajak sehingga biaya pajak yang harus dibayar menjadi lebih rendah. Keadaan inilah yang telah mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar di dalam struktur modal perusahaan. Menurut Narayan Rao dan Jijo Lukose (2003), Tirsono (2008), Setiawati (2011), Owolabi and Inyang (2012), Rostami and Akparpour (2012), dan Dewi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, dan semakin besar pula daya tarik penggunaan hutang. 39 Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H5 : Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal. 40 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Likuiditas, Profitabilitas, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan, dan Pajak terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Likuiditas (X1) (+) Profitabilitas (X2) (-) Risiko Bisnis (X3) Ukuran Perusahaan Struktur Modal (-) (+) (X4) (+) Pajak (X5) 41 (Y)