15 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki
beban tetap, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih
besar daripada beban tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah
(Horne, 2012:295). Menurut Kasmir (2011:129) keputusan pendanaan merupakan
keputusan yang berkaitan dengan jumlah dana yang disediakan perusahaan baik yang
bersifat utang atau modal sendiri. Subramanyam dan Wild (2010:19) menyatakan
bahwa keputusan pendanaan adalah keputusan dimana komposisi aktivitas pendanaan
tergantung pada kondisi di pasar keuangan. Keputusan pendanaan suatu perusahaan
adalah keputusan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan yang berkaitan
dengan darimana dana perusahaan dipenuhi, berkaitan dengan analisis biaya dana
atau modal yang digunakan perusahaan (Wiagustini, 2010:207).
1) Sumber Dana Menurut Asalnya
Riyanto (2011:227) menyatakan ada dua sumber dana menurut asalnya yaitu
sumber intern dan sumber ekstern.
(1) Sumber Intern adalah dana yang berasal dari dalam perusahaan. Sumber intern
dapat berupa laba yang ditahan (retained earning) dan penyusutan.
15
(2) Sumber ekstern adalah sumber dana yang berasal luar perusahaan. Dana
tersebut antara lain berasal dari kreditur, bank, pasar modal dan modal dari
pemilik perusahaan.
2) Sumber Dana Menurut Jangka Waktunya
Sumber dana menurut jangka waktunya ada tiga yaitu sumber jangka waktu
pendek, jangka waktu menengah, dan jangka waktu panjang (Wiagustini,
2010:214).
(1) Sumber dana jangka waktu pendek adalah sumber dana yang ada di dalam
perusahaan dan hanya berumur maksimum satu tahun saja. Antara lain adalah
accrual account, hutang dagang, hutang bank dll.
(2) Sumber dana jangka waktu menengah adalah sumber dana yang berumur lebih
dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Dana tersebut antara lain adalah
term loan, equipment loan, leasing, dan modal ventura.
(3) Sumber dana jangka waktu panjang adalah sumber dana yang ada dalam
perusahaan lebih dari 10 tahun. Ada beberapa jenis sumber pendanaan jangka
panjang, yaitu hutang jangka panjang, obligasi, saham preferen, dan saham
biasa.
2.1.2
Struktur Modal
Struktur Modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang
bersifat permanen, jangka panjang dengan saham preferen dan saham biasa (Sartono,
2010:225). Menurut Kamaludin (2011:306) menyatakan bahwa struktur modal atau
capital structure adalah kombinasi atau bauran sumber pembiayaan jangka panjang.
16
Martono dan Harjito (2010:240), struktur modal adalah perbandingan atau imbangan
pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang
jangka panjang terhadap modal sendiri. Sedangkan menurut Sawir (2005:10), struktur
modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham
preferen, dan modal pemegang saham. Sementara itu struktur keuangan adalah
perimbangan antara total utang dengan modal sendiri, jadi dengan kata lain struktur
modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Terdapat beberapa alat ukur untuk
menilai tingkat struktur modal perusahaan yang salah satunya adalah debt to equity
ratio. Struktur modal yang diukur dengan debt to equity ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini diukur dengan cara
membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas
(Kasmir, 2011:130). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal
menurut Brigham dan Houston (2011:188) antara lain adalah:
1) Stabilitas penjualan
Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat secara aman mengambil
hutang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2) Struktur aset
Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman
cenderung akan cukup banyak menggunakan hutang.
17
3) Leverage operasi
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu
menerapkan leverage keuangan karena perusahaan akan memiliki risiko usaha
yang lebih rendah.
4) Tingkat pertumbuhan
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat harus lebih
mengandalkan diri pada modal eksternal.
5) Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi
ternyata menggunakan hutang dalam jumlah yang relatif sedikit. Tingkat
pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam
melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara
internal.
6) Pajak
Bunga merupakan suatu beban pengurang pajak dan pengurangan ini lebih
bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi. Semakin tinggi tarif
pajak suatu perusahaan, maka semakin besar keunggulan dari hutang.
7) Kendali
Pertimbangan kendali dapat mengarah pada penggunaan baik itu hutang maupun
ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan terbaik kepada
manajemen akan bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain.
18
8) Sikap manajemen
Manajemen dapat melaksanakan pertimbangannya sendiri tentang struktur modal
yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih konservartif dibandingkan
yang lain dan menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan
dengan rata-rata perusahaan dalam industrinya, sementara manajemen yang
agresif menggunakan lebih banyak hutang dalam usaha mereka untuk mendapat
laba yang lebih tinggi.
9) Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat
Perusahaan sering kali membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi
pinjaman dan lembaga peringkat serta sangat memperhatikan saran mereka, hal
ini dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh perusahaan tersebut.
10) Kondisi pasar
Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalam jangka panjang
maupun jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal
optimal suatu perusahaan.
11) Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal suatu perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal
perusahaan.
12) Fleksibilitas keuangan
Fleksibilitas keuangan menyangkut bagaimana kondisi keuangan perusahaan
dapat berubah sesuai dengan keadaan yang diperlukan.
19
2.1.3
Teori Struktur Modal
1) Modigliani-Miller (MM) Theory
Pendekatan klasik yang diperkenalkan oleh Franco Modigliani dan Merton
Miller ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan
tidak mengalami perubahan sehingga baik tingkat kapitalisasi maupun tingkat
biaya utang relatif konstan (Sartono, 2010:228). Inti dari teori ini adalah tidak ada
rasio utang yang optimal dan rasio utang tidak menjelaskan nilai perusahaan dan
teori ini menggunakan asumsi bahwa tidak ada pajak, tidak ada asimetri informasi
dan tidak ada biaya transaksi (Joni dan Lina, 2010). Brigham dan Houston
(2011:33) menyatakan bahwa ada beberapa asumsi dalam teori ini, yaitu;
(1) Tidak ada biaya pialang.
(2) Tidak ada pajak.
(3) Tidak ada biaya kebangkrutan.
(4) Investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan.
(5) Semua investor memiliki informasi yang sama dengan manajemen tentang
peluang-peluang investasi di masa depan.
(6) EBIT tidak berpengaruh pada penggunaan utang
Namun teori ini dikatakan kurang relevan karena adanya pengurangan pajak
penghasilan atas penggunaan utang, kondisi pasar dengan asimetri informasi serta
biaya transaksi dalam pasar modal yang tidak dimasukkan kedalam teori MM
(Joni dan Lina, 2010). Sisi positif dari utang adalah utang menurunkan biaya
keagenan ekuitas. Penggunaan utang juga akan mendisiplinkan manajer untuk
20
tidak sembarangan menggunakan aktiva perusahaan untuk kepentingannya karena
pengawasan oleh kreditur biasanya jauh lebih ketat dan efektif dari pada
pengawasan para pemegang saham diluar perusahaan dengan informasi yang
relatif terbatas (Joni dan Lina, 2010).
2) Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson tahun 1961 dan penanaman
pecking order theory dilakukan oleh Myers tahun 1984. Teori ini menjelaskan
mengenai mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang
paling disukai. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal
internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan akumulasi
depresiasi (Kartika, 2009).
Akumulasi depresiasi merupakan dana internal berupa modal cadangan yang
dimiliki perusahaan untuk mengganti aktiva tetapnya namun dana ini dapat
dipergunakan dahulu untuk membelanjai perusahaan meskipun terdapat jangka
waktu yang terbatas sampai saat penggantian aktiva tetap tersebut. Perusahaan
yang apabila menggunakan pendanaan dari luar (external financing) maka akan
menerbitkan sekuritas yang lebih aman terlebih dulu yaitu penerbitan obligasi
kemudian sekuritas yang berkarakteristik opsi, apabila masih belum mencukupi
maka diterbitkan saham baru. Menurut Sartono (2010:249) perusahaan yang
memiliki profitabilitas yang tinggi akan menggunakan dana pinjaman yang sedikit,
hal ini sesuai dengan pecking order theory, karena kebutuhan dana sudah
21
tercukupi dari menggunakan sumber dana internal yaitu laba ditahan sedangkan
perusahaan yang kurang profitabel akan menggunakan hutang yang lebih besar.
Menurut Siregar (2005), ada empat alasan mengapa pecking order theory
memprediksi perusahaan lebih mengutamakan utang dari pada modal sendiri saat
pendanaan eksternal dilakukan, yaitu:
1) Pasar mengalami kerugian karena adanya asimetri informasi antara manajer
dengan pasar. Manajemen cenderung menggunakan saham baru saat
overpriced sedangkan penerbitan saham baru akan mengakibatkan harga
saham akan mengalami penurunan.
2) Utang dan saham sama-sama membutuhkan biaya transaksi bagi perusahaan,
namun biaya transaksi hutang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan
saham.
3) Perusahaan mendapatkan manfaat pajak dengan mengeluarkan sekuritas
hutang; manfaat pajak ini diperoleh oleh perusahaan karena adanya biaya
bunga yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
4) Kontrol manajemen, dalam hal ini insider ownership yaitu pemilikan oleh
manajemen dapat dipertahankan apabila perusahaan menerbitkan sekuritas
utang.
3) Trade Off Theory (Teori Pertukaran)
Teori pertukaran atau trade off theory adalah adanya fakta bahwa bunga yang
dibayarkan sebagai beban pengurangan pajak membuat hutang menjadi lebih
murah dibandingkan dengan saham biasa atau saham preferen, secara tidak
22
langsung pemerintah membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain
hutang memberikan manfaat perlindungan pajak (Brigham dan Houston,
2011:183). Trade off Theory merupakan model struktur modal yang mempunyai
asumsi bahwa struktur modal perusahaan merupakan keseimbangan antara
keuntungan penggunaan hutang dengan biaya financial distress (kesulitan
keuangan) dan agency cost (Nuswandari, 2013). Pendekatan Trade off berarti
tingkat utang perusahaan kembali kepada target atau tingkat optimal (Garcia dan
Mira, 2008).
4) Signaling Theory
Struktur modal atau penggunaan hutang merupakan signal yang disampaikan
oleh manajer ke pasar. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston
(2011:186) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang
memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen menilai prospek
perusahaan. Mardinawati (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang tumbuh
pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaanperusahaan yang tumbuh secara lambat. Signaling Theory menyatakan bahwa
penggunaan hutang merupakan sinyal positif, diharapkan kreditur akan
menangkap sinyal tersebut, yang akan menunjukkan bahwa perusahaan
mempunyai prospek bagus, sehingga hutang merupakan tanda atau sinyal positif.
Brigham dan Houston (2011:186) menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai prospek menguntungkan akan menghindari penjualan saham, apabila
membutuhkan modal baru akan dilakukan dengan cara lain, yaitu termasuk
23
penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal normal dan apabila
perusahaan dalam kondisi yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk
menjual sahamnya. Jadi, signaling theory mengindikasikan perusahaan lebih
menggunakan dana eksternal dan hal terlihat dari perusahaan memberi sinyal
positif bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan.
5) Agency Theory
Menurut Horne dan Wachowicz (2012:16) pihak manajemen dapat dianggap
sebagai agen dan pemegang saham yang disebut principle atau pemilk perusahaan.
Para pemegang saham berharap agen bertindak atas kepentingan mereka sehingga
medelegasikan wewenang kepada agen. Untuk melihat kinerja manajemen
berfungsi dengan baik, maka manajemen harus diberikan bonus atau intensif dan
pegawasan. Pegawasan dapat dilakukan dengan cara yaitu, dengan pengikatan
agen, pemerikasaan laporan keuangan dan pembatasan terhadap keputusan yang
bisa dilakukan manajemen. Biaya
agensi merupakan biaya-biaya
yang
berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa
manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan
dengan kreditor dan pemegan saham. Pada dasarnya agency theory adalah teori
mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan
pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang
sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak
untuk kepentingan pemilik.
24
Rachmawati (2008) menyatakan bahwa agency theory adalah siapapun yang
mengeluarin biaya pengawasan tersebut akhirnya ditanggung oleh pemegang
saham. Semakin besar kemungkinan pegawasan, semakin tinggi biaya bunga dan
semakin rendah nilai perusahaan bagi para pemegang saham.
6) Asymmetric Information Theory
Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham
dan Houston (2011:184) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang
berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki
investor. Adanya asymmetric information membuat manajer perusahaan lebih
leluasa bertindak di dalam menentukan strategi capital structure karena lebih
menguasai informasi yang terjadi di dalam perusahaan. Informasi baru yang ada
selalu relevan dengan harga saham yang beredar di pasar, sebenarnya informasi
ini bersifat murah dan harus tersedia bagi semua pihak. Namun, karena kompetisi
pasar diantara para investor membuat informasi baru segera direfleksikan ke
dalam harga saham di pasar secara cepat, sehingga terjadi pula kompetisi dalam
mencari informasi untuk mendapatkan keuntungan sesaat (Indrawati dan
Suhendro, 2006).
Teori asimetri dapat digunakan untuk menjelaskan teori pecking order
(perusahaam memilih dana internal dan menggunakan penerbitan saham baru
sebagai langkah terakhir) hal ini karena dana internal tidak memiliki biaya
asimetri sedangkan hutang dan penerbitan saham berdampak pada timbulnya
biaya asimetri namun dengan proporsi biaya yang berbeda sehingga urutan
25
preferensi penggunaan dana berdasarkan biaya asimetri adalah dana internal,
hutang dan penerbitan saham.
2.1.4
Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman
jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (Irawati, 2006:25). Menurut Jumingan (2006:122) likuiditas
merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban yang segera
harus dipenuhi. Menurut Wiagustini (2010:76) likuiditas merupakan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek
dengan dana lancar yang tersedia. Likuiditas berguna untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban atau utang
pada saat ditagih atau jatuh tempo (Kasmir, 2011:145). Menurut Riyanto
(2011:230) likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas mengacu pada
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Novita,
2015). Menurut Kasmir (2011:133) likuiditas dapat diukur dengan beberapa
rasio, antara lain :
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio Lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rumus
26
untuk
mencapai
rasio
lancar
dapat
digunakan
sebagai
berikut.
2) Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar dengan aktiva
lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan
(inventory) rumus untuk
mencari rasio cepat dapat dicari dengan;
3) Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio Kas merupakan rasio yang mengukur seberapa besar uang yang benarbenar siap untuk digunakan untuk membayar utangnya. Rasio ini dapat
dihitung dengan rumus:
Likuiditas dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio lancar
(current ratio). Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera
jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Current Ratio menunjukan
seberapa jauh tuntuan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang
27
diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh
tempo utang.
2.1.5
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan semua modal yang bekerja didalamnya (Sutrisno, 2009:16).
Menurut Raharjaputra (2009:205) profitabilitas merupakan kemampuan para
eksekutif perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk
laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan
maupun modal sendiri. Menurut Harahap (2009:304) profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan
sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan,
jumlah cabang, dan sebagainya. Menurut Wiagustini (2010:76) profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau ukuran efektivitas
pengelolaan
terhadap
manajemen
perusahaan.
Profitabilitas
merupakan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau profit yang akan menjadi dasar
pembagian dividen perusahaan (Michelle dan Megawati, 2005).
Adapun beberapa rasio profitabilitas menurut Brigham dan Houston
(2011:185) yaitu:
1) Margin laba (Profit Margin)
Rasio ini menunjukan berapa besar persentase pendapatan bersih yang
diperoleh dari setiap penjualan yang dimana semakin besar rasio ini maka
semakin baik pula karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapat
28
laba cukup tinggi. Menurut Sartono (2010:153) margin laba dapat dihitung
dengan rumus:
2) Return on Equity (ROE)
Rasio ini mengukur atau menunjukan berapa persen yang diperoleh laba
bersih bila diukur dari modal pemilik yang dimana semakin besar hasilnya
akan semakin bagus. Menurut Sartono (2010:124) rasio ini dapat dihitung
dengan rumus:
3) Return on Total Assets (ROA)
Rasio ini menunjukan seberapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila
diukur dari nillai aktiva yang dimiliki perusahaan. Menurut Irawati (2006:59)
rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan return on total
asset (ROA). ROA merupakan salah satu cara menghitung kinerja keuangan
perusahaan dengan membandingkan laba bersih yang diperoleh perusahaan
dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA menunjukan seberapa
banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas sumber daya keuangan yang
29
ditanamkan perusahaan. Sehingga penulis menggunakan ROA karena ROA
dalam analisis keuangan merupakan salah satu teknik yang bersifat
menyeluruh dan lazim digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas dari
keseluruhan operasi perusahaan.
2.1.6
Risiko Bisnis
Risiko bisnis merupakan risiko dalam menjalankan suatu jenis bisnis
(Tandelilin, 2010:104). Menurut Horne dan Wachowicz (2012:117) risiko bisnis
adalah perbedaan antara imbal hasil aktual dengan imbal hasil yang diharapkan.
Brigham dan Houston (2011:157) menyatakan bahwa risiko bisnis merupakan
tingkat asset perusahaan jika perusahaan tersebut tidak menggunakan utang. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Irawati (2006:46) yang menyatakan bahwa
risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dari hubungan
langsung antara keuntungan saat ini dan keuntungan masa depan yang
diharapkan.
Wijaya (2011) menyatakan bahwa risiko bisnis tercermin dari perusahaan
yang memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan
perusahaan menggunakan operating leverage. Risiko bisnis dalam penelitian ini
diproksikan dengan degree of operating leverage (DOL). Degree of Operating
Leverage merupakan persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang di
sebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan) (Warsono, 2003:215).
DOL dapat dihitung dengan rumus:
30
2.1.7
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukan pada total aktiva, jumlah penjualan, dan rata-rata penjualan (Riyanto,
2011:305). Brigham dan Houston (2011:167), menyatakan bahwa ukuran
perusahaan merupakan rata-rata penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan
sampai beberapa tahun, dalam hal ini penjualan lebih besar dari pada biaya
variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak.
Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari pada biaya variabel dan biaya tetap
maka perusahaan akan menderita kerugian.
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan ratarata total aktiva. Jadi ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan (Sujianto, 2001:46). Ukuran perusahaan dapat
pula diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari
perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3
kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (mediumsize) dan perusahaan kecil (small firm) (Panjaitan, 2004). Penentuan ukuran
perusahaan ini didasarkan kepada total aktiva perusahaan (Ibrahim, 2008).
Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah
ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva
31
besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan
dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki
prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga
mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu
menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Daniati
dan Suhairi, 2006).
Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory
cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan
menunjukan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Metallia,
2007). Ukuran perusahaan dapat diukur atau dihitung dengan menggunakan
beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Mengukur jumlah nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan (total aktiva)
dengan cara menghitung logaritma natural dari total aktiva, dan secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Irawati, 2006:50):
LnTA = Ln (Total Aktiva)
2) Dengan cara mengukur total aktiva suatu perusahaan yang dibagi dengan nilai
ekuitas perusahaan (Triani dan Nikmah, 2006). Ukuran Perusahaan dapat
dihitung dengan rumus:
Ukuran Perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan
membandingkan
total
aktiva
dengan
32
ekuitas.
Ukuran
Perusahaan
menunjukkan seberapa besar ukuran atau besarnya aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan dan seberapa besar pula prospek ke depannya perusahaan dalam
jangka waktu yang relatif lama.
2.1.8
Pajak
Pajak adalah iuran pajak kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat disahkan) dengan tidak mendapat kontra prestasi yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro,
2004:5). Menurut Diana dan Setiawati (2014:1) pajak merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Soemahamidjaja (2004:10) pajak merupakan iuran wajib
berupa uang atau barang yang di pungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektip dalam
mencapai kesejahteraan umum. Menurut Suparmoko (2000:94) pajak merupakan
pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipakasakan dengan
tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk. Penerimaan pajak sangat
perlu ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan
kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran
masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan fasilitas yang
mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan
kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
33
Menurut Tirsono (2008) Semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar
keuntungan dari penggunaan pajak, dan semakin besar pula daya tarik
penggunaan hutang, dengan demikian dalam penelitian ini pajak diproksikan
dengan perbandingan current year’s tax dengan ebit. Pajak dapat diukur atau
dihitung dengan rumus:
1) Mengukur jumlah pajak yang dimiliki suatu perusahaan dengan cara
menghitung logaritma pajak natural, dan secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
LnTAX = Ln (Pajak)
2) Mengukur pajak dengan cara Non-debt tax shield, dimana Non-debt tax shield
merupakan substitusi interest expense yang akan berkurang saat menghitung
pajak perusahaan (Mutaminah, 2003). Non-debt tax shield secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut:
3) Mengukur pajak suatu perusahaan secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut (Tariq et al. 2013) :
Pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan membandingkan
current year’s tax dengan ebit. Pajak menunjukkan seberapa besar keuntungan
34
dari penggunaan pajak dan seberapa besar pula daya tarik penggunaan hutang
dalam operasi perusahaan.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh Likuiditas terhadap Struktur Modal
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kemampuan
financial jangka pendek tepat pada waktunya (Sartono, 2010:116). Likuiditas menjadi
ukuran kreditur menilai kelayakan calon debiturnya, karena kreditur tidak ingin
mengalami kerugian akibat gagal bayar. Hal ini karena aktiva lancar dapat digunakan
sebagai jaminan utang lancar akan dibayar apabila kas tidak cukup. Semakin besar
tingkat likuiditas suatu perusahaan, semakin mudah perusahaan mendapatkan utang
(Kurniawan, 2013). Menurut Pecking Order Theory, hal ini dikarenakan perusahaan
dengan tingkat likuiditas tinggi memiliki dana internal yang besar sehingga
perusahaan tersebut akan lebih memilih menggunakan dana internalnya terlebih
dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal
(hutang).
Kusumawati (2004), Setiawan (2006), Rachmawardani (2007), Joni dan Lina
(2010), dan Sabir dan Malik (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara likuiditas terhadap struktur modal. Perusahaan dengan aset likuid
yang besar dapat menggunakan aset ini untuk berinvestasi (pecking order theory).
Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin tingginya likuiditas maka semakin tinggi
pula struktur modalnya.
35
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
2.2.2
Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono,
2010:122). Yuniningsih (2002) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan
pendapatan untuk membiayai investasi yang ditunjukan untuk menghasilkan
keuntungan. Stabilitas profitabilitas merupakan salah satu hal penting yang harus
diperhatikan manajer di dalam pemilihan struktur modal (Brigham dan Houston,
2011:188). Semakin stabil profitabilitas berarti semakin kecil pinjaman karena
bertambah besarnya kemungkinan perusahaan mampu untuk memenuhi kewajiban
tetapnya.
Menurut Mutaminah (2003) pecking order theory menyatakan bahwa,
perusahaan yang memiliki profit tinggi memungkinkan mereka untuk menggunakan
laba ditahan sebagai sumber pendanaan perusahaan dan akan menggunakan hutang
dalam jumlah rendah, dan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan
(2008), Viviani (2008), dan Shanmugasundaram (2008), Munawar (2009), Chen dan
Liu-Ju Chen (2011), Sheikh dan Wang (2011), Santika dan Sudiyatno (2011), Salehi
(2011), Mohammadzadeh et al. (2013), Alom (2013) menyatakan bahwa
profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal.
Hal ini disebabkan perusahaan yang sudah memperoleh laba yang tinggi maka tidak
36
perlu menggunakan hutang, karena laba yang tinggi akan dapat mebiayai operasional
perusahaan.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
2.2.3
Pengaruh Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal
Risiko bisnis merupakan salah satu risiko yang dihadapi perusahaan ketika
menjalani kegiatan operasi, yaitu kemungkinan ketidak mampuan perusahaan untuk
mendanai kegiatan operasionalnya (Gitman, 2003:215). Risiko bisnis perusahaan
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan, kemampuan perusahaan untuk
membayar utangnya, dan minat pemodal untuk menanamkan dana pada perusahaan
dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya (Friska, 2011).
Menurut Kaaro (2003), Prabansari dan Kusuma (2005), Tang dan Jang
(2005), Ahmed et al. (2010), Indrajaya (2011), Seftianne (2011), Nuswandari (2013),
dalam penelitiannya menyatakan bahwa risko bisnis memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan dengan risiko
bisnis besar harus menggunakan hutang lebih kecil dibanding perusahaan yang
mempunyai risiko bisnis rendah, karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan
hutang yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang
mereka.
37
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3 : Risiko Bisnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
2.2.4
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana besar atau kecilnya
perusahaan dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara, antara lain melalui total
aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Sirait, 2011). Perusahaan yang
memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai
tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan
dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain
itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu
menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil (Ibrahim,
2008). Menurut Kartika (2009), perusahaan berukuran besar akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibandingkan dengan perusahaan berskala kecil,
karena kemudahaan akses tersebut maka perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang
lebih besar pula.
Menurut Huang dan Frank (2002), Prabansari dan Hadri (2005), Prabansari
dan Kusuma (2005), Hendri dan Sutapa (2006), Kartini dan Tulus (2008), Momami et
al., (2010), Sheikh dan Wang (2011), Karadeniz et al. (2011), BaAbbad (2012),
Owolabi and Inyang (2012), Verena dan Mulyo (2013) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
struktur modal. Hal ini disebabkan perusahaan besar cenderung lebih terdiversifikasi
38
dan lebih tahan terhadap resiko kebangkrutan dan memiliki kemungkinan lebih
rendah mengalami kesulitan keuangan. Ini ditunjukan bahwa penentuan besar
kecilnya skala perusahaan dapat ditentukan oleh hasil dari penjualan serta rata-rata
total aktiva.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
2.2.5
Pengaruh Pajak terhadap Struktur Modal
Pajak adalah jumlah pajak yang dibebankan kepada masing-masing
perusahaan berdasarkan pada tarif pajak yang ditentukan pemerintah atas
penghasilannya yang terkena pajak yang diperoleh. Brigham dan Houston (2011
:180) menyatakan bahwa utang mempunyai keunggulan berupa pembayaran bunga
dapat digunakan untuk mengurangi pajak sehingga biaya pajak yang harus dibayar
menjadi lebih rendah. Keadaan inilah yang telah mendorong adanya penggunaan
utang yang semakin besar di dalam struktur modal perusahaan.
Menurut Narayan Rao dan Jijo Lukose (2003), Tirsono (2008), Setiawati
(2011), Owolabi and Inyang (2012), Rostami and Akparpour (2012), dan Dewi
(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur modal. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pajak
perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, dan semakin besar
pula daya tarik penggunaan hutang.
39
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H5 : Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Struktur Modal.
40
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Likuiditas, Profitabilitas, Risiko
Bisnis, Ukuran Perusahaan, dan Pajak terhadap Struktur Modal Pada
Perusahaan Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Likuiditas
(X1)
(+)
Profitabilitas
(X2)
(-)
Risiko Bisnis
(X3)
Ukuran Perusahaan
Struktur Modal
(-)
(+)
(X4)
(+)
Pajak
(X5)
41
(Y)
Download