21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Hasil visualisasi

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Isolasi DNA
Hasil visualisasi keenam sampel dari isolasi DNA menunjukkan bahwa
DNA berhasil diisolasi dengan baik. Keberadaan DNA pada penelitian ini
diketahui dengan menganalisis penampakan DNA hasil visualisasi elektroforesis
pada agarose gel (Gambar 4).
Gambar 4. Visualisasi Isolasi DNA pada agarose gel 1%.
Marker Ladder (M), 100% ayam (A), 100% babi (B), 75%: 25% (A1), 90%: 10%
(A2), 95%: 5% (A3) dan 99%: 1% (A4).
Prinsip dasar isolasi total DNA adalah dengan memecah dan
mengekstraksi jaringan yang akan diisolasi DNA-nya sehingga akan terbentuk
ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA, dan RNA. Ekstrak sel
dimurnikan, sehingga dihasilkan pelet sel yang mengandung DNA total. Tahapan
dalam isolasi DNA yaitu: isolasi sel, lisis dinding dan membran sel, ekstraksi
dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi (Faatih, 2009). Hal ini juga disampaikan
oleh Peccia dan Hernandez (2006) bahwa pada dasarnya prinsip dari isolasi DNA
adalah melisiskan sel dan memurnikan asam nukleat (DNA). Lisis merupakan
perusakan dinding dan melepaskan DNA yang bisa dilakukan dengan cara fisik
maupun kimia. Pemurnian DNA merupakan proses untuk memisahkan DNA dari
lisat sel (protein, karbohidrat, lipid) dan kontaminan lain. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan isolasi DNA pada tahap annealing, karena jika suhu
terlalu tinggi maka akan menyebabkan gagalnya proses amplifikasi sedangkan
21
22
apabila suhu terlalu rendah maka DNA yang terbentuk memiliki spesifisitas
rendah (Muladno, 2010).
B. Simplex dan Duplex-PCR gen Cyt-b
Elektroforesis PCR gen Cyt-b telah banyak dilakukan dalam penelitian
untuk
identifikasi
jenis
daging
(Pinto
et
al.,
2005;
Asensio,
2007;
Hsieh et al., 2007; Tanabe et al., 2007; Lin et al., 2008) dan hasil dari
elektroforesis menunjukkan kesesuaian setiap sampel dengan fragmen mt-DNA
gen Cyt-b babi yaitu 398 bp dan ayam 227 bp. Gambar 5 menunjukkan
amplifikasi PCR gen Cyt-b dari DNA ayam dan babi dengan konsentrasi yang
berbeda.
Gambar 5. Visualisasi Isolasi DNA pada agarose gel 1,5%.
Marker Ladder (M), 100% ayam (A), 75%: 25% (A1), 90%: 10% (A2), 95%: 5%
(A3), 99%: 1% (A4), dan 100% babi (B),
Hasil analisis PCR dari dua jenis daging yang berbeda dengan level
kontaminasi daging babi dari 1 sampai 25% yang dicampurkan pada daging ayam
menghasilkan 2 pita DNA sebesar 227 bp dan 398 bp, sedangkan daging ayam
murni dan daging babi murni tetap 1 band yang tervisualisasi pada agarose 1,5%.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Matsunaga et al. (1999) membuktikan
bahwa multiplex-PCR berhasil mengamplifikasi DNA fragmen sapi, kambing,
ayam, domba, babi, dan kuda hingga level 12% menggunakan marker genetik
mtDNA gen Cyt-b. Metode PCR berhasil mendeteksi adanya campuran daging
23
babi pada produk olahan bakso dengan menggunakan fragmen gen Cyt-b
(Fibriana et al., 2010). Multiplex-PCR juga berhasil digunakan sebagai salah satu
cara untuk mengautentikasikan kehalalan suatu produk baik daging segar maupun
produk olahan serta dapat digunakan sebagai landasan quality control oleh suatu
perusahaan agar keamanan pangan tetap terjaga baik dalam segi kualitas maupun
kehalalannya (Nakyinsige et al., 2012; Zhang, 2013).
C. Analisis Sekuen mt-DNA Gen Cyt-b
Primer Fragment mt-DNA gen Cyt-b yang telah diolah menjadi alignment
menggunakan MAFFT (Gambar 6).
Gambar 6. Alignment Primer mt-DNA gen Cyt-b
Fragmen mt-DNA gen Cyt-b ayam (Gallus gallus) 227 bp telah sesuai
dengan data yang terdapat pada situs NCBI sebagai bank data genetik dengan
accession number AP003319 dan fragmen mt-DNA gen Cyt-b babi (Sus scrofa)
398 bp accession number AB298688. Tampilan kotak berwarna merah
24
menunjukkan forward primer dari fragmen mt-DNA gen Cyt-b ayam dan babi,
dan kotak berwarna hijau merupakan reverse primer dari fragmen mt-DNA gen
Cyt-b, pada reverse primer bagian dalam dari primer ayam (bagian bulat, Gambar
3) terlihat perbedaan dengan primer babi, hal ini mengakibatkan primer masingmasing spesies komplemen terhadap sekuens yang akan diamplifikasi dengan
program PCR, karena terdapat perbedaan pada bagian dalam reverse primer
masing-masing spesies yang membuat primer tersebut spesifik. Primer adalah
oligonukleotida yang terdiri atas 20-30 basa DNA dan basa-basa tersebut akan
berkomplemen secara spesifik dengan DNA cetakan. Syarat primer yang baik
adalah memiliki panjang basa oligonukleotida antara 18-24 basa, memiliki urutan
basa-basa spesifik untuk melekat pada DNA cetakan, tidak terdapat basa-basa
yang berkomplemen pada ujung 3’ sehingga terjadi dimer, dan komposisi basa
sitosin dan guanine adalah 50% dari seluruh basa. Dua primer yang dipasangkan
memiliki suhu melting yang tidak berbeda jauh (Dieffenbach et al., 1993).
Download