BAB V KESIMPULAN Sebagai benua yang komposisi penduduknya terdiri atas kesukuan yang sangat beraneka ragam, Afrika memiliki berbagai permasalahan sosial dan politik. Salah satu permasalahan sosial dan politik yang timbul di Afrika adalah banyaknya konflik yang terjadi. Oleh karena itu, maka muncul berbagai upaya dalam mewujudkan perdamaian di Afrika, termasuk yang dilakukan oleh para perempuan. Namun demikian, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan perdamaian di Afrika yang dilakukan oleh perempuan. Di masa lalu, tantangan terbesar yang dihadapi adalah tidak terinstitusinya berbagai upaya perempuan dalam mewujudkan perdamaian di Afrika. Hal ini menyebabkan usaha yang dilakukan para perempuan di masa lalu menjadi kurang efektif. Bahkan pengetahuan, ide, dan pengalaman dari para aktivis perempuan di masa lalu ini menjadi termarjinalkan dan cenderung tidak terlihat. Selain itu, tidak terinstitusinya berbagai usaha bina damai yang dilakukan perempuan di masa lalu juga menghambat pemahaman para perempuan mengenai peranan perempuan dalam konflik dan perdamaian, sehingga hal ini memperkuat kesan mengenai dominasi laki-laki dalam urusan perdamaian dan konflik. Yang terburuk, hal ini mengakibatkan identitas kolektif yang mewadahi upaya perempuan dalam bina damai menjadi sulit terbentuk. Seiring berjalannya waktu, upaya bina damai di Afrika yang dilakukan oleh perempuan mulai terinstitusi. Berbagai bentuk dari institusi ini pada akhirnya membantu memberikan pengetahuan mengenai konflik dan perdamaian, serta mendefinisikan dengan jelas posisi peranan perempuan dan gender dalam bina damai. Salah satu bentuk jawaban dari tantangan ini adalah dengan lahirnya FAS sebagai suatu gerakan sosial yang memiliki perhatian terhadap peranan perempuan dalam perdamaian. FAS lahir pada tahun 1996 dengan tujuan sebagai wadah atau organisasi yang mendorong peningkatan kontribusi perempuan dalam perdamaian. Tujuan utama FAS bukanlah untuk menghentikan konflik karena mereka sendiri meyakini bahwa sejatinya konflik akan terus ada meskipun bentuknya berubah-ubah, dan keyakinan mereka bahwa perempuan akan cenderung lebih siap dalam menangani konflik. Oleh karena itu, FAS telah mengembangkan dan menjalankan berbagai program dengan fokus tujuan untuk meningkatkan kontribusi perempuan dalam perdamaian di Afrika. Untuk bisa berjalan, FAS telah membentuk jaringan aktivis perempuan yang siap bergerak dengan satu tujuan yang sama dengan FAS. Sebagai salah satu aksi kolektif yang mewadahi upaya perdamaian di Afrika, FAS telah berhasil membentuk identitas kolektif bagi gerakan mereka setalah melalui konstruksi dan perdebatan yang lama. Identitas kolektif ini bisa dilihat dari musuh bersama yang telah didefiniskan oleh FAS, permasalahan yang ditimbulkan oleh musuh bersama tersebut, solusi bagi berbagai peremasalahan tersebut, serta mengapa mereka (perempuan) yang harus bergerak. Sebagai sebuah gerakan yang berusaha mewujudkan perdamaian, FAS menjadikan para pembuat konflik sebagai musuh bersama mereka. Baik itu para aktor yang membuat konflik, maupun sistem yang membuat konflik menjadi mungkin terjadi seperti: pemerintahan yang miskin, institusi demokratis yang lemah, dan kurangnya respek terhadap hukum mengenai HAM. Karena adanya para pembuat konflik ini, maka timbul berbagai permasalahan yang harus diselesaikan oleh FAS. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah diskriminasi terhadap perempuan, hilangnya hak-hak perempuan akibat konflik, dan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh suatu konflik. Hal ini tidak terlepas karena memang perempuan adalah orangorang yang paling banyak terkena dampak dari sebuah konflik. Setelah mengidentifikasi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya konflik, kemudian FAS berupaya untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam menjalankan aksinya, FAS selalu menghindari strategi dengan cara cara kekerasan. FAS terus mendorong bahwa untuk menyelesaikan suatu permasalahan sebaiknya diselesaikan melalui bilik suara (ballot) bukan melalui peperangan (bullet). Pemilu merupakan salah satu cara demokratis dalam penyelesaian sengketa. Untuk itu, FAS menganggap bahwa pemilu merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka menciptakan perdamaian. FAS telah berhasil membuat suatu formulasi strategi dalam rangka menangani pemilu, yaitu melalui 3M: Mobilisasi, Mediasi, dan Monitoring. Dengan 3M ini harapannya FAS dapat mengawal pemilu agar dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kekerasan. FAS juga mengampanyekan bahwa strategi dalam bina damai harus dilakukan dari level terkecil, yaitu keluarga. Caranya, para perempuan diharapkan dapat memberi tahu para suami mereka untuk menghentikan konflik dan memecah siklus kekerasan yang terjadi di lingkungan mereka, alih-alih para perempuan malah mendukung dan menjadi kombatan dalam suatu konflik. Dalam rangka membawa suara ‘yang tidak didengar’dari para perempuan, strategi yang digunakan oleh FAS adalah dengan cara mengunjungi langsung para perempuan yang memang terkena dampak konflik untuk mendengarkan keluhan mereka. Selanjutnya FAS akan menghadiri forum-forum internasional untuk membawa suara dari perempuan terutama perempuan yang terkena dampak konflik. Dari berbagai solusi yang digunakan oleh FAS, semuanya memiliki kecenderungan yang sama yaitu menolak cara-cara kekerasan dan kekuatan fisik atau yang lebih dikenal dengan prinsip pasifisme. FAS selalu mengingatkan kepada para perempuan jika mereka menginginkan perdamaian, mereka tidak dapat mengandalkan orang lain kecuali diri mereka sendiri untuk melakukan perubahan. Mereka meyakini bahwa perempuan cenderung lebih cinta damai dan cenderung lebih siap dalam menangani konflik. Oleh karena itu, perempuan di Afrika harus bersatu dan bergerak dalam berusaha mewujudkan perdamaian di Afrika. Identitas kolektif ini-lah yang digunakan oleh FAS untuk bergerak dan menyebarkan idenya sehingga FAS bisa mendapatkan dukungan lebih luas lagi terutama dari perempuanperempuan di Afrika. Harapannya, tujuan mereka untuk mendorong kontribusi perempuan dalam usaha perdamaian dapat segera tercapai.